TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah...

138
TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR WAKAF DAN AMIL ZAKAT Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: YAYAH RODIYAH NIM: 11140460000111 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 2018 M/1440 H

Transcript of TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah...

Page 1: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR WAKAF

DAN AMIL ZAKAT

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

YAYAH RODIYAH

NIM: 11140460000111

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

2018 M/1440 H

Page 2: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix
Page 3: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix
Page 4: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix
Page 5: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

i

ABSTRAK

Yayah Rodiyah. NIM 11140460000111. TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP HONOR NADZIR WAKAF DAN AMIL ZAKAT. Program Studi

Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix 116+10 lampiran.

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan tinjauan Hukum Islam terhadap upah

nadzir wakaf dan amil zakat dan praktek pengupahan nadzir wakaf dan amil zakat

dalam pengelolaannya. Dalam Hukum Islam penjelasan upah atau bagian amil zakat

diatur secara tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah, sementara untuk upah nadzir wakaf

sendiri tidak diatur secara tegas dalam al-Qur’an dan Sunnah, karena itu upah dalam

hal ini bersifat “ijtihadi” dan terbuka untuk ditafsirkan sesuai dengan kondisi. Karena

itu dalam Pasal 12 UU No 41 tahun 2004 seorang nadzir mendapatkan upah dari hasil

bersih pengelolaan harta wakaf tidak lebih dari 10%, sedangkan dalam UU No 23

Tahun 2011 amil mendapatkan upah/bagian tertentu dari zakat yang dapat

dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam pengelolaan zakat sesuai dengan syariat

Islam dengan mempertimbangkan aspek produktivitas, efektifvitas, dan efisiensi

dalam Pengelolaan zakat. Pada prakteknya tidak semua nadzir dan amil dalam

operasionalnya mendapatkan upah berdasarkan aturan tersebut karena bersifat

kondisional dan ijtihadi.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, mempunyai jenis

penelitian hukum normatif dan studi pustaka (Library Research) dengan melakukan

pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan kitab-kitab fikih

yang berkaitan dengan judul skripsi.

Hasil penelitian ini menunjukan pertama, upah nadzir wakaf dan amil zakat

jika dilihat dari tinjauan Hukum Islam digaji dari hasil pengelolaannya atau investasi

dari harta wakaf, nadzir mendapatkan gaji dari pekerjaan yang melekat sesuai dengan

kapasitas dan kinerjanya sebagai nadzir, amil baik kaya maupun miskin ia tetap

medapatkan upahnya dari fundrising karena amil mempunyai hak tersebut dan bagian

tersebut dikategorikan sebagai upah atas kerja keras yang dilakukan. Kedua, Praktek

pengupahan nadzir wakaf dan amil zakat diberikan menurut upah/gaji bulanan

ataupun presentase.

Kata Kunci : Upah, Honor, Nadzir, Amil, Wakaf, Zakat.

Pembimbing : Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, MA

Daftar Pustaka : 1995 s.d. 2018

Page 6: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala karena

limpahan berkah dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH NADZIR

WAKAF DAN AMIL ZAKAT”. Shalawat serta salam senantiasa kita sampaikan

kepada junjungan alam semesta Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam,

yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang

benderang ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini dapat

diselesaikan melalui proses yang panjang, mulai dari bangku kuliah, penelitian,

hingga penyusunan sampai terbentuk seperti sekarang ini. Penulis juga menyadari

bahwa skripsi ini dapat terselesaikan karena banyaknya pihak yang turut serta

membantu, membimbing, memberikan petunjuk, saran serta motivasi. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang

setinggi-tingginya dan ucapan rasa terimaksih yang sedalam-dalamnya, kepada

yang terhormat :

1. Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran dalam

membimbing, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini

dengan tepat waktu.

2. A.M. Hasan Ali, M.A. Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah dan

Dr. Abdurrauf, Lc, M.A. Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi

Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi dari

proses perkuliahan hingga dalam pembuatan skripsi ini.

3. Nurul Handayani, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang

selalu membimbing dan mengarahkan penulis kearah yang lebih baik.

4. Dosen penguji seminar proposal peneliti yang telah memberikan arahan

dan masukan yang bermanfaat sehingga peneliti bisa mengembangkan dan

menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

5. Segenap Dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus

dan ikhlas, beserta seluruh staff dan karyawan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga Allah Subhanahu wa

Ta’ala senantiasa membalas jasa-jasa beliau-beliau serta menjadikan

semua kebaikan ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua.

Page 7: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

6. Kepala dan staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Kepala dan Sraff Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan fasilitas yang memadai

untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

7. Kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda dan Ibunda, Bapak Musa dan Ibu

Komariyah yang luar biasa sabar dalam membimbing untuk menggapai

semua cita-cita saya, dan mendidik dari masih dalam kandungan hingga

dapat meraih gelar S1 dan akan berlanjut dalam pendidikan saya

selanjutnya.

8. Segenap Keluarga Besar dari pihak Bapak maupun Ibunda, adik-adik

tercinta beserta saudara-saudari saya terkhusus kepada Jamalulel,

Najmuddin, Badriyah, Nursyamsiyah, Hasan, Husen, Syamsul Ma’arif

serta semua yang telah memberikan dukungan hingga dapat memotivasi.

9. Segenap Keluarga Besar Yayasan Permata Ar-Ridha Terkhusus untuk

Ayahanda Drs. H. Bahron Fathin, M.A, dan Ibu Nadziroh Hasan, S.Ag

beserta saudara-saudari santri Ar-Ridha yang telah memberikan dukungan

dan motivasi terhadap penulis.

10. Seluruh teman-teman Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya angkatan 2014 yang

telah menemani waktu luang dan memberikan ilmu pengetahuan yang

bermanfaat selama kuliah.

11. Tak lupa pula kepada Ka Muhammad Nasrullah, Ka Mun’im, dan Ka Irfan

Fathoni, Ka Abel, Ka Galuh, Ka Nadia, Khumaeroh yang senantiasa

membimbing dan dan memberikan dukungan serta motivasi dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

12. Seluruh sahabat-sahabati PMII Komfaksyahum, PC PMII Ciputat, DPP

PM, Keluarga Besar PMII Muamalat, teman-teman Sharia Business

Intelligence, Forsilawan-Forsilawati Forsila BPC Jakarta Raya, teman-

teman KKN Imagine, terimakasih untuk kontribusi dan dedikasinya. Dan

semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah

berkenan memberikan bantuan kepada penulis.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis

dan umumnya bagi pembaca. Sekian terimakasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 28 Oktober 2018

Penulis

Page 8: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

iii

Page 9: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK………………………………………………………………. i

KATA PENGANTAR…………………………………………………. ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………… 1

B. Identifikasi Masalah………………………………………. 7

C. Batasan dan Rumusan Masalah…………..……………….. 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………. 7

E. Metode dan Desain Penelitian……………………………. 8

F. Tinjauan Review Kajian Terdahulu………………………. 11

G. Kerangka Teori dan Konseptual………………………….. 12

H. Sistematika Penulisan…………………………………….. 15

BAB II LANDASAN TEORI

A. Teori Upah………………………………………………… 16

1. Pengertian Upah………………………………………. 16

2. Dasar Fiqih, Hadits dan Al-Qur’an dalam Pengupahan.. 20

3. Upah dalam Urusan Agama…………………………… 22

4. Macam-Macam Upah………………………………….. 28

5. Rukun dan Syarat Upah………………………………… 28

6. Pembatalan Dan Berakhirnya Upah (Ijarah)……………. 30

7. Prinsip-Prinsip Upah……………………………………. 31

8. Upah dalam Konteks Nasional…………………………. 35

9. Standarisasi Pengupahan………………………………… 38

B. Kajian Teoritis Tentang Amil Zakat………………………. 39

Page 10: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

v

1. Pengertian Amil………………………………………… 39

2. Dasar Hukum Amil…………………………………….. 40

3. Kewajiban dan Hak Amil……………………………… 41

C. Kajian Teoritis Tentang Nadzir Wakaf……………………. 43

1. Pengertian Nadzir……………………………………… 43

2. Hak dan Kewajiban Nadzir……………………………. 44

D. Mustahik Zakat Dan Wakaf…………..…………………… 46

BAB III SEJARAH PENGUPAHAN NADZIR WAKAF DAN AMIL

ZAKAT

A. Sejarah Pengupahan Nadzir Wakaf……………………….. 55

1. Masa Rasulullah………………………………………… 55

2. Masa Khulafaur Rasyidin…………..………………….. 59

3. Masa Thabi’in…………………………………………..60

B. Upah Nadzir Di Beberapa Negara Islam…………………. 62

1. Kuwait………………………………………………… 62

2. Mesir…………………………………………………... 66

3. Brunei Darussalam……………………………………. 68

C. Upah Amil Di Beberapa Negara Islam……………………. 70

1. Kuwait…………………………………………………. 70

2. Mesir………………………………………………….. 72

3. Brunei Darussalam……………………………………. 74

BAB IV PANDANGAN ULAMA TENTANG UPAH NADZIR WAKAF

DAN AMIL ZAKAT

A. Larangan Bagi Upah Nadzir Wakaf dan Amil Zakat……… 79

1. Penentuan Upah Oleh Wakif…………………………. 79

2. Penetuan Upah Oleh Hakim………………………..….80

B. Kebolehan Bagi Upah Nadzir Wakaf dan Amil Zakat……. 83

1. Kebolehan Upah Bagi Nadzir Wakaf…………….…… 84

2. Kebolehan Upah Bagi Amil Zakat……………………. 92

Page 11: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

vi

C. Alasan dari Kebolehan dan Larangan Upah Nadzir Wakaf dan

Amil Zakat………………………………………………… 95

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN…………………………………………… 105

B. SARAN…………………………………………………… 107

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persoalan perwakafan nasional belakangan menjadi perbincangan yang

sangat menarik. Berawal dari krisis moneter pada tahun 1997 dan berkembangnya

isu-isu ekonomi syariah pada saat itu, Indonesia mulai menyadari urgensinya

pengembangan lembaga yang bergerak di bidang sosial keagamaan seperti halnya

zakat dan wakaf.1 Dari situlah lahir undang-undang tentang pengelolaan zakat

yang disempunakan pada tahun 2011 dan Undang-Undang Wakaf tahun 2004,

pada tahun 2006 lahirlah Peraturan Pemerintah tentang pelaksaan wakaf,

kemudian terdapat perubahan beberapa pasal sebagaimana yang tercantum dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2018 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

Zakat secara bahasa mempunyai beberapa arti yaitu al-barakatu „

keberkahan‟, al-namaa „pertumbuhan dan perkembangan‟, ath-thaharu

„kesucian‟, dan ash-shalahu „keberesan‟. Sedangkan secara istilah, meskipun para

ulama berbeda redaksi dalam mengemukakannya namun pada prinsipnya sama

yaitu zakat merupakan bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, dimana

Allah mewajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak

menerimanya sesuai dengan persyaratannya.2 Zakat termasuk rukun islam ketiga

dan merupakan bagian dari ibadah maliyah yang dilakukan untuk mensucikan

jiwa dan harta, pelaksaan zakat dimulai ketika masuk waktu bulan ramadhan

sampai terbitnya fajar sebelum pelaksanaan sholat Idul Fitri. Sedangkan wakaf

merupakan salah satu instrument ekonomi islam yang bertujuan untuk

merealisasikan keadilan social, salah satu amal jariyah yang tidak akan pernah

terputus pahalanya.

1 Sutami, “Perkembangan Wakaf Produktif Di Indonesia”, Al-Awqaf, V, 2,(Juli, 2012), h.

14 2 Didin Hafidhuddin, “Zakat Dalam Perekonomian Modern”, (Jakarta: Gema Insani

Press, 2002), h.7

Page 13: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

2

Adapun pendirian Badan Amil Zakat (BAZ) dilatar belakangi oleh kondisi

nasional dimana semua komponen bangsa dituntut untuk berpartisipasi dalam

pembangunan perekonomian terlebih lagi umat islam merupakan komponen

dominan dan potensial dalam pembangunan tersebut. Jika melihat sejarah pada

masa nabi Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin, Dinasti Umayah dan

Abbasiyah. Pada masa itu pemberdayaan perekonomian melalui tiga komponen

pranata perekonomian yaitu zakat, infak, dan shadaqah cukup efektif. Hal itu

terjadi karena bayt al-mal pada saat itu berjalan sesuai dengan tuntunan Nabi

Muhammad SAW. Namun dewasa ini ternyata bayt al-mal tersebut tidak tampak

dengan jelas, sehingga pranata perekonomian tersebut tidak dapat diaplikasikan.

Beranjak dari keresahann itulah munculnya BAZIS untuk membangkitkan

kembali semangat bayt al- mal yang pernah memobilisasi dana umat pada

zamannya.3 Adapun dalam pengumpulan dana zakat akan dapat dioptimalkan

dengan keberadaan dua lembaga zakat yaitu BAZ dan LAZ sebagai lembaga yang

profesional dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, serta

pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.4 Dalam

pedayagunaan zakat dan pelaksanaan pengelolaan zakat amil diberikan

pembekalan dan pembinaan guna memproduktifkan zakat bukan hanya yang

bersifat konsumtif namun juga produktif .

Dalam hal pendistribusian zakat hanya terdapat delapan golongan

(ashnaf) yang menerimanya seperti firman Allah dalam Surat At-Taubah ayat 60

3 H.A. Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat Sebuah

Pengenalan Ed.1., Cet.1, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), h. 37-38. 4 Kutbuddin Aibak, Pengelolaan Zakat Dalam Perspektif Maqashid Al-Syariah (Studi

Kasus di Badan Amil Zakat Kabupaten Tulungagung), (Yogyakarta: Editie Pustaka, 2016), h. 47

Page 14: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

3

Artinya :

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang

miskin, pengelola zakat para mu‟allaf yang dibujuk hatinya, untuk

(memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-

orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan

Allah; dan Allah Maha mengetahui dan Maha Bijaksana”.

Sebagaimana firman Allah diatas, amil zakat merupakan mustahik zakat

yang menerima 1/8 bagian dari hasil zakat yang berarti 12,5%, dan menurut

sebagian ulama jumlah tersebut bersifat maksimal, sehingga apabila pekerjaanya

berat dan memerlukan biaya administrasi yang cukup besar melebihi 12,5% dari

harta zakat, maka diperlukan tambahan dana dari sumber lain (bukan dari zakat).

Namun, sebagian ulama membolehkan jika bagiannya melebihi 12,5% jika

memang sangat diperlukan dan tidak ada dana dari sumber lain; dengan catatan

tidak mengganggu hak mustahik lainnya terutama hak fakir miskin. Menurut

Yusuf Qardhawi bahwasanya pendapat pertama (maksimal 12,5%) adalah

pendapat yang dianggap paling tepat demi menjaga kepentingan mustahik

lainnya.5 Kemudian diperkuat juga dalam UU No 23 Tahun 2011 yang berbunyi

Bab IV

Pasal 30

“Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara dan Hak Amil”

Wakaf merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau

menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau

untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah

atau kesejahteraan umum menurut syariah.6 Wakaf sendiri merupakan instrument

ekonomi yang mempunyai nilai kebajikan (birr), kebaikan (ihsan) dan

5 Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak Dan Sedekah, Cet. Ketujuh

(Jakarta: Gema Insani, 2008), h. 22 6 Hanafi Wibowo, “Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf Studi Kasus: Sengketa Tembok

Barat Di Masjidil Aqsa, Jerussalem Tahun 1929”, Al-AwqafJurnal Wakaf Dan Ekonomi Islam , IX,

1, (Januari , 2016), h. 27

Page 15: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

4

persaudaraan (ukhuwah)7. Lain halnya dengan zakat, wakaf yang diterima oleh

nadzir akan dikembangkan dan diolah untuk diproduktifkan sehingga

kemanfaatannya dapat dinikmati oleh masyarakat baik dalam bidang pendidikan,

sosial dan perekonomian bahkan untuk pembangunan infrastruktur, jika melihat

dampak yang dihasilkan dari wakaf produktif sangatlah amat besar untuk

pertumbuhan perekonomian umat. Akan tetapi, pokok atau central dari

keberhasilan produktifitas wakaf itu sendiri adalah nadzir,

Keberadaan nadzir dalam pengembangan wakaf dapat dianalogikan

seperti manager dalam sebuah perusahaan.8 Dalam hal mengembangkan wakaf

tersebut seorang manager dibantu oleh pegawainya dengan kata lain nadzir yang

lainnya untuk mengelola wakaf tersebut. Pengelolaan secara professional

menempati posisi penting dalam wakaf dan sangat menentukan agar wakaf itu

lebih bermanfaat tergantung dari kepiawaian pengelolanya, jika pengelolaan

wakaf selama ini hanya dilakukan seadanya dengan menggunakan managemen

kepercayaan dan sentralisme kepemimpinan yang mengesampingkan pengawasan,

maka dalam pengelolaan wakaf secara modern harus menonjolkan system

managemen yang lebih professional.9 Menurut Fathurrahman Jamil, ada tiga

syarat utama yang harus dimiliki nadzir wakaf professional yaitu:

1. Moral yang meliputi pemahaman atau ilmu tentang hukum wakaf dan ZIS

baik dalam tinjauan syar‟i maupun perundang-undangan, kejujuran,

kecerdasan, kesungguhan, sabar, dan tahan godaan.

2. Managemen yang meliputi leadership, visioner, professional, dan ada masa

bakti nadzir.

3. Bisnis yang meliputi adanya kemauan keras, kesiapan dan ketajaman

melihat peluang usaha seperti layaknya enterpreneur.10

7 Muhammad Zen , “Wakaf Produktif Tabungan Wakaf Indonesia (Twi)”, Al-Awqaf, V,

2, (Juli, 2012), h. 45 8 Asep Saepudin Jahar, “Nadzir Wakaf Uang Di Indonesia”, Al-Awqaf. IV, 2,(Juli, 2011),

h. 86 9 Veithzal Rivai Zainal, “Pengelolaan Dan Pengembangan Wakaf Produktif”, Al-Awqaf,

IX, 1, (Januari, 2016), h. 12 10

Fathurrahman Jamil, “Standarisasi Dan Profesionalisme Nadzir Di Indonesia”, Jurnal

Al-Awqaf, IV , 4, (Januari , 2011), h. 29

Page 16: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

5

Sedangkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang ditunjuk

sebagai amil zakat atau pengelola zakat menurut Yusuf Qardhawi harus

memenuhi:

1. Beragama islam, zakat merupakan salah satu urusan utama kaum muslim

terlebih lagi merupakan rukun islam yang ketiga, karena itu sudah saatnya

urusan penting tersebut diurus oleh sesama muslim.

2. Mukallaf, yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya dan siap

menerima tanggungjawab mengurus urusan umat.

3. Amanah atau jujur, para muzakki yang akan dengan rela menyerahkan

zakatnya melalui lembaga pengelola zakat, jika memang lembaga ini patut

dan dapat dipercaya. Keamanahan yang dibuktikan dalam bentuk

trasparansi dalam menyapaikan laporan pertanggungjawaban secra berkala

dan penyalurannya tepat sasaran sesuai dengan ketentuan Syariah

Islamiyyah.11

Adapun nadzir terbagi menjadi dua golongan yaitu nadzir perseorangan

dimana terdapat ketua dan dua orang atau lebih nadzir pendukung, dan yang

kedua nadzir badan hukum yang didirikan berdasarkan organisasi nadzir.

keberadaan nadzir merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan

wakaf. Melihat fenomena yang semakin berkembangnya wakaf maka nadzir

dituntut untuk dapat mengembangkan secara optimal, namun ada hal yang

menarik perhatian penulis untuk diperbincangkan yaitu mengenai presentase upah

nadzir yang tertuang dalam pasal 12 Undang-Undang No 41 tahun 2004 yang

berbunyi:

Pasal 12 menyebutkan :

“Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, Nadzir dapat

menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta

benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen)”

11

Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002),

h. 127

Page 17: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

6

Adapun yang menjadi rujukan dasar hukumnnya pada hadis yang

menceritakan tentang kisah Umar bin Khattab ketika mendapatkan tanah di

Khaibar, lalu ia mewakafkan tanah tersebut. Pada akhir hadis disebutkan:

“bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang

mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya

sebagai sumber pendapatan.12

Menurut Ahmad Zainu Soleh, dalam prakteknya,

misalnya di Mesir, ketentuan 10 persen dari hasil bersih itu sering dilanggar,

sebab presentasenya bukan diambil dari hasil bersih melainkan dari hasil kotor

yang belum dipotong pajak dan lain-lain, dan ditambah lagi dengan tunjangan ini

dan itu, dari hal tersebut bisa mencapai 15 persen atau lebih .13

Melihat hal demikian, dalam pelaksanaan tugas sebagai seorang nadzir dan

amil apakah dengan presentase tersebut sepadan dengan kerja keras atau jasa yang

dilakukan untuk memproduktifkan wakaf dan zakat, mengingat semakin

meningginya harga pokok makanan dan biaya hidup yang harus dipenuhi,

perbedaan presentase upah nadzir yang maksimal 10% dan amil 12.5% juga

merupakan hal yang perlu dipertimbangkan, dalam hal amil mendapatkan

anggaran dari APBN dan hak amil sedangkan nadzir hanya mendapatkan 10%

dari wakaf yang diproduktifkan, memang dalam hal ini nadzir dan amil bersifat

sukarela dan merupakan suatu jihad untuk umat. Masalah yang timbul kemudian

adalah bagaimana jika harta tersebut hasilnya sangat sedikit terlebih lagi yang

tidak memberikan hasil apa-apa seperti tanah makam, musholla masjid. Melihat

hal tersebut penulis tertarik untuk membahas “TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP UPAH NADZIR DAN AMIL”

12

M Syakir Sula, “Kerjasama Nadzir Dengan Bank Syariah Dalam Mengembangkan

Wakaf Uang ( Studi Khususu Di Indonesia, Bangladesh, Dan Yordania)”, Al- Awqaf ,IV, 2, (Juli,

2011), h. 65 13

Ahmad Zainu Soleh, “Menyoal Profesionaisme Nadzir Dan Istibdal Dalam Regulasi

Perwakafan”, Jurnal Bimas Islam, VII, IV, (2014), h. 647

Page 18: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

7

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah maka dapat

diidentifikasikan ada beberapa yang dipermasalahkan dalam skripsi ini

diantaranya :

1. Upah Nadzir dan Amil Menurut Hukum Islam

2. Praktek Upah Nadzir dan Amil Dalam Pengelolaan Wakaf dan Zakat

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Berdasarkan Identifikasi masalah yang penulis kemukakan di atas, agar

penulis skripsi ini lebih terarah dan mengihindari kemungkinan pembahasan

yang menyimpang dari pokok permasalahan yang diteliti, serta sesuai dengan

pokok permasalahan yang dibahas dan identifikasi masalah yang telah

disebutkan, maka skripsi ini dibatasi hanya membahas tentang Upah Nadzir

Wakaf dan Amil Zakat Menurut Hukum Islam dan Praktek Upah Nadzir dan

Amil Dalam Pengelolaan Wakaf dan Zakat.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas dan dalam rangka mempermudah

penulis dalam menganalisa permasalahan, penulis menyusun suatu rumusan

masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana Upah Nadzir Wakaf dan Amil Zakat Menurut Hukum Islam?

b. Bagaiamana Praktek Upah Nadzir dan Amil dalam Pengelolaan Wakaf dan

Zakat?

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui Upah Nadzir dan Amil Menurut Hukum Islam

b. Mengetahui Praktek Upah Nadzir dan Amil dalam Pengelolaan Wakaf dan

Zakat.

Page 19: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

8

2. Manfaat Penulisan

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khazanah

keilmuan mengenai tinjauan Hukum Islam terhadap upah nadzir wakaf dan

amil zakat serta dapat meningkatkan dan memotivasi untuk memproduktifkan

wakaf dan zakat sehingga amal dan upah yang didapatpun akan meningkat.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan praktisi

agar menjadi edukasi penting dan besar dampak yang dihasilkan dari praktek

berwakaf dan berzakat serta pengupahannya.

E. Metode Penelitian dan Desain Penelitian

Metode dalam hal ini diartikan sebagai suatu cara yang harus dilakukan

untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat tertentu. Sedangkan penelitian

adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji suatu

pengetahuan yakni usaha dimana dilakukan dengan menggunakan metode

tertentu.14

Adapun Metode Penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini

dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah

penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah Penelitian

hukum normatif yang nama lainnya adalah penelitian hukum doktrinal yang

disebut juga sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen karena

penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang

tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain.15

Pada intinya penelitian yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang

14

Sutrisno Hadi,Metodologi Riset. (Yogyakarta: UGM Press, 1997) h. 3 15

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada, 2004), cet. Ke-8, h. 14.

Page 20: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

9

terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum

tertier.

2. Jenis Pendekatan

Adapun pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach).16

Pendekatan perundangan-undangan

adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan

regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang dikaji.

Penelitian ini menggunakan metode normatif, dimana penelitian yang difokuskan

untuk mengkaji kaidah-kaidah Hukum atau Norma-Norma dalam Hukum Islam

yang mendukung dan relevan dengan Upah Nadzir Wakaf seperti yang tertuang

dalam pasal 12 Undang-Undang No 41 tahun 2004 serta Upah Amil Zakat yang

tertuang dalam Pasal 30 Undang-Undang No 23 tahun 2011.

3. Sumber Data

Seperti penelitian pada umumnya, data dapat dibedakan menjadi dua macam,

yaitu data primer dan data sekunder. Data primer ialah data yang diperoleh

langsung dari sumbernya, sedangkan data sekunder ialah data yang diperoleh dari

bahan-bahan pustaka.17

Jenis data yang dikumpulkan berupa data yang bersifat

kualitatif yang terdiri dari data primer dan data sekunder.

a. Data primer diambil:

1) Undang-Undang No 41 tahun 2004

2) Undang-Undang No 23 tahun 2011

3) Al-Qur‟an

4) Hadits

5) Fatwa/Doktrin Ulama Terkait Upah Nadzir dan Amil

b. Data Sekunder diambil dari buku dan literatur lainnya yang terdiri atas:

1) Buku-buku, makalah, jurnal artikel yang membahas tentang upah

nadzir wakaf dan amil zakat

16

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada, 2004), cet. Ke-8, h. 93 17

Soerjono Soekanto dan Sri Marmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Hukum

Singkat, cet. VII, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 12

Page 21: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

10

4. Teknik Pengumpulan Data

Jenis penelitian ini adalah library research, maka pada tahap pengumpulan

data menggunakan bahan-bahan pustaka yang berikatan dengan Upah Nadzir

Wakaf dan Amil Zakat, baik berupa jurnal dan buku-buku yang berkaitan dengan

tinjauan Hukum Islam , perundang-undangan ataupun berupa buku-buku.

Sebagai data primer dalam penelitian ini adalah Al-Qur‟an dan Al-Hadits

yang merupakan sumber hukum Islam, Undang-Undang No 41 tahun 2004 serta

beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang wakaf, nadzir,

zakat dan amil. Sedangkan data sekundernya adalah buku-buku atau bahan

pustaka lainnya yang berkaitan dengan bahasan mengenai upah nadzir wakaf dan

amil zakat.

5. Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang biasanya digunakan adalah metode Kualitatif.

Data skripsi ini menggunakan analisi kualitatif yakni menarik kesimpulan secara

deskriptif dan deduktif dan seluruh data yang didapatkan akan diklasifikasikan

dari bentuk yang bersifat umum sehingga mendapatkan gambaran kesimpulan

yang spesifik.

6. Teknis Penulisan Skripsi

Penulisan Skripsi ini berpedoman pada “Buku Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

yang diterbitkan oleh FSH UIN Jakarta Tahun 2017.”

Page 22: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

11

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Berdasarkan telaah yang sudah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan

terdahulu yang dipakai penulis dan menjadi masalah pokok yang penting. Adapun

kajian terdahulunya sebagai berikut:

1. Skripsi yang berjudul “Peran nadzir wakaf dalam pengembangan wakaf

produktif” karya Muhammad Muflih Hidayat, konsentrasi Manajemen

Ziswaf, Jurusan Manajemen Dakwah, Uin Syarif Hidayatullah, tahun

2015, Focus penelitian dalam skripsi ini meneliti tentang peran nadzir

dalam pengembangan wakaf Al-Azhar yang amat bermacam-macam

seperti melakukan perindungan terhadap benda wakaf, peningkatan SDM,

inovasi produk wakaf, sosialisasi tentang wakaf produktif dan pengawasan

dan evaluasi kinerja menejemen itu sendiri. Adapun tantangan yang

dihadapinya dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif

adalah pengelolaan harta wakaf yang harus sesuai dengan akad,

pemahaman masyarakat tentang wakaf yang masih sangat terbatas dan

hambatan komunikasi dengan yayasan. Sedangkan tinjauan hukum islam

terhadap upah nadzirnya tidak di bahas.

2. Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pengelolaan

Wakaf Sendang Milik Masjid Al-Aqsho Desa Reksosari Kecamatan

Suruh Kabupaten Semarang” karya Kharis Fahrudi, jurusan Ahwal

Syakhsiyah, IAIN Walisongo, tahun 2012, fokus penelitian dalam skripsi

ini meneliti tentangan pengelolaan wakaf sendang yang diproduktifkan

sebagai penggerak kesejahteraan umat ditinjau dari Hukum Islam,

walaupun tedapapat perbedaan pendapat dari para ulama dan peraturan

didalam undang-undang no. 41 tahun 2004 yang melarang penjualan

wakaf. Karena pada dasarnya hukum adalah artikulasi dari pemikiran dan

kegiatan manusia pada zamannya untuk menciptakan kemaslahatan.

namun dalam penelitian ini tidak dibahas mengenai praktek upah nadzir

atau pemberdayaan nadzir wakaf.

Page 23: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

12

3. Jurnal yang berjudul “Wakaf Produktif (Cash Waqf) Dalam Perspektif

Hukum Islam Dan Maqashid Al-Shari’ah” karya Suryani dan Yunal Isra

walisongo: jurnal penelitian sosial keagamaan, vol. 24 no.1, mei 2016, 17-

36. Fokus penelitian dalam jurnal ini adalah perkembangan wakaf

produktif serta pro kontra terkait wakaf uang dalam hal keabadian benda

yang diwakafkan, sedangkan peran dan upah nadzir tidak dibahas dalam

jurnal ini.

4. Jurnal yang berjudul “Peran Zakat Produktif dalam Pemberdayaan

Masyarakat Miskin (Studi Kasus Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten

Kebumen)” karya Hidayat Aji Pambudi jurnal Fokus Bisnis: Media

Pengkajian Manajemen dan Akuntansi, XII, 2, (2013) . Fokus penelitian

dalam jurnal ini adalah peran zakat dalam memproduktifkan dan

mengentaskan kemiskinan melalui program-program yang ada pada BAZ

kabupaten Kebumen, serta peran pengawasan dan pendampingan BAZ

kepada penerima atau mustahik. Namun, dalam penelitian ini tidak dibahas

mengenai tinjauan hukum islam terhadap upah amil zakat.

