BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Transcript of BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
24
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Untuk memperkuat penelitian ini, peneliti mengangkat penelitian
terdahulu yang sejenis sebagai penunjang literatur yang akan dilaksanakan.
Adapun penelitian terdahulu yang sejenis, sebagai berikut:
1. Ema Fitriani, 2011, Fakultas Sosial Dan Komunikasi Jurusan Ilmu
Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang-Banten,
dengan judul skripsi: Pengaruh Sosialisasi Lalu Lintas Terhadap
Kesadaran Pengguna Sepeda Motor dalam Berlalu Lintas (Studi
korelasi di kota Serang-Banten).
Metode yang digunakan adalah metode korelasi yang bertujuan
untuk mengetahui berbagai faktor yang melatarbelakangi terjadinya
pengaruh sosialisasi lalu lintas terhadap pengguna sepeda motor dalam
berlalu lintas antara lain, upaya yang dilakukan Kepolisian dalam
mensosialisasikan tertib lalu lintas kepada pengguna jalan melalui
media massa seperti penyampaian pesan melalui radio, spanduk yang
dipasang dijalan, iklan layanan masyarakat di TV, situs resmi
Kepolisian Polantas dan melalui Baligo yang terpasang di jalan-jalan
sekitar Serang. Serta media nonmassa seperti kunjungan-kunjungan ke
sekolah untuk mensosialisasikan tertib lalu lintas kepada siswa-siswi
sekolah. Dilihat dari hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan
repository.unisba.ac.id
25
bahwa pengaruh sosialisasi tertib lalu lintas terhadap kesadaran
berlalu lintas cukup baik dilihat dari data 47% masyarakat Kota
Serang yang sudah menjalani peraturan tertib lalu lintas yang sudah
ada.
Penelitian Ema Fitriani tidak mendefinisikan kesadaran
sebagai suatu sikap manusia, sedangkan penelitian ini mendefinisikan
kedisiplinan sebagai suatu sikap yang terdiri dari aspek kognisi, afeksi
dan konasi. Selain itu pengujian hipotesis menggunakan teknik regresi
linier sederhana, sedangkan penelitian ini menggunakan teknik analisa
korelasional.
2. Dellisia Emathia, Hadi Suprapto Arifin, dan Slamet Mulyana, 2012,
Jurnal Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, dengan
Judul : Hubungan antara Kegiatan Kampanye Anti Tembakau dengan
Sikap Siswa SMP Al Syukro Ciputat terhadap Bahaya Merokok.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Hubungan antara Kegiatan Kampanye Anti Tembakau Dengan Sikap
Siswa SMP Al Syukro Ciputat terhadap Bahaya Merokok. Penelitian
ini berpijak pada teori Instrumental Theory of Persuasion. Metode
penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis
korelasional. Sampel dalam penelitian ini adalah 77 siswa SMP Al
Syukro Ciputat yang ditentukan berdasarkan teknik sampling random
strata proporsional.
repository.unisba.ac.id
26
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kredibilitas
komunikator maupun pesan pada kegiatan kampanye anti tembakau
memiliki hubungan yang signifikan dengan sikap siswa SMP Al-
Syukro terhadap bahaya merokok.
Penelitian Emathia, dkk meneliti mengenai kampanye anti
tembakau, sedangkan penelitian ini adalah mengenai sanksi kunci
roda kendaraan. Obyek sikap yang diteliti juga berbeda, di mana
dalam penelitian Emathia, dkk adalah mengenai bahaya merokok,
sedangkan penelitian ini mengenai kedisiplinan parkir kendaraan.
3. Puput Fuadi, 2013, Fakultas Seni RupaInstitut Seni Indonesia
Yogyakarta, dengan judul: Perancangan Kampanye Sosial Tertibkan
Tarif Parkir Ilegal di Kota Yogyakarta.
Perancangan Kampanye Sosial ini mencoba menyampaikan
pesan dengan cara menyesuaikan obyek perancangan dengan gaya
hidup dan keseharian Target Audience. Perancangan ini menggunakan
metode analisis Target Audience yang meliputi Personifikasi Target
Audience, Consumer Journey, Consumer Insight serta dipertajam
dengan 5W + 1H (What, Who, Why, Where, When, dan How).
Kegiatan kampanye ini tidak berhenti pada kontak media kampanye
saja, namun memberi dampak dan berlanjut pada keseharian Target
Audience. Lewat perancangan ini, dapat membuka wawasan secara
detail bagaimana mendekatkan diri dan mempelajari perilaku dari
Target Audience yang ada di Kota Yogyakarta. Target Audience
repository.unisba.ac.id
27
dijadikan sumber utama dalam melakukan analisis untuk mewujudkan
konsep media dan konsep kreatif dari media-media kampanye yang
nantinya akan digunakan. Sehingga media-media yang terpilih dapat
bersinergi dengan gaya hidup dan keseharian Target Audience.
Penelitian Puput Fuadi ini terfokus pada perancangan pesan
dan media yang digunakan dalam kampanye, sedangkan obyek
penelitian ini adalah kegiatan kampanye dan sikap khalayak terhadap
kampanye. Metode yang digunakan dalam penelitian Puput Fuadi
adalah kualitatif dan melahirkan suatu rancangan media kampanye,
sedangkan metode dalam penelitian ini menggunakan metode survey
dengan pendekatan kuantitatif.
Tabel 2.1Matriks Penelitian Terdahulu
No TinjauanPenelitian
Ema Fitriani Emathia, dkk Puput Fuadi1 Judul
PenelitianPengaruh Sosialisasi LaluLintas Terhadap KesadaranPengguna Sepeda Motordalam Berlalu Lintas
Hubungan antara KegiatanKampanye Anti Tembakaudengan SikapSiswa SMPAl Syukro Ciputatterhadap Bahaya Merokok
Perancangan KampanyeSosial Tertibkan Tarif ParkirIlegal di Kota Yogyakarta
2 MetodePenelitian
Korelasional Korelasional Kualitatif
3 HasilPenelitian
Pengaruh sosialisasi tertiblalu lintas terhadapkesadaran berlalu lintascukup baik dilihat dari data47% masyarakat KotaSerang yang sudahmenjalani peraturan tertiblalu lintas yang sudah ada.
