TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

143
ii TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI TREATY NON PROPORTIONAL EXCESS OF LOSS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Oleh: EDVAN NIM : 106046201725 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Dr. Hasanuddin, M.Ag Ir. Ela Patriana, MM., AAAIJ NIP : 196103041955031001 NIP : 196905282008012010 KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

Transcript of TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

Page 1: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

ii

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

METODE REASURANSI

TREATY NON PROPORTIONAL EXCESS OF LOSS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

EDVAN NIM : 106046201725

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Hasanuddin, M.Ag Ir. Ela Patriana, MM., AAAIJ

NIP : 196103041955031001 NIP : 196905282008012010

KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

Page 2: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

v

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, termasuk pencabutan Gelar Akademik.

Jakarta, 22 November 2010

Edvan

Page 3: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

iv

ABSTRAK

EDVAN. NIM : 106046201725. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Metode

Reasuransi Treaty Non Proportional Excess of Loss. Skripsi. Konsentrasi Asuransi

Syariah, Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Fakultas Syariah dan

Hukum, UIN Syariaf Hidayatullah Jakarta, 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menjelaskan bagaimana implementasi program

reasuransi syariah treaty non proportional excess of loss pada PT. XYZ; (2)

Menjelaskan faktor-faktor apa yang membuat perusahaan asuransi syariah memilih

menggunakan metode reasuransi treaty non proportional excess of loss; (3) Menjelaskan

bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap metode reasuransi treaty non proportional

excess of loss.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan pendekatan

kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan merupakan perpaduan antara penelitian

kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research) yakni penelitian

yang mengumpulkan data-data di lapangan. Teknik pengumpulan data yaitu penelitian

kepustakaan dan penelitian lapangan Data primer yang digunakan adalah data mengenai

metode reasuransi treaty non proportional excess of loss yang didapatkan melalui

wawancara langsung dengan karyawan PT. Reindo Divisi Syariah. Data sekunder

bersumber dari buku-buku, koran, majalah, website, penelitian terdahulu, dan sumber-

sumber tertulis lainnya.

Kesimpulan penelitian ini secara singkat adalah sebagai berikut: (1) Dalam

menjalankan program reasuransi, perusahaan mempunyai kebijakan dalam menyusun

sebuah program reasuransi seperti phase persiapan, negosiasi treaty, administrasi dan

evaluasi. (2) Adapun faktor-faktor yang membuat perusahaan asuransi syariah memilih

metode excess of loss adalah administrasi lebih simple, limit per risk / per event to a

known limit, reinsurance cost lebih murah, asuradur bisa bebas menentukan deductible,

term and conditions lebih luas dan lebih bebas berkreasi dalam produk. (3) Jika ditinjau

dari konsep ekonomi Islam pada prinsip keadilan (al-adl) hal ini tidaklah sesuai karena

pembayaran minimum deposit (premi) yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi

syariah (asuradur) tidak sesuai dengan besaran uang pertanggungan yang akan didapat

oleh asuradur. Di excess of loss cara kerjanya berdasarkan kerugian bukannya risiko.

Besarnya kerugian ini dihitung menggunakan statistic tahun-tahun sebelumnya. Data

statistik ini sebenarnya sangat penting untuk menghindari terjadinya gharar.

.

Kata kunci : Reasuransi Syariah, Excess of Loss, Minimum Deposit.

Pembimbing : 1. Dr. Hasanuddin, M.Ag

2. Ir. Ela Patriana, MM., AAAIJ

Buku Rujukan : Tahun 1997 s.d Tahun 2009.

Page 4: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Azza wa Jalla Yang Maha Kuasa atas segala

sesuatu, yang telah memberikan rahmat, kasih dan sayangnya sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada manusia

agung Nabi besar Muhammad saw. serta keluarga, sahabat dan para penerus

perjuangan dinul Islam. Atas nikmatnya dan karunianya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

TREATY NON PROPORTIONAL EXCESS OF LOSS

Skripsi ini pun tak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk membantu penulis

dalam menyelesaikannya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-

pihak berikut :

1) Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.

2) Dr. Ibu Euis Amalia, M.Ag, ketua Prodi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum

dan Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H, sekretaris Prodi Muamalat

Fakultas Syariah dan Hukum.

3) Dr. Hasanuddin, M.Ag., dan Ir. Ela Patriana, MM., AAAIJ. Selaku dosen

pembimbing yang telah meluangkan waktunya, memberikan ilmu pengetahuan,

Page 5: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

vii

dan pengalamannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis hingga

penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

4) Bapak Fahmi Basyah, ST., AAIK., AIIS., QIP dan Abdul Mulki, SE., ACII.,

AIIS., yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan segala ilmu

pengetahuan, arahan, koreksi, saran, dan pengalamannya, baik terkait pembahasan

dalam skripsi ini maupun tidak, serta telah bersedia memberikan data-data yang

penulis butuhkan, sehingga penelitian ini terselesaikan.

5) Para dosen yang telah mendidik dengan baik hingga penulis dapat menyelesaikan

studi di Program Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah.

6) Kedua Orang tua penulis yang terhormat yaitu Bapak Jos Rosihan Lutfi dan Ibu

Erniyati, terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya yang selama ini mengasuh

dan membesarkan dengan penuh kasih sayang, serta mendidik penulis dengan

segala curahan hati dan doa restu yang diberikannya serta segala upaya dan jerih

payahnya penulis dapat menyelesaikan berbagai jenjang pendidikan sehingga

selesainya skripsi ini. Untuk adikku Edo dan Esya Fitri, terima kasih atas doa nya.

7) Seluruh keluarga besar Hj. Kartini (nenek) dan Ibu Maryati (nenek) yang

senantiasa memberikan perhatian penuh kepada penulis baik materil maupun

moril.

8) Temen-temen sekelas, seangkatan dan seperjuangan Asuransi Syariah 2006.

Terutama untuk genk semur (Anita, Jami, Eva, Iis, Dinda, Erfan, Diqin, Pian)

kalian adalah sahabat terbaik gw dan pastinya gw bakal kangen sama kalian

Page 6: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

viii

semua. makasih atas bantuan dan dukungannya selama penulis mengerjakan

skripsi ini.

9) Untuk ikhwan-ikhwan At-Tijani dan anak-anak barakhs, terima kasih untuk doa

dan dukungannya.

10) Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

memberikan dorongan, semangat dan motivasi dalam kehidupan penulis,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Demikianlah, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah

diberikan dan memberkahi hidup kita sehingga dapat memberikan manfaat bagi

kehidupan ini.

Akhir kata, semoga sekecil apapun kebaikan yang telah kita lakukan, akan

menjadi investasi kekal di akhirat nanti. Amiin...

Jakarta, 23 November 2010

Penulis

Page 7: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................................. iii

ABSTRAK ……………………………………………………………………. iv

LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………….. v

KATA PENGANTAR ………………………………………………………... vi

DAFTAR ISI …………………………………………………………….......... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………124

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………………..… 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………… 9

D. Review Studi Terdahulu …………………………………….. 11

E. Kerangka Teori dan Kerangka Pemikiran …………………… 13

F. Metodologi Penelitian ………………………………………. 17

G. Sistematika Penulisan ……………………………………….. 21

Page 8: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

xii

BAB II TINJAUAN TEORITIS PRINSIP-PRINSIP ASURANSI

SYARIAH DAN REASURANSI SYARIAH

A. Sekilas Tentang Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah …. 24

B. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah …………………………….. 26

1. Tauhid (Ketakwaan) ………………………………………. 27

2. Al-‘Adl (sikap adil) ………………………………………... 29

3. At-Ta’awun (Tolong Menolong) ………………………….. 30

4. Al-Amanah (Terpercaya / Jujur) …………………………... 31

5. Larangan Maisir (Judi) ……………………………………. 33

6. Larangan Gharar (Ketidakpastian) ……………………….. 34

7. Larangan Riba …………………………………………….. 36

C. Reasuransi Syariah .………………………………………….. 38

1. Landasan Hukum Reasuransi Syariah …………………..... 38

2. Prinsip Reasuransi ………………………………………… 41

3. Kebutuhan Reasuransi …………………………………….. 50

4. Tujuan dan Fungsi Reasuransi …………………………….. 53

5. Hubungan Antara Peserta, Operator Asuransi Syariah

dan Operator Reasuransi Syariah …………………………. 55

Page 9: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

xiii

BAB III TINJAUAN TEORITIS MEKANISME REASURANSI

SYARIAH

A. Metode Reasuransi Syariah

1. Reasuransi Syariah Proportional ………………………… 57

2. Reasuransi Syariah Non Proportional …………………… 58

B. Tipe Reasuransi Syariah …………………………………….. 61

C. Bentuk – Bentuk Reasuransi Syariah ……………………….. 63

D. Kontribusi Reasuransi Syariah ………………………………. 94

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE

REASURANSI TREATY NON PROPORTIONAL EXCESS OF

LOSS

A. Analisis Implementasi Program Reasuransi Syariah

Excess of Loss Pada PT. XYZ ……………………………… 98

1. Phase Persiapan …………………………………………... 99

2. Negosiasi Treaty ………………………………………….. 105

3. Administrasi dan Evaluasi ………………………………... 107

B. Analisis Faktor-faktor yang Membuat Perusahaan Asuransi

Syariah Memilih Menggunakan Metode Reasuransi

Treaty Non Proportional Excess of Loss ………………......... 114

C. Analisis Tinjauan Hukum Islam Terhadap Metode Reasuransi

Treaty Non Proportional Excess of Loss ……………………. 117

Page 10: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

xiv

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………. 121

B. Saran ………………………………………………………... 123

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prinsip Follow The Fortune of Ceding Company …………... 51

Gambar 2.2 Hubungan Antara Peserta, Operator Asuransi Syariah, dan

Operator Reasuransi Syariah ……………………………….. 58

Gambar 3.1 Struktur Retakaful Non Proportional ………………………... 61

Gambar 3.2 Bentuk-bentuk Reasuransi Syariah …………………………... 65

Gambar 3.3 Alokasi risiko antara pool Asuransi Syariah dan pool

Reasuransi Syariah B untuk risiko kendaraan bermotor

dengan harga pertanggungan Rp 500.000.000 ………………. 67

Gambar 3.4 Bagan Aliran Kontribusi untuk risiko kendaraan bermotor

dengan harga pertanggungan Rp 500.000.000 yang di

reasuransi Syariahkan secara fakultatif proportional ………… 68

Gambar 3.5 Alokasi klaim antara Pool Asuransi Syariah dan Pool

Reasuransi Syariah B untuk Kerugian Sebesar

Rp 80.000.000 ……………………………………………….. 71

Page 12: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

xvi

Gambar 3.6 Alokasi risiko dengan Treaty Quota Share untuk

portofolio Asuransi kebakaran Pool Asuransi Syariah A ……. 77

Gambar 3.7 Alokasi Risiko dengan Treaty Quota Share untuk beberapa

risiko dengan harga pertanggungan yang berbeda …………… 78

Gambar 3.8 Alokasi Kerugian sebesar Rp 200.000.000 untuk Treaty

Quota Share 60% antara Pool Asuransi Syariah A dan

Pool Reasuransi Syariah B …………………………………... 80

Gambar 3.9 Alokasi risiko dengan Treaty Surplus untuk portofolio

asuransi kebakaran Pool Asuransi Syariah Z dengan

retensi maksimum Rp 200.000.000 dan Limit

Treaty Rp 800.000.000 ………………………………………. 82

Page 13: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Asuransi Syariah merupakan salah satu industri syariah yang mengalami

perkembangan yang pesat di Indonesia. Perkembangan industri syariah ini dimulai

sejak tahun 1994, yang dipelopori oleh PT Asuransi Takaful Keluarga. Kendati

demikian, industri asuransi syariah ini baru mengalami peningkatan yang pesat sejak

tahun 2001, yang ditandai dengan lahirnya perusahaan asuransi syariah yaitu PT.

Asuransi Syariah Mubarokah dan PT. MAA Life Assurance, keduanya termasuk jenis

asuransi keluarga. Berdasarkan data yang diperoleh dari Asosiasi Ahli Manajemen

Asuransi Indonesia (AAMAI), Dewan Asuransi Indonesia (DAI) dan Dewan Syari‟ah

Nasional (DSN) jumlah perusahaan yang menyelenggarakan usaha dengan prinsip

syariah mengalami perkembangan seperti terlihat pada tabel dibawah ini1

1 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, current Issues Lembaga Keuangan Syariah

(Jakarta: Kencana, Edisi Pertama, Cetakan ke-1, 2006) , h.347.

Page 14: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

2

Tabel 1.1

Perkembangan Jumlah Perusahaan Asuransi

yang Menyelenggarakan Usaha dengan Prinsip Syariah

Tahun 2002 - 2009

No Keterangan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

1 Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah 2 2 2 2 2 2 2 2

2 Perusahaan Asuransi Kerugian

Syariah

1 1 1 1 1 1 1 1

3 Perusahaan Asuransi Jiwa yang

Memiliki Kantor Unit Syariah

1 2 3 8 9 13 13 17

4 Perusahaan Asuransi Kerugian yang

memiliki Kantor Unit Syariah

1 6 11 13 15 19 19 19

5 Perusahaan reasuransi yang

memiliki Kantor Unit Syariah

- - 1 2 3 3 3 3

Total 5 11 18 26 30 38 38 42

Sumber : Maulan, 2006

Seperti halnya asuransi konvensional, asuransi syariah juga menawarkan

proteksi dari setiap kerugian. Selain itu asuransi syariah juga menawarkan skim

investasi selain fasilitas proteksi. Hanya saja, berbeda dengan asuransi konvensional,

sistem operasional asuransi syariah menggunakan prinsip-prinsip sesuai syariah.

Apabila dilihat dari besaran dana masyarakat yang dihimpun dalam bentuk

premi, besaran aset dan ekuitas, dan bahkan aspek regulasinya sekalipun, sampai saat

ini, industri asuransi syariah jauh tertinggal dibanding perbankan syariah. Kendati

demikian, memandang pertumbuhan industri asuransi syariah dari hari ke hari terus

Page 15: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

3

berkembang pesat, bahkan sejumlah asuransi konvensional pun mulai melakukan

konversi ke sistem syariah, bisa dikatakan, prospek dan potensi industri asuransi

syariah untuk ke depannya cukup menjanjikan.2

Salah satu cara yang ditempuh setiap orang ataupun badan usaha untuk

memperkecil risiko yang mereka hadapi adalah dengan membeli polis-polis asuransi,

khususnya mengenai risiko-risiko yang dapat dipertanggungjawabkan. Satu-satunya

cara yang harus ditempuh oleh para penanggung dalam rangka memperkecil risiko

tanggung gugat yang timbul akibat perjanjian pertanggungan yang telah mereka

adakan dengan pihak tertanggung adalah dengan mempertanggungkan ulang/kembali

kepentingan atas kelebihan tanggung gugat yang tidak mungkin mereka tanggung

sendiri.

Dengan demikian, pertanggungan ulang pada kenyataannya mempunyai

peranan yang sangat penting dalam dunia industri asuransi. Peranan dan/atau fungsi

pertanggungan ulang tidak hanya memberikan atau memenuhi kebutuhan akan

proteksi atas tanggung gugat pihak penanggung pertama yang timbul karena

perikatan pertanggungan yang telah mereka adakan dengan pihak tertanggung, tetapi

juga masih memiliki peranan dan / atau fungsi lain yang kalah pentingnya dari

pemberian proteksi.3

2 Reasuransi Syariah. Artikel diakses pada tanggal 11 Februari 2010. Dari

http://www.scribd.com/doc/3957094

3 A.J.Marianto, REASURANSI (Jakarta: Ghalia Indonesia,1997), h.10.

Page 16: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

4

Berkembangnya berbagai macam produk asuransi dengan ragam jenis risiko

yang dijamin (yang pada kenyataannya masih tetap berkembang dan ditemukan jenis-

jenis risiko baru hingga saat ini) menyebabkan berkembangnya teknik-teknik

reasuransi untuk mengatasi beban risiko yang berat karena makin majunya ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah dengan makin banyaknya

penemuan produk dengan teknologi yang tinggi dan canggih maka akan ditemukan

pula berbagai macam risiko yang semakin komplek dan rumit serta menyebabkan

tingginya nilai atau harga pertanggungan, yang tidak mungkin diserap seluruhnya

oleh pasaran domestik. Oleh sebab itu, diperlukan teknik-teknik underwriting yang

sehat dan teknik reasuransi yang makin baik serta memadai.4

Fenomena dan kondisi perkembangan perasuransian syariah di Indonesia

tersebut yang menjadi faktor pemicu dan pendorong PT Reasuransi Internasional

Indonesia atau lebih dikenal dengan Reindo memelopori industri reasuransi syariah di

Indonesia, dengan menempatkan reasuransi syariah ini sebagai salah satu divisi yang

dinamakan Divisi Khusus Syariah, yang selanjutnya menggunakan nama PT. Reindo

Syariah Unit (2004). Kebijakan dan strategi ini menjadi lokomotif terhadap

mobilisasi dan pergerakan beberapa perusahaan lain untuk menjadi perusahaan

4A.J.Marianto, REASURANSI, Ibid., h.11.

Page 17: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

5

reasuransi syariah, seperti: PT. Reasuransi Nasional Indonesia (2005), PT. Maskapai

Reasuransi Indonesia, serta Tbk (Marein) (2006).5

Faktor lain secara makro yang juga menjadi pemicu pertumbuhan industri

asuransi syariah adalah dicabutnya fatwa darurat reasuransi konvensional. Hal ini

berarti bahwa seluruh produk asuransi yang masih berbasis bunga (seperti yang

ditawarkan oleh reasuransi konvensional) menjadi terlarang. Sehingga industri

asuransi syariah hanya diperkenankan memperoleh dukungan kapasitas atas risiko-

risiko yang melebihi kemampuannya hanya dari reasuransi yang berbasis syariah

juga.

Hal ini membawa konsekuensi bahwa perusahaan asuransi syariah diwajibkan

hanya menggunakan reasuransi syariah untuk memenuhi tambahan kapasitasnya itu.

Sehingga dicabutnya status darurat bagi fatwa darurat reasuransi konvensional, maka

keberadaan dan ketersediaan, serta eksistensi perusahaan reasuransi menjadi penting

kiranya bagi perkembangan industri asuransi di Indonesia.

Reasuransi syariah merupakan pengembangan dari industri asuransi syariah

yang memiliki tujuan yang sama dengan asuransi syariah, yaitu untuk menciptaan

kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat, dimana satu

pihak bertindak sebagai penanggung beban kerugian (insurer) yang memungkinkan

akan menimpa pihak yang tertanggung (insured/policy holder). Pihak insurer dalam

konteks asuransi syariah adalah perusahaan asuransi syariah itu sendiri, sedangkan

5 Hendroyono, Property and Pocuniary Insurance (AAMAI 220, 2005), Chapter 5, h.22

Page 18: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

6

pihak insured adalah individu pemegang polis. Dalam konteks reasuransi syariah,

pihak insurer dalam konteks reasuransi syariah adalah perusahaan reasuransi syariah,

sedangkan pihak insured adalah perusahaan asuransi syariah.

Berbicara tentang reasuransi ada metode dan tipe-tipe reasuransi, harus di

bedakan arti antara istilah metode reasuransi dan tipe reasuransi untuk menghindari

kerancuan dan kesalahpahaman. “Metode reasuransi” hendaknya diartikan sebagai

cara bagaimana para pelaku pasar reasuransi itu melakukan kerja sama reasuransi,

sedang “tipe reasuransi” hendaknya kita artikan sebagai bentuk pelaksanaan dari cara

melakukan transaksi reasuransi. Dalam reasuransi syariah ada dua metode inti, yaitu

proporsional (membagi risiko atau partisipasi risiko secara pro rata) dan non-

proporsional (excess of loss).6

Sebagaimana telah disebut di atas, salah satu kategori metode reasuransi

adalah metode reasuransi non proportional. Adapun yang dimaksud dengan metode

reasuransi non proportional adalah suatu perjanjian reasuransi yang menetapkan

bahwa para penanggung ulang dengan menerima sejumlah premi yang telah

disepakati bersama beredia membayar kepada penanggung pertama semua kerugian

yang melampaui limit retensi (underlying net retention) sampai pada batas jumlah

atau persentase tertentu yang terjadi karena peristiwa-peristiwa yang diperjanjikan

bersama.

6 A.J.Marianto, REASURANSI, ibid., h.56

Page 19: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

7

Menurut teori maupun praktek, dalam kategori metode reasuransi non

proportional terdapat metode reasuransi treaty excess of loss. Disebut non

proportional treaty excess of loss karena jumlah risiko tidak sebanding / tidak

membagi proporsi setiap kerugian (klaim) dengan premi dan liability, dalam suatu

perbandingan yang tetap, oleh sebab itu sistem ini disebut sistem excess of loss,

karena reasuradur hanya bertanggung jawab atas kerugian untuk limit setelah retensi

dari ceding company.7 Pada umumnya ceding company diwajibkan membayar premi

muka (premi minimum) kepada reinsurer, yaitu sejumlah premi yang perhitungannya

didasarkan atas perkiraan penghasilan premi bersih yang diterima oleh ceding

company dalam jangka waktu tertentu. Misalkan operator asuransi syariah telah

menentukan retensi sendiri dalam skema yang dikelolanya sebesar: Rp 100.000.000.

Kemudian untuk selanjutnya proteksi excess of loss untuk nilai sebesar

Rp250.000.000 di atas retensinya. Dalam bahasa reasuransi hal ini diungkapkan

dengan Rp 250.000.000 in excess of Rp 100.000.000. Dengan contoh tersebut, dalam

hal terjadi suatu kerugian sebesar Rp 350.000.000, maka yang menjadi tanggung

jawab reasuransi adalah sebesar Rp 250.000.000. Apabila terjadi suatu kerugian yang

menjadi beban penanggung semula hanya sebesar lebih kecil atau sama dengan

Rp100.000.000, maka penanggung ulang bebas dari tuntutan ganti kerugian.

Dalam hal ini akan terjadi ketidakadilan antara pihak asuransi dan reasuransi.

Dengan diwajibkan membayar premi muka (premi minimum) kepada reinsurer ini

7 Hendroyono, Property and Pocuniary, h.48

Page 20: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

8

juga akan mengandung unsur ketidakpastian (gharar). Karena tertanggung dan

penanggung sama-sama tidak mengetahui kapan klaim terjadi. Walaupun penanggung

memiliki pengalaman dalam menangani kerugian dengan menggunakan metode

statistik sebagai pegangan yang dapat membantu untuk memperkirakan kerugian-

kerugian berikut besarnya, namun tetap tidak ada kepastian apa yang nanti akan

terjadi. Oleh karena itu apakah metode reasuransi treaty excess of loss sesuai

diterapkan di asuransi syariah?

Berdasarkan uraian di atas , penulis tertarik untuk mengangkat pembahasan

mengenai “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Metode Reasuransi Treaty Non

Proportional Excess Of Loss“ sebagai judul skripsi.