Dari kajian terdahulu, ditemukan kesamaan fokus materi pada judul yang

penulis angkat, terlebih yang membahas mengenai konsep hukum atau

permasalahan wakaf dan zakat yang ada didalamnya. Tetapi dari beberapa

literatur di atas, maka terlihat perbedaan inti permasalahannya yaitu pada objek

yang diteliti, sangat jelas bahwa penulis memfokuskan pembahasannya pada

tinjauan hukum islam terhadap upah nadzir wakaf dan amil zakat serta praktek

upah nadzir dan amil dengan jasa pengelolaan wakaf dan zakat.

G. Kerangka Teori dan Konseptual

Zakat bermakna at-thahuru ( membersihkan atau mensucikan), menurut Abu

Hasan Al-Wahidi dan Imam Nawawi yang berarti orang uang ingin berzakat

karena Allah bukan karena ingin dipuji manusia, maka Allah akan membersihkan

dan mensucikan harta dan jiwanya sebagaimana firmannya dalam surat at-

Taubah:103, al- barakatu „berkah‟ yang berarti orang yang berzakat akan

senantiasa diberkahi hidupnya, an-numuw yang artinya berkembang, orang yang

Page 24: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

13

berzakat hartanya akan senantiasa tumbuh dan berkembang, as-shalahu „beres

atau bagus‟ orang yang berzakat hartanya senantiasa akan terhidar dari masalah.18

Adapun zakat terbagi menjadi dua macam yaitu zakat mal (harta) dan zakat fitrah

untuk mensucikan harta dan jiwa.

Amil zakat adalah orang yang melaksakanakan kegiatan yang berhubungan

dengan zakat, mulai dari penghimpunan, penjagaan, pemeliharaan, sampai

pendistribusian, serta bertugas mencatat masuk dan keluarnya zakat. 19

adapun

lembaga amil zakat yang mengelola atau memproduktifkan zakat adalah BAZ dan

LAZ serta dibantu oleh UPZ yang sebelumnya sudah diberikan pembinaan dan

edukasi terkait pengelolaan zakat.

Wakaf secara bahasa mempunyai arti menahan, mencegah, selamanya, tetap,

paham, menghubungkan, mencabut, meninggalkan, dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah dan sebagian Ulama Hanabilah adalah

menahan benda yang statusnya masih tetap milik wakif, sedangkan yang

disedekahkan adalah manfaatnya. Sedangkan menurut Malikiyah adalah

menjadikan manfaat benda yang dimiliki baik berupa sewa atau hasilnya

diserahkan kepada orang yang berhak menerima wakaf, baik berjangka maupun

tidak sesuai kehendak wakif.

Menurut Syafi‟iyah adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya dari

kekekalan zat bendanya, terlepas dari peguasaan wakif dan dimanfaatkan untuk

hal-hal yang diperbolehkan agama. Menurut Hanabilah adalah menahan

kebebasan pemilik harta dalam membelanjakan hartanya disertai dengan kekalan

zat benda, kemanfaatannya dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah.20

Sedangkan Wakaf Produktif adalah harta wakif yang diproduktifkan dan

kemanfaatannya dirasakan masyarakat bersama. Dalam hal memproduktifkan

wakaf tak terlepas dari seorang nadzir, adapun nadzir adalah pihak yang

18

Direktorat Pemberdayaan Zakat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Tanya

Jawab Zakat,(Jakarta: Departemen Agama Republic Indoneisa, 2007), h. 2 19

Didin Hafidhuddin, Agar harta Berkah dan Bertambah, (Jakarta: Gema Insani, 2007),

h.177. 20

Maftuh Basyuni, Fikih Ruislagh, (Jakarta: Badan Wakaf Indonesia, 2015), h.1

Page 25: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

14

menerima harta wakaf untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan

peruntukannya.21

Sebagaimana tugas-tugasnya tertuang dalam pasal 11 Undang-

Undang Wakaf No 41 tahun 2004. Adapun tentang presentase upah nadzir

tertuang pula dalam pasal 12 Undang-Undang Wakaf No 41 tahun 2004.

Kerangka teori yang akan dipakai oleh penulis adalah teori upah, nadzir dan

amil yang menitik beratkan kepada pembagian upah nadzir yang tertuang dalam

Undang-Undang No 41 Tahun 2004, kemudian nadzir dalam menjalankan tugas

sebagaimana mestinya harus ada pengawasan dan kesejahteraan yang ia peroleh

dari jasa yang telah dilakukan seperti halnya dalam presentase upah nadzir ini,

penulis akan menggunakan tinjauan Hukum Islam yang berkaitan dengan upah

nadzir wakaf dan amil zakat.

Adapun konsep yang akan penulis pakai adalah sebagai berikut:

21

Jaih Mubarok, “Wakaf Dan Pendidikan Islam”, Al-Awqaf Jurnal Wakaf Dan Ekonomi

Islam, Vol. VI, 1, (Januari, 2013), h. 15

WAKIF NADZIR AMIL MUZAKKI

WAKAF ZAKAT

HUKUM

ISLAM

UU 41

2004

UU 23

2011

ANALISIS

HASIL

Page 26: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

15

H. Sistematika Penulisan

Agar dalam penulisan skripsi ini menjadi terarah dan tidak mengambang,

penulis membuat sistematika penulisan yang disusun per bab. Dalam skripsi ini

terdiri dari lima bab,dan setiap bab memiliki sub bab yang menjadi penjelasan dari

masing-masing bab tersebut. Skripsi ini diakhiri dengan daftar pustaka yang

menjadi rujukan penulis dalam penulisan skripsi ini dan lampiran-lampiran.

Adapun sistematika penulisan tersebut ialah sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan yang didalamnya menguraikan latar belakang,

pokok masalah dan rumusan masalah yang menjadi kajian

dalam penulisan skripsi ini, tujuan dan kegunaan penelitian,

metode penelitian yang berfungsi sebagai kendali untuk

meluruskan alur penelitian sampai pada titik akhir

pembahasan dan sistematika penulisan.

BAB II : Ketentuan umum yang didalamnya mengurai teori upah,

pengertian, dasar hukum pengupahan, syarat dan rukun

upah, kajian teoritis tentang amil dan kajian teoritis tentang

nadzir

BAB III: Sejarah pengupahan nadzir wakaf dan amil zakat, praktek

upah nadzir dan amil di beberapa negara Islam

BAB IV: Dalam bab ini menjelaskan tentang perdebatan ulama

terhadap upah nadzir wakaf dan amil zakat

BAB V: Berisi penutup dari penelitian ini, yang didalamnya terdapat

kesimpulan dan saran

Page 27: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

16

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Upah

1. Pengertian Upah

Di Indonesia konteks upah sering dikaitkan antara pekerja atau karyawan

dengan pengusaha. Menurut Dewan Penelitian Perupahan Nasional upah adalah

suatu penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kepada penerima untuk suatu

pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, sebagai jaminan kelangsungan

hidup yang layak bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam

bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang, dan

peraturan yang dibayarkan atas dasar sutu perjanjian kerja antara pemberi dan

penerima.1

Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

“Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang

sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang

ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau

peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan

keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan”.2

Dalam fiqh Islam ujrah (upah) diartikan sebagai transaksi uang dengan

menggunakan tenaga kerja manusia.3Upah atau ujrah adalah pembayaran yang

diterima pekerja selama ia melakukan pekerjaan. Dalam hal pemberian upah

diakukan pada saat selesainya suatu pekerjaan dengan segera sebelum keringatnya

kering, sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah sebagai berikut:

1 Ahmad Faiq, Hukum Upah dalam Fiqih Islam dan Aplikasinya di Indonesia, (Depok:

Pena Utama, 2015), h. 85 2Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

3 Sri Dewi Yusuf, “Konsep Penentuan Upah dalam Ekonomi Islam”, Jurnal Al Ulum, X,

2, (Desember, 2010), h. 310

Page 28: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

17

ش قا ه قا ع عبذالل ب ه الل صي الل عيي سي اعط ع ا الجيش اجش ه سس

ي ف ع اجش اعي ذ اىبيق اىحذيث ع ا ج يجف عشق قبو ا

Artinya:

“Diceritakan dari Abdillah bin Umar, berkata: “Rasulullah SAW bersabda:

“Berikanlah upah buruh itu selagi belum kering keringatnya, menurut

Baihaqi, sempurnanya hadits tersebut, dan tunukkan kepadanya upahnya

selagi dia dalam pekerjaannya”.4 (H.R. Ibnu Majah, 2: 817).

Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa upah atau ujrah

adalah pembayaran atau imbalan yang wujudnya dapat bermacam-macam, yang

dilakukan atau diberikan seseorang atau suatu kelembagaan atau instansi terhadap

orang lain atas usaha, kerja dan prestasi kerja atau pelayanan (servicing) yang

telah dilakukannya.5

Dalam penggunaan barang untuk memanfaatkan fungsinya disebut sewa

(ijarah), Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa,

melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan

(ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri.6 Dalam hal sewa-menyewa barang

yang berwujud (ijarah ain) diisyaratkan upah harus diketahui jenis, kadar, dan

sifatnya, layaknya harga dalam jual-beli. Karena ijarah merupakan akad yang

berorientasi pada keuntungan. Adapun ijarah yang yang mentransaksiakan suatu

pekerjaan atas seorang pekerja atau buruh harus jelas batas waktu pekerjaannya,

diperlukan pula job description (uraian pekerjaan), serta pekerjaan yang menjadi

objek ijarah tidak berupa pekerjaan yang telah menjadi kewajiban pihak musta‟jir

4 Muhammad bin Yazid, Kitab Hadits Shahih Li Ibni Majjah,(Beirut, Libanon: Dar al-

Fikr, t.t). Dan Imam al- Hafidh Ibnu Hajar al-„Asqolani, Kitab Bulughul Maram min „Adillah al-

Ahkam, (Surabaya: al-Haramain), h. 195 5 Fuad Riyadi, “Sistem Dan Strategi Pengupahan Perspektif Islam”, Iqtishadia, VIII, 1,

(Maret, 2015), h. 161. 6 Muhammad Syafi‟i Antonio, “Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik”, (Jakarta: Gema

Insani Press, 2001), h. 117

Page 29: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

18

(pekerja) sebelum terjadi akad ijarah. Seperti kewajiban mambayar hutang,

mengembalikan pinjaman, menyusui anak dan sebagainya.7

Berbeda dengan ijarah, jualah sendiri secara bahasa berarti mengupah,

sedangkan secara syara‟sebagaimana yang dikemukakan oleh Sayyid Sabiq yang

artinya:

“Sebuah akad untuk mendapatkan materi (upah) yang diduga kuat dapat

diperoleh”.8

Lebih spesifik lagi, ju‟alah identik dengan sayembara, yaitu menawarkan

sebuah pekerjaan yang belum pasti dapat diselesaikan. Apabila seseorang mampu

menyelesaikan, maka ia berhak mendapatkan upah atau hadiah.9

Sedangkan menurut Fatwa DSN-MUI ju‟alah adalah janji atau komitmen

(iltizam) untuk memberikan imbalan (reward/I‟iwadh/ju‟l) tertentu atas

pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Adapun imbalan

ju‟alah hanya berhak diterima oleh maj‟ul lahu apabila hasil dari pekerjaan

tersebut terpenuhi dan pihak ja‟il harus memenuhi imbalan yang diperjanjikannya

jika pihak maj‟ullah menyelesaikan (memenuhi) prestasi (hasil/natijah) yang

ditawarkan.10

Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ju‟alah adalah

perjanjian imbalan tertentu dari pihak pertama kepada pihak kedua atas

pelaksanaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk

kepentingan pihak pertama.11

Karena manusia merupakan zoon politicon yang tidak dapat melakukan

berbagai macam pekerjaan dengan sendiri maka dibutuhkan orang lain untuk

7 Firmansyah dan Muhammad Hafidz, “Tinjauan Fiqih Muamalah Terhadap Praktek

Bisnis Cost Per Action (CPA) : Studi Kasus Di Www.Accesstrade.co.id”, Jurnal Ekonomi Dan

Perbankan Syariah, Vol III, 2, (Oktober, 2015), h.74 8 Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2012

cet kedua, hlm. 141. 9 Firmansyah dan Muhammad Hafidz, “Tinjauan Fiqih Muamalah Terhadap Praktek

Bisnis Cost Per Action (CPA) : Studi Kasus Di Www.Accesstrade.co.id”, Jurnal Ekonomi Dan

Perbankan Syariah, Vol. III, 2, (Oktober, 2015), h. 74 10

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 62/Dsn-Mui/XII/2007 Tentang Akad Ju‟alah 11

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Page 30: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

19

dapat memenuhi kebutuhannya, dari situlah terjadi tolong menolong antara

pemberi upah dengan penerima upah, dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan

bahwa upah adalah pembayaran atau imbalan dari pemberi kapada penerima atas

suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan (prestasi) sesuai dengan perjanjian

atau kontrak dan dalam memberikan upah sesuai dengan standar pengupahannya

yang layak dan adil.

Banyak literatur-literatur fiqih yang menyamakan antara ju‟alah dengan

ijarah namun pada hakikatnya keduanya mempunyai persamaan, adapun

persamaan antara ju‟alah dengan ijarah adalah :

1. Keduanya terdapat akad menyewa tenaga untuk mengerjaan pekerjaan

yang mubah.

2. Keduanya wajib memberikan upah/imbalan yang dijanjikan ketika

pekerjaan yang dimaksud telah selesai.

3. Imbalan/upah yang diberikan sudah jelas sebelum akad dimulai dan bukan

berupa upah yang dilarang oleh syariat.

Adapun perbedaan antara ju‟alah dan ijarah adalah seperti yang dikutip Haryanto

dalam Wahbah Zuhaili adalah:

1. Ju‟alah tetap sah dilakukan dengan seseorang yang belum jelas.

Sedangkan ijarah tidak sah apabila dilakukan dengan seseorang yang

belum jelas.

2. Ju‟alah diperbolehkan dalam pekerjaan yang belum pasti, sedangkan ijarah

tidak sah apabila pekerjaan yang akan dilakukan belum pasti.

3. Dalam ju‟alah ucapan qabul dari pelaku tidak disayariatkan karena ia

merupakan upaya atas keinginan pribadi. Sedangkan ijarah tidak sah

kecuali ada ucapan qabul dari pihak penyewa karena melibatkan kedua

belah pihak secara langsung.

4. Ju‟alah bersifat boleh dan tidak mengikat, sedangkan ijarah sifatnya lazim

dan tidak bisa dibatalkan kecuali dengan ridha kedua belah pihak.

Page 31: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

20

5. Dalam ju‟alah imbalan tidak dapat didapat sebelum pekerjaan tersebut

selesai, jika mensyaratkan upah terlebih dahulu maka ju‟alahnya rusak.

Sedangkan ijarah boleh mensyaratkan upah terlebih dahulu.12

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan ju‟alah dan ijarah mempunyai

persamaan dan perbedaan, adapun yang paling membedakan antara kedua tersebut

jika ju‟alah merupakan transaksi atau sayembara yang bersifat tidak mengikat dan

dapat dibatalkan oleh satu pihak sedangkan ijarah merupakan transaksi

(perjanjian) yang mengikat kedua belah pihak dan tidak boleh dibatalkan oleh satu

pihak.

2. Dasar Fiqih, Hadist, dan Al-Qur’an dalam Pengupahan

Jumhur fukaha bersepakat hukum jialah mubah karena dalam kehidupan

sehari-hari jialah diperlukan, jialah merupakan akad yang sangat manusiawi.

Seseorang dalam hidupnya tidak dapat memenuhi semua pekerjaan dan

keinginannya, kecuali jika ia memberikan upah kepada orang lain untuk

membantunya. Dalam Al-Qur‟an dengan tegas Allah membolehkan memberikan

upah kepada orang lain yang berjasa menemukan barang yang hilang.13

Adapun ulama golongan Hanafiyah berpendapat bahwa akad jualah tidak

diperbolehkan dikarenakan mengandung unsur gharar, yaitu ketidak jelasan atas

pekerjaan dan jangka waktu yang ditentukan. Namun ada sebagian ulama

Hanafiyah yang memperbolehkan atas dasar istihsanan (karena ada nilai

manfaat).

Sedangkan ulama golongan Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah

berpendapat bahwa secara syar‟i jualah boleh dilakukan dengan alasan

sebagaimana kisah Nabi Yusuf beserta saudaranya, yang tertuang dalam firman

Allah SWT:

12

Haryono, “Konsep Al Ju‟alah Dan Model Aplikasinya Dalam Kehidupan Sehari-Hari”,

Al Mashlahah Jurnal Hukum Islam Dan Pranata Sosial Islam, (2017), h.653 13

Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, cet kedua,(Jakarta: Kencana Prenada

Group, 2012), h. 142.

Page 32: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

21

Surat Yusuf ayat 72.

Artinya:

“Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa

yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat)

beban unta, dan aku menjamin terhadapnya". (Q.S. Yusuf [12]:72)14

Selain itu, Hadits dari Abi Sa‟id al-Khudri, bahwa para sahabat pernah

menerima hadiah atau upah dengan cara ju‟alah berupa seekor kambing karena

salah seorang diantara mereka berhasil mengobati orang yang dipatok

kalajengking dengan cara membaca surat Al-fatihah. Ketika mereka menceritakan

hal itu kepada Rasulullah Saw., karena takut hadiah tidak halal, Rasulullah pun

tertawa seraya bersabda: “Tahukah anda sekalian, bahwa itu adalah jampi-jampi

(yang positif). Terimalah hadiah itu dan beri saya sebagian”. (HR. Jamaah,

mayoritas ahli Hadits kecuali an-Nasa‟i).15

Secara logika jualah dapat dibenarkan, karena merupakan salah satu cara

untuk memenuhi kebutuhan manusia, sebagaimana halnya dengan akad ijarah dan

akad mudharabah.16

.

Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan ju‟alah boleh dilakukan karena

pada dasarnya manusia membutuhkan orang lain dalam mengerjakan suatu

pekerjaan dengan memberikan suatu imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan.

14

Q.s Yusuf:72 15

Muhammad bin Ali bin Muhammad Al-Syaukani, Nail al-Authar Syarh Muntaqi al-

Akhbar, (Beirut: Dar al-Fikr,1973), Juz V, h.289 16

Isnawati Rais, dan Hasanuddin, “Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS”,

(Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 202

Page 33: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

22

3. Upah Untuk Urusan Agama

Dalam islam upah merupakan suatu imbalan (Jaza) sebagaimana yang

sering dijumpai dalam Q.S. An Nahl (16): 97. Adapun kebolehan mengambil gaji

(upah) bagi pengajar ilmu-ilmu al-Qur‟an dan hadits dan lainnya, al- Qadhi‟iyah

menukil sebuah pendapat yang membolehkan gaji bagi pengajar dari kebanyakan

ahli ilmu, sebagaimana hadits Nabi:17

اجشا محاب الل عيي ااخزج احق ا

Artinya: “Sesungguhnya yang paling pantas kamu ambil upah atasnya adalah

kitabullah”(H.R Bukhari dan Ibnu Abbas)18

Hadits lain menyebutkan:

ع با نححن اىقشآا ل

Artinya : “Saya menikahkanmu dengan al-qur‟an yang ada padamu dengannya”.19

Perkataan Nabi kepada seorang laki-laki yang mencari mahar dan tidak

memperolehnya, maka beliau membekalinya dengan mengajarinya sedikit Al-

Qur‟an. Riwayat sahih yang lain memakai lafadz (اىقشآ ا maka“ (فعي

ajarkanlah sedikit al-Qur‟an”.20

Wajhu al- Dhilalah hadist tersebut adalah,

sesungguhnya Nabi memberi upah pengajaran atau mahar. Hal ini menunjukkan

diperbolehkan dalam pengambilan upah dari pengajaran al-Qur‟an perbuatan

tersebut dapat mendekatkan diri kepada Allah, untuk mencapai kedekatan tersebut

sayaratnya adalah ikhlas dan tidak meminta upah. Apabila kedekatan tersebut

tidak dapat dicapai kecuali dengan didukung oleh yang lain, maka dibolehkan

17

Ash- Shadiq Abdurrahman Al-Gharyani, “Fatwa-Fatwa Muamalah Kontemporer”,

cet. Pertama, (Surabaya, Pustaka Progressif: 2004). h, 224 18

Ahmad Ibn „Ali Ibn Hajar al-„Asqolani, Fath al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari, Juz

X, (Riyadh, Dar el Salam, t.t), h. 254 19

Ahmad Ibn „Ali Ibn Hajar al-„Asqolani, Fath al-Bari, Juz IV, (Beirut: Dar al-Kutub al-

Ilmiyyah, t.t), Nomor. 452, 20

Ash- Shadiq Abdurrahman Al-Gharyani, “Fatwa-Fatwa Muamalah Kontemporer”,

cet. Pertama, (Surabaya, Pustaka Progressif: 2004). h, 224

Page 34: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

23

meminta upah. Seperti kontrak kerja pembangunan masjid, biaya perawatan

mayat, pengumpulan zakat dan pembagiannya, serta badal (wakil) haji.21

Sedangkan kedekatan Allah yang tidak dibolehkan meminta imbalan

adalah yang ringan dan tidak melibatkan orang lain, seperti shalat dan puasa.

Karena itu, tidak dibolehkan seorang ayah menyewa anaknya untuk menjalankan

tugas-tugasnya, karena tugas-tugas tersebut menjadi tanggungjawabnya.

Demikian juga dengan seorang istri, tidak dibolehkan menuntut gaji atas tugas dan

kewajibannya seperti, memasak makanan untuk keluarga.22

Dalam shahih Bukhari di sebutkan:

فأجث اىبي صي ا جطح ح اىش ا جيق ا اشحشمث ة سضيالل ع فاط ا

جسأى خادا... سي ا ؟ الل عيي ا سأىح جا: ألادىنا عي خيش ىض فقاه ىا

ا إرا أخزج

Artinya:

“Sesungguhnya Fatimah ra mengeluhkan beratnya membuat tepung dengan

gilingan tangan, kemudian ia mendatangi Rasulullah saw. Menanyakan pembantu.

Maka Rasulullah berkata kepada Fatimah dan suaminya: maukah aku tunjukkan

kepada kamu berdua yang kamu tanyakan? Apabila kalian beristirahat atau

mendatangi tempat tidur; maka bertasbihlah kepada Allah tiga puluh tiga kali, dan

bertahmidlah kamu kepada Allah tiga puluh tiga kali, dan bertakbirlah kamu

kepada Allah tiga puluh tiga kali, yang demikian itu lebih baik dari bagimu

daripada seorang pembantu”. 23

Ada beberapa hadits yang secara tegas melarang perihal permintaan upah

pengajaran Al-Qur‟an, seperti hadits al-Qaws, diriwayatkan dari „Ubadah dan as-

21

Ash- Shadiq Abdurrahman Al-Gharyani, “Fatwa-Fatwa Muamalah Kontemporer”,

cet. Pertama, (Surabaya, Pustaka Progressif: 2004). h, 224 22

Ash- Shadiq Abdurrahman Al-Gharyani, “Fatwa-Fatwa Muamalah Kontemporer”,

cet. Pertama, (Surabaya, Pustaka Progressif: 2004). h, 224 23

Ahmad Ibn „Ali Ibn Hajar Al-„Asqolani, Fath al-Bari bi Syarh Shahih Bukhari, Juz

VII, Nomor. 123, (Beirut: Dar al Kutub al-Ilmiyyah, t.t).

Page 35: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

24

Shamit dari dua jalur, dan hadits Ubai bin Ka‟ab dari Ubadah: saya telah mengajar

beberapa orang suffah tentang al-Qur‟an dan menulis tiba-tiba salah seorang dari

mereka memberi hadiah qaws (busur panah) kapadaku, saya tanyakan hal itu

kepada Rasulullah saw, Beliau berkata:

اس فاقبيا قا ق با ط جط ك أ سش ا

Artinya: “Sesungguhnya caramu itu membelinya dengan kalung dari api neraka,

maka terimalah”.24

Namun, hadits-hadits larangan tersebut tidak dapat berdiri sendiri dalam

satu artikel, namun secara parallel saling menguatkan, dan semuanya itu dipakai

dalil. Setiap golongan baik dari yang membolehkan dan melarang meminta upah

mentakwilkan hadits yang ada sehingga hadits tersebut menjadi netral.Artinya,

tidak menjadi tuntutan buku, hal ini menjadi ruang ijtihad. Akan tetapi

pengambilan gaji dari para murid atau menggaji guru yang diambil dari bait al-

mal adalah boleh hukumnya, sebab bait al-mal merupakan objek bagi siapa saja

yang memperhatikan kemaslahatan kaum muslimin. Arang siapa yang menjaga

kemaslahatan kaum muslimin tidak ada salahnya bila diberi upah dengan

mengambilnya dari bait al-mal sebagai sumber rejeki. Seperti itulah hukum

kebolehan mengambil gaji atas pengajaran ilmu-ilmu yang lain seperti fiqih,

hadits, ilmu alat, ilmu hitung dan semisalnya.25

Dalam hal pemberian upah untuk urusan agama atau imbalan terhadap

pekerjaan-pekerjaan yang bersifat ibadah atau perwujudan ketaatan kepada Allah

Swt para Ulama berbeda pendapat.

Menurut madzhab Hanafi Ijarah dalam perbuatan ibadah seperti menyewa

orang lain untuk sholat, puasa, haji atau membaca al-Qur‟an yang pahalanya

dihadiahkan kepada orang tertentu seperti kepada arwah orang tua yang menyewa,

24

Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, Maktabah Syamilah, Juz II, h.730 25

Ash- Shadiq Abdurrahman Al-Gharyani, “Fatwa-Fatwa Muamalah Kontemporer”,

cet. Pertama, (Surabaya, Pustaka Progressif: 2004). h, 227

Page 36: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

25

menjadi muadzin, imam, dan lain-lain yang sejenis haram hukumnya mengambil

upah dari pekerjaan tersebut sebagaimana sabda Rasuulullah saw:

إقرؤالقران ولآ تأكلوبه

Artinya:

“Bacalah olehmu al-Qur‟an dan janganlah kamu cari makan dengan jalan

itu”.(H.R Ahmad)26

Pada hadits lain Rasulullah saw bersabda:

اجشا الآرا ا فلآ جأخز ؤر اىحخز ت إ

Artinya:

“Jika kamu mengangkat seseorang menjadi muadzin maka janganlah kamu

ambil (kamu beri) dari adzan itu suatu upah”. (H.R Tirmidzi dan Nasa‟i)27

Menurut Sayyid Sabiq, pekerjaan seperti ini batal menurut hukum islam,

karena yang membaca al-Qur‟an apabila bertujuan memperoleh upah (uang) maka

baginya tak memperoleh pahala dari Allah sedikitpun. Para ulama memfatwakan

tentang kebolehan mengambil upah dari aktivitas yang dianggap perbuatan baik.

Pengajar al-Qur‟an, guru agama disekolah atau ditempat lain, dibolehkan

mengambil upah atau menerima upah, atas jasa yang diberikan, karena mereka

membutuhkan tunjangan untuk dirinya dan keluarganya, menurut madzhab

Hambali, boleh mengambil upah dari pekerjaan mengajar al-Qur‟an dan

sejenisnya, jika tujuannya untuk kemaslahatan. Namun haram hukumnya apabila

tujuannya termasuk pada taqarrub kepada Allah.

Menurut Madzhab maliki, Syafi‟i dan Ibnu Hazm, membolehkan

mengambil upah sebagai imbalan mengajar al-Qur‟an dan sejenisnya karena hal

tersebut diketahui (terukur) dan dari tenaga yang diketahui pula. Ibnu Hazm

mangatakan pengambilan upah sebagai imbalan mengajar al-Qur‟an dan

26

Ibn Abidin, Radda al-Muktar, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), Jilid 9, h. 76 27

Ibn Abidin, Radda al-Muktar, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), Jilid 9, h. 76

Page 37: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

26

sejenisnya, baik bulanan ataupun sekaligus dibolehkan dengan alasan tidak ada

nash yang melarangnya.28

Dari uraian tersebut sudah jelas bahwasanya mengambil upah dari

perbuatan ibadah tidak diperbolehkan, namun pengupahan tersebut boleh

hukumnya apabila diketahui (terukur) dari tenaga yang diketahui dan merupakan

suatu tunjangan yang diperlukan yang tujuannya untuk kemaslahatan sebagaimana

upah pengajar ngaji.Namun ketika upah yang diberikan berdasarkan pekerjaan

yang di lakukan bukan dalam hal pekerjaan yang bersifat ibadah sebagaimana

Nabi Musa yang mendapatkan imbalan atas kebaikan beliau memberikan minum

kepada terrnak sebagaimana yang terdapat dalam Qs Al-Qashas: 26 yang berbunyi

sebagai berikut:

Artinya:

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia

sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang

paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang

kuat lagi dapat dipercaya". (Q.S. Al- Qashas [28]: 26)

Dalam ayat tersebut menjelaskan tentang Musa yang hendak diangkat

sebagai pekerja pada keluarga seorang sholeh yang memiliki dua anak, semuanya

wanita.Sebelumnya, Musa telah membantu kedua wanita tersebut saat mengambil

air untuk minum ternak mereka.Kisah ini dijelaskan dalam al-Qur‟an ayat 23-24.

Berdasarkan pada QS Al-Qashas ayat 26 seseorang boleh mengangkat pekerja dan

menjadi pekerja atas suatu pekerjaan. Pekerja berhak mendapatkan upah atas

28

Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, Cet. Kedua, (Jakarta: Kencana Prenada

Group, 2012), , h. 280-282.

Page 38: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

27

pekerjaan yang telah diselesaikannya, pemberi pekerjaan memiliki kewajiban

untuk membayar upah kepada pekerja tersebut.29

Sejak dahulu memang sudah dilakukan pengupahan (ju‟alah) atau imbalan

atas suatu pekerjaan baik berupa jasa maupun barang dengan imbalan yang telah

disepakati baik pertahun perbulan atau perhari dan dengan pertimbangan pegawai

tersebut mempunyai kemampuan dan amanah dalam menjalankan pekerjaannya.

Pada ayat selanjutnya yaitu Al-Qashas ayat 27, Allah berfirman:

Artinya:

“Berkatalah Dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan

kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu

bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun

Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak hendak

memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku Termasuk

orang- orang yang baik". (Q.S al-Qashas [28]: 27)

Kata ta‟jiru pada ayat 27 di beberapa terjemahan dimaknakan “engkau

bekerja denganku” dapat juga diartikan, “engkau mengambil upah denganku”.

Ada yang menarik dari ayat ini, syau‟aib memberi tawaran kepada Nabi Musa –

setelah Nabi Musa mengadukan perihal kondisi yang sedang menimpanya, karena

hendak dibunuh oleh Fir‟aun untuk bekerja dengannya. Seakan Nabi Syu‟aib

mengontrak Nabi Musa bisa 8 tahun atau bisa juga 10 tahun, kata-kata wa ma

29

Azhari Akmal Tarigan, “Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Sebuah Eksplorasi Melalui Kata-

Kata Kunci dalam Al-Qur‟an”, (Bandung: Ciptapustaka Media Perintis, 2012), h.159

Page 39: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

28

uridu an asyuqqa‟alaika, menandakan tidak ada paksaan dalam kesepakatan kerja.

Dengan kata lain, bentuk pekerjaan atau upah yang bakal diterima tidak boleh

memberatkan bagi si pekerja, harus ada kerelaan untuk menerima apa yang

diperjanjikan.

