BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ginjal
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ginjal
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang terletak pada dinding posterior abdomen,
terutama didaerah lumbal, disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus
lapisan lemak yang tebal dibelakang peritoneum. Setiap ginjal dilingkupi kapsul
tipis dari jaringan fibrus yang rapat membungkusnya, dan membentuk
pembungkus yang halus. Di dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal, korteks
disebelah luar dan medulla disebelah dalam. Bagian medulla ini tersusun atas
15-16 massa berbentuk piramida, yang disebut dengan piramis ginjal (Pearce,
2011). Ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung dibagian posterior
dilindungi oleh iga, sedangkan dibagian anterior dilindungi oleh bantalan usus
yang tebal (Price dan Wilson, 2006).
Struktur makroskopik ginjal pada orang dewasa memiliki panjang ginjal
sekitar 12-13 cm (4,7 hingga 5,1 inci), dan lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5
cm (1 inci), serta beratnya sekitar 150 gram. Ukurannya tidak berbeda menurut
bentuk dan ukuran tubuh. Perubahan bentuk merupakan tanda yang penting
karena sebagian besar manifestasi penyakit ginjal adalah perubahan struktur
(Price dan Wilson, 2006).
Setiap ginjal terdiri dari sekitar 1 juta unit fungsional mikroskopik yang
dikenal sebagai nefron, yang disatukan oleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri
dari komponen vaskuler dan komponen tubular, dan keduanya berkaitan erat
secara struktural dan fungsional. Bagian dominan komponen vascular nefron
adalah glomerulus, suatu kuantum kapiler berbentuk bola tempat filtrasi
sebagian air dan zat terlarut dari darah yang melewatinya. Sewaktu darah
mengalir melalui glomerulus, plasma bebas protein tersaring melalui kapiler
glomerulus ke dalam Kapsul Bowman. Dalam keadaan normal, 20% plasma
yang masuk ke glomerulus tersaring proses ini dikenal sebagai filtrasi
(Sherwood, 2011). Dengan demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah
total dari fungsi semua nefron tersebut ( Price dan Wilson, 2006).
Sumber : http://southshorenephrology.com/education/nephronste
a. Gambaran Singkat Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan
ekstra seluler (CES) dalam batas
ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus (
Price dan Wilson, 2006). Berikut merupakan fungsi
(Sherwood, 2011)
1) Mempertahankan keseimbangan air (H
2) Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang ses
regulasi keseimbangan H
(aliran) osmotik masuk atau keluar sel, yang masing
pembengkakan atau
3) Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES.
(Na+), klorida (Cl
-), kalium (K
(HCO3-), fosfat (PO
kecil konsentrasi sebagian elektrolit ini dalam CES dapat berpengaruh besar.
4) Mempertahankan volume plasma yang tepat. Yang p
jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan me
regulatorik ginjal dalam garam Na
5) Membantu mempertahankan kesimbangan asam dan basa tubuh.
dalam menyesuaikan pengeluaran H
(Sherwood, 2011). Dengan demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah
total dari fungsi semua nefron tersebut ( Price dan Wilson, 2006).
http://southshorenephrology.com/education/nephronste
Gambar 2.1 Struktur dan Bagian-bagian Ginjal
Gambaran Singkat Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan
ekstra seluler (CES) dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan
ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus (
Price dan Wilson, 2006). Berikut merupakan fungsi-fungsi spesifik ginjal
Mempertahankan keseimbangan air (H2O) didalam tubuh.
Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai, terutama melalui
keseimbangan H2O. Fungsi ini penting untuk mencegah fluks
osmotik masuk atau keluar sel, yang masing-masing dapat menyebabkan
pembengkakan atau penciutan sel yang merugikan.
Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES. Termasuk natrium
), kalium (K+), kalsium (Ca
2+), ion hydrogen (H), bikarbonat
fosfat (PO43-
), sulfat (SO42-
), dan magnesium (Mg2+
). Bahkan
sebagian elektrolit ini dalam CES dapat berpengaruh besar.
