BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)...

36
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam berdarah dengue merupakan salah penyakit menular yang di sebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak selama 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas disertai dengan lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik merah, lebam (echymosis) atau ruam (purpura). kadang-kadang disertai dengan mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (syok) (Depkes RI, 2010b). Menurut Depkes RI (2013), Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi dengan salah satu dari empat virus dengue. Virus tersebut dapat menyerang bayi, anak-anak dan orang dewasa. Sedangkan menurut Depkes RI (2011), Demam berdarah dengue adalah penyakit akut yang disebabkan oleh Virus DBD dan ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk (Aedes aegypti atau Aedes albopictus) yang terinfeksi virus DBD. Demam dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang. Penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam berdarah dengue/dengue hemorraghagic fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai 10 Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)...

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam berdarah dengue merupakan salah penyakit menular yang di sebabkan

oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan

demam mendadak selama 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas disertai dengan

lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik

merah, lebam (echymosis) atau ruam (purpura). kadang-kadang disertai dengan

mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (syok)

(Depkes RI, 2010b).

Menurut Depkes RI (2013), Demam berdarah dengue (DBD) merupakan

penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi dengan salah

satu dari empat virus dengue. Virus tersebut dapat menyerang bayi, anak-anak dan

orang dewasa. Sedangkan menurut Depkes RI (2011), Demam berdarah dengue

adalah penyakit akut yang disebabkan oleh Virus DBD dan ditularkan kepada

manusia melalui gigitan nyamuk (Aedes aegypti atau Aedes albopictus) yang

terinfeksi virus DBD.

Demam dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot,

sendi dan tulang. Penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam berdarah

dengue/dengue hemorraghagic fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai

10

Universitas Sumatera Utara

pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi

kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran

plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS) (Mardiana, 2010).

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia. Pada tahun 2011 tercatat terjadi 65.432 kasus dengan 595 kematian di

Indonesia dengan angka Case Fatality Rate (CFR) DBD sebesar 0,91% dan

IR27,56/100.000 penduduk dengan daerah terjangkit mencapai lebih dari 78%

kabupaten/kota. Tiga provinsi dengan kasus DBD tertinggi adalah Daerah Khusus Ibu

Kota Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah (Depkes RI, 2012a).

2.1.2 Etiologi

Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dari genus

Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk

Aedes yang terinfeksi virus dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD),

Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk

dalam kelompok B Arthropod virus Arbovirosis yang sekarang dikenal sebagai genus

Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-

2, DEN-3, DEN-4 (Depkes RI, 2010b).

Di Indonesia pengamatan virus dengue yang di lakukan sejak tahun 1975 di

beberapa rumah sakit menunjukkan ke empat serotipe di temukan dan bersirkulasi

sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan

banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Depkes RI, 2012b)

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi

Secara umum, kelainan yang terjadi pada penyakit DBD akibat adanya

kebocoran plasma yang disebabkan oleh Virus dengue. Hal ini disebabkan oleh Virus

dengue yang dapat menyebabkan kerusakan pada kapiler sehingga dapat

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan penurunan

volume plasma. Akibatnya, plasma akan keluar ke ekstravaskular (ruang interstisial

dan rongga serosa). Sedangkan pada intravaskular akan terjadi peningkatan

konsentrasi plasma (hematrokrit/HT meningkat, trombosit menurun, dan leukosit

menurun. Selain itu, akibat virus dengue menginfeksi endotel dan menyebabkan

gangguan fungsi dari endotel maka pembuluh darah tidak berfungsi dengan baik dan

mengakibatkan kebocoran darah. Apabila kebocoran ini terjadi pada pembuluh darah

kulit akan tampak bercak-cak kemerahan pada kulit yang disebut petekiae. Sedangkan

bila terjadi kebocoran pada saluran pencernaan akan menyebabkan perdarahan yang

terus menerus (Soedarmo, 2010)

Virus dengue masuk kedalam tubuh inang kemudian mencapai sel target yaitu

makrofag. Sebelum mencapai sel target maka respon imun non-spesifik dan spesifik

tubuh akan berusaha menghalanginya. Aktivitas komplemen pada infeksi virus

dengue diketahui meningkat seperti C3a dan C5a mediator-mediator ini menyebabkan

terjadinya kenaikan permeabilitas kapiler celah endotel melebar lagi. Akibat kejadian

ini maka terjadi ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke extravaskuler dan

menyebabkan terjadinya tanda kebocoran plasma seperti hemokonsentrasi,

hipoproteinemia, efusi pleura, asites, penebalan dinding vesica fellea dan syok

Universitas Sumatera Utara

hipovolemik. Kenaikan permeabilitas kapiler ini berimbas pada terjadinya

hemokonsentrasi, tekanan nadi menurun dan tanda syok lainnya merupakan salah satu

patofisiologi yang terjadi pada DBD (Depkes RI, 2010b).

2.1.4 Gambaran Klinis

Menurut Sudjana (2010), gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase

yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.

a. Pada fase febris, biasanya demam mendadak tinggi terus menerus berlangsung

selama 2-7 hari (380C-400C), naik turun (demam bifosik) dan tidak mempan obat

antipirektik. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 400

b. Fase kritis, Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala kliniks

menghilang setelah demam turun sertai keluarnya keringat, perubahan pada

denyut nadi dan tekanan darah, akan teraba dingin di sertai dengan kongesti kulit.

Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari

C disertai muka

kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala.

Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva,

anoreksia, mual dan muntah dapat terjadi kejang demam. Akhir fase demam

merupakan fase kritis pada demam berdarah dengue. Pada saat fase tersebut

sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ke 3, 4, 5 adalah fase kritis yang

harus dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi syok kemungkinan dapat terjadi

perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah (<20.000/ul). Pada fase ini dapat

pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun

jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.

