Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

26
Pneumonia pada Anak Yuwen Fondly Hulkyawar (102012084)/C1 Email : [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2014 Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon jeruk – Jakarta Barat; Telp.56942061;Fax.021-5631731; E-mail : www.ukrida.ac .id Pendahuluan Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. 1 Berbagai faktor dan etiologi yang bervariasi dan menyebabkan pneumonia dengan penatalaksanaan yang berbeda sesuai dengan etiologinya. Dan setiap etiologi memiliki ciri khas manifestasi klinis yang menggambarkan jenis pneumonia yang diderita. 1 Pada usia anak-anak, pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian terbesar terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Mortalitas anak karena pneumonia di negara 1

description

tinpus

Transcript of Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

Page 1: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

Pneumonia pada Anak

Yuwen Fondly Hulkyawar (102012084)/C1

Email : [email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

2014

Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon jeruk – Jakarta Barat; Telp.56942061;Fax.021-5631731;

E-mail : www.ukrida.ac .id

Pendahuluan

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus

terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan

konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan

histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan

eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka

waktu yang bervariasi.1

Berbagai faktor dan etiologi yang bervariasi dan menyebabkan pneumonia dengan

penatalaksanaan yang berbeda sesuai dengan etiologinya. Dan setiap etiologi memiliki ciri

khas manifestasi klinis yang menggambarkan jenis pneumonia yang diderita.1

Pada usia anak-anak, pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian terbesar

terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Mortalitas anak karena pneumonia di

negara berkembang mencapai 4 juta kematian per tahun, sedangkan insidensi pneumonia

pada balita di Indonesia diperkirakan mencapai 21 %. Adapun angka kesakitan diperkirakan

mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya.

Isi

Anamnesis

Pada anamnesis ditanyakan identitas pasien, keluhan utama, riwayat  penyakit sekarang

dan riwayat penyerta, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat sosial.2

Identitas : cermati usia (untuk tahu penyebab), cermati alamat (untuk tahu apakah tinggal

di daerah polusi, negara berkembang)

Keluhan Utama : batuk / sesak / demam

1

Page 2: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

RPS : biasanya pada pasien ditemukan batuk akut yang semula kering lalu jadi berdahak

bahkan bisa sampai berdarah, demam, sesak nafas atau nafas cepat, tampak lemah, sulit

makan atau minum.

RPK : adakah keluarga yang sakit serupa

RPD : apakah pernah sakit serupa, riwayat asma dan alergi

Sosial – Ekonomi : kondisi tempat tinggal

Pada pasien anak, dapat ditanyakan pada ibunya atau orang terdekat (alloanamnesis).

Jika anak tersebut mengeluh sesak, maka ditanyakan sejak kapan, munculnya terus menerus

atau hilang timbul, muncul sesak mendadak atau bertahap, apa yang sedang dilakukan pada

saat awal gejala (berbaring, berlari, berjalan, dsb), pemicunya atau meredakannya (postur

tubuh, obat, atau oksigen), adakah gejala penyerta seperti demam, batuk pilek, apabila batuk

maka ditanyakan berdahak atau tidak, ada darah atau tidak, ditanyakan apakah nafsu makan

menurun.3

Ditanyakan juga apakah ibunya punya riwayat penyakit paru, adakah anak atau ibunya

memiliki alergi, kebiasaan merokok (misal, dalam keluarga satu rumah), ditanyakan juga

obat-obatan yang sebelumnya digunakan dan hal-hal yang berkaitan dengan

riwayat/lingkungan sosial pasien. Anamnesis riwayat sosial haruslah mencakup keadaan

lingkungan pasien, tempat yang dikunjungi dan kontak dengan orang atau binatang yang

menderita penyakit yang serupa.1,3

Pemeriksaan Fisik 

Pada pemeriksaan fisik, petama-tama dilihat keadaan umum pasien dan periksa tanda-

tanda vitalnya. Kesan keadaan sakit pasien meliputi apakah pasien tidak tampak sakit, sakit

ringan, sedang, ataukah berat. 4

Kesadaran pasien, biasa dilakukan bila pasien tidak tidur, dinyatakan sebagai: Kompos

mentis, pasien sadar sepenuhnya dan memberi respons yang adekuat terhadap semua stimulus

yang diberikan; Apatik, pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap keadaan

sekitarnya, ia akan memberi respons yang adekuat bila diberikan stimulus; Somnolen, tingkat

kesadaran yang lebih rendah, pasien tampak mengantuk, selalu ingin tidur; ia tidak responsif

terhadap stimulus ringan, tetapi masih memberikan respons terhadap stimulus yang agak

keras, kemudian tertidur lagi; Sopor, pada keadaan ini pasien memberikan respons ringan

maupun sedang, tetapi masih memberi sedikit respons terhadap stimulus yang kuat, refleks

pupil terhadap cahaya masih positif; Koma, pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus

2

Page 3: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

apapun, refleks pupil terhadap cahaya negatif; Delirium, keadaan kesadaran yang menurun,

biasanya disertai disorientasi, iritatif dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik hingga

sering terjadi halusinasi.4

Status gizi pasien, terutama dilihat bagaimana proporsi atau postur tubuhnya, apakah

baik, kurus, atau gemuk.