Pesan dalam ayat tersebut, sesungguhnya kita boleh menawarkan

pekerjaan kepada orang lain, lebih baik lagi jika tawaran itu mengandung

beberapa alternatif, sehingga buruh/pekerja yang akan bekerja bisa

mempertimbangkan dirinya untuk memilih mana yang lebih mungkin dan

sanggup ia kerjakan.30

4. Macam Macam Upah

Upah atau ujrah dapat dibagi dua yaitu:

a. Ajrun Musamma, yaitu upah yang telah disebutkan dalam perjanjian dan

dipersyaratkan, ketika disebutkan harus disertai dengan kerelaan kedua

belah pihak yang bertransaksi dan tidak ada unsur paksaan.

b. Ajrun Mitsli, yaitu upah yang sepadan dengan kerjanya sesuai dengan

kondisi pekerjaannya (profesi kerja) baik sepadan dengan jasa maupun

dengan pekerjaannya saja.31

5. Rukun dan Syarat Upah (Ijarah)

a. Rukun ijarah yaitu:

1) Terdapat dua pihak yang bertransaksi (Muajir dan musta‟jir)

2) Adanya Shighat dalam transaksi ijarah

3) Adanya manfaat atas barang ataupun jasa

4) Adanya Upah (ujrah) 32

30

Azhari Akmal Tarigan, “Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Sebuah Eksplorasi Melalui Kata-

Kata Kunci dalam Al-Qur‟an”, (Bandung: Ciptapustaka Media Perintis, 2012), h.159 31

M. Mabruri Faozi dan Putri Inggi Rahmiyanti, “Sistem Pengupahan Tenaga

KerjaHome Industri Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal Penelitian Hukum Ekonomi Syariah, IV,

1, (2016), h. 18 32

Syamsul Hilal, “Urgensi Ijarah Dalam Prilaku Ekonomi Masyarakat”, Jurnal Hukum

dan Ekonomi Islam, V, 1 (2013). h.4

Page 40: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

29

Ju‟alah atau ijarah sah dengan ucapan atau perbuatan yang menunjukkan

izin melakukan pekerjaan dengan bayaran tertentu.33

b. Transaksi (akad) upah mengupah (ijarah) sah apabila memenuhi syarat

sebagai berikut:

1) Bentuk dan Jenis Pekerjaaan

Setiap aktivitas dalam kehidupan harus berlandaskan pada

pedoman Al-Qur‟an dan Hadits serta fatwa ulama. Tujuan hidup manusia

adalah untuk beribadah kepada Allah SWT yang ditunjang dengan harta,

jabatan, kemampuan, keluarga, ilmu, keterampilan dan orang disekitarnya.

Dalam islam bekerja itu merupakan suatu kebolehan bahkan suatu

kewajiban sebagaimana dalam surat At-Taubah ayat 50

Artinya:

“Jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang

karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata:

"Sesungguhnya Kami sebelumnya telah memperhatikan urusan Kami

(tidak pergi perang)" dan mereka berpaling dengan rasa gembira”.34

(Q.S

At-Taubah [9]:50).

Pesan dari ayat tersebut adalah Allah memerintahkan untuk

melakukan pekerjaan. Namun dalam Islam sendiri pekerjaan yang

dilakukan haruslah yang toyyib dan halal dengan menggunakan cara-cara

yang baik dan tidak bertentangan dengan syariat islam.

33

Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah Fiqih Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2012), h. 315 34

Q.S At-Taubah [9]:50

Page 41: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

30

2) Masa Kerja

Toto Asmara seperti dikutip Fuad Riyadi mendefinisikan makan dan

bekerja merupakan upaya sungguh-sungguh dengan mengerahkan asset

dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai Hamba Allah Swt

yang menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai hamba yang

baik dengan kata lain degan bekerja manusia dapat memanusiakan dirinya.

Lebih lanjut lagi bekerja adalah aktivitas dinamis yang mempunyai tujuan

untuk memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani dan dalam

mencapainya ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan

dan mencapai prestasinya sebagai bukti pengabdian dirinya kepada

Allah.35

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan terdapat dua macam upah yaitu

Ajrun Musamma, yaitu upah yang telah disebutkan dalam perjanjian dan

dipersyaratkan serta Ajrun Mitsli yaitu upah yang sepadan dengan kondisi

pekerjaannya, adapun rukun upah yaitu adanya dua pihak yang berakad (mu‟ajir

dan musta‟jir), shigat, adanya manfaat dari barang/jasa, dan upah. Kemudian

syarat dari pengupahan harus memenuhi bentuk dan jenis pekerjaan yang baik

(toyyib) dan tidak bertentangan dengan syariat Islam serta masa kerja yang dengan

pekerjaan tersebut dapat membutktikan pengabdian dirinya kepada Allah.

6. Pembatalan dan Berakhirnya Upah (Ijarah)

Para ulama berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah. Menurut Ulama

Hanafiyah akad ijarah bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak

apabila salah satu pihak terdapat uzur seperti salah satu pihak wafat, atau

kehilangan kecakapan dalam hukum. Adapun jumhur Ulama mengatakan bahwa

35

Fuad Riyadi, “Sistem Dan Strategi Pengupahan Perspektif Islam”, Iqtishadia, VIII, 1,

(Maret, 2015), h.175

Page 42: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

31

ijarah bersifat mengikat kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh

dimanfaatkan. 36

Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad ijarah dapat berakhir apabila:

a. Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang dijahit

hilang.

b. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir.

c. Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya salah seorang yang berakad menururt

mereka tidak boleh diwariskan, sedangkan menurut jumhur ulama akad

ijarah tidak batal dengan salah satu orang yang berakad meninggal,

karena manfaat menurut mereka boleh diwariskan dan ijarah sama dengan

jual beli, yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad.

d. Menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur dari salah satu pihak seperti

rumah yang disewakan disita Negara karena terkait hutang maka akad

ijarah batal. Adapun uzur-uzur yang dapat membatalkan akad ijarah salah

satu pihak jatuh muflis, dan berpindahtempatnya penyewa. Akan tetapi

menurut jumhur Ulama, uzur yang membatalkan akad ijarah hanyalah

apabila objeknya mengandung cacat manfaat atau manfaat yang dituju

dalam akad ini hilang. 37

Dari pandangan ulama tersebut dapat disimpulkan berkahirnya akad ijarah

dapat terjadi apabila objek akadnya hilang, tenggang waktu yang disepakati telah

berakhir, salah satu pihak wafat, dan salah satu pihak jatuh muflis.

7. Prinsip-Prinsip Upah

Prinsip Upah Ada Dua Yaitu38

:

a. Adil

36

Abdul Rahman Ghazay dkk, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group,2010), h. 283 37

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 237 38

Ahmad Faiq, Hukum Upah dalam Fiqih Islam dan Aplikasinya di Indonesia, (Depok:

Pena Utama, 2015), h.79

Page 43: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

32

Dalam al-Qur‟an Q.S Al Baqarah: 282 Allah menegaskan:

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara

tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.dan

hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.

dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah

mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang

berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia

bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun

Page 44: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

33

daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya

atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan,

Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah

dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada

dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan

dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang

seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi

keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis

hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya.

yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan

persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.

(Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai

yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu,

(jika) kamu tidak menulisnya.dan persaksikanlah apabila kamu berjual

beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu

lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu

kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu;

dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”39

(Q.S Al Baqarah [2]: 282)

Dalam hal pembayaran upah, Nabi bersabda:

ه الل صي الل عيي سي ا ش قا ه قا ه سس ع عبذالل ب ا ط ع ع

ج ق ش ع ف ج ي ا و ب ق ش ج ا ش ي ج ال ق ي ب اى ذ ع ث ي ذ ح اى ا ش ج ا ي ع ا

ي ع ف

Artinya:

“Diceritakan dari Abdillah bin Umar, berkata: “Rasulullah SAW bersabda:

“Berikanlah upah buruh itu selagi belum kering keringatnya, menurut

39

Q.S Al Baqarah: 282

Page 45: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

34

Baihaqi, sempurnanya hadits tersebut, dan tunukkan kepadanya upahnya

selagi dia dalam pekerjaannya”.40

(H.R. Ibnu Majah).

Dari Ayat al-Qur‟an dan hadits diatas, dapat diketahui prinsip

utama keadilan terletak pada kejelasan aqad (transaksi) dan komitmen atas

dasar kerelaan melakukannya.41

Dan dianjurkan untuk menyegerakan

membayar upah pekerja setelah selesai melakukan pekerjaannya.

b. Kelayakan (Kecukupan)

Apabila adil berbicara mengenai kejelasan, transparansi serta

proporsiaonalitas dilihat dari berat pekerjaannya, maka kelayakan

berhubungan dengan besaran yang diterima dilihat dari kecukupan segi

pangan, sandang, dan papan.

Dari hadits yang diriwayatkan Abu Dzar Rasulullah bersabda yang

Artinya:

“Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah

menempatkan mereka dibawah asuhanmu; sehingga barang siapa yang

mempunyai saudaradibawah asuhannya maka harus diberinya makan

seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa

yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebenkan kepada mereka dengan

ugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas

seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya)”.42

(H.R

Muslim)

Dari hadits tersebut dijelaskan bahwa hubungan antara majikan

dengan pekerja bukan hanya sebatas hubungan pekerjaan formal, namun

pekerja (karyawan) dianggap sebagai keluarga majikan. Upah menurut

40

Muhammad bin Yazid, Kitab Hadits Shahih Li Ibni Majjah,(Beirut, Libanon: Dar al-

Fikr). Dan Imam al- Hafidh Ibnu Hajar al-„Asqalani, Kitab Bulughul Maram min „Adillah al-

Ahkam, (Surabaya: al-Haramain), h. 195 41

Ahmad Faiq, Hukum Upah dalam Fiqih Islam dan Aplikasinya di Indonesia, (Depok:

Pena Utama, 2015), h.81 42

Muslim, Kitab Shahih Muslim, (Dar al-Fikr, Beirut Libanon)

Page 46: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

35

islam sangat erat kaitannya dengan moral, upah juga tidak hanya sebatas

materi melainkan lebih dari itu menembus batas kehidupan yang

berdimensi akhirat (pahala).43

Bukan hanya hubungan pekerja dan majikan

saja melainkan berhubungan erat dengan ibadah, setiap pekerjaan yang

dilakukan bernilai ibadah.

8. Upah dalam Konteks Nasional

Dalam hal buruh/ pekerja diatur secara jelas dalam Undang-Undang

Nomor 13 tahun 2003 pasal 1 angka 2 tentang ketenagakerjaan yang berbunyi : “

pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain”. Adapun menurut kamus besar bahasa Indonesia

(KBBI) buruh adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah

sedangkan yang dimaksud dengan upah adalah uang yang dibayarkan sebagai

pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah di keluarkan untuk

mengerjakan sesuatu.44

Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa upah dalam

kontek buruh adalah imbalan/uang yang diterima buruh/pekerja dengan

mempertimbangkan kelayakan dan kebutuhan hidupnya sebagai pembayaran atas

tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu, sesuai dengan

perjanjan dan tidak merugikan salah satu pihak.

Adapun sistem pembayaran upah buruh terdapat beberapa cara yaitu:

a. Sistem upah jangka waktu

Sistem pengupahan ini menggunakan pengupahan yang ditentukan

menurut jangka waktu buruh/pekerja melakukan pekerjaan.Dalam hal ini

buruh menerima sistem upah tetap.

b. sistem upah potongan (sanksi)

43

Ahmad Faiq, Hukum Upah dalam Fiqih Islam dan Aplikasinya di Indonesia, (Depok:

Pena Utama, 2015), h. 85 44

Fuad Riyadi, “Sistem dan Strategi Pengupahan Perspektif Islam”, Iqtishadia, VIII, 1,

(Maret, 2015), h. 162

Page 47: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

36

sistem upah potongan sering digunakan untuk mengganti sistem upah

jangka waktu, apabila hasil pekerjaanya tidak memuaskan.Adapun

manfaat dari sistem ini adalah :

1) buruh/ pekerja mendapatkan dorongan untuk giat bekerja, karena

semakin banyak yang ia hasilkan maka semakin banyak pula upah

yang didapatkan.

2) Produktivitas buruh/pekerja dinaikkan setinggi-tingginya

3) Barang modal seperti alat dan lainnya digunakan secara intensif.

Sebaliknya, jika sistem ini digunakan maka memungkinkan beberapa

keburukan seperti:

1) Kegiatan buruh/pekerja yang berlebihan

2) Kurang diperhatikannya savety dan healthy dalam bekerja

3) Kurang teliti dalam mengerjaan sesuatu

4) Upah yng diterima tidak tetap

Untuk mengindari keburukan tersebut maka yang sebaiknya dilakukan

adalah menggabungkan kedua sistem tersebut yaitu sistem upah potongan

dan sistem upah jangka waktu menjadi sistem upah potongan dengan upah

minimum.

Dalam sistem upah gabungan ini ditentukan:

1) Upah minimum untuk jangka waktu yang tertentu misalnya upah

minimum sehari;

2) Jumlah banyaknya hasil yang sedikit-dikitnya untk pekerja sehari.

Jika pada suatu hari buruh hanya mengahsilkan jumlah minimum atau

kurang dari mimimum maka upah yang ia peroleh hanya upah mimium

sehari itu, dan jika ia mengahsilkan lebih banyak dari jumlah mimimum

maka ia menerima upah menurut banyaknya hasil pekerjaannya. 45

45

Endeh Suhartini, “Sistem Pembayaran Upah Pekerja”, Dialogia Luridica, VI, 2, (2016),

h. 7

Page 48: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

37

c. Sistem upah permufakatan

Sistem upah ini pada dasarnya upah untuk hasil pekerjaan tertentu.

Sistem pengupahan ini sangat mirip dengan upah borongan yang susah

dibedakan dari pemborongan pekerjaan (aannemerji,aanneming van

werk) biasa, dimana tidak ada hubungan kerja antara tiap pekerja dengan

orang yang memborongkan pekerjaan (aanbesteder).

d. Sistem upah berubah

Pada sistem upah berubah terdapat keterkaitan antara upah dengan harga

penjualan hasil perusahaan.Cara pengupahan ini tergantung harga barang

atau hasilnya untuk sebagian atau keseluruhan tergantung dari harga

pasaran di luar negri.

e. Sistem upah indeks

Upah yang naik turun menurut angka indeks biaya penghidupan, disebut

upah indeks. Naik turunnya upah ini tidak mempengaruhi nilai riil dari

rupiah

f. Sistem pembagian keuntungan

Disamping upah yang diterima pada waktu-waktu tertentu, pada

penutupan tahun buku apabila majikan menerima keuntungan yang cukup

besar, maka buruh menerima sebagian keuntungan tersebut. Disamping

menerima upah sebagai buruh ia juga menerima pembagian keuntungan

sebagai persero perusahaan. Sistem ini banyak digunakan di Amerika

serikat, Nederland dan lain-lain.

Berdasarkan sistem pembayaran upah tersebut dapat dikatakan

bahwa sistem pembayaran upah diberbagai Negara disesuaikan dengan

kemampuan perusahaannya dan perkembangan ekonomi serta kebutuhan

masyarakatnya. Jika dikaji berbagai ketentuan mengenai kebijakan

perkembangan ekonomi, akan berdampak banyaknya persoalan serta

usaha untuk menjelaskan kenaikan upah, atau bagaimana upah itu

seharusnya sehingga pelaksanaan hubungan ketenaga kerjaan di beberapa

Page 49: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

38

perusahaan yang ada tidak terhambat karena adanya sistem pembayaran

upah yang rendah tidak sesuai dengan kebutuhan pekerja. 46

Tingkat upah minimum dalam Islam harus cukup untuk memenuhi

kebutuhan dasar pekerja yaitu sandang, pangan dan papan. Ada dua

faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan upah, yaitu faktor

primer dan sekunder. Adapun faktor primer adalah kebutuhan dasar,

beban kerja dan kondisi pekerjaaan. Sedangkan faktor sekunder adalah

memperlakukan pekerja sebagai saudara.47

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan terdapat enam sistem

pengupahan diantanya sistem upah jangka waktu, potongan,

permufakatan, indeks, dan pembagian keuntungan. Pada dasarnya semua

sistem pengupahan harus memperhatikan perihal pemberian upah yang

layak yang disesuaikan dengan daerah dan kebutuhan pekerjanya

mencakup kebutuhan primer (sandang, pangan, papan serta beban kerja)

dan sekundernya (memperhatikan kesejahteraan pekerja) memperlakukan

pekerja selayaknya saudara.

9. Standarisasi Pengupahan

Dalam Islam, negara wajib menjamin warganya untuk mendapatkan

pekerjaan, namun Islam melarang eksploitasi dengan memberi upah rendah pada

pekerja, upah yang diberikan harus direncanakan adil baik bagi pekerja maupun

bagi majikan, adapun besar kecilnya upah ditentukan oleh kualitas dan jasa yang

diberikan (ajrun al-mistl). Semakin besar jasa yang diberikan, maka semakin

besar upah yang diterimanya, dasar dari standar pengupahan dalam islam

menggunakan prinsip keadilan dengan asas proporsional atas dasar

profesionalisme.48

46

Endeh Suhartini, “Sistem Pembayaran Upah Pekerja”, Dialogia Luridica,VI, 2(2016),

H. 9 47

Fuad Riyadi, :Sistem dan Strategi Pengupahan Perspektif Islam”, Iqtishadia, VIII, 1,

(Maret, 2015),h. 170 48

Ridwan, “Fiqih Perburuhan”, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2007), h. 91

Page 50: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

39

Adapun dalam menentukan upah hendaknya diperlukan pertimbangan

terlebih dahulu sebagaimana berikut:

a. Upah menurut prestasi kerja

b. Upah menurut lama kerja

c. Upah menurut senioritas

d. Upah menurut kebutuhan.49

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan dalam standarisasi upah harus

menggunakan prinsip keadilan dengan asas proporsional dan profesionalisme,

dengan mempertimbangkan prestasi, lama kerja, senioritas dan kebutuhan pekerja.

Agar tercipta keselarasan antara pekerja dan pemberi kerja (majikan, perusahaan).

B. Kajian Teoritis Tentang Amil Zakat

1. Pengertian Amil

Menurut imam Syafi‟i amilun adalah orang-orang yang diangkat dan

memiliki tugas untuk memungut zakat dari pemiliknya. Dalam hal ini amil

adalah orang-orang yang mengumpulkan zakat.50

Amil adalah orang orang yang ditugaskan oleh pimpinan atau wakilnya

untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya yang biasa disebut al-

juba‟ah (para penarik zakat) yang ditugaskan untuk mengaja harta zakat,

pengembala zakat yang berupa ternak dan para pegawai administrasi. Adapun

amil harus berasal dari kalangan kaum muslimin dan bukan merupakan orang

yang diharamkan menerima zakat dari keluarga Rasulullah yaitu bani Hasyim

dan bani Abdul Muthalib, bisa juga para pengurus zakat itu terdiri dari orang-

orang kaya. Sebagaimana diriwayatkan Abu Sa‟id Nabi Saw bersabda:

49

Siswadi, “Pemberian Upah Yang Benar Dalam Islam Upaya Pemerataan Ekonomi

Umat Dan Keadilan”, Jurnal Ummul Qura, IV, 2, (Agustus, 2014), h. 110 50

Widi Nopiardo, “Urgensi Berzakat Melalui Amil dalam Pandangan Ilmu Ekonomi

Islam”,Jurnal Ilmiah Syari‟ah, Vol XV, 1, (Januari-Juni, 2016), h.88

Page 51: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

40

ع : ى ة س خ ى ل ا ي غ ى ة ق ذ اىص و جح ل ، ى ا ا ب ا ش ح ش ا و ج س ا،ا ي ي ع و ا

ي غ ا ى ذ ا ا ف ي ي ع ق ذ ص ج ي ن س ،ا الل و ي ب ي س ف اص غ ،ا اس غ ا

Artinya:

“Zakat itu tidak halal bagi orang kaya, kecuali untuk lima orang: para

petugas zakat, seseorang yang membeli (kembali) harta zakat dengan

hartanya, orang yang berhutang, orang yang berperang dijalan Allah, atau

orang miskin yang diberi zakat, lalu dihadiahkan”.51

Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, serta al-Hakim dan

beliau berkata “shalih menurut syarat Bukhari dan Muslim”. Orang orang kaya

tadi menerima zakat sebagai upah atas pekerjaannya.52

Dari pendapat mengenai amil tersebut dapat disimpulkan bahwa amil

adalah orang yang ditunjuk pemimpin dan ditugaskan untuk menghimpun

zakat dari orang-orang mampu serta mendistribusikannya kepada mustahik

zakat.

2. Dasar Hukum Amil

Kedudukan amil oleh agama maupun pemerintah sudah dilegalkan,

adapun dasar hukum amil dalam al-Qur‟an sebagai berikut.

a. Q.S At-Taubah:103

Artinya:

51 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 2, (Dar Fath Lili‟lami al-Arabiy), Terjemahan

Khairul Amru Harahap., dkk, Cet.3, (Jakarta:Cakrawala Publishing, 2012), h. 143 52

Syaikh as-Sayyid Sabiq, Panduan Zakat, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005). h, 144

Page 52: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

41

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.

dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.53

(Q.S. At-Taubah

[9]:103).

b. Q.S At-Taubah [9] : 60

Artinya :

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-

orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk

hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk

jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai

suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi

Maha Bijaksana”.(Q.S at-Taubah [9]: 60)54

Adapun legalitas amil sebagai penghimpun pencatat dan

pendistribusi zakat kepada delapan asnaf tercantum dalam Q.s at-Taubah

ayat 103 dan Q.s at-Taubah ayat 60.

3. Kewajiban dan Hak Amil

a. Kewajiban amil zakat menurut Fatwa MUI55

adalah:

53

Q.S At-Taubah [9]:103 54

Q.S At-Taubah [9]:60 55

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 8 Tahun 2011Tentang Amil Zakat

Page 53: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

42

1) Penarikan/pengumpulan zakat yang meliputi pendataan wajib

zakat, penentuan objek wajib zakat, besaran nishab zakat, besaran

tarif zakat, dan syarat-syarat tertentu pada masing-masing objek

wajib zakat;

2) Pemeliharaan zakat yang meliputi inventarisasi harta,

pemeliharaan, serta pengamanan harta zakat; dan

3) Pendistribusian zakat yang meliputi penyaluran harta zakat agar

sampai kepada mustahiq zakat secara baik dan benar, dan termasuk

pelaporan.

b. Hak Amil

Jika melihat Undang-Undang No 23 Tahun 2011 hak amil adalah bagian

tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam

pengelolaan zakat sesuai syariat islam.56

Dalam hal upah jika dikaitkan dengan amil, amil berhak menerima zakat

karena status mereka sebagai pegawai baik kaya maupun miskin. Karena

pengambilan bagian tersebut dengan pertimbangan kerjanya bukan karena

pertimbangan kebutuhan mereka. Jika pengurus zakat itu orang-orang fakir,

mereka diberi bagian zakat sebagai pegawai dan mereka juga diberi bagian

zakat yang dapat mencukupi kebutuhan mereka selama setahun karena

kefakiran mereka. Apabila mereka menerima bagian zakat sebatas status

mereka sebagai amil, berarti mereka tidak perlu menerima kelebihan hak

mereka selaku amil selama satu tahun.57

Sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang nomor 23 tahun 2011

tentang pengelolaan zakat pada pasal 30 untuk melakukan tugasnya,

BAZNAZ dibiayai dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Hak

Amil. Adapun hak amil adalah bagian tertentu dari zakat yang dapat

56

Undang-Undang No 23 Tahun 2011 57

Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Fiqih Zakat Kontemporer Soal Jawab Ihwal Zakat

dari yang Klasik Hingga Terkini, (Solo: Al-Qowam, 2011), h. 299.

Page 54: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

43

dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam pengelolaan zakat sesuai syariat

Islam. 58

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan kewajiban amil adalah

melakukan penghimpunan, pencatatan, pemeliharaan dan pendistribusian

zakat kepada mustahik zakat dengan baik dan benar disertai dengan

pelaporannya. Adapun hak amil sendiri diambil dari bagian asnaf (amil)

dengan pertimbangan kerjanya dan diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja

Negara untuk biaya operasional dan pengelolaan zakat sesuai dengan syariat

Islam.

C. Kajian Teoritis Tentang Nadzir Wakaf

1. Pengertian Nadzir

Menurut Undang Undang nomor 41 tahun 2004 nadzir adalah pihak yang

menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan

sesuai dengan peruntukannya.59

Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam

nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas

pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.60

Nadzir wakaf adalah orang yang diamanahkan untuk memelihara dan

menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan. Adapun

syarat yang harus dipenuhi adalah beragama islam, dapat dipercaya (amanah)

serta mampu secara jasmani dan rohani untuk menyelenggarakan segala

urusan yang berkaitan dengan harta wakaf juga tidak terhalang melakukan

perbuatan hukum dan bertempat tinggal di kecamatan tempat benda yang

diwakafkannya.61

Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan dapat disimpulkan, nadzir

adalah kelompok orang atau badan hukum yang diamanahkan oleh wakif

58

Undang-Undang No 23 Tahun 2011 59

Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004. 60

Kompilasi Hukum Islam 61

Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat Dan Wakaf, (Jakarta: PT Grasindo, 2006). h.

66.

Page 55: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

44

(orang yang berwakaf) untuk mengelola, memelihara, serta mengembangkan

harta wakaf sesuai peruntukannya.

Kemudian apabila berbentuk badan hukum maka nadzir harus memenuhi

syarat yaitu badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, serta

mempunyai perwakilan dikecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya.

Baik nadzir perorangan dan badan hukum harus didaftarkan pada Kantor

Urusan Agama Kecamatan setempat setelah mendengar saran dari Camat dan

Majelis Ulama Kecamatan untuk mendapatkan pengesahan.62

Dalam melaksanakan tugasnya, diperbolehkan bagi orang yang mengurus

wakaf (nadzir) untuk mengambil sebagian dari hasil wakaf.63

Hal ini

berdasarkan hadis Nabi saw:

ي ع اح ج ل ف ا و م أ ي أ ا ي ى عش با ى

Artinya: “Tidak ada halangan bagi orang yang mengurusinya untuk

memakan sebagian darinya dengan cara yang makruf”64

Nadzir sebelum melaksanakan tugasnya harus mengucapkan sumpah

dihadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan dan disaksikan

sekurang-kurangnya oleh 2 orang saksi.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa nadzir terbagi menjadi dua

yaitu nadzir perseorangan dan nadzir berbadan hukum (organisasi) dalam hak

menjalankan tugasnya nadzir diperbolehkan mengambil haknya atau upah dari

hasil pengelolaan harta wakaf dan sebelum menjalankan tugasnya nadzir

terlebih dahulu dilantik dan diambil sumpahnya di hadapan Kepala Kantor

Urisan Agama Kecamatan dan di saksikan oleh sekurang kurangnya dua saksi.

62

Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009). h.

68 63

Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat,cet kedua,(Jakarta: Kencana Prenada

Group, 2012),h. 177. 64

Ahmad Ibn „Ali Ibn Hajar al-„Asqolani, Fath al-Bari Sharhi Shahih Bukhari, Juz 5,

(Beirut: Dar al-Kutub al „Ilmiah, 2000), Cet. 2, h. 502

Page 56: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

45

2. Hak Dan Kewajiban

a. Hak Nadzir

1) Nadzir dapat menerima imabalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan

pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10%

(sepuluh persen).

2) Nadzir memperoleh pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf

Indonesia;65

Dalam pasal 222 KHI Nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan

fasilitas, yang jenis dann jumlahnya ditentukan berdasrkan kelayakan ataas

saran Majelis Ulama Kecamatan dan Kantor Urusan Agama kecamatan

Setempat.66

b. Kewajiban Nadzir

Adapun tugas nadzir sebagaimana yang tertuag dalam pasal 11 undang-

undang nomor 41 tahun 2004 adalah :

1) Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;

2) Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan

tujuan, fungsi, dan peruntukannya;

3) Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;

4) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia;

Sebagai pemegang amanat, pada dasarnya, nadzir tidak dibebankan resiko

yang terjadi atas harta wakaf, kecuali apabila kerusakan itu terjadi karena

kelalaian atau bahkan kesengajaannya. Besarnya kerusakan atau kerugian karena

kelalaian bahkan kesengajaan nadzir ditetapkan oleh pengadilan atau penguasa

lainnya.67

Dari uraian diatas dapat disimpulkan nadzir sebagai pemegang amanah

dari wakif mempunyai hak dan kewajiban. Diantara haknya yaitu mendapatkan

65

Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004. 66

Kompilasi Hukum Islam 67

Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1999).

H.34

Page 57: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

46

imbalan dan pembinaan dari Menteri dan Badan wakaf Indonesia, serta

berkewajiban untuk melakukan pengadministrasian, pengelolaan, pengembangan,

mengawasi dan melindungi harta banda wakaf serta melaporkan hasil pelaksaan

tugasnya kepada Badan Wakaf Indonesia.

3. Mustahik Zakat dan Wakaf

Dalam mendistribusikan harta zakat maka amilin mendistribusikannya kepada

mustahik zakat yang terdiri dari 8 (delapan) asnaf yang berhak menerima zakat

yaitu:

Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah:60

Artinya:

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-

orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk

hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk

jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai

suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi

Maha Bijaksana”. (Q.S. At-Taubah [9] :60)68

Sudah jelas bahwasanya menurut Q.S. At-Taubah: 60 zakat harus

disalurkan kepada mustahiknya yaitu:

68

Q.S. At-Taubah: 60

Page 58: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

47

a. Fakir dan miskin

Zakat yang disalurkan pada kelompok ini bisa bersifat konsumtif, untuk

memnuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari dan dapat pula bersifat

produktif yaitu dengan menambah modal usahanya.

b. Amil (petugas zakat)

Kelompok ini berhak mendapatkan bagian dari zakat, maksimal satu

perdepalan atau 12,5% , dengan catatan amil memang melakukan tugas

keamilannya dengan baik dan waktunya sebagian besar atau seluruhnya

untuk tugas tersebut. Jika hanya diakhir bulan ramadhan saja maka

petugas tidak mendapatkan bagian zakat satu perdelapan, melaikan hanya

sekedarnya saja untuk keperluan administrasi atau konsumsi yang

dibutuhkan mereka. Amil zakat tidaklah bertingkat dari atas sampai bawah

atau berlevel melainkan amil zakat hanyalah mereka yang secara langsung

mengurus zakat, mencatat, dan mengadministrasikan, menagih zakat pada

muzakki, melakukan sosialisasi, dan mendistribusikannya dengan tepat

sasaran sesuai dengan ketentuan syariat islam.

c. Muallaf

Kelompok orang yang baru masuk islam dan dianggap masih lemah

imannya.69

Adapun muallaf terbagi menjadi empat kategori yaitu:

1) Mereka yang dibujuk hatinya untuk menolong kaum muslim;

2) Mereka yang dibujuk hatinya agar cenderung untuk membela umat

islam;

3) Mereka yang dibujuk agar ingin masuk islam;

4) Mereka yang dibujuk hatinya dengan diberi zakat agar kaum dan

sukunya tertarik masuk islam.70

c. Memerdekakan budak belian

69

Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002),

h. 134. 70

Hasbi Umar, Nalar Fiqih: Kontemporer, (GP Press, 2007), h. 154

Page 59: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

48

Zakat yang digunakan untuk membebaskan dan menghapus perbudakan.

d. Gharimin

Gharimin yaitu kelompok orang yang berhutang dan sama sekali tidak

dapat melunasi hutangnya. Adapun kelompok ulama membaginya dalam

dua bagian yaitu, kelompok orang yang mempunyai utang untuk kebaikan

dan kemaslahatan diri dan keluarganya, dan kelompok orang yang

mempunyai utang untuk kemaslahatan orang atau pihak lain.

e. Fi sabilillah (dalam jalan Allah)

Kelompok orang yang menjadi sukarelawan perang yang tidak mempunyai

gaji tetap.

f. Ibnu Sabil

Orang yang terputus bekalnya dalam perjalanan seperti musafir yang

mengadakan perjalanan yang dianjurkan agama.71

Dalam pembagian harta zakat yang terkumpul tersebut terdapat beberapa

pertanyaan apakah pendistribusian tersebut bersifat mutlak 1/8 atau kondisional?

