PENDAHULUAN Latar Belakang - USU-IRrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31727/5/Chapter...
Transcript of PENDAHULUAN Latar Belakang - USU-IRrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31727/5/Chapter...
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman
kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia, seperti: bubur
kacang hijau dan isi onde-onde. Kecambahnya dikenal sebagai tauge. Tanaman
ini mengandung zat-zat gizi, antara lain: amylum, protein, besi, belerang, kalsium,
minyak lemak, mangan, magnesium, niasin, vitamin (B1, A, dan E). Manfaat lain
dari tanaman ini adalah dapat melancarkan buang air besar dan menambah
semangat hidup, juga digunakan untuk pengobatan (Atman, 2007).
Pulau Jawa merupakan penghasil utama kacang hijau di Indonesia, karena
memberikan kontribusi 61% terhadap produksi kacang hijau nasional. Sebaran
daerah produksi kacang hijau di Indonesia adalah: NAD, Sumatera Barat dan
Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan
Sulawesi Selatan, NTB dan NTT. Total kontribusi daerah tersebut adalah 90%
terhadap produksi kacang hijau nasional dan 70% berasal dari lahan sawah.
Tantangan pengembangan kacang hijau di lahan kering adalah peningkatan
produktivitas dan mempertahankan kualitas lahan untuk berproduksi lebih lanjut.
Pengembangan kacang hijau merupakan solusi murah untuk mengatasi masalah
tersebut. Keterbatasan modal, garapan lahan kering yang relatif luas, anggapan
petani terhadap kacang hijau sebagai tanaman kedua, dan infrastruktur yang
kurang memadai merupakan faktor biofisik dan sosial ekonomi yang menghambat
pengembangan kacang hijau di lahan kering (Kasno, 2007).
Tanaman kacang hijau masih kurang mendapat perhatian petani, meskipun
hasil tanaman ini mempunyai nilai gizi yang tinggi dan harga yang baik.
Universitas Sumatera Utara
2
Dibanding dengan tanaman kacang-kacangan yang lain, kacang hijau memiliki
kelebihan ditinjau dari segi agronomi maupun ekonomis, seperti: lebih tahan
kekeringan, serangan hama penyakit lebih sedikit, dapat dipanen pada umur
55 – 60 hari, dapat ditanam pada tanah yang kurang subur, dan cara budidayanya
yang mudah. Dengan demikian kacang hijau mempunyai potensi yang tinggi
untuk dikembangkan (Sunantara, 2000).
Masalah yang dihadapi dalam pengembangan kacang hijau adalah masih
rendahnya produksi yang dicapai petani. Rendahnya hasil disebabkan oleh
budidaya yang kurang baik (tanpa pemupukan dan penyiangan), persediaan air
tidak cukup, adanya serangan penyakit terutama seperti bercak daun Cercospora,
karat daun, embun tepung, kudis (scab) dan virus (Rukmana, 1997).
Kecambah kacang hijau (tauge) merupakan sayuran tradisional yang
terkenal diseluruh dunia. Nama itu jadi bersih sejak pelarangan pestisida dalam
proses produksinya. Untuk itu, sumber vitamin yang baik perlu dipikirkan,
khususnya kaya akan vitamin C. Enam puluh jam proses perkecambahan
meningkatkan kadar vitamin C hingga 132 mg/100 g, sebuah pertimbangan
keuntungan yang nyata. Perkecambahan itu juga meningkatkan kadar niasin dan
riboflavin secara signifikan. Jika tauge diproduksi berbasis komersial, diperlukan
suatu varietas baik yang memiliki sifat diinginkan seperti hasil yang tinggi, dapat
beradaptasi pada kondisi iklim yang berbeda dan toleran terhadap hama-penyakit
selain untuk produksi tauge yang baik. Kacang hijau kualitas tinggi untuk
kecambah, harus sedikit akar, berdiameter besar dan renyah. Permasalahan utama
yang terjadi secara komesial adalah: akar yang panjang dan hipokotil yang
Universitas Sumatera Utara
3
ramping, sulit berkecambah, perakaran pendek dan besar tauge dikatakan hal yang
paling sulit untuk dicapai (Heettiarachchi, 1985).
