tinjauan

download tinjauan

of 11

description

gfjklij

Transcript of tinjauan

  • 2.3 Manifestasi Klinis

    Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik

    yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-

    kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada

    kelainan yang mendasari keluhannya.5 Beberapa orang biasanya mengeluhkan

    masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang menekan di dalam

    tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang

    berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan

    dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang

    lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak

    konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat

    ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka

    menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang

    dapat ditemukan .4

    Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut.3 Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.

    2.4 Klasifikasi

    Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :

    F.45.0 gangguan somatisasi

    F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci

    F.45.2 gangguan hipokondriasis

    F.45.3 disfungsi otonomik somatoform

    F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap

    F.45.5 gangguan somatoform lainnya

    F.45.6 gangguan somatoform YTT

    1

  • 2.5 F.45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform2.5.1 Definisi

    Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform adalah gangguan pikiran

    yang sering dihubungkan dengan gejala fisik dan tanda gangguan psikiatrik.

    Keluhan keluhan fisik yang ditampilkan merupakan gejala dari sistem saraf

    otonom. Contoh lazim adalah yang mengenai sistem kardiovaskular (cardiac

    neurosis), sistem pernapasan (hiperventilasi psikogenik & cegukan) dan sistem

    gastrointestinal (gastric neurosis dan nervous diarrhea). Gejala-gejalanya tidak

    menunjukkan adanya gangguan fisik dari sistem ataupun organ yang terlibat. Ciri

    klinis keluhan-keluhannya didasarkan tanda-tanda objektif hyperaktivitas syaraf

    otonom seperti palpitasi,berkeringat, muka panas/merah (flushing) dan tremor.

    Gejala subjektif nonspesifik, seperti rasa sakit, nyeri, rasa terbakar, rasa berat,

    rasa tertekan, atau perasaan badan seperti mengembang dimana keluhan-keluhan

    tersebut dihubungkan dengan organ atau sistem tertentu sebagai penyebabnya.

    Pada banyak kasus dengan gangguan ini ditemukan bukti adanya stress

    psikologis atau problem yang berkaitan dengan gangguan yang dialami. Beberapa

    gangguan ringan fungsi fisiologis mungkin ada, seperti cegukan, perut kembung

    dan hiperventilasi, tetapi keadaan ini tidak mengganggu fungsi fisiologis yang

    esensial dari organ atau sistem yang bersangkutan

    2.5.2 EpidemiologiPrevalensi seumur hidup menderita gangguan pada populasi umum

    diperkirakan adalah 0,1 sampai dengan 0,2 persen, walaupun beberapa kelompokpenelitian percaya bahwa angka sesungguhnya mungkin mendekati 0,5 persen.Wanita dengan gangguan somatisasi melebihi jumlah laki-laki sebesar 5-20 kali,walaupun perkiraan tertinggi mungkin karena kecendrungan awal yang tidakmendiagnosis gangguan somatisasi pada laki-laki.Beberapa penelitian telah menemukan bahwa gangguan somatisasi sering kalibersama-sama dengan gangguan mental lainnya. Kira-kira dua pertiga dari semua

    2

  • pasien dengan gangguan somatisasi memiliki gejala psikiatrik yang dapat diidentifikasi.22.5.3 Etiologi

    Penyebab disfungsi otonomik somatoform belum diketahui dengan pastitetapi banyak teori telah diajukan untuk menjelaskan penyebab yaitu:

    1. NeorologisPengaturan sistem saraf pusat yang abnormal untuk informasi sensorik yang

    masuk menyebabkan gangguan pada pemprosesan atensional.2. Psikodinamika

    Somatisasi merupakan suatu mekanisme pertahanan.3. Perilaku

    Somatisasi merupakan suatu perilaku yang dipelajari sehingga pendorong-pendorong lingkungan melestarikan perilaku sakit yang abnormal.

    4. Sosio kulturalCara-cara benar menghadapi emosi dan perasaan-perasaan ditetapkan

    oleh budaya.

