Tinjauan Pustaka kejang

32
Tinjauan Pustaka Kejang-kejang pada Anak Usia 6 Tahun Yudith Cecilia Ishwardi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara no. 6 – Jakarta Barat 11470 No. Telp. (021) 56942061, No. Fax. (021) 5631731, E-mail [email protected] Pendahuluan Setiap manusia rentan terhadap penyakit, baik penyakit ringan maupun penyakit berat. Misalnya, pada anak usia 6 tahun dapat mengalami panas tinggi dan batuk pilek. Apabila anak tersebut tidak ditangani secepatnya oleh paramedis, ia dapat menderita kejang-kejang. Kejang yang berkaitan erat dengan sistem motorik otot-saraf, mekanisme kontraksi otot, dan LCS dapat diperiksa dengan lumbal punksi untuk memastikan penyebabnya. Struktur Mikroskopis dan Makroskopis Meninges Jaringan gelatinosa otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak, tulang belakang, dan tiga lapisan penyambung, yakni piamater, arachnoid, dan duramater. Masing- 1

description

tj

Transcript of Tinjauan Pustaka kejang

Tinjauan Pustaka

Kejang-kejang pada Anak Usia 6 Tahun

Yudith Cecilia Ishwardi

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat 11470

No. Telp. (021) 56942061, No. Fax. (021) 5631731, E-mail [email protected]

Setiap manusia rentan terhadap penyakit, baik penyakit ringan maupun penyakit berat. Misalnya, pada anak usia 6 tahun dapat mengalami panas tinggi dan batuk pilek. Apabila anak tersebut tidak ditangani secepatnya oleh paramedis, ia dapat menderita kejang-kejang. Kejang yang berkaitan erat dengan sistem motorik otot-saraf, mekanisme kontraksi otot, dan LCS dapat diperiksa dengan lumbal punksi untuk memastikan penyebabnya.Struktur Mikroskopis dan Makroskopis MeningesJaringan gelatinosa otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak, tulang belakang, dan tiga lapisan penyambung, yakni piamater, arachnoid, dan duramater. Masing-masing merupakan suatu lapisan yang terpisah dan kontinu. Antara lapisan piamater dan arachnoid terdapat hubungan yang dikenal dengan nama trabekula. Duramater juga disebut pachymeninx, sedangkan piamater dan arachnoid bersama-sama disebut leptomening.Piamater memiliki struktur mikroskopis sebagai berikut (1) jaringan ikat berupa serat kolagen pada lapisan epipia dan serat elastin pada inti mapia; (2) membran yang disusun oleh sel gepeng; (3) mengandung fibroblast, makrofag, dan peredaran darah kecil. Sedangkan secara makroskopis, piameter merupakan lapisan vascular yang pembuluh-pembuluh darahnya berjalan menuju struktur dalam susunan saraf pusat untuk memberi nutrisi pada jaringan saraf. Piamater meluas ke bagian bawah medula spinalis, yang berakhir kira-kira setinggi bagian bawah L1. Bagian akhir medula spinalis berbentuk seperti kerucut dan dinamakan konus medularis. Suatu filamen piamater yang ramping dinamakan fillum terminale memanjang dari konus medularis.

Secara mikroskopis arachnoid terdiri dari dua lapis, yakni (1) dekat duramater yang memiliki ciri avaskuler namun dilalui pembuluh darah, mengandung serat kolagen dan serat elastin, serta permukaan sel-sel gepeng; (2) dekat piamater yang memiliki ciri trabekel oleh jaringan ikat dan serat kolagen, menghubungkan membrane arachnoid dan piamater, serta diantara trabekel terdapat ruang berisi serebrospinalis. Sedangkan secara makroskopis, arachnoid meliputi otak dan medula spinalis, tetapi tidak mengikuti kontur luar seperti piamater. Daerah antara arachnoid dan piamater dinamakan ruang subarachnoid dan terdapat arteri, vena serebral, trabekula arachnoid, dan cairan serebrospinal yang membasahi SSP. Ruang subarachnoid ini mempunyai pelebaran-pelebaran yang disebut sisterna. Salah satu pelebaran terbesar adalah sisterna lumbalis di daerah lumbal kolumna vertebralis. Bagian bawah lumbal, biasanya antara L3 dan L4 atau L4 dan L5) merupakan tempat yang biasanya dipergunakan untuk mendapatkan cairan serebrospinal yang dipakai dalam pemeriksaan.

Secara mikroskopis duramater merupakan jaringan liat, tidak elastis, anyaman penyambung padat, serat-serat kolagen dan elastin, serta permukaannya tersusun atas sel-sel gepeng. Duramater terdiri dari dua lapisan, di mana bagian luar dinamakan dura periosteal dan bagian dalam dinamakan dura meningeal. Lapisan periosteal membentuk bagian dalam periosteum tengkorak dan berlanjut sebagai periosteum yang membatasi kanalis vertebralis medula spinalis. Bagian dalam dura meningeal merupakan membran tebal yang meliputi otak dan menyusup diantara jaringan otak sebagai penyokong dan pelindung. Lapisan ini bersambung dengan duramater spinal. Duramater spinal terus berlanjut hingga vertebra sakralis kedua, dan di sini bersatu dengan filum terminale membentuk ligamentum koksigealis. Ligamentum ini menjulur sampai ke tulang koksik, bersambung dengan periosteum dan menambatkan medula spinalis pada kanalis vertebralis.

Medula spinalis dipertahankan di sepanjang kanalis vertebralis oleh 20 sampai 22 pasang ligamentum longitudinal yang disebut dentatum atau dentikulatum. Ligamentum yang melekat pada dura pada jarak-jarak tertentu ini, merupakan perpanjangan lateral dari jaringan kolagen piamater yang memisahkan radiks dorsal dan radiks ventral.

