TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK GADAI...
Transcript of TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK GADAI...
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK GADAI SEPEDA MOTOR
(Studi Kasus di Desa Karangmulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1) Jurusan Mu’amalah
Oleh
NUR RIF’ATI 2103141
FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2008
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eks. Hal : Naskah skripsi An. Sdri. Siti Mubarokah
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini
saya kirim naskah skripsi saudari :
Nama : Siti Mubarokah
NIM : 2103109
Judul : ANALISIS FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA NO. 28/DSN-
MUI/III/2002, TENTANG JUAL BELI MATA UANG
(AL-SHARF)
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudari tersebut dapat segera
dimunaqasyahkan.
Demikian harap menjadi maklum.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb
Semarang, 05 Januari 2008
Pembimbing I Pembimbing II
.
Dra. Hj. Siti Mujibatun, M. Ag Drs. Wahab Zeinuri, M.M NIP. 150 231 628 NIP. 150 299 492
ABSTRAKSI
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari kehidupan berupa uang, padahal ia memiliki sejumlah barang yang dapat dinilai dengan uang. Dalam kondisi seperti ini orang bisa melakukan beberapa alternatif guna mendapatkan uang. Salah satu alternatif tersebut, misalnya dengan menggadaikan barang (Gadai). Dengan ini penulis mengkaji mengenai praktek gadai tersebut, yaitu bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Gadai Sepeda motor, dimana barang tersebut berupa barang hutangan, adanya unsur tambahan serta pemanfaatan dengan cara menyewakan barang gadai tersebut.
Dari latar belakang serta permasalahan yang ada, penulis menggunakan penelitian lapangan (field research). Penulis menjelaskan secara terperinci tentang gadai menurut hukum Islam dan melakukan penelitian, sehingga dapat ditemukan Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Gadai Sepeda motor dengan mengambil studi kasus di Desa Karangmulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, tentang sah atau tidaknya praktek tersebut menurut hukum Islam. Data-data yang disajikan berupa data primer dan sekunder, dengan teknik dokumentasi. Penulis menggunakan metode observasi yaitu memperoleh data yang berkaitan dengan desa Karang Mulyo dengan cara pengamatan langsung serta melakukan wawancara kepada responden. Selanjutnya penulis menganalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif yaitu melukiskan variable demi variable dengan tujuan mengumpulkan informasi untuk mengidentifikasi masalah yang selanjutnya menganalisa data tersebut untuk mengemukakan konsep praktek gadai sepeda motor melalui beberapa permasalahan menurut hukum Islam.
Dengan permasalahan yang ada, penulis menarik kesimpulan bahwa praktek gadai yang diterapkan di desa Karang Mulyo tidak sah menurut hukum Islam, karena barang gadai tersebut berupa barang hutangan, adanya unsur tambahan yang berakibat riba dan pemanfaatan yang menimbulkan unsur kecurangan.
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,
penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi
materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain
atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak
berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang
dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 5 Januari 2008
Deklarator,
NUR RIF’ATI NIM : 2103141
MOTTO
..…… وتعاونوا على البر والتقوى..……
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa” (Qs. Al-Maidah : 2)
PERSEMBAHAN
Saya persembahkan karya sederhanaku ini kepada :
Ayah bunda tercinta bapak Basari dan ibu Rohmah, terima kasih atas
perjuangan, pengorbanan, kasih sayang, doa dan motivasi beliaulah
yang selalu menguatkan langkahku, membuatku tegak menatap hari-
hariku meskipun dalam kesulitan. Saudara-saudaraku,
semua keluargaku tercinta terima kasih atas motivasinya.
Almamaterku, Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan kekuatan lahir dan batin kepada penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi dengan judul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
PRAKTEK GADAI SEPEDA MOTOR(STUDI KASUS DIDESA KARANG
MULYO KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL)”. Shalawat
serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para
keluarga, dan pengikutnya.
Skripsi ini diajukan guna memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam jurusan mu’amalah Fakultas Syari’ah di
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang Jawa Tengah. Pasang
surut semangat antara yakin dan tidak terlewati. Dukungan dari berbagai pihak
telah menjadi cambuk tersendiri bagi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.
Dengan penuh kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu, mengarahkan serta memotivasi penulis
hingga tersusunnya skripsi ini, maka dari itu penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA., selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang.
2. Drs. H. Muhyiddin, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo
Semarang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk membahas dan
mengkaji permasalahan ini.
3. Drs. Agus Nurhadi, M.A dan Nur Fatoni, M.Ag selaku pembimbing, yang
telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
arahan dan masukkan dalam materi skripsi ini.
4. Segenap dosen dan karyawan-karyawati di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo Semarang
5. Ayahnda dan Ibunda tercinta, yang telah memberikan dukungan moril,
materiil, dan spiritual pada penulis.
6. Kakakku tercinta semoga menjadi keluarga sakinah wamadah waromah.
7. Bapak dr. Undang S, serta Temen-temen kerja (Yuyun, Tya, mbak Euis)telah
mewarnai perjalanan hidup penulis.
8. ALL best friend khususnya Iim, Ninik, Oka, Ani, Ze, Mink2, Naim dan Velyn
yang selalu kompak dalam kebersamaan suka dan duka serta siap mendukung
dan berdo’a untuk penulis.
9. Rekan- rekan Angkatan 2003 yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Kepada semua pihak yang telah penulis sebutkan diatas, semoga Allah
SWT senantiasa memberikan balasan. Mudah-mudahan Allah Swt selalu
menambahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan mereka semua.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai
kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya, akan tetapi penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Hanya kepada-Nya penulis mohon petunjuk & berserah diri, Amien.
Semarang, 5 Januari 2008 Penulis
NUR RIF’ATI NIM : 2103141
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................. i
Halaman Nota Pembimbing ............................................................................. ii
Halaman Pengesahan........................................................................................ iii
Halaman Abstraksi ........................................................................................... iv
Halaman Deklarasi ........................................................................................... v
Halaman Motto ................................................................................................. vi
Halaman Persembahan..................................................................................... vii
Halaman Kata Pengantar................................................................................. viii
Halaman Daftar Isi ........................................................................................... x
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 5
C. Tujuan penulisan skripsi .......................................................... 5
D. Manfaat penulisan skripsi ....................................................... 6
E. Telaah pustaka.......................................................................... 7
F. Metode penulisan skripsi ......................................................... 9
G. Sistematika penulisan skripsi ................................................... 12
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI (RAHN)
A. Pengertian Gadai (Rahn) .......................................................... 14
B. Dasar hukum gadai................................................................... 17
C. Rukun dan syarat gadai ............................................................ 18
D. Pendapat para ulama tentang pemanfaatan gadai..................... 23
E. Batalnya akad gadai ................................................................. 29
BAB III : PRAKTEK GADAI SEPEDA MOTOR DI DESA
KARANG MULYO
A. Sekilas kondisi wilayah............................................................ 31
B. Latar belakang praktek pemanfaatan barang gadai sepeda
motor di Ds. Karang Mulyo Kec. Pegandon Kab. Kendal...... 39
C. Pelaksanaan pemanfaatan barang gadai sepeda motor di
Desa Karang Mulyo Kec. Pegandon Kab. Kendal................... 41
BAB IV : ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK
GADAI SEPEDA MOTOR DI DESA KARANG MULYO
KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL
A. Analisis hukum Islam terhadap gadai berupa barang hutang.. 49
B. Analisis hukum Islam terhadap adanya tambahan, pihak
rahin kepada murtahin ............................................................ 54
C. Analisis hukum Islam terhadap pemanfaatan barang gadai
yang disewakan ....................................................................... 57
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 64
B. Saran ........................................................................................ 65
C. Penutup..................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Agama Islam adalah risalah (pesan-pesan) yang diturunkan tuhan
kepada Muhammad saw sebagai petunjuk dan pedoman yang mengandung
hukum-hukum sempurna. Untuk dipergunakan dalam menyelenggarakan tata
cara kehidupan manusia yang mengatur hubungan manusia dengan manusia
lainnya, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan
Khaliqnya.
Keuniversalan Islam, mengajarkan kepada umatnya supaya hidup
saling tolong-menolong yang kaya harus menolong yang miskin, yang mampu
harus menolong yang tidak mampu. Bentuk dari tolong menolong ini bisa
berupa pemberian dan bisa berupa pinjaman.1Allah berfirman dalam surat al-
Maidah ayat 2 sebagai berikut :
م والعدوان واتقوا وتعاونوا على البر والتقوى وال تعاونوا على اإلث اهللا إن اهللا شديد العقاب
Artinya : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Qs. Al-Maidah : 2).2
Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai hasrat untuk hidup
bersama. Lebih-lebih dalam zaman modern ini tidak mungkin bagi seseorang
1Muhammad Sholikul Hadi, Pegadaian Syari'ah, Jakarta : Salemba Diniyah, 2003, hlm. 2 2Departemen Agama RI., Al-Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan
Penterjemah al-Qur'an, 1986, hlm. 157
2
makhluk hidup secara layak dan sempurna tanpa bantuan dari atau kerja sama
dengan orang lain. Oleh sebab itu, kerjasama antara seorang manusia
merupakan sebuah kebutuhan. Dan kebutuhan itu bisa berbagai bentuk,
misalnya dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari kehidupan
berupa uang, padahal ia memiliki sejumlah barang yang dapat dinilai dengan
uang. Dalam kondisi seperti ini orang bisa melakukan beberapa alternatif guna
mendapatkan uang. Salah satu alternatif tersebut, misalnya dengan
menggadaikan barang. Istilah yang digunakan fiqih untuk gadai adalah al-
Rahn. Ia adalah sebuah akad utang piutang yang disertai dengan jaminan
(agama) sesuatu yang dijadikan sebagai jaminan disebut marhun, pihak yang
menyerahkan jaminan disebut rahn, sedangkan pihak yang menerima jaminan
disebut murtahin.
Rahn mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi. Namun pada
kenyataannya, dalam masyarakat konsep tersebut dinilai “tidak adil”. Dilihat
dari segi komersil yang meminjamkan uang merasakan dirugikan misalnya
karena inflasi atau pelunasan berlarut-larut sementara barang jaminan tidak
laku. Di lain pihak barang jaminan mempunyai hasil.3
Dalam masyarakat kita, ada cara gadai yang hasil barang gadaian itu
langsung dimanfaatkan oleh pegadai (orang yang memberi piutang). Hal
tersebut banyak terjadi, terutama di desa-desa, bahwa sawah dan kebun yang
digadaikan langsung dikelola oleh pegadai dan hasilnya pun sepenuhnya
dimanfaatkannya.
3 Chuzaimah T. Yanggo, A. Hafiz Anshori, AZ, MA., Problematika Hukum Islam
Kontemporer III, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995, hlm. 78
3
Ada cara lain, bahwa sawah atau kebun yang dijadikan jaminan itu
diolah oleh pemilik sawah atau kebun itu. Tetapi hasilnya dibagi antara
pemilik dan pegadai.
Kondisi pemilik barang (jaminan) boleh memanfaatkan hasilnya
tetapi dalam beberapa hal tidak boleh bertindak untuk menjual, mewakafkan
atau menyewakan barang jaminan itu, sebelum ada persetujuan dari pegadai.
Sabda Rasulullah saw :
رواه نها بقدر علفة (اذا رتهن شاة شرب المرتهن لب اللف فهو ربا )فان اسفضل من اللبن شيئ بعد تمز احمار ان سلمة
“Apabila seekor kambing dijadikan jaminan, maka yang memegang jaminan itu boleh meminum susunya, sekedar sebanyak makanan yang diberikannya pada kambing itu, jika dilebihkannya dari sebanyak (pengeluaran) itu, maka lebihnya itu menjadi riba”
Apabila kita pahami hadits di atas, maka apa yang berlaku dalam
masyarakat kita sudah menyalahi ketentuan agama, karena seolah-olah
pegadai berkuasa penuh atas barang jaminan itu, cara seperti demikian
merupakan pemerasan dan sama dengan praktek riba.
Setelah kita lihat kalimah hadits tersebut, maka pemanfaatan barang
jaminan tetap tidak boleh walaupun ada ijin dari pemiliknya dan hadits
tersebut yang dipegang oleh sebagian besar ulama.4
Namun kenyataannya, bahwa gadai yang ada pada saat ini, khususnya
di Indonesia dalam prakteknya menunjukkan adanya beberapa hal yang
dipandang memberatkan dan dapat mengarahkan kepada suatu persoalan riba.
4M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003, hlm. 256
4
Hal ini dapat dilihat dari praktek pelaksanaan gadai itu sendiri yang secara
ketat ia harus menambahkan adanya bunga gadai (rahin) karena ia harus
menambahkan sejumlah uang tertentu dalam melunasi utangnya..5
Barang yang dapat dikendarai seperti sepeda motor, menurut jumhur
ulama bahwa apabila tidak diijinkan oleh yang menggadaikan maka tidak
dapat diambil sama sekali manfaatnya oleh si pemegang gadai. Jumhur
berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hanifah dari Nabi saw.
ال يغلق الرهن من صاحبه الذي رهنه له غنه وعليه غرمه “Tidak dikunci gadai dari orang punya yang telah memggadaikannya; Untuknya hasilnya dan atasnya belanja”
Berdasarkan hadits ini, syara’ telah menetapkan baik hasil maupun
rugi adalah untuk yang menggadaikan.6Berangkat dari beberapa landasan dan
latar belakang di atas penulis menemukan suatu problem dalam hal praktek
gadai dengan cara memanfaatkan barang gadai tersebut.
Di dalam pelaksanaan gadai ini, beberapa dari pihak masyarakat
mengatakan bahwa gadai dan praktek pemanfaatan sepeda motor itu tidak ada
kejelasan tentang hukum kehalalan dan keharaman. Kadang akad yang
dilakukan itu telah sesuai dengan hukum syara’, tetapi di dalam pelaksanaan
dari akad dan sistem yang diterapkan itu sendiri belum ditindaklanjuti dan
masih harus dipertanyakan tentang hukumnya.
Berdasarkan fenomena di atas maka penulis tertarik mengadakan
penelitian di tempat tersebut, di Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon
5Muhammad Sholikul Hadi, op. cit., hlm. 8 6 Nazar Bakry, Problematika Pelaksanaan Fiqih Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Oktober 1994, hlm. 52
5
Kabupaten Kendal. Adapun judul skripsi yang penulis angkat adalah
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Gadai Sepeda Motor (studi Kasus
di Desa Karang Mulyo Kecamatan. Pegandon Kabupaten. Kendal)” dan
bersamaan dengan tugas skripsi studi di IAIN Walisongo Semarang.
