tinjauan pusaataka
-
Upload
dhewi-tobing -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
description
Transcript of tinjauan pusaataka
-
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Populasi Sepeda Motor
Sebagaimana diungkapkan pada Bab Pendahuluan, tesis ini akan mengkonsentasikan
penelitian pada kajian karakteristik lalu lintas sepeda motor pada persimpangan
bersinyal, terutama dikaitkan kebutuhan serta implementasi ruang henti khusus sepeda
motor pada pendekat persimpangan bersinyal serta pengaruhnya terhadap konflik lalu
lintas. Kajian ini dinilai penting mengingat banyaknya kasus-kasus berkaitan dengan
kesulitan bermanuver dan keselamatan pada pendekat persimpangan yang diperkirakan
akibat pengaruh pergerakan sepeda motor ketika keluar dari area penumpukan secara
tak beraturan pada mulut persimpangan. Kondisi ini merupakan salah satu gambaran
umum dari dampak pertumbuhan populasi sepeda motor yang tinggi di perkotaan.
Secara statistik tingkat pertumbuhan kepemilikan kendaraan sepeda motor di kota
Bandung hampir memiliki trend yang relative sama dengan kondisi Indonesia pada
umumnya, yaitu dengan tingkat pertumbuhan sekitar 23%-30% pertahun. Tingginya
pertumbuhan lalu lintas terutama sepeda motor di satu sisi memberi pengaruh terhadap
perubahan karakteristik lalu lintas. Di sisi lain, menurunnya kinerja prasarana lalu lintas
diperkirakan diakibatkan tidak seimbangnya pertumbuhan lalu lintas dengan
pertumbuhan panjang ruas jalan. Dalam tiga tahun (2002-2004) pertumbuhan panjang
ruas jalan1 di kota Bandung praktis statis, dan baru pada tahun 2005 terdapat
pertambahan panjang 3,6 km (2,8 km jalan Pasupati dan 0,8 km jalan layang
Kiaracondong). Pertambahan sebesar 0,003% tersebut jelas tidak seimbang dengan
pertumbuhan lalu lintas yang mencapai 21,7% pertahun, dengan pertumbuhan sepeda
motor berkisar 23,4% pertahun. Tingginya pertumbuhan lalu lintas terutama sepeda
1 Berdasarkan data dari Dinas Bina Marga Kota Bandung, panjang ruas jalan pada tahun 2004 mencapai 1169km yang terdiri dari 1103 km jalan kota, 23km jalan propinsi dan 42km jalan nasional
-
10
motor di satu sisi diperkirakan telah memberi pengaruh terhadap perubahan
karakteristik lalu lintas pada ruas-ruas jalan perkotaan.
Kusnandar (2005) memprediksi komposisi lalu lintas pada ruas-ruas jalan di kota
Bandung memiliki perubahan akibat pertumbuhan sepeda motor. Di dalam papernya
(Kusnandar, 2005) menyebutkan rata-rata perbandingan proporsi sepeda motor pada
ruas-ruas jalan arteri pada kota dengan populasi 1-3 juta penduduk berbanding terbalik
dengan yang ada pada MKJI yaitu kendaraan ringan (31%) : kendaraan berat (5%) :
sepeda motor (64%). Di dalam MKJI (1997) komposisi sepeda motor untuk kota
berukuran 1-3 juta penduduk adalah dengan perbandingan kendaraan ringan (60%) :
kendaraan berat (8%) : sepeda motor (32%). Perubahan komposisi ini, memperlihatkan
sebuah fenomena baru, dan ini diperkirakan akan mempengaruhi karakteristik lalu lintas
yang pada akhirnya diperkirakan dapat menurunkan kinerja prasarana lalu lintas,
termasuk kinerja ruas-ruas jalan serta persimpangan bersinyal maupun persimpangan
tak bersinyal.
2.2. Ruang Henti Khusus Sepeda Motor
Salah satu fenomena menarik dari kehadiran sepeda motor pada persimpangan bersinyal
sebagaimana di ungkapkan pada Bab-1 adalah terjadinya penumpukan sepeda motor di
mulut-mulut persimpangan khususnya pada fase merah. Salah satu penyebabnya adalah
tidak tersedianya fasilitas berhenti sepeda motor pada persimpangan bersinyal. Fasilitas
yang tersedia hanya garis henti serta ruang di belakang garis henti secara bersama
dengan kendaraan bermotor lainnya. Penggunaan garis henti secara bersama pada
beberapa persimpangan bersinyal dinilai sudah tidak memadai lagi. Hal ini dapat dilihat
dari kondisi persimpangan, di mana keberadaan sepeda motor pada mulut-mulut
persimpangan banyak yang melanggar peraturan seperti melampaui garis henti dan
mengganggu pergerakan kendaraan bermotor lainnya karena menggunakan lajur belok
kiri langsung untuk mengantri di persimpangan.
Ruang henti khusus (Exclusive Stopping Space) untuk sepeda motor, disingkat RHK,
pada persimpangan merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah penumpukan
sepeda motor pada persimpangan bersinyal. RHK sepeda motor merupakan fasilitas
ruang berhenti untuk sepeda motor selama fase merah yang ditempatkan di depan
-
11
antrian kendaraan bermotor roda empat. RHK ditempatkan di depan garis henti untuk
kendaraan bermotor roda empat, akan tetapi penempatannya tidak melewati ujung
pendekat persimpangan. RHK ini batasi oleh garis henti untuk sepeda motor dan marka
garis henti untuk kendaraan bermotor roda empat lainnya. Kedua marka garis henti ini
ditempatkan secara berurutan dan dipisahkan oleh suatu ruang dengan jarak tertentu.
Model RHK untuk sepeda motor dikembangkan dari model Advanced Stop Lines
(ASLs) untuk sepeda, yaitu fasilitas yang diperuntukkan bagi sepeda yang ditempatkan
di depan antrian kendaraan bermotor (Wall GT et al, 2003). Model RHK yang akan
dikembangkan dilengkapi dengan lajur pendekat yang dimaksudkan untuk membantu
memudahkan sepeda motor mendekati ke ruang penungguan (reservoir). RHK berfungsi
untuk membantu sepeda motor langsung ke persimpangan secara efektif dan aman yang
memungkinkan sepeda motor untuk bergerak lebih dahulu dari kendaraan roda empat
dan membuat persimpangan bersih lebih dahulu. Hal ini akan membuat kendaraan lain
lebih mudah bergerak serta dapat mengurangi resiko konflik lalu lintas yang diakibatkan
oleh berbagai manuver sepeda motor khususnya manuver sepeda motor yang akan
berbelok (belok kanan).
2.3. Advanced Stop Lines
Advanced Stop Lines (ASLs) merupakan suatu fasilitas untuk sepeda yang didesain
untuk memberikan prioritas kepada sepeda pada persimpangan bersinyal. ASLs adalah
marka garis henti yang disiapkan sebagai marka garis henti kedua pada persimpangan
bersinyal di depan garis henti kendaraan bermotor roda empat lainnya. Di antara kedua
garis henti ini, terbentuk suatu area yang dikenal sebagai area reservoir yang merupakan
area penungguan selama fase merah, yang memungkinkan sepeda dapat menunggu di
depan kendaraan bermotor lainnya di kaki persimpangan. Sebagai pelengkap ASLs
biasanya dibuatkan lajur pendekat sepeda untuk memudahkan sepeda menuju area
reservoir ketika kendaraan lainnya menunggu pada saat fase merah. Secara umum ASLs
dapat membantu sepeda, antara lain:
a. menempatkan sepeda pada suatu posisi yang mudah terlihat oleh kendaraan
bermotor lainnya di persimpangan,
b. memungkinkan sepeda untuk bergerak lebih dahulu serta menghindarkan dari
kemungkinan terpotong oleh pergerakan kendaraan bermotor lainnya, dan
-
12
c. memungkinkan sepeda melakukan pergerakan (manuver) secara aman dan
nyaman di persimpangan.
