TINJAUAN PUSTAKA Penelitian...
Transcript of TINJAUAN PUSTAKA Penelitian...
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas oleh
penulis karena penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian
sebelumnya. Meskipun ruang lingkup hampir sama tetapi karena obyek,
periode waktu dan alat analisis yang digunakan berbeda maka terdapat
banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai referensi
untuk saling melengkapi.
Penelitian pertama yaitu jurnal yang dilakukan oleh Kharisma,
Fakultas Administrasi Bisnis dan Keuangan, Institu Manajemen Telkom
(2012) yang berjudul “Pengaruh Dana Pihak Ketiga dan Non
Performing Finance (NPF) terhadap Profitabilitas Perbankan Syariah”.
Variabel yang digunakan yaitu dana pihak ketiga, Non Performing
Finance (NPF), dan Return On Asset (ROA). Penelitian ini bertujuan
untuk menguji pengaruh dana pihak ketiga dan NPF terhadap
profitabilitas perbankan syariah. Dalam penelitian ini teknik analisis
yang digunakan adalah metode regresi linear berganda. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa dana pihak ketiga berpengaruh positif
terhadap profitabilitas, sedangkan NPF tidak berpengaruh terhadap
profitabilitas.
16
Penelitian kedua yaitu jurnal yang dilakukan oleh Pramuka, Jurusan
Akuntansi, Manajemen Bisnis dan Sektor Publik (JAMBSP),
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto (2010) yang berjudul
“Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Profitabilitas Bank
Umum Syariah”. Variabel yang digunakan adalah Return On Asset
(ROA), Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Non Performing
Financing (NPF). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan
gambaran yang lengkap tentang faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi tingkat laba bank khususnya Bank Syariah. Teknis
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear
berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa volume pembiayaan
(FDR) dan risiko pembiayaan (NPF) secara bersama-sama berpengaruh
signifikasn terhadap profitabilitas (ROA) bank umum syariah. Secara
parsial, FDR mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
profitabilitas (ROA) bank umum syariah, sedangkan NPF mempunya
pengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA) bank
umum syariah.
Penelitian ketiga yaitu jurnal yang dilakukan oleh Adyani dan
Sampurno (2011) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Profitabilitas (ROA)”. Variabel yang digunakan yaitu
Return On Asset (ROA), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non
Performing Financing (NPF), Biaya Operasional Pendapatan
Operasional (BOPO), Financing to Deposit Ratio (FDR). Penelitian ini
17
bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan rasio keuangan dalam
memprediksi tingkat profitabilitas pada bank umum syariah. Teknik
analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknin analisis regresi
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel CAR dan FDR
tidak berpengaruh signifikan positif terhadap profitabilitas (ROA) bank.
Sedangkan NPF dan BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap
profitabilitas (ROA) bank. Secara stimultan dari hasil penelitian juga
dapat disimpulkan bahwa CAR, NPF, BOPO, dan FDR secara bersama-
sama berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA) bank.
Relevansi pertama antara penelitian yang dilakukan oleh Kharisma
(2012) dengan penelitian ini yaitu terdapat kesamaan variabel yang
digunakan peneliti, namun penelitian yang dilakukan Kharisma (2012)
dilakukan di perbankan syariah. Sedangkan penelitian ini dilakukan
pada sebelas Bank Umum Syariah di Indonesia dengan periode tahun
2012-2016.
Relevansi kedua antara penelitian yang dilakukan oleh Pramuka
(2010) dengan penelitian ini yaitu terdapat kesamaan variabel yang
digunakan peneliti, namun judul yang diambil oleh Pramuka (2010)
adalah “Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Profitabilitas
Bank Umum Syariah”. Sedangkan penelitian ini judul yang diambil
“Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Non Performing
Financing (NPF) terhadap Return On Asset (ROA) Bank Syariah di
Indonesia”.
18
Relevansi ketigaantara penelitian yang dilakukan Adyani dan
Sampurno (2011) dengan penelitian ini yaitu terdapat perbedaan pada
judul yang diambil dan variabel yang digunakan peneliti. Judul yang
diambil oleh Adyani dan Sampurno (2011) adalah “Analisi Faktor-
faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas (ROA)” dan variabel yang
digunakan adalah Return On Asset (ROA), Capital Adequacy Ratio
(CAR), Non Performing Financing (NPF), Biaya Operasional
Pendapatan Operasional (BOPO), Financing to Deposit Ratio (FDR).
Sedangkan penelitian ini diambil judul diambil “Pengaruh Financing to
Deposit Ratio (FDR) dan Non Performing Financing (NPF) terhadap
Return On Asset (ROA) Bank Syariah di Indonesia” dan variabel yang
digunakan Financing to Deposit Ratio (FDR), Non Performing
Financing (NPF) dan Return On Asset (ROA).
2.2 Perbankan
2.2.1 Pengertian Bank
Menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tentang
perbankan, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.18 Bank bertujua
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dan meningkatkan
pemerataan pembanggunan dan menggerakkan pertumbuhan ekonomi
18 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. h. 23.
19
dan mendorong stabilitas nasional dengan meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Di Indonesia menurut jenisnya terdiri dari Bank Umum
dan Bank Perkreditan Rakyat.19
2.2.2 Pengertian Bank Syariah
Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 Bank Sysriah adalah
Bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Prinsip syariah menurut Pasal 1 ayat 3 Undang-undang No.
10 tahun 1998 tentang perbankan adalah aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana
atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan syariah antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi
hasil (mudharabah), pembiayaa berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musyarakah), prinsip jual beli barang dengan keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina).
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, Bank Syariah didefinisikan sebagai bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan
19 Muhammad Nadratuzzaman, Produk Keuangan Islam di Indonesia dan Malaysia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013. h. 5-6.
20
menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.