Jika jumlah fakir miskin lebih banyak dalam suatu daerah dan tidak ada budak

serta muallaf, apakah masih 1/8 dalam pembagian harta wakafnya?

Imam Syafi‟I berpendapat bahwa zakat harus dibagikan kepada delapan

asnaf dengan merata, kecuali jika salah satu kelompok itu tidak ada, maka zakat

diberikan kepada ashnaf yang masih ada. Jika muzakki itu sendiri yang

membagikan langsung zakatnya, maka gugur pula bagian amil.

Madzhab Hambali dan Maliki berpendapat bahwa zakat boleh diberikan

kepada sebagian ashnaf, tidak kepada seluruh ashnaf yang ada.Bahkan mereka

71

Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002),

h.133-138.

Page 60: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

49

memperbolehkan pemberian zakat hanya kepada salah satu ashnaf saja sesuai

dengan kondisi. Inilah pendapat mayoritas ulama dan pendapat yang paling kuat

dengan memperhatikan hal-hal berikut:

a. Tidak diperbolehkan menghilangkan hak salah satu mustahik tanpa ada

sebab, jika imam yang melakukan pembagian dan jumlah zakat cukup

banyak.

b. Diperbolehkannya memberi zakat hanya kepada satu ashnaf saja jika ada

kemaslahatan yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti ketika perang

yang mengahruskan zakat untuk pembiayaan mujahid dimedan perang.

c. Ketika membagikan zakat kepada semua ashnaf secara menyeluruh tidak

diharuskan membagi rata kepada mereka. Dan yang wajib adalah

memberikan bagian pada masing-masing sesuai dengan jumlah dan

kebutuhan,

d. Selalu diperhatikan bahwa kelompok prioritas adalah fakir miskin.

Kelompok yang diulang-ulang dalam al-qur‟an dan as-sunnah. Maka tidak

diperbolehkan menghalangi hak mereka dari zakat, keculai karena kondisi

darurat sesaat.

e. Jika muzakki yang membagikan langsung zakatnya dan jumlahnya kecil,

boleh diberikan kepada satu kelompok dan satu orang saja untuk mencapai

tujuan zakat yaitu menurut kebutuhan.

f. Jika imam yang membagikan, maka bagian amilin tidak boleh lebih

banyak dari seperdelapan, menurut imam Syafi‟I, agar zakat tidak habis

ditangan para pegawai saja.72

Apabila asnaf yang ditetapkan dalam Qs at-Taubah ayat60 dipahami

secara tekstual, ada asnaf yang sudah tidak dapat diaplikasikan yaitu riqab. Riqab

adalah budak muslim yang telah dijanjikan untuk dimerdekakan jika ia telah

membelinya. Begitu juga dengan fuqara, masakin dan gharimin. Pemahaman

tekstual menyebabkan tujuan zakat tidak tercapai. Karena pemberian zakat

72

Dakwatuna, golongan yang berhak menerima zakat,

https://www.dakwatuna.com/2008/09/19/1044/8-golongan-yang-berhak-menerima-

zakat/?PageSpeed=noscript#axzz5Ei4gvGi4 diakses pada 07/05/2018.

Page 61: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

50

bersifat charity. Masalah krisis ekonomi bukan hanya bagaimana kebutuhan dasar

terpenuhi melainkan bagaimana mengatasi penyebab krisis tersebut muncul.

Dengan demikian pemahaman secara komprehensif dan kontekstual terhadap

delapan asnaf perlu dilakukan, sehingga kelompok yang berhak menerima zakat

dapat menerima haknya.73

Jika dikaitkan dengan kedelapan ashnaf yang pertama di sebutkan terlebih

dahulu oleh Allah adalah mereka yang memiliki status fakir miskin karena fakir

dan miskin merupakan komponen sosial yang paling lemah dan harus

mendapatkan perhatian serius dari para pemilik harta.74

Dari beberapa pandangan tersebut dapat disimpulkan uuntuk mustahik

zakat diberikan berdasarkan ketentuan dari Q.s at-Taubah ayat 60. Namun

ketentuan tersebut bersifat kondisional tergantung situasi dan kondisi mustahik di

daerah yang akan di salurkan zakatnya dan lebih diutamakan kepada fakir dan

miskin.

Apakah target penyaluran manfaat wakaf juga berdasarkan 8 asnaf karena

dalam hal ini nadzir merupakan pengelola dari harta wakaf yang kemanfaatannya

dimiliki oleh publik?

Dalam hal Mauquf alaih (yang diberi wakaf) terdapat perbedaan pendapat

Madzhab Hanafi mensyaratkan agar mauquf alaih ditujukan untuk ibadah menurut

pandangan Islam dan menurut keyakinan wakif jika tidak terwujud salah satunya

maka wakaf tidak sah, oleh karena itu:

a. Wakaf orang muslim yang dipergunakan untuk kebajikan maupun sarana

ibadah dan sosial, seperti orang miskin, rumah sakit, tempat penampungan

dan sekolah.

73

Jasafat, “Manejemen Pengelolaan Zakat, Infaq Dan Shadaqah Pada Baitul Mal Aceh

Besar”, Prodi Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Ar-

Raniry, Jurnal Al-Ijtimaiyyah, Vol. 1, 1, (Januari-Juni 2015).h, 10. 74

Kementrian Agama Republic Indonesia, Paradigma Baru Wakaf Di Indonesia,

(Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf,

2013), h.59

Page 62: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

51

b. Wakaf non muslim dikatakan sah apabila diperuntukan kepada pihak

kebajikan umum seperti tempat ibadah dalam pandangan Islam seperti

pembangunan masjid, bantuan kepada jamaah haji dll. Adapun kepada

selain pihak kebajikan umum dan tempat ibadah dalam pandangan

agamanya saja seperti pembangunan gereja hukumnya tidak sah.

Artinya, Pahala sedekah jariyah terus mengalir selain muslim tidak ada pahalanya.

Madzhab Maliki mensyaratkan agar mauquf alaih untuk ibadah menurut

pandangan wakif. Sah wakaf muslim kepada syi‟ar-syiar islam dan badan-badan

sosial umum, dan tidak sah wakaf non muslim kepada masjid dan syiar syiar

islam.

Madzhab Syafi‟I dan Hambali mensyaratkan agar mauquf alaih adalah

ibadah menurut pandangan islam saja, tanpa memandang keyakinan wakif.

Karena itu sah wakaf muslim dan non muslim kepada badan-badan sosial seperti

penampungan, tempat peristirahatan, badan kebajikan dalam islam seperti masjid.

Dan tidak sah wakaf muslim dan muslim kepada badan-badan sosial yang tidak

sejalan dengan islam seperti gereja.

Secara khusus, ahli fiqih dari Madzhab Syafi‟I membagi tempat

penyaluran wakaf kedalam dua bagian yaitu a) orang tertentu (baik satu orang

atau jamaah tertentu), b) tidak tertentu .

a. Kepada orang tertentu (satu orang atau jamaah tertentu)

Imam Nawawi menyebut bagian ini dengan “syahshan mu‟ayyinan atau

jamaatan mu‟ayyinan”. Syaratnya ialah penerima wakaf dapat memiliki

harta yang diwakafkan kepadanya pada saat pemberian wakaf.

1) Wakaf pada diri sendiri

2) Wakaf kepada muslim (muslimat)

3) Wakaf kepada non muslim tertentu atau kelompok tertentu

a) Kepada kafir dzimmi dari muslim

b) Kepada kafir dzimmi dari kafir dzimmi

Page 63: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

52

c) Wakaf kepada pihak yang belum cakap seperti:

(1) Wakaf kepada janin, tidak sah karena janin tidak berhak

memiliki.

(2) Wakaf kepada mayit

(3) Wakaf kepada hewan

(4) Wakaf kepada hewan wakaf

b. Wakaf kepada yang tidak tertentu

Adapun tujuan wakif yaitu memberikan wakaf kepada pihak yang

menderita kefakiran dan kemiskinan secara umum bukan kepada pihak

tertentu. Adapun wakaf jenis ini dibagi menjadi dua yaitu

1) Wakaf umum yang mengandung unsur maksiat

2) Wakaf untuk yang tidak mengandung unsur maksiat75

Berdasarkan uraian tersebut mustahik wakaf yang dapat merasakan

kemanfaatan dari hasil wakaf terbagi menjadi dua. Pertama, penyaluran wakaf

tertentu yaitu wakaf pada diri sendiri, wakaf kepada muslim (muslimat), wakaf

kepada non muslim tertentu atau kelompok tertentu. Kedua, penyaluran wakaf

tidak tertentu seperti wakaf umum yang mengandung unsur maksiat dan wakaf

untuk yang tidak mengandung unsur maksiat karena pada dasarnya yang

menikmati kemafaatan wakaf adalah semua pihak.

Berdasarkan dari pemaparan yang sudah dijelaskan dalam bab dua ini,

mengasilkan beberapa kesimpulan diantaranya:

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam

bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada

pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,

kesepakatan, atau peraturan perundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh

dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan

dilakukan, sedangkan upah dalam Islam sendiri disebut ujrah merupakan

75

Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direkotorat

Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Penyelenggaraan Haji, 2015), h. 45-55

Page 64: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

53

pembayaran yang diterima pekerja selama ia melakukan pekerjaan, dalam

literature fiqih juga dipaparkan mengenai ju‟alah dimana ju‟alah merupakan janji

atau komitmen untuk memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil yang

ditentukan dari suatu pekerjaan, Adapun ulama golongan Hanafiyah berpendapat

bahwa akad jualah tidak diperbolehkan dikarenakan mengandung unsur gharar,

yaitu ketidak jelasan atas pekerjaan dan jangka waktu yang ditentukan. Namun

ada sebagian ulama Hanafiyah yang memperbolehkan atas dasar istihsanan

(karena ada nilai manfaat). Sedangkan ulama golongan Malikiyah, Syafi‟iyah dan

Hanabilah berpendapat bahwa secara syar‟i jualah boleh dilakukan dengan alasan

sebagaimana kisah Nabi Yusuf beserta saudaranya. Dalam hal imbalan untuk

keagamaan seperti membacakan fatihah kepada orang yang sakit, mengajarkan

Al-Qur‟an maka menurut Madzhab Syafi‟i, Maliki dan Ibnu Hazm membolehkan

karena hal tersebut diketahui (terukur) dan dari tenaga yang diketahui. Adapun

menurut madzhab Hanafiyah hal tersebut haram hukumnya mengambil upah dari

pekerjaaan ibadah seperti Muadzin, sholat, puasa, Imam dan lain-lain yang

sejenis.

Dalam memperkirakan dan mempertimbangkan tingkat upah yang harus

diterima oleh penerima atau karyawan harus memenuhi kebutuhan sandang,

pangan dan papannya dengan layak, maksudnya, janganlah merugikan orang lain

dengan mengurangi hak-hak dari si pegawai atau karyawan. Serta

mempertimbangkan prestasi, lama kerjanya, tingkatan dan kebutuhan yang

diperlukan oleh pegawai atau karyawan, dalam hal mempertimbangkan upah

maka perlu orang orang yang ahli dan mempunyai skill dalam mempertimbangkan

upah. Dan janganlah mempekerjakan orang lain dengan upah minimum karena hal

tersebut berkaitan dengan moral sehingga dimensi akhirat tidak diperoleh oleh

majikan apabila memberikan upah dibawah minimum.

Dengan demikian, Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang

diamanahkan oleh wakif (orang yang berwakaf) untuk mengelola, memelihara,

serta mengembangkan harta wakaf sesuai peruntukannya. dalam hal

pendistribusian manfaat wakaf bersifat menyeluruh, baik dalam hal ibadah, sosial,

Page 65: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

54

ekonomi bahkan pembangunan infrastrukstur dan kemanfaatannya, bukan hanya 8

ashnaf saja yang merasakannnya bahkan non muslim dan hewan pun dapat

merasakan kemanfaatan dari wakaf tersebut. Sedangkan amil adalah orang-orang

yang ditunjuk oleh pemerintah guna mengumpulkan, menjaga, mencatat, dan

mendistribusikan harta zakat kepada golongan yang berhak menerima zakat

(mustahik). Dalam hal pendistribusian zakat kepada mustahik zakat bersifat

kondisional.

Page 66: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

55

BAB III

Sejarah Pengupahan Nadzir Wakaf Dan Amil Zakat

A. Sejarah Pengupahan Nadzir Wakaf

1. Masa Rasulullah

Dalam Islam, wakaf dikenal pertama kali pada zaman Rasulullah

yaitu wakaf di Madinah, tahun kedua hijriyah. Ada dua pendapat dari

kalangan fuqaha terkait siapa yang pertama kali menjalankan syariat

wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama yang pertama kali menjalankan

syariat wakaf adalah Rasulullah dengan mewakafkan tanah milik

Rasulullah untuk masjid.1 Pendapat ini berdasarkan hadits yang

diriwayatkan Umar bin Syabah dari Amr bin Sa‟ad bin Mu‟ad:

ي عي عور ر عي عور ل ثي شج ثي سعذ ثي هعبد قبل :سألب عي أ

الإسلام فقبل الو ى صذقة حجس ف صبر صذقة عور بجر قبل الأ

سل ن ل الله صلى الله عل رس

Artinya:

Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari Umar bin Sa'ad bin Muad

berkata : “Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang

Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang Ansor

mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW.2

Rasulullah pada tahun ketiga hijriyah pernah mewakafkan tujuh

kebun kurma di Madinah diantaranya adalah kebun A‟raf, Shafiyah, Dalal,

Barqah dan kebun lainnya.3 Ketujuh kebun tersebut merupakan milik

1 Kementerian Agama Republic Indonesia Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat

Islam , Fiqih Wakaf , (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006), h. 4 2 Al-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad, Nail al-Authar Syarh Muntaqi al-

Akhbar, Jilid VI, (Beirut: Dar al-Fikr), 129 3 Kementerian Agama Republic Indonesia Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat

Islam , Fiqih Wakaf , (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006), h. 4

Page 67: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

56

Mukhairik yang beragama yahudi yang terbunuh dalam perang Uhud

sebagai hasil perjanjian yang disepakati antara kaum muslimin dan yahudi

untuk bersama-sama mempertahankan kota Madinah, da Mukhairik

memberikan ultimatum jika ia terbunuh maka ketujuh kebunnya menjadi

milik Rasulullah dan dipergunakan sesuai kemaslahatan kaum

muslimin.4Adapun pendapat yang kedua, orang yang pertama kali

melakukan praktek wakaf dan menjadi seorang nadzir dengan seizin

Rasulullah adalah Umar sebagaimana riwayat berikut:

ب ثخجر فأتى الج وب قبل :أصبة عور أرض الله ع عي اثي عور رض

ب أصجت أرض ل الله إ ب فقبل :برس سلن ستأهر ف صلى الله عل

ل .فقبل ل رس ث فوب تأهر ذي ه أفس ع جر لن أصت هبلا قظ ثخ

سلن تصذ , إى شئت حجست اصل الله صلى الله عل ق ثب صذ قت ثب فت ب

عور ,أب لاتجبع ف الفقراء تصذق ثب ف رث .قبل لات ت لات

الض ل اثي السج ل الله سج ف الرقبة ف ى هي ف لاجبح عل القرثى

ل ب ثبلو طعن غر هت ب أى أكل ه ف عر را هسلن( (ل و

Artinya :

Dari Ibnu Umar ra. berkata : “Bahwa sahabat Umar ra. meperoleh

sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra. Menghadap Rasulullah

SAW. untuk meminta petunjuk. Umar berkata: “Hai Rasulullah SAW.,

saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapatkan harta

sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?” Rasulullah

SAW. bersabda: “Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan

engkau sadekahkan (hasilnya). “Kemudian Umar mensadekahkan

(tanahnya untuk dikelola), tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak

diwariskan. Ibnu Umar berkata: “Umar menyedekahkannya (hasil

4Abdurrohman Kasdi, “Fiqih Wakaf Dari Klasik Hingga Wakaf Produktif”, (Yogyakarta:

Idea Press, 2017). h, 36

Page 68: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

57

pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba

sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang

mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik

(sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud

menumpuk harta”. 5

Dari hadits tersebut dijelaskan ketika Umar mendapatkan tanah di

Khaibar dan ia menanyakan pengelolaan dan pemanfaatannya untuk

publik kepada Rasulullah. Rasulullah kemudian menyuruh Umar

menggunakannya untuk kepentingan umum sementara aset tanahnya tetap

terjaga, tidak bisa dijual atau dialih milikkan kepada yang lain. dihibahkan

melainkan menyedekahkan hasilnya kepada hamba sahaya, fakir miskin,

sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dalam hal pengelolaan tanah tersebut maka

Umar sebagai nadzir diperbolehkan memakan dari hasil wakaf tersebut

dengan cara yang pantas atau memberi makan orang lain tanpa bermaksud

untuk menumpuk harta.6

Kemudian syariat wakaf lainnya oleh Umar disusul oleh Abu

Thalhah wakaf dalam bentuk kebun kurma yang dikenal dengan sebutan

“Bairaha‟”. Kemudian disusul pula oleh sahabat Nabi Saw seperti Abu

Bakar yang mewakafkan sebidang tanahnya di Mekkah yang diperuntukan

kepada keturunannya yang datang ke Mekkah. Utsman Bin Affan yang

menyedekahkan hartanya di Khaibar, Ali Bin Abi Thalib yang

mewakafkan tanahnya yang subur, Mu‟adz bin Jabal mewakafkan

rumahnya yang disebut dengan “Dar Al-Anshar”. Kemudian pelaksanaan

5Ahmad Ibn „Ali Ibn Hajar al-„Asqolani, Fath al-Bari Sharhi Shahih Bukhari, Juz 5,

(Beirut: Dar al-Kutub al „Ilmiah, 2000), Cet. 2, h. 502 6 Andy Agung Prihatna, et.al, ed. Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan: Studi Tentang

Wakaf Dalam Perspektif Keadilan Sosial di Indonesia (Jakarta:Center For The Study of Religion

and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2006), Cet.1, h. 2

Page 69: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

58

wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin

Awwam dan Aisyah ra istri Rasulullah saw.7

Jika melihat praktek wakaf Umar bin Khattab r.a., dari tanah

Khaibar yang bertindak sebagai nadzir ialah Umar sendiri, ini

menunjukkan bahwa nadzir bisa diambil dari waqif

صلى الله عل - ج ال ر ه ب ث ق ذ ص لو ا - ع الله ى ض ر – ر و ع ى لأ

الله ض ج ى ق ت ب ح غ ل ب ث و ف ت ق ذ ى ص ل ل ز ن ل –سلن - ل ع ل ز ن ل ،

ض ر - ة و بط ف ل ز ت ن ل ى ،بل ع ت الله ق ى ل ت ح ت ق ذ ص ل - ع الله ض ر

. الله ت ق ى ل ت ب ح ت ق ذ ص ل ت –ب ع الله

Artinya:

“Buktinya, Umar r.a berwakaf, sesuai petunjuk Nabi saw., dan - sepanjang

pengetahuan kami – ia tetap menjadi nadzir wakafnya, sampai ia wafat,

begitu pula Ali tetap menjadi Nadzir wakafnya sampai wafat, demikian

juga Fathimah tetap menjadi Nadzir wakafnya sampai wafat”.8

Penunjukan Nadzir oleh wakif sendiri adalah hak, bukan

kewajiban.9 Jadi ketika seseorang wakif menunjuk dirinya sebagai nadzir

maka tak ada larangan atas hal tersebut. Lebih lanjut lagi, wakaf di zaman

Rasulullah dan sahabat dikelola oleh nadzir wakaf yang ditunjuk langsung

untuk memelihara dan mengembangkan harta wakaf. Seperti halnya Abu

Rafi yang ditunjuk Rasulullah, kemudian Ali bin Abi Thalib dan

seterusnya. Penunjukan ini mengartikan bahwa wakaf harus diserahkan

kepada nadzir atau pengelolaan wakaf secara langsung. Dengan cara

pengelolaan dan pengembangan wakaf melalui nadzir yang memiliki

7 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, Pedoman

Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf , (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006), h.

13 8 Syafii, Mukhtasar Al-Muzany dan Syarahnya oleh Al-Mawardi, Al-Hawi Al-Kabir,

(Beirut: Dar al-Kutub Al-„Ilmiah), Juz VII, h. 511 9 Anwar Ibrahim, “Peran Nadzir Perempuan”, Al-Awqaf , V, 1, (Januari, 2012), h. 5

Page 70: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

59

keahlian sesuai dengan tujuan wakaf tersebut, maka wakaf tersebut akan

menambah fungsi secara produktif.10

Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa orang pertama

yang menjalankan wakaf dan menjadi nadzir adalah Rasulullah, kemudian

di susul oleh Umar bin Khattab yang menunjuk dirinya sebagai nadzir

segaligus waqif dimana ia juga mengambil bagian dari hasil wakaf yang ia

produktifkan dengan cara yang baik.

2. Masa Khulafaur Rasyidin

Setelah Rasul wafat, praktek wakaf masih dilanjutkan oleh para

sahabatnya Abu Bakar, misalnya, mewakafkan sebidang tanahnya di

Mekkah yang diperuntukan kepada anak keturunannya yang datang ke

Mekkah. Berikutnya adalah sahabat Utsman menyedekahkan hartanya di

Khaibar. Ali bin Abi Thalib mewakafkan tanahnya yang subur yaitu wakaf

Yanbu‟ dan Wadi Al-Qura‟ yang masih ada sampai sekarang . Tidak

ketinggalan Mu‟adz bin Jabal juga mewakafkan rumahnya, yang popular

dengan sebutan Dar-al Anshar. Tak ketinggalan Usman Bin Affan yang

mewakafkan sumur Rauman untuk minum para muslimin, Gerakan wakaf

terus berlanjut misalnya Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin

Awwam dan Aisyah istri Rasulullah. Lebih lanjut wakaf dilakukan Sa„ad

bin Abi Waqqas yang mewakafkan rumahnya yang ada di Mesir, Amru

bin As yang menyedekahkan bangunan miliknya di Ta‟if dan rumahnya di

Mekah, Hakim bin Hazzam mewakafkan rumahnya di Mekah dan

Madinah yang masih ada sampai sekarang, serta Zubair bin Awwam yang

mewakafkan rumah yang ada di Mekah, rumahnya yang ada di Mesir dan

hartanya yang ada di Madinah yang masih ada sampai sekarang.11

10

Wahiduddin Adams, “Signifikansi Peran Dan Fungsi Nazhir Menurut Hukum Islam

Dan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004”, Al-Awqaf ,IV, 4, (Januari, 2011), h.49 11

Abdurrohman Kasdi, “Fiqih Wakaf Dari Klasik Hingga Wakaf Produktif”,

(Yogyakarta: Idea Press, 2017), H. 40

Page 71: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

60

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan kegiatan berwakaf

mulai ramai dilakukan oleh para Sahabat serta keturunan Rasulullah.

3. Masa Thabi’in

Setelah perkembangan wakaf Perkembangan wakaf pada masa

thabi‟in mengalami perkembangan yang semakin baik terlebih pada

Khalifah Umayah yang menjadi hakim Mesir adalah Taubah bin Ghar al-

Hadhramiy pada masa khalifah Hisyam bin Abd. Malik. Ia membentuk

lembaga wakaf sendiri sebagaimana lembaga lainnya di bawah

pengawasan hakim. Lembaga ini yang pertama kali melakukan

pengadministrasian wakaf di Mesir, bahkan di seluruh Negara Islam.

Kemudian hakim Taubah juga mendirikan lembaga wakaf di Basrah. Sejak

itulah pengelolaan lembaga wakaf di bawah Departemen Kehakiman yang

dikelola dengan baik dan hasilnya disalurkan kepada yang berhak dan

membutuhkan. 12

Begitupula pada masa Dinasti Khalifah Bani Abbasiyah terdapat

“Sadr al-Wuquf” yang mengurus administrasi dan memilih staf pengelola

lembaga wakaf. 13

Demikian perkembangan pengelolaan wakaf pada masa

Abbasiyah dan Umayyah sehingga kemanfaatannya dirasakan masyarakat.

Pada masa dinasti Ayyubiyah hampir semua tanah pertanian

menjadi harta wakaf dan semuanya dikelola oleh Negara dan menjadi

milik Negara (baitul mal). Shalahuddin Al Ayyubi mewakafkan banyak

lahan milik Negara untuk pendidikan seperti mewakafkan lahan desa

(qaryah) untuk pembangunan madrasah Madzhab Asy-Syafi‟Iyah,

Madzhab Malikiyah dan Madzhab Hanafiyah dengan dana model

mewakafkan kebun dan lahan pertanian. Dalam rangka menyejahterakan

ulama dan misi madzhab sunni, Shalahudiin al ayyubi mengeluarkan

12

Kementerian Agama Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat

Islam , Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006), h. 7 13

Abdurrohman Kasdi, “Fiqih Wakaf Dari Klasik Hingga Wakaf Produktif”,

(Yogyakarta: Idea Press, 2017), h. 41

Page 72: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

61

kebijakan untuk orang Kristen yang datang dari Iskandar untuk berdagang

harus membayar bea cukai. Dari hasil tersebut dikumpulkan dan

diwakafkan kepada para fuqaha dan keturunannya.14

Pada masa ini semua

harta dan tanah milik Negara (baitul mal) menjadi harta wakaf yang

peruntukannya untuk publik dan Madzhab Sunni.

Pada masa Dinasti Mamluk perkembangan wakaf sangat pesat dan

beragam, sehingga apapun yang dapat diambil manfaatnya maka boleh

diwakafkan. Pada masa itu yang paling banyak diwakafkan adalah tanah

pertanian dan bangunan, seperti gedung perkantoran dan penginapan. Pada

masa Mamluk terdapat wakaf hamba sahaya yang diwakafkan untuk

merawat lembaga-lembaga agama. Hal ini dilakukan pertama kali pada

masa dinasti Utsmani ketika menaklukkan Mesir, Sulaiman Basya yang

mewakafkan budaknya untuk merawat masjid. Selain itu disahkannya

undang-undang wakaf. Namun menurut berita dan berkas yang terhimpun

bahwa perundang-undangan wakaf pada dnasti Mamluk dimulai sejak

Raja Al-Dzahir Bibers Al-Bandaq (1260-12277 M/ 658-676 H) dimana

dengan undang-undang tersebut raja al-Dzahir memilih hakim dari

masing-masing empat madzhab sunni. Pada orde al-Dzahir perwakafan

dibagi menjadi 3 yaitu pendapatan Negara dari hasil wakaf yang telah

diberikan oleh penguasa kepada orang-orang yang dianggap berjasa, wakaf

untuk membantu Haramain (fasilitas Mekkah dan Madinah) dan

kepentingan masyarakat.15

Setelah Dinasti Mamluk pada abad ke lima belas Dinasti

Utsmaniyah berhasil memperluas wilayah kekuasannya ke sebagian besar

wilayah Arab dan secara otomatis untuk menerapkan Syari‟at Islam

diantaranya penetapan peraturan perwakafan, adapun peraturan tersebut

berupa peraturan tentang pembukuan pelaksanaan wakaf, yang

14

Kementerian Agama Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat

Islam , Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006), h. 9 15

Kementerian Agama Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat

Islam , Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006), h.10

Page 73: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

62

dikeluarkan pada tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 Hijriyah yang

mengatur tentang pencatatan wakaf, sertifikasi wakaf, cara pengelolaan

wakaf, agar mencapai tujuan wakaf dan perlembagaan wakaf dalam upaya

merealisasikan wakaf dari sisi administrasi dan Perundang-undangan yang

berlaku. Pada tahun 1287 H dikeluarkanlah Undang-Undang yang

menjelaskan tentang kedudukan tanah-tanah dibawah keukasaan Turki

Utsmani dan tanah-tanah produktif yang berstatus wakaf. Implementasi

dari Undang-undang tersebut di negara-negara Arab masih banyak tanah

yang berstatus wakaf dan aturan tersebut dipraktikkan sampai sekarang.

Sejak masa Rasulullah, masa khulafaurrasyidin, khilafah dan masa dinasti-

dinasti Islam sampai sekarang wakaf masih dilaksanakan dari waktu ke

waktu di seluruh negeri muslim.16

B. Upah Nadzir di Beberapa Negara Islam

1. Kuwait

Kemajuan wakaf di Kuwait ditandai menunjukkan dengan

pengelolaan wakaf modern, terihat dari adanya peran nadzir yang sangat

penting sebab itu dari data yang ada, seoorang nadzir yang professional

mendapatkan ujrah dari prakteknya, Praktek wakaf di Kuwait sudah setua

keberadaan kebudayaan orang-orang Kuwait. Orang Kuwait sudah terbiasa

membangun masjid dan mendedikasikannya sebagai wakaf. Para

sejarawan mencatat bahwa wakaf pertama di Kuwait adalah wakaf masjid

Ibn Bahar pada tahun 1108 AH (1695 AD).17

Pada masa itu, sector wakaf

di Kuwait di kelola secara mandiri oleh wakif secara langsung atau melalui

pihak yang ditunjuk sebagai nadzir oleh hakim setempat. Seiring

berjalannya waktu, perubahan ekonomi, sosial, dan budaya, di negeri

Kuwait pemerintah berkontribusi dalam pengelolaan wakaf dengan

berdirinya Departemen of Waqf pada tahun 1930 dan diikuti dengan

16

Abdurrohman Kasdi, “Fiqih Wakaf Dari Klasik Hingga Wakaf Produktif”,

(Yogyakarta: Idea Press, 2017), h. 44 17

Andy Agung Prihatna, et.al, ed. Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan: Studi

Tentang Wakaf Dalam Perspektif Keadilan Sosial di Indonesia (Jakarta:Center For The Study of

Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2006), Cet.1, h. 58

Page 74: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

63

pendirian Waqf Affairs Board pada decade 1940-an. Selanjutnya,

keputusan Emir Kuwait pada 29 Jumadil Tsaniyah tahun 1370 H

bertepatan pada 5 April 1950 memberikan jalan bagi adanya regulasi

perwakafan yang lebih maju.18

Secara umum, di masa lalu asset wakaf hanya melingkupi rumah-

rumah tua dan uang yang terbatas. Karena keterbatasan asset tersebut

cukup menyulitkan pembiayaan operasional masjid dan menggaji para

karyawannya. Namun setelah menemukan minyak nilai wakaf yang

berbentuk property berkembang pesat dan dijadikannya komplek

komersial, bangunan pemukiman, pertokoan, dan pusat rekreasi. Pada

tahun 1921, Departemen Wakaf dibentuk oleh Pemerintah Kuwait, pada

tahun 1948, Departemen ini ditugaskan untuk mengelola tempat-tempat

ibadah, dan juga merawat orang-orang yang lemah. Pada saat yang sama

pihak swastapun turut berkontribusi dalam mengelola wakaf yang

disorong melalui pendirian Dewan Wakaf, yang diwakili oleh Syekh

Abdul Al-Jabbar al-Sabah. Selanjutnya struktur lembaga wakaf disahkan

melalui keputusan amir tentang aplikasi syariah islam (termasuk wakaf)

pada tahun 1951.

