TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TIKET …repository.radenintan.ac.id/10995/1/PERPUS...
Transcript of TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TIKET …repository.radenintan.ac.id/10995/1/PERPUS...
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TIKET SEMINAR
DENGAN FASILITAS YANG DITAWARKAN
(Studi pada Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia
(LPEI) Bandar Lampung)
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi
Syarat-Syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana S1
Dalam Ilmu Syariah
Oleh
Nama: Cindy Oktalinda
NPM: 1621030397
Jurusan: Muamalah
FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1441 H / 2020 M
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TIKET SEMINAR
DENGAN FASILITAS YANG DITAWARKAN
(Studi pada Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia
(LPEI) Bandar Lampung)
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi
Syarat-Syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana S1
Dalam Ilmu Syariah
Oleh
Nama: Cindy Oktalinda
NPM: 1621030397
Jurusan: Muamalah
Pembimbing I : Dra. Firdaweri., M.H.I
Pembimbing II : Juhrotul Khulwah., M.S.I
FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1441 H / 2020 M
ii
ABSTRAK
Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) Bandar Lampung
merupakan lembaga yang bergerak dalam pemberdayaan manusia (human
development) dengan cara melaksanakan atau mengadakan acara seminar atau
workshop yang pesertanya mulai dari tingkat siswa, mahasiswa, guru maupun
dosen. Kegiatan seminar merupakan suatu hal yang baik untuk dilakukan dalam
hal pembaharuan ilmu. Dan pada kenyataannya kegiatan seminar semakin
berkembang bahkan dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan bagi
pihak tertentu. Dikarenakan hanya berfokus pada pendapatan keuntungan,
sehingga membuat pelaku usaha tidak menjalankan jual beli berdasarkan
ketentuan yang benar. Hal tersebut berdampak pada tidak terpenuhinya hak
konsumen.Permasalahan dalam skripsi ini adalah: bagaimana pelaksanaan praktik
jual beli tiket seminar dengan fasilitas yang ditawarkan oleh Lembaga
Pengembangan Edukasi Indonesia Bandar Lampung, dan bagaimana tinjauan
hukum Islam tentang praktik jual beli tiket seminar dengan fasilitas yang
ditawarkan oleh Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia Bandar Lampung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana praktik jual beli
tiket seminar dengan fasilitas yang ditawarkan oleh tim Lembaga Pengembangan
Edukasi Indonesia Bandar Lampung dan untuk mengetahui sejelas mungkin status
hukumnya menurut Islam. Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan
(Field Research) yang bersifat deskriptif kualitatif yaitu mencari data dengan
melakukan penelitian langsung di lapangan, sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sumber data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Metode pengolahan data menggunakan metode edit data (editing)
dan sistematika data (systematizing) yaitu menempatkan data menurut kerangka
sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah kemudian tekhnik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis kualitatif
dengan pendekatan induktif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa praktik jual beli tiket seminar
dengan fasilitas yang ditawarkan pada Lembaga tersebut tidak sesuai dengan yang
diharapkan, karena pada waktu bersosialisasi pihak penjual menjelaskan terkait
fasilitas yang akan didapatkan oleh peserta tanpa menunjukkan bentuk dan jenis
fasilitas secara langsung, sehingga calon peserta hanya dapat mendengarkan
penjelasan dari pihak lembaga saat bersosialisasi dan hanya dapat menerka-nerka
fasilitas yang nantinya akan mereka dapatkan. Sehingga diantara peserta ada yang
kecewa,merasa dirugikan karena fasilitas yang didapatkan tidak sesuai dengan
yang diharapkan bahkan ada beberapa peserta yang tidak mendapatkan fasilitas
sepenuhnya.Dikarenakan jual beli tiket seminar dengan fasilitas yang ditawarkan
ini merupakan salah satu jual beli yang didasari ketidakjelasan barangnya
(mengandung gharar) oleh lembaga (penjual) dan merugikan pembeli, dan jual
beli tersebut merupakan jual beli yang hukumnya haram dan tidak diperbolehkan
dalam Islam karena tidak sesuai berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90
dan Hadist Rasullah SAW yang diriwayatkan oleh Jama’ah kecuali Imam
Bukhari.
iii
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Cindy Oktalinda
NPM : 1621030397
Jurusan : Muamalah
Fakultas :Syariah
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Jual Beli Tiket Seminar dengan Fasilitas yang ditawarkan(Studi pada
Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) Bandar Lampung)”
adalah benar-benar merupakan hasil karya penyusun sendiri, bukan duplikasi
ataupun saduran dari karya orang lain kecuali pada bagian yang telah dirujuk dan
disebut dalam footnote atau daftar pustaka. Apabila di lain waktu terbukti adanya
penyimpangan dalam karya ini, maka tanggung jawab sepenuhnya ada pada
penyusun.
Demikian surat pernyataan ini saya buat agar dapat dimaklumi.
Bandar Lampung, 08 Mei 2019
penulis,
Cindy Oktalinda
1621030397
vi
MOTTO
الله
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka di antara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
(QS. An-Nisa’(4( : 29).
vii
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini kupersembahkan secara khusus untuk orang-orang yang
kusayangi serta selalu mendukung akan terselesaikannya karya ini diantaranya:
1. Kedua orang tuaku Bapak Sofiyan dan Ibu Eni Kusmiati tercinta yang selalu
mendukung ku secara penuh dalam berpendidikan dan tidak pernah lelah
dalam mendoakan dan menasehati secara moril ataupun materil untuk
anaknya, terimakasih tak terhingga telah menuntunku pada tahap ini dan
menyemangatiku untuk tahap selanjutnya;
2. Adikku tercinta Ridho Saputra terimakasih atas kasih sayang yang telah
diberikan yang tiada henti;
3. Dosen pembimbingIbu Dra.Firdaweri., M.H.I dan Ibu Juhratul Khulwah.,
M.S.I., yang memberikan bimbingan dengan sangat baik;
4. Almamater tercinta UIN Raden Intan Lampung;
5. Sahabat terbaik dalam perjalanan S1 yang selalu menyemangati dan
memberikan motivasi sampai pada akhir perjalanan S1, terimakasih untuk
Juwita Nur Safitri, Umi Hasanah, Eka Kurniasari, Murtiana, Rini Novitasari,
dan Megaliawati.
6. Almamater tercinta Tri Bhakti At-Taqwa, terimakasih tiada henti ku ucapkan
kepada KH. Kholiq Amrullah Adnan., M.Ag dan Ibu nyai Hj. Nurul
Hikmah.,S.Pd beserta seluruh guru-guru yang selalu mendoakan dan
memotivasi sampai detik ini dan tak lupa kepada Formalin TBA serta semua
orang yang menyemangati dan turut serta dalam perjuangan skripsi
khususnya untuk Hani Firgiani dan Eva Susmita.
viii
RIWAYAT HIDUP
Cindy Oktalinda lahir di Negeri Sakti, Gedong Tataan, Kabupaten
Pesawaran pada tanggal 06 Oktober 1998. Lahir dari pasangan Bapak Sofiyan dan
Ibu Eni Kusmiati.
Riwayat pendidikan dimulai dari SD N 1 Negeri Sakti lalu kelas IV pindah
sekolah di SD N 1 Indraloka 1 selesai pada tahun 2010, kemudian melanjutkan
pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Way Kenanga selesai pada
tahun 2013. Setelah itu melanjutkan keMadrasah Aliyah Tri Bhakti At-
Taqwaselesai pada tahun 2016, kemudian melanjutkan ke Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung dan mengambil Jurusan Muamalah di Fakultas
Syari’ah.
Bandar Lampung, 08 Mei 2019
Yang Membuat,
Cindy Oktalinda
NPM. 1621030397
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-NYA
berupa Ilmu pengetahuan, kesehatan dan petunjuk sehingga skripsi yang
berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Tiket Seminar dengan
Fasilitas yang ditawarkan (Studi Pada Lembaga Pengembangan Edukasi
Indonesia (LPEI) Bandar Lampung)” dapat selesai. Shalawat dan salam
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan umatnya.
Atas bantuan semua pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini, tidak
lupa diucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof.Dr.H. Mukri.,M.Ag, selaku Rektor UIN Raden Intan Lampung
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di
kampus tercinta ini;
2. Dekan Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung Bapak Dr.H. Khairuddin
Tahmid., M.H yang senantiasa memfasilitasi kemudahan bagi mahasiswa-
mahasiswanya;
3. Bapak Dr.H. Khairuddin.,M.H selaku ketua Jurusan Muamalah dan Ibu
Juhrotul Khulwah.,M.S.I selaku sekretaris Jurusan Muamalah yang senantiasa
tanggap terhadap permasalahan mahasiswanya;
4. Ibu Dra. Firdaweri., M.H.I selaku pembimbing I dan Ibu Juhrotul
Khulwah.,M.S.I selaku pembimbing II yang selalu memberi masukan dan
membimbing secara penuh terhadap penyelesaian skripsi ini;
5. Tim penguji yang telah hadir di sidang munaqosyah Ibu Eti Karini, S.H.,
M.Hum selaku ketua sidang, Ibu Kartika S, S.pd., M.Pd selaku sekretaris,
x
Bapak Dr. H. Khorul Abror, M.H selaku penguji I, Ibu Dra. Firdaweri, M.H.I
selaku penguji II, Ibu Juhrotul Khulwah, M.S.I selaku penguji III.
6. Seluruh dosen Fakultas Syari’ah yang telah memberikan Ilmu yang
bermanfaat;
7. Almamater tercinta UIN Raden Intan Lampung;
8. Seluruh teman-teman seperjuangan kelas H Muamalah Universitas Negeri
Raden Intan Lampung
Bandar Lampung,08 Mei 2019
Penulis,
Cindy Oktalinda
NPM. 1621030397
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
ABSTRAK .................................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iv
PENGESAHAN............................................................................................ v
MOTTO ........................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................ vii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR BAGAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. PenegasanJudul ............................................................................... 1
B. Alasan Memilih Judul ...................................................................... 3
C. LatarBelakangMasalah .................................................................... 4
D. Fokus Penelitian .............................................................................. 8
E. Rumusan Masalah............................................................................ 8
F. TujuanPenelitian .............................................................................. 9
G. Signifikasi penelitian ....................................................................... 10
H. MetodePenelitian ............................................................................. 10
BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................. 17
A. JualBeli .......................................................................................... 17
1. PengertianJualBeli.................................................................. 17
2. DasarHukumJualBeli ............................................................. 22
3. Rukun Dan SyaratJualBeli ..................................................... 28
4. Macam-MacamJualBeli ......................................................... 42
5. JualBeli Yang DilarangMenurutHukum Islam ...................... 44
B. Gharar ........................................................................................... 47
1. PengertianGharar ................................................................... 47
2. Dalil Haramnya Gharar ......................................................... 48 3. Penyebab Terjadinya Gharar ................................................. 450
4. Bentuk-BentukJualBeliGharar .............................................. 52
C. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 52
BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN .......................................... 55
A. Gambaran Umum Objek ............................................................... 57
1. SejarahLembagaPengembangan Edukasi Indonesia (LPEI)
Bandar Lampung .................................................................... 57
2. Struktur LembagaPengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) 59
3. Visi dan Misi LembagaPengembangan Edukasi Indonesia ... 62
xii
B. Deskripsi Data Penulisan .............................................................. 63
1. Praktik Jual Beli Tiket Seminar dengan Fasilitas yang
ditawarkan .............................................................................. 63
2. Pendapat Para Peserta Tentang Praktik Jual Beli Tiket
Seminar dengan Fasilitas yang ditawarkan ............................ 65
BAB IV ANALISIS DATA ......................................................................... 71
A. PraktikJualBeliTiket Seminar DenganFasilitasyangditawarkan
pada Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI)
Bandar Lampung ........................................................................... 71
B. TinjauanHukum Islam TerhadapJualBeliTiket Seminar
pada Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI)
Bandar Lampung ........................................................................... 74
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 78 A. Kesimpulan.................................................................................... 78
B. Rekomendasi ................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 Kartu Konsultasi Bimbingan Skripsi
Lampiran 2 SK Pembimbing
Lampiran 3 Daftar Ralat
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian
Lampiran 5 Permohonan Izin Riset
Lampiran 6 Daftar Nama Responden Penelitian
Lampiran 7 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Tim LPEI
Lampiran 8 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Peserta Seminar
Lampiran 9 Surat Keterangan Wawancara
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Jumlah Responden dari Jenis Kelamin.............................................. 66
Tanggapan Responden Mengenai Rukun dan Syarat Jual Beli...... 66
Tanggapan Responden Mengenai Kepuasan Fasilitas
yang didapatkan................................................................................... 67
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Sebagai kerangka awal guna mendapatkan gambaran yang jelas dan
memudahkan dalam memahami skripsi ini. Maka perlu adanya uraian terhadap
penegasan arti dan makna dari beberapa istilah yang terkait dengan tujuan
skripsi ini. Dengan penegasan tersebut diharapkan tidak akan terjadi
kesalahpahaman terhadap pemaknaan judul dari beberapa istilah yang
digunakan, disamping itu langkah ini merupakan proses penekanan terhadap
pokok permasalahan yang akan dibahas.
