BAB II Tinjauan Pustaka (1)

15
3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) Api-api merupakan salah satu tumbuhan mangrove yang termasuk kedalam Famili Avicenniaceae/Verbenaceae. Api-api banyak ditemukan di ekosistem mangrove yang terletak paling luar atau dekat dengan lautan. Hidup di tanah berlumpur agak lembek atau dangkal, dengan substrat berpasir, sedikit bahan organik dan kadar garam tinggi (Afzal et al. 2011). Klasifikasi Avicennia marina (Forks.)Vierh. menurut Bengen (2001) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Filum : Thacheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Famili : Avicenniaceae Genus : Avicennia Spesies : Avicennia marina (Forks.)Vierh. (Gambar 1) Gambar 1 Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) Sumber: Wibowo et. al (2009) Api-api biasa berasosiasi dengan jenis mangrove Rhizophora sp. Tumbuhan Avicennia marina (Forks.)Vierh. ini mempunyai akar napas, tumbuh dengan tegak, serta memiliki banyak cabang. Akar napas api-api tumbuh lurus, berbentuk ramping dan berjumlah banyak, memiliki daun yang tumbuh berhadapan, bertangkai, berbentuk bulat telur terbalik dengan ujung tumpul dan pangkal yang rata. Api-api memiliki batang yang mengeluarkan getah dan memiliki rasa yang pahit. Bunga tumbuhan ini berwarna kuning dengan kelopak

Transcript of BAB II Tinjauan Pustaka (1)

Page 1: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.)

Api-api merupakan salah satu tumbuhan mangrove yang termasuk

kedalam Famili Avicenniaceae/Verbenaceae. Api-api banyak ditemukan di

ekosistem mangrove yang terletak paling luar atau dekat dengan lautan. Hidup di

tanah berlumpur agak lembek atau dangkal, dengan substrat berpasir, sedikit

bahan organik dan kadar garam tinggi (Afzal et al. 2011). Klasifikasi Avicennia

marina (Forks.)Vierh. menurut Bengen (2001) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Filum : Thacheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Avicenniaceae

Genus : Avicennia

Spesies : Avicennia marina (Forks.)Vierh. (Gambar 1)

Gambar 1 Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.)Sumber: Wibowo et. al (2009)

Api-api biasa berasosiasi dengan jenis mangrove Rhizophora sp.

Tumbuhan Avicennia marina (Forks.)Vierh. ini mempunyai akar napas, tumbuh

dengan tegak, serta memiliki banyak cabang. Akar napas api-api tumbuh lurus,

berbentuk ramping dan berjumlah banyak, memiliki daun yang tumbuh

berhadapan, bertangkai, berbentuk bulat telur terbalik dengan ujung tumpul dan

pangkal yang rata. Api-api memiliki batang yang mengeluarkan getah dan

memiliki rasa yang pahit. Bunga tumbuhan ini berwarna kuning dengan kelopak

Page 2: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

4

bunga yang pendek dan pucat. Buah berbentuk kotak, berkatup, berbiji satu serta

berkecambah sebelum rontok (Bandaranayake 1999).

Beberapa jenis tumbuhan yang tergolong dalam Genus Avicennia

menghasilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk keperluan pengobatan,

pangan, pakan, perumahan dan farmasi. Tumbuhan api-api ini banyak

mengandung senyawa aktif, yaitu triterpenoid, steroid, alkaloid, senyawa

flavonoid, saponin, dan tanin (Yusuf 2010). Api-api termasuk pepohonan semak

hingga medium dengan ketinggian 2 – 5 meter dan banyak ditemukan di ujung

aliran sungai atau di area pasang terendah. Cukup toleran dengan salinitas yang

cukup tinggi dan pertumbuhan optimal terdapat pada salinitas 0-30 (Afzal et

al.2011). Spesies ini ditemukan dari daerah hilir hingga pertengahan perairan

payau di semua kawasan pasang surut berlumpur hampir mendekati pantai

(Bengen 2000).