Ketika Kuwait memproklamirkan kemerdekaannya, Departemen

Wakaf dikonfersikan menjadi Kementraian Wakaf yang diformalkan pada

17 November 1962. Selanjutnya pada 25 Oktober 1965, Kementrian

Wakaf dikembangkan menjadi Kementrian Wakaf dan Urusan-Urusan

Islam. Pada masa invasi 1990-an Irak berhasail dipaksa keluar dari Kuwait

dan melahirkan pembentukan Kuwait Awkaf Public Foundation (KAPF)

pada November 1993, tiga tahun pasca krisis teluk (Gulf Crisis).

Tugas utama KAPF adalah mendorong perkembangan wakaf

berdasarkan pada syariat islam dan mempromosikan perbaikan ekonomi

18

Bank Indonesia, “Wakaf: Pengaturan dan Tata Kelola yang Efektif Seri Ekonomi dan

Keuangan Syariah”, (Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah , 2016), h. 97

Page 75: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

64

budaya dan sosial-kemasyarakatan, dan juga meringankan kaum miskin

dari berbagai kesulitan yang dialaminya.19

Berkaitan dengan sumber

pendanaan wakaf, setiap lembaga wakaf menggalang dan menerima dana

dari sumber-sumber berikut: pendapatan tahunan (sejenis dana abadi);

alokasi dana dari KAPF melalui investasi dan jasa servis; donasi yang

tidak mengikat; dana asing yang disetujui KAPF; wakaf perorangan yang

sesuai dengan tujuan lembaga wakaf. 20

Di Kuwait, fungsi regulator perwakafan dijalankan oleh Ministry of

Awqaf. Tetapi, lembaga pemerintah yang berwenang mengurus asset-aset

wakaf adalah KAPF yang telah terbentuk sejak tahun 1993. Manfaat dari

pengelolaan wakaf dialokasikan untuk pengembangan kesehatan

masyarakat, beasiswa bagi para pelajar, pemberdayaan sosial dan kegiatan

ilmiah.21

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa struktur lembaga wakaf

di Kuwait diatur oleh satu dewan direktur yang terdiri dari sejumlah tokoh

terkemuka yang dipilih oleh ketua badan kepengurusan wakaf. Masa kerja

anggota dewan adalah dua tahun dan dapat dipilih kembali. Sistem

pemilihannya adalah Badan memilih seorang ketua dan wakil ketua dari

anggota dewan yang ada. Dewan dibantu oleh seorang Direktur yang

ditunjuk oleh KAPF (biasanya staf dari KAPF atau orang luar). Direktur

bertindak sebagai anggota dewan dan menjadi sekretarisnya. Dalam

19

Andy Agung Prihatna, et.al, ed. Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan: Studi

Tentang Wakaf Dalam Perspektif Keadilan Sosial di Indonesia (Jakarta:Center For The Study of

Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2006), Cet.1, h. 59 20

Andy Agung Prihatna, et.al, ed. Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan: Studi

Tentang Wakaf Dalam Perspektif Keadilan Sosial di Indonesia (Jakarta:Center For The Study of

Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2006), Cet.1, h. 62 21

Bank Indonesia, “Wakaf: Pengaturan dan Tata Kelola yang Efektif Seri Ekonomi dan

Keuangan Syariah”, (Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah , 2016), h.1 95

Page 76: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

65

melaksanakan tugasnya direktur boleh menunjuk satu atau dua asisten

yang membantunya. 22

“Diperbolehkannya memberikan uang perawatan wakaf baik perbulan atau

pertahun dalam jumlah tertentu yang relative sesuai dengan yang

dihasilkan dalam perawatan wakaf itu sendiri. Dan nadzir diperbolehkan

mengambil keuntungan dari hasil pengembangan wakaf. Jika si pewakif

yang menunjuk nadzir memberikan upah yang cukup untuk kebutuhan si

nadzir untuk mengelolanya, apabila si pewakif tidak memberikan upah

yang mencukupi maka si nadzir boleh memanfaatkan wakaf tersebut”.23

Dalam operasional atau pemberian upah terhadap kinerja seorang

nadzir, seorang nadzir akan menerima upah dengan jumlah yang telah

ditentukan oleh waqif bahkan jika jumlahnya melebihi biaya standard

biasanya, dalam hal jumlah pemberian upah terhadap nadzir memang tidak

ada ketentuannya, apabila terjadi permasalahan terkait kenaikan atau

jumlah upah yang di dapatkan dirasa kurang dari standar, maka hakim

yang memutuskannya. 24

Dari penjelasan diatas telah diketahui bahwasanya dalam sistem

operasional di Negara Kuwait tidak ditentukan berdasarkan presentase

maupun nominalnya namun ditentukan berdasarkan yang telah ditentukan

oleh waqif dan sesuai dengan kebutuhannya berikut dengan kinerjanya

dalam mengelola dan mengembangkan wakaf tersebut.

22

Andy Agung Prihatna, et.al, ed. Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan: Studi

Tentang Wakaf Dalam Perspektif Keadilan Sosial di Indonesia (Jakarta:Center For The Study of

Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2006), Cet.1, h. 62 23

Annadzaratu Wa Akhkamuha, About Endowment Fiqh Of Waqf Waqf Administraion,

Awqaf.org.kw,

ww2.awqaf.org.kw/12/08/2018/Arabic/AboutEndowment/FiqhOfWaqf/Pages/WaqfAdministration

.aspx. 24

Eissa Zaki, “A Summary of Waqf Regulations” (Kuwait: State of Kuwait Awqaf Public

Foundation Department of Studies and External Relations, 2006 AD - 1427 AH), h. 13

Page 77: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

66

2. Mesir

Seperti halnya di Kuwait, praktek wakaf di Mesir sudah ada sejak

dulu bahkan sudah ribuan tahun yang lalu, Mesir mengalami kemajuan

yang sangat pesat dapat dilihat dengan berbagai kemajuan salah satunya

dalam bidang pendidikan, hasil wakaf dibagikan untuk menyokong

operasional tempat-tempat belajar dan menghafal al-qur‟an, mendirikan

sekolah, dan Universitas Al-Azhar, perpustakaan, serta membangun

boarding school khusus anak yatim.25

Keberhasilan wakaf ini di dukung

dari nadzir yang professional.

Dalam perkembangan wakaf terdapat suatu lembaga yang

bernama Badan Wakaf Mesir (Hay‟ah al Awqaf al Mashriyyah), Badan

Wakaf Mesir merupakan sebuah lembaga yang bertanggungjawab atas

pengelolaan dan pemberdayaan asset wakaf atas nama Kementerian

Wakaf. Badan Wakaf ini memiliki kantor cabang di seluruh provinsi

Mesir. Landasan hukum terbentuknya Badan Wakaf Mesir ini adalah

Undang-Undang Nomor 80 tahun 1971 pada pasal 6 mengatur bahwa 75%

penghasilan dari investasi asset wakaf diserahkan kepada kementerian

wakaf untuk disistribusikan kepada peruntukannya sesuai dengan

keinginan wakif, sedangkan 15% penghasilan digunakan untuk biaya

operasional, dan 10% disisihkan untuk dana cadangan yang diinvestasikan

untuk menambah pengahasilan asset wakaf. 26

Jika dilihat dari presentase biaya operasionalnya berbeda 5% dari

biaya operasional (upah) nadzir yang berada di Indonesia, namun ada yang

menjadi perhatian bahwa dalam prakteknya di Mesir, ketentuan 10%

sering dilanggar, karena prosentasenya tidak diambil dari hasil bersih

tetapi dari hasil kotor sebelum dipotong pajak dan lain-lain, ditambah lagi

dengan tunjangan ini dan itu, sehingga imbalan tersebut bias menjadi 15%

25

Yuli Yasin Tayyeb, “Pengelolaan Wakaf Produktif Di Mesir”, Al-Awqaf , V, 2, (Juli,

2012), h. 11 26

Yuli Yasin Tayyeb, “Pengelolaan Wakaf Produktif Di Mesir”, Al-Awqaf , V, 2, (Juli,

2012), h. 7

Page 78: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

67

atau lebih.27

Pada dasarnya ketentuan 15% tersebut masih dalam jumlah

kotor belum dalam jumlah bersih, jika di Indonesia ketentuan 10%

terhitung sudah jumlah bersih, bisa saja ketentuan 15% tersebut jika di

kurangi dengan tunjangan yang lain serta pemotongan pajak menjadi

kurang dari 10%.

Adapun kondisi asset wakaf di bawah Pengelolaan Badan Wakaf

Mesir dapat diberdayakan dengan optimal dan memberikan penghasilan

yang luar biasa sehingga mendukung kemajuan Pembangunan Mesir.

Dalam mengelola aset wakafnya Badan Wakaf Mesir berkontribusi dalam

pembangunan Negara di bidang property, pertanian dan reklamasi tanah

dan bidang ekonomi. Sebagaimana tugas dari badan wakaf adalah

mewakili kementrian wakaf dalam mengelola aset wakaf agar

mendapatkan penghasilan seoptimal mungkin, badan wakaf tidak

mempunyai wewenang dalam mendistribusikan hasil usahanya, melainkan

yang mendistribusikan hasil usahanya sesuai dengan keinginan

(peruntukan) wakif adalah Kementrain wakaf, adapun distribusi wakaf

terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu di bidang agama seperti

membangun masjid dan membayar gaji para petugas masjid tersebut

berikut dengan fasilitas dan peralatan yang diperlukan di masjid tersebut.

Dalam bidang social hasil wakaf tersebut dipergunakan untuk santunan

bulanan kepada yang membutuhkan, atau bantuan temporal kepada fuqara,

serta memberikan beasiswa kepada pelajar yang tidak mampu.28

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengelolaan wakaf

di Mesir di lakukan oleh Badan Wakaf Mesir atas nama Kementerian

Wakaf dan mempunyai berbagai cabang di setiap provinsi, tugas utama

dari Badan wakaf tersebut untuk mengelola dan memproduktifkan harta

wakaf seoptimal mungkin. Hasil dari harta wakaf tersebut didistribusikan

oleh Kementerian Wakaf berdasarkan peruntukan dari wakif. Dalam hal

27

Tolhah Hasan, “Pemberdayaan Nadzir”, Al-Awqaf , IV, 4, (Januari, 2011), h. 13 28

Yuli Yasin Tayyeb, “Pengelolaan Wakaf Produktif Di Mesir”, Al-Awqaf , V, 2, (Juli,

2012), h. 10

Page 79: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

68

operasional pengelolaan zakat Mesir berdasarkan Undang-Undang Nomor

80 tahun 1971 pada pasal 6 75% diperuntukan untuk peruntukan wakif dan

investasi 15% untuk operasional dan 10% untuk pengelola namun pada

prakteknya ketentuan tersebut bersifat kotor jika di bandingkan dengan

Indonesia 10% hasil bersih dari hasil produktifitas harta wakaf.

3. Brunei Darussalam

Berbeda dengan Kuwait dan Mesir, Pelaksanaan wakaf di Brunei

Darussalam di dasarkan pada Laws of Brunei 1/1984.29

Pengelolaan wakaf

secara formal berada di bawah Majelis Ugama Islam Brunei (MUIB),

ketentuan ini ditegaskan dalam Konstitusi Brunei Darussalam pada pasal

77 yang mengatur tentang Majlis Ugama Islam dan Mahkamah-

Mahkamah Kadi, pasal tersebut menyatakan bahwa MUIB adalah lembaga

yang berwenang mengatur dan mengelola seluruh asset wakaf yang berada

di Brunei Darussalam. Baik wakaf „am dan wakaf khas atau wakaf yang

telah jelas peruntukannya oleh wakif.30

Secara prosedur perwakafan di

Brunei ada yang terdaftar dan tidak terdaftar. Untuk wakaf yang tidak

terdaftar biasanya hanya berupa lisan antara nadzir dan wakif, bahkan ada

juga nadzir yang tidak mengetahui ada wakif yang berwakaf. Sedangkan

wakaf terdaftar terdapat bukti berupa surat wakaf resmi dari Majelis

Ugama Islam selaku nadzir. Dan kebanyakan wakaf di Brunei masih

berbentuk masjid dan musholla.31

Adapun yang mengelola wakaf (nadzir) di Brunei terdapat tiga

macam yaitu MUIB selaku nadzir resmi yang ditugaskan langsung oleh

Negara, lembaga berbadan hokum yaitu Kolej Universiti Perguruan

Ugama Seri Begawan (KUPUSB) yang mengelola wakaf tarbiyah

(pendidikan), dan nadzir perorangan yaitu pengurus masjid yang tergabung

29 Bank Indonesia ,Wakaf: Pengaturan Dan Tata Kelola Yang Efektif Seri Ekonomi Dan

Keuangan Syariah, (Jakarta: Departemen Ekonomi Dan Keuangan Syariah , 2016), h. 197 30

Bank Indonesia ,Wakaf: Pengaturan Dan Tata Kelola Yang Efektif Seri Ekonomi Dan

Keuangan Syariah, (Jakarta: Departemen Ekonomi Dan Keuangan Syariah , 2016), h. 64 31

Penghimpunan Wakaf Asia Tenggara, Dyah Ayu Sukma, Kompasiana.Com,

Kompasiana.Com/Dyahayusukma/29/5/2018/Penghimpunan-Wakaf-Asia-Tenggara_

Page 80: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

69

didalam program wakaf melalui masjid.32

Adapun upah yang diterima

nadzir sebagaimana dalam Hukum Brunei Bab 77 Pengadilan Religius dan

Pengadilan Kadis 1984 Ed. Topi . 77 Bagian IV Akun Pasal 111

Pengeluaran dari majlis

“Semua biaya, ongkos dan biaya administrasi property dan aset yang

diserahkan ke Majlis, termasuk biaya pemeliharaan dan perbaikan setiap

harta yang tidak bergerak, gaji dan tunjangan semua hamba Majlis, dan

biaya dan tunjangan yang dibayarkan kepada petugas atau anggota dari

Majlis sehubungan dengan jasanya seperti itu akan dibayarkan dari

property dan aset Dana Abadi Umum”33

Pada dasarnya, asset wakaf yang diterima MUIB akan diupayakan

pokoknya dan dikelola sesuai dengan hukum syariat dan ketentuan yang

disyaratkan wakif. Adapun contoh wakaf yang dikelola oleh MUIB adalah

tanah, bangunan, uang tunai yang diperuntukan untuk pembangunan

masjid, kendaraan seperti mobil jenazah, buku-buku agama, kitab suci al-

Qur‟an, peralatan computer, AC, peralatan-peralatan masjid, dan lain-lain.

MUIB juga melakukan investasi asset-aset wakaf yang berpotensi untuk

diproduktifkan salah satu contohnya adalah tanah wakaf Lot 11613 dan

Lot 11106 yang diatasnya dibangun penginapan dan restoran yang

disewakan kepada masyarakat luas. Hasil sewa dari gedung tersebut

menjadi sumber pendapatan bulanan MUIB yang selanjutnya disalurkan

kepada Umat Islam yang membutuhkan.34

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan untuk operasional harta

wakaf nadzir mendapatkannya dari asset Dana Abadi Umum bukan dari

hasil produktifitas harta wakaf. Untuk pendistribusian manfaat wakaf

32

Ulfah Sisi Yatiningrum, “Praktek Pengelolaan Wakaf Di Negara Muslim (Studi Pada

Negara Brunei Darussalam)”, (Skripsi S-1 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah, 2017), h. 54 33

Law Of Brunei, Chapter 77 Religius Counsil And Kadis Courts, Revised Edition 1984,

H.55 34

Bank Indonesia , Wakaf: Pengaturan dan Tata Kelola yang Efektif Seri Ekonomi dan

Keuangan Syariah,( Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah , 2016), h. 64

Page 81: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

70

Brunei cenderung menyalurkannya ke bidang pendidikan dan infrastuktur

yang bersifat keagamaan belum semodern Mesir dan Kuwait dan

bedasarkan peruntukan yang diisyaratkan oleh wakif.

C. Upah Amil di Beberapa Negara Islam

1. Kuwait

Perkembangan pengelolaan zakat di Kuwait terbagi menjadi tiga

fase. Pertama, pengelolaan individu. Zakat dikelola sukarela dan

bersifat pribadi dengan inisiatif para dermawan dalam membantu

mereka yang membutuhkan. Kedua, fase pegelompokan kelompok.

Tahap ini berlangsung bersamaan dengan berkembangnya masyarakat

Kuwait seiring dengan perkembangan perdagangan sebagai sumber

utama pendapatan Negara. Ketiga, fase pengelolaan secara

kelembagaan. Munculnya cikal bakal pengelolaan zakat dalam bentuk

lembaga yang terorganisir bermula pada abaad ke-20 dengan

dirikannya al-jam‟iyyah al-Khairiyyah al-Arabiyyah pada 1913 M. 35

Lembaga zakat di bawah dua kementrian yaitu Menteri Wakaf dan

Urusan Islam yang bertugas mengarahkan kerja Baituz Zakat Kuwait

dan kemeterian Sosial dan tenaga kerja yang bertugas megurus

lembaga zakat swasta milik lembaga-lembaga kebajikan.36

Undang-undang pendirian lembaga pemerintah yang bertugas

mengurusi zakat di Kuwait disahkan, disetujui parlemen, dan

diterbitkan sebagai undang-undang pendirian Bait az-Zakah dengan

nomor 5/82 tertanggal 21 Rabi‟ul Awwal 1403 H bertepatan dengan 16

Januari 1982.

Baituz Zakah mempunyai dewan direksi yang dipimpin langsung

menteri waqaf dan urusan islam dengan anggota: wakil kementrian

35

Aminuddin K, “Model-Model Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim”, Jurnal Ahkam, III,

1, (Juli, 2015), h. 151 36

Aminuddin K, “Model-Model Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim”, Jurnal Ahkam,

III, 1, (Juli, 2015), h. 152

Page 82: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

71

waqaf dan urusan islam , wakil kementrian sosial dan tenaga kerja,

direktur utama institusi jaminan sosial, kepala rumah tangga istana,

enam warga Kuwait yang memilki pengalaman dan keahlian

dibidangnya yang tidak menjabat di instansi pemerintah yang

ditentukan oleh pemerintah melalui sidag cabinet dengan masa jabatan

3 tahun dan bisa diperpanjang.37

Baituz Zakat Kuwait konsen dengan perencanaan strategis sejak

pendiriannya. Mereka meyakini pentingnya perencanaan dalam

mengantarkan lembaga pada sarana-sarana dan tujuan di masa

mendatang. Hal tersebut dilakukan dengan menempuh cara dan

metodologi ilmiah, serta kajian yang terencana. Aktivitas perencanaan

di Baituz zakat berkembang sesuai dengan perkembangan menejemen

dan acara kerja didalamnya. Pada saat ini, hal tersebut bertumpu pada

para pegawai yang ahli dalam merumuskan strategi dengan

menggunakan panduan dan metodologi perencanaan strategis yang

paling mutakhir. 38

Pendistribusian zakat dilakukan oleh Baituz Zakat dengan

berpedoman pada alokasi (sasaran) yang sesuai dengan tuntutan

syari‟at yang disebut dalam al-Qur‟an yaitu delapan ashnaf dengan

menetukan skala prioritas dari sisi kebutuhan dan menentukan nilai

dana zakat berdasarkan hitungan yang teliti secara berkala (tidak habis

dalam satu waktu).39

Pemberian upah atau gaji untuk amil di Baituz

Zakat dibayarkan dari baitul mal atau kerajaan dan semua hasil

pungutan zakat didistribusikan kepada asnaf yang lain.40

lebih dari 85

37

Faisal, “Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim Dan Indonesia (Pendekatan

Teori Investigasi – Sejarah Charles Pierce Dan Devisit Kebenaran Lieven Boeve”, Analisis, XI, 2,

(Desember, 2011), h. 254 38

Faisal, “Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim Dan Indonesia (Pendekatan

Teori Investigasi – Sejarah Charles Pierce Dan Devisit Kebenaran Lieven Boeve”, Analisis, XI, 2,

(Desember, 2011), h. 255 39

Aminuddin K, “Model-Model Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim”, Jurnal Ahkam,

III, 1, (Juli, 2015), h. 152 40

Hairulfazli Mohammad Som Dan Azman Ab Rahman, “Konsep Amil Dan

Peranannnya Dalam Pengurusan Zakat”, Kajian Syariah Dan Undang-Undang, III, Part 1

Page 83: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

72

persen dari dana zakat didistribusikan kepada orang miskin dan orang

yang membutuhkan (fakir).41

Dalam hal sistem pendistribusian zakat

di baituzzakah mengadopsi sistem pendistribusian Sudan namun di

Sudan Sendiri 65% dana zakatnya didistribusikan langsung kepada

orang miskin dan 35% nya didistribusikan untuk membeli sarana

produksi, untuk diberikan kepada keluarga yang membutuhkan.42

Dari uraian diatas dapat disimpulkan Amil yang bertugas untuk

memungut, mengumpulkan serta mendistribusikan zakat di Negara Kuwait

mendapatkan upah dari baitul mal atau dibayarkan dari kerajaan itu sendiri

adapun untuk pendistribusiannya sesuai dengan delapan ashnaf yang

disebutkan dalam al qur‟an namun lebih dari 85% dari dana zakat tersebut

didistribusikan kepada fakir dan miskin dan 15 % lainnya untuk asnaf yang

lainnya dan yang bersifat produktif. Dalam hal ini terdapat dana zakat yang

bersifat konsumstif dan produktif.

2. Mesir

Seperti halnya di Kuwait, pengelolaan zakat di negara Mesir juga

mengalami perkembangan dan semakin modern, kemajuan dalam pengelolaan

zakat juga didukung dengan amil zakat yang professional sehingga dalam

manajemen dan pendistribusian zakat pun tepat sasaran. seperti halnya Bank

Faisal Naser dimana melalui bank tersebut setiap nasabah bisa membayar

zakat dan yang berhak menerima (mustahik) zakatnyapun jelas dan Bank

menyetujui untuk membayar zakat atas nama nasabah.43

41

Rose Binti Abdullah , Zakat Management In Brunei Darussalam: A Case Study,

Seventh International Conference – The Tawhidi Epistemology: Zakat And Waqf Economy, (Bangi

2010), H. 381 42

Rose Binti Abdullah , Zakat Management In Brunei Darussalam: A Case Study,

Seventh International Conference – The Tawhidi Epistemology: Zakat And Waqf Economy,

(Bangi, 2010), H. 382 43

Hosam Elsayed Abdhelhalim Aamr Helal, “What is The Required Role Of The State In

Egypt Concerning Zakat?”, Institute Of Social Studies, The Hague, The Netherland, (Juli, 2012),

h. 31

Page 84: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

73

Jika melihat penjelasan diatas bahwa Mesir dalam hal pendistribusian dan

pengelolaan zakat dilakukan oleh lembaga semi-pemerintah yang

menghimpun zakat secara sukarela dan menyalurkan zakat tersebut kepada

mereka yang berhak. Distribusi zakat dilakukan kantor dan cabang bank

berdasarkan rekomendasi dari panitia amil zakat lokal. Dalam hal ini, Bank

tidak mengambil bagian dana zakat sebagai amil, dan panitia lokal bekerja

secara sukarela.44

Dalam hal pendistribusian zakat Mesir yang dilakukan di Naser Sosial

Bank mengadopsi negara Sudan dimana 65 % dari dana zakat didistribusikan

kepada fakir miskin serta 35% nya didistribusikan untuk membeli sarana

produksi, untuk diberikan ke keluarga yang membutuhkan.45

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan perkembangan zakat semakin maju

bahkan sudah dapat berzakat melalui salah satu bank yaitu Bank Faisal Naser

melalui bank tersebut nasabah dapat mengetahui pendistribusian zakatnya.

Amil disini bersifat sukarela maka tidak ada ketentuan secara presentase

maupun nominal berapa upah yang diterima amil. Namun jika amil tersebut

termasuk kedalam orang miskin ataupun yang membutuhkan maka ia berhak

menerima bagian zakat tersebut.

3. Brunei Darussalam

Pengelola (pentadbiran dan pengurusan) zakat di Negara Brunei

Darussalam di bawah pimpinan bidang kuasa Majlis Ugama Islam

(MUIB), yang pertama kali didirikan tahun 1970 dengan nama bagian

44

Yusuf Wibisono, “Mengelola Zakat Indonesia Diskursus Pengelolaan Zakat Nasional

Dari Rezim Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Ke Rezim Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2011”, (Jakarta : Prenada Media Group, 2015), Cet. 1, h.152 45

Rose Binti Abdullah , “Zakat Management In Brunei Darussalam: A Case Study,

Seventh International Conference – The Tawhidi Epistemology: Zakat And Waqf Economy”,(

Bangi, 2010), H. 382

Page 85: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

74

Baitul Mal Zakat dan Fitrah, dan mengalami perubahan pada tahun 1995

menjadi unit Zakat dan Fitrah (setelah berbentuk Badan Tanmiah Harta

MUIB), namun pada saat ini pengurusan zakat dilakukan salah satu unit

pejabat Majlis Ugama Islam Brunei yaitu: Unit Kutipan dan Agihan Zakat

(UKAZ) yang bertanggungjawab terhadap pengumpulan dan pengelola

zakat di Brunei Darussalam. Adapun zakat yang diterima UKAZ Meliputi

zakat harta (maal) dan zakat fitrah. Dan berdasarkan Fatwa Agihan Zakat

MUIB zakat tersebut hanya diditribusikan kepada 6 (enam) golongan

(ashnaf) yaitu: fakir, miskin, amil, mu‟allaf , al Gharimin, fi sabilillah,

namun lebih menekankan kepada ashnaf fakir, miskin dan muallaf.46

Selain 6 asnaf tersebut ada dua asnaf yang tidak disebutkan untuk

menerima zakat yaitu firriqab dan fisabillah menurut Hukum Islam

keduanya berhak menerima zakat akan tetapi menurut fatwa Mufti

Kerajaan Brunei kedua asnaf tersebut tidak ada di Brunei Darussalam.47

Adapun Majelis Ugama Islam Brunei mengeluarkan keputusan tentang

pengeluaran uang zakat kepada asnaf fakir dan miskin sebagai berikut:

1. Setiap kepala keluarga sebanyak $ 1.200.00 dan sebanyak $480.00 bagi

setiap tanggungannya ( berlaku pada tahun 2008)

2. Pembayaran dilakukan berangsur-angsur selama 12 bulan mulai bulan

September sampai bulan agustus tahun depan, yang dimasukkan kedalam

tabungan bank masing-masing. Tujuan diberikan secara berangsur-angsur

agar dapat membantu penerima (fakir miskin) dalam menggunakan untuk

biaya belanja mereka

3. Pembayaran zakat harta akan diberikan sebanyak dua kali yaitu ketika

menyambut hari raya idul fitri dan pada awal bulan desember

46

Elis Kartika Sari, “Pengelolaan Zakat Negara Brunei Darussalam”, Supremasi Hukum,

VIII, 1 (2012), h. 20 47

Bahrom, “Distribusi Zakat Di Negara Brunei Darussalam” Penerjemah Didin

Hafidhuddin et al dalam , “The Power Of Zakat Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia

Tenggara”, (Malang: UIN- Malang Press, 2008), h. 279

Page 86: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

75

Adapun strategi yang digunakan daalam pendistribusian zakat melalui

program bantuan dengan kadar yang didasarkan pada

a. bantuan untuk keperluan dasar (bantuan bulanan, bantuan tempat tinggal

dll)

b. bantuan untuk meningkatkan ekonomi (peralatan untuk usaha dll)

c. bantuan untuk keperluan pendidikan

d. bantuan untuk kepentingan dakwah dan syiar islam

e. bantuan untuk muallaf berupa menaikkan haji48

Amil adalah orang yang dilantik untuk menerima atau memungut

zakat harta dan zakat fitrah dalam menjalankan tugasnya, amil

mendapatkan bayaran atau upah atas tugas mereka dalam menjalankan

pemungutan zakat dan menyampaikan bantuan-bantuan kepada asnaf-

asnaf yang berhak dikawasan dan kampung mereka masing-masing. Amil

juga mendapatkan beg, kalkulator, computer dan sebagainya untuk

menunjang kinerjanya. Serta mendapatkan biaya pembelanjaan

pentadbiran zakat.49

Mesir, Kuwait dan Brunei merupakan negara yang menganut

sistem pengelolaan zakat secara sukarela dimana terdapat tiga varian

pengelolaan zakat didalamnya. Pertama, pengelolaan zakat oleh lembaga

amal swadaya masyarakat yang banyak terdapat diberbagai Negara dan

komunitas muslim. Pemerintah dapat mengontrol lembaga-lembaga ini

sebagaimana control terhadap lembaga nirlaba lainnya. lembaga amal ini

dicirikan oleh tingkat kepercayaan donor yang tinggi. Aktivitas lembaga

amal ini kadang mampu menjangkau seluruh negeri, bahkan hingga

48

Elis Kartika Sari, “Pengelolaan Zakat Negara Brunei Darussalam”, Supremasi Hukum,

VIII, 1 (2012), H. 20 49

Bahrom, “Distribusi Zakat Di Negara Brunei Darussalam” Penerjemah Didin

Hafidhuddin et al dalam , “The Power Of Zakat Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia

Tenggara”, (Malang: UIN- Malang Press, 2008), H.282

Page 87: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

76

internasional.50

Seperti hanya Brunei yang membebaskan masyarakatnya

untuk membayar atau mengumpulkan zakat kepada amil yang sudah di

lantik, biasanya yang menjadi amil adalah para tokoh masyarakat, imam,

dan lainnya. selain mendapatkan bagian sebagai amil, amil di brunei juga

mendapatkan fasilitas lain seperti mendapatan peralatan yang menunjang

pekerjaannya dan biaya operasional zakat itu sendiri.

Kedua, pengelolaan zakat oleh lembaga semi-pemerintah yang

menghimpun zakat secara sukarela dan menyalurkan zakat tersebut kepada

mereka yang berhak. Seperti halnya Nasser Sosial Bank (1971) di Mesir.

Untuk pengelolaan zakat ini, bank mendirikan departemen khusus untuk

zakat. Bank menerima zakat melalui panitia local atau pembayaran

langsung ke kantor dan cabang bank. Distribusi zakat dilakukan kantor dan

cabang bank berdasarkan rekomendasi dari panitia amil zakat local.

Sedangkan bank sendiri tidak mengambil bagian dana zakat sebagai amil,

dan panitia local bekerja secara sukarela. 51

dalam hal ini panitia lokal

yang mendapatkan bagian amil tersebut sebagai imbalan atau bagian yang

diterima dari pendistribusian zakat.

