TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT...

201
TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT BADAN PEMERIKSAAN KEUANGAN (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh: Ahmad Holil NIM: 109048000042 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1435 H/2014 M

Transcript of TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT...

Page 1: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT

BADAN PEMERIKSAAN KEUANGAN

(Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

Ahmad Holil

NIM: 109048000042

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1435 H/2014 M

Page 2: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

ii

Page 3: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

iii

Page 4: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (SI) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika suatu saat terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 Januari 2014

Ahmad Holil

109048000042

Page 5: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

v

ABSTRAK

AHMAD HOLIL NIM 109048000042, TINJAUAN YURIDIS

PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

(Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013). Program Studi Ilmu

Hukum, Konsentrasi Hukum Klembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1434 H/2014 M. Xi + 85

halaman + 4 halaman daftar pustaka.

Penelitian ini dilakukan untuk mencari dasar ketentuan dikabulkan untuk

seluruhnya dari kasus pada perkara Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013

yang diajukan oleh seorang anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang

diangkat sebagai anggota pengganti antarwaktu, dan menjabat kurang dari 5 (lima)

tahun. Bertentangan dengan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006

tentang BPK. Menurut pemohon pada ketentuan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4)

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan adanya ketentuan pada pasal tersebut pemohon merasa telah dirugikan hak

konstitusionalnya sebagai bagian dari warga negara Indonesia yang dilindungi oleh

UUD NRI 1945.

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah

metode penelitian normatif dengan analisis data kualitatif. Penelitian normatif dengan

menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan

doktrin (doctrinal approach). Selanjutnya sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini antara lain bahan hukum primer yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 13/PUU-XI/2013 dan risalah sidangnya, serta peraturan perundang-undangan,

bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Hasil dari penelitian ini adalah, bahwa Mahkam Konstitusi menyatakan

bahwa Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) bertentangan dengan UUD NRI 1945 demikian

dengan Pasal 22 ayat (5) juga dianggap tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan

mengikat menurut keputusan Mahkamah Konstitusi walaupun tidak diajukan

pengujiannya oleh pemohon. Menurut Hakim Mahkamah Konstitusi pokok dari

permohonan pemohon adalah mengenai masa jabatan annggota pengganti antarwaktu

yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan anggota yang digantikannya, walaupun

proses pemilihan antara anggota BPK pengganti antarwaktu dan bukan adalah sama.

Kata Kunci : Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Pengganti antarwaktu, Mahkamah

Konstitusi, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang BPK, Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pembimbing : Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH.

Daftar Pustaka : Tahun 1977 s.d Tahun 2012

Page 6: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat serta

anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan skrispi ini. Sholawat serta salam penulis

sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih teramat jauh dari kata

sempurna. Namun demikian, skripsi ini merupakan hasil usaha dan upaya maksimal

dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui. Banyak hal

yang belum dapat penulis hadirkan dalam skripsi ini kerena keterbatasan pengetahuan

dan waktu. Namun patut disyukuri kerena banyak pengalaman didapat dalam

penulisan skripsi ini.

Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih

yang teramat dalam dan tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, S.H., M.H., M.A. selaku Dekan fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Terima kasih kepada Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A. selaku ketua

program studi ilmu hukum serta Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. selaku

sekretaris program studi Ilmu Hukum atas segala petunjuk dalam penyusunan

skripsi ini.

Page 7: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

vii

3. Terima kasih kepada Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH. Yang telah

bersedia menjadi pembimbing penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran

dan ketelitian memberikan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

4. Terima kasih kepada segenap dosen serta staf karyawan fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Terima kasih kepada Abdurauf, Lc. Selaku dosen pembimbing akademik,

yang telah membimbing dan mengarahkan, baik dalam perkuliahan maupun

dalam hal akademik lainnya.

6. Terima kasih kepada Nur Rohim Yunus, L.L.M yang bersedia meluangkan

waktu dan memberikan masukan serta saran untuk penulis.

7. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, ayahanda KH.

Nahrawi dan ibunda Hj. Bahriyah, yang selalu berusaha dan berdoa

memberikan yang terbaik untuk penulis, semoga Allah SWT senantiasa

memberikan nikmat iman, islam, dan sehat kepada keduanya.

8. Terima kasih kepada kakak-kakak saya. H. Abdul Kholik, Musyarofah, Abdul

Azis Azzamzami, Siti Humairo, adik penulis Saiful Maki, kakak-kakak ipar

penulis teh Mimi, a’ Ajay, teh Dinar, ka Muiz, sepupu-sepupu penulis Rara,

Ica, Dimi, Diaz, dan Ibas, serta keluarga besar yang selalu memberikan do’a,

semangat, dan dukungan yang tak terhingga untuk kesuksesan penulis.

9. Terima kasih kepada sahabat Ilmu Hukum 2009, terutama Jajang Indra Fadila,

S.H. yang telah bersedia mambantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini,

Page 8: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

viii

Roma Rizky Elhadi, Rivianta Putra, serta sahabat-sahabat yang tidak dapat

disebutkan satu persatu oleh penulis.

10. Sahabat-sahabat satu kosan dan teman bermain penulis Dawam Rahmat, Ihsan

Habibi, Gufron Mahfud, Qidsy Cikal, Ilham Sinyo, Iqbal Muharram, serta

sahabat-sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada

khususnya dan segenap para akademisi dan masyarakat pada umumnya.

Jakarta, Desember 2013

Ahmad Holil

Page 9: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING........................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI................................................. iii

ABSTRAK............................................................................................. iv

KATA PENGANTAR................................................................................. v

DAFTAR ISI.......................................................................................... viii

DATA LAMPIRAN.............................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN.............................................................. 1

A. Latar Belakang.................................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusa Masalah.................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan............................................. 9

D. Metode Penelitian ............................................................... 10

E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu................................... 14

F. Sistematika Penulisan.......................................................... 16

BAB II PENGAWASAN KEUANGAN NEGARA DAN HAK

KONSTITUSIONAL....................................................... 18

A. Teori Pengawasan ............................................................ 18

1. Pengertian Pengawasan............................................... 18

2. Urgensi Pengawasan.................................................... 20

B. Sistem Pengawasan Keuangan Negara................................ 22

Page 10: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

x

1. Pengertian Dan Urgensi Pengawasan Keuangan

Negara.......................................................................... 22

2. Sejarah Pengawasan..................................................... 23

C. Mahkamah Konstitusi dan Pengujian Undang-

Undang................................................................................. 30

1. Sejarah Pembentukan MK............................................. 30

2. Kedudukan, Kewenangan Dan Kewajiban MK......... 32

3. Hukum Acara MK......................................................... 35

BAB III PENGGANTIAN ANTARWAKTU ANGGOTA BADAN

PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)............................ 38

A. BPK ................................................................................ 38

1. Sejarah BPK................................................................ 39

2. Dasar hukum, Tugas, Kedudukan Dan Kewenangan

BPK.......................................................................... 43

3. Keanggotaan BPK..................................................... 46

B. Pemberhentian Anggota Badan Pemeriksaan Keuangan.... 50

C. Penggantian Antarwaktu Anggota Badan Pemeriksa

Keuangan............................................................................. 52

Page 11: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

xi

BAB IV ANALISIS PUTUSAN.......................................................... 56

A. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 Tentang

Pengangkatan Pergantian Antarwaktu................................. 56

B. Analisis dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

13/PUU-XI/2013 Tentang Pengangkatan Pergantian Antarwaktu

Anggota BPK....................................................................... 62

C. Akibat Hukum Puutusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-

XI/2013 Tentang Pengangkatan Pergantian Antarwaktu Anggota

BPK..................................................................................... 74

BAB V PENUTUP............................................................................ 78

A. Kesimpulan ........................................................................ 78

B. Saran................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 81

LAMPIRAN

Page 12: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

xii

DATA LAMPIRAN

A. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 Tentang

Pengangkatan Pergantian Antarwaktu Anggota Badan Pemeriksa Keuangan

B. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan

Page 13: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara mengenai keuangan negara tentu akan langsung berkaitan dengan

pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Meskipun

sebenarnya, keuangan negara tidak hanya mengenai APBN saja akan tetapi semua hal

yang dapat dinilai dengan uang, baik berupa barang maupun materi yang dimiliki

serta dikuasai oleh negara. Secara nyata bahwa APBN yang digunakan untuk

keperluan rumah tangga negara ditopang oleh bagian-bagian dari pada keuangan

negara, seperti pajak, laba BUMN/BUMD serta sektor lainnya.

Untuk menjaga efektifitas dan efisiensi dari pengelolaan keuangan negara yang

dilaksanakan oleh pemerintah maupun pihak lainnya, maka perlu dibentuk badan

pemeriksa dari luar pemerintahan. Meskipun dalam internal pelaksanaan pengelolaan

keuangan negara terdapat juga pengawasan tersendiri. Hal ini di Indonesia telah

dibentuk suatu badan yang membidangi pemeriksaan dan pengawasan pada sektor

keuangan negara yang bernama Badan Pemeriksa keuangan (BPK).

BPK diposisikan sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk

memeriksa dalam bentuk audit keuangan dari pada lembaga negara ataupun pihak

lain yang melakukan pengelolaan keuangan negara. Hal tersebut ditujukan supaya

tidak terjadi penyimpangan dalam hal pengelolaan keuangan negara oleh pihak-pihak

yang tidak bertanggungjawab. Aspek keuangan negara dan tanggung jawab

Page 14: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

2

pengelolaannya berkaitan erat pula dengan persoalan kewenangan lembaga negara

yang ditentukan dalam undang-undang UUD 1945.1

Keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan

pemerintahan sebuah negara dan mempunyai manfaat yang sangat penting guna

mewujudkan tujuan negara. Untuk mewujudkan tujuan itu, pengelolaan dan tanggung

jawab keuangan negara memerlukan suatu lembaga pemeriksaan yang bebas,

mandiri, dan propesional untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari

KKN.2 Badan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pengawasan keuangan

tersebut haruslah bersifat kebal terhadap pengaruh dari luar, baik dari Eksekutif,

Legislatif maupun Yudikatif.

Kekuasaan eksaminatif menurut UUD 1945, dilakukan oleh Badan

Pemeriksaan Keuangan (BPK). Badan ini diatur dalam pasal 23E, 23F, dan 23G

UUD 1945 pasca-amandemen. Sebelum dilakukan perubahan UUD 1945,

kelembagaan BPK diatur dalam pasal 23 ayat (5) berada dalam Bab VIII tentang hal

keuangan.3

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia

memiliki wewenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

1 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu

Populer, 2008), h. 808. cetakan kedua.

2Titik Wulandari Tutik, Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen 1945

(Jakarta: Kencana, 2010), h. 230.

3 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (edisi revisi), (Jakarta : Rajawali Pers, 2012)

h. 153.

Page 15: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

3

negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri4

serta dipercaya untuk dapat mewujudkan clean and good governance dengan tugas

memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia,

Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan

Negara.

Tujuannya yaitu mewujudkan BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan

negara yang independen dan profesional, mewujudkan BPK sebagai pusat regulator

di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara, dan

mendorong terwujudnya tata kelola yang baik atas pengelolaan dan tanggung jawab

keuangan negara.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga negara yang independen

mempunyai tugas untuk memeriksa pengelolaan keuangan negara. Pada hakikatnya,

negara adalah suatu lembaga politik. Dalam kedudukannya yang demikian, negara

tunduk pada tatanan hukum publik. Negara berusaha memberikan jaminan

kesejahteraan pada rakyat. Karena itu, dengan tugas yang dimiliki oleh lembaga BPK

dalam hal pengelolaan keuangan negara yang diharapkan dapat terciptanya

pemerintahan yang baik.

Dalam hal ini peran BPK sebagai lembaga negara yang bebas dan mandiri

dituntut dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan undang-undang

4 Republik Indonesia, Pasal 23E, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Amandemen Ketiga.

Page 16: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

4

yang berlaku untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas. Terkaitan dengan

tugasnya tersebut BPK dapat memeriksa apa saja yang termasuk dalam harta

kekayaan milik negara demi menghindari terjadinya pelanggaran dalam sektor

keuangan negara khususnya korupsi. BPK diberi kewenangan oleh UUD 1945 untuk

memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan

negara.5

Hal selanjutnya yang dihadapi BPK sebagai sebuah lembaga yang mandiri

adalah kedudukan serta fungsi BPK itu sendiri dalam sistem ketatanegaraan

Indonesia. Pemeriksaan keuangan itu sendiri sebenarnya merupakan bagian yang juga

tidak terpisahkan dari fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah secara umum.

Kontrol atau pengawasan yang dilakukan badan yang berwenang pada sektor

keuangan khususnya BPK haruslah dilakukan secara simultan dan menyeluruh sejak

dari tahap rule making sampai tahap rule enforcing.6

Kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berada dalam ranah kekuasaan

legislatif, atau sekurang-kurangnya berhimpitan dengan fungsi pengawasan yang

dijalankan oleh DPR. Oleh karena itu, laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh

BPK harus dilaporkan kepada DPR untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.7

5 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Demokrasi , (Jakarta: PT.

Bhuana Ilmu Populer, 2007), h. 821. Cetakan kedua.

6 Jimly Assihiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara, (Jakarta : Sinar

Grafika, 2012), h. 138. Cetakan kedua.

7 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia, (Jakarta: Kerjasama Antara

Mahkamah Konstitusi RI dengan Pusat Studi HTN FH UI, 2004), hlm 37.

Page 17: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

5

Di era reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan

dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan pada Tahun 2002 yang

memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang

Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang

antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-

satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih

dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional.8

Dalam sistem keanggotaan BPK sesuai dengan pasal 22 Undang-undang

Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan, apabila ada anggota

BPK memundurkan diri atau diberhentikan sesuai dengan ketentuan yang dimaksud

pada Pasal 18 atau Pasal 19 maka diadakan “pengangkatan pergantian antarwaktu

anggota BPK” sesuai dengan syarat-syarat dan tata cara sebagaimana dimaksud

dalam pasal 13 dan Pasal 14 dan diresmikan oleh presiden.

Dengan adanya Pasal 22 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan

Pemeriksa keuangan tersebut maka Drs. Bahrullah Akbar, BSc., S.E., MBA. selaku

anggota Badan Pemeriksa Keuangan, sebagai pemohon yang mempunyai kedudukan

hukum (legal standing) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1)

huruf a UU MK untuk melakukan pengujian Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK yang telah merugikan hak konstitusional

pemohon sebagaimana dijamin oleh UUD 1945.

8 diakses dari www.bpk.go.id pada tanggal 16 Oktober 2013.

Page 18: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

6

Bahwa dalam ketentuan Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa “pengangkatan

pergantian antarwaktu”, yang menjadi permasalahan adalah sistem pergantian

anggota BPK dimana ketika terjadi proses pergantian antarwaktu, maka untuk

menentukan pengganti anggota BPK yang berhenti dan/atau diberhentikan adalah

dengan menggunakan sistem seleksi, bukan otomatis menjabat bagi anggota yang

sebelumnya mendapat suara terbanyak selanjutnya.

Selain itu, masa jabatan anggota BPK pengganti adalah melanjutkan masa

jabatan anggota BPK yang digantikan olehnya. Apabila melihat putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 49/PUU-IX/2011 tanggal 18 Oktober 2011 yang menyatakan Pasal

34 undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak

dimaknai bahwa pimpinan Komisi Tindak Pidana Korupsi baik pimpinan yang

diangkat secara bersamaan maupun pimpinan pengganti yang diangkat untuk

menggantikan pimpinan yajng berhenti dalam masa jabatannya memegang jabatan

selama 4 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa

jabatan.

Padahal dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang

BPK telah jelas disebutkan bahwa masa jabatan anggota BPK adalah 5 (lima) tahun,

namun untuk anggota BPK pengganti antarwaktu masa jabatannya adalah

melanjutkan sisa masa jabatan anggota BPK yang digantikannya. Bila masa jabatan

anggota BPK pengganti antarwaktu tidak mencapai 5 tahun, jelas bahwa Pasal 22

ayat 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK bertentangan dengan

Page 19: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

7

Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, dan Pasal 22

ayat 4 tersebut tidak memiliki kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan latar belakang dari permasalahan yang telah dipaparkan oleh

penulis diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam skripsi

dengan judul: “TINJAUAN YURIDIS PENGANGKATAN PENGGANTIAN

ANTARWAKTU PEJABAT BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013)”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan ha-hal yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah, dan

agar penelitian lebih akurat dan terarah sehingga tidak menimbulkan masalah baru

serta pelebaran secara meluas, maka dapat disusun pembatasan masalah guna

memudahkan penyusunan skripsi ini maka penulis hanya membahas masalah yang

terdapat pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 terhadap

pengangkatan penggantian antarwaktu anggota BPK. Dalam hal uji materiil pasal

22 ayat (1) dan ayat (4) tidak sesuai dan/atau bertentangan dengan Pasal 23F ayat

(1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 28I ayat (2)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Rumusan masalah

Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah ketentuan yang

terdapat pada Pasal 5 ayat (1) undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengatur dan menentukan bahwa masa

Page 20: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

8

jabatan anggota BPK adalah 5 (lima) tahun. Namun pada prakteknya ada anggota

BPK yang secara resmi diangkat namun tidak untuk menjabat selama 5 tahun.

Rumusan masalah ini penulis rincikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Apa alasan konstitusional pengajuan uji materiil terhadap Pasal 22 ayat

(1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan

Pemeriksa Keuangan ?

b. Bagaimana pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam

memutuskan perkara Nomor 13/PUU-XI/2013 tentang pengangkatan

penggantian antarwaktu anggota BPK?

c. Bagaimana implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-

XI/2013 tentang pengangkatan penggantian antarwaktu anggota BPK

terhadap hak individu sebagai warga negara?.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui alasan konstitusional pengajuan uji materiil terhadap

Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006

tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

2. Untuk mengetahui landasan hukum pertimbangan Mahkamah Konstitusi

Nomor 13/PUU-XI/2013 tentang pengangkatan penggantian antarwaktu

anggota BPK .

Page 21: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

9

3. Untuk mengetahui implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

13/PUU-XI/2013 tentang pengangkatan penggantian antarwaktu anggota

BPK.

Sedangkan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Manfaat praktis bagi penulis, pembaca, serta masyarakat untuk

mengetahui apa saja yang menjadi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

13/PUU-XI/2013 tentang pengangkatan penggantian antarwaktu anggota

BPK.

2. Dapat memberikan gambaran umum pertimbangan hakim Mahkamah

Konstitusi dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013

tentang pengangkatan penggantian antarwaktu anggota BPK.

3. Dapat memberikan pengetahuan tentang implikasi putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 tentang pengangkatan penggantian

antarwaktu anggota BPK.

4. Dapat memberikan ruang inspirasi bagi para penulis-penulis selanjutnya

dalam mencari pokok permasalahan baru dalam bidang kelembagaan

negara khususnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

D. Metode penelitian

Metode merupakan strategi utama dalam mengumpulkan data-data yang

diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Pada dasarnya sesuatu yang

dicari dalam penelitian ini tidak lain adalah “pengetahuan” atau lebih tepatnya

Page 22: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

10

“pengetahuan yang benar”, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat

dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu.9

Jenis penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif

Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai

sebuah bangunan sistem norma.10

Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai

asas-asas,norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan,

perjanjian serta doktrin (agama).

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis yang

berbentuk studi deskriptif analisis, yakni dengan cara penulisan yang

menggambarkan permasalahan yang didasarkan pada data-data yang ada, lalu

dianalisa lebih lanjut kemudian diambil kesimpulan. Metode ini bertujuan untuk

menggambarkan sifat yang timbul karena sesuatu yang tengah berlangsung atau

sudah terjadi pada saat riset dilakukan dengan memeriksa sebab-sebab dari gejala

tertentu.11

9 Bambang Sunggono, Metode Peneitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997),

h..27-28. Cetakan pertama.

10

Fahmi M. Ahmadi. Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Lembaga

PenelitianUIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 31.

11

Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta : PT. Raja

Grafindo, 1996), h. 22.

Page 23: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

11

Sedangkan pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif yang berusaha mengkombinasikan pendekatan normatif dan empiris.12

Dengan penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif, penelitian yang

mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan,

putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang di masyarakat.

Adapun jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis data

kualitatif, sehingga metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Penelitian

yuridis normatif yang bersifat kualitatif merupakan penelitian yang mengacu pada

norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan

pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Sementara metode penulisan yang digunakan adalah deskriftif analisis yakni

dengan cara penulisan yang menggambarkan permasalahan yang didasari pada

data-data yang ada, lalu dianalisa lebih lanjut untuk kemudian diambil kesimpulan.

Untuk menunjang penelitian ini maka diperlukan sumber data yang berkaitan

dengan penelitian yang akan dilakukan. Sumber data dapat diperoleh dari bahan

yang tersedia, dengan pengelompokan sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoratif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer

12

Moleong J. Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Roda Karya, 2004),

h. 28. Cetakan kedua puluh.

Page 24: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

12

adalah terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan perundang-undangan an putusan-putusan hakim.13

Bahan hukum primer yang digunakan penulis adalah Putusan

Mahkamah Konstutisi Nomor 13/PUU-XI/2013, UU RI No. 15 Tahun

2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, peraturan BPK RI No. 1 Tahun

2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Peraturan BPK RI

No. 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksaan Keuangan RI.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah berupa semua bentuk publikasi

tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi,

kegunaan bahan hukum sekunder adalah memberikan peneliti semacam

“petunjuk” ke arah mana peneliti melangkah dalam penelitiannya.14

Bahan hukum sekunder yang digunakan oleh penulis disini adalah

buku-buku yang membahas tentang hal-hal yang terkait dengan

pembahasan penulis, antara lain, buku yang berkenaan dengan

pembahasan mengenai Hukum Tata Negara, Mahkamah Konstitusi,

Badan Pemeriksa Keuangan, keuangan negara, dan buku-buku hukum

13

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2005), h. 141. Cetakan

keempat.

14

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum......., h. 155.

Page 25: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

13

lainnya, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi tentang Hukum Tata Negara,

jurnal ataupun materi-materi mengenai hukum yang berkenaan dengan

proses penelitian ini.

c. Bahan Tersier

Bahan tersier merupakan petunjuk atau penjelasan bermakna

terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensilopedia,

artikel, koran, majalah, situs, internet, jurnal, politik, dan pemerintahan

serta makalah yang berkaitan.

2. Pendekatan penelitian

Pendekatan penelitian yang diambil penulis adalah pendekatan perundang-

undangan (Statute Approach) dan pendekatan doktrinal (Doctrinal approach),

karena penelitian yang penulis lakukan menggunakan metode yuridis normatif.

Dalam hal pendekatan perundang-undangan (statute approach), dilakukan

dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut

dengan isu hukum yang sedang ditangani.15

penelitian ini menjadikan peraturan

perundang-undangan sebagai pokok kajian, yaitu peraturan yang berkaitan dengan

kewenangan BPK sebagai lembaga independen dan keanggotaan BPK.

Sementara itu dengan pendekatan doktrinal (doctrinal Approach), bahwa

putusan dan ketentuan yang muncul setelah putusan Nomor 13/PUU-XI/2013

dalam sidang Mahkamah konstitusi yang berkaitan dengan ketentuan Pasal 22 ayat

15

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum..............., h. 93.

Page 26: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

14

(1) dan ayat (4) mengenai pengangkatan pergantian antarwaktu dan masa jabatan

anggota penggatian antarwaktu.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

dokumentasi. Studi dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan bahan hukum

yang telah disebutkan dalam sumber data yang terdiri dari 3 (tiga) jenis sumber

data.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis normatif kualitatif. Yaitu dengan menganalisis ketentuan dalam

perundang-undangan serta buku-buku terkait secara komprehensip. Adapun

mengenai teknik penulisan skripsi ini, mengacu pada buku “Pedoman Penulisan

Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum” yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidyatullah Jakarta, Tahun 2012.16

E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

Dalam menjaga keaslian judul yang penulis ajukan perlu kiranya penulis

lampirkan juga beberapa rujukan yang menjadi bahan pertimbangan. Antara lain :

Skripsi dengan judul “Penggantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR dan

Implikasinya Dalam Konsep Perwakilan Rakyat” karya Rida Farida mahasiswa Ilmu

Hukum Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara Fakultas Syariah Dan Hukum

16

TIM Penyusun FSH, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan

Mutu (PPJM), 2012.

Page 27: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

15

angkatan 2008 yang membahasi tentang Pergantian Antarwaktu (PAW) dimana bisa

menjadi pembanding dengan skripsi yang diangkat oleh penulis yang membahas

Pengangkatan Pergantian Antarwaktu anggota BPK namun dengan tinjauan yurudis

putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013.

Skripsi berjudul “Badan Pemeriksa Keuangan Dalam Ketatanegaraan Islam”

yang disusun oleh saudari Rini Wulandari (konsentrasi Siyasah Syari’iyyah program

studi Jinayah Siyasah Fakultas Syariah dan Hukum Uin Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2008). Membahas tentang kewenangan BPK dalam ketatanegaraan Indonesia

dan membandingkannya dengan kewenangan Wilayah Mazhalim dalam pemerintahan

Islam, dan apa yang menjadi persamaan dan pebedaan diantara keduanya. (wilayah

mazhalim dalam ketatanegaraan islam adalah lembaga yang berwenang memeriksa

perkara yang terkait dengan pemeriksaan terhadap harta milik negara).

Buku berjudul “Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia” karangan Prof.

Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.17

pembahasan dalam buku ini adalah mengenai hukum

Keuangan Negara pada salah satu babnya, yaitu: Pengertian tentang keuangan negara

serta peran-peran lembaga negara khususnya BPK, kewenangan BPK dalam

memeriksa keuangan negara, pembahasan lembaga atau badan usaha milik

pemerintah yang berkaitan dengan keuangan negara, dimana didalamnya

berhubungan dengan kewenangan BPK.

17

Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Demorasi , (Jakarta: PT.

Bhuana Ilmu Populer, 2007), h. 807-888. Cetakan kedua.

Page 28: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

16

Selanjutnya buku berjudul “Hukum Tata Negara Indonesia’ karangan Ni’matul

Huda, S.H., M.Hum.18

menyinggung tentang cikal bakal pembentukan BPK dalam

sejarah konstitusional Indonesia, Struktur kelembagaan BPK, dan Perluasan

kewenangan BPK dalam kewenangan, fungsi, dan tugasnya.

Selanjutnya Buku berjudul “Hukum Keuangan Negara” karangan Dr.

Muhammad Djafar Saidi, S.H., M.H.19

membahas tentang pengelolaan keuangan

negara, termasuk pemeriksaan keuangan negara, jenis pemeriksaan keuangan negara,

tanggung jawab pemeriksaan keuangan negara, tanggung jawab pemeriksaaan,

hingga tindak lanjut hasil pemerikasaan keuangan negara apabila ditemui

pelanggaran.

Buku dengan judul “Perkembangan dan Konsolidasi lembaga Negara”

karangan Prof. Jimly Asshiddiqie,S.H. membahas tentang cikal bakal pembentukan

BPK, konsepsi Badan Pemeriksaan Keuangan, fungsi pengawasan terhadap kinerja

pemerintahan, pengertian uang dan keuangan negara itu menurut pasal 23 UUD 1945

yang tidak terbatas pada pengertian APBN.20

F. Sistematika Penulisan

Untuk menyajikan skripsi ini secara sistematis, maka penulis menyusun

sistematika penulisan skripsi ini kedalam lima bab dengan susunan sebagai berikut :

18

Ni’matul Huda, Hukum Tata NegaraIndonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005)

h. 205-209, cetakan pertama.

19

Muhammada Djafar saidi, Hukum Keuangan Negara, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2008), h. cetakan pertama.

20

Jimly Assihiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara, (Jakarta : Sinar

Grafika, 2012), h. 136 -145, cetakan kedua.

Page 29: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

17

BAB pertama penulis membahas Pendahuluan yang terdiri dari (a) latar

belakang masalah, (b) pembatasan dan perumusan masalah, (c) tujuan dan manfaat

penelitian, (d) metode penelitian, (e) tinjauan (review) terdahulu, (f) metode

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB kedua penulis memberikan bahasan tentang Pengawasan Keuangan

Negara (a) Sistem Pengawasan keuangan Negara dan Hak Konstitusional, (b) Badan

Pemeriksa keuangan, (c) Mahkamah Konstitusi.

BAB ketiga penulis membahas tentang Pengangkatan Penggantian Antarwaktu

Anggota BPK. Isinya berupa (a) Sejarah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (b)

Kedudukan Dan Kewenangan BPK (c) Keanggotaan BPK, (d) Pemberhentian

Anggota BPK, (e) Pergantian Antarwaktu Anggota BPK.

BAB keempat ini penulis memberikan tema “Analisis, Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 yang terdiri dari dua pembahasan (a) Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 Tentang Pengangkatan Penggantian

Antarwaktu Anggota BPK, dan (b) Analisis Dan Implikasi Putusan Putusan

mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 Tentang Pengangkatan Penggantian

Antarwaktu Anggota BPK Terhadap Hak Individu sebagai Warga Negara, (c)

Akkibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 Tentang

Pengangkatan Pergantian Antarwaktu Anggota BPK.

BAB kelima penulis memberikan penutup yang berisikan kesimpulan dan

saran, serta pada bagian akhir dilengkapi dengan daftar pustaka.

Page 30: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

18

BAB II

PENGAWASAN KEUANGAN NEGARA DAN HAK KONSTITUSIONAL

A. Teori Pengawasan

1. Pengertian Pengawasan

Pengawasan berasal dari kata “awas”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

diartikan sebagai Penilikan dan penjagaan, dalam kontek kata “mengawasi”

memiliki arti melihat dan memperhatikan.1 Pengawasan adalah kegiatan yang

dilakukan lembaga tinggi terhadap kinerja lembaga-lembaga yang ada

dibawahnya, tujuannya adalah untuk melakukan kegiatan-kegiatan preventif,

pengkoreksian, dan pelaporan kepada lembaga lainnya.

Sebagai bahan perbandingan diambil beberapa pendapat dari para pengarang

buku yang membahas atau menyinggung mengenai pengawasan, antara lain :

Menurut Prayudi Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan

pekerjaan apa yang di jalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa

yang dikehendaki, direncanakan atau diperhatikan.2 Artinya apa yang telah

direncanakan masih memerlukan sebuah sistem yang akan memandu rencana

tersebut agar tercapai.

Menurut Saiful Anwar, pengawasan atau kontrol terhadap tindakan aparatur

pemerintah diperlukan agar pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan dan

1 Departemen Pendidikan Nasional ,Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta :

PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 104.

2 Prayudi, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1981), h. 80.

Page 31: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

19

dijalankan dapat mencapai tujuan dan terhindar dari penyimpangan-

penyimpangan.3 Dengan kata lain menurut Saiful pengawasan adalah sebuah

tindakan pencegahan yang perlu dilaksanakan agar tidak terjadi hal-hal diluar dari

apa yang telah ditetapkan.

Menurut M. Manullang mengatakan bahwa Pengawasan adalah suatu proses

untuk menetapkan suatu pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan

mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai

dengan rencana semula.4 Pengawasan yang dimaksud Manullang berfungsi

sebagai sebuah tolak ukur keberhasilan sebuah rencana kerja khususnya

pemerintah.

Dilain pihak menurut Sarwoto yang dikutip oleh Sujamto memberikan

batasan bahwa Pengawasan adalah kegiatan manager atau orang yang mengatur

dan bertanggung jawab dengan mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan

terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.5

Sama halnya dengan pendapat sebelumnya bahwa pengawasan berfungsi lebih

kepada tindakan preventif yang diambil agar dapat mencapai hasil yang maksimal.

Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh Dale

dikatakan bahwa “the modern concept of control provides a historical record of

3 Saiful Anwar dan Marzuki Lubis, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, (Medan : Glora

Madani Press, 2004), h.127.

4 M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1995), h.18, cetakan

keempat belas.

5 Sujanto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986), h.

13, cetakan kedua.

Page 32: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

20

what has happened and provides date the enabel the executive to take corrective

steps”,6 maksudnya adalah mengawasi tidak semerta-merta hanya kegiatan

mengawasi dan melaporkan hasil dari mengawasi, namun juga mengandung arti

memperbaiki dan meluruskan sehingga apa yang telah direncanakan dapat dicapai.

2. Urgensi Pengawasan

Pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan- pekerjaan

terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang

dikehendaki.7 Ada beberapa aspek-aspek penting yang perlu diawasi oleh rakyat

dengan legislasi-legislasi rakyat yang ada di pemerintahan. Lembaga pemerintahan

mempunyai kewenangan untuk mengontrol 3 aspek yaitu, kontrol atas

pemerintahan (control of executive), kontrol atas pengeluaran (control of

expenditure), dan kontrol atas pemungutan pajak (control of taxation).8

Dalam arti lain pengawasan merupakan proses dalam memastikan bahwa

segala program sesuai dengan apa yangtelah direncanakan. Pengawasan sangat

diperlukan untuk menjaga agar pelaksanaan kegiatan pemerintah berjalan sesuai

dengan perencanaan dan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

6 Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Pusat Studi Hukum

(PSH) Fakultas Hukum UII, 2004), h. 185-186, cetakan ketiga.

7 Heidjrachman Ranupandojo, Tanya Jawab Manajemen (Yogyakarta : AMP YKPN, 2000),

h. 109.

8 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta :

Bhuana Ilmu Populer, 2007), h. 162-163, cetakan kedua.

Page 33: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

21

Aspek pengawasan berkaitan erat dengan persoalan kewenangan lembaga

negara yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar. Lembaga-lembaga negara

yang berkaitan dengan persoalan keuangan negara ini misalnya, adalah Badan

Pemeriksa Keuangan. Serta lembaga negara yang mengelola keuangan negara

dalam bentuk APBN ataupun APBD perlu diketahui terlebih dahulu tentang

keuangan negara secara mendasar.

Pandangan dan pemahaman Hans Kelsen mengenai the concept of the state-

organ dalam bukunya General Theory of Law and State, menguraikan bahwa

“Whoever fulfills a fanction determined by the legal order is an organ”.9 Siapa

saja yang menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh suatu tata-hukum (legal

order) adalah suatu organ.

Dikatakan pula oleh Hans Kelsen bahwa, “An organ , in this sense, is an

individual fulfilling a specific function”. Kualitas individu itu sebagai organ

negara ditentukan oleh fungsinya. Individu tersebut dapat disebut sebagai organ

negara, karena ia menjalankan fungsi yang menciptakan hukum (law–creating

function) atau fungsi yang menerapkan hukum (law applying function).10

9 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, (New York: Russell& Russell, 1961), h.

192.

10

Ibid, h. 194.

Page 34: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

22

B. Sistem Pengawasan Keuangan Negara

1. Pengertian dan Urgensi Pengawasan Keuangan Negara

Pengawasan keuangan negara adalah pengawasan yang dilakukan pada

sektor-sektor pemerintahan yang memakai uang atau anggaran dari negara.

Pengawasan keuangan negara pada dasarnya dilakukan untuk memantau kemana

saja uang negara mengalir dan untuk tujuan apa uang negara tesebut digunakan.

Sistem pengawasan keuangan negara dilakukan oleh lembaga tinggi negara

atau lembaga turunan dari lembaga yang sudah ada. Tujuan diadakannya lembaga–

lembaga negara atau alat-alat kelengkapan negara adalah selain untuk menjalankan

fungsi negara, juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual. Jadi,

meskipun dalam praktiknya tipe lembaga-lembaga negara yang dibentuk berbeda,

secara konsep lembaga-lembaga tersebut harus bekerja dan memiliki relasi

membentuk suatu kesatuan untuk merealisasikan secara praktis fungsi negara dan

secara ideologis mewujudakan tujuan negara jangka panjang.

Salah satu tehnik pengawasan yang lazim dilaksanakan adalah pemeriksaan,

yaitu kegiatan untuk menilai apakah hasil pelaksanaan yang sebenarnya telah

sesuai dengan yang seharusnya dan untuk mengidentifikasi penyimpangan atau

hambatan yang ditemukan.11

Pengawasan pada sektor keuangan meliputi segala bentuk anggaran yang

telah direncanakan pada setiap kementrian. Pentingnya sebuah pengawasan adalah

11

Bohari, Pengawasan keuangan negara, (jakarta : rajawali 1992), h. 4, cetakan pertama.

Page 35: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

23

untuk menjaga dan mengkawal agar anggaran yang telah disahkan oleh pemerintah

menjadi tepat sasaran dan untuk memantau ada tidaknya pelanggaran yang terjadi

pada setiap APBN dan APBD.

Kegiatan pemeriksaan dan pengawasan mempunyai kedudukan yang

strategis dan menentukan terciptanya transparansi dan akuntabilitas di bidang

pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Sampai saat ini usaha

perbaikan hal tersebut masih terus berlanjut dan memberikan hasil yang cukup

baik bila dibandingkan dengan kondisi sebelum reformasi.

2. Sejarah Pengawasan

Sejarah awal mula pengawasan telah lama tersirah pada zaman kuno,

walaupun tidak dijelaskan secara rinci dan tegas. Plato atau dengan nama lain

Aristocles adalah seorang filsuf Yunani klasik yang tidak diketahui waktu dan

tempat kelahirannya secara pasti.12

Plato berpendapat bahwa luas negara itu harus

diukur atau disesuaikan dengan dapat atau tidaknya, mampu atau tidak nyasebuah

negara memelihara kesatuan di dalam negara itu sendiri.13

Artinya peran sebuah

organ pengawasan mutlak sangat diperlukan untuk memandu sebuah negara dalam

hal mencapai cita-citanya.

Teori controlling yang dipupolerkan oleh Plato berhasil dipetakan dan

dirumuskan oleh Hans Kelsen menjadi sebuah norma hukum, dimana keberadaan

12

Pudja Pramana KA, Ilmu Negara, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), h. 37, cetakan pertama.

13

Soehino, Ilmu Negara, (yogyakarta : Liberty, 2004), h. 17, cetakan keenam.

Page 36: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

24

sebuah norma sesunggungnya adalah bentuk lain dari pengawasan yang bersifat

preventif. Sistem baru yang kemudian diberlakukan sebagai sebuah sistem hukum,

yakni, menafsirkan tindakan yang menerapkan sistem baru sebagai sebuah

tindakan-tindakan yang sah, dan fakta-fakta material yang melanggarnya sebagai

tindakan tidak sah.14

Plato mengakui kenyataan-kenyataan yang harus dihadapi oleh negara,

sehingga ia menerima negara dalam bentuknya sebagai second best dengan

menekankan pentingnya hukum yang bersifat membatasi.15

Membatasi yang

memiliki tujuan menutup ruang untuk melakukan pelanggaran dan kesalahan,

adalah pengawasan secara tidak langsung agar sebuah negara dapat

memaksimalkan peran dan fungsinya.

Algemene Rekenkamer adalah sebuah implementasi daripada teori

pengawasan terhadap keuangan negara, yang semula didirikan oleh pemerintah

Belanda hanya untuk melakukan pengurusan dan pembukuan keuangan negara.

Kemudian dengan berlakunya Indische Comptabiliteit Wet (ICW).

Sebelum berlakunya pasal 23 ayat (5) UUD NRI 1945 maka yang

diberlakukan adalah perundang-undangan pemerintah Hindia-Belanda yang

memiliki sejarah tersendiri, Algemene Rekenkamer Belanda semula didirikan oleh

Gubernur Deandeles pada tahun 1808 dan diberi nama “General Rekenkamer”

14

Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum, (Bandung : Nusa Media, 2008), h. 99, cetakan

pertama.

