Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

32
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Volume 2 | Nomor 10 | Oktober 2012 | ekon.go.id Menata Energi bagi Pertumbuhan Ekonomi Arah dan Kebijakan Energi Nasional Subsidi BBM dan Alternatif Solusi ISSN 2088-3157 Pertumbuhan Ekonomi dan Energi Listrik | Aglomerasi Manufaktur | Realisasi Penyaluran KUR | Stabilisasi Harga Pangan Pokok | Ketenagakerjaan

Transcript of Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Page 1: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia

Volume 2 | Nomor 10 | Oktober 2012 | ekon.go.id

Menata Energi bagi

Pertumbuhan Ekonomi

Arah dan Kebijakan Energi Nasional

Subsidi BBM dan Alternatif Solusi

ISSN 2088-3157 Pertumbuhan Ekonomi dan Energi Listrik |

Aglomerasi Manufaktur | Realisasi Penyaluran KUR |

Stabilisasi Harga Pangan Pokok | Ketenagakerjaan

Page 2: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

KETENAGAKERJAAN 25

KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)

DAN UKM 28

Realisasi Penyaluran KUR

September 2012

KOORDINASI KEBIJAKAN

EKONOMI 2

Stabilisasi Harga Pangan Pokok

EKONOMI INTERNASIONAL 4

Meneropong Energi Minyak

Tahun 2012-2013

EKONOMI DOMESTIK 6

Inflasi dan Ekspor & Impor

EKONOMI DAERAH 9

Aglomerasi Manufaktur

Pembina : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Pengarah : Sekretaris Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Koordinator : Bobby

Hamzar Rafinus Editor : Edi Prio Pambudi, M. Edy Yusuf Analis : Rista Amallia, Windy Pradipta,

Sandra Kurniawati, Fauzia Suryani Puteri, Masyitha Mutiara, Fitria Faradila, Insani Sukandar,

Alexcius Winang, Andi Distribusi : Chandra Mercury Kontributor : Gede Edy Prasetya, Tim

Pemantauan dan Pengendalian Inflasi, Komite Kebijakan KUR

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat diunduh pada situs: www.ekon.go.id

OPINI PAKAR 20

Dr. Ir. Arsegianto, M.Sc,

Pengamat Perminyakan ITB

FISKAL DAN REGULASI

EKONOMI 22

Subsidi Energi dalam

RAPBN 2013

MP3EI 23

Infrastruktur Energi

KEUANGAN 26

Penerapan PSAK 62

ENERGI NASIONAL 11

Arah & Kebijakan Energi Nasional |

Menakar Kebutuhan dan Kapasitas

Energi Masa Depan |

Subsidi BBM dan Altenatif Solusi |

Pertumbuhan Ekonomi dan Energi

Listrik |

Page 3: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Pengantar Redaksi

Bobby H. Rafinus

1

Oktober merupakan bulan yang penting dalam

perjalanan negara Republik Indonesia setelah

bulan Agustus. Ada tiga kejadian yang

senantiasa diperingati setiap tahun, yaitu hari

Kesaktian Pancasila 1 Oktober 1965, hari

lahirnya Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia (ABRI) 5 Oktober 1966, dan Sumpah

Pemuda 28 Oktober 1928. Perayaan tersebut

seakan melanjutkan pesan dari generasi

terdahulu kepada generasi kini untuk menjaga

perjalanan negara yang telah diperjuangkan

melalui episode kesatuan, kemerdekaan, dan

keteguhan pada nilai-nilai dasar pembentukan

negara.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat

merupakan medan perjuangan generasi abad ke

21 . Kesejahteraan ditentukan oleh seberapa

kuat daya saing suatu negara, demikian

menurut Michael Porter (2004). Menurutnya

kebijakan makro ekonomi yang baik dan

stabilitas lembaga politik dan hukum memang

diperlukan namun tidak memadai untuk

memastikan naiknya kesejahteraan ekonomi.

Daya saing bertumpu pada fundamental

ekonomi mikro, yaitu kemampuan operasi dan

strategi perusahaan, serta kualitas lingkungan

persaingan usaha, yang selanjutnya tercermin

dari tingkat produktivitasnya. Salah satu

prasyarat penting bagi peningkatan

produktivitas perusahaan adalah ketersediaan

energi yang terjangkau secara ekonomis.

Keterbatasan energi yang saat ini dialami oleh

India serta kesungguhan Amerika Serikat, Cina

dan banyak negara lain dalam mempersiapkan

sediaan energi menjadi indikasi tersebut.

TEK kali ini fokus pada ketersediaan energi

setelah memperhatikan semakin ketatnya

persaingan antar-negara dalam

memperolehnya saat ini maupun masa depan.

Pergerakan harga minyak bumi yang dinamis

dan begitu luas pengaruh yang ditimbulkannya

mencerminkan kondisi persaingan tersebut.

Prof. Rinaldy dari Dewan Energi Nasional

mengingatkan pentingnya berfikir „starting

from the end‟ dalam penyediaan energi.

Pengembangan energi terbarukan, seperti

matahari, air, dan biofuel, yang potensinya

sangat besar di tanah air, disarankan menjadi

prioritas menghadapi harga bahan bakar fosil

yang semakin mahal.

Kelalaian kita dalam meletakkan prioritas

tersebut antara lain tercermin dari temuan studi

Michael T. Rock (Juni, 2012) berjudul „Indonesia:

learning from China’s industrial saving energy?‟.

Ada empat hal yang penulis sarankan untuk

Indonesia dan negara lain pelajari dari

pelaksanaan kebijakan pengurangan emisi CO2

di China, yaitu: a) mendorong penggunaan

semua energi pada harga keekonomiannya, b)

mensyaratkan industri untuk mengurangi

intensitas konsumsi energi, c) membuka

kesempatan investasi dan perdagangan yang

luas bagi investor asing serta berkompetisi

dengan usaha domestik sehingga mendorong

kemajuan teknologi perusahaan setempat, dan

d) menerapkan kebijakan penguasaan teknologi

lintas sektor yang agresif. Keempat saran

tersebut memang tidak mudah, mungkin itulah

medan perjuangan yang setara dengan yang

dihadapi generasi terdahulu. Ayo maju tak

gentar!

Page 4: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Menjelang Hari Raya Idul Adha 1433 H, diperkirakan harga pangan pokok

akan stabil

ada bulan September

2012, bahan makanan

cenderung mengalami

penurunan harga. Penurunan

harga bahan makanan

merupakan koreksi pasca hari

raya Idul Fitri. Secara umum,

bahan makanan mengalami

deflasi sebesar 3,65%

dibandingkan bulan lalu (mtm)

dan inflasi sebesar 9,03%

dibandingkan bulan yang

sama di tahun lalu (yoy). Oleh

karena itu, dari inflasi bulan

September yang sebesar

0,01% (mtm), bahan makanan

menyumbang deflasi sebesar

0,23%.

Komponen bahan makanan

yang mengalami deflasi

tertinggi adalah cabe merah.

Harga cabe merah menurun

sebesar 19,59% (mtm) akibat

terlambatnya masa panen di

daerah sentra produksi.

Sebaliknya, komponen bahan

makanan yang mengalami

inflasi tertinggi adalah kedelai

sebesar 0,59% (mtm).

Kekeringan di negara

produsen, Amerika Serikat,

menyebabkan penurunan

produksi kedelai yang

mendorong kenaikan harga

kedelai di pasar internasional.

Harga pangan pokok

menjelang hari raya Idul Adha

diperkirakan akan relatif stabil.

Berdasarkan kondisi tahun-

tahun sebelumnya, mendekati

hari raya Idul Adha harga

pangan pokok cenderung

menurun. Pasokan bahan

makanan pokok yang

Fitria Faradila

P

Koordinasi Kebijakan Ekonomi

2

Page 5: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

mencukupi akan mendorong

harga menjadi lebih stabil.

Sementara, produksi

komoditas kedelai belum

mencukupi kebutuhan.

Berdasarkan prognosa neraca

kebutuhan dan ketersediaan

BKP, kedelai akan mengalami

defisit produksi sebesar 712,6

ribu ton pada akhir tahun

2012. Penyebab utama yang

defisit produksi kedelai adalah

keterlambatan masa panen

dan dapat berpotensi memicu

kenaikan harga.

Untuk menjaga harga kedelai

di pasar domestik, pemerintah

melalui Kementerian

Perdagangan akan melakukan

impor mengikuti beberapa

ketentuan sebagai berikut: (i)

Bulog dan BUMN lain

melakukan impor harus

melalui Importir Terdaftar (IT)

(ii) Perusahaan swasta

melakukan impor harus

melalui IT dan memperoleh

surat persetujuan impor

dengan lampiran bukti serap

10% dari total yang diimpor.

Ketentuan impor kedelai ini

akan dibahas lebih lanjut pada

Inpres.

Hingga akhir tahun ini

pemerintah juga akan

melakukan impor beras

sebesar 1 juta ton untuk

mengamankan pasokan

hingga tahun 2013 dan

mencapai target surplus beras

10 juta ton pada tahun 2014.

Namun, masih terdapat

kendala untuk mendukung

program surplus beras 10 juta

ton yaitu masalah lahan. Untuk

itu, BPN akan berusaha

menyelesaikan masalah lahan,

khususnya pemanfaatan lahan

yang terlantar.

Upaya lain untuk menjaga

inflasi dengan memperlancar

distribusi pasokan bahan

pangan pokok. Kementerian

Perhubungan akan

menyiapkan fasilitas prioritas

sandar di pelabuhan khusus

untuk bahan pangan pokok.

Dengan pemerataan distribusi,

pemerintah mengharapkan

terjadi penurunan kesenjangan

harga dan tersedia pasokan

yang cukup antar daerah di

Indonesia.

Untuk melakukan stabilisasi

harga, pemerintah akan

menggunakan dana cadangan

ketahanan pangan.