Ketiga, pengelolaan zakat oleh lembaga pemerintah secara khusus

didirikan Negara untuk menerima dan menyalurkan zakat. Beberapa

negara mendirikan lembaga pengelola zakat yang secara hukum dan

finansial adalah independen, seperti halnya Kuwaity Bayt al-Zakat karena

ia berada dibawah kementerian wakaf.52

Dan dalam hal pemberian upah

terhadap amil di Baituz Zakat dibayarkan dari baitulmal atau kerajaan dan

semua hasil pungutan zakat didistribusikan kepada asnaf yang lain.

50

Yusuf Wibisono, “Mengelola Zakat Indonesia Diskursus Pengelolaan Zakat Nasional

Dari Rezim Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Ke Rezim Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2011”, (Jakarta : Prenada Media Group, 2015), Cet. 1, h. 151 51

Yusuf Wibisono, “Mengelola Zakat Indonesia Diskursus Pengelolaan Zakat Nasional

Dari Rezim Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Ke Rezim Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2011”, (Jakarta : Prenada Media Group, 2015), Cet. 1, h.152 52

Yusuf Wibisono, “Mengelola Zakat Indonesia Diskursus Pengelolaan Zakat Nasional

Dari Rezim Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Ke Rezim Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2011”, (Jakarta : Prenada Media Group, 2015), Cet. 1, h. 152

Page 88: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

77

Adapun kesimpulan dari pembahasan dalam bab ini adalah sebagai

berikut:

Praktek Pengupahan Nadzir wakaf dan Amil zakat sudah ada sejak

zaman dahulu dan disertai dengan perkembangan pengelolaan zakat dan

wakaf itu sendiri, dalam sejarahnya terbagi menjadi tiga masa yaitu, masa

Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, masa Thabi‟in adapun perapan peraturan

perwakafan pertama pada masa Dinasti Utsmaniyah yang didalamnya

mengatur tentang pencatatan, sertifikasi dan tata cara pengelolaan wakaf

guna mencapai tujuan wakaf dan perlembagaan wakaf dalam upaya

merealisasikan wakaf dari sisi administrasi dan perundang-undangan.

Dalam hal pengupahan nadzir di Kuwait dalam operasionalnya

seorang nadzir akan menerima upah dengan jumlah yang telah ditentukan

oleh waqif bahkan jika jumlahnya melebihi standard biasanya, dan

disesuaikan dengan kebutuhan dan kinerjanya, apabila wakif tidak

memberikan upah yang cukup maka nadzir diperbolehkan untuk

memanfaatkan wakaf tersebut, dalam hal jumlah upah yang diterima

nadzir memang tidak ada ketentuannya, dan jika terjadi permasalahn tekait

upah yang tidak memnuhi standard maka nadzir berhak meminta hakim

untuk memutuskan upahnya. Jika di negara Mesir, menurut Undang-

Undang No 80 tahun 1971 pada pasal 6 mengatur bahwa 75% pengasilan

dari investasi asset wakaf diserahkan kepada kementrian wakaf untuk

didistribusikan kepada peruntukannya sesuai dengan keinginan wakif,

sedangkan 15% penghasilan dipergunakan untuk biaya operasional dan

10% disishkan untuk dana cadangan yang diinvestasikan untuk menambah

penghasilan asset wakaf. Berbeda dengan Kuwait dan Mesir, di Brunei

dalam operasional wakaf sebagaimana dalam Hukum Brunei Bab 77

Pengadilan Religious dan Pengadilan Kadis 1984 Ed. Topi. 77 Bagian IV

Akun Pasal 11 bahwasanya upah pengelola wakaf diambil dari Dana

Abadi Umum.

Page 89: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

78

Dengan demikian, untuk operasional amil di Kuwait dan Mesir

diambil dari baitul mal atau kas negara/pemerintah sementara di Brunei

amil mendapatkan bayaran/upah atas tugas mereka dalam menjalankan

pemungutan zakat dan menyampaikan bantuan-bantuan kepada asnaf-

asnaf yang berhak di kawasan dan kampung mereka masing-masing, amil

juga mendapatkan beg, kalkulator, computer dan sebagainya untuk

menunjang kinerjanya, serta mendapatkan biaya pembelanjaan pentadbiran

zakat.

Page 90: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

79

BAB IV

Pandangan Ulama Tentang Upah Nadzir Wakaf dan Amil Zakat

A. Larangan Upah Bagi Nadzir Wakaf Dan Amil Zakat

Menurut pandangan Ibn „At dan Ibn Marzuq dari Malikiyah, bahwa nadzir

tidak mengambil upah dari wakaf yang dikelolanya, melainkan dari Negara

bila wakaf dikelola oleh pemerintah, atau baitul mal.1 Adapun beberapa

pandangan ulama terkait larangan upah bagi nadzir yang dilakukan beberapa

pihak adalah sebagai berikut:

1. Penentuan Upah Oleh Wakif

a. Seorang wakif memberikan upah kepada nadzir melebihi upah

standard

Menurut ulama Hanabilah, hak ini tidak boleh diambil oleh nadzir,

untuk mendapatkan tambahan upah tersebut, seorang nadzir harus

memberikan bukti tertulis dari wakif yang menyatakan dia berhak

menerimanya. Jika wakif menentukan tambahan upah untuk nadzir, ia

berhak menerima upah tersebut, tetapi dengan status sebagai orang yang

berhak menerima wakaf (mustahik) bukan sebagai pengelola. Hal ini

selaras dengan pendapat ulama lainnya seperti Syafi‟iyah, Malikiyah

ataupun Hanafiyah.

Sebagian ulama Hanafiyah berpendapat jika wakif memberikan

upah kepada nadzir yag ditunjuk untuk mengelola wakafnya melebihi

standard, kemudian nadzir tersebut menyerahkan urusannya kepada orang

lain, maka orang yang diserahi urusan wakafnya tersebut hanya

mendapatkan upah standard saja. Karena yang berhak mendapatkan

kelebihan upah hanya nadzir yang ditunjuk oleh wakif. Orang yang

1 Wahiduddin Adams, “Signifikansi Peran Dan Fungsi Nazhir Menurut Hukum Islam

Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004”, Al-Awqaf , IV, 4,( Januari, 2011), H. 46

Page 91: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

80

diserahi urusan wakaf oleh nadzir tidak berhak mendapatkan upah yang

lebih dari standard. Karena dia tidak termasuk dalam syarat wakif.2

Apabila seorang nadzir sendiri adalah wakif maka menurut ulama

Syafi‟iyah, ia tidak memiliki hak tambahan upah, hal ini berdasarkan dua

sebab yaitu:

1) Kelebihan upah itu didapatkan nadzir karena posisinya sebagai

mustahik, bukan sebagai wakif.

2) Wakaf terhadap diri sendiri tidak diperbolehkan, atas dasar

tersebut kelebihan upah standard akan menyembunyikan maksud

dari wakaf terhadap diri sendiri, untuk mencegah hal tersebut,

mereka melarangnya.

Ulama Hanabilah menetapkan jika upah nadzir melebihi upah

standard, maka nadzir harus mengeluarkan sebagian upahnya untuk

kepentingan wakaf.3

Adapun dari beberapa pendapat mengenai larangan pemberian

upah kepada nadzir yang ditentukan oleh wakif didasarkan pada kelebihan

upah yang diterima oleh nadzir yang melebihi standard upah nadzir pada

umumnya dan larangan mengenai nadzir yang merangkap sebagai wakif

karena hal tersebut akan menyembunyikan maksud dari berwakaf terhadap

diri sendiri.

2. Penentuan Upah Oleh Hakim

a. Nadzir termasuk jenis orang yang tidak mengambil upah dari

pekerjaan sukarela

2 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama

Dan Terlengkap Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf Serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa Republika Dan Iiman Press, 2004), h. 502 3 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama

Dan Terlengkap Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf Serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa Republika Dan Iiman Press, 2004), h. 503

Page 92: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

81

Menurut Ulama Hanabilah hakim tidak diharuskan untuk

menentukan upah atas kinerja nadzir. Sebab dari sebagian manusia ada

yang mempunyai citra diri yang tinggi untuk tidak menerima upah atas

pekerjaan yang dilakukan, ia bekerja dengan sukarela tanpa

mengaharapkan imbalan apa-apa, dan termasuk orang yang memeiliki

kedududkan tinggi dalam perilakunya yang selalu menjaga

kehormatannya. Dan hal itu sesuai dengan kaidah fikih yang berbunyi,

“kebaikan yang telah diketahui bagaikan sebuah syarat yang telah

diisyaratkan”. Maka kesanggupan dan penerimaan nadzir dalam

mengelola wakaf tanpa adanya penetuan upah terlebih dahulu

dianggap sebagai syarat yang menyatakan bahwa tidak adanya hak dia

untuk mendapatkan upah atas kerjanya.4

b. Nadzir tidak berhak mendapatkan upah terkecuali membutuhkan

Dalam kitab al-furu’ disebutkan “tidak boleh bagi wali anak kecil

untuk mengambil sebagian harta dari anak asuhnya. Kecuali lebih

sedikit dari upah standard atau sesuai dengan kebutuhannya”. Nadzir

dikiaskan sebagai orang tua yang mengurusi anaknya, maka nadzir

tersebut tidak diperkenankan untuk mendapatkan upah dari mengasuh

anaknya terkecuali ia membutuhkan dan pemgambilan tersebut

berdasarkan kebutuhan.5

Menurut ulama Syafi‟iyah nadzir tidak berhak mendapatkan upah

kecuali dia membutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya dan dia

menuntutnya, upah yang diambil dari keuntungan wakaf disesuaikan

dengan kinerja dan kebutuhannya saja. Namun, jika nadzir tersebut

4 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama

Dan Terlengkap Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf Serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa Republika Dan Iiman Press, 2004), h. 509 5 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama

Dan Terlengkap Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf Serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa Republika Dan Iiman Press, 2004), h. 50

Page 93: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

82

tidak membutuhkannya, maka nadzir tersebut tidak mempunyai hak

sedikitpun dari hasil wakaf tersebut. 6

Dari uraian pendapat ulama tersebut dapat disimpulkan seorang nadzir

tidak diperkenankan mendapatkan upah karena nadzir merupakan

pekerjaan suka rela yang tidak ada ketentuan untuk diberikan upah dan

apabila nadzir merupakan orang mampu maka upah tersebut tidak boleh ia

terima.

Selain larangan upah bagi nadzir, adapula larangan upah bagi amil,

dalam menjalankan tugasnya sebagai pengumpul, pendistribusi zakat, dan

orang yang amanah dalam menjalankan tugas, seorang amil tidak

diperbolehkan untuk menerima hadiah, sogokan, atau hibah dalam bentuk

uang ataupun barang yang berkaitan dengan statusnya.7 Selain itu bagian

yang diberikan kepada panitia zakat (amil) dikategorikan sebagai upah atas

kerja yang dilakukannya. Panitia masih tetap diberi bagian zakat,

meskipun ia orang kaya, karena, jika itu dikategorikan sebagai zakat atau

sedekah, dia tidak boleh mendapatkannya. 8

Sebagaimana dalam Fatwa MUI tentang Amil Zakat disebutkan:

“Amil zakat yang telah memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta

dalam tugasnya sebagai Amil tidak berhak menerima bagian dari dana

zakat yang menjadi bagian Amil. Sementara amil zakat yang tidak

memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta berhak menerima bagian

dari dana zakat yang menjadi bagaian Amil sebagai imbalan atas dasar

prinsip kewajaran”. 9

6 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama

Dan Terlengkap Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf Serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa Republika Dan Iiman Press, 2004), h. 507 7 Elsi Kartika Sari, “Pengantar Hukum Zakat Dan Wakaf”, (Jakarta: PT Grasindo, 2006),

h. 39 8 Wahbah Zuhayly, “Zakat: Kajian berbagai Madzhab”, cet, 6, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2005), h. 283 9 Fatwa MUI Nomor 8 tahun 2011 tentang Amil Zakat

Page 94: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

83

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa larangan pemberian upah

kepada amil zakat berlaku apabila amil sudah mendapatkan gaji yang ia

peroleh dari negara atau lembaga swasta dan ia tidak berhak mendapatkan

bagian sebagai amil (mustahik zakat).

B. Kebolehan Upah Bagi Nadzir Wakaf Dan Amil Zakat

Nadzir berhak menerima upah untuk jerih payahnya adalam mengurus

harta wakaf, selama ia melakasanakan tugasnya dengan baik. Besaran upahnya

disesuaikan dengan ketentuan wakif, bisa sepersepuluh seperdelapan atau

berapa saja yang pantas menurut pertimbangan wakif. Apabila wakif tidak

menentukan besaran upah nadzir, maka hakim dapat menentukan besaran

upahnya baik perbulan atau pertahun sesuai dengan berat ringan tugas yang

diembannya. 10

Bahkan dalam suatu riwayat dijelaskan “bayar hak seorang pekerja itu,

sebelum keringatnya kering”11

. Hal ini sudah dilakukan oleh Rasullullah

sendiri dan juga sabahat Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib. Menurut

ulama Hanafi, Maliki dan Imam Ahmad, nadzir berhak mendapatkan upah

dari hasil usaha wakaf yang telah dikembangkan. Adapun besarnya berbeda

satu dengan yang lain, sesuai dengan tanggungjawab dan tugas diembannya.

Namun harus disesuaikan dengan ketentuan wakif, jika wakif tidak

menentukan maka ditetapkan hakim atau kesepakatan para

pengelola/managemen wakaf yang ada.12

Sedangkan para pengurus zakat

berhak menerima zakat karena status mereka adalah sebagai pegawai. Karena

itu, orang yang statusnya seperti itu, ia perlu diberi bagian zakat sesuai dengan

10

Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf , cet. 1, (Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press, 1988), h. 92 11

Imam al-Hafidh Ibnu Hajar al-„Asqolani, Kitab Bulughul Maram min ‘Adillah al-

Ahkam, (Surabaya: al-haramain), h. 195 12

Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,

“Kumpulan khutbah Wakaf”, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), h.125

Page 95: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

84

statusnya tersebut, baik kaya maupun miskin.13

Adapun dalam besaran upah

atau bagiannya, para ulama berbeda pendapat.

Untuk lebih jelasnya maka berikut pandangan ulama terkait kebolehan

upah bagi nadzir dan amil.

1. Kebolehan Upah Bagi Nadzir Wakaf

Para Ulama fikih dari berbagai madzhab menyetujui adanya

pemberian upah atau imbalan kepada nadzir yang mengelola harta

benda wakaf, namun dalam hal jumlah imbalan yang diberikan kepada

nadzir jumhur ulama berbeda pendapat, dan dari mana dana imbalan

itu dikeluarkan. Yang menjadi rujukan dalil mereka antara lain

pernyataan Umar bin Khattab dalam pengelolaan wakafnya:14

لمى عروف ويطعم غير مت ها أن يأكل منها بالم لاجناح على مه ولي

Artinya:

“Tidak dilarang bagi orang yang mengurusinya (nadzir) untuk

mengambil makan dari (hasil) harta wakaf dengan cara yang baik,

atau untuk memberi jamuan kepada temannya, tanpa maksud

mengambil kekayaan dari harta wakaf itu”.(H.R Bukhari)15

Berdasarkan hal tersebut diatas, Ulama fikih dalam Madzhab

Hanafiyah, Malikiyah, Syafi‟iyah, maupun Hanabilah sepakat jika nadzir

menerima imbalan sesuai upah standard (ajrun al-mitsl) atau lebih. Hanya

saja diantara mereka terdapat perbedaan tentang penerimaan imbalan

tersebut (apalagi yang melebihi upah standard)16

apakah dapat langsung

menerima atau langsung mengambil, atau harus menunggu nominalnya

13

Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Fiqih Zakat Kontemporer Soal Jawab Ihwal Zakat

Dari Yang Klasik Hingga Terkini,(Solo: Al-Qowam, 2011), h. 299 14

Muhammad Subari bin Ramli, Marliana binti Abdullah, “Penentuan Kadar Ujrah Al-

Nazir Dalam Pengurusan Wakaf”, International Research Management and Innovation

Conference 2014 (IRMIC 2014) KL, 17 – 18 November 2014, h.754 15

Imam Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), 2532 16

Tolhah Hasan, “Pemberdayaan Nadzir”, Al-Awqaf, IV, 4,( Januari, 2011), H. 12

Page 96: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

85

dari wakif atau dari hakim dan dari mana dana tersebut diambil, apakah

dari baitul mal atau dari hasil bersih harta wakaf tersebut.

Karena tugasnya yang berat maka nadzir berhak mendapatkan haknya

dari pengelolaan wakaf. Seperti pada umumnya bahwa nadzir berhak

memperoleh hasil pengembangan wakaf paling banyak 10%. Sedangkan di

Indonesia nadzir memperoleh imbalan dari hasil bersih atas pengelolaaan

dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi

10%.17

Adapun beberapa pandangan ulama mengenai kebolehan memberi

upah kepada nadzir wakaf adalah sebagai berikut:

Hadist Umar ra yang mewakafkan tanahnya di Khaibar beliau

mengatakan:

لمى عروف ويطعم غير مت ها أن يأكل منها بالم لاجناح على مه ولي

Artinya:

“Tidak dilarang bagi orang yang mengurusinya (nadzir) untuk

mengambil makan dari (hasil) harta wakaf dengan cara yang baik,

atau untuk memberi jamuan kepada temannya, tanpa maksud

mengambil kekayaan dari harta wakaf itu”. (H.R Bukhari)18

Dan hadits tentang upah pada zaman Rasulullah

“Siapa yang bekerja dengan kita (orang Islam) dan ia tidak

mempunyai tempat tinggal hendaklah disediakan kepadanya rumah.

17

Uswatun Hasanah, “Urgensi Pegawasan Dalam Pengelolaan Wakaf Produktif,

Universitas Indonesia”, Al Ahkam Jurnal Pemikiran Hukum Islam, XXII, 1, (April, 2012) , h. 74 18

Imam Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), 2532

Page 97: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

86

Jika ia belum kawin hendaklah dipilihkan jodoh untuknya dan jika

tidak ada kendaraan hendaklah disediakan kendaraan untuknya”.19

Kedua hadits tersebut menjelaskan mengenai upah yang boleh

diambil dari hasil pengembangan wakaf, serta sikap dalam menentukan upah

yang sesuai dengan kelayakan dan kecukupan sebagaimana mereka adalah

keluarga kita sendiri, apabila kita makan dan tidur dengan enak maka

hendaklah mereka juga merasakan hal yang sama dengan majikan (wakif).

Dalam menentukan kadar upah juga harus sesuai dengan kinerjanya dalam

merawat dan mengembangkan harta wakaf.

Penentuan upah bisa dilakukan oleh beberapa pihak yaitu:

a. Penentuan Upah Oleh Wakif

Pandangan para Ulama dalam hal menentukan besaran upah yang

diberikan kepada nadzir, seorang wakif berhak menentukannya. Dan

dalam penentuannya itu wakif boleh menentukan upah yang sesuai

dengan ukuran kelayakan menurut pandangan dia. Oleh karenanya

kesempurnaan wakaf akan tercapai jika sesuai dengan apa yang

diisyaratkan wakif termasuk juga dalam hal menentukan mustahik dan

upah nadzir.

1) Seorang wakif memberikan upah kepada nadzir melebihi upah

standard.

Dalam terjemahan kitab al is’af dikatakan bahwa apabila si

wakif memberikan upah lebih besar dari upah standard maka hal

tersebut diperbolehkan karena jika dia memberikan upah kepada

orang yang tidak diisyaratkan saja diperbolehkan, maka

memberikan upah kepada yang diisyarakatkan lebih diutamakan,

19

Muhammad Subari bin Ramli, Marliana binti Abdullah, “Penentuan Kadar Ujrah Al-

Nazir Dalam Pengurusan Wakaf”, International Research Management and Innovation

Conference 2014 (IRMIC 2014) KL, 17 – 18 November 2014, h.754

Page 98: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

87

terlebih kesempurnaan wakaf tergantung pada syarat wakif selama

tidak bertentangan dengan hukum (yang telah ditentukan).20

Sebagian ulama Hanafiyah berpendapat jika wakif memberikan

upah kepada nadzir yang ditunjuk untuk mengelola wakafnya

melebihi standard, kemudian nadzir tersebut menyerahkan

urusannya kepada orang lain, maka orang yang diserahi urusan

wakafnya tersebut hanya mendapatkan upah standard saja. Karena

yang berhak mendapatkan kelebihan upah hanya nadzir yang

ditunjuk oleh wakif. Orang yang diserahi urusan wakaf oleh nadzir

tidak berhak mendapatkan upah yang lebih dari standard. Karena

dia tidak termasuk dalam syarat wakif. Kecuali jika wakif

menyamarakatan hal tersebut, kecuali jika wakif menyamarakan

hal tersebut seperti menentukan upah yang lebih dari semestinya

menjadi hak nadzir dan setiap orang yang menggantikan

kedudukannya, atau dia tidak menentukannya bagi orang tertentu.21

Sebagian ulama Hanafiyah lainnya berpendapat apabila wakif

menambahkan orang yang terpercaya selain nadzir dalam

mengelola wakaf, atau memasukkan orang sesuai ketentuan

syaratnya, maka wakif boleh mengambil sebagian dari upah nadzir

yang melebihi standard untuk diberikan kepada orang tersebut.22

Dari pandangan ulama tersebut dapat disimpulkan kebolehan

memberikan upah kepada nadzir wakaf berdasarkan penentuan

wakif yang sesuai dengan ukuran kelayakan menurut pandangan

dia serta apabila ada tambahan orang selain nadzir yang ditunjuk

20

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama

Dan Terlengkap Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf Serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa Republika Dan Iiman Press, 2004), h. 501 21

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama

Dan Terlengkap Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf Serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa Republika Dan Iiman Press, 2004), h. 502 22

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama

Dan Terlengkap Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf Serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa Republika Dan Iiman Press, 2004), h. 503

Page 99: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

88

wakif namun nadzir mengonfirmasikan kepada wakif maka wakif

dapat menyamarakatan upah tersebut kepada nadzir dan orang

tambahan tersebut.

b. Penetuan Upah Oleh Hakim

Ketika upah seorang nadzir tidak ditentukan atau kurang dari

standard maka hakim berhak untuk menetukan upah terhadap nadzir

namun berdasarkan permintaan atau tuntutan dari nadzir atas upah

yang diarasa tidak memenuhi standard, namun yang menjadi

pertanyaan adalah seberapa besarkah hak nadzir (upah) yang harus

diberikan oleh wakif maupun hakim? Dan dari mana upah yang akan

diberikan kepada nadzir yang diangkat oleh hakim?

Beberapan faktor dan pendapat ulama ketika wakif atau hakim

tidak menentukan upah nadzir baik berupa nominal maupun presentase

antara lain:

1) Nadzir tidak mengadukan perkara tersebut kepada hakim untuk

menetapkan upahnya.

Ketika upah seorang nadzir belum ditentukan baik dari

hakim maupun dari wakifnya, maka nadzir diperbolehkan

untuk mengambil bagian yang sesuai dengan kualitas

kinerjanya dari keuntungan wakaf. Meskipun tidak ada izin dari

hakim. pendapat ini di kutip dari pendapat Ibn Al-Shibak dalam

kitab Tuhfah Al-Muhtaj.

2) Nadzir mengadukan perkara tersebut kepada hakim untuk

menentukan upahnya

Menurut pandangan Hanafiyah dan Malikiyah, hakim

memiliki hak untuk menetukan upah nadzir, asalkan sesuai

dengan upah standard. Apabila yang ditentukan melebihi upah

standard maka kelebihan tersebut harus dikembalikan.

Page 100: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

89

Adapun menurut pandangan Syafi‟iyah, nadzir berhak

mendapatkan upah standard baik membutuhkan maupun tidak,

karena upah tersebut merupakan hak dan jerih payahnya dalam

mengelola wakaf yang diamanahkan kepadanya tanpa

memandang tingkat kebutuhannya.23

Menurut pandangan Hanabilah, nadzir termasuk jenis orang

yang bekerja untuk mendapatkan upah dari pekerjaannya

termasuk dalam mengelola wakaf, nadzir wakaf diperbolehkan

makan dari harta wakaf dengan cara yang baik ketika dia

membutuhkannya ataupun tidak. Hal ini sebagaimana

perkataan Umar ra ketika beliau mewakafkan tanahnya di

Khaibar.

Nadzir cukup mengambil upah sesuai dengan kebutuhannya saja

atau lebih sedikit dari upah standard, hal ini dianalogikan seperti wali yang

mengasuh anak kecil yang tidak berhak atas upah terebut terkecuali dia

merupakan orang miskin (membutuhkan).

Dalam kitab al-furu’ disebutkan “tidak boleh bagi wali anak kecil

untuk mengambil sebagian harta dari anak asuhnya. Kecuali lebih sedikit

dari upah standard atau sesuai dengan kebutuhannya..” Abu al-Khatab juga

berpendapat demikian dan menambahkan kalimat „memakannya dengan

cara yang baik‟. Mereka mengiaskan Nadzir berhak mendapatkan upah

standar sebagai imbalan atas pekerjaannya dan dalam hal penentuan

upahnya di samakan dengan upah pekerjaan yang sejenis.

Menurut padangan Malikiyah nadzir berhak mendapatkan upah

sesuai dengan yang ditentukan wakif berapapun nominalnya, dan upah

tersebut diambil dari keuntungan wakaf yang dikelola sesuai dengan yang

disyaratkan wakif.

23

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama

Dan Terlengkap Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf Serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa Republika Dan Iiman Press, 2004), h.507

Page 101: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

90

Apabila upah tidak ditentukan oleh wakif ataupun hakim, atau

upah ditentukan hakim bagi orang yang diangkatnya, ataupun upah yang

ditentukan wakif lebih sedikit dari upah standard kemudian nadzir

meminta kepada hakim untuk ditambah upah tersebut sehingga sesuai

dengan upah standard, dalam hal ini menurut padangan Malikiyah, nadzir

yang upahnya ditentukan hakim maka upahnya diambil dari baitul mal

bukan dari keuntungan wakaf. Apabila nadzir mndapatkan upah dari

keuntungan wakaf maka dia harus mengembalikannya. Karena apabila

nadzir mengambil keuntungan dari wakaf sama halnya dengan merubah

wasiat, dimana seorang wakif tidak menetapkan upah apapun untuk

nadzir, ini berarti ia telah melarang untuk memberikan upahnya kepada

nadzir. 24

Selain seorang nadzir mempunyai kewajiban untuk mengelola, menjaga

dan mengembangkan harta wakaf, maka nadzir juga mempunyai hak, yaitu

mendapatkan upah, adapun yang menjadi hak nadzir dalam pengelolaan wakaf

ditentukan melalui:

Standard pekerjaan yang dilakukan nadzir dan waktu dimulainya hak upah

bagi nadzir.

1) Standard pekerjaan yang dilakukan Nadzir

Dalam hal standard pekerjaan nadzir, sebetulnya tidak ada standard khusus

untuk mengukur pekerjaan seorang nadzir, namun nadzir diberikan beban

tanggungjawab untuk mengelola dan melakukan berbagai aktivitas yang

berkaitan dengan wakaf, para fuqaha berpandangan bahwa nadzir tidak

24

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama

Dan Terlengkap Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf Serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa Republika Dan Iiman Press, 2004), h. 511

Page 102: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

91

dituntut untuk bekerja namun diharapkan untuk tidak lengah dan teledor

dalam menjaga dan mengelola wakaf (pekerjaannya).25

Apabila hak pengelolaan wakaf dipegang oleh wanita, maka dia tidak

dituntut untuk bekerja kecuali selazimnya seorang pekerja perempuan karena

wanita berbeda degan laki-laki, dalam hal ini wanita bekerja sesuai dengan

porsinya dan kemampuannya. Sebagaimana dalam kitab al is’af disebutkan

“apabila hak pengelolaan diberikan kepada seorang wanita dan ditentukan

baginya upah tertentu, maka dia tidak boleh dibebani untuk melakukan

sesuatu, kecuali sesuai dengan kemampuannya sebagai wanita”.

Apabila terjadi perselisihan antara nadzir dan wakif karena wakif tidak

menentukan upah bagi nadzir maka nadzir dapat meminta hakim untuk

menetukan upah atas pekerjaannya. Namun apabila terjadi hal demikian

namun nadzir tetap diam saja (tidak meminta hakim menentukan upahnya)

maka nadzir hanya perlu melakukan tanggungjawabnya sebagaimana nadzir

yang lainnya, adapun yang lebih dari itu maka ia tidak bertanggungjawab

sedikitpun.

Apabila nadzir dalam hal melakukan pekerjaannya dibantu oleh wakilnya

maka dalam hal upah yang diberikan kepada wakilnya diambil dari upah yang

ditentukan untuk dirinya.26

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan apabila wakif tidak

menentukan nominal atau presentase dari upah yang diperoleh nadzir atas

hasil wakaf maka hakim dapat menentukan upah dengan catatan nadzir

melaporkan hal tersebut dengan stadar yang telah ditentukan sebagaimana

nadzir yang lain dalam hal mengelola harta wakaf dan apabila nadzir dalam

25

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama

Dan Terlengkap Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf Serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa Republika Dan Iiman Press, 2004), h. 512 26

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum wakaf Kajian Kontemporer Pertama

dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa republika dan IIMaN Press, 2004), h. 514

Page 103: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

92

menjalankan tugasnya dibantu wakilnya maka upah wakilnya diambil dari

upah nadzir.

2) Waktu Diberikannya Upah Bagi Nadzir

Apabila upah nadzir telah ditentukan baik oleh wakif maupun

hakim, para fuqaha sepakat bahwa nadzir berhak mendapatkan upah

semenjak dia mulai mengelola dan mengurus harta wakafnya baik dengan

cara membangun, mengeksploitasi, menjual hasil produksi dan

mendistribusikan apa-apa yang telah terkumpul kepadanya. Sesuai dengan

apa yang disayaratkan wakif dan pekerjaan lainya yang biasa dilakukakan

rekan sesama nadzir. Karena pada dasarnya upah tersebut adalah balasan

dari pekerjaannya.27

2. Kebolehan Upah Amil Zakat

Allah menyediakan upah bagi amilin dari harta sebagai imbalan jasa dari

tugas mereka walaupun mereka termasuk dalam orang kaya. Oleh sebab itu

jumlah bagian amilin tidak disamakan dengan bagian asnaf lain seperti fakir

dan miskin, amilin diberikan bagian atau imbalan berdasarkan kebutuhannya.