Kredibilitas komunikatormaupun pesan padakegiatan kampanye antitembakau memilikihubungan yang signifikandengan sikap siswa SMPAl-Syukro terhadapbahaya merokok
Melahirkan konsep danrancangan media kampanyeyang efektif dalammembangun kesadaranmasyarakat
4 PerbedaanPenelitian
Tidak mendefinisikankesadaran sebagai suatusikap manusia. Pengujianhipotesis menggunakanteknik regresi liniersederhana
Obyek kampanyemengenai anti tembakau,obyek sikap yang ditelitiadalah mengenai bahayamerokok.
Fokus pada perancanganpesan dan media yangdigunakan dalam kampanye,metode yang digunakanadalah kualitatif danmelahirkan suatu rancanganmedia kampanye.
Sumber: www.unpad.ac.id, www.elibrary.unisba.ac.id, data diolah peneliti, 2014
repository.unisba.ac.id
28
2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Persuasi
2.2.1 Pengertian Komunikasi Persuasi
Kampanye merupakan bagian dari kelompok komunikasi persuasi, karena
dalam mewujudkan tujuan kampanye, maka perlu dilakukan komunikasi yang
dapat menginformasikan keberadaan kampanye ini kepada publik. Komunikasi
yang berfungsi memberitahukan atau menerangkan (to inform) mengandung
muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya
mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikan akurat dan layak
diketahui (Mulyana, 2001:23).
Istilah persuasi atau dalam bahasa Inggris persuasion berasal dari kata
Latin persuasio, yang secara harfiah berarti hal membujuk, hal mengajak, atau hal
meyakinkan (Efendy, 2003:103). Menurut Kenneth Anderson, mendefinisikan
persuasi adalah:
“A process of interpersonal communication in which the communicatorseeks through the use of symbols of effect the cognitions of receiver andthus effect a voluntary change in attitude or actiondesired by thecommunicator”. (Suatu proses komunikasi antarpersona di manakomunikator berupaya dengan menggunakan lambang-lambang untukmempengaruhi kognisi penerima, jadi secara sengaja mengubah sikap ataukegiatan seperti yang diinginkan komunikator).
Sementara Purnawan EA (2002:15) mendefinisikan persuasi sebagai
berikut: “Influence yang dibatasi dengan hanya komunikasi, baik komunikasi
verbal (dengan menggunakan kata-kata), maupun komunikasi nonverbal (dengan
menggunakan gerakan atau bahasa tubuh)”.
McGuire (1973) memberikan definisi persuasi:
“Persuasion or changing people’s attitudes and behavior trough thespoken and written word, constitutes one of the more interesting uses of
repository.unisba.ac.id
29
communication. Dalam konteks ini persuasi diartikan sebagai tujuanmengubah sikap dan tingkah laku orang (changing people’s attitudes andbehavior) baik dengan tulisan maupun ucapan (through the spoken andwritten word) (Jumantoro, 2001:149).
Komunikasi persuasi juga diartikan sebagai “suatu teknik mempengaruhi
manusia dengan memanfaatkan/menggunakan data dan fakta psikologis maupun
sosiologis dari komunikan yang hendak dipengaruhi” (Susanto, 1993:17). Definisi
persuasi lainnya diutarakan oleh Azwar (2011:52):
Persuasi merupakan usaha pengubahan sikap individu denganmemasukkan ide, pikiran, pendapat dan bahkan fakta baru lewat pesan-pesan komunikatif yang disampaikan dengan sengaja untuk menimbulkankontradiktif dan inkonsistensi diantara komponen sikap, sehinggamengganggu kestabilan sikap dan membuka peluang terjadinya perubahanyang diinginkan.
Berdasarkan berbagai definisi tersebut, persuasi merupakan kegiatan
komunikasi yang dilakukan oleh orang atau kelompok yang bertujuan untuk
mengubah sikap dan perilaku pihak yang dipersuasi dengan memanfaatkan faktor
psikologis dan sosiologis. Kampanye sanksi kunci roda kendaraan oleh Dinas
Perhubungan Kota Bandung merupakan bagian dari komunikasi persuasi karena
bertujuan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat untuk lebih disiplin
dalam memarkir kendaraan.
2.2.2 Teknik Persuasi dalam Komunikasi
Teknik-teknik persuasi menurut Ehninger, Monroe, dan Gronbesk
(1984:10-12) harus disesuaikan dengan kondisi khalayak. Kadang-kadang
pendengar tidak sadar akan adanya masalah atau tidak tahu bahwa perlu
mengambil keputusan. Bila terjadi halsemacam itu, persuader dapat mengambil
langkah-langkah urutan bermotif (motivated sequence) sebagai berikut:
repository.unisba.ac.id
30
1. Tahap perhatian. Bangkitkan minat khalayak dengan ilustrasi faktual,kutipan yang tepat, atau dengan beberapa fakta dan angka yangmengejutkan. Tetapi, anda harus melakukannya dengan hati-hati.Jangan menyajikan bahan yang terlalu baru dan terlalu dramatis,sehingga orang akan meragukan kredibilitas anda. Karena parapendengar tidak menyadari adanya masalah yang akan anda sampaikan,mereka perlu yakin bahwa anda orang yang akan diterima dan bukanorang yang menakut-nakuti atau bukan orang yang dipengaruhi olehcerita atau desas-desus tak berdasar.
2. Tahap kebutuhan. Sajikan sejumlah besar fakta, angka dan kutipan yangditunjukkan untuk memperlihatkan bahwa memang benar-benar adamasalah. Tunjukkan ruang lingkup masalah dan implikasinya.Tunjukkan siapa yang bakal dikenai masalah itu. sebutkan dengankhusus bagaimana situasi tersebut mempengaruhi ketentraman,kebahagiaan, atau kesejahteraan pendengar.