Dalam perdagangan kacang hijau di Indonesia hanya dikenal dua macam
mutu, yaitu kacang hijau biji besar dan biji kecil. Kacang hijau biji besar
digunakan untuk bubur dan tepung, sedangkan yang berbiji kecil digunakan untuk
pembuatan tauge. Di Indonesia, tauge sangat populer karena proses pembuatannya
sangat sederhana (Astawan, 2004).
Varietas unggul merupakan komponen teknologi produksi yang murah,
mudah diadopsi petani serta aman terhadap lingkungan. Tersedianya varietas yang
memiliki produktivitas tinggi, tahan terhadap penyakit embun tepung, memegang
peranan penting dalam menekan kehilangan hasil dan meningkatkan pendapatan
petani. Selain itu tersedianya varietas tersebut memiliki dampak positif terhadap
efisiensi usaha tani dan aman terhadap lingkungan (Anwari, et al, 2006).
Meskipun banyak usaha yang telah dilakukan pada kecambah (tauge),
mereka mengutamakan pada penemuan cara untuk meningkatkan kualitas tauge.
Juga banyak usaha telah dilakukan pada analisa kualitas nutrisinya. Hanya
literatur yang terbatas menyediakan berbagai komponen produksi tauge. Ada
hubungan terbalik antara hari dan indeks panen dari awal pembungaan sampai
awal pematangan polong pada kacang hijau. Ini menjadi tahap dalam kelebihan
dari strategi yang diperlukan dari kerapatan kanopi dalam kondisi agronomi yang
berbeda, hasil, dalam produksi kering berikutnya, sebagian lagi pada batang dan
daun tanpa peningkatan produksi (Heettiarachchi, 1985).
Dalam sebuah studi pada berbagai karakter populasi kacang hijau
kelompok kematangan yang berbeda menunjukkan dalam kelompok yang paling
Universitas Sumatera Utara
4
cepat matang dengan jumlah polong/tanaman, tinggi tanaman dan biji/polong
menjadi komponen produksi utama dimana dalam kelompok kematangan terakhir
jumlah polong/tanaman, ruas/tanaman, cabang sekunder, cabang primer, biji/
polong, tinggi tanaman dan hari berbunga. Selebihnya, mereka pernah meneliti
suatu hubungan negatif diantara berat dan hasil 100 galur. Jumlah polong
/tanaman sebagai komponen hasil utama (Heettiarachchi, 1985).
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi varietas kacang hijau
(Vigna radiata (L.) Wilczek) dalam produksi kecambah (tauge) yang berkualitas
tinggi.
Hipotesa Penelitian
1. Ada perbedaan pertumbuhan dan produksi dari varietas kacang hijau
(Vigna radiata (L.) Wilczek) yang diuji.
2. Ada pengaruh perbedaan varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek)
terhadap produksi kecambah (tauge).
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
5
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Sistematika tanaman kacang hijau adalah:
Kingdom: Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class: Magnoliopsida
Ordo: Fabales
Family: Fabaceae
Genus: Vigna
Species: Vigna radiata (L.) Wilczek
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kacang_hijau, 2010).
Perakaran tanaman kacang hijau bercabang banyak dan membentuk bintil
akar (nodul, nodula). Makin banyak nodul akar, makin tinggi kandungan nitrogen
(N) sehingga menyuburkan tanah (Rukmana, 1997).
Jumin (2002) dalam Ojimorinews (2011)
http://www.ojimori.com/2011/06/29/proses-biokimia-dan-fisiologi-fiksasi-nitrogen/
bahwa pada tanaman legume, pembentukan bintil akar yang efektif disamping di
tentukan oleh sifat genotip, juga ditentukan oleh galur Rhizobium yang berperan.
