TINJAUAN PUSTAKA Daging - USU-IRrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22720/4/Chapter II.pdf ·...

21
TINJAUAN PUSTAKA Daging Daging merupakan komponen utama karkas yang tersusun dari lemak, jaringan adipose tulang, tulang rawan, jaringan ikat dan tendon. Komponen-komponen tersebut menentukan ciri-ciri kualitas daging, organ-organ misalnya hati, ginjal. Otak, paru- paru, jantung, limpa, pankreas dan jaringan otot tidak termasuk dalam definisi ini. Daging merah adalah daging yang menunjukkan warna merah sebelum dimasak. Daging sapi, domba, kambing, kelinci, kerbau dan daging rusa disebut dengan daging merah. Daging ternak mamalia umumnya disebut daging merah. Warna merah yang terdapat pada daging-daging tersebut disebabkan oleh kandungan dari mioglobin. Mioglobin adalah protein yang membawa oksigen pada jaringan hewan ternak (Wikipedia, 2005). Berdasarkan keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi beberapa yaitu daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging Beku), daging masak, daging asap, dan daging olahan (Tafal, 1981). Daging segar jika dipotong mula-mula berwarna ungu tapi lama kelamaan permukaan daging berubah berwarna merah dan akhirnya menjadi coklat. Terbentuknya warna coklat ini sering digunakan sebagai petunjuk menurunnya Sifat fisiologi daging sangat menarik untuk dipelajari. Terjadinya fenomena-fenomena seperti variasi perubahan tekstur pascapenyembelihan dan pemotongan perlu dikaji lebih mendalam. Jika dilakukan pentahapan proses yang didasarkan pada urutan proses yang terjadi Universitas Sumatera Utara

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA Daging - USU-IRrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22720/4/Chapter II.pdf ·...

TINJAUAN PUSTAKA

Daging

Daging merupakan komponen utama karkas yang tersusun dari lemak, jaringan

adipose tulang, tulang rawan, jaringan ikat dan tendon. Komponen-komponen tersebut

menentukan ciri-ciri kualitas daging, organ-organ misalnya hati, ginjal. Otak, paru-

paru, jantung, limpa, pankreas dan jaringan otot tidak termasuk dalam definisi ini.

Daging merah adalah daging yang menunjukkan warna merah sebelum

dimasak. Daging sapi, domba, kambing, kelinci, kerbau dan daging rusa disebut

dengan daging merah. Daging ternak mamalia umumnya disebut daging merah. Warna

merah yang terdapat pada daging-daging tersebut disebabkan oleh kandungan dari

mioglobin. Mioglobin adalah protein yang membawa oksigen pada jaringan hewan

ternak (Wikipedia, 2005).

Berdasarkan keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi beberapa

yaitu daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, daging segar yang dilayukan

kemudian didinginkan (daging dingin), daging segar yang dilayukan, didinginkan

kemudian dibekukan (daging Beku), daging masak, daging asap, dan daging olahan

(Tafal, 1981). Daging segar jika dipotong mula-mula berwarna ungu tapi lama

kelamaan permukaan daging berubah berwarna merah dan akhirnya menjadi coklat.

Terbentuknya warna coklat ini sering digunakan sebagai petunjuk menurunnya Sifat

fisiologi daging sangat menarik untuk dipelajari.

Terjadinya fenomena-fenomena seperti variasi perubahan tekstur

pascapenyembelihan dan pemotongan perlu dikaji lebih mendalam. Jika dilakukan

pentahapan proses yang didasarkan pada urutan proses yang terjadi

Universitas Sumatera Utara

pascapenyembelihan, proses awal yang terjadi pada daging dikenal dengan istilah pre

rigor, kemudian diikuti rigor mortis kemudian diakhiri dengan post rigor atau pasca

rigor. Hewan setelah disembelih, proses awal yang terjadi pada daging adalah pre

rigor. Setelah hewan mati, metabolisme yang terjadi tidak lagi sabagai metabolism

aerobik tapi menjadi metabolism anaerobik karena tidak terjadi lagi sirkulasi darah ke

jaringan otot. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya asam laktat yang semakin lama

semakin menumpuk. Akibatnya pH jaringan otot menjadi turun. Penurunan pH terjadi

perlahan-lahan dari keadaan normal (7,2-7,4) hingga mencapai pH akhir sekitar 3,5-

5,5. Sementara itu jumlah ATP dalam jaringan daging masih relatif konstan sehingga

pada tahap ini tekstur daging lentur dan lunak. Jika ditinjau dari kelarutan protein

daging pada larutan garam, daging pada fase prerigor ini mempunyai kualitas yang

lebih baik dibandingkan daging pada fase postrigor. Daging pada fase prerigor. Hal ini

disebabkan pada fase ini hampir 50% protein-protein daging yang larut dalam larutan

garam, dapat diekstraksi keluar dari jaringan (Forrest et al, 1975).