    Teori-teori ini satu sama lain tidak eksklusif, dan kemungkinan somatisasi

    merupakan suatu fenomena komplek dengan banyak faktor resiko yang

    memainkan penyebabnya. Pada seorang pasien tertentu, tiga kesatuan atau

    kelompok faktor berikut dapat ditemukan:

    a. Faktor predisposisiTermasuk karakteristik biologi, perkembangan, kepribadian, dan

    sosiokultural pasien. Teori bahwa soamtisasi disebabkan oleh pengaturan sistemsaraf pusat yang abnormal untuk informasi sensorik yang masuk.

    b. Faktor pencetusTermasuk peristiwa-peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres (misal:

    penyakit) dan konflik.c. Faktor penunjang

    Termasuk interaksi-interaksi antar pasien, keluarga dan dokter dan sistemsosial. Keuntungan finansial dan bentuk-bentuk lain keuntungan sekundermemperkuat somatisasi, demikian pula faktor-faktor iatrogenik seperti pengujianyang tidak perlu, efek samping obat, dan komplikasi pemeriksaan pemeriksaaninvasif.6

    3

  • 2.5.4 Manifestasi KlinisCiri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang

    berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudahberkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternyabahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya.

    Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinankaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupanyang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala ansietas dan depresi.7

    2.5.5 Patofisiologisa) Sistem saraf otonom

    Refleks otonom adalah refleks yang mengatur organ viseral meliputi

    refleks otonom kardiovaskular, refleks otonom gastrointestinal, refleks seksual,

    refleks otonom lainnya meliputi refleks yang membantu pengaturan sekresi

    kelenjar pankreas, pengosongan kandung empedu, ekskresi urin pada ginjal,

    berkeringat, konsentrasi glukosa darah dan sebagian besar fungsi viseral lainnya.

    Sistem simpatis seringkali memberikan respon terhadap pelepasan impuls

    secara massal ini disebut pelepasan impuls masal (mass discharge). Pada saat

    lainnya, aktivasi simpatis dapat terjadi pada bagian sistem yang terisolasi,

    terutama sebagai respons terhadap refleks yang melibatkan medula spinalis tetapi

    tidak melibatkan otak.

    Sistem parasimpatis biasanya menyebabkan respon setempat yang spesifik,berbeda dengan respon yang umum dari sistem simpatis terhadap pelepasanimpuls secara masal, maka fungsi pengaturan sistem parasimpatis sepertinya jauhlebih spesifik.

    Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan salah satudari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau norepinefrin.8,9,10 Serabutpostganglion sistem saraf simpatis mengekskresikan norepinefrin sebagaineurotransmitter. Neuron- neuron yang mengeluarkan norepinefrin ini dikenaldengan serabut adrenergik. Serabut postganglion sistem saraf parasimpatismensekresikan asetilkolin sebagai neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut

    4

  • kolinergik. Sebagai tambahan serabut postganglion saraf simpatis kelenjarkeringat dan beberapa pembuluh darah juga melepaskan asetilkolin sebagaineurotransmitter. Semua saraf preganglion simpatis dan parasimpatis melepaskanasetilkolin sebagai neurotransmitter karenanya dikenal sebagai serabut kolinergik.Sedangkan asetilkolin yang dilepaskan dari serabut preganglion mengaktivasi baikpostganglion simpatis maupun parasimpatis.

    Gambar 6. Neurotransmiter simpatik dan parasimpatik

    2.5.6 Diagnosis BandingGangguan somatoform lainnya :

    - Hipokondriasis a. keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit

    fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannnya,meskipunpemeriksaan yang berulang ulang tidak menunjang adanya alasanfisik yang memadai atau adanya preokupasi yg menetapkemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakkanfisiknya (tidak sampai waham )

    5

    Suhu Tubuh >Berkeringat

    Kebutuhan OksigenFrekuensi Denyut Jantung

    Sekresi Hormon adrenokortikotropikMerangsang Korteks adrenal melepas kortisol dan kortikosteron

