BAB II Tinjauan Pustaka (1)
-
Upload
raissaadirasanti -
Category
Documents
-
view
86 -
download
2
Transcript of BAB II Tinjauan Pustaka (1)
![Page 1: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/1.jpg)
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.)
Api-api merupakan salah satu tumbuhan mangrove yang termasuk
kedalam Famili Avicenniaceae/Verbenaceae. Api-api banyak ditemukan di
ekosistem mangrove yang terletak paling luar atau dekat dengan lautan. Hidup di
tanah berlumpur agak lembek atau dangkal, dengan substrat berpasir, sedikit
bahan organik dan kadar garam tinggi (Afzal et al. 2011). Klasifikasi Avicennia
marina (Forks.)Vierh. menurut Bengen (2001) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Filum : Thacheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Avicenniaceae
Genus : Avicennia
Spesies : Avicennia marina (Forks.)Vierh. (Gambar 1)
Gambar 1 Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.)Sumber: Wibowo et. al (2009)
Api-api biasa berasosiasi dengan jenis mangrove Rhizophora sp.
Tumbuhan Avicennia marina (Forks.)Vierh. ini mempunyai akar napas, tumbuh
dengan tegak, serta memiliki banyak cabang. Akar napas api-api tumbuh lurus,
berbentuk ramping dan berjumlah banyak, memiliki daun yang tumbuh
berhadapan, bertangkai, berbentuk bulat telur terbalik dengan ujung tumpul dan
pangkal yang rata. Api-api memiliki batang yang mengeluarkan getah dan
memiliki rasa yang pahit. Bunga tumbuhan ini berwarna kuning dengan kelopak
![Page 2: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/2.jpg)
4
bunga yang pendek dan pucat. Buah berbentuk kotak, berkatup, berbiji satu serta
berkecambah sebelum rontok (Bandaranayake 1999).
Beberapa jenis tumbuhan yang tergolong dalam Genus Avicennia
menghasilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk keperluan pengobatan,
pangan, pakan, perumahan dan farmasi. Tumbuhan api-api ini banyak
mengandung senyawa aktif, yaitu triterpenoid, steroid, alkaloid, senyawa
flavonoid, saponin, dan tanin (Yusuf 2010). Api-api termasuk pepohonan semak
hingga medium dengan ketinggian 2 – 5 meter dan banyak ditemukan di ujung
aliran sungai atau di area pasang terendah. Cukup toleran dengan salinitas yang
cukup tinggi dan pertumbuhan optimal terdapat pada salinitas 0-30 (Afzal et
al.2011). Spesies ini ditemukan dari daerah hilir hingga pertengahan perairan
payau di semua kawasan pasang surut berlumpur hampir mendekati pantai
(Bengen 2000).
Api-api biasa dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk dijadikan obat
berbagai penyakit. Batang api-api dijadikan obat rematik dan cacar. Getah kulit
batang dijadikan obat sakit gigi, bagian buah dijadikan obat untuk sariawan (Bayu
2009). Mangrove sejati ini banyak mengandung senyawa aktif yang dapat
dimanfaatkan secara maksimal. Daun dan kulit batang api-api mengandung
senyawa aktif alkaloid, triterpenoid, saponin, tanin, glikosida, dan flavonoid yang
sangat potensial digunakan sebagai antioksidan, antimikroba, antifungi, dan
antibiotik (Wibowo et al. 2009).
2.2 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang mempunyai struktur molekul yang
dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat
memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas. Antioksidan berdasarkan
fungsinya dikelompokkan menjadi antioksidan primer, antioksidan sekunder,
antioksidan tersier, oxygen scavenger, dan chelators (Kumalaningsih 2006).
