Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

47
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum HIV/AIDS 1. Defenisi HIV AIDS HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyebabkan suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan fungsi sistem kekebalan. Sindrom disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Virus ini menyerang sel CD4 (sel T yang pada permukaannya mengandung CD4 yang merupakan reseptor untuk peptida dan makromolekul dan mikroba termasuk virus HIV (Stine 2011: Gragina 2007) 2. Struktur HIV HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga oval karena bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus (virion). Selubung virus berasal dari membran sel inang yang sebagian besar tersusun dari lipida. Di dalam

description

RSU WAHIDIN Adherence ODHA

Transcript of Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

Page 1: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum HIV/AIDS

1. Defenisi HIV AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang

menyebabkan suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan fungsi

sistem kekebalan. Sindrom disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency

Syndrome). Virus ini menyerang sel CD4 (sel T yang pada

permukaannya mengandung CD4 yang merupakan reseptor untuk

peptida dan makromolekul dan mikroba termasuk virus HIV (Stine

2011: Gragina 2007)

2. Struktur HIV

HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical)

hingga oval karena bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus

(virion). Selubung virus berasal dari membran sel inang yang sebagian

besar tersusun dari lipida. Di dalam selubung terdapat bagian yang

disebut protein matriks. (http://wikipedia.org/wiki/HIV, diakses

desember 2013)

Virion HIV berbentuk sferis dan memiliki inti berbentuk kerucut,

dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran sel hospes.

Inti virus mengandung protein kapsid terbesar yaitu p24, protein

Page 2: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

13

nukleokapsid p7/p9, duakopi RNA genom, dan tiga enzim virus yaitu

protease, reverse transcriptase dan integrase .

Protein p24 adalah antigen virus yang cepat terdeteksi dan

merupakan target antibodi dalam tes screening HIV. Inti virus dikelilingi

oleh matriks protein dinamakan p17, yang merupakan lapisan di

bawah selubung lipid. Sedangkan selubung lipid virus mengandung

dua glikoprotein yang sangat penting dalam proses infeksi HIV dalam

sel yaitu gp120 dan gp41. Genom virus yang berisi gen gag, pol, dan

env yang akan mengkode protein virus. Hasil translasi berupa protein

prekursor yang besar dan harus dipotong oleh protease menjadi

protein mature (Jawet, 2001).

3. Patofisiologi

Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam famili lentivirus.

Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA

penjamu untuk membentuk virus DNA baru dan dikenali selama

periode inkubasi yang panjang. Retrovirus ditularkan melalui darah

melalui kontak intim (seksual), dan mempunyai afinitas yang kuat

terhadap limfosit T. Pada retrovirus, informasi genetik ditransmisikan

melalui rantai tunggal RNA. Agar RNA mereplikasi diri, informasi ini

ditransfer ke dalam nukleus sel hospes. Aliran informasi terbalik “retro”

dari RNA ke DNA dibuat oleh enzim pembalik transcriptase yang

terdapat dalam partikel retrovirus (Nasronuddin, 2007).

Page 3: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

14

Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode

inkubasi yang panjang (klinik laten), dan menyebabkan munculnya

tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem

imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan

menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri.

Dalam proses tersebut, HIV menghancurkan CD4+ dan limfosit.

Limfosit T mempunyai beberapa keistimewaan yang membedakannya

dengan sel lain antara lain memiliki marker permukaan seperti CD4+,

CD8+ dan CD3+. Sel CD4+ adalah sel yang membantu mengaktivasi

sel B, killer sel dan makrofag saat ada antigen target khusus. Sel

CD8+ membunuh sel yang terinfeksi oleh virus atau bakteri seperti sel

kanker. Limfosit T juga mempunyai kemampuan untuk mensekresi

sitokin seperti Interferon. Sitokin dapat mengikat sel target dan

mengaktivasi proses inflamasi. Limfosit T juga membantu

perkembangan sel, mengaktivasi fagositosis, dan menghancurkan sel

target. Interleukin adalah sitokin yang bertugas sebagai messenger

antar sel darah putih (Nursalam,2007). 

Sel penjamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup yang

sangat pendek, yang berarti HIV secara terus menerus menggunakan

sel penjamu baru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus

dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh

sel Dendrit pada membran mukosa dan kulit pada 24 jam pertama

setelah paparan.Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke

Page 4: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

15

nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5

hari setelah paparan, dimana replikasi virus menjadi semakin cepat.

Ada 2 tipe HIV yang dapat menyebabkan AIDS yaitu : type HIV-1 dan

type HIV-2. Type HIV-1 bermutasi lebih cepat karena replikasi lebih

cepat (Nursalam,2007).

4. Epidemiologi

Faktor resiko epidemiologis meliputi : (Depkes RI, 2001 dalam

Adhyana S, 2010) Perilaku beresiko (sekarang atau dimasa lalu) :

a) Pecandu narkotik suntikan.

b) Hubungan seksual yang tidak aman.

1. Memiliki banyak mitra seksual

2. Mitra seksual yang diketahui sebagai pasien HIV-AIDS

3. Mitra seksual dari daerah dengan prevalensi HIV-AIDS

yang tinggi

4. Homoseksual 

5. Pekerja pada tempat hiburan seperti : panti pijat, diskotik,

karaoke atau tempat prostitusi terselubung.

6. Mempunyai riwayat penyakit menular seksual.

c) Riwayat menerima transfusi darah berulang.

d) Bayi-bayi dari ibu yang terinfeksi HIV-AIDS secara in-utero.

e) Riwayat perlukaan kulit :tato,tindik atau sirkumsisi dengan

alat yang tidak steril.