Pemeriksaan tanda-tanda vital mencakup, tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan.

Tabel 1. Tekanan Darah Anak Normal.4

Usia Sistolik (2 SD) mmHg Diastolik (2 SD) mmHg

Neonatus 80 (16) 45 (15)

6 – 12 bulan 90 (30) 60 (10)

1 – 5 tahun 95 (25) 65 (20)

5 – 10 tahun 100 (15) 60 (10)

10 – 15 tahun 115 (17) 60 (10)

Frekuensi jantung bayi dan anak cukup bervariasi. Pengukuran dilakukan dengan

palpasi arteri radialis pada pergelangan tangannya. Frekuensi jantung rata-rata anak sebagai

berikut:

Tabel 2. Frekuensi Nadi Anak Normal.3

Usia Frekuensi rata-rata Kisaran (2SD)

Lahir 140 90-190

6 bulan pertama 130 80-180

6-12 bulan 115 75-155

1-2 tahun 110 70-150

2-6 tahun 103 68-138

6-10 tahun 95 65-125

10-14 tahun 85 55-115

Suhu tubuh bayi dan anak kurang begitu konstan dibandingkan orang dewasa. Suhu

rektal rata-rata lebih tinggi pada masa bayi dan kanak-kanak awal, biasanya suhu tersebut

tidak berada di bawah 99oF (37,2OC) sampai usianya lebih dari 3 tahun. Suhu tubuh dapat

mendekati suhu 101OF (38,3OC) pada anak normal, khususnya saat sore hari dan sesudah

melakukan aktivitas yang melelahkan.3

3

Page 4: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

Untuk pernapasan, normalnya pada bayi dan anak dapat diamati pada tabel berikut,

Tabel 3. Frekuensi Pernapasan Anak Normal.4

Usia Rentang Rata-rata waktu tidur

Neonatus 30 – 60 35

1 bulan – 1 tahun 30 – 60 30

1 – 2 tahun 25 – 50 25

3 – 4 tahun 20 – 30 22

5 – 9 tahun 15 – 30 18

>10 tahun 15 – 30 15

Setelah memeriksa keadaan umum dan tanda-tanda vital, selanjutnya dilakukan

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Untuk inspeksi meliputi gambaran yang dapat

dilihat baik itu keadaan fisiologis maupun patologis pasien (seperti mengamati keadaan

umum). Keadaan umum : terlihat sesak, batuk, lemas, rewel atau gelisah, adanya takipnea,

sianosis sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif

menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak

berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya

tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding

dada ke dalam akan tampak jelas.

Palpasi, khususnya bagian dada, dilakukan dengan meletakkan telapak tangan serta jari-

jari pada seluruh dinding dada dan punggung, dicari simetris atau tidaknya bagian thoraks,

rasa nyeri, fremitus suara, krepitas subkutis, dan keadaan lainnya yang bisa ditemukan.4

Pada perkusi anak, tidak boleh dilakukan terlalu keras, karena dinding dada anak masih

tipis dan otot-ototnya masih kecil sehingga suara perkusi lebih resonans dibandingkan dengan

suara perkusi orang dewasa. Bunyi perkusi yang abnormal dapat berupa; hipersonor atau

timpani, yang terjadi bila udara dalam paru atau pleura bertambah, misalnya emfisema paru

atau pneumothoraks, dan redup atau pekak apabila terdapat konsolidasi jaringan paru

(pneumonia lobaris, atelektasis, tumor) dan cairan dalam rongga pleura.4

Auskultasi memiliki fungsi yang dominan dalam pemeriksaan paru, karena lebih sering

dengan jelas menggambarkan keadaan patologis paru. Dalam auskultasi terdengar adanya

krepitasi, penurunan suara paru, ronkhi basah halus, wheezing.4

4

Page 5: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

Berdasarkan skenario, pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital: RR 55x/menit, nadi

110x/menit, suhu 38,5oC. Berat badan 12kg (normal). Pada inspeksi terlihat kesadaran

kompos mentis, anak tampak sehat dan rewel, tidak ada sianosis, pernapasan cuping hidung

(+). Pada palapasi didapatkan retraksi interkosta (+) dan auskultasi terdapat ronkhi basah

halus dan wheezing.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah rutin

Angka sel darah putih perifer anak dengan pneumonia virus cenderung normal atau sedikit

naik (< 20.000/mm3), dengan dominasi limfosit. Reaktan fase akut (misal, laju endap

darah/LED atau protein C-reaktif/CRP) biasanya normal atau hanya sedikit naik.

