BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Tuberkulosis
Secara umum, penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi
yang masih menjadi masalah kesehatan dalam masyarakat kita. Penyakit
tuberkulosis paru dimulai dari penyakit tuberkulosis, yang berarti suatu penyakit
infeksi yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit
ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil
tuberkulosis paru (Naga, S, 2012).
a. Definisi kasus dan klasifikasi pasien TB
Pasien dibedakan berdasarkan klasifikasi penyakitnya yang bertujuan untuk:
1) Pencatatan dan pelaporan pasien yang tepat
2) Penetapan paduan pengobatan yang tepat
3) Standarisasi proses pengumpulan data untuk Penanggulangan TB
4) Evaluasi proporsi kasus sesuai lokasi penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologis
dan riwayat pengobatan
5) Analisis kohort hasil pengobatan
Pemantauan kemajuan dan evaluasi efektifitas program TB secara tepat baik
dalam maupun antar kabupaten/kota, provinsi, nasional dan global (Kemenkes RI,
2016).
a) Definisi kasus TB
Definisi kasus TB terdiri dari dua, yaitu;
(1) Pasien TB yang terkonfirmasi Bakteriologis:
Adalah pasien TB yang terbukti positif pada hasil pemeriksaan contoh uji
biologinya (sputum dan jaringan) melalui pemeriksaan mikroskopis langsung,
TCM TB, atau biakan. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
(a) Pasien TB paru BTA positif
(b) Pasien TB paru hasil biakan Mycobacterium tuberculosis positif
6
(c) Pasien TB paru hasil tes cepat Mycobacterium tuberculosis positif
(d) Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA,
biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
(e) TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut di atas harus dicatat (Kemenkes
RI, 2016).
(2) Pasien TB terdiagnosis secara Klinis
Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara
bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan
diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini
adalah:
(a) Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung
TB.
(b) Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis setelah diberikan
antibiotika non OAT, dan mempunyai faktor risiko TB.
(c) Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan
histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
(d) TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring. Pasien TB yang terdiagnosis
secara klinis dan kemudian terkonfirmasi bakteriologis positif (baik sebelum
maupun setelah memulai pengobatan) harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TB
terkonfirmasi bakteriologis (Kemenkes RI, 2016).
b) Klasifikasi pasien TB:
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut diatas, pasien juga
diklasifikasikan menurut:
Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit :
(1) Tuberkulosis paru :
Adalah TB yang berlokasi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap
sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Pasien yang menderita TB
paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien
TB paru (Kemenkes RI, 2016).
7
(2) Tuberkulosis ekstraparu:
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar
limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura
tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan
sebagai TB ekstra paru. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan
hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus
diupayakan secara bakteriologis dengan ditemukannya Mycobacterium
tuberculosis. Bila proses TB terdapat dibeberapa organ, penyebutan disesuaikan
dengan organ yang terkena proses TB terberat (Kemenkes RI, 2016).
2. Patogenesis dan Penularan
a. Kuman penyebab TB
Sumber : Kementrian Kesehatan RI, 2012
Gambar 2.1 Bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam sediaan dahak dengan pewarnaan
Ziehl Neelsen.
Klasifikasi bakteri penyebab tuberkulosis :
Kingdom : Bacteria
Divisio : Mycobacteria
Class : Actinomycetes
Ordo : Actinomycetales
Family : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : Mycobacterium tuberculosis
M. tuberculosis
8
Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lainadalah
sebagai berikut:
1) Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron.
2) Bersifat tahan asam dalam perwarnaan dengan metode Ziehl Neelsen, berbentuk
batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah mikroskop.
3) Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen, Ogawa.
4) Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu
lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.
5) Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet. Paparan
langsung terhadap sinar ultra violet, sebagian besar kuman akan mati dalam
waktu beberapa menit. Dalam dahak pada suhu antara 30-37°C akan mati dalam
waktu lebih kurang 1 minggu.
6) Kuman dapat bersifat dorman.
b. Penularan TB
1) Sumber penularan TB
Sumber penularan adalah pasien TB terutama pasien yang mengandung
kuman TB dalam dahaknya. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik).
Infeksi akan terjadi apabila seseorang menghirup udara yang mengandung
percikan dahak yang infeksius. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak yang mengandung kuman sebanyak 0-3500 M.tuberculosis.