Page 21: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

9

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka pembahasan

permasalahan penelitian ini, penulis hanya membatasi pada metode reasuransi treaty

excess of loss untuk asuransi kerugian. Untuk lebih memperjelas fokus dalam

penelitian ini, akan dirumuskan beberapa pertanyaan berikut ini :

1. Bagaimana implementasi program reasuransi syariah treaty non proportional

excess of loss pada PT. XYZ?

2. Faktor-faktor apa yang membuat perusahaan asuransi syariah memilih

menggunakan metode reasuransi treaty non proportional excess of loss?

3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap metode reasuransi treaty non

proportional excess of loss?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah :

1. Menjelaskan Bagaimana implementasi program reasuransi syariah treaty non

proportional excess of loss pada PT. XYZ.

2. Menjelaskan faktor-faktor apa yang membuat perusahaan asuransi syariah

memilih menggunakan metode reasuransi treaty non proportional excess of loss.

Page 22: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

10

3. Menjelaskan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap metode reasuransi treaty

non proportional excess of loss.

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis pada khususnya dapat menambah wawasan pengetahuan dan

mengembangkan pikiran yang berupa gagasan atau pendapat yang diturunkan

melalui laporan ini dan bagi mahasiswa program studi muamalat pada umumnya

diharapkan dapat memperoleh pengetahuan yang lebih dalam khususnya

mengenai metode reasuransi treaty excess of loss.

2. Untuk mahasiswa dan mahasiswi khususnya program studi asuransi syariah

dengan adanya skripsi ini dapat menjadi referensi di dalam memahami tentang

metode reasuransi treaty excess of loss.

3. Bagi program studi, diharapkan mampu memperluas informasi dalam rangka

menambah dan meningkatkan khasanah pengetahuan, khususnya dibidang

reasuransi syariah.

4. Bagi masyarakat, diharapkan menambah pengetahuan tentang reasuransi syariah

khususnya metode reasuransi treaty excess of loss.

Page 23: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

11

D. Review Studi Terdahulu

Setelah membuka daftar skripsi tahun sebelumnya, maka dapat disimpulkan

bahwa belum banyak skripsi yang membahas mengenai metode reasuransi treaty

excess of loss. Namun, ada beberapa skripsi yang membahas mengenai reasuransi,

adapun skripsi tersebut adalah :

1. Euis Rohilah.S,2004 dengan judul skripsi “Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Reasuransi Perusahaan Asuransi Syariah (Studi Kasus pada PT. Asuransi Takaful

Keluarga)”. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa system reasuransi yang

digunakan oleh asuransi Takaful Keluarga masih sama dengan system reasuransi

yang dilakukan oleh perusahaan asuransi konvensional. Hal ini dikarenakan

perusahaan asuransi Takaful Keluarga mereasuransikan ke perusahaan Reindo

yang tidak berlandaskan prinsip syariah, sehingga segala kebijakan yang

diterapkan oleh Reindo kepada asuransi Takaful Keluarga menggunakan system

konvensional, mulai dari akad sampai dengan pembagian keuntungan.

Perbedaannya dengan skripsi yang akan dilakukan oleh penulis adalah penulis

meneliti tentang bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap metode reasuransi

treaty excess of loss.

2. Triyono Utomo dan Praptono Djunedi, 2005 dengan judul penelitian “Analisis

Beberapa Metode Reasuransi (Studi Kasus Pada Asuransi PT. XYZ). Dapat

disimpulkan Metode excess of loss digunakan untuk jenis asuransi kendaraan

bermotor, pengangkutan, rekayasa, aneka, dan rangka kapal. Metode excess of

Page 24: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

12

loss memberikan proteksi kepada perusahaan dari klaim-klaim dengan jumlah

yang besar, sehingga metode ini tepat untuk diterapkan pada jenis asuransi yang

mempunyai jumlah pertanggungan yang besar, seperti pengangkutan dan rangka

kapal. Untuk asuransi pengangkutan, metode ini sudah tepat, namun untuk jenis

asuransi kendaraan bermotor, rekayasa, dan aneka, penggunaan metode ini kurang

tepat. Untuk jenis asuransi rangka kapal yang pada umumnya nilai

pertanggungannya besar, penerapan metode ini juga kurang tepat, karena

perusahaan hanya menggunakan dua layer dan masing-masing nilainya relatif

kecil. Perbedaannya dengan skripsi yang akan dilakukan oleh penulis adalah

penulis meneliti tentang bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap metode

reasuransi treaty excess of loss.

3. Eki Alfiani., 2006 dengan judul skripsi “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek

Reasuransi pada PT. Tripakarta cabang Syariah”. Dapat disimpulkan bahwa

skripsi tersebut hanya membahas mengenai praktek reasuransi yang dilakukan

oleh PT. Tripakarta Cabang Syariah menurut penulis sudah sejalan dengan hokum

Islam karena PT. Tripakarta Cabang Syariah sudah mereasuransikan

perusahaannya ke perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah.

Perbedaannya dengan skripsi yang akan dilakukan oleh penulis adalah penulis

meneliti tentang bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap metode reasuransi

treaty excess of loss.

Page 25: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

13

E. Kerangka Teori dan Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teori

Secara harfiah dan / atau pengertian yang sederhana, reasuransi dapat

diartikan sebagai pertanggungan (asuransi) yang dipertanggungkan ulang atau

kembali kepada penanggung lain yang selanjutnya disebut sebagai penanggung ulang

(reasuradur). Dari pengertian ini timbullah istilah perusahaan pemberi sesi (ceding

company) dan penanggung ulang (Reinsurer). Pengertian semacam ini tersimpul

dalam KUHD Pasal 271 yang berbunyi, “Si penanggung selamanya berkuasa untuk

sekali lagi mempertanggungkan apa yang telah ditanggung olehnya”.

Pengertian reasuransi sebagaimana tersimpul dalam KUHD Pasal 271 tersebut

tampak sejiwa dan seirama dengan yang dikemukakan oleh pakar reasuransi Robert I

Mehr dan E. Cammack dalam buku yang berjudul Principles of Insurance yang

menyatakan : “Reinsurance is the insurance of insurance” (Ref. page no. 723), artinya

reasuransi adalah asuransi dari asuransi atau “asuransinya asuransi”.

Dengan kata lain, sesuai dengan atau berdasarkan prinsip kepentingan yang

dapat dipertanggungkan, perusahaan asuransi yang telah menutup suatu

pertanggungan atas risiko atau risiko-risiko di suatu daerah tertentu dapat

mempertanggungkan kembali kelebihan tanggung gugat (excess liability) yang

melampaui daya tampungnya sendiri (own retention) kepada penanggung lain.

Page 26: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

14

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa reasuransi mempunyai

peranan yang sangat penting dalam industri asuransi. Karena telah kita ketahui

bersama bahwa salah satu tujuan daripada asuransi adalah penyebaran risiko. Dengan

penyebaran risiko ini maka seseorang akan merasa aman, karena mereka akan

mengetahui bahwa sebenarnya akan terjadi musibah atas diri mereka atau

perusahaannya yang bias mengakibatkan kerusakan / kerugian maka mereka akan

mendapatkan ganti rugi atas kejadian tersebut.

Dalam hal yang sama, maka perusahaan asuransipun memerlukan proteksi

atas tanggung jawab yang dipikulnya dari kemungkinan kerugian keuangan yang

mungkin akan mempengaruhi kelangsungan hidup atas perusahaan yang

bersangkutan.

Dengan mengasuransikan kembali perusahaan asuransi akan lebih stabil lebih

aman, kapasitasnya bertambah, mempunyai financial back up dan memungkinkan

untuk lebih berkembang berkat informasi serta dukungan dari pihak lain yang

mempunyai reputasi internasional.

Dalam reasuransi kita mengenal beberapa metode reasuransi diantaranya yang

paling banyak digunakan perusahaan-perusahaan asuransi adalah metode reasuransi

secara fakultatif dan metode reasuransi secara kontrak (treaty).

Metode reasuransi secara fakultatif adalah suatu penempatan reasuansi secara

bebas, dimana ceding bebas untuk menawarkan atau tidak menawarkan, dan reinsurer

bebas untuk menerima atau menolak resiko yang ditawarkan.

Page 27: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

15

Sedangkan metode reasuransi secara kontrak (treaty) adalah perjanjian antara

pihak penanggung pertama dan para penaggung lain atau para penanggung ulang

professional yang dalam perjanjian tersebut pihak penanggung pertama, yang

selanjutnya disebut pemberi sesi (ceding company), setuju memberikan bagian

(share) dan para penanggung ulang, yang selanjutnya disebut pihak kedua, setuju dan

wajib menerima bagian atau sesi dari tanggung jawab atas asuransi yang telah ditutup

oleh penanggung pertama sesuai dengan pembagian yang telah disepakati oleh

masing-masing penanggung ulang sampai dengan batas-batas tanggung gugat/jawab

tertinggi adri tiap kelas resiko berdasarkan persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang

disebutkan dalam kontrak reasuransi.

Metode treaty dibagi lagi menjadi metode proportional dan non proportional.

Bentuk reasuransi proportional ini adalah, masing-masing menanggung risiko

menurut persentase yang tetap yang telah ditentukan dalam kontrak reasuransi.

bilamana terjadi klaim, maka masing-masing pihak menaggung sesuai dengan

persentase yang telah ditetapkan. Sedangkan non proportional jumlah resiko tidak

sebanding / tidak membagi proporsi setiap kerugian dengan premi dan liability, dalam

suatu perbandingan yang tetap, oleh sebab itu sistem ini disebut system excess of

loss, karena reasuradur hanya bertanggung jawab atas kerugian untuk limit setelah

retensi dari ceding.

Page 28: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

16

2. Kerangka Pemikiran

Reasuransi

Facultative

Treaty

Proportional

Non Proportional

Proportional

Non

proportio

nal

Risk XOL

Cat XOL

Stop Loss

Page 29: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

17

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

kualitatif, yaitu jenis pendekatan yang berdasarkan kata-kata atau berdasarkan tata

cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh

narasumber secara lisan.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif. Jenis penelitian ini dirancang untuk mengumpulkan informasi, tentang

keadaan-keadaan nyata sekarang. Tujuan dari menggunakan jenis penelitian

deskriptif adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara

berjalan pada saat penelitian dilakukan. Jenis penelitian deskriptif adalah sebagai

kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menjawab pertanyaan

yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu

penelitian. Dari penjelasan di atas maka penelitian yang dilakukan oleh penulis

termasuk jenis penelitian deskriptif karena penulis menentukan dan melaporkan

keadaan sekarang yang sedang terjadi dengan mengumpulkan, menyusun, dan

mendeskripsikan berbagai dokumen, data, dan informasi yang aktual, yang

bertujuan untuk menjelaskan permasalahan sampai menemukan jawaban yang

diharapkan.

Page 30: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

18

3. Jenis Data dan Sumber Data

a. Jenis Data

Data ini bersifat kualitatif. Data kualitatif ini didasarkan pada isi atau

mutu suatu fakta, seperti data-data yang berdasarkan buku-buku, majalah, Koran

serta artikel yang yang dikumpulkan penulis yang berhubungan dengan masalah

yang terkait pada pembahasan skripsi ini yang kemudian di analisa supaya bisa

menjawab permasalahan yang ada.

b. Sumber Data

1) Data Primer, yaitu data mengenai metode reasuransi treaty excess of loss yang

didapatkan melalui wawancara langsung dengan karyawan PT. ReIndo

Syariah.

2) Data Sekunder, yaitu data yang bersumber dari buku-buku, koran, majalah,

website, penelitian terdahulu, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang

mengandung informasi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan metode sebagai berikut :

a. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penulis mengadakan

penelitian terhadap literatur-literatur yang brkaitan dengan penelitian skripsi

Page 31: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

19

ini, berupa skripsi terdahulu, buku-buku, majalah, surat kabar, artikel, buletin,

brosur, internet dan sebagainya.

b. Penelitian lapangan (field research), yakni penulis mengumpulkan data secara

langsung ke tempat objek penelitian. Teknik pengumpulan data dengan

melalui dua cara , yaitu :

1) Wawancara (interview), yaitu penulis menggunakan wawancara untuk

memperoleh informasi berkenaan dengan hal-hal dan data-data tentang

metode reasuransi treaty excess of loss pada karyawan PT. ReIndo

Syariah, khususnya pihak yang dianggap paling berkompeten dan

representative dengan masalah terebut.

2) Observasi, yaitu dengan observasi ke perusahaan Asuransi Syariah dan

perusahaan Reasuransi Syariah untuk mendapatkan data yang sesuai

bagi penelitian ini.

5. Teknik Analisis Data

a. Content analisis (riset dokumentasi), karena pengumpulan data dan informasi

akan dilakukan melalui pengujian arsip dan dokumen.

b. Deskriptif analisis, yaitu data dikerjakan, dideskripsikan dan dianalisis

sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang

Page 32: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

20

dapat digunakan untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian

yaitu :

1. Bagaimana implementasi program reasuransi syariah treaty non

proportional excess of loss pada PT. XYZ?

2. Faktor-faktor apa yang membuat perusahaan asuransi syariah memilih

menggunakan metode reasuransi treaty non proportional excess of loss?

3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap metode reasuransi treaty non

proportional excess of loss?

6. Pedoman Penulisan Laporan

Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta 2007.

Page 33: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

21

G. Sistematika Penulisan

Penulis membagi penulisan skripsi ini menjadi ke dalam 5 (lima) bab dan

terdiri atas beberapa sub bab. Susunan Bab tersebut secara sistematis adalah

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang penulis mengangkat tema yang

akan dibahas dalam skripsi, perumusan masalah dan pembatasan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka

teori dan kerangka pemikiran, dan metode penelitian serta sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS ASURANSI SYARIAH

Tinjauan teoritis ini memuat deskripsi mengenai teori – teori yang

digunakan dalam proses penelitian dan pembahasan. Dalam hal ini,

teori – teori yang diuraikan antara lain prinsip-prinsip asuransi syariah

dalam bermuamalah, serta pengertian reasuransi syariah, landasan

hukum reasuransi syariah, prinsip reasuransi syariah, kebutuhan

reasuransi syariah, tujuan dan fungsi reasuransi syariah, dan hubungan

antara peserta, operator asuransi syariah dan operator reasuransi

syariah.

Page 34: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

22

BAB III TINJAUAN TEORITIS MEKANISME REASURANSI

SYARIAH

Tinjauan teoritis ini memuat deskripsi mengenai teori-teori yang

digunakan dalam proses penelitian dan pembahasan. Dalam hal ini,

teori-teori yang diuraikan antara lain metode reasuransi syariah

proporsional, tipe-tipe reasuransi syariah, bentuk reasuransi syariah,

pengertian metode reasuransi treaty non proportional excess of loss,

manfaat dan tujuan metode reasuransi treaty non proportional excess

of loss, jenis-jenis metode reasuransi treaty non proportional excess of

loss.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE

REASURANSI TREATY EXCESS OF LOSS

Dalam bab ini akan membahas mengenai implementasi program

reasuransi syariah treaty non proportional excess of loss pada PT.

XYZ, menjelaskan faktor-faktor apa yang membuat perusahaan

asuransi syariah memilih menggunakan metode reasuransi treaty non

proportional excess of loss, dan bagaimana tinjauan hukum Islam

terhadap metode reasuransi treaty non proportional excess of loss.

Page 35: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

23

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran atas penelitian yang dilakukan

oleh penulis.

Page 36: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

24

BAB II

TINJAUAN TEORITIS PRINSIP-PRINSIP

ASURANSI SYARIAH DAN REASURANSI SYARIAH

A. Sekilas tentang Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah

1. Pengertian Asuransi Syariah

Kata asuransi menurut Yafie dan Simanjutak (Sula, 2004) berasal dari bahasa

belanda, yang dalam hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya

pertanggungan. Dari peristilahan assurantie kemudian timbul istilah assuradeur bagi

penanggung dan geassureerdee bagi tertanggung.

Sedangkan definisi Asuransi Syariah diberikan oleh Zarqa adalah “cara atau

metode untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya

yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan hidupnya atau

dalam aktivitas ekonominya.”8

AAOIFI No. 12 (Karim, 2005) memberikan definisi Asuransi Syariah sebagai

berikut “Islamic Insurance is a system through which the participants donate part or

all of their contributions which are used to pay claims for damages suffered by some

of the participants.”9

8 M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,

(Jakarta: Gema Insani), 2004, Cet. I, h. 26 dan 29

9 Adiwarman Karim, Dasar-Dasar Fiqh Asuransi Dan Reasuransii Syariah, (Jakarta:

Program Pendidikan dan Pelatihan Lembaga Keuangan Syariah),2005

Page 37: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

25

Dari definisi AAOIFI tersebut dapat disimpulkan bahwa Asuransi Syariah

adalah sebuah sistem dimana peserta mendonasikan sebagian kontribusinya untuk

digunakan membayar klaim atas musibah yang diderita oleh peserta lainnya.

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam Fatwa

No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah mendefinisikan

Asuransi Syariah sebagai “usaha saling melindungi dan saling menolong atas dasar

ukhuwah islamiyah antara anggota sesama peserta Asuransi Syariah dalam

menghadapi resiko.”

2. Pegertian Reasuransi Syariah

Menurut Arbouna (1990) sebagaimana dikutip oleh Ma‟sum Billah dalam

tulisannya ”Retakaful (Islamic Reinsurance) Paradigm”, Retakaful adalah: “Retakaful

is a form of insurance whereby the takaful operators pays an agreed upon premium

from the takaful fund to the reinsurance company or retakaful operator and in return

the reinsurance company or retakaful operator will provides security for the risk

reinsured”.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwasanya Retakaful merupakan

bentuk asuransi dimana Operator Takaful (Asuransi Syariah) membayar premi yang

disepakati dari dana takaful kepada perusahaan Reasuransi (konvensional:red) atau

Operator Retakaful dan sebagai timbal baliknya perusahaan Reasuransi atau Operator

Retakaful akan membayar sejumlah uang bila terjadi kerugian.

Page 38: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

26

Reasuransi syariah bisa diartikan juga sebagai suatu proses saling

menanggung antara pemberi sesi (ceding company) dengan penanggung ulang

(reasuradur), dimana ada proses suka sama suka (saling menyepakati) risiko dan

persyaratannya yang ditetapkan dalam akad. Dalam operasionalnya, menggunakan

prinsip-prinsip syariah, terbebas dari praktek gharar, maisir, dan riba.

B. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah

Sebuah bangunan hukum akan tegak secara kokoh, jika dan hanya jika di

bangun atas pondasi dan dasar yang kuat. Ibarat sebuah rumah, jika dibangun dengan

pondasi yang rapuh maka cepat ataupun lambat rumah itu akan mengalami

kehancuran dan roboh diterpa badai. Sebaliknya, bangunan rumah yang didasari

dengan pondasi yang kuat akan menghasilkan sebuah rumah yang kokoh dan tahan

terhadap badai.

Prinsip dasar yang ada dalam asuransi syariah tidaklah jauh berbeda dengan

prinsip dasar yang berlaku pada konsep ekonomika islami secara komprehensif dan

bersifat major. Hal ini disebabkan karena kajian asuransi syariah merupakan turunan

dari konsep ekonomika islami. Biasanya literatur ekonomika islami selalu melakukan

penurunan nilai pada tataran konsep atau institusi yang ada dalam lingkup kajiannya,

seperti lembaga perbankan dan asuransi. Begitu juga dengan asuransi, harus dibangun

di atas fondasi dan prinsip dasar yang kuat serta kokoh.

Page 39: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

27

1. Tauhid (Ketakwaan)

Jika kita mencermati ayat-ayat Al-Qur‟an tentang muamalah, maka akan

terlihat dengan jelas bahwa Allah selalu menyeru kepada umat-Nya agar muamalah

yang dilakukan membawanya kepada ketakwaaan kepada Allah. Hal ini misalnya

dapat dilihat dalam beberapa ayat berikut ini.

Artinya:“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu

melalaikan kamu dari mengingat Allah. barangsiapa yang berbuat demikian

Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.”(QS. Al-Munafiquun :9)

Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam salah satu kitabnya Daurul qiyam wal akhlaq

fil Iqtishadil Islami mengatakan bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi Ilahiah,

karena titik berangkatnya dari Allah, tujuannya mencari ridha Allah, dan cara-caranya

tidak bertentangan dengan syariat-Nya. Kegiatan ekonomi baik produksi, konsumsi,

penukaran, maupun distribusi, diikatkan pada prinsip Ilahiah dan pada tujuan Ilahi.10

Allah meletakkan prinsip Tauhid (ketakwaan) sebagai prinsip utama dalam

muamalah. Oleh karena itu, segala aktivitas dalam muamalah harus senantiasa

mengarahkan para pelakunya dalam rangka untuk meningkatkan ketakwaaan pada

10 Muhammad Yusuf al-Qaradhawi, Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishodil Islami (Peran Nilai

dan Moral dalam Perekonomian Islam), Rabbani Press, Jakarta (terj.), hlm. 25-26

Page 40: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

28

Allah. Inilah bagian dari hikmah mengapa dalam konsep muamalah yang Islami

diharamkan beberapa hal berikut.11

1. Diharamkan muamalah yang mengandung maksiat kepada Allah. Sehingga

yang dihasilkan dari perbuatan maksiat pun diharamkan.

2. Diharamkan memperjualbelikan barang-barang yang diharamkan, baik barang

yang haram dikonsumsi (seperti:khamar dan babi), maupun haram untuk

dibuat dan diperlakukan secara tidak proporsional (misalnya patung-patung).

3. Diharamkan berbuat kecurangan, penipuan, dan kebohongan dalam

muamalah. Kecurangan dalam timbangan, kebohongan dalam jual beli yang

kadang-kadang disertai dengan sumpah palsu, penipuan dan manipulasi data

maupun rekayasa laporan keuangan dalam suatu perusahaan merupakan

keniscayaan dan perbuatan haram dalam praktik muamalah yang Islami.

4. Diharamkan mempertuhankan harta. Korupsi, kolusi, nepotisme adalah buah

dari sikap manusia yang mempertuhankan harta dan jabatan. Sikap

mempertuhankan harta akan berakibat menghalalkan segala cara untuk

memperolehnya. Dan sikap ini juga akan menjadikan manusia (bias semena-

mena mengambil hak orang lain secara tidak sah).

11 M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,

ibid., h. 725-726

Page 41: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

29

2. Al – ‘Adl (Sikap Adil)

Prinsip kedua dalam muamalah adalah al-„Adl „sikap adil‟.cukuplah bagi kita

bahwa Al-qur‟an telah menjadikan tujuan semua risalah langit adalah melaksanakan

keadilan. Implementasi sikap adil dalam bisnis merupakan hal yang sangat berat baik

dalam industri perbankan, asuransi, maupun dalam bentuk-bentuk muamalah lainnya.

Mungkin karena itulah, maka Allah demikian sering menekankan sikap adil ini ketika

berbicara muamalah, demikian pula dalam hadits-hadits Nabi. Allah berfirman,

Artinya :“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,

memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,

kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar

kamu dapat mengambil pelajaran.”(QS. An-Nahl : 90)

Keadilan dalam asuransi dan reasuransi dipahami sebagai upaya dalam

menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah (anggota) dan perusahaan asuransi

atau asuradur dan reasuradur. Sikap adil dibutuhkan ketika menentukan nisbah

mudharabah, musyarakah, wakalah, wadiah, dan sebagainya, dalam bank syariah.

