TINJAUAN SADD AL-DZARI’AH TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI...

128
i TINJAUAN SADD AL-DZARI’AH TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAPI MENGANDUNG (STUDI KASUS PASAR SAPI SINGKIL DESA KARANGGENENG KECAMATAN BOYOLALI KABUPATEN BOYOLALI) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: SRI NURYANTI NIM: 33020160013 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2020

Transcript of TINJAUAN SADD AL-DZARI’AH TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI...

  • i

    TINJAUAN SADD AL-DZARI’AH

    TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAPI MENGANDUNG

    (STUDI KASUS PASAR SAPI SINGKIL DESA

    KARANGGENENG KECAMATAN BOYOLALI

    KABUPATEN BOYOLALI)

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

    Oleh:

    SRI NURYANTI

    NIM: 33020160013

    PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

    FAKULTAS SYARI’AH

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

    SALATIGA

    2020

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    MOTTO

    “Kalau Orang Lain Bisa Kenapa Saya Tidak” “Jangan Pernah Putus Asa dan Jangan Pernah

    Lelah Berdo’a Karena Dengan Do’a Mampu Merubah Segalanya”

  • vi

    PERSEMBAHAN

    Kupersembahkan skripsi ini kepada: Ibuku Panut, yang selalu mendo’akan, memberikan semangat,

    mendukungku dan kesabaran yang tiada henti-hentinya, yang selalu menemani dalam do’a dalam kondisi apapun, serta kasih sayangnya yang mengalir tiada henti-hentinya di sepanjang masa. Terimakasih

    untuk semuanya yang sudah engkau berikan.

    Kakak Tercinta Slamet Widodo, Suryadi, dan Wiyanto, yang selalu mendukungku, mencarikan rejeki untuk biaya kuliahku, membantu

    serta rela membagi waktunya dengan penuh Kesabaran dan Keikhlasan untuk menggapai keinginanku.

    Saya ucapkan terimakasih untuk orang spesialku Ahmad Amir Uddin Salim yang tak kenal lelah mendukung, mendampingi,

    dan juga selalu menyemangati dalam setiap langkahku.

    Kepada Dosen Fakultas Suari’ah yang telah mendidikku. Terima kasih kepada Bapak Dosen Yahya S. Ag., M.H.I yang sudah

    membimbing skripsiku. Teman terbaikku HES 2016 Rosalia, Sandra, dan teman-teman yang lain yang selalu menyemangati, kalian yang memberikan warna dalam

    hidupku. Almamater tercinta IAIN Salatiga yang penulis banggakan.

    Sahabatku Trima Hastuti dan Ahmad Setyawan, Nurfikah

    Rahmawati terimakasih sudah menyemangati, selalu memberi masukan-masukan yang baik, dan selalu menemaniku kemana-mana.

    Terimakasih kepada semua orang disekitarku yang selalu mendo’akan,

    memberi dukungan, dan menyemangati yang kalian semua berikan yang tidak bisa kusebutkan satu persatu, dan semoga kita semua

    sukses serta termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung dan selalu dalam lindungan-Nya. Amin

  • vii

  • viii

  • ix

    ABSTRAK

    Nuryanti, Sri. 2020. Tinjauan Sadd Al-Dzari’ah Terhadap Praktik Jual Beli Sapi

    Mengandung (Studi Kasus Pasar Sapi Singkil Desa Karanggeneng

    Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali). Skripsi. Fakultas Syari’ah.

    Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

    Pembimbing: Yahya, S. Ag., M.H.I.

    Kata kunci: Sadd al-Dzari’ah, Jual Beli, Sapi Mengandung.

    Penelitian ini berusaha membahas fenomena yang berkaitan dengan jual

    beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil. Fokus penelitian ini yaitu: 1)

    Bagaimana praktik jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil? 2) Apa

    dampak positif dan negatif yang ditimbulkan pada transaksi jual beli sapi

    mengandung di pasar sapi Singkil? 3) Bagaimana praktik jual beli sapi

    mengandung di pasar sapi Singkil ditinjau dari sadd al-dzari’ah?

    Sedangkan untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menggunakan

    jenis penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan

    yuridis normatif. Analisis datanya adalah deskriptif kualitatif yang berupa kata-

    kata tertulis atau lisan dan perilaku yang dapat diamati. Data dikumpulkan dan

    dianalisis menggunakan teori yang berkaitan dengan sadd al-dzari’ah.

    Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa praktik jual beli sapi

    mengandung di Pasar Sapi Singkil terjadi layaknya pada umumnya. Jual beli

    sudah memenuhi rukun, akan tetapi syarat dalam sebagian praktik masih ada yang

    belum terpenuhi yakni terdapat penjual bertidak sebagai pembeli sekaligus dengan

    tujuan mencari keuntungan dan kebanyakan pembeli tidak mengetahui kualitas

    sapi mengandung dengan pasti. Jual beli di pasar tersebut menimbulkan beberapa

    dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya adalah

    kemudahan serta kemurahan harga. Sedangkan dampak negatifnya adalah

    kerugian yang dialami oleh sebagian besar pembeli. Ditinjau dari sadd al-

    dzari’ah, praktik jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali. Jual

    beli tersebut hukumnya diperbolehkan apabila telah memenuhi rukun dan syarat

    jual beli dalam Islam. Namun, hukumnya haram jika tidak memenuhi rukun dan

    syarat jual beli serta terdapat unsur tadlis. Karena dampak negatifnya lebih besar

    daripada kemaslahatannya maka perbuatan itu hendaknya ditutup dan dicegah

    untuk sementara guna penertiban dan pengaturan yang sesuai dengan peraturan

    sadd al-dzari’ah.

  • x

    DAFTAR ISI

    COVER ................................................................................................................ i

    NOTA PEMBIMBING ....................................................................................... ii

    PENGESAHAN ................................................................................................. iii

    PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................ iv

    MOTTO .............................................................................................................. v

    PERSEMBAHAN .............................................................................................. vi

    KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii

    ABSTRAK ......................................................................................................... ix

    DAFTAR ISI ....................................................................................................... x

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5

    C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5

    D. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 6

    E. Penegasan Istilah……………………………………………………………………………….6

    F. Telaah Pustaka ....................................................................................... 7

    G. Metode Penelitian .............................................................................. 11

    H. Sistematika Pembahasan .................................................................... 16

    BAB II JUAL BELI DAN SADD AL-DZARI’AH

    A. Jual Beli .............................................................................................. 18

    B. Sadd Al-Dzari’ah ................................................................................ 30

    BAB III PRAKTIK JUAL BELI SAPI MENGANDUNG DI PASAR SAPI

    SINGKIL BOYOLALI

    A. Gambaran umum pasar sapi Singkil Boyolali .................................... 44

  • xi

    B. Praktik jual beli sapi mengandung di pasar sapi singkil Boyolali ...... 49

    C. Maslahah dan mafsadah praktik jual beli sapi mengandung

    di pasar sapi Singkil Boyolali……………………………………….54

    BAB IV ANALISIS FIQH MUAMALAH DAN SADD AL-DZARI’AH

    TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAPI MENGANDUNG DI PASAR SAPI

    SINGKIL BOYOLALI

    A. Analisis praktik jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil

    Boyolali Menurut Hukum Islam ......................................................... 60

    B. Analisis maslahah dan mafsadah dalam praktik jual beli sapi

    mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali........................................ 71

    C. Tinjauan sadd al-dzari’ah terhadap praktik jual beli

    sapi mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali ............................... 74

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ......................................................................................... 83

    B. Saran ................................................................................................... 84

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 86

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Di dalam kehidupan ini Allah SWT, telah menjadikan manusia saling

    membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya, agar mereka dapat

    saling tolong menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan yang

    berkaitan kepentingan hidup masing-masing, baik dalam hal muamalah jual

    beli, sewa menyewa, ataupun usaha yang lain, baik dalam urusan kepentingan

    sendiri maupun untuk kemaslahatan umum dan cara yang demikian,

    kehidupan masyarakat akan menjadi lebih teratur. Hubungan pertalian antara

    yang satu dengan yang lainnya menjadi teguh. Akan tetapi, sifat tamak masih

    tetap ada pada diri manusia dan suka mementingkan dirinya sendiri. Agar hak

    masing-masing tidak sampai tersia-siakan dan menjaga kemaslahatan umum

    supaya pertukaran dalam muamalah jual beli dapat berjalan dengan teratur

    dan juga lancar. Jual beli termasuk dalam mata pencaharian kehidupan

    dengan sarana tukar menukar harta maka harus dibutuhkan pengetahuan yang

    berhubungan dengan hukum-hukumnya.

    Oleh sebab itu, agama memberikan peraturan yang benar, karena

    dengan adanya aturan tersebut proses muamalah akan berjalan dengan benar.

    Bahkan kehidupan manusia dalam bermualah menjadi terjamin pula dengan

    sebaik-baiknya sehingga dendam mendendam serta perbantahan tidak akan

    terjadi. Kebutuhan manusia atau yang biasa disebut dengan dhoruri

    merupakan kebutuhan yang sifatnya tidak mungkin untuk ditinggalkan,

  • 2

    sehingga manusia tidak dapat hidup tanpa adanya suatu kegiatan, seperti

    halnya dengan bermuamalah jual beli. Jual beli juga merupakan sarana

    tolong-menolong antar sesama manusia, sehingga Islam menetapkan

    kebolehannya.1

    Salah satu bentuk muamalah yaitu jual beli. Dalam Islam, jual beli itu

    hukumnya boleh (halal) apabila tidak ada suatu sebab yang melarangnya

    sesuai dengan kaidah fiqh yang berhubungan dengan muamalah yaitu:

    ََبَحُة َحَّتى َيُدلى لىْيُل َعَلى ََتْرىْيْىَهاالدى اأَلْصُل ِفى اْلُمَعاَماَلتى اإلى

    Artinya: “Hukum asal dalam semua bentuk muamalah boleh dilakukan

    kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

    Prinsip dasar di dalam muamalah adalah boleh dan maksud dari

    kaidah di atas yaitu semua akad atau transaksi dipandang halal (boleh) selama

    tidak ada dalil yang melarangnya.2

    Jual beli merupakan suatu sarana yang digunakan untuk tolong-

    menolong antar sesama manusia, sehingga Islam menetapkan kebolehannya

    sebagaimana yang disyari’atkan oleh dalil-dalil Al-Qur’an dan sunnah atau

    hadis.3

    Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:

    الر ىبَوا َوَاَحلى هللاُ اْلبَ ْيَع َوَحرىمَ

    1 Sulaiman Rasid, Fiqih Islam, Cet. ke-49 (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm.

    275 2 Enang Hidayat, Fiqh Jual Beli, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 51 3 Syaifullah M.S, “Etika Jual Beli Dalam Islam,” Jurnal Studia Islamika, Vol. 11:2 (2014)

    hlm. 374

  • 3

    Artinya: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-

    Baqarah (2): 275) 4

    Ayat tersebut membahas mengenai kehalalan jual beli dan keharaman

    riba. Jual beli dihalalkan karena dalam jual beli terlaksana perputaran

    perdagangan sesuai dengan kebutuhan manusia. Sedangkan diharamkannya

    riba karena dalam riba terjadi pengambilan hak berupa harta orang lain tanpa

    adanya imbalan yang sesuai. Selain itu, riba juga mengandung unsur gharar

    yaitu hasilnya didapat karena tidak adanya kejelasan.5

    Menurut ulama Madzhab Hanafi, jual beli merupakan tukar menukar

    harta dengan harta sesuai cara yang khusus atau mengganti sesuatu yang

    disenangi dengan sepadanya dengan cara yang bermanfaat dan khusus.6

    Madzhab Syafi’i mendefinisikan jual beli adalah tukar menukar harta dengan

    harta untuk memindahkan kepemilikan.7 Sedangkan Madzhab Hambali

    mendefinisikan jual beli merupakan tukar menukar harta dengan harta untuk

    memindahkan kepemilikan serta menerima kepemilikan.8 Secara umum, jual

    beli adalah menukar barang dengan barang atau menukar barang dengan

    uang, dengan jalan melepaskan hak kepemilikan dari yang satu kepada yang

    lain atas dasar saling merelakan.9 Jual beli dalam Islam harus dilakukan

    dengan ketentuan syara’ yaitu harus memenuhi syarat dan rukun jual beli.

