PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM...

75
i PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM FATWA MUI NOMOR 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh : Yusuf Djamaluddin NIM: 1111043100017 KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIH PRODI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M

Transcript of PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM...

Page 1: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

i

PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM FATWA MUI NOMOR

4/MUNAS VII/MUI/8/2005 TENTANG PERKAWINAN

BEDA AGAMA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

Yusuf Djamaluddin

NIM: 1111043100017

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIH

PRODI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H / 2016 M

Page 2: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

ii

PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM FATWA MUI NOMOR

4/MUNAS VII/MUI/8/2005 TENTANG PERKAWINAN

BEDA AGAMA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

Yusuf Djamaluddin

NIM: 1111043100017

Di Bawah Bimbingan:

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIH

PRODI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H / 2016 M

Page 3: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

iii

Page 4: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Page 5: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

v

ABSTRAK

Yusuf Djamaluddin (1111043100017), Penerapan Sadd al-Dzari’ah Dalam

Fatwa Mui Nomor 4/Munas VII/MUI/8/2005 Tentang Perkawinan Beda

Agama. Konsentrasi Perbandingan Madzhab Fiqih Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Di Indonesia terdapat lembaga yang bertugas mengeluarkan fatwa

terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam masyarakat,

khususnya dalam persoalan agama islam yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI),

mengenai pernikahan beda agama MUI memberikan fatwa haram dengan

berhujjad berdasarkan Sadd al-Dzari‟ah. Adapun pengertian Sadd al-Dzari‟ah

adalah menutup jalan yang membawa kepada kebinasaan atau kejahatan.

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah, Untuk

mengetahui bagaimana penerapan sadd al-Dzari‟ah dalam fatwa MUI tentang

perkawinan beda agama.

Metode penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan

pendekatan normatif, serta metode perbandingan hukum. Adapun teknik

pengumpulan data dilakukan dengan kajian kepustakaan, dan penelitian lapangan

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisa pendapat beberapa ulama dari

beberapa madzhab. Penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan dengan

melakukan wawancara. Dalam penelitian ini, peneliti akan mewawancarai tokoh

dari dua organisasi masyarakat terkemuka yaitu Nahdhatul Ulama dan

Muhammadiyah.

Dalam penelitian ini salah satu anggota MUI Prof. Huzaemah Tahido

Yanggo, menerangkan aspek penerapan saad adzariah dalam fatwa ini karena

pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama

Islam untuk pindah beragama, oleh sebab itu nikah beda agam dicegah oleh ulama

untuk mencega madharat yang nyata yakni terjadinya pindah agama. Selain itu

pelarangan nikah beda agama bertujuan agar terwujud ketentraman keluarga dan

dikhawatirkan anak dari hasil pernikahan dengan non muslim ini kelak mengikuti

agama non muslim. Selain itu agar tidak terjadi perpecahan dalam keluarga.

Kata Kunci : Fiqih, Fatwa MUI, Pernikahan Beda Agama

Dosen Pembimbing: Dr. H. Ahmad Mukri Aji. MA, dan H. M. Riza Afwi, LC,

MA

Daftar Pustaka: Tahun 1975 s/d 2015

Page 6: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

vi

بسن هللا الشحوي الشحن

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, yang telah memberikan banyak kenikmatan dan senantiasa

memberikan hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya, skripsi dengan judul

“Penerapan Sadd al-Dzari’ah Dalam Fatwa Mui Nomor 4/Munas

VII/MUI/8/2005 Tentang Perkawinan Beda Agama” dapat terselesaikan.

Shalawat teriring salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi

Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman Jahiliyyah menuju

zaman Islamiyyah, kepada keluarga besar-Nya, sahabat-sahabat-Nya, tabi‟in,

tabi‟it tabi‟in, dan kita sebagai umat-Nya semoga mendapatkan syafa‟at-Nya

kelak.

Tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak tidaklah

mungkin skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membimbing,

membantu dan memotivasi penulis, terutama:

1. Bapak. Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Bapak. Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si., Ketua Program Studi

Perbandingan Madzhab dan Hukum. Juga kepada Ibu Hj. Siti Hanna,

S.Ag, Lc, MA, Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab dan

Page 7: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

vii

Hukum yang sekaligus merangkap sebagai Dosen Pembimbing Akademik

yang selama ini telah memberikan nasehat serta bimbingannya kepada

penulis selama masih dalam masa kuliah.

2. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Aji. MA dan Bapak H. M. Riza Afwi, LC,

MA. Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak membantu

meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya di sela-sela kesibukan, serta

memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan semangat kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh Dosen Fakultas Syari‟ah dan Hukum yang telah membekali

dengan ilmu yang berharga, nasihat-nasihat penyemangat yang

memberikan motivasi, serta kesabaran dalam mendidik selama penulis

melakukan studi.

4. Bagian administrasi dan tata usaha yang telah banyak membantu

memberikan kelancaran kepada penulis dalam proses penyelesaian

prosedur kemahasiswaan, serta pemimpin dan segenap karyawan

Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan khususnya

Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah berkenan

meminjamkan buku-buku penunjang, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

5. Orang tua tercinta, Ayahanda KH. Djamaluddin Abu Bakar Sulaiman dan

Ibunda Hj. Ratu Kuraesyin Tohir Falak yang sangat berperan dalam

mengasuh, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran

dan pengertian. Serta tiada henti memberikan do‟a dan dukungan baik

Page 8: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

viii

secara moril maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

6. Teman-teman PMF angkatan 2011 yang selalu membantu, mendukung

dan menemani selama proses penulisan skripsi ini terutama Ajiz, Uje,

Izzul, Ajat, Hamdi, Haikal, Resti, Ratna, Mila, Dian, Rusydi, Iqbal, dan

yang lainnya, semoga Allah memberikan kemudahan dalam menyusuri

kehidupan kita selanjutnya.

7. Terimakasih kepada Ayu Larasati Munfiq yang selalu memberikan

semangat, dan selalu bersedia mendengarkan keluh kesah selama proses

penulisan skripsi ini.

8. Semua pihak yang telah membantu, serta memberi nasehat, sehingga

terselesaikannya penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis hanya bisa berdoa dan berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca, dan semoga mereka yang

telah membantu diberikan ganjaran yang setimpal. Amin.

Jakarta: 22 April 2016 M

14 Rajab 1437 H

Penulis

Page 9: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

ix

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................. iii

ABSTRAK ............................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ........................................................................... v

DAFTAR ISI .......................................................................................... viii

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................ 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 5

D. Review Studi Terdahulu .................................................... 6

E. Metode Penelitian .............................................................. 8

F. Sistematika Penulisan ........................................................ 11

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG NIKAH BEDA AGAMA 13

A. Pengertian Tentang Nikah Beda Agama ............................ 13

B. Hukum Pernikahan Beda Agama ....................................... 16

C. Ayat dan Tafsir Tentang Nikah Beda Agama .................... 25

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG MAJELIS

ULAMA INDONESIA ........................................................ 28

A. Sejarah Majlis Ulama Indonesia ........................................ 28

B. Metode pengambilan Fatwa MUI ...................................... 31

C. Fatwa MUI Tentang Nikah Beda Agama .......................... 36

Page 10: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

x

BAB IV : ANALISIS PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH TERHADAP

FATWA MUI TENTANG KAWIN BEDA AGAMA 41

A. Analisis Kedudukan Sadd al-Dzari‟ah

Dalam Hukum Islam.......................................................... 41

B. Analisis Penerapan Sadd al-Dzari‟ah Terhadap Fatwa MUI Tentang

Nikah Beda Agama............................................................ 51

BAB V : PENUTUP............................................................................ 59

A. Kesimpulan......................................................................... 59

B. Saran................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 62

Page 11: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan bagaian dari dimensi kehidupan yang bernilai

ibadah sehingga menjadi sangat membutuhkan teman hidup untuk

mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup

berumah tangga, dengan perkawinan itu pula manusia dapat membentuk

keluarga, masyarakat dan bahkan bangsa. Karena begitu pentingnya institusi

perkawinan tersebut sehingga agama-agama yang ada didunia ini ikut

mengatur masalah perkawinan itu, bahkan adat masyarakat serta institusi

Negara pun mengambil bagian dalam pengaturan masalah perkawinan.1

Perkawinan lintas agama dan atau beda agama dikalangan umat islam

menjadi topik perdebatan pro dan kontra, khususnya di Indonesia. Bagi

sementara kalangan yang mendukung kebolehan perkawinan beda agama

secara umum berpendapat bahwa kebolehan itu berdasarkan sitiran ayat yang

menyatakan kehalalan “Ahlul Kitab”, yaitu mereka yang mengikuti salah satu

ajaran agama Samawi. Dan bagi yang mengharamkan hubungan perkawinan

antara seorang muslim kepada non-muslim pun juga berargumentasi dengan

Nash yang dipahami sebagai larangan. Bahkan kelompok ini cendrung

menyamakan antara “Ahlil Kitab” dan “Musyrik”.2

1 Ahmad Sudirman Abbas, Problematika Pernikahan Dan Solusinya, (PT.Prima

Heza Lestari, tt), h. 75.

2 Ahmad Sudirman Abbas, Problematika Pernikahan Dan Solusinya, h. 75.

Page 12: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

2

Bagi mereka yang berpendapat boleh melakukan perkawinan muslim

kepada non muslim memberi penjelasan bahwa kebolehan itu terbatas pada kaum

ahlul kitab dan bukan musyrik. Menurut kelempok tersebut, memang terdapat

perbedaan yang signifikan diantara keduanya, sehingga penyebutannya perlu

diwaspadai.3

Dalam konteks ini, kepercayaan agama merupakan suatu landasan yang

mengisi setiap jiwa, mempengaruhinya, menggambarkannya perasaannya,

membatasi semua pengaruh jiwa dan kehendaknya serta menentukan jalan

kehidupan yang bakal ditempuhnya. Walaupun demikian masih banyak orang

yang terkecoh dengan masalah agama sehingga mereka menduga bahwa masalah

agama hanyalah sekedar perasaan yang ada dalam jiwa saja dan bisa diganti

dengan beberapa filsafat atau beberapa aliran sosial. Hal semacam ini merupakan

suatu asusmsi yang diakibatkan karena kepicikan pengetahuan tentang hakikat

jiwa insan dan elemen-elemen yang realitis dan disebabkan kebodohannya

terhadap realita jiwa dan pembawaan kodratnya.4

Kedatangan Islam membawa nilai-nilai yang agung. Islam

menyempurnakan tata cara perkawinan dari sifat-sifat kebinatangan, serta

berusaha menempatkannya pada kedudukan yang mulia guna mengatur

hubungan laki-laki dan wanita yang berderajat tinggi dan sebagai makhluk yang

3 Ahmad Sudirman Abbas, Problematika Pernikahan Dan Solusinya, h. 75.

4 Abdul Mutaal Muhammad Al-Jabry, Perkawinan Campuran Menurut Pandangan

Islam,( Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1991), h. 14.

Page 13: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

3

mulia dan utama dibanding dengan makhluk Tuhan lainnya. Kedatangan Islam

juga menyikap makna-makna hakiki sebuah perkawinan.5

Di Indonesia mengenai perkawinan beda agama diatur dalam Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 2 yang menjelaskan bahwa perkawinan adalah

sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayannya.

Sehingga penentuan boleh tidaknya perkawinan tergantung pada ketentuan

agama. Hal ini juga berarti bahwa hukum agama menyatakan perkawinan beda

agama adalah tidak boleh, maka begitupula pula menurut hukum Negara. Jadi

dalam perkawinan berbeda agama yang menjadi boleh tidaknya tergantung pada

ketentuan agama.6

Perkawinan beda agama bagi masing-masing pihak menyangkut akidah

dan hukum yang sangat penting bagi seseorang hal ini berarti menyebabkan

tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat-syarat dan tata cara

pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agama masing-masing.

Kenyataannya dalam kehidupan masyarakat bahwa dalam perkawinan beda

agama itu terjadi sebagai realitas yang tidak dipungkiri. Berdasarkan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku secara positif di Indonesia, telah jelas dan

tegas menyatakan bahwa sebenarnya perkawinan beda agama tidak diinginkan,

karena bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Tetapi ternyata

5 Kholid Bin Ali Muhammad Al-Anbari, Perkawinan dan Masalahnya, (Jakarta: Pustaka

Al-Kautsar, 1993), h. 18-19.

6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2.

