Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

22
Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya…….. Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018 63 SADD AL- DZARI’AT DAN APLIKASINYA PADA PERMASALAHAN FIQIH KONTEMPORER Hifdhotul Munawaroh [email protected] Abstrak Sadd al-dzari’ahmerupakan salah satu metode pengambilan keputusan hukum (istinbath al-hukum) dalam Islam. Setiap perbuatan mengandung dua sisi, pertama perantara yang mendorong untuk berbuat sesuatu, dan kedua tujuan yang menjadi kesimpulan dari perbuatan itu, baik atau buruk.Perbuatan yang menjadi perantara dan jalan kepada sesuatu itulah disebut Dzari’at. Adapun dzari’ah mengandung dua pengertian, yaitu yang dilarang, disebut sadd al- dzari’ah, dan dan yang dituntut untuk dilaksanakan disebut fath al- dzari’ah. Penelitian ini ingin membahas bagaimana aplikasi Sadd al Dzari’ah pada permasalahan fiqh kontemporer, seperti cloning, operasi selapot dara, dan perkawinan beda agama. A. PENDAHULUAN Setiap perbuatan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang pasti mempunyai tujuan tertentu yang jelas tanpa mempersoalkan apakah perbuatan yang dituju itu baik atau buruk, mendatangkan manfaat atau madharat. Sebelum sampai pada pelaksanaan perbuatan yang dituju itu, ada serentetan perbuatan yang mendahuluinya yang harus dilaluinya. Bila seseorang ingin mendapatkan ilmu pengetahuan umpamanya, maka ia harus belajar. Untuk sampai dapat belajar, ia harus melalui beberapa fase kegiatan seperti mencari guru, menyiapkan tempat, dan alat-alat belajarnya. Kegiatan pokok dalam hal ini adalah belajar atau menuntut ilmu, dan kegiatan lain itu disebut perantara, jalan atau pendahuluan. Bila seseorang akan melakukan pembunuhan, misalnya, ia sebelumnya harus melakukan beberapa kegiatan seperti memiliki senjata untuk membunuh, dan mencari kesempatan untuk melakukan

Transcript of Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Page 1: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

63

SADD AL- DZARI’ATDAN APLIKASINYA PADA PERMASALAHAN FIQIH

KONTEMPORERHifdhotul Munawaroh

[email protected]

Abstrak

Sadd al-dzari’ahmerupakan salah satu metode pengambilan keputusanhukum (istinbath al-hukum) dalam Islam. Setiap perbuatanmengandung dua sisi, pertama perantara yang mendorong untukberbuat sesuatu, dan kedua tujuan yang menjadi kesimpulan dariperbuatan itu, baik atau buruk.Perbuatan yang menjadi perantara danjalan kepada sesuatu itulah disebut Dzari’at. Adapun dzari’ahmengandung dua pengertian, yaitu yang dilarang, disebut sadd al-dzari’ah, dan dan yang dituntut untuk dilaksanakan disebut fath al-dzari’ah. Penelitian ini ingin membahas bagaimana aplikasi Sadd alDzari’ah pada permasalahan fiqh kontemporer, seperti cloning, operasiselapot dara, dan perkawinan beda agama.

A. PENDAHULUANSetiap perbuatan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang pasti

mempunyai tujuan tertentu yang jelas tanpa mempersoalkan apakahperbuatan yang dituju itu baik atau buruk, mendatangkan manfaat ataumadharat. Sebelum sampai pada pelaksanaan perbuatan yang ditujuitu, ada serentetan perbuatan yang mendahuluinya yang harusdilaluinya.

Bila seseorang ingin mendapatkan ilmu pengetahuan umpamanya,maka ia harus belajar. Untuk sampai dapat belajar, ia harus melaluibeberapa fase kegiatan seperti mencari guru, menyiapkan tempat, danalat-alat belajarnya. Kegiatan pokok dalam hal ini adalah belajar ataumenuntut ilmu, dan kegiatan lain itu disebut perantara, jalan ataupendahuluan.

Bila seseorang akan melakukan pembunuhan, misalnya, iasebelumnya harus melakukan beberapa kegiatan seperti memilikisenjata untuk membunuh, dan mencari kesempatan untuk melakukan

Page 2: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

64

pembunuhan itu.membunuh merupakan kegiatan pokok yang dituju,sedangkan perbuatan lain yang mendahuluinya disebut perantara, jalanatau pendahuluan.

Perbuatan-perbuatan pokok yang di tuju oleh seseorang telah diaturoleh syara’ dan termasuk ke dalam hukum taklifi yang lima atau yangdisebut al-ahkam al khamsah. Untuk dapat melakukan perbuatanpokok yang diperintahkan atau yang dilarang, harus terlebih dahulumelakukan perbuatan yang mendahuluinya.1 Keharusan melakukanatau menghindarkan perbuatan yang mendahului perbuatan pokookitu ada yang telah diatur sendiri hukumnya oleh syara’, dan ada yangtidak diatur secara langsung.

Berwudhu sebagai perantara bagi wajibnya shalat, hukumnyaadalah wajib. Demikian pula berkhalwat sebagai perantara kepada zinayang diharamkan, hukumnya adalah haram. Masalah seperti ini tidakdiperbincangkan para ulama karena hukumnya sudah jelas.Untuk itu,maka berlaku lah qa’idah:

للوسائل كحكم المقاصد Bagi wasilah (perantara) itu hukumnya adalah sebagaimana hukum

yang berlaku pada apa yang dituju.Persoalan yang diperbincangkan para ulama adalah perbuatan

perantara (pendahuluan) yang belum mempunyai dasar hukumnya.Perbuatan perantara itu disebut oleh ahli Ushul dengan al dzari’ah.

B. PEGERTIAN SADD AL-DZARI’AH

Kalimat sadd al-dzari’ah berasal dari dua kata (frase/idhofah), yaitusadd dan dzari’ah. Kata sadd, berarti:

2، وبمعنى المنع إغلاق الخلل وردم الثـلم:السد بمعنى

1Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 2001),Jilid 2,396-397

2 Su’ud bin mulluh sultan al ‘anzi, Saddu Dzarai’ ‘inda-l- Imam Ibnu QayyimAl Jauziyyah, wa atsaruhu fi ikhtiyaratihi alfiqhiyyahh,(Omman, Urdun: Daru-l-

Page 3: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

65

Artinya menutup cela, dan menutup kerusakan, dan juga berartimencegah atau melarang. Sedangkan kata dzari’ah secara bahasaberarti:

ا إلى الشيئ سواء كان حسيا أو معنويا لة التي يـتـوصل 3الوصيـ

Artinya jalan yang membawa kepada sesuatu, secara hissi atau ma’nawi(baik atau buruk). Arti lughawi ini megandung konotasi yang netraltanpa memberikan hasil kepada perbuatan. Pengertian inilah yangdiangkat oleh Ibnu Qayyim (w: 751 H) kedalam rumusan definisi

tentang dzari’ah, yaitu: لة وطريـقا إلى الشيئ )4 maksudnya,(ما كان وصيـ

apa-apa yang menjadi perantara dan jalan kepada sesuatu. Jadi,menurutnya, bahwa pembatasan pengertiandzari’ah yang bertujuankepada yang di anjurkan. Oleh sebab itu, menurutnya pengertiandzari’ah lebih baik dikemukakan yang bersifat umum, sehingga dzari’ahmengandung dua pengertian, yaitu yang dilarang, disebut sadd al-dzari’ah dan yang dituntut untuk dilaksanakan disebut fath al-dzari’ah.