Pada pneumonia bakteri, angka sel darah putih biasanya naik 15.000-40.000 sel/mm3, dengan

kecenderungan ke arah sel polimorfonuklear. Angka sel darah putih <5000/mm3 sering

disertai dengan prognosis yang jelek. Kadar hemoglobin biasanya normal atau hanya sedikit

menurun. Sampel darah arteri biasanya menunjukkan hipoksemia tanpa hiperkapnia.

2. X-foto dada

X-foto dada ditandai oleh infiltrat difus. Pada beberapa penderita, infiltrat lobus sementara

dapat juga ada atau bahkan mendominasi gambaran. Sering ada hiperinflasi.

Gambar 1. Gambaran Radiologi Penderita Pneumonia (sumber: radiology.web.id/2013/05/page/6/)

3. Kultur dan pengecatan gram sputum dan darah

Tujuannya untuk mengidentifikasi semua organisme yang ada. Pemerikasaan terhadap

sputum yang diwarnai gram merupakan langkah penting dalam mendiagnosis pneumonia

akut. Adanya banyak neutrofil yang mengandung diplokokus gram-positif berbentuk lembing

5

Page 6: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

khas merupakan bukti kuat pneumonia pneumokokus, tetapi S. pneumoniae adalah bagian

flora endogen sehingga hasil positif-palsu dapat terjadi dengan metode ini. Isolasi

pneumokokus dari biakan darah bersifat lebih spesifik. Selama fase awal penyakit, biakan

darah mungkin positif pada 20-30% pasien.5,6

4. Pemeriksaan serologi, antigen dan PCR:

Peningkatan titer antibodi spesifik menunjukkan diagnosis, tetapi hasilnya biasanya diperoleh

setelah pasien mulai membaik. Peningkatan titer aglutinin dingin terjadi pada infeksi

mikoplasma, tetapi hal ini ditemukan hanya pada 50% pasien. Karena tidak spesifik,

pemeriksaan ini kini sudah menjadi sejarah, sekarang sudah tersedia pemeriskaan untuk

antigen Mycoplasma dan pemeriksaan reaksi berantai polimerase (PCR) untuk DNA

mikoplasma.5,6

Diagnosis pasti memerlukan isolasi virus dari spesimen yang diambil dari saluran

pernapasan. Pertumbuhan virus pernapasan pada biakan jaringan biasanya memerlukan 5-10

hari. Namun, diagnosis cepat dapat ditegakkan dengan peragaan antigen virus pada sekresi

pernapasan. Kebanyakan uji menggunakan antibodi terlabel virus-spesifik untuk mendeteksi

antigen virus. Reagen yang dapat dipercaya untuk deteksi cepat RSV, parainfluenza, dan

adenovirus tersedia. Teknik serologis dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi virus

pernapasan baru. Sampel serum akut dan konvalesen dikumpulkan, dan kenaikan antibodi

terhadap agen virus spesifik dicari. Teknik diagnostik ini sulit, lambat dan biasanya secara

klinis tidak berguna, karena infeksi biasanya sembuh pada saat diagnosis dikonfirmasi secara

serologis. Meskipun demikian, serologi mungkin berguna sebagai alat epidemiologi untuk

menentukan insiden dan prevalensi berbagai patogen virus pernapasan.5

Pada kebanyakan penderita, pneumokokus dapat diisolasi dari sekresi nasofaring, tetapi

penemuan ini tidak dapat dipandang membuktikan hubungan sebab-akibat, karena 10-15%

populasi mungkin merupakan pengidap S. pneumoniae yang tidak terinfeksi. Namun, isolasi

bakteri dari darah pada cairan pleura adalah diagnostik infeksi. Bakteremia ditemukan pada

sekitar 30% penderita yang menderita pneumonia pneumokokus.5

5. Bronkoskopi dan Bilas Bronkoalveolar atau Biopsi paru

Diperlukan untuk memperoleh spesimen biakan. Prosedur invasif ini tidak digunakan pada

pneumonia yang khas, tetapi dapat digunakan pada keadaan khusus, seperti pneumonia pada

hospes dengan tanggap imun lemah atau bila gambaran klinisnya tidak biasa.1,5,6

6. Uji tuberkulin : dipertimbangkan hanya jika ada riwayat kontak dengan penderita TB

6

Page 7: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

Diagnosis definitif pneumonia memerlukan indentifikasi organisme penyebab. Sputum

untuk biakan tidak mudah diperoleh pada anak. Agen virus tertentu (RSV, parainfluenza, dan

adenovirus) dapat dikenali melalui biakan, reaksi rantai polimerase (PCR), atau pewarnaan

imunofluoresen sel epitel terinfeksi yang dicuci dari nasofaring. M.pneumonia dapat dicurigai