Page 14: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

4

perkawinan beda agama itu masih saja terjadi dan akan terus terjadi sebagai

interaksi sosial diantara seluruh warga Indonesia yang pluralis agamanya.7

Kemudian hukum positif selanjutnya yang membahas mengenai

pernikahan beda agama terdapat di dalam KHI pasal 40 dimana seorang pria

dilarang melangsungkan perkawinan dengan wanita yang tidak beragama Islam,

dan pada pasal 44 disebutkan bahwa seorang wanita Islam dilarang

melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.8

Di Indonesia terdapat lembaga yang bertugas mengeluarkan fatwa

terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam masyarakat,

khususnya dalam persoalan agama islam yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI),

mengenai pernikahan beda agama MUI memberikan fatwa haram dengan

berhujjad berdasarkan Sadd al-Dzari‟ah. Adapun pengertian Sadd al-Dzari‟ah

adalah menutup jalan yang membawa kepada kebinasaan atau kejahatan.9

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengangkat masalah

tersebut untuk dijadikan penelitian dalam bentuk karya ilmiah (skripsi) dengan

judul “Penerapan Sadd al-Dzari’ah Dalam Fatwa MUI Nomor 4/MUNAS

VII/MUI/8/2005 Tentang Perkawinan Beda Agama

7 Satria Efendi, Ushul Fiqh, (Jakarta:Kencana, 2005), h. 172

8 Satria Efendi, Ushul Fiqh, h. 172.

9 Satria Efendi, Ushul Fiqh, h. 172.

Page 15: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

5

B. Batasan Dan Perumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perlu adanya

pembatasan yang menjadi fokus dalam pembahasan skripsi ini. untuk

mengefektifkan dan memudahkan pembahasan, maka penulis membatasi

permasalahan dalam penulisan skripsi ini pada penerapan sadd al-Dzari‟ah

dalam fatwa MUI tentang perkawinn beda agama.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan

permasalahan yaitu :

1. Bagaimana kedudukan sadd al-Dzari‟ah dalam hukum Islam?

2. Bagaimana penerapan sadd al-Dzari‟ah dalam fatwa MUI?

3. Bagaimana penerapan sadd al-Dzari‟ah dalam fatwa MUI tentang

perkawinan beda agama?

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan sadd al-Dzari‟ah dalam

hukum Islam

b. Untuk mengetahui bagaimana penerapan sadd al-Dzari‟ah dalam

fatwa MUI

c. Untuk mengetahui bagaimana penerapan sadd al-Dzari‟ah dalam

fatwa MUI tentang perkawinan beda agama

Page 16: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

6

2. Manfaat Penelitian

a. Memberikan informasi pada masyarakat umum khususnya warga

muslim terhadap fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 04

Tahun 2005 Tentang Perkawinan Beda Agama.

b. Sebagai wahana untuk mengembangkan wacana dan pemikiran bagi

peneliti

4. Review Studi Terdahulu

Penelitian tentang pembahasan ini memang bukan penelitian yang

pertama, penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh:

1. Wahyu Sunandar, Skripsi, Fakultas Ushuluddin, 2011 berjudul Fatwa Majlis

Ulama Indonesia (MUI) tentang beda agama dan respon para pemuka agama

tehadapnya. Dalam penelitian ini membatasi masalah pada perbedaan antara

perkawinan beda agama menurut fatwa MUI No: 4/MunasVII/MUI/8/2005

penelitian ini berkesimpulan bahwa fatwa yang dikeluarkan oleh Majlis

Ulama Indonesia tentang pernikahan beda agama adalah kurang relevan.

Karena sepertinga MUI hanya mengambil keputusan berdasarkan teks-teks

suci tanpa melihat realita dan pendapat dari agama-agama lain. Karena

pernikahan beda agama bukan menyangkut Islam saja tetapi lebih bersifat

umum antar agama lainnya.

Persamaan penelitian saudara Wahyu dengan penlitian saya sama-sama

membahas pernikahan beda agama menurut Islam. Adapun perbedaannya yang

Page 17: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

7

menjadi subyek penelitian ini adalah penerapan sadd al-Dzari‟ah dalam fatwa

MUI tentang perkawinan beda agama.

2. Liza Suci Amalia, SH, Tesis, Fakultas Hukum, 2003 berjudul Perkawinn Beda

Agama Menurut Hukum Islam. Dalam penelitian ini membatasi masalah pada

perbedaan antara perkawinan beda agama menurut hokum Islam, penelitian

ini berkesimpulan bahwa al-Qur‟an membolehkan laki-laki muslim menikah

dengan perempuan ahli kitab, dan sebgaian ulama juga ada yang

membolehkan pesempuan Muslim kawin dengan laki-laki non-muslim apabila

keadaan memungkinkan, tetapi hokum perkawinan di Indonesia melarangnya.

Bagi umat Islam, yang menjadi acuan larangan diadakannya perkawinan beda

agama adalah Kompilasi Hukum Islam, fatwa Majlis Ulama Indonesia, dan

organisasi-organisasi Islam ( seperti Muhammadiyah dan NU), serta beberapa

hokum Islam dan kitab-kitab fikih, yang bersumber dari al-Qur‟an dan al-

Hadist.

Persamaan penelitian saudari Liza Suci Amalia dengan penlitian saya

sama-sama membahas pernikahan beda agama menurut Islam. Adapun

perbedaannya yang menjadi subyek penelitian ini adalah penerapan sadd al-

Dzari‟ah dalam fatwa MUI tentang perkawinan beda agama.

3. Dedi Irawan, Skripsi, Fakultas Ushuluddin, 2010 berjdul pernikahan beda

keyakinan dalam al-Qru‟an (Analisis penafsiran al-Maraghi atas Q.S al-

Maidah ayat 5 dan Q.S al-Baqarah ayat 221). Dalam penelitian ini membatasi

masalah dengan melihat bagaimana pemahaman Al-Maraghi tentang

Page 18: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

8

pernikahan beda agama melalui surat al-Baqarah ayat 221 dan al-Maidah ayat

5. Kesimpulan dari penelitian ini adalah laki-laki muslim tidak boleh

menikahi wanita musyrik, karena walaupun laki-laki adalah pemimpin rumah

tangga, akan tetapi orang musyrik itu selalu mengajak untuk terjerumus dalam

kemusyrikan. Wanita muslimah tidak boleh menikahi laki-laki non-muslim

baik dari kalangan musyrikin maupun kalangan ahlul kitab, karena ditakutkan

wanita tersebut akan mengikuti agama suaminya.

Persamaan penelitian saudara Dedi Irawan dengan penelitian saya adalah

bagaimana pernikahan beda agama menurut hokum Islam pada ayat al-Quran.

Adapun perbedaannya, lebih focus pada penerapan sadd al-Dzari‟ah dalam fatwa

MUI tentang perkawinan beda agama.

5. Metode Penelitian

Agar penelitian ini dapat terlaksana secara rasional dan terarah serta

mendapatkan hasil yang maksimal, maka diperlukan metode atau cara yang

sistematis. Dalam ilmu metode penelitian terdapat berbagai macam jenis

penelitian yang dapat digunakan untuk melakukan sebuah penelitian. Demi

tercapainya hasil yang bermanfaat, maka suatu penelitian haruslah jelas metode

penelitiannya, mulai dari jenisnya, sumber-sumbernya dan teknik-teknik

pengolahan datanya, seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris dengan

menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu dengan cara

Page 19: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

9

menguraikan dan mendeskripsikan hasil dari penelitian yang peneliti dapatkan

melalui penelitian yang dilakukan. Selain itu, penelitian ini bersifat terbatas yang

berusaha mengungkapkan masalah dan keadaan sebagaimana adanya, sehingga

hanya merupakan penyingkapan fakta.10

Adapun corak penelitian yang dipakai adalah studi kepustakaan dan

penelitian lapangan. Studi pustaka adalah suatu karangan ilmiah yang berisi

pendapat berbagai pakar mengenai suatu masalah, yang kemudian ditelaah,

dibandingkan, dan ditarik kesimpulannya.11

Dalam penelitian ini, peneliti akan

menganalisa pendapat beberapa ulama dari beberapa madzhab. Penelitian

lapangan adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan wawancara.

Dalam penelitian ini, peneliti akan mewawancarai tokoh dari dua organisasi

masyarakat terkemuka yaitu Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah.

1. Sumber Data

a) Data Primer

Yaitu sumber data utama yang dapat dijadikan jawaban terhadap masalah

penelitian. Seperti kitab-kitab fiqih yang berkaitan dengan pokok pembahasan

penelitian dan hasil wawancara yang dicatat dan direkam oleh peneliti dengan

informan yang sedang dijadikan sampel dalam penelitian.

10

Herman Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka

Utama, 1992), h. 10.

11

Haryanto A.G., Metode Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah, (Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran, 2000), h. 78.

Page 20: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

10

b) Data sekunder

Data sekunder adalah berbagai dokumen yang berkaitan dengan

permasalahan dalam penelitian yang didapat dari bahan-bahan pustaka berupa

buku, artikel ilmiah, berita-berita di media masa, dan lainnya.12

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kajian kepustakaan yaitu upaya pengidentifikasi secara sistematis dan melakukan

analisis terhadap dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan

dengan tema, objek dan masalah penelitian yang akan dilakukan. 13

Selain itu,

peneliti juga akan melakukan wawancara yakni proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan informan menggunakan instrument pengumpulan data yang

dinamakan interview guide (panduan wawancara).14

3. Teknik Analisis Data

12

J.Moelang, Metode Penelitian Kualitatif, cet. Ke-8 (Bandung:Remaja Rosada Karya,

1997), h. 112-116.

13

Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum,

(Jakarta:Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 17-18.

14

Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h. 234.

Page 21: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

11

Teknik analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk

yang lebih mudah dibaca dan diinterpensikan, atau mudah dipahami dan

diinformasikan kepada orang lain.15

Pada tahapan analisis data, data diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa

sampai dapat menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk

menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Adapun data-data tersebut

dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode

menganalisis dan menjelaskan suatu permasalahan dengan memberikan suatu

gambaran secara jelas sehingga menemukan jawaban yang diharapkan.

4. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulisan mengacu pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012”

6. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini penulis membagi dalam lima bab, yang

masing-masing bab terdiri dari sub bab yang disesuaikan dengan isi dan maksud

tulisan ini. Pembagian kedalam beberapa bab dan sub bab adalah bertujuan untuk

memudahkan pembahasan terhadap isi penulisan ini. Adapun pembagiannya

adalah sebagai berikut :

15

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: Alfabeta, 2004),

h.244

Page 22: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

12

BAB I PENDAHULUAN

Meliputi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NIKAH BEDA AGAMA

Meliputi pengertian tentang nikah beda agama, ayat dan tafsir

tentang kawin beda agama, hukum pernikahan beda agama.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MAJELIS ULAMA

INDONESIA

Meliputi Sejarah Majlesi Ulama Indonesia, Metode

Pengambilan Fatwa MUI, Fatwa MUI tentang kawin beda

agama.

BAB IV ANALISIS PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH

TERHADAP FATWA MUI TENTANG KAWIN BEDA

AGAMA

Dengan bab ini penulis akan membahas mengenai analisis

kedudukan sadd al-dzariah dalam hukum Islam, analisis

penerapan sadd al-dzariah dalam fatwa MUI tentang kawin

beda agama.

BAB V PENUTUP YANG MELIPUTI KESIMPULAN DAN

SARAN

Page 23: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

13

Dengan bab ini penulis akan mengakhiri penulisan ini dengan

memberikan beberapa kesimpulan dan juga akan

menyampaikan beberapa saran yang berhubungan dengan

kajian penulisan.

Page 24: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

13

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG NIKAH BEDA AGAMA

A. Pengertian Tentang Nikah Beda Agama

Nikah secara bahasa adalah berkumpul atau bersetubuh atau akad secara

bersamaan adapun secara syariat, nikah adalah sebuah akad yang mana di

dalamnya terdapat kebolehan untuk bersenang-senang dengan perempuan yang

dinikahi.16

Adapun yang dimaksud perkawinan lintas agama adalah perkawinan

antara agama yaitu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria atau seorang

wanita yang beragama Islam dengan seorang wanita atau dengan seorang pria

yang beragama Islam perkawinan antar agama di sini dapat terjadi dalam dua

bentuk, Pertama: Calon istri beragama Islam sedangkan calon suami tidak

beragama Islam baik itu Ahlul kitab atau orang musyrik. Kedua: Calon suami

beragama Islam sedangkan calon istri tidak beragama Islam atau musyrik.17

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang di maksud dengan

perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai

upaya untuk menyalurkan nafsu seksualnya dalam bentuk rumah tangga yang

16

Wahbah Zuhaili, al-Fiqhu al-Islam wa Adilatuhu, (Beirut: dar al-fikr, 2005), juz 3, h.

26.

17

Wahbah Zuhaili, al-Fiqhu al-Islam wa Adilatuhu, h. 55.

Page 25: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

14

bahagia sakinah mawadah warohmah guna melanjutkan keturunannya

dan dipandang ibadah bagi yang melaksanakannya sedangkan perkawinan

lintas agama adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria atau wanita

muslim dengan seorang pria atau wanita non muslim.18

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa yang dimaksud dengan

perkawinan lintas agama adalah perkawinan antar umat beragama yang

berbeda maka yang menjadi permasalahan rumit dan pelik di sini adalah

hukum perkawinan antar agama ini, hal ini disebabkan dalam sejumlah ayat

yang secara literal melarang dan mengharamkan perkawinan beda agama.