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat reaksi radikal bebas
dalam tubuh penyebab penyakit karsinogenik, kardiovaskuler dan penuaan dini
(Rohman dan Riyanto 2005). Antioksidan diperlukan karena tubuh manusia tidak
memiliki sistem pertahanan antioksidan yang berlebihan, sehingga apabila terjadi
![Page 3: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/3.jpg)
5
paparan radikal bebas berlebihan, maka tubuh akan membutuhkan antioksidan
eksogen (berasal dari luar) dari asupan makanan maupun vitamin (Waji dan
Sugrani 2009).
Sumber utama antioksidan dapat dibagi menjadi empat, yaitu enzim misal
superoxide dismutase, glutation peroksidase, dan katalase; molekul-molekul besar
(albumin, seruloplasmin, dan ferritin); molekul-molekul kecil (asam askorbat,
glutation, tokoperol, karotenoid, polifenol); beberapa hormon yang juga berfungsi
sebagai sumber antioksidan, yaitu esterogen, angiotensin, melatonin, dan lain-lain
(Prior et al. 2005 dalam Rohman et al. 2006).
2.2.1 Fungsi antioksidan
Fungsi utama antioksidan adalah untuk memperkecil terjadinya proses
oksidasi dari lemak dan minyak, oksidasi radikal bebas, memperkecil terjadinya
proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam
industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan
serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi (Kuncahyo dan Sunardi
2007). Antioksidan dapat menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan
radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil
(Oktariana 2007). Musthafa dan Lawrence (2000) menjelaskan bahwa antioksidan
juga berfungsi untuk menetralisir atau menekan dampak negatif yang diakibatkan
radikal bebas.
Antioksidan pada umumnya mengandung struktur inti yang sama, yaitu
mengandung cincin benzena tidak jenuh disertai gugusan hidroksi atau gugusan
amino (Cahyadi 2008). Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau
menghentikan reaksi berantai radikal bebas dari lemak yang teroksidasi terdiri
atas empat tahap (Rita et al. 2009), yaitu:
1) pelepasan hidrogen dari antioksidan
2) pelepasan elektron dari antioksidan
3) adisi lemak (molekul teroksidasi) ke dalam cincin aromatik antioksidan
4) pembentukan senyawa kompleks antara lemak (molekul teroksidasi) dan
cincin aromatik antioksidan.
Antioksidan yang sangat umum digunakan adalah senyawa fenol atau
amina aromatis. Antioksidan dapat berperan sebagai inhibitor atau pemecah
![Page 4: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/4.jpg)
6
peroksida. Efektivitas antioksidan p-amino-fenol dan fenolat tergantung adanya
gugus hidroksil bebas karena ester dan esternya tidak mempunyai pengaruh.
Efisiensi fenolat dapat ditingkatkan dengan alkilasi pada posisi 2, 4, dan 6
(Cahyadi 2008).
Antioksidan akan kehilangan potensi jika tidak mempunyai kemampuan
untuk mengikat hidrogen atau elektron. Beberapa jenis antioksidan, terutama
golongan fenolat bersifat menguap pada suhu kamar. Kemampuan antioksidan
berkurang akibat degradasi molekul, terutama pada suhu yang semakin
meningkat. Antioksidan berdasarkan penggabungan sifat sinergis dikelompokkan
menjadi dua kategori, yaitu antioksidan dengan jumlah fenol yang sangat banyak
dan antioksidan dengan jumlah asam yang sangat banyak (Ketaren 2008).
2.2.2 Jenis-jenis antioksidan
Antioksidan berdasarkan sumbernya dibagi kedalam dua kelompok, yaitu
antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia)
dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami tanpa ada
penambahan senyawa kimia) (Kuncahyo dan Sunardi 2007).
2.2.2.1 Antioksidan sintetik
Antioksidan sintetik sudah banyak digunakan untuk menggantikan
antioksidan alami, karena sifatnya yang mudah dicari dan mudah didapatkan.
