TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI GADAI …

86
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI GADAI TRADISIONAL ( Studi Kasus Pada Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat ) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) PUTRA ANUGERAH RAMADHAN 11150490000006 HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M / 1442 H

Transcript of TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI GADAI …

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI GADAI TRADISIONAL

( Studi Kasus Pada Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat )

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

PUTRA ANUGERAH RAMADHAN

11150490000006

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M / 1442 H

ii

ABSTRAK

Putra Anugerah Ramadhan NIM 11150490000006 TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP GADAI TRADISIONAL ( STUDI KASUS PADA DESA

GERAMAT KECAMATAN MULAK ULU KABUPATEN LAHAT), Skripsi

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2002 M/1442 H, 1x + 75 Halaman.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana Prosedur Gadai

Tradisional yang berlaku di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat

yaitu Nyande. Serta bertujuan untuk menganalisis agar mengetahui bagaimana

tinjauan hukum Islam atas akad Nyande serta menganalisis bagaimana

penerapannya menurut hukum Islam yang benar.

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian metodologi kualitatif, yang

berarti prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis. Sumber data

yang digunakan data primer, data sekunder dan data tersier. Teknik pengumpulan

data dalam penelitian ini menggunakan teknik survey, wawancara serta

mengevaluasi dari hukum positif, hukum Islam dan perundang-undangan yang

berlaku.

Penelitian ini menunjukan bahwa Gadai Tradisional ini atau disebut juga

dengan istilah Nyande ini masih belum sesuai dengan Hukum Islam yaitu Akad

Rahn, yang mana masih terdapat unsur bunga dan unsur pemerasan didalamnya.

Serta didalamnya terdapat unsur yang membuat kecacatan di dalam akadnya yang

membuat tidak sesuai dengan hukum Islam yakni memberatkan pihak penyande

atau rahin yakni barang yang dijadikan jaminan atau barang sandean dapat

dimanfaatkan secara bebas dan semaksimal mungkin dan keuntungannya menjadi

milik pemegang sande atau murtahin dan tidak terhitung sebagai cicilan hutang

milik penyande atau rahin tersebut. Serta yang membedakannya dengan Rahn yakni

didalam akad Nyande bisa terjadi dua akad sekaligus yakni akad gadai dan akad

sewa menyewa.

Kata Kunci : Gadai Tradisional, Hukum Islam

Dosen Pembimbing : Drs. H. Hamid Farihi, MA.

DaftarPustaka : 1983 - 2019

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan

Maha Penyayang yang telah memberikan karunia, ampunan dan pertolongan-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam

senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan baginda dan suri tauladan yang

mulia Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari zaman kegelapan

hingga zaman terang benderang seperti saat ini. Semoga kita mendapat

syafa’atnya di akhirat kelak.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

gelar Sarjana Hukum Program Studi Hukum Ekonomi Syariah pada Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada para pihak

yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini, yaitu sebagai berikut:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A, selaku Rektor

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, SH., MH., MA, Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. AM. Hasan Ali, MA., ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah dan

Dr. Abdurrauf, MA., sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. H. Hamid Farihi, MA, Selaku Dosen Pembimbing yang telah

senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan nasihat, motivasi, serta

perbaikan-perbaikan selama penyusunan skripsi ini, terima kasih banyak

atas arahan, masukan dan koreksi skripsinya yang bersifat membangun,

semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa membalas atas semua

kebaikannya.

iv

5. Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA selaku dosen pembimbing

akademik yang memberikan nasihat dan motivasi untuk mahasiswa-

mahasiswinya.

6. Pimpinan Perpustakaan, Pengelola Perpustakaan, Perpustakaan Utama dan

Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi fasilitas untuk

mengadakan studi kepustakaan

7. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu, motivasi dan

pengalaman serta staf yang telah memberikan fasilitas dan menjaga

kebersihan fakultas selama masa perkuliahan;

8. Teristimewa dan paling khusus ucapan terima kasih kepada orang tua

tercinta Ayahanda H. Asirudin dan Hj. Yulisa Maryati yang telah memberi

kasih sayang lahir dan batin yang teramat besar dan memberikan dukungan

moral dan moriil tiada henti-hentinya. Juga kepada Kakak-kakak

Tersayang Deki Serlian Stevani, Rian Pahlevi, dan Meksi Tri Cahyadi

(Alm), juga Ayuk-ayuk Helna Heryani, Ellyana, dan Dewi Tri Hapsari

yang selalu memberikan semangat dan dukungan lahir batin untuk segera

menyelesaikan tugas skripsi dan perkuliahan ini;

9. Segenap Keluarga Besar Mengkudun Geramat, dan Keluarga Besar H.

Djauhari Tanjung Bai, terima kasih atas dukungan moral dan moriil yang

telah diberikan kepada penulis selama ini;

10. Teruntuk Teman-teman “Klamee Group Pagar Alam” Heru, Ari, Wira,

Yanra, Yayan, Adit, Wawan, Aweg, Alvin, Ucan, Indra, Rizki, Angga,

Rezky, Ojik, Arip, Ego, Ag, Agry, Gery yang telah memberikan do’a,

semangat serta motivasi kepada penulis;

11. Teman-teman Hukum Ekonomi Syariah Angkatan 2015 yang telah

memberikan dukungan dan memberikan saran serta masukan selama

perkuliahan khususnya teman-teman seperjuangan kelas A yang telah

sama-sama berjuang dan saling memberi motivasi serta semangat dalam

menyelesaikan dari awal perkuliahan sampai sekarang.

v

12. Teman-teman Cs Mahasiswa Jalanan, Burhan, Radi, Adli, Yuni, Rifqy,

Saddam, Ihsan, Ikhwal, Fakrul, Rafi Ahok, Satria Rafi, Gilang K, Roni,

Nasrul, Yori, Zakiy, Fadel, Aziz, Ripay yang selalu mengingatkan dan

memberi dukungan penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

13. Tidak lupa juga Penulis haturkan ucapan Terima Kasih kepada Sella Putri

Utami yang telah memberikan do’a, dukungan, semangat dan bantuan

dalam pengerjaan skripsi ini, semoga kita dapat selalu berproses bersama-

sama menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan semoga Allah SWT selalu

memberikan karomah-Nya, serta dimudahkan urusan-urusan kita.

14. Serta teman-teman dan pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu tanpa mengurangi rasa hormat, terima kasih atas doa-doa

terbaiknya dan dukungannya.

Terimakasih kepada orang-orang yang telah memberikan semangat dalam

menyelesaikan skripsi ini, mohon maaf apabila tidak dapat di ucapkan namanya

satu per satu, semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Semoga skripsi ini

dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 16 Desember 2020

Penulis

Putra Anugerah Ramadhan

1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ........................................... 5

1. Identifikasi Masalah ....................................................................................... 5

2. Pembatasan Masalah ...................................................................................... 6

3. Perumusan Masalah ........................................................................................ 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................................... 7

1. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 7

2. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 7

D. Objek Penelitian ................................................................................................. 7

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu................................................................. 8

F. Kerangka Teori dan Konseptual......................................................................... 9

1. Kerangka Teori ............................................................................................. 10

2. Landasan Hukum Gadai ............................................................................... 11

3. Kerangka Konsep ......................................................................................... 12

G. Metode Penelitian ......................................................................................... 14

1. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 14

2. Jenis Penelitian ............................................................................................. 14

3. Jenis dan Sumber Data ................................................................................. 14

4. Teknik Analisis Data .................................................................................... 15

5. Teknik Penulisan .......................................................................................... 16

H. Sistematika Penulisan ................................................................................... 16

BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................................... 18

A. Pengertian Gadai .............................................................................................. 18

B. Rukun dan Syarat Gadai................................................................................... 20

1. Rukun Gadai ................................................................................................. 20

2. Syarat Gadai ................................................................................................. 20

c. Utang (Marhun Bih) ..................................................................................... 21

2

d. Sighat ijab qabul .......................................................................................... 21

C. Dasar Hukum Gadai ......................................................................................... 22

1. Al-Qur’an ..................................................................................................... 22

2. As-Sunnah .................................................................................................... 23

3. Pendapat Ulama ............................................................................................ 23

D. Hak dan Kewajiban Dalam Gadai .................................................................... 24

1. Hak Rahin ..................................................................................................... 24

2. Kewajiban Rahin .......................................................................................... 24

3. Hak Murtahin ............................................................................................... 25

4. Kewajiban Murtahin ..................................................................................... 25

E. Pemanfaatan Barang Gadai .............................................................................. 26

1. Pemanfaatan oleh Rahin ............................................................................... 26

2. Pemanfaatan oleh Murtahin ......................................................................... 28

F. Berakhir dan Selesainya Akad Gadai ............................................................... 33

BAB III GAMBARAN UMUM ................................................................................. 35

A. Gambaran Umum Wilayah Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten

Lahat ........................................................................................................................ 35

1. Profil Singkat ................................................................................................ 35

2. Keadaan Topografi ....................................................................................... 36

3. Jumlah Penduduk ......................................................................................... 36

4. Kondisi Sosial ............................................................................................... 37

5. Kondisi Budaya ............................................................................................ 37

6. Kondisi Keagamaan ..................................................................................... 38

7. Kondisi Ekonomi .......................................................................................... 38

8. Gadai Dalam Adat Besemah di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu

Kabupaten Lahat .................................................................................................. 39

B. Pengertian dan Mekanisme Gadai Dalam Adat Besemah................................ 39

C. Pemanfaatan Barang Gadai .............................................................................. 41

D. Jangka Waktu dan Berakhirnya Proses Nyande............................................... 41

3

BAB IV PRAKTIK NYANDE DI DESA GERAMAT KECAMATAN MULAK ULU

KABUPATEN LAHAT MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ................... 43

A. Praktik Gadai (Nyande) di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten

Lahat ........................................................................................................................ 43

1. Mekanisme Praktik Nyande di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu

Kabupaten Lahat .................................................................................................. 45

2. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Praktik Nyande di Desa Geramat

Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat............................................................. 55

3. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Praktik Nyande................................ 58

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Nyande di Desa Geramat Kecamatan

Mulak Ulu Kabupaten Lahat ................................................................................... 59

1. Kedudukan Barang Gadai ............................................................................ 63

2. Riba .............................................................................................................. 64

3. Praktik Nyande dalam Perspektif Hukum Islam .......................................... 67

BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 71

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 71

B. Saran ................................................................................................................. 72

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 73

Buku ........................................................................................................................ 73

Interview .................................................................................................................. 74

Skripsi ...................................................................................................................... 75

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia selalu berjuang untuk bertahan hidup, berbagai cara telah dilakukan

untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan termasuk dalam kehidupan

berekonomi. Ekonomi yang mereka hadapi jika awalnya dalam pemenuhan

kebutuhan hidupnya manusia melakukan secara individual maka dalam

perkembangannya manusia berusaha melakukannya secara bersama-sama dan

dalam perkembangannya cara-cara yang digunakan untuk memecahkan

permasalahan dalam berekonomi yang mereka hadapi itu berbeda-beda seiring

dengan berkembangnya jaman1.

Manusia sebagai makhluk sosial sangat bergantung dengan yang lain dan

manusia dalam bermasyarakat secara umum dalam hal tolong-menolong. Hal

tersebut memperlihatkan adanya kemitraan atau kerja sama dalam proses sosial

kemasyarakatan. Manusia sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi satu

dengan yang lain dalam bentuk masyarakat tidak dapat terlepas dari suatu

kebudayaan, karena menurut Soerjono Soekanto bahwa masyarakat merupakan

suatu sistem hidup bersama-sama. Sistem kehidupan bersama menciptakan

kebudayaan karena mereka merasa dirinya saling berkaitan satu dengan yang

lainnya2.

Dengan demikian, tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan

dan sebaliknya, tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan

pendukungnya. Kemudian manusia merupakan makhluk tuhan di dunia yang

1 Hendrojigi, koperasi asas-asas, teori dan praktek, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002 ),

h., 2. 2 Soerjono Soekanto, sosiologi suatu pengantar, ( Jakarta: Rajawali pers, 2013 ), h., 61.

2

memiliki akal budi yang merupakan pemberian sekaligus potensi dalam diri

manusia yang tidak dimiliki makhluk lain. Akal adalah kemampuan berpikir

sebagai kodrat alami yang dimiliki oleh manusia. Berpikir merupakan perbuatan

operasional dari akal yang mendorong untuk aktif berbuat demi kepentingan dan

peningkatan hidup manusia. Jadi fungsi akal adalah untuk berpikir, karena

manusia dianugerahi akal maka manusia dapat berpikir.

Budi berarti akal yang berasal dari bahasa Sansekerta buddhaya yaitu bentuk

jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Menurut kamus Bahasa Indonesia,

akal adalah bagian dari kata hati yang berupa paduan akal dan perasaan yang dapat

membedakan baik buruk sesuatu. Dengan akal budi manusia mampu menciptakan,

mengkreasi, memperlakukan, memperbarui, mengembangkan, dan meningkatkan

sesuatu yang ada untuk kepentingan hidup manusia3.

Setiap manusia dalam berkehidupan bermasyarakat harus saling tolong

menolong dalam menghadapi berbagai macam permasalahan atau persoalan,

menutupi kebutuhan antara satu dan yang lain, yang kaya menolong yang miskin,

yang mampu menolong yang tidak mampu.4 Bentuk dari tolong menolong ini bisa

berupa pinjam-meminjam, saling memberi, tukar-menukar, sewa-menyewa, atau

dengan cara lainnya, karena sejatinya Manusia adalah Makhluk Sosial (social

creature).5

Berbicara mengenai tolong menolong dalam konteks pinjam meminjam ini,

Islam memperbolehkan baik melalui Individu maupun lembaga keuangan. Salah

satu lembaga keuangan itu adalah Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Dan salah

satu produknya ialah “Pegadaian”, yang dalam Hukum Islam , dan tidak

deperkenankan untuk saling merugikan. Oleh karenanya, ia dibolehkan meminta

3 Samudra Kurniaman Zendrato, Kebudayaan dan Pariwisata Nias, (Jakarta: Mitra Wacana

Media, 2014 ), h., 3-4. 4 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), h., 31. 5 Muhammad Shalikul Hadi, Pegadaian Syariah, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), h., 2.

3

barang dari debitur sebagai jaminan untuk uangnya. Dalam Bermasyarakat, barang

jaminan ini biasa dikenal dengan objek jaminan (collateral) dalam gadai

konvensional atau barang gadai (marhun) dalam gadai syariah.6

Gadai menurut Syara’ (ar-rahn) adalah akad perjanjian pinjam meminjam

dengan menyerahkan benda yang bernilai atau berharga menurut pandangan syara’

sebagai jaminan atas utang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan itu

seluruh atau sebagian utang dapat diterima.7

Pegadaian sebagai sebuah lembaga keuangan formal yang berfungsi untuk

menyalurkan pembiayaan dengan bentuk pemberian uang pinjaman kepada

masyarakat yang membutuhkan dengan menggunakan sistem gadai. Dengan

adanya pegadaian diharapkan dapat membantu masyarakat agar terhindar dari ijon,

praktik-praktik merugikan lainnya.8

Selain pegadaian yang berada dibawah naungan lembaga keuangan, adapula

sistem pegadaian yang tidak berada dalam lembaga keuangan yaitu pegadaian

yang dilakukan secara individu. Praktik secara individu cukup digemari dan

lumrah terjadi dalam masyarakat apalagi didalam masyarakat yang masih

menganut sistem transaksi tradisional. Praktik tersebut umumnya masih terdapat

sistem kebudayaan yang sangat kental.

Menurut E. B. Tylor, kebudayaan bersifat kompleks karena hampir

mencakup semuanya seperti kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan

kemampuan lain yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Sebagaimana disebutkan oleh E. B. Tylor tersebut bahwa kebudayaan tidak hanya

dalam bidang kesenian, moral, hukum, adat istiadat, namun seluruh aspek

kehidupan manusia misalnya dalam bidang ekonomi tradisional maupun modern,

6 Sasli Rais, Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: UI Press,2006),

h., 2-3. 7 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h., 106. 8 Muhammad Shaikul Hadi, Pegadaian Syariah, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), h., 3.

4

seperti halnya di bidang ekonomi tradisional contohnya yang ada di Suku Besemah

tepatnya di Desa Geramat, Kecamatan Mulak Ulu, Kabupaten Lahat yaitu budaya

transaksi sewa menyewa atau disebut juga dengan istilah Nyande.

Nyande adalah proses transaksi yang biasa atau lumrah terjadi di Desa

Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat, dimana seseorang yang

membutuhkan uang akan menggadaikan barangnya sebagai jaminan atas uang

yang akan dipinjamnya. Nyande bisa juga disebut sebagai gadai akan tetapi masih

bersifat tradisional karena sama-sama memberikan barangnya sebagai barang

jaminan atas pinjamannya. Dalam proses Nyande barang yang biasanya dijadikan

sebagai barang jaminan bisa berupa barang tidak bergerak seperti Sawah, kebun,

rumah, tanah dan ataupun barang bergerak seperti kendaraan bermotor yang

dimana dalam praktik Nyande masyarakat yang ingin meminjam harus

memberikan atau menyerahkan barang Sandean (jaminan) kepada orang yang

memberikan pinjaman dengan syarat barang yang dijaminkan tersebut bisa

dimanfaatkan oleh pemberi pinjaman sampai pinjamannya lunas. Waktu

transaksinya pun bisa diperpanjang walaupun didalam akadnya tidak disebutkan

yang dimana membuat pemanfaatan barang tersebut dapat dilakukan secara

berlebihan, sehingga hasil yang didapat oleh pemegang jaminan sudah melewati

dari uang pinjaman yang dipinjam, tetapi orang yang menyerahkan barangnya

sebagai sandean tetap harus membayar hutangnya tanpa adanya potongan dari

hasil pemanfaat baran sandean tersebut.