Itulah sebabnya mengapa kelompok eksklusif melarang dan mengharamkan

hukum perkawinan beda agama. Yang dimaksud dengan perkawinan beda

agama ialah suatu perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang yang

memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara yang satu dengan yang

lainnya. Misalnya perkawinan antara seorang pria muslim dengan seorang

wanita protestan dan sebaliknya.19

Beberapa karya yang membahas atau sekedar menyinggung

perkawinan beda agama antara lain: Hazairin dalam karyanya, peninjauan

mengenai undang-undang No. 1 tahun 1974. Ia secara tegas menyatakan

bahwa orang islam tidak ada kemungkinan untuk kawin dengan melanggar

hukum agamanya sendiri. Demikian juga bagi orang Kristen dan bagi orang

18

Wahbah Zuhaili, al-Fiqhu al-Islam wa Adilatuhu, h. 55.

19

Soetojo Prawirohamidjodjo, Pluralism dalam Perundang Undangan Perkawinan

di Indonesia, (Surabaya: airlangga Univesity press, 1988), h. 39.

Page 26: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

15

hindu budha seperti yang dijumpai orang Indonesia.20

Selanjutnya Rusli dan

R. Tama mengemukakan, bahwa dari pengertian perkawinan yang

dirumuskan dalam pasal 1 undang-undang No.1 tahun 1974, maka yang

dimaksud dengan perkawinan beda agama ialah ikatan lahir dan ikatan batin

antara seorang pria dengan wanita, karena berbeda agama, menyebabkan

tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat-syarat dan tata

cara pelaksanaan perkawinan seusai dengan hokum agamanya masing-masng,

dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekalberdasarkan ke-

Tuhanan yang Maha Esa. Dari rumusan tersebut, dapat diketahui bahwa

dalam perkawinan beda agama terkait adanya dua peraturan (hukum) agama

(yang berbeda) yaitu mengenai syarat-syaratnya dan tata cara pelaksanaan

perkawinan.21

Menurut I Ketut Manra SH dan I Ketut Artadi SH, perkawinan beda

agama adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

yang masing berbeda agamanya sebagai suami istri dengan tujuan untuk

membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan

yang Maha Esa.22

Sedangkan menurut Abdurahman, SH perkawinan beda

20

Abdurachman dan Riduan Syahrani, Masalah-masalah Hukum Perkawinan di

Indonesia, (Bandung: Alumni 1978), h. 20.

21

Rusli dan R. Tama, Perkawinan Antar Agama dan Masalahnya, (Bandung: Pionir

Jaya, 1986), h. 17.

22

O.S. Eoh, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Raja

Grapindo 1996), h. 36.

Page 27: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

16

agama yaitu suatu perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang yang

memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda satu dengan yang lainnya.23

Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak memuat

ketentuan yang secara tegas mengatur tentang perkawinan beda agama, tetapi

hanya mengatur perkawinan campuran yang mempunyai arti berbeda dengan

perkawinan beda agama. Dalam pasal 57 menyebutkan: Yang dimaksud

perkawinan campuran dalam undang-undang ini ialah perkawinan antara dua

orang yang di Indonesia tunduk pada hokum yang berlainan karena perbedaan

kewarganegaraan dan salah satu pihak kewarganegaraan Indonesia. Karena

itu hal ini menjadi tidak jelas apakah perkawinan beda agama dilarang atau

diperbolehkan. Dalam pasal 29 ayat (2) undang-undang dasar 1945

ditentukan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agmanya

dan kepercayannya itu. Selanjutnya dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945

ditentukan bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam

hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya.24

B. Hukum pernikahan beda agama

1. Pernikahan laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab

Menurut mayoritas ulama sepakat membolehkan laki-laki muslim

menikahi wanita ahli kitab namun kebolehan tersebut juga terdapat perbedaan

pendapat yaitu:

23

O.S. Eoh, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek, h. 36.

24

Rusli dan R. Tama, Perkawinan Antar Agama dan Masalahnya, h. 17.

Page 28: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

17

a. Menurut mazhab Hanafi Maliki Syafi‟i dan Hambali laki-laki muslim

menikahi wanita ahli kitab hukumnya makruh.

b. Menurut sebagian pengikut mazhab Maliki seperti Ibnu Qosim dan

Holil menyatakan bahwa pernikahan tersebut diperbolehkan secara

mutlak.

c. Menurut Al Zarkasyi salah satu ulama Syafi‟i beliau berpendapat

bahwa pernikahan tersebut disunnahkan apabila wanita ahli kitab

tersebut diharapkan dapat masuk Islam seperti pernikahan Utsman bin

Affan dengan Nayla.25

2. Pernikahan laki-laki muslim dengan wanita musyrik

Pernikahan laki-laki muslim dengan wanita kafir yang bukan ahli

kitab seperti wanita penyembah berhala atau majusi atau salah satu dari kedua

orang tuanya adalah orang kafir maka hukum menikahinya adalah haram.26

Dalam hal ini Yusuf Qardhawi juga mengharamkan perkawinan antara laki-

laki Muslim dengan wanita musyrik hal ini didasarkan pada firman Allah

surat al-Baqarah ayat 221:

25

M Ali Hasan, Masail Fiqhiyyah Al-Haditsah , Jakarta: PT Raja Grafindo 1998,

h. 13.

26

Imam Ghozali, A. Ma‟ruf Asrori (ed) Ahkamul Fukaha, Solusi Problematika

Aktual Hukum, Surabaya: Diantama, 2004, h. 435.

Page 29: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

18

(/)البقشة:/

Artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum

mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik

dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah

kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita

mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang

mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik

hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga

dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-

Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka

mengambil pelajaran.”(Qs. Al-Baqarah:2 / 221)

Dengan demikian terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama

tentang siapakah musyrikat yang haram dinikahi sebagaimana dimaksud ayat

di atas menurut Abdul Jarir Abdul Bari bahwa musyrikat yang dilarang untuk

dinikahi adalah musyrikat dari bangsa Arab saja, karena bangsa Arab pada

waktu turunnya al-Qur‟an memang tidak mengenal kitab suci dan mereka

menyembah berhala. Maka menurut pendapat ini seorang laki-laki muslim

boleh menikah dengan wanita musyrik dari non Arab wanita Cina, India, dan

Jepang yang diduga mempunyai kitab suci. Muhammad Abduh juga

sependapat dengan Ibnu Jarir Ath Thabari sedangkan menurut mayoritas

ulama yang dimaksud musyrik adalah semua wanita musyrik baik dari bangsa

Arab maupun non Arab tidak boleh dinikahi menurut pendapat ini siapa pun

yang bukan muslim atau ahli kitab hukumnya haram dinikahi.27

27

Masyhuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah, (Jakarta, Haji Mas Agung: 1991), h. 5.

Page 30: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

19

Menurut Yusuf Qaradhawi,28

yang dimaksud dengan wanita musyrik

adalah perempuan-perempuan kafir yakni perempuan-perempuan penyembah

berhala berdasarkan pada ayat al-Mumtahanah ayat 10:

:( /0)الووخحنت

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah

kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah

kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang

keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka

(benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka

kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal

bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula

bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar

yang telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka

apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu

tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-

perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu

bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka

bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu.

dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(Qs. Al-

Mumtahanah: 60/10)

28

Yusuf Qorodhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, (Jakarta: insani press, 1995), h.

580.

Page 31: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

20

3. Pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim

Ulama sepakat bahwa pernikahan antara wanita muslimah dengan

laki-laki non muslim baik musyrik maupun ahli kitab adalah dilarang. Dan

disepakati pula tidak sah wanita muslimah menikah dengan laki-laki kafir

baik merdeka maupun budak tidak sah pula wanita murtad menikah dengan

siapa pun tidak dengan laki-laki muslim karena wanita tersebut telah kafir dan

tidak mengakui apapun dan tidak sah pula wanita muslimah menikah dengan

laki-laki kafir karena masih adanya ikatan Islam pada dirinya.29

Menurut Muhammad Jawad Islam melarang perkawinan antara

seorang wanita muslim dengan pria non muslim baik calon suaminya itu

termasuk pemeluk agama yang mempunyai kitab suci seperti Kristen dan

Yahudi atau pun pemeluk agama yang mempunyai kitab yang menyerupai

kitab suci seperti Buddhisme Hinduisme pemeluk agama atau kepercayaan

yang tidak punya kitab suci dan juga kitab yang menyerupai kitab suci

termasuk pula di sini penganut animisme atheisme polytheisme dan

sebagainya.30

Hal ini didasarkan oleh surat al-Baqarah ayat 221 sebagai

berikut:

29

Muhammad Jawad Mughniyyah, al-Fiqh ala al-Mazahib al-Khomsah, (Jakarta:

PT. Lentera Basri Tama:T.t), h. 336.

30

Muhammad Jawad Mughniyyah, al-Fiqh ala al-Mazahib al-Khomsah, h. 336.

Page 32: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

21

(/)البقشة:/

Artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik,

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin

lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan

janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-

wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang

mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik

hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga

dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-

Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka

mengambil pelajaran.”(Qs. Al-Baqarah:2 / 221)

Dalam hal ini terjadi perbedaan perlakuan antara wanita dan laki-laki

Muslim, bisa diberikan sebuah alasan hukum bahwa surat al-Baqarah ayat

221 memang sama-sama melarang wanita dan pria muslim untuk menikah

dengan musyrik atau musyrikat akan tetapi pada sisi lain Allah juga berfirman

dalam surat al-Maidah ayat 5 yang menyatakan bahwa terdapat wanita

Muhshanat (yang terpelihara) dari mu‟minat dan ahli kitab serta adanya

sunnah nabi dan praktik sahabat. Dengan landasan ini maka kebolehan

menikah dengan ahli kitab hanya diperuntukkan bagi laki-laki muslim bukan

sebaliknya. Al-Jujawi, Ali Al-Shabuni, dan Yusuf Qaradhawi memberikan

penegasan bahwa dilarangnya wanita muslimah menikah dengan ahli kitab

semata-mata untuk menjaga Iman sebab lumrahnya istri yg mudah

terpengaruh jika diperbolehkan mereka dikhawatirkan akan terperdaya ke

agama lain.31

31

Yusuf Qaradhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, (Jakarta: insani press 1995), h. 580.

Page 33: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

22

Dari penjelasan di atas dapat ditarik garis besar bahwa ada tiga

pendapat yang berkembang seputar pernikahan antara muslim atau muslimah

dengan non muslim pertama pendapat yang melarang secara mutlak tidak ada

ruang dan salah sama sekali untuk melakukan pernikahan beda agama baik

antara seorang muslim dengan wanita musyrik atau ahli kitab maupun antara

muslimah dengan laki-laki musyrik atau ahli kitab.32

kedua pendapat yang membolehkan secara mutlak. Pendapat ini

membuka ruang dan kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan pernikahan

beda agama baik antara seorang muslim atau ahli kitab maupun antara wanita

muslim dengan laki-laki musyrik atau ahli kitab. Ketiga pendapat

pertengahan yang membolehkan pernikahan beda agama dalam lingkup

terbatas antara seorang muslim dengan perempuan ahli kitab dengan

persyaratan tertentu:

1. Pendapat yang melarang secara mutlak

Para ulama yang melarang pernikahan beda agama melandaskan

pendapatnya pada beberapa dalil dan penafsiran pertama, Allah melarang

pernikahan antara seorang muslim atau muslimah dengan musik atau musica

sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 221, dalam

pandangan ulama kelompok pertama ini kata musyrik diartikan sebagai orang

yang menyekutukan Allah. Daengan demikian, Penganut Agama selain Islam

32

Yusuf Qaradhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, h. 580.

Page 34: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

23

adalah orang musyrik sebab hanya Islamlah satu-satunya agama yang

memelihara kepercayaan tauhid secara murni.33

Kedua penganut Agama Yahudi dan Nasrani juga melakukan

kemusyrikan hingga tidak boleh menikah atau dinikahi oleh orang Islam. Di

dalam al-Quran penganut Agama Yahudi dan Nasrani memang diberi

tingkatan khusus dengan sebutan Ahlul kitab dan para wanitanya boleh

dinikahi berdasarkan surat Al Maidah ayat 5 kebolehan menikahi wanita

sebagaimana pada ayat tersebut telah dinas sah atau digugurkan oleh

ketentuan yang terdapat di dalam surat Al Baqarah ayat 221.34

Hal ini disebabkan konsep kepercayaan yang dimiliki penganut

Yahudi dan Nasrani mengandung kemusrikan yang nyata salah satu

contohnya adalah orang Nasrani meyakini bahwa Nabi Isa adalah Tuhan

sedangkan Isa adalah salah seorang hamba.35

Pendapat pertama ini dikeluarkan oleh sahabat Nabi SAW Abdullah

bin Umar dan sekte Syiah Imamiyah pendapat ini juga banyak diikuti oleh

kalangan Syafi‟iyah seperti di Indonesia sebagaimana tercermin dalam

pandangan umum ulama dan masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI)

dalam fatwanya tanggal 8 Juni 1980 Allah mengharamkan pernikahan antara

laki-laki Muslim dan wanita musyrik atau wanita ahli kitab dan Demikian

33

M. Quraiys sihab, Wawasan Al-Quran Tafsir atas Berbagai Persoalan Umat,

(Jakarta: tp, 1996), h. 166. 34

M. Quraiys sihab, Wawasan Al-Quran Tafsir atas Berbagai Persoalan Umat, h.

166.