Bintil akar diklasifikasikan dalam dua kelompok yaiu kelompok efektif dan
kelompok tidak efektif. Sifat tidak berbintil dan berbintil akar sangat berguna
untuk mengukur fiksasi nitrogen dan residunya di dalam tanah terutama dalam
mengatur sistem pola tanam, agar konsumsi pupuk dapat ditekan, tetapi
pertumbuhan dan produksi konsumsi pupuk dapat ditekan, tetapi pertumbuhan
dan produksi tetap tinggi. Mikroorganisme yang berperan dalam fiksasi nitrogen
Universitas Sumatera Utara
6
dalam akar banyak spesies yang telah teridentifikasi pada beberapa pohon tropika
adalah Chyanobakteri, tetapi pada sebagian besar spesies yang melaksanakan
proses ini adalah organisme seperti Actionomycetes (bakteri berfilamen). Pada
polong–polongan yang berperan adalah spesies bakteri dari genus Rhizobium
tertentu biasanya efektif hanya pada satu spesies polong–polongan. Rhizobium
memperoleh energi karbohidrat ini mula–mula dibentuk di daun selama proses
fotosintesis dan kemudian diangkut melalui floem ke bintil akar. Sukrosa
merupakan karbohidrat yang paling umum dan banyak diangkut, seperti pada
polong–polongan beberapa elektron dan ATP yang diperoleh selama oksidasi
dalam bakteroid digunakan untuk mereduksi N2 menjadi NH4+. Faktor – faktor
yang mempengaruhi proses fiksasi nitrogen adalah jumlah NH4+ didalam tanah
yang terbentuk, populasi bakteri nitrifikasi, reaksi tanah, aerasi, kelembaban
tanah, dan suhu. Jumlah NH4+ di dalam tanah lebih disukai organisme yang
mengikat N2 dibanding bentuk – bentuk lain. Ada tiga hal penting dalam proses
nitrifikasi yaitu:
Reaksi ini membutuhkan oksigen, oleh sebab itu proses ini berlangsung di
tanah – tanah yang aerasinya baik,
Reaksi ini membebaskan H+ yang merupakan penyebab terjadinya
pengasaman tanah bila dipupuk dengan pupuk NH4,
Kecepatan perubahan dipengaruhi oleh lingkungan.
(http://www.ojimori.com/2011/06/29/proses-biokimia-dan-fisiologi-fiksasi-nitrogen/, 2011).
Kacang hijau merupakan tumbuhan semusim yang tegak, percabangannya
bermula dari buku terbawah. Pasangan daun pertama berhadapan dan berupa daun
tunggal, daun berikutnya berseling-seling serta beranak daun tiga, anak daunnya
Universitas Sumatera Utara
7
bundar telur sampai berbentuk delta. Bunganya besar, berdiameter 1 – 2 cm
kehijauan sampai kuning cerah, terletak pada tandan ketiak yang tersusun atas 5 –
25 kuntum bunga, panjang tandan bunga 2 – 20 cm. Polongnya menyebar dan
menggantung berbentuk silinder, panjangnya mencapai 15 cm, sering lurus
berbulu atau tanpa bulu dan berwarna hitam atau coklat soga (towny brown) berisi
sampai 20 butir biji yang bundar. Biji berwarna hijau, memiliki warna yang
kusam atau berkilap. Perkecambahannya secara epigeal (Somaatmadja, 1993).
Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat bevariasi
antara 30 – 60 cm. Cabangnya menyamping pada batang utama, berbentuk bulat
dan berbulu, berwarna hijau dan ada yang ungu (Suprapto, 2007).
Daun tanaman kacang hijau termasuk trifoliat (dalam satu tangkai terdapat
3 helai daun), letaknya berselingan dan berbentuk oval berwarna hijau muda
sampai hijau tua (Fachruddin, 2000).
Bunga kacang hijau termasuk bunga sempurna (hermaprodite), dapat
menyerbuk sendiri, berbentuk kupu-kupu dan berwarna kuning. Biasanya
berbunga 30 – 70 hari, dan polongnya menjadi tua 60 – 120 hari setelah tanam.
Perontokan bunga banyak terjadi, mencapai 90%. Persilangan masih juga terjadi
sampai 5%. Bunga biasanya diserbuki pada malam hari, sebelum mekar pagi hari
berikutnya. Polong berbentuk silindris dengan panjang antara 6 – 15 cm dan
biasanya berbulu pendek. Sewaktu muda polong berwarna hijau dan setelah tua
berwarna hitam atau coklat. Setiap polong berisi 10 – 15 biji (Somaatmadja, 1993
dan Suprapto, 2007).