Praktik Nyande di Desa Geramat ini sangat menguntungkan pihak pemegang

sandean dan sebaliknya merugikan pihak penyande, karena dengan memberikan

barang sandean tersebut mata pencarian mereka secara langsung akan hilang dan

mereka akan kesulitan dalam melunasi hutangnya tersebut. Di dalam praktik

Nyande tidak ada sistem bagi hasil yang diberikan pemegang sandean kepada

pihak penyande. Pengasilan yang diperoleh dari barang yang disandekan

sepenuhnya menjadi milik pemegan barang sandean tersebut.

5

Praktik Nyande ini sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat di daerah

Besemah khususnya di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu, karena praktik

Nyande ini relatif mudah dilakukan apalagi dalam keadaan mendesak sehingga

uang yang dibutuhkan juga bisa lansung diterima oleh pihak penyande. Praktik

Nyande ini biasanya dilakukan antara masyarakat yang sudah saling mengenal satu

sama lain, tetapi tidak menutup kemungkinan bisa juga dilakukan antara

masyarakat yang belum mengenal satu sama lain karena faktor ekonomi. Dalam

keadaan inilah pemegang sandean memanfaatkan keuntungan sebesar-besarnya

dari memanfaatkan barang sandean tersebut tanpa memperdulikan apakah yang

mereka lakukan tersebut sesuai dengan syariat islam atau tidak, karena kurangnya

pemahaman terhadap praktik gadai (ar-rahn) yang diajarakan dalam Agama Islam.

Masyarakat Desa Geramat hanya menjalankan kebiasan adat istiadat yang

sudah turun temurun yang sudah berlaku di Desa tersebut sejak zaman dahulu.

Sehingga masyarakat kurang atau tidak mengetahui sama sekali landasan hukum

dari praktik Nyande tersebut. Jika ditinjau dari penerapan pelaksanaanya, praktik

Nyande di Desa Geramat bertolak belakang dengan teori Ar-Rahn yang diajarkan

dalam Agama Islam.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, penulis tertarik untuk

meneliti transaksi tersebut dengan judul Skripsi “Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Transaksi Gadai Tradisional (Studi Desa Geramat, Kecamatan

Mulak Ulu, Kabupaten Lahat)”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, penulis mengidentifikasi beberapa

masalah, yaitu:

6

a. Terdapat kekeliruan dalam Transaksi Nyande terhadap akad Rahn.

b. Rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap akad Rahn atau Gadai yang

salah satunya adalah Nyande.

c. Barang jaminan yang dapat digunakan oleh peminjam dan menjadi hak

penuh pendapatannya dan itu tidak berpengaruh terhadap hutang

peminjam.

d. Barang jaminan sementara berpindah tangan kepada penerima gadai

selama penggadai belum membayar pinjaman.

e. Tidak memiliki hukum yang tetap.

f. Pada barang bergerak yang dijadikan jaminan terdapat pertambahan

Nominal disaat pelunasan.

2. Pembatasan Masalah

Pembahasan penelitian ini memfokuskan untuk mengetahui tinjauan

hukum islam didalam transaksi Gadai (Nyande) yang masih lumrah dilakukan

di Suku Besemah khususnya di Desa Geramat, Kecamatan Mulak Ulu,

Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah peneliti berikan pada latar belakang di

atas yaitu mengenai tinjauan hukum Islam terhadap transaksi Gadai (Nyande)

di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat perlu diteliti. Penliti

mempertegas permasalahan penelitian dengan pertanyaan penelitian yaitu :

a. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap Transaksi Gadai (Nyande) di

Desa Geramat, Kecamatan Mulak Ulu, Kabupaten Lahat?

b. Bagaimana Implementasi Gadai Tradisional pada Suku Besemah di Desa

Geramat, Kecamatan Mulak Ulu, Kabupaten Lahat?

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sehingga dapat memaparkan

tinjauan hukum Islam terhadap transaksi Gadai (Nyande) di Desa Geramat

Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat.

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahn diatas, maka manfaat yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis :

1) Untuk memberikan pemahaman kepada Masyarakat khususnya

kalangan akademisi mengenai Gadai Syariah.

2) Sebagai bahan Pustaka yang nantinya diharapkan dapat menambah

pemahaman secara mendalam mengenai Gadai Syarian.

b. Manfaat Praktis :

1) Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan menambah

sumbangan pemikiran bagi wacana hukum ekonomi islam tentang

pemaham masyarakat terhadap Gadai Syariah.

2) Memberikan pemahaman kepada praktisi hukum ekonomi islam

sebagai acuan dalam melaksanakan prinsip-prinsip hukum

perekonomian syariah yang sesuai dengan aturan serta landasan

syariat Islam.

D. Objek Penelitian

8

Dalam pembahasan ini yang menjadi objek penelitian adalah Masyarakat Desa

Geramat, Kecamatan Mulak Ulu, Kabupaten Lahat yang menggunakan transaksi

Gadai (Nyande).

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Agar tidak terjadi dan menghindari suatu plagiat serta pengulangan dalam suatu

penelitian, maka dalam penelitian ini perlu dilakukan tinjauan pustaka awal.

Penulis melakukan kajian pustaka dari berbagai jurnal dan skripsi yang berkaitan

dengan proses Nyande dan Gadai secara Konvensional dan Syariah, antara lain :

1. Miftahul Jannah S, “ Perspektif Hukum Islam terhadap Gadai tanpa

batas Waktu dan dampaknya dalam masyarakat Desa Kertagena Daya

Kecamatan Kadur Kabupaten Pamekasan”. Dalam Skripsi Fakultas

Syariah IAIN Raden Fatah Palembang pada Tahun 2012.9

Penelitian ini menjelaskan bahwa praktik didalam akad ini dilatar

belakangi karena tidak adanya batasan waktu didalam akad gadai tersebut,

sehingga menimbulkan berbagai dampak dalam kedua pihak, dampak yang

didapat oleh rahin ialah tidak bisa mengelola dan mengambil manfaat dari

barang yang dijadikan obyek gadai sehingga sangat dirugikan. Kemudian

dampak yang didapat oleh murtahin adalah pembayaran yang didapat

semakin lama semakin kecil nilai hutangnya.

2. Bambang Mulyadi, “Tinjauan Fiqh Muamalah Terhadap Gadai Tanah

Sawah di Desa Saleh Agung Kecamatan Air Saleh Kabupaten

9 Miftahul Jannah S, Perspektif Hukum Islam Terhadap Gadai Tanpa Batas Waktu

dan Dampaknya Dalam Masyarakat Desa Kertagena Daya Kec. Kadur Kab. Pamekasan,

(Skripsi Fakultas Syariah, IAIN Raden fatah Palembang,2012)

9

Banyuasin”. Dalam Skripsi Fakultas Syariah IAIN Raden Fatah Tahun

2012.10

Penelitian ini menjelaskan tentang pemberi gadai sama sekali tidak

menggunakan sawah yang dijadikan jaminan gadai dalam pergadaian

tersebut tetapi, jika pihak yang menggadaikannya belum dapat menebusnya

maka masa gadai tersebut akan diperpanjang sesuai dengan kesepakatan

kedua belah pihak. Dan apabila pihak penggadai masih belum dapat

membayar hutangnya, maka pihak yang menggadaikan barangnya

memperbolehkan barangnya untuk dijual untuk pelunasan terhadap

hutangnya.

3. Tika Purnama Sari, “Sando Sawah Dilihat Dari Perspektif Fiqh

Muamalah Studi Kasus Di Desa Jarakan Kecamatan Pendopo

Kabupaten Empat Lawang”. Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum UIN

Raden Fatah Palembang, tahun 2017.11

Penelitian ini hanya menjelaskan proses gadai sawah saja sedangkan

peneliti akan membahas gadai tradisional yang mencakup sawah, kebun,

kendaraan bermotor dan barang-barang yang dapat digadaikan. Perbedaan

selanjutnya adalah prosedur gadai yang akan penulis bahas adalah

pengambilan manfaat yang bersifat tak terbatas dan penggunaan manfaat

dari barangnya bersifat fleksibel selama penggadai belum bisa membayar

uang pinjamannya kepada pihak penerima gadai.

F. Kerangka Teori dan Konseptual

10 Mulyadi, Bambang , Tinjauan Fiqh Muamalah terhadap Tanah Gadai Sawah di Desa Saleh

Agung Kecamatan Air Saleh Kabupaten Banyuasin, (Skripsi Fakultas Syariah, IAIN Raden Fatah

Palembang,2012) 11 Tika Purnama Sari, Sando Sawah Dilihat dari Perspektif Fiqh Muamalah Studi Kasus Di

Desa Jarakan Kecamatan Pendopo Kabupaten Empat Lawang, (skripsi Fakultas Syariah dan Hukum,

UIN Raden Fatah Palembang,2017)

10

1. Kerangka Teori

Gadai atau ar-Rahn secara bahasa ialah ats-Tsubuut yang memiliki arti

tetap, dan ad-Dawaam yang berarti kekal, atau bisa juga diartikan al-Habsu

yaitu menahan.12 Makna dari arti tetap dan kekal disini ialah al-habsu yang

artinya ialah menahan, yang dalam artian maksudnya ialah menahan barang

yang bersifat materiil. Jadi secara bahasa dapat diartikan sebagai menjadikan

sesuatu barang yang bersifat materiil menjadi pengikat dalam berhutang.

Kemudian menurut istilah rahn ialah menahan salah satu barang atau harti

milik penggadai yang dijadikan jaminan pinjaman yang diterimanya. Barang

tersebut haruslah barang yang memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian,

pihak yang meminjamkan uangnya memperoleh jaminan untuk memperoleh

uang yang dipinjamkanmya kepada pihak penggadai atau peminjam.13

Menurut syara’, gadai adalah perjanjian terhadap suatu barang yang

dijadikan jaminan hutang atau menjadikan suatu benda yang memiliki nilai

menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan pinjaman (marhun bih),

sehingga dengan adanya tanggungan hutang ini semua atau sebagian hutang

dapat diterima.14 Juga didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(Burgerlijk Wetbook), pengertian gadai adalah hak yang didapat oleh

seseorang yang bepiutang atas suatu barang yang bergerak maupun tidak

bergerak yang diserahkan kepadanya oleh yang berutang atau orang lain atas

namanya dan yang memberikan kekuasaan terhadap barangnya kepada si

berpiutang itu untuk menggunakan atau mengambil kekuasaan terhadap

barangnya agar pelunasan atas utangnya dengan pengecualian biaya yang

12 Az Zuhaili,Wahbah, Fiqh Islam Wa Adillatuhu Jilid 6, ( Jakarta: Gema Insani,

2011 ), h., 106. 13 Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah, ( Jakarta: Gema Insani Press, 2001 ),

h., 128. 14 Ahmad Azhar Basyri, Riba, Hutang Piutang dan Gadai, ( Bandung: Al- Ma’arif,

1983 ), h., 50.

11

digunakan untuk melelang barang tersebut dan mendahulukan biaya-biaya

yang harus didahulukan terlebih dahulu.15

Kemudian gadai menurut hukum adat adalah menyerahkan barang yang

digadaikan untuk menerima sejumlah uang secara tunai dengan ketentuan,

penggadai tetap berhak atas pengembalian barang yang digadaikannya dengan

cara menebusnya kembali.16

2. Landasan Hukum Gadai

Landasan hukum yang menjadi dasar Gadai Syariah ialah ayat-ayat Al-

quran, Hadist, Ijma’ Ulama dan Fatwa MUI. Kemudian diungkapkan sebagai

berikut:

a) Al-quran

Q.S Al-Baqarah (2): 283,

م ك ض ع ن ب م أ ن إ ف ة وض ب ق ان م ه ر ا ف ب ات وا ك د ج م ت ل ر و ف ى س ل م ع ت ن ن ك إ و

ن م و ة اد ه لش وا ا م ت ك ل ت و ه ب ر ق الل ت ي ل و ه ت ان م أ ن م ت ؤ ي ا ذ ل د ا ؤ ي ل ف ا ض ع ب

يم ل ون ع ل م ع ا ت م ب الل و ه ب ل ق م آث ه ن إ ا ف ه م ت ك ي

artinya:

"Dan Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara

tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah

ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Tetapi,

jika sebagaian kamu mempercayai sebagai yang lain, maka hendaklah

yang dipercayai itu menunaikan amanatnya menyembunyikan

persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, (hutangnya)

15 Abdul Ghafur Anshori, Gadai Syariah, (Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2011), h.,

113. 16 Yanggo, Chuzaimah T. Dkk, Problematika Hukum Islam kontemporer III, ( Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2004 ), h., 140.

12

dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah

kamu menyembunyikan kesaksian karena barang siapa yang

menyembunyikannya, sungguh hatinya kotor (berdosa), Allah Maha

Mengetahui apa yanag kamu kerjakan.”

b) Hadist

هن والقبيل حدثنا مسدد حدثنا عبد الواحد حدثنا العمش قال تذاكرنا عند إبراهيم الر

عليه وسلم عنها أن النبي صلى الل لف فقال إبراهيم حدثنا السود عن عائشة رضي الل في الس

طعاما إلى أجل ورهنه درعه اشترى من يهودي

Artinya : Telah diceritakan kepada kami Musaddad telah

menceritakan kepada kami ‘Abdul Wahid telah menceritakan kepada

kami Al A’masy berkata; kami menceritakan dihadapan Ibrahim tentang

masalah gadai dan pembayaran tunda dalam jual beli. Maka Ibrahim

berkata; telah menceritakan kepada kami Al Aswad dari ‘Aisyah

radliallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah

membeli makanan dari orang Yahudi dengan Pembayaran tunda sampai

waktu yang ditentukan, yang Beliau menggadaikan (menjaminkan) baju

besi beliau. (Hadits Bukhori No. 2326)

د بن آدم عن حفص بن غياث عن العمش عن إبراهيم عن السود عن أخبرني محم

طعاما إلى أجل ورهنه درعه عليه وسلم من يهودي صلى الل عائشة قالت اشترى رسول الل

Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Adam

dari Hafsh bin Ghiyats dari Al A’masy dari Ibrahim dari Al Aswad dari

Aisyah, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam membeli

makan dari seorang Yahudi hingga suatu tempo dan beliau

menggadaikan baju zirah-Nya kepadanya. (Hadits Nasa’i No. 4530)

3. Kerangka Konsep

13

Untuk menghindari penafsiran dan pemahaman yang berbeda serta

memberikan arahan dalam penelitian, maka landasan konsep ini dirasa perlu

untuk mendeskripsikan dan merumuskan istilah-istilah yang berhubungan

dengan penelitian yaitu :

a. Gadai adalah suatu upaya menjaminkan barang berharga dengan imbalan

pinjaman yang harus dibayar

b. Gadai Syariah ( ar-Rahn ) adalah suatu perjanjian untuk menahan suatu

barang yang digunakan sebagai jaminan atau tanggungan utang.

c. Shigat adalah lafadz ijab qabul pada saat akad.

d. Ar-Rahin adalah pihak yang menggadaikan barangnya, Al-Murtahin

pihak yang menerima barang gadai dan memberikan pinjaman.

e. Barang yang digadaikan ( al-Marhun ) adalah barang yang dijadikan

obyek atau jaminan gadai yang memiliki nilai ekonomis.

f. Utang ( al-marhunbih ) adalah hak wajib atau tanggungan yang harus

dikembalikan kepada pihak yang meminjamkan atau tempat berhutang.

Di dalam buku Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), dalam

pasal 329 dijelaskan bahwa akad Gadai terdiri dari unsur penerima gadai,

pemberi gadai, harta gadai, utang, dan akad. Akad disini maksudnya adalah

sesuatu yang harus dinyatakan oleh para pihak baik secara tulisan, lisan, atau

isyarat.17 Kemudian didalam akad Rahn, unsur dan rukunnya harus memiliki

syarat, diantaranya ialah harus berakal, baligh, tidak memiliki paksaan.

Menurut Mohammad Anwar, syarat dan rukun sahnya perjanjian gadai

antara lain:

1) Ijab Qabul (Shigat), dapat berbentuk Lisan maupun Tulisan;

2) Pihak yang bertransaksi (aqid), syaratnya Dewasa atau baligh, berakal,

dan bebas (tidak dalam paksaan);

17 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, (Bandung: FOKUSMEDIA, 2008), h., 76.

14

3) Adanya barang yang akan digadaikan yang memiliki sifat ekonomis

(barang materiil), jelas, milik sendiri bukan milik orang lain dan tidak

mengandung gharar;

4) Hutang (al-marhun bih).18

G. Metode Penelitian

1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2020. Lokasi

penelitian ini dilaksanakan di Desa Geramat, Kecamatan Mulak Ulu,

Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan.

2. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif atau disebut juga dengan metodologi kualitatif yang berarti prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh

sasaran penelitian yang bersangkutan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Atau dapat disebut juga sebagai

penelitian yang dalam pengumpulan data penafsirannya tidak menggunakan

rumus-rumus statistik.

Deskriptif ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik,

jelas dan dapat memberikan data seteliti mungkin tentang obyek yang diteliti,

untuk mendeskripsikan akad Rahn dalam hal ini bernama Nyande.

Pada awal penelitian ini akan menggunakan data-data yang ada namun

untuk menarik suatu kesimpulan akan dilakukan dengan melakukan survey,

wawancara, serta mengevaluasi dari hukum positif, hukum Islam dan perudang-

undangan yang ada.

3. Jenis dan Sumber Data

18 Abdul Ghofur Anshori, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, (Yogyakarta:

Citra Media, 2006), h., 77-78.

15

a. Data Primer

Data Primer, merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik

dari individu atau perorangan seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh

peneliti. Data Primer diperoleh langsung dari objek penelitian yaitu dari

Masyarakat Desa Geramat Kecamatan Mulak ulu Kabupaten Lahat.

b. Data Sekunder

Data Sekunder, merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut

dan disajikan oleh pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel maupun

diagram-diagram.

c. Data Tersier

Data Tersier, merupakan data penunjang seperti data yang diambil dari

hasil studi pustaka yang bertujuan untuk memperoleh landasan teori yang

bersumber dari buku literatur dan karya ilmiah lainnya yang berkaitan

dengan perwakafan yang dapat dijadikan sumber pendukung.

4. Teknik Analisis Data

Data yang telah ada dan yang telah terkumpul kemudian telah diolah

oleh peneliti, kemudian peneliti akan membahas dengan menggunakan metode

Normatif Kualitatit, yaitu suatu pembahasan yang dilakukan dengan cara

menafsirkan dan mendiskusikan data-data yang dipeoleh dan diolah

berdasarkan norma-norma hukum, doktrin dan teori hukum islam yang ada.

Pada penelitian ini, deskriptif analisis dengan jenis penelitian kualitatif

yang akan digunakan untuk menentukan jastifikasi hukum atas kebijakan yang

dterapkan pada transaksi gadai (nyande) di Desa Geramat Kecamatan Mulak

Ulu Kabupaten Lahat.

Langkah yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang

diperlukan dalam penelitian baik data primer maupun data sekunder. Setelah

data terkumpul, kemudian dipilih kategori mana saja yang relevan dan mana

yang tidak relevan terhadap penelitian ini. Setelah itu peneliti menyusun

16

menjadi suatu rancangan yang sistematis untuk ditampilkan sehingga pada

kesimpulan akhir didapatkan suatu hasil berdasar data yang dianalisis.

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan buku

panduan penelitian yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memahami lebih jelas gambaran materi dalam penelitian ini, maka

penulis menyusun beberapa sub bab dalam sistematika penyampaian sebagai

berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, identifikasi, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisi pengertian, rukun dan syarat, undang-undang, dasar

hukum, Hak dan Kewajiban, Pemanfaatan dan Batasan waktu

berlakunya akad.

BAB III GAMBARAN UMUM

Bab ini berisikan tentang gambaran lingkup wilayah penelitian secara

umum yang akan dituliskan.

BAB IV PEMBAHASAN

Bab ini berisikan pembahasan yang memaparkan hasil data dan analisis

penelitian.

17

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan mengenai kesimpulan yang merupakan hasil dari

permasalahan penelitian dan rekomendasi dari peneliti.

18

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Gadai

Menurut etimologi, Gadai atau Rahn berarti kekal, tetap, dan jaminan.19

Ulama mengartikan gadai atau rahn sebagai penahanan, seperti firman Allah

SWT dalam Q.S Al-Mudatsir ayat 38 yang artinya; Tiap-tiap orang

bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.

Sementara menurut istilah, para ahli hukum Islam mengartikan Gadai

sebagai berikut20:

1. Ulama Malikiyah

Gadai atau Rahn adalah barang yang dijadikan pemiliknya sebagai

jaminan dalam berpiutang dan sifatnya mengikat.

2. Ulama Hanafiyah

Para ahli Ulama Hanafiyah mendefiniskan gadai atau Rahn dengan

menjadikan suatu barang yang memiliki nilai ekonomis sebagai barang

jaminan terhadap piutang yang mungkin dijadikan pembayaran piutang

tersebut, baik seluruhnya atau sebagiannya.

3. Ulama Syafi’iyah

Akad Rahn adalah menjadikan suatu barang sebagai jaminan utang,

dimana barang tersebut bisa digunakan untuk membayar utang tersebut

ketika Rahin tidak dapat membayar hutangnya.

4. Ulama Hanabilah

Gadai atau Rahn adalah harta yang dijadikan sebagai jaminan utang,

dimana ketika pihak yang menanggung utang tidak bisa melunasinya, maka

utang tersebut dibayar dengan menggunakan harga hasil penjualan dari

harta yang dijadikan jaminan utang tersebut.

5. Muhammad Syafii Antonio

19 S. Askar, Kamus Arab – Indonesia Al-Azhar, (Jakarta: Senayan Publishing, 2010), Cet. II, h.,

275.

20 Wahbah Az-Zuhaili, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Wa Fiqh Islam Adillatuhu

Jilid 6, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h., 107.

19

Menurut Muhammad Syafii Antonio, Rahn adalah menahan salah harta

milik rahin sebagai barang yang dijaminkan atas pinjaman yang

diterimanya. Barang yang ditahan atau yang dijadikan jaminan tersebut

haruslah memiliki nilai ekonomis. Sehingga dengan demikian, Murtahin

memperoleh jaminan untuk dpat mengambil kembali seluruh atau sebagian

piutangnya.21

6. Imam Ibnu Qudhanah

Menurut Imam Ibnu Qudhanah, Rahn adalah suatu benda yang

dijadikan dasar kepercayaan atas suatu utang untuk dipenuhi harganya, jika

yang berutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang.22

7. Ahmad Azhar Basyir

Menurut Ahmad Azhar Basyir, Rahn adalah perjanjian yang menahan

sesuatu barang sebagai tanggungan utang atau menjadikan sesuatu benda

bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan yang berutang,

sehingga dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian utang

dapat diterima.23

8. Nasrun Haroen

Menurut Nasrun Haroen, Gadai adalah menjadikan barang sebagai

jaminan terhadap hak atau piutang yang mungkin dijadikan sebagai

pembayaran hak atau piutang itu, baik keseluruhannya atau sebagiannya.

Berdasarkan Pengertian yang telah dipaparkan diatas, dapat

disimpulkan bahwa para Ulama dan para Ahli Hukum Islam sepakat

mengenai pengertian gadai atau Rahn, ialah perjanjian pinjam meminjam

dengan menjadikan suatu barang yang memiliki nilai ekonomis sebagai

jaminan atas suatu pinjaman utang, yang mana barang yang dijadikan

jaminan tersebut bisa dijual jika yang berutang tidak sanggup membayar

kembali utangnya.

21 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta: Gema

Insani,2001), Cet. I, h., 128.

22 Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia: Konsep, Implementasi, dan

Institusionalisasi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011), Cet. II, h., 112.

23 Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah, (Jakarta: Sinar Garafika, 2008), Ed. 1. Cet. I, h., 2.

20

B. Rukun dan Syarat Gadai

Agar akad Gadai sah, maka ada rukun dan syarat Gadai yang harus

terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Rukun Gadai

Adapun rukun Gadai ialah sebagai berikut:

a. Rahin (pihak yang menggadaikan dan Murtahin (pihak yang menerima

gadai)

b. Marhun (barang yang digaidaikan atau objek jaminan);

c. Marhun Bih (utang);

d. Ijab Qabul

2. Syarat Gadai

Adapun syarat-syarat gadai ialah sebagai berikut:

a. Pihak-pihak, yaitu Rahin (pihak penggadai) dan Murtahin (penerima

Gadai)

Adapun syarat para pihak yang melakukan transaksi gadai ialah harus

mumayyiz (cukup umur) dan berakal.24

b. Objek Gadai (Marhun)

Marhun berfungsi sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman/utang

(marhun bih).25 Para ulama sepakat bahwa syarat-syarat marhun sama

seperti syarat-syarat barang yang dijual (al-Mabii), yang bertujuan agar

marhun bisa dijual untuk membayar utang.

Adapun syarat barang agar bisa diperjual belikan yaitu:

1) Jumhur Ulama sepakat bahwa Marhun haruslah bisa dijual dan

Marhun harus ada ketika terjadinya akad dan marhun juga harus bisa

diserahkan kepada murtahin. Jumhur Ulama juga berpendapat tidak

sah apabila menggadaikan barang yang bentuknya spekulatif

(mungkin ada dan mungkin tidak ada), seperti contohnya seseorang

yang menggadaikan buah yang baru akan dihasilkan dan

24 Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia: Konsep, Implementasi,

Institusionalisasi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011), Cet. II, h., 112-113.

25 Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010),

h., 172-173.

21

menggadaikan seekor burung yang masih di alam liar dan masih

terbang bebas dan contoh yang lain-lain,26

2) Marhun haruslah memiliki nilai dan sifatnya barang tersebut ialah

harta,

3) Keberadaan Marhun haruslah jelas dan pasti,

4) Marhun milik Rahin.

Disini para ulama berbeda pendapat, Ulama Hanafiyah

berpendapat bahwa syarat ini bukanlah syarat sah akad Rahn, akan

tetapi syarat yang berlaku efektifnya akad Rahn, sehingga Ulama

Hanafiyah beranggapan masih sah apabila seseorang menggadaikan

harta milik orang lain tanpa izin tetapi memiliki kewenangan yang

sah, seperti halnya seorang ayah yang menggadaikan harta anak yang

dibawa perwaliannya, baik itu adalah tanggungan utang si anak

maupun tanggungan utang si ayah tersebut. Lain halnya dengan

pendapat ulama Syafi’iyah dan ulama Hanabilah yang berpendapat

bahwa tidak sah menggadaikan harta orang lain tanpa seizin orang

tersebut walaupun orang tersebut memiliki kewenangan yang sah.

c. Utang (Marhun Bih)

Utang (Marhun bih) adalah kewajiban bagi pihak Rahin kepada

Murtahin dan bersifat mengikat. Adapun syarat-syarat utang atau

marhun bih adalah:27

1) Utang (Marhun Bih) wajib dibayar kembali oleh Rahin kepada

Murtahin;

2) Utang jika tidak bisa dilunasi secara tunai bisa dilunasi dengan cara

memberikan jaminan:

3) Nilai dan bentuk utang harus jelas.

d. Sighat ijab qabul

Ulama Hanafiyah mensyaratkan bahwa Rahn tidak boleh dikaitkan

dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang,

karena ijab qabul dalam akad Rahn sama seperti akad jual beli.28

26 Wahbah Az-Zuhaili, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Fiqh Islam Wa Adillatuhu

Jilid 6, h., 133-137.

27 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h., 236.

28 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h., 118.

22

Ulama Syafi’iyah mensyaratkan 3 syarat sah didalam akad rahn,

Pertama ialah tuntutan yang ada didalam akad rahn sesuai dengan akad

rahn itu sendiri. Kedua ialah syarat yang ditentukan haruslah

mengandung kemaslahatan dan tujuan yang jelas, seperti halnya

mensyaratkan hewan yang digadaikan tidak makan ini itu, maka syarat

ini tidaklah sah dan tidak berlaku namun akad rahn yang ada tetap sah.

Dan yang Ketiga ialah syarat yang tidak sah dan membuat akad rahn

ikut menjadi tidak sah ialah mensyaratkan murtahin tidak boleh menjual

barang yang digadaikan ketika utang telah jatuh tempo sedangkan rahin

belum juga membayar utangnya.

Pendapat ulama Malikiyah dan Ulama Hanabilah adalah setiap syarat

yang tidak bertentangan dengan tujuan dan maksud akad serta tidak

membawa kepada sesuatu yang haram, syarat tersebut dianggap sah.

Jika syarat yang diajukan bertentangan dengan akad, syarat tersebut

dianggap fasid (batal atau tidak sah) dan akad rahn pun menjadi batal

dan tidak sah. Seperti, rahin mensyaratkan agar barang jamunan tetap

ditangan rahin dan tidak dipegang oleh murtahin. Dan contoh lainnya

adalah rahin menginginkan barang yang digadaikan tidak boleh dijual

kecuali dengan harga yang diinginkan oleh rahin.29

C. Dasar Hukum Gadai

Hukum gadai adalah mubah, berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut:

1. Al-Qur’an

ن قبوض وإن كنتم على سفر ولم تجدوا كاتبا فره م

Artinya: “Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak

mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan

yang dipegang....” (QS. Al-Baqarah (2): 283)

Makna Mufradat (Kosakata)30

29 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),, h., 119-121. 30 Syaikh Ahmad Muhammad Al-Hushari, Penerjemah Abdurrahman Kasdi, Tafsir Ayat-ayat

Ahkam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014), Cet. 1, h., 186.

23

“Wa in kuntum ‘ala safari” yakni Jika kamu dalam perjalanan

(dan bermuamalah secara tidak tunai) tidak memperoleh seorang

penulis yang menulis utang, maka yang dijadikan peganganadalah

barang yang digadaikan, disebutkan pada waktu berpergian karena

biasanya pada waktu berpergian tidak ada tulisan dan kesaksian. Hal ini

bukan merupakan pedoman tetapi untuk menerangkan kebiasaan ketika

dalam perjalanan sulit untuk mendapatkan seorang penulis dan orang

yang menjadi saksi.

“Rihanum maqbudhah” yakni Jika kamu tidak menemukan

pegangandengan tulisan dan kesaksian, maka yang digunakan untuk

bukti adalah barang yang digadaikan, karena jika tidak menerima gadai,

maka tidak akan jelas bukti tentang transaksi tersebut.

2. As-Sunnah

Hadits dari Anas bin Malik ra. yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah

yang berbunyi

Artinya: “Telah meriwayatkan kepada kami Nashr bin Ali Al-

Jahdhami, ayahku telah meriwayatkan kepadaku, meriwayatkan kepada

kami Hisyam bin Qatadah dari Anas berkata: Sungguh Rasulullah

SAW. menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah

dan menukarnya dengan gandum untuk keluarganya.” (HR. Ibnu

Majah).

3. Pendapat Ulama

24

Jumhur Ulama (ulama Syafi’iyah, ulama Hanabilah, ulama

Malikiyah, dan ulama Hambali) sepakat membolehkan rahn,

berdasarkan pada kisah Nabi Muhammad SAW. yang menggadaikan

baju besinya untuk mendapatkan makanan dari seorang Yahudi.31

Dari dasar hukum gadai yang telah dikemukakan di atasdapat

disimpulkanbahwa gadai hukumnya mubah atau boleh. Gadai tidak

terbatas hanya ketika dalam perjalanan saja, tetapi juga bagi orang yang

menetap, dan juga gadai boleh dilaksanakan dengan orang muslim dan

juga orang non-muslim.

D. Hak dan Kewajiban Dalam Gadai

Para pihak (penggadai dan penerima gadai) masing-masing mempunyai

hak dan kewajiban yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut32:

1. Hak Rahin

a. Rahin berhak menerima sejumlah uang dari murtahin setelah

menyerahkan barang gadaian;

b. Rahin berhak mendapatkan kembali marhun setelah ia melunasi

utangnya kepada murtahin;

c. Rahin berhak mendapatkan sisa dari kelebihan hasil penjualan marhun,

apabila harga penjualan marhun lebih besar dari utang rahin;

d. Rahin berhak menuntut ganti rugi atas kerusakan dan/atau hilangnya

marhun, bilahal itu disebabkan oleh kelalaian murtahin.

2. Kewajiban Rahin

31 Wahbah Az-Zuhaili, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Fiqih Islam Wa

Adillatuhu Jilid 6, h., 110.

32 Ibnu Rusyd, Penerjemah Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, Bidayatul Mujtahid

Wanihatul Muqtashid, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), Cet. II, h., 197.

25

a. Rahin harus menyerahkan barang gadaian kepada murtahin;

b. Rahin berkewajiban melunasi utang yang telah diterimanya dalam

tenggang waktu yang telah ditentukan, termasuk biaya-biaya yang

ditentukan oleh murtahin;

c. Rahin berkewajiban merelakan penjualan marhun, apabila dalam jangka

waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat melunasi utangnya.33

3. Hak Murtahin

a. Murtahin berhak menahan barang yang digadaikan, sehingga rahin

melunasi kewajibannya;34

b. Murtahin berhak menjual marhun, apabila rahin tidak dapat memenuhi

kewajibannya pada saat jatuh tempo. Hasil penjualan marhun dapat

digunakan untuk melunasi pinjaman (marhun bih) dan sisanya

dikembalikan kepada rahin;

Murtahin berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah

dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun.35

4. Kewajiban Murtahin

a. Murtahin berkewajiban menyerahkan sejumlah uang kepada rahin pada

saat gadai berlangsung;

b. Murtahin berkewajiban untuk menjaga marhun dengan sebaik-baiknya;

c. Murtahin berkewajiban mengembalikan marhun apabila rahin telah

melunasi utangnya;

d. Murtahin berkewajiban memberitahukan kepada rahin bahwa marhun

akan dijual apabila rahin tidak mampu untuk melunasi utangnya pada

waktu yang telah ditentukan.