Mempertahankan volume plasma yang tepat. Yang penting dalam pengaturan
panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan me
dalam garam Na+
dan Cl- serta H2O.
Membantu mempertahankan kesimbangan asam dan basa tubuh.
menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3
-.
6
(Sherwood, 2011). Dengan demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah
total dari fungsi semua nefron tersebut ( Price dan Wilson, 2006).
bagian Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan
mal. Komposisi dan volume cairan
ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus (
fungsi spesifik ginjal
uai, terutama melalui
mencegah fluks-fluks
apat menyebabkan
Termasuk natrium
), ion hydrogen (H), bikarbonat
Bahkan fluktuasi
sebagian elektrolit ini dalam CES dapat berpengaruh besar.
enting dalam pengaturan
panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran
Membantu mempertahankan kesimbangan asam dan basa tubuh. Yang tepat
7
6) Mengekskresikan produk-produk akhir (sisa) metabolisme tubuh, misal urea,
asam urat, kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk maka bahan-bahan sisa ini
menjadi racun terutama bagi otak.
7) Mengeluarkan banyak senyawa asing. Misalnya obat, adiktif makanan pestisida,
dan bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk ketubuh.
8) Menghasilkan eritropoietin, yaitu suatu hormon yang merangsang produksi sel
darah merah.
9) Menghasilkan renin.
10) Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Ginjal mengekresikan bahan-bahan kimia asing tertentu misalnya obat,
hormon, dan metabolit lain tetapi fungsi paling utama adalah mempertahankan
volume dan komposisi CES dalam batas normal. Pembentukan renin dan
eritropoietin serta pembentukan vitamin D merupakan fungsi non-ekskreator
yang penting. Sekresi renin yang berlebih penting dalam etiologi beberapa
bentuk hipertensi. Defisiensi eritropoietin dan pengaktifan vitamin D dianggap
penting sebagai penyebab anemia dan penyakit tulang pada penyakit gagal ginjal
kronik. (Price dan Wilson, 2006)
b. Gambaran Klinis Penyakit Ginjal
1) Proteinuria
Orang dewasa normal dan sehat mengekskresikan sedikit protein dalam
urine (150 mg/hari) terdiri dari albumin, dan protein yang dieksresi oleh tubulus
distal. Proteinuria yang melebihi 150 mg per hari dianggap patologis. Empat
mekanisme utama penyebab proteinuria adalah fungsional, aliran air keluar
(prarenal), glomerulus, dan tubulus. Proteinuria berat mengacu pada pengeluaran
lebih dari 3,5 gram protein urine per hari dan merupakan definisi laboratoris dari
sindrom nefritik. Proteinuria sedang dikaitkan dengan spektrum penyakit ginjal
yang lebih luas (Price dan Wilson, 2006).
2) Hematuria
Hematuria sering ditemukan pada sejumlah penyakit ginjal dan patologik
traktus urinarius bagian bawah termasuk infeksi, batu, trauma, dan neoplasma.
Hematuria merupakan gambaran mencolok pada glomerulonefritis. Uji dipstick
8
digunakan untuk mengetahui adanya darah samar dan merupakan uji penapisan
yang baik untuk deteksi hematuria (Price dan Wilson, 2006).
3) Nefritis akut (NA)
Sejumlah penyakit yang terjadi pada glomerulus dan terkadang tubulus juga
mengalami proses peradangan akan tetapi dalam taraf ringan yang
dimanifestaikan secara klinis oleh penurunan laju filtrasi glomerulus (Harisson,
2014).
4) Kerusakan tubulus renal
Sindroma ini meliputi sejumlah besar kelainan yang sifatnya didapat atau
herediter, semua gangguan yang cenderung mempengaruhi tubulus dari pada
glomerulus. Kerusakan anatomik yang sifatnya herediter termasuk penyakit
ginjal polikistik, penyakit kista medulla, dan penyakit spongiosus modular
(Harisson, 2014).