Page 5: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

16

5. Stadium Klinis HIV/AIDS

Menurut WHO stadium klinis infeksi HIV dibagi dalam empat

stadium, yaitu (Levy D, 2004; Ayalu 2011) :

Tabel 2.1. Stadium klinik HIV pada Orang Dewasa Menurut WHO (2008)

Stadium I : Asimptomatik Tidak ada penurunan berat badan Tidak ada gejala atau hanya Limfadenopati Generalisata PersistenStadium II : Sakit Ringan Penurunan berat badan 5-10% ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir Luka disekitar bibir (keilitis angularis) Ulkus mulut berulang Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo-PPE (Pruritic popular eruption) Dermatitis seboroik Infeksi jamur kukuStadium III : Sakit Sedang Penurunan berat badan > 10% Diare, demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan Kandidosis oral atau vaginal Oral hairy leukoplakia TB Paru dalam 1 tahun terakhir Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll) TB limfadenopati Gingivitis/ Periodontitis ulseratif nekrotikan akut Anemia (HB < 8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis

(<50.000/ml)Staidum IV : Sakit Berat (AIDS) Pneumonia pnemosistis, pnemoni bacterial yang berat berulang Herpes simpleks ulseratif lebih dari satu bulan Kandidosis esophageal TB Extraparu Sarcoma Kaposi Retinitis CMV (Cytomegalovirus) Abses otak Toksoplasmosis Encefalopati HIV Meningitis Kriptokokus Infeksi mikobakteria non-TB meluas Lekoensefalopati multifocal progresif (PML) Peniciliosis, kriptosporidosis kronis, isosporiasis kronis, mikosis meluas,

Page 6: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

17

histoplasmosis ekstra paru, cocidiodomikosis) Limfoma serebral atau B-cell, non-Hodgkin (gangguan fungsi neurologis dan

tidak sebab lain seringkali membaik dengan terapi ARV) Kanker serviks invasive Leismaniasis atipik meluas Gejala neuropati atau kardiomiopati terkait HIV

Sumber : Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011.

6. Diagnosis

Diagnosis pada infeksi HIV dilakukan dengan dua metode yaitu

metode pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium meliputi uji imunologi dan uji virologi.

a) Diagnosis Klinik

Sejak tahun 1980 WHO telah berhasil mendefinisikan kasus

klinik dan sistem stadium klinik untuk infeksi HIV. WHO telah

mengeluarkan batasan kasus infeksi HIV untuk tujuan pengawasan

dan merubah klasifikasi stadium klinik yang berhubungan dengan

infeksi HIV pada dewasa dan anak. Pedoman ini meliputi kriteria

diagnosa klinik yang patut diduga pada penyakit berat HIV untuk

mempertimbangkan memulai terapi antiretroviral lebih cepat (Read,

2007 dalam Mariam, 2010).

Tabel 2.2. Gejala dan Tanda Klinis yang Patut Diduga Infeksi HIV

Page 7: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

18

Keadaan Umum Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral > 37,50 C)

lebih dari satu bulan Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan Limfadenofati meluas

KulitPPE* (Pruritic Popular Eruption)* dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV

Infeksi

Infeksi jamur Kandidosis oral*Dermatitis seboroikInfeksi jamur Kandidosis oral*

Infeksi Viral

Herpes zoster (berulang/melibatkan lebih dari satu dermatom)*Herpes genital (kambuhan)Moluskum kontagiosumKondiloma

Gangguan pernafasan

Batuk lebih dari satu bulanSesak nafasTBPnemoni kambuhanSinusitis kronis atau berulang

Gejala neurologis

Nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak jelaspenyebabnya)Kejang demamMenurunnya fungsi kognitif

*Keadaan tersebut merupakan dugaan kuat terhadap infeksi HIV

(Sumber : WHO SEARO 2007 dalam Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011)

b) Diagnosis Laboratorium

Page 8: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

19

Metode pemeriksaan laboratorium dasar untuk diagnosis infeksi HIV

dibagi dalam dua kelompok yaitu :

1) Uji Imunologi

Uji imunologi untuk menemukan respon antibody terhadap

HIV-1 dan digunakan sebagai test skrining, meliputi enzyme

immunoassays atau enzyme – linked immunosorbent assay

(ELISAs) sebaik tes serologi cepat (rapid test). Uji Western blot

atau indirect immunofluorescence assay (IFA) digunakan untuk

memperkuat hasil reaktif dari test skrining.

Uji yang menentukan perkiraan abnormalitas sistem imun

meliputi jumlah dan persentase CD4+ dan CD8+ T-limfosit

absolute. Uji ini sekarang tidak digunakan untuk diagnose HIV

tetapi digunakan untuk evaluasi.

2) Uji Virologi

Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus,

tes amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test

(NAATs) , test untuk menemukan asam nukleat HIV-1 seperti

DNA arau RNA HIV-1 dan test untuk komponen virus (seperti uji

untuk protein kapsid virus (antigen p24)).

B. Tinjaun umum Pengobat Antiretroviral (ARV)

Page 9: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

20

1. Defenisi Obat Antireroviral (ARV)

Antiretroviral (ARV) adalah obat yang menghambat replikasi

Humanm Immunodeficiency Virus (HIV) (DepKes, 2006). Pengobatan

infeksi HIV dengan antiretroviral digunakan untuk memelihara fungsi

kekebalan tubuh mendekati keadaan normal, mencegah

perkembangan penyakit, memperpanjang harapan hidup dan

memelihara kualitas hidup dengan cara menghambat replikasi virus

HIV. Karena replikasi aktif HIV menyebabkan kerusakan progresif

sistem imun, menyebabkan berkembangnya infeksi oportunistik,

keganasan (malignasi), penyakit neurologi, penurunan berat badan

yang akhirnya mendorong ke arah kematian (Ayalu 2011)

2. Jenis dan Golongan Obat Antiretroviral (ARV)

Terdapat lebih dari 20 obat antiretroviral yang digolongkan dalam 6

golongan berdasarkan mekanisme kerjanya, terdiri dari :

1) Nucleoside/ nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NRTI)

NRTIs bekerja dengan cara menghambat kompetitif reverse

transcriptaseHIV-1 dan dapat bergabung dengan rantai DNA virus

yang sedang aktif dan menyebabkan terminasi. Obat golongan ini

memerlukan aktivasi intrasitoplasma, difosforilasi oleh enzim

menjadi bentuk trifosfat. Golongan ini terdiri dari : Analog

deoksitimidin (Zidovudin), analog timidin (Stavudin), analog

deoksiadenosin (Didanosin), analog adenosisn (Tenovir disoproxil

Page 10: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

21

fumarat/TDF), analog sitosin (Lamivudin dan Zalcitabin) dan analog

guanosin (Abacavir) (Katzung, 2004).

2) Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs)

NNRTIs bekerja dengan cara membentuk ikatan langsung pada

situs aktif enzim reverse transcriptase yang menyebabkan aktivitas

polimerase DNA terhambat. Golongan ini tidak bersaing dengan

trifosfat nukleosida dan tidak memerlukan fosforilasi untuk menjadi

aktif. Golongan ini terdiri dari: Nevirapin, Efavirenz, Delavirdine

(Katzung, 2004).

3) Protease inhibitors (PIs)

Selama tahap akhir siklus pertumbuhan HIV, produk-produk gen

Gag-Pol dan Gag ditranslasikan menjadi poliprotein dan kemudian

menjadi partikel yang belum matang. Protease bertanggung jawab

pada pembelahan molekul sebelumnya untuk menghasilkan protein

bentuk akhir dari inti virion matang dan protease penting untuk

produksi virion infeksius matang selama replikasi. Golongan ini

terdiri dari : Saquinavir, Ritonavir, Nelfinavir, Amprenavir (Katzung,

2004).

4) Fusion inhibitors (FIs)

FIs menghambat masuknya virus ke dalam sel, dengan cara

berikatan dengan subunit gp 41 selubung glikoprotein virus

sehingga fusi virus ke sel target dihambat. Obat golongan ini terdiri

dari : Enfuvirtide (T-20 atau pentafuside).

Page 11: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

22

5) Antagonists CCR5

Bekerja dengan cara mengikat CCR5 (reseptor kemokin 5) di

permukaan sel CD4 dan mencegah perlekatan virus HIV dengan

sel pejamu. Golongan ini terdiri dari : Maraviroc, Aplaviroc,

Vicrivirox (Tsibris, 2007).

6) Integrase Strand Transfer Inhibitors (INSTI)

Bekerja dengan cara menghambat penggabungan sirkular DNA

(cDNA) virus dengan DNA sel inang (hospes). Golongan ini terdiri

dari : Raltegravir dan elvitegravir (Evering H, 2008).

Terapi tunggal ARV menyebabkan kemunculan cepat mutan HIV

yang resisten terhadap obat. Kombinasi obat antiretroviral merupakan

strategi yang menjanjikan secara klinik, ditunjuk sebagai terapi

antiretroviral yang sangat aktif (HAART). (Jawetz, 2005).

3. Tujuan Pengobatan Antiretroviral (ARV)

Berdasarkan pedoman nasional tahun 2004, tujuan pengobatan

dengan Antiretroviral (Mariam, 2010) adalah :

1. Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat

2. Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan

dengan HIV

3. Memperbaiki kualitas hidup ODHA

4. Memulihkan dan/atau memelihara fungsi kekebalan tubuh

5. Menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus

menerus

Page 12: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

23

4. Kombinasi Antiretroviral

Prinsip Pemilihan obat ARV adalah :

1) Pilihan pertama Lamivudin (3TC), ditambah

2) Pilihan dari salah satu obat dari golongan nucleoside reverse

transcriptase inhibitor (NRTI), Zidovudin (AZT) atau Stavudin (d4T)

Tabel 2.3. Pilihan paduan ARV untuk lini pertama

Anjuran Paduan ARV KeteranganPilihan Utama AZT+3TC+NVP AZT dapat menyebabkan anemia,

dianjurkan untuk pemantauan hemoglobin, tapi AZT lebih disukai dari pada d4T karena efek toksik d4T (lipodistrofi, asidosis laktat, neuropati perifer) Pada awal penggunaan NVP terutama pada pasien perempuan dengan CD4> 250 beresiko untuk timbul gangguan hati simtomatik, yang biasanya berupa ruam kulit yang sering terjadi pada 6 minggu pertama dari terapi.

Pilihan alternatif AZT+3TC+EFV Efavirenz (EFV) sebagai substitusi dari NVP manakala terjadi intoleransi dan bila pasien mendapat terapi ripamfisin. EFV tidak boleh diberikan bila ada peningkatan enzim alanin aminotransferasi (ALT) pada tingkat 4 atau lebih. Perempuan hamil tidak boleh diterapi dengan EFV. Perempuan usia subur harus menjalani tes kehamilan terlebih dahulusebelum mulai terapi dengan EFV

d4T+3TC+ NVP atau EFV

d4T dapat digunakan dan tidak memerlukan pemantauan laboratorium

(Sumber : DepKes, 2007)

5. Kriteria Untuk Memberikan Obat Antiretrovirus (ARV)

Keputusan untuk mulai memakai obat ini tidak dapat ditentukan

secara pasti. Ada beberapa kriteria untuk seorang ODHA dapat

Page 13: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

24

diberikan obat antiretroviral. Kriteria untuk memberikan terapi

antiretrovirus sebagai berikut (Depkes 2007):

1. Tes HIV secara sukarela disertai konseling yang mudah

dijangkau untuk mendiagnosis HIV secara dini.

2. Tersedia dana yang cukup untuk membiayai Anti Retrovirus

Terapi (ART) selama sedikitnya 1 tahun.

3. Konseling bagi pasien dan pendamping untuk memberikan

pengertian tentang ART, pentingnya kepatuhan pada terapi,

efek samping yang mungkin terjadi, dll.

4. Konseling lanjutan untuk memberi dukungan psikososial dan

mendorong kepatuhan serta untuk menghadapi masalah nutrisi

yang dapat timbul akibat ART.

5. Laboratorium untuk memantau efek samping obat termasuk Hb,

tes fungsi hati, dll.

6. Kemampuan untuk mengenal dan menangani penyakit umum

dan infeksi oportunistik akibat HIV.

7. Tersedianya obat yang bermutu dengan jumlah yang cukup,

termasuk obat untuk infeksi oportunistik dan penyakit yang

berhubungan dengan HIV.

8. Tersedianya tim kesehatan termasuk dokter, perawat, konselor,

pekerja sosial, dukungan sebaya. Tim ini seharusnya membantu

pembentukan kelompok dukungan Orang Dengan HIV/AIDS

(ODHA) dan pendampinya.

Page 14: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

25

9. Adanya pelatihan, pendidikan berkelanjutan, pemantauan dan

umpan balik tentang penatalaksanaan penyakit HIV yang efektif

termasuk sistem untuk menyebar luaskan informasi dan

pedoman baru.

