timpanometri refrat

25
1 TIMPANOMETRI I. PENDAHULUAN Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi pula evaluasi pendengaran dan rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan dengan gangguan pendengaran. Audiologi terbagi atas: audiologi dasar dan audiologi khusus. Di mana audiologi dasar adalah ilmu pengetahuan mengenai nada murni, bising, gangguan pendengaran, serta cara pemeriksaannya. Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan tes penala, tes berbisik, dan audio nada murni. Sedangkan audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli sensorineural koklea dengan retrokoklea, tes untuk tuli anorganik, audiologi anak, audiologi industri.(Adams,1997) Pemeriksaan pendengaran dapat meningkatkan presisi dalam mendiagnosis lokus patologis penyakit-penyakit spesifik. Pasien-pasien dengan penyakit berbeda pada daerah yang sama (misal ketulian dan sindrom Meniere, keduanya melibatkan koklearis) melaporkan pengalaman pendengaran yang berbeda dan akan memberikan temuan audiometri yang berbeda pula. Itulah perlunya kita menentukan jenis ketulian melalui tes pendengaran, agar kita dapat mendeteksi lokalisasi kerusakan bagian telinga yang menjadi penyebabnya.(Adams,1997 dan Sedjawidada) Audiometri adalah pengukuran pendengaran dengan audiometer. Audiometer adalah alat elektro-akustik yang mampu menghasilkan bunyi dengan sifat-sifat yang dikehendaki oleh pemeriksa.(Sedjawidada) Terdapat 4 cara pemeriksaan audiometri objektif, yaitu audiometri impedans, elektrokokleografi (E.Coch.), evoked response audiometry. Oto Acoustic emmision (Emisi otoakustik).(Soepardi,2007)

description

refrat timpanometer yangberisi timpanometri dengan menggunakan timpanogram

Transcript of timpanometri refrat

Page 1: timpanometri refrat

1

TIMPANOMETRI

I. PENDAHULUAN

Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi pula evaluasi pendengaran

dan rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan dengan

gangguan pendengaran. Audiologi terbagi atas: audiologi dasar dan audiologi

khusus. Di mana audiologi dasar adalah ilmu pengetahuan mengenai nada murni,

bising, gangguan pendengaran, serta cara pemeriksaannya. Pemeriksaan biasanya

dilakukan dengan tes penala, tes berbisik, dan audio nada murni. Sedangkan

audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli sensorineural koklea dengan

retrokoklea, tes untuk tuli anorganik, audiologi anak, audiologi

industri.(Adams,1997)

Pemeriksaan pendengaran dapat meningkatkan presisi dalam mendiagnosis

lokus patologis penyakit-penyakit spesifik. Pasien-pasien dengan penyakit

berbeda pada daerah yang sama (misal ketulian dan sindrom Meniere, keduanya

melibatkan koklearis) melaporkan pengalaman pendengaran yang berbeda dan

akan memberikan temuan audiometri yang berbeda pula. Itulah perlunya kita

menentukan jenis ketulian melalui tes pendengaran, agar kita dapat mendeteksi

lokalisasi kerusakan bagian telinga yang menjadi penyebabnya.(Adams,1997 dan

Sedjawidada)

Audiometri adalah pengukuran pendengaran dengan audiometer. Audiometer

adalah alat elektro-akustik yang mampu menghasilkan bunyi dengan sifat-sifat

yang dikehendaki oleh pemeriksa.(Sedjawidada)

Terdapat 4 cara pemeriksaan audiometri objektif, yaitu audiometri impedans,

elektrokokleografi (E.Coch.), evoked response audiometry. Oto Acoustic

emmision (Emisi otoakustik).(Soepardi,2007)

Page 2: timpanometri refrat

2

II. ANATOMI TELINGA

Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk

keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga

luar, telinga tengah, dan telinga dalam.(Haris,2009)

Gambar 1. Anatomi telinga.(Ismail,2008)

a. Telinga Luar

Telinga luar dibentuk oleh aurikula dan meatus akustikus eksternus.