jika terdapat aglutinin dingin ada pada sampel darah perifer hal ini dapat dikonfirmasi jika

ada IgM spesifik-Mycoplasma yang terdeteksi atau dengan PCR. Agen bakteri dapat

dibiakkan atau dikenali dengan deteksi antigen (untuk pneumokokus atau H. influenzae) dari

darah atau dari efusi pleura yang menyertai.1,5,6

Diagnosia Kerja

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah

dilakukan, dapat ditegakkan diagnosis kerja yaitu Pneumonia. Pada penumonia terdapat

gejala takipnea, yang disertai dengan retraksi interkostal, subkostal, dan suprasternal;

pelebaran cuping hidung; dan penggunaan otot tambahan sering ada. Sianosis jarang terjadi,

kecuali kasusnya lebih berat. Demam dapat sedikit meninggi (pneumonia virus) atau sangat

tinggi (pneumonia bakteri). Auskultasi dada dapat menampakkan ronki dan mengi yang luas,

tetapi ronki dan mengi ini sukar dilokalisasi sumbernya dari suara yang kebetulan ini pada

anak yang amat muda dengan dada hipersonor. Biasanya pneumonia didahului oleh gejala-

gejala pernapasan beberapa hari, termasuk rhinitis dan demam. Pada foto toraks ditemukan

infiltrat yang difus.1,5

Pembagian pneumonia menurut anatominya :

a.    Pneumonia lobaris yaitu pneumonia yang terjadi pada satu lobus baik kanan maupun kiri.

b.    Pneumonia lubularis yaitu  pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai

tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering

terjadi pada bayi atau orang tua. 

c.    Pneumonia interstitialis yaitu radang pada dinding alveoli (interstitium) dan peribronkial

dan jaringan interlobular.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang dapat ditegakkan untuk keadaan pasien dalam kasus tersebut,

meliputi bronkitis, asma dan tuberkulosis paru.

Bronkitis merupakan proses peradangan pada bronkus dengan manifestasi utama berupa

batuk yang produktif. Proses ini dapat disebabkan karena perluasan dari proses penyakit yang

terjadi dari saluran napas atas maupun bawah. Definisi klinis dari bronkitis pada anak sampai

7

Page 8: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

saat ini masih belum jelas, tetapi banyak para klinisi membuat diagnosis bronkitis untuk anak

dengan gejala batuk, dengan atau tanpa demam serta adanya produksi dahak/sputum.

Meskipun etiologi dari bronkitis masih sukar dijelaskan secara spesifik, dan beberapa studi

menunjukkan bahwa bronkitis merupakan penyakit yang self-resolving, tetapi bronkitis ini

pada umumnya disebabkan oleh patogen virus. Secara praktis, diagnosa bronkitis sering

tercermin dari hasil pemberian resep berupa antibiotika tertentu yang diyakini membasmi

jenis bakteri penyebab penyakit ini. Jaringan teriritasi dan memproduksi banyak lendir. Hal

ini banyak terjadi pada anak-anak yang menjadi perokok baik perokok primer maupun

sekunder dan tinggal di lingkungan yang banyak terpolusi.5

Asma adalah peradangan dalam pipa saluran napas yang ditandai dengan pembengkakan

mukosa pipa saluran napas, penyempitan pipa saluran napas, dan terbentuknya lendir

berlebihan dalam pipa saluran napas. Asma disebabkan penyakit alergi. Penyakit alergi

merupakan penyakit keturunan. Penderita asma akan merasakan sesak/sulit bernapas, bisa

disertai bunyi mengi dan batuk. Dahak/lendir pada penyakit asma berwarna putih bening

dengan konsistensi kental/encer. Pada asma tidak ada demam.

Gejala asma pada anak: batuk, sengau atau siulan saat bernapas, napas pendek, pengetatan

otot dada, sulit tidur karena napas pendek, batuk sengau memburuk ketika terserang virus

pernapasan seperti pilek dan flu, tertundanya penyembuhan atau mengalami brokitis setelah

infeksi saluran pernapasan, kelelahan atau masalah pernapasan terjadi ketika bermain atau

olahraga.

Pemicu asma yang berbeda pada setiap anak antara lain: Infeksi virus, seperti pilek, alergen,

seperti debu, bulu hewan, serbuk sari atau jamur, asap tembakau atau polutan lingkungan

lain, olahraga, perubahan udara atau udara dingin.

Tuberkulosis paru, merupakan infeksi saluran pernafasan oleh Mycobacterium tuberculosis.

Gejalanya berupa demam, mengigil, keringat malam hari, batuk berkelanjutan, sakit dada,

sputum disertai darah, sesak napas.