2.3.1. Penerapan ASLs di Belanda
Pada tahun 1978, ASLs diperkenalkan di Leiden (Netherland) pada empat
persimpangan. Berdasarkan hasil penerapan tersebut ternyata ASLs memberikan
kontribusi terhadap arus lalu lintas seperti halnya mengurangi konflik lalu lintas antara
sepeda dengan kendaraan bermotor lainnya (Wall GT et al, 2003). Penerapan ASLs
selain menurunkan konflik, ternyata ASLs merupakan salah satu solusi murah yang
sangat bermanfaat bagi pengguna sepeda dan pengemudi kendaraan bermotor.
Lebih lanjut, penerapan ASLs juga dilakukan di beberapa kota di Belanda pada tahun
1983 dengan beberapa variasi desain. Desain ASLs dibuat dengan mempertimbangkan
lajur pendekat sepeda pada sisi dekat (near-side lane) dan dengan membuat tanda atau
simbol sepeda pada area tunggu (waiting area atau reservoir) di depan garis henti
kendaraan bermotor. Bahkan pada beberapa desain ASLs juga dilengkapi dengan tulisan
CYCLIST (Sepeda) yang dicat pada area tunggu guna mengurangi kendaraan bermotor
berhenti pada area tersebut, dan untuk mendorong sepeda menggunakan fasilitas
tersebut. Pada salah satu site, desain ASLs dibuat dengan warna merah pada permukaan
jalan baik pada lajur sepeda maupun pada area tunggunya. Lebih lanjut, studi yang
dilakukan di Leiden (1982) dan Enshede (Solomons-1985) menunjukkan bahwa
mayoritas pengguna kendaraan bermotor dan sepeda mengerti dan menuruti lay-out
ASLs yang diterapkan.
2.3.2. Penerapan ASLs di Inggris
Mengikuti keberhasilan penerapan ASLs di Netherland, Inggris pertama kali
memperkenalkan konsep tersebut di Oxport (1984), Newark (1989), Bristol (1991).
Hasil riset yang dilakukan oleh TRL pada ketiga kota tersebut memperlihatkan
penerapan ASLs yang dinilai memuaskan dan umumnya mudah dipahami oleh
pengguna jalan. Pada setiap site yang diteliti, menunjukkan lebih dari 75% pengguna
sepeda menggunakan lajur sepeda dan area tunggu sepeda, serta lebih dari 90%
pengguna kendaraan bermotor keluar dari lajur sepeda. Secara keseluruhan, 82%
-
13
kendaraan bermotor sampai di persimpangan ketika sinyal merah berada di luar area
tunggu (reservoir).
Gambar-2.1. ASLs tanpa lajur pendekat (Inggris)
Model penanganan yang diterapkan di ke empat kota Oxport, Newark, Bristol dan
Menchester merupakan penyempurnaan desain yang diterapkan di Belanda. Dari desain
pertama telah ada penambahan sinyal yang dibuat pada garis henti kendaraan bermotor,
lajur untuk sepeda motor dan perambuan yang lengkap. Berdasarkan hasil survey
terakhir oleh Wheeler pada tahun 1992 (Wall GT et al, 2003) menunjukkan bahwa lajur
sepeda dan penyempurnaan ASLs yang digunakan sangat memuaskan bagi kebanyakan
pengguna sepeda, sama dengan hasil survey sebelumnya. Hal ini tampak
memungkinkan bahwa penyempurnaan lay-out dengan kombinasi pembuatan lajur
sepeda serta pewarnaan lajur dan area tunggu sepeda seperti ditunjukkan pada Gambar-
2.2 adalah lebih efektif meningkatkan kendaraan bermotor mengikutinya.
Gambar-2.2. ASLs dengan lajur pendekat pada sisi dekat (near-side) (Inggris)
-
14
Wheleer pada tahun 1995 sebagaimana dikutip dari paper Wall GT et al (2003)
menyarankan bahwa lajur sepeda yang ditempatkan di tengah di antara lajur belok kiri
(belok kanan untuk kondisi Indonesia) dan ujung depan semua lajur kendaraan sangat
perlu dipertimbangkan (Gambar-2.3).
Gambar-2.3. ASLs dengan lajur pendekat di tengah (Inggris)
Desain ini dinilai penting khususnya untuk lengan persimpangan dengan arus kendaraan
belok kiri yang besar serta arus sepeda menerus (lurus) yang besar. Beberapa studi lain
yang dilakukan juga memperlihatkan bahwa proporsi pengguna sepeda (cyclist) yang
besar menggunakan sisi dekat lajur pendekat sepeda untuk belok kiri atau menerus.
Hanya sedikit sepeda menggunakan panjang lajur sisi dekat hingga ke garis henti untuk
belok kanan. Mayoritas sepeda yang akan belok kanan menggunakan bagian atau tidak
lajur sepeda. Ditemukan juga bahwa lajur sepeda yang dibuatkan di tengah seperti
ditunjukkan pada Gambar-2.3 memainkan fungsi untuk memudahkan penempatan
sepeda ke kanan kendaraan.
Menggunakan hasil-hasil studi yang telah dilakukan, beberapa pedoman (guideline)
penerapan ASLs yang telah di buat, antara lain menyarankan agar:
1) menggunakan desain lay-out ASLs terbaru tanpa menggunakan sinyal tambahan,
2) menggunakan warna permukaan berbeda dari warna lajur lalu lintas untuk lajur
sepeda dan area tunggu sepeda,
-
15
3) menggunakan logo sepeda baik pada lajur sepeda maupun pada area tunggu
sepeda.
4) menyediakan lajur pendekat untuk sepeda dengan lebar minimum 1.5 meter.
5) menggunakan lajur pendekat sepeda bukan sisi dekat jika terdapat lebih dari satu
lajur kendaraan dan proporsi arus belok kanan yang besar.
6) menghilangkan semua gangguan samping pada lajur sepeda seperti parkir atau
aktifitas yang dapat mengganggu pergerakan sepeda.
2.4. Performansi Indikator
Di dalam perencanaan transportasi, kajian terhadap sistem secara keseluruhan dapat
dilakukan dari kajian komponen-komponen sistem. Seringkali di dalam pengkajian
diperlukan suatu penilaian terhadap kondisi yang ada. Oleh karenanya, pengkajian harus
diawali dengan penemukenalan paramater-parameter sistem yang dinilai memiliki
pengaruh terhadap sistem tersebut. Sistem pergerakan, misalnya, dinilai baik jika
performansinya baik, di mana indikator penilaian sistem pergerakan tersebut
ditunjukkan oleh suatu kondisi pergerakan yang lancar, aman, nyaman, murah, dsb.
Performansi indikator (Idwan S, 1996) merupakan besaran kuantitatif yang
menggambarkan kondisi objektif dari sistem yang ditinjau dari suatu aspek tertentu
dengan skala tertentu dan satuan tertentu yang berlaku untuk suatu rentang waktu
tertentu. Performansi indikator dimaksudkan untuk menyimpulkan kondisi dari sistem
atau komponen sistem yang dikaji dari aspek tertentu dan dari sudut pandang tertentu,
dengan tujuan untuk menyimpulkan kondisi suatu sistem secara umum dan menilai
performansi komponen sistem dari aspek tertentu. Sedangkan manfaatnya adalah untuk
mengkomunikasikan suatu acuan sistem yang bisa digunakan semua fihak, menilai atau
mengevaluasi suatu kondisi sistem, menetapkan skala prioritas, dan memilih suatu
kondisi tertentu.