Aurikula dibentuk oleh kartilago yang bersatu dengan pars kartilagineus

meatus akustikus eksternus. Fungsi aurikula mengarahkan getaran masuk ke

dalam meatus akustikus eksternus. Sedangkan meatus akustikus eksternus

merupakan suatu saluran, terbuka di bagian luar dan di bagian inferior

dibatasi oleh membran timpani, ukuran panjang 2,5 cm, terdiri dari pars

kartilagineus (⅓ bagian lateral) dan pars osseus di bagian medial (⅔ bagian

medial). Batas antara pars kartilagineus dan pars osseus menyempit,

Page 3: timpanometri refrat

3

dinamakan isthmus. Pars kartilagineus berbentuk konkaf ke anterior. Di

dalam lapisan submukosa terdapat glandula seruminosa yang memproduksi

serumen.(Bauman,1996)

b. Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari membran timpani, tuba Eustachius, ossikula

auditiva, antrum dan cellulae mastoidea. Memiliki empat dinding, atap, dan

dasar. Oleh karena itu bisa disederhanakan dalam diagram sebagai kotak

terbuka, dengan:

- batas luar : membran timpani

- batas depan : tuba eustachius

- batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

- batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

- batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

- batas dalam berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi

sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong

(oval window), tingkap bundar (round window) dan

promontorium. ((Faiz,2004 dan Soepardi,2007)

Membran timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan

menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis

normalnya berwarna kelabu mutiara dan translusen.(Nursecerdas,2009)

Tuba auditorius atau tuba Eustachius mempunyai ukuran panjang kira-kira

36 mm, letak melengkung membentuk sudut 45 derajat dengan bidang sagital

dan sudut 30-40 derajat dengan bidang horizontal. Tuba ini terdiri dari pars

ossea dan pars kartilaginis. Pars osseus merupakan ⅓ bagian dengan panjang

13 mm, berada di bagian lateral (pars lateralis) dan terletak di dalam pars

petrosa tulang temporalis. Pars kartilagineus merupakan ⅔ bagian dengan

panjang 24 mm, terletak di bagian medial (pars medialis), bermuara ke dalam

nasofaring, membentuk torus tubarius di sebelah dorsal orificium pharingium

Page 4: timpanometri refrat

4

tuba auditiva. Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1 mm, panjangnya sekitar

35 mm, menghubungkan telinga ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii

tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan

manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai

drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah

dengan tekanan atmosfer.(Haris,2009 dan Bauman,1996)

Gambar 2.Membran timpani (Netter,2010)

Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi

ossikula (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke

nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid

Page 5: timpanometri refrat

5

tulang temporal. Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk

menjaga tekanan udara agar seimbang.(Nursecerdas,2009 dan Haris,2009)

Gambar 3. Cavum Tympani.(Netter,2010)

Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti

rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga

tulang tersebut adalah tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga

dan tulang landasan (inkus). Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum

sehingga mereka bergerak sebagai satu tulang. Tulang yang ketiga adalah

tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan dengan jendela oval. Antara

Page 6: timpanometri refrat

6

tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang memungkinkan

gerakan bebas. Ossikula dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan

ligamen, yang membantu hantaran suara.(Nursecerdas,2009)

Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran.

Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya

berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah

tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke

lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tangkai maleus terus

menerus tertarik ke dalam oleh ligamentum dan oleh M. tensor timpani, yang

mempertahankan membran timpani berada dalam tegangan. Hal ini

memungkinkan getaran suara pada bagian membran timpani manapun

dihantarkan ke maleus yang tidak akan terjadi bila membran lemas. Tendo

otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding

posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes, dan

menstabilkan hubungan antara stapedius dengan jendela oval.(Guyton, 2006

dan Pitnariah, 2010)

