Bab II Tinajuan Pustaka

37
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Simpang Jalan Simpang jalan adalah simpul jalan raya yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat tersebut bertemu dan memencar meninggalkan simpang. Pada jalan raya dikenal tiga macam pertemuan jalan yaitu : pertemuan sebidang (at grade intersection), pertemuan tidak sebidang (interchange), persimpangan jalan (grade separation without ramps). Pertemuan sebidang dapat menampung arus lalu-lintas baik yang menerus maupun yang membelok sampai batas tertentu. Jika kemampuan menampung arus lalu-lintas tersebut telah dilampaui akan tampak dengan munculnya tanda- tanda kemacetan lalu-lintas. 1

Transcript of Bab II Tinajuan Pustaka

Page 1: Bab II Tinajuan Pustaka

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Simpang Jalan

Simpang jalan adalah simpul jalan raya yang terbentuk dari beberapa

pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat tersebut bertemu dan

memencar meninggalkan simpang. Pada jalan raya dikenal tiga macam pertemuan

jalan yaitu : pertemuan sebidang (at grade intersection), pertemuan tidak sebidang

(interchange), persimpangan jalan (grade separation without ramps). Pertemuan

sebidang dapat menampung arus lalu-lintas baik yang menerus maupun yang

membelok sampai batas tertentu. Jika kemampuan menampung arus lalu-lintas

tersebut telah dilampaui akan tampak dengan munculnya tanda-tanda kemacetan

lalu-lintas.

1

Page 2: Bab II Tinajuan Pustaka

Gambar 2.1 Tipe-tipe Persimpangan (Miller dalam Odgen & Bennet, 1982)

Di dalam persimpangan tipe 4 lengan (cross intersection) terdapat 32 titik

konflik lalu-lintas, sementara persimpangan tipe ‘T’ (T-intersection) terdapat 9

titik konflik lalu-lintas. Titik konflik itu sendiri adalah gerakan-gerakan lalu-lintas

yang datang dari jalan-jalan yang saling berpotongan. Gambar 2.2 berikut ini

melukiskan titik-titik konflik kedua tipe persimpangan tersebut:

Gambar 2.2 Titik-titik Konflik Lalu-lintas di Persimpangan (Miller dalam Odgen

& Bennet,1982)

2.2 Simpang Bersinyal

Simpang bersinyal adalah simpang yang dikendalikan oleh sinyal lalu-

lintas. Sinyal lalu-lintas adalah semua peralatan pengatur lalu-lintas yang

menggunakan tenaga listrik, rambu dan marka jalan untuk mengarahkan atau

2

Page 3: Bab II Tinajuan Pustaka

memperingatkan pengemudi kendaraan bermotor, pengendara sepeda, atau pejalan

kaki (Oglesby dan Hick, 1982).

Simpang-simpang bersinyal yang merupakan bagian dari sistem kendali

waktu tetap yang dirangkai atau 'sinyal aktuasi kendaraan' terisolir, biasanya

memerlukan metoda dan perangkat lunak khusus dalam analisanya. Walau

demikian masukan untuk waktu sinyal dari suatu simpang yang berdiri sendiri

dapat diperoleh dengan menggunakan manual.

2.3 Kondisi dan Karakteristik Lalu-lintas

Menurut MKJI 1997, nilai arus lalu-lintas (Q) mencerminkan komposisi

lalu-lintas, dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp).

Semua nilai arus lalu-lintas (per-arah dan total) diubah menjadi satuan mobil

penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp),

yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan sebagai berikut:

1. Kendaraan Ringan/LV adalah kendaraan bermotor ber as dua dengan 4

roda dan dengan jarak as 2,0 - 3,0 m;

2. Kendaraan Berat/HV adalah kendaraan bermotor dengan lebih dari 4

roda;

3. Sepeda Motor/MC adalah kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda;

4. Kendaraan Tak Bermotor/UM adalah kendaraan dengan roda yang

digerakkan oleh orang atau hewan meliputi sepeda, gerobak, becak

dayung;

3

Page 4: Bab II Tinajuan Pustaka

5. Ekivalen mobil penumpang adalah faktor dari berbagai tipe kendaraan

sehubungan dengan keperluan waktu hijau untuk keluar masuk antrian

apabila dibandingkan dengan sebuah kendaraan ringan (untuk mobil

penumpang dan kendaraan ringan yang stastisnya sama, emp=1,0)

Adapun mengenai kondisi dan karakteristik Geometri sesuai Manual

Kapasitas Jalan Indonesia, (MKJI 1997) sebagai berikut :

1. Pendekat adalah daerah dari suatu lengan simpang jalan untuk kendaraan

mengantri sebelum keluar melewati garis henti.(bila gerakan lalu-lintas kekiri

atau kekanan dipisahkan dengan pulau lalu-lintas, sebuah lengan simpang

jalan dapat mempunyai dua pendekat).

