Tindak Pidana Korupsi Suatu Kejahatan Luar Biasa (extra ordinary...
Transcript of Tindak Pidana Korupsi Suatu Kejahatan Luar Biasa (extra ordinary...
Tindak Pidana Korupsi Suatu Kejahatan
Luar Biasa (extra ordinary crime)
I PUTU RASMADI ARSHA PUTRA, SH., MH
RPPS
2017
Pengelolaan Keuangan Negara /
Daerah ?????
KKN
PEMAHAMAN TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI
Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yangmerusak dan mengancam sendi-sendi kehidupan bangsa. Pelbagai peraturanperaturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk memberantas korupsitelah diterbitkan. Namun, praktik korupsi masih terus berulang dan semakinkompleks dalam realisasinya.
Pada tahun 2010, menurut data Pacific Economic and Risk Consultansy, Indonesiamenempati urutan teratas sebagai negara terkorup di Asia. Jika dilihat dalamkenyataan sehari-hari korupsi hampir terjadi disetiap tingkatan dan aspekkehidupan masyarakat. Mulai dari mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB),Proyek Pengadaan Barang/Jasa di instansi pemerintah, sampai prosespenegakkan hukum.
Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajaroleh masayarakat umum, seperti memberi hadiah kepada Pejabat / PegawaiNegeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan. Kebiasaan itudipandang lumrah sebagai kebiasaan dari budaya ketimuran. Kebiasaan koruptif inilama-lama menjadi bibit-bibit korupsi yang nyata.
Kebiasaan berperilaku koruptif yang terus berlangsung di kalangan masyarakat salahsatunya disebabkan karena masih kurangnya pemahaman mereka terhadap pengertiankorupsi. Selama ini, kosakata korupsi sudah populer di Indonesia. Hampir semua orangpernah mendengar kata korupsi. Dari mulai rakyat yang tinggal di pedalaman, mahasiswa,pegawai negeri, orang swasta, aparat penegak hukum sampai pejabat negara. Namun jikaditanya kepada mereka apa itu korupsi, jenis perbuatan apa saja yang bisa dikategorikantindak pidana korupsi? Hampir dipastikan sangat sedikit yang bisa menjawab secara benarbentuk / jenis korupsi sebagaimana dimaksud oleh undang-undang.
Pengertian korupsi sebenarnya telah dimuat secara tegas di dalam Undang-UndangNomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagian besarpengertian korupsi didalam undang-undang tersebut dirujuk dari Kitab Undang-UndangHukum Pidana (KUHP) yang lahir sebelum negara ini merdeka. Namun hingga saat inipemahaman masyarakat terhadap pengertian korupsi masih sangat kurang.
Menjadi lebih memahami pengertian korupsi juga bukan sesuatu hal yang mudah.Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kebiasaan berperilaku koruptif yang selamaini dianggap sebgai hal wajar dan lumrah dapat dinyatakan sebagai Tindak Pidana Korupsi.Seperti Gratifikasi (pemberian hadiah) kepada penyelenggara negara dan berhubungandengan jabatannya, jika tidak dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapatmenjadi salah satu bentuk Tindak Pidana Korupsi.
Mengetahui bentuk / jenis perbuatan yang bisa dikategorikan
sebagai korupsi adalah upaya dini untuk mencegah agar
seseorang tidak melakukan korupsi.
Apa Yang Dimaksud Dengan Korupsi ?
Korupsi bersasal bahasa latin “Corruptio,” atau “Corruptos”
Kata tersebut kemudian diadopsi ke dalam beberapa bahasa, diantaranya yaitu :
Bahasa Inggris : Corruption ( Corrupt )
Bahasa Belanda : Corruptie
Bahasa Indonesia : Korupsi
Korupsi secara harfiah bisa berarti :
1. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, danketidakjujuran
2. Perbuatan yg buruk (penggelapan, uang, penerimaan uang sogok, dsb)
3. Perbuatan yg kenyataan menimbulkan keadaan yg bersifat buruk
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang dalam 30 buah Pasaldalam UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasaltersebut, korupsi dirumuskan ke dalam 7 (tujuh) bentuk / jenis tindak pidanakorupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatanyang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.