33 Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah, h., 41. 34 Ibnu Rusyd, Penerjemah Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, Bidayatul Mujtahid

Wanihatul Muqtashid, h., 311. 35 Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah, h., 40.

26

E. Pemanfaatan Barang Gadai

Akad gadai merupakan akad yang tujuannya bukan untuk mencari

keuntungan tapi untuk berbuat kebajikan (akad tabarru’), dengan demikian

orang yang memberi utang tidak diperbolehkan mengambil manfaat dari barang

yang digadaikan, meskipun orang yang berutang mengizinkannya.36 Menurut

para ulama siapa yang diperbolehkan mengambil manfaat atas barang yang

digadaikan, sebagai berikut:

1. Pemanfaatan oleh Rahin

a. Ulama Hanafiyah37

Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa rahin tidak boleh

memanfaatkan barang gadai dalam bentuk menggunakan, mengenakan,

menaiki, menempati, atau lain sebaginya kecuali dengan izin murtahin.

Larangan pemanfaatan terhadap barang gadai karena murtahin

mempunyai hak untuk menahan barang gadai sampai akad gadai itu

berakhir. Sehingga ketika rahin memanfaatkan barang gadai tanpa

seizin murtahin, maka rahin telah melakukan perbuatan yang melawan

hukum. Apabila kemudian terjadi kerusakan pada barang gadai, maka

rahin yang harus bertanggung jawab atas kerusakannya, sementara

kewajiban membayar uang pinjamn tetap berada pada rahin walaupun

barang gadai rusak atau hilang. Hal ini berdasarkan hadist:

36 Sayyid Sabiq, Penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin, Fikih Sunnah 5, (Jakarta:

Cakrawala Publishing, 2009), Cet. 1, h., 244. 37 Wahbah Az-Zuhaili, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Fiqih Islam Wa

Adillatuhu Jilid 6, h., 190.

27

Artinya: “Dan dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw.

bersabda: “Barang gadaian tidak menutup pemilik yang

menggadaikannya, keuntungan untuknya dan kerugiannya menjadi

tanggungannya.” (HR. Ad-Daraquthni dan Al-Hakim).

b. Ulama Malikiyah38

Ulama Malikiyah menyatakan bahwa rahin tidak boleh

memanfaatkan barang gadai. Mereka juga menyatakan bahwa izin

murtahin kepada rahin untuk memanfaatkan barang gadai

menyebabkan akad gadai menjadi batal. Hal ini dikarenakan pemberian

izin oleh murtahin tersebut di anggap sebagai bentuk pelepasan hak

murtahin terhadap barang gadai.

c. Ulama Syafi’iyah

Ulama Syafi’iyah memiliki pendapat yang berbeda, yaitu rahin

boleh memanfaatkan barang gadai dengan segala jenis pemanfaatan

yang tidak menyebabkan berkurangnya barang gadai, seperti

menaikinya, menempatinya, dan menggunakannya, jika barang gadai

adalah hewan atau kendaraan. Pemanfaatan, perkembangan, dan apapun

yang dihasilkan dari barang gadai adalah milik rahin dan barang gadai

tersebut statusnya tidak ikut terikat dengan utang yang ada. Hal ini

berdasarkan hadits Rasulullah SAW: 39

38 Wahbah Az-Zuhaili, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Fiqih Islam Wa

Adillatuhu Jilid 6, h., 191.

39 Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Penerjemah Fahmi Aziz dan Rohidin Wahid, Bulughul

Maram, h., 501.

28

Artinya: “Dan dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw.

bersabda: “Barang gadaian tidak menutup pemilik yang

menggadaikannya, keuntungan untuknya dan kerugiannya menjadi

tanggungannya.” (HR. Ad-Daraquthni dan Al-Hakim).

d. Ulama Hanabilah

Ulama Hanabilah memiliki persamaan pendapat dengan ulama

Hanafiyah, yaitu rahin tidak boleh memanfaatkan barang gadai kecuali

dengan persetujuan murtahin. pemanfaatan barang gadai tidak bisa

diambil apabila rahin dan murtahin tidak bersepakat atas pemanfaatan

barang gadai tersebut. Pendapat ini berdasarkan prinsip bahwa semua

pemanfaatan, perkembangan yang dihasilkan oleh barang gadai ikut

tergadaikan bersama barang tersebut. 40

Berdasarkan pendapat-pendapat ulama di atas kecuali ulama

Syafi’iyah, dapat disimpulkan bahwa rahin tidak boleh memanfaatkan

barang gadai dalam bentuk apapun, baik dalam bentuk menggunakan,

mengenakan, menaiki, menanami, menempati, dan lain sebagainya,

kecuali seizin murtahin, karena barang tersebut sebagai jaminan utang,

sehingga rahin sebagai pemiliknya tidak boleh memanfaatkannya.

2. Pemanfaatan oleh Murtahin

40 Wahbah Az-Zuhaili, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Fiqih Islam Wa

Adillatuhu Jilid 6, h., 190-191.

29

a. Ulama Hanafiyah

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa murtahin tidak boleh

memanfaatkan barang gadai, baik itu dalam bentuk penggunaan,

menaiki, menempati, mengenakan atau membaca, kecuali dengan izin

rahin. Apabila rahin memberi izin ke murtahin boleh memanfaatkannya

secara mutlak, karena bentuk seperti itu merupakan bentuk tabarru’ dari

rahin untuk murtahin. Namun ada sebagian lagi yang melarangnya

secara mutlak, karena itu adalah riba atau mengandung kesyubhatan

riba, sedangkan izin atau persetujuan tidak bisa menghalalkan riba dan

tidak pula sesuatu yang mengandung syubhat riba, hal ini berdasarkan

hadits:

Artinya: “Dan dari Ali bin Abi Thalib ra. berkata: “Rasulullah

saw. bersabda: “Setiap utang yang menarik keuntungan/manfaat adalah

riba”. (HR. Harits bin Abu Usamah dengan sanad yang sangat lemah).

b. Ulama Malikiyah

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa pemanfaatan barang gadai

dalam bentuk pinjaman, maka barang gadai tersebut tidak

diperbolehkan karena masuk ke dalam kategori pinjaman utang yang

menarik keuntungan,41 sesuai dengan hadits:

41 Wahbah Az-Zuhaili, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Fiqih Islam Wa Adillatuhu

Jilid 6, h.194.

30

Artinya: “Dan dari Ali bin Abi Thalib ra. berkata: “Rasulullah

saw. bersabda: “Setiap utang yang menarik keuntungan/manfaat adalah

riba”. (HR. Harits bin Abu Usamah dengan sanad yang sangat lemah).42

Namun, apabila utang jual beli secara non tunai, seperti jual beli

kredit dengan menjaminkan suatu barang, maka bentuk yang seperti itu

diperbolehkan. Tetapi, harus ditentukan batas waktunya dengan jelas.

c. Ulama Syafi’iyah

Dalam pemanfaatan barang gadai oleh murtahin, ulama

Syafi’iyah berpendapat apabila utang dalam bentuk pinjaman, murtahin

memberikan syarat khusus yang merugikan pihak rahin, maka syarat

tersebut tidak sah dan menurut pendapat yang lebih kuat, akad gadai

tersebut juga menjadi tidak sah,43 sesuai dengan hadits:

Artinya: “Dan dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw.

bersabda: “Barang gadaian tidak menutup pemilik yang

menggadaikannya, keuntungan untuknya dan kerugiannya menjadi

tanggungannya.” (HR. Ad-Daraquthni dan Al-Hakim).44

42 Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Penerjeah Fahmi Aziz dan Rohidin Wahid, Bulughul

Maram, h., 502. 43 Wahbah Az-Zuhaili, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Fiqih Islam Wa Adillatuhu

Jilid 6, h., 194-195. 44 Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Penerjemah Fahmi Aziz dan Rohidin Wahid, Bulughul

Maram, h., 501.

31

d. Ulama Hanabilah

Ulama Hanabilah menyatakan barang gadai yang tidak butuh

biaya perawatan untuk diberi makan, seperti rumah, barang dan lain

sebagainya, maka murtahin sama sekali tidak boleh memanfaatkan

barang gadai tersebut, kecuali barang gadai tersebut berupa hewan maka

murtahin diperbolehkan untuk memanfaatkannya.45 Hal ini berdasarkan

hadits Rasulullah SAW:

Artinya: “Dan dari Abu Hurairah ra., berkata, Rasulullah saw.

bersabda: hewan boleh dinaiki berdasarkan nafkah dan

pemeliharaannya ketika hewan tersebut digadaikan, susu hewan boleh

di minum berdasarkan nafkah dan pemeliharaannya ketika hewan

tersebut digadaikan, pihak yang menaiki dan meminum susu hewan

yang digadaikan adalah yang berkewajiban memberikan nafkah dan

pemeliharaan terhadap hewan yang digadaikan tersebut.” (HR. Al-

Bukhari).

Karena barang gadai, pemanfaatan-pemanfaatannya, dan apa

yang dihasilkannya adalah milik rahin. Hal ini berdasarkan hadits:

45 Wahbah Az-Zuhaili, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Fiqih Islam Wa Adillatuhu

Jilid 6, h., 196.

32

Artinya: “Dan dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah SAW.

bersabda: “Barang gadaian tidak menutup pemilik yang

menggadaikannya, keuntungan untuknya dan kerugiannya menjadi

tanggungannya.” (HR. Ad-Daraquthni dan Al-Hakim).46

Berdasarkan pendapat para jumhur ulama yang telah

dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa barang gadai selain hewan

tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin. Jumhur ulama (ulama

Hanabilah, ulama Malikiyah, ulama Hanafiyah, dan ulama Syafi’iyah)

berpendapat bahwa murtahin tidak boleh memanfaatkan barang yang

digadaikan, baik itu dalam bentuk menggunakan, menaiki, menanami,

mengenakan, menempati, dan lain sebagainya, karena barang tersebut

bukan miliknya secara penuh walaupun diizinkan oleh rahin.

Hak murtahin terhadap barang itu hanya sebatas sebagai

jaminan piutang yang diberikan kepada rahin. Apabila murtahin

memanfaatkan barang jaminan tersebut, maka hasil yang diperoleh dari

barang jaminan tersebut termasuk ke dalam kategori riba yang

diharamkan, sesuai dengan hadits:

46 Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Penerjemah Fahmi Aziz dan Rohidin Wahid, Bulughul

Maram, h., 500-501.

33

Artinya: “Dan dari Ali bin Abi Thalib ra. berkata: “Rasulullah

saw. bersabda: “Setiap utang yang menarik keuntungan/manfaat adalah

riba”. (HR. Harits bin Abu Usamah dengan sanad yang sangat lemah).47

F. Berakhir dan Selesainya Akad Gadai

Akad gadai dianggap telah berakhir dan selesai dengan beberapa

keadaan, sebagai berikut:

1. Rahin melunasi semua utangnya kepada murtahin;

2. Pembebasan utang. Pembebasan utang dalam bentuk apa saja yang

menandakan selesainya gadai, meskipun utang tersebut dipindahkan kepada

orang lain;48

3. Diserahkannya barang gadai kepada rahin;

4. Penjualan barang gadai secara paksa yang dilakukan oleh rahin atas

perintah hakim atau yang dilakukan oleh hakim ketika rahin menolak untuk

menjual barang gadai;

5. Hancurnya barang gadai, karena dengan hancurnya barang gadai berarti

objek akad tidak ada;

6. Para pihak melakukan pentasharufan terhadap barang gadai dengan

meminjamkannya, menghibahkannya, atau mensedekahkannya;

7. Murtahin membatalkan akad gadai yang ada, walaupun tanpa seizin rahin.

Sebaliknya, gadai dipandang tidak batal jika rahin yang membatalkannya.49

47 Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Penerjemah Fahmi Aziz dan Rohidin Wahid, Bulughul

Maram, h., 502. 48 Ibnu Rusyd, Penerjemah Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, Bidayatul Mujtahid

Wanihatul Muqtashid, h., 203. 49 Wahbah Az-Zuhaili, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Fiqih Islam Wa

Adillatuhu Jilid 6, h., 229.

34

Demikian uraian mengenai Gadai (rahn) dalam Hukum Islam, yang

meliputi pengertian gadai, rukun dan syarat gadai, hukum gadai dan dasar

hukum gadai, hak dan kewajiban dalam gadai, pemanfaatan barang gadai, dan

berakhir dan selesainya akad gadai.

35

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Wilayah Desa Geramat Kecamatan Mulak

Ulu Kabupaten Lahat

1. Profil Singkat

Desa Geramat adalah salah satu Desa yang berada di wilayah

Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan.

Desa Geramat memiliki jumlah penduduk sekitar kurang lebih 1.213

jiwa dengan luas wilayah 5000 m2, yang berbatasan dengan beberapa

wilayah, antara lain:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Hantau Dabuk, Desa Padang

Bindu dan Desa Keban Agung;

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Pematang Kayu Sahap dan

Desa Pengenta’an;

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Air atau Sungai Kuali, Desa

Tebing Tinggi, desa Jadian dan Desa Datar Balam;

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Air atau Sungai Kelian, Desa

Air Puar dan Desa Lesung Batu.

Letak Desa Geramat memiliki jarak yang cukup jauh dengan

pusat Pemerintahan, yaitu:

a. Jarak ke Ibu Kota Provinsi (Palembang) sejauh 276 Km;

b. Jarak ke Ibu Kota Kabupaten (Lahat) sejauh 60 Km;

c. Jarak ke Ibu Kota kecamatan (Muara Tiga) sejauh 2,5 Km.

Desa Geramat bisa dikatakan sebagai Desa yang lebih dulu atau

dituakan di daerah Mulak Ulu. Sesuai namanya, Geramat atau disebut

juga dengan Keramat, jadi Desa Geramat bisa disebut juga sebagai

36

Desa yang di Keramatkan. Desa Geramat dipimpin oleh seorang

Kepala Desa yang dipilih langsung oleh warga Desa setiap 5 Tahun

sekali masa jabatan. Untuk saat ini yang menjadi Kepala Desa Geramat

ialah Bapak Sapuan Hariadi yang telah menjabat sejak tahun 2017

lalu.50

2. Keadaan Topografi

Keadaan topografi wilayah Kecamatan Mulak Ulu, terletak di

daerah dataran tinggi yang sejuk, yang rata-rata suhunya ialah 16º-26º

C. Desa Geramat Terletak di Dataran Tinggi Bukit Barisan sehingga

tanah di daerah ini tergolong subur dan cocok dipergunakan sebagai

tanah pertanian, seperti Sawah, kebun sayur-sayuran, kebun Kopi dan

kebun Karet serta perkebunan lainnya. Menurut kondisi fisiografinya,

ketinggian wilayah Desa Geramat berada pada ketinggian rata-rata

±1000 mdpl.

Moda transportasi untuk menuju ke Desa Geramat bisa dilalui

dengan bermacam transportasi darat seperti Mobil dan Motor.

Transportasi umum seperti mobil angkot juga tersedia untuk menuju

ke Desa Geramat.

3. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Desa Geramat pada 2019 adalah sebanyak 1213

jiwa yang terdiri dari 312 Kepala keluarga, yang pembagiaanya adalah

sebagai berikut:

-Laki-laki : 603 Jiwa

-Perempuan : 610 Jiwa

50 Gambaran Umum Wilayah Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu yang mencakup profil,

keadaan topografi, dan jumlah penduduk diperoleh dari data Monografi Desa Geramat Kecamatan

Mulak Ulu Kabupaten Lahat 2019.

37

-Usia 0-15 Tahun : 385 Jiwa

-Usia 15-65 Tahun : 783 Jiwa

-Usia 65 Tahun keatas : 45 Jiwa

Keseluruhan masyarakat Desa Geramat ialah suku Besemah dan

Beragama Islam. Yang mana meskipun ada penduduk yang berasal

dari luar atau pendatang, jumlahnya sedikit dan semuanya memeluk

agama Islam.

4. Kondisi Sosial

Berkaitan dengan segi kehidupan sosial Mayarakat Desa Geramat

dapat dilihat dari segi aspek pendidikan, dalam segi pendidikan

Masyarakat Desa Geramat tergolong menengah. Rata-rata pendidikan

yang dienyam oleh masyarakat Desa Geramat ialah tamatan Sekolah

Menengah Atas atau SMA.51 Hal ini dapat dilihat dari tabel Tingkat

Pendidikan Masyarakat Desa Geramat dibawah ini:

-Lulusan Taman Kanak-kanak : 20 Orang

-Lulusan Sekolah Dasar : 391 Orang

-Lulusan Sekolah Menengah Pertama : 208 Orang

-Lulusan Sekolah Menengah Atas : 204 Orang

-Lulusan Akademi/Diploma : 8 Orang

-Lulusan Sarjana : 23 Orang

-Tidak Sekolah atau Tidak Tamat Sekolah : 18 Orang

5. Kondisi Budaya

Masyarakat Desa Geramat yang semuanya memeluk agama Islam,

masih memegang teguh budaya yang dipengaruhi ajaran islam, seperti:

51 Gambaran Umum Wilayah Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu yang mencakup profil,

keadaan topografi, dan jumlah penduduk diperoleh dari data Monografi Desa Geramat Kecamatan

Mulak Ulu Kabupaten Lahat 2019.