2. Lebar pendekat adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur

dibagian tersempit disebelah hulu.

3. Lebar masuk adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur pada

garis henti.

4. Lebar keluar adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang

digunakan oleh lalu-lintas buangan setelah melewati persimpangan jalan.

5. Lebar efektif adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang

digunakan dalam perhitungan kapasitas (dengan pertimbangan terhadap

WA,WMASUK dan WKELUAR dan gerakan lalu-lintas membelok).

Suatu arus arus lalu-lintas dapat dikatakan lancar apabila arus lalu-lintas

tersebut dapat melewati suatu ruas jalan atau simpang tanpa mengalami hambatan

4

Page 5: Bab II Tinajuan Pustaka

atau gangguan, sehingga pada jaringan jalan tersebut tidak mengalami masalah

lalu-lintas. Masalah lalu-lintas yang timbul di jalan raya dapat disebabkan oleh

banyak faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi serta keamanan perjalanan di

jalan raya. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan masalah tersebut secara garis

besar yaitu:

1. Faktor jalan (fisik).

2. Faktor lalu-lintas (kendaraan).

3. Faktor manusia (pengemudi dan pemakai jalan).

4. Fasilitas jalan.

2.4 Simpang Sebidang Jalan Raya

Simpang yang dimaksud adalah simpang pada satu bidang antara dua jalur

atau lebih jalan raya. Pada daerah simpang ini terjadi gerakan membelok atau

memotong arus lalu-lintas lain (terlawan), dan arus lalu-lintas ini jenisnya sama

yaitu arus lalu-lintas jalan raya.

Dalam menentukan tempat persimpangan jalan, harus diingat karakteristik

pengemudi dan kendaraan, dan kemungkinan adanya kecelakaan serta

frekuensinya. Pengemudi sebaikknya hanya dihadapkan dengan satu keputusan

untuk tiap waktu. Daerah persimpang jalan yang luas memungkinkan terjadinya

“gerakan didaerah terbuka” harus dihindari dengan pemasangan pulau pengarah

agar jumlah pilahan rute semakin kecil.

Jarak pandang yang cukup diperlukan pengemudi agar dapat bergerak

secara aman ketika memasuki persimpangan jalan pada kecepatan tertentu. Hal ini

pertama-tama meliputi jarak pandangan pengemudi pada jalan ketika

5

Page 6: Bab II Tinajuan Pustaka

mendekati,melintasi,dan sesudah melewati persimpang jalan (Oglesby dan Hick,

1982).

2.5 Simpang Sebidang dengan Pengaturan/Sinyal Signalized Intersection

Simpang ini adalah pertemuan atau perpotongan pada satu bidang antara

dua atau lebih jalur jalan raya dengan lalu-lintas masing-masing, dan pada titik-

titik simpang dilengkapi dengan lampu sebagai rambu-rambu lalu-lintas.

Penggunaan lampu lalu-lintas, bila dipasang dan dioperasikan dengan baik

akan memberikan keuntungan dalam pengelolaan dan keselamatan lalu-lintas.

Dengan adanya lampu lalu-lintas, daerah simpang bisa digunakan secara

bergiliran dengan pembagian beberapa fase bagi arus kendaraan yang lewat pada

tiap kaki simpang dan juga terlibatnya arus pejalan kaki yang akan menyeberang

jalan. Adanya pengaturan fase bagi arus lalu-lintas yang ada akan mengurangi

jumlah titik konflik di daerah simpang sehingga dapat mengurangi kemungkinan

akan terjadinya konflik atau benturan.

Meskipun demikian pemasangan lampu lalu-lintas tidak selamanya

memberikan pemecahan masalah lalu-lintas pada simpang. Diantaranya

dikarenakan oleh pembagian waktu sinyal lampu hijau dan lampu merah yang

tidak seimbang. Akibat yang kurang menguntungkan diantaranya yaitu:

1. Pada waktu arus lalu-lintas kecil akan menyebabkan penghambatan perjalanan

dan pemborosan bahan bakar.