5) Gagal Ginjal Akut (GGA) dan Gagal Ginjal Progresif Cepat (GGPC)
Penurunan laju filtrasi glomerulus selama beberapa hari (gagal ginjal akut)
atau beberapa minggu (gagal ginjal progresif cepat) merupakan sutau perbedaan
yang sangat berguna dikarenakan penyebab dari kedua gangguan ginjal tersebut
sedikit berbeda. Penyebab tersering dari gagal ginjal akut adalah nekrosis tubuler
akut, bahan nefrotoksik, dan syok. Sementara itu penyebab tersering gagal ginjal
progresif cepat berkaitan dengan glomoerulonefritis proliferatif (Harisson,
2014).
6) Gagal ginjal kronik
Disebabkan oleh kerusakan nefron yang progresif dan irreversibel tanpa
memperhatikan penyebabnya. Diagnosis ini menyatakan bahwa LFG turun selama
minimal 3 sampai 6 bulan. Penurunan LFG secara bertahap timbul dalam masa
bertahun-tahun. Pembuktian adanya proses kronik juga diperlihatkan oleh
mengecilnya ginjal secara bilateral pada panduan film, ultrasonografi, pielografi
intravena, atau tomografi (Harisson, 2014).
7) Nefrolitiasis
Sindroma ini dapat diketahui secara pasti bila urine yang dikeluarkan
mengandung batu, tampak pada pemeriksaan sinar-x, atau dikeluarkan melalui
pembedahan atau sistokopi. Kebanyakan batu ginjal terdiri dari kalsium, asam
9
urat, sistin atau struvit (magnesium amunioum sulfat). Semua batu tersebut
bersifat radio-opak kecuali batu asam urat, sehingga dapat dilihat melalui
radiografi abdomen. (Harisson, 2014).
8) Obstruksi Saluran kemih
Anuria pada orang dewasa hampir selalu disebabkan obstruksi aliran keluar
kandung kemih. Hal yang lebih jarang ditemukan adalah hambatan pengaliran
urine bagian atas dari kedua ginjal atau dari satu ginjal fungsional sendiri yang
menyebabkan pemberhentian aliran urine total dan non total. (Harisson, 2014)
c. Tes Fungsi Ginjal
Ginjal memiliki fungsi yang bermacam-macam termasuk filtrasi glomerulus,
reabsobsi, sekresi dari tubulus, pengenceran dan pemekatan urine, serta
memproduksi dan memetabolisme hormon. Berikut merupakan pemeriksaan
fungsi ginjal :
1) Pemeriksaan Konsentrasi Ureum Plasma
Ureum merupakan produk nitrogen terbesar yang dikeluarkan melalui ginjal
yang berasal dari diet dan protein endogen yang telah difitrasi oleh glomerulus
dan sebagian direabsorbsi oleh tubulus. Ureum akan lebih banyak lagi direabsobsi
pada keadaan dimana urine lambat atau terganggu (dehidrasi). Pada pasien gagal
ginjal, kadar ureum lebih memberikan gambaran gejala-gejala yang terjadi
dibandingkan kreatinin. Hal ini diduga karna adanya beberapa zat toksik yang
dihasilkan berasal dari sumber yang sama dengan ureum (Effendi dan Markum,
2014).
Berdasarkan jurnal Loho, I. K., Rambert, G. I., & Wowor, M. F. (2016) dari 35
pasien yang terdiagnosis penyakit ginjal kronik stadium 5 non-dialisis seluruhnya
(100%) mengalami peningkatan kadar ureum dengan rerata kadar ureum pada
laki-laki sebesar 138,45 mg/dL dan perempuan sebesar 140,75 mg/dL. Dari hasil
tersebut dapat dilihat bahwa peningkatan kadar ureum pada 35 pasien penyakit
ginjal kronik stadium 5 non-dialisis menunjukkan bahwa meningkatnya ureum
dalam darah dapat menjadi sebuah tanda kerusakan ginjal.