2.2.3 Prinsip-Prinsip Bank Syariah
Dalam menjalankan aktifitasnya bank syariah harus menganut
prinsip-prinsip sebagai berikut:20
1. Menghindari unsur riba
2. Menggunakan prinsip bagi hasil
3. Menghindari unsur ketidakpastian
4. Menghindari unsur gambling atau judi
Perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah salah satunya
terdapat dalam akad yang digunakan, sehingga dalam perbankan syariah
terjadi produk syariah. Konsep dasar inilah yang mendasari produk-
produk lembaga keuangan syariah, yaitu:21
1. Prinsip Simpanan Murni (Al-Wadiah)
Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan
oleh bank Islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang
berlebihan dana untuk menyimpan dananya. Al-Wadiah diberikan
untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya
tabungan dan deposito. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional
No. 01/DSN-MUI/IV/2000, landasan hukum al-wadiah diantaranya
sebagai berikut:
20 Sumar’in, Konsep Kelembagaan Bank Syariah, Yogyakarta: Graham Ilmu, 2012, h. 55. 21 Muhammad, Akuntansi Syariah, Teori dan Praktik Untuk Perbankan Syariah, Edisi Pertama, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, 2013. h.178-194.
21
Firman Allah QS. An-Nisa’ [4]: 29:
م ك ن يـ م بـ ك وال م وا أ ل ك وا لا ن ين آم ا الذ ه يـ أ
م ولا ك ن اض م ر ن تـ كون تجارة ع ن ت لا أ ل إ اط ب ل
ا يم م رح ك ان ب ك ن ا م إ ك س ف نـ وا أ ل تـ ق تـ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29).22
2. Bagi Hasil (Syirkah)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana,
seperti mudharabah dan musyarakah.
3. Prinsip Jual Beli (At-Tijarah)
Jual beli dilaksanakan karena adanya pemindahan
kepemilikan barang. Keuntungan bank disebutkan di depan dan
termasuk harga dari harga yang dijual, seperti murabahah, Salam
dan Istisna.
22 Tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-29
22
4. Prinsip Sewa (Ijarah)
Ijarah adalah akad pemindahan hal guna atau barang atau
jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
5. Prinsip Fee atau Jasa (Al-Ajr Walumullah)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang
diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara
lain bank garansi, kliring, inkasi, jasa transfer. Secara syariah prinsip
ini didasarkan pada konsep al-ajr walumullah.
2.2.4 Konsep Anti Riba dalam Perbankan Syariah
Ciri khas ekonomi Islam adalah anti riba. Konsep ini menghapuskan
semua jenis riba dalam setiap transaksi, baik di sektor riil terlebih di
sektor keuangan. Riba adalah az-ziyadah yang artinya tambahan atau
kelebihan. Pengertian tambahan dalam konteks riba yaitu tambahan
uang atas pinjaman, baik tambahan itu berjumlah sedikit apalagi
berjumlah banyak. Para ulama fiqh yang juga mendiskusikan riba
sebagai kelebihan harta dalam suatu muamalah degan tidak ada imbalan
atau gantinya. Maksudnya adalah tambahan terhadap modal uang yang
timbul akibat transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang
kepada pemilik uang pada saat utangnya jatuh tempo.
Perhitungan atas riba mengandung tiga unsur, pertama, tambahan
atas uang pokok, kedua, tarif tambahan yang sesuai dengan waktu,
ketiga, pembayaran sejumlah tambahan yangmenjadi syarat dalam
23
tawar menawar. Pengertian riba dalam bahasa yaitu tambahan dengan
maksud setiap penambahan yang diambil tanoa adanya satu transaksi
pengganti atau penyeimbang yag dibenarkan syariah, sedangkan secara
istilah riba adalah penambahan pada harta dalam akad tukar-menukar
tanpa adanya imbalan atau pengambilan tambahan dari harta pokok atau
modal secara batil. Transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu
transaksi bisnis komersial yang melegitimasi adanya penambahan
tersebut secara adil. Anti riba merupakan konsep yang diturunkan dari
Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW,23 seperti Firman Allah SWT:
د ن و ع رب لا يـ وال الناس ف م يربـو في أ ل ن ر م م ت يـ ا آتـ وم
م ولئك ه أ ف ه ا ون وج ريد اة ت ن زك م م ت يـ ا آتـ وم ا
فون ضع م ال
Artinya: “dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada
sisi Allah, dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat
23 Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, Cetakan I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010 h. 35-37.
24
demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
(QS. Ar-Rum: 39)24
2.2.5 Laporan Keuangan Syariah
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan pasal 34, setiap bank diwajibkan menyampaikan laporan
keuangan berupa neraca dan perhitungan laba atau rugi berdasarkan
waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Laporan
keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan bank secara
keseluruhan. Dari laporan ini akan terbaca bagaimana kondisi bank yang
sesungguhnya, termasuk kelemahan dan kekuatan yang dimiliki.
Laporan in juga menunjukkan kinerja manajemen bank selama satu
periode. Keuntungan dengan membaca laporan ini pihak manajemen
dapat memperbaiki kelemahan yang ada serta mempertahankan
kekuatan yang dimiliknya.25 Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu
bank, maka dapat dilihat laporan keuangan yang disajikan oleh suatu
bank secara periodik. Laporan ini juga sekaligus menggambarkan
kinerja bank selama periode tersebut.
Laporan ini sangat berguna terutama bagi pemilik, manajemen,
pemerintah, dan masyarakat sebagai nasabah bank, guna mengetahui
kondisi bank tersebut. Setiap laporan yang disajikan haruslah dibuat
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.26 Laporan keuangan
24 Tafsirq.com/30-ar-rum/ayat-39 25 Muhammad, Pengantar Akuntansi Syari’ah, Jakarta: PT. Salemba Empat, 2005. h. 253. 26 Muhammad, Pengantar Akuntansi Syari’ah, Jakarta: PT. Salemba Empat, 2005. h. 281.