Empat lapisan utama dari dura meningeal meluas hingga rongga tengkorak. Falks serebeli memisahkan kedua hemisferium serebri. Hemisferium serebri kanan dan kiri dipisahkan sepanjang fisura longitudinal pada falks serebri. Tentorium serebeli memisahkan serebrum dari serebelum. Dan akhirnya, diafragma selae melapisi hipofisis dan ditembus oleh sistem portal hipotalamohipofiseal.

Sinus-sinus vena terletak di antara kedua lapisan duramater pada tempat-tempat terpisahnya kedua lapisan tersebut. Sinus-sinus vena merupakan saluran tak berkatup yang berfungsi mengalirkan darah serebral dan cairan serebrospinal. Sinus-sinus ini tak mempunyai jaringan vaskular, terdiri dari duramater yang dilapisi oleh jaringan endotel.

Pada kerusakan vaskular otak dapat terjadi perdarahan pada ruang ekstradural atau epidural (antara dura periosteal dan tulang tengkorak), ruang subdural (antara dura meningeal dan arachnoid), ruang subarachnoid (antara arachnoid dan piamater) atau di bawah piamater ke dalam otak sendiri. Pada tabula interna tulang tengkorak terdapat alur-alur tempat arteria meningea anterior, media, dan posterior. Garis fraktur yang melintasi salah satu alur tersebut dapat merusak arteria yang terletak di dalamnya dan ini merupakan peyebab tersering hematoma ekstradural atau epidural. Pukulan keras pada daerah parietotemporal kepala menyebabkan cidera arteria meningea media yang merupakan penyebab tersering hematoma ekstradural. Hematoma subdural seringkali disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah vena yang melintasi ruang subdural. Aneurisma yang rupture pada arteri yang mendarahi dasar otak menyebabkan pendarahan subarachnoid. Perdarahan intraserebral terjadi apabila pembuluh darah yang menembus jaringan otak rusak, sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak itu sendiri.

Kulit kepala merupakan struktur tambahan lain yang juga harus dipertimbangkan sebagai salah satu penutup SSP. Kulit kepala yang melapisi tengkorak dan melekat pada tengkorak melalui otot frontalis dan oksipitalis merupakan jaringan ikat padat fibrosa yang dapat bergerak dengan bebas, disebut galea aponeurotika. Galea membantu meredam kekuatan trauma eksternal, terutama pukulan yang tidak tepat. Tanpa lindungan kulit kepala, tengkorak jauh lebih rentan terhadap fraktur. Di atas galea terdapat lapisan membrane yang mengandung banyak pembuluh darah besar, lapisan lemak, kulit, dan rambut. Bila sobek, pembuluh-pembuluh darah tersebut tidak dapat berkonsentrasi dengan baik sehingga terjadi pendarahan hebat, tetapi dapat dikontrol dengan penekanan jari. Anatara galea dan permukaan luar tengkorak terdapat ruang potensial yang dinamakan ruang subaponeurotik. Vena diploika dan vena emisaria menembus tengkorak dari sinus-sinus dura ke dalam ruang subaponeurotika dan bertindak sebagai suatu pengaman atau klep tekanan apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Vena-vena ini juga merupakan tempat potensial infeksi intracranial dari focus piogenik di kulit kepala atau sinus-sinus, atau pada kasus laserasi galea traumatik. Dengan demikian, pengangkatan partikel-partikel asing dengan teliti, diberidemen yang seksama, dan pencucian luka dengan larutan garam normal dan terkadang dengan agen bakterisidal, sebaiknya dilakukan untuk mengurangi bahaya ini pada laserasi galea.1Struktur Medula Spinalis

Secara mikroskopis, penampang medula spinalis terdiri atas:

Neuron motoris: Kornu anterior medula spinalis

Gambar 1. Neuron Motoris Kornu Anterior Medula Spinalis (sumber: Fiore D. Atlas histologi. Edisi 9. Jakarta: EGC; 2003.h.87.)Neuron motoris multipolar besar (7) SSP memiliki inti besar di tengah (11), sebuah nukleolus yang jelas (12) dan sejumlah cabang sel, yaitu dendrit (10,16). Satu akson halus (5,14) muncul dari daerah terang berbentuk kerucut pada neuron ini adalah akson hillock (6,13). Akson (5,14) yang meninggalkan neuron (7) lebih halus dan jauh lebih panjang dari dendrit (10,16).

Sitoplasma atau perikarion neuron bercirikan banyak gumpalan granul kasar yakni massa basofilik. Gumpalan ini adalah badan Nissl (4,8) yang memperlihatkan retikulum endoplasma granular neuron. Bila bidang irisan tidak melalui inti (4), hanya tampak badan Nissl (4) yang terpulas gelap di dalam perikarion neuron. Badan Nissl (4,8) meluas ke dalam dendrite (10,16), namun tidak ke dalam akson hilok (6,13) atau ke dalam akson (5,14). Ciri ini membedakan akson (5,14) dengan dendrit (10,16). Inti neuron (11) tampak jelas dan terpulas ringan atau lemah karena sebaran kromatinnya merata. Sebaliknya, nucleolus (12) tampak terputus gelap dan jelas. Inti neuroglia di sekitarnya (2,9) terpulas nyata, sementara sitoplasmanya tetap tidak terpulas. Neuroglia (2,9) adalah non neural susunan saraf pusat; sel ini adalah penyokong struktural dan metabolik bagi neuron (7). Di sekeliling neuron (7) dan neuroglia (2,9) terdapat banyak pembuluh darah (1,3,15) dengan berbagai ukuran. Medula spinalis: daerah servikal (potongan transversal)

1. Gambar 2. Medula Spinalis Daerah Servikal (sumber: Fiore D. Atlas histologi. Edisi 9. Jakarta: EGC; 2003.h.97.)Untuk memperlihatkan substansi alba dan grisea medula spinalis, sediaan potongan melintang medula diolah dengan teknik impregnasi perak. Setelah dipulas, tampak jelas sunstansia alba yang terpulas coklat tua dan substansia grisea (4,14) terpulas pucat. Substansia alba (3) terutama terdiri atas akson atau serabut saraf bermielin ascendens dan descendens. Sebaliknya, substansia grisea mengandung badan sel neuron, interneuron, dan aksonnya. Substansia grisea memperlihatkan bentuk H simetris, yang kedua sisinya dihubungkan oleh bagian yang disebut komisura grisea (15) yang di pusatnya mengandung kanalis sentralis (16) medula spinalis.