Kondisi objektif dari suatu sistem transportasi, pada dasarnya dapat ditinjau dari
masing-masing kondisi objektif elemen sistem transportasi yang mencakup prasarana
dan sarana transportasi, pola intensitas pergerakan, pola dan distribusi aktivitas, dan
organisasi dan kelembagaan. Secara sederhana, performansi indikator elemen
transportasi yang dimaksudkan di atas adalah sebagai berikut:
-
16
a) Prasana transportasi; mencakup jaringan jalan (geometri jalan, kualitas
perkerasan jalan, dsb), fasilitas pejalan kaki, kapasitas jalan, parkir (off atau on
street parking)
b) Sarana transportasi, yang meliputi jenis moda transportasi yang melewati suatu
ruang dengan deskripsi operasional yang mencakup kapasitas, headway,
frekuensi, dsb.
c) Pengaturan yang antara lain mencakup pengaturan lalu lintas, pengaturan parkir,
pengaturan terminal, pengaturan route angkutan, regulasi tentang pemanfaatan
ruang, pengaturan pedagang kaki lima, dsb
Performansi indikator komponen sistem transportasi (Idwan S, 1996) lebih
menunjukkan spesifikasi, standar, kemampuan teknis, ataupun kondisi operasional dari
komponen-komponen yang dimaksud. Secara umum parameter performansi indikator
komponen sistem yang lebih spesifik komponen sistem sebagai pembentuk sistem yang
antara lain mencakup prasarana dan sarana; sistem operasi; pola dan intensitas
pergerakan; pola dan distribusi aktivitas; serta organisasi dan kelembagaan.
Secara umum, parameter performansi indikator yang dapat digunakan untuk menilai
performansi persimpangan bersinyal antara lain kapasitas, tundaan, panjang antrian,
konflik lalu lintas, kecelakaan, dan sebagainya. Berdasarkan pengembangan konsep
ASLs, maka indikator yang digunakan di dalam tesis ini untuk menilai kemudahan
bermanuver serta keselamatan pada penerapan RHK sepeda motor adalah konflik lalu
lintas.
2.5. Konflik Lalu Lintas
Teknik konflik lalu lintas (TCT: traffic conflict technique) atau studi konflik lalu lintas
pertama kali dikembangkan oleh General Motor, Amerika. Di dalam pengertian yang
lebih luas, konflik lalu lintas merupakan suatu peristiwa lalu lintas yang melibatkan
interaksi dua kendaraan, di mana salah satu atau kedua pengemudi kendaraan harus
melakukan tindakan mengelak untuk menghindari kecelakaan (Glauz & Migletz, 1980).
Lebih lanjut Glauz & Miglezt menyatakan bahwa konflik lalu lintas bukan penyebab
kecelakaan lalu lintas akan tetapi merupakan suatu gejala (symptomatic) dari berbagai
pegerakan yang pada akhirnya dapat berkontribusi ke kejadian kecelakaan. Di dalam
-
17
penhertian lain, suatu kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu bentuk konflik lalu
lintas dimana tindakan mengelak yang dilakukan sudah terlalu kecil atau terlalu lambat
dilakukan.
2.5.1. Definisi Konflik Lalu Lintas
Berdasarkan hasil konferensi Internasional di Oslo, menyepakati konflik lalu lintas
merupakan suatu stuasi yang menggambarkan di mana dua pengguna jalan atau lebih
saling mendekati satu sama lain di dalam ruang dan waktu sehingga sedemikian rupa
berkembang menjadi suatu resiko kecelakaan (tabrakan) jika pergerakan kendaraan-
kendaraan tersebut tetap tidak berubah (Glauz & Migletz, 1980; TRL, 1987).
Lebih lajut Glauz & Migletz memodifikasi definisi tersebut menjadi lebih sepesifik
untuk tujuan penelitian yang dilakukannya.Konflik lalu lintas didefinisikan sebagai
kejadian lalu lintas yang melibatkan dua atau lebih pengguna jalan, di mana salah satu
pengguna jalan (pengemudi) membuat tipikal tindakan yang tidak biasa, seperti
mengubah arah, mengubah kecepatan yang menempatkan pengguna jalan lainnya
berada dalam situasi berbahaya tabrakan kecuali tanpa pergerakan mengelak
dilakukan. Bagulay CJ (1984) menggunakan definisi konflik lalu lintas sebagai situasi
di mana seorang pengguna jalan atau lebih yang saling mendekati objek lain pada suatu
ruang dan waktu sedemikian sehingga menyebabkan resiko tabrakan bila pergerakan
salah satu atau kedua pergerakan kendaraan tidak dapat diubah, di dalam risetnya yang
lebih berorientasi untuk mengidentifikasi keseriusan konflik lalu lintas.
Analisis konflik lalu lintas, oleh berbagai peneliti sering juga dimanfaatkan untuk
menganalisis pergerakan atau manuver pergerakan kendaraan pada suatu lokasi rawan
kecelakaan. Analisis ini terutama dimanfaatkan untuk memprediksi atau memperkirakan
kemungkinan- kemungkinan manuver kendaraan yang dapat mendekati suatu kejadian
tabrakan. Biasanya analisis konflik lalu lintas dimanfaatkan untuk menangani suatu
persimpangan.
2.5.2. Titik Konflik
Di dalam berbagai penelitian, konflik lalu lintas ini kemudian berkembang jauh, hingga
menjadi salah satu alat yang dapat dimanfaatkan untuk menganalisis kondisi
-
18
kecelakaan lalu lintas pada persimpangan. Bahkan data konflik lalu lintas menjadi data
suplemen penting yang dapat melengkapi analisis kecelakaan, bila data kecelakaan yang
dimiliki tidak cukup akurat. Analisis konflik lalu lintas, oleh berbagai peneliti sering
juga dimanfaatkan untuk menganalisis pergerakan atau manuver pergerakan kendaraan
pada suatu lokasi rawan kecelakaan. Analisis ini terutama dimanfaatkan untuk
memprediksi atau memperkirakan kemungkinan-kemungkinan manuver kendaraan yang
dapat mendekati suatu kejadian tabrakan.
Pada dasarnya konflik lalu lintas pada persimpangan terjadi karena berbagai bentuk
pergerakan lalu lintas seperti pergerakan lurus, belok, memotong, jalinan, berpisah,
menyatu, dan sebagainya. Di tinjau dari pergerakan kendaraan, secara umum konflik
lalu lintas pada persimpangan dimungkinkan dapat dapat terjadi pada beberapa titik
konflik. Pada persimpangan-T seperti ditunjukkan pada Gambar-2.4a, konflik lalu lintas
dapat terjadi pada 9 titik konflik. Untuk persimpangan dengan 4-kaki konflik lalu lintas
dimungkinkan terjadi pada 32 titik konflik (Gambar-2.4b). Sedangkan untuk bundaran-4
kaki dingkinkan dapat terjadi pada 8 titik konflik (Gambar-2.4c).
Gambar-2.4a. Titik konflik pada
persimpangan-T
Gambar-2.4b. Titik konflik pada
persimpangan empat kaki
-
19
Gambar-2.4c. Titik konflik pada bundaran dengan empat kaki
2.5.3. Kategori Konflik
Secara umum konflik lalu lintas pada persimpangan (TRB, 1979; FHWA, 1989) dapat
dikelompokkan ke dalam 6 (enam) kelompok, yaitu konflik sama arah, konflik belok
kiri berlawanan (left opposing left turn), konflik memotong lalu lintas (cross traffic),
konflik belok kanan, konflik pejalan kaki, dan konflik sekunder. Keenam kelompok
konflik tersebut terbagi ke dalam beberapa tipe konflik. Penjelasan mengenai masing-
masing konflik diberikan sebagai berikut:
a) Konflik sama arah
Konflik sama arah pada dasarnya terjadi ketika kendaraan pertama bergerak lambat dan
atau berubah hakuan dan tempat atau lajur (lane change) yang menempatkan kendaraan
berikutnya ke situasi bahaya tabrak depan-belakang (rear-end). Untuk menghindari
terjadinya tabrakan, kendaraan kedua yang berada di belakang kendaraan pertama harus
melakukan tindakan berupa merem (brakes) atau berubah haluan (swerves). Konflik
sama arah pada persimpangan antara lain:
1) Konflik belok kiri-sama arah
Konflik belok kiri-sama arah terjadi ketika kendaraan pertama melakukan pergerakan
belok kiri dengan lambat, yang menyebabkan kendaraan berikutnya ke dalam situasi
bahaya tabrak depan-belakang seperti ditunjukkan pada Gambar-2.5.a.