25
syariah sebagian besar tidak berbeda dengan lporan keuangan yang
berlaku umum di Indonesia, baik dari segi bentuk maupun unsurnya.27
2.2.6 Jenis-Jenis Laporan Keuangan Syariah
Jenis-jenis laporan keuangan syariah adalah sebagai berikut:28
1. Neraca
Laporan yang menunjukkan posisi keuangan bank pada tanggal
tertentu, posisi keuangan yang dimaksudkan adalah posisi aktiva
(harta) dan pasiva suatu bank.
2. Laporan laba rugi
Laporan yang menggambarkan kinerj dan kegiatan usaha bank
syariah pada suatu periode tertentu yang meliputi pendapatan dan
beban yang timbul pada operasi utama bank dan operasi lainnya.
3. Laporan arus kas
Laporan yang menunjukkan semua aspek yang berkaitan dengan
kegiatan bank, baik yng berpengaruh langsung maupun tidak
langsung terhadap kas. Laporan arus kas harus disusun berdasarkan
konsep kas selama periode laporan.
4. Laporan perubahan equitas
Laporan yang menunjukkan perubahan ekuitas bank yang
menggambarkan peningkatan atau penurunan aktiva bersih atau
kekayaan selama periode pelaporan.
27 Najmudin, Manajemen Keuangan dan Akuntansi Syar’iyah Modern, Yogyakarta: CV Andi Offset, 2011. h. 77. 28 Dwi suwiknyo, Pengantar Akuntansi Syariah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
26
5. Laporan sumber dana zakat
Sumber dana zakat yang berasal dari eksternal dan internal entitas
ayriah, kebijakan penyaluran zakat terhadap masing-masing ansaf.
Dan proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima
zakat diklasifikasi atas pihak terkait.
6. Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan
Sumber dan penggunaan dana selama jangka waktu tertentu, serta
saldo dana kebajikan yang menunjukkan dan kebajikan yang belum
disalurkan pada tanggal tertentu.
7. Catatan atas laporan keuangan
Catatan atas laporan keuangan mencakup informasi yag diharuskan
dianjurkan untuk diungkapkan dalam PSAK serta pengungkapan-
pengungkapan lain yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian
laporan-laporan keuangan secara wajar.
2.2.7 Analisis Rasio Keuangan
Rasio keuangan adalah suatu kajian yang melihat perbandingan
jumlah-jumlah yang terdapat pada laporan keuangan dengan
mempergunakan formula-formula yang dianggap representatif untuk
diterapkan.29 Analisis rasio pada dasarnya tidak hanya berguna bagi
kepentingan intern perusahaan saja melainkan juga pihak luar. Rasio-
rasio keuangan dapat digolongkan menjadi enak jenis:30
29 Irham Fahmi, Pengantar Manajemen Keuangan Teori dan Soal Jawab, Bandung : Alfabeta, 2012, hlm 49. 30 Brigham Houston, Manajemen Keuangan, edisi delapan, Jakarta: Erlangga,2001. h. 264.
27
1. Rasio Likuiditas, rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Beberapa rasio likuiditas yang sering dipergunakan
dalam menilai kinerja suatu bank yaitu: Cash Ratio, Reserve
Requirement, Loan to Deposit Ratio, Loan to Assets Ratio, Rasio
kewajiban bersih call money.
2. Rasio Solvebilitas, rasio yang digunakan untuk mengukur hingga
sejauh mana perusahaan dibiayai dari hutang. Beberapa rasionya
yaitu: Capital Adequacy Ratio (CAR), Debt to Equity Ratio, Long
Term Debt to Assets Ratio.
3. Rasio Aktivitas, rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa
efektif perusahaan menggunakan sumberdayanya.
4. Rasio Profitabilitas, rasio yang digunakan untuk mengukur
efektivitas manajemen dilihat dari laba yang dihasilkan terhadap
penjualan dan investasi perusahaan. analisis rasio rentabilitas suatu
bank pada bab ini antara lain Return On Assets, Financing to Deposit
Ratio, Non Performing Financing.
5. Rasio Pertumbuhan, rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di
dalam pertumbuhan ekonomi dan industri.
6. Rasio Penilaian, rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen dalam menciptakan nilai pasar yang melampaui
pengeluaran biaya investasi. Rasio penilaian (valuation ratio)
28
merupakan ukuran yang paling lengkap tentang prestasi perusahaan,
karena mencerminkan rasio resiko (dua rasio pertama) dan rasio
pengembalian (tiga berikutnya). Rasio penilaian sangat penting oleh
karena rasio tersebut berkaitan langsung dengan tujuan
memaksimumkan nilai perusahaan dan kekayaan para pemegang
saham.
2.2.8 Kinerja Keuangan Perbankan
Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan kinerja adalah
sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. Kinerja keuangan
dapat diukur dengan efisien, sedangkan efisien bisa diartikan rasio
perbandingan antara masukan dan keluaran.
Kinerja keuangan merupakan suatu ukuran keberhasilan kegiatan
finansial yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode satu tahun.
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran kinerja
keuangan adalah informasi keuangan, selain digunakan pihak intern
juga digunakan oleh pihak luar perusahaan. Informasi keuangan yang
ditunjukkan ke pihak luar perusahaan umumnya disajikan dalam bentuk
laporan keuangan.31
2.2.9 Profitabilitas
Profitabilitas adalah hasil dari kebijaksanaan yang diambil oleh
manajemen. Rasio keuntungan untuk mengukur seberapa besar tingkat
31 Parju, Manajemen Keuangan, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, h. 6.
29
keuntungan menunjukkan semakin baik manajemen dalam mengelola
perusahaan.32 Profitabilitas suatu perusahaan dapat dinilai melalui
berbagai cara tergantung pada laba dan aktiva atau modal yang akan
diperbandingkan satu dengan lainnya.
Laba yang diraih dari kegiatan yang dilakukan merupakan cerminan
kinerja sebuah perusahaan dalam menjalankan profitabilitas. Sebagai
salah satu acuan dalam mengukur besarnya laba menjadi begitu penting
untuk mengetahui apakah perusahaan telah menjalankan usahanya scara
efisien, karena efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan
laba yang diperoleh dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba
tersebut dengan kata lain adalah menghitung profitabilitas.