Universitas Sumatera Utara

perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pada kasus berat,

keadaan umum pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun antara 3-7

terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembab terutama pada

ujung jari kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat,

lemah kecil sampai tidak teraba dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh

disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang

biasanya berlangsung selama 24–48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh

lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit dibawah 100.000/mm3

c. Fase pemulihan,bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari

ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48–72 jam setelahnya.

Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik

stabil dan dieresis membaik.

(trombositopeni). Pada saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut.

2.1.5 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), klasifikasi penyakit Demam

Berdarah Dengue yaitu :

a. Dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya (Dengue Without

Warning Signs). Kriteria dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda

bahaya :

1) Bertempat tinggal di atau bepergian ke daerah endemik dengue.

2) Demam disertai 2 dari hal berikut : mual, muntah, ruam, sakit dan nyeri, uji

tournikuet positif, lekopenia, adanya tanda bahaya.

Universitas Sumatera Utara

3) Tanda bahaya adalah nyeri perut atau kelembutannya, muntah

berkepanjangan, terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa, letergis,

lemah, pembesaran hati >2cm, kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan

jumlah trombosit yang cepat.

4) Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma

tidak jelas)

b. Dengue Berat (Severe Dengue). Kriteria dengue berat : kebocoran plasma berat,

yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress

pernafasan. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi gangguan organ berat,

hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ

lain). Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji

tourniquet.

2.1.6 Siklus Penularan Demam Berdarah Dengue

Siklus hidup dan prilaku nyamuk Aedes aegypti :

Telur Jentik Kepompong Nyamuk

Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk kurang lebih dari 9-10 hari :

1. Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir.

2. Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0,80 mm

3. Telur ini ditempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan

4. Telur itu akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang dari 2 hari

setelah terendam air

Universitas Sumatera Utara

5. Jentik kecil yang menetas dari telur itu akan tumbuh menjadi besar yang

panjangnya 0,5-1 cm

6. Jentik Aedes aegyptiakan selalu bergerak aktif dalam air, geraknya berulang-

ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara)

kemudian turun, kembali kebawah dan seterusnya.

7. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air

biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.

8. Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong

9. Kepompong berbentuk koma

10. Gerakannya lambat

11. Sering berada dipermukaan air

12. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk dewasa.

Nyamuk Aedes aegypti menyenangi area gelap dan benda-benda berwarna

hitam atau merah. Nyamuk ini banyak ditemukan di bawah bangku, meja, kamar

yang gelap, atau dibalik baju-baju yang di gantung. Nyamuk ini menggigit pada siang

hari (pukul 09-10) dan sore hari (pukul 16.00-17.00), demam berdarah sering

menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk didalam kelas selama pagi

sampai siang hari. (Anggraeni, 2010)

Menurut Sitio (2008), Penularan DBD antara lain dapat terjadi di semua tempat

yang terdapat nyamuk penularnya, tempat yang potensial untuk penularan penyakit

DBD antara lain :

a. Wilayah yang banyak kasus DBD atau rawan endemis DBD.

Universitas Sumatera Utara

b. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang, orang dating

dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe

virus dengue cukup besar seperti sekolah, pasar, hotel, puskesmas, rumah sakit

dan sebagainya.

c. Pemukiman baru di pinggir kota, karena dilokasi ini, penduduk umumnya berasal

dari berbagai wilayah, maka memungkinkan diantaranya terdapat penderita atau

karier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing

lokasi asal.

2.1.7 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.7.1 Distribusi Penyakit DBD

1. Distribusi Penyakit DBD Berdasarkan Variabel Umur dan Jenis Kelamin

Kasus DBD pada jenis kelamin selama ini tidak terlihat kerentanan pada

kelompok mana, berdasarkan data distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin pada

tahun 2008, persentase penderita laki-laki dan perempuan hampir sama. Jumlah

penderita berjenis kelamin laki-laki adalah 10.463 orang (53,78%) dan perempuan

berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini menggambarkan bahwa risiko terkena DBD

untuk laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin, dan data

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun

2010 menyebutkan bahwa penyakit DBD termasuk kedalam sepluh penyakit terbesar

pada pasien rawat inap rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus pada laki-laki

30.232 kasus dan 28.883 kasus pada perempuan (Anonim, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan distribusi golongan umur pada kasus DBD di Indonesia dari tahun

1993 sampai tahun 2009 terjadi pergeseran, dimana pada tahun 1993 sampai tahun

1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur dibawah 15 tahun.

Akan tetapi, mulai dari tahun 1999 sampai tahun 2009 kelompok umur terbesar kasus

DBD cenderung pada kelompok umur diatas 15 tahun merupakan kelompok umur

dengan kasus DBD terbanyak di Indonesia. Sedangkan, penyebab kematian dengan

jumlah yang signifikan pada kasus DBD terdapat pada kelompok umur dibawah 15

tahun. Namun saat ini kasus DBD telah menyerang semua kelompok umur, bahkan

lebih banyak pada usia produktif (Anonim, 2013a).

2. Distribusi Penyakit DBD Berdasarkan Tempat

Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat dengan

ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan

suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes aegypti tidak sempurna. Daerah yang

terjangkit demam berdarah pada umumnya adalah kota atau wilayah yang padat

penduduknya. Hal ini disebabkan dikota atau wilayah yang padat penduduk rumah-

rumahnya saling berdekatan, sehingga lebih memungkinkan penularan penyakit

demam berdarah mengingat jarak terbang Aedes aegypti 100 m. Meningkatnya

jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin

baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, dan terdapatnya

vektor nyamuk hampir diseluruh pelosok tanah air serta adanya tipe virus yang

bersikulasi sepanjang tahun (Depkes RI, 2010a)

Universitas Sumatera Utara

3. Distribusi Penyakit DBD Berdasarkan Waktu

Musim penularan demam berdarah pada umumnya terjadi pada awal musim

hujan (permulaan tahun dan akhir tahun). Hal ini dikarenakan pada musim hujan

vektor penyakit demam berdarah populasinya meningkat dengan bertambah

banyaknya sarang nyamuk diluar rumah sebagai akibat sanitasi lingkungan yang

kurang bersih, sedang pada musim kemarau Aedes aegypti bersarang di bejana yang

selalu terisi air seperti bak mandi, tempayan, drum, dan tampungan air (Depkes RI,

2010b)

2.1.7.2 Determinan Penyakit DBD

Menurut Budiarto (2003), Pada prinsipnya kejadian penyakit yang

digambarkan sebagai segitiga epidemiologi menggambarkan hubungan tiga

komponen penyakit yaitu pejamu (host), penyebab (agent), lingkungan

(environment).