Dari berbagai penyakit dengan gejala klinis yang hampir memiliki kesamaan, dapat

dipertimbangkan umur pasien dengan penyakit yang sering dijumpai. Pada pasien balita

berumur 2 tahun, kerap dijumpai penyakit pneumonia sebagai penyebab gangguan

pernapasan. Gejala klinis dan pemeriksaan saja tidak cukup untuk mendiagnosa anak tersebut

untuk itu dibutuhkan pemeriksaan lanjutan yang mendukung. 5

Etiologi

8

Page 9: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai agen infeksi (misalnya, bakteri, virus,

jamur, dan organisme parasit) dan bahan toksik (misalnya, hidrokarbon, asap, bahan kimia,

gas, isi lambung) yang terinhalasi atau teraspirasi. Penyebab pneumonia yang paling lazim

pada anak adalah infeksi virus. Infeksi bakteri hanya menyebabkan 10-30% pneumonia pada

pediatri. Pneumonia infeksius tertentu lebih lazim mengenai usia tertentu.5

Tabel 4. Etiologi Pneumonia.5

Usia Bakteri Virus Lain-lain

Neonatus Streptokokus grup B, Bakteri

koliformis

CMV, Herpesvirus,

Enterovirus

Mycoplasma hominis,

Ureaplasma urealyticum,

Chlamydia trachomatis

4 – 16 minggu Staphylococcus aureus,

Haemophilus influenza (tipe B),

Streptococcus pneumonia

CMV, RSV, Virus

influenza, Virus para

influenza

Chlamydia trachomatis,

Ureaplasma urealyticum

Sampai dengan

5 tahun

S. pnenumoniae, S. aureus,

H.influenza, Streptococcus grup A

RSV, Adenovirus,

Virus influenza

>5 tahun S. pneumoniae, H. influenza Virus influenza,

Varisela, Adenovirus

Mycoplasma pneuminiae,

Chlamydia pneumoniae,

Legionalla pneumophila

Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus sinsitial pernapasan

(Respiratory Syncitial Virus, RSV), parainfluenza, dan adenovirus. Pada umumnya, infeksi

virus saluran pernapasan bawah jauh lebih sering selama bulan-bulan musim dingin dan RSV

merupakan virus yang paling lazim yang menyebabkan pneumonia, terutama selama masa

bayi.

Kejadian yang paling sering mengganggu mekanisme pertahanan paru adalah infeksi

virus yang mengubah sifat-sifat sekresi normal, menghambat fagositosis, mengubah flora

bakteri, dan mungkin sementara mengganggu lapisan epitel saluran pernapasan normal.

Penyakit virus pernapasan sering mendahului perkembangan pneumonia bakteri beberapa

hari. Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia yakni Pneumonia pneumokokus atau

Streptococcus pneumonia. Mikroorganisme memperoleh jalan masuk ke paru melalui

penyebaran hematogen atau penyebaran lokal yang turun melalui cabang-cabang bronkus

pernapasan. 1,5

Epidemiologi

9

Page 10: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

Penyakit saluran pernapasan menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang

tertinggi di dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan

infeksi saluran napas di masyarakat atau dirumah sakit atau di pusat perawatan. Pneumonia

yang merupakan bentuk infeksi salauran napas bawah akut di parenkim paru yang serius

dijumpai sekitar 15-20%. 1

Menurut data yang didapatkan melalui departemen kesehatan Indonesia menyebutkan

bahwa pneumonia merupakan pembunuh utama anak dibawah usia lima tahun (Balita) di

dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, Malaria dan Campak.

Namun, belum  banyak perhatian terhadap penyakit ini. Di dunia, dari 9 juta kematian balita

lebih dari 2 juta balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia atau sama dengan 4 balita

meninggal setiap menitnya. Dari lima kematian balita, satu diantaranya disebabkan

pneumonia.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,

menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka

kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas)

pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5% .

Patofisiologi

Pneumonia terjadi akibat proses infeksi bila patogen yang masuk saluran napas bagian

bawah tersebut mengalami kolonisasi setelah dapat melewati hambatan mekanisme

pertahanan inang berupa daya tarik mekanik (epitel cilia dan mukus), humoral (antibodi dan

komplemen) dan selular (leukosit polinuklear, makrofag, limfosit dan sitokinnya). Kolonisasi

terjadi akibat adanya berbagai faktor inang dan terapi yang telah dilakukan yaitu adanya

penyakit penyerta yang memperberat, tindakan bedah, pemberian antobiotik, obat-obatan lain

dan tindakan invasif pada saluran pernapasan. Mekanisme lain adalah pasasi bakteri

pencernaan ke paru, penyebaran hematogen, dan akibat tindakan intubasi.1,5,6

Pada pneumonia virus, misal RSV mendorong sekresi profil sitokin dominan-TH2 dari

sel T spesifik-antigen sehingga mendorong infiltrasi eosinofil. Sewaktu infeksi virus, epitel

bronkus itu sendiri banyak mengandung sitokin proinflamasi dan sebagian sitokin ini juga

berperan dalam pematangan dan kemotaksis eosinofil. Hal ini mendukung terjadinya

inflamasi pada saluran pernapsan yang terinfeksi oleh virus.5

Kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahanan yang normal dapat

menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat

merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau

10

Page 11: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di

udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus dapat terjadi melalui penyebaran

hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata. Setelah

mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi

eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti

infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas

pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi

infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan

lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.