35

Al-Bukhari, Shahih Bukhari, ibn katsir, beirut 1987, juz 5 h. 2024.

Page 35: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

24

pula sebaliknya hal ini kembali melalui keputusan fatwa MUI nomor 4 yang

ditetapkan pada tanggal 29 Juli 2005. Pendapat umum ini pula yang

kemudian diadopsi dan diikuti oleh hukum dan peraturan undang-undang

yang berlaku di Indonesia seperti undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan dan Instruksi Presiden RI Nomor 1 tahun 1991 tentang

kompilasi hukum Islam di Indonesia.36

2. Pendapat yang membolehkan secara mutlak

Pendapat ini membolehkan pernikahan beda agama dalam segala

macam dan bentuknya juga mendasarkan pendapatnya kepada dalil-dalil yang

digunakan oleh kelompok yang pertama namun berbeda dalam penafsirannya

dan ditambah dengan berbagai argumentasi yang rasional, pertama surat Al-

Baqarah ayat 221 memang melarang pernikahan orang muslim dengan orang

musyrik baik laki-laki maupun perempuan namun perlu dicermati dengan

seksama siapa yang dimaksud dengan musyrik atau musyrikat pada ayat itu.

Kelompok ini memahami dan menafsirkan kata musyrik atau musyrikat

terdapat pada kaum yang hidup pada masa nabi yang sekarang sudah tidak

ada lagi dengan demikian tidak ada halangan untuk menikah dengan orang

musyrik yang ada pada saat ini, pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Jarir Ath

Thabari, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha dalam tafsir Manar.37

Kedua menurut ulama yang mendukung pendapat ini mereka

menafsirkan surat al-Maidah ayat 5 dengan penafsiran yang luas terhadap

36

Rudi Santoso, Pendapat Ulama Tentang Pernikahan Beda Agama, Artikel di akses pada 05 April 2016, dari https://rudisantosomhi.wordpress.com/2014/01/08/pendapat-ulama-tentang-hukum-pernikahan-beda-agama/

37 Rasyid Ridha, Tafsir Manar, (Cairo: Dar Al-Manar: 1367 H), h. 187-193.

Page 36: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

25

ayat tersebut dengan membolehkannya laki-laki muslim menikahi wanita ahli

kitab maka kebolehan itu juga harus dipahami dengan sebaliknya wanita

muslim menikahi laki-laki ahli kitab disamping itu kata ahli kitab tidak hanya

mencakup orang-orang Yahudi dan Nasrani saja tetapi juga mencakup orang

orang Majusi, Hindu, Budha, dan agama lainnya.38

Ketiga pendapat yang membolehkan secara terbatas kelompok ketiga

ini mengharamkan pernikahan antara orang muslim dengan orang musyrik

baik laki-laki maupun perempuan berdasarkan dalil surat Al Baqarah ayat 221

mereka juga melarang wanita muslim menikah dengan laki-laki ahli kitab

dengan alasan surat Al Maidah ayat 5, mereka hanya membolehkan laki-laki

muslim menikahi wanita kitabiyah.39

C. Ayat dan Tafsir Tentang Nikah Beda Agama

Allah Swt berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 221

( )البـقـشة :

Artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum

mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik

38

Rasyid Ridha, Tafsir Manar, (Cairo: Dar Al-Manar: 1367 H), h. 1993.

39

Abdurrahman Al-Jaziri, al-Fiqh ala al-mazahib al-Arba‟ah, (Beirut: dar al-Ihya

al-Thurats al-Arabi, 1969), juz 4, h. 75.

Page 37: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

26

dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah

kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita

mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang

mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik

hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga

dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-

Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka

mengambil pelajaran.”( Al-Baqarah : 221)

Maksud dari ayat di atas adalah “Dan janganlah kamu menikahi”

wanita-wanita “musyrik” selama mereka masih dalam kesyirikan mereka,

“hingga mereka beriman”, karena seorang wanita mukmin walaupun sangat

jelek parasnya adalah lebih baik daripada seorang wanita musyrik walaupun

sangat cantik parasnya. Ini umum pada seluruh wanita musyrik, lalu

dikhususkan oleh ayat dalam surah Al-Maidah tentang bolehnya menikahi

wanita-wanita ahli kitab sebagaimana Allah Swt berfirman:

Artinya: “(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga

kehormatandiantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita

yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab

sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan

maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)

menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah

beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah

amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.”(Al-

Maidah: 5)

Page 38: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

27

Kalimat pada ayat dalam surah al-Baqarah tersebut bersifat umum

yang tidak ada pengecualian didalamnya, kemudian Allah menyebutkan

hikmah dalam hukum haramnya seorang mukmin atau wanita mukmin

menikah dengan selain agama mereka dalam firmanya “mereka mengajak ke

neraka” yaitu dalam perkataan-perkataan, perbuatan-perbuatan, dan kondisi-

kondisi mereka maka bergaul dengan mereka adalah merupakan suatu yang

sangat berbahaya, dan bahayanya adalah bukan bahaya duniawi akan tetapi

bahaya kesengsaraan yang abadi kelak di akhirat. 40

Dapat kita ambil kesimpulan dari alasan ayat yang melarang bergaul

atau menikah dengan setiap orang musyrik; karena jika bergaul saja tidak

boleh apalagi menikah dengan wanita yang berbeda agama, sedang Allah

dalam firmannya menyeru kepada para hambanya untuk memperoleh surga

dan ampunan yang diantara akibatnya adalah menjauhkan diri dari siksaan.41

40

Abdurrahman Ibn Nashir Ibn Abdullah Al-Sa‟diy, Taisirul Karim Al-Rahman

(penerbit: Muassasah Ar-Risalah, cetakan pertama tahun 2000) juz 1 h. 90.

41

Abdurrahman Ibn Nashir Ibn Abdullah Al-Sa‟diy, Taisirul Karim Al-Rahman juz

1 h. 90.

Page 39: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

28

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG MAJELIS ULAMA INDONESIA

A. Sejarah Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah atau majelis yang

menghimpun para ulama, zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk

menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam

mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal,

7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai

hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu‟ama

yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Antara lain meliputi dua puluh

enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama

yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU,

Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math‟laul Anwar,

GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani

Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang

merupakan tokoh perorangan.42

Dari Musyawarah tersebut, dihasilkan sebuah kesepakatan untuk

membentuk wadah bermusyawarhnya para ulama, zuama, dan cendekiawan

muslim yang tertuang dalam sebuah “PIAGAM BERDIRINYA MUI” yang

42

Komisi Kominfo MUI, Profil MUI, diakses pada 10 November 2015 dari

http://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html

Page 40: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

29

ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut

Musyawarah Nasiolan Indonesia43

Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia

tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di

mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok

dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat. Ulama

Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pewaris tugas-tugas

para Nabi (Warasatul Anbiya). Maka mereka terpanggil untuk berperan aktif

dalam membangun masyarakat melalui wadah MUI, seperti yang pernah

dilakukan oleh para ulama pada zaman penajajahan dan perjuangan

kemerdekaan. Di sisi lain umat Islam Indonesia menghadapi tantangan global

yang sangat berat. Kemajuan sains dan teknologi yang dapat menggoyahkan

batas etika dan moral, serta budaya global yang didominasi barat, serta

pendewaan kebendaan dan pendewaan hawa nafsu yang dapat melunturkan

aspek religiusitas masyarakat serta meremehkan peran agama dalam

kehidupan umat manusia.44

Selain itu kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam alam

pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan aspirasi

politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber

pertentangan di kalangan umat Islam sendiri. Akibatnya umat Islam dapat

terjebak dalam egoisme kelompok (Ananiyah Al-Hizbiyah) yang berlebihan.

43

Komisi Kominfo MUI, Profil MUI, diakses pada 10 November 2015 dari

http://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html

44

Komisi Kominfo MUI, Profil MUI, diakses pada 10 November 2015 dari

http://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html

Page 41: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

30

Oleh karena itu kehadiran MUI, makin dirasakan kebutuhannya sebagai

sebuah organisasi kepemimpinan umat Islam yang bersifat kolektif dalam

rangka mewujudkan silaturrahmi, demi terciptanya persatuan dan kesatuan

serta kebersamaan umat Islam. Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima

tahun Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama,

zu‟ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk memberikan bimbingan dan

tuntunan kepada umat Islam dalam mewujudkan kehidupan beragama dan

bermasyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta‟ala; memberikan

nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada

Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya

ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan

persatuan dan kesatuan bangsa serta; menjadi penghubung antara ulama dan

umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah

guna mensukseskan pembangunan nasional; meningkatkan hubungan serta

kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam

memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat

Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.45

Dalam khitah pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan

lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:

1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya)

2. Sebagai pemberi fatwa (Mufti)

45

Komisi Kominfo MUI, Profil MUI, diakses pada 10 November 2015 dari

http://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html

Page 42: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

31

3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al

ummah)

4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid

5. Sebagai penegak amar ma‟ruf dan nahi munkar

Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia mengalami beberapa kali

kongres atau musyawarah nasional, dan mengalami beberapa kali pergantian

Ketua Umum, dimulai dengan Prof. Dr. Hamka, KH. Syukri Ghozali, KH.

Hasan Basri, Prof. KH. Ali Yafie dan kini KH. M. Sahal Maffudh. Ketua

Umum MUI yang pertama, kedua dan ketiga telah meninggal dunia dan

mengakhiri tugas-tugasnya. Sedangkan dua yang terakhir masih terus

berkhidmah untuk memimpin majelis para ulama ini.46

B. Metode Pengambilan Hukum MUI

Dasar-dasar dan prosedur penetapan fatwa yang dilakukan oleh

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dirumuskan dalam Pedoman Penetapan

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: U-596/MUI/X/1997 yang ditetapkan

pada tanggal 2 Oktober 1997. Dasar-dasar penetapan fatwa dituangkan pada

bagian kedua pasal 2 yang berbunyi:

1. Setiap Keputusan Fatwa harus mempunyai dasar atas Kitabullah dan

Sunnah Rasul yang Mu‟tabarah, serta tidak bertentangan dengan

kemaslahatan umat.

2. Jika tidak terdapat dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul sebagaimana

ditentukan pada pasal 2 ayat 1, Keputusan Fatwa hendaklah tidak

46

Komisi Kominfo MUI, Profil MUI, diakses pada 10 November 2015 dari

http://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html

Page 43: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

32

bertentangan dengan ijma‟, qiyas yang mu‟tabar, dan dalil-dalil hukum

yang lain, seperti ihtisan, maslahah mursalah, dan saddu al-dzari‟ah.

3. Sebelum pengambilan Keputusan Fatwa, hendaklah ditinjau pendapat-

pendapat para Imam Madzhab terdahulu, baik yang berhubungan dengan

dalil-dalil hukum maupun yang berhubungan dengan dalil-dalil yang

dipergunakan oleh pihak yang berbeda pendapat.

4. Pandangan tenaga ahli dalam bidang masalah yang akan diambil

Keputusan Fatwanya, dipertimbangkan47

.

Dasar-dasar penetapan fatwa atau disebut dengan metode istinbath

hukum yang digunakan oleh MUI tidak berbeda jauh dengan metode istinbath

hukum yang digunakan oleh para ulama salaf. Sikap akomodatif yang

digunakan dalam penetapan fatwa MUI adalah perlunya memikirkan

kemaslahatan umat ketika menetapkan fatwa, di samping itu juga perlunya

memperhatikan pendapat para ulama madzhab fikih, baik pendapat yang

mendukung maupun yang menentang, sehingga diharapkan apa yang

diputuskan tersebut tidak cenderung pada kedua ekstrimitas, tetapi lebih

mencari jalan tengah antara dua pendapat yang bertolak belakang tersebut.

Solusi cemerlang yang diberikan oleh MUI dalam menetapkan fatwa adalah

perlunya mengetahui pendapat para pakar di bidang keilmuan tertentu sebagai

bahan pertimbangan dalam penetapan fatwanya.48

47

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji Depag

RI. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Jakarta : Direktorat Jenderal Bimbingan

Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji Depag RI, 2003, hal. 4-5.

48

H.M. Atho Mudzhar, Membaca Gelombang Ijtihad ; Antara Tradisi dan Liberasi,

Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998, hal. 134.