Antioksidan sintetik yang banyak digunakan adalah senyawa-senyawa fenol yang
biasanya agak beracun dan memiliki efek samping (Siagian 2002). Penggunaan
antioksidan ini harus memenuhi beberapa syarat, yaitu tidak berbahaya bagi
kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak diinginkan, penggunaannya
efektif dalam konsentrasi rendah (0,01-0,02 %), dapat terkonsentrasi pada
permukaan/lapisan lemak (lipofilik), mudah didapat, ekonomis, serta dapat
bertahan dalam kondisi pengolahan pangan pada umumnya (Belitz et al. 2009)
Empat macam antioksidan yang sering digunakan dalam produk makanan
adalah butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT),
propylgallate (PG), dan nordihidro guaiaretic acid (NDGA) (Siagian 2002), tert-
butilated hydroxyquinon (TBHQ) dan tokoferol (Winarno 2008). Antioksidan
tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk
tujuan komersial.
![Page 5: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/5.jpg)
7
Antioksidan BHT akan memberikan efek sinergis yang baik jika
digunakan bersama antioksidan BHA, oleh karena itu BHT banyak ditambahkan
pada produk pangan sebagai antioksidan yang berfungsi untuk mencegah
ketengikan. Antioksidan BHT berbentuk kristal padat putih, stabil pada kondisi
penggunaan serta penyimpanan yang normal, dan digunakan secara luas karena
relatif murah (Herawati dan Akhlus 2006). Struktur kimia dari BHT dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 2 Struktur kimia butylated hydroxytoluene (BHT)(Sumber: Herawati dan Akhlus 2006)
Antioksidan BHT memilki nilai IC50 yang sangat kuat pada konsentrasi
5,85 ppm (Jacoeb et al. 2011). Penggunaan BHT secara terus menerus pada bahan
makanan diduga dapat menyebabkan kanker dan mutasi gen pada manusia, oleh
karena itu penggunaan BHT sudah mulai dilarang di beberapa negara antara lain
Jepang, Rumania, Swedia, dan Australia (Rita et al. 2009).
2.2.2.2 Antioksidan alami
Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus hidroksi dalam struktur
molekulnya. Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan
yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit
degeneratif serta mampu menghambat peroksidase lipid pada makanan.
Meningkatnya minat untuk mendapatkan antioksidan alami terjadi beberapa tahun
terakhir ini (Kumalaningsih 2006).
Antioksidan alami banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, baik dalam
buah maupun sayuran. Antioksidan alami dalam buah dan sayuran berfungsi
untuk mencegah terbentuknya radikal bebas di dalam tubuh, mengikat logam yang
terlibat dalam reaksi radikal bebas, dan memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak
(Simamora 2011). Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber
![Page 6: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/6.jpg)
8
alami berasal dari tumbuhan. Senyawa antioksidan alami umumnya adalah
senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan
asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional (Pratt
dan Hudson 1990).
2.3 Uji Aktivitas Antioksidan
Senyawa antioksidan dapat diketahui keberadaanya menggunakan uji
aktivitas antioksidan. Salah satu uji aktivitas antioksidan yang paling sering
digunakan adalah metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Metode ini
sering digunakan untuk memperkirakan efisiensi kinerja dari substansi yang
berperan sebagai antikosidan. Metode pengujian ini berdasarkan pada kemampuan
substansi antioksidan tersebut dalam menetralisir radikal bebas DPPH (Molyneux
2004).
Kristal DPPH yang sudah dilarutkan akan berperan sebagai radikal bebas
dan bereaksi dengan senyawa antioksidan, sehingga 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl
akan berubah menjadi diphenilpycrilhydrazine yang bersifat non-radikal dan tidak
berbahaya. Reaksi tersebut terjadi apabila radikal bebas bereaksi dengan senyawa
antioksidan secara maksimal. Meningkatnya jumlah diphenilpycrilhydrazine
ditandai dengan berubahnya warna ungu pada larutan menjadi warna kuning pucat
(Molyneux 2004). Mekanisme perubahan warna ungu menjadi kuning pada
radikal DPPH dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Mekanisme perubahan warna DPPH akibat pengaruh anitoksidan(Sumber: Yuhernita dan Juniarti 2011)
Parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil uji
aktivitas antioksidan dengan peredaman radikal bebas DPPH adalah nilai effective
concentration (EC50) atau disebut nilai inhibitory concentration (IC50), yakni
![Page 7: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/7.jpg)
9
konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH. Data yang
diperoleh kemudian diolah ke dalam persamaan regresi linier (Molyneux 2004).