Universitas Sumatera Utara
8
Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil dengan bobot (berat) tiap butir
0.5 mg – 0.8 mg atau berat per 1000 butir antara 36 g – 78 g dan berwarna hijau
(Rukmana, 1997).
Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan
beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau
fitohormon. Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik
dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya
hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu,
sejumlah gen yang semula tidak aktif akan memulai ekspresi dan merupakan
bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya. Pemahaman terhadap fitohormon
telah membantu peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai
macam zat sintetis yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami,
mencakup hasil, memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk, atau
menyeragamkan waktu berbunga tanaman buah musiman
(http://plantshormon.blogspot.com/, 2008).
Universitas Sumatera Utara
9
Syarat Tumbuh
Iklim
Faktor iklim seperti curah hujan, suhu, radiasi surya, dan kelembaban
sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman kacang-
kacangan membutuhkan air yang cukup selama pertumbuhannya (kondisi tanah
yang lembab). Kondisi air yang berlebihan (tergenang) tidak baik bagi
pertumbuhan tanaman. Apabila air irigasi tidak tersedia, maka curah hujan
100 – 200 mm /bulan dinilai cukup bagi pertumbuhan tanaman (Arsyad, 2003).
Kacang hijau dapat ditanam di daerah iklim hangat dan di daerah
subtropik. Sebagian besar genotipnya memperlihatkan tanggapan terhadap hari
pendek. Kacang hijau adalah tanaman musim hangat dan tumbuh dibawah suhu
rata-rata yang berkisar 20 – 40 oC dengan suhu optimumnya 20 – 30 oC
(Somaatmadja, 1993).
Pertumbuhan yang optimum yang tercapai pada suhu 20 – 25 oC. Suhu
12 – 20 oC adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan
tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan biji.
Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 oC, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil
fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Pada banyak jenis tanaman, khususnya pada jenis tanaman semusim suhu
memainkan peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan dan
perkembangan bunga (Barden, Halfacre and Parish, 1987).
Universitas Sumatera Utara
10
Tanah
Jenis tanah yang dikehendaki tanaman kacang hijau adalah liat
berlempung atau tanah lempung yang banyak mengandung bahan organik, seperti
tanah podsolik merah kuning (pmk) dan latosol. Kacang hijau dapat tumbuh pada
ketinggian < 2000 m dpl, dan tumbuh subur pada tanah liat atau liat berpasir yang
cukup kering, dengan pH 5.5 – 7.0 (Rukmana, 1997).
Tanaman kacang hijau hampir dapat tumbuh pada semua jenis tanah yang
banyak mengandung bahan organik, dengan drainase yang baik. Namun demikian,
tanah yang paling cocok bagi tanaman kacang hijau ialah tanah liat berlempung
atau tanah lempung, misalnya podsolik merah kuning (PMK) dan latosol
(Fachruddin, 2000).
Tanah yang mempunyai pH 5.8 paling ideal untuk pertumbuhan kacang
hijau, sedangkan tanah yang sangat asam tidak baik karena penyediaan makanan
terhambat. Kacang hijau menghendaki tanah dengan kandungan hara fosfor,
kalium, kalsium, magnesium, dan belerang. Unsur hara ini cukup penting untuk
meningkatkan produksinya (Suprapto, 2007).
Suplai nitrogen di dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting
dalam kaitannya dengan pemeliharaan atau peningkatan kesuburan tanah. Peranan
N terhadap pertumbuhan tanaman adalah jelas, karena senyawa organik di dalam
tanaman pada umumnya mengandung N antara lain asam-asam amino, enzim dan
bahan lainnya yang menyalurkan energi (Buckman dan Brady, 1982).
Pori tanah yang lebih besar akan meningkatkan perkembangan akar dan
kemampuan akar menyerap air dan unsur hara yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi pertumbuhan serta hasil tanaman (Buckman dan Brady, 1982).
Universitas Sumatera Utara
11
Lahan yang akan ditanami tanaman kacang hijau bisa sawah beririgasi,
lahan sawah tadah hujan, lahan kering tegalan, serta lahan pasang surut dan lebak.
Lahan kacang hijau prioritas pertama (sawah beririgasi) mempunyai keuntungan
lahan lebih produktif, ketersediaan air lebih terjamin, biaya produksi relatif rendah
(karena tanpa mengolah tanah secara intensif), terhindar resiko erosi, takaran
pupuk lebih rendah, dan kualitas biji hasil panen lebih baik
(Andrianto dan Indarto, 2004).
