TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis...

234
UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH ANTARA BANK SYARIAH X DAN PT. Z PADA BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL DAN PENGADILAN AGAMA (Analisis Putusan Pengadilan Agama Nomor 729/Pdt.G/2009/PA.JP) SKRIPSI NAFILA RAHMAWATI 0806461663 FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM DEPOK JULI 2012 Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

Transcript of TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis...

Page 1: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

UNIVERSITAS INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN

PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI

DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH ANTARA

BANK SYARIAH X DAN PT. Z PADA

BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL

DAN PENGADILAN AGAMA

(Analisis Putusan Pengadilan Agama Nomor 729/Pdt.G/2009/PA.JP)

SKRIPSI

NAFILA RAHMAWATI

0806461663

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

DEPOK

JULI 2012

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

Page 2: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

UNIVERSITAS INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN

PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI

DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH

ANTARA BANK SYARIAH X DAN PT. Z

PADA BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL

DAN PENGADILAN AGAMA (Analisis Putusan Pengadilan Agama Nomor 729/Pdt.G/2009/PA.JP)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum

NAFILA RAHMAWATI

0806461663

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI

DEPOK

JULI 2012

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

Page 3: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 5: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi

ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Di dalam karya

tulis ini dibahas mengenai pengelolaan risiko dalam pembiayaan murabahah serta

penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah pada Badan

Arbitrase Syariah Nasional dan Pengadilan Agama dengan melakukan analisis

terhadap putusan Nomor 729/Pdt.G/2009/PA.JP. Penulis menyadari bahwa tanpa

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk

menyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Kedua orang tua penulis di Jombang, Ibu Dwi Retnowati dan Ayah Syamsul

Hidayat, beserta kedua adik penulis, Hanifa Rahmawati dan Hafid Filial

Akbar. Terima kasih kepada Ayah dan Ibu yang telah selalu mendoakan,

membimbing dan mendukung penulis, tidak hanya dalam rangka penulisan

skripsi ini namun juga dalam seluruh fase kehidupan. Terima kasih kepada

seluruh keluarga atas semua binaan, nasihat, ridho, dan kekuatan yang

diajarkan selama ini. Skripsi ini penulis persembahkan sebagai simbol

terima kasih kepada keluarga, semoga ke depannya penulis dapat selalu

berbakti kepada orang tua dan keluarga;

2. Dr. Yeni Salma Barlinti S.H., M.H, sebagai pembimbing skripsi yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam

penyusunan skripsi. Mba Yeni tidak hanya berperan sebagai pembimbing,

namun juga teman untuk berbagi kendala yang dihadapi penulis dalam

penyelesaian skripsi. Semoga Mba Yeni tidak jera mengahadapi mahasiswa

bimbingan seperti penulis yang sering merepotkan beliau;

3. Divisi Hukum Bank BNI Syariah, terutama Ibu Bayi‟ Rohayati selaku

General Manager Divisi Hukum, Kepatuhan dan Kesekretariatan BNI

Syariah serta Saudari Ita Munir Rahmawati, selaku Yurist pada Divisi

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 6: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

vi

Hukum, Kepatuhan dan Kesekretariatan BNI Syariah yang telah membantu

penulis dalam memperoleh sebagian data yang diperlukan penulis sebagai

rujukan penulisan skripsi;

4. Brian Amy Prastyo. S.H., M.L.I., sebagai pembimbing akademik penulis

selama masa kuliah penulis di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Terima kasih atas segala pengarahan yang diberikan selama masa

perkuliahan;

5. Dosen-dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala ilmu pengetahuan,

pengalaman serta pelajaran hidup yang telah disampaikan. Semoga segala

pengabdian Bapak dan Ibu menjadi amal ibadah yang diterima Allah SWT;

6. Biro Admistrasi dan Biro Pendidikan Fakultas Hukum Universitas

Indonesia Program Reguler, antara lain Pak Selam dan Pak Djon (penjaga

PK IV) dan pihak lain yang telah sangat membantu kelancaran proses

administrasi selama masa studi dan pengurusan skripsi di Fakultas Hukum

Universitas Indonesia;

7. Keluarga besar di Surabaya Mbah Mulyati, Mbah Kaserin, Bude Rintis

Purwati, Tante Hefi Rudiarti, Oom Ahmad Nasrudin, dan Nabila Syaiba

Rahmaniar yang telah mendukung dan memberikan banyak pelajaran hidup

kepada penulis;

8. Keluarga Bapak Umam Syaifudin, Ibu Susanah, Safira Dwi Anggraeni serta

Aldy Reza Pambudi yang selama tujuh tahun terakhir telah menemani,

mendukung, mendoakan dan belajar dewasa bersama. Terima kasih telah

menjadi pemacu semangat dan motivasi penulis untuk selalu menjadi lebih

baik. Semoga Allah SWT selalu meridhoi dan meng-ijabah do‟a kita;

9. Sahabat-sahabat penulis, Januarita Eki Puspitasari (Jep) terima kasih untuk

selalu mengingatkan tentang perjuangan, serta untuk segala inspirasi dan

pengalaman hidup yang dibagi. Untuk Shinta Octavia (Pao-pao) terima

kasih atas segala ketulusan hati dan keramahan selama ini, semoga tetap

menjadi anak Jakarta yang polos dan lugu. Untuk David Irmantius (Pakde)

yang telah menjadi penghibur dan pembuat onar dengan bahan pembicaraan

tentang kedewasaan. Juga untuk Devis Dersi Anugrah yang selalu membuat

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 7: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 8: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 9: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

ix Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Nafila Rahmawati

NPM : 0806461663

Program Studi : Ilmu Hukum (Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi)

Judul : Tinjauan Yuridis Pengelolaan Risiko dan Penyelesaian

Sengketa Wanprestasi Dalam Pembiayaan Murabahah Antara

Bank Syariah X dan PT. Z Pada Badan Arbitrase Syariah

Nasional dan Pengadilan Agama (Analisis Putusan

Pengadilan Agama Nomor 729/Pdt.G/2009/PA.JP)

Praktek dual banking system di Indonesia semakin menjamur sejak Indonesia

mengalami krisis ekonomi di akhir tahun 1990-an. Perkembangan ini diikuti

dengan tumbuhnya layanan perbankan dengan sistem konvensional dan syariah,

antara lain dalam bentuk layanan pembiayaan konsumtif dan produktif dengan

sistem murabahah (jual beli dengan margin yang disepakati). Hal yang menjadi

pokok permasalahan penelitian ini adalah praktek pembiayaan murabahah terkait

pengelolaan risiko dan prudential banking pada Bank Syariah X yang diterapkan

pada PT. Z, selain itu peneliti juga mengangkat masalah mengenai komparasi

kesesuaian putusan Pengadilan Agama Nomor 729/Pdt.G/2009/PA.JP dengan

peraturan terkait Perbankan Syariah dan hukum Islam. Penelitian dilakukan secara

deskriptif dengan menggunakan teknik analisis data melalui pendekatan kualitatif.

Dalam penelitian ini penulis menganalisa praktek pembiayaan murabahah antara

Bank Syariah X dan PT. Z, serta membandingkan penyelesaian sengketa pada

Badan Arbitrase Syariah Nasional dan Pengadilan Agama dengan. Penulis

menyimpulkan bahwa terdapat penyimpangan atas hukum Islam serta prinsip

prudential banking yang dilakukan oleh Bank Syariah X. Di samping itu, terdapat

pula penyimpangan atas hukum Islam dan asas keadilan dalam putusan

Pengadilan Agama Nomor 729/Pdt.G/2009/PA.JP.

Kata Kunci: Pembiayaan Murabahah, Pengelolaan Risiko, Prudential Banking,

Penyelesaian Sengketa Wanprestasi, Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS), Pengadilan Agama.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 10: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

x Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Nafila Rahmawati

NPM : 0806461663

Major Subject : Law (Economic of Law)

Title : Judicial Review of Risk Management and Dispute

Resolution of Default in Murabahah Funding Between

Bank Syariah X and PT. Z at Badan Arbitrase Syariah

Nasional and Religious Court (Analysis on a Verdict of

Religious Court Number 729/Pdt.G/2009/PA.JP)

Since economic crisis in the last 1990, dual banking system practice has grown

bigger in Indonesia. This growth is shown by the amount existence of banks that

provide service using both conventional system and Islamic system, like

consumptive and productive funding services using murabahah system (a trading

system using the negotiated margin). As the subject matter in this study are the

implementation of murabahah funding related to risk management and prudential

Banking of Bank Syariah X which is applied to PT Z, besides that the writer also

examine the suitability of Pengadilan Agama Verdict No.729/Pdt.G/2009/PA.JP

to the Law related in shariah Banking and Islamic Law. The study is done

descriptively by using data analysis in qualitative approach. In this study, the

writer analyzes the implementation of murabahah funding between Bank Syarih X

and PT Z, the writer also compare the dispute settlement in National Department

of Islamic Arbitration (Basyarnas) and Religious Court to positive and Islamic

Law. The writer finally concludes that there are some misappropriations of the

Islamic shariah and prudential banking principal done by Bank Syariah X. In

addition, it is also found that there is inconsistency on Verdict of Pengadilan

Agama Number 729/Pdt.G/2009/PA.JP with Islamic shariah and principle of

justice.

Keywords: Murabahah funding, risk management, prudential banking,

Dispute Resolution of Default, Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS), Religious Court.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 11: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

xi Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ................................ vii

ABSTRAK .................................................................................................. viii

ABTRACT ................................................................................................. ix

DAFTAR ISI .............................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................... 1

1.2 Pokok Permasalahan ....................................................... 7

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................ 7

1.4 Definisi Operasional ....................................................... 8

1.5 Metode Penelitian ........................................................... 12

1.6 Sistematika Penulisan....................................................... 13

BAB II TINJAUAN UMUM PEMBIAYAAN MURABAHAH,

RISIKO, PENGELOLAAN RISIKO, FORCE MAJEURE

SERTA WANPRESTASI ................................................... 16

2.1 Konsep Dasar Pembiayaan Murabahah ......................... 16

2.1.1 Definisi Pembiayaan Murabahah ..................... 16

2.1.2 Landasan Hukum dan Syariah Pelaksanaan

Murabahah di Indonesia .................................. 18

2.1.3 Ketentuan Umum dan Syarat Murabahah ........ 19

2.1.4 Pembebanan Biaya .......................................... 21

2.1.5 Murabahah dengan Pesanan ............................ 23

2.1.6 Pembayaran Dalam Murabahah ....................... 24

2.1.7 Pola Arus Kas Murabahah ............................... 25

2.1.8 Garis Besar Praktik Pembiayaan Murabahah

Oleh Perbankan Syariah Di Indonesia .............. 29

2.2 Konsep Dasar Risiko dan Pengelolaan Risiko ............... 30

2.2.1 Definisi Risiko ................................................ 30

2.2.2 Definisi Pengelolaan Risiko ............................ 32

2.2.3 Karakteristik Manajemen Risiko Dalam

Bank Islam ...................................................... 33

2.2.4 Proses Manajemen Risiko ............................... 36

2.2.5 Jenis-Jenis Risiko ............................................ 37

2.2.6 Risiko Terkait Pembiayaan Murabahah ........... 47

2.3 Konsep Dasar Wanprestasi dan Force Majeure ............. 50

2.3.1 Definisi Wanpretasi ......................................... 50

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 12: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

xii Universitas Indonesia

2.3.2 Akibat Wanprestasi ......................................... 51

2.3.3 Wanprestasi Dari Pihak Kreditur ..................... 52

2.3.4 Definisi Force Majeure .................................... 53

2.3.5 Klasifikasi Force Majeure ............................... 54

2.3.6 Pengaturan Force Majeure Terkait Kontrak

Jual Beli dalam KUH Perdata .......................... 56

2.3.7 Syarat-syarat Force Majeure

dalam KUH Perdata ....................................... 57

BAB III ASPEK HUKUM KONTRAK, PRUDENTIAL BANKING

SERTA PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA

DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN

MURABAHAH ................................................................... 58

3.1 Hukum Kontrak dan Perjanjian Dalam Pembiayaan

Murabahah ................................................................... 58

3.1.1 Perikatan Menurut KUH Perdata ..................... 59

3.1.2 Perikatan Menurut Hukum Syariah Islam ........ 63

3.1.3 Kombinasi Hukum Perikatan KUH Perdata

dan Hukum Islam dalam Perjanjian

Pembiayaan Murabahah .................................. 72

3.1.4 Bentuk Hubungan Hukum Para Pihak ............. 74

3.2 Aspek Prudential Banking Terkait

Pembiayaan Murabahah ............................................... 80

3.2.1 Analisis Pembiayaan ....................................... 85

3.2.2 Penetapan Batas Maksimum Pemberian

Kredit .............................................................. 87

3.2.3 Loan to Deposit Ratio ...................................... 88

3.2.4 Modal Minimum Bank ................................... 88

3.2.5 Kualitas Aktiva Produktif ................................ 89

3.2.6 Posisi Devisa Neto .......................................... 90

3.2.7 Giro Wajib Minimum ...................................... 90

3.2.8 Kewajiban Mengumumkan Neraca dan

Perhitungan Laba/Rugi Tiap Tahun ................. 91

3.3 Pilihan Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Murabah ... 91

3.3.1 Penyelesaian Sengketa Pada

Pengadilan Agama .......................................... 94

3.3.2 Penyelesaian Sengketa Pada

Pengadilan Negeri ........................................... 96

3.3.4 Badan Arbitrase Syariah Nasional ................... 97

BAB IV STUDI KASUS PERMASALAHAN PEMBIAYAAN

MURABAHAH DAN PENYELESAIAN SENGKETA

ANTARA BANK SYARIAH X DENGAN PT Z PADA

BASYARNAS DAN PENGADILAN AGAMA .................. 101

4.1 Pelaksanaan Program Pembiayaan Investasi

Dengan Menggunakan Skema Murabahah

Pada Bank Syariah X terhadap PT Z ............................. 101

4.2 Metode Pembuatan Akad Murabahah Antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 13: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

xiii Universitas Indonesia

Bank Syariah X dan PT Z Berkaitan dengan

Pengelolaan Risiko Pembiayaan ................................... 111

4.3 Kasus Posisi ................................................................. 114

4.4 Analisa Kasus .............................................................. 116

BAB V PENUTUP ........................................................................ 125

5.1 Kesimpulan ..................................................................... 125

5.2 Saran ............................................................................... 128

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 129

LAMPIRAN ..............................................................................................

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 14: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

xiv Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Putusan Pengadilan Agama Nomor 729/Pdt.G/2009/PA.JP

Lampran 2 Contoh Akta Akad Pembiayaan Produktif Al-Murabahah Bank

Syariah

Lampiran 3 Contoh Cara Pengisian Akta Akad Pembiayaan Produktif Al-

Murabahah Bank Syariah

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 15: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

1

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dunia perbankan telah tumbuh menjadi salah satu pendukung yang tangguh

untuk keberlangsungan ekonomi suatu negara. Sejak awal periode 1970, gerakan

Islam di tingkat nasional memasuki bidang perekonomian dengan

diperkenalkannya sistem ekonomi Islam sebagai alternatif dari sistem ekonomi

kapitalis dan sosialis. Pemikiran ekonomi Islam sebenarnya bukan hal yang baru

dalam tradisi pemikiran intelektual Islam, terutama dalam tradisi para pemikir

Islam Klasik yaitu masa kejayaan umat Islam.1

Pertumbuhan sistem ekonomi Islam telah ditunjukkan dengan lahirnya

lembaga keuangan yang menggunakan Prinsip Syariah Islam. Di antara lembaga

tersebut terdapat Bank Syariah, Asuransi Syariah, dan Pasar Modal Syariah.2

Bank Syariah lahir karena dilarangnya riba dalam Islam. Kelahiran lembaga

keuangan yang bebas bunga, terutama di negara–negara Muslim telah

memberikan dimensi baru dalam bidang ekonomi. Secara umum bank Syariah

merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai organisasi perantara

antara yang kelebihan dana dan yang kekurangan dana yang dalam menjalankan

aktivitasnya harus sesuai dengan prinsip–prinsip Islam.3

Bank syariah telah membuktikan bahwa keunggulan yang dimilikinya

mampu mengatasi dampak krisis perekonomian. Hal ini kemudian disikapi

dengan banyaknya konversi perbankan konvensional menjadi perbankan syariah.

Perbankan syariah mengusung ide bebas bunga atau bebas dari unsur riba dalam

1 Muslimin H Kara, Bank Syariah di Indonesia: Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia

Terhadap Perbankan Syariah, (Yogyakarta: UII-Press. 2005), hlm. 44.

2 Dewi, Gemala; Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di

Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media: 2005), hlm. 158.

3 Sudin Haron, Islamic Banking, Rules and Regulation, (Malaysia: Selangor Darul

Ehsan, Pelanduk Publication, 1997), hlm. 5.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 16: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

2

Universitas Indonesia

memberikan pelayanan pada nasabahnya. Kajian bebas bunga ini juga merupakan

konsep yang diajarkan kepada orang Yahudi, Yunani, Romawi serta Nasrani.

Fenomena konversi perbankan konvensional menjadi perbankan syariah ini juga

diikuti oleh dunia Perbankan di Indonesia.

Pengaturan tentang Bank Syariah di Indonesia sebelumnya telah diatur

dalam Undang–undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang diuraikan secara

eksplisit dalam Pasal 1 ayat 13. Yang dimaksud dengan prinsip Syariah adalah

aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk

penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya

yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan

prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan

modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan

(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni

tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas

barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Dunia perbankan syariah Indonesia juga telah menyediakan banyak produk

untuk melayani kebutuhan pembiayaan para nasabahnya dan pengguna jasa

perbankan. Produk-produk tersebut diselaraskan dengan prinsip-prinsip dasar

perbankan syariah yang bebas bunga pada akad dalam Islam. Beberapa prinsip

dasar tersebut antara lain adalah (a) prinsip titipan atau simpanan (Depository / al-

Wadi‟ah), (b) prinsip bagi hasil (profit sharing), prinsip jual beli (sale and

purchase), (c) prinsip sewa (operational lease and financial lease), serta (d)

prinsip jasa (fee-based service).4 Prinsip-prinsip tersebut merupakan bentuk

kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Syariah, dimana hal ini diatur di

dalam Pasal 36 Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004. Dari kegiatan usaha

perbankan Syariah sebagaimana disebutkan di atas, salah satu yang sering

digunakan dalam dunia perekonomian adalah kegiatan jual-beli.

Ada banyak bentuk akad jual beli dalam Islam, akan tetapi dalam perbankan

syariah hanya mengakomodasi tiga jenis jual beli dalam pembiayaan modal kerja

4 Antonio, Muhammad Syafi‟i, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema

Insani. 200), hlm. 83.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 17: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

3

Universitas Indonesia

dan investasi, yaitu murabahah, istishna‟ dan salam. Dari tiga produk tersebut

penyaluran dana dengan prinsip murabahah adalah yang paling banyak dan

mencapai bilangan 70.4% dari jumlah total pembiayaan (Laporan Bank Syariah

tahun 2007). Angka ini menunjukkan bahwa murabahah merupakan produk bank

syariah yang potensial. Dominannya pembiayaan murabahah terjadi karena

pembiayaan ini cenderung memiliki risiko yang lebih kecil dan lebih

mengamankan bagi shareholder sehingga menjadi bisnis yang populer pada

bank-bank Islam karena nyaris tanpa risiko.5 Dikatakan nyaris tanpa risiko karena

kemungkinan Bank untuk menanggung kerugian dalam transaksi dan perjanjian

murabahah lebih kecil dibandingkan kemungkinan menanggung kerugian dalam

praktek mudharabah dan musyarakah yang murni berkonsep Profit and Loss

Sharing.6

Murabahah merupakan suatu sistem jual-beli dalam suatu keadaan dimana

pihak pembeli - karena satu dan lain hal – tidak bisa membeli langsung barang

yang diperlukannya dari pihak penjual sehingga ia memerlukan perantara untuk

bisa mendapatkan barang tersebut. Dalam proses murabahah, Bank sebagai

perantara dapat menaikkan harga sekian persen dari harga aslinya. Besarnya

angka yang menunjukkan minat pengguna jasa perbankan syariah terhadap

produk murabahah, dapat dijadikan gambaran bagi pihak perbankan syariah untuk

selalu melengkapi variabel yang berhubungan dengan implementasi murabahah.

Penggunaan produk murabahah sendiri dalam perbankan syariah pada umumnya

ditujukan untuk membiayai kebutuhan nasabah maupun pengguna jasa perbankan

syariah non-nasabah.

Murabahah atau Bai‟ al-Murabahah merupakan pembiayaan saling

menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang

membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga

pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan

5 Kusmiyati, Asmi Nur Siwi. “Risiko Akad dalam Pembiayaan Murabahah Pada BMT di

Yogyakarta: Dari Teori ke Terapan” Dalam Jurnal Ekonomi Islam La Riba (Vol. 1. No. 1. Juli

2007), hlm. 2

6 Profit and Loss Sharing merupakan sistem bagi hasil dimana Bank dan nasabah saling

berbagi dan menanggung keuntungan maupun kerugian.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 18: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

4

Universitas Indonesia

atau laba bagi shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau

angsur.7 Di dalam akad murabahah terdapat suatu perikatan antara nasabah dan

Bank, dimana perikatan yang dimaksud adalah bentuk perikatan Islam. Substansi

dari hukum perikatan Islam tentunya lebih luas dibandingkan dengan hukum

perdata Barat, karena mencakup hubungan antara manusia dengan manusia serta

hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta (Allah SWT).8 Hukum Perikatan

Islam juga mengandung proteksi yang dimaksudkan untuk memberi perlindungan

kepada manusia, terhadap kelemahan sifat-sifat manusia yang berpotensi untuk

saling menguasai atau melampaui batas-batas hak orang lain.9 Dengan adanya

perikatan dalam pembiayaan dengan sistem murabahah maka timbul akibat

hukum berupa hak dan kewajiban pada para pihak yang terlibat dalam

murabahah, yaitu pihak Bank dan nasabah yang bersangkutan.

Lahirnya akibat hukum tersebut membuat Bank dan nasabah harus pandai

memposisikan diri untuk melaksanakan hak dan kewajiban, karena setelah akad

murabahah ditandatangani sebagai implikasi dari ijab qabul, maka nasabah dan

bank terikat dalam akad yang mereka sepakati dan sekaligus tunduk kepada

hukum positif dan hukum Islam. Adanya akibat hukum berupa hak dan kewajiban

membuka kemungkinan lahirnya wanprestasi oleh para pihak. Bentuk wanprestasi

misalnya default atau kelalaian dimana nasabah sengaja tidak membayar

angsuran. Dari sisi Bank juga dimungkinkan terjadi wanprestasi, misalnya karena

fluktuasi harga, sehingga harga barang naik setelah bank membelikan untuk

nasabah, sehingga Bank menaikkan harga jual barang dimana harga tidak sesuai

dengan harga pada kontrak.

Dalam akad murabahah yang notabene merupakan akad perjanjian jual beli,

ada persyaratan atau rukun yang harus dipenuhi agar perjanjian tersebut sah baik

secara hukum maupun dari segi syariah. Perjanjian jual beli pada dasarnya

merupakan perjanjian tukar-menukar pada mana salah satu prestasinya terdiri dari

7 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi

Hukum Ekonomi Syariah. Pasal 20 angka 6 Buku II tentang Akad.

8 Dewi, Gemala; Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti, op cit., hlm. 4.

9 Ibid, hlm. 5.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 19: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

5

Universitas Indonesia

sejumlah uang dalam arti pembayaran yang sah.10

Persyaratan perjanjian jual beli

adalah sama dengan persyaratan perjanjian pada umumnya sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu adanya kesepakatan dari para

pihak, para pihak yang membuat perjanjian merupakan subjek hukum yang cakap

hukum, perjanjian tersebut mengenai suatu hal tertentu serta objek yang

diperjanjikan merupakan suatu sebab yang halal. Sementara itu dalam Kompilasi

Hukum Ekonomi Syariah (KHES), jual beli atau disebut dengan bai‟11

juga

didasarkan atas suatu perjanjian atau akad, dimana syarat dan rukun akad

ditentukan dalam Pasal 22 KHES. Syarat dan rukun tersebut antara lain adalah

adanya pihak-pihak yang berakad, adanya obyek akad, ada tujuan pokok akad,

dan ada kesepakatan. Ketentuan tambahan agar suatu akad atau perjanjian sah

secara Islam, diatur bahwa akad tersebut tidak boleh bertentangan dengan syariat

Islam, peraturan perUndang-Undangan, ketentuan umum dan/atau kesusilaan.12

Dalam perjanjian jual beli dimungkinkan terjadinya wanprestasi oleh para

pihak. Adanya kemungkinan wanprestasi ini merupakan risiko dalam perjanjian

jual beli. Pasal 1460 KUH Perdata13

menentukan bahwa risiko atas suatu barang

yang telah dibeli menjadi tanggungan si pembeli meskipun barang tersebut belum

diserahkan pada pembeli. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi pihak pembeli.

Keadaan ini juga tidak sesuai dengan salah satu asas akad atau asas perjanjian

dalam Islam, yaitu asas keadilan (al-„adalah). Dalam asas ini, para pihak dalam

perikatan dituntut berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan,

memenuhi perjanjian dan semua kewajibannya.14

10 Soerjopratiknjo, Hartono, Aneka Perjanjian Jual Beli. Cet. Ke-2, (Yogyakarta: PT.

Mustika Wikasa: 1994), hlm. 69.

11 Bai‟ adalah jual beli antara benda dengan benda, atau pertukaran benda dengan uang 12 Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi

Hukum Ekonomi Syariah. Pasal 26 Bab Ketiga Buku Kedua.

13 Pasal 1460 KUH Perdata berbunyi “jika kebendaan yang dijual itu berupa suatu barang

yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan si pembeli,

meskipun penyerahannya belum dilakukan dan si penjual berhak menuntur harganya.

14 Dewi, Gemala; Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti, op cit., hlm. 34.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 20: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

6

Universitas Indonesia

Kemungkinan akan terjadinya wanprestasi serta risiko selama proses

pembiayaan berlangsung, merupakan hal yang harus disadari oleh masing-masing

pihak. Untuk mengamankan transaksinya dari berbagai macam risiko dan

wanprestasi, maka baik Bank maupun nasabah harus mempelajari klausul kontrak

pembiayaan dan melakukan pengelolaan risiko. Problema hukum di atas harus

diselesaikan sesuai kapasitas tanggung jawab masing-masing pihak dan

didasarkan pada hukum Islam serta ketentuan hukum positif yang berlaku baik

dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, fatwa

DSN MUI terkait, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah serta berbagai macam

peraturan perUndang-Undangan mengenai jual beli murabahah.

Telah banyak karya tulis yang membahas mengenai pembiayaan

murabahah, termasuk juga yang ditulis oleh mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Indonesia.15

Dalam penulisan ini murabahah yang dibahas difokuskan

pada segi pengelolaan segala jenis risiko, bentuk dan penerapan prinsip prudential

banking pada institusi perbankan syariah, wanprestasi dan tanggung jawab para

pihak terkait wanprestasi. Hal ini dikarenakan risiko, wanprestasi dan tanggung

jawab para pihak dalam pembiayaan murabahah merupakan satu kesatuan. Dalam

pembiayaan murabahah selalu terdapat risiko yang memungkinkan terjadinya

wanprestasi. Dengan adanya risiko, maka diperlukan pengelolaan dan antisipasi

risiko agar dapat menekan kerugian yang mungkin terjadi karena wanprestasi.

Salah satu wujud dari antisipasi dan pengelolaan risiko bagi pihak perbankan

adalah dengan menerapkan prinsip prudential banking. Namun dalam hal risiko

sudah tidak dapat diantisipasi hingga terjadilah wanprestasi, maka diperlukan

tanggung jawab dari para pihak. Berangkat dari pola pikir inilah dikatakan bahwa

risiko, prudential banking, wanprestasi dan tanggung jawab para pihak

merupakan satu kesatuan.

15 Di antaranya adalah penulisan mengenai murabahah untuk pembiayaan KPR, jaminan

dalam murabahah, maupun murabahah secara luas dan umum.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 21: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

7

Universitas Indonesia

1.2 Pokok Permasalahan

Berkaitan dengan kemungkinan terjadinya wanprestasi sekaligus melakukan

upaya pengelolaan terhadap risiko yang mungkin muncul dalam pembiayaan

murabahah pada bank syariah, maka terdapat beberapa hal yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian kali ini:

1. Kemungkinan risiko apa saja yang dapat terjadi dan harus diantisipasi oleh

Bank Syariah maupun oleh nasabah dalam praktek pembiayaan murabahah

yang disediakan oleh Perbankan Syariah?

2. Bagaimana kesesuaian implementasi pengelolaan risiko dan pembiayaan

murabahah yang dibiayai oleh Bank Syariah X atas proyek PT Z dibandingkan

dengan hukum syariah Islam dan KUH Perdata?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa perjanjian murabahah terkait wanprestasi

yang terjadi antara Bank Syariah X dan PT Z pada Badan Arbitrase Syariah

Nasional (Basyarnas) dan Pengadilan Agama?

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan dengan tema mengenai tanggung jawab bank dan nasabah dalam

hal wanprestasi dan pengelolaan risiko pembiayaan murabahah pada Bank

Syariah ini mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi risiko wanprestasi yang mungkin terjadi dalam

pembiayaan murabahah, baik dilakukan oleh pihak nasabah maupun pihak

Bank sendiri, serta mempersiapkan antisipasi hukum terhadap kemungkinan

risiko tersebut.

2. Untuk memperdalam pemahaman tentang implementasi hukum kontrak

dalam pembiayaan dengan menggunakan skema murabahah pada perjanjian

pembiayaan murabahah antara Bank Syariah X dengan PT. Z.

3. Untuk membandingkan penyelesaian sengketa perjanjian murabahah terkait

wanprestasi yang terjadi antara Bank Syariah X dan PT Z pada Badan

Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) dan Pengadilan Agama didasarkan

pada ketentuan perUndang-Undangan yang berlaku.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 22: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

8

Universitas Indonesia

1.4 Definisi Operasional

Berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini, terdapat

beberapa istilah yang membangun kerangka konsep dan kerangka pemikiran

penelitian ini, antara lain berkaitan dengan murabahah, risiko, wanprestasi serta

tanggung jawab dalam suatu perjanjian baik dari segi hukum Islam maupun

hukum positif Indonesia. Demikian dijabarkan sebagai berikut:

a. Murabahah

Murabahah merupakan suatu prinsip jual-beli dalam Islam, dimana jual beli

dilakukan dengan adanya tambahan dari harga asal.16

Fatwa DSN MUI

Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000 tentang Murabahah,

pada bagian Menimbang, menyebutkan bahwa murabahah merupakan suatu

bentuk jual beli suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada

pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.

Nasabah yang memiliki kebutuhan benda tertentu dapat mengajukan

permohonan kepada Bank Syariah untuk membeli benda yang

diperlukannya. Benda yang telah dibeli oleh Bank, kemudian akan dijual

kembali kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi dari harga asal.

Kelebihan harga ini tentunya didasarkan pada kesepakatan di antara

keduanya. Pembayaran yang dilakukan oleh nasabah biasanya dalam bentuk

angsuran, meskipun tidak dilarang untuk membayar secara tunai. Sistem ini

biasanya dilakukan untuk pembiayaan barang-barang investasi dan

pembiayaan persediaan sebagai modal kerja.17

Dalam hal jual beli dilakukan atas barang yang tidak dimiliki oleh penjual,

maka sistem yang digunakan adalah murabahah kepada pemesan pembelian

(disebut dengan murabahah KPP). Hal ini dinamakan demikian karena si

penjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si

pembeli yang memesan.18

Menjual barang yang tidak dimiliki adalah

16

Dewi, Gemala; Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti, op cit., hlm. 161.

17 Ibid.

18 Ibid., hlm 103

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 23: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

9

Universitas Indonesia

tindakan yang dilarang syariah karena termasuk bai‟ al-fudhuli. Para ulama

syariah terdahulu telah memberikan alasan secara rinci mengenai pelarangan

tersebut. Akan tetapi, beberapa ulama syariah modern menunjukkan bahwa

konteks jual beli murabahah jenis ini dimana “belum ada barang” berbeda

dengan “menjual tanpa kepemilikan barang”. Mereka berpendapat bahwa

janji untuk membeli barang tersebut bisa mengikat pemesan. Oleh karena

itu, para ekonom dan ulama kontemporer menetapkan bahwa nasabah

terikat hukumnya19

.

Dalam pembiayaan murabahah juga terkandung beberapa ketentuan umum,

antara lain tentang jaminan, berhutang dalam murabahah KPP, penundaan

pembayaran oleh debitor mampu, dan aspek bangkrut. Jaminan pada

dasarnya bukan merupakan syarat atau rukun yang harus dipenuhi dalam

murabahah KPP, jaminan dalam hal ini dimaksudkan agar pemesan tidak

main-main dengan pesanannya. Berhutang dalam murabahah KPP

merupakan hutang yang harus segera dilunasi angsurannya kepada pihak

Bank, tanpa melihat apakah nasabah melakukan tindakan hukum lain berupa

menjual lagi barang pesanan kepada pihak ketiga. Hal ini karena transaksi

penjualan kepada pihak ketiga merupakan akad yang benar-benar terpisah

dari akad al-murabahah pertama dengan pihak bank. Dalam hal terjadi

penundaan pembayaran piutang oleh debitor yang mampu, Bank dapat

mengambil tindakan hukum dimana prosedur penyelesaian sengketa diatur

lebih lanjut dalam peraturan perUndang-Undangan. Sementara jika debitor

dinyatakan bangkrut, maka penagihan hutang harus ditunda hingga ia benar-

benar mampu membayar.20

b. Pembiayaan

Berdasarkan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa pembiayaan adalah

penyediaan dan atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

19 Ibid, hlm. 104.

20 Ibid, hlm. 105-106.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 24: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

10

Universitas Indonesia

1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

2. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan

istishna‟;

4. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh, dan

5. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi

multijasa

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau

UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi

fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu

tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

c. Akad

Pengertian akad menurut Buku 2 Pasal 20 angka 1 Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua

pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan

hukum tertentu. Secara khusus akad berarti keterkaitan antara ijab

(pernyataan penawaran atau pemindahan kepemilikan) dan qabul

(pernyataan penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan

berpengaruh pada sesuatu.21

Di dalam akad terdapat rukun dan syarat akad yang harus dipenuhi agar

suatu akad dapat dinyatakan sebagai akad yang sah. Rukun akad terdiri atas:

(1) pelaku akad, (2) objek akad, dan (3) shigah atau pernyataan pelaku akad

yang berupa ijab qabul. Sementara syarat akad terdiri atas: (1) syarat

berlakunya akad yang terdiri atas syarat umum dan syarat khusus, dimana

syarat umum adalah sama untuk semua akad dan syarat khusus merupakan

sesuatu yang harus ada pada akad tertentu, seperti syarat minimal dua saksi

pada akad nikah, (2) syarat sahnya akad, merupakan syarat yang diperlukan

21 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2007),

hlm. 35.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 25: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

11

Universitas Indonesia

secara Syariah agar suatu akad berpengaruh, seperti dalam akad

perdagangan harus bersih dari cacat, (3) syarat terealisasikannya akad

merupakan syarat tentang kepemilikan barang dan wilayah. Syarat

kepemilikan barang yaitu bahwa barang dimiliki oleh pelaku dan berhak

menggunakannya. Sementara syarat selanjutnya (4) adalah syarat lazim

yaitu bahwa akad harus dilaksanakan apabila tidak ada cacat.22

Akad atau

transaksi yang digunakan Bank Syariah dalam operasinya terutama

diturunkan dari kegiatan mencari keuntungan (tijarah) dan sebagian dari

kegiatan tolong-menolong (tabarru‟). Turunan dari tijarah adalah

perniagaan (al-bai‟) yang berbentuk kontrak pertukaran dan kontrak bagi

hasil dengan segala variasinya.23

d. Risiko

Risiko yang digunakan dalam bahasan penulisan mengenai murabahah ini

adalah risiko dari segi hukum atau risiko yang muncul dalam hukum

perjanjian sebagaimana dijelaskan oleh Subekti, yaitu kewajiban memikul

kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu

pihak.24

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

persoalan risiko berpokok pangkal pada terjadinya peristiwa di luar

kesalahan salah satu pihak yang mengadakan perjanjian. Peristiwa atau

kejadian di luar kesalahan salah satu pihak ini dengan kata lain disebutkan

oleh Subekti sebagai keadaan memaksa (overmacht atau force majeure).

Sehingga risiko adalah termasuk juga force majeure yang terjadi.

e. Wanprestasi

Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian menyebutkan bahwa

wanprestasi adalah suatu keadaan dimana si berutang (debitur) tidak

22 Ibid, hlm. 35-37.

23 Ibid, hlm. 37.

24 Subekti, Hukum Perjanjian. Cet. 19. (Jakarta: Intermasa. 2002), hlm. 59.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 26: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

12

Universitas Indonesia

melakukan apa yang dijanjikannya. Perkataan wanprestasi sendiri berasal

dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk. Wanprestasi yang

merupakan kelalaian atau kealpaan seseorang dapat berupa empat macam,

yaitu: 25

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana

dijanjikan.

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

f. Prudential Banking

Prudential banking merupakan prinsip kehati-hatian yang diterapkan oleh

perbankan melalui prudential principle guna memelihara tingkat kesehatan

bank. Prudential principles dipositifikasi dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 juncto Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi: “Bank wajib memelihara tingkat

kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset,

kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang

berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha

sesuai dengan prinsip kehati-hatian.”

1.5 Metode Penelitian

Tipologi penelitian yang diaplikasikan terhadap pokok permasalahan di atas

adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan

penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat suatu individu,

keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu

gejala.26

Dalam penelitian ini dibahas definisi risiko dan mekanisme pengelolaan

risiko secara hukum. Peneliti juga melakukan studi mengenai tanggung jawab

25

Subekti. Op cit. Hlm: 45

26 Mamudji, Sri. et. al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2005), hlm. 4.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 27: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

13

Universitas Indonesia

Bank Syariah dan nasabah terkait wanprestasi, terutama dari aspek kapasitas dan

mekanisme tanggung jawab. Selain itu akan dipaparkan pula mengenai

implementasi hukum kontrak dalam pembiayaan murabahah berdasarkan

peraturan perundang-undangan terkait.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui data sekunder.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan.27

. Data sekunder

berasal dari buku, diktat, peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah, majalah

maupun internet dan produk perUndang-Undangan terkait dengan pembiayaan

murabahah. Teknik analisis data yang akan digunakan adalah melalui pendekatan

kualitatif, yaitu dengan melakukan analisa pada berbagai jenis data yang

terkumpul antara lain studi dokumen baik artikel ilmiah maupun peraturan

perundang-undangan dengan menyertakan hasil wawancara yang dilakukan

terhadap karyawan dari divisi hukum dan pembiayaan dari salah satu institusi

perbankan syariah di Indonesia.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian yang berjudul “Tinjauan Yuridis

Pengelolaan Risiko dan Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Dalam Pembiayaan

Murabahah Antara Bank Syariah X dan PT. Z Pada Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS) Dan Pengadilan Agama” adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Pada Bab pertama ini dijabarkan mengenai latar belakang, pokok permasalahan,

tujuan dari penelitian, definisi operasional yang menjadi landasan pemikiran

penulisan, metodologi penelitian dan teknik pengumpulan data, serta sistematika

penulisan sebagai alur dan koridor penulisan.

27 Ibid, hlm. 6.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 28: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

14

Universitas Indonesia

BAB II Definisi Konsep Tentang Risiko, Pengelolaan Risiko, Pembiayaan

Murabahah serta Wanprestasi dari Perspektif Fiqih Islam dan Hukum

Positif

Bab ini akan dibagi dalam beberapa sub-bab. Sub-bab pertama akan membahas

mengenai definisi pembiayaan murabahah, landasan hukum dan landasan syariah

pembiayaan murabahah, ketentuan umum dan persyaratan dalam murabahah,

pembebanan biaya dalam murabahah, jenis murabahah, pembayaran dalam

murabahah, pola arus kas murabahah, serta garis besar praktik pembiayaan

murabahah oleh perbankan syariah di Indonesia.

Pada sub-bab kedua akan dipaparkan definisi dan konsep dasar tentang risiko

dilihat dari aspek ekonomi dan hukum, definisi pengelolaan risiko, karakteristik

manajemen risiko dalam Bank Islam, jenis-jenis risiko, proses manajemen risiko,

serta risiko terkait pembiayaan murabahah.

Kemudian dilanjutkan pada sub-bab ketiga akan dibahas mengenai wanprestasi

berdasarkan hukum positif Indonesia serta Hukum Islam, akibat dari wanprestasi,

kemungkinan wanprestasi dari pihak kreditur, klasifikasi force majeure, syarat-

syarat force majeure dan pengaturan force majeure terkait kontrak jual beli dalam

KUH Perdata.

BAB III Aspek Hukum Kontrak, Prudential Banking Serta Pilihan

Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Pembiayaan Murabahah

Dalam Bab ini akan terbagi dalam beberapa sub-bab. Sub-bab pertama akan

menganalisa implementasi hukum kontrak dalam pembiayaan murabahah,

perikatan menurut KUH Perdata, perikatan menurut Hukum Syariah Islam,

Kombinasi Hukum Perikatan KUH Perdata dan Hukum Islam dalam Perjanjian

Pembiayaan Murabahah, dan Bentuk Hubungan Hukum Para Pihak.

Sub-bab kedua akan menganalisa aspek prudential banking terkait pembiayaan

murabahah, analisis pembiayaan, penetapan batas maksimum pemberian kredit,

loan to deposit ratio, modal minimum bank, kualitas aktiva produktif, posisi

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 29: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

15

Universitas Indonesia

devisa neto, giro wajib minimum dan kewajiban mengumumkan neraca dan

perhitungan laba/rugi per tahun.

Sub-bab ketiga akan menjelaskan mengenai pilihan penyelesaian sengketa

pembiayaan murabahah, penyelesaian sengketa pada pengadilan agama,

penyelesaian sengketa pada pengadilan negeri, dan penyelesaian sengketa pada

Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

BAB IV Studi Kasus Permasalahan Pembiayaan Murabahah dan

Penyelesaian Permasalahan pada Bank Syariah X

Pada bab ini akan dilakukan studi kasus pembiayaan murabahah pada Bank

Syariah X. Sub-bab pertama akan membahas mengenai pelaksanaan program

pembiayaan investasi dengan menggunakan skema murabahah pada Bank Syariah

X terhadap PT. Z Sub-bab kedua akan menjelaskan mengenai metode pembuatan

akad muarabahah antara Bank Syariah X dan PT. Z berkaitan dengan pengelolaan

risiko pembiayaan. Sub-bab ketiga akan memaparkan kronologis kasus posisi dan

sub-bab keempat akan menjelaskan analisa kasus.

BAB V Penutup

Dalam Bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan jawaban atas pokok

permasalahan yang telah diajukan serta memberikan solusi dan saran antisipatif

mengenai manajemen risiko untuk produk pembiayaan murabahah yang

disediakan oleh Bank Syariah.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 30: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

16

Universitas Indonesia

BAB II

TINJAUAN UMUM PEMBIAYAAN MURABAHAH, RISIKO,

PENGELOLAAN RISIKO, FORCE MAJEURE SERTA WANPRESTASI

2.1 Konsep Dasar Pembiayaan Murabahah

2.1.1 Definisi Pembiayaan Murabahah

Transaksi murabahah lazim dilakukan oleh Rasulullah Saw. dan para

sahabatnya. Secara sederhana murabahah berarti suatu penjualan barang seharga

barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya seseorang

membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu.

Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah

tertentu. Secara singkatnya, murabahah adalah akad28

jual beli barang dengan

menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh

penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty

contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profit-nya

(keuntungan yang ingin diperoleh).29

Murabahah juga diartikan sebagai suatu bentuk jual beli barang dengan

tambahan harga (cost plus) atas harga pembelian yang pertama secara jujur.

Dengan murabahah orang pada hakikatnya ingin mengubah bentuk bisnisnya dari

kegiatan pinjam meminjam menjadi transaksi jual beli.30

Sementara itu

28 Pengertian “Akad” dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Buku II, Bab 1, Pasal

20 angka 1 adalah: kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu. Sehubungan dengan hal ini, maka

transaksi murabahah pada perbankan syariah merupakan jenis transaksi yang mengandung unsur

perikatan dan perjanjian sebagaimana ada dalam Hukum Perdata

29 Karim, A. Adiwarman, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Ed. Ketiga. (Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada). Hlm. 113.

30 Mujieb, Muhammad Abdul at.al, Kamus Fiqih, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus. 1994),

hlm. 275.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 31: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

17

Universitas Indonesia

menurut Sayyid Sabbiq (1998), murabahah adalah penjualan dengan harga

pembelian barang berikut untung yang diketahui.31

Aplikasi Murabahah dalam perbankan syariah dapat diterapkan pada produk

pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar

negeri, seperti Letter of Credit (L/C). Praktek ini paling banyak digunakan karena

sangat sederhana dan tidak dipandang asing bagi yang sudah terbiasa bertransaksi

di bank umum. Dalam Pasal 1 angka 6 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(KHES) murabahah diartikan sebagai pembiayaan saling menguntungkan yang

dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi

jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat

nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib al-mal dan

pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur.

Pelaksanaan transaksi Bai‟ al-murabah adalah jual beli barang pada harga

asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam ba‟i al-murabahah,

penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu

tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Contoh transaksi seorang pedagang

eceran membeli komputer dengan harga Rp.10.000.000,00 kemudian ia

menambahkan keuntungan sebesar Rp.2.000.000,00 dan ia menjual kepada

pembeli seharga Rp.12.000.000,00. Umumnya si pedagang tidak akan memesan

dari grosir sebelum ada pemesanan dari calon pembeli. Demikian halnya di Bank

Syariah, Bank Syariah baru akan memesan barang apabila sudah ada pemesanan

dari pembeli. Dengan demikian bai‟ al-murabahah dapat dilakukan untuk

pembelian barang secara pemesanan, biasa disebut sebagai murabahah kepada

pemesan pembelian32

disebut demikian karena si penjual semata-mata

mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya.

31 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, (Bandung: PT Al-Ma‟Arif, 1998 ), hlm. 82.

32 Antonio, Muhammad Syafi‟i. Op. Cit. Hlm. 103

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 32: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

18

Universitas Indonesia

2.1.2 Landasan Hukum dan Syariah Pelaksanaan Murabahah

Dalam fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000

tentang Murabahah, sebagai landasan syariah transaksi murabahah adalah

sebagai berikut:33

1. Al-Qur‟an: dalam QS. Al-Baqarah [2]: 275.

"…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…."

2. Al-Qur‟an: dalam QS. An-Nisa [4]: 29.

“ hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil)

harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

berlaku dengan sukarela di antaramu….”.

3. Al-Hadits: Hadis Nabi dari Abu Said al-Khudri:

Dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya

jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.”(H.R. al-Baihaqi dan Ibnu

Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).

4. Ijma‟: (Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, II/161; al-Kasani, Bada‟i as-

Sana‟i V/220-222).

5. Kaidah Fikih : “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan

kecuali ada dalil yang mengharamkannya”

Di sisi hukum positif, yang mengatur mengenai masalah murabahah pada

perbankan syariah adalah:

1. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Buku Kedua Bagian Ketujuh

Pasal 116 – 113

2. Fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000

tentang Murabahah

33 Majelis Ulama Indonesia (2003), Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional edisi

kedua, (Jakarta : MUI), Hlm. 22-25.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 33: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

19

Universitas Indonesia

3. Fatwa DSN MUI Nomor 46/DSN-MUI/II/2005 Tentang Potongan Tagihan

Murabahah (Khashm fi al-Murabahah)

4. PBI No. 9/19.PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam

Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa

Bank Syariah

2.1.3 Ketentuan Umum dan Syarat Murabahah

Murabahah sebagai salah satu produk layanan yang disediakan perbankan

syariah, dalam pelaksanaannya harus berlandaskan pada prinsip syariah beserta

hukum ekonomi positif sebagaimana disebutkan di atas. Dalam fatwa DSN MUI

Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 bagian pertama, ditetapkan ketentuan umum

murabahah sebagai berikut:

1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.

2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari‟ah Islam.

3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian baran yang telah

disepakati kualifikasinya.

4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan

pembelian ini harus sah dan bebas riba.

5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,

misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan

harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank

harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut

biaya yang diperlukan.

7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka

waktu tertentu yang telah disepakati.

8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,

pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari

pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang,

secara prinsip, menjadi milik bank.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 34: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

20

Universitas Indonesia

Sementara itu pada bagian kedua fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-

MUI/IV/2000, diatur ketentuan murabahah kepada nasabah (yang menggunakan

layanan pembiayaan murabahah) sebagai berikut:

1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau

aset kepada bank.

2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu

aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah

harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah

disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian

kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.

4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar

uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.

5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank

harus dibayar dari uang muka tersebut.

6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank,

bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.

7. Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari uang muka,

maka:

a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal

membayar sisa harga.

b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal

sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut;

dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi

kekurangannya.

Berkaitan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam murabahah,

sebagaimana disebutkan bahwa murabahah merupakan akad jual beli, maka

persyaratan yang harus dipenuhi dalam murabahah berlaku sama dengan

persyaratan yang ditentukan dalam jual beli pada umumnya. Rukun dan syarat

akad jual beli dalam KHES diatur dalam Pasal 22 jo Pasal 56. Dalam KHES, buku

Kedua bagian pertama Pasal 22 menyebutkan bahwa rukun dan syarat sebuah

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 35: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

21

Universitas Indonesia

akad terdiri atas (a) pihak-pihak yang berakad, (b) obyek akad, (c) tujuan-pokok

akad dan (d) kesepakatan. Sementara Pasal 56 menyebutkan bahwa unsur-unsur

bai‟ (jual beli) terdiri atas (a) pihak-pihak, (obyek), dan (c) kesepakatan.

2.1.4 Pembebanan Biaya

Terdapat beda pendapat tentang biaya apa saja yang dapat dibebankan

kepada harga jual barang. Mazhab Maliki membolehkan biaya yang langsung

terkait dengan transaksi jual beli itu dan biaya-biaya yang tidak langsung terkait

dengan transaksi tersebut, namun memberikan nilai tambah pada barang itu.34

Ulama mazhab Syafi‟i membolehkan membebankan biaya-biaya yang secara

umum timbul dalam suatu transaksi jual beli kecuali biaya tenaga kerjanya sendiri

karena komponen ini termasuk dalam keuntungannya. Begitu pula biaya yang

tidak menambah nilai barang tidak boleh dimasukkan sebagai komponen biaya.35

Ulama mazhab Hanafi membolehkan membebankan biaya-biaya yang

secara umum timbul dalam suatu transaksi jual-beli, namun mereka tidak

membolehkan biaya-biaya yang memang semestinya dikerjakan oleh si penjual.36

Sementara itu mazhab Hambali berpendapat bahwa semua biaya langsung

maupun tidak langsung dapat dibebankan pada harga jual selama biaya itu harus

dibayarkan kepada pihak ketiga dan akan menambah nilai barang yang dijual.37

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa keempat mazhab membolehkan

pembebanan biaya langsung yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga. Keempat

mazhab sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya langsung yang berkaitan

dengan pekerjaan yang memang semestinya dilakukan penjual maupun biaya

langsung yang berkaitan dengan hal-hal yang berguna. Keempat mazhab juga

34 A Dawsk Hasheite, al Dawski „ala Sharhil-Kabir. Hlm 160; al-Qurthubi, II, hlm. 40

35 Al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj „ala Ma‟arif Ma‟ani Alfad al Minhaji. Hlm. 78

36

Al-Kasani, Bada‟us Sana‟ fi Tartibisy-Syara‟: Syarah Tuhfatul-Fuqaha lil-Samarqandi.

