1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

21
IJTIHAD : FUNGSI DAN URGENSINYA Oleh : Alang Sidek A. PENDAHULUAN Hukum Islam menghadapi tantangan lebih kompleks, terutama pada abad kemajuan pengetahuan dan teknologi. Untuk menjawab berbagai masalah baru yang berhubungan dengan hukum Islam, para ahlinya sudah tidak bisa lagi hanya mengandalkan ilmu tentang fikih, hasil ijtihad di masa lampau. Alasannya, karena di sana sini mungkin terdapat pendapat-pendapat yang tidak atau kurang relevan dengan abad kemajuan ini. Oleh karena itu, ummat Islam perlu mengadakan penyegaran kembali terhadap warisan fikih, dalam konteks ini, pemakalah akan mengetengahkan topik yang cukup menarik “Ijtihad: Fungsi dan Urgensinya”. Pembahasan topik ini sangat signifikan untuk di diskusikan, dan yang paling penting lagi agar mampu menemukan rumusan-rumusan baru fikih dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah-masalah sekarang yang belum ada jawabannya dalam kitab-kitab fikih masa silam. Di sinilah ijtihad menjadi sebuah kemestian dan metode ijtihad mutlak harus di kuasai oleh mereka yang akan melakukannya. Metode ijtihad itulah yang di kenal dengan Usul Fikih. Hal-hal yang akan di bahas pada makalah ini diantaranya : Pengertian Ijtihad, Landasan Ijtihad, Urgensi Ijtihad, Nilai Ijtihad, Syarat-syarat Ijtihad, Medan (lapangan Ijtihad, Ijtihad di masa sahabat. Dari penyajian seperti diatas, makalah ini diharapkan, di samping dapat 1

Transcript of 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

Page 1: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

IJTIHAD : FUNGSI DAN URGENSINYAOleh : Alang Sidek

A. PENDAHULUAN

Hukum Islam menghadapi tantangan lebih kompleks, terutama

pada abad kemajuan pengetahuan dan teknologi. Untuk menjawab

berbagai masalah baru yang berhubungan dengan hukum Islam, para

ahlinya sudah tidak bisa lagi hanya mengandalkan ilmu tentang fikih,

hasil ijtihad di masa lampau. Alasannya, karena di sana sini mungkin

terdapat pendapat-pendapat yang tidak atau kurang relevan dengan

abad kemajuan ini. Oleh karena itu, ummat Islam perlu mengadakan

penyegaran kembali terhadap warisan fikih, dalam konteks ini,

pemakalah akan mengetengahkan topik yang cukup menarik “Ijtihad:

Fungsi dan Urgensinya”.

Pembahasan topik ini sangat signifikan untuk di diskusikan, dan

yang paling penting lagi agar mampu menemukan rumusan-rumusan

baru fikih dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah-

masalah sekarang yang belum ada jawabannya dalam kitab-kitab fikih

masa silam. Di sinilah ijtihad menjadi sebuah kemestian dan metode

ijtihad mutlak harus di kuasai oleh mereka yang akan melakukannya.

Metode ijtihad itulah yang di kenal dengan Usul Fikih.

Hal-hal yang akan di bahas pada makalah ini diantaranya :

Pengertian Ijtihad, Landasan Ijtihad, Urgensi Ijtihad, Nilai Ijtihad, Syarat-

syarat Ijtihad, Medan (lapangan Ijtihad, Ijtihad di masa sahabat. Dari

penyajian seperti diatas, makalah ini diharapkan, di samping dapat

memberikan informasi tentang berbagai macam konsep Usul Fikih juga

dapat mempermudah kita untuk menentukan pilihan pendapat mana di

antara berbagai pendapat yang tepat saat ini.

B. Pengertian Ijtihad.

a. Ijtihad Menurut secara bahasa (Etimologi).

1

Page 2: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

Ijtihad diambil dari akar kata dalam bahasa Arab. “Jahada 1.جهد

Bentuk kata mashdarnya ada dua bentuk yang berbeda artinya:

1. Jahdun ( جهد ) dengan arti kesungguhan atau sepenuh hati atau

serius. Kalimat ini dapat di temukan dalam al-Qur’an surah Al-

An’am, Ayat 109.

Artinya: Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala

kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka

sesuatu mu jizat, Pastilah mereka beriman kepada-Nya.

Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu Hanya berada di

sisi Allah". dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa

apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman

2. Juhdan ( جهدا ) denagn arti kesanggupan atau kemampuan yang di

dalamnya terkandung arti sulit, berat dan susah, contohnya

firman Allah SWT dalam surah at-Taubah ayat 79

Artinya: Dan orang-orang yang tidak memperoleh selain sekedar

kemampuannya maka orang yang munafik itu menghina mereka.