Sedangkan kalau bersin dapat mengeluarkan sebanyak 4500 – 1.000.000
M.tuberculosis.
2) Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia
Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit. Tahapan tersebut meliputi tahap
paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia, sebagai berikut:
a) Paparan Peluang peningkatan paparan terkait dengan:
(1) Jumlah kasus menular di masyarakat.
(2) Peluang kontak dengan kasus menular.
(3) Tingkat daya tular dahak sumber penularan.
9
(4) Intensitas batuk sumber penularan.
(5) Kedekatan kontak dengan sumber penularan.
(6) Lamanya waktu kontak dengan sumber penularan.
b) Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah infeksi.
Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam lesi
tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung dari daya tahun
tubuh manusia. Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat
terjadi sebelum penyembuhan lesi.
c) Faktor Risiko
(1) Faktor risiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari: Konsentrasi/jumlah
kuman yang terhirup.
(2) Lamanya waktu sejak terinfeksi.
(3) Usia seseorang yang terinfeksi.
(4) Tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan daya tahan tubuh yang
rendah diantaranya infeksi HIV AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan
memudahkan berkembangnya TB Aktif (sakit TB).
(5) Infeksi HIV.
Pada seseorang yang terinfeksi TB, 10% diantaranya akan menjadi sakit TB.
Namun pada seorang dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian TB. Orang
dengan HIV berisiko 20-37 kali untuk sakit TB dibandingkan dengan orang yang
tidak terinfeksi HIV, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan
meningkat pula.
d) Meninggal dunia
Faktor risiko kematian karena TB:
(1) Akibat dari keterlambatan diagnosis.
(2) Pengobatan tidak adekuat.
(3) Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta. Pada pasien
TB tanpa pengobatan, 50% diantaranya akan meninggal dan risiko ini meningkat
10
pada pasien dengan HIV positif. Begitu pula pada ODHA, 25% kematian
disebabkan oleh TB (Kemenkes RI, 2016).
Resiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan
sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan faktor pejamu
lainnya. Resiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada anak berusia di
bawah 3 tahun, resiko terendah pada masa kanak-kanak, dan meningkat lagi pada
masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri masuk ke dalam tubuh
manusia melalui saluran pernapasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain
melalui peredaran darah, pembuluh linfe, atau langsung ke organ terdekatnya
(Widoyono, 2011).
Banyaknya kuman dalam paru-paru penderita menjadi satu indikasi
tercepat penularan penyakit tuberkulosis ini kepada seseorang. Penyebaran kuman
tuberkulosis ini terjadi di udara melalui dahak yang berupa droplet. Bagi
penderita tuberkulosis paru yang memiliki banyak sekali kuman, dapat terlihat
langsung dengan mikroskop pada pemeriksaan dahaknya. Hal ini tentunya sangat
menular dan berbahaya bagi lingkungan penderita (Naga, 2012).
Gambaran penyebaran kuman tuberkulosis ke dalam tubuh manusia
diilustrasikan pada Gambar 2.2.
Sumber :Zulkoni, H Akhsin, 2010
Gambar 2.2 Penyebaran bakteri M.tuberculosis dalam tubuh.
11
Pada saat penderita batuk atau bersin, kuman TB paru dan BTA positif
yang berbentuk droplet sangat kecil ini akan beterbangan di udara kemudian
mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman
tuberkulosis. Kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam lamanya,
sehingga cepat atau lambat droplet yang mengandung kuman tuberkulosis akan
terhirup oleh orang lain. Apabila droplet ini telah terhirup dan bersarang di dalam
paru-paru seseorang, maka kuman ini akan mulai membelah diri atau berkembang
biak. Dari sinilah akan terjadi infeksi dari satu penderita ke calon penderita lain
(mereka yang telah terjangkit penyakit) (Naga, 2012).
3. Gejala dan Tanda
Secara rinci tanda dan gejala TB paru ini dapat dibagi atas 2 (dua) golongan yaitu
gejala sistemik dan gejaja respiratorik.
a. Gejala sistemik adalah:
1) Demam.