Infeksi paru tidak mengejutkan karena (1) permukaan epitel paru secara terus menerus

terpajan berliter-liter udara yang tercemar; (2) flora nasofaring terus menerus diaspirasi selagi

tidur, bahkan oleh orang sehat; (3) penyakit paru lainnnya yang umum terjadi menyebabkan

parenkim paru rentan terhadap organisme virulen. Hal tersebut membuktikan efisiensi

serangkaian mekanisme pertahanan paru. Pada sistem pernapasan terdapat beragam

mekanisme pertahanan imun dan nonimun yang berjalan dari nasofaring hingga rongga udara

di alveolus.

Tabel 5. Pertahanan Pejamu di Paru.

Lokasi

Saluran napas atasMekanisme pertahanan pejamu

Nasofaring

Rambut hidung

Perangkat mukosilia

Sekresi IgA

Air liur

Orofaring

Pengelupasan sel epitel

Pembentukan komplemen local

Interferensi dari flora residen

Saluran napas penghubung

Trakea, bronkus

Batuk, refleks epiglottis

Percabangan saluran napas yang bersudut

Perangkat mukosilia

Pembentukan imunoglobulin (IgG, IgM, IgA)

Saluran napas bawah

11

Page 12: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

Saluran napas terminal,

alveolus

Cairan yang melapisi alvolus (surfaktan, imunoglobulin, komplemen,

fibronektin)

Sitokinin (interleukin 1, faktor nekrosis tumor)

Makrofag alveolus

Leukosit polimorfonukleus

Imunitas selular

Defek pada imunitas bawaan (termasuk kelainan neutrofil dan komplemen) serta

imunodefisiensi humoral biasanya menyebabkan peningkatan insiden infeksi oleh bakteri

piogenik. Di pihak lain, defek imunitas seluler menyebabkan penigkatan infeksi oleh mikroba

intrasel, seperti mikobakteri dan virus herpes serta mikroorganisme yang virulensinya rendah.

Beberapa faktor gaya eksogen menganggu mekanisme pertahanan imun pejamu dan

mempermudah infeksi. Sebagai contoh, merokok melemahkan kemampuan mukosilia

melakukan pembersihan dan mengurangi aktifitas makrofag paru, sedangkan alkohol tidak

hanya menghambat batuk dan refleks epiglotis sehingga risiko aspirasi meningkat, tetapi juga

mengganggu mobilisasi dan kemotaksis neutrofil.

Gambar 2. Patofiologi Pneumonia5

Gejala Klinik

12

Page 13: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

Gambaran klinis pneumonia karena virus atau bakteri biasanya berbeda, walaupun

perbedaan tidak selalu jelas pada pasien tertentu. Takipnea, batuk, malaise, demam, nyeri

dada pleuritus, dan retraksi sering terjadi pada keduanya.

Pneumonia virus lebih sering disertai dengan batuk, mengi/stridor. Roentgenogram

dada menunjukkan infiltrat bronkopneumonia bergaris-garis difus, foto thoraks biasanya

memperlihatkan bercak-bercak berbatas kabur yang transien terutama di lobus bawah, dan

jumlah leukosit sering tidak meningkat (normal), limfosit merupakan tipe sel yang dominan.

Pembentukan sputum tidak banyak, tidak terdapat tanda-tanda fisik konsolidasi. Kebanyakan

virus pneumonia didahului gejala-gejala pernapasan beberapa hari, termasuk rhinitis dan

batuk. Seringkali anggota keluarga yang lain sakit, walaupun biasanya ada demam, suhu

biasanya lebih rendah dari pada pneumonia bakteri. Takipnea, yang disertai dengan retraksi

interkostal, subkostal, dan suprasternal; pelebaran cuping hidung; dan penggunaan otot

tambahan sering ada.5,6

Infeksi berat dapat disertai dengan sianosis dan kelelahan pernapasan. Auskultasi dada

dapat menampakkan ronki dan mengi yang luas, tetapi ronki dan mengi ini sukar dilokalisasi

sumbernya dari suara yang kebetulan ini pada anak yang amat muda dengan dada hipersonor.

Pneumonia virus tidak dapat secara tepat dibedakan dari penyakit mikoplasma atas dasar

klinis murni dan kadang-kadang mungkin sukar dibedakan dari pneumonia bakteri. Karena

edema dan eksudasi berada dalam posisi strategis untuk menyebabkan sumbatan

alveolokapiler, mungkin terjadi gawat napas yang tampaknya jauh melibihi temuan fisik dan

radiologis.5,6

Sedangkan pada pneumonia bakteri biasanya disertai dengan batuk bisa mukopurulen

produktif atau tidak, kadang disertai hemoptisis., Sesudah infeksi pernapasan atas ringan,

sebentar, sering mulai merasa dingin menggigil yang disertai dengan demam setinggi 40,5oC.