Kornu anterior (6) substansia grisea meluas ke depan korda dan lebih menonjol dibandingkan dengan kornu posterior (2,13). Kornu anterior mengandung badan-badan sel neuron motoris (7,17) yang besar. Sebagian akson (8) neuron motoris kornu anterior melintasi substansi alba dan keluar dari medula spinalis sebagai unsur radiks anterior (9,21) saraf tepi. Kornu posterior (2,13) adalah daerah sensoris dan mengandung badan-badan sel neuron yang lebih kecil.

Medula spinalis dikelilingi meninges jaringan ikat, terdiri atas duramater di bagian luar, arachnoid di bagian tengah (5), dan piamater di bagian dalam (18). Medula spinalis secara tidak sempurna dibagi menjadi belahan kiri dan kanan oleh sebuah alur posterior yang sempit, yakni sulkus medianan posterior (10), dan sebuah celah yang dalam di anterior, yakni fisura mediana anterior (19).

Diantara sulkus mediana posterior (10) dan kornu posterior (2,13) substansia grisea terdapat kolumna dorsalis substansia alba yang jelas terlihat. Di daerah servikal medula spinalis, setiap kolumna dorsalis dibagi menjadi dua fasikulus, kolumna posteromedial (fasikulus gracilis (11)) dan kolumna posterolateralis (fasikulus kuneatus (1,12)). Medula spinalis: kornu anterior grisea, neuron motoris, dan substansia alba anterior yang berdekatan

Gambar 3. Medula Spinalis Kornu Anterior Grisea (Sumber: Fiore D. Atlas histologi. Edisi 9. Jakarta: EGC; 2003.h.97.)

Tampak sebagian kecil substansia alba dan grisea kornu anterior medula spinalis dengan pembesaran lebih kuat. Substansia grisea kornu anterior mengandung neuron motoris multipolar besar (2,3). Cirinya adalah banyak dendrit (5,6) yang terjulur ke arah berbeda dari perikarion (badan sel). Pada potongan tertentu neuron, tampak intinya (8) dengan nukleolus (8) mencolok. Pada neuron lain, bidang irisan tidak melalui inti dan perikarionnya tampak kosong (2). Di sekitar neuron motoris, terdapat sel-sel penyokong kecil terpulas lemah, yaitu neuroglia (7).

Substansi alba mengandung kelompok-kelompok akson bermielin yang berhimpitan. Pada potongan melintang, akson (1) tampak terpulas gelap dan dikelilingi ruang terang yang merupakan sisa selubung mielin. Akson substansia alba memperlihatkan traktus ascendens dan descendens medula spinalis. Sebaliknya, akson (4) neuron motoris kornu anterior bergabung dalam kelompok-kelompok, melintasi substansia alba dan keluar dari medula spinalis sebagai serat radiks anterior (ventral).

Medula spinalis: daerah mid-torakal (potongan transversal)

Gambar 4. Medula Spinalis Daerah Mid Torakal (Sumber: Fiore D. Atlas histologi. Edisi 9. Jakarta: EGC; 2003.h.99.)Tampak potongan transversal medula spinalis bagian mid-torakal yang dipulas dengan hematoksilin-eosin. Meskipun pola struktur dasar medula spinalis sama, bentuk dan struktur medula bervariasi pada tingkat berbeda (servikal, torakal, lumbal, dan sakral).

Di daerah torakal, medula spinalis berbeda dengan daerah servikal. Medula spinalis torakal mempunyai kornu posterior grisea (6) yang lebih langsing dan kornu anterior grisea (10,20) yang lebih kecil, serta neuron motorisnya lebih sedikit (10,20). Sebaliknya, kornu lateral grisea (8,19) berkembang dengan baik di daerah torakal. Daerah torakal ini mengandung neuron motoris (8,19) dari divisi simpatis susunan saraf otonom.

Struktur lain di daerah mid-torakal medula spinalis mirip dengan yang terdapat di daerah servikal. Struktur ini adalah sulkus mediana posterior (15), fisura mediana anterior (22), fasikulus grasilis (16), dan fasikulus kuneatus (17) (terlihat di daerah tengah sampai bagian atas daerah torakal medula spinalis) kolumna posterior alba (16,17), kolumna lateral alba (7), kanalis sentralis (9), dan komisura grisea (18). Pada kornu posterior grisea (6), terdapat akson-akson radiks posterior (5) dan akson-akson (11,21) radiks anterior (11) keluar dari kornu anterior grisea (10,20).

Di sekitar medula spinalis, terdapat lapisan jaringan ikat meninges. Jaringan ikat ini adalah duramater (2) di luar yang merupakan jaringan fibrosa tebal, arachnoid (3), yaitu lapisan tengah yang lebih tipis, dan piamater (4) yang merupakan lapisan dalam yang tipis dan melekat erat pada permukaan medula spinalis. Di dalam piamater terdapat banyak pembuluh darah spinal anterior dan posterior (1,12) dengan berbagai ukuran. Diantara arachnoid dan piamater terdapat kavum subarachnoid (14). Trabekula halus di dalam kavum subarachnoid (14) menghubungkan piamater (4) dengan arachnoid (3). Semasa hidup, kavum subarachnoid terisi cairan serebrospinal. Diantara arachnoid (3) dan duramater (4) terdapat kavum subdural (13). Pada sediaan ini, kavum subdural (13) tampak besar sekali karena retraksi artifaktual arachnoid selama pembuatan sediaan.