Adapun skripsi ini berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli
Tiket Seminar dengan Fasilitas yang ditawarkan (Studi Pada Lembaga
Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) Bandar Lampung) ”. Dengan uraian
sebagai berikut :
1. Tinjauan Hukum Islam
a. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah
menyelidiki, mempelajari).1
b. Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian
agama Islam.2 Hukum Islam adalah istilah atau bahasa hukum yang
sering digunakan untuk menyatakan hukum-hukum yang tercakup dalam
1Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,1991), h. 1060. 2Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam Di
Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), h. 42.
2
ranah atau wilayah kajian Islam yang secara umum dan sering juga
dinyatakan dengan sebutan Hukum Syara‟ atau Syariah.3
Jadi yang dimaksud dengan Tinjauan hukum Islam adalah
pemeriksaan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan secara sistemasi
dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan hukum yang bersumber
pada agama Islam.
2. Jual Beli Tiket Seminar
a. Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar barang dengan barang
atau barang dengan uang, dengan jalan melepaskan hak milik dari yang
satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan sesuai dengan
ketentuan yang dibenarkan syara‟.4
b. Tiket menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah karcis kapal,
pesawat terbang dan sebagainya.5 Dalam hal ini yang dimaksud tiket
adalah karcis sebagai tanda bukti para peserta untuk memasuki atau
mengikuti acara seminar.
c. Seminar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu pertemuan atau
persidangan untuk membahas suatu masalah di bawah pimpinan ahli
(guru besar, pakar dan sebagainya).6
Jadi yang dimaksud dengan jual beli tiket seminar adalah suatu
akad tukar menukar uang dengan tiket seminar yang dilakukan antara
3Bunyana Sholihin, Metodologi Penelitian Syari‟ah (Yogyakarta: Kreasi Total Media,
2018), h. 11. 4A. Khumedi Ja‟far, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Bandar Lampung: UIN Raden
Intan Lampung, 2014), h. 146. 5Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 1054. 6Ibid, h. 907.
3
pihak penjual dan pembeli dengan tujuan pembeli tiket dapat mengikuti
acara seminar.
3. Fasilitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sarana untuk
melancarkan pelaksanaan fungsi, kemudahan.7 Fasilitas yang dimaksud
dalam hal ini ialah suatu sarana dan prasarana yang ditawarkan oleh pihak
panitia seminar kepada calon peserta seminar ketika akad jual beli
berlangsung. Yang mana peserta seminar yang sudah terdaftar akan
diberikan beberapa fasilitas yang sudah dijanjikan oleh panitia seminar.
4. Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) Bandar Lampung
adalah suatu lembaga pendidikan yang berbadan hukum dan dibawah
naungan Dinas Pendidikan yang terletak di Bandar Lampung. Lembaga ini
bergerak dalam pemberdayaan manusia (human development) dengan
mengadakan acara seminar maupun workshop.8
Dengan demikian dapat ditarik pengertian bahwa yang dimaksud
dengan judul skripsi ini adalah bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap
jual beli tiket seminar dengan fasilitas yang ditawarkan studi pada Lembaga
Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) Bandar Lampung.
B. Alasan Memilih Judul
Adapun alasan peneliti tertarik dalam memilih dan menentukan judul
tersebut adalah :
7Ibid, h. 275.
8Ahmad Legowo, (Ketua Umum Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia Bandar
Lampung), wawancara dengan penulis, Geprek King, Bandar Lampung, 20 November 2019.
4
1. Alasan Objektif
Mengingat banyaknya persoalan muamalah yang terjadi di masyarakat
sehingga perlu pemahaman yang benar saat bermuamalah. Dalam praktik
jual beli tiket seminar dengan fasilitas yang ditawarkan oleh tim Lembaga
Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) Bandar Lampung yang di
dalamnya terdapat unsur ketidak pastian, spekulasi (gharar) sehingga
penelitian ini dianggap perlu guna menganalisisnya dari sudut pandang
hukum Islam.
2. Alasan Subjektif
Yang ditulis oleh peneliti merupakan permasalahan yang terkait
dengan jurusan hukum ekonomi syariah (muamalah) fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, tempat menimba ilmu dan
pengetahuan, dimana kajian tentang jual beli tiket seminar dengan fasilitas
yang ditawarkan ini merupakan kajian dalam bidang muamalah yaitu
dengan tinjauan hukum Islamnya.
C. Latar Belakang Masalah
Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) Bandar Lampung
adalah suatu lembaga pendidikan yang berbadan hukum dan dibawah naungan
dinas pendidikan yang terletak di Bandar Lampung. Lembaga ini sudah
didirikan sejak tahun 2018. Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI)
bergerak dalam pemberdayaan manusia (human development) dengan cara
melaksanakan atau mengadakan acara seminar atau workshop yang pesertanya
mulai dari tingkat siswa, mahasiswa, guru maupun dosen.
5
Kegiatan seminar ini merupakan suatu hal yang baik untuk dilakukan
dalam hal pembaharuan ilmu. Namun untuk mengikuti seminar ini tidak semua
seminar gratis melainkan ada biaya yang harus kita bayarkan untuk mengikuti
seminar tersebut.
Tim Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) Bandar
Lampung membuka pendaftaran bagi para masyarakat yang ingin ikut andil
dalam acara seminar dengan cara melakukan transaksi jual beli tiket seminar
dengan harga yang telah ditentukan oleh pihak pelaksana seminar yang
merupakan anggota dari Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia itu
sendiri. Strategi pemasaran yang dilakukan lembaga ini agar mendapatkan
banyak peserta seminar yaitu dengan cara menyebarkan brosur, pamflet serta
bersosialisasi kepada masyarakat atau kumpulan pelajar guna menarik
perhatian mereka agar dapat mengikuti acara seminar.
Jual beli tiket seminar dikalangan masyarakat saat ini khususnya bagi
pelajar sudah tidak asing lagi, baik acara seminar yang berisikan motivasi,
kewirausahaan, maupun edukasi baik yang berbayar maupun tanpa memungut
biaya. Selain di Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) Bandar
Lampung, transaksi jual beli tiket seminar sangat umum dilakukan oleh
lembaga entrepreneur lainnya, salah satunya pada lembaga IEF (Indonesia
Entrepenuer Forum). Strategi penjualan tiket seminarnya pun hampir sama
dengan Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) yaitu dengan cara
bersosialisasi kepada masyarakat dan kumpulan pelajar. Akan tetapi penulis
lebih tertarik meneliti Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI)
6
Bandar Lampung dikarenakan lembaga ini sering mengadakan seminar
berisikan edukasi bagi pelajar di daerah Lampung dalam setiap tahunnya
dibandingkan lembaga-lembaga lainnya.
Dalam pelaksanaan seminar para peserta akan mendapatkan beberapa
fasilitas yang sudah dijanjikan oleh pihak pelaksana, beberapa fasilitas tersebut
diantaranya adalah sertifikat, buku, konsumsi, e-book, konsultasi dengan
pembicara, pelatihan public speaking, dan juga foto bersama pembicara. Akan
tetapi pada praktiknya ternyata setelah mengikuti acara seminar fasilitas yang
sudah menjadi hak para peserta tidak sesuai dengan apa yang sudah dijanjikan
oleh pihak pelaksana bahkan ada juga fasilitas yang tidak diberikan.
Tidak jarang para peserta yang kecewa kepada pihak pelaksana karena
fasilitas didapatkan tidak sesuai dengan fasilitas yang dijanjikan mulai dari
tidak dapat foto bersama dengan pembicara, buku yang tidak sesuai dengan
buku yang dicontohkan pada saat bersosialisasi, banyak juga peserta yang tidak
mendapatkan e-book (materi berupa file), yang sangat disayangkan peserta
tidak mendapatkan materi pelatihan public speaking yang telah dijanjikan
sesuai dengan informasi dari pihak penjual tiket seminar, melainkan materi
pelatihan public speaking yang telah dijanjikan ternyata diberikan pada saat
sesi setelah seminar yaitu workshop dengan syarat diharuskan membayar
sejumlah biaya lagi. Jadi banyaknya fasilitas yang telah dijanjikan oleh pihak
penjual tiket seminar merupakan strategi atau upaya untuk menarik konsumen
agar mengikuti acara seminar tersebut.
7
Sedangkan yang dinamakan jual beli yang benar menurut syari‟at Islam
ialah tukar menukar barang dengan barang atau barang dengan uang yang
dilakukan dengan jalan melepas hak milik dari yang satu dengan yang lain atas
dasar saling merelakan.9 Sebenarnya entensitas penyelenggaraan seminar
merupakan entensitas kegiatan sosial bukan kegiatan bisnis, namun pada
kenyataannya kegiatan seminar ini semakin berkembang dan dijadikan sebagai
alat untuk mendapatkan keuntungan.
Allah berfirman dalam Al-qur‟an surat An Nisa (4) ayat 29 yang berbunyi:
الل
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.”10
Berdasarkan pada dalil Al Quran di atas sudah jelas bahwasannya Allah
telah mengharamkan bagi umat-Nya yang bermuamalah dengan cara yang
tidak dibenarkan oleh syara‟. Akan tetapi faktanya masih banyak yang
menyepelekan aturan-aturan Islam demi mendapatkan keuntungan yang lebih.
9Sohari Sahrani dan Ru‟fah Abdullah, Fiqih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),
h. 65-66. 10
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemah untuk Wanita
(Jakarta Selatan: Wali, 2012), h. 83.
8
Bertitik tolak dari masalah tersebut, maka menarik untuk meneliti lebih
lanjut mengenai persoalan, permasalahan dan menyusunnya dalam sebuah
karya ilmiah yakni skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Jual Beli Tiket Seminar Dengan Fasilitas Yang Ditawarkan (Studi Pada
Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) Bandar Lampung” bahwa
kajian ini penting untuk dibahas dan menarik untuk diteliti.
D. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini dapat memfokuskan masalah terlebih dahulu supaya
tidak terjadi perluasan permasalahan yang nantinya tidak sesuai dengan
penelitiann ini. Maka dari itu peneliti memfokuskan untuk meneliti suatu
praktik jual beli tiket seminar dengan fasilitas yang ditawarkan pada Lembaga
Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) Bandar Lampung.
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka hal yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana praktik jual beli tiket seminar dengan fasilitas yang ditawarkan
oleh tim Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) Bandar
Lampung?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang praktik jual beli tiket seminar
dengan fasilitas yang ditawarkan oleh tim Lembaga Pengembangan Edukasi
Indonesia (LPEI) Bandar Lampung?