The Lexicon Webster Dictionary : korupsi adalah suatukebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapatdisuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian,kata-kata atau ucapan yang menghina atau menfitnah
Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris korupsi: sebagai kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidakbermoral, kebejatan dan ketidak-jujuran
Kamus Umum Bahasa Indonesia : korupsi sebagaiperbuatan buruk seperti penggelapan uang, penerimaanuang sogok dan sebagainya
Pengertian korupsi sangat luas
Encyclopedia Americana : bahwa korupsi merupakansuatu hal buruk yang memiliki aneka ragam arti, bervariasimenurut waktu, tempat dan bangsa
Ketigapuluh bentuk / jenis tindak pidana korupsi tersebut pada
dasarnya dapat dikelompokan sebagai berikut :
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap - Menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
8
KORUPSI
UU NO 31 TH 1999
JO
UU NO 20 TH 2001
KERIGIAN KEUANGAN NEGARAPs 2 & 3
SUAP MENYUAP
Ps 5,6,11,12,13
PENGGELAPAN DLM JABATAN
Ps 8, 9, Ps 10.a,b c
PERBUATAN PEMERASANPs 12, e,g, f
PERBUATAN CURANGPs 7 ayat (1) a,b,C,d
Ps 7 (2) Ps 12.b
Benturan
Kepentingan
Ps 12 i
Gratifikasi
Ps 12 c
TPK UU No 31 th 1999 Jo UU No 20 Th 2001
Selain defenisi tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada
tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jenis tindak
pidana lain tersebut tertuang dalam Pasal 21, 22, 23, dan 24 Bab III UU No.31
Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Janis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi
terdiri atas :
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi.
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar.
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka.
4. Saksi atau Ahli yang tidak memberika keterangan atau memberi
keterangan palsu.
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan
atau memberi keterangan palsu.
6. Saksi yang membuka identitas pelapor.
TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI
EKSTRA
ORDINARY
CRIME
TINDAK PIDANA
KORUPSI DAPAT
BERAKIBAT MERUSAK
PEREKONOMIAN
NEGARA
TREND SEMAKIN CANGGIH
CARA YANG DIGUNAKAN
PELAKU
EKSTRA ORDINARY CRIME (Kejahatan Luar Biasa):
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak
terkendali akan membawa bencana yang tidak
saja terhadap kehidupan perekonomian
nasional, tetapi juga pada kehidupan berbangsa
dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana
korupsi yang meluas dan sistematis juga
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak
sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan
karena itu maka tindak pidana korupsi tidak lagi
dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa
melainkan telah menjadi suatu “kejahatan luar
biasa”.
Upaya Penanggulangannya :
Untuk menanggulangi kejahatan yang luar biasa tersebut
diperlukan suatu kebijakan sosial (sosial policy).
Kemudian dijabarkan dalam kebijakan penegakan
hukum (law enforcement policy).
Pada tataran tersebut dirumuskan dan ditegakkan pula
kebijakan pidana (criminal policy).
Dengan demikian tampak bahwa kebijakan pidana
merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum
yang secara keseluruhan berada dalam suatu sistem
kebijakan sosial. Oleh karena itu kebijakan pidana harus
memiliki sinkronisasi dengan kebijakan penegakan
hukum, sedangkan kebijakan penegakan hukum harus
pula searah dan dijiwai oleh kebijakan sosial atau arah
kebijakan penyelenggaraan negara pada umumnya.
Korupsi dapat dilihat dari berbagai aspek
Aspek sosiologis : nepotisme” (memasang keluarga atau teman
dalam posisi pemerintahan tanpa memenuhi persyaratan untuk itu)
Aspek politik : Pemerintahan yang korup berdampak pada wibawa
pemerintah di mata masyarakat. Dukungan terhadap pemerintah
menurun karena hilangnya kepercayaan masyarakat. Selanjutnya
akan berdampak pada legitimasi pemerintah sebagai pengemban
amanat dari masyarakat
Aspek ekonomi: Korupsi pada aspek ekonomi dipandang sebagai
“harga pasar” yang harus dibayar oleh konsumen apabila ingin
“membeli” barang tertentu (keputusan, izin, atau secara lebih tegas
berupa tanda tangan).