15

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Dan Konstitualisme Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika,

2011), h. 7, cetakan kedua.

Page 37: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

25

yang mengikuti sistem pemerintahan Prancis yang menguasai Belanda pada waktu

itu.16

Sejak tahun 1867 diambil alih dari kodifikasi peraturan keuangan Napoleon

yang berlaku dinegeri belanda maka dilakukanlah Comptabiliteit Wet atau ICW,

dengan berlakunya ICW maka penetapan anggaran belanja negara tidak lagi

ditetapkan oleh raja.17

Dalam hal pengawasan fungsional, pemerintah Republik Indonesia sejak

tahun 1950 sampai dengan 1963 belum memiliki unit organisasi khusus yang

bertugas melakukan pengawasan anggaran negara. Pada periode ini pengawasan

anggaran negara dilakukan oleh Inspektur Keuangan dan Inspektur Thesauri

Jendral yang tugas pokoknya bukan bidang pengawasan. Inspektur Keuangan dan

Inspektur Thesauri Jendral bukan bawahan langsung dari Menteri Keuangan.

Ruang lingkup pengawasan terhadap anggaran dalam periode ini terbatas kepada

kegiatan pemegangan kas, sehingga aktivitas terbatas hanya kepada pemeriksaan

kas.18

Pada tahun 1963 keluar putusan Presiden No. 29 tahun 1969 tentang

Pengawasan Keuangan Negara. Dalam keputusan ini dikatakan bahwa yang

dimaksud dengan pengawasan keuangan negara ialah pengawasan umum terhadap

16

Bohari, Pengawasan keuangan...................., h. 9.

17

Ibid, h. 10.

18

Ibid, h. 11.

Page 38: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

26

pelaksanaan daripada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran

Pembangunan, Anggaran Kredit dan Anggaran Devisa.19

Pada tahun 1975 dengan Keppres No. 40 tahun 1975 ditentukan bahwa

lembaga Inspektorat Jendral harus ada pada setiap Departemen. Inspektorat

Jendral bertanggung jawab kepada menteri yang bersangkutan.20

Sistem pengawasan keuangan negara secara umum dilaksanakan oleh dua

unsur yaitu unsur internal dan unsur eksternal. Unsur internal dilaksanakan oleh

bagian dalam lingkup pemerintahan itu sendiri, sementara unsur eksternal

dilaksanakan oleh legislatif, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK).

a. Pengawasan Internal

Pengawasan oleh intern pemerintah atau disebut dengan pengawasan

internal merupakan bagian dari organisasi pemerintah, melaporkan hasil

pemeriksaannya kepada pimpinan pemerintah (tertinggi) di pusat maupun

didaerah, dan tidak melakukan pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan

negara.

Pengawasan internal ini dilakukan oleh pihak yang masih termasuk dalam

fungsi organisasi atau bagian dari organisasi pemerintah. Pelaporan

pengawasan yang dilakukan oleh pengawas interen ini dilaporkan kepada

pimpinan tertinggi yaitu pemerintah baik pusat maupun daerah. Pada dasarnya

19

Ibid, h. 13.

20

Ibid, h. 15.

Page 39: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

27

pengawasan intern harus dilakukan oleh pucuk pimpinan sendiri. Setiap

pimpinan unit dalam organisasi pada dasarnya berkewajiban membantu pucuk

pimpinan mengadakan pengawasan sesuai dengan bidang tugasnya masing-

masing.21

Dalam pengawasan internal pemerintah ini dilakukan oleh tiga lembaga,

sebagai berikut:

a. BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan)

Tugas dan fungsi utama dari BPKP adalah melakukan koordinasi atas

seluruh pengawasan interen pemerintah. Serta menjalankan tugas pada

pengembangan fungsi preventif (pencegahan).

b. Inspektorat Jenderal Departemen/Unit Pengawasan Lembaga

Dalam kedudukannya tugas dari Inspektorat Jenderal Departemen

adalah membantu menteri dalam menyelenggarakan pengawasan

umum atas segala aspek pelaksanaan tugas pokok menteri.

c. Bawasda (Badan Pengawas Daerah) untuk daerah tingkat Provinsi dan

Kabupaten

Tugas dan fungsinya antara lain Melaksanakan pengawasan terhadap

pelaksanaan urusan pemerintahan, urusan perekonomian, urusan

kesejahteraan sosial, urusan keuangan dan aset, dan Melaksanakan

kegiatan ketatausahaan.

b. Pengawasan Eksternal

Pengawasan eksternal merupakan pengawasan yang berada di luar

organisasi pemerintah, lingkup pekerjaan tidak tergantung pemerintah dan

pemeriksaannya mencakup juga pertanggungjawaban keuangan negara oleh

pemerintah serta hasilnya dapat digunakan sebagai dasar publik (DPR, DPRD,

dan Masyarakat) dalam pengambilan keputusan.

21

Viktor M. Situmorang dan Jusuf Juhir, Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam

Lingkungan Aparatur Pemerintah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), h. 20, cetakan kedua.

Page 40: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

28

Pengawasan ekstern dilakukan oleh aparat dari luar organisasi itu sendiri,

seperti halnya pengawasan di bidang keuangan oleh BPK sepanjang meliputi

seluruh aparatur negara dan direktorat jenderal pengawasan keuangan negara

terhadap departemen dan instansi pemerintah lain.22

Wirjono Prodjodikoro23

menyamakan pengertian keuangan negara dengan

anggran negara (state budget). Ada dua pengertian yang berbeda dikaitkan

dengan perkataaan keuangan negara, yaitu :

a. Uang negara dalam arti ekonomis, yaitu dana dan kekayaan milik

negara;

b. Uang negara dalam arti teknis, yaitu uang masuk dan keluar

sebagaimana yang tergambar dalam perhitungan APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah.

Kedua pengertian ini harus dibedakan, dan tidak boleh dicampuradukkan

sehingga menimbulkan kerancuan dalam memahami konsep-konsep yang

terkait dengan pengertian keuangan negara.24

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan Pasal 1 butir 7 juga merumuskan definisi keuangan negara itu dalam

pengertian luas, dengan menyatakan: “keuangan negara adalah semua hak dan

kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik

22

Ibid., h. 27.

23

Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Tata Negara di Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat,

1977), h. 109, cetakan ketiga.

24

Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia (Pasca Reformasi),

(Jakarat: Buana Ilmu Populer, 2007), h. 811, cetakan kedua.

Page 41: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

29

berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara

berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”.25

Upaya BPK bersama pemerintah dalam melaksanakan reformasi

keuangan negara telah dilakukan secara serius dan telah berhasil melaksanakan

perbaikan kebijakan dan kerangka hukum. Sistem pengawasan dan pemeriksaan

merupakan bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara yang berperan

untuk memastikan bahwa keuangan negara telah dilaksanakan sesuai dengan

tujuan yang hendak dicapai dengan mentaati peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Karena itulah sudah selayaknya keuangan negara yang diakumulasi dari

rakyat harus dikelola dan didistribusikan kembali demi kesejahteraan rakyat.

APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan dengan

undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.26

Dengan adanya suatu badan yang bertanggungjawab dalam hal

pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara diharapkan mampu mengawasi

kinerja keuangan sehingga dapat terciptanya sistem keuangan negara yang

transparansi dan akuntabilitas. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai BPK

lebih jauh dalam pembahasan selanjutnya.

25

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan

Keuangan.

26

Republik Indonesia, Pasal 23, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 42: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

30

C. Mahkamah Konstitusi dan Pengujian Undang-Undang

1. Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi

Lembar awal sejarah praktik pengujian undang-undang (judicial riview)

bermula di Mahkamah Agung (MA) (Supreme Court) Amerika Serikat saat

dipimpin oleh John Marshall dalam kasus Marbury vs Madison (1803). Kendati

saat itu konstitusi Amerika Serikat tidak mengatur pemberian kewenangan untuk

melakukan jidicial review kepada MA, tetapi dengan manafsirkan sumpah jabatan

yang mengharuskan untuk senantiasa menegakkan konstitusi, Marshall

menganggap MA berwenang untuk menyatakan suatu undang-undang

bertentangan dengan konstitusi.27

Dalam jangka waktu era reformasi, terjadi beberapa perubahan mendasar

pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Amandemen UUD NRI 1945 telah merubah

sistem kelembagaan negara indonesia dari Supremasi MPR kepada Supremasi

Konstitusi. Kedudukan lembaga negara menjadi sejajar dan sederajat di bawah

naungan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Mahkamah Konstitusi ditetapkan oleh MPR dalam perubahan ketiga UUD

1945 sebagai pelaku kekuasaan kehakiman bersama Mahkamah Agung dan badan

peradilan yang berada dibawahnya. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan

yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan

27

Jurnal Mahkamah Konstitusi, Profil Mahkamah Konstitusi, edisi Oktober 2010, (Jakarta:

MK, 2010), h. 2, cetakan pertama.

Page 43: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

31

keadilan. Untuk menjawab kebutuhan dan beberapa persoalan hukum di negeri ini

tercermin dalam kewenangan dan kewajiban yang dimilikinya.28

Kemudian untuk merinci dan menindaklanjuti amanat konstitusi tersebut,

pemerintah bersama DPR membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang

Mahkamah Konstitusi. Setelah dilakukan pembahasan beberapa waktu lamanya,

akhirnya RUU tersebut disepakati bersama oleh pemerintah bersama DPR dan

disahkan dalam sidang Paripurna DPR pada 13 Agustus 2003. Tanggal 13 Agustus

inilah yang kemudian disepekati para hakim konstitusi menjadi hari lahir

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.29

Mahkamah Konstitusi dibentuk untuk menjamin konstitusi sebagai asas

hukum tertinggi dapat ditegakkan dan ditegaskan sebagaimana mestinya. Pada

prinsipnya pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan implementasi dari

amnademen UUD NRI 1945 yang terjadi selama era reformasi berlangsung,

namun disamping itu pembentukan Mahkamah konstitusi juga bertujuan untuk

memberikan pengawasan dan penafsiran terhadap UUD NRI 1945 yang memang

belum ada lembaga yudikatif yang memiliki kewenangan tersebut.

Secara konstitusional, keberadaan Mahkamah Konstitusi pada era reformasi

diatur di dalam UUD NRI 1945, yakni Pasal 24 ayat (2) yang berbunyi “kekuasaan

kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang

28

Ibid, h. 5.

29

Jurnal, Profil Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, (Jakarta: Sekretaris Jendral dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010), h. 4, cetakan pertama.

Page 44: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

32

berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan

Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara,

dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

Atas dasar Pasal tersebut, maka dibuatlah undang-undang organik sebagai

turunan dari UUD RI 1945, yakni Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2011 tentang Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian dibentuklah Mahkamah

Konstitusi, yang merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan tugas dan

wewenang di bidang kekuasaan kehakiman. 30

2. Kedudukan, Kewenangan dan Kewajiban Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga kekuasaan kehakiman selain

Mahkamah Agung yang khusus menangani peradilan ketatanegaraan atau

peradilan politik. Mahkamah Konstitusi berwenang menguji Undang-Undang

terhadap Undang-Undang Dasar31

memutus sengketa antarlembaga negara yang

kewenangannya diatur dalam UUD 194532

memutus sengketa hasil pemilu33

dan

memutus pembubaran partai politik.34

30

Jaenal Aripin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2008), h. 196, cetakan pertama.

31

Republik Indonesia, Pasal 1 ayat (3) huruf a, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang

Mahkamah Konstitusi.

32

Republik Indonesia, Pasal 1 ayat (3) huruf b, ibid.

33

Republik Indonesia, Pasal 1 ayat (3) huruf c, ibid.

34

Republik Indonesia, Pasal 1 ayat (3) huruf d, ibid.

Page 45: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

33

Sedangkan kewajiban MK adalah memutus pendapat atau dakwaan DPR

bahwa Presiden/Wakil Presiden telah melanggar hal-hal tertentu di dalam UUD RI

1945 atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden.35

Kedudukan MK berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang

Mahkamah Konstitusi yaitu, MK merupakan salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman yang merdeka mempunyai peranan penting dalam menegakkan

konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan kewenangan dan kewajibannya

sebagaimana ditentukan dalam UUD NRI 1945. Mahkamah konstitusi

berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Susunan MK berdasarkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011

tentang MK yaitu, MK mempunyai 9 orang hakim anggota konstitusi yang

ditetapkan dengan keputusan presiden. Susunan anggota MK terdiri atas seorang

Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 orang

hakim anggota konstitusi.36

Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa

jabatan selama 2 tahun 6 bulan terhitung sejak tanggal pengangkatan Ketua dan

Wakil Ketua MK. Sebelum Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi terpilih,

di adakan rapat untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua MK dan rapat dipimpin

35

Republik Indonesia, Pasal 1 ayat (3) huruf e, ibid.

36

Republik Indonesia, Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), ibid.

Page 46: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

34

oleh hakim konstitusi yang paling tua usianya di antara para hakim anggota

konstitusi.37

Sejak dikeluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 kewenangan MK

ditambah satu lagi yakni memeriksa dan memutus sengketa hasil pemilihan daerah

(pilkada) yang sebelumnya merupakan kewenangan dari MA. Pengalihan

wewenang peradilan sengketa hasil pilkada ini merupakan konsekuensi dari

ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan

pemilu yang menempatkan pilkada ke dalam rezim pemilihan umum.38

Dalam melakukan fungsi peradilan di keempat kewenangannya, Mahkamah

Konstitusi adalah satu-satunya lembaga tinggi negara yang diperbolehkan

melakukan penafsiran Undang-Undang terhadap UUD NRI 1945, bahkan

pengujian materiil tersebut adalah simbol peran Mahkamah Konstitusi dalam

melindungi Hak Asasi Manusia (HAM).

Sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah

Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang

putusannya bersifat final. Berdasarkan kewenangannya untuk menguji

konstitusionalitas, MK melalui putusannya dapat menyatakan bahwa materi

rumusan suatu undang-undang tidak mempunyai kekuatan hukum karena

bertentangan dengan UUD 1945.

37

Republik Indonesia, Pasal 4 ayat (3) dan ayat (4), ibid.

38

Mahfud MD, Konstitusi Dan Hukum Dalam Kontroversi Isu, (Jakarta: Rajawali Pers,

2009), h. 273, cetakan pertama.

Page 47: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

35

Begitupun terhadap suatu undang-undang, MK dapat membatalkan

keberlakuannya karena tidak sesuai dan tidak didasarkan kepada UUD 1945.

Dengan demikian, undang-undang yang dihasilkan oleh legislatif yaitu DPR dan

Presiden diimbangi dengan adanya pengujian formal dan materiil oleh MK sebagai

cabang lembaga yudisial.39

Sebagaimana diterangkan diatas nampak penggambaran “sosok” MK

sebagai sebuah lembaga yang mempunyai peran sebagai penjaga Konstitusi dasar

Indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945. Dengan keberadaan MK ditengah-

tengah lembaga yudikatif yang telah ada diharapkan mampu menjadi pelengkap

dan saling melengkapi diantara lembaga kekuasaan kehakiman yang telah ada

terlebih dahulu.

3. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

Penjelasan umum Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi adalah sebagai lembaga

negara yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam

rangka menjaga konstitusi agar dapat dilaksanakan dengan rasa tanggung jawab

sesuai dengan kehendak dan cita-cita dari demokrasi itu sendiri.40

39

Ikhsan Rosyada Parluhutan Daulay, Mahkamah Konstitusi : Memahami Keberadaannya

Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h.31, cetakan

pertama.

40

Abdul Mukti Fadjar, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Konstitusi

Press, 2006), h. 127, cetakan pertama.

Page 48: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

36

Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga yang menjalankan

penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, mengacu kepada undang-undang pokok

kekuasaan kehakiman, hukum acara MK memiliki landasan yang tersirat dalam

asas-asas hukum yang melandasinya. Sebagai sebuah gambaran kewenangan dan

batasan yang harus dipenuhi terhadap pelaksanaannya, asas hukum acara di MK

dipandang sebagai dasar-dasar umum dan petunjuk bagi hukum yag berlaku.41

Hukum acara MK terbagi dalam dua jenis pertama, hukum acara yang

bersifat umum, dan hukum acara yang bersifat khusus. Hukum acara yang bersifat

umum berlaku untuk semua kewenangan MK, sedangkan hukum acara yang

bersifat khusus hanya berlaku untuk masing-masing perkara yang menjadi

kewenangan MK.

Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman yang

menjalankan fungsi peradilan, maka tata cara dan prosedur pelaksanaannya diatur

lebih lanjut dalam ketentuan hukum acara, yaitu hukum acara Mahkamah

Konstutisi.42

Keberadaan hukum acara sebagai hukum formil mempunyai status

kedudukan penting dan strategis dalam upaya menegakkan hukum materiil di

dalam lembaga peradilan. Sebagai hukum formil, hukum acara di MK berfungsi

untuk menegakkan, mempertahankan, dan menjamin bahwasannya hukum materiil

Mahkamah Konstitusi ditaati dalam lingkungan peradilan Mahkamah Konstitusi.

41

Sudikno Metrokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2002),

h. 5, cetakan ketiga.

42

Bambang Sutiyoso, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2006), h. 31.

Page 49: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

37

Hukum acara Mahkamah Konstitusi disusun secara sederhana dan tidak

memisahkan secara khusus masing-masing perkara yang menjadi kewenangan MK

karena tidak ada perbedaan prinsip dari masing-masing perkara, kecuali para pihak

yang berperkara. oleh karena itu tidak ada perbedaan secara prinsip, maka

ketentuan yang berbeda cukup dikecualikan, misalnya dalam soal perkara

perselisihan tentang hasil pemilu dan impeachment. Untuk proses beracara di MK

selain digunakan hukum acara yang mengandung sengketa (contentious

procesrecht), juga digunakan acara nonsengketa yang bersifat volunter.43

Beberapa asas hukum acara MK yang penting, diantaranya adalah,44

Asas

Indepedensi/Noninterfentif, Asas Praduga Rechtmatige, Asas Sidang Terbuka

Untuk Umum, Asas Hakim Majelis, Asas Objektivitas, Asas Keaktifan Hakim

Konstitusi (Dominus Litis), Asas Pembuktian Bebas, Asas Putusan Berkekuatan

Hukum Tetap dan Bersifat Final, Asas Putusan Mengikat Secara “Erga Omnes”,

Asas Sosialisasi dan Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan.

43

Fickar Hadjar A., dkk.., Pokok-Pokok Pemikiran dan Rancangan Undang-Undang

Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: KRHN dan Kemitraan, 2003), h. 30.

44

Fatkhurohman dkk., Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia,

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), h. 93-96.

Page 50: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

38

BAB III

PERGANTIAN ANTARWAKTU ANGGOTA

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)

A. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

BPK merupakan salah satu lembaga pengawasan eksternal dan sebagai suatu

lembaga negara yang memiliki posisi sangat tinggi berdasarkan amanat UUD 1945.

Lembaga tinggi negara adalah lembaga yang menjalankan kekuasaan negara yang

bersifat primer dan keberadaan lembaga tersebut ditetapkan secara tegas oleh UUD

NRI 1945. Tugas BPK adalah melakukan pemberantasan KKN, memelihara

transparansi dan akuntabilitas seluruh aspek keungan negara, untuk memeriksa semua

asal-usul dan besarnya penerimaan negara dari manapun sumbernya.

Tugas utama Badan Pengawas Keuangan Negara (BPK) adalah memeriksa

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta menyerahkan semua hasil

pemeriksaan tersebut kepada lembaga perwakilan untuk mendorong transparansi dan

akuntabilitas penyelenggaraan keuangan negara sebagai hal utama dalam demokrasi

ekonomi dan politik yang sesungguhnya.

Sejak amandemen UUD 1945, Undang-Undang Keuangan negara (2003-2004)

dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, menunjukkan bahwa BPK

pun telah melaksanakan praktek-praktek transparansi dan akuntabilitas, upaya ini

Page 51: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

39

dimaksudkan untuk membangun sistem pemerintahan yang baik dan bersih, serta

mewujudkan tata kelola/tata pemerintahan yang baik (good governance).1

Pada ayat (1) Proses memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang

keuangan negara diadakan oleh satu Badan Pemeriksaan Keuangan yang bebas dan

mandiri, kemudian pada ayat (2) hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan

kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya, dan pada ayat (3) hasil

pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lemabaga perwakilan/atau badan sesuai

dengan undang-undang.2

1. Sejarah Badan Pemeriksa Keuangan

Cikal bakal pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berasal dari

Algemene Rekenkamer pada zaman Hindia Belanda.3 Algemene Rekenkamer inilah

yang dulunya menjadi contoh ketika ide BPK diadopsi ke dalam rumusan UUD

1945. Algemene Rekenkamer yang dibentuk sebagai salah satu lembaga

konstitusional yang bersifat independen di Belanda ini dapat melakukan hal-hal

yang menjadi kewenangannya.4

1 Ade Armando, Mengenal Lebih Dekat BPK (Sebuah Panduan Populer), (Jakarta: Biro Humas Dan

Luar Negeri Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, 2010), h. 19.

2 Republik Indonesia, Pasal 23E ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

3 Kusuma A.B., Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Badang Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2004), h.75, cetakan ketujuh.

4 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer,

2008), cetakan kedua, h. 856.

Page 52: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

40

Para perumus UUD 1945 menyadari betul bahwa pemeriksaan, pengelolaan,

dan tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara merupakan kewajiban

yang berat, sehingga perlu dibentuk suatu Badan dan Pemeriksaan Keuangan

Negara yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah.5

Secara historis, sejak berlakunya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945

hingga 10 Desember 1945 BPK belum terbentuk, karena situasi politik yang belum

mengizinkan untuk memikirkan masalah badan tersebut. Setelah pada tanggal 10

Desember 1945 menteri keuangan mendirikan dictum bahwa BPK akan dibentuk

oleh pemerintah pada tanggal 1 Januari 1946 sebagai keharusan dalam UUD 1945,

sehingga mulai dipersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembentukan

BPK. Akhirnya pada tanggal 1 Januari 1947 berdasarkan Penetapan Pemerintah

1946 No. 11/OEM yang dikeluarkan pada tanggal 28 Desember 1946, Presiden RI

menetapkan berdirinya BPK yang berkedudukan sementara di kota Magelang.6

Saat dibentuk BPK hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua

Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Menyebut nama Raden

Soerasno, sama artinya berbicara dengan sejarah awal mula berdirinya BPK tahun

1947. Sebagai ketua BPK pertama, Soerasno lekat dengan dinamika perjuangan

mempertahankan kemerdekaan.7

5 Tititk Wulandari Tutik, Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen 1945, (Jakarta :

Kencana, 2010), h. 230.

6 Titik Wulandari Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia................., h. 231.

7 Warta BPK, Bulan Edisi 2 – Vol. III Februari 2013, R. Soerasno, Ketua BPK pertama “Ini Bensinmu,

Ini Bensinku”, h. 76.

Page 53: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

41

Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan surat

tertanggal 12 April 1947 No. 94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di

Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa

tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan

peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas

Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW

(Indische Comptabiliteswet) dan IAR (Instructie en Verdere Bepalingen Voor de

Algemene Rekenkamer).8

Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat

kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke

Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang yang kala itu beribukota di

Yogyakarta untuk sementara, tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai

pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945. Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang

diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950

terhitung mulai 1 Agustus 1949.9

Dengan kembalinya bentuk Negara menjadi Negara Kesatuan Republik

Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS

yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan

Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor

8 Titik Wulandari Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945,

(Jakarta: Kencana, 2010), h.231.

9 Ibid., h. 231.

Page 54: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

42

menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan

Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di

Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.10

Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg

Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi

MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk

menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat

kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu, maka pada tanggal 12 Oktober

1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti

dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan Gaya Baru.11

Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK

RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara.

Sehingga Undang-Undang yang mendasari tugas BPK perlu diubah, dan akhirnya

terealisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan

Pemeriksa Keuangan.

Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah

mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun

2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal

10 Ibid., h. 232.

11 Ibid., h. 234.

Page 55: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

43

di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR

No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan

Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan

negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen

dan profesional.

Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI

dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK RI hanya

diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD

1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal

(23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.12

2. Dasar Hukum, Tugas, Kedudukan dan Kewenangan Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK)

Dasar hukum bedirinya BPK sebagai Lembaga Tinggi Negara adalah adanya

amanat dari UUD NRI 1945 Pasal 23E ayat (1), (2) dan (3). Bahwa untuk

memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara maka dibentuklah

badan pemeriksa keuangan yang bersifat bebas dan mandiri. Ketentuan lebih lanjut

mengenai BPK diatur dengan undang-undang13

. Sebagai undnag-undang

penunjang BPK adalah sebagai berikut :

12 www.bpk.co.id , diakses pada 23 September 2013.

13

Republik Indonesia, Pasal 23G ayat (2), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Page 56: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

44

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang

Badan Pemeriksa Keuangan

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara14

Untuk memahami konsep BPK secara tepat, maka kita perlu memahami ide-

ide asli yang pada asal mula dirumuskannya Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 ketika disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.

Dalam rangka pemeriksaan keuangan negara, hal pertama yang perlu kita ketahui

adalah apa yang dimaksud dengan pemeriksaan, dan hal kedua adalah apa yang

dimaksud dengan keuangan negara.

Pemeriksaan adalah terjemahan dari kata auditing yang memang lazim

dalam sistem administrasi dan manajemen keuangan modern. Di zaman modern,

tidak ada pengelolaan keuangan yang dapat dibebaskan dari keharusan auditing

sebagai jaminan bahwa pengelolaan keuangan itu memang sesuai dengan norma-

norma dan aturan yang berlaku.15

Uang adalah alat tukar yang bernilai ekonomi dan juga politik. Uang dapat

menjadi sumber kekuatan dan kekuasaan yang riil, yang berarti jika tidak

diimbangi oleh keyakinan akan nilai-nilai moral, etika, dan agama, disamping

14

Diakses dari www.bpk.go.id pada tanggal 15 januari 2014.

15 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan Dan konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2012), h. 137, cetakan kedua.

Page 57: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

45

dapat membawa kebaikan , uang juga dapat menjerumuskan orang kepada prilaku

yang melawan hukum.16

Indepedensi untuk lembaga pemeriksa keuangan sangat penting, karena

dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tidak dapat diintervensi oleh pihak

lain yang mempunyai kepentingan langsung maupun tidak langsung, sehingga

mempengaruhi objektifitas pemeriksaan.17

Secara yuridis pemberian fungsi pemeriksaan BPK untuk memeriksa

pengelolaan keuangan ncgara melalui Pasal 23E ayat (1) Undang-Undang Dasar

Negara RI Tahun 194518

, justru melemahkan kedudukannya sebagai lembaga

negara. Dalam kedudukannya yang semakin kuat dan kewenangan yang makin

besar itu, fungsi BPK pada pokoknya terdiri atas tiga bidang, yaitu fungsi operatif,

fungsi yustisi, dan fungsi advisiory.19

1. Fungsi operatif berupa pemeriksaan, pengawasan dan penyelidikan atas

penguasaan, pengurusan dan pengelolaan kekayaan.

2. Fungsi yudikatif berupa kewenangan menurut perbendaharaan dan

tuntutan ganti rugi terhadap bendaharawan dan pegawai negeri bukan

bendahara yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan

kewajiban yang menimbulkan kerugian keuangan negara dan kekayaan

negara.

3. Fungsi advisiory, yaitu memberikan pertimbangan kepada pemerintah

mengenai perurusan dan pengelolaan keuangan negara.20

16 Ibid., h. 137.

17 Ibid, h. 138.

18 Pasal 23E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

19 Jimly Assihiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012),

h. 144, cetakan kedua.

20 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta:

Konstitusi Pers, 2006), h. 144, cetakan kedua.

Page 58: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

46

Keberadaan BPK sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal

keuangan Negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia telah dipertegas dalam

Ketetapan MPR RI, yaitu, TAP MPR No. X/MPR/2001 dan TAP MPR No.

VI/MPR/2002. Jelas sekali bahwa Badan Pemeriksa Keuangan itu mempunyai

kedudukan tidak di atas pemerintah, tetapi juga tidak di bawah pengaruh

pemerintah, melainkan diluar pemerintah dan bersifat otonom atau independen.21

3. Keanggotaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Setelah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 dicabut dan digantikan

dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan, maka ketentuan mengenai kedudukan, tugas, kewajiban, dan

kewenangan BPK mengalami perubahan yang sangat mendasar. Dalam Undang-

Undang baru ini, diatur mengenai kedudukan dan keanggotaan, tugas dan

wewenang, pemilihan dan pemberhentian, hak keuangan/administratif dan

protokoler, tindakan kepolisian, kekebalan dan larangan bagi pemeriksa, kode etik,

kebebasan, kemandirian, dan akuntabilitas, pelaksanaan BPK, anggaran, ketentuan

pidana, ketentuan peralihan dan penutup.22

21 Jimly Assihiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012),

h. 140, cetakan kedua.

22 Jimly Asshidiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer,

2007), h. 852, cetakan kedua.

Page 59: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

47

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga negara yang bebas dan

mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara23

dalam hal menjalankan tugas dan wewenangnya yang terlepas dari pengaruh dan

kekuasaan pemerintah, akan tetapi tidak berdiri di atas pemerintah. Artinya, bahwa

eksistensi BPK bukan bersifat formalitas semata, tetapi merupakan lembaga yang

diharapkan berfungsi sebagaimana dimaksud oleh UDD NRI 1945.

BPK mempunyai 9 (sembilan) orang anggota, yang keanggotaannya

diresmikan dengan Keputusan Presiden.24

Badan Pemeriksa Keuangan berbentuk

dewan yang terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua

merangkap anggota dan lima orang anggota. Pimpinan BPK dipilih dari dan oleh

anggota. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan mempertimbangkan DPD dan

diresmikan oleh presiden untuk masa jabatan 5 tahun dan setelahnya dapat dipilih

kembali untuk satu masa jabatan.25

Meurut ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan

Pemeriksa Keuangan, BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan

mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, dan

memiliki perwakilan di setiap provinsi. pembentukan perwakilan BPK ditetapkan

23 Republik Indonesia, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan.

24 Ade Armando, Mengenal Lebih Dekat BPK : Sebuah Panduan Populer, (Jakarta: Biro Humas Dan

Luar Negeri Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia), h. 110.

25 Titik Triwulan Tutik, kontruksi Hukum Tata Negara Indonnesia Pasca-Amandemen 1945, (Jakarta:

Kencana, 2010), h. 235.

Page 60: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

48

dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara yang keanggotaannya

diresmikan dengan keputusan Presiden.26

Keanggotaan BPK tersusun atas seorang ketua merangkap anggota, seorang

wakil merangkap anggota, dan tujuh orang anggota. Keputusan presiden

diterbitkan paling lambat diputuskan 30 hari sejak anggota BPK terpilih diajukan

oleh DPR.27

Setiap anggota memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya

dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

BPK memberitahukan kepada DPR dengan tembusan kepada Presiden

tentang akan berakhirnya masa jabatan anggota BPK paling lambat enam bulan

sebelum berakhirnya masa jabatan anggota terebut.28

Untuk dapat dipilih menjadi

anggota BPK, calon harus memeuhi syarat-syarat,29

sebagai berikut:

1. Warga negara Indonesia

2. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

3. Berdomisili di Indonesia

4. Memiliki integritas moral dan kejujuran

5. Setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 1945

6. Berpendidikan paling rendah S1 atau yang setara

7. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak

pidana yang diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih

8. Sehat jasmani dan rohani

9. Paling rendah berusia 35 tahun

26 Republik Indonesia, Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3), UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan Negara.

27 Republik Indonesia, Pasal 4 ayat (1), (2), dan (3). Ibid.

28 Republik Indonesia, Pasal 5 ayat (1) dan (2). Ibid.

29 Republik Indonesia, Pasal 13. Ibid.

Page 61: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

49

10. Paling singkat telah 2 tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di

lingkungan pengelolaan keuangan

11. Tidak dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap

Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD

yang disampaikan secara tertulis dengan memuat semua nama calon secara

lengkap, dan diserahkan kepada DPR dalam jangka waktu paling lama satu bulan

terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan pertimbangan dari pimpinan

DPR. Calon anggota BPK diumumkan oleh DPR kepada publik untuk

memperoleh masukan dari masyarakat.

DPR memulai proses pemilihan anggota BPK terhitung sejak tanggal

diterimanya surat pemberitahuan dari BPK dan harus menyelesaikan pemilihan

anggota yang baru paling lama satu bulan sebelum berakhirnya masa anggota yang

lama. Ketentuan mengenai tata cara pemilihan anggota BPK ini diatur dalam

peraturan tata tertib DPR.30

Pimpinan BPK yang terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua

dipilih dari dan oleh anggota BPK. Ketentuan yang lebih rinci mengenai tata cara

pemilihan pimpinan ini dan juga mengenai pembagian tugas dan wewenang ketua,

wakil ketua, dan anggota diatur lebih lanjut dengan peraturan BPK.31

Anggota,

30 Republik Indonesia, Pasal 14 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5). Ibid.

31 Republik Indonesia, Pasal 15 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5). Ibid.

Page 62: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

50

ketua, dan wakil ketua BPK mengucapkan sumpah atau janji jabatan menurut

agamanya dengan dipandu oleh Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Agung.32

Keanggotaan BPK saat ini terdiri dari 9 orang anggota yang terdiri dari

Ketua dan Wakil ketua yang merangkap anggota dan 5 anggota lainnya disebut

anggota I sampai anggota V yang kesetiap anggota mempunyai bidangnya masing-

masing.

B. Pemberhentian Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, undang-undang memberikan

kebebasan dan kemandirian kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Kebebasan tersebut

meliputi kebebasan untuk menyusun perencanaan dan kebebasan untuk melaksanakan

dan melaporkan hasil pemeriksaan, sedangkan kemandirian mencakup ketersediaan

sumber daya manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.

Dalam Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2011 tentang Kode Etik Badan

Pemeriksa Keuangan dijelaskan mengenai seputar ketentuan-ketentuan tentang

keanggotaan BPK, pemeriksa BPK dan pelaksana BPK dalm struktur keanggotaan

BPK secara luasnya. Kode Etik bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib

ditaati oleh Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya untuk

mewujudkan BPK yang berintegritas, independen, dan profesional demi kepentingan

negara.33

32 Republik Indonesia, Pasal 16 ayat (1), (2), dan (3), Ibid.

33 Republik Indonesia, Pasal 2, peraturan BPK Nomor 2 tahun 2011.

Page 63: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

51

Dalam rangka mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan tugas dan

wewenangnya, BPK memerlukan nilai-nilai dasar yang meliputi Integritas,

Independensi, dan Profesionalisme sebagai Kode Etik BPK yang berlaku bagi

Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya.

Ketua, Wakil Ketua, dan/atau anggota BPK dapat diberhentikan dengan hormat

atau tidak dengan hormat dari keanggotaan BPK.34

Pemberhentian dengan hormat

dilakukan dengan putusan Presiden atas usulan BPK karena alasan:35

1. Meninggal dunia

2. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri

3. Telah berusia 67 tahun

4. Telah berakhir masa jabatannya, atau

5. Sakit jasmani atau rohani secara terus menerus atau berhalangan tetap

yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Ketua, Wakil Ketua, dan/atau anggota BPK diberhentikan tidak dengan hormat

dari keanggotaan BPK atas usulan BPK ataui DPR karena:36

1. Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yanng diancam

dengan pidana penjara lima tahun atau lebih

2. Melanggar kode etik BPK

3. Tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya selama satu bulan berturut-

turut tanpa alasan yang sah

4. Melanggar sumpah atau janji jabatan

5. Melanggar larangan yang dimaksud pada Pasal 28 Undang-Undang

tentang Badan Pemeriksaan Keuangan, atau

6. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota BPK seperti dimaksud

dalam Pasal 13 huruf a, huruf c, dan huruf e undang-undang tentang BPK.

34 Republik Indonesia, Pasal 17, Undang-Undang tentang Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 15 Tahun

2006.

35 Pasal 18, ibid.

36 Pasal 19, ibid.

Page 64: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

52

Ketua, Wakil Ketua, dan/atau anggota BPK diberhentikan sementara dari

jabatannya oleh BPK melalui Rapat Pleno jika ditetapkan sebagi tersangka dalam

tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Ketua,

Wakil Ketua, dan/atau anggota BPK yang terbukti tidak melakukan tindak pidana

yang dipersangkakan, berhak mendapatkan rehabilitasi dan diangkat kembali menjadi

Ketua, Wakil Ketua, dan/atau anggota BPK. Pemberhentian tidak dengan hormat,

dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri di

hadapan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK. Pemberhentian Ketua, Wakil Ketua,

dan/atau anggota BPK diresmikan dengan keputusan Presiden atas usulan BPK atau

DPR.37

C. Pergantian Antarwaktu Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memiliki kedudukan sebagai lembaga

tinggi negara sesuai dengan yang telah diamanatkan oleh UUD RI 1945. BPK

memiliki indepedensi yang tak terlepas dari pemantauan lembaga Legislatif,

kewenangan Penggantian Antarwaktu atau PAW, yang pada awal mulanya diatur

dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1966 tentang kedudukan Majelis

Permusyawaratan Sementara dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong

menjelang pemilihan umum pada masa Orde Baru.

Peniadaan Pergantian Antarwaktu adalah sebagai akibat diambilnya langkah

untuk penguatan parlemen pada masa Orde Baru. Namun kemudian hal ini pun

37 Pasal 20 ayat (1), dan (2), serta Pasal 21 ayat (1), dan (2), ibid.

Page 65: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

53

menjadi polemik, dimana sejumlah anggota DPR yang berbuat tidak pantas dan

menyalahi undang-undang, misalnya pindah partai politik, melakukan perbuatan

amoral, dan melakukan pelanggaran kode etik tidak mendapat sanksi tegas.

Pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR diasosiasikan sebagai recall.

Secara Etimologis, kata recall berasal dari bahasa inggris dan mengandung beberapa

pengertian. Setidaknya menurut peter Salim (dalam The Contemparary English-

Indonesia)38

, yakni mengingat, memanggil kembali, menarik kembali atau

membatalkan. Penggantian Antarwaktu (PAW) diartikan sebagai proses penarikan

kembali atau penggantian kembali anggota DPR oleh induk organisasinya yang tentu

saja partai politik.39

Kata Recall terdiri dari dua kata yaitu “re” yang artinya kembali, dan “call”

yang artinya panggil atau memanggil. Jika kata ini disatukan maka kata “recall” ini

akan berarti dipanggil atau memanggil kembali. Kata recall ini merupakan suatu

istilah yang ditemukan dalam kamus ilmu politik yang digunakan untuk menerangkan

suatu peristiwa penarikan seoran atau atau beberapa orang wakil yang duduk

dilembaga perwakilan (melalui proses pemilu), oleh rakyat pemilihnya40

. Dalam

38 Di akses dari www.negarahukum.com pada tanggal 27 Oktober 2013.

39 BN. Marbun, Kamus Hukum Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006), h. 417, cetakan

pertama.

40 Haris Munandar, Pembangunan Politik, Situasi Global dan Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Gramedia,

1994), h. 128.