Sikap adil juga diperlukan ketika asuransi syariah menentukan bagi hasil dalam

surplus underwriting, dan bagi hasil investasi antara perusahaan dan peserta. Karena

itulah, transparansi dalam perbankan dan asuransi syariah menjadi sangat penting.

Page 42: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

30

Pertama, nasabah asuransi harus memosisikan pada kondisi yang mewajibkan

untuk selalu membayar iuran uang santunan (premi) dalam jumlah tertentu kepada

perusahaan asuransi dan mempunyai hak untuk mendapatkan sejumlah dana santunan

jika terjadi peristiwa kerugian. Kedua, perusahaan asuransi yang berfungsi sebagai

lembaga pengelola dana mempunyai kewajiban membayar klaim (dana santunan)

kepada nasabah

Di sisi lain, keuntungan (profit) yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi dari

hasil investasi dana nasabah harus dibagi sesuai dengan akad yang disepakati sejak

awal. Jika nisbah disepakati antara kedua belah pihak 40:60, maka realita pembagian

keuntungan juga harus mengacu pada ketentuan tersebut.12

3. A t - Ta’awun (Tolong-Menolong)

Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi harus

didasari dengan semangat tolong-menolong (ta‟awun) antara anggota (nasabah).

Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk

membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan

musibah atau kerugian.

12 A.M. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis

Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta : Prenada Nedia, 2004), Edisi I, h. 127

Page 43: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

31

Dalam hal ini, Allah SWT. Telah menegaskan dalam firmannya

Artinya: “tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan

bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-

Nya.”(QS. Al-Maidah:2).

4. Al-Amanah (Terpercaya / Jujur)

Al-Qaradhawi mengatakan bahwa di antara nilai transaksi yang terpenting

dalam bisnis adalah al-Amanah „kejujuran‟. Ia merupakan puncak moralitas iman dan

karakteristik yang paling menonjol dari orang-orang yang beriman. Bahkan kejujuran

merupakan karakteristik para Nabi. Tanpa kejujuran, kehidupan agama tidak akan

berdiri tegak dan kehidupan dunia tidak akan berjalan baik.

Al-Qur‟an memerintahkan pada manusia untuk jujur, tulus/ikhlas, dan benar

dalam semua perjalanan hidupnya, dan ini sangat dituntut dalam bidang bisnis. Pada

saat penipuan dan tipu daya dikutuk dan dilarang, bahkan hamper mendekati titik

nadir, kejujuran bukan hanya diperintahkan. Ia dinyatakan sebagai keharusan yang

mutlak dan absolut.

Page 44: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

32

Sikap jujur akan terlihat dalam kemampuan dalam menjalankan amanah-

amanah yang diberikan. Orang yang jujur sudah pasti amanah dalam setiap

kepercayaan yang diberikan kepadanya.13

Firman Allah SWT,

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan

Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-

amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.” (Q.S.

Al-Anfaal:27)

Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai

akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan

tiap periode. Dalam hal ini perusahaan harus member kesempatan yang besar bagi

nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang

dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan

keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor public.

Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri nasabah asuransi dan reasuransi.

Seseorang yang menjadi nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan informasi

yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran (premi) dan tidak memanipulasi

kerugian (peril) yang menimpa dirinya. Jika seorang nasabah tidak memberikan

13 M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional., h.

739

Page 45: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

33

informasi yang benar dan memanipulasi data kerugian yang menimpa dirinya, berarti

nasabah tersebut telah menyalahi prinsip amanah dan dapat dituntut secara hukum.14

5. Larangan Maisir (Judi)

Allah SWT. telah member penegasan terhadap keharaman melakukan

aktivitas ekonomi yang mempunyai unsure maisir (judi):

Firman Allah dalam QS al-Maidah :90

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,

berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah

termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar

kamu mendapat keberuntungan.”

Zarqa mengatakan bahwa adanya unsure gharar menimbulkan al-qumar.

Sedangkan al-qumar sama dengan al-maisir, gambling, dan perjudian. Artinya, ada

salah satu pihak yang untung tetapi ada pula pihak lain yang rugi. Husain ahmid

Hasan berkomentar mengenai akad judi. Menurutnya akad judi adalah akad gharar,

karena masing-masing pihak yang berjudi dan bertaruh menentukan pada waktu akad

jumlah uang yang diambil atau jumlah yang ia berikan itu bias ditentukan nanti,

tergantung pada suatu peristiwa yang tidak pasti, yaitu jika menang maka ia

mengetahui jumlah yang diambil, dan jika kalah maka ia mengetahui jumlah yang ia

berikan.

14 A.M. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis

Historis, Teoritis, dan Praktis, ibid., h. 130

Page 46: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

34

Syafi‟i Antonio mengatakan bahwa unsure maisir judi artinya adanya salah

satu pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini

tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan

kontraknya sebelum masa reversing period, biasanya tahun ketiga maka yang

bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali

sebagian kecil saja. Juga adanya unsure keuntungan yang dipengaruhi oleh

pengalaman underwriting, di mana untung-rugi terjadi sebagai hasil dari ketetapan.

6. Larangan Gharar (Ketidakpastian)

Gharar dalam pengertian bahasa adalah al-khida‟ (penipuan), yaitu suatu

tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsure kerelaan. Wahbah al-

Zuhaili member pengertian tentang gharar sebagai al-khatar dan al-taghrir, yang

artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang

tampaknya menyenangkan tetapi hakikatnya menimbulkan kebencian. Oleh karena

itu dikatakan: al-dunya mata‟ul ghuruur artinya dunia itu adalah kesenangan yang

menipu.15

Gharar terjadi apabila, kedua belah pihak (misalnya: peserta asuransi,

pemegang polis dan perusahaan) saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi,

kapan musibah akan menimpa, apakah minggu depan, tahun depan, dan sebagainya.

Ini adalah salah satu kontrak yang dibuat berdasarkan pengandaian (ihtimal) semata.

15 A.M. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis

Historis, Teoritis, dan Praktis, ibid h. 134 - 135

Page 47: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

35

Menurut Islam, gharar ini merusak akad. Demikian Islam menjaga

kepentingan manusia dalam aspek ini. Imam an-Nawawi menyatakan bahwa larangan

gharar dalam bisnis Islam mempunyai peranan yang begitu hebat dalam menjamin

keadilan.

Jika kedua belah pihak saling meridhai, kontrak tadi secara zatnya tetap

termasuk dalam kategori bay‟ al-gharar yang diharamkan. Walaupun nisbah /

persentase atau kadar bayar telah ditentukan agar peserta asuransi / pemegang polis

maklum, ia tetap juga tidak tahu, kapankah musibah akan terjadi? Di sinilah gharar

terjadi.

Selanjutnya pada bagian manakah gharar „ketidakpastian‟ terjadi pada

asuransi konvensional yang kita kenal selama ini? H.M. Syafi‟i Antonio pakar

ekonomi syariah menjelaskan bahwa gharar atau ketidakpastian dalam asuransi

konvensional ada dua bentuk.

1. Bentuk akad syariah yang melandasi penutupan polis.

2. Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar‟I penerimaan uang klaim

itu sendiri.

Secara konvensional, kata Syafi‟i, kontrak / perjanjian dalam asuransi jiwa

dapat dikategorikan sebagai aqad tabaduli atau akad pertukaran, yaitu pertukaran

pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara syariah, dalam akad

pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang diterima. Keadaan ini

akan menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah

uang pertanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah sseluruh

Page 48: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

36

premi) karena hanya Allah SWT. yang tahu kapan seseorang akan meninggal.

Disinilah gharar terjadi pada asuransi konvensional.16

7. Larangan Riba

Dalam setiap transaksi, seorang muslim dilarang memperkaya diri dengan

cara yang tidak dibenarkan:

Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”

Ada beberapa bagian dalam al-Qur‟an yang melarang pengayaan diri dengan

cara yang tidak dibenarkan. Islam menghalalkan perniagaan dan melarang riba.

Artinya : “Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”(QS. Al-

Baqarah : 275)

Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain,

secara linguistic riba berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan untuk istilah teknis

riba berarti pengambilan penambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada

beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang

merah yang menegaskan bahwa riba adalahh pengambilan tambahan baik dalam

16 M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,

ibid., h. 47-48

Page 49: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

37

transaksi jual-beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan

prinsip muamalah dalam Islam.17

Wahbah az-Zuhaili mengatakan bahwa pengertian riba dari sisi syara‟ ialah

penambahan dalam perkara-perkara tertentu. Definisi ini merupakan definisi ulama

mazhab Hambali. Kitab al-Kanz (mahzab Hanafi) mendefinisikan riba sebagai

“kelebihan suatu harta tanpa penggantian di dalam suatu kontrak pertuakaran harta

dengan harta”. Maksudnya ialah kelebihan harta walaupun kelebihan itu dalam

bentuk hukum saja.

Lebih lanjut az-Zuhaili mengatakan, ada dua jenis riba yang diharamkan

dalam Islam. Pertama, riba an-nasi‟ah yang satu-satunya diketahui oleh orang Arab

Jahiliah. Yaitu, riba yang diambil karena si peminjam yang tidak mampu membayar

utangnya yang telah jatuh tempo, kemudian ditetapkan tempo baru, tidak terkecuali

apakah utang tersebut berupa harga barang yang dijual ataupun utang uang (qard).

Kedua, riba al-fadl yaitu jual beli yang terdapat dalam enam jenis, yaitu emas, perak,

gandum, syair (sejenis gandum) garam, dan buah tamar. Riba ini diharamkan atas

dasar sad adh-dharai‟ yaitu untuk menghindar dari sampai kepada riba an-nasi‟ah.

Contohnya seperti seorang menjual emas dengan emas untuk suatu waktu tertentu

kemudian dibayar dengan perak dengan kadar yang lebih mengandung unsur riba.18

17 A.M. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis

Historis, Teoritis, dan Praktis, ibid., h. 131-132

18

M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, ibid., h. 54

Page 50: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

38

C. Reasuransi Syariah

1. Landasan Hukum Reasuransi Syariah

Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi syariah masih mendasarkan

legalitasnya pada UU. No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang

sebenarnya kurang mengakomodasi asuransi syariah di Indonesia karena tidak

mengatur mengenai keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah. Dengan kata

lain, UU No. 2 Tahun 1992 tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi

asuransi syariah.19

Dalam menjalankan usahanya, perusahaan dan reasuransi syariah masih

menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis

Ulama Indonesia yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.

21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Fatwa tersebut

dikeluarkan karena regulasi yang ada tidak dapat dijadikan pedoman untuk

menjalankan asuransi syariah. Fatwa dari DSN-MUI tidak mempunyai kekuatan

hukum dalam hukum nasional karena tidak termasuk dalam jenis peraturan

perundang-undangan di Indonesia. Tetapi sekarang sudah ada Peraturan Menteri

Keuangan (PMK) No. 18 2010 yang menjelaskan penerapan prinsip dasar

penyelanggaraan usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah.

19 Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di

Indonesia, (Jakarta: Kencana), 2006, Edisi Revisi, h. 142

Page 51: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

39

Jenis dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia

berdasarkan UU No. 10/2004 :

1) UUD – RI

2) TAP MPR

3) Undang-Undang (UU)

4) Peraturan Pemerintah (PP)

5) Peraturan Presiden (PP)

6) Peraturan Menteri (Permen)

7) Peraturan Kepala LPND/Komisi/Badan/Peraturan Ditjen suatu Departemen

8) Peraturan daerah Propinsi

9) Peraturan Gubernur Propinsi

10) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

11) Peraturan Bupati/Walikota

12) Peraturan Desa (Perdesa)20

Agar ketentuan dalam Fatwa DSN MUI tersebut memiliki kekuatan hukum,

maka perlu dibentuk peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan asuransi

syariah.21

Ketentuan mengenai asuransi syariah di Indonesia untuk saat ini baru diatur

dalam beberapa Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang kedudukannya

berdasarkan gambar di atas adalah berada di bawah Peraturan Presiden (Perpres)

berdasarkan UU No. 10/2004 mengenai jenis dan tata urutan peraturan perundang-

20 Artikel diakses pada tanggal 11 Februari 2010. Dari http:/www.djpp.depkumham.go.id 21 Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di

Indonesia, ibid., h. 142

Page 52: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

40

undangan Republik Indonesia. Jika dikelompokkan maka ketentuan yang telah ada

untuk asuransi dan reasuransi syariah yang masih bercampur dengan asuransi

konvensional termuat dalam:

a. Keputusan Menteri Keuangan :

1) Tentang Penyelenggaraan Usaha (KMK No. 442/KMK.06/2003)

2) Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan (KMK No.424/KMK.06/2003)

3) Tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan (KMK

No.426/KMK.06/2003).

4) Tentang penerapan prinsip dasar penyelanggaraan usaha asuransi dan

reasuransi dengan prinsip syariah (PMK No. 18/PMK.10/2010

b. SK Dirjen Lembaga Keuangan, yaitu :

1) Tentang Pedoman Perhitungan Bebas Tingkat Solvabilitas Minimum Bagi

Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (Kep-3607/LK/2004)

2) Tentang Bentuk dan Susunan Laporan Usaha Perasuransian serta bentuk

dan Susunan Pengumuman Laporan Keuangan Perusahaan Asuransi dan

Perusahaan Reasuransi (Kep-4033/LK/2004)22

22 Media Informasi Asuransi dan Reasuransi Reinfokus, Reasuransi Syariah (Retakaful)

dengan Akad wakalah Bil Ujrah, Ibid., h. 24

Page 53: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

41

2. Prinsip Reasuransi

Oleh karena reasuransi syariah adalah asuransi syariah yang diasuransikan

kembali, maka logislah jika prinsip-prinsip yang berlaku dalam asuransi syariah juga

berlaku dalam reasuransi syariah. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan daripada

penerapan prinsip-prinsip asuransi adalah untuk melindungi para penanggung dari

kerugian-kerugian yang tidak semestinya mereka terima. Demikian juga dalam

hubungan reasuransi dimana para reasuradur dapat melindungi dirinya dengan

prinsip-prinsip reasuransi terhadap kemungkinan kerugian yang tidak seharusnya

mereka pikul.

a. Prinsip Berserah Diri dan Ikhtiar

Allah adalah pemilik mutlak atau pemilik sebenarnya seluruh harta kekayaan.

Ia adalah pencipta alam semesta dan Dia pula Yang Maha Memilikinya. Kalimat

tauhid laa ilaaha illallaah (tidak ada Tuhan selain Allah) juga mengandung

pengerian, tidak ada pemilik mutlak atas seluruh ciptaan kecuali Allah.

Karena Allah yang menjadi pemilik mutlaknya, maka menjadi hak-Nya pula

untuk memberikannnya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya atau merenggutnya

dari siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allahlah pula yang memutuskan seorang

menjadi miskin.

Atas sumber daya yang dititipkan oleh allah kepadanya, manusia dilarang

untuk mengambil risiko yang melebihi kemampuan yang wajar untuk mengatasi

risiko tersebut . walaupun risiko tersebut mempunyai probabilita untuk membawa

Page 54: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

42

manfaat, namun bila probabilitas untuk membawa kerugian lebih besar dari

kemampuan menanggung kerugian tersebut, maka tindakan usaha tersebut adalah

sama dengan mengeluarkan yang lebih dari keperluan sehingga harus dihindari.

Pengambilan risiko yang melebihi kemampuan untuk menanggulangi adalah

tidak sama dengan menghadapi ketidakpastian. Karena pada dasarnya tidak ada

seorang manusia pun yang dapat dengan pasti mengetahui apa yang akan terjadi.

Sehingga, semua aspek kehidupan di dunia ini pada dasarnya adalah ketidakpastian

bagi manusia. Namun, kemampuan yang dikembangkan manusia dapat membantu

manusia dalam menghadapi ketidakpastian atau risiko tersebut dengan

memperkirakan kemungkinan terjadinya hal-hal yang merugikan, tentunya dalam

batas-batas kemampuan manusia. Sehingga, secara umum dapat dikatakan bahwa

manusia dapat berusaha untuk menghindari pengambilan risiko yang melebihi

kemampuan yang wajar untuk menanggulanginya.

b. Prinsip Tolong-Menolong (Ta’awun)

Prinsip yang paling utama dalam konsep asuransi syariah adalah prinsip

tolong menolong baik untuk life insurance atau general insurance. Ini adalah bentuk

solusi bagi mekanisme operasional untuk asuransi syariah. Tolong menolong atau

dalam bahasa Al‟Qur‟an disebut ta‟awun adalah inti dari semua prinsip dalam

asuransi syariah. Ia adalah pondasi dasar dalam menegakkan konsep asuransi syariah.

Dari prinsip ta‟awun tolong-menolong ini muncullah beberapa prinsip-prinsip

lain yang melandasi operasional asuransi syariah.

Page 55: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

43

c. Prinsip Saling Bertanggung Jawab

Para peserta asuransi setuju untuk saling bertanggung jawab satu sama lain.

Memikul tanggung jawab dengan niat ihklas adalah ibadah. Rasa tanggung jawab

terhadap sesama insan. Rasa tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat saling

menyayangi, saling mencintai, saling mambantu, dan merasa mementingkan

kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran bersama dalam mewujudkan

masyarakat yang beriman, takwa, dan harmonis.

Dalam banyak hal, Rasulullah menegaskan kewajiban individu dan

masyarakat dalam melaksanakan tanggung jawab social, dasar penetapannya ialah

karena kemaslahatan umum. Asuransi syariah bertujuan untuk melaksanakan masalah

ini. Kalau rasa ini tidak lagi hidup dikalangan masyarakat Islam, berarti kehilangan

suatu ruh agama yang menjadikan umat Islam baik kuat baik secara individu maupun

secara kemasyarakatan.

Seandainya masyarakat miskin tidak mampu untuk membayarkan ta‟awun

atau tabarru‟, maka orang kaya berkewajiban untuk membayarkan iuran ini untuk

mereka.

d. Prinsip Saling Kerja Sama dan Bantu-Membantu

Salah satu keutamaan umat Islam adalah saling membantu sesamanya dalam

kebajikan. Karena, bantu-membantu itu merupakan gambaran sifat kerja sama

Page 56: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

44

sebagai aplikasi dari ketakwaan kepada Allah. Di antara cerminan ketakwaan itu ialah

sebagai berikut.

1) Melaksanakan fungsi harta dengan betul, di antaranya untuk kebajikan social.

2) Menepati janji.

3) Sabat ketika mengalami bencana

Firman Allah dalam QS al-Maidah :2

Artinya : “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

takwa,dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat

siksa-Nya”.

Islam adalah agama jama‟I, artinya banyak hal mesti dikerjakan secara

bersama. Tanpa kebersamaan, sangat tipis kemungkinan diraihnnya kesuksesan.

Asuransi merupakan bagian dari usaha untuk dapatnya umat Islam bekerja sama

membesarkan dana, guna saling membantu di antara umat Islam kalau terjadi suatu

perisitiwa yang merugikan harta dan jiwa umat Islam. Sekaligus ia berfungsi untuk

mengumpulkan dana guna diinvestasikan pada berbagai sektor.

e. Prinsip Saling Melindungi dari Berbagai Kesusahan

Para pesera asuransi Islam setuju untuk saling melindungi dari kesusahan,

bencana, dan sebagainya. Kenapa saling melindungi? Karena keselamatan dan

keamanan merupakan keperluan azas untuk semua orang, maka semua orang perlu

Page 57: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

45

dilindungi. Masalahnya, apakah perusahaan asuransi mampu mengemban tugas yang

berat ini. Tentu saja tidak mungkin ia akan laksanakan secara sempurna. Namun,

dengan aturan yang jelas, sebagian prinsip di atas tentu akan dapat dijalankan oleh

perusahaan.

f. Prinsip Kepentingan Terasuransikan (Insurable Interest)

Untuk dapat mengasuransikan barangnya, tertanggung harus mempunyai

suatu kepentingan dalam barang tersebut. Dalam asuransi tanggung gugat,

kepentingan yang diasuransikan ialah kekayaan tertanggung. Risikonya adalah

terkenanya kekayaan tersebut oleh kewajiban membayar ganti rugi karena suatu

kejadian atau perbuatan yang merugikan pihak ketiga, untuk mana ia bertanggung

gugat.

Jadi yang dimaksudkan dengan kepentingan terasuransikan adalah pihak yang

ingin mengasuransikan suatu objek pertanggungan seperti rumah tinggal, stok barang

dagangan, atau lainnya harus mempunyai kepentingan atas objek tersebut.

Kepentingan tersebut harus diakui secara hukum. Jika kepentingan itu tidak ada,

maka harus dikategorikan sebagai kegiatan perjudian. Sementara perjudian

diharamkan dalam syariat Islam.

Karena itu, pengakuan terhadap hak milik dan tanggung jawab atas hak milik

seseorang yang dikuasakan kepada kita, diatur dan diakui dalam Islam. Kepemilikan

manusia atas harta adalah kepemilikan yang bersifat perwalian (amanat). Islam

mengakui hak-hak individu manusia atas kekayaan yang dianugerahkan Allah kepada

Page 58: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

46

mereka. Manusia diperintahkan oleh Allah untuk berusaha mendapatkan harta,

memeliharanya, menyelamatkannya, menggunakannya, memanfaatkannya, serta

mempertanggungjawabkannya di hadapan pemilik mutlak-Nya, Allah. Karena itulah,

kita memiliki tanggung jawab untuk melindunginya. Kita mempunyai kepentingan

untuk sharing of risk dengan pihak lain agar harta tadi dapat terpelihara. Dengan

demikian, kepentingan terasuransikan (insurable interest) secara syar‟I dapat

dipertanggungjawabkan bahwa ia adalah salah satu prinsip asuransiyang baik dan

maslahah di mana pada saat yang sama ia juga tidak bertentangan dengan kaidah-

kaidah syara‟.

g. Prinsip Itikad Baik (Utmost Good Faith)

Dalam kontrak asuransi, untuk pelaksanaan polis, pihak-pihak yang terlibat

harus memiliki niat baik. Oleh karena itu, tidak adanya pengungkapan fakta penting,

keterlibatan tindakan penipuan, kesalahpahaman atau pernyataan salah adalah semua

elemen yang dapat membuat tidak berlakunya polis asuransi.

Kedua belah pihak yang melakukan kontrak asuransi, baik pihak yang

mengajukan objek untuk dipertanggungkan (peserta) maupun perusahaan asuransi

(pengelola), harus menerapkan prinsip itikad yang baik yang direpresentasikan

dengan keterbukaan atas semua informasi mengenai pertanggungan. Pihak

tertanggung (peserta) harus memberikan semua informasi yang material, baik diminta

maupun tidak. Informasi tersebut ialah mengenai objek pertanggungan yang akan

mempengaruhi opini penanggung. Yaitu, apakah akan menerima atau tidak objek

Page 59: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

47

pertanggungan, dan jika pertanggungan diterima dengan kondisi tertentu. Hal ini

berbeda dengan prinsip jual beli, dimana penjual hanya memberikan informasi jika

diminta oleh pembeli.