Kesimpulan
korupsi memiliki pengertian yang luas tergantung
pada aspek pendekatan dan kondisi di suatu
tempat tertentu.
ada kesepahaman pandangan bahwa korupsi
merupakan suatu perbuatan jahat yang harus
diberantas karena menimbulkan ketidakadilan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Korupsi yaitu:
Setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatanmemperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yangdapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atauorang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatanatau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atauperekonomian negara
Melakukan perbuatan pidana menurut pasal 209, 210, 387, 388,415, 416, 417, 418, 419, 420, pasal 423, pasal 425, pasal 435
Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawainegeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yangmelekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberihadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan ataukedudukan tersebut
Setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undang yangsecara tegas menyatakan pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku
ketentuan yang diatur dalam undang-udang ini
Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan atau
permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi,
dipidana dengan pidana yang sama
Setiap orang di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang
memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan
untuk terjadinya tindak pidana korupsi dipidana dengan pidanayang sama sebagai pelaku tindak pidana korupsi
terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harusdilakukan secara luar biasa.
terdapat perubahan dan tambahan menyangkut rumusan perbuatanmaupun ketentuan perihal pembuktian.
langsung disebutkan unsurnya, tanpa menyebut KUHP
menambahkan perbuatan gratifikasi sebagai tindak pidana korupsi
perluasan mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah berupa petunjuk
“pembuktian terbalik” yang bersifat “premium remidium” dan sekaligusmengandung sifat prevensi khusus
Tempat tindak pidana (locus delicti)
1. Teori perbuatan materiil/leer
der lichamelijk daad
(perbuatan jasmaniah)
2. Teori instrumen/leer van
instrument
3. Teori akibat
Unsur-Unsur Tindak Pidana
1. Pandangan Monistis → Simons, Van Hammel, Mezger, Van
Bemmelen dan Wirjono Prodjodikoro.
Unsur strafbaar feit: tinggkah laku, memlawan hukum, kesalahan.
1. Pandangan Dualistis →Pompe, Moeljatno dan Roeslan Saleh.
Unsur strafbaar feit: tinggkah laku dan melawan hukum
PENYERTAAN DAN PEMBANTUAN
Istilah
Penyertaan atau deelneming atau complicity
“turut campur dalam peristiwa pidana” (Tresna)
”Turut berbuat delik” (Karni)
”Turut Serta” (Utrecht)
Pasal 55 KUHP
Ayat (1) dipidana sebagai pembuat (dader) suatu perbuatan pidana:
Ke-1. mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan;
Ke-2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Ayat (2) terhadap penganjur hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56 KUHP
Dipadana sebagai pembantu (medeplichtige) suatu kejahatan:
Ke-1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
Ke-2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, satana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Yang dapat dipidana:
1. Pelaku atau Pleger;
2. Orang yang menyuruh lakukan atau Doenpleger;
3. Orang yang turut serta atau Medepleger;
4. Orang yang menganjurkan atau Uitlokker;
1. Pembantu atau medeplichtige
(1) Saat melakukan kejahatan;
(2) Sebelum melakukan kejahatan.
Plegen
Plegen→ yang melakukan
Pleger → Pelaku
Pengertian Luas
Semua orang yang dikualifikasikan dalam pasal 55 KUHP, sebagai pelaku, orang yang menyuruh lakukan, orang yang turut serta melakukan maupun orang yang menggerakkan atau membujuk untuk melakukan suatu tindak pidana.
Pengertian sempit
Seseorang yang memenuhi semua unsur delik.
Doenplegen
Istilah
Doenplegen → menyuruh lakukan.
Deonpleger → orang yang menyuruh lakukan.