Karakteristik ini sangat baik apabila daging pada fase ini digunakan untuk

pembuatan produk-produk yang membutuhkan sistem emulsi pada tahap proses

pembuatannya. Mengingat pada sistem emulsi dibutuhkan kualitas dan jumlah protein

yang baik untuk berperan sebagai emulsifier. Tahap selanjutnya yang dikenal sebagai

tahap rigor mortis. Pada tahap ini, terjadi perubahan tekstur pada daging. Jaringan otot

menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. Rigor mortis juga sering disebut

sebagai kejang bangkai. Kondisi daging pada fase ini perlu diketahui kaitannya

dengan proses pengolahan. Daging pada fase ini jika dilakukan pengolahan akan

menghasilkan daging olahan yang keras dan alot. Kekerasan daging selama rigor

mortis disebabkan terjadinya perubahan struktur serat-serat protein. Protein dalam

Universitas Sumatera Utara

daging yaitu protein aktin dan miosin mengalami crosslinking. Kekakuan yang terjadi

juga dipicu terhentinya respirasi sehingga terjadi perubahan dalam struktur jaringan

otot hewan, serta menurunnya jumlah adenosine triphosphat (ATP) dan keratin

phosphat sebagai penghasil energi (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Jika penurunan konsentrasi ATP dalam jaringan daging mencapai 1 mikro

mol/gram dan pH mencapai 5,9 maka kondisi tersebut sudah dapat menyebabkan

penurunan kelenturan otot. Pada tingkat ATP dibawah 1 mikro mol/gram, energi yang

dihasilkan tidak mampu mempertahankan fungsi reticulum sarkoplasma sebagai

pompa kalsium, yaitu menjaga konsentrasi ion Ca di sekitar miofilamen serendah

mungkin. Akibatnya, terjadi pembebasan ionion Ca yang kemudian berikatan dengan

protein troponin. Kondisi ini menyebabkan terjadinya ikatan elektrostatik antara

filamen aktin dan miosin (aktomiosin). Proses ini ditandai dengan terjadinya

pengerutan atau kontraksi serabut otot yang tidak dapat balik (irreversible). Penurunan

kelenturan otot terus berlangsung seiring dengan semakin sedikitnya jumlah ATP. Bila

konsentrasi ATP lebih kecil dari 0,1 mikro mol/gram, terjadi proses rigor mortis

sempurna. Daging menjadi keras dan kaku. Keadaan rigor mortis yang menyebabkan

karakteristik daging alot dan keras memerlukan waktu yang cukup lama sampai

kemudian menjadi empuk kembali.

Melunaknya kembali tekstur daging menandakan dimulainya fasepost rigor

atau pascarigor. Melunaknya kembali tekstur daging bukan diakibatkan oleh

pemecahan ikatan aktin dan miosin, akan tetapi akibat penurunan pH. Pada kondisi pH

yang rendah (turun) enzim katepsin akan aktif mendesintegrasi garisgaris gelap Z pada

miofilamen, menghilangkan daya adhesi antara serabut-serabut otot. Enzim katepsin

yang bersifat proteolitik, juga melonggarkan struktur protein serat otot . Mutu daging

Universitas Sumatera Utara

dikaitkan dengan aspek konsumsi (the eating quality of meat) dipengaruhi oleh

beberapa faktor meliputi: a. Warna b. Water holding capacity dan Juiciness c. Tekstur

dan keempukan d. Odor dan Taste (Astawan, 1989).

Tabel 1. komposisi zat gizi daging sapi per 100 gram bahan yang dimakan Komposisi Kandungan Kalori 207 Protein 18,8 Air 66 Lemak 14 Kalsium 11 Fosfor 170 Besi 2,8 Sumber : Komposisi Bahan Makanan Depkes RI (1981). Sosis

Kata sosis berasal dari bahasa latin salcisia dari kata salcus yang artinya asin.

Yang dimaksud dengan sosis adalah olahan daging hewan yang berupa campuran

daging giling dengan garam, bahan – bahan lain serta rempah – rempah sebagai

bumbunya. Adonan daging giling itu kemudian dimasukan ke dalam pembungkus

yang mencetaknya menjadi bentuk bulat panjang. Bentuk bulat panjang inilah yang

merupakan ciri khas sosis yang membedakannya dengan hasil olahan daging lain

(Anonimous, 1973).

Menurut Forrest et al (1975) membagi sosis kedalam 6 kategori pembuatan

yang digunakan oleh pabrik yaitu : sosis segar, sosis asap-tidak dimasak,sosis asap-

dimasak, sosis fermentasi, dan daging giling masak. Sosis segar tidak dimasak

sebelumnya dan biasanya tidak diasapi, sehingga bila dikonsumsi sosis segar harus

dimasak Sosis segar dibuat dari daging segar yang tidak dicuringkan.