B. PERUMUSAN MASALAH
Untuk mencapai tujuan dari pembahasan judul skripsi di atas maka
penulis merumuskan dan membatasi permasalahan pada :
• Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap praktek barang gadai sepeda
motor tersebut ?meliputi:
a. Barang yang digadaikan berupa barang hutang.
b. Adanya unsur tambahan pihak rahin kepada murtahin
c. Pemanfaatan barang gadai dengan disewakan
C. TUJUAN PENULISAN PENELITIAN
Ada dua tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian dalam
pembahasan ini yaitu: Pertama, Tujuan yang bersifat formal akademis, Kedua,
tujuan yang bersifat ilmiah akademik.
Tujuan yang pertama meliputi dua hal pokok yaitu :
• Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana strata satu
(S.1) dalam ilmu syari'ah di IAIN Walisongo Semarang.
• Untuk melatih diri dalam menganalisa, membahas dan
menginterpretasikan suatu masalah ilmiah, dimana pada prakteknya nanti
6
akan dituntut untuk berfikir secara sistematis, obyektif, dan komprehensif
sehingga mencapai hasil yang dapat dipertanggungjawabkan secara
akademis.
Adapun tujuan kedua adalah :
• Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dalam memberi jawaban atas
permasalahan terhadap praktek barang gadai sepeda motor, yang meliputi:
a. Barang yang digadaikan berupa barang hutang.
b. Adanya unsur tambahan pihak rahin kepada murtahin
c. Pemanfaatan barang gadai dengan disewakan
D. MANFAAT PENULISAN SKRIPSI
Adapun manfaat di dalam penulisan yang penulis tulis di antaranya :
• Bagi penulis sendiri, manfaat yang dirasakan dari penulisan skripsi ini
adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang praktek gadai
serta pemanfaatan barang gadai yang dilakukan di daerah Karang Mulyo
Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal khususnya, dan di daerah-daerah
yang menggunakan praktek dan pemanfaatan barang gadai sepeda motor
seperti di daerah Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal
itu pada umumnya.
• Bagi pihak lain, penulis berharap skripsi ini dapat menjadi sumber
referensi dan saran pemikiran bagi kalangan akademis, dan menunjang
penulisan yang selanjutnya akan berguna sebagai bahan perbandingan bagi
7
penulis yang lain, khususnya bagi pihak pelaksana sebagai sumber data
kegiatan di wilayah tersebut.
E. TELAAH PUSTAKA
Untuk menghindari pengulangan dalam penelitian ini, sehingga tidak
terjadi adanya pembahasan yang sama dengan penelitian lain, maka penulis
perlu menjelaskan adanya tujuan penelitian yang akan diajukan. Adanya
beberapa tulisan yang berkaitan dengan masalah tersebut merupakan suatu
data yang sangat penting.
Studi Analisis Terhadap Penyertaan Tarif Ijarah Dalam Praktek
Gadai di Perum Pegadaian Syari'ah Cabang Majapahit Semarang, Skripsi
ditulis oleh Nizar Zulmi pada tahun 2006. Isinya adalah bahwa tarif ijarah
dalam praktek gadai di Perum Pegadaian Syari'ah Cabang Majapahit
Semarang memenuhi semua hal yang disyariatkan oleh hukum islam .baik
rahin maupun murtahin dalam operasionalnya tidak dikhawatirkan lagi
terdapat unsur yang merusak membatalkan menurut hukum syara’
Sedangkan menurut Hendi Suhendi, dalam bukunya “Fiqh Islam”
dalam pengambilan manfaat barang-barang yang digadaikan, para ulama
berbeda pendapat, di antaranya jumhur fuqaha dan Ahmad di mana jumhur
fuqaha berpendapat bahwa murtahin tidak boleh mengambil suatu manfaat
barang gadaian hutang yang dapat menarik manfaat, sehingga bila
dimanfaatkan termasuk riba.
8
Dalam buku berjudul “ Pegadaian syari'ah ’’ ditulis oleh Muhammad
Sholikhul Hadi. Didalamnya membahas tentang gadai. Meliputi: sejarah
pegadaian di Indonesia, sistem operasionalnya, serta landasan hukum gadai.
Menurut Chuzaimah T. Yanggo dan A. Hafiz Anshory AZ. dalam
bukunya Problematika Hukum Islam Kontemporer III. Gadai menurut Syari'at
Islam berarti, permohonan atau pengekangan. Sehingga dengan akad gadai
menggadai kedua belah pihak mempunyai tanggung jawab bersama. Yang
punya hutang bertanggung jawab melunasi hutangnya, dan orang yang punya
hutang bertanggung jawab menjamin keutuhan barang jaminannya. Dan bila
utang telah dibayar, maka penahanan atau pengekangan oleh sebab itu akad
menjadi lepas, sehingga dalam pertanggungjawaban yang menggadai dan
yang menerima gadai hilang untuk menjalankan kewajiban dan bebas dari
tanggung jawab masing-masing.
Dalam bukunya Nazar Bakry yang berjudul Problematika
Pelaksanaan fiqh Islam mengatakan bahwa pengarang kitab “Al –Minah”
menukilkan dari Abdullah Muhammad bin Aslam as-Samar Qandhi, bahwa
pemegang gadai tidak halal mengambil manfaat apapun dari barang gadai
dengan jalan apapun, walaupun diijinkan oleh yang menggadaikan karena
yang demikian berarti ijin mengenai riba, karena piutangnya akan dibayar
lengkap, manfaat itu berarti lebih maka menjadilah dia itu riba.
Adapun obyek penelitian dalam skripsi ini dibahas mengenai status
praktek atas sepeda motor yang digadaikan, yang terjadi di daerah Desa.
Karang Mulyo Kecamatan Pegandon, secara kolektif tidak hanya terbatas pada
9
prakteknya saja, melainkan pada pemanfaatanya serta respon masyarakat dan
pendapat para ulama. Dan sepengetahuan penulis, belum ada tulisan yang
membahas masalah praktek gadai sepeda motor di Desa Karang Mulyo
Kecamatan. Pegandon dalam bentuk skripsi.
Oleh karena itu, penulis merasa termotivasi untuk membahas judul
tersebut dalam bentuk skripsi, dengan harapan hasilnya dapat memperkaya
khazanah intelektual keislaman serta menambah wawasan bagi penulis
khususnya dan masyarakat pada umumnya.
F. METODE PENULISAN SKRIPSI
• Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research)
yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan di lingkungan masyarakat
tertentu baik di lembaga-lembaga organisasi masyarakat (sosial) maupun
lembaga pemerintahan.7
Dalam hal ini penulis akan mengadakan penelitian di desa Karang
Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal.
• Sumber data
Yang dimaksud sumber data penelitian adalah subjek dari mana
data diperoleh. Apabila penelitian menggunakan kuesioner atau
wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut
7Sumardi suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, Cet11,
1998 hlm. 22
10
responden, yaitu yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan
peneliti baik pertanyaan tertulis atau lisan.8
a. Data Primer
Yang dimaksud dengan sumber data primer adalah data yang
diperoleh dari masyarakat setempat desa Karang Mulyo Kecamatan
Pegandon Kabupaten Kendal yang melakukan praktek gadai sepeda
motor.
b. Sumber data sekunder
Yang dimaksud dengan data sekunder adalah data yang
diperoleh dari data kepustakaan, buku, dokumen, dan lainnya dan
tentunya berhubungan dengan pemanfaatan barang gadai sepeda
motor. Data ini sebagai data awal sebelum penulis terjun ke lapangan.
• Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian
ini adalah :
a. Metode dokumentasi
Yaitu teknik pengumpulan data melalui dokumen yang tidak
secara langsung dibagikan pada subyek penelitian. Dokumen ini dapat
berupa catatan, transkip, notulen rapat, legger, surat kabar, agenda dan
sebagainya.
8 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, Cet. Ke-11, 1998, hlm. 114
11
b. Metode observasi (pengamatan)
Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan
dengan praktek serta pemanfaatan barang gadai sepeda motor dengan
cara pengamatan langsung mulai dari awal yakni latar belakang,
mekanisme, sistem dan praktek yang dilakukan oleh masyarakat di
daerah tersebut.
c. Wawancara
Wawancara yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan kepada para responden.9 Dalam penelitian ini
dilakukan secara bebas dalam arti responden diberi kebebasan
menjawab akan tetapi dalam batas-batas tertentu agar tidak
menyimpang dari panduan wawancara yang telah disusun.
• Metode analisis data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat disarankan oleh data.10
Untuk menganalisa data yang telah diperoleh, dengan mengacu
pada metode penelitian dan pokok permasalahan, maka penulis dalam
penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.
Deskriptif artinya melaksanakan variabel demi variabel, satu demi
satu, yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi, mengidentifikasi
9M.Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana, 2006, hlm. 126 10Joko Subagyo, Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek), Jakarta: Rineka Cipta, Cet.
Ke-3, 1999, hlm. 39
12
masalah, membuat perbandingan atau evaluasi dan bagaimana
menyikapinya pada waktu yang akan mendatang.11 Kemudian kualitatif
artinya data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan
angka.12
Dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan sistem-sistem dan
praktek serta pemanfaatan barang gadai sepeda motor menurut hukum
Islam di desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal.
Kemudian menganalisis data yang telah diperoleh untuk mengemukakan
konsep hukum gadai menurut hukum Islam.
G. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI
Untuk memudahkan pembahasan dan penelaah terhadap skripsi ini,
maka penulis menyusun dalam bab per bab yang saling berkaitan. Dalam
setiap bab terdiri dari sub-sub pembahasan. Adapun sistematikanya dapat
penulis rumuskan sebagai berikut :
Bab I : PENDAHULUAN, yang terdiri atas latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penulisan penelitian, manfaat penulisan
skripsi, telaah pustaka, metode penulisan skripsi, dan sistematika
penulisan skripsi.
Bab II : TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI (RAHN). Dalam bab ini
memuat beberapa alasan meliputi; pengertian gadai (rahn) dan dasar
11Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, cet. XVIII, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2004, hlm. 103 12Ibid.,
13
hukumnya, syarat dan rukun gadai, pendapat para ulama tentang
pemanfaatan gadai, batalnya akad gadai.
Bab III : PRAKTEK GADAI. Dalam bab ini memuat beberapa alasan
meliputi; profil Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon, latar
belakang praktek pemanfaatan barang gadai sepeda motor, praktek
gadai sepeda motor di Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon
Kabupaten Kendal.
Bab IV : ANALISIS PRAKTEK GADAI DI DESA KARANG MULYO
KECAMATAN PEGANDON. Dalam bab ini terdiri dari tiga sub
bab yaitu analisis hukum Islam terhadap barang gadai berupa
hutang, analisis hukum Islam terhadap adanya unsur tambahan
pihak rahin kepada murtahin dan analisis pemanfaatan barang gadai
sepeda motor yang disewakan di Desa Karang Mulyo Kecamatan
Pegandon Kabupaten Kendal.
Bab V : PENUTUP. Dalam bab kelima ini berisi : kesimpulan, saran-saran,
dan penutup.
14
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI (RAHN)
A. Pengertian Gadai (Rahn)
Dalam usaha mengembangkan harta benda, Islam melarang cara-
cara yang mengandung unsur-unsur penindasan, pemerasan, atau
penganiayaan terhadap orang lain. begitu juga halnya dengan memberikan
pinjaman uang kepada orang lain yang amat membutuhkan. Tetapi dengan
dibebani kewajiban tambahan dengan membayarkannya kembali sebagai
imbangan jangka waktu yang telah diberikan memberatkan pihak
peminjam.1
Dalam hal aqad pinjam meminjam hukum Islam menjaga
kepentingan keadilan, jangan sampai ia dirugikan. Oleh sebab itu, ia
dibolehkan meminta barang dari debitur sebagai pinjaman utangnya,
sehingga apabila debitur itu tidak mampu melunasi pinjamannya, barang
jaminan dapat dijual oleh kreditur.
Dalam fiqh Islam konsep tersebut dikenal dengan istilah rahn.
Adapun definisi rahn akan dipaparkan sebagai berikut :
menurut bahasa menggadaikan, menangguhkan رهن -رهن
-atau jaminan (Borg)2 dan dapat juga dimaknai dengan al رهنا-يرهن
habsu. Secara etimologi rahn berarti tetap atau lestari, sedangkan al-habsu
1Muhammad Sholikhul Hadi, Pegadaian Syari'ah, Jakarta: Salemba Diniyah, 2000, hlm. 49-50
2Mahnud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Penerbit Yayasan Penyelengaraan Penterjemah Penafsir al-Qur'an, Jakarta: tahun 1989, hlm. 148
15
berarti penahanan.3 Sementara itu menurut istilah yang digunakan fiqih
untuk gadai adalah al-rahn.4 Landasan sebuah akad utang piutang yang
disertai dengan jaminan (agunan). Sesuatu yang dijadikan sebagai jaminan
disebut marhuk, pihak yang menyerahkan jaminan disebut rahn.
Sedangkan pihak yang menerima jaminan disebut murtahin.5
Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata),
gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang
berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan
kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari
barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang
lainnya dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan
biaya yang dikeluarkan, biaya-biaya mana harus didahulukan (Pasal 1150
KUH Perdata).6
Selain berbeda dengan KUH Perdata, pengertian gadai menurut
syari'at Islam juga berbeda dengan pengertian gadai menurut ketentuan
hukum adat yang mana dalam ketentuan hukum adat pengertian gadai
yaitu menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang
3 Choiruman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: sinar
Grafika, cet. 2, 1996, hlm. 139 4 Chuzaimah T. Yanggo, A. Hafiz Anhory, A.Z, Problematika Hukum Islam Kontemporer
III, Jakarta: Pustaka firdaus, 2004, hlm., 78 5Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002, hlm. 175 6Hadi Sudarsono, op. cit., hlm. 156
16
secara tunai dengan ketentuan, si penjual (penggadai) tetap berhak atas
pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali,7
Dalam fiqh sunnah Rahn menurut syara adalah :
مالية فى نظر الشرع وثيقة بدين جعل العين لها فيمة بحث يمكن اخذ ذلك الدين او اخذ بعضه من نلك العين
“Menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut
pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, hingga orang yang
bersangkutan boleh mengambil hutang atau ia bisa mengambil (manfaat)
barang itu”.8
Menurut Wahbah Zuhayli, Ar-Rahan sebagaimana didasarkan
pada firman Allah swt dalam surat al-Muddatsir ayat 38 :
رهينةآل نفس بما آسبت Artinya : Tiap-tiap pribadi terikat (tertahan) atas apa yang telah
diperbuatnya.9
Definisi gadai yang lain terdapat dalam kitab al-Mughny, yang
dikarang oleh Imam Ibnu Quddamah sebagai berikut :
المال الدي يحعل وثيقة بالدين ليستو فى من ثمنه ان تعدرإستفاؤه ممن هوعليه
“Suatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu utang untuk
dipenuhi dari harganya, bila yang berhutang tidak sanggup membayarnya
dari orang yang berpiutang”.