Pengertian secara lughowi dan istilah akan terlihat serasi bila di

hubungkan, karena ijtihad tersebut mengandung arti kesanggupan dan

kemampuan maksimal.

b. Ijtihad Menurut istilah

Para ulama telah mendefinisikan “Ijtihad” dalam rumusan yang

berbeda akan tetapi satu sama lainnya terlihat saling menguatkan dan

menyempurnakan.

1 Pengubahan kata dari jahadah جهد atau jahida جهد menjadi ijtahada ( اجتهد) dengan cara menambahkan dua huruf, yaitu “alif” di awalnya dan “ta” antara “jim” dan “ha”, mengandung enam

maksud, satu diantara maksudnya yang tepat adalah untuk “mubalaghoh” ( مبالغة ) yaitu dalam pengertian “sanat”. Bila kata jahada dihubungkan dengan bentuk masdarnya tersebut, pengertiannya berarti kesanggupan yang sangat atau kesungguhan yang sangat. Lihat: Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu), 2001, h. 224

2

Page 3: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

1. Imam Abi Ishaq Ibrahim dalam kitabnya Al-Luma’ fi Ushuli al-Fiqh

memberikan definisi :

طلبالحكمالشرعي فى المجهود وبذل الوسع استفراع

Pengerahan kemamapuan dan menggerakkan kesanggupan untuk

memperoleh hukum syara’2

Dalam definisi ini digunakan kata Istifroghu al-wus’i dan bazlu al-

wus’i, hal ini dapat dipahami bahwa berijtihad merupakan kerja keras

yang memerlukan pengarahan kemampuan. Oleh karenanya apabila

usaha itu dilakukan tidak serius dan tidak tidap sepenuh hati. Oleh

karenanya apabila usaha itu dilakukan tidak serius dan tidak sepenuh

hati, maka tidak dapat dikatakan ijtihad. Penggunaan kata Syar’i

mengandung arti bahwa yang dihasilkan dalam usaha ijtihad ada hukum

Syar’i atau ketentuan yang menyangkut tingkah laku manusia. Sebagai

fasal (kata pemisah dalam definisi itu, kata Syar’i ini mengeluarkan dari

pengertian ijtihad bentuk usaha menemukan sesuatu yang bersifat aqli,

lughowi dan hissi. Pengarahan kemampuan untuk menemukan yang

demikian itu tidak disebut ijtihad.

2. Imam Al-Syaukani dalam kitabnya Irsyad al-Fuhuli memberikan

defenisi.

بطريقاالستنباط شرعىعملى حكم نيل فى بذلالوسع

Artinya: menggerakkan kemampuan dalam memperoleh hukum

Syara’ yang bersifat amali melalui cara istimbat.3

Selanjutnya dalam definisi itu, disebutkan cara menemukan

hukum Syar’i yaitu melalui istimbat yang pengertiannya memungut

atau mengeluarkan sesuatu dari dalam kandungan lafaz. Hal ini berarti

bahwa ijtihad itu adalah usaha memahami lafaz dan mengeluarkan

hukum dari lafaz tersebut. Sebagai fasal (kata pemisah dalam defenisi,

kata ini mengeluarkan dari pengertian ijtihad bentuk usaha

mengeluarkan hukum dari nash yang memang secara jelas telah

menunjuk kepada hukum tersebut.

2 Al-Imam Abi Ishaq Ibrahim bin Yusuf Al-Syirozi, Al-Luma’fii ushuli Al-fiqh; Semarang: Karyati Putra, tanpa tahun, h. 70.

3 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh. h. 225

3

Page 4: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

3. Saifuddin Al-Amidi dalam bukunya Al-Ihkam menyempurnakan

dua defenisi sebelumnya.

النفسى من يحسى بحيث الشرعية االحكام من بشئ الظن طلب فى الوسع استفراغ فيه المزيد العجزعن

Penambahan fasal dalam defenisi Al-Amidi tersebut mengandung

arti bahwa penarahan kemampuan tersebut dilakukan secara maksimal.