Menjaga tingkat profitabilitas merupakan hal yang penting bagi
bank karena profitabilitas yang tinggi merupakan tujuan setiap bank.
Jika dilihat dari perkembangan rasio profitabilitas menunjukkan suatu
peningkatan hal tersebut menunjukkan kinerja bank efisien.
Analisis rasio profitabilitas ini menggunakan Return On Asset
(ROA). Alasan penggunaan Return On Asset (ROA) dikarenakan BI
sebagai pembina dan pengawas perbankan yang lebih mementingkan
aset yang dananya berasal dari masyarakat. Disamping itu Return On
Asset (ROA) merupakan metode pengukuran yang obyektif yang
didasarkan pada data akuntansi yang tersedia dan besarnya Return On
32 Sutrisno, Manajemen Keuangan Teori Konsep dan Aplikasi, Cetakan Ketujuh, Ekoisia, Yogyakarta, 2009. h.222.
30
Asset (ROA) dapat mencerminkan hasil dari serangkaian kebijakan
perusahaan terutama perbankan.
Rumus yang digunakan sebagai berikut:
ROA =
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin
besar Return On Asset (ROA) suatu bank, semakin besar pula tingkat
keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi
bank tersebut dari segi penggunaan aset.
Perhitungan Return On Asset (ROA) terdri dari:
1. EBT
EBT adalah laba perusahaan (bank) sebelum dikurangi pajak
2. Total Aktiva
Merupakan keseluruhan aktiva yang dimiliki oleh bank terdiri
dari:
a. Aktiva lancar
b. Aktiva tetap
Berdasarkan ketentuan BI, maka standar Return On Asset (ROA)
yang baik adalah sekitar 1,5%.
31
Penilaian profitabilitas bank idasarkan pada posisi laba/rugi menurut
pembukuan, perkembangan laba/rugi dalam tiga tahun terakhir, dan
laba/rugi yang diperkirakan. Masing-masing faktor tersebut ditetapkan
ukuran sebagai berikut:
1. Ditinjau dari posisi laba/rugi menurut pembukuan, profitabilitas
bank dinilai:
a. Sehat apabila laba atau break event point.
b. Cukup sehat apabila rugi yang besarnya tidak melebihi 5%
dari jumlah modal yang disetor.
c. Kurang sehat apabila rugi lebih dari 5% dari jumlah modal
yang disetor tetapi tidak melebihi 25%.
d. Tidak sehat apabila rugi yang besarnya lebih dari 25% dari
jumlah modal yang disetor.
2. Ditinjau dari rata-rata dan perkembangannya selama tiga tahun
terakhir, profitabilitas bank dinilai:
a. Sehat apabila selalu laba atau rata-rata laba dengan trend
membaik, dengan catatan pada tahun buku kedua dan atau
ketiga laba.
b. Cukup sehat apabila rata-rata laba dengan trend memburuk
dengan catatan dalam tahun buku kedua dan atau ketida rugi.
c. Kurang sehat apabila rata-rata rugi dengan trend membaik,
dengan catatan setiap tahin kerugian berkurang atau dalam
tahun buku kedua dan atau ketiga menunjukkan laba.
32
d. Tidak sehat apabila menunjukkan angka rata-rata rugi
dengan trend konstan atau memburuk.
3. Ditinjau dari laba/rugi yang diperkirakan, profitabilitas bank
dinilai:
a. Sehat apabila laba/rugi yang diperkirakan menunjukkan laba.
b. Cukup sehat apabila laba/rugi yang diperkirakan pada bulan
penilaian menunjukkan break event point atau rugi dalam
jumlah sama atau lenih kecil dari rata-rata laba yang telah
diperoleh pada bulan-bulan sebelumnya.
Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas tinggi dan stabil
cenderung bebas dari praktik perataan laba karena manajer sudah
merasa percaya diri dengan kinerjanya yang diukur dari laba yang
dihasilkan perusahaan, sedangkan perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang rendah, cenderung terbuka kemungkinan adanya
praktik perataan laba karena apabila perusahaan memiliki tingkat
profitabilitas rendah maka kinerja manajer akan dipertanyakan oleh
pemilik perusahaan dan eksistensi di mata masyarakat pun akan
diragukan, hal ini akan berdampak pula pada keputusan investasi oleh
para investor.33
33 Rahmat Barokah, Pengaruh tingkat Profitabilitas, leverage, dan proporsi jumlah komisaris independen terhadap tindakan perataan laba pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia, Jurnal Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nahdlatul Ulama, 2011. Jepara, h:22.
33
Kinerja keuangan perusahaan (bank) dari sisi manajemen,
mengharapkan lebih bersih sebelum pajak (earning before tax) yang
tinggi karena semakin tinggi laba perusahaan semakin flexible
perusahaan dalam menjalankan aktivitas operasional perusahaan.
Sehingga EBT perusahaan akan meningkat apabila kinerja keuangan
perusahaan meningkat. Pencapaian laba merupakan indikator yang
dominan karena hasil akhir kinerja operasi usaha selalu mengarah pada
EBT. Karena EBT merupakan nilai rupiah dan masing-masing
perusahaan (bank) berbeda dalam jumlah modal maka besar EBT tidak
bisa menunjukkan kinerja laba sehingga perlu dipakai indikator lain,
dalam penelitia ini digunakan Return On Asset (ROA).
2.3 Return On Asset (ROA)
Return On Asset (ROA) adalah salah satu yang digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh
keuntungan (laba) secara keseluruhan. 34 Return On Asset (ROA)
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank
dalam memperoleh laba secara keseluruhan. Semakin besar Return On
Asset (ROA), semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank
tersebut dan menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik.
Return On Asset (ROA) dipilih sebagai indikator pengukur kinerja
keuangan perbankan karena Return On Asset (ROA) digunakan untuk
34 Robbet Ang, Buku Pintar: Pasar Modal Indonesia, Jakarta : Media Soft Indonesia, 1997, h. 18.
34
mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan
dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.