    Metabolisme Tubuh

    Merangsang Kelenjar Hipofisis Anterior

    Dipsnea

    Kelenjar Keringat apokrin mengeluarkan kringatPalpitasi

    HCL

    IRITASI LAMBUNG

    NYERI EPIGASTRIK

    Mempengaruhi GI tract Epinefrin & Norpinefrin

    Kontriksi saluran pernapasanDinding Tubulus Kontriksi

    Mengaktifkan Saraf Otonom(Saraf Simpatis)Merangsang Hipotalamus

    ANXIETASSTRESORGENETIK

  • b. tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan daribeberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitasfisik yang melandasi keluhan keluhannya Gangguan konversiGangguan cemas menyeluruh Gangguan medis non psikiatrik

    2.5.7 Kriteria Diagnostik

    Kriteria diagnostik yang diperlukan : 3

    ada gejala bangkitan otonomik contoh: palpitasi, berkeringat, tremor,

    muka panas, yang sifatnya menetap dan mengganggu

    gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu

    (tidak khas)

    preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya

    gangguan yang serius yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh

    hasil pemeriksaan maupun penjelasan dari dokter

    tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada

    struktur/fungsi dari sistem/organ yang dimaksud

    kriteria ke 5, ditambahkan :

    F.45.30 = Jantung Dan Sistem Kardiovaskular

    F.45.31 = Saluran Pencernaan Bgn Atas

    F.45.32 = Saluran Pencernaan Bgn Bawah

    F.45.33 = Sistem Pernapasan

    F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria

    F.45.38 = Sistem Atau Organ Lainnya

    2.5.8 Terapi

    Pasien dengan gangguan somatisasi paling baik diobati jika mereka

    memiliki seorang dokter tunggal sebagai perawat kesehatan utamanya. Jika

    terlibat lebih dari satu klinisi, pasien memiliki banyak kesempatan untuk

    6

  • mengaekspresikan keluhan somatik. Klinisi primer harus memeriksa pasien

    selama kunjungan terjadwal yang terartur, biasanya dengan interval satu bulan.

    Kunjungan harus relatif singkat, walaupun pemeriksaan fisik sebagian harus

    dilakukan sebagai respon terhadap masing-masing keluhan somatic yang baru,

    pemeriksaan laboratorium dan diagnostik tambahan biasanya harus dihindari, jika

    gangguan somatisasi telah didiagnosis, dokter yang mengobati pasien harus

    mendengarjan keluhan somatik sebagai ekspresi emosional, bukannya sebagai

    keluhan medis. Tetapi pasien dengan gangguan somatisasi, juga dapat meiliki

    penyakit fisik dengan demikian dokter harus selalu menggunakan pertimbangan

    mengenai gejala mana yang perlu diperiksa dan sampai sejauh mana. Strategi luas

    yang baik bagi dokter perawatan primer adalah meningkatkan kesadaran pasien

    tentang kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat di dalam gejala sampai

    pasien mau mengunjungi klinisi kesehatan mental, kemungkinan seorang dokter

    psikiatrik, secara teratur.

    Psikoterapi, baik individual dan kelompok, menurunkan biaya perwatan

    kesehatan penderita gangguan somatisasi sebesar 50 persen, sebagian besar karena

    penurunan jumlah perawatan di rumah sakit. Dalam lingkungan psikoterapik,

    pasien dibantu untuk mengatasi gejalanya, untuk mengekspresikan emosi yang

    mendasari, dan untuk mengembangkan strategi alternatif untuk mengekspresikan

    perasaan mereka.2

    Memberikan medikasi psikotropik bilamana ganggguan somatisasi ada

    bersama-sama gangguan mood atau kecemasan adalah selalu memiliki risiko,

    tetapi pengobatan psikoterpaik, pada gangguan penyerta adalah diindikasikan.