Page 44: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

33

Sebelum menetapkan suatu fatwa, MUI (dalam hal ini Komisi Fatwa

atau tim khusus) harus terlebih dahulu mempelajari setiap masalah yang

disampaikan kepada MUI dengan seksama sekurang-kurangnya seminggu

sebelum disidangkan. Jika persoalannya telah jelas hukumnya (qath‟iy)

hendaklah komisi menyampaikan sebagaimana adanya, dan fatwa menjadi

gugur setelah diketahui nash-nya dari Al-Quran dan Sunnah. Sedangkan

dalam masalah yang terjadi khilafiyah [perbedaan pendapat]di kalangan

madzhab, maka yang difatwakan adalah hasil tarjih setelah memperhatikan

fikih muqaran (perbandingan) dengan menggunakan kaidah-kaidah ushul

fiqih muqaran yang berhubungan dengan pentarjihan (pasal 3).49

Setelah melakukan pembahasan secara mendalam komprehensif, serta

memperhatikan pendapat dan pandangan yang berkembang dalam sidang,

komisi menetapkan fatwa. Setiap Keputusan Fatwa harus di-tanfidz-kan

setelah ditandatangani oleh Dewan Pimpinan dalam bentuk Surat Keputusan

Fatwa (SKF). Didalam SKF, harus dicantumkan dasar-dasar pengambilan

hukum disertai uraian dan analisis secara ringkas, serta sumber

pengambilannya. Demikian pula setiap SKF sedapat mungkin disertai

dengasn rumusan tindak lanjut dan rekomendasi dan/atau jalan keluar yang

diperlukan sebagai konsekuensi dari SKF tersebut.50

Majelis Ulama Indonesia, secara hierarkis ada dua, yaitu Majelis

Ulama Indonesia Pusat yang berkedudukan di Jakarta dan Majelis Ulama

49

H.M. Atho Mudzhar, Membaca Gelombang Ijtihad ; Antara Tradisi dan Liberasi,

h. 134.

50

H.M. Atho Mudzhar, Membaca Gelombang Ijtihad ; Antara Tradisi dan Liberasi,

h. 134.

Page 45: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

34

Indonesia daerah. Majelis Ulama Indonesia Pusat berwenang mengeluarkan

fatwa mengenai permasalahan keagamaan yang bersifat umum dan

menyangkut permasalah umat Islam indonesia secara nasional dan/atau

masalah-masalah keagamaan yang terjadi di daerah, nsmun efeknya dapat

meluas ke daerah-daerah lain, bahkan masalah-masalah tersebut bisa

menasional. Meskipun ada hirarki antara MUI pusat dan MUI daerah, namun

fatwa yang dikeluarkan kedua lembaga tersebut adalah sederajat, artinya

bahwa fatwa yang satu tidak bisa membatalkan fatwa yang lain. Masing-

masing fatwa berdiri sendiri sesuai dengan lokalitas dan kondisinya namun

ketika keputusan MUI Daerah dan MUI Pusat ada perbedaan dalam masalah

yang sama, maka kedua pihak bertemu untuk mencari penyelesaian yang

terbaik, agar putusan tersebut tidak membingungkan umat Islam.51

Pasal 2

Dasar-Dasar Umum Penetapan Fatwa

Setiap keputusan Fatwa harus mempunyai dasar atas kitabullah dan

sunnah rasul yang mu'tabarah, serta tidak bertentangan dengan kemasalahatan

umat.

1. Jika tidak terdapat dalam kitabullah dan sunnah rasul sebagaimana

ditentukan pada pasal ayat 1, keputusan Fatwa hendaklah tidak

bertentangan dengan ijma' Qiyas dan mu'tabar dan dalil - dalil hukum yang

lain,. Seperti istihsan, masalih mursalah, dan sadd az-zari'ah.

51

H.M. Atho Mudzhar, Membaca Gelombang Ijtihad ; Antara Tradisi dan Liberasi,

h. 134.

Page 46: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

35

2. Sebelum pengambilan keputusan fatwa hendaklah ditinjau pendapat -

pendapat para dalil - dalil hukum maupun yang berhubungan dengan dalil

yang dipegunakan oleh pihak yang berbeda pendapat.

3. Pandangan tenaga ahli dalam bidang maslah yang akan diambil keputusan

fatwanya dipertimbangkan.

Pasal 3

Prosedur Penetapan Fatwa

1. Setiap masalah yang disampaikan kepada komisi hendaklah terlebih

dahulu dipelajari dengan seksama oleh para anggota komisi atau tim

khusus sekurang-kurangnya seminggu sebelum disidangkan.

2. Mengenai masalah yang telah jelas hukumnya (Qat'iy) hendaklah komisi

menyampaikan sebagaimana adanya, dan fatwa menjadi gugur setelah

diketahui ada nass-nya dari Al Quran dan sunnah.

3. Dalam masalah yang terjadi khilafiyah di kalangan mazhab, maka yang

difatwakan adalah hasil tarjih, setelah memperhatikan fiqih muqaran

(pebandingan) dengan menggunakan kaidah-kaidah usul fiqih muqaran

yang berhubungan dengan pen-tarjih-an.

Pasal 4

Setelah melakukan pembahasan secara mendalam dan komprehensif serta

memperhatikan pendapat dan pandangan yang berkembang dalam sidang, komisi

mentapkan keputusan fatwa.

Page 47: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

36

Pasal 5

1. Setiap Keputusan Fatwa harus di -tanfiz-kan setelah ditandatangani oleh

dewan pimpinan dalam bentuk surat keputusan fatwa (SKF).

2. SKF harus dirumuskan dengan bahasa yang dapat dipahami dengan mudah

oleh masyarakat luas.

3. Dalam SKF harus dicantumkan dasar-dasarnya disertai uraian dan analisis

secara ringkas, serta sumber pengambilannya.

4. Setiap SKF sedapat mungkin disertai dengan rumusan tindak lanjut dan

rekomendasi dan/atau jalan keluar yang diperlukan sebagai konsekuensi

dari SKF tersebut.52

C. Fatwa MUI Tentang Kawin Beda Agama

Keputusan Fatwa MUI nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 tentang

perkawinan beda agama, MUI dalam Musyawarah Nasional MUI VII pada

tanggal 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/26-29 Juli 2005 M di Jakarta setelah:

Menimbang:

1. Bahwa belakangan ini disinyalir banyak terjadi perkawinan beda agama.

2. Bahwa perkawinan beda agama ini bukan saja mengundang perdebatan

di antara sesama umat Islam, akan tetapi juga sering mengundang

keresahan di tengah-tengah masyarakat.

3. Bahwa di tengah-tengah masyarakat telah muncul pemikiran yang

membenarkan perkawinan beda agama dengan dalih hak asasi manusia

dan kemaslahatan.

52

Dewan Pimpinan MUI, Pedoman Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia

diakses pada tanggal 5April 2016 dari https://jacksite.files.wordpress.com/2007/08/pedoman-

penetapan-fatwa-majelis-ulama-indonesia.pdf

Page 48: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

37

4. Bahwa untuk mewujudkan dan memelihara ketentraman kehidupan

berumah tangga, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang

perkawinan beda agama untuk dijadikan pedoman.

Mengingat:

1. Firman Allah SWT

:(3)النساء

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-

hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),maka

kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi:dua,tiga,atau

empat.Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,maka

(kawinilah) seorang saja,atau budak-budak yang kamu miliki.Yang

demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat

aniaya”.(QS.An-Nisa [4]:3).

:الشم(

)

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,supaya kamu cenderung dan

merasa tenteram kepadanya,dan dijadikan-Nya di antaramu rasa

kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(QS.Ar-Rum [30]:21).

Page 49: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

38

: (5)الوائذة

Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik.Makanan

(sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu,dan

makanan kamu halal bagi mereka.(Dan dihalalkan mengawini)

wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita

yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara

orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu,bila kamu telah

membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya,tidak

dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-

gundik.Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima

hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari

akhirat termasuk orang-orang yang merugi”.(QS.Al-Maidah [5]:5).

البقشة(

:)

Artinya: “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita yang musyrik,sebelum

mereka beriman.Sesungguhnya wanita budak yang mu‟min lebih baik

dari wanita musyrik,walaupun dia menarik hatimu.Dan janganlah

kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita

mu‟min) sebelum mereka beriman.Sesungguhnya budak yang mu‟min

lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu.Mereka

Page 50: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

39

mengajak ke neraka,sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan

dengan izin-Nya.Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-

perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil

pelajaran”.(QS.Al-Baqarah [2]:221).

2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:

سلهن قاه: " و صلهى هللا عل عنو، عي النهب هللاه شة سض عي أب ىش

لذنيا، فاظفش بزاث جواليا لحسبيا حننح الوشأة لسبع: لواليا

ي، حشبج ذاك )ساه البخاسى هسلن(الذ

Artinya: “Wanita itu (boleh) dinikahi karena empat hal: karena hartanya,

karena (asal-usul) keturunannya, karena kecantikannya, karena

agamanya. Maka hendaklah kamu berpegang teguh (dengan

perempuan) yang memeluk agama Islam;(jika tidak),akan binasalah

kedua tangan-mu”.(HR. Bukhori dan Muslim)

3. Qa’idah Fiqh:

م على جلب الوصالح دسء الوفاسذ هقذه

Artinya: “Mencegah kemafsadatan lebih didahulukan (diutamakan)

daripada menarik kemaslahatan”.

Memperhatikan:

1. Keputusan Fatwa MUI dalam MUNAS II tahun 1400/1980 tentang

perkawinan campuran.

2. Pendapat Sidang Komisi C bidang Fatwa pada MUNAS VII MUI 2005.

Dengan bertawakal kepada Allah SWT, Memutuskan dan

Menetapkan: Fatwa Tentang Perkawinan Beda Agama

Page 51: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

40

1. Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.

2. Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul

mu‟tamad, adalah haram dan tidak sah.53

53

Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, h. 477.

Page 52: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

41

BAB IV

ANALISIS PENERAPAN SADD AL-DZARI’AHTERHADAP FATWA MUI

TENTANG KAWIN BEDA AGAMA

A. Analisis Kedudukan Sadd al-Dzari’ah dalam Hukum Islam

Kata sadd al-dzari‟ah (سذ الزسعت) merupakan bentuk frase (idhafah)

yang terdiri dari dua kata, yaitu sadd ( سذ) dan al-dzari‟ah (عت س Secara .(الزه

etimologis, kata al-sadd ( ذ merupakan kata benda abstrak (mashdar) dari (السه

ا Kata al-sadd tersebut berarti menutup sesuatu yang cacat atau rusak .سذه سذ سذ

dan menimbun lobang. Sedangkan al-dzari‟ah (عت س merupakan kata benda (الزه

(isim) bentuk tunggal yang berarti jalan, sarana (wasilah) dan sebab

terjadinya sesuatu. Bentuk jamak dari al-dzari‟ah (عت س adalah al-dzara‟i (الزه

سائع) -Karena itulah, dalam beberapa kitab usul fikih, seperti Tanqih al .(الزه

Fushul fi Ulum al-Ushul karya al-Qarafi, istilah yang digunakan adalah sadd

a-dzara‟i.54

Ibnul Qayyim dan Imam al-Qarafi menyatakan bahwa Dzari‟ah itu ada

kalanya dilarang yang disebut Saddus Dzari‟ah, dan ada kalanya dianjurkan

bahkan diwajibkan yang disebut fath al-dzari‟ah. Seperti meninggalkan segala

aktivitas untuk melaksanakan shalat jum‟at yang hukumnya wajib. Tetapi

Wahbah al-Juhaili berbeda pendapat dengan Ibnul qayyim. Dia menyatakan

bahwa meninggalkan kegiatan tersebut tidak termasuk kedalam dzari‟ah

tetapi dikategorikan sebagai muqaddimah (pendahuluan) dari suatu

54

Muhammad bin mukarrom bin manzhur al afriqi al mishri, lisan al arab, (beirut:

dar shadir,tt), h. 132.

Page 53: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

42

perbuatan. Menurut al-Qarafi, sadd al-dzari‟ah adalah memotong jalan

kerusakan (mafsadah) sebagai cara untuk menghindari kerusakan tersebut.

Meski suatu perbuatan bebas dari unsur kerusakan (mafsadah), namun jika

perbuatan itu merupakan jalan atau sarana terjadi suatu kerusakan

(mafsadah), maka kita harus mencegah perbuatan tersebut. Dengan ungkapan

yang senada, menurut al-Syaukani, al-dzari‟ah adalah masalah atau perkara

yang pada lahirnya dibolehkan namun akan mengantarkan kepada perbuatan

yang dilarang (al-mahzhur).55

Begitu juga pengertian al-Dzari‟ah menurut

ulama ushul adalah jalan yang membawa kepada sesuatu yang dilarang, yang

mana hal tersebut membawa pada kerusakan.56

Dari beberapa contoh pengertian di atas, tampak bahwa sebagian

ulama seperti asy-Syathibi dan asy-Syaukani mempersempit al-dzariah

sebagai sesuatu yang awalnya diperbolehkan. Namun al-Qarafi dan Mukhtar

Yahya menyebutkan al-dzari‟ah secara umum dan tidak

mempersempitnyahanya sebagai sesuatu yang diperbolehkan. Di samping itu,

Ibnu al-Qayyim juga mengungkapkan adanya al-dzari‟ah yang pada awalnya

memang dilarang. Dari berbagai pandangan di atas, bisa dipahami bahwa

sadd adz-dzari‟ah adalah menetapkan hukum larangan atas suatu perbuatan

tertentu yang pada dasarnya diperbolehkan maupun dilarang untuk mencegah

terjadinya perbuatan lain yang dilarang.57

55

Ibnu Taimiyyh, saddu dzarai‟,(Riyad;Daru al Fadilah), h. 26.