2.4 Ekstraksi Senyawa Bioaktif
Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan komponen zat aktif dalam
bahan menggunakan pelarut tertentu dan paling banyak digunakan. Ekstraksi
dapat diartikan sebagai suatu proses penarikan atau pemisahan komponen bioaktif
suatu bahan menggunakan pelarut yang sesuai dan dipilih, sehingga komponen
yang diinginkan dapat larut (Ansel 1989). Proses ekstraksi bertujuan untuk
mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen-
komponen aktif (Harborne 1984).
Faktor-faktor yang menentukan hasil ekstraksi adalah waktu ekstraksi,
perbandingan antara jumlah sampel dan pelarut, ukuran bahan dan suhu ekstraksi.
Semakin lama waktu ekstraksi, maka proses tumbukan atau sentuhan antara bahan
dan pelarut semakin besar. Hal ini dapat mengoptimalkan komponen bioaktif
yang dipisahkan atau dikeluarkan dari bahan. Perbandingan antara jumlah bahan
dan pelarut berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi, jumlah pelarut yang
berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, namun dalam jumlah tertentu
pelarut dapat bekerja secara optimal. Selama proses ekstraksi terjadi perpindahan
antara pelarut yang mengalir ke dalam sel bahan dan mengakibatkan zat yang
terkandung dalam bahan akan larut sesuai dengan kelarutannya (Voight 1994).
Metode ekstraksi yang paling banyak digunakan pada tumbuhan adalah
metode maserasi. Maserasi merupakan metode perendaman tanpa adanya
pengadukan dan dilakukan pada suhu ruang. Maserasi merupakan cara yang
sederhana dengan cara merendam sampel dalam pelarut. Pelarut menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga
zat aktif tersebut larut akibat adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif
dengan pelarut (Guenter 1987 dalam Khunaifi 2010).
Ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ekstraksi sederhana dan
ekstraksi khusus (Harborne 1987). Ekstraksi sederhana terdiri atas:
a) Maserasi, yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dalam
pelarut dengan atau tanpa pengadukan;
![Page 8: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/8.jpg)
10
b) Perkolasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan;
c) Reperkolasi, yaitu metode perkolasi dimana hasilnya digunakan untuk
melarutkan sampel sampai senyawa kimianya terlarut;
d) Diakolasi, yaitu perkolasi dengan penambahan udara.
Ekstraksi khusus terdiri atas:
a) Sokletasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan untuk
melarutkan sampel kering menggunakan pelarut bervariasi;
b) Arus balik, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan dimana
sampel dan pelarut saling bertemu melalui gerakan aliran yang
berlawanan;
c) Ultrasonik, yaitu metode ekstraksi menggunakan alat yang menghasilkan
frekuensi bunyi atau getaran antara 25-100 KHz.
2.5 Metabolit Sekunder
Metabolit sekunder adalah hasil akhir dari suatu proses metabolisme.
Metabolit sekunder sangat bervarisai dalam jumlah dan jenisnya dari setiap
organisme. Beberapa dari senyawa metabolit sekunder tersebut diantaranya dapat
memberikan efek fisiologis dan farmakologis seperti senyawa aktif atau
komponen bioaktif. Zat metabolit sekunder dapat diketahui jenisnya antara lain
kumarin, salanin, liatriol, nimbin, dan azadirachtin (Copriady et al. 2005).