Keberadaan air di alam dapat menjadi pembatas pertumbuhan tanaman,
apabila jumlahnya terlalu banyak (menimbulkan genangan) sering menimbulkan
cekaman aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit, sering menimbulkan cekaman
kekeringan. Besarnya kerusakan tanaman sebagai dampak genangan tergantung
pada fase tumbuhan. Fase yang peka genangan : fase perkecambahan, fase
pembungaan dan pengisian. pada tingkat yang berlebihan menyebabkan genangan
pada tanaman (Manik, dkk , 2008).
Varietas
Varietas tanaman yang selanjutnya disebut dengan varietas adalah
sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk
tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi
karakteristik genotip yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama
oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak
tidak mengalami perubahan (Mangoendidjojo, 2003).
Varietas hibrida adalah generasi F1 dari suatu persilangan sepasang atau
lebih tetua yang mempunyai sifat unggul. Dengan demikian biji varietas ini selalu
harus disediakan melalui persilangan tetua tersebut. Penanaman biji varietas
Universitas Sumatera Utara
12
hibrida pada generasi berikutnya (generasi F2 dan selanjutnya) akan menghasilkan
tanaman yang rata-ratanya tidak unggul lagi, akibat adanya segregasi tanaman F2
(Poespodarsono, 1988).
Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu
lingkungan untuk mendapatkan genotif ungul pada lingkungan tersebut. Pada
umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap
genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam
penampilan fenotip dari tanaman bersangkutan (Darliah, dkk, 2001).
Hasil maksimum akan dapat dicapai apabila suatu kultivar unggul
menerima respon terhadap kombinasi optimum dari air, pupuk dan praktek
budidaya lainnya. Semua kondisi input ini penting dalam mencapai produktivitas
tinggi (Nasir, 2002).
Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab
penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase
pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang
mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman
pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan
susunan genetik selalu dan mungkin terjadi sekalipun tanaman yang digunakan
berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).
Gen-gen dari tanaman tidak akan dapat menyebabkan perkembangan suatu
karakter terkecuali apabila gen-gen tersebut berada dalam lingkungan yang sesuai
dan sebaliknya tidak akan ada pengaruh gen-gen terhadap perkembangan
karakteristik dan merubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang
diperlukan ada. Apabila keragaman penampilan tanaman timbul akibat perbedaan
Universitas Sumatera Utara
13
sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan keadaan lingkungan atau kedua-
duanya dan apabila keragaman tanaman masih tetap timbul sekalipun bahan
tanaman dianggap mempunyai susunan genetik yang sama atau berasal dari jenis
tanaman yang sama dan ditanam pada tempat yang sama, hal ini berarti cara yang
diterapkan tidak mampu menghilangkan perbedaan sifat dalam tanaman atau
keadaan lingkungan atau kedua-duanya (Allard, 2005).
Biji
Biji merupakan alat untuk melanjutkan hidup species suatu tumbuhan
yaitu dengan cara mempertahankan dan memperpanjang kehidupan embryonic
axis. Didalam biji terdapat embryo serta cadangan makanan yang menunjang
embryo muda untuk berkecambah sampai berfotosintesis. Penyimpanan cadangan
makanan merupakan salah satu fungsi utama biji. Penyimpanan cadangan
berhubungan erat dengan proses pemasakan dan pengisian biji. Didalam proses
pemasakan dan pengisian biji terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
optimumnya proses tersebut, faktor internal dipengaruhi oleh jenis tanaman dan
keberagaman gen antar varietas dalam species, faktor ekternal yang berorientasi
pada lingkungan dipengaruhi oleh kondisi iklim, dan kondisi lahan, serta teknik
budidaya (Ma’rufah, 2008).
