BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

13
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis Secara umum, penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan dalam masyarakat kita. Penyakit tuberkulosis paru dimulai dari penyakit tuberkulosis, yang berarti suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru (Naga, S, 2012). a. Definisi kasus dan klasifikasi pasien TB Pasien dibedakan berdasarkan klasifikasi penyakitnya yang bertujuan untuk: 1) Pencatatan dan pelaporan pasien yang tepat 2) Penetapan paduan pengobatan yang tepat 3) Standarisasi proses pengumpulan data untuk Penanggulangan TB 4) Evaluasi proporsi kasus sesuai lokasi penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologis dan riwayat pengobatan 5) Analisis kohort hasil pengobatan Pemantauan kemajuan dan evaluasi efektifitas program TB secara tepat baik dalam maupun antar kabupaten/kota, provinsi, nasional dan global (Kemenkes RI, 2016). a) Definisi kasus TB Definisi kasus TB terdiri dari dua, yaitu; (1) Pasien TB yang terkonfirmasi Bakteriologis: Adalah pasien TB yang terbukti positif pada hasil pemeriksaan contoh uji biologinya (sputum dan jaringan) melalui pemeriksaan mikroskopis langsung, TCM TB, atau biakan. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah: (a) Pasien TB paru BTA positif (b) Pasien TB paru hasil biakan Mycobacterium tuberculosis positif

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Tuberkulosis

Secara umum, penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi

yang masih menjadi masalah kesehatan dalam masyarakat kita. Penyakit

tuberkulosis paru dimulai dari penyakit tuberkulosis, yang berarti suatu penyakit

infeksi yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit

ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil

tuberkulosis paru (Naga, S, 2012).

a. Definisi kasus dan klasifikasi pasien TB

Pasien dibedakan berdasarkan klasifikasi penyakitnya yang bertujuan untuk:

1) Pencatatan dan pelaporan pasien yang tepat

2) Penetapan paduan pengobatan yang tepat

3) Standarisasi proses pengumpulan data untuk Penanggulangan TB

4) Evaluasi proporsi kasus sesuai lokasi penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologis

dan riwayat pengobatan

5) Analisis kohort hasil pengobatan

Pemantauan kemajuan dan evaluasi efektifitas program TB secara tepat baik

dalam maupun antar kabupaten/kota, provinsi, nasional dan global (Kemenkes RI,

2016).

a) Definisi kasus TB

Definisi kasus TB terdiri dari dua, yaitu;

(1) Pasien TB yang terkonfirmasi Bakteriologis:

Adalah pasien TB yang terbukti positif pada hasil pemeriksaan contoh uji

biologinya (sputum dan jaringan) melalui pemeriksaan mikroskopis langsung,

TCM TB, atau biakan. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:

(a) Pasien TB paru BTA positif

(b) Pasien TB paru hasil biakan Mycobacterium tuberculosis positif

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

6

(c) Pasien TB paru hasil tes cepat Mycobacterium tuberculosis positif

(d) Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA,

biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.

(e) TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.

Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut di atas harus dicatat (Kemenkes

RI, 2016).

(2) Pasien TB terdiagnosis secara Klinis

Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara

bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan

diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini

adalah:

(a) Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung

TB.

(b) Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis setelah diberikan

antibiotika non OAT, dan mempunyai faktor risiko TB.

(c) Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan

histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.

(d) TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring. Pasien TB yang terdiagnosis

secara klinis dan kemudian terkonfirmasi bakteriologis positif (baik sebelum

maupun setelah memulai pengobatan) harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TB

terkonfirmasi bakteriologis (Kemenkes RI, 2016).

b) Klasifikasi pasien TB:

Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut diatas, pasien juga

diklasifikasikan menurut:

Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit :

(1) Tuberkulosis paru :

Adalah TB yang berlokasi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap

sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Pasien yang menderita TB

paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien

TB paru (Kemenkes RI, 2016).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

7

(2) Tuberkulosis ekstraparu:

Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar

limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.

Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura

tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan

sebagai TB ekstra paru. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan

hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus

diupayakan secara bakteriologis dengan ditemukannya Mycobacterium

tuberculosis. Bila proses TB terdapat dibeberapa organ, penyebutan disesuaikan

dengan organ yang terkena proses TB terberat (Kemenkes RI, 2016).

2. Patogenesis dan Penularan

a. Kuman penyebab TB

Sumber : Kementrian Kesehatan RI, 2012

Gambar 2.1 Bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam sediaan dahak dengan pewarnaan

Ziehl Neelsen.