Demam merupakan gejala pertarna dari tuberkulosis paru, biasanya timbul pada
sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip demam influenza yang segera
mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan demam
yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan. Demam seperti
influenza ini hilang timbul dan semakin lama makin panjang masa serangannya,
sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek. Demam dapat mencapai
suhu tinggi yaitu 40- 41 0C.
2) Malaise.
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak enak
badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala,
mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan siklus haid.
b. Gejala respiratorik adalah:
1) Batuk.
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkhus. Batuk
mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkhus; selanjutnya akibat adanya
peradangan pada ronkhus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini
12
berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat
bersifat mukoid atau purulen.
2) Batuk Darah.
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya batuk
darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas,
juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkhus. Batuk darah inilah yang
paling sering membawa penderita berobat ke dokter.
3) Sesak Nafas.
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang
cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah di temukan.
4) Nyeri Dada.
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura terkena,
gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik (Manurung, S;et all, 2008).
4. Faktor Risiko terjadinya Tuberkulosis
a. Kuman penyebab TB.
1) Pasien TB dengan BTA positif lebih besar risiko menimbulkan penularan
dibandingkan dengan BTA negatif.
2) Makin tinggi jumlah kuman dalam percikan dahak, makin besar risiko terjadi
penularan.
3) Makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman, makin besar risiko terjadi
penularan.
b. Faktor individu yang bersangkutan.
Beberapa faktor individu yang dapat meningkatkan risiko menjadi sakit TB
adalah:
1) Faktor usia dan jenis kelamin:
a) Kelompok paling rentan tertular TB adalah kelompok usia dewasa muda yang juga
merupakan kelompok usia produktif (Kemenkes RI, 2016).
b) Menurut hasil survei prevalensi TB, Laki-laki lebih banyak terkena TB dari pada
wanita (Kemenkes RI, 2016). Pada laki-laki, penyakit ini lebih tinggi, karena
13
rokok dan minuman alkohol dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh.
Sehingga, wajar jika perokok dan peminum beralkohol sering disebut sebagai
agen dari penyakit tuberkulosis (Naga, 2012).
2) Daya tahan tubuh:
Apabila daya tahan tubuh seseorang menurun oleh karena sebab apapun, misalnya
usia lanjut, ibu hamil, koinfeksi dengan HIV, penyandang diabetes mellitus, gizi
buruk, keadaan immuno-supressive, bilamana terinfeksi dengan M.tb, lebih
mudah jatuh sakit (Kemenkes RI, 2016).
3) Perilaku:
a) Batuk dan cara membuang dahak pasien TB yang tidak sesuai etika akan
meningkatkan paparan kuman dan risiko penularan.
b) Merokok meningkatkan risiko terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.
c) Sikap dan perilaku pasien TB tentang penularan, bahaya, dan cara pengobatan.
4) Status sosial ekonomi:
TB banyak menyerang kelompok sosial ekonomi lemah (Kemenkes RI, 2016).
Kekurangan kalori, protein, vitamin zat besi dan lain-lain (malnutrisi), akan
mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang, sehingga rentan terhadap berbagai
penyakit, termasuk tuberkulosis paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang
berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak
(Naga,2012).
c. Faktor lingkungan:
1) Lingkungan perumahan padat dan kumuh akan memudahkan penularan TB.
2) Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya matahari akan
meningkatkan risiko penularan.
5. Diagnosis Tuberkulosis
Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, hasil anamnesis, pemeriksaan
klinis, pemeriksaan labotarorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
1) Keluhan dan hasil anamnesis meliputi:
Keluhan yang disampaikan pasien, serta wawancara rinci berdasar keluhan
pasien. Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda TB yang meliputi:
14
a) Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari
satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan
gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2 minggu
atau lebih.
b) Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang
terduga pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung.
c) Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang dengan
faktor risiko, seperti : kontak erat dengan pasien TB, tinggal di daerah padat
penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang yang bekerja dengan
bahan kimia yang berisiko menimbulkan paparan infeksi paru.
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan Bakteriologi
(1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan diagnosis, juga untuk
menentukan potensi penularan dan menilai keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji
dahak yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP):
(a) S (Sewaktu): dahak ditampung di fasilitas pelayanan kesehatan.