Ketika bunyi yang bising ditransmisikan melalui sistem ossikular dan

dari sana ke dalam sistem saraf pusat, suatu refleks terjadi setelah periode

laten selama hanya 40 sampai 80 millidetik untuk menyebabkan kontraksi dari

otot stapedius dan, berkurangnya luas otot tensor timpani. Otot tensor

timpani menarik tangkai malleus ke dalam sementara otot stapedius menarik

stapes ke luar. Kedua gaya ini saling berlawanan satu sama lain dan dengan

demikian menyebabkan seluruh sistem ossikuler mengembangkan rigiditas

yang meningkat, demikian besar mengurangi konduksi ossikuler dari bunyi

frekuensi rendah, utamanya frekuensi di bawah 1000 cycle per

detik(Guyton,2006). Respon ini disebut refleks akustik, yang membantu

melindungi telinga dalam yang rapuh dari kerusakan karena suara. Kedua otot

ini mengurangi proses mekanik telinga tengah. Pengertiannya adalah sebagai

berikut, jika telinga kita menerima suara sangat keras (intensitas > 80 dB)

Page 7: timpanometri refrat

7

maka kemungkinan gerakan mekanik osicular chain akan sangat progresif

yang dapat merusak struktur oval window telinga dalam. Sehingga saat

intensitas suara mencapai nilai di atas, otot stapedius secara refleks akan

berkontraksi untuk membatasi gerakan stapes. Meskipun fungsi utama refleks

akustik ini adalah proteksi, ia juga meningkatkan mekanisme kontrol yang

mempertahankan input suara ke telinga dalam (koklea) lebih konstan, dan

memperluas rentang dinamik sistem telinga tengah, sebagai contoh: otot

stapedius tercatat juga berkontraksi saat seseorang mengunyah dan bersuara

(vokalisasi), sehingga dapat mereduksi bising yang timbul akibat gerakan-

gerakan yang berasal dari dalam tubuh sendiri.Otot-otot ini berfungsi protektif

dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.(Ayon,2010 dan

Jusuf,2003)

Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah,

yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki

menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela

bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh

membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis,

atau struktur berbentuk cincin. Anulus jendela bulat maupun jendela oval

mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat

mengalami kebocoran ke telinga tengah, kondisi ini dinamakan fistula

perilimfe.(Nursecerdas,2009)

Page 8: timpanometri refrat

8

Gambar 4.Ossikula Auditiva(Netter,2010)

c. Telinga Dalam

Telinga dalam mengandung labyrinthus dan terdiri dari tiga buah

kanalis semisirkularis di posterior, vestibulum di tengah dan koklea di

anterior. Pada telinga tengah terdapat meatus akustikus internus dan porus

akustikus internus. Labyrinthus memiliki bagian vestibuler (pars superior)

yang berhubungan dengan keseimbangan dan bagian koklear (pars inferior)

yang merupakan organ pendengaran. Pada irisan melintang koklea tampak

skala vestibuli di bagian atas, skala timpani di bagian bawah, dan skala media

di antaranya. Pada skala media terdapat bagian berbentuk lidah yang disebut

membran tektoria. Bagian atas adalah skala vestibuli yang berisi perilimfe

dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membran Reissner yang tipis.

Bagian bawah adalah skala timpani yang juga mengandung perilimfe dan

dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis osseus dan membran

basillaris.(Bauman,1996)

Page 9: timpanometri refrat

9

III. FISIOLOGI PENDENGARAN

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke

koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga

tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi

getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas

membran timpani dan tingkap lonjong. Fisiologi fungsional jendela oval dan

bulat memegang peran yang penting. Jendela oval dibatasi oleh anulare fieksibel

dari stapes dan membran yang sangat lentur, memungkinkan gerakan penting,

dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes menerima impuls dari

membran timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan duktus koklearis

dilindungi dari gelombang bunyi oleh membran timpani yang utuh, jadi

memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara.

Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa,

sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran

tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya

defleksi stereosilia sel-sel rambut sebagai transduser mekanis, sehingga kanal ion

terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini

menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada

saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks

pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.(Soepardi,2001 dan Berne, 2004)

Page 10: timpanometri refrat

10

Gambar 5. Fisiologi Pendengaran(McWilliams,2010)

Berbeda dengan sistem hantaran telinga luar yang berupa pipa penyalur bunyi

ke membran tympani, sistem hantaran telinga tengah di samping merambatkan,

juga memperkuat daya dorong getaran bunyi(Haris,2009). Perkuatan daya

dorong getaran bunyi oleh sistem hantaran atau sistem konduksi dihasilkan oleh

2 mekanisme, yaitu:

1. Rasio antara membran timpani dibanding luas fenestra ovalis sebesar 17:1,

yang memberikan perkuatan sebesar 17 kali dari bunyi aslinya di udara.