Penggunaan dana ini

diarahkan antara lain untuk: (i)

mendukung program surplus

beras 10 juta ton pada tahun

2014; (ii) melakukan stabilisasi

harga kedelai; (iii) mengatasi

masalah tunggakan Kredit

Usaha Tani (KUT); dan (iv)

melakukan revitalisasi peran

Bulog.

3

Page 6: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

emerintah dalam Nota Keuangan

RAPBN 2013 menetapkan asumsi harga

minyak ICP USD 100/barel. Harga

minyak dalam negeri sangat

dipengaruhi oleh tren pergerakan harga minyak

di pasar internasional. Meskipun kini harga

minyak di pasar internasional sangat dipengaruhi

oleh sentimen pasar, pergerakan harga minyak

juga tidak terlepas dari faktor fundamental

permintaan dan penawaran.

Selama tahun 2012, sisi suplai minyak banyak

dipengaruhi perkembangan isu geopolitik. Mulai

dari demokratisasi di beberapa negara Kawasan

Timur Tengah yang mempengaruhi kelancaran

produksi minyak di negara tersebut. Isu utama

pada sisi suplai terkait dengan pengenaan sanksi

dari negara-negara barat atas dugaan program

nuklir Iran, salah satu negara pemasok minyak

dunia. Hingga yang terkini konflik antara

anggota NATO, Turki dengan Syria yang dinilai

sekutu Rusia. Berbagai isu tersebut

mempengaruhi ekspektasi pasar terhadap

pasokan minyak di pasar internasional.

Pada kenyataannya, berdasarkan catatan

Lembaga Energi Internasional (EIA) selama

triwulan II-2012 pasokan minyak dunia tumbuh

3,7% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya

2,7% (yoy). Laju pertumbuhan tersebut seiring

dengan pertumbuhan produksi baik di negara

OPEC maupun non-OPEC khususnya kawasan

Amerika Utara. Meskipun sejak memasuki

semester II-2012 pertumbuhan tersebut

diperkirakan melambat.

Pada sisi permintaan, selama tahun 2012

permintaan minyak dipengaruhi oleh

perekonomian negara-negara maju yang masih

berjuang untuk pulih. Sehingga berdasarkan EIA,

permintaan minyak cenderung datar selama

triwulan I-2012, yaitu tumbuh 0,5% (yoy).

Meskipun demikian, permintaan tercatat

merangkak naik pada triwulan selanjutnya sekitar

1,5% (yoy) seiring dengan pertumbuhan

permintaan dari negara-negara pusat

pertumbuhan ekonomi baru di Asia khususnya

Cina.

Rista Amallia

P

Seiring dengan proyeksi permintaan yang

meningkat, IMF memperkirakan harga rata-rata

minyak mencapai USD106,18/barel pada tahun

2012 dan USD105,1/barel pada tahun 2013.

Ekonomi Internasional

4

Page 7: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

EIA memperkirakan selama tahun 2012

permintaan energi akan tumbuh sekitar 0,9%

(yoy) yaitu dari 89,8 juta barel/hari dari 88,9 juta

barel/ hari. Sedangkan seiring dengan pemulihan

ekonomi dunia yang

diperkirakan

tumbuh 3,3%-3,6%

(yoy) selama tahun

2012-2013,

permintaan energi

diperkirakan akan

terus meningkat

hingga mencapai

90,6 barel/hari pada

tahun 2013.

Selama periode

2010-2013

pertumbuhan permintaan minyak dunia terutama

didorong oleh permintaan dari negara-negara

non-OPEC yaitu dari 41,1 juta barel/hari hingga

44,7 juta barel/hari. Sebaliknya permintaan dari

negara-negara OPEC menurun dari 46,9 juta

barel/hari hingga 45,9 juta barel/hari.

Berbagai isu sisi penawaran dan permintaan

minyak dunia mempengaruhi pergerakan harga

minyak selama tahun 2012. Harga rata-rata

minyak (Brent, WTI, dan Dubai) yang berdasarkan

catatan IMF sempat menurun tajam hingga USD

61,78/barel pada puncak krisis global tahun 2009

dari level USD 97,04/barel

pada tahun sebelumnya terus

meningkat hingga

USD104,01/barel pada tahun

2011.

Pada September 2012,

berdasarkan data EIA harga

rata-rata minyak Brent USD

113,03/barel dan WTI USD

94,56/barel. Seiring dengan

proyeksi permintaan yang

meningkat, IMF

memperkirakan harga rata-

rata minyak mencapai USD 106,18/barel pada

tahun 2012 dan USD105,1/barel pada tahun

2013. Kenaikan harga minyak di pasar

internasional diharapkan masih terkendali dan

tidak mendorong kenaikan harga minyak ICP di

atas asumsi pemerintah yang dapat

menyebabkan beban APBN 2013 membengkak.

5

Page 8: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

nflasi bulan September

2012 tercatat sebesar

0,01% dibandingkan

bulan Agustus 2012 (mtm)

dan 4,31% dibandingkan

bulan September 2011 (yoy).

Nilai ini lebih rendah dari

tingkat inflasi bulan Agustus

2012 yang mencapai 0,95%

dibandingkan bulan Juli

2012 (mtm) dan 4,58%

dibandingkan bulan Agustus

2011 (yoy). Penurunan ini

terutama didorong oleh

menurunnya tekanan inflasi

inti, koreksi harga pada

kelompok volatile food, dan

stabilnya inflasi administered

price.

Inflasi inti pada bulan

September 2012 tercatat

0,34% (mtm) dan 4,12%

(yoy). Meredanya tekanan

musiman, terutama koreksi

tarif transportasi dan

rendahnya sumbangan

inflasi biaya pendidikan

mampu menahan dampak

kenaikan harga pangan

internasional dan emas.

Inflasi volatile food pada

bulan September 2012

tercatat -1,17% (mtm) dan

6,71% (yoy). Komponen

volatile food yang

menyumbang deflasi adalah

daging ayam, telur ayam,

cabe merah, cabe rawit,

bawang merah dan bawang

putih, sedangkan komponen

yang menyumbang inflasi

antara lain beras, jeruk,

wortel, dan tomat.

Memasuki masa paceklik,

harga beras cenderung

meningkat walaupun tidak

signifikan. Untuk

mengantisipasi lonjakan

harga, pemerintah akan

melakukan operasi pasar

dan penyaluran raskin yang

intensif. Sementara itu,

gangguan pasokan

merupakan faktor yang

mempengaruhi tekanan

inflasi pada jeruk, wortel dan

tomat.

Tidak adanya kebijakan

strategis dan terdapat

koreksi tarif angkutan,

khususnya kereta api

menyebabkan inflasi

administered prices

cenderung stabil. Pada bulan

September 2012, inflasi

administered prices tercatat

sebesar 0,28% (mom) atau

2,74% (yoy), lebih rendah

dari bulan sebelumnya yang

mencapai 0,35% (mom) atau

2,78% (yoy).

Dari 66 kota IHK, 21 kota

diantaranya mengalalami

inflasi, sedangkan 45 kota

mengalami deflasi. Inflasi

tertinggi terjadi di kota

Pangkal Pinang yang

I

Fitria Faradilla

Fitria Faradila

Ekonomi Domestik

6

Page 9: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

mencatatkan inflasi sebesar

0,74% (mtm) dan inflasi

terendah terjadi di kota

Dumai dengan inflasi

sebesar 0.01% (mtm).

Sementara itu, deflasi

tertinggi terjadi di kota

Singkawang sebesar 2,18%

(mtm) dan terendah di kota

Medan, Cirebon, Kediri, dan

Cilegon. Keempat kota

tersebut mencatatkan deflasi

sebesar 0,02% (mtm).

Tekanan inflasi di sisa tahun

2012 diperkirakan

bersumber dari kelompok

volatile food yang pada akhir

tahun ini akan memasuki

masa paceklik. Selain itu

juga terdapat risiko

terbatasnya pasokan impor

terkait pengaturan tata

niaga hortikultura mulai

akhir September 2012. Pada

tahun 2013, adanya rencana

kenaikan TTL sebesar 15%

dan kenaikan harga gas

industri diperkirakan dapat

menyebabkan tingkat inflasi

yang lebih tinggi.

Untuk mengantisipasi

tekanan inflasi di masa yang

akan datang, Tim Pengendali

Inflasi (TPI) pusat dan daerah

akan melakukan koordinasi

untuk menjaga ekspektasi

inflasi masyarakat. Selain itu,

TPI dan TPID akan terus

berupaya mendorong

kelancaran pasokan dan

distribusi barang, khususnya

bahan pokok melalui

kerjasama antar daerah.

Nilai ekspor dan impor

Indonesia mengalami

penurunan selama bulan

Agustus 2012, dibandingkan

bulan Juli 2012. Nilai ekspor

pada bulan Agustus 2012

mencapai US$14,12 miliar atau

turun 12,27% dibanding

ekspor Juli 2012. Sementara

nilai impor sebesar US$13,87

miliar atau turun 15,21%

dibanding impor Juli 2012.

Dengan perkembangan

tersebut neraca perdagangan

periode Agustus 2012

mencatat surplus sebesar

US$248,5 juta, sedangkan

secara akumulasi Januari-

Agustus 2012 juga surplus

sekitar US$496,7 juta.

Perkembangan nilai ekspor

Agustus 2012 tersebut bila

dibanding Agustus 2011

mengalami penurunan sebesar

24,30%. Penurunan ekspor

Agustus 2012 disebabkan oleh

menurunnya ekspor nonmigas

sebesar 14,49%, demikian juga

ekspor migas yang turun

sebesar 2,30%.