Adapun rumus yang digunakan untuk ROA sebagai berikut:35
ROA =
1. Keunggulan Return On Asset (ROA)
a. Return On Asset (ROA) merupakan pengukuran yang
komprehensif dimana seluruhnya mempengaruhi laporan
keuangan yang tercermin dari rasio ini.
b. Return On Asset (ROA) mudah dihitung, dipahami, dan sangat
berarti dalam nilai absolut.
c. Return On Asset (ROA) merupakan denominator yang dapat
diterapkan pada setiap unit organisasi yang bertanggung jawab
terhadap profitabilitas dan unit usaha.
2. Kelemahan Return On Asset (ROA)
Pengukuran kinerja dengan menggunakan Return On Asset
(ROA) membuat manajer divisi memiliki kecenderungan untuk
melewatkan proyek-proyek yang menurunkan divisional Return On
Asset (ROA), meskipun sebenarnya proyek-proyek tersebut dapat
meningkatkan tingkat keuntungan perusahaan secara keseluruhan.
35 Lampiran 1d Surat Edaran Bank Indonesia No.6/ 23./DPNP tanggal 31 Mei 2004 hal. 1, http://www.bi.go.id/id/peraturan/arsip-peraturan/Contents/Perbankan-2004.aspx, di akses pada tanggal 22 Maret 2017, Jam 17.32
35
Manajemen juga cenderung untuk berfokus pada tujuan jangka
pendek dan bukan tujuan jangka panjang.
Sebuah proyek dalam Return On Asset (ROA) dapat
meningkatkan tujuan jangka pendek, etapi proyek tersebut
memppunyai konsekuensi negatif dalam jangka panjang. Yang
berupa pemutusan bahan baku yang relatif murh sehingga
menurunkan kualitas produk dalam jangka panjang.
Kelemahan utama pada pengukuran akuntansi tradisional
seperti Return On Asset (ROA) sebagai pengukur penciptaan nilai
adalah mengabaikan adanya biaya modal, sehingga sulit untuk
mengetahui apakah suatu perusahaan telah menciptakan nilai atau
tidak.
Sebagaimana lembaga-lembaga keuangan lainnya, profit
adalah salah satu bagian dari tujuan didirikannya suatu usaha,
termasuk perbankan syariah didalamnya. Namun berbeda dengan
bank konvensional, dalam meraih profit bank syariah diharuskan
memperhatikan kepedulian sosial dan keadilan dalam kegiatan
operasionalnya, sehingga tetap sesuai dengan kaidah-kaidah Islam.
Oleh karena itu, dalam operasinya bank syariah tidak menerapkan
sistem unga seperti bank konvensional tetapi menerapkan sistem
bagi hasil. Hal ini sesuai dengan fatwa MUI tanggal 6 Desember
2003 yang menggolongkan bunga bank termasuk riba dan menurut
Al-Qur’an riba itu haram.
36
2.4 Financing to Deposit Ratio (FDR)
Financing to Deposit Ratio (FDR) mencerminkan kemampuan bank
dalam menyalurkan dana kepada pihak yang membutuhkan modal.36
Dana pembiayaan adalah dana yang dibutuhkan untuk meggerakkan
sektor riil dan diharapkan mampu untuk memicu pertumuhan ekonomi.
Begitu pula sebaliknya, bisa dana Financing to Deposit Ratio (FDR)
bank syariah tidak dapat disalurkan dengan baik maka dampaknya selain
penggerakkan sektor riil terhambat, juga mengakibatkan dana
masyarakat tersebut menganggur dan dapat mempengaruhi
berkurangnya jumlah uang beredar.
Financing to Deposit Ratio (FDR) menunjukkan sejauh mana
kemampuan Bank Syariah dalam membayar kembali penarikan dana
yang telah dilakukannya kepada nasabah deposan. Pembayaran yang
dilakukan oleh Bank Syariah kepada nasabah deposan dilakukan dengan
mengandalkan pembiayaan yang telah diberikan oleh Bank Syariah
tersebut. Dengan kata lain, Financing to Deposit Ratio (FDR) ini
digunkana untuk melihat seberapa jauh pembiayaan kepada nasabah
dapat mengimbangi kewajiban untuk segera memenuhi hutang jangka
pendeknya kepada nasabah deposan yang ingin menarik kembali
uangnya yang telah digunakan oleh bak untuk memberikan pembiayaan
36 Suryani, Analisis Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap Proftabilitas Perbankan di Indonesia, Jurnal Walisongo STAIN Malikussaleh Lhokseumawe, Volume 19, No. 1, 2011, h. 24.
37
tersebut. Rasio ini juga digunakan untuk melihat kemampuan dan
kerawanan dari suatu Bank Syariah.
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang
menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit
dengan menggunakan total aset yang dimiliki bank. Besarnya FDR yang
diijinkan adalah 80% < FDR < 110% artinya minimum FDR adalah 80%
dan maksimum FDR adalah 110%.
Adapun rumus yang digunakan untu FDR sebagai berikut:37
FDR =
Financing to Deposit Ratio (FDR) dihitung dari perbandingan antara
total pembiayaan yang diberikan bank dengan dana pihak ketiga. Total
pembiayaan yang dimaksud adalah pembiayaan yang diberikan kepada
pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain). Dana pihak ketiga
yang dimaksud yaitu antara lain
a. Simpanan Giro
Menurut Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21
Tahun 2008, giro adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet gito, sarana pemerintah pembayaran lainnya, atau dengan
37 Lampiran 1d Surat Edaran Bank Indonesia No.6/ 23./DPNP tanggal 31 Mei 2004 hal. 2, http://www.bi.go.id/id/peraturan/arsip-peraturan/Contents/Perbankan-2004.aspx, di akses pada tanggal 22 Maret 2017, Jam 17.32.
38
perintah pembindahbukuan. Giro ada dua jenis: 1. Giro yang tidak
dibenarkan secara syariah yang berdasarkan perhitungan bunga; 2.