Dengan demikian, pengarahan kemampuan secara sembrono, asal-

asalan atau sekedarnya saja tidak dinamakan ijtihad. Dari menganalisa

defenisi di atas dan membandingkannya dapat diambil hakikat dari

ijtihad itu sebagai berikut:

Ijtihad adalah pengarahan daya nalar secara maksimal;

Usaha ijtihad yang dilakukan oleh orang yang telah mencapai

derajat tertentu di bidang keilmuan yang di sebut fiqih;

Produk atau yang diperoleh dari usaha ijtihad itu adalah dugaan

yang kuat tentang hukum syara’ yang bersifat amaliah;

Usaha ijtihad ditempuh melalui cara-cara istinbath.4

C. Landasan Ijtihad

Banyak alasan yang menunjukkan kebolehan melakukan ijtihad

antara lain:

1. Surah An-Nisa (4): 59

Artinya: jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka

kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),

jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.

yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Perintah mengembalikan sesuatu yang diperbedakan

kepada Al-Qur'an dan Sunnah, menurut Ali Hasaballah, adalah

peringatan agar orang tidak mengikuti hawa nafsunya dan

mewajibkan kembali pada Allah dan Rasulnya dengan jalan ijtihad 4 Ibid, h. 226

4

Page 5: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

dalam membahas kandungan ayat atau hadist yang barangkali

tidak mudah untuk dijangkau begitu saja atau berijtihad dengan

menerapkan kaedah-kaedah umum yang disimpulkan dalam Al-

Qur'an dan sunnah Rasulullah.

2. Hadist yang diriwayatkan dari Mu'az bin Jabal ketika ia akan diutus

ke Yaman, menjawab pertanyaan Rasulullah dengan apa ia

memutuskan hukum, ia menjelaskan secara berurutan, yaitu

dengan Al-Qur'an kernudian dengan sunnah Rasulullah dan

kemudian dengan melakukan ijtihad.5 Secara umum, hukum

ijtihad itu adalah wajib artinya, seorang mujtahid wajib melakukan

ijtihad untuk vumenggali dan merumuskan hukum Syara' dalam

hal-hal yang Syara' sendiri tidak menetap secara jelas dan pasti.

Menurut al-Syatibi, ayat-ayat al-Qur'an yang tergolong kepada

qoth'i tidak dapat di ternbus oleh ijtihad, sedangkan ayat yang

tergolong kepada Zhanni merupakan lapangan ijtihad dan

interpretasinya dapat berkembang dalam perubahan sosial.6

D. Urgensi Ijtihad

Dalam Islam, ijtihad merupakan bahasan yang tak henti-hentinya

dan menjadi kajian ramai para ulama zaman klasik hingga sekarang,

sebut saja misalnya Imam al-Ghazali dalam al-Mustashfa-nya. Demikian

juga dengan Imam as-Syaukani dalam bukunya Irsyad al-Fukhul sampai

pada ulama-ulama kontemporer semisal Abdul Wahab Khalaf, Yusuf

Qaradhawi, Wahbah Zuhaili,  dan Ali Jum’ah. Bahkan hampir di setiap

buku-buku ushul fikih selalu disisakan ruang pembahasan resmi tentang

ijtihad. Adapun sandaran teks-teks keagamaan  yang mengatakan

bahwa ijtihad masih relevan sampai zaman sekarang diantaranya

adalah Firman-Nya:

5 Satria Effendi. M. Zein, Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana, 2008, Hlm6 Abu Ishaq al-Syatibi, AZ-Muwafaqot Fz ushul al- Syarz'ah, juz 1, cet iii (Beirut: Dar al-Kutub al--

Ilmiyah, 2003, h. 100

5

Page 6: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

“Fain tanâza’tum fî syaiin farudduhu ilalLâh wa al-Rasuli inkuntum

tu’minu bilLahi wal-yaumu al-âkhir” (QS:4:59).

Artinya: “  Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan

taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu

berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada

Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman

kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama

(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS:4:59).

Adanya kalimat “al-rad” dalam ayat tersebut mengindikasikan

akan adanya ijtihad yang harus dilakukan oleh manusia. Selain itu, ayat

lain menyebutkan “wa amruhum syurâ bainahum”, kata “syura” dalam

ayat tersebut mengandung arti pembahasan segala sesuatu untuk

menentukan hukum syar’i pada setiap permasalahan dengan merujuk

pada  dalil yang terdapat pada nash ataupun tidak. Hal ini tidak lain

merupakan suatu ijtihad. Begitu juga dengan perkataan Rasul yang

menyebutkan bahwa Allah akan mengutus seorang pembaharu agama

pada umat Islam dalam setiap seratus tahunnya. Pembaharu (mujaddid)

tersebut sudah barang tentu adalah orang yang memiliki pengetahan

yang luas dan kafa’ah dalam ilmu syariah sehingga mampu

menghidupkan Sunah dan menghindari bidah. Tidak lain adalah  ijtihad

itu sendiri. Dalam  hadis lain, Nabi mengatakan bahwa apabila

seseorang berijtihad dan dia benar maka baginya dua pahala, namun

bila dia salah maka baginya satu pahala. Begitu juga dengan perizinan

Nabi kepada sahabat Mu’adz bin Jabal ra. ketika mengutusnya  ke

Yaman untuk tidak mengapa berijtihad ketika di dalam al-Quran dan

Sunah tidak didapati  legalitas sebuah obyek.