    4 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya, (Solo: Abyan, 2014), hlm.

    47 5 Muhammad Rizqi Romadhon, Jual Beli Online Menurut Madzhab Asy-Syafi’i, (Jawa

    Barat: Pustaka Cipasung, 2015), hlm. 5 6M. Pudjihardjo dkk., Fikih Muamalah Ekonomi Syariah, (Malang: UB Press, 2019), hlm.

    24 7 Ibid. 8 Ibid. 9 Ahmad Sarwat, Ensiklopedia Fikih Indonesia 7 Muamalat, (Jakarta: Gramedia Pustaka

    Utama, 2018), hlm. 4

  • 4

    Pasar sapi Singkil atau pasar hewan Sunggingan Boyolali

    memperjualbelikan berbagai macam hewan diantaranya sapi. Uniknya di

    pasar tersebut yaitu pada jual beli sapi mengandung. Praktik jual beli sapi

    mengandung di pasar tersebut memiliki masalah yang menarik untuk diteliti,

    karena mempunyai kompleksitas masalah yang menuntut penjual dan pembeli

    untuk mengetahui keadaannya lebih banyak dan penjual harus memberikan

    informasi yang lebih detail kepada pembeli. Di satu sisi pembeli juga harus

    pintar-pintar dan lebih teliti dalam memilih sapi mengandung yang akan

    dibelinya. Peluang terjadinya kerugian, kekecewaan, ketertipuan, dan

    ketidakpuasan pembeli terbuka.

    Praktik jual beli sapi mmengandung di pasar Singkil dengan berbagai

    macam problemnya sangat menarik untuk diteliti hukumnya dalam Islam

    dengan menggunakan pendekatan salah satu dalil yaitu sadd al-dzari’ah.

    Sadd al-dzari’ah merupakan sebuah metode yang bersifat preventif dalam

    rangka penyumbatan semua jalan yang menuju kepada kerusakan.10 Hal ini

    memang merupakan salah satu tujuan hukum Islam yang bertujuan untuk

    mewujudkan kemaslahatan dan menghindari kerusakan. Apabila suatu

    perbuatan yang belum dilakukan diduga akan menimbulkan kerusakan maka

    harus dilarang perbuatan tersebut.

    Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penulis tertarik untuk

    melakukan penelitian lebih lanjut dan dibuat dalam bentuk skripsi tentang

    “Tinjauan Sadd Al-Dzari’ah Terhadap Praktik Jual Beli Sapi

    10 Suwarjin, Ushul Fiqh, Cet. ke-1 (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 169

  • 5

    Mengandung (Studi Kasus Pasar Sapi Singkil Desa Karanggeneng

    Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali)”.

    B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana praktik jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil Desa

    Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali?

    2. Apa dampak positif (maslahah) dan dampak negatif (mafsadah) yang

    timbul dari transaksi jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil Desa

    Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali?

    3. Bagaimana praktik jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil Desa

    Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali ditinjau dari sadd

    al-dzari’ah?

    C. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan penelitian dari uraian diatas, maka dapat diangkat

    tujuan penelitian sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui pelaksanaan praktik jual beli sapi mengandung di pasar

    sapi Singkil Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali.

    2. Untuk mengetahui dampak positif (maslahah) dan dampak negatif

    (mafsadah) yang ditimbulkan pada transaksi jual beli sapi mengandung di

    pasar sapi Singkil Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten

    Boyolali.

    3. Untuk mengetahui praktik jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil

    Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali ditinjau dari

    sadd al-dzari’ah.

  • 6

    D. Kegunaan Penelitian

    Agar tulisan ini dapat memberikan hasil yang dapat berguna secara

    keseluruhan, maka penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat

    diantaranya sebagai berikut:

    1. Kegunaan Teoritis

    Penelitian ini bermanfaat untuk memberi sumbangan pemikiran

    dalam fiqh Islam khususnya terkait pembahasan jual beli sapi mengandung

    ditinjau dari sadd al-dzari’ah.

    2. Kegunaan Praktis

    Penelitian mengenai tinjauan sadd al-dzari’ah terhadap praktik jual

    beli sapi mengandung bermanfaat sebagai berikut:

    a. Hasil yang diperoleh di dalam penelitian ini dapat bermanfaat bagi

    masyarakat luas dalam upaya untuk memahami hukum Islam khususnya

    yang berkaitan dengan tinjauan sadd al-dzari’ah terhadap sapi

    mengandung di Pasar Sapi Singkil Desa Karanggeneng Kecamatan

    Boyolali Kabupaten Boyolali.

    b. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya

    sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki oleh masing-masing

    mahasiswa dan mahasiswi.

    E. Penegasan Istilah

    Agar tidak terjadi salah pengertian di dalam pemahaman penelitian

    ini, maka dipandang perlu menjelaskan beberapa istilah yang berkaitan

    dengan judul penelitian ini yaitu:

  • 7

    1. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat atau sesudah

    menyelidiki, mempelajari.11

    2. Sadd al-dzari’ah adalah menutup jalan yang membawa kepada kebinasaan

    atau kejahatan.12

    3. Jual beli adalah suatu kegiatan pertukaran harta dengan harta dengan dasar

    harus saling merelakan.13

    4. Sapi mengandung merupakan objek dalam praktik jual beli.

    F. Telaah Pustaka

    Dalam telaah pustaka ini penulis mengetahui bahwa tinjauan sadd al-

    dzari’ah terhadap jual beli sapi mengandung belum ada yang membahas,

    tetapi penulis menemukan beberapa skripsi yang pembahasan materinya

    hampir sama dengan tinjauan sadd al-dzari’ah terhadap jual beli sapi

    mengandung. Pustaka-pustaka yang dijadikan telaah penulisan ini adalah:

    Skripsi Muhammad Afipudin Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

    Fakultas Syariah IAIN Ponorogo tahun 2019 yang berjudul “Tinjauan Sadd

    Al-Dhari’ah Terhadap Praktik Jual Beli Herbal Dan Rempah Di UD.

    Purnama Wirausaha Desa Gondang Legi Tosanan Kecamatan Kauman

    Kabupaten Ponorogo”. Skripsi ini membahas tentang kualitas bahan baku

    dan pemotongan harga dalam jual beli herbal dan rempah-rempah oleh

    pedagang di UD. Purnama Wirausaha Gondang Legi Tonatan Ponorogo.

    11“Kamus Besar Bahasa Indonesia,” https://www.kamusbesar.com/tinjauan, akses 9 Juli

    2020. 12Nurhayati dkk., Fiqh Dan Ushul Fiqh, Cet. Ke-1 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018),

    hlm. 41 13Abdul Rahman Ghazaly dkk., Fiqh Muamalat, Cet. Ke-1 (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.

    67

    https://www.kamusbesar.com/tinjauan

  • 8

    Rempah-rempah yang dijual oleh tengkulak terdapat dua macam yaitu

    rempah-rempah yang memiliki kualitas baik dan yang buruk. Dimana

    tengkulak menjadikan kualitas rempah-rempah menjadi buruk, karena mereka

    mencampurkan rempah-rempah yang berkualitas buruk terhadap rempah-

    rempah yang berkualitas baik. Harga rempah-rempah berbeda tergantung

    kualitasnya. Rempah-rempah berkualitas baik dihargai lebih tinggi dan yang

    berkualitas buruk akan lebih rendah. Jual beli yang demikian ini termasuk ke

    dalam jual beli yang dilarang, karena tengkulak melakukan kecurangan.

    Sehingga dilihat dari sadd al-dhari’ah perbuatan tersebut dilarang sebab

    motif dari tengkulak yang menjual barang mereka telah mengarah kepada

    kemafsadatan.

    Dalam penentuan harga yang dilakukan oleh pihak UD. Purnama

    Wirausaha adalah dengan melihat terlebih dahulu mengenai kualitas barang

    (rempah-rempah). Dalam pembelian rempah-rempah sering ditemukan

    kecurangan yang dilakukan oleh tengkulak, yaitu ada tengkulak yang

    mencampur rempah-rempah yang berkulaitas baik dengan yang berkualitas

    rendah. Kemudian dilakukan penyortiran dan akhirnya menemukan adanya

    pencampuran rempah-rempah yang baik dan yang tidak baik.setelah itu maka

    tengkulak melakukan pemotongan timbangan.14 Dari kesimpulan tersebut

    jelaslah skripsi yang akan saya buat berbeda dengan skripsi Muhammad

    14 Muhammad Afipudin, “Tinjauan Sadd Al-Dhari’ah Terhadap Praktik Jual Beli Herbal

    Dan Rempah-Rempah Di UD. Purnama Wirausaha Desa Gondang Legi Tosanan Kecamatan

    Kauman Kabupaten Ponorogo”, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN

    Ponorogo, 2019.

  • 9

    Afipudin. Skripsi ini pembahasannya lebih mengarah ke kualitas dan

    pemotongan harga.

    Skripsi Khilyatul Afidah Jurusan Muamalah Fakultas Syari’ah Institut

    Agama Islam Negeri Ponorogo tahun 2018 yang berjudul “Analisis Sadd Al-

    Dhari’ah Terhadap Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol Kota

    Madiun Berdasarkan Perda Kota Madiun Nomor 8 Tahun 2017”. Skripsi ini

    berisi tentang pandangan elit pemerintah kota madiun. Kesimpulan dari

    skripsi tersebut adalah bahwa dengan diberlakukannya perda tersebut, maka

    peredaran minuman yang mengandung alkohol di Kota Madiun semakin

    berkurang sehingga kemafsadatan yang disebabkan minuman beralkohol

    tertutup dengan adanya peraturan kota yang berkonsep sadd al-dhari’ah.

    Akan tetapi tidak semua masyarakat Kota Madiun setuju dikarenakan

    menurut mereka seolah-olah perda tersebut melegalkan peredaran minuman

    beralkohol secara bebas. Apabila dianalisis dari latar belakang

    pembentukannya sudah memenuhi konsep sadd al-dhari’ah yaitu

    menghindari dampak buruk akibat mengkonsumsi minuman beralkohol.15

    Perbedaan dengan skripsi yang saya buat yaitu bahwa skripsi

    Khilyatul Afidah membahas mengenai pengendalian minuman yang

    beralkohol oleh perda dengan konsep sadd al-dhari’ah dengan mengkaji

    khusus terhadap pandangan elit politik Kota Madiun.

    Skripsi Nur Fadlan Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syari’ah

    Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tahun 2017 yang

    15 Khilyatul Afidah, “Analisis Sadd Al-Dhari’ah Terhadap Pengendalian Peredaran

    Minuman Beralkohol Kota Madiun Berdasarkan Perda Kota Madiun Nomor 8 Tahun 2017”

    Jurusan Muamalah Fakultas Syari’ah IAIN Ponorogo, 2018.