2. Kecelakaan berupa tabrakan dari belakang bisa bertambah.

6

Page 7: Bab II Tinajuan Pustaka

3. Jika pemasangan lampu kurang baik maka akan menyebabkan penghambatan

dan mengundang adanya pelanggaran lalu-lintas.

4. Ada kecenderungan untuk menghindari lampu lalu-lintas dengan melewati

rute yang lain.

2.6 Klasifikasi Jalan

Menurut MKJI 1997, jalan raya dibagi dalam kelas-kelas yang

penetapannya kecuali didasarkan pada fungsinya juga dipertimbangkan pada besar

volume serta sifat lalulintas pada pergerakan yang memotong aliran besar lalu

lintas kendaraan masing-masing jalur yang berpotongan. Volume lalulintas harus

dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (emp) yang besarnya menunjukkan

jumlah Lalulintas Harian Rata-rata (LHR) untuk kedua jurusan pada tabel 2.1

klasifikasi jalan berikut :

Tabel 2.2 klasifikasi jalan

Klasifikasi Kelas Lalulintas Harian Rata-rata (LHR) Dalam smp

Fungsi

Utama   I > 20.000Sekunder I II A

6.000 s/d 20.000       II II B 1.500 s/d 8.000    II C

< 2.000       III III  Penghubung      

Sumber : MKJI 1997

7

Page 8: Bab II Tinajuan Pustaka

2.7 Analisi simpang Bersinyal dengan MKJI 1997

Metodologi untuk analisa simpang bersinyal dengan MKJI 1997

didasarkan pada prinsip-prinsip utama sebagai berikut:

2.6.1 Kapasitas Simpang

Kapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil perkalian antara

kapasitas dasar (C0) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan faktor-faktor

penyesuaian (F), dengan memperhitungkan pengaruh kon disi lapangan terhadap

kapasitas. Perkiraan kapasitas persimpangan dapat dihuting dengan persamaan

berikut (MKJI 1997) :

C = C0 x FW X FM x FCS x FRSU x FLT x FRT xFMI ..........................................(2.2)

Dimana :

C = Kapasitas

Co = Kapasitas Dasar (smp/jam)

FW = Faktor Penyesuaian

FM = Faktor penyesuaian median

FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota

FRSU = Faktor penyesuaian tipe lingkunagan jalan, hambatan samping dan

kendaraan tak bermotor

FLT = Faktor penyesuaian persen (%) belok kiri

FRT = Faktor penyesuaian persen (%) belok kanan

FMI = Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor

2.6.2 Derajat Kejenuhan

8

Page 9: Bab II Tinajuan Pustaka

Derajat kejenuhan untuk seluruh simpang (DS), dihitung sebagai berikut :

SD = Q smp/C ....................................................................................................(2.3)

Dimana :

Q smp = Arus total (smp/jam), dan dapat dihitung menggunakan persamaan

berikut :

Q smp = Q kend x Fsmp .......................................................................................(2.4)

Dimana :

Fsmp = Faktor smp, dihitung sebagai berikut :

Fsmp = (empLV x LV% + empHV x HV% + empMC x MC%)/100 ..............(2.5)

Dimana :

empLV, LV%, empHV, HV%, empMC dan MC% adalah emp dan konbinasi lalu

lintas untuk kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor, dan C =

kapasitas (smp/am).

2.6.3 Perbandingan arus lalu lintas dengan arus jenuh (Fr)

Perbandingan keduanya menggunakan rumus berikut:

FR = Q/S …………………………………………………….. (2.3)

Keterangan:

FR : rasio arus

Q : arus lalu lintas (smp/jam)

S : arus jenuh (smp/jam)

Untuk arus kritis dihitung dengan rumus:

9

Page 10: Bab II Tinajuan Pustaka

PR = (FRCRIT)/IFR ……………………………………………. (2.4)

Keterangan:

IFR : perbandigan arus simpang Σ(FRerit)

PR : rasio arus

FRerit : nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase

sinyal

2.6.4 Waktu siklus dan waktu hijau

Adapun waktu siklus yang layak untuk simpang adalah seperti terlihat

pada Tabel 2.2:

Tabel 2.2 Waktu siklus yang layak untuk simpang

Tipe Pengaturan Waktu Siklus

1 Fase

2 Fase

3 Fase

40 – 80

50 – 100

60 - 130

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Waktu siklus yang telah disesuaikan (c) berdasarkan waktu hijau yang

diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang (LTI) dihitung dengan rumus :

c = Σg + LTI ............................................................................. (2.5)

keterangan:

10

Page 11: Bab II Tinajuan Pustaka

c : waktu hijau (detik)

LTI : total waktu hilang per siklus (detik)

Σg : total waktu hijau (detik)

Waktu siklus dihitung dengan rumus:

Cua=(1,5 x LTI + 5 )

(1−IFR ) ……………………………………….. (2.6)

Keterangan:

cua : waktu siklus pra penyesuaian sinyal (detik)

LTI : total waktu hilang per siklus (detik)

IFR : rasio arus simpang

Waktu siklus pra penyesuaian dapat juga diperoleh dari Gambar 2.8.

11

Page 12: Bab II Tinajuan Pustaka

Gambar 2.11 Grafik penetapan waktu siklus pra penyesuaian

Waktu hijau (Green Time) untuk masing-masing fase menggunakan rumus:

g i = (cua - LTI) × PR i ………………………………………………

(2.7)

di mana:

g I = Tampilan waktu hijau pada fase i (det)

cua = Waktu siklus sebelum penyesuaian (det)

LTI = Waktu hilang total per siklus

PRi = Perbandingan fase FRcrit/∑FRkritis

2.6.5 Kapasitas

Penentuan kapasitas masing-masing pendekat dan pembahasan mengenai

perubahan-perubahan yang harus dilakukan jika kapasitas tidak mencukupi.

a. Kapasitas untuk tiap lengan dihitung dengan rumus :

C = S ×

gc ..................................................................................... (2.8)

Keterangan :

C : kapasitas (smp/jam)

S : arus jenuh (smp/jam)

g : waktu hijau (detik)

c : waktu siklus yang disesuaikan (detik)

12

Page 13: Bab II Tinajuan Pustaka

b. Derajat kejenuhan (DS) dihitung dengan rumus :

DS = Q/C .............................................................................. (2.9)

Keterangan :

Q : arus lalu-lintas (smp/jam)

C : kapasitas (smp/jam)

2.6.6 Perilaku Lalu-Lintas

Perilaku lalu-lintas pada simpang dipengaruhi oleh panjang antrian,

jumlah kendaraan terhenti dan tundaan. Panjang antrian adalah jumlah kendaraan

yang antri dalam satu pendekat.

a. Jumlah antrian (NQ) dan Panjang Antrian (QL)

Nilai dari jumlah antrian (NQ1) dapat dicari dengan formula:

1) bila DS > 0,5, maka:

NQ1 = 0.25 x C x {( DS − 1 ) + √ ( DS − 1 )2 +

[8 x (DS − 0,5 )]C }

…… (2.10)

Keterangan :

NQ1 : jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya

C : kapasitas (smp/jam)

DS : derajat kejenuhan

13

Page 14: Bab II Tinajuan Pustaka

2) Bila DS < 0,5, maka:

NQ1 = 0 …………...................................................... (2.11)

Jumlah antrian kendaraan dihitung, kemudian dihitung jumlah antrian

satuan mobil penumpang yang datang selama fase merah (NQ2) dengan formula:

NQ2 = c x

1 − GR1 − GR x DS

xQ

3600 ...................................................... (2.12)

keterangan :

NQ2 : jumlah antrian smp yang datang selama fase merah

DS : derajat kejenuhan

Q : volume lalu-lintas (smp/jam)

c : waktu siklus (detik)

GR : gi/c

Panjang antrian (QL) dihitung dengan formula:

QL = NQmax x

20W masuk .............................................................. (2.13)

Keterangan :

QL : panjang antrian

NQmax : jumlah antrian

Wmasuk : lebar masuk

14

Page 15: Bab II Tinajuan Pustaka

Nilai NQ max diperoleh dari Gambar 2.12 MKJI yang tersaji pada, dengan

anggapan peluang untuk pembebanan (POL) sebesar 5 % untuk langkah

perancangan.

Gambar 2.12 Grafik perhitungan jumlah antrian (NQmax) dalam smp

b. Kendaraan terhenti (NS)

Jumlah kendaraan terhenti adalah jumlah kendaraan dari arus lalu-lintas

yang terpaksa berhenti sebelum melewati garis henti akibat pengendalian sinyal.