Sementara itu, Syatibi mengatakan bahwa dzari’ah berarti

قة قاعدة الذريـعة هي التـوصل بما هو م 5إلى مفسدةلحةص إن حقيـ

Sesungguhnya hakikat dari kaidah dzari’ah adalah dia yangmenghubungkan sesuatu yang maslahat kepada mafsadat.Maksudnya,seseorang melakukan suatu pekerjaan yang pada dasarnya dibolehkankarena mengandung suatu kemaslahatan, tetapi tujuan yang akan iacapai berakhir pada suatu kemafsadatan.

Selanjutnya, Badran memberikan memberikan definisi dzari’ahsebagai berikut:

atsariyyah, 2007),37, lihat juga Yusuf Abdurrahman Al farat, Al tat}biqat almu’as}irat lisaddi-l-dzari’at, qahirah, (Daru-l-fikri al’arabi, 2003),9

3Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, 3984 Muhammad Bin abi Bakar Ayyub Azzar’i Abu Abdillah Ibnul Qayyim Al

Jauzi, I’lamul Muqi’in, Jilid 5, 496 , lihat juga, Su’ud bin mulluh sult}an al ‘anzi,Saddu Dzarai’ ‘inda-l- Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, wa atsaruhu fi ikhtiyaratihialfiqhiyyahh,hal: 39

5Yusuf Abdurrahman Al farat, Al tatbiqat al mu’asirat lisaddi-l-dzari’at,qahirah,(Daru-l-fikri al’arabi, 2003), 11

Page 4: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

66

6هي الموصل إلى الشيئ الممنـوع المشتمل على مفسدة

Apa yang menyampaikan kepada sesuatu yang terlarang yangmengandung kerusakan.

Sedangkan Qarafi (w: 684 H), mengartikan sadd dzari’ah dengan:

وسائلمادةحسم:ذلكومعنىللشيءالوسيلةهيالذريعةنذلمعمنالمفسدةإلىوسيلةالمفسدةمنالسالمالفعللهكانالفساددفعا

7كالفعل

Dzari’ah berarti perantara atau sarana kepada sesuatu perkara.Maksudnya adalah Mencegah dan menahan jalan-jalan yang tampaknyahukumnya mubah, namun bisa menjerumuskan pada perkara yangharam, demi mengikis habis sebab keharaman dan kemaksiatan, ataumencegah terjadinya perkara yang haram itu.

Adapun Ibnu ‘Asyur (w: 1393 H) mengartikan dzari’ah dengan:

8لقب سد الذرائع قد جعل لقبا لخصوص سد ذرائع الفساد

Disebut Sadd dzara’i karena sudah menjadi sebutan untukmencegah perantara/sarana kepada kerusakan

Wahbah Zuhaili menginginkan definisi yang netral, untuk itu iamemilih definisi yang dikemukakan Ibnu Qayyim (w: 751 H). Iamendefinisikan sadd dzari’ah “Melarang dan menolak segala sesuatuyang dapat menjadi sarana kepada keharaman, untuk mencegahkerusakan dan bahaya.9

Rukun Dzari’ahMuhammad Hasyim Al burhani menetapkan rukun dzari’ah kepadatiga, yaitu:

6Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, hal: 3997Ja’far bin Abdurrahman Qasas, Qaidatu saddu dzarai’ wa atsaruha al

fiqhiyyu, Ramadhan, 1431 H, 78Ibrahim bin mahna bin ‘Abdilahi bin Mahanna, sadd Dzarai’ ‘Inda Syaikh

Islam ibnu Taimiyyah, (Riyad}: Dar Fadilah, 2004), 269 Wahbah Zuhayli, Al wajiz Fi Us}uli-l-fiqh,(Damaskus, Suriyah :Dar-l-fikr,

1999), 108

Page 5: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

67

1. Perkara yang tidak dilarang dengan sendirinya (sebagaiperantara washilah, sarana, atau jalan). Dalam hal ini dibagimenjadi tiga keadaan:

a. maksud dan tujuan perbuatan itu adalah untuk

perbuatan yang lain ( د يكون مقصودا لغيره ق ), seperti

bai’u-l- ajalb. Maksud dan tujuan perbuatan itu adalah untuk

perbuatan itu sendiri )د يكون مقصودا لذاته ق ( , seperti

mencaci dan mencela sembahan orang lain.c. Perbuatan itu menjadi asas menjadikannya sebagai

perantara atau washilah أنه أساس الأول الذي تكون ( ها الذريـعة )عليـ seperti larangan menghentakkan kaki

bagi seorang wanita yang ditakutkan akanmenampakkan perhiasannya yang tersembunyi.

2. Kuatnya tuduhan kepadanya (al-ifdha>). Inilah yang menjadipenghubung antara washilah kepada perbuatan yang dilarang (almutawas}il ilaih), yaitu adanya tuduhan dan dugaan yang kuatbahwa perbuatan tersebut akan membawa kepada mafsadah.

3. Kepada perbuatan yang dilarang (Al Mutawas}il Ilaih). Ulamamengatakan rukun ketiga ini sebagai “Al mamnu’” (perbuatanyang dilarang). Maka, jika perbuatan tersebut tidak dilarang,atau mubah, maka was}ilah atau dzari’ah tersebut hukumnyatidak dilarang.10

C. KEDUDUKAN SADD AL-DZARI’AH

Sebagaimana halnya dengan qiyas, dilihat dari aspekaplikasinya, sadd adz-dzari’ah merupakan salah satu metodepengambilan keputusan hukum (istinbath al-hukm) dalam Islam.

10 Muhammad Hisyam Al Burhani, Sadd al Dzari’ah fi Al Syari’ah AlIslamiyyah, , 103-122

Page 6: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

68

Namun, sebagian ulama ada yang menempatkannya dalam deretandalil-dalil syara’ yang tidak disepakati oleh ulama.