Sedangkan al-Imam Abu Zakaria al-Anshari menetapkan ta’rif
(definisi) ar-rahn di dalam kitabnya Fathul Wahab sebagai berikut :
7 Chuzaimah T. Yanggo, A. Hafiz Anhory, A.Z., op. cit., hlm. 140 8Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah Juz III, Beirut: Dar al-Fikr, t.th., hlm. 189 9Wahbah Zuhayli, Al Fiqh al Islami wa adilatuhu, JuzV, Dar al-Fikr, t.th., hlm. 180
17
جعل عين مال وثيقة بدين يستو فى منها عند تعذ روفانه “Menjadikan benda yang bersifat harta (harta benda) sebagai
kepercayaan dari suatu utang yang dapat dibayar sebagai kepercayaan
dari suatu utang yang dibayarkan dari (harga) benda itu bila utang tidak
dibayar”.10
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa gadai menurut
bahasa adalah penahanan. Sedangkan secara istilah atau syar’i gadai
adalah menjadikan sesuatu benda yang mempunyai nilai harta dalam
pandangan syara’ untuk kepercayaan suatu utang, sehingga
memungkinkan mengambil seluruh atau sebagian utang dan benda yang
dighadaikan.
B. Dasar Hukum Gadai
Gadai hukumnya jaiz (boleh) menurut al-Kitab, As-sunnah, dan Ijma’.
Dalil dari al-Qur'an
وإن آنتم على سفر ولم تجدوا آاتبا فرهان مقبوضة فإن أمن )283: البقرة ... ( الذي اؤتمن أمانته،ليؤد بعضكم بعفضا
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu`amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)….” (Qs. Al-Baqarah : 283).
Dalil dari As-sunnah
Rasulullah pernah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi
untuk meminta darinya (Yahudi) gandum, Yahudi tersebut lalu berkata
10Abi Zakariyah al-Anshori, Fathul Wahab, Sulaiman Mariy, Singapura, t.th. hlm. 192
18
“Sungguh Muhammad ingin membawa dari hartaku” Rasulullah kemudian
menjawab :
االرض ، امين فى السماء ، ولو ائتمنتن آذب انى المين فى الديت ، اذهبو االيه بدرعي
“Bohong! Sesungguhnya aku orang yang jujur di atas bumi ini, dan juga jujur di langit, jika kau berikan amanat kepadaku pasti aku tunaikan. Pergilah kalian dengan baju besiku menemuinya”.
Selain itu Al-Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Aisyah umul mu’minin
r.a. berkata :
اشترى رسول اهللا صلىلله عليه وسلم من يهودى طعاما ورهنه درعه “Rasulullah pernah membeli makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi beliau”.11
a. Ijma’ Ulama
Pada dasarnya para ulama telah bersepakat bahwa gadai itu boleh.
Para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya demikian pula
landasan hukumnya. Jumhur ulama berpendapat bahwa gadai
disyari’atkan pada waktu tidak bepergian maupun pada waktu
bepergian.12
C. Rukun dan Syarat Gadai
Dalam melaksanakan suatu perikatan terdapat rukun dan syarat gadai
yang harus dipenuhi. Secara bahasa rukun adalah yang harus dipenuhi untuk
11 Imam Taqiyudin Abi Bakar bin Muhammad al-Husairi, Kifayatul Akhyar, Semarang: Juz.
I, hlm. 263 12Muhammad Sholikhul Hadi, op. cit., hlm. 521.
19
sahnya suatu pekerjaan.13 Sedangkan syarat adalah ketentuan (peraturan,
petunjuk) yang harus dipindahkan dan dilakukan.14
Gadai atau pinjaman dengan jaminan benda memiliki beberapa rukun,
antara lain :
1. Aqid (orang yang melakukan akad) meliputi dua aspek:
a. Rahin, adalah orang yang menggadaikan barang
b. Murtahin adalah orang yang berpiutang yang menerima barang gadai
sebagai imbalan uang kepada yang dipinjamkan (kreditur)
2. Ma’qud ‘alaih (yang diakadkan), yakni meliputi dua hal :
a. Marhun (barang yang digadaikan/barang gadai)
b. Dain Marhun biih, (hutang yang karenanya diadakan gadai)
3. Sighat (akad gadai)
Ibnu Rusyd dalam kitab mengatakan rukun gadai terdiri dari tiga bagian:15
a. Orang yang menggadaikan
b. Akad Gadai
Ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa transaksi gadai itu bisa
sah dengan memenuhi tiga syarat yaitu :
1.) Harus berupa barang, karena hutang tidak bisa digadaikan.
2.) Kepemilikan barang yang digadaikan tidak terhalang seperti
mushaf.
13Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
2002, hlm. 966 14Ibid., hlm. 1114 15Al-Faqih Abul Walid, Muhammad ibn Ahmad dan Muhammad ibn Rusyd, Bidayatul Al-
Mujtaid al-Muqtasid, Beirut : Dar al-Jiih, 1990, hlm. 204
20
3.) Barang yang digadaikan bisa dijual manakala pelunasan hutang itu
sudah jatuh tempo.16
Menurut Sayyid sabiq dalam bukunya “fiqh sunnah” disyaratkan untuk
sahnya akad rahn (gadai) adalah :
1.) Berakal
2.) Baligh
3.) Bahwa barang yang dijadikan borg (jaminan ) itu ada pada saat
akad sekalipun tidak satu jenis.
4.) Bahwa barang tersebut dipegang oleh orang yang menerima
gadaian (murtahin) atau wakilnya.
c. Barang yang digadaikan
Dalam hubungan ini menurut pendapat ulama Syafi'iyah,
barang yang digadaikan itu memiliki tiga syarat :
1.) Berupa hutang, karena barang hutangan itu tidak dapat digadaikan.
2.) Menjadi tetap, karena sebelum tetap tidak dapat digadaikan, seperti
jika seseorang menerima gadai dengan imbalan sesuatu dengan
yang dipinjamnya.
3.) Barang yang digadaikan tidak sedang dalam proses pembayaran
yang akan terjadi, baik wajib atau tidak seperti gadai dalam
kitabah.
Berkaitan dengan pendapat di atas, Sulaiman Rasyid dalam
bukunya Fiqh Islam, mengatakan rukun rungguhan ada empat yaitu :
16Ibid. hlm. 205
21
1.) Lafadz (kalimat akad) seperti “Saya rungguhan ini kepada engkau
untuk hutangku yang sekian kepada engkau” jawab dari yang
berpiutang : “Saya terima rungguhan ini”
2.) Yang merungguhkan dan yang menerima rungguhan (yang
berhutang dan yang berpiutang), disyaratkan keadaan keduanya
ahli tasaruf (berhak membelanjakan hartanya).
3.) Barang yang dirungguhkan, tiap-tiap zat yang boleh dijual boleh
dirungguhkan dengan syarat keadaan barang itu tidak rusak
sebelum sampai janji utang harus dibayar.
4.) Ada utang disyaratkan keadaan utang telah tetap. 17
Apabila barang yang dirungguhkan diterima oleh yang
berpiutang tetaplah rungguhan, dan apabila telah tetap rungguhan,
yang punya barang tidak boleh menghilangkan miliknya dari barang
itu, baik dengan jalan dijual atau diberikan dan sebagainya, kecuali
dengan ijin yang berpiutang.
Adapun menurut al-Ustada H. Idris Ahmad, syarat gadai
menggadai yaitu :
1.) Ijab kabul yaitu : “Aku gadaikan barangku ini dengan harga Rp.
100,- “umpamanya”. Dijawabnya aku terima gadai engkau
seharga Rp. 100,-“ untuk itu cukuplah dilakukan dengan cara surat
menyurat saja.
17 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, cet. 22, 1989, hlm. 291
22
2.) Jangan menyusahkan dan merugikan kepada orang yang
menerima gadai itu. Umpamanya oleh orang yang menggadai
tidak dibolehkan menjual barang yang digadaikan itu setelah
datang waktunya, sedang uang bagi yang menerima gadai sangat
perlu.
3.) Jangan pula merugikan kepada orang yang menggadai itu.
Umpamanya dengan mensyaratkan bahwa barang yang
digadaikan itu boleh dipakai dan diambil keuntungannya oleh
orang yang menerima gadai.
4.) Ada Rahin (yang menggadai) dan murtahin (orang yang
menerima gadai itu). Maka tidaklah boleh wali menggadaikan
harta anak kecil (umpamanya anak yatim) dan harta orang gila,
dan lain-lain, atau harta orang lain yang ada di tangannya.
5.) Barang yang digadaikan itu berupa benda, maka tidak boleh
menggadaikan utang, umpamanya kata di Rahin : “Berilah saya
uang dahulu sebanyak Rp.100,- Dan saya gadaikan piutang saya
kepada tuang sebanyak Rp.1.500,- yang sekarang ada di tangan si
B”. sebab piutang itu belum tentu dapat diserahkan pada waktu
yang tertentu.18
Adapun syarat-syarat gadai di antaranya :
1.) Rahin dan murtahin
18Al-Ustadz H. Idris Ahmad,. Fiqh Menurut Madzhab Syafi'i, Jakarta: Wijaya, 1996, hlm.
38
23
Tentang pemberi dan penerima gadai disyaratkan
keduanya merupakan orang yang cakap untuk melakukan sesuatu
perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syari'at Islam yaitu
berakal dan baligh.
2.) Sighat
a.) Sighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan juga
dengan suatu waktu di masa depan.
b.) Rahn mempunyai sisi melepaskan barang dan pemberian
utang seperti halnya akad jual beli. Maka tidak boleh diikat
dengan syarat tertentu atau dengan suatu waktu di masa depan.
c.) Marhun bih (utang)
Menyangkut adanya utang, bahwa utang tersebut disyaratkan
merupakan utang yang tetap, dengan kata lain utang tersebut bukan
merupakan utang yang bertambah-tambah atau utang yang
mempunyai bunga, sebab seandainya utang tersebut merupakan utang
yang berbunga maka perjanjian tersebut sudah merupakan perjanjian
yang mengandung unsur riba, sedangkan perbuatan riba ini
bertentangan dengan ketentuan syari'at Islam.19
D. Pendapat Para Ulama tentang Pemanfaatan Barang Gadai
Para ulama fiqh sepakat mengatakan, bahwa segala biaya yang
dibutuhkan untuk pemeliharaan barang-barang jaminan itu menjadi tanggung
jawab pemiliknya, yaitu orang yang berutang. Para ulama fiqh juga sepakat
19 Choiruman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, op. cit., hlm. 142
24
mengatakan bahwa barang yang dijadikan barang jaminan itu tidak boleh
dibiarkan begitu saja, tanpa menghasilkan sama sekali. Akan tetapi, bolehkan
pihak pemegang barang jaminan memanfaatkan barang jaminan itu, sekalipun
mendapat ijin dari pemilik barang jaminan.? Dalam persoalan ini terjadi
perbedaan pendapat para ulama. 20
Berdasarkan pokok permasalahan ini, ada beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh para Mujtahidin tentang pengambilan manfaat dari hasil
barang jaminan gadai :
1. Pendapat Imam Syafi'i
Dalam kitab Al-Um, yang merusak gadai Imam Syafi'i mengatakan :
منافع الرهن الراهن ليس للمرتهن منها…Manfaat dari barang jaminan adalah bagi yang menggadaikan tidak ada sesuatu pun dari barang jaminan itu bagi yang menerima gadai.21 Dalam kitab Madzahibul Arbaah dijelaskan, bahwa ulama-ulama
Syafi'iyah mengatakan :
الرهن هوصاحب الحق فى منفعة المرهن على انى والترنع يده عنه إال عند المرهون يكون تحت يد المرتهن
اإلنتفاع بالمرهونOrang yang menggadaikan setelah yang mempunyai hak atas manfaat barang yang digadaikan, meskipun barang yang digadaikan tidak hilang kecuali mengambil manfaat atas barang gadaian itu. 22
Dalam persoalan ini menurut Syafi'i tidak terkait dengan adanya
ijin, melainkan berkaitan dengan keharaman pengambilan manfaat atas
20Al-Faqih Abul Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Rusdy, op. cit., hlm.
272 21Imam Syafi'i, al-Um, Jilid 3, tth. tp. Hlm. 155 22 Chuzaimah T. Yanggo, A. Hafiz Anhory, A.Z., op. cit., hlm. 83-84
25
utang yang tergolong riba yang diharamkan oleh syara.23Dengan ketentuan
di atas, jelaslah bahwa yang berhak mengambil manfaat dari barang yang
digadaikan itu adalah orang yang menggadaikan barang tersebut dan
bukan penerima gadai.
Ulama-ulama Syafi'iyah mengemukakan alasan-alasan mereka ;
a. Hadits Rasulullah saw yang berbunyi :
ال : عن ابى هريرة ان رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال صاحبه الذى رهنه له غنمه وعليه غرمه يغلق الرهن من
)والدارقطنى وقال هدا إسناد خسن مصل رواه الشافعى(Dari Abu Hurairah dari Nabi saw ia bersabda : Gadaikan itu tidak menutup akan yang punyanya dari manfaat barang itu, faedahnya kepunyaannya dia dan dia wajib mempertanggungjawabkan segala resikonya (lkerusakan dan biaya). (HR. Asy-Syafi'i dan Daruqutny dan ia berkata bahwa sanadnya Hasan dan bersambung).24
Dalam hadits di atas jelas menunjukkan, bahwa barang
gadaian itu tidak menutup hak atas pemiliknya yaitu orang yang
menggadaikan untuk mengambil manfaatnya. Dengan demikian, orang
yang menggadaikan tetap berhak atas segala hasil yang ditimbulkan
dari barang gadaian itu dan bertanggungjawab atas segala resiko yang
menimpa barang tersebut.
b. Dalam kitab Al-Um Imam Syafi'i mencantumkan hadits Rasulullah
berbunyi :
قال : روى عن ابى هريرة رضىاهللا عنه قال رسول اهللا صلىاهللا عليه وسلم الرهن مرآوب
ومحلوب
23Ghufron A. Mas’adi, op. cit., hlm. 178 24Asy-Syafi'i, op. cit., hlm. 167
26
“Diriwayatkan dari Abu hurairah r.a. ia berkata, bersabda Rasulullah saw : Barang jaminan itu dapat ditanggungi dan diperoleh”.