Hlm. 223

37 Al-Bahuti, Kasyaful-Qina‟ an Matin al-Aqna, III. Hlm: 234

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 36: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

22

Universitas Indonesia

membolehkan pembebanan biaya tidak langsung yang dibayarkan kepada pihak

ketiga dan pekerjaan itu harus dilakukan pihak ketiga. Bila pekerjaan itu harus

dilakukan oleh si penjual, mazhab Maliki tidak membolehkan pembebanannya,

sedangkan ketiga mazhab lainnya membolehkannya. Mazhab yang empat sepakat

tidak membolehkan pembebanan biaya tidak langsung bila tidak menambah nilai

barang atau tidak berkaitan dengan hal-hal yang berguna.38

Pembebanan dalam hal jaminan pada dasarnya bukan merupakan syarat atau

rukun yang harus dipenuhi dalam murabahah KPP, jaminan dalam hal ini

dimaksudkan agar pemesan tidak main-main dengan pesanannya. Kemudian

berhutang dalam murabahah KPP merupakan hutang yang harus segera dilunasi

angsurannya kepada pihak Bank, tanpa melihat apakah nasabah melakukan

tindakan hukum lain berupa menjual lagi barang pesanan kepada pihak ketiga. Hal

ini karena transaksi penjualan kepada pihak ketiga merupakan akad yang benar-

benar terpisah dari akad al-murabahah pertama dengan pihak bank. Dalam hal

terjadi penundaan pembayaran piutang oleh debitor yang mampu, maka Bank

dapat mengambil tindakan secara hukum dimana prosedur dan mekanisme

penyelesaian sengketa diatur lebih lanjut dalam peraturan perUndang-Undangan.

Sementara jika debitor dinyatakan bangkrut, maka penagihan hutang harus

ditunda hingga ia benar-benar mampu membayar.39

Terkait dengan pembiayaan murabahah, maka ciri pembebanan biaya di

bank Syariah adalah sebagai berikut:40

1. Keuntungan dan beban biaya yang disepakati tidak kaku dan ditentukan

berdasarkan kelayakan tanggungan resiko dan korban masing – masing.

2. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu kontrak. Sisa

hutang selepas kontrak dilakukan kontrak baru.

38 Karim, Adiwarman. A., Op. Cit., Hlm: 114

39

Ibid. Hal: 105-106

40 M. Amin Aziz, Mengembangkan Bank Islam di Indonesia, Buku 1, (Jakarta: Bangkit,

1992), Hlm. 5 – 6

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 37: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

23

Universitas Indonesia

3. Penggunaan persentase untuk perhitungan keuntungan dana biaya administrasi

selalu dihindarkan karena persentase mengandung potensi melipatgandakan.

4. Pada bank Islam tidak dikenal keuntungan pasti (fixed return), ditentukan

kepastian sesudah mendapat untung, bukan sebelumnya.

5. Uang dari jenis yang sama tidak bisa diperjualbelikan atau disewakan atau

dianggap barang dagangan. Oleh karena itu, bank Islam pada dasarnya tidak

memberikan pinjaman berupa uang tunai, tetapi berupa pembiayaan atau

talangan dana untuk pengadaan barang dan jasa.

2.1.5 Murabahah dengan Pesanan

Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan.

Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang

setelah ada pemesanan dari nasabah, dan dapat bersifat mengikat atau tidak

mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya (bank dapat meminta

uang muka pembelian kepada nasabah).

Dalam kasus jual beli biasa, misalnya seseorang ingin membeli barang

tertentu dengan spesifikasi tertentu, sedangkan barang tersebut belum ada pada

saat pemesanan, maka si penjual akan mencari dan membeli barang yang sesuai

dengan spesifikasinya, kemudian menjual kepada si pemesan. Dalam murabahah

melalui pesanan ini, si penjual boleh meminta pembayaran hamish ghadiyah.41

Hal ini sekadar untuk menunjukkan bukti keseriusan si pembeli. Hamish ghadiyah

ini dapat digunakan untuk menutupi kerugian penjual dalam hal pembeli

membatalkan pesanannya. Dalam murabahah berdasarkan pesanan yang bersifat

mengikat, pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya

41 Hamish ghadiyah merupakan uang tanda jadi ketika ijab-kabul

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 38: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

24

Universitas Indonesia

2.1.6 Pembayaran Dalam Murabahah

Sebagaimana jenis pembiayaan lain yang dipraktekkan di dunia perbankan,

pembiayaan dalam murabahah dapat dipilih dengan menggunakan pembayaran

tunai maupun cicilan. Pada pelaksanaannya dikenal murabahah muajjal, yang

dicirikan dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan pembayaran di

kemudian (setelah awal akad), baik dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk

lump sum (sekaligus).42

Berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan murabahah secara

garis besar dapat dibedakan menjadi tiga kelompok sebagai berikut:43

1. Pembiayaan murabahah yang didanai dengan URIA (Unrestricted Investment

Account atau Investasi Tidak Terikat)

2. Pembiayaan murabahah yang didanai dengan RIA (Restricted Investment

Account atau Investasi Terikat)

3. Pembiayaan murabahah yang didanai dengan modal bank

Dalam membayar cicilan murabahah oleh nasabah, apabila nasabah

mempercepat kewajiban pembayarannya sebelum jatuh tempo, maka bank

memperbolehkan mengurangi bagian keuntungannya, yaitu dengan cara

dikreditkan ke rekening piutang murabahah. Apabila terjadi penundaan

membayar kewajiban dengan sengaja, maka nasabah membayar denda, dengan

jumlah yang ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama pada saat akad

ditandatangani. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta‟zir yaitu untuk

membuat nasabah untuk lebih disiplin terhadap kewajibannya. Denda tersebut

diperuntukan sebagai dana sosial (qardhul hasan) bukan untuk pendapatan bank.

42 Karim, Adiwarman. A., Op. Cit., hlm 115

43 Ibid. hlm 117

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 39: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

25

Universitas Indonesia

2.1.7 Pola Arus Kas Murabahah

Nasabah yang akan menggunakan pembiayaan murabahah sebagai

produk jasa suatu institusi perbankan syariah harus mengerti gambaran

umum operasionalisasi pembiayaan murabahah. Langkah-langkah yang

perlu ditempuh oleh calon nasabah antara lain adalah sebagai berikut:44

1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang

atau aset kepada Bank Syariah.

2. Jika Bank Syariah menerima permohonan tersebut makan Bank harus

membeli terlebih dahulu barang yang dipesan dengan pembelian yang

sah kepada pedagang barang yang dimaksud. Bank membeli barang

keperluan nasabah atas nama Bank sendiri dan pembelian itu harus sah

serta bebas riba. Dalam hal ini Bank harus memberitahu secara jujur

harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya-biaya yang diperlukan.

Dimungkinkan bagi Bank untuk memberikan kuasa pembelian barang

kepada nasabah untuk membeli sendiri barang yang dibutuhkannya. Jika

demikian maka akad jual beli (murabahah) harus dilakukan setelah

barang secara prinsip menjadi milik Bank.

3. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)

dengan harga jual sebesar harga beli ditambah dengan margin atau

keuantungannya. Nasabah harus membelinya sesuai dengan perjanjian

yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut

mengikat. Terkait dengan hal ini maka kedua belah pihak harus membuat

kontrak jual beli.

4. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad atau

perjanjian tersebut, pihak Bank dapat mengadakan perjanjian khusus

dengan nasabah.

5. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada

jangka waktu tertentu yang juga merupakan hasil kesepakatan antara

Bank dan nasabah. Dalam jual beli tersebut Bank diperbolehkan meminta

nasabah untuk menyediakan jaminan dan/atau membayar uang muka saat

44 Dikuti Dari Skripsi Analisis Atas Penagihan Pajak Dela Oktafriani FISIP UI 2010

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 40: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

26

Universitas Indonesia

menandatangani kesepakatan awal pemesanan. Hal ini untuk

menghindari cedera janji dari nasabah. Jika nasabah kemudian menolak

membeli barang tersebut maka biaya riil dibayarkan oleh bank dari uang

muka tersebut. Apabila nilai uang muka kurang sehingga timbul kerugian

bagi pihak Bank, maka Bank dapat meminta kekurangan untuk

kerugiannya kepada nasabah. Nasabah dapat menjual kembali barang

tersebut dengan keuntungan atau kerugian, dan tetap berkewajiban

menyelesaikan utangnya kepada Bank.

Secara umum, aplikasi perbankan dari bai‟ al-murabahah dapat

digambarkan dalam skema berikut ini:

Skema 1

Transaksi Bai’ al-Murabahah45

1. Negosiasi & Persyaratan

2. Akad Jual Beli

6. Bayar 5. Terima

Barang dan

Dokumen

3. Beli barang 4. Kirim

45 Karim, Adiwarman. A., Op. Cit. Hal 114

BANK NASABAH

SUPPLIER

(PENJUAL)

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 41: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

27

Universitas Indonesia

Berdasarkan Skema di atas maka dapat disimpulkan bahwa

murabahah ini terdiri dari:

1. Terdapat tiga pihak yang terkait yaitu:

a. Pemohon atau pemesan barang dan ia adalah pembeli barang dari

lembaga keuangan

b. Penjual barang atau supplier kepada lembaga keuangan

c. Lembaga Keuangan atau Bank yang mebeli barang sekaligus

bertindak sebagai penjual barang kepada pemohon atau nasabah

pemesan barang

2. Terdapat dua akad transaksi yaitu:

a. Akad dari penjual barang kepada Lembaga Keuangan

b. Akad dari Lembaga Keuangan kepada pihak yang memesan barang

(nasabah)

3. Terdapat tiga janji yaitu:

a. Janji dari Lembaga Keuangan untuk membelikan barang

b. Janji mengikat dari Lembaga Keuangan untuk membeli barang untuk

pemohon

c. Janji mengikat dari nasabah oemohon untuk membeli barang yang

btelah dipesan dari Lembaga Keuangan

Dalam prakteknya pola arus kas pembiayaan murabahah adalah

sebagai berikut:

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 42: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

28

Universitas Indonesia

Skema 2

Al-Bai’ Naqdan wal Murabahah Taqsith atau Bayar Cicilan46

Rp

Barang diterima oleh Bank

Bank sebagai pembeli

Cash Out

Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp

Bank sebagai penjual

Barang diserahkan oleh Bank

Cash In

Skema 3

Al-Bai’ Naqdan wal Murabahah Muajjal atau Bayar Lump Sum di Akhir47

Rp

Barang diterima oleh Bank

Cash Out

Cash In

Rp

Barang diserahkan oleh Bank Bank sebagai penjual

46 Karim, Adiwarman. A., Op. Cit. Hlm 119

47 Ibid. Hlm 121

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 43: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

29

Universitas Indonesia

2.1.8 Garis Besar Praktik Pembiayaan Murabahah Oleh Perbankan Syariah

Di Indonesia

Pembiayaan murabahah yang umum dipraktikkan oleh Perbankan Syariah

di Indonesia memiliki perbedaan dengan konsep klasik murabahah.

Perbedaan karakteristik pokok pembiayaan murabahah dalam literatur klasik

dan praktik di Indonesia dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 1

Perbandingan Karakteristik Pokok Pembiayaan Murabahah Dalam

Literatur Klasik dan Praktik di Indonesia48

Karakteristik

Pokok Praktik Klasik Praktik di Indonesia

Tujuan transaksi Kegiatan jual-beli Pembiayaan dalam rangka

penyediaan fasilitas / barang

Tahapan transaksi Dua tahap Satu tahap

Proses transaksi

i. Penjual membeli

barang dari produsen

ii. Penjual menjual

barang pada

pembeli

Bank selaku penjual dapat

mewakilkan kepada nasabah

untuk membeli barang dari

produsen untuk dijual kembali

kepada nasabah tersebut

Status kepemilikan

barang pada saat

akad

Barang telah dimiliki

penjual saat akad

penjualan dengan

pembeli dilakukan

Barang belum jelas dimiliki

penjual saat akad penjualan

dengan pembeli dilakukan

Perhitungan tingkat

margin

i. Perhitungan laba

menggunakan biaya

transaksi riil

i. Perhitungan menggunakan

benchmark atas rate yang

berlaku dalam pasar uang

48 Ascarya. Op. Cit. Hal 221-222

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 44: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

30

Universitas Indonesia

ii. Perhitungan laba

merupakan lump

sum dan wholesale

ii. Perhitungan laba

menggunakan presentase per

annum dan dihitung

berdasarkan baki debet

pembiayaan

Sifat pemesanan

barang oleh nasabah

Tidak tertulis

Ada dua pendapat

yaitu mengikat dan

tidak mengikat

Tertulis dan bersifat mengikat

Pengungkapan harga

pokok dan margin Harus transparan Harus transparan

Tenor Sangat pendek Jangka panjang (1-15 tahun)

Cara pembayaran

transaksi jual-beli Cash and carry Dengan cicilan

Kolateral Tanpa kolateral Ada kolateral/jaminan tambahan

2.2 Konsep Dasar Risiko dan Pengelolaan Risiko

2.2.1 Definisi Risiko

Risiko dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai akibat

yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu

perbuatan atau tindakan.49

Selain itu istilah (risk) risiko memiliki berbagai

definisi. Risiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian atau keadaan yang

49 Diakses dari KBBI online http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php pada 28

November 2011

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 45: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

31

Universitas Indonesia

dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Vaughan (1978)

mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut:50

Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian)

Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan)

terhadap kemungkinan kerugian. Dalam ilmu statistik, chance

dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya

situasi tertentu. Sebagian penulis menolak definisi ini karena terdapat

perbedaan antara tingkat risiko dengan tingkat kerugian. Dalam hal chance

of loss 100%, berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.

Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian)

Istilah possibility berarti bahwa probabilitas suatu peristiwa berada

diantara nol dan satu. Namun definisi ini kurang cocok dipakai dalam

analisis secara kuantitatif.

Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian)

Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective. Subjective uncertainty

merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko yang didasarkan pada

pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan

Risk is the dispersion of actual from expected results

Risiko dalam hal ini merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang

diharapkan.

Sementara itu Prof. Subekti dalam bukunya mengartikan risiko sebagai

kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar

kesalahan salah satu pihak.51

Dari berbagai definisi diatas, risiko

dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang

tidak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain, kemungkinan itu

sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Risiko dapat terjadi pada

50 Diakses dari http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/2008050881/jurnal-akuntansi-

pemerintah/manajemen-risiko-di-lingkungan-pemerintah-pengantar-aplikasi-pada-unit-unit-

departemen-keuangan/pengertian-manajemen-risiko.html pada 28 November 2011

51 Subekti, Op. Cit. Hal:59

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 46: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

32

Universitas Indonesia

pelayanan, kinerja, dan reputasi dari institusi yang bersangkutan. Risiko yang

terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kejadian alam,

operasional, manusia, politik, teknologi, pegawai, keuangan, hukum, dan

manajemen dari organisasi.

Risiko dalam konteks dunia perbankan merupakan suatu kejadian

potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak

dapat diperkirakan (unanticipated) yang dapat menimbulkan dampak negatif

terhadap pendapatan dan permodalan bank.52

Risiko-risiko tersebut tidak

dapat dihindari, namun tetap dapat dikelola dan dikendalikan agar tidak

terjadi dampak sistemik yang fatal bagi kas perbankan.

2.2.2 Definisi Pengelolaan Risiko

Pengelolaan risiko atau biasa disebut juga dengan manajemen risiko

merupakan serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang

timbul dari kegiatan usaha.53

Sasaran dari kebijakan manajemen risiko adalah melakukan kegiatan

pengidentifikasian, pengukuran, pemantauan dan pengendalian atas jalannya

kegiatan usaha bank dengan tingkat risiko yang wajar secara terarah,

terintregasi dan berkesinambungan. Dengan demikian manajemen risiko

berfungsi sebagai filter atau pemberi peringatan dini (early warning system)

terhadap kegiatan usaha bank. Tujuan manajemen risiko itu sendiri adalah

sebagai berikut:54

52

Karim, Adiwarman. A., Op. Cit. Hlm 255

53 Ibid.

54 Ibid.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 47: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

33

Universitas Indonesia

1. Menyediakan informasi tentang risiko kepada pihak regulator.

2. Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable.

3. Meminimalisasi kerugian dari berbagai risiko yang bersifat uncontrolled.

4. Mengukur eksposur dan pemusatan risiko.

5. Mengalokasikan modal dan membatasi risiko.

2.2.3 Karakteristik Manajemen Risiko Dalam Bank Islam

Manajemen risiko pada sistem perbankan syariah mempunyai karakter

yang berbeda dengan sistem perbankan konvensional. Perbedaan ini

disebabkan karena adanya jenis-jenis risiko yang khas melekat hanya pada

bank yang beroperasi secara syariah. Adiwarman A. Karim (2007) dalam

bukunya menyebutkan bahwa perbedaan mendasar antara bank Islam dengan

bank konvensional bukan terletak pada bagaimana cara mengukur (how to

measure), melainkan pada apa yang dinilai (what to measure). Perbedaan

tersebut akan tampak terlihat dalam proses manajemen risiko operasional

bank Islam yang meliputi identifikasi risiko, penilaian risiko, antisipasi risiko

dan monitoring risiko.

a. Identifikasi Risiko

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa pada perbankan syariah terdapat

risiko-risiko khusus yang melekat pada bank syariah, dimana risiko ini

tidak terdapat pada perbankan konvensional, sehingga diperlukan

penanganan yang khusus pula untuk risiko pada perbankan syariah.

Dalam hal ini, keunikan bank Islam terletak pada enam hal:55

1. Proses transaksi pembiayaan

Karakteristik bank Islam dalam proses ini setidaknya terlihat pada

tiga aspek, yaitu proses transaksi pembiayaan syariah, proses

transaksi bagi hasil dana pihak ketiga dan proses transaksi devisa.

2. Proses manajemen

Keunikan bank Islam dalam proses manajemen terlihat pada sistem

dan prosedur operasional akuntansi dan Chart of Account (CoA),

55 Ibid. hlm 257

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 48: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

34

Universitas Indonesia

sistem dan prosedur operasional tutup buku, serta sistem dan

prosedur operasional pengembangan produk.

3. Sumber daya manusia

Keunikan bank Islam terkait sumber daya manusia dapat dilihat

dalam spesifikasi kapabilitas yang tidak hanya mencakup dalam

bidang perbankan secara umum tetapi juga meliputi aspek syariah.

4. Teknologi

Keunikan Bank Islam dalam bidang teknologi terlihat pada Business

Requirement Specification (BRS) untuk pembiayaan berbasis bagi

hasil dan BRS dana pihak ketiga.

5. Lingkungan eksternal

Keunikan bank Islam dalam hal ini terlihat pada keberadaan dual

regulatory body, yaitu bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional

dimana sistem perbankan syariah di Indonesia wajib untuk tunduk

pada dua regulatory body ini.

6. Kerusakan

Keunikan bank Islam dalam hal ini terlihat misalnya ketika terjadi

kerusakan pada objek ijarah atau IMBT (Ijarah Muntahiya

Bittamlik).

b. Penilaian Risiko

Dalam penilaian risiko, keunikan bank Islam terlihat pada hubungan

antara probability dan impact, atau dikenal dengan Qualitative Approach.

Pendekatan secara kualitatif ini digunakan untuk menilai dan mengukur

risiko terutama dari segi ekonomi.

c. Antisipasi Risiko

Antisipasi risiko dalam bank Islam bertujuan untuk:

1. Preventive

Dalam Hal ini, bank Islam memerlukan persetujuan Dewan

Pengawas Syariah (DPS) untuk mencegah kekeliruan proses dan

transaksi dari aspek syariah. Bank Islam juga memerlukan opini

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 49: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

35

Universitas Indonesia

bahkan fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN) bila Bank

Indonesia memandang persetujuan DPS belum memadai atau berada

di luar wilayah kewenangannya.

2. Detective

Pengawasan dalam bank Islam meliputi dua aspek, yaitu aspek

perbankan oleh Bank Indonesia dan aspek syariah oleh DPS karena

seringnya timbul pemahaman yang berbeda atas suatu transaksi,

apakah melanggar syariah atau tidak.

3. Recovery

Koreksi atas suatu kesalahan dapat melibatkan Bank Indonesia untuk

aspek perbankan dan DSN untuk aspek syariah.

d. Monitoring Risiko

Aktivitas monitoring risiko dalam bank Islam tidak hanya meliputi

manajemen bank Islam, tetapi juga melibatkan Dewan Pengawas

Syariah. Hal ini dapat digambarkan secara sederhana sebagai berikut:

Tabel 2

STATUS DAN KONDISI TIAP LANGKAH YANG DIAMBIL56

Frekuensi Materi/Isi Contoh

Dewan Pengawas

Syariah 6 bulanan

Laporan Hasil

Pengawasan

Syariah

Hasil

Pengawasan

(Narrative

Summary)

Board Level &

Risk Management

Commitee

Tahunan Summary

- Risk Map

- Narrative

Summary

Middle

Management Triwulan

Summary +

Detail

Operational

Risk

Management

56 Ibid. Hlm 259

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 50: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

36

Universitas Indonesia

Plan (OMRP)

Day to Day

Operation Bulanan Detail Frekuensi

2.2.4 Proses Manajemen Risiko

Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, pada tahap awal

bank syariah harus secara tepat mengenal dan memahami serta

mengidentifikasi seluruh risiko, baik yang sudah ada (inherent risks) maupun

yang mungkin timbul dari suatu bisnis bank. Selanjutnya secara berturut-

turut, bank syariah perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan

pengendalian risiko. Proses ini terus berkesinambungan sehingga menjadi

sebuah lifecycle.57

Skema 4

Siklus Manajemen Risiko58

Dalam pelaksanaannya, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan

dan pengendalian risiko memperhatikan Hal-hal sebagai berikut:59

57 Ibid. Hlm 260

58 Ibid.

Assessing

Measuring

Managing

Monitoring

Understanding

Identifying

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 51: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

37

Universitas Indonesia

1. Identifikasi risiko dilakukan dengan melakukan analisis terhadap:

a. Karakteristik risiko yang melekat pada aktivitas fungsional.

b. Risiko dari produk dan kegiatan usaha.

2. Pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukan:

a. Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan

prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko.

b. Penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko apabila terdapat

perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi, dan faktor risiko yang

bersifat material.

3. Pemantauan risiko dilaksanakan dengan melakukan:

a. Evaluasi terhadap eksposur risiko.

b. Penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan

kegiatan usaha, produk, transaksi, faktor risiko, teknologi

informasi dan sistem informasi manajemen risiko ynag bersifat

material.

4. Pelaksanaan proses pengendalian risiko, digunakan untuk mengelola

risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank

2.2.5 Jenis-Jenis Risiko

Secara umum, risiko yang melekat pada aktivitas fungsional Bank

Syariah dapat diklasifikasikan dalam risiko pembiayaan, risiko pasar dan

risiko operasional sebagaimana dijelaskan berikut:60

1. Risiko Pembiayaan

Risiko pembiayaan merupakan risiko yang disebabkan oleh adanya

kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya. Dalam bank

syariah, risiko pembiayaan ini mencakup risiko terkait produk dan risiko

terkait pembiayaan korporasi.

59 Ibid Hlm 260

60 Ibid. Hlm 260-261

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 52: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

38

Universitas Indonesia

1. Risiko Terkait Produk

a. Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Contracts (NCC)

Analisa ini menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah

sehingga keputusan pembiayaan memperhitungkan risiko yang ada

dari pembiayaan pembiayaan berbasis NCC, seperti murabahah.

Penilaian ini mencakup:

1. Default risk (risiko kebangkrutan), yakni risiko yang terjadi

pada first way out. Risiko ini dipengaruhi oleh:61

i. Industry risk, merupakan risiko yang terjadi pada jenis usaha

yang ditentukan oleh karakteristik jenis usaha yang

bersangkutan, riwayat exposure pembiayaan yang

bersangkutan di bank konvensional maupun bank syariah,

terutama perkembangan Non Performing Financing jenis

usaha yang bersangkutan dan kinerja keuangan jenis usaha

yang bersangkutan (industry financial standard).

ii. Kondisi internal perusahan nasabah, seperti manajemen,

organsasi pemasaran, teknis produksi dan keuangan.

iii. Faktor negatif lainnya yang mempengaruhi perusahaan

nasabah, seperti: kondisi grup usaha, keadaan force majeure,

permasalahan hukum,kewajiban off balance sheet (L/C

import, bank garansi), market risk (forex risk, interest risk,

security risk), riwayat dan restrukturisasi pembayaran.

Default risk digunakan untuk menentukan Customer Risk Rating

(CRR, Rating Risiko Nasabah) yang diukur sebagai berikut:

61 Ibid. Hlm 261-263

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 53: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

39

Universitas Indonesia

Tabel 3

Scoring Rating Risiko Nasabah62

RATING SCORE TINGKAT RISIKO

1 = Baik sekali 5 Very Low Risk

2 = Baik 4 Low Risk

3 = Cukup / sedang 3 Moderate Risk

4 = Kurang 2 High Risk

5 = Buruk sekali 1 Very High Risk

Kondisi internal perusahaan nasabah diukur dari hasil analisis

aspek manajemen, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan

perusahaan. Industry rating diukur pada tingkat nasional dan

ciri-ciri umum sebagai berikut:

Tabel 4

Scoring Rating Industri63

SCORE Industry Risk Rating Ciri-ciri Umum

5 Very Low Risk

Prospek permintaan sangat

baik, struktur industri sangat

kuat, kinerja keuangan dan

kinerja pinjaman di atas

rata-rata industri

62 Karim, Adiwarman. A., Op. Cit. Hlm 154

63 Karim, Adiwarman. A., Op. Cit. Hlm 167

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 54: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

40

Universitas Indonesia

4 Low Risk Di atas rata-rata kinerja

industri

3 Moderate Risk

Rata-rata industri dengan

prospek pertumbuhan yang

memadai dan mempunyai

kemampuan keuangan yang

cukup untuk membayar

kembali pinjamannya

2 High Risk Di bawah rata-rata kinerja

industri

1 Very High Risk

Industri berisiko untuk

diberikan pinjaman dengan

prospek dan kemampuan

keuangan yang meragukan

2. Recovery risk (risiko jaminan), merupakan pembayaran kembali

atas sisa pinjaman nasabah dari hasil penjualan jaminan, apabila

first way out tidak dapat diharapkan. Hal ini dipengaruhi oleh:

Kesempurnaan pengikatan jaminan.

Nilai jual kembali jaminan (marketability jaminan).

Faktor negatif lainnya, misalnya tuntutan hukum pihak lain

atas jaminan, lamanya taksasi ulang jaminan.

Kredibilitas penjamin (jika ada).

b. Risiko pembiayaan berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC)

Analisa jenis ini mengidentisikasi dan menganalisis dampak dari

seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang

diambil sudah memeperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 55: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

41

Universitas Indonesia

berbasis Natural Uncertainty Contracts, seperti mudharabah dan

musyarakah. Penilaian risiko ini mencakup tiga aspek yaitu:

1. Business Risk (risiko bisnis yang dibiayai), yakni risiko yang

terjadi pada first way out.

2. Shrinking risk (risiko berkurangnya nilai pembiayaan

mudharabah atau musyarakah), yakni risiko yang terjadi pada

second way out.

3. Character risk (risiko karakter buruk mudharrib), yakni risiko

yang terjadi pada third way out.

2. Risiko Terkait Pembiayaan Korporasi

Kompleksitas dan volume pembiayaan korporasi menimbulkan risiko

tambahan selain risiko yang terkait dengan produk sehingga

membutuhkan analisis yang lebih komprehensif, yang meliputi

Analisis Sales Cost, Profits, Assests and Liabilities serta Analisis Cash

Flow64

.

Risiko tambahan terkait pembiayaan korporasi yang harus diantisipasi

adalah:65

a. Risiko yang Timbul dari Perubahan Kondisi Bisnis Nasabah

Setelah Pencarian Pembiayaan

Setidaknya ada tiga risiko yang timbul dari perubahan kondisi

bisnis nasabah setelah pencairan pembiayaan. Pertama, yaitu

over trading yang terjadi ketika nasabah mengembangkan volume

bisnis yang besar dengan dukungan modal yang kecil. Keadaan

ini akan menimbulkan krisis cash flow. Kedua, yaitu adverse

trading, terjadi ketika nasabah mengembangkan bisnisnya dengan

mengambil kebijakan melakukan pengeluaran tetap (fixed costs)

yang besar setiap tahunnya serta bermain di pasar yang tingkat

volume penjualannya tidak stabil. Perusahaan dengan

64 Ibid. Hlm 269-271

65 Diadaptasikan dari Brian Coyle, Measuring Credir Risk, (Kent-U.K: CIB Publishing,

2000), Hlm 7-13

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 56: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

42

Universitas Indonesia

karakteristik seperti ini merupakan perusahaan yang secara

potensial berada dalam posisi yang lemah serta berisiko tinggi.

Ketiga, adalah Liquidity Run yang terjadi ketika nasabah

mengalami kesulitan likuiditas karena kehilangan sumber

pendapatan dan peningkatan pengeluaran yang disebabkan oleh

alasan yang tidak terduga. Kondisi ini akan mempengaruhi

kemampuan nasabah menyelesaikan kewajibannya pada bank.

b. Risiko yang timbul dari Komitmen Kapital yang Berlebihan

Dalam memberikan pinjaman, bank dapat juga melakukan

kesalahan dengan mengambil komitmen kapital yang berlebihan

dan menandatangani kontrak untuk pengeluaran berskala besar.

Bank maupun supplier pembiayaan perdagangan seringkali tidak

mampu mengontrol pengeluaran yang berlebihan dari sebuah

perusahaan. Namun demikian, bank dapat mencoba memonitor

dengan melihat neraca perusahaan yang terakhir dipublikasikan

dimana komitmen pengeluaran kapital diungkap.

c. Risiko yang Timbul dari Lemahnya Analisis Bank

Terdapat tiga macam risiko yang timbul dari lemahnya analisis

bank. Pertama, analisis pembiayaan yang keliru, dalam konteks

ini terjadi bukan karena perubahan kondisi nasabah yang tak

terduga, tetapi memang dikarenakan sejak awal nasabah yang

bersangkutan memiliki risiko tinggi. Keputusan pembiayaan bisa

jadi merupakan keputusan yang tidak valid. Kesalahan dalam

pengambilan keputusan ini biasanya bersumber dari informasi

yang tersedia. Kedua, creative accounting, merupakan istilah

untuk menggambarkan penggunaan kebijakan akuntansi

perusahaan yang memberikan keterangan menyesatkan tentang

laporan posisi keuangan suatu perusahaan. Keuntungan

perusahaan dibuat lebih besar untuk menjamin tingkat

kemampuan membayar kembali pinjaman dan menaikkan rating.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 57: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

43

Universitas Indonesia

Ketiga, karakter nasabah, terkadang nasabah dapat memperdaya

bank dengan sengaja menciptakan pembiayaan macet. Terkait

dengan kemungkinan ini bank harus membuat keputusan

berdasarkan informasi objektif tentang karakter nasabah.

2. Risiko Pasar

Market risk atau risiko pasar merupakan risiko kerugian yang terjadi

pada portofolio yang dimiliki oleh bank akibat adanya pergerakan

variabel pasar (adverse movement) berupa suku bunga dan nilai tukar.

Risiko pasar ini mencakup hal-hal sebagai berikut:66

a. Risiko Tingkat Suku Bunga (Interest Rate Risk)

Risiko ini timbul sebagai akibat dari fluktuasi tingkat bunga.

Meskipun bank syariah tidak menetapkan tingkat bunga, baik dari

sisi pendanaan maupun pembiayaan, tetapi bank syariah tidak akan

dapat terlepas dari risiko tingkat bunga. Hal ini disebabkan karena

pasar yang dijangkau oleh bank syariah juga terdiri atas nasabah

selain nasabah yang loyal atas prinsip syariah. Pricing risk yang

dihadapi oleh bank syariah antara lain sebagai berikut:

1. Direct Competitor Market Rate (DCMR) yaitu tingkat bagi hasil

dari bank-bank yang menjalankan usahanya dengan prinsip

syariah.

2. Indirect Competitor Market Rate (ICMR), yaitu tingkat bunga

pada bank-bank konvensional.

3. Expected Competitive Return for Investor, yaitu hasil investasi

yang kompetitif yang diharapkan oleh investor.

Beberapa contoh risiko yang terkait dengan tingkat bunga pada

pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut:

1. Dalam pembiayaan murabahah, margin tidak dapat dinaikkan

dari ketetapan di awal akad. Apabila terjadi kenaikan suku

bunga, maka pendapatan margin dari pembiayaan murabahah

66 Karim, Adiwarman. A., Op. Cit. Hlm 272-274

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 58: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

44

Universitas Indonesia

menjadi lebih kecil dibanding pendapatan bunga. Akibatnya

bagi hasil yang dapat diberikan oleh bank kepada nasabah

menjadi lebih kecil dari bunga.

2. Dalam pembiayaan dikaitkan dengan transaksi murabahah, bila

kenaikan nisbah tidak disepakati oleh masing-masing pihak,

bank hanya akan memperoleh bagi hasil atas margin murabahah

dalam jumlah tetap sebagaimana lazimnya dalam pembiayaan

murabahah.

b. Risiko Pertukaran Mata Uang (Foreign Exchange Risk)67

Risiko ini muncul sebagai konsekuensi pergerakan kurs atau

fluktuasi nilai tukar terhadap rugi-laba bank. Meskipun aktivitas

syariah tidak terpengaruhi risiko kurs secara langsung (karena dalam

bank syariah tidak diperbolehkan melakukan transaksi yang bersifat

spekulasi), tetapi bank syariah tidak akan dapat terlepas dari adanya

posisi dalam valuta asing.

Risiko kurs ini akan meningkat bila jumlah posisi yang diambil

besar, baik posisi long maupun short dan fluktuasi pasar tinggi.

mengingat bank syariah tidak diperkenankan melakukan transaksi

yang bersifat spekulatif seperti forward, margin trading, option dan

swap, maka yang boleh dijalankan adalah untuk kebutuhan transaksi

atau berjaga-jaga (simpanan) dan transaksi yang dilaksanakan harus

tunai atau spot. Termasuk tunai disini adalah pembayaran dengan

cek, pemindahbukuan, transfer dan sarana pembayaran tunai lainnya.

c. Risiko Harga (Price Risk)

Risiko harga adalah kemungkinan kerugian akibat perubahan harga

instrumen keuangan. Untuk perbankan syariah, di samping risiko

harga atas instrumen keuangan yang masih sangat terbatas, juga

terkait risiko harga komoditas termasuk dalam transaksi murabahah.

67 Ibid. hlm 273-274

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 59: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

45

Universitas Indonesia

Risiko ini terjadi apabila harga barang yang dibeli atau dipesan

turum sehingga nasabah membatalkan pesanannya. Sebaliknya bila

harga barang naik maka bank akan terkena risiko tingkat bunga.

d. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)

Risiko ini antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan bank untuk

memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Risiko likuiditas ini

berupa:

1. Turunnya kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan,

khususnya perbankan syariah dan bank syariah yang

bersangkutan.

2. Dalam mudharabah kontrak, memungkinkan nasabah untuk

menarik dananya kapan saja tanpa pemberitahuan terlebih

dahulu.

3. Mismatching antara dana jangka pendek dengan pembiayaan

jangka panjang.

4. Keterbatasan instrumen keuangan untuk solusi likuiditas.

5. Bagi hasil antar bank kurang menarik, karena final settlement-

nya harus menunggu selesainya perhitungan cash basis

pendapatan bank yang biasanya baru terlaksana pada akhir

bulan.

3. Risiko Operasional68

Risiko operasional merupakan risiko yang antara lain disebabkan oleh

ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, human error,

kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi

operasional bank. Faktor penyebab terjadinya risiko ini adalah aspek

infrastruktur (terkait teknologi, kebijakan, lingkungan, pengamanan,

perselisihan dan sebagainya), proses dan sumber daya. Risiko

operasional mencakup lima hal, yaitu risiko reputasi, risiko kepatuhan,

risiko transaksi, risiko strategis dan risiko hukum. Dampak dari risiko

68 Ibid. hlm 275-278

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 60: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

46

Universitas Indonesia

operasional ini dapat berupa terjadi penarikan besar-besaran terhadap

dana pihak ketiga, timbulnya masalah likuiditas, ditutup oleh Bank

Indonesia maupun kebangkrutan.

a. Risiko reputasi (Reputation Risk)

Risiko ini disebabkan oleh adanya publikasi negatif terkait dengan

kegiatan bank atau adanya persepsi negatif terhadap bank. Beberapa

hal yang mempengaruhi reputasi antara lain adalah manajemen,

pemegang saham, pelayanan yang disediakan, penerapan prinsip-

prinsip syariah, dan publikasi. Alasan-alasan yang menyebabkan

turunnya reputasi adalah kesalahan manajemen, melanggar

peraturan, melanggar Fatwa DSN, terjadi skandal keuangan, kurang

kompeten dalam pengelolaan dan pelayanan, integritas diragukan

dan performance keuangan yang kurang baik.

b. Risiko kepatuhan (Compliance Risk)

Risiko ini disebabkan oleh tidak dipatuhinya ketentuan-ketentuan

yang ada, baik ketentuan internal maupun eksternal sebagai berikut:

i. Ketentuan Giro Wajib Minimum, Net Open Position, Non-

Performing Financing dan Batas Maksimum Pemberian

Pembiayaan.

ii. Ketentuan dalam penyediaan produk.

iii. Ketentuan dalam pemberian pembiayaan.

iv. Ketentuan dalam pelaporan baik laporan internal, laporan

kepada Bank Indonesia maupun laporan kepada pihak ketiga

lainnya.

v. Ketentuan perpajakan.

vi. Ketentuan dalam akad dan kontrak.

vii. Fatwa Dewan Syariah Nasional.

c. Risiko Strategis (Strategic Risk)

Risiko ini disebabkan oleh adanya penetapan dan pelaksanaan

strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang

tidak tepat atau bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 61: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

47

Universitas Indonesia

peruabahan perUndang-Undangan dan ketentuan lain yang berlaku.

Indikasi dalam risiko strategi ini dapat dilihat dari kegagalan dalam

mencapai target bisnis yang telah diterapkan.

d. Risiko Transaksi (Transactional Risk)

Risiko transaksi disebabkan oleh permasalahan dalam pelayanan

atau produk-produk yang disediakan. Penyebab timbulnya risiko ini

antara lain adalah: kekeliruan, kecurangan, kesempurnaan akad,

kasus-kasus hukum, sistem teknologi dan informasi, dan pos terbuka.

e. Risiko Hukum (Legal Risk)

Risiko hukum merupakan risiko yang disebabkan oleh adanya

kelemahan aspek yuridis seperti adanya tuntutan hukum, ketiadaan

peraturan perUndang-Undangan yang mendukung atau kelemahan

perikatan (perjanjian) seperti tidak terpenuhinya syarat keabsahan

suatu kontrak atau pengikatan agunan yang tidak sempurna.

Berkaitan dengan risiko hukum ini, ada beberapa hal yang harus

diperhatikan antara lain:

i. Keharusan memiliki kebijakan dan prosedur secara tertulis.

ii. Keharusan melaksanakan prosedur analisis aspek hukum

terhadap produk dan aktivitas baru.

iii. Keharusan memiliki satuan kerja yang berfungsi sebagai legal

watch, baik terhadap hukum positif maupun fatwa DSN dan

ketentuan lain yang berdasarkan prinsip syariah.

iv. Keharusan menilai dampak perubahan ketentuan atau peraturan

terhadap risiko hukum.

v. Keharusan untuk menerapkan sanksi secara konsisten.

vi. Keharusan untuk melakukan kajian secara berkala terhadap

akad, kontrak, dan perjanjian-perjanjian bank dengan pihak lain

dalam hal efektivitas dan enforceability.

2.2.6 Risiko Terkait Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang dicirikan dengan

adanya penyerahan barang di awal akad dan pembayaran di kemudian, baik

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 62: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

48

Universitas Indonesia

dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus). Dengan

demikian pemberian pembiayaan murabahah dengan jangka waktu panjang

dapat menimbulkan risiko tidak bersaingnya bagi hasil pada dana pihak

ketiga.69

Risiko dalam pembiayaan murabahah timbul karena kenaikan

DCRM (Direct Competitor‟s Market Rate), kenaikan ICRM (Indirect

Competitor‟s Market Rate) dan kenaikan ECRI (Expected Competitive Return

for Investors). Oleh karena itu, bank dapat menetapkan jangka waktu

maksimal untuk pembiayaan murabahah dengan mempertimbangkan hal

berikut:

a. Tingkat (margin) keuntungan saat ini dan prediksi perubahannya di masa

mendatang yang berlaku di pasar perbankan syariah (Direct Competitor‟s

Market Rate - DCRM). Semakin cepat perubahan DCRM diperkirakan

akan terjadi, semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.

b. Suku bunga kredit saat ini dan prediksi perubahannya di masa mendatang

yang berlaku di pasar perbankan konvensional (Indirect Competitor‟s

Market Rate - ICRM). Semakin cepat perubahan ICRM diperkirakan akan

terjadi, semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.

c. Ekspektasi Bagi Hasil kepada Dana Pihak Ketiga yang kompetitif di pasar

perbankan syariah (Expected Competitive Return for Investors - ECRI).

Semakin besar perubahan ECRI diperkirakan akan terjadi, semakin pendek

jangka waktu maksimal pembiayaan.

Dalam transaksi murabahah, bank menanggung pembelian suatu

barang atau aset dan harga barang di-mark-up (dinaikkan) sebelum dijual

kembali pada nasabah sesuai kontrak dengan prinsip tambah biaya (cost

plus). Dalam transaksi murabahah, bank tidak turut menanggung untung dan

rugi, melainkan lebih berperan sebagai intermediator finansial.70

Fiqih

menganggap murabahah dengan mark-up berbeda dengan transaksi serupa

69 Ibid. hlm 263-264

70 Lewis, Mervyn K. Dan Latifa M. Algoud. Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik, dan

Prospek [Islamic Banking]. Diterjemahkan oleh Burhan Subrata. (Jakarta: PT Serambi Ilmu

Semesta, 2007). Hal 75

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 63: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

49

Universitas Indonesia

yang berbunga karena mark-up tidak mesti dihubungkan dengan tempo

pinjaman, tetapi kelebihan dialokasikan untuk biaya pelayanan dan bukan

karena pembayarannya ditangguhkan. Transaksi murabahah dianggap halal

karena bank lebih dulu memperoleh barang untuk dijual kembali dengan

harga yang dinaikkan, artinya bank menjual suatu komoditas untuk

mendapatkan laba. Dalam prosesnya, bank menanggung risiko yang mungkin

terjadi antara waktu pembelian dan penjualan kembali; misalnya, tiba-tiba

harga barang turun sehingga nasabah menolak menerima barang, jadi bank

bertanggungjawab atas barang sebelum diterima nasabah.71

Dalam pelaksanaan transaksi murabahah berdasarkan pesanan, terdapat

beberapa potensi risiko dalam transaksi tersebut, yaitu:

a. Murabahah berdasarkan pesanan bersifat tidak mengikat. Risiko bagi bank

yang timbul berdasarkan pesanan dengan sifat tidak mengikat adalah

setelah bank membeli barang sesuai pesanan pembeli, nasabah

membatalkan barang yang dipesannya itu.

b. Murabahah berdasarkan pesanan bersifat mengikat. Risiko bagi bank atas

transaksi ini adalah lebih kecil daripada tranasaksi murabahah berdasarkan

pesanan yang tidak mengikat. Salah satu cara mengikat nasabah adalah

bank syariah dapat meminta uang muka kepada nasabah dan harus disetor

kepada bank syariah.

Untuk mengatasi kekhawatiran dari bank syariah atas cidera janji

nasabah, maka nasabah sebagai pembeli hendaknya membuat janji (waad).

Waad adalah “Janji salah satu pihak untuk melaksanakan transaksi”.72

Waad

atau promise dalam perspektif Syariah artinya adalah janji salah satu pihak

tetapi belum menjadi suatu perikatan atau akad karena belum ada

kesepakatan mengenai syarat dan kondisi secara spesifik. Dalam waad bila

pihak yang berjanji tidak memenuhi janjinya, maka sanksinya lebih

71 Ibid. Hal 77

72 Bank Indonesia Direktorat Perbankan Syariah, Kamus istilah Keuangan dan Perbankan

Syariah, Cet. 1, (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), Hal 85

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 64: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

50

Universitas Indonesia

merupakan sanksi moral.73

Waad baru menjadi akad apabila telah terdapat

surat penawaran dari bank yang telah disetujui oleh nasabah. Penawaran

tersebut dilanjutkan dengan penanda tanganan perjanjian pembiayaan

murabahah antara Bank dan Nasabah.

Dalam transaksi pembiayaan murabahah, waad dibuat oleh pihak yang

paling besar kemungkinannya untuk melakukan cidera janji yaitu pihak

pembeli atau nasabah, sedangkan bank sebagai pihak dirugikan bila transaksi

jual beli tersebut batal. Oleh karenaitu, waad pembelian barang dibuat oleh

nasabah bukan oleh bank. Untuk mencegah resiko tersebut bank dapat

meminta uang muka atau tanda jadi kepada nasabah sebagai bukti keseriusan

nasabah untuk melakukan pembelian barang. Apabila di kemudian hari

pemesan menolak membeli barang tersebut, kerugian riil bank dapat diambil

dari uang muka. Dengan demikian jika kerugian bank sebagai penjual lebih

besar dari uang muka yang dibayar nasabah, bank dapat meminta tambahan

biaya kepada nasabah sebagai pemesan barang. Akan tetapi pada

pelaksanannya hal demikian jarang terjadi, karena sebagian besar nasabah

saat mengajukan pembiayaan murabahah sudah melakukan pembayaran uang

muka kepada pihak ketiga yang menjadi supplier bank.

2.3 Konsep Dasar Wanprestasi dan Force Majeur

2.3.1 Definisi Wanpretasi

Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian menyebutkan bahwa

wanprestasi adalah suatu keadaan dimana si berutang (debitur) tidak melakukan

apa yang dijanjikannya. Perkataan wanprestasi sendiri berasal dari bahasa

Belanda, yang berarti prestasi buruk. Wanprestasi yang merupakan kelalaian atau

kealpaan seseorang dapat berupa empat macam, yaitu: 74

73 Karim, Adiwarman. A., Op. Cit. Hlm. 65

74 Subekti, Op. Cit., Hlm 45

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 65: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

51

Universitas Indonesia

e. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

f. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.

g. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.

h. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Berbicara mengenai wanprestasi tentu tidak terlepaskan dari perikatan dan

perjanjian yang menjadi dasar penentu ada atau tidaknya wanprestasi. Berkaitan

dengan wujud isi atau prestasi perikatan, terdapat pengelompokkan perikatan

sebagai berikut:75

a. Kewajiban untuk memberikan sesuatu

b. Kewajiban untuk melakukan atau berbuat sesuatu

c. Kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu

Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, semua perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Berkaitan

dengan Hal ini maka tiap pihak yang terikat dalam suatu perjanjian harus

melaksanakan apa yang menjadi inti dari perjanjian tersebut dengan itikad baik.

Dengan terjadinya wanprestasi maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

unsur itikad baik yang diupayakan para pihak.

2.3.2 Akibat Wanprestasi

Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi

kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itu karena

ada unsur salah padanya, maka ada akibat hukum yang bisa menimpa dirinya.76

Akibat hukum tersebut antara lain adalah:

a. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1236 dan 1243 KUH Perdata, dalam

Hal debitur lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya, kreditur berhak

untuk menuntut penggantian kerugian yang berupa ongkos-ongkos,

75 Satrio, J, Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya. (Bandung: Alumni. 1993).

Hlm. 50.

76 Ibid. Hlm 144

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 66: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

52

Universitas Indonesia

kerugian dan bunga. Akibat hukum seperti ini menimpa debitur baik dalam

perikatan untuk memberikan sesuatu, untuk melakukan sesuatu ataupun

untuk tidak melakukan sesuatu.

b. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1237 KUH Perdata, bahwa sejak

debitur lalai, maka risiko atas objek perikatan menjadi tanggungan debitur.

c. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1266 KUH Perdata, bahwa jika

perjanjian berupa perjanjian timbal balik maka kreditur berhak menuntut

pembatalan perjanjian dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi.

d. Debitur diharuskan membayar ganti rugi yang telah diderita oleh kreditur

(Pasal 1243 KUH Perdata).

e. Debitur diwajibkan membayar biaya perkara di pengadilan, apabila karena

wanprestasinya itu sampai kepada pengadilan (Pasal 181 ayat 1 HIR).

Namun demikian, semua akibat wanprestasi di atas tidak mengurangi hak

dari pihak kreditor untuk tetap menuntut pemenuhan atas kewajiban pihak debitor

atau pihak yang melakukan wanprestasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

debitor dapat menuntut pemenuhan kewajiban yang belum terlaksana sekaligus

menuntut pemenuhan Hal-Hal di atas sesuai dengan ketentuan dalam KUH

Perdata.

2.3.3 Wanprestasi Dari Pihak Kreditur

Pada prakteknya, tidak hanya pihak debitur yang melakukan wanprestasi,

namun dapat terjadi sebaliknya yaitu pihak kreditur yang melakukan wanprestasi.

Meskipun Undang-Undang (dalam hal ini KUH Perdata) banyak menyebut pihak

debitur yang melakukan wanprestasi, tidak menutup kemungkinan terjadinya

wanprestasi justru dilakukan oleh pihak kreditur. Kemungkinan ini perlu

dicermati guna menghindari sengketa antar kedua belah pihak.

Berkaitan dengan wanprestasi yang dilakukan oleh kreditur, J. Satrio (1993)

dalam bukunya menyebutkan bahwa ada cara memandang yang keliru apabila

terdapat wanprestasi yang dilakukan oleh kreditur. Jika dipandang dari sudut

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 67: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

53

Universitas Indonesia

kewajiban penyerahan, memang penjual berkedudukan sebagai debitur dan

pembeli berkedudukan sebagai kreditur. Sementara jika ditinjau dari segi

kewajiban untuk menerima penyerahan (dan penjual mempunyai hak untuk

menuntut penerimaan), sehingga pembeli yang dalam perikatan yang satu

berkedudukan sebagai kreditur, dalam perikatan yang lain ia berkedudukan

sebagai debitur. Sehingga sebenarnya tidak benar kalau dikatakan ada wanprestasi

pada kreditur, sebab di sana kreditur sebenarnya berkedudukan sebagai debitur. 77

2.3.4 Definisi Force Majeure

Berdasarkan Pasal 1244 KUH Perdata, force majeure atau yang sering

diterjemahkan sebagai “keadaan memaksa” dapat dikatakan sebagai keadaan

dimana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan

atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan atau

peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara

si debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk.

Dalam hal ini, kejadian-kejadian yang merupakan force majeure tersebut

tidak pernah terduga oleh para pihak sebelumnya akan adanya peristiwa tersebut.

Dengan perkataan lain, bahwa peristiwa yang merupakan force majeure tersebut

tidak termasuk kedalam asumsi dasar (basic assumption) dari para pihak ketika

kontrak tersebut dibuat. Pasal 1244 dan juga Pasal 1245 KUH Perdata hanya

mengatur masalah force majeure dalam hubungan dengan pergantian biaya rugi

dan bunga saja, akan tetapi perumusan Pasal-Pasal ini dapat digunakan sebagai

pedoman dalam mengartikan force majeure pada umumnya.

Dari rumusan-rumusan dalam Pasal KUH Perdata seperti tersebut diatas

dapat dilihat kausa force majeure menurut KUH Perdata, sebagai berikut :

1. Force majeure karena sebab-sebab yang tak terduga.

Dalam Hal ini, menurut Pasal 1244, jika terjadi Hal-Hal yang tidak terduga

(pembuktiannya dipihak debitur) yang menyebabkan terjadinya kegagalan

dalam melaksanakan kontrak, Hal tersebut bukan termasuk dalam kategori

77 Ibid. Hlm 176

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 68: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

54

Universitas Indonesia

wanprestasi kontrak, melainkan termasuk kedalam kategori force majeure,

yang pengaturan hukumnya lain sama sekali. Kecuali jika debitur beritikad

jahat, dimana dalam hal ini debitur tetap dapat diminta tanggung jawabnya.

2. Force majeure karena keadaan memaksa.

Sebab lain mengapa seseorang debitur dianggap dalam keadaan force

majeure sehingga dia idak perlu bertanggung jawab atas tidak

dilaksanakannya kontrak adalah jika tidak dipenuhinya kontrak tersebut

disebabkan oleh keadaan memaksa. Lihat Pasal 1245 KUH Perdata.

3. Force majeure karena masing-masing perbuatan tersebut dilarang.

Apabila ternyata perbuatan (prestasi) yang harus dilakukan oleh debitur

ternyata dilarang (oleh perUndang-Undangan yang berlaku), maka kepada

debitur tersebut tidak terkena kewajiban membayar ganti rugi (Pasal 1245

KUH Perdata).