Ditempatkannya dzari’ah sebagai salah satu dalil dalammenetapkan hukum meskipun diperselisihkan penggunaannya,mengandung arti bahwa meskipun syara’ tidak menetapkan secara jelasmengenai hukum suatu perbuatan, namun karena perbuatan ituditetapkan sebagai wasilah dari suatu perbuatan yang dilarang secarajelas, maka hal ini menjadi petunjuk atau dalil bahwa hukum wasilahitu adalah sebagaimana hukum yang ditetapkan syara’terhadapperbuatan pokok.11 Selain itu, surat Al-Nur, ayat 31:

زينتهن من مايخفين ليـعلم بأرجلهن ولايضربن Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahuiperhiasan yang mereka sembunyikan.

Hukum asal wanita memukulkan kaki di tanah itu boleh,namun karena menyebabkan perhiasannya yang tersembunyi dapatdiketahui orang, sehingga akan menimbukkan rangsangan bagi yangmelihat dan mendengar, apalagi jika dilakukan di hadapan laki-lakiyang bukan mahromnya sehingga bisa menjadi fitnah antara laki-lakidan wanita tersebut, maka perbuatan itu pun dilarang oleh AllahTa'ala.12

Dari contoh diatas, terlihat adanya larangan bagi perbuatanyang dapat menyebabkan sesuatu yang terlarang, meskipun padadasarnya perbuatan itu boleh hukumnya. Dalam hal ini, dasarpemikiran hukumnya bagi ulamaadalah bahwa setiap perbuatan itumengandung dua sisi, pertama mendorong untuk berbuat, dan keduasasaran atau tujuan yang menjadi natijah (kesimpulan/akibat) dariperbuatan itu, baik atau buruk. Jika natijahnya baik, maka segalasesuatu yang mengarah kepadanya dituntut untuk mengerjakannya.

11Muhammad Bin abi Bakar Ayyub Azzar’i Abu Abdillah Ibnul Qayyim AlJauzi, I’lamul Muqi’in, (islamic book) jilid 5 497, lihat juga Wahbah Zuhayli, Alwajiz Fi Usuli-l-fiqh, 109

12Wahbah Zuhayli, Al wajiz Fi Usuli-l-fiqh, hal:109, lihat juga AmirSyarifuddin, Ushul Fiqh, 401

Page 7: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

69

Sebaliknya, jika natijahnya buruk, maka segala sesuatu yang mendorongkepadanya juga buruk, karena dilarang.

Begitupula sabda Nabi yang berbunyi:

والديه؟الرجليشتموهلااللهيارسول:قالوا،والديهالرجلالكبائرشتممن

(أمهفيسبأمهويسب،أباهالرجلأبفيسبالرجلأبيسب،نعم:قال

)رواهالبخاريومسلموأبوداود

Sesungguhnya sebesar-besar dosa besar adalah seseorang melaknatkedua orang tuanya.Lalu Rosulullah SAW.ditanya,WahaiRosulullah,bagaimana mungkin seseorang akan melaknat ibu danbapaknya.Rosulullah SAW.menjawab,”Seseorang yang mencaci makiayah orang lain,maka ayahnya juga akan dicaci maki orang lain,danseseorang mencaci maki ibu orang lain,maka orang lain pun akanmencaci maki ibunya.(HR.Bukhari,Muslim,dan Abu Dawud).

Selain itu, terdapat kaidah fiqhiyyah yang dapat dijadikan dasarsadd dzari’ah sebagai metode istinbath hukum dan sebagai petunjuk(dalil), yaitu:

13صالح لى من جلب الماسد أو ف درء الم

“Menolak keburukan (mafsadah) lebih diutamakan daripada meraihkebaikan” (maslahah).

Selain itu kaidah إذا اجتمع الحلال و الحرام غلب الحرام14 (Apabila

berbaur yang haram dengan yang halal, maka yang haram mengalahkanyang halal). Sadd adz-dzari’ah pun bisa disandarkan kepada keduakaidah ini, karena dalam sadd adz-dzari’ah terdapat unsur mafsadah

13 Imam Tajuddin Abdul Wahab bin ‘Aliyyi Ibnu ‘abdi-l-Kafi Assubki , AlAsybah Wa-l-nadzhair, (Beirut, Lubnan:Dar Kitab ‘Ilmiyah, 1991) Jilid 1, 105

14Abdurrahman bin Abi Bakar Al Suyuti, Al Asybah Wa-l-Nadzair, (islamicbook, 2010) 68

Page 8: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

70

yang harus dihindari, juga keyakinan pada perkara yang akan membawakerusakan.

Adapun secara logika, ketika seseorang membolehkan suatuperbuatan, maka seharusnya ia juga membolehkan segala hal yang akanmengantarkan kepada hal tersebut. Begitupun sebaliknya, jikaseseorang melarang suatu perbuatan, iapun melarang segala hal yangbisa mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Seperti pendapat IbnuQayyim, bahwa, “ketika Allah melarang suatu hal, maka Allah punakan melarang dan mencegah segala jalan dan perantara yang bisamengantarkan kepadanya. Hal itu untuk menguatkan dan menegaskanpelarangan tersebut. Namun jika Allah membolehkan segala jalan danperantara tersebut, tentu hal ini bertolak belakang dengan pelaranganyang telah ditetapkan”.15

D. PENGELOMPOKKAN SADD AL-DZARI’AH

Dzari’ah dikelompokkan dengan melihat kepada beberapa sisi, yaitu:1. Dengan melihat kepada akibat (dampak) yang ditimbulkannya,

Ibnu Qayyim membagi Dzari’ah kepada empat macam, yaitu:a. Suatu perbuatan yang memang pada dasarnya pasti

membawa dan menimbulkan kerusakan (mafsadah).b. Suatu perbuatan yang pada dasarnya diperbolehkan

(mustahab), namun secara sengaja dijadikan sebagaiperantara untuk terjadi sesuatu perbuatan buruk yangmerusak (mafsadah).

c. Suatu perbuatan yang pada dasarnya diperbolehkan namuntidak disengaja untuk menimbulkan suatu keburukan(mafsadah), dan pada umumnya keburukan itu tetap terjadimeskipun tidak disengaja, yang mana keburukan tersebutlebih besar akibatnya daripada kebaikan (maslahah) yangdiraih.

d. Suatu perbuatan yang pada dasarnya diperbolehkan namunterkadang bisa menimbulkan keburukan (mafsadah).