9
F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui praktik jual beli tiket seminar dengan fasilitas yang
ditawarkan oleh tim Lembaga Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI)
Bandar Lampung.
b. Untuk mengetahui status hukumnya menurut Islam tentang jual beli tiket
seminar dengan fasilitas yang ditawarkan oleh tim Lembaga
Pengembangan Edukasi Indonesia (LPEI) Bandar Lampung.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
a. Secara teoritis, bagi masyarakat penelitian ini diharapkan mampu
memberikan pemahaman mengenai tinjauan hukum Islam tentang jual
beli tiket seminar dengan fasilitas yang ditawarkan yang dapat dijadikan
pedoman dalam melakukan praktik jual beli dalam masyarakat dan untuk
memberikan sumbangsih secara spesifik mengenai teori-teori yang
berkenaan dengan jual beli tiket seminar dengan fasilitas yang
ditawarkan dalam hukum Islam. Selain itu diharapkan dapat memperkaya
khazanah pemikiran keislaman pada umumnya civitas akademik fakultas
Syariah Jurusan Muamalah pada khususnya serta menambah wawasan
bagi peneliti dengan harapan menjadi stimulus bagi penelitian
selanjutnya sehingga proses pengkajian akan terus berlangsung dan akan
memperoleh hasil yang maksimal.
10
b. Secara praktis, penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu syarat
memenuhi tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H)
pada Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
G. Signifikasi Penelitian
Manfaat penelitian berkenaan dengan manfaat ilmiah dan praktis berkena
dengan hasil penelitian. Mengungkapkan secara spesifik kegunaan yang dapat
tercapai dari aspek teoritis dengan mencapai kegunaan teoritis apa yang dicapai
dari masalah yang diteliti dan aspek praktis dengan menyebutkan kegunaan apa
yang dapat tercapai dari penerapan pengetahuan yang dihasilkan penelitian.11
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk:
1. Informasi ilmiah dalam bidang ekonomi Islam khususnya pada bidang
muamalah
2. Menambah wawasan pengetahuan serta pengalaman khususnya yang
berhubungan dengan jual beli tiket seminar dengan fasilitas yang
ditawarkan
3. Menambah wawasan bagi masyarakat dan dapat dijadikan referensi
bagi peneliti mahasiswa ataupun mahasiswi yang akan meneliti
tentang jual beli.
11
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2005), h. 21.
11
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (Fied
Research) yaitu suatu penelitian yang dilakukan di lingkungan masyarakat
tertentu baik di lembaga-lembaga organisasi masyarakat (social).
Penelitian ini juga menggunakan penelitian kepustakaan (Library
research) sebagai pendukung dalam melakukan penelitian, karena teori-teori
yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari buku kepustakaan dengan
menggunakan berbagai literatur yang ada di perpustakaan yang relevan
dengan masalah yang diangkat untuk diteliti.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu penelitian yang
dilakukan dengan tujuan utama untuk memberikan gambaran atau deskripsi
tentang suatu keadaan secara objektif.12
Sifat penelitian yang digunakan
adalah deskriptif analitik yaitu suatu metode penelitian dengan
mengumpulkan data-data yang disusun, dijelaskan, dipresentasikan dan
kemudian disimpulkan.
3. Data dan Sumber Data
Pada penelitian ini mengumpulkan data yang merupakan data yang
diperlukan untuk menjawab permasalahan yang ada. Dalam penulisan
skripsi ini data yang peneliti peroleh berasal dari sumber data primer dan
sekunder.
12
V. Wiratna Sujarweni, Metodelogi Penelitian Bisnis dan Ekonomi (Yogyakarta: Pustaka
Baru Prees, 2015), h. 74.
12
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden
atau objek yang diteliti.13
Data primer adalah data yang diperoleh
langsung dari sumbernya baik melalui wawancara, observasi maupun
laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh
peneliti.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang mendukung sumber data primer
diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku ilmiah, hasil penelitian
dan karya ilmiah yang berhubungan dengan objek penelitian.14
Data
sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku-buku yang mempunyai
relevansi dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian.
4. Populasi dan Sample
a. Populasi
Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.15
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah
keseluruhan dari pihak penjual tiket seminar (berjumlah 5 orang) dan
peserta seminar (berjumlah 100 orang). Jadi populasi dari penelitian ini
13
Pabundu Tika Muhammad, Metodologi Riset Bisnis (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h.
57. 14
Ibid, h. 107. 15
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2012), h. 215.
13
berjumlah lebih dari 100 orang yang terdiri dari pihak penjual tiket
seminar dan para peserta (pembeli).
b. Sample
Sample adalah sebagian dari populasi itu. Populasi itu misalnya
penduduk di wilayah tertentu, jumlah pegawai pada organisasi tertentu,
jumlah guru dan murid di sekolah tertentu dan sebagainya.16
Berdasarkan buku Suharsini Arikunto yang menyebutkan apabila
populasi <100 maka yang dijadikan sebagai sample adalah keseluruhan
populasi yang ada. Selanjutnya jika populasinya >100 orang dapat
diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih. Oleh karena itu
berdasarkan penentuan jumlah sample yang dijelaskan, peneliti
mengambil sample sebanyak 10% dari populasi yang tersedia yaitu
kurang lebih sebanyak 11 orang yang terdiri dari pihak penjual tiket
seminar (penjual) yang berjumlah 5 orang dan peserta seminar (pembeli)
yang berjumlah 6 orang.
5. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah proses pengadaan data untuk keperluan
penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam usaha
penghimpunan data untuk penelitian ini, digunakan beberapa metode, yaitu:
a. Wawancara
Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk
memperoleh informasi secara mendalam tentang isu atau tema yang
16
Ibid.
14
diangkat dalam penelitian. Atau, merupakan proses pembuktian terhadap
informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain
sebelumnya.17
b. Observasi
Observasi merupakan suatu kegiatan mendapatkan informasi yang
diperlukan untuk menyajikan gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian
untuk menjawab pertanyaan penelitian, untuk membantu pengertian
perilaku manusia, atau untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran
terhadap aspek tertentu melalui umpan balik terhadap pengukuran
tersebut.18
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung
ditunjuk pada subjek peneliti, namun melalui dokumen seperti foto.
Metode tersebut dimaksudkan untuk mengumpulkan data melalui
catatan atau dokumentasi yang berkaitan dengan data-data tentang jual
beli tiket seminar dengan fasilitas yang ditawarkan.
6. Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan datanya sebagai berikut:
a. Edit Data (editing)
Edit data adalah sebuah proses pengecekan, pengoreksian data
yang telah dikumpulkan, karena kemungkinan data yang masuk atau
terkumpul itu tidak logis dan meragukan. Tujuan editing adalah untuk
17
V. Wiratna Sujarweni, Metodelogi Penelitian Bisnis dan Ekonomi (Yogyakarta: Pustaka
Baru Prees, 2015), h. 31. 18
Ibid, 32.
15
menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada percetakan di
lapangan dan bersifat koreksi, sehingga kekurangannya dapat dilengkapi
atau diperbaiki.
b. Sistematika Data (systematizing)
Sistematika data yaitu menempatkan data menurut kerangka
sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah. Yang dimaksud dalam
hal ini yaitu mengelompokkan data secara sistematis data yang sudah
diedit dan diberi tanda itu menurut klasifikasi dan urutan masalah.19
7. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan
dengan kajian penelitian, yaitu praktik jual beli tiket seminar dengan
fasilitas yang ditawarkan dalam Hukum Islam yang akan dikaji
menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti
pada kondisi objek yang alamiah.20
Metode kualitatif yaitu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang yang dapat diamati. Maksudnya adalah analisis ini
bertujuan mengetahui adanya kerugian dari pihak pembeli dalam praktik
penjualan tiket seminar. Tujuannya dapat dilihat dari sudut hukum Islam,
yaitu agar dapat memberikan pemahaman mengenai adanya unsur
merugikan pada salah satu pihak yaitu pembeli dalam jual beli tiket seminar
dengan fasilitas yang ditawarkan.
19
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2010), h. 30. 20
Ibid, h. 9.
16
Metode berfikir dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
induktif, yaitu metode yang mempelajari suatu gejala yang khusus untuk
mendapatkan kaidah-kaidah di lapangan yang lebih umum mengenai
fenomena yang diselidiki. Metode ini digunakan dalam membuat
kesimpulan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan jual beli tiket
seminar dengan fasilitas yang ditawarkan.
17
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Jual Beli
1. Pengertian Jual Beli
Kegiatan jual beli merupakan bentuk kegiatan muamalah yang
hampir dilakukan oleh seseorang setiap hari.21
Kata muamalah yaitu
peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam hal
tukar menukar harta (termasuk jual beli).22
Tujuan diadakannya aturan ini
adalah agar tatanan kehidupan bermasyarakat berjalan dengan baik dan
saling menguntungkan.23
Perkataan jual beli sebenarnya terdiri dari dua
suku kata yaitu “jual dan beli”. Sebenarnya kata “jual dan beli”
mempunyai arti yang satu sama lainnya bertolak belakang. Kata jual
menunjukan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adalah
adanya perbuatan membeli.24
Penjual sebagai pihak yang menjual barang
membutuhkan para pembeli, demikian di sisi lain si pembeli juga
membutuhkan penjual yang jujur.25
Terdapat beberapa pengertian tentang jual beli baik secara bahasa
(etimologi) ataupun secara istilah (terminologi). Jual beli menurut bahasa
yaitu mutlaq al-mubadalah yang berarti tukar menukar secara mutlak.26
21
Sapiudin Shadiq, Fikih Kontemporer (Jakarta: Kencana, 2016), h. 295. 22
Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 118. 23
Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam (Jakarta: Bee Media Pustaka, 2017), h.
371. 24
Chairuman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta:
Sinar Grafika, 2004), h. 33. 25
Sapiudin Shadiq, Fikih Kontemporer ...., h. 295. 26
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), h. 63.
18
Pandangan jual beli menurut bahasa berarti al-ba‟i, al-tijarah, dan al-
mubadalah, hal ini sebagaimana firman Allah SWT:27
… “Mereka itu mengharapkan ijarah (perdagangan) yang tidak akan merugi”. (Q.S Fathir (35): 29)
28
Walaupun dalam bahasa Arab kata jual (البيع) dan kata beli (الشراء)
adalah dua kata yang berlawanan artinya, namun orang-orang Arab biasa
mengenakan ungkapan jual-beli itu dengan satu kata yaitu (البيع).29
Pengertian dari istilah adalah menukar suatu barang dengan barang
yang lain dengan cara tertentu (akad).30
Akad yaitu ijab qabul yang
melahirkan hak dan tanggung jawab terhadap objek akad (ma‟qud
„alaih).31
Secara bahasa akad adalah ikatan antara dua hal, baik ikatan
secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari segi maupun dari dua
segi.32
Jual beli merupakan transaksi yang dilakukan oleh pihak penjual
dan pembeli atas suatu barang dan jasa yang menjadi objek transaksi jual
beli.33
Dan menurut Pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah,
ba‟i adalah jual beli antara benda dengan benda, atau pertukaran benda
dengan uang.34
27
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2014), h. 67 28
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan…., h. 700. 29
Muhammad Ali, Fiqih (Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2013), h. 95. 30
Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqiyah (Bandung: Penerbit Angkasa, 2005), h. 204. 31
Oni Sahroni, M. Hasanudin, Fikih Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2016), h. 4. 32
Fathurrohman Djamil, Penerapan Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan
Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 5. 33
Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2011), h.135. 34
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2012), h.
101.