2.3.5 Klasifikasi Force Majeure

Apabila dilihat dari sasaran yang terkena force majeure, maka force majeure

dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Force majeure yang objektif

Force majeure yang bersifat objektif ini terjadi atas benda yang merupakan

objek kontrak tersebut. Artinya keadaan benda tersebut sedemikian rupa

sehingga tidak mungkin lagi dipenuhi prestasi sesuai kontrak, tanpa adanya

unsur kesalahan dari pihak debitur. Misalnya benda tersebut terbakar.

Karena itu, pemenuhan prestasi sama sekali tidak mungkin dilakukan.

Karena yang terkena adalah benda yang merupakan objek dan kontrak,

maka force majeure seperti ini disebut juga dengan physical impossibility.

2. Force majeure yang subjektif.

Sebaliknya, force majeure yang bersifat subjektif terjadi manakala force

majeure tersebut terjadi bukan dalam hubungannya dengan objek (yang

merupakan benda) dari kontrak yang bersangkutan, tetapi dalam

hubungannya dengan perbuatan atau kemampuan debitur itu sendiri.

Misalnya jika si debitur sakit berat sehingga tidak mungkin berprestasi lagi.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 69: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

55

Universitas Indonesia

Selanjutnya jika dilihat dari segi kemungkinan pelaksanaan prestasi dalam

kontrak, suatu force majeure dapat dibeda-bedakan kedalam :

1. Force majeure yang absolut

Yang dimaksud dengan force majeure yang absolut adalah suatu force

majeure yang terjadi sehingga prestasi dari kontrak sama sekali tidak

mungkin dilakukan. Misalnya barang yang merupakan objek dari kontrak

musnah. Dalam hal ini kontrak tersebut “tidak mungkin” untuk

dilaksanakan.

2. Force majeure yang relatif

Sementara itu, yang dimaksud dengan force majeure yang bersifat relatif

adalah satu force majeure dimana pemenuhan prestasi secara normal tidak

mungkin dilakukan, sungguh pun secara tidak normal masih mungkin

dilakukan. Misalnya terhadap kontrak impor-expor dimana setelah kontrak

dibuat terdapat larangan impor atas barang itu. Dalam hal ini barang

tersebut tidak mungkin lagi diserahkan (diimpor), sungguhpun dalam

keadaan tidak normal masih dapat dilakukan. Misalnya jika dikirim barang

dengan jalan penyeludupan. Keadaan seperti ini sering dikatakan bahwa

kontrak masih mungkin (possible) dilaksanakan, tetapi tidak praktis lagi.

Kemudian, apabila dilihat dari segi jangka waktu berlakunya keadaan yang

menyebabkan terjadinya force majeure, maka dapat dibedakan kedalam :

1. Force majeure permanen,

Suatu force majeure dikatakan bersifat permanen jika sama sekali sampai

kapan pun suatu prestasi yang terbit dari kontrak tidak mungkin dilakukan

lagi. Misalnya jika barang yang merupakan objek dari kontrak tersebut

musnah diluar kesalahan debitur.

2. Force majeure temporer

Sebaliknya, suatu force majeure dikatakan bersifat temporer bilamana

terhadap pemenuhan prestasi dari kontrak tersebut tidak mungkin dilakukan

untuk sementara waktu, misalnya karena terjadi peristiwa tertentu, dimana

setelah peristiwa tersebut berhenti, prestasi tersebut dapat dipenuhi kembali.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 70: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

56

Universitas Indonesia

Misalnya jika barang objek dari kontrak tersebut tidak mungkin dikirim

ketempat kreditur karena terjadinya pergolakan sosial ditempat kreditur

tersebut. Akan tetapi nantinya ketika keadaan sudah menjadi aman, tentunya

barang tersebut masih mungkin dikirim kembali.

2.3.6 Pengaturan Force Majeure Kontrak Jual Beli dalam KUH Perdata

Force majeure untuk kontrak jual beli, khususnya mengenai risiko sebagai

akibat dari force majeure tersebut diatur dalam Pasal 1460 KUH Perdata.78

Dengan demikian, menurut Pasal 1460 setelah kontrak jual beli tersebut

ditandatangani risiko beralih kepada pihak pembeli, sungguhpun benda tersebut

belum diserahkan atau belum masanya diserahkan. Ini merupakan ketentuan yang

tidak tepat, sebab pengalihan risiko (akibat dari force majeure) tersebut

semestinya terjadi sejak saat penyerahan seharusnya dilakukan. Dalam sistem

KUH Perdata suatu kontrak hanya bersifat obligatoir saja. Artinya, setelah

kontrak tersebut dilakukan, masih memerlukan tindakan hukum lainnya, yaitu

yang disebut dengan “penyerahan” yang dapat dilakukan setelah kontrak jual beli

dilakukan. Mestinya risiko baru beralih sejak saat seharusnya penyerahan benda

tersebut dilakukan, bukan pada saat kontrak jual beli dilakukan. Karena Pasal

1460 KUH Perdata ini berada diluar sistem dan dirasakan sangat tidak adil bagi

pihak pembeli, maka Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Surat

Edarannya No.3 Tahun 1963 memintakan agar para hakim tidak memberlakukan

Pasal 1460 tersebut. Karena itu pula, pengaturan risiko sebagai akibat dari force

majeure dari Pasal 1460 tersebut tidak dapat dipakai sebagai pedoman untuk

mengartikan risiko dalam hukum kontrak secara umum.

78 Pasal 1460 KUH Perdata berbunyi “jika kebendaan yang dijual itu berupa suatu barang

yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan si pembeli,

meskipun penyerahannya belum dilakukan dan si penjual berhak menuntut harganya.”

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 71: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

57

Universitas Indonesia

2.3.7 Syarat-syarat Force Majeure dalam KUH Perdata

Dari seluruh Pasal-Pasal dalam KUH Perdata yang mengatur tentang force

majeure, dapat ditarik kesimpulan bahwa syarat-syarat dari suatu force majeure

adalah sebagai berikut :

a. Peristiwa yang menyebabkan terjadinya force majeure tersebut haruslah

“tidak terduga” oleh para pihak (vide Pasal 1244 KUH Perdata).

b. Peristiwa tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada

pihak yang harus melaksanakan prestasi tersebut atau debitur (vide Pasal

1244 KUH Perdata).

c. Peristiwa yang menyebabkan terjadinya force majeure tersebut diluar

kesalahan pihak debitur (vide Pasal 1545 KUH Perdata).

d. Peristiwa yang menyebabkan terjadinya force majeure tersebut bukan

kejadian yang disengaja oleh debitur. Ini merupakan perumusan yang

kurang tepat. Sebab yang semestinya tindakan tersebut “diluar kesalahan”

para pihak (lihat Pasal 1545 KUH Perdata), bukan “tidak disengaja”. Sebab

kesalahan para pihak baik yang dilakukan dengan sengaja ataupun yang

tidak disengaja, yakni dalam bentuk “kelalaian” (negligence).

e. Para pihak tidak dalam keadaan itikad buruk (vide Pasal 1244 KUH

Perdata).

f. Jika terjadi force majeure, maka kontrak tersebut menjadi gugur, dan

sedapat mengkin para pihak dikembalikan seperti seolah-olah tidak pernah

dilakukan (vide Pasal 1545 KUH Perdata).

g. Jika terjadi force majeure, maka para pihak tidak boleh menuntut ganti rugi.

Vide Pasal 1244 juncto Pasal 1245, juncto Pasal 1553 ayat (2) KUH

Perdata.

h. Risiko sebagai akibat dari force majeure, beralih dari pihak kreditur kepada

pihak debitur sejak saat seharusnya barang tersebut diserahkan (vide Pasal

1545 KUH Perdata). Pasal 1460 KUH Perdata mengatur hal ini secara tidak

tepat (diluar sistem).

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 72: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

58

Universitas Indonesia

BAB III

TINJAUAN HUKUM KONTRAK, PRUDENTIAL BANKING SERTA

PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN

PEMBIAYAAN MURABAHAH

3.1 Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan Murabahah

Setiap produk atau jasa yang ditawarkan oleh perbankan syariah kepada

nasabah harus melalui perikatan, oleh karenanya perikatan dalam setiap produk

atau jasa perbankan syariah merupakan dasar dalam melakukan perbuatan hukum.

Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan

ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Seringkali

nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila

hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila

perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti.79

Dalam pembiayaan murabahah pada bank syariah, umumnya terdapat dua

pihak yang terlibat yaitu Bank dan nasabah. Dengan adanya dua pihak dalam

pembiayaan murabahah ini berarti terdapat suatu hubungan berupa perikatan di

antara keduanya. Pembiayaan murabahah yang tentunya merupakan suatu bentuk

perjanjian, di dalamnya terdapat aspek hukum kontrak. Dalam karya tulis ini,

penulis membahas perikatan baik secara hukum Islam maupun hukum perdata,

karena dasar pembentukkan bank syariah adalah hukum Islam dan hukum perdata

selaku hukum yang mengatur secara umum di Indonesia.

79 Afzarul Rahman, Economic Doctrines of Islam, Lahore, Islamic Publication, 1990.

Lihat juga Muhammad Syafi‟I Antonio, Op.cit, hlm. 29

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 73: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

59

Universitas Indonesia

3.1.1 Perikatan Menurut KUH Perdata

Perikatan menurut Subekti adalah suatu perhubungan hukum antara dua

orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan

itu.80

Dari sini dapat disimpulkan bahwa suatu perikatan lahir karena adanya

perjanjian antara dua pihak untuk saling melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Dengan adanya perjanjian ini maka timbullah hak dan kewajiban bagi tiap-tiap

pihak yang terlibat dalam perikatan. Pengaturan tentang hukum perjanjian di

Indonesia terdapat dalam Buku III Bab Kedua, Bagian Kesatu sampai dengan

Bagian Keempat Kitab Undang–undang Hukum Perdata dibawah titel Tentang

Perikatan, mulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864.

Kata “perjanjian” dan “perikatan” merupakan dua istilah yang dikenal

dalam KUH Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata, memberikan definisi bahwa

“perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Sedangkan tentang

perikatan, sekalipun dalam KUH Perdata tidak secara tegas mendefinisikannya,

tetapi dalam Pasal 1233 KUH Perdata dinyatakan bahwa perikatan, selain lahir

dari Undang-Undang, juga karena perjanjian. Dengan demikian suatu perikatan

belum tentu merupakan perjanjian, sedangkan suatu perjanjian sudah pasti

merupakan suatu perikatan.

Didalam Kitab Undang–undang Hukum Perdata, asas kebebasan untuk

melakukan perikatan (freedom of contract) mendapatkan dasar eksistensinya

dalam rumusan Pasal 1320 angka 4. Dengan kebebasan berkontrak ini, para pihak

yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan

membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama

dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang

terlarang. Ketentuan Pasal 1337 Kitab Undang–undang Hukum Perdata

menyatakan bahwa:

80 Subekti, Op. Cit. Hal 1

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 74: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

60

Universitas Indonesia

“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang – undang atau

apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.”

Ketentuan tersebut memberikan gambaran kepada kita semua, bahwa pada

dasarnya semua perjanjian dapat dibuat dan diselenggarakan oleh setiap orang.

Hanya perjanjian yang mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak

yang melanggar undang–undang kesusilaan dan ketertiban umum saja yang

dilarang.81

Kebebasan berkontrak dan asas pacta sunt servanda82

dalam

kenyataannya dapat menimbulkan ketidakadilan. Kebebasan berkontrak

didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki posisi tawar

(bargaining position) yang seimbang, tetapi dalam kenyataannya para pihak tidak

selalu memiliki posisi tawar yang seimbang. Akibatnya, pihak yang memiliki

posisi tawar yang lebih kuat cenderung menguasai pihak yang memiliki posisi

tawar yang lebih lemah. Hal ini banyak ditemui dalam perjanjian atau kontrak

yang berlangsung antara Bank dan nasabah. Bank merupakan pihak yang

mempunyai dana yang sangat dibutuhkan oleh nasabah, sehingga Bank

mempunyai bargaining power yang lenih kuat dibandingkan nasabah. Keadaan ini

sering dimanfaatkan oleh Bank dalam pembuatan perjanjian, dimana klausula

kontrak yang ditawarkan oleh Bank lebih sering berbentuk klausula baku yang

harus diterima begitu saja oleh nasabah apabila nasabah ingin mendapatkan

bantuan pembiayaan dari Bank.

Kebebasan berkontrak dalam hukum kontrak memiliki makna kebebasan

berkontrak yang positif dan negatif. Kebebasan berkontrak yang positif adalah

bahwa para pihak memiliki kebebasan untuk membuat kontrak yang mengikat

yang mencerminkan kehendak bebas para pihak. Dengan prinsip tersebut, maka

81 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 46

82 Ridwan Khairandy dalam bukunya berjudul Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak

memberikan definisi Kebebasan Berkontrak adalah kebebasan para pihak yang terlibat dalam suatu

kontrak untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian, kebebasan untuk menentukan

dengan siapa mengadakan perjanjian, kebebasan untuk menentukan isi perjanjian dan kebebasan

untuk menentukan bentuk perjanjian. Sedangkan Pacta sunt servanda adalah apa yang disepakati

oleh para pihak dalam kontrak memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak sebagaimana layaknya

undang – undang.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 75: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

61

Universitas Indonesia

pembentukan suatu kontrak dan pemilihan isi kontrak adalah hasil kehendak

bebas para pihak. Kebebasan kontrak negatif bermakna bahwa para pihak bebas

dari suatu kewajiban sepanjang kontrak yang mengikat itu tidak mengaturnya.83

Namun kebebasan ini tentunya dibatasi oleh ketentuan perUndang-Undangan

yang berlaku, dimana walaupun suatu hal tidak diatur di dalam kontrak yang

bersangkutan namun apabila hal tersebut diatur di dalam peraturan perUndang-

Undangan maka para pihak wajib menjalankan sesuai dengan apa yang disebutkan

di dalam peraturan perUndang-Undangan terkait.

Asas Kerelaan, hal ini sejalan dengan Pasal 1321 Kitab Undang–undang

Hukum Perdata yang berbunyi:

“Tiada suatu perjanjian pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena

kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”.

Asas kejujuran dan kebenaran, hal ini sejalan pula dengan Pasal 1321 Kitab

Undang–undang Hukum Perdata sebagaimana telah disebutkan diatas. Sehingga

jika dalam suatu perjanjian terdapat unsur penipuan, maka perjanjian tersebut

dapat dibatalkan. Untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak, sebaiknya

suatu akad atau perjanjian dibuat secara tertulis, hal ini yang akan dijadikan

sebagai bukti otentik bagi para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Pada

umumnya perjanjian dalam bentuk tertulis disebut juga dengan kontrak.

Berdasarkan Black‟s Law Dictionary, perjanjian memiliki pengertian yang

luas daripada kontrak, karena kontrak biasanya dibuat dalam bentuk tertulis

diantara dua atau lebih orang yang melahirkan kewajiban untuk melakukan atau

tidak melakukan sesuatu hal khusus. Dalam membuat suatu perikatan, hal penting

yang harus ada dan mendasari bentuk suatu perikatan atau kontrakadalah itikad

baik. Dalam hukum kontrak, itikad baik memiliki tiga fungsi yaitu:84

83 Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Cet.2, (Jakarta: Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2004), Hal 42

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 76: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

62

Universitas Indonesia

1. Penafsiran kontrak harus didasarkan pada itikad baik.

Suatu kontrak terdiri dari serangkaian kata, sehingga untuk menetapkan isi

kontrak perlu dilakukan penafsiran agar diketahui dengan jelas maksud para

pihak. Asas itikad baik berperan penting dalam penafsiran kontrak, jika

kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan itikad baik, maka setiap isi kontrak

harus ditafsirkan secara fair atau patut. Dalam Pasal 1343 KUH Perdata

ditentukan bahwa:

“Jika kata–kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam

penafsiran, harus dipilihnya menyelidiki maksud kedua belah pihak

yang membuat perjanjian itu daripada memegang teguh arti kata –

kata menurut huruf.”

Dengan demikian, kontrak harus diberikan penafsiran yang paling sesuai

dengan kehendak atau maksud para pihak.

2. Fungsi menambah

Dengan fungsi yang kedua ini, itikad baik dapat menambah isi suatu

perjanjian tertentu dan juga dapat menambah kata–kata ketentuan Undang-

Undang mengenai perjanjian itu. Fungsi yang demikian ini dapat diterapkan

apabila ada hak dan kewajiban yang timbul diantara para pihak tidak secara

tegas dinyatakan dalam kontrak.

3. Fungsi yang membatasi dan meniadakan

Suatu perjanjian tertentu atau suatu syarat tertentu dalam kontrak atau

ketentuan undang–undang mengenai kontrak itu dapat dikesampingkan, jika

sejak dibuatnya kontrak itu keadaan telah berubah sehingga pelaksanaan

kontrak itu menimbulkan ketidakadilan. Dalam keadaan yang demikian itu,

kewajiban kontraktual dapat dibatasi, bahkan ditiadakan seluruhnya atas

itikad baik.

84 P.L. Wery, Perkembangan Hukum tentang Itikad Baik di Nederland, (Jakarta:

Percetakan Negara, 1990), hlm. 11. Sebagaimana dikutip dalam Ridwan Khairandy, Op.cit, hlm.

231

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 77: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

63

Universitas Indonesia

3.1.2 Perikatan Menurut Hukum Syariah Islam

Dalam Islam, konsep mengenai perikatan dan perjanjian ini diatur dalam

bab mengenai muamallah. Dalam hukum Islam suatu perikatan memerlukan suatu

tanggung jawab moral yang sangat tinggi untuk, dipenuhi oleh masing-masing

pihak yang melakukan perikatan, karena merupakan tanggung jawab yang wajib

dipenuhi ketika hidup di dunia maupun setelah berada di alam akhirat. Berbeda

dengan perikatan yang ada dalam ketentuan hukum positif yang pemenuhannya

hanya berlaku di dunia saja. Perikatan dalam hukum Islam memiliki tanggung

jawab moral yang sangat tinggi untuk pemenuhannya karena apabila tidak

dipenuhi di dunia akan menjadi tanggung jawab ketika di alam akhirat.

Terdapat dua hal yang berhubungan dengan perjanjian dalam Islam, yaitu

al-„aqdu (akad) dan al-„ahdu (janji).85

Pengertian akad secara bahasa adalah

ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-rabth) maksudnya adalah menghimpun

atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang

lainnya sehingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang

satu.86

Kata al-„aqdu terdapat dalam QS. al-Maidah: 1, bahwa manusia diminta

untuk memenuhi akadnya. Dalam kaitannya dengan hukum perikatan Islam,

Fathurahman Djamil mengemukakan enam asas yang terdapat dalam hukum

Islam, yaitu:87

1. Asas Kebebasan (Al–Hurriyah)

Islam memberikan kebebasan kepada para pihak untuk melakukan suatu

perikatan. Bentuk dan perikatan tersebut ditentukan oleh para pihak.

Apabila telah disepakati bentuk dan isinya, maka perikatan itu mengikat

para pihak yang menyepakatinya dan harus dilaksanakan segala hak dan

kewajibannya, namun kebebasan ini tidaklah absolute. Sepanjang tidak

bertentangan dengan syariat Islam, maka perikatan tersebut boleh

85 Dewi, Gemala; Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti, op cit., hlm. 45.

86 Ghufron A. Mas‟adi. Fiqih Muamalah Konstektual. Cet.1. (Jakarta: Raja Grafindo

Persada. 2002). Hal: 75

87 Ibid. Hal 249 – 251

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 78: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

64

Universitas Indonesia

dilaksanakan. Adapun dasar hukumnya adalah surat Al – Maidah ayat 1,

yang berbunyi:

“Hai orang – orang yang beriman, penuhilah akad – akad itu”.

Kebebasan berkontrak dalam system hukum Islam dilaksanakan antara dua

jalur. Pertama, perbuatan kontrak sebagaimana difirmankan Allah SWT

melalui kebiasaan Nabi Muhammad SAW. Kedua, prinsip larangan

terhadap riba dan uncertainty (gharar).

2. Asas Persamaan atau Kesetaraan (Al–Musawah)

Suatu perbuatan muamallah salah satu jalan untuk memenuhi kebutuhan

hidup manusia. Antara sesama manusia masing–masing memiliki kelebihan

dan kekurangan. Untuk itu, antara manusia satu dengan yang lain

hendaknya saling melengkapi atas kekurangan yang lain dari kelebihan yang

dimilikinya. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki kesempatan yang

sama untuk melakukan suatu perikatan. Dalam melakukan perikatan ini,

para pihak menentukan hak dan kewajiban masing–masing didasarkan pada

asas persamaan dan kesetaraan ini. Tidak boleh ada suatu kezaliman yang

dilakukan dalam perikatan tersebut.

3. Asas Keadilan (Al–„Adalah)

Adil adalah merupakan salah satu sifat Allah SWT yang sering kali

disebutkan dalam Al Qur‟an. Bersikap adil sering kali Allah SWT tekankan

kepada manusia dalam melakukan perbuatan, karena adil menjadikan

manusia lebih dekat kepada takwa. Sebagaimana disebutkan dalam Al

Qur‟an Surat Al- A‟raaf (7) ayat 29:

“Katakanlah: “Tuhanku menyuruh supaya berlaku adil.”

4. Asas Kerelaan (Al–Ridha)

Segala transaksi yang dilakuakan harus atas dasar suka sama suka atau

kerelaan antara masing–masing pihak, tidak boleh ada tekanan, paksaan,

penipuan dan mis–statement. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka transaksi

tersebut dilakukan dengan cara yang batil. Disamping itu pula, jika hal

tersebut terjadi, dapat membatalkan perbuatan tersebut. Unsur sukarela ini

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 79: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

65

Universitas Indonesia

menunjukkan keikhlasan dan itikad baik dari para pihak. Asas kerelaan ini

sesuai dengan Surat An–Nisa ayat 29, yang berbunyi:

“Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan

harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan

yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”

5. Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash–Shidq)

Kejujuran merupakan hal yang harus dilakukan oleh manusia dalam segala

bidang kehidupan, termasuk dalam pelaksanaan muamalat. Jika kejujuran

ini tidak diterapkan dalam perikatan, maka akan merusak legalitas perikatan

itu sendiri. Selain itu, jika terdapat ketidakjujuran dalam perikatan, akan

menimbulkan perselisihan diantara para pihak.

Perbuatan muamalat dapat dikatakan benar apabila memiliki manfaat bagi

para pihak yang melakukan perikatan dan juga bagi masyarakat dan

lingkungannya. Sedangkan perbuatan muamalat yang mendatangkan

mudharat adalah dilarang. Dalam surat Al–Ahzab ayat 70 disebutkan

bahwa:

“Hai orang – orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah,

dan katakanlah perkataan yang benar.”

6. Asas Tertulis (Al–Kitabah)

Hukum syara‟ mensyaratkan lebih sekedar sepakat terhadap suatu akad

(kontrak), yakni dengan mensyaratkan salah satu dari hal – hal berikut:88

a. Kontrak tertentu tidak cukup dengan ijab kabul semata, tetapi harus

dalam bentuk tertulis, yang sering disebut dengan istilah “kontrak

formal”. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Al Qur‟an

surat Al–Baqarah ayat 282, yang artinya sebagai berikut:

“Hai orang – orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak

secara tunai untuk waktu yang ditentukan, maka kamu

menuliskannya.”

b. Al–Uqud al–Ainiyah, yang merupakan kontrak riil, yakni akad baru ada

setelah adanya suatu levering (serah terima). Kedalam kelompok akad

88 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Buku kedua,

Cet.1, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 31 – 32

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 80: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

66

Universitas Indonesia

seperti ini, termasuk akad–akad sebagai berikut: Hibah, Pinjam

meminjam („ariah), Penitipan barang (Al–Wadi‟ah), Qirad yakni suatu

persekutuan modal (mudharabah), Rahn (Jaminan hutang).

Dengan demikian, Allah SWT menganjurkan kepada manusia hendaknya

suatu perikatan dilakukan secara tertulis, dihadiri oleh saksi–saksi, dan

diberikan tanggung jawab individu yang melakukan perikatan dan yang

menjadi saksi. Selain itu, dianjurkan pula bahwa apabila suatu perikatan

dilaksanakan tidak secara tunai, maka dapat dipegang suatu benda sebagai

jaminannya. Adanya tulisan, saksi, dan/atau benda jaminan ini menjadi alat

bukti atas terjadinya perikatan tersebut.

Dari keenam asas tersebut Gemala Dewi, Wirdyaningsih dan Yeni Salma

Barlinti (2005) dalam buku yang berjudul Hukum Perikatan Islam di Indonesia

menambahkan asas utama yang mendasari setiap perbuatan manusia, termasuk

perbuatan muamalat, yaitu asas ilahiah atau asas tauhid. Setiap tingkah laku dan

perbuatan manusia tidak akan luput dari ketentuan Allah SWT. Seperti disebutkan

dalam Q.S Al-Hadid ayat 4 bahwa:

“Dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha melihat

apa yang kamu kerjakan.”

Kegiatan muamalat termasuk perbuatan perikatan, tidak akan pernah lepas

dari nilai–nilai ketauhidan. Dengan demikian manusia memiliki tanggung jawab

akan hal ini. Tanggung jawab kepada masyarakat, tanggung jawab kepada pihak

kedua, tanggung jawab kepada diri sendiri, dan tanggung jawab kepada Allah

SWT. Akibatnya manusia tidak akan berbuat sekehendak hatinya, karena segala

perbuatannya akan mendapat balasan dari Allah SWT.89

89 Dewi, Gemala; Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti, op cit., hlm.. 30-31, Lihat

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional,

Cet. 1, Jakarta: Gema Insani Press, 2004, hlm. 723–727, AM. Hasan Ali, Asuransi dalam

Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis, Cet. 1,

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 81: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

67

Universitas Indonesia

Akad atau transaksi yang digunakan bank syariah dalam operasinya

terutama diturunkan dari kegiatan mencari keuntungan (tijarah) dan sebagian dari

kegiatan tolong menolong (tabarru‟). Turunan dari tijarah adalah perniagaan (al –

bai‟) yang berbentuk kontrak pertukaran dan kontrak bagi hasil dengan segala

variasinya.90

Akad adalah pertalian antara ijab dan kabul yang dibenarkan oleh

syara‟ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan asas akad dalam

Pasal 21 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) antara lain bahwa akad

dilakukan berdasarkan 11 asas:91

1. Sukarela atau ikhtiyari yaitu setiap akad dilakukan berdasarkan kehendak

para pihak dan bukan karena keterpaksan.92

2. Menepati janji atau amanah yaitu setiap akad wajib dilaksanakan oleh para

pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut.

3. Kehati-hatian atau ikhtiyati yaitu setiap akad dilakukan dan dilaksanakan

dengan pertimbangan yang matang.

4. Tidak berubah yaitu setiap akad memiliki tujuan yang jelas dan terhindar dari

spekulasi.

5. Saling menguntungkan yaitu setiap akad dilakukan dengan niat untuk

memenuhi kepentingan para pihak sehingga terhindar dari manipulasi.

6. Kesetaraan atau taswiyah yaitu keadaan dimana para pihak yang

melaksanakan akad memiliki kedudukan yang setara serta memiliki hak dan

kewajiban yang seimbang, tidak berat sebelah.

Jakarta:Prenada Media, 2004), Hal. 125-126, dan Yeni Salma Barlinti, Prinsip-prinsip Hukum

Perdagangan Berdasarkan Ketentuan World Trade Organization dalam Perspektif Hukum Islam,

Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2001, Hlm. 78-79.

90 Ascarya, Op. Cit. Hal 37

91 Achmad Fauzi, “Bank Syariah, Urgensi Hukum Perikatan Islam dalam Penyelesaian

Sengketa Ekonomi Syariah”, http://www.pta-samarinda.net/pdf/Subag%20Umum/EkS

Achmad%20fauzi.pdf, hlm. 6, diunduh tanggal 14 April 2010

92 Hal tersebut didasarkan pada firman Allah dalam surat An–Nisa: 9 “Hai orang–orang

yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang

batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu.”

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 82: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

68

Universitas Indonesia

7. Transparansi yaitu akad dilakukan dengan pertanggungjawaban kepada para

pihak secara terbuka.

8. Kemampuan yaitu akad dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing

pihak.

9. Kemudahan atau taisir yaitu di dalam akad diberikan kemudahan bagi

masing-masing pihak untuk melaksanakannya.

10. Itikad baik yaitu akad dilaksanakan dalam rangka menegakkan kemaslahatan.

11. Sebab yang halal yaitu akad tidak bertentangan dengan hukum (Achmad

Fauzi; 2010:6)

Menurut Fathurrahman Djamil, istilah al-„aqdu dapat disamakan dengan

istilah verbintenis dalam KUH Perdata.93

Sedangkan istilah al-„ahdu dapat

disamakan dengan istilah perjanjian atau overeenskomst, yaitu suatu perrnyataan

dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu yang tidak

berkaitan dengan orang lain.94

Abdoerraoef mengemukakan terjadinya suatu

perikatan (al-„aqdu) melalui tiga tahap, yaitu sebagai berikut:95

1. Al „Ahdu (perjanjian), yaitu pernyataan dari seseorang untuk melakukan

sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan

kemauan orang lain. Janji ini mengikat orang yang menyatakannya untuk

melaksanakan janjinya tersebut, seperti yang difirmankan oleh Allah SWT

dalam QS. Ali-Imran: 76.

2. Persetujuan, yaitu pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan

sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang

dinyatakan oleh pihak pertama, persetujuan tersebut harus sesuai dengan janji

pihak pertama.

93 Djamil, Fathurrahman. Hukum Perjanjian Syariah dalam Kompilasi Hukum Perikatan

oleh Mariam Darus Badrulzaman et. al. Cet. 1. (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2001), Hal 247-248

94

Ibid. Hal 248

95 Abdoerraoef. Al-Qur‟an dan Ilmu Hukum: A Comparative Study. (Jakarta: Bulan

Bintang. 1970), Hlm 122-123

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 83: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

69

Universitas Indonesia

3. Apabila dua buah janji dilaksanakan maksudnya oleh para pihak, maka

terjadilah apa yang dinamakan aqdu oleh Al Qur‟an yang terdapat dalam QS.

Al-Maidah ayat 1:

“maka, yang mengikat masing-masing pihak sesudah pelaksanaan

perjanjian itu bukan lagi perjanjian atau „ahdu itu, tetapi „akdu.

Dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat rukun dan syarat yang harus

dipenuhi:96

1. Subjek Perikatan (Al–„Aqidain)

Al–„aqidain adalah para pihak yang melakukan akad. Sebagai pelaku dari

suatu tindakan hukum tertentu, yang dalam hal ini tindakan hukum akad

(perikatan), dari sudut hukum adalah sebagai subjek hukum. Subjek hukum

sebagai pelaku perbuatan hukum sering kali diartikan sebagai pihak

pengemban hak dan kewajiban. Subjek dalam perikatan dapat dibagi

menjadi dua, yaitu orang dan badan hukum yang masing – masing memiliki

hak dan kewajiban. Adanya kecakapan untuk bertindak dalam hukum

merupakan syarat subjektif kedua terbentuknya perjanjian yang sah diantara

para pihak.97

Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 1 angka 2 yang menyebutkan bahwa subjek

hukum adalah orang perorangan, persekutuan atau badan usaha yang

berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang memiliki kecakapan

hukum untuk mendukung hak dan kewajiban.

2. Objek Perikatan (Mahallul „Aqd)

Mahallul „Aqd adalah sesuatu yang dijadikan objek akad dan dikenakan

padanya akibat hukum yang ditimbulkan. Bentuk objek akad dapat berupa

96 Rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan

atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatn tersebut dan ada tau tidak adanya

sesuatu itu. Secara singkat rukun adalah sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu

pekerjaan. Syarat adalah sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar‟I dan ia berada

diluar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada. Sedangkan syarat

secara singkat didefinisikan sebagai ketentuan, peraturan atau petunjuk yang harus diindahkan dan

dilakukan. Rukun dan syarat menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi.

97 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit. Hlm.127

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 84: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

70

Universitas Indonesia

benda berwujud, seperti mobil dan rumah, maupun benda tidak berwujud

seperti manfaat. Pasal 24 KHES menyebut bahwa objek akad adalah amwal

atau jasa yang dihalalkan dan dibutuhkan oleh masing-masing pihak.

Pengertian amwal pada Pasal 1 angka 9 adalah benda yang dapat dimiliki,

dikuasai, diusahakan dan dialihkan, baik benda berwujud maupun abstrak,

baik benda terdaftar maupun tidak terdaftar, benda bergerak atau tidak

bergerak, dan hak yang mempunyai nilai ekonomis

3. Tujuan Perikatan (Maudhu‟ul „Aqd)

Maudhu‟ul „aqd adalah tujuan dan hukum suatu aqad disyariatkan untuk

tujuan tersebut. Menurut ulama Fiqh, tujuan akad dapat dilakukan apabila

sesuai dengan ketentuan syariah tersebut, apabila tidak sesuai, maka

hukumnya tidak sah.98

Ahmad Azhar Basyir menentukan syarat – syarat

yang harus dipenuhi agar suatu tujuan akad dipandang sah dan mempunyai

akibat hukum, yaitu sebagai berikut:

a. Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak

yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan.

b. Tujuan harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad.

c. Tujuan akad harus dibenarkan syara‟.

4. Ijab Kabul (Sighat al-„Aqd)

Sighat al–„Aqd adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad

berupa ijab kabul. Ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari

pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah

suatu pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan

oleh pihak pertama. Para ulama Fiqh mensyaratkan tiga hal dalam

melakukan ijab dan kabul agar memiliki akibat hukum, yaitu sebagai

berikut:99

a. Jala‟ul ma‟na, yaitu tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas,

sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki.

98

Fathurrahman Djamil, Op. Cit, hlm. 257 – 258

99 Ibid, hlm. 253

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 85: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

71

Universitas Indonesia

b. Tawafuq, yaitu adanya kesesuaian antara ijab dan kabul.

c. Jazmul iradataini, yaitu antara ijab dan kabul menunjukkan kehendak

para pihak secara pasti, tidak ragu dan tidak terpaksa.

Ijab dan kabul dapat dilakukan dengan empat cara berikut ini:100

a. Lisan, para pihak menggungkapkan kehendaknya dalam bentuk

perkataan secara jelas. Dalam hal ini akan sangat jelas bentuk ijab dan

kabul yang dilakukan oleh para pihak.

b. Tulisan, adakalanya suatu perikatan dilakukan secara tertulis. Hal ini

dapat dilakukan oleh para pihak yang tidak dapat bertemu langsung

dalam melakukan perikatan, atau perikatan–perikatan yang sifatnya lebih

sulit, seperti perikatan yang dilakukan badan hukum. Hal ini diperlukan

karena alat bukti dan tanggung jawab terhadap orang–orang yang

bergabung dalam satu badan hukum tersebut.

c. Isyarat, suatu perikatan tidaklah hanya dilakukan oleh orang normal,

orang cacat pun dapat melakukan suatu perikatan (akad). Apabila

cacatnya adalah berupa tunawicara, maka dimungkinkan akad dilakukan

dengan isyarat, asalkan para pihak yang melakukan perikatan tersebut

memiliki pemahaman yang sama. Dengan demikian ijab kabul dalam

bentuk isyarat hanya diakui jika salah satu atau kedua belah pihak tidak

dapat melakukan sighat aqad dalam bentuk lisan atau tertulis.

d. Perbuatan, seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, kini

perikatan dapat pula dilakukan dengan cara perbuatan saja, tanpa secara

lisan, tertulis, ataupun isyarat. Hal ini dapat disebut dengan ta‟athi atau

mu‟athah (saling memberi dan menerima).

Di dalam lapangan hukum Islam, jual beli termasuk ke dalam lapangan

hukum perjanjian, atau aqad (Arab). Jual beli merupakan suatu bentuk aqad

khusus yaitu tunduk kepada ketentuan khusus tentang aqad jual beli namun tetap

100 Ahmad Azhar Basyir, Asas–asas Hukum Muamalat: Hukum Perdata Islam,

(Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Press, 2000), hlm. 68 - 71

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 86: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

72

Universitas Indonesia

tunduk kepada ketentuan umum tentang aqad.101

Jual beli menurut pengertian

lughawinya adalah saling menukar (pertukaran). Kata al-Bai‟ (jual) dan asy-Syira

(beli) digunakan biasanya dalam pengertian yang sama, tetapi mempunyai makna

yang bertolak belakang.102

Menurut pengertian syariat, jual beli adalah pertukaran

harta atas dasar saling rela, atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat

dibenarkan (yaitu berupa alat tukar).103

Berkaitan dengan jasa jual beli yang disediakan perbankan syariah dalam

bentuk produk pembiayaan selalu menyinggung two level of playing fields, yaitu

sharia level dan legal level. Sebagai konsekuensinya, satu istilah hukum akan

dapat menimbulkan dua arti yang berbeda pada level yang berbeda (the same

word may have two different meanings in different level). Dalam perspektif

hukum positif (legal level), akad sama dengan perjanjian, sementara dalam

perspektif syariah (sharia level) akad tidak selalu berati perjanjian. Suatu akad

baru dikatakan sebagai perjanjian jika dan hanya kesepakatan antara bank syariah

dan nasabah terjadi ketika kualitas, kuantitas dan harga objek transaksi serta

waktu penyerahan telah diketahui. 104

3.1.3 Kombinasi Hukum Perikatan KUH Perdata dan Hukum Islam dalam

Perjanjian Pembiayaan Murabahah

Hal mendasar yang membedakan perikatan antara Hukum Islam dan Hukum

Perdata adalah pada tahap perjanjiannya. Pada hukum perikatan Islam, janji pihak

pertama terpisah dari janji pihak kedua (merupakan dua tahap), baru kemudian

lahir perikatan. Sedangkan pada KUH Perdata, perjanjian antara pihak pertama

101 M. Hasballah Thaib. Hukum dan Aqad (Kontrak) Dalam Fiqih Islam dan Praktek di

Bank Sistem Syariah. (Medan: Pustaka Bangsa Press. 2004) Hal 8-15.

102 Sayyid Sabiq. Fiqih Sunah. Alih Bahasa Oleh Kamaluddin A. Marzuki. Jilid 12.

(Bandung: PT al-Ma‟arif. 1987), Hal 44

103 Ibid. Hal 45

104 Karim, A. Adiwarman. Op. Cit. Hal: 362

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 87: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

73

Universitas Indonesia

dan pihak kedua adalah satu tahap yang kemudian menimbulkan perikatan di

antara mereka.105

Dalam pembuatan sebuah kontrak atau surat perjanjian, Bank tetap harus

memperhatikan nilai-nilai syariah dan mengacu pada hukum positif. Dengan

demikian langkah penyusunan serta bentuk formal surat perjanjian bank syariah

tidak akan jauh berbeda dengan surat perjanjian lainnya. Secara umum, dalam

membuat suatu kontrak perjanjian, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan

oleh para pihak, yaitu sebagai berikut:106

1. Penguasaan atas aspek bisnis dari kontrak

Para pihak harus mengetahui, memahami, serta menguasi aspek bisnis dari

kontrak yang akan mereka sepakati, baik dari sisi jenis, karakteristik hingga

risiko bisnis tersebut.

2. Identifikasi pihak-pihak dalam kontrak

Masing-masing pihak harus melakukan identifikasi terhadap para pihak yang

terlibat dalam kontrak yang akan disepakati, apakah yang terlibat dalam

perjanjian tersebut adalah suatu badan hukum atau perorangan.

3. Pengenalan karakteristik pihak-pihak dalam kontrak

Para pihak harus mengetahui serta memahami karakteristik pihak-pihak yang

terlibat dalam kontrak.

4. Penguasaan regulasi

Para pihak harus mengetahui, memahami serta menguasai seluruh regulasi

yang akan terkait dengan isi kontrak yang akan mereka sepakati.

5. Penggunaan tenaga lain

Para pihak harus mempertimbangkan dan memperhitungkan kemungkinan

penggunaan tenaga lain yang dapat menunjang terlaksananya kontrak mereka

dengan baik.

105 Dewi, Gemala; Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti, op cit., hlm. 47

106 Karim, A. Adiwarman. Op. Cit. Hal: 364

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 88: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

74

Universitas Indonesia

Setelah mengetahui dan memahami beberapa hal yang terkait sebelum

membuat suatu kontrak, langkah selanjutnya adalah para pihak melakukan

beberapa tahap pembuatan kontrak, yaitu:107

1. Tahapan Permohonan dan Pengajuan Persyaratan

2. Kesepakatan para pihak

Dalam tahapan ini, para pihak berperan langsung untuk mendapatkan

kesepakatan awal tentang apa yang akan disepakati oleh kedua belah pihak

sebelum menuangkannya dalam sebuah kontrak. Kesepakatan harus

disepakati dalam sebuah kontrak. Apabila tidak tercapai kesepakatan maka

para pihak tidak perlu membuat kontrak.

3. Negosiasi rancangan kontrak

4. Penandatangan kontrak

Penandatangan aqad atau kontrak dilakukan dalam satu majelis dengan

dihadiri oleh para pihak yang akan melakukan transaksi yaitu pihak nasabah,

Bank, Notaris dan saksi-saksi.

5. Pelaksanaan kontrak

Dalam tahapan ini diperlukan pengawasan dari Bank agar pembiayaan yang

diberikan oleh Bank digunakan sesuai tujuan awal oleh nasabah.

6. Sengketa kontrak

Mencantumkan klausula sengketa dalam kontrak merupakan hal yang

penting. Pada umumnya tahapan pertama mengatasi sengketa adalah dengan

musyawarah. Apabila tidak tercapai mufakat dan perdamaian maka ditempuh

langkah selanjutnya sesuai dengan disepakati dalam kontrak, berupa

penyelesaian melalui Arbitrase maupun di Pengadilan. Berkaitan dengan

kegiatan perbankan Syariah, maka penyelesaian dilakukan di Badan Arbitrase

Syariah Nasional, Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri.

3.1.4 Bentuk Hubungan Hukum Para Pihak

Pada dasarnya segala transaksi antara bank syariah dengan nasabah,

terutama yang berbentuk fasilitas pembiayaan, selalu dituangkan dalam suatu

107 Ibid. Hal: 154

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 89: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

75

Universitas Indonesia

surat perjanjian. Berkaitan dengan hal ini maka para pihak dapat memasukkan

aspek-aspek syariah dalam konteks hukum positif Indonesia sesuai dengan asas

kebebasan berkontrak yang memenuhi syarat sahnya perjanjian baik menurut

syariah maupun KUH Perdata Pasal 1320.108

Dengan kata lain, jika bank syariah

dan nasabah membuat perjanjian yang bentuk formalnya didasarkan pada Pasal

1320 dan 1338 KUH Perdata, sementara substansi perjanjian didasarkan atas

ketentuan syariah, maka perjanjian tersebut dikatakan sah baik dilihat dari segi

hukum nasional maupun sisi syariah.

Perikatan dalam Islam tidak jauh berbeda dengan konsep perikatan secara

perdata yang didasarkan pada ketentuan dalam KUH Perdata, karena perikatan

secara hukum Islam maupun hukum perdata sama-sama menimbulkan hubungan

hukum bagi para pihak yang terlibat dalam perikatan tersebut. Begitu juga dalam

akad murabahah yang di dalamnya terdapat bentuk perikatan antara bank dan

nasabah, dimana bank bertindak sebagai sahib al-mal atau kreditur dan nasabah

bertindak sebagai debitur. Dari perikatan atau akad antara keduanya timbul

hubungan hukum berupa hak dan kewajiban masing-masing. Hak salah satu pihak

merupakan kewajiban pihak lain yang harus dipenuhi. Sehingga hak dan

kewajiban para pihak merupakan satu siklus yang tidak terputus sampai

terwujudnya tujuan perikatan.

Dilihat dari segi mengikat atau tidaknya suatu perikatan jual beli yang sahih,

maka jual beli dengan sistem murabahah bersifat mengikat kedua belah pihak,

sehingga salah satu pihak tidak boleh membatalkan akad tanpa seizin pihak

lain.109

Berkaitan dengan hal tersebut maka terdapat hak dan kewajiban para pihak

yang ditentukan di dalam akad guna mencapai tujuan dari perikatan yang

dimaksud. Timbulnya hak di dalam Islam, menurut ulama Fiqih disebabkan oleh

hal-hal berikut:110

108 Ibid. Hal: 360

109 Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam: Fiqh Muamalat. (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada. 2004). Hlm 111

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 90: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

76

Universitas Indonesia

1. Syara‟, seperti berbagai ibadah yang diperintahkan.

2. Akad, seperti akad jual-beli, hibah, dan wakaf dalam pemindahan hak milik.

3. Kehendak pribadi, seperti nazar atau janji.

4. Perbuatan yang bermanfaat, seperti melunasi utang orang lain.

5. Perbuatan yang menimbulkan mudharat bagi orang lain, seperti mewajibkan

seseorang membayar ganti rugi akibat kelalaian menggunakan milik seseorang.

Dalam perjanjian pembiayaan murabahah, hak milik nasabah maupun Bank

timbul akibat adanya akad murabahah yang di dalamnya melaksanakan proses

jual-beli. Sebagai akibat dari proses jual-beli, maka muncullah hak menerima

harga dan pembayaran bagi penjual (Bank) dan hak menerima barang bagi

pembeli (nasabah).111

Berkaitan dengan proses jual-beli maka tidak menutup

kemungkinan bahwa di dalamnya terjadi utang-piutang untuk pelunasan

pembayaran. Sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya bahwa pelunasan

pembayaran murabahah bisa dilakukan dengan cara angsuran maupun tunai.

Dengan adanya pembayaran secara angsuran dan utang-piutang dalam murabahah

maka diperlukan perlindungan hak bagi Bank dan nasabah.

Perlindungan hak bagi Bank ditujukan agar Bank mendapatkan jaminan

pelunasan pembayaran atas skim murabahah yang telah disediakannya, terutama

bagi pembiayaan murabahah yang dilunasi dengan cara angsur oleh nasabah.

Telah banyak ditemukan kasus kredit macet terkait pembiayaan murabahah,

dimana nasabah mengalami kendala untuk melunasi angsurannya. Dalam

pemenuhan hak utang-piutang, hukum syariah Islam berpedoman pada Al-Qur‟an

sebagaimana disebutkan berikut:

“... dan jika (orang yang berutang) dalam kesulitan, berilah tangguh sampai

ia berkelapangan. Dan sekiranya engkau menyedekahkannya, hal itu lebih

mulia bagimu jika mengetahui.”112

110 Dewi, Gemala; Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti, op cit., hlm. 74

111

Ibid. Hal 73

112 QS. al-Baqarah ayat 280

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 91: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

77

Universitas Indonesia

Sejajar dengan hak masing-masing pihak yang dapat dituntut, ada kewajiban

yang harus dilakukan sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Kewajiban dalam

pengertian akibat hukum dari suatu akad biasa diistilahkan sebagai “Iltizam”.

Secara istilah iltizam adalah akibat (ikatan) hukum yang mengharuskan pihak lain

berbuat memberikan sesuatu atau melakukan suatu perbuatan atau tidak berbuat

sesuatu.113

Substabsi hak sebagai taklif (yang menjadi keharusan yang

terbebankan kepada orang lain) dari sisi penerima dinamakan hak, sedang dari sisi

pelaku dinamakan iltizam yang artinya keharusan atau kewajiban. Jadi antara hak

dan iltizam keduanya terkait dalam suatu konsep.114

Sebagimana sebab munculnya hak, munculnya kewajiban dalam Islam

disebabkan oleh hal-hal berkut:

1. Aqad, yaitu kehendak kedua belah pihak untuk melakukan sebuah

perikatan, seperti akad jual beli, sewa menyewa dan lain sebagainya.

2. Kehendak sepihak, yaitu keadaan seperti ketika sesorang menyampaikan

suatu janji atau nazar.

3. Perbuatan yang bermanfaat, yaitu seperti ketika seseorang melihat orang

lain dalam kondisi yang sangat membutuhkan bantuan atau pertolongan.

Maka ia wajib berbuat sesuatu sebatas kemampuannya.

4. Perbuatan yang merugikan, yaitu seperti ketika sesorang merusak atau

melanggar hak atau kepentingan orang lain, maka ia terbebani oleh iltizam

atau kewajiban tertentu.

Iltizam atau kewajiban dalam Islam terhadap suatu hutang pada prinsipnya

harus dipenuhi oleh orang yang berutang secara langsung. Namun dalam kondisi

tertentu Hukum Islam memberikan beberapa alternatif pemenuhan iltizam,

misalnya melalui cara:115

113 Ghufron, A. Mas‟adi. Op. Cit. Hal 34

114 Dewi, Gemala; Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti, op cit., hlm. 78.

115 Ibid. Hlm 79-80

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 92: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

78

Universitas Indonesia

1. Hawalah, yaitu pengalihan iltizam atau kewajiban berupa keharusan

membayar utang kepada pihak lain (pihak ketiga). Prinsip hawalah ini

banyak digunakan pada kehidupan modern. Sebagai contoh misalnya

seorang nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan

piutang tersebut kepada bank. Pihak bank lalu membayar piutang tersebut

lalu bank menagih pada pihak ketiga.

2. Kafalah (mengumpulkan, menjamin, menanggung), yaitu jaminan yang

diberikan oleh pihak penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi

kewajiban pihak kedua, yakni pihak yang ditanggung.

3. Taqashi, merupakan suatu keadaan di mana orang berpiutang terhalang

menagih piutangnya karena ia sendiri berutang kepada orang yang

berpiutang kepada dirinya. Dalam kondisi seperti ini masing-masing

terhalang untuk menuntut hak tagihan, namun mereka tetap terbebani

dengan iltizam atau kewajiban masing-masing.

Sehubungan dengan hubungan hukum antara Bank Syariah dengan nasabah,

yang berlaku adalah hukum perjanjian sebagaimana diatur di dalam KUH Perdata

karena KUH Perdata merupakan hukum positif di Indonesia. Dalam hukum

perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata, bagi pembuatan suatu perjanjian

berlaku asas kebebasan berkontrak (freedom of contract). Berdasarkan asas ini

maka setiap pihak bebas memperjanjikan hal-hal yang dikehendaki oleh mereka

sebagi isi perjanjian sepanjang isi perjanjian tidak bertentangan dengan Undang-

Undang serta ketertiban umum. Dengan disepakatinya hal-hal tertentu sebagai isi

perjanjian maka perjanjian tersebut berlaku secara sah dan mengikat sebagai

Undang-Undang terhadap para pihak yang membuatnya.

Sebagian besar ketentuan hukum perjanjian dalam KUH Perdata bersifat tidak

memaksa (aanvullend recht) yang berarti boleh disimpangi oleh para pihak

dengan membuat ketentuan dan syarat-syarat lain yang dibuat di dalam perjanjian.

Dalam hal terjadi perbedaan pendapat di antara para pihak mengenai isi suatu

perjanjian, sementara hal yang dipersengketakan tersebut tidak diatur secara tegas

di dalam perjanjian maupun dalam hukum perjanjian, maka para pihak dapat

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 93: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

79

Universitas Indonesia

mengacu pada ketentuan kebiasaan.116

Ketentuan di atas sesuai juga dengan Pasal

1347 KUH Perdata yang menentukan bahwa “hal-hal yang menurut kebiasaan

selamanya diperjanjikan, secara diam-diam dianggap telah dimasukkan pula

kedalam perjanjian itu, meskipun hal yang demikian itu tidak secara tegas

dinyatakan dalam perjanjian itu”.