15 Muhammad Bin abi Bakar Ayyub Azzar’i Abu Abdillah Ibnul Qayyim AlJauzi, I’lamul Muqi’in, 496

Page 9: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

71

Kebaikan yang ditimbulkan lebih besar akibatnya daripadakeburukannya.16

2. Dari sisi tingkat kerusakan yang ditimbulkan, Syat}ibi membagidzari’ah kepada empat macam, yaitu:a. Perbuatan yang dilakukan tersebut membawa kemafsadatan

yang pasti.Misalnya menggali lobang didepan rumah oranglain pada waktu malam,yang menyebabkan setiap orang yangkeluar dari rumah tersebut pasti akan terjatuh kedalamlobang tersebut.sebenarnya penggalian lobangdiperbolehkan, akan tetapi penggalian yang dilakukan padakondisi tersebut akan mendatangkan mafsadah.

b. Perbuatan yang jarang sekali membawa kepada kerusakanatau perbuatan terlarang. Dalam hal ini, seandainyaperbuatan itu dilakukan, belum tentu akan menimbulkankerusakan. Seperti menggali lobang dikebun sendiri yangjarang dilalui orang, jual beli makanan yang dibolehkan(tidak mengandung mafsadah). Perbuatan seperti inidipebolehkan karena tidak mebawa mafsadah ataukerusakan.

c. Perbuatan yang dilakukan kemungkinan besar akanmembawa kemafsadatan.Seperti menjual senjata padamusuh,yang dimungkinkan akan digunakan untukmembunuh, menjual anggur kepada pabrik pengolahanminuman keras, menjual pisau kepada penjahat yang akandigunakan untuk membunuh orang.

d. Perbuatan yang pada dasarnya boleh dilakukan karenamengandung kemaslahatan,tetapi memungkinkan terjadinyakemafsadatan,seperti jual beli kredit. Memang tidak selalujual beli kredit itu membawa kepada riba, namun padaperakteknya sering dijadikan sarana untuk riba. Jual beliseperti ini menjadi perdebata diantara ulama madzhab,

16 Muhammad Bin abi Bakar Ayyub Azzar’i Abu Abdillah Ibnul Qayyim AlJauzi, I’lamul Muqi’in, 496 , lihat juga Su’ud bin mulluh sult}an al ‘anzi, SadduDzarai’ ‘inda-l- Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, wa atsaruhu fi ikhtiyaratihialfiqhiyyahh, Daru-l-atsariyyah, 198, lihat juga Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, 402,juga Wahbah Zuhayli, Usul Fiqh Al Islami, 884

Page 10: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

72

menurut Imam Syafii (w: 204 H) dan Abu Hanifah (w: 150H),jual beli tersebut dibolehkan karena syarat dan rukundalam jual beli sudah terpenuhi.Selain itu,dugaan tidak bisadijadikan dasar keharaman jual beli tersebut.Oleh karenaitu,bentuk dzari’ah tersebut dibolehkan. Sementara ImamMalik (w: 179 H) dan Ahmad Ibnu Hambal (w: 241 H) lebihmemperhatikan akibat yang ditimbulkan oleh praktek jualbeli tersebut,yakni menimbulkan riba,dengan demikiandzari’ah seperti itu tidak dibolehkan.17

3. Dilihat dari hukumnya, Al Qarafi membaginya kepada tigabagian, yaitu:

a. Sesuatu yang disepakati untuk dilarang, seperti mencaci makiberhala bagi orang yang mengetahui atau menduga kerasbahwa penyembah berhala tersebut akan membalas mencacimaki Allah seketika itu pula. Contoh lain adalah laranganmenggali sumur di tengah jalan bagi orang yangmengetahui bahwa jalan tersebut biasa dilewati dan akanmencelakakan orang.

b. Sesuatu yang telah disepakati untuk tidak dilarang meskipunbisa menjadi jalan atau sarana terjadinya suatu perbuatanyang diharamkan. Contohnya menanam anggur, meskipunada kemungkinan untuk dijadikan khamar; atau hidupbertetangga meskipun ada kemungkinan terjadi perbuatanzina dengan tetangga

c. Sesuatu yang masih diperselisihkan untuk dilarang ataudiperbolehkan, seperti memandang perempuan karena bisamenjadi jalan terjadinya zina; dan jual beli berjangka karenakhawatir ada unsur riba18

E. PANDANGAN ULAMA TENTANG SADD AL-DZARI’AH

17 Wahbah Zuhayli, Al Wajiz fi Usul Fiqh, 109, lihat juga WahbahZuhayli,Usul Fiqh Al Islami, 885-886, lihat juga Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, 403

18 Ja’far bin Abdurrahman Qasas, Qaidatu saddu dzarai’ wa atsaruha alfiqhiyyu, 11, lihat juga, Muhammad Hisyam Al Burhani, Sadd al Dzari’ah fi AlSyari’ah Al Islamiyyah, 105

Page 11: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

73

Tidak semua ulama sepakat dengan sadd dzariah sebagai metodedalam menetapkan hukum. Secara umum berbagai pandangan ulamatersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu pertama yangmenerima sepenuhnya, kedua yang tidak menerima sepenuhnya, ketigayang menolak sepenuhnya

Kelompok pertama, yang menerima sepenuhnya sebagai metodedalam menetapkan hukum, adalah mazhab Maliki dan mazhabHambali. Alasan yang mereka kemukakan adalah firman Allah dalamsurat al An’am (6) ayat 108. Para ulama di kalangan Mazhab Malikimisalnya, bahkan mengembangkan metode ini dalam berbagaipembahasan fikih dan ushul fikih mereka sehingga bisa diterapkanlebih luas. Imam al-Qarafi (w. 684 H), misalnya, mengembangkanmetode ini dalam karyanya Anwar al-Buruq fi Anwa’ al-Furuq. Begitupula Imam al Syathibi (w. 790 H) yang menguraikan tentang metode inidalam kitabnya al-Muwafaqat. Imam Al qurt}ubi juga mengatakanbahwa: “berpegang kepada sadd dzarai’ dan menerapkannya adalahmadzhab Malik dan pengikutnya”19 Diantara contoh yang dipakaiulama Malikiyyah dalam aplikasi sadd Dzari’ah adalah pada perkara bai’al-ajal, juga pada jual beli makanan yang tidak ada wujudnya.