3. Tahap pemuasan, visualisasi, dan tindakan. Mengingat pentingnyarelevansi masalah yang sudah ditunjukkan, kembangkanlah tahappemuasan, visualisasi, dan (jika tepat) tahap tindakan. Dalampengembangan tahap-tahap ini, gunakanlah kesempatan yang ada untukmemperkenalkan bahan-bahan yang lebih faktual, buat menegaskanadanya masalah, dan sebutlah itu lagi ketika anda membuat iktisar akhirdan menghimbau mereka untuk meyakini dan bertindak.
Dalam komunikasi persuasif terdapat beberapa teori yang dapat digunakan
sebagai dasar kegiatan yang dalam pelaksanaannya bisa dikembangkan menjadi
beberapa metode, antara lain:
a. Metode asosiasi, adalah penyajian pesan komunikasi denganmenumpangkan pada sesuatu peristiwa yang aktual, atau sedangmenarik perhatian dan minat massa.
b. Metode Integrasi, kemampuan menyatukan diri dengan komunikandalam arti menyatukan diri secara komunikatif, sehingga tampakmenjadi satu, atau mengandung arti kebersamaan dan senasib dansepenanggungan dengan komunikan, baik dilakukan secara verbalmaupun nonverbal (sikap).
c. Metode Pay-off dan Fear–Arousing (Tabsyer wat Tandier), yaknikegiatan mempengaruhi orang lain dengan jalan melukiskan hal-halyang menggembirakan dan menyenangkan perasaannya ataumemberikan harapan (iming-iming), dan sebaliknya denganmenggambarkan hal-hal yang menakutkan atau menyajikankonsekuensinya yang buruk dan tidak menyenangkan perasaan.
d. Metode Icing, yaitu menjadikan indah sesuatu, sehingga menarik bagisiapa saja yang menerimanya. Metode icing, disebut juga metodememanis-maniskan atau menggulai kegiatan persuasi ini dengan jalan
repository.unisba.ac.id
31
menata pesan komunikasi dengan emosional appeal sedemikian rupasehingga komunikan menjadi lebih tertarik.(Jamaluddin Kafie,1993:77).
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa penerapan teknik
dan metode persuasi harus mampu memahami kondisi komunikan, baik itucara
berfikir, maupun apa yang menjadi kebutuhan komunikan, sehingga persuasi akan
berlangsung sesuai dengan tujuan komunikator. Teknik kampanye mengenai
sanksi kunci kendaraan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung juga harus
memperhatikan kondisi pemahaman masyarakat, situasi yang terjadi dan kesiapan
sumber daya Dinas Perhubungan dalam berkampanye sehingga kampanye yang
dilakukan dapat dengan efektif mencapai tujuannya.
2.2.3 Teori Instrumental Model of Persuation
Penelitian ini berlandaskan pada Teori Instrumental Model of Persuation
dari Hovland, Janis and Kelly (dalam Tan, 1998:32) sebagai grand theory (teori
utama). Teori ini didasarkan pada proses belajar persuasi yang memiliki
komponen-komponen yang sama dengan model SOR (Stumulus-Organism-
Response). Hovland, Janis dan Kelly mendefinisikan, komunikasi persuasi
sebagai suatu proses ketika individu (komunikator) mengirimkan stimulus secara
verbal untuk mengubah perilaku individu lain (Tan, 1998:93). Dalam model
tersebut terdiri dari tiga komunikasi yaitu stimuli, intervening process, dan
response.
Stimuli berupa karakteristik situasi komunikasi yang terdiri dari faktor-faktor sumber, pesan, dan audiens. Proses perantara (intervening process)yaitu berupa perhatian, pemahaman, dan penerimaan turut mempengaruhiproses komunikasi dan menentukan efek komunikasi. Efek komunikasi
repository.unisba.ac.id
32
dinilai sebagai respon dengan perubahan opini, perubahan persepsi,perubahan afeksi, dan perubahan tindakan (Tan, 1998:95).
Model dari teori Instrumental Model of Persuation tersebut dapat dilihat
dalam gambar 2. 1 berikut :
Sumber : Tan (1998:95)
Gambar 2.1
Characteristics Of The Communication Situation
Penjelasan dari model teori tersebut adalah sebagai berikut :
Stimuli merupakan rangsangan eksternal terhadap komunikan berupakarakteristik dari situasi komunikasi yaitu faktor sumber yang dititikberatkan pada kredibilitas komunikator yang meliputi keahlian (expertise),keterpercayaan (trustworthines) dan kesukaan (likebility). Faktor pesanterdiri dari struktur pesan yaitu objektivitas pesan (onesided on two sided),penyampaian argumen (order of argument) dan penyampaian pesan(conclusions). Gaya pesan (message style) yaitu repetisi pesan dan gayabahasa yang digunakan; daya tarik pesan (message appeals) yaitu jenisdaya tarik seperti emosional atau rasional, yaitu bagaimana komunikator
repository.unisba.ac.id
33
dapat menyusun pesan yang baik, sehingga mudah dimengerti olehpendengar dan pengguna gaya bahasa (Tan, 1998:95).
Faktor khalayak (audience factors) diasumsikan tercakup ke dalam
variabel perubahan sikap yang terjadi pada audience setelah menerima stimuli.
Setelah stimuli adalah intervening process yaitu proses perhatian, pemahaman,
dan penerimaan yang terjadi di dalam individu. Menurut Tan (1998:82),
intervening variable merupakan suatu variabel yang tidak bisa diukur atau diamati
secara langsung karena pemprosesannya terjadi dalam benak/pikiran kita, tetapi
dapat digunakan untuk memprediksi respon.
Respon yang dihasilkan dalam teori ini adalah perubahan sikap. Dalam
teori intrumental persuasion ini, perubahan sikap meliputi perubahan opini,
persepsi afeksi dan perilaku sehingga relevansinya dengan penelitian ini adalah
untuk mengetahui perubahan sikap disiplin masyarakat setelah diterpa stimuli
dalam bentuk kampanye Peraturan Daerah Kota Bandung mengenai adanya sanksi
sistem kunci roda kendaraan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung.
2.3 Tinjauan Tentang Kampanye Public Relations
2. 3. 1 Pengertian Kampanye Public Relations
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, kampanye
diartikan sebagai gerakan atau tindakan serentak untuk melawan, mengadakan
aksi, mengubah keadaan, mengubah perilaku dan lain-lain (Lukman; 1996: 437).
Dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan kampanye dapat dilakukan dalam berbagai
bidang, mulai dari bidang ekonomi, sosial budaya, kesehatan, politik, bahkan
dalam kegiatan komunikasi.
repository.unisba.ac.id
34
Menurut Agus Rahman (dalam Sumiati, 2011:2), “suatu kampanye terdiri
dari tujuh kata kunci yaitu kegiatan komunikasi, mempengaruhi, strategi, tujuan,
waktu, media dan sasaran”. Dari ketujuh kata tersebut dapat dirangkai pengertian
kampanye, yaitu:
“Sebuah kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh sebuah lembaga atauinstansi tertentu yang ditujukan kepada khalayak/sasaran tertentu denganstrategi dan media tertentu serta tujuan tertentu dan dilakukan dalamjangka waktu tertentu.” (dalam Sumiati, 2011:2)
Snyder menjelaskan secara garis besar bahwa “kampanye komunikasi
merupakan aktivitas komunikasi yang terorganisasi, secara langsung ditujukan
khalayak tertentu, pada periode tertentu yang telah ditetapkan untuk mencapai
tujuan tertentu” (Ruslan, 2013:23). Pfau dan Parrot (1993) menjelaskan bahwa
“suatu kampanye yang secara sadar, menunjang dan meningkatkan
proses pelaksanaan yang terencana pada periode tertentu untuk bertujuan
mempengaruhi khalayak sasaran tertentu” (Ruslan, 2013:23). Sementara itu,
Rogers dan Storey mendefinisikan “kampanye sebagai suatu serangkaian kegiatan
komunikasi yang terorganisasi dengan tujuan untuk menciptakan dampak tertentu
terhadap sebagian besar khalayak sasaran secara berkelanjutan dalam periode
waktu tetentu” (Venus, 2007:12).
Kampanye public relations dalam arti sempit bertujuan meningkatkankesadaran dan pengetahuan khalayak sasaran (target audience) untukmerebut perhatian serta menumbuhkan persepsi atau opini yang positifterhadap suatu kegiatan dari suatu lembaga atau organisasi (corporateactivities) agar tecipta suatu kepercayaan dan citra yang baik darimasyarakat melalui penyampaian pesan secara intensif dengan proseskomunikasi dengan jangka waktu tertentu yang berkelanjutan. Dalam artiumum atau luas, kampanye PR tersebut memberikan penerangan terus-menerus serta pengertian dan memotivasi masyarakat terhadap suatukegiatan atau program tertentu melalui proses dan teknik komunikasi yangberkesinambungan dan terencana untuk mencapai publisitas dan citra yang
repository.unisba.ac.id
35
positif. Sering terjadi kerancuan pengertian atau istilah kampanye yangdisamakan dengan propaganda, dan secara operasional keduanya adalahsama-sama melakukan kegiatan berkomunikasi yang terencana untukmencapai tujuan tertentu dan berupaya mempengaruhi khalayak sebagaitarget sasarannya(Ruslan 2013 : 66).
Merujuk dari pengertian-pengertian di atas, maka apapun ragam dan
tujuan dari kampanye Public Relations tersebut, upaya perubahan yang dilakukan
kampanye selalu terkait dengan aspek pengetahuan (knowledge), sikap (attitude)
dan perilaku (behavioural). Ostergaard dalam Venus (2007:10) menyebut ketiga
aspek tersebut dengan istilah “3A” sebagai kependekan dari awareness, attitude
danaction.
Pada tahap pertama kegiatan kampanye biasanya diarahkan untukmenciptakan perubahan pada tataran pengetahuan atau kognitif. Padatahap ini pengaruh yang diharapkan adalah munculnya kesadaran,berubahnya keyakinan atau meningkatnya pengetahuan khalayak tentangisu tertentu. Tahapan berikutnya diarahkan pada perubahan dalam ranahsikap atau attitude. Sasarannya adalah untuk memunculkan simpati, rasasuka, kepedulian atau keberpihakan khalayak pada isu-isu yang menjaditema kampanye. Sementara pada tahap terakhir kegiatan kampanyeditujukan untuk mengubah perilaku khalayak secara konkrit dan terukur.Tahap ini menghendaki adanya tindakan tertentu yang dilakukan olehsasaran kampanye (Venus, 2007:10-11).
Berdasarkan beberapa definisi yang dipaparkan di atas, kampanye dapat
diartikan sebagai aktivitas proses komunikasi untuk mempengaruhi publik tertentu
dengan cara membujuk (persuasive) dan memotivasi publik untuk berpartisipasi,
sehingga menciptakan efek tertentu seperti yang direncanakan sesuai dengan tema
spesifik, dan dilakukan pada waktu tertentu, serta dilaksanakan dengan
terorganisasi. Kampanye yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung
mengenai sanksi kunci kendaraan adalah suatu aktivitas komunikasi yang
ditujukan kepada khalayak tertentu, yaitu masyarakat pengguna jalan di Kota
repository.unisba.ac.id
36
Bandung, di mana aktivitas tersebut dilakukan secara sistematis dan terencana
dengan baik serta bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat mengenai
kedisiplinan dalam memarkir kendaraan.
2.3.2 Model Proses Komunikasi dalam Kampanye
Metode kampanye public relations dilakukan secara berencana, sistematis,
memotivasi, psikologis, dan dilakukan berulang-ulang serta kontinyu (repetition
and continue). Sebaliknya, “jika kampanye tersebut dilakukan secara insidentil
atau hanya dilakukan sekali, tertentu dan terbatas, maka hal ini jelas tidak
bermanfaat atau kurang berhasil untuk menggolkan suatu tema, materi dan tujuan
dari suatu kampanye” (Ruslan, 2013:49).
Sebagai perbandingan dalam proses komunikasi ditampilkan sebuah
model proses komunikasi umum yang biasa dipakai dalam praktik
proses penyampaian pesan oleh Everett M. Rogers and W. Floyd Shoemaker
melalui bukunya yang berjudul Communication of Innovations (dalam Ruslan,
2006:101), dengan menampilkan A Common Model of Communication Process is
That Of Source-Message-Channel Receiver-Effects atau yang dikenal dengan
formula S-M-C-R-E, yaitu merupakan suatu model komunikasi yang sama atau
mirip pada unsur-unsur pembaharuan komunikasi yang tersebar.