Page 66: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

54

kamus Black Law edisi ke 8, kata recall diartikan “removal of public official from

office by popular.41

Pergantian antarwaktu (PAW) atau recall adalah istilah pinjaman yang belum

ada di Indonesia. Pengertian recall yang kita pahami saat ini di Indonesia berbeda

dengan pengertian recall yang telah ada dipemahaman para pakar di Amerika Serikat.

Di Amerika Serikat sendiri istilah recall, lengkapnya Recall Election digunakan

untuk menyatakan hak rakyat pemilih (konstituen) untuk melengserkan wakil rakyat

sebelum masa jabatannya berakhir.42

Bila disamakan Pergantian Antarwaktu (PAW) yang berlaku di BPK dan yang

terjadi di parlemen Indonesia adalah pergantian anggota yang mengundurkan diri atau

memanag diberhentikan karena satu hal menurut undang-undang yang berlaku dan

digantikan oleh anggota yang memenuhi syarat. namun di parlemen ataa di tingkat

DPR RI adalah diartikan sebagai proses penarikan kembali anggota lembaga

perwakilan rakyat untuk diberhentikan dan digantikan dengan anggota lainnya

sebelum berakhir masa jabatan anggota yang ditarik tersebut.43

Pergantian Antarwaktu pada awalnya dimulai pada lembaga tinggi negara yaitu

MPR dan DPR RI yang keanggotaannya di dapat melalui proses pemilihan umum,

namun setelah era Orde Baru berakhir dan memasuki era Reformasi pergantian

41

Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, (USA : Thomson Business, 2004), h. 1295.

42 Ananda B. Kusuma, Jurnal Konstitusi Volume 3 Nomor 4 Tentang Recall, (Jakarta: MK RI, 2006), h.

156.

43 Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 318.

Page 67: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

55

antarwaktu diadopsi oleh lembaga-lembaga tinggi negara seperti KPK, BPK dan

lembaga-lembaga negara lainnya.

Pergantian antarwaktu anggota BPK di tuangkan dalam Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan pada Pasal 22, dengan

memperhatikan tata cara dan syarat-syarat seperti dimaksud pada Pasal 13 dan Pasal

14 dan diresmikan oleh keputusan Presiden.44

44 Republik Indonesia, Pasal 22 ayat (1), Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.

Page 68: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

56

BAB IV

ANALISA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 13/PUU-XI/2013 TENTANG UJI MATERIIL UNDANG-UNDANG

NOMOR 15 TAHUN 2006

A. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 Tentang Pengangkatan

Pergantian Antarwaktu

1. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon

Untuk dapat bertindak sebagai Pemohon dalam pengujian suatu Undang-

Undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau

kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang

dimohonkan pengujian, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. perorangan warga negara Indonesia, termasuk kelompok orang yang

mempunyai kepentingan sama;

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara.1

Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap

UUD 1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:

a. kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51

ayat (1) UU MK;

b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh

UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang

dimohonkan pengujian.

1 Republik Indonesia, Pasal 51 ayat (1), Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi.

Page 69: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

57

Tertanggal 8 januari 2013 pemohon yang bernama Drs. Bahrullah Akbar,

BSc., S.E., MBA. yang memiliki status pekerjaan sebagai anggota aktif Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK), mengajukan permohonan untuk pengujian Pasal 22

ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan

Pemeriksa Keuangan, terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945. Permohonan yang diterima di kepaniteraan MK pada tanggal 8 Januari 2013

berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor 35/PAN-MK/2013, dan

telah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi pada tanggal 22 Januari

2013 dengan Nomor 13/PUU-XI/2013, yang telah diperbaiki dan diterima di

kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 13 Februari 2013.

Kedudukan hukum (legal standing) pemohon adalah sebagai perorangan

warga negara Indonesia berdasarkan kartu tanda penduduk, saat ini status

pemohon adalah sebagai Anggota BPK pengganti berdasarkan Keputusan Presiden

Nomor 62/P Tahun 2011 tanggal 29 Oktober 20112, sehingga pemohon memenuhi

syarat kualifikasi sebagai pemohon yang mempunyai kedudukan hukum (legal

standing) sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, untuk melakukan pengujian terhadap

Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) UU tentang BPK yang dianggap telah merugikan

hak konstitusional pemohon sebagaimana yang telah dijaminkan oleh UUD RI

1945.

2 Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, h. 4.

Page 70: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

58

2. Alasan-Alasan Permohonan

Pemohon memohon kepada MK untuk melakukan pengujian undang-undang

(judicial review) pada Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945. Isi dari Pasal 22 ayat (1) adalah “Apabila

anggota BPK diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 19

diadakan pengangkatan pergantian antarwaktu Anggota BPK sesuai dengan

syarat-syarat dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14

dan diresmikan oleh presiden”. Dan isi dari ayat (4) adalah “Anggota BPK

pengganti melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK yang digantinya”.3

Menurut keterangan dari pemohon bahwa dalam ketentuan Pasal 22 ayat (1)

sepanjang frasa “pengangkatan pergantian antarwaktu” dan ayat (4) Undang-

Undang BPK memuat norma hukum yang tidak jelas, bias dan menimbulkan multi

tafsir, karena menurut pemohon frasa tersebut menimbulkan ketidakjelasan dan

perlakuan diskriminatif.

Derivasi norma-norma tata aturan hukum dari norma dasar ditemukan

dengan menunjukkan bahwa norma partikular telah dibuat sesuai dengan norma

dasar.4 namun yang kemudian terjadi adalah pembentukan norma-norma atau

3 Republik Indonesia, Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2), Undang-Undang BPK Nomor 15 Tahun

2006

4 Jimly Asshiddiqie dan Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta: Konpress,

2012), h. 90, cetakan kedua.

Page 71: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

59

undang-undang baru ada saja yang tidak sesuai dengan norma dasar atau Undang-

Undang Dasar.

Ketentuan tentang penuangan Pancasila ke dalam peraturan perundag-

undangan dan instrumen pengaasannya melalui judicial review di Indonesia pada

saat ini sudah cukup diatur dalam berbagai instrumen konstitusi dan hukum.5

Menurut pemohon Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) tersebut bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23F ayat (1)

UUD 1945 yang berbunyi “Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh

Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan

Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh presiden”. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945

yang berbunyi “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum

dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan

tidak ada kecualinya”. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap

orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang

adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Pasal 28D ayat (3) UUD

1945 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang

sama dalam pemerintahan”. Dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar

apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat

diskriminatif itu”.

Dengan adanya pemberlakuan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan tersebut,

pemohon sebagi pemangku jabatan Anggota BPK pengganti antarwaktu yang

terpilih telah secara nyata merasa dirugikan hak konstitusinya dengan

diberlakukannya Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa “pengangkatan pergantian

antarwaktu” dan ayat (4), karena tidak dapat menjabat sebagai Anggota BPK

selama 5 (lima) tahun dan hanya melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK

5 Mahfud MD, Konstitusi Dan Hukum Dalam Kontroversi Isu, (Jakarta: Rajawali Pers,

2009), h. 64, cetakan pertama.

Page 72: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

60

yang digantikannya, sehingga dengan kata lain masa jabatan pemohon sebagai

Anggota BPK kurang dari 5 (lima) tahun yaitu tidak mencapai 3 (tiga) tahun.

Di samping itu, penggunaan frasa “pengangkatan penggantian antarwaktu”

bertentangan dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang BPK yang

menentukan: “Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan

pertimbangan DPD”. Penggunaan frasa “pengangkatan” dalam Pasal 22 ayat (1)

Undang-Undang BPK bertentangan dengan tata cara pengisian jabatan Anggota

BPK yakni dengan cara dipilih sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1)

Undang-Undang BPK, juncto Pasal 23F ayat (1) UUD 1945. Penggunaan kalimat

yang berbeda dalam tata cara pengisian jabatan Anggota BPK sebagaimana telah

dikemukakan di atas memiliki ketidakjelasan rumusan.6

Menurut pemohon norma yang terkandung dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-

Undang BPK sepanjang frasa “pengangkatan pergantian antarwaktu” yang

selanjutmya menentukan masa jabatan Anggota BPK pengganti antarwaktu yang

melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK yang digantikannya, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4). Pengaturan mengenai masa jabatan Anggota

BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang BPK yang

berbunyi: “Masa jabatan Anggota BPK selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih

6 Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, h. 18.

Page 73: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

61

kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya”.7 Dengan begitu

ketentuan tertulis dan sudah baku mengenai masa jabatan anggota BPK adalah 5

(lima) tahun, terlepas bahwa ia adalah anggota BPK pengganti atau bukan.

Bahwa dengan adanya pemberlakuan norma Pasal 22 ayat (1) sepanjang

frasa “pengangkatan pergantian antarwaktu” dan ayat (4) Undang-Undang BPK

pada akhirnya menimbulkan pembedaan dalam pemangkuan masa jabatan

Anggota BPK. Di mana sekarang ini terdapat 8 (delapan) orang Anggota BPK

menjabat selama 5 (lima) tahun, dan 1 (satu) orang Anggota BPK menjabat

dibawah 5 (lima) tahun yakni Pemohon.

Oleh karena itu, norma Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa “pengangkatan

pergantian antarwaktu” dan ayat (4) Undang-Undang BPK dianggap telah

merugikan hak konstitusional Pemohon, dan oleh karenanya diajukan pengujian

terhadap norma tersebut agar dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat, karena bertentangan dengan UUD 1945.

B. Analisis dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013

Tentang Pengangkatan Pergantian Antarwaktu Anggota BPK

1. Pokok Permohonan

7 Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, h. 7.

Page 74: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

62

Seperti yang telah diuraikan dipembahasan sebelumnya, bahwa yang

menjadi pokok permohonan adalah sepanjang frasa “pengangkatan pergantian

antarwaktu...” pada Pasal 22 ayat (1), menurut pemohon frasa tersebut tidak

memiliki ketetapan dan kepastian hukum yang menimbulkan keambiguan dan

multitafsir. Kemudian pada ayat (4) Pasal 22 tentang masa jabatan anggota BPK

pengganti antarwaktu yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan dari anggota yang

digantikan, menurut pemohon pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 5 ayat (1)

dimana dijelaskan dalam pasal tersebut, bahwa masa jabatan anggota BPK adalah

5 (lima) tahun dan selanjutnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.

Sejak terpilihnya pemohon sebagai anggota pengganti antarwaktu BPK,

terdapat diskriminasi yang jelas dimana 8 (delapan) anggota BPK memangku

jabatan 5 (lima) tahun sedangkan anggota pengganti antarwaktu yaitu pemohon

memangku jabatan kurang dari 5 (lima) tahun, UUD NRI 1945 menjamin bahwa

Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar

apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat

diskriminatif itu.8

Namun dalam keterangan sidang yang dibacakan oleh Hakim Mahkamah

Konstitusi Hamdan Zoelfa bahwa pokok permohonan pemohon secara garis besar

adalah mengenai masa jabatan anggota BPK pengganti antarwaktu yang hanya

melanjutkan sisa masa jabatan angota yang digantikannya.

2. Keterangan Ahli

8 Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Page 75: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

63

Dalam persidangan tertanggal 21 Maret 2013 dengan agenda sidang

mendengarkan keterangan pemerintah, DPR, dan saksi/ahli dari pemohon serta

pemerintah. Pemohon mengajukan 3 ahli sebagai berikut :

a. Yusril Ihza Mahendra9

Menurutnya norma-norma tersebut sudah sangat jelas dan tidak

dapat ditafsirkan lagi. akan tetapi yang menjadi persoalan adalah adanya

norma dalam Undang-Undang BPK yang menentukan cara pengisian

jabatan anggota BPK dengan cara lain yakni sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 22 ayat (1) dengan menggunakan frasa pengangkatan

pergantian antarwaktu. Penggunaan frasa demikian menjadi tidak tepat

karena memiliki ketidakjelasan rumusan yang pada akhirnya berimplikasi

kepada ketidakjelasan tujuan dan adanya ketidakpastian hukum

Menurut Yusril Norma Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang BPK

yang kemudian melahirkan norma turunan yakni ayat (4) pada pasal a quo

yang menentukan bahwa masa jabatan anggota BPK pengganti hanya

melanjutkan sisa masa jabatan anggota BPK yang digantikannya. Padahal

syarat dan tata cara pengisian jabatan anggota BPK berlaku secara

imperatif sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-

Undang BPK, akan tetapi norma ayat (4) dalam pasal a quo Undang-

Undang BPK mengecualikan lain terhadap masa jabatan anggota BPK

pengganti dengan memegang masa jabatan di bawah 5 tahun.

9 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013, h. 28.

Page 76: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

64

Masih menurut pendapat Yusril, bahwa Mahkamah Konstitusi juga

perlu menetapkan masa jabatan Pemohon sebagai Anggota BPK selama 5

tahun, terhitung sejak tanggal Pemohon dilantik sebagai Anggota BPK.

Hal itu didasarkan pada yurisprudensi tetap Mahkamah Konstitusi dalam

Perkara Nomor 5/PUU-IX/ 2011 yang telah mengukuhkan masa jabatan

Busyro Muqoddas sebagai Pimpinan KPK dengan masa jabatan pimpinan

KPK lainnya yakni selama 4 tahun, walaupun Busyro Muqoddas dipilih

oleh DPR tidak bersamaan dengan pimpinan KPK lainnya.

b. Saldi Isra10

Selanjutnya keterangan dari Saldi Isra bahwa Pemohon merupakan

anggota yang terpilih karena salah seorang anggota BPK sebelumnya

berhalangan tetap, sehingga tidak dapat menghabiskan masa jabatan

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, karena

alasan itu, Tengku Muhammad Nurlif telah pula diberhentikan dengan

hormat.

Pemohon tidak serta-merta menggantikan yang bersangkutan

sebagai Anggota BPK karena adanya ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang

Undang Nomor 15 Tahun 2006 yang mengharuskan adanya pemenuhan

syarat-syarat yang diperlukan, dan proses pun diulang dari tahap awal

sebagaimana yang diikuti Pemohon dalam proses sebelumnya. yaitu

mulai dari tahap awal, layaknya calon untuk mengisi posisi anggota BPK

10

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013, h. 30.

Page 77: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

65

baru atau bukan pengganti antar waktu. Dalam hal ini calon anggota BPK

pengganti antar waktu dipilih dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

Karenanya Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2006 yang menyatakan anggota pengganti hanya melanjutkan sisa masa

jabatan anggota BPK yang digantikan kehilangan basis konstitusionalnya

untuk terus dipertahankan atau inkonstitusional.

c. Dwi Andayani11

Dwi Andayani berpendapat bahwa BPK sebagai lembaga yang

mandiri, kapasitas dari anggotanya adalah sebagai pejabat pembuat

kebijakan, maka pengisian jabatan untuk para anggotanya adalah harus

bersifat elected official, yaitu dengan cara dipilih dan bukannya diangkat

baik untuk pengisian jabatan dari awal sepenuhnya 5 tahun maupun

jabatan sebagai PAW.

Menurutnya Dalam kaitan hal berlakunya kaidah hukum itu, yaitu

dilihat secara sosiologis yang intinya adalah efektivitas kaidah hukum di

dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini dikenal 2 teori, yaitu pertama

teori kekuasaan yang pada pokoknya menyatakan bahwa kaidah hukum

itu dipaksakan berlakunya oleh penguasa, diterima atau tidak oleh warga

masyarakat. Kedua, teori pengakuan yang menyatakan bahwa berlakunya

kaidah hukum itu didasarkan pada penerimaan atau pengakuan oleh

masyarakat, kaidah hukum itu agar sah berlaku harus memenuhi syarat

11

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013, h. 37.

Page 78: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

66

formal maupun syarat materil pembuatannya, serta keabsahan pada waktu

diberlakukan kepada masyarakat, agar memperoleh legitimasi.

Bahwa Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang BPK dapat dikatakan

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Pasal 23F yang menyatakan bahwa anggota BPK dipilih,

frasa “dipilih oleh DPR dengan memperhatikan DPD dan diresmikan oleh

Presiden”. Jadi bahwa Undang- Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 sudah mengatur memerintahkan bahwa untuk

menjadi anggota BPK itu harus melalui mekanisme pemilihan dan bukan

dengan cara pengangkatan (PAW) sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang BPK Pasal 22 ayat (1) tersebut;

Sebagai lembaga negara yang mandiri independen, maka pengisian

jabatan dilakukan secara pemilihan (election), bukan pengangkatan,

sehingga Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Badan Pemeriksa

Keuangan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Demikian juga kalau dilihat dari staat organen

yang ada lainnya dalam struktur organisasi negara Indonesia, cara

pengisian jabatan di dalam lembaga BPK harus diselaraskan pula dengan

cara pengisian jabatan pada lembaga negara atau staat organen yang lain.

3. Pertimbangan Hakim

Menurut pertimbangan majelis hakim Mahkamah konstitusi tentang perkara

Nomor 13/PUU-XI/2013 yang dibacakan pada tanggal 10 September 2013, bahwa

Page 79: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

67

isu utama pengujian konstitusionalitas dalam permohonan Nomor 13/PUU-

XI/201312

ini adalah mengenai masa jabatan anggota BPK pengganti yang hanya

melanjutkan masa jabatan anggota BPK yang digantikannya yang menurut

Pemohon bertentangan dengan UUD 1945.

Menurut Mahkamah konstitusi, isu pengujian konstitusionalitas yang

dimohonkan Pemohon memiliki kesamaan substansi dengan pengujian

konstitusionalitas masa jabatan anggota Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) pengganti yang telah diputus oleh Mahkamah dalam Putusan Nomor

5/PUU-IX/2011, bertanggal 20 Juni 2011 dan masa jabatan Hakim Konstitusi

pengganti yang telah diputus Mahkamah dalam Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011,

bertanggal 18 Oktober 2011.

Kedua Putusan yang telah diputus diatas tersebut menegaskan bahwa, norma

Undang-Undang yang menentukan bahwa masa jabatan Hakim Konstitusi

pengganti yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan Hakim Konstitusi yang

digantikannya maupun masa jabatan anggota Pimpinan KPK pengganti yang

hanya melanjutkan sisa masa jabatan anggota Pimpinan KPK yang digantikannya

adalah norma yang bertentangan dengan konstitusi.

Lembaga-lembaga yang bersifat mandiri dan independen atau biasa dikenal

dengan istilah state auxiliary organs atau state auxiliary institutions yang dalam

bahasa Indonesia diartikan sebagai lembaga negara bantu dan merupakan lembaga

12

Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, h. 67.

Page 80: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

68

negara yang bersifat sebagai penunjang13

tersebut, pada umumnya dalam

menjalankan fungsi dan kewenangannya tidak dapat dipengaruhi oleh institusi atau

lembaga lainnya. Masa jabatan anggotanya tidak terkait dengan hasil pemilihan

umum. Berbeda dengan Presiden, DPR, DPD, DPRD serta Kepala Daerah yang

merupakan lembaga yang merepresentasikan kekuatan partai politik dan

pejabatnya dipilih melalui pemilihan umum yang diselenggarakan sekali dalam

lima tahun.

Menurut Mahkamah Konstitusi, lembaga yang bersifat mandiri dan

independen tersebut harus dinihilkan dari pengaruh institusi atau lembaga politik

lainnya, sehingga dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya dapat

dilaksanakan secara maksimal. Sejalan dengan latar belakang pemikiran tersebut

dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-IX/2011, bertanggal 18

Oktober 2011, mengenai masa jabatan Hakim Konstitusi.

Mahkamah Konstitusi Menimbang bahwa baik syarat maupun mekanisme

pengisian jabatan anggota BPK pengganti maupun Anggota BPK bukan pengganti

adalah sama dan tidak ada perbedaan. Oleh karena syarat dan mekanisme

pengisian jabatan antara Anggota BPK pengganti maupun Anggota BPK bukan

pengganti adalah sama, maka tidak adil jika keduanya melaksanakan masa jabatan

yang berbeda.14

13

Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

(Jakarta: Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm. 7-8. 14

Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, h. 76.

Page 81: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

69

Sebagaimana pendapat Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011, tanggal 20 Juni 2011 dan Nomor 49/PUU-

IX/2011, tanggal 18 Oktober 2011, sebagaimana dikutip di atas, dilihat dari asas

keadilan dalam penyelenggaraan negara yaitu keadilan bagi masyarakat dan asas

kemanfaatan maka pengangkatan anggota pengganti yang menduduki masa

jabatan sisa adalah sesuatu yang dirasakan tidak adil dan melanggar asas

kemanfaatan.

Ditinjau dari asas kemanfaatan dan asas kepastian sebagai tujuan hukum,

masa jabatan anggota pengganti yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan

Anggota BPK yang digantikannya adalah bertentangan dengan asas kemanfaatan

karena proses seleksi dan pengisian anggota pengganti yang sama dengan proses

seleksi dan pengisian Anggota BPK yang bukan pengganti memerlukan waktu,

pikiran, dan tenaga serta biaya yang cukup banyak, baik yang harus dikeluarkan

oleh negara maupun yang ditanggung oleh calon anggota.15

Seperti halnya proses seleksi yang dialami oleh Pemohon sebagai Anggota

BPK pengganti, harus melalui proses yang panjang dan rumit, yaitu melalui proses

penjaringan calon, pengumuman di media masa, seleksi terhadap calon Anggota

BPK di DPR dengan pertimbangan DPD, sampai dengan penetapan dan peresmian

oleh Presiden. Dengan adanya proses seleksi yang panjang dan rumit, padahal

15

Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, h. 76-77.

Page 82: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

70

hanya untuk mengisi dan melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK yang

digantikan adalah tidak adil.

Proses pengisian penggantian antarwaktu yang dilakukan pada penggantian

Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD maupun Presiden dan Wakil

Presiden tidak bisa disamakan dengan ketentuan penggantian Anggota BPK,

karena BPK adalah lembaga negara mandiri yang anggotanya tidak dipilih melalui

pemilihan umum yang dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali. Berdasarkan

pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah Konstitusi ketentuan Pasal 22

ayat (1) Undang-Undang BPK sepanjang frasa “penggantian antarwaktu”, harus

dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Selain daripada itu bahwa keberadaan Pasal 22 ayat (4) UU BPK yang

mengatur tentang sisa masa jabatan Anggota BPK pengganti yang melanjutkan

sisa masa jabatan Anggota BPK yang digantikannya, akan menimbulkan

pertentangan internal (contradictio in terminis) dengan Pasal 5 ayat (1) UU BPK

yang menyatakan, “Anggota BPK memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan

sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan”.

Oleh karena frasa “penggantian antarwaktu” dalam Pasal 22 ayat (1) dan

Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK dinyatakan

bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat, maka Pasal 22 ayat (5) yang menyatakan, Penggantian Anggota

BPK antarwaktu tidak dilakukan apabila sisa masa jabatan anggota yang akan

diganti kurang dari 6 (enam) bulan dari masa jabatan sebagaimana dimaksud

Page 83: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

71

dalam Pasal 5 ayat (1), harus pula dinilai dan dipertimbangkan oleh Mahkamah

Konstitusi walaupun tidak dimohonkan pengujian oleh Pemohon.16

Menurut Mahkamah Konstitusi ketentuan Pasal 22 ayat (5) Undang-Undang

BPK merupakan ketentuan lebih lanjut dari norma yang terkandung dalam Pasal

22 ayat (1) dan ayat (4) UU BPK, sehingga Pasal 22 ayat (5) UU BPK harus pula

dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat;

Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak

selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.17

Putusan Mahkamah

Konstitusi berlaku sejak ditetapkan (prospektif), namun demi asas kemanfaatan

yang merupakan asas dan tujuan universal hukum maka untuk kasus-kasus tertentu

putusan Mahkamah dapat diberlakukan surut (retroaktif).

Penghentian ketidakpastian hukum dan kerugian konstitusional itu harus

menjangkau secara retroaktif sejak ditetapkannya penafsiran yang tidak tepat

tersebut, ketika mulai timbul ketidakpastian hukum dan kerugian konstitusional

seperti terlihat dalam perkara a quo. Terkait dengan jabatan Anggota BPK

pengganti, maka putusan ini berlaku bagi Anggota BPK pengganti yang sudah

diangkat dan sekarang menduduki jabatan sebagai Anggota BPK, sehingga berhak

16

Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, h. 78.

17

Republik Indonesia, Pasal 47, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi.

Page 84: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

72

menduduki masa jabatan penuh yaitu selama 5 (lima) tahun sejak diresmikan

pengangkatannya sebagai Anggota BPK dengan keputusan Presiden.

4. Analisis Penulis

Dalam pembahasan di atas terdapat anggota BPK yang tidak rela jabatannya

tidak mencapai lima tahun, seperti anggota lainnya dalam posisi sebagai anggota

BPK pengganti antarwaktu. Target dari gugatan tersebut agar Mahkamah

Konstitusi menyatakan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) dianggap bertentangan

dengan UUD 1945. Dalilnya, adalah bahwa hak konstitusional pemohon telah

dilanggar dengan keberadaan pasal tersebut, sehingga pemohon sebagai anggota

BPK tidak bisa menjabat selama 5 tahun sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5

ayat (1) Undang-Undang BPK.

Berbanding terbalik dengan pendapat Lili Asdjudireja18

tentang pergantian

antarwaktu, bahwa Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2006 tentang BPK bukan merupakan pelanggaran terhadap hak konstitusi

warga negara Indonesia sebagaimana dalam Pasal 28 UUD NRI 1945. Tidak ada

kepentingan umum yang dilanggar dalam pasal itu. Walaupun dipaksakan, ada hak

asasi yang dilanggar, tentu hanya bagian dari hasrat penggugat yang ingin

mempertahankan jabatannya. Perlu diingat pula, bahwa dalam melaksanakan hak

konstitusional individu, seperti tertuang dalam UUD NRI 1945 Pasal 28, pada ayat

penutupnya, yaitu Pasal 28J ayat 2, ditegaskan: “Dalam menjalankan hak dan

kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan

18

Di akses dari www.tempo.com pada tanggal 27 Oktober 2013.

Page 85: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

73

undang-undang”. Hukum bukan pada tempatnya untuk mengakomodasi

kepentingan privat semata, melainkan demi kepentingan umum dan kepentingan

negara.

Dalam putusan MK Nomor 13/PUU-XI/2013 ada penguatan kedudukan

anggota pengganti antarwaktu anggota BPK yang mendapat keadilan hak

konstitusional pribadi pada masa jabatan sebagai anggota BPK.

Dalam kontek Islam dan pemikiran-pemikiran teologi muslim yang sesuai

dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah,19

direkomendasikan adanya penguatan

kedudukan dalam aktifitas pemerintahan. Firman Allah SWT di dalam alquran

surat Al-Imran ayat 41, yang berbunyi sebagai berikut :

Artinya : “Orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka

bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh

berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan kepada Allah-

lah kembali segala urusan” (QS. Al-Imron: ayat 41).

Dapat disimpulkan bahwa dengan adanya penyamaan masa jabatan anggota

BPK pengganti antarwaktu dan anggota yang bukan pengganti antarwaktu adalah

penguatan kedudukan mereka dalam lembaga BPK. Diharapkan dengan adanya

putusan MK Nomor 13/PUU-XI/2013 anggota pengganti antarwaktu dapat bekerja

19

Muhammad Tahir Azhary, Beberapa Aspek Hukum Tata Negara, Hukum Pidana, Dan

Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 529, cetakan pertama.

Page 86: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

74

secara maksimal di lembaganya dengan cara memberikan kinerja yang seadil-

adilnya tanpa merasa adanya diskriminasi masa jabatan.

Sistem ketatanegaraan di bawah ikatan Piagam Madinah juga menerapkan

kesejahteraan yang mengacu pada dua kepentingan, yaitu kesejahteraan materiil

dan kesejahteraan spiritual. Selain itu juga dikenal sistem pembagian tugas

(kekuasaan) dengan menempatkan orang-orang yang memenuhi syarat.20

Bentuk keindahan dalam Islam adalah adanya penyamaan hak pada setiap

manusia agar dapat hidup berdampingan untuk dapat saling menghormati hak satu

sama lainnya. Hal tersebut tercermin dalam setiap hadist-hadist nabi Muhammad

SAW dimana kebanyakan dari hadist-hadist tersebut terucap setelah adanya

pengaduan dari para umatnya yang mengadu langsung kepada nabi.

C. Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 Tentang

Pengangkatan Pergantian Antarwaktu Anggota BPK

Putusan hakim lazimnya disebut vonis melahirkan norma hukum baru, yang

sebelumnya tidak ada. Dengan putusan hakim, subjek hukum baik orang maupun

badan hukum yang sebelumnya tidak berhak menjadi memiliki hak, demikian juga

sebaliknya yang tadinya memiliki hak menjadi tidak memiliki hak.21

Dengan adanya putusan Nomor 13/PUU-XI/2013 maka berakibat langsung

terhadap pasal yang diujikan, pasal 22 ayat (1), dan ayat (4) menjadi tidak berlaku

20

Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, (Jakarta: Kencana,

2011), h. 212, cetakan kedua.

21

Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir Konstitusi....., h.233.

Page 87: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

75

dan semestinya harus dilakukan revisi agar putusan dan masukan yang telah diberikan

oleh Mahkamah konstitusi dapat dimaksimal oleh DPR selaku pemerintah.

Kemudian masa jabatan anggota pengganti yang setelah putusan Mahkamah

Konstitusi menjadi sama yaitu 5 (lima) tahun dan tidak melanjutkan masa jabatan sisa

dari anggota yag digantikannya. Demi merepresentasikan hak yang dijaminkan oleh

UUD NRI 1945 terhadap hak konstitusional seseorang yang merasa dirugikan dengan

adanya UU tertentu dan dianggap bertentangan dengan UUD NRI 1945.

Sepanjang frasa “pengangkatan pergantian antarwaktu” yang memiliki

keambiguan dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap, karena tidak menjelaskan

tentang tata cara pemilihan anggota pengganti antarwaktu, apakah dilakukan dengan

cara pemilihan seperti yang dilakukan dalam pemilihan anggota pada anggota-

anggota yang bukan diangkat dari pergantian antarwaktu, atau diipilih langsung tanpa

pertimbangan DPR dan pertimbangan DPD.

Keberadaan Pasal 22 ayat (1), ayat (4) dan ayat (5) dianggap tidak memberikan

hak konstitusional bagi anggota pengganti, karena memberikan sikap diskriminasi

bagi anggota pengganti antarwaktu dalam hal masa jabatan, sehingga gambaran yang

ada adalah anggota pengganti antarwaktu tidak memiliki hak yang sama dengan

anggota yang diangkat bukan melalui penggantian antarwaktu.

Dengan putusan Mahkmah Konstitusi bahwa Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2),

maka Pasal 22 ayat (5) Undang-Undang BPK yang menyatakan, “Penggantian

Anggota BPK antarwaktu tidak dilakukan apabila sisa masa jabatan anggota yang

akan diganti kurang dari 6 (enam) bulan dari masa jabatan sebagaimana dimaksud

Page 88: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

76

dalam Pasal 5 ayat (1)”, harus pula dinilai dan dipertimbangkan oleh Mahkamah

walaupun tidak dimohonkan pengujiannya oleh Pemohon.

Menurut Mahkamah Konstitusi ketentuan Pasal 22 ayat (5) UU BPK

merupakan ketentuan lebih lanjut dari norma yang terkandung dalam Pasal 22 ayat

(1) dan Pasal 22 ayat (4) UU BPK sehingga Pasal 22 ayat (5) UU BPK harus pula

dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat agar didapatnya keadilan hukum.

Demikian pula dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-

XI/2013 berakibat pada proses baku pada calon-calon anggota pengganti antarwaktu

dimana dilakukan kembali proses pemilihan seperti pada anggota yang bukan

pengganti antarwaktu.

Peradilan Konstitusi melalui putusannya juga dapat meminta kepada parlemen

dalam hal ini DPR untuk melakukan perbaikan terhadap undang-undang (legislative

revision) yang dianggap bermasalah,22

artinya bahwa efek langsung dari putusan

Nomor 13/PUU-XI/2013 adalah DPR mempunyai kewajiban yang dibebankan karena

putusan tersebut yaitu merevisi pasal yang telah disengketakan agar adanya kejelasan

hukum dan kekuatan hukum.

22

Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi (Suatu Studi Tentang Adjudikasi Konstitusional

Sebagai Mekanisme Pengelesaian Sengketa Normatif), (Jakarta: Pradnya Paramita, 2006), h.268,

cetakan pertama.

Page 89: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, penulis dapat memberikan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Alasan konstitusional pengajuan uji materiil terhadap Pasal 22 ayat (1) dan ayat

(4) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan,Pasal tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 23F ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi

“Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat

dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan

oleh presiden”. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Segala warga negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal

28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan,

jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

di hadapan hukum”. Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap warga

negara berhak memperoleh kesempatan yang samadalam pemerintahan”. Dan

Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak bebas dari

perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan

perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.

Page 90: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

78

2. Dasar pertimbangan Mahhkamah Konstitusi dalam memutus perkara Nomor

13/PUU-XI/2013 adalah bahwa isu pengujian konstitusionalitas yang dimohonkan

Pemohon memiliki kesamaan substansi dengan pengujian konstitusionalitas masa

jabatan anggota Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pengganti yang

telah diputus oleh Mahkamah dalam Putusan Nomor 5/PUU-IX/2011, bertanggal

20 Juni 2011 dan masa jabatan Hakim Konstitusi pengganti yang telah diputus

Mahkamah dalam Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011, bertanggal 18 Oktober 2011.

Kedua Putusan tersebut menegaskan, norma Undang-Undang yang menentukan

bahwa masa jabatan.

3. Implikasi putusan Mahkmaah Konstitusi Nomor 13/PUU-XI/2013 memang lebih

menjamin hak warga negara yang hak konstitusinya telah dijamin oleh Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Berakibat kepada berkurangnya

masa jabatan anggota pengganti antarwaktu namun proses pemilihan anggota

pengganti dilakukan sama dengan anggota yang bukan pengganti. Pada pasal

tersebut tidak disebutkan dan dijelaskan mengenai proses pengangkatan anggota

pengganti antarwaktu.

B. Saran

Dari hasil penelitian ini, penulisi dapat memberikan saran atau masukan yang

antara lain sebagai berikut:

1. Memasukan kurikulum pengetahuan pada sekolah tingkat Tsanawiyah, Aliyyah,

SMP, SMA dan perguruan tinggi, bahwa anggota BPK memiliki masa jabatan 5

tahun.

Page 91: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

79

2. Melakukan sosialisasi lewat media-media informasi dan media dakwah seperti

khutbah jum’at, kuliah subuh dan kultum mengenai masa jabatan anggota BPK,

bahwa anggota BPK mempunyai masa jabatan 5 tahun.

3. Diadakan Proses pemilihan yang sederhana dan cepat diharapkan mampu

memberikan pengertian termasuk mengenai masa jabatan anggota pengganti

antarwaktu yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan anggota yang

digantikannya.

4. perbaikan mekanisme aturan yang diamanatkan Pasal 22 undang-undang Nomor

15 Tahun 2006 tentang BPK yang membatasi masa bakti dalam sistem

pengangkatan antarwaktu merupakan bagian dari pembatasan pelaksanaan

kebebasan, seperti diamanatkan UUD 1945. Apalagi, pejabat yang menerima

jabatan dengan mekanisme antarwaktu itu sudah mengetahui dan menyadari sejak

sebelum diangkat.

Page 92: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

80

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Al-Qur’an

Ahmadi, Fahmi M. Jaenal Arifin.Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Lembaga

PenelitianUIN Syarif Hidayatullah, 2010.

Aripin, Jaenal. Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, cet.

I. Jakarta: Kencana, 2008.

Asshiddiqie, Jimly dan Ali Safa’at.Teori Hans Kelsen Tentang Hukum.cet.II Jakarta:

Konpress, 2012.

Asshiddiqie, Jimly. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Jakarta: PT. Bhuana

Ilmu Populer, 2008, cetakan kedua.

_______________.Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Demokrasi. Jakarta: PT.

Bhuana Ilmu Populer, 2007.

_______________.Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara.Jakarta : Sinar

Grafika, 2012, cetakan kedua.

_______________.Konstiusi dan Konstituslisme Indonesia.Jakarta: Kerjasama antara

Mahkamah Konstitusi RI dengan Pusat Studi HTN FH UI, 2004.

______________. Konstitusi Dan Konstitualisme Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika,

2011.

A.B, Kusuma. Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Badang Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004.

Anwar, Saiful dan Marzuki Lubis. Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, Medan :

Glora Madani Press, 2004.

Armando, Ade. Mengenal Lebih Dekat BPK : Sebuah Panduan Populer, Jakarta:

Biro Humas Dan Luar Negeri Badan Pemeriksa Keuangan Republik

Indonesia.

Page 93: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

81

Azhary, Muhammad Tahir.Beberapa Aspek Hukum Tata Negara, Hukum Pidana,

Dan Hukum Islam, Jakarta: Kencana, 2012.

Bohari, Pengawasan keuangan negara, jakarta : rajawali 1992.

Daulay, Ikhsan Rosyada Parluhutan.Mahkamah Konstitusi : Memahami

Keberadaannya Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Jakarta:

PT. Rineka Cipta, 2006.

Fadjar, Abdul Mukti.Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, Cet. I, Jakarta:

Konstitusi Press, 2006.

Fatkhurohman dkk., Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia,

Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

Garner, Bryan A. Black’s Law Dictionary, USA : Thomson Business, 2004.

Hadjar A, Fickar., dkk.., Pokok-Pokok Pemikiran dan Rancangan Undang-Undang

Mahkamah Konstitusi, Jakarta: KRHN dan Kemitraan, 2003.

Huda, Ni’matul.Hukum Tata NegaraIndonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2005.

___________.Hukum Tata Negara Indonesia (edisi revisi), Jakarta : Rajawali pers,

2012.

KA Pramana, Pudja. Ilmu Negara, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009.

Kelsen, Hans. Pengantar Teori Hukum, Bandung : Nusa Media, 2008.

Kusuma, Ananda B. Jurnal Konstitusi Volume 3 Nomor 4 Tentang Recall, Jakarta:

MK RI, 2006.

Lexy, Moleong J. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Roda Karya,

2004.

Manan, Bagir.Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat Studi Hukum

(PSH) Fakultas Hukum UII, 2004.

Manullang, M. Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1995.

Marbun, BN. Kamus Hukum Indonesi,Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006.

Page 94: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

82

MD, Mahfud.Konstitusi Dan Hukum Dalam Kontroversi Isu, Jakarta: Rajawali Pers,

2009.

MD, Mahfud.Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Metrokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty,

2002.

Munandar, Haris. Pembangunan Politik, Situasi Global dan Hak Asasi Manusia,

Jakarta: Gramedia, 1994.

Prodjodikoro, Wirjono. Azas-Azas Hukum Tatanegara di Indonesia, Jakarta: Dian

Rakyat, 1977.

Ranupandojo, Heidjrachman. Tanya Jawab Manajemen, Yogyakarta : AMP YKPN,

2000.

Soehino, Ilmu Negara, yogyakarta : Liberty, 2004.

Saidi, Muhammada Djafar. Hukum Keuangan Negara, Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada, 2008.

Sujanto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Jakarta : Ghalia Indonesia,

1986.

Sunggono, Bambang. Metode Peneitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

1997.

Sutiyoso, Bambang. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,

Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006.

Syahuri, Taufiqurrohman. Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Jakarta:

Kencana, 2011.

Syahrizal, Ahmad. Peradilan Konstitusi (Suatu Studi Tentang Adjudikasi

Konstitusional Sebagai Mekanisme Pengelesaian Sengketa Normatif),

Jakarta: Pradnya Paramita, 2006.