Api-api biasa dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk dijadikan obat

berbagai penyakit. Batang api-api dijadikan obat rematik dan cacar. Getah kulit

batang dijadikan obat sakit gigi, bagian buah dijadikan obat untuk sariawan (Bayu

2009). Mangrove sejati ini banyak mengandung senyawa aktif yang dapat

dimanfaatkan secara maksimal. Daun dan kulit batang api-api mengandung

senyawa aktif alkaloid, triterpenoid, saponin, tanin, glikosida, dan flavonoid yang

sangat potensial digunakan sebagai antioksidan, antimikroba, antifungi, dan

antibiotik (Wibowo et al. 2009).

2.2 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang mempunyai struktur molekul yang

dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat

memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas. Antioksidan berdasarkan

fungsinya dikelompokkan menjadi antioksidan primer, antioksidan sekunder,

antioksidan tersier, oxygen scavenger, dan chelators (Kumalaningsih 2006).

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat reaksi radikal bebas

dalam tubuh penyebab penyakit karsinogenik, kardiovaskuler dan penuaan dini

(Rohman dan Riyanto 2005). Antioksidan diperlukan karena tubuh manusia tidak

memiliki sistem pertahanan antioksidan yang berlebihan, sehingga apabila terjadi

Page 3: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

5

paparan radikal bebas berlebihan, maka tubuh akan membutuhkan antioksidan

eksogen (berasal dari luar) dari asupan makanan maupun vitamin (Waji dan

Sugrani 2009).

Sumber utama antioksidan dapat dibagi menjadi empat, yaitu enzim misal

superoxide dismutase, glutation peroksidase, dan katalase; molekul-molekul besar

(albumin, seruloplasmin, dan ferritin); molekul-molekul kecil (asam askorbat,

glutation, tokoperol, karotenoid, polifenol); beberapa hormon yang juga berfungsi

sebagai sumber antioksidan, yaitu esterogen, angiotensin, melatonin, dan lain-lain

(Prior et al. 2005 dalam Rohman et al. 2006).

2.2.1 Fungsi antioksidan

Fungsi utama antioksidan adalah untuk memperkecil terjadinya proses

oksidasi dari lemak dan minyak, oksidasi radikal bebas, memperkecil terjadinya

proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam

industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan

serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi (Kuncahyo dan Sunardi

2007). Antioksidan dapat menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan

radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil

(Oktariana 2007). Musthafa dan Lawrence (2000) menjelaskan bahwa antioksidan

juga berfungsi untuk menetralisir atau menekan dampak negatif yang diakibatkan

radikal bebas.

Antioksidan pada umumnya mengandung struktur inti yang sama, yaitu

mengandung cincin benzena tidak jenuh disertai gugusan hidroksi atau gugusan

amino (Cahyadi 2008). Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau

menghentikan reaksi berantai radikal bebas dari lemak yang teroksidasi terdiri

atas empat tahap (Rita et al. 2009), yaitu:

1) pelepasan hidrogen dari antioksidan

2) pelepasan elektron dari antioksidan

3) adisi lemak (molekul teroksidasi) ke dalam cincin aromatik antioksidan

4) pembentukan senyawa kompleks antara lemak (molekul teroksidasi) dan

cincin aromatik antioksidan.

Antioksidan yang sangat umum digunakan adalah senyawa fenol atau

amina aromatis. Antioksidan dapat berperan sebagai inhibitor atau pemecah

Page 4: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

6

peroksida. Efektivitas antioksidan p-amino-fenol dan fenolat tergantung adanya

gugus hidroksil bebas karena ester dan esternya tidak mempunyai pengaruh.

Efisiensi fenolat dapat ditingkatkan dengan alkilasi pada posisi 2, 4, dan 6

(Cahyadi 2008).

Antioksidan akan kehilangan potensi jika tidak mempunyai kemampuan

untuk mengikat hidrogen atau elektron. Beberapa jenis antioksidan, terutama

golongan fenolat bersifat menguap pada suhu kamar. Kemampuan antioksidan

berkurang akibat degradasi molekul, terutama pada suhu yang semakin

meningkat. Antioksidan berdasarkan penggabungan sifat sinergis dikelompokkan

menjadi dua kategori, yaitu antioksidan dengan jumlah fenol yang sangat banyak

dan antioksidan dengan jumlah asam yang sangat banyak (Ketaren 2008).