Pemanfaatan dari zat metabolit sekunder sangat banyak. Metabolit
sekunder dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan, antibiotik, antikanker,
antikoagulan darah, menghambat efek karsinogenik (Copriady et al. 2005)
Metabolit sekunder yang bersifat antioksidatif diantaranya adalah alkaloid,
flavonoid, senyawa fenol, steroid dan terpenoid (Yuhernita dan Juniarti 2011).
Sofia (2006) dalam Kuncahyo dan Sunardi (2007) menambahkan bahwa senyawa
metabolit sekunder yang memiliki sifat sebagai antioksidan adalah flavonoid.
Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang terdapat pada teh, buah-buahan,
sayuran, anggur, bir dan kecap. Metabolit sekunder juga dapat dimanfaatkan
untuk antiagen pengendali hama penyakit pada tanaman yang ramah lingkungan
(Samsudin 2008).
![Page 9: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/9.jpg)
11
2.6 Komponen Bioaktif
Komponen bioaktif merupakan suatu senyawa fungsional yang terdapat
dalam bahan pangan dan dapat memberikan pengaruh biologis maupun fisiologis.
Alkohol aromatik, misalnya total fenol, polifenol dan komponen asam, merupakan
kelompok besar dari komponen bioaktif (Kannan et al. 2009). Penapisan
komponen bioaktif dapat dilakukan dengan cara uji fitokimia yang meliputi
komponen alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon,
dan tanin. Uji fitokimia bertujuan untuk menentukan ciri senyawa aktif yang dapat
dimanfaatkan maupun senyawa aktif penyebab efek racun dengan cara ekstrak
kasar (Harborne 1987). Senyawa fitokimia bukanlah senyawa yang termasuk ke
dalam zat gizi, namun dengan mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung
senyawa ini dapat memberikan pengaruh yang positif bagi kesehatan tubuh
(Astawan dan Kasih 2008).
2.6.1 Alkaloid
Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik yang paling banyak
ditemukan di alam. Alkaloid bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen dalam bagian siklik (Harborne 1987). Alkaloid biasanya tidak berwarna,
bersifat optis aktif, berbentuk kristal, namun terkadang ditemukan dalam bentuk
cairan pada suhu ruang, dan terasa pahit di lidah (Harborne 1984).
Alkaloid merupakan hasil metabolit sekunder dengan kelompok molekul
substansi organik yang tidak bersifat penting bagi organisme yang
menghasilkannya atau memanfaatkannya. Senyawa alkaloid dikelompokan
menjadi tiga bagian, yaitu alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid, dan
pseudoalkaloid. Alkaloid banyak terdapat pada tanaman maupun buah-buahan.
Alkaloid yang diperoleh dari tanaman mangrove pada umumnya bersifat
neurotoxin atau racun alami yang tidak terlalu membahayakan manusia (Bayu
2009). Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana di dalam
nitrogen asam amino tidak terdapat cincin heterosiklik, dan diperoleh berdasarkan
biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Pseudoalkaloid tidak diturunkan
dari prekursor asam amino, dan biasanya senyawa ini bersifat basa
(Sastrohamidjojo 1996).
![Page 10: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/10.jpg)
12
Senyawa alkaloid, yakni indol memiliki kemampuan untuk menghentikan
reaksi radikal bebas atau antioksidan secara efisien. Senyawa radikal turunan dari
senyawa amina ini memiliki tahap terminasi yang sangat lama (Yuhernita dan
Juniarti 2011). Alkaloid kerap kali bersifat racun bagi manusia, namun ada
sebagian yang memiliki aktivitas fisiologis pada kesehatan manusia sehingga
dapat digunakan secara luas dalam dunia pengobatan dan kesehatan (Harborne
1984). Fungsi alkaloid dari beberapa penelitian misal hasil penelitian Porto et al.
(2009), menunjukan adanya aktivitas antioksidan serta perlindungan dari radiasi
sinar UV. Penelitian Yuhernita dan Juniarti (2011) juga menunjukkan adanya
aktivitas antioksidan yang tinggi dengan adanya alkaloid sebagai hasil dari
metabolit sekunder.