Tim penyusun FSH, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta : Pusat Peningkatan dan

Jaminan Mutu (PPJM), 2012.

Page 95: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

83

Tim Perumus, Pokok-Pokok Pikiran dan Rancangan Undang-Undang Mahkamah

Konstitusi, Jakarta: KRHN, 2004.

Tutik, Titik Wulandari.Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen

UUD 1945, Jakarta: Kencana, 2010.

Viktor M. Situmorang dan Jusuf Juhir, Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam

Lingkungan Aparatur Pemerintah,Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994.

INTERNET:

www.bpk.go.id

www.negarahukum.com

www.tempo.com

JURNAL/ARTIKEL :

Profil Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Cet. I, Jakarta: Sekretaris Jendral

dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010.

Warta BPK, Bulan Edisi 2 – Vol. III Februari 2013, R. Soerasno, Ketua BPK pertama

“Ini Bensinmu, Ini Bensinku”.

UNDANG-UNDANG:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 2 tahun 2011.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Page 96: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

PUTUSANNomor 13/PUU-XI/2013

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

[1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh:

[1.2] Nama : Drs. Bahrullah Akbar, BSc., S.E., MBA.

Pekerjaan : Anggota Badan Pemeriksa Keuangan

Alamat : Jalan Malaka II Gang 8 Nomor 2 RT 005/006, Kelurahan

Malaka Sari, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur

Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 3 Desember 2012

memberi kuasa kepada Drs. Arman Remy, MS., S.H., M.H., M.M., Nurlan HN.,S.H., Irlan Superi, S.H., Siti Nur Intihani, S.H., M.H., Damrah Mamang, S.H.,Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum “Law Office Arman – Nurlan &

Associates” beralamat kantor di Perum Pesona Anggrek Harapan Blok A5 Nomor

38 Bekasi, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa;

Selanjutnya disebut sebagai -------------------------------------------------------- Pemohon;

[1.3] Membaca permohonan Pemohon;

Mendengar keterangan Pemohon;

Mendengar dan membaca keterangan tertulis Pemerintah;

Mendengar dan membaca keterangan tertulis Dewan Perwakilan

Rakyat;

Memeriksa bukti-bukti surat/tertulis Pemohon;

Mendengar keterangan saksi dan ahli Pemohon;

Membaca kesimpulan Pemohon.

Page 97: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

2

2. DUDUK PERKARA

[2.1] Menimbang bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan dengan

surat permohonan bertanggal 8 Januari 2013, yang diterima di Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal

8 Januari 2013 berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor

35/PAN.MK/2013, dan telah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi pada

tanggal 22 Januari 2013 dengan Nomor 13/PUU-XI/2013, yang telah diperbaiki

dan diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 13 Februari 2013, yang

pada pokoknya menguraikan hal-hal sebagai berikut:

I. KEWENANGAN MAHKAMAH1. Bahwa Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan: “Kekuasaan Kehakiman

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di

bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan

agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha

negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi“;

2. Bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan: “Mahkamah Konstitusi

berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya

bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang

Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus

pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil

pemilihan umum”;

3. Bahwa Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dimuat dalam

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234 (selanjutnya disebut

UU PPP) yang menyatakan secara hierarkis, kedudukan UUD 1945 adalah

lebih tinggi dari Undang-Undang. Oleh karena itu, setiap ketentuan

Undang-Undang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Jika

terdapat ketentuan dalam Undang-Undang yang bertentangan dengan

UUD 1945, maka ketentuan tersebut dapat dimohonkan untuk diuji melalui

mekanisme pengujian Undang-Undang oleh Mahkamah Konstitusi;

4. Bahwa UU PPP telah meletakkan landasan arah, tujuan dan asas yang

Page 98: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

3

jelas, sehingga setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus

dilakukan berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan

yang baik antara lain asas keadilan, asas kesamaan dalam hukum dan

pemerintahan, asas ketertiban dan kepastian hukum dan/atau asas

keseimbangan, keserasian dan keselarasan (vide Pasal 5 dan Pasal 6);

5. Bahwa Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut

UU MK) menyatakan: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada

tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji

Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945”;

6. Bahwa dengan demikian, Mahkamah Konstitusi dapat menyatakan isi dari

suatu Undang-Undang, baik secara keseluruhan maupun materi muatan

ayat, pasal dan/atau bagian dari Undang-Undang yang bertentangan

dengan UUD 1945 dapat dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat. Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga berwenang memberikan

penafsiran terhadap norma-norma hukum yang terkandung dalam muatan

ayat, pasal dan/atau bagian dari Undang-Undang agar berkesesuaian

dengan UUD 1945;

7. Bahwa berdasarkan hal-hal sebagaimana telah diuraikan di atas,

Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa, mengadili dan

memutus permohonan pengujian Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) UU BPK

terhadap Pasal 23F ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan

ayat (3) serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

II. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON1. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK, Pemohon adalah pihak

yang menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan

oleh berlakunya Undang-Undang, yaitu:

a). perorangan warga negara Indonesia;

b). kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;

Page 99: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

4

c). badan hukum publik dan privat;

d). lembaga negara;

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK menyebutkan

bahwa yang dimaksud dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang

diatur dalam UUD 1945;

2. Bahwa sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005

tanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 tanggal 20

September 2007 telah menentukan bahwa ada 5 (lima) syarat kerugian

hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK, yaitu:

a). adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang

diberikan oleh UUD 1945;

b). hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut dianggap telah

dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan

pengujian;

c). kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan

aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang

wajar dapat dipastikan akan terjadi;

d). adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian

dimaksud dengan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan

pengujian;

e). adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka

kerugian konstitusional tersebut tidak akan terjadi lagi;

3. Bahwa Pemohon adalah sebagai Perorangan warga negara Indonesia

berdasarkan kartu tanda penduduk (bukti P-3) saat ini berstatus sebagai

Anggota BPK Pengganti berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 62/P

Tahun 2011 tanggal 29 Oktober 2011 (bukti P-4), sehingga memenuhi

kualifikasi sebagai Pemohon yang mempunyai kedudukan hukum (legal

standing) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) huruf

a UU MK untuk melakukan pengujian Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) UU

BPK yang telah merugikan hak konstitusional Pemohon sebagaimana

dijamin oleh UUD 1945;

4. Bahwa dalam kaitannya dengan hak dan kewenangan konstitusional

Pemohon untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan dan

Page 100: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

5

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum

dan memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan telah

dirugikan dengan berlakunya Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa

“pengangkatan penggantian antarwaktu” dan ayat (4) UU BPK. Adapun

selengkapnya bunyi Pasal 22 UU BPK adalah sebagai berikut:

(1) Apabila Anggota BPK diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18 atau Pasal 19 diadakan pengangkatan penggantian

antarwaktu Anggota BPK sesuai dengan syarat-syarat dan tata cara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dan

diresmikan dengan Keputusan Presiden.

(2) Pengangkatan Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak

tanggal pemberhentian Anggota BPK sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18 atau Pasal 19.

(3) Sebelum memangku jabatannya, Anggota BPK yang diangkat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji

yang pengucapannya dipandu oleh Ketua/Wakil Ketua BPK dengan

bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4).

(4) Anggota BPK pengganti melanjutkan sisa masa jabatan Anggota

BPK yang digantikannya.

(5) Penggantian Anggota BPK antarwaktu tidak dilakukan apabila sisa

masa jabatan anggota yang akan diganti kurang dari 6 (enam) bulan

dari masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).

5. Bahwa dalam ketentuan Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa “pengangkatan

penggantian antarwaktu” dan ayat (4) UU BPK memuat norma hukum

yang tidak jelas, bias, dan menimbulkan multi tafsir, karena menimbulkan

ketidakjelasan, perlakuan yang tidak adil, perlakuan yang berbeda di

hadapan hukum, dan perlakuan diskriminatif. Padahal dalam membentuk

suatu peraturan perundang-undangan, in casu UU BPK seharusnya

mendasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan

yang baik, yang meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat

pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi

muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan

rumusan, dan keterbukaan (vide Pasal 5 UU PPP). Adanya pembedaan,

Page 101: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

6

perlakuan yang tidak adil, perlakuan yang berbeda di hadapan hukum, dan

perlakuan diskriminatif terhadap pemangku jabatan Anggota BPK tentunya

akan berimplikasi negatif terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan

BPK secara kelembagaan. BPK sebagai organ atau lembaga negara yang

dibentuk oleh konstitusi dalam menjalankan tugas dan kewenangannya

mempunyai karakteristik kepemimpinan yang sama dengan organ atau

lembaga yang dibentuk oleh konstitusi lainnya (MPR, DPR, DPD, MA, MK,

dan KY) yakni bersifat kolektif dan kolegial;

6. Bahwa beberapa pasal dalam UUD 1945 menjamin hak konstitusional

Pemohon yang menjadi batu uji dalam permohonan ini adalah sebagai

berikut:

- Pasal 23F ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:

“Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan

Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan

Daerah dan diresmikan oleh Presiden”;

- Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:

“Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya”;

- Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan

hukum”;

- Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi:

“Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama

dalam pemerintahan”;

- Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif

atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap

perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”;

7. Bahwa pemberlakuan norma yang mengatur tentang pengangkatan

pergantian antarwaktu Anggota BPK dan melanjutkan sisa masa jabatan

Anggota BPK yang digantikannya sebagaimana diatur dalam Pasal 22

ayat (1) dan ayat (4) UU BPK menurut hemat Pemohon tidak sesuai

Page 102: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

7

dan/atau bertentangan dengan Pasal 23F ayat (1), Pasal 27 ayat (1),

Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945,

karena melanggar prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis

sebagaimana terkandung dalam konstitusi yaitu prinsip kepastian hukum

yang adil, prinsip persamaan dan keadilan, prinsip kemanfaatan hukum,

serta prinsip kepentingan umum. Sehingga, Pemohon sebagai

perseorangan warga negara Indonesia yang memangku jabatan Anggota

BPK yang dipilih nyata-nyata telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan

diberlakukannya Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa “pengangkatan

penggantian antarwaktu” dan ayat (4), karena tidak dapat menjabat

sebagai Anggota BPK selama 5 (lima) tahun dan hanya melanjutkan sisa

masa jabatan Anggota BPK yang digantikannya (Tengku Muhammad

Nurlif) sampai dengan tahun 2014. Dengan kata lain masa jabatan

Pemohon sebagai Anggota BPK tidak mencapai 3 (tiga) tahun;

8. Bahwa norma yang terkadung dalam Pasal 22 ayat (1) UU BPK sepanjang

frasa “pengangkatan penggantian antarwaktu” yang kemudian

menentukan masa jabatan Anggota BPK pengganti melanjutkan sisa masa

jabatan Anggota BPK yang digantikannya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 22 ayat (4) UU BPK mereduksi pengaturan mengenai masa jabatan

Anggota BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) UU BPK

yang berbunyi: “Masa jabatan Anggota BPK selama 5 (lima) tahun dan

dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya”;

9. Bahwa pemberlakuan norma Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa

“pengangkatan penggantian antarwaktu” dan ayat (4) UU BPK pada

akhirnya menimbulkan pembedaan dalam pemangkuan masa jabatan

Anggota BPK. Di mana sekarang ini terdapat 8 (delapan) orang Anggota

BPK menjabat selama 5 (lima) tahun, dan 1 (satu) orang Anggota BPK

menjabat dibawah 5 (lima) tahun yakni Pemohon. Oleh karena itu, norma

Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa “pengangkatan penggantian antarwaktu”

dan ayat (4) UU BPK telah merugikan hak konstitusional Pemohon, dan

oleh karenanya diajukan pengujian terhadap norma tersebut agar

dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, karena

bertentangan dengan UUD 1945;

10. Bahwa berdasarkan argumentasi sebagaimana telah diuraikan dalam

Page 103: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

8

angka 1 (satu) sampai dengan angka 9 (sembilan) di atas, maka Pemohon

berkesimpulan, Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing)

untuk mengajukan permohonan ini, berdasarkan 5 (lima) alasan, yakni: (a)

Pemohon adalah perorangan warga negara Republik Indonesia; (b)

Sebagai warga negara, Pemohon mempunyai hak konstitusional sebagai

konsekuensi dianutnya paham negara hukum (rechtsstaat) yang normanya

telah diatur dan diberikan oleh UUD 1945, yakni hak untuk mendapatkan

pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hukum dan memperoleh kesempatan

yang sama dalam pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 23F

ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 28I

ayat (2) UUD 1945; (c) Hak konstitusional Pemohon tersebut, nyata-nyata

secara aktual dan spesifik telah dirugikan dengan berlakunya norma Pasal

22 ayat (1) sepanjang frasa “pengangkatan penggantian antarwaktu” dan

ayat (4) UU BPK yang telah memberlakukan secara berbeda mengenai

status Pemohon sebagai Anggota BPK pengganti antarwaktu yang hanya

melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK yang digantikannya; (d)

Kerugian konstitusional tersebut nyata-nyata terjadi berdasarkan sebab-

akibat (causal verband), yakni hak-hak konstitusional Pemohon

diperlakukan secara diskriminatif dan tidak adil dengan diberlakukannya

Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa “pengangkatan penggantian antarwaktu”

dan ayat (4) UU BPK yang dikaitkan dengan Pasal 23F ayat (1), Pasal 27

ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 28I ayat (2) UUD

1945; (e) Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang diharapkan

akan mengabulkan petitum permohonan ini, maka kerugian konstitusional

Pemohon dimaksud, diharapkan tidak akan atau tidak lagi terjadi, karena

Pemohon dapat menjabat sebagai Anggota BPK selama 5 (lima) tahun

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) UU BPK;

III. ALASAN-ALASAN PERMOHONAN1. Bahwa sesuai tuntutan reformasi yang menghendaki terwujudnya

penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan

nepotisme (KKN) menuju tata pemerintahan yang baik, mengharuskan

adanya perubahan yang signifikan terhadap peraturan perundang-

undangan dan penataan terhadap lembaga-lembaga negara di Negara

Page 104: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

9

Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu perubahan yang mendasar

adalah dengan dirubahnya UUD 1945, khususnya perubahan ketiga UUD

1945 pada tahun 2011 mengenai BPK sebagaimana diatur dalam BAB

VIIIA mulai dari Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G yang telah

meletakkan kedudukan yang kuat, bebas dan mandiri terhadap kedudukan

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai organ/lembaga negara yang

dibentuk oleh konstitusi (UUD 1945) untuk memeriksa pengelolaan dan

tanggung jawab tentang keuangan negara. Di mana keuangan negara

merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan

negara dan mempunyai manfaat yang sangat penting guna mewujudkan

tujuan negara untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur dan

sejahtera sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.

Pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, memerlukan lembaga

pemeriksa yang bebas, mandiri, dan profesional untuk menciptakan

pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (konsideran

huruf a dan huruf b UU tentang BPK);

2. Bahwa untuk mewujudkan BPK yang bebas dan mandiri sebagaimana

diamanatkan Pasal 23E ayat (1) UUD 1945, pembentuk konstitusi

memberikan atribusi kepada pembuat Undang-Undang untuk mengatur

lebih lanjut mengenai BPK dalam bentuk Undang-Undang sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 23G ayat (2) UUD 1945. Sebagai akibat

perubahan UUD 1945, Undang-Undang organik yang mengatur tentang

BPK juga harus dilakukan perubahan sesuai dengan amanat UUD 1945.

Semula undang-undang organik tentang BPK diatur dengan Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1973, kemudian diganti dengan Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2006. Kedua Undang-Undang organik yang mengatur

tentang BPK terdapat perbedaan yang sangat substansial, terutama

berkenaan dengan kedudukan, tugas dan wewenang, keanggotaan

(pemilihan dan pemberhentian), hak keuangan/administratif dan

protokoler, tindakan kepolisian, kekebalan serta larangan, kode etik,

kebebasan, kemandirian, dan akuntabilitas, pelaksana BPK, anggaran,

serta ketentuan pidana;

3. Bahwa dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK telah

menegaskan betapa penting dan strategisnya kedudukan dan

Page 105: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

10

kewenangan konstitusional BPK yang merupakan penjabaran dari Pasal

23E UUD 1945 yaitu memiliki tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung

jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat,

Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN,

Badan Layanan Umum, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang

mengelola keuangan negara [vide Pasal 6 ayat (1) UU BPK]. Hasil

pemeriksaan BPK tersebut oleh Pasal 23E ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945

diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan

kewenangannya. Di mana hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh

lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan Undang-Undang;

4. Bahwa demi terwujudnya kehendak sebagaimana dikemukakan di atas,

operasionalisasi pelaksanaan tugas dan kewenangan kelembagaan BPK

dilaksanakan oleh 9 (sembilan) orang anggota dengan susunan Badan

Pemeriksa Keuangan terdiri atas seorang Ketua merangkap Anggota,

seorang Wakil Ketua merangkap Anggota, dan 7 (tujuh) orang Anggota

[vide Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) UU BPK]. Kesemua pemangku jabatan

Anggota BPK memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya

dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan [vide Pasal 5 ayat (1)

UU BPK]. Sebagai lembaga negara yang bebas dan mandiri sudah barang

tentu harus diisi oleh Anggota BPK yang profesional, berintegritas, dan

akuntabel. Untuk mewujudkan hal tersebut telah ditentukan syarat-syarat

untuk dipilih sebagai Anggota BPK dan tata cara pemilihan Anggota BPK

yang diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 UU BPK sebagaimana

diamanatkan Pasal 23F UUD 1945. Adapun bunyi Pasal 13 dan Pasal 14

UU BPK adalah sebagai berikut:

- Pasal 13 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 berbunyi:

“Untuk dapat dipilih sebagai Anggota BPK, calon harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:

a. warga negara Indonesia;

b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. berdomisili di Indonesia;

d. memiliki integritas moral dan kejujuran;

e. Setia terhadap Negara Kesatuan Republik ndonesia yang

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Page 106: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

11

Indonesia Tahun 1945;

f. berpendidikan paling rendah S-1 atau setara;

g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan

tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau

lebih;

h. sehat jasmani dan rohani;

i. paling rendah berusia 35 (tiga puluh lima) tahun;

j. paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan sebagai

pejabat dilingkungan pengelola keuangan negara; dan

k. tidak dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap”;

- Pasal 14 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 berbunyi:

(1) anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan

pertimbangan DPD;

(2) pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

disampaikan secara tertulis yang memuat semua nama calon

secara lengkap, dan diserahkan kepada DPR dalam jangka waktu

paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat

permintaan pertimbangan dari pimpinan DPR;

(3) calon anggota BPK diumumkan oleh DPR kepada publik untuk

memperoleh masukan dari masyarakat;

(4) DPR memulai proses pemilihan Anggota BPK terhitung sejak

tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari BPK sebagaimana

dimakdsud dalam Pasal 5 ayat (2) dan harus menyelesaikan

pemilihan Anggota BPK yang baru paling lama 1 (satu) bulan

sebelum berakhirnya masa jabatan Anggota BPK yang lama;

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Anggota BPK

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata

Tertib DPR;

5. Bahwa Pemohon sebelum memangku jabatan sebagai Anggota BPK

pengganti, Pemohon selama ini bekerja/berkarir di BPK dan Kementerian

Dalam Negeri selama kurang lebih 28 (dua puluh delapan) tahun dengan

rincian sebagai berikut:

Page 107: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

12

No Tahun Pekerjaan/Jabatan

1. 1985 – 2004 Auditor dan Widyaiswara di BPK

2. 2004 – 2007 Staf Khusus di Direktorat Jenderal Keuangan

Daerah, Kementerian Dalam Negeri

3. 2007 – 2011 Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Keuangan

Kabupaten Lingga (Eselon IIB)

4. 2011 – Sekarang LEKTOR KEPALA di Institut Pemerintahan

Dalam Negeri, Kementerian Dalam Negeri

5. 2011 - Sekarang Anggota BPK

6. Bahwa Pemohon sebelum diresmikan sebagai Anggota BPK pengganti

pada 29 Oktober 2011, pernah beberapa kali mengikuti seleksi Anggota

BPK. Pertama kalinya Pemohon ikut seleksi sebagai peserta pemilihan

Anggota BPK masa jabatan 2004-2009 berdasarkan ketentuan Pasal 7

dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang BPK (buktiP-5). Kemudian pada tahun 2009, Pemohon mengikuti proses seleksi

calon Anggota BPK dengan masa jabatan 5 (lima) tahun berdasarkan

ketentuan Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006

tentang BPK dengan hasil sebagai berikut:

No Nama Calon PerolehanSuara

1. Hasan Bisri 44

2. Hadi Poernomo 43

3. Gunawan Sidauruk* 32

4. Rizal Djalil 32

5. Moermahasi Soerja Djajanegara 30

6. Taufiequrachman Ruki 27

7. Dharma Bhakti* 26

8. Tengku Muhammad Nurlif 22

9. Ali Masykur Musa 20

10. Achmad Sanusi* 14

11. Bahrullah Akbar 13

* Tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 13 huruf j UU

BPK

Page 108: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

13

7. Bahwa terdapat 3 (tiga) orang calon anggota BPK terpilih yang memenuhi

syarat berdasarkan Pasal 13 huruf j Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2006 tentang BPK, maka posisi Pemohon yang semula menempati

peringkat ke-11 menjadi peringkat ke-8. Konfigurasi calon Anggota BPK

delapan besar yang memenuhi syarat setelah dipilih oleh DPR

sebagaimana diuraikan di atas adalah sebagai berikut:

No Nama Calon Perolehan Suara

1. Hasan Bisri 44

2. Hadi Poernomo 43

3. Rizal Djalil 32

4. Moermahasi Soerja Djajanegara 30

5. Taufiequrachman Ruki 27

6. Tengku Muhammad Nurlif 22

7. Ali Masykur Musa 20

8. Bahrullah Akbar 13

8. Bahwa pada tahun 2010, salah seorang pemangku jabatan Anggota BPK

Tengku Muhammad Nurlif mengundurkan diri sebagai Anggota BPK, dan

kemudian yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai

Anggota BPK berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 19/P Tahun 2011

tanggal 6 April 2011. Maka terdapat kekosongan 1 (satu) pemangku

jabatan Anggota BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UU

BPK yang menyatakan bahwa Anggota BPK berjumlah 9 (sembilan) orang.

Oleh karena itu BPK melalui suratnya Nomor 42/S/I/04/2011 tertanggal 19

April 2011 yang ditujukan kepada DPR, meminta agar DPR mengadakan

seleksi untuk mencari pengganti Tengku Muhammad Nurlif yang telah

diberhentikan dengan hormat. Dengan mendasarkan pada ketentuan

Pasal 22 ayat (1) UU BPK untuk melengkapi jumlah 9 (sembilan) orang

Anggota BPK, akan tetapi masa jabatan Anggota BPK pengganti tersebut

hanya melanjutkan masa jabatan Anggota BPK yang digantikannya

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22 ayat (4) UU BPK;

9. Bahwa selanjutnya DPR membuka pengumuman ke publik untuk

melaksanakan seleksi pengangkatan penggantian antarwaktu 1 (satu)

posisi lowong pemangku jabatan Anggota BPK dan Pemohon kembali

mengikuti proses seleksi calon Anggota BPK pengganti antar waktu

Page 109: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

14

tersebut. Proses seleksi terhadap 16 (enam belas) calon Anggota BPK

pengganti dilaksanakan pada tanggal 26 September 201dan 27

September 2011 oleh DPR, pada tanggal 3 Oktober 2011, DPR

mengadakan rapat internal untuk mengambil keputusan dan hasilnya

Pemohon mendapatkan 39 suara dari 47 suara melalui pemungutan suara

di DPR sehingga Pemohon terpilih sebagai Anggota BPK menggantikan

Tengku Muhammad Nurlif sesuai ketentuan yang terdapat dalam Pasal 22

ayat (1) UU BPK, selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Nomor 62/P Tahun 2011 tanggal 29 Oktober 2011 yang secara resmi

mengukuhkan Pemohon sebagai Anggota BPK;

10. Bahwa setelah dilantik sebagai Anggota BPK pada tanggal 10 November

2011, Pemohon diberikan tugas dan kewenangan sebagai Anggota VII. Di

mana tugas dan kewenangan Anggota VII (vide Peraturan Badan

Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2010) meliputi pemeriksaan

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara bidang kekayaan

negara yang dipisahkan dengan entitas pemeriksaan, yaitu : Kementerian

Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Negara dan anak

perusahaan, badan pelaksana pengendalian usaha migas (termasuk

kontraktor production sharing/KPS pertambangan), badan pembina proyek

asahan dan otorita pengembangan proyek asahan serta lembaga terkait di

lingkungan entitas tersebut (bukti P-6);

11. Bahwa sebagai Anggota BPK pengganti yang dipilih dengan istilah

“pengangkatan penggantian antarwaktu” berdasarkan ketentuan Pasal 22

ayat (1) UU BPK, tetapi pada hakikatnya sama dengan proses seleksi dan

pemilihan Anggota BPK yang Pemohon alami pada tahun 2009 untuk

masa jabatan 2009-2014 yang mendasarkan pada syarat dan tata cara

yang sama-sama diatur menurut ketentuan Pasal 13 dan Pasal 14 UU

BPK. Jika menggunakan pemahaman mengenai mekanisme

“pengangkatan penggantian antarwaktu” untuk mengisi posisi lowong

keanggotaan lembaga legislatif (DPR, DPD, dan DPRD). Calon yang

memperoleh suara terbanyak berikutnya dalam Daftar Calon Tetap (DCT)

pada partai politik/calon perseorangan dari daerah pemilihan yang sama

dan masih memenuhi syarat, maka calon tersebut ditetapkan untuk

mengisi jabatan lowong keanggotaan DPR, DPD, dan DPRD, tanpa

Page 110: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

15

mengikuti seleksi kembali melalui pemilihan umum. Berkaitan dengan

Pemohon yang merupakan Anggota BPK pengganti, syarat dan tata cara

untuk ditetapkan sebagai Anggota BPK pengganti sama dengan syarat

dan tata cara pemilihan Anggota BPK yang memiliki masa jabatan 5 (lima)

tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) UU BPK dengan

mendasarkan ketentuan Pasal 13 dan Pasal 14 UU BPK;

12. Bahwa sebagai Anggota BPK yang dipilih dengan “pengangkatan

penggantian antarwaktu” sebagaimana dipraktikkan dalam pengangkatan

penggantian antarwaktu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Semestinya

cukup menetapkan calon Anggota BPK yang memperoleh suara terbanyak

berikutnya yang masih memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 UU BPK, yakni Pemohon yang memperoleh suara terbanyak ke-

8, dan tidak perlu lagi melakukan pemilihan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 22 ayat (1) UU BPK yang didalamnya menggunakan syarat dan tata

cara sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 UU BPK;

13. Bahwa Pasal 22 ayat (1) UU BPK yang menentukan mengenai pengisian

jabatan Anggota BPK yang lowong, dan kemudian Pasal 22 ayat (4) UU

BPK menentukan pemangkuan masa jabatan Anggota BPK pengganti

sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (1) UU BPK hanya melanjutkan sisa

masa jabatan Anggota BPK yang digantikannya. Pemohon yang dipilih

DPR sebagai Anggota BPK menggantikan Tengku Muhammad Nurlif

hanya melanjutkan sisa masa jabatan Tengku Muhammad Nurlif sampai

dengan tahun 2014 bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan 6

(enam) Anggota BPK lainnya. Dalam Keputusan Presiden Nomor 62/P

Tahun 2011 tanggal 29 Oktober 2011 tidak secara tegas menetapkan

masa jabatan Pemohon sebagai Anggota BPK sampai tahun berapa?.

(vide Keputusan Presiden Nomor 62/P Tahun 2011);

14. Bahwa Pemohon sejak diresmikan sebagai Anggota BPK melalui

pengangkatan penggantian antarwaktu menurut ketentuan Pasal 22 ayat

(1) tidak mencapai 3 (tiga) tahun berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (4)

UU BPK. Sementara masa jabatan Anggota BPK lainnya yang dipilih

berdasarkan ketentuan Pasal 13 dan 14 UU BPK menjabat selama 5 (lima)

tahun, padahal tidak ada perbedaan yang substansial antara tata cara

“pengangkatan penggantian antarwaktu” dan tata cara “pemilihan”

Page 111: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

16

Anggota BPK sama-sama mengacu pada Pasal 13 dan Pasal 14 UU BPK.

Maka dalam hal ini Pemohon mendapatkan perlakuan yang berbeda

dalam masa jabatan pemangkuan jabatan Anggota BPK. Perlakuan yang

berbeda tersebut bila dikaitkan dengan prinsip-prinsip yang ada dalam

suatu negara hukum yang demokratis nyata-nyata jelas bertentangan,

khususnya dengan prinsip kepastian hukum yang adil, prinsip persamaan

dan keadilan, prinsip kemanfaatan hukum, serta prinsip kepentingan

umum;

15. Bahwa konsep penggantian antarwaktu (PAW) hanya dikenal dalam

penggantian jabatan publik dalam cabang kekuasaan legislatif (DPR, DPD,

dan DPRD). Bahwa sumber pengisian jabatan cabang kekuasaan legislatif

tersebut adalah melalui pemilihan umum (Pemilu) secara langsung oleh

rakyat dengan jangka waktu tertentu (fix term). Dalam hal terjadi

kekosongan jabatan anggota legislatif sebelum berakhirnya masa jabatan

pemangku jabatan anggota legislatif tersebut, maka pengisian jabatan

lowong tersebut tidak memungkinkan untuk dipilih secara langsung oleh

rakyat melalui Pemilu. Karena Pemilu sebagaimana di atur dalam Pasal

22E ayat (1) UUD 1945 hanya dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali.

Mekanisme yang memungkinkan untuk mengisi jabatan yang kosong

dengan penggantian antarwaktu (PAW). Konsep PAW ini sejalan dengan

kedudukan lembaga legislatif sebagai lembaga politik. Dalam hal

terjadinya kekosongan pemangku jabatan Anggota DPR dan/atau DPRD

sebelum habis masa jabatannya, maka pengisian jabatan lowong tersebut

diiisi melalui mekanisme PAW. Pemangkuan jabatan yang kosong, diisi

atau digantikan oleh calon anggota DPR dan/atau DPRD yang

memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat

perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang

sama. Dalam hal calon anggota DPR dan/atau DPRD yang memperoleh

suara terbanyak urutan berikutnya meninggal dunia, mengundurkan diri,

atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR dan/atau

DPRD, anggota DPR dan/atau DPRD digantikan oleh calon anggota DPR

dan/atau DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari

partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama [vide Pasal 217

ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 336 ayat (1) dan ayat (2), juncto Pasal

Page 112: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

17

387 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya

disebut UU MD3];

16. Bahwa dalam hal penggantian Anggota DPD yang berhenti sebelum habis

masa jabatannya, digantikan oleh calon anggota DPD yang memperoleh

suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara

calon anggota DPD dari provinsi yang sama. Dalam hal calon anggota

DPD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar

peringkat perolehan suara calon anggota DPD meninggal dunia,

mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon

anggota DPD, anggota DPD pengganti tersebut digantikan oleh calon

anggota DPD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya [vide

Pasal 286 ayat (1) dan ayat (2) UU MD3];

17. Bahwa BPK sebagai lembaga negara yang bebas dan mandiri untuk

memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara

mempunyai perbedaan yang sangat mendasar dengan lembaga legislatif

(DPR, DPD, dan DPRD) sebagai lembaga politik yang mekanisme

pengisian jabatannya dilakukan secara serempak melalui pemilu yang

dilaksanakan selama 5 (lima) tahun sekali. Oleh karena itu,untuk

memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 28I

ayat (2) UUD 1945, maka menurut Pemohon masa jabatan Anggota BPK

pengganti tidak dimaksudkan untuk memenuhi sisa masa jabatan anggota

yang digantikannya. Pengisian pemangkuan jabatan Anggota BPK

pengganti dimaksudkan untuk memenuhi susunan dan keanggotaan BPK

sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 5 ayat

(1) UU BPK. Dengan demikian, masa jabatan Anggota BPK pengganti

diperlakukan sama menurut Pasal 5 ayat (1) UU BPK, sehingga pengisian

pemangku jabatan Anggota BPK dengan istilah apapun tetap sesuai

dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 28I

ayat (2) UUD 1945;

18. Bahwa dalam rumusan Pasal 22 ayat (1) yang menggunakan frasa

“pengangkatan penggantian antarwaktu” yang menjadi dasar

Page 113: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

18

pengangkatan Pemohon sebagai Anggota BPK pengganti mengandung

kelemahan sistem kaidah. Di mana norma Pasal 22 ayat (1) mengandung

pertentangan dengan norma Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1) UU BPK sebagai

norma yang bersifat imperatif (keharusan) dalam menentukan komposisi

keanggotaan dan masa jabatan Anggota BPK. Di samping itu,

penggunaan frasa “pengangkatan penggantian antarwaktu” bertentangan

dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU BPK yang menentukan: “Anggota

BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD”.

Penggunaan frasa “pengangkatan” dalam Pasal 22 ayat (1) UU BPK

bertentangan dengan tata cara pengisian jabatan Anggota BPK yakni

dengan cara dipilih sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU BPK,

juncto Pasal 23F ayat (1) UUD 1945. Penggunaan kalimat yang berbeda

dalam tata cara pengisian jabatan Anggota BPK sebagaimana

dikemukakan di atas memiliki ketidakjelasan rumusan. Oleh karenanya,

frasa “pengangkatan” dalam pasal a quo harus dibatalkan dan

dikembalikan ke frasa “pemilihan” sebagaimana telah ditentukan dalam

Pasal 14 ayat (1) UU BPK, juncto Pasal 23F ayat (1) UUD 1945. Hal ini

sesuai dengan pembahasan di Badan Pekerja MPR mengenai rumusan

Pasal 23F ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 dengan pertimbangan agar

keberadaan BPK bebas dari pengaruh pemerintah, maka Anggota BPK

dipilih oleh DPR agar sebagai core dengan DPD memberikan

pertimbangan (Naskah Komprehensif Perubahan UUD 1945 Latar

Belakang, Proses dan Hasil Pembahasan 1999-2002 Buku VII Keuangan,

Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, Sekretariat Jenderal

dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi 2008, halaman 296);

19. Bahwa isi norma Pasal 22 ayat (4) UU BPK tidak memiliki kepastian

hukum dan mengandung ambiguitas yang akhirnya berakibat memberi

ketidakpastian masa jabatan Anggota BPK. Hal demikian menurut

Pemohon merugikan hak-hak konstitusional Pemohon untuk mendapatkan

kepastian hukum yang secara khusus dijamin dalam Pasal 28D ayat (1)

UUD 1945. Norma ayat (4) pasal a quo mengandung unsur diskriminatif

perlakuan kesempatan yang sama dalam masa jabatan anggota BPK yang

diangkat secara bersamaan dengan anggota BPK yang dianggkat sebagai

anggota pengganti BPK. Dengan demikian ayat (4) Pasal a quo UU BPK

Page 114: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

19

bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3)

serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945;

20. Bahwa norma Pasal 22 ayat (4) UU BPK yang berbunyi: “Anggota BPK

pengganti melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK yang

digantikannya” menimbulkan ketidakadilan bagi seseorang yang terpilih

sebagai Anggota BPK, karena hanya melanjutkan sisa masa jabatan

Anggota BPK yang digantikannya. Apabila ayat (4) Pasal tersebut

diterapkan akan bertentangan dengan Pasal 5 ayat (1) UU BPK yang

secara tegas dan jelas menyatakan: “Masa jabatan Anggota BPK selama 5

(lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa

jabatan berikutnya”. Pengisian jabatan Anggota BPK, baik melalui tata

cara “Pengangkatan Penggantian Antarwaktu” yang mengacu pada Pasal

22 ayat (1) UU BPK maupun dengan tata cara “pemilihan” yang mengacu

pada Pasal 13 dan Pasal 14 UU BPK tidak mempunyai perbedaan

substansial. Dengan demikian, selain telah terjadinya pertentangan

internal (contradictio in terminis) norma yang mengatur pemangkuan masa

jabatan Anggota BPK menurut UU BPK, juga bertentangan dengan

ketentuan Pasal 27 ayat (1) serta Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) serta

Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, dan oleh karenanya Pasal 22 ayat (4) UU

BPK harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

21. Bahwa BPK sebagai lembaga negara independen yang dibentuk oleh UUD

1945 diberi tugas dan wewenang untuk memeriksa pengelolaan dan

tanggung jawab tentang keuangan negara. Untuk melakukan tugas dan

wewenang tersebut, BPK dituntut bekerja secara profesional, independen,

dan berkesinambungan. Dengan adanya Anggota BPK yang hanya

melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK yang digantikannya tidak

akan menjamin kesinambungan kinerja BPK dalam melakukan tugas dan

wewenangnya menurut UUD 1945 serta menimbulkan ketidakadilan bagi

Anggota BPK yang menggantikannya. Selain itu, jabatan Anggota BPK

berbeda dengan jabatan negara yang lainnya karena adanya faktor

konsistensi dan kesinambungan, terkait baik dengan proses maupun hasil

audit yang dihasilkan. Jika dihubungkan dengan penilaian konsistensi dari

audit yang dihasilkan, maka masa jabatan 5 (lima) tahun sebagai Anggota

BPK pun, sebenarnya masih dianggap kurang. Dengan adanya Anggota

Page 115: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

20

BPK yang menggantikan yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan

Anggota BPK yang digantikannya, maka masa jabatan Anggota BPK

menjadi kurang dari 5 (lima) tahun;

22. Bahwa yang menjadi pertimbangan untuk masa jabatan Anggota BPK

adalah adanya jaminan konsistensi dan kesinambungan dalam proses dan

hasil audit BPK yang sangat terpengaruh oleh lamanya masa jabatan

Anggota BPK. Oleh sebab itu, akan lebih proporsional dan menjamin

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum

apabila masa jabatan Anggota BPK yang menggantikan tetap 5 (lima)

tahun. Dengan demikian, pembatasan dan pembedaan perlakuan hukum

mengenai masa jabatan Anggota BPK tidak beralasan menurut hukum;

23. Bahwa mengenai masa jabatan pengganti pada beberapa lembaga

negara, Mahkamah Konstitusi telah memutusnya dengan menyatakan

norma yang mengatur hal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat, karena bertentangan dengan UUD 1945. Putusan Mahkamah

Konstitusi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011 tanggal 20 Juni

2011 (bukti P-7) mengenai tafsir masa jabatan Pimpinan KPK

Pengganti dengan pertimbangan hukum dan amar putusannya sebagai

berikut:

- Pertimbangan Hukum pada bagian Pendapat Mahkamah halaman

73-76:

[3.22] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (2) UUKPK, mekanisme pemilihan anggota pengganti Pimpinan KPKyang berhenti dalam masa jabatan dilakukan sama denganmekanisme pemilihan dan pengangkatan anggota pimpinanyang diangkat secara bersamaan pada awal periode. Prosesseleksi ini memakan waktu yang lama dan biaya yang cukuptinggi karena paling tidak melibatkan pembentukan panitiaseleksi, proses pendaftaran yang dilakukan secara terbuka dantransparan dengan melibatkan proses publikasi di media, dansetelah ditetapkan nama calon-calon tesebut, proses seleksidilanjutkan pada pengumuman kepada masyarakat untukmendapatkan tanggapan yang seterusnya diserahkan di DPRuntuk dilakukan seleksi kembali oleh DPR melalui mekanisme fitand proper test. Proses seleksi yang ketat dan panjang tersebutdipandang perlu, mengingat begitu pentingnya jabatanPimpinan KPK, terutama apabila dikaitkan dengan urgensiagenda pemberantasan korupsi di Indonesia;