2.2.2 Jenis-jenis antioksidan

Antioksidan berdasarkan sumbernya dibagi kedalam dua kelompok, yaitu

antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia)

dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami tanpa ada

penambahan senyawa kimia) (Kuncahyo dan Sunardi 2007).

2.2.2.1 Antioksidan sintetik

Antioksidan sintetik sudah banyak digunakan untuk menggantikan

antioksidan alami, karena sifatnya yang mudah dicari dan mudah didapatkan.

Antioksidan sintetik yang banyak digunakan adalah senyawa-senyawa fenol yang

biasanya agak beracun dan memiliki efek samping (Siagian 2002). Penggunaan

antioksidan ini harus memenuhi beberapa syarat, yaitu tidak berbahaya bagi

kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak diinginkan, penggunaannya

efektif dalam konsentrasi rendah (0,01-0,02 %), dapat terkonsentrasi pada

permukaan/lapisan lemak (lipofilik), mudah didapat, ekonomis, serta dapat

bertahan dalam kondisi pengolahan pangan pada umumnya (Belitz et al. 2009)

Empat macam antioksidan yang sering digunakan dalam produk makanan

adalah butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT),

propylgallate (PG), dan nordihidro guaiaretic acid (NDGA) (Siagian 2002), tert-

butilated hydroxyquinon (TBHQ) dan tokoferol (Winarno 2008). Antioksidan

tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk

tujuan komersial.

Page 5: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

7

Antioksidan BHT akan memberikan efek sinergis yang baik jika

digunakan bersama antioksidan BHA, oleh karena itu BHT banyak ditambahkan

pada produk pangan sebagai antioksidan yang berfungsi untuk mencegah

ketengikan. Antioksidan BHT berbentuk kristal padat putih, stabil pada kondisi

penggunaan serta penyimpanan yang normal, dan digunakan secara luas karena

relatif murah (Herawati dan Akhlus 2006). Struktur kimia dari BHT dapat dilihat

pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur kimia butylated hydroxytoluene (BHT)(Sumber: Herawati dan Akhlus 2006)

Antioksidan BHT memilki nilai IC50 yang sangat kuat pada konsentrasi

5,85 ppm (Jacoeb et al. 2011). Penggunaan BHT secara terus menerus pada bahan

makanan diduga dapat menyebabkan kanker dan mutasi gen pada manusia, oleh

karena itu penggunaan BHT sudah mulai dilarang di beberapa negara antara lain

Jepang, Rumania, Swedia, dan Australia (Rita et al. 2009).

2.2.2.2 Antioksidan alami

Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus hidroksi dalam struktur

molekulnya. Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan

yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit

degeneratif serta mampu menghambat peroksidase lipid pada makanan.

Meningkatnya minat untuk mendapatkan antioksidan alami terjadi beberapa tahun

terakhir ini (Kumalaningsih 2006).

Antioksidan alami banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, baik dalam

buah maupun sayuran. Antioksidan alami dalam buah dan sayuran berfungsi

untuk mencegah terbentuknya radikal bebas di dalam tubuh, mengikat logam yang

terlibat dalam reaksi radikal bebas, dan memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak

(Simamora 2011). Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber

Page 6: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

8

alami berasal dari tumbuhan. Senyawa antioksidan alami umumnya adalah

senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan

asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional (Pratt

dan Hudson 1990).

2.3 Uji Aktivitas Antioksidan

Senyawa antioksidan dapat diketahui keberadaanya menggunakan uji

aktivitas antioksidan. Salah satu uji aktivitas antioksidan yang paling sering

digunakan adalah metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Metode ini

sering digunakan untuk memperkirakan efisiensi kinerja dari substansi yang

berperan sebagai antikosidan. Metode pengujian ini berdasarkan pada kemampuan

substansi antioksidan tersebut dalam menetralisir radikal bebas DPPH (Molyneux

2004).