2.6.2 Steroid/triterpenoid
Triterpenoid merupakan senyawa dengan kerangka karbonilnya berasal
dari enam satuan isoprene. Senyawa ini berstruktur siklik, kebanyakan berupa
alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Triterpenoid tidak berwarna, berbentuk
kristal, memiliki titik lebur yang tinggi dan merupakan komponen aktif yang sulit
dikarakterisasi. Triterpenoid umumnya terasa pahit apabila terkena lidah.
Keberadaan triterpenoid dapat diketahui dengan uji menggunakan pereaksi
Liebermann-Burchard, yang ditandai hasil positif dengan memberikan warna biru-
hijau pada sampel (Harborne 1984).
Steroid merupakan turunan dari golongan senyawa triterpenoid. Steroid
alami berasal dari berbagai transformasi kimia dari triterpena yaitu lanosterol dan
saikloartenol. Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
obat (Harborne 1987). Golongan triterpenoid/steroid ditemukan hampir pada
semua jenis tanaman mangrove. Golongan ini memiliki banyak manfaat, yaitu
antiradang, antiinflamasi, antikarsinogenik, dan pengontrol diabetes dalam fase uji
klinis (Bayu 2009).
2.6.3 Flavonoid
Flavonoid adalah sekelompok senyawa polifenol yang terdapat dalam
tanaman. Tanaman mangrove banyak mengandung senyawa flavonoid, karena
tanaman mangrove merupakan tanaman sejati yang memiliki daun, akar, batang
sejati. Flavonoid yang ditemukan pada tanaman mangrove berperan sebagai
![Page 11: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/11.jpg)
13
A
C
B
antioksidan dengan menghambat peroksidasi dari lipid dan berpotensi
menginaktifkan oksigen triplet (Bayu 2009). Pada tanaman, flavonoid memiliki
beragam fungsi, diantaranya dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimikrobial,
fotoreseptor, dan skrining cahaya. Flavonoid terutama dalam bentuk turunan
glikosilat bertanggung jawab atas pemberian warna pada daun, bunga, dan buah
(Simamora 2011). Struktur dasar flavonoid dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Struktur dasar flavonoid(Sumber: Kumar et al. 2011a)
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar,
mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam
konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatis yang dihubungkan oleh satuan
tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid
sering terdapat sebagai glikosida. Flavonoid merupakan kandungan khas
tumbuhan hijau yang terdapat pada bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu,
kulit, tepung sari, bunga, buah dan biji. Flavonoid bersifat polar karena
mengandung sejumlah hidroksil yang tidak terikat bebas atau suatu gula
(Markham 1988 dalam Silaban 2010).
Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan, terikat pada gula sebagai
glikosida dan aglikon flavonoid yang mana pun, mungkin saja terdapat dalam satu
tumbuhan dengan beberapa bentuk kombinasi glikosida. Menurut strukturnya,
semua flavonoid merupakan turunan senyawa induk flavon yang terdapat pada
tumbuhan berupa tepung putih dan mempunyai sejumlah sifat yang sama.
Golongan flavonoid dibagi menjadi 10 kelas, yaitu antosianin, proantosianidin,
flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon
(Harborne 1987). Sifat berbagai golongan flavonoid dapat dilihat pada Tabel 1.