Pencuringan adalah suatu cara pengolahan daging dengan menambahkan

beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl), natrium-nitrit, natrium-nitrat,

Universitas Sumatera Utara

gula, serta bumbu-bumbu. Tujuan daripada curing adalah untuk mendapatkan warna

yang stabil, aroma, tekstur, dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi

pengerutan daging selama prosesing serta memperpanjang masa simpan produk

(Soeparno, 1994). Ketentuan dari mutu sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia

(SNI 01-3820-1995) adalah kadar air maksimal 67%, abu maksimal 3%, protein

minimal 13%, lemak maksimal 25%, serta karbohidrat maksimal 8%. Garam

merupakan konstituen campuran bahan curing yang paling penting, garam pada

konsentrasi yang cukup berfungsi sebagai: (1) pengawet atau penghambat

pertumbuhan mikroba dan (2) penambah aroma dan cita rasa atau flavour.

Jenis Casing

Terdapat 3 jenis casing yang sering digunakan dalam pembuatan sosis yaitu

alami, kolagen, serta selulosa. Casing alami biasanya terbuat dari usus alami hewan,

casing ini mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi dan melekat pada

produk, sedangkan kerugian dari casing ini adalah produk ini tidak awet. Casing

kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar, keuntungan dari jenis casing

ini dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk. Casing selulosa biasanya

berbahan baku pulp. Keuntungan dari casing selulosa adalah dapat dicetak atau

diwarnai dan murah. Kekurangan dari casing ini adalah sangat keras dan dianjurkan

untuk tidak dimakan (Astawan, 2009).

Bahan Pengikat dan Pengisi

Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya

ikat air daging dan mengemulsikan lemak. Bahan pengikat mengandung protein

tinggi, terutama berasal dari susu kering dan produk kedelai misalnya tepung kedelai,

Universitas Sumatera Utara

protein kedelai, dan protein kedelai isolai. Susu kering tanpa lemak mempunyai

kemampuan untuk mengemulsikan lemak yang terbatas, karena kaseinnya

berkombinasi dengan sejumlah Ca sehingga tidak mudah larut dalam air

(Forrest et al., 1975). Maksud penambahan bahan pengikat adalah untuk

meningkatkan daya ikat air produk daging, mengurangi pengerutan selama

pemasakan, meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan flavour, meningkatkan

karakteristik irisan produk. Takahashi et al. (1987) menyatakan bahwa penambahan

bahan pengikat bertujuan untuk memperbaiki elastisitas dari produk akhir.

Penambahan bahan pengikat ke dalam emulsi sosis disamping sebagai bahan pengikat

dan pengisi juga berfungsi untuk menarik air, memberikan warna dan membentuk

tekstur yang padat. Bahan pengikat yang biasa digunakan adalah tepung kedelai,

tepung jagung, tepung terigu, tepung beras, kasein, albumin dan susu skim.

Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi

mempunyai pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengisi yang biasa

ditambahkan pada sosis adalah tepung gandum, barley, jagung atau beras, pati dari

tepung-tepung tersebut. Tepung pengisi mengandung lemak dalam jumlah yang relatif

tinggi dan protein dalam jumlah yang relatif rendah, sehingga mempunyai kapasitas

mengikat air yang besar dan kemampuan emulsifikasi yang rendah

Maksud dari penambahan bahan pengikat dan pengisi pada daging proses

seperti sosis adalah (1) untuk meningkatkan stabilitas emulsi (2) meningkatkan daya

ikat air produk daging (3) meningkatkan flavour atau cita rasa (4) mengurangi

pengerutan selama pemasakan (5) meningkatkan karakteristik irisan sosis (6)

mengurangi biaya formulasi (Soeparno, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Bahan-bahan lain

1. Garam

Garam yang digunakan dalam pembuatan produk sosis adalah jenis garam dapur

(NaCl), garam tidak hanya berfungsi sebagai pembentuk flavor, namun juga

berpengaruh dalam pembentukan karakteristik fisik dan adonan. Garam mempunyai

peran yang cukup menentukan yaitu memberikan kelezatan produk, mempertahankan

flavor dari bahan-bahan yang digunakan, berfungsi sebagai pengikat adonan sehingga

mengurangi kelengketan. Selain itu, garam juga dapat membantu mencegah

berkembangnya mikroba yang ada dalam adonan (Hui, 1992).

2. Bawang Putih

Menurut Lewis (1984) karakteristik bau yang kuat dari bawang putih disebabkan oleh

adanya senyawa volatile sekitar 0,1% yang mengandung senyawa sulfur. Senyawa

tersebut terbentuk ketika sel terpecah, sehingga terjadi reaksi antara precursor yang

disebut allin dan enzim allinase. Terbentuknya substansi yang disebut allicin (diali

tiosulfat), menimbulkan bau yang segar dari bawang putih. Allicin mengalami

degradasi non enzimatik untuk membentuk metal dan allil mono, di dan trisulfit dan

sulfur oksida.