-
20
Gambar-2.5a. Konflik belok kiri-sama
arah
Gambar-2.5b. Konflik belok kanan-sama
arah
2) Konflik belok kanan-sama arah
Konflik belok kanan sama arah pada prinsipnya sama halnya dengan konflik belok kiri
sama arah, hanya saja pergerakan kendaraan adalah belok kanan. Kedua kendaraan yang
terlibat konflik belok kanan sama arah juga berpotensi tabrak depan-belakang seperti
diberikan pada Gambar-2.5b.
1) Konflik kendaraan lurus-sama arah
Konflik ini terjadi ketika kendaraan pertama bergerak lurus yang terlalu lambat, yang
menyebabkan gangguan pada kendaraan di belakangnya. Kendaraan kedua harus
melakukan tindakan merem dan atau mengubah haluan untuk menghindari terjadinya
tabrak depab belakang seperti ditunjukkan pada Gambar-2.6a.
2) Konflik berubah lajur
Konflik berubah lajur (lane change) terjadi ketika kendaraan pertama berusaha
mendahului kendaraan lain dan kembali masuk ke lajurnya (Gambar-2.6b). Pada kondisi
seperti ini, sering menimbulkan konflik akibat kurang antisipasi, sehingga kendaraan
kedua harus merem kendaraannya untuk menghindari terjadinya tabrakan.
-
21
Gambar-2.6a. Konflik lurus-sama arah
kendaraan lambat
Gambar-2.6b. Konflik lurus-sama arah,
berubah lajur
b) Konflik arus melawan belok kanan (opposing right turn)
Konflik ini terjadi ketika kendaraan pertama yang akan berbelok kanan, pada saat
bersamaan kendaraan kedua bergerak dari depan yang akan memotong pergerakan
kendaraan pertama. Kondisi pergerakan seperti ini sangat berpotensi terjadinya tabrak
depan saamping atau depan-depan. Untuk menghindari terjadinya tabrakan, kendaraan
kedua harus melakukan tindakan menginjak rem dan atau mengubah haluan. Konflik
belok kanan melawan arus diillustrasikan seperi pada Gambar-2.7.
Gambar-2.7. Konflik belok kanan-berlawanan arah
c) Konflik belok kanan-memotong arus
Konflik ini terjadi ketika kendaraan pertama belok kanan, di mana kendaraan kedua
yang memotong pergerakan dari arah kiri (Gambar-2.7a) atau dari arah kanan (Gambar-
-
22
2.8b). Untuk menghindari terjadinya tabrakan samping-samping atau depan samping,
kendaraan kedua harus mengerem dan atau mengubah haluan.
Gambar-2.8a. Konflik belok kanan dan
memotong arus dari arah kiri
Gambar-2.8b. Konflik belok kanan dan
memotong arus dari arah
kanan
d) Konflik belok kiri dan memotong arah
Konflik belok kiri dan memotong arah merupakan konflik yang terjadi ketika kendaraan
pertama belok kiri dan pada saat bersamaan kendaraan kedua yang bergerak lurus dari
arah kanan (Gambar-2.9a), atau kendaraan kedua yang belok kanan dari arah
berlawanan (Gambar-2.9b). Untuk konflik pergerakan kendaraan pertama belok kiri
dengan pergerakan kendaraan kedua lurus dari arah kanan, maka untuk menghindari
terjadinya tabrakan kendaraan kedua harus melakukan tindakan mengerem dan atau
mengubah arah. Sedangkan untuk konflik akibat pergerakan kendaraan pertama belok
kiri dengan kendaraan kedua yang belok kanan, maka untuk menghindari tabrakan
kendaraan kedua juga harus melakukan mengerem dan atau menhubah haluan.
-
23
Gambar-2.9a Konflik belok kiri dan
memotong arus dari arah
kanan
Gambar-2.9b Konflik belok kiri dan
belok kanan dari arah
berlawanan
e) Konflik sekunder
Konflik sekunder merupakan koflik lalu lintas yang terjadi akibat konflik lalu lintas
lainnya. Konflik sekunder sering terjadi akibat dampak konflik lurus sama arah seperti
ditunjukkan pada Gambar-2.10a atau dampak konflik belok kanan sama arah seperti
pada Gambar-2.10b. Tipikal konflik sekunder lainnya antara lain akibat konflik belok
kiri atau kanan dengan pergerakan memotong (Gambar-2.10c), atau akibat konflik
pejalan kaki (Gambar-2.10d). Umumnya konflik sekunder berpotensi menimbulkan
tabrakan depan-belakang. Untuk menghindari terjadinya tabrakan, maka kendaraan
ketiga harus melakukan tindakan mengerem dan atau mengubah haluan.
Gambar-2.10a Konflik sekunder lurus
sama arah
Gambar-2.10b Konflik sekunder belok
kanan sama arah
-
24
Gambar-2.10c Konflik sekunder belok
kiri dan berpotongan
Gambar-2.10d Konflik sekunder lurus
pejalan kaki
f) Konflik pejalan kaki
Konflik pejalan kaki terjadi ketika pejalan kaki menyeberang tanpa memperhatikan
situasi lalu lintas. Pada saat pejalan kaki menyeberang lajur lalu lintas, secara
bersamaan muncul kendaraan dari arah lain yang bergerak memotong lintasan
pergerakan pejalan kaki. Untuk menhindari terjadinya tabrakan, pada umumnya
kendaraan yang melakukan tindakan mengerem dan atau mengubah haluan. Ditinjau
dari posisi pejalan kaki terhadap kendaraan, dikenal dua tipe konflik pejalan kaki yaitu
konflik pejalan kaki dengan kendaraan yang terjadi pada satu pendekat yang sama
(near-side conflict) seperti ditunjukkan pada Gambar-2.11a. Jenis lainnya adalah
konflik pejalan kaki dengan kendaraan yang terjadi tidak dalam satu pendekat (far-side
conflict) seperti diberikan pada Gambar-2.11b.
Gambar-2.11a Konflik pejalan kaki near-
side
Gambar-2.11b Konflik pejalan kaki far-
side
-
25
g) Tipe konflik lainnya
Pada umumnya tipe konflik yang dikemukakan di atas merupakan tipikal konflik yang
umum terjadi pada suatu persimpangan empat lengan. Tipe konflik lainnya bisa saja
terjadi di luar dari tipe-tipe konflik tersebut. Hal ini dimungkinkan akibat kondisi lalu
lintas setempat yang tidak diperkirakan sebelum melihat kondisi lalu lintas
persimpangan yang akan diobservasi.
Gambar-2.12a Konflik putar arah sama
arah
Gambar-2.12b Konflik putar arah
berlawanan arah
Perhatikan konflik pada suatu persimpangan yang memperbolehkan kendaraan untuk
putar arah pada kaki persimpangan, maka kemuingkinan tipe konflik yang terjadi adalah
konflik putar arah-sama arah (Gambar-2.12a) atau putar arah-berlawanan arah (Gambar-
2.12b). Tipe konflik lainnya baru dapat teridentifikasi setelah pengamatan awal di
lapangan dilakukan sebelum dilaksanakannya survey sesuai disain penelitian yang
dibuat sebelumnya.