Kristal DPPH yang sudah dilarutkan akan berperan sebagai radikal bebas

dan bereaksi dengan senyawa antioksidan, sehingga 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl

akan berubah menjadi diphenilpycrilhydrazine yang bersifat non-radikal dan tidak

berbahaya. Reaksi tersebut terjadi apabila radikal bebas bereaksi dengan senyawa

antioksidan secara maksimal. Meningkatnya jumlah diphenilpycrilhydrazine

ditandai dengan berubahnya warna ungu pada larutan menjadi warna kuning pucat

(Molyneux 2004). Mekanisme perubahan warna ungu menjadi kuning pada

radikal DPPH dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Mekanisme perubahan warna DPPH akibat pengaruh anitoksidan(Sumber: Yuhernita dan Juniarti 2011)

Parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil uji

aktivitas antioksidan dengan peredaman radikal bebas DPPH adalah nilai effective

concentration (EC50) atau disebut nilai inhibitory concentration (IC50), yakni

Page 7: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

9

konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH. Data yang

diperoleh kemudian diolah ke dalam persamaan regresi linier (Molyneux 2004).

2.4 Ekstraksi Senyawa Bioaktif

Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan komponen zat aktif dalam

bahan menggunakan pelarut tertentu dan paling banyak digunakan. Ekstraksi

dapat diartikan sebagai suatu proses penarikan atau pemisahan komponen bioaktif

suatu bahan menggunakan pelarut yang sesuai dan dipilih, sehingga komponen

yang diinginkan dapat larut (Ansel 1989). Proses ekstraksi bertujuan untuk

mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen-

komponen aktif (Harborne 1984).

Faktor-faktor yang menentukan hasil ekstraksi adalah waktu ekstraksi,

perbandingan antara jumlah sampel dan pelarut, ukuran bahan dan suhu ekstraksi.

Semakin lama waktu ekstraksi, maka proses tumbukan atau sentuhan antara bahan

dan pelarut semakin besar. Hal ini dapat mengoptimalkan komponen bioaktif

yang dipisahkan atau dikeluarkan dari bahan. Perbandingan antara jumlah bahan

dan pelarut berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi, jumlah pelarut yang

berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, namun dalam jumlah tertentu

pelarut dapat bekerja secara optimal. Selama proses ekstraksi terjadi perpindahan

antara pelarut yang mengalir ke dalam sel bahan dan mengakibatkan zat yang

terkandung dalam bahan akan larut sesuai dengan kelarutannya (Voight 1994).

Metode ekstraksi yang paling banyak digunakan pada tumbuhan adalah

metode maserasi. Maserasi merupakan metode perendaman tanpa adanya

pengadukan dan dilakukan pada suhu ruang. Maserasi merupakan cara yang

sederhana dengan cara merendam sampel dalam pelarut. Pelarut menembus

dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga

zat aktif tersebut larut akibat adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif

dengan pelarut (Guenter 1987 dalam Khunaifi 2010).

Ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ekstraksi sederhana dan

ekstraksi khusus (Harborne 1987). Ekstraksi sederhana terdiri atas:

a) Maserasi, yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dalam

pelarut dengan atau tanpa pengadukan;

Page 8: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

10

b) Perkolasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan;

c) Reperkolasi, yaitu metode perkolasi dimana hasilnya digunakan untuk

melarutkan sampel sampai senyawa kimianya terlarut;

d) Diakolasi, yaitu perkolasi dengan penambahan udara.

Ekstraksi khusus terdiri atas:

a) Sokletasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan untuk

melarutkan sampel kering menggunakan pelarut bervariasi;

b) Arus balik, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan dimana

sampel dan pelarut saling bertemu melalui gerakan aliran yang

berlawanan;

c) Ultrasonik, yaitu metode ekstraksi menggunakan alat yang menghasilkan

frekuensi bunyi atau getaran antara 25-100 KHz.