Bersama dengan hal ini, maka sepatutnya kita mengatakan

bahwa pintu ijtihad sampai sekarang masih terbuka, bahkan menjadi

suatu kebutuhan yang primer terutama pada era globalisasi seperti

sekarang ini, dimana perkembangan teknologi dan munculnya

permasalahan-permasalahan baru selalu menuntut legalitas hukum.

Oleh karenanya hampir semua ulama menyatakan akan wajibnya

6

Page 7: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

berijtihad bagi siapa saja yang telah mampu dan memenuhi kriteria

untuk berijtihad. Dr. Wahbah Zuhali, ulama kontemporer dari Damaskus

Siria berpendapat, bahwa tuntutan perkembangan dan kemajuan dalam

kehidupan di masa ini mengharuskan kita untuk menggunakan ijtihad

sebagai instrumen  pengambilan hukum. Hal senada juga di ungkapkan

oleh Abdurrahman Zaidi dalam risalah magister-nya yang berkenaan

dengan masalah ijtihad, ia menyatakan bahwa ijtihad merupakan

perbuatan yang terpuji bahkan dharuri, hal itu didasarkan pada dua

alasan utama. Pertama, tidak diperbolehkannya seorang muslim

menggunakan hawa nafsunya dalam memutuskan hukum pada setia

kejadian dan masalah-masalah baru, maka menjadi wajib bagi kita

menggunakan ijtihad.  Kedua, sebagaimana yang dikatakan oleh para

ulama akan kebutuhan berijtihad dalam menentukan hukum pada

setiap permasalahan yang ada.

Maka, pendapat yang mengatakan bahwa pintu ijtihad telah

tertutup pada dasarnya hal itu disandarkan pada sejarah dimana ketika

abad ke-4 Hijriyah umat Islam saat itu mengalami perpecahan. Dr

Ahmad Buud (2006) berhipotesa akan  beberapa hal yang

menyebabkan kemandegan dalam berijtihad saat itu diantaranya

adalah, pertama, fanatisme mazhabiyyah tertentu. Kedua,  hilangnya

rasa kebebasan individu, karena pada masa tersebut, otoritas

pemerintahan dipegang oleh seorang raja (hegemoni kekuasaan) bukan

lagi khalifah. Ketiga, para ulama fikih sendiri banyak yang terjerumus

pada urusan politik, sehingga fatwa-fatwa mereka lebih banyak

digantungkan pada kondisi politik tertentu atau saat itu. Keempat,

terpecahnya Daulah al-Islamiyah menjadi beberapa wilayah, sehingga

proses kreatif berijtihad menjadi sedikit terhambat.

Kemandegan berijtihad tersebut pada akhirnya banyak

menimbulkan pengaruh negatif bagi umat Islam itu sendiri, diantaranya

tercerabutnya nilai-nilai dakwah dari sistem Islam itu sendiri. Terlihat

seakan-akan ada jurang pemisah antara syariah dengan fenomena

hidup yang terjadi. Padahal hakekatnya, syariat Islam selamanya akan

7

Page 8: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

sesuai dengan dilalektika hidup. Namun seiring berjalannya waktu,

akhirnya membawa umat Islam pada sebuah kesadaran bahwa Islam

dengan sistem holistiknya tidak akan bisa berkembang jika pintu ijtihad

tertutup. Titik kesadaran umat Islam juga mulai sembuh dengan adanya

usaha merekonstruksi kembali pemahaman Islam, yang tak lain adalah

pembumian kembali konsep ijtihad tadi. Akhirnya dunia Islampun

senantiasa membuka pintu selebar-lebarnya kepada para mujtahid

untuk berijtihad dan berkreasi.

Uraian di atas sebenarnya mengerucut pada pembahasan

mengenai pentingnya ijtihad dan urgensinya dalam kehidupan kita,

sebagai upaya pembumian syariat islam yang kita yakini sebagai

manhaj hidup. Dengan ijtihad, maka syariat Islam selamanya akan

terlihat eliminer dalam berbagai ruang dan waktu. Tak ayal, ijtihad di

era kontemporer adalah suatu keniscayaan.7

Dalam hal ini, ijtihad telah terbukti menjadi alat yang ampuh

untuk menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi oleh umat Islam

sejak masa awal Islam sampai pada masa keemasannya. Melalui ijtihad,

masalah-masalah yang baru dan tidak terdapat di dalam Alquran dan

hadis dapat dipecahkan oleh para mujtahid. Dengan ijtihad, Islam

mampu berkembang dengan pesat menuju kesempurnaannya.