C. Tinjauan Umum Kepatuhan Berobat Antiretroviral (ARV)

Berdasarkan Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan

Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa Kepatuhan atau adherence pada

terapi adalah sesuatu keadaan dimana pasien mematuhi pengobatannya

atas dasar kesadaran sendiri, bukan hanya karena mematuhi perintah

dokter. Hal ini penting karena diharapkan akan lebih meningkatkan tingkat

kepatuhan minum obat.

Adherence atau kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi

secara teratur pada setiap kunjungan. Kegagalan terapi ARV sering

diakibatkan oleh ketidak-patuhan pasien mengkonsumsi ARV.

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011)

Untuk mencapai supresi virologis yang baik diperlukan tingkat

kepatuhan terapi ARV yang sangat tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa

untuk mencapai tingkat supresi virus yang optimal, setidaknya 95% dari

semua dosis tidak boleh terlupakan. Resiko kegagalan terapi timbul jika

pasien sering lupa minum obat. Kerjasama yang baik antara tenaga

kesehatan dengan pasien serta komunikasi dan suasana pengobatan

Page 15: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

26

yang konstruktif akan membantu pasien untuk patuh minum obat.

(Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi

Antiretroviral, 2011)

Alasan utama terjadinya kegagalan terapi ARV adalah ketidakpatuhan

atau adherence (kepatuhan) yang buruk. Kepatuhan harus selalu dipantau

dan dievaluasi secara teratur serta didorong pada setiap kunjungan

pasien. Kepatuhan pada pengobatan antiretroviral sangat kuat

hubungannya dengan supresi virus HIV, menurunkan resistensi,

meningkatkan harapan hidup dan memperbaiki kualitas hidup. Karena

pengobatan HIV merupakan pengobatan seumur hidup, dan karena

banyak pasien yang memulai terapi dalam kondisi kesehatan yang baik

dan tidak meunjukkan tanda penyakit HIV.

Berdasarkan Pedoman Nasional terapi Antiretroviral (ARV) oleh

Depkes RI, dinyatakan bahwa kepatuhan minum ARV yang diaharapkan

adalah 100%, atau mencapai Highly Active Antiretroviral Therapy

(HARART), artinya semua kombinasi dosis harus diminum tanpa terlewati,

sesuai waktu dan dengan cara yang benar. Ada 3 (tiga) klasifikasi tingkat

kepatuhan pengobatan ARV yaitu Kepatuhan Baik jika jumlah kombinasi

obat ARV < 3 dosis yang tidak diminum dalam periode 30 hari (≥ 95%) ;

Kepatuhan sedang yaitu jika jumlah 3-12 dosis kombinasi obat ARV tidak

diminum dalam periode 30 hari (80-95%) ; Kepatuhan Rendah (< 80%)

jika lebih dari 12 dosis jumlah obat ARV tidak diminum dalam periode 30

hari. (Depkes 2007, dalam Reynold, 2012)

Page 16: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

27

Kepatuhan berhubungan dengan karakteristik pasien, aturan dan

dukungan kuat dari keluarga pasien. Informasi harus diberikan dan pasien

mengerti mengenai penyakit HIV dan aturan khusus untuk menggunakan

obat adalah sangat penting. Beberapa faktor yang berhubungan dengan

kurangnya kepatuhan, meliputi :Tingkat pendidikan dan pengetahuan

yang rendah, umur (seperti : kurang penglihatan, lupa), kondisi psikis

(seperti : depresi, kurang dukungan sosial, dimensia, psikosis), pelayanan

yang kurang baik, kesulitan menerima pengobatan (seperti : sulit menelan

obat, jadwal minum obat harian), aturan pakai yang rumit (seperti :

frekuensi pemberian obat, persyaratan makanan), efek obat yang tidak

diinginkan, pengobatan melelahkan, tidak adanya dukungan sosial.

(WHO, 2008).

D. Faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pengobatan

Antiretroviral (ARV)

1. Faktor Usia

Menurut Brannon dan Feist, (1997) Hubungan antara kepatuhan

dengan usia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang

mempengaruhi hubungan antara kepatuhan dengan usia diantaranya

adalah faktor penyakit, dan waktu terjangkit penyakit. Penelitian yang

telah dilakukan menunjukkan bahwa kepatuhan dapat meningkat atau

menurun sejalan usia. Pasien berusia 50-an waktu terinfeksi HIV

menanggapi pengobatan HIV (ARV) secara lebih baik dibandingkan

Page 17: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

28

dengan pasien yang berusia 18-49. Hal ini berdasarkan penelitian

yang dilakukan Souleymane et al (2007) di Pantai Gading menyatakan

bahwa usia pasien HIV dibawah 35 tahun memiliki risiko 2 kali untuk

tidak patuh berobat dibandingkan dengan meraka yang lebih tua (> 35

tahun). Hal ini sesuai dengan penelitian Newman (2011) dimana hasil

penelitiannya menemukan bahwa pasien ODHA yang lebih tua (> 50

tahun) cenderung patuh terhadap pengobatan dibandingkan mereka

yang berusia 18-49 tahun.

Tabel Sintesa Faktor Usia dengan Kepatuhan Berobat ARV (Antiretroviral) Pasien HIV/AIDS atau ODHA

NoJudul dan Sumber

JurnalPeneliti (tahun)

Karakteristik

Temuan Subjek Instrumen

DesainPenelitian

1 Determinants of adherence to highly active antiretroviral therapy among HIV-1-infected patients in Coˆte d’Ivoire

Sumber(http://

journals.www.com/aidsonlin)

Souleymane et al (2008)

591 Pasien rawat

jalan di klinik RS

pantai Gading

Kuesioner, Interview, dan Self-Reported

Observational prospektif

faktor yang secara independen terkait dengan

ketidakpatuhan salah satunya yaitu usia kurang dari 35 tahun [risiko relatif

(RR) 1,45, 95% confidence interval (CI) 1,17-1,79],

2 Older Adults Accessing HIV Care and Treatment and Adherence in the IeDEA Central Africa Cohort

Sumber(www.ncbi.nlm.nih.gov/

pubmed/)

Jamie Newman

et al (2011)

18.839 orang

dewasa yang

terdaftar diperawatan HIV

di IeDEA Afrika

Tengah

Kuesioner Self-

reported,

Cross-sectional Mereka yang berusia 50 + yang lebih cenderung

patuh terhadap pengobatan dibandingkan

mereka yang berusia 18-49 (P <0,001).