2) Laju Filtrasi Glomerulus
Laju filtrasi glomerulus adalah parameter untuk mengetahui fungsi dan
progresi penyakit ginjal dengan mengukur banyaknya filtrat yang dihasilkan oleh
10
glomerulus. Laju filtrasi glomerulus merupakan pengukuran yang paling baik
dalam menilai fungsi eksresi. Cara mengukur laju filtrasi glomerulus adalah
dengan menggunaakan perhitungan rumus Cockcroft-Gault (Effendi dan Markum,
2014).
3) Bersihan Kreatinin
Kreatinin klirens atau bersihan kreatinin merupakan salah satu tes fungsi ginjal.
Pengumpulan urine yang tidak tepat akan menghasilkan bersihan kreatinin yang
kurang akurat. Untuk laki-laki normalnya didalam urin mengandung 15-20 mg
kreatinin/kgBB/hari sedangkan untuk perempuan 10-15 mg kreatinin/kgBB/hari.
Nilai ini akan menurun dengan bertambahnya usia (Effendi dan Markum, 2014).
4) Pemeriksaan Konsentrasi Kreatinin Plasma
Kreatinin adalah produk akhir metabolisme keratin. Kreatinin sebagian besar
dijumpai di otot rangka, tempat zat ini terlibat dalam penyimmpanan energi
sebagai keratin fosfat (CP). Dalam sintesis adenosine trifosfat (ATP) dari
adenosine difosfat (ADP), keratin fosfat diubah menjadi keratin dengan katalisasi
enzim keratin kinase (CK). Reaksi ini berlanjut seiring dengan pemakaian energi
sehingga dihasilkan CP. Dalam prosesnya, sejumlah kecil keratin diubah secara
ireversibel menjadi kreatinin yang akan di sirkulasi oleh ginjal (Sacher dan
McPherson, 2004).
Kreatinin darah meningkat apaila fungsi ginjal menurun. Kadar kreatinin
dalam serum hampir konstan dan berkisar antara 0,7 sampai 1,5 mg per 100 ml
dengan nilai pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena massa otot
laki-laki lebih besar. Kreatinin diekskresi dalam urine melalui proses filtrasi
dalam glomerulus, tetapi kreatinin tidak direabsorpsi oleh tubulus bahkan
sejumlah kecil diekskresi oleh tubulus bila kadar kreatinin serum tinggi (Price dan
Wilson, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah
yaitu perubahan massa otot, diet kaya daging meningkatkan kreatinin beberapa
jam setelah makan, aktivitas fisik berlebih, serta usia dan jenis kelamin (Sukandar,
2006).
Berdasarkan jurnal penelitian Hasanuddin, D. K. U., & Budu, M. R. M.
Tahun 2017 diperoleh rerata nilai kreatinin serum penderita gagal ginal kronik pre
hemodialisis adalah 12,4 mg/dl dan post hemodialisis adalah 10,80 mg/dl. Dari
11
hasil tersebut dapat dilihat bahwa rerata kadar kreatinin pada pasien gagal ginjal
kronik sangat tinggi diatas nilai normal dan terjadi penuruan yang sigifikan kadar
kreatiin sebelum dan sesudah hemodialisa adanya kreatinin dalam darah dapat
menjadi sebuah tanda kerusakan ginjal.
2. Gagal Ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan dimana ginjal tidak mampu
mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya yang
menyebabkan ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume
dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal
merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir umum dari berbagai
penyakit traktus urinarius dan ginjal. Produk-produk akhir sisa metabolisme tubuh
yang dieksresikan misalnya urea, asam urat, dan kreatinin menjadi terganggu.
Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua katagori yaitu akut dan kronik (Price
dan Wilson, 2006).
a. Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut atau acute renal failure merupakan sindrom klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasanya
dalam beberapa hari) yang menyebabakan azotemia yang berkembang cepat.