Dengan perkembangan

tersebut maka nilai ekspor

selama Januari–Agustus 2012

mencapai US$127,17 miliar

atau turun 5,58% dibanding

periode yang sama tahun

Referensi: Analisis Inflasi

September 2012-Tim

Pemantau dan Pengendalian

Inflasi

Sandra Kurniawati

7

Page 10: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

2011. Sementara itu, nilai

impor mencapai US$126,67

miliar atau meningkat 10,28%

jika dibanding periode yang

sama tahun sebelumnya

(US$114,86 miliar).

Menurut negara tujuan,

penurunan ekspor nonmigas

Agustus 2012 terjadi ke semua

negara tujuan utama,

khususnya Jepang, Singapura,

Malaysia, Korea Selatan, dan

Cina. Walaupun mengalami

penurunan, ekspor nonmigas

ke Cina pada Agustus 2012

mencapai angka terbesar yaitu

US$1,31 miliar, disusul Jepang

US$1,28 miliar dan Amerika

Serikat US$1,16 miliar, dengan

kontribusi ketiganya mencapai

33,31%. Sementara ekspor ke

Uni Eropa (27 negara) sebesar

US$1,42 miliar.

Dilihat dari kontribusi sektor

ekonomi, kontribusi ekspor

produk industri mendominasi

sebesar 60,34% terhadap

ekspor keseluruhan Januari–

Agustus 2012. Ekspor hasil

industri periode Januari–

Agustus 2012 turun sebesar

6,20% dibanding periode yang

sama tahun 2011, demikian

juga ekspor hasil tambang dan

lainnya turun 4,53%,

sedangkan ekspor hasil

pertanian naik sebesar 2,48%.

Impor pada Agustus 2012 jika

dibanding impor Agustus 2011

(US$15,08 miliar) turun 8,02%.

Sementara itu, selama Januari–

Agustus 2012 nilai impor

mencapai US$126,67 miliar

atau meningkat 10,28% jika

dibanding impor periode yang

sama tahun sebelumnya

(US$114,86 miliar).

Penurunan nilai impor Agustus

2012 disebabkan oleh

penurunan impor nonmigas

sebesar 22,35%, sebaliknya

impor migas mengalami

peningkatan sebesar 19,97%.

Peningkatan impor migas

disebabkan oleh naiknya impor

minyak mentah, hasil minyak

dan gas. Nilai impor nonmigas

terbesar Agustus 2012 adalah

golongan barang mesin dan

peralatan mekanik dengan nilai

US$2,14 miliar atau turun

21,33% dibanding bulan

sebelumnya.

Negara pemasok barang impor

nonmigas terbesar selama

Januari–Agustus 2012 masih

ditempati oleh Cina dengan

pangsa 19,37%, diikuti Jepang

(15,61%) dan Thailand (7,72%).

Impor nonmigas dari ASEAN

mencapai 21,54%, sementara

dari Uni Eropa sebesar 9,08%.

Neraca perdagangan Indonesia

kembali surplus pada Agustus

2012 setelah empat bulan

sebelumnya mengalami defisit.

Namun, surplus tersebut lebih

disebabkan oleh penurunan

impor dan belum terlihat

perbaikan dari sisi kinerja

ekspor. Belum pulihnya krisis

perekonomian global

merupakan tantangan yang

akan sangat mempengaruhi

kinerja ekspor Indonesia,

khususnya yang ditujukan ke

negara tujuan utama seperti

Cina, Jepang, Amerika Serikat,

India, dan negara-negara

ASEAN.

8

Page 11: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Aglomerasi kerap terjadi di sektor manufaktur

Indonesia. Pembentukan aglomerasi baru biasanya

dilakukan di luar area manufaktur lama. Hal ini

didasari oleh adanya dorongan dari pasar. Akan

tetapi, sektor manufaktur tersebut lebih

berkonsentrasi di kota-kota besar, seperti Jakarta,

Bandung, dan Surabaya.

Wilayah pinggiran kota cenderung mempunyai biaya

kongesti yang tinggi bagi perusahaan. Biaya kongesti

ini mencakup biaya tenaga kerja, infrastruktur, dan

biaya perizinan. Biaya-biaya ini kerap mengurangi

daya tarik wilayah tradisional di Indonesia. Padahal

aglomerasi berkontribusi pada peningkatan jumlah

aneka ragam industri yang diikuti peningkatan

diversifikasi produk. Hal ini mendorong peningkatan

produktifitas di kawasan aglomerasi.

Dalam membentuk aglomerasi baru di wilayah

pinggiran kota, peran pemerintah daerah sangatlah

penting. Kebijakan dan aturan pemerintah daerah

mempunyai pengaruh yang besar bagi perusahaan

dalam memilih lokasi pembentukan sektor

manufaktur baru.

Program pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus

(KEK) dirasakan baik untuk memfasilitasi

pembentukan aglomerasi baru di sektor manufaktur.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam KEK

diantaranya pemberian insentif, ketersediaan energi,

dan kemudahan perizinan. Dengan kemudahan

seperti itu diharapkan akan mendorong masuknya

perusahaan (investor) baru yang tentunya akan

menggairahkan perekonomian wilayah tersebut.

Program MP3EI sendiri sebenarnya dapat mendorong

pembentukan aglomerasi dengan beberapa aksi yang

harus dilakukan. Beberapa aksi tersebut diantaranya

(i) memperbaiki konektivitas (ii) penyederhanaan

proses perizinan (iii) memberikan kebijakan yang jelas

mengenai sektor manufaktur; dan (iv) membangun

kapasitas wilayah. Dengan aksi-aksi ini, pada akhirnya

MP3EI juga dapat mendorong revitalisasi sektor

manufaktur di Indonesia.

Referensi: Executive Summary World Bank “Picking up the

pace: Reviving Growth in Indonesia’s Manufacturing Sector”

Fitria Faradila

Ekonomi Daerah

Hampir dapat dipastikan sumber daya energi

minyak bumi yang saat ini digunakan untuk

memenuhi kebutuhan energi transportasi,

industri, dan kelistrikan akan semakin menipis.

Kondisi tersebut menunjukkan ketersediaan

energi menjadi persoalan utama nasional

sehingga pemanfaatan potensi energi alternatif

menjadi sangat diperlukan.

Disisi lain, Indonesia merupakan negara dengan

potensi mega biodiversity terbesar kedua di dunia

setelah Brazil. Potensi ini perlu disadari dan mulai

dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan

energi domestik. Akan tetapi, kesuksesan

penggunaan energi di Indonesia membutuhkan

perubahan paradigma masyarakat bahwa sumber

energi minyak bumi saat ini sudah sangat

terbatas.

Perpres Nomor 5 Tahun 2006 mengamanatkan

untuk mewujudkan energi (primer) mix yang

optimal dengan menurunkan pemakaian BBM

Indonesia dari sekitar 55% menjadi 15%-20%. Hal

ini akan selaras dengan pengembangan energi

terbarukan di setiap daerah. Energi terbarukan

yang dikembangkan adalah energi yang sudah

tidak dapat diperdebatkan lagi seperti energi

panas bumi, shale gas, biofuel, angin, dan air.

Pengembangan energi terbarukan ini mempunyai

ciri mudah, murah, aman, dan memiliki potensi

yang besar.

Dalam upaya pengembangan energi terbarukan

di daerah, Pemerintah Daerah memiliki peran

yang penting. Pemerintah dapat membantu

mendorong perkembangan energi terbarukan

dengan memberikan insentif fiskal

Gede Edy Prasetya

9

Page 12: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

yang memadai baik pada saat pengembangan

(research and development) maupun pada saat

produksi. Insentif ini diharapkan akan menarik

minat masyarakat, akademisi, dan dunia usaha

untuk ikut berpartisipasi.

Pengembangan energi alternatif dapat disesuaikan

dengan keunggulan komparatif daerah masing-

masing. Pengembangan ini dapat memberikan

manfaat pada perekonomian masyarakat di daerah,

antara lain kenaikan pendapatan masyarakat,

penyerapan tenaga kerja, dan kelestarian

lingkungan hidup. Di samping itu, pengembangan

energi terbarukan tersebut dapat disinergikan

dengan program kemandirian pangan.

Salah satu energi alternatif terbarukan yang

potensial untuk dikembangkan di daerah adalah

bahan bakar nabati (BBN) yang terdiri dari biodiesel

dan bioetahanol. Bahan baku pembuatan Biodisesel

dan Bioethanol dapat tumbuh subur dan relatif

mudah dikembangkan di Indonesia. Bahan tersebut

antara lain minyak kelapa, jarak pagar, kapuk dan

nyamplung. Sedangkan Bioethanol berasal dari tetes

tebu, nira sorgum, nira nipah, singkong, ganyong,

ubi jalan dan tumbuhan lain yang jumlahnya

berlimpah di Indonesia. Kesuburan tanah

merupakan salah satu faktor utama yang

mendukung majunya perkembangan BBN di

Indonesia.

Namun, upaya pengembangan energi terbarukan

khususnya yang berasal dari sumber daya nabati

perlu memperhatikan beberapa potensi masalah

yang mungkin dihadapi berupa:

Belum ada kebijakan harga bahan baku BBN dan

harga produk BBN

Belum optimalnya koordinasi pengembangan

BBN didaerah oleh instansi terkait dari Pusat,

Propinsi dan Kabupaten/Kota.

Belum maksimalnya pemanfaatan bantuan dan

kesinambungan pemanfaatan BBN yang

terintegrasi antara program Pusat, Provinsi dan

Kabupaten/Kota penerima bantuan.

Luas tanaman jarak pagar di daerah sebagian

besar belum memenuhi jumlah yang

dipersyaratkan dalam memenuhi kapasitas alat

sehingga masih perlu dioptimalkan

penanamannya pada program selanjutnya.

Harga biji jarak masih relatif tinggi dan

cenderung dijual sebagai bibit.