Sebaliknya, ketika ijtihad sirna dari kalangan umat Islam, mereka

mengalami kemunduran. Ijtihad merupakan kunci dinamika ajaran

Islam, termasuk bidang hukumnya (Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad

Majlis Tarjih Muhammadiyyah, 1995).

Ijtihad adalah ruh penggerak berkembang dan majunya berbagai

pemikiran keagamaan pada masa kejayaan Islam tempo dulu, bahkan

hingga saat ini. Padahal, jika dicermati lebih dalam, di dalam Al-Qur’an

sebetulnya tidak ada kata ijtihad dalam pengertian yang dipahami saat

ini. Yang ada justru adalah kata jihad. Ijtihad sangat urgen dan penting

artinya. Dalam setiap masa, harus ada orang-orang spesialis dan benar-

benar tahu bagaimana menerapkan dasar-dasar Islam pada berbagai

7 http://mahadalytebuireng.wordpress.com/2009/04/22/urgensi-ijtihad-dalam-menyelesaikan-problematika-fihq-kontemporer/

8

Page 9: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

masalah zaman yang senantiasa berubah. Mereka juga harus

mengetahui kategori suatu masalah dalam kerangka dasar-dasar Islam.8

E. Nilai Ijtihad

Ada legalisasi niscayanya ijtihad, dalam pengertian optimalisasi

kemampuan nalar, di dalam sunah Nabi. Di antaranya, ketika hendak

mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, beliau menanyakan soal apa yang

jadi landasan Muadz nantinya ketika menghukumi sesuatu. Muadz

mengatakan akan menggunakan Kitabullah. Jika tidak ada dalam

Kitabullah, maka menggunakan sunah Rasulullah. Jika tidak ada, maka

menggunakan ijtihad nalar (HR. Bukhari-Muslim). Nabi sendiri

mengatakan bahwa seorang yang berijtihad, dan ijtihadnya benar, maka

ia mendapatkan dua pahala. Pahala ijtihad dan pahala benarnya ijtihad

itu.

Atas dasar itu, dapat dipahami bahwa tidak ada sesuatu pun yang

punya realitas mutlak. Dari sini mulailah terjadi perubahan ilmu yang

sesungguhnya dalam artian perubahan hakikat dan bukan perubahan

bentuk. Tidak ada realitas lain kecuali hasil ijtihadnya itu. Sekiranya

ijtihad yang dilakukan para mujtahid mengalami perubahan dan mereka

sepakat bahwa hukum sesuatu adalah demikian, maka hukum sesuatu

itu pun sesuai dengan hasil ijtihad mereka. Jika para mujtahid

berkesimpulan lain pada suatu zaman, maka realitasnya pun sama

dengan hasil ijtihad mereka ini. Apa pun penyebab perubahan dalam

ijtihad mereka, misalnya saja, kemajuan dalam bidang kebudayaan, ada

kesamaan antara ijtihad dengan realitas. Tidak menjadi persoalan

bahwa dalam suatu masalah Islam mempunyai seratus hukum, karena

kita juga punya seratus bentuk ijtihad dalam masalah ini.9

F. Syarat-Syarat Ijtihad

8 Murtadha Muthahhari, Islam Dan Tantangan Zaman, Bandung: Pustaka Hidayah, 1996, h. 164.9 Ibid, h. 318

9

Page 10: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

Seseorang yang akan melakukan ijtihad, harus memenuhi syarat

sebagai berikut:

1. Menguasai Al-Qur'an dengan dengan segala ilmunya. Artinya

memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang ayat Al-Qur'an

terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum.

2. Menguasai Sunnah Nabi dengan segala ilmunya Artinya memiliki

ilmu pengetahuan yang luas tentang Sunnah Nabi terutama yang

berkaitan dengan masalah hukum.

3. Mengetahui dan menguasai masalah-masalah yang telah

disepakati oleh para ulama, yaitu masalah yang telah menjadi

ijma’.

4. Memiliki pengetahuan yanag luas tentang qiyas, dan ilmu logika,

yang akan dipergunakan dalam proses istinbat hukum.

5. Menguasai bahasa Arab dengan segala ilmunya, karena al-Qur'an

dan al-Sunnah sebagai sumber hukum tersusun dalam bahasa

Arab.

6. Memiliki pengetahuan yang mendalam tentang nasakh dan

mansukh dalam alQur'an dan Sunnah.

7. Memiliki pengetahuan yang luas tentang ilmu Ushul fiqh, dan

kaidah-kaidah istinbat hukum.