![Page 12: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/12.jpg)
14
Tabel 1 Sifat berbagai golongan flavonoid
Golongan Penyebaran Ciri khasFlavonoid
Antosianin pigmen bunga merah, biru larut dalam air, panjangdalam daun dan jaringan lain gelombang 515-545 nm
Proantosianidin tanwarna, dalam galih, dan menghasilkan antosianidindaun tumbuhan berkayu
Flavonol tersebar luas dalam daun terdapat bercak kuning biladisinari UV (350-386 nm)
Flavon seperti flavonol terdapat bercak coklat biladisinari UV (330-350 nm)
Glikoflavon seperti flavonol mengandung gula denganikatan C-C, tidak sepertiflavon biasa
Biflavonil terbatas hanya pada bercak redup padagimnospermae kromatogram BAA
Khalkon dan auron pigmen bunga kuning dengan ammonia berwarnamerah (370-410 nm)
Flavanon terdapat dalam daun berwarna merah kuat dengandan buah Mg/HCl, pahit
Isoflavon dalam akar, hanya terdapat tidak ada uji warna yang khasdalam satu suku
(Sumber: Harborne 1987)
Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh misalnya
isoflavon dan biflavonol yang hanya terdapat pada beberapa suku tumbuhan,
tetapi beberapa kelas, yakni flavon dan flavonol tersebar di semua tumbuhan.
Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali ditemukan
dalam bentuk tunggal dalam jaringan. Selain itu, sering pula ditemukan campuran
flavonoid dengan berbeda kelas (Harborne 1967).
Konsumsi flavonoid dalam makanan berkisar 50-80 mg/hari (Silalahi
2006). Kebutuhan akan flavonol dan flavon sebesar 23 g/hari, disamping itu
quersetin flavonol menyumbangkan 16 mg/hari dalam asupan makanan.
Flavonoid dalam makanan diantaranya kuercetin, kaemferol, luteolin, morin, dan
![Page 13: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/13.jpg)
15
katekin. Senyawa tersebut memiliki kemampuan mencegah kanker yang diduga
melalui sifatnya sebagai antioksidan, penangkap radikal bebas, dan
kemampuannya menonaktifkan kation polivalen. Sumber-sumber flavonoid lebih
banyak dihasilkan oleh sayur, buah-buahan, kacang, bunga, daun teh dan lain-lain
(Kumar et al. 2011a).
Flavonoid dalam tumbuhan memberikan manfaat yang besar bagi
tumbuhan tersebut. Flavonoid pada daun mengatur fungsi fisiologis agar dapat
bertahan dari gangguan hewan pemakan tumbuhan, infeksi bakteri, dan
melindungi dari sinar UV serta membantu dalam proses fotosintesis, transfer
energi, respirasi. Pigmen seperti antosianin juga memberikan warna pada daun
(Kumar et al. 2011b). Selain bagi tumbuhan, manusia pun dapat ikut merasakan
manfaat adanya flavonoid dalam makanan yang mereka konsumsi.
Flavonoid memiliki kemampuan antioksidan yang mampu mentransfer
sebuah elektron ke senyawa radikal bebas dan membentuk kompleks dengan
logam. Kedua mekanisme itu membuat flavonoid memiliki beberapa efek,
diantaranya menghambat peroksidasi lipid, menekan kerusakan jaringan oleh
radikal bebas dan menghambat beberapa enzim (Harborne 1987). Hubungan
antara total fenol dan senyawa flavonoid dengan aktivitas antioksidan pada
tumbuhan terutama buah-buahan adalah semakin meningkatnya konsentrasi total
fenol atau senyawa flavonoid, maka semakin tinggi pula tingkat aktivitas
antioksidan dari tumbuhan tersebut (Erukainure 2011).
Flavonoid melakukan aktivitas antioksidan dengan cara menekan
pembentukan spesies oksigen reaktif, baik dengan cara menghambat kerja enzim
maupun dengan mengikat logam yang terlibat dalam produksi radikal bebas.
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antioksidan sebagai berikut:
1) Flavonoid menghambat kerja enzim yang terlibat dalam reaksi produksi
anion superoksida, misalnya xanthin oksidase dan protein kinase.
Flavonoid juga menghambat kerja siklooksigenase, lipooksigenase,
mikrosomal monooksigenase, glutation-S-transferase, mitokondrial
suksinoksidase, dan NADH oksidase.
![Page 14: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/14.jpg)
16
2) Sejumlah senyawa flavonoid efisien dalam mengikat logam, diantaranya
logam besi bebas dan tembaga bebas yang dapat meningkatkan
pembentukan spesies oksigen reaktif.