Melihat kondisi pasar energi saat ini, Pemerintah

Pusat dan Daerah perlu terus mengajak masyarakat,

dunia pendidikan dan dunia usaha untuk memahami

pentingnya konservasi energi fosil yang disertai

dengan diversifikasi energi.

10

Page 13: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

M enata Energi

bagi Pertumbuhan Ekonomi

| Laporan Utama

“Bijak mengelola Sumber daya Energi

bagi kelangsungan generasi mendatang”

Page 14: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Bagaimanakah proyeksi kebutuhan dan kapasitas energi hingga tahun 2025 mendatang?

etahanan energi

merupakan salah satu

poin penting dalam

mendorong pertumbuhan

ekonomi suatu negara,

sehingga negara berkewajiban

memenuhi ketersediaan energi

sebagai prasyarat utama.

Untuk menakar bagaimana

ketahanan energi nasional

masa depan, dua hal yang

menjadi pertimbangan utama

yaitu kebutuhan serta

kapasitas sumber daya energi.

Rida Mulyana menyatakan

bahwa kebutuhan energi

nasional meningkat setiap

tahunnya mengikuti

pertumbuhan ekonomi.

Proyeksi kebutuhan energi

nasional pada tahun 2025

meningkat 13,9% dari tahun

2010 sebesar 3,23 juta BOEPD

(Barrels of Oil Equivalent per

Day/Barel Ekuivalen Minyak

Per Hari) menjadi 7,72 juta

BOEPD di tahun 2025.

Komposisi pemenuhan

kebutuhan energi di tahun

2025 diproyeksikan sebesar

1,83 juta BOEPD dari minyak

bumi, 1,52 juta BOEPD gas

bumi, 2,4 juta BOEPD batu

bara, dan 2 juta BOEPD energi

baru terbarukan (EBT). Pemakai

energi terbanyak di masa

depan adalah sektor industri.

Dalam rangka mengarahkan

upaya-upaya mewujudkan

keamanan pasokan energi

nasional sesuai dengan tujuan

kebijakan energi nasional,

pemerintah mencanangkan

blueprint pengelolaan energi

nasional pada tahun 2025 yaitu

berdasarkan Perpres 5/2006.

Pasokan energi ke depan akan

bersumber dari pemanfaatan

minyak bumi sebesar 20%, gas

bumi 30%, batubara 30%, dan

EBT 17%. Hal ini berbeda

dengan komposisi sumber

energi saat ini yaitu minyak

bumi sebesar 49,7%, gas bumi

20,1%, batubara 24,5%, dan

EBT 5,7%. Alokasi pengelolaan

energi tersebut menunjukkan

adanya shifting dari dominasi

minyak bumi ke pemanfaatan

gas bumi, batubara, dan EBT.

Upaya shifting tersebut sudah

menjadi pertimbangan yang

matang apabila melihat

potensi dan produksi energi

nasional saat ini. Pada tahun

2011, rasio cadangan minyak

bumi nasional sebesar 14%,

sementara gas bumi nasional

masih memiliki cadangan

sebesar 46% dan batu bara

sebesar 17%. Secara umum,

produksi minyak bumi dan gas

bumi tahun 2011 lebih rendah

dibandingkan tahun 2010. Di

sisi lain, produksi batubara

mengalami peningkatan dari

tahun 2010 sebesar 6%.

Namun, apabila energi fosil

dilihat sebagai satu kesatuan

(as single commodity), produksi

energi fosil 2011 mengalami

peningkatan sebesar 1,6% dari

5,68 juta BOEPD tahun 2010

menjadi 5,77 BOEPD di tahun

2011.

Fauzia Suryani P.

K

Rida Mulyana

Kepala Biro Perencanaan dan

Kerja Sama

Kementerian ESDM

12

Page 15: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Melihat pada peningkatan

kebutuhan serta kapasitas

energi nasional saat ini, maka

beberapa kebijakan yang

dilakukan pemerintah dalam

upaya peningkatan ketahanan

energi di masa depan

diantaranya: Pertama,

pengurangan subsidi BBM dan

subsidi listrik, antara lain

melalui program peningkatan

pemanfaatan gas untuk

transportasi (pembangunan

SPBG), peningkatan

pemanfaatan gas untuk rumah

tangga (jaringan distribusi gas

kota), dan substitusi bahan

bakar pembangkit listrik.

Kedua, peningkatan rasio

elektrifikasi antara lain melalui

perluasan jaringan dan gardu

distribusi di perdesaan,

penyediaan listrik murah dan

hemat untuk masyarakat

daerah tertinggal dan nelayan,

serta pembangunan

pembangkit EBT (Energi Baru

Terbarukan).

Ketiga adalah peningkatan

produksi/ lifting dan cadangan

minyak bumi dan gas bumi

melalui evaluasi cadangan

migas dan CBM (Coal Bed

Methane), eksplorasi dalam

upaya mencari cadangan

migas baru, serta peningkatan

kontrak kerja sama migas dan

CBM. Keempat, diversifikasi

energi melalui pengembangan

energi berbasis sumber daya

lokal (Desa Mandiri

Energi/DME), pengembangan

panas bumi, dan

pengembangan pemanfaatan

gas bumi. Kelima, konservasi

energi melalui audit energi

bagi industri, edukasi dan

sosialisasi konservasi energi.

Keenam, peningkatan

infrastruktur energi antara lain

melalui lanjutan pembangunan

pembangkit listrik, jaringan

transmisi dan gardu induk,

pembangunan SPBG,

pembangunan jaringan

distribusi kota, dan

pembangunan Mini LPG Plant.

Terakhir, peningkatan

pembinaan dan pengawasan

mineral dan batubara, antara

lain melalui peningkatan

pengawasan produksi dan

pemasaran mineral dan

batubara, inventarisasi dan

penyusunan produksi mineral

dan batubara nasional, serta

inventarisasi potensi PNBP

(Penerimaan Negara Bukan

Pajak) pertambangan umum.

alam menentukan

kebijakan energi

nasional dibutuhkan

pandangan ke depan yang

mempertimbangkan berbagai

hal termasuk kondisi saat ini

yang menjadi acuan. Demikian

pendapat Prof. Rinaldy Dalimi,

selaku anggota Dewan Energi

Nasional (DEN).

Saat ini kondisi teknologi

energi domestik masih

terbatas dan peraturan yang

berlaku lebih mengutamakan

kemajuan sektor masing-

masing. Sebagai akibatnya

maka tak terhindarkan

benturan kepentingan

antarsektor. Misalnya

peningkatan penjualan

produksi mobil pribadi

merupakan prestasi di bidang

industri, namun menimbulkan

dampak bagi membengkaknya

subsidi BBM yang mayoritas

dikonsumsi oleh mobil pribadi.

Alexcius Winang

Sandra Kurniawati

Chandra Mercury D

“Pada tahun 2030,

diperkirakan akan terjadi

perpotongan antara

harga energi fosil yang

semakin mahal dengan

harga energi terbarukan

yang semakin murah.” –

Prof. Rinaldy

13

Page 16: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Prof. Rinaldy berpendapat,

dalam merencanakan

pemenuhan kebutuhan energi

di masa depan harus dengan

pola pikir “starting from the

end”, yakni berpikir dimulai

dari akhir. Menurutnya, kita

harus berpikir ke depan bahwa

penggunaan energi di masa

depan akan semakin efisien

dan didominasi oleh energi

terbarukan dengan

menggunakan solar cell atau

biofuel.

Pada tahun 2030, diperkirakan

harga energi terbarukan akan

sama dengan harga bahan

bakar fosil karena akan terjadi

perpotongan antara harga

energi fosil yang semakin

mahal dengan harga energi

terbarukan yang semakin

murah.

Kebijakan yang dikeluarkan

oleh Pemerintah saat ini

sebaiknya mencakup dua hal

yaitu kebijakan memberikan

insentif sebelum tahun 2030

agar energi terbarukan banyak

digunakan dan kebijakan yang

mendukung pengembangan

industri energi terbarukan

yang memenuhi kebutuhan

pasar domestik. Dengan

demikian potensi pasar

domestik yang besar dapat

dipenuhi oleh industri energi

dalam negeri. Sementara itu,

hingga tahun 2030, kebutuhan

energi cukup dipenuhi oleh

batubara, minyak, dan gas

bumi.

Potensi energi fosil, seperti

batubara sebesar 104 Miliar

Ton dan gas bumi sebesar

384,7 Trillion Standard Cubic

Feet (TSCF), saat ini

produksinya sebagian besar

diekspor sebagai sumber

pendapatan negara. Dalam

penyusunan Kebijakan

Ekonomi Nasional, DEN

memberikan pertimbangan

bahwa penurunan ekspor

energi fosil harus dilakukan

dan harus ditetapkan waktu

dimana Indonesia berhenti

mengekspor energi fosil.

Kedepannya potensi energi

terbarukan yang besar harus

dimanfaatkan secara optimal.

Indonesia memiliki profil

besaran potensi energi

terbarukan sebagai berikut :

(a) Tenaga air: 75,67 Giga Watt

(GW); (b) Panas bumi: 28,00

GW; (c) Biomassa: 49,81 GW;

(d) Energi laut (Hydrokinetic

Energi): 240,00 GW dan (e)

Matahari (6-8 jam/hari):

1200,00 GW.

Terkait dengan kebijakan

pembangunan PLTN, Prof.

Rinaldy mengemukakan bahwa

hal itu merupakan pilihan

terakhir karena kebutuhan

energi nasional dapat dipenuhi

melalui optimalisasi potensi

energi yang ada di Indonesia.

Saat ini krisis energi listrik yang

terjadi di beberapa daerah

bukan disebabkan tidak

adanya sumber daya energi

primer, melainkan karena

belum dilakukannya tata kelola

energi yang tepat untuk

memenuhi kebutuhan energi

tersebut.