Page 18: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

29

2. Faktor Pendidikan

Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus

tak terputus dari generasi ke generasi di manapun di dunia ini. Upaya

memanusiakan manusia melalui pendidikan itu diselenggarakan sesuai

dengan pandangan hidup dan latar belakang sosial setiap masyarakat

tertentu (Tirtarahardja et al., 2005). Faktor yang sangat berhubungan

dan mempunyai pengaruh penting terhadap kepatuhan berobat adalah

tingkat pendidikan pasien. Dimana semakin tinggi pendidikan

seseorang maka semakin dia patuh untuk minum obat. Pendapat ini

dikuatkan dengan beberapa penelitian diantaranya dilakukan oleh

peneliti belanda Julia Arnsten (2007) yang meneiliti tentang faktor yang

berhubungan dengan kepatuhan terapi ARV pada ODHA pengguna

Jarum suntik dan Narkoba dimana hasil penelitiannya menemukan

bahwa kepatuhan berobat ODHA terkait dengan pendidikan ODHA

yaitu lulusan SMA.

Untuk di Indonesia penelitian serupa dilakukan oleh Reynold (2012)

pada ODHA di dua Rumah Sakit Layanan Pengobatan ARV di Kota

Mimika Papua. Dalam penelitiannya faktor pendidikan dibagi atas

menjadi dua jenis yaitu Tinggi (SMA sampai Perguruan Tinggi) dan

rendah (SD sampai SMP). Dari pembagian tersebut maka ditemukan

hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ODHA yang memiiki tingkat

pendidikan tinggi (SMA – Perguruan tinggi) 20 kali lebih patuh untuk

berobat ARV dibandingkan dengan ODHA yang berpendidikan rendah.

Page 19: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

30

Tabel Sintesa Faktor Tingkat Pendidikan dengan Kepatuhan Berobat ARV (Antiretroviral) Pasien HIV/AIDS atau ODHA

NoJudul dan Sumber

JurnalPeneliti (tahun)

Karakteristik

Temuan Subjek Instrumen

DesainPenelitian

1 Factors Associated With Antiretroviral Therapy

Adherence and Medication Errors

Among HIV-Infected Injection Drug Users

Sumberwww.ncbi.nlm.nih.gov/

pubmed

Julia H. Arnsten et al (2007)

636 ODHA IDU

(pengguna jarum suntuk

Narkoba) yg

mengambil ARV

Kuesioner, data

Interview, dan Self-Reported

Randomized-trial

Kepatuhan yang baik secara independen terkait

dengan responden dengan lulusan SMA

[AOR = 1.57 (1.03 - 2.41)]

2 Faktor-Faktor yang berhubungan dengan

kepatuhan minum Obat ARV di Kota Mimika

PapuaSumber :

lontar.ui.ac.id

Reyonold R (2012)

Pasien HIV /ODHA yang

menggunakan

ARVada di 2 RS di

Kota Timika

Kuesioner rekam

medik & Self-

reported,

Cross-sectional

Faktor tingkat pendidikan berhubungan dengan

kepatuhan ARV ODHA (p = 0,000) dan akan patuh 20 kali dalam pengobata ARV (OR: 20,08; 95%CI :

2.65-159.3)

3. Faktor Pengetahuan Pengobatan

Pasien HIV atau ODHA yang kurang mengetahui pengobatan

sering tidak mengetahui aturan pengobatan yang diberikan oleh

petugas kesehatan dan oleh karena itu tingkat kepatuhan pengobatan

lebih rendah. Penelitian yang terkait dengan faktor pengetahuan dapat

mempengaruhi kepatuhan berobat ARV dteliti oleh Sharada et al

(2012) yang menyatakan bahwa pasien ODHA yang memiliki

pengetahuan kurang tentang ARV memiliki 9 kali berisiko untuk tidak

patuh berobat ARV. Sebaliknya hasil penelitian Oyore (2013)

menemukan bahwa pasien dengan pengetahuan memadai tentang

ARV memiliki hubungan yang kuat terhadap kepatuhan berobat.

Page 20: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

31

Tabel Sintesa Faktor Pengetahuan dengan Kepatuhan Berobat ARV (Antiretroviral) Pasien HIV/AIDS atau ODHA

NoJudul dan Sumber

JurnalPeneliti (tahun)

Karakteristik

TemuanSubjek Instrumen

DesainPenelitian

1 Factors Influencing Adherence to Antiretroviral

Treatment in Nepal: A Mixed-Methods StudySumber : PlosONE

http://www.plosone.org

Sharada P et al (2012)

330 pasien yang

berobat ART di Nepal

Kuesioner Adult AIDS

Clinical Trial

Groups (AACTG), Indepth

Interview

Mixed Methods

Kurangnya pengetahuan dan persepsi negatif terhadap obat

ART secara signifikan mempengaruhi ketidakpatuhan [OR=9.07 (3.20 to 25.73) p <

0.001]

2 Determinants of adherence to

antiretroviral therapy (ART) among patients attending public and

private health facilities in Nairobi, Kenya

Sumber : Academicjournals

(academicjournals.org/journal/JAHR/)

J. P. Oyore et al

(2013)

450 pasien yang

mendatangi fasilitas

kesehatan baik

pemerintah maupun

swasta di Nairobi

Kuesioner Interview dan FGD

Cross-setional

Salah Satu Faktor utama yang ditemukan berhubungan dengan kepatuhan adalah

pengetahuan yang memadai mengenai ARV (χ2 = 106.432 df

= 7, p = 0.001)

4. Faktor Efek Samping ARV

Mengingat terapi ARV adalah terapi seumur hidup, maka masalah

kepatuhan terapi merupakan permasalahan umum. Berbagai penelitian

menunjukkan beberapa hal yang menghambat kepatuhan antara lain

takut akan efek samping.