Begitupula madzhab Hambali, misalnya Ibnu Qudamah (w: 62H) berkata: “Dzari’ah itu dipakai, sebagaimana dalil-dali yang telah kitaberikan sebelumnya”. Ibnu Taimiyyah (w: 728 H) juga mengatakanbahwa “Sesungguhnya Allah SWT, menutup dzari’ah yang menujukepada keharaman, bahwasanya Dia mngharamkannya danmelarangnya”. Ibnu-l-Qayyim (w: 751 H) juga mengatakan bahwa: “BabSadd Dzari’ah adalah satu dari seperempat taklif”. Al Zarkasyi (w: 772H) juga berkata: “Dzarai’ itu diterima menurut kami pada Ushul”. Darisemua pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa ulama hana>bilahmemakai sadd dzari’ah sebagaimana ulama malikiyyah, terutama IbnuTaimiyyah dan Ibnu Qayyim yang memperluas pembahasannya tentangsadd Dzari’ah pada kitabnya, I’lamu Muqi’in li Ibnu Qayyim danMajmu’ Fatawa li Ibnu Taimiyyah.20

19 Ibrahim bin mahna bin ‘Abdilahi bin Mahanna, sadd Dzarai’ ‘Inda SyaikhIslam ibnu Taimiyyah, 66-68

20Ibid,hal 70-74

Page 12: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

74

Kelompok kedua, yang tidak menerima sepenuhnya sebagaimetode dalam menetapkan hukum, adalah mazhab Hanafi dan mazhabSyafi’i. Kelompok ini menolak sadd adz-dzari’ah sebagai metodeistinbath pada kasus tertentu, namun menggunakannya pada kasus-kasus yang lain. Ulama madzhab hanafi, misalnya Ibnu Najim (w: 970H) menuliskan kaidah fiqhiyyah pada bukunya Al Asybah wa

Nadzha’ir, الضرر يزال yang mana itu merupaan ka’idah asal yang

memiliki beberapa cabang, diantaranya درء المفاسد أولى من جلب المصالح yang erat sekali kaitannya dengan sadd dzari’ah. Contoh kasus

penggunaan sadd adz-dzari’ah adalah tentang wanita yang masih dalamiddah karena ditinggal mati suami. Wanita tersebut dilarang untukberhias, menggunakan wewangian, celak mata, pacar, dan pakaian yangmencolok. Karena, dengan berhias, wanita itu akan menarik perhatianlelaki. Padahal ia dalam keadaan tidak boleh dinikahi. Karena itulah,pelarangan itu merupakan sadd adz-dzari’ah agar tidak terjadiperbuatan yang diharamkan, yaitu pernikahan perempuan dalamkeadaan iddah21

Sementara itu, Imam Syafi’i (w: 204 H) menggunakan sadddzari’ah pada kitabnya “Al-Umm” dan menolak menggunakan(meniadakan) sadd dzari’ah pada pembahasan yang lain di kitab yangsama. Contoh kasus beliau menggunakan sadd adz-dzariah, adalahketika beliau melarang seseorang mencegah mengalirnya air keperkebunan atau sawah. Hal ini menurut beliau akan menjadi sarana(dzari’ah) kepada tindakan mencegah memperoleh sesuatu yangdihalalkan oleh Allah dan juga dzariah kepada tindakanmengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah. Padahal air adalahrahmat dari Allah yang boleh diakses oleh siapapun. Sementara itu,contoh kasus dimana beliau membolehkan jual beli hewan yang sedanghamil, dimana menurutnya tidak merusak akad jual beli dan dilakukanbi-l-ridha.22 Dari kedua keadaan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

21Ibrahim bin mahna bin ‘Abdilahi bin Mahanna, sadd Dzarai’, Op.Cit, 75-7822Ibid, 79-81

Page 13: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

75

Imam Syafi’i memakai sadd dzari’ah dengan sangat hati-hati, apabilakemafsadatan yang akan muncul benar-benar akan tejadi atau sekurang-kurangnya kemungkinan besar (galabah al-zhan) akan terjadi.

Perbedaan antara Syafi’iyah dan Hanafiyah di satu pihakdengan Malikiyah dan Hanabilah di pihak lain dalam berhujjah dengansadd al-dzari’ah adalah dalam masalah niat dan akad. Menurut ulamaSyafi’iyah dan Hanafiyah, dalam suatu transaksi yang dilihat adalahakad yang disepakati oleh orang yang betransaksi. Jika sudah memenuhisyarat dan rukun maka akad transaksi tersebut dianggap sah. Adapunmasalah niat diserahkan kepada Allah. Menurut mereka, selama tidakada indikasi-indikasi yang menunjukan niat dari perilaku maka berlakukaidah:

واللفظأمورالعبادالاسمالمعتبرفيوالنيةأوامراهللالمعتبرفيArtinya, “Patokan dasar dalam hal-hal yang berkaitan dengan

hak Allah adalah niat sedangkan yang berkaitan dengan hak-hak hambaadalah lafalnya”.

Akan tetapi jika tujuan orang yang berakad dapat ditangkapdari beberapa indikator yang ada, maka berlaku kaidah:

والمبانيلابالألفاظالعبرةبالمعانيArtinya, “Yang menjadi patokan dasar adalah makna/ niat, bukanlafaldan bentuk”.

Sedangkan menurut ulama malikiyah dan Hanabilah, yangmenjadi ukuran adalah niat dan tujuan. Apabila suatu perbuatan sesuaidengan niatnya, maka sah. Namun apabila tidak sesuai dnegan tujuansemestinya, tetapi tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa niatnyasesuai dengan tujuan tersebut, maka akadnya tetap dianggap sah, tetapiada perhitungan antara Allah dan pelaku, karena yang palingmengetahui niat seseorang hanyalah Allah. Apabila ada indikator yangmenunjukkan niatnya, dan niat itu tidak bertentangan dengan tujuansyara’, maka akadnya sah. Namun bila niatnya bertentangan dengan

Page 14: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

76

syara’, maka perbatannya dianggap fasid (rusak), namun tidak ada efekhukumnya.23

Selain itu, Imam Syafi’i menolak sadd dzari’ah dengan alasanbahwa dasar pemikiran saddu dzari’ah itu adalah ijtihad bil ra’yi yangtidak diterima oleh syafi’i kecuali qiyas. Alasan yang kedua adalahbahwa syari’ah ditetapkan dengan dzawahir.24

Ulama yang menolak sadd dzari’ah secara mutlak adalah UlamaDzahiriyyah. Penolakan itusesuai dengan prinsip mereka yang hanyamenetapkan hukum berdasarkan makna tekstual (zahir al-lafzh).Sementara sadd adz-dzariah adalah hasil penalaran terhadap sesuatuperbuatan yang masih dalam tingkatan dugaan, meskipun sudah sampaitingkatan dugaan yang kuat. Dengan demikian, bagi mereka konsepsadd adz-dzariah adalah semata-mata produk akal dan tidak berdasarkanpada nash secara langsung.