Berdasarkan surat at-taubah ayat 60 maksimal amilin menerima 1/8 atau

12,5% hal itu dilakukan apabila zakat yang terhimpun didistribusikan secara

merata dengan asnaf yang lain. Bagian amil tidak hanya diperuntukan untuk

gaji saja melainkan untuk operasional lembaga atau badan amil tersebut.28

Adapun besarnya zakat yang diberikan kepada pengurus zakat, menurut

kesepakatan ulama ialah sebesar yang diberikan oleh imam berdasarkan

pertimbangan atas kinerjanya, atau sebesar biaya transportasi yang diperlukan

olehnya selama mengurusi zakat. Tetapi madzhab Hanafi memberikan catatan

27

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum wakaf Kajian Kontemporer Pertama

dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa republika dan IIMaN Press, 2004), h. 515 28

Elsi Kartika Sari, “Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf”, (Jakarta: PT Grasindo, 2006),

h. 39

Page 104: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

93

bahwa pemberian yang diberikan kepada amil hendaknya tidak melebihi

setengah dari bagian zakat yang telah dipungutnya.29

Besaran hak amil 12,5% bukanlah merupakan sesatu yang mutlak

melainkan suatu bentuk kehati-hatian agar amil tidak mengambil bagian zakat

yang terlalu besar dari bagian fakir dan miskin.30

Untuk meminimalisir pengeluaran suatu badan atau lembaga pengelola

zakat, lebih baik pegawai zakat (amilin) yang dipekerjakan tidak melebihi

keperluan, Jika dimungkinkan gaji amilin ditetapkan dan diambil dari

anggaran pemerintah, sehingga uang zakat dapat disalurkan kepada mustahiq

zakat. 31

Amilin juga tidak boleh menerima hadiah, sogokan, atau hibah dalam

bentuk uang ataupun barang yang berkaitan dengan statusnya.32

Untuk

pendistribusian zakat tidak boleh disalurkan untuk kepentingan pembangunan

masjid, jalan waduk dll yang tidak mengandung unsur kepemilikan (tamlik)

karena tamlik merupakan salah satu rukun zakat.33

Bagian yang diberikan kepada panitia zakat dikategorikan sebagai upah

atas kerja keras yang dilakukan amil. Panitia masih diberikan bagian zakat

meskipun ia merupakan orang kaya, karena jika hal tersebut dikategorikan

sebagai zakat atau sedekah ia tidak boleh mendapatkannya. 34

Menurut Ulama Malikiyah amil zakat yang sekalipun boleh menerima

zakat sesuai dengan kerjanya. Bukan karena kefakirannya. Jika seorang amil

merupakan fakir maka amil tersebut berhak menerima dua bagian dari zakat

29

Wahbah Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, cet. 6, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2005), h. 292 30

Didin Hafidhuddin dkk, “Anda Bertanya Tentang Zakat Infak dan Sedekah Kami

Menjawab”, (Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), 2006), h. 90 31

Elsi Kartika Sari, “Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf”, (Jakarta: PT Grasindo, 2006),

h. 39 32

Elsi Kartika Sari, “Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf”, (Jakarta: PT Grasindo, 2006),

h. 39 33

Abdurrahman Al-Jaziri, “Fiqih Empat Madzhab Bagian Ibadat (Puasa, Zakat, Haji,

Kurban)”, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996), h. 159 34

Wahbah Al Zuhayly, “Zakat Kajian Berbagai Madzhab”, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2005), h. 283

Page 105: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

94

tersebut yaitu sebagai amil dan sebagai fakir. 35

Amil zakat diperbolehkan

mendapatkan bagian dari zakat apabila dibagikan oleh imam, dan ia tidak

mendapatkan bayaran secara khusus karena amil bukan merupakan pekerjaan

melainkan suatu kesukarelaan. Atas dasar itulah amil diberi (zakat) upah atas

yang sesuai dengan ukuran pekerjaan yang setara (semisal).36

Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah amil zakat boleh menerima zakat

sesuai dengan kerjanya.37

Sebagaimana Ulama Malikiyah, Ulama Hanabila

pun memperbolehkan amil untuk mengambil bagiannya sesuai dengan

kerjanya sekalipun ia merupakan orang kaya.38

Ada tiga pendapat mengenai bagian atau upah amil, yaitu:

a. Sebagian ahli fiqih berpendapat bahwa amil (panitia zakat) berhak

menerima bagian sebesar 1/8.

b. Sebagain ulama yang lain berpendapat bahwa ketentuan mengenai

besaran bagian amil ditentukan berdasarkan kebijaksanaan

pemimpin yang disesuaikan dengan usaha masing-masing dan

upah yang wajar.

c. Namun sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa amil

menerima gaji yang diambil dari baitul mal.39

Point (a) sesuai dengan pandangan Imam Syafi‟i yang mengatakan bahwa

amil mendapatkan bagian seperdelapan.40

35

Abdurrahman Al-Jaziri, “Fiqih Empat Madzhab Bagian Ibadat (Puasa, Zakat, Haji,

Kurban)”, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996), h. 161 36

Abdurrahman Al-Jaziri, “Fiqih Empat Madzhab Bagian Ibadat (Puasa, Zakat, Haji,

Kurban)”, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996), h. 166 37

Abdurrahman Al-Jaziri, “Fiqih Empat Madzhab Bagian Ibadat (Puasa, Zakat, Haji,

Kurban)”, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996), h. 158 38

Abdurrahman Al-Jaziri, “Fiqih Empat Madzhab Bagian Ibadat (Puasa, Zakat, Haji,

Kurban)”, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996), h. 163 39

Husein As-Syahatah, “Akuntansi Zakat Panduan Praktis Penghitungan Zakat

Kontemporer”, (Jakarta: Pustaka Progressif, 2004), H. 203 40

Abu Zahrah, “ Zakat dalam Perspektif Sosial”, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1995), h.

152

Page 106: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

95

Namun lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, menurut pandangannya

amil diberikan haknya sesuai dengan pekerjaannya dan kebutuhnnya secara

makruf sebagaimana hakim, jaksa dan pejabat. Hal ini juga sama dengan

pendapat Imam Malik. 41

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kebolehan upah

amil diberikan berdasarkan kinerjanya dan kebutuhannya yang diambil secara

makruf seperti hakim, jaksa, dan pejabat. Hak amil sebesar 12,5% bukanlah

merupakan suatu yang mutlak melainkan suatu bentuk kehati-hatian agar amil

tidak mengambil bagian zakat yang terlalu besar dari bagian fakir dan miskin.

Namun, apabila amil sudah diberikan upah/gaji dari baitul mal ataupun negara

maka amil tidak berhak mengambil bagian dari zakat.

C. Alasan Dari Kebolehan Dan Larangan Upah Nadzir Wakaf Dan Amil

Zakat

Menurut pendapat ulama terkait dengan kebolehan fee atau upah untuk

nadzir para ulama telah bersepakat bahwa nadzir berhak untuk memperoleh

imbalan atau bayaran dari hasil kerja kerasnya dalam mengelola harta wakaf,

namun dalam hal besaran imbalan yang diterima nadzir para ulama masing-

masing berselisih pandangan mengenai hal tersebut. Para ulama menyatakan

yang berhak menentukan besaran imbalan yang diperoleh nadzir adalah si

pewakaf (wakif). Namun apabila wakif tidak menentukan besaran imbalannya

maka dalam hal ini hakim atau pemerintah turun tangan untuk menentukan

besarnya imbalan tersebut. Besaran imbalan yang diterima nadzir adalah upah

minimum yang biasa diterima oleh mereka yang pekerjaannya sama dengan

nadzir, apabila si wakif menentukan imbalan bagi nadzir dibawah standar

upah minimum, maka nadzir boleh mengadukan hal tersebut kepada hakim

atau pemerintah.42

41

Abu Zahrah, “ Zakat dalam Perspektif Sosial”, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1995), h.

152 42

Rizaluddin, “Book Review: Al-Waqfu Fi As-Syariah Al-Islamiah Wa Atsaruhu Fi

Tanmiyah Al-M ujtama”, Al-Awqaf ,V, 1, (Januari, 2012). H.85-86

Page 107: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

96

Seorang nadzir dalam menjalankan tugasnya mengembangkan, merawat,

serta mendistribusikan hasil pengembangan wakaf sudah sepatutnya

mendapatkan upah atas kinerjanya dimana harus mempertimbangkan

kecukupan dan kelayakan dalam mengelolanya. Namun, mengenai penentuan

upah tersebut tidak ada batasan tertentu. Karenanya bisa berbeda-beda

tergantung tempat dan kondisinya.

Begitupula upah tersebut harus sesuai dengan kemampuan dan kecakapan

nadzir serta penentuan dari wakif. Adapun bentuk daripada upah tersebut juga

bermacam-macam, baik berupa uang atau prosentase. Ataupun wakif

memberikan hak kepada nadzir untuk mengambil hasil wakaf setiap bulan

ataupun setiap tahun. Semuanya kembali kepada syarat waqif atau kebiasaan

(‘urf) yang berlaku dalam masalah itu.

Sebagaimana pendapat Abu Zahrah bahwa ketentuan 10% dari hasil

bersih pengelolaan dan pengembangan harta wakaf untuk imbalan nadzir itu

tidak mempunyai dasar fikih yang dapat dijadikan rujukan, kecuali jika 10%

itu dianggap sebagai upah standard atau kebiasaan (urf). 43

Dalam hal ini perlu dipertanyakan dari mana dana untuk melakukan

perawatan terhadap harta benda wakaf, jika wakif menyediakan dana khusus

untuk itu, nadzir hendaknya menggunakan yang telah disiapkan wakif baik

dana itu berasal dari harta miliknya atau biaya pemeliharaannya diambil dari

hasil wakaf itu sendiri. Apabila harta wakaf keadaanya sudah siap untuk

dimanfaatkan sebagaimana rumah yang siap untuk disewakan atau tanah yang

siap ditanami, dana pemeliharaanya dapat diambil dari hasil harta wakaf.

Sedangkan apabila harta wakaf memerlukan dana pemeliharaan, nadzir harus

memprioritaskan perawatan daripada membaginya pada mustahik. Apabila

harta wakaf digunakan untuk sarana umum seperti masjid, maka nadzir dapat

menggunakan hasil wakaf untuk kepentingan pembangunan dan perawatan

43

Wahiduddin Adams, “Signifikansi Peran Dan Fungsi Nazhir Menurut Hukum Islam

Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004”, Al-Awqaf , IV, 4,( Januari, 2011), h. 46

Page 108: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

97

masjid. Tetapi apabila masjid tidak mempunyai sumber dana maka perawatan

dapat diperoleh dari kas Negara (baitul mal)44

Dalam penentuan pemberian upah yang telah dijabarkan menurut ulama

Hanafiyah, Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah dapat diambil kesimpulan

bahwasanya upah seorang nadzir baik yang telah ditentukan maupun tidak

ditentukan oleh wakif seyogyanya harus memenuhi kebutuhan dan kelayakan

si nadzir tersebut terlebih lagi nadzir yang sudah berkeluarga, karena

tanggungan dan kebutuhannyapun berbeda dengan yang masih sendiri, dan

ketika seorang nadzir merangkap menjadi wakif maka hal tersebut tidak

diperbolehkan karena dikhawatirkan menyembunyikan maksud dari wakaf itu

sendiri.

Nadzir dalam batasan pekerjaannya hanya bersifat pengawasan dan

pengaturan sedangkan buruh batasan pekerjaannya sudah ditetapkan dan

hanya melakukan pekerjaan tertentu sedangkan nadzir tidak ada batasan

tertentu dalam melaksanakan kegiatan (pekerjaannya). Kemudian dalam hal

upah buruh mendapatkan upah yang pasti akan diterimanya sebagai imbalan

dari pekerjaannya baik kegiatan produksi itu mengalami keuntungan ataupun

kerugian, sedangkan nadzir dalam mendapatkan upah berkaitan erat dengan

hasil wakaf, namun terkadang ditentukan dari wakifnya, namun apabila wakif

tidak menentukan upah tersebut maka nadzir diperbolehkan untuk mengambil

upah dari hasil wakafnya sesuai dengan kadar pekerjaannya. 45

Dari yang dijelaskan dalam bab ini ada beberapa point yang disimpulkan

oleh para fuqaha terhadap kebolehan dan larangan bagi upah nadzir wakaf:

a) Apabila nadzir tidak melakukan pekerjaan yang semestinya dia kerjakan

maka nadzir tidak berhak mendapatkan upah. Kecuali jika sebelumya

wakif telah menentukan upah kepada nadzir. Mesipun nadzir tidak

44

Wahiduddin Adams, “Signifikansi Peran Dan Fungsi Nazhir Menurut Hukum Islam

Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004”, Al-Awqaf , IV, 4,( Januari, 2011), H. 46 45

Jaribah Al-Haritsi, “Fikih Ekonomi Umar Bin Al-Khathab”, (Jakarta: Khalifa Pustaka

Al-Kautsar Group, 2010), h. 98

Page 109: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

98

melakukan pekerjaan apapun maka nadzir berhak menerima upah

berdasarkan yang telah disayaratkan oleh wakif, dalam hal ini nadzir

termasuk orang yang berhak menerima hasil wakaf bukan karena imbalan

pekerjaannya.

b) Nadzir berhak atas seluruh upahnya baik dalam kondisi sakit maupun

terkena musibah namun ia mampu melakukan kewajibannya dalam

mengelola harta wakaf tanpa ada keteledoran sedikitipun. Namun jika dia

tidak mampu maka ia tidak berhak mendapatkan upah kecuali disesuaikan

dengan pekerjaan yang telah ia lakukan.

c) Apabila nadzir meninggal dunia saat menjalankan tugas yang diembannya

maka ahli warisnya memiliki hak untuk menerima upah orang tuanya

semasa ia bekerja mengelola wakaf dan belum sempat diambil oleh nadzir

semasa hidupnya. Karena posisi nadzir ibarat buruh yang jika ia tidak

melakukan pekerjaan maka ia tidak akan mendapatkan upah.

d) Apabila nadzir dalam melakukan aktivitasnya belum ditentukan upah

terlebih dahulu baik dari wakif maupun hakim dan tidak mengadukan hal

tersebut kepada hakim maka, menurut para fuqaha nadzir tersebut berhak

menerima upah dihitung sejak ia menjalankan aktifitasnya sebagai nadzir

bukan sejak pengaduan perkaranya kepada hakim. karena tidak adanya

pengaduan nadzir kepada hakim bukan berarti ia kehilangan haknya dalam

memperoleh upah, apalagi disebabkan oleh masalah-masalah lain diluar

kehendaknya. Seperti halnya ia berkeyakinan bahwa wakif dan hakim

telah menentukan upah tahunan untuknya, dan diakhir taun ia sadar bahwa

sebenarnya selama ini belum ada penentuan upah untuknya.46

Dari berbagai pandangan ulama baik Hanafiyah, Malikiyah, Syafi‟iyah

dan Hanabila seorang nadzir diperbolehkan untuk mengambil bagiannya

sesuai dengan kebutuhannya. Karena jika dianalogikan nadzir seperti halnya

buruh, apabila ia tidak menjalankan tugasnya maka ia tidak berhak mengambil

46

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum wakaf Kajian Kontemporer Pertama

dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa republika dan IIMaN Press, 2004), h. 516

Page 110: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

99

bagian dari pengelolaan atau upah terkecuali sudah ada kesepakatan antara

nadzir dengan wakif dalam pemberian upah atas hasil pengelolaan wakaf

tersebut.

Upah amil zakat sendiri mengikuti ketentuan agama yaitu 12,5% atau 1/8

namun jika hasil dari zakat itu sedikit maka prosentasenya akan berubah

sesuai dengan kondisi dan golongan yang diprioritaskan.

Sebagaimana firman Allah dalam Surat At-taubah Ayat 60

Artinya :

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-

orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk

hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk

jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai

suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi

Maha Bijaksana”.47

Dalam penentuan kadar jumlah yang diperoleh oleh amil hendaknya

mengambil madzhab Syafi‟I dalam menentukan batas yang paling tinggi yang

47

Q.S At-Taubah :60

Page 111: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

100

diberikan kepada petugas yang menerima dan yang membagikan zakat itu,

yaitu 1/8 dari hasil zakat, tidak boleh lebih dari itu.48

Amil adalah pegawai. Jadi ia berhak mendapatkan upah sesuai dengan

pekerjaannya, tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Menurut Imam

Syafi‟I, amil diberi zakat sebesar bagian kelompok lainnya karena didasarkan

pada pendapatnya yang menyamakan bagian semua golongan mustahik zakat.

Jika upah itu lebih besar dari bagain tersebut, harus diambil dari harta di luar

zakat. Sedangkan menurut jumhur ulama, amil itu diberi zakat sesuai dengan

haknya sebagaimana dalam nash Al Qur‟an meskipun lebih besar daripada

batas yang ditentukan, pendapat ini sebenarnya diriwayatkan dari Imam

Syafi‟I karena pendapat Imam Syafi‟I dianggap lebih relevan dengan

pemeliharaan kepentingan kaum fakir miskin dan para mustahik lainnya.

pendapat itu juga sejalan dengan jangkauan hadist mengenai pajak yang

mengehendaki berlaku ekonomis dalam pembiayaan para petugas penagih

pajak.49

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan alasan yang paling menonjol

pada kebolehan bagi upah Nadzir wakaf dan amil zakat adalah karena faktor

tugas yang dilakukan oleh nadzir dan amil, karena posisi mereka adalah

sebagai pengelola, pengembang dan pengumpul dari harta wakaf dan zakat

maka mereka berhak untuk mendapatkan bagian mereka atas kinerja mereka

sebagai orang yang diamanahkan untuk mengelola, mengembangkan serta

mendistribusikan hasil wakaf dan zakat sesuai dengan peruntukannya kepada

(mustahik) yang berhak menerima hasil tersebut. Untuk nadzir sendiri, upah

yang diterima berdasarkan kesepakatan dan ditentukan oleh wakif apabila

wakif tidak menentukan maka dalam hal ini hakim yang menentukan dan

apabila hakim pun tidak menentukan, maka nadzir boleh mengambil upah dari

hasil pengelolaan wakaf dengan cara yang makruf, sesuai dengan kebutuhan.

48

Yusuf Qardhawi, “Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status Dan Filsafat

Zakat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits”, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1996), h. 672 49

Al Furqon Hasbi, “125 Masalah Zakat”, (Solo:Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008),

H. 171

Page 112: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

101

Sedangkan untuk amil sendiri menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah dan

Hanabilah, upah atau bagian yang diterima disesuaikan dengan kerjanya

meskipun amil merupakan orang kaya, sedangkan menurut Syafi‟iyah amil

zakat mendapatkan bagiannya maksimal sebesar seperdelapan namun itu

bersifat kondisional. Dalam hal upah jika dikaitkan dengan amil, amil berhak

menerima zakat karena status mereka sebagai pegawai baik kaya maupun

miskin. Karena pengambilan bagian tersebut dengan pertimbangan kerjanya

bukan karena pertimbangan kebutuhan mereka. Jika pengurus zakat itu orang-

orang fakir, mereka diberi bagian zakat sebagai pegawai dan mereka juga

diberi bagian zakat yang dapat mencukupi kebutuhan mereka selama setahun

karena kefakiran mereka. Apabila mereka menerima bagian zakat sebatas

status mereka sebagai amil, berarti mereka tidak perlu menerima kelebihan

hak mereka selaku amil selama satu tahun.50

Dengan kata lain bagian amil

merupakan gaji dari pengelolaan yang dilakukan amil baik amil itu kaya

maupun miskin dengan catatan amil tersebut belum digaji oleh pemerintah.

Setelah menjelaskan alasan kebolehan upah bagi nadzir dan amil, maka

bahasan selanjutnya adalah perihal alasan larangan upah bagi nadzir dan amil,

adapun larangan upah bagi nadzir yang pertama, karena posisi nadzir

merupakan pekerjaan sukarela maka nadzir tidak berhak mendapatkan upah

dan tidak mengharapkan ucapan terimakasih dari orang lain, sebagaimana

pandangan Hanabilah, nadzir merupakan orang yang memiliki kedudukan

tinggi dalam perilakunya dan selalu menjaga kehormatan dirinya. 51

yang

kedua, menurut pandangan Syafi‟iyah, nadzir tidak berhak mendapatkan upah

apabila ia tidak membutuhkannya (mampu).52

Adapun larangan upah bagi

amil adalah apabila amil tersebut telah digaji oleh pemerintah maka ia tidak

50

Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Fiqih Zakat Kontemporer Soal Jawab Ihwal Zakat

dari yang Klasik Hingga Terkini, (Solo: Al-Qowam, 2011), h. 299. 51

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum wakaf Kajian Kontemporer Pertama

dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa republika dan IIMaN Press, 2004), h. 511 52

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum wakaf Kajian Kontemporer Pertama

dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian Atas Sengeketa

Wakaf”, (Ciputat: Dompet Dhuafa republika dan IIMaN Press, 2004), h. 507

Page 113: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

102

berhak untuk mendapatkan bagian upah amil sebagaimana dalam Fatwa

Majelis Ulama Indonesia tentang Amil Zakat menyebutkan:

“Amil zakat yang telah memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta

dalam tugasnya sebagai Amil tidak berhak menerima bagian dari dana

zakat yang menjadi bagian Amil. Sementara amil zakat yang tidak

memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta berhak menerima bagian

dari dana zakat yang menjadi bagaian Amil sebagai imbalan atas dasar

prinsip kewajaran”. 53

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan terdapat beberapa kesimpulan

dalam bab ini yaitu:

1. Tinjauan Hukum Islam mengenai larangan upah bagi nadzir wakaf dan

amil zakat, dimana

a. Menurut Pandangan Ibn „At dan Ibn Marzuq dari Malikiyah

bahwa, nadzir tidak mengambil upah dari wakaf yang dikelolanya,

melainkan dari negara apabila wakaf dikelola oleh pemerintah atau

baitul mal.

b. Menurut ulama Hanabila apabila seorang wakif memberikan upah

kepada nadzir melebihi upah standard maka nadzir harus

memberikan bukti tertulis dari wakif yang menyatakan ia berhak

menerima kelebihan tersebut.

c. Menurut ulama Syafi‟iyah apabila nadzir tersebut merupakan

wakif, maka nadzir tidak memiliki hak tambahan upah karena

kelebihan upah didapat karena posisinya sebagai mustahik bukan

sebagai wakif, atas dasar itulah kelebihan upah standard tidak

diperbolehkan karena akan menyembunyikan maksud dari wakaf

terhadap diri sendiri. Kemudian, Menurut Ulama Syafi‟iyah nadzir

tidak berhak mendapatkan upah terkecuali dia membutuhkan untuk

memenuhi kebutuhannya dan ia menuntutnya.

53

Fatwa MUI Nomor 8 tahun 2011 tentang Amil Zakat

Page 114: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

103

d. Ulama Hanabilah menetapkan jika upah nadzir melebihi standard,

maka nadzir harus mengeluarkan sebagian upahnya untuk

kepentingan wakaf. Menurut Ulama Hanabilah nadzir juga

termasuk jenis orang yang tidak mengambil upah dari pekerjaan

sukarela karena sebagian manusia ada yang mempunyai citra diri

yang tinggi untuk tidak menerima upah atas pekerjaan yang

dilakukan.

e. Adapun larangan pemberian upah bagi amil sebagaimana dalam

Fatwa MUI tentang amil zakat disebutkan bahwa “Amil zakat yang

telah memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta dalam

tugasnya sebagai amil tidak berhak menerima bagian dari dana

zakat yang menjadi bagian Amil. Sementara Amil zakat yang tidak

memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta berhak

menerima bagian dari dana zakat yang menjadi bagian Amil

sebagai imbalan atas dasar prinsip kewajaran”

2. Kebolehan upah amil menurut ulama Malikiyah, amil zakat yang

sekalipun boleh menerima zakat sesuai dengan kerjanya bukan karena

kefakirannya. Jika seorang amil merupakan fakir maka mail tersebut

berhak menerima dua bagian dari zakat tersebut yaitu sebagai amil dan

fakir. Menurut ulama Hanafiyah amil zakat boleh menerima zakat sesuai

dengan kerjanya dan kebutuhannya secara makruf sebagaimana hakim,

jaksa dan pejabat. Menurut Ulama Hanabilah amil diperbolehkan untuk

mengambil bagiannya seseuai dengan kerjanya sekalipun ia merupakan

orang kaya. Adapun menurut Ulama Syafi‟i amil berhak menerima

bagiannya sebesar 1/8. Dan bagian seperdelapan merupakan kehati-hatian

dan batas maksimum dalam menentukan kadar upah/bagian yang

diperoleh amil.

Dengan demikian, tinjauan Hukum Islam mengenai kebolehan upah nadzir

dan amil menurut ulama Hanafi, Maliki dan Imam Ahmad, nadzir berhak

mendapatkan upah dari hasil usaha wakaf yang dikembangkan. Adapun

Page 115: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

104

besarannya berbeda satu sama lain, sesuai dengan tanggungjawab dan tugas

yang diembannya. Namun harus disesuaikan dengan ketentuan wakif, jika

wakif tidak menentukan maka ditetapkan hakim atau berdasarkan kesepakatan

para pengelola/managemen wakaf yang ada. Ulama Fikih dalam Madzhab

Hanafiyah, Malikiya, Syafi‟iyah maupun Hanabilah sepakat bahwa nadzir

menerima imbalan sesuai upah standard (ajrun al-mitsl) atau lebih. Sedangkan

para pengurus zakat berhak menerima zakat karena status mereka adalah

sebagai pegawai. Oleh karena itu, orang yang statusnya seperti itu, ia perlu

diberi bagian zakat sesuai dengan statusnya tersebut, baik kaya maupun

miskin. Pada prakteknya amil mendapatkan upah maksimal 1/8 dari harta

zakat berdasarkan asnaf yang bersifat fleksibel dan kondisional. Nadzir

mendapatkan upah sesuai dengan kapasitas dan kinerjanya dari hasil

pengelolaan dan investasi harta wakaf yang bersifat makruf.

Page 116: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

105

BAB V

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis, skripsi ini menyajikan beberapa

temuan dan kesimpulan sebagai berikut:

1. Perdebatan para ulama dalam menyampaikan perbedaan pandangan

mengenai kebolehan dan larangan pemberian upah nadzir dan amil, terbagi

menjadi beberapa kelompok

a. Kelompok yang membolehkan adalah Ulama Malikiyah dan

Hanafiyah dengan pandangan, nadzir berhak mendapatkan upah

sesuai dengan yang ditentukan wakif berapapun nominalnya dan

upah tersebut diambil dari keuntungan wakaf yang dikelola sesuai

yang diisyaratkan wakif serta sesuai dengan standard upah (ajrun

mitsl). Sedangkan untuk amil sendiri baik Ulama Hanafiyah,

Malikiyah, Hanabilah, dan Syafi’iyah membolehkan pemberian

bagian atau hak amil disesuaikan dengan kinerja meskipun amil

merupakan orang kaya.

b. Kelompok yang melarang yaitu Ulama Syafi’Iyah dengan

pandangan apabila nadzir merangkap sebagai wakif maka ia tidak

berhak mendapatkan kelebihan upah, nadzir tidak berhak

mendapatkan upah terkecuali membutuhkan, serta menurut Ulama

Hanabilah nadzir termasuk jenis orang yang tidak mengambil upah

dari pekerjaan sukarela. Sedangkan Amil tidak diperkenankan

mendapatkan bagian upah dari hasil zakat apabila ia telah digaji

oleh pemerintah sebagaimana dalam Fatwa MUI Nomor 8 Tahun

2011

2. Praktek upah atau gaji nadzir wakaf atau amil zakat dalam menjalankan

tugas diberikan menurut:

a. Upah/gaji bulanan

b. Presentase

Page 117: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

106

Pada keumuman prakteknya bahwa para praktisi untuk menjalankan

operasional wakaf dan zakat mengeluarkan apresiasinya secara fleksibel

yaitu berdasarkan kisaran standar dari 1/8 berdasarkan asnaf atau dari

presentase 10% yang kesemuanya itu bersifat ijtihadi dan berdasarkan

hasil pengelolaan harta wakaf dan zakat.

Page 118: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

107

B. Saran

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis pribadi

khususnya dan para pembaca pada umumnya. Adapun saran yang berhubungan

dengan penelitian ini adalah:

1. Karya tulis yang berkaitan dengan kenadziran, wakaf, zakat dan amil perlu

diperbanyak lagi dan dibahas lebih mendalam terlebih pada prakteknya

yang selama ini masih minim penelitiannya

2. Nadzir dan amil memiliki peranan penting dalam kemajuan filantropi

islam, namun dalam hal kesejahteraannya kurang serta nadzir dan amil

juga masih minim akan pengetahuan perihal pengelolaan zakat dan wakaf

baik yang bersifat produktif maupun konsumtif, oleh karena itu para

akademisi diharapkan dapat turut serta memberikan pemahaman kepada

nadzir dan amil melalui karya tulis.

3. Dalam pemberian upah terhadap nadzir dan amil seharusnya pemerintah

membuat regulasi terkait akuntansi dari hasil wakaf dan zakat serta

operasionalnya agar tercipta kepastian baik presentase maupun nominal

upah yang diterima disertai dengan bukti slip gaji.

Page 119: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

108

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rose Binti, Zakat Management In Brunei Darussalam: A Case Study,

Seventh International Conference – The Tawhidi Epistemology: Zakat

And Waqf Economy, Bangi, 2010

Abidin, Ibn, Radda al-Muktar, Jilid 9, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994

Adams, Wahiduddin, “Signifikansi Peran Dan Fungsi Nazhir Menurut Hukum

Islam Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004”, Al-Awqaf , 4, 4,(

2011), h. 46

Aibak, Kutbuddin, Pengelolaan Zakat Dalam Perspektif Maqashid Al-Syariah

(Studi Kasus di Badan Amil Zakat Kabupaten Tulungagung), Yogyakarta:

Editie Pustaka, 2016

Al Zuhayly, Wahbah, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2005.

Al-„Asqolani, Ahmad Ibn „Ali Ibn Hajar, Fath al-Bari Sharhi Shahih Bukhari,

Cet. 2, Juz 5, Beirut: Dar al-Kutub al „Ilmiah, 2000

______________, Fathul Bari, Juz 10, Riyadh: Dar el Salam, t.t.

______________, Fath al-Bari, Juz 4, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah

______________, Fath al-Bari, Juz 7, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah

Al-„Asqolani, Imam al-Hafidh Ibnu Hajar, Kitab Bulughul Maram min ‘Adillah

al-Ahkam, Surabaya: al-Haramain

Al-Gharyani, Ash- Shadiq Abdurrahman, Fatwa-Fatwa Muamalah Kontemporer,

Cet. Pertama, Surabaya, Pustaka Progressif: 2004

Al-Haritsi, Jaribah, Fikih Ekonomi Umar Bin Al-Khathab, Jakarta: Khalifa

Pustaka Al-Kautsar Group, 2010

Page 120: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

109

Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Al-Hikmah, Bandung:

Diponegoro, 2010.

Ali, Mohammad Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Cet. 1, Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1988

Al-Jaziri, Abdurrahman, Fiqih Empat Madzhab Bagian Ibadat (Puasa, Zakat,

Haji, Kurban), Jakarta: Darul Ulum Press, 1996.

Al-Kabisi, Muhammad Abid Abdullah, Hukum Wakaf Kajian Kontemporer

Pertama Dan Terlengkap Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf Serta

Penyelesaian Atas Sengeketa Wakaf, Ciputat: Dompet Dhuafa Republika

Dan Iiman Press, 2004

Al-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad, Nail al-Authar Syarh Muntaqi

al-Akhbar, Beirut: Dar al-Fikr, 1973

Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih, Fiqih Zakat Kontemporer Soal Jawab Ihwal

Zakat Dari Yang Klasik Hingga Terkini, Solo: Al-Qowam, 2011

As-Syahatah, Husein, Akuntansi Zakat Panduan Praktis Penghitungan Zakat

Kontemporer, Jakarta: Pustaka Progressif, 2004.