  • 10

    berjudul “Kebebasan Jual Beli Alat Kontrasepsi Secara Online Perspektif

    Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012, Undang-Undang Nomor 11

    Tahun 2008, Dan Sadd Adz-Dzari’ah”. Skripsi ini membahas mengenai

    model jual beli alat kontrasepsi secara online dan tinjauan Peraturan

    Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan

    Transaksi Elektronik (PP-PSTE), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

    tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU-ITE) dan sadd al-dhari’ah

    terhadap model kebebasan jual beli alat kontrasepsi secara online. Maka dapat

    diambil kesimpulan dari skripsi Nur Fadlan adalah PP-PSTE dan UU-ITE

    belum mengatur secara detail mengenai penjualan alat kontrasepsi secara

    inline. Sedangkan di dalam tinjauan sadd al-dhari’ah jual beli alat

    kontrasepsi secara online ketika menimbulkan hal-hal yang terlarang maka

    jual beli tersebut harus dilarang atau diberi hukum haram.16

    Skripsi Nur Fadlan berbeda dengan skripsi yang akan saya buat.

    Skripsi ini lebih mengarah terhadap tinjauan Peraturan Pemerintah Nomor 82

    Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik,

    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

    Elektronik, dan Peraturan Islam dari segi Ushul Fiqh.

    16 Nur Fadlan, “Kebebasan Jual Beli Alat Kontrasepsi Secara Online Perspektif Peraturan

    Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, Dan Sadd Adz-

    Dzari’ah” Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syari’ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,

    2017.

  • 11

    G. Metode Penelitian

    Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah:

    1. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini

    adalah penelitian lapangan (field research) yakni peneliti melakukan

    penelitian secara langsung di lapangan dengan melakukan pendekatan

    kepada narasumber.17 Dengan menggunakan metode penelitian ini, maka

    pelaksanaan penelitian akan menjadi lebih terarah, sebab metode

    penelitian ini memiliki maksud untuk memberikan kemudahan dan

    kejelasan tentang apa dan bagaimana peneliti melakukan penelitian.

    2. Pendekatan

    Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan penulis adalah

    pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan

    bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep,

    asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan

    dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan

    kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskripsi

    yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku yang dapat diamati.18

    3. Sifat Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode

    deskriptif, artinya penelitian yang memberikan gambaran mengenai objek

    tertentu dan menjelaskan suatu fenomena dengan cara membuat deskripsi,

    17 Kris H. Timotius, Pengantar Metodologi Penelitian Pendekatan Manajemen

    Pengetahuan untuk Perkembangan Pengetahuan, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2017), hlm. 13 18 Abidin Al-Danata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2000), hlm 212

  • 12

    melukiskan secara sistematis, faktual, dan akurat mengensi fakta-fakta

    terhadap fenomena yang diselidiki.19

    4. Kehadiran Peneliti

    Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data di

    lapangan dengan menggunakan alat penelitian yang aktif dalam

    mengumpulkan data di lapangan. Selain itu terdapat juga alat yang

    digunakan untuk pengumpulan data bisa berupa dokumen-dokumen yang

    menunjang keabsahan hasil penelitian, serta ada juga alat-alat bantu yang

    lain yang dapat mendukung terlaksananya penelitian seperti alat perekam

    dan kamera.

    5. Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian merupakan tempat penelitian ini akan dilakukan.

    Dalam melakukan penelitian yang berjudul Tinjauan Sadd Al-Dzari’ah

    Terhadap Jual Beli Sapi Mengandung (Studi Kasus Pasar Sapi Singkil

    Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali), penulis

    melakukan penelitian secara langsung di pasar sapi Singkil Boyolali.

    6. Sumber Data

    Sumber data adalah asal dari mana data penelitian tersebut

    diperoleh. Dalam penelitian ini terdapat dua jenis sumber data yaitu

    sebagai berikut:

    19 Tarjo, Metode Penelitian, Cet. Ke-1 (Yogyakarta: Deepublish, 2019), hlm. 28

  • 13

    a. Data Primer

    Data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung di

    lapangan penelitian melalui observasi dan wawancara atau kuesioner.20

    Seperti hasil wawancara dengan narasumber atau informan, dan atau

    langsung ikut berperan dalam masalah yang diteliti. Jadi sumber data

    primer yang diperoleh dari penelitian ini adalah wawancara langsung

    kepada penjual maupun pembeli yang ada di pasar sapi Singkil

    Boyolali.

    b. Data Sekunder

    Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari tangan kedua

    berupa bacaan atau hasil penelitian sebelumnya seperti artikel ilmiah,

    arsip, laporan, buku, dan majalah. Jadi sumber data lain yang digunakan

    dalam penelitian ini yaitu dengan telaah pustaka seperti buku, jurnal,

    dan penelitian sebelumnya yang meneliti hasil serupa.21

    7. Teknik Pengumpulan Data

    Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data

    penelitian ini antara lain sebagai berikut:

    a. Observasi

    Observasi adalah suatu teknik atau cara mengumpulkan data

    dengan pengamatan secara langsung ke objek penelitian dalam rangka

    untuk melihat dari dekat kegiatan apa saja yang dilakukan tempat

    20 Muharto dkk., Metode Penelitian Sistem Informasi, (Yogyakarta: Deepublish, 2016),

    hlm. 82 21 Ibid., hlm. 83

  • 14

    tersebut.22 Dalam penelitian ini penulis secara langsung terjun di

    lapangan yakni untuk mengetahui proses transaksi jual beli sapi

    mengandung yang dilakukan di pasar sapi Singkil Boyolali. Dan dalam

    penelitian ini penulis menggunakan observasi non partisipan, dimana

    penulis tidak terlibat dalam jual beli tetapi hanya menjadi pengamat.

    b. Wawancara

    Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang

    dilakukan dengan cara berhadapan langsung dengan yang diwawancarai

    atau narasumbernya.23 Dengan menggunakan metode ini dapat

    diperoleh data yang jelas dan kongkrit tentang jual beli yang dilakukan

    oleh penjual dam pembeli. Dalam penelitian ini penulis akan melakukan

    wawancara dengan pelaku jual beli di pasar sapi Singkil Boyolali.

    c. Dokumentasi

    Dokumentasi merupakan catatan dari sebuah peristiwa yang

    sudah berlalu. Dokumentasi dapat berbentuk teks tertulis, artefacts,

    gambar, atau karya-karya dari seseorang. Dokumen yang berbentuk

    tulisan dapat berupa seperti biografi, karya tulis, cerita, dan sejarah

    kehidupan. Dokumen yang berbentuk artefacts misalnya perkakas dan

    senjata. Sedangkan dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto,

    sketsa, gambar hidup atau bioskop, dan lain-lain.24 Dalam penelitian ini,

    penulis akan mengambil data yang berkaitan dengan transaksi jual beli

    22 Sudaryono, Metode Penelitian Pendidikan, Cet. Ke-1 (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 87 23 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, Cet. Ke-7 (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 138 24 Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian Gabungan, Cet. Ke-

    4 (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 391

  • 15

    dan juga sapi mengandung apa saja yang dijual di pasar sapi Singkil

    Boyolali.

    8. Analisis Data

    Analisis data merupakan sebuah proses sistematis pencarian serta

    pengaturan transkip wawancara, observasi, dokumen, catatan lapangan,

    foto dan lainnya dalam rangka untuk meningkatkan pemahaman peneliti

    mengenai data yang sudah dikumpulkan.25 Penelitian ini menggunakan

    metode deskriptif, yaitu suatu metode untuk mendapatkan gambaran

    tentang jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali.

    Kemudian penulis memberikan analisis mengenai teori teori sadd al-

    dzari’ah lalu dipadukan dengan keadaan yang sebenarnya dan terjadi di

    pasar sapi Singkil Boyolali.

    9. Pengecekan Keabsahan Data

    Dalam suatu penelitian, validitas data sangat diperlukan dalam

    menentukan hasil akhir di dalam suatu penelitian guna memperoleh data

    yang valid maka harus diperlukan sebuah teknik untuk memeriksa

    keabsahan data. Dalam penelitian penulis menggunakan pengecekan

    keabsahan data dengan menggunakan salah satu teknik yaitu teknik

    triangulasi. Teknik triangulasi merupakan sebuah teknik pengecekan

    keabsahan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu,

    yang bersumber dari perbandingan data hasil observasi atau pengamatan

    25 Ibid., hlm. 400

  • 16

    dengan data hasil wawancara dan membandingkan hasil wawancara

    dengan isi dari suatu dokumen yang berkaitan.26

    10. Tahap-Tahap Penelitian

    Tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    a. Peneliti melakukan survei pada salah satu tempat yang akan

    digunakan untuk melakukan transaksi jual beli sapi mengandung di

    pasar sapi Singkil Boyolali.

    b. Membuat proposal penelitian.

    c. Melakukan penelitian di salah satu tempat yang akan digunakan untuk

    melakukan transaksi jual beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil

    Boyolali.

    d. Melakukan wawancara dengan penjual dan juga pembeli.

    e. Menyusun hasil laporan penelitian tersebut.

    H. Sistematika Pembahasan

    Untuk mempermudah pemahaman yang akan dibahas, penulis akan

    menulis sekilas gambaran umum tentang sistematika penulisan dalam skripsi

    ini dengan menggunakan sistem sebagai berikut:

    Bab pertama adalah pendahuluan. Di dalam bab ini penulis akan

    membahas mengenai sub bab antara lain latar belakang masalah, rumusan

    masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, telaah

    pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

    26 Deny Nofriansyah, Penelitian Kualitatif Analisis Kinerja Lembaga Pemberdayaan

    Masyarakat Kelurahan, Cet. Ke-1 (Yogyakarta: Deepublish, 2018), hlm. 12

  • 17

    Bab kedua adalah landasan teori. Bab ini membahas tentang teori jual

    beli yang menyangkut definisi jual beli, dasar hukum jual beli, rukun dan

    syarat jual beli, sifat jual beli, macam-macam tadlis, bentuk-bentuk jual beli

    yang dilarang. Teori sadd al-dzari’ah mencakup definisi, rukun, dasar

    hukum, kaidah fiqh, macam-macam al-dzari’ah, ketentuan dalam sadd al-

    dzari’ah, dan kehujjahan sadd al-dzari’ah.

    Bab ketiga adalah hasil penelitian: Membahas mengenai praktik jual

    beli sapi mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali yang meliputi gambaran

    umum pasar, praktik jual beli sapi mengandung, dan maslahah serta

    mafsadah pada praktik jual beli sapi mengandung.

    Bab keempat adalah analisis. Membahas mengenai analisis fiqh

    muamalah dan sadd al-dzari’ah terhadap praktik jual beli sapi mengandung

    di pasar sapi Singkil Boyolali yang meliputi analisis praktik jual beli sapi

    mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali menurut hukum Islam, analisis

    maslahah dan mafsadah dalam praktik jual beli sapi mengandung di pasar

    sapi Singkil Boyolali, tinjauan sadd al-dzari’ah terhadap praktik jual beli sapi

    mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali

    Bab kelima adalah penutup. Pada bab ini meliputi kesimpulan dan

    saran mengenai persoalan yang telah dijabarkan pada sub bab sebelumnya.

  • 18

    BAB II

    JUAL BELI DAN SADD AL-DZARI’AH

    A. Jual Beli

    1. Definisi Jual Beli

    Secara bahasa, jual beli berasal dari bahasa Arab al-bai’, al-tijarah,

    al-mubadalah yang artinya mengambil, memberikan sesuatu atau barter.27

    Bai’ dilihat dari segi tashrif berasal dari kata ba’ahu berarti dia

    menjualnya, dan mashdarnya bai’ dan mabi’an. Ism maf’ul-nya mabyu’

    atau mabi’ berarti sesuatu yang dijual. Al-biya’ah yang artinya komoditi.