Asy-Syafi'i memberi komentar terhadap hadits tersebut sebagai berikut
لمرتهن وهذا ال يجوزنيه إال ان تكون الرآوب والحلب لمالك الرهن الل“Dan ini tidak boleh menunggangi dan memeras (barang jaminan itu) kecuali bagi pemiliknya, yaitu yang menggadaikan bukan bagi yang menerima gadai”. 25
Atas keterangan hadits tersebut jelaslah bahwa maksud dalam
hadits yang disebutkan di atas, orang yang menunggangi dan memeras
barang jaminan itu adalah yang menggadaikan, karena dialah yang
memiliki barang tersebut dan dia pula yang bertangungjawab atas
segala resiko yang menimpa barang tersebut, sebagaimana baginya
pula manfaat yang dihasilkan dari padanya.
Dalam hal ini penerima gadai hanyalah menguasai barang
jaminan sebagai kepercayaan atas uang yang telah dipinjamkannya
sampai waktu yang telah ditentukan pada waktu akad.
2. Pendapat Imam Malik
Para ulama Malikiyah mengatakan
الرهن فهوله مالمحقوقثمرة المرهون وماينتج منه من ...يشتر طالمرتهن ذلك
“Hasil dari barang gadaian dan segala sesuatu yang dihasilkan dari padanya adalah termasuk hal-hal yang menggadaikan. Hasil gadaian itu adalah bagi yang menggadaikan selama si penerima gadai tidak mensyaratkan”.
25Ibid., hlm. 155
27
Berdasarkan hadits tersebut imam Maliki membolehkan
pemanfaatan barang gadai apabila telah memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan di antaranya :
a. Utang terjadi disebabkan karena jual beli dan bukan karena
menguntungkan.
b. Pihak penerima gadai mensyaratkan bahwa manfaat dari barang gadai
adalah untuknya
c. Menentukan jangka waktu atau diketahui batas waktunya, apabila
tidak ada ditentukan batas waktunya maka menjadi tidak sah.26
Menurut ulama Malikiyah, pengambilan manfaat dari barang yang
digadaikan itu sah apabila syarat tersebut telah jelas ada dan apabila
pengambilan manfaat tersebut dengan sebab menguntungkan, maka tidak
sah baik penerima gadai untuk mengambil manfaatnya dengan cara
apapun, baik pengambilan manfaat itu disyaratkan oleh penerima gadai
atau tidak, serta ditentukan waktunya ataupun tidak.
Sebagaimana yang sudah dijelaskan, bahwa jaminan dalam gadai
menggadai itu berkedudukan sebagai kepercayaan atas utang bukan untuk
memperoleh keuntungan atau laba. Jika membolehkan mengambil manfaat
kepada orang yang menerima gadai berarti membolehkan mengambil
manfaatnya.
3. Pendapat Imam Ahmad bin Hanbal (Hambaliyah)
Ulama Hambaliyah berpendapat bahwa apabila yang dijadikan
barang jaminan itu adalah hewan, maka barang jaminan berhak untuk
mengambil susunya dan mempergunakannya sesuai dengan jumlah biaya
26Chuzaimah T. Yanggo, A. Hafiz Anhory, A.Z, op. cit., hlm.88
28
pemeliharaan yang dikeluarkan pemegang barang jaminan. Hal ini sejalan
dengan sabda Rasulullah saw yang mengatakan :
قال رسول اهللا صلىاهللا عليه : عن ابى هريرة رضىاهللا عمه قالالرهن يرآب بنغقته إذا آان مرهون ارلين الدربشرب : وسلم
رواه . (بنفقنه إذا آان مرهونا وعلى الذى يرآب ويشرب النفقة )البخارى
“Dari Abi Hurairah r.a. Ia berkata : bersabda Rasulullah saw : Gadaian dikendari oleh sebab nafkahnya apabila ia digadaikan dan susu diminum, dengan nafkahnya apabila digadaikan dan atas orang yang mengendarai dan meminum susunya wajib nafkahnya” (HR. Bukhari).27
Akan tetapi menurut ulama Hanbaliyah, apabila barang jaminan
itu bukan hewan atau sesuatu yang tidak memerlukan biaya pemeliharaan,
seperti tanah, maka pemegang barang jaminan tidak boleh
memanfaatkannya. Selain itu, penerima gadai bisa mengambil manfaat
dari barang gadaian dengan syarat ada ijin dari yang menggadaikan dan
adanya gadai bukan sebab menguntungkan.28
4. Pendapat Abu Hanifah
Menurut ulama-ulama Hanafiyah, tidak ada bedanya antara
pemanfaatan barang gadaian yang mengakibatkan kurang harganya atau
tidak, maka apabila yang menerima gadai memberi ijin, maka sah- lah
mengambil manfaat dari barang yang digadaikan itu oleh yang
menggadaikan.
Sesuai dengan fungsinya, menurut ulama Hanafiyah, barang
gadaian sebagai jaminan dan kepercayaan bagi yang meminjamkan uang,
maka barang tersebut dikuasai oleh penerima gadai, karena apabila barang
27Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz. II, Maktabah Sulaiman Mar’iy, Singapura, tth. hlm.
78 28 Chuzaimah T. Yanggo, A. Hafiz Anhory, A.Z., op. cit.,. hlm,. 91
29
tersebut masih dipegang oleh yang menggadaikan berarti keluar dari
tangannya dan barang jaminan menjadi tidak ada artinya dan apabila
barang gadaian dibiarkan tidak dimanfaatkan oleh yang menguasainya
(penerima gadai) maka berarti menghilangkan manfaat dari barang
tersebut, apabila barang tersebut memerlukan biaya untuk
pemeliharaannya.29
E. Batalnya Akad Gadai
Menurut Sayid Sabiq, jika barang gadai kembali ke tangan Rahin atau
dengan kata lain,. jika barang gadai berada kembali dalam kekuasaan Rahin,
maka ketika itu akad gadai sudah batal. Dengan demikian dalam perspektif
Sayyid Sabiq agar akad gadai tidak batal barang gadai harus dalam
penguasaan murtahin.30
Gadai dipandang batal dengan beberapa keadaan seperti :
1. Borg (barang gadai) diserahkan kepada pemiliknya.
Jumhur ulama selain Syafi'iyah menganggap gadai menjadi batal
jika murtahin menyerahkan Borg kepada pemiliknya (Rahin) sebab borg
merupakan jaminan utang, jika borg diserahkan, tidak ada lagi jaminan.
Selain itu dipandang batal pun akad gadai jika murtahin meminjamkan
borg kepada Rahin atau kepada orang lain atas seijin Rahin.
a. Dipaksa menjual borg
Gadai batal, jika hakim memaksa Rahin untuk menjual borg atau
hakim menjualnya jika Rahin menolak.
29Nazar Bakry, Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, hlm. 49
30Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz 3, Kairo Maktabah: Dar Al-Turan, t.th., hlm. 190
30
b. Rahin melunasi semua hutang.
c. Pembebasan hutang.
d. Pembatalan akad gadai dari pihak murtahin
Akad gadai dipandang batal dan berakhir jika murtahin
membatalkan Rahin meskipun tanpa seijin Rahin. Sebaliknya
dipandang tidak batal jika Rahin membatalkanmya.
Menurut ulama Hanafiyah, murtahin diharuskan untuk
mengatakan pembatalan borg kepada Rahin. Hal ini karena Rahin
tidak terjadi, kecuali dengan memegang. Begitu pula cara
membatalkannya adalah dengan tidak memegang.
2. Rahn meninggal
Menurut ulama Malikiyah, Rahin batal atau berakhir jika Rahin
meninggal sebelum menyerahkan borg kepada murtahin. Juga dipandang
batal jika murtahin meninggal sebelum mengembalikan borg kepada
Rahin.
3. Borg rusak
4. Tasharruf dan Borg
Rahn dipandang habis apabila borg ditasharrufkan seperti
dijadikan hadiah, hibah, sedekah, dan lain-lain atau jin pemiliknya.31
31Al-Faqih Abul Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Rusdy, op. cit., hlm.
204
31
BAB III
PRAKTEK GADAI SEPEDA MOTOR DI DESA KARANG MULYO
A. Sekilas Kondisi Wilayah
1. Kondisi Geografis
Wilayah desa Karang Mulyo merupakan salah satu di antara desa
yang berada di wilayah Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal Propinsi
Jawa tengah.
Untuk lebih jelasnya secara administratif batas-batas wilayah desa
Karang Mulyo sebagai berikut :
a. Sebelah utara berbatasan dengan desa Pucangrejo
b. Sebelah selatan berbatasan dengan desa Sumbersari
c. Sebelah timur berbatasan dengan desa Kebonagung
d. Sebelah barat berbatasan dengan desa Pesawahan.1
Desa Karang Mulyo merupakan desa pertanian dengan luas tanah
keseluruhan seluas 176.048 Ha.2 Di desa ini banyak ditemukan sebidang
tanah kosong atau persawahan. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat
desa Karang Mulyo cenderung melakukan aktifitas sebagai petani, petani
buruh, dan sebagian sebagai pedagang.
Realitas di atas dapat, dilihat dari data monografi yang
menempatkan profesi tani pada urutan pertama dan sangat minim
1Buku Data monografi Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal
Keadaan bulan Mei 2003 2Ibid.
32
masyarakatnya sebagai profesi ABRI dan ini bisa dikatakan profesi yang
sangat kurang diminati oleh masyarakat desa Karang Mulyo.
Desa Karang Mulyo terletak jauh dari pusat kotanya dengan letak
yang telah tadi penulis utarakan maka, desa Karang Mulyo Pegandon
adalah desa yang sulit dijangkau dengan kendaraan umum atau angkutan
umum. Karena sulit dijangkaunya lokasi, sehingga banyak dari mereka
yang memakai sepeda motor daripada angkutan.
2. Kondisi Demografi dan Keadaan Penduduk desa Karang Mulyo
Kecamatan Pegandon dilihat dari beberapa segi bidang.
Dengan tanah seluas 176.098 Ha.3 desa ini dihuni oleh sebanyak
690 KK. Adapun keseluruhan jumlah penduduk sebanyak 2.757 orang,
terdiri dari 1.374 laki-laki dan 1.383 wanita. Untuk lebih jelasnya jumlah
penduduk desa Karang Mulyo digolongkan sebagai berikut :
Tabel 1. Penduduk Menurut Umur / Usia.4
No. Kelompok Umur Laki-laki Wanita Jumlah
1 0 – 4 192 166 358 2 5-9 156 160 316 3 10-14 149 198 327 4 15-19 165 194 359 5 20-24 195 196 391 6 25-29 168 174 342 7 30 – 39 144 133 277 8 40-49 106 98 204 9 50-59 69 67 136 10 60 30 67 47
Jumlah 1.374 1.383 2.737
3Ibid. 4Data statistik Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal keadaan bulan
Agustus 2007
33
Dilihat dari data statistik di atas jumlah penduduk atau warga desa
Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal seimbang antara
laki-laki dan perempuan.
Kendati demikian dengan melihat data struktur yang diperoleh
dari arsip monografi, penulis dapat mengelompokkan keadaan penduduk
desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal dari
beberapa bidang antara lain :
a. Bidang Agama
Dengan melihat data statistik sebagai tabel di atas, maka dapat
dikatakan bahwa penduduk desa setempat mayoritas pemeluk agama
Islam, karena kondisi dan keadaan dari data yang diperoleh ada pula
penduduk agama lain selain Islam, seperti Kristen Protestan dan
Kristen Katolik, akan tetapi Islam-lah yang paling banyak
pengaruhnya. Kemungkinan besar, hal ini pengaruh oleh pesatnya
penyebaran agama Islam yang diperankan oleh beberapa Kyai /Ulama.
Karena penduduk setempat mayoritas beragama Islam, syari'at Islam
dinomorsatukan dan dilaksanakan oleh umat-umat Islam dengan penuh
rasa kebersamaan dan kekeluargaan. Selain itu walaupun agama non
muslim penganutnya sangat minim tidak menjadikan kecil hati, akan
tetapi semuanya sangat semangat dan rasa kebersamaan itu tetap
dijunjung tinggi oleh semua pemeluk agama dan semua masyarakat
desa Karang Mulyo.
34
Kendati demikian, secara ritual kegiatan keagamaan masih
sering dilaksanakan secara meriah, baik dalam bentuk pengajian rutin
maupun insidental. Sehingga masih nampak adanya nuansa religius
dalam kehidupan sehari-hari, serta suasana keagamaan tercermin
dalam mushalla, TPQ/TPA, pengajian-pengajian, dan musyawarah di
rumah para Kyai (ustadz) serta aktifitas-aktifitas keagamaan lainnya.5
Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Penduduk Menurut Pemeluk agama.6
No Agama Jumlah
1 Islam 2.749
2 Kristen protestan 4
3 Kristen katolik 4
4 Hindu -
5 Budha -
Jumlah 2.757
b. Bidang/keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Desa Karang Mulyo apabila ditinjau
menurut kondisi pendidikannya sebagaimana tersebut pada bahasan
terdahulu pada tabel berikut :
5Hasil wawancara dengan bapak Mukholil, ulama Desa karang mulyo kecamatanpegandon
tanggal 19 nopember 2007 6Hasil wawancara dengan bapak Sukoco ,sebagai Lurah Desa Karang Mulyo Kecamatan
Pegandon tanggal 13 Nopember 2007.
35
Tabel 2. Penduduk Menurut pendidikan7
No Jenis Pendidikan Jumlah
1 Tamat akademi/PT 45
2 Tamat SLTA 300
3 Tamat SLTP 730
4 Tamat SD 747
5 Tidak tamat SD 327
6 Belum tamat SD 516
7 Tidak sekolah -
Jumlah 2.473
Bila melihat keadaan desa setempat yang rata-rata kelas
menengah kebawah, sebenarnya mereka mampu menyekolahkan anak-
anaknya ke jenjang yang lebih tinggi minimal SLTA, akan tetapi
melihat kenyataannya justru mereka lebih banyak tamatan Sekolah
Dasar yakni 747 jiwa bahkan ada yang sampai tidak tamat sekolah. Hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :
- Mereka beranggapan bahwa sekolah ke jenjang yang lebih tinggi
pun belum menjamin setelah lulus akan mendapatkan pekerjaan
lumayan, paling menambah angka pengangguran.