3) Flavonoid mempunyai nilai potensial reduksi yang rendah, sehingga
mudah mereduksi radikal superoksida, peroksil, alkoksil, dan hidroksil.
Peredaman radikal bebas oleh flavonoid dicantumkan dalam Gambar 5.
Gambar 5 Struktur dasar senyawa flavonoid (A), Proses peredamanradikal bebas oleh senyawa flavonoid (B)
(Sumber: Kumar et al. 2011a)
2.6.4 Saponin
Saponin adalah golongan glikosida dan sterol yang apabila dihidrolisis
secara sempurna akan menghasilkan gula dan satu fraksi non-gula yang disebut
sapogenin atau genin. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat
seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya dalam membentuk
busa dan menghemolisis darah (Silaban 2009). Hemolisis darah merah oleh
saponin ini merupakan hasil interaksi antara saponin dengan senyawa-senyawa
yang terdapat pada permukaan membran sel, seperti kolesterol, protein dan
fosfolipid. Saponin larut dalam air, sedikit larut atau tidak sama sekali dalam
etanol dan metanol pekat yang dingin (Harborne 1984).
Komponen saponin berperan dalam mereduksi kolesterol dan melawan
kanker kolon. Saponin juga memiliki aktivitas antimikroba, merangsang sistem
imun, dan mengatur tekanan darah (Astawan dan Kasih 2008). Beberapa
penilitian menunjukan bahwa ekstrak saponin yang diisolasi mampu digunakan
sebagai agen pengendali nyamuk Aedes aegypti dan Culex pipiens, tetapi aman
bagi mamalia (Wiesman dan Chapagain 2003). Penelitian Cui et al. (2004)
![Page 15: BAB II Tinjauan Pustaka (1)](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022012319/548af8f5b47959ce0c8b6084/html5/thumbnails/15.jpg)
17
menunjukkan bahwa ekstrak saponin mampu digunakan untuk mengatasi penyakit
kardiovaskuler seperti penyakit jantung, tonsillitis, dan hyperlipaemia.
2.6.5 Fenol hidrokuinon
Fenol merupakan komponen fenolat dengan struktur aromatik yang
berikatan dengan satu atau lebih gugus hidroksil, beberapa mungkin digantikan
dengan gugus metil atau glikosil. Komponen fenolat bersifat larut air selama
komponen tersebut berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya
terdapat dalam vakuola sel. Flavonoid merupakan kelompok yang terbesar di
antara komponen fenolat alami yang strukturnya telah diketahui, tetapi fenol
monosiklik sederhana, fenilpropanoid dan fenolat quinon terdapat dalam jumlah
sedikit (Harborne 1984).
Kuinon adalah senyawa bewarna dan mempunyai kromofor dasar, antara
lain kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Tujuan identifikasi,
quinon dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu benzoquinon, naftaquinon,
antraquinon, dan isoprenoid quinon. Tiga kelompok pertama umumnya
terhidrolisis bersifat fenol, sedangkan isoprenoid quinon terdapat pada respirasi
seluler (ubiquinon) dan fotosintesis (plastoquinon) (Harborne 1984).
2.6.6 Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh dan memiliki batang
sejati. Secara kimia terdapat dua jenis tanin, yaitu tanin terkondensasi dan tanin
terhidrolisis. Tanin terkondensasi hampir terdapat disemua tumbuhan paku-
pakuan dan gymnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae terutama pada
tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis, penyebarannya terbatas hanya pada
tumbuhan berkeping dua. Tetapi kedua jenis tanin ini banyak dijumpai bersamaan
dalam tumbuhan yang sama. Sebagian besar tumbuhan yang banyak mengandung
tanin akan dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang pahit.
Salah satu fungsi tanin pada tumbuhan adalah sebagai penolak hewan pemakan
tumbuhan (Harborne 1987).