56

Wahbah Zuhailiy, Ushul Fiqh Islami, (Beirut: Dar al-Fiqr,), Juz 2, h. 873.

57

Ibnu Taimiyyh, saddu dzarai‟, h. 26.

Page 54: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

43

Para ahli ushul fiqh membagi al-Dzari‟ah menjadi 4 kategori.

Pembagian hal ini mempunyai signifikansi manakala dihubungkan dengan

kemungkinan membawa dampak negatif (mafsadah) dan membantu tindakan

yang telah diharamkan. Adapun pembagian itu adalah sebagai berikut.58

a. Dzari‟ah yang secara pasti dan meyakinkan akan membawa kepada

mafsadah. Misalnya, menggali sumur ditengah jalan umum yang

situasinya gelap. Terhadap dzari‟ah semacam ini, para ahli ushul fiqh telah

sepakat menetapkan keharamannya.

b. Dzari‟ah yang berdasarkan dugaan kuat akan membawa kepada mafsadah.

Misalnya, jual buah anggur kepada orang atau perusahaan yang biasa

memproduksi menjual minuman keras. Terhadap dzari‟ah semacam ini,

para ahli ushul fiqh juga telah bersepakat menetapkan keharaman.

c. Dzari‟ah yang jarang atau kecil kemungkinannya membawa kepada

mafsadah. Seperti menanam dan membudidayakan tanaman anggur.

Terhadap dzari‟ah semacam ini para ahli ushul fiqh bersepakat

menetapkan kebolehannya.

d. Dzari‟ah yang berdasarkan asumsi biasa (bukan dugaan kuat) akan

membawa kepada mafsadah. Misalnya, transaksi jual beli secara kredit.

Berdasarkan asumsi biasa, transaksi demikian akan membawa mafsadah

terutama bagi debitur. Mengenai dzar‟ah semacam ini para ulama berbeda

pendapat. Ada yang berpendapat, perbuatan tersebut harus dilarang atau

58

Muhammad abu zahrah, ushul al-fiqh, h. 246.

Page 55: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

44

menjadi haram atas dasar Sadd al-Dzari‟ahdan ada yang berpendapat

sebaliknya.

Jumhur ulama yang pada dasarnya menempatkan faktor manfaat dan

mudharat sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum, pada

dasarnya juga menerima metode Sadd al-Dzari‟ahitu, meskipun berbeda

dalam kadar penerimannya. Kalangan ulama Malikiyah yang dikenal banyak

menggunakan faktor maslahat dengan sendirinya juga banyak menggunakan

metode saddu al-dzari‟ah.59

Telah dikemukakan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai

Sadd al-Dzari‟ah, apakah ia dapat menjadi hujjah syar‟iyyah atau tidak?

Malik bin Annas dan Ahmad bin Hanbal, keduanya sang maestro mazhab

fiqh terkenal, menerima Sadd al-Dzari‟ah sebagai hujjah syar‟iyyah.

Sedangkan al-Syafi‟I dan Abu Hanifah, keduanya juga sang maestro mazhab

fiqh terkenal, menerima Sadd al-Dzari‟ah sebagai hujjah syar‟iyyah untuk

kasus-kasus tertentu dan menolaknya untuk kasus-kasus lain. Golongan

ulama Zahiriyyah, terutama Ibnu Hazm, menolak sama sekali (secara mutlak)

sadd al-dzari‟ah, artinya ia bukanlah hujjah syar‟iyyah.60

Secara global, sikap pandang para ulama terhadap posisi Sadd al-

Dzari‟ah dapat dibedakan menjadi 2 kubu, yaitu kubu penerima (pro) dan

kubu penolak (kontra). Adapun kubu penerima mengemukakan

argumentasinya sebagai berikut.

59

Muhammad abu zahrah, ushul al-fiqh, h. 246.

60

Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islamiy, h. 889-891 dan h. 903-904.

Page 56: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

45

a. Dalam surah al-Baqarah ayat 104 dinyatakan bahwa orang mukmin

dilarang mengucapkan kata “ra‟ina” – suatu ucapan yang biasa digunakan

orang yahudi untuk mencela atau mengejek Nabi SAW-. Larangan ini

didasarkan atas keyakinan bahwa pengucapan kata itu akan membawa

kepada mafsadah, yakni tindakan mencela atau mengejek Nabi SAW.

Pesan ayat ini mengisyaratkan urgensi sadd al-dzari‟ah.

b. Dalam surat al-A‟raf ayat 163 dinyatakan bahwa kaum bani israil dilarang

mendekati dan mengambil ikan-ikan yang terapung dipermukaan air laut

pada hari sabtu (hari khusus beribadah bagi mereka). Larangan itu

didasarkan atas keyakinan bahwa perbuatan mendekati dan mengambil

ikan-ikan tersebut akan membawa kepada mafsadah, yakni meninggalkan

kewajiban beribadah pada hari khusus ibadah mereka.

a. Hadis Nabi:

ساه الحامن, النسائ الخشهزي( ( ل ب ش ال ى ه ل ا ل ب ش ا ه ع د

Artinya: Beralihlah dari hal yang meragukan kepada hal yang tidak

meragukan. (HR. al-Nasa‟I, al-Turmudzi, dan al-Hakim).

)ساه هسلن( اث ي ب خ ش ه او ي ن ب ي ب ام ش لح ا ىه ا ي ب ه ل الح ىه ا

Artinya: Perkara yang halal itu sungguh sudah jelas dan perkara yang

haram juga sungguh sudah jelas. Diantara keduanya ada perkara

yang subhat atau (samar-samar). (HR. Muslim).61

Sejumlah larangan mengisyaratkan urgensi Sadd al-Dzari‟ah bagi

penetapan hukum, antara lain, yaitu:

61

Muslim Ibn Al-Hajjaj Abu Al-Hasan Al- Qusyairy An-Naisaburi, Shohih Muslim,

(Beiru Dar Al-Ihya Turats, T.t). Juz 3 h. 1219.

Page 57: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

46

1. Larangan melamar atau khitbah perempuan yang sedang iddah karena

perbuatan melamar demikian akan membawa kepada mafsadah, yakni

menikahi perempuan yang sedang iddah.

2. Larangan jual beli secara tunai dan tempo dalam satu akad karena

pebuatan jual beli demikian akan membawa kepada mafasdah, yaitu

transaksi ribawi. Yang dibolehkan ialah jual beli secara tunai dilakukan

tersendiri atau secara terpisah dari jual beli secara tempo (dua akad yang

terpisah).

3. Larangan terhadap kreditur menerima hadiah dari debitur, ketika debitur

meminta penundaan pembayaran utang karena penerimaan hadiah tersebut

akan membawa kepada mafsadah yakni transaksi ribawi.

4. Penetapan tindakan pembunuhan ahli waris terhadap pewaris sebagai hal

yang menghalangi hak kewarisan ahli waris tersebut, agar tindakan

pembunuhan tersebut tidak dijadikan jalan untuk mempercepat perolehan

warisan.

5. Pidana qishas bagi pelaku kolektif pembunuhan terhadap satu orang

korban, masalah ini sudah jadi kesepakatan para sahabat Nabi. Hal ini

dimaksudkan agar pembunuhan yang demikian tidak dijadikan model

kejahatan demi menghindari pidana qishas.

6. Larangan terhadap kaum muslim ketika masih di Makkah sebelum hijrah

ke Madinah membaca al-Qur‟an dengan suara nyaring. Larangan ini

didasarkan atas pertimbangan agar kaum kafir Quraisy tidak mencela atau

Page 58: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

47

mengejek al-Qur‟an, Allah (yang menurunkan al-Qur‟an), dan Nabi SAW

(yang menerima al-Qur‟an).62

Kubu penolak (kontra) mengemukakan argumentasi sebagai berikut:

a. Aplikasi Sadd al-Dzari‟ah sebagai dalil penetapan hukum ijtihadiy,

merupakan bentuk ijtihad bi al-ra‟yi yang tercela.

b. Penetapan hukum kehalalan atau keharaman sesuatu harus didasarkan

atas dalil qat‟I, tidak bisa dengan dalil zanniy, sedangkan penetapan

hukum atas dasar Sadd al-Dzari‟ah merupakan satu bentuk penetapan

hukum berdasarkan dalil zanniy. Sehubungan dengan ini Allah

berfirman dalam surat al-Najm ayat 28:

: :(0/5) النجن

Artinya: “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu.

mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang

Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap

kebenaran.(Qs. An-Najm: 28).63

Di kalangan ulama Usul terjadi perbedaan pendapat dalam

menetapkan boleh atau tidaknya menggunakan Sadd al-Dzari‟ah sebagai dalil

syara‟. Sebagaimana dijelaskan M. Quraish Shihab, Ulama Malikiyah

62

Muslim Ibn Al-Hajjaj Abu Al-Hasan Al- Qusyairy An-Naisaburi, Shohih Muslim,

(Beiru: Dar Al-Ihya Turats, T.t), t. Juz 3 h. 1219.

63

Muslim Ibn Al-Hajjaj Abu Al-Hasan Al- Qusyairy An-Naisaburi, Shohih Muslim,

(Beiru: Dar Al-Ihya Turats, T.t), Juz 3 h. 1219.

Page 59: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

48

menggunakan Q.S. Al-An‟am ayat 108 dan Q.S. An-Nur ayat 31 yang

dijadikan alasan untuk menguatkan pendapatnya tentang Sadd Al-Dzari‟ah.64

Jumhur ulama menempatkan faktor manfaat dan mafsadat sebagai

pertimbangan dalam menetapkan hukum, salah satunya dalam metode Sadd

al-Dzari‟ah ini. Dasar pegangan jumhur ulama untuk menggunakan metode

ini adalah kehati-hatian dalam beramal ketika menghadapi perbenturan antara

maslahat dan mafsadat. Bila maslahat dominan, maka boleh dilakukan dan

bila mafsadat yang dominan, maka harus ditinggalkan. Namun, jika sama-

sama kuat, maka untuk menjaga kehati-hatian harus mengambil prinsip yang

berlaku.65

م الوفاسذ رسء الوصالح جلب على هقذه

Artinya: Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik

kemaslahatan.66

Bila antara yang halal dan yang haram bercampur, maka prinsipnya

dirumuskan dalam kaidah:

الحش الحله إراجخوع الحشام غلب ام

Artinya: Apabila bercampur yang halal dan yang haram, maka yang haram

mengalahkan yang haram.67

64

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an

Volume 4, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), h. 237.

65

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 429.

66

Nashr Farid Muhammad Washil, dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Al-

Madkhalu fi Al-Qaw‟id Al-Fiqhiyyati, h. 21.

67

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h. 430.

Page 60: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

49

Sementara itu, ulama Zahiriyyah, Ibnu Hazm secara mutlak menolak

metode Sadd Al-Dzar‟iah ini. Hal ini dikarenakan ulama Zahiriyyah hanya

menggunakan sumber nas murni (Al-Qur‟an dan As-Sunnah) dalam

menetapkan suatu hukum tertentu tanpa campur tangan logika pemikiran

manusia (ra‟yu) seperti pada Sadd Al-Dzar‟iah. Hasil ra‟yu selalu erat dengan

adanya persangkaan (Zan), dan haram hukumya menetapkan sesuatu

berdasarkan persangkaan, karena menghukumi dengan persangkaan sangat

dekat dengan kebohongan, dan kebohongan adalah satu bentuk kebatilan.68

Namun demikian, perbedaan pendapat mengenai kedudukan Sadd Al-

Dzar‟iah ini dalam perkembangannya tidak menjadikan Sadd al-Dzari‟ah

tidak digunakan sama sekali. Para ulama zaman sekarang pun dalam kegiatan

tertentu menggunakan Sadd al-Dzari‟ah untuk menetapkan suatu hukum

tertentu. Salah satu lembaga keagamaan yang menggunakan metode ini

adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Majelis Ulama Indonesia (MUI)

menggunakan metode ini dalam menetapkan fatwa halal atau memberikan

sertifikasi halal terhadap produk-produk perdagangan baik itu makanan,

kosmetik, maupun penggunaan nama produk yang beredar dan dijual di

pasaran. Seperti larangan menggunakan ungkapan kata-kata pada produk

kosmetik yang merangsang syahwat, yang dikhawatirkan akan menimbulkan

68

Al-Imam Muhammad Abu Zahrah, Ibnu Hazm: Hayatuh Wa „Asruh, Arauh Wa

Fiqhuh, (Qaira: Daar Al-Fikr Al-„Arabi, tt), h. 372.