8. Memiliki pengetahuan tentang Asbab al-Nuzul ayat-ayat al-Qur'an

dan Asbab alWurud hadist, untuk mengetahui latar belakang

turunnya ayat atau keluarnya hadist Nabi, agar mampu menggali

hukum dengan tepat terhadap masalah yang di hadapinya.

9. Mengetahui riwayat dan latar belakang para rawi hadist, untuk

menilai kualitas hadist terutama yang akan di jadikan landasan

istinbath hukum.

10. Memiliki pengetahuan yang mendalam tentang maksud

syariah (maqashid al-Syari’).

11. Memiliki pengetahuan tentang manusia dan lingkungan

tempat ia berijtihad, serta memilki pengetahuan tentang masalah

yang menjadi objek ijtihad.

10

Page 11: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

12. Di samping syarat-syarat intelektual di atas, seseorang yang

akan berijtihad, ia juga harus memiliki sifat-sifat lain yang

berkaitan dengan integritas dan moralitas pribadinya, yaitu niat

yang ikhlas untuk mencari kebenaran, taqwa kepada Allah SWT,

dewasa, berakal, sehat jasmani dan rohani, jujur dan sifat-sifat

terpuji lainnya.10

G. Lapangan Ijtihad

Para ulama Ushul fiqh sepakat bahwa ayat-ayat atau hadist

Rasulullah yang sudah tidak diragukan lagi kepastiannya (Qathi’) datang

dari Allah dan Rasulnya seperti Al-Qur'an dan hadist Mutawatir (hadist

yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang tidak mungkin

berbohong). Al-Qur’an yang beredar di kalangan umat Islam sekarang

ini adalah pasti (Qathi’) keasliannya datang dari Allah dan begitu juga

hadist Mutawatir adalah pasti (Qathi’) datang dari Rasulullah. Kepastian

itu dapat diketahui karena baik Al-Qur’an atau hadist Mutawatir sampai

kepada kita dengan riwayat yang Mutawatir yang tidak ada

kemungkinan adanya pemalsuan.11 Pada dasarnya ijtihad itu dilakukan

dalam menghadapi masalah-masalah yang hukumnya tidak jelas dalam

Al-Qur'an maupun hadist nabi.

Hal ini sejalan dengan apa yang dapat ditangkap dari dialog

antara nabi dengan Mu'az bin Jabal yang menyatakan bahwa ia akan

rnelakukan ijtihad bila tidak mendapatkan dari Al-Qur' an dan hadist.

Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa lapangan

ijtihad itu adalah masalah-masalah yang hukumnya tidak dijelaskan

dalam Al-Qur'an dan hadist.

Demikian pula halnya para ulama Ushul fiqh telah sepakat bahwa

ijtihad tidak lagi diperlukan pada ayat-ayat atau hadist yang

menjelaskan hukum secara jelas dan pasti (Qathi'). Wahbah Az-Zuhaili

menegaskan tidak dibenarkan berijtihad pada hukumhukum yang sudah 10 Suparman Usman, Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama,

2001, hlm. 56.11 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, hlm . 248

11

Page 12: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

ada keterangannya secara tegas dan pasti dalam Al-Qur'an dan sunnah

misalnya kewajiban melakukan solat lima waktu, kewajiban berpuasa,

zakat, haji, larangan berzina dan lain-lain yang telah ditegaskan dalam

Al-Qur'an dan sunnah.12

Adapun hal-hal yang menjadi lapangan ijtihad, seperti yang

dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf, adalah masalah-masalah yang

tidak pasti (zhanni baik dari segi datangnya dari Rasul atau dari segi

pengertiannya yang dapat dikategorikan kepada tiga macam).

1. Hadist Ahad, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh seseorang atau

beberapa orang yang tidak sampai kepada Hadist Mutawatir.

Mengenai hadist-hadist ahad, dapat dilakukan ijtihad. Si mujtahid

membahas sah tidaknya sanad dan jalan sampainya kepada

mujtahid. Hukum-hukum yang tidak ada nash dan bukan urusan

yang mudah di ketahui bahwa dia dari agama, tetapi telah ijma’