38

a. Tahlilan, yaitu kegiatan membaca kalimat tayyibah yang

dilaksanakan pada saat masyarakat Desa Geramat mempunyai

hajat atau mengalami musibah. Bacaan tahlil tersebut dilakukan

oleh bapak-bapak atau ibu-ibu dirumah penduduk yang

mempunyai hajat atau mengalami musibah tersebut. Begitupun

dalam hal pelaksanaan acara adat yang ada di desa Geramat ini

dipengaruhi oleh nilai-nilai agama Islam, seperti halnya

selamatan pernikahan, acara kelahiran, dan lain sebagainya.

b. Yasinan, yang biasanya dilakukan setiap seminggi sekali yaitu

pada malam Jum’at.

6. Kondisi Keagamaan

Kondisi keagamaan di desa Geramat dapat dikatakan baik karena

semuanya masyarakat Desa Geramat memeluk agama Islam, dapat

dilihat dari kehidupan sehari-hari yang senantiasa diwarnai dengan

nilai-nilai agama da suasana keagamaan di Desa Geramat sangat kental

yang mana banyak aktivitas keagamaan yang biasa dilakukan seperti

ibadah pengajian, peringatan hari besar Islam, hal ini dianggap sebagai

wadah silahturahmi antar masyarakat Desa Geramat.

7. Kondisi Ekonomi

Masyarakat desa Geramat sebagian besar berprofesi sebagai

Petani.52 Untuk menggambarkan keadaan ekonomi masyarakat desa

Geramat secara lebih jelas data ditunjukkan seperti data dibawah ini:

-Petani : 274 Orang

-Wiraswasta : 17 Orang

52 Gambaran Umum Wilayah Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu yang mencakup profil,

keadaan topografi, dan jumlah penduduk diperoleh dari data Monografi Desa Geramat Kecamatan

Mulak Ulu Kabupaten Lahat 2019.

39

-Buruh Tani : 17 Orang

-Pensiunan : 4 Orang

-Jasa : 3 Orang

8. Gadai Dalam Adat Besemah di Desa Geramat Kecamatan

Mulak Ulu Kabupaten Lahat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, adat ialah

aturan yang mencakup perbuatan atau kebiasaan yang lazim diterapkan

atau dilaksanakan sejak dahulu kala. Adat juga memiliki arti lain yang

artinya adalah cara yang sudah menjadi kebiasaan. Kemudian arti dari

“Adat Besemah“ adalah sesuatu perilaku atau peraturan yang didalam

nya mengatur nilai-nilai kehidupam dari hal yang kecil sampai hal

yang besar seperti kehidupan dalam ber-hukum, ber-ekonomi, budaya

dan lain-lain.53

Karena ekonomi ini hampir mencakup seluruh kehidupan dalam

bermasyarakat tak terkecuali gadai, maka persoalan ekonomi dalam

hal gadai ini menjadi kajian yang mendalam dan serius dalam

kehidupan bermasyarakat Suku Besemah terkhusus Masyarakat Desa

Geramat. Gadai dalam adat Besemah dikenal juga dengan istilah

Nyande.

B. Pengertian dan Mekanisme Gadai Dalam Adat Besemah

Gadai dalam adat Besemah disebut juga dengan istilah Nyande

yaitu penyerahan suatu barang berupa barang yang bergerak atau tidak

53 Wawancara dengan Aidil Fitri, Tokoh Desa Geramat, di Desa Geramat, pada hari Kamis,

tanggal 30 Juli 2020, Pukul 11:00 WIB.

40

bergerak yang dijadikan sebagai jaminan atau objek gadai atas suatu

pinjaman. Barang yang dijadikan sebagai objek jaminan tersebut

sementara berpindah kepada pihak kedua yang sebagai pemegang

gadai atau barang sandean sampai pinjaman dikembalikan atau

dianggap lunas.

Nyande bisa dikatakan hampir seperti gadai konvensional, tetapi

yang membedakannya ialah terletak pada:

1. Didalam proses nyande bisa terjadi 2 akad sekaligus yakni akad

gadai dan sewa menyewa yang hasilnya dibagi 2 yang disebut

dengan sasih, dan penghitungan pembagian atas sasih tersebut

tidak berdasarkan persenan melainkan pukul rata.

2. Adanya saksi minimal 2 orang yang disaksikan juga oleh

perangkat Desa (Kepala Desa) dalam proses Nyande;

3. Serta tidak ada faktur bukti pembayaran atas proses nyande

tersebut melainkan adanya surat perjanjian yang bermaterai;

4. Waktu berlakunya akad bisa dikatakan fleksibel, sesuai

kesepakatan kedua pihak;

5. Pengelolaan dan pemanfaatan barang oleh pihak pemegang

sandean bersifat tak terbatas sampai uang pinjaman dikembalikan

oleh pihak penyande.

Dalam akad Nyande bisa terjadi dua akad sekaligus didalamnya,

seperti:

1. Barang dikuasai oleh pihak kedua atau pemegang sandean, dan

hasilnya dikuasai oleh pemegang sandean;

2. Pihak pertama turut andil dalam menggarap objek sandean yang

hasilnya dibagi dua (bagi hasil) kepada pihak kedua atau akad ini

disebut juga dengan akad nating.

41

C. Pemanfaatan Barang Gadai

Seperti gadai pada umumnya pada proses nyande, barang yang

dijadikan objek jaminan berpindah tangan kepada penerima sandean.

Selama objek sandean masih ter-sande, maka pemanfaatan terhadap

objek sande tersebut mutlak berada di tangan penerima sandean. Jika

uang yang dipinjamkan belum dikembalikan, maka penerima sandean

bebas menggarap dan mengambil keuntungan atau hasil dari sandean

tersebut tanpa mengurangi nominal utang yang ada.54

Seperti uraian diatas, pemanfaatan barang sandean oleh pemegang

sandean ini berdasarkan persetujuan pihak pertama atau penyande,

karena telah meminjamkan uang kepada penyande, walaupun terkesan

penyande terpaksa mengizinkan hal tersebut kepada pemegang sande.

D. Jangka Waktu dan Berakhirnya Proses Nyande

Dalam proses nyande, jangka waktu pengembalian utang kepada

pemegang sandean tergantung kepada penyande atau peminjam sebagai

pemilik barang sandean. Penyande dapat menebus sandean tersebut

kapan pun, seperti jika objek sandean tersebut berupa sawah atau kebun

paling tidak sudah dua kali panen baru bisa objek sandean tersebut dapat

ditebus.

Jangka waktu proses sande bisa dikatakan fleksibel atau tidak

menentu. Jika penyande belum sanggup menebus utang kepada

pemegang sande, penyande bisa mengajukan perpanjangan waktu atau

54 Wawancara dengan Mahmud, Tokoh Desa Geramat, di Desa Geramat, pada hari Kamis,

tanggal 30 Juli 2020, pukul 09:00 WIB.

42

jika penyande tidak sanggup menebusnya maka bisa dioper kepada pihak

ketiga atas persetujuan pemegang sande tentunya.

43

BAB IV PRAKTIK NYANDE DI DESA GERAMAT KECAMATAN MULAK

ULU KABUPATEN LAHAT MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Praktik Gadai (Nyande) di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu

Kabupaten Lahat

Umumnya di dalam Masyarakat Suku Besemah termasuk Masyarakat Desa

Geramat menyebut gadai dengan istilah Nyande. Barang yang sering di

sandekan masyarakat Desa Geramat ialah sawah, kebun, rumah, dan ada juga

yang me nyandekan barang bergerak seperti motor dan mobil. Praktik Nyande

yang terjadi di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat sudah

berlangsung cukup lama dan bisa dikatakan sudah menjadi kebiasaan dan

tradisi masyarakat Desa Geramat. Terkait berapa lama praktik Nyande ini sudah

berlangsung, tidak dapat diprediksi secara jelas karena tidak ada bukti tertulis

maupun tidak tertulis seperti dokumentasi sehingga tidak didapatkan suatu

bukti yang jelas dalam mengetahui sejak kapan praktik Nyande berlangsung.55

Praktik Nyande yang terjadi pada masyarakat Desa Geramat Kecamatan

Mulak Ulu Kabupaten Lahat ini hampir sama seperti gadai konvensional di

pegadaian, praktik ini ialah diawali dengan perjanjian kedua belah pihak,

dimana pihak yang menyandekan (rahin) datang kepada pihak penerima sande

(murtahin) untuk meminjamkan sejumlah uang dan bermaksud menjadikan

barang berharga yang dimilikinya sebagai jaminan atas utang pinjaman

tersebut. Dalam praktik nyande ini barang yang di sandekan diserahkan kepada

penerima sande (murtahin) dan otomatis boleh dimanfaatkan oleh penerima

sande (murtahin). Dalam serah terima barang ini di saksikan oleh pihak

aparatur Desa dan 2 (dua) orang saksi agar mengetahui telah terjadi proses

55Wawancara dengan Mahmud, Tokoh Masyarakat, di Desa Geramat, pada hari Kamis, 30

Juli 2020, Pukul 09:00 WIB.

44

nyande ini. Setelah kedua pihak telah sepakat, barang yang dijadikan sandean

telah diterima pihak penerima sande (murtahin) dan uang pinjaman telah

diterima pihak penyande (rahin) serta telah disaksikan oleh para saksi maka

perjanjian nyande ini telah memiliki kekuatan yang mengikat dan secara

otomatis barang yang disandekan telah berpindah hak pengelolaan dan

pemanfaatan barangnya kepada penerima sande (murtahin) sementara sampai

utang pinjamannya telah dilunasi.

Umumnya dalam praktek nyande, pemanfaatan barang sandean tersebut

biasa dilakukan sehari-hari. Dalam pemanfaatan barang tersebut tentunya

memiliki dampak yang ditimbulkan, baik dampak yang menguntugkan dan

dampak yang merugikan. Dampak yang menguntungkan tentunya dirasakan

oleh pihak penerima sandean yang bisa memanfaatkan barangnya secara

leluasa dan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Keuntungan tersebut

tidaklah termasuk kedalam hitungan utang tetapi murni keuntungan untuk

penerima sandean. Kemudian dampak yang merugikan ialah barang yang

disandekan bisa rusak dan berkurang nilainya karena telah dimanfaatkan oleh

pihak penerima sande. Perjanjian atau praktik sande ini biasanya terjadi karena

pihak rahin yang memiliki kebutuhan yang mendesak dan membutuhkan uang

dalam waktu yang cepat, sehingga penyande (rahin) menyandekan barangnya

agar barang tersebut tidak hilang dan bisa dimiliki lagi setelah melunasi

pinjamannya kepada penerima sande (murtahin).

Biasanya dalam perjanjian Nyande, waktu pelunasan hutangnya ditentukan

dan sesuai kesepakatan bersama, tetapi pada saat waktu pelunasannya tiba

masyarakat jarang sekali langsung melunasinya dikarenakan kondisi ekonomi

yang pas-pasan dan sumber pencaharian mereka berasal dari lahan yang mereka

sande kan tersebut. Karena itulah biasanya juga para pihak sepakat untuk untuk

melakukan perpanjangan waktu pelunasannya dan biasanya juga ketika terjadi

perpanjangan waktu, rahin juga meminta penambahan pinjamannya kepada

murtahin. Jika rahin belum bisa juga melunasi pinjamannya kepada murtahin

45

setelah tambahan waktunya telah tiba, maka barang yang disande kan menjadi

milik murtahin tetapi hal ini juga harus sesuai dengan kesepakatan kedua belah

pihak. Apabila rahin tidak setuju, murtahin bisa mengalihkan kepada pihak

ketiga yang mau menerima perjanjian antara rahin dan murtahin. Pihak ketiga

membayar nominal yang ditanggung oleh pihak rahin, dan rahin nanti

membayar hutangnya kepada pihak ketiga bukan kepada murtahin lagi

dikarenakan telah berpindah kepada pihak ketiga.

1. Mekanisme Praktik Nyande di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu

Kabupaten Lahat

Dalam pelaksanaannya, Nyande di Desa Geramat terdapat akad, rukun

dan syarat sahnya perjanjian nyande seperti halnya gadai pada umumnya,

berikut penjabarannya.

a. Bentuk akad perjanjian dalam transaksi Nyande

Dari wawancara yang telah peneliti lakukan dalam rentan waktu

bulan Juli – Agustus 2020, di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu

Kabupaten Lahat, peneliti mendapatkan data dari wawancara kepada

pihak-pihak yang pernah dan sedang melakukan transaksi/perjanjian

Nyande bahwa para pihak terlebih dahulu membuat akad perjanjian dan

memenuhi syarat serta rukun yang telah ditentukan. Akad yang ada

didalam transaksi Nyande antara lain: perjanjian dilakukan secara

tertulis ataupun lisan, pelaksanaan transaksinya harus disetujui oleh

kedua belah pihak secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan, pada

saat penandatanganan harus disaksikan oleh saksi, yakni aparatur desa

(ketua/sekretaris desa) dan minimal 2 orang saksi lainnya, barang yang

dijadikan sebagai sandean diserahkan kepada pihak penerima sande

(murtahin) dan barang tersebut dapat dimanfaatkan oleh penerima

sande (murtahin).

46

Mengenai pemahaman masyarakat Desa Geramat tentang praktik

Nyande, peneliti melakukan wawancara langsung terhadap masyarakat

yang pernah dan sedang melakukan transaksi Nyande, baik sebagai

penyande ataupun penerima sande:

Menurut Ibu Misnawati, selaku Masyarakat Desa Geramat yang

pernah menjadi penerima sande berupa sawah seluas 2 hektar. Menurut

beliau Nyande adalah suatu perjanjian yang dilakukan dalam bentuk

tertulis oleh 2 orang pihak yang sepakat untuk meminjamkan uang

dalam jangka waktu tertentu, yang didalam perjanjian pinjam

meminjam tersebut terdapat barang yang di jadikan jaminan atas

pinjaman tersebut. Contohnya ialah seperti meminjam sejumlah uang

dengan menjaminkan sawah, Prosedurnya ialah pihak kedua (murtahin)

memberikan pinjaman berupa uang yang di butuhkan pihak pertama

(rahin), kemudian pihak pertama menyerahkan sawahnya sebagai

jaminan atas pinjaman yang diterimanya, dan sawah tersebut dapat

dimanfaatkan sesuai dengan keinginannya baik dari hasil padi maupun

penanaman kembali, kecuali sawah tersebugt tidak boleh dijual tetapi

hanya boleh dimanfaatkan saja. Setelah kedua pihak sepakat dan sawah

yang disandekan telah berpindah tangan sementara pihak pertama tidak

memiliki hak lagi terhadap sawah tersebut sampai waktu yang telah

disepakati dan pinjamannya telah lunas. Menurut Misnawati praktik ini

sesuai dengan syariat hukum Islam yaitu saling Tolong Menolong.56

Menurut Bapak Rislan, masyarakat Desa Geramat yang pernah

menjadi penyande yang menyandekan kebun kopi seluas 1 hektar.

Menurut beliau praktik Nyande adalah perjanjian tertulis atas hutang

yang dibuat atas dasar suka sama suka, sedia sama sedia antara

56 Wawancara dengan Misnawati, Pihak Penerima Sandean (Masyarakat), di Desa Geramat,

pada hari Kamis, 30 Juli 2020, Pukul 09:00 WIB.

47

penyande dan penerima sande, dimana pemberi sandean melihat

terlebih dahulu barang yang akan disandekan, jika penerima sande

(murtahin) sepakat, maka penyande harus memberikan barang yang

disandekan tersebut (kebun Kopi) kepada penerima sande (murtahin)

dan penyande harus merelakan kebun tersebut untuk dikelola dan

dimanfaatkan oleh penerima sande sampai waktu yang telah disepakati.

Jika kebun kopi tersebut panen makan yang menerima untung dari hasil

panennya ialah penerima sande dan hasil tersebut tidak terhitung

sebagai cicilan pembayaran hutang penyande kepada penerima sande.

Penyande tidak memiliki hak atas kebun tersebut apabila sudah

diserahkan kepada penerima sande. Menurut Bapak Rislan, praktik ini

sesuai dengan syariat hukum Islam karena praktik Nyande ini sudah

menjadi Kebiasaan.57

Menurut Ibu Isdi, masyarakat Desa Geramat yang pernah menjadi

penyande berupa 1 buah sepeda motor. Menurut beliau praktik Nyande

adalah kesepakatan antar dua pihak yang dilakukan secara lisan dan

diakukan atas dasar suka sama suka. Perjanjian ini diawali ketika pihak

penyande (rahin) meminjam uang sebanyak Lima Juta Rupiah kepada

pihak peminjam atau penerima sande (murtahin) dan pihak penyande

menyandekan sepeda motornya, tetapi didalam perjanjian ini ketika saat

pelunasan hutang tersebut penyande harus membayar uang lebih dari

yang dipinjamkan dikarenakan waktu perjanjiannya tidak terlalu lama.

Selain mendapatkan uang lebih pada saat pelunasannya, penerima sande

juga bisa dan bebas memakai motor tersebut untuk keperluan sehari-

harinya. Menurut Ibu Isdi, praktik nyande ini belum sesuai dengan

57Wawancara dengan Rislan, Pihak Penyande (Masyarakat), di Desa Geramat, pada hari

Kamis, 30 Juli 2020, Pukul 09:00 WIB.