    Ibta’tuhu artinya aku menawarkan untuk menjualnya. Ibta’ahu yang

    artinya aku membelinya.28

    Menurut etimologis yang dimaksud dengan jual beli (bai’) adalah

    mengambil sesuatu dan juga memberi sesuatu walaupun dalam bentuk

    sewa (‘ariyah) dan penitipan (wadi’ah).29 Sedangkan menurut

    terminologis, jual beli adalah menukar barang dengan barang atau barang

    dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada

    yang lain atas dasar saling merelakan.30

    Menurut Ibnu Qadamah sebagaimana dikutip oleh Ismail Nawawi,

    mendefinisikan jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk

    27 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Cet. Ke-1 (Bogor: Ghalia

    Indonesia, 2012), hlm. 75 28 Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk., Ensiklopedi Fiqih Muamalah Dalam

    Pandangan 4 Madzhab, Cet. Ke-4 (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2017), hlm. 1 29 Ibid. 30 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cet. Ke-9(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 67

  • 19

    menjadikan miliknya.31 Sedangkan Nawawi, menyatakan bahwa jual beli

    merupakan pemilikan harta benda secara tukar menukar yang sesuai

    ketentuan syari’ah. Sedangkan Ulama Hanafiyah mendefinisikan bahwa

    jual beli adalah kegiatan tukar menukar harta dengan harta melalui suatu

    sistem yang menggunakan cara tertentu. Definisi ini mengandung sebuah

    pengertian bahwa yang dimaksud cara tertentu oleh Ulama Hanafiyah

    menggunakan ungkapan (sighah ijab qabul).32 Definisi lain diungkapkan

    oleh Jumhur Ulama bahwa jual beli adalah saling menukar harta dengan

    harta dalam bentuk pemindahan kepemilikan. Terdapat penekanan milik

    dan kepemelikan karena tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus

    dimiliki, seperti halnya yang terjadi pada sewa menyewa atau ijarah.33

    Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami dan disimpulkan

    bahwa inti jual beli yaitu suatu perjanjian tukar menukar benda ataupun

    barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak,

    yang satu menerima benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan

    perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.

    Maksud dari sesuai ketetapam hukum adalah memenuhi semua

    persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan jual beli

    31 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Cet. Ke-1(Bogor: Ghalia

    Indonesia, 2012), hlm. 75 32 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Cet. Ke-1(Bogor: Ghalia

    Indonesia, 2012), hlm. 75 33 Harun, Fiqh Muamalah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), hlm 66

  • 20

    sehingga apabila syarat dan rukunnya tidak terpenuhi itu artinya tidak

    sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara’.34

    2. Dasar Hukum Jual Beli

    Jual beli hukumnya diperbolehkan yaitu berdasarkan Al-Qur’an, As-

    sunnah, ijma’ (konsensus), dan qiyas (analogi).

    a. Dalil dalam Al-Qur’an

    Allah Swt berfirman:

    َوَاَحلى هللاُ اْلبَ ْيَع َوَحرىَم ار ىَبو

    Artinya:“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

    mengharamkan riba.” (Q.S Al-Baqarah (2):275)35

    b. Dalil dari As-Sunnah

    ْلْىَيارى َما َلَْ يَ تَ َفرىقَا اْلبَ ي ىَعانى َبى

    Artinya:“Penjual dan pembeli berhak memilih (antara meneruskan

    atau membatalkan) selama keduanya belum berpisah.”(HR.

    Bukhari Muslim)36

    c. Dalil dari Ijma’

    Menurut Ibn Qudamah Rahimahullah sebagaimana dikutip oleh

    Abdullah Bin Muhammad Ath-Thayyar dkk, menyatakan bahwa kaum

    muslimin telah sepakat mengenai diperbolehkannya jual beli (bai’)

    dikarenakan mengandung hikmah yang mendasar, yaitu bahwasanya

    34 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cet. Ke-9(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 68 35 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya, (Solo: Abyan, 2014), hlm.

    47 36 Abdullah Alu Bassam, Fikih Hadits Bukhari-Muslim (Solo: Ummul Qura Belajar Islam

    Dari Sumbernya, 2013), hlm. 692, hadits nomor 250. Hadits ini sangat masyhur di telinga Kaum

    Muslimin dunia sebagai keshahihan suatu hadits, diriwayatkan Bukhari Muslim.

  • 21

    setiap orang pasti memiliki ketergantungan terhadap sesuatu yang telah

    dimiliki oleh orang lain. Padahal, orang lain tidak akan pernah

    memberikan sesuatu yang orang itu butuhkan tanpa adanya kompensasi.

    Maka dengan disyari’atkannya jual beli (bai’) setiap orang bisa

    memenuhi kebutuhannya dan juga meraih tujuannya.37

    d. Dalil dari Qiyas

    Semua syari’at Allah SWT yang berlaku bahwasannya telah

    mengandung nilai filosofis atau hikmah dan juga rahasia-rahasia

    tertentu yang tidak diragukan lagi oleh siapapun. Jika diperhatikan,

    maka akan menemui banyak sekali nilai filosofis di balik pembolehan

    bai’. Nilai filosofis tersebut antara lain sebagai media atau sarana bagi

    semua umat manusia guna memenuhi kebutuhannya, seperti sandang,

    pangan, dan lainnya. Manusia termasuk makhluk sosial, karena tanpa

    bantuan orang lain tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut

    akan dapat terealisasi atau terwujud yaitu dengan cara tukar menukar

    (barter) antara harta dan kebutuhan hidup yang lainnya dengan orang

    lain, saling memberi dan menerima antar sesama manusia sehingga

    segala kebutuhan dapat terpenuhi.38

    3. Rukun dan Syarat Jual Beli

    Rukun jual beli terbagi menjadi tiga, antara lain sebagai berikut:

    a. Akad ijab dan qabul (sighat).

    37 Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk., Ensiklopedi Fiqih Muamalah Dalam

    Pandangan 4 Madzhab, Cet. Ke-4 (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2017), hlm. 5 38 Ibid.

  • 22

    b. Orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli).

    c. Objek akad (ma’qud ‘alaih).

    Akad adalah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli

    belum dikatakan sah sebelum adanya ijab dan qabul dilakukan, karena

    melakukan ijab dan qabul akan menunjukkan kerelaan (keridhaan). Pada

    dasarnya ijab dan qabul dilakukan dengan cara lisan, tetapi jika tidak

    mungkin, misalnya dikarenakan orang yang melakukan jual beli itu bisu

    atau yang lainnya, ijab qabul boleh dilakukan dengan surat-menyurat yang

    mengandung arti ijab dan qabul.

    Adanya kerelaan tidak dapat dilihat sebab kerelaan berhubungan

    dengan hati, kerelaan dapat diketahui melalui tanda-tanda lahirnya, tanda

    yang jelas menunjukkan kerelaan yaitu ijab dan qabul,

    Rasulullah Saw bersabda:

    ثْ َنانى إىالى لى هللا عليه وسلمَ َعنى النىبى ى صُ ي هللا عنهَعْن َأِبى ُهَريْ رََة َرضى تَ رَاض َعنْ قَاَل اَلََيََْتىَقنى اى

    Artinya:“Dari Abi Hurairah r.a. dari Nabi Saw. bersabda: janganlah dua

    orang yang jual beli berpisah, sebelum saling meridhai” (HR. Abu

    Daud dan Tirmidzi).39

    Berikut ini adalah penjelasan dari rukun jual beli.

    a. Rukun Jual Beli

    Adapun rukun jual beli, secara umum, terdiri dari tiga rukun

    yaitu: aqidain (penjual dan pembeli), ma’qud ‘alaih (barang atau

    objeknya), sighah (ijab dan qabul).

    39 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cet. Ke-9(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 70

  • 23

    1) Aqidain (Penjual dan Pembeli)

    Aqidain merupakan kedua subyek atau pelaku transaksi yang

    meliputi penjual dan pembeli. Penjual adalah seorang ataupun

    sekelompok orang yang melakukan penjualan benda atau barang

    kepada pihak lain atau pembeli baik berbentuk individu maupun

    berkelompok. Sedangkan pembeli adalah seorang ataupun

    sekelompok orang yang melakukan pembelian benda atau barang

    dari benjual baik berbentuk individu maupun kelompok.

    2) Ma’qud ‘alaih (Barang atau Objeknya)

    Ma’qud ‘alaih adalah obyek dalam transaksi jual beli yang

    mencakup barang dagangan dan alat pembayaran.

    3) Sighah (Ijab dan Qabul)

    Sighah adalah bahasa interaksi antara penjual dan pembeli di

    dalam sebuah transaksi, yakni ucapan penyerahan hak milik dari satu

    pihak dan ucapan penerimaan di pihak lain baik dari penjual maupun

    pembeli.40

    b. Syarat Jual Beli

    Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam transaksi jual

    beli, antara lain sebagai berikut:

    1) Terkait dengan aqidain (subyek akad)

    Persyaratan yang harus dipenuhi bagi orang yang melakukan akad

    yaitu:

    40 Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah Diskursus Metodologis Konsep

    Interaksi Sosial-Ekonomi, (Jawa Timur: Aghitsna Publisher, 2015), hlm. 4

  • 24

    a) Berakal, pelaku jual beli harus yang memiliki akal sehat sehingga

    penjual dan pembeli tidak mudah terkecoh. Orang gila dalam jual

    beli hukumnya tidak sah.

    b) Baligh, anak kecil dalam jual beli hukumnya tidak sah, tetapi

    apabila anak yang belum baligh sudah memiliki akal mengerti

    tentang tata cara jual beli maka sebagian ulama memperbolehkan

    anak tersebut melakukan jual beli.

    c) Kehendak sendiri, transaksi jual beli harus dilaksanakan tanpa

    adanya paksaan atau tekanan. Jadi transaksi jual beli harus

    didasarkan pada prinsip kerelaan atau suka sama suka.

    d) Yang melakukan akad yaitu orang yang berbeda, seseorang tidak

    dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual

    sekaligus sebagai pembeli.

    2) Terkait dengan ma’qud ‘alaih (barang atau objeknya)

    Persyaratan yang terkait dengan barang yang diperjualbelikan

    sebagai berikut:

    a) Barang itu ada atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual

    menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.

    Namun dalam hal ini yang terpenting adalah saat barang itu

    diperlukan sudah ada, barang tersebut sudah ada pada tempat

    yang telah disepakati Bersama.

    b) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh karena

    itu, bangkai, khamar, dan barang haram lainnya tidak sah apabila

  • 25

    dijadikan objek jual beli, karena benda-benda tersebut dalam

    pandangan syara’ tidak bermanfaat untuk manusia.

    c) Barang itu suci dan bersih. Maka barang najis tidak sah untuk

    diperjualbelikan.

    d) Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang

    tidak boleh diperjualbelikan.

    e) Barang itu boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada

    waktu yang disepakati bersama saat transaksi berlangsung.

    f) Mengetahui. Barang yang diperjualbelikan dapat diketahui oleh

    penjual dan pembeli dengan jelas, baik bentuknya, sifatnya, dan

    harganya. Sehingga tidak terjadi kekecewaan diantara kedua

    belah pihak.