Dari sisi regulasi Undang-

undang Ketenagalistrikan

memberikan kewenangan bagi

Pemda dan DPRD untuk

menentukan tarif listrik di

daerahnya. Kebijakan ini akan

mendorong Pemerintah

Daerah, DPRD dan PLN

melakukan efisiensi dengan

memanfaatkan potensi energi

listrik setempat, dibanding

membeli energi listrik dari

daerah lain. Selain itu, Pemda

dan DPRD memiliki tanggung

jawab terhadap pemenuhan

kebutuhan energi listrik di

daerahnya. Dengan tata kelola

yang baik dan kebijakan yang

memberikan kemudahan bagi

pengembangan energi

terbarukan, Indonesia akan

dapat memenuhi kebutuhan

energi nasionalnya di masa

mendatang.

Prof. Rinaldy Dalimi

Anggota Dewan Energi

Nasional (DEN) | Guru

Besar Fakultas Teknik

Universitas Indonesia (UI)

14

Page 17: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

alam RAPBN-2013

porsi subsidi energi

mencapai Rp 202,3

triliun. Angka tersebut tidak

tergolong kecil. Kepala Pusat

Kebijakan APBN, Badan

Kebijakan Fiskal, Rofyanto

menjelaskan bahwa

penentuan besarnya subsidi

BBM didasarkan pada

beberapa parameter.

Parameter tersebut antara

lain perkembangan harga

minyak dunia, nilai tukar

Rupiah terhadap dolar AS,

volume konsumsi BBM

bersubsidi dan nilai alpha

BBM.

Pergerakan harga minyak

dunia akan mempengaruhi

harga keekonomian minyak

dalam negeri. Kenaikan harga

minyak domestik tidak dapat

dihindari apabila harga

minyak dunia terus

merangkak naik. Dalam UU

APBN-P 2012 diatur bahwa

Pemerintah dapat menaikan

harga BBM apabila harga

rata-rata minyak

menyimpang 15% dari

asumsi selama enam bulan

berturut-turut. Asumsi harga

minyak dalam APBN-P 2012

sebesar US$105/ barel.

Kenaikan harga BBM dapat

dilakukan jika harga minyak

naik 15% atau mencapai

US$ 120,75 per barel.

Kenaikan harga akan

disesuaikan oleh kemampuan

fiskal pemerintah dengan

kisaran 500-1500/ liter.

“Berdasarkan kajian yang

dilakukan oleh beberapa

universitas, kenaikan harga

BBM sebesar Rp 500 tidak

akan terlalu memberatkan

masyarakat, dampaknya

terhadap inflasi juga akan

terkontrol. Akan tetapi,

apabila kenaikan harga BBM

di atas Rp 500 maka perlu

ada kompensasi kepada

masyarakat agar daya beli

mereka tetap terjaga”, jelas

Rofy.

Pemerintah telah melakukan

berbagai upaya untuk

mengurangi konsumsi BBM

bersubsidi. Mulai dari

pelarangan pemakaian BBM

bersubsidi pada kendaraan

dinas, penghematan listrik di

instansi pemerintah, bahkan

dengan diversifikasi sumber

D

Masyitha Mutiara R.

Fitria Faradila

15

Page 18: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

energi alternatif. “Dari segi

fuelmix, Pertamina akan

segera mengganti komponen

genset yang menggunakan

diesel dengan sumber energi

lain seperti batu bara, gas

bumi, dan PLTA.”

Pemerintah juga akan

melakukan program konversi

minyak ke gas untuk

angkutan umum. Angkutan

umum dijadikan fokus utama

karena sudah memiliki rute

yang tetap sehingga

peninjauan kebutuhan gas

dan penempatan SPBG

mudah untuk dilakukan.

Pemerintah akan memasang

konverter minyak ke gas

pada angkutan umum secara

gratis sebagai langkah awal

pelaksanaan program ini.

Selain itu, pemerintah akan

membenahi mekanisme pen-

distribusian BBM. “Selama ini,

pendistribusian BBM

bersubsidi ke daerah hanya

berdasarkan data historis

saja. Untuk tahun 2013,

pendistibusian BBM

bersubsidi akan diberikan

sesuai dengan kebutuhan

daerah masing-masing.

Pemerintah telah melakukan

pemetaan dan kajian untuk

mengetahui besarnya

kebutuhan BBM berdasarkan

aktivitas ekonominya, seperti

jumlah industri, jumlah

mobil, dan jumlah rumah

tangga. Harapannya, subsidi

BBM akan lebih tepat sasaran

dan dapat menekan

penyelundupan minyak ke

luar negeri,”tutur Rofy.

Dari Mengubah Visi hingga Cara Pandang Pengguna Energi

eningkatan permintaan

atas BBM dan energi

secara luas merupakan

konsekuensi dari pertumbuhan

ekonomi. Sebagai perusahaan

minyak terbesar di Indonesia,

Pertamina menempuh

berbagai upaya untuk

memenuhi kebutuhan

tersebut. Tidak hanya semata

untuk mencukupi kebutuhan

energi dalam bentuk BBM,

tetapi juga pengusahaan

sumber-sumber energi lainnya.

Pertamina kemudian

mengubah visinya dari

Perusahaan Minyak Kelas

Dunia menjadi Perusahaan

Energi Kelas Dunia dan telah

disahkan dalam AD/ART

Pertamina pada awal tahun

2012 lalu.

“Yang perlu diubah adalah cara

pandang pengguna dalam

melihat energi sebagai sesuatu

yang harus dipergunakan

secara bijaksana. Dengan

begitu pemenuhan kebutuhan

energi tidak hanya dari sisi

penyediaan, tetapi juga dari

sisi penggunaan.” tutur Humas

Pertamina kepada TEK.

Secara alami, produksi di

lapangan akan terus menurun.

Pertamina berupaya untuk

terus mencari lapangan baru

baik di dalam maupun di luar

negeri supaya produksi

meningkat. Selain itu,

Pertamina juga terus mengkaji

berbagai kemungkinan sumber

energi yang dimiliki Indonesia,

seperti gas, panas bumi

(geothermal) dan Coal Bad

Methane (CBM).

P

Rofyanto Kurniawan

Kepala Pusat Kebijakan APBN

Badan Kebijakan Fiskal (BKF),

Kementrian Keuangan

Masyitha Mutiara R.

16

Page 19: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Pertamina kini gencar untuk

menjadi backbone bagi

penyediaan gas di tanah air

melalui berbagai

pengembangan infrastruktur.

Misalnya, pembangunan unit

penampungan dan regasifikasi

terapung (Floating Storage and

Regasification Unit) di teluk

Jawa Tengah, terminal

penerima LNG di Arun, pipa

trans Sumatera dan Jawa, serta

penerima LNG mini di kawasan

Indonesia Timur.

Pertamina melalui anak

perusahaan Pertamina Hulu

Energy juga tengah melakukan

pengembangan coal bad

methane (CBM) yang

diharapkan dapat menjadi

salah satu tumpuan sumber

energi Indonesia di masa

depan karena cadangan CBM

di Indonesia tergolong besar.

Di luar energi fosil tersebut,

Pertamina telah lama

mengembangkan energi panas

bumi untuk tenaga listrik

dengan kapasitas terpasang

saat ini 292 MW dan

diharapkan meningkat menjadi

2.000 MW pada 2015. Bersama

dengan PT LEN Industri,

Pertamina menjadi pionir

bersama untuk

mengembangkan energi panel

surya secara integratif dari

hulu ke hilir. Program ini

diharapkan mampu

mengurangi impor komponen

panel surya untuk tenaga

listrik.

Pertamina juga tengah

menjajaki pembagunan PLTS

dengan kapasitas 120 MW di

TPST Bantargebang, Bekasi.

Teknologi ini memungkinkan

pengelolaan sampah menjadi

sumber energi listrik hingga

zero waste.

Pertamina telah berkomitmen

untuk tetap menjaga

ketersediaan dan kelancaran

pasokan BBM nasional dalam

waktu 20 hari secara periodik.

Untuk menunjang hal itu,

Pertamina telah memiliki 130

depot penyimpanan BBM dan

5000 SPBU yang tersebar

diseluruh Indonesia. Untuk

daerah yang tidak memiliki

SPBU, disediakan APMS atau

Agen Premium, Minyak Tanah

dan Solar.

Dalam upaya menekan

konsumsi BBM bersubsidi,

Pertamina memberikan insentif

kepada SPBU berupa margin

penjualan yang lebih tinggi

untuk BBM non-subsidi

dibandingkan dengan BBM

bersubsidi. Margin paling

tinggi diberikan untuk setiap

penjualan Pertamina Dex yang

pasarnya relatif baru tumbuh.

17

Page 20: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Pemanfaatan gas untuk pembangkit listrik harus lebih dominan di

masa mendatang

ertumbuhan ekonomi

dan kebutuhan energi

memiliki korelasi yang

positif. Hal ini terlihat

dari adanya kenaikan

konsumsi energi seiring

dengan peningkatan aktivitas

ekonomi. Untuk itu,

dibutuhkan penyediaan yang

lebih besar dalam upaya

memacu pertumbuhan

ekonomi lebih cepat.

Monty Girianna, Direktur

Sumber Daya Energi, Mineral,

dan Pertambangan, Bappenas

menegaskan kondisi tersebut

dengan menggunakan

elastisitas energi, khususnya

listrik. Beliau menjelaskan,

sebelumnya tingkat elastisitas

energi sebesar 2%, artinya

jika ekonomi ingin tumbuh

sebesar 5%, maka tingkat

kebutuhan listrik harus

tumbuh sebesar 10%. Saat ini

nilai elastisitas listrik cukup

membaik, yaitu sebesar 1,2%

- 1,3%”

Kapasitas energi listrik yang

tersedia saat ini sebesar

42.000 – 43.000 MW, namun

jika pertumbuhan ekonomi

diharapkan di atas 6%, maka

energi listrik juga harus naik

sebesar 4.000 – 5.000 MW per

tahun. Untuk memenuhi

Andi

Windy Pradipta

P

18

Page 21: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

target kapasitas listrik

tersebut, pemerintah perlu

mengembangkan pola

kerjasama melalui PLN dan

pihak swasta. Kerja sama

tersebut dilakukan melalui

skema IPP (Independent

Power Producer) yaitu

penjualan produksi listrik dari

pihak swasta kepada PLN.