Karena itu, hal yang sangat penting bagi kedua belah pihak dalam prinsip

utmost good faith ini adalah adanya informasi yang benar dari masing-masing pihak.

Artinya, informasi yang diberikan tidak mengandung unsur kebohongan, penipuan,

dan kecurangan. Dalam transaksi muamalah, adanya salah satu pihak yang

mengingkari perjanjian dapat mengakibatkan batalnya kontrak tersebut.

h. Prinsip Ganti Rugi (indemnity)

Fungsi asuransi adalah mengalihkan atau membagi risiko yang kemungkinan

diderita atau dihadapi oleh tertanggung karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak

pasti. Oleh karena itu, besarnya ganti kerugian yang diterima oleh tertanggung harus

seimbang dengan kerugian yang dideritanya.

Prinsip ganti rugi dalam fiqih Islam dapat dilihat dalam praktek ad-diyah „ala

al-„aqilah, al-„aqil adalah orang yang membayar denda. Dalam beberapa kasus, Islam

membebankan denda asuransi kepada orang lain. Namun di dalam ad-diyah, yang

menjadi sebab bukanlah kesengajaan. Para ulama mengatakan, wajib membayar

denda (pertanggungan) terhadap sebagian kerusakan yang disebabkan kekeliruan,

seperti pembunuhan, melukai karena kekeliruan, atau kerusakan karena kelalaian.

Prinsip ganti rugi (indemnity) merupakan hal wajar dalam rangka untuk

memelihara hak dan tanggung jawab terhadap harta benda yang dititipkan Allah

Page 60: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

48

kepada hamba-Nya. Karena Allah adalah pemilik mutlak atau pemilik sebenarnya

seluruh harta kekayaan. Dia adalah pencipta alam semesta dan Dia pula Yang Maha

Memilikinya.

i. Prinsip Penyebab Dominan (Proximate Cause)

Jika terjadi suatu peristiwa yang bias menimbulkan tuntutan ganti rugi dari

pihak tertanggung, kerugian bias dijamin jika penyebab dari kejadian tersebut dijamin

atau tidak dikecualikan dengan polis. Prinsip penyebab terdekat mensyaratkan bahwa

suatu penyebab bahwa merupakan rantai yang tidak terputus dengan peristiwa yang

menimbulkan kerugian. Apabila terjadi penyebab lain yang menyebabkan rantai

sebab akibat terputus, dan sebab baru ini dominan terhadap terjadinya kerugian, maka

polis akan menganggap penyebab baru ini adalah penyebab terjadinya kerugian.

Islam mengajarkan kepada kita agar memberikan hukuman kepada siapapun

yang bersalah sesuai dengan kadar kesalahannya. Dalam hal peristiwa yang termasuk

dalam kategori proximate cause penyebab dominan, maka tentu hukuman atau yang

bertanggung jawab atas akibat kerugian yang muncul adalah yang paling dominan

dalam penyebab terjadinya hal tersebut. Karena itu, di sini dituntut keadilan dan

kearifan dalam melihat duduk persoalan suatu peristiwa, harus bisa melihat secara

jernih dan bersikap “tengah-tengah”, dan mampu melihat siapa yang sebenarnya

paling bertanggung jawab atas terjadinya musibah.

Page 61: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

49

j. Prinsip Subrogasi (Subrogation)

Merupakan hal yang pantas dan adil dalam hukum jika perusahaan sudah

membayar kliam kepada pemegang sertifikatnya dan pihak lain (ketiga) dalam hukum

dikenai biaya kerugian, pihak ketiga seharusnya tidak menghindari tanggung

jawabnya. Akan menjadi tidak adil jika dia menghindari tanggung jawab finansialnya

karena kebijaksanaan peserta dalam mengatur ganti rugi takaful (asuransi syariah).

Bentuk keadilan ini berhubungan dengan prinsip subrogasi.

Dengan adanya sobrogasi tersebut, tercegahlah pula bahwa pihak yang

bersalah menjadi bebas. Barangsiapa menurut hukum bertanggung jawab atas suatu

musibah, tetap terkena sanksinya. Hal tersebut penting bagi ketertiban masyarakat.

Dengan demikian, tidak akan terjadi adanya satu pihak menzalimi pihak lain

atau suatu pihak harus memberi ganti rugi terhadap perbuatan yang dilakukan oleh

pihak ketiga. Islam secara tegas melarang sikap saling menzalimi dalam muamalat.

k. Prinsip Kontribusi (contribution/al-Musahamah)

Al-Musahamah „kontribusi‟ adalah suatu bentuk kerja sama mutual dimana

tiap-tiap peserta memberikan kontribusi dana kepada suatu perusahaan dan peserta

tersebut berhak memperoleh kompensasi atas kontribusinya tersebut berdasarkan

besarnya saham (premi) yang ia miliki (bayarkan)

Polis takaful adalah perjanjian yang mengikat. Karena itu, pemberlakuan

pertimbangan dari kedua pihak (peserta dan pengelola) melalui pembayaran

Page 62: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

50

kontribusi (oleh peserta) dan penggantian rugi (oleh pengelola) adalah kewajiban

yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, disarankan bahwa dalam polis asuransi syariah

jika peserta tidak dapat membayar kontribusi yang disepakati pada waktunya, peserta

tidak boleh dikenakan denda atau ketentuan dikurangi kontribusi yang sudah dibayar.

Tapi peserta harus diberikan waktu yang diperlukan untuk penyelesaian kontribusi

yang belum dibayar dan pemberlakuan polis harus dilanjutkan berdasarkan syarat dan

ketentuan yang terdapat dalam sertifikat.

Kontribusi yang sudah dibayar adalah amanah (al-amanah) bagi pengelola,

dank arena itu harus diperuntukkan bagi peserta. Hal ini karena berdasarkan hukum

Islam, tidak ada justifikasi bagi yang dipercayakan untuk menolak menerjemahkan

ketentuan yang disetujui oleh pemilik mereka ketika yang mendepositkan berhak

menginginkannya dari yang diberi amanah,

3. Kebutuhan Reasuransi

Alasan mengapa reasuransi itu dibutuhkan, beberapa pakar mengemukakan

pendapatnya sebagai berikut :

1. Pertanggungan itu melampaui kapasitas atau daya serapnya sendiri

Sebagaimana yang telah terjadi dalam industry asuransi, setiap

perusahaan asuransi, bahkan seluruh pasaran asuransi di dalam negeri

manapun memiliki keterbatasan kapasitas untuk menampung seluruh

Page 63: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

51

pertanggungan dengan harga pertanggungan yang tinggi dan memiliki kualitas

risiko yang komplek serta berbahaya, bahkan ada pula yang sangat berbahaya.

Di dalam era teknologi yang sangat maju akan didapati suatu hasil

karya seseorang atau tim kerja yang sangat mengagumkan dan bernilai sangat

tinggi. Dewasa ini bukan hanya terdapat bangunan-bangunan pencakar langit

yang bernilai tinggi yang menghadapi risiko gempa bumi atau tanah longsor.

Selain itu tercipta pula produk teknologi tinggi, misalnya satelit komunikasi,

alat peluncur satelit, pesawat radar dan lain-lain. Produk-produk canggih

semacam ini tidak hanya beresiko tinggi, tidak semua pertanggungan dapat

diserap 100% oleh sebuah perusahaan karena berbagai alasan dan sebab,

antara lain faktor permodalan dan berbagai macam jenis pertanggungan yang

dapat mereka tawarkan, tingginya harga dan tingkat risiko atas objek /

kepentingan yang dipertanggungkan, faktor likuiditas perusahaan, dan sebab-

sebab lain yang tidak kalah pentingnya dari alasan yang telah disebut

terdahulu.

Dari segi kualitas risikonya sendiri, meskipun harganya tidak begitu

tinggi dan masih dalam batas daya tamping, penanggung masih memerlukan

proteksi atas sebagian risiko yang ditanggungnya karena objek yang

dipertanggungkan merupakan risiko yang jelek atau berisiko sangat tinggi.

Sebagai contoh, risiko kios-kios yang berada di komplek pasar yang apabila

dijamin seluruhnya akan merupakan risiko yang berakumulasi sangat besar.

Page 64: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

52

Demikian pula risiko komplek pertokoan atau pasar swalayan dan plaza besar.

Bila ditinjau satu persatu risiko memang mungkin sekali masih dalam batas

kapasitas atau daya tamping dan serap suatu perusahaan asuransi, tetapi bila

mereka menutup atau menerbitkan banyak polis dalam satu temapt tersebut,

maka jumlah keseluruhan harga pertanggungan akan menjadi sangat besar dan

tidak mampu ditanggung sendiri.

2. Mengubah atau mengganti ketidakpastian menjadi pasti

Dengan menutup pertanggungan atas berbagai macam risiko objek /

kepentingan yang dipertanggungkan, para penanggung akan menghadapi dan

atau terlibat dalam ketidakpastian, dalam arti bias saja menghadapi risiko

kerugian besar bila terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan banyak

kerugian atas bangunan-bangunan, kekayaan atau kepentingan lain yang

dipetanggungkan padanya, atau sebaliknya, bisa saja penanggung memperoleh

laba atau keuntungan bila tidak terjadi klaim dan atau bila klaim yang terjadi

jumlahnya lebih kecil dari jumlah premi yang didapat dihimpunnya.

3. Memberikan kelenturan underwriting maupun manajemen.

Perusahaan asuransi akan dapat berkembang lebih maju karena telah

memperoleh proteksi reasuransi. Dengan dukungan proteksi reasuransi yang

kuat, perusahaan asuransi akan lebih dapat berani menutup berbagai jenis

pertanggungan atau jenis pertanggungan baru. Biasanya setiap perusahaan

Page 65: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

53

asuransi akan mengatur lebih dahulu penempatan reasuransi kepada

penanggung lain, termasuk perusahaan reasuransi professional, bila ingin

mengembangkan usahanya dengan jenis pertanggungan baru maupun yang

berupa modifikasi atas jenis pertanggungan yang lama.

Kelenturan underwriting yang dapat diperoleh para penanggung pada

prakteknya juga pada jenis pertanggungan dengan jumlah uang pertanggungan

yang tinggi, minimal sampai dengan batas limit jaminan reasuransi yang telah

mereka peroleh.23

5. Tujuan dan Fungsi Reasuransi

Tujuan Reasuransi :

a) Perusahaan asuransi dapat menutup risiko untuk pertanggungan yang melebihi

batas kemampuannya atau objek pertanggungan yang melebihi batas

kemampuannya atau objek pertanggungan yang tingkat risikonya cukup

tinggi.

b) Operasional perusahaan asuransi akan semakin lebih baik, khususnya yang

berkaitan dengan pemenuhan prinsip “The Law of Large Number”

23 Media Informasi Asuransi dan Reasuransi Reinfokus, Reasuransi Syariah (Retakaful)

dengan Akad wakalah Bil Ujrah, Ibid.,, h. 20-22

Page 66: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

54

Fungsi Reasuransi :

a) Menaikkan kapasitas akseptasi perusahaan asuransi atas risiko-risiko yang

melampaui batas kemampuannya karena kelebihan tanggung gugat yang tidak

bisa mereka tamping sendiri akan dijamin oleh penanggung ulang yang telah

bersedia menampungnya.

b) Bila kerja sama reasuransi atas sebagian risiko dilakukan antar sesama

perusahaan asuransi, akan terdapat dua fungsi di dalamnya, yaitu sebagai

penyebaran risio dan sebagai sarana pertukaran bisnis yang mampu

meningkatkan pendapatan premi yang dapat ditahan karena disamping adanya

pengeluaran terdapat pula pemas6.ukkan premi.

c) Secara tidak langsung reasuransi dapat berfungsi membantu membiayai

kegiatan usaha perusahaan, khususnya disesikan berdasarkan kontrak

reasuransi, karena pembayaran sesi premi baru dilaksanakan setelah setiap

triwulan berakhir, bahkan adakalanya setelah setiap enam bulan terakhir.24

24 Media Informasi Asuransi dan Reasuransi Reinfokus, Reasuransi Syariah (Retakaful)

dengan Akad wakalah Bil Ujrah, Ibid.,, h. 23

Page 67: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

55

6. Hubungan Antara Peserta, Operator Asuransi Syariah, dan Operator

Reasuransi Syariah

Operator reasuransi syariah memiliki kontrak dengan operator asuransi

syariah. Sementara itu, operator asuransi syariah memiliki kontrak baik dengan

peserta asuransi syariah maupun dengan operator reasuransi syariah.

Agar pengaturan seperti ini dapat dilakukan tentu kontrak asuransi syariah

antara peserta dengan operator asu ransi syariah haruslah menyatakan dengan jelas

bahwa operator asuransi syariah diperbolehkan untuk membuat kontrak reasuransi

syariah atas risiko tersebut tanpa perssetujuan lebih lanjut dari peserta sepanjang

tujuannya untuk melindungi pool asuransi syariah dan kepentingan para peserta

dalam pool tersebut.

Reasuransi syariah sesungguhnya merupakan salah satu kegiatan utama yang

dilakukan oleh operator asuransi syariah dalam menjalankan amanah pengelolaan

portofolio risiko yang ia terima dari setiap peserta. Pengelolaan portofolio risiko

merupakan obyek dari akad wakalah bil ujrah. Adapun hubungan antara peserta,

operator asuransi syariah, dan operator reasuransi syariah dapat digambarkan sebagai

berikut :

Page 68: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

56

Gambar 2.1

Hubungan Antara Peserta, Operator Takaful dan Operator Retakaful25

Akad Wakalah Akad Tabarru‟

Bil Ujrah

Akad Wakalah Akad Tabarru‟

Bil Ujrah

Dari keterangan gambar tersebut, ada dua akad yang terpisah yaitu akad

takaful antara peserta dan operator takaful serta akad retakaful antara operator takaful

dan operator retakaful. Sama sekali tidak ada akad antara peserta dan operator

retakaful. Konsekuensi dari skema ini adalah bahwa peserta dan operator retakaful

tidak memiliki hubungan kontrak sehingga tidak dapat saling menuntut. Seandainya

setelah terjadi kerugian operator retakaful tidak membayar kewajibannya kepada

operator takaful, maka operator takaful tidak dapat mengurangi pembayarannya

kepada peserta dengan alasan tersebut. Operator takaful berkewajiban untuk

membayar klaim secara penuh, kemudian menagih pool retakaful tanpa sama sekali

melibatkan peserta takaful. Dengan alasan yang sama, peserta sama sekali tidak

punya hak untuk mendatangi operator retakaful untuk menuntut pembayaran

bagiannya. Peserta hanya dapat menuntut haknya kepada operator takaful.

25 Delil Khairat, Makalah Pengantar Retakaful, h. 3

Operator Takaful A

Peserta

Takaful

Pool Takaful

A

Operator Retakaful

B

Pool

Retakaful B

Retakaful

Page 69: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

57

BAB III

TINJAUAN TEORITIS MEKANISME REASURANSI SYARIAH

A. Metode Reasuransi Syariah

Pada dasarnya ada dua metode reasuransi syariah yaitu reasuransi syariah

proportional dan reasuransi non proportional.

1. Reasuransi Syariah Proporti onal

Reasuransi proportional adalah pembagian risiko (risk sharing) secara

proportional antara pool yang dikelola oleh operator takaful dengan pool yang

dikelola oleh operator reasuransi syariah. Risiko atau liability, kontribusi dan

kerugian akan dibagi dengan proporsi yang sama

Dalam hal terjadi klaim, bagian klaim yang menjadi tanggungan para

penanggung ulang juga akan dihitung menurut perbandingan yang seimbang

antara tanggung jawab penanggung ulang dan jumlah tanggung jawab seluruhnya

dikali jumlah kerugian yang terjadi. Untuk lebih jelasnya, dapatlah diuraikan

dengan angka-angka sebagai berikut.

a) Bila terdapat pertanggungan yag dipertanggungkan kembali kepada

penanggung ulang berdasarkan kontrak pertanggungan ulang proportional

sebesar 80% dari jumlah uang yang pertanggungan yang dijamin oleh

penanggung pertama, bagian premi para penanggung ulang juga dihitung

sebesar 80% x tariff (suku premi) x jumlah uang pertanggungan.

Page 70: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

58

b) Seperti contoh diatas, dalam hal terjadi klaim dengan jumlah kerugian

seluruhnya sebesar Rp 100 juta bagian tanggung jawab para penanggung

ulang juga dihitung sebesar 80% dari jumlah kerugian tersebut atau sama

dengan Rp 80 juta.26

2. Reasuransi Syariah Non Proportional

Berbeda dengan Reasuransi syariah proporsional, metode Reasuransi

syariah Non proporsional tidak dikenal pembagian risiko, kontribusi dan kerugian

secara proporsional antara Operator Asuransi Syariah dan Operator Reasuransi

syariah.

Metode non proporsional bekerja berdasarkan besarnya kerugian, lebih

tepatnya dengan first loss basis, bukan besarnya risiko. Pool yang dikelola oleh

Operator Asuransi Syariah akan membayar klaim sampai batas tertentu, dan

sisanya dibayar oleh Operator Reasuransi syariah sampai batas tertentu pula. Oleh

karena itu, Reasuransi syariah Non Proporsional dikenal pula sebagai Excess of

Loss.

Batas besarnya kerugian yang menjadi tanggung jawab Pool Asuransi

Syariah disebut Deductible atau Excess Point atau Retention atau First Loss.

Istilah deductible lebih sering digunakan dari pada yang lain.

26 M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,

ibid., hal. 272 - 273

Page 71: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

59

Batas kerugian diatas deductible yang menjadi tanggung jawab Pool

Reasuransi syariah disebut sebagai limit. Dalam kebanyakan kasus, limit dibagi-

bagi kedalam lapisan-lapisan (layer). Banyaknya layer dan lebar setiap layer

disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan antara Operator Asuransi Syariah

dan Operator Reasuransi syariah.

Besar kerugian yang ditunjukkan garis horizontal pada gambar 3.1 adalah

kerugian yang ditahan oleh Operator Asuransi Syariah atau disebut dengan

deductible, sisanya diberikan kepada Operator Reasuransi syariah pada layer

pertama dan kedua dan seterusnya.

Dalam Excess of Loss, pool asuransi syariah harus siap untuk membayar

semua kerugian sampai sebatas deductible. Pool reasuransi syariah layer pertama

hanya akan terlibat apabila nilai kerugian telah melebihi deductible, Pool

Reasuransi syariah layer kedua baru akan terlibat bila nilai kerugian telah

melewati batas atas layer Pertama, demikian seterusnya. Berikut ini gambar 3.1

mengenai simulasi pada Metode reasuransi syariah Non proporsional.

Page 72: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

60

Gambar 3.1

Struktur Reasuransi Syariah Non-proportional27

Lapisan terbawah merupakan bagian kerugian yang harus ditanggung oleh

pool operator asuransi syariah dengan dana tabarru‟ yang dikelola oleh operator

operasi asuransi syariah. Banyak istilah digunakan untuk lapisan ini mulai dari

Deductible, Excess Point, Retention, atau First Loss. Namun demikian, istilah

deductible lebih populer dan lebih banyak dipakai dari pada yang lain. Seperti

namanya, lapisan ini memang bekerja seperti deductible yang dikenal dalm polis-

polis asuransi, baik konvensional maupun syariah, dimana setiap kerugian yang

terjadi pada objek pertanggungan yang besarnya di bawah atau sama dengan

deductible akan menjadi tanggung jawab tertanggung peserta sendiri tanpa ada

27 Delil Khairat, Makalah Retakaful Non Proportional, h. 5

n th Layer

2nd Layer

1st Layer

Deductible /

excess / point

/ retention /

first loss

Page 73: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

61

pembayaran klaim dari perusahaan asuransi/pool takaful. Bila kerugian terjadi

melebihi deductible, maka tertanggung/peserta tetap akan menanggung sendiri

bagian sebesar deductible itu dan sisanya ditanggung oleh perusahaan

asuransi/pool takaful.

Demikian pula dengan deductible pada retakaful non-proportional, ia

merupakan bagian dari setiap kerugian yang harus ditanggung oleh pool takaful.

Bila klaim-klaim dari risiko mana saja dalam portofolio besarnya tidak menembus

deductible, pool takaful harus menahan besar deductible dan sisa di atasnya akan

ditanggung oleh pool retakaful. Deductible sesungguhnya adalah jumlah

maksimum yang harus ditahan oleh pool takaful pada setiap kerugian. Pada

hakikatnya deductible excess of loss merupakan retensi bagi pool takaful.

Sementara itu lapisan di atas deductible merupakan bagian yang menjadi

tanggung jawab pool retakaful. Bagian itu bisa terdiri dari satu lapisan saja, tetapi

bisa juga disusun atas beberapa lapisan sesuai kebutuhan.28

B. Tipe Reasuransi Syariah

Berdasarkan hubungan antara pool takaful dan pool retakaful dan bagaimana

retakaful itu direalisasikan dan diadministrasikan, ada dua tipe retakaful yaitu

Fakultatif dan Treaty.

28Delil Khairat, Makalah retakaful, Ibid, h. 2

Page 74: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

62

1. Fakultatif

Fakultatif adalah reasuransi syariah yang kontrak atau akadnya dilakukan

per risiko dan sifatnya tidak wajib bagi kedua belah pihak. Tidak ada kewajiban

dipihak operator takaful untuk mensesikan sebagian risiko kepada pool reasuransi

syariah dan tidak ada pula kewajiban bagi operator reasuransi syariah untuk

menerima sesi risiko yang ditawarkan oleh operator takaful. Dalam fakultatif

reasuransi syariah, proses penawaran, akkseptasi, administrasi, dan klaim antara

operator takaful dan operator reasuransi syariah dilakukan risiko per risiko.

Operator reasuransi syariah memiliki akses penuh pada semua informasi detail

dari setiap risiko yang ditawarkan.29

2. Treaty

Treaty adalah kontrak atau akad antara pool asuransi syariah (diwakili

oleh operator reasuransi syariah) dan pool reasuransi syariah (diwakili oleh

operator reasuransi syariah) dimana pool reasuransi syariah yang memberikan

proteksi atau kapasitas otomatis atas suatu portofolio risiko asuransi syariah.

Treaty bersifat wajib bagi kedua belah pihak. Operator asuransi syariah wajib

mensesikan setiap risiko ke dalam pool reasuransi syariah dengan ketentuan dan

syarat-syarat yang telah disepakati sepanjang risiko tersebut tidk bertentangan

dengan ketentuan treaty. Demikian pula operator reasuransi syariah tidak

29 Reinfokus Media Informasi Asuransi dan Reasuransi, Reasuransi Syariah (Retakaful)

dengan Akad Wakalah Bil Ujrah, Edisi 39 Khusus Indonesia Syariah Expo, h.11

Page 75: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

63

memiliki pilihan kecuali diwajibkan menerima sesi risiko tersebut. Dalam treaty

operator reasuransi syariah tidak selalu memiliki kesempatan untuk mengetahui

informasi detail suatu risiko kecuali treaty yang disepakati mensyaratkan agar

operasi asuransi syariah membuat daftar risiko-risiko yang disesikan untuk

diberikan kepada operator reasuransi syariah. Treaty diperuntukkan bagi suatu

portofolio atau kumpulan risiko-risiko untuk jangka waktu tertentu yang

disepakati.