Dalam hubungannya dengan ketentuan Pasal 1347 KUH Perdata itulah

ketentuan syariah berlaku bagi penafsiran perjanjian antara bank syariah dengan

nasabah. Sekalipun prinsip atau ketentuan syariah bukanlah merupakan hukum

positif, tetapi prinsip atau ketentuan syariah berkedudukan sebagai hukum

kebiasaan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1347 KUH Perdata. Oleh karena itu

berlaku terhadap hubungan hukum antara bank dan nasabahnya sepanjang belum

diatur dalam perjanjian dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang memaksa

dalam hukum perjanjian. Dengan kata lain apabila di dalam perjanjian antara

Bank Syariah dengan nasabah telah tidak diperjanjikan mengenai hal yang

dipersengketakan, sedangkan dalam KUH Perdata juga tidak mengaturnya, maka

prinsip atau ketentuan syariah itu (yang belum dituangkan sebagai ketentuan dan

syarat-syarat dari perjanjian yang bersangkutan) harus dirujuk.117

Pada umumnya, perjanjian kredit bank mempunyai bentuk baku (standart

contract) yang telah ditentukan oleh masing–masing bank. Standart contract

merupakan perjanjian tertulis yang isinya telah ditentukan secara sepihak oleh

bank sebagai pihak kreditur. Dalam prakteknya bentuk perjanjian kredit bank

memang telah disediakan pihak bank sedangkan nasabah hanya tinggal

mempelajari dan memahaminya dengan baik. Dengan adanya standart contract,

ketika bank telah menyetujui permohonan kredit kepada nasabah, maka bank akan

mengajukan formulir perjanjian kredit yang berisi perjanjian antara pihak bank

dengan nasabah tersebut. Dalam kontrak standar tersebut sebagian besar isisnya

116 Hal ini berdasarkan Pasal 1339 KUH Perdata yang berbunyi “Suatu perjanjian tidak

hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala

sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang”

117 Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum

Perbankan Indonesia. (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. 1999), Hal 137.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 94: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

80

Universitas Indonesia

sudah ditetapkan oleh pihak Bank yang tidak membuka kemungkinan untuk

dinegosisasikan lagi, sementara sebagian lagi sengaja dikosongkan untuk

memberikan kesempatan negosiasi dengan pihak nasabah dan baru diisi setelah

diperolah kesepakatan.118

Pada umumnya nasabah menyetujui apa yang tertera

dalam standart contract tersebut dan menandatanganinya.

Pembuatan perjanjian antara Bank Syariah dan nasabah dengan metode

standard contract tentu merupakan perjanjian yang berat sebelah. Sebagaimana

diketahui bahwa perjanjian baku dalam perbankan dibuat secara sepihak oleh

Bank, sehingga perjanjian baku sering berat sebelah yaitu memuat lebih banyak

hak-hak Bank dan kewajiban-kewajiban nasabah, dan kurang memuat secara

seimbang mengenai hak-hak nasabah dan kewajiban-kewajiban Bank. Dalam

perjanjian baku seperti ini banyak dimasukkan klausula yang menekan nasabah

dimana hal tersebut bertentangan dengan asas kepatutan atau asas keadilan.

Pada banyak kasus, pengadilan sering berpendapat bahwa dalam hal

pembuatan perjanjian yang berat sebelah, Bank dianggap telah melakukan

penyalahgunaan keadaan atau misbruik van omstandigheden yang berarti bahwa

saat perjanjian dibuat Bank telah menyalahgunakan keadaan nasabah yang lemah

dan tidak berdaya dalam menghadapi Bank yang mempunyai bargaining power

lebih kuat sebagai penyedia dana sementara nasabah sebagai pihak yang sangat

membutuhkan fasilitas pembiayaan. Jika nasabah menolak klausul yang diajukan

oleh Bank maka Bank akan menolak memberikan pembiayaan.119

3.2. Aspek Prudential Banking Terkait Pembiayaan Murabahah

Sebagaimana halnya perbankan konvensional, dunia perbankan syariah juga

memerlukan rambu-rambu sebagai koridor operasional kegiatannya. Hal ini sering

disebut dengan prudential principle yang diartikan sebagai prinsip kehati-hatian

118

Dewi, Gemala. Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Peransurasian Syariah

Di Indonesia. (Jakarta: Kencana. 2004), Hal 186.

119 Sjahdeini, Op. Cit. Hal 139 – 140

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 95: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

81

Universitas Indonesia

di dalam dunia perbankan. Istilah prudent sangat terkait dengan pengawasan dan

manajemen bank. Kata prudent itu sendiri secarara harfiah dalam bahasa

Indonesia berarti bijaksana, namun dalam dunia perbankan istilah itu digunakan

untuk asas kehati–hatian.120

Ketentuan bahwa lembaga perbankan syariah harus

menerapkan prudential principle dipertegas melalui Undang-Undang Nomor 10

tahun 1998 yang merupakan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 tahun

1992 tentang Perbankan. Menurut Sutan Remy Sjahdeini diabaikannya rambu –

rambu kesehatan oleh bank yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah

memberikan dampak kerugian yang jauh lebih besar dari pada hal itu dilakukan

oleh bank konvensional.121

Adapun alasan mengenai hal itu, alasan pertama, karena resiko yang

dihadapi oleh Bank yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam

hal pembiayaan diberikan berdasarkan prinsip bagi hasil kepada nasabahnya, jauh

lebih besar dari pada resiko yang dihadapi oleh bank konvensional yang

memberikan kredit dengan jaminan. Pada pembiayaan berdasarkan prinsip bagi

hasil, bank yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip Syariah tidak boleh

meminta agunan dari nasabah. Dengan kata lain, bank yang menjalankan usaha

bedasarkan prinsip syariah semata–mata hanya dapat mengandalkan first way out

sebagai sumber pengembalian dana yang diinvestasikan oleh bank dalam bentuk

pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil. Sedangkan pada pemberian kredit

oleh bank konvensional, penyerahan agunan oleh nasabah debitur merupakan

unsur penting sebagai second way out, juga bank konvensional masih dapat

mengandalkan second way out berupa agunan kredit dan penjaminan apabila first

way out mengalami kegagalan.122

Alasan kedua, apabila terjadi kegagalan pada pembiayaan yang diberikan

oleh bank yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip Syariah, nasabah tidak

120 Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakarta : PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2004), hal.21.

121

Sjahdeini, Op. Cit. Hal 172

122 Ibid. Hal 173

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 96: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

82

Universitas Indonesia

berkewajiban untuk mengembalikan dana bank tersebut. Sebagaimana telah

diuraikan dimuka, pada pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, banklah yang

harus memikul kehilangan dana yang telah diberikan kepada nasabah untuk

diputarkan dalam usahanya. Sedangkan resiko yang dipikul nasabah hanya berupa

tidak memperoleh keuntungan dari jerih payahnya dalam menjalankan dan

mengelola usaha itu.123

Pada prakteknya, bank syariah memang mengenakan agunan atau jaminan

pada beberapa pembiayaan yang dikembangkannya. Alasan utama adanya agunan

pada bank syariah adalah untuk melaksanakan prinsip kehati–hatian dalam

menyalurkan dana pihak ketiga, hal ini sebagai bentuk penerapan prinsip 5 C‟s of

Credit. Alasan ini memang dapat diterima, karena dana yang disalurkan ke

masyarakat bukan hanya dana milik bank sendiri, tetapi juga ada dana yang

berasal dari pihak ketiga yang harus dilindungi oleh pihak bank syariah. Tujuan

dilakukan pengikatan jaminan adalah untuk melaksanakan prinsip kehati–hatian.

Sedangkan prinsip kehati–hatian berdasarkan Syariat Islam adalah pada syarat

sahnya perjanjian Islami itu sendiri. Muhammad Amin Suma mengatakan bahwa

asas – asas perjanjian dalam perbankan Syariah adalah asas rela sama rela (ridha

„iyyah), asas manfaat, asas keadilan, dan asas saling menguntungkan.124

Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh

bank mengandung resiko, sehingga dalam setiap pemberian kredit atau

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah harus memperhatikan asas–asas

perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat dan

berdasarkan prinsip kehati–hatian. Untuk itu sebelum memberikan kredit atau

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank harus melakukan penilaian yang

seksama terhadap berbagai aspek.

Penetapan rambu-rambu perbankan tersebut ditujukan agar bank sebagai

financial intermediary institution yang melakukan kegiatan usaha perkreditannya,

123 Ibid. Hal 174

124 Muhammad Amin Suma, Ekonomi Syariah sebagai Alternatif System Ekonomi

Konvensional, Jurnal Hukum Bisnis. Volume 20, Agustus –September 2002, hlm. 18

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 97: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

83

Universitas Indonesia

yang menggunakan dana masyarakat dan pihak ketiga lainnya harus selalu dalam

keadaan sehat.125

Baik bank umum, bank perkreditan rakyat maupun bank syariah

wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan

modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, serta

wajib melakukan kegiatan usaha bank dengan prinsip kehati-hatian.126

Prinsip kehati-hatian atau prudential principle ini kemudian dituangkan

lebih detail ke dalam prudential standards atau rambu-rambu kesehatan bank.

Pada Pasal 29 ayat 3 Undang – undang Perbankan menegaskan bahwa:

“dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan

melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara - cara yang

tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan

dananya kepadanya.

Ketentuan ini terdapat pula dalam Pasal 36 Undang – undang Perbankan

Syariah, yang berbunyi:

“dalam menyalurkan pembiayaan dan melakukan kegiatan usaha lainnya,

Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) wajib menempuh cara–cara

yang tidak merugikan Bank Syariah dan/atau UUS dan kepentingan nasabah

yang mempercayakan dananya”.

Pasal 29 ayat 3 UU Perbankan secara khusus meminta perhatian mengenai

kepentingan nasabah penyimpan dana bank yang harus dijaga yang mungkin

dibahayakan sebagai akibat bank tidak memperhatikan prinsip kehati–hatian

dalam memberikan pembiayaan dalam kegiatan usaha lain.127

Mengenai prinsip

125 Ibid. Hal 171

126 Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pasal 29 ayat (2)

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 98: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

84

Universitas Indonesia

kehati–hatian dalam perbankan syariah secara jelas dinyatakan dalam Pasal 35

ayat 1 Undang – undang Perbankan Syariah No. 21 tahun 2008, yang berbunyi:

“Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) dalam melakukan kegiatan

usahanya wajib menerapkan prinsip kehati–hatian”.

Dalam perspektif Islam prinsip kehati–hatian dalam bertransaksi sangat

ditekankan, begitu pentingnya prinsip kehati–hatian ini Rasulullah SAW

menyatakan dalam sabdanya:

“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia

mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak mengarungi lautan dan tidak

menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu

dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan

yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah SAW, beliau

membenarkannya” (H.R. Thabrani dari Ibnu Abbas).

Dalam pelaksanaannya, pelanggaran atas prudential standards pada

perbankan konvensional maupun perbankan syariah dapat dikenakan berbagai

macam sanksi tergantung jenis pelanggarannya. Bank Indonesia dapat

menjatuhkan sanksi administratif, sanksi pidana berupa penjara dan denda,

maupun sanksi perdata baik kepada bank maupun pada pengurus dan pemilik

bank yang bersangkutan.128

127 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontak dan Perlindungan yang Seimbang bagi

Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993),

hlm. 174

128 Ibid. Hal 172

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 99: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

85

Universitas Indonesia

3.2.1 Analisis Pembiayaan

Analisis pembiayaan dilakukan secara mendalam terhadap itikad,

kemampuan serta kesanggupan nasabah untuk mengembalikan dana pembiayaan

yang dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan129

antara bank sebagai shahib al-

maal dan nasabah sebagai mudharrib. Dalam hal ini Bank Syariah wajib memiliki

keyakinan atas kemampuan nasabah dalam mengembalikan pembiayaan.

Operasionalisasi analisis pembiayaan berdasarkan prinsip syariah ini diatur lebih

lanjut dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Analisis

pembiayaan ini sering diterapkan dengan melakukan penilaian 5C, penilaian 5P,

serta penilaian 3R yang terdiri dari Returns, Repayment, dan Risk Bearing Ability

kepada nasabah pemohon pembiayaan.130

Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah, yang harus dinilai oleh bank syariah sebelum

memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah watak,

kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitor (mudharib),

yang kemudian terkenal dengan sebutan “The Five C of Credit Analysis” atau

prinsip 5 C‟s yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Character (Karakter)

Merupakan penilaian watak atau kepribadian calon debitor yang

dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitor

untuk melunasi atau mengembalikan pinjaman, sehingga tidak akan

menyulitkan bank dikemudian hari. Hal ini dapat diperoleh dengan

didasarkan pada hubungan antara bank dan calon debitor atau nasabah

berdasarkan prinsip syariah atau informasi yang diperoleh dari pihak

lain yang mengetahui moral, kepribadian dan perilaku calon debitor

dalam kehidupan kesehariannya.

2. Capacity (Penilaian Kemampuan)

Merupakan penilaian kemampuan yang dilakukan oleh Bank untuk

meneliti keahlian calon debitor dalam bidang usahanya dan kemampuan

129 Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Pasal 8 ayat (1)

130 Johannes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif dalam

Perjanjian Kredit Bank (Perspektif Hukum dan Ekonomi), Mandar Maju, 2004, hal.16.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 100: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

86

Universitas Indonesia

manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan

dibiayainya dikelola oleh orang–orang yang tepat.

3. Capital (Modal)

Merupakan penilaian terhadap modal nasabah yang dilakukan oleh

Bank dengan cara melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara

menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat

diketahui kemampuan permodalan calon debitor dalam menunjang

pembiayaan proyek atau usaha calon debitor yang bersangkutan.

4. Collateral (Jaminan)

Merupakan penilaian yang dilakukan terhadap agunan, Tujuannya

untuk menanggung pembayaran kredit macet, calon debitor umumnya

wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan

mudah dicairkan yang nilai minimalnya sebesar jumlah kredit atau

pembiayaan yang diberikan kepadanya. Hal ini untuk mengantisipasi

jika debitor tidak dapat melunasi kreditnya, maka agunan tersebut dapat

dicairkan guna menutupi pelunasan atau pengembalian kredit atau

pembiayaan yang tersisa.

5. Condition of economy (Kondisi Ekonomi)

Merupakan penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitor. Bank

harus menganalisis keadaan pasar didalam dan diluar negeri baik masa

lalu maupun yang akan datang sehingga masa depan pemasaran dari

hasil proyek atau usaha calon debitor yang dibiayai bank dapat

diketahui. 131

Selain menerapkan prisip 5 C‟s diatas, bank juga harus menerapkan

prinsip 5 P sebagai berikut:

1. Party (Para Pihak)

Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap

pemberian kredit. Untuk itu pihak pemberi kredit harus memperoleh

suatu kepercayaan terhadap para pihak, dalam hal ini debitor.

Bagaimana karakternya, kemampuannya, dan sebagainya.

2. Purpose (Tujuan)

Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui oleh pihak

kreditor. Harus dilihat apakah kredit akan digunakan untuk hal – hal

yang positif yang benar – benar dapat menaikkan income perusahaan.

Dan harus pula diawasi agar kredit tersebut benar – benar

diperuntukkan untuk tujuan seperti diperjanjikan dalam suatu perjanjian

kredit serta harus pula diperhatikan urgensi dari kredit yang diminta.

3. Payment (Pembayaran)

131 Rachmadi Usman, Aspek – aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, Cet. 1,

(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002) hlm 246

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 101: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

87

Universitas Indonesia

Harus pula diperhatikan apakah sumber pembiayaan kredit dari calon

debitor cukup tersedia dan cukup aman, sehingga dengan demikian

diharapkan bahwa kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat dibayar

kembali oleh debitor yang bersangkutan. Jadi harus dilihat dan

dianalisis apakah setelah pemberian kredit nanti, debitor punya sumber

pendapatan dan apakah pendapatan tersebut mencukupi untuk

membayar kembali kreditnya.

4. Profitability (Perolehan Laba)

Unsur perolehan laba oleh debitor tidak kurang pula pentingnya dalam

suatu pemberian kredit. Untuk itu kreditor harus berantisipasi apakah

laba yang akan diperoleh oleh perusahaan lebih besar daripada bunga

pinjaman dan apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi

pembayaran kembali kredit, cash flow, dan sebagainya

5. Protection (Perlindungan)

Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan debitor.

Untuk itu, perlindungan dari kelompok perusahaan atau jaminan dari

holding atau jaminan pribadi pemilik perusahaan penting diperhatikan,

terutama untuk berjaga–jaga sekiranya terjadi hal–hal diluar skenario

atau diluar prediksi semula. 132

3.2.2 Penetapan Batas Maksimum Pemberian Kredit

Istilah Batas Maksimum Pemberian Kredit biasa juga disebut sebagai

BMPK, yaitu merupakan prosentase perbandingan batas maksimum penyediaan

dana yang diperkenankan terhadap modal Bank. Latar belakang ditetapkannya

ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) adalah agar bank

melakukan penyebaran risiko dalam penanaman dananya sedemikian rupa agar

tidak terpusat pada peminjam, kelompok peminjam, atau bahkan sektor tertentu.

Pasal 11 ayat (1) Undang–Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

sebagaimana telah diubah dengan Undang–Undang Nomor 10 Tahun 1998

menyebutkan bahwa Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas

maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,

pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang

serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok

peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan–perusahaan dalam kelompok

yang sama dengan bank yang bersangkutan.

132 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

1996), hlm. 24 – 26

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 102: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

88

Universitas Indonesia

Penerapan BMPK ini terbagi dalam BMPK terhadap pihak terkait (yang

merupakan peminjam dan/atau kelompok peminjam yang mempunyai keterkaitan

dengan Bank karena hubungan kerja, keluarga maupun kepemilikan saham) dan

pihak tidak terkait. Ketentuan mengenai besarnya BMPK diatur oleh Bank

Indonesia. Berdasarkan Pasal 20 SK Direksi Bank Indonesia No.

31/177/KEP/DIR maka ketentuan tentang BMPK bagi bank umum berlaku juga

pada bank dengan prinsip syariah.

3.2.3 Loan to Deposit Ratio (LDR)

Adalah perbandingan antara pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan

dana pihak ketiga yang berhasil dikerahkan oleh bank. Dengan ditetapkannya

batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan dan loan to deposit ratio

yang harus diperhatikan oleh bank syariah, maka bank syariah tidak dapat begitu

saja secara serampangan melakukan ekspansi pembiayaan dengan hanya bertujuan

untuk secepatnya membesarkan jumlah asetnya. Hal ini dikarenakan dapat

membahayakan kelangsungan hidup bank dan membahayakan dana simpanan

para nasabah penyimpan dana di bank tersebut.133

3.2.4 Modal Minimum Bank

Permodalan suatu Bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. Modal

minimum bank atau sering juga disebut dengan capital adequacy ratio (CAR)

merupakan kecukupan modal minimum yang harus disediakan oleh bank. Batas

minimum CAR dapat diubah sewaktu-waktu oleh Bank Indonesia. Berdasarkan

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/21/PBI/2001 ditetapkan

bahwa Bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% (delapan perseratus)

dari aktiva tertimbang menurut risiko terhitung sejak akhir bulan Desember 2001.

Posisi CAR sangat tergantung pada: 134

133

Sjahdeini, Sutan Remy. Op. Cit. Hal 177

134 Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, 2007, Jakarta : Pustaka

Utama Grafiti. Hlm 165

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 103: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

89

Universitas Indonesia

a. Jenis aktiva serta besarnya risiko yang melekat padanya.

b. Kualitas aktiva atau tingkat kolektibilitasnya.

c. Total aktiva suatu bank, semakin besar aktiva, semakin bertambah pula

risikonya.

d. Struktur posisi dan kualitas permodalan bank.

e. Kemampuan bank untuk meningkatkan pedapatan dan laba.

3.2.5 Kualitas Aktiva Produktif

Aktiva produktif adalah penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah

maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, surat berharga syariah,

penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan

kontijensi pada transaksi rekening administratif serta Sertifikat Wadiah Bank

Indonesia.135

Bank wajib menetapkan kualitas yang sama terhadap beberapa

rekening Aktiva Produktif yang digunakan untuk membiayai satu nasabah, dalam

satu bank yang sama. Penetapan kualitas yangsama berlaku pula untuk Aktiva

Produktif berupa penyediaan dana atau tagihan yang diberikan oleh lebih dari satu

bnak yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian pembiayaan bersama dan/atau

sindikasi.

Kualitas Aktiva Produktif wajib dinilai secara bulanan.136

Bank wajib

memiliki ketentuan intern yang mengatur kriteria dan persyaratan nasabah yang

wajib menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit Akuntan Publik,

termasuk aturan mengenai batas waktu penyampaian laporan tersebut. Kewajiban

nasabah untuk menyampaikan laporan keuangan wajib dicantumkan dalam

perjanjian antara bank dan nasabah.137

Ketentuan intern itu wajib memperhatikan

peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Penanaman dana bank dalam

bentuk Aktiva Produktif wajib didukung dengan dokumen yang lengkap. Kualitas

135 Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. TLN No.

4647. Pasal 1 angka 3

136

Ibid. Pasal 7

137 Hasan, Zubairi. Undang – Undang Perbankan Syariah: Titik Temu Hukum Islam dan

Hukum Nasional. Jakarta: Rajawali Press. 2009. Hal 167

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 104: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

90

Universitas Indonesia

Aktiva Produktif yang oleh bank telah ditetapkan Lancar dan Dalam Perhatian

Khusus akan diturunkan oleh Bank Indonesia menjadi setinggi-tingginya kurang

lancar, apabila dokumentasi nasabah tidak dapat memberikan informasi yang

cukup.

Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk pembiayaan dinilai berdasarkan (a)

prospek usaha, (b) kinerja nasabah (performance), dan (c) kemampuan membayar.

Kualitas pembiayaan ditetapkan menjadi lima golongan, yaitu Lancar, Dalam

Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet (Pasal 9 PBI No.

8/21/PBI/2006)

3.2.6 Posisi Devisa Neto

Posisi Devisa Neto (PDN) adalah angka yang merupakan penjumlahan dari

nilai absolut untuk jumlah dari: (a) selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca

untuk setiap valuta asing ditambah dengan (b) selisih bersih tagihan dan

kewajiban baik yang merupakan komitmen maupun kontijensi dalam rekening

administratif untuk setiap valuta asing, yang semuanya dinyatakan dalam rupiah.

Posisi Devisa Neto harus dipelihara oleh Bank untuk dihitung secara konsolidasi,

yaitu mencakup seluruh kantor cabang di dalam negeri maupun luar negeri.

Ketentuan mengenai Posisi Devisa Neto ini ditetapkan melalui SK Direksi Bank

Indonesia No. 31/178/KEP/DIR.

3.2.7 Giro Wajib Minimum

Giro Wajib Minimum atau disebut juga dengan statutory reserve merupakan

simpanan minimum yang harus dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo rekening

giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar

presentase tertentu dari DPK.138

Pengaturan mengenai besaran GWM bagi Bank

yang bergerak dengan prinsip Syariah dimuat dalam Peraturan Bank Indonesia

No. 2/7/PBI/2000 tentang Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah dan Valuta Asing

138 Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 61/15/PBI/2004 Tentang Giro Wajib

Minimum. Pasal 1 angka 4

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 105: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

91

Universitas Indonesia

Bagi Bank Umum yang Melakukan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) PBI No. 2/7/PBI/2000 ditetapkan bahwa GWM

dalam rupiah ditetapkan sebesar 5% (lima perseratus) dari DPK Bank dalam

rupiah. Sementara GWM dalam valuta asing ditetapkan sebesar 3% (tiga

perseratus) dari DPK Bank dalam valuta asing.

3.2.8 Kewajiban Mengumumkan Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi Tahun

Para nasabah sebagai penyimpan dana mempunyai kepentingan untuk selalu

mengetahui keadaan keuangan banknya dari waktu ke waktu. Pemantauan atas

keuangan bank ini antara lain dapat dilakukan melalui neraca dan perhitungan

laba atau rugi bank yang bersangkutan. Undang-Undang Perbankan sendiri telah

mewajibkan Bank untuk mengumumkan neraca dan perhitungan laba atau rugi

pada masyarakat dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pelaksanaan kewajiban untuk mengumumkan neraca dan perhitungan laba

atau rugi tersebut secara tertib oleh setiap bank termasuk bank syariah sangat

diperlukan oleh masyarakat mengingat tingkat kesehatan masing-masing bank

(sesuai dengan penilaian Bank Indonesia) bersifat rahasia dan tidak boleh

diketahui oleh umum. Hanya melalui neraca dan perhitungan laba atau rugi

tahunan dari bank yang bersangkutan, sebagaimana diumumkan melalui media

cetak, masyarakat dapat mengetahui secara superficial keadaan keuangan bank

tertentu.

3.3 Pilihan Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Murabahah

Dalam konteks perbankan syariah, khususnya di Indonesia mengenai

alternatif penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh oleh para pihak telah

mengalami perkembangan yang signifikan baik dari segi peraturan hukum

maupun kelembagaan. Hal ini ditunjukkan dengan diundangkannya Undang-

Undang nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1999 tentang Peradilan Agama. Poin inti dari amandemen Undang–undang

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 106: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

92

Universitas Indonesia

Peradilan Agama ini adalah terletak pada penambahan kewenangan pengadilan

agama berupa kewenangan untuk menerima, memeriksa, mengadili, dan memutus

sengketa di bidang ekonomi syariah.

Islam sebagai sebuah agama yang lebih mencintai perdamaian dan

menjadi pedoman bagi peluknya-pemeluknya, dalam hal sengketa muamalah yang

timbul menegaskan akan lebih utama jika diselesaikan melalui cara-cara damai

(tasaluh). Untuk itu para pihak yang ada sebaiknya lebih mengedepankan

menempuh upaya musyawarah untuk mufakat ketika menghadapi sengketa.

Melalui upaya dialogis ini diharapkan hubungan bisnis dan persaudaraan yang ada

dapat tetap terjalin dan lebih dapat menjaga hubungan baik diantara para pihak,

serta dapat lebih hemat dari segi waktu dan biaya. Dalam hal musyawarah untuk

mufakat tidak tercapai baru para pihak dapat menempuh upaya lain yaitu melalui

jalur negosiasi, mediasi, arbitrase, serta litigasi melalui pengadilan sebagai the last

resort yang dapat ditempuh oleh para pihak dalam menyelesaikan sengketa.

Institusi penyelesaian sengketa dan sanksi-sanksi merupakan fase terakhir

dalam upaya penegakan hukum terkait Perbankan Syariah. Dalam upaya

penyelesaian sengketa pembiayaan murabahah yang termasuk sengketa syariah,

Pasal 55 ayat (3) Undang-Undang Perbankan Syariah menyebutkan bahwa

penyelesaian sengketa tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

Penyelesaian sengketa terkait Perbankan Syariah setidaknya telah diatur dalam

tiga peraturan perUndang-Undangan yaitu:139

a. Undang–undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

b. Undang–undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip

Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran serta Pelayanan

Jasa Bank Syariah.

139 Hasan, Zubairi. Op. Cit. Hal 226

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 107: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

93

Universitas Indonesia

Pasal 55 Undang-Undang Perbankan Syariah menjelaskan bahwa

penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dapat dilakukan melalui dua jalur

pengadilan, yaitu:

1. Dilakukan oleh pengadilan agama dalan lingkungan peradilan agama, serta

2. Di luar pengadilan agama dalam hal para pihak telah memperjanjikan melalui

akad penyelesaian sengketa selain melalui pengadilan agama. Dengan catatan

penyelesaian sengketa tadi tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

Yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan di luar pengadilan

agama sesuai dengan isi akad adalah upaya sebagai berikut: (a) musyawarah,

(b) mediasi perbankan, (c) melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional

(Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain, dan/atau (d) melalui pengadilan dalam

lingkungan peradilan umum.

Pada prinsipnya penegakan hukum hanya dilakukan oleh kekuasaan

kehakiman (judicial power) yang secara konstitusional lazim disebut badan

yudikatif (Pasal 24 UUD 1945). Dengan demikian, maka yang berwenang

memeriksa dan mengadili sengketa hanya badan peradilan yang bernaung di

bawah kekuasaan kehakiman yang berpuncak di Mahkamah Agung. Pasal 2

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 secara tegas menyatakan bahwa yang

berwenang dan berfungsi melaksanakan peradilan hanya badan-badan peradilan

yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang. Namun berdasarkan Pasal 1851,

Pasal 1855 dan Pasal 1858 KUH Perdata, penjelasan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun

1970 serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka terbuka kemungkinan para pihak

menyelesaikan sengketa dengan menggunakan lembaga selain pengadilan (non

litigasi), seperti arbitrase atau perdamaian (islah).140

Khusus untuk lembaga-lembaga ekonomi syariah, pada umumnya lembaga

penyelesaian sengketa di luar pengadilan terutama adalah melalui Badan Arbitrase

Syariah Nasional (Basyarnas). Dengan demikian, litigasi atau penyelesaian

140 Karnaen Perwataatmaja, dkk., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta:Prenada

Media), 2005, hal. 288

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 108: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

94

Universitas Indonesia

sengketa melalui gugatan di pengadilan bukan satu-satunya lembaga atau cara

yang dapat menyelesaikan sengketa, sebab tersedia beberapa alternatif untuk

menyelesaikan perkara di luar pengadilan, yakni arbitrase dan Alternative Dispute

Resolution (ADR).

Alternatif Penyelesaian Sengketa (alternative dispute resolution) diatur

dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa, dimana dalam Pasal 1 angka 10 disebutkan bahwa:

“alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda

pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak yakni penyelesaian

sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi

atau penilaian ahli.” Maka terbuka kemungkinan para pihak menyelesaikan

sengketa dengan menggunakan lembaga selain pengadilan (non litigasi), seperti

arbitrase atau perdamaian (islah).141

Pada umumnya di dalam kontrak bisnis sudah disepakati mengenai

penyelesaian sengketa agar diserahkan kepada forum tertentu. Para pihak dapat

memilih untuk mengajukan sengketa ke lembaga pengadilan maupun lembaga di

luar pengadilan yaitu arbitrase. Disamping itu, dalam klausul yang dibuat oleh

para pihak ditentukan pula hukum mana yang disepakati untuk dipergunakan

apabila dikemudian hari terjadi sengketa di antara mereka (choice of law).142

3.3.1 Penyelesaian Sengketa Pada Pengadilan Agama

Pasal 49 Undang – undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama

menjelaskan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,

memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang

beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq,

sedekah dan ekonomi syariah. Berdasarkan penjelasan Pasal 49 tersebut, yang

dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang

141 Karnaen Perwataatmaja, Op., Cit, hlm.78

142 Abdul Manan, Beberapa Masalah Hukum dalam Praktek Ekonomi Syari`ah, Makalah

Diklat Calon Hakim Angkatan-2 di Banten, 2007, hlm. 7

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 109: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

95

Universitas Indonesia

dilaksanakan menurut prinsip syariah antara lain meliputi: (a) bank syariah, (b)

lembaga keuangan mikro syariah, (c) asuransi syariah, (d) reasuransi syariah, (e)

reksadana syariah, (f) obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah

syariah, (g) sekuritas syariah, (h) pembiayaan syariah, (i) pegadaian syariah, (j)

dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan (k) bisnis syariah.

Ketentuan bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah merupakan

bagian dari kewenangan pengadilan agama diperkuat oleh Pasal 55 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang

menyebutkan bahwa “penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh

pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama”. Meskipun demikian dalam Pasal

55 ayat (2) tidak menutup kemungkinan bagi penyelesaian sengketa untuk

dilakukan sesuai dengan kesepakatan para pihak di dalam akad perjanjian.

Kewenangan pengadilan agama untuk melakukan eksekusi putusan

arbitrase dalam sengketa ekonomi syariah tercantum dalam Surat Edaran

Mahkamah Agung Nomor 8 tahun 2008 tanggal 10 Oktober 2008 tentang

Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah. Pada perkembangannya kewenangan

ini dicabut dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2010

menyebutkan bahwa mengenai eksekusi putusan arbitrase (termasuk putusan

Basyarnas) dilakukan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri.143

Bank dan nasabah sebagai pihak yang membuat perjanjian, pada

pelaksanaannya membuat kesepakatan untuk mengajukan eksekusi pada

pengadilan agama ataupun pengadilan negeri sesuai dengan domisili yang

disepakati. Pemilihan lembaga Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa

bisnis (ekonomi) syari‟ah merupakan pilihan yang tepat dan bijaksana. Hal ini

akan dicapai keselarasan antara hukum materil yang berlandaskan prinsip-prinsip

Islam dengan lembaga peradilan Agama yang merupakan representasi lembaga

Peradilan Islam, dan juga selaras dengan para aparat hukumnya yang beragama

Islam serta telah menguasai hukum.

143 Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pasal 59 ayat (3)

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 110: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

96

Universitas Indonesia

3.3.2 Penyelesaian Sengketa Pada Pengadilan Negeri

Berdasarkan ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 jo.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum disebutkan:

Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.

Penyelesaian sengketa perbankan syariah dapat dilakukan melalui

Pengadilan Negeri sebagaimana kemungkinan tersebut dimuat dalam penjelasan

Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah yang menyebutkan secara opsional bahwa penyelesaian sengketa yang

bisa dipilih oleh para pihak diantaranya: (a) musyawarah, (b) mediasi perbankan,

(c) melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase

lain; dan/atau (d) melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Pengadilan Negeri disebut sebagai salah satu lembaga penyelesaian

sengketa perbankan syariah dikarenakan di dalam kegiatan perekonomian yang

dijalankan oleh Bank Syariah, selain terkandung ketentuan syariah dan hukum

Islam, mengandung juga ketentuan perdata sebagai hukum positif Indonesia

sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata sehingga penyelesaiannya dapat

dilakukan di Pengadilan Negeri. Institusi Pengadilan Negeri yang dimaksud di

sini adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum

tempat para pihak tinggal.

Pengadilan Negeri merupakan institusi yang dirasa kurang tepat untuk

menangani dan mengadili kasus sengketa ekonomi syariah karena bagaimanapun

lembaga ini memiliki dasar-dasar hukum penyelesaian perkara yang berbeda

dengan yang dikehendaki pihak-pihak yang terkait dalam akad syariah.

Pengadilan Negeri tidak menggunakan syariah sebagai landasan hukum bagi

penyelesaian sebuah perkara. Begitu juga dilihat dari kapasitas para hakim pada

Pengadilan Negeri dimana hakim peradilan umum belum tentu menguasai

masalah ekonomi syariah. Peran Pengadilan Negeri dalam sengketa perbankan

syariah adalah dalam hal eksekusi putusan lembaga arbitrase.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 111: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

97

Universitas Indonesia

Dalam hal terjadi para pihak yang tidak melaksanakan putusan dari

lembaga arbitrase secara suka rela, maka putusan arbitrase tersebut dijalankan

menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 637 dan 639 Reglement op de

Rechtsvordering (RV). Menurut ketentuan Pasal 637 dan 639 RV, Pengadilan

Negeri memiliki peranan yang penting dalam memberikan exequatur atau

eksekusi bagi putusan arbitrase.

3.3.4 Badan Arbitrase Syariah Nasional

Kehadiran Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) sangat

diharapkan oleh umat Islam Indonesia, bukan saja karena dilatar belakangi oleh

kesadaran dan kepentingan umat untuk melaksanakan syariat Islam, melainkan

juga lebih dari itu adalah menjadi kebutuhan riil sejalan dengan perkembangan

kehidupan ekonomi dan keuangan di kalangan umat. Karena itu, tujuan didirikan

Badan Arbitrase Syariah Nasional sebagai badan permanen dan independen yang

berfungsi menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul

dalam hubungan perdagangan, industri keuangan, jasa dan lain-lain dikalangan

umat Islam.144

Di Indonesia, lembaga penyelesaian sengketa yang dapat menerapkan Hukum

Islam adalah Pengadilan Agama. Ruang lingkup perkara yang dapat diselesaikan

oleh Pengadilan Agama sebenarnya sangat terbatas, seperti yang diatur dalam

Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama.145

Selain berdasarkan pada Pasal 49 ayat (1) tersebut, kewenangan

Peradilan Agama dapat mencakup juga penyelesaian perkara muamalat di bidang

perekonomian. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang berbunyi “Selain tugas dan

144 Diakses dari artikel Sejarah BASYARNAS

http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=57&Itemid=83 pada 12

Desember 2011

145

Isi Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 adalah “ Pengadilan

Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di

tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang a. perkawinan; b. kewarisan;

wasiat; dan hibah; yang dilakukan berdasarkan Hukum Islam; c. wakaf dan sedekah

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 112: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

98

Universitas Indonesia

kewenangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49 dan Pasal 51,

Pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan

Undang-Undang”.

Sementara Undang-Undang yang dimaksud di atas belum terbit, maka pada

tahun 1993 Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) dibentuk sebagai

salah satu upaya untuk melakukan penyelesaian sengeketa di bidang muamalat

(khususnya perekonomian syariah). Berdirinya BAMUI dimaksudkan sebagai

antisipasi atas permasalahan hukum yang mungkin timbul akibat penerapan

hukum muamalah oleh lembaga keuangan syariah yang pada waktu itu berdiri.146

Peresmian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) dilangsungkan tanggal

21 Oktober 1993. BAMUI didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan sesuai

dengan akta notaris Nomor 175 tanggal 21 Oktober 1993.

Pada Pasal 1 Peraturan Prosedur BAMUI, disebutkan mengenai yurisdiksi

BAMUI yang meliputi:

a. Penyelesaian sengketa yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri,

keuangan, jasa dan lain-lain dimana para pihak sepakat secara tertulis untuk

menyerahkan penyelesaiannya kepada BAMUI sesuai dengan Peraturan

Prosedur BAMUI.

b. Memberikan suatu pendapat yang mengikat tanpa adanya suatu sengketa

mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian atas permintaan para

pihak.

Pada perkembangannya kemudian, BAMUI dijadikan sebagai cikal bakal

Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS) berdiri secara otonom dan independen sebagai salah

satu instrumen hukum yang menyelesaikan perselisihan para pihak, baik yang

datang dari dalam lingkungan bank syariah, asuransi syariah, maupun pihak lain

yang memerlukannya. Bahkan, dari kalangan non muslim pun dapat

memanfaatkan Badan Arbitrase Syariah Nasional selama yang bersangkutan

mempercayai kredibilitasnya dalam menyelesaikan sengketa.

146 Dewi, Gemala; Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti, op cit., hlm. 183

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 113: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

99

Universitas Indonesia

Lahirnya Badan Arbitrase Syariah Nasional ini, menurut Prof. Mariam Darus

Badrulzaman, sangat tepat karena melalui Badan Arbitrase tersebut, sengketa-

sengketa bisnis yang operasionalnya mempergunakan hukum Islam dapat

diselesaikan dengan mempergunakan hukum Islam. Kedudukan hukum Basyarnas

sendiri menjaid semakin kuat setelah dikeluarkannya Undang – undang Nomor 30

Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Dalam Pasal 4 PBI Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip

Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran serta Pelayanan

Jasa Bank Syariah dijelaskan bahwa penyelesaian sengketa antara bank dengan

nasabah dilakukan secara musyawarah. Jika musyawarah tidak mencapai

kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dilakukan melalui mediasi, termasuk

mediasi perbankan. Dan jika mediasi tidak mencapai kesepakatan maka

penyelesaian dilakukan melalui mekanisme arbitase syariah atau melalui lembaga

peradilan yang ditentukan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase syariah bersifat mengikat

(binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut akan menjadi bagian yang

tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang dimintakan pendapatnya pada

lembaga arbitrase tersebut). Hasil putusan Badan Arbiterase Syariah bersifat final

dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Apabila hasil

putusan Badan Aribiterase Nasional itu tidak dilakukan secara sukarela, maka

pelaksanaan putusan atau eksekusi dilaksanakan berdasarkan perintah pengadilan

negeri yang disepakati oleh para pihak atau oleh pengadilan Agama. Keputusan

arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat seperti putusan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga ketua pengadilan tidak diperkenankan

memeriksa alasan atau pertimbangan hukum dari putusan Badan Arbitrase

Syariah Nasional tersebut.147

Pelaksanaan putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional, sama dengan aturan

yang berlaku dalam Badan Arbitrase Nasional Indonesia yang diatur dalam Pasal

147

Manan, Abdul. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Sebuah Kewenangan Baru

Pengadilan Agama. Makalah disampaikan pada acara Diskusi Panel Dalam Rangka Dies Natalis

Universitas YARSI ke 40 pada 7 Februari 2007 di Kampus YARSI Jakarta. Diunduh dari

www.badilag.net/data/ARTIKEL/makalah%20pak%20manan.pdf pada 25 April 2012.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 114: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

100

Universitas Indonesia

59-64 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999. Pada dasarnya para pihak harus

melaksanakan putusan secara sukarela. Agar putusan arbitrase dapat dipaksakan

pelaksanaanya, putusan tersebut harus diserahkan dan didaftarkan pada

kepaniteraan Pengadilan Negeri dengan mendaftarkan dan menyerahkan lembar

asli atau salinan autentik putusan arbitrase oleh arbiter atau kuasanya ke Panitera

Pengadilan Negeri, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan arbitase

diucapkan. Upaya hukum atas putusan Basyarnas dan eksekusi sebagaimana

halnya putusan arbitrase lainnya adalah ke Pengadilan Negeri, akan tetapi menurut

Muh. Nasikhin, sengketa perbankan syariah yang diselesaikan Basyarnas, maka

pengajuan permohonan pembatalan terhadap putusan Basyarnas tersebut ke

Pengadilan Agama148

148 Muh. Nasikhin, Perbankan Syariah & Sistem Penyelesaian Sengketanya, (Semarang:

Fatawa publishing, 2010), hlm. 140

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 115: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

101

Universitas Indonesia

BAB IV

STUDI KASUS PERMASALAHAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BANK SYARIAH X DAN PT Z

PADA BASYARNAS DAN PENGADILAN AGAMA

4.1 Pelaksanaan Program Pembiayaan Produktif Dengan Menggunakan

Skema Murabahah Pada Bank Syariah X terhadap PT Z

Sebagaimana telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya bahwa Perbankan

Syariah menerapkan pembiayaan dengan sistem murabahah kepada para

pengguna jasanya. Pembiayaan dengan sistem murabahah tersebut dapat

digunakan untuk pembiayaan konsumtif untuk membeli keperluan barang

langsung jadi serta pembiayaan produktif yaitu untuk pembiayaan modal usaha.

Pada karya tulis ini, penulis memfokuskan pada pembiayaan produktif

dengan bentuk pembiayaan murabahah yang disediakan oleh Bank Syariah X

kepada PT Z. Perjanjian pembiayaan murabahah tersebut dituangkan di dalam

Akta Akad Pembiayaan Al-Murabahah No.53 tanggal 23 Februari 2005 yang

dibuat dihadapan Notaris EY di Jakarta. Di dalam akad perjanjian murabahah

yang dimaksud disebutkan mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban PT Z

maupun Bank Syariah X. Akad perjanjian murabahah tersebut secara garis besar

memperjanjikan bahwa Bank Syariah X akan memberikan pembiayaan sebesar

Rp 35.000.000.000 (tiga puluh lima milyar rupiah) kepada PT Z untuk

pembiayaan pembelian material proyek pembangunan Rukan SCS.

Akad perjanjian murabahah yang digunakan sebagai pembiayaan antara

Bank Syariah X dan PT Z memerlukan analisa lebih lanjut untuk menentukan

apakah perjanjian tersebut sesuai dengan ketentuan agar akad dapat dikatakan sah

menurut yuridis Islam maupun menurut hukum perdata. Dalam bab ini, perjanjian

Pembiayaan Al-Murabahah No.53 dianalisa dan dibandingkan dengan kesesuaian

akad dalam hukum syariah Islam maupun hukum perdata karena dunia perbankan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 116: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

102

Universitas Indonesia

syariah Indonesia mengenal dan menggunakan bersama hukum syariah Islam

sekaligus hukum perdata, dimana implementasi produk layanannya tidak selalu

sesuai dengan ketentuan yang disebutkan dalam hukum Islam. Adanya

kemungkinan penerapan produk layanan yang tidak sesuai dengan hukum Islam

maupun hukum perdata ini menyebabkan tidak sahnya perjanjian yang dapat

mengakibatkan perjanjian batal demi hukum sehingga para pihak dalam perjanjian

mengalami kerugian.

a. Sahnya Perjanjian Berdasarkan Ketentuan Hukum Syariah Islam

Dalam hukum Islam kontemporer digunakan istilah akad untuk menyebut

perjanjian (overeenkomst), istilah akad juga digunakan untuk menyebut

kontrak. Agar perjanjian dalam Islam dapat dinyatakan sebagai perjanjian atau

akad yang sah, maka terdapat beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi.

Berkaitan dengan Akad Pembiayaan Al-Murabahah No.53 tanggal 23 Februari

2005, maka rukun dan syarat yang harus terpenuhi tersebut antara lain adalah:

1. Para pihak yang membuat akad (al-„aqidan)

Dalam hukum Islam, para pihak yang membuat akad haruslah merupakan

para pihak yang memiliki kecakapan hukum (tamyiz) sehingga layak untuk

menerima hukum dan bertindak hukum atau layak untuk menerima hak dan

menjalankan kewajiban. Selain ditentukan bahwa para pihak haruslah

tamyiz, hukum Islam juga menentukan bahwa harus adanya berbilang pihak

(lebih dari satu pihak) agar perjanjian dapat terwujud, karena perjanjian

merupakan pertemuan ijab dari satu pihak dan kabul dari pihak lain

sehingga memerlukan dua pihak.

Untuk dapat dinyatakan sah menurut hukum syariah cakap dalam

melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai keadaan dapat membedakan

hal yang berakibat baik dan buruk bagi dirinya sendiri, keadaan dimana

seseorang layak untuk menerima hak dan memikul kewajiban serta mampu

untuk bertanggungjawab atas perbuatannya. Jika dikaitkan dengan definisi

cakap dalam melakukan perbuatan hukum menurut hukum Islam, maka baik

pihak Bank Syariah X maupun PT Z merupakan badan hukum yang masing-

masing telah diwakili oleh pribadi hukum yang telah mampu membedakan

hal yang baik dan buruk, mampu menerima hak dan memikul kewajiban

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 117: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

103

Universitas Indonesia

sesuai dengan yang diperjanjikan di dalam akad murabahah sebagai prestasi

yang harus dilakukan serta mampu bertanggung jawab.

Dilihat dari unsur pertama perjanjian menurut hukum Islam ini, dalam akad

pembiayaan murabahah nomor 53, dapat ditemukan bahwa unsur para

pihak yang membuat akad telah terpenuhi. Para pihak yang mewakili Bank

Syariah X dan PT. Z merupakan para pihak yang bisa disebut tamyiz karena

telah dewasa dan mampu bertindak hukum. Selain itu mengenai jumlahnya,

para pihak dalam Perjanjian Pembiayaan Murabahah Nomor 53 juga dapat

dikatakan sebagai berbilang pihak karena terdapat lebih dari satu pihak,

yaitu Bank Syariah X dan PT. Z diamana masing-masing pihak mempunyai

kewajiban yang harus dilaksanakan dan hak untuk diperoleh.

2. Pernyataan kehendak para pihak (shigatul-„aqd)

Pernyataan kehendak para pihak merupakan simbol dari kesepakatan yang

terjadi sebagaimana salah satu syarat utama perjanjian dalam KUH Perdata.

Hal ini menunjukkan tidak adanya unsur paksaan yang dapat menyebabkan

batalnya perjanjian. Pernyataan kehendak para pihak terdiri atas ijab dan

kabul. Ijab merupakan pernyataan kehendak pertama yang muncul dari

suatu pihak untuk melahirkan suatu tindakan hukum, yang dengan

pernyataan tersebut ia menawarkan penciptaan tindakan hukum yang

dimaksud dimana bila penawaran itu diterima oleh pihak lain maka

terjadilah akad.149

Sementara kabul adalah pernyataan kehendak yang

menyetujui ijab dan yang dengannya tercipta suatu akad.150

Baik ijab dan

kabul disyaratkan harus jelas artinya, bahwa ungkapan baik lisan, tulisan,

isyarat maupun lainnya menunjukkan secara jelas jenis akad yang

dikehendaki.

Pada dunia perbankan syariah, pernyataan kehendak para pihak diwujudkan

secara tersurat dan tertulis di dalam akta akad dimana redaksinya berbeda-

149

Anwar, Syamsul. (Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Teori Akad dalam Fikih

Muamalat). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007. Hlm. 127

150 Ibid. Hlm 132

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 118: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

104

Universitas Indonesia

beda bagi tiap institusi perbankan. Dalam pembiayaan produktif yang

diberikan oleh Bank Syariah X kepada PT. Z pernyataan kehendak kedua

belah pihak diwujudkan dalam Akta Akad Pembiayaan Al-Murabahah

No.53. Sebagai akibat hukum dari adanya akad yang berisi ijab kabul

tersebut maka muncul kewajiban hukum bagi Bank Syariah X dan PT. Z.

Pada dasarnya keberadaan Akta Akad Pembiayaan Al-Murabahah No.53

sebagai kontrak tertulis membuktikan telah ada dan terjadinya kesepakatan

dan ijab kabul antara Bank Syariah X dan PT. Z. Tindakan atau kewajiban

hukum yang lahir dari ijab kabul ini bagi Bank Syariah X adalah

menyediakan sejumlah dana bagi PT. Z sementara bagi PT. Z tindakan atau

kewajiban hukum yang timbul adalah melakukan pelunasan pembayaran

dan memenuhi sejumlah persyaratan yang ditentukan di dalam akad. Satu

hal yang kurang sesuai dengan apa yang disyaratkan dalam hukum Islam

mengenai ijab kabul adalah bahwa Bank Syariah X dalam pembuatan ijab

(penawaran) untuk pencairan pembiayaan kedua tidak secara tegas dan jelas

menentukan kapan waktu pemenuhan kewajiban dan persyaratan yang

diperlukan untuk terjadinya pencairan pembiayaan kedua. Hal ini kemudian

menimbulkan sengketa antara Bank Syariah X dan PT.Z.

3. Objek akad (mahallul-„aqd)

Berdasarkan hukum Islam, objek akad ditentukan secara lebih spesifik agar

suatu perjanjian dapat dinyatakan sah menurut syara‟. Ketentuan mengenai

objek akad tersebut antara lain adalah: dapat diserahkan, tertentu dan dapat

ditransaksikan. Berkaitan dengan perjanjian pembiayaan murabahah antara

Bank Syariah X dan PT. Z yang pada dasarnya pembiayaan murabahah

adalah pembiayaan untuk transaksi jual beli, maka dalam hal ini seharusnya

disebutkan benda apa yang menjadi objek jual beli yaitu barang material

bangunan, sehingga dapat digolongkan ke dalam benda yang dapat

ditentukan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam hukum jual beli dalam

Islam bahwa dalam melakukan jual beli, barang yang menjadi obyek dalam

jual beli haruslah barang yang dapat ditentukan (tidak abstrak). Ketentuan

bahwa obyek akad haruslah benda yang dapat ditentukan dimaksudkan agar

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 119: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

105

Universitas Indonesia

para pihak dapat mengetahui dengan jelas sehingga tidak menimbulkan

sengketa di kemudian hari tentang obyek akad atau obyek perjanjian.

Pada prakteknya pihak Bank Syariah X memang belum memiliki barang

material yang dimaksud yang menjadi obyek perjanjian karena Bank

Syariah X baru akan melakukan pembelian barang yang dimaksud jika ada

pesanan dari nasabah, sehingga barang yang dimaksud dalam akad masih

ada pada supplier. Jual beli dimana barang belum ada pada penjual dari segi

Islam menurut pandangan mazhab Hanafi merupakan akad jual beli yang

tidak sah karena barang tidak ada secara nyata sebagai milik penjual.

Namun pada perkembangannya dilatarbelakangi oleh dinamisnya kebutuhan

lalu lintas kehidupan perekonomian masyarakat yang menghendaki adanya

akad dengan sistem di atas, maka jula beli dimana barang belum ada secara

nyata pada penjual diperbolehkan sebagai pengecualian berdasarkan prinsip

istihsan.

Dalam kasus ini, objek yang menjadi pokok dalam perjanjian adalah barang

material bangunan yang dapat diserahkan, dapat ditentukan (tertentu),

namun tidak dapat ditransaksikan dengan pembiayaan murabahah karena

Bank Syariah X tidak pernah berkedudukan sebagai penjual yang sah

memiliki barang mengingat pembelian objek perjanjian dilakukan langsung

atas nama PT Z, tidak atas nama Bank Syariah yang seharusnya menjadi

penjual. Hal ini merupakan keadaan yang bertentangan dengan konsep

murabahah yang mensyaratkan kepemilikan barang ada pada Bank.

4. Tujuan akad (maudhu‟ al-„aqd)

Tujuan akad dalam Islam disesuaikan dengan jenis akad itu sendiri secara

spesifik. Dalam hal akad merupakan akad jual beli, maka tujuan dari akad

tersebut adalah memindahkan hak milik atas barang dengan imbalan.