“Selama ini, penyediaan listrik

dilakukan dengan skema

vertical integrated, dimana

seluruh proses produksi

dilakukan oleh PLN”, ungkap

Monty.

Monty berpendapat bahwa

saat ini pemenuhan

kebutuhan listrik berkaitan

dengan sumber energi yang

tersedia, seperti batu bara

yang memasok 40% sumber

energi listrik. Di waktu

mendatang sumber energi

listrik diharapkan lebih

bergantung pada

pemanfaatan renewable

energy seperti geothermal

dan panas bumi.

Gas dapat digunakan untuk

menjadi sumber energi listrik

utama dalam waktu lima

tahun mendatang. Monty

berpendapat bahwa

pemanfaatan gas untuk

pembangkit listrik (share gas)

harus lebih dominan di masa

mendatang.

Pemanfaatan gas sebagi

sumber energi listrik

merupakan strategi energy

security yang dinilai aman

dan cukup memenuhi

kebutuhan energi dasar

masyarakat. Hal ini dapat

menjadi salah satu

pertimbangan dalam

penentuan kebijakan energi

nasional.

Monty menerangkan bahwa

sesuai dengan proyeksi

pembangkit listrik dalam

Kebijakan Energi

Nasional/KEN tahun 2010 –

2050, persentase untuk diesel

pada tahun 2010 sebesar

7,4% dan diperkirakan

menurun menjadi 0,5% pada

tahun 2025. Demikian pula

dengan penggunaan batu

bara dan gas direncanakan

juga akan berubah. Pada

tahun 2010, porsi batu bara

dan gas masing-masing

sebesar 42% dan 17,2%

berubah menjadi 14,4% dan

52,7% pada tahun 2025.

Kebijakan perencanaan energi

dari jangka pendek hingga

jangka panjang menurut KEN

akan segera diatur dalam

bentuk Peraturan Presiden.

Penyediaan energi nasional

tersebut sudah

memperhitungkan

pertumbuhan ekonomi dan

peningkatan penduduk.

Monty juga menjelaskan

upaya penyediaan sumber

energi yang dilakukan

pemerintah di tengah upaya

peningkatan kebutuhan

energi listrik yang terus

meningkat menghadapi

beberapa kendala.

Penyediaan minyak bumi

terbentur pada masalah

subsidi bahan bakar.

Sementara penyediaan gas

terbentur pada masalah

harga yang lebih tinggi di luar

negeri, sehingga lebih

menarik bagi para produsen

untuk menjualnya ke luar

negeri daripada untuk

memenuhi kebutuhan di

dalam negeri.

Di saat yang sama batu bara

terhimpit isu emisi yang

akhir-akhir ini gencar diprotes

dengan alasan pelestarian

lingkungan hidup. Sementara

itu, penyediaan geothermal

menghadapi kendala

pengembangan lahan di

kawasan yang berfungsi

sebagai hutan konservasi.

Permasalahan lain yaitu

keterbatasan sumber daya

manusia di daerah

pengolahan. Oleh karena itu

pemerintah perlu berperan

aktif, khususnya terkait

dengan Rencana Umum

Energi Daerah (RUED).

19

Page 22: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

emerintah menghadapi

tantangan dalam upaya

meningkatkan ketahanan

energi dometik berupa produksi dan

cadangan minyak bumi dalam negeri

yang kian menurun di saat

permintaan terus meningkat.

Beberapa langkah telah diambil,

salah satunya mengembangkan gas

bumi sebagai energi alternatif

mengurangi konsumsi minyak bumi.

Menurut pakar Forum Konsultasi

Daerah Penghasil Migas dan

pengamat perminyakan Institut

Teknologi Bandung (ITB), Arsegianto,

pada dasarnya gas bumi merupakan

salah satu sumber energi yang dapat

menggantikan hampir semua

sumber pemakaian minyak bumi.

Namun, hal ini harus didukung

dengan teknologi yang cukup

mengingat ketersediaan gas bumi

dalam negeri masih sangat

memadai. “Kita itu mempunyai

sekitar 60 basin gas bumi,

sedangkan yang diekplorasi baru 15

basin”, ungkap Arsegianto. Apabila

melihat struktur produksi gas bumi

saat ini, maka dapat dikatakan

bahwa sebagian besar gas bumi

Indonesia justru diekspor, sementara

23-25% untuk konsumsi dalam

negeri.

P Fauzia Suryani P.

Sandra Kurniawati

Opini Pakar

20

Page 23: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Arsegianto mengingatkan bahwa

ekspor gas bumi yang tinggi

dibandingkan dengan konsumsi

dalam negeri perlu menjadi

perhatian. Dengan harga gas di luar

negeri relatif lebih mahal, ekspor gas

bumi jelas membawa untung lebih

besar daripada dipakai dalam negeri.

Karena inilah kontraktor lebih suka

melepas gas ke pasar dunia.

Padahal, terdapat multiplier effect

yang dihasilkan dari konsumsi gas

bumi di dalam negeri dan

menghasilkan keuntungan jauh lebih

besar. Namun, keuntungan yang

diterima kontraktor bukan sekedar

hasil dari multiplier effect tersebut.

Untuk mengatasi ini intervensi

pemerintah mutlak diperlukan

dengan memberikan insentif agar

kontraktor lebih memilih untuk

menjual gas bumi di dalam negeri.

Di Indonesia, sumber gas bumi

sebagian besar tersedia di luar pulau

Jawa, sementara pasar terbesar

justru berada di Pulau Jawa. Untuk

itu, dukungan infrastruktur yang

mampu menghubungkan sumber

dengan pasar gas bumi tersebut

diperlukan. Dalam hal penyediaan

infrastruktur gas bumi, penentuan

harga menjadi faktor yang sangat

penting. Menurut Arsegianto,

apabila investor yang harus

membangun infrastruktur gas, maka

pertanyaan berikutnya adalah dari

mana gas diperoleh?

Arsegianto mengatakan bahwa

persoalan gas bumi ini memang

berasal dari hulu hingga hilir.

Persoalan pertama adalah pihak

asing menguasai pengelolaan hulu

gas bumi. Hal ini menyulitkan untuk

mengarahkan gas bumi ke domestik

karena pihak asing punya hak

menjual ke luar negeri, walaupun

ada yang dialokasikan untuk dalam

negeri.

Pilihan lain jika pemerintah

berkeinginan mengelola sendiri,

maka persoalannya adalah teknologi

dalam negeri untuk mengeksploitasi

gas bumi tersebut belum

sepenuhnya siap. Perusahaan asing

yang keluar dari industri gas dalam

negeri akan berdampak pada

penurunan produksi gas bumi, dan

akhirnya menyebabkan ekses

permintaan dan penerimaan dalam

negeri menurun sangat besar.

Persoalan berikutnya adalah jaringan

infrastruktur yang menghubungkan

antara sumber energi dengan pasar.

Keterbatasan infrastruktur ini masih

menjadi kendala utama hingga saat

ini meliputi pipa-pipa dan terminal-

terminal pengirim dan penerima gas.

Gas dari Tangguh, misalnya, butuh

waktu lama untuk memasok

tambahan gas ke Jawa karena tidak

tersedia terminal penerima energi

gas. Arsegianto berpendapat bahwa

pemerintah perlu ikut berinvestasi

dalam realisasi pembangunan

tersebut. “Yang penting gasnya

sudah ada. Di Pulau Jawa „kan tidak

ada. Gasnya justru ada di Kalimantan

dan Papua. Bawa dulu kesini. Karena

investor tidak akan mau

membangun jaringan, kalau gasnya

tidak ada. Jadi, Pemerintah harus

ikut investasi”, tutur Arsegianto.

Arsegianto

Pakar FKDPM |

Pengamat Perminyakan

Nasional |

Dosen Teknik Perminyakan

ITB

“Dengan harga gas

di luar negeri relatif

lebih mahal, ekspor

gas bumi jelas

membawa untung

lebih besar

daripada dipakai

dalam negeri.

Padahal, terdapat

multiplier effect

yang dihasilkan

dari konsumsi gas

bumi di dalam

negeri dan

menghasilkan

keuntungan jauh

lebih besar” - Dr.

Arsegianto

21

Page 24: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

enyediaan anggaran subsidi energi dalam

beberapa tahun terakhir mengalami

peningkatan signifikan. Rata-rata

pertumbuhan realisasi anggaran belanja subsidi

mencapai 10,3% per tahun dalam kurun waktu

2007-2012. Dari total subsidi energi, subsidi BBM

menempati porsi yang paling besar, mencapai

67,9% dari total subsidi energi pada APBN-P

2012.

Peningkatan subsidi yang cukup signifikan dalam

lima tahun terakhir didasarkan pada beberapa

faktor. Pertama, kenaikan subsidi disebabkan oleh

peningkatan harga minyak mentah Indonesia

(ICP). Pada periode tersebut harga ICP meningkat

hampir dua kali lipat. Pada tahun 2007 harga ICP

sekitar USD 72,3 per barel dan menjadi USD 105

per barel pada tahun 2012. Kedua, peningkatan

subsidi juga disebabkan oleh adanya peningkatan

konsumsi BBM bersubsidi. Konsumsi BBM

bersubsidi pada tahun 2012 diprediksi mencapai

40 juta kiloliter atau naik sekitar 1,3 juta liter

dibandingkan tahun 2007. Peningkatan jumlah

kendaraan bermotor dinilai menjadi penyebab

utama kenaikan konsumsi BBM dalam negeri.