Berikut adalah model proses komunikasi dalam kampanye public
relations:
repository.unisba.ac.id
37
(Sumber : Ruslan, 2006:101)
Gambar 2.2
Model Komunikasi SMCRE
Model komunikasi SMCRE di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Source, yaitu individu atau pejabat humas yang berinisiatif sebagaisumber atau untuk menyampaikan pesan-pesannya.
b. Message, adalah suatu gagasan, ide berupa pesan, informasi,pengetahuan, ajakan, bujukan atau ungkapan yang akan disampaikankomunikator kepada komunikan. Pesan adalah lambang bermakna(meaningful symbols) yakni lambang yang membawakan pikiran atauperasaan komunikator.
c. Receiver, merupakan pihak yang menerima pesan dari komunikator.Receiver seringkali disebut sebagai komunikan.
d. Channel, berupa media, sarana, atau saluran yang dipergunakan olehkomunikator dalam mekanisme penyampaian pesan-pesan kepadakhalayaknya. Definisi lain menuliskan bahwa channel adalah saranauntuk menyalurkan pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator
repository.unisba.ac.id
38
kepada komunikan. Media digunakan dalam komunikasi apabilakomunikan berada ditempat yang jauh dari komunikator atau jikajumlah komunikan banyak.
e. Effect, suatu dampak yang terjadi dalam proses penyampaian pesan-pesan tersebut, yang dapat berakibat positif maupun negatifmenyangkut tanggapan, persepsi, dan opini dari hasil komunikasitersebut. Efek adalah tanggapan, respon atau reaksi dari komunikanketika menerima pesan dari komunikator. Jadi, efek adalah akibat dariproses komunikasi. Efek diklasifikasikan menjadi efek kognitif, efekafektif, dan efek konasi (behaviour).
Untuk menjelaskan komponen komunikasi dalam kampanye agar lebih
operasional, maka penelitian ini menggunakan model komunikasi jarum
hipodermik. Teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang
sangat perkasa, dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Seorang
komunikator dapat menembakan peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada
khalayak yang tidak berdaya (pasif) (Rakhmat, 2012:62).
Hypodermic needle theory mengasumsikan bahwa audience bisaditundukkan sedemikian rupa atau bahkan bisa dibentuk dengan caraapapun yang dikehendaki media. Intinya, sebagaimana dikatakan olehJason dan Anne Hill (1997), media massa dalam teori jarum hipodermikmempunyai efek langsung “disuntikkan” ke dalam ketidaksadaranaudience (Nurudin, 2007:166).
Menurut Rakhmat (2012:62), variabel komunikasi dalam model Jarum
Hipodermik dibagi menjadi tiga dimensi yaitu:
1. Variabel Komunikator yang terdiri dari :a. Kredibilitas : keahlian dan kejujuran. Keahlian diukur dengan
sejauh mana komunikan menganggap komunikator mengetahuijawaban yang “benar”, sedangkan kejujuran dioperasionalkansebagai persepsi komunikan tentang sejauh mana komunikatorbersikap tidak memihak dalam menyampaikan pesannya.
b. Daya tarik, diukur dengan kesamaan, familiaritas, dan kesukaan.c. Kekuasaan (power) dioperasionalkan dengan tanggapan komunikan
tentang kemampuan komunikator untuk menghukum atau memberiganjaran (perceived control), kemampuan untuk memperhatikanapakah komunikan tunduk atau tidak (perceived concern), dan
repository.unisba.ac.id
39
kemampuan untuk meneliti apakah komunikan tunduk atau tidak(perceived secrutiny).
2. Variabel Pesana. Struktur pesan, ditunjukkan dengan pola penyimpulan (tersirat atau
tersurat), pola urutan argumentasi (mana yang lebih dahulu,argumentasi yang disenangi), pola objektivitas (satu atau dua sisi).
b. Gaya pesan, menujukkan variasi linguistik dalam penyampaianpesan (perulangan, kemudahdimengertian dan perbendaharaankata)
c. Appeals pesan mengacu pada motif-motif psikologis yangdikandung pesan (rasional-emosional, fear appeals, rewardappeals)
3. Variabel MediaVariabel media berupa media elektronik (radio, televisi, video, taperecorder), media cetak (majalah, surat kabar, buletin), atau saluraninterpersonal (ceramah, diskusi, kontak, dan sebagainya).
Berdasarkan pemaparan tersebut dalam kaitannya kegiatan kampanye,
public relations dalam menjalankan komunikasi dengan tujuan untuk menciptakan
sebuah efek, yaitu berupa perubahan sikap dan perilaku khalayak sesuai dengan
tujuan dari adanya kampanye tersebut. Oleh karena itu, dalam merancang kegiatan
kampanye public relations yang efektif, maka public relations suatu lembaga atau
instansi harus memperhatikan source yaitu komunikator dalam kampanye,
bagaimana mengemas pesan, siapa publik yang harus menerima kampanye, serta
bagaimana jenis dan bentuk media yang digunakan.
2.3.3 Jenis – Jenis Kampanye
Menurut Charles U. Larson dalam buku Persuasion: Reception, and
Responsibility (dalam Ruslan, 2013:25) membagi jenis-jenis kampanye menjadi
tiga kategori yaitu:
1. Product Oriented–CampaignKegiatan kampanye yang berorientasi pada produk dan biasanyadilakukan dalam kegiatan komersial promosi pemasaran produk baru.Istilah lain yang disamakan dengan kampanye jenis ini adalah
repository.unisba.ac.id
40
commercial campaign atau corporate campaign. Motivasi yangmendasarinya adalah memperoleh keuntungan finansial. Cara yangditempuh adalah dengan memperkenalkan produk dan melipatgandakan penjualan, sehingga memperoleh keuntungan yangdiharapkan.