2.5.4. Tingkat Keparahan Konflik
a. Klasifikasi keparahan konflik
Tingkat keparahan konflik (severity conflict) merupakan suatu ukuran seberapa
seriusnya suatu konflik lalu lintas yang ditinjau dari tipikal manuver kendaraan untuk
menghindari suatu tabrakan. Risser R et al (1984) mengklasifikasikan keseriusan
konflik atas konflik ringan dan konflik serius, sebagai berikut:
-
26
1) Konflik ringan (slight conflict); mengontrol rem atau pindah lajur yang cukup
untuk menghindari tabrakan. Terdapat waktu yang cukup untuk mengontrol
kendaraan atau pejalan kaki secara tidak langsung terlibat dalam konflik lalu
lintas.
2) Konflik serius (serious conflict); mengurangi kecepatan secara cepat atau
mengerem secara darurat, melakukan perubahan arah yang keras (violent). Waktu
untuk melakukan manuver pergerakan terlalu pendek untuk mempertimbangkan
kendaraan atau pejalan kaki secara tidak langsung melibatkannya dalam konflik
lalu lintas.
Muhlrad N et al (1984) memasukkan faktor waktu, jarak dan tipikal tindakan
menghindar serta membagi tingkat keseriusan konflik ke dalam 5 (lima) kelas, yaitu:
1) Konflik ringan (light conflict); satu dari pengguna jalan terlibat ke dalam suatu
kejadian yang tidak diharapkan, akan tetapi masih memiliki waktu yang cukup
atau jarak yang cukup untuk menghindari tabrakan.
2) Konflik sedang (moderate conflict); suatu konflik lalu lintas yang melibatkan
beberapa kendaraan, di mana tindakan merubah haluan dinilai penting. Pada
kondisi konflik sedang ini akan menjurus ke suatu situasi yang dekat ke peristiwa
tabrakan bila tidak melakukan tindakan merubah haluan.
3) Konflik serius (serious conflict); suatu konflik lalu lintas di mana tindakan
merubah haluan terbentuk sangat brutal untuk menhindari tabrakan. Biasanya
konflik serius ini bisa menjurus kepada tabrakan ringan dengan kerusakan ringan
(contoh: kedua bumper bersentuhan).
4) Konflik yang menghasilkan tabrakan ringan; suatu konflik di mana tidak memiliki
waktu dan jarak yang cukup untuk menghindari tabrakan yang menghasilkan
kerusakan ringan.
5) Konflik yang menghasilkan tabrakan serius; suatu konflik di mana situasinya
berkembang dengan sangat cepat, tanpa waktu dan jarak yang cukup untuk
melakukan tindakan menghindar terjadinya tabrakan yang menhasilkan luka-luka
atau paling tidak menghasilkan kerusakan material berat
Lebih lanjut Bagulay CJ (1984) mengklasifikasikan tingkat konflik lalu lintas ke dalam
5 (lima) tingkatan (grade) seperti ditunjukkan pada Tabel-2.1. Kelima tingkatan konflik
-
27
tersebut masing-masing dinilai dari faktor waktu, tipe tindakan, keseriusan menghindar,
dan kedekatan atau jarak. Kriteria penilaian tingkat konflik tersebut diberikan pada
Tabel-2.2.
Tabel-2.1 Tingkat keparahan konflik lalu lintas
Keparahan
Konflik
Grade
Konflik Penjelasan
Ringan 1 Mengontrol rem atau pindah lajur untuk menghindari terjadinya
tabrakan, tetapi memiliki waktu yang cukup untuk melakukan
manuver
2
Mengerem atau berpindah lajur untuk menghindari terjadinya suatu
tabrakan dengan waktu yang relatif kurang untuk melakukan
manuver dibandingkan dengan konflik ringan atau yang
membutuhkan lebih dari satu tindakan (mengerem dan atau
mengelak) atau yang membutuhkan tindakan yang lebih keras
3
Melakukan pengurangan kecepatan secara cepat, pindah lajur atau
berhenti untuk menghindari terjadinya tabrakan yang menghasilkan
suatu situasi yang sangat dekat dengan suatu kejadian tabrakan.
Pada kondisi ini tidak cukup banyak waktu untuk mengendalikan
manuver yang tetap
4
Melakukan pengereman darurat atau mengelak dengan keras untuk
menghindari tabrakan yang menghasilkan suatu situasi yang sangat
dekat dengan terjadinya tabrakan, biasanya berakhir dengan
tabrakan ringan
Serius
5 Tindakan darurat yang diikuti dengan tabrakan Sumber: Bagulay CJ (1984) International Calibration Study of Traffic Conflicts Studies hal-60
b. Kriteria peringkatan konflik
Labih lanjut Bagulay CJ (1984) dan TRL (1987) membuat kriteria penilaian keseriusan
konflik dengan memasukkan keseriusan tindakan menghindar selain faktor waktu, tipe
tindakan, dan jarak atau kedekatan seperti di berikan pada Tabel-2.2.
Tabel-2.2 Kriteria faktor-faktor peringkatan konflik lalu lintas
No. Faktor Konflik Tingkat Pengaruh Faktor Konflik
1 WAKTU, waktu sebelum
kemungkinan terjadinya
tabrakan hingga tindakan
menghindar berakhir
1) Waktu panjang (L)
2) Waktu sedang (M)
3) Waktu pendek (S)
2 KESERIUSAN, tingkat
keseriusan tindakan
menghindar
1) Pengereman ringan dan atau berubah haluan (L)
2) Pengereman sedang dan atau berubah haluan (M)
3) Pengereman berat dan atau berubah haluan (H)
4) Pengeraman darurat dan atau berubah haluan (E)
3 TIPE, kekompleksan tipe
tindakan untuk mengindari
1) Simpel, mengerem atau berubah haluan (S)
2) Kompleks, mengerem dan berubah haluan (C)
-
28
tabrakan
4 KEDEKATAN, jarak antara
kendaraan yang berkonflik
hingga pada saat tindakan
menghindar berakhir
1) >2 panjang kendaraan (>2C)
2) 1-2 panjang kendaraan (1-2C)
3) [1 panjang kendaraan ([1C) 4) Tabrakan ringan (Lc)
5) Tabrakan berat (Hc) Sumber: Bagulay CJ (1984) International Calibration Study of Traffic Conflicts Studies hal-61
1) Waktu untuk menghindar (time to collision)
Faktor waktu yang dimaksud adalah lama waktu (detik) yang dibutuhkan oleh
kendaraan yang berkonflik ke situasi tabrakan (time to collision). Bagulay membagi
waktu ini ke dalam tiga kelas, yaitu panjang (L: long), sedang (M: moderat), dan
pendek (S: short). Waktu Panjang didefinisikan bahwa salah satu di antara kendaraan
berkonflik memiliki waktu yang cukup panjang untuk melakukan tindakan pengereman
atau berubah haluan. Waktu Sedang, bila kendaraan berkonflik memiliki waktu yang
cukup untuk melakukan tindakan penghindaran kecelakaan. Waktu Pendek, bila waktu
yang dibutuhkan untuk menghindari tabrakan sangat pendek.