    3) Terkait dengan sighah (ijab dan qabul)

    Adapun syarat ijab dan qabul antara lain sebagai berikut:

    a) Orang yang mengucapkan ijab dan qabul telah baligh dan berakal.

    Orang tersebut sudah mampu berbicara layaknya orang dewasa,

    sehingga dalam mengucapkan ijab dan qabul tidak perlu diajarkan

    oleh orang lain.

    b) Kabul sesuai dengan ijab. Apabila anatara ijab dan qabul tidak

    sesuai maka jual beli hukumnya tidak sah.

    c) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis. Kedua belah pihak

    melakukan jual beli hadir dan membicarakan topik yang sama.

    Namun menurut sebagian ulama membolehkan ijab dan qabul

  • 26

    diantarai oleh waktu, yang diperkirakan bahwa pihak pembeli

    sempat untuk berpikir.41

    4. Sifat Jual Beli

    Sifat-sifat jual beli ada tiga antara lain sebagai berikut:

    a. Jual Beli Shahih

    Jual beli yang memenuhi ketentuan syariat. Sesuatu yang

    diperjualbelikan hukumnya menjadi milik orang yang melakukan akad.

    b. Jual Beli Batal

    Jual beli yang tidak memenuhi salah satu rukun atau yang tidak

    sesuai dengan syariat, yaitu orang yang melakukan akad bukan ahlinya,

    seperti anak kecil yang belum mengetahui hal jual beli dan orang gila.

    c. Jual Beli Rusak

    Jual beli yang sesuai dengan ketentuan syariat pada asalnya,

    tetapi tidak sesuai dengan syariat sifatnya. Seperti jual beli yang

    dilakukan oleh seorang mumayyiz tetapi bodoh sehingga menimbulkan

    pertentangan.42

    5. Macam Tadlis

    Adapun macam-macam tadlis sebagai berikut:

    a. Tadlis dalam hal kualitas, adalah penipuan dalam transaksi jual beli

    yang dilakukan oleh penjual kepada pembeli terhadap mutu atau

    kualitas barang yang dijual atau mengatakan barang yang aslinya

    41 Abdul Rahman Ghazaly dkk., Fiqh Muamalat, Cet. Ke-1 (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.

    70 42Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm. 92

  • 27

    bermutu buruk akan tetapi dikatakan kepada pembeli barang tersebut

    bermutu baik dan berkualitas tinggi.

    b. Tadlis dalam hal kuantitas, adalah penipuan yang dilakukan oleh pihak

    penjual terhadap jumlah yang akan diterima kepada pihak pembeli atau

    penipuan atas jumlah barang yang diterima oleh pembeli tidak sesuai

    dengan akad perjanjian dan kuantitas barang jual beli bersifat gharar

    (tidak pasti).

    c. Tadlis dalam hal harga, adalah penipuan harga jual yang dilakukan

    oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini misalnya penjual tidak

    memberitahukan secara jujur berapa harga pokok dan keuntungan yang

    didapat atas barang tersebut, menjual barang dengan keuntungan yang

    berlipat ganda.

    d. Tadlis dalam hal waktu penyerahannya, adalah penipuan yang

    dilakukan oleh penjual kepada pembeli atas waktu penyerahan barang

    yang telah disepakati pada saat di awal akad atau penyerahan barang

    tidak sesuai waktu yang disepakati untuk menginformasikan alasan

    tertentu kepada pihak pembeli.43

    43 M. Tholib Alawi, “Aspek Tadlis Pada Sistem Jual Beli: Analisis Pada Praktik Jual Beli

    Pulsa Listrik (Token) Prabayar,” Jurnal Baabu Al-Ilmi Ekonomi Dan Perbankan Syariah, Vol. 2:1

    (1 April 2017) hlm. 133

  • 28

    6. Bentuk-Bentuk Jual Beli yang dilarang

    Jual beli yang dilarang dalam Islam yaitu:

    a. Jual beli dengan muhaqallah

    Muhaqallah adalah menjual tanam-tanaman yang masih di

    lading atau di sawah. Dalam hal ini dilarang oleh agama karena ada

    persangkaan riba di dalamnya.

    b. Jual beli dengan mukhadharah

    Menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen.

    Misalnya menjual rambutan yang masih hijau, manga yang masih kecil

    dan lain-lain. Hal ini dilarang karena barang tersebut masih samar,

    dalam artian mungkin saja buah tersebut jatuh tertiup angin kencang

    atau hal yang lainnya sebelum diambil oleh si pembelinya.

    c. Jual beli muammassah

    Jual beli secara sentuh menyentuh. Misalnya seseorang

    menyemtuh sehelai kain dengan tangannya, maka orang yang

    menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini dilarang sebab

    mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi

    salah satu pihak.

    d. Jual beli munabadzah

    Jual beli yang dilakukan dengan cara lempar melempar.

    Misalnya seperti perkataan orang:” lemparkan keepadaku apa yang ada

    padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padamu. Hal

    ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab qabul.

  • 29

    e. Jual beli muzabanah

    Menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti

    menjual padi kering dengan bayaran padi basah, sedangkan dalam

    ukurannya dengan dikilo sehingga akan merugikan pemilik padi kering.

    f. Jual beli gharar

    Jual beli yang masih samar-samar sehingga ada kemungkinan

    terjadi penipuan, misalnya penjualan ikan yang masih di kolam.

    Penjualan seperti ini jelas dilarang oleh agama, karena jual beli ini

    termasuk penipuan.44

    g. Jual beli barang-barang haram dan najis

    Seorang muslim tidak diperbolehkan menjual barang haram dan

    barang najis, seperti minuman keras, bangkai, babi, berhala, dan anggur

    yang akan dijadikan minuman keras.

    h. Jual beli dua barang dalam satu akad

    Seorang muslim tidak diperbolehkan melangsungkan kegiatan

    jual beli yang dilaksanakan dalam satu akad, namun harus

    melangsungkan keduanya sendiri-sendiri, sebab di dalamnya terdapat

    ketidakjelasan yang akan mengakibatkan orang lain tersakiti.45

    i. Jual beli ‘inah

    Menjual barang atau benda dengan harga lebih yang dibayarkan

    belakangan dalam tempo tertentu untuk dijual kembali oleh orang yang

    berhutang dengan harga saat itu yang lebih murah untuk menutup

    44 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cet. Ke-9(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 78 45 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Cet. Ke-1(Bogor: Ghalia

    Indonesia, 2012), hlm. 78

  • 30

    hutangnya. Jual beli seperti ini dilarang oleh agama sebab mengandung

    riba fadhl yaitu karena adanya kelebihan dari dua harga dan jual beli ini

    hanya digunakan sebagai media untuk praktik riba.

    j. Jual beli ‘urbun (uang muka)

    ‘Urbun adalah seseorang membeli barang dagangan dan

    membayar sebagian harganya kepada penjual yaitu dengan catatan

    apabila orang itu mengambil barang dagangan maka orang tersebut

    melunasi harga barang, dan apabila orang itu tidak mengambilnya,

    maka barang itu akan menjadi milik penjual. Ulama berpendapat bahwa

    jual beli ‘urbun hukumnya haram sebab termasuk memakan harta orang

    lain secara batil, mengandung gharar (penipuan), dan mengandung dua

    syarat yang rusak, yakni syarat memberi uang muka kepada penjual dan

    syarat mengembalikan jual beli jika tidak suka.46

    B. Sadd Al-Drari’ah

    a. Definisi Sadd Al-Dzari’ah

    Kata sadd berarti menutup sesuatu yang cacat atau rusak dan

    menimbun lubang. Secara bahasa, dzara’i merupakan jama’ dari

    dzari’ah yang berarti jalan menuju sesuatu. Menurut istilah dzari’ah

    adalah sesuatu yang membawa pada perbuatan yang dilarang dan

    mengandung kemudaratan.47 Dalam Terminologi ushul fiqh, dzari’ah

    diartikan sebagai segala sesuatu yang menjadi perantara kepada suatu

    46 Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk., Ensiklopedi Fiqih Muamalah Dalam

    Pandangan 4 Madzhab, Cet. Ke-4 (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2017), hlm. 34 47 Moh. Mufid, Ushul Fiqh Ekonomi Dan Keuangan Kontemporer Dari Teori ke Aplikasi,

    Cet. Ke-2 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), hlm. 133

  • 31

    tujuan, baik berupa perbuatan taat ataupun maksiat.48 Imam Al-Syathibi

    mendefinisilkan dzariah dengan:

    َااَلت ى ْصَلَحٌة إىََل َمْفَسَدة ُهَو مَ َوسُُّل ِبى

    “Melakukan suatu pekerjaan yang semula mengandung kemaslahatan

    untuk menuju kepada suatu kemafsadatan.”

    Maksudnya, seseorang yang melakukan suatu pekerjaan yang

    pada dasarnya dibolehkan sebab mengandung suatu kemaslahatan,

    tetapi tujuan yang akan ia capai berakhir pada suatu kemafsadatan.49

    Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa sadd al-dzari’ah

    adalah perbuatan yang dilakukan seseorang yang sebelumnya

    mengandung kemaslahatan, tetapi akan berakhir dengan suatu

    kerusakan.50 Dasar diterimanya al-dzari’ah sebagai sumber pokok

    dalam hukum Islam adalah tinjauan terhadap akibat suatu perbuatan.

    Perbuatan yang menjadi perantara mendapatkan ketetapan hukum sama

    dengan perbuatan yang menjadi sasarannya baik akibat perbuatan itu

    dikehendaki atau tidak dikehendaki terjadinya. Apabila perbuatan itu

    mengarah kepada sesuatu yang diperintahkan, maka ia menjadi

    diperintahkan, sebaliknya jika perbuatan itu mengarah kepada

    perbuatan buruk, maka ia menjadi terlarang.51

    48 Iffatin Nur, Terminologi Ushul Fiqih, Cet. Ke-1 (Yogyakarta: Teras, 2013), hlm. 163 49 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, Cet. Ke-1 (Jakarta: Logos Publishing House, 1996), hlm.

    188 50 Moh. Mufid, Ushul Fiqh Ekonomi Dan Keuangan Kontemporer Dari Teori ke Aplikasi,

    Cet. Ke-2 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), hlm. 133 51 Mahmud Huda, “Metode Sadd Al-Dhari’ah Menurut Al-Shatibi,” Jurnal Studi Islam,

    Vol. 6:1 (2015) hlm. 202

  • 32

    Penetapan hukum secara sadd al-dzari’ah bertujuan untuk

    memudahkan tercapainya kemaslahatan atau jauhnya kemungkinan

    terjadinya kerusakan, atau melindungi diri agar terhindar kemungkinan

    dari perbuatan maksiat. Dalam hal ini sesuai dengan tujuan yang

    ditetapkan hukum atas mukallaf, yakni untuk mencapai kemaslahatan

    dan menjauhkan diri dari kerusakan.52 Guna mencapai tujuan ini syariat

    telah menetapkan perintah dan larangan. Dalam memenuhi dan

    menghentikan larangan tersebut, ada yang dapat dikerjakan secara

    langsung dan ada juga yang tidak dapat dilaksanakan secara langsung,

    jadi diperlukan adanya hal yang harus dikerjakan sebelumnya.53

    Menurut Imam al-Syathibi sebagaimana dikutip oleh Mahmud

    Huda, mengemukakan tiga syarat yang harus dipenuhi sehingga suatu

    perbuatan itu dilarang antara lain sebagai berikut:

    1) Perbuatan yang boleh dilakukan itu membawa kepada kemafsadatan.

    2) Kemafsadatan lebih kuat dari kemaslahatan pekerjaan.