Ibnu Hazm (w: 1064 M), bahkan menulis satu pembahasankhusus untuk menolak metode sadd adz-dzari’ah dalam kitabnya al-Ihkam fi Ushul al-ahkam. Ia menempatkan sub pembahasan tentangpenolakannya terhadap sadd adz-dzari’ah dalam pembahasan tentang al-ihtiyath,25penolakan tersebutdikarenakan beberapa alasan:

1. Hadits yang dikemukakan oleh ulama yang mengamalkan sadddzari’ah (hadits nu’man bin basyir) itu dilemahkan dari segisanad dan maksud artinya. Hadits itu diriwayatkan dalambanyak versi yang berbeda perawinya. Maksud hadits tersebutialah yang menggembala didalam padang yang terlarang,sedangkan yang enggembala disekitarnya tidak dilarang. Antaramenggembala didalam dan disekitar padang itu hukumnyatidak sama. Karena itu, hukumnya kembali kepada hukumasalnya, yaitu mubah (boleh).

2. Dasar pemikiran sadd al dzari’ah itu adalah ijtihad denganberpatokan kepada pertimbangan kemaslahatan, sedangkan

23Andewi Suhartini, Ushul Fiqih, (Jakarta: Direktorat Jendral PendidikanIslam kementerian Agama, 2012),159

24 Su’ud bin mulluh sultan al ‘anzi, Saddu Dzarai’ ‘inda-l- Imam IbnuQayyim Al Jauziyyah, wa atsaruhu fi ikhtiyaratihi alfiqhiyyahh, 60

25Ali bin Ahmad bin Hazm Al Andalusi, Al Ihkam fi Usuli-l-Ahkam, jilid 6,484

Page 15: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

77

ulama Zahiriyyah menolak secara mutlak ijtihad dengan ra’yuseperti itu.

3. Hukum syara’ hanya menyangkut apa-apa yang ditetapkan Allahdalam Al Qur’an atau dalam Sunnah dan Ijma’ ulama. Adapunyang ditetapkan diluar ketiga sumber tersebut bukanlah hukumsyara’. Dalam hubungannya dengan saddu dzari’ah dalambentuk kehati-hatian yang ditetapkan hukumnya dengan nas}atau ijma’, hanyalah hukum pokok atau maqas}id, sedangkanhukum pada was}ilah atau dzari’ah tidak pernah ditetapkanoleh nas} atau ijma’. Oleh karena itu, cara seperti ini ditolak,26

sesuai dengan firman Allah:

م لتـفتـروا على اذب هذا حلال وهذا حر ولا تـقولوا لما تصف ألسنتكم الك

)116:النحل(الكذب االله

Janganlah kamu katakan berdasarkan ucapan lisanmu suatukebohongan, ini halal dan ini haram, karena mengada-ada terhadapAllah dalam bentuk bohong. (Al nahl:116)

Dengan argumentasi diatas, kalangan ulama Zahiriyah dengantegas menolak sadd dzari’ah.

Akan tetapi, pada dasarnya, Ibnu Hazm sendiri memakai sadddzari>’ah, beliau juga menuliskan bab pembatalan ihtiyath. Hal inibertentangan dengan pendapat beliau pertama, beliau berkata:

Bahwasanya setiap segala sesuatu yang dihukumi denganberdasarkan tuduhan atau kehati-hatian yang belum yakin kebenaranperkaranya, atau dengan sesuatu yang ditakutkan sebagai dzari’ahkepada sesuatu yang belum ada (ragu), maka ia telah enghukumidengan dz}an (keraguan), dan apabila seseorang menghukumi sesuatuatas dasar keraguan, maka ia telah menghukumini dengan kebohongandan kebat}ilan. Dan ini tidak diperbolehkan.

Dari ungkapan beliau diatas, dapat diambil kesimpulan jika suatuperkara itu sudah yakin akan membawa mafsadah, maka diperbolehkan

26Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, hal: 406

Page 16: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

78

hukumnya mengambil dzari’ah tersebut, hal ini sesuai dengan perkarajual beli barang yang akan dipakai untuk maksiat. Ibnu hazmmenghukuminya dengan “haram” karena akan membawa mafsadahyang pasti, yaitu dipergunakannya barang tersebut untuk kemaksiatan.

Untuk itu, dapat diambil kesimpulan bahwa Ibnu hazm sendiritidak mengingkari sadd dzari’ah secara mutlak, akan tetapi beliausangat berhati-hati dalam mengaplikasikannya.27

F. APLIKASI SADD DZAR’AH PADA PERMASALAHANKONTEMPORER

Dalam amaliyah sehari-hari, sering dijumpai berbagai fenomenayang memerlukan suatu kepastian hukum baru secara syari’i. Berbagaimodel kasus kerap kari muncul diera modern, sehingga menuntutdinaamisasi hukum Islam. Kendati demikian, seorang hambadiharuskan agar lebih berhati-hati dalam menentukan hukum barutersebut. Kajian yang mendalam dengan didasari ilmu syari’at yangkokoh serta keimanan dan ketaqwaan yang tuus diharapkan mampumenuntun manusia (seorang mukallaf) kepada pengetahuan yang benartentang hak dan kewajibannya, baik interaksinya dengan Allah maupundengan sesama manusia.

Diantara contoh permasalahan kontemporer adalah kloning.Majma` Buhus Islamiyah Al-Azhar di Cairo Mesir telah mengeluarkanfatwa yang berisi bahwa "kloning manusia itu haram dan harusdiperangi serta dihalangi dengan berbagai cara.

Naskah fatwa yang dikeluarkan lembaga itu juga menguatkanbahwa kloning manusia itu telah menjadikan manusia yang telahdimuliakan Allah menjadi objek penelitian dan percobaan sertamelahirkan beragam masalah pelik lainnya.

Fatwa itu menegaskan bahwa Islam tidak menentang ilmupengetahuan yang bermanfaat, bahkan sebaliknya, Islam justrumensupport bahkan memuliakan para ilmuwan. Namun bila ilmupengetahuan itu membahayakan serta tidak mengandung manfaat ataulebih besar mudharatnya ketimbang manfaat, maka Islammengharamkannya demi melindungi manusia dari bahaya itu. Karena

27Ja’far bin Abdurrahman Qasas, Qaidatu saddu Dzarai’ wa atsaruha alfiqhiyyu, 22

Page 17: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

79

dalam qaidah fiqhiyah dalam Islam dijelaskan bahwa menolakmafsadah (kerusakan) lebih didahulukan daripada mengambilmashlahat.