Kenaikan belanja subsidi, khususnya subsidi BBM

tentunya menyebabkan beban fiskal semakin

berat. Perlu strategi dan langkah konkrit untuk

menekan pembengkakan beban subsidi BBM.

Dalam R-APBN 2013, terdapat empat langkah

pengendalian yang dilakukan pemerintah, yaitu (i)

mengalihkan pemakaian minyak tanah ke LPG; (ii)

meningkatkan pemanfaatan energi alternatif dan

diversifikasi energi; (iii) melakukan pembatasan

kategori pengguna BBM bersubsidi; dan (iv)

menggunakan sistem distribusi tertutup untuk

mengendalikan penggunaan BBM. Empat langkah

tersebut diharapkan mampu menekan volume

permintaan BBM bersubsidi sehingga mengurangi

beban APBN.

Tidak menutup kemungkinan apabila subsidi

sudah sangat memberatkan APBN, pemerintah

akan menaikan harga BBM dalam negeri. Dalam

lima tahun terakhir pemerintah telah melakukan

penyesuaian harga BBM sebanyak empat kali.

Harga BBM tertinggi terjadi pada periode Mei

sampai November 2008, yaitu sebesar Rp 6000

per liter.

Sama halnya dengan subsidi BBM, sejak tahun

2007 subsidi listrik tumbuh rata-rata sekitar

14,5% per tahun dan diprediksi mencapai Rp 65

triliun pada tahun 2012. Untuk itu, agar kesehatan

fiskal tetap terjaga, pemerintah dan DPR sepakat

untuk menurunkan subsidi listrik

secara bertahap. Pemerintah telah

menyesuaikan tarif tenaga listrik (TTL)

rata-rata 10% per tahun. Akan tetapi,

agar tidak mengorbankan masyarakat

berpenghasilan rendah, kenaikan tarif

TTL tidak berlaku bagi pelanggan

listrik dengan daya 450 dan 900 watt.

(Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN

Tahun Anggaran 2013)

P Masyitha Mutiara R.

Fiskal dan Regulasi Ekonomi

22

% subsidi Energi dalam APBN

Sumber: Kementerian Keuangan

Page 25: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

ndonesia merupakan

negara yang penyediaan

sumber energinya sangat

tergantung pada minyak bumi.

Selain itu, sekitar 70%

konsumsi minyak bumi

nasional digunakan di Pulau

Jawa. Studi Gas Transportation

Project through Public-Private

Partnership (2005)

memperkirakan permintaan

gas bumi di Pulau Jawa pada

tahun 2005-2025 tumbuh

sekitar 1.000-1.500 MMCFD

(juta kaki kubik per hari).

Ketergantungan ini telah

memperbesar porsi subsidi

BBM dan mengakibatkan

tekanan terhadap APBN

Indonesia.

Untuk mengurangi

ketergantungan minyak bumi,

dibutuhkan diversifikasi secara

konsisten dalam waktu singkat

dan pengembangan

infrastruktur yang dapat

menunjang distribusi.

Diversifikasi dapat dilakukan

dengan cara memperbesar

pangsa pengguna sumber-

sumber non-BBM seperti gas

bumi, bata bara, dan panas

bumi (geothermal).

Sebagai realisasinya,

Pemerintah, diwakili oleh

Komite Percepatan dan

Perluasan Pembangunan

Ekonomi (KP3EI), telah

mengembangkan Master Plan

Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi

(MP3EI) agar pengembangan

infrastruktur energi mampu

dilakukan secara terintegrasi.

I

Insani Sukandar

Kolom MP3EI

23

Page 26: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

MP3EI mengembangkan

konsep Kawasan Perhatian

Investasi (KPI) yang

merupakan kumpulan

sejumlah sentra produksi pada

suatu wilayah. Pada setiap KPI

telah dirancang sejumlah

infrastruktur yang dibutuhkan

untuk menunjang

pembangunan dan

operasionalisasi dari setiap

sentra produksi.

Edib Muslim selaku Kepala

Divisi Humas dan Promosi

Sekretariat KP3EI menjelaskan

bahwa salah satu jenis

infrastruktur yang dibangun

adalah pembangkit listrik dan

pipa gas. Proyek

pembangunan ini akan

disinergikan dengan kondisi

dan kebutuhan di setiap KPI.

Sebagai salah satu prinsip

keberhasilan pembangunan,

kebijakan energi didasarkan

kepada manajemen resiko dari

kebutuhan dan ketersediaan

energi di Indonesia, meliputi:

(1) manajemen resiko melalui

peraturan komposisi energi

yang mendukung

pembangunan ekonomi

secara berkelanjutan, (2) revisi

peraturan perundang-

undangan yang tidak

mendukung iklim usaha, serta

perbaikan konsistensi antar

peraturan, (3) pembatasan

ekspor komoditas energi

untuk pengolahan lebih lanjut

di dalam negeri guna

meningkatkan nilai tambah

ekspor, dan (4) tata kelola

penambangan untuk

meminimalkan kerusakan

lingkungan.

Mengenai rencana

pembiayaan pembangunan

infrastruktur energi, Edib

Muslim menerangkan bahwa

dengan keterbatasan ruang

fiskal maka Pemerintah harus

lebih memaksimalkan skema

Public Private Partnership

(PPP) dalam pembangunan

infrastruktur energi. Lebih

lanjut, Pemerintah juga akan

mendorong penerapan skema

Independent Power Producer

(IPP) yang telah diberlakukan

untuk pembangkit tenaga

listrik. Saat ini sudah terdapat

18 proyek infrastruktur energi

MP3EI yang sudah

groundbreaking.

Edib Muslim menjelaskan dua

kendala utama yang dihadapi

dalam pembangunan

infrastruktur energi pada

MP3EI, yaitu: (1) ketersediaan

lahan dan (2) tumpang tindih

kawasan. Seringkali

pembangunan infrastruktur

energi terhambat oleh

pembebasan lahan sehingga

konstruksi infrastruktur

terhambat. Selain itu,

tumpang tindih lahan

tambang dan hutan seringkali

menghambat investor yang

sudah memiliki ijin usaha

dalam melaksanakan

proyeknya, dimana lokasi

proyek yang masih berstatus

hutan lindung.

Edib Muslim

Kepala Divisi Humas dan

Promosi Sekretariat KP3EI.

24

Page 27: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

enerapan UU No. 13

Tahun 2003 telah

melegalkan kembali

sistem pekerja outsourcing (alih

daya), sebagai salah satu

alternatif untuk mengurangi

tingkat pengangguran di

Indonesia. Dewasa ini, tidak

sedikit pekerja yang

merupakan tenaga outsourcing.

Namun, para pekerja tersebut

merasa bahwa banyak dari

hak-haknya yang diabaikan.

Puncaknya pada awal Oktober

ini, mereka melakukan demo

besar-besaran dengan

tuntutan utama yaitu

penghapusan

outsourcing.

Outsourcing sendiri

sebenarnya sudah

diatur secara

gamblang pada

pasal 64-66 UU No.

13 Tahun 2003

tentang

Ketenagakerjaan.

Dalam pasal 64

disebutkan bahwa

“Perusahaan dapat

menyerahkan sebagian

pelaksanaan pekerjaan

kepada perusahaan lainnya

melalui perjanjian

pemborongan pekerjaan atau

penyediaan jasa pekerja/

buruh yang dibuat secara

tertulis.”

Terdapat tiga pelanggaran

yang dilakukan oleh

perusahaan outsourcing.

Pertama, adanya

pengalihdayaan pekerjaan inti

(utama). Padahal sudah jelas

bahwa pekerjaan yang

diijinkan untuk dialihdayakan

hanya pekerjaan tambahan,

seperti: cleaning service,

keamanan,

transportasi, catering, dan

pekerjaan penunjang

pertambangan. Hal ini jelas

melanggar UU

Ketenagakerjaan.

Kedua, perusahaan

melanggar aturan terkait

dengan pemberian upah.

Pasal 88-98 UU No. 13 Tahun

2003 menyebutkan bahwa

”Setiap pekerja kontrak

berhak mendapatkan hak

yang sama dengan pekerja

tetap dalam hal upah, upah

lembur, upah jika tidak masuk

kerja, serta tunjangan hari

raya (THR)”. Dengan kata lain,

untuk pekerja alih daya dan

tetap memiliki sistem

pengupahan yang sama.

Ketiga, adanya ketidak adilan

jaminan kesehatan bagi

pekerja alih daya. Lebih

tepatnya tingkat iuran untuk

para pekerja agar benar-

benar bersifat adil, dimana

semua warga negara akan

masuk di dalam penanganan

BPJS sebagai pengganti

Jamsostek tahun 2015. Aturan

baru ini akan diterapkan

kurang lebih dalam satu

tahun kedepan dan secepat-

cepatnya enam bulan

semenjak ditetapkan,

dengan koordinasi dari

Kementrian Kesehatan.

Untuk mengatasi hal ini,

Pemerintah akan: (1)

memperketat

pengawasan dan

pendaftaran ulang ijin-

ijin perusahaan alih

daya. Dimana semua

perusahaan yang masih

mempekerjakan keperja

alih daya untuk pekerjaan inti

(utama) harus meninjau ulang

status pegawai dan (2)

mencabut ijin usaha

perusahaan penyalur pekerja

alih daya yang masih

melakukan penyimpangan,

termasuk tidak memberikan

hak-hak pekerja sesuai

dengan aturan yang ada.

P

Ketenagakerjaan

Insani Sukandar

25

Page 28: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

adan Pengawas Pasar

Modal dan Lembaga

Keuangan

mengisyaratkan tidak

akan menunda pelaksanaan

penerapan Pernyataan Sistem

Akuntansi Keuangan (PSAK)

nomor 62 untuk menjaga

industri asuransi tetap

berpegang prinsip kehati-

hatian (prudent).