Demam ini disertai dengan perasaan mengantuk dengan sebentar-sebentar gelisah;

pernapasan cepat; cemas, dan kadang-kadang delirium (mengigau). Mungkin ada sianosis

sekeliling mulut Pada temuan-temuan auskultasi berupa konsolidasi paru (misalnya,

penurunan suara pernapasan atau pernapasan bronkial, perkusi redup, dan egofoni pada

daerah terlokalisasi). Penemuan kelainan dada lain termasuk retraksi, pelebaran cuping

hidung, perkusi redup, hilangnya fremitus, palpasi dan vokal, suara pernapasan hilang, dan

ronki halus serta krepitasi pada sisi yang terkena. Roentgenogram dada sering menunjukkan

konsolidasi lobaris (penumonia bundar) serta efusi pleura (10-30%), dan jumlah leukosit

perifer meingkat (> 15.000 – 20.000/mm3), dengan dominasi neutrofil.5,6

13

Page 14: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

Tanda-tanda fisik mengalami perubahan selama perjalanan penyakit. Tanda-tanda

klasik konsolidasi ditemukan pada hari kedua dan ketiga penyakit dan ditandai dengan

perkusi redup , fremitus bertambah, suara bronkial, dan ronki menghilang. Ketika terjadi

penyembuhan, ronki basah terdengar dan batuk longgar dan menjadi produktif basah lendir

berbercak darah banyak.5

Perkembangan efusi pleura atau empiema dapat menyebabkan ketinggalan sisi yang

terkena pada resiprasi yang dapat dilihat, dengan gerakan berlebihan pada sisi yang

berlawanan. Biasanya perkusi redup pada daerah efusi, dengan pengurangan fremitus dan

suara pernapasan. Suara bronkial sering ditemukan tepat diatas batas cairan dan pada sisi

yang tidak terkena.5

Komplikasi

1. Pneumothorax

Udara dari alveolus yang pecah di sebabkan karena sumbatan atau peradangan di saluran

bronkioli yang membuat udara bisa masuk namun tidak bisa keluar. Lambat laun alveolus

menjadi penuh sehingga tak kuat menampung udara dan pecah.

2. Empiyema (peradangan di paru)

Peradangan terjadi karena kuman atau bakteri berhasil di lokalisasi oleh pertahanan tubuh

namun tidak dapat di basmi akhirnya muncul nanah dan mengumpul di antara paru paru dan

dinding dada.

3. Otitis media akut (OMA)

Terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan masuk ke dalam tuba

eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan

hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.

Penatalaksanaan

Banyak penderita yang diberi agen antibiotik pada mulanya jika dicurigai pneumonia

bakteri. Kegagalan berespons terhadap pengobatan antobiotik merupakan bukti tambahan

untuk etiologi virus. Biasanya, hanya cara-cara pendukung yang diperlukan, walaupun

beberapa penderita memerlukan rawat inap di rumah sakit untuk cairan intravena, oksigen,

atau bahkan ventilasi bantuan.5

Terapi simtomatik dengan antipiretik dan analgesik untuk menjaga kenyamanan pasien dan

mengontrol batuk

14

Page 15: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

Amoksisilin oral adalah pilihan pertama untuk anak usia < 5 tahun ; makrolid untuk anak ≥ 5

tahun. Berikan kombinasi makrolid + amoxicillin bila dicurigai S. aureus sebagai penyebab.

Satu-satunya agen spesifik yang tersedia untuk pengobatan infeksi virus pernapasan

adalah amantadin oral (atau rimantadin) dan ribavirin aerosol. Agen-agen pertama aktif

terhadap isolat influenza A. Mereka mempunyai kemanjuran yang dapat diperagakan dalam

pencegahan infeksi influenza A yang terpajan, individu yang rentan dan pada pengobatan

penderita yang terinfeksi dengan virus influenza A. Ribavirin aerosol diberikan melalui

nebulizer (20 mg/mL selama 12-18 jam per hari), biasa diberikan untuk anak yang menderita

pneumonia akiba RSV atau bronkiolitis.5,7

Pengobatan tampak bermanfaat hanya jika dimulai dalam 48 jam dari mulainya infeksi.

Ribavirin adalah aktif in vitro terhadap RSV. Obat ini tampak bermanfaat pada bayi tertentu

yang dirawat inap dengan infeksi saluran pernapasan bawah yanng disebabkan oleh RSV.