Dalam hal ini terutama masalah nasab dan hubungan familiIslam sangat memperhatikan hubungan nasab dan famili, karenaberkait dengan urusan yang lebih jauh. Dengan proses kelahiran yangtidak wajar ini maka akan timbul kekacauan hukum yang serius.Misalnya, seseorang bisa memesan sel telur pada sebuah bank sel teluryang mungkin sudah dilengkapi dengan penyedia jasa rahim sewaan.Atau seseorang bisa saja punya anak tanpa istri atau suami.28

Selanjutnya adalah permasalahan operasi selaput dara. Selaputdara adalah selaput tipis yang ada di dalam kemaluan wanita,29olehmasyarakat sering disebutkeperawanan.Keperawanan sama sepertianggota tubuh lainnya, bisa tertimpa kerusakan, baik secarakeseluruhan atau sebagian darinya, dikarenakan oleh kecelakaan yangdisengaja ataupun tidak disengaja, atau karena perbuatan manusia, danperbuatan itu sendiri bisa jadi merupakan maksiat atau bukan maksiat

Operasi selaput dara atau pengembalian keperawanan adalahmemperbaiki dan mengembalikannya pada tempat semula. Masalah iniadalah masalah baru yang tidak disebutkan dalam nash dan termasukmasalah kontemporer yang belum ditemui oleh para ulama pada masalalu sehingga penetapan hukumnya dapat diambil ijtihad denganmelihat berbagai aspek, tujuan, kaidah secara umum dan manfaat sertamudharat yang dihasilkan dari perbuatan tersebut. Untuk itu,pembahasaan ini, dibagi menjadi beberapa bagian, sesuai denganpenyebab hilangnya selaput dara

Seorang gadis yang kehilangan selaput daranya(keperawanannya) akibat kecelakaan, jatuh, tabrakan, membawa bebanterlalu berat, atau karena terlalu banyak bergerak dan lain-lainnya .Begitu juga jika ia masih kecil dan diperkosa seseorang ketika dalam

28Ahmad Sarwat, Lc, Fiqih Kontemporer, (DU Center, Cet. Ke 4) 2829 Abdullah mabruk Najjar, Al hukmu Alsyar’i li islahi Ghisyai-l-

bikarah,(Dirasah fiqhiyyah Muqaranah, 2009), 4

Page 18: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

80

keadaan tidur atau karena ditipu. Maka, menurut sebagian ulama haltersebut dibolehkan.30

Sementara itu, seorang wanita yang Hilang selaput dara karenamaksiat seperti berzina. Keadaan pertama, seorang telah berzina, tapimasyarakat belum mengetahuinya. Dalam hal ini, para ulama berbedapendapat di dalamnya, sebagian membolehkannya untuk melakukanoperasi selaput dara, dengan dalih bahwa hal itu untuk menutup aibdan maksiat yang pernah dilakukannya, apalagi dia bersungguh-sungguh ingin bertaubat, dan ajaran Islam menganjurkan untukmenutup aib saudaranya. Namun, sebagian ulama yang lain tidakmembolehkannya, karena hal itu akan mendorongnya dan mendorongorang lain untuk terus-menerus berbuat zina, karena dengan mudah diaakan melakukan operasi selaput dara setelah melakukan zina dan iniakan membawa mafsadah yang besar dalam masyarakat. Selanjutnyaadalah seorang wanita yang telah melakukan zina, tapi masyarakatsudah mengetahuinya.Dalam keadaan seperti ini, para ulama sepakatuntuk mengharamkan operasi selaput dara, karena madharatnya jauhlebih besar dan tidak ada maslahat yang di dapat dari operasi tersebutsama sekali.31

Al Syanqithi mengatakan bahwaoperasi seperti ini akanmemudahkan atau membuka peluang para gadis remaja untukmelakukan perzinaan, karena obat untuk mencegah kehamilan akibatpersetubuhan dapat ditemukan dengan mudah di toko-toko obat atauapotik-apotik terdekat. Hubungan intim baik sah maupun tidak sahpada hakekatnya dapat merusak selaput clitoris wanita, akan tetapi halitu dapat dikembalikan melalui operasi. Operasi seperti ini hukumnyaadalah haram. Oleh karena itu, para dokter dilarang mempraktekkanoperasi semacam ini.

Operasi ini dapat membuka jalan bagi para gadis dankeluarganya berbohong dengan maksud menyembunyikan penyebab

30 Abdullah mabruk Najjar, Al hukmu Alsyar’i li islahi Ghisyai-l-bikarah,8,lihat juga Ibrahim Musa Abu Jazar, Atsaru Sukuti-l-‘udzrah wa-l-bikarah ‘ala-l-zawaj, (Gaza: Kulliyatu-l-syari’ah wa-l-qanun, 2009) 83

31Abdullah mabruk Najjar, Al hukmu Alsyar’i li islahi Ghisyai-l-bikarah,hal:14

Page 19: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

81

hilangnya dan rusaknya keperawanan mereka. Sedangkan berbohonghukumnya haram dan apapun yang mengarah kepada hal yang haramhukumnya adalah haram.Operasi ini jugaakan membuka kebohongan,penipuan dan pemalsuan yang diharamkan oleh agama. Keharamannyamerupakan kesepakatan ulama (ijma’).32

Selanjutnya adalah masalah perkawinan beda agama. Secarahistoris perkawinan antara dua lawan jenis yang berlainan agama seringterjadi, dan sejak awal Islam persoalan ini menjadi salah satu yangdiopinikan di kalangan fuqaha’. Sebagian fuqaha’ maupun mufassirinmembolehkan dengan beberapa catatan dan sebagian yang lainmelarang dengan beberapa catatan pula. Di Indonesia, kasusperkawinan antar agama yang berbeda cukup sering dijumpai,walaupun sering mendapat protes dari berbagai kelompok Islam.Bahkan, secara legislasi Majlis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnyasudah melarang praktek perkawinan ini.

Majma’ rabithah juga mengharamkan perkawinan beda agamaini, dengan alasan akan dapat menggoyahkan akidah khususnyaketurunan mereka. Juga anak yang akan dilahirkan dari perkawinanmereka.33

Dalam pasal 40 Kompilasi Hukum Islam (KHI) secara jelasdirumuskan tentang larangan melangsungkan perkawinan antara duaorang yang berlainan agama. Redaksi pasal itu berbunyi: Dilarangmelangsungkan perkawinan dengan seorang wanita yang tidakberagama Islam. Senada dengan pasal ini terdapat juga rumusan yangdijelaskan pada pasal 44, yaitu: Seorang wanita Islam dilarangmelakukan perkawinan dengan pria yang tidak beragama Islam.