Varietas kacang hijau yang berdaya hasil tinggi belum tentu memberikan
keuntungan yang tinggi kepada petani. Selera konsumen atau permintaan pasar
terhadap kualitas tertentu, seperti ukuran dan warna biji, turut menentukan harga
jual. Kriteria mutu biji kacang hijau yang baik adalah biji berukuran besar (65–70
g/1000 biji), tidak mengandung biji keras, kandungan protein tinggi (> 30%),
Universitas Sumatera Utara
14
bentuk biji bundar, dan warna biji hijau kusam. Varietas unggul yang sudah
dilepas mempunyai kandungan protein berkisar antara 18−26% (Suhartina 2005).
Sifat lain yang turut menentukan mutu biji kacang hijau adalah ukuran dan
warna biji. Ukuran biji berhubungan erat dengan kandungan biji keras. Varietas
kacang hijau yang berbiji kecil mengandung biji keras lebih tinggi daripada
varietas berbiji besar, makin besar ukuran biji maka kandungan biji keras makin
rendah. Oleh karena itu, kacang hijau yang berbiji besar dan biji berwarna hijau
kusam lebih disenangi petani karena rasanya lebih enak (pulen) serta harga
jualnya lebih tinggi daripada yang berbiji kecil. Karakterisasi terhadap kacang
hijau berbiji besar 70−73 g/1.000 biji (Hakim, 2008).
Warna biji merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu biji
kacang hijau. Kacang hijau yang berwarna hijau kusam mempunyai mutu lebih
baik karena rasanya lebih enak (pulen) dan bila dibuat bubur lebih tahan basi
daripada yang berwarna hijau mengkilat (Hakim, 2008).
Perkecambahan
Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan
berkecambah), pengujian awal (pematahan dormansi) dan kondisi perkecambahan
seperti: air, suhu, media, cahaya dan terbebas dari hama dan penyakit. Cahaya,
suhu, dan kelembaban merupakan tiga faktor utama (Utomo, 2006).
Para ahli fisiologi menyatakan bahwa perkecambahan adalah munculnya
radikula menembus kulit benih. Para agronomis menyatakan bahwa
perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya struktur penting embrio dari
dalam benih dan menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan kecambah
normal pada kondisi lingkungan yang optimum (Tohari, 1995).
Universitas Sumatera Utara
15
Proses perkecambahan merupakan suatu rangkaian kompleks dari
perubahan-perubahan morfologis, fisiologis, dan biokimia. Tahap pertama
perkecambahan benih dimulai dari proses penyerapan air oleh benih diikuti
melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Setelah biji menyerap air
maka biji akan menghasilkan hormon tumbuh seperti giberellic acid (GA) yang
menstimulir kegiatan enzim-enzim di dalam biji. Tahap kedua dimulai dengan
kegiatan sel-sel dan enzim serta naiknya respirasi benih. Tahap ketiga merupakan
terjadinya penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein
menjadi bentuk melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh. Tahap keempat
merupakan assimilasi dari bahan yang telah diuraikan tadi ke daerah meristematik
untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan
pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima merupakan pertumbuhan dari
perkecambahan mulai dari proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel
pada titik-titik tumbuh. Proses pertumbuhan dan perkembangan embrio diawali
dari ujung-ujung titik tumbuh akar yang diikuti oleh titik tumbuh tunas. Daun
yang terbentuk belum dapat berfungsi optimal sebagai organ fotosintesis,
pertumbuhan kecambah sangat bergantung pada persediaan makanan yang ada
dalam biji (Utomo, 2006).
Heritabilitas
Untuk dapat menaksir peranan genotip dan lingkungan dapat dihitung
melalui keragaman fenotip pada suatu populasi. Keragaman fenotip merupakan
jumlah dari keragaman yang disebabkan genotip dan keragaman yang disebabkan
oleh pengaruh lingkungan. Oleh karena itu, yang terutama ingin diketahui tentang
pengaruh genotip, maka yang perlu dihitung hanya ratio keragaman genotip
Universitas Sumatera Utara
16
terhadap keragaman fenotip. Ratio ini merupakan konsep heritabilitas.
Heritabilitas dapat diartikan proporsi keragaman teramati yang disebabkan oleh
sifat menurun. Heritabilitas dapat dinyatakan dengan :
Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan 0 dan 1. Heritabilitas dengan
nilai 0 berarti bahwa keragaman fenotip hanya disebabkan lingkungan, sedangkan
keragaman dengan 1 dinyatakan heritabilitasnya makin tinggi, sebaliknya semakin
mendekati 0 heritabilitasnya makin rendah (Poespodarsono, 1988).