3. Merica

Biji merica digunakan sebagai bumbu pemberi rasa dan aroma, karena rempah-rempah

dapat menyamarkan makanan dengan penutup rasa bagi makanan yang kurang enak.

Selain itu juga berfungsi sebagai pengawet. Merica mengandung minyak atsiri, pinena,

kariofilena, filandrena, alkaloid, piperina, kavisina, piperitina, zat pahit dan minyak

lemak (Lewis, 1984).

Universitas Sumatera Utara

4. Bahan Penyedap

Bahan penyedap yang digunakan sebagai pembangkit aroma dan cita rasa pada

makanan merupakan senyawa-senyawa sintetik. Pada umumnya senyawa yang

digunakan adalah senyawa-senyawa ester dalam jumlah sangat kecil telah dapat

memberikan aroma dan cita rasa yang baik. Salah satu senyawa cita rasa adalah

monosodium glutamate (MSG) yang merupakan garam natrium dari asam glutamate.

MSG dibuat melalui proses fermentasi dari tetes-tetes gula (molasses) oleh bakteri.

Dalam proses fermentasi ini akan menghasilkan asam glutamate, kemudian

penambahan sodium karbonat akan terbentuk MSG setelah terlebih dahulu dimurnikan

dan dikristalisasikan. Tingkat penggunaan yang tepat secara umum berkisar antara

0,2-0,6% berdasarkan berat makanan yang dikonsumsi (Jenie, 2001).

5. Minyak Goreng

Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan

sebagai bahan pangan. Minyak goreng mempunyai fungsi sebagai media penghantar

panas, penambah rasa guring, serta penambahan nilai gizi dan kalori pada bahan

pangan yang digoreng (Kataren, 1986). Mutu minyak goreng dipengaruhi oleh titik

asapnya yang merupakan suhu dimana pemanasan minyak mulai terbentuk akrolein

yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Kerusakan

minyak goreng yang berlansung selama penggorengan yaitu tekstur dan kenampakan

yang kurang menarik serta cita rasa dan bau yang kurang enak.

Universitas Sumatera Utara

Pengawetan dan Pewarna

Pewarna alami diperoleh dari tanaman ataupun hewan yang berupa pigmen.

Beberapa pigmen alami yang banyak terdapat disekitar kita adalah klorofil (terdapat

pada daun-daun berwarna hijau), karotenoid ( terdapat pada wortel dan sayuran lain

berwarna oranye-merah). Umumnya pigmen-pigmen ini tidak cukup stabil terhadap

panas, cahaya dan pH tertentu. Walupun begitu pewarna alami umumnya aman dan

tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh.

Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan

yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna

alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan seperti

warna kuning : tartrazin, sunset yellow, warna merah : allura, eritrosin, amaranth, dan

warna biru : biru berlian

Pada pembuatan sosis, bahan pengawet yang sering digunakan adalah nitrit.

Aktivitas antibakteri nitrit telah diuju dan ternyata efektif untuk mencegah

pertumbuhan bakteri clostridium botulinum yang merupakan bakteri patogen

penyebab keracunan makanan. Selain sebagai pengawet fungsi penambahan nitrit pada

proses curing daging adalah untuk memperoleh warna merah yang stabil. Nitrit akan

terurai menjadi nitrit oksida, yang selanjutnya bakal bereaksi dengan mioglobin

membentuk nitrosomioglobin. Meskipun sebagai salah satu bahan tambahan pangan

yang memberikan banyak keuntungan, ternyata dari penelitian dibutuhkan bahwa nitrit

dapat membentuk nitrosamin yang bersifat toksik dan karsinogenik, yang

mengakibatkan kerusakan hati dan penyakit tumor (Tekno Pangan, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Proses Pembuatan Sosis

1. Persiapan

Pada tahap ini ada peluang untuk melakukan kreasi dan bahan yang digunakan

untuk pembuatan sosis sapi disiapkan sesuai dengan kebutuhan untuk formula

resepnya yaitu dengan proses penimbangan masing-masing bahan. Proporsi masing-

masing bahan tersebut akan menghasilkan sifat reologis yang berbeda-beda inovasi

resep (the u.s. department of agricultural, 1999)

2. Freezing

Freezing merupakan suatu pembekuan yang paling mudah, membutuhkan waktu

yang sedikit dan mampu menjaga daya tahan bahan maupun produk pengoahan lebih

lama. Freezing tidak dapat mensterilkan makanan atau membunuh mikroorganisme

pembusuk yang menyebabkan bahan atau produk rusak, melainkan hanya mampu

menginaktifkan kerja dari enzim bakteri pembusuk, sehingga dapat memperlambat

kerja dari mikroba pembusuk tersebut (Jeremiah, 1996).

3. Thawing

Thawing merupakan proses kelanjutan dari proses freezing. Thawing akan

mengembalikan bahan baku ataupun produk dari yang semula berbentuk fase padat

menjadi fase cair. Dalam daging beku akan mengembalikan keempukan dari daging.