Jika dihubungkan dengan perkawianan antar agama dalamkonteks ke-Indonesiaan, dapat diduga bahwa larangan baik MUImaupun KHI tersebut lahir atas pertimbangan kemaslahatan danmenghindari kemafsadatan. Terutama melindungi akidah keturunan(anak). Sebab, secara psikologis ibu lebih dekat kepada anak dan lebih

32Muhammad Syangqiti, Ahkamu-l-jirahah Al thibbiyyah wa-l-Atsar almutarattibah ‘alaiha, (Jeddah: Maktabah Sahabah, 1994) 428

33Ali Ahmad Al Sa.lus, Mausu’atu-l-Qadaya Al Mu’a.sirah wa-l- Iqtisad AlIslami, (Doha, Qatar: Daru-l- Tsaqafah), 726

Page 20: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

82

berpengaruh terhadap mereka. Oleh karena itu, perkawinan antara priamuslim dengan wanita nonmuslim, katakanlah ahl al-kitâb, yangsemula dimaksudkan untuk dakwah Islam, tidak dapat diharapkan.Bahkan justru sebaliknya yang akan terjadi, yakni dapat menggoyahkanakidah khususnya keturunan mereka.Selain di atas, perkawinan antaraagama tersebut, agaknya, kurang dapat merealisasikan tujuanperkawinan. Tujuan perkawinan menurut al-Qur`an adalah untukmendapatkan ketenangan

Mengingat mafsadat di atas, agaknya, dapat dikatakan bahwalarangan MUI dan KHI tentang perkawinan antar agama berasal dari:alnazhr fî almalat (analisis dampak hukum) dari perkawinan muslimdengan nonmuslim. Dengan kata lain pelarangan di atas bertujuanmenghindari akibat buruk yang diduga akan terjadi jika perkawinanbeda agama dibolehkan. Pelarangan ini sesuai dengan prinsip ushulfiqh, menutup jalan pada sesuatu yang membahayakan.

G. KESIMPULAN DAN PENUTUPSecara bahasa, Dzarai’ merupakan jama’ dari Dzari’ah yang artinya

“jalan menuju sesuatu”. Sedangkan menurut istilah dzari’ahdikhususkan dengan “sesuatu yang membawa pada perbuatan yangdilarang dan mengandung kemudharatan”. Akan pendapat iniditentang oleh Ibnu Qayyim yang menyatakan bahwa dzari’ah itu tidakhanya menyangkut sesuatu yang dilarang, tetapi ada juga yangdianjurkan. Dengan demikian lebih tepat kalu dzari’ah itu dibagimenjadi dua, yakni saad dzari’ah (yang dilarang), dan fathdzari’ah (yangdianjurkan).

Saddu Dzari’ah adalah mencegah segala sesuatu yang menjadi jalanmenuju kerusakan. Oleh karena itu, apabila ada perbuatan baik yangakan mengakibatkan terjadinya kerusakan, maka hendaklah perbuatanyang baik itu dicegah agar tidak terjadi kerusakan.

Pada umumnya semua ulama menerima metode sadd adz-dzari’ah, Hanya saja penerapannya yang berbeda. Perbedaan tentangukuran kualifikasi dzari’ah yang akan menimbulkan kerusakan danyang dilarang

Page 21: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

83

Dzari’ah yang dimaksudkan sebagai dalil syara adalah dzari’ahyang tidak disinggung oleh nash tetapi mengarah kepada hukum yangdimaksud. Misalnya, tidakan-tindakan yang dapat merangsangbangkitnya syahwat, merupakan dzari’ah terhadap perbuatan zina.Tetapi dalam hal ini tidak ada nash yang melarangnya. Meskipundemikian, karena mengarah kepada hukum yang dilarang, makalarangan yang berlaku pada yang dituju (zina) dapat diterapkan di sinididasarkan pada dalil sadd al- dzarî`ah.

Penggunaan sadd dzari’ah sangat efektif untuk mengantisipasidampak-dampak negatif dari perkembangan zaman dan kemajuanteknologi. karena, metode ini tidak hanya berfokus pada legal formalsuatu tindakan, tetapi juga pada akibat suatu tindakan

H. DAFTAR PUSTAKAAl Andalusi, Ali bin Ahmad bin Hazm,Al Ihkam fi Usuli-l-Ahkam, jilid 6Al Burhani, Muhammad Hisyam,Sadd al Dzari’ah fi Al Syari’ah AlIslamiyyah, Damaskus: Dar-l- Fikr, 1985Al farat, Yusuf Abdurrahman,Al tatbiqat al mu’asirat lisaddi-l-dzari’at,

Qahirah: Da>ru-l-fikri al’arabi, 2003Al Jauzi, Muhammad Bin abi Bakar Ayyub Azzar’i Abu Abdillah Ibnul

Qayyim,I’lamul Muqi’in, Jilid 5, Islamic book, 2010Al Salus, Ali Ahmad, Mausu’atu-l-Qadaya Al Mu’a.s}irah wa-l- Iqtisad Al

Islami, Doha, Qatar: Daru-l- TsaqafahAl Subki, Imam Tajuddin Abdul Wahab bin ‘Aliyyi Ibnu ‘abdi-l-Kafi, Al

Asybah Wa-l-nadzhair, Beirut, Lubnan: Dar Kitab ‘Ilmiyah, 1991,Jilid 1

Al Suyuti, Abdurrahman bin Abi Bakar,Al Asybah Wa-l-Nadzair, Islamicbook, 2010

Al syangqiti, Muhammad, Ahkamu-l-jirahah Al thibbiyyah wa-l-Atsar almutarattibah ‘alaiha,Jeddah: Maktabah S}ahabah, 1994

Al Zuhayli,Wahbah, Al wajiz Fi Usuli-l-fiqh,Damaskus, Suriyah :Dar-l-fikr, 1999

_____________Us}ul Fiqh Al Islami, Damaskus, Suriyah :Dar-l- Fikr ,jilid1

Page 22: Sadd Al- Dzari’at Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

Sadd Al- Dzari’at dan Aplikasinya……..Jurnal Ijtihad Vol. 12 No. 1, Juni 2018

84

Al ‘anzi, Su’ud bin mulluh sultan Saddu Dzarai’ ‘inda-l- Imam IbnuQayyim Al Jauziyyah, wa atsaruhu fi ikhtiyaratihialfiqhiyyahh,Omman, Urdun: Daru-l-atsariyyah, 2007,

Ibrahim bin mahna bin ‘Abdilahi bin Mahanna, sadd Dzarai’ ‘IndaSyaikh Islam ibnu Taimiyyah, Riyad}: Dar Fad}ilah, 2004

Jazar, Ibrahim MusaAbu,Atsaru Sukuti-l-‘udzrah wa-l-bikarah ‘ala-l-zawaj,Gaza: Kulliyatu-l-syari’ah wa-l-qanun, 2009

Najjar, Abdullah Mabruk,Al hukmu Alsyar’i li isahi Ghisyai-l-bikarah,Dirasah fiqhiyyah Muqaranah, 2009

Qasas, Ja’far bin Abdurrahman,Qaidatu saddu dzarai’ wa atsaruha alfiqhiyyu, Ramadhan, 1431 H

Sarwat,Ahmad, Fiqih Kontemporer, DU Center, Cet. Ke 4Suhartini,Andewi,Ushul Fiqih, Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan

Islam kementerian Agama, 2012Syarifuddin,Amir. Ushul Fiqh, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, Jilid

2