Namun, obat ini adalah agen yang sangat mahal yang perlu diberikan, sebenarnya terus-

menerus, dengan aerosolisasi. Peran tepatnya dalam manajemen bayi terinfeksi RSV tetap

merupakan sasaran perdebatan.

Pneumonia pada bayi muda adalah paling baik ditangani di rumah sakit, karena cairan

dan antibiotik mungkin harus diberikan secara intravena. Lagipula perjalanan penyakit pada

bayi muda adalah lebih bervariasi dan lebih sering ada komplikasi. Penderita dengan

pneumonia yang disertai dengan efusi pleura atau empiema harus juga dirawat inap di rumah

sakit. pemberian oksigen segera pada penderita dengan distress pernapasan sangat

mengurangi kebutuhan pada sedatif dan analgesik; oksigen ini harus diberikan sebelum

penderita sianosis.5

Pencegahan

Pencegahan pneumonia dapat dilakukan dengan cara :

1. Memberikan vaksinasi pneumokokus atau sering juga disebut sebagai vaksin IPD

2. Memberikan imunisasi pada anak sesuai waktunya

3. Menjaga keseimbangan nutrisi anak

4. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara cukup istirahat dan juga banyak olahraga

5. Mengusahakan agar ruangan tempat tinggal mempunyai udara yang bersih dan

ventilasi yang cukup

15

Page 16: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

Prognosis

Sebagian besar anak sembuh dari pneumonia dengan cepat dan sempurna, dan temuan-

temuan roentgenografi akan kembali normal dalam 6-8 minggu. Pada beberapa anak,

pneumonia dapat menetap lebih dari satu bulan atau dapat berulang. Pada kasus demikian,

kemungkinan penyakit yang mendasari harus diamati lebih lanjut. Evaluasi kemudian dapat

dilakukan dengan uji kulit tuberkulkin, penentuan klorida keringat, imunoglobulin serum dan

penentuan sebkelas igG, bronkoskopi dan penelanan barium.5

Kebanyakan anak dengan pneumonia virus sembuh tanpa banyak peristiwa dan tidak

mempunyai sekuele, walaupun perjalanan dapat diperpanjang, terutama pada bayi. Namun,

bukti semakin bertambah bahwa beberapa penderita terutama bayi, dapat terjadi bronkiolitis

obliteran, paru hiperlucent unilateral, atau komplikasi lain sesudah satu episode pneumonia

virus. Adenovirus terutama tipe 1,3,4,7, dan 21 agaknya dalam hal ini yang paling berbahaya,

mampu menyebabkan pneumonia fulminan akut mematikan.5

Pada era sebelum antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil berkisar dari

20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%. Lagipula insiden

empiema kronis dengan fungsi paru berubaha adalah relatif tinggi. Dengan terapi antiobiotik

yang tepat yang diberikan awal pada perjalanan penyakit, angka mortalitas selama masa bayi

dan anak sekarang kurang dari 1%, dan morbidias jangka-lama rendah.5

Dengan terapi yang tepat, biasanya terjadi pemulihan sempurna bagi kedua bentuk

pneumonia pneumokokus meskipun pada beberapa kasus mungkin terjadi penyulit: (1)

kerusakan dan nekrosis jaringan dapat menyebabkan terbentuknya abses; (2) pus dapat

tertimbun di rongga pleura dan menimbulkan empiemal; (3) organisasi eksudat intraalveolus

dapat mengubah paru menjadi jaringan fibrosa yang padat; dan (4) bakteremia dapat

menyebabkan meningitis, artritis, atau endokarditis infeksiosa. Penyulit lebih besar

kemungkinan terjadi pada pneumokokus serotipe 3.

Kesimpulan

Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah

yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering

menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-

anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi

kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan

angka kematian anak.

16

Page 17: Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jilid 3. Vol. 5. Jakarta: Interna publishing; 2009. hal. 2196-8.

2. Gleadle J. History and examination at a glance. Diterjemahkan oleh: Rahmalia A,

Safitri A. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005.hal. 96.

3. Bickley LS. Bates’ guide to physical examination & history taking. Edisi 8.

Diterjemahkan oleh: hartono A, Dwijayanthi L, Novrianti A, Karolina S. jakarta:

EGC; 2009. hal. 671-2.

4. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Edisi 2.

Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.hal.205-6.

5. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. 1999. Nelson textbook of pediatrics.

Volume 2. Edisi 15. Diterjemahkan oleh: Wahab AS. Jakarta: EGC. 2012. h.883-9,

1031, 1113, 1483-6.

6. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Robbins basic pathology. Edisi 7. Diterjemahkan

oleh: Hartanto H, darmaniah N, Wulandari N. jakarta: EGC. 2007. h. 537-43.

7. Katzung BG. Basic and clinical pharmacology. Diterjemahkan oleh: Nugroho AW,

Rendy L, Dwijayanthi L, Nirmala WK. Jakarta: EG;. 2012.hal.753-4.

17