Medula spinalis: kornu anterior grisea, neuron motoris, dan substansi alba anterior yang berdekatan

Gambar 5. Medula Spinalis Kornu Anterior Grisea yang Berdekatan (Sumber: Fiore D. Atlas histologi. Edisi 9. Jakarta: EGC; 2003.h.99.)Pembesaran lebih kuat sebagian medula spinalis menggambarkan penampilan substansia grisea, substansia alba, neuron, neuroglia, dan akson yang dipulas dengan hematoksilin-eosin. Sel-sel pada kornu anterior grisea di medula spinalis daerah torakal adalah neuron motoris multipolar (2,6). Sitoplasmanya memiliki inti vesikular (7), nukleolus yang jelas terlihat (7), dan gumpalan-gumpalan materi basofilik yang disebut substansia atau badan Nissl (3). Substansia Nissl meluas ke dalam dendrit (5), namun tidak ke dalam akson. Pada satu neuron, terlihat akar akson dari akson hillock (4) yang bebas substansia Nissl.

Sel neuroglia nonneural (8) hanya tampak inti basofiliknya, berukuran lebih kecil dibanding dengan neuron multipolar tadi (2,4). Neuroglia menempati celah-celah diantara neuron. Substansia alba anterior medula spinalis mengandung akson bermielin dengan berbagai ukuran. Akibat proses pembuatan sediaan selubung mielinnya tampak kosong di sekitar akson (1) yang terpulas gelap. Pada neuron tertentu (2), bidang irisan tidak mengenal inti, dan sitoplasma tampak tanpa inti.2Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang memanjang dari medula oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna vetebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) orang dewasa. Medula spinalis terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31 pasang saraf spinal. Segmen-segmen tersebut diberi nama sesuai dengan vertebra tempat keluarnya radiks saraf yang bersangkutan, sehingga medula spinalis dibagi menjadi bagian servikal, torakal, lumbal, dan sakral.

Secara anatomis, sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kranial. Saraf perifer terdiri dari neuron-neuron yang menerima pesan-pesan neural sensorik (aferen) yang menuju ke sistem saraf pusat atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau keduanya. Saraf spinal menghantarkan pesan-pesan aferen maupun pesan-pesan eferen dan dengan demikian saraf-saraf spinal dinamakan saraf campuran. Saraf kranial berasal dari bagian permukaan otak. Lima pasang merupakan saraf motorik, tiga pasang merupakan saraf sensorik, dan empat pasang merupakan saraf campuran. Secara fungsional sistem saraf tepi dibagi menjadi sistem saraf somatik dan sistem saraf autonom.

Sistem saraf somatik terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun informasi yang tidak disadari dari kepala, dinding tubuh, dan ekstremitas. Saraf eferen terutama berhubungan dengan otot rangka tubuh. Sistem saraf somatis menangani interaksi dan respons terhadap lingkungan luar.

Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran. Serabut-serabut aferennya membawa masukan dari organ-organ viseral untuk menangani pengaturan denyut jantung, diameter pembuluh darah, pernapasan, pencernaan makanan, rasa lapar, mual, pembuangan dan sebagainya. Saraf eferen motorik sistem saraf autonom mempersarafi otot polos, otot jantung, dan kelenjar-kelenjar viseral. Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral dan interaksinya dengan lingkungan internal.

Sistem autonom dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah sistem saraf autonom parasimpatis (parasymphatethic autonomic nervous system, PANS) dan sistem saraf autonom simpatis (symphatethic autonomic nervous system, SANS). Bagian simpatis meninggalkan SSP dari daerah torakal dan lumbal (torakolumbal) medula spinalis. Bagian parasimpatis keluar dari otak melalui komponen-komponen saraf cranial dan bagian sakral medula spinalis (kraniosakral). Beberapa fungsi simpatis adalah peningkatan kecepatan denyut jantung dan pernapasan, serta penurunan aktivitas saluran cerna. Tujuan utama SANS adalah mempersiapkan tubuh agar siap menghadapi stress atau respon bertempur. Sebaliknya, sistem saraf parasimpatis autonom menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernapasan, dan meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan pencernaan dan pembuangan. Jadi, saraf parasimpatis membantu konservasi dan homeostatis fungsi-fungsi tubuh.1,2

Struktur Spatium Liquor Cerebrospinalis

Susunan saraf pusat (SSP) seluruhnya diliputi oleh liquor cerebrospinalis (LCS). LCS juga mengisi rongga dalam otak, yaitu ventriculus, sehingga memungkinkan dalam membedakan spatium liquor cerebrospinalis internum dan externum yang berhubungan pada region ventriculus quartus yang pengertiannya sebagai berikut:

1. Spatium Liquor Cerebrospinalis Internum

Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares, yakni dua ventriculus lateralis (I& II) di dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius pada diencephalon dan ventriculus quartus pada rombencephalon (pons dan med. oblongata). Kedua ventriculus lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramen interventriculare (Monro) yang terletak di depan thalamus pada masing-masing sisi. Ventriculus tertius berhubungan dengan ventriculus quartus melalui suatu lubang kecil, yaitu aquaductus cerebri (aquaductus sylvii).

Sesuai dengan perputaran hemispherium ventriculus lateralis berbentuk semisirkularis, dengan taji yang mengarah ke caudal. Beberapa bagiannya terdiri atas : cornu anterius pada lobus frontalis, yang sebelah lateralnya dibatasi oleh caput nuclei caudate, sebelah dorsalnya oleh corpus callosum; pars centralis yang sempit (cella media) di atas thalamus, cornu temporale pada lobus temporalis, cornu occipitalis pada lobus occipitalis.