Angka henti sebagai jumlah rata-rata per smp untuk perancangan dihitung dengan

rumus di bawah ini:

NS =

(0,9 xNQ )(QxC )

x 3600 ..................................................... (2.14)

Keterangan:

NS : Angka henti

15

Page 16: Bab II Tinajuan Pustaka

NQ : Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau

Q : Arus lalu-lintas (smp/jam)

C : Waktu siklus (det)

Perhitungan jumlah kendaraan terhenti (NSV) masing-masing pendekat

menggunakan formula:

NSV = Q x NS ....................................................................... (2.15)

Keterangan:

NSV : jumlah kendaraan terhenti

Q : arus lalu-lintas (smp/jam)

NS : angka henti

Untuk angka henti total seluruh simpang dihitung dengan rumus :

NStotal = ΣNSV/ΣQ ................................................................. (2.16)

Keterangan:

NStotal : angka henti total seluruh simpang

ΣNSV : jumlah kendaraan terhenti

ΣQ : arus lalu-lintas (smp/jam)

c. Tundaan (Delay)

16

Page 17: Bab II Tinajuan Pustaka

Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui

simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui suatu simpang. Tundaan

terdiri dari:

1) Tundaan Lalu-lintas

Tundaan lalu-lintas adalah waktu menunggu yang disebabkan interaksi

lalu-lintas dengan gerakan lalu-lintas yang bertentangan. Tundaan lalu-lintas

ratarata tiap pendekat dihitung dengan menggunakan formula:

DT =

(NQ1 x3600 )C ....................................................... (2.17)

Keterangan:

DT : rata-rata tundaan lalu-lintas tiap pendekat (detik/smp)

c : waktu siklus yang disesuaikan (detik)

A : 1,5 x (1 – GR)2 / (1 – GR x DS)

C : kapasitas (smp/jam)

NQ1 : jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (smp/jam)

2) Tundaan Geometri

17

Page 18: Bab II Tinajuan Pustaka

Tundaan geometri disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan

yang membelok di simpang atau yang terhenti oleh lampu merah. Tundaan

geometrik rata-rata (DG) masing-masing pendekat :

DT =

(1 − Psv ) x (PT x 6)(PSV x 4 ) ............................................................. (2.18)

Keterangan :

PSV : Rasio kendaraan berhenti dalam kaki simpang (= NS )

PT : Rasio kendaraan berbelok dalam kaki simpang

Tundaan rata-rata tiap pendekat (D) adalah jumlah dari tundaan lalu-lintas

rata-rata dan tundaan geometrik masing-masing pendekat :

D = DT + DG ............................................................................ (2.19)

Keterangan:

D : Tundaan rata-rata tiap pendekat

DT : rata-rata tundaan lalu-lintas tiap pendekat (detik/smp)

DG : rata-rata tundaan geometrik tiap pendekat (detik/smp)

Tundaan total pada simpang adalah :

Dtot= D x Q .............................................................................. (2.20)

Keterangan:

D : Tundaan rata-rata tiap pendekat

18

Page 19: Bab II Tinajuan Pustaka

Q : arus lalu-lintas (smp/jam)

Untuk tundaan simpang rata-rata adalah :

D= Σ(Q x D)/ΣQ .................................................................. (2.21)

Keterangan:

D : Tundaan rata-rata tiap pendekat

Q : arus lalu-lintas (smp/jam)

2.7 Tingkat Pelayanan pada Persimpangan Bersinyal

Tamin dan Nahdalina (1990) dalam Tamin (2000) memberikan kriteria

tingkat pelayanan berdasarkan tundaan per kendaraan (dalam detik). Indeks

Tingkat Pelayanan yang diberikan adalah ITP A, B, C, D, E, dan F. Kriteria

tingkat pelayanan simpang bersinyal selengkapnya adalah seperti diperlihatkan

dalam Tabel 2.3

Tabel 2.3 Tingkat Pelayanan pada Simpang Bersinyal

ITP Tundaan per kendaraan (detik)

A ≤ 5,0

B 5,1 – 15,0

C 15,1 – 25,0

D 25,1 – 40,0

E 40,1 – 60,0

F > 60,0

19

Page 20: Bab II Tinajuan Pustaka

Sumber: Tamin dan Nahdalina (1998) dalam Tamin (2000)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Survey