Suhu thawing berkisar antara 100-150C. (Jeremiah, 1996) Ada 2 macam thawing yaitu

slowly thawing dan rapid thawing. Slowly thawing menggunakan aliran udara hangat

yang akan menyebabkan suhu bahan baku dan produk menjadi meningkat. Sedangkan

cara lambat adalah dengan membungkus bahan baku dengan plstik kemudian dialiri

oleh air. (Forrest et all, 1975)

Universitas Sumatera Utara

4. Penggilingan

Daging ayam dicincang sampai halus. Tujuan dari pencincangan ini adalah

pengecilan ukuran daging ayam hingga mencapai ukuran seragam guna pembentukan

emulsi pada produk sosis. Kemudian daging yang telah digiling, ditimbang beratnya

untuk memudahkan pemberian bumbu-bumbu. (Forrest et all, 1975)

5. Pemberian bumbu dan Pencampuran

Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan sosis menurut Lewis (1984)

adalah lada, pala ,bawang putih, gula dan garam. Jumlah dan variasi bumbu yang

digunakan tergantung selera, daerah dan aroma yang dikehendaki. Menurut

Amertaningtyas (2001) setelah daging dicincang halus, bumbu-bumbu ditambahkan

pada adonan daging cincang kemudian dicampur hingga merata. Sluri dibuat dari

bumbu-bumbu dan garam menggunakan dua gelas air lalu dicampur merata.

Penambahan air bertujuan untuk memecah curing ingredients, memfasilitasi proses

pencampuran dan memberikan karakteristik tekstur dan rasa pada produk sosis.

6. Emulsifikasi

Emulsifikasi adalah suatu system yang tidak stabil secara termodinamik yang

mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, satu diantaranya

didispersikan sebagai globula-globula dalam fase cair lain. Fase yang didispersikan

disebut sebagai fase terdispersi dan fase yang mendispersikan disebut sebagai fase

kontinu (Martanti,2000). Struktur produk daging misalnya sosis hati , frankfurter dan

bologna adalah contoh emulsi lemak dalam air. Lemak membentuk fase disperse dari

emulsi sedangkan air yang mengandung protein dan garam terlarut membentuk fase

kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi

Universitas Sumatera Utara

mempunyai afinitas,baik terhadap air yaitu porsi molekul hidrofilik , maupun terhadap

lemak yaitu molekul hidrofobik (Forrest et all, 1975). Kapasitas protein dan air

mengikat globula tau partikel-partikel lemak di dalam suatu emulsi disebut kapasitas

emulsi. Protein daging yang larut dalam air, terutama adalah protein sarkosplasmik.

Protein miofibrilar merupakan agensia pengemulsi yang lebih efisien dan mempunyai

pengaruh terhadap peningkatan stabilitas emulsi yang lebih besar dibandingkan

protein daging lainnya , misalnya protein sarkoplasmik (Soeparno,1992).

7. Stuffing

Menurut Hui(1992) stuffing merupakan tahap pengisian adonan sosis ke dalam

selongsong. Pengisisan adonan sosis ke dalam selongsong tergantung tipe sosis,

ukuran kemudahan proses, penyimpanan serta permintaan konsumen.

8. Pengeringan

Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengurangi / mengeluarkan

sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan

menggunakan energy panas. Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas

agar mikroba tidak dapat tumbuh didalamnya. Kadar air berpengaruh terhadap tekstur

(Mujumdar,1995). Menurut Desrorier (1978) pengeringan bahan pangan dengan sinar

matahari dapat menurunkan kandungan air dan menyebabkan pemekatan dari bahan-

bahan yang ditinggal seperti karbohidrat, lemak , protein sehingga bahan pangan

memilikikualitas simpan yang lebih baik.

Universitas Sumatera Utara

9. Pemasakan

Prosess pemasakan bertujuan agar daging sosis menjadi matang, meningkatkan

keempukan daging, meningkatkan kekompakan struktur daging karena terjadi

koagulasi protein dan dehidrasi sebagian untuk memberika rasa dan aroma tertentu,

memberikan warna yang lebih menarik karena denaturasi mioglobin pembentukan

nitrosihemokrom, pasteurisasi sosis dan oleh karenanya memperpanjang masas

simpan produk sosis. Pemasakan dapat dilakukan dengan perebusan, pengukusasn,

pengasapan, maupun kombinasi dari ketiganya selama 45-50 menit

(Forrest, et al , 1975). Proses pemasakan sosis dengan pemanasan adalah memanaskan

produk sosis hingga suhu produk mencapai 65-700 C suhu ini cukup untuk membunuh

mikroba ynag terdapat didalamnya (Purnomo, 1992).