2.5 Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder adalah hasil akhir dari suatu proses metabolisme.

Metabolit sekunder sangat bervarisai dalam jumlah dan jenisnya dari setiap

organisme. Beberapa dari senyawa metabolit sekunder tersebut diantaranya dapat

memberikan efek fisiologis dan farmakologis seperti senyawa aktif atau

komponen bioaktif. Zat metabolit sekunder dapat diketahui jenisnya antara lain

kumarin, salanin, liatriol, nimbin, dan azadirachtin (Copriady et al. 2005).

Pemanfaatan dari zat metabolit sekunder sangat banyak. Metabolit

sekunder dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan, antibiotik, antikanker,

antikoagulan darah, menghambat efek karsinogenik (Copriady et al. 2005)

Metabolit sekunder yang bersifat antioksidatif diantaranya adalah alkaloid,

flavonoid, senyawa fenol, steroid dan terpenoid (Yuhernita dan Juniarti 2011).

Sofia (2006) dalam Kuncahyo dan Sunardi (2007) menambahkan bahwa senyawa

metabolit sekunder yang memiliki sifat sebagai antioksidan adalah flavonoid.

Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang terdapat pada teh, buah-buahan,

sayuran, anggur, bir dan kecap. Metabolit sekunder juga dapat dimanfaatkan

untuk antiagen pengendali hama penyakit pada tanaman yang ramah lingkungan

(Samsudin 2008).

Page 9: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

11

2.6 Komponen Bioaktif

Komponen bioaktif merupakan suatu senyawa fungsional yang terdapat

dalam bahan pangan dan dapat memberikan pengaruh biologis maupun fisiologis.

Alkohol aromatik, misalnya total fenol, polifenol dan komponen asam, merupakan

kelompok besar dari komponen bioaktif (Kannan et al. 2009). Penapisan

komponen bioaktif dapat dilakukan dengan cara uji fitokimia yang meliputi

komponen alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon,

dan tanin. Uji fitokimia bertujuan untuk menentukan ciri senyawa aktif yang dapat

dimanfaatkan maupun senyawa aktif penyebab efek racun dengan cara ekstrak

kasar (Harborne 1987). Senyawa fitokimia bukanlah senyawa yang termasuk ke

dalam zat gizi, namun dengan mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung

senyawa ini dapat memberikan pengaruh yang positif bagi kesehatan tubuh

(Astawan dan Kasih 2008).

2.6.1 Alkaloid

Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik yang paling banyak

ditemukan di alam. Alkaloid bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom

nitrogen dalam bagian siklik (Harborne 1987). Alkaloid biasanya tidak berwarna,

bersifat optis aktif, berbentuk kristal, namun terkadang ditemukan dalam bentuk

cairan pada suhu ruang, dan terasa pahit di lidah (Harborne 1984).

Alkaloid merupakan hasil metabolit sekunder dengan kelompok molekul

substansi organik yang tidak bersifat penting bagi organisme yang

menghasilkannya atau memanfaatkannya. Senyawa alkaloid dikelompokan

menjadi tiga bagian, yaitu alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid, dan

pseudoalkaloid. Alkaloid banyak terdapat pada tanaman maupun buah-buahan.

Alkaloid yang diperoleh dari tanaman mangrove pada umumnya bersifat

neurotoxin atau racun alami yang tidak terlalu membahayakan manusia (Bayu

2009). Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana di dalam

nitrogen asam amino tidak terdapat cincin heterosiklik, dan diperoleh berdasarkan

biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Pseudoalkaloid tidak diturunkan

dari prekursor asam amino, dan biasanya senyawa ini bersifat basa

(Sastrohamidjojo 1996).

Page 10: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

12

Senyawa alkaloid, yakni indol memiliki kemampuan untuk menghentikan

reaksi radikal bebas atau antioksidan secara efisien. Senyawa radikal turunan dari

senyawa amina ini memiliki tahap terminasi yang sangat lama (Yuhernita dan

Juniarti 2011). Alkaloid kerap kali bersifat racun bagi manusia, namun ada

sebagian yang memiliki aktivitas fisiologis pada kesehatan manusia sehingga

dapat digunakan secara luas dalam dunia pengobatan dan kesehatan (Harborne

1984). Fungsi alkaloid dari beberapa penelitian misal hasil penelitian Porto et al.