19
Jual beli dalam arti umum ialah suatu perikatan tukar-menukar
sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad
yang mengikat dua belah pihak. Tukar-menukar yaitu salah satu pihak
menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak
lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan
adalah dzat (berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan
manfaatnya atau bukan hasilnya.35
Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar menukar sesuatu yang
bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik,
penukarannya bukan emas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir
dan ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang
itu ada di hadapan si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui
sifat-sifatnya atau sudah diketahui lebih dahulu.36
Definisi jual beli secara istilah menurut para fuqaha:37
Taqi al-Din ibn Abi Bakr ibn Muhammad al-Husayni, adalah
pertukaran harta dengan harta yang diterima dengan menggunakan ijab
qabul dengan cara yang diizinkan oleh syara‟.
Menurut Sayyid Sabiq jual beli adalah pertukaran harta dengan harta
atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan.
Menurut Abu Muhammad Mahmud al-Ayni, pada dasarnya jual beli
merupakan penukaran barang dengan barang yang dilakukan dengan suka
35
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah ...., h. 69. 36
Ibid, h. 69-70. 37
Idri, Hadis Ekonomi (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 156.
20
sama suka, sehingga menurut pengertian syara‟, jual beli adalah tukar
menukar barang atau harta secara suka sama suka. Definisi jual beli ini
sejalan dengan firman Allah bahwa jual beli harus didasarkan pada
keinginan sendiri dan atas dasar suka sama suka.38
Sebagaimana firman
Allah dalam surah An-Nisa‟ ayat 29:
الل
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S An-Nisa (4): 29).39
Di kalangan ulama, terdapat perbedaan pendapat tentang definisi jual
beli sekalipun substansi dan tujuan masing-masing definisi adalah sama.
Ulama Hanafiyah mendefinisikan jual beli dengan dua definisi:
و ص بال على وجو مص مبا دلة ما ل “Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu”
مقيد مصوصىفيو بثل على وجو مبا دلة شيئ مرغو ب “Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui
cara tertentu yang bermanfaat.”
Dalam definisi ini terkandung pengertian bahwa cara yang khusus
yang dimaksudkan ulama Hanafiyah adalah melalui ijab (ungkapan
38
Ibid. 39
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemah untuk Wanita
(Jakarta Selatan: Wali, 2012), h. 83.
21
membeli dari pembeli) dan qabul (pernyataan menjual dari penjual). Di
samping itu harta yang diperjualbelikan harus bermanfaat bagi manusia,
sehingga bangkai, minuman keras dan darah, tidak termasuk sesuatu yang
boleh diperjuabelikan karena benda-benda itu tidak bermanfaat bagi
muslim apabila jenis-jenis barang seperti itu tetap diperjualbelikan,
menurut ulama Hanafiyah, jual belinya tidak sah.
Definisi lain dikemukakan ulama Malikiyah, Syafi‟iyah, dan
Hanabilah. Menurut mereka jual beli adalah:
كا وتلكال تلي ا الدمبا دلة “Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik
dan kepemilikan.”
Dalam hal ini mereka melakukan penekanan kepada kata milik dan
kepemilikan, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak
harus dimiliki seperti sewa-menyewa (ijarah). Jual beli diartikan juga
dengan menukar barang dengan barang atau barang dengan uang, dengan
jalan melepaskan hak milik dari seseorang terhadap orang lainnya atas
dasar kerelaan kedua belah pihak.40
Jual beli menurut Kitab Undang-undang Hukum perdata
(Burgerlijkrecht) adalah suatu perjanjian timbal balik yang mana pihak-
pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas
suatu barang. Sedangkan pihak yang lain (si pembeli) berjanji untuk
40
Idri, Hadis Ekonomi ...., h. 156-157.
22
membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari
perolehan hak milik tersebut.41
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, jual beli adalah transaksi
tukar menukar uang dengan barang berdasarkan suka sama suka menurut
cara yang ditentukan syariat, baik dengan ijab qabul yang jelas, atau
dengan cara saling memberikan barang atau uang tanpa mengucapkan ijab
qabul, seperti yang berlaku pada pasar swalayan.42
2. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli dibolehkan Syariah berdasarkan Al-Qur‟an, Sunnah, dan
ijma‟ (konsensus) para ulama.43
Abdul al-Rahman dalam karyanya
mengatakan bahwa hukum jual beli bersifat kondisional, yakni bisa Al-
Ibahah (boleh), wajib, haram dan mandub (sunah). Al-Ibahah merupakan
hukum dasar dalam jual beli. Yakni jual beli hukumnya netral, karenanya
bisa jatuh makruh, sunah, wajib, dan bisa juga haram bergantung latar
belakangnya.44
Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat
manusia yang mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Qur‟an dan
Sunnah Rasulullah SAW.45
Jual beli bukan hanya sekedar muamalah, akan
41
Subekti, Aneka Perjanjian (Bandung: PT. Citra Aditiya Bakti, 1997), h. 1. 42
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah ...., h. 64. 43
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h.
76. 44
Apipudin, Konsep Jual Beli dalam Islam: “Analisis Pemikiran Abdul al-Rahman al-
Jaziri dalam Kitab al-Fiqh „Ala al-Madahib al-Arba‟ah”. Jurnal Islaminomic, Vol. 5 No.2
(Agustus 2016), h. 82. 45
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Muamalah (Jakarta: kencana Prenada Media Group,
2010), h. 68.
23
tetapi menjadi salah satu media untuk melakukan kegiatan untuk saling
tolong menolong sesama manusia.46
a. Dasar Al-Qur’an
Firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah ayat 275:
الل … “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
(Q.S Al-Baqarah (2): 275).47
Pada ayat di atas semua jual beli itu halal hukumnya selama
telah terpenuhi rukun juga syaratnya dan riba merupakan suatu
perbuatan yang diharamkan oleh Allah SWT.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 282:
“...Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli...” (Q.S Al-
Baqarah (2): 282)48
Salah satu syarat sah terpenuhinnya transaksi jual beli harus
adanya saksi, hal ini bertujuan agar ketika ada permasalahan antara
penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli tersebut sudah ada saksi
yang menjadi penguat transaksi tersebut.
46
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2016), h. 22. 47
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemah untuk Wanita ...., h.
47. 48
Ibid, h. 48.
24
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 198:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu.” (Q.S Al-Baqarah (2): 198)49
Ayat diatas menegaskan bahwa Allah menghalalkan jual beli
atau perniagaan selagi pekerjaan tersebut tidak bertentangan dengan
syariat Islam.
Firman Allah dalam surat An-Nisa‟ ayat 29:
الل
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S An-Nisa (4): (29)50
.
Maksud ayat di atas janganlah mengambil harta orang lain
secara batil, seperti merampas, mencuri, suap menyuap, dan lain-lain.
Kecuali harta itu menjadi barang dagangan berlandaskan kerelaan
antara pihak yang berakad. Harta atas semacam itulah yang halal
untuk dimakan dan dibelanjakan. Dan janganlah membunuh orang
49
Ibid, h. 31. 50
Ibid, h. 83.
25
lain, bunuh diri, dan menjerumuskan diri kalian sendiri kedalam
kebinasaan.
b. Dasar As-Sunnah
Mengenai sunnah dan hadits sebagai sumber hukum yang kedua,
Hasbi memilih pendapat ahli Ushul yang memformulasikan hadits
dengan segala perbuatan, ucapan dan taqrir (persetujuan atau
keputusan) Nabi yang berhubungan dengan hukum. Hasbi
mengatakan, bahwa menurut Ahli hadits, pengertian hadits dan sunnah
mengandung makna yang sama, yakni sama-sama semua perbuatan,
ucapan dan taqrir Nabi.51
Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Rifa‟ah bin Rafi‟ al-
Bazar dan Hakim:
لو صلى ال –الل سئل رسو ل ب و عنو ان الن رفاعة بن رفع رضي الل عن : عمل الرجل بيده اى الكسب اطيب او افضل قال –عليو و سلمكم(ا . )رواه البزا روصححو الحوكل ب يع مب رر
“Dari Rifa‟ah bin Rafi r.a bahwasannya Nabi SAW, ditanya:
pencarian apakah yang paling baik? Beliau menjawab: ialah orang
yang berkerja dengan tangannya, dan tiap-tiap jual beli yang
benar.” (HR. Al-Bazzar disahkan oleh Al-Hakim).52
Rasulullah SAW telah menjelaskan bahwa sebaik-baiknya
pekerjaan ialah dengan hasil usaha jerih payah sendiri dan dengan
perniagaan yang benar. Dalam mencari harta salah satunya dengan
51
Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqih Indonesia Penegasan dan Gagasan (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1997), h.111. 52
Al Hafiz Ibnu Hajar Asqalany, Terjemah Bulughul Maram, Cet. Ke-I, (Jakarta: Pustaka
Amani, 1995), h. 303.
26
melakukan jual beli dengan rukun dan syarat yang dibenarkan dalam
Islam.
على و الل ص لى ض ي الل عن و ان رس ول الل ر ب س ييد الخ دري ا ع ن ب يع إل الرج ل ق ب ل ل ث وبو ب ال طرح الرج وىي ن هى عن المنابذة وسلم
الث وب ون هى عن المل مس ة والملمس ة ي قلبو اوي نظر إليو أن لم ي نظر إليو
“Dari Abu Sa‟id Al-Khudry r.a, bahwa Rasulullah SAW melarang
munabadzah, yaitu seseorang melemparkan kainnya kepada
seseorang ketika menjualnya, sebelum dia (pembeli) membalik
atau memeriksa kain itu. Beliau juga melarang mulamasah, yaitu
seseorang menyentuh kain tanpa memeriksanya”.53
Jual beli dengan cara penjual melemparkan kainnya kepada
pembeli, sebelum dia (pembeli) memeriksa kain tersebut merupakan
jual beli yang dilarang dalam Islam karena pembeli tidak merasa puas
dengan apa yang telah dibelinya tersebut sehingga pembeli merasa
dirugikan.
c. Ijma’
Ijma menurut syara‟ adalah suatu kesepakatan bagi orang-orang
yang susah payah dan menggali hukum-hukum agama (mujtahid) di
antara umat Muhammad SAW, sesudah beliau meninggal dalam suatu
masa yang tidak ditentukan atau sesuatu urusan (masalah) di antara
masalah-masalah yang diragukan (yang belum ada ketetapan dalam
53
Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam, Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, Cet.
Ke-IV, (Jakarta: Darul Falah, 2004), h. 585.
27
kitab dan sunnah).54
Para ulama telah sepakat bahwa jual beli
diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu
mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan-bantuan orang lain yang
membutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang
sesuai.55
Dibawah ini merupakan kaidah fikih tentang hukum jual beli :
ا لأصل ف الميا ملة ال با حة ا ما قام الد ليل على منيو “Hukum dasar dalam bidang muamalah adalah kebolehan
(ibahah) sampai ada dalil yang melarangnya.”56
Selain itu, berdasarkan dasar hukum sebagaimana penjelasan di
atas bahwa jual beli itu hukumnya adalah mubah yang artinya jual beli
itu diperbolehkan asalkan di dalamnya memenuhi ketentuan yang ada
dalam jual beli yang dilakukan oleh manusia sejak masa Rasulullah
SAW, hingga saat ini menunjukkan bahwa umat telah sepakat akan
disyari‟atkan jual beli.57
Selain itu, dalam konteks Indonesia juga ada
legistimasi dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal
56-115.58
Berdasarkan nash di atas kaum muslimin telah ijma‟ tentang
kebolehan jual beli dan hikmah yang terkandung di dalamnya.
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa
pertolongan orang lain. Ia senantiasa membutuhkan barang yang
54
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), h. 51. 55
Rachmat Syafe‟i, Fiqh Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 75. 56
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih (Jakarta: Kencana, 2006), h. 130. 57
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 46. 58
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer ...., h. 25.