Page 116: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

21

[3.23] Menimbang bahwa proses pemilihan dan seleksi Pimpinan KPKpengganti yang demikian apabila dilihat dari asas keadilandalam pelaksanaan pemerintahan yaitu keadilan bagimasyarakat maka pengangkatan anggota pengganti yangmenduduki masa jabatan sisa hanya satu tahun adalah sesuatuyang dirasakan tidak adil bagi masyarakat, karena negara harusmengeluarkan biaya yang sangat besar serta parapenyelenggara negara yang melakukan proses seleksimenghabiskan waktu yang cukup panjang hanya untuk memilihseorang anggota pengganti yang menduduki sisa masa jabatansatu tahun. Menurut Mahkamah, keadilan masyarakat adalahsumber nilai konstitusi tertinggi yang harus menjadi dasarpenilaian Mahkamah, karena keadilan konstitusi tidak lain darikeadilan bagi constituent yaitu keadilan bagi rakyat yangmembentuk dan menyepakati konstitusi. Keadilan masyarakatini menjadi sangat penting dalam menegakkan prinsip-prinsipkonstitusi untuk menghindari penyelenggaraan negara yangbersifat elitis dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi yangdianut oleh UUD 1945 khususnya demokrasi partisipatoris.Menurut Mahkamah, penafsiran demikian juga, menimbulkanketidakadilan bagi seseorang yang terpilih sebagai anggotapengganti yang berjuang serta menghabiskan banyak tenaga,waktu, dan biaya untuk lulus seleksi dan terpilih menjadianggota Pimpinan KPK pengganti. Anggota pengganti yangterpilih yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan anggotayang digantikan mendapat perlakuan yang berbeda dengananggota pimpinan yang terpilih secara bersamaan pada awalperiode yang menjalankan masa jabatan penuh empat tahun,padahal anggota pengganti menjalani segala proses seleksidan syarat-syarat yang sama, sehingga melanggar prinsipperlakuan yang sama terhadap setiap warga negara di hadapanhukum dan pemerintahan [vide Pasal 27 ayat (1), Pasal 28Dayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945];

[3.24] Menimbang bahwa menurut Mahkamah, jika anggota PimpinanKPK pengganti hanya menduduki masa jabatan sisa darianggota pimpinan yang digantikannya, hal itu melanggarprinsip kemanfaatan yang menjadi tujuan hukum. Hukum lahirdan diadakan untuk mencapai kemanfaatan setinggi-tingginya.Proses seleksi seorang Pimpinan KPK pengganti menurutPasal 33 ayat (2) UU KPK hanya menduduki masa jabatansisa, mengeluarkan biaya yang relatif sama besarnya denganproses seleksi lima orang Pimpinan KPK. Hal itu, benar-benarmerupakan sebuah pemborosan yang tidak perlu dan tidakwajar. Menurut Mahkamah, sekiranya dimaknai bahwaPimpinan pengganti itu adalah hanya menggantikan danmenyelesaikan masa jabatan sisa dari pimpinan yangdigantikan maka mekanisme penggantian tersebut tidak harusmelalui proses seleksi yang panjang dan rumit dengan biayayang besar seperti dalam seleksi lima anggota pimpinan yangdiangkat secara bersamaan. Pimpinan pengganti, dalam halada pimpinan yang berhenti dalam masa jabatannya, cukup

Page 117: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

22

diambil dari calon Pimpinan KPK yang ikut dalam seleksisebelumnya yang menempati urutan tertinggi berikutnya, sepertipenggantian antarwaktu anggota DPR atau anggota DPD yangmenurut Pasal 217 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun2009 tentang MPR, DPR dan DPRD (Lembaran NegaraRepublilk Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043) yangmenyatakan, ”Masa jabatan anggota DPR pengganti antarwaktumelanjutkan sisa masa jabatan anggota DPR yang digantikan”dan Pasal 286 ayat (3) yang menyatakan, ”Masa jabatananggota DPD pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masajabatan anggota DPD yang digantikannya”. Hal itu, lebihmemenuhi prinsip efisiensi, dan prinsip kewajaran. Oleh karenaberdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (2) UU KPK yangmengharuskan pengisian pimpinan pengganti dilakukan melaluiproses seleksi yang sama dengan proses seleksi lima oranganggota KPK yang diangkat secara bersamaan, menurutMahkamah, penggantian Pimpinan KPK pengganti tersebuttidak sama dengan penggantian antarwaktu anggota DPR danDPD. Penggantian antarwaktu anggota DPR dan DPD, tidakmelalui proses seleksi yang baru dan sudah ditegaskan dalamUndang-Undang hanya melanjutkan masa jabatan sisa darianggota yang digantikannya. UU KPK menegaskan bahwaPimpinan KPK pengganti dilakukan melalui proses seleksi yangbaru dan tidak ditentukan bahwa pimpinan pengganti hanyamelanjutkan sisa masa jabatan pimpinan yang digantikannya.Menurut Mahkamah, hal itu menunjukkan bahwa masa jabatanPimpinan KPK pengganti tidak dapat ditafsirkan sama denganpenggantian antarwaktu bagi anggota DPR dan DPD. Dengandemikian masa jabatan pimpinan KPK yang ditentukan dalamPasal 34 UU KPK tidak dapat ditafsirkan lain, kecuali empattahun, baik bagi pimpinan yang diangkat secara bersamaansejak awal maupun bagi pimpinan pengganti. Mempersempitmakna Pasal 34 UU KPK dengan tidak memberlakukan bagiPimpinan KPK pengganti untuk menjabat selama empat tahunadalah melanggar prinsip kepastian hukum yang dijaminkonstitusi;

[3.25] Menimbang bahwa selain itu, menurut Mahkamah, KPK adalahlembaga negara independen yang diberi tugas dan wewenangkhusus antara lain melaksanakan sebagian fungsi yang terkaitdengan kekuasaan kehakiman untuk melakukan penyelidikan,penyidikan, dan penuntutan serta melakukan supervisi ataspenanganan perkara-perkara korupsi yang dilakukan olehinstitusi negara yang lain. Untuk mencapai maksud dan tujuanpembentukan KPK sebagai lembaga negara yang khususmemberantas korupsi, maka dalam melaksanakan tugas dankewenangan secara efektif, KPK dituntut untuk bekerja secaraprofesional, independen, dan berkesinambungan. MenurutMahkamah, KPK tidak akan maksimal melaksanakan tugas danwewenangnya secara profesional dan berkesinambungan tanpakesinambungan pimpinan KPK. Untuk menjamin

Page 118: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

23

kesinambungan tugas-tugas Pimpinan KPK, agar pimpinantidak secara bersama-sama mulai dari awal lagi, makapenggantian Pimpinan KPK tidak selayaknya diganti serentak.Oleh sebab itu, akan menjadi lebih proporsional dan menjaminkepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum apabila terjadi penggantian antarwaktu diantara Pimpinan KPK diangkat untuk satu periode masa jabatanempat tahun [vide Pasal 28D ayat (1) UUD 1945];

- Amar Putusan pada halaman 78:

▪ Menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250)bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwaPimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi baikpimpinan yang diangkat secara bersamaan maupun pimpinanpengganti yang diangkat untuk menggantikan pimpinan yangberhenti dalam masa jabatannya memegang jabatan selama 4(empat) tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanyauntuk sekali masa jabatan;

▪ Menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250)tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidakdimaknai bahwa pimpinan Komisi Pemberantasan TindakPidana Korupsi baik pimpinan yang diangkat secara bersamaanmaupun pimpinan pengganti yang diangkat untuk menggantikanpimpinan yang berhenti dalam masa jabatanya memegangjabatan selama 4 (empat) tahun, dan sesudahnya dapat dipilihkembali hanya untuk sekali masa jabatan;

b. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-IX/2011 tanggal 18

Oktober 2011 yang salah satunya membatalkan ketentuan dalam Pasal

26 ayat (5) UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU

Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi:

“Hakim Konstitusi yang menggantikan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) melanjutkan sisa jabatan Hakim Konstitusi yang digantikannya”.

Adapun pertimbangan hukum dan amar putusan perkara tersebut

sebagai berikut:

- Pertimbangan Hukum pada bagian Pokok Permohonan halaman

70-71:

“5. Terhadap dalil para Pemohon bahwa Pasal 26 ayat (5) UU 8/2011bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, Mahkamahmemberikan pertimbangan sebagai berikut:Bahwa Pasal 26 ayat (5) UU 8/2011 menyatakan “Hakim konstitusi

Page 119: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

24

yang menggantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)melanjutkan sisa jabatan hakim konstitusi yang digantikannya.”Norma Pasal 26 ayat (5) UU 8/2011 menimbulkan ketidakadilan bagiseseorang yang terpilih sebagai hakim konstitusi karena hanyamelanjutkan sisa masa jabatan hakim konstitusi yang digantikannya.Apabila pasal tersebut diterapkan akan bertentangan dengan Pasal22 UU MK (UU 24/2003) yang secara tegas dan jelas menyatakan“Masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapatdipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya”,sehingga terjadi pertentangan internal (contradictio in terminis).Menurut Mahkamah, penggantian hakim konstitusi tidak samadengan penggantian antarwaktu anggota DPR dan DPD.Penggantian antarwaktu anggota DPR dan DPD, tidak melalui prosesseleksi yang baru dan sudah ditegaskan dalam Undang-Undanghanya melanjutkan masa jabatan sisa dari anggota yangdigantikannya. Adapun calon hakim konstitusi melalui proses seleksioleh masing-masing lembaga yang mengajukannya. Dengandemikian, menurut Mahkamah, masa jabatan hakim konstitusi yangditentukan dalam Pasal 22 UU MK tidak dapat ditafsirkan lain kecualilima tahun, baik yang diangkat secara bersamaan maupun bagihakim konstitusi yang menggantikan hakim konstitusi yang berhentisebelum masa jabatannya berakhir. Mempersempit makna Pasal 22UU MK dengan tidak memberlakukannya bagi hakim konstitusipengganti untuk menjabat selama lima tahun adalah melanggarprinsip kepastian hukum yang adil yang dijamin konstitusi;Bahwa Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara independenyang oleh UUD 1945 diberi tugas dan wewenang sebagai salah satupelaku kekuasaan kehakiman. Untuk melakukan tugas danwewenang tersebut, Mahkamah dituntut bekerja secara profesional,independen, dan berkesinambungan. Dengan adanya hakimkonstitusi yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan hakimkonstitusi yang digantikannya tidak akan menjamin kesinambungankinerja Mahkamah dalam melakukan tugas dan wewenangnya sertamenimbulkan ketidakadilan bagi hakim konstitusi yang mengganti.Selain itu, jabatan hakim konstitusi berbeda dengan jabatan negarayang lainnya karena adanya faktor konsistensi dan kesinambungan,terkait baik dengan proses maupun putusan-putusan yang dihasilkan.Jika dihubungkan dengan penilaian konsistensi dari putusan yangdihasilkan maka masa jabatan lima tahun sebagai hakim konstitusipun, sebenarnya masih dianggap kurang. Dengan adanya hakimyang menggantikan yang hanya melanjutkan sisa masa jabatanhakim konstitusi yang digantikannya maka masa jabatan hakimkonstitusi menjadi kurang dari lima tahun. Dengan demikian, yangmenjadi pertimbangan untuk masa jabatan hakim konstitusi adalahadanya jaminan konsistensi dan kesinambungan dalam proses danputusan-putusan Mahkamah yang sangat terpengaruh oleh lamanyamasa jabatan hakim konstitusi, terkait dengan pendapat hukum dankemandirian hakim. Oleh sebab itu, akan lebih proporsional danmenjamin kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum apabila masa jabatan hakim konstitusi yangmenggantikan tetap lima tahun. Dengan demikian, menurut

Page 120: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

25

Mahkamah, dalil para Pemohon a quo beralasan menurut hukum;- Amar Putusan pada halaman 80 :

3. Pasal 4 ayat (4f), ayat (4g), dan ayat (4h), Pasal 10, Pasal 15 ayat(2) huruf h sepanjang frasa “dan/atau pernah menjadi pejabatnegara”, Pasal 26 ayat (5), Pasal 27A ayat (2) huruf c, huruf d, danhuruf e, ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), Pasal 50A, Pasal 59ayat (2), dan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentangMahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5226) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

24. Bahwa mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, dan

dikaitkan dengan norma yang mengatur masa jabatan Anggota BPK

pengganti sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (4) UU BPK, menurut

Pemohon adalah sangat tepat dan bijaksana, jika Yang Mulia Majelis

Hakim Mahkamah Konstitusi bercermin pada putusan tersebut dalam

memutuskan permohonan Pemohon, karena Putusan Mahkamah

Konstitusi tersebut substansinya sama dengan Permohonan yang

Pemohon ajukan yaitu mengenai masa jabatan pengganti pemangku

jabatan pada lembaga-lembaga negara, termasuk didalamnya mengenai

masa jabatan Anggota BPK pengganti yang bertentangan dengan Pasal

27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 28I ayat (2) UUD

1945;

25. Bahwa meskipun Mahkamah Konstitusi menurut Pasal 47 UU MK, putusan

MK berlaku sejak ditetapkan (prospektif), namun demi asas kemanfaatan

yang yang merupakan asas dan tujuan universal hukum, maka untuk

kasus-kasus tertentu Mahkamah dapat memberlakukan putusannya

secara surut (retroaktif). Hal ini sudah menjadi yurisprudensi yang tertuang

dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110-111-112-113/PUU-

VII/2009 tertanggal 7 Agustus 2009 yang menjadi landasan penetapan

Anggota DPR Periode 2009-2004 terutama berkaitan dengan penetapan

Anggota DPR berdasar penghitungan tahap III yang semula telah

ditetapkan secara salah oleh KPU dan juga Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 5/PUU-IX/2011 tertanggal 20 Juni 2011 yang mengukuhkan posisi

Pimpinan KPK Pengganti Busyro Muqoddas tetap menjabat selama 4

(empat) tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk sekali

masa jabatan (vide Putusan Nomor 5/PUU-IX/2011 halaman 76-78);

Page 121: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

26

26. Bahwa apabila permohonan Pemohon dikabulkan, maka Pemohon tidak

akan menjabat selama kurang lebih 3 (tiga) tahun, melainkan menjabat

sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU BPK yakni selama 5 (lima)

tahun, terhitung sejak diresmikannya Pemohon sebagai Anggota BPK

tanggal 29 Oktober 2011 sampai dengan tahun 2016 dengan berpedoman

pada yurisprudensi Mahkamah Konstitusi Nomor 110-111-112-113/PUU-

VII/2009 tertanggal 7 Agustus 2009 dan Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 5/PUU-IX/2011 tertanggal 20 Juni 2011 yang memberlakukan

putusannya secara surut (retroaktif);

IV. PETITUMBahwa berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, Pemohon dengan ini

memohon agar kiranya Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berkenan

memutuskan hal-hal sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan muatan norma yang terdapat dalam Pasal 22 ayat (1)

sepanjang frasa “pengangkatan penggantian antarwaktu” dan Pasal 22

ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor

4654) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun1945;

3. Menyatakan muatan norma yang terdapat dalam Pasal 22 ayat (1)

sepanjang frasa “pengangkatan penggantian antarwaktu” dan Pasal 22

ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor

4654) tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara sebagaimana

mestinya.

Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon

putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Page 122: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

27

[2.2] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, Pemohon telah

mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan

bukti P-8, sebagai berikut:

1 Bukti P-1 Fotokopi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan

Pemeriksa Keuangan

2 Bukti P-2 Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945

3 Bukti P-3 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk Pemohon

4 Bukti P-4 Fotokopi Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62/P

Tahun 2011 tanggal 29 Oktober 2011

5 Bukti P-5 Fotokopi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan

Pemeriksa Keuangan

6 Bukti P-6 Fotokopi Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1

Tahun 2010 tentang Pembagian Tugas dan Wewenang Ketua,

Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan

7 Bukti P-7 Fotokopi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011

8 Bukti P-8 Fotokopi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-IX/2011

Selain itu, Pemohon juga mengajukan seorang saksi yang bernama

Achsanul Qosasi dan tiga orang ahli yaitu Yusril Ihza Mahendra, Saldi Isra, DwiAndayani yang telah didengar keterangannya di bawah sumpah dalam

persidangan tanggal 21 Maret 2013, yang menerangkan sebagai berikut:

SAKSI PEMOHONAchsanul Qosasi Saksi yang melaksanakan langsung proses pemilihan atau pengangkatan

anggota BPK Bahrullah menggantikan Nurlif;

Pada saat itu dari 17 anggota terpilihlah Bahrullah Akbar. Menurut saksi Pasal

22 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang a quo masih beranggapan tidak

bertentangan dengan UUD 1945;

Saksi menjalankan hal tersebut sesuai dengan amanat yang diberikan kepada

Komisi XI dan pada waktu itu memang terlintas sedikit diskusi mengenai masa

jabatan anggota BPK adalah 5 tahun, sehingga saksi beranggapan adalah

bukan domain Komisi XI dan sampai saat ini, saksi berkeyakinan di Komisi XI

Page 123: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

28

bahwa Undang-Undang BPK tidak bertentangan dengan Undang-Undang

Dasar 1945.

AHLI PEMOHON1. Yusril Ihza Mahendra

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 sebagai Undang-Undang organik

yang menyebarkan lebih lanjut pelakasanaan tugas konstitusional dari

Badan Pemeriksa Keuangan mengatur beberapa hal sebagai berikut: yakni

menentukan bahwa anggota Badan Pemeriksa Keuangan berjumlah 9

orang dengan susunan terdiri atas satu orang ketua merangkap anggota,

seorang wakil ketua merangkap anggota, dan 7 orang anggota;

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang BPK menegaskan lebih lanjut ketentuan

Pasal 23F ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengharuskan

semua pemangku jabatan anggota BPK dipilih oleh DPR dengan

memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Ada pun

masa jabatan anggota BPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1)

Undang-Undang BPK adalah 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali

untuk satu kali masa jabatan;

Norma-norma tersebut menurut pendapat ahli sudah sangat jelas bersifat

imperatif dan tidak dapat ditafsirkan lain, akan tetapi yang menjadi

persoalan adalah adanya norma dalam Undang-Undang BPK yang

menentukan cara pengisian jabatan anggota BPK dengan cara lain yakni

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dengan menggunakan

frasa pengangkatan pergantian antarwaktu. Penggunaan frasa demikian

menjadi tidak tepat karena memiliki ketidakjelasan rumusan yang pada

akhirnya berimplikasi kepada ketidakjelasan tujuan dan adanya

ketidakpastian hukum. Sehingga norma tersebut bila dikaitkan dengan

norma yang mengatur tentang mekanisme pengisian jabatan anggota BPK

dalam Undang-Undang BPK itu sendiri mengalami adanya konflik atau

pertentangan norma sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-

Undang BPK;

Penggunaan frasa pengangkatan pergantian antar waktu juga bertentangan

dengan Pasal 23F ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Menurut pendapat

ahli sebenarnya ketentuan a quo dimaksudkan untuk mengisi dalam hal

terjadinya kekosongan atau kekurangan dari komposisi keanggotaan BPK

Page 124: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

29

yang berjumlah 9 orang tadi. Oleh karena itu menurut pendapat ahli, norma

tersebut memang harus ada tetapi dengan tidak mencantumkan frasa

pengangkatan pergantian antarwaktu dan norma Pasal 22 ayat (1) Undang-

Undang BPK seharusnya berbunyi, “Apabila anggota BPK diberhentikan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 diadakan pergantian

anggota BPK sesuai dengan syarat-syarat dan tata cara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dan diresmikan dengan keputusan

presiden.” Tanpa adanya kata-kata istilah pergantian atau pengangkatan

antarwaktu;

Norma Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang BPK selanjutnya melahirkan

norma turunan yakni ayat (4) pada pasal a quo yang menentukan bahwa

masa jabatan anggota BPK pengganti hanya melanjutkan sisa masa

jabatan anggota BPK yang digantikannya. Pembedaan masa jabatan

anggota BPK senyata-nyatanya menurut pendapat ahli bertentangan

dengan UUD 1945 khususnya Pasal 28D ayat (1) yang menentukan bahwa

setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Padahal

syarat dan tata cara pengisian jabatan anggota BPK berlaku secara

imperatif sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang

BPK, akan tetapi norma ayat (4) dalam pasal a quo Undang-Undang BPK

mengecualikan lain terhadap masa jabatan anggota BPK pengganti dengan

memegang masa jabatan di bawah 5 tahun karena mendasarkannya pada

ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang BPK;

Kalau konsep pergantian antarwaktu sebagaimana dipraktikan dalam

pengisian jabatan lowong pada lembaga negara yang dipilih secara

langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum kemudian diadopsi dalam

pengisian jabatan kosong atau lowong pada keanggotaan BPK nampaknya

tidak tepat. Hal itu dikarenakan Undang-Undang Dasar 1945 telah

menentukan dengan jelas bahwa pemilihan umum dilaksanakan setiap 5

tahun sekali dengan masa jabatan yang berakhir serempak. Di sisi lain,

pemangkuan jabatan keanggotaan BPK merupakan jabatan profesional dan

sangat berbeda dengan jabatan politik, seperti jabatan lembaga DPR, DPD,

dan Presiden;

Page 125: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

30

Sebagai jabatan profesional, diperlukan adanya jaminan konsistensi dan

kesinambungan pelaksanaan tugas dan kewenangan BPK sebagai auditor

keuangan negara. Praktik pemilihan kesembilan Anggota BPK yang ada

sekarang ini, dengan mendasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor

15 Tahun 2006, tidak dilakukan secara serentak dan memegang masa

jabatan selama 5 tahun, kecuali Pemohon yang memegang masa jabatan

kurang dari 5 tahun karena dipilih berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1),

melalui pengangkatan penggantian antarwaktu;

Dengan diberlakukannya norma Pasal 22 ayat (1), adanya frasa

pengangkatan penggantian antarwaktu, dan ayat (4) Undang-Undang BPK,

secara nyata selain bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945,

juga melanggar asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan

yang baik. Tetapi secara spesifik dan aktual, telah merugikan hak

konstitusional Pemohon yang telah ditetapkan sebagai Anggota BPK

pengganti antar waktu dengan masa jabatan kurang dari 5 tahun. Maka

seyogianyalah, Mahkamah Konstitusi selain menyatakan norma a quo

dalam Undang-Undang BPK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

1945 dan menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

Menurut pendapat ahli, perlu juga Mahkamah Konstitusi menetapkan masa

jabatan Pemohon sebagai Anggota BPK selama 5 tahun, terhitung sejak

tanggal Pemohon dilantik sebagai Anggota BPK. Hal itu didasarkan pada

yurisprudensi tetap Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 5/PUU-

IX/2011 yang telah mengukuhkan masa jabatan Busyro Muqoddas sebagai

Pimpinan KPK dengan masa jabatan pimpinan KPK lainnya yakni selama 4

tahun, walaupun Busyro Muqoddas dipilih oleh DPR tidak bersamaan

dengan pimpinan KPK lainnya.

2. Saldi Isra Dalam permohonan ini, Pemohon mengajukan pengujian atas

konstitusionalitas Pasal Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 22 ayat (4) Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dalam

hal ini, ketentuan Pasal 22 ayat (1) menyatakan, “Apabila Anggota BPK

diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19,

diadakan pengangkatan penggantian antarwaktu Anggota BPK sesuai

Page 126: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

31

dengan syarat dan tata cara sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 dan

Pasal 14, dan diresmikan dengan keputusan presiden”;

Pasal 22 ayat (4) yang menyatakan, “Anggota BPK pengganti, melanjutkan

sisa masa jabatan Anggota BPK yang digantikan.” Sebagai norma yang

dianggap oleh Pemohon bertentangan dengan Pasal 23F ayat (1), Pasal 27

ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 28I ayat (2) Undang-

Undang Dasar 1945. Pada intinya, Pemohon mempersoalkan Pasal 22 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, sepanjang frasa pengangkatan

penggantian antar warktu dan Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2006 karena dianggap merugikan hak konstitusional Pemohon

sebagai Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, seperti diuraikan dalam

permohonan kepada Mahkamah Konstitusi;

Pemohon merupakan anggota yang terpilih karena salah seorang anggota

BPK sebelumnya berhalangan tetap, sehingga tidak dapat menghabiskan

masa jabatan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2006, karena alasan itu, Tengku Muhammad Nurlif telah pula diberhentikan

dengan hormat. Sebagaimana diuraikan lebih lanjut dalam permohonan,

sebelum terpilih di DPR sebagai Anggota BPK yang menggantikan TM.

Nurlif, mengikuti beberapa proses seleksi. Ketika proses sebelumnya terpilih

menjadi anggota pengganti, sesuai dengan ketentuan yang ada, Pemohon

berhasil meraih dukungan suara pada nomor urutan 8 dari 7 calon yang

dibutuhkan. Namun, sampai TM. Nurlif berhalangan tetap, Pemohon tidak

serta-merta menggantikan yang bersangkutan sebagai Anggota BPK

karena adanya ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2006 yang mengharuskan adanya pemenuhan syarat-syarat yang

diperlukan, dan proses pun diulang dari tahap awal sebagaimana yang

diikuti Pemohon dalam proses sebelumnya. Karena adanya ketentuan itu,

guna mengisi kekosongan kursi Anggota BPK yang ditinggalkan oleh TM.

Nurlif, Pemohon harus bersaing dari awal dengan 16 calon yang lainnya

karena proses keterpilihan Pemohon persis sama dengan 8 anggota yang

lain, ketentuan Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa pengangkatan

penggantian antarwaktu dan Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2006 dirasakan amat merugikan hak konstitusional Pemohon yang

hanya melanjutkan sisa masa jabatan, yaitu sekitar 2,5 tahun dari yang

Page 127: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

32

ditinggalkan Tengku Nurlif. Sementara itu, 8 anggota BPK yang lain, yang

juga dipilih dengan proses yang sama memiliki masa jabatan 5 tahun;

Dalam beberapa Undang-Undang tentang lembaga atau komisi negara

memang dikenal cara atau mekanisme untuk mengisi kekosongan sisa

masa jabatan yang ditinggalkan oleh anggota lembaga negara atau

komisioner komisi negara yang dikenal dengan mekanisme penggantian

antarwaktu, misalnya dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009

tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, secara eksplisit mengatur masalah

penggantian antarwaktu, sama dengan banyak lembaga negara atau

komisi negara yang lain, pada umumnya penggantian antarwaktu terjadi

karena salah seorang atau beberapa orang anggota lembaga negara atau

komisi negara tersebut berhenti dan tidak dapat melanjutkan sisa masa

jabatan;

Penyebab utamanya mereka meninggal dunia, mengundurkan diri, dan

diberhentikan karena adanya kemungkinan tidak dapat melanjutkan sisa

masa jabatan, biasanya Undang-Undang menyediakan bagaimana cara

melakukan penggantian antarwaktu untuk mengisi kekosongan masa

jabatan tersebut, misalnya dalam Pasal 217 Undang-Undang Nomor 27

Tahun 2009 dinyatakan ayat (1), “Anggota DPR yang berhenti antarwaktu

sebagaimana dimaksud pada Pasal 214 ayat (1), Pasal 215 ayat (1)

digantikan oleh calon anggota DPR yang memperoleh suara terbanyak

urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik

yang sama pada daerah pemilihan yang sama”. Lalu, ayat (2)-nya

menyatakan, “Kalau yang peringkat berikutnya tidak memenuhi syarat,

maka akan ditunjuk peringkat berikutnya.” Dalam ayat (3)-nya, ”Masa

jabatan anggota DPR, penggantian antarwaktu melanjutkan sisa masa

jabatan anggota DPR yang digantikannya.”;

Ketentuan yang sama dapat juga ditemui di dalam Pasal 286 Undang-

Undang Nomor 27 Tahun 2009 yang mengatur soal bagaimana

penggantian antarwaktu dan masa sisa, masa jabatan anggota DPD karena

penggantian antarwaktu. Selain anggota lembaga negara seperti DPR dan

DPD tersebut, Undang-Undang juga mengatur mekanisme pemberhentian

dan penggantian antarwaktu kekosongan anggota komisi negara, misalnya

komisioner KPU. Terkait dengan hal ini Pasal 27 ayat (5) Undang-Undang

Page 128: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

33

Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu menyatakan,

“Penggantian antar KPU, anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota

yang berhenti sebagaimana dimaksud pada saat itu dilakukan pada

ketentuan. a. Anggota KPU yang digantikan oleh anggota KPU yang urutan

peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh Dewan

Perwakilan Rakyat. Kalau provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan hasil

yang dilakukan oleh KPU pusat ataupun KPU di tingkat provinsi.

Berdasarkan mekanisme penggantian antarwaktu anggota DPR, DPD, KPU

tersebut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 dan Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2011 menyediakan proses penggantian secara tegas.

Pertama, penggantinya guna mengisi jabatan yang kosong yang

ditinggalkan itu berasal dari calon nomor urut berikutnya pada proses

pemilihan sebelumnya. Dalam hal ini, bagi anggota DPR dan DPD

pengganti pasal dari calon yang lain, suara terbanyak berikutnya pada

partai politik peraih kursi di daerah pemilihan yang sama atau calon peraih

suara terbanyak berikutnya pada provinsi yang sama bagi anggota DPD.

Begitu pula dengan hubungan komisioner KPU, pengganti berasal dari

calon peringkat berikutnya sesuai dengan hasil fit and proper test di DPR.

Kedua, dalam hal calon yang berada pada peringkat berikutnya tidak lagi

memenuhi syarat atau berhalangan tetap, maka pengganti antarwaktu

adalah peringkat berikutnya lagi. Ketiga, pengganti antarwaktu tidak lagi

mengikuti proses pemilihan atau seleksi sejak dari tahap awal, namun

hanya didasarkan kepada proses yang dilakukan sebelumnya;

Sebagai sebuah lembaga negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006

juga memperkenalkan proses untuk kemungkinan dilakukan penggantian

antar waktu anggota BPK. Dalam hal ini Pasal 22 ayat (1) menyatakan,

sebagaimana disebut pada awal ini. Berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tersebut terkait dengan

keterpenuhan syarat anggota pengganti tidak merupakan soal yang perlu

diperdebatkan, bagaimana pun sangat masuk akal apabila pengganti yang

mengisi posisi atau jabatan lowong yang ditinggalkan, tetap harus

memenuhi syarat sebagaimana anggota BPK yang lain. Namun, apabila

dibandingkan dengan proses penggantian antarwaktu anggota DPR, DPD,

KPU Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, menganut tata cara dan

Page 129: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

34

proses penggantian antarwaktu yang berbeda. Kalau pada penggantian

antar waktu, anggota DPR, DPD, dan anggota KPU pengganti diambil

berdasarkan hasil proses yang dijalani sebelumnya, namun penggantian

antarwaktu bagi anggota BPK, dilakukan dengan proses yang berbeda,

yaitu mulai dari tahap awal, layaknya calon untuk mengisi posisi anggota

BPK baru atau bukan pengganti antar waktu. Dalam hal ini calon BPK

pengganti antar waktu dipilih dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

Setelah itu calon anggota BPK pengganti antar waktu diumumkan oleh DPR

kepada publik untuk memperoleh masukan masyarakat, berikutnya DPR

memulai proses pemilihan anggota BPK pengganti antarwaktu terhitung

sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari BPK. Dengan pola

pengisian pengganti antarwaktu yang dilakukan sama seperti proses

anggota BPK baru, penggantian antar waktu BPK dapat dinilai sama

dengan proses penggantian antar waktu pimpinan Komisi Pemberantasan

Korupsi dan Hakim Konstitusi;

Terkait dengan hal tersebut, Pasal 32 Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2002 tentang KPK menyatakan dalam hal terjadi kekosongan pimpinan

KPK, Presiden mengajukan calon anggota pengganti kepada DPR,

prosedur pengajuan calon pengganti dan pemilihan calon anggota yang

bersangkutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud pada Pasal 29 dan Pasal 30. Karena ketentuan dalam Pasal 29

dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tersebut calon

pengganti memulai proses yang sama dengan calon baru. Dalam batas-

batas tertentu potensi kerugian konstitusional yang didalilkan Pemohon

sama dengan persoalan posisi pimpinan KPK Muhammad Busyro

Muqoddas yang juga menggantikan kekosongan jabatan yang ditinggalkan

Antasari Azhar. Ketika kasus masa jabatan Busyro dinilai melalui judicial

review, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa posisi Busyro hanya

melanjutkan sisa masa jabatan lowong yang ditinggalkan Antasari adalah

inkonstitusional;

Berdasarkan Putusan Nomor 5/PUU-XI/2011, Mahkamah Konstitusi

menyatakan bahwa proses pemilihan dan seleksi pimpinan KPK pengganti

yang demikian, sesuai dengan Pasal 29 dan Pasal 30 apabila dilihat dari

asas keadilan dalam melaksanakan pemerintahan, yaitu keadilan bagi

Page 130: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

35

masyarakat maka pengangkatan anggota penggantian antar pengganti

yang menduduki masa jabatan adalah sesuatu yang dirasakan tidak adil

oleh masyarakat. Karena pertimbangan itu pula lebih jauh Mahkamah

Konstitusi menambahkan jika anggota pimpinan KPK pengganti hanya

menduduki masa jabatan sisa dari anggota pimpinan yang digantikannya,

hal itu melanggar prinsip kemanfaatan yang menjadi tujuan daripada

hukum. Jika hanya dimaksudkan untuk mengisi dan/atau menghabiskan

sisa masa waktu yang ada, Mahkamah Konstitusi selanjutnya menyatakan

sekiranya dimaknai bahwa pimpinan pengganti adalah hanya menggantikan

dan menyelesaikan masa jabatan dari sisa pimpinan yang digantikan, maka

mekanisme penggantian nanti antar waktu tersebut tidak harus melalui

proses seleksi yang panjang dan rumit dengan biaya yang besar. Seperti

dalam seleksi lima pimpinan yang diangkat secara bersamaan, pimpinan

pengganti dalam hal ada pimpinan yang berhenti pada masa jabatannya

cukup diambil dari calon pimpinan KPK yang ikut dalam seleksi sebelumnya

yang diambil urutan tertinggi berikutnya. Tidak hanya dalam kasus KPK,

dalam hal ini Busyro Muqoddas, masalah yang sama juga pernah terjadi

dengan Hakim Konstitusi dalam soal ini Pasal 25, Pasal 26 ayat (5)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 menyatakan Hakim Konstitusi yang

menggantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melanjutkan sisa

jabatan Hakim Konstitusi yang digantikannya. Dengan menggunakan

argumentasi yang nyaris sebangun dengan kasus KPK, dalam Putusan

Nomor 49/PUU-XI/2009, Mahkamah Konstitusi menyatakan norma Pasal 26

ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 menimbulkan ketidakadilan

bagi seseorang terpilih sebagai Hakim Konstitusi karena hanya melanjutkan

sisa masa jabatan Hakim Konstitusi yang digantikan;

Apabila pasal tersebut diterapkan akan bertentangan dengan Pasal 22

Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang secara tegas menyatakan

masa jabatan Hakim Konstitusi selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali

hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Merujuk pada fakta empiris

tersebut, fakta yuridis tersebut sangat jelas bahwa frasa penggantian

antarwaktu anggota BPK sebagaimana termaktub dalam Pasal 22 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 kehilangan makna yuridis untuk

terus dipertahankan. Karenanya Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang Nomor

Page 131: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

36

15 Tahun 2006 yang menyatakan anggota pengganti hanya melanjutkan

sisa masa jabatan anggota BPK yang digantikan kehilangan basis

konstitusionalnya untuk terus dipertahankan alias inkonstitusional. Paling

tidak ada tiga alasan mendasar untuk sampai pada kesimpulan tersebut,

pertama Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2006 mengandung contradicsio

interminis pada salah satu sisi Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2006 menyatakan masa jabatan anggota BPK adalah 5 tahun.

Namun di sisi lain dengan anggota pengganti yang dipersyaratkan untuk

memulai proses seleksi sebagaimana yang dilakukan untuk calon bukan

pengganti, anggota pengganti hanya melanjutkan sisa masa jabatan yang

digantikannya. Kedua, mempertahankan cara pandang dalam Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2006 jelas akan menimbulkan ketidakpastian

hukum dan akan menimbulkan ketidakadilan bagi anggota yang terpilih

melalui jalur pengganti. Tidak hanya bagi anggota bersangkutan

ketidakpastian juga akan merembes pada lembaga negara atau komisi

negara terkait. Ketiga, Mahkamah Konstitusi dalam beberapa putusan

terkait dengan proses penggantian antarwaktu yang dilakukan sama dan

sebangun dengan anggota yang bukan pengganti antarwaktu hanya posisi

melanjutkan masa jabatan tersisa adalah pengaturan yang inkonstitusional;

Selain tentang fakta yuridis tersebut, dalam teori ketatanegaraan lembaga

seperti BPK adalah lembaga yang terpisah dari eksekutif dan legislatif,

apabila proses pengisian pimpinan eksekutif tertinggi dan anggota legislatif

terikat dengan jadwal proses pengisian yang bersifat tetap, maka lembaga

seperti BPK dapat saja di desain dengan proses pengisian yang berbeda.

Seperti halnya dengan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang

independen sangat mungkin melakukan proses pengisian anggota BPK

secara berjenjang dan tidak serentak atau satu paket. Sebagaimana pernah

pula ahli kemukakan dalam keterangan ahli pada kasus Busyro Muqoddas.

Pada periode pertama anggota diangkat serentak, namun kemudian bisa di

desain sebagiannya menyelesaikan jabatan lebih awal. Di banyak negara,

pengisian lembaga-lembaga independen diusahakan tidak serentak

bergantinya dan tidak serentak pula diisi kembali demi alasan

kesinambungan. Dengan pola seperti ini, akan ada selalu kesinambungan

karena ketika ada sebagian anggota baru yang masuk, sebagian anggota

Page 132: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

37

yang lama masih bertahan atau masih ada. Dalam konteks ini, penggantian

antarwaktu yang terjadi di BPK bisa menjadi pintu masuk untuk

menggunakan pola pergantian secara tidak serentak yang dimulai secara

alamiah;

Dalam praktik ketatanegaraan kita, pola pergantian tidak serentak ini dapat

dikatakan melanjutkan pengalaman yang sudah terbangun di Mahkamah

Konstitusi. Sejauh yang kita ketahui, proses pengisian berjenjang sudah

melembaga di Mahkamah Konstitusi dan sejak perjalanan Hakim Konstitusi

generasi kedua karena pengalaman itu, sampai saat ini hakim konstitusi

tidak lagi diisi secara serentak, begitu pula dengan KPK. Pengalaman

pengisian Busyro Muqoddas akan menjadi titik awal memulai pola

pergantian berjenjang atau tidak serentak. Karena pengalaman tersebut,

kasus yang terjadi pada Pemohon dapat pula dijadikan titik awal adanya

pengisian anggota BPK yang tidak serentak. Caranya, Mahkamah

Konstitusi memutus bahwa Pemohon bukan melanjutkan sisa masa jabatan,

tetapi menjalankan 5 tahun masa jabatan sebagai anggota BPK

sebagaimana anggota BPK yang lain;

Bukankah jalan ke arah ini telah dibangun oleh MahkamahKonstitusi ketika

merumuskan masa jabatan Busyro Muqoddas dan ketika memutus masa

jabatan Hakim Konstitusi karena pergantian dalam masa jabatan atau batas

usia maksimal yang terlewati.