48

syariat Islam karena masih terdapat bunga disaat pelunasan

hutangnya.58

Menurut Bapak Hendro, masyarakat Desa Geramat yang pernah

melakukan transaksi Nyande yakni sebagai penyande yang

menyandekan sawahnya sebagai barang sandean, beliau berpendapat

bahwa nyande ialah praktik pinjam meminjam uang yang dilakukan

penyande (rahin) dan pemberi pinjaman atau penerima sande

(murtahin) yang dilakukan secara sukarela dan berbentuk perjanjian

tertulis disaat pihak penyande tidak memiliki uang dan mengalami

kebutuhan yang mendesak dan memiliki jangka waktu tertentu.

Menurut beliau jika memungkinkan dan kedua belah pihak sama-sama

sepakat dalam perjanjian nyande ini bisa terjadi satu akad lagi yakni

akad kerja sama, yakni ketika penyande menyandekan sawahnya dan

penyande juga ingin tetap menggarap sawah tersebut dikarenakan dari

sawah tersebut sumber pencahariannya dan penerima sande setuju maka

terjadilah akad kerja sama diatas akad nyande tersebut. Akad kerja sama

tersebut disebut juga dengan nyasih dan hasil dari nyasih tersebut sama

seperti bagi hasil pada umumnya. Bapak Hendro beranggapan bahwa

praktik ini sudah sesuai dengan hukum Islam karena didasari sifat

tolong menolong.59

Berdasarkan penjelasan beberapa narasumber diatas, dapat

disimpulkan bahwa praktik perjanjian nyande yang dilakukan oleh

Masyarakat Desa Geramat ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat,

perjanjian nyande ada yang berupa perjanjian tertulis dan perjanjian

lisan. Perjanjian tertulis biasanya dilakukan ketika ada perjanjian

58 Wawancara dengan Isdianah, Pihak Penyande (Masyarakat), di Desa Geramat, pada hari

Kamis, 30 Juli 2020, Pukul 09:30 WIB. 59Wawancara dengan Hendro, Pihak Penyande (Masyarakat), di Desa Geramat, pada Hari

Kamis, 30 Juli 2020, pukul 09:30 WIB.

49

nyande yang berupa kebun, sawah, dan rumah. Penggunaan perjanjian

tertulis tersebut dikarenakan barang tersebut sangat berharga dan

memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga perjanjian tertulis ini lebih

efektif dilakukan agar menjadi bukti hukum yang sah apabila terdapat

salah satu pihak yang melakukan wanprestasi. Biasanya jangka waktu

perjanjian nyande yang berupa kebun, sawah dan rumah ialah relatif

kurang lebih 2 tahun, dan perjanjian ini tidak terdapat bunga atau

pembayaran lebih dari pinjaman yang didapatkan karena dinilai hasil

yang diperoleh pada saat memanfaatkan barang tersebut lebih dari

cukup dan penerima nyande dikatakan untung.

Sedangkan penggunaan perjanjian nyande secara lisan biasa

digunakan pada saat nyande yang berupa kendaraan bermotor ataupun

handphone karena objek barang tersebut harganya tidak terlalu mahal

dan apabila terjadi wanprestasi dari salah satu pihak bisa diselesaikan

secara kekeluargaan serta di perjanjian nyande berupa kendaraan

bermotor inilah masih terdapat bunga disaat pelunasan hutangnya.

Transaksi nyande secara lisan ini biasanya dilakukan dengan orang-

orang terdekat, seperti keluarga dan tetangga. Kebanyakan masyarakat

juga menganggap praktik traksaksi nyande ini sudah sesuai dengan

syariat Islam, karena memiliki unsur tolong menolong dan sudah

menjadi kebiasaan.

Adapun beberapa alasan terjadinya praktik nyande di Desa Geramat

Kecamatan Mulak Ulu ini, ialah:

1) Praktik nyande ini dilakukakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-

hari, dan sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan mendesak.

2) Praktik nyande ini dinilai lebih praktis dan lebih cepat prosesnya

dibandingkan dengan meminjam di lembaga keuangan pada

umumnya.

50

3) Praktik nyande ini dilakukan karena tidak ingin kehilangan barang

berharga disaat tidak memiliki uang saat memiliki kebutuhan yang

mendesak.

4) Penyelesaian sengketa atau permasalahan yang timbul saat praktik

nyande ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan.60

b. Jangka Waktu Nyande

Menurut Bapak Agustian, masyarakat Desa Geramat yang pernah

melakukan transaksi nyande mengatakan bahwa praktik nyande yang

berupa kebun, sawah dan rumah biasanya dilaksanakan selama dua

tahun, akan tetapi jika penyande belum bisa melunasi hutangnya pada

saat jatuh tempo, maka waktunya bisa diperpanjang sampai penyande

dapat melunasi hutangnya.61

Menurut Ibu Wasilah, masyarakat Desa Geramat yang pernah

menjadi penerima sande mengatakan bahwa, jangka waktu yang biasa

diterapkan pada praktik nyande yang berupa kendaraan bermotor ialah

selama kurang lebih dua bulan, apabila penyande belum bisa melunasi

hutangnya dalam waktu yang telah disepakati maka barang tersebut bisa

menjadi hak milik peminjam tetapi hal tersebut harus sesuai dengan

ketersediaan penyande.62

60Wawancara dengan Mahmud, Tokoh Masyarakat Desa Geramat, di Desa Geramat, pada hari

Kamis, 30 Juli 2020, pukul 09.00 WIB. 61Wawancara dengan Agustian, Masyarakat Desa Geramat, di Desa Geramat, pada hari Kamis,

30 Juli 2020, pukul 09:45 WIB. 62Wawancara dengan Wasilah, Pihak Penerima Sande (Masyarakat), di Desa Geramat, pada

hari Kamis, 30 Juli 2020, pukul 09:45 WIB.

51

Menurut Bapak Abdi, masyarakat Desa Geramat yang pernah

mempraktikkan perjanjian Nyande dan bertindak sebagai penerima

sande berupa kebun kopi seluas satu hektar mengatakan bahwa, jangka

waktu dalam praktik nyande ditentukan selama dua tahun dan apabila

penyande belum bisa melunasi hutangnya kepada penerima sande maka

akan diadakan perundingan untuk memperpanjang tanpa merubah isi

perjanjian tertulis sebelumnya.63

Dari pendapat-pendapat yang telah dikemukakan diatas dapat

disimpulkan bahwa dalam pelunasan hutang praktik nyande yang ada di

Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu memiliki jangka waktu yang

disepakati oleh semua Pihak. Jika barang yang disandekan berupa

sawah, kebun, dan rumah maka jangka waktunya ialah kurang lebih dua

tahun dan apabila penyande belum bisa melunasi hutangnya dalam

waktu yang telah disepakati tersebut maka akan dilakukan perundingan,

baik untuk memperpanjang waktu perjanjian pelunasan atau jika

penyande bersedia maka barang sandean menjadi hak milik penerima

sande. Sedangkan untuk barang sandean yang berupa kendaraan

bermotor dan handphone, jangka waktu perjanjiannya adalah dua

minggu sampai dua bulan, dan penerima sande bisa memanfaatkan

sepenuhnya barang sandean tersebut. Apabila penyande tidak dapat

melunasi hutang beserta bunganya dalam waktu yang telah ditentukan,

maka barang sandean tersebut menjadi milik penerima sandean.

c. Keuntungan dan kerugian dalam pelaksanaan praktik Nyande

Transaksi/praktik nyande, sudah menjadi sebuah kebiasaan yang

biasa dilakukan untuk membantu disaat ada sesama warga/masyarakat

yang membutuhkan uang saat memiliki kebutuhan yang mendesak yang

63Wawancara dengan Abdi Juliansah, Pihak Penerima Sande (Masyarakat), di Desa Geramat,

pada hari Kamis, 30 Juli 2020, pukul 10:00 WIB.

52

harus dipenuhi dalam waktu singkat dan tidak ingin menjual salah satu

harta miliknya untuk mendapatkan uang. Seperti halnya suatu transaksi

pada umumnya dan terkhususnya gadai, nyande juga memilik untung

dan rugi didalamnya. Berbicara masalah untung dan rugi yang terdapat

dalam praktik nyande ini, bisa dikatakan hampir semua pihak yang

menjadi penerima sandenya mendapatkan keuntungan yang sangat

besar dari barang yang disandekan kepada mereka, sebaliknya

kebanyakan penyande mengalami kerugian. Hal tersebut semakin kuat

berasarkan pendapat dari para pihak yang pernah melakukan transaksi

nyande di Desa Geramat, seperti hasil dari wawancara yang peneliti

dapatkan berikut ini.

Menurut Bapak Jimmy, masyarakat Desa Geramat yang pernah

menjadi pihak penyande berupa kebun karet seluas satu hektar

mengatakan bahwa pihak penyande hampir semuanya merugi, karena

penerima sande tersebut memakai dan memanfaatkan hasil dari kebun

tersebut seperti halnya yang dialami Bapak Jimmy yakni pihak

penerima sande memanfaatkan dengan cara menjual getah karet, dan

sementara sampai hutang tersebut lunas hak milik kebun tersebut

menjadi milik penerima sande tersebut. Sementara penerima sande

mendapatkan untung daripada memanfaatkan hasil getah karet tersebut,

penyande masih tetap membayar pinjaman uang tersebut tanpa

mengurangi nominal hutangnya tersebut. Tetapi menurut beliau,

penyande memperoleh juga memperoleh manfaat dari transaksi sande

tersebut yakni beliau langsung mendapat pinjaman uang dengan cepat

karena menjaminkan barangnya dan barang tersebut tidak bakal hilang

53

dan akan kembali menjadi milik penyande disaat beliau menebus

pinjamannya tersebut.64

Menurut Ibu Riri yang pernah menjadi penyande berupa sawah

seluas lima m³, beliau berpendapat bahwa pihak penyande ini

kedudukannya merugi, dikarenakan pada saat menyandekan sawah

tersebut, disaat sawah tersebut panen yang mendapat untungnya ialah

pihak penerima sande karena telah berpindah sementara hak milik

sawah tersebut.65

Kemudian ada Bapak Anas Trawansyah yang pernah juga menjadi

pihak penyande berupa satu buah motor bebek, beliau mengatakan

bahwa beliau merasa dirugikan atas perjanjian sande menyande tersebut

karena selain harus melunasi hutangnya tersebut tetapi juga harus

membayar bunga berupa uang yang lebih dari pinjaman tersebut, dan

beliau tentunya harus menerima motor yang disandekan tersebut

dimanfaatkan oleh penerima sande tersebut padahal sumber

pencaharian beliau berasal juga dari motor tersebut, sehingga beliau

merasa kesulitan membayar hutangnya kepada penerima sande

tersebut.66

Menurut Bapak Ari Junanda yang pernah menjadi penyande berupa

satu buah handphone, beliau mengatakan bahwa beliau merasa

dirugikan atas sande tersebut karena selain penerima sande dapat

mengunakan handphone tersebut, beliau juga harus membayar

64Wawancara dengan Jimmy, Pihak Penyande, di Desa Geramat, pada hari Jum’at, 01

Agustus 2020, pukul 08:45 WIB. 65Wawancara dengan Rianti, Pihak Penyande, di Desa Geramat, pada hari Jum’at, 01 Agustus

2020, pukul 09:00 WIB. 66Wawancara dengan Anas Trawansyah, pihak Penyande, di Desa Geramat, pada hari Jum’at,

01 Agustus 2020, pukul 09:15 WIB.

54

hutangnya lebih dari pinjaman yang didapatkan dari menyandekan

handphone tersebut.67

Lalu, ada juga pihak yang pernah menjadi pihak perima sande yakni

Bapak Ansah, yakni sebagai penerima sande berupa satu buah motor,

beliau mengatakan bahwa didalam praktik nyande ini terdapat untung

dan ruginya, untungnya ialah beliau dapat memanfaatkan motor tersebut

untuk keperluan sehari-hari dan mendapatkan bunga dari hutang yang

beliau berikan, kemudian kerugiannya ialah apabila motor tersebut

mengalami kerusakan, beliaulah yang bertanggung jawab untuk

menservisnya ke bengkel.68

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat

keuntungan dan kerugian didalam praktik nyande ini, yaitu antara lain:

a.) Keuntungan dan kerugian pihak Penyande

(1) Keuntungan menjadi pihak Penyande antara lain ialah: uang

yang ingin segera didapatkan cepat didapat tanpa harus

kehilangan barang berharganya dengan cara dijual dan ketika

telah sampai waktu tempo pembayaran, bisa dirundingkan

dengan pihak penerima sande untuk dapat memperpanjang masa

perjanjian apabila pihak penyande belum bisa membayar

hutangnya.

(2) Kerugian menjadi pihak penyande antara lain adalah: barang

yang menjadi objek sandean dapat dimanfaatkan sepuas-

puasnya oleh pihak penerima sande selama masa perjanjian

berlaku dan hasil keuntungan yang didapat oleh

67Wawancara dengan Ari Junanda, pihak Penyande, di Desa Geramat, pada hari Jum’at, 01

Agustus 2020, pukul 09:40 WIB. 68Wawancara dengan Ansah, pihak Penerima Sande, di Desa Geramat, pada hari Kamis, 30

Juli 2020, pukul 10:00 WIB.

55

pemegang/penerima sande tidak terhitung sebagai cicilan hutang

penyande melainkan murni menjadi untung penerima/pemegang

sande.

b) Keuntungan dan kerugian pihak Penerima Sande

(1) Keuntungan bagi Penerima Sande antara lain adalah: barang

yang dipegang sebagai jaminan atau objek sande dapat

dimanfaatkan sepuas-puasnya dan keuntungan dari pemanfaatan

barang tersebut menjadi milik penerima/pemegang sande

tersebut sampai habis waktu perjanjiannya.

(2) Kerugian bagi pihak Penerima Sande antara lain adalah: jika

barang yang dipegang rusak maka menjadi tanggung jawab

penerima/pemegang sande.

2. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Praktik Nyande di Desa Geramat

Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat

Ada beberapa faktor yang menjadi alasan bagi masyarakat Desa

Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat untuk melakukan

transaksi Nyande ini, berikut beberapa hasil wawancara seputar apa saja

faktor yang menjadi alasan dari beberapa pihak yang pernah menggunakan

transaksi nyande:

Menurut Bapak Abdi, masyarakat Desa Geramat yang pernah

mempraktikkan perjanjian Nyande dan bertindak sebagai penerima sande

berupa kebun kopi seluas satu hektar mengatakan bahwa ada beberapa

faktor yang mendorong orang untuk menyandekan barangnya, seperti untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari disaat tidak memiliki uang, terapat

kebutuhan yang mendesak seperti acara pernikahan, syukuran, kematian

dan lain sebagainya. Ada juga faktor yang menyebabkan saya mau untuk

56

meminjami dan menerima barang sandean tersebut antara lain ialah karena

saya ingin membantu sesama, dan supaya uang yang saya pinjamkan

tersebut terjamin pengembaliannya berkat adanya barang yang disandekan

tersebut.69

Menurut Bapak Hendro, masyarakat Desa Geramat yang pernah

melakukan transaksi Nyande yakni sebagai penyande yang menyandekan

sawahnya sebagai barang sandean, beliau berpendapat bahwa alasan untuk

menyandekan sawah tersebut ialah karena hasil panen yang didapat tersebut

kurang sehingga uang yang dihasilkan tersebut tidak cukup untuk

mencukupi kebutuhan sehari-hari ditambah dengan kebutuhan yang

mendesak yaitu membayar uang sekolah anaknya sehingga beliau

menyandekan sawahnya tersebut berhubung tidak ada lagi barang yang bisa

dijaminkan dan tidak ingin kehilangan sawahnya tersebut.70

Menurut Ibu Isdi, masyarakat Desa Geramat yang pernah menjadi

penyande berupa 1 buah sepeda motor. Menurut beliau alasan beliau untuk

menyandekan motornya tersebut dikarenakan harus melunasi hutang yang

lainnya, jika hutang tersebut maka hutangnya akan semakin bertambah dan

semakin sulit untuk membayar hutang-hutang tersebut.71

Dari pemaparan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan dan

dipahami bahwa alasan Masyarakat Desa Geramat melakukan praktik

Nyande ialah untuk mencukupi kebutuhan kehidupan ekonomi sehari-hari,

adanya keperluan yang mendesak seperti acara pernikahan, syukuran, acara

kematian, biaya pengobatan dan lain sebagainya. Kebanyakan masyarakat

69Wawancara dengan Abdi Juliansya, Penerima Sande, di Desa Geramat, pada hari Kamis, 30

Juli 2020, pukul 10:00 WIB. 70Wawancara dengan Hendro, Pihak Penyande, di Desa Geramat, pada hari Kamis, 30 Juli

2020, pukul 09:30 WIB. 71Wawancara dengan Isdianah, Pihak Penyande, di Desa Geramat, pada hari Kamis, 30 Juli

2020, pukul 09:40 WIB.

57

memilih praktik nyande ialah karena tidak ingin kehilangan barang

berharganya ketika memiliki kebutuhan yang mendesak dan tidak memiliki

uang disaat mendesak tersebut sehingga memilih praktik nyande tersebut.