2) Keseriusan menghindar (severity of evasive action)
Keseriusan menghindar dapat dilihat dari upaya yang dilakukan oleh kendaraan
berkonflik dalam menghindari tabrakan, misalnya dari cara pengereman atau cara
penghindaran (mengelak atau berubah haluan). Bagulay membagi keseriusan
menghindar ini atas empat tingkatan yaitu ringan (L: light), sedang (M: moderat), berat
(H: heavy), dan darurat (E: emergency). Keseriusan menghindar karegori Ringan bila
mana salah satu atau kedua kendaraan hanya melakukan pengereman ringan dan atau
mengelak secara ringan secara terkendali. Tingkat keseriusan Sedang, bila mana terjadi
pengereman ringan dan panjang serta penghindaran sedikit lebih keras dari kategori
ringan. Berat, bila mana pengereman dilakukan secara cepat dan keras yang kadang-
kadang disertai bunyi rem dan dengan tindakan mengelak yang keras. Darurat, bila
mana pengereman dilakukan secara keras dan tidak terkendali serta penghindaran yang
tidak terkendali pula, biasanya situasi ini berujung kepada kejadian tabrakan.
-
29
3) Kekomplekan tipe menghindar (complexity of evasive action)
Kekomplekan tipe menghindar oleh Bagulay di bagi dalam dua kategori, yaitu
sederhana (S: simple) dan kompleks (C: complex). Tipe menghindar Sederhana bila
mana upaya menhidari tabrakan berupa pengereman saja atau mengelak (mengubah
haluan) saja. Tipe Kompleks, bila mana upaya menghindari tabrakan dilakukan baik
mengerem atau upaya mengelak (pindah haluan).
4) Kedekatan jarak antara kendaraan yang berkonflik (proximity of conflict
vehicles)
Bagulay membagi jarak kedekatan antara kendaraan berkonflik atas tiga kriteria, yaitu
panjang (L: long), sedang (M: moderat), dan pendek (S: short). Jarak Panjang, bila
mana kedekatan jarak antara kendaraan berkonflik lebih dari 2 kali panjang kendaraan
mobil penumpang (>2C). Sedang, bila mana jarak antara kendaraan sekitar satu hingga
dua kali panjang kendaraan mobil penumpang (1-2C), dan Pendek bila mana jarak
antara kedua kendaraan berkonflik kurang dari satu kali panjang kendaraan mobil
penumpang (2 C 1 1 1 1 1 2 1 1 2 3
1-2 C 1 2 1 2 2 3 1 3 3 3
[[[[1 C 2 3 2 3 3 3 3 3 4 4 Tabrakan Ringan (Lc)
3 4 3 3 4 4 4 4 4 4
Ke- dekat- an
Tabrakan Berat (Hc)
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Sumber: Bagulay CJ (1984) International Calibration Study of Traffic Conflicts Studies hal-62
2.5.5. Pengambilan Data Konflik
a. Teknik pengambilan data konflik
Teknik pengambilan data konflik selain menggunakan cara manual melalui beberapa
orang observer, Gelennon (1977) melakukan pengamatan menggunakan bantuan
kamera video. Kamera video ditempatkan pada suatu tempat yang lebih tinggi atau
menara yang dimaksudkan agar kamera dapat merekam semua pergerakan kendaraan
-
30
berkonflik. Penempatan kamera baik jarak dan posisi disesuaikan dengan titik pandang
yang memungkinkan untuk dapat merekam semaksimal mungkin pergerakan kendaraan.
Oleh karena itu, sebelum melakukan pengambilan data konflik terlebih dahulu
dilakukan pengamatan awal, sedemikian hingga diperoleh titik penempatan kamera
yang paling optimal.
Pengamatan konflik yang akan dilakukan pada thesis ini dilakukan menggunakan
kamera CC-TV, di mana kamera CC-TV terhubung langsung dengan PC-Computer
sehingga hasil rekaman kamera dapat terrekam ke komputer. Tinggi tiang kamera yang
digunakan dapat diatur hingga 9 meter, di mana jangkauan kamera bisa mencapai 50
meter.
b. Durasi waktu pengambilan data konflik
Beberapa studi konflik lalu lintas yang dilakukan di Eropa dan Amerika, waktu
pengambilan data konflik sangat bervariasi. Berkisar antara 1 sampai 3 hari, dan durasi
waktunya juga cukup bervariasi mulai dari 7 jam/hari hingga 24 jam/hari. Amundsen
(1974) di Norwegia melakukan pengambilan data konflik di 31 persimpangan masing-
masing 1 hari dengan durasi waktu 7 jam/hari. Pengambilan sampel dengan durasi
waktu tersebut dilakukan pada persimpangan yang memiliki volume yang rendah.
Demikian juga dengan Perkin dan Harris (1963) di Amerika pada 30 persimpangan
bersinyal dan tak bersinyal masing-masing selama 3 hari dengan durasi waktu 12
jam/hari.
Cooper PJ (1984) dalam studi konfliknya di 7 persimpangan di Hamilton, Ontario-
Canada mengatakan bahwa konflik yang paling sering terjadi adalah antara jam 07.30-
18.00 dalam 2 kali 24 jam observasi yang dilakukannya. Cooper lebih lanjut membuat
klasifikasi pengambilan data yang terbagi ke dalam 3 kelompok waktu selama 10,5
jam/hari, yaitu periode 07.30-10.00; periode jam 10.00-15.30; dan periode 15.30-18.00.
Bagulay CJ (1984) mengatakan bahwa sebagaimana halnya kejadian kecelakaan yang
dapat terjadi pada setiap waktu, konflik lalu lintas juga seharusnya terjadi seperti itu.
Idealnya observasi dilakukan selama 24 jam/hari agar merepleksikan kondisi lalu lintas.
Dalam validasi data hasil observasi konflik yang dilakukannya, merekomendasikan
-
31
pengamatan konflik lalu lintas dalam durasi waktu 10 jam/hari, dari jam 08.00 pagi
hingga jam 18.00 sore. Periode waktu tersebut telah mencakup waktu padat pagi dan
waktu padat sore. Robertson (1994) menyatakan studi konflik dilakukan pada siang hari
dalam cuaca baik serta permukaan jalan yang baik dalam periode waktu antara 07.00
s.d. 18.00. Lebih lanjut Bagulay CJ (1984) di dalam papernya menyebutkan bahwa
Spicer (1980) dan Hauer (1978) menyatakan bahwa pengambilan sampel konflik lebih
dari 3 hari tidak terlalu banyak membawa manfaat.
c. Ukuran sampel konflik
Pada dasarnya ukuran sampel yang dibutuhkan untuk studi konflik lalu lintas
bergantung kepada tingkat tipe konflik yang akan dinalisis. Terdapat dua ukuran tingkat
konflik yang biasa digunakan yaitu konflik per unit waktu atau konflik per unit
kendaraan yang diobservasi (Robertson D H et all, 1994). Ukuran tingkat konflik per
unit waktu untuk persimpangan diperlukan untuk menjugedment problem keselamatan
pada suatu lokasi atau untuk menyusun daftar penanganan kecelakaan berdasarkan unit
waktu. Konflik per unit waktu juga cukup menguntungkan bilamana data pergerakan
belok tidak tersedia atau tidak dibutuhkan.
Lebih lanjut Robertson mengatakan bahwa konflik per unit kendaraan dapat dihitung
menggunakan persamaan 2.1, di mana persamaan tersebut memerlukan variabel yang
telah tersedia seperti ditunjukkan pada Tabel-2.4. Tabel-2.5 memperlihatkan beberapa
tipikal tingkat konflik per unit waktu yang mengacu kepada tingkat konflik yang
dikeluarkan oleh Glauz & Migletz (1980) dan Migletz et al (1985) (Robertson DH et al,
1994).