Page 61: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

50

rangsangan syahwat yang menjurus pada perbuatan yang dilarang. Maka

penggunaan nama itu pun dilarang.69

Secara logika, ketika seseorang membolehkan suatu perbuatan, maka

mestinya ia juga membolehkan segala hal yang akan mengantarkan kepada

hal tersebut. Begitupun sebaliknya, jika seseorang melarang suatu perbuatan,

maka mestinya ia pun melarang segala hal yang bisa mengantarkan kepada

perbuatan tersebut. Hal ini senada dengan ungkapan Ibnu al-Qayyim dalam

kitab A‟lâm al-Mûwâqi‟în: ”Ketika Allah melarang suatu hal, maka Allah pun

akan melarang dan mencegah segala jalan dan perantara yang bisa

mengantarkan kepadanya. Hal itu untuk menguatkan dan menegaskan

pelarangan tersebut. Namun jika Allah membolehkan segala jalan dan

perantara tersebut, tentu hal ini bertolak belakang dengan pelarangan yang

telah ditetapkan.70

Meskipun ulama berbeda pendapat dalam penggunaan saad al-

Dzari‟ah, akan tetapi menurut penulis bahwa saad al-Dzari‟ah perlu dijadikan

sebagai salah satu dalil hukum jika maslahat yang dihasilkannya lebih besar,

lagipula tujuan dari sadd al-Dzari‟ah adalah menghilangkan kemafsadatan.

Dapat disimpulkan bahwa dalam saddu al-dzari‟ah perlu dijadikan dalil

hukum karena penetapan hukumnya selalu menekankan pada keutamaan

manfaat dan menghindari kemufsadatan. Hal ini untuk mengantisispasi sikap

hidup yang tidak terpuji ditengah masyarakat.

69

Usman,“Sertifikasi Halal MUI Berprinsip pada Saddudz Dzari‟ah”, dalam

http://www.halalmui.org Asertifikasi-halal berprinsip pada-saddudz-dzariah (30 Januari

2012).

70

Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, A‟lâm al-Muwâqi‟ỉn, h. 103.

Page 62: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

51

B. Analisis Penerapan Sadd al-Dzariah dalam Fatwa MUI Tentang Kawin

Beda Agama

Fatwa ini dikeluarkan pada tanggal 1 juni 1980 sebagai tanggapan atas

bertambahnya perhatian masyarakat terhadap makin seringnya terjadi

pernikahan antaragama. Menurut kenyataannya, pembicaraan mengenai fatwa

itu diadakan konferensi tahunan kedua MUI pada tahun 1980 dan bukannya

dalam rapat-rapat biasa Komisi Fatwa. Fatwa tersebut memuat dua

pernyataan gambling mengenai masalah itu. Pertama, bahwa seorang wanita

Islam tidak diperbolehkan (haram) untuk dinikahkan dengan seorang pria

bukan Islam; kedua, bahwa seorang pria muslim tidak diizinkan menikahi

seorang wanita bukan Islam. Fatwa itu ditandatangani oleh Hamka., ketua

umum, dan kafrawi, sekertaris MUI. Yang agak aneh ialah bahwa fatwa itu

dibubuhi tanda tangan Menteri Agama, Alamsjah Ratu Perwiranegara. Tetapi

pentingnya fatwa itu tidak terletak pada tanda tangan menteri, melainkan

karna fatwa itu dibicarakan dan diputuskan dalam Konferensi Tahunan

MUI.71

Dalil-dalil yang dikemukakan oleh fatwa itu seluruhnya terdiri atas

kutipan-kutipan dari al-Qur‟an dan Hadis dan tidak ada yang berasal dari

sesuatu naskah fiqh. Ayat al-Qur‟an pertama yang dikutip adalah yang

mengenai larangan perkawinan seorang laki-laki atau perempuan Islam

dengan seorang musyrik, karena Allah lebih menghargai seorang budak belian

yang beragama Islam dibandingkan seorang musryik; yang kedua mengenai

71

Majelis Ulama Indonesia, Tuntunan Perkawinan Bagi Umat IslamIndonesia

(Jakarta: Sekretariat MUI, 1986), h. 71-73.

Page 63: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

52

diizinkannya seorang laki-laki Islam menikah dengan seorang perempuan dari

seorang ahl al-kitab (orang-orang Kristen dan Yahudi); yang ketiga mengenai

larangan perkawinan seorang perempuan Islam dengan seorang kafir; yang

keempat tentang perintah untuk mencegah dirinya dan keluarganya jangan

sampai masuk ke neraka. Hadis-hadis yang dikutip ialah mengenai, pertama,

doktrin yang menyatakan bahwa perkawinan yang baik adalah sama dengan

setengah dari iman, dan kedua tentang kepercayaan anak-anak bahwa lahir

dalam keadaan suci, hanya orang-orang tuanya yang membuat mereka

menjadi orang-orang Yahudi, Kristen atau penganut Zoroaster.72

Yang menarik mengenai fatwa itu ialah bahwa meskipn alQur‟an jelas

mengizinkan seorang laki-laki Islam menikah dengan seorang perempuan ahl

al-kitab, namun fatwa tidak membolehkannya. Fatwa melarang perkawinan

semacam itu karena kerugiannya lebih besar daripada keuntungannya.

Meskipun fatwa itu ditunjukan khusus mengenai kejadian-kejadian di

Indonesia, hal itu bersifat radikal karena berlawanan dengan apa yang secara

jelas dinyatakan dalam al-Qur‟an. Fatwa-fatwa itu juga bertentangan dengan

fikih klasik, yang biasanya dirujuk oleh MUI dalam membuat fatwa-fatwa

lain. Naskah-naskah fikih klasik sepakat memberi izin kepada seorang laki-

laki muslim untuk menikahi seorang perempuan dari ahl al-kitab. Maka

timbul pertanyaan apakah yang menjadi dasar MUI untuk mengambil sikap

yang berlawanan dengan al-Qur‟an.

72

Majelis Ulama Indonesia, Tuntunan Perkawinan Bagi Umat IslamIndonesia, h.

75-77.

Page 64: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

53

Fatwa MUI tahun 1980 hanya menggunakan istilah “bukan Islam”

tanpa keterangan selanjutnya. Akan tetapi referensi yang sebenarnya adalah

terlalu jelas untuk dikesampingkan: orang-orang Kristen, karena dalam semua

persoalan perkawinan antaragama yang disebut dalam media masa tersebut

menyangkut orang-orang Islam dan Kristen. Lebih dari itu, setiap penyebutan

ahl al-kitab oleh kaum muslimin Indonesia dengan sendirinya berarti orang-

orang Kristen, karena di Indonesia tidak ada orang Yahudi. Jadi, masalah

yang sebenarnya yang dimaksud dalam fatwa MUI mengenai perkawinan

antargama adalah soal pencegahan bagi kaum pria dan wanita Islam

Indonesia untuk berpindah agama menjadi agama Kristen. Interpretasi ini

adalah penting berkenaan dengan persaingan terus-menerus antara kaum

muslimin dan kaum Kristen di negeri ini, dan berkenaan dengan kekhawatiran

kaum muslimin terhadap ancaman Kristenisasi.73

Fatwa ini lahir lima tahun setelah terbentuknya MUI pusat. Yang

mana pada saat itu hubungan MUI dengan organisasi-organisasi bukan Islam

sangatlah rumit. Meskipun hubungan umat Islam dengan Budha dan Hindu

cukup baik, akan tetapi hubungan umat Islam dengan umat Kristen pada

dasarnya adalah bersaingan, dimulai sejak permulaan abad kedua puluh yang

mana pada saat itu penyebaran agama Kristen di Indonesia didukung oleh

pemerintah jajahan Belanda. Ada desas-desus bahwa pada permulaan

dasawarsa enam puluhan, kaum Kristen bermaksud memasukkan seluruh

penduduk Pulau Jawa ke agama Kristen dalam waktu dua puluh tahun dan

73

Mohammad Atho Mudzar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta:

INIS, 1993), h. 102-103.

Page 65: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

54

seluruh Indonesia dalam waktu lima puluh tahun. Meskipun sukar dibuktikan

akan kebenaran rencana tersebut namun kaum muslimin beranggapan bahwa

adanya bahaya ancama kristenisasi itu betul ada. Pada perulaan dasawarsa

tujuh puluhan ada yang menyatakan bahwa dua juta orang Indonesia masuk

agama Kristen. Hal ini telah menyebabkan hubungan tegang dan bahkan

bentrokan antara umat Islam dan umat Kristen di berbagai daerah di tanah

air.74

Menginsyafi akan bahaya makin meningkatnya ketegangan antara

kedua golongan itu, pemerintah lalu mengambil prakarsa untuk

menyelenggarakan pertemuan antargolongan agama pada tanggal 30

November 1967, yang dihadiri oleh para wakil dari kelima golongan agama.

Maksud pertemuan itu bersifat ganda,: pertama, untuk membentuk sebuah

badan konsultasi antaragama, dan kedua, untuk menghasilkan suatu

pernyataan yang menerangkan bahwa setiap kegiatan penyebaran agama

hendaknya jangan ditujukan kepada mereka yang sudah memeluk salah satu

dari lima agama yang diakui di negeri ini. Pertemuan tersebut ternyata telah

gagal sama sekali karena tidak satu pun usul yang diterima baik. Meskipun

golongan Budha dan Hindu bersedia menerima baik usulan yang diajukan,

golongan Islam dan golongan Kristen benar-benar tidak bersedia untuk

mengadakan kompromi. Kaum muslimin menolah mempertimbangkan untuk

mengambil bagian dalam badan antaragama atas dasar yang sama dengan

golongan Kristen, tetapi sangat menyetujui usul yang kedua yang membatasi

74

Mohammad Atho Mudzar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia, h. 74-75.

Page 66: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

55

kegiatan-kegiatan penyebaran agama. Sebaliknya golongan Kristen

menyetujui pembentukan badan antar-agama, tetapi tidak bisa menerima

setiap usulan untuk membatasi kegiatan penyebaran agama. Hubungan antara

kaum muslimin dengan kaum Kristen senantiasa diwarnai oleh persaingan

yang ketat. Mengingat akan kewajiban untuk memlihara aqidah, kaum

muslimin selalu khawatir akan adanya ancaman pengkhistenan, sedangkan

pihak Kristen justru memberikan perhatian besar terhadap pengkristenan itu.75

Dikeluarkannya fatwa oleh MUI yang melarang kaum muslimin pria

dan wanita untuk kawin dengan orang-orang bukan Islam, bahkan juga orang-

orang ahl al-kitab, rupanya telah didorong oleh keinsyafan akan adanya

persaingan keagamaan kendatipun ada pertanyaan khusus al-Qur‟an yang

memberikan izin kepada kaum pria Islam untuk mengawini wanita ahl al-

kitab. Hal ini boleh jadi berarti bahwa persaingan itu sudah dianggap para

ulama telah mencapai titik rawan bagi pertumbuhan masyarakat muslimin,

sehingga pintu bagi pintu bagi kemungkinan dilangsungkannya perkawinan

antaragama itu harus ditutup sama sekali. Mungkin akan timbul pertanyaan

mengapa para ulama begitu khawatir mengenai jumlah umat Islam padahal

umat Islam di negeri ini merupakan mayoritas. Jawabannya rupanya terletak

pada persoalan mayoritas dalam jumlah, tetapi minoritas dalam peran

politik.76

Ini adalah untuk mengatakan bahwa pengeluaran fatwa MUI

mengenai perkawinan antaragama, yang pada lahirnya bertentangan dengan

75

Mohammad Atho Mudzar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia, h. 75-76.

76

Mohammad Atho Mudzar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia, h. 103.

Page 67: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

56

pernyataan alQur‟an, Agaknya MUI bukanlah yang pertama yang berbuat

demikian di zaman modern ini, karena Muhammad Syaltut pada dasawarsa

enam puluh telah melakukan hal yang sama dengan sedikit persyaratan. Ia

berkata, jika seorang pria Islam bersifat lemah dan akan mengikuti tradisi

calon istrinya, maka perkawinannya dengan wanita itu hendaknya dilarang.

Syaltut berpendapat bahwa dalam hal ini orang menggunakan alasan yang

sama seperti ketika al-Qur‟an melarang seorang wanita Islam untuk kewin

dengan seorang pria bukan Islam, walaupun pria itu dari ahl al-kitab. Ia

menegaskan bahwa alasan itu adalah untuk mencegah kaum muslimin agar

tidak pindah agama dan menganut agama ahl al-kitab. Meskipun demikian,

pandangan Syaltut ini tidak dikutip dalam fatwa tersebut.77

Menurut salah satu anggota MUI Prof. Huzaemah Tahido Yanggo,

aspek penerapan saad adzariah dalam fatwa ini karena pernikahan beda

agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

pindah beragama, oleh sebab itu nikah beda agam dicegah oleh ulama untuk

mencega madharat yang nyata yakni terjadinya pindah agama. Selain itu

pelarangan nikah beda agama bertujuan agar terwujud ketentraman keluarga

dan dikhawatirkan anak dari hasil pernikahan dengan non muslim ini kelak

mengikuti agama non muslim. Selain itu agar tidak terjadi perpecahan dalam

keluarga. 78

77

Mohammad Atho Mudzar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia, h. 104.