Klasifikasi bakteri penyebab tuberkulosis :

Kingdom : Bacteria

Divisio : Mycobacteria

Class : Actinomycetes

Ordo : Actinomycetales

Family : Mycobacteriaceae

Genus : Mycobacterium

Spesies : Mycobacterium tuberculosis

M. tuberculosis

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

8

Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lainadalah

sebagai berikut:

1) Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron.

2) Bersifat tahan asam dalam perwarnaan dengan metode Ziehl Neelsen, berbentuk

batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah mikroskop.

3) Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen, Ogawa.

4) Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu

lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.

5) Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet. Paparan

langsung terhadap sinar ultra violet, sebagian besar kuman akan mati dalam

waktu beberapa menit. Dalam dahak pada suhu antara 30-37°C akan mati dalam

waktu lebih kurang 1 minggu.

6) Kuman dapat bersifat dorman.

b. Penularan TB

1) Sumber penularan TB

Sumber penularan adalah pasien TB terutama pasien yang mengandung

kuman TB dalam dahaknya. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan

kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik).

Infeksi akan terjadi apabila seseorang menghirup udara yang mengandung

percikan dahak yang infeksius. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000

percikan dahak yang mengandung kuman sebanyak 0-3500 M.tuberculosis.

Sedangkan kalau bersin dapat mengeluarkan sebanyak 4500 – 1.000.000

M.tuberculosis.

2) Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia

Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit. Tahapan tersebut meliputi tahap

paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia, sebagai berikut:

a) Paparan Peluang peningkatan paparan terkait dengan:

(1) Jumlah kasus menular di masyarakat.

(2) Peluang kontak dengan kasus menular.

(3) Tingkat daya tular dahak sumber penularan.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

9

(4) Intensitas batuk sumber penularan.

(5) Kedekatan kontak dengan sumber penularan.

(6) Lamanya waktu kontak dengan sumber penularan.

b) Infeksi

Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah infeksi.

Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam lesi

tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung dari daya tahun

tubuh manusia. Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat

terjadi sebelum penyembuhan lesi.

c) Faktor Risiko

(1) Faktor risiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari: Konsentrasi/jumlah

kuman yang terhirup.

(2) Lamanya waktu sejak terinfeksi.

(3) Usia seseorang yang terinfeksi.

(4) Tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan daya tahan tubuh yang

rendah diantaranya infeksi HIV AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan

memudahkan berkembangnya TB Aktif (sakit TB).

(5) Infeksi HIV.

Pada seseorang yang terinfeksi TB, 10% diantaranya akan menjadi sakit TB.

Namun pada seorang dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian TB. Orang

dengan HIV berisiko 20-37 kali untuk sakit TB dibandingkan dengan orang yang

tidak terinfeksi HIV, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan

meningkat pula.

d) Meninggal dunia

Faktor risiko kematian karena TB:

(1) Akibat dari keterlambatan diagnosis.

(2) Pengobatan tidak adekuat.

(3) Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta. Pada pasien

TB tanpa pengobatan, 50% diantaranya akan meninggal dan risiko ini meningkat

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

10

pada pasien dengan HIV positif. Begitu pula pada ODHA, 25% kematian

disebabkan oleh TB (Kemenkes RI, 2016).

Resiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan

sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan faktor pejamu

lainnya. Resiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada anak berusia di

bawah 3 tahun, resiko terendah pada masa kanak-kanak, dan meningkat lagi pada

masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri masuk ke dalam tubuh

manusia melalui saluran pernapasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain

melalui peredaran darah, pembuluh linfe, atau langsung ke organ terdekatnya

(Widoyono, 2011).

Banyaknya kuman dalam paru-paru penderita menjadi satu indikasi

tercepat penularan penyakit tuberkulosis ini kepada seseorang. Penyebaran kuman

tuberkulosis ini terjadi di udara melalui dahak yang berupa droplet. Bagi

penderita tuberkulosis paru yang memiliki banyak sekali kuman, dapat terlihat

langsung dengan mikroskop pada pemeriksaan dahaknya. Hal ini tentunya sangat

menular dan berbahaya bagi lingkungan penderita (Naga, 2012).

Gambaran penyebaran kuman tuberkulosis ke dalam tubuh manusia

diilustrasikan pada Gambar 2.2.

Sumber :Zulkoni, H Akhsin, 2010

Gambar 2.2 Penyebaran bakteri M.tuberculosis dalam tubuh.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

11

Pada saat penderita batuk atau bersin, kuman TB paru dan BTA positif

yang berbentuk droplet sangat kecil ini akan beterbangan di udara kemudian

mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman

tuberkulosis. Kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam lamanya,

sehingga cepat atau lambat droplet yang mengandung kuman tuberkulosis akan

terhirup oleh orang lain. Apabila droplet ini telah terhirup dan bersarang di dalam

paru-paru seseorang, maka kuman ini akan mulai membelah diri atau berkembang

biak. Dari sinilah akan terjadi infeksi dari satu penderita ke calon penderita lain

(mereka yang telah terjangkit penyakit) (Naga, 2012).