28
berada di tangan orang lain. Sementara orang lain tidak akan
menyerahkan sesuatu pun tanpa ada ganti atau imbalannya. Oleh
karena itu, jual beli dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia dan menghilangkan kesulitan dalam kehidupan manusia.59
3. Rukun dan Syarat Jual Beli
Jual beli akan sah jika terpenuhi rukun dan syaratnya.60
Setelah jual
beli dilakukan secara sah, barang yang dijual menjadi milik pembeli
sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti harga barang,
menjadi milik penjual.61
Yang menjadi rukun jual beli di kalangan Hanafiyah adalah ijab
qabul.62
Dalam jual beli perlu adanya ijab qabul (tanda terima) yang
diucapkan dengan lisan atau perkataan, dan diperbolehkan dalam hati
masing-masing.63
Ini yang ditunjukkan oleh saling tukar menukar atau
berupa saling memberi (muathah). Sementara itu yang menjadi rukun jual
beli di kalangan Jumhur ada empat, yaitu ba‟i wal-musytari (penjual dan
pembeli), tsaman wa mabi (harga dan barang), shighat (ijab qabul).64
Adapun yang menjadi syarat-syarat jual beli adalah:
a. Penjual dan pembeli, baik penjual dan pembeli mempunyai syarat-
syarat. Syarat-syaratnya adalah:
59
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah ...., h. 64. 60
Ibid, h. 65. 61
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Mu‟amalat (Jakarta: Amzah, 2015), h. 173 62
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah ...., h. 65. 63
Hussein Bahreisy, Pemodam Fiqih Islam (Surabaya: Al-Ikhlas: 1981), h. 167. 64
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah ...., h. 65.
29
1) Berakal, agar dia tidak tertipu, orang yang gila termasuk tidak sah
jual belinya
2) Dengan kehendak sendiri, bukan dipaksa (suka sama suka)
3) Tidak mubazir
4) Baligh. 65
Menurut ittifaq imam mazhab empat, jual beli yang
dilakukan oleh setiap orang baligh, berakal dan tidak dalam
paksaan adalah sah, jual beli oleh orang gila tidak sah.66
b. Uang dan benda yang dibeli, syaratnya yaitu:
1) Suci, barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang
untuk dibelikan, seperti kulit hewan atau bangkai yang belum
disamak.
2) Ada manfaatnya, tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada
manfaatnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al Isra
ayat 27 yang berbunyi:
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.
(Q.S Al Isra (17): 27)67
65
Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam (Surakarta: Penerbit Erlangga, 2012),
h. 111. 66
Khudori Soleh, Fiqih Kontekstual (Jakarta: PT Pertja, 1999), h. 1. 67
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan…., h. 428.
30
3) Barang itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual suatu barang
yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan
dalam laut.
4) Barang tersebut merupakan kepunyaan si penjual, kepunyaan
yang diwakilinya, atau yang mengusahakan.
c. Lafaz ijab qabul, ijab adalah perkataan penjual, misalnya “Saya jual
barang ini sekian”, sedangkan qabul adalah ucapan pembeli, misalnya
“Saya terima (saya beli) dengan harga sekian”. Keterangannya yaitu
ayat yang mengatakan bahwa jual beli itu suka sama suka. Sedangkan
suka sama suka tidak dapat diketahui dengan jelas kecuali dengan
perkataan, karena perasaan suka sama suka itu tergantung pada hati
masing-masing. Ini pendapat kebanyakan ulama, menjadi rukun,
hanya menurut adat telah berlaku bahwa seperti itu sudah dipandang
sebagai jual beli.
Rukun jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab kabul), orang-orang yang
berakad (penjual dan pembeli), dan ma‟kud alaih (objek akad).68
a. Sighat (ijab kabul), ijab adalah perkataan penjual, misalnya “saya jual
barang ini sekian”, sedangkan kabul adalah ucapan pembeli, misalnya
“saya terima (saya beli) dengan harga sekian”.69
Jadi ijab kabul dapat
dimaknai persetujuan antara pihak penjual dan pihak pembeli untuk
melakukan transaksi jual beli, di mana pihak pembeli menyerahkan
uang dan pihak penjual menyerahkan barang (serah terima), baik
68
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), h. 70 69
Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Bandung: Erlangga, 2012), h.
112
31
transaksi menyerahkan barang lisan maupun tulisan.70
Jual beli belum
belum dikatakan sah sebelum ijab dan kabul dilakukan sebab ijab
kabul menunjukkan kerelaan atau keridhoan. Keterangan yang
mengatakan jual beli harus berdasarkan suka sama suka yaitu sabda
Rasulullah SAW:”Sesungguhnya jual beli hanya sah dilakukan suka
sama suka.” (H.R Ibnu Hibban). Sedangkan suka sama suka tidak
dapat diketahui dengan jelas kecuali dengan perkataan, karena
perasaan suka sama suka itu bergantung pada hati masing-masing. Ini
pendapat kebanyakan ulama, tetapi Nawawi, Mutawally, dan Baghawi
berpendapat bahwa lafaz itu tidak berlaku menjadi rukun, hanya
menurut adat telah berlaku bahwa hal tersebut sudah dipandang
sebagai jual beli.71
Sighat atau ijab kabul, hendakanya diucapkan oleh penjual dan
pembeli secara langsung dalam suatu majelis dan juga bersambung,
maksudnya tidak boleh diselang oleh hal-hal yang menggangu
jalannya ijab kabul tersebut. Syarat-syarat sah ijab kabul ialah sebagai
berikut:
1) Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja setelah
penjual menyatakan ijab, dan sebaliknya.
2) Jangan diselangi dengan kata-kata lain antara ijab dan kabul.
70
Khumedi Ja‟far, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Bandar Lampung:
Permatanet, 2016), h. 105 71
Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Bandung: Erlangga, 2012), h.
112
32
3) Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli benda-benda
tertentu. Misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang
beragama Islam kepada pembeli non-muslim, karena akan
merendahkan abid yang beragama Islam. Sedangkan Allah
melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang kafir
untuk merendahkan mukmin.72
Firman Allah Swt. :
الل
”Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-
orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS.
An-Nisa : 141)73
b. Penjual dan pembeli, penjual yaitu pemilik harta yang menjual
barangnya, atau orang yang diberi kuasa untuk menjual harta orang
lain. Penjual haruslah cakap dalam melakukan transaksi jual beli
(mukallaf). Pembeli, yaitu orang yang cakap yang dapat
membelanjakan hartanya (uangnya).74
Adapun syarat-syaratnya
adalah:
1) Berakal dalam arti mumayiz
Jual beli tidak dipandang sah bila dilakukan oleh orang gila,
dan anak kecil yang tidak berakal. Bagaimana hukumnya jual beli
yang dilakukan anak-anak, seperti biasa terjadi pada masa
72
Sohari Sahrani, Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2011), h. 69 73
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Quran Dan Terjemahannya,
(Semarang: Kumudasmoro Grafindo, 1994), h. 146 74
Khumedi Ja‟far, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Bandar Lampung:
Permatanet, 2016), h. 105
33
sekarang. Dalam persoalan ini terjadi perbedaan pendapat di
kalangan ulama. Ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, dan
Hanabilah berpendapat transaksi jual beli yang dilakukan anak-
anak kecil yang telah mumayiz adalah sah selama ada izin walinya.
Dalam hal ini, golongan Hanafiyah tidak menyaratkan baligh
dalam jual beli. Ini berarti transaksi jual beli yang dilakukan anak
kecil yang telah mumayiz adalah sah. Mumayiz dimaksudkan,
mengerti dengan jual beli yang dilakukan oleh anak-anak yang
belum mumayiz dan orang gila tidak sah. Ulama Syafi‟iyah
berpendapat, jual beli yang dilakukan oleh anak-anak tidak sah
karena tidak ada ahliyah (kepantasan/kemampuan). Dalam hal ini
ulama syafi‟iyah memandang aqid (pihak yang berakad)
disyaratkan cerdas, maksudnya telah baligh, dan mempunyai
ahliyah (kemampuan) dalam persoalan agama dan harta.
Seiring dengan perkembangan zaman, anak-anak yang lahir
di zaman modern ini perkembangan otak dan pemikirannya (aspek
kognitif) sangat cepat walau belum baligh. Kalau dipersyaratkan
baligh sebagai syarat sahnya sebuah akad tentu akan menimbulkan
kesulitan dalam kehidupan manusia. Bagi anak-anak yang sudah
mengerti, dapat membedakan yang baik dan buruk serta mengerti
tentang objek yang dibelinya, boleh saja melakukan jual beli.
Namun, jual beli yang diizinkan adalah terhadap barang-barang
34
yang kecil dan murah, seperti makanan, minuman, mainan,
pensil,buku tulis, pena, dan sebagainya.75
2) Dengan kehendak sendiri (bukan paksaan), maksudnya bahwa
dalam melakukan transaksi jual beli salah satu pihak tidak
melakukan suatu tekanan atau paksaan kepada pihak lain,
sehingga pihak lain pun dalam melakukan transaksi jual beli
bukan karena kehendaknya sendiri. Oleh karena itu, jual beli yang
dilakukan bukan atas dasar kehendak sendiri adalah tidak sah.76
Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.”
(QS. An-Nisa : 29)77
3) Keduanya tidak mubazir, maksudnya bahwa para pihak yang
mengikatkan diri dalam transaksi jual beli bukanlah orang-orang
yang boros (mubazir, sebab orang yang boros menurut hukum
dikatakakn sebagai orang yang tidak cakap bertindak. Artinya ia
tidak dapat melakukan sendiri sesuatu perbuatan hukum meskipun
hukum tersebut menyangkut kepentingan semata. Hal ini
sebagaimana firman Allah Swt. :
75
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), h. 66 76
Suhrawardi K. Lubis, Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,
2014), h. 141 77
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Quran Dan Terjemahannya,
(Semarang: Kumudasmoro Grafindo, 1994), h. 123
35
الل
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu)
yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka
belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada
mereka kata-kata yang baik.” (QS. An-Nisa : 5)78
4) Baligh, yaitu menurut hukum Islam (fiqih), dikatakan baligh
(dewasa apabila telah berusia 15 tahun bagi anak laki-laki dan
telah datang bulan (haid) bagi anak perempuan).79
c. Objek Jual Beli
Merupakan barang yang akan digunakan sebagai objek transaksi
dalam jual beli. Objek ini harus ada fisiknya.80
Menurut Sayid Sabiq,
objek akad jual beli harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
1) Benda tersebut suci dan halal (tidak boleh menjual barang yang
diharamkan, seperti miras, bangkai, babi, dan patung).
2) Benda tersebut dapat dimanfaatkan (tidak boleh melakukan jual
beli ular dan anjing kecuali yang sudah terlatih yang digunakan
untuk berburu)
3) Benda tersebut milik yang melakukan akad jual beli (dilarang
menjual barang yang bukan miliknya walaupun itu milik istrinya
sendiri). Dalam ilmu fiqh hal ini disebut ba‟i al-fudhuli.
78
Ibid., h. 123 79
Khumedi Ja‟far, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Bandar Lampung:
Permatanet, 2016), h. 106
80
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2016), h. 137
36
4) Benda tersebut dapat diserahkan (tidak boleh menjual barang
yang tidak dapat diserahkan, seperti menjual ikan yang masih di
air).
5) Benda tersebut diketahui bentuknya atau keberadaannya atau
spesifikasinya dan harganya juga sudah jelas.