Tujuan akad merupakan maksud para pihak ketika membuat akad151

sehingga tujuan akad merupakan dasar perikatan kedua belah pihak.

151 Ibid. Hlm 219

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 120: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

106

Universitas Indonesia

Dalam akad pembiayaan murabahah antara Bank Syariah X dan PT. Z

sebagai perjanjian jual beli, maka tujuan pokok akad adalah pemindahan

hak milik atas barang dari Bank Syariah X kepada PT. Z dengan imbalan.

Sebagaimana disebutkan dalam putusan Nomor 729/Pdt.G/2009/PA.JP

bahwa pembiayaan murabahah yang diberikan oleh Bank Syariah X kepada

PT. Z tidak sesuai dengan konsep murabahah yang merupakan jual beli,

karena dalam memberikan pembiayaan yang dimaksud Bank Syariah X

memberikan pencairan pembiayaan yang dikenakan prosentase bunga

fluktuatif untuk pelunasannya. Di samping itu, dikaitkan dengan konsep

pembiayaan murabahah yang merupakan konsep pembiayaan untuk

transaksi jual beli sementara proyek yang akan diselesaikan oleh PT. Z

merupakan kegiatan investasi yang membutuhkan modal kerja, kedua hal ini

tentunya bukan merupakan metode pembiayaan yang cocok dan benar untuk

dilaksanakan dari segi syariah Islam. Proyek pembangunan Rukan PT Z

merupakan kegiatan yang membutuhkan jenis pembiayaan investasi dalam

bentuk mudharabah atau musyarakah dengan pola bagi hasil.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa antara tujuan akad

murabahah yang merupakan akad jual beli dengan maksud untuk

memindahkan kepemilikan suatu barang, dengan proses pelaksanaan

pembiayaan untuk konstruksi Rukan SCS dimana Bank Syariah X hanya

menyediakan dana tanpa pernah memiliki barang objek perjanjian secara

sah adalah kegiatan yang tidak sejalan dengan prinsip murabahah. Sehingga

dalam praktek pembiayaan murabahah tujuan akad dan pelaksanaan Akta

Akad Pembiayaan Al-Murabahah No.53 merupakan hal yang tidak sesuai

dengan hukum Islam karena ketidaksesuaiaan tujuan awal akad dengan

proses pelaksanaan akad.

b. Sahnya Perjanjian Berdasarkan Ketentuan Hukum Perdata dalam KUH

Perdata

1. Adanya kesepakatan

Unsur adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yakni Bank Syariah X

dengan PT Z dapat dibuktikan telah tercapai dengan telah ditandatanginya

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 121: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

107

Universitas Indonesia

akta Akad Pembiayaan Al-Murabahah No.53 tanggal 23 Februari 2005

yang dibuat dihadapan Notaris EY di Jakarta. Dengan penandatangan akta

akad murabahah tersebut dapat diartikan bahwa baik pihak Bank maupun

Direksi yang mewakili PT Z telah saling menyetujui dan bersepakat

mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dibebankan di dalam

akad tersebut, yang kemudian menjadi prestasi yang harus mereka penuhi.

Kesepakatan dalam bentuk penandatanganan akad tersebut memberikan

suatu akibat hukum kepada para pihak, dimana kemudian perjanjian atau

akad murabahah yang ditandangani berlaku sebagai Undang-Undang bagi

Bank Syariah X dan PT Z.152

Dengan berlakunya perjanjian yang

diwujudkan dalam akta akad murabahah maka perjanjian yang termuat di

dalamnya harus dilaksanakan dengan itikad baik oleh Bank Syariah X dan

PT Z. Berkaitan dengan itikad baik ini maka Bank Syariah X wajib

menyediakan nominal pembiayaan dimana besarannya harus sesuai dengan

angka yang disepakati di dalam perjanjian. Sementara bagi PT Z, bentuk

itikad baik dalam melaksanakan perjanjian ini harus diwujudkan dalam

pemenuhan persyaratan yang diajukan oleh Bank Syariah X untuk

mendapatkan pembiayaan, serta dalam hal pelunasan pembayaran angsuran

murabahah.

Berkaitan dengan asas Pacta Sunt Servanda, perjanjian dalam bentuk akad

murabahah tersebut tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Hal ini berarti

dalam hal terjadi dispute selama periode pembiayaan murabahah, tidak

satupun dari pihak Bank Syariah X maupun dari pihak PT Z dapat

melakukan pembatalan perjanjian secara sepihak meskipun dirasakan

timbulnya kerugian yang besar bagi salah satu pihak. Wajib dimuat di dalam

perjanjian mengenai penyelesaian sengketa. Sementara untuk pembatalan

perjanjian yang merupakan akibat dari terjadinya sengketa di antara para

pihak wajib diselesaikan melalui lembaga Peradilan yang berwenang di

bidang perbankan atau ekonomi syariah karena sengketa yang terjadi

melibatkan badan hukum perbankan.

152 Asas Pacta Sunt Servanda merujuk pada Pasal 1338 KUH Perdata

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 122: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

108

Universitas Indonesia

2. Para pihak cakap hukum untuk membuat suatu perjanjian

Pembuatan suatu perjanjian merupakan salah satu perbuatan hukum yang

melahirkan akibat hukum bagi para pihak yang membuatnya sehingga

diperlukan pribadi yang cakap. Sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 330

KUH Perdata bahwa parameter cakap menurut hukum untuk dapat

dinyatakan sah dalam melakukan perbuatan hukum, dalam hal ini adalah

membuat perjanjian, adalah sekurang-kurangnya berusia minimal 21 tahun.

Berkaitan dengan akad murabahah antara Bank Syariah X dan PT Z sebagai

para pihak yang membuat perjanjian, dapat diartikan bahwa Bank Syariah X

dan PT Z merupakan pihak yang cakap hukum dalam membuat perjanjian.

Bank Syariah X dan PT Z sebagai badan hukum dalam melakukan

perbuatan hukum diwakili oleh Direksi atau pihak yang mempunyai

kewenangan mewakili badan hukum tersebut. Bagi pihak PT Z yang

berbentuk Perseroan Terbatas, maka yang berhak mewakili PT untuk

melakukan perbuatan hukum berupa pembuatan perjanjian adalah Direksi

PT Z yang bersangkutan.153

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa para pihak dalam perjanjian murabahah ini adalah para pihak yang

cakap hukum baik cakap hukum menurut KUH Perdata maupun menurut

ketentuan Syariah Islam.

3. Perjanjian memuat mengenai hal tertentu

Semua perjanjian tentunya memuat mengenai suatu hal spesifik yang

menjadi tujuan dari perjanjan. Dengan adanya tujuan dari perjanjian yang

ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak maka timbullah hak dan

kewajiban bagi masing-masing pihak. Dalam Akta Akad Pembiayaan Al-

Murabahah No.53 dimuat perjanjian jual beli barang material. Selain

mengenai perjanjian jual beli, di dalam akad pembiayaan murabahah

tersebut juga diperjanjikan mengenai “melakukan perbuatan tertentu”.

153

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan

bertanggungjawab penuh atas pengurusan Perseroam untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan

maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan

sesuai dengan ketentuan anggaran dasar

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 123: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

109

Universitas Indonesia

Bank Syariah X berjanji akan memberikan sejumlah pembiayaan kepada PT

Z, dimana pembiayaan tersebut akan digunakan untuk membeli keperluan

material pembangunan Rukan SCS yang merupakan proyek PT Z.

Sementara itu PT Z berjanji untuk memenuhi serangkaian persyaratan untuk

pencairan pembiayaan dan melakukan angsuran pembayaran untuk melunasi

biaya pembelian material pembangunan.

Berkaitan dengan bentuk perjanjian yang merupakan perjanjian jual beli,

dilihat dari segi hukum dalam KUH Perdata maka jual beli antara Bank

Syariah X dan PT Z ini merupakan jual beli mengenai barang tertentu (yaitu

barang material bangunan) yang diatur dalam Pasal 1460 KUH Perdata.

Selain itu dalam Akta Akad Pembiayaan Al-Murabahah No.53 ini

ditentukan pula bahwa pembelian barang material yang menjadi obyek jual

beli diserahkan kepada Nasabah. Hal ini berarti penjual (Bank Syariah X)

memberikan kuasa kepada pembeli (PT Z) untuk mewakili pribadi penjual

dalam melakukan pembelian barang dimana pembelian tersebut dilakukan

dengan atas nama penjual. Keadaan yang seperti ini dapat diperjanjikan

antara para pihak sebagai perwujudan dari asas kebebasan berkontrak.

Sebagai derivasi dari perjanjian jual beli dengan skema murabahah ini,

maka muncul kewajiban untuk melakukan suatu hal tertentu baik bagi Bank

Syariah X maupun PT Z. Bank Syariah X kemudian dibebani kewajiban

untuk melakukan pencairan pembiayaan yang akan digunakan sebagai

pembelian bahan material yang merupakan obyek akad atau perjanjian

murabahah. Bank Syariah X menentukan bahwa pencairan pembiayaan

akan dilakukan melalui beberapa tahapan dimana untuk mendapatkan

pencairan yang dimaksud maka PT Z diharuskan memenuhi beberapa

persyaratan, antara lain menunjukkan dokumen tertentu kepada Bank

Syariah X sebagai bukti telah dijalankannya pembelian bahan material

sesuai perjanjian, serta mengajukan self financing sebagai bukti

kesungguhan penyelesaian proyek pembangunan Rukan SCS.

Penentuan mengenai obyek akad yang merupakan perjanjian jual beli bahan

material untuk keperluan pembangunan proyek Rukan SCS serta penentuan

mengenai hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh Bank Syariah X

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 124: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

110

Universitas Indonesia

dan PT Z merupakan perwujudan dari amanah Pasal 1320 angka 3 KUH

Perdata, yaitu suatu perjanjian harus memuat mengenai suatu hal. Sehingga

hal yang dimuat di dalam perjanjian murabahah antara Bank Syariah X dan

PT Z ini adalah perjanjian jual beli murabahah untuk membeli bahan

material, dimana pembelian barang yang dimaksud diwakilkan oleh Bank

Syariah X kepada PT Z, dengan disertai kewajiban tertentu sebagaimana

disebutkan di atas

4. Perjanjian memperjanjikan sebab yang halal

Dalam KUH Perdata tidak diatur secara spesifik definisi halal untuk sebab

dibuatnya suatu perjanjian. Berdasarkan logika hukum, halal yang dimaksud

dalam Pasal 1320 angka 4 KUH Perdata adalah bahwa hal yang

diperjanjikan bukan merupakan suatu hal yang melanggar hukum, dapat

diartikan bahwa suatu perjanjian dapat memperjanjikan mengenai hal

apapun selama tidak melanggar hukum. Dikaitkan dengan hal ini, maka

perjanjian jual beli dengan menggunakan akad murabahah dapat

digolongkan sebagai perjanjian atas sebab yang halal karena di dalamnya

tidak memuat obyek perjanjian yang merupakan pelanggaran hukum.

Dilihat dari perspektif hukum Islam, definisi halal jelas ditentukan secara

limitatif sebagai barang yang tidak mengandung unsur haram (Barang yang

mengandung unsur haram dalam Islam antara lain: terdapat unsur riba, tidak

sah kepemilikannya, jenis narkoba, khamar, dan berbagai jenis barang yang

bertentangan dengan syara‟154

. Dengan ditentukannya barang yang haram

tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sebab yang halal dalam Islam

adalah barang atau sebab di luar dari barang yang ditentukan haram

tersebut.

Dikaitkan dengan obyek perjanjian murabahah antara Bank Syariah X

dengan PT Z maka jual beli bahan material merupakan perjanjian dengan

154

Tidak sahnya jual beli yang dilakukan terhadap suatu yang bukan benar-benar milik

penjual sesuai dengan HR an-Nasa‟i, Abu Dawud, dan Ahmad. Sementara penentuan haram

barang-barang yang bertentangan dengan syara‟ merupakan kutipan dari HR Ahmad yang

berbunyi “Dari Abu Mas‟ud (diriwayatkan) bahwa Rasulullah Saw melarang mengambil harga

anjing, upah pelacur, dan upah tukang tenung”

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 125: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

111

Universitas Indonesia

sebab yang halal. Hal ini dikarenakan bahan material dilihat dari segi

hukum syariah Islam bukan merupakan barang yang tergolong dalam barang

haram. Bahan material merupakan barang yang halal karena dapat

ditentukan kuantitasnya, kepemilikannya dan cara pembeliannya yang sah

sesuai dengan jual beli dalam Islam. Di samping itu, tujuan dari pembelian

bahan material tersebut juga tidak ditujukan untuk sesuatu yang

bertentangan dengan syara‟. Pembelian bahan material yang ditujukan untuk

pembangunan Rukan SCS merupakan bagian dari pembangunan dan

kemajuan perekonomian masyarakat sehingga unsur keempat dari Pasal

1320 KUH Perdata yaitu sebab yang halal telah terpenuhi baik dari segi

KUH Perdata maupun dari segi hukum Islam.

4.2 Metode Pembuatan Akad Murabahah Antara Bank Syariah X dan PT Z

Berkaitan dengan Pengelolaan Risiko Pembiayaan

Pembiayaan Murabahah memakai prinsip jual beli barang pada harga asal

dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dengan pihak bank selaku penjual

dan nasabah selaku pembeli. Karakteristiknya adalah Bank Syariah X sebagai

penjual harus memberitahu harga bahan material yang ia beli pada supplier dan

menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Pelunasan

pembiayaan oleh PT Z dapat dilakukan secara angsuran sesuai dengan

kesepakatan bersama. Pembuatan Akad Akad Pembiayaan Al-Murabahah No.53

antara Bank Syariah X dengan PT Z dilakukan secara bersama-sama pada tanggal

23 Februari 2005 dan dibuat dihadapan Notaris EY di Jakarta. Pada dasarnya

pihak perbankan selalu telah terlebih dahulu menyediakan standard contracts atau

konrak baku yang berhubungan dengan pembiayaan. Namun keberadaan kontrak

baku ini tidak menutup kemungkinan penambahan atau pengurangan klausula

dalam kontrak oleh Nasabah (dalam hal ini PT Z). Penambahan atau pengurangan

klausula tersebut terutama berhubungan dengan persyaratan untuk pencairan

pembiayaan, tahapan pencairan pembiayaan, angsuran dan pemberian keringanan

jangka waktu pelunasan pembiayaan, serta pilihan penyelesaian sengketa. Hal-hal

yang substansial dalam perjanjian seperti ini dapat diusahakan untuk

dinegosiasikan sebagai perwujudan dari asas kebebasan berkontrak dan jaminan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 126: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

112

Universitas Indonesia

bahwa tidak adanya unsur paksaan dalam pembuatan perjanjian karena apabila

ada paksaan dalam pembuatan perjanjian dapat berakibat batalnya perjanjian. Hal

ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1323 KUH Perdata yang menentukan bahwa

paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu perjanjian

merupakan alasan untuk batalnya perjanjian dan seterusnya.

Berkaitan dengan penambahan atau pengurangan dalam klausula perjanjian

yang dimungkinkan dalam kontrak baku pihak perbankan serta sebagai bentuk

pengelolaan risiko pembiayaan, dalam Akta Akad Al-Murabahah No.53 Bank

Syariah X memasukkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh PT Z.

Beberapa hal yang harus dilakukan sebagai kewajiban PT Z untuk dapat

memperoleh pencairan pembiayaan tahap kedua, yaitu antara lain:

- Dalam Pasal 3 ayat (4) Akta Akad Pembiayaan Al-Murabahah No.53

disebutkan bahwa “Nasabah telah menyetor dana untuk pembayaran biaya

administrasi, notaris, dan biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan fasilitas

pembiayan yang diberikan.”

- Dalam Pasal 3 ayat (10) Akta Akad Pembiayaan Al-Murabahah No.53

disebutkan bahwa “Nasabah telah menunjukkan seluruh dokumen asli serta

foto copynya yang berhubungan dengan perizinan pembangunan Rukan Soho

Carbela Square.”

- Dalam Pasal 3 ayat (23) Akta Akad Pembiayaan Al-Murabahah No.53

disebutkan bahwa “Nasabah telah menyetor Self Financing secara bertahap

sejumlah porsi Nasabah yang sesuai dengan Cash Flow yang telah dibuat oleh

Bank, yaitu sebesar Rp. 11.804.848.915 (sebelas milyar delapan ratus empat

juta delapan ratus empat puluh delapan ribu sembilan ratus lima belas

rupiah)”

Pada mulanya, klausula Pasal tersebut di atas telah disetujui oleh PT Z

dimana persetujuan tersebut disimbolisasikan dalam penandatangan akta yang

dapat diartikan sebagai bentuk kesepakatan atas isi akta atau perjanjian. Berkaitan

dengan persyaratan yang diajukan oleh Bank Syariah X di dalam Akta Akad

Pembiayaan Al-Murabahah No.53 tersebut, setelah proses pencairan pembiayaan

tahap pertama, PT Z dituntut untuk membuat surat pernyataan oleh Bank Syariah

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 127: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

113

Universitas Indonesia

X. Surat pernyataan tertanggal 2 Maret 2005 tersebut pada pokoknya berbunyi

sebagai berikut :

“Selanjutnya apabila kelengkapan dokumen perijinan pembangunan Rukan

SCS seperti, termasuk tetapi tidak terbatas pada dokumen tersebut di atas

tidak dapat diserahkan kepada Bank Syariah X,

MAKA SAYA BERSEDIA UNTUK MENUNDA PENCAIRAN TAHAP

KEDUA DAN TAHAP BERIKUTNYA”

Pembuatan surat pernyataan yang dilakukan pada tanggal 2 Maret 2005

merupakan pembuatan perjanjian tambahan yang dilakukan setelah pembuatan

akad atau perjanjian pokok murabahah. Sebagaimana diketahui bahwa perjanjian

murabahah sendiri telah dibuat pada tanggal 23 Februari 2005, sementara surat

pernyataan kesanggupan dibuat pada tanggal 2 Maret 2005 setelah dilakukan

pencairan pembiyaan tahap pertama.

Tuntutan pembuatan surat pernyataan oleh Bank Syariah X kepada PT Z ini

pada dasarnya dilatarbelakangi oleh urgensi untuk mendapat kepastian tentang

penggunaan dana pembiayaan yang telah dicairkan pada tahap pertama, sehingga

Bank Syariah X mempunyai landasan kepercayaan untuk memberikan pencairan

pembiayaan tahap kedua pada PT Z. Pembuatan surat pernyataan tersebut juga

merupakan bentuk dari prudential banking (prinsip kehati-hatian) yang harus

dilakukan oleh Bank Syariah X dalam penerapan pemberian pembiayaan kepada

semua nasabah pengguna jasanya termasuk PT Z. Namun kepentingan urgensi

kepastian penggunaan dana dan penerapan prudential banking ini dilakukan

dengan cara yang sedikit memaksa pihak PT Z karena pembuatan surat pernyataan

tersebut dilakukan secara tiba-tiba ketika akan dilakukan pencairan pembiayaan

tahap kedua, yang berarti surat pernyataan ini tidak dibuat sejak awal perjanjian

atau tidak diperjanjikan dalam Akta Akad Pembiayaan Al-Murabahah No.53.

Pembuatan surat pernyataan yang terkesan dipaksakan oleh pihak Bank

Syariah X ini merupakan pembuatan akad perjanjian secara sepihak yang secara

jelas dan terang telah menyalahi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata karena tidak

ada unsur kesepakatan dalam pembuatan surat pernyataan tersebut, mengingat

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 128: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

114

Universitas Indonesia

surat pernyataan yang dibuat pada tanggal 2 Maret 2005 tidak ditandatangani oleh

PT Z dikarenakan klausula berikut: “... termasuk tetapi tidak terbatas pada

dokumen tersebut di atas tidak dapat diserahkan kepada Bank Syariah X, maka

saya bersedia untuk menunda pencairan tahap kedua dan tahap” dirasa terlalu

berat untuk dipenuhi PT Z. Di samping itu, tuntutan pembuatan surat pernyataan

yang dilakukan setelah disepakatinya Akta Akad Pembiayaan Al-Murabahah

No.53 merupakan suatu tindakan yang bertentangan dengan Prinsip Syariah

karena merupakan persyaratan yang ditambahkan sehingga haram hukumnya.

4.3 Kasus Posisi

Berdasarkan putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

Perkara Nomor 16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka. Jak serta putusan Pengadilan

Agama Jakarta Pusat Nomor 792/Pdt.G/2009/PA.JP dapat diurutkan kronologis

peristiwa yang menyebabkan terjadinya sengketa dalam pembiayaan murabahah

antara Bank Syariah X dan PT Z sebagai berikut:

Pada mulanya terjadi perjanjian pembiayaan produktif dengan menggunakan

akad murabahah, dimana pembiayaan murabahah tersebut dibiayai oleh Bank

Syariah X untuk pembelian bahan material proyek pembangunan Rukan SCS

yang dijalankan oleh PT Z. Para pihak, yaitu Bank Syariah X dan PT Z saling

sepakat untuk melakukan perjanjian pembiayaan produktif dengan

menggunakan skema murabahah. Perjanjian pembiayaan murabahah tersebut

kemudian dituangkan dalam akta Akad Pembiayaan Al-Murabahah No.53

yang dibuat pada tanggal 23 Februari 2005 dihadapan Notaris EY, S.H di

Jakarta.

Dalam Akad Pembiayaan al-Murabahah tersebut dimuat prestasi masing-

masing pihak, dimana pihak bank berkewajiban untuk menyediakan fasilitas

pembiayaan Al-Murabahah sebesar Rp. 35.000.000.000 (tiga puluh lima

milyar rupiah) untuk digunakan pembelian bahan material dan jasa guna

pembangunan proyek Rukan SCS, sedangkan nasabah sebagai pihak berhutang

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 129: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

115

Universitas Indonesia

berkewajiban untuk membayar utangnya sekaligus dengan margin sebagai

Ceiling Price yang sesuai perjanjian mereka.

Dalam akta perjanjian murabahah tersebut diperjanjikan bahwa pembiayaan

murabahah akan dicairkan dalam beberapa tahapan oleh Bank Syariah X

Pencairan pembiayaan murabahah tahap pertama telah dilakukan oleh Bank

Syariah X pada tanggal 2 Maret 2005. Pada pencairan tahap pertama tersebut

telah diterima oleh PT B pembiayaan sebesar Rp. 2.200.000.000,- (dua miliar

dua ratus juta rupiah)

Pada pencairan pembiayaan tahap pertama tersebut, Bank Syariah X menuntut

PT Z untuk menyetujui suatu Surat Pernyataan yang baru dibuat setelah

ditandatanganinya akad murabahah. Surat yang dimaksud adalah Surat

Pernyataan No. 7/031/SP/DPK2 tertanggal 2 Maret 2005 Perihal: Persetujuan

Pencairan Pembiayaan. Di dalam surat pernyataan tersebut dimuat beberapa hal

yang menjadi persyaratan yang harus dipenuhi oleh PT Z untuk mendapatkan

pencairan pembiayaan tahap kedua. Di antara salah satu syarat yang disebutkan

adalah harus ditunjukkannya IMB asli Rukan SCS.

Berkaitan dengan tuntutan Bank Syariah X melalui surat pernyataan yang

dibuat setelah disepakatinya akad murabahah, dimana surat pernyataan berisi

tambahan kewajiban bagi PT Z, maka PT Z menolak untuk menandatangani

surat pernyataan tersebut dengan alasan bahwa perlengkapan dokumen

perizinan Pembangunan Rukan SCS dianggap berlebihan

Seiring dengan perkembangan usahanya dan kebutuhan pendanaan bagi proyek

yang sedang dijalankannya, maka PT Z berkehendak mengajukan pencairan

pembiayaan tahap kedua kepada Bank Syariah X

Berkaitan dengan pencairan pembiayaan murabahah tahap kedua, Bank

Syariah X tetap bersikukuh pada serangkaian persyaratan yang dimuatkan di

dalam Surat Pernyataan No. 7/031/SP/DPK2 tertanggal 2 Maret 2005 Perihal:

Persetujuan Pencairan Pembiayaan, agar dipenuhi oleh PT Z, di antaranya

adalah penunjukan IMB Rukan SCS yang asli kepada Bank Syariah X

PT Z pada akhirnya berusaha untuk memenuhi persyaratan yang diajukan

tersebut. PT Z kemudian menindaklanjuti dengan menunjukkan dan

memperlihatkan kepada Bank Syariah X mengenai dokumen Kontrak Jasa

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 130: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

116

Universitas Indonesia

Pengurusan IMB antara PT Z dengan pihak ketiga yaitu konsultan/kontraktor

JK tertanggal 6 Desember 2005, serta bukti-bukti Kuitansi pembayaran per

tanggal 1 Maret 2005 sebesar Rp.3.212.500.000 (tiga miliar dua ratus duabelas

juta lima ratus ribu Rupiah) yang telah dibayar oleh PT Z kepada

konsultan/kontraktor JK sebagai biaya pengurusan pembuatan IMB dan

perizinan pembangunan lannya untuk proyek Rukan SCS

Namun ternyata bukti surat-surat dan dokumen yang ditunjukkan oleh PT Z

tersebut tidak disetujui oleh Bank Syariah X sebagai dokumen sah untuk

memenuhi persyaratan yang diajukan guna memperoleh pencairan pembiayaan

murabahah tahap kedua. Berkaitan dengan hal ini maka Bank Syariah X

menolak untuk meberikan pencairan pembiayaan murabahah tahap kedua

kepada PT Z, sehingga menyebabkan penundaan kelangsungan proyek yang

harus diselesaikan oleh PT Z. Hal ini tentunya merupakan sebuah kerugian

bagi PT Z. PT Z melihat suatu keadaan dimana telah terjadi wanprestasi oleh

Bank Syariah X karena Bank Syariah X telah menolak melakukan pencairan

pembiayaan sementara persyaratan telah dipenuhi oleh PT Z

PT Z kemudian mengajukan sengketa ini ke Basyarnas sesuai dengan bunyi

Akad Pembiayaan Murabahah No. 53 tanggal 23 Februari 2005 Pasal 15

Tentang Penyelesaian Perselisihan:

“Apabila Usaha menyelesaikan melalui musyawarah untuk mufakat

tidak menghasilkan keputusan yang disepakati oleh kedua belah

pihak, maka dengan ini Nasabah dan Bank sepakat untuk menunjuk

dan menetapkan serta memberi surat kuasa kepada Badan Arbitrase

Syariah Nasional (BASYARNAS) untuk memberikan putusan…….”;

4.4 Analisa Kasus

Dalam sengketa antara Bank Syariah X dan PT Z yang diselesaikan melalui

Basyarnas dalam Putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional Perkara No.16/Tahun

2008/BASYARNAS/Ka.Jak para pihaknya adalah sebagai berikut:

- Bertindak sebagai Penggugat adalah PT. Z

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 131: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

117

Universitas Indonesia

- Bertindak sebagai Tergugat adalah Bank Syariah X, dengan bentuk badan

hukum Perseroan Terbatas (PT)

Sementara itu kedudukan para pihak dalam proses penyeleseian sengketa

lanjutan di Pengadilan Agama sesuai dengan putusan Nomor:

792/Pdt.G/2009/PA.JP berkaitan dengan permohonan pembatalan putusan

Basyarnas, para pihaknya adalah sebagai berikut:

- Bertindak sebagai Pemohon adalah Bank Syariah X

- Bertindak sebagai Termohon 1 adalah Majelis Hakim Basyarnas yang

memeriksa dan memutus perkara Nomor: 16/tahun

2008/BASYARNAS/Ka.Jak dan Termohon II adalah PT. Z

Dalam putusan Basyarnas No.16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak,

disebutkan bahwa PT Z menggugat Bank Syariah X atas wanprestasi karena tidak

melakukan kewajibannya berupa pencairan pembiayaan murabahah tahap kedua.

Sementara Bank Syariah X mendalilkan bahwa penolakan atas pencairan

pembiayaan murabahah tahap kedua tersebut disebabkan karena tindakan PT Z

yang tidak menyerahkan persyaratan yang diajukan oleh Bank Syariah X. Di

antara persyaratan yang diminta tersebut, yang paling substansial adalah

penunjukan IMB asli Rukan SCS.

Basyarnas dalam amar putusannya menyatakan bahwa perjanjian

pembiayaan murabahah batal demi hukum. Putusan Basyarnas ini didasarkan

pada pertimbangan bahwa perjanjian murabahah Akta No. 53 tahun 2005

bertentangan dengan prinsip syariah yang terpenting diantaranya sebagai berikut:

1. Bentuk perjanjian murabahah mengambil konstruksi kredit modal kerja yang

biasa digunakan pada bank konvensional sehingga bertentangan dengan prinsip

pembiayaan murabahah yang merupakan akad jual beli.

2. Margin yang ditetapkan dalam perjanjian murabahah berupa ceiling price yang

berubah-ubah secara tidak pasti (uncertain), tidak ditentukan secara lump sum

pertahun tetapi ditetapkan dalam prosentase pertahun seperti halnya bunga

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 132: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

118

Universitas Indonesia

pada perbankan konvensional yang menurut prinsip syariah adalah riba yang

haram hukumnya.

3. Tentang pembebanan bunga dalam surat sanggup/promes sehingga sama

artinya dengan riba dan karenanya melanggar prinsip syariah.

4. Akad pembiayaan murabahah No. 53 Tahun 2005 memuat transaksi jual beli

antara pemasok dan bank dan jual beli antara bank dengan nasabah telah dibuat

dalam satu akad saja. Hal ini bertentangan dengan fatwa Dewan Syariah

Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.

Poin 1, 2, 3 dan 4 di atas yang menyebutkan bahwa tidak tepatnya

penggunaan pembiayaan murabahah untuk konstruksi kredit modal kerja adalah

hal yang tidak sesuai dengan rukun murabahah, terutama dalam hal objek akad

dan tujuan akad. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa objek akad

dalam pembiayaan murabahah adalah barang yang dipindahkan kepemilikannya

melalui transaksi jual beli. Dalam perjanjian pembiayaan murabahah Nomor 53

antara Bank Syariah X dan PT. Z hal yang merupakan objek akad menjadi

tidaklah jelas karena Bank Syariah X hanya memberikan sejumlah dana kepada

PT Z untuk membeli lahan dan barang material untuk bangunan, dimana dalam

pencairan dana untuk membeli barang tersebut tidak dinyatakan bahwa Bank

Syariah adalah penjual yang sah atau dalam kata lain, pembelian lahan dan barang

material tidak dilakukan atas nama Bank Syariah X sebagai penjual melainkan

langsung atas nama PT. Z yang seharusnya membeli barang terlebih dulu pada

Bank Syariah X. Di samping itu, terhadap pembelian lahan dan barang material

yang dimaksud, Bank Syariah X membebankan sejumlah bunga kepada PT Z

untuk pelunasannya. Hal ini tentunya bertentangan dengan prinsip syariah Islam

yang mensyaratkan transaksi yang bebas dari bunga (unsur riba). Uraian di atas

menjelaskan bahwa tujuan awal akad murabahah yang merupakan akad jual beli

tidak dijalankan dengan proses yang benar karena mengandung unsur riba dan

ketidakjelasan kepemilikan barang yang dijual, sehingga dapat disimpulkan

bahwa perjanjian murabahah Akta No. 53 tahun 2005 antara Bank Syariah X dan

PT Z bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

Bertitik tolak dari fakta-fakta yuridis yang dikemukakan dalam

pertimbangan putusan Basyarnas, terbukti perjanjian dalam Akta Akad

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 133: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

119

Universitas Indonesia

Murabahah No. 53 Tahun 2005 bertentangan dengan prinsip syariah dan

melanggar ketentuan Pasal 1337 juncto Pasal 1335 KUH Perdata, sehingga sudah

tepat kesimpulan dan amar putusan Basyarnas yang menyatakan perjanjian atau

Akta Akad Murabahah Nomor 53 batal demi hukum. Dalam hal suatu perjanjian

dinyatakan batal demi hukum, maka perjanjian tersebut dianggap tidak ada dari

awal sehingga sama sekali tidak menimbulkan akibat hukum bagi para pihak.

Dalam putusannya, Basyarnas juga memutuskan bahwa telah terjadi

wanprestasi yang dilakukan oleh Bank Syariah X, berupa penolakan pencairan

pembiayaan murabahah tahap kedua kepada PT Z. Berkaitan dengan putusan

Basyarnas yang menyebutkan bahwa telah terjadi wanprestasi, hal ini tentunya

bertentangan dengan putusan sebelumnya yang menyebutkan bahwa perjanjian

batal demi hukum. Penentuan batal demi hukum disebabkan karena perjanjian

tidak memenuhi syarat obyektif perjanjian, dalam kasus ini Akad Murabahah

tidak memenuhi syarat halal karena bertentangan dengan prinsip syariah Islam.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa suatu perjanjian yang dinyatakan batal

demi hukum (null and void), tidak mempunyai akibat hukum kepada para

pihaknya dikarenakan perjanjian dianggap tidak ada dari awal atau sama sekali

tidak pernah terjadi. Sementara penentuan keadaan wanprestasi menunjukkan

adanya suatu akibat hukum yang diderita oleh para pihak (dalam hal ini

wanprestasi oleh Bank Syariah X menyebabkan kerugian bagi PT Z) dikarenakan

masih adanya hubungan hukum perjanjian.

Kedua amar putusan Basyarnas ini jelas bertentangan dan tidak konsisten,

dimana di satu sisi menyebutkan bahwa perjanjian batal demi hukum sehingga

menghilangkan akibat hukum perjanjian bagi para pihak, sementara di sisi lainnya

disebutkan telah terjadi wanprestasi yang menyebabkan salah satu pihak (dalam

hal ini Bank Syariah X) diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya

(PT Z). Dalam hal disebutkan bahwa sejak awal tidak ada perikatan, maka dengan

sendirinya juga tidak ada wanprestasi, sehingga tidak bisa salah satu pihak

dinyatakan telah melakukan wanprestasi atas perikatan yang batal demi hukum

tersebut. Ketentuan adanya wanprestasi (event of default) hanya dapat terjadi jika

perjanjian yang dimaksud masih ada dan berlaku, namun kemudian salah satu

pihak tidak memenuhi syarat-syarat dan ketentuan yang diatur dalam perjanjian

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 134: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

120

Universitas Indonesia

sehingga berakibat dibatalkannya atau dinyatakan batal (voidable atau

vernietigbaar) perjanjian oleh Hakim pengadilan. Perjanjian pembiayaan

Murabahah antara Bank Syariah X dan PT Z tersebut menjadi tidak ada dan tidak

berlaku lagi terhitung sejak dinyatakan batal oleh Hakim Arbiitrase karena

perjanjian dalam Akta Akad Murabahah tersebut bertentangan dengan prinsip

syariah Islam.

Sengketa yang terjadi antara Bank Syariah X dan PT Z pada intinya

mempermasalahkan mengenai siapa yang terlebih dahulu melakukan wanprestasi.

Bank Syariah X mendalilkan bahwa sejak pembuatan awal akad Akta Pembiayaan

Murabahah No. 53 di dalamnya telah dicantumkan mengenai persyaratan yang

harus dipenuhi oleh PT Z untuk dapat memperoleh pencairan pembiayaan,

sebagaimana disebutkan dalam Pasal berikut:

- Pasal 3 ayat (4) Nasabah telah menyetor dana untuk pembayaran biaya

administrasi, notaris, dan biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan fasilitas

pembiayan yang diberikan .

- Pasal 3 ayat (10) Nasabah telah menunjukkan seluruh dokumen asli serta foto

copynya yang berhubungan dengan perizinan pembangunan Rukan SCS

- Pasal 3 ayat (23) Nasabah telah menyetor Self Financing secara bertahap

sejumlah porsi Nasabah yang sesuai dengan Cash Flow yang telah dibuat oleh

Bank, yaitu sebesar Rp. 11.804.848.915 (sebelas milyar delapan ratus empat

juta delapan ratus empat puluh delapan ribu Sembilan ratus lima belas rupiah)

Persyaratan tersebut memang telah dimasukkan di dalam Akad Pembiayaan

Murabahah No. 53 namun didalamnya tidak disebutkan bahwa persyaratan

tersebut harus dipenuhi sejak awal untuk pencairan pembiayaan. Klausula

mengenai persyaratan yang tidak ditentukan secara limitatif kapan waktu

pelaksanaannya ini menimbulkan multi tafsir bagi kedua belah pihak dalam

perjanjian. Bank Syariah X beranggapan bahwa dokumen tersebut di atas harus

sudah diserahkan untuk pencairan pembiayaan murabahah tahap kedua karena

Bank Syariah memerlukan suatu kepastian bahwa pembiayaan murabahah yang

diberikannya telah digunakan sesuai dengan tujuan awal. Hal ini juga merupakan

perwujudan dari prudential banking yang dilakukan Bank Syariah X dalam

bentuk analisis pembiayaan dan pelaksanaan prinsip 5C serta 5P. Namun

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 135: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

121

Universitas Indonesia

dikarenakan waktu pelaksanaan penunjukan dokumen di atas tidak ditentukan

secara pasti oleh Bank Syariah X, maka PT Z dapat beranggapan bahwa

penunjukan dokumen dapat diberikan kepada Bank Syariah X sewaktu-waktu jika

PT Z telah siap dan menyelesaikan administrasi lainnya.

Sehubungan dengan persiapan dokumen yang dibutuhkan untuk persyaratan

pembiayaan, terutama IMB Rukan SCS pihak PT Z sendiri telah berupaya untuk

segera menyelesaikan administrasi dan pengurusan IMB pada pihak ketiga. PT Z

juga telah menunjukkan bukti pengurusan IMB kepada Bank Syariah X melalui

dokumen Kontrak Jasa Pengurusan IMB antara PT Z dengan JK, SH tertanggal 6

Desember 2005, serta bukti-bukti kwitansi pembayaran per tanggal 1 Maret 2005

sebesar Rp.3.212.500.000 (tiga miliar dua ratus duabelas juta lima ratus ribu

Rupiah) yang telah dibayar oleh PT Z kepada JK, SH sebagai biaya pengurusan

pembuatan IMB dan perizinan pembangunan lannya untuk proyek Rukan SCS.

Itikad baik dari PT Z dengan menunjukkan dokumen kontrak jasa dan

kwitansi pembayaran kepada Bank Syariah X ternyata tidak dapat menjadi bukti

yang cukup bagi Bank Syariah X. Hal ini menjadi alasan penolakan Bank Syariah

X dalam menunda pencairan pembiayaan tahap kedua. Berkaitan dengan

kronologis sengketa di atas, Pengadilan Agama melalui putusan Nomor :

792/Pdt.G/2009/PA.JP memberikan pertimbangan sebagai berikut:

1. Menimbang, bahwa oleh karena persyaratan IMB telah nyata terdapat dalam

materi pokok akad Al-Murabahah No. 53/2005 yaitu Pasal 3 ayat 10 yang

bukan persyaratan susulan sebagaimana anggapan Majelis Arbitrase, walaupun

harus diakui memang benar ada pernyataan dari Termohon II pada tanggal 2

Maret 2005 untuk mempertegas persyaratan yang ada dalam akad Al-

Murabahah mengenai IMB itu, sehingga Majelis Hakim menganggap bahwa

Majelis Arbritrase (Termohon I) telah luput mencermati persyaratan yang

terdapat dalam akad Al-Murabahah Pasal 3 ayat 10 sebagai kontra prestasi

yang semestinya wajib dipenuhi oleh Termohon II.

2. Menimbang, bahwa menurut pendapat Majelis Hakim suatu perjanjian yang

ditambahkan dari perjanjian pokok selama disepakati oleh para pihak adalah

dibenarkan secara syar‟i kecuali memperjanjikan yang halal menjadi haram

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 136: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

122

Universitas Indonesia

atau sebaliknya, terlebih terhadap akad Murabahah No.53/2005 terjembatani

dengan Pasal addendum yang ada di Pasal 18 penutup, dan terhadap hal itu

majelis hakim menganggap bukanlah penambahan akan tetapi sebagai

penegasan terhadap sesuatu yang telah ada dan telah diperjanjikan sebelumnya

3. Menimbang, bahwa selain fakta tersebut diatas, Termohon II ternyata telah

mengabaikan persyaratan lainnya, yaitu yang terdapat di Pasal 3 ayat (4) dan

Pasal 3 ayat (23) akta Al-Murabahah No.53/2005 yaitu tidak membayar biaya

notaris dan tidak menyerahkan self financing, dimana hal inipun luput di

pertimbangkan Termohon I dalam putusannya

Pengadilan Agama dalam hal ini telah menerapkan hukum yang menurut

penulis kurang tepat dan meskipun telah sesuai dengan peraturan perUndang-

Undangan yang berlaku namun belum dapat memenuhi rasa keadilan. Berikut

analisa dan alasan penulis berkaitan dengan pertimbangan Hakim Pengadilan

Agama terkait poin di atas:

1. Mengenai IMB yang menjadi persyaratan yang baru muncul sebagai syarat

pencairan pembiayaan tahap kedua, memang benar bahwa IMB merupakan

dokumen yang substansial dan penting untuk dijadikan bukti dan landasan

membangun kepercayaan Bank Syariah X terhadap PT Z. Namun jika

dikembalikan pada tidak disebutkannya waktu tertentu dan pasti untuk

penunjukan dikumen tersebut oleh Bank Syariah X, hal ini tentunya merupakan

suatu bukti bahwa Bank Syariah X sendiri kurang atau bahkan tidak

menerapkan prinsip prudential banking sejak semula akad pembiayaan

murabahah dibuat. Kelalaian Bank Syariah X ini tidak dapat lantas begitu saja

dilimpahkan kepada PT Z dengan menggunakan alasan bahwa dokumen IMB

asli sangat penting. Di samping itu, PT Z juga telah menunjukkan itikad baik

dengan menunjukkan bukti-bukti administrasi pengurusan IMB berupa

dokumen Kontrak Jasa dengan pihak ketiga beserta kwitansi-kwitansi

pembiayaan terkait. Namun hal ini tidak dijadikan pertimbangan oleh Bank

Syariah untuk memberikan keringanan atau penangguhan tertentu kepada PT

Z. Bank Syariah X justru secara sepihak melakukan tindakan penghentian

pembiayaan dan menolak untuk mencairkan pembiayaan tahap kedua tanpa

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 137: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

123

Universitas Indonesia

memberikan pemberitahuan dalam bentuk apapun kepada PT Z. Tindakan

sepihak Bank Syariah X ini tentunya menimbulkan kerugian yang besar bagi

PT Z dimana proyek pembanguan Rukan SCS yang harus dilaksanakannya

menjadi terhenti karena ketiadaan dana.

Pengadilan Agama seharusnya memberikan perhatian juga kepada itikad baik

yang telah diusahakan untuk ditunjukkan oleh PT Z sebagai upaya

penyelamatan perjanjian. Itikad baik yang diupayakan PT Z ini merupakan

wujud pelaksanaan Pasal 1338 KUH Perdata paragraf ketiga yang berbunyi

“suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Bank Syariah X dalam sengketa

ini adalah pihak yang melakukan kelalaian dengan tidak menerapkan

prudential banking sejak awal perjanjian pembiyaan murabahah. Berkaitan

dengan kelalaian yang dilakukan oleh Bank Syariah X maka berlaku Pasal

1366 KUH Perdata yang berbunyi “ setiap orang bertanggung jawab tidak

saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian

yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya”.

2. Dalam sengketa ini kelalaian yang dilakukan Bank Syariah X dengan tidak

menerapkan prudential banking sejak awal pembuatan perjanjian pembiayaan

murabahah, menjadikan suatu keadaan dimana kelalaian tersebut dilimpahkan

kepada PT Z dengan menuntut PT Z untuk menandatangani perjanjian

tambahan yang dibuat saat pencairan pembiayaan murabahah tahap kedua

akan dilakukan. Penolakan yang dilakukan oleh PT Z merupakan bentuk

respon yang wajar karena walaupun di dalam Pasal addendum yang ada di

Pasal 18 penutup dalam akad pembiayaan murabahah disebutkan bahwa

perjanjian dapat ditambah dengan perjanjian baru, namun penambahan

perjanjian baru tersebut juga memerlukan persetujuan para pihak dalam

perjanjian (unsur sepakat Pasal 1320 angka 1 KUH Perdata). Sebagaimana

telah dibahas di atas bahwa PT Z belum menyatakan persetujuannya atas

persyaratan tambahan yang diajuan oleh Bank Syariah X, hal ini dapat

diartikan bahwa PT Z belum sepakat tentang tambahan perjanjian tersebut.

Pengadilan agama, disamping melandaskan keputusan pada hukum syariah

Islam juga seharusnya berpedoman pada Pasal 1320 KUH Perdata tentang

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 138: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

124

Universitas Indonesia

unsur sepakat terkait pembuatan perjanjian, sehingga meskipun substansi

perjanjian baru tidak melanggar syariah Islam namun jika perjanjian tersebut

tidak mendapat kata sepakat dari para pihak yang terlibat dalam perjanjian,

maka jelaslah bahwa perjanjian baru tersebut tidak sah.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 139: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

125

Universitas Indonesia

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Kemungkinan risiko yang dapat terjadi dan harus diantisipasi oleh Bank

Syariah dalam praktek pembiayaan murabahah antara lain adalah:

i. Risiko pembiayaan terkait produk yang mencakup: (a) risiko

kebangkrutan (default risk) yang disebabkan oleh jenis usaha

yang bersangkutan dan kinerja keuangan jenis usaha yang

bersangkutan, (b) risiko jaminan (recovery risk) yang

bergantung pada jaminan sebagai pembayaran kembali atas sisa

pinjaman nasabah dari hasil penjualan jaminan.

ii. Risiko terkait pembiayaan korporasi yang disebabkan karena:

(a) perubahan kondisi bisnis nasabah setelah pencarian

pembiayaan, (b) komitmen kapital yang berlebihan, serta (c)

lemahnya analisis Bank.

iii. Risiko hukum yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek

yuridis seperti adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan

perUndang-Undangan yang mendukung atau kelemahan

perikatan (perjanjian) seperti tidak terpenuhinya syarat

keabsahan suatu kontrak atau pengikatan agunan yang tidak

sempurna, serta tidak terpenuhinya prinsip kehati-hatian dalam

pembuatan akad atau kontrak pembiayaan.

iv. Risiko transaksi dalam bentuk Murabahah berdasarkan pesanan

bersifat tidak mengikat timbul karena nasabah membatalkan

barang yang dipesannya.

Selain itu, berdasarkan Pasal 5 PBI Nomor 13/23/PBI/2011 risiko yang

mungkin dihadapi oleh Bank Syariah antara lain adalah Risiko Pasar,

Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Reputasi, Risiko

Stratejik, Risiko Kepatuhan, Risiko Imbal Hasil, dan Risiko Investasi.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 140: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

126

Universitas Indonesia

Kemungkinan risiko yang dapat terjadi dan harus diantisipasi oleh

nasabah dalam praktek pembiayaan murabahah antara lain adalah

dalam hal Bank menerapkan standard contract dimana di dalamnya

terdapat klausula yang terlalu memberatkan nasabah sehingga

memungkinkan terjadinya wanprestasi bagi pihak nasabah yang dapat

menyebabkan kerugian lebih lanjut. Di samping itu, pihak nasabah juga

perlu mengantisipasi kemungkinan terjadinya wanprestasi dari pihak

Bank dalam bentuk batalnya pencairan pembiayaan murabahah secara

sepihak oleh Bank tanpa persetujuan dari nasabah.

2. Pengelolaan risiko dan pembiayaan murabahah yang dibiayai oleh

Bank Syariah X atas proyek PT Z dalam Akta Akad Pembiayaan

Murabahah Nomor 53 Tahun 2005 telah sesuai dengan yang

diamanahkan dalam KUH Perdata khususnya Pasal 1320 karena telah

memenuhi syarat-syarat perjanjian yaitu para pihak yang membuat

perjanjian cakap untuk melakukan tindakan hukum, tercapainya akata

sepakat, adanya objek perjanjian dan kausa yang halal. Namun dalam

prakteknya tidak sejalan dengan apa yang disyaratkan dalam hukum

syariah Islam mengenai rukun akad terutama rukun yang mensyaratkan

mengenai pernyataan kehendak, rukun mengenai objek akad dan rukun

mengenai tujuan akad yang menyebabkan perjanjian Pembiayaan

Murabahah Nomor 53 bertentangan dengan prinsip syariah Islam

sehingga perjanjian tersebut batal demi hukum.

Disebutkan bahwa perjanjian tidak memenuhi rukun akad karena:

i. Tidak terpenuhinya rukun mengenai pernyataan kehendak

disebabkan karena pernyataan yang dibuat Bank Syariah X

mengenai persyaratan dokumen untuk pencairan pembiayaan

kedua tidak dilengkapi dengan ketentuan yang pasti, jelas dan

tegas mengenai tenggat waktu persyaratan tersebut harus

dipenuhi oleh PT. Z.

ii. Objek akad merupakan objek yang dikategorikan dalam objek

akad yang tidak dapat ditransaksikan dengan pembiayaan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 141: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

127

Universitas Indonesia

murabahah karena Bank Syariah X tidak pernah berkedudukan

sebagai penjual yang sah memiliki barang mengingat pembelian

objek perjanjian dilakukan langsung atas nama PT Z, tidak atas

nama Bank Syariah yang seharusnya menjadi penjual. Hal ini

merupakan keadaan yang bertentangan dengan konsep

murabahah yang mensyaratkan kepemilikan barang ada pada

Bank.

iii. Tidak sesuainya tujuan akad murabahah yang merupakan

pembiayaan untuk transaksi jual beli dengan proses pelaksanaan

pembiayaan untuk konstruksi Rukan SCS dimana Bank Syariah

X hanya menyediakan dana tanpa pernah memiliki barang objek

perjanjian secara sah adalah kegiatan yang tidak sejalan dengan

prinsip murabahah. Sehingga dalam praktek pembiayaan

murabahah tujuan akad dan pelaksanaan Akta Akad

Pembiayaan Al-Murabahah No.5 merupakan hal yang tidak

sesuai dengan hukum Islam karena ketidaksesuaiaan tujuan awal

akad dengan proses pelaksanaan akad.

3. Penyelesaian sengeketa perjanjian murabahah terkait wanprestasi yang

terjadi antara Bank Syariah X dan PT Z pada Badan Arbitrase Syariah

Nasional (Basyarnas) telah sesuai dengan ketentuan perUndang-

Undangan baik KUH Perdata maupun hukum syariah Islam.

Namun penyelesaian sengketa pada Pengadilan Agama justru kurang

memenuhi rasa keadilan karena Pengadilan Agama kurang

memperhatikan fakta-fakta dan itikad baik yang diupayakan oleh pihak

PT. Z dalam pemenuhan kewajibannya. Di samping itu Pengadilan

Agama juga melewatkan mempertimbangkan tercapainya kesepakatan

dalam perjanjian tambahan berupa surat pernyataan.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 142: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

128

Universitas Indonesia

5.2 Saran

1. Para pihak yang bermaksud untuk mengadakan suatu perjanjian,

terutama perjanjian pembiayaan, baik bagi institusi perbankan maupun

dari pihak nasabah wajib dan harus sama-sama mengerti serta

memahami konsep perjanjian, konsep pembiayaan, serta berbagai jenis

risiko yang mungkin terjadi dalam pembiayaan.

2. Pihak Bank Syariah perlu untuk lebih jeli dalam menerapkan prinsip

kehati-hatian dalam pembuatan akad pembiayaan dalam bentuk apapun,

dikaitkan dengan risiko yang mungkin terjadi, serta memasukkan

klausula yang jelas dan tegas mengenai tenggat waktu pelaksanaan

kewajiban masing-masing pihak. Pengelolaan risiko bagi pihak Bank

merupakan bentuk antisipasi risiko sehingga dapat dihindari kerugian

lebih lanjut terutama dalam aspek pendapatan, permodalan dan reputasi

institusi perbankan Syariah.

3. Dewan Pengawas Syariah bersama dengan Bank Indonesia selaku

pengawas kegiatan perbankan Syariah di Indonesia perlu melakukan

tindakan preventif maupun represif dalam menanggulangi pelanggaran

yang mungkin dilakukan oleh institusi Perbankan Syariah yang

menerapkan metode pembiayaan syariah dengan cara salah. Tindakan

preventif yang perlu dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah dan

Bank Indonesia dapat berbentuk upaya pengawasan dan guidance serta

recovery kepada Bank yang menyediakan layanan pembiayaan dengan

konsep Syariah.