maka si mujtahid hanya memeriksa benarkah telah ijma’ atau

tidak. Dan sesuatu yang ada nash, dhanni tsubut dan dalalahnya

maka kita harus pelajari dalalahnya juga segi umum dan

khusunya. Sesuatu yang ada nash qath’i tsubutnya, tetapi dhanni

dalalahnya, sesuatu yang ada nash qath’i tsubutnya, tetapi dhanni

dalalahnya, sesuatu yang ada nash dhanni tsubutnya, qath’i

dalalahnya, sesuatu yang tak ada nashnya, dan tidak diketahui

dengan mudah bahwa dia dari agama inilah yang diperlukan

ijtihad.13

2. Lafal-lafal redaksi Al-Qur’an atau Hadist yang menunjukkan

pengertiannya secara tidak tegas (zhanni) sehingga ada

kemungkinan pengertian lain selain yang cepat di tangkap ketika

mendengar bunyi lafal atau redaksi itu. Ayat-ayat atau hadist

yang tidak tegas pengertiannya ini menjadi lapangan ijtihad

dalam upaya memahami maksudnya. Fungsi ijtihad disini adalah

untuk mengetahui makna sebenarnya yang di maksud oleh suatu

12 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, hlm. 25013 T.M, Hasbi Ash-Shiddlieqy, pengantar ilmu fiqh. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1999, hlm.

202-203

12

Page 13: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

teks. Dalam hal ini sering membawa kepada perbedaan pendapat

ulama dalam menetapkan hukum.

3. Masalah-masalah yang tidak ada teks ayat atau hadits dan tidak

pula ada ijma’ yang menjelaskan hukumnya. Dalam hal ini ijtihad

memainkan perannya yang amat penting dalam rangka

mengembangkan prinsip-prinsip hukum yang terdapat dalam Al-

Qur’an dan Sunnah. Fungsi ijtihad disini adalah meneliti dan

menemukan hukumnya lewat tujuan hukum, seperti dengan qias,

istihsan, maslahah mursalah, ‘uruf, istishab, dan sadd al-zari’ah.

Di sini terbuka kemungkinan luas untuk berbeda pendapat.14

H. Ijtihad di Masa Sahabat

Menurut Amiur Nuruddin dalam bukunya, Ijtihad Umar bin al-

Khaththab: Studi Tentang Perubahan Hukum dalam Islam (1991),

memang Islam selalu mencari bentuk-bentuk yang baru, serta segar

bagi realisasi dirinya. Dan ternyata, ia senantiasa menemukan

bentuknya. Bentuk-bentuk itu lahir ketika menampung kemaslahatan

pada tiap perkembangan dan penambahannya. Kemaslahatan dapat

diwujudkan dalam bentuk pertimbangan terhadap kondisi dan situasi

sosial untuk selanjutnya menafsirkan preseden hukum yang telah

mapan.

Bila pada masa Nabi masih hidup telah terjadi ijtihad yang

dilakukan oleh Nabi atau oleh para sahabat ketika tidak ditemukan

petunjuk dalam menghadapi suatu masalah hukum karena tempatnnya

berjauhan dari Nabi atau wahyu terlambat turun, maka setelah Nabi

wafat pelaksanaan ijtihad oleh para sahabat semakin banyak terjadi.

Penyebab sering terjadinya ijtihad itu adalah karena masalah yang

menuntut jawaban hukum semakin banyak sebab semakin maju dan

berkembangnya kehidupan sosial yang memunculkan masalah baru

yang memerlukan jawaban hukum, sedangkan wahyu sebagai sumber

14 Satria Efefendi, M. Zein, Ushul Fiqh, hlm 251

13

Page 14: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

hukum sudah terhenti sama sekali, baik wahyu yang tertulis (al-Qur’an),

maupun wahyu tidak tertulis (sunnah Nabi).

Di bawah ini akan dikemukakan beberapa contoh ijtihad pada masa

sahabat:

1. Pada waktu Nabi masih hidup bahkan sampai wafatnya, Al-Qur’an

itu belum terkumpul, tetapi terekam dalam hapalan para sahabat

yang menghapalnya. Dalam suatu perang melawan orng kafir

banyak penghapal Al-Qur’an yang meninggal. Dikhawatirkan

hilangnya kumpulan wahyu Allah dengan meninggalnya semua

penghapal. Timbullah ide untuk mengumpulkan Al-Qur’an, tetapi

petunjuk dari wahyu dan dari nabi untuk itu tidak ada. Namun

karna ide tersebut baik, dalam rangka menjaga keutuhan wahyu,

maka terlaksanalah pengumpulan wahyu Al-qur’an itu, meskipun

belum tersusun secara teratur sebagaimana dalam bentuknya

yang sekarang. Inilah hasil ijtihad sahabat.

2. Meskipun terhadap pencuri ada petunjuk Al-Qur’an untuk

memotong tangannya bila memenuhi syarat yang di tentukan

Nabi, namun Umar bin Khattab tidak pernah melaksanakan

hukuman itu terhadap pencuri karena keadaan pada waktu itu

sedang terjadi krisis atau paceklik.