2
2var
100meanPC
tNT
= ................................................................. (2.1)
dengan:
NT = jumlah unit waktu yang perlu diobservasi
t = konstanta tingkat kepercayaan (lihat Tabel-2.4)
PC = tingkat kesalahan estimasi rata-rata tingkat konflik
var = ekspektasi variansi dari tingkat konflik (lihat Tabel-2.5)
mean = ekspektasi rata-rata dari tingkat konflik (lihat Tabel-2.5)
-
32
Tabel-2.4 Statistik tipikal tingkat konflik untuk persimpangan dengan 4 pendekat
Tipe Konflik Konflik/jam Konflik/hari
Percentile
Rata-
rata Variansi Rata-rata Variansi 90th 95th
Persimpangan bersinyal dengan volume kendaraan masuk > 25.000 kendaraan per hari
Belok kri sama arah 7,6 22 83 12000 270 360
Kendaraan lambat 61 34 670 24000 870 940
Berubah haluan 1,7 n.a. 18 160 35 43
Belok kanan sama
arah 20 11 220 7600 470 510
Belok kri berlawanan 2 1,2 22 380 48 60
Semua sama arah 90 74 990 67000 1300 1500
Persimpangan bersinyal dengan volume kendaraan masuk 10.000-25.000 kendaraan per hari
Belok kiri sama arah 12 22 130 10000 270 340
Kendaraan lambat 34 22 380 4900 470 500
Berubah haluan 0,7 n.a. 8 53 17 22
Belok kanan sama
arah 11 12 120 2400 190 220
Belok kiri berlawanan 2,6 1,2 29 210 49 56
Semua sama arah 59 95 640 25000 860 930 Sumber: Robertson DH,1994 (Glauz & Miglezt, 1980; Miglezt et al 1985)
Persamaan-2.1 dapat digunakan untuk tingkat konflik per unit waktu jika estimasi rata-
rata dan variansi tingkat konflik dimungkinkan. Jika estimasi variansi dari rata-rata
memungkinkan tetapi bukan rata-rata itu sendiri, maka persamaan 2.1. dapat ditulis
menjadi:
var
2
=PC
tPQ ........................................................................................... (2.2)
dimana PQ adalah estimasi kesalahan dari rata-rata tingkat konflik.
-
33
Tabel-2.5 Konstanta t dari tingkat kepercayaan.
Konstanta, t Level kepercayaan (%)
1,28
1,50
1.64
1,96
2,00
2,50
2,58
80,0
86,6
90,0
95,0
95,5
98,8
99,0
Sumber: Robertson DH,1994 (Glauz & Miglezt,, 1980; Miglezt et al 1985)
Jika konflik per unit kendaraan yang diinginkan, maka kecukupan ukuran sampel yang
mendekati suatu ketelitian di dalam estimasi dari rata-rata konflik adalah:
2
2
PP
tqpNV
= .......................................................................................... (2.3)
dengan:
NV = jumlah sampel (kendaraan yang diobservasi)
t = kontanta tingkat kepercayaan (lihat Tabel-2.5)
p = ekspektasi proporsi kendaraan yang telibat konflik
q = ekspektasi proporsi kendaraan yang tidak terlibat konflik
PP = estimasi kesalahan proporsi dari kendaraan yang terlibat konflik
Jika tingkat kepercayaan yang bersesuaian dengan t yang diambil adalah 95% dan PP
adalah 0.01, maka aktual tingkat konflik perkendaraan akan menjadi 0.01 dari estimasi
level 95% dari waktu. Sedangkan jumlah dari p dan q adalah 1,00. Bila nilai p dan q
tidak diketahui, maka p dan q dapat diasumsikan 0,5 sehingga persamaan 2.3 dapat
ditulis menjadi:
2
2
25.0PP
tNV = ......................................................................................... (2.4)
-
34
Tabel-2.6 Koefisien variasi yang bersesuaian dengan jumlah konflik
Koefisien variasi (%) Jumlah Konflik
50
33
25
20
15
10
5
3
6
11
18
27
46
102
401
1100
Sumber: Robertson DH,1994 (Glauz & Miglezt,, 1980; Miglezt et al 1985)
2.6. Analisis Statistik
2.6.1. Uji Hipotesis
Uji hipotesis diperlukan manakala data statistik yang dikumpulkan melalui survey
lapangan berhubungan dengan pengambilan sampel. Hipotesis (Sugiyono, 2003)
merupakan pernyataan statistik tentang parameter populasi. Statistik adalah ukuran-
ukuran yang dikenakan pada sampel yang antara lain rata-rata x , simpangan baku (s),
variansi (s2), koefisien korelasi (r). Sedangkan parameter merupakan ukuran-ukuran
yang dikenakan pada populasi yaitu rata-rata (), simpangan baku (), variansi (2), dan
koefisien korelasi (). Dengan demikian, hipotesis dapat diartikan sebagai taksiran
terhadap parameter populasi melalui data-data sampel.
Perlu dijelaskan bahwa terdapat perbedaan mendasar mengenai pengertian hipotesis di
dalam statistik dan di dalam penelitian. Pengertian hipotesis dalam penelitian
merupakan jawaban sementara atau asumsi yang ditarik dari rumusan masalah pada
penelitian. Walpole (1990) menyatakan hipotesis statistik merupakan pernyataan atau
dugaan mengenai satu atau lebih populasi. Sutarno (200x) lebih lanjut mengatakan
hipotesis statistik sebagai suatu pengandaian fungsi probabilitas dari suatu variabel
random, berarti pengandaian parameter-parameter fungsi probablilitas dari suatu
variabel random. Selanjutnya, uji-hipotesis adalah prosedur penentuan menerima atau
menolak hipotesis penelitian. Oleh karena itu pengujian hipotesis perlu dirancang
sedemikian rupa mulai dari perumusan hipotesis, penentukan uji-statistik yang
-
35
digunakan serta tingkat signifikansi yang digunakan yang digambarkan melalui daerah
penolakan (daerah kritis) dan daerah penerimaan (daerah tak-kritis) dari suatu hipotesis.
Di dalam memformulasikan pengujian hipotesis, dikenal ada dua jenis hipotesis, yaitu
hipotesis nol (Ho) dan hipotesis penelitian atau lebih dikenal dengan hipotesis alternatif
(H1). Hipotesis nol (Sugiyono, 2003) merupakan penyataan atau asumsi tidak adanya
perbedaan antara parameter dengan statistik, atau tidak adanya perbedaan antara ukuran
populasi dan ukuran sampel. Sedangkan hipotesis alternatif merupakan lawan dari
hipotesis nol yang dibuat dalam bentuk pernyataan negasi dari asumsi yang diberikan
pada hipotesis nol. Dalam hal ini, hipotesis yang diuji adalah hipotesis nol, melalui
pembuktian terhadap hipotesis alternatif.
2.6.2. Uji Keseragaman
Uji keseragaman diperlukan guna mengenali keseragaman data yang terkumpul
sehingga variansi proporsi sampel tidak terlalu besar dengan perkataan lain terdapat
keselarasan proporsi frekuensi data dengan variansi yang kecil. Uji homogenitas yang
digunakan adalah uji Chi-Kuadrat dengan tingkat kepercayaan () dan derajat
kebebasan (dk) tertentu. Rumus Chi-Kuadrat yang digunakan untuk uji hipotesis
keseragaman data adalah:
( )
= =
=
r
i
c
j ij
ijij
E
EO
1 1
2
2 2.5
Untuk menguji keseragaman menggunakan menggunakan rumus tersebut, datanya harus
telebih dahulu disusun dalam tabel kontingensi cr , di mana r menyatakan populasi
ke-r dan c menyatakan kategori ke-c. Derajat kebebasan (dk) dari rumus tersebut adalah
db=(r-1)(c-1). Hipotesis yang diberikan untuk menguji hipotesis keseragaman sampel
adalah:
Ho : proporsi frekuensi sampel adalah seragam untuk tingkat kepercayaan tertentu
H1 : proporsi frekuensi sampel adalah tidak seragam untuk tingkat kepercayaan
tertentu
Bila nilai Chi-kuadrad dari hasil observasi2
observasi yang dihitung menggunakan rumus-
2.5 lebih besar dari nilai Chi-kuadrad tabel 2
tabel ; atau2
observasi > 2
tabel untuk db=1 dan
-
36
tingkat kepercayaan tertentu (misalkan %5= ), maka hipotesis menerima Ho dan
sebaliknya menolak Ha.