10. Cooling

Proses ini bertujuan untuk menjaga agar produk makanan teteap awet dan

mikroba pembusuk yang tidak mati ataupun sel vegetatiifnya menjadi tidak aktif. Suhu

chilling biasanya berkkisar antara 00 C-50 C bila terlalu lebih dari 50 C dikuatirkan

bakteri tetap bekerja dan bila kerja enzim dari mikrobia pathogen maupiun pembusuk

tetap aktif , maka akan menyebabkan bahan pangan tersebut akan lebih cepat rusak,

serta toksik bahkan akan juga menyebabkan keracunan terhadap makanan tersebut

(Jeremiah, 1996).

Universitas Sumatera Utara

11. Pengemasan

Menurut Paine dan Paine (1992) beberapa syarat syarat bahan pengemas untuk

bahan yang dibekukan adalah sebagai berikut: a) Harus mampu memberikan proteksi

terhadap kemungkinan adanya dehidrasi. Dalam keadaan udara kering (suhu dingin)

bahan pangan cenderung akan kehilangan air.b) Adanya oksigen bagi produk beku

akan mempercepat terjadinya rancidity terutama bahan yang mengandung lemak

sehingga bahan pengemas mampu menghalang masukn ya oksigen. c) Bila terjadi

dehidrasi dan oksidasi dalam bahan pangan yang dikemas menyebabkan terjadinya

freezeburn, permukaan bahan pangan akan mengalami pemucatan warna dan

kemunduran tekstur(bahan pengemas mampu menghalangai penguapan bahan organic

sehingga aroma dan flavor bahan dapat dipertahankan d) Bagian dari wadah terluar

dapat digunakan agar embun udara atmosfer tidak meresap dalam wadah, bila terjadi

peresapan uap air kedalam bahan yang dikemas mengakibatkan pembekuan yang

berlebihan

12. Penyimpanan

Factor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan dalam pangan meliputi

yaitu : a) jenis dan bahan baku yang digunakan, b) metode dan keefektifan

pengolahan,c) jenis dan keadaan kemasan,d) perlakuan mekanis yang cukup berat

dalam produk yang dikemas dala penyimpanan, dan distribusi dan juga pengaruh yang

ditimbulkan oleh suhu dan kelembaban penyimpanan. Setiap system atau jenis bahan

pangan dalam suatu kondisi naik mempunyai daya simpan yang potensial, potensi ini

dapat hilang dengan cepat oleh perlakuan mekanis yang cukup berat. Pengemasan

yang tidak memadai dan kondisi penyimpanan yang jelek (Desrosier,1978). Penentuan

kualitas sosis ynag difermentasi kini dilakukan dengan: a) Pengukuran keasaman,

Universitas Sumatera Utara

b) Kadar air , c) disamping uji organpoleptik. Penggunaan kultur pemula dalam proses

fermentasi membutuhkan kondisi hygiene selam pengolahan karena kontaminasi kan

sangat berpengaruh pada proses fermentasi. Pertumbuhan jamur pada permukaan

sering dijumpai terjadi pada sosis yang diolah secara fermenytasi dan pertumbuhan ini

diakibatkan oleh kondisi panas serta kelembaban dalam ruang pemasakan

Daun Jati

1. Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotylledonae

Ordo : Malvales

Famili : Sterculiceae

Genus : Guazuma

Species : Guazuma ulmifolia Lamk

2. Nama Daerah

a. Inggris : Bastard cedar

b. Perancis : Orme d’amerique

c. Meksiko : Guasima

d. Melayu : Jati belanda

e. Jawa Tengah : Jati londo

(Backer dan Van Bakhuizen den Brink, 1965)

Universitas Sumatera Utara

3. Daerah Asal Tumbuhan & Morfologi

Tumbuhan berasal dari Amerika. Morfologi tumbuhan berupa semak atau

pohon, tinggi 10-20 m, percabangan ramping. Bentuk daum bundar telur sampai

lanset, panjang helai daun 4 cm sampai 22,5 cm, lebar 2-10 cm, pangkal menyerong

berbentuk jantung, bagian ujung tajam, permukaan daun bagian atas berambut jarang,

permukaan bagian bawah berambut rapat;8 panjang tangkai daun 5- 25 mm,

mempunyai daun penumpu berbentuk lanset atau berbentuk paku, panjang 3- 6 mm.

Perbungaan berupa mayang, panjang 2- 4 cm, berbunga banyak, bentuk bunga agak

ramping dan berbau wangi; panjang gagang bunga lebih kurang 5 mm, kelopak bunga

lebih kurang 3 mm, mahkota bunga berwarna kuning, panjang 3-4 mm, tajuk terbagi

dalam 2 bagian, berwarna ungu tua kadang-kadang kuning tua, panjang

3-4 mm, bagian bawah terbentuk garis, panjang 2- 2,5 mm, tabung benang sari

berbentuk mangkuk, bakal buah berambut, panjang buah 2 cm sampai 3,5 cm. Buah

yang telah masak bewarna hitam (Anonim, 1978).