(2009), menunjukan adanya aktivitas antioksidan serta perlindungan dari radiasi

sinar UV. Penelitian Yuhernita dan Juniarti (2011) juga menunjukkan adanya

aktivitas antioksidan yang tinggi dengan adanya alkaloid sebagai hasil dari

metabolit sekunder.

2.6.2 Steroid/triterpenoid

Triterpenoid merupakan senyawa dengan kerangka karbonilnya berasal

dari enam satuan isoprene. Senyawa ini berstruktur siklik, kebanyakan berupa

alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Triterpenoid tidak berwarna, berbentuk

kristal, memiliki titik lebur yang tinggi dan merupakan komponen aktif yang sulit

dikarakterisasi. Triterpenoid umumnya terasa pahit apabila terkena lidah.

Keberadaan triterpenoid dapat diketahui dengan uji menggunakan pereaksi

Liebermann-Burchard, yang ditandai hasil positif dengan memberikan warna biru-

hijau pada sampel (Harborne 1984).

Steroid merupakan turunan dari golongan senyawa triterpenoid. Steroid

alami berasal dari berbagai transformasi kimia dari triterpena yaitu lanosterol dan

saikloartenol. Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

obat (Harborne 1987). Golongan triterpenoid/steroid ditemukan hampir pada

semua jenis tanaman mangrove. Golongan ini memiliki banyak manfaat, yaitu

antiradang, antiinflamasi, antikarsinogenik, dan pengontrol diabetes dalam fase uji

klinis (Bayu 2009).

2.6.3 Flavonoid

Flavonoid adalah sekelompok senyawa polifenol yang terdapat dalam

tanaman. Tanaman mangrove banyak mengandung senyawa flavonoid, karena

tanaman mangrove merupakan tanaman sejati yang memiliki daun, akar, batang

sejati. Flavonoid yang ditemukan pada tanaman mangrove berperan sebagai

Page 11: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

13

A

C

B

antioksidan dengan menghambat peroksidasi dari lipid dan berpotensi

menginaktifkan oksigen triplet (Bayu 2009). Pada tanaman, flavonoid memiliki

beragam fungsi, diantaranya dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimikrobial,

fotoreseptor, dan skrining cahaya. Flavonoid terutama dalam bentuk turunan

glikosilat bertanggung jawab atas pemberian warna pada daun, bunga, dan buah

(Simamora 2011). Struktur dasar flavonoid dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Struktur dasar flavonoid(Sumber: Kumar et al. 2011a)

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar,

mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam

konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatis yang dihubungkan oleh satuan

tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid

sering terdapat sebagai glikosida. Flavonoid merupakan kandungan khas

tumbuhan hijau yang terdapat pada bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu,

kulit, tepung sari, bunga, buah dan biji. Flavonoid bersifat polar karena

mengandung sejumlah hidroksil yang tidak terikat bebas atau suatu gula

(Markham 1988 dalam Silaban 2010).

Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan, terikat pada gula sebagai

glikosida dan aglikon flavonoid yang mana pun, mungkin saja terdapat dalam satu

tumbuhan dengan beberapa bentuk kombinasi glikosida. Menurut strukturnya,

semua flavonoid merupakan turunan senyawa induk flavon yang terdapat pada

tumbuhan berupa tepung putih dan mempunyai sejumlah sifat yang sama.