3. Dwi Andayani Terkait dengan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Badan

Pemeriksa Keuangan yang sedang dimohonkan pengujiannya ini, maka Ahli

langsung menyoroti dari kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan yang

mandiri atau bebas dalam struktur organisasi negara Indonesia;

Dalam Pasal 6 Undang-Undang BPK, dinyatakan bahwa BPK mempunyai

tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab Pemerintah. Pemerintah

pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, Badan

Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Umum Milik Daerah, dan

lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara yang hasilnya

kemudian diserahkan kepada DPR. Untuk menjaga objektivitas

pemeriksaannya tersebut, BPK diberi garansi independensinya dari pengaruh

kekuasaan manapun. Objektivitas pemeriksaan ini merupakan bagian penting

Page 133: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

38

dalam rangka optimalisasi pemeriksaan keuangan negara, mengingat BPK

sebagai lembaga yang mandiri tadi atau menurut teori digolongkan sebagai

staat organen. Kalau di Indonesia itu lembaga tinggi negara yang bebas dari

pengaruh lembaga negara manapun, maka ahli berpendapat atau mengutip

pendapat dari sarjana Arthur Maass dalam bukunya Area and Power: A

Theory of Local Government yang menyatakan adanya dua macam

pembagian kekuasaan dalam negara, yaitu secara vertikal dan secara

horizontal. Pembagian kekuasaan negara secara horizontal itu menghasilkan

lembaga-lembaga negara yang dinamakan capital division of power atau

CDP, yaitu staat organen dalam ranah hukum administrasi negara.

Sedangkan pembagian kekuasaan negara secara vertikal menghasilkan

lembaga-lembaga pemerintahan yang disebut areal division of power atau

ADP, biasa disebut regering organen;

Dalam capital division of power, setiap lembaga negara mempunyai

kedudukan hukum yang sederajat, tidak saling membawahkan satu sama

yang lain. Dalam jabatan CDP ini, yaitu termasuk dalam BPK dalam hal ini di

Indonesia, dapat diisi oleh pejabat nonkarir, dapat digolongkan jabatan publik

yang lazimnya pengisian jabatannya dilakukan secara pemilihan elected

bukan adopted. Jadi, ahli berpendapat bahwa Badan Pemeriksa Keuangan

sebagai lembaga yang mandiri, kapasitas dari anggotanya adalah sebagai

pejabat pembuat kebijakan, maka pengisian jabatan untuk para anggotanya

adalah harus bersifat elected official, yaitu dengan cara dipilih dan bukannya

diangkat baik untuk pengisian jabatan dari awal sepenuhnya 5 tahun maupun

jabatan sebagai PAW. Jadi tidak sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1)

Undang-Undang BPK yang sedang dimintakan pengujiannya kepada

Mahkamah Konstitusi sekarang ini, yaitu dilakukan dengan cara

pengangkatan, dalam frasa pengangkatan;

Jadi bahwa menurut ahli apabila Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang BPK

dilihat dari teori ilmu hukum, maka ahli berpandangan bahwa ada tiga hal

yang menjadikan kaidah hukum itu dapat dinyatakan berlaku, yaitu:

1. berlakunya kaidah hukum itu secara yuridis.

2. secara sosiologis.

3. berlakunya kaidah hukum itu secara filosofis.

Page 134: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

39

Dalam kaitan hal berlakunya kaidah hukum itu, yaitu dilihat secara

sosiologis yang intinya adalah efektivitas kaidah hukum di dalam kehidupan

masyarakat. Dalam hal ini dikenal 2 teori, yaitu pertama teori kekuasaan

yang pada pokoknya menyatakan bahwa kaidah hukum itu dipaksakan

berlakunya oleh penguasa, diterima atau tidak oleh warga masyarakat.

Namun dalam hal ini, pemilik kekuasaan atau pemerintah jangan hanya

memikirkan kepemilikan akan kewenangannya saja, hendaknya memikirkan

pula keabsahan dari kewenangan yang dimilikinya itu. Artinya, keadilan dan

kepastian hukum yang adil bagi masyarakat pencari keadilan. Kedua, teori

pengakuan yang menyatakan bahwa berlakunya kaidah hukum itu

didasarkan pada penerimaan atau pengakuan oleh masyarakat, kaidah

hukum itu agar sah berlaku harus memenuhi syarat formal maupun syarat

materil pembuatannya, serta keabsahan pada waktu diberlakukan kepada

masyarakat, jadi memperoleh legitimasi;

Menurut ahli mengutip juga pendapat Prof. Sudikno bahwa pembentukan

Undang-Undang dilihat dari kacamata sosiologis, maka masyarakat

membutuhkan tatanan yang teratur dan ajeg dan membutuhkan stabilitas

karena stabilitas menjamin ketertiban tatanan dalam masyarakat dan

menjamin kepastian hukum. Dalam membentuk Undang-Undang,

pembentuk Undang-Undang harus memperhatikan hal tersebut. Sebaliknya,

tidak boleh dilupakan bahwa hukum merupakan perlindungan kepentingan

manusia. Adapun kepentingan manusia itu selalu berkembang, dinamis baik

jenis maupun jumlahnya;

Dengan demikian, hukum harus dinamis pula agar dapat mengikuti

perkembangan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia yang terus

berkembang itu selalu terlindungi. Dalam usahanya untuk melindungi

kepentingan manusia dan masyarakat dalam bentuk peraturan perundang-

undangan dalam memilih kepentingan mana yang harus didahulukan, serta

sanksi yang akan diterapkan dengan mencegah adanya konflik

kepentingan, dan akhirnya dalam merumuskan dalam bentuk peraturan

hukum atau Undang-Undang yang bersifat sederhana, jelas, dan seberapa

dapat berlaku untuk kurung waktu yang lama dan jangan sampai terjadi

konflik dengan Undang-Undang yang telah ada;

Page 135: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

40

Dalam hal ini pemerintah harus meninjau ulang Undang-Undang BPK,

khususnya Pasal 22 ayat (1) yang sedang dilakukan judicial review karena

dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Bahwa Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang BPK dapat dikatakan

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Pasal 23F yang menyatakan bahwa anggota Badan

Pemeriksa Keuangan dipilih, frasa dipilih oleh DPR dengan memperhatikan

DPD dan diresmikan oleh Presiden. Jadi bahwa Undang- Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah mengatur memerintahkan

bahwa untuk menjadi anggota BPK itu harus melalui mekanisme pemilihan

dan bukan dengan cara pengangkatan (PAW) sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang BPK Pasal 22 ayat (1) tersebut;

Sebagai lembaga negara yang mandiri independen, maka pengisian jabatan

dilakukan secara pemilihan (election), bukan pengangkatan, sehingga Pasal

22 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan

bertentangan dengan Pasal 23F ayat (1), Pasal 27 ayat (1), 28D ayat (1),

28D ayat (3), 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Demikian juga kalau dilihat dari staat organen yang

ada lainnya dalam struktur organisasi negara Indonesia, yaitu cara

pengisian jabatannya juga dalam BPK itu harus diselaraskan pula dengan

cara pengisian jabatan pada lembaga negara atau staat organen lain-

lainnya.

[2.3] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Pemerintah

memberikan keterangan dalam persidangan tanggal 21 Maret 2013 dan telah

menyerahkan keterangan tertulis yang diterima di persidangan Mahakmah pada

tanggal 9 Juli 2013 pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

Pada dasarnya Pemerintah dengan memperhatikan dua Putusan Mahkamah

Konstitusi yang terkait dengan perkara yang hampir mirip, yaitu Putusan

tentang Pengujian Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan

Putusan tentang Pengujian Undang-Undang Mahkamah Konstitusi itu sendiri,

yang pada intinya bahwa putusan tersebut adalah dalam rangka untuk

memperoleh keadilan dan kesamaan kedudukan yang dilakukan oleh Pemohon

dalam hal untuk pengisian jabatan tertentu;

Page 136: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

41

Pemerintah sepenuhnya menghargai dan menghormati Putusan Mahkamah

Konstitusi tersebut, oleh karena itu pertanyaannya adalah apakah permohonan

kali ini memiliki kesamaan, memiliki kesepadanan dengan permohonan yang

disampaikan atau permohonan yang diperoleh putusan oleh Mahkamah

Konstitusi itu sendiri;

Pemerintah pada prinsipnya mendukung, menghormati Putusan Mahkamah

Konstitusi terdahulu pada intinya Pemerintah menyatakan bahwa sebetulnya

Undang-Undang tentang Badan Pemeriksa Keuangan adalah terkait dengan

masalah tatanan implementasi yang memang sepenuhnya menjadi

kewenangan pembentuk Undang-Undang, dalam hal ini Presiden bersama

DPR untuk mengaturnya, apakah terhadap anggota BPK itu penggantian

antarwaktunya, apakah mengantikan sisa masa jabatan atau sesuai dengan

jabatan yang diembannya. Oleh karena itu, sekali lagi Pemerintah memberikan

apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Pemohon atas permohonan pengujian

ini. Namun demikian, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada

Mahkamah untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya dan putusan yang

tepat apakah yang dimohonkan oleh Pemohon sama dengan permohonan-

permohonan yang terdahulu.

[2.4] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Dewan Perwakilan

Rakyat memberikan keterangan dalam persidangan pada tanggal 21 Maret 2013,

dan telah menyerahkan keterangang tertulis yang diterima oleh Kepaniteraan

Mahkamah pada tanggal 3 April 2013, pada pokoknya menerangkan sebagai

berikut:

1. Kedudukan Hukum (Legal Standing) PemohonTerhadap dalil-dalil Pemohon sebagaimana diuraikan dalam Permohonan

a quo, DPR dalam penyampaian pandangannya terlebih dahulu menguraikan

mengenai kedudukan hukum (legal standing) Pemohon.

Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh Pemohon sebagai pihak telah diatur dalam

ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi (selanjutnya disingkat UU Mahkamah Konstitusi), yang menyatakan

bahwa “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia;

Page 137: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

42

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara.”

Hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dimaksud ketentuan Pasal

51 ayat (1) tersebut, dipertegas dalam penjelasannya, bahwa “yang dimaksuddengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Ketentuan

Penjelasan Pasal 51 ayat (1) ini menegaskan, bahwa hanya hak-hak yang

secara eksplisit diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 saja

yang termasuk “hak konstitusional”.

Oleh karena itu, menurut UU Mahkamah Konstitusi, agar seseorang atau

suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon yang memiliki kedudukan hukum

(legal standing) dalam permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka terlebih dahulu harus

menjelaskan dan membuktikan:

a. kualifikasinya sebagai Pemohon dalam permohonan a quo sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

tentang Mahkamah Konstitusi;

b. hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud dalam

“Penjelasan Pasal 51 ayat (1)” dianggap telah dirugikan oleh berlakunya

Undang-Undang.

Mengenai parameter kerugian konstitusional, Mahkamah Konstitusi telah

memberikan pengertian dan batasan tentang kerugian konstitusional yang timbul

karena berlakunya suatu Undang-Undang harus memenuhi 5 (lima) syarat (vide

Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 011/PUU-V/2007) yaitu sebagai

berikut:

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan

oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon tersebut dianggap

oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji;

Page 138: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

43

c. bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang

dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat

potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;

d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan

berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka

kerugian dan/atau kewenangan konstitusional yang didalilkan tidak akan atau

tidak lagi terjadi.

Apabila kelima syarat tersebut tidak dipenuhi oleh Pemohon dalam

perkara pengujian Undang-Undang a quo, maka Pemohon tidak memiliki

kualifikasi kedudukan hukum (legal standing) sebagai pihak Pemohon.

Mengenai kedudukan hukum Pemohon, DPR berpandangan bahwa

Pemohon harus dapat membuktikan terlebih dahulu apakah benar Pemohon

sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya

dirugikan atas berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji, khususnya

dalam mengkonstruksikan adanya kerugian terhadap hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya sebagai dampak dari diberlakukannya ketentuan yang

dimohonkan untuk diuji.

Terhadap kedudukan hukum (legal standing) tersebut, DPR menyerahkan

sepenuhnya kepada Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang mulia untuk

mempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum

(legal standing) atau tidak sebagaimana yang diatur oleh Pasal 51 ayat (1)

Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan berdasarkan Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 011/PUU-V/2007

2. Pengujian atas UU BPKTerhadap permohonan pengujian Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) UU BPK,

DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut:

a. Bahwa perubahan Ketiga UUD 1945 sebagaimana diatur dalam Bab VIII A

mulai dari Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G merupakan salah satu

reformasi atas ketentuan Pasal 23 ayat (5) tentang Badan Pemeriksa

Keuangan, telah memperkokoh keberadaan dan kedudukan BPK yaitu

sebagai satu lembaga negara yang bebas dan mandiri. Kedudukan BPK

sebagai lembaga negara pemeriksa keuangan negara perlu dimantapkan

disertai dengan memperkuat peran dan kinerjanya. Kemandirian dan

Page 139: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

44

kebebasan dari ketergantungan kepada Pemerintah dalam hal

kelembagaan, pemeriksaan, dan pelaporan sangat diperlukan oleh BPK

agar dapat melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Bahwa guna menjamin peningkatan peran dan kinerja Badan Pemeriksa

Keuangan sebagai lembaga yang bebas dan mandiri serta memiliki

profesionalisme, selain pemilihan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan

dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden,

juga didukung oleh kemandirian pemeriksaan dan pelaporan.

Sejalan dengan perubahan penyelenggaraan pemerintahan negara di pusat

dan daerah, maka terjadi peningkatan pengelolaan dan tanggung jawab

tentang keuangan Negara. Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu

lembaga negara pemeriksa keuangan negara memiliki perwakilan di setiap

provinsi. Dengan meningkatnya ruang lingkup pekerjaan, maka jumlah

Anggota Badan Pemeriksa Keuangan ditetapkan menjadi 9 (sembilan)

orang.

c. Terkait dalil Pemohon bahwa Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa“pengangkatan penggantian antarwaktu” UU BPK bertentangandengan Pasal 23F UUD 1945DPR menjelaskan bahwa dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang a quo

harus dibaca secara keseluruhan yakni: “Apabila Anggota BPK

diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 19

diadakan pengangkatan penggantian antarwaktu Anggota BPK sesuai

dengan syarat-syarat dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

dan Pasal 14 dan diresmikan dengan Keputusan Presiden” sehingga

dengan demikian proses pengangkatan pengganti antarwaktu dilaksanakan

sesuai dengan tata cara pemilihan seperti disebutkan dalam Pasal 13 dan

Pasal 14 Undang-Undang a quo dan tidak bertentangan dengan Pasal 23F

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

d. Terkait dalil Pemohon bahwa Pasal 22 ayat (4) UU BPK BertentanganDengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 DPR menjleaskan sebagai berikut:

Page 140: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

45

1) Bahwa menurut Pemohon Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang a quo

tidak memiliki kepastian hukum dan mengandung ambiguitas yang

akhirnya berakibat memberi ketidakpastian masa jabatan Anggota BPK.

Norma Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang a quo mengandung unsur

diskriminatif perlakuan kesempatan yang sama dalam masa jabatan

Anggota BPK yang diangkat secara bersamaan dengan Anggota BPK

yang diangkat sebagai Anggota pengganti BPK.

2) Bahwa menurut Pemohon norma Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang

a quo menimbulkan ketidakadilan bagi seseorang yang terpilih sebagai

Anggota BPK, karena hanya melanjutkan sisa masa jabatan Anggota

BPK yang digantikannya dan apabila diterapkan akan bertentangan

dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang a quo yang menyatakan:

“Anggota BPK memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan

sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan”.

3) Bahwa terhadap pendapat Pemohon tersebut DPR berpendapat yang

dimaksud dengan konsep “penggantian antarwaktu” dalam Pasal 22

ayat (1) Undang-Undang a quo adalah penggantian yang didasarkan

adanya pemberhentian dengan hormat ataupun dengan tidak hormat

terhadap Anggota BPK sehingga masa jabatan Anggota BPK yang

terpilih untuk menggantikan sifatnya hanya untuk mengisi kevakuman

jabatan Anggota BPK yang berhenti tersebut. Penggantian antarwaktu

ini diperlukan karena hubungan kerja antara 9 (sembilan) orang

Anggota BPK bersifat kolegial (kemitraan) dan keputusan yang diambil

harus secara bersama-sama (kolektif), sehingga pemilihan Anggota

antarwaktu ini dapat memberi kepastian hukum sampai dengan masa

jabatan Anggota BPK yang baru.

4) Bahwa DPR telah mengeluarkan Keputusan Nomor 17/DPR RI/ I/2011-

2012 tanggal 11 Oktober 2011 yang memberikan persetujuan terhadap

Bahrullah Akbar sebagai Calon Pengganti Antar Waktu Anggota BPK RI

menggantikan Drs. T. Muhammad Nurlif yang telah diberhentikan

dengan hormat sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Nomor 19/P Tahun 2011, tanggal 6 April 2011. Keputusan DPR tersebut

menindaklanjuti surat Ketua BPK Nomor 42/S/I/04/2011 tanggal 19 April

2011 perihal Penggantian Antar Waktu Anggota BPK, dan Keputusan

Page 141: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

46

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nomor 57/DPD RI/IV/2010-2011

tanggal 15 Agustus 2011 tentang Pertimbangan DPD Dalam Pemilihan

Calon Anggota BPK.

5) Bahwa dalam proses pengangkatan penggantian antarwaktu, DPR telah

melaksanakan proses pemilihan sesuai dengan tata cara pemilihan

Anggota BPK sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 dan Pasal 14

Undang-Undang a quo yang kemudian diresmikan dengan Keputusan

Presiden Nomor 62/P Tahun 2011, yang menetapkan Drs. Bahrullah

Akbar, Bsc, SE, MBA sebagai Anggota Badan Pemeriksaan Keuangan.

Bahwa Pemohon telah memperoleh kesempatan dan menjalani proses

yang sama serta sesuai dengan ketentuan Pasal 13 dan Pasal 14

Undang-Undang a quo dan telah terwujud adanya kepastian hukum

(rechtszekerheid) terhadap masa jabatan Anggota Badan Pemeriksa

Keuangan.

6) Bahwa ketentuan Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang a quo dalam

implementasinya tidak menimbulkan keraguan, kerancuan, kerugian

maupun dalam posisi yang tidak dapat dilaksanakan terhadap proses

dan hasil audit BPK, serta tidak mengandung unsur diskriminatif

sebagaimana tercermin dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia yang telah memberikan definisi

mengenai diskriminasi sebagai berikut:

“”Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan

yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan

manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status

sosial, status ekomomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik. yang

berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan,

pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar

dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik,

ekonomi. hukum, sosial, budaya. dan aspek kehidupan lainnya””.

7) Bahwa mengenai masa jabatan pengganti dapat dilihat juga pada

ketentuan Pasal 217 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009

tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

yang menyatakan: ” Masa jabatan anggota DPR pengganti antarwaktu

Page 142: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

47

melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPR yang digantikannya.”

Bahwa masa jabatan Anggota pengganti BPK yang hanya melanjutkan

sisa masa jabatan anggota BPK yang digantikan, tidaklah bertentangan

dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal

28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 karena mengisi kevakuman jabatan Anggota BPK yang kosong

sehingga memberikan kepastian hukum.

Demikian keterangan DPR diampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi

Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, memutus,

dan mengadili perkara a quo dan dapat memberikan putusan sebagai berikut:

1. Menerima keterangan DPR secara keseluruhan;

2. Menyatakan Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa “pengangkatan penggantian

antarwaktu” dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang

Badan Pemeriksa Keuangan tidak bertentangan dengan Pasal 23F ayat (1),

Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 28I ayat (2)

Undang-UNDANG Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Menyatakan Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa “pengangkatan penggantian

antarwaktu” dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang

Badan Pemeriksa Keuangan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat.

[2.5] Menimbang bahwa Pemohon telah menyampaikan kesimpulan tertulis

yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 27 Maret 2013 yang pada

pokoknya tetap pada pendiriannya;

[2.6] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini,

segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara

persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan

putusan ini;

3. PERTIMBANGAN HUKUM

[3.1] Menimbang bahwa isu hukum utama permohonan Pemohon adalah

mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan,

“Apabila Anggota BPK diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau

Pasal 19 diadakan pengangkatan penggantian antarwaktu Anggota BPK sesuai

Page 143: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

48

dengan syarat-syarat dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan

Pasal 14 dan diresmikan dengan Keputusan Presiden” sepanjang frasa

“pengangkatan penggantian antarwaktu” dan Pasal 22 ayat (4) yang menyatakan,

“Anggota BPK pengganti melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK yang

digantikannya“ Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4654,

selanjutnya disebut UU BPK) terhadap Pasal 23F ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal

28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) yang

menyatakan:

Pasal 23F ayat (1):

“Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan

memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh

Presiden”

Pasal 27 ayat (1):

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan

dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”

Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3):

“(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”

“(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam

pemerintahan”

Pasal 28I ayat (2):

“Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun

dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat

diskriminatif itu”.

[3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan,

Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan

mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan a quo;

b. kedudukan hukum (legal standing) Pemohon;

Page 144: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

49

Terhadap kedua hal tersebut, Mahkamah berpendapat sebagai berikut:

Kewenangan Mahkamah

[3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10

ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor

70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226, selanjutnya

disebut UU MK), Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076),

salah satu kewenangan Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan

terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap

UUD 1945;

[3.4] Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon mengenai

pengujian materiil Undang-Undang terhadap UUD 1945 maka Mahkamah

berwenang mengadili permohonan a quo;

Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon

[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK, yang dapat

bertindak sebagai Pemohon dalam pengujian suatu Undang-Undang terhadap

UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan

pengujian, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia, termasuk kelompok orang yang

mempunyai kepentingan sama;

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang diatur dalam Undang-Undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara;

Page 145: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

50

Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD

1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:

a. kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat

(1) UU MK;

b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD

1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan

pengujian;

[3.6] Menimbang pula bahwa Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU-

III/2005, bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007, bertanggal

20 September 2007 serta putusan-putusan selanjutnya telah berpendirian bahwa

kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu:

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh

UUD 1945;

b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap

dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

c. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus bersifat

spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran

yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;

d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud

dengan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka

kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional seperti yang didalilkan tidak

akan atau tidak lagi terjadi;

[3.7] Menimbang bahwa Pemohon adalah perorangan warga negara

Indonesia yang saat ini berstatus sebagai Anggota Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK) Pengganti berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 62/P Tahun 2011

tanggal 29 Oktober 2011;

Bahwa Pemohon beranggapan telah dirugikan hak konstitusionalnya

untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum

yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dan memperoleh

kesempatan yang sama dalam pemerintahan dengan berlakunya Pasal 22 ayat (1)

Page 146: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

51

sepanjang frasa “pengangkatan penggantian antarwaktu” dan Pasal 22 ayat (4)

UU BPK. Menurut Pemohon, kedua pasal a quo telah merugikan hak-hak

konstitusional Pemohon yang dijamin oleh UUD 1945 khususnya Pasal 23F ayat (1),

Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945,

karena memuat norma hukum yang tidak jelas, bias, menimbulkan multi tafsir,

menimbulkan ketidakjelasan, perlakuan yang tidak adil, perlakuan yang berbeda di

hadapan hukum, dan perlakuan diskriminatif. Dengan berlakunya dua pasal a quo,

Pemohon sebagai perseorangan warga negara Indonesia yang memangku jabatan

Anggota BPK dirugikan hak konstitusionalnya untuk menduduki masa jabatan

Anggota BPK selama 5 (lima) tahun karena hanya melanjutkan sisa masa jabatan

Anggota BPK yang digantikannya sampai dengan tahun 2014 yaitu dua setengah

tahun;

Menurut Pemohon norma yang terkandung dalam Pasal 22 ayat (1) UU

BPK sepanjang frasa “pengangkatan penggantian antarwaktu” yang kemudian

menentukan masa jabatan anggota BPK pengganti hanya melanjutkan sisa masa

jabatan anggota BPK yang digantikannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22

ayat (4) UU BPK, telah mereduksi ketentuan masa jabatan Anggota BPK yang

menduduki masa jabatan 5 tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) UU

BPK yang menyatakan bahwa masa jabatan Anggota BPK selama 5 (lima) tahun dan

dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Berlakunya

norma Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa “pengangkatan penggantian antarwaktu”

dan ayat (4) UU BPK, telah menimbulkan pembedaan masa jabatan pada anggota

BPK. Dengan adanya ketentuan tersebut, sekarang ini terdapat 8 (delapan) orang

anggota BPK menjabat selama 5 (lima) tahun, dan 1 (satu) orang Anggota BPK

menjabat kurang dari 5 (lima) tahun yakni Pemohon. Oleh karena itu, menurut

Pemohon kedua pasal a quo telah merugikan hak konstitusional Pemohon.

[3.8] Menimbang bahwa berdasarkan dalil-dalil Pemohon tersebut, menurut

Mahkamah, Pemohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing)

sehingga Pemohon dapat mengajukan permohonan a quo;

[3.9] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili

permohonan a quo serta Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing)

Page 147: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

52

untuk mengajukan permohonan a quo maka selanjutnya Mahkamah akan

mempertimbangkan pokok permohonan;

Pokok Permohonan

[3.10] Menimbang bahwa Pemohon pada pokoknya memohon pengujian

konstitusionalitas Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa “pengangkatan penggantian

antarwaktu” dan Pasal 22 ayat (4) UU BPK terhadap UUD 1945, dengan alasan-

alasan, pada pokoknya sebagai berikut:

Pemohon adalah Anggota BPK pengganti antarwaktu yang menurut ketentuan

Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 22 ayat (4) UU BPK memiliki masa jabatan kurang

dari 3 (tiga) tahun, sedangkan masa jabatan Anggota BPK lainnya yang dipilih

berdasarkan ketentuan Pasal 13 dan Pasal 14 UU BPK menjabat selama 5

(lima) tahun. Tidak ada perbedaan yang substansial antara tata cara

pengangkatan anggota BPK penggantian antarwaktu dan tata cara pemilihan

Anggota BPK yang bukan penggantian antarwaktu, keduanya sama-sama

mengacu pada Pasal 13 dan Pasal 14 UU BPK. Hal tersebut telah

menyebabkan Pemohon mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam masa

jabatan sebagai Anggota BPK. Perlakuan yang berbeda tersebut bila dikaitkan

dengan prinsip-prinsip yang ada dalam suatu negara hukum yang demokratis

nyata-nyata jelas bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil,

prinsip persamaan dan keadilan, prinsip kemanfaatan hukum, serta prinsip

kepentingan umum;

Menurut Pemohon, norma Pasal 22 ayat (4) UU BPK menimbulkan

ketidakadilan bagi seseorang yang terpilih sebagai Anggota BPK yang

menggantikan Anggota BPK yang berhenti sebelum berakhir masa jabatannya,

karena hanya melanjutkan sisa masa jabatan anggota BPK yang digantikannya.

Apabila Pasal 22 ayat (4) tersebut diterapkan akan bertentangan dengan

ketentuan yang lain dalam UU BPK yaitu Pasal 5 ayat (1) UU BPK yang secara

tegas dan jelas menyatakan bahwa masa jabatan Anggota BPK selama 5 (lima)

tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan

berikutnya. Padahal menurut Pemohon, pengisian jabatan Anggota BPK, baik

melalui tata cara “pengangkatan penggantian antarwaktu” yang mengacu pada

Pasal 22 ayat (1) UU BPK maupun dengan tata cara “pemilihan” yang mengacu

pada Pasal 13 dan Pasal 14 UU BPK tidak mempunyai perbedaan substansial.

Page 148: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

53

Dengan demikian, selain telah terjadinya pertentangan internal (contradictio in

terminis) norma yang mengatur pemangkuan masa jabatan anggota BPK, juga

bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) serta Pasal 28D ayat (1) dan

ayat (3) serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945;

Selain itu, menurut Pemohon rumusan Pasal 22 ayat (1) UU BPK yang

menggunakan frasa “pengangkatan penggantian antarwaktu” yang menjadi

dasar pengangkatan Pemohon sebagai anggota BPK pengganti mengandung

kelemahan sistem kaidah, yaitu norma Pasal 22 ayat (1) mengandung

pertentangan dengan norma Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1) UU BPK sebagai

norma yang bersifat imperatif (keharusan) dalam menentukan komposisi

keanggotaan dan masa jabatan Anggota BPK. Penggunaan frasa

“pengangkatan penggantian antarwaktu” bertentangan dengan ketentuan Pasal

14 ayat (1) UU BPK yang menentukan: “Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan

memperhatikan pertimbangan DPD”. Penggunaan frasa “pengangkatan” dalam

Pasal 22 ayat (1) UU BPK bertentangan dengan tata cara pengisian jabatan

anggota BPK yakni dengan cara dipilih sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat

(1) UU BPK, juncto Pasal 23F ayat (1) UUD 1945. Oleh karenanya, frasa

“pengangkatan” dalam pasal a quo harus dibatalkan dan dikembalikan ke frasa

“pemilihan” sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 14 ayat (1) UU BPK

juncto Pasal 23F ayat (1) UUD 1945;

BPK sebagai lembaga negara independen yang dibentuk oleh UUD 1945 diberi

tugas dan wewenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab

tentang keuangan negara. Untuk melakukan tugas dan wewenang tersebut,

BPK dituntut bekerja secara profesional, independen, dan berkesinambungan.

Hal yang sama dinyatakan kembali dalam UU BPK yang menegaskan bahwa

BPK memiliki tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga

Negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, dan

lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara [vide Pasal 6 ayat

(1) UU BPK]. Hasil pemeriksaan BPK tersebut berdasarkan ketentuan Pasal

23E ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD

sesuai dengan kewenangannya dan ditindaklanjuti sesuai kewenangannya.

Dengan adanya anggota BPK yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan

Anggota BPK yang digantikannya tidak akan menjamin kesinambungan kinerja

Page 149: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

54

BPK dalam melakukan tugas dan wewenangnya menurut UUD 1945 serta

menimbulkan ketidakadilan bagi anggota BPK yang menggantikannya. Selain

itu, jabatan anggota BPK berbeda dengan beberapa jabatan negara yang

lainnya karena adanya faktor konsistensi dan kesinambungan, terkait baik

dengan proses maupun hasil audit yang dihasilkan. Jika dihubungkan dengan

penilaian konsistensi dari audit yang dihasilkan, maka masa jabatan 5 (lima)

tahun sebagai anggota BPK pun, sebenarnya masih dianggap kurang. Dengan

adanya anggota BPK yang melanjutkan sisa masa jabatan anggota BPK yang

digantikannya, maka masa jabatan anggota BPK menjadi kurang dari 5 (lima)

tahun. Oleh sebab itu, akan lebih proporsional dan menjamin kepastian hukum

yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum apabila masa jabatan

Anggota BPK yang menggantikan tetap 5 (lima) tahun.

Apabila permohonan Pemohon dikabulkan, maka Pemohon tidak akan menjabat

selama kurang dari 3 (tiga) tahun, melainkan menjabat sebagaimana diatur dalam

Pasal 5 ayat (1) UU BPK yakni selama 5 (lima) tahun, terhitung sejak diresmikannya

Pemohon sebagai anggota BPK tanggal 29 Oktober 2011 sampai dengan tahun

2016 dengan berpedoman pada yurisprudensi Mahkamah Konstitusi Nomor 110-

111-112-113/PUU-VII/2009 tertanggal 7 Agustus 2009 dan Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011 tertanggal 20 Juni 2011 yang memberlakukan

putusannya secara surut (retroaktif).

[3.11] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, Pemohon telah

mengajukan alat bukti surat atau tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai

dengan bukti P-8 serta saksi Achsanul Qosasi dan ahli yaitu Yusril IhzaMahendra, Saldi Isra, Dwi Andayani yang telah didengar keterangannya di

bawah sumpah dalam persidangan tanggal 21 Maret 2013, yang menerangkan

sebagai berikut:

Saksi Achsanul Qosasi Saksi yang melaksanakan langsung proses pemilihan atau pengangkatan

anggota BPK Bahrullah menggantikan Nurlif;

Pada saat itu dari 17 calon anggota terpilihlah Bahrullah Akbar. Saksi masih

beranggapan bahwa Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang a quo

masih tidak bertentangan dengan Undang-Undang;

Page 150: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

55

Saksi menjalankan hal tersebut sesuai dengan amanat yang diberikan kepada

Komisi XI dan pada waktu ada diskusi mengenai masa jabatan anggota BPK

adalah 5 tahun, sehingga saksi beranggapan hal tersebut adalah bukan domain

Komisi XI. Sampai saat ini, saksi berkeyakinan di Komisi XI bahwa Undang-

Undang BPK tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Ahli Yusril Ihza Mahendra Pasal 4 ayat (1) UU BPK menegaskan lebih lanjut ketentuan Pasal 23F ayat (1)

UUD 1945 yang mengharuskan semua pemangku jabatan anggota BPK dipilih

oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh

Presiden. Ada pun masa jabatan anggota BPK sebagaimana diatur dalam Pasal

5 ayat (1) UU BPK adalah 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk

satu kali masa jabatan;

Norma-norma tersebut menurut pendapat ahli sudah sangat jelas bersifat

imperatif dan tidak dapat ditafsirkan lain, akan tetapi yang menjadi persoalan

adalah adanya norma dalam UU BPK yang menentukan cara pengisian jabatan

anggota BPK dengan cara lain yakni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22

ayat (1) dengan menggunakan frasa pengangkatan pergantian antarwaktu.

Penggunaan frasa demikian menjadi tidak tepat karena memiliki ketidakjelasan

rumusan yang pada akhirnya berimplikasi kepada ketidakjelasan tujuan dan

adanya ketidakpastian hukum, sehingga norma tersebut bila dikaitkan dengan

norma yang mengatur tentang mekanisme pengisian jabatan anggota BPK

dalam UU BPK itu sendiri mengalami adanya konflik atau pertentangan norma

sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU BPK;

Penggunaan frasa pengangkatan penggantian antar waktu juga bertentangan

dengan Pasal 23F ayat (1) UUD 1945. Menurut pendapat ahli sebenarnya

ketentuan a quo dimaksudkan untuk mengisi dalam hal terjadinya kekosongan

atau kekurangan dari komposisi keanggotaan BPK yang berjumlah 9 orang.

Oleh karena itu menurut pendapat ahli, norma tersebut memang harus ada,

tetapi dengan tidak mencantumkan frasa pengangkatan penggantian antarwaktu

dan norma Pasal 22 ayat (1) UU BPK seharusnya berbunyi, “Apabila anggota

BPK diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19

diadakan pergantian anggota BPK sesuai dengan syarat-syarat dan tata cara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dan diresmikan dengan

Page 151: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

56

keputusan presiden.” Tanpa adanya kata-kata istilah penggantian atau

pengangkatan antarwaktu;

Norma Pasal 22 ayat (1) UU BPK selanjutnya melahirkan norma turunan yakni

ayat (4) pada pasal a quo yang menentukan bahwa masa jabatan anggota BPK

pengganti hanya melanjutkan sisa masa jabatan anggota BPK yang

digantikannya. Pembedaan masa jabatan anggota BPK senyata-nyatanya

menurut pendapat ahli bertentangan dengan UUD 1945 khususnya Pasal 28D

ayat (1) yang menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan,

jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang

sama di hadapan hukum. Padahal syarat dan tata cara pengisian jabatan

anggota BPK berlaku secara imperatif sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan

Pasal 14 Undang-Undang BPK, akan tetapi norma ayat (4) dalam pasal UU

BPK mengecualikan lain terhadap masa jabatan anggota BPK pengganti

dengan memegang masa jabatan di bawah 5 tahun karena mendasarkannya

pada ketentuan Pasal 22 ayat (1) UU BPK;

Kalau konsep penggantian antarwaktu sebagaimana dipraktikan dalam

pengisian jabatan lowong pada lembaga negara yang dipilih secara langsung

oleh rakyat melalui pemilihan umum kemudian diadopsi dalam pengisian

jabatan kosong atau lowong pada keanggotaan BPK nampaknya tidak tepat.

Hal itu dikarenakan UUD 1945 telah menentukan dengan jelas bahwa pemilihan

umum dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dengan masa jabatan yang berakhir

serempak. Di sisi lain, pemangkuan jabatan keanggotaan BPK merupakan

jabatan profesional dan sangat berbeda dengan jabatan politik, seperti jabatan

lembaga DPR, DPD, dan Presiden;

Sebagai jabatan profesional, diperlukan adanya jaminan konsistensi dan

kesinambungan pelaksanaan tugas dan kewenangan BPK sebagai auditor

keuangan negara. Praktik pemilihan kesembilan Anggota BPK yang ada

sekarang ini, dengan mendasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2006, tidak dilakukan secara serentak dan memegang masa jabatan

selama 5 tahun, kecuali Pemohon yang memegang masa jabatan kurang dari 5

tahun karena dipilih berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1), melalui

pengangkatan penggantian antarwaktu;

Dengan diberlakukannya norma Pasal 22 ayat (1), adanya frasa pengangkatan

penggantian antarwaktu, dan ayat (4) UU BPK, secara nyata selain

Page 152: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

57

bertentangan dengan UUD Tahun 1945, juga melanggar asas-asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Tetapi secara spesifik

dan aktual, telah merugikan hak konstitusional Pemohon yang telah ditetapkan

sebagai Anggota BPK pengganti antarwaktu dengan masa jabatan kurang dari 5

tahun;

Menurut pendapat ahli, perlu juga Mahkamah Konstitusi menetapkan masa

jabatan Pemohon sebagai Anggota BPK selama 5 tahun, terhitung sejak tanggal

Pemohon dilantik sebagai Anggota BPK. Hal itu didasarkan pada yurisprudensi

tetap Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 5/PUU-IX/2011 yang telah

mengukuhkan masa jabatan Busyro Muqoddas sebagai Pimpinan KPK dengan

masa jabatan pimpinan KPK lainnya yakni selama 4 tahun, walaupun Busyro

Muqoddas dipilih oleh DPR tidak bersamaan dengan pimpinan KPK lainnya.