3. Gejala dan Tanda

Secara rinci tanda dan gejala TB paru ini dapat dibagi atas 2 (dua) golongan yaitu

gejala sistemik dan gejaja respiratorik.

a. Gejala sistemik adalah:

1) Demam.

Demam merupakan gejala pertarna dari tuberkulosis paru, biasanya timbul pada

sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip demam influenza yang segera

mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan demam

yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan. Demam seperti

influenza ini hilang timbul dan semakin lama makin panjang masa serangannya,

sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek. Demam dapat mencapai

suhu tinggi yaitu 40- 41 0C.

2) Malaise.

Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak enak

badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala,

mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan siklus haid.

b. Gejala respiratorik adalah:

1) Batuk.

Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkhus. Batuk

mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkhus; selanjutnya akibat adanya

peradangan pada ronkhus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

12

berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat

bersifat mukoid atau purulen.

2) Batuk Darah.

Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya batuk

darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas,

juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkhus. Batuk darah inilah yang

paling sering membawa penderita berobat ke dokter.

3) Sesak Nafas.

Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang

cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah di temukan.

4) Nyeri Dada.

Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura terkena,

gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik (Manurung, S;et all, 2008).

4. Faktor Risiko terjadinya Tuberkulosis

a. Kuman penyebab TB.

1) Pasien TB dengan BTA positif lebih besar risiko menimbulkan penularan

dibandingkan dengan BTA negatif.

2) Makin tinggi jumlah kuman dalam percikan dahak, makin besar risiko terjadi

penularan.

3) Makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman, makin besar risiko terjadi

penularan.

b. Faktor individu yang bersangkutan.

Beberapa faktor individu yang dapat meningkatkan risiko menjadi sakit TB

adalah:

1) Faktor usia dan jenis kelamin:

a) Kelompok paling rentan tertular TB adalah kelompok usia dewasa muda yang juga

merupakan kelompok usia produktif (Kemenkes RI, 2016).

b) Menurut hasil survei prevalensi TB, Laki-laki lebih banyak terkena TB dari pada

wanita (Kemenkes RI, 2016). Pada laki-laki, penyakit ini lebih tinggi, karena

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

13

rokok dan minuman alkohol dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh.

Sehingga, wajar jika perokok dan peminum beralkohol sering disebut sebagai

agen dari penyakit tuberkulosis (Naga, 2012).

2) Daya tahan tubuh:

Apabila daya tahan tubuh seseorang menurun oleh karena sebab apapun, misalnya

usia lanjut, ibu hamil, koinfeksi dengan HIV, penyandang diabetes mellitus, gizi

buruk, keadaan immuno-supressive, bilamana terinfeksi dengan M.tb, lebih

mudah jatuh sakit (Kemenkes RI, 2016).

3) Perilaku:

a) Batuk dan cara membuang dahak pasien TB yang tidak sesuai etika akan

meningkatkan paparan kuman dan risiko penularan.

b) Merokok meningkatkan risiko terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.

c) Sikap dan perilaku pasien TB tentang penularan, bahaya, dan cara pengobatan.

4) Status sosial ekonomi:

TB banyak menyerang kelompok sosial ekonomi lemah (Kemenkes RI, 2016).

Kekurangan kalori, protein, vitamin zat besi dan lain-lain (malnutrisi), akan

mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang, sehingga rentan terhadap berbagai

penyakit, termasuk tuberkulosis paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang

berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak

(Naga,2012).

c. Faktor lingkungan:

1) Lingkungan perumahan padat dan kumuh akan memudahkan penularan TB.

2) Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya matahari akan

meningkatkan risiko penularan.

5. Diagnosis Tuberkulosis

Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, hasil anamnesis, pemeriksaan

klinis, pemeriksaan labotarorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.

1) Keluhan dan hasil anamnesis meliputi:

Keluhan yang disampaikan pasien, serta wawancara rinci berdasar keluhan

pasien. Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda TB yang meliputi:

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

14

a) Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.

Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk

darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari

satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan

gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2 minggu

atau lebih.

b) Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,

seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang

yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang

terduga pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis

langsung.

c) Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang dengan

faktor risiko, seperti : kontak erat dengan pasien TB, tinggal di daerah padat

penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang yang bekerja dengan

bahan kimia yang berisiko menimbulkan paparan infeksi paru.

2) Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan Bakteriologi

(1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung

Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan diagnosis, juga untuk

menentukan potensi penularan dan menilai keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan

dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji

dahak yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP):

(a) S (Sewaktu): dahak ditampung di fasilitas pelayanan kesehatan.

(b) P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur. Dapat

dilakukan dirumah pasien atau di bangsal rawat inap bilamana pasien menjalani

rawat inap.

(2) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

15

Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF. TCM

merupakan sarana untuk penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan

untuk evaluasi hasil pengobatan.

(3)Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-Jensen)

dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube) untuk identifikasi

Mycobacterium tuberkulosis (M.tb). Pemeriksaan tersebut diatas dilakukan

disarana laboratorium yang terpantau mutunya. Dalam menjamin hasil

pemeriksaan laboratorium, diperlukan contoh uji dahak yang berkualitas.Pada

faskes yang tidak memiliki akses langsung terhadap pemeriksaan TCM, biakan,

dan uji kepekaan, diperlukan sistem transportasi contoh uji. Hal ini bertujuan

untuk menjangkau pasien yang membutuhkan akses terhadap pemeriksaan

tersebut serta mengurangi risiko penularan jika pasien bepergian langsung ke

laboratorium.

b) Pemeriksaan Penunjang Lainnya

(1) Pemeriksaan foto toraks

(2) Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB ekstraparu.

c) Pemeriksaan uji kepekaan obat

Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi M.tb

terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang

telah lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA), dan mendapatkan

sertifikat nasional maupun internasional.

d) Pemeriksaan serologis

Pemeriksaan serologis sampai saat ini belum direkomendasikan, tidak dibenarkan

mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan serologis (Kemenkes RI, 2016).

Dalam upaya pengendalian TB secara nasional, maka diagnosis TB paru

pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan

bakteriologis berupa pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat.

Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakkan

diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

16

dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan

ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB. Sumber penularan adalah pasien TB

BTA positif melalui percik dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti

bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung

kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman

yang terkandung dalam contoh uji ≤ 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit

dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung (Kemenkes RI, 2014).

Pada TB anak, pemeriksaan mikrobiologi sulit dilakukan karena sulitnya

mendapatkan contoh uji. Guna mengatasi kesulitan menemukan kuman penyebab

TB pada anak penegakkan diagnosis TB pada anak dapat dilakukan dengan

memadukan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang lain yang sesuai.

Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada

anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan informasi mengenai ada

atau tidaknya kontak erat dengan pasien TB menular, melakukan uji tuberkulin

dan juga pemeriksaan foto toraks selanjutnya dilakukan pembobotan dengan

sistem scoring (Kemenkes RI, 2014).

6. Pencegahan dan Pengobatan

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjangkitnya TB paru.

Pencegahan-pencegahan berikut dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat,

maupun petugas kesehatan :

a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulut

saat batuk, dan membuang dahak tidak di sembarang tempat.

b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilkukan dengan meningkatkan

ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG.

c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan

penyuluhan tentang penyakit TB.

d. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dengan

memberikan pengobatan khusus kepada penderita TB.

e. Melakukan desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat,

perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tuberkulosis

17

penyakit ini (piring, tempat tidur, pakaian) dan menyediakan ventilasi rumah dan

sinar matahari yang cukup.

f. Melakukan imunisasi kepada orang-orang yang melakukan kontak langsung

dengan penderita.

g. Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TB aktif perlu pengobatan yang

tepat (Naga, 2012).

Karena yang menjadi sumber penyebaran TB adalah penderita TB itu

sendiri , maka perlu pengontrolan secara efektif penderita TB untuk mengurangi

pasien TB. Terdapat dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita

TB saat ini yaitu terapi dan imunisasi. WHO merekomendasikan strategi

penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal

dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy).

Dalam strategi ini terdapat tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien yang

lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TB berikutnya. Seseorang

yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TB. Orang ini kemudian

harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TB atau tidak. Sampai

saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop (Zulkoni,

2010).

Jika pasien telah diidentifikasikan mengidap TB, dokter akan

memberikan obat dengan komposisi dan dosis sesuai keadaan pasien tesebut.

Adapun obat TB yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin,

pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutanol. Untuk menghindari munculnya

bakteri TB yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4

macam obat ini (Zulkoni, 2010).

B. Kerangka Konsep

Gambaran Penderita

Tuberkulosis Paru di Puskesmas

Rawat Inap Tanjung Sari Kec.

Natar Kabupaten Lampung

Selatan tahun 2015-2018

Penderita Tuberkulosis paru

berdasarkan :

a. jenis kelamin

b. kelompok usia