6) Benda tersebut sudah diterima oleh pembeli.81
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, rukun jual beli ada
tiga, yaitu:
a. Pihak-pihak. Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian jual beli
terdiri atas penjual, pembeli, dan pihak lain yang terlibat dalam
perjanjian tersebut.
b. Objek. Objek jual beli terdiri atas benda yang berwujud dan benda
yang tidak berwujud, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dan
yang terdaftar maupun tidak terdaftar. Syarat objek yang
diperjualbelikan adalah sebagai berikut: barang yang dijualbelikan
harus ada, barang yang dijualbelikan harus dapat diserahkan, barang
yang dijualbelikan harus berupa barang yang memiliki nilai/harga
tertentu, barang yang dijualbelikan harus halal, barang yang
dijualbelikan harus diketetahui oleh pembeli, kekhususan barang
yang dijualbelikan harus diketahui, penunjukkan dianggap memenuhi
syarat langsung oleh pembeli tidak memerlukan penjelasan lebih
lanjut, dan barang yang dijual harus ditentukan secara pasti pada
81
Mardani, Hukum Perikatan Syariah,(Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 90
37
waktu akad. Jual beli dapat dilakukan terhadap: barang yang terukur
menurut porsi, jumlah, berat, atau panjang, baik berupa satuan atau
keseluruhan, barang yang ditakar atau ditimbang sesuai jumlah yang
ditentukan, sekalipun kapasitas dari takaran dan timbangan tidak
diketahui, dan satuan komponen dari barang yang dipisahkan dari
komponen lain yang telah terjual.
c. Kesepakatan. Kesepakatan dapat dilakukan dengan tulisan, lisan, dan
isyarat.82
Ketiganya mempunyai makna hukum yang sama. Akad ada
dua bentuk:
1) Akad dengan kata-kata, dinamakan juga dengan ijab dan kabul.
Ijab, yaitu kata-kata yang diucapkan terlebih dahulu, misalnya,
penjual berkata: “baju ini saya jual dengan harga Rp 10.000,-.
Kabul, yaitu kata-kata yang diucapkan kemudian. Misalnya:
pembeli berkata:”barang saya terima”.
2) Akad dengan perbuatan, dinamakan juga dengan “mu‟athah”.
Misalnya: pembeli memberikan uang seharga Rp 10.000,- kepada
penjual, kemudian mengambil barang yang senilai itu tanpa ucap
kata-kata dari kedua belah pihak.83
Mengenai rukun dan syarat jual beli, para ulama berbeda
pendapat, berikut ini adalah uraiannya:
a. Menurut Mazhab Hanafi, rukun jual beli hanya ijab dan kabul
saja. Menurutnya yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah
82
Ahmad Ilham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: Gramedia, 2010),
h. 139 83
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2015), h. 103
38
kerelaan antara kedua belah pihak untuk berjual beli. Namun,
karena unsur kerelaan berhubungan dengan hati sering tidak
kelihatan, maka diperlukan indikator (qarinah) yang
menunjukkan kerelaan tersebut dari kedua belah pihak. Indikator
tersebut bisa dalam bentuk perkataan (ijab dan kabul) atau dalam
bentuk perbuatan, yaitu saling memberi (penyerahan barang, dan
penerimaan uang). Dalam fikih, hal ini terkenal dengan istilah
“bai al-muathah”.
b. Menurut Mazhab Maliki , syarat-syarat yang berkenaan dengan
aqid (orang yang berakad), shigat, dan ma‟qud “alaih (barang)
berjumlah 11 syarat, yaitu:84
1) Syarat aqid
Adalah penjual atau pembeli. Dalam hal ini terdapat tiga
syarat, ditambah satu bagi penjual:
a) Penjual dan pembeli harus mumayyiz
b) Keduanya merupakan pemilik barang atau yang dijadikan
wakil
c) Keduanya dalam keadaan sukarela. Jual beli berdasarkan
paksaan adalah tidak sah
d) Penjual harus sadar dan dewasa
Ulama Malikiyah tidak mensyaratkan harus Islam
bagi aqid kecuali dalam membeli hamba yang muslim
84
Ibid., h. 82.
39
dan membeli mushaf. Begitu pula dipandang shahih jual
beli orang buta.
2) Syarat dalam sighat
a) Tempat akad harus bersatu
b) Pengucapan ijab qabul tidak terpisah
Di antara ijab qabul tidak boleh ada pemisah yang
mengandung unsur penolakan dari salah satu aqid secara
adat.
3) Syarat harga dan yang dihargakan
a) Bukan barang yang dilarang syara
b) Harus suci, maka tidak diperbolehkan menjual khamar,
dan lain-lain
c) Bermanfaat menurut pandangan syara‟
d) Dapat diketahui oleh kedua orang yang berakad
e) Dapat diserahkan.85
c. Ulama‟ Syafi‟iyah mensyaratkan 22 syarat, yang berkaitan
dengan aqid, shighat, dan ma‟qud „alaih. Persyaratan tersebut
adalah:
1) Syarat aqid yaitu:
a) Dewasa atau sadar
85
Rachmat Syafe‟i, Fikih Muamalah…., h. 78.
40
Aqid harus baligh dan berakal, menyadari dan
mampu memelihara agama dan hartanya. Dengan
demikian, akad anak mumayyiz dipandang belum sah.
b) Tidak dipaksa atau tanpa hak
c) Islam
Dipandang tidak sah, orang kafir yang membeli
kitab Al-Qur‟an atau kitab-kitab yang berkaitan dengan
agama, seperti hadits, kitab-kitab fiqih, dan juga
membeli hamba yang muslim. Hal ini berdasarkan antara
lain firman Allah SWT:
الل
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada
orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang
beriman.” Q.S An-Nisa (4): (141).86
d) Pembeli bukan musuh
Umat Islam dilarang menjual barang, khususnya
senjata, kepada musuh yang akan digunakan untuk
memerangi dan menghancurkan kaum muslimin.
2) Syarat sighat
a) Berhadap-hadapan
Pembeli dan penjual harus menunjukkan shighat
akadnya kepada orang yang sedang bertransaksi
dengannya, yakni harus sesuai dengan orang yang dituju.
86
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan…., h. 115.
41
Dengan demikian tidak sah berkata, “Saya menjual
kepadamu!” tidak boleh berkata, “Saya menjual kepada
Ahmad,” padahal nama pembeli bukan Ahmad.
b) Ditujukan pada seluruh badan yang akad
Tidak sah mengatakan, “Saya menjual barang ini
kepada kepala atau tangan kamu.”
c) Qabul diucapkan oleh orang yang dituju dalam ijab
Orang yang mengucapkan qabul haruslah orang
yang diajak bertransaksi oleh orang yang mengucapkan
ijab, kecuali jika diwakilkan.
d) Harus menyebutkan barang atau harga
e) Ketika mengucapkan shighat harus disertai niat
(maksud)
f) Pengucapan ijab qabul harus sempurna
g) Ijab qabul tidak terpisah
Antara ijab qabul tidak boleh diselingi oleh waktu
yang terlalu lama, yang menggambarkan adanya
penolakan dari salah satu pihak
h) Antara ijab dan qabul tidak terpisah dengan pernyataan
lain
i) Tidak berubah lafazh
Lafazh ijab tidak boleh berubah, seperti perkataan,
“Saya jual dengan lima ribu, kemudian berkata lagi, saya
42
menjualnya dengan sepuluh ribu,” padahal barang yang
dijual masih sama dengan barang yang pertama dan
belum ada qabul.
j) Bersesuaian antara ijab dan qabul secara sempurna
k) Tidak dikaitkan dengan sesuatu
Akad tidak boleh dikaitkan dengan sesuatu yang
tidak ada hubungan dengan akad
l) Tidak dikaitkan dengan waktu
3) Syarat ma‟qud „alaih (barang)
a) Suci
b) Bermanfaat
c) Dapat diserah terima
d) Barang milik sendiri atau menjadi wakil dari orang lain
e) Jenis diketahui oleh kedua orang yang melakukan akad
d. Menurut jumhur ulama, rukun jual beli itu ada empat, yaitu
sebagai berikut:
1) Orang yang berakad (penjual dan pembeli)
2) Sighat (lafazh ijab dan kabul)
3) Ada barang yang dibeli
4) Ada nilai tukar pengganti barang87
.
87
Sohari Sahrani, Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2011), h. 67
43
4. Macam-Macam Jual Beli
Jumhur fuqaha‟ membagi jual beli kepada shahih dan ghairu shahih,
yakni:
a. Jual beli shahih, yaitu jual beli yang disyariatkan menurut asal dan
sifat-sifatnya terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat, tidak terkait
dengan hak orang dan tidak ada hak khiyar di dalamnya. Jual beli
shahih menimbulkan implikasi hukum, yaitu berpindahnya
kepemilikan, yaitu barang berpindah miliknya menjadi milik pembeli
dan harga berpindah miliknya menjadi milik pembeli.
b. Jual beli ghairu shahih, yaitu jual beli yang tidak terpenuhi rukun dan
syaratnya dan tidak mempunyai implikasi hukum terhadap objek akad,
masuk dalam kategori ini adalah jual beli bathil dan jual beli fasid,
yakni:
1) Jual beli bathil, jual beli yang tidak disyariatkan menurut asal dan
sifatnya kurang salah satu rukun dan syaratnya. Misalnya, jual
beli yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap hukum, seperti
gila, atau jual beli terhadap mal ghairu mutaqawwim (benda yang
tidak dibenarkan memanfaatkannya secara syara‟), seperti
bangkai dan narkoba. Akad jual beli bathil ini tidak mempunyai
implikasi hukum berupa perpindahan milik karena ia dipandang
tidak pernah ada.
2) Jual beli fasid, yaitu jual beli yang disyariatkan menurut
asalnya, namun sifatnya tidak. Misalnya, jual beli itu dilakukan
44
oleh orang yang pantas (ahliyah) atau jual beli benda yang
dibolehkan memanfaatkannya. Namun, terdapat hal atau sifat
yang tidak disyariatkan pada jual beli tersebut yang
mengakibatkan jual beli itu menjadi rusak. 88
5. Jual Beli Yang Dilarang Menurut Hukum Islam
Jenis-jenis jual beli yang dilarang dalam syariat Islam antara lain:
a) Jual beli barang yang belum diterima, seorang muslim tidak boleh
membeli suatu barang kemudian menjualnya padahal ia belum
menerima barang dagangan tersebut.
b) Jual beli seorang muslim dari muslim lainnya, seorang muslim tidak
boleh jika seorang saudara seagamanya telah membeli suatu barang
seharga lima ribu rupiah misalnya, kemudian ia berkata kepada
penjual. “Mintalah kembali barang itu, dan batalkan jual belinya,
karena aku akan membelinya darimu seharga enam ribu rupiah”.
c) Jual beli najasy, seorang muslim tidak boleh menawar suatu barang
dengan harga tertentu padahal ia tidak ingin membelinya, namun ia
berbuat seperti itu agar diikuti para penawar lainnya kemudian
pembeli tertarik membeli barang tersebut. Seorang muslim juga tidak
boleh berkata pada pembeli yang ingin membeli suatu barang,
“Barang ini dibeli dengan harga sekian”. Ia berkata bohong untuk
menipu pembeli tersebut, ia bersekongkol dengan penjual atau tidak.
88
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah ...., h. 71.