Saat ini pencatatan perolehan

premi sesuai dengan PSAK 28

dan PSAK 36 belum

membedakan antara premi

murni dan premi investasi. Ke

depan, apabila PSAK 62 yang

mengadopsi International

Financial Resulting Standards

(IFRS) diterapkan, premi

investasi tidak lagi dicatatkan

sebagai pendapatan premi

dalam laporan keuangan.

Konsekuensinya, pencatatan

transaksi premi pada laporan

keuangan tidak berdasarkan

entitas, melainkan

membedakan antara transaksi

premi proteksi dan investasi.

Dengan perubahan

pencatatan ini premi industri

asuransi lebih mudah

teridentifikasi, antara

perolehan premi proteksi

dengan premi investasi.

Implikasi dari kebijakan

tersebut adalah akan terjadi

penurunan nilai pendapatan

premi yang tercatat di

laporan keuangan yang

disebabkan karena

pemisahan jenis premi

tersebut. Dampak penurunan

nilai pendapatan premi akan

terasa secara signifikan pada

perusahaan yang banyak

melakukan ekspansi pada

produk unit link, yakni produk

yang mengkombinasikan

proteksi dan investasi.

Kebijakan ini juga akan

mempengaruhi perencanaan

produk asuransi, yaitu

menahan minat perusahaan

untuk memperluas produk

unit link. Perusahaan akan

mengarahkan ekspansinya ke

produk yang didominasi

premi proteksi, dimana

pendapatannya dicatat secara

utuh dalam laporan

keuangan. Meskipun

perusahaan tetap

mengeluarkan produk unit

link, namun target yang

ditetapkan cenderung lebih

rendah dibandingkan tahun

sebelumnya.

B

Alexcius Winang

Implikasi dari kebijakan

pencatatan transaksi premi

berdasarkan entitas adalah akan

terjadi penurunan nilai

pendapatan premi yang tercatat di

laporan keuangan disebabkan

pemisahan jenis premi tersebut.

Keuangan

26

Page 29: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Menurut Ketua Asosiasi

Asuransi Umum Indonesia

(AAUI), Kornelius

Simanjuntak, pada tahun

pertama penerapan PSAK 62,

akan terlihat perbedaan

kinerja yang signifikan. Yang

harus diwaspadai adalah

ketika kinerja perusahaan

terlihat menurun secara

berlebihan. Hal ini akan

menurunkan kepercayaan

masyarakat pada perusahaan

asuransi, oleh karena itu

perusahaan perlu mengelola

dengan baik kemungkinan

dampak kebijakan ini.

Sedangkan menurut

Widyawati, Ketua Bidang

Keuangan, Akuntansi &

Perpajakan AAUI, terdapat

beberapa hambatan dalam

penerapan IFRS pada Industri

Asuransi, yakni: (1) kesiapan

sumber daya manusia industri

pada penyediaan tenaga

aktuaria karena jumlahnya

sangat sedikit,

(2) terdapat

kemungkinan terjadi

penurunan ekuitas

yang signifikan dari

tahun 2011 ke 2012

karena koreksi

penggunaan PSAK

yang baru, (3)

kurangnya kesadaran

perusahaan asuransi

terhadap

konsekuensi penerapan IFRS.

Secara resmi Asosiasi

Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI)

telah meminta penundaan 1-

2 tahun penerapan standar

laporan keuangan

internasional atau

International Financial

Resulting Standards (IFRS)

dalam PSAK 62 pada laporan

keuangan. Industri asuransi

dirasa belum siap dan

diperkirakan akan

memperlihatkan kinerja

industri terlihat seolah-olah

menurun, padahal penurunan

tersebut disebabkan

perubahan metode

pencatatan laporan

keuangan.

Sementara itu dalam

kesempatan terpisah, Isa

Rachmatarwata, Kepala Biro

Perasuransian Bapepam-LK,

mengungkapkan bahwa saat

ini pihaknya akan melihat

hasil simulasi penerapan

PSAK 62 dari industri yang

berakhir pada bulan Oktober

2012, lebih lanjut

diungkapkan bahwa

Pemerintah akan menetapkan

masa transisi dalam

pelaksanaan kebijakan

tersebut, penerapannya tidak

harus 100% sesuai dengan

PSAK namun penerapannya

dapat dilakukan secara

bertahap yakni 70% atau

80%.

Dengan perkembangan

peraturan dan kebijakan

dalam rangka menjaga

prinsip kehati-hatian,

perusahaan dituntut untuk

memberikan informasi yang

mudah teridentifikasi dan

transparan, namun di sisi lain

perusahaan juga tetap

menjaga kondisi

keuangannya agar dapat

menjaga kepercayaan

masyarakat. Industri Asuransi

sebagai sistem proteksi risiko

dari kerugian yang bersifat

finansial membutuhkan

profesionalisme dan

komitmen dalam

pengelolaannya.

27

Page 30: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Semakin optimis mencapai target KUR 2012 sebesar Rp 30 trilliun.

ada September 2012,

realisasi KUR tercatat Rp

2,57 triliun. Dengan

demikian penyaluran KUR

selama tahun 2012 telah

mencapai Rp 22,3 triliun.

Secara agregat realisasi KUR

sejak November 2007 sebesar

Rp 87,5 triliun disalurkan

kepada 7,1 juta debitur. Rata-

rata tiap debitur menerima

kredit sebesar Rp 12,3 juta

dengan tingkat NPL 3,7%.

Penyaluran KUR dilakukan

oleh tujuh bank penyalur dan

BPD yang tersebar di seluruh

Indonesia. Dari ketujuh bank

penyalur, BRI merupakan bank

penyalur KUR terbesar.

Realisasi KUR Mikro BRI pada

September 2012 mencapai Rp

1,4 triliun. Pada saat yang

sama KUR Ritel BRI sebesar Rp

206 miliar.

Di sisi lain, penyaluran KUR

oleh BPD masih perlu terus

ditingkatkan. Realisasi

penyaluran KUR

oleh BPD pada bulan

September 2012 mencapai

Rp 239 M yang disalurkan

kepada 2.592 debitur.

Diantara BPD penyalur, Bank

Jatim dan Jabar Banten

merupakan penyalur KUR

tertinggi. Hal ini sekaligus

mencerminkan masih

terpusatnya sebaran KUR pada

pulau Jawa. Secara akumulatif

sejak November 2007

penyaluran KUR terbesar pada

provinsi Jawa sebesar Rp 13,4

triliun. Sebaliknya penyaluran

KUR di luar Jawa masih sangat

rendah, penyaluran terendah

pada provinsi Maluku Utara

sebesar Rp 356 miliar.

Secara sektoral, pada bulan

September 2012 penyaluran

terbesar pada sektor

perdagangan sekitar 57% dari

total plafon KUR. Sedangkan

untuk urutan kedua pada

sektor pertanian 16%.

Sementara laporan KUR TKI

saat ini terus mengalami

peningkatan, tercatat realisasi

pada September 2012

mencapai Rp 21,9 miliar

dengan jumlah debitur

mencapai 2.219 TKI. Mayoritas

KUR TKI diberikan kepada

pekerja yang ditempatkan di

Korea Selatan dan Malaysia

masing-masing sebesar Rp

14,6 miliar dan Rp 3,5 miliar. Di

saat yang sama, plafon KUR

sebagian besar disalurkan ke

lapangan kerja manufaktur

yaitu sebesar Rp 14,8 miliar.

Pada Agustus 2012, Kepala

BNP2TKI telah mengeluarkan

surat tentang pelaksanaan

KUR TKI. Surat tersebut

ditujukan kepada kepala

BP3TKI/UPTP3TKI untuk

mendorong Pelaksana

Penempatan TKI

Swasta (PPTKIS)

memanfaatkan KUR TKI

sebagai sumber pembiayaan

penempatan TKI. Langkah ini

dilakukan tidak hanya untuk

optimalisasi penyaluran KUR

melainkan juga sebagai

instrumen perlindungan bagi

TKI dari sumber-sumber

pembiayaan yang ilegal dan

memberatkan.

P Windy Pradipta

Sumber: Komite Kebijakan KUR

KUR dan UKM

28

Page 31: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Indikator Sept 2012

Aug 2012 Indikator Aug

2012 Juli

2012

Inflasi (% yoy) 4,31 4,58 Utang Pemerintah* (USD milyar) 204,73 205,60

Indeks Harga Saham Gabungan 4262,56 4.060,33 Ekspor (USD miliar) 14,12 16,2

Harga Minyak ICP (USD per

barel) 111,02 112,02 Impor (USD miliar) 13,87 16,3

Indeks Harga Perdagangan

Besar 192,11 191,81 Wisatawan Mancanegara (ribu orang) 634,2 701,2

Cadangan Devisa* (USD milyar) 110,17 108,99 Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank (%) 11,74 11,78

Nilai Tukar Petani 105,41 105,26 Belanja Negara Realisasi Semester I-2012

(Rp. Tr)* 629,4

Nilai Tukar (Rp/USD) 9.588 9.560 Pendapatan Negara Realisasi Semester I-

2012 (Rp. Tr)* 593,3

Pertumbuhan Ekonomi Tw.I1-

2012 (%) 6,40 Tingkat Kemiskinan (Maret, 2012) (%) 11,96%

Tingkat Pengangguran (Feb.

2012) (%) 6,32

Neraca Keseluruhan NPI Tw II-2012 (USD

miliar) -2,8

Indikator Ekonomi

Page 32: Tinjauan Ekonomi Keuangan Oktober 2012

Untuk informasi lebih lanjut hubungi :

Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 10710 Telepon. 021-3521843, Fax. 021-3521836 Email : [email protected] Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id

ISSN 2088-3153