2.6.3. Uji Komparatif Dua Sampel Berkorelasi
Uji Chi-Kuadrad merupakan salah satu uji statistik yang banyak dimanfaatkan untuk
menguji hipotesis statistik. Chi-kuadrad didefinisikan sebagai jumlah kuadrad variabel-
variabel yang menyebar secara normal dan bebas dengan nilai tengah nol dan ragam
satu seperti diberikan pada persamaan atau rumus-2.2 (Steel RGD et al, 1993).
2
2
=
i i
iiY
2.6
dengan:
: rata-rata populasi
: simpangan baku populasi
Yi : variabel acak
Sugiyono (2003) menyatakan menguji komparatif berarti menguji parameter populasi
yang berbentuk perbandingan melalui ukuran sampel yang juga berbentuk
perbandingan. Uji hipotesis komparatif yang dikenal adalah hipotesis komparatif dua
sampel yang berkorelasi dan yang independen. Uji hipotesis komparatif yang
berkorelasi, bila mana ingin membandingkan dua kelompok sampel eksperimen dan
kelompok sampel kontrol. Statistik non-parameter yang digunakan untuk menguji dua
sampel yang berkorelasi bila datanya berbentuk nominal atau diskrit. Teknik statistik
yang digunakan adalah teknik Mc. Nemar Tes, di mana model rancangan penelitian
yang menggunakan teknik statistik ini berbentuk sebelum dan sesudah (before-after), di
mana objeknya diasumsikan sama hanya saja mendapatkan perlakuan berbeda.
Mc. Nemar test berdistribusi Chi-kuadrad (Siegel S, 1994; Sugiyono, 2003), oleh karena
itu rumus yang digunakan untuk pengujian hipotesis ini adalah rumus Chi-kuadrad
seperti diberikan pada rumus-2.7.
=
=
k
i h
ho
i
ii
f
ff
1
2
2)(
.. 2.7
-
37
dengan:
iof : banyaknya frekuensi yang diobservasi dalam kategori-i
ihf : banyaknya frekuensi yang diharapkan di bawah Ho dalam kategori-i
Untuk menguji hipotesis dengan uji ini Mc. Nemar menggunakan tabel kontingensi 2x2,
seperti diberikan pada Tabel-2.7. Misalkan terdapat suatu sampel data suatu penelitian
terhadap sejumlah orang berkaitan dengan suatu perlakuan tertentu. Adanya perubahan
setelah ada perlakuan dari a ke b serta dari c ke d. Di dalam uji Mc. Nemar, untuk
signifikasi perubahan hanya berkepentingan dengan data a dan d.
Tabel-2.7 Tabel kontingensi 2x2
Sesudah Sebelum
- +
- a b
+ c d
Jika a = banyaknya kasus yang diobservasi dalam sel a, dan d = banyaknya kasus
dalam sel d, dan )(21 da + = banyaknya kasus-kasus yang diharapkan pada sel a dan d,
maka rumus Chi-kuadrad dapat disederhanakan menjadi:
da
da
+
=2
2 )( .. 2.8
dengan derajat kebebasan dk =1
Lebih lanjut Yates pada tahun 1934 (Siegel S, 1994) memberikan koreksi terhadap
rumus-2.8 yang dikenal dengan koreksi kontinuitas, yaitu dengan mengurangi dengan
nilai 1, seperti diberikan pada rumus-2.9 berikut.
( )
da
da
+
=
2
21
.. 2.9
dengan derajat kebebasan dk =1
-
38
Di dalam prakteknya, pemanfaatan uji Mc. Nemar di dalam menguji hipotesis diawali
dengan pendefinisian hipotesis yang diperlukan, seperti:
Ho : tidak terdapat perbedaan yang signifikan setelah adanya perlakuan
H1 : terdapat perbedaan yang signifikan setelah adanya perlakuan
Bila nilai Chi-kuadrad dari hasil observasi2
observasi yang dihitung menggunakan rumus-
2.9 lebih besar dari nilai Chi-kuadrad tabel 2
tabel ; atau2
observasi > 2
tabel untuk dk=1 dan
tingkat kepercayaan tertentu (misalkan %5= ), maka hipotesis menerima Ho dan
sebaliknya menolak H1.
2.6.4. Uji Komparatif Dua Sampel Bebas
Sampel data yang akan dianalisis di dalam tesis ini merupakan dua kelompok data
konflik lalu lintas sebelum dan sesudah adanya perlakuan terhadap kondisi lalu lintas
pada pendekat persimpangan. Rancangan penelitian yang dikembangkan diarahkan
untuk menguji kondisi sebelum dan sesudah adanya perlakuan dari dua kelompok
sampel data yang dikumpulkan. Sekalipun objek penelitiannya merupakan
persimpangan yang sama, akan tetapi data yang terkumpulkan antara sebelum dan
sesudah adanya perlakuan diasumsikan saling bebas (independent). Oleh karena itu dua
kelompok sampel data konflik tersebut dikatakan tidak berkorelasi, mengingat kondisi
jumlah lalu lintas yang masuk ke persimpangan adalah tidak sama untuk dua kondisi
berbeda yang diasumsikan bukan objek yang sama.
Uji statistik komparatif dua sampel data independen dilakukan dengan menggunakan
Uji-Chi kuadrat, di mana sampel datanya disusun menggunakan tabel kontingensi.
Rumus Chi-kuadrat yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel
data independen adalah rusmus Chi-Kuardat dengan koreksi Yates (Sugiyono, 2003):
( )( )( )( )( )dcdbcaba
nbcadn
++++
=
2
21
2 ... 2.10
-
39
Variabel-variabel yang terdapat pada rumus-2.10 mengacu kepada tabel kontingensi
yang digunakan untuk dua sampel data diberikan seperti pada Tabel-2.8.
Tabel-2.8 Tabel kontingensi 2x2 untuk dua sampel
Frekuensi Data Sampel
Sebelum Sesudah
Jumlah
Sampel-A a b a+b
Sampel-B c d c+d
Jumlah a+c b+d n=( a+b)+( c+d)
Rumus Chi-Kuadrat yang digunakan untuk uji komparatif lebih dari dua sampel
diberikan pada rumus-2.11, sedangkan tabel kontingensinya diberikan pada Tabel-2.9.
=
=
k
i h
ho
i
ii
f
ff
1
2
2)(
. 2.11
Tabel kontingensi yang digunakan untuk uji hipotesis lebih dari dua sampel diberikan
sebagai berikut:
Tabel-2.9 Tabel kontingensi untuk uji hipotesa lebih dari dua sampel
Kondisi Kategori fo fh (fo-fh) (fo-fh)2 (fo-fh)
2/fh
1 a
b
n
2 a
b
n
Jumlah
Di dalam prakteknya, pemanfaatan uji Chi-Kuadrat di dalam menguji hipotesis diawali
dengan pendefinisian hipotesis yang diperlukan, seperti:
H0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan setelah adanya perlakuan
H1 : terdapat perbedaan yang signifikan setelah adanya perlakuan
-
40
Bila nilai Chi-kuadrad dari hasil observasi2
observasi yang dihitung menggunakan rumus-
2.10 atau 2.11 lebih besar dari nilai Chi-kuadrad tabel 2
tabel ; atau2
observasi > 2
tabel untuk
db=1 dan tingkat kepercayaan tertentu (misalkan %5= ), maka hipotesis menerima Ho
dan sebaliknya menolak H1.
***
2014-10-17T09:47:31+0700Digital Content