45
d) Jual beli barang-barang haram dan najis, seorang muslim tidak
menjual barang-barang haram, barang-barang najis dan barang-barang
yang menjurus kepada yang haram. Jadi ia tidak boleh menjual
minuman keras, babi, bangkai, berhala, dan anggur yang hendak
dijadikan minuman keras.
e) Jual beli gharar, orang muslim tidak boleh menjual sesuatu yang di
dalamnya terdapat gharar (ketidakjelasan). Jadi ia tidak boleh menjual
ikan di air, atau menjual bulu di punggung kambing yang masih
hidup, atau anak hewan yang masih di dalam perut induknya atau
buah-buahan yang belum masak, biji-bijian yang belum mengeras atau
menjual barang tanpa penjelasan sifatnya.
f) Jual beli dua barang dalam satu akad, seorang muslim tidak boleh
melangsungkan dua jual beli dalam satu akad, namun ia harus
melangsungkan keduanya sendiri-sendiri, karena di dalamnya terdapat
ketidakjelasan yang membuat orang muslim lainnya tersakiti atau
memakan hartanya dengan tidak benar. Dua jual beli dalam satu akad
mempunyai banyak bentuk, misalnya penjual berkata kepada pembeli,
“Aku jual barang ini kepadamu sepuluh ribu secara kontan atau lima
belas ribu sampai waktu tertentu (kredit).” Setelah itu akad jual beli
dilangsungkan dan penjual tidak menjelaskan jual beli manakah
(kontan atau kredit) yang ia kehendaki.
g) Jual beli urbun (uang muka), seorang muslim tidak boleh melakukan
jual beli urban, atau mengambil uang muka secara kontan. Tentang
46
jual beli urban, Imam Malik menjelaskan bahwa jual beli urban ialah
seseorang menjual sesuatu atau menyewa hewan, kemudian berkata
kepada penjual, “Engkau aku beri uang satu dinar dengan syarat jika
kau membatalkan jual beli, maka aku tidak akan memberimu uang
sisanya.”
h) Menjual sesuatu yang tidak ada pada penjual orang muslim tidak
boleh menjual sesuatu yang tidak ada padanya atau sesuatu yang
belum dimilikinya karena hal tersebut menyakiti pembeli yang tidak
mendapatkan barang yang dibelinya.
i) Jual beli utang dengan utang, seorang muslim tidak boleh menjual
utang dengan utang, karena itu menjual barang yang tidak ada dengan
barang yang tidak ada pula dan Islam tidak memperbolehkan
melakukan jual beli seperti itu. Contohnya, anda menjual piutang dua
kwintal beras pada orang lain yang akan dibayar pada suatu waktu,
kemudian anda menjualnya kepada orang lain sehingga seratus ribu
sampai waktu tertentu.
j) Jual beli inah, seorang muslim tidak boleh menjual suatu barang
kepada orang lain dengan kredit, kemudian ia membelinya lagi dari
pembeli dengan harga yang lebih murah, karena jika ia menjual
barang tersebut kepada pembeli seharga sepuluh ribu rupiah,
kemudian ia membelinya dari pembeli yang sama seharga lima ribu
rupiah, maka itu seperti orang yang meminjamkan uang lima ribu
rupiah dan meminta dikembalikan sebanyak sepuluh ribu rupiah. Hal
47
ini seperti riba nasi‟ah yang diharamkan oleh Al Qur‟an dan Al
Hadits.
k) Jual beli Mushanah, seorang muslim tidak boleh menahan susu
kambing, unta, atau lembu selama berhari-hari agar susunya terlihat
banyak, kemudian manusia tertarik membelinya dan ia pun menjual-
belikannya cara penjualan seperti ini merupakan kebatilan kerena
mengandung penipuan. 89
B. Gharar
1. Pengertian Gharar
Menurut ahli fikih, gharar adalah sifat dalam muamalah yang
menyebabkan sebagian rukunnya tidak pasti (mastur al-„aqibah).90
Gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk
merugikan pihak lain.91
Jual beli yang terdapat unsur penipuan adalah
larangan oleh hukum perdata Islam.92
Sedangkan secara terminologis
gharar adalah sebagai berikut:
a. Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, gharar
yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak
diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat
transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah.
89
Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam ...., h. 114. 90
Adiwarman A. Karim, Oni Sahroni, Ribab, Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi
Syariah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), h. 77. 91
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Cetakan ke-1, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2003), h. 120. 92
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h.
148.
48
b. Menurut penjelasaan Pasal 2 ayat (3) Peraturan bank Indonesia No.
10/16/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan
Penghimpun Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank
Syariah memberikan pengertian mengenai gharar sebagai transaksi
yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui
keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi
dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah.
c. Menurut Racmadi Usma, gharar adalah transaksi yang mengandung
tipuan dari salah satu pihak sehingga pihak lain dirugikan.
d. Imam Malik mendefinisikan gharar sebagai jual beli objek yang
belum ada dengan demikian belum diketahui kualitasnya oleh
pembeli apakah kualitas barang itu baik atau buruk, seperti jual beli
budak belian yang melarikan diri, atau jual beli binatang yang telah
lepas dari tangan pemiliknya, atau jual beli anak binatang yang
masih berada dalam kandungan ibunya. Menurut Imam Malik jual
beli tersebut adalah jual beli yang haram karena mengandung unsur
untung-untungan.
e. Menurut Ibn Hazim, terdapat gharar dalam suatu jual beli apabila
pembeli tidak mengetahui apa yang dibelinya dan penjual tidak
mengetahui apa yang dijualnya. 93
93
Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2017), h.
104.
49
2. Dalil Haramnya Gharar
Gharar hukumnya dilarang dalam syariat Islam, oleh karena itu
melakukan transaksi atau memberikan syarat dalam akad yang ada unsur
ghararnya itu hukumnya tidak boleh.94
Allah telah berfirman dalam Q.S Al-Maidah ayat 90:
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” Q.S
Al-Maidah (5): (90).95
Jual beli gharar yaitu jual beli yang samar sehingga ada
kemungkinan terjadi penipuan, seperti penjualan ikan di dalam kolam
atau menjual kacang tanah yang atasnya kelihatan bagus tetapi di
dalamnya jelek.96
Dan hadits Rasulullah SAW tentang gharar yaitu:
ب يع الحصاة عن ن هى علىو وسلم اللوصلى النب ي رة : أن عن أب ىر ى(واه الجماعة ا البخار ر ) .ع غرا ر وعن ب ي
“Bersumber dari Abi Hurairah: “Sesungguhnya Nabi SAW
melarang jual beli dengan cara melempar batu dan jual beli secara
gharar.” (HR. Jama‟ah kecuali Imam Bukhari).97
94
Adiwarman A. Karim, Oni Sahroni, Ribab, Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi
Syariah ...., h. 78. 95
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemah untuk Wanita......., h.
123. 96
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah ...., h. 73-74. 97
Adib Bisri Musthafa, et. al. Terjemah Nailul Autar, Jilid V (Semarang: CV. Asy Syifa,
1994), h. 465.
50
Pada hadits di atas sesungguhnya Rasulullah melarang apabila
melakukan transaksi jual beli dengan ketidakjelasan. Seperti, orang yang
menjual tanah diukur dengan jauhnya lemparan batu hal ini tidak
dibenarkan dalam Islam karena tidak jelasnya ukuran tanah tersebut.
3. Penyebab Terjadinya Gharar
Menurut Yusuf Al-Subaily, gharar adalah jual beli yang tidak jelas
kesudahannya. Jadi penyebab terjadinya gharar adalah ketidakjelasan.
Ketidakjelasan itu bisa terjadi pada barang atau harga.98
Ketidakjelasan pada barang disebabkan hal:
a. Fisik barang tidak jelas.
Misalnya: Penjual berkata: “Aku menjual kepadamu barang yang
ada dalam kotak ini dengan harga Rp. 100.000,-.” dan pembeli tidak
tahu fisik barang yang berada di dalam kotak.
b. Sifat barang tidak jelas.
Misalnya: Penjual berkata: “Aku jual sebuah mobil kepadamu
dengan harga Rp. 50.000.000,-.” Dan pembeli belum pernah melihat
mobil tersebut dan tidak tahu sifatnya.
c. Ukuran tidak jelas.
Misalnya: Penjual berkata: “Aku jual kepadamu sebagian tanah ini
dengan harga Rp. 10.000.000,-.”
d. Barang bukan milik penjual, seperti menjual rumah yang bukan
miliknya.
98
Ibid, h. 105.
51
e. Barang yang tidak dapat diserahterimakan, seperti menjual jam
tangan yang hilang. 99
Ketidakjelasan pada harga disebabkan beberapa hal:
1) Penjual tidak menentukan harga
Misalnya: Penjual berkata: “Aku jual mobil ini kepadamu dengan
harga sesukamu.” Lalu mereka berpisah dan harga ditetapkan oleh
kedua belah pihak.
2) Penjual memberikan dua pilihan dan pembeli tidak menentukan
salah satunya.
Misalnya: Penjual berkata: “Saya jual mobil ini kepadamu jika tunai
seharga 50 juta dan jika tidak tunai dengan harga 75 juta rupiah.”
Lalu mereka berpisah dan pembeli membawa mobil tanpa
menentukan harga yang disetujui.
3) Tidak jelas jangka waktu pembayaran.
Misalnya: Penjual berkata: “Saya jual motor ini dengan harga 5 juta
rupiah dibayar kapan anda mampu.”
Berdasarkan penjelasan di atas, maka gharar ada tiga macam yaitu:
a) Jual beli sesuatu yang tidak ada, seperti jual beli hablul habalah.
b) Jual beli sesuatu yang tidak diserahterimakan, seperti unta yang
melarikan diri.
c) Jual beli sesuatu yang tidak dapat diketahui secara mutlak, atau
tidak dapat diketahui jenis atau ukurannya. 100
99
Ibid.
52
Lebih jelasnya, gharar merupakan situasi dimana terjadi
uncomplete information karena adanya ketidakpastian kedua belah
pihak yang bertransaksi. Dalam gharar ini kedua belah pihak sama-
sama tidak memiliki kepastian mengenai sesuatu yang
ditransaksikan. Gharar bisa terjadi bila kita mengubah sesuatu yang
seharusnya bersifat pasti menjadi tidak pasti.101
4. Bentuk-Bentuk Jual Beli Gharar
Menurut ulama fiqih, bentuk-bentuk gharar yang dilarang adalah:
a. Tidak ada kemampuan penjual untuk menyerahkan objek akad pada
waktu terjadi akad, baik objek akad itu sudah ada maupun belum
ada.
b. Menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual.
Apabila barang yang sudah dibeli dari orang lain belum diserahkan
kepada pembeli, maka pembeli belum boleh menjual barang itu
kepada pembeli lain.
c. Tidak ada kepastian tentang jenis pembayaran atau jenis benda yang
dijual.
d. Tidak ada kepastian tentang sifat tertentu dari barang yang dijual.
e. Tidak ada kepastian tentang jumlah harga yang harus dibayar.
f. Tidak ada kepastian tentang waktu penyerahan objek akad.
100
Ibid. h. 106. 101
Efa Rodiah Nur, “Riba dan Gharar: Suatu Tinjauan Hukum dan Etika dalam Transaski
Bisnis Modern”. Jurnal Al-„Adalah, Vol. 12 No. 3 (Juni 2015), h. 648.
53
g. Tidak ada ketegasan bentuk transaksi, yaitu ada dua macam atau
lebih yang berbeda dalam satu objek tanpa menegaskan bentuk
transaksi mana yang dipilih. 102
C. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka mengungkapkan hasil penelitian yang pernah
dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Selain itu, penelitian terdahulu dapat
dijadikan sebagai referensi dan acuan bagi penulis untuk melakukan
penelitian itu sehingga terjadi penelitian yang saling terkait. Diantaranya
penelitian terdahulu yang terkait dengan masalah penelitian adalah sebagai
berikut:
Pertama, skripsi oleh Agus Purnomo (2013) yang berjudul “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Jual Beli Tiket Pesawat (Studi Kasus di Agen Garasi,
Gerbang Transportasi Yogyakarta)”. Penelitian ini merupakan skripsi
mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, dilakukan dalam rangka
mengambil strata 1 program studi muamalah. Penelitian ini menarik pada
permasalahan di mana transaksi jual beli tiket pesawat yang dilakukan
mengandung unsur wanprestasi. Bahwa manajemen dari jasa agen penjual
tiket tersebut mengambil keuntungan yang lebih terhadap perubahan harga
yang terjadi, sedangkan perubahan harga tersebut tidak disampaikan kepada
pembeli tiket. Hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa jual beli
tiket pesawat pada Agen Garasi, Gerbang Transportasi Yogyakarta tidak
sesuai dengan aturan, karena adanya unsur penipuan oleh perusahaan
102
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam ...., h. 148-149.
54
terhadap konsumen berupa ketidakjelasan objek akad. Dalam hal ini,
perusahaan tidak memberitahukan kode tiket.103
Kedua, Deni Ariska (2018) yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
Tentang Sistem Jual Beli Kelapa di Desa Marang Kecamatan Pesisir Selatan”.