As-Syahatah, Husein, Akuntansi Zakat Panduan Praktis Penghitungan Zakat

Kontemporer, Jakarta: Pustaka Progressif, 2004

Bahrom, “Distribusi Zakat Di Negara Brunei Darussalam” Penerjemah Didin

Hafidhuddin et.al dalam, The Power Of Zakat Studi Perbandingan

Pengelolaan Zakat Asia Tenggara, Malang: UIN- Malang Press, 2008

Bank Indonesia, Wakaf: Pengaturan Dan Tata Kelola Yang Efektif Seri Ekonomi

Dan Keuangan Syariah, Jakarta: Departemen Ekonomi Dan Keuangan

Syariah,

Basyuni, Maftuh, Fikih Ruislagh, Jakarta: Badan Wakaf Indonesia, 2015

Page 121: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

110

Bin Shalih Al-Utsaimin, Muhammad, Fiqih Zakat Kontemporer Soal Jawab Ihwal

Zakat dari yang Klasik Hingga Terkini, Solo: Al-Qowam, 2011

Bukhari, Imam, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr, 1989

Dakwatuna, Golongan Yang Berhak Menerima Zakat, diaksses pada 7/5/2015

https://www.dakwatuna.com/2008/09/19/1044/8-golongan-yang-berhak-

menerima-zakat/?PageSpeed=noscript#axzz5Ei4gvGi4

Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat jenderal Bimbingan Masyarakat

Islam, “Kumpulan Khutbah Wakaf”, Jakarta: Departemen Agama RI, 2008

Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, Fiqih Wakaf, Jakarta: Direkotorat

Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Penyelenggaraan Haji, 2015

Djazuli, H. A. dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat Sebuah

Pengenalan Ed.1., Cet.1, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002

Dyah Ayu Sukma, Kompasiana.Com, Penghimpunan Wakaf Asia Tenggara,

diakes pada 29/5/2018,

Kompasiana.Com/Dyahayusukma/29/5/2018/Penghimpunan-Wakaf-Asia-

Tenggara_

Faiq, Ahmad, Hukum Upah dalam Fiqih Islam dan Aplikasinya di Indonesia,

Depok: Pena Utama, 2015

Faisal, “Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim Dan Indonesia (Pendekatan

Teori Investigasi – Sejarah Charles Pierce Dan Devisit Kebenaran Lieven

Boeve”, Analisis, Vol 9, 2, (Desember, 2011)

Faozi, M Mabruri dan Putri Inggi Rahmiyanti, “Sistem Pengupahan Tenaga

KerjaHome Industri Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal Penelitian Hukum

Ekonomi Syariah, Vol. 4, 1, (2016)

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 62/Dsn-Mui/XII/2007 Tentang Akad

Ju’alah

Page 122: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

111

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 8 Tahun 2011,Tentang Amil Zakat

Ghazaly, Abdul Rahman, dkk, Fiqh Muamalat, Cet.Kedua, Jakarta: Kencana

Prenada Group, 2012,.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Riset. Yogyakarta: UGM Press, 1997.

Hafidhuddin, Didin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani

Press, 2002

______________Agar Harta Berkah Dan Bertambah, Jakarta: Gema Insani, 2007

______________Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak Dan Sedekah, Cet.

Ketujuh, Jakarta: Gema Insani, 2008

Hafidz, Muhammad, dan Firmansyah “Tinjauan Fiqih Muamalah Terhadap

Praktek Bisnis Cost Per Action (CPA) : Studi Kasus Di

Www.Accesstrade.co.id”, Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, Vol 3,

2, (Oktober, 2015)

Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007

Haryono, H, “Konsep Al Ju‟alah Dan Model Aplikasinya Dalam Kehidupan

Sehari-Hari”, Al Mashlahah Jurnal Hukum Islam Dan Pranata Sosial

Islam, (2017)

Hasan, Tolhah, “Pemberdayaan Nadzir”, Al-Awqaf, IV, 4,( Januari, 2011), H. 12

Hasanah, Uswatun, “Urgensi Pegawasan Dalam Pengelolaan Wakaf Produktif,

Universitas Indonesia”, Al Ahkam Jurnal Pemikiran Hukum Islam,Vol. 22,

1, (2012)

Hasbi, Al Furqon, 125 Masalah Zakat, Solo:Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,

2008

Hasbi, Al Furqon, 125 Masalah Zakat, Solo:Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,

2008

Page 123: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

112

Hilal, Syamsul, “Urgensi Ijarah Dalam Prilaku Ekonomi Masyarakat”, Jurnal

Hukum dan Ekonomi Islam, Vol. 5, 1 (2013)

Ibrahim, Anwar, “Peran Nadzir Perempuan”, Al-Awqaf , Vol 5, 1, (Januari, 2012)

Jahar, Asep Saepudin “Nadzir Wakaf Uang Di Indonesia”, Al-Awqaf, Vol. 4, 2,

(2011).

Jamil, Fathurrahman, “Standarisasi Dan Profesionalisme Nadzir Di Indonesia”,

Al-Awqaf, Vol, 4 , 4, (2011).

Jasafat, “Manejemen Pengelolaan Zakat, Infaq Dan Shadaqah Pada Baitul Mal

Aceh Besar”, Jurnal Al-Ijtimaiyyah, Vol. 1, 1, (Januari-Juni 2015).

K, Aminuddin, “Model-Model Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim”, Jurnal

Ahkam, Vol 3, 1, (Juli, 2015)

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Kementerian Agama Republic Indonesia Direktorat Jenderal Bimbingan

Masyarakat Islam , Fiqih Wakaf , Jakarta: Direktorat Pemberdayaan

Wakaf, 2006

Kementrian Agama Republic Indonesia Direktorat Jenderal Bimbingan

Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf , Paradigma Baru

Wakaf Di Indonesia, Jakarta: Kemenag RI Dirjen Bimas Islam, 2013

Kementrian Agama Republic Indonesia Direktorat Jenderal Bimbingan

Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Paradigma Baru

Wakaf Di Indonesia, Jakarta: Kemenag RI Dirjen Bimas Islam, 2013

Kementrian Agama Republic Indonesia, Paradigma Baru Wakaf Di Indonesia,

Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat

Pemberdayaan Wakaf, 2013.

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Page 124: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

113

Law Of Brunei, Chapter 77 Religius Counsil And Kadis Courts, Revised Edition

1984

Majjah, Ibnu, Sunan Ibnu Majjah, Maktabah Syamilah, Juz II

Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah Fiqih Muamalah, Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2012

Ministry of Awqaf Kuwait, Annadzaratu Wa Ahkamuha, About Endownment

Fiqh Of Waqf Waqf Administration, artikel diakses pada 12 Agustus 2018

dari http://

ww2.awqaf.org.kw/Arabic/AboutEndowment/FiqhOfWaqf/Pages/WaqfAd

ministration.aspx

Mubarok, Jaih, “Wakaf Dan Pendidikan Islam”, Al-Awqaf Jurnal Wakaf Dan

Ekonomi Islam, Vol. 6, 1, (2013), Badan Wakaf Indonesia

Muslim, Kitab Hadits Shahih Muslim, Nomor 1437 (Beirut, Libanon: Dar-al Fikr)

Nopiardo, Widi, “Urgensi Berzakat Melalui Amil dalam Pandangan Ilmu

Ekonomi Islam”, Jurnal Ilmiah Syari’ah, Vol 15, 1, (Januari-Juni, 2016)

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum 2017

Prihatna, Andy Agung, et.al, ed. Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan: Studi

Tentang Wakaf Dalam Perspektif Keadilan Sosial di Indonesia, Cet.1,

(Jakarta: Center For The Study of Religion and Culture (CSRC) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006

Qardhawi, Yusuf, Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status Dan Filsafat

Zakat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Bogor: Pustaka Litera Antar

Nusa, 1996.

Qardhawi, Yusuf, Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status Dan Filsafat

Zakat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits,Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,

1996

Page 125: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

114

Rais, Isnawati dan Hasanuddin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS,

Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011

Ramli, Muhammad Subari bin, dan Marliana binti Abdullah, “Penentuan Kadar

Ujrah Al-Nazir Dalam Pengurusan Wakaf”, International Research

Management and Innovation Conference 2014 (IRMIC 2014) KL, 17 – 18

November, 2014

Ridwan, Fiqih Perburuhan, Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2007

Riyadi, Fuad, “Sistem Dan Strategi Pengupahan Perspektif Islam”, Iqtishadia,

Vol. 8, 1, (2015)

Rizaluddin, “Book Review: Al-Waqfu Fi As-Syariah Al-Islamiah Wa Atsaruhu Fi

Tanmiyah Al-M ujtama”, Al-Awqaf ,Vol. 5, 1, (2012). H.85-86

Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Jilid 2, (Dar Fath Lili‟lami al-Arabiy), Terjemahan

Khairul Amru Harahap., dkk, Cet.3, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2012

Sabiq, Syaikh as-Sayyid, Panduan Zakat, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005

Sari, Elsi Kartika, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, Jakarta: PT Grasindo,

2006.

Siswadi, “Pemberian Upah Yang Benar Dalam Islam Upaya Pemerataan Ekonomi

Umat Dan Keadilan”, Jurnal Ummul Qura, Vol. 4, 2,(2014).

Soekanto, Soerjono, dan Sri Marmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Hukum Singkat, Cet. VII, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2003.

Soleh, Ahmad Zainu “Menyoal Profesionaisme Nadzir Dan Istibdal Dalam

Regulasi Perwakafan”, Jurnal Bimas Islam, Vol.7, 4, (2014).

Som, Hairulfazli Mohammad Dan Azman Ab Rahman, “Konsep Amil Dan

Peranannnya Dalam Pengurusan Zakat”, Kajian Syariah Dan Undang-

Undang, Vol 3, Part 1, (2011)

Page 126: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

115

Suhartini, Endeh, “Sistem Pebayaran Upah Pekerja”, Dialogia Luridica,Vol 4, 2,

(2016)

Sula, M Syakir, “Kerjasama Nadzir Dengan Bank Syariah Dalam

Mengembangkan Wakaf Uang ( Studi Khusus Di Indonesia, Bangladesh,

Dan Yordania)”, Al- Awqaf , Vol. 4, 2, (2011).

Sutami, “Perkembangan Wakaf Produktif Di Indonesia”, Al-Awqaf, Vol. 5, 2,

(2012).

Syafii, Mukhtasar Al-Muzany dan syarahnya oleh Al-Mawardi, Al-Hawi Al-

Kabir, Beirut: Dar Al-Kutub Al-„Ilmiah, Juz VII

Tanya Jawab Zakat, Direktorat Pemberdayaan Zakat Direktorat Jenderal

Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama Republic Indoneisa

Tahun 2007

Tarigan, Azhari Akmal, Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Sebuah Eksplorasi Melalui

Kata-Kata Kunci dalam Al-Qur’an, Bandung: Ciptapustaka Media

Perintis, 2012

Tayyeb, Yuli Yasin, “Pengelolaan Wakaf Produktif Di Mesir”, Al-Awqaf, Vol. 5,

2, (2012): 7.

Undang-Undang No 23 Tahun 2011

Undang-Undang No 41 tahun 2004

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003, Tentang

Ketenagakerjaan

Usman, Rachmadi, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,

2009.

Usman, Suparman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Darul Ulum Press,

1999

Page 127: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

116

Wibowo, Hanafi “Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf Studi Kasus: Sengketa

Tembok Barat Di Masjidil Aqsa, Jerussalem Tahun 1929”, Al-Awqaf

Jurnal Wakaf Dan Ekonomi Islam , Vol. 9, 1,(2016).

Yatiningrum, Ulfah Sisi, Praktek Pengelolaan Wakaf Di Negara Muslim (Studi

Pada Negara Brunei Darussalam), Skripsi S-1 Fakultas Ekonomi Dan

Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2017

Yazid, Muhammad bin, Kitab hadits Shahih Li Ibni Majjah, (Beirut, Libanon: Dar

al-Fikr)

Yusuf, Sri Dewi, “Konsep Penentuan Upah dalam Ekonomi Islam, Jurnal Al

Ulum, Vol. 10, 2, (2010)

Zahrah, Abu, Zakat dalam Perspektif Sosial, Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1995.

Zahrah, Abu, Zakat dalam Perspektif Sosial, Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1995

Zainal, Veithzal Rivai “Pengelolaan Dan Pengembangan Wakaf Produktif”, Al-

Awqaf, Vol. 9, 1, (2016).

Zaki, Eissa, A Summary of Waqf Regulations, Kuwait: State of Kuwait Awqaf

Public Foundation Department of Studies and External Relations, 2006

AD - 1427 AH

Zen, Muhammad, Wakaf Produktif Tabungan Wakaf Indonesia (TWI) Al-Awqaf,

Vol. 5, No 2, Juli 2012.

Zuhayly, Wahabah, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2005

Page 128: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

LAWS OF BRUNEI

Religious Council and Kadis Court

B.L.R.O. 1/1984

p. 49CAP. 77] [1984 Ed.

(3) When the documents referred to in subsection (2) are ready, theCourt shall give notice thereof to the appellant, and within 21 days afterreceipt of such notice the appellant shall file in the Court sufficient copies ofa record of appeal.

(4) Four copies of the said record shall be forwarded by the Court tothe Secretary for transmission to His Majesty or the Judicial Committee, anda copy shall be served on each respondent to the appeal.

(5) The record of appeal shall consist of a petition addressed to HisMajesty stating the grounds of the appellant’s objection to the judgment ororder appealed from, a copy of the plaint, a copy of any written defence,copies of any interlocutory orders, a copy of the Court’s note of theproceedings, copies of all exhibits and documentary evidence, a copy of thejudgment or order, a copy of the grounds of judgment, a copy of the notice ofappeal and an index.

(6) If the record is irregular, or is filed out of time, or if anyrespondent has not been served, the Court shall inform the Secretary of suchfacts.

(7) A respondent to an appeal may give notice to the Court and theother parties thereto that he intends to contend that the judgment or orderappealed from should be varied, and such notice shall operate as a cross-appeal.

(8) The Court may in its discretion grant a stay of execution of anyjudgment or order pending appeal.

Irregularities.

95. No appeal shall be allowed, or retrial ordered on grounds ofirregularity of procedure, or wrongful reception or rejection of evidenceunless a failure of justice has been occasioned thereby.

Matters not provided for.

96. In matters of practice and procedure in civil proceedings, notexpressly provided for in this Act or any rules made thereunder, the Courtmay adopt such procedure as may seem proper for the avoidance of injusticeand the disposal of the matters in issue between the parties, and may inparticular, but without prejudice to the generality of the foregoing, adopt the

Page 129: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

LAWS OF BRUNEI

Religious Council and Kadis Courtp. 50 CAP. 77][1984 Ed.

practice and procedure for the time being in force in the Magistrates’ Courtsin civil proceedings.

PART IV

FINANCIAL

Charitable Trusts

Muhammadan Fund.

97. The fund known as the Muhammadan Religious Fund and allinvestments and assets thereof shall, on the coming into force of this Act,forthwith vest in the Majlis in the manner and for the purposes hereinafter setout.

General Endowment Fund.

98. All property, investments and funds, including the fund heretoforeconstituting the Muhammadan Religious Fund, which are vested from timeto time in the Majlis for the purposes of this Act, other than property held, byvirtue of the terms of this Act or of any trust, wakaf or nazar affecting thesame, for a specific purpose or subject to specific express trusts, togetherwith the income thereof, shall form the General Endowment Fund of theMajlis and shall be held by the Majlis in trust for such charitable purposes forthe support and promotion of the Islamic religion, or for the benefit ofMuslims in Brunei Darussalam in accordance with Muslim law, as to theMajlis may from time to time seem proper:

Provided that His Majesty may give to the Majlis directions, notinconsistent with Muslim law or with the provisions of this Act, as to theexpenditure of any part of the General Endowment Fund or the incomethereof and may, in like manner, veto any proposed expenditure thereof.

Escheat.

99. Where after the commencement of this Act, any Muslim dies in suchcircumstances that, under the provisions of Muslim law, his property wouldprior to the commencement of this Act have vested in, or been payable to, thesaid fund known as the Muhammadan Religious Fund, the property of suchperson shall, in pursuance of such provisions of Muslim law, vest in and bepayable to His Majesty and shall form part of the General Endowment Fund.

Page 130: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

LAWS OF BRUNEI

Religious Council and Kadis Court

B.L.R.O. 1/1984

p. 51CAP. 77] [1984 Ed.

Wakaf and nazar am.

100. Notwithstanding any provision to the contrary contained in anyinstrument or declaration creating, governing or affecting the same, theMajlis shall be the sole trustee of all wakaf, whether wakaf am, or wakafkhas, of all nazar am, and of all trusts of every description creating anycharitable trust or the support and promotion of the Islamic religion or for thebenefit of Muslims in accordance with Muslim law, to the extent of anyproperty affected thereby and situate in Brunei Darussalam and, where thesettler or other person creating the trust, wakaf or nazar am was domiciled inBrunei Darussalam, to the extent of all property affected thereby whereversituate.

Vesting.

101. (1) All property subject to the provisions of section 100 shall, ifsituate in Brunei Darussalam, and, if the same shall consist of land, uponregistration under the Land Code (Chapter 40) vest in the Majlis, without anyconveyance, assignment or transfer whatever, for the purposes of the trust,wakaf or nazar am affecting the same.

(2) The Majlis shall take all necessary steps to vest in itself for thelike purposes any such property situate elsewhere than in BruneiDarussalam.

Restrictions on creation of charitable trusts.

102. (1) Whether or not made by way of will or death-bed gift, no wakafor nazar made after the commencement of this Act and involving more thanone-third of the property of the person making the same shall be valid inrespect of the excess beyond such one-third, unless expressly sanctioned andvalidated by His Majesty in writing.

(2) Every wakaf khas or nazar made after the commencement of thisAct shall be null and void unless —

(a) His Majesty shall have expressly sanctioned and validatedthe same in writing; or

(b) it was made during a serious illness from which the makersubsequently died and was made in writing by an instrument executedby him and witnessed by one of the pegawai masjid of the mukim

Page 131: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

LAWS OF BRUNEI

Religious Council and Kadis Courtp. 52 CAP. 77][1984 Ed.

masjid, and by either the penghulu of the daerah or the ketua of thekampong, in which the maker resided.

(3) This section shall not operate to render valid any will, death-bedgift, wakaf or nazar which is invalid under the provisions of Muslim law.

Income of wakaf and nazar.

103. (1) The income of a wakaf khas, if received by the Majlis, shall beapplied by it in accordance with the lawful provisions of such wakaf khas.

(2) The income of every other wakaf and of every nazar am shall bepaid to and form part of the General Endowment Fund.

Change of investments and borrowing powers.

104. (1) The Majlis shall not, without the approval in writing of HisMajesty, sell, transfer or dispose of, or charge, mortgage or encumber, anyimmovable property vested in it for the purposes of this Act, whether or notforming part of the General Endowment Fund:

Provided that it shall be lawful for any such immovable property to becompulsorily acquired or reserved by Government for a public purpose inmanner provided by any written law.

(2) Save as aforesaid, any investments, assets and funds vested in theMajlis may be sold, realised or disposed of, and they and the proceedsthereof may be invested from time to time in any investments authorised byany written law for the time being in force for the investment of trust funds,or in or upon title to any immovable property situate within BruneiDarussalam.

(3) The Majlis shall have power to lease any immovable propertyvested in it upon such terms as seem proper and are not inconsistent with anytrusts affecting the same.

(4) The Majlis shall have power to borrow monies whether withoutsecurity or upon the security of any of the assets of the General EndowmentFund in such manner and to such extent as His Majesty may in writingauthorise. Any monies so borrowed shall form part of the GeneralEndowment Fund.

Page 132: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

LAWS OF BRUNEI

Religious Council and Kadis Court

B.L.R.O. 1/1984

p. 53CAP. 77] [1984 Ed.

Capital of Wakaf and nazar am.

105. (1) Subject to the provisions of subsections (2) and (3), the capitalproperty and assets affected by any lawful wakaf or nazar am shall not formpart of the General Endowment Fund, but shall be applied in pursuance ofsuch wakaf or nazar am and held as segregated funds.

(2) If from lapse of time or change of circumstances it is no longerpossible beneficially to carry out the exact provisions of any wakaf or nazaram, the Majlis shall prepare a scheme for the application of the property andassets affected thereby in a manner as closely as may be analogous to thatrequired by the terms of such wakaf or nazar am and shall apply the sameaccordingly:

Provided that the Majlis may, with the approval in writing of His Majesty,direct that such property and assets shall be added to and form part of theGeneral Endowment Fund.

(3) If the terms of any wakaf or nazar am are such that no method ofapplication of the capital property and assets affected thereby is specified, orit is uncertain in what manner the same should be applied, the Majlis maydirect that such capital property and assets shall be added to and form part ofthe General Endowment Fund.

(4) All instruments creating, evidencing or affecting any wakaf ornazar am, together with any documents of title or other securities relatingthereto, shall be held and retained by the Majlis.

Construction of instrument.

106. If in the opinion of the Majlis the meaning or effect of any instrumentor declaration creating or affecting any wakaf or nazar is obscure oruncertain, the Majlis may refer the same to the Legal Committee for itsopinion as to the meaning or effect thereof, and shall act on any opinion sogiven by the Committee or a majority thereof, unless His Majesty shallotherwise direct.

Page 133: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

LAWS OF BRUNEI

Religious Council and Kadis Courtp. 54 CAP. 77][1984 Ed.

Accounts

Annual Report.

107. The Majlis shall cause full and true accounts of the GeneralEndowment Fund to be kept and shall as soon as possible after the 31st dayof December of every year issue and publish in the Gazette a report on theactivities of the Majlis during the preceding year, together with a balancesheet of the General Endowment Fund as at the 31st day of December, anincome and expenditure account of the said Fund for the year and a list of theproperties and investments of the said Fund showing their cost price, ifbought, and estimated value as at the 31st day of December.

Audit.

108. The said annual balance sheet, income and expenditure account andlist of investments shall prior to the issue thereof be audited and certified ascorrect by the Auditor General or one of his officers duly authorised in thatbehalf. A copy of the auditor’s certificate shall be annexed to all copies of thereport and accounts as issued.

Wakaf and nazar property.

109. Not less than once in every 3 years the Majlis shall prepare, issue andpublish in the Gazette a list of all properties, investments and assets vested inthe Majlis subject to any trust, wakaf or nazar, and not forming part of theGeneral Endowment Fund. Such list shall be audited in manner set out insection 108.

Estimates.

110. (1) The Majlis shall prepare and submit to His Majesty not later thanthe 31st day of October in each year estimates of all income and expenditureof the Majlis, including therein estimates of all property receivable anddisposable in kind, in respect of the ensuing year.

(2) His Majesty may approve such estimates or may direct that thesame be amended and thereupon such approved or amended estimates, as thecase may be, shall be published in the Gazette.

(3) The Majlis may at any time submit to His Majestysupplementary estimates of expenditure in respect of the current year, or, at

Page 134: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

LAWS OF BRUNEI

Religious Council and Kadis Court

B.L.R.O. 1/1984

p. 55CAP. 77] [1984 Ed.

any time prior to the 31st March in any year, in respect of the preceding year,and the same may be approved or amended, and shall be published, in likemanner.

(4) No monies shall be expended, or property disposed of in kind,save in accordance with such estimates as aforesaid and upon a vouchersigned by the President or Vice-President.

Expenses of the Majlis.

111. All costs, charges and expenses of administering the property andassets vested in the Majlis, including the cost of maintenance and repair ofany immovable property, the salaries and allowances of all servants of theMajlis, and the fees and allowances payable to any officer or Member of theMajlis in respect of his services as such shall be paid out of the property andassets of the General Endowment Fund.

Bankers.

112. (1) The Majlis shall appoint bankers and may operate such accountor accounts as to it may seem proper.

(2) Payments by the Majlis of amounts exceeding $50 shall be madeby cheque.

(3) All monies received by or for the Majlis shall be paid into a bankaccount of the Majlis in the manner provided in State Financial Regulations.

(4) Cheques drawn on any bank account of the Majlis shall be signedby the President or Vice-President and by the Secretary.

Financial Statements.

113. (1) At least once in every month there shall be laid on the table afinancial statement showing details of all receipts and expenditure from thetime of the preceding financial statement up to a date not more than 7 daysprior to the meeting.

(2) Every such financial statement shall be considered and approvedat the meeting at which it is submitted and, if not unanimously approved,shall be submitted to His Majesty, together with any comments which anyMember may wish to take thereon.

Page 135: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

LAWS OF BRUNEI

Religious Council and Kadis Courtp. 56 CAP. 77][1984 Ed.

Zakat and Fitrah

Powers of Majlis.

114. The Majlis shall have the power, and shall be under the duty, tocollect on behalf of His Majesty, and to dispose of as His Majesty may,subject to the provisions of this Act direct, all zakat and fitrah payable inBrunei Darussalam in accordance with Muslim law, and shall do so to theextent and in the manner provided in this Act.

Assessment Lists.

115. (1) The Majlis shall prepare annually assessment lists in respect ofeach mukim masjid in Brunei Darussalam, showing the names of all personstherein liable to pay zakat and fitrah respectively and the amounts whichthey are so liable to pay.

(2) The Majlis shall be directly responsible for the preparation of theassessment lists in respect of such areas as the Majlis may determine.

(3) In all other areas, the Imam shall, as agent for and on behalf ofthe Majlis, prepare the assessment lists in respect of each mukim masjid andshall submit copies thereof to the Majlis, which may alter or amend the same.

(4) Any person may make an objection to the Majlis against theinclusion of his name in any assessment list or against the amount or quantityin respect of which he is assessed and the Majlis shall consider every suchobjection and shall make such decision thereon as it considers just.

(5) An appeal from any such decision shall lie to His Majesty inReligious Council, if the subject-matter is of a value not less than $1,000.

Provided that any such appeal may be referred by His Majesty to theJudicial Committee for its opinion and, if so referred, shall be determined asif it were a civil appeal from the Court of a Kadi.

Liability to pay zakat.

116. Zakat shall be payable by every Muslim who rears any animals, orcultivates any crops, or carries on any enterprise, from which Zakat shall bepayable at the rate and in such manner as may be determined by the Majlisfrom time to time in accordance with Muslim law.

Page 136: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

LAWS OF BRUNEI

Religious Council and Kadis Court

B.L.R.O. 1/1984

p. 57CAP. 77] [1984 Ed.

Liability for fitrah.

117. (1) Fitrah shall be payable by all Muslim householders in BruneiDarussalam and shall be at the rate of and in such manner as may bedetermined by the Majlis from time to time in accordance with Muslim law:

Provided that, where a household consists of an odd number of members,payment shall be made as if it consisted of the next higher even number ofmembers.

(2) Payment of fitrah may be excused on grounds of poverty and theImam may with the approval of the other pegawai masjid omit from theassessment list prepared by him the name of any person considered too poorto pay fitrah, but in any such case he shall inform the Majlis of the facts andthe Majlis may reverse such decision.

Payment of zakat.

118. (1) The Majlis or the Imam or Amil as the case may be, shallcomplete the Zakat assessment list by entering the amounts produced and theamounts payable as soon as the harvest is complete.

(2) Where any person produces padi in more than one mukim masjidhis name shall be entered in every assessment list concerned and he shall beassessed on the total production.

Payment shall, in any such case, be made directly to the Majlis.

(3) On completion of the assessment lists, and notwithstanding anyappeal pending, the producer shall forthwith pay the zakat to the Majlis or, incases to which subsection (2) does not apply to the Imam.

(4) Zakat shall be paid in padi but the person paying may bepermitted to repurchase such padi at such price per gantang as the Majlismay, by notification signified in the Gazette, from time to time fix.

Payment of fitrah.

119. (1) Fitrah assessment lists shall be completed not later than the 15thday of Syaaban in each year and the fitrah shall be paid to the Majlis or to theImam not later than the 1st day of Shawal next ensuing.

(2) The Majlis may from time to time by notification signified in theGazette fix rates at which rice may be sold by any pegawai masjid to persons

Page 137: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

LAWS OF BRUNEI

Religious Council and Kadis Courtp. 58 CAP. 77][1984 Ed.

liable to pay fitrah. Such rates shall be not lower than the current minimummarket price for the cheapest grade of rice.

Receipts and Accounts.

120. (1) The Majlis or the Imam or Amil, as the case may be, shall issue areceipt as in Form A or in Form B (as appropriate) in the First Schedule forevery payment of Zakat or Fitrah, whether in cash or in kind.

(2) Every Imam or Amil shall account to the Majlis for all zakat andfitrah received by him and shall hold, store, and dispose of the same or ofany proceeds of sale thereof in such manner as the Majlis may direct.

(3) The Majlis shall cause assessment lists, receipts, accounts andother documents kept by any Imam or Amil and relating to zakat or fitrah tobe examined and audited and may for such purpose appoint and remunerateInspectors.

Disposal of balance.

121. After complying with all directions of His Majesty as to disposal ofany zakat and fitrah, the Majlis shall, if any portion thereof be undisposed of,sell and realise such part thereof as may not consist of money and it and theproceeds of any sale thereof shall be added to and form part of the GeneralEndowment Fund.

Collection for Charities

Charitable collections.

122. (1) Notwithstanding the provisions of the Subscriptions Control Act(Chapter 91), the Majlis may collect, or may grant licences to any person orbody of persons, authorising him or them to collect, monies or funds for anycharitable purpose for the support and promotion of the Islamic religion orfor the benefit of Muslims in accordance with Muslim law, and may by anysuch licence impose such terms as it may think fit.

(2) It shall be deemed to be a term of every such licence that thegrantee thereof and every other person authorised thereby to collect moniesor funds shall —

Page 138: TINAJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HONOR NADZIR ......Hukum Ekonomi Islam (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2018 M.Ix

LAWS OF BRUNEI

Religious Council and Kadis Court

B.L.R.O. 1/1984

p. 59CAP. 77] [1984 Ed.

(a) issue in respect of every sum so collected a seriallynumbered receipt in Form C in the First Schedule;

(b) keep true and full accounts of all sums so collected and ofthe disposal thereof with all proper vouchers;

(c) produce on demand the counterfoils of such receipts and allsuch accounts and vouchers for inspection and audit by the Majlis;

(d) apply and dispose of all sums so collected in accordancewith the terms of such licence, or, if no method of disposal thereof bethereby expressly authorised, pay and account for the same to themajlis.

(3) Monies collected in pursuance of this section may be applied fora specific purpose if the Majlis shall so direct, but shall, in default of anysuch direction, be added to and form part of the General Endowment Fund.

(4) No person shall make or take part in any collection of money forany such purpose as aforesaid unless with the express authority of the Majlisor by virtue and in pursuance of such a licence as aforesaid.

PART V

MOSQUES

Majlis to be trustee.

123. Notwithstanding any provision to the contrary in any writteninstrument, the Majlis shall be the sole trustee of all mosques in BruneiDarussalam and every mosque, together with any immovable property onwhich it stands or appurtenant thereto and used for the purposes thereof,other than State land or land reserved for a public purpose, shall uponregistration under the Land Code (Chapter 40), and without any conveyance,assignment or transfer whatever vest in the Majlis for the purposes of thisAct.

Restriction on new mosques.

124. (1) No person shall erect any mosque or dedicate or otherwise applyany existing building, as or for the purposes of a mosque, without thepermission in writing of the Majlis.