Keterkaitan efek samping obat terhadap kepatuhan terapi ARV

ODHA ditemukan bahwa kekhawatiran tentang potensi efek samping

pengobatan ARV akan berisiko menurunkan tingkat kepatuhan berobat

ODHA dan efek samping dengan rasa mual setelah mengkonsumsi

obat ARV secara langsung mempegaruhi penurunkan angka

Page 21: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

32

kepatuhan pasien HIV AIDS di Intansi Kesehatan Dakar, Senegal. (p =

0.000). (Robert Horne et al 2007; Ture et al ,2012)

Tabel Sintesa Faktor Efek Samping Pengobatan dengan Kepatuhan Berobat ARV (Antiretroviral) Pasien HIV/AIDS atau ODHA

NoJudul dan Sumber Jurnal

Peneliti (tahun)

Karakteristik

TemuanSubjek Instrumen

DesainPenelitian

1 Patients’ Perceptions of Highly Active AntiretroviralTherapy in Relation to Treatment Uptake and AdherenceSumber : http://journals.lww.com/jaids

Roberts H, et al (2007)

153 Pasien yang berusia Dewasa yang terdaftar pada

klinik rawat jalan HIV di

Brighton, Inggris

yg mengikuti terapi ARV

Kuesioner Longitudinal prosektif

Kepatuhan ART berkaitan dengan persepsi kebutuhan pribadi untuk pengobatan

([OR] = 7.41, 95% [CI]: 2,84-19,37)

Kekhawatiran tentang potensi efek samping (OR = 0,19, CI 95%: 0,07-0,48) merupakan

faktor protektif terhadap kepatuhan ART

2. Predictors of ART

Adherence among HIV

infected Individuals in

Dakar, Senegal

Sumber : Proquest -

interesjournals.org

http://www.interesjou

rnals.org/JMMS

P.G. Sow et al

(2012)

60 Pasien ART yang

meliputi laki-laki,

perempuan, Trans gender

dan anak-anak di Institut

Kesehatan dan

Kebersihan, Dakar,

Sanegal

Kuesioner dan

Wawancara terstruktur

Cross sectional

efek samping obat merasakn mual, sakit kepala berlebihan

(p-value-.000) secara langsung berhubungan

dengan ketidakpatuhan, dan ketidakpuasan pada jumlah obat yang dikonsumsi (p-

value.015) telah memberikan kontribusi untuk ketidakpatuhan

5. Faktor Pengungkapan Status HIV

Pengungkapan Status HIV merupakan hal yang berat bagi ODHA

karena adanya ketakutan mendaptkan stigma yang buruk dari

lingkungan dimana mereka tinggal. Menurut buku seri kesehatan

Mental dan HIV AIDS yang dikeluarka WHO pada tahun 2005,

mmberikan pengertian tentang pengungkapan yaitu Bercerita kepada

Page 22: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

33

orang lain bahwa seseorang positif HIV, kepada keluarganya,

kelompok pergaulannya, serta kepada petugas layanan kesehatan.

(Kerry Saloner et al, 2005)

Mengungkapkan status HIV bagi seorang ODHA memang

membutuhkan banyak dukungan dari luar, seperti dukungan teman

sebaya, atau mendapatkan dukungan dari komunitas ODHA. Dengan

mampunya seorang ODHA untuk mengungkapkan status HIV mereka,

hal tersebut ankan membantu mereka untuk patuh dalam memenuhi

kebutuhan pengobatan ARV mereka. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa pengungkapan status HIV pada ODHA

merupakan faktor yang berhubungan terhadap kepatuhan berobat

ARV diantaranya yaitu baru-baru ini tahun 2011 Kiran Bam et al yang

meneliti ODHA di Nepal dimana hasi penelitian mengungkapkan

bahwa pengungkapkan status HIV ODHA secara signifikan

berhubungan dengan peningkatan kepatuhan berobat ARV dan 3 kali

memiliki pengaruh terhadap kepatuhan Berobat terapi ARV.

Begtiu pula yang dilakukan oleh Grace pada tahun 2012 pada

ODHA di pusat layanan kesehatan HIV AIDS di Keffi Nigeria dimana

hasil penelitiannya menunjukkan adanya hubungan pengungkapan

status HIV ODHA terhadap kepatuhan berobat ARV yakni

pengungkapan status terhadap keluarga Penderita HIV.

Page 23: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

34

Tabel Sintesa Faktor Pengungkaan Status HIV dengan Kepatuhan Berobat ARV (Antiretroviral) Pasien HIV/AIDS

atau ODHA

NoJudul dan Sumber Jurnal

Peneliti (tahun)

Karakteristik

Temuan hasil penelitianSubjek Instrumen

DesainPenelitian

1 Adherence to Anti-Retroviral

Therapy among People

Living with HIV and AIDS in Far West,

NepalSumber :

http://www.nepjol.info/index.php/

AJMS

Kiran Bam et al 2011

Pasien di usia atas 15 tahun

dan memakai

ART paling

sedikit 3 bulan

In-depth Interview, Kuesioner

Cross Sectional

Peningkatan kepatuhan secara signifikan berhubungan dengan

pengungkapkan status HIV (OR: 3,25; 1,02-10,19)

2 Adherence To Highly Active Antiretroviral Therapy And

Its Challenges In People

Living With Human

Immunodeficiency Virus

(HIV) Infection In Keffi, Nigeria

Sumber : academicjournals.org/journ

al

Grace R et al

(2012)

250 penderita

positif (HIV) yang

mengikuti terapi ARV

Kuesioner Self-

reported,

Cross-sectional

Pengungkapan status HIV kepada anggota keluarga (p ≤ 0,05)

secara signifikan berhubungan dengan keptuhan ART

6. Faktor Pelayanan Kesehatan

Kepatuhan berbat ODHA atau pasien HIV AIDS dapat

dipengaruhi dengan kemudahan ODHA untuk dapat mengakses

layanan kesehatan yang menyediakan pengobatan (Reynold, 2011).