78

Huzaemah Tahido Yanggo, wawancara dengan penulis (Jakarta: 7 April 2014).

Page 68: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

57

Keharaman itu juga didasari dengan alasan bahwa para non-Muslim

tersebut bukan lagi dikategorikan sebagai ahli kitab, mereka telah berbeda

dengan ahli kitab yang asli yang dimaksudkan oleh Q.s. Al-Ma‟idah: 5-7.

Penulis berpandangan bahwa para ulama yang cenderung melihat kebolehan

perkawinan antara muslim dengan ahli kitab lebih bertumpu kepada

pendekatan bayani. Namun bila dilihat dari segi istishlahi, maka ketetapan

pengharaman perkawinan beda agama itu lebih maslahat. Rasio logis yang

dikemukana oleh MUI di atas dengan menerapkan saad adzariah jelas sangat

mempertimbangkan kemaslahatan dari sekedar pendekatan normatif teologis.

Apalagi jika ditinjau dari segi tujuan perkawinan itu sendiri, maka sendi

kemaslahatan kawin berbeda agama cenderung akan mengurangi bahkan

menghilangkan esensi perkawinanan yang sakinah mawaddah wa rahmah

dalam Ridha Allah Swt.

Fatwa ini memang didorong oleh masalah sosial yang terjadi pada

masa itu, dan fatwa tersebut juga dimaksud untuk menjaga keutuhan sosial.

Dari peristiwa sejarah yang telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat

mengambil kesimpulan bahwa fatwa ini memang sesuai dengan keadaan

kaum muslimin di Indonesia yang saat itu sedang dihantui oleh ancaman

kristenisasi. Jika seorang laki-laki muslim dibiarkan untuk menikah dengan

perempuan Kristen, maka dikhawatirkan umat Islam akan tejebak oleh

kristenisasi dengan jalan pernikahan. Dalam hal ini MUI berjalan melampaui

al-Qur‟an akan tetapi untuk kemaslahatan dengan jalan Sadd al-Dzari‟ah.

Page 69: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

58

Sebagai pencegahan bagi kaum pria dan wanita Islam Indonesia untuk

berpindah agama menjadi agama Kristen.

Dengan demikian dapat difahami bahwa dalam masalah keharaman

nikah beda agama MUI menerapkan saad dzariah dalam 2 hal yakni :

pertama, sebagai dalil pengokoh tentang keharaman wanita muslimah

menikahi non muslim. Kedua, sebagai dalil awal tentang keharaman lelaki

muslim menikahi wanita non muslim mapun kitabiyah.

Page 70: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

59

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian sebelumnya, maka penulis mengambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Nikah secara bahasa adalah berkumpul atau bersetubuh atau akad secara

bersamaan adapun secara syariat, nikah adalah sebuah akad yang mana di

dalamnya terdapat kebolehan untuk bersenang-senang dengan perempuan

yang dinikahi. Adapun yang dimaksud perkawinan lintas agama adalah

perkawinan antara agama yaitu perkawinan yang dilakukan oleh seorang

pria atau seorang wanita yang beragama Islam dengan seorang wanita atau

dengan seorang pria yang beragama Islam perkawinan antar agama di sini

dapat terjadi dalam bentuk:

a. Calon istri beragama Islam sedangkan calon suami tidak beragama

Islam baik itu Ahlul kitab atau orang musyrik.

b. Calon suami beragama Islam sedangkan calon istri tidak beragama

Islam atau musyrik.

2. Majelis Ulama Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun

para ulama, zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan

gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-

cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395

H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari

pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu‟ama yang

Page 71: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

60

datang dari berbagai penjuru tanah air. Antara lain meliputi dua puluh

enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang

ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu,

NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math‟laul

Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas

Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan

yang merupakan tokoh perorangan.

3. Menurut salah satu anggota MUI Prof. Huzaemah Tahido Yanggo, aspek

penerapan saad adzariah dalam fatwa ini karena pernikahan beda agama

menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk pindah

beragama, oleh sebab itu nikah beda agam dicegah oleh ulama untuk

mencega madharat yang nyata yakni terjadinya pindah agama. Selain itu

pelarangan nikah beda agama bertujuan agar terwujud ketentraman

keluarga dan dikhawatirkan anak dari hasil pernikahan dengan non muslim

ini kelak mengikuti agama non muslim. Selain itu agar tidak terjadi

perpecahan dalam keluarga. Keharaman itu juga didasari dengan alasan bahwa

para non-Muslim tersebut bukan lagi dikategorikan sebagai ahli kitab, mereka

telah berbeda dengan ahli kitab yang asli yang dimaksudkan oleh Q.s. Al-

Ma‟idah: 5-7. Penulis berpandangan bahwa para ulama yang cenderung melihat

kebolehan perkawinan antara muslim dengan ahli kitab lebih bertumpu kepada

pendekatan bayani. Namun bila dilihat dari segi istishlahi, maka ketetapan

pengharaman perkawinan beda agama itu lebih maslahat

Page 72: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

61

B. Saran

Berdasarkan pemaparan skripsi ini maka penulis memaparkan beberapa

saran yang diharapkan agar bermanfaat bagi semua pihak diantaranya:

1. Sadd al-Dzari‟ah merupakan sumber hukum yang masih asing dan jarang

terdengar oleh masyarakat umum, kenyataannya mengakibatkan

pandangan sebelah mata yang diberikan oleh masyarakat awam dan

sebagian akademisi sebab lebih terbiasa menggunakan ushul fiqih

syafi‟iyah yang didalamnya tidak terdapat pembahasan khusu mengenai

al-Dzari‟ah, dengan demikian penulis menyarankan agar MUI lebih

mengenalkan ke masyarakat tentang penggunaan Sadd al-Dzari‟ah sebagai

sumber hukum dengan mencantumkan Sadd al-Dzari‟ah pada fatwa-fatwa

yang terkait dengannya.

2. Hendaknya MUI dan lembaga/organisasi Islam yang berkegiatan

menetapkan hukum agar lebih menegaskan penggunaan al-Dzari‟ah

dengan menggambarkan konsep dan penerapannya agar tidak terjadi

kesimpang siuran dari sudut manakah al-Dzari‟ah dapat diterapkan, karena

hal tersebut nantinya akan menambah wawasan berikut khazanah ummat

muslimin. Hendaknya masyarakat menyadari dan memahami bahwa

pelarangan nikah beda agama akan tetapi pelanggaran itu juga agar

menjauhkan diri kita dari hal yang tidak diinginkan dalam rumah tangga

nantinya sebab berbeda agama dalam rumah tangga sangar berdampak

negatif pada masa depan pernikahan pada masa depan anak.

Page 73: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

62

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Ahmad, Sudirman, Problematika Pernikahan Dan Solusinya, (PT.Prima

Heza Lestari, tt), h. 75.

Ahmadi, Fahmi, Muhammad, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 17-18.

Abdurachman, dan Riduan Syahrani, Masalah-masalah Hukum Perkawinan di

Indonesia, (Bandung: Alumni 1978), h. 20.

Bukhari, Al, Shahih Bukhari, Ibn Katsir, Beirut 1987, juz 5 h. 2024.

Dewan Pimpinan MUI, Pedoman Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia

diakses pada tanggal 5April 2016 dari

https://jacksite.files.wordpress.com/2007/08/pedoman-penetapan-fatwa-majelis-

ulama-indonesia.pdf

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji Depag

RI. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Jakarta : Direktorat

Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji Depag RI,

2003, hal. 4-5.

Efendi Satria, Ushul Fiqh, (Jakarta:Kencana, 2005), h. 172

Ghozali Imam, A. Ma‟ruf Asrori (ed) Ahkamul Fukaha, Solusi Problematika

Aktual Hukum, Surabaya: Diantama, 2004, h. 435.

Haryanto A.G., Metode Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah, (Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran, 2000), h. 78.

Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, h. 477.

https://rudisantosomhi.wordpress.com/2014/01/08/pendapat-ulama-tentang-

hukum-pernikahan-beda-agama/

Imam, Muhammad Abu Zahrah, Al Ibnu Hazm: Hayatuh Wa „Asruh, Arauh Wa

Fiqhuh, (Qaira: Daar Al-Fikr Al-„Arabi, tt), h. 372.

J.Moelang, Metode Penelitian Kualitatif, cet. Ke-8 (Bandung:Remaja Rosada

Karya, 1997), h. 112-116.

Jauziyyah, Ibn al-Qayyim, Al. A‟lâm al-Muwâqi‟ỉn, h. 103.

Jaziri, Abdurrahman, Al al-Fiqh ala al-mazahib al-Arba‟ah, (Beirut: dar al-Ihya

al-Thurats al-Arabi, 1969), juz 4, h. 75.

Page 74: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

63

Komisi Kominfo MUI, Profil MUI, diakses pada 10 November 2015 dari

http://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html

Muhammad, Jabry, Al, Abdul Mutaal Perkawinan Campuran Menurut

Pandangan Islam,( Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1991), h. 14.

Muhammad Al-Anbari Kholid Bin Ali, Perkawinan dan Masalahnya, (Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 1993), h. 18-19.

Mughniyyah Muhammad Jawad, al-Fiqh ala al-Mazahib al-Khomsah, (Jakarta:

PT. Lentera Basri Tama: T.t), h. 336.

Mudzhar H.M. Atho, Membaca Gelombang Ijtihad ; Antara Tradisi dan Liberasi,

Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998, hal. 134.

Majelis Ulama Indonesia, Tuntunan Perkawinan Bagi Umat IslamIndonesia

(Jakarta: Sekretariat MUI, 1986), h. 71-73.

Hasan, M, Ali Masail Fiqhiyyah Al-Haditsah, Jakarta: PT Raja Grafindo 1998, h.

13.

Muhammad bin Mukarrom bin manzhur al Afriqi al Mishri, lisan al Arab, (Beirut:

dar shadir, tt), h. 132.

Naisaburi Muslim Ibn Al-Hajjaj Abu Al-Hasan Al- Qusyairy, Al. Shohih Muslim,

(Beiru Dar Al-Ihya Turats, T.t). Juz 3 h. 1219.

Nazir Moh., Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h. 234.

O.S. Eoh, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Raja

Grapindo 1996), h. 36.

Prawirohamidjodjo Soetojo, Pluralism dalam Perundang Undangan Perkawinan

di Indonesia, (Surabaya: airlangga Univesity press, 1988), h. 39.

Qaradhawi, Yusuf, Fatwa-fatwa Kontemporer, (Jakarta: insani press, 1995), h.

580.

Rusli dan R. Tama, Perkawinan Antar Agama dan Masalahnya, (Bandung: Pionir

Jaya, 1986), h. 17.

Ridha, Rasyid. Tafsir Manar, (Cairo: Dar Al-Manar: 1367 H), h. 187-193.

Sa‟diy Abdurrahman Ibn Nashir Ibn Abdullah, Al. Taisirul Karim Al-Rahman

(penerbit: Muassasah Ar-Risalah, cetakan pertama tahun 2000) juz 1 h. 90.

Page 75: PENERAPAN SADD AL-DZARI’AH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42577...pernikahan beda agama menyebabkan salah satu dari suami istri yg beragama Islam untuk

64

Santoso, Rudi. Pendapat Ulama Tentang Pernikahan Beda Agama, Artikel di

akses pada 05 April 2016, dari

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an

Volume 4, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), h. 237.

Sihab M. Quraiys, Wawasan Al-Quran Tafsir atas Berbagai Persoalan Umat,

(Jakarta: tp, 1996), h. 166.

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: Alfabeta,

2004), h.244

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh Jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 429.

Taimiyyh, Ibnu. Saddu Dzarai‟, (Riyad;Daru al Fadilah), h. 26.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2.

Usman,“Sertifikasi Halal MUI Berprinsip pada Saddudz Dzari‟ah”, dalam

http://www.halalmui.org Asertifikasi-halal berprinsip pada-saddudz-

dzariah (30 Januari 2012).

Wasito, Herman. Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT. Gramedia

Pustaka Utama, 1992), h. 10.

Washil, Nashr Farid Muhammad, dan Azzam Abdul Aziz Muhammad, Al-

Madkhalu fi Al-Qaw‟id Al-Fiqhiyyati, h. 21.

Yanggo, Huzaemah Tahido. Wawancara dengan penulis (Jakarta: 7 April 2014)

Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqhu al-Islam WA Adilatuhu, (Beirut: dar al-fikr, 2005), juz

3, h. 26.

Zuhdi, Masyhuk. Masail Fiqhiyyah, (Jakarta, Haji Mas Agung: 1991), h. 5.

Zuhailiy, Wahbah. Ushul Fiqh Islami, (Beirut: Dar al-Fiqr,), Juz 2, h. 873.

Zahrah, Muhammad, abu. Ushul al-fiqh, h. 246.