    3) Dalam melakukan perbuatan yang dibolehkan unsur

    kemafsadatannya lebih banyak.54

    52 Ahmad Sanusi dkk., Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 90 53 Mahmud Huda, “Metode Sadd Al-Dhari’ah Menurut Al-Shatibi,” Jurnal Studi Islam,

    Vol. 6:1 (2015) hlm. 202 54 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, Cet. Ke-1 (Jakarta: Logos Publishing House, 1996), hlm.

    189

  • 33

    b. Rukun Sadd Al-Drzari’ah

    Rukun sadd al-dzari’ah ada tiga, yaitu:

    1) Perbuatan yang tidak dilarang dengan sendirinya (sebagai perantara,

    washilah, sarana, atau jalan). Dalam hal ini dibagi menjadi tiga

    keadaan:

    a) Maksud dan tujuan perbuatan itu ialah untuk perbuatan yang

    lain, seperti bai’ ajal.

    b) Maksud dan tujuan perbuatan itu adalah untuk perbuatan itu

    sendiri, seperti mencaci dan mencela sembahan orang lain.

    c) Perbuatan itu menjadi asas menjadikannya sebagai perantara

    atau washilah, seperti larangan menghentakkan kaki bagi

    seorang wanita yang ditakutkan akan menampakkan

    perhiasannya yang tersembunyi.

    2) Kuatnya tuduhan kepadanya. Inilah yang menjadi penghubung

    antara washilah kepada perbuatan yang dilarang, yaitu adanya

    tuduhan dan dugaan yang kuat bahwa perbuatan tersebut akan

    membawa kepada mafsadah.

    3) Kepada perbuatan yang dilarang. Jika perbuatan tersebut tidak

    dilarang, atau mubah, maka washilah atau dzari’ah tersebut

    hukmnya tidak dilarang.55

    55 Hifdhotul Munawaroh, “Sadd Al Dzari’at Dan Aplikasinya Pada Permasalahan Fiqih

    Kontemporer,” Jurnal Ijtihad, Vol. 12:1 (Juni 2018) hlm. 66

  • 34

    c. Dasar hukum Sadd al-dzari’ah

    1) Firman Allah Swt:

    َْرُجلىهىنى لىيُ ْعَلَم َما َُيْفىْْيَ مىْن زىيْ َنتىهىنى َيْضرىْبَن َوالَ َبى

    Artinya:“Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar

    diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan”. (Q.S An-

    Nur (24):31)56

    Wanita menghentakkan gelang kakinya lalu terdengar

    gemerincing gelang kakinya lalu terdengar gemerincing gelang

    kakinya, tetapi perbuatan itu menarik hati laki-laki lain untuk

    mengajaknya berbuat maksiat yaitu zina, sehingga perbuatan itu

    dilarang sebagai usaha untuk menutup pintu yang akan menuju ke

    arah perbuatan maksiat yaitu zina.57

    Dan Firman Allah Swt:

    ا هللاَ افَ َيُسب ُّوْ ُدْونى هللاى ْيَن َيْدُعْوَن مىنْ الىذى اَوالََتُسب ُّوْ عىْلم بىَغْيى َعْدو ًۢ

    Artinya:“Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka

    sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki

    Allah dengan melampaui batas dasar pengetahuan”. (Q.S

    Al-An’am (6):108)58

    Mencaci berhala tidak dilarang oleh Allah Swt, akan tetapi

    ayat diatas melarang kaum muslimin menghina dan mencaci berhala,

    karena larangan tersebut dapat menutup pintu yang menuju ke arah

    56 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya, (Solo: Abyan, 2014), hlm.

    353 57 Ahmad Sanusi dkk., Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 91 58 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Dan Terjemahnya, (Solo: Abyan, 2014), hlm.

    141

  • 35

    tindakan orang musyrik mencaci dan memaki Allah dengan

    melampaui batas.59

    2) Nabi Muhammad Saw bersabda:

    َى هللاى االَ كُ َواىنى ِحى ْيهى َفَمْن َحاَم َحْوَل احْلمىَي يُ ْو شى اَْن يَ َقَع فىْيهى َمَعاصى

    Artinya:“Ketahuilah, tanaman Allah adalah (perbuatan) maksiat

    yang (dilakukan) keadaannya. Barang siapa menggembalakan

    (ternaknya) sekitar tanaman itu, ia akan terjerumus

    didalamnya”. (H.R Bukhori Muslim)60

    Hadist tersebut menerangkan bahwa melakukan perbuatan

    yang dapat mengarah kepada perbuatan maksiat lebih besar

    kemungkinannya akan terjerumus melakukan kemaksiatan daripada

    kemungkinan untuk menjaga diri dari perbuatan itu. Tindakan yang

    tepat untuk menyelamatkannya adalah melarang perbuatan yang

    mengarah kepada perbuatan maksiat.61

    d. Kaidah Fiqh

    Kaidah fiqh yang dapat dijadikan dasar sadd al-dzariah adalah:

    دى أَْوََل مىْن َجْلبى اْلَمَصالىحى َدْرءُ اْلَمَفاسى

    Artinya:“Menolak keburukan (mafsadah) lebih diutamakan daripada

    meraih kebaikan (maslahah)”.62

    Maksud dari kaidah fiqh di atas ketika seseorang

    membolehkan suatu perbuatan, maka seharusnya ia juga membolehkan

    59 Ahmad Sanusi dkk., Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 91 60 Ibid. 61 Ibid., hlm. 92 62 Hifdhotul Munawaroh, “Sadd Al Dzari’at Dan Aplikasinya Pada Permasalahan Fiqih

    Kontemporer,” Jurnal Ijtihad, Vol. 12:1 (Juni 2018) hlm. 69

  • 36

    semua hal yang akan mengantarkan kepada hal tersebut. Sebaliknya,

    apabila seseorang melarang suatu perbuatan, iapun melarang semua hal

    yang dapat mengantarkan kepada perbuatan tersebut.63

    e. Macam-macam Sadd Al-Dzari’ah

    Para ulama ushul fiqh mengelompokkan al-dzari’ah menjadi

    dua kategori. Al-dzari’ah dilihat dari segi kualitas mafsadatnya dan al-

    dzari’ah dilihat dari segi jenis mafsadat yang ditimbulkan.

    1) Al-dzari’ah dilihat dari segi kualitas kemafsadatannya

    Menurut Imam Al-Syathibi sebagaimana dikutip oleh Yusida

    Fitriati, mengemukakan bahwa dari segi kualitas kemafsadatannya,

    al-dzari’ah terbagi kepada empat macam antara lain sebagai berikut:

    a) Perbuatan yang dilakukan itu boleh dilakukan, sebab jarang

    membawa kepada kemafsadatan. Misalnya, menggali sumur pada

    tempat yang biasanya tidak memberi mudarat ataupun menjual

    sejenis makanan yang biasanya tidak memberi mudarat kepada

    orang yang akan memakan makanan tersebut. Hal ini hukumnya

    boleh (mubah), sebab yang dilarang itu apabila telah diduga keras

    bahwa perbuatan tersebut mengarah kepada kemafsadatan.

    b) Perbuatan yang dilakukan itu membawa kepada kemafsadatan

    secara pasti (qath’i). Misalnya, ada seseorang menggali sumur di

    depan pintu rumah orang lain pada malam hari dan pemilik

    rumahnya tidak mengetahui. Di dalam perbuatan ini bentuk

    63 Ibid.

  • 37

    kemafsadatannya sudah dapat dipastikan, yakni terjatuhnya

    pemilik rumah ke dalam sumur tersebut, dan itu sudah dapat

    dipastikan, sebab pemilik rumah tidak mengetahui kalua ada

    sumur di depan pintu rumahnya. Hal ini jelas dilarang perbuatan

    tersebut dilakukan secara sengaja untuk mencelakakan orang lain.

    c) Perbuatan yang dilakukan itu biasanya atau besar

    kemungkinannya membawa kepada kemafsadatan. Misalnya,

    menjual senjata kepada musuh ataupun menjual anggur kepada

    produsen minuman keras. Perbuatan tersebut dilarang, sebab telah

    ada dugaan keras (zhann al-ghalib) bahwa perbuatan tersebut

    membawa kepada kemafsadatan, jadi dapat dijadikan patokan

    dalam menetapkan larangan terhadap perbuatan tersebut.

    d) Perbuatan itu pada dasarnya boleh dilakukan sebab mengandung

    kemaslahatan, akan tetapi memungkinkan juga perbuatan ini

    membawa kepada kemafsadatan. Misalnya, kasus jual beli yang

    disebut jual beli tempo (bai’ al-‘ajal). Jual beli seperti ini

    cenderung berimplikasi kepada riba. 64

    Untuk yang kedua dan ketiga diatas, para ulama telah

    sepakat untuk melarangnya sehingga perbuatan tersebut al-dzari’ah

    (perlu dicegah atau ditutup (sadd)). Untuk yang pertama para ulama

    tidak melarangnya, sedangkan jenis keempat terjadi perbedaan

    pendapat di kalangan para ulama.

    64 Yusida Fitriati, “Perubahan Sosial Dan Pembaruan Hukum Islam Perspektif Sadd Al-

    Dzari’ah,” Jurnal Kajian Syari’ah Dan Masyarakat, Vol. 15:2 (Desember 2015) hlm. 104

  • 38

    2) Al-dzari’ah dilihat dari segi jenis kemafsadatan yang ditimbulkannya

    Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah sebagaimana dikutip oleh

    Yusida Fitriati, al-dzari’ah dilihat dari segi jenis mafsadat yang

    ditimbukan terbagi kepada:

    a) Perbuatan itu membawa kepada suatu mafsadat, seperti meminum

    minuman keras dapat mengakibatkan mabuk dan mabuk

    merupakan itu suatu mafsadat.

    b) Perbuatan itu pada dasarnya perbuatan yang dibolehkan bahkan

    dianjurkan, tetapi dijadikan jalan untuk melakukan suatu

    perbuatan yang haram, baik dengan tujuan yang disengaja

    maupun tidak. Perbuatan yang memiliki tujuan yang disengaja

    misalnya seseorang menikahi wanita yang telah ditalak tiga oleh

    suaminya, dengan tujuan supaya suami pertama dapat

    menikahinya lagi. Sedangkan perbuatan yang dilakukan tanpa

    tujuan sejak semula seperti seseorang yang mencacimaki ibu

    bapak orang lain akibatnya orang tuanya sendiri akan dibalas caci

    makian.65

    Kedua macam al-dzari’ah ini oleh Ibn Qayyim dibagi lagi

    kepada:

    (1) Perbuatan tersebut maslahat-nya lebih kuat dari mafsadat-

    nya.

    65 Ibid., hlm. 105

  • 39

    (2) Perbuatan tersebut mafsadat-nya lebih besar dari maslahat-

    nya.

    Adapun akibat dari hukum yang ditimbukan dari kedua

    macam al-dzari’ah tersebut, oleh Ibn Qayyim diklasifikasikan

    kedalam empat kategori, yakni:

    Pertama, Perbuatan yang secara sengaja ditujukan untuk

    suatu kemafsadatan maka dilarang (haram) oleh syara’, misalnya

    meminum minuman keras (khamr).

    Kedua, Perbuatan yang pada dasarnya mubah tetapi

    ditujukan untuk melakukan kemafsadatan, maka dilarang (haram)

    oleh syara’, misalnya nikah tahlil.

    Ketiga, Perbuatan yang pada dasarnya mubah biasanya

    (dzan al-ghalib) akan berakibat suatu kemafsadatan maka

    dilarang (haram) oleh syara’. Misalnya, menmcaci maki

    sesembahan orang musyrik akan berakibat munculnya cacian

    yang sama bahkan lebih terhadap Allah SWT.