C. Bentuk—bentuk Reasuransi Syariah

Dua metode dan dua bentuk reasuransi syariah menghasilkan empat

kombinasi pada reasuransi syariah yaitu proportional fakultatif, proportional treaty,

non proportional fakultatif, non proportional treaty. Selanjutnya dari empat

kombinasi ini diturunkan bentuk-bentuk reasuransi syariah.30

30 Reinfokus Media Informasi Asuransi dan Reasuransi, Reasuransi Syariah (Retakaful)

dengan Akad Wakalah Bil Ujrah, ibid., h. 11

Page 76: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

64

Gambar 3.2

Bentuk-bentuk Reasuransi Syariah31

1. Proportional Fakultatif

Ciri paling esensial dari fakultatif proportional adalah adanya penawaran

sebagian risiko oleh operator asuransi syariah yang dilanjutkan dengan keputusan

operator reasuransi syariah apakah dapat menerima atau menolak penawaran

tersebut. Sesuai dengan namanya, fakultatif yang berarti bebas, tidak wajib. Maka,

tidak ada kewajiban yang mengikat kedua pihak. Artinya, tidak ada kewajiban

disisi operator asuransi syariah untuk menawarkan risiko kepada operator

reasuransi syariah. Demikian pula, disisi operator reasuransi syariah, sama sekali

tidak ada kewajiban untuk menerima penawaran. Bila menurut analisis dan

31Reinfokus, Edisi Khusus Indonesia Syariah

Retakaful

Proportional

Fakultatif Treaty

Proportional

Fakultatif

Quota

Share

Surplus

Non Proportional

Retakaful

Retakaful

Non

Proportional

Fakultatif

Excess

Of Loss

Stop

Loss

Page 77: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

65

standar underwriting operator reasuransi syariah bahwa suatu risiko dengan

karakter tertentu tidak dapat diterima, maka ia bebas untuk menolaknya.

Selain itu, reasuransi syariah fakultatif adalah penanganan bisnis secara

individual, risiko per risiko, mulai dari proses penawaran, negosiasi, pembayaran

klaim reasuransi syariah.

Kebebasan operator reasuransi syariah untuk menerima atau menolak

suatu risiko serta penanganan proses bisnis secara individual memungkinkan

operator reasuransi syariah untuk mengakses semua detail fakta dan informasi

seputar risiko seolah-olah ia merupakan operator asuransi syariah yang langsung

berhubungan dengan peserta atau pemilik risiko. Ia diperbolehkan misalnya

meminta laporan survei atas risiko tersebut. Bahkan bila dipandang perlu,

operator reasuransi syariah dapat melakukan survei bersama-sama dengan

operator asuransi syariah.32

Contoh reasuransi syariah proportional fakultatif, misalkan pool asuransi

syariah A memiliki retensi sebesar Rp 250.000.000 untuk setiap risiko kendaraan

bermotor. Suatu hari seorang pengusaha sukses ingin mengasuransikan mobil

BMW dengan harga pertanggungan Rp 500.000.000. Suku kontribusi 1% dan

ujrah asuransi syariah 30%. Untuk BMW ini terdapat kelebihan Rp 250.000.000

yang tidak dapat ditahan oleh pool asuransi syariah A sehingga harus ditempatkan

ke pool lain, katakanlah kelebihan itu ditempatkan secara reasuransi syariah

32 Reinfokus, Edisi Khusus Indonesia Syariah

Page 78: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

66

dengan metode fakultatif proportional kepada pool reasuransi syariah B dengan

ujrah untuk operator reasuransi syariah B sebesar 15% dari kontribusi tabarru‟

yang disesikan.

Gambar 3.3

Alokasi risiko antara pool Asuransi Syariah dan pool Reasuransi Syariah B

untuk risiko kendaraan bermotor dengan harga pertanggungan Rp

500.000.00033

Harga pertanggungan = Rp 500.000.000

Retensi Pool Takaful Saham Pool Retakaful

Total kontribusi yang harus dibayar oleh pengusaha tersebut adalah sebesar

Rp500.000.000 X 1% = Rp 5.000.000. Adapun aliran kontribusi diperlihatkan

oleh gambar 3.4 sebagai berikut:

33 Delil Khairat, Makalah Retakaful Proportional Fakultatif, ibid., h. 2

Harga Pertanggungan yang Harga Pertanggungan yang

Ditahan oleh pool Asuransi Ditahan oleh pool

Syariah A Reasuransi Syariah B

50 % X Rp 500.000.000 = 50 % X Rp 500.000.000 =

Rp 250.000.000 Rp 250.000.000

Page 79: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

67

Gambar 3.4

Bagan aliran kontribusi untuk risiko kendaraan bermotor dengan harga

pertanggungan Rp 500.000.000 yang diretakafulkan secara fakultatif proportional

Total Kontribusi

KONTRIBUSI UJRAH

TABARRU‟ TAKAFUL

70% X 5 juta 30% X 5 juta

KONTRIBUSI KONTRIBUSI UJRAH TAKAFUL setelah UJRAH RETAKAFUL

TABARRU‟ TABARRU‟ dikurangi UJRAH 15% X kontribusi

(RETENSI) RETAKAFUL RETAKAFUL tabarru‟ yang disesikan

50 % X 3.5 juta 50 % X 3.5 juta 1.500.000 – 262.500 = 15% X 1.750.000

Dari aliran kontribusi sebagaimana ditunjukkan oleh gambar tersebut.

Kontribusi total yang dibayar oleh pengusaha sukses sebesar Rp 5.000.000 dipilah

menjadi dua komponen yaitu kontribusi tabarru‟ dan ujrah takaful. Operator

takaful A mengambil ujrah sebesar Rp 1.500.000 atau 30% dari kontribusi total.

Uang sebesar Rp 1.500.000 tersebut harus mencukupi untuk membayar urah

untuk agen, menutup biaya operasional, wakalah fee serta biaya retakaful (ujrah

untuk operator retakaful).34

Proporsi kontribusi tabarru‟ yang diterima oleh setiap pool takaful /

retakaful yang terlibat dalam menanggung risiko sama dengan proporsi risiko

34 Delil Khairat, Makalah Retakaful Proportional Fakultatif, Ibid, h. 3

5.000.000

3.500.000 1.500.000

1.750.000 1.750.000 1.237.500 262.500

Page 80: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

68

yang ditanggungnya. Pada contoh di atas, baik operator takaful maupun operator

retakaful sama-sama menerima 50% dari kontribusi tabarru‟ karena mereka

sama-sama bertanggung jawab untuk 50% risiko. Kenyataan ini tentu sangat

sejalan dengan prinsip keadilan yang sangat dijunjung tinggi oleh syariat Islam.

Proporsi yang adil ini tidak selalu dapat dicapai oleh mekanisme reasuransi

konvensional dimana transparansi sebagaimana diuraikan dalam contoh ini, dalam

sebagian besar kasus, tidak pernah terjadi.

Ujrah untuk operator reakaful hampir selalu lebih rendah dari pada ujrah

untuk operator takaful karena biaya-biaya yang mereka keluarkan juga lebih kecil.

Bagi operator retakaful dalam kasus ini, uang sebesar Rp 262.500 haruslah

mencukupi untuk biaya operasional wakalah fee.

Besarnya ujrah takaful maupun ujrah retakaful tentu tidak harus sama

untuk semua risiko. Beberapa faktor yang mempengaruhinya adalah bagaimana

risiko itu diperoleh (metode pemasaran), tingkat efisiensi operator takaful maupun

operator retakaful, perlu tidaknya retrosesi serta tingkat wakalah fee. Risiko yang

diperoleh melalui perantara baik agen maupun broker tentu membutuhkan biaya

yang lebih tinggi dari pada risiko yang dibawa langsung oleh peserta ke kantor-

kantor Operator Takaful. Semakin efisien operasional suatu operator, semakin

kecil pula biaya.

Semua operator yang terlibat dalam pengelolaan suatu risiko berkewajiban

untuk mengusahakan ujrah yang serendah mungkin. Dengan demikian kontribusi

total yang harus dibayar peserta dapat pula ditekan. Atau bila peserta setuju

Page 81: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

69

membayar kontribusi total yang sama, maka ujrah yang kecil akan memperbesar

komponen kontribusi tabarru‟. Hal ini jelas memberi manfaat kepada seluruh

peserta pool.35

Katakanlah suatu waktu sang pengusaha sukses menghabiskan akhir

pekan bersama keluarganya di Bandung. Dalam perjalanan kembali ke Jakarta

tiba-tiba mobil di depan berhenti mendadak, sang pengusaha terkejut dan secara

spontan menginjak rem sedalam-dalamnya. Jarak antar kendaraan terlalu dekat,

dan mobil pun menghantam bagian belakang sedan didepannya.

Tidak itu saja, sang pengusaha juga harus bertanggung jawab atas

kerusakan yang dialami oleh sedan didepannya. Dari kronologis kejadian, tidak

bisa dibantah, sang pengusaha merupakan pihak yang bersalah karena tidak

menjaga jarak aman dan memacu mobil dengan kecepatan di atas batas yang

diperbolehkan oleh peraturan di jalan tol. Katakanlah total klaim kepada pool

takaful A atas biaya perbaikan kedua mobil adalah Rp 80.000.000. Alokasi klaim

tersebut dapat digambarkan oleh gambar 3.5.

Jadi, karena sejak awal pool takaful dan pool retakaful berbagi risiko ini

dengan bagian yang sama besar, maka kerugian pun dibagi dengan proporsi yang

sama besar, maka kerugian pun dibagi dengan proporsi yang sama besar, sehingga

masing-masing harus bertanggung jawab sebesar Rp 40.000.000. Bagian pool

35 Delil Khairat, Makalah Retakaful Proportional Fakultatif, Ibid, h. 4

Page 82: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

70

retakaful di transfer ke operator takaful untuk disatukan dengan bagian pool

takaful dan selanjutnya dibayarkan kepada peserta.36

Gambar 3.5

Alokasi klaim antara Pool Takaful dan Pool Retakaful B

Untuk kerugian sebesar Rp 80.000.000

Harga pertanggungan = Rp 500.000.000

Kerugian

Rp 80 juta

Retensi Cedant Saham Pool Retakaful

2. Non – Proportional Fakultatif

Retakaful yang akad atau kontraknya terdapat adanya penawaran sebagian

risiko oleh operator takaful (perusahaan asuransi syariah) yang dilanjutkan

dengan keputusan operator retakaful (perusahaan reasuransi syariah) apakah dapat

menerima atau menolak penawaran tersebut. Letak perbedaan dengan fakultatif

proportional adalah dalam pembagian risikonya dibagi secara proportional,

sedangkan pada bentuk retakaful fakultatif non proportional pembagian risikonya

berdasarkan besarnya kerugian bukan berdasarkan risiko. Pool yang dikelola oleh

operator takaful akan membayar klaim sampai batas tertentu dan sisanya dibayar

36 Delil Khairat, Makalah Retakaful Proportional Fakultatif, Ibid, h. 5

50% X Rp 80 Juta = 40 juta 50% X 80 Juta = 40 juta

Page 83: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

71

oleh pool yang dikelola oleh operator retakaful sampai batas tertentu pula. Oleh

karena itu, retakaful non proportional dikenal pula sebagai Excess Of Loss.37

Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa, batas besarnya

kerugian yang menjadi tanggung jawab pool takaful disebut deductible atau

excess point atau retention. Batas kerugian di atas deductible yang menjadi

tanggung jawab pool retakaful disebut sebagai limit. Dalam kebanyakan kasus,

limit dibagi-bagi kedalam lapisan-lapisan (layer). Banyaknya layer dan lebar

setiap layer disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan antara operator

takaful dan operator retakaful.

Dalam Excess Of Loss, pool takaful harus siap untuk membayar semua

kerugian sampai sebatas deductible. Pool retakaful layer pertama hanya akan

terlihat apabila nilai kerugian telah melebihi deductible, pool retakaful layer

kedua baru akan terlihat bila nilai kerugian telah melewati batas atas layer

pertama, demikian seterusnya. Lihat gambar 3.1.

3. Proportional Treaty

Dengan digunakan metode ini, dibuat perjannjian antara operator asuransi

syariah dan operator reasuransi syariah. Operator reasuransi syariah secara

otomatis menerima tanggung jawab tertentu untuk semua risiko yang berada

dalam cakupan perjanjian. Ini adalah kontrak yang mengikat kedua belah pihak.

Operator reasuransi syariah tidak dapat menolak risiko dan operator asuransi

37 Reinfokus Media Informasi Asuransi dan Reasuransi, ibid., h. 11

Page 84: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

72

syariah harus memberikan semua risiko yang dikelolanya yang berada dalam

cakupan perjanjian.

Kedua pihak yang terikat kontrak, operator asuransi syariah dan operator

reasuransi syariah, telah menyepakati hak dan kewajiban masing-masing di

bawah treaty tersebut dan kedua belah pihak itu secara otomatis terikat untuk

transaksi bisnis yang akan dilakukan oleh operator takaful, kedua pihak tidak

boleh memilih yang berada di luar perjanjian tersebut. Untuk treaty, berlaku

otomatis secara langsung ketika risiko sudah diaksep dalam skema asuransi

syariah oleh operator.

Treaty diperuntukkan bagi suatu portofolio atau kumpulan risiko-risiko

untuk jangka waktu tertentu yang disepakati. Treaty proportional merupakan

kontrak yang bersifat terus-menerus (continuing contract) dengan ketentuan

adanya peninjauan atas ketentuan dan syarat-syarat setahun sekali.

Proportional treaty yaitu sebuah tipe takaful yang mengikatkan dua pihak

atau lebih pihak, yaitu operator takaful dan operator retakaful. Dimana operator

takaful wajib mensesikan setiap risikonya ke dalam pool retakaful dengan

ketentuan-ketentuan serta syarat-syarat yang telah disepakati sepanjang risiko

tersebut tidak dikecualikan oleh treaty atau ketentuan polis risiko tersebut tidak

bertentangan dengan ketentuan treaty. Demikian pula retakaful tidak memilki

pilihan kecuali diwajibkan menerima sesi risiko tersebut. Dan bila terjadi hal

klaim, pembagian kerugiannya dibagi secara proportional antara operator takaful

dengan operator retakaful.

Page 85: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

73

Berdasarkan gambar 3.2 tipe proportional treaty dibagi menjadi 2 yaitu

quota share dan surplus :

a. Quota Share

Quota share merupakan metode treaty proportional yang paling

sederhana. Dengan quota share, operator takaful dan operator retakaful membuat

kesepakatan jangka panjang untuk membagi setiap risiko yang dimiliki oleh pool

takaful kepada pool retakaful dimana proporsi atau pesentase pembagiannya

tetap atau sama untuk setiap risiko. Risiko sebesar atau sekecil apapun akan

dibagi dengan pesentase yang sama sampai batas maksimal yang telah disepakati.

Batas maksimal besarnya risiko yang dapat ditampung oleh retakaful quota share

ini disebut sebagai limit treaty (treaty limit).

Selain persentase pembagian risiko, pada perjanjian quota share operator

takaful dan operator retakaful juga menyepakati ketentuan-ketentuan lain yang

secara detail mengatur realisasi bisnis antara kedua pihak. Ketentuan-ketentuan

itu antara lain meliputi beberapa ujrah untuk operator takaful, ujrah untuk

operator retakaful, risiko apa saja yang tidak boleh disesikan (pengecualian),

pelaporan realisasi bisnis (statement of account), mekanisme pembagian surplus

underwriting (bila ada) dan sebagainya.

Misalkan operator takaful A mengelola pool takaful A, kali ini untuk kelas

bisnis takaful kebakaran dengan retensi sebesar Rp 200.000.000. Setiap risiko

yang nilai risikonya diatas nilai retensi ditempatkan secara retakaful fakultatif

Page 86: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

74

proportional. Sepanjang tahun lalu operator A ternyata mendapat banyak properti

yang nilai risikonya di atas Rp 200.000.000 hingga Rp 700.000.000. Akibatnya

operator A kewalahan menangani proses retakaful fakultatif. Selain menyebabkan

pembengkakan biaya operasional, terjadi pula beberapa keterlambatan pelayanan

kepada nasabah yang berdampak negatif bagi citra perusahaan yang dibangun

dengan susah payah.

Kenyataan tersebut telah cukup untuk menjadi alasan bagi manajemen

Operator Takaful A untuk mencoba menggunakan metode lain yang lebih efisien

namun tetap efektif dalam melakukan retakaful. Setelah mempelajari statistik dan

profil portofolio beberapa tahun terakhir, manajemen Operator Takaful A sampai

pada keputusan bahwa program yang paling ideal bagi mereka adalah memiliki

treaty quota share dengan treaty limit hingga Rp 800.000.000 dimana mereka

akan menahan 20% maksimum Rp 200.000.000 sebagai retensi dan memberikan

80% risiko kepada pool-pool retakaful. Format ini yang dirasa ideal bagi operator

takaful A, dimana semua portofolio mereka dapat diserap oleh treaty, biaya

operasional ditekan dan pelayanan kepada para peserta atau calon peserta menjadi

lebih cepat dan pasti. Volume pertanggungan dan pendapatan kontribusi

diperkirakan akan meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya dimana

belum ada kepastian treaty otomatis.

Berbekal proposal itu, manajemen operator takaful A menemui operator

retakaful B yang dipilih sebagai Leading Retakaful Operator. Operator retakaful

B selanjutnya akan mempelajari proposal tersebut dan bukan tidak mungkin

Page 87: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

75

mereka berbeda pendapat dengan operator takaful A. Setelah melalui diskusi

antara kedua perusahaan, tercapailah kesepakatan untuk menggunakan Treaty

Quota Share 60% dengan 100% Treaty Limit Rp 500.000.000.

Ini artinya pembagian untuk setiap risiko adalah 40% ditahan oleh Pool

Takaful A (retensi) dan 60% akan diberikan kepada pool-pool retakaful. Adapun

maksimum besarnya risiko yang dapat ditampung secara otomatis adaah sebesar

Rp 500.000.000. Bila ada risiko yang ternyata nilainya melebihi batas maksimum

Rp 500.000.000, maka kelebihannya akan ditempatkan dengan cara lain, misalnya

dengan retakaful fakultatif. Aturan ini diterapkan pada setiap risiko. Pembagian

risiko dengan treaty quota share ini dapat diilustrasikan sebagai berikut.

Gambar 3.6

Alokasi risiko dengan Treaty Quota Share untuk portofolio

Asuransi kebakaran Pool Takaful A38

100% Treaty Limit: Rp 500 juta

38 Delil Khairat, Makalah Quota Share and Surplus, h. 1-4

RETENSI

40%

maksimum

Rp 200 juta

Pool

Takaful A

QUOTA SHARE

60% maksimum

Rp 300 juta

Pool Retakaful B

Page 88: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

76

Misalkan pada suatu hari seorang agen berhasil mendapatkan lima

nasabah baru dengan nilai risiko masing-masing sebagai berikut:

Properti 1 Rp 500.000.000

Properti 2 Rp 200.000.000

Properti 3 Rp 300.000.000

Properti 4 Rp 50.000.000

Properti 5 Rp 800.000.000

Alokasi risiko untuk setiap properti akan terlihat sebagai berikut:

Gambar 3.7

Alokasi Risiko dengan Treaty Quota Share untuk beberapa risiko

Dengan Harga Pertanggungan yang berbeda39

39 Delil Khairat, Makalah Quota Share and Surplus, ibid., h. 5

Alokasi Risiko dengan Treaty Quota Share

200

80

120

20

200

300

120

180

30

300 300

0 200 400 600 800 1000

Properti 1

Properti 2

Properti 3

Properti 4

Properti 5

Retansi Quota Share Sisa

Page 89: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

77

Dapat dilihat dari gambar diatas bahwa untuk properti 1 sampai 4,

alokasinya tetap, retensi 40% dan quota share 60%. Perbedaan terdapat pada

properti ke 5 dimana harga pertanggungan melebihi limit 100% quota share

sehingga ada sisa sebesar Rp 300.000.000. Misalkan semua sisa risiko

ditempatkan secara fakultatif, maka alokasi risikonya menjadi Retensi

Rp200.000.000 (25%), quota share Rp 300.000.000 (37.5%) dan fakultatif

Rp300.000.000 (37.5%). Akan tetapi kalau kita abaikan dulu sisa sebesar

Rp300.000.000, dapat dilihat bahwa perbandingan antara retensi dan quota share

tidak berubah yaitu 40% dan 60%.

Katakanlah pada properti 3 terjadi kerugian sebesar Rp 200 juta, maka

pembagian tanggung jawab atas klaim antara operator takaful dan operator

retakaful adalah

Page 90: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

78

Gambar 3.8

Alokasi Kerugian Sebesar Rp 200.000.000 untuk Treaty Quota Share 60%

Antara Pool Takaful A dan Pool Retakaful B

Harga Pertanggungan: Rp 300 juta

b. Surplus

Sama dengan quota share, surplus termasuk metode treaty proportional

dimana risiko, kontribusi tabarru‟ dan klaim dibagi secara proportional antara

retensi pool takaful dan pool retakaful. Perbedaan paling mendasar adalah bahwa

dengan treaty surplus, operator takaful mendapatkan yang tidak dinikmati dengan

quota share, yaitu keleluasaan menetapkan retensi.

Alokasi risiko dalam treaty surplus didasarkan pada penetapan besarnya

retensi pool takaful oleh operator takaful dan kemudian bagian retakaful

dinyatakan sebagai kelipatan dari retensi tersebut. Retensi dalam surplus dikenal

sebagai a line atau satu line dan bagian pool retakaful juga dinyatakan dalam line,

bisa 1 line, 2 lines, 10 lines dan seterusnya.

RETENSI

= 40% x Rp 200

juta

=Rp 80 Juta

Pool Takaful A

QUOTA SHARE

= 60% x Rp 200 juta

= Rp 120 Juta

Operator Retakaful B

Page 91: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

79

Misalkan sebuah Pool Takaful Z memiliki retensi untuk takaful kebakaran

sebesar Rp 200.000.000 untuk setiap risiko. Pengalaman beberapa tahun terakhir

menunjukkan bahwa harga pertanggungan tertinggi yang pernah diterima adalah

Rp 1.100.000.000, tetapi hanya 2% risiko yang memiliki harga pertanggungan

diatas Rp 1.000.000.000. Treaty Surplus dengan kapasitas otomatis sebesar

Rp1.000.000.000 dianggap sudah mencukupi dan sisa risiko di atas itu akan

ditempatkan secara fakultatif. Treaty Surplus Pool Takaful Z dapat digambarkan

seperti di bawah ini

Gambar 3.9

Alokasi Risiko dengan Treaty Surplus untuk portofolio asuransi kebakaran Pool

Takaful Z dengan retensi maksimum Rp 200.000.000

dan limit treaty Rp 800.000.00040

40Delil Khairat, Makalah Quota Share and Surplus.