Giro yang dibenarkan secara syariah yaitu giro yang berdasarkan
prinsip mudharabah dan wadi’ah.
b. Simpanan Tabungan
Dalam Undang0Undang Perbankan Syariah Nomor 21
Tahun 2008, yang dimaksud tabungan adalah simpanan berdasarkan
akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang
penarikannya dapat dilakukan dengan menurut syarat dan ketentuan
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet
giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan alat itu.
Tabungan terdiri dari dua jenis: 1. Tabungan yang tidak dibenarkan
secara syariah yaitu tabungan yang berdasarkan berhitungan bunga;
2. Tabungan yang dibenarkan secara syariah yaitu tabungan yang
berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah.
c. Simpanan Deposito
Pengertian deposito menurut Undang-Undang Perbankan
Syariah Nomor 21 Tahun 2008 adalah investasi dana berdasarkan
akad mudharabah atau akad lain yang tida bertentangan dengan
prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan
bank syariah dan/atau UUS. Deposito ada dua jenis: 1. Deposito
39
yang tidak dibenarkan secara syariah yaitu deposito yang
berdasarkan perhitungan bunga; 2. Deposito yang dibenarkan secara
syariah yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan
wadi’ah.
Secara garis besar sumber-sumber dana bank adalah:
a. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri.
b. Dana yang bersumber dari lembaga lain.
c. Dana yang bersumber dari masyarakat luas.
Dana yang berasal dari masyarakat luas adalah dana pihak ketiga
yang dititipkan pada bank. Pada umumnya motivasi utama orang
menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan dana mereka
dan memperoleh keleluasaan untuk menarik kembali dananya
sewaktu-waktu.
Pencarian dana dari masyarakat luas ini relatif paling mudah
dibandingkan dengan sumber-sumber lainnya karena mudah
didapatkan dan tidak terbatas asalkan bank bisa memberikan bunga
yang relatif lebih tinggi dan dapat memberikan fasilitas menarik
lainnya seperti hadian dan pelayanan yang memuaskan. Kerugian
dari sumber ini yaitu biaya bunga maupun biaya promosi relatif
lebih mahal bila dibandingkan dari sana bank itu sendiri.
2.5 Non Performing Financing (NPF)
Menurut Kamus Bank Indonesia, Non Performing Loan (NPL) atau
Non Performing Financing (NPF) adalah kredit bermasalah yang terdiri
40
dari kredit yang berklasifikasi lancar, dapat perhatian khusus, kurang
lancar, diragukan dan macet. Termin NPL diperuntukkan bagi bank
umum, sedangkan NPF untuk bank syariah. Kredit dalam hal ini adalah
kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dan tidak termasuk kredit
kepada bank lain. Sedangkan kredit bermasalah adalah kredit dengan
kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Yang dimaksud dengan Non Performing Financing (NPF) atau
pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang dalam
pelaksanaannya belum mencapai atau memenuhi target yag diinginkan
pihak bank seperti: pengembalian pokok atau bagi hasil yang
bermasalah; pembiayaan yang memiliki kemungkinan timbulnya risiko
di kemudian hari bagi bank; pembiayaan yang termasuk golongan
perhatian khusus, diragukan dan macet serta golongan lancar yang
berpotensi terjadi penunggakan dalam pengembalian.
Status Non Performing Financing (NPF) pada prinsipnya
didasarkan pada ketepatan waktu bagi nasabah untuk membayarkan
kewajiban, baik berupa bunga maupun pengembalian pokok pinjaman.
Proses pemberian dan pengelolaan kredit yang baik diharapkan dapat
menekan Non Performing Financing (NPF) sekecil mungkin, dengan
kata lain tingginya Non Performing Financing (NPF) sangat
dipengaruhi oleh kemampuan bank-bank syariah dalam menjalankan
proses pemberian kredit dengan baik maupun dalam hal pengelolaan
kredit, termasuk tindakan pemantauan (monitoring) setelah kredit
41
disalurkan dan tindakan pengendalian bila terdapat indikasi
penyimpangan kredit maupun indikasi gagal bayar.
2.5.1 Penilaian Keshatan Pembiayaan Bermasalah
Besarnya Non Performing Financing (NPF) yang diperbolehkan
di Bank Indonesia adalah 5% jika melebihi 5% akan mempengaruhi
penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan yaitu akan
mengurangi nilai skor yang diperoleh. Kredit atau pembayaan yang
tergolong non lancara yaitu dengan kualitas kurang lancar,
diragukan dan macet berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tentang
kualitas aktiva produktif. Tindakan pengendalian bila terdapat
indikasi penyimpangan pembiayaan maupun indikasi gagal bayar.
Besarnya nilai Non Performing Financing (NPF) dapat dihitung
dengan rumus:38
NPF =
Standar terbaik Non Performing Financing (NPF) menurut Bank
Indonesia adalah bila Non Performing Financing (NPF) berada di
bawah 5%, variabel ini mempunyai bobot 20% dengan nilai Non
Performing Financing (NPF) ditentukan sebagai berikut:39
Lebih dari 8%, skor nilai = 0
38 Lampiran 1b Surat Edaran Bank Indonesia No.6/ 23./DPNP tanggal 31 Mei 2004 hal. 17) di akses pada tanggal 22 Maret 2017 Jam 17.32. 39 Muh. Sabir M. Muhammad Ali dan Abd. Hamid Habbe, Pengaruh Rasio Kesehatan Bank terhadap Kinerja Keuangan bank Umum Syariah dan Bank Konvensional di Indonesia, Jurnal Analisis Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas Makassar, Volume 1, 2012.
42
Antara 5% - 8%, skor nilai = 80
Antara 3% - 5%, skor nilai = 90
Kurang dari 3%, skor nilai = 100
Bila resiko pembiayaan meningkat, margin akan meningkat
pula. Sementara itu, dalam ekonomi Islam sektor perbankan tidak
mengenal instrumen bunga, sistem keuangan Islam menerapkan
sistem pembagian keuntungan dan kerugian, bukan kepada tingkat
bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka.