Ahli Saldi Isra Pemohon merupakan anggota yang terpilih karena salah seorang anggota BPK

sebelumnya berhalangan tetap, sehingga tidak dapat menghabiskan masa

jabatan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006,

karena alasan itu, Tengku Muhammad Nurlif telah pula diberhentikan dengan

hormat. Sebagaimana diuraikan lebih lanjut dalam permohonan, sebelum

terpilih di DPR sebagai Anggota BPK yang menggantikan TM. Nurlif, mengikuti

beberapa proses seleksi. Ketika proses sebelumnya terpilih menjadi anggota

pengganti, sesuai dengan ketentuan yang ada, Pemohon berhasil meraih

dukungan suara pada nomor urutan 8 dari 7 calon yang dibutuhkan. Namun,

sampai TM. Nurlif berhalangan tetap, Pemohon tidak serta-merta menggantikan

yang bersangkutan sebagai Anggota BPK karena adanya ketentuan Pasal 22

ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 yang mengharuskan adanya

pemenuhan syarat-syarat yang diperlukan, dan proses pun diulang dari tahap

awal sebagaimana yang diikuti Pemohon dalam proses sebelumnya. Karena

adanya ketentuan itu, guna mengisi kekosongan kursi Anggota BPK yang

ditinggalkan oleh TM. Nurlif, Pemohon harus bersaing dari awal dengan 16

calon yang lainnya karena proses keterpilihan Pemohon persis sama dengan 8

anggota yang lain, ketentuan Pasal 22 ayat (1) sepanjang frasa pengangkatan

penggantian antarwaktu dan Pasal 22 ayat (4) Undang- Undang Nomor 15

Tahun 2006 dirasakan amat merugikan hak konstitusional Pemohon yang hanya

melanjutkan sisa masa jabatan, yaitu sekitar 2,5 tahun dari yang ditinggalkan

Page 153: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

58

Tengku Nurlif. Sementara itu, 8 anggota BPK yang lain, yang juga dipilih dengan

proses yang sama memiliki masa jabatan 5 tahun;

Dalam beberapa Undang-Undang tentang lembaga atau komisi negara memang

dikenal cara atau mekanisme untuk mengisi kekosongan sisa masa jabatan

yang ditinggalkan oleh anggota lembaga negara atau komisioner komisi negara

yang dikenal dengan mekanisme penggantian antarwaktu, misalnya dalam

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD,

secara eksplisit mengatur masalah penggantian antarwaktu, sama dengan

banyak lembaga negara atau komisi negara yang lain, pada umumnya

penggantian antarwaktu terjadi karena salah seorang atau beberapa orang

anggota lembaga negara atau komisi negara tersebut berhenti dan tidak dapat

melanjutkan sisa masa jabatan;

Sebagai sebuah lembaga negara Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 juga

memperkenalkan proses untuk kemungkinan dilakukan penggantian antar waktu

anggota BPK. Dalam hal ini Pasal 22 ayat (1) menyatakan, sebagaimana

disebut pada awal ini. Berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2006 tersebut terkait dengan keterpenuhan syarat

anggota pengganti tidak merupakan soal yang perlu diperdebatkan, bagaimana

pun sangat masuk akal apabila pengganti yang mengisi posisi atau jabatan

lowong yang ditinggalkan, tetap harus memenuhi syarat sebagaimana anggota

BPK yang lain. Namun, apabila dibandingkan dengan proses penggantian

antarwaktu anggota DPR, DPD, KPU Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006,

menganut tata cara dan proses penggantian antarwaktu yang berbeda. Kalau

pada penggantian antar waktu, anggota DPR, DPD, dan anggota KPU

pengganti diambil berdasarkan hasil proses yang dijalani sebelumnya, namun

penggantian antarwaktu bagi anggota BPK, dilakukan dengan proses yang

berbeda, yaitu mulai dari tahap awal, layaknya calon untuk mengisi posisi

anggota BPK baru atau bukan pengganti antarwaktu. Dalam hal ini calon BPK

pengganti antar waktu dipilih dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

Setelah itu calon anggota BPK pengganti antarwaktu diumumkan oleh DPR

kepada publik untuk memperoleh masukkan masyarakat, berikutnya DPR

memulai proses pemilihan anggota BPK pengganti antarwaktu terhitung sejak

tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari BPK. Dengan pola pengisian

pengganti antarwaktu yang dilakukan sama seperti proses anggota BPK baru,

Page 154: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

59

penggantian antarwaktu BPK dapat dinilai sama dengan proses penggantian

antarwaktu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Hakim Konstitusi;

Terkait dengan hal ini Pasal 32 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang

KPK menyatakan dalam hal terjadi kekosongan pimpinan KPK, presiden

mengajukan calon anggota pengganti kepada DPR, prosedur pengajuan calon

pengganti dan pemilihan calon anggota yang bersangkutan dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30.

Karena ketentuan dalam Pasal 29 dan Pasal 30 Undang- Undang Nomor 30

Tahun 2002 tersebut calon pengganti memulai proses yang sama dengan calon

baru. Dalam batas-batas tertentu potensi kerugian konstitusional yang

didalilkan Pemohon sama dengan persoalan posisi pimpinan KPK Muhammad

Busyro Muqoddas yang juga menggantikan kekosongan jabatan yang

ditinggalkan Antasari Azhar. Ketika kasus masa jabatan Busyro dinilai melalui

judicial review, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa posisi Busyro hanya

melanjutkan sisa masa jabatan lowong yang ditinggalkan Antasari Azhar adalah

inkonstitusional.

Berdasarkan Putusan Nomor 5/PUU-XI/2011, Mahkamah Konstitusi

menyatakan bahwa proses pemilihan dan seleksi pimpinan KPK pengganti yang

demikian, sesuai dengan Pasal 29 dan Pasal 30 apabila dilihat dari asas

keadilan dalam melaksanakan pemerintahan, yaitu keadilan bagi masyarakat

maka pengangkatan anggota pengganti antarwaktu yang menduduki masa

jabatan adalah sesuatu yang dirasakan tidak adil oleh masyarakat. Karena

pertimbangan itu pula lebih jauh Mahkamah Konstitusi menambahkan jika

anggota pimpinan KPK pengganti hanya menduduki masa jabatan sisa dari

anggota pimpinan yang digantikannya, hal itu melanggar prinsip kemanfaatan

yang menjadi tujuan daripada hukum. Jika hanya dimaksudkan untuk mengisi

dan/atau menghabiskan sisa masa waktu yang ada, Mahkamah Konstitusi

selanjutnya menyatakan sekiranya dimaknai bahwa pimpinan pengganti adalah

hanya menggantikan dan menyelesaikan masa jabatan dari sisa pimpinan yang

digantikan,maka mekanisme penggantian nanti antarwaktu tersebut tidak harus

melalui proses seleksi yang panjang dan rumit dengan biaya yang besar.

Seperti dalam seleksi lima pimpinan yang diangkat secara bersamaan, pimpinan

pengganti dalam hal ada pimpinan yang berhenti pada masa jabatannya cukup

diambil dari calon pimpinan KPK yang ikut dalam seleksi sebelumnya yang

Page 155: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

60

diambil urutan tertinggi berikutnya. Tidak hanya dalam kasus KPK, dalam hal ini

Busyro Muqoddas, masalah yang sama juga pernah terjadi dengan Hakim

Konstitusi dalam soal ini Pasal 25, Pasal 26 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2011 menyatakan Hakim Konstitusi yang menggantikan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) melanjutkan sisa jabatan Hakim Konstitusi yang

digantikannya. Dengan menggunakan argumentasi yang nyaris sebangun

dengan kasus KPK, dalam Putusan Nomor 49/PUU-XI/2009, Mahkamah

Konstitusi menyatakan norma Pasal 26 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2011 menimbulkan ketidakadilan bagi seseorang terpilih sebagai Hakim

Konstitusi karena hanya melanjutkan sisa masa jabatan Hakim Konstitusi yang

digantikan;

Apabila pasal tersebut diterapkan akan bertentangan dengan Pasal 22 Undang-

Undang Mahkamah Konstitusi yang secara tegas menyatakan masa jabatan

Hakim Konstitusi selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali

masa jabatan berikutnya. Merujuk pada fakta empiris tersebut, fakta yuridis

tersebut sangat jelas bahwa frasa penggantian antarwaktu anggota BPK

sebagaimana termaktub dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2006 kehilangan makna yuridis untuk terus dipertahankan. Karenanya

Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 yang menyatakan

anggota pengganti hanya melanjutkan sisa masa jabatan anggota BPK yang

digantikan kehilangan basis konstitusionalnya untuk terus dipertahankan alias

inkonstitusional. Paling tidak ada tiga alasan mendasar untuk sampai pada

kesimpulan tersebut, pertama Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2006

mengandung kontradiksio interminis pada salah satu sisi Pasal 5 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 menyatakan masa jabatan anggota

BPK adalah 5 tahun. Namun di sisi lain dengan anggota pengganti yang

dipersyaratkan untuk memulai proses seleksi sebagaimana yang dilakukan

untuk calon bukan pengganti, anggota pengganti hanya melanjutkan sisa masa

jabatan yang digantikannya. Kedua, mempertahankan cara pandang dalam

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 jelas akan menimbulkan ketidakpastian

hukum dan akan menimbulkan ketidakadilan bagi anggota yang terpilih melalui

jalur pengganti. Tidak hanya bagi anggota bersangkutan ketidakpastian juga

akan merembet pada lembaga negara atau komisi negara terkait. Ketiga,

Mahkamah Konstitusi dalam beberapa putusan terkait dengan proses

Page 156: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

61

penggantian antarwaktu yang dilakukan sama dan sebangun dengan anggota

yang bukan pengganti antarwaktu hanya posisi melanjutkan masa jabatan

tersisa adalah pengaturan yang inkonstitusional;

Selain tentang fakta yuridis tersebut, dalam teori ketatanegaraan lembaga

seperti BPK adalah lembaga yang terpisah dari eksekutif dan legislatif, apabila

proses pengisian pimpinan eksekutif tertinggi dan anggota legislatif terikat

dengan jadwal proses pengisian yang bersifat tetap, maka lembaga seperti BPK

dapat saja di desain dengan proses pengisian yang berbeda. Seperti halnya

dengan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang independen sangat

mungkin melakukan proses pengisian anggota BPK secara berjenjang dan tidak

serentak atau satu paket. Sebagaimana pernah pula ahli kemukakan dalam

keterangan ahli pada kasus Busyro Muqoddas. Pada periode pertama anggota

diangkat serentak, namun kemudian dapat di desain sebagiannya

menyelesaikan jabatan lebih awal. Di banyak negara, pengisian lembaga-

lembaga independen diusahakan tidak serentak bergantinya dan tidak serentak

pula diisi kembali demi alasan kesinambungan. Dengan pola seperti ini, akan

ada selalu kesinambungan karena ketika ada sebagian anggota baru yang

masuk, sebagian anggota yang lama masih bertahan atau masih ada. Dalam

konteks ini, penggantian antarwaktu yang terjadi di BPK bisa menjadi pintu

masuk untuk menggunakan pola pergantian secara tidak serentak yang dimulai

secara alamiah;

Dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia, pola pergantian tidak serentak ini

dapat dikatakan melanjutkan pengalaman yang sudah terbangun di Mahkamah

Konstitusi. Sejauh yang kita ketahui, proses pengisian berjenjang sudah

melembaga di Mahkamah Konstitusi dan sejak perjalanan hakim konstitusi

generasi kedua karena pengalaman itu, sampai saat ini hakim konstitusi tidak

lagi diisi secara serentak, begitu pula dengan KPK. Pengalaman pengisian

Busyro Muqoddas akan menjadi titik awal memulai pola pergantian berjenjang

atau tidak serentak. Karena pengalaman tersebut, kasus yang terjadi pada

Pemohon dapat pula dijadikan titik awal adanya pengisian anggota BPK yang

tidak serentak. Caranya, Mahkamah Konstitusi memutus bahwa Pemohon

bukan melanjutkan sisa masa jabatan, tetapi menjalankan 5 tahun masa jabatan

sebagai anggota BPK sebagaimana anggota BPK yang lain;

Page 157: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

62

Bukankah jalan ke arah ini telah dibangun oleh Mahkamah Konstitusi ketika

merumuskan masa jabatan Busyro Muqoddas dan ketika memutus masa

jabatan Hakim Konstitusi karena pergantian dalam masa jabatan atau batas

usia maksimal yang terlewati.

Ahli Dwi Andayani Dalam Pasal 6 UU BPK, dinyatakan bahwa BPK mempunyai tugas memeriksa

pengelolaan dan tanggung jawab Pemerintah. Pemerintah pusat, pemerintah

daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara,

Badan Layanan Umum, Badan Umum Milik Daerah, dan lembaga atau badan

lain yang mengelola keuangan negara yang hasilnya kemudian diserahkan

kepada DPR. Untuk menjaga objektivitas pemeriksaannya tersebut, BPK diberi

garansi independensinya dari pengaruh kekuasaan manapun. Objektivitas

pemeriksaan ini merupakan bagian penting dalam rangka optimalisasi

pemeriksaan keuangan negara, mengingat BPK sebagai lembaga yang mandiri

tadi atau menurut teori digolongkan sebagai staat organen. Kalau di Indonesia

itu lembaga tinggi negara yang bebas dari pengaruh lembaga negara manapun,

maka ahli berpendapat atau mengutip pendapat dari sarjana Arthur Maass

dalam bukunya Area and Power: A Theory of Local Government yang

menyatakan adanya dua macam pembagian kekuasaan dalam negara, yaitu

secara vertikal dan secara horizontal. Pembagian kekuasaan negara secara

horizontal itu menghasilkan lembaga-lembaga negara yang dinamakan capital

division of power atau CDP, yaitu staat organen dalam ranah hukum

administrasi negara. Sedangkan pembagian kekuasaan negara secara vertikal

menghasilkan lembaga-lembaga pemerintahan yang disebut areal division of

power atau ADP, biasa disebut regering organen;

Dalam capital division of power, setiap lembaga negara mempunyai kedudukan

hukum yang sederajat, tidak saling membawahkan satu sama yang lain. Dalam

jabatan CDP ini, yaitu termasuk dalam BPK dalam hal ini di Indonesia, dapat

diisi oleh pejabat nonkarir, dapat digolongkan jabatan publik yang lazimnya

pengisian jabatannya dilakukan secara pemilihan elected bukan adopted. Jadi,

ahli berpendapat bahwa Badan Pemeriksa Keuangan sebagai lembaga yang

mandiri, kapasitas dari anggotanya adalah sebagai pejabat pembuat kebijakan,

maka pengisian jabatan untuk para anggotanya adalah harus bersifat elected

official, yaitu dengan cara dipilih dan bukannya diangkat baik untuk pengisian

Page 158: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

63

jabatan dari awal sepenuhnya 5 tahun maupun jabatan sebagai PAW. Jadi tidak

sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UU BPK yang sedang dimintakan

pengujiannya kepada Mahkamah Konstitusi sekarang ini, yaitu dilakukan

dengan cara pengangkatan, dalam frasa pengangkatan.

Jadi bahwa menurut ahli apabila Pasal 22 ayat (1) UU BPK dilihat dari teori ilmu

hukum, maka ahli berpandangan bahwa ada tiga hal yang menjadikan kaidah

hukum itu dapat dinyatakan berlaku, yaitu:

1. Berlakunya kaidah hukum itu secara yuridis.

2. Secara sosiologis.

3. Berlakunya kaidah hukum itu secara filosofis.

Dalam kaitan hal berlakunya kaidah hukum itu, yaitu dilihat secara sosiologis

yang intinya adalah efektivitas kaidah hukum di dalam kehidupan masyarakat.

Dalam hal ini dikenal 2 teori, yaitu pertama teori kekuasaan yang pada

pokoknya menyatakan bahwa kaidah hukum itu dipaksakan berlakunya oleh

penguasa, diterima atau tidak oleh warga masyarakat. Namun dalam hal ini,

pemilik kekuasaan atau pemerintah jangan hanya memikirkan kepemilikan akan

kewenangannya saja, hendaknya memikirkan pula keabsahan dari kewenangan

yang dimilikinya itu. Artinya, keadilan dan kepastian hukum yang adil bagi

masyarakat pencari keadilan. Kedua, teori pengakuan yang menyatakan bahwa

berlakunya kaidah hukum itu didasarkan pada penerimaan atau pengakuan oleh

masyarakat, kaidah hukum itu agar sah berlaku harus memenuhi syarat formal

maupun syarat materil pembuatannya, serta keabsahan pada waktu

diberlakukan kepada masyarakat, jadi memperoleh legitimasi;

Menurut ahli mengutip juga pendapat Prof. Sudikno bahwa pembentukan

Undang-Undang dilihat dari kacamata sosiologis, maka masyarakat

membutuhkan tatanan yang teratur dan ajeg dan membutuhkan stabilitas

karena stabilitas menjamin ketertiban tatanan dalam masyarakat dan menjamin

kepastian hukum. Dalam membentuk undang-undang, pembentuk Undang-

Undang harus memperhatikan hal ini. Sebaliknya, tidak boleh dilupakan bahwa

hukum merupakan perlindungan kepentingan manusia. Adapun kepentingan

manusia itu selalu berkembang, dinamis baik jenis maupun jumlahnya;

Dengan demikian hukum harus dinamis pula agar dapat mengikuti

perkembangan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia yang terus

berkembang itu selalu terlindungi. Dalam usahanya untuk melindungi

Page 159: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

64

kepentingan manusia dan masyarakat dalam bentuk peraturan perundang-

undangan dalam memilih kepentingan mana yang harus didahulukan, serta

sanksi yang akan diterapkan dengan mencegah adanya konflik kepentingan,

dan akhirnya dalam merumuskan dalam bentuk peraturan hukum atau Undang-

Undang yang bersifat sederhana, jelas, dan seberapa dapat berlaku untuk

kurung waktu yang lama dan jangan sampai terjadi konflik dengan Undang-

Undang yang telah ada;

Dalam hal ini pemerintah harus meninjau ulang UU BPK, khususnya Pasal 22

ayat (1) yang sedang dilakukan judicial review karena dianggap bertentangan

dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945;

Bahwa Pasal 22 ayat (1) UU BPK dapat dikatakan bertentangan dengan UUD

1945. Pasal 23F yang menyatakan bahwa anggota Badan Pemeriksa Keuangan

dipilih, frasa dipilih oleh DPR dengan memperhatikan DPD dan diresmikan oleh

presiden. Jadi bahwa UUD 1945 sudah mengatur memerintahkan bahwa untuk

menjadi anggota BPK itu harus melalui mekanisme pemilihan dan bukan

dengan cara pengangkatan (PAW) sebagaimana diatur dalam UU BPK Pasal 22

ayat (1) tersebut;

Sebagai lembaga negara yang mandiri independen, maka pengisian jabatan

dilakukan secara pemilihan (election), bukan pengangkatan, sehingga Pasal 22

ayat (1) dan ayat (4) UU BPK bertentangan dengan Pasal 23F ayat (1), Pasal

27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), Pasal 28I ayat (2) UUD

1945. Demikian juga kalau dilihat dari staat organen yang ada lainnya dalam

struktur organisasi negara Indonesia, yaitu cara pengisian jabatannya juga

dalam BPK itu harus diselaraskan pula dengan cara pengisian jabatan pada

lembaga negara atau staat organen lain-lainnya.

[3.12] Menimbang terhadap permohonan Pemohon, Pemerintah telah

memberikan keterangan lisan pada tanggal 21 Maret 2013 dan keterangan tertulis

yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 9 Juli 2013, yang

selengkapnya termuat dalam bagian Duduk Perkara, yang pada pokoknya

menerangkan sebagai berikut:

Pada dasarnya Pemerintah dengan memperhatikan dua Putusan Mahkamah

Konstitusi yang terkait dengan perkara yang hampir mirip, yaitu Putusan tentang

Pengujian Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Putusan

tentang Pengujian Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, yang pada intinya

Page 160: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

65

adalah dalam rangka untuk memperoleh keadilan dan kesamaan kedudukan hal

untuk pengisian jabatan tertentu. Pemerintah sepenuhnya menghargai dan

menghormati Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, oleh karena itu

pertanyaannya adalah apakah permohonan kali ini memiliki kesamaan, memiliki

kesepadanan dengan permohonan yang disampaikan atau permohonan yang

diperoleh putusan oleh Mahkamah Konstitusi itu sendiri;

Pemerintah pada prinsipnya mendukung dan menghormati Putusan Mahkamah

Konstitusi terdahulu. Pemerintah menyatakan bahwa sebetulnya Undang-

Undang tentang Badan Pemeriksa Keuangan adalah terkait dengan masalah

tatanan implementasi yang memang sepenuhnya menjadi kewenangan

pembentuk Undang-Undang, dalam hal ini Presiden bersama DPR untuk

mengaturnya, apakah terhadap anggota BPK itu penggantian antarwaktunya,

apakah mengantikan sisa masa jabatan atau sesuai dengan jabatan yang

diembannya. Oleh karena itu, sekali lagi Pemerintah memberikan apresiasi yang

setinggi-tingginya kepada Pemohon atas permohonan pengujian ini. Namun

demikian semuanya, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah

Konstitusi untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya dan putusan yang

tepat apakah yang dimohonkan oleh Pemohon sama dengan permohonan-

permohonan yang terdahulu.

[3.13] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Dewan Perwakilan

Rakyat menyampaikan keterangan lisan dalam persidangan pada tanggal 21

Maret 2013, yang pada pokoknya sebagai berikut:

Konsep “penggantian antarwaktu” dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang

a quo adalah penggantian yang didasarkan adanya pemberhentian dengan

hormat ataupun dengan tidak hormat terhadap Anggota BPK sehingga masa

jabatan Anggota BPK yang terpilih untuk menggantikan sifatnya hanya untuk

mengisi kevakuman jabatan Anggota BPK yang berhenti tersebut. Penggantian

antarwaktu ini diperlukan karena hubungan kerja antara 9 (sembilan) orang

Anggota BPK bersifat kolegial (kemitraan) dan keputusan yang diambil harus

secara bersama-sama (kolektif), sehingga pemilihan Anggota antarwaktu ini

dapat memberi kepastian hukum sampai dengan masa jabatan Anggota BPK

yang baru;

DPR telah mengeluarkan Keputusan Nomor 17/DPR RI/I/2011-2012 tanggal 11

Oktober 2011 yang memberikan persetujuan terhadap Bahrullah Akbar sebagai

Page 161: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

66

Calon Pengganti Antar Waktu Anggota BPK RI menggantikan Drs. T.

Muhammad Nurlif yang telah diberhentikan dengan hormat sebagaimana

ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 19/P Tahun 2011, tanggal 6

April 2011. Keputusan DPR tersebut menindaklanjuti surat Ketua BPK RI

Nomor 42/S/I/04/2011 tanggal 19 April 2011 perihal Penggantian Antar Waktu

Anggota BPK, dan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nomor 57/DPD

RI/IV/2010-2011 tanggal 15 Agustus 2011 tentang Pertimbangan DPD RI

Dalam Pemilihan Calon Anggota BPK RI;

Bahwa dalam proses pengangkatan penggantian antarwaktu, DPR telah

melaksanakan proses pemilihan sesuai dengan tata cara pemilihan Anggota

BPK sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 dan Pasal 14 UU a quo yang

kemudian diresmikan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor

62/P Tahun 2011, yang menetapkan Drs. Bahrullah Akbar, Bsc, SE, MBA

sebagai Anggota Badan Pemeriksaan Keuangan. Bahwa Pemohon telah

memperoleh kesempatan dan menjalani proses yang sama serta sesuai dengan

ketentuan Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang a quo dan telah terwujud

adanya kepastian hukum (rechtszekerheid) terhadap masa jabatan Anggota

Badan Pemeriksa Keuangan;

Bahwa ketentuan Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang a quo dalam

implementasinya tidak menimbulkan keraguan, kerancuan, kerugian maupun

dalam posisi yang tidak dapat dilaksanakan terhadap proses dan hasil audit

BPK, serta tidak mengandung unsur diskriminatif sebagaimana tercermin dalam

Pasal 1 angka 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang

telah memberikan definisi mengenai diskriminasi sebagai berikut : “”Diskriminasi

adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun

tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku,

ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekomomi, jenis kelamin,

bahasa, keyakinan politik. yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau

penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia

dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam

bidang politik, ekonomi. hukum, sosial, budaya. dan aspek kehidupan lainnya””.

Bahwa mengenai masa jabatan pengganti dapat dilihat juga pada ketentuan

Pasal 217 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Page 162: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

67

Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyatakan: ” Masa

jabatan anggota DPR pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan

anggota DPR yang digantikannya.” Bahwa masa jabatan Anggota pengganti

BPK yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan anggota BPK yang digantikan,

tidaklah bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat

(3), serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 karena mengisi kevakuman jabatan

Anggota BPK yang kosong sehingga memberikan kepastian hukum.

Pendapat Mahkamah

[3.14] Menimbang bahwa isu konstitusional dalam permohonan a quo adalah

1. Apakah frasa “pengangkatan penggantian antarwaktu” dalam Pasal 22 ayat (1)

UU BPK bertentangan dengan UUD 1945?

2. Apakah masa jabatan anggota Badan Pemeriksa Keuangan pengganti dalam

Pasal 22 ayat (4) UU BPK yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan Anggota

BPK yang digantikannya bertentangan dengan UUD 1945?

[3.15] Menimbang bahwa dari kedua isu tersebut, isu utama pengujian

konstitusionalitas dalam permohonan ini adalah mengenai masa jabatan anggota

BPK pengganti yang hanya melanjutkan masa jabatan anggota BPK yang

digantikannya yang didalilkan oleh Pemohon bertentangan dengan UUD 1945.

Menurut Mahkamah, isu pengujian konstitusionalitas yang dimohonkan Pemohon

memiliki kesamaan substansi dengan pengujian konstitusionalitas masa jabatan

anggota Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pengganti yang telah

diputus oleh Mahkamah dalam Putusan Nomor 5/PUU-IX/2011, bertanggal 20 Juni

2011 dan masa jabatan Hakim Konstitusi pengganti yang telah diputus Mahkamah

dalam Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011, bertanggal 18 Oktober 2011. Kedua

Putusan tersebut menegaskan, norma Undang-Undang yang menentukan bahwa

masa jabatan Hakim Konstitusi pengganti yang hanya melanjutkan sisa masa

jabatan Hakim Konstitusi yang digantikannya maupun masa jabatan anggota

Pimpinan KPK pengganti yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan anggota

Pimpinan KPK yang digantikannya adalah norma yang bertentangan dengan

konstitusi. Oleh karena adanya kesamaan substansi tersebut, sebelum

mempertimbangkan dan menilai dalil-dalil permohonan Pemohon, Mahkamah

Page 163: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

68

terlebih dahulu merujuk dan mengutip kembali beberapa pertimbangan dalam

kedua putusan tersebut, sebagai berikut:

1. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011, bertanggal 20

Juni 2011 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4250), Mahkamah menegaskan bahwa masa jabatan anggota

pimpinan KPK pengganti, yang hanya melanjutkan masa jabatan anggota

pimpinan yang digantikannya bertentangan dengan prinsip keadilan dan prinsip

kemanfaatan yang dijamin oleh konstitusi. Dalam putusan tersebut Mahkamah,

antara lain, mempertimbangkan:

“Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (2) UU KPK, mekanisme

pemilihan anggota pengganti Pimpinan KPK yang berhenti dalam masa jabatan

dilakukan sama dengan mekanisme pemilihan dan pengangkatan anggota

pimpinan yang diangkat secara bersamaan pada awal periode. Proses seleksi ini

memakan waktu yang lama dan biaya yang cukup tinggi karena paling tidak

melibatkan pembentukan panitia seleksi, proses pendaftaran yang dilakukan

secara terbuka dan transparan dengan melibatkan proses publikasi di media, dan

setelah ditetapkan nama calon-calon tesebut, proses seleksi dilanjutkan pada

pengumuman kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan yang seterusnya

diserahkan di DPR untuk dilakukan seleksi kembali oleh DPR melalui mekanisme

fit and proper test. Proses seleksi yang ketat dan panjang tersebut dipandang

perlu, mengingat begitu pentingnya jabatan Pimpinan KPK, terutama apabila

dikaitkan dengan urgensi agenda pemberantasan korupsi di Indonesia”;

“Menimbang bahwa proses pemilihan dan seleksi Pimpinan KPK pengganti

yang demikian apabila dilihat dari asas keadilan dalam pelaksanaan

pemerintahan yaitu keadilan bagi masyarakat maka pengangkatan anggota

pengganti yang menduduki masa jabatan sisa hanya satu tahun adalah sesuatu

yang dirasakan tidak adil bagi masyarakat, karena negara harus mengeluarkan

biaya yang sangat besar serta para penyelenggara negara yang melakukan

proses seleksi menghabiskan waktu yang cukup panjang hanya untuk memilih

seorang anggota pengganti yang menduduki sisa masa jabatan satu tahun.

Menurut Mahkamah, keadilan masyarakat adalah sumber nilai konstitusi

tertinggi yang harus menjadi dasar penilaian Mahkamah, karena keadilan

Page 164: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

69

konstitusi tidak lain dari keadilan bagi constituent yaitu keadilan bagi rakyat yang

membentuk dan menyepakati konstitusi. Keadilan masyarakat ini menjadi

sangat penting dalam menegakkan prinsip-prinsip konstitusi untuk menghindari

penyelenggaraan negara yang bersifat elitis dan melanggar prinsip-prinsip

demokrasi yang dianut oleh UUD 1945 khususnya demokrasi partisipatoris.

Menurut Mahkamah, penafsiran demikian juga, menimbulkan ketidakadilan bagi

seseorang yang terpilih sebagai anggota pengganti yang berjuang serta

menghabiskan banyak tenaga, waktu, dan biaya untuk lulus seleksi dan terpilih

menjadi anggota Pimpinan KPK pengganti. Anggota pengganti yang terpilih

yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan anggota yang digantikan mendapat

perlakuan yang berbeda dengan anggota pimpinan yang terpilih secara

bersamaan pada awal periode yang menjalankan masa jabatan penuh empat

tahun, padahal anggota pengganti menjalani segala proses seleksi dan syarat-

syarat yang sama, sehingga melanggar prinsip perlakuan yang sama terhadap

setiap warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan [vide Pasal 27 ayat

(1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945];

“Menimbang bahwa menurut Mahkamah, jika anggota Pimpinan KPK pengganti

hanya menduduki masa jabatan sisa dari anggota pimpinan yang digantikannya,

hal itu melanggar prinsip kemanfaatan yang menjadi tujuan hukum. Hukum lahir

dan diadakan untuk mencapai kemanfaatan setinggi-tingginya. Proses seleksi

seorang Pimpinan KPK pengganti menurut Pasal 33 ayat (2) UU KPK hanya

menduduki masa jabatan sisa, mengeluarkan biaya yang relatif sama besarnya

dengan proses seleksi lima orang Pimpinan KPK. Hal itu, benar-benar merupakan

sebuah pemborosan yang tidak perlu dan tidak wajar. Menurut Mahkamah,

sekiranya dimaknai bahwa Pimpinan pengganti itu adalah hanya menggantikan

dan menyelesaikan masa jabatan sisa dari pimpinan yang digantikan maka

mekanisme penggantian tersebut tidak harus melalui proses seleksi yang panjang

dan rumit dengan biaya yang besar seperti dalam seleksi lima anggota pimpinan

yang diangkat secara bersamaan. Pimpinan pengganti, dalam hal ada pimpinan

yang berhenti dalam masa jabatannya, cukup diambil dari calon Pimpinan KPK

yang ikut dalam seleksi sebelumnya yang menempati urutan tertinggi berikutnya,

seperti penggantian antarwaktu anggota DPR atau anggota DPD yang menurut

Pasal 217 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR dan

DPRD (Lembaran Negara Republilk Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan

Page 165: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

70

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043) yang menyatakan, ”Masa

jabatan anggota DPR pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan

anggota DPR yang digantikan” dan Pasal 286 ayat (3) yang menyatakan, ”Masa

jabatan anggota DPD pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan

anggota DPD yang digantikannya”. Hal itu, lebih memenuhi prinsip efisiensi, dan

prinsip kewajaran. Oleh karena berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (2) UU KPK

yang mengharuskan pengisian pimpinan pengganti dilakukan melalui proses

seleksi yang sama dengan proses seleksi lima orang anggota KPK yang diangkat

secara bersamaan, menurut Mahkamah, penggantian Pimpinan KPK pengganti

tersebut tidak sama dengan penggantian antarwaktu anggota DPR dan DPD.

Penggantian antarwaktu anggota DPR dan DPD, tidak melalui proses seleksi yang

baru dan sudah ditegaskan dalam Undang-Undang hanya melanjutkan masa

jabatan sisa dari anggota yang digantikannya. UU KPK menegaskan bahwa

Pimpinan KPK pengganti dilakukan melalui proses seleksi yang baru dan tidak

ditentukan bahwa pimpinan pengganti hanya melanjutkan sisa masa jabatan

pimpinan yang digantikannya. Menurut Mahkamah, hal itu menunjukkan bahwa

masa jabatan Pimpinan KPK pengganti tidak dapat ditafsirkan sama dengan

penggantian antarwaktu bagi anggota DPR dan DPD. Dengan demikian masa

jabatan pimpinan KPK yang ditentukan dalam Pasal 34 UU KPK tidak dapat

ditafsirkan lain, kecuali empat tahun, baik bagi pimpinan yang diangkat secara

bersamaan sejak awal maupun bagi pimpinan pengganti. Mempersempit makna

Pasal 34 UU KPK dengan tidak memberlakukan bagi Pimpinan KPK pengganti

untuk menjabat selama empat tahun adalah melanggar prinsip kepastian hukum

yang dijamin konstitusi”;

Pada bagian lain dari putusan tersebut Mahkamah juga mempertimbangkan

sebagai berikut:

“Untuk mencapai maksud dan tujuan pembentukan KPK sebagai lembaga

negara yang khusus memberantas korupsi, maka dalam melaksanakan tugas

dan kewenangan secara efektif, KPK dituntut untuk bekerja secara profesional,

independen, dan berkesinambungan. Menurut Mahkamah, KPK tidak akan

maksimal melaksanakan tugas dan wewenangnya secara profesional dan

berkesinambungan tanpa kesinambungan pimpinan KPK. Untuk menjamin

kesinambungan tugas-tugas Pimpinan KPK, agar pimpinan tidak secara

bersama-sama mulai dari awal lagi, maka penggantian Pimpinan KPK tidak

Page 166: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

71

selayaknya diganti serentak. Oleh sebab itu, akan menjadi lebih proporsional

dan menjamin kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di

hadapan hukum apabila terjadi penggantian antarwaktu di antara Pimpinan KPK

diangkat untuk satu periode masa jabatan empat tahun [vide Pasal 28D ayat (1)

UUD 1945];”

2. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-IX/2011, bertanggal 18

Oktober 2011, mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi, Mahkamah juga menegaskan bahwa norma yang

menyatakan bahwa hakim konstitusi pengganti yaitu hakim konstitusi yang

menggantikan hakim konstitusi yang berhenti sebelum berakhir 5 (lima) tahun

masa jabatannya hanya melanjutkan masa jabatan sisa hakim konstitusi yang

digantikannya adalah bertentangan dengan prinsip keadilan dan kepastian

hukum yang dikehendaki oleh konstitusi. Dalam putusan tersebut, antara lain,

Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut:

“Bahwa Pasal 26 ayat (5) UU 8/2011 menyatakan “Hakim konstitusi yang

menggantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melanjutkan sisa jabatan

hakim konstitusi yang digantikannya.” Norma Pasal 26 ayat (5) UU 8/2011

menimbulkan ketidakadilan bagi seseorang yang terpilih sebagai hakim konstitusi

karena hanya melanjutkan sisa masa jabatan hakim konstitusi yang digantikannya.

Apabila pasal tersebut diterapkan akan bertentangan dengan Pasal 22 UU MK (UU

24/2003) yang secara tegas dan jelas menyatakan “Masa jabatan hakim konstitusi

selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa

jabatan berikutnya”, sehingga terjadi pertentangan internal (contradictio in terminis).

Menurut Mahkamah, penggantian hakim konstitusi tidak sama dengan penggantian

antarwaktu anggota DPR dan DPD. Penggantian antarwaktu anggota DPR dan

DPD, tidak melalui proses seleksi yang baru dan sudah ditegaskan dalam Undang-

Undang hanya melanjutkan masa jabatan sisa dari anggota yang digantikannya.

Adapun calon hakim konstitusi melalui proses seleksi oleh masing-masing lembaga

yang mengajukannya. Dengan demikian, menurut Mahkamah, masa jabatan hakim

konstitusi yang ditentukan dalam Pasal 22 UU MK tidak dapat ditafsirkan lain

kecuali lima tahun, baik yang diangkat secara bersamaan maupun bagi hakim

konstitusi yang menggantikan hakim konstitusi yang berhenti sebelum masa

jabatannya berakhir. Mempersempit makna Pasal 22 UU MK dengan tidak

Page 167: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

72

memberlakukannya bagi hakim konstitusi pengganti untuk menjabat selama lima

tahun adalah melanggar prinsip kepastian hukum yang adil yang dijamin konstitusi;

Bahwa Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara independen yang oleh UUD

1945 diberi tugas dan wewenang sebagai salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman. Untuk melakukan tugas dan wewenang tersebut, Mahkamah dituntut

bekerja secara profesional, independen, dan berkesinambungan. Dengan adanya

hakim konstitusi yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan hakim konstitusi yang

digantikannya tidak akan menjamin kesinambungan kinerja Mahkamah dalam

melakukan tugas dan wewenangnya serta menimbulkan ketidakadilan bagi hakim

konstitusi yang mengganti. Selain itu, jabatan hakim konstitusi berbeda dengan

jabatan negara yang lainnya karena adanya faktor konsistensi dan

kesinambungan, terkait baik dengan proses maupun putusan-putusan yang

dihasilkan. Jika dihubungkan dengan penilaian konsistensi dari putusan yang

dihasilkan maka masa jabatan lima tahun sebagai hakim konstitusi pun,

sebenarnya masih dianggap kurang. Dengan adanya hakim yang menggantikan

yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan hakim konstitusi yang digantikannya

maka masa jabatan hakim konstitusi menjadi kurang dari lima tahun. Dengan

demikian, yang menjadi pertimbangan untuk masa jabatan hakim konstitusi adalah

adanya jaminan konsistensi dan kesinambungan dalam proses dan

putusanputusan Mahkamah yang sangat terpengaruh oleh lamanya masa jabatan

hakim konstitusi, terkait dengan pendapat hukum dan kemandirian hakim. Oleh

sebab itu, akan lebih proporsional dan menjamin kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hukum apabila masa jabatan hakim konstitusi

yang menggantikan tetap lima tahun. Dengan demikian, menurut Mahkamah, dalil

para Pemohon a quo beralasan menurut hukum”;

Pada bagian lain dari putusan tersebut, Mahkamah juga mempertimbangkan

bahwa:

“Bahwa Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara independen yang oleh

UUD 1945 diberi tugas dan wewenang sebagai salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman. Untuk melakukan tugas dan wewenang tersebut, Mahkamah

dituntut bekerja secara profesional, independen, dan berkesinambungan.

Dengan adanya hakim konstitusi yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan

hakim konstitusi yang digantikannya tidak akan menjamin kesinambungan

kinerja Mahkamah dalam melakukan tugas dan wewenangnya serta

Page 168: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

73

menimbulkan ketidakadilan bagi hakim konstitusi yang mengganti. Selain itu,

jabatan hakim konstitusi berbeda dengan jabatan negara yang lainnya karena

adanya faktor konsistensi dan kesinambungan, terkait baik dengan proses

maupun putusan-putusan yang dihasilkan. Jika dihubungkan dengan penilaian

konsistensi dari putusan yang dihasilkan maka masa jabatan lima tahun sebagai

hakim konstitusi pun, sebenarnya masih dianggap kurang. Dengan demikian,

yang menjadi pertimbangan untuk masa jabatan hakim konstitusi adalah adanya

jaminan konsistensi dan kesinambungan dalam proses dan putusan-putusan

Mahkamah yang sangat terpengaruh oleh lamanya masa jabatan hakim

konstitusi, terkait dengan pendapat hukum dan kemandirian hakim.”