2. Candidate Oriented- CampaignKegiatan kampanye yang berorientasi bagi calon atau kandidat untukkampanye politik. Tujuannya adalah untuk memenangkan dukunganmasyarakat pada kandidat-kandidat yang diajukan partai politik agardapat menduduki jabatan-jabatan politik yang diperebutkan lewatpemilihan umum. Misalnya pada kampanye pemilu, kampanyepemilihan Presiden, kampanye penggalangan dana bagi partai politikdll. Kampanye jenis ini biasanya menggabungkan teknik kampanyekomunikasi pemasaran dan kampanye hubungan masyarakat.
3. Ideologically or Cause Oriented CampaignJenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifatkhusus dan seringkali berdimensi pada perubahan sosial. Oleh karenaitu, kampanye jenis ini dapat disebut sebagai social change campaign,yaitu kampanye yang ditujukan untuk menangani masalah-masalahsosial melalui perubahan sikap dan perilaku publik yang terkait.
Terlepas dari perbedaan yang ada di antara tiga jenis kampanye di atas,
dalam prakteknya ketiga jenis kampanye tersebut hampir sama yaitu sama-sama
menggunakan strategi komunikasi dalam melakukan kampanye dan tidak lepas
dari peran khalayak untuk mendukung dan mensukseskan kampanye tersebut.
Berdasarkan pemaparan tersebut, kampanye sanksi kunci roda kendaraan
oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung dapat dikategorikan ke dalam
ideologically or cause oriented campaign atau social change campaign, karena
tujuan dari kampanye sanksi kunci roda tersebut bertujuan untuk menangani
permasalahan sosial yaitu kemacetan dan ketertiban di Kota Bandung, dan
diharapkan dari adanya kampanye tersebut akan merubah sikap dan perilaku
publik Kota Bandung.
repository.unisba.ac.id
41
2.3.4 Teknik Kampanye Public Relations
Menurut Venus (2007:90), beberapa teknik kampanye yang lazim
dipergunakan dalam kegiatan public relations atau periklanan, yaitu sebagai
berikut:
1. Partisipasi (participasing),Yaitu teknik yang mengikut sertakan (partisipasi) atau peran sertakomunikasi atau audience yang memancing minat atau perhatian yangsama ke dalam suatu kegiatan kampanye dengan tujuanuntuk menumbuhkan saling pengertian, menghargai, kerjasama dantoleransi.
2. Asosiasi (association)Yaitu menyajikan isi kampanye yang berkaitan dengan suatu peristiwaatau objek yang tengah ramai atau sedang “in” dibicarakan agar dapatmemancing perhatian masyarakat.
3. Teknik integratif (integrative)Dalam teknik ini adalah bagaimana komunikator dapat menyatukandiri kepada khalayaknya secara komunikatif, yang mengandungmakna bahwa yang disampaikan pihak komunikator bukan untukkepentingan dirinya atau perusahaannya, atau bukan untuk mengambilkeuntungan sepihak, tetapi mengambil manfaat secara bersama demikepentingan bersama.
4. Teknik ganjaran (pay off technique)Bermaksud untuk mempengaruhi komunikan dengan suatu ganjaran(payoff) atau menjanjikan sesuatu dengan “iming-iming hadiah”
5. Teknik penataan patung es (icing technique)Merupakan suatu upaya dalam menyampaikan pesan (message) suatukampanye sedemikian rupa sehingga enak dilihat, dedengar,dibacakan dan sebagainya.
6. Memperoleh empati (empathy)Suatu teknik berkampanye dalam menempatkan diri dalam posisikomunikan, ikut merasakan dan “peduli" situasi atau kondisipihak komunikan.
7. Teknik koersi atau paksaan (coersion technique)Dalam teknik ini melakukan kampanye lebih menenkankan pada suatu“paksaan” yang dapat menimbulkan rasa ketakutan atau kekhawatiranbagi pihak komunikan yang tidak mau tunduk melalui suatu ancamantertentu.
Berdasarkan penjelasan tersebut, agar kampanye sosial dapat mencapai
tujuannya, maka lembaga dan komunikator dalam kampanye tersebut harus dapat
repository.unisba.ac.id
42
menggunakan berbagai teknik dalam kampanye yang disesuaikan dengan situasi
dan kondisi serta khalayak yang menerima pesan kampanye tersebut.
2.4 Sanksi
Bila kita berbicara mengenai sanksi, maka perhatian kita memasuki ranah
hukum positif. Hukum dan sanksi dapat diibaratkan dua sisi yang satu saling
melengkapi. Hukum tanpa sanksi sangat sulit melakukan penegakan hukum,
bahkan dapat dikatakan bahwa norma sosial tanpa sanksi hanyalah moral, bukan
hukum, sebaliknya sanksi tanpa hukum dalam arti kaidah akan terjadi
kesewenang-wenangan penguasa.
Sanksi selalu terkait dengan norma hukum atau kaidah hukum dengan
norma-norma lainnya, misalnya norma kesusilaan, norma agama atau
kepercayaan, norma sopan santun (Zainuddin, 2008 : 43). Dengan sanksilah, maka
dapat dibedakan antara norma hukum dengan norma lainnya sebagaimana
dikatakan oleh Hans Kelsen berikut, bahwa
Perbedaan mendasar antara hukum dan moral adalah : hukum merupakantatanan pemaksa, yakni sebuah tatanan norma yang berupaya mewujudkanperilaku tertentu dengan memberikan tindakan paksa yang diorganisirsecara sosial kepada perilaku yang sebaliknya; sedangkan moralmerupakan tatanan sosial yang tidak memiliki sanksi semacam itu. Sanksidari tatanan moral hanyalah kesetujuan atas perilaku yang sesuai normadan ketidaksetujuan terhadap perilaku yang bertentangan dengan norma,dan tidak ada tindakan paksa yang diterapkan sebagai sanksi (Kelsen, 2006: 71).
Darji Darmodiharjo mengutip Lyons (1995 :14) bahwa ”Hukum adalah
perintah yang memaksa, yang dapat saja bijaksana dan adil atau sebaliknya”. Hal
ini bersesuaian dengan apa yang dikatakan oleh Kelsen (2006:78) bahwa ”norma
repository.unisba.ac.id
43
hukum bisa dianggap valid sekalipun ia berlainan dengan tatanan moral.”