43
2.5.2 Perhitungan Non Performing Financing (NPF)
Tabel 2.1 Perhitungan Non Performing Financing (NPF) Berdasarkan Kemampuan
Bayar Nasabah (Debitur) di Bank Syariah
Jenis Pembiayaan
Kategori yang Diperhitungkan dalam NPF Lancar Dapat
Perhatian Khusus
Kurang Lancar
Diragukan Macet
Murabahah, Istishna’,
Ijarah, Qard
Tunggakan kurang dari
1 bulan
Tunggakan belum
melampaui 90 hari
Tunggakan lebih dari 90 hari s.d 180 hari
Tunggakan lebih dari
180 hari s.d 270 hari
Tunggakan lebih dari 270 hari
Salam Jangka waktu belum
melampaui 15 hari kerja
Tunggakan belum
melampaui 90 hari
Telah jatuh tempo s.d
60 hari
Telah jatuh tempo s.d
90 hari
Lebih dari 90 hari
Mudharabah, Musyarakah
Tunggakan belum
melampaui 1 bulan
Tunggakan belum
melampaui 90 hari
Tunggakan s.d 90 hari realisasi
bagi hasil di atas 30% s.d 90%
dari proyek pendapatan
Tunggakan lebih dari 90 hari s.d 180 hari; realisasi
bagi hasil kurang dari
3%
Tunggakan lebih dari 180 hari; realisasi
pendapatan kurang dari 30% dari proyeksi
pendapatan lebih dari 3
periode pembayaran
Sumber: Ihsan (2011:3)
Adapun pembahasan penggolongan dari kualitas pembiayaan pada
nasabah adalah sebagai berikut:40
1. Lancar
Pembiayaan yang digolongkan lancar, apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
40 Veithzal Rivai, dan Arfian Arifin, Islamic banking: sebuah teori, konsep, dan aplikasi. Ed. 1 cet. 1, Bumi Aksara, Jakarta, 2010, hlm. 74.
44
a. Pembiayaan dengan angsuran di luar Pembiayaan Pemilikan
Rumah (PPR)
Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok, tunggakan bagi hasil
atau cerukan karena penarikan.
Terdapat tunggakan angsurah pokok, tetapi:
Belum melebihi 1 bulan, bagi pembiayaan yang ditetapkan
masa angsurannya kurang dari 1 bulan.
Belum melebihi 3 bulan, bagi pembiayaan yang ditetapkan
masa angsurannya bulanan, 2 bulanan atau 3 bulanan.
Belum melampaui 6 bulan, bagi pembiayaan yang masa
angsurannya ditetapkan 4 bulan atau lebih.
Terdapat tunggakan bagi hasil, tetapi:
Belum melampaui 1 bulan bagi pembiayaan yang sama
angsurannya kurang dari 1 bulan.
Belum melampaui 3 bulan bagi pembiayaan yang masa
angsurannya lebih dari 1 bulan.
Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya
belum melampaui 15 hari kerja.
b. Pembiayaan dengan angsuran untuk Pembiayaan Pemilikan
Rumah
Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok.
Terdapat tunggakan angsuran pokok tetapi belum melampaui 6
bulan.
45
c. Pembiayaan tanpa angsuran atau pembiayaan rekening koran
Pembiayaan belum jatuh tempo, dan terdapat tunggakan bagi
hasil.
Pembiayaan belum jatuh tempo dan terdapat tunggakan bagi
hasil tetapi belum melampaui 3 bulan.
Pembiayaan telah jatuh tempo dan telah dilakukan analisis
untuk perpanjangnya tetapi karena kesulitan teknis belum dapat
diperpanjang.
Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya
belum melampaui 15 hari kerja.
d. Cerukan rekening giro
Terdapat cerukan rekening giro tetapi jangka waktunya belum
melampaui 15 hari kerja.
e. Pembiayaan digolongkan lancar, apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
Pembayaran angsuran pokok tepat waktu.
Memiliki mutasi rekening yang aktif.
Bagian dari pembiayaan yang dijamin dengan agunan tunai
(cash collateral)
46
2. Dapat Perhatian Khusus
Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan dapat
perhatian khusus apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok yang belum melampaui 90
hari.
b. Kadang-kadang terjadi cerukan.
c. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan.
d. Didukung oleh pinjaman baru.
3. Kurang Lancar
Pembiayaan digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria
di bawah ini:
a. Pembiayaan dengan angsuran di luar Pembiayaan Pemilikan
Rumah (PPR)
Terdapat tunggakan angsuran pokok yang:
Melampaui 1 bulan dan belum melampaui 2 bulan
pembiayaan dengan angsuran kurang dari 1 bulan.
Melampaui 3 bulan dan belum melampaui 6 bulan bagi
pembiayaan yang masa angsurannya ditetapkan bulanan, 2
bulanan atau 3 bulanan.
Melampaui 6 bulan tetapi belum emlampaui 12 bulan bagi
pembiayaan yang masa angsurannya ditetapkan 6 bulanan
atau lebih.
Terdapat tunggakan bagi hasil, tetapi:
47
Elampaui 1 bulan, tetapi belum melampaui 3 bulan bagi
pembiayaan dengan masa angsuran kurang 1 bulan.
Melampaui 3 bulan, tetapi belum melampaui 6 bulan bagi
pembiayaan yang masa angsurannya lebih dari 1 bulan.
Terdapat cerukan karena penarikan jangka waktunya belum
melampaui 15 hari kerja.
b. Pembiayaan dengan angsuran untuk Pembiayaan Pemilikan
Rumah (PPR)
Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 6 bulan
tetapi belum melampaui 9 bulan.
c. Pembiayaan tanpa angsuran
Pembiayaan belum jatuh tempo
Terdapat tunggakan bagi hasil yang melampaui 3 bulan tetapi
belum melampaui 6 bulan
Terdapat penambahan plafon atau pembiayaan baru
dimaksudkan untuk melunasi tunggakan bagi hasil.