- Keadaan di sekitar lingkungan mereka secara sadar memaksa untuk
berperilaku pragmatis dan materialistis, menyinta lingkungan
mereka yang notabene dikenal dengan kawasan petani dan
menitikberatkan pada penjualan hasil pertanian.
7Data statistik, op. cit.
36
- Mereka lebih melihat realistis bahwa banyak di antara mereka
yang hanya tamatan sekolah dasar, namun sukses dan berhasil
dengan profesi masalah tenaga kerja Indonesia (TKI) dan TKW di
Malaysia, Singapura, Hongkong, Arab dan Korea.8
Dengan demikian, kondisi masyarakat desa Karang Mulyo
banyak menuntut ilmu di lembaga-lembaga non formal seperti di
pesantren-pesantren, baik itu di daerah sendiri maupun di luar daerah,
juga di madrasah-madrasah diniyah yang ada di lingkungan desa
setempat.
Kebanyakan diantara mereka, setelah tamat SD dalam usia
yang masih muda langsung terjun menekuni dunia pertanian dan
menjual hasil tani. Sedangkan di antara mereka yang hanya tamatan
SLTP, banyak yang pergi keluar negeri untuk menjadi TKI ataupun
TKW. Dengan melihat kondisi pendidikan tersebut di atas yang
mayoritas tamatan Sekolah Dasar (SD) dan SLTP, maka tidak mustahil
bila mereka memiliki wawasan dan cara penolong yang sederhana,
praktis dan pragmatis.
c. Keadaan Sosial Budaya
Seperti halnya masyarakat pedesaan lainnya bahwa nilai sosial
dan rasa solidaritas warga desa Karang Mulyo masih sangat tinggi dan
masih membudaya di tengah-tengah perilaku kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai kebersamaan dalam masyarakat ini tercermin seperti halnya
dalam rangka membina kebersihan lingkungan, membangun,
8Hasil Wawancara dengan bapak Basuki, sebagai Bayan Desa Karang Mulyo tanggal 13
Nopember 2007
37
memperbaiki sarana dan prasarana umum, seperti masjid, mushalla,
perbaikan jalan, pos kamling dan kegiatan-kegiatan lainnya secara
gotong-royong. Dengan demikian pendudukan desa Karang Mulyo
masih memiliki nilai-nilai kemasyarakatan yang mencerminkan
masyarakat yang berbudaya dari dimensi kegotongroyongan dan
kebersamaan dalam menegakkan kehidupan beragama, ekonomi, sosial
dan budaya.9
Meskipun di desa Karang Mulyo masih ada kelas-kelas sosial,
yang membedakan lapisan satu dengan yang lainnya. Lapisan tersebut
di antaranya : Lapisan masyarakat, buruh industri, petani, pedagang,
pengusaha dan lapisan tokoh agama. Namun tidak ada garis pembatas
yang jelas antara kelas sosial sebagai suatu penghalang atau jarak
komunikasi, justru sebaliknya merupakan mata rantai kebutuhan yang
sinergis dan mutualis.
d. Bidang ekonomi
Keadaan penduduk suatu daerah sangat mempengaruhi
keberhasilan program-program pemerintah, yang telah direncanakan
keberhasilan dari program-program pemerintah setempat juga sangat
mempengaruhi bagi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, perlu
diketahui sejauh mana perekonomian masyarakat setempat itu dapat
dicapai oleh setiap anggota masyarakat itu sendiri.
Persoalan ekonomi sangat erat kaitannya dengan kehidupan
pedesaan. Demikian halnya di desa Karang Mulyo Kecamatan
9Hasil wawancara dengan Bapak Rozi, warga Karang Mulyo sebagai pengajar di
Primagama Kendal, tanggal 15 Nopember 2007
38
Pegandon Kabupaten Kendal, masalah perekonomian sangatlah
diperlukan dalam kehidupan masyarakat setempat, terutama dalam hal
pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Nampaknya pembangunan dalam
bidang tersebut, dapat dikatakan sangat jarang terbukti dan tidak
adanya tempat dan sarana prasarana perekonomian yang mendukung,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat harus
pergi ke desa tetangga.
Dilihat dari tingkat ekonomi, setiap keluarga antara satu
dengan yang lainnya di desa Karang Mulyo hampir sama dengan
mayoritas pencahariannya sebagai petani dan buruh tani. Di antara
keadaan tersebut yang paling banyak adalah dalam kategori menengah
ke bawah.10
Untuk lebih jelasnya mengenai kelompok mata pencaharian
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Jenis Kegiatan Jumlah 1 Petani sendiri 350 2 Buruh tani 822 3 Nelayan - 4 Pengusaha - 5 Buruh industri 24 6 Buruh bangunan 5 7 Pedagang 59 8 Pengangkutan 6 9 Pegawai negeri 111 10 Pensiunan 34 11 ABRI 3 12 Lain-lain 54
Jumlah 1.468
10Ibid.
39
B. Latar Belakang Praktek Pemanfaatan Barang Gadai Sepeda Motor di
Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal.
Terjadinya praktek pemanfaatan barang gadai sepeda motor di desa
Karang Mulyo kecamatan Pegandon ini, pasti memiliki latar belakang dan
motivasi tertentu. Karena segala sesuatu yang terjadi muncul karena latar
belakang dan faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor yang melatarbelakangi
terjadinya praktek pemanfaatan barang gadai sepeda motor tersebut antara
lain:
1. Karena Faktor ekonomi
Pada umumnya, pendapatan warga desa Karang Mulyo tidak
hanya bersumber bertani padi di sawah atau berprofesi sebagai tani
ataupun buruh tani, tetapi juga bersumber dari usaha selain tani, misalnya
berdagang, buruh pabrik, buruh bangunan, pengangkutan (tukang ojek),
pegawai negeri sipil, dan bahkan diantara yang pergi keluar negeri sebagai
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Tenaga Kerja Wanita (TKW) untuk
mengadu nasib di sana.
Namun demikian, bagi petani kecil masih sulit untuk mencukupi
kebutuhan keluarganya. Kecilnya pendapatan yang diperoleh dari lahan
sempit, itu makin diperparah bila sawah terjadi puso atau gagal panen,
sebagai akibat peristiwa alam yang tidak menguntungkan seperti wereng,
tikus, dan banjir. Selain itu, petani juga mengalami kesulitan ketika musim
tanam (tandur-Jawa) untuk membeli bibit. Karena uang hasil panen yang
sudah dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
40
Dengan adanya permasalahan-permasalahan tersebut, hal ini
mendorong petani mencari pinjaman di bank, Perum pegadaian atau
sumber dana lainnya. Tetapi hal tersebut dirasa sulit karena dengan tidak
adanya Perum Pegadaian dan bank di sekitar desa tersebut dan prosesnya
yang dipersulit serta lama. Salah satu yang ditempuh petani atau warga
sekitar adalah dengan menggadaikan motor tersebut s cara gadai motor.11
2. Karena Faktor sosial
Masyarakat desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon merasa sulit
untuk memperoleh pinjaman dana yang mencukupi kebutuhannya, petani
ataupun warga sekedar masih mengalami kesulitan dan prosedur yang
belum melembaga. Selain itu, kebutuhan dana yang sifatnya mendesak
seperti biaya berobat rumah sakit atau selamatan (menghitankan atau
mengawinkan anaknya) ataupun biaya tanam padi (untuk membeli bibit).
Itulah sebabnya warga sekitar serta petani memilih menggadaikan
motornya, karena lebih mudah prosesnya.
3. Karena adat kebiasan (urf).
Sesuai dengan informasi yang penulis dapatkan, dari hasil
wawancara dengan warga desa Karang Mulyo, bahwa sejak kapan gadai
sepeda motor itu ada, para responden memberi jawaban bahwa
pelaksanaan gadai motor itu ada karena warga yang lebih percaya
menggadaikan barang yang mereka punya kepada tetangga atau sanak
saudara ataupun orang yang mereka kenal. sepertinya praktek gadai sepeda
11Hasil Wawancara dengan Umar Sahid, Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang, tanggal 23
Nopember 2007
41
motor ini sudah menjadi adat kebiasaan dan sulit untuk dihilangkan
meskipun ada kecurangan dan kerancuan mengenai barang yang
digadaikan serta pemanfaatan barang gadaian yang disalah gunakan
,namun mereka berpedoman saling percaya dan tolong menolong antara
warga yang membutuhkan, maka gadai sepeda motor itu berlangsung
sampai sekarang .
C. Pelaksanaan Praktek Pemanfaatan Barang Gadai Sepeda Motor di Desa
Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal
1. Praktek sistem gadai sepeda motor
Di Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon ini, transaksi
pemanfaatan gadai sepeda motor tidak hanya antara sesama warga desa
Karang Mulyo saja, tetapi mencakup dengan warga yang berasal dari desa
lainnya, 30% dari warga desa Karang Mulyo melakukan transaksi tersebut.
Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis mencoba mengamati
selanjutnya menganalisa pelaksanaan atau praktek pemanfaatan gadai
sepeda motor ini dari proses perpindahannya motor milik si pemilik
sepeda motor (rahin) sampai ke pemilik uang (murtahin), sehingga dengan
adanya pengamatan tersebut dapat diambil kesimpulan mengenai
ketentuan hukum pemanfaatan barang gadai menurut Islam.
Dalam pelaksanaan gadai, akad antara pemegang gadai (murtahin)
dan pemilik motor (rahin) merupakan faktor terpenting dalam pelaksanaan
gadai tersebut, dalam akad atau perjanjian gadai dapat diwujudkan dengan
42
ijab qabul atau kesepakatan, karena akad merupakan salah satu rukun
gadai.
Namun dalam prakteknya pemanfaatan barang gadai tersebut
tidak melakukan suatu perjanjian tentang pemanfaatannya. Murtahin
hanya menyerahkan uang sesuai permintaan rahin dan meminta bunya dari
pinjaman serta memanfaatkan sepeda motor tersebut.
Selama masa gadai ini, hak pemegang sepeda motor tersebut
berada dalam kekuasaan murtahin (pihak pemegang gadai), mereka pada
umumnya memanfaatkan barang gadai (sepeda motor0) tersebut dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga hal tersebut berdampak pada kerusakan
sepeda motor tanpa adanya tanggung jawab dari murtahin, karena tanpa
adanya perjanjian dan yang mendesak menjadikan kebutuhan rahin hal
tersebut menjadikan murtahin yang selalu memanfaatkan barang gadai
sepeda motor tersebut tanpa menghiraukan kerusakannya. Ditambah lagi
dengan bunga yang murtahin minta dari pihak rahin.12
2. Macam-macam Transaksi gadai sepeda motor yang terjadi di desa Karang
Mulyo yaitu :
a. Transaksi gadai yang dilakukan Bapak Muji (rahin) dengan Bapak
Ahmad (murtahin) transaksi terjadi pada tanggal 25 Februari 2006.
Bapak Muji menggadaikan motornya seharga Rp. 5.000.000,-
untuk mendapatkan uang kepada Bapak Ahmad sebesar Rp.
3.000.000,- selama tiga bulan, karena Bapak Muji hanya bekerja
12Hasil Wawancara dengan Bapak Sukaca, sebagai Kepala desa Karang Mulyo Kecamatan
Pegandon, tanggal 19 Nopember 2007
43
sebagai buruh bangunan Bapak Ahmad hanya meminta bunga 1,5%
dari uang yang dipinjam, kemudian sepeda motor tersebut
dimanfaatkan oleh Bapak Ahmad untuk digunakan sebagai transportasi
kesehariannya dalam berdagang, kemudian Bapak Ahmad
menyerahkan uang dan Bapak Muji menyerahkan motornya kepada
Bapak Ahmad. Ini semua terjadi atas dasar tolong-menolong antara
Bapak Ahmad kepada Bapak Muji, namun demikian Bapak Ahmad
tetap meminta bunga dan memanfaatkan motor tersebut sampai waktu
yang ditentukan.13
b. Transaksi gadai yang dilakukan Ibu Yayuk dengan Bapak Abu.
Transaksi terjadi pada tanggal 19 Juni 2006.
Pada tanggal 19 Juni 2006 Ibu Yayuk kesulitan membayar
uang sekolah anaknya yang duduk di bangku SMU, beliau meminjam
uang sebesar Rp. 5.000.000,- kepada Bapak Abu (pemegang gadai),
sebagai jaminannya Ibu Yayuk menyerahkan sepeda motor dengan
nomor yang baru, karena plat nomornya masih baru Bapak Abu mau
meminjami dengan jumlah yang besar yaitu Rp. 5.000.000,-. Dalam
perjanjian tersebut Bapak Abu tidak membatasi waktunya akan tetapi
Bapak Abu tetap meminta bunya sebesar Rp. 100.000,- perbulannya
dan Bapak Abu memanfaatkan sepeda motor tersebut untuk
transportasi, karena profesinya tukang ojek. Transaksi seperti ini yang
banyak digunakan karena sulitnya transportasi yang ada di desa
13Hasil Wawancara dengan Bapak Ahmad, warga Desa Karang Mulyo Kecamatan
Pegandon pada tanggal 14 Nopember 2007
44
tersebut dan jarangnya angkutan umum yang melewati desa tersebut
apalagi kalau sudah siang tidak ada transportasi yang melewati daerah
tersebut.14
c. Transaksi gadai yang dilakukan Bapak Aris (penggadai) dengan Bapak
Sugiharto (pemegang gadai) 12 Januari 2006 Bapak Aris (penggadai)
meminjam uang Rp. 10.000,000,- kepada Bapak Sugiharto (pemegang
gadai) dengan harga motor sebesar Rp. 12.800.000,- yang baru dibeli.