Menurunnya laju filtrasi glomerulus dengan cepat menyebabkan meningkatnya
kadar kreatinin sebanyak 0,5 mg/dl per hari dan kadar nitrogen urea darah
sebanyak 10 mg/dl per hari. Gagal ginjal akut menyebabkan timbulnya gejala dan
tanda yang menyerupai syndrome uremik pada penyakit gagal ginjal kronik, yang
mencermikan terjadinya kegagalan fungsi regulasi, ekskresi, dan endokrin ginjal.
Berlawanan dengan gagal ginjal kronik sebagian besar pasien gagal ginjal akut
memiliki fungsi ginjal yang sebelumnya normal, dan keadaan ini umumnya dapat
pulih kembali. Selain itu mortalitas akibat gagal ginjal akut sangat tinggi yaitu
sekitar 50% (Price dan Wilson, 2006).
b. Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang progresif. Gagal ginjal
kronik terjadi akibat kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural dan fungsional. Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk
12
kelainan dalam komposisi darah atau urine, atau kelainan dalam tes pencitraan
(imaging test) (suwitra, 2014).
Klasifikasi gagal ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis atau etiologi. Klasifikasi atas
dasar derajat penyakit dibuat berdasarkan laju filtrasi glomerulus, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Cockcroft- Gault (suwitra, 2014).
Tabel 2.1 klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit
Derajat Penjelasan LFG (ml/menit/1.73 m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan 60-89
3 Penurunan LFG sedang 30-59
4 Penurunan LFG berat 12-29
5 Gagal ginjal terminal <15 (atau dialisis)
(suwitra, 2014)
1) Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factor. Hal ini menyebabkan hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan
fungsi nefron yang progresif , walapun penyakit dasarnya sudah tidak ada lagi
(suwitra, 2014).
Pada stadium paling dini penyakit gagal ginjal kronik terjadi kehilangan daya
cadangan ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif ditandai dengan peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesai 60% pasien masih belum
merasakan keluhan (asimtomatik). LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan pada
pasien seperti nokturia, badan lemah, mual dan nafsu makan berkurang hingga
penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30% pasien memperlihatkan
gelaja dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor, kalsium dan lain sebagainya. Pada LFG kurang
dari 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah
13
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement theraphy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal (suwitra, 2014).
2) Etiologi Penyakit Gagal Ginjal Kronik
Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara
dengan negara lain. Perhimpunan nefrologi Indonesia (pernefri) tahun 2000
mencatat penyebab gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Indonesia,
yaitu
Tabel 2.2 Etiologi penyakit gagal ginjal kronik
Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes Melitus 18,65%
Obstruksi dan Infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab Lain 13,65%
(suwitra, 2014).
Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat,
intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal, dan penyebab yang tidak
diketahui (suwitra, 2014).
3) Pendekatan Diagnostik
a) Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi ;
(1) Penyakit yang mendasarinya seperti diabetes mellitus, infeksi traktus urinalis,
batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus eritomatosus sistemik
(LES), dan sebab lainnya.
(2) Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang kejang sampai koma.
(3) Gelaja komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrifi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit.
(suwitra, 2014).
b) Gambaran Laboratoris
Gambaran laboratoris penyakit ginjal kronik meliputi ;
(1) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
14
(2) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum,
dan penurunan LFG yang dhitung menggunakan rumus Cockcroft-Gault.
(3) Kelainan biokimia darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremian, asidosis metabolik.
(4) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria.
(suwitra, 2014).
c) Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik, meliputi ;
(1) Foto polos abdomen, bias tampak batu radio-opak
(2) Pielografi intravena
(3) Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
(4) Ultrasonografi ginjal bias memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal , kista, massa, kalsifikasi.
(5) Pemeriksaan pemindain ginjal dikerjakan bila ada indikasi. (suwitra, 2014).