4. Pengadilan Agama perlu lebih teliti dan cermat dalam menerima dan

menangani perkara, terutama perkara mengenai ekonomi syariah yang

pada mulanya diperjanjikan oleh para pihak untuk diselesaikan melalui

Badan Arbitrase. Hal ini berkaitan dengan kompetensi absolute agar

tidak melanggar kewenangan mengadili sesama lembaga peradilan.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 143: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdoerraoef. Al-Qur‟an dan Ilmu Hukum: A Comparative Study. Jakarta: Bulan

Bintang, 1970.

Ahmad Azhar Basyir. Asas – asas Hukum Muamalat: Hukum Perdata Islam.

Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Press, 2000.

Antonio, Muhammad Syafi‟i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema

Insani, 2001.

Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Teori Akad dalam

Fikih Muamalat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2007.

Aziz, M. Amin. Mengembangkan Bank Islam di Indonesia, Buku 1. Jakarta:

Bangkit, 1992.

Bank Indonesia Direktorat Perbankan Syariah, Kamus istilah Keuangan dan

Perbankan Syariah, Cet. 1. Jakarta: Bank Indonesia, 2006.

Dewi, Gemala., Wirdyaningsih., Barlinti, Yeni Salma. Hukum Perikatan Islam di

Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005.

Dewi, Gemala. Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Peransurasian

Syariah Di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004.

Djamil, Fathurrahman . Hukum Perjanjian Syariah dalam Kompilasi Hukum

Perikatan oleh Mariam Darus Badrulzaman et. al. Cet. 1. Bandung: Citra

Aditya Bakti, 2001.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 144: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Universitas Indonesia

Fuady, Munir. Hukum Perkreditan Kontemporer. Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1996.

_________, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Buku kedua,

Cet.1. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

Gandapradja, Permadi. Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank. Jakarta : PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Ghufron, A. Mas‟adi. Fiqih Muamalah Konstektual. Cet.1. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2002.

Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam: Fiqh Muamalat. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Hasan, Zubairi. Undang – Undang Perbankan Syariah: Titik Temu Hukum Islam

dan Hukum Nasional. Jakarta: Rajawali Press, 2009.

Ibrahim, Johannes. Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif dalam

Perjanjian Kredit Bank: Perspektif Hukum dan Ekonomi. Jakarta:

Mandar Maju, 2004.

Karim, A. Adiwarman. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Ed. Ketiga.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.

Lewis, Mervyn K. Dan Latifa M. Algoud. Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik,

dan Prospek [Islamic Banking]. Diterjemahkan oleh Burhan Subrata.

Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007.

Mamudji, Sri. et. al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Mujieb, Muhammad Abdul et.al. Kamus Fiqih. Jakarta: PT Pustaka Firdaus

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Perikatan yang Lahir dari Perjanjian.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 145: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Universitas Indonesia

Nasikhin, Muh. Perbankan Syariah & Sistem Penyelesaian Sengketanya.

Semarang: Fatawa Publishing, 2010.

Perwataatmaja, Karnaen, dkk. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta:

Prenada Media, 2005.

Satrio, J. Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya. Bandung: Alumni, 1993.

Sayyid Sabiq. Fiqih Sunah. Alih Bahasa Oleh Kamaluddin A. Marzuki. Jilid 12.

Bandung: PT al-Ma‟arif, 1987.

Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum

Perbankan Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1999.

_________, Kebebasan Berkontak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para

Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesi. Jakarta: Institut Bankir

Indonesia, 1993.

Soerjopratiknjo, Hartono. Aneka Perjanjian Jual Beli. Cet. Ke-2. Yogyakarta: PT.

Mustika Wikasa, 1994.

Subekti, Hukum Perjanjian. Cet. 19. Jakarta: Intermasa, 2002.

Sudin Haron. Islamic Banking, Rules and Regulation. Malaysia: Selangor Darul

Ehsan, Pelanduk Publication, 1997.

Thaib, M. Hasballah. Hukum dan Aqad (Kontrak) Dalam Fiqih Islam dan Praktek

di Bank Sistem Syariah. Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004.

Usman, Rachmadi. Aspek – aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia. Cet. 1,

Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002.

Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. Jakarta: Pustaka

Utama Grafiti, 2007.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 146: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Universitas Indonesia

MAKALAH JURNAL

Kusmiyati, Asmi Nur Siwi. “Risiko Akad dalam Pembiayaan Murabahah Pada

BMT di Yogyakarta: Dari Teori ke Terapan” Dalam Jurnal Ekonomi

Islam La Riba (Vol. 1. No. 1. Juli 2007.

Manan, Abdul. Beberapa Masalah Hukum dalam Praktek Ekonomi Syari`ah,

Makalah Diklat Calon Hakim Angkatan-2 di Banten, 2007.

_________, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Sebuah Kewenangan Baru

Pengadilan Agama. Makalah disampaikan pada acara Diskusi Panel

Dalam Rangka Dies Natalis Universitas YARSI ke 40 pada 7 Februari

2007 di Kampus YARSI Jakarta. Diunduh dari

www.badilag.net/data/ARTIKEL/makalah%20pak%20manan.pdf pada

25 April 2012

Muslimin, H Kara. Bank Syariah di Indonesia (Analisis Kebijakan Pemerintah

Indonesia Terhadap Perbankan Syariah). Yogyakarta: UII-Press. 2005.

Suma, Muhammad Amin, Ekonomi Syariah sebagai Alternatif System Ekonomi

Konvensional, Jurnal Hukum Bisnis. Volume 20, Agustus –September

2002,

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

________, Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

________, Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 147: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Universitas Indonesia

________, Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

________, Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

LN No. 941. TLN No. 4852.

________, Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman

________, Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. LN No. 56 Tahun 2003

________, Peraturan Bank Indonesia Nomor 61/15/PBI/2004 Tentang Giro Wajib

Minimum. TLN No. 4390

________, Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian

Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha

Berdasarkan Prinsip Syariah. TLN No. 4647

________, Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. TLN No.

5247

________, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Cet.8. Jakarta: Pradnya Paramita, 1976.

Reglement Op De Rechtsvordering, Staatsblad Tahun 1847 No. 52 jo. Staatsblad

Tahun 1849 No. 63 (Rv)

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 148: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Universitas Indonesia

INTERNET

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php diakses pada 28 November 2011

http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/2008050881/jurnal-akuntansi-

pemerintah/manajemen-risiko-di-lingkungan-pemerintah-pengantar-

aplikasi-pada-unit-unit-departemen-keuangan/pengertian-manajemen-

risiko.html diakses pada 28 November 2011 diakses pada 15 Desember

2011

http://www.pta-samarinda.net/pdf/Subag%20Umum/EkS Achmad%20fauzi.pdf.

diakses pada 14 April 2012

http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=57&Item

id=83 diakses pada 12 Desember 2011

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 149: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

LAMPIRAN 1

PUTUSAN

Nomor : 792/Pdt.G/2009/PA.JP

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Agama Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara

tertentu dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan atas perkara

pembatalan Putusan Badan Arbritrase Syariah Nasional ( BASYARNAS ) Nomor

16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak antara :

PT. BANK SYARIAH MANDIRI, Perseroan Terbatas ( PT ) yang

berkedudukan di Gedung Bank Syariah Mandiri Jalan MH. Thamrin No. 5 Jakarta

yang dalam hal ini memberi kuasa kepada Drs. IyanRisyadi Riksan, SH. Heri

Bertus S. Hartojo, SH., MH. Dan Muhammad Bastian, SH., para advokat yang

tergabung pada DIAS dan Associates Low Office yang berkantor di Citylofs

Sudirman Tower lanntai 7 unit 729, Jl. KH. Mas Mansyur No. 121, Jakarta,

selanjutnya disebut sebagai “PEMOHON" ;-

Melawan

I. MAJELIS ARBITER BASYARNAS, yang memeriksa dan memutus perkara

Nomor: 16/tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak atas nama Prof. H. Bismar Siregar,

SH., Hj. Fatimah Achyar , SH. Dan Prof. Dr. Sutan Remi Sjahdeini, SH. Yang

berkedudukan dan berkantor di Gedung MUI, Lantai 3, Jl. Proklamasi No. 51

Menteng, Jakarta yang dalam hal ini memberi kuasa kepada Dr. Maqdir Ismail ,

SH. LL.M, Dr. S. F. Merbun, SH., MH., M. Rudjito, SH., MH., Dasril Effendi,

SH., MH., Syahrial Zainuddin, SH., Masayun Donny Kertopati, SH. dan Ilham

Nur Akbar, SH. para advokat dan konsultan Hukum pada Maqdir Ismail dan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 150: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Partners Law Firm, yang beralamat di Jl. Bandung No. 4, Menteng, Jakarta Pusat,

Selanjutnya disebut sebagai “TERMOHON I”;

II. PT. ATRIUMASTA SAKTI, suatu Perseroan Terbatas (PT) yang

berkedudukan dan berkantor di Taman Gandaria Velley Estate blok A I., RT 012

RW. 005, kelurahan Kebayoran Lama Jakarta Selatan yang dalam hal ini memberi

kuasa kepada Iran Syahril Siregaer, SH., MH., Hendra K. Siregar, SH., Rendy

Tanamo, SH. dan Azis Yanuar, SH., MH. para advokat yang tergabung pada

Firma Hukum H.I Siregar dan Rekan yang beralamat di Gedung Setia Budi

Atrium Lantai 2 Ruang 209, Jl. HR. Rasuna Said Kav. 62 Kuningan, Jakarta

Selatan, selanjutnya disebut sebagai “TERMOHON II”;

Pengadilan Agama Tersebut ;-

Telah mendengar keterangan para pihak ;-

Telah meneliti berkas perkara ;-

Telah meneliti alat bukti ;-

TENTANG DUDUK PERKARANYA

Menimbang, bahwa Pemohon dalam permohonannya tertanggal 10 Nopember

2009 yang didaftarkan pada tanggal yang sama di Kepaniteraan Pengadilan

Agama Jakarta Pusat dengan Register pendaftaran Nomor 792/Pdt.G/2009/PA.JP.

mengemukakan dalil-dalilnya sebagai berikut:

I. MENGENAI AMAR PUTUSAN BASYARNAS

1. Bahwa Majelis Arbiter BASYARNAS pada tanggal 16 September 2009 telah

membacakan Putusan Perkara No.16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak antara

TERMOHON II (semula Pemohon Arbitrase) dengan PEMOHON (semula

Termohon Arbitrase) (Bukti P – 1), serta telah mendaftarkan Putusan tersebut

pada Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Pusat sebagaimana ternyata dalam

Akte Pendaftaran No.01/BASYARNAS/ 2009/PAJP tertanggal 12 Oktober 2009

(Bukti P – 2).

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 151: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

2. Bahwa adapun Amar Putusan BASYARNAS yang dimohonkan pembatalannya

oleh PEMOHON selengkapnya adalah sebagai berikut :

DALAM EKSEPSI :

-Menyatakan eksepsi Termohon tidak dapat diterima.

DALAM POKOK PERKARA

- Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;

- Menyatakan Termohon melakukan cidera janji;

- Menyatakan batal demi hukum Akad Pembiayaan Murabahah No.53 tanggal 23

Februari yang dibuat oleh dan dihadapan Efran Yuniarto, S.H., Notaris di

Jakarta;

- Menghukum Termohon untuk mengembalikan kepada Pemohon dana sebesar

Rp.878.791.366,- (delapan ratus tujuh puluh delapan juta tujuh ratus sembilan

puluh satu ribu tiga ratus enam puluh enam Rupiah) yang terdiri atas :

a. Pembayaran biaya provisi Bank sebesar Rp.350.000.000,- (tiga ratus lima

puluh juta Rupiah) atau sebesar 1% (satu persen) dari nilai fasilitas pembiayaan

yang berjumlah Rp.35.000.000.000,- (tiga puluh lima miliar Rupiah) karena Akad

Murabahah No.53 dinyatakan batal demi hukum;

b. Pembayaran uang asuransi proyek (PT. Asuransi Dayin Mitra) sebesar

Rp.45.027.000,- (empat puluh lima juta dua puluh tujuh ribu Rupiah);

c. Pembayaran uang muka iuran Jamsostek sejumlah Rp.5.962.700,- (lima juta

sembilan ratus enam puluh dua ribu tujuh ratus Rupiah);

d. Pembayaran uang retribusi kepada Dinas Penataan dan Pengawasan

Bangunan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta sebesar Rp.298.135.000,- (dua ratus

sembilan puluh delapan juta seratus tiga puluh lima ribu Rupiah);

e. Uang pengembalian cicilan margin sejumlah Rp.179.666.666,- (seratus tujuh

puluh sembilan juta enam ratus enam puluh enam ribu enam ratus enam puluh

enam Rupiah).

-Menghukum Termohon untuk mengembalikan kepada Pemohon biayabiaya

lainnya sepanjang biaya-biaya tersebut didukung oleh bukti-bukti pengeluaran

yang telah diverifikasi oleh Kantor Akuntan Publik mengenai kebenarannya, baik

mengenai keaslian bukti-bukti tersebut maupun mengenai besarnya biaya;

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 152: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

- Memutuskan agar Kantor Akuntan Publik yang ditugasi untuk melakukan

verifikasi terhadap biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh Pemohon adalah

Kantor Akuntan Publik yang disetujui oleh Pemohon dan Termohon dalam jangka

waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan Majelis dibacakan.

- Memutuskan apabila Pemohon dan Termohon tidak berhasil mencapai

kesepakatan mengenai penunjukkan Kantor Akuntan Publik tersebut dalam

jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, penunjukan Kantor Akuntan Publik

akan dilakukan oleh Majelis setelah Majelis memperoleh laporan dari salah satu

pihak yang berperkara, yaitu atau dari Pemohon atau dari Termohon.

- Memutuskan biaya Kantor Akuntan Publik, baik yang ditunjuk oleh Pemohon

dan Termohon maupun yang ditunjuk oleh Majelis ditanggung oleh Pemohon dan

Termohon masing-masing sebesar 50% (lima puluh persen).

- Menolak permohonan Pemohon untuk meletakkan sita jaminan.

- Menolak permohonan Pemohon mengenai uang paksa (dwangsom).

- Menyatakan putusan ini bersifat final dan mengikat (final and binding) dan

mempunyai kekuatan hukum yang tetap sejak diucapkan sehingga karena itu tidak

dapat dibatalkan melalui upaya hukum apapun.

- Menolak tuntutan Pemohon selebihnya.

- Menghukum Termohon untuk melaksanakan putusan ini selambatlambatnya 30

(tiga puluh) hari sejak putusan ini diucapkan.

- Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Pemohon dan

Termohon masing-masing sebesar ½ bagian dari biaya perkara ini.

- Memutuskan bahwa apabila Termohon menolak baik dengan cara berdiam diri

atau melakukan upaya-upaya hukum yang bertujuan dibatalkannya amar putusan

ini, antara lain dengan mengajukan keberatan atau membuat gugatan baru

melalui Pengadilan Agama atau Pengadilan Umum sehingga eksekusi putusan

ini, menjadi tertunda apalagi menjadi berlarut-larut, maka Pemohon dapat

mengajukan pengaduan dan permohonan kepada Bank Indonesia agar Bank

Indonesia menjatuhkan sanksi administratif dan menurunkan tingkat kesehatan

PT. BANK SYARIAH MANDIRI dan Bank Indonesia wajib berdasarkan kekuatan

hukum putusan ini memenuhi permohonan Pemohon yang demikian itu.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 153: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

- Memerintahkan kepada Sekretaris Sidang selaku Kuasa Arbiter untuk

mendaftarkan turunan resmi Putusan Arbitrase ini di Kepaniteraan Pengadilan

Agama Jakarta Pusat dalam tenggang waktu sebagaimana ditetapkan UU No.30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa jo Surat

Edaran Mahkamah Agung No.08 Tanggal 10 Oktober 2008.

II. MENGENAI DASAR HUKUM PERMOHONAN PEMBATALAN

PUTUSAN BASYARNAS KE PENGADILAN AGAMA.

3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 70 dan Penjelasan Umum Bab VII

Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa (“UU Arbitrase”) jo Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama sebagaimana diubah dengan Undang- Undang No.3 Tahun 2006

tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama jo Surat Edaran Mahkamah Agung No.8 Tahun 2008 tentang Eksekusi

Putusan Badan Arbitrase Syari‟ah, diberikan hak oleh Undang-Undang kepada

salah satu pihak dalam perkara arbitrase untuk mengajukan pembatalan putusan

arbitrase ke Pengadilan Agama dengan alasan-alasan yang ditetapkan dalam

ketentuan Pasal 70 dan dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Penjelasan

Umum Bab VII UU Arbitrase.

III. PUTUSAN DIAMBIL DARI HASIL TIPU MUSLIHAT YANG

DILAKUKAN OLEH SALAH SATU PIHAK DALAM PEMERIKSAAN

SENGKETA.

4. Bahwa selama persidangan arbitrase terungkap fakta-fakta hukum yang sangat

material akan tetapi sama sekali tidak dipertimbangkan oleh Majelis Arbiter

(TERMOHON I) sehingga memberikan keyakinan kepada PEMOHON bahwa

TERMOHON I dan TERMOHON II telah memenuhi unsur-unsur yang dimaksud

dalam Pasal 70 serta dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Penjelasan Umum

Bab VII UU Arbitrase.

5. Bahwa salah satu butir amar Putusan BASYARNAS adalah bahwa PEMOHON

semula Termohon Arbitrase melakukan cidera janji. Putusan Majelis Arbiter

tersebut didasarkan pada dalil TERMOHON II semula Pemohon Arbitrase dalam

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 154: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Permohonan Arbitrase-nya yang menyatakan bahwa PEMOHON semula

Termohon Arbitrase cidera janji karena telah tidak melakukan pencairan tahap

kedua dan seterusnya dari fasilitas pembiayaan Murabahah. Dalil TERMOHON II

semula Pemohon Arbitrase tersebut diterima secara bulat oleh Majelis Arbiter

(TERMOHON I) dengan mengesampingkan fakta hukum bahwa yang cidera janji

terlebih dahulu sesuai Akta Akad Pembiayaan Al-Murabahah No.53 tanggal 23

Februari 2005 yang dibuat dihadapan EFRAN YUNIARTO, SH, Notaris di

Jakarta

(Bukti P – 3), adalah TERMOHON II semula Pemohon Arbitrase (exceptio et

adiplenti contractus). Cidera janji TERMOHON II semula Pemohon Arbitrase

yang mengakibatkan PEMOHON semula Termohon Arbitrase untuk tidak

mencairkan tahap kedua dan seterusnya dari fasilitas pembiayaan Murabahah

adalah sebagai berikut :

(a) TERMOHON II telah tidak menunjukkan asli dan memberikan fotocopy

dokumen/perijinan mendirikan bangunan (in casu, PIMB dan IMB) seperti

yang disyaratkan dalam ketentuan Pasal 3 ayat (10) Akta Akad Pembiayaan Al-

Murabahah No.53 tanggal 23 Februari 2005 yang dibuat dihadapan EFRAN

YUNIARTO, SH, Notaris di Jakarta, dan kemudian dipertegas TERMOHON II

dalam Surat Pernyataan tertanggal 2 Maret 2005 (Bukti P – 4).

(b) TERMOHON II telah tidak membayar biaya Notaris sesuai ketentuan

Syarat-Syarat Pembiayaan sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (4) Akad Al-

Murabahah No.53;

(c) TERMOHON II telah tidak menyerahkan self financing sesuai ketentuan

ketentuan Syarat-Syarat Pembiayaan sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (23)

Akad Al-Murabahah No.53.

Terkait dengan persyaratan dalam Akad Murabahah bahwa TERMOHON II harus

menyerahkan IMB sebelum PEMOHON melakukan pencairan pembiayaan tahap

kedua dan seterusnya, Majelis Arbiter telah mengesampingkan fakta hukum

bahwa TERMOHON II telah memperlihatkan kepada PEMOHON dokumen

Kontrak Jasa Pengurusan IMB antara TERMOHON II dengan H. Jayadi

Kusumah, SH tanggal 6 Desember 2004 (Bukti P – 5) serta bukti-bukti Kuitansi

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 155: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

pembayaran per tanggal 1 Maret 2005 sebesar Rp.3.212.500.000 (tiga miliar dua

ratus duabelas juta lima ratus ribu Rupiah) yang telah dibayar oleh TERMOHON

II kepada H. Jayadi Kusumah, SH (Bukti P – 6) sebagai biaya pengurusan

pembuatan IMB dan perizinan pembangunan lannya untuk proyek Ruko Soho

Carbella Square.

Bahwa Majelis Arbiter (TERMOHON I) telah tidak secara sungguh-sungguh

untuk membuktikan kebenaran bukti-bukti kuitansi yang diajukan PEMOHON

dalam persidangan dengan memanggil H Jayadi Kusuma, SH untuk dikonfirmasi

mengenai kebenaran isi bukti kuitansi, padahal PEMOHON telah memintanya

melalui Sekretaris BASYARNAS sesuai prosedur persidangan. Adalah sangat

tidak logis dan sama sekali tidak dipertimbangkan oleh Majelis Arbiter bahwa

permintaan PEMOHON kepada TERMOHON II untuk menyerahkan IMB tidak

pernah dipenuhi oleh TERMOHON II, padahal TERMOHON II mendalilkan

telah mengeluarkan uang sebesar Rp.3.212.500.000 (tiga miliar dua ratus dua

belas juta lima ratus ribu Rupiah) sampai dengan total sebesar Rp.3.800.000.000

(tiga miliar delapan ratus juta Rupiah) yang diserahkan oleh TERMOHON II

kepada H. Jayadi Kusumah, SH untuk mengurus IMB dan izin pembangunan

lainnya sesuai kesepakatan yang tertuang dalam Kontrak Jasa Pengurusan IMB

antara TERMOHON II dengan H. Jayadi Kusumah, SH tanggal 6 Desember 2004.

6. Bahwa PEMOHON menemukan fakta hukum material yang tidak disampaikan

secara terbuka dan transparan kepada PEMOHON terkait dengan adanya

perubahan isi draft final Putusan (Bukti P - 1) dengan isi Putusan BASYARNAS

yang didaftarkan ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Bukti P - 2). Dalam butir 48

(halaman 62) Putusan PEMOHON menemukan perubahan isi Putusan butir 48

yang sebelumnya berbunyi :

“48. Tuntutan ganti rugi yang tidak dapat dikabulkan Majelis Arbiter adalah

hal-hal sebagai berikut : …..” Menjadi berbunyi sebagai berikut :

“48. Tuntutan ganti rugi yang tidak dapat dikabulkan Majelis Arbiter sebelum

diverifikasi oleh Akuntan Publik mengenai kebenarannya adalah hal-hal

sebagai berikut : …..”

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 156: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Bahwa terkait dengan perubahan isi butir 48 Putusan di atas, PEMOHON melalui

Surat Ref. No. : DNA/081/X/09 tanggal 15 Oktober 2009 perihal Permohonan

Penjelasan Mengenai Perubahan Isi Putusan No.16/Tahun

2008/BASYARNAS/Ka.Jak antara PT Atriumasta Sakti selaku Pemohon dan PT

Bank Syariah Mandiri selaku Termohon (Bukti P - 7) telah memohon penjelasan

kepada Majelis Arbiter (TERMOHON I). Penjelasan TERMOHON I sangat

diperlukan PEMOHON mengingat perubahan tersebut menurut PEMOHON

sangat mendasar, substansial serta terutama pula tidak sesuai dengan apa yang

disampaikan Majelis Arbiter (TERMOHON I) dalam pembacaan Putusan

tanggal 16 September 2009.

Akan tetapi, sampai tanggal Permohonan Pembatalan aquo PEMOHON ajukan ke

Pengadilan Agama Jakarta Pusat tanggapan Majelis Arbiter belum PEMOHON

terima.

Bahwa disamping itu, cara yang diambil Majelis Arbiter untuk melakukan

perubahan atau perbaikan isi Putusan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

58 Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa, dan ketentuan Pasal 26 Peraturan Prosedur

BASYARNAS.

IV. ISI AMAR PUTUSAN SECARA SUBSTANSI TIDAK LOGIS YURIDIS

DAN BERTENTANGAN SATU SAMA LAIN.

7. Bahwa Majelis Arbiter (TERMOHON I) mengeluarkan putusan yang isinya

tidak logis yuridis serta bertentangan satu sama lain. Isi-isi amar yang tidak logis

adalah yang berbunyi sebagai berikut :

- Menyatakan Termohon melakukan cidera janji;

- Menyatakan batal demi hukum Akad Pembiayaan Murabahah No.53 tanggal

23 Februari yang dibuat oleh dan dihadapan Efran Yuniarto, S.H., Notaris di

Jakarta;

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 157: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Bahwa menurut hukum perjanjian, apabila suatu perikatan dinyatakan batal demi

hukum (null and void), berarti perikatan tersebut sejak awal dianggap tidak ada

dan tidak pernah terjadi. Oleh karena sejak awal tidak ada perikatan, maka dengan

sendirinya juga tidak ada cidera janji (wanprestasi), sehingga tidak bisa salah satu

pihak dinyatakan telah melakukan cidera janji atas perikatan yang batal demi

hukum tersebut. Ketentuan adanya cidera janji (event of default) hanya dapat

terjadi jika perikatan tersebut ada dan berlaku, namun kemudian salah satu pihak

tidak memenuhi syaratsyarat dan ketentuan yang diatur dalam perikatan

(perjanjian) aquo sehingga berakibat dibatalkannya (dinyatakan batal) (voidable

atau vernietigbaar) perikatan (perjanjian) aquo oleh hakim pengadilan. Dengan

kata lain, sebelum dinyatakan batal oleh hakim (arbiter) karena adanya

wanprestasi, perjanjian tersebut ada dan berlaku sah serta mengikat para pihak.

Perjanjian tersebut menjadi tidak ada dan tidak berlaku lagi terhitung sejak

dinyatakan batal oleh hakim karena adanya wanprestasi.

Jika dikaitkan dengan ketentuan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata Indonesia tentang syarat sahnya suatu perjanjian, terdapat syarat subyektif

dan syarat obyektif. Suatu perjanjian (perikatan) batal demi hukum apabila

perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat obyektif, sedangkan apabila suatu

perjanjian tidak memenuhi syarat subyektif maka perjanjian tersebut dapat

dibatalkan (dinyatakan batal oleh hakim). Cidera janji (wanprestasi) merupakan

syarat subyektif, yaitu para subyek atau salah satu subyek yang membuat

perjanjian (perikatan) misalnya tidak melaksanakan syarat dan ketentuan dalam

Akad Pembiayaan Murabahah seperti dalam perkara arbitrase aquo. Dengan

demikian terdapat cacat hukum dalam Amar Putusan BASYARNAS karena

tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

8. Bahwa isi-isi Amar Putusan yang bertentangan satu sama lain adalah yang

berbunyi sebagai berikut :

- Menghukum Termohon untuk mengembalikan kepada Pemohon biayabiaya

lainnya sepanjang biaya-biaya tersebut didukung oleh buktibukti pengeluaran

yang telah diverifikasi oleh Kantor Akuntan Publik mengenai kebenarannya,

baik mengenai keaslian bukti-bukti tersebut maupun mengenai besarnya biaya;

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 158: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

- Memutuskan agar Kantor Akuntan Publik yang ditugasi untuk melakukan

verifikasi terhadap biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh Pemohon adalah

Kantor Akuntan Publik yang disetujui oleh Pemohon dan Termohon dalam

jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan Majelis dibacakan.

- Memutuskan apabila Pemohon dan Termohon tidak berhasil mencapai

kesepakatan mengenai penunjukkan Kantor Akuntan Publik tersebut dalam

jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, penunjukan Kantor Akuntan Publik

akan dilakukan oleh Majelis setelah Majelis memperoleh laporan dari salah satu

pihak yang berperkara, yaitu atau dari Pemohon atau dari Termohon.

- Menyatakan putusan ini bersifat final dan mengikat (final and binding) dan

mempunyai kekuatan hukum yang tetap sejak diucapkan sehingga karena itu tidak

dapat dibatalkan melalui upaya hukum apapun.

Majelis Arbiter telah membuat kabur pengertian ”Putusan Arbitrase bersifat final

and binding” dengan adanya putusan yang masih digantungkan pada keadaan

tertentu dalam waktu tertentu yang belum bersifat final. Bunyi Amar Putusan

yang menyangkut pembayaran biaya dan penunjukkan Kantor Akuntan Publik

yang berkaitan dengan penetapan jumlah biaya yang harus dikembalikan oleh

PEMOHON jelas menunjukkan bahwa Putusan aquo belum final, masih

menggantung dan belum tuntas. Seharusnya Majelis Arbiter dengan keyakinannya

membuat putusan yang tidak menggantung dan masih berpotensi bersengketa

yang tidak berkesudahan antara PEMOHON dengan TERMOHON II. Selain itu,

petitum putusan mengenai biaya yang harus dikembalikan oleh PEMOHON yang

harus mendapat verifikasi terlebih dahulu dari Kantor Akuntan Publik tersebut

bertentangan dengan hukum pembuktian yang seharusnya dilaksanakan dan sudah

tuntas sebelum perkara diputus.

Majelis Arbiter atau TERMOHON I seharusnya memutus sesuai dengan fakta-

fakta yang terungkap dan bukti-bukti yang diajukan oleh TERMOHON II didepan

persidangan. Apabila Majelis Arbiter berdasarkan keyakinannya menganggap

alat-alat bukti TERMOHON II meragukan dan tidak dapat

dipertanggungjawabkan, maka seharusnya dan sepatutnya Majelis Arbiter

menolak secara tegas alat-alat bukti tersebut demi kepastian hukum. Azas hukum

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 159: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

pembuktian tersebut juga sesuai dengan dan dijunjung tinggi oleh Hukum Islam.

Dalam sejarah Islam terkenal kasus kepemilikan Baju Perang yang terjadi antara

Sayyidina Ali (sepupu, sahabat dan menantu Rasulullah SAW) dengan seorang

Yahudi. Dalam perkara tersebut Rasulullah SAW memutuskan berdasarkan bukti-

bukti yang diajukan bahwa orang Yahudi lah sebagai pemilik Baju Perang

tersebut. Sebenarnya baju tersebut milik Sayyidina Ali, namun Sayyidina Ali

tidak dapat membuktikan kepemilikannya atas baju perang tersebut. Dari kasus

baju perang ini kita dapat mengambil I‟tibar (pelajaran) bahwa hakim (arbiter)

mengambil putusan berdasarkan bukti-bukti. Majelis Arbiter setelah putusan

dibacakan tidak boleh lagi menyuruh para pihak untuk meminta pihak ketiga agar

memverifikasi tuntutan dari TERMOHON II mengenai jumlah biaya yang harus

dikembalikan oleh PEMOHON sebagaimana bunyi petitum Putusan

BASYARNAS di atas.

V. ISI AMAR PUTUSAN TIDAK DAPAT LAGI MENJADI RUJUKAN

DALAM PELAKSANAAN ISI PUTUSAN DAN BERTENTANGAN

DENGAN SIFAT FINAL AND BINDING DARI PUTUSAN ARBITRASE.

9. Bahwa terdapat isi Amar Putusan yang tidak dapat dilaksanakan (non

executable) berdasarkan fakta-fakta yang terjadi dan berkembang sampai dengan

tanggal Pengajuan Permohonan Pembatalan aquo yaitu yang berbunyi sebagai

berikut :

- Memutuskan agar Kantor Akuntan Publik yang ditugasi untuk melakukan

verifikasi terhadap biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh Pemohon adalah

Kantor Akuntan Publik yang disetujui oleh Pemohon dan Termohon dalam

jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan Majelis dibacakan.

- Memutuskan apabila Pemohon dan Termohon tidak berhasil mencapai

kesepakatan mengenai penunjukkan Kantor Akuntan Publik tersebut dalam

jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, penunjukan Kantor Akuntan Publik

akan dilakukan oleh Majelis setelah Majelis memperoleh laporan dari salah satu

pihak yang berperkara, yaitu atau dari Pemohon atau dari Termohon.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 160: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

10. Bahwa memenuhi isi Amar Putusan yang diuraikan dalam butir (9) di atas,

PEMOHON semula Termohon Arbitrase dan TERMOHON II semula Pemohon

Arbitrase telah berusaha melaksanakan isi Putusan yaitu menunjuk Kantor

Akuntan Publik dengan kronologis sebagai berikut :

(a) Pada tanggal 7 Oktober 2009 TERMOHON II melalui Kuasa Hukumnya

dengan Surat No.097/HIS/AS-BSM/X/2009 perihal Pengajuan Kantor Akuntan

Publik, mengajukan Kantor Akuntan Publik (KAP) Doli, Bambang, Sudarmadji &

Dadang (DBS & D) sebagai Akuntan Publik yang akan melakukan verifikasi

biaya-biaya sesuai isi Putusan BASYARNAS, untuk disetujui PEMOHON (Bukti

P - 8);

(b) Menanggapi Surat TERMOHON II tersebut, PEMOHON melalui Kuasa

Hukumnya atas dasar itikad baik menyampaikan Surat Ref. No.: DNA/080/X/09

tanggal 15 Oktober 2009 perihal Tanggapan Atas Pengajuan Kantor Akuntan

Publik, yang isinya menyetujui penunjukkan KAP DBS & D yang diajukan

TERMOHON II (Bukti P - 9);

(c) PEMOHON dan TERMOHON II bersama-sama kemudian pada tanggal 23

Oktober 2009 melalui Surat Ref. No. : 087/X/09 perihal PermohonanPengajuan

Proposal, meminta KAP DBS & D untuk menyampaikan proposal biaya jasa KAP

DBS & D dalam menangani pekerjaan verifikasi biaya-biaya lain sesuai isi

Putusan BASYARNAS (Bukti P - 10);

(d) Akan tetapi, pada tanggal 2 November 2009 sesuai Surat No.164/OL-

2.11109/DBSD perihal Jawaban Permohonan Pengajuan Proposal, KAP DBS &

D menyatakan tidak bersedia untuk mengajukan Proposal yang berarti menolak

untuk menjadi KAP yang akan melakukan verifikasi biaya-biaya lain sesuai

Putusan BASYARNAS (Bukti P -11).

11. Bahwa akibat penolakan KAP yang tidak bersedia menjadi KAP yang akan

melakukan verifikasi dalam rangka memenuhi isi Amar Putusan yang diuraikan

dalam butir (9) di atas, kemudian menjadi tidak jelas mengenai siapa yang

berwenang untuk menunjuk KAP. Apabila kewenangan penunjukkan KAP

tersebut masih merupakan hak PEMOHON dan TERMOHON II, periode waktu

30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Putusan dibacakan sudah terlampaui. Dilain

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 161: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

pihak, apabila kewenangan sudah beralih ke Majelis Arbiter, maka hal tersebut

tidak sesuai dengan substansi dan „semangat‟ dari isi Amar Putusan, karena

sebenarnya bukan tidak ada kesepakatan antara PEMOHON dan TERMOHON II

namun karena KAP yang telah disepakati menyatakan menolak ditunjuk sebagai

KAP.

Dengan demikian isi Amar Putusan TERMOHON tidak dapat lagi dijadikan

rujukan dalam pelaksanaan isi Putusan terkait dengan penunjukkan KAP. Apabila

Majelis Arbiter memaksakan untuk menetapkan KAP akan memverifikasi biaya-

biaya lain sesuai isi Putusan, maka tindakan Majelis Arbiter tersebut bertentangan

dengan sifat final and binding dari Putusan arbitrase karena akan ada putusan baru

setelah Putusan yang dibacakan pada tanggal 16 September 2009.

VI. ISI AMAR PUTUSAN TELAH MEREDUKSI DAN/ATAU

MENGHILANGKAN HAK-HAK PEMOHON YANG DIJAMIN

UNDANGUNDANG.

12. Bahwa terdapat isi-isi Amar Putusan yang mereduksi dan menghilangkan hak

PEMOHON yang telah dijamin Undang-Undang yaitu yang berbunyi sebagai

berikut :

- Menyatakan putusan ini bersifat final dan mengikat (final and binding) dan

mempunyai kekuatan hukum yang tetap sejak diucapkan sehingga karena itu

tidak dapat dibatalkan melalui upaya hukum apapun.

- Memutuskan bahwa apabila Termohon menolak baik dengan cara berdiam diri

atau melakukan upaya-upaya hukum yang bertujuan dibatalkannya amar

putusan ini, antara lain dengan mengajukan keberatan atau membuat gugatan

baru melalui Pengadilan Agama atau Pengadilan Umum sehingga eksekusi

putusan ini, menjadi tertunda apalagi menjadi berlarut-larut, maka Pemohon

dapat mengajukan pengaduan dan permohonan kepada Bank Indonesia agar

Bank Indonesia menjatuhkan sanksi administratif dan menurunkan tingkat

kesehatan PT. BANK SYARIAH MANDIRI dan Bank Indonesia wajib

berdasarkan kekuatan hukum putusan ini memenuhi permohonan Pemohon

yang demikian itu.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 162: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Bahwa hak untuk mengajukan pembatalan suatu putusan arbitrase adalah hak

yang diberikan serta dijamin hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam

perkara arbitrase. Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa telah memberikan hak bagi pihak-pihak yang

bersengketa melalui forum arbitrase untuk mengajukan pembatalan putusan

arbitrase dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam UU Arbitrase dimaksud.

Tindakan TERMOHON I selaku Majelis Arbiter yang dengan jelas

menghalangi disertai “ancaman” atau melarang PEMOHON untuk

melaksanakan haknya sesuai Undang-Undang untuk mengajukan

permohonan pembatalan putusan arbitrase adalah melawan hukum,

tendensius dan berpotensi tidak obyektifnya Majelis dalam memeriksa dan

memutus perkara BASYARNAS No.16/Tahun 2008/Ka.Jak.

VII. ISI AMAR PUTUSAN MELANGGAR KETENTUAN UNDANG-

UNDANG NO.30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (UU ARBITRASE).

13. Bahwa terdapat isi Amar Putusan yang melanggar ketentuan UU arbitrase

yaitu yang berbunyi sebagai berikut :

- Menghukum Termohon untuk melaksanakan putusan ini selambatlambatnya

30 (tiga puluh) hari sejak putusan ini diucapkan.

Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) UU Arbitrase No. 30 Tahun 1999 jo UU No.7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah dengan UU No.3

Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama jo Surat Edaran Mahkamah Agung No.8 Tahun 2008 tentang

Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syari‟ah secara a contrario menegaskan bahwa

suatu Putusan arbitrase baru memiliki kekuatan eksekusi setelah putusan

diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera

Pengadilan Agama. Putusan Majelis Arbiter yang menghukum PEMOHON

semula Termohon Arbitrase untuk melaksanakan putusan sebelum kekuatan

eksekusi timbul secara efektif sesuai UU Arbitrase adalah melanggar hukum,

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 163: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

memaksakan diri serta berpotensi tidak independen dalam menangani serta

memutus perkara BASYARNAS No.16/Tahun 2008/Ka.Jak.

14. Bahwa dengan demikian cukup alasan bagi Pengadilan Agama Jakarta Pusat

berdasarkan ketentuan Pasal 70 dan dengan tidak mengurangi ketentuan dalam

Penjelasan Umum Bab VII Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase

dan Alternatif Penyelesaian Sengketa untuk membatalkan Putusan Badan

Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) Perkara No.16/Tahun

2008/BASYARNAS/Ka. Jak yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan

Agama Jakarta Pusat sesuai Akte Pendaftaran No.01/BASYARNAS/2009/PAJP

tanggal 12 Oktober 2009.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PEMOHON memohon kepada Pengadilan

Agama Jakarta Pusat agar memberikan putusan sebagai sebagai berikut :

1. Menerima permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;

2. Menyatakan cacat hukum Putusan BASYARNAS karena isi amarnya saling

bertentangan satu sama lain, dan melanggar ketentuan Undang- Undang No.30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, serta

ketentuan perundangan yang berlaku.

3. Membatalkan Putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

Perkara No.16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka. Jak yang telah didaftarkan di

Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Pusat sesuai Akte Pendaftaran

No.01/BASYARNAS/2009/PAJP tanggal 12 Oktober 2009 seluruhnya;

4. Membebankan kepada TERMOHON I dan TERMOHON II untuk membayar

seluruh biaya yang timbul dari perkara ini.

Atau, apabila Majelis Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat yang

menangani perkara aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex

aequo et bono).

Menimbang, bahwa atas Permohonan Pemohon tersebut Termohon I memberikan

jawaban sebagai berikut:

DALAM EKSEPSI

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 164: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

I. EKSEPSI KEWENANGAN ABSOLUT (EXCEPTIO DECLINATOIR)

TERMOHON I mengajukan EKSEPSI KEWENANGAN ABSOLUT

(EXCEPTIO DECLINATOIR) terhadap alasan yang diajukan oleh PEMOHON,

dengan alasan-alasan sebagaimana diuraikan berikut ini :

a. Bahwa pada dasarnya antara PEMOHON dengan TERMOHON II telah

menandatangani suatu perjanjian. Perjanjian tersebut sesuai dengan asas Pacta

Sunt Servanda mengikat kedua belah pihak. Artinya, antara PEMOHON dengan

TERMOHON II telah bersepakat menyelesaikan sengketa mereka sesuai dengan

perjanjian/ klausula arbitrase tersebut;

b. Bahwa asas tersebut telah dinormativisasi ke dalam Undang-Undang Nomor 30

Tahun 1999, Pasal 60 menyatakan ”putusan arbitrase bersifat final dan

mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak”. Selanjutnya asas

dan ketentuan Pasal 60 tersebut dipertegas kembali melalui Surat Edaran

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor. 08 Tahun 2008, angka 3

menyatakan ”Putusan Badan Arbitrase Syari‟ah bersifat final dan mempunyai

kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, karenanya para pihak harus

melaksanakan putusan Badan Arbitrase Syari‟ah tersebut secara sukarela;

c. Bahwa meskipun UU No. 30 Tahun 1999 Pasal 70 menyatakan para pihak

dapat mengajukan pembatalan terhadap putusan arbitrase, namun upaya

pembatalan tersebut bukan merupakan ”banding biasa” terhadap suatu putusan

arbitrase. Pembatalan merupakan suatu upaya hukum yang ”luar biasa”. Oleh

karena itu tanpa alasan-alasan yang spesifik sebagaimana ditentukan pada Pasal

70 huruf a, b dan c tersebut, maka pada prinsipnya pembatalan terhadap suatu

putusan arbitrase tidak mungkin dapat dilakukan/ dipenuhi. Dengan demikian,

pada prinsipnya suatu putusan arbitrase adalah tingkat pertama dan terakhir (final

and binding). Oleh karena itu Pengadilan Agama tidak berwenang memeriksa dan

memutus sengketa Permohonan Pembatalan putusan arbitrase yang di ajukan oleh

PEMOHON.

d. Bahwa dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, Pasal 70 menyatakan :

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 165: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan

pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai

berikut :

a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan

dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;--

b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang

disembunyi oleh pihak lawan;---

c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak

dalam pemeriksaan sengketa;--

Selanjutnya pada Penjelasan Pasal 70 dijelaskan :

Permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang

sudah didaftarkan di pengadilan. Alasan-alasan permohonan pembatalan disebut

dalam Pasal ini harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila

pengadilan menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak

terbukti, maka putusan pengadilan ini dapat digunakan sebagai dasar

pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan.

e. Bahwa menurut ketentuan Pasal 70 beserta Penjelasannya tersebut,untuk dapat

mempertimbangkan suatu permohonan pembatalan terhadap putusan arbitrase

haruslah didukung bukti-bukti berupa putusan pengadilan terhadap alasan-alasan

tersebut. Dengan demikian, apabila permohonan pembatalan terhadap putusan

arbitrase tidak didukung putusan pengadilan, maka permohonan pembatalan

tersebut harus dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidap dapat

diterima;

f. Bahwa berdasarkan butir 8 Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor :

08 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syari‟ah, menyatakan :

”Ketua Pengadilan Agama tidak memeriksa alasan atau pertimbangan dari

putusan Badan Arbitrase Syari‟ah Nasional”.

Bahwa alasan permohonan PEMOHON yang dikemukan pada angka IV. Isi Amar

Putusan, secara subtansial tidak logis yuridis dan bertentangan satu sama lain

(mulai dari halaman 7 s/d halaman 9), angka V. Isi amar putusan tidak dapat lagi

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 166: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

menjadi rujukan dalam pelaksanaan isi putusan dan bertentangan dengan sifat

final dan binding dari putusan arbitrase (mulai dari halaman 9 s/d halaman 11),

angka VI. Isi amar putusan telah mereduksi dan/atau menghilangkan hak-hak

pemohon yang dijamin Undang-Undang (mulai dari halaman 11 s/d halaman 12),

dan angka VII. Isi amar putusan melanggar ketentuan Undang-Undang no. 30

tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa (UU Arbitrase)

(halaman 12 s/d halaman 13) adalah mengenai alasan atau pertimbangan dari

putusan Badan Arbitrase Syari‟ah. Dengan demikian Ketua Pengadilan Agama

harus menyatakan tidak berwenang untuk memeriksa alasan permohonan

PEMOHON pada angka IV s/d VII tersebut.-

II. EXCEPTIO ERROR IN PERSONA DALAM BENTUK DISKUALIFIKASI

IN PERSOON

TERMOHON I mengajukan Exceptio Error In Persona dalam bentuk

Diskualifikasi In Persoon terhadap penarikan TERMOHON I dalam kedudukkan

dan kapasitasnya sebagai Majelis Arbitrase yang menjatuhkan Putusan Arbitrase

A-quo, dengan alasan-alasan sebagaimana diuraikan berikut ini :

1. Bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 3 ayat 1 UU No.4 tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman, dinyatakan : “Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan

penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan negara atau arbitrase.”

Dengan demikian penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan negara melalui

perdamaian atau arbitrase adalah termasuk dalam kategori lembaga peradilan,

oleh karena itu status dan kedudukan Majelis Arbitrase sama dengan Majelis

Hakim di peradilan Negara, sehingga Majelis Arbitrase tidak dapat dijadikan

pihak dalam setiap upaya hukum yang berhubungan dengan perkara yang

diperiksa dan diputus oleh Majelis Arbitase tersebut, oleh karena itu penarikan

TERMOHON I sebagai pihak dalam permohonan pembatalan putusan Arbitrase

A-quo adalah cacat formil error in persona dalam bentuk diskualifikasi in persoon.

2. Bahwa Pasal 70 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut ”UU Arbitrase No.30/99”)

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 167: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

memberi hak kepada para pihak untuk mengajukan permohonan pembatalan

terhadap putusan Arbitrase.

Berdasarkan ketentuan di atas, hukum memberi hak kepada PEMOHON untuk

mengajukan permohonan pembatalan terhadap Putusan Arbitrase Aquo dan

tindakan itu sah menurut hukum. Akan tetapi yang harus ditarik sebagai pihak

TERMOHON dalam permohonan pembatalan Putusan Arbitrase A-quo adalah

pihak lawan yang bersengketa dalam putusan Arbitrase yang bersangkutan.

In casu yang menjadi pihak lawan PEMOHON dalam Putusan Arbitrase Aquo

yang dimohon pembatalan sekarang adalah TERMOHON II (PT Atriumasta

Sakti), maka yang mesti ditarik oleh PEMOHON sebagai TERMOHON hanya

terbatas dan cukup terhadap TERMOHON II saja. Karena dengan menarik

TERMOHON II sebagai pihak TERMOHON, secara prosesual dan tata tertib

beracara penyelesaian permohonan pembatalan yang diajukannya dapat di

selesaikan secara tuntas, tanpa memerlukan menarik Majelis Arbitrase yang

bersangkutan sebagai pihak termohon.

Bertitik tolak dari tata tertib beracara yang dikemukan TERMOHON I di atas,

penarikan TERMOHON I sebagai pihak TERMOHON dalam permohonan

pembatalan Putusan Arbitrase A-quo dikatagori sebagai diskualifikasi in persoon.

Makna diskualifikasi in persoon dalam tata tertib beracara, orang yang ditarik

sebagai pihak salah dan keliru. Demikian halnya dalam kasus ini ditariknya

TERMOHON I sebagai pihak dalam permohonan pembatalan Putusan Arbitrase

A-quo dikatagori sebagai tindakan yang salah dan keliru apabila ditinjau dari segi

syarat formil. Oleh karena itu penarikan TERMOHON I sebagai pihak dalam

permohonan pembatalan putusan Arbitrase A-quo adalah cacat formil error in

persona dalam bentuk diskualifikasi in persoon

3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 21 UU No.30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa : “Arbiter atau Majelis Arbitrase

tidak dapat dikenakan tanggung-jawab hukum apapun atas segala tindakan yang

diambil selama proses persidangan berlangsung untuk menjalankan fungsinya

sebagai arbiter atau Majelis Arbitrase, kecuali dapat dibuktikan adanya itikad

tidak baik dari tindakan tersebut.”

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 168: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Dengan demikian Majelis Arbitrase tidak dapat digugat ke pengadilan atas

tindakan yang dilakukan selama proses persidangan berlangsung termasuk dalam

mengambil putusan Majelis Arbitrase, kecuali dibuktikan adanya itikad tidak baik

dari tindakan majelis tersebut.

Bahwa tanpa terlebih dahulu adanya pembuktian tentang iktikad tidak baik dari

Majelis Arbitrase, maka segala bentuk gugatan terhadap Majelis Arbitrase adalah

merupakan perbuatan yang salah dan keliru serta bertentangan dengan hukum,

Oleh karena itu penarikan TERMOHON I sebagai pihak dalam permohonan

pembatalan putusan Arbitrase A-quo adalah cacat formil error in persona dalam

bentuk diskualifikasi in persoon.

4. Bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 9 Tahun

1976, Perihal: Gugatan terhadap Pengadilan dan Hakim, yang menyatakan :

“hakim dibebaskan pertanggungan jawab perdata mengenai perbuatan yang

dilakukan dalam pelaksanaan tugas peradilan.” Dengan demikian segala bentuk

gugatan terhadap Majelis Arbitrase adalah merupakan perbuatan yang salah dan

keliru serta bertentangan dengan hukum, Oleh karena itu penarikan TERMOHON

I sebagai pihak dalam permohonan pembatalan putusan Arbitrase A-quo adalah

cacat formil error in persona dalam bentuk diskualifikasi in persoon.

5. Bahwa dengan merujuk kepada praktik internasional sesuai ketentuan

UNCITRAL Arbitration Rules (1976), Article 36 - Correction of the award :

(1). Within thirty days after the receipt of the award, either party, with notice to

the other party, may request the arbitral tribunal to correct in the award any

errors in computation, any clerical or typographical errors, or any errors of

similar nature. The arbitral tribunal may within thirty days after the

communication of the award make such corrections on its own initiative”

maka apa yang dilakukan oleh PEMOHON telah menyalahi praktikinternasional

yang juga merupakan praktik dalam arbitrase di Indonesia. Sebab dari bunyi Pasal

36 UNCITRAL Arbitration Rules (1976) tersebut, yang bisa dilakukan oleh

Majelis Arbitrase hanya terbatas pada melakukan koreksi terhadap putusan dalam

waktu 30 hari sejak putusan diterima, atas inisiatif salah satu pihak dengan

terlebih dahulu memberi tahu pihak lain. Koreksi tersebut hanya terbatas

melakukan koreksi terhadap kesalahan ketik atau perhitungan atau kesalahan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 169: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

administrative yang berhubungan dengan pekerjaan panitera, oleh karena itu

penarikan TERMOHON I sebagai pihak dalam permohonan pembatalan putusan

Arbitrase A-quo adalah cacat formil error in persona dalam bentuk diskualifikasi

in persoon. Oleh karena penarikan TERMOHON I sebagai pihak mengandung

cacat formil error in persona, maka menurut hukum permohonan PEMOHON

terhadap diri TERMOHON I harus dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya

tidak dapat diterima (niet onvantkelijk verklaard, inadmissable declared).

Berdasarkan tata tertib yang dikemukakan di atas, penempatan dan penarikan

Majelis Arbitrase yang memutus putusan Arbitrase A-quo sebagai TERMOHON I

dalam permohonan pembatalan ini harus dikeluarkan dari arus proses pemeriksaan

perkara.