    Medikasi harus dimonitor, karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung

    menggunakan obat secara berlebihan dan tidak dapat dipercaya. Pada pasien tanpa

    7

  • gangguan mental penyerta, sedikit data yang menyatakan bahwa terapi

    farmakologis adalah efektif.6

    Tujuan Pengobatan Strategi dan TeknikPsikoterapi dan

    Psikososial

    Strategi dan TeknikFarmakologikal dan

    Fisik

    1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

    2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

    3.Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom comorbid (Memperparah kondisi)

    1. PengobatanyYang konsisiten, ditangani oleh dokter yang sama

    2. Buat jadwal regular dengan interval Waktu kedatangan yang memadai

    3. Memfokuskan terapi secara kradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

    1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas

    2. Hindari Obat-obatan yang bersifat addiksi

    2.5.9 Prognosis1. Sebagian besar pasien dengan gejala-gejala somatik fungsional sembuh

    tanpa intervensi khusus. Faktor-faktor yang lebih prognostik antara lainawitan yang akut dan durasi gejala yang singkat, usia muda, kelassosioekonomi tinggi, tidak ada penyakit organik, dan tidak ada gangguankepribadian.

    2. Prognosa jangka panjang untuk pasien gangguan somatisasi dubia admalam, dan biasanya diperlukan terapi sepanjang hidup. Bila somatisasimerupakan sebuah topeng atau gangguan psikiatrik lain, prognosanyatergantung pada prognosis masalah primernya. 6

    8

  • BAB III

    KESIMPULAN

    Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform adalah gangguan pikiran

    yang sering dihubungkan dengan gejala fisik dan tanda gangguan psikiatrik.

    Keluhan keluhan fisik yang ditampilkan merupakan gejala dari sistem saraf

    otonom. Contoh lazim adalah yang mengenai sistem kardiovaskular (cardiac

    neurosis), sistem pernapasan (hiperventilasi psikogenik & cegukan) dan sistem

    gastrointestinal (gastric neurosis dan nervous diarrhea). Gejala-gejalanya tidak

    menunjukkan adanya gangguan fisik dari sistem ataupun organ yang terlibat. Ciri

    klinis keluhan-keluhannya didasarkan tanda-tanda objektif hyperaktivitas syaraf

    otonom seperti palpitasi,berkeringat, muka panas/merah (flushing) dan tremor.

    Gejala subjektif nonspesifik, seperti rasa sakit, nyeri, rasa terbakar, rasa berat,

    rasa tertekan, atau perasaan badan seperti mengembang dimana keluhan-keluhan

    tersebut dihubungkan dengan organ atau sistem tertentu sebagai penyebabnya.

    9

  • Pada banyak kasus dengan gangguan ini ditemukan bukti adanya stress

    psikologis atau problem yang berkaitan dengan gangguan yang dialami. Beberapa

    gangguan ringan fungsi fisiologis mungkin ada, seperti cegukan, perut kembung

    dan hiperventilasi, tetapi keadaan ini tidak mengganggu fungsi fisiologis yang

    esensial dari organ atau sistem yang bersangkutan

    Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala

    fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah

    berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa

    tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka

    Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Somatoform. Ikatan

    Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat.

    2. Kaplan, B.J., Sadock, V.A, 2007, Kaplan & Sadocks Synopsis ofPsychiatry : Behavioral

    3. Departemen Kesehatan R.I. 1993.Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

    Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat Jenderal

    Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta

    10

  • 4. Nevid, J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. PenerbitErlangga

    : Jakarta

    5. ___. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus :

    Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.

    6. Mangel MB. Dkk, Referensi Manual Kedokteran Keluarga, Editor edisi bahasaIndonesia, perpustakaan Nasional, jakarta:2001 hal 701-709

    7. Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan jiwa, Rujukan Ringkasan dari PPDGJIII, jakarta: 2001, hal 84-86.

    8. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 1997 edisi 9, hal 957-

    970.

    9.Autonomic Nervous System available on

    URL :http://enwikipedia.org/wiki/Autonomic_nervous_system

    10. Collins VJ. Physiologic and Pharmacologic Bases of Anesthesia,

    Autonomic Nervous System.1996 .Vol :.281-301.

    11