3. Laju Filtrasi Glomerulus
Laju filtasi glomerulus (glomerular filtration rate) merupakan parameter
yang digunakan untuk menilai fungsi dan progresi penyakit ginjal, yaitu dengan
mengukur berapa banyak filtrat yang dapat dihasilkan oleh glomerulus. LFG
merupakan pengukuran yang paling baik dalam menilai fungsi ekskresi ginjal. Untuk
setiap unit nefron, filtrasi dipengaruhi oleh aliran plasma, perbedaan tekanan, luas
permukaan kapiler dan permeabilitas kapiler. Jadi LFG merupakan jumlah dari hasil
semua nefron (rata- rata 1 juta tiap ginjal) (Effendi dan Markum, 2014)
Manfaat klinis pemeriksaan LFG antara lain :
a. Deteksi dini kerusakan ginjal.
b. Pemantauan progresifitas penyakit.
c. Pemantauan kecukupan terapi ginjal pengganti.
d. Membantu mengoptimalkan terapi dengan obat tertentu.
(Effendi dan Markum, 2014)
Laju filtrasi glomerulus dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan luas
permukaan badan. LFG pada orang dewasa rata-rata adalah 130 ml/min/1.73m2
untuk pria dan 120 ml/min/1.73m2
untuk perempuan dengan koefisien variasi 14-
18%. Umur akan mempengaruhi LFG ± 10 ml/min/1.73m2
per dekade setelah
15
usia 40 tahun. Jadi nilai LFG pada usia 80 tahun adalah ± 50% dari LFG dewasa
muda. LFG pada kehamilan akan meningkat 50% pada trimester pertama dan
kembali normal setelah melahirkan (Markum dan Effendi, 2014).
Untuk menilai laju filtrasi glomerulus digunakan formula Cockcroft-Gault
yaitu :
Dengan satuan ml/min/1.73m2
dan untuk perempuan dikalikan faktor
ketetapan yaitu 0.85 (Markum dan Effendi, 2014).
4. Hemoglobin
Anemia terjadi pada 80-90% penyakit ginjal kronik. Anemia pada
penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoietin (Suwitra,
2014). Eritropoietin merupakan glikoprotein spesifik turunan yang mencegah
apoptik dari precursor eritroid. EPO diproduksi di sel interstisial tubular ginjal.
EPO menginduksi sintesis hemoglobin dan berfungsi sebagai faktor deferensiasi
yang menyababkan CF-U-E berdeferensiasi menjadi pronormoblast, precursor
eritrosit yang paling dikenal secara visual di sumsum tulang belakang (Rodak,
2012). Masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisisensi
asam folat, penekaan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut
maupun kronik ikut memperparah anemia (Suwitra, 2014).
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin ≤ 10 g/dl
meliputi evaluasi terhadap status besi, mencari sumber perdarahan, morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainnya. (Suwitra, 2014).
Hemoglobin adalah suatu pigmen (yang berwarna secara alami). Karena
kandungan besinya maka hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan dengan
oksigen dan akan tampak keunguan jika mengalami deoksigenasi (Sherwood,
2011).
Hemoglobin hanya ditemukan didalam sel darah merah. Molekul hemoglobin
memiliki dua bagian yaitu globin merupakan suatu protein yang terbentuk dari
empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat dan empat gugus nonprotein
yang mengandung besi yang dikenal sebagai gugus hem, dengan masing-masing
��� =�140 − Umur� X �Berat Badan� Kg��
72 X Kreatinin serum �mg%�
dari keempat atom besi dapa
oksigen. Karena itu setiap molekul hemoglobin dapat mengikat empat oksigen di
paru (Sherwood, 2011). Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap
sel darah merah. Hemoglobin berfungsi mengikat oksig
akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen. Faktor
hemoglobin adalah makanan, usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, dan
penyakit yang menyertainya seperti leukimia, thalasemia, dan tuberculosis
(Handayani dan Haribowo, 2012).