4. Habitat dan Daerah Distribusi

Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia L.) dibawa dari Amerika oleh

orang Portugis ke Indonesia dan dikultivasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur

(Suharmiati dan Herti, 2003). Tanaman ini tumbuh dengan biji, dapat juga dengan stek

tunas berakar. Perbanyakan tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia L.) dilakukan

dengan biji. Tanaman ini dirawat dengan disiram dengan air, dijaga kelembapan

tanahnya, dan dipupuk dengan pupuk organik. Tanaman ini menghendaki tempat yang

terbuka dengan cukup sinar matahari (Arief, 2005).

Universitas Sumatera Utara

5. Kandungan Kimia

Seluruh bagian tanaman jati belanda (Guazuma ulmifolia L.) mengandung

senyawa aktif seperti tanin dan mucilago. Kulit batang mengandung 10% zat lendir,

9,3% damar-damaran, 2,7% tanin, beberapa zat pahit, glukosa dan asam lemak. Zat

utama yang terdapat dalam kandungan daun jati adalah tanin, lendir atau musilago.

Kandungan lainnya antara lain alkohol, b-sitosterol, kafein, friedelin-3a-asetat,

friedelin-3bol, terpen, trieterpen (sterol), karotenoid, flavonoid, resin, glukosa, asam

lemak, asam fenolat, zat pahit, karbohidrat, serta minyak lemak

(Sulaksana dan Jayusman, 2005)

Disamping itu karena kandungan lainnya seperti kasein, fenol, dan asam

fenolat, jati belanda memiliki aromatik yang lemah. Kandungan utama daun jati

adalah tanin dan musilago. Tanin bersifat astringen, senyawa ini diketahui dapat

mengendapkan mukosa protein yang ada di dalam permukaan intestin (usus halus)

yang dapat mengurangi penyerapan makanan, sehingga proses obesitas (kelebihan

berat badan dapat dihambat). Jadi daun jati belanda dapai mengurangi berat badan

(Suharmiati dan Herti., 2003).

6. Manfaat

Tanaman jati belanda (Guazuma ulmifolia L.) mempunyai efek antidiare,

astringen, dan menguruskan badan (Arief, 2005). Infus daun jati belanda

(Guazuma ulmifolia L.) mempunyai khasiat antidiare pada tikus putih yang dibuat

diare dengan menggunakan minyak jarak, semakin tinggi dosis yang diberikan

semakin besar daya antidiarenya. Selain itu daun jati belanda bisa juga digunakan

sebagai antidiare (Sundari dkk, 2001). Bagian dalam kulit batang tanaman jati belanda

(Guazuma ulmifolia L.) dipakai untuk mengobati penyakit cacing dan kaki gajah.

Universitas Sumatera Utara

Kadar lemak

Kadar lemak mempengaruhi keempukan daging dan kelezatan sosis, lemak

juga melayani fase dispersi emulsi daging. Kadar lemak bervariasi diantara daging

atau hasil sisa sehingga bisa menimbulkan masalah lemak non-emulsi, lemak yang

tidak teremulsi harus diusahakan minimum. Emulsi dari lemak sapi cenderung lebih

stabil daripada lemak babi, karena lemak sapi lebih banyak mengandung asam-asam

lemak jenuh. Dapat dilumatkan pada temperatur yang lebih tinggi, sedangkan lemak

babi sudah mulai mencair pada temperatur rendah. Sosis masak harus mengandung

lemak tidak lebih dari 30% (Judge et al.,1989).

Dalam pembentukan adonan sosis yang stabil biasanya ditambahkan lemak,

baik lemak nabati maupun lemak hewani karena disamping untuk kestabilan sosis

penambahan lemak dalam pembuatan sosis juga untuk memperoleh produk sosis yang

kompak, tekstur yang empuk serta aroma yang lebih baik. Jumlah penambahan lamak

yang terlalu sedikit akan menghasilkan sosis yang keras dan kering, sedangkan terlalu

banyak akan menghasilkan sosis yang lunak dan empuk. Jumlah kadar lemak yang

dibutuhkan dalam pembuatan sosis berkisar antara 5-20% (Purwaningsih, 2006).

Jika lemak digunakan dalam jumlah sedang, maka rasa panganan menjadi lebih

baik. Banyak cita rasa dan keharuman yang menyenangkan diperoleh dari lemak

dalam pangan. Selain itu, selama proses pencernaan lemak meninggalkan perut lebih

lambat dari karbohidrat dan protein, sehingga membantu menangguhkan serangan rasa

lapar dan menyebabkan rasa puas pada seseorang. Lemak juga membawa vitamin A,

D, E dan K, dan membantu proses pencernaan serta membantu absorbsi vitamin-

vitamin tersebut dan mengangkutnya ke seluruh tubuh (Kataren, 1968).