1. Agent

Agent penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus Dengue yang

termasuk kelompok arthropoda borne virus (Arboviruses). Anggota dari genus

Flavivirus, famili flaviviridae yang di tularkan oleh nyamuk Ae.aegypti dan juga

nyamuk Ae.albopictus yang merupakan vektor infeksi DBD.

2. Host (Penjamu)

Penjamu adalah manusia atau organisme yang rentan oleh pengaruh agent

dalam penelitian ini yang diteliti dari faktor penjamu adalah (umur, pendidikan,

Universitas Sumatera Utara

pekerjaan, motivasi, pengetahuan dan sikap) dalam peran serta masyarakat terhadap

kewaspadaan dini pencegahan penyakit DBD.

3. Environment

Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian agent

maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu. Dalam penyebaran

penyakit DBD faktor lingkungan seperti tempat penampungan air sebagai perindukan

nyamuk Aedes aegypti, ketinggihan tempat suatu daerah mempengaruhi

perkembangbiakan nyamuk dan virus, curah hujan serta kebersihan lingkungan.

2.1.8 Tata Laksana Kasus Demam Berdarah Dengue

Dalam penatalaksanaan kasus demam berdarah dengue dikutip oleh WHO

(2004) menyatakan bahwa dasar pengobatan demam berdarah Dengue adalah

pemberian cairan ganti secara adekuat. Penderita DBD tanpa renjatan tersebut dapat

di beri minum banyak 1,5-2 liter perhari, berupa air putih, teh manis, sirup, susu,

oralit. Terhadap penderita DBD yang tidak disertai dengan renjatan tersebut dapat

diberikan dengan penurun panas. Karena besarnya risiko bahaya yang mengancam,

setiap orang yang diduga menderita DBD harus sesegera mungkin di bawa ke rumah

sakit.

Perawatan di rumah sakit diperlukan untuk pemantauan kemungkinan

terjadinya komplikasiyaitu perdarahan dan renjatan (shock). Pada orang dewasa

kemungkinan ini sangat kecil dan banyak terjadi pada anak-anak. Penderita biasanya

mengalami demam 2-7 hari diikuti fase kritis 2-3 hari. Pada fase kritis ini, suhu

Universitas Sumatera Utara

menurun tetapi risiko terjadinya penyakit justru meningkat bahkan bila tidak diatasi

dengan baik dapat menimbulkan kematian.

2.1.9 Pencegahan Penyakit DBD

Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan

primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier (Depkes RI, 2012b).

1. Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang

sehat agar tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit. Secara garis besar,

upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan khusus. Surveilans untuk

nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan distribusi, kepadatan

populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan tempat yang

berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan

insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk

pelaksanaan pengendalian vektor. Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan

penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk

memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei jentik.

Pengendalian vektor, surveilans kasus, dan gerakan pemberantasan sarang nyamuk

merupakan pencegahan primer.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan tingkat kedua ini murupakan upaya manusia untuk mencegah orang

yang sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan

komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan skunder dapat dilakukan

Universitas Sumatera Utara

dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan pengadaan pengobatan yang cepat

dan tepat.

Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan oleh

petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara :

1. Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD, berikan

pertolongan pertama dengan banyak minum, kompres dingin dan berikan obat

penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat serta segera bawa ke

dokter atau unit pelayanan kesehatan.

2. Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosa dan

pengobatan segaera melaporkan penemuan penderita atau tersangka DBD

tersebut kepada Puskesmas, kemudian pihak Puskesmas yang menerima laporan

segera melakukan penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit dilokasi

penderita dan rumah disekitarnya untuk mencegah kemungkinan adanya

penularan lebih lanjut.

3. Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan

kejadianluar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten,

disertai dengan cara penanggulangan seperlunya serta diagnosis dan diagnosis

laboratorium.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan

mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan

dengan memaksimalkan organ yang cacat. Pengobatan penderita DBD pada dasarnya

Universitas Sumatera Utara

bersifat simptomatik dan suportifyaitu dukungan pada penderita serta mendirikan

pusat-pusat rehabilitasi medik.

2.2 Virus Dengue

Virus tersebut menyebabkan demam dengue yang bersifat asimptomatik.

Infeksi oleh salah satu jenis virus akan menghasilkan imunitas atau kekebalan yang

bersifat seumur hidup terhadap jenis virus dengue yang sama, namun tidak memiliki

perlindungan silang (cross protection) yang bersifat jangka panjang untuk melawan

ketiga jenis virus dengue lainnya. Perlindungan silang bersifat sementara yaitu hanya

bertahan selama ≤2 bulan. Infeksi oleh jenis serotip lainnya akan meningkatkan risiko

berkembangnya dengue yang lebih berat (World Health Organization-Dengue and

Severe Dengue Fact Sheet, 2012)

Genotip yang berbeda telah di Identifikasi dari masing–masing serotip,

menyorotin luas variabilitas genetik dari serotip virus dengue. Diantara semua

genotip tersebut, genotip dari virus DEN-2, DEN-3 adalah yang paling sering

berhubungan dengan dengue berat mengiringi infeksi dengue skunder. (World Health

Organization-The Virus, 2012)

2.3 Vektor Penular Demam Berdarah Dengue

Vektor demam berdarah dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti

sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut

merupakan nyamuk pemukiman, stadium pradewasanya mempunyai habitat

perkembangbiakan di tempat penampungan air/wadah yang berada di permukiman

Universitas Sumatera Utara

dengan air yang relatif jernih. Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan

berkembang biak di tempat-tempat penampungan air buatan antara lain bak mandi,

ember, vas bunga, tempat minum burung, kaleng bekas, ban bekas dan sejenisnya di

dalam rumah meskipun juga ditemukan di luar rumah di wilayah perkotaan,

sedangkan Aedes albopictus lebih banyak ditemukan di penampungan air alami di

luar rumah, seperti axilla daun, lubang pohon, potongan bambu dan sejenisnya

terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan, namun juga ditemukan di tempat

penampungan buatan di dalam dan di luar rumah. Spesies nyamuk tersebut

mempunyai sifat anthropofilik, artinya lebih memilih menghisap darah manusia, di

samping itu juga bersifat multiple feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah

sampai kenyang dalam satu periode siklus gonotropik biasanya menghisap darah

beberapa kali (Depkes RI, 2010b).

2.3.1 Penyebaran Nyamuk Aedes Aegypti

Menurut WHO (2004), Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan

subtropis Asia Tenggara dan terutama di sebagian besar di wilayah perkotaan.

Penyebaran Aedes aegypti di pedesaan akhir-akhir ini relatif sering terjadi yang

dikaitkan dengan pembangunan sistem persediaan air pedesaan dan perbaikan sistem

transportasi. Di wilayah yang agak kering seperti India, Aedes aegypti merupakan

vektor perkotaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan

kebiasaan penyimpanan air. Pada negara lain di Asia Tenggara yang curah hujannya

melebihi 200 cm per tahun, populasi Aedes aegypti ternyata lebih stabil dan

ditemukan di daerah perkotaan, pinggiran kota dan daerah pedesaan. Karena

Universitas Sumatera Utara

kebiasaan penyimpanan air secara tradisional di Indonesia, Myanmar dan Thailand,

kepadatan nyamuk mungkin lebih tinggi di daerah pinggiran kota dari pada di daerah

perkotaan.

Ketinggian merupakam faktor yang penting untuk membatasi penyebaran

nyamuk Aedes aegypti. Di India, Aedes aegypti dapat ditemukan pada ketinggian

yang berkisar dari nol meter sampai 1000 meter di atas permukaan laut. Ketinggian

yang rendah (kurang dari 500 meter) memiliki tingkat kepadatan populasi nyamuk

sedang sampai berat. Sementara daerah pegunungan (dia atas 500 meter) memiliki

populasi nyamuk yang rendah. Di negara-negara Asia Tenggara, ketinggian 1000-

1500 meter di atas permukaan laut tampaknya merupakan batas bagi penyebaran

Aedes aegypti. Di bagian lain dunia, nyamuk spesies ini dapat ditemukan di wilayah

yang jauh lebih tinggi, misalnya di Kolombia sampai mencapai 2200 meter.

2.3.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti

Menurut World Health Organization, South East Asia Region (2010), Nyamuk

Aedes aegypti memiliki fase kehidupan yang cukup kompleks dengan perubahan

bentuk, fungsi, dan Habitat. Fase kehidupan nyamuk terdiri dari empat fase meliputi :

fase telur, larva, pupa, dan dewasa. Fase kehidupan nyamuk tersebut terbagi dua,

yaitu fase aquatic atau didalam air yaitu saat fase telur larva dan pupa dan fase

terrestial atau di darat yaitu saat fase dewasa.

Nyamuk Aedes aegypti membutuhkan air yang jernih untuk tempat

perkembangbiakannya dan lebih suka tempat penampungan air yang jernih untuk

tempat perkembangbiakannya dan lebih suka tempat penampungan air yang terdapat

Universitas Sumatera Utara

didalam rumah dan digunakan dalam aktifitas rumah tangga sehingga dapat

meningkatkan keberadaan nyamuk tersebut dirumah (Kholedi, et al, 2012).

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu : telur -

jentik - kepompong - nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam

air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah

telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium

kepompong berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk

dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan (Depkes

RI, 2010b).

2.3.3 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

a. Telur

Nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telurnya sebanyak 50-120 telur pada

air yang mengandung materi organik didalam konteiner yang terbuka dan permukaan

konteiner gelap serta berada di tempat yang teduh dan tidak terkena matahari (World

Health Organization, South East Asia Region, 2010; Centers for Disease Control and

Prevention, 2012). Telur di letakkan satu per satu di atas permukaan air yang jernih

atau menempel pada dinding tempat penampungan air (World Health Organization-

South East Asia Region, 2010).

Kebanyakan nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telur di beberapa tempat

selama fase gonotropik. Perkembangan embrio biasanya berlangsung selama 48 jam

pada lingkungan yang hangat dan lembab. Ketika perkembangan embrio selesai, telur

dapat bertahan dalam periode pengawetan yang lama (lebih dari satu tahun). Telur

Universitas Sumatera Utara

akan menetas menjadi larva pada konteiner yang menggenang, tetapi tidak semua

telur menetas pada waktu yang sama. Kapasitas telur nyamuk untuk kondisi iklim

(World Health Organization-South East Asia Region, 2010; American Mosquito

Control Association, 2011).

b. Jentik (Larva)

Menurut Depkes RI (2010b), ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan

pertumbuhan larva tersebut, yaitu :

1) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

2) Instar II : 2,5-3,8 mm

3) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II

4) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm

Lamanya perkembangan larva akan bergantung pada suhu, ketersediaan

makanan, kepadatan larva pada sarang. Pada kondisi optimum waktu yang

dibutuhkan mulai dari penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan

berlangsung sedikitnya selama tujuh hari termasuk dua hari untuk masa menjadi

kepompong. Akan tetapi pada suhu rendah mungkin akan membutuhkan beberapa

minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa.

c. Survei Jentik (Pemeriksaan Jentik)

Survei Jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan

Nyamuk Aedes Aegypti (dengan mata telanjang) untuk mengetahui adanya

tidaknya jentik.