Pleksus choroideus dari ventrikel lateralis merupakan suatu penjuluran vascular seperti rumbai pada piamater yang mengandung kapiler arteri choroideus. Pleksus ini menonjol ke dalam rongga ventrikel dan dilapisi oleh lapisan epitel yang berasal dari ependim. Pelekatan dari pleksus terhadap struktur-struktur otak yangberdekatan dikenal sebagai tela choroidea. Pleksus ini membentang dari foramen interevntrikular, dimana pleksus ini bergabung dengan pleksus-pleksus dari ventrikel lateralis yang berlawanan, sampai ke ujung cornu inferior (pada cornu anterior dan posterior tidak terdapat pleksus choroideus). Arteri yang menuju ke pleksus terdiri dari a. choroidalis ant., cabang a. carotis int. yang memasuki pleksus pada cornu inferior; dan a. choroidalis post. Yang merupakan cabang-cabang dari a. cerebrum post.Ventrikel tertius merupakan suatu celah ventrikel yang sempit di antara dua paruhan diencephalons. Atapnya dibentuk oleh tela choroidea yang tipis, suatu lapisan ependim, dan piamater dari suatu pleksus choroideus yang kecil membentang ke dalam lumen ventrikel.

Dinding lateral ventriculus tertius dibentuk oleh thalamus dengan adhesion interthalamica dan hypothalamus. Recessus opticus dan infundibularis menonjol ke anterior, recessus suprapinealis dan recessus pinealis kearah caudal.

Ventriculus quartus membentuk ruang berbentuk kubah di atas fossa rhomboidea, antara cerebellum dan medulla serta membentang sepanjang recessus lateralis pada kedua sisi. Masing-masing recessus berakhir pada foramen Luscka, muara lateral ventriculus quartus. Pada perlekatan vellum medullare anterior terdapat aperture mediana Magendie.Ventrikel keempat membentang di bawah obeks ke dalam canalis centralis sumsum tulang belakang.

2. Spatium Liquor Cerebrospinalis ExternumSpatium liquor cerebrospinalis externum terletak antara dua lapisan leptomeninx. Di sebelah interna dibatasi oleh piamater dan sebelah externa dibatasi oleh arachnoidea (spatium subarachnoideum). Spatium ini sempit pada daerah konveks otak dan di dasar otak membesar hanya pada daerah-daerah tertentu, tempat terbentuknya liquor cerebrospinalis yaitu cisterna. Sedangkan piamater melekat erat pada permukaan luar SSP, membran arachnoidea meluas ke sulci, lekukan, dan fossa sehingga di atas lekukan yang lebih dalam terbentuklah rongga yang lebih besar, yaitu cisterna subarachnoidea, yang diisi liquor cerebrospinalis. Rongga yang terbesar adalah cisterna cerebellomedullaris antara cerebellum dengan medulla oblongata. Cisterna interpedicularis di sudut antara dasar diencephalon, pedunculi cerebri dan pons dan didepannya yaitu region chiasma terdapat cisterna chiasma.Permukaan cerebellum, lamina quadrigeminalis dan epiphysis membatasi cisterna ambiens (cisterna superior) yang dilintasi jaring-jaring jaringan ikat yang luas.3Ventrikel dan cairan serebrospinal

Ventrikel merupakan serangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling berhubungan dan dibatasi oleh sel ependim (semacam sel epitel yang membatasi semua rongga otak dan medula spinalis) dan mengandung cairan serebrospinalis (LCS). Pada setiap hemisferium serebri terdapat suatu ventrikel lateral. Ventrikel ketiga terdapat dalam diensefalon, sedangkan ventrikel keempat dalam pons dan medula oblongata. Ventrikel lateral berhubungan dengan ventrikel ketiga melalui sepasang foramen interventrikularis Monro. Ventrikel ketiga dan keempat dihubungkan melalui suatu saluran sempit di dalam otak tengah yang dinamakan akueduktus Sylvii. Pada ventrikel keempat terdapat tiga lubang, yakni sepasang foramen Luschka di lateral dan satu foramen Magendie di medial, yang berlanjut ke ruang subarachnoid otak dan medula spinalis.

Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang dinamakan pleksus koroideus. Pleksus ini terdiri dari jalinan pembuluh darah piamater yang mempunyai hubungan langsung dengan ependima. Pleksus koroideus yang menyekresi LCS jernih dan tidak berwarna yang berfungsi sebagai bantalan cairan pelindung di sekitar SSP. LCS terdiri dari air, elektrolit, gas oksigen dan karbondioksida yang terlarut, glukosa, beberapa leukosit (terutama limfosit), dan sedikit protein. Cairan ini berbeda dari cairan ekstraselular lainnya karena cairan ini mengandung kadar natrium dan klorida yang lebih tinggi, sedangkan kadar glukosa dan kaliumnya lebih rendah. Ini menunjukkan bahwa pembentukannya lebih bersifat sekresi dibandingkan hanya filtrasi.

Setelah mencapai ruang subarachnoid, LCS dalam sirkulasi di sekitar otak dan medula spinalis keluar menuju sistem vaskular (SSP tidak mengandung sistem getah bening). Sebagian besar LCS direabsorpsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang dinamakan vili arachnoidalis atau granulasio arachnoidalis, yang menonjol dari ruang subarachnoid ke sinus sagitalis superior otak. LCS diproduksi dan direabsorpsi terus-menerus dalam SSP.

Volume total LCS di seluruh rongga serebrospinal sekitar 125 ml, sedangkan kecepatan sekresi pleksus koroideus sekitar 500 sampai 750 ml perhari. Tekanan LCS merupakan fungsi kecepatan pembentukan cairan dan resistensi terhadap reabsorpsi oleh vili arachnoidalis. Tekanan LCS sering diukur waktu dilakukan pungsi lumbal, dan pada posisi telentang biasanya berkisar antara 130 mmH2O (13 mmHg).1Sistem MotorikSistem motorik dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem motorik pusat atau upper motor neuron (UMN) yang terdiri dari sistem piramidalis dan ekstrapiramidalis, serta sistem motorik perifer atau lower motor neuron (LMN). Sistem ini mengirimkan segala perintah dari korteks motorik serebri menuju sirkuit lokal untuk mengatur gerakan-gerakan volunter tubuh. Sirkuit lokal ini selanjutnya akan meneruskan perintah tersebut ke LMN atau neuron motorik yang akson-aksonnya menstimulasi otot-otot volunter secara langsung.4Sistem motorik berkaitan erat dengan:

A. Potensial istirahat (potensial membran). Sel saraf yang sedang beristirahat seperti sel lain dalam tubuh, mempertahankan perbedaan potensial listrik (voltase) pada membran sel di antara bagian dalam sel dan cairan ekstraselular di sekeliling sel. Voltase dalam sel relatif pada keadaaan istirahat berkisar antara -50 milivolts (mV) sampai -80 mV terhadap voltase di luar, bergantung pada kondisi neuron dan ekstraseluler yang mengelilingi sel.

1. Membran sel dalam keadaan istirahat dianggap bermuatan listrik atau terpolarisasi. Keadaan terpolarisasi ini dapat dibuktikan dengan menempatkan elektroda menit di dalam dan di luar membran.

2. Polarisasi (potensial istirahat) disebabkan oleh konsentrasi ion natrium (Na+) dan kalium (K+) yang tidak seimbang di dalam dan di luar sel, serta perbedaan permeabilitas membran terhadap ion ini dan ion lain.

a. Membran neuron sangat permeabel terhadap ion K+ dan Cl-, serta relatif impermeabel terhadap ion Na+.

b. Membran ini impermeabel terhadap molekul protein intraselular besar yang bermuatan negatif.

c. Konsentrasi ion K+ di dalam membran sel lebih tinggi daripada di luar membran sel; konsentrasi ion Na+ di luar membran sel lebih tinggi daripada di dalam sel.d. Karena tingkat permeabilitas membran terhadap ion K+ sekitar 75 kali lebih besar daripada terhadap ion Na+, maka difusi ion K+ keluar dari sel lebih cepat daripada difusi ion Na+ ke dalam sel.e. Saat ion K+ bermuatan positif ke luar dari sel, ion tersebut meninggalkan molekul protein bermuatan negatif yang terlalu besar untuk dapat berdifusi melalui membran. Hal ini mengakibatkan bagian dalam sel mengalami elektronegativitas.

3. Difusi dan transpor aktif (pompa natrium-kalium) bertanggung jawab untuk pergerakan ion melewati membran plasma.

a. Difusi terjadi melalui saluran dalam membran sel bergantung pada gradien konsentrasi ion setiap unsur.

1. Beberapa saluran bersifat pasif dan selalu terbuka sehingga memungkinkan jalur bebas untuk beberapa ion.

2. Beberapa saluran lain merupakan gerbang aktif, dikendalikan oleh gerbang ion yang spesifik untuk masing-masing ion. Saluran gerbang terbuka dan tertutup saat merespons berbagai stimulus.

3. Gerbang tersusun dari molekul protein bermuatan yang menambah ketebalan membran dan mengalami pengubahan bentuk saat membran distimulasi.

4. Gerbang ion diatur berdasarkan voltase, di mana penutupan dan pembukaan gerbang bergantung pada perubahan potensial membran.

5. Semua saluran gerbang bervoltase tertutup saat keadaan potensial membran istirahat.

6. Pengeluaran ion K+ melalui saluran tanpa gerbang yang selalu terbuka mengakibatkan permeabilitas yang lebih besar terhadap K+ pada membran sel yang sedang beristirahat.

b. Transpor akitif ion Na+ dan K+ melawan gradien konsentrasinya dapat mempertahankan kondisi potensial istirahat.

1. Pompa natrium-kalium dependen ATP mencegah terjadinya kesetaraan sesaat ion Na+ dan K+ yang melewati membran plasma dan hanya terjadi melalui difusi.

2. Pompa ini terdiri dari protein yang berperan sebagai ion carrier dalam membran sel.

3. Protein ini membawa tiga ion Na+ keluar dari sel untuk setiap dua ion K+ yang dipompa masuk, sehingga perbedaan konsentrasi dapat dipertahankan.B. Potensial Aksi

1. Jika serabut saraf cukup terstimualsi, maka gerbang Na+ akan terbuka.

2. Ion natrium bermuatan positif bergerak ke dalam sel, mengubah potensial istirahat (polarisasi) menjadi potensial aksi (depolarisasi) ditunjukkan dengan pergeseran diferensial dari -65 mV ke puncak listrik (potensial puncak) yang hampir mencapai +40 mV. Depolarisasi juga menyebabkan terbukanya lebih banyak gerbang natrium, yang kemudian akan mempercepat respons dalam siklus umpan balik positif.

3. Potensial aksi sangat singkat, hanya bertahan kurang dari seperseribu detik.

4. Gerbang natrium kemudian menutup, menghentikan aliran deras ion Na+. Gerbang kalium mebuka, menyebabkan ion K+ mengalir ke luar sel dengan deras.

5. Repolarisasi (polaritas balik) adalah pemulihan daya potensial untuk kembali pada keadaan istirahat.

a. Pompa natrium-kalium membantu pengembalian gradien konsentrasi ion asal yang melewati membran sel.

b. Pompa yang dijalankan dengan energi ini akan menghancurkan kelebihan ion Na+ yang memasuki sel dan mengembalikan ion K+ yang telah berdifusi ke luar sel.6. Respons all-or-none

a. Stimulus ambang untuk depolarisasi biasanya terjadi saat ada perubahan sekitar 15 mV sampai 20 mV dari keadaan potensial istirahat.

b. Begitu ambang depolarisasi tercapai, potensial aksi akan terbentuk. Inilah yang disebut respons all-or-none: Neuron akan merespons secara keseluruhan atau tidak merespons sama sekali.

7. Periode refraktori

a. Periode refraktori absolute adalah waktu selama gerbang ion Na+ tertutup, gerbang K+ masih terbuka, dan serabut saraf sama sekali tidak responsive terhadap kekuatan stimulus lain. Masa ini berlangsung selama 1 milidetik.

b. Periode refraktori relatif adalah masa setelah masa refraktori absolute. Masa ini berlangsung kurang dari 2 milidetik dan merupakan waktu di mana stimulus dengan kekuatan yang lebih tinggi memicu potensial aksi yang kedua.

C. Perambatan impuls saraf

1. Setelah inisiasi, potensial aksi menjalar sepanjang serabut saraf dengan kecepatan dan amplitudo yang tetap.2. Arus listrik lokal menyebar ke area membran yang berdekatan. Hal ini menyebabkan gerbang natrium membuka dan mengakibatkan gelombang depolarisasi menjalar di sepanjang saraf.

3. Dengan cara ini, sinyal, atau impuls saraf, ditransmisi dari satu sisi dalam sistem saraf ke sisi lain.

D. Velositas impuls saraf. Kecepatan hantaran disesuaikan dengan besar diameter aksonnya.

1. Serabut tidak termielinisasi menghantar impuls dengan lambat. Semakin tipis serabutnya, semakin lambat penghantaran impuls sarafnya.

2. Serabut termielinisasi memungkinkan penghantaran impuls dengan penambahan yang relatif kecil pada diameternya untuk dua alasan berikut:

a. Insulasi dan reduksi tahanan listrik diberikan melalui pelapisan konsentris pada mielin.

b. Konduksi saltatoris. Potensial aksi melompat dari satu bagian membran yang terbuka ke bagian lain (dari satu nodus ranvier ke nodus ranvier lain) dalam suatu proses yang disebut konduksi saltatoris. Konduksi jenis ini membutuhkan pengeluaran tenaga yang relatif kecil karena depolarisasi hanya terjadi di nodus.

3. Serabut termielinisasi memiliki diameter terbesar dan menghantarkan impuls dengan velositas terbesar. Kelompok ini dapat ditemukan dalam saraf sensorik dan motorik sistem saraf perifer.

4. Serabut termielinisasi adalah serabut berukuran sedang dan lebih lambat dalam menghantarkan impuls. Kelompok ini ditemukan dalam sistem saraf otonom (SSO).5E. Sinaps

Sinaps adalah titik pertautan antara dua neuron. Neuron berkomunikasi satu sama lain dengan melepaskan zat kimia ke dalam celah sinaps yang memisahkan satu neuron dengan neuron lainnya. Zat kimia yang dilepaskan dari neuron tertentu yang disebut neurotransmitter. Biasanya neurotransmitter dilepaskan dari terminal akson satu neuron, berdifusi melintasi celah sinaps, dan berikatan dengan reseptor pada dendrit atau badan sel neuron lain. Akan tetapi, sinaps dapat terjadi antara dua dendrit, antara dendrit dan badan sel yang berbeda, atau antara akson dan terminal akson. Sel yang melepaskan neurotransmitter disebut neuron prasinaps. Neuron yang melengkapi sinaps disebut neuron pascasinaps. Satu neuron pascasinaps berintegrasi dan berespons terhadap banyak sinyal yang memengaruhinya.

Ketika neuron dilepaskan dari neuron prasinaps dan berikatan dengan neuron pascasinaps, neurotransmitter dapat mengalami eksitasi listrik (depolarisasi) atau inhibisi listrik (hiperpolarisasi) sel pascasinaps. Apabila neurotransmitter mendepolarisasi sel pascasinaps, sinyal sinaps disebut potensial prasinaps eksitasi (excitatory postsynaptic potential, EPSP). EPSP terjadi apabila neurotransmitter membuka saluran yang memungkinkan lewatnya ion positif, seperti natrium atau kalium ke dalam sel pascasinaps. Apabila pengingkatan neurotransmitter ke neuron pascasinaps menghiperpolarisasi sel pascasinaps (membuat bagian dalam lebih negatif), sinyal sinaps disebut potensial pascasinaps inhibisi (inhibitory postsynaptic potential, IPSP). IPSP terjadi apabila transmitter membuka saluran yang memungkinkan lewatnya ion negatif, biasanya klorida, di bagian dalam sel pascasinaps. Ribuan sinyal yang datang pada neuron pascasinaps, beberapa bersifat eksitasi dan yang lain bersifat inhibisi. Potensial listrik yang dihasilkan di membran pascasinaps berbeda-beda ukurannya, bergantung pada penjumlahan antara IPSP dan EPSP yang diterima, dan jumlah neurotransmitter yang dilepaskan dari setiap sel prasinaps.Apabila ada di sel pascasinaps, penjumlahan semua EPSP dan IPSP menghasilkan eksitasi bermakna pada dendrit atau badan sel pascasinaps, eksitasi listrik disalurkan ke sel pascasinaps. Apabila penjumlahan EPSP dan IPSP bersifat inhibisi, sel pascasinaps tidak menghasilkan potensial aksi.