Golongan flavonoid dibagi menjadi 10 kelas, yaitu antosianin, proantosianidin,

flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon

(Harborne 1987). Sifat berbagai golongan flavonoid dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 12: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

14

Tabel 1 Sifat berbagai golongan flavonoid

Golongan Penyebaran Ciri khasFlavonoid

Antosianin pigmen bunga merah, biru larut dalam air, panjangdalam daun dan jaringan lain gelombang 515-545 nm

Proantosianidin tanwarna, dalam galih, dan menghasilkan antosianidindaun tumbuhan berkayu

Flavonol tersebar luas dalam daun terdapat bercak kuning biladisinari UV (350-386 nm)

Flavon seperti flavonol terdapat bercak coklat biladisinari UV (330-350 nm)

Glikoflavon seperti flavonol mengandung gula denganikatan C-C, tidak sepertiflavon biasa

Biflavonil terbatas hanya pada bercak redup padagimnospermae kromatogram BAA

Khalkon dan auron pigmen bunga kuning dengan ammonia berwarnamerah (370-410 nm)

Flavanon terdapat dalam daun berwarna merah kuat dengandan buah Mg/HCl, pahit

Isoflavon dalam akar, hanya terdapat tidak ada uji warna yang khasdalam satu suku

(Sumber: Harborne 1987)

Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh misalnya

isoflavon dan biflavonol yang hanya terdapat pada beberapa suku tumbuhan,

tetapi beberapa kelas, yakni flavon dan flavonol tersebar di semua tumbuhan.

Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali ditemukan

dalam bentuk tunggal dalam jaringan. Selain itu, sering pula ditemukan campuran

flavonoid dengan berbeda kelas (Harborne 1967).

Konsumsi flavonoid dalam makanan berkisar 50-80 mg/hari (Silalahi

2006). Kebutuhan akan flavonol dan flavon sebesar 23 g/hari, disamping itu

quersetin flavonol menyumbangkan 16 mg/hari dalam asupan makanan.

Flavonoid dalam makanan diantaranya kuercetin, kaemferol, luteolin, morin, dan

Page 13: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

15

katekin. Senyawa tersebut memiliki kemampuan mencegah kanker yang diduga

melalui sifatnya sebagai antioksidan, penangkap radikal bebas, dan

kemampuannya menonaktifkan kation polivalen. Sumber-sumber flavonoid lebih

banyak dihasilkan oleh sayur, buah-buahan, kacang, bunga, daun teh dan lain-lain

(Kumar et al. 2011a).

Flavonoid dalam tumbuhan memberikan manfaat yang besar bagi

tumbuhan tersebut. Flavonoid pada daun mengatur fungsi fisiologis agar dapat

bertahan dari gangguan hewan pemakan tumbuhan, infeksi bakteri, dan

melindungi dari sinar UV serta membantu dalam proses fotosintesis, transfer

energi, respirasi. Pigmen seperti antosianin juga memberikan warna pada daun

(Kumar et al. 2011b). Selain bagi tumbuhan, manusia pun dapat ikut merasakan

manfaat adanya flavonoid dalam makanan yang mereka konsumsi.

Flavonoid memiliki kemampuan antioksidan yang mampu mentransfer

sebuah elektron ke senyawa radikal bebas dan membentuk kompleks dengan

logam. Kedua mekanisme itu membuat flavonoid memiliki beberapa efek,

diantaranya menghambat peroksidasi lipid, menekan kerusakan jaringan oleh

radikal bebas dan menghambat beberapa enzim (Harborne 1987). Hubungan

antara total fenol dan senyawa flavonoid dengan aktivitas antioksidan pada

tumbuhan terutama buah-buahan adalah semakin meningkatnya konsentrasi total

fenol atau senyawa flavonoid, maka semakin tinggi pula tingkat aktivitas

antioksidan dari tumbuhan tersebut (Erukainure 2011).

Flavonoid melakukan aktivitas antioksidan dengan cara menekan

pembentukan spesies oksigen reaktif, baik dengan cara menghambat kerja enzim

maupun dengan mengikat logam yang terlibat dalam produksi radikal bebas.

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antioksidan sebagai berikut:

1) Flavonoid menghambat kerja enzim yang terlibat dalam reaksi produksi

anion superoksida, misalnya xanthin oksidase dan protein kinase.

Flavonoid juga menghambat kerja siklooksigenase, lipooksigenase,

mikrosomal monooksigenase, glutation-S-transferase, mitokondrial

suksinoksidase, dan NADH oksidase.