Sumber http://www.namrata.co/structure
Hemoglobin berperan kunci dalam transport oksigen sekaligus memberi
kontribusi signifikan pada transport karbon dioksida dan kemampuan darah
menyangga pH (Sherwood, 2011). Selain mengangkut oksigen, hemoglobin juga
dapat berikatan dengan :
a. Karbon dioksida. Hemoglobin membantu mengangkut gas ini dari sel jaringan
kembali ke paru.
b. Bagian ini hidrogen asam (H
tingkat jarangan dari karbon dioksida. Hemoglobin menyangga asam ini sehingga
asam ini tidak banyak menyebabkan perubahan pH darah.
c. Karbon monoksida. Gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat didalam darah,
nanum jika terhirup maka gas ini cenderung menempati bagian hemoglobin yang
berkaitan dengan tempat oksigen sehinngga menyebabkan keracunan g
monoksida
dari keempat atom besi dapat berikatan secara reversibel dengan satu molekul
oksigen. Karena itu setiap molekul hemoglobin dapat mengikat empat oksigen di
paru (Sherwood, 2011). Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap
sel darah merah. Hemoglobin berfungsi mengikat oksigen, satu gram hemoglobin
akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar
hemoglobin adalah makanan, usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, dan
penyakit yang menyertainya seperti leukimia, thalasemia, dan tuberculosis
i dan Haribowo, 2012).
http://www.namrata.co/structure-of-hemoglobin-an-overview/haem-pocket/
Gambar 4.1 Struktur Hemoglobin
Hemoglobin berperan kunci dalam transport oksigen sekaligus memberi
kontribusi signifikan pada transport karbon dioksida dan kemampuan darah
menyangga pH (Sherwood, 2011). Selain mengangkut oksigen, hemoglobin juga
dapat berikatan dengan :
oksida. Hemoglobin membantu mengangkut gas ini dari sel jaringan
drogen asam (H+) dari asam karbonat terionisasi yang dihasilkan di
tingkat jarangan dari karbon dioksida. Hemoglobin menyangga asam ini sehingga
anyak menyebabkan perubahan pH darah.
arbon monoksida. Gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat didalam darah,
nanum jika terhirup maka gas ini cenderung menempati bagian hemoglobin yang
berkaitan dengan tempat oksigen sehinngga menyebabkan keracunan g
16
t berikatan secara reversibel dengan satu molekul
oksigen. Karena itu setiap molekul hemoglobin dapat mengikat empat oksigen di
paru (Sherwood, 2011). Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap
en, satu gram hemoglobin
faktor yang mempengaruhi kadar
hemoglobin adalah makanan, usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, dan
penyakit yang menyertainya seperti leukimia, thalasemia, dan tuberculosis
pocket/
Hemoglobin berperan kunci dalam transport oksigen sekaligus memberi
kontribusi signifikan pada transport karbon dioksida dan kemampuan darah
menyangga pH (Sherwood, 2011). Selain mengangkut oksigen, hemoglobin juga
oksida. Hemoglobin membantu mengangkut gas ini dari sel jaringan
) dari asam karbonat terionisasi yang dihasilkan di
tingkat jarangan dari karbon dioksida. Hemoglobin menyangga asam ini sehingga
arbon monoksida. Gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat didalam darah,
nanum jika terhirup maka gas ini cenderung menempati bagian hemoglobin yang
berkaitan dengan tempat oksigen sehinngga menyebabkan keracunan gas karbon
17
d. Nitrat oksida. Di paru nitrat oksida berperan sebagai vasodilator berkaitan dengan
hemoglobin (Sherwood, 2011).
5. Hubungan laju filtrasi glomerulus dengan kadar hemoglobin pada pasien
gagal ginjal kronik
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat, terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
massa nefron ginjal (Price dan wilson, 2006). Berkurangnya nefron fungsional
mengharuskan nefron yang masih ada untuk mengekskresikan air dan zat terlarut
dalam jumlah lebih besar untuk mencegah akumulasi serius bahan-bahan toksik
dalam cairan tubuh. Banyak dari produk sisa metabolisme, misalnya ureum dan
kreatinin menumpuk hampir setara dengan jumlah nefron yang telah rusak.