Lokasi penelitian ini dilakukan pada Simpang Empat bersinyal Kota

Lhokseumawe yang mempunyai empat lengan persimpangan. Persimpangan ini

adalah persimpangan bersinyal yang diatur dalam 3 Fase, Pada lengan bagian

utara merupakan Jalan Darussalam, pada lengan bagian selatan merupakan Jalan

Panglateh, pada lengan bagian barat merupakan Jalan Merdeka Barat, dan pada

lengan bagian timur merupakan Jalan Merdeka Timur. Untuk lebih jelasnya peta

lokasi survey ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut :

20

Page 21: Bab II Tinajuan Pustaka

Gambar 3.1 Denah Lokasi Penelitian

3.2 Metode Pengumpulan Data

Dalam survei ini dilakukan survei penuh selama 3 hari, mulai pukul 06:30

WIB – 18:30 WIB pada hari kerja dan pada hari libur kerja tanggal 25,27 dan 30

Mei 2009. Dari survei ini akan diperoleh grafik fluktuasi arus lalu-lintas dan akan

ditentukan waktu survei primer, yaitu berdasarkan jam-jam puncak pagi, siang

dan sore. Sedangkan pada hari sabtu mewakili hari libur kerja.

Pada survei lalu-lintas ini pencatatan seluruh jenis kendaraan yang

melewati persimpangan jalan tersebut dengan interval waktu per 15 menit.

Pengambilan data arus lalu-lintas dilakukan secara manual, untuk mendapatkan

arus lalu-lintas dalam satuan mobil penumpang (smp), maka perlu dikalikan

dengan faktor konversi dari berbagai jenis kendaraan menjadi satuan mobil

penumpang. Nilai ekivalensi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan

pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 yaitu :

1. Kendaraan Ringan = 1

2. Kendaraan Berat = 1,3

3. Sepeda Motor = 0,3

3.2.1 Data Primer

21

Page 22: Bab II Tinajuan Pustaka

Survey primer dilakukan pada jam-jam puncak pagi, siang dan sore. Data-

data yang diambil pada survei primer ini meliputi :

1. Data arus pergerakan lalu-lintas pada keempat lengan persimpangan;

Kendaraan keluar masuk

Kendaraan lambat

Dan kendaraan tak bermotor

Gambar 3.2 Jumlah arus lalu-lintas (kend/jam) tiap lengan persimpangan

2. Data geometrik persimpangan;

3. Data fase dan waktu sinyal;

22

Page 23: Bab II Tinajuan Pustaka

LANGKAH A : DATA MASUKAN : Geometrik, Pengaturan lalu lintas dan kondisi lingkungan : kondisi arus lalu lintas

LANGKAH B : PENGGUNAAN SIGNAL: Fase Awal: Waktu antar hijau dan waktu hilang

LANGKAH C : PENENTUAN WAKTU SIGNAL: Tipe pendekat : Waktu antar hijau dan waktu hilang : Arus jenuh dasar : Faktor – faktor penyesuaian : Rasio arus/arus - jenuh : Waktu siklus dan waktu hijau

LANGKAH D : KAPASITASD-1 : KapasitasD-2 : Keperluan untuk perubahan

PERUBAHANUbah penentuan fase sinyal, lebar pendekat, aturan membelok dsb.

4. Data kelandaian;

5. Data pengamatan hambatan samping;

3.2.1 Data sekunder

Selain data primer yang diambil, juga dilakukan pengambilan data

sekunder. Data sekunder yang diambil berupa data jumlah penduduk Kota

Lhokseumawe.

3.3 Metode Pengolahan dan analisis Data

Data-data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan metode MKJI 1997.

Hasil dari pengolahan data ini adalah nilai derajat kejenuhan, panjang antrian, dan

tundaan. Prosedur perhitungan dan analisa simpang bersinyal berdasarkan metode

MKJI 1997 digambarkan dalam Gambar 3.2.

23

Page 24: Bab II Tinajuan Pustaka

Studi Pendahuluan

Pengumpulan Data

Data Primer: Survei Arus Lalu-LintasHambatan Samping,Median jalan Fase dan waktu siklusGeometrik simpang

Data Sekunder: Peta jaringan jalanPeta lokasi penelitianData Jumlah Penduduk

Pengolahan dan Analisis Data :Derajat KejenuhanPanjang Antrian

TundaanTingkat Pelayanan

Selesai

Gambar 3.2 Bagan Alir untuk Analisa Simpang Bersinyal (MKJI 1997)

24

Page 25: Bab II Tinajuan Pustaka

Gambar 3.3 Flow Chart Penelitian

25