Namun Berbagai kendala yang dialami ODHA dalam mengakses ARV,

di antaranya keterbatasan pelayanan kesehatan seperti lokasi rumah

sakit rujukan yang berada di perkotaan, jarak pelayanan ART yang

Page 24: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

35

jauh dari rumah ODHA serta pemeriksaan darah dan kepuasan

konseling pelayanan serta waktu tunggu pasien dalam mengambil obat

lama dan cepat. Hal semacam ini yang membuat ODHA cenderung

untuk mengalami ketidakpatuhan dalam menjalani dan mengikuti terapi

pengobatan ARV. (Hadisetyono B dalam Yuyun, 2013)

Beberapa penelitian yang dilakukan seperti Kiran Bam et al

(2011) yang menelitii variabel akses pelayanan kaitannya dengan

kepatuhan ODHA di Nepal menemukan bahwa peningkatan kepatuhan

terapi ARV secara signifikan ditentukan oleh kepuasan sangat baik

pasien HIV AIDS dengan penyedia layanan terapi dan menurunya

kualitas kepatuhan ODHA dalam terapi ARV ditentukan oleh waktu

dan jarak ODHA untuk mencapai fasilitas perawatan. Serupa dengan

penelitian yang dilakukan Samwel et al (2011) yang menemukan

bahwa akses klinik ART dalam jarak yang jauh ODHA terkait dengan

ketidakpatuhan pengobatan ART.

Page 25: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

36

Tabel Sintesa Faktor Pelayanan Kesehatan dengan Kepatuhan Berobat ARV (Antiretroviral) Pasien HIV/AIDS

atau ODHA

NoJudul dan Sumber Jurnal

Peneliti (tahun)

Karakteristik

Temuan hasil penelitianSubjek Instrumen

DesainPenelitian

1 Adherence to Anti-Retroviral

Therapy among People

Living with HIV and AIDS in Far West,

NepalSumber :

http://www.nepjol.info/index.php/

AJMS

Kiran Bam et al 2011

Pasien di usia atas 15 tahun

dan memakai

ART paling

sedikit 3 bulan

In-depth Interview, Kuesioner

Cross Sectional

Peningkatan kepatuhan secara signifikan ditentukan oleh mudah

untuk mencapai fasilitas kesehatan (OR: 2,86, 1,10-7,47)

Kepuasan yang sangat baik dengan penyedia layanan terapi

(OR: 13,11; 4,75-36,19)

2 Factors associated with non-

adherence to highly active antiretroviral

therapy in Nairobi, Kenya

sumber : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

pmc/

Samwel N et al

(2011)

416 pasien

berusia di atas 18 tahun

Kuesioner terstruktur

Cross - Sectional

Mengakses klinik ART dalam jarak yang jauh, (OR = 2,387, CI.95 = 1,155-4,931, p = 0,019) terkait

dengan ketidakpatuhan pengobatan ARV

7. Faktor Dukungan Sosial

Dukungan sosial merupakan suatu fungsi pertalian social yang

menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan

interpersonal yang melindungi individu dari konsekuensi stress dan

memberikan kenyamanan psikis yang dapat diperoleh dari keluarga,

teman, rekan, dan yang lainnya (Rook dalam fibrianty, 2009).

Dukungan sosial dapat datang dari berbagai sumber, seperti

keluarga, teman, tetangga, rekan kerja, ahli profesional, dan kenalan

Page 26: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

37

lainnya dari individu. Sumber dukungan sosial itu dapat memberikan

dukungan berupa dukungan fisik (berupa meminjamkan uang,

bantuan) dan meyakinkan individu bahwa ia dipedulikan,disayangi, dan

dihargai (DiMatteo dan Martin, 2002). Namun menurut kajian literature

Ayalu et al (2011) menyimpulkan bahwa ada dua faktor dukungan

sosial yang dapat membantu ODHA dalam meningkatkan kepatuhan

berobat mereka, yaitu : dukungan dari keluarga dan dukungan teman

sebaya. Dukungan sosial dari keluarga, teman dan tenaga kesehatan

memberikan pengaruh penting terhadap kepatuhan ODHA dalam

minum ARV. (Badahdah AM dan Han, 2013).

Penelitian yang berkaitan dengan dukungan keluarga terhadap

kepatuhan berobat ARV ODHA telah banyak dibuktikan diantaranya

Berdasarkan penelitian Souleyman et al (2007) yang dilakukan pada

pasien ODHA di pantai gading menemukan bahwa ODHA yang tidak

mendaptkan dukunga sosial dari kelurganya berisiko 1-2 kali untuk

tidak patuh berobat ARV dan menurunkan kepatuhan berobatnya.

Sedang penelitian Homairah et al (2013) tentang pengaruh variabel

dukungan sosial terhadap pengobatan ARV yang dilakukan pada

pasien HIV AIDS di kota Rio De Jeneiro Brazil mengungkapkan

bahwa pasien ODHA yang mendapat dukungan sosial yang tinggi

(keluarga, teman sebaya (ODHA), dan petugas kesehatan) skuat

hubungannya dengan peningkatan kepatuhan berobat ARV

Page 27: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

38

Tabel Sintesa Faktor Dukungan Sosial dengan Kepatuhan Berobat ARV (Antiretroviral) Pasien HIV/AIDS atau ODHA

NoJudul dan Sumber

JurnalPeneliti (tahun)

Karakteristik

Temuan PenelitianSubjek Instrumen

DesainPenelitian

1 Determinants Of Adherence To Highly Active Antiretroviral

Therapy Among HIV-1-Infected Patients

In Coˆte d’IvoireSumber(http://

journals.www.com/aidsonlin)

Souleymane et

al (2007)

591 Pasien rawat jalan di klinik RS Pantai Gading

Kuesioner, Interview, dan Self-Reported

Observational prospektif

faktor yang secara independen terkait dengan ketidakpatuhan

salah satunya tidak adanya dukungan sosial dari keluarga (RR 1,66, 95% CI 1,24-2,24),

2 Individual And Contextual Factors

Of Influence On Adherence To Antiretrovirals Among People

Attending Public Clinics in Rio de Janeiro, Brazil

Sumber : http://link.springer.

com

Homaira Hanif

et al (2013)

632 total pasien dari 6 klinik kesehatan masyarakatdi kota Rio De Jeniero, Brasil

Kuesioner Cross sectional

84% responden patuh terhadap dosis ARV. Variabel sosio-demografi, mereka yang

memiliki anak terkait positif dgn kepatuhan (AOR 2,29 CI [1,33-

3,94]). ODHA dengan dukungan sosial yang tinggi (dari keluarga, teman, dekat, sesam ODHA dan petugas

layanan) (AOR 2,85 CI [1,50-5,41]) berhubungan positif

dengan kepatuhan terhadap ARV.