Bahan-bahan ini tidak direabsorpsi secara kuat oleh tubulus ginjal (Guyton dan
Hall, 2010). Patogenesis gagal ginjal kronik sebagian besar berasal dari kombinasi
efek toksik tertahannya produk-produk yang normalnya diekskresikan oleh ginjal
misalnya produk yang mengandung nitrogen dari metabolisme protein, produk
normal seperti hormon dan berkurangnya produk normal ginjal seperti
berkurangnya eritropoietin (Ganong dan McPhee, 2012).
Laju filtrasi glomerulus merupakan suatu parameter yang digunakan untuk
mengetahui fungsi dan progresi penyakit gagal ginjal. Laju filtrasi glomerulus
(LFG) merupakan rata-rata banyaknya filtrat yang dihasilkan glomerulus dan
merupakan pengukuran yang paling baik dalam menilai fungsi ekskresi (Effendi,
Markum, 2014). Jadi laju filtrasi glomerulus merupakan hasil dari semua nefron
(rata-rata 1 juta tiap ginjal) (Sudoyo, 2007). Laju filtrasi glomerulus memberikan
informasi tentang jumlah jaringan ginjal yang berfungsi (Price dan Wilson, 2006).
Gagal ginjal menyebabkan penderita mengalami anemia. Hal ini terjadi
karena salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormon eritropoietin (EPO)
terhambat. Hormon ini bekerja merangsang sumsum tulang untuk memeproduksi
sel-sel darah merah. Kerusakan fungsi ginjal menyebabkan produksi hormon
eritropoietin mengalami penurunan sehingga pembentukan sel darah merah
menjadi tidak normal, kondisi ini menimbulkan anemia (Colvy, 2010).
18
Hemoglobin digunakan untuk mengukur beratnya anemia atau polisitemia dan
untuk memantau respon terhadap terapi. Konsentrasi hemoglobin bervariasi
berdasarkan usia dan jenis kelamin. Umumnya kadar hemoglobin laki-laki dewasa
adalah 14-17,4 g/dl dan 12-16 g/dl untuk perempuan dewasa (Kowalak, 2010).
Derajat anemia yang ditentukan oleh kadar hemoglobin secara umum dapat
diklasifikasikan yaitu ringan sekali untuk kadar Hb 10 g/dl – 13 g/dl, ringan untuk
kadar Hb 8 g/dl – 9,9 g/dl, sedang untuk kadar Hb 6 g/dl – 7,9 g/dl, dan berat
untuk kadar Hb <6 g/dl (Handayani dan Haribowo, 2012).
Berdasarkan jurnal Garini, A. (2018) diperoleh rerata kadar hemoglobin
pasien gagal ginjal kronik rata-rata kadar hemoglobin secara keseluruhan 8,065
gr/dl. Rata-rata kadar hemoglobin perempuan adalah 7,794 gr/dl, laki-laki adalah
8,213 gr/dl Rata-rata kadar hemoglobin remaja adalah 6,150 gr/dl, dewasa adalah
7,831 gr/dl, lansia 8,273 gr/dl. Rata-rata kadar hemoglobin dengan lama sakit ≤ 3
bulan adalah 6,750 gr/dl dan > 3 bulan = 8,122 gr/dl. Berdasarkan penelitian
tersebut dapat dilihat bahwa gambaran kadar hemoglobin pasien gagal ginjal
kronik menunjukan rerata kadar hemoglobin yang rendah.
19
B. Hipotesis Penelitian
Ho : Tidak ada Hubungan Laju Filtrasi Glomerulus dengan
Kadar Hemoglobin pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
H1 : Ada Hubungan Laju Filtrasi Glomerulus dengan Kadar
Hemoglobin pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
C. Variabel Peneitian
Variabel Bebas : Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
Variabel Terikat : Kadar Hemoglobin