Kemudian terdapat juga beberapa faktor yang menjadi alasan

masyarakat Desa Geramat lebih memilih transaksi Nyande dari pada

menggadaikan barang di lembaga gadai seperti Pegadaian, yaitu:

1) Faktor Jarak karena tidak adanya kantor pegadaian terdekat yang dekat

dengan Desa;

2) Faktor Kebiasaan, nyande yang sudah menjadi adat istiadat dan menjadi

kebiasaan yang lumrah dilakukan disaat memiliki kebutuhan yang

mendesak dan membutuhkan uang;

3) Jikalau ada kantor Pegadaian terdekat, belum tentu mayarakat akan

memilih menggadaikan barangnya di Pegadaian, karena dibanding

dengan kemudahan dalam berakadnya, Pegadaian memiliki banyak

persyaratan sebelum bisa menggadaikan dan mencairkan uangnya;

4) Jika menggunakan transaksi nyande, uang cepat didapatkan.

5) Karena barang tidak dapat diterima secara langsung di Pegadaian seperti

kebun, sawah, rumah, motor dan lain sebagainya, lain halnya jika

melakukan transaksi nyande yang mana barangnya bisa langsung

diterima oleh pihak penerima sande.72

Sedangkan faktor yang menjadikan alasan Masyarakat Desa Geramat

untuk menerima barang yang disandekan, ialah karena takut jika uang yang

dipinjamkan tidak dikembalikan dan dibawa lari sedangkan jika memiliki

barang yang dijadikan jaminan tersebut maka masyarakat akan merasa

aman bahwa uang yang dipinjamkannya akan dikembalikan mengingat

72Wawancara dengan Aidil Fitri, Tokoh Masyarakat Desa Geramat, di Desa Geramat, pada

hari Kamis, 30 Juli 2020, pukul 11:00 WIB.

58

terdapat barang yang dijadikan jaminan/sandean. Dan selain itu alasan

yang lainnya masyarakat menerima barang sandean tersebut ialah ingin

membantu dan saling tolong menolong sesama disaat ada yang mengalami

kesulitan. Maka dari alasan tolong menolong itulah Allah SWT yang Maha

Bijaksana memperbolehkan sistem gadai berupa Rahn, agar orang yang

menerima barang gadai tersebut merasa tenang.73

3. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Praktik Nyande

Adapun hak dan kewajiban para pihak yang melakukan praktik Nyande

antara lain:

a. Hak dan Kewajiban Penyande

1) Hak-hak Pihak Penyande

(a) Mendapat uang setelah akad sah dan barang yang dijaminkan

sudah beralih tangan;

(b) Jika hutang sudah dibayar lunas dan akad perjanjian

transaksinya telah berakhir, maka berhak untuk mengambil

kembali barang yang dijamin/disande sebelumnya.

2) Kewajiban Pihak Penyande

(a) Menyerahkan barang yang dijadikan jaminan/sandean;

(b) Membayar hutang dan bunga yang telah di dapat;

(c) Jika belum bisa membayar hutang ketika tela jatuh tempo,

wajib memberitahu pihak penerima sande.74

b. Hak dan Kewajiban pihak Penerima Sande

1) Hak-hak Pihak Penerima Sande

(a) Menerima barang yang telah dijadikan jaminan/sandean atas

pinjaman;

73 Nawawi, Ismail, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012),

h., 204. 74Wawancara dengan Aidil Fitri, Tokoh Masyarakat Desa Geramat, di Desa Geramat, pada hari

Kamis, 30 Juli 2020, pukul 11:00 WIB.

59

(b) Mengambil dan memanfaatkan barang yang telah

dijaminkan/disandekan;

(c) Mengambil bunga dari pinjaman yang diberikan kepada

Penyande.

2) Kewajiban pihak Penerima Sande

(a) Memberikan pinjaman uang setelah barang jaminan/sandean

telah diterima;

(b) Menjaga dan memelihara barang yang dijadikan

jaminan/sandean;

(c) Apabila pinjaman hutang telah dibayar lunas, maka barang

yang di jaminkan/disandekan dikembalikan kepada pihak

penyande.

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Nyande di Desa Geramat

Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat

Mengacu kepada pemaparan diatas, dilihat dari pengertiannya, dapat

diketahui bahwa praktik Nyande yang terjadi di Desa Geramat Kecamatan

Mulak Ulu Kabupaten Lahat ini hampir sama dengan Gadai menurut Hukum

Islam. Adapun pengertian dari Nyande menurut masyarakat Besemah ialah

transaksi yang dilakukan oleh dua belah pihak, yang mana pihak pertama

sebagai peminjam dan pemilik barang yang dijaminkan atau dalam hukum

islam disebut dengan Rahin, barang jaminannya disebut juga marhun, dan

pihak kedua yang sebagai pihak peminjam dan penerima barang yang

dijaminkan atau disebut juga dengan murtahin. Kedua pihak tersebut

melakukan suatu transaksi perjanjian, yang dimana pihak pertama (Penyande

atau Rahin) membutuhkan uang ketika terdesak dan kemudian meminjam

sejumlah uang kepada pihak kedua (penerima sande atau murtahin) dengan

60

menyerahkan sebuah jaminan barang berharga (marhun)seperti kebun, sawah,

rumah,kendaraan bermotor dan lain sebagainya atas pinjaman tersebut.

Kemudian pengertian Gadai menurut hukum Islam ialah, Rahn atau

Gadai adalah menjadikan benda yang memilik nilai harta dalam pandangan

syara’ sebagai jaminan untuk hutang, dengan ketentuan dimungkinkan untuk

mengambil semua utang atau mengambil sebagian atas jaminan barang

tersebut.75 Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Gadai dilakukan

untuk mendapatkan sejumlah uang dengan menyerahkan jaminan sebagai

penguat dan bukti bahwa rahin (penyande) akan mengembalikan hutang dalam

transaksi yang dilakukan tersebut.

Adapun firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 283 yang

menjelaskan tentang gadai sebagai berikut:

فرهان مقبوضة فإن أمن بعضكم بعضا فليؤد الذي اؤتمن وإن كنتم على سفر ولم تجدوا كاتبا

ربه ول تكتموا الشهادة ومن يكتمها فإنه آثم قلبه والل بما تعملون عليم أمانته وليتق الل

Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara

tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada

barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika

sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang

dipercayai itumenunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa

kepada Allah tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan

persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya

ia adalah orang yang berdoa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang

kamu kerjakan. (Al-Baqarah:283)

Dapat dipahami dari ayat tersebut adalah Allah SWT memerintahkan

seseorang dalam mengadakan perjanjian hutang-piutang dengan orang lain di

75 Muslich, Ahmad Wardi, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm.287.

61

dalam perjalanan yang tidak memperoleh kertas dan tinta untuk menulis bukti

transaksi tersebut, maka hendaklah kamu meminta bukti kepercayaan dengan

barang berharga yang dimiliki sebagai jaminan atas hutang tersebut yang dapat

dipegang sebagai bukti kepercayaan orang yang berhutang kepada pemberi

hutang tersebut.76

Dalam praktik Nyande yang terjadi di Desa Geramat Kecamatan Mulak

Ulu Kabupaten Lahat terdapat dua bentuk barang yang dapat disandekan, yakni

barang bergerak dan barang tidak bergerak. Adapun barang bergerak yang

dapat disandekan antara lain kendaraan bermotor dan barang elektronik seperti

handphone, adapun cara menyandekan barang tersebut ialah memberikan

barang tersebut kepada pemberi hutang atau penerima sandean disaat awal

transaksi dan barang tersebut harus direlakan jika pemegang sandean ingin

memanfaatkan barang sandean tersebut dan pihak penyande harus membayar

bunga atas pinjaman hutang tersebut berupa uang yang lebih dari jumlah hutang

yang diterima serta transaksi ini biasa dilakukan secara lisan. Adapun cara

menyandekan barang yang tidak bergerak ialah dengan cara memberikan bukti

kepemilikan atas barang sandean tersebut kepada pemegang sande disaksikan

oleh dua orang saksi dan perangkat Desa dan beda antara barang sandean tidak

bergerak dan bergerak ialah tidak terdapat bunga di akhir masa pinjaman pada

sandean barang yang tidak bergerak.77

Kemudian dari hasil wawancara terhadap seluruh pihak yang pernah

melakukan transaksi nyande di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu

Kabupaten Lahat ialah seluruh pihak menyatakan bahwa alasan mereka

menyandekan barang berharga yang dimiliki tersebut ialah dikarenakan mereka

tidak memiliki uang untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dan

76Ahmad Mustafa, al-Marangi, Tafsir Al-Marangi, Jilid 3, (Semarang: Toba Pustaka, 1993),

hlm. 135. 77Wawancara dengan Aidil Fitri, Tokoh Masyarakat Desa Geramat, di Desa Geramat, pada hari

Kamis, 30 Juli 2020, pukul 11:00 WIB.

62

kebutuhan mendesak lainnya, mereka juga tidak mengetahui apakah proses

nyande yang biasa mereka lakukan tersebut sudah sesuai dengan prinsip

muamalah dalam Islam dan mereka juga berpendapat transaksi ini sah saja

dilakukan karena memiliki azas kesepakatan bersama dan prinsip tolong

menolong didalamnya serta tanpa adanya tekanan atau paksaan untuk

melakukan transaksi tersebut. Alasan itulah yang menjadi landasan masyarakat

Desa Geramat untuk melakukan praktik transaksi nyande tersebut.

Namun ada beberapa tokoh masyarakat Desa Geramat ada juga yang

tidak setuju dengan praktik transaksi nyande ini karena terdapat unsur riba

didalamnya. Adapun hasil wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat Desa

Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat yang menjelaskan tentang

Praktik Nyande yang didalamnya terdapat hal yang bertentangan dengan hukum

Islam ialah sebagai berikut:

Menurut Bapak Mahmud selaku Tokoh Masayarakat Desa Geramat

Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat, ialah sebagai berikut:

“Praktik Nyande yang terjadi di Desa Geramat ini sudah berlangsung

lama dan bisa dikatakan sudah menjadi kebiasaan Masyarakat, untuk

mengetahui nyande ini boleh dilakukan atau tidak menurut hukum Islam ialah

dengan melihat ijab qabul, waktu berlakunya yang relatif lama bahkan bisa

sampai bertahun-tahun, hal inilah yang mengakibatkan terjadinya kerugian

sepihak yang dialami oleh pihak penyande. Praktik nyande ini bisa dikatakan

bertentangan dengan ajaran hukum Islam karena terapat unsur pemanfaatn

barang didalamnya dan didalam nya terdapat uang tambahan disaat pelunasan

hutangnya tersebut yang hal tersebut termasuk riba.”78

78Wawancara dengan Aidil Fitri, Tokoh Masyarakat Desa Geramat, di Desa Geramat, pada

hari Kamis, 30 Juli 2020, pukul 11:00 WIB.

63

Menurut Bapak Taufik selaku tokoh masyarakat Desa Geramat

Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat, ialah sebagai berikut:

“Di dalam Transaksi nyande ini harus bersih dari unsur riba dan harus

bebas dari pinjaman yang mengambil manfaat secara berlebih, karena hutang

yang mengambil manfaat itu hukumnya haram, kalau dikaitkan dengan

transaksi nyande ini sebagian sudah sesuai dengan hukum prinsip muamalah di

dalam hukum Islam karena didalam praktik nyande ini terdapat unsur kerja

sama dan tolong menolong tetapi unsur yang membuat nyande ini tidak sesuai

dengan prinsip muamalah yaitu pengelolaan dan pemanfaatan barang secara

berlebihan yang dilakukan pihak pemegang sande tersebut.79

Dari pendapat yang dipaparkan oleh tokoh masyarakat diatas dan

melihat fakta yang terjadi di lapangan, transaksi nyande yang terjadi di Desa

Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat ini terindikasi terdapat unsur

riba didalamya karena adanya pemanfaatan barang yang disandekan secara

maksimal oleh pihak pemegang sandean, itu sama saja dengan mengambil

manfaat dari hutang dan hukumnya adalah haram.

1. Kedudukan Barang Gadai

Pada dasarnya gadai atau sande memiliki nilai sosial yang tinggi

didalamnya, namun dalam masyarakat, nilai sosial tersebut dinilai tidak adil

karena adanya pihak-pihak yang merasa dirugikan karena penerima

sandean memanfaatkan barang sandean tersebut secara maksimal dan untuk

keuntungan pribadi, pemanfaatan inilah yang tergolong riba didalam

muamalah hukum Islam, dengan dalil bahwa semua pinjaman yang

menghasilkan keuntungan atau manfaat adalah riba.

79Wawancara dengan Taufik, Tokoh Masyarakat Desa Geramat, di Desa Geramat, pada hari

Jum’at, 01 Agustus 2020, pukul 13:30 WIB.

64

2. Riba

Menurut Bahasa, kata riba memiliki beberapa istilah atau pengertian,

yakni:

a. Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adaah meminta tambahan

dari sesuatu yang dihutangkan.

b. Berkembang atau Berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah

mengembangkan harta atau uang dengan cara meminjamkan kepada

orang lain.80

Secara etimologis, kata ar-riba memiliki arti zada wa nama, yang

berarti bertambah dan bertumbuh. Secara terminologis, riba secara umum

diartikan sebagai melebihkan keuntungan harta dari salah satu pihak

terhadap pihak yang lainnya dalam transaksi pertukaran barang yang sejenis

atau jual beli tanpa memberikan imbalan terhadap kelebihan tersebut.

Dalam artian yang lain, riba adalah pembayaran hutang yang lebih besar

daripada jumlah pinjaman yang diterima sebagai imbalan terhadap

tenggang waktu yang telah lewat.

Ada dua jenis riba yakni riba fadl dan riba nasi’ah, riba fadl adalah

penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis tetapi jumlahnya lebih

banyak karena orang yang menukarkannya mensyaratkan hal tersebut.

Sedangkan riba nasi’ah adalah pembayaran lebih banyak yang disyaratkan

oleh orang yang meminjamkannya.81 Di dalam hukum Islam, riba sangat

dilarang dan sudah lama dikenal serta maknanya sudah banyak mengalami

perubahan. Sedangkan menurut istilah, riba adalah penambahan-

penambahan yang ditentukan oleh orang yang memiliki harta kepada orang

yang meminjam hartanya penyande, karena penundaan pelunasan oleh

80 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h., 57-61. 81 Muslim Muslihun, Fiqh Ekonomi, (Mataram: LKIM, 2005), h., 128.

65

peminjam dari waktu yang telah disepakati. Sebab-sebab diharamkannya

riba ialah:

a. Allah SWT dan Rasul-Nya telah melarang dan mengharamkannya,

seperti firman Allah SWT dalam:

Surah Al-Baqarah ayat 275:

ان ط ي الش ه ط ب خ ت ي ي ذ ل وم ا ق ا ي م ل ك إ ون وم ق ي ا ل ب ون الر ل ك أ ين ي ذ ل ا

ع ي ب ل ا ل الل ح أ و ا ب ل الر ث ع م ي ب ل ا ا م ن إ وا ل ا م ق ه ن أ ك ب ل ذ س م ل ن ا م

ه ر م أ ف و ل ا س م ه ل ى ف ه ت ن ا ه ف ب ن ر م ة ظ ع و م ه اء ن ج م ف ا ب م الر ر ح و

ون د ل ا ا خ يه م ف ه ار ن ل اب ا ح ص أ ك ئ ل و أ ف اد ن ع م و لى الل إ

Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapatberdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran

(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah

disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu

sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan

dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya

aanya yang telah diambilnya dulu (sebelum datang larangan) dan

urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil

riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal

didalamnya. (Al-Baqarah:275)

Surah Ali-Imran ayat 130:

م ك ل ع ل وا الل ق ات و ة ف اع ض ا م اف ع ض ا أ ب وا الر ل ك أ وا ل ت ن آم ين ذ ل ا ا ه ي أ ا ي

ون ح ل ف ت

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan

riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya

kamu mendapat keberuntungan. (Al-Imran:130)

Surah An-Nisa ayat 161:

66

و ه ن وا ع ه ن د ق ا و ب م الر ه ذ خ أ ا و ن د ت ع أ و ل اط ب ل ا ب اس لن ل ا ا و م أ م ه ل ك أ

ا يم ل أ ا ب ا ذ م ع ه ن ين م ر اف ك ل ل

Artinya: dan disebabkan mereka memakan riba, padahal

sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka

memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah

menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa

yang pedih. (An-Nisa: 161)

Surah Ar-Rum ayat 39:

م ت ي ت ا آ م و الل د ن ع و ب ر ل ي اس ف لن ال ا و م أ ي و ف ب ر ي ل ا ب ن ر م م ت ي ت آ ا م و

ن ون م ف ع ض م ل م ا ك ه ئ ل و أ ف ه الل ج ون و يد ر ت اة ك ز

Artinya: Dan Sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia

bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada

sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu

maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat

demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (Pahalanya).

(Ar-Rum:39)

Hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:

Dari Hadits Riwayat Ibnu Majah No. 2274. :

باسبعونحوباأيسرهاأن ه الر جلم ينكحالر

Artinya: Riba itu ada tujuh puluh dosa. Yang paling ringan adalah

seperti seseorang menzinai ibu kandungnya sendiri.