Universitas Sumatera Utara

Kolagen yang berlebihan selama pencampuran bahan sosis atau emulsifikasi

pada sosis dapat meningkatkan daya air, tetapi selama proses pemanasan (misalnya

600C-650C) kolagen mengerut dan sebagiannya menjadi gelatin pada temperatur yang

lebih tinggi dari 650C. Kolagen dan gelatinnya mempunyai daya ikat air yang baik

tetapi mempunyai kemampuan emulsifikasi lemak yang rendah (Kramlich, 1971).

Efek pengolahan terhadap lemak proses pemanasan dapat menurunkan kadar

lemak bahan pangan. Demikian juga dengan asam lemaknya, baik esensial maupun

non esensial. Kandungan lemak daging sapi yang tidak dipanaskan (dimasak) rata -

rata mencapai 17.2%, sedangkan jika dimasak dengan suhu 60ºC, kadar lemaknya

akan turun menjadi 11.2 – 13.2% (Aprianto, 2002).

Tekstur

Pada prinsipnya keempukan daging dapat ditentukan secara subjektif dan

objektif. Penentuan keempukan atau kealotan daging dengan metode subjektif dapat

dilakukan secara sederhana dengan menggunakan cara struktur atau non struktur atau

dengan cara yang lebih canggih atau kompleks, yaitu uji panel cita rasa yang disebut

panel taste. Pengujian secara objektif dapat dilakukan secara mekanik termasuk

pengujian kompresi (indikasi kealotan jaringan ikat), daya putus Warner-Bratzler

(indikasi kealotan miofibril), adhesi (indikasi kekuatan jaringan ikat) dan susut masak

(sensitif terhadap perubahan jus daging) (Moehyi, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Organoleptik

Indra perasa kita dapat merasakan banyak makanan yang kita makan, hal ini

dapat dipakai sebagai metode untuk menentukan kualitas makanan. Kita dapat

membiasakan indera kita untuk mengenali atau menilai cita rasa dan kualitas makanan

dengan cara melatih indera tersebut (Ammermen, 1987). Makanan yang telah

dikunyah akan mengakibatkan keluarnya air liur yang kemudian menimbulkan

rangsangan pada saraf pengecap yang ada di lidah. Makanan yang empuk dapat

dikunyah dengan sempurna dan akan menghasilkan senyawa yang lebih banyak berarti

intensitas rangsangan menjadi lebih tinggi (Moehyi, 1992).

Cita rasa makanan yang ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap

indera di dalam tubuh manusia, terutama indera pengecap. Makanan yang memiliki

cita rasa tinggi adalah makan yang disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang

sedap dan memberikan rasa yang lezat. Komponen yang berperan dalam penentuan

kelezatan makanan adalah aroma makanan, bumbu masakan, keempukan dan

kerenyahan makan serta tingkat pematangan dan temperatur makanan (Moehyi, 1992).

Flavour dan aroma adalah sensasi kompleks yang saling berkaitan. Flavour

melibatkan rasa, bau, tekstur, temperatur dan pH. Evaluasi bau dan rasa sangat

tergantung pada panel cita rasa dan flavour daging selama pemasakan. Keragaman

antara individu dalam respon intensitas dan kualitas terhadap stimulus tertentu (karena

beberapa faktor luar) menyebabkan pemilihan anggota panel merupakan hal yang

penting (Lawrie, 2003).

Warna daging dapat diukur dengan notasi atau dimensi warna tristimulus.

Ketiga notasi warna didefinisikan sebagai : hue = warna (misalnya merah, biru dan

hijau), nilai = terang atau gelap, dan kroma = jumlah intensitas warna (bila hue

Universitas Sumatera Utara

bercampur dengan putih). Setiap warna dapat dibentuk dari campuran antara ketiga

warna utama (merah, biru dan hijau) dan jumlah yang dibutuhkan untuk membentuk

suatu warna disebut nilai tristimulus.

Bau dan rasa daging masak banyak ditentukan oleh prekusor yang larut dalam

air dan lemak, dan pembebasan substansi atsiri (volatil) yang terdapat di dalam

daging. Senyawa-senyawa flavour di dalam lemak adalah spesifik di dalam daging.

Senyawa-senyawa flavour di dalam lemak adalah spesifik untuk suatu spesies, jenis

kelamin, atau bisa timbul dari ingridien pakan misalnya tepung ikan, bawang putih

dan insektisida, atau diabsorpsi selama pengolahan dan penyimpanan. Flavour daging

cured masak terutama adalah karena bahan curing yang dipergunakan selama

prosesing, yaitu garam, gula dan nitrit, serta asap untuk daging cured asap. Ekstrak air

daging misalnya daging sapi mentah yang dipanaskan akan menghasilkan flavour

yang spesifik (Kramlich, 1971), hasil dialisi ekstrak air daging giling mentah

menunjukkan adanya prekusor di dalam difusat yang menghasilkan lavour seperti

daging sapi panggang jika dipanaskan dengan lemak, dan flavour seperti kaldu daging

sapi jika dipanaskan dengan air (Batzer et al., 1960).

Universitas Sumatera Utara