(b) P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur. Dapat
dilakukan dirumah pasien atau di bangsal rawat inap bilamana pasien menjalani
rawat inap.
(2) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB
15
Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF. TCM
merupakan sarana untuk penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan
untuk evaluasi hasil pengobatan.
(3)Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-Jensen)
dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube) untuk identifikasi
Mycobacterium tuberkulosis (M.tb). Pemeriksaan tersebut diatas dilakukan
disarana laboratorium yang terpantau mutunya. Dalam menjamin hasil
pemeriksaan laboratorium, diperlukan contoh uji dahak yang berkualitas.Pada
faskes yang tidak memiliki akses langsung terhadap pemeriksaan TCM, biakan,
dan uji kepekaan, diperlukan sistem transportasi contoh uji. Hal ini bertujuan
untuk menjangkau pasien yang membutuhkan akses terhadap pemeriksaan
tersebut serta mengurangi risiko penularan jika pasien bepergian langsung ke
laboratorium.
b) Pemeriksaan Penunjang Lainnya
(1) Pemeriksaan foto toraks
(2) Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB ekstraparu.
c) Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi M.tb
terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang
telah lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA), dan mendapatkan
sertifikat nasional maupun internasional.
d) Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologis sampai saat ini belum direkomendasikan, tidak dibenarkan
mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan serologis (Kemenkes RI, 2016).
Dalam upaya pengendalian TB secara nasional, maka diagnosis TB paru
pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan
bakteriologis berupa pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat.
Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakkan
diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis
16
dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan
ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB. Sumber penularan adalah pasien TB
BTA positif melalui percik dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti
bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung
kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman
yang terkandung dalam contoh uji ≤ 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit
dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung (Kemenkes RI, 2014).
Pada TB anak, pemeriksaan mikrobiologi sulit dilakukan karena sulitnya
mendapatkan contoh uji. Guna mengatasi kesulitan menemukan kuman penyebab
TB pada anak penegakkan diagnosis TB pada anak dapat dilakukan dengan
memadukan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang lain yang sesuai.
Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada
anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan informasi mengenai ada
atau tidaknya kontak erat dengan pasien TB menular, melakukan uji tuberkulin
dan juga pemeriksaan foto toraks selanjutnya dilakukan pembobotan dengan
sistem scoring (Kemenkes RI, 2014).
6. Pencegahan dan Pengobatan
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjangkitnya TB paru.
Pencegahan-pencegahan berikut dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat,
maupun petugas kesehatan :
a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulut
saat batuk, dan membuang dahak tidak di sembarang tempat.
b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilkukan dengan meningkatkan
ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG.
c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan
penyuluhan tentang penyakit TB.
d. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dengan
memberikan pengobatan khusus kepada penderita TB.
e. Melakukan desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat,
perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit
17
penyakit ini (piring, tempat tidur, pakaian) dan menyediakan ventilasi rumah dan
sinar matahari yang cukup.
f. Melakukan imunisasi kepada orang-orang yang melakukan kontak langsung
dengan penderita.
g. Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TB aktif perlu pengobatan yang
tepat (Naga, 2012).
Karena yang menjadi sumber penyebaran TB adalah penderita TB itu
sendiri , maka perlu pengontrolan secara efektif penderita TB untuk mengurangi
pasien TB. Terdapat dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita
TB saat ini yaitu terapi dan imunisasi. WHO merekomendasikan strategi
penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal
dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy).
Dalam strategi ini terdapat tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien yang
lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TB berikutnya. Seseorang
yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TB. Orang ini kemudian
harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TB atau tidak. Sampai
saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop (Zulkoni,
2010).
Jika pasien telah diidentifikasikan mengidap TB, dokter akan
memberikan obat dengan komposisi dan dosis sesuai keadaan pasien tesebut.
Adapun obat TB yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin,
pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutanol. Untuk menghindari munculnya
bakteri TB yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4
macam obat ini (Zulkoni, 2010).
B. Kerangka Konsep
Gambaran Penderita
Tuberkulosis Paru di Puskesmas
Rawat Inap Tanjung Sari Kec.
Natar Kabupaten Lampung
Selatan tahun 2015-2018
Penderita Tuberkulosis paru
berdasarkan :
a. jenis kelamin
b. kelompok usia