Hadits Riwayat Ibnu Majah No. 2275:

با ثلثة وسبعون بابا الر

Artinya: Riba itu ada 73 pintu.

Dari riwayat Al-Hakim:

67

جللمسلم باعرضالر هوإنأربىالر جلم الرباثلثةوسبعونباباأيسرهامثلنينكحالر

Artinya: Riba itu ada 73 pintu (dosa), yang paling Ringan adalah

semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. (H.R

Al Hakim,2: 73)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:

أتيت ليلة أسرى بى على قوم بطونهم كالبيوت فيها الحيات ترى من خارج بطونهم

بافقلتمنهؤلءياجبرائيلقالهؤلءأكلةالر

Artinya: “Pada malam Isra’ aku mendatangi suatu kaum yang perutnya

sebesar rumah dan dipenuhi dengan ular-ular. Ular tersebut terlihat

dari luar.” Akupun bertanya, “Siapakah mereka wahai Jibril?”,

“Mereka Adalah para pemakan Riba” jawab beliau “ (HR. Ibnu Majah,

No. 2273; Ahmad, 2: 353, 363).

b. Karena riba membuat orang menjadi malas berusaha untuk mencari

rezeki yang halal, apabila riba sudah menjadi kebiasaan maka

seseorang tersebut jadi lebih suka memutar balikkan uang dengan cara

apapun dan demi keuntungan yang sebesar-besarnya.

c. Riba juga membuat hilangnya perbuatan baik terhadap sesama

manusia dengan cara berpiutang, karena riba cenderung membuat

orang yang berkedudukan dan berekonomi yang baik untuk memeras

orang yang miskin bukan untuk menolongnya atau orang yang

mengalami kesulitan lainnya.

3. Praktik Nyande dalam Perspektif Hukum Islam

Berdasarkan penjelasan diatas, tidak ditemukan keterangan mengenai

masalah gadai menggadai barang-barang berharga, yang ada hanyalah

68

mengenai masalah gadai hewan. Menggadaikan barang berharga tidak

dapat di qiyaskan terhadap hewan. Menurut para ulama, mengenai akad

yang ada didalam praktik nyande adalah akad hutang piutang sehingga

menurut para ulama tidak boleh mengambil manfaat dari akad hutang

piutang, sehingga untuk proses nyande yang ada di masyarakat Desa

Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat termasuk ke dalam jenis

muamalah yang dilarang atau tidak diperbolehkan.

Melihat tinjauan penulis mengenai praktik transaksi nyande yang terjadi

di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat, nyande memiliki

karakteristik yang berbeda dengan gadai konvensional pada umumnya yang

mana gadai pada umumnya menggadaikan BPKB motor atau mobil, emas,

sertifikat rumah dan lain sebagainya. Muamalah harus dilakukan dengan

memperhatikan nilai-nilai keadilan dengan cara melakukan kegiatan atas

dasar yang menghadirkan manfaat dan menjauhi mudharat dalam

kehidupan bermasyarakat. Mudharat yang harus dihilangkan dalam praktik

nyande ialah pemegang sande memanfaatkan barang sandean yang

menyebabkan kerugian bagi pemilik barang atau pihak penyande padahal

barang yang disandekan ialah sumber pencaharian bagi pihak penyande.

Adapun mekanisme transaksi nyande yang ada di masyarakat Desa

Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat, ialah:

a. Rahin (Penyande) mendatangi Murtahin (Penerima Sande) untuk

meminjam uang yang dibutuhkan untuk suatu keperluan (bisa keperluan

sehari-hari atau keperluan mendadak yang mendesak) dengan

menunjukan barang yang akan di jadikan barang sandean kepada

Murtahin.

b. Murtahin (Penerima Sande) memeriksa dan menaksir prakiraan harga

barang yang dijaminkan oleh Rahin (Penyande)

69

c. Setelah persyaratan sudah terpenuhi, maka Rahin dan Murtahin

melakukan akad Nyande disaksikan oleh Saksi yang berjumlah minimal

dua orang dan disaksikan juga oleh perangkat Desa (Kepala Desa atau

Sekretaris Desa atau perangkat Desa lainnya).

d. Setelah akad dilakukan, maka Murtahin (Penerima Sandean)

memberikan sejumlah uang yang akan dipinjamkan kepada Rahin

(Penyande), lalu setelah uang diterima dan barang sandean (Marhun)

telah dipegang oleh Murtahin, akad nyande sudah terlaksana dan

Marhun sudah bisa dimanfaatkan oleh Murtahin.

Sesuai dengan apa yang peneliti temui di lapangan, seharusnya marhun

(barang sandean) tetap menjadi milik Rahin baik dari segi pengelolaan,

maupun pengambilan manfaat, maka sebaiknya sejak awal berlakunya akad

antara Rahin (penyande) dengan Murtahin (Penerima Barang Sandean)

sudah menetapakan pembagian hasil dari pemanfaatan barang yang

disandekan.

Seharusnya juga akad yang dipakai dalam praktik nyande seharusnya

ialah akad mudharabah yang dimana Rahin bisa terus mengelola Marhun

dan hasil dari pengelolaan tersebut dapat dibagi sesuai dengan

pemanfaatannya. Penyetujuan akad nyande diawal akad ialah dengan cara

musyawarah antara kedua belah pihak bentuknya mengikat, adapun isinya

ialah bahwa Murtahin (Penerima sandean) memberikan sejumlah uang

kepada Rahin (Penyande) dengan jaminan berupa barang berharga yang di

jaminkan oleh Rahin dengan menggunakan sistem akad Mudharabah

selama jangka waktu yang disepakati oleh masing-masing pihak dan para

pihak juga berkewajiban mengelola dan hasilnya dibagi rata sesuai dengan

kesepakatan bersama, jadi kedua pihak sama-sama siap menanggung

ruginya juga dari setiap langkah pengelolaan yang yang dilakukan bersama.

70

Perihal menggadaikan dan pemanfaatan rumah sebagai barang jaminan

(marhun), hal tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai hukum Islam, karena

pemanfaatan yang dilakukan oleh Murtahin (Pemegang Sandean) sama

halnya seperti memiliki langsung rumah tersebut. Kemudian perihal

pengambilan bunga atau uang lebih dari jumlah pinjaman disaat pelunasan

hutang sangat tidak diperbolehkan karena itu sudah jelas sebagai riba.

Dari beberapa kesimpulan yang telah dipaparkan diatas dapat dilihat

bahwa didalam transaksi nyande ini masih terdapat unsur riba, karena sudah

jelas terdapat hal yang dikatakan riba meskipun nilai-nilai muamalah sudah

terdapat didalam transaksi nyande ini. Seharusnya praktik transaksi nyande

ini menggunakan akad mudharabah (bagi hasil) sebagai landasan

praktinya, dimana pemilik atau penyande mengelola langsung barang

sandean dan hasil dari pengelolaan tersebut akan dibagi sesuai kesepakatan

yang tercapai diawal sampai pinjamannya lunas dan unsur pertambahan

nilai nominal hutangnya dihilangkan sehingga terbentuklah praktik

transaksi nyande yang sesuai dengan Muamalah Hukum Islam.

71

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dalam transaksi Nyande yang ada di Suku Besemah khususnya yang ada di

Desa Geramat, Kecamatan Mulak Ulu, Kabupaten Lahat terdapat 2 jenis

barang yang biasa dijadikan objek sandean atau barang jaminan, yaitu:

a. Barang tidak Bergerak, yang cara penjaminannya cukup memegang

Surat Kepemilikannya seperti Kebun, sawah, dan rumah.

b. Barang Bergerak yaitu handphone, kendaraan bermotor dan sejenisnya.

Dalam transaksi tersebut, baik barang sandean nya berupa barang yang

tidak bergerak maupun barang bergerak, pihak Murtahin atau Pemegang

barang sandean memperoleh keuntungan dari memegang barang sandean

tersebut karena selain bebas memanfaatkan barang sandean tersebut,

pemegang sandean juga menerima bunga seperti perjanjian diawal yang

mana ketika pembayaran hutang tersebut penyande atau murtahin harus

mengembalikan uang tersebut melebihi nominal hutang atau pinjaman yang

diterima.

Dalam transaksi nyande, ketika telah sampai jatuh tempo waktu

pelunasan hutang dan penyande belum bisa melunasi hutangnya tersebut

maka dapat mengajukan perpanjangan waktu pelunasan hutang yang mana

waktunya kadang sampai bertahun-tahun sesuai kesepakatan kedua belah

pihak dan apabila pihak penyande atau rahin tidak menyetujuinya maka

barang sandean tersebut menjadi milik pemegang sande atau murtahin.

Faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan transaksi nyande

umumnya adalah karena pihak penyande atau rahin tidak memiliki uang

ketika memiliki keperluan yang mendesak dan pihak penyande atau rahin

juga tidak mau menjual lalu kehilangan barang berharganya.

2. Transaksi Nyande yang berlaku atau biasa dilakukan oleh Suku Besemah

khususnya masyarakat Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten

Lahat ditinjau menurut Hukum Islamnya adalah:

a. Transaksi Nyande ini belum sesuai dengan Hukum Islam dikarenakan

didalam transaksi nyande ini terdapat unsur pemerasan terhadap pihak

yang kurang mampu dan sedang mengalami kesusahan, yang mana

unsur tersebut menyebabkan hilangnya hal yang pokok yang ada dalam

72

praktik gadai (esensi) yaitu perasaan tolong menolong terhadap sesama

yang ada malah adanya unsur materialistis didalamnya.

b. Transaksi Nyande ini belum sesuai dengan Hukum Islam dikarenakan

terdapat kecacatan yang bisa merusak shighat diantara rahin (penyande)

dan murtahin (pemegang sande), yaitu didalamnya terdapat ketentuan

yang memberatkan pihak penyande atau rahin yakni barang yang

dijadikan jaminan atau barang sandean dapat dimanfaatkan secara

bebas dan keuntungannya menjadi milik pemegang sande atau murtahin

dan tidak terhitung sebagai cicilan hutang milik penyande atau rahin.

B. Saran

Merujuk kepada kesimpulan yang dipaparkan diatas, maka peneliti

memberika saran-saran untuk menjadi perhatian dan pertimbangan dalam

melakukan transaksi nyande ini, yaitu:

1. Sebaiknya yang menjadi akad dasar transaksi nyande ini adalah akad

Mudharabah dan akad Ijarah. Akad Mudharabah yakni bagi hasil yang

dilakukan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi nyande, yang

dimana pengelolaan barang yang digadaikan adalah penyande (rahn), dan

hasil dari pemanfaatan barang tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan

penyande dan pemegang sande, sehingga para pelaku transaksi nyande

terjauh dari praktik riba dan masih bisa melakukan transaksi nyande.

Sedangkan akad ijarah yakni pemindahan hak dan kegunaan barang disertai

jasa melalui upah sewa yang dibayarkan tanpa diikuti dengan pemindahan

kepemilikan barang sandean tersebut.

2. Sebaiknya dalam transaksi nyande ini, perihal penulisan perjanjiannya

dilakukan secara tertulis dan disaksikan oleh saksi tanpa melihat bentuk

barang sandean tersebut, dan sebaiknya penambahan nominal hutang disaat

pelunasan hutang tersebut dihilangkan agar didalam transaksi sande

tersebut tidak ada unsur bunga atau riba didalamnya.

73

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Penerjemah Fahmi Aziz dan Rohidin Wahid.

Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2015.

Al-Marangi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Marangi, Jilid 3. Semarang: Toba Pustaka,

1993.

Ali, Zainuddin. Hukum Gadai Syariah (Edisi 1 Cetakan Ke 1). Jakarta: Sinar Garafika,

2008.

Anshori, Abdul Ghofur. Gadai Syariah. Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2011.

Anshori, Abdul Ghafur. Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia.

Yogyakarta: Citra Media, 2006.

Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah. Jakarta: Gema Insani Press (Cet.1), 2001.

Az Zuhaili,Wahbah. Fiqh Islam Wa Adillatuhu Jilid 6. Jakarta: Gema Insani, 2011.

Basyri, Ahmad Azhar. Riba, Hutang Piutang dan Gadai. Bandung: Al- Ma’arif, 1983.

Djamil, Fathurrahman. Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

Keuangan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Gambaran Umum Wilayah Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu yang mencakup

profil, keadaan topografi, dan jumlah penduduk diperoleh dari data Monografi

Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat, 2019.

Hadi, Muhammad Shaikul. Pegadaian Syariah. Jakarta: Salemba Diniyah, 2003.

Hendrojigi. Koperasi (asas-asas, teori dan praktek). Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2002.

Ibnu Rusyd, Penerjemah Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, Bidayatul Mujtahid

Wanihatul Muqtashid Cetakan Ke 2. Jakarta: Pustaka Amani, 2007.

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Bandung: Fokusmedia, 2008.

Muslich, Ahmad Wardi. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah, 2010.

Muslihun, Muslim. Fiqh Ekonomi. Mataram: LKIM, 2005.

74

Nawawi, Ismail. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia Indonesia,

2012.

Rais, Sasli. Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional. Jakarta: UI

Press,2006.

S. Askar. Kamus Arab – Indonesia Al-Azhar. Jakarta: Senayan Publishing, 2010.

S. Burhanudin. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu,

2010.

Sayyid Sabiq, Penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin, Fikih Sunnah 5. Jakarta:

Cakrawala Publishing, 2009.

Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.

Syaikh Ahmad Muhammad Al-Hushari, Penerjemah Abdurrahman Kasdi. Tafsir Ayat-

ayat Ahkam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar (Cetakan Ke 1), 2014.

Yanggo, Chuzaimah T, Dkk. Problematika Hukum Islam kontemporer III. Jakarta:

Pustaka Firdaus, 2004.

Zendrato, Samudra Kurniaman. Kebudayaan dan Pariwisata Nias. Jakarta: Mitra

Wacana Media, 2014.

Interview

Wawancara dengan Abdi Juliansah, Pihak Penerima Sande (Masyarakat), di Desa

Geramat, pada hari Kamis, 30 Juli 2020, pukul 10:00 WIB.

Wawancara dengan Agustian, Masyarakat Desa Geramat, di Desa Geramat, pada hari

Kamis, 30 Juli 2020, pukul 09:45 WIB.

Wawancara dengan Aidil Fitri, Tokoh Desa Geramat, di Desa Geramat, pada hari

Kamis, tanggal 30 Juli 2020, Pukul 11:00 WIB.

Wawancara dengan Anas Trawansyah, pihak Penyande, di Desa Geramat, pada hari

Jum’at, 01 Agustus 2020, pukul 09:15 WIB

Wawancara dengan Ansah, pihak Penerima Sande, di Desa Geramat, pada hari Kamis,

30 Juli 2020, pukul 10:00 WIB.

Wawancara dengan Ari Junanda, pihak Penyande, di Desa Geramat, pada hari Jum’at,

01 Agustus 2020, pukul 09:40 WIB.

75

Wawancara dengan Hendro, Pihak Penyande (Masyarakat), di Desa Geramat, pada

Hari Kamis, 30 Juli 2020, pukul 09:30 WIB.

Wawancara dengan Isdianah, Pihak Penyande (Masyarakat), di Desa Geramat, pada

hari Kamis, 30 Juli 2020, Pukul 09:30 WIB.

Wawancara dengan Jimmy, Pihak Penyande, di Desa Geramat, pada hari Jum’at, 01

Agustus 2020, pukul 08:45 WIB.

Wawancara dengan Mahmud, Tokoh Desa Geramat, di Desa Geramat, pada hari

Kamis, tanggal 30 Juli 2020, pukul 09:00 WIB.

Wawancara dengan Misnawati, Pihak Penerima Sandean (Masyarakat), di Desa

Geramat, pada hari Kamis, 30 Juli 2020, Pukul 09:00 WIB.

Wawancara dengan Rianti, Pihak Penyande, di Desa Geramat, pada hari Jum’at, 01

Agustus 2020, pukul 09:00 WIB.

Wawancara dengan Rislan, Pihak Penyande (Masyarakat), di Desa Geramat, pada hari

Kamis, 30 Juli 2020, Pukul 09:00 WIB.

Wawancara dengan Taufik, Tokoh Masyarakat Desa Geramat, di Desa Geramat, pada

hari Jum’at, 01 Agustus 2020, pukul 13:30 WIB.

Wawancara dengan Wasilah, Pihak Penerima Sande (Masyarakat), di Desa Geramat,

pada hari Kamis, 30 Juli 2020, pukul 09:45 WIB.

Skripsi

Miftahul Jannah S, Perspektif Hukum Islam Terhadap Gadai Tanpa Batas Waktu dan

Dampaknya Dalam Masyarakat Desa Kertagena Daya Kec. Kadur Kab.

Pamekasan. Skripsi Fakultas Syariah, IAIN Raden fatah Palembang,2012.

Mulyadi, Bambang. Tinjauan Fiqh Muamalah terhadap Tanah Gadai Sawah di Desa

Saleh Agung Kecamatan Air Saleh Kabupaten Banyuasin. Skripsi Fakultas

Syariah, IAIN Raden Fatah Palembang, 2012.

Sari, Tika Purnama. Sando Sawah Dilihat dari Perspektif Fiqh Muamalah Studi Kasus

Di Desa Jarakan Kecamatan Pendopo Kabupaten Empat Lawang. Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Raden Fatah Palembang, 2017.