Kemudian sepeda motor tersebut diserahkan kepada Bapak Sugiharto
untuk alat transportasinya tiap kali kerja karena sulitnya transportasi,
selama satu tahun Bapak Sugiharto meminta bunya Rp. 50.000
perbulannya, namun selama setahun tersebut Bapak Aris belum
mengembalikan hutangnya, karena Bapak Sugiharto banyak memiliki
motor di rumah, beliau meminjamkan motor tersebut kepada orang lain
yang sedang membutuhkan motor untuk mudik dengan meminta biaya
penyewaannya juga sebesar Rp. 200.000,- selama satu bulan. Jadi
selama waktu tersebut Bapak Sugiharto mendapatkan dua keuntungan
dari hasil gadai dan pemanfaatan gadai sepeda motor tersebut yang
disewakan.15
d. transaksi gadai yang dilakukan Bapak Karto (rahin) dengan Bapak Ali
(murtahin) tanggal 13 mei 2007
14Hasil Wawancara dengan Ibu Yayuk, warga Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon
pada tanggal 15 Nopember 2007 15Hasil Wawancara dengan Bapak Aris, warga Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon
pada tanggal 15 Nopember 2007
45
Bapak Karto (rahin) meminjam uang kepada. Bapak Ali sebesar
Rp.12.0000.000 kepada Bapak Ali (murtahin) dengan harga motornya
sebesar Rp.15.000.000.Dalam transaksi ini Bapak Ali meminta bunga
sebesar Rp.100.000 tiap bulannya sampai batas waktu yang ditentukan
.karena Bapak Ali mempunyai bisnis penyewaan motor, dia juga
menyewakan motor hasil gadaianya tersebut dengan biaya sewa
sebesar Rp.100.000 selama sepuluh hari .jadi selama penggadaian
pihak murtahin mengambil dua keuntungan dari rahin dan pihak
ketiga (orang yang menyewa motor).16
Dari semua praktek yang terjadi di desa Karang Mulyo ini
perjanjian dilakukan secara lisan, atas saling percaya sebagai tetangga dan
tolong-menolong. Umumnya tidak menyebut masa gadainya tetapi
penebusan boleh dilakukan minimal 3 bulan sekali. Ini didasarkan karena
balas budi, meskipun terkadang selama sepeda motor tersebut diambil
manfaatnya, hasil dari pemanfaatan motor tersebut menguntungkan pihak
murtahin, bahkan kerusakannya pun tidak ditanggung murtahin. Namun
ini dipandang masih wajar dan lumrah karena untuk balas budi tersebut.
3. Pendapat sebagian ulama (tokoh masyarakat) setempat terhadap praktek
gadai sepeda motor di desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon
Kabupaten Kendal.
Pendapat sebagian ulama (tokoh masyarakat) desa Karang Mulyo
Kecamatan Pegandon menanggapi masalah gadai sepeda motor ini, dapat
16Hasil wawancara dengan Bapak Ali (murtahin) tanggal 29 November 2007
46
penulis simpulkan bahwa mereka berpendapat bahwa praktek pemanfaatan
gadai sepeda motor tersebut tidak sah menurut hukum Islam, apabila
obyek yang dimaksud dalam praktek pemanfaatan gadai sepeda motor itu
lebih menitikberatkan pada pemanfatannya, apalagi para murtahin
memanfaatkan barang gadai tersebut untuk mendapatkan keuntungan
dengan meminta bunga serta memanfaatkan barang gadai tersebut untuk
mendapatkan keuntungan dengan meminta bunga serta memanfaatkan
barang gadai tersebut untuk disewakan kembali kepada orang lain tanpa
bertanggung jawab atas kerusakannya.
Dari hasil penelitian, praktek tersebut dilakukan karena :
- Kecilnya pendapatan yang diperoleh dari buruh tani dan buruh
bangunan.
- Kebutuhan yang mendesak
- Prosesnya cepat dan mudah, tanpa penyerahan surat-surat.
- Satu-satunya barang yang dianggap bisa digadaikan dengan melihat
transportasi yang sulit menjadikan murtahin mau menerima gadai
sepeda motor tersebut.
Meskipun para ulama (tokoh masyarakat) di desa Karang Mulyo
berpendapat bahwa praktek gadai sepeda motor adalah tidak sah menurut
Islam, namun pendapat-pendapat tersebut tidak dipublikasikan secara luas
di tengah masyarakat, sehingga masyarakat kurang begitu tahu dan
mengerti tentang hukum pemanfaatan gadai sepeda motor tersebut. Selain
47
itu kurangnya pengetahuan masyarakat di bidang gadai sepeda motor
menjadikan masyarakat terus menerus melakukan praktek tersebut.
Menurut Bapak Mukholil selaku ustadz di desa Karang Mulyo
mengatakan bahwa praktek pemanfaatan gadai yang dilakukan oleh
masyarakat desa Karang Mulyo ini merupakan hutang piutang yang
mengandung unsur riba, kecuali barang gadai tersebut diambil manfaatnya
dengan cara menyewakannya juga kepada pihak ketiga dan murtahin
mengambil keuntungan atau bunga dari rahin dan pihak ketiga dan hal
tersebut berlangsung terus menerus sampai rahin mampu mengembalikan
utangnya.17
Menurut KH. Abdullah, beliau menyatakan bahwa akad gadai yang
terjadi di desa Karang Mulyo itu sah, apabila dalam memanfaatkan gadai
tersebut telah mendapatkan ijin dari rahin, ijin itu diambil sebagai balas
budi serta sebagai tanda tolong-menolong, tetapi kalau ijin itu timbul dari
rasa terpaksa karena tekanan pihak murtahin, sedang rahin dalam keadaan
terjepit dan sangat membutuhkan pertolongan, maka keadaan tersebut
dianggap sebagai formalitas yang tidak menggambarkan kerelaan atau
persetujuan.
Dengan tidak adanya kerelaan tersebut, maka hal tersebut sama
dengan memeras seseorang yang dalam keadaan terdesak.18
Firman Allah swt.
17Hasil Wawancara dengan Bapak Mukholil, Ustadz Desa Karang Mulyo Kecamatan
Pegandon pada tanggal 19 Nopember 2007 18Hasil Wawancara dengan Bapak Abdullah, Ulama Desa Karang Mulyo Kecamatan
Pegandon pada tanggal 19 Nopember 2007
48
فإن لم تفعلوا فأذنوا بحرب من الله ورسوله وإن تبتم فلكم وإن آان ذو ) 279(رءوس أموالكم ال تظلمون وال تظلمون
تعلمون عسرة فنظرة إلى ميسرة وأن تصدقوا خير لكم إن آنتم )280(
Artinya : Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (279) Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (280) (Qs. Al-Baqarah : 279-280)
Dari dasar ayat diatas dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan
barang gadai sepeda motor tersebut haram, karena pihak rahin yang sulit
mengembalikan dan lamanya waktu yang terus menerus, bertambahnya
menjadi berlipat ganda. Ini menyebabkan terjadinya riba.
Dari hasil penelitian penulis, pendapat ulama desa Karang Mulyo
menyikapi suatu hukum sesuai dengan nash yang ada yaitu al-Qur'an dan
al-Hadits, dan dapat dikatakan bahwa mereka termasuk ulama tekstual.
49
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK
GADAI SEPEDA MOTOR DI DESA KARANG MULYO KECAMATAN
PEGANDON KABUPATEN KENDAL
A. Analisis Hukum Islam Terhadap Barang Gadai Berupa Hutang
Dalam masalah transaksi keuangan, eksploitasi maupun ketidakadilan
sering terjadi. Dalam hal simpan pinjam misalnya, Islam melarang untuk
mengenakan denda jika pembayaran hutang tidak tepat pada waktunya, karena
prinsip hutang adalah tolong menolong orang lain (tabarru’) dan tidak
dibolehkan mengambil keuntungan dalam tabarru’. Di samping itu,
pengambilan keuntungan sepihak dalam transaksi keuangan juga dilarang
dalam Islam, yang dikenal dengan istilah riba nasi’ah dimana ada kesepakatan
untuk membayar bunga dalam transaksi hutang piutang atau pembiayaan.
Dalam hal ini satu pihak akan mendapatkan keuntungan yang sudah pasti
sedangkan pihak yang lainnya hanya menikmati sisa keuntungannya.1
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dalam surat
al-Maidah ayat 2, telah diungkapkan dimana Allah melarang adanya
pelanggaran atau keuntungan sepihak, selain itu pula Islam dalam
pedomannya yakni al-Qur'an dan hadits memerintahkan kepada kaum
muslimin yang beriman untuk tidak mencari kekayaan dengan cara yang tidak
benar baik bisnis ataupun transaksi lainnya harus sah berdasarkan al-Qur'an
1Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan syari'ah Deskripsi dan Ilustrasi,cet. 1,
Yogyakarta: 2006, hlm. 1
50
dan al-hadits serta adanya kesepakatan kedua belah pihak (yang melakukan
transaksi).2 Oleh karena itu kerjasama antara seorang manusia merupakan
sebuah kebutuhan, dan kebutuhan itu bisa berbagai bentuk, misalnya dalam
kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari kehidupan uang. Dalam
kondisi seperti ini orang bisa melakukan beberapa alternatif guna
mendapatkan uang, salah satu alternatif tersebut misalnya dengan
menggadaikan barang atau lebih dikenal dengan istilah gadai (rahn) yang
mana merupakan sebuah akad utang piutang yang disertai dengan barang
jaminan.3
Seperti yang terjadi di desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon
Kabupaten Kendal, praktek gadai sepeda motor tidak hanya transaksi sesama
antar warga desa Karang Mulyo, tetapi mencakup dengan warga yang berasal
dari desa lainnya. 30% dari warga desa Karang Mulyo4 yang berjumlah 2.737
jiwa5 melakukan praktek gadai sepeda motor. Oleh karena itu dalam penelitian
ini penulis mencoba mengamati, selanjutnya menganalisa praktek gadai
sepeda motor tersebut.
Perbuatan yang dilakukan oleh seorang mukallaf baik yang berkenaan
dengan aspek ibadah maupun mu’amalah dalam hal membuat akad ada yang
sudah sah dan yang belum memenuhi syarat, sehingga menjadi rusak.
2 Rahmat Safei, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hlm. 76 3 Chuzaemah T. Yanggo, A. Hafidz Anshari, AZ, Problematika Hukum Islam Kontemporer
III, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995, hlm. 78 4Hasil wawancara dengan Bapak Sukoco, selaku Kepala Desa Karang Mulyo Kecamatan
Pegandon Kabupaten Kendal pada tanggal 19 Nopember 2007 5Buku Tata Monografi Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal,
keadaan bulan Mei 2007
51
Menurut Rahmat akad yang sah adalah yang memenuhi syarat dan
rukun yang terkandung dalam akad tersebut.6sebagaimana yang telah
dijelaskan di Bab II oleh Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid bahwa
rukun gadai terdiri dari aqid (orang yang melakukan akad), maqud alaih (yang
diaqadkan) dan sighat (akad gadai).7
- Aqid (orang yang melakukan akad)
Sebagaimana yang telah dikemukakan di Bab II, orang yang
melakukan akad dalam gadai harus memenuhi beberapa persyaratan,
diantaranya adanya kedua belah pihak, yaitu pihak rahin (orang yang
menggadaikan barang atau orang yang hutang) dan murtahin (orang yang
menerima barang gadai atau orang yang berpiutang).8 Selain itu, orang
atau pihak yang melakukan transaksi ini harus atas kehendak sendiri,
berakal, dan baligh. Berkenaan dengan hal tersebut, transaksi gadai yang
terjadi di desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal
untuk subyek yang melakukan transaksi tersebut sudah memenuhi
persyaratan sebagaimana yang dikemukakan pada proses wawancara yang
ada di Bab III yaitu adanya rahin dan murtahin.
Penggadaian barang gadai sepeda motor yang dilakukan oleh
seorang subyek atas dasar kehendak sendiri, karena didorongnya
kebutuhan. Kendati demikian, mereka telah dewasa (baligh) dan berakal.
Dari hasil penelitian di lapangan, menurut pengetahuan penulis tidak ada
6 Rahmat Safei, op. cit., hlm. 76 7al-Faqih Abd. Walid Muhammad ibn Ahmad bin Muhamamd ibn Rusyd, Bidayatul al-
Mujtahid al-Muqtasid, Beirut: dar al-Jaih, 1990, hlm. 204 8Ibid.
52
satupun responden yang ditemukan belum cukup umur atau bahkan
mengalami gangguan kejiwaan, mereka pada umumnya orang yang sudah
berkeluarga dan karena kebutuhan yang semakin meningkat menjadikan
mereka melakukan transaksi gadai sepeda motor tersebut.
Dilihat dari syarat-syarat aqid (orang yang melakukan akad),
maka praktek gadai yang dilakukan warga desa Karang Mulyo dilakukan
oleh orang-orang yang telah memenuhi persyaratan akad, yang sudah
sesuai dengan aturan gadai menurut pandangan Islam.
- Sighat (akad gadai)
Akad yang ada dalam gadai disebut ijab qabul. Adapun mengenai syarat
sahnya akad gadai (rahn) adalah :
a. Berakal
b. Baligh
c. Bahwa barang yang dijadikan borg (jaminan) itu ada pada saat akad
sekalipun tidak satu jenis.
d. Bahwa barang tersebut dipegang oleh orang yang menerima gadaian
(murtahin) atau wakilnya.9
Dalam masalah akad gadai sepeda motor ada permasalahan,
artinya telah sesuai dengan ketentuan sighat (akad gadai) yakni adanya
kedua belah pihak dengan akad yang saling berkaitan langsung dan
memenuhi syarat yang ada dalam sighat.
Oleh karena itu dilihat dari syarat-syarat sighat maka praktek
gadai yang dilakukan warga di desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon
Kabupaten Kendal, dilakukan orang-orang yang telah memenuhi
9Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz III, Beirut: Dar al-Fikr, t.th., hlm. 188
53
persyaratan sighat gadai dan sesuai kaidah yang ada dalam hukum (fiqh)
Islam.
- Maqud alaih
Untuk sahnya gadai yang dilakukan dalam praktek gadai sepeda
motor, harus memenuhi syarat-syarat antara lain :
a. Marhum (barang yang digadaikan atau barang gadai)
b. Dain Marhum biih (hutang yang karenanya diadakan gadai).10
Kendati demikian, menurut kaidah hukum Islam praktek gadai
harus memenuhi syarat-syarat di atas. Barang yang dijadikan obyek gadai
di desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal berupa
uang dan sepeda motor sebagai jaminan peminjaman hutang karena
diadakannya gadai. Berkenaan dengan barang yang digadaikan secara
sepintas tidak ada indikasi pelanggaran hukum, mengingat barang yang
digadaikan (sepeda motor) secara Lizzati adalah milik pribadi. Namun
demikian yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah tentang praktek
yang dilakukan rahin dan murtahin.