Kemudian Darmodiharjo, mengutip John Austin bahwa,
”Hukum adalah perintah dari penguasa negara yang menentukan apa yangdilarang dan apa yang diperintahkan. Kekuasaan penguasa itu memaksaorang lain untuk taat. Ia memberlakukan hukum dengan cara menakut-nakuti, dan mengarahkan tingkah laku orang lain kearah yangdiinginkannya. Hukum yang sebenarnya memiliki empat unsur, yaitu (1)perintah (command), (2) Sanksi (sanction), (3) kewajiban (duty), dan (4)kedaulatan (sovereignty) (Darmodiharjo, 2006 :114 ).
Pendapat para ahli tersebut di atas mengatakan bahwa hukum adalah
perintah negara melalui penguasa yang harus ditaati dan melekatkan sanksi pada
hukum. Antara hukum dan sanksi seakan-akan tidak ada pemisahan, dapat
diibaratkan sebuah mata uang logam, di mana sisi yang satu merupakan bagian
dari sisi yang lain. Bila suatu norma hukum tidak memiliki sanksi, maka
normanya hanya dapat dikategorikan sebagai norma moral.
2.5 Sikap Kedisiplinan
2.5.1 Tinjauan Mengenai Sikap Manusia
Dalam suatu lingkungan dan situasi sosial, seseorang yang terlibat dalam
interaksi sosial tidak dapat merasa betul-betul netral dan bereaksi tanpa rasa suka
dan tidak suka terhadap mitra interaksinya. Selalu terdapat mekanisme mental
yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan menentukan
kecenderungan seseorang terhadap suatu hal yang sedang dihadapi (Rakhmat,
2007:3). Hal tersebut merupakan fenomena dari sikap. Fenomena sikap yang
timbul terhadap suatu keadaan, juga terkait dengan pengalaman masa lalu, situasi
saat ini, serta harapan di masa datang.
repository.unisba.ac.id
44
Secord dan Backman menyatakan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam
perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi)
seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitar (Azwar, 2011:2). Breckler
(1984), Katz & Stotland (1959) dan Rejecki (1982) memandang sikap sebagai
kombinasi reaksi afektif, perilaku dan kognitif terhadap suatu objek. Fishbein &
Ajzen, Oskamp, Petty & Cacioppo menyatakan bahwa sikap tidak lain adalah afek
atau penilaian positif dan penilaian negatif terhadap suatu objek (Azwar, 2011:3).
Paul dan Olson (1999) menyatakan bahwa sikap adalah evaluasi konsepsecara menyeluruh yang dilakukan oleh seseorang. Evaluasi adalahtanggapan pada tingkat intensitas dan gerakan yang relatif rendah.Evaluasi dapat diciptakan oleh sistem afektif maupun kognitif. Sistempengaruh secara otomatis memproduksi tanggapan afektif termasuk emosi,perasaan, suasana hati dan evaluasi terhadap sikap,yang merupakantanggapan segera dan langsung pada rangsangan tertentu. Tanggapanafektif yang menyenangkan atau tidak menyenangkan tersebut muncultanpa pemrosesan kognitif yang disadari terhadap informasi produktertentu. Kemudian melalui proses classical conditioning, evaluasi tersebutdapat dikaitkan dengan produk atau merek tertentu, sehingga menciptakansuatu sikap (Simamora, 2004:78).
Rakhmat (2007:39) mengemukakanlima pengertian sikap, yaitu:
1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, danmerasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukanperilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengancara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupabenda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
2. Sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedarrekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus proatau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai,diharapkan, dan diinginkan mengesampingkan apa yang tidakdiinginkan, apa yang harus dihindari.
3. Sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politikkelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.
4. Sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilaimenyenangkan atau tidak menyenangkan.
5. Sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapimerupakan hasil belajar, Karena itu sikap dapat diperteguh ataudiubah.
repository.unisba.ac.id
45
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah kombinasi dari reaksi kognitif (pemikiran), afektif (perasaan) dan konatif
(predisposisi tindakan) yang saling berintekrasi dan di dalamnya terdapat
penilaian positif dan penilaian negatif individu terhadap suatu objek. Sikap
masyarakat mengenai kampanye sanksi kunci roda kendaraan oleh Dinas
Perhubungan Kota Bandung merupakan suatu reaksi berupa pemikiran atau
pengetahuan terhadap sanksi tersebut, perasaan yang muncul akibat adanya
kebijakan sanksi kunci roda kendaraan, dan kecenderungan untuk bertindak yaitu
mengikuti isi pesan dalam kampanye atau tidak, di mana hasil dari ketiga aspek
tersebut akan melahirkan penilaian positif atau negatif terhadap kebijakan sanksi
kunci roda kendaraan tersebut.
2.5.2 Komponen Sikap Manusia
Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu
komponen koginif (cognitive), komponen afektif (affective) dan komponen
konatif (konative) (Azwar, 2011:23). Berikut adalah penjelasan mengenai 3 (tiga)
komponen sikap manusia tersebut :
a. Komponen Kognitif
Komponen kogitif merupakan refresentasi apa yang dipercayai
oleh individu pemilik sikap. Komponen kognitif berisi persepsi,
kepercayaan dan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu
(Azwar, 2011:23). Komponen ini sering disamakan dengan pandangan
(opini), terutama bila menyangkut masalah isu atau problem yang
kontraversial.
repository.unisba.ac.id
46
Penerimaan seseorang sangat terkait dengan pikiran yang
muncul selama tahap pemahaman. Fenomena ini disebut sebagai
respon kognitif. Respon ini mengacu pada proses mental dan struktur
pengetahuan yang dilibatkan dalam tanggapan seseorang terhadap
lingkungannya. Termasuk juga pengetahuan yang diperoleh seseorang
dari pengalamannya, serta yang tertanam dalam ingatan mereka
(Durianto, 2003:63).
Respon kognitif adalah gagasan yang terjadi pada individu
selama tahap pemahaman pengolahan informasi. Respon kognitif
memberi pelengkap yang berharga pada pengukuran sikap standar
dalam mengevaluasi keefektifan komunikasi. Pengukuran sikap
standar dapat menyingkap apakah komunikasi meninggalkan kesan
yang menguntungkan atau tidak menguntungkan pada penonton
(Engel, 1995:31).