Middelijke Daderschap → “seseorang mempunyai kehendak melakukan suatu perbuatan pidana, namum tidak mau melakukannya sendiri dan mempergunakan orang lain yang disuruh melakukan perbuatan pidana tersebut.”
Orang yang menyuruh lakukan = manus domina/middelijke dader.
Orang yang disuruh = manus ministra/onmiddelijke dader.
Adegium: qui per alium facit per seipsum facere videtur → seseorang yang menyuruh orang lain melakukan suatu perbuatan, sama halnya dengan orang tersebut melakukan perbuatan itu sendiri.
Syarat Doenplegen:
1. Alat untuk melakukan perbuatan pidana adalah orang.
2. Orang yang disuruh tidak mempunyai kesengajaan, kealpaan
atau kemampuan bertanggungjawab.
3. Orang yang disuruh melakukan tidak dapat dijatuhi pidana.
Ex: seorang ibu meyuruh anaknya (dibawah umur) melakukan perbuatan
yang mengakibatkan seseorang mengalalmi luka.
Medeplegen
Medeplegen → Turut serta melakukan.
Tiga kemungkinan:
1. Semua pelaku memenuhi unsur dalam rumusan delik.
2. Salah seorang memenuhi unsur delik, sedangkan pelaku yang
lain tidak.
3. Tidak seorang pun memenuhi rumusan delik, namun bersama-
sama mewujudkan delik tersebut.
Ex: A,B dan C melakukan pencurian dengan kekerasan di bank. A dan B masuk ke bank,
menodongkan pistol dan membawa sejumlah uang yang ada di brankas, sedangkan C
hanya menunggu di mobil.
Syarat medeplegen:
1. Kesengajaan untuk mengadakan kerjasama dalam rangka
mewujudkan suatu delik di antara para pelaku (meeting of
mind) → subjectief onrechtselement. Menggunakan istilah
“bersekutu”
2. Kerjasama yang nyata dalam mewujudkan delik tersebut →
objectief onrechtselement. Menggunakan istilah “bersama-sama”
Ex: A dan B sama-sama tidak senang dengan C. A berniat membunuh
sementara B berniat menganiaya. A dan B bersama-sama melakukan
pemukulan, setelah C terjatuh kemudian A melempar kepala C dengan
batu, C mengalami luka-luka dan akhirnya meninggal. A dipersalahkan
melakukan pembunuhan sementara B dipersalahkan melakukan
penganiayaan berat yang mengakibatkan mati.
Medeplegen difungsikan dalam dua hal:
1. Untuk menciptakan dan melekatkan pertanggungjawaban
pada orang-orang yang turut serta melakukan dalam suatu
perbuatan pidana namun yang tidak mungkin dikualifikasikan
sebagai pelaku dengan mengingat tidak memenuhi unsur-unsur
delik yang sifatnya konstitutif.
2. Untuk memperluas pertanggungjawaban orang yang turut serta
dalam perbuatan pidana
Ex: C hanya menunggu di mobil. A dan B melakukan pencurian
dengan kekerasan.
Uitlokking
istilah
Uitlokking → yang menganjurkan atau menggerakkan.
Uitlokker → orang yang menganjurkan atau menggerakkan.
Pengertian: “kesengajaan menggerakkan orang lain yang dapat dipertanggungjawabkan pada dirinya sendiri untuk melakukan suatu perbuatan pidana dengan menggunakan cara-cara yang telah ditentukan oleh undang-undang karena telah tergerak, orang tersebut kemudian dengan sengaja melakukan tindak pidana itu.”
1. Orang yang menganjurkan → auctor intellectualis.
2. Orang yang dianjurkan → auctor materialis atau materieele dader.
Adegium: plus peccat auctor quam actor → orang yang menggerakkan suatu kejahatan dipandang lebih buruk daripada yang melakukannya.