Untuk barang yang berupa sepeda motor tersebut secara hukum sah,
dan halal untuk digadaikan, namun adakalanya praktek yang terjadi
hukumnya menjadi tidak jelas. Dari hasil pengetahuan peneliti di
lapangan, dalam praktek gadai sepeda motor banyak terjadi kecurangan
atau penyelewengan yang terjadi dalam prakteknya., yakni banyak di
antara mereka (pihak rahin) melakukan sistem manipulasi. Menurut hemat
penulis, para rahin menggadaikan sepeda motornya masih dalam keadaan
kredit di dealer pembelian sepeda motor, hal ini berkenaan dengan
10al-Faqih Abd. Walid Muhammad ibn Ahmad bin Muhammad ibn Rusyd, op. cit., hlm. 205
54
kebutuhan rahin yang mendesak, dikarenakan hutang yang belum terlunasi
serta bunga yang semakin membengkak . Selain itu, ada di antara pihak
rahin yang menggadaikan barang yang sudah digadaikan di Perum
Pegadaian, karena di Perum Pegadaian hanya meminta surat-surat
berharga tanpa meminta barangnya, sehingga rahin bisa memanfaatkan
barang gadai itu untuk digadaikan kembali kepada pihak murtahin.11.hal
ini jelas bahwa hal tersebut bertentangan dengan syari'at Islam, dimana
praktek yang terjadi tidak sesuai dengan syarat gadai kaitannya dengan
barang yang digadaikan ( Ma’qud ‘alaih), yaitu barang yang digadaikan
berupa hutang serta dalam proses pembayaran.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur'an
)1: المطففين (ويل للمطففين Artinya : “Celaka besarlah bagi orang-orang yang curang”.
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Adanya Unsur Tambahan, Pihak Rahin
Kepada Murtahin
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara
bathil atau bertentangan dengan prinsip mu’amalah dalam Islam.12
Mengenai hal ini, Allah swt mengingatkan dalam firman-Nya :
11Hasil Wawancara dengan Bapak Aris, selaku pihak rahn pada tanggal 16 Nopember 2007 12Heri Sudarsono, op. cit., hlm. 1
55
ياأيها الذين ءامنوا ال تأآلوا أموالكم بينكم بالباطل إال أن تكون تجارة عن تراض منكم وال تقتلوا أنفسكم إن اهللا آان بكم رحيما
)29: النساء (“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs. An-Nisa’ : 29)
Dalam al-Qur'an, hadits dan ijma ulama yang merupakan hukum Islam
yang digunakan untuk menyelesaikan kemusykilan-kemusykilan yang muncul
di dalam masyarakat. Fiqh adalah formula yang dipahami dari syari'ah tidak
bisa dijalankan dengan baik, tanpa dipahami melalui fiqh atau pemahaman
yang memadai dan diformulasikan secara baku. Fiqh sebagai usaha
memahami, sangat dipengaruhi oleh tuntutan ruang dan waktu. Karena itulah,
wajar jika terdapat perbedaan-perbedaan dalam rumusan mereka.
Gadai dalam istilah fiqh dikenal dengan al-rahn13 dan dalam
pengertian bahasa adalah menggadaikan, menangguhkan atau jaminan.14 Di
sekitar persoalan apakah pemanfaatan barang gadai di dalam hukum Islam
diperbolehkan atau tidak, yang berlangsung hingga saat ini. Karena banyak di
antaranya yang berpendapat, dengan berdalih pemanfaatan barang gadai itu
tidak bertentangan dengan syara’ karena orang yang melakukan transaksi
gadai itu minim pengetahuannya tentang syara’.
Telah ditegaskan dimuka, bahwa gadai bukan termasuk pada akad
pemindahan hak milik. Tegasnya bukan pemilikan atas suatu benda dan bukan
13M. Syafi'i Antonio, Bank syari'ah : Dari Teori ke Praktek, Cet. I, Jakarta: Gema Insani,
hlm. 57 14 Chuzaemah T. Yanggo, A. Hafidz Anshari, op. cit., hlm. 78
56
pula akad atas manfaat suatu benda atau sewa menyewa, melainkan hanya
sekedar jaminan untuk suatu utang piutang.
Pada dasarnya tujuan diadakannya gadai untuk mengatasi masalah
kebutuhan warga yang semakin meningkat dan karena terdesaknya rahn yang
harus melunasi bunga serta tumpukan hutang rahin kepada pihak-pihak yang
memberi hutang pada rahin (murtahin). Namun demikian, jika dalam
pelaksanaannya sampai menimbulkan kerugian kepada salah satu pihak atau
pada pihak-pihak tertentu, maka dilarang oleh syari'at. Selain itu pula dalam
persoalan ini, menurut jumhur ulama fiqh, selain Hanabilah berpendapat
bahwa pemegang barang jaminan tidak boleh memanfaatkan barang jaminan
karena barang itu bukan miliknya secara penuh. Hak pemegang barang
jaminan terhadap barang itu hanyalah sebagai jaminan piutang.
يرى الحمهور غير الحنابلة انه ليس للمرتهن ان يننتفع بشي من
الرهن Mayoritas ulama selain madzhab Hambali berpendapat bahwa
penerima gadai tidak boleh memanfaatkan barang gadai sama sekali.17
Dilihat dari segi manfaatnya jelas bahwa sepeda motor mempunyai
banyak fungsi seperti yang diungkapkan oleh Bapak Sukoco selaku kepala
desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, bahwa sulitnya
transportasi yang ada di daerah tersebut menjadikan murtahin mau menerima
barang gadai untuk dimanfaatkan sebagai alat transportasi, selain itu faktor
17 Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syari'ah
Nasional, Komplek Kejaksaan Agung Blok E1/3 Cipayung Ciputat, CV. Gaung Persada, cet. ke-3, September 2006, hlm. 153
57
utama terjadinya transaksi ini adalah keadaan ekonomi, dimana kebutuhan
rahin yang mendesak karena sebagian besar profesinya yang hanya sebagai
buruh tani serta adat kebiasaan warga yang lebih percaya menggadaikan
barang gadainya kepada tetangga atau sanak saudara di mana mereka yakin
bahwa barang tersebut dirasa lebih aman dan pihak rahin bisa melihat
sewaktu-waktu barang gadai itu dimanfaatkan oleh murtahin. sepeda motor
dirasa sangat efektif digunakan sebagai jaminan atau barang gadai.
Cara pelaksanaan pemanfaatan gadai sepeda motor di desa Karang
Mulyo tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan gadai pada umumnya, tata cara
yang digunakan dalam pelaksanaan tersebut dengan menggunakan kata-kata
yang bermaksud untuk menolong. Hal tersebut dilakukan untuk menunjukkan
kesepakatan antara kedua belah pihak.
Kondisi demikian dalam prakteknya terdapat persoalan yang muncul
dalam hal pemanfaatan barang gadai sepeda motor itu. Meskipun pihak
murtahin bermaksud untuk menolong, namun dalam kenyataannya pihak
murtahin meminta bunga dari pihak rahn selama meminjam uang. Oleh
karena itu, menurut pandangan penulis ini tidak sah dan mengandung unsur
riba.
C. Analisis Hukum Islam Terhadap Barang Gadai Yang Disewakan.
Dengan melihat hasil yang telah diperoleh, yakni memanfaatkan
barang gadai selain adanya unsur riba dari hasil penelitian yang dilakukan di
lapangan peneliti juga menemukan unsur kecurangan yang dilakukan pihak
58
murtahin yaitu memanfaatkan barang gadai (sepeda motor) untuk disewakan
kepada pihak ke-3 seperti tukang ojek atau digunakan sebagai penyewaan dan
pihak murtahin mendapatkan hasil dari penyewaan tersebut.
Adapun apabila rahin mengizinkan murtahin untuk mengambil
manfaat gadai ini diperselisihkan ulama. Syari'at Islam dalam masalah gadai
pada prinsipnya adalah untuk kepentingan sosial, yang ditonjolkan disini
adalah nilai sosialnya . Akan tetapi, dipihak lain pada prakteknya tidak
demikian halnya karena dinilai tidak adil. pihak murtahin merasa dirugikan,
atas dasar karena adanya inflasi nilai uang, namun demikian pihak murtahin
mengambil keuntungan dengan menyewakan dan mengambil hasilnya dari
rahin dan pihak penyewa. Sedangkan pihak rahin menggunakannya untuk
modal usaha , menutup hutangnya pada Perum pegadaian atau Deler yang
belum terlunasi. Sehingga tidak jarang, pada akhirnya pertimbangan komersil
yang ditonjolkan.
Melihat kenyataan tersebut diatas, kiranya konsep pengambilan
manfaat dari barang gadai yang dikemukakan oleh Imam Malik dan Abu
Hanifah dapat dijadikan suatu alternatif . yakni murtahin dapat mengambil
manfaat barang gadaian sepanjang rahin mengizinkan. Namun demikian,
tidaklah berarti menerima pendapat tersebut secara mutlak. Sebab, apabila
demikian halnya dapat mengarah kepada riba yang telah disepakati
keharamannya.
Seperti halnya dalam hadits:
59
: عن على رضي اهللا عنه قال، قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم )رواه الحارث بن أسامة. (آل قرض جر منفعة فهرربا
“Ali r.a. berkata, Rasulullah Saw bersabda: Setiap hutang yang (menyebabkan) adanya manfaat (bagi orang yang memberi pinjaman) adalah riba”18
Setelah kita lihat kalimat hadits tersebut, maka pemanfaatan barang
gadai tetap tidak boleh walaupun ada ijin dari pemiliknya. Oleh karena itu.
Sebagaimana penyelesaian dalam syari'at Islam praktek pemanfaatan barang
gadai seperti yang telah dijelaskan pada Bab III harus dihindarkan, dengan
mengikuti dan menjalankan syari'at agama.
Melihat keadaan yang terjadi, dalam praktek gadai sepeda motor di
samping berakibat positif (memberi keuntungan) juga berakibat negatif
(merugikan) bagi pihak rahn akan merasa dirugikan, disamping terdapat
bunga murtahin memanfaatkan sepeda motor untuk disewakan kepada pihak
ke-3 dengan mendapat hasil yang tanpa dibagi dengan rahin sedangkan bagi
pihak murtahin dengan pemanfaatan tersebut mendapat keuntungan luar biasa.
Dengan demikian, praktek gadai dengan memanfaatkan barang
jaminan atau barang gadai itu sudah tidak sesuai dengan tujuan gadai, untuk
lebih jelasnya penulis mencoba mengemukakan data-data mengenai dampak
atau akibat gadai dengan memanfaatkan barang jaminan yang telah diterapkan
dan terjadi di tempat yang penulis teliti. Dan apakah pihak-pihak tertentu
merasa dirugikan atau sebaliknya serta pihak mana saja yang merasa
diuntungkan atau dirugikan.
1. Pihak murtahin
18 Muhammad hamid al faqi, Bulughul maram, Darul kutub ilmiah, hlm.176
60
Bagi pihak murtahin, hampir sama nasibnya. Mereka sangat
diuntungkan dengan barang gadai tersebut, yakni dengan memanfaatkan
barang jaminan yang berupa motor untuk keperluan kesehariannya, tanpa
bertanggung jawab atas kerusakannya. Bahkan tidak sedikit dari mereka
yang menyewakan barang gadai ke pihak lain .alasannya tidak jauh beda
dengan murtahin lainnya karena praktek ini berbeda di Bank yang terlalu
dipersulit prosesnya, praktek gadai ini dirasa lebih efektif dan mudah
prosesnya. Namun demikian, hal ini justru berdampak terjadinya
kecurangan pihak murtahin kepada rahin. Jika dilihat dari hak milik,
barang gadai tersebut adalah hak milik sempurna rahin, sedangkan bagi
murtahin barang tersebut hanya sebagai jaminan atas hutang rahin. Dari
hasil yang diperoleh murtahin bisa mendapatkan keuntungan dua kali lipat
yaitu tambahan dari rahin dan hasil pemanfaatan barang yang disewakan
kepada pihak lain.
2. Pihak rahin.
Para rahin merasa terbantu, karena dengan adanya tingkat
kebutuhan yang semakin tinggi, serta penghasilan sebagai buruh tani yang
sangat minim ,dengan adanya praktek gadai ini mereka menjadi terbantu.
Kendati demikian, praktek ini terlarang dan lebih-lebih merugikan bagi
pihak rahin,
Dalam praktek gadai ini, rahin harus mencari terlebih dahulu pihak
yang mau meminjami uang(menerima gadai) atau yang disebut
penggadai(murtahin).,karena tanpa adanya murtahin, rahin tidak dapat
menggadaikan barangnya dan mendapatkan uang yang dibutuhkan.
61
Identitas dan informasi harus lengkap, ini memudahkan kedua belah pihak
dalam bertransaksi. Pernyataan sighat gadai: “saya gadaikan ini kepada
engkau untuk hutangku yang sekian kepada engkau’’. jawab dari
murtahin: “Saya terima gadai ini”. Setelah itu murtahin memberikan uang
yang dibutuhkan oleh murtahin dengan memberikan batasan waktu
pengembalian serta meminta bunga yang murtahin inginkan. Namun
demikian, proses ini tidak tertulis hanya perjanjian secara lisan begitu pula
masalah pemanfaatanya. Oleh sebab itu, sebagian besar rahin menjadi
banyak yang dirugikan. Akan tetapi, karena alasan ekonomi mereka
melakukan praktek itu asalkan mendapat pinjaman.
Dengan adanya realitas di atas, gadai sepeda motor ini sudah
menyimpang dari koridor Islam. Allah swt melarang manusia dalam
memenuhi kebutuhannya saling memakan harta sesama dengan jalan
bathil.
Sebagaimana dalam firman Allah swt Qur'an surat an-Nisa’ ayat 29:
الباطل إال أن ياأيها الذين ءامنوا ال تأآلوا أموالكم بينكم بتكون تجارة عن تراض منكم وال تقتلوا أنفسكم إن الله
آان بكم رحيماArtinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Qs. An-Nisa’ : 29)
Menurut syari'at Islam adanya kecurangan atau unsur pemerasan
harus dihindarkan, dan merubah dari sistem serta praktek yang diterapkan,
62
karena itu semua sudah melanggar dari aturan Islam dan dapat dikatakan
praktek dan pemanfaatan gadai sepeda motor itu tidak diperbolehkan.
Maksudnya seseorang yang melakukan praktek gadai
diperbolehkan, karena mengandung suatu maslahat dalam arti menolong
pihak rahn akan tetapi tujuan yang dicapai berakhir pada suatu
kemafsadatan. Sedangkan tujuan dari penetapan hukum adalah untuk
memudahkan tercapainya atau terhindarnya dari kemungkinan dari berbuat
maksiat.
Seperti halnya dalam praktek gadai sepeda motor yang terjadi di
desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, semula
tujuannya adalah baik, pihak murtahin ingin menolong rahin yang sangat
membutuhkan uang, namun tujuan itu berakhir dengan kemafsadatan.
Dalam praktek gadai pihak murtahin meminta bunga dari rahin, serta
memanfaatkan sepeda motor tersebut untuk disewakan kepada orang lain.