Respon ini menunjukkan seberapa besar penerimaan kita
selama proses kita memahami sesuatu. Berkaitan dengan hal itu dapat
kita lihat apakah suatu iklan dapat meninggalkan suatu kesan tertentu
pada khalayaknya (Belch, 2004:122).
Berdasarkan pengertian tersebut, aspek kognitif berkaitan
dengan kepercayaan seseorang terhadap suatu obyek, di mana
kepercayaan tersebut lahir dari suatu pengetahuan terhadap obyek
sikap. Dalam hal ini, kognisi masyarakat terhadap sanksi kunci roda
kendaraan oleh Dinas Perhubungan lahir dari suatu pengetahuan
repository.unisba.ac.id
47
mengenai sanksi, yang akan melahirkan suatu kepercayaan tertentu
terhadap sanksi dan juga Dinas Perhubungan Kota Bandung.
b. Komponen Afektif
Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut
aspek emosional, aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling
dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling
bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah
sikap seseorang (Azwar, 2011:25).
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif
seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum “komponen ini
disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu”
(Rakhmat, 2005:42).
Pada umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen
afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang
kitapercayai sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud.
“Respon afektif ini menggambarkan perasaan dan emosi yang
dihasilkan sebuah stimulus” (Durianto, 2003:73).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa
komponen afektif merupakan suatu perasaan atau emosional
seseorang yang disebabkan dari apa yang dipercayai seseorang.
Dengan demikian, afektif masyarakat terhadap sanksi kunci roda
kendaraan merupakan suatu perasaan suka, senang, ataupun
repository.unisba.ac.id
48
sebaliknya terhadap adanya sanksi tersebut yang dihasilkan dari
kepercayaan masyarakat terhadap sanksi tersebut.
c. Komponen Konatif
Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan
berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang.
“Komponen ini berisi tendensi-tendensi atau kecenderungan untuk
bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara tertentu”
(Rakhmat, 2005:49).
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur
sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan untuk
berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek
sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa
“kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku”
(Durianto, 2003:75). Maksudnya, bagaimana orang berperilaku dalam
situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan
oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus
tersebut.
Menurut Azwar (2011:30), konsistensi antara kepercayaan
sebagai komponen kognitif, pesaaan sebagai komponen konatif,
dengan tendensi perilaku sebagai komponen konatif seperti itulah
yang menjadi landasan dalam usaha penyimpulan sikap yang
dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap. Pengertian
kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif
repository.unisba.ac.id
49
meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara
langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk-bentuk perilaku
berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang
(Durianto, 2003:75).
Berdasarkan hal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komponen konatif
atau perilaku merupakan kecederungan seseorang untuk melakukan tindakan
berdasarkan apa yang dia percayai dan dirasakan. Kecenderungan untuk bertindak
mengikuti kognisi dan afeksinya, sehingga apabila seseroang memiliki
kepercayaan yang baik dan menyukai sesuatu obyek, maka dirinya akan
menyesuaikan tindakannya tersebut. Dalam penelitian ini, kecenderungan
masyarakat untuk mendukung atau tidak terhadap adanya sanksi kunci kendaraan
yang memarkir di daerah yang dilarang akan ditentukan dari bagaimana
kepercayaannya (keyakinannya) dan perasaan/emosi terhadap kebijakan tersebut.
2.5.3 Pengertian Kedisplinan
Menurut Ekosiswoyo dan Rachman (2000:28), kedisiplinan hakikatnya
adalah “sekumpulan tingkah laku individu maupun masyarakat yang
mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan, yang didukung oleh kesadaran untuk
menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan”.
Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melaluiproses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan,kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban. Karena sudahmenyatu dengannya, maka sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagiatau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akanmembebani dirinya bila mana ia tidak berbuat sebagaimana lazimnya(Prijodarminto, 1994:91).
repository.unisba.ac.id
50
Menurut Arikunto (1990:19), “di dalam pembicaraan kedisiplinan dikenal
dua istilah yang pengertiannya hampir sama tetapi pembentukannya secara
berurutan”. Kedua istilah itu adalah disiplin dan ketertiban, ada juga yang
menggunakan istilah siasat dan ketertiban. Ketertiban menunjuk pada kepatuhan
seseorang dalam mengikuti peraturan dan tata tertib karena didorong oleh sesuatu
dari luar misalnya karena ingin mendapat pujian dari atasan. Selanjutnya
“pengertian disiplin atau siasat menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam
mengikuti tata tertib karena didorong kesadaran yang ada pada kata hatinya”
(Arikunto, 1990:21).
Kedisiplinan merupakan suatu sikap, perilaku, dan perbuatan yang sesuai
dengan peraturan organisasi baik tertulis maupun tidak tertulis (Nitisemito,
1986:21). Santoso (2004:201) menyatakan bahwa “kedisiplinan adalah sesuatu
yang teratur, misalnya disiplin dalam menyelesaikan pekerjaan berarti bekerja
secara teratur”. Kedisiplinan berkenaan dengan kepatuhan dan ketaatan seseorang
atau kelompok orang terhadap norma-norma dan peraturan-peraturan yang
berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Kedisiplinan dibentuk serta
berkembang melalui latihan dan pendidikan sehingga terbentuk kesadaran dan
keyakinan dalam dirinya untuk berbuat tanpa paksaan. “Kedisiplinan adalah suatu
sikap yang mencerminkan ketaatan dan ketepatan terhadap aturan” (Moenir,
1998:101).
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
kedisiplinan adalah suatu sikap dan perilaku yang mencerminkan ketaatan dan
ketepatan terhadap peraturan, tata tertib, norma-norma yang berlaku, baik tertulis
repository.unisba.ac.id
51
maupun yang tidak tertulis. Dalam penelitian ini, kedisiplinan masyarakat
merupakan suatu sikap atau perilaku untuk menaati peraturan dari Pemerintah
Kota Bandung mengenai parkir kendaraan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
repository.unisba.ac.id