DALAM POKOK PERKARA

Segala sesuatu yang TERMOHON I kemukakan didalam EKSEPSI merupakan

satu kesatuan yang tidak terpisah dengan substansi materi yang dikemukakan

dalam POKOK PERKARA ini, dapat TERMOHON I jelaskan, setelah meneliti

permohonan pembatalan putusan Arbitrase A-quo ternyata PEMOHON

mengajukan 5 (lima) alasan yang menjadi dasar permohonan pembatalan

sebagaimana yang dikemukakannya pada angka III (mulai dari halaman 4 s/d

halaman 7), angka IV (mulai dari halaman 7 s/d halaman 9), angka V (mulai dari

halaman 9 s/d halaman 11), angka VI (mulai dari halaman 11 s/d halaman 12),

dan angka VII (halaman 12 s/d halaman 13).

Sehubungan dengan itu TERMOHON I akan menanggapi dan membantah satu

persatu alasan tersebut sesuai dengan urutan yang dikemukakan dalam

permohonan sebagai berikut:

1. Alasan permohonan pembatalan tipu muslihat yang diajukan oleh

PEMOHON, tidak memenuhi syarat yang ditentukan penjelasan Pasal 70

UU Arbitrase No.30/99

1.1. Pasal 70 UU Arbitrase No.30/99 menyebut 3 (tiga) alasan permohonan

pembatalan putusan Arbitrase yang terdiri dari:

a...

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 170: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

b...

c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak

dalam pemeriksaan sengketa.

Berdasarkan ketentuan Pasal ini terdapat 3 (tiga) alasan permohonan pembatalan

terhadap putusan Arbitrase A-quo yang dapat diajukan oleh PEMOHON.--

1.2. Selanjutnya, Penjelasan Pasal 70 UU Arbitrase No.30/99 menentukan syarat

keabsyahan alasan-alasan tersebut Penjelasan Pasal 70 tersebut mengatakan;

”...Alasan-alasan permohonan pembatalan yang tersebut dalam Pasal ini harus

dibuktikan dengan putusan pengadilan”

1.3. Bertitik tolak dari penjelasan Pasal 70 UU Arbitrase No.30/99 dimaksud:

- Agar alasan permohonan pembatalan yang diajukan oleh PEMOHON syah

menurut hukum (wettig, lawfull), apakah alasan itu huruf a, b atau huruf c dalam

kasus perkara ini putusan yang diambil oleh Majelis Arbitrase terhadap putusan

Arbitrase A-quo merupakan hasil tipu muslihat dan tipu muslihat itu harus

dibuktikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap (gezaag van gewijsde, irrevocable judgement).

- Apabila alasan permohonan pembatalan putusan Arbitrase A-quo yang diajukan

oleh PEMOHON tipu muslihat tetapi tanpa didukung oleh alat bukti berupa

putusan pengadilan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka

alasan tersebut tidak syah menurut hukum (onwettig, unlawfull).

1.4. In casu, dalam perkara ini alasan permohonan pembatalan putusan Arbitrase

A-quo yang dikemukakan PEMOHON pada angka III (halaman 4 s/d halaman 7)

adalah tipu muslihat tanpa didukung dan dibuktikan dengan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap:

- Berarti alasan ini tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan

penjelasan Pasal 70 UU Arbitrase No.30/99.

- Dengan demikian alasan ini tidak sah menurut hukum. Oleh karena itu alasan

permohonan pembatalan angka III ini harus ditolak dan dikesampingkan.

2. Alasan permohonan pembatalan tentang adanya saling pertentangan

dalam putusan Arbitrase A-quo tidak mempunyai dasar hukum

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 171: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Pada angka IV (halaman 7) permohonan, PEMOHON mengemukakan alasan

permohonan pembatalan yang kedua yang menyatakan isi amar putusan secara

substansi tidak logis yuridis dan bertentangan satu sama lain. Jika alasan ini

dihubungkan dengan angka 7 dan seterusnya, intisari dari pada alasan ini adanya

saling pertentangan satu sama lain yang terdapat dalam amar putusan dalam

bentuk satu segi menyatakan TERMOHON melakukan cidera janji, dan pada segi

lain menyatakan batal demi hukum akad pembiayaan murabahah nomor 53

tanggal 23 Februari 2005.

2.1. pada dasarnya baik ditinjau dari segi teori dan praktek tidak ada perbedaan

hakiki antara batal dengan batal demi hukum. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1266

KUHPerdata bahwa pembatalan perjanjian apakah itu diakibatkan oleh karena

tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau oleh karena

perjanjian itu melanggar ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata, agar perjanjian itu

batal, pembatalannya harus dimintakan ke Pengadilan. Dengan demikian yang

berwenang untuk membatalkan perjanjian itu pada dasarnya adalah hakim.

2.2. Pernyataan Amar Putusan Arbitrase A-quo yang menyatakan perjanjian batal

demi hukum sejalan dan sesuai dengan pertimbangan putusan arbitrase a-quo

yang tercantum dalam halaman 40 dan seterusnya. Dalam pertimbangan mulai

dari halaman 40 dan seterusnya telah dikemukakan beberapa unsur dan

persyaratan perjanjian murabahah Akta No. 53 tanggal 23 Februari 2005

bertentangan dengan prinsipprinsip syariah yang terpenting diantaranya:

2.2.1. bentuk perjanjian murabahah tersebut mengambil konstruksi kredit modal

kerja yang biasa digunakan pada bank konvensional sehingga bertentangan

dengan prinsip pembiayaan murabahah yang merupakan akad jual beli.

2.2.2. margin yang ditetapkan dalam perjanjian murabahah berupa ceiling price

yang berubah-ubah secara tidak pasti (uncertain), tidak ditentukan secara lump

sum pertahun tetapi ditetapkan dalam prosentase pertahun seperti halnya bunga

pada perbankan konvensional yang menurut prinsip syariah adalah riba yang

haram hukumnya.

2.2.3. tentang pembebanan bunga dalam surat sanggup/promes sehingga sama

artinya dengan riba dan karenanya melanggar prinsip syariah.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 172: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

2.2.4. akad pembiayaan No. 53, transaksi jual beli antara pemasok dan bank dan

jual beli antara bank dengan nasabah telah dibuat dalam satu akad saja. Hal ini

bertentangan dengan fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000

tentang Murabahah. Bertitik tolak dari fakta-fakta yuridis yang dikemukakan

dalam pertimbangan putusan arbitrase A-quo, terbukti perjanjian murabahah 53

bertentangan dengan prinsip syariah dan melanggar ketentuan Pasal 1337 Jo.

Pasal 1335 KUH Perdata, sehingga sudah tepat kesimpulan dan amar putusan

arbitrase a-quo yang menyatakan perjanjian murabahah 53 batal demi hukum.

2.3. Berdasarkan fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah,

dibolehkan adanya wakalah dan margin dalam transaksi pembiayaan murabahah

dan hal itu telah disepakati oleh PEMOHON dan TERMOHON, sehingga akad

murabahah tersebut dianggap sah oleh PEMOHON dan TERMOHON. Tanpa

mengurangi pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan pada butir 2.2. bahwa

akad murabahah 53 bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, sehingga akad

murabahah itu dinyatakan batal demi hukum, akan tetapi pada segi lain oleh

karena akad murabahah 53 itu telah sesuai dengan fatwa DSN No. 04/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Murabahah, timbul anggapan hukum akad murabahah 53

tersebut sah menurut hukum.

Oleh karena akad murabahah 53 dianggap sah menurut hukum maka dengan

sendirinya menimbulkan kewajiban hukum bagi para pihak untuk memenuhi

pelaksanaannya. Ternyata PEMOHON ingkar memenuhi kewajiban untuk

mencairkan sisa fasilitas pembiayaan murabahah sesuai akad. Oleh karenanya

sudah tepat dan benar pertimbangan dan kesimpulan Majelis Arbitrase dalam

Putusan Arbitrase A-Quo yang menyatakan bahwa PEMOHON telah melakukan

wanprestasi. Maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1243 Jo. 1267 KUHPerdata

kalimat terakhir, cukup dasar alasan untuk menghukum PEMOHON membayar

ganti kerugian dalam bentuk biaya dan kerugian.

Dari fakta-fakta yuridis yang dikemukakan di atas pada hakikatnya tidak ada

saling pertentangan antara Amar kedua dengan Amar Ketiga putusan arbitraser a-

quo, malahan sejalan dan saling mendukung.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 173: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

3. Alasan permohonan pembatalan tentang adanya pelaksanaan isi putusan

Arbitrase A-quo bertentangan dengan sifat final and binding

3.1. Putusan arbitrase a-quo tentang Amar poin 5, 6, 7, dan 8 tidak melanggar asas

ultra petitum partium (ultra vires) yang digariskan Pasal 178 ayat (3) HIR.

Pada dasarnya amar Putusan arbitrase a-quo poin 5, 6, 7, dan 8 tidak melebihi dari

apa yang dituntut oleh PEMOHON asal bahkan masih dalam kerangka dalil

wanprestasi dan petitum angka 5 dan 6 permohonan PEMOHON asal, dan ganti

rugi yang dikabulkanpun jauh lebih kecil dari tuntutan ganti rugi yang diajukan

oleh PEMOHON asal dalam petitum angka 5 dan 6. Oleh karena itu amar putusan

poin 5.6.7. dan 8 tidak bertentangan dengan asas ultra petitum partium sehingga

tidak dapat dikategori putusan arbitrase a-quo mengandung ultra vires.

3.2. Amar putusan poin 5,6,7, dan 8 memang perumusannya belum bersifat final

dan definitif, akan tetapi tidak bersifat ultra vires karena yang dikehendaki dari

amar tersebut tercipta keadilan dan kebenaran yang hakiki. Berdasarkan fakta

yuridis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan isi putusan

Arbitrase A-quo tidak bertentangan dengan sifat final and binding.

3.3. oleh karena itu amar putusan poin 5,6,7, dan 8 harus dianggap sebagai upaya

konkrit dan definitif untuk menegakkan hukum yang berkeadilan berdasarkan

bukti-bukti dan pembuktian yang sahih. Seperti yang TERMOHON I jelaskan di

atas, satu segi amar putusan tidak bersifat ultra vires dan pada segi lain harus

dianggap sebagai upaya maksimal yang bersifat konkrit dan definitif, dalam

rangka menegakkan hukum yang berdasarkan keadilan. Oleh karena itu eksekusi

terhadap Putusan arbitrase a-quo selain meliputi amar poin huruf a, b, c, dan d,

yang bersifat condemnatur yakni menghukum PEMOHON (TERMOHON dalam

Arbitrase) untuk membayar ganti kerugian yang totalnya berjumlah Rp.

878.791.366,- (delapan ratus tujuh puluh delapan juta tujuh ratus sembilan puluh

satu ribu tiga ratus enam puluh enam rupiah), maka selebihnya harus ada hasil

perhitungan dari akuntan publik berdasarkan bukti yang akurat dan dihitung

secara benar, bukan hanya berdasarkan klaim sepihak.

4. Alasan permohonan pembatalan tentang adanya isi amar putusan telah

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 174: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

mereduksi dan/atau menghilangkan hak-hak PEMOHON yang dijamin

Undang-Undang.

Bahwa amar putusan poin 15 yang dikemukakan oleh PEMOHON mereduksi hak

yang diberikan Undang-Undang kepada PEMOHON untuk mengajukan

permohonan pembatalan terhadap putusan Arbitrase A-quo tidak benar. Maksud

dari amar putusan tersebut bukan untuk menghalangi pemohon menggunakan

haknya sesuai dengan UU No.30 Tahun 1999, tetapi adalah untuk mencegah para

pihak tidak melakukan tindakan yang tidak patut dalam menghambat pelaksanaan

putusan yang final and binding yang pada hakekatnya dikehendaki oleh para

pihak.

5. Alasan permohonan pembatalan tentang adanya isi amar putusan

melanggar ketentuan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase

dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak mempunyai dasar hukum

Dapat TERMOHON I jelaskan prinsip pelaksanaan putusan Arbitrase maupun

putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dilaksanakan dalam 2 (dua)

bentuk :

1) Dilaksanakan pemenuhannya dengan sukarela

2) Apabila tereksekusi tidak melaksanakan secara sukarela, dilaksanakan secara

paksa melalui eksekusi oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama.

Sehubungan dengan itu pelaksanaan putusan Arbitrase sudah dapat dipenuhi oleh

pihak yang kalah terhitung sejak tanggal putusan tersebut diucapkan oleh Majleis

Arbitrase yang bersangkutan. In casu putusan Arbitrase A-quo dijatuhkan pada

tanggal 16 September 2009 dan dihadiri oleh PEMOHON dan TERMOHON II,

sehingga jika tanggal putusan itu dikaitkan dengan sifat putusan Arbitrase yang

bersifat final and binding dan langsung mempunyai kekuatan eksekutorial, maka

terhitung sejak tanggal 16 September 2009 putusan Arbitrase A-quo sudah dapat

dipenuhi oleh pihak yang kalah sejak tanggal putusan tersebut dijatuhkan. Apabila

pihak yang kalah tidak melaksanakan putusan Arbitrase A-quo sejak tanggal 16

September 2009, maka pihak yang menang dapat meminta eksekusi putusan

secara paksa ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat setelah putusan itu didaftarkan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 175: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

oleh Majelis Arbitrase atau kuasanya sesuai dengan ketentuan Pasal 59 UU

Arbitrase No.30/99.

Bertitik tolak dari penjelasan yang TERMOHON I kemukakan di atas,

pencantuman amar poin 13 yang menghukum TERMOHON (sekarang

PEMOHON) untuk melaksanakan putusan dalam tempo 30 hari tidak

bertentangan dengan hukum dan Undang-Undang, karena sejak putusan itu

dijatuhkan sudah melekat kekuatan eksekutorial dan apabila tidak dilaksanakan

nanti secara sukarela dapat dimintakan eksekusinya kepada Pengadilan Agama

Jakarta Pusat.

Sehubungan dengan uraian yang dikemukakan di atas, TERMOHON I memohon

agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan

putusan sebagai berikut:

MENGADILI DALAM EKSEPSI

1. Menerima dan Mengabulkan EKSEPSI TERMOHON I;

2. Menyatakan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Tidak Berwenang Memeriksa

dan Mengadili Perkara a quo;

3. Menyatakan permohonan PERMOHON tidak dapat diterima (niet ontvankelijke

verklaard).

DALAM POKOK PERKARA

1. Menolak permohonan pembatalan putusan Badan Arbitrase Syari‟ah Nasional

(BASYARNAS) No. 16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka. Jak, yang diajukan oleh

PEMOHON.

2. Menghukum PEMOHON untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul

dari perkara ini.

Atau Apabila Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo

berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Menimbang, bahwa atas Permohonan Pemohon Termohon II memberikan

jawaban sebagai berikut:

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 176: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

DALAM KONPENSI.

I. DALAM EKSEPSI.

1. PERMOHONAN YANG DIAJUKAN TIDAK MENERAPKAN DASAR

HUKUM YANG BENAR.

Bahwa dasar hukum yang dikemukakan oleh Pemohon dalam mengajukan

Permohonan Pembatalan Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia

(BASYARNAS) Perkara No.: 16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak tidak sesuai

ketentuan hukum yang berlaku, karena:

1.1. Pemohon tidak mengindahkan Pasal 72 Ayat (1) Undangundang No. 30

Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya

disebut UU Arbitrase), yang dikutip sebagai berikut:

“Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan kepada Ketua

Pengadilan Negeri.”

Bahwa permohonan Pemohon mengajukan permohonan pembatalan putusan

BASYARNAS ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat, bertentangan dengan

ketentuan hukum.

1.2. Permohonan Pemohon bertentangan dengan Penjelasan Pasal 70 UU

Arbitrase:

“Permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang

sudah didaftarkan di pengadilan.

Alasan-alasan permohonan pembatalan yang disebut dalam Pasal ini harus

dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila pengadilan menyatakan bahwa

alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka putusan pengadilan itu

dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan

atau menolak permohonan.”

Bahwa Pemohon dalam permohonannya tidak mengajukan putusan

pengadilan yang membuktikan bahwa putusan BASYARNAS yang dimintakan

pembatalan oleh Pemohon dalam perkara aquo mengandung unsur-unsur

sebagaimana ditentukan Pasal 70 UU Arbitrase;

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 177: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Bahwa melainkan hanya berdasarkan keyakinan Pemohon semata (vide halaman 4

poin 4 surat permohonan) dan tidak berdasarkan suatu putusan pengadilan

sebagaimana ketentuan Pasal 70 beserta penjelasannya dalam UU Arbitrase;

1.3. Bahwa sehubungan dengan tugas dan wewenang yang diberikan Undang-

Undang terhadap pengadilan agama, tidak terdapat ketentuan mengenai

kewenangan memeriksa dan mengadili permohonan pembatalan putusan

arbitrase maupun putusan arbitrase syariah.

Pasal 49 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.:

”Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama

Islam di bidang:

a. perkawinan;

b. waris;

c. wasiat;

d. hibah;

e. wakaf;

f. zakat;

g. infaq;

h. shadaqah; dan

i. ekonomi syari'ah.”

1.4. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan

Badan Arbitrase Syariah, sama sekali tidak mengatur mengenai kewenangan

memeriksa permohonan pembatalan putusan Badan Arbitrase Syariah,

melainkan suatu edaran mengenai petunjuk pelaksanaan (eksekusi) putusan

Badan Arbitrase Syariah.

Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum sebagaimana poin 1.1. – 1.4. di atas

terbukti dan tidak dapat dibantah kebenarannya permohonan pembatalan putusan

BASYARNAS yang diajukan Pemohon tidak menerapkan dasar hukum yang

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 178: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

benar dan alasan-alasan mengajukan pembatalan tidak sesuai dengan ketentuan

hukum karena semata-mata berdasarkan keyakinan Pemohon bahwa Termohon II

dan Termohon I melakukan tipu muslihat (vide dalil Pemohon halaman 4 poin 4

dalam surat permohonannya) yang nota bene lebih mengarah tuduhan atau fitnah

belaka; Maka Majelis Hakim dalam perkara aquo harus menyatakan permohonan

Pemohon ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima atau menyatakan

Pengadilan Agama Jakarta Pusat tidak berwenang memeriksa permohonan

pembatalan Putusan BASYARNAS yang diajukan Pemohon.

2. OBSCUUR LIBELS.

Bahwa Permohonan Pembatalan Putusan BASYARNAS yang diajukan Pemohon

secara hukum harus dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima,

karena:

2.1. Bahwa Pemohon dalam permohonannya halaman 1 mengajukan Permohonan

Pembatalan Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BASYARNAS)

Perkara No.: 16/Tahun 2008/BASYARNAS /Ka.Jak kepada Pengadilan Agama

Jakarta Pusat terhadap:

“I. Majelis Arbiter BASYARNAS, yang memeriksa dan memutus Perkara No.:

16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak, Cq. Prof. H. Bismar Siregar, SH., Hj.

Fatimah Achyar, SH., dan Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH., beralamat di

Gedung MUI lantai 3, Jl. Proklamasi No. 51, Menteng, Jakarta 10320, sebagai

Termohon I; dan” Bahwa Permohonan Pemohon kabur dan tidak jelas, apakah

Permohonan ditujukan terhadap BASYARNAS selaku Lembaga Arbitrase yang

merupakan perangkat organisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan berada di

bawah MUI atau terhadap pribadi (personal) Prof. H. Bismar Siregar, SH., Hj.

Fatimah Achyar, SH., dan Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH., karena

sesungguhnya Termohon I secara personal tidak beralamat di Gedung MUI lantai

3, Jl. Proklamasi No. 51, Menteng, Jakarta 10320.

2.2. Bahwa Prof. H. Bismar Siregar, SH., Hj. Fatimah Achyar, SH., dan Prof. Dr.

Sutan Remy Sjahdeini, SH., merupakan pelaksana (Majelis Arbiter) yang

ditetapkan Ketua BASYARNAS dalam pemeriksaan sengketa antara PT.

Atriumasta Sakti (Termohon II/ Pemohon Arbitrase) terhadap PT. Bank Syariah

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 179: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Mandiri (Pemohon/ Termohon Arbitrase) dalam perkara No.: 16/Tahun Hal. 34

dari 76 hal.Put.No.792/Pdt.G/2009/PA.JP 2008/BASYARNAS/Ka.Jak; Oleh

karenanya secara hukum Permohonan Pemohon dimaksud seharusnya diajukan

terhadap BASYARNAS selaku lembaga yang menerbitkan Putusan

BASYARNAS dan atau terhadap MUI selaku lembaga yang menaungi

BASYARNAS, bukan terhadap Termohon I dan Termohon II.

3. ERROR IN PERSONA

Bahwa antara Termohon II dengan Pemohon tidak memiliki hubungan hukum

sehubungan dengan Permohonan Pembatalan Putusan BASYARNAS yang

diajukan, karena fakta hukumnya Termohon II tidak dalam kapasitas dan atau

ikut merumuskan dan memutuskan Putusan BASYARNAS No.: 16/Tahun

2008/BASYARNAS/Ka.Jak yang diajukan pembatalan oleh Pemohon, Oleh

karenanya Permohonan Pemohon yang menarik Termohon II sebagai pihak dalam

perkara a quo harus dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.

II. DALAM POKOK PERKARA.

1. Bahwa Termohon II menolak dengan keras seluruh dalil-dalil Pemohon dalam

surat permohonannya kecuali hal-hal yang secara tegas diakui kebenarannya oleh

Termohon II;

2. Bahwa fakta hukum yang tidak dapat dibantah kebenarannya, Termohon II

tidak pernah ikut serta dalam mempertimbangkan dan memutuskan sebagaimana

Putusan Badan Arbitrase Nasional (BASYARNAS) Perkara No.: 16/Tahun

2008/BASYARNAS/Ka.Jak karena Termohon II bukan merupakan Arbiter dalam

pengambilan keputusan dimaksud;

3. Bahwa Amar Putusan No.: 16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak (Putusan

BASYARNAS), dikutip sebagai berikut:

“DALAM EKSEPSI

“Menyatakan eksepsi Termohon tidak dapat diterima”.

DALAM POKOK PERKARA

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian”;

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 180: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

“Menyatakan Temohon melakukan cidera janji”;

“Menyatakan batal demi hukum Akad Pembiayaan Murabahah No. 53 tanggal 23

Februari 2005 yang dibuat oleh dan di hadapan Efran Yuniarto, S.H., Notaris di

Jakarta”;

“Menghukum Termohon untuk mengembalikan kepada Pemohon dana sebesar

Rp.878.791.366 (delapan ratus tujuh puluh delapan juta tujuh ratus sembilan

puluh satu ribu tiga ratus enam puluh enam rupiah) yang terdiri atas:

a. Pembayaran biaya provisi Bank sebesar Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima

puluh juta rupiah) atau sebesar 1% (satu persen) dari nilai fasilitas pembiayaan

yang berjumlah Rp. 35.000.000.000,- (tiga puluh lima miliar rupiah) karena Akda

Murabahah No. 53 dinyatakan batal demi hukum”;

b. Pembayaran uang asuransi proyek (PT. Asuransi Dayin Mitra) sebesar Rp.

45.027.000,- (empat puluh lima juta dua puluh tujuh ribu rupiah);

c. Pembayaran uang muka iuran Jamsostek sejumlah Rp. 5.962.700,- (lima juta

sembilan ratus enam puluh dua ribu tujuh ratus rupiah);

d. Pembayaran uang retribusi kepada Dinas Penataan dan Pengawasan

Bangunan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta sebesar Rp. 298.135.000,- (dua

ratus sembilan puluh delapan juta seratus tiga puluh lima ribu rupiah);

e. Uang pengembalian cicilan margin sejumlah Rp. 179.666.666,- (seratus tujuh

puluh sembilan juta enam ratus enam puluh enam ribu enam ratus enam puluh

enam rupiah).

“Menghukum Termohon untuk mengembalikan kepada Pemohon biaya-biaya lain

sepanjang biaya-biaya tersebut didukung oleh buktibukti pengeluaran yang telah

diverifikasi oleh Kantor Akuntan Publik mengenai kebenarannya, baik mengenai

keaslian bukti-bukti tersebut maupun mengenai besarnya biaya”

“Memutuskan agar Kantor Akuntan Publik yang ditugasi untuk melakukan

verifikasi terhadap biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh Pemohon adalah

Kantor Akuntan Publik yang disetujui oleh Pemohon dan Termohon dalam jangka

waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan Majelis dibacakan”.

“Memutuskan apabila Pemohon dan Termohon tidak berhasil mencapai

kesepakatan mengenai penunjukkan Kantor Akuntan Publik tersebut dalam

jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, penunjukkan Kantor Akuntan Publik

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 181: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

akan dilakukan oleh Majelis setelah Majelis memperoleh laporan dari salah satu

pihak yang berperkara, yaitu atau dari Pemohon atau dari Termohon”

“Memutuskan biaya Kantor Akuntan Publik, baik yang ditunjuk oleh Pemohon

dan Termohon maupun yang ditunjuk oleh Majelis ditanggung oleh Pemohon dan

Termohon masing-masing sebesar 50% (lima puluh persen)”

“Menolak permohonan Pemohon untuk meletakkan sita jaminan.”

“Menolak permohonan Pemohon mengenai uang paksa (dwangsom)”.

“Menyatakan putusan ini bersifat final dan mengikat (final and binding) dan

mempunyai kekuatan hukum yang tetap sejak diucapkan sehingga karena itu tidak

dapat dibatalkan melalui upaya hukum apapun”

“Menolak tuntutan Pemohon selebihnya”;

“Menghukum Termohon untuk melaksanakan putusan ini selambatlambatnya

30 (tiga puluh) hari sejak putusan ini diucapkan”

“Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Pemohon dan

Termohon masing-masing sebesar ½ bagian dari biaya perkara ini”;

“Memutuskan bahwa apabila Termohon menolak baik dengan cara berdiam diri

atau melakukan upaya-upaya hukum yang bertujuan dibatalkannya amar putusan

ini, antara lain dengan mengajukan keberatan atau membuat gugatan baru

melalui Pengadilan Agama atau Pengadilan Umum sehingga eksekusi putusan

ini, menjadi tertunda apalagi menjadi berlarut-larut, maka Pemohon dapat

mengajukan pengaduan dan permohonan kepada Bank Indonesia agar Bank

Indonesia menjatuhkan sanksi administratif dan menurunkan tingkat kesehatan

PT. BANK SYARIAH MANDIRI dan Bank Indonesia wajib berdasarkan kekuatan

hukum putusan ini memenuhi permohonan Pemohon yang demikian itu”.

“Memerintahkan kepada Sekretaris Sidang selaku Kuasa Arbiter untuk

mendaftarkan turunan resmi Putusan Arbitrase ini di Kepaniteraan Pengadilan

Agama Jakarta Pusat dalam tenggang waktu sebagaimana ditetapkan UU No.30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Jo Surat

Edaran Mahkamah Agung No. 08 Tanggal 10 Oktober 2008;”

4. Bahwa Putusan perkara No.: 16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak sudah

didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Pusat sebagaimana

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 182: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Akte Pendaftaran Nomor: 01/BASYARNAS/2009/PAJP tanggal 12 Oktober

2009;

5. Bahwa dalil Pemohon halaman 4 poin 3 mengenai dasar hukum permohonan

pembatalan putusan BASYARNAS ke Pengadilan Agama antara lain:

• Pasal 70 UU Arbitrase; jo.

• Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana

diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama; jo.

• Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan

Badan Arbitrase Syariah;

Bahwa Pemohon melakukan kekeliruan fatal dengan mengajukan permohonan

pembatalan putusan BASYARNAS ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat, karena:

5.1. Permohonan pembatalan putusan arbitrase diajukan Pemohon berdasarkan

Pasal 70 UU Arbitrase dan Pemohon kemudian tidak mengindahkan ketentuan

Pasal 72 Ayat (1) UU Arbitrase, yang dikutip sebagai berikut:

“Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan kepada Ketua

Pengadilan Negeri.”

5.2. Pasal 49 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.:

”Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama

Islam di bidang:

a. perkawinan;

b. waris;

c. wasiat;

d. hibah;

e. wakaf;

f. zakat;

g. infaq;

h. shadaqah; dan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 183: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

i. ekonomi syari'ah.”

Bahwa sehubungan dengan tugas dan wewenang yang diberikan Undang-Undang

terhadap pengadilan agama, tidak terdapat ketentuan mengenai kewenangan

memeriksa dan mengadili permohonan pembatalan putusan arbitrase maupun

putusan arbitrase syariah.

5.3. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan

Badan Arbitrase Syariah, sama sekali tidak mengatur mengenai permohonan

pembatalan putusan Badan Arbitrase Syariah melainkan mengatur prosedur dan

tata cara pelaksanaan (eksekusi) putusan Badan Arbitrase Syariah.

Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum sebagaimana poin 5.1. – 5.3. di atas,

terbukti Pemohon melakukan kekeliruan hukum yang fatal yaitu tidak

menerapkan ketentuan hukum yang benar sebagai dasar permohonannya, oleh

karena itu permohonan tersebut harus ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan

tidak dapat diterima;

6. Bahwa dalil Pemohon pada halaman 4 – 7 poin 4, 5 dan poin 6 ditanggapi

Termohon II sebagai berikut:

6.1. Bahwa Pemohon untuk menguatkan dalil-dalil permohonannya tidak

mengajukan bukti berupa putusan pengadilan yang memutuskan bahwa

putusan BASYARNAS yang dimintakan pembatalan oleh Pemohon dalam

perkara aquo mengandung unsur-unsur sebagaimana ditentukan Pasal 70 UU

Arbitrase;

Penjelasan Pasal 70 UU Arbitrase:

“Permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang

sudah didaftarkan di pengadilan.

Alasan-alasan permohonan pembatalan yang disebut dalam Pasal ini harus

dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila pengadilan menyatakan bahwa

alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka putusan pengadilan itu

dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan

atau menolak permohonan.”

6.2. Bahwa Pemohon pada halaman 4 poin 4 dalam surat permohonannya

mendalilkan Termohon I dan Termohon II melakukan tipu muslihat, dalil

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 184: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Pemohon tersebut berdasarkan keyakinan Pemohon belaka tanpa alat bukti yang

sah berupa putusan pengadilan yang menyatakan bahwa Termohon I dan

Termohon II dinyatakan bersalah karena melakukan tipu muslihat;.

6.3. Bahwa Pemohon pada halaman 4 – 6 poin 5 dalam surat permohonan

mendalilkan mengenai keberatan Pemohon sehubungan proses pembuktian dan

pemeriksaan saksi dalam perkara No.: 16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak

yang diputusakan Termohon I, dalil Pemohon tersebut tidak beralasan sama

sekali, karena pada saat pembuktian baik Pemohon maupun Termohon II hadir

dalam persidangan dan memiliki hak yang sama untuk mengajukan dan atau

menyatakan keberatan terhadap bukti-bukti dan atau saksisaksi; Penilaian dan

Keberatan mengenai terdapatnya “tipu muslihat” dalam putusan Termohon I

menurut ketentuan hukum sudah diberikan kesempatan kepada Pemohon

sebagaimana Pasal 58 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, yang dikutip sebagai

berikut:

“Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan diterima, para

pihak dapat mengajukan permohonan kepada arbiter atau majelis arbitrase untuk

melakukan koreksi terhadap kekeliruan administratif dan atau menambah atau

mengurangi sesuatu tuntutan putusan.”

Bahwa faktanya justru Pemohon sejak menerima Putusan BASYARNAS tidak

pernah mengajukan permohonan kepada Majelis Arbiter (Termohon I) mengenai

koreksi terhadap kekeliruan administratif dan atau menambah atau mengurangi

sesuatu tuntutan putusan, namun sebaliknya Pemohon berupaya menghindar dari

kewajibannya yang timbul atas Putusan BASYARNAS dengan membiarkan

waktu 14 (empat belas) hari yang diberikan Undang-Undang terlewati dan

kemudian Pemohon mengajukan permohonan pembatalan putusan BASYARNAS

ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

6.4. Bahwa Pemohon pada halaman 6 – 7 poin 6 dalam surat permohonan

mendalilkan mengenai perubahan isi draft putusan dengan isi putusan yang

didaftarkan BASYARNAS ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat, yang mana dalil

tersebut sangat tidak beralasan dan tidak berdasar secara hukum karena

sepengetahuan Termohon II isi draft putusan tersebut belum diparaf dan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 185: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

ditandatangani oleh Majelis Arbiter (Termohon I) sehingga bukan merupakan

putusan yang resmi atas perkara No.: 16/Tahun 2008 /BASYARNAS/Ka.Jak.

Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum sebagaimana poin 6.1. – 6.4. di atas, maka

terbukti dan tidak dapat dibantah lagi kebenarannya Pemohon dalam surat

permohonannya mengajukan alasan-alasan pembatalan Putusan BASYARNAS

tidak sesuai dengan ketentuan hukum karena semata-mata berdasarkan keyakinan

Pemohon bahwa Termohon II dan Termohon I melakukan tipu muslihat (vide

dalil Pemohon halaman 4 poin 4 dalam surat permohonannya);

7. Bahwa dalil-dalil Pemohon sepanjang mengenai putusan diambil dari hasil tipu

muslihat, Termohon II menanggapi hal tersebut sebagai tuduhan yang tidak

berdasar, sangat tendensius, semata-mata hanya fitnah dan merupakan

pengingkaran Pemohon terhadap pernyataannya sebagaimana tercantum dalam

Jawabannya sewaktu persidangan dalam perkara No.: 16/Tahun

2008/BASYARNAS/Ka.Jak yang menyatakan “mohon keadilan seadil-adilnya

(ex aquo et bono)”, dengan kata lain sesungguhnya Pemohon/Termohon

Arbitrase telah mempercayakan sepenuhnya tanpa prasangka buruk dan penuh

keikhlasan kepada Majelis Arbiter (Termohon I) untuk memutus sengketanya dan

memberikan putusan yang seadil-adilnya;

Bahwa Termohon II mensumir Pemohon untuk membuktikan dalil Pemohon yang

menyatakan putusan Basyaranas diambil dari hasil tipu muslihat Termohon II dan

Termohon I dalam waktu 14 (empat belas) hari, jika tidak dipenuhi maka

Termohon II menggunakan hak hukumnya untuk menuntut Pemohon baik secara

Pidana maupun Perdata;

8. Bahwa dalil Pemohon pada halaman 7 – 9 poin 7 dan 8 mengenai isi amar

Putusan Basyaranas yang tidak logis yuridis dan saling bertentangan ditanggapi

Termohon II sebagai berikut:

8.1. Bahwa dalil Pemohon yang menyatakan amar putusan tidak logis dan

bertentangan satu sama lain adalah tidak beralasan dan terkesan terlalu

dipaksakan, karena sesungguhnya Majelis Arbiter (Termohon I) telah memberikan

putusan dengan berpedoman dan melaksanakan al-Quran dan as-Sunnah/al-

Hadits serta ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku sebagaimana disampaikan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 186: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

oleh Termohon I dalam pengantar dan pertimbangan-pertimbangan dalam Putusan

No.: 16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak.;

8.2. Bahwa dalil Pemohon poin 7 pada halaman 7 – 8 sangat tidak beralasan

karena Pemohon menggunakan pemahaman hukum perjanjian mengenai akibat

batalnya suatu perjanjian secara sempit untuk mendukung dalil Pemohon;

Bahwa salah satu konteks cidera janji yang dimaksud dalam amar putusan yang

dikeluarkan Termohon I menurut pemahaman Termohon II berdasarkan

pertimbangan Termohon I dalam putusannya disebabkan karena

Pemohon/Termohon Arbitrase membatalkan secara sepihak

pembiayaan/pencairan pembiayaan sebagaimana Akad Pembiayaan Murabahah

No. 53 tanggal 23 Februari 2005 dengan alasan yang bertentangan dengan Akad

itu sendiri maupun prinsip-prinsip syariah;

Sedangkan Akad Pembiayaan Murabahah No. 53 tanggal 23 Februari 2005 batal

demi hukum dikarenakan Akad tersebut isinya bukan al-Murabahah melainkan

suatu bentuk lain, tegasnya Akad tersebut tidak mengambil konstruksi al-

Murabahah tetapi mengambil konstruksi kredit modal kerja untuk membeli bahan

material seperti yang biasa diberikan oleh Bank konvensional yang didalamnya

membebankan bunga terhadap besar margin serta membebankan bunga dalam

Surat Sanggup/Promes.

8.3. Bahwa dalil Pemohon poin 8 pada halaman 8 – 9 yang menyatakan isi amar

putusan saling bertentangan satu sama lain sehingga membuat kabur pengertian

putusan arbitrase bersifat “final and binding” karena masih terdapat putusan yang

digantungkan pada keadaan tertentu dan waktu tertentu yang belum bersifat final,

yang mana dalil tersebut menurut Ternohon II adalah karangan belaka dari

Pemohon;

Bahwa secara nyata-nyata Pemohon telah “menyetir” pengertian sifat “final”

putusan arbitrase, karena fakta hukum baik secara materiil maupun yuridis formil

telah diberikan pengertian sifat final sebagai berikut:

Penjelasan Pasal 60 UU Arbitrase.

“Putusan arbitrase merupakan putusan final dan dengan demikian tidak dapat

diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali.”

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 187: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Bahwa sedangkan pengertian “binding” putusan arbitrase adalah mengikat para

pihak yang bersengketa sebagai konsekuensi dari pilihan hukum (choice of law)

dan pilihan penyelesaian sengketa (choice of forum) yang disepakati oleh para

pihak yang bersengketa dalam perjanjian atau klausula arbitrase.

Akad Pembiayaan Murabahah No. 53 tanggal 23 Februari

2005 Pasal 15 Tentang Penyelesaian Perselisihan.

“Apabila Usaha menyelesaikan melalui musyawarah untuk mufakat tidak

menghasilkan keputusan yang disepakati oleh kedua belah pihak, maka dengan

ini Nasabah dan Bank sepakat untuk menunjuk dan menetapkan serta memberi

surat kuasa kepada Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) untuk

memberikan putusan…….”;

Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang

bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik

kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan

yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu Persetujuan-persetujuan

harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

H. Priyatna Abdurrasyid, (BANI 2002: 182).

“…. bahwa putusan akan mengikat hanya terhadap para pihak yang terlibat

secara langsung dan terhadap pihak ketiga yang mempunyai klaim.”

8.4. Bahwa Termohon II meskipun tuntutannya tidak dipenuhi seluruhnya, namun

dengan jiwa besar menghormati putusan Termohon I dan Termohon II merasakan

dan menilai dalam pertimbangan dalam putusannya Termohon I menerapkan dan

mendasarkan prinsip-prinsip syariah serta memperhatikan rasa keadilan dengan

berpedoman pada al-Quran dan as- Sunnah/al-Hadits, karena:

• Termohon I menyerahkan penilaian kebenaran bukti-bukti pengeluaran

Termohon II kepada pihak yang berkompeten untuk melakukan hal tersebut dalam

hal ini Kantor Akuntan Publik, karena sesungguhnya Termohon II bukan tidak

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 188: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

memiliki bukti-bukti melainkan masih perlu diverifikasi kebenarannya sehingga

tidak merugikan Pemohon;

• Termohon I menyerahkan penunjukan Kantor Akuntan Publik kepada Termohon

II dan Pemohon dengan persetujuan bersama yang dibatasi dalam waktu 30 (tiga

puluh) hari, yang menurut Termohon II sebagai upaya Majelis Arbiter (Termohon

I) membantu agar komunikasi dan hubungan baik antara Termohon II dengan

Pemohon tetap terjaganya;

• Termohon I menunjukkan tanggung jawabnya sehubungan penunjukkan

bersama Kantor Akuntan Publik oleh Termohon II dan Pemohon, dengan tetap

mengantisipasi dalam hal tidak terdapatnya kesepakatan penunjukan bersama

maka penunjukan Kantor Akuntan Publik akan dilakukan oleh Majelis Arbiter

(Termohon I), sehingga tetap terdapat kepastian hukum penyelesaian sengketa

tersebut secara menyeluruh.

Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum sebagaimana poin 8.1. – 8.4. di atas, maka

dalil-dalil Pemohon yang menyatakan Amar Putusan BASYARNAS tidak logis

secara yuridis dan saling bertentangan satu sama lain haruslah dikesampingkan.

9. Bahwa dalil Pemohon halaman 9 – 11 poin 9, 10 dan poin 11 yang menyatakan

terdapat isi Amar Putusan yang tidak dapat dilaksanakan (non-executable) dan

bertentangan dengan sifat “final and binding” sehingga tidak dapat lagi dijadikan

rujukan dalam pelaksanaan putusan ditanggapi Termohon II sebagai berikut:

9.1. Bahwa kekuatan eksekusi putusan arbitrase sudah ada sejak dibacakan dan

mengikat para pihak yang bersengketa untuk melaksanakannya secara sukarela

sebagaimana konsekuensi pilihan sukarela para pihak untuk menyelesaikan

sengketanya melalui lembaga arbitrase, hal tersebut sejalan dengan:

Pasal 60 UU Arbitrase.

“Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan

mengikat para pihak.”

Pasal 61 UU Arbitrase.

“Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela,

putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas

permohonan salah satu pihak yang bersengketa.”

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 189: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

SEMA No. 8 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan Badan

Arbitrase Syariah.

“3. Putusan Badan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap

dan mengikat para pihak (Pasal 60 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999),

karenanya mengikat para pihak harus melaksanakan putusan Badan Arbitrase

Syariah tersebut secara sukarela;

4. Dalam hal putusan Badan Arbitrase Syariah tidak dilaksanakan secara

sukarela, maka putusan tersebut dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua

Pengadilan yang berwenang atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa,

dan oleh …..”

Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas apabila permohonan Pemohon dikabulkan

atau diterima oleh Majelis Hakim dalam perkara aquo, maka jelas akan

menimbulkan suatu ketidakpastian hukum secara umum dan secara khusus

terhadap Termohon II; Serta akan menimbulkan ketidakadilan terhadap Termohon

II selaku pencari keadilan yang sudah menempuh prosedur hukum yang disepakati

bersama oleh Termohon II dan Pemohon sebagaimana ketentuan Pasal 15

Penyelesaian Sengketa, Akad Pembiayaan Murabahah No. 53 tanggal 23 Februari

2005;

9.2. Bahwa isi Amar Putusan yang dibuat Termohon I (Majelis Arbiter) menurut

Termohon II sudah jelas, berkeadilan serta dapat dilaksanakan (executable) oleh

Termohon II dan Pemohon, karena:

• Termohon I memberikan keleluasaan kepada para pihak dalam hal ini Termohon

II dan Pemohon untuk menentukan secara bersama dalam waktu 30 (tiga puluh)

hari Kantor Akuntan Publik ditunjuk untuk melakukan verifikasi;

• Dalam hal penunjukan bersama Kantor Akuntan Publik oleh Termohon II dan

Pemohon tidak terlaksana dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, maka penunjukan

dilakukan Majelis Arbiter (Termohon I) setelah mendapat laporan dari salah satu

pihak;

9.3. Bahwa kronologis penunjukan Kantor Akuntan Publik yang disampaikan

Pemohon dalam dalil permohonannya pada halaman 10 poin 10 telah diartikan

secara sepihak oleh Pemohon sehubungan jawaban Kantor Akuntan Publik yang

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 190: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

menyatakan tidak bisa memenuhi permintaan pengajuan proposal karena faktor

kesibukan, yang oleh Pemohon diartikan Kantor Akuntan Publik menolak untuk

melakukan verifikasi biaya-biaya lain sesuai Putusan BASYARNAS;

9.4. Bahwa dalil Pemohon dalam surat permohonan halaman 10 – 11 poin 11

menyatakan pada intinya:

• akibat penolakan Kantor Akuntan Publik dan terlampauinya waktu 30 (tiga

puluh) hari untuk menentukan secara bersama Kantor Akuntan Publik menjadikan

tidak jelas/kabur mengenai siapa yang berhak untuk menunjuk Kantor Akuntan

Publik;

• apabila Majelis Arbiter (Termohon I) menetapkan Kantor Akuntan Publik maka

tindakan tersebut bertentangan dengan sifat “final and binding”. Bahwa dalil

Pemohon tersebut merupakan pemahaman yang sempit dan naïf serta patut diduga

sebagai salah satu upaya Pemohon untuk menghindari kewajibannya yang timbul

sehubungan dengan Putusan BASYARNAS No.: 16/Tahun

2008/BASYARNAS/Ka.Jak., karena:

• Penunjukkan Kantor Akuntan Publik ditujukan untuk melakukan verifikasi

biaya-biaya lain yang dikeluarkan Termohon II, agar diperoleh perhitungan

mengenai biayabiaya yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, namun

sangat disayangkan Pemohon mengartikan secara harafiah, sempit dan tendensius

dengan menyatakan dengan tidak terlaksananya penunjukan Kantor akuntan

Publik dalam waktu 30 (tiga puluh) hari maka menyebabkan kabur/tidak jelas

mengenai pihak yang berhak menunjuk Kantor Akuntan Publik; Bahkan pada

kenyataannya Pemohon tidak pernah mengajukan penunjukkan Kantor Akuntan

Publik dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, padahal hal tersebut menurut Termohon

II bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan mengingat Pemohon merupakan

Lembaga Perbankan yang cukup besar dan bonafide di negeri ini;

• Penunjukkan Kantor Akuntan Publik sesungguhnya tidak ada kaitan dengan sifat

“final and binding” dari putusan arbitrase, karena berdasarkan ketentuan hukum

sifat final putusan arbitrase berarti terhadap putusan tersebut tidak dapat dilakukan

upaya hukum banding, kasasi ataupun peninjauan kembali, sedangkan sifat

mengikat (binding) putusan arbitrase berarti mengikat para pihak yang

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 191: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

sengketanya telah diputus oleh Arbiter untuk melaksanakan putusan arbitrase

sebagai konsekuensi dari pilihan penyelesaian dan pilihan hukum para pihak.

Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum sebagaimana poin 9.1. – 9.4. di atas,

terbukti bahwa dalil-dalil Pemohon yang menyatakan isi Amar Putusan tidak

dapat dilaksanakan (non-executable) dan bertentangan dengan sifat “final and

binding” merupakan dalil yang sangat tidak beralasan dan cenderung mengada-

ngada, oleh karena itu haruslah dikesampingkan;

10. Bahwa dalil Pemohon halaman 11 – 12 poin 12 yang menyatakan isi Amar

Putusan telah mereduksi dan/atau menghilangkan hak-hak Pemohon yang dijamin

Undang-Undang untuk mengajukan pembatalan putusan BASYARNAS

merupakan dalil yang tidak beralasan dan tidak berdasar, karena:

10.1. Termohon II tidak dalam posisi/kedudukan mereduksi atau menghilangkan

hak pemohon untuk mengajukan pembatalan putusan arbitrase sehubungan Isi

Amar Putusan BASYARNAS yang menyatakan bahwa putusan bersifat final dan

mengikat (final and binding) sehingga tidak dapat dilakukan upaya hukum

apapun;

10.2. Isi Amar Putusan BASYARNAS tidak terdapat larangan kepada Pemohon

untuk mengajukan pembatalan putusan terhadap putusan BASYARNAS; (vide

Amar Putusan BASYARNAS No.: 16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak.);

10.3. Termohon II tidak melihat adanya “ancaman” dalam Isi Amar Putusan

BASYARNAS, melainkan Amar Putusan yang memutuskan bahwa Termohon II

(Pemohon Arbitrase) diberikan hak berdasarkan putusan BASYARNAS untuk

melakukan pengaduan terhadap lembaga yang berwenang mengawasi Pemohon

dalam hal Pemohon melakukan upayaupaya untuk menghindar dari kewajibannya

yang timbul berdasarkan Putusan BASYARNAS;

11. Bahwa dalil Pemohon halaman 11 – 12 poin 12 yang menyatakan isi Amar

Putusan melanggar ketentuan UU Arbitrase karena menghukum Pemohon/

Termohon Arbitrase untuk melaksanakan putusan sebelum putusan diserahkan

dan didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Agama adalah dalil karangan belaka

serta terkesan “menyetir” penafsiran ketentuan Undang-Undang untuk sekedar

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 192: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

menguatkan dalil Pemohon; Isi Amar Putusan BASYARNAS tersebut justru telah

sejalan dengan:

Pasal 60 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999.

“Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan

mengikat para pihak.”

Pasal 61 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999.

“Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela,

putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas

permohonan salah satu pihak yang bersengketa.”

Pasal 62 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999.

“(1) Perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 diberikan dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan eksekusi didaftarkan

kepadaPanitera Pengadilan Negeri.”

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 Tahun 2008 tentang

Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah.

“3. Putusan Badan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap

dan mengikat para pihak (Pasal 60 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999),

karenanya mengikat para pihak harus melaksanakan putusan Badan Arbitrase

Syariah tersebut secara sukarela;

4. Dalam hal putusan Badan Arbitrase Syariah tidak dilaksanakan secara

sukarela, maka putusan tersebut dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua

Pengadilan yang berwenang atas permohonan salah satu pihak yang

bersengketa , dan oleh …..”

III. PERMOHONAN KEPADA MAJELIS HAKIM

Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, Termohon II dengan

kerendahan hati menyampaikan permohonan kepada Majelis Hakim yang

memeriksa dan mengadili perkara ini untuk berkenan kiranya memberikan

putusan sebagai berikut:

DALAM EKSEPSI

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 193: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

1. Menerima Eksepsi Termohon II karena tepat dan beralasan.

2. Menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima.

DALAM POKOK PERKARA

1. Menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Pemohon bukanlah Pemohon yang beritikad.

Atau apabila Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini

berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono dan atau

Naar goede juctie Recht doen vide Pasal 178 ayat 3 HIR).

Menimbang, bahwa oleh karena dalil-dalil Pemohon dibantah seluruhnya oleh

Termohon I dan Termohon II, maka kepada Pemohon dibebani wajib bukti dan

untuk maksud tersebut, Pemohon telah mengajukan alat bukti sebagai berikut:

No BUKTI NAMA DOKUMEN/BUKTI TERTULIS DAN PENJELASAN

1. P – 1 : Putusan Perkara No.16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak antara

TERMOHON II (semula Pemohon Arbitrase) dengan PEMOHON (semula

Termohon Arbitrase) yang dibacakan Majelis Arbiter pada tanggal 16

September 2009 yang dimintakan koreksinya oleh Majelis BASYARNAS

kepada PEMOHON dan TERMOHON II.

2. P – 2 : Akte Pendaftaran No.01/BASYARNAS/ 2009/PAJP tertanggal 12

Oktober 2009 berikut Putusan Perkara No.16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak

antara TERMOHON II (semula Pemohon Arbitrase) dengan PEMOHON (semula

Termohon Arbitrase) yang telah diberi catatan pendaftaran oleh petugas

Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

3. P – 3 : Akta Akad Pembiayaan Al-Murabahah No.53 tanggal 23 Februari 2005

yang dibuat dihadapan EFRAN YUNIARTO, SH, Notaris di Jakarta.

4. P – 4 : Surat Pernyataan TERMOHON II tertanggal 2 Maret 2005. Isi Surat

Pernyataan pada pokoknya berbunyi sebagai berikut :

“Selanjutnya apabila kelengkapan dokumen perijinan pembangunan Rukan

Soho Carbella Square seperti, termasuk tetapi tidak terbatas pada dokumen

tersebut di atas tidak dapat diserahkan kepada Bank Syariah Mandiri,

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 194: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

MAKA SAYA BERSEDIA UNTUK MENUNDA PENCAIRAN TAHAP

KEDUA DAN TAHAP BERIKUTNYA”

5. P - 5 : Kontrak Jasa Pengurusan IMB antara TERMOHON II dengan H. Jayadi

Kusumah, SH tanggal 6 Desember 2004.

Dalam Kontrak di atas H Jayadi Kusuma SH berjanji bahwa IMB AKAN

DISELESAIKAN DALAM WAKTU 3 (TIGA) BULAN KALENDER

TERHITUNG SEJAK TANGGAL PERJANJIAN.

Dengan demikian seharusnya IMB sudah dapat diperoleh oleh TERMOHON II

dan dapat diperlihatkan aslinya dan diserahkan fotocopy-nya kepada PEMOHON

pada bulan Maret 2005; Namun faktanya, hingga tanggal Berita Acara Serah

Terima Dokumen tanggal 15 Februari 2006 antara PEMOHON dengan

TERMOHON II, PEMOHON belum pernah melihat apalagi menerima fotocopy

IMB dimaksud dari TERMOHON II, padahal biaya pengurusan IMB tersebut

sesuai bukti Kuitansi pembayaran yang fotocopy-nya diserahkan kepada

PEMOHON oleh TERMOHON II yaitu sebesar Rp3.212.500.000 (tiga miliar

dua ratus dua belas juta lima ratus ribu Rupiah) telah dilunasi oleh

TERMOHON II.