Page 28: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

39

E. Kerangka Teori

Berdasarkan teori pada tinjauan pustaka maka disusun kerangka

teori penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.1.Kerangka Teori Penelitian (Modifikasi Teori Green Lawrence 1980 Ayalu 2011 (Faktor Predisposisi); Kar 1983 (Faktor

Pelayanan Kesahatan & Dukungan Sosial)

Faktor Predisposisi 1. Usia2. Tingkat Pendidikan3. Suku4. Pengetahuan Pengobatan5. Persepsi ARV6. Efek Samping7. Konsumsi Alkohol8. Pengungkapan Status HIV

Faktor Pelayanan Kesehatan

1. Biaya Pengobatan2. Akses Layanan

kesehatan.3. Stigma.4. Konseling Kepatuhan

Kepatuhan Pengobatan ARV

Faktor Dukungan Sosial 1. Dukungan Keluarga2. Dukungan Komunitas Sebaya

Page 29: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

40

F. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori, maka dapat disusun kerangka

konseptual variabel penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel DependenVariabel Independen

Faktor Predisposisi 1. Usia2. Tingkat Pendidikan3. Pengetahuan Pengobatan4. Riwayat Efek Samping ARV

Faktor Pelayanan Kesehatan Akses Layanan kesehatan

Faktor Dukungan Sosial 1. Dukungan Keluarga2. Dukungan Teman Sebaya

Kepatuhan Pengobatan ARV

Page 30: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

41

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian pada penelitian kali ini adalah :

1. Ada pengaruh antara usia pasien dengan kepatuhan pengobatan

ARV pasien HIV/AIDS.

2. Ada pengaruh antara tingkat Pendidikan dengan kepatuhan

pengobatan ARV pasien HIV/AIDS

3. Ada pengaruh antara tingkat Pengetahuan pengobatan ARV

dengan tingkat kepatuhan pengobatan ARV pasien HIV/AIDS.

4. Ada pengaruh antara efek samping pengobatan ARV dengan

kepatuhan pengobatan ARV pasien HIV/AIDS.

5. Ada pengaruh antara akses ke layanan pengobatan ARV dengan

kepatuhan pengobatan ARV pasien HIV/AIDS.

6. Ada pengaruh antara dukungan keluarga dengan kepatuhan

pengobatan ARV pasien HIV/AIDS.

7. Ada pengaruh antara dukungan teman sebaya dengan kepatuhan

pengobatan ARV pasien HIV/AIDS.

Page 31: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

42

H. Defenisi Oprasional

1) Definisi Opresional Variabel Dependen

1. Kepatuhan berobat penderita HIV adalah penderita HIV yang

memeriksakan diri dan menelan obat sesuai jadwal dan aturan

yang berlaku secara rutin. Kepatuhan Baik adalah jumlah

kombinasi obat ARV < 3 dosis yang tidak diminum dalam periode

30 hari (≥ 95%) ; Kepatuhan Sedang : jumlah kombinasi obat ARV

antara 3-12 dosis yang tidak diminum dalam periode 30 hari (80-

95%); Kepatuhan Rendah adalah jumlah kombinasi obat ARV > 12

dosis yang tidak diminum dalam periode 30 hari (< 80%).

Kriteria Objektif :

Patuh : Jika tingkat kepatuhan minum ARV ≥ 80% (tingkat

keptuhan sedang – baik)

Tidak Patuh : Jika kepatuhan minum ARV < 80%. (Tingkat

kepatuhan Rendah)

2) Definisi Opresional Variabel Independen

1. Usia Pasien adalah jumlah tahun yang dihabiskan oleh responden

sejak kelahiran sampai ulang tahun terakhir saat peneitian

dilakukan.

Kriteria Objektif :

Jika Usia ≥ 50 tahun (berisiko untuk patuh berobat ARV)

Jika Usia < 50 tahun (berisiko tidak patuh berobat ARV)

Page 32: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

43

2. Tingkat Pendidikan adalah pendidikan terakhir yang ditamatkan

oleh responden.

Kriteria Objektif :

Tinggi : tingkat pendidikan terkahir SMA-Perguruan tinggi

(berisiko untuk patuh berobat ARV)

Rendah : tingkat pendidikan terkahir SD-SMP (berisiko untuk

tidak patuh berobat ARV)

3. Pengetahuan adalah kemampuan penderita untuk memahami dan

mengerti tentang penyakit HIV dan terapi pengobatan ARV.

Kriteria Objektif :

Baik : Jika mampu memberikan jawaban skor benar ≥ 70

(berisiko untuk patuh berobat ARV)

Kurang : Jika mampu memberikan jawaban skor benar < 70

(berisiko untuk tidak patuh berobat ARV )

4. Efek samping obat adalah pengalaman reaksi hypersensitive tubuh

terhadap pengobatan ARV yang ditunjukkan dengan satu atau lebih

gejala, sperti mual, mimpi buruk, sakit kepala hebat.

Kriteria objektif

Tidak Pernah merasakan efek samping : (berisiko untuk patuh

berobat ARV)

Jika Selalu Merasakan efek samping : (berisiko untuk tidak

patuh berobat ARV)

Page 33: Tinjauan Pustaka : RSU WAHIDIN Adherence ODHA

44

5. Akses Layanan Kesehatan adalah pengalaman pasien HIV AIDS

dalam mengakses layanan pengobatan ARV dilihat dari jarak

(dalam kilometer) mengakses layanan pengobatan.

Kriteria Objektif :

Mudah : Jika jarak akses ke pelayanan ARV < 20 kilometer.

(berisiko untuk patuh berobat ARV)

Sulit : jika jarak akses ke Pelayanan ARV ≥ 20 kilometer.

(berisiko untuk tidak patuh berobat ARV)

6. Dukungan keluarga adalah peran serta keluarga membantu dan

mendorong penderita HIV untuk patuh minum obat.

Kriteria Objektif :

Jika mendapat Dukungan Keluarga : berisiko untuk patuh

berobat ARV

Jika Tidak mendapat dukungan keluarga : berisiko untuk patuh

berobat ARV

7. Dukungan Teman Sebaya adalah pasien mendapat dukungan

dari teman sesama ODHA dalam menjadi PMO atau mendampingi

ke layanan kesehatan.

Kriteria objektif :

Mendapat dukungan (berisiko untuk patuh berobat ARV).

Tidak Mendapat Dukungan (berisiko untuk patuh berobat

ARV).