RETENSI

Maksimum

Rp 200 juta

Pool Takaful Z

SURPLUS

4 Lines Maksimum Rp 800 juta

Pool Retakaful X

100% Treaty Limit: Rp 800 juta

Total Kapasitas Otomatis: Rp 1.000 juta

Page 92: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

80

4. Non-Proportional Treaty

Dalam tipe retakaful non-proprtional treaty merupakan kontrak yang

mengikatkan diri antara operator takaful dengan operator retakaful. Dimana

operator takaful wajib mensesikan setiap risikonya ke dalam pool retakaful

dengan ketentuan-ketentuan serta syarat-syarat yang telah disepakati sepanjang

risiko tersebut tidak dikecualikan oleh treaty atau ketentuan polis risiko tersebut

tidak bertentangan dengan ketentuan treaty. Demikian pula retakaful tidak

memiliki pilihan kecuali diwajibkan menerima sesi risiko tersebut.

Yang membedakan dengan proportional treaty adalah dalam hal terjadi

kerugian, dalam proportional treaty dibagi secara proportional sedangkan pada

non proportional pembagiannya dibagi secara non proportional sebagaimana

yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa pool takaful hanya

menahan kerugian sampai batas tertentu dan sisanya di atas jumlah itu akan

ditanggung oleh pool retakaful. Dengan kata lain, pada retakaful non

proportional, pool retakaful bertanggung jawab untuk bagian kerugian di atas

jumlah tertentu.

a. Manfaat Serta Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan pihak penanggung pertama membeli atau memerlukan

proteksi berdasarkan kontrak reasuransi non proportional tidak lain adalah untuk

memperbesar atau meningkatkan daya tampung sendiri atas setiap beban risiko

yang ditanggungnya, baik yang bersifat risiko khusus dari tiap-tiap objek atau

Page 93: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

81

kepentingan-kepentingan yang berdiri sendiri atau terpisah maupun terhadap

risiko-risiko yang terletak dalam satu komplek / wilayah yang lazimnya

dikategorikan sebagai satu risiko serta risiko-risiko lain yang dapat terjadi secara

beruntun dan / atau merupakan satu rangkaian peristiwa yang dapat menimbulkan

kerugian akumulatif dan masih dikategorikan sebagai satu kejadian.

Dari sisi pihak penanggung ulang, tujuan memberikan proteksi kontrak

reasuransi non proportional kepada penanggung pertama adalah memberikan

suatu perlindungan keuangan perusahaan dalam rangka mengubah ketidapastian

demi kelangsungan kehidupan usaha pihak penanggung pertama. Dengan proteksi

semacam ini pihak penanggung pertama paling tidak telah berusaha memperkecil

terjadinya beban besar yang harus ditanggung, bahkan mereka akan dapat

terhindar dari ancaman kebangkrutan.

Dari uraian tersebut di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa

penggunaan metode reasuransi dengan jenis atau tipe kontrak reasuransi non

proportional dapat memberikan manfaat bagi penanggung pertama antara lain

mengatasi keterbatasn kapasitas daya tampung sendiri (OR), penempatan

reasuransi dengan biaya yang ekonomis, premi yang diahan penanggung pertama

menjadi lebih besar, memperoleh proteksi yang baik, dapat memperkecil risiko,

dan memperoleh perlindungan untuk menjaga kestabilan atau kelestarian usaha.

Page 94: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

82

b. Jenis-jenis atau Tipe Kontrak Reasuransi Non Proportional

Menurut teori maupun praktek, dalam kategori kontrak reasuransi non

proportional terdapat tiga jenis atau tipe kontrak reasuransi sebagaimana tersebut

dibawah ini.

1) Excess of loss

Jika ditinjau dari definisi kontrak reasuransi non proportional

sebagaimana disebut di muka, jaminan jumlah kerugian yang menjadi beban

penanggung ulang setelah underlying net retention maupun underlying net

retention itu sendiri selalu dinyatakan dalam sejumlah uang tertentu, misalnya

Rp250.000.000 in excess of Rp 100.000.000.

Dengan contoh tersebut, dalam hal terjadi suatu kerugian sebesar

Rp350.000.000, maka yang menjadi tanggung jawab penanggung ulang adalah

sebesar Rp 250.000.000. Apabila terjadi suatu kerugian yang menjadi beban

penanggung semula hanya sebesar lebih kecil atau sama dengan Rp 100.000.000,

penanggung ulang bebas dari tuntutan ganti kerugian. Sebaliknya, apabila jumlah

kerugian yang harus ditanggung penanggung semua melebihi dari jumlah

Rp350.000.000, katakanlah Rp 400.000.000, pihak penanggung harus

menanggungnya sendiri sebesar Rp 100.000.000 (U.N.R) ditambah Rp50.000.000

Page 95: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

83

atau Rp 150.000.000 karena batas tanggung jawab tertinggi pihak penanggung

ulang untuk setiap kali kejadian atau peristiwa hanyalah sebesar Rp250.000.000.41

Sistem excess of loss treaty lazimnya diterapkan dalam menghadapi

”Catastrophic risk” atau ”Accumulation of risk” yaitu kemungkinan terjadinya

suatu klaim dalam jumlah yang sangat besar dalam satu perisitiwa (in one event),

misalnya:

a) Pertanggungan kecelakaan pribadi terhadap penumpang pesawat terbang.

b) Tertimbunnya muatan barang secara terus menerus dalam gudang

pelabuhan (asuransi pengangkutan laut dengan klausa 15 hari)

c) Kendaraan bermotor pribadi yang di pool dalam suatu tempat tertentu

(resiko kebakaran).

d) Risiko bencana alam (gempa bumi, letusan gunung berapi)

Underlying Retention (U/R)

Berbeda dengan ”Own retention” dalam quota share atau surplus treaty,

yang mana erat hubungannya dengan ”kemampuan” ceding company, maka

jumlah ”underlying retention” pada hakikatnya tidak ada kaitannya dengan

kemampuan termaksud di atas.

41 A.J. Marianto, Reasuransi, ibid., h. 87-89

Page 96: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

84

Besarnya jumlah yang ditetapkan sebagai U/R tergantung pada

pengalaman klaim yang diperoleh selama tahun-tahun silam (5 s/d 10 tahun) dan

perhitungan didasarkan atas berbagai metode, antara lain:

a. Variation in loss ratio method (variasi dalam persentasi kerugian)

b. Loss frequency method (frekuensi terjadinya kerugian)

c. Integrated cost method (perbandingan biaya dengan bentuk reasuransi

lain)

Di dalam praktek biasanya diadakan pengelempokkan dari besarnya

jumlah-jumlah klaim, sehingga penetapan underlying retention akan lebih

sempurna dan wajar bagi pihk-pihak yang bersangkutan.

Contoh penetapan U/R untuk asuransi kendaraan bermotor:

Kerugian dalam persentase daripada penghasilan premi bersih

(Gross Net Premium Income per year)

Kel Besarnya claim (Rp) 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-2

1

2

3

4

5

6

7

Kurang dari 1.000.000

1.000.001 s/d 3.000.000

3.000.001 s/d 5.000.000

5.000.001 s/d 7.000.000

7.000.001 s/d 9.000.000

9.000.001 s/d 11.000.000

Lebih dari 11.000.001

18%

12%

8%

3%

1%

1%

0%

20%

10%

7%

4%

2%

0%

1%

15%

12%

6%

4%

2%

1%

0%

21%

7%

7%

5%

0%

1%

0%

17%

9%

10%

4%

2%

2%

1%

18.2%

10%

7.6%

4%

1.4%

1%

0.4%

Annual Claim Ratio 43% 44% 40% 41% 45% 42.6%

Page 97: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

85

Dalam perhitungan yang sederhana, jika dikehendaki U/R sebesar

Rp5.000.000 (lihat kelompok 3), maka claim ratio bagi perusahaan penyalur

(ceding company) itu sendiri (claim O/R) minimal berjumlah rata-rata (18.2 + 10

+ 7.6)% = 35.8%.

Dengan demikian premi persentase (premium rate) yang akan ditetapkan

terhadap reinsurer tidak akan melebihi 42.6% - 30% = 12.6% oleh karena dalam

”kelompok 4 s/d 7” masih ditanggung oleh ceding company, bagian jumlah-

jumlah claim sebesar Rp 5.000.000.

Premi

Seperti telah diuraikan di atas bahwa ”Excess of loss treaty” tergolong

pada ”non proportional reinsurance” yaitu bahwa tidak terdapat perimbangan

yang tetap antara premi yang diterima dan bagian yang menjadi tanggungan dari

masing-masing pihak.

Pada prinsipnya reinsurer menanggung keadaan (underwriting policy) dari

ceding company, seperti halnya ceding company menanggung tertanggungnya.

Oleh karena itu penentuan ”Premium rate” atau bagian premi yang harus dibayar

oleh ceding company kepada reinsurer tergantung pada keadaan ceding company,

teristimewa pangalaman klaim-klaimnya selama tahun-tahun lalu.

”Premium rate” biasanya diucapkan dalam persentase dan diperhitungkan

dari seluruh penghasilan premi bersih atau Gross Net Premium Income (GNPI)

atau ada kalanya disebut pula ”Net Retained Premium”.

Page 98: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

86

Yang dimaksud dengan GNPI adalah premi bruto (tidak termasuk biaya)

dikurangi dengan premi restitusi / pembatalan (jika ada) bonus (dividen), dan

premi reasuradur (misalnya reasuransi fakultative atau obligatory yang lain).

Pada umumnya ceding company diwajibkan membayar premi muka

(premi minimum) kepada reinsurer, yaitu sejumlah premi yang perhitungannya

didasarkan atas perkiraan penghasilan premi bersih yang diterima oleh ceding

company dalam jangka waktu tertentu.

Pada akhir tahun kontrak akan diadakan perhitungan kembali, dalam arti

kata apakah ceding company akan membayar premi tambahan atau tidak

sedangkan premi minimum menjadi hak sepenuhnya daripada reinsurer.

Contoh:

Perusahaan Asuransi A mempunyai ”Excess Of Loss Treaty” untuk jenis asuransi

kendaraan bermotor dengan data-data sbb:

Underlying Retention sebesar Rp 400.000

1st layer Rp 3.000.000

Perkiraan GNPI (Penghasilan Premi bersih setahun) Rp 100.000.000

Persentase premi (premium rate) 6.5%

Premi minimum yang harus dibayar muka biasanya ditetapkan antara (50 s/d

70)% x rate x GNPI, misalnya : 60% x 6.5% x Rp 100.000.00 = Rp 3.900.000

Seandainya penghasilan premi bersih pada akhir tahun berjumlah Rp 150.000.000

maka premi yang seharusnya dibayar adalah: 6.5% x Rp 150.000.000 =

Page 99: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

87

Rp9.750.000 sehingga dengan demikian ceding company harus membayar premi

tambahan sebesar Rp 5.850.000.

Jika terjadi sesuatu klaim sebesar Rp 540.000 → ceding company menanggung

Rp 400.000 dan reinsurer menanggung Rp 140.000.42

Excess Of Loss, yang bila ditinjau dari sisi proteksi dan cara kerjanya terdapat

dua bentuk yaitu:

1. Working Excess of Loss

Yang disebut dengan working cover adalah kontrak-kontrak excess of

loss (X-loss) saat kedua pihak, pemberi sesi dan penanggung ulang, menerima

dan sepakat bahwa akan selalu terjadi kerugian-kerugian secara berkala.

Karenanya mereka memberi proteksi jumlah bisnis harian yang dijamin. Titik-

titik kelebihan / sisa adalah rendah dan mudak sekali dicapai karena kerugian-

kerugian yang terjadi sehingga mereka dapat memberi perlindungan, baik

untuk setiap polis (anyone policy) maupun terbentang untuk setiap risiko

(anyone risk).

Dalam rangka memperjelas tentang cara kerja kedua jenis working X-

loss cover seperti yang telah disebutkan di atas, dibawah ini akan diberikan

suatu contoh dengan angka-angka sebagai berikut:

42 Hendroyono, Property and Pocuniary Insurance, ibid., h. 49 - 50

Page 100: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

88

a) Sebuah penanggung telah memiliki X-loss cover yang menjamin bisnis

kebakaran untuk Rp 300.000.000 i.e.o Rp 50.000.000. Suatu saat terjadi

kebakaran yang menimbulkan kerusakan-kerusakan atas 3 risiko atau

bangunan yang berdekatan. Biaya perbaikan atas setiap kerusakan dari

ketiga bangunan tersebut masing-masing sebesar Rp 30.000.000,

Rp20.000.000, Rp 15.000.000. Dalam satu peristiwa ini penanggung

membayar seluruh kerugian dari ketiga gedung termaksud sebesar

Rp65.000.000, (jumlah gabungan atau kerugian akumulatif = aggregate

loss). Karena kejadian atau peristiwa ini penanggung ulang wajib

membayar bagian yang menjadi tanggung jawabnya sebesar

Rp15.000.000, bila jaminan (cover) dari pihak penanggung ulang telah

diatur dan disepakati atas dasar setiap kejadian atau perisitiwa.

b) Namun, apabila jaminan yang diberikan oleh penanggung ulang dalam

working X-loss cover diatur dan disepakati untuk setiap risiko, harus

diperhatikan lebih dahulu jumlah kerugian dari setiap bangunan yang

mengalami kerugian dalam satu kejadian atau peristiwa termaksud.

Dengan contoh angka-angka kerugian seperti yang telah dikemukakan di

atas, maka penanggung ulang bebas dari tanggung jawab atas ketiga

bangunan yang mengalami kerugian karena jumlahnya masih di bawah

U.N.R untuk setiap risiko atau bangunan tersebut.

Page 101: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

89

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perhitungan atau penetapan

premi untuk kontrak reasuransi non proportional adalah berbeda dengan

perhitungan atau penetapan premi pada kontrak reasuransi proportional.

Untuk X-loss treaties metode penetapan premi pada working X-loss pada

dasarnya sangat tergantung pada sistem burning cost berdasarkan pada

statistik lima tahun.

Di bawah ini akan disajikan dasar perhitungan premi untuk working X-

loss treaty dengan angka-angka statistik sebagai berikut.

Tahun Jumlah Premi

(1 Tahun)

Jumlah Kerugian Kejadian Jumlah Kerugian

2005

2006

2007

2008

2009

1.500.000.000

1.750.000.000

2.000.000.000

3.250.000.000

4.500.000.000

665.000.000

595.000.000

295.000.000

475.000.000

770.000.000

14

14

8

10

15

95.000.000

80.000.000

30.000.000

55.000.000

110.000.000

Total 13.000.000.000 2.800.000.000 61 370.000.000

Metode perhitungan burning cost didasarkan pada kerugian yang

melampaui excess point selama jangka waktu tertentu lima tahun dibagi

dengan premi untuk jangka waktu yang sama dan dikaitkan dengan seratus

persen. Berdasarkan contoh seperti tersebut di atas, maka:

370.000.000

Burning costs = x 100% = 2,846%

13.000.000.000

Page 102: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

90

Burning cost murni ini biasanya ditambah faktor beban (loading

factor) yang lazimnya sebesar 100/70 atau 100/75 untuk biaya-biaya dengan

memperhatikan naik turunnya bisnis dimasa depan dan sedikti keuntungan

yag diharapkan bagi penanggung ulang.

Bila faktor beban yang diterapkan 100/75, burning cost akhir menjadi

2,846% x 100/75 = 3,795% dan tarif ini akan digunakan untuk perhitungan

premi working X-loss covers tahun 1991. Dalam praktek, biasanya ditetapkan

pula tarif minimum dan maksimum agar terdapat kelenturan (fleksibilitas)

bukan ditetapkan suatu tarif tetap.

Contoh lain dapat dikemukakan bahwa adakalanya penanggung ulang akan

menggunakan tarif minimum dan maksimum yang didasarkan pada

pengalaman yang sebenarnya dari tahun 2009 dan diperhitungkan pada akhir

tahun 2009. Apabila jumlah premi untuk tahun 2009 mencapai Rp

4.800.000.000 dan jumlah kerugian yang melampaui U.N.R. seluruhnya

sebesar Rp 150.000.000 burning cost untuk tahun itu adalah

150.000.000

x 100% = 3,125%

4.800.000.000

Metode perhitungan suku premi working X-loss covers

Selanjutnya, bila faktor beban tambahan yang dikenakan adalah

100/75 tarif premi menjadi 100/75 x 3,125% = 4,167% dan dalam jumlah

uang premi yang harus dibayar kepada penanggung ulang adalah 4,167% x

Rp4.800.000.000 = Rp 200.016.000. Dengan metode perhitungan premi akhir

Page 103: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

91

untuk working X-loss covers seperti yang telah dikemukakan di sini, premi

yang sebenarnya harus dibayar baru dapat diketahui pada akhir tahun 2009.

Dengan kenyataan ini penanggung ulang harus menunggu demikian lama

untuk menerima pembayaran premi meskipun dapat saja terjadi kemungkinan

bahwa para penanggung ulang sewaktu-waktu sudah harus membayar ganti

kerugian selama jangka waktu satu tahun yang sedang berjalan. Metode

pembayaran premi demikian jelas tidak menguntungkan pihak penanggung

ulang.

Untuk mengatasi hal yang demikian, lazimnya pihak penanggung

ulang akan menetapkan suatu jumlah minimum deposit yang diperkirakan

jumlahnya lebih kecil dari jumlah premi yang diperkirakan akan diperoleh

setelah akhir tahun 2009, pada saat jumlah pendapatan premi secara

keseluruhan telah diketahui.

Apabila minimum deposit untuk tahun 2009 tersebut ditetapkan

Rp150.000.000 dan dengan perkiraan pendapatan premi sebesar

Rp4.800.000.000 serta jumlah pemi yang harus dibayarkan kepada

penanggung ulang sebesar Rp 200.016.000. pada saat perhitungan

penyesuaian pihak penanggung pertama selaku tertanggung yang

bersangkutan harus membayar lagi sejumlah Rp 50.016.000.

Berbicara tentang minimum deposit, pada umumnya pihak

penanggung ulang menganggap atau mengartikan sebagai jumlah premi yang

paling kecil (minimum premium) yang harus dibayar oleh pemberi

Page 104: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

92

sesi/tertanggung. Jadi, bila perhitungan akhir dari jumlah premi yang harus

diterima oleh penanggung ulang lebih kecil dari minimum deposit (M.D),

premi yang harus dibayar pihak tertanggung / penanggung pertama adalah

sebesar jumlah minimum deposit yang telah ditetapkan.

Minimum deposit lazimnya dibayar setiap triwulan dan paling banyak

dilakukan empat kali angsuran, dengan pembayaran pertama pada tanggal

awal berlakunya masa pertanggungan (katakanlah 1 Januari), pembayaran

kedua pada tanggal 1 April, ketiga pada tanggal 1 Juli, dan yang keempat pada

tanggal 1 Oktober dari tahun yang bersangkutan.

Contoh perhitungan premi yang harus dibayar lebih kecil dari

minimum deposit adalah sebagai berikut.

data : 1. Jumlah premi seluruhnya selama satu tahun Rp 4.000.000.000

2. Jumlah klaim yang dibayar setelah U.N.R. Rp 60.000.000

3. Faktor loading = 100/75 dan M.D. = Rp 150.000.000

60.000.00

Tarif premi = x 100% = 1,50%

4.000.000.000

100

Tarif premi plus faktor loading = x 1,50% = 2,00%

75

Perhitungan premi dalam jumlah uang = 2,00% x Rp 4.000.000.000

adalah Rp 80.000.000. Hasil perhitungan akhir ini ternyata lebih kecil dari

jumlah minimum deposit yang ditetapkan Rp 150.000.000. Dalam hal seperti

Page 105: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

93

ini pihak penanggung ulang tidak perlu mengembalikan kelebihan minimum

deposit yang telah mereka terima.43

2. Catastrophical Excess of Loss

Lain halnya dengan working X-loss cover, jaminan yang dijanjikan

dalam catastrhopical excess of loss adalah untuk risiko kerugian yang terjadi

dalam satu kejadian dan / atau serangkaian peristiwa yang masih ada

kaitannya akibat bencana besar sampai dengan jumlah jaminan tertentu

setelah U.N.R dilampaui. Peristiwa atau bencana besar yang dimaksud antara

lain akibat:

a) Air bah dan / atau banjir bandang yang dapat melanda wilayah yang luas.

b) Topan atau siklun yang sering diikuti banjir besar.

c) Gempa bumi dan letusan gunung berapi, dan

d) Huru-hara atau kerusuhan yang bisa meliuas ke daerah lain.

Peristiwa tersebut diatas umumnya dapat menimbulkan kerugian besar

pada bangunan-bangunan, ternak, pertanian/perkebunan, dan lain-lainnya di

suatu kota atau beberapa tempat yang dilandanya. Lazimnya risiko atau

bahaya-bahaya semacam ini dipertegas dalam kontrak reasuransi yang

bersangkutan. Dengan demikian, apabila peristiwa tersebut terjadi jelas akan

43 A.J. Marianto, Reasuransi, ibid., h. 91 - 95

Page 106: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

94

menimbulkan kerugian akumulatif yang meliputi jumlah besar dan tidak

mungkin dapat ditanggung sendiri oleh para penanggung.

Metode perhitungan suku premi untuk catastrophe X-loss covers

lazimnya tidak sama dengan metode perhitungan suku premi yang

dipergunakan untuk working X-loss. Penetapan suku premi untuk catastrophe

X-loss covers biasanya lebih menitikberatkan dan / atau didasarkan pada

pengalaman tentang klaim-klaim yang telah terjadi dan yang telah dibayar

pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk jenis kontrak reasuransi semacam ini

ditetapkan tarif premi tetap (flate rate) dan tidak terdapat perhitungan

penyesuaian dengan apa yang disebut premi minimum atau maksimum

deposit.

Apabila kita bicarakan tentang peluang terjadinya bencana, dapat

dikatakan bahwa kemungkinan terjadinya kerugian besar ditinjau dari

frekuensi memang lebih kecil. Namun, dalam bentuk kuantitas, bila bencana

ini terjadi, penanggung ulang kemingkinan besar akan membayar ganti

kerugian yang cukup besar, bahkan bisa mencapai limit jaminan yang

diberikan.

D. Kontribusi Reasuransi Syariah

Pada saat Operator Asuransi Syariah memutuskan untuk melakukan retakaful

maka yang terjadi adalah pemindahan pengelolaan sebagian risiko kepada Operator

Retakaful yang diikuti oleh pemindahan sebagian kontribusi tabarru‟ dari rekening

dana peserta Pool Asuransi Syariah ke rekening dana tabarru‟ Retakaful serta

Page 107: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

95

sebagian dari ujrah Operator Asuransi Syariah ke rekening Operator Retakaful.