Penelitian ini merupakan skripsi mahasiswi Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung, dilakukan dalam rangka mengambil strata 1 program studi
muamalah. Penelitian ini menarik pada beberapa permasalahan, permasalahan
dalam penelitian ini adalah bagaimana tinjauan hukum Islam tentang
pelaksanaan jual beli kelapa tiga hitung dua di Desa Marang Kecamatan
Pesisir Selatan. Berdasarkan hasil penelitian, praktik jual beli kelapa tiga
hitung dua yaitu para petani yag mempunyai kebun kelapa mereka menjual
hasil kebun mereka yang berupa kelapa kepada pengepul, lalu petani
menawarkan hasil kebun mereka kepada para pengepul. Jika keduanya sudah
bertemu, maka langsung melakukan tawar menawar dan jika sudah sepakat
maka terjadilah pertukaran barang dengan uang antara kedua belah pihak
dengan harga Rp. 4.000,- pergandeng, setelah itu barang langsung dibawa dan
diolah oleh para pengepul. Pelaksanaan jual beli kelapa tiga hitung dua studi
kasus di Desa Marang Kecamatan Pesisir Selatan, mereka mengacu kepada
adat dan kebiasaan yang telah lama mereka gunakan selama ini atau dalam
Islam dikatakan „Urf. Menurut hukum Islam tidak diperbolehkan (jika ada
unsur ketidakjelasan dalam ukuran atau takaran di dalamnya), sebab diketahui
103
Agus purnomo, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Tiket Pesawat (Studi Kasus
di Agen Garasi, Gerbang Transportasi Yogyakarta)” (Skripsi Program Studi Muamalah
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2018), h. i.
55
jelas, takaran dan ukuran serta petani harus ridho dan tidak mengungkit-
ngungkit hasil jual kelapa tersebut.104
Ketiga, Umi Nurrohmah (2018) yang berjudul “Pengurangan Berat
Timbangan dalam Jual Beli Pisang dan Talas Menurut Perspektif Hukum
Islam di Desa Gunung Batu, Sumberejo, Tanggamus”. Penelitian ini
merupakan skripsi mahasiswi Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung, dilakukan dalam rangka mengambil strata 1 program studi
muamalah. Penelitian ini menarik pada beberapa permasalahan, permasalahan
dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan hukum Islam terhadap
pengurangan berat timbangan dalam jual beli pisang dan talas menurut
perspektif hukum Islam di Desa Gunung Batu, Sumberejo, Tanggamus.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa pihak tengkulak
melakukan hal tersebut tanpa adanya dasar yang jelas dan hanya mengira-
ngira berapa jumlah berat yang akan dikurangi, biasanya pengurangan yang
diterapkan yaitu berkisar antara 10% sampai 20% atau 1 kg sampai 5 kg
tergantung dari berat pokok. Hal ini dilakukan dengan alasan untuk
meminimalisir kerugian, praktik tersebut dilakukan tanpa adanya kesepakatan
antara kedua belah pihak. Dalam jual beli dengan sistem demikian tentu pihak
petani akan menanggung kerugian dan ketidakadilan karena menanggung
104
Deni Ariska,“Tinjauan Hukum Islam Tentang Sistem Jual Beli Kelapa di Desa Marang
Kecamatan Pesisir Selatan”. (Skripsi Program Studi Muamalah Universitas Islam Negeri
Lampung, Lampung, 2018), h. ii-iii.
56
beban pengurangan yang besar. Jual beli dengan sistem ini tidak
diperbolehkan menurut Hukum Islam.105
Dari beberapa karya ilmiah yang ada, setelah diamati, kajian secara
spesifik dan komprehensif terdapat persamaan dan perbedaan. Adapun
persamaannya yaitu sama-sama membahas masalah jual beli sedangkan
perbedaannya yaitu terletak pada objek permasalahan yang akan dibahas..
Oleh karena itu, mengenai tinjauan hukum Islam terhadap jual beli tiket
seminar dengan fasilitas yang ditawarkan belum ada yang mengkajinya,
sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dalam
sebuah karya ilmiyah yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual
Beli Tiket Seminar Dengan Fasilitas Yang Ditawarkan pada Wirausaha Muda
Nusantara Lampung.
105
Umi Nurrohmah, “Pengurangan Berat Timbangan dalam Jual Beli Pisang dan Talas
Menurut Perspektif Hukum Islam di Desa Gunung Batu, Sumberejo, Tanggamus”. (Skripsi
Program Studi Muamalah Universitas Islam Negeri Lampung, Lampung, 2018), h. ii-iii.
80
DAFTAR PUSTAKA
A. Al-Qur’anul Karim
Al-Qur'an danTerjemah untuk Wanita, Kementerian Agama Republik
Indonesia,Jakarta Selatan: Wali, 2012.
B. Buku
Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam PengantarIlmuHukumdan Tata
Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada,
2014.
Ali, Muhammad, Fiqih,Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja, 2013.
Ali, Zainuddin, Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
-------, Zainuddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 2007.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011.
Asqalany, Al Hafiz Ibnu Hajar, Terjemah Bulughul Maram, Cet. Pertama,
Jakarta: Pustaka Amani, 1995.
Bahasa, T. P, KamusBesarBahasa Indonesia, Jakarta: BalaiPustaka, 1991.
Bahreisy, Hussein, Pemodam Fiqih Islam, Surabaya: Al-ikhlas: 1981.
Bakry, Nazar, Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1994.
Bassam, Abdullah bin Abdurrahman Ali, SyarahHadits Pilihan Bukhari
Muslim, Cet. Ke-IV, Jakarta: Darul Falah, 2004.
Chairuman, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam,Jakarta:
Sinar Grafika, 2004.
Djamil, Fathurrohman, Penerapan Perjanjian Dalam Transaksi Di
Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Djazuli, A. Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta: Kencana, 2006.
Ghazaly, Abdul Rahman, Fiqih Muamalah, Jakarta: kencana Prenada
Media Group, 2010.
81
Hamid, Syamsul Rijal, Buku Pintar Agama Islam,Jakarta: Bee Media
Pustaka, 2017.
Hakim,Lukman, Prinsip-PrinsipEkonomi Islam, Surakarta:
PenerbitErlangga, 2012.
Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Cetakan ke-1,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Hasan, M. Iqbal, Pokok-PokokMateriMetodologiPenelitiandanAplikasinya
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005.
Idri, HadisEkonomi,Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2011.
Ja‟far, A. Khumedi, HukumPerdata Islam Di Indonesia, Bandar Lampung:
UIN RadenIntan Lampung, 2014.
Karim, A. Adiwarman, Oni Sahroni, Ribab, Gharar dan Kaidah-Kaidah
Ekonomi Syariah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015.
Mardani, FiqihEkonomiSyariah, Jakarta: PT FajarInterpratamaMandiri,
2012.
-------, Hukum Sistem Ekonomi Islam,Depok: PT Raja Grafindo Persada,
2017.
Muhammad, Abdulkadir, HukumdanPenelitianHukum, Bandung: PT.
Citra AdityaBakti, 2010.
Muhammad, PabunduTika, MetodologiRisetBisnis, Jakarta: BumiAksara,
2006.
Muslich, Ahmad Wardi, Fiqih Mu‟amalat, Jakarta: Amzah, 2015.
Musthafa, Adib Bisri dkk, Terjemah Nailul Autar, Jilid V, Semarang: CV.
Asy Syifa, 1994.
Mustofa,Imam,FiqihMuamalahKontemporer,Jakarta: PT Raja
GrafindoPersada, 2016.
Pasaribu, Chairuman, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam
Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Rozalinda, FikihEkonomiSyariah,Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2016.
82
Saebani, Beni Ahmad, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Sahrani, SoharidanRu‟fah Abdullah, FiqihMuamlah, Bogor: Ghalia
Indonesia, 2011.
Sahroni, Oni,M. Hasanudin, Fikih Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2016.
Shadiq, Sapiudin, Fikih Kontemporer, Jakarta: Kencana, 2016.
Shiddiqi, Nourouzzaman, Fiqih Indonesia Penegasan dan
Gagasan,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.
Soleh, Khudori, Fiqih Kontekstual, Jakarta: PT Pertja, 1999.
Sholihin, Bunyana,MetodologiPenelitianSyari‟ah, Yogyakarta: Kreasi
Total Media, 2018.
Sjahdeini, Sutan Remy, PerbankanSyariah, Jakarta: Kencana, 2015.
Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: PT. Citra Aditiya Bakti, 1997.
Sugiyono, MetodePenelitianKuantitatifKualitatifdan R&D, Bandung:
Alfabeta, 2012.
Suhendi,Hendi, FiqihMuamalah,Jakarta: PT Raja GrafindoPersada 2014.
Sujarweni, V. Wiratana, MetodologiPenelitianBisnisdanEkonomi,
Yogyakarta: PustakaBaruPrees, 2015.
Syafe‟i, Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Yanggo, Huzaimah Tahido, Masail Fiqiyah, Bandung: Penerbit Angkasa,
2005.
C. Jurnal
Amelia, Dea Rizka,“Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual Beli Pulsa
Token Listrik pada PT. PLN Cabang Tanjung Karang”. Skripsi
Program Studi Muamalah Universitas Islam Negeri Lampung,
Lampung, 2018.
Apipudin, Konsep Jual Beli dalam Islam: “Analisis Pemikiran Abdul al-
Rahman al-Jaziri dalam Kitab al-Fiqh „Ala al-Madahib al-
Arba‟ah”. Jurnal Islaminomic, Vol. 5 No.2 Agustus 2016.
83
Ariska,Deni, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Sistem Jual Beli Kelapa di
Desa Marang Kecamatan Pesisir Selatan”. Skripsi Program Studi
Muamalah Universitas Islam Negeri Lampung, Lampung, 2018.
Nur, Efa Rodiah, “Riba dan Gharar: Suatu Tinjauan Hukum dan Etika
dalam Transaski Bisnis Modern”. Jurnal Al-„Adalah, Vol. 12 No.
3, Juni 2015..
Nurrohmah, Umi, “Pengurangan Berat Timbangan dalam Jual Beli Pisang
dan Talas Menurut Perspektif Hukum Islam di Desa Gunung Batu,
Sumberejo, Tanggamus”.Skripsi Program Studi Muamalah
Universitas Islam Negeri Lampung, Lampung, 2018.
D. Wawancara
Ahmad Legowo, Wawancara dengan Penulis, Geprek King, Bandar
Lampung, 20 November 2019.
Alvino Nursyah, Wawancara dengan Penulis, Perpustakaan Daerah,
Bandar Lampung, 3 Desember 2019.
Anatasya, Wawancara dengan Penulis, Masjid Ad-Du‟a, Bandar Lampung,
2 Desember 2019.
Dede Romansyah, Wawancara dengan Penulis, Sekretariat LPEI, Bandar
Lampung, 23 November 2019.
Fitri Adelia, Wawancara dengan Penulis, UIN Raden Intan Lampung,
Bandar Lampung, 2 Desember 2019.
Jarkasi, Wawancara dengan Penulis, Pandawa, Bandar Lampung, 28
November 2019.
Nur Komariyah, Wawancara dengan Penulis, Sekretariat LPEI, Bandar
Lampung, 23 November 2019.
Qori‟, Wawancara dengan Penulis, Perpustakaan Pusat UIN Raden Intan
Lampung, Bandar Lampung, 28 November 2019.
Rini Novita, Wawancara dengan Penulis, Kosan Asyifa, Bandar Lampung,
25 November 2019.
Tri Hastuti, Wawancara dengan Penulis, UIN Raden Intan Lampung,
Bandar Lampung, 2 Desember 2019.
Umi Hasanah, Wawancara dengan Penulis, UIN Raden Intan Lampung,
Bandar Lampung, 2 Desember 2019.