Pembiayaan belum jatuh tempo atau belum dibayar tetapi belum
melampaui 3 bulan.
Terdapat cerukan kerja penarikan tetapi jangka waktunya telah
melampaui 15 hari kerja tetapi belum melampaui 30 hari kerja.
d. Pembiayaan yang diselamatkan
Tidak memenuhi kriteria tersebut pada kriteria lancar da ada
tunggakan.
48
Terdapat tunggakan tetapi masih memenuhi kriteria pada
kriteria lancar.
Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya telah
melampaui 15 hari kerja dan belum melampaui 30 hari kerja.
e. Pembiayaan yang digolongkan kedalam pembiayaan kurang lancar
apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 90
hari.
Sering terjadi cerukan.
Frekuensi mutasi rekening relatif rendah.
Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih
dari 90 hari.
Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur.
Dokumentasi pinjaman yang lemah.
4. Diragukan
a. Pembiayaan digolongkan diragukan apabila pembiayaan yang
bersanguktan tidak memenuhi kriteria lancar dan kurang lancar,
seperti tersebut pada kriteria lancar dan kurang lancar dan tetapi
berdasarkan penilaian dapat disimpulkan bahwa:
Pembiayaan masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai
sekurang-kurangnya 75% dari hutang peminjam termasuk bagi
hasil.
49
Pembiayaan tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih
bernilai sekurang-kurangnya 100% dari hutang peminjam.
b. Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan yang
diragukan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 180
hari.
Terjadi cerukan yang bersifat permanen.
Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari.
Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian
pembiayaan maupun peningkatan jaminan.
5. Macet
a. Pembiayaan digolongkan ke dalam pembiayaan macet apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut:
Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 270
hari.
Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru.
Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat
dicairkan pada nilai wajar.
Tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar dan diragukan.
Memenuhi kriteria diragukan tersebut tetap jangka waktu 21
bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau
usaha penyelamatan.
50
Pembiayaan tersbut penyelesaian telah diserahkan kepada
pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN)
atau telah diajukan penggantian rugi kepada perusahaan
asuransi kredit atau di Badan Arbitrase Syariah.
2.6 KAJIAN TEORITIS
2.6.1 Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On
Asset (ROA)
Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan alat ukur untuk
mengukur besarnya volume pembiayaan sehingga rasio Financing to
Deposit Ratio (FDR) ini dapat menunjukkan kesehatan bank dalam
memberikan pembiayaannya. Pramuka (2010:69) menjelaskan semakin
tinggi Financing to Deposit Ratio (FDR) mengindikasikan bahwa
sebuah bank lebih menekankan keuangannya pada penyaluran hutang
atau pembiayaan yang lebih banyak. Semakin kecil Financing to
Deposit Ratio (FDR) semaik baik likuiditas bank tersebut. Hasil
penelitian Bambang Agus Pramuka ini menunjukkan bahwa Financing
to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh signifikan dan sejalan searah atau
positif terhadap profitabilias (ROA) bank umum syariah. Itu artinya,
semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa semakin optimalnya fungsi
intermdiasi yang dijalankan bank syariah, sehingga meningkatkan
profitabilitas.
Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah perbandingan antara
pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang
51
berhasil dikerahkan oleh bank. Rasio ini digunakan untuk mengukur
sampai sejauh mana dana pinjaman yang bersumber dari dana pihak
ketiga. Dengan penyaluran dana pihak ketiga yang besar maka
pendapatan bank (ROA) akan semakin meningkat, sehingga FDR
berpengaruh positif terhadap ROA. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Dhian (2012) menunjukkan bahwa FDR
berpengaruh signifikan terhadap ROA.
2.6.2 Pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap Return On
Asset (ROA)
Dalam penelitian Kharisma (2012:3), Non Performing Financing
(NPF) dijadikan variabel independen yang mempengaruhi ROA
didasarkan hubungannya dengan tingkat risiko bank yang bermuara
pada profitabilitas bank (ROA). Menurut Kasmir (2006, dalam
Kharisma, 2012) menyatakan bahwa Non Performing Financing (NPF)
yang tinggi akan memperbesar biaya, sehingga berpotensi terhadap
kerugian bank. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk
kualitas pembiayaan bank yang menyebabkan jumlah pembiayaan non
lancar semakin besar, dan oleh karena itu bank harus menanggung
kerugian dalam kegaiatan operasionalnya sehingga berpengaruh
terhadap penurunan laba (ROA) yang diperoleh bank.
Siamat (2005, dalam Aulia dan Ridha, 2011:2) juga menjelaskan
pembiayaan bermasalah adalah pinjaman yang mengalami keulitan
pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan dan atau karena faktor
52
eksterna diluar kemampuan atau kendali nasabah peminjam. Jadi, besar
kecilnya Non Performing Financing (NPF) ini menunjukkan kinerja
suatu bank dalam pengelolaan dana yang disalurkan. Apabila porsi
pembiayaan bermasalah membesar, maka hal tersebut pada akhirnya
menurunkan besaran pendapatan yang diperoleh bank (Ali, 2004 dalam
Aulia dan Ridha, 2011:4). Sehingga pada akhirnya akan dapat
mempengaruhi tingkat profitabilitas bank syariah.
Non Performing Financing (NPF) mencerminkan risiko
pembiayaan, semakin kecil Non Performing Financing (NPF) semakin
kecil pula risiko pembiayaan yang ditanggung pihak bank. Semakin
tinggi Non Performing Financing (NPF) maka akan berpengaruh negatif
terhadap profitabilitas. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ponco (2008), Lyla (2011), Dhian (2012).
2.7 HIPOTESIS
Berdasarkan analisis dan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian
dinyatakan sebagai berikut:
1. Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh signifikan terhadap
Return On Asset (ROA) pada Bank Syariah di Indonesia.
2. Non Performing Financing (NPF) berpengaruh signifikan terhadap
Return On Asset (ROA) pada Bank Syariah di Indonesia