3. Pada masa Nabi dan begitu pula masa Abu Bakar dan Umar

menjadi khalifah, azan sholat jum’at seeblum khatib naik mimbar

hanya satu kali, karena dengan satu kali dirasa sudah cukup

untuk memberikan tahu masuknya waktu sholat Jum’at. Karena

jamaah pada waktu Usman semakin banyak, dirasakan tidak

cukup lagi kalau azan itu hanya satu kali, oleh karena itu beliau

menetapkan berdasarkan ijtihadnya dengan memberlakukan azan

Jum’at sebanyak dua kali sebelum khatib naik mimbar.15

Contoh-contoh di atas hanyalah sebahagian kecil praktik ijtihad di

kalangan para sahabat, baik dalam kedudukannya sebagai khalifah

15 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, hlm. 241

14

Page 15: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

maupun sebagai penduduk muslim biasa yang di catat sebagai ijtihad

yang dilakukan para sahabat.

I. Penutup

Ijtihad merupakan upaya untuk menemukan hukum tentang suatu

masalah yang belum disebutkan secara khusus dalam nash. Hal ini

adalah kegiatan yang dibenarkan, bahkan dianjurkan oleh Allah SWT,

sebagai pencipta syari’at (Syar’i) dan oleh Rasulnya. Pembenaran dan

anjuran ijtihad itu didasarkan atas petunjuk-petunjuk yang dapat kita

baca dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

Melalui ijtihad, masalah-masalah yang baru dan tidak terdapat

dalam Al-Qur’an dan Hadist dapat dipecahkan oleh para mujtahid. Islam

mampu berkembang dengan pesat menuju kesempurnaannya juga

melalui ijtihad. Sebaliknya ketika ijtihad sirna dari kalangan Islam,

pastilah mengalami kemunduran. Begitu pentingnya kedudukan ijtihad

bagi ummat Islam dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Sementara

kita sedang berada dalam satu masa yang mau tidak mau akan

berhadapan dengan sebagala macam persoalan yang dulunya tidak

pernah menjadi ada.

Pada saat ini hukum Islam sedang menghadapi tantangan yang

amat serius seiring dengan banyaknya hal baru yang muncul dan

berubah dalam setiap aspek kehidupan ummat. Tuntutan penyegaran

produk klasik atau perbuatan produk hukum baru pun tak terelakkan.

Dengan alasan itu, dapat dipahami bahwa tidak ada sesuatu pun yang

punya realitas mutlak. Tidak ada trealitas lain kecuali hasil ijtihadnya

itu.

Dalam melakukan ijtihad, tidaklah dapat dilakukan bagi orang

yang biasa-biasa saja tetapi orang yang terlibat dalam menggali hukum

Islam harus benar-benar diakui kapasitas keilmuannya untuk dapat

mensintesa dalil-dalil hkum dari berbagai sumber utama hukum Islam,

menjadi sebuah produk hukum aktif, aplikatif, dan dapat dipertanggung

jawabkan di hadapan Alllah SWT serta ummat. Dan sudah barang tentu

15

Page 16: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

para pakar hukum Islam dapat saja terinspirasi dengan ijtihad-ijtihad

yang pernah dilakukan oleh sahabat-sahabat Rasulullah yang

senantiasa mengedepankan kemashalatan ummatnya.

16

Page 17: 1. Ijtihad Fungsi Dan Urgensinya

DAFTAR PUSTAKA

Hafnawi, Muhammad Ibrahim. Dirasatu Ushuliati. Cairo : Tanpa Tahun

Khallaf, Abd al-Waha, Ushul al-Fiqh, Dar al-Qalam. Cairo, 2004

M. Zein, Satria effendi, Ushul Fiqh. Jakarta : Kencana, 2008

Muthahhari, Muthadha, Islam dan Tantangan Zaman. Bandung : Pustaka

Hidayah, 1996

Syatibi, Abu Ishaq. Al-Muwafaqot fi ushuli al-Asyariah, Beirut : Dar al –

Kutub al-Ilmiyah, 2003

Syirazi, Abu Ishaq Ibrahim. Alluma’ Fii Ushuli al-Fiqh. Semarang : Karyati

Putra tanpa tahun

Shiddieqy, Hasbi. Pengantar Ilmu Fiqh. Semarang : PT. Pustaka Rizki

Putra, 1999

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh. Jakarta : Logos Wacana Ilmu. 2001

Usman, Suparman, Hukum Islam. Jakarta : Gaya Media Pratama. 2002

Zaidan, Abu al-Karim. Al-Wajiz Fii Ushul al-Fiqh, Beirut, Dar al-Kutub aL-

Ilmiyyah. 1999

17