Pemindahan sebagian kontribusi tabarru‟ dilakukan sesuai dengan bentuk

Retakaful yang digunakan dan ketentuan-ketentuan yang disepakati antara Operator

Asuransi Syariah dan Operator Retakaful. Sementara itu sebagian dari ujrah takaful

yang ditransfer dari rekening Operator Asuransi Syariah ke rekening Operator

Retakaful selanjutnya disebut ujrah Retakaful. Besarnya ujrah Retakaful dikaitkan

dengan besarnya risiko atau liability yang dipindahkan pengelolaannya dari Pool

Operator Asuransi Syariah ke Pool Retakaful. Besarnya risiko atau liability

berbanding lurus dengan kontribusi tabarru‟. Dengandemikian besarnya ujrah

Retakaful dapat diekspesikan sebagai persentase dari kontribusi tabarru‟ yang

dipindahkan ke Pool Retakaful (ceded retakaful contribution). Jadi,

Ujrah Retakaful = x% of Ceded Retakaful Contribution

Selanjutnya, berapa besarnya x diserahkan pada negoisasi antara Operator

Asuransi Syariah dan Operator Retakaful. Pemilahan menjadi dua komponen tetap

dipertahankan sehingga tercampurnya komponen kontribusi tabarru‟ dengan ujrah

dapat dihindari.

Untuk lebih jelasnya, aliran kontribusi dari peserta Pool Operator Asuransi

Syariah ke Operator Retakaful pada gambar berikut:

Page 108: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

96

Surplus underwriting terjadi bila jumlah premi kumpulan dan hasil

investasinya lebih besar daripada biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya serta

klaim. Sebagaimana diketahui bahwa asuransi konvensional pada Retakaful yang

beroperasi diatas konsep risk transfer maka metode surplus operasional Retakaful44

adalah:

a. Memberikan surplus secara penuh kepada peserta tanpa memperhatikan apakah si

peserta tersebut sudah atau belum melakukan klaim.

b. Hanya memberikan surplus kepada peserta yang belum menerima klaim ganti rugi.

c. Membagi surplus operasional kepada peserta dengan mempertimbangkan besarnya

klaim yang telah dibayarkan.

44 Adiwarman Karim, Dasar-dasar Fiqh Asuransi dan Reasuransi Syariah

Page 109: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

97

d. Surplus dibagi antara peserta pool dan operator.

e. Membagi surplus operasional dengan metode lain.

Deficit underwriting terjadi apabila jumlah premi kumpulan dan hasil

investasinya lebih kecil dari biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya serta klaim.

metode penanggulangan deficit underwriting pada Operasional Asuransi Syariah

adalah:

a. Untuk menutup defisit, diambil dari dana cadangan apabila masih tersedia.

b. Meminjam kepada pihak ketiga dan akan dibayarkan kembali apabila terjadi

surplus underwriting di masa yang akan datang.

c. Ditanggung oleh peserta secara proporsional.

d. Meningkatkan premi asuransi di masa yang akan datang.

Sebagai implikasi dari adanya pembagian surplus underwriting ini

mensyaratkan dipenuhinya hal-hal sebagai berikut45

:

a. Adanya dukungan system informasi yang baik dan transparan untuk

memungkinkan pemisahan pencatatan antara Dana Peserta dan Pengelola

b. Tersedianya pencatatan yang memungkinkan diketahuinya transaksi secara tunai

untuk penerimaan premi Dana Peserta. Hal ini penting untuk dasar perhitungan

besarnya penerimaan riil premi Dana Peserta. Mengingat surplus akan dibagi

berdasarkan penerimaan yang benar-benar telah diterima dan diperhitungkan

dengan seluruh kewajiban yang telah terjadi

c. Perlu adanya pencatatan akuntansi yang memungkinkan untuk mengetahui dana

per masing - masing peserta

45 Widyawati, Operating Aspect/Practical Issues of Syariah Accounting, h. 89

Page 110: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

98

BAB IV

ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE

REASURANSI TREATY NON PROPORTIONAL EXCESS OF LOSS

A. Analisis Implementasi Program Reasuransi Syariah Excess Of Loss Pada

Perusahaan PT. XYZ

Program pertanggungan ulang atau reasuransi merupakan suatu program

yang sangat penting bagi perusahaan asuransi dalam menanggulangi beban

tanggung gugat/jawab yang timbul karena akseptasi atas permohonan asuransi

yang diajukan oleh pihak tertanggung. Penyusunan program semacam ini juga

dilaksanakan oleh perusahaan reasuransi professional dan program yang mereka

susun disebut program retrosesi. Program retrosesi ini mempunyai tujuan untuk

menanggulangi beban risiko yang tinggi ataupun beban akumulasi risiko yang

telah mereka terima dari penanggung pertama (pemberi sesi), baik yang diterima

melalui metode kontrak reasuransi.

Program reasuransi yang telah lazim dilakukan oleh para penanggung

pada dasarnya dapat mereka susun sendiri atau dilaksanakan oleh pialang (broker)

reasuransi dalam hal penanggung tersebut telah menunjuk salah satu pialang

perusahaan / asuransi untuk bertindak selaku pialang dan konsultan mereka dalam

hal penempatan reasuransi.

Menurut praktek yang berlaku, pada umumnya program reasuransi

mencakup beberapa kebijakan, antara lain:

Page 111: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

99

1. Phase Persiapan

Traktat atau treaty reasuransi berdasarkan underwriting year, mulai

berlaku pada tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember sehingga negosiasi

treaty biasanya dilaksanakan sekitar enam sampai sepuluh minggu sebelum

tanggal 1 Januari, atau sekitar bulan Desember. Semakin awal dilakukan

negosiasi Treaty akan lebih baik, karena kapasitas perusahaan reasuransi masih

penuh (jika diibaratkan pedagang, persediaan barang dagangan masih banyak).

Sebelum dilaksanakan negosiasi treaty dengan reasuradur, perlu

dipersiapkan hal-hal sebagai berikut:

a. Penentuan Retensi Sendiri

Berdasarkan pengalaman selama 9 bulan sejak bulan Januari akan

dapat dirasakan dan diketahui, apakah retensi sendiri tersebut terlalu besar,

terlalu kecil, apakah cukup. Hal tersebut dapat dilihat jika terjadi klaim,

apakah pembayaran klaim dapat mengganggu arus keuangan (cash flow),

sampai seberapa jauh gangguan tersebut.

Besarnya retensi sendiri tersebut tidak perlu harus sama untuk setiap

jenis asuransi, dan peningkatan jumlah/besarnya retensi sendiri harus sesuai

dengan pengalaman perusahaan. Hasil yang baik pada tahun ini, belum tentu

akan lebih baik pada tahun berikutnya, sehingga jangan terburu-buru

meningkatkan retensi sendiri.

Page 112: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

100

b. Limit Treaty

Apakah limit treaty yang sudah ada memadai sehingga bisnis yang ada

dapat terserap dalam treaty. Limit Treaty yang kurang memadai (kurang

besar) dapat terlihat antara lain, dengan terlalu banyaknya premi reasuransi

facultative (untuk nilai pertanggungan yang melampaui limit treaty). Dapat

juga terjadi bahwa limit treaty terlalu besar karena “Size of Business” yang

ada pada umumnya tidak terlalu besar.

c. E.P.I (Estimate Premium Income)

Pencapaian premi yang diestimasikan merupakan salah satu cirri

keberhasilan dalam perencanaan program treaty. Namun demikian, oleh

karena data-data perolehan premi baru diperoleh sampai dengan bulan

September (Kwartal III) teoritis perolehan premi baru ¾ atau 75% dari

perolehan premi tahunan. Adakalanya secara persentase masih agak rendah,

mungkin baru sekitar 60%. Namun pada akhir tahun banyak polis-polis yang

akan jatuh tempo dengan premi yang relatif besar sehingga E.P.I dapat

dicapai.

d. Panel of Reinsurer’s

Apakah reasuradur yang sudah ada perlu ditambah atau dikurangi

jumlahnya?. Apakah share masing-masing reasuradur perlu ditinjau?.

Page 113: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

101

Oleh karena hubungan reasuransi dapat dikatakan sebagai hubungan

jangka panjang (long time relationship), dalam jangka waktu satu atau dua

tahun asuradur belum dapat secara lengkap dan baik menilai reasuradur

demikian pula sebaliknya. Sebelum memberikan penilaian atas pelayanan

reasuradur (seperti misalnya kecepatan pelayanan klaim baik berupa

konfirmasi dan ataupun pembayaran klaim yang melampaui cash loss limit),

asuradur terlebih dahulu harus menilai diri sendiri seperti misalnya :

- Apakah semua laporan kepada reasuradur sudah tepat waktu (misalnya

bordero).

- Apakah tata cara pelaporan sesuai ketentuan?

- Apakah pembayaran premi reasuransi sudah tepat waktu?

Dalam melaksanakan penilaian terhadap reasuradur, perlu diperhatikan

beberapa hal penting antara lain :

a) Kemampuan keuangan

Oleh karena reasuransi adalah asuransinya asuransi, kemampuan

keuangan merupakan faktor terpenting, tidak hanya jumlah atau besarnya

akan tetapi kemampuan membayar klaim secara tepat waktu dan

berkesinambungan selama bertahun-tahun akan merupakan hal penting

yang perlu diketahui.

Page 114: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

102

b) Fleksibilitas yang tinggi dalam berbagai aspek merupakan hal yang sangat

penting dalam rangka memilihara hubungan reasuransi yang

berkelanjutan.

c) Tingkat pelayanan yang baik, dengan motto “nasabah adalah raja”,

merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh pada reasuradur dalam

berhadapan dengan perusahaan asuransi.

Perlu juga dipertimbangkan peranan Broker Reasuransi dalam penempatan

salah satu atau beberapa jenis asuransi, karena dalam beberapa hal Broker

Reasuransi dapat berperan sangat positive (broker reasuransi yang

berpengalaman dan atau mempunyai reputasi yang baik dari dalam

maupun dari luar negeri)

Beberapa peran positif Broker reasuransi antara lain :

- Membantu penyusunan program reasuransi yang lebih baik.

- Memberikan konsultasi dan informasi mengenai “International

Reinsurance Market”.

- Membantu pengurusan klaim kepada reasuradur.

- Dan pelayanan-pelayanan lain yang kadang-kadang sulit diperoleh dari

Reasuradur, seperti misalnya informasi lengkap dan evaluasi terhadap

reasuradur.

Page 115: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

103

e. Jenis Treaty

Berdasarkan pengalaman yang sudah diperoleh paling tidak selama

tiga kwartal dari tahun yang sedang berjalan dapat dipelajari bagaimana hasil

underwriting dari setiap jenis treaty yang ada.

Seandainya digunakan metode quota share, mengingat kerugian dan

keuntungannya, apakah perlu dirubah menjadi surplus, atau kombinasi antara

quota share dan surplus, berbagai kemungkinan jenis/metode reasuransi dan

kombinasi yang dapat dipergunakan antara lain :

- Quota Share

- Surplus

- Excess of Loss

- Quota Share + Surplus

- Quota Share + Excess of Loss

- Surplus + Excess of Loss

Memang tidak mudah untuk menentukan pilihan akan tetapi

underwriter yang jeli dan lincah, berdasarkan pengalaman dan “underwriting

result” selama beberapa tahun terakhir akan diperoleh suatu bentuk treaty

yang ideal bagi perusahaan untuk tahun mendatang. Semua line manager dan

bagian klaim harus dilibatkan untuk membicarakannya, demikian pula bagian

Page 116: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

104

keuangan. Keputusan terakhir harus dilaksanakan oleh Direktur Tekhnik, dan

jika menyangkut masalah pembayaran Mindep untuk Excess of Loss program,

sebaiknya juga dibicarakan dengan bagian keuangan dan Direktur Keuangan.

f. Risk and Loss Profile

Dalam Risk and Loss Profile akan dapat dilihat jumlah perolehan

premi dan kewajiban klaim yang harus dibayar kepada tertanggung untuk

setiap jenis asuransi berdasarkan struktur atau skala pertanggungan.

Angka-angka yang tercantum dalam Risk and Loss Profile merupakan

data pendukung utama yang memperlihatkan kekuatan dan kelemahan bagian

pemasaran dalam upaya memperoleh premi, demikian pula akan terlihat

kekuatan dan kelemahan seleksi risiko (underwriting) dalam upaya

memperoleh hasil underwriting yang bermutu dengan tingkat “Claim Ratio”

yang rendah.

Risk and Loss Profile ini harus sudah selesai dikirimkan kepada

“Leading Reinsurer” sebelum “Negosiasi Treaty”

g. Statistic

Sebagai pendamping da pendukung “Risk and Loss Profile” juga

harus dipersiapkan “Statistic-Position” pada tanggal 30 September tahun

berjalan yang akan memperlihatkan :

Page 117: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

105

- Perkembangan perolehan premi

- Klaim yang sudah berjalan

- Klaim yang belum dibayar

Selama lima tahun terakhir berturut-turut.

h. Underwriting Policy

Perlu disusun suatu kebijakan tekhnik/underwriting policy untuk tahun

yang akan dating antara lain dengan :

- Mengurangi akseptasi untuk bisnis-bisnis yang kurang menguntungkan

(karena jumlah dan atau frekuensi klaim yang cukup banyak).

- Memberikan insentif yang lebih besar kepada Brokers/agent untuk bisnis-

bisnis yang menguntungkan.

2. NEGOSIASI TREATY

Dalam praktek Negosiasi Treaty di Indonesia, sampai saat ini hampir

semua perusahaan asuransi kerugian nasional menunjuk salah satu dari empat

perusahaan reasuransi yang ada untuk menjadi “Reinsurance Leader” dalam

program penyusunan treatynya.

Untuk menghindari persaingan yang kurang sehat diantara sesame

reasuradur tersebut sudah sejak lama terjalin kerjasama yang erat, terutama sejak

Page 118: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

106

terbentuknya Forum Re lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Kerjasama tersebut

tercermin antara lain dalam penyusunan “term and condition” program reasuransi

yang seragam dikenal sebagai FORUM RE-WORDING, walaupun dalam

pelaksanaannya masih terlihat perbedaan-perbedaan yang tidak terlalu prinsip.

Sebelum dilaksakannya Negosiasi Treaty pada asuradur terlebih dahulu

harus mengirimkan dokumen-dokumen antara lain :

- Risk and Loss Profit

- Statistic

- Estimate Premium Income

- Rencana program Treaty untuk tahun mendatang

Berdasarkan jadwal yang ditentukan, para asuradur secara bergantian

mengirimkan “Team Negosiator” nya ke kantor perusahaan asuransi yang

menjadi leadernya.

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh para Negosiator dari

perusahaan asuransi antara lain adalah :

- Angka-angka atau data-data yang tercantum dalam Risk and Loss Profit harus

diteliti kebenarannya, karena “Leading – Reinsurer” mempunyai data

pembanding berdasarkan Bordero dan Statement of Account yang diterimanya

dari Reasuradur. Terutama jika sudah ada hubungan dari tahun-tahun

sebelumnya.

Page 119: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

107

- Reasuradur harus dapat diyakinkan bahwa E.P.I untuk tahun sedang berjalan

maupun untuk tahun yang akan datang dapat tercapai.

- Kapasitas yang diusulkan untuk masing-masing jenis asuransi tidak

“Oversize” atau melebihi kemampuan asuradur, dan tidak terlalu kecil

sehingga bisnis yang ada terlalu banyak dibuang ke facultative.

- Semua kewajiban yang dipersyaratkan dalam treaty tahun berjalan telah

dilaksanakan dengan baik, antara lain berupa laporan AdministrasiTreaty

(Bordero dan atau S.O.A., kewajiban pembayaran premi asuransi dan

sebagainya.

- Penentuan retensi sendiri yang wajar.

- Program yang diusulkan harus mencerminkan “Mutual Benefits” (untuk

kepentingan dan keuntungan bersama) antara asuradur dan reasuradur.

3. ADMINISTRASI dan EVALUASI

Tugas-tugas Administrasi yang harus dilaksanakan antara lain :

- Entry data untuk semua jenis polis-polis yang diterbitkan sesuai jenis

asuransinya masing-masing (Nomor Polis, Nilai Pertanggungan, Jenis Risiko,

Tarif Premi, Jaminan tambahan, dan Tarif Preminya).

- Membagi-bagi premi (Share Asuradur dan Share Reasuradur)

- Penyusunan dalam bentuk “Bordero Premi” sesuai dan dikirimkan kepada

Leading Reinsurers setiap bulan.

- Penyusunan Bordero Klaim

Page 120: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

108

- Pembuatan Rekapitulasi setiap tiga bulan dalam bentuk Statement of Account.

- Laporan klaim. Disamping itu secara bertahap harus dilakukan evaluasi,

sebagai bahan pertimbangan untuk penyusunan Treaty untuk tahun yang akan

datang.

Sebaliknya untuk Non Proportional Treaty Excess of Loss tidak

memerlukan administrasi tersebut di atas. Satu-satunya laporan adalah apabila

terjadi klaim dengan jumlah pembayaran melebihi retensi sendiri, karena

keterlibatan reasuradur untuk membayar klaim.

Berikut ini akan dijelaskan isi dari perjanjian Reasuransi Syariah dengan

menggunakan Metode Treaty Non Proportional Excess of Loss.

1) Takaful Operator

Pihak pemberi sesi (ceding company), yaitu perusahan asuransi syariah

yang menyatakan kesepakatannya untuk memberikan porsi reasuransi kepada

pihak penerima sesi yang dalam hal ini disebut reasuradur atau penanggung

ulang.

2) Class dan Type

Bila dalam suatu perjanjian reasuransi disebutkan class dan type,

maksudnya adalah jenis asuransi yang termasuk dalam suatu perjanjian, misalnya:

- Asuransi Kebakaran

- Asuransi Pengangkutan

Page 121: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

109

- Asuransi Rangka Kapal

- Asuraansi Gempa bumi

3) Period

Period yang dimaksud dalam perjanjian ini adalah masa perjanjian antara

pihak operator asuransi syariah dengan operator reasuransi syariah. Misalnya 1

Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2010.

4) Territorial Scope

Dalam setiap traktat reasuransi baik yang proportional maupun non

proportional, ketentuan tentang “Territorial Scope” biasanya diberlakukan.

Contoh 1:

Territorial Scope : Republik Indonesia

Berlaku atas objek pertanggungan yang berada dalam wilayah Negara Republik

Indonesia. Seperti misalnya untuk Asuransi Kebakaran, Asuransi Kendaraan

Bermotor, Asuransi Alat-alat Berat dan lain-lain.

Ketentuan tentang “Territorial Scope” seperti di atas tidak berlaku untuk jenis-

jenis asuransi tertentu. Seperti misalnya untuk Asuransi Aviasi, Asuransi

Pengangkutan Barang, Asuransi Kecelakaan Diri, Asuransi Tanggung Gugat

Profesi dan lain-lain.

Page 122: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

110

5) Retakaful Limit

Yang dimaksud dengan retakaful limit dalam metode treaty non proportional

excess of loss adalah batas kemampuan perusahaan asuransi syariah menanggung

beban tanggung jawab sendiri atas kerugian tunggal atau kerugian akumulatif.

Contoh 2 :

To pay up to IDR 4,700,000,000 or equivalent in other currency Ultimate Net

Loss each and every Loss, each and every risk or series of losses arising out of

one event

in excess of

IDR 300,000,000 or equivalent in other currency Ultimate Net Loss each and

every Loss, each and every risk or series of losses arising out of one event.

Penjelasannya, retensi sendiri perusahaan asuransi syariah adalah sebesar Rp

300.000.000 berarti bahwa semua klaim dengan jumlah kerugian sampai dengan

Rp 300.000.000 akan ditanggung sendiri oleh perusahaan asuransi syariah, dan

apabila terjadi klaim dengan jumlah kerugian lebih dari Rp 300.000.000 akan

tetapi tidak lebih dari Rp 4.700.000.000 maka perusahaan reasuransi syariah akan

bertanggung jawab untuk membayar kerugian tersebut setelah dikurangi retensi

sendiri.

Page 123: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

111

6) Reinstatement

Istilah ini biasanya dipakai dalam Excess of Loss Treaty. Yang dimaksud

dengan Reinstatement adalah pemulihan limit reasuransi yaitu mengembalikan

limit reasuransi setelah terpakai untuk membayar klaim yang terjadi.

Contoh 3 :

Motor Motor Excess of Loss Programme PT. Asuransi XYZ.

Ceding Company Retention Rp. 50.000.000 / a.a.c

Reinstatement Limit Rp 150.000.000

(Reinsurer‟s share = Rp 200.000.000 – Rp 50.000.000 = Rp 150.000.000)

Rate 6.5% (flat)

Terj adi klaim sebesar Rp 150.000.000

Share Asuradur / Deductible Rp 50.000.000

Share Reasuradur Rp 100.000.000

Oleh karena share reasuradur any one occurance adalah sebesar Rp 150.000.000

karena terpakai untuk membayar klaim Rp 100.000.000 = Sisa Rp 50.000.000.

Jumlah Rp 50.000.000 harus dikembalikan (di reinstatement) menjadi Rp

150.000.000 dengan kekurangan sebesar Rp 100.000.000.

Page 124: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

112

Premi Reinstatement = 6.5% x Rp 100.000.000 = Rp 6.500.000. Sehingga

perhitungan pembayaran klaim kepada reasuradur menjadi sebagai berikut:

Jumlah klaim Rp 150.000.000

Deductible (share asuradur) Rp 50.000.000

Premi Reinstatement 6.5% x Rp 100.000.000 = Rp 6.500.000.

Klaim dibayar kepada asuradur :

= Rp 100.000.000 – Rp 6.500.000 = Rp 93.500.000

7) Minimum & Deposit Premium (Mindep)

Adakalanya penanggung ulang akan menggunakan tarif minimum dan

maksimum yang didasarkan pada pengalaman yang sebenarnya dari tahun

sebelumnya dan diperhitungkan pada akhir tahun sebelumnya. Dengan metode

perhitungan excess of loss, premi yang sebenarnya harus dibayar baru dapat

diketahui pada akhir tahun berjalan. Dengan kenyataan ini penanggung ulang

harus menunggu demikian lama untuk menerima pembayaran premi meskipun

dapat saja terjadi kemungkinan bahwa para penanggung ulang sewaktu-waktu

sudah harus membayar ganti kerugian selama jangka waktu satu tahun yang

sedang berjalan.

Metode pembayaran premi demikian jelas tidak menguntungkan pihak

penanggung ulang. Untuk mengatasi hal yang demikian, lazimnya pihak

Page 125: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

113

penanggung ulang akan menetapkan suatu jumlah minimum deposit yang

diperkirakan jumlahnya lebih kecil dari jumlah premi yang diperkirakan akan

diperoleh setelah akhir tahun berjalan, pada saat jumlah pendapatan premi secara

keseluruhan telah diketahui.

Contoh 4 :

Apabila jumlah premi untuk tahun sebelumnya mencapai Rp 4.700.000.000 dan

jumlah kerugian yang melampaui U.N.R seluruhnya sebesar Rp 350.000.000,

burning cost untuk tahun itu adalah

350.000.000

x 100% = 7.447%

4.700.000.000

Selanjutnya, bila faktor beban tambahan yang dikenakan adalah 100/75, tariff

premi menjadi 100/75 x 7.447% = 9.93% dan jumlah uang premi yang harus

dibayar kepada penanggung adalah 9.93% x 4.700.000.000 = Rp 466.710.000

dibayar dimuka.