[3.16] Menimbang bahwa Badan Pemeriksa Keuangan, berdasarkan ketentuan

Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 adalah salah satu organ negara yang dibentuk oleh

konstitusi sebagai badan yang bebas dan mandiri untuk memeriksa pengelolaan

dan tanggung jawab keuangan negara. Hasil pemeriksaan keuangan negara yang

dilakukan oleh BPK diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditindaklanjuti oleh

masing-masing lembaga perwakilan dan/atau oleh badan sesuai dengan Undang-

Undang [vide Pasal 23E ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945]. Anggota BPK dipilih oleh

Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan

Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden [vide Pasal 23F ayat (1) UUD

1945].

Berdasarkan ketentuan tersebut, kedudukan BPK sangat strategis dalam

penyelenggaraan pemerintahan negara yaitu untuk memeriksa pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara. BPK adalah lembaga negara yang bebas dan

mandiri seperti halnya kedudukan Mahkamah Agung serta Mahkamah Konstitusi

yang oleh UUD 1945 disebut sebagai kekuasaan yang merdeka, yaitu tidak

terafiliasi atau tidak dapat dipengaruhi oleh lembaga negara yang lain atau pun

kekuatan partai politik dan perseorangan manapun;

[3.17] Menimbang bahwa dalam UUD 1945 terdapat lembaga lainnya yang

disebut bersifat mandiri, seperti Komisi Yudisial. Demikian pula dalam tingkat

Undang-Undang dikenal beberapa lembaga yang disebut bersifat mandiri dan

independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Nasional Hak Asasi

Page 169: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

74

Manusia, Ombudsman, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan Lembaga

Perlindungan Saksi dan Korban. Lembaga-lembaga yang bersifat mandiri dan

independen tersebut, pada umumnya dalam menjalankan fungsi dan

kewenangannya tidak dapat dipengaruhi oleh institusi atau lembaga lainnya. Masa

jabatan anggotanya tidak terkait dengan hasil pemilihan umum. Berbeda dengan

Presiden, DPR, DPD, DPRD serta Kepala Daerah yang merupakan lembaga yang

merepresentasikan kekuatan partai politik dan pejabatnya dipilih melalui pemilihan

umum yang diselenggarakan sekali dalam lima tahun. Menurut Mahkamah,

lembaga yang bersifat mandiri dan independen tersebut harus dinihilkan dari

pengaruh institusi atau lembaga politik lainnya, sehingga dalam menjalankan

fungsi dan kewenangannya dapat dilaksanakan secara maksimal. Sejalan dengan

latar belakang pemikiran tersebut dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

49/PUU-IX/2011, bertanggal 18 Oktober 2011, mengenai masa jabatan Hakim

Konstitusi, Mahkamah telah mempertimbangkan, antara lain:

“Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara independen yang oleh UUD 1945

diberi tugas dan wewenang sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman.

Untuk melakukan tugas dan wewenang tersebut, Mahkamah dituntut bekerja

secara profesional, independen, dan berkesinambungan. Dengan adanya hakim

konstitusi yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan hakim konstitusi yang

digantikannya tidak akan menjamin kesinambungan kinerja Mahkamah dalam

melakukan tugas dan wewenangnya serta menimbulkan ketidakadilan bagi hakim

konstitusi yang mengganti. Selain itu, jabatan hakim konstitusi berbeda dengan

jabatan negara yang lainnya karena adanya faktor konsistensi dan

kesinambungan, terkait baik dengan proses maupun putusan-putusan yang

dihasilkan”.

Demikian juga dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011,

bertanggal 20 Juni 2011, mengenai masa jabatan anggota Pimpinan Komisi

Pemberantasan Korupsi, Mahkamah telah mempertimbangkan, antara lain:

“Untuk mencapai maksud dan tujuan pembentukan KPK sebagai lembaga negara

yang khusus memberantas korupsi, maka dalam melaksanakan tugas dan

kewenangan secara efektif, KPK dituntut untuk bekerja secara profesional,

independen, dan berkesinambungan. Menurut Mahkamah, KPK tidak akan

maksimal melaksanakan tugas dan wewenangnya secara profesional dan

berkesinambungan tanpa kesinambungan pimpinan KPK. Untuk menjamin

Page 170: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

75

kesinambungan tugas-tugas Pimpinan KPK, agar pimpinan tidak secara bersama-

sama mulai dari awal lagi, maka penggantian Pimpinan KPK tidak selayaknya

diganti serentak. Oleh sebab itu, akan menjadi lebih proporsional dan menjamin

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum apabila

terjadi penggantian antarwaktu di antara Pimpinan KPK diangkat untuk satu

periode masa jabatan empat tahun”.

Menurut Mahkamah, demikian juga halnya dengan BPK, sebagai lembaga

negara yang mandiri yang dibentuk konstitusi, haruslah mendapatkan jaminan

konstitusional dalam menjalankan tugas dan kewenangannya secara efektif,

independen dan berkesinambungan. Anggota BPK tidak harus berhenti secara

bersamaan dalam satu waktu, karena hal itu tidak menjamin efektivitas dan

kesinambungan pelaksanaan tugas dan wewenang BPK secara baik. Dengan

demikian jika seorang Anggota BPK yang berhenti sebelum berakhir periode

jabatannya 5 (lima) tahun harus diganti oleh Anggota BPK yang menduduki masa

jabatan untuk 5 (lima) tahun pula, dan tidak hanya melanjutkan masa jabatan

anggota yang digantikannya. Seperti halnya Hakim Konstitusi pada Mahkamah

Konstitusi dan Pimpinan KPK yang tidak mengenal penggantian anggota antar

waktu, sebagaimana telah dipertimbangkan oleh Mahkamah pada putusan

tersebut di atas. Dengan ketentuan seperti itu, pada akhirnya BPK dapat bekerja

secara berkesinambungan dengan penggantian anggota secara bergilir;

[3.18] Menimbang bahwa baik syarat maupun mekanisme pengisian jabatan

anggota BPK pengganti maupun Anggota BPK bukan pengganti adalah sama dan

tidak ada perbedaan. Dalam Pasal 22 ayat (1) UU BPK, calon Anggota BPK

pengganti harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 13 dan

Pasal 14 UU BPK. Pasal 13 UU BPK menyatakan, “Untuk dapat dipilih sebagai

Anggota BPK, calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. warga

negara Indonesia; b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c.

berdomisili di Indonesia; d. memiliki integritas moral dan kejujuran; e. setia

terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; f. berpendidikan

paling rendah S 1 atau yang setara; g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara

berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun

Page 171: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

76

atau lebih; h. sehat jasmani dan rohani; i. paling rendah berusia 35 (tiga puluh

lima) tahun; j. paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan sebagai

pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara; dan k. tidak sedang dinyatakan

pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap”.

Pasal 14 UU BPK menyatakan, “(1) Anggota BPK dipilih oleh DPR

dengan memperhatikan pertimbangan DPD; (2) Pertimbangan DPD sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis yang memuat semua nama

calon secara lengkap, dan diserahkan kepada DPR dalam jangka waktu paling

lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan

pertimbangan dari Pimpinan DPR; (3) Calon Anggota BPK diumumkan oleh DPR

kepada publik untuk memperoleh masukan dari masyarakat; (4) DPR memulai

proses pemilihan Anggota BPK terhitung sejak tanggal diterimanya surat

pemberitahuan dari BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan harus

menyelesaikan pemilihan anggota BPK yang baru, paling lama 1 (satu) bulan

sebelum berakhirnya masa jabatan Anggota BPK yang lama; (5) Ketentuan lebih

lanjut mengenai tata cara pemilihan anggota BPK sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.”

Menurut Mahkamah oleh karena syarat dan mekanisme pengisian

jabatan antara Anggota BPK pengganti maupun Anggota BPK bukan pengganti

adalah sama, maka tidak adil jika keduanya melaksanakan masa jabatan yang

berbeda. Sebagaimana pendapat Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Nomor

5/PUU-IX/2011, tanggal 20 Juni 2011 dan Nomor 49/PUU-IX/2011, tanggal 18

Oktober 2011, sebagaimana dikutip di atas, dilihat dari asas keadilan dalam

penyelenggaraan negara yaitu keadilan bagi masyarakat dan asas kemanfaatan

maka pengangkatan anggota pengganti yang menduduki masa jabatan sisa

adalah sesuatu yang dirasakan tidak adil dan melanggar asas kemanfaatan.

Anggota pengganti yang terpilih yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan

anggota yang digantikan mendapat perlakuan yang berbeda dengan anggota yang

terpilih secara bersamaan pada awal periode yang menjalankan masa jabatan

secara penuh, padahal anggota pengganti menjalani segala proses seleksi dan

syarat-syarat yang sama, sehingga melanggar prinsip perlakuan yang sama

terhadap setiap warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan. Ditinjau dari

asas kemanfaatan dan asas kepastian sebagai tujuan hukum, masa jabatan

Page 172: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

77

anggota pengganti yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK yang

digantikannya adalah bertentangan dengan asas kemanfaatan karena proses

seleksi dan pengisian anggota pengganti yang sama dengan proses seleksi dan

pengisian Anggota BPK yang bukan pengganti memerlukan waktu, pikiran, dan

tenaga serta biaya yang cukup banyak, baik yang harus dikeluarkan oleh negara

maupun yang ditanggung oleh calon anggota. Seperti halnya proses seleksi yang

dialami oleh Pemohon sebagai Anggota BPK pengganti, harus melalui proses

yang panjang dan rumit, yaitu melalui proses penjaringan calon, pengumuman di

media masa, seleksi terhadap calon Anggota BPK di DPR dengan pertimbangan

DPD, sampai dengan penetapan dan peresmian oleh Presiden. Dengan adanya

proses seleksi yang panjang dan rumit, padahal hanya untuk mengisi dan

melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK yang digantikan adalah tidak adil.

Proses pengisian penggantian antarwaktu yang dilakukan pada penggantian

Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD maupun Presiden dan Wakil

Presiden tidak bisa disamakan dengan ketentuan penggantian Anggota BPK,

karena BPK adalah lembaga negara mandiri yang anggotanya tidak dipilih melalui

pemilihan umum yang dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah

ketentuan Pasal 22 ayat (1) UU BPK sepanjang frasa “penggantian antarwaktu”,

harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945;

[3.19] Menimbang bahwa selain itu, menurut Mahkamah, keberadaan Pasal 22

ayat (4) UU BPK yang mengatur tentang sisa masa jabatan Anggota BPK

pengganti yang melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK yang digantikannya,

akan menimbulkan pertentangan internal (contradictio in terminis) dengan Pasal 5

ayat (1) UU BPK yang menyatakan, “Anggota BPK memegang jabatan selama 5

(lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa

jabatan”. Pertentangan tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum yang

justru bertentangan dengan prinsip konstitusi yang menjamin perlindungan atas

hak untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil dalam kehidupan bernegara.

Oleh karena itu untuk memberi jaminan kepastian hukum yang adil, ketentuan

Pasal 22 ayat (4) UU BPK adalah bertentangan UUD 1945 dan karenanya tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga masa jabatan anggota BPK baik

anggota yang diangkat secara bersamaan maupun anggota pengganti yang dipilih

Page 173: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

78

untuk menggantikan anggota yang berhenti dalam masa jabatannya mengemban

jabatan selama satu masa jabatan penuh yaitu 5 (lima) tahun;

[3.20] Menimbang bahwa oleh karena frasa “penggantian antarwaktu” dalam

Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 22 ayat (4) UU BPK dinyatakan bertentangan dengan

UUD 1945 dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka

Pasal 22 ayat (5) UU BPK yang menyatakan, “Penggantian Anggota BPK

antarwaktu tidak dilakukan apabila sisa masa jabatan anggota yang akan diganti

kurang dari 6 (enam) bulan dari masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5 ayat (1)”, harus pula dinilai dan dipertimbangkan oleh Mahkamah

walaupun tidak dimohonkan pengujian oleh Pemohon. Menurut Mahkamah

ketentuan Pasal 22 ayat (5) UU BPK merupakan ketentuan lebih lanjut dari norma

yang terkandung dalam Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 22 ayat (4) UU BPK sehingga

Pasal 22 ayat (5) UU BPK harus pula dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945

dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

[3.21] Menimbang bahwa meskipun menurut Pasal 47 UU MK, putusan

Mahkamah berlaku sejak ditetapkan (prospektif), namun demi asas kemanfaatan

yang merupakan asas dan tujuan universal hukum maka untuk kasus-kasus

tertentu putusan Mahkamah dapat diberlakukan surut (retroaktif) sebagaimana

yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Nomor 110-111-112-113/PUU-VII/2009,

tanggal 7 Agustus 2009 yang menjadi landasan penetapan anggota-anggota DPR

periode 2009-2014 terutama berkaitan dengan penetapan anggota DPR berdasar

perhitungan Tahap III yang semula telah ditetapkan secara tidak tepat oleh KPU

dan Putusan Mahkamah Nomor 5/PUU-IX/2011, tanggal 20 Juni 2011 yang

menjadi landasan penetapan pimpinan pengganti KPK. Alasan yang mendasari

penetapan retroaktif secara khusus tersebut, antara lain adalah ”telah” dan ”terus”

berlangsungnya satu penerapan isi Undang-Undang berdasar penafsiran yang

tidak tepat sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan kerugian

konstitusional dan karenanya harus dihentikan. Penghentian ketidakpastian hukum

dan kerugian konstitusional itu harus menjangkau secara retroaktif sejak

ditetapkannya penafsiran yang tidak tepat tersebut, saat mana mulai timbul

ketidakpastian hukum dan kerugian konstitusional seperti terlihat dalam perkara

a quo. Oleh karena itu, untuk menghindari ketidakpastian hukum sebagai akibat

dari putusan ini, terkait dengan jabatan Anggota BPK pengganti, maka putusan ini

Page 174: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

79

berlaku bagi Anggota BPK pengganti yang sudah diangkat dan sekarang

menduduki jabatan sebagai Anggota BPK, sehingga berhak menduduki masa

jabatan penuh yaitu selama 5 (lima) tahun sejak diresmikan pengangkatannya

sebagai Anggota BPK dengan keputusan Presiden;

[3.22] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum yang

diuraikan di atas, Mahkamah berpendapat dalil permohonan Pemohon beralasan

menurut hukum;

4. KONKLUSI

Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di

atas, Mahkamah berkesimpulan:

[4.1] Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo;

[4.2] Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan

permohonan a quo;

[4.3] Permohonan Pemohon beralasan menurut hukum;

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor

70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), dan Undang-

Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5076);

5. AMAR PUTUSAN

Mengadili,Menyatakan:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

1.1. Menyatakan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006

tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik

Page 175: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

80

Indonesia Nomor 4654) sepanjang frasa “penggantian antarwaktu”

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

1.2. Menyatakan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006

tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4654) sepanjang frasa “penggantian antarwaktu” tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat;

1.3. Menyatakan Pasal 22 ayat (4) dan Pasal 22 ayat (5) Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4654) bertentangan dengan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

1.4. Menyatakan Pasal 22 ayat (4) dan Pasal 22 ayat (5) Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4654) tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat;

2. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia

sebagaimana mestinya;

Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh

sembilan Hakim Konstitusi yaitu M. Akil Mochtar, selaku Ketua merangkap

Anggota, Achmad Sodiki, Harjono, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, Ahmad

Fadlil Sumadi, Anwar Usman, Maria Farida Indrati, dan Arief Hidayat, masing-

masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal delapan, bulan Juli, tahundua ribu tiga belas, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi

terbuka untuk umum pada hari Selasa, tanggal sepuluh, bulan September,tahun dua ribu tiga belas, selesai diucapkan pukul 14.23 WIB, oleh sembilan

Hakim Konstitusi, yaitu M. Akil Mochtar, selaku Ketua merangkap Anggota,

Hamdan Zoelva, Harjono, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman,

Maria Farida Indrati, Arief Hidayat, dan Patrialis Akbar, masing-masing sebagai

Page 176: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

81

Anggota, dengan didampingi oleh Hani Adhani sebagai Panitera Pengganti,

dihadiri oleh Pemohon atau kuasanya, Pemerintah atau yang mewakili, dan Dewan

Perwakilan Rakyat atau yang mewakili.

KETUA,

ttd.

M. Akil Mochtar

ANGGOTA-ANGGOTA,

ttd.

tdHamdan Zoelva

ttd.

Harjono

ttd.

Muhammad Alim

ttd.

Anwar Usman

ttd.

Ahmad Fadlil Sumadi

ttd.

Arief Hidayat

ttd.

Maria Farida Indrati

ttd.

Patrialis Akbar

PANITERA PENGGANTI,

ttd.

Hani Adhani

Page 177: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 15 TAHUN 2006

TENTANG

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan mempunyai manfaat yang sangat penting guna mewujudkan tujuan negara untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa untuk tercapainya tujuan negara sebagaimana dimaksud pada huruf a, pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara memerlukan suatu lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri, dan profesional untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;

a. bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan sudah tidak sesuai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan, baik pada pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Badan Pemeriksa Keuangan;

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 1

Page 178: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAdan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

M E M U T U S K A N:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:1. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga

negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Dewan Perwakilan Rakyat, yang selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Dewan Perwakilan Daerah, yang selanjutnya disingkat DPD, adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

5. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

7. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

8. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.

9. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 2

Page 179: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

10. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.

11. Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah dan lembaga negara lainnya untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

12. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan, uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah.

13. Standar Pemeriksaan adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa.

14. Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan Standar Pemeriksaan,yang dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagai keputusan BPK.

15. Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

16. Ganti Kerugian adalah sejumlah uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang harus dikembalikan kepada negara/daerah oleh seseorang atau badan yang telah melakukan perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

17. Peraturan BPK adalah aturan hukum yang dikeluarkan oleh BPK yang mengikat secara umum dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

BAB IIKEDUDUKAN DAN KEANGGOTAAN

Bagian KesatuKedudukan

Pasal 2

BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 3

Page 180: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Pasal 3

(1) BPK berkedudukan di Ibukota negara.

(2) BPK memiliki perwakilan di setiap provinsi.

(3) Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan BPK dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.

Bagian KeduaKeanggotaan

Pasal 4

(1) BPK mempunyai 9 (sembilan) orang anggota, yang keanggotaannya diresmikan dengan Keputusan Presiden.

(2) Susunan BPK terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota.

(3) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak anggota BPK terpilih diajukan oleh DPR.

Pasal 5

(1) Anggota BPK memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

(2) BPK memberitahukan kepada DPR dengan tembusan kepada Presiden tentang akan berakhirnya masa jabatan anggota BPK paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan anggota tersebut.

BAB IIITUGAS DAN WEWENANG

Bagian KesatuTugas

Pasal 6

(1) BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

(2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

(3) Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 4

Page 181: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

(4) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.

(5) Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan BPK.

Pasal 7

(1) BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.

(2) DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Peraturan Tata Tertib masing-masing lembaga perwakilan.

(3) Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh Anggota BPK atau pejabat yang ditunjuk.

(4) Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.

(5) Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum.

Pasal 8

(1) Untuk keperluan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BPK menyerahkan pula hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota kepada BPK.

(3) Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.

(4) Laporan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 5

Page 182: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

(5) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan hasilnya diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemerintah.

Bagian Kedua

Wewenang

Pasal 9

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang:a. menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan

pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan;

b. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara;

c. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;

d. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK;

e. menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;

f. menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;

g. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK;

h. membina jabatan fungsional Pemeriksa;

i. memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan; dan

j. memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.

(2) Dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang diminta oleh BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dipergunakan untuk pemeriksaan.

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 6

Page 183: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Pasal 10

(1) BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.

(2) Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan BPK.

(3) Untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang

memantau: a. penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh

Pemerintah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain;

b. pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK; dan

c. pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 11

BPK dapat memberikan: a. pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah,

Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, dan lembaga atau badan lain, yang diperlukan karena sifat pekerjaannya;

b. pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah; dan/atau

c. keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah.

Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, dan Pasal 11 diatur dengan Peraturan BPK.

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 7

Page 184: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

BAB IVPEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN

Bagian KesatuPemilihan Anggota

Pasal 13

Untuk dapat dipilih sebagai Anggota BPK, calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. warga negara Indonesia;b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;c. berdomisili di Indonesia; d. memiliki integritas moral dan kejujuran;e. setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

f. berpendidikan paling rendah S1 atau yang setara;g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih;

h. sehat jasmani dan rohani;i. paling rendah berusia 35 (tiga puluh lima) tahun;j. paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di

lingkungan pengelola keuangan negara; dank. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 14

(1) Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD .

(2) Pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis yang memuat semua nama calon secara lengkap, dan diserahkan kepada DPR dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan pertimbangan dari Pimpinan DPR.

(3) Calon anggota BPK diumumkan oleh DPR kepada publik untuk memperoleh masukan dari masyarakat.

(4) DPR memulai proses pemilihan anggota BPK terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan harus menyelesaikan pemilihan anggota BPK yang baru, paling lama 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Anggota BPK yang lama.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 8

Page 185: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Bagian KeduaPemilihan Pimpinan

Pasal 15

(1) Pimpinan BPK terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua.

(2) Ketua dan Wakil Ketua BPK dipilih dari dan oleh Anggota BPK dalam sidang Anggota BPK dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diresmikannya keanggotaan BPK oleh Presiden.

(3) Sidang Anggota BPK untuk pemilihan pimpinan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh Anggota BPK tertua.

(4) Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan apabila mufakat tidak dicapai, pemilihan dilakukan dengan cara pemungutan suara.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua serta pembagian tugas dan wewenang Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BPK diatur dengan peraturan BPK.

Pasal 16

(1) Anggota BPK sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.

(2) Ketua dan Wakil Ketua BPK terpilih wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.

(3) Apabila Ketua Mahkamah Agung berhalangan, sumpah atau janji

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dipandu oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung.

(4) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berbunyi sebagai berikut:”Demi Allah Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk menjadi Anggota (Ketua/Wakil Ketua) BPK langsung atau tidak langsung dengan rupa atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun juga.Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung ataupun tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya akan memenuhi kewajiban Anggota (Ketua/Wakil Ketua) BPK dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lain yang berkenaan dengan tugas dan kewajiban tersebut.Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya akan setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 9

Page 186: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Bagian KetigaPemberhentian

Pasal 17

Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari keanggotaan BPK.

Pasal 18

Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dengan keputusan Presiden atas usul BPK karena :a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada Ketua atau

Wakil Ketua BPK; c. telah berusia 67 (enam puluh tujuh) tahun; d. telah berakhir masa jabatannya; atau e. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus atau berhalangan tetap yang

dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Pasal 19

Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan tidak dengan hormat dari keanggotaannya atas usul BPK atau DPR karena:

a. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

b. melanggar kode etik BPK; c. tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya selama 1 (satu) bulan berturut-

turut tanpa alasan yang sah; d. melanggar sumpah atau janji jabatan; e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; atau f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota BPK sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13 huruf a, huruf c, dan huruf e.

Pasal 20

(1) Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan sementara dari jabatannya oleh BPK melalui Rapat Pleno apabila ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

(2) Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK yang terbukti tidak melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan rehabilitasi dan diangkat kembali menjadi Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota BPK.

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 10

Page 187: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Pasal 21(1) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19

huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK.

(2) Pemberhentian Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diresmikan dengan Keputusan Presiden atas usul BPK atau DPR.

Pasal 22(1) Apabila Anggota BPK diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18

atau Pasal 19 diadakan pengangkatan penggantian antarwaktu Anggota BPK sesuai dengan syarat-syarat dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dan diresmikan dengan Keputusan Presiden.

(2) Pengangkatan Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberhentian Anggota BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 19.

(3) Sebelum memangku jabatannya, Anggota BPK yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh Ketua/Wakil Ketua BPK dengan bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4).

(4) Anggota BPK pengganti melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK yang digantikannya.

(5) Penggantian Anggota BPK antarwaktu tidak dilakukan apabila sisa masa jabatan anggota yang akan diganti kurang dari 6 (enam) bulan dari masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).

BAB VHAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DAN PROTOKOLER, TINDAKAN

KEPOLISIAN, KEKEBALAN, SERTA LARANGAN

Bagian KesatuHak Keuangan/Administratif dan Protokoler

Pasal 23

Hak keuangan/administratif dan kedudukan protokoler Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BPK diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian KeduaTindakan Kepolisian

Pasal 24

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 11

Page 188: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Tindakan kepolisian terhadap Anggota BPK guna pemeriksaan suatu perkara dilakukan dengan perintah Jaksa Agung setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis Presiden.

Pasal 25

(1) Anggota BPK dapat dikenakan tindakan kepolisian tanpa menunggu perintah Jaksa Agung atau persetujuan tertulis Presiden, apabila :

a. tertangkap tangan melakukan suatu tindak pidana; ataub. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan

pidana mati.

(1) Tindakan kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam harus dilaporkan kepada Jaksa Agung yang berkewajiban untuk memberitahukan penahanan tersebut kepada Presiden, DPR, dan BPK.

Bagian KetigaKekebalan

Pasal 26

(1) Anggota BPK tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena menjalankan tugas, kewajiban, dan wewenangnya menurut undang-undang ini.

(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, anggota BPK, Pemeriksa, dan pihak lain yang bekerja untuk dan atas nama BPK diberikan perlindungan hukum dan jaminan keamanan oleh instansi yang berwenang.

Pasal 27

Dalam hal terjadi gugatan pihak lain dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, BPK berhak atas bantuan hukum dengan biaya negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian KeempatLaranganPasal 28

Anggota BPK dilarang :a. memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung

unsur pidana kepada instansi yang berwenang;b. mempergunakan keterangan, bahan, data, informasi, atau dokumen lainnya

yang diperolehnya pada waktu melaksanakan tugas yang melampaui batas kewenangannya kecuali untuk kepentingan penyidikan yang terkait dengan dugaan adanya tindak pidana;

c. secara langsung maupun tidak langsung menjadi pemilik seluruh, sebagian, atau penjamin badan usaha yang melakukan usaha dengan tujuan untuk mendapatkan laba atau keuntungan atas beban keuangan negara;

d. merangkap jabatan dalam lingkungan lembaga negara yang lain, dan badan-badan lain yang mengelola keuangan negara, swasta nasional/asing; dan/atau

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 12

Page 189: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

e. menjadi anggota partai politik.

BAB VIKODE ETIK, KEBEBASAN, KEMANDIRIAN, DAN AKUNTABILITAS

Bagian KesatuKode Etik

Pasal 29

(1) BPK wajib menyusun kode etik yang berisi norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap anggota BPK dan Pemeriksa selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.

(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat mekanisme penegakan kode etik dan jenis sanksi.

Pasal 30

(1) Untuk menegakkan kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dibentuk Majelis Kehormatan Kode Etik BPK yang keanggotaannya terdiri dari Anggota BPK serta unsur profesi dan akademisi.

(2) Majelis Kehormatan Kode Etik dibentuk paling lambat 6 (enam) bulan sejak undang-undang ini berlaku.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, tugas, wewenang, dan tata cara persidangan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK diatur dengan Peraturan BPK.

Bagian KeduaKebebasan dan Kemandirian

Pasal 31

(1) BPK dan/atau Pemeriksa menjalankan tugas pemeriksaan secara bebas dan mandiri.

(2) BPK berkewajiban menyusun standar pemeriksaan keuangan negara.

(3) Dalam rangka menjaga kebebasan dan kemandirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK dan/atau Pemeriksa berkewajiban: a. menjalankan pemeriksaan sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan

Negara;b. mematuhi kode etik pemeriksa; danc. melaksanakan sistem pengendalian mutu.

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 13

Page 190: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

(4) Standar pemeriksaan keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:a. Pemeriksa tidak mempunyai hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah,

atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan jajaran pimpinan objek pemeriksaan;

b. Pemeriksa tidak mempunyai kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan objek pemeriksaan;

c. Pemeriksa tidak pernah bekerja atau memberikan jasa kepada objek pemeriksaan dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;

d. Pemeriksa tidak mempunyai hubungan kerja sama dengan objek pemeriksaan; dan

e. Pemeriksa tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan objek pemeriksaan, seperti memberikan asistensi, jasa konsultansi, pengembangan sistem, menyusun dan/atau mereview laporan keuangan objek pemeriksaan.

Bagian KetigaAkuntabilitas

Pasal 32

(1) Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan tahunan BPK dilakukan oleh akuntan publik.

(2) Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh DPR atas usul BPK dan Menteri Keuangan, yang masing-masing mengusulkan 3 (tiga) nama akuntan publik.

(3) Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam 2 (dua) tahun terakhir tidak melakukan tugas untuk dan atas nama BPK atau memberikan jasa kepada BPK.

(4) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada DPR dengan salinan kepada Pemerintah untuk penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat.

Pasal 33

(1) Untuk menjamin mutu pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara oleh BPK sesuai dengan standar, sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh badan pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi anggota organisasi pemeriksa keuangan sedunia .

(2) Badan pemeriksa keuangan negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh BPK setelah mendapat pertimbangan DPR.

BAB VIIPELAKSANA BPK

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 14

Page 191: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Pasal 34

(1) BPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu oleh Pelaksana BPK, yang terdiri atas Sekretariat Jenderal, unit pelaksana tugas pemeriksaan, unit pelaksana tugas penunjang, perwakilan, Pemeriksa, dan pejabat lain yang ditetapkan oleh BPK sesuai dengan kebutuhan.

(2) Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jabatan fungsional.

(3) Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK menggunakan Pemeriksa yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil atau yang bukan Pegawai Negeri Sipil .

(4) Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Pelaksana BPK serta jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.

BAB VIIIANGGARAN

Pasal 35

(1) Anggaran BPK dibebankan pada bagian anggaran tersendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(2) Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh BPK kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.

(3) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan pada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN.

BAB IX KETENTUAN PIDANA

Pasal 36

(1) Anggota BPK yang memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Anggota BPK yang mempergunakan keterangan, bahan, data, informasi dan/ atau dokumen lainnya yang diperolehnya pada waktu melaksanakan tugas BPK dengan melampaui batas wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 15

Page 192: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

BAB XKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 37

(1) Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK yang ada pada saat Undang-Undang ini diundangkan tetap melaksanakan tugas dan wewenangnya sampai dengan masa jabatannya berakhir.

(2) Untuk memenuhi kekurangan jumlah keanggotaan BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dilakukan pemilihan Anggota BPK paling lambat dalam waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

(3) Pembentukan Perwakilan BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini diundangkan.

BAB XIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 38

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3010) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 39

Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 40

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakartapada tanggal 30 Oktober 2006

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 16

Page 193: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 30 Oktober 2006

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 85

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RIKepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri,

ttd

M. Sapta Murti, SH, MA, MKn

PENJELASANATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 15 TAHUN 2006

TENTANG

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 17

Page 194: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

I. UMUM

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami perubahan yang mendasar diantaranya Pasal 23 ayat (5) mengenai kedudukan dan tugas Badan Pemeriksa Keuangan.

Para Pembentuk Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyadari bahwa pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Pemerintah tentang keuangan negara merupakan kewajiban yang berat, sehingga perlu dibentuk suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah.

Tuntutan reformasi telah menghendaki terwujudnya penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menuju tata pemerintahan yang baik, mengharuskan perubahan peraturan perundang-undangan dan kelembagaan negara.

Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan salah satu reformasi atas ketentuan Pasal 23 ayat (5) tentang Badan Pemeriksa Keuangan telah memperkokoh keberadaan dan kedudukan BPK yaitu sebagai satu lembaga negara yang bebas dan mandiri. Kedudukan BPK sebagai lembaga negara pemeriksa keuangan negara perlu dimantapkan disertai dengan memperkuat peran dan kinerjanya. Kemandirian dan kebebasan dari ketergantungan kepada Pemerintah dalam hal kelembagaan, pemeriksaan, dan pelaporan sangat diperlukan oleh BPK agar dapat melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penyelenggaraan pemerintahan negara di pusat dan di daerah telah mengalami perubahan antara lain penyelenggaraan otonomi daerah yang disertai penyerahan sebagian besar urusan Pemerintah Pusat kepada Daerah. Selain itu sebagai pelaksanaan Pasal 23C, Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang menggantikan sebagian besar ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia (Indische Comptabiliteitswet/ICW Stbl. 1925 No. 448) dan Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer (IAR Stbl. 1933 No. 320).

Berdasarkan perubahan-perubahan konstitusi, penyelenggaraan pemerintahan di pusat dan daerah, peraturan perundang-undangan dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan tidak memadai lagi, sehingga perlu dicabut.1. Pencabutan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 diharapkan mampu

mengakomodasikan dan mendukung perubahan-perubahan meliputi kedudukan, tugas, kewajiban, dan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dan menggantikan ketentuan-ketentuan dalam Indische Comptabiliteitswet (ICW), Instructie en verdere bepalingen voor de

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 18

Page 195: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Algemene Rekenkamer (IAR) Stbl. 1933 No. 320, dan peraturan perundang-undangan lainnya.

2. Untuk menjamin mutu pemeriksaan sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara, sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh badan pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi anggota organisasi badan pemeriksa keuangan sedunia yang ditunjuk oleh BPK atas pertimbangan DPR.

3. Guna menjamin peningkatan peran dan kinerja Badan Pemeriksa Keuangan sebagai lembaga yang bebas dan mandiri serta memiliki profesionalisme, selain pemilihan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden, juga didukung oleh kemandirian pemeriksaan dan pelaporan.

4. Sejalan dengan perubahan penyelenggaraan pemerintahan negara di pusat dan daerah, maka terjadi peningkatan pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu lembaga negara pemeriksa keuangan negara memiliki perwakilan di setiap provinsi.Dengan meningkatnya ruang lingkup pekerjaan, maka jumlah Anggota Badan Pemeriksa Keuangan ditetapkan menjadi 9 (sembilan) orang.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas

Pasal 2Cukup jelas.

Pasal 3Cukup jelas

Pasal 4Cukup Jelas

Pasal 5 Cukup jelas.

Pasal 6Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ”keuangan negara” meliputi semua unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur tentang keuangan negara.Yang dimaksud dengan ”lembaga atau badan lain” antara lain: badan hukum milik negara, yayasan yang mendapat fasilitas negara, komisi-komisi yang dibentuk dengan undang-undang, dan badan swasta yang menerima dan/atau mengelola uang negara.

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 19

Page 196: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Ayat (4)Penyampaian laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat ini diperlukan agar BPK dapat melakukan evaluasi pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik. Hasil pemeriksaan akuntan publik dan evaluasi tersebut selanjutnya disampaikan oleh BPK kepada lembaga perwakilan, sehingga dapat ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya.

Ayat (5) Pembahasan diperlukan untuk mengkonfirmasi dan mengklarifikasi

temuan pemeriksaan BPK dengan objek yang diperiksa. Hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statement) memuat koreksi itu sebelum disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.

Ayat (6)

Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan BPK berkaitan dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, mempunyai kekuatan hukum yang mengikat pihak-pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang BPK.

Pasal 7Ayat (1)

Hasil pemeriksaan BPK meliputi hasil pemeriksaan atas laporan keuangan, hasil pemeriksaan kinerja, hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu dan ikhtisar pemeriksaan semester.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 8Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)Cukup jelas.

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 20

Page 197: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Ayat (5) Hasil pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan dimuat dalam

ikhtisar hasil pemeriksaan semester.

Pasal 9 Ayat (1)

Huruf aKewenangan dimaksud merupakan perwujudan lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Huruf bPermintaan keterangan dan/atau dokumen dimaksud meliputi semua bidang yang berkaitan dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d Cukup jelas.

Huruf e Cukup jelas

Huruf fKode etik memuat pedoman tentang sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pemeriksa keuangan negara guna menjaga mutu pemeriksaan, citra, dan martabat BPK.Kode etik ini berlaku bagi Anggota BPK, pemeriksa keuangan negara, dan pihak lain yang bekerja untuk dan atas nama BPK.

Huruf g Cukup jelas.

Huruf h Cukup jelas.

Huruf iYang dimaksud dengan ”Standar Akuntansi Pemerintahan” adalah pedoman dan ukuran tentang pencatatan dan pelaporan berkaitan dengan transaksi keuangan yang disusun oleh suatu komite yang berwenang menurut undang-undang.

Huruf j Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 10Ayat (1)

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 21

Page 198: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Yang dimaksud ”pengelola” termasuk pegawai perusahaan negara/daerah dan lembaga atau badan lain.Yang dimaksud dengan “Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah” adalah perusahaan negara/daerah yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara/daerah.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Huruf a

Yang dimaksud dengan ”pejabat lain” adalah pejabat negara dan pejabat penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus sebagai pejabat negara.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cPenyelesaian ganti kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum pihak ketiga dilaksanakan melalui proses peradilan.

Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 11 Huruf a

Pendapat yang diberikan BPK termasuk perbaikan di bidang pendapatan, pengeluaran, pinjaman, privatisasi, likuidasi, merger, akuisisi, penyertaan modal pemerintah, penjaminan pemerintah, dan bidang lain yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf cCukup jelas.

Pasal 12 Cukup jelas.

Pasal 13 Cukup jelas.

Pasal 14 Ayat (1)

Dalam memilih anggota BPK, DPR mempertimbangkan kesesuaian dan keseimbangan antara keahlian dan komposisi pembidangan tugas BPK.

Ayat (2)Cukup Jelas.

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 22

Page 199: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan ”diumumkan” adalah diumumkan pada media massa nasional dalam tenggang waktu yang cukup untuk menerima masukan dari masyarakat.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 15Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3)Yang dimaksud dengan ”tertua” adalah ditentukan berdasarkan usia.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 16Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18 Cukup jelas

Pasal 19Huruf b

Untuk pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Anggota BPK segera diproses dan dilaporkan ke DPR dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan.

Pasal 20 Cukup jelas.

Pasal 21 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ”Majelis Kehormatan Kode Etik BPK”

adalah Majelis Kehormatan Kode Etik BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 23

Page 200: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 22 Cukup jelas.

Pasal 23 Cukup jelas.

Pasal 24Yang dimaksud dengan “tindakan kepolisian” adalah pemanggilan sehubungan dengan tindak pidana, meminta keterangan tentang tindak pidana, penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.

Pasal 25 Cukup jelas.

Pasal 26 Cukup jelas.

Pasal 27 Cukup jelas.

Pasal 28 Cukup jelas.

Pasal 29 Cukup jelas.

Pasal 30 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 31 Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup Jelas

Pasal 33 Cukup Jelas

Pasal 34 Ayat (1)

Guna mendukung prinsip bebas dan mandiri serta efektivitas pelaksanaan tugas dan wewenangnya, maka organisasi dan tata kerja Pelaksana BPK serta jabatan fungsional ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.

Ayat (2)

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 24

Page 201: TINJAUAN YURIDIS PERGANTIAN ANTARWAKTU PEJABAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42584/1/AHMAD... · memeriksa keuangan negara dan bertanggungjawab atas pengelolaan

Jabatan fungsional pemeriksa terdiri atas beberapa jenjang jabatan dan kepangkatan yang memiliki batas usia pensiun yang berbeda.

Ayat (3) Rekruitmen Pemeriksa diatur oleh BPK.

Ayat (4)Cukup jelas.

Pasal 35

Ayat (1)Guna mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada BPK perlu disediakan anggaran yang mencukupi sesuai dengan kemampuan keuangan negara.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 36 Cukup jelas.

Pasal 37 Cukup jelas.

Pasal 38 Cukup jelas.

Pasal 39 Cukup jelas.

Pasal 40 Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 4654

DHendianto;Biro Hukum BPK-RI;11/3/2006 25