Hal tersebut tanpa adanya tanggung jawab dari pihak murtahin jika terjadi
kerusakan.
Kendati demikian, maka hukum Islam sangat melindungi
maslahatul ummah dan kehidupan manusia agar senantiasa hidup dalam
keadilan dan terhindar dari perbuatan yang dengan merugikan orang lain.
Begitulah Islam mengatur perekonomian, menciptakan keadilan dan
kemaslahatan manusia supaya terhindarkan dari perbuatan yang melanggar
ketentuan agama (syara’) dan terjauh dari riba dan pemerasan. Dengan
63
tujuan antara kedua belah pihak tidak dirugikan, akan tetapi kebutuhan
hidup manusia dapat terpenuhi.
Akhirnya sampailah pada kesimpulan akhir bahwa praktek
pemanfaatan gadai sepeda motor di atas adalah merupakan praktek yang
dilarang oleh Islam. Mengingat praktek itu lebih banyak kemadharatan
dibanding dengan segi kemaslahatannya. Kendati secara hukum Islam sah
akad gadainya tetapi praktek dan pemanfaatannya yang digunakan
bertentangan dengan aturan agama.
64
64
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah penulis mendeskripsikan pembahasan secara keseluruhan
sebagai upaya menjawab pokok-pokok permasalahan dalam menyusun skripsi
ini . penulis menarik kesimpulan tentang praktek dan pemanfaatan barang
gadai sepeda motor di desa Karang Mulyo sebagai berikut:
1. Bahwa gadai sepeda motor, yang terjadi di Desa Karang Mulyo
Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, tidak sesuai dengan hukum
Islam. Praktek gadai tersebut dilihat dari ma’qud alaih (barang yang
digadaikan), tidak sesuai dengan hukum Islam, yaitu barang gadai tersebut
berupa hutang. Seperti halnya dalam syarat gadai bahwa barang gadai
tidak boleh ada tanggungan dengan pihak lain atau milik sempurna.
2. Kecenderungan murtahin, mengambil manfaat dari barang gadai
mengarah kepada tambahan. Disisi lain pihak murtahin meminta bunga
yang mengandung kezaliman pada rahin, sehingga praktek ini
menunjukkan adanya unsur riba.
3. Dalam perspektif hukum Islam gadai sepeda motor tersebut dalam akad
gadai yang sah, namun setelah akad yang dilakukan dan dengan
ditindaklanjuti, barang gadai tersebut dimanfaatkan untuk disewakan oleh
murtahin, maka praktek ini tidak diperbolehkan karena mengandung
gharar, penipuan dan kecurangan bagi pihak rahin.
65
B. SARAN-SARAN
Dalam rangka kesempurnaan skripsi ini penulis sampaikan beberapa
saran yang berkaitan dengan pembahasan pemanfaatan barang gadai sepeda
motor sebagai berikut:
1. Manusia mempunyai hasrat hidup bersama, lebih-lebih dalam zaman
modern ini, tidak mungkin bagi seorang makhluk hidup secara layak dan
sempurna tanpa bantuan dari atau kerja sama dengan orang lain. Oleh
sebab, itu kerja sama antara seorang manusia merupakan sebuah
kebutuhan, dan kebutuhan itu bisa berbagai hal, misalnya dalam
kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari kehidupan berupa uang
dan mereka memiliki sejumlah barang yang dapat dinilai dengan uang.
Salah satu alternatif yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan itu, yaitu
dengan menggadaikan barang tersebut. Kendati demikian seorang tidak
diperbolehkan menggunakan cara bermu’amalah yang dapat menimbulkan
kerugian, kecurangan pada pihak lain dan melakukan cara-cara yang
dilarang syara’. Demikian pula gadai sepeda motor dengan memanfaatkan
barang gadai tersebut untuk disewakan. Praktek itu sangat rentan dengan
pemerasan, kecurangan dan penipuan sehingga dapat berakibat merugikan
pihak-pihak lain, baik rahin ataupun pihak lainnya.
2. Bagi rahin, hendaklah lebih berhati-hati dan pintar pintarlah dalam
memilah-milah mana praktek yang diridhoi oleh Allah atau sesuai dengan
syara’ dan mana yang dilarang oleh syara’, mengingat sekarang ini banyak
sekali cara bermu’amalah yang menarik dan menguntungkan, akan tetapi
66
kenyataannya tidaklah demikian. Itu semua bisa menjadi kecurangan
ataupun penipuan dimana sulit untuk membedakannya.
3. Bagi murtahin yang memanfaatkan barang gadai tersebut, meskipun tanpa
adanya perjanjian ,akan tetapi penarikan tambahan, serta memanfaatkan
barang tersebut untuk disewakan, ataupun dimanfaatkan keperluan
lainnya. Selama ini terjadi di desa Karang Mulyo khususnya, dan
masyarakat pada umumnya, gunakanlah aturan-aturan yang sesuai dengan
pandangan dan dibenarkan oleh agama serta tidak merugikan masyarakat
yang membutuhkan pertolongan.
C. PENUTUP
Akhirnya penulis mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan karunia, taufiq dan hidayah-Nya. Sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis berusaha semaksimal
mungkin, mengungkapkan buah pikiran field research dan library research
tentang Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Gadai Sepeda motor (Study
Kasus Di Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal).
Kendati demikian, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik yang
konstruktif dan saran inovatif dari segenap pembaca demi kesempurnaan
selanjutnya. Sebagai kata penutup penulis berharap semoga skripsi ini dapat
menambah khazanah kemuliaan dibidang syari'ah dan memberikan kontribusi
serta manfaat bagi kita semua. Amin…..
64
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah penulis mendeskripsikan pembahasan secara keseluruhan
sebagai upaya menjawab pokok-pokok permasalahan dalam menyusun skripsi
ini . penulis menarik kesimpulan tentang praktek dan pemanfaatan barang
gadai sepeda motor di desa Karang Mulyo sebagai berikut:
1. Bahwa gadai sepeda motor, yang terjadi di Desa Karang Mulyo
Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, tidak sesuai dengan hukum
Islam. Praktek gadai tersebut dilihat dari ma’qud alaih (barang yang
digadaikan), tidak sesuai dengan hukum Islam, yaitu barang gadai tersebut
berupa hutang. Seperti halnya dalam syarat gadai bahwa barang gadai
tidak boleh ada tanggungan dengan pihak lain atau milik sempurna.
2. Kecenderungan murtahin, mengambil manfaat dari barang gadai
mengarah kepada tambahan. Disisi lain pihak murtahin meminta bunga
yang mengandung kezaliman pada rahin, sehingga praktek ini
menunjukkan adanya unsur riba.
3. Dalam perspektif hukum Islam gadai sepeda motor tersebut dalam akad
gadai yang sah, namun setelah akad yang dilakukan dan dengan
ditindaklanjuti, barang gadai tersebut dimanfaatkan untuk disewakan oleh
murtahin, maka praktek ini tidak diperbolehkan karena mengandung
gharar, penipuan dan kecurangan bagi pihak rahin.
65
B. SARAN-SARAN
Dalam rangka kesempurnaan skripsi ini penulis sampaikan beberapa
saran yang berkaitan dengan pembahasan pemanfaatan barang gadai sepeda
motor sebagai berikut:
1. Manusia mempunyai hasrat hidup bersama, lebih-lebih dalam zaman
modern ini, tidak mungkin bagi seorang makhluk hidup secara layak dan
sempurna tanpa bantuan dari atau kerja sama dengan orang lain. Oleh
sebab, itu kerja sama antara seorang manusia merupakan sebuah
kebutuhan, dan kebutuhan itu bisa berbagai hal, misalnya dalam
kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari kehidupan berupa uang
dan mereka memiliki sejumlah barang yang dapat dinilai dengan uang.
Salah satu alternatif yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan itu, yaitu
dengan menggadaikan barang tersebut. Kendati demikian seorang tidak
diperbolehkan menggunakan cara bermu’amalah yang dapat menimbulkan
kerugian, kecurangan pada pihak lain dan melakukan cara-cara yang
dilarang syara’. Demikian pula gadai sepeda motor dengan memanfaatkan
barang gadai tersebut untuk disewakan. Praktek itu sangat rentan dengan
pemerasan, kecurangan dan penipuan sehingga dapat berakibat merugikan
pihak-pihak lain, baik rahin ataupun pihak lainnya.
2. Bagi rahin, hendaklah lebih berhati-hati dan pintar pintarlah dalam
memilah-milah mana praktek yang diridhoi oleh Allah atau sesuai dengan
syara’ dan mana yang dilarang oleh syara’, mengingat sekarang ini banyak
sekali cara bermu’amalah yang menarik dan menguntungkan, akan tetapi
66
kenyataannya tidaklah demikian. Itu semua bisa menjadi kecurangan
ataupun penipuan dimana sulit untuk membedakannya.
3. Bagi murtahin yang memanfaatkan barang gadai tersebut, meskipun tanpa
adanya perjanjian ,akan tetapi penarikan tambahan, serta memanfaatkan
barang tersebut untuk disewakan, ataupun dimanfaatkan keperluan
lainnya. Selama ini terjadi di desa Karang Mulyo khususnya, dan
masyarakat pada umumnya, gunakanlah aturan-aturan yang sesuai dengan
pandangan dan dibenarkan oleh agama serta tidak merugikan masyarakat
yang membutuhkan pertolongan.
C. PENUTUP
Akhirnya penulis mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan karunia, taufiq dan hidayah-Nya. Sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis berusaha semaksimal
mungkin, mengungkapkan buah pikiran field research dan library research
tentang Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Gadai Sepeda motor (Study
Kasus Di Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal).
Kendati demikian, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik yang
konstruktif dan saran inovatif dari segenap pembaca demi kesempurnaan
selanjutnya. Sebagai kata penutup penulis berharap semoga skripsi ini dapat
menambah khazanah kemuliaan dibidang syari'ah dan memberikan kontribusi
serta manfaat bagi kita semua. Amin…..
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,. Al-Ustadz H. Idris, Fiqh Menurut Madzhab Syafi'i, Jakarta: Wijaya, 1996.
al-Anshori, Abi Zakariyah, Fathul Wahab, Sulaiman Mariy, Singapura, t.th.
al-Faqi, Muhammad Hamid, Bulughul maram, Darul kutub ilmiah
al-Husairi, Imam Taqiyudin Abi Bakar bin Muhammad, Kifayatul Akhyar, Semarang: Juz. I.
Antonio, M. Syafi'i, Bank syari'ah : Dari Teori ke Praktek, Cet. I, Jakarta: Gema Insani
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet. Ke-11, 1998.
Bakry, Nazar, Problematika Pelaksanaan Fiqih Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Oktober 1994
Bukhari, Imam, Shahih Bukhari, Juz. II, Maktabah Sulaiman Mar’iy, Singapura, tth.
Bungin, M.Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana, 2006
Data Monografi Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal Keadaan bulan Mei 2003
Data Statistik Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal keadaan bulan Agustus 2007
Departemen Agama RI., Al-Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan Penterjemah al-Qur'an, 1986
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002
Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional, Komplek Kejaksaan Agung Blok E1/3 Cipayung Ciputat, CV. Gaung Persada, cet. ke-3, September 2006
Hadi, Muhammad Sholikul, Pegadaian Syari'ah, Jakarta : Salemba Diniyah, 2003
Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003
Hasil Wawancara dengan Bapak Abdullah, Ulama Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon pada tanggal 19 Nopember 2007
Hasil Wawancara dengan Bapak Ahmad, warga Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon pada tanggal 14 Nopember 2007
Hasil wawancara dengan Bapak Ali (murtahin) tanggal 29 November 2007
Hasil Wawancara dengan Bapak Aris, selaku pihak rahn warga Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon pada tanggal 15 Nopember 2007
Hasil Wawancara dengan bapak Basuki, sebagai Bayan Desa Karang Mulyo tanggal 13 Nopember 2007
Hasil wawancara dengan bapak Mukholil, ulama Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon tanggal 19 nopember 2007
Hasil Wawancara dengan Bapak Mukholil, Ustadz Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon pada tanggal 19 Nopember 2007
Hasil wawancara dengan Bapak Rozi, warga Karang Mulyo sebagai pengajar di Primagama Kendal, tanggal 15 Nopember 2007
Hasil wawancara dengan Bapak Sukaca, sebagai Kepala desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon, tanggal 19 Nopember 2007
Hasil Wawancara dengan Ibu Yayuk, warga Desa Karang Mulyo Kecamatan Pegandon pada tanggal 15 Nopember 2007
Hasil Wawancara dengan Umar Sahid, Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang, tanggal 23 Nopember 2007
Mas’adi, Ghufron A., Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, cet. XVIII, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004
Pasaribu, Choiruman, dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: sinar Grafika, cet. 2, 1996
Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, cet. 22, 1989.
Rusyd, al-Faqih Abd. Walid Muhammad ibn Ahmad bin Muhamamd ibn, Bidayatul al-Mujtahid al-Muqtasid, Beirut: dar al-Jaih, 1990
Sabiq, Sayid, Fiqh Sunnah Juz III, Beirut: Dar al-Fikr, t.th
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah Juz 3, Kairo Maktabah: Dar Al-Turan, t.th..
Safei, Rahmat, Fiqh Mu’amalah, Bandung: Pustaka Setia, 2006
Subagyo, Joko, Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek), Jakarta: Rineka Cipta, Cet. Ke-3, 1999
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syari'ah Deskripsi dan Ilustrasi, Cet. 1, Yogyakarta: 2006
Sumardi suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
Cet11, 1998
Syafi'I, Imam, al-Um, Jilid 3, tth. tp.
Yanggo, Chuzaimah T., dan A. Hafiz Anshori, AZ, Problematika Hukum Islam Kontemporer III, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995
Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia, Penerbit Yayasan Penyelengaraan Penterjemah Penafsir al-Qur'an, Jakarta: 1989
Zuhayli,Wahbah, Al Fiqh al Islami wa Adilatuhu, JuzV, Dar al-Fikr, t.th.,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nur Rif’Ati
Tempat/ tgl lahir : Kendal, 24 Juli 1985
Alamat : Jln. Boja no 18 kp.Setamanan rt/rw 05/10 Kaliwungu
Pendidikan :
1. MI Kutoharjo 02 Kaliwungu Lulus Tahun 1997.
2. SLTP N 01 Kaliwungu Lulus tahun 2000.
3. SMU NU 01 Al Hidayah Kendal Lulus tahun 2003.
4. Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang angkatan
2003.
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Semarang, 15 Januari 2008
Penulis,
Nur Rif’Ati NIM: 2103141