Apabila minimum deposit untuk tahun itu tersebut ditetapkan Rp 300.000.000 dan

dengan perkiraan pendapatan premi sebesar Rp 4.700.000.000 serta jumlah premi

yang harus dibayarkan kepada penanggung ulang sebesar Rp 466.710.000, pada

saat perhitungan penyesuaian pihak penanggung pertama selaku tertanggung yang

bersangkutan harus membayar lagi sejumlah Rp 166.710.000. Sebaliknya jika

premi yang harus dibayar kepada penanggung lebih kecil dari minimum deposit

tidak ada pengembalian premi.

Page 126: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

114

B. Analisis Faktor-faktor Yang Membuat Perusahaan Asuransi Syariah

Memilih Menggunakan Metode Reasuransi Treaty Non Proportional Excess

of Loss.

Berikut akan dijelaskan faktor-faktor apa saja yang membuat perusahaan

asuransi syariah lebih memilih metode Treaty Non Proportional Excess of Loss dari

pada metode reasuransi lainnya:

1. Administrasi Lebih Simple

Dalam metode reasuransi proportional itu ada kondisi yang namanya harus

melaporkan proporsinya setiap kuartal. Seperti setiap produksi, klaim, laporan

akumulasi control dan lain-lain. Itu semua harus wajib dilaporkan setiap kuartal.

Sedangkan untuk non proportional tidak ada kewajiban untuk laporan setiap

kuartal. Dalam non proportional langsung bayar di depan dan jika ada klaim baru

ada pembayaran administrasi.

2. Limits Per Risk / Per Event to a Known Limit

Dalam non proportional ada yang namanya limit. Di non proportional sesi masuk

bisa unlimited risk, jadi bisa 100.000 polis, 200.000 polis, 300.000 polis, bahkan

1.000.000 polis bisa masuk. Polis itu tentunya berimplikasi terhadap klaim, bisa

masuk 1.000.000 polis berarti ada kemungkinan 1 juta klaim terjadi dan

ditotalkan semua polis itu dan unlimitednya tidak akan pernah tahu jika terjadi

Page 127: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

115

satu catastrophe loss. Di excess of loss mau berapapun lossnya maksimalnya

unlimited.

3. Reinsurance Cost Lebih Murah

Jika kita bandingkan biaya reasuransi antara metode proportional dengan metode

non proportional ternyata metode non proportional mempunyai biaya reasuransi

yang lebih murah. Ini dikarenakan metode reasuransi non proportional dalam

menghitung premi menggunakan sistem burning cost yaitu menghitung premi

berdasarkan klaim yang dialami dari tahun-tahun sebelumnya. Metode

perhitungan burning cost didasarkan pada kerugian yang melampaui excess point

selama jangka waktu tertentu lima tahun dibagi dengan premi untuk jangka waktu

yang sama dan dikalikan dengan seratus persen.

Contoh 5 :

Misalkan asuransi A mempunyai data statistic dari tahun 2005 sampai dengan

tahun 2009. Dari data tersebut diketahui jumlah kerugian dari tahun 2005 sampai

tahun 2009 adalah Rp 400.000.000 dan jumlah premi dari tahun 2005 sampai

dengan tahun 2009 adalah Rp 16.000.000.000.

400.000.000

Burning cost x 100% = 2.5%

16.000.000.000

Page 128: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

116

Burning cost murni biasanya di tambah faktor beban (loading factor) yang

lazimnya sebesar 100/70 atau 100/75 untuk biaya-biaya dengan memperhatikan

naik turunnya bisnis dimasa depan dan sedikit keuntungan yang diharapkan bagi

penanggung ulang.

Bila faktor beban yang diterapkan 100/75, burning cost akhir menjadi :

100

2.5% = 3.333%

75

Dan tarif ini akan digunakan untuk perhitungan premi.

4. Asuradur bisa bebas menentukan deductible

Maksud dari asuradur bisa bebas menentukan deductible yaitu jika di dalam

metode non proportional terjadi klaim sebesar 11 miliar, sedangkan retensi yang

ditahan oleh asuradur Rp 1.000.000.000 x Rp 1.000.000. Maka perusahaan

asuransi bisa bebas menentukan sisa deductiblenya. Jadi seberapa besar klaim

gempa bumi di Indonesia perusahaan asuransi hanya bisa menahan sampai Rp

1.000.000. Misalkan perusahaan asuransi mempunyai cover 600 juta, jika terjadi

satu klaim besar (catasthrope) sebesar 1 juta maka perusahaan asuransi hanya

bisa menahan sebesar 600 ribu. Jika terjadi kebakaran di perusahaan asuransi

maka perusahaan asuransi hanya membayar 600 ribu, besarnya 600 ribu ini

ditentukan sendiri oleh perusahaan asuransi tetapi konsekuensinya premi.

Perusahaan asuransi bisa tahan sampai 2 juta akan tetapi perusahaan asuransi bisa

membayar premi yang lebih murah atau perusahaan asuransi bisa menahan lebih

kecil tetapi dengan konsekuensi bayar premi lebih mahal. Karena prinsip

Page 129: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

117

deductible adalah semakin besar deductible maka ratenya semakin kecil,

sedangkan semakin kecil deductible maka ratenya akan semakin besar

5. Term and Condition Lebih Luas, Dan Lebih Bisa Berkreasi Dalam Produk

Pada metode non proportional covernya bisa lebih luas jadi perusahaan asuransi

bisa lebih bebas berkreasi dalam memilih produk. Sedangkan pada metode non

proportional ada batasan dalam memilih cover.

C. Analisa Tinjauan Hukum Islam Terhadap Metode Reasuransi Treaty Non

Proportional Excess of Loss.

Disebuah bangunan hukum akan tegak secara kokoh, jika dan hanya jika

dibangun atas pondasi dan dasar yang kuat, seperti pada praktek bermuamalat di

perasuransian haruslah didasari oleh konsep ekonomika Islam yang berprinsip pada

ketakwaaan (tauhid), keadilan (al-adl), tolong-menolong (at-taawun), terpercaya atau

jujur (al-amanah), larangan maysir, larangan gharar, dan larangan riba.

Berdasarkan pembahasan di atas metode yang digunakan oleh intitusi

keuangan syariah sesuai dengan konsep prinsip-prinsip ekonomika Islam,

sebagaimana konsep metode yang digunakan oleh reasuransi haruslah juga sesuai

dengan prinsip-prinsip Islam.

Pada metode reasuransi treaty non proportional excess of loss, bekerja

berdasarkan besarnya kerugian, lebih tepatnya dengan first loss basis, bukan besarnya

risiko. Pool yang dikelola oleh Operator Asuransi Syariah akan membayar klaim

sampai batas tertentu, dan sisanya dibayar oleh Operator Retakaful sampai batas

Page 130: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

118

tertentu pula. Oleh karena itu, Retakaful Non Proporsional dikenal pula sebagai

Excess of Loss.

Pada contoh 2 bab IV Sub 1, yang mana telah ditentukan minimum deposit

(premi) dan besaran uang pertanggungan yang akan dibebankan oleh perusahaan

asuransi syariah. Jika ditinjau dari konsep ekonomi Islam pada prinsip keadilan (al-

adl) hal ini tidaklah sesuai karena pembayaran minimum deposit (premi) yang

dibayarkan oleh perusahaan asuransi syariah (asuradur) tidak sesuai dengan besaran

uang pertanggungan yang akan didapat oleh asuradur. Jadi, bila perhitungan akhir

dari jumlah premi yang harus diterima oleh penanggung lebih kecil dari minimum

deposit, premi yang harus dibayar pihak tertanggung / penanggung pertama adalah

sebesar jumlah minimum deposit yang ditetapkan. Dalam hal seperti ini pihak

penanggung ulang tidak perlu mengembalikan kelebihan minimum deposit yang telah

mereka terima. Sedangkan perusahaan asuransi harus menanggung risiko jika risiko

tersebut lebih dari maksimum pertanggungan yang ditanggung oleh reasuransi.

Sebagaimana firman Allah SWT :

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang

berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di

antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil” (Q.S. An-Nissa :

58)

Page 131: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

119

Dalam metode treaty non proportional bekerja berdasarkan besarnya

kerugian, lebih tepatnya dengan first loss basis, bukan besarnya risiko. Jika dihitung

berdasarkan kerugian, hal ini sangatlah merugikan pihak perusahaan asuransi syariah

(asuradur) karena besarnya kerugian masih dapat diprediksi dengan cara perhitungan

statistic tahun-tahun sebelumnya.

Operator reasuransi syariah harus menggunakan data statistik yang credible

sehigga semakin luas data yang digunakan maka estimasi-estimasi terhadap

kemungkinan di masa mendatang akan semakin akurat. Jika data yang digunakan

sangat sedikit, maka estimasi-estimasi terhadap kemungkinan di masa mendatang

akan tidak akurat dan akan seperti gambling. Perjudian sangat dilarang oleh Islam

sebagaimana tertulis pada surat al-Maidah ayat 90 berikut ini :

الشيطا عمل مه رجس والأسلام والأوصاب والميسز الخمز إوما ءامىىا الذيه ياأيها فاجتىبىي ن

تفلحىن لعلكم

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,

(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan

keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar

kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah [5]: 90)

Hal ini akan muncul maysir (judi/untung-untungan). Dimana pengertian

maysir dalam terminologi agama diartikan sebagai suatu transaksi yang dilakukan

oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu

pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan

Page 132: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

120

suatu tindakan atau kejadian tertentu. Hal maysir semacam ini sangat ditentang oleh

Islam dan tidak boleh ada dalam ratemaking syariah.

Apabila metode ini ditetapkan berdasarkan besarnya risiko yang mana risiko

ini tidak bisa diprediksi dari awal. Tentunya ini akan memperkecil kerugian yang

akan ditanggung oleh perusahaan. Sehingga dapat menjalin prinsip tolong menolong

(ta‟awun) antara perusahaan asuransi syariah dengan perusahaan reasuransi syariah.

Karena ta‟awun merupakan salah satu prinsip utama dalam interaksi muamalah.

Bahkan, ta‟awun dapat menjadi fondasi dalam membangun sistem ekonomi yang

kokoh dan kuat, agar pihak yang kuat dapat membantu yang lemah. Sebagaimana

firman Allah SWT :

….

Artinya :“tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”(QS. Al-

Maidah:2).

Pada dasarnya prinsip perekonomian Islam menghimbau agar segala praktek

muamalah haruslah saling menguntungkan tidak saling merugikan satu dengan yang

lainnya. Peranan reasuransi sebaiknya menjadi institusi yang mana dapat mengcover dan

meminimalisir segala kerugian yang dialami oleh perusahaan asuransi syariah. Prinsip yang

paling utama dalam muamalah khususnya untuk Lembaga Keuangan Syariah adalah prinsip

gharar, maysir, dan riba. Ketiga hal inilah yang secara hakiki menjadi dasar para ulama

mengharamkan Lembaga Keuangan Syariah yang tidak menggunakan prinsip-prinsip yang

sesuai syariah.

Page 133: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

121

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan berkenaan dengan analisis tinjauan

hukum Islam terhadap metode reasuransi treaty non proportional excess of loss, dapat

disimpulkan suatu jawaban dari permasalahan yang ada, yaitu :

1. Dalam menjalankan program reasuransi, perusahaan mempunyai kebijakan dalam

menyusun sebuah program reasuransi, yaitu :

a. Phase Persiapan

Phase persiapan yang dimaksud disini bahwa sebelum dilaksanakan negosiasi

treaty dengan pihak asuradur perlu dipersiapkan hal-hal seperti penentuan

retensi sendiri, limit treaty, estimated premium income, panel of reinsurers,

jneis treaty, risk and loss profile, statistic, underwriting police.

b. Negosiasi Treaty

Sebelum dilaksakannya Negosiasi Treaty pada asuradur terlebih dahulu harus

mengirimkan dokumen-dokumen antara lain risk and loss profit, statistic,

estimated premium income, dan rencana program treaty untuk tahun

mendatang.

Page 134: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

122

c. Administrasi dan evaluasi

Yang dimaksud administrasi adalah bahwa tugas dari administrasi adalah

mengentry data, membagi premi (share asuradur dan share reasuradur),

penyusunan bordero klaim, Pembuatan Rekapitulasi setiap tiga bulan dalam

bentuk Statement of Account, dan laporan klaim.

2. Adapun faktor-faktor yang membuat perusahaan asuransi syariah memilih metode

excess of loss adalah :

a. Administrasi lebih simple

b. Limit per risk / per event to a known limit

c. Reinsurance cost lebih murah

d. Asuradur bisa bebas menentukan deductible

e. Term and condition lebih luas dan lebih bisa berkreasi dalam produk

3. Tinjauan hukum Islam terhadap metode excess of loss

Jika ditinjau dari konsep ekonomi Islam pada prinsip keadilan (al-adl) hal ini

tidaklah sesuai karena pembayaran minimum deposit (premi) yang dibayarkan

oleh perusahaan asuransi syariah (asuradur) tidak sesuai dengan besaran uang

pertanggungan yang akan didapat oleh asuradur. Di excess of loss cara kerjanya

berdasarkan kerugian bukannya risiko. Besarnya kerugian ini dihitung

menggunakan statistic tahun-tahun sebelumnya. Data statistik ini sebenarnya

sangat penting untuk menghindari terjadinya gharar.

Page 135: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

123

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah :

1. Dalam penentuan biaya administrasi reasuransi seharusnya ada proses

pengelolaan dana premi yang telah dibayarkan perusahaan asuransi sehingga

ketika terdapat perjanjian baru di kemudian hari dapat meringankan besaran

premi dan administrasi. Karena kenyataannya selama ini metode yang dipakai

excess of loss adalah administrasi baru dibayar jika terjadi klaim.

2. Untuk pembayaran premi yang menggunakan minimum deposit (premi minimum)

seharusnya dikaji kembali karena metode pembayaran premi seperti ini tidak

sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi islam. Karena di dalam minimum deposit

ada unsure ketidakadilan dimana jika pada akhirnya estimate premium income

tidak tercapai tidak ada pengembalian premi akan tetapi jika estimate premium

income lebih maka pihak perusahaan asuransi syariah selaku tgertanggung harus

membayar tambahan premi.

3. Apabila metode yang awalnya berbasis kerugian diganti dengan berbasis risiko

mungkin akan lebih baik karena risiko ini tidak bisa diprediksi dari awal.

Tentunya ini akan memperkecil kerugian yang akan ditanggung oleh perusahaan.

Sehingga dapat menjalin prinsip tolong menolong (ta‟awun) antara perusahaan

asuransi syariah dengan perusahaan reasuransi syariah.

Page 136: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim, dan Terjemahnya. Bandung : PT. Syamil Cipta Media.

Ali, AM Hasan, MA, “Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam”, Jakarta : Prenada

Media, Edisi Pertama, 2005.

Artikel Berita, “Reasuransi Syariah”. Diakses pada tanggal 11 Februari 2010 dari

http://www.scribd.com/doc/3957094.

Ayat, Safri. Pengantar Reasuransi. Cet I. Jakarta : Giani Duta Utama. 2000.

Dewan syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI. Ed.

Revisi Tahun 2006. Jakarta : CV. Gaung Persada, 2006.

Fatwa Dewan syariah Nasinal No.21/DSN/-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum

Asuransi Syariah.

Fatwa DSN-MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabarru Pada Asuransi

Syariah.

Hendroyono, Property and Pocuniary Insurance Chapter 5. (AAMAI 220, 2005).

Iqbal, Muhaimin. Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik Upaya Menghilangkan

Gharar, Maisir, dan Riba. Jakarta: Gema Insani Press, 2005.

Khairat, Delil. Konsep dan Operasional (General) Buku Pedoman Program

Sertifikasi Asuransi Syariah Tingkat Dasar. Jakarta: AASI. 2005.

Khairat, Delil. Makalah Retakaful Non Proportional. Disampaikan pada Pelatihan

Asuransi Syariah Tingkat Dasar. 2006.

Page 137: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

Marianto, A.J. Reasuransi. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1997.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010, Tentang Dasar

Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip

Syariah, Pasal 7.

Reinfokus Media Informasi Asuransi dan Reasuransi, Reasuransi Syariah (Retakaful) dengan

Akad Wakalah bil Ujrah, Edisi 39 Khusus Indonesia Syariah Expo 2006.

Salim, Abbas. Asuransi dan Manajemen Resiko, Edisi 2. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2005.

Sevila, Consuelo G., Pengantar Metode Penelitian, Jakarta : UI-Press, 1993.

Soeisno, Djojosoedarso. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi. Jakarta:

Salemba Empat. 2003.

Sula, M. Syakir. Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem

Operasional. Jakarta: Gema Insani Press, 2004.

Suma, Muhammad Amin. Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional Sistem,

Konsep, Aplikasi, dan Pemasaran. Ciputat: Kholam Publishing, 2006.

Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992, Tentang Perasuransian, Pasal 1 Ayat (5).

Yusuf al-Qaradhawi, Muhammad. Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishodil Islami

(Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam), Rabbani Press, Jakarta

(terj.)

www.djpp.depkumham.go.id.

Page 138: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

DAFTAR PERTANYAAN

“ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE

REASURANSI TREATY NON PROPORTIONAL EXCESS OF LOSS”

1. Bagaimana implementasi program reasuransi syariah dengan menggunakan

metode excess of loss?

2. Apa saja yang ada di dalam isi sebuah perjanjian antara pihak asuransi syariah

dengan pihak reasuransi syariah?

3. Faktor-faktor apa saja yang membuat perusahaan Asuransi Syariah memilih

menggunakan metode reasuransi excess of loss?

Page 139: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

Nama : Abdul Mulki, SE, ACII, FIIS

Jabatan : Head of Department Reasuransi Umum Syariah

Perusahaan : PT. Reasuransi Internasional Indonesia

1. Bagaimana implementasi program reasuransi syariah dengan menggunakan

metode excess of loss?

Sebelum melakukan perjanjian antara pihak perusahaan asuransi syariah dan

pihak perusahaan reasuransi syariah terlebih dahulu pihak perusahaan asuransi

syariah membuat program reasuransi. Dimana program reasuransi tersebut

mempunyai beberapa kebijakan, antara lain :

a. Phase Persiapan

Pada dasarnya perjanjian antara pihak asuransi syariah dengan reasuransi

syariah mulai berlaku pada tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

Oleh karena itu, sebaiknya sebelum dilaksanakan negosiasi treaty dengan

perusahaan reasuransi perlu disiapkan hal-hal semacam penentuan retensi

ssendiri, limit treaty, EPI, panel of reinsurers, jenis treaty, risk dan loss

profile, statistic, underwriting policy,

b. Negosiasi Treaty

Dalam praktek Negosiasi Treaty di Indonesia, sampai saat ini hampir semua

perusahaan asuransi kerugian nasional menunjuk salah satu dari empat

Page 140: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

perusahaan reasuransi yang ada untuk menjadi “Reinsurance Leader” dalam

program penyusunan treatynya.

Sebelum dilaksanakan Negosiasi Treaty pada asuradur terlebih dahulu harus

mengirimkan dokumen-dokumen antara lain seperti risk and loss profit,

statistic, EPI, dan rencana program treaty untuk tahun mendatang.

c. Administrasi dan Evaluasi

Yang dimaksud administrasi dan evaluasi disini adalah tugas dari bagian

administrasi dalam penyusunan program reasuransi syariah seperti entry data,

membagi-bagi premi, penyusunan bordero claim, pembuatan rekapitulasi

setiap tiga bulan, dan laporan klaim

2. Apa saja yang ada di dalam isi sebuah perjanjian antara pihak perusahaan

asuransi syariah dengan pihak perusahaan reasuransi syariah?

Biasanya di dalam sebuah perjanjian reasuransi syariah di jelaskan :

- Takaful Operator

- Class dan Type

- Period

- Territorial Scope

- Retakaful Limit

- Reinstatement

- Minimum Deposit

Page 141: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

3. Faktor-faktor apa yang membuat perusahaan Asuransi Syariah memilih

menggunakan metode reasuransi excess of loss?

a. Administrasi lebih simple

b. Limit per risk / per event to a known limit

c. Reinsurance cost lebih murah

d. Asuradur bisa bebas menentukan deductible

e. Term and Condition lebih luas, dan lebih bisa berkreasi dalam produk

a. Administrasi Lebih Simple

Dalam metode reasuransi proportional itu ada kondisi yang namanya harus

melaporkan produksinya setiap kuartal. Seperti setiap premi kontribusi, ujrah,

claim of account, kecuali laporan akumulasi control yang dilaporkan per 6

bulan. Sedangkan untuk non proportional tidak ada kewajiban untuk laporan

setiap kuartal. Dalam non proportional premi reasuransi (kontribusi) langsung

bayar di depan dan jika ada klaim baru diterbitkan dokumen pelaporan klaim.

b. Limits Per Risk / Per Event to a Known Limit

Dalam treaty baik proportional maupun non proportional memiliki limit of

liability. Di proportional risiko yang dijamin (polis yang disesikan) bisa

number of risk, jadi bisa 100.000 polis, 200.000 polis, 300.000 polis, bahkan

1.000.000 polis bisa masuk. Polis itu tentunya berimplikasi terhadap

Page 142: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

kemungkinan terjadinya klaim, bisa masuk 1.000.000 polis berarti ada

kemungkinan 100 juta klaim terjadi dan ditotalkan semua polis itu dan

unlimitednya tidak akan pernah tahu jika terjadi satu catastrophe loss. Di

excess of loss, limit of liability reasuradur bisa dibatasi dengan limit per risk

atau per event to a known limit.

c. Reinsurance Cost Lebih Murah

Jika kita bandingkan biaya reasuransi antara metode proportional dengan

metode non proportional ternyata metode non proportional mempunyai biaya

reasuransi yang lebih murah. Ini dikarenakan metode reasuransi non

proportional dalam menghitung premi berdasarkan persentasi rate yang

dikalikan dengan OGNPI (premi dari risiko yang diproteksi). Rate bisa

diperoleh dengan menggunakan metode burning cost yaitu menghitung premi

berdasarkan klaim yang dialami dari tahun-tahun sebelumnya.

d. Asuradur bisa bebas menentukan deductible

Maksud dari asuradur bisa bebas menentukan deductible yaitu misalkna di

metode treaty non proportional ada program treaty sebesar Rp10.000.000.000

x Rp 1.000.000.000. Jadi perusahaan asuransi bisa menentukan deductiblenya

yakni sebesar Rp 1.000.000. Dalam proportional premi reasuransi berdasarkan

proporsi risiko yang ditahan oleh asuradur dan reasuradur. Misalkan limit 100

miliar, O/R 10 Miliar maka persentase untuk asuransi 10/100. Sedangkan

Page 143: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI

reasuransi persentasenya menjadi 100/110. Karena prinsip deductible adalah

semakin besar deductible maka ratenya semakin kecil, sedangkan semakin

kecil deductible maka ratenya akan semakin besar.

e. Term and Condition Lebih Luas, Dan Lebih Bisa Berkreasi Dalam Produk

Pada metode non proportional covernya bisa lebih luas (exclusion lebih sedikit)

jadi perusahaan asuransi bisa lebih bebas berkreasi dalam memilih produk.

Sedangkan pada metode proportional exclusion lebih besar dari non

proportional jadi ada batasan dalam memilih cover.

Jakarta, 18 November 2010

(Abdul Mulki)