Page 14: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

16

2) Sejumlah senyawa flavonoid efisien dalam mengikat logam, diantaranya

logam besi bebas dan tembaga bebas yang dapat meningkatkan

pembentukan spesies oksigen reaktif.

3) Flavonoid mempunyai nilai potensial reduksi yang rendah, sehingga

mudah mereduksi radikal superoksida, peroksil, alkoksil, dan hidroksil.

Peredaman radikal bebas oleh flavonoid dicantumkan dalam Gambar 5.

Gambar 5 Struktur dasar senyawa flavonoid (A), Proses peredamanradikal bebas oleh senyawa flavonoid (B)

(Sumber: Kumar et al. 2011a)

2.6.4 Saponin

Saponin adalah golongan glikosida dan sterol yang apabila dihidrolisis

secara sempurna akan menghasilkan gula dan satu fraksi non-gula yang disebut

sapogenin atau genin. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat

seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya dalam membentuk

busa dan menghemolisis darah (Silaban 2009). Hemolisis darah merah oleh

saponin ini merupakan hasil interaksi antara saponin dengan senyawa-senyawa

yang terdapat pada permukaan membran sel, seperti kolesterol, protein dan

fosfolipid. Saponin larut dalam air, sedikit larut atau tidak sama sekali dalam

etanol dan metanol pekat yang dingin (Harborne 1984).

Komponen saponin berperan dalam mereduksi kolesterol dan melawan

kanker kolon. Saponin juga memiliki aktivitas antimikroba, merangsang sistem

imun, dan mengatur tekanan darah (Astawan dan Kasih 2008). Beberapa

penilitian menunjukan bahwa ekstrak saponin yang diisolasi mampu digunakan

sebagai agen pengendali nyamuk Aedes aegypti dan Culex pipiens, tetapi aman

bagi mamalia (Wiesman dan Chapagain 2003). Penelitian Cui et al. (2004)

Page 15: BAB II Tinjauan Pustaka (1)

17

menunjukkan bahwa ekstrak saponin mampu digunakan untuk mengatasi penyakit

kardiovaskuler seperti penyakit jantung, tonsillitis, dan hyperlipaemia.

2.6.5 Fenol hidrokuinon

Fenol merupakan komponen fenolat dengan struktur aromatik yang

berikatan dengan satu atau lebih gugus hidroksil, beberapa mungkin digantikan

dengan gugus metil atau glikosil. Komponen fenolat bersifat larut air selama

komponen tersebut berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya

terdapat dalam vakuola sel. Flavonoid merupakan kelompok yang terbesar di

antara komponen fenolat alami yang strukturnya telah diketahui, tetapi fenol

monosiklik sederhana, fenilpropanoid dan fenolat quinon terdapat dalam jumlah

sedikit (Harborne 1984).

Kuinon adalah senyawa bewarna dan mempunyai kromofor dasar, antara

lain kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang

berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Tujuan identifikasi,

quinon dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu benzoquinon, naftaquinon,

antraquinon, dan isoprenoid quinon. Tiga kelompok pertama umumnya

terhidrolisis bersifat fenol, sedangkan isoprenoid quinon terdapat pada respirasi

seluler (ubiquinon) dan fotosintesis (plastoquinon) (Harborne 1984).

2.6.6 Tanin

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh dan memiliki batang

sejati. Secara kimia terdapat dua jenis tanin, yaitu tanin terkondensasi dan tanin

terhidrolisis. Tanin terkondensasi hampir terdapat disemua tumbuhan paku-

pakuan dan gymnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae terutama pada

tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis, penyebarannya terbatas hanya pada

tumbuhan berkeping dua. Tetapi kedua jenis tanin ini banyak dijumpai bersamaan

dalam tumbuhan yang sama. Sebagian besar tumbuhan yang banyak mengandung

tanin akan dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang pahit.

Salah satu fungsi tanin pada tumbuhan adalah sebagai penolak hewan pemakan

tumbuhan (Harborne 1987).