    Keempat, Perbuatan yang pada dasarnya mubah dan

    akibat yang ditimbulkan ada mafsadat dan maslahatnya. Dalam

    kategori yang keempat ini dilihat dulu, apabila unsur maslahatnya

    lebih banyak maka boleh, tetapi bila unsur mafsadatnya lebih

    banyak maka dilarang.

    Dari uraian di atas nampaknya al-dzari’ah dapat

    dipandang dari dua sisi, yaitu:

  • 40

    (1) Dari sisi motivasi yang mendorong seseorang melakukan

    suatu pekerjaan, baik bertujuan untuk yang halal maupun

    yang haram. Seperti, pada nikah al-tahlil, dimana pada

    dasarnya nikah dianjurkan oleh agama akan tetapi

    memperhatikan motivasi muhallil mengandung tujuan yang

    tidak sejalan dengan tujuan serta prinsip-prinsip dasar nikah,

    maka nikah seperti ini dilarang.

    (2) Dari sisi akibat suatu perbuatan seseorang yang membawa

    dampak negatif (mafsadat). Seperti seorang muslim yang

    mencaci maki sesembahan orang non muslim. Niatnya

    mungkin untuk menunjukkan kebenaran aqidahnya. Akan

    tetapi akibat cacian ini bisa membawa dampak yang lebih

    buruk lagi. Oleh karenanya perbuatan ini dilarang.66

    f. Ketentuan dalam Sadd Al-Dzari’ah

    Untuk menetapkan hukum jalan (sarana) yang mengharamkan

    kepada tujuan, perlu diperhatikan:

    1) Tujuan. Apabila tujuannya dilarang, maka jalannya juga dilarang dan

    apabila tujuannya wajib, maka jalannya juga diwajibkan.

    2) Niat (motif). Jika niatnya untuk mencapai yang halal, maka hukum

    sarananya halal, dan jika niat yang ingin dicapai haram, maka

    sarananya juga haram.

    66 Ibid., hlm. 106

  • 41

    3) Akibat dari suatu perbuatan. Apabila akibat suatu perbuatan

    menghasilkan kemaslahatan seperti yang diajarkan syari’ah, maka

    wasilah hukumnya boleh dikerjakan, dan sebaliknya jika akibar

    perbuatan adalah kerusakan, walaupun tujuannya demi kebaikan

    maka hukumnya tidak diperbolehkan.

    Dalam hal ini dasar pemikiran hukumnya bagi ulama’ adalah

    bahwa setiap perbuatan mengandung dua sisi:

    1) Sisi yang mendorong untuk berbuat

    2) Sasaran atau tujuan yang menjadi natijah (kesimpulan atau akibat)

    dari perbuatan itu. Menurut natijahnya, perbuatan itu ada dua

    bentuk yaitu:

    a) Natijahnya baik, maka segala sesuatu yang mengarah keadanya

    adalah baik dan oleh karenanya dituntut untuk

    mengerjakannya.

    b) Natijahnya buruk, maka segala sesuatu yang mendorong

    kepadanya adalah juga buruk, dan karenanya dilarang.67

    g. Kehujjahan Sadd Al-Dzari’ah

    Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat ulama terhadap

    keberadaan sadd al-dzari’ah yang digunakan sebagai alat atau dalil

    dalam penetapan hukum (istinbath) syara’. Pendapat beberapa ulama

    tentang kehujjahan sadd al-dzari’ah yaitu:

    67 Muaidi, “Saddu Al-Dzari’ah Dalam Hukum Islam,” Jurnal Hukum Ekonomi Syari’ah

    Dan Ahwal Syahsiyah, Vol. 1:2 (2016) hlm. 39

  • 42

    1) Imam Ibnu Qayyim berpendapat, bahwa penggunaan sadd al-

    dzari’ah merupakan suatu hal yang penting karena mencakup

    seperempat dari urusan agama, dan dalam sadd al-dzari’ah termasuk

    amar (perintah) dan nahi (larangan).68

    2) Ulama Syafi’i, Hanafi, dan Syi’ah menerima sadd al-dzari’ah

    sebagai dalil dalam masalah-masalah tertentu dan menolaknya dalam

    kasus-kasus lain. Sedangkan Imam Asy Syafi membolehkan

    seseorang karena udzur, seperti musafir dan sakit, untuk

    meninggalkan sholat jum’at dan menggantinya dengan sholat

    dzuhur. Tetapi secara tersembunyi dan diam-diam menurutnya

    mengerjakan sholat dzuhur tersebut, supaya tidak dituduh dengan

    sengaja meninggalkan sholat jum’at.69

    3) Imam Malik dan Imam Ahmad Ibnu Hambal yang dikenal sebagai

    dua orang imam yang memakai sadd al-dzari’ah. Oleh sebab itu,

    kedua imam ini menganggap bahwa sadd al-dzari’ah dapat menjadi

    hujjah. Khususnya Imam Malik yang dikenal selalu

    mempergunakannya di dalam menetapkan hukum-hukum syara’.

    Imam Malik di dalam menggunakan sadd al-dzari’ah sama dengan

    menggunakan maslahah mursalah dan urf wal adah. Demikian

    dijelaskan oleh Imam Al-Qorafi, salah satu ulama ulum di bidang

    ushul dari Madzab Maliki.70

    68 Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), hlm. 132 69 Ibid. 70 Ibid

  • 43

    4) Ulama Zhahiriyyah tidak mengakui kehujjahan sadd al-dzari’ah

    sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara’. Hal ini

    sesuai dengan prinsip mereka yang hanya menggunakan Al-Qur’an

    dan As-Sunnah (nash) dan tidak menerima campur tangan logika

    dalam masalah hukum. Pada umumnya semua ulama menerima

    metode sadd al-dzari’ah kecuali ulama Zhahiriyyah. Hanya saja

    penerapannya yang berbeda, perbedaan tentang ukurang kualifikasi

    sadd al-dzari’ah yang akan menimbulkan kerusakan dan yang

    dilarang.71

    71 Ibid.

  • 44

    BAB III

    PRAKTIK JUAL BELI SAPI MENGANDUNG

    DI PASAR SAPI SINGKIL BOYOLALI

    A. Gambaran Umum Pasar Sapi Singkil Boyolali

    Pasar sapi Singkil atau pasar hewan Sunggingan Boyolali dibangun

    pada tahun 1992 oleh Pemerintah Kota Boyolali, dan terletak di Dukuh

    Randusari 03/05 Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten

    Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Letak pasar sapi Singkil ini berada di tengah

    diantara empat desa, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Dukuh Singkil,

    sebelah timur berbatasan dengan perumahan Bumi Singkil Permai 2, sebelah

    selatan berbatasan dengan Dukuh Ngargosari, dan sebelah barat berbatasan

    dengan Dukuh Tegalmulyo.72 Pasar ini merupakan salah satu pasar tradisional

    yang dikelola di bawah Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten

    Boyolali. Pasar sapi Singkil Boyolali dibangun di atas lahan seluas 3,2

    Hektar.73

    Dahulu, pasar hewan ini berada di dalam Kota Boyolali, kemudian

    dipindahkan ke Dukuh Randusari Desa Karanggeneng. Perpindahan pasar

    hewan ini disebabkan oleh lokasinya yang tidak muat lagi dan lokasinya di

    dalam kota menjadikan pembuangan limbahnya sulit. Hal tersebut akhirnya

    menjadi pertimbangan Pemerintah Boyolali untuk memindahkan pasar hewan

    tersebut ke tempat yang lebih luas.74

    72 Wawancara dengan Bapak SUP kepala Desa Karanggeneng 6 Agustus 2020. 73 Wawancara dengan Bapak BAY staf pasar hewan Sunggingan Boyolali 9 Agustus 2020. 74 Wawancara dengan Bapak SAP staf pasar hewan Sunggingan Boyolali 9 Agustus 2020

  • 45

    Pasar sapi Singkil Boyolali merupakan salah satu pasar yang dibangun

    untuk menampung pedagang hewan yaitu sapi terutama sapi mengandung.

    Sebagian besar pedagang yang menempati pasar sapi Singkil atau pasar

    hewan Sunggingan Boyolali ini merupakan para pedagang sapi dalam partai

    besar yang biasa disebut dengan juragan. Kota Boyolali memberikan

    perhatian yang lebih kepada para pedagang maka upaya penataan dan

    pemberian lahan yang lebih luas terus dilakukan.

    Pasar sapi Singkil Boyolali menjadi pasar khusus hewan sapi terutama

    sapi mengandung terbesar di Kota Boyolali. Pedagang yang berjualan tidak

    hanya warga Boyolali saja, tetapi banyak pengunjung yang berdatangan dari

    luar Kota Boyolali seperti Klaten, Solo, Sragen, Wonogiri, Ambarawa,

    Salatiga, Semarang, dan wilayah luar Kecamatan Boyolali Kota. Karena

    hewan sapi mengandung yang dijual jumlahnya sangat banyak dan berbagai

    macam sapi, maka pembeli harus pandai memilih dan bisa mendapatkan sapi

    mengandung yang memiliki kualitas bagus. Pasar ini buka hanya setiap

    pasaran Pahing berdasarkan penanggalan kalender Jawa, mulai pukul 07.00

    sampai pukul 19.00 WIB. Pada pasaran Pahing pasar ini ramai pengunjung.75

    Dari berbagai ragam dagangan sapi mengandung yang ditawarkan

    sesuai dengan kelompoknya dikarenakan ada beberapa bagian dagangan sapi

    mengandung. Tujuan adanya pengelompokan ini agar para pembeli lebih

    mudah mencari sapi mengandung yang dibutuhkan karena tempat di pasar

    sapi Singkil Boyolali ini disusun berdasarkan klasifikasi jenis dagangan. Ada

    75 Ibid.

  • 46

    7 blok pembagian yang diperuntukkan bagi para pedagang pasar sesuai

    dengan jenis sapi mengandung dagangan yang secara khusus menjual

    berbagai macam sapi mengandung atau yang sering disebut penjalan hewan

    besar yang diklasifikasikan sesuai dengan kelompok sapi mengandung yang

    dijual. Beberapa kelompok sapi mengandung tersebut seperti blok khusus

    hewan besar yakni menjual sapi mengandung encik, brenggala, metal,

    brahma, lemousin, dan masih banyak lagi yang lainnya. Setiap kelompok

    ditulis pada papan petunjuk yang yang digunakan sebagai pemandu bagi

    pembeli yang akan memilih sapi mengandung.76

    1. Kantor Pengelola Pasar

    Pasar sapi Singkil atau pasar hewan Sunggingan Boyolali

    merupakan salah satu pasar yang dikelola oleh Dinas Perdagangan Dan

    Perindustrian (Disdagperin) yakni sebuah unit yang bekerja di lingkungan

    Pemerintah Kota Boyolali serta mempunyai tugas untuk

    menyelenggarakan semua urusan yang berkaitan dengan pemerintah di

    bidang pengelolaan pasar yang tidak mempunyai visi dan misi, karena

    pasar sapi Singkil Boyolali sudah langsung dikelola oleh Disdagperin.77

    Pasar sapi Singkil Boyolali memiliki kantor sendiri yang dipimpin

    oleh seorang kepala atau yang biasa disebut dengan lurah pasar. Kantor

    tersebut merupakan bawahan dari Dinas Perdagangan Dan Perindustrian

    (Disdagperin) untuk menangani semua masalah yang terjadi di pasar sapi

    Singkil atau pasar hewan Sunggingan Boyolali. Dalam melaksanakan

    76 Wawancara dengan SRS kepala pasar hewan Sunggingan Boyolali 9 Agustus 2002. 77 Ibid.

  • 47

    tugasnya, kepala pasar sapi Singkil dibantu oleh para staff. Berikut

    merupakan struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)

    pasar sapi Singkil atau pasar hewan Boyolali yang disusun oleh kepala

    pasar.