Upaya dalam menganjurkan atau menggerakkan:
1. Memberi atau menjanjikan sesuatu;
2. Menyalahgunakan kekuasaan atau martabat;
3. Dengan kekerasan;
4. Dengan ancaman atau penyesatan;
5. Memberi kesempatan, sarana atau keterangan.
Syarat dalam uitlokking:
1. Kesengajaan untuk menggerakkan atau menganjurkan orang lain melakukan suatu perbuatan pidana;
2. Ada orang lain yang dapat melakukan perbuatan yang digerakkan atau dianjurkan;
3. Orang yang digerakkan atau dianjurkan benar-benar mewujudkan perbuatan pidana atau percobaan perbuatan pidana yang dikehendaki oleh penggerak atau penganjur.
4. Menggerakkan atau menganjurkan harus dengan cara-cara yang telah ditentukan secara limitatif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP.
5. Orang yang digerakkan atau dianjurkan harus dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Perbedaan doenplegen dengan uitlokking
Doenplegen Uitlokking
Pelaku materil tidak
dapat dimintai
pertanggungjawaban
pidana
Pelaku materil dapat
dimintai
pertanggungjawaban
pidana
Dapat menggunakan
upaya apapun
Upaya yang dilakukan
bersifat limitatif
Medeplichtige
Medeplichtige → Pembantuan
1. De hoofd dader = pelaku atau pembuat
2. Medeplichtige = pembantu
Bentuk:
1. Pembantuan pada saat kehajatan dilakukan.
2. Pembantuan untuk melakukan kejahatan.
Adegium:
“omne principale trahit ad se accessorium” →dimana ada pelaku utama disitu ada pelaku pembantu.
“Quod non valet in principali, in accessorio seu consequenti non valebit; et quod non valet in magis propinqui, non valebit in magis remoto” → apa yang tidak diberlakukan kepada pelaku utama, maka tidak akan diberlakukan kepada pelaku pembantu; dan apa yang tidak berpengaruh pada perkara pertama, tidak akan berpengaruh kepada perkara kedua.
Prihal Medeplichtige
Pembantuan untuk melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Pembantuan haruslah dilakukan dengan kesengajaan.
Pembantuan dapat terjadi pada delik kealpaan (meninggalnya seseorang karena kecelakaan lalu lintas yang mana sebelumnya pelaku meminum alkohol yang dibelikan oleh orang lain)
Pembantuan dalam percobaan untuk melakukan kejahatan dapat dipidana. Sebaliknya, percobaan untuk membantu melakukan suatu kejahatan tidaklah dapat dipidana.
Ilustrasi:
1. A pernah bekerja dirumah B memberi informasi kepada C yang hendak mencuri di rumah B. Pada saat hendak menjalankan aksinya dirumah B, C tertanggkap tangan oleh D dan E. A dapat dipidana karena membantu C dalam percobaan pencurian di rumah B.
2. S tidak senang dengan T dan berniat membunuhnya. S meminta Y untuk menyediakan pistol. Y meminjam pistol dari Z. Karena suatu dan lain hal, S mengurungkan niatnya untuk membunuh T. Y tidak dapat dipidana karena membantu percobaan pembunuhan maupun membantu pembunuhan oleh S terhadap T karena semua perbuatan tidak pernah terwujud.
Perbedaan Medeplichtige dengan
MedeplegenMedeplegen MedeplichtigePada delik “pelanggaran” dijatuhi
pidana
Pada delik “pelanggaran” tidak
dijatuhi pidana
Harus ada kesengajaan untuk
bekerjasama atau relasi yang
sebanding
Tidak disyaratkan
Harus ada kerjasama yang erat
diantara para pelaku
Hanya melakukan peranan tidak
penting
Harus ada
uitvoeringshandeling/tindakan
pelaksanaan
Cukup melakukan
voorbereidingshandeling/tindakan
persiapan atau
ondersteuningshandeling/tindaka
n dukungan
Pemidanaan sama dengan
pelaku
Dikurangi sepertiga dari pidana
maksimum
Bila ada kerjasama yang erat,
dipandang sebagai pelaku bukan
pembantu meskipun yang
dilakukan bukan perbuatan
penyelesaian
--