Melalui heritabilitas dapat diketahui apakah keragaman yang timbul oleh
suatu karakter didominasi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Dengan
demikian pemulia tanaman dapat memperkirakan karakter yang akan memberikan
respon terhadap usaha perbaikan yang dilakukan, yaitu karakter yang memiliki
respon terhadap usaha perbaikan yang dilakukan, yaitu karakter yang memiliki
heritabilitas tinggi (Sjamsudin, 1990).
Ragam fenotip merupakan total ragam biologis yang terdiri dari ragam
genetik, ragam lingkungan dan interaksi antara keduanya. Variasi lingkungan
ditimbulkan oleh lingkungan, diukur dengan rata-rata tangggapan tetua homozigot
dan keturunan F1 terhadap lingkungan tertentu. Variasi genetik timbul dari gen-
gen yang sedang segregasi dan interaksinya dengan gen lain, diukur dengan
keragaman populasi F2 (Crowder, 1997).
eδgδgδhatau
pδgδh 22
22
2
22
Universitas Sumatera Utara
17
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Pelaksanaan penelitian dimulai pada Nopember 2010 sampai Pebruari
2011 di lahan percobaan Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian
tempat ± 25 m di atas permukaan laut.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang hijau
dengan 5 varietas yaitu: varietas Sampeong, varietas Gelatik, varietas Parkit,
varietas Perkutut, dan varietas Sriti sebagai bahan yang diamati, pupuk Urea, TSP,
dan KCl sebagai pupuk dasar, kompos sebagai media tanam, air sebagai
kebutuhan air tanaman, tanah dan kebutuhan perkecambahan, insektisida sebagai
bahan pengendali serangan hama dan penyakit.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul sebagai alat
pengolah tanah, handsprayer sebagai alat aplikasi insektisida, gembor sebagai alat
untuk menyiram tanaman, timbangan analitik sebagai alat pengukur bobot kacang
hijau dan kecambah (tauge), tali plastik, pacak sampel, jangka sorong untuk
mengukur diameter kecambah, dan kain untuk media perkecambahan.
Universitas Sumatera Utara
18
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non
Faktorial. Varietas Kacang Hijau yang diuji dengan 5 varietas (V):
V1 : Varietas Sampeong
V2 : Varietas Gelatik
V3 : Varietas Parkit
V4 : Varietas Perkutut
V5 : Varietas Sriti
Jenis Kebutuhan
Ukuran Plot : 60 x 100 (cm)
Jarak Antar Plot : 25 cm
Jumlah Plot /Blok: 15
Jarak Antar Blok : 50 cm
Jumlah Blok : 3
Jarak Antar Tanaman per Plot : 20 x 20 (cm)
Jumlah Tanaman per Plot : 15
Jumlah Sampel per Plot : 3
Jumlah Sampel Seluruhnya : 45
Jumlah Tanamn Seluruhnya 225
Universitas Sumatera Utara
19
Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier
RAK sebagai berikut :
i : 1, 2, 3 j : 1, 2, 3
Dimana :
Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i sebagai pengaruh varietas ke-j
µ : Nilai tengah
αi : Efek blok ke-i
βj : Efek varietas ke-j
εij : Efek galat pada blok ke-i sebagai pengaruh varietas pada taraf ke-j
Jika hasil perhitungan sidik ragam yang diperoleh nyata, maka perhitungan
dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan taraf 5 %
(Steel and Torrie, 1995).
Heritabilitas
Nilai heritabilitas dihitung dengan menggunakan rumus :
Dimana :
h2 : heritabilitas
σ2g : varian genotif
σ2p : varian fenotif
σ2e : varian lingkungan
ijjiij
eδgδgδhatau
pδgδh 22
22
2
22
Universitas Sumatera Utara
20
heritabilitas dinyatakan :
tinggi ---------- jika nilai h2 > 50 % ; 0.5 – 1
sedang ---------- jika nilai h2 <= 50 % ; 0.2 – 0.5
rendah --------- jika nilai h2 < 20% ; 0 – 0.2
(Stansfield, 2005)
Universitas Sumatera Utara