    STRUKTUR ORGANISASI

    UPTD PASAR HEWAN SUNGGINGAN BOYOLALI

    Sumber: Kantor lurah pasar sapi Singkil atau pasar hewan Sunggingan

    Boyolali Struktur Organisasi UPTD Pasar Hewan Sunggingan Boyolali

    STAF

    SAPTO HADI. D.

    IMAM KADHOFI

    STAF

    SARYONO

    STAF

    STAF

    SRI NUGROHO

    STAF

    KEPALA

    SUROSO

    STAF

    TUKIMAN

    WIYONO

    BAYU GUNANTO

    STAF

    STAF

    MURSIDI

  • 48

    2. Jenis Pedagang Pasar Sapi Singkil Boyolali

    Pedagang yang berjualan di pasar sapi Singkil atau pasar hewan

    Sunggingan Boyolali termasuk jenis pedagang dasaran atau pedagang

    bebas yang berasal dari berbagai daerah tidak dari Boyolali saja seperti

    Salatiga, Semarang, Wonogiri, Ambarawa, Solo, Sukoharjo, dan Sragen.

    Mereka menjajakan sapi mengandung di plataran pasar. Di pasar sapi

    Singkil Boyolali, terdapat pedagang yang berdasarkan jenis dagangannya

    yang meliputi pedagang sapi lokal atau encik, sapi brenggala, sapi metal,

    sapi brahma, dan sapi lemousin.78

    Terdapat 5 blok pembagian di pasar sapi Singkil Boyolali untuk

    penjualan berbagai macam sapi mengandung. Para pedagang sapi

    mengandung tidak diatur oleh petugas pasar, tetapi mereka menempati

    diantara blok tersebut sesuai dengan kedatangannya atau yang biasa

    disebut dengan “disik-disikan”. Pedagang menjual sapi mengandung

    dagangannya mulai pukul 07.00 sampai dengan 19.00 WIB. Kebanyakan

    pedagang bertindak sebagai penjual dan pembeli dalam waktu yang

    bersamaan. Biasanya, para pedagang yang datang langsung membawa sapi

    mengandung dagangannya menuju blok yang berada di pelataran pasar.79

    3. Jenis Sapi Mengandung yang Dijual di Pasar Sapi Singkil Boyolali

    Pedagang di pasar sapi Singkil atau pasar hewan Sunggingan

    Boyolali memperjualkan berbagai macam sapi mengandung. Sapi

    78 Observasi tempat berdagang penjual sapi mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali 9

    Agustus 2020. 79 Ibid.

  • 49

    mengandung yang mereka jual sangatlah bermacam-macam, dan rata-rata

    adalah sapi mengandung milik mereka sendiri. Di bawah ini merupakan

    jenis sapi mengandung yang dijual di pasar sapi Singkil Boyolali.80

    Adapun jenis sapi mengandung yang dijual di pasar sapi Singkil Boyolali

    yaitu sapi mengandung brenggala, sapi mengandung encik, sapi

    mengandung limousine, sapi mengandung metal, dan sapi mengandung

    brahman.

    Pedagang dalam berjualan menjajakan dagangan sapinya di

    pelataran pasar saja. Pelataran yang digunakan untuk menjual sapi

    mengandung tersebut ada atapnya agar sapi mengandung tidak merasa

    lelah yang disebabkan karena panasnya terik matahari. Berdasarkan hasil

    penelitian, apabila ditinjau dari waktu berdagangnya jumlah pedagang sapi

    mengandung yang berjualan di pasar ini jumlahnya cukup besar kurang

    lebih 50 orang pedagang. Kemudian lama waktu berdagangnya mereka

    biasanya memulai berdagang pukul 07.00 sampai dengan 19.00 WIB.81

    B. Praktik Jual Beli Sapi Mengandung Di Pasar Sapi Singkil Boyolali

    Praktik jual beli yang terjadi di pasar sapi Singkil Boyolali

    menggunakan transaksi layaknya kegiatan jual beli pada umumnya, yakni

    penjual dan pembeli melakukan tawar menawar hingga pada akhirnya

    menemukan harga yang disepakati antara kedua belah pihak. Transaksi jual

    beli di pasar sapi Singkil Boyolali ini terdapat hal yang perlu diperhatikan

    80 Observasi jenis sapi mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali 9 Agustus 2020 81 Wawancara dengan Bapak AHM penjual sapi mengandung 14 Agustus 2020

  • 50

    yaitu pembeli harus lebih teliti terhadap sapi mengandung yang akan dipilih.

    Proses transaksi jual beli sapi mengandung yang terjadi di pasar sapi Singkil

    Boyolali ini yakni pembeli langsung mendatangi penjual sapi mengandung

    sesuai keinginan. Selanjutnya pembeli melihat-lihat sapi mengandung

    tersebut.

    Pada proses ini, penjual juga mempersilahkan pembeli untuk

    mengecek dan melihat-lihat sapi mengandung yang diinginkan. Kemudian

    apabila pembeli sudah merasa pasti dengan sapi mengandung tersebut,

    selanjutnya akan terjadi proses tawar-menawar diantara pihak penjual dan

    pihak pembeli dengan kehendak sendiri tanpa adanya unsur paksaan atau

    tekanan dari salah satu pihak sehingga akan terjadi suatu kesepakatan harga

    antara kedua belah pihak dan dilanjutkan dengan akad jual beli. Sebagian

    besar penjual yang menjajakan sapi mengandung dagangannya tetapi mereka

    tidak mengetahui bahwa sapi mengandung tersebut memiliki kekurangan atau

    tidak, dan waktu pembeli menanyakan apakah ada yang mau mengecek

    keadaan sapi mengandung tersebut agar kalau memang sapi mengandung itu

    keadaanya baik-baik saja maka akan dibeli oleh pihak pembeli. Dengan

    demikian, jual beli di pasar ini masih dikategorikan ke dalam jual beli yang

    bersifat belum jelas kualitasnya.82

    Pak TAR misalnya, dia mengatakan waktu akan membeli sapi

    mengandung brenggala, tetapi waktu ia ingin mengecek sapi mengandung

    tersebut penjual tidak menyediakan orang yang sudah mengerti tentang sapi.

    82 Wawancara dengan Bapak ABD penjual sapi mengandung 14 Agustus 2020

  • 51

    Jadi pihak penjual dan pihak pembeli tidak mengetahui kondisi sapi

    mengandung tersebut. 83

    Pihak penjual mematok harga yang umumnya di pasaran atau biasa

    dikatakan “sedengan” karena terkadang belum diketahui kualitas sapi

    mengadung. Selanjutnya seperti yang dialami oleh GIAR, “dia membeli sapi

    mengandung metal. Dalam transaksi tersebut penjual mengatakan bahwa sapi

    mengandung tersebut tidak memiliki kekurangan. Akan tetapi, setelah sampai

    rumah sapi tersebut ternyata memiliki penyakit kulit yang ditutupi dengan

    kotoran sapi.”84

    Pembelian sapi mengandung di pasar sapi Singkil Boyolali ini

    mengharuskan pembeli harus sudah dipastikan benar-benar mengerti dan

    sudah paham mengenai sapi mengandung sesuai yang diinginkan, karena

    banyaknya pilihan sapi mengandung yang tersedia di pasar tersebut.

    Kemudian, berkenaan dengan kualitas sapi mengandung, bagi pembeli yang

    ingin membeli sapi mengandung di pasar ini dituntut harus lebih berhati-hati

    dan juga teliti dalam memilih sapi mengandung dikarenakan sapi

    mengandung yang dijual di pasar ini bermacam-macam dan beberapa sapi

    mengandung yang dijual masih banyak yang belum diketahui kondisinya.85

    Beberapa sapi mengandung memang memiliki kualitas baik, akan

    tetapi ketika semua sapi mengandung sudah terkumpul di pasar sapi Singkil

    Boyolali ini, bagi pembeli yang tidak terlalu mengetahui tentang sapi maka

    lebih mudah tertipu oleh kualitas sapi mengandung yang berjumlah sangat

    83 Wawancara dengan Bapak TAR pembeli sapi mengandung 14 Agustus 2020 84 Wawancara dengan Bapak GIAR pembeli sapi mengandung 14 Agustus 2020 85 Wawancara dengan Bapak SUR, penjual sapi mengandung 14 Agustus 2020

  • 52

    banyak. Kelihatannya, sapi mengandung yang dijual tampak sehat dan tidak

    memiliki kekurangan. Namun, penampilan luar tetap tidak bisa menjadi

    jaminan akan kualitas dari sapi mengandung tersebut.

    Pada saat pembeli datang untuk membeli sapi mengandung di pasar

    sapi Singkil Boyolali, mereka sebagai pembeli diberi kebebasan oleh penjual

    untuk meneliti sapi mengandung yang diinginkan hingga pembeli merasa

    yakin dan puas dengan sapi mengandung yang diinginkan. Pada saat memilih

    sapi mengandung yang akan mereka beli, kebanyakan penjual tidak mau

    menjelaskan dengan detail tentang sapi mengandung yang mereka jual.

    Umumnya waktu calon pembeli menanyakan kualitas sapi mengandung

    tersebut, penjual selalu berkata bahwa sapi mengandung tersebut memiliki

    kualitas bagus. 86

    Dengan cara demikian, pembeli dapat memperkecil tingkat resiko

    terhadap adanya kecacatan terhadap sapi mengandung yang mereka inginkan.

    Karena tidak semua pelaku usaha menerima komplain mengenai sapi

    mengandung yang sudah dibeli oleh pembeli.

    Dalam praktik transaksi jual beli di pasar sapi Singkil Boyolali ini

    dikenal dengan istilah dagang orang jawa “untung-untungan” atau biasanya

    disebut beja-beji. Pasar ini ditetapkan menjadi pasar yang sangat ramai

    dibandingkan dengan pasar sapi di kota lain, karena lebih banyak

    86 Wawancara dengan Bapak WAH pembeli sapi mengandung 14 Agustus 2020

  • 53

    menyediakan sapi mengandung, lebih lengkap jenisnya, dan harganya

    terkenal lebih murah dibanding di pasar sapi yang lain.87

    Dilihat dari yang terjadi di pasar sapi Singkil Boyolali, pembeli yang

    datang yaitu pembeli yang memilih pasar tersebut dijadikan sebagai tempat

    alternatif untuk membeli sapi-sapi mengandung yang mereka inginkan. Selain

    itu, dengan harga yang kebanyakan ditawarkan penjual jauh lebih murah

    apabila dibandingkan dengan pasar sapi yang lain yang harganya jauh lebih

    tinggi atau mahal sehingga dengan harga yang dipasang lebih murah ini maka

    dapat menarik para konsumen untuk membeli sapi mengandung di pasar ini.

    Tetapi di sisi lain juga ada pembeli yang merasa dirugikan oleh penjual. Yaitu

    apabila terjadi kecacatan terhadap sapi mengandung yang dibelinya, namun

    dari pihak penjual sendiri terkadang tidak mau bertanggung jawab terhadap

    sapi mengandung yang sudah dibeli.

    Dari hasil wawancara dengan p