2. Efek pengungkit dari maleus dan inkus yang menyumbangkan momentum

perkuatan daya sebesar 1,3 kali.(Soepardi,2001 dan Grimes,1997)

Pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval

dulu, dan terjadi jeda sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat.

Namun waktu jeda akan berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang

cukup besar yang memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela

oval dan bulat bersamaan. Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat

gerakan maksimal motilitas cairan telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel

Page 11: timpanometri refrat

11

rambut pada organ Corti. Akibatnya terjadi penurunan kemampuan

pendengaran.(Haris,2009)

Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui

telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara

yang dihantarkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara

konduksi tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien;

namun adanya defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus

akan memutuskan konduksi udara normal dan mengakibatkan hilangnya rasio

tekanan-suara dan kehilangan pendengaran konduktif.(Haris,2009)

IV. TIMPANOMETRI

Pada tahun 1946, Otto Metz secara sistematis mengevaluasi akustik imitans

dari telinga normal dan abnormal. Metz menerangkan dengan jelas perubahan-

perubahan akustik imitans yang dihubungkan dengan gangguan-gangguan di

telinga tengah. Pengembangan alat elektroakustik sederhana oleh Terkildsen dan

Scott-Nielson pada tahun 1960 telah memberikan banyak kemajuan, sehingga

alat pengukur ini dapat digunakan dengan mudah di klinik. Selanjutnya pada

awal 1970, pengukuran imitans mulai dimasukkan ke dalam rangkaian tes

audiometri rutin.(Hidayat,2009)

Istilah akustik imitans digunakan untuk merujuk kepada baik masuknya

akustik (Kemudahan dengan yang mana energi mengalir melalui suatu sistem)

atau impedansi akustik (perlawanan total terhadap aliran energi udara).

Pengukuran akustik imitans digunakan secara klinis baik sebagai alat screening

dan diagnostik untuk identifikasi dan klasifikasi gangguan perifer (khususnya

telinga tengah) dan sentral dan dapat digunakan sebagai alat untuk

memperkirakan sensitivitas pendengaran secara obyektif. Pengukuran akustik

imitans yang paling sering digunakan secara klinis termasuk timpanometri dan

Page 12: timpanometri refrat

12

pengukuran reflex stapedial. Timpanometri mengukur akustik imitans di dalam

kanal telinga sebagai fungsi dari variasi dalam tekanan udara.(Cummings,2005)

Karakteristik imitansi (impedansi dan/atau masuk) dari sistem telinga tengah

dapat disimpulkan secara obyektif dengan teknik elektropsikologi cepat dan

noninvasif dan kemudian terkait dengan pola yang sudah dikenal baik untuk

berbagai temuan jenis lesi telinga tengah. Tympanometry adalah rekaman terus-

menerus impedansi telinga tengah sebagaimana tekanan udara di kanal telinga

secara sistematis meningkat atau menurun. Awalnya di pengujian, volume saluran

telinga diperkirakan. Jika melebihi 2 cm3, kemungkinan perforasi dari membran

timpani harus dipertimbangkan. Sebuah sistem telinga tengah

dengan impedansi rendah (masuk tinggi) lebih mudah menerima

energi akustik, sedangkan telinga tengah dengan impedansi tinggi (masuk rendah)

cenderung untuk menolak energi akustik. Dalam timpanogram itu, pemenuhan

statis (kekakuan yang resiprokal) dari komponen telinga tengah diplot sebagai

fungsi dari tekanan dalam saluran telinga.(Snow,2002)

Pada pemeriksaan audiometri impedans diperiksa kelenturan membrane

timpani dengan tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna. (Soepardi,2007)

Didapatkan istilah:

a. Timpanometri, yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani.

Misalnya ada cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicular

chain), kekakuan membrane timpani dan membran timpani yang sangat lentur.

b. Fungsi tuba Eustachius (Eustachian tube function), untuk mengetahui tuba

Eustachius terