TINJAUAN PUSTAKA Hutaneprints.umm.ac.id/38691/3/BAB II.pdf · 2018-10-27 · memiliki karakter...
Transcript of TINJAUAN PUSTAKA Hutaneprints.umm.ac.id/38691/3/BAB II.pdf · 2018-10-27 · memiliki karakter...
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan
Menurut Undang-Undang No 41. Tahun 1999 hutan adalah suatu kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya alam yang didominasi oleh
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang lainnya
tidak dapat dipisahkan. Sementara hutan lindung merupakan kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk
,mengatur tata air dan tanah, mencegah banjir, pengendali erosi mencegah intrusi air
laut dan memelihara kesuburan tanah.
Hutan telah lama dikenal sebagai suatu bagian dari ekosistem perlindungan
terhadap sumber air, bukan saja hutan menghambat erosi melainkan lahan hutan
sangat bermanfaat bagi manusia. Hutan mempunyai aspek yang paling menonjol
dalam kaitannya terhadap pengelolaan air, hutan dianggap sebagai kantong air yang
dapat menyimpan air selama musim basah dan melepaskan air pada saat musim
kering atau kemarau. Perpindahan air melalui tanah bersama-sama dengan aktivitas
biologi dapat mengendalikan komposisi ion-ion yang lepas dari daerah tangkapan air
melalui aliran permukaan. Komponen-komponen kimia aktif ditemukan di dalam
tanah adalah lempung (clays) dan koloida-koloida organik (Asdak, 1995).
2.2 Taman Hutan Raya (TAHURA) R. Soerjo
Hutan pada wilayah Jawa Timur ini pembagiannya dilakukan berdasarkan
fungsinya sebagaimana diterangkan pada UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
5
mulai dari hutan produksi, hutan lindung hingga hutan konservasi salah satunya
adalah Taman Hutan Raya (TAHURA) R. Soerjo yang masuk dalam hutan
konservasi. Dalam Profil Kawasan Pelestarian Alam Taman Hutan Raya R. Soerjo
(2014) “Kawasan Tahura R. Soerjo terletak pada posisi geografis 7o40’10” –
7o49’31” LS dan 112
o22’12” – 112
o46’30” BT. Sejarah TAHURA R. Soerjo:
1. Cagar alam Gunung Arjuno Lalijiwo yang ditetapkan dengan Surat Keputusan
Gouvernor Bessliute Nomor 3 Stbld Nomor 243 tanggal 28 Mei 1928 Jo. GB
Nomor 25 Stbld Nomor 109 tanggal 19 Maret 1935 dan selanjutnya ditetapkan
kembali dengan surat Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria RI Nomor
250/Kpts/Um/5/1972 tanggal 25 Mei 1972 diperluas menjadi 4.960 Ha.
2. Penetapan kawasan tersebut menjadi cagar alam untuk melindungi
keanekaragaman hayati berupa Macan Tutul, Jelarang, Lutung, Elang Jawa, Julang
Mas, jenis anggrek endemik misalnya anggrek Ceratostyllis anjasmoroensis yang
ditemukan pertama kali di G. Anjasmoro pada tahun 1978 dan Anggrek Mutiara
atau Corybas pictu var dorowatiensis yang ditemukan hanya di G. Dorowati.
3. Tahura R. Soerjo terdiri atas Cagar Alam Arjuno Lalijiwo (PHPA) seluas 4.960 Ha,
hutan lindung (Gunung Anjasmoro, Gunung Gede, Gunung Biru, dan Gunung
Limas, dll) seluas 22.868,30 Ha. dan sebagian lagi berupa tanah RVE (Recht van
Eigendom) seluas 40 Ha.
4. Kawasan hutan Arjuno Lalijiwo ditunjuk menjadi Tahura R. Soerjo berdasarkan
surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1128/Kpts-II/1992 tanggal 19
September 1992 dengan luas 25.000 Ha.
6
5. Pembangunannya ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden No. 29 Tahun 1992
tanggal 20 Juni 1992. Peresmian Tahura R. Soerjo dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan Pekan Penghijauan Nasional di Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal
19 Desember 1992. Setelah dilakukan pengukuran dan penataan batas, luas
kawasan Tahura R. Soerjo sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No.
80/Kpts-II/2001 Jo. Keputusan Menteri Kehutanan No. 1190Kpts-II/2002 adalah
27.868.30 Ha.
Taman Hutan Raya R. Soerjo selanjutnya di sebut Tahuta R. Soerjo adalah
kawasan pelestarian alam yang dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau
satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi
kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya,
pariwisata dan rekreasi dalam Kelompok Hutan Arjuno Lalijiwo, seluas 27.868,30 Ha
(dua puluh tujuh ribu delapan ratus enam puluh delapan koma tiga nol) Hektare yang
terletak di Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang,
Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, dan Kota Batu Provinsi Jawa Timur.
Kawasan Tahura terbagi atas 5 Blok, yaitu:
1. Blok Perlindungan
Merupakan bagian Tahura yang tertutup bagi pengunjung, hanya dapat dimasuki
melalui perijinan khusus bagi kepentingan ilmiah dan terbatas bagi bangunan,
kecuali untuk beberapa fasilitas pengamanan dan perlindungan di pegunungan
Arjuno Lalijiwo (±1.800-3.339 mdpl).
7
2. Blok Koleksi Tumbuhan dan Satwa
Merupakan daerah hayati, tempat tinggal, kawasan jelajah, tempat mencari makan,
tempat berlindung, tempat berkembang biak berbagai satwa liar dan tempat
penangkaran satwa serta pembibitan flora atau jenis tanaman asli dan bukan asli
sebagai upaya pelestarian plasma nutfah hutan Indonesia, seperti di Padang rumput
di Lembah kijang (±2.950 mdpl).
3. Blok Pemanfaatan Intensif
Merupakan daerah di dalam kawasan TAHURA yang dikembangkan dengan
pertimbangan potensi yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, pendidikan
dan wisata bebas, terdapat di Pemandian air panas Cangar Pusat Bina Cinta Alam
di Claket, jalur pendakian di Tretes, Air Terjun Watu Ondo di Pacet dan Air Terjun
Tretes di Galengandowo.
4. Blok Pemanfaatan Tradisional
Merupakan suatu blok pemanfaatan kawasan hutan oleh masyarakat untuk
kegiatan yang menunjang pariwisata alam dan atau untuk penanaman tanaman
keras sebagai upaya pengalihan yang diperlukan untuk meredam tekanan
masyarakat terhadap potensi kawasan Tahura, dalam bentuk hutan cadangan
pangan atau wana farma/pola wanatani dengan tetap memperhatikan aspek
konservasi dan pelestarian alam.
8
5. Blok Rehabilitasi
Blok Rehabilitasi adalah merupakan blok sementara/peralihan untuk diubah
menjadi blok lain setelah adanya upaya rehabilitasi/pembinaan alam
mengembalikan ke keadaan ekosistem mendekati aslinya.
2.3 Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah rangkaian peristiwa yang terjadi saat air dari awan jatuh
ke bumi hingga menguap ke udara untuk kemudian jatuh lagi ke bumi (Arsyad,
1989). Menurut Asdak “air hujan yang mencapai permukaan sebagian akan terserap
ke dalam tanah (infiltrasi). Sedangkan air hujan yang tidak terserap dalam cekungan-
cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas
permukaan tanah yang lebih rendah menjadi aliran permukaan untuk selanjutnya
masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang
selanjutnya akan membentuk kelembaban air tanah. Apabila tingkat kelembaban air
tanah telah jenuh maka air hujan yang masuk ke dalam air tanah akan bergerak secara
lateral (horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke
permukaan tanah dan akhirnya mengalir ke sungai. Alternatif lain, air hujan yang
masuk ke dalam dan menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Air tersebut akan
mengalir pelan-pelan ke sungai, danau dan tempat penampungan air alamiah
(baseflow)” (Asdak, 2004).
9
Gambar 1. Siklus Hidrologi
Hutan memiliki fungsi yang sangat penting dalam daur hidrologi. Infiltrasi air
hujan ke dalam tanah terjadi sangat efektif pada lahan-lahan dengan intensitas
penutupan vegetasi yang tinggi, seperti kawasan hutan. Hal ini karena kandungan
bahan organk dan aktivitas berbagai organisasi dalam tanah di bawah hutan dapat
meningkatkan porositas tanah. Pelapukan akar-akar tanaman yang mati meninggalkan
lubang-lubang yang cukup besar ke dalam tanah. Seluruh faktor tersebut
meningkatkan jumlah air hujan yang dapat masuk ke dalam tanah. Sisa-sisa
tumbuhan yang menutupi permukaan tanah, bersama dengan vegetasi yang masih
hidup, dapat mengurangi laju limpasan air permukaan . Oleh karena mekasisme-
mekanisme seperti ini, hutan mampu mengendalikan laju aliran permukaan (run off)
selama kejadian-kejadian hutan. Tingginya laju infiltrasi dalam kawasan hutan
menjadikan kawasan hutan sebagai tempat pengisian kembali (recharge) yang efektif
terhadap air tanah (Tarus, 2002).
2.4 Air Tanah
Pada waktu tertentu, tanah tidak dapat meresap air. Disamping itu, akan terjadi
percampuran dengan bahan mineral dan bahan organik. Keberadaan air dalam tanah
akan tertahan atau terserap oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau
10
karena keadaan drainase yang kurang baik. Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah
karena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi, dan gravitasi. Kelebihan dan kekurangan air
dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Kegunaan air bagi pertumbuhan tanaman
adalah:
1. Sebagai unsur hara tanaman
Tanaman memerlukan air dari tanah dan CO2 dari udara untuk membentuk
gula dan karbohidrat dalam proses fotosintesis.
2. Sebagai pelarut unsur hara.
Unsur hara yang terlarut dalam air diserap dalam air diserap oleh akar-akar
tanaman dari larutan tersebut.
3. Sebagai bagian dari sel-sel tanaman.
Persediaan air dalam tanah tergantung dari:
1. Banyaknya curah hujan atau air irigasi.
2. Kemampuan tanah menahan air.
3. Besarnya evapotranspirasi.
4. Tingginya muka air tanah (Hardjowigeno, 2003).
Daerah atau wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan
ataupun air permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi
melalui lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan. Proses
penyusupan air ini kemudian berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut
menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air (impermeable).
Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air (saturated zone) yang
11
seringkali disebut sebagai daerah luahan air tanah (discharge zone). Perbedaan
kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air dalam zonasi ini akan mengalir
secara gravitasi karena perbedaan tekanan, kontrol struktur batuan dan parameter
lainnya. Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran air tanah. Daerah aliran air tanah
ini selanjutnya disebut sebagai daerah aliran (flow zone). Dalam perjalananya aliran
air tanah ini seringkali melewati suatu lapisan akifer yang diatasnya memiliki lapisan
penutup yang bersifat kedap air (impermeable). Hal ini mengakibatkan perubahan
tekanan antara air tanah yang berada di bawah lapisan penutup dan air tanah yang
berada diatasnya. Perubahan tekanan inilah yang didefinisikan sebagai air tanah
tertekan (confined aquifer) dan air tanah bebas (unconfined aquifer). Dalam
kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan air tanah bebas sering kita lihat dalam
penggunaan sumur gali oleh penduduk, sedangkan air tanah tertekan dalam sumur bor
yang sebelumnya telah menembus lapisan penutupnya. Air tanah bebas (water table)
memiliki karakter berfluktuasi yang berbeda terhadap iklim sekitar, mudah tercemar
dan cenderung memiliki kesamaan karakter kimia dengan air hujan. Kemudahannya
untuk didapatkan membuat kecenderungan disebut sebagai air tanah dangkal (Rully,
2007).
Gambar 2. Distribusi Air Tanah
12
2.5 Infiltrasi
Infiltrasi adalah aliran air masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (
gerakan air ke arah vertikal). Setelah tanah lapisan atas jenuh, kelebihan air tersebut
mengalir ke tempat yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi Bumi dikenal
sebagai proses perkolasi. Laju maksimal gerakan air masuk kedalam tanah dinamakan
kapasitas infiltrasi. Ketika air hujan jatuh pada permukaan tanah, tergantung pada
kondisi biofisik permukaan, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan masuk ke
dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke
dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Laju
infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-
pori tanah (Asdak, 1995).
Kapasitas infiltrasi pada fraksi pasir lebih besar dibandingkan dengan fraksi liat,
hal in karena liat memang kaya akan pori halus sedangkan pasir kaya dengan pori
yang besar. Kapasitas infiltrasi pada berbagai jenis tanah berbeda-beda, jenis tanah
berpasir lebih besar kapasitas infiltrasinya dari pada tanah liat. Tanah liat aliran
permukaanya lebih besar sehingga kemampuan mengikis dan mengangkut partikel-
partikel tanah lebih banyak bila dibandingkan dengan aliran permukaan pada tanah
pasir (Kartasapoetra, 1990)
Peranan kawasan hutan sebagai pengendali daur air dapat dilihat dari dua sudut
pandangan yaitu menyediakan air dengan konsep panen air (water harvesting) dan
dengan konsep menjamin penghasilan air (water yield). Jumlah air yang dapat
dipanen tergantung pada jumlah aliran permukaan (run off) yang dapat digunakan,
13
sedangkan jumlah air yang dapat dihasilkan tergantung pada debit air tanah. Kedua
tujuan tersebut memerlukan perlakuan yang berbeda. Untuk meningkatkan
pemanenan air, infiltrasi dan perkolasi harus dikendalikan, sedangkan untuk
meningkatkan penghasilan air, infiltrasi dan perkolasi justru harus ditingkatkan.
Konsep penghasil air menjadi azas pengembangan sumber air di kawasan beriklim
basah, karan konsep panen air akan membawa resiko besar, berupa peningkatan erosi
dan juga banyak memboroskan lahan untuk menampungnya (Suryatmojo, 2006)
Laju infiltrasi dipengaruhi oleh intensitas hujan. Nilai laju infiltrasi (f) dapat
kurang dari atau sama dengan kapasitas infiltrasi (fp). Jika Intensitas Hujan kurang
dari kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi akan kurang dari kapasitas infiltrasi. Dan,
jika intensitas hujan lebih dari kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi akan sama
dengan kapasitas infiltrasi (Soesanto, 2008).
Gambar 3. Hubungan Laju Infiltrasi dan Waktu
Laju infiltrasi tanah sangat dipengaruhi oleh macam penggunaan lahan atau
kerapatan vegetasi penutup tanah yang berhubungan dengan ketebalan lapisan serasah
tanah, intensitas hujan, intersepsi hujan oleh kanopi tanaman dan dinamika struktur
14
tanah. Dinamika strukur tanah merupakan proses pembentukan dan penurunan pori
makro yang sangat tergantung pada tersedianya makanan (bahan organik) bagi cacing
tanah berupa lapisan serasah tanah dan akar yang mati. Kapasitas tanah dalam
menyimpan air tergantung pada konduktifitas hidrolik jenuh dan aliran lateral (Saidi,
2006)
Komposisi fisik tanah yang terdiri dari komponen padat, cair dan gas dalam
tanah yang menjadi dasar dalam membentuk sistem tiga fase yang kompleks.
Mengukur jumlah setiap komponen tanah dan parameter yang menggambar hubungan
antara komponen : tekstur, agregat dan struktur tanah, ruang pori, kerapatan isi, kadar
air dan kapasitas menahan air. Konsep dan pengertian dasar tentang reaksi
permukaan, permukaan ganda, potensial air, dan kurva kraktristik air tanah.
Pemahaman dasar tentang proses-proses fisik dalam tanah seperti agregasi dan
deformasi tanah, aliran air jenuh dan tidak jenuh (kasus-kasus infiltrasi, penguapan
atau evaporasi dan drainase), difusi gas dalam tanah serta perambatan suhu
(Campbell, 1985)
2.5.1 Pengkuran Laju Infiltrasi
Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
1. Menentukan beda volume air hujan buatan dengan volume air aliran pada
percobaan laboratorium mengunakan simulasi hujan buatan.
2. Mengunakan alat infiltrometer
3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dan data aliran hujan
15
Cara pengukuran laju infiltrasi dapat digolongkan kedalam dua kelompok yaitu:
pengukuran dilapang dan dengan analisis hidrograf. Alat-alat yang digunakan dalam
pengukuran laju infiltrasi tersebut adalah :
1. Single ring infiltrometer
2. Double ring infiltrometer
3. Rainfall simulator
Rainfall simulator pada dasarnya terdiri dari seperangkat alat pembuat hujan
buatan, yang terdiri dari pompa dan deretan pipa-pipa dengan nozzle yang dapat
menyemprotkan air. Jumlah air yang disemprotkan dapat sesuai dengan intensitas
hujan buatan yang dikehendaki (Harto, 1993).
Single ring infiltrometer merupakan silinder baja atau bahan lain yang memiliki
diameter 25-30 cm. tinggi alat kurang lebih 50 cm. Double ring infiltometer pada
dasarnya sama dengan Single ring infiltrometer namun diameternya lebih besar dari
Single ring infiltrometer (Harto, 1993).
Alat infiltrometer yang biasa digunakan adalah infiltrometer ganda (Double ring
infiltrometer), yaitu satu infiltometer silinder yang lebih besar diameternya.
Pengukuran laju infiltrasi hanya terhadap silinder yang kecil. Silinder yang lebih
besar berfungsi sebagai penyangga yang bersifat menurunkan efek batas yang timbul
oleh adanya silinder kecil (Asdak, 1995).
Pengukuran laju infiltrasi di Indonesia sering digunakan infiltrometer cincin
ganda biasa tetapi hanya bisa diterapkan pada tanah dengan laju infiltrasi yang lebih
besar dari 1 x 10-7
m/s. Untuk tanah yang laju infiltrasinya lebih kecil dari angka ini
16
belum tersedia metode penentuannya. Infiltrometer cincin ganda dengan cincin dalam
tertutup bisa digunakan untuk pengukuran laju infiltrasi di lapangan yang
mempunyai laju infiltrasi yang lebih kecil dari angka tersebut. Standar ini
menguraikan prosedur penggunaan infiltrometer cincin ganda dengan cincin dalam
tertutup untuk mengukur laju infiltrasi dari air melewati permukaan tanah lempung
berbutir halus yang mempunyai laju infiltrasi dalam kisaran 1 x 10-10
m/s sampai
dengan 1 x 10-7
m/s. Apabila laju infiltrasi lebih besar daripada 1 x 10-7
m/s, harus
diukur dengan menggunakan metode yang tercantum pada standar ASTMD 3385-88
(Suharto, 2006).
2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Infiltrasi
2.6.1 Struktur Tanah
Struktur tanah adalah penyusunan antar partikel tanah primer (bahan mineral)
dan bahan organik serta oksida yang membentuk agregat sekunder. Volume pori tanah
adalah nisbah ruang pori terhadap volume bahan padat yang berperan penting
terhadap (a) gerakan air/lengas tanah (b) gerakan udara/udara tanah (c) temperature
(d) hara tanaman (e) ruang perakaran dan (f) pengolahan tanah. Total porositas terdiri
dari atas pori besar, sedang dan kecil, mempunyai pengaruh terhadap gerakan air
udara dalam tanah. Berdasarkan ukuran partikel,tanah yang tidak berstruktur cukup
banyak pori yang brukuran besar, sedangkan tanah yang pejal memiliki lebih banyak
pori berukuran kecil. Struktur remah atau granular meniadakan pengaruh ukuran
partikel. Pori berukuran halus dan medium meningkat pada tanah pasir, sedangkan
17
pada tanah lempungan pori berukuran besar meningkat (Sutanto, 2005). Menurut
Hasibuan struktur tanah dibedakan atas :
a. Bentuk Butir : Bentuk ini terdiri dari agregat-agregat kecil yang keras atau lunak,
bersudut atau membulat, bersifat porous.
b. Bentuk Remah : Terdiri dari agregat-agregat kecil berpori. Umumnya lunak,
bentuk tidak tentu. Bentuk struktur dari remah merupakam struktur yang baik
karena lebih berpori dan mempunyai kemampuan menyimpan air dan udara yang
cukup bagi pertumbuhan tanaman.
c. Bentuk Lapang (platy) : Merupakan keping-keping dimana sumbu vartikel lebih
kecil dari sumbu horizontal.
d. Bentuk Prisma : Merupakan kesatuan-kesatuan struktur yang mempunyai sumbu
vertikal lebih panjang dari sumbu horizontal dan bagian atasnya rata.
e. Bentuk Tiang : Bentuknya seperti tiang, sumbu vertikal lebih besar dari sumbu
horizontal, bagian atasnya membulat.
f. Bentuk Gumpal : Bentuk seperti kubus dan dibedakan menjadi gumpal bersudut
dan gumpal membulat. Gumpal bersudut bentuknya seperti kubus dengan sudut-
sudut tajam, gumpal membulat bentuknya seperti kubus dengan sudut membulat
(Hasibuan, 2005).
Kemantapan struktur tanah dapat dibedakan atas (1) non struktur yaitu tidak ada
tampak adanya suatu bentuk tertentu, keseluruhannya biasa berbentuk lepas seperti
pasir atau pejal dan padat, (2) lemah, yaitu tingkat perkembangan masih lemah
kesatuan struktur kurang nyata dan butiran-butiran tanah mudah hancur (3) sedang
18
yaitu tingkat perkembanagan tanah dimana kesatuan-kesatuan struktur mempunyai
bentuk nyata, struktur tanah agak sukar hancur dan (4) kuat yaitu butir-butir tanah
telah memperlihatkan bentuk nyata dan struktur tanah kuat dan sukar hancur
(Hardjowigeno, 1989).
Struktur tanah dikatakan mempunyai struktur tanah yang baik apabila tanah-
tanah yang mempunyai tata udara dan daya menyimpan air yang baik, unsur hara
lebih mudah tersedia dan mantap, tidak mudah rusak oleh pukulan-pukulan air hujan
sehingga pori-pori tanah tidak cepat tertutup. Struktur tanah yang baik umumnya
dijumpai pada tanah yang berstruktur remah butiran karena pada struktur ini terdapat
keseimbangan yang baik antara udara dan air (Seyhan, 2005).
2.6.2 Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif jumlah fraksi pasir, debu dan liat.
Gabungan dari ketiga fraksi ini menentukan kelas tekstur tanah. Tekstur tanah adalah
merupakan sifat fisik tanah yang tidak banyak berubah walapun proses pembentukan
tanah berlangsung secara aktif. Tanah yang berpasir atau berliat akan terus berpasir
dan berliat pada jangka waktu yang lama (Saidi, 2006).
Tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga
sulit menyerap atau menahan air dan unsur hara, sehingga pada musim kemarau
mudah kekuranagan air. Tanah yanag mengandung debu lebih kuat menyerap air
dibandingkan dengan tanah berpasir, karena pori-porinya kecil. Daya meresapkan air
perlahan-lahan, sehingga air lama diserap oleh tanah, sedangkan tanah-tanah
bertekstru liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kemampuan menahan
19
air dan menyediakan unsur hara lebih tinggi. Tanah-tanah yang mengandung liat dan
bercampur dengan sejumlah debu menghasilkan tanah yang bertekstur halus. Tanah
seperti ini pada umumnya mempunyai pergerakan air dan pertukaran lambat, bersifat
palstis dan lekat jika basah sehingga sukar diolah (Hasibuan, 2005).
Menurut Kartasapoetra berdasarkan pasir, debu, liat dibagi menjadi tiga
golongan kelas dasar yaitu :
1. Tanah berpasir (sandy soil), yaitu tanah dimana kandungan pasirnya >70% yang
bila dalam keadaan lembab tanah berpasir terasa kasar dan tidak lekat. Termasuk
juga dalam hal ini yaitu tanah pasir dan tanah lempung berpasir (standy and loamy
sand soil).
2. Tanah berlempung (loamy soil), merupakan tanah yang kandungan debu-liatnya
relatif sama, tidak terlalu lepas dan juga tidak terlalu lekat.
3. Tanah liat, yaitu tanah dengan kandungan litany >30%., dan biasanya tidak lebih
kecil dari 40%. Tanah liat sangat lekat dan bila kering akan menjadi sangat keras.
(Kartasapoetra, 1990).
Tipe-tipe tanah (pasir, debu, dan liat) dapat mengontrol laju infiltrasi. Sebagai
contoh, permukaan tanah yang berpasir secara umum memiliki laju infiltrasi yang
tinggi dari pada permukaan tanah liat. Kenyataannya pada beberapa pengamatan
kapasitas infiltrasi pada fraksi pasir adalah lebih besar dibandingkan dengan fraksi
liat, hal ini memang dipengaruhi oleh karena liatnya kaya akan pori yang halus tetapi
miskin akan pori yang besar. Sebaliknya pasir miskin akan pori halus namun kaya
akan pori yang besar (Juanda, Assa’ad, dan Warsana, 2003).
20
Tanah liat banyak mengandung mineral liat motmorillonit dan illit, tanah ini
ditunjukkan oleh adanya lapisan permukaan tanah yang pecah-pecah. Semakin besar
kandungan liat dan semakin banyak bahan organik tanah semakin besar air yang
mampu ditahan atau disimpan oleh tanah. Banyaknya air yang tersimpan didalam
tanah juga dipengaruhi oleh kondisi profil tanah dan permeabilitas tanahnya. Profil
tanah yang dalam dan permeabilitas tanah yang baik (sedang-cepat) memungkinkan
air permukaan dapat masuk lebih dalam ke dalam tanah dan mengisi pori-pori dan
rongga-rongga yang ada jauh di dalam tanah (Moehansyah, 2006).
2.6.3 Kerapatan Tanah
Bulk density adalah merupakan petunjuk kepadatan tanah. Semakin padat tanah
semakin tinggi nilai bulk density, hal ini menunjukkan semakin sulit tanah
meneruskan air atau semakin sulit penetrasi akar di dalam tanah. Buluk density
termasuk pori-pori tanah dengan rumas sebagai berikut :
Tanah-tanah yang berpori (porous) dan lepas pada umumnya mempunyai bulk
density yang rendah. Sifat ini menandakan adanya struktur tanah yang baik
sedangkan tanah-tanah yang padat, bulk density lebih tinggi. Tanah-tanah berpasir
dengan kandungan bahan organik yang rendah mempunyai bulk density yang tinggi.
Butir-butir pasir biasanya tersusun amat rapat dan padat. Pada tanah yang bertekstur
halus dengan kandungan bahan organik yang cukup tinggi disifatkan dengan bulk
density yang rendah. Dalam hal ini butir-butir halus tidak tersusun rapat atau padat,
21
sedangkan persentase bahan organik yang besar ini membantu pembentukan agregasi
tanah yang baik, sehingga keadaan tanah yang seluruhnya menjadi terbuka, porous
dan berstruktur remah (Hardjowigeno, 1989).
Partikel density adalah berat tanah kering persatuan volume partikel-partikel
bagian padat tanah, tidak termasuk volume pori-pori tanah. Untuk menentukan
partikel density yang diperhatikan adalah partikel-partikel bagian padat dari tanah
adalah konstan. Oleh karena itu partikel density dari setiap jenis tanah adalah
konstan, tidak bervariasi denagan jumlah ruang antara partikel-partikel tanah
(Notohadiprawiro, 1998).
Nilai dari partikel density kebanyakan tanah sebesar 2,65 gr/cm3. Perbedaan
partikel density diantara jenis-jenis tanah tidak begitu besar , kecuali terdapat vegetasi
yang besar dalam hal kandungan bahan organik ataupun komposisi mineral tanah.
Persentase ruang pori-pori didalam tanah dapat dihitung dari bulk density dapat
dihitung dengan rumas:
Persamaan (2)
2.6.4 Bahan Organik Tanah
Bahan organik mencakup semua bahan yang berasal dari jaringan tanaman dan
hewan, baik yang hidup maupun yang telah mati, pada berbagai dekomposisi. Bahan
organik tanah lebih mengacu pada bahan (sisa jaringan tanaman/hewan) yang telah
mengalami perombakan/dekomposisi baik sebagian/seluruhnya, yang telah
mengalami humifikasi maupun yang belum (Khasanah dan Lusiana, 2004).
22
Kandungan bahan organik tanah terutama ditentukan oleh kesetimbangan antara
laju pelonggokan dengan laju dekomposisinya. Kandungan bahan organik tanah
sangat beragam, berkisar antara 0,5% - 5,0% pada tanah-tanah mineral atau bahakan
sampai 100% pada tanah organik (Histosol). Faktor yang mempengaruhi kandungan
bahan organik tanah adalah: iklim, vegetasi, topografi, waktu, bahan induk dan
pertanaman (cropping). Sebaran vegatasi berkaitan erat dengan pola tertentu dari
berbagai temperatur dan curah hujan. Pada wilayah yang curah hujan rendah, maka
juga jarang sehingga akumulasi bahan organik juga rendah (Sutanto, 2005).
Tanah-tanah mineral pada umumnya mempunyai kandungan bahan organik
sekitar 3% - 5%. Kandungan bahan organik pada satu jenis tanah yang sama berbeda
dengan kedalaman tanah yang berbeda. Semakin dalam suatu tanah semakin
berkurang kandungan bahan organiknya, demikian pula dengan pengolahan tanah,
semakin sering tanah diolah, semakin berkurang kandungan bahan organik tersebut
(Hasibuan, 2005). Menurut Suriadi dan Nazam “kriteria C-organik pada tanah dapat
disajikan pada tabel 1 sebagai berikut”.
Tabel 1. Kriteria Kandungan Bahan Organik Tanah
No Kandungan Bahan Organik Keteranagan
1 <1% Sangat Rendah
2 1 – 2% Rendah
3 2 – 3% Sedang
4 3 – 5 % Tinggi
5 > 5% Sangat Tinggi
Sumber: Suriadi dan Nazam (2005)
23
Bahan organik tanah mempunyai berbagai fungsi penting. Beberapa peranan
bahan organik dalam sifat fisika tanah adalah (1) meningkatkan kemampuan tanah,
(2) merangsang pembentukan granulasi butir-butir tanah dalam pembentukan agregat
tanah dan struktur tanah yang mantap, dan (3) menurunkan sifat kohesi dan plastisitas
tanah dan mengurangi sifat-sifat buruk dari liat. Bahan organik tanah memajukan
kebaikan struktur dan konsistensi tanah, dan dengan demikian meningkatkan daya
tanah dalam menyimpan air (Notohadiprawiro, 1998).