6. P – 6 : Kuitansi pembayaran per tanggal 1 Maret 2005 sebesar

Rp3.800.000.000 (tiga miliar delapan ratus juta Rupiah) yang telah dibayar oleh

TERMOHON II kepada H. Jayadi Kusumah, SH.

7. P – 7 : Surat PEMOHON kepada TERMOHON I Ref. No. : DNA/081/X/09

tanggal 15 Oktober 2009 perihal Permohonan Penjelasan Mengenai Perubahan Isi

Putusan No.16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak antara PT Atriumasta Sakti

selaku Pemohon dan PT Bank Syariah Mandiri selaku Termohon.

8. P – 8 : Surat Kuasa Hukum TERMOHON II No.097/HIS/ASBSM/ X/2009

tanggal 7 Oktober 2009 perihal Pengajuan Kantor Akuntan Publik, dimana

TERMOHON II mengajukan Kantor Akuntan Publik (KAP) Doli, Bambang,

Sudarmadji & Dadang (DBS & D) sebagai Akuntan Publik yang akan melakukan

verifikasi sesuai Putusan BASYARNAS.

9. P – 9 : Surat Kuasa Hukum PEMOHON Ref. No.: DNA/080/X/09 tanggal 15

Oktober 2009 perihal Tanggapan Atas Pengajuan Kantor Akuntan Publik, dimana

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 195: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

PEMOHON atas dasar itikad baik menyampaikan Surat yang isinya menyetujui

penunjukkan KAP DBS & D yang diajukan TERMOHON II.

10. P – 10 : Surat PEMOHON dan TERMOHON II Ref. No. : 087/X/09 tanggal

23 Oktober 2009 perihal Permohonan Pengajuan Proposal, dimana PEMOHON

dan TERMOHON II meminta KAP DBS & D untuk menyampaikan proposal

biaya jasa KAP DBS & D dalam menangani pekerjaan verifikasi biaya-biaya

lain sesuai isi Putusan BASYARNAS.

11. P – 11 : Surat KAP DBS & D No.164/OL-2.11109/DBSD tanggal 2

November 2009 perihal Jawaban Permohonan Pengajuan Proposal, dimana KAP

DBS & D menyatakan tidak bersedia untuk mengajukan Proposal yang berarti

menolak untuk menjadi KAP yang akan melakukan verifikasi biaya-biaya lain

sesuai Putusan BASYARNAS

BUKTI TAMBAHAN

12. P – 12 : Yurisprudensi/Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

: 03/Arb.Btl/2005, yang diambil dari website resmi Mahkamah Agung RI sub

Direktori Putusan.

Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung (halaman 20 Putusan)

menyatakan BAHWA PERMOHONAN PEMBATALAN PUTUSAN

ARBITRASE DAPAT DIAJUKAN ATAS ALASAN DILUAR YANG

TERTERA DALAM PASAL 70 UNDANG-UNDANG NO.30 TAHUN 1999.

No BUKTI NAMA DOKUMEN/BUKTI TERTULIS DAN PENJELASAN

Selengkapnya isi pertimbangan hukum Mahkamah Agung adalah sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa pertama-tama Mahkamah Agung akan

mempertimbangkan mengenai alasan permohonan pembatalan putusan

arbitrase yang diajukan oleh Pemohon/Termohon Arbitrase ke Pengadilan

Negeri ; bahwa dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999 tertera bahwa “Bab VII mengatur tentang pembatalan putusan arbitrase.

Hal ini dimungkinkan karena beberapa hal, antara lain :

a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan

dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu ;

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 196: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan,

yang disembunyikan pihak lawan ; atau

c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu

pihak dalam pemeriksaan sengketa” ; bahwa kata “antara lain” tersebut

memungkinkan Pemohon untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan

arbitrase atas alasan diluar yang tertera dalam Pasal 70 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999”

Menimbang, bahwa atas bukti P.1 sampai dengan P.12 tersebut, Termohon I tidak

mengajukan Bukti bantahan berupa apapun untuk menyanggah bukti-bukti yang

diajukan oleh Pemohon tersebut;

Menimbang, bahwa atas bukti P.1 sampai dengan P.12 tersebut Termohon II

mengajukan bukti bantahan sebagai berikut:

1. Fotokopi putusan BASYARNAS Nomor 16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak

tanggal 16 September 2009 (T.II.1)

2. Surat DIAS & Associates Low Office Ref.no.DNA/087/X/09 tanggal 23

Oktober 2009 (T.II.2)

3. Surat DBS & d. Doli, Bambang, Sudarmaji & Dadang No. 165/OL-

2.11109/DBSD tanggal 02 Nopember 2009 (T.II.3)

Menimbang, bahwa Pemohon, Termohon I dan Termohon II diberikan

kesempatan oleh Majelis untuk menyampaikan kesimpulannya dan masingmasing

telah menyampaikan kesimpulannya dipersidangan pada tanggal 08 Agustus

2009;

Menimbang, bahwa untuk mempersingkat dalam putusan ini ditunjuk segala hal

ihwal yang telah tercantum dalam berita acara persidangan perkara inisebagai satu

kesatuan dalam putusan ini;

TENTANG HUKUMNYA

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan Permohonan ini adalah sebagaimana telah

diuraikan di atas;

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 197: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Menimbang, bahwa perkara ini berupa sengketa tentang sah dan tidaknya putusan

BASYARNAS no. 16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak. antara PT. Bank

Syari‟ah Mandiri melawan PT. Atriumasta Sakti, yang oleh PT. Bank Syariah

Mandiri diajukan pembatalan kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Oleh

karena itu Majelis Hakim berpendapat atas perkara ini tidak mungkin diselesaikan

melalui perundingan para pihak sebagaimana Peraturan Mahkamah Agung RI

Nomor 1 tahun 2008, tentang prosedur mediasi di Pengadilan, karena tentang sah

dan tidaknya suatu perbuatan hukum atau apalagi suatu putusan Arbiter sangat

tidak beralasan menurut logika apapun untuk diperbincangkan kembali dalam

mediasi;

TENTANG EKSEPSI :-

Menimbang, bahwa baik Termohon I maupun Termohon II, dalam eksepsinya

mengemukakan dua dalil sebagai berikut;

1. Pengadilan Agama Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara ini dengan

alasan sebagai berikut :-

a. Bahwa antara Pemohon dan Termohon II telah menandatangani suatu perjanjian

yang telah bersepakat menyelesaikan sengketa diantara mereka melalui

BASYARNAS.

b. Bahwa seseuai Pasal 60 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 bahwa putusan

arbritrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para

pihak, ketentuan ini diperkuat oleh Peraturan Mahkamah Agung RI No. 08 Tahun

2008 angka 3 ;-

c. Bahwa berdasarkan Pasal 70 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 pembatalan

terhadap Putusan Arbritrase haruslah berdasarkan alasan-alasan yang spesipik

sebagaimana ketentuan huruf a, b dan c Pasal 70 Undang-Undang No. 30 Tahun

1999 tersebut.

d. Bahwa permohonan pembatalan terhadap Putusan arbritrase harus didukung

bukti-bukti berupa Putusan Pengadilan Negeri alasan-alasan pembatalan yang

ditetapkan dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 198: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

e. Bahwa menurut Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 08 Tahun 2008 tentang

eksekusi Putusan BASYARNAS Ketua Pengadilan Agama tidak memeriksa

alasan atau pertimbangan dari Putusan BASYARNAS.

2. Permohonan Pemohon error in Persona dengan alasan sebagai berikut:-

a. Bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat 1 UU no. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman, status dan kedudukan Majelis Arbitrase sama dengan Majelis Hakim

di Pengadilan Negeri, sehingga Majelis Arbitrase tidak dapat dijadikan pihak.

b. Bahwa yang mesti ditarik sebagai Termohon hanya terbatas dan cukup terhadap

Termohon II saja sehingga penarikan Termohon I dikategorikan sebagi

diskualifikasi in person.

c. Bahwa berdasarkan Pasal 21 UU No. 30 tahun 1999, Majelis arbitrase tidak

dapat digugat ke Pengadilan atas tindakan yang dilakukan selama proses

persidangan termasuk dalam mengambil putusan, kecuali dibuktikan adanya

I‟tikad tidak baik dari tindakan majelis tersebut.

d. Bahwa menurut surat edaran Mahkamah Agung RI No. 9 tahun 1976, segala

bentuk gugatan terhadap majelis arbitrase adalah merupakan perbuatan yang salah

dan keliru serta bertentangan dengan hukum.

e. Bahwa apa yang dilakukan oleh Pemohon telah menyalahi praktek Internasional

sebagaimana Pasal 36 UNCITRAL ARBITRATION RULES (1976).

Menimbang, bahwa pertama-tama Majelis akan mempertimbangkan dalildalil

eksepsi Termohon I dan Termohon II, sebagai berikut:

1. Tentang Wewenang Mengadili

Menimbang, bahwa dasar perUndang-Undangan yang dijadikan dasar eksepsi

Termohon I dan Termohon II dalam hal ini adalah Pasal 60 dan 70 huruf a, b dan

c UU No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa

beserta penjelasannya serta Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 18 tahun 2008

tentang eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syari‟ah. Pasal-Pasal mana juga

dijadikan landasan hukum oleh Pemohon.

Menimbang, bahwa dalil eksepsi Termohon I dan Termohon II yang menyatakan

berdasarkan Pasal 60 dan 70 UU no. 30 tahun 1999 tentang arbitrase Pengadilan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 199: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Agama Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara pembatalan putusan

BASYARNAS. Majelis hakim berpendapat, pendapat tersebut tidak dapat

dibenarkan karena menurut majelis perkara ini merupakan sengketa perbankkan

syariah yang menurut Pasal 49 UU No. 3 tahun 2006 tenntang perubahan atas UU

No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, jo. Pasal 55 UUNo. 21 tahun 2008

tentang Perbankkan Syari‟ah secara tegas menentukan penyelesaian sengketa

Perbankkan Syari‟ah dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan

Agama;

Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 60 UU No. 30 tahun 1999 yang menyatakan

putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan

mengikat harus diartikan apabila tidak ada upaya pembatalan putusan tersebut

sesuai ketentuan Pasal 70 UU No. 30 tahun 1999 yang diajukan sesuai ketentuan

Pasal 71 dan Pasal 72 UU tersebut.

Menimbang, bahwa telah ternyata permohonan pembatalan putusan

BASYARNAS ini diajukan oleh Pemohon secara tertulis ke Pengadilan Agama

Jakarta Pusat dalam waktu kurang dari 30 hari terhitung sejak hari penyerahan dan

pendaftaran putusan BASYARNAS kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat

sehingga dengan demikian permohonan Pemohon in Cassu telah diajukan sesuai

dengan ketentuan dan tenggang waktu yang telah ditetapkan oleh undangundang;

Menimbang, bahwa tentang kenapa perkara ini diajukan ke Pengadilan Agama

Jakarta Pusat, bukan ke Pengadilan Negeri sebagaimana bunyi Pasal 71 dan 72

UU No. 30 tahun 1999 majelis hakim berpendapat sudah benar dan tepat, karena

kecuali telah sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 3 tahun 2006 dan UU No. 21

tahun 2008 sebagaimana tersebut diatas majelis juga berpendapat

jikalau tentang kewenangan eksekusi atas putusan BASYARNAS sebagaimana

diatur dalam Pasal 60 sampai dengan 64 UU No. 30 tahun 1999 oleh Mahkamah

Agung RI dengan surat edarannya Nomor 08 tahun 2008 dinyatakan sebagai

wewenang Pengadilan Agama. Maka menurut logika yuridis segala sengketa

tentang perbankkan syari‟ah termasuk pembatalan putusan BASYARNAS atas

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 200: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

sengketa perbankkan syari‟ah harus pula menjadi wewenang Pengadilan Agama.

Dengan demikian kalimat Pengadilan Negeri yang termuat dalam UU No. 30

tahun 1999, khusus yang berkaitan dengan BASYARNAS harus dibaca

Pengadilan Agama;

Menimbang, bahwa telah ternyata pula bahwa dalam melaksanakan ketentuan

dalam Pasal 59, 61 dan 62 ayat (1), UU No. 30 tahun 2008 tentang Arbitrase.

BASYARNAS telah mendaftarkan putusannya dimaksud kepada Pengadilan

Agama Jakarta Pusat, tidak lagi ke Pengadilan Negeri, maka Majelis hakim

berkeyakinan telah ada kesadaran sejak semula dari majelis arbiter BASYARNAS

dan pihak-pihak yang bersengketa dalam putusan BASYARNAS ini tentang

adanya kewenangan Pengadilan Agama terhadap sengketa perbankkan syari‟ah

ini. Oleh karena itu Termohon I dan Termohon II seharusnya juga menyadari

bahwa perkara pembatalan atas putusan BASYARNAS adalah merupakan

sengketa syari‟ah yang penyelesaiannya berada pada Pengadilan Agama;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas

majelis hakim berpendapat bahwa perkara ini masuk dalam wewenang Pengadilan

Agama Jakarta Pusat dan oleh karena itu eksepsi Termohon I dan Termohon II

tentang tidak berwenangnya Pengadilan Agama Jakarta Pusat harus ditolak;

2. Tentang Error In Persona

Menimbang, bahwa tentang eksepsi dari Termohon I dan Termohon II berupa

Error In Persona Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah Majelis Arbiter

BASYARNAS yang didudukkan sebagai Termohon I merupakan bentuk salah

orang dan dengan demikian berakibat permohonan ini cacat formil atau tidak;

Menimbang, bahwa pada prinsipnya dalam menentukan sah dan tidaknya

seseorang sebagai pihak dalam berperkara adalah terdiri dari orang-orang yang

terlibat langsung dalam suatu sengketa, apabila orang-orang yang terlibat

langsung tidak ditarik sebagai Termohon, maka dikawatirkan gugatan akan

mengandung cacat Plurium litis consortium (gugatan kurang pihak), oleh karena

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 201: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

itu majelis hakim berpendapat bahwa Majelis Arbiter BASYARNAS adalah orang

yang terlibat langsung dalam perkara ini, sehingga penarikan Majelis Arbiter

BASYARNAS sebagai pihak Termohon dapat dipertimbangkan;

Menimbang, bahwa telah ternyata pula, bahwa posita yang didalilkan oleh

Pemohon sangat erat kaitannya dan mengenai apa yang telah dilakukan sendiri

oleh majelis arbiter, sehingga menurut majelis hakim, agar putusan dalam perkara

ini dapat menjangkau semua orang yang terlibat dan terkait, maka majelis arbiter

BASYARNAS justru harus dijadikan pihak Termohon dalam perkara ini, namun

sesuai dengan Pasal 21 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang arbritrase dan

alternatip penyelesaian sengketa, kedudukan Majelis Arbiter BASYARNAS

sebagai Termohon I, dalam perkara ini harus diartikan tidak dalam rangka

pertanggung jawaban hukum apapun;-

Menimbang, bahwa terhadap argumentasi Termohon I tentang Majelis arbiter

tidak dapat dijadikan pihak berdasarkan Pasal 3 UU No. 4 taghun 2004 tentang

kekuasaan kehakiman, karena status dan kedudukan majelis arbiter sama dengan

majelis hakim di Pengadilan Negeri, majelis hakim berpendapat bahwa majelis

arbiter tidaklah sama status dan kedudukannya dengan majelis hakim Pengadilan

Negeri, karena pengertian hakim sebagaimana maksud Pasal 1 (5) UU No. 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah hakim pada Mahkamah Agung

dan hakim pada badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan

peradilan umum, lingkungan peradilan Agama, lingkungan peradilan militer,

lingkungan peradilan Tata usaha Negara dan hakim pada pengadilan khusus yang

berada dalam lingkungan peradilan tersebut. Sedangkan arbiter sebagaimana

maksud Pasal 1 (7) UU No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase adalah seorang atau

lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh

Pengadilan Negeri atau lembaga arbitrase untuk memberikan putusan mengenai

sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 202: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan–pertimbangan tersebut diatas,

majelis hakim berpendapat eksepsi Termohon I dan Termohon II tentang Error In

Persona dalam permohonan ini harus ditolak;

DALAM POKOK PERKARA

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah

sebagaimana tersebut diatas;

Menimbang, bahwa Pemohon sesuai posita permohonannya mendalilkan bahwa

Putusan Badan Arbritrase Syariah Nasional ( BASYARNAS ) Nomor 16/Tahun

2008/BASYARNAS/Ka.Jak tanggal 16 September 2009, yang mengadili sengketa

perbankan syariah antara PT. Bank Syariah Mandiri, dalam hal ini adalah

Pemohon, dengan nasabahnya, PT. Atriumasta Sakti , yang dalam hal ini adalah

Termohon II, dinilai oleh Pemohon mengandung beberapa cacat hukum yang

berakibat dapat dibatalkannya putusan tersebut sesuai ketentuan Pasal 70 Undang-

Undang No. 30 tahun 1999, antara lain, Putusan diambil secara tipu muslihat yang

dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.

Selanjutnya menurut Pemohon :

� Isi amar putusan secara substansi tidak logis yuridis dan bertentangan satu sama

lain ;

� Isi amar putusan tidak dapat lagi menjadi rujukan dalam pelaksanaan isi

putusan dan bertentangan dengan sifat final and binding dari putusan arbritrase;

� Isi amar putusan telah mereduksi dan atau menghilangkan hak-hak Pemohon

yang dijamin Undang-Undang ;

� Isi amar putusan melanggar ketentuan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999

tentang Arbritase dan alternatip penyelesaian sengketa ;

Atas dasar dan alasan tersebut, Pemohon memohon dalam petitumnya agar

Pengadilan Agama Jakarta Pusat pada pokoknya “ Membatalkan Putusan Badan

Arbritrase Syariah Nasional ( BASYARNAS ) tersebut diatas “ ;-

Menimbang, bahwa pada dasarnya baik Termohon I mapun Termohon II menolak

dalil dan alasan yang dikemukakan Pemohon tersebut khususnya dalil dan alasan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 203: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

yang menyebutkan bahwa Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang

dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa ;-

Menimbang, bahwa Pemohon telah mengajukan bukti surat P. 1 sampai dengan P.

12, sedangkan Termohon I tidak mengajukan bukti-bukti, Termohon II telah

mengajukan bukti T II. 1, T.II. 2 dan T.II. 3 ;-

Menimbang, bahwa bukti-bukti surat yang diajukan Pemohon tersebut adalah

Fotokopi telah bermeterai cukup dan sebagian telah sesuai aslinya yaitu P.3 dan P.

4 dan sebagian lainnya yaitu P. 1, P. 2 dan P. 5 sampai dengan P. 11 tidka

diperlihatkan aslinya karena menurut Pemohon asli surat-surat tersebut ada pada

Termohon II dan P. 7 karena disaat itu ditujukan kepada Termohon I maka

menurut Pemohon aslinya ada pada Termohon I ;-

Menimbang, bahwa baik Termohon I maupun Termohon II tidak menyangkal

secara langsung terhadap bukti-bukti surat yang dikatakan Pemohon bahwa asli

surat-surat bukti tersebut ada di tangan Termohon I dan Termohon II, sehingga

oleh karenanya bukti-bukti tersebut dapat dipertimbangkan ;

Menimbang, bahwa bukti T II. 1 sampai dengan T.II. 3 yang diajukan Termohon

II adalah fotokopi yang telah bermetari cukup dan telah sesuai aslinya sehingga

dapat dipertimbangkan.

Menimbang, bahwa berdasarkan keberatan dan bantahan Termohon I dan

Termohon II terhadap permohonan Pemohon agar Pengadilan Agama Jakarta

Pusat membatalkan Putusan BASYARNAS ini dikarenakan antara lain sesuai

ketentuan Pasal 70 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 bahwa Putusan arbritase

baru dapat diajukan permohonan pembatalannya apabila putusan tersebut diduga

mengandung unsur-unsur yang antara lain “ ……. Putusan diambil dari hasil

tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan

sengketa “ , Ternyata menurut Termohon I dan Termohon II dalam

kesimpulannya, Pemohon tidak mampu membuktian adanya unsur tipu muslihat

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 204: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

yang dilakukan, sebab pengajuan pembatalan dengan dasar tipu muslihat tanpa

didukung oleh alat bukti berupa Putusan Pengadilan Pidana yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, maka alasan permohonan pembatalan tersebut

tidak sah menurut hukum, dengan demikian permohonan tersebut harus ditolak

karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam

penjelasan Pasal 70 Undang-Undang No. 30 tahun 1999.

Menimbang, bahwa oleh karena alasan utama permohonan untuk membatalkan

putusan BASYARNAS ini antara lain adanya “ Unsur tipu muslihat “, dan

Termohon I serta Termohon II telah mendifinisikan “ tipu muslihat “ itu secara

normatif sesuai penjelasan Pasal 70 Undang-undnag No. 30 tahun 1999 yang

dipersepsikan lebih jauh oleh Termohon I dan Termohon II dengan keharusan

adanya Putusan Pengadilan Pidana yang telah memperoleh kekauatan hukum

tetap, maka untuk lebih jelasnya dan dalam rangka memenuhi rasa keadilan bagi

semua pihak, disini Majelis Hakim perlu mengkonstruksi lebih jauh definisi “ tipu

muslihat “ yang terdapat dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 30 tahun 1999

apakah benar tipu muslihat disini berkonotasi pidana dan harus ada putusan

Pengadilan lain terlebih dahulu yang memutus tentang adanya tipu muslihat itu,

kalau seandainya demikian lalu bagaimana dengan limit 30 ( tiga puluh ) hari

perkara pembatalan putusan BASYARNAS harus diputus sejak didaftarkan

putusan arbritrase itu di Pengadilan;-

Menimbang, bahwa apabila definisi “ tipu muslihat “ itu telah jelas dari berbagai

perspektif, selanjutnya perlu pula diproyeksikan apakah dalam pemeriksaan

sengketa BASYARNAS terdapat tipu muslihat yang dilakukan salah satu pihak

atau tidak ;-

Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim pengertian “ tipu msulihat “ disini

harus dimaknai secara lebih luas dan harus dilihat dari berbagai persfektif, baik

pidana, perdata bahkan aspek syari‟ah harus lebih ditonjolkan sebab ini adalah

transaksi yang bermuatan syari‟ah sehingga aspek syar‟i harus lebih diutamakan,

dalam arti jangankan penipuan yang dilakukan secara kongkrit dan kasat mata,

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 205: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

penipuan-penipuan terselubung saja bisa berakibat patal disisi Allah , SWT dan

Rosulullah, SAW ;-

Menimbang, bahwa apabila perkataan “ tipu muslihat “ itu dikonotasikan lebih ke

pidana sehingga perkataan itu berimplikasi pada keharusan adanya putusan

pengadilan secara pidana sebelum perkara pembatalannya diajukan, maka ini

artinya, kesempatan Pemohon untuk mengajukan permohonan pembatalan

Putusan BASYARNAS itu akan menjadi hilang sebab secara limitatif Undang-

Undang No. 30 tahun 1999 membatasi waktu permohonan itu diajukan ke

Pengadilan dalam tempo 30 ( tiga puluh ) hari sejak perkara itu didaftarkan di

Kepaniteraan Pengadilan Agama, kecuali itu azas Peradilan cepat, sederhana dan

biaya ringan akan menjadi terabaikan karena terjebak dengan birokrasi peradilan

yang bertele-tele akibat konstruksi dan interpretasi Pasal dan ayat yang

bertendensi ;-

Menimbang, bahwa oleh karena pembuat Undang-Undang No. 30 Tahun 1999,

memformulasikan perkataan “ tipu muslihat “ dengan tidak dibatasi ( Muqoyyad

) artinya tidak dikhususkan pada pengertian tertentu maka terhadap perkataan itu

berlakulah kaidah ushul fiqih yang sudah menjadi teori yang baku dikalangan

fuqoha, yaitu " ”بب س صى ص ال خ فظ ال ب ل عوى م ال برة ب ع ال

(yang harus dianggap itu adalah umumnya lafazh (perkataan) bukan khususnya

yang menyebabkan terjadinya suatu perbuatan), maksudnya adalah makna hukum

harus dipahami dari susunan kalimatnya bukan dilihat dari latar belakang

peristiwa hukum itu muncul. Sehingga dengan demikian perkataan “ tipu

muslihat “ itu harus diberi pengertian yang bersifat umum, dalam arti bisa

berkonotasi pidana atau perdata ;-

Menimbang, bahwa untuk memperkuat tafsir bahwa perkataan “ tipu muslihat “

itu bukan klaim dan monopoli ranah hukum pidana ansich tapi juga bisa ranah

hukum perdata, Majelis Hakim disini dapat mengemukakan istilah “ Bedrog “

atau penipuan dalam ranah hukum perdata sebagaimana disebutkan dalam Pasal

1321 KUHPerdata “ Tiada sesuatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 206: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

diberikan karena kekhilapan atau diperoleh dengan paksaan atau “penipuan”.

Lebih jauh Pasal 1328 KUH Perdata menegaskan bahwa

penipuan merupakan satu alasan untuk mebatalkan suatu persetujuan, bila

penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga

nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa

adanya tipu muslihat;

Menimbang, bahwa perkataan “ tipu muslihat ” dalam kepustakaan hukum islam

lebih di kenal dengan istilah “ Ghorror ” bahkan dalam sebuah hadist Rasulullah

SAW menyebutnya dengan istilah “ Ghosysy ” hal ini dikemukakan dalam kitab

“Shubulussalam” Juz III kitabul Buyu„ ” yang menerangkan bahwa ketika

Rasulullah menginspeksi ke pasar di Madinah, beliau mendapatkan pedagang

korma yang mencampuradukkan dagangannya yang kering dan yang basah

dengan menyimpan yang basah dibawah dan yang kering diatas (untuk

memperberat timbangan dan mengelabui konsumen), maka begitu hal itu

diketahui oleh Rasulullah SAW, beliau langsung bersabda dengan mengancam:

نً يس ه ل قد غش وهي غش ف سل ف ت هي اغ

Artinya : Barangsiapa yang membasahi (kurmanya supaya lebih berat) maka

sesungguhnya dia telah tidak transparan (menipu) dan barang siapa yang tidak

transparan (menipu dalam transaksi) maka tidaklah dia masuk golonganku

(bukan muslim); (ashshon‟any, subulussalam, TT, Dahlan, Bandung, Jilid III, hal

29)

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka Majelis

Hakim berpendapat bahwa perbuatan “ tipu muslihat ” yang terdapat dalam Pasal

70 huruf C Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, bisa juga berkonotasi perdata,

bahkan syari‟ah, yang tentunya baik proses maupun akibatnya, harus melalui

proses dan berakibat perdata pula, oleh karenanya klausula yang terdapat dalam

penjelasan Pasal 70 Undang-Undang itu yang menyebutkan bahwa “ alasan-

alasan permohonan pembatalan disebut dalam Pasal ini harus dibuktikan

dengan putusan Pengadilan …” maka menurut Majelis Hakim putusan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 207: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Pengadilan disini adalah pengadilan yang memeriksa perkara itu yakni dalam hal

ini adalah Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

Menimbang, bahwa oleh karena berdasarkan Penetapan Majelis Hakim No.

792/Pdt.G/2009/PA.JP tanggal 1 Nopember 2009 dan perubahannya tanggal 27

Nopember 2009, Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat telah menunjuk Majelis

Hakim untuk memeriksa dan memutus perkara ini, maka Majelis Hakim

berwenang untuk memeriksa dan memutus persolan tipu muslihat ini, sehingga

sebelum mengabulkan atau menolak permohonan Pemohon, terlebih dahulu akan

membuktikan dan memutus mengenai ada atau tidak adanya “ tipu muslihat “

yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.

Menimbang, bahwa oleh karena yang dijadikan alasan permohonan pembatalan

putusan BASYARNAS ini oleh Pemohon adalah antara lain “ Putusan diambil

dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam

pemeriksaan sengketa “, maka dalam kontek ini mau tidak mau Majelis Hakim

harus mempertimbangkan pertimbangan-pertimbangan putusan BASYARNAS

No.16/tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak tanggal 16 September 2009

dihubungkan dengan bukti-bukti yang diajukan pihak-pihak berperkara.

Menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan bahwa selain perkataan “

tipu muslihat “ secara yuridis harus dimaknai tidak dalam arti picik, juga untuk

lebih jelasnya secara etimologis kosa kata “ tipu muslihat ” itu harus

didepinisikan sedemikian rupa.

Menimbang, bahwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kosa kata “ tipu

muslihat “ berasal dari kata “ tipu “ , yang artinya adalah perbuatan atau

perkataan tidak jujur, (bohong, palsu, dsb) dengan maksud untuk menyesatkan,

mengakali, atau mencari untung, padanannya adalah kata tipu daya, yang

artinya adalah terutama, kecurangan yang merugikan orang lain.

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 208: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Kemudian berkembang menjadi kata tipu muslihat yang dalam peperangan

diartikan siasat/strategi untuk memenangkan perang (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Edisi II tahun 2005);

Menimbang, bahwa berdasarkan pengertian tersebut maka “ tipu muslihat “ bisa

didepinisikan sebagai, perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong,

palsu atau curang) dengan maksud untuk mengakali dengan mencari

keuntungan sendiri dan merugikan orang lain ;-

Menimbang, bahwa berangkat dari pengertian “ tipu muslihat “ tersebut dalam

kontek perkara ini perlu pertimbangan apakah dalam Putusan BASYARNAS

No.16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak, ada perbuatan “ tipu muslihat “ atau

tidak. Untuk itu dipertimbangkan sebagai berikut ;-

Menimbang, bahwa sesuai bukti P-3 Pemohon dengan Termohon II telah saling

mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian yang tertuang dalam akad pembiayaan

Al Murabahan No. 53/2005 tanggal 23 Februari 2005 yang dibuat dihadapan

Notaris EFRAN YUNIARTO, SH di Jakarta.

Menimbang, bahwa Pemohon dengan Termohon II telah memenuhi syarat baik

secara subjektif maupun secara objektif untuk melakukan perbuatan hukum

berupa perjanjian terlebih dihadapan Notaris yaitu EFRAN YUNIARTO,SH

sehingga keluar “Akad Pembiayaan Al-Murabahah No. 53 tanggal 23 Februari

2005 “ maka Majelis Hakim harus menganggap bahwa apa yang diperbuat oleh

Pemohon dengan Termohon II adalah sah secara hukum karena mereka

melakukannya sama-sama ridho, sehingga “ akad Al-Murabahah No. 53/2005

sebagai produk perbuatan hukum dihadapan Notaris adalah sah sebagai akta

notariel kecuali dapat dibuktikan sebaliknya “ ;-

Menimbang, bahwa oleh karena akad Al-Murabahah No. 53/2005 tersebut telah

dianggap sah secara hukum maka nasabah yaitu Iwan setiawan alias Iwan

Soetiawan, dahulu bernama So (Souw) Wie See dan Indra Cahya, bertindak untuk

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 209: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

dan atas nama Perseroan Terbatas PT.ATRIUMASTA SAKTI sebagai Direktur &

Wakil Direktur, dan pihak Bank yaitu Intan Pribadi sebagai Kepala Divisi

pembiayaan Korporasi Dua (II) Perseroan Terbatas PT. Bank Syari‟ah Mandiri,

yang terlibat dalam akad Al-Murabahah itu dituntut harus melaksanakan prestasi

dan kontra prestasi sebagaimana isi dari pada akad itu, dimana pihak perbankan

berkewajiban untuk menyediakan pasilitas pembiayaan Al-Murabahah sebesar

Rp. 35.000.000.000 (tiga puluh lima milyar rupiah) untuk digunakan pembelian

bahan material dan jasa guna pembangunan proyek Rukan Soho Carbela Square ,

sedangkan nasabah sebagai pihak berhutang berkewajiban untuk membayar

utangnya sekaligus dengan margin sebagai Ceiling Price yang sesuai perjanjian

mereka.

Menimbang, bahwa penarikan pembiayaan sesuai ketentuan Pasal 3 akad Al-

Murabahah, dilakukan secara bertahap sesuai dengan proses penyelesaian proyek

yaitu kesemuanya setelah nasabah memenuhi persyaratan, antara lain sebagai

berikut:

Pasal 3 ayat (4) Nasabah telah menyetor dana untuk pembayaran biaya

administrasi, notaris, dan biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan pasilitas

pembiayan yang diberikan .

Pasal 3 ayat (10) Nasabah telah menunjukkan seluruh dokumen asli serta foto

copynya yang berhubungan dengan perizinan pembangunan Rukan Soho

Carbela Square.

Pasal 3 ayat (23) Nasabah telah menyetor Self Financing secara bertahap

sejumlah porsi Nasabah yang sesuai dengan Cash How yang telah dibuat oleh

Bank, yaitu sebesar Rp. 11.804.848.915 (sebelas milyar delapan ratus empat

juta delapan ratus empat puluh delapan ribu Sembilan ratus lima belas rupiah).

Menimbang, bahwa oleh karena antara Pemohon dan Termohon II sebagai pihak

Bank & Nasabah sudah saling berjanji sebagaimana akad Al-Murabahah No.

53/2005 tersebut diatas maka mereka berkewajiban untuk menunaikan janjijanji

mereka tersebut. Sebab perjanjian yang dibuat oleh mereka berlaku sebagai aturan

yang mengikat kepada mereka yang membuatnya sehingga hal itu tidak bisa

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 210: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

dilanggar oleh kedua belah (Vacta Sunservanda) secara syar‟I hal ini dipertegas

oleh Rasulullah SAW.

( يذمرتلا هاور )الوسلوىى على شروطهن إال شرطا ّحرم حال ال أو أحّل حراها

Artinya : Syarat-syarat (perjanjian) yang dibuat oleh sesama muslim adalah

mengikat mereka, kecuali mereka membuat syarat/perjanjian yang

menghalalkan sesuatu yang haram atau mengharamkan sesuatu yang halal (

HR. Tirmidzi). (Ashshon‟ani/Au Bakar Muhammad (Terjemahan), Subulussalam,

Juz III, Al-Ikhlas, Surabaya 1995: 207/208) ;-

Menimbang, bahwa ternyata terdapat fakta bahwa pihak-pihak telah tidak

melaksanakan prestasi sebagai kewajibannya sesuai kesepakatan mereka

sebagaimana tertuang dalam akad Al-Murabahah No.53/2005 itu;-

Menimbang, bahwa selintas, sesuai bukti P-1 yang bermaterai cukup tetapi tidak

dileges, namun hal itu dikuatkan dengan bukti yang sama yang diajukan

Termohon II, yaitu bukti T.II.1, Majelis Hakim menilai bahwa Pemohon telah

terlebih dahulu melanggar kesepakatan itu karena tidak melaksanakan prestasi

berupa pencairan pembiayaan tahap kedua dan seterusnya disaat Termohon II

memerlukan pembiayaan itu untuk melanjutkan konstruksi gedung Rukan yang

digarap Termohon II (Nasabah), dan Majelis Hakim semula memberikan

penilaian yang sama seperti majelis BASYARNAS (Termohon I) bahwa

Pemohon telah berbuat zholim kepada Termohon II bahkan sebagai khianat;

namun ternyata setelah dicermati lebih jauh dengan melakukan penelaahan

terhadap bukti P-1 dan bukti T.II.1 dihubungkan dengan bukti P-3 terdapat fakta

lain bahwa Pemohon tidak melaksanakan prestasi lanjutan sebagai implementasi

dari akad Al-Murobahah No. 53/2005 itu dikarenakan Termohon II sebagai

Nasabah tidak melaksanakan kontra prestasi sebagaimana disyaratkan di Pasal 3

ayat (4), ayat (10) dan ayat (23) akad Al-Murobahah itu ;-

Menimbang, bahwa dengan tidak bermaksud mengenyampingkan syaratsyarat

lainnya yang harus dipenuhi Termohon II sebagaimana akad Al- Murobahah,

Majelis Hakim menilai bahwa IMB merupakan dokumen yang sangat penting dan

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 211: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

strategis untuk sebuah bangunan di pusat kota, terlebih untuk sebuah Rukan

seperti Rukan Soho Carbela Square yang didirikan dipusat ibu kota Jakarta, sebab

jika hal ini menyalahi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), bisa saja karena

ketiadaan IMB pihak Pemkot/Pemprop membongkar bangunan tersebut karena

dianggap liar, sehingga berakibat kerugian di pihak perbankan, oleh karenanya

Majelis Hakim berpendapat bahwa dokumen IMB sebagai sebuah persyaratan itu

sangat prinsip dan tidak bisa dianggap sepele apalagi hal ini termasuk dalam

perjanjian pokok yang termuat dalam akad Al-Murobahah Pasal 3 ayat (10) yang

diperkuat surat pernyataan Termohon II tanggal 2 Maret 2005 (P-4) ;-

Menimbang, bahwa persyaratan yang diwajibkan berupa IMB tersebut rupanya

tidak secara palid dan cermat dipertimbangkan oleh Majelis Arbitrase (Termohon

I) sebab ketika mempertimbangkan bukti pada pertimbangan hukumnya di point

huruf K tentang bukti-bukti, Termohon I menganggap bahwa IMB merupakan

syarat susulan ;-

Menimbang, bahwa untuk lebih jelasnya pertimbangan Majelis Arbitrase

mengenai IMB ini dapat dikemukakan pertimbangannya pada huruf K angka

22,23,24,25 dan 27, yang lengkapnya adalah sbb :

22. Sehubungan dengan pencairan pertama senilai Rp. 2.200.000.000,- (dua

miliar dua ratus juta rupiah) (Bukti surat P-19E) No. 7/031/SP/DPK2 tanggal 2

Maret 2005 Perihal: Persetujuan Pencairan Pembiayaan, surat mana tidak

ditandatangani Termohon, akan tetapi telah disetujui Pemohon, timbul

pertanyaan mengapa Bank tidak sejak semula mensyaratkan dalam akad no. 53

adanya 1MB, namun persyaratan tersebut baru muncul ketika akan dilakukan

pencairan kedua; Dengan demikian, sejalan dengan pendapat Bank sendiri,

berarti Bank telah tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian pada saat pencairan

~ pertama dan baru melaksanakan prinsip kehati-hatian itu padapencairan

kedua;

23. Benar oleh Pemohon telah dibuat SURAT PERNYATAAN tertanggal 02 Maret

2005 yakni setelah pencairan biaya pertama tanggal 02 Maret 2005 dimana

Pemohon dituntut membuat surat penyataan, tetapi tidak ditandatangani

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 212: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Pemohon dengan alasan bahwa perlengkapan dokumen perijinan

Pembangunan Rukan Soho Carbella Square dianggap berlebihan (P-17, P-18A)

dan (P-18B); Majelis Arbiter berpendapat bahwa Surat Pernyataan yang dibuat

setelah akad al-Murabahah ditandatangani bertcntangan dengan Prinsip

Syariah;

24. Dengan permintaan Termohon kepada Pemohon untuk membuat surat

pernyataan tersebut diajukan oleh Termohon setelah akad al-Murabahah

ditandatangani, Majelis Arbiter berpendapat bahwa Termohon telah berlaku

sewenang-wenang terhadap Pemohon di samping berdasarkan sifat akad al-

Murabahah persyaratan yang ditambahkan setelah akad al-Murabahah

ditandatangani adalah dilarang (haram) karena itu tidak berlaku;

25. Sehubungan dengan sikap Termohon yang demikian itu terhadap Pemohon,

maka benarlah pendapat Pemohon bahwa Termohon telah bertindak yang

bersifat penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden);

27. Dari pernyataan kesanggupan tanpa syarat tersebut bagaimana mungkin

Pemohon dapat memenuhi janji tanpa syarat, bila dalam kenyataan fasilitas

pembiayaan tidak berjalan sebagaimana mestinya, sebagai akibat Termohon

menunda pencairan pembiayaan susulan dengan alasan karena Pemohon tidak

dapat menyerahkan 1MB d.1.1. sebagaimana dipersyaratkan oleh Termohon

belakangan setelah Akad No,53 ditandatangani sebagaimana dikemukakan di

atas; Berkenaan dengan itu, Majelis Arbiter berpendapat bahwa Termohon telah

bertindak zalim terhadap Pemohon yang sangat dilarang dalam Islam;

Menimbang, bahwa dalam pertimbangan tersebut diatas Majelis Arbitrasi

mengulang, paling tidak tiga kali, mengemukakan kata-kata bahwa IMB

merupakan persyaratan yang yang ditambahkan atau dipersyaratkan belakangan

setelah Akad No. 53/2005 ditandatangani, untuk jelasnya hal ini dapat dilihat dan

dikemukakan pertimbangn tersebut pada hurup K sebagai berikut:

- 22. .....mengapa bank tidak sejak semula mensyaratkan dalam akad No.53/2005

adanya IMB..... ;-

- 23. .....perlengkapan dokumen perizinan pembangunan rukan soho carbilla

square dianggap berlebihan...;-

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 213: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

- 24. .....persyaratan yang ditambahkan setelah akad al murabahah

ditandatangani risalah dilarang (haram)...;-

- 27. .....Pemohon tidak dapat menyerahkan IMB dll sebagaimana dipersyaratkan

oleh Termohon I belakangan setelah akad No 53/2005 ditandatangani... ;-

Menimbang, bahwa oleh karena persyaratan IMB telah nyata terdapat dalam

materi pokok akad Al-Murobahah No. 53/2005 yaitu Pasal 3 ayat 10 yang bukan

persyaratan susulan sebagaimana anggapan Majelis Arbitrase, walaupun harus

diakui memang benar ada pernyataan dari Termohon II pada tanggal 2 Maret 2005

untuk mempertegas persyaratan yang ada dalam akad Al-Murobahah mengenai

IMB itu, sehingga Majelis Hakim menganggap bahwa Majelis Arbritrase (

Termohon I ) telah luput mencermati persyaratan yang terdapat dalam akad

almurabahah Pasal 3 ayat 10 sebagai kontra prestasi yang semestinya wajib

dipenuhi oleh Termohon II.

Menimbang, bahwa bahwa oleh karena Termohon II telah tidak memenuhi

perjanjian sebagaimana yang disyaratkan dalam akad al-murabahah No.53/2005,

maka menurut pendapat Majelis Hakim sudah sewajarnya apabila Pemohon tidak

mencairkan pembiayaan pada tahap kedua kepada Termohon II, hal ini sebagai

konsekwensi atas kelalaian Termohon II memnuhi kontra prestasi yang menjadi

kewajibannya ;-

Menimbang, bahwa fakta lain yang menjadi catatan Majelis Hakim adalah

pengurusan IMB oleh Termohon II dengan biaya diatas 3 Milyar melalui jasa

konsultan/kontraktor H.Jayadi Kusumah, SH yang memakan waktu bertahuntahun

namun tidak kunjung selesai, padahal sebelumnya dijanjikan dalam hitungan

bulan IMB tersebut selesai, akan tetapi hal ini oleh Termohon I tidak

dipertimbangkan sama sekali dengan dalih bahwa IMB merupakan perjanjian

tambahan, dan persyaratan yang ditambahkan setelah akd al-murbahah

ditandatangani, menurut Termohon ,I adalah dilarang ( haram ) sehingga

Pemohon dianggap telah bertindak yang bersifat penyalahgunaan keadaan

(misbruik van omstandigheden) ;-

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 214: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Menimbang, bahwa menurut pendapat Majelis Hakim suatu perjanjian yang

ditambahkan dari perjanjian pokok selama disepakati oleh para pihak adalah

dibenarkan secara syar‟i kecuali memperjanjikan yang halal menjadi haram atau

sebaliknya, terlebih lagi terhadap akad No.53/2005 terjembatani dengan Pasal

addendum yang ada di Pasal 18 penutup, dan terhadap hal itu majelis hakim

menganggap bukanlah penambahan akan tetapi sebagai penegasan terhadap

sesuatu yang telah ada dan telah diperjanjikan sebelumnya;

Menimbang, bahwa selain fakta tersebut diatas, Termohon II ternyata telah

mengabaikan persyaratan lainnya, yaitu yang terdapat di Pasal 3 ayat (4) dan Pasal

3 ayat (23) akta al-murabahah No.53/2005 yaitu tidak membayar biaya notaries

dan tidak menyerahkan self financing, dimana hal inipun luput di pertimbangkan

Termohon I dalam putusannya ;-

Menimbang, bahwa bukti bantahan T. II terutama T.II.1 berupa fotokopi Putusan

Arbritrase bukalnah kontra bukti yang melemahkan fakta , sedangkan bukti T.II.2

dan bhukti T.II.3 tidak pula mampu mengkanter bukti, dalil-dalil dan alasan

Pemohon ;-

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas dihubungkan dengan

bukti persangkaan hakim, maka telah ternyata bahwa Termohon II telah

melakukan perbuatan yang mengindikasikan ketidakjujuran dalam bertransaksi ;-

Menimbang, bahwa indikator-indikator ketidakjujuran dari Termohon II dalam

bertransaksi dapat dilihat dan simpulkan dari hal-hal sebagai berikut :

� Termohon II telah ternyata tidak memenuhi persyaratan yang dijanjikan dalam

akta al-murabahah No.53/2005 Pasal 3 ayat (10) yakni berupa IMB yang

merupakan dokumen penting, yang dijanjikan sebelumnya selesai dalam hitungan

bulan sejak tahun 2004 sampai dengan sekarang belum juga diselesaikan ;-

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 215: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

� Termohon II telah ternyata mengabaikan persyaratan Pasal 3 ayat (4) dan Pasal

3 ayat ( 23 ) akta al-murabahah, yaitu berupa pembayaran biaya notaries dan tidak

menyerahkan self financing.

� Termohon II tidak beriktikad baik untuk menetralisir kegundahan Pemohon

mengenai syarat-syarat yang diajnjikan itu terutama yang berkaitan dengan IMB

dengan mencoba menghadirkan pelaksana jasa kontraktor H. Jayadi Kusumah, SH

untuk hadir sebagai saksi dipersidangan BASYARNAS dalam upaya konfirmasi

dan klarifikasi dari yang bersangkutan ;-

� Bahwa ternyata terhadap apa yang telah disimpulkan diatas oleh Termohon I

sebagai Majelis Arbritrase tidak dipertimbangkan.

Menimbang, bahwa oleh karena Termohon II telah melakukan perbuatan tidak

jujur, maka Majelis Hakim dapat menetapkan bahwa perbuatan tidak jujur yang

dilakukan oleh Termohon II patut dikategorikan sebagai perbuatan “ tipu

muslihat “ , sebagaimana didefisikan dalam pertimbangan sebelumnya ;-

Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan Termohon II dikategorikan sebagai

perbuatan tipu muslihat, maka dalam kontek ini Majelis Hakim berkeyakinan

bahwa Putusan Termohon I sebagai Majelis Arbritrase diambil dari hasli tipu

muslihat yang dilakukan oleh Termohon II ;-

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas tanpa

mempertimbangkan bukti lain yang diajukan Pemohon dan Termohon II, Majelis

Hakim berpendapat bahwa Pemohon telah berhasil membuktikan dalil

permohonannya secara sah dan meyakinkan, sehingga oleh karenanya sesuai

dengan ketentuan Pasal 70 huruf c, Permohonan Pemohon harus dikabulkan ;-

Menimbang, bahwa karena apa yang dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam

putusan ini lebih mengarah kepada pembatalan karena putusan arbritrase diduga

mengandung unsur-unsur antara lain putusan diambil dari hasil tipu muslihat dan

tidak mengarah kemana-mana termasuk kepada isi amar putusan BASYARNAS,

oleh karenanya petitum No. 2 agar Majelis Hakim menyatakan cacat karena dalam

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 216: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

putusan BASYARNAS isi amarnya saling bertentangan satu sama lain harus

dikesampingkan dan tidak perlu dipertimbangkan lagi ;-

Menimbang, bahwa terhadap petitum No. 3 oleh karena telah terbukti T. II telah

melakukan perbuatan “ tipu muslihat “, maka permohonan Pemohon agar Majelis

Hakim membatalkan putusan BASYARNAS No.16/Tahun

2008/BASYARNAS/Ka.Jak yang diputuskan pada tanggal 16 September 2009

dan telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Pusat sesuai akta

pendaftaran No.01/BASYARNAS/2009/PAJP tanggal 12 Oktober 2009, adalah

dapat dikabulkan ;-

Menimbang, bahwa oleh karena putusan BASYARNAS akan dibatalkan, maka

sebagai akibat pembatalan putusan tersebut harus dinyatakan bahwa putusan

tersebut tidak berkekuatan hukum, sehingga oleh karenanya dengan

mempertimbangkan petitum subsider Majelis Hakim perlu menambahkan diktum

dalam putusan ini bahwa putusan BASYARNAS tidak mempunyai kekuatan

hukum.

Menimbang, bahwa oleh karena Termohon I dan Termohon II sebagai pihak yang

kalah dalam perkara ini seharusnya sesuai Pasal 181 HIR keduanya harus

dihukum untuk membayar biaya perkara, akan tetapi sesuai ketentuan Pasal 21

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 bahwa kepada Termohon I sebagai arbrirter

harus dibebaskan dari tanggung jawab hukum, sehingga dengan demikian biaya

perkara ini harus dibebankan sepenuhnya kepada Termohon II;-

Menimbang, bahwa hal-hal yang tidak dipertimbangkan dalam putusan ini

dinyatakan dikesampingkan;-

Mengingat, segala ketentuan perUndang-Undangan yang berlaku, dan dalil syar'i

yang bersangkutan dengan perkara ini;

MENGADILI

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 217: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

DALAM EKSEPSI:-

� Menolak eksepsi Termohon I dan T ermohon II seluruhnya ;-

DALAM POKOK PERKARA:-

1. Mengabulkan permohonan Pemohon ;-

2.Membatalkan Putusan BASYARNAS No. 16/Tahun

2008/BASYARNAS/Ka.Jak yang diputuskan pada tanggal 16 September 2009

dan yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakatrta Pusat sesuai

akta Pendaftaran No. 01/BASYARNAS/2009/PAJP tanggal 12 Oktober 2009 ;-

3. Menyatakan Putusan BASYARNAS No. 16/tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak

tanggal 16 September 2009 tersebut diatas tidak mempunyai kekuatan hukum;-

4. Membebankan biaya perkara kepada Termohon II yang hingga kini

diperhitungkan sebesar Rp. 306.000,- ( tiga ratus enam ribu rupiah ) ;-

Demikian diputuskan dalam permusyarawaratan Majelis Hakim Pengadilan

Agama Jakarta Pusat pada hari Kamis tanggal 10 Desember 2009 Masehi

bertepatan dengan tanggal 22 Dzulhijjah 1430, yang terdiri dari Drs. H. Masrum,

MH. sebagai Ketua Majelis dan Drs. H. Uyun Kamiluddin, SH, MH, Drs. H.

Ujang Soleh, SH, Drs. Yusran, MH dan Drs. Subuki, MH masing-masing

sebagai hakim-hakim Anggota, putusan mana oleh Ketua Majelis Hakim tersebut

pada hari itu juga diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dengan

didampingi oleh Hakim Anggota yang sama dan di bantu oleh Drs. Ach. Jufri,

SH sebagai Panitera dan dihadiri oleh Kuasa Hukum Pemohon, Kuasa Hukum

Termohon I dan Kuasa Hukum Termohon II;

Hakim Anggota, Ketua Majelis

Ttd. Ttd.

Drs. H. Uyun Kamiluddin, SH, MH, Drs. H. Masrum, MH.

Ttd.

Drs. H. Ujang Soleh, SH,

Ttd.

Drs. Yusran, MH

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 218: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Ttd.

Drs. Subuki, MH Panitera

Ttd.

Drs. Ach. Jufri, SH

Perincian Biaya Perkara :

1. Biaya Pendaftaran : Rp. 30.000,-

2. Biaya Panggilan : Rp. 265.000,-

3. Biaya Redaksi : Rp. 5.000,-

4. Materai : Rp. 6.000,- +

Jumlah : Rp. 306.000,-

( tiga ratus enam ribu rupiah ).

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 219: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

LAMPIRAN 2

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 220: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 221: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 222: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 223: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 224: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 225: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 226: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 227: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 228: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 229: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 230: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 231: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 232: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 233: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 234: TINJAUAN YURIDIS PENGELOLAAN RISIKO DAN · PDF fileuniversitas indonesia tinjauan yuridis pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara

Tinjauan yuridis..., Nafila Rahmawati, FH UI, 2012