Universitas Sumatera Utara

2. Jika memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar seperti bak

mandi, tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya, jika pandangan

pertama tidak menemukan jentik maka harus ditunggu selama 1/2

3. Jika memeriksa tempat penampungan air yang berukuran kecil seperti vas bunga,

pot tanaman, dan botol yang airnya keruh, maka airnya perlu di pindahkan

ketempat lain.

-1 menit untuk

memastikan bahwa benar jentik tidak ada.

4. Ketika memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya keruh, maka di

gunakan senter (Merdawati, 2010).

d. Kepompong (Pupa)

Fase Pupa merupakan fase istirahat, dimana tidak ada pemberian makanan,

tetapi pupa sering berpindah-pindah tempat merespon perubahan cahaya dan bergerak

dengan memutar ekornya ke arah bawah atau area yang terlindungi. Pupa bergerak

dengan menggerakkan abdomen dan sirip kaudal yang mirip dayung.

Kepompong berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih

ramping dibanding jentiknya. Kepompong berukuran lebih kecil jika dibandingkan

dengan rata-rata kepompong nyamuk lain. Kepompong merupakan tahapan yang

tidak memerlukan makan namun tidak seperti sebagian besar insekta, kepompong

nyamuk berenang sangat aktif dapat berenang dengan mudah saat terganggu. Tahap

kepompong pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-3 hari. Saat

nyamuk akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang kepompong,

Universitas Sumatera Utara

kepompong akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air

untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa (Depkes RI, 2010b).

e. Nyamuk Dewasa

Nyamuk dewasa setelah muncul dari kepompong akan mencari pasangan

untuk kawin untuk mengadakan perkawinan. Setelah kawin, nyamuk siap mencari

darah untuk perkembangan telur demi keturunannya. Nyamuk jantan setelah kawin

akan istirahat, dia tidak mengisap darah, tetapi cairan tumbuhan, sedangkan nyamuk

betina menggigit dan mengisap darah manusia. Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil

jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam

dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki (Depkes RI, 2010b).

2.3.4 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti

1. Perilaku Makan

Nyamuk Aedes aegypti mayoritas bersifat antropofilik, yaitu senang hidup di

dalam rumah, meskipun nyamuk tersebut dapat memperoleh makanan dari hewan

berdarah panas (World Health Organization, South East Asia Region, 2010).

Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit

biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul

09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Nyamuk Aedes aegypti tidak menggigit pada malam

hari, tetapi nyamuk tersebut dapat menggigit di malam hari pada ruangan yang

terang. Aktivitas puncak nyamuk dalam menggigit bervariasi menurut lokasi dan

musim. Tidak seperti nyamuk lain Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap

darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi

Universitas Sumatera Utara

lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai

penular penyakit (Depkes RI, 2010b).

2. Perilaku Istirahat

Setelah mengisap darah, nyamuk Aedes aegypti ini akan hinggap dan

(beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat

perkembangbiakannya. Lebih dari 90% populasi nyamuk Aedes aegypti beristirahat

biasanya di tempat-tempat yang agak gelap dan lembab, tempat yang terpencil di

dalam rumah atau bangunan, termasuk kamar, toilet, kamar mandi dan dapur. Tempat

di dalam rumah yang sering di jadikan tempat istirahat yaitu di bawah kursi, tempat-

tempat yang menggantung seperti : pakaian dan gorden, serta di dinding. Sebagaian

kecil sering pula di temukan di luar rumah seperti : pada tanaman, atau ditempat

terlindungi. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya

(World Health Organization, South East Asia Region, 2010).

Nyamuk Aedes aegypti memiliki jarak terbang rata-rata 400 meter, dan dapat

terbang lebih jauh misalnya karena angin atau terbawa kendaraan (World Health

Organization, 2012). Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki masa hidup selama 3-4

minggu. Selama musim hujan, dimana kelangsungan hidup lebih lama, risiko

transmisi virus lebih besar (World Health Organization, South East Asia Region,

2010; Central for Disease Control and Prevention, 2012).

3. Tempat Perkembangbiakan

Depkes RI (2010b), menyatakan tempat perkembangbiakan utama aedes

aegypti ialah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung

Universitas Sumatera Utara

disuatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum,

biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat

berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis

tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai

berikut :

a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti : drum,

tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.

b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti (Non TPA)

seperti : tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang

bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).

c. Tempat penampungan air alamiah seperti : lubang pohon, lubang batu, pelepah

daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu.

Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan

meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas

permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2

hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat

mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air)

dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2ºC sampai 42ºC, dan bila tempat-tempat

tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas

lebih cepat.

Universitas Sumatera Utara

4. Jarak Terbang

Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan

selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh kemampuan terbang

nyamuk. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak, dengan

demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk

mempertahankan cadangan air di dalam tubuh dari penguapan maka jarak terbang

nyamuk menjadi terbatas.

Aktifitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu : faktor

eksternal dan faktor internal. Eksternal meliputi kondisi luar tubuh nyamuk seperti

kecepatan angin, temperatur, kelembaban dan cahaya. Adapun faktor internal

meliputi suhu tubuh nyamuk, keadaan energi dan perkembangan otot nyamuk.

Meskipun Aedes aeegypti kuat terbang tetapi tidak pergi jauh-jauh, karena tiga

macam kebutuhannya yaitu tempat perindukan, tempat mendapatkan darah, dan

tempat istirahat ada dalam satu rumah. Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes

aegypti bersifat lebih menyukai aktif di dalam rumah. Apabila ditemukan nyamuk

dewasa pada jarak terbang mencapai 2 km dari tempat perindukannya, hal tersebut

disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat transportasi (Sitio, 2008).

2.4 Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), beberapa metode pengendalian

vektor telah banyak diketahui dan digunakan oleh program pengendalian DBD di

tingkat pusat dan di daerah yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Manajemen Lingkungan

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk

mengurangi bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor

sehingga akan mengurangi kepadatan populasi. Manajemen lingkungan hanya akan

berhasil dengan baik kalau dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para pemegang

kebijakan dan lembaga swadaya masyarakat melalui program kemitraan. Sejarah

keberhasilan manajemen lingkungan telah ditunjukkan oleh Kuba dan Panama serta

Kota Purwokerto dalam pengendalian sumber nyamuk.

2. Pengendalian Biologis

Pengendalian secara Biologis merupakan upaya pemanfaatan agent biologi

untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah digunakan dan

terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor DB/DBD adalah dari kelompok

bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda).

a. Predator

Predator larva di alam cukup banyak, namun yang bisa digunakan untuk

pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya, dan yang paling mudah

didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan pemakan jentik. Di

Indonesia ada beberapa ikan yang berkembang biak secara alami dan bisa digunakan

adalah ikan kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan pemakan jentik yang terbukti

efektif dan telah digunakan di kota Palembang untuk pengendalian larva DBD adalah

ikan cupang.

Universitas Sumatera Utara

Jenis predator lainnya yang dalam penelitian terbukti mampu mengendalikan

larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops, Jenis ini sebenarnya jenis

Crustacea dengan ukuran mikro. Namun jenis ini mampu makan larva vektor DBD.

Beberapa spesies sudah diuji coba dan efektif, antara lain Mesocyclops aspericornis

diuji coba di Vietnam, Tahiti dan juga di Balai Besar Penelitian Vektor dan

Reservoir, Salatiga.

b. Bakteri

Agen biologis yang sudah dibuat secara komersial dan digunakan untuk

larvasidasi dan efektif untuk pengendalian larva vector adalah kelompok bakteri. Dua

spesies bakteri yang sporanya mengandung endotoksin dan mampu membunuh larva

adalah Bacillus thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14) dan B. spaericus (BS).

Endotoksin merupakan racun perut bagi larva, sehingga spora harus masuk ke dalam

saluran pencernaan larva. Keunggulan agent biologis ini tidak mempunyai pengaruh

negatif terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran. Kelemahan cara ini harus

dilakukan secara berulang dan sampai sekarang masih harus disediakan oleh

pemerintah melalui sektor kesehatan. Karena endotoksin berada di dalam spora

bakteri, bilamana spora telah berkecambah maka agent tersebut tidak efektif lagi.

3. Pengendalian Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi program

pengendalian DBD dan masyarakat. Penggunaan insektisida dalam pengendalian

vektor DBD bagaikan pisau bermata dua, artinya bisa menguntungkan sekaligus

merugikan. Insektisida kalau digunakan secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat waktu

Universitas Sumatera Utara

dan cakupan akan mampu mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif

terhadap lingkungan dan organisme yang bukan sasaran. Penggunaan insektisida

dalam jangka tertentu secara akan menimbulkan resistensi vektor.

4. Perlindungan Individu

Untuk melindungi pribadi dari risiko penularan virus DBD dapat dilakukan

secara individu dengan menggunakan repellent, menggunakan pakaian yang

mengurangi gigitan nyamuk. Baju lengan panjang dan celana panjang bisa

mengurangi kontak dengan nyamuk meskipun sementara. Untuk mengurangi kontak

dengan nyamuk di dalam keluarga bisa memasang kelambu pada waktu tidur dan

kasa anti nyamuk. Insektisida rumah tangga seperti semprotan aerosol dan repellent:

obat nyamuk bakar, vaporize mats (VP), dan repellent oles anti nyamuk bisa

digunakan oleh individu. Pada 10 tahun terakhir dikembangkan kelambu

berinsektisida atau dikenal sebagai Insecticide Treated Nets (ITNs) dan tirai

berinsektisida yang mampu melindungi gigitan nyamuk.

5. Peraturan Perundangan

Peraturan perundangan diperlukan untuk memberikan payung hukum dan

melindungi masyarakat dari risiko penulan DB/DBD. Seperi telah penulis paparkan

diatas bahwa DBD termasuk salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, sehingga

pengendaliannya tidak mungkin hanya dilakukan oleh sektor kesehatan. Seluruh

negara mempunyai undang-undang tentang pengawasan penyakit yang berpotensi

wabah seperti DBD dengan memberikan kewenangan kepada petugas kesehatan

untuk mengambil tindakan atau kebijakan untuk mengendalikannya. Dengan adanya

Universitas Sumatera Utara

peraturan perundangan baik undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan

daerah, maka pemerintah, dunia usaha dan masyarakat wajib memelihara dan patuh.

Salah satu Negara yang mempunyai undang-undang dan peraturan tentang vektor

DBD adalah Singapura, yang mengharuskan masyarakat untuk menjaga

lingkungannya untuk bebas dari investasi larva Aedesaegypti.

6. Peran Serta Masyarakat

Pengendalian vektor dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat untuk

berperan serta meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan

kesadaran kemauan dan kemampuan serta pengembangan lingkungan sehat

(Kemenkes RI, 2010). Peran serta masyarakat merupakan proses panjang dan

memerlukan ketekunan, kesabaran dan upaya dalam memberikan pemahaman dan

motivasi kepada individu, kelompok, masyarakat, bahkan pejabat secara

berkesinambungan. Program yang melibatkan masyarakat adalah mengajak

masyarakat mau dan mampu melakukan 3M+

Mengingat kenyataan tersebut, maka penyuluhan tentang vektor dan metode

pengendaliannya masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat secara berkesinambungan

karena vektor DBD berbasis lingkungan, maka penggerakan masyarakat tidak

atau PSN dilingkungan mereka. Istilah

tersebut sangat populer dan mungkin sudah menjadi trade mark bagi program

pengendalian DBD, namun karena masyarakat kita sangat heterogen dalam tingkat

pendidikan, pemahaman dan latar belakangnya sehingga belum mampu mandiri

dalam pelaksanaannya.

Universitas Sumatera Utara

mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa peran dari Pemerintah daerah dan lintas

sektor terkait seperti pendidikan, agama, LSM, dan lain lain.

Dalam penelitian ini didukung oleh peran masyarakat yang lebih banyak

berperan antara lain PKK baik tingkat RT maupun RW yang termasuk di dalam

Kelurahan Puskesmas Desa Binjai serta kader kesehatannya. Mereka menyampaikan

informasi termasuk DBD dan cara pencegahannya melalui pertemuan PKK yang

dilaksanakan setiap bulan.

Dalam Peningkatan Peran masyarakat seperti itu adalah Ketua RT atau RW

lebih banyak dilakukan penyuluhan untuk kebersihan lingkungan yang secara umum

seperti Kebersihan Taman, pinggir jalan dan selokan, jadi tidak fokus pada masalah

kesehatan dalam pencegahan DBD dilaksanakan kegiatan 3M+

menghindari gigitan

Nyamuk di Lingkungan tempat tinggal/rumah tangga maupun pada institusi

pemerintah dan swasta misalnya : perkantoran, sekolah, pesantren, dan tempat-tempat

umum. Seharusnya kegiatan ini dilaksanakan secara rutin dan terprogram baik secara

tersendiri atau terintegrasi dengan program penyuluhan kesehatan lainnya di

Puskesmas, maupun di Dinkes kabupaten/kota setempat.

2.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Peran Serta Masyarakat

2.5.1 Pengetahuan

Menurut Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010b), Pengetahuan

merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek

melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan

Universitas Sumatera Utara

seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda. Secara

garis besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni :

a. Tahu (Know); tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah

ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (Comprehension); memahami diartikan sebagai suatu objek bukan

hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan

tetapi orang tersebut harus dapat mengintrepretasikan secara benar objek yang

diketahuinya tersebut.

c. Aplikasi (Application); penerapan diartikan apabila orang yang telah memahami

objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis); analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan

dan atau memisahkan kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen

yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

e. Sintesis (Synthesis); sintesis menunjuk kemampuan seseorang untuk merangkum

dan meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki atau kemampuan untuk meringkas dengan kata-kata

dan kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dan membuat

kesimpulan.

f. Evaluasi (Evaluation); evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan

Universitas Sumatera Utara

sendirinya didasarkan pada suatu critera yang ditentukan sendiri atau norma-

norma yang berlaku dimasyarakat.

2.5.2 Motivasi

Menurut Donald dikutip oleh Sardiman (2011:73), Motif dalam bahasa

Inggrisnya motive berasal dari kata motion yang berarti gerak atau sesuatu yang

bergerak. Kata motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk

melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di

dalam subjek untuk melakukan aktifitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan.

Berawal dari kata “motif “ itu maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak

yang telah menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk

mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak.

Menurut Donald dikutip oleh Sardiman (2011:74), Motivasi adalah perubahan

energi dalam seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului

dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian tersebut, mengandung tiga

elemen penting tentang motivasi, yaitu :

1) Motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu

manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi

dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada organisme manusia. Karena

menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam

diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia. 2).

Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/feeling, afeksi seseorang. Motivasi

banyak mengandung hal-hal yang relevan dengan persoalan kejiwaan dan emosi

Universitas Sumatera Utara

yang dapat menemukan tingkah laku manusia. 3). Motivasi akan dirangsang

karena adanya tujuan. Jadi motivasi merupakan respons dari suatu aksi, yakni

tujuan. Motivasi sering muncul dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena

terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan.

Menurut Wood et all, 1998 dalam Notoatmodjo (2005), ada dua aliran teori

motivasi yaitu motivasi yang dikaji dengan mempelajari kebutuhan-kebutuhan atau

contens theory dan ada yang mengkaji dengan mempelajari prosesnya atau disebut

sebagai process theory. Teori-teori pada Content theory mengajukan cara untuk

menganalisis kebutuhan yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku tertentu,

sedangkan process theory berusaha memahami proses berfikir yang ada yang dapat

mendorong seseorang untuk berperilaku tertentu.

Salah satu teori motivasi yang terkenal adalah teori kebutuhan hierarki dari

Maslow, yang membagi dua kategori besar, yaitu kebutuhan tingkat dasar dan tingkat

tinggi. Secara lebih rinci Maslow membagi kebutuhan tersebut menjadi lima

tingkatan, yaitu : 1). Kebutuhan fisiologis seperti misalnya kebutuhan untuk makan

dan minum, tidur dan seks, 2). Kebutuhan akan rasa aman, dalam hal ini setiap

manusia selalu ingin mendapatkan lingkungan hidup yang aman, kedua kebutuhan ini

disebut sebagai kebutuhan primer, 3). Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai,

kebutuhan ini mencerminkan bahwa manusia adalah mahluk sosial, dimana dalam hal

ini setiap manusia selalu ingin hidup berkelompok agar dapat mencintai dan dicintai,

4). Kebutuhan untuk dihargai, yaitu kebutuhan untuk diakui oleh lingkungannya, 5).

Universitas Sumatera Utara

Kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling tinggi

dan merupakan kebutuhan yang paling sulit untuk dipenuhi.

Berdasarkan sumber dorongan terhadap perilaku, motivasi dapat dibedakan

menjadi dua 1). Motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal

dari dalam kebutuhan sehingga manusia menjadi puas. 2). Motivasi ekstrinsik.

Motivasi ektrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar yang merupakan pengaruh

dari orang lain atau lingkungan.

2.5.3 Sikap

Menurut Berkowitz (1972) dalam Azwar (2010), sikap seseorang terhadap

suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable), maupun

perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavourable) pada obyek tersebut. Secara

lebih spesifik Thurstone memformulasikan sikap sebagai derajat efek positif atau

negatif terhadap suatu obyek psikologis.

Sedangkan Edgley (1980) yang dikutip Azwar (2010), mendefinisikan sikap

sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk

menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana, sikap adalah respons

terhadap stimulus sosial yang telah terkondisikan. Hal yang sama juga dikemukakan

oleh Notoatmodjo (2010) bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktifitas, akan tetapi merupakan “predisposisi” bagi suatu tindakan atau perilaku

tertentu.

Dari bahan-bahan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak

dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu. Notoatmodjo

Universitas Sumatera Utara

(2010) menggambarkan terjadinya sikap dan reaksi tingkah laku manusia melalui

suatu rangkaian proses tertentu, seperti terlihat pada skema berikut :

Gambar 2.1 Skema Proses terjadinya Sikap dan Reaksi Tingkah Laku

Dari skema diatas dapat dijelaskan bahwa dalam diri individu sebenarnya

terdapat suatu dorongan yang didasarkan pada kebutuhan, perasaan, perhatian dan

kemampuan untuk mengambil suatu keputusan pada suatu saat terhadap suatu

perubahan atau stimulus. Proses dalam tahapan ini sesungguhnya masih bersifat

tertutup, tetapi sudah merupakan keadaan yang disebut sikap. Bila terus menerus

diarahkan, maka pada suatu saat akan meningkatkan menjadi lebih terbuka dan

berwujud pada suatu reaksi yang berupa perilaku.

2.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Kesehatan

Berdasarkan konsep teori Lawrence Green dan Kreuter (2005) dikutip dari

Notoatmodjo (2010), hubungan antara status kesehatan dan perilaku dapat

disimpulkan bahwa perilaku dalam memelihara kesehatannya dipengaruhi oleh

predisposing factor, factor enabling dan factor reinforcing. Perilaku ditentukan atau

terbentuk dari 3 faktor yaitu :

Rangsangan stimulus

Proses stimulus

Reaksi tingkah laku

(Terbuka)

Sikap (tertutup)

Universitas Sumatera Utara

1. Faktor predisposisi (predisposing factor) yaitu merupakan faktor yang

mendahului terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku.

Faktor predisposisi mencakup antara lain : pengetahuan, sikap (suatu

kecenderungan jiwa dan perasaan yang relatif tetap terhadap kategori tertentu dari

objek, orang, atau situasi), keyakinan, nilai, dan persepsi. Faktor predisposisi

lebih cenderung merupakan bawaan pribadi atau kelompok yang mendukung atau

menghambat perilaku sehat. Faktor-faktor predisposisi yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, motivasi, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, kebiasaan,

tradisi, dan lain-lain.

2. Faktor pendukung/pemungkin (enabling factor) yaitu faktor yang terwujud dalam

lingkungan fisik tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-

sarana keselamatan kerja.

Misalnya : Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, Jamban,

ketersediaannya APD, pelatihan, dan sebagainya.

3. Faktor pendorong/penguat (reinforcing factor) yaitu yang terwujud dalam sikap

dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok

referensi dari prilaku masyarakat. Faktor penyerta perilaku yang berperan secara

menetap atau pun tidak menetap.

Misalnya : Faktor penguat/pendorong keluarga teman sebaya, guru, majikan,

petugas kesehatan, penyediaan kesehatan, ketua masyarakat, pembuat keputusan.

Apabila dihubungkan dengan status kesehatan, maka perilaku kesehatan dalam

penelitian ini adalah peran serta masyarakat (pengetahuan, sikap, dan motivasi)

Universitas Sumatera Utara

memengaruhi status kesehatan terkait dengan pencegahan DBD. Keberhasilan

program penanggulangan DBD tidak terlepas dari peran serta masyarakat. Peran serta

masyarakat masyarakat merupakan kunci awal dari menurunnya angka DBD di suatu

wilayah. Sehingga DBD dapat terjadi di wilayah mana pun, cara yang paling efektif

adalah menghindari gigitan nyamuk dengan cara menurunkan populasi. Melalui peran

serta masyarakat memahami akan pentingnya kebersihan lingkungan, secara otomatis

akan menghambat perkembangan jentik, dengan adanya kepedulian maka aplikasi

dari upaya-upaya memberantas DBD akan terealisasi, dengan begitu tidak akan

memberi kesempatan bagi nyamuk untuk berkembang.

Ditinjau dari teori yang telah disebutkan di atas, maka Demam berdarah

Dengue merupakan salah satu penyakit yang dapat dikendalikan dengan melakukan

upaya pencegahan yaitu dengan peran serta masyarakat.

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian

Perilaku Health Behavior

Faktor-faktor Perilaku Kesehatan 1. Predisposisi (Predisposing) :

- Pengetahuan - Motivasi - Sikap

2. Pemungkin (Enabling): - Tersedianya Alat Sarana dan

Prasarana Fasilitas Pelayanan Kesehatan

3. Pendorong (Reinforcing Factors): - Keluarga - Dukungan Tokoh Masyarakat - Dukungan Tenaga Kesehatan

Masyarakat - Dukungan Tenaga Kesehatan - Kader Kesehatan - Ulama, dan Lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

2.7 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori diatas, kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat

sebagai berikut :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

- Pengetahuan - Motivasi - Sikap

Peran Serta Masyarakat

Universitas Sumatera Utara