Potensial membran istirahat sel otot adalah sekitar -90 mV. Stimulasi oleh neuron motorik selalu menyebabkan depolarisasi di tempat neuron motorik bersinaps pada sel otot , yang disebut motor end plate. Depolarisasi ini disebut end-plate potential (EPP). EPP adalah potensial berjenjang yang menyebar menyebar secara lokal melalui serabut otot dan biasanya menyebabkan kontraksi otot. Satu neuron motorik biasanya mempersarafi banyak serabut otot. Satu neuron motorik dan serabut yang dipersarafinya disebut unit motorik.Potensial resptor adalah potensial listrik yang dihasilkan di ujung distal neuron aferen setelah stimulasi listrik atau kimia. Sel khusus pada organ sensorik menghasilkan potensial reseptor yang mengaktivasi neuron sebagai respons terhadap sentuhan, penglihatan, suara, bau, atau rasa. Potensial reseptor adalah potensial berjenjang; potensial reseptor bervariasi amplitudo dan durasinya daan menyebar melalui aliran arus lokal. Ketika potensial reseptor mencapai badan sel, jika cukup besar untuk menyebabkan badan sel mendepolarisasi sampai ambang, neuron mencapai ambang dan mendorong potensial aksi.6Mekanisme Kontraksi OtotMekanisme kontraktil tidak mempunyai masa refrakter, rangsang berulang yang diberikan sebelum masa relaksasi akan menghasilkan penggiatan tambahan terhadap elemen kontraktil, dan tampak adanya respons berupa peningkatan kontraksi. Fenomena ini dikenal sebagai sumasi kontraksi. Tegangan yang terbentuk selama penjumlahan kontraksi jauh lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi selama kontraksi otot kedutan tunggal. Dengan rangsangan berulang yang cepat, penggiatan mekanisme kontraktil terjadi berulang-ulang sebelum sampai pada masa relaksasi. Tiap-tiap respons tersebut bergabung menjadi satu kontraksi yang berkesinambungan. Respons semacam ini dinamakan tetanus atau kontraksi tetanik. Disebut tetanus sempurna bila tidak ada relaksasi di antara rangsang. Tetanus tidak sempurna terjadi bila terdapat masa relaksasi yang tidak penuh di antara saat perangsangan. Selama tetanus sempurna, dihasilkan tegangan yang besarnya kurang lebih empat kali besar tegangan yang dihasilkan oleh satu kontraksi kedutan. Kejadian tetanus tidak sempurna dan tetanus sempurna sebagai respons terhadap rangsang berulang yang frekuensinya ditingkatkan.

Frekuensi rangsang yang dibutuhkan untuk menimbulkan peristiwa penjumlahan kontraksi ditentukan oleh lamanya waktu kontraksi kedutan otot. Misalnya, bila lama kontraksi kedutan 10 mdet, frekuensi rangsang di bawah 1/10 mdet (100/det) akan menghasilkan jawaban kontraksi sendiri-sendiri diseling masa-masa relaksasi penuh. Frekuensi rangsang lebih tinggi dari 100/det akan meningkatkan penjumlahan kontraksi.7Mekanisme KejangKejang adalah pelepasan muatan neuron otak yang mendadak dan tidak terkontrol, sehingga dapat mengakibatkan perubahan fungsi otak. Kejang terjadi ketika neuron serebral tertentu berada dalam keadaan dapat mengalami hipereksitasi atau mudah mengalami depolarisasi. Neuron ini tampak memiliki potensial membran yang kurang negatif daripada normal pada saat istirahat, atau kehilangan hubungan inhibisi yang penting. Akibatnya, kelompok neuron ini (focus epileptogenik) selalu dekat dengan potensial ambang yang diperlukan untuk mencetuskan potensial aksi. Neuron focus epileptogenik berespons terhadap tingkat stimulus yang tidak menimbulkan pelepasan muatan yang kacau pada neuron lain.

Saat focus epileptogenik mulai mencetuskan potensial aksi, arus yang timbul dapat menyebar ke sel di sekitarnya sehingga menyebabkan sel tersebut juga melepaskan muatan. Arus dapat menyebar ke kedua sisi otak serta ke seluruh area korteks, subkorteks, dan batang otak. Apabila kejang mulai terjadi secara difus di seluruh korteks serebri dan mencakup kedua sisi korteks, kejang ini disebut kejang umum, dan kesadaran selalu menurun. Apabila kejang timbul akibat focus diskret dan terbatas pada salah satu sisi otak, kejang ini disebut kejang parsial, dan kesadaran biasanya tidak menurun. Kejang parsial dapat berkembang menjadi umum. Saat tidak sadar setelah kejang umum disebut fase postical.

Saat kejang berlanjut, neuron inhibisi di otak mencetuskan dan menyebabkan pelepasan muatan neuron melambat, kemudian berhenti. Apabila suatu kejang diikuti oleh kejang kedua atau ketiga sebelum individu memperoleh kembali kesadarannya, dikatakan terjadi epileptikus.

Kejang umum mencakup kejang tonik-klonik yang ditandai awitan mendadak kontraksi kuat dan kaku otot lengan dan tungkai (kejang klonik). Kejang ini merupakan jenis kejang umum yang paling sering terjadi dan secara formal disebut kejang grand mal. Kejang umum lainnya dapat bersifat tonik murni, klonik murni, atau atonik. Kejang absence yang seringkali dijumpai pada anaj ditandai dengan mata membelalak dan terhentinya aktivitas secara mendadak. Kejang umum dapat terjadi secara idiopatik atau setelah trauma otak, infeksi, tumor, atau pendarahan.

Kejang fokal atau parsial mencakup kejang parsial simpel yang selama kejang tersebut kesadaran tidak terganggu. Kejang parsial dapat terjadi secara idiopatik atau setelah kerusakan otak.

Kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak dengan prognosis yang sangat baik secara seragam. Namun, kejang demam dapat menandakan penyakit infeksi akut serius yang mendasari seperti sepsis atau meningitis bakteria sehingga setiap anak harus diperiksa dengan cermat dan secara tepat diamati mengenai penyebab demam yang menyertai. Adapun pemeriksaannya dapat dilakukan dengan menggunakan lumbal punksi.5Kesimpulan

Infeksi pada LCS menimbulkan demam dan mengakibatkan kejang-kejang.Daftar Pustaka1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.h.1008-10; 1016-18.2. Fiore D. Atlas histologi. Edisi 9. Jakarta: EGC; 2003.h. 86-7; 96-98.3. Stephen G. Waxman. A lange medical book, clinical neuroanatomy.Edisi 25. Singapore: International Edition; 2003.h.298-300.4. Satyanegara. Ilmu bedah saraf. Edisi 4. Jakarta: Gramedia; 2010.h.58

5. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009. 104-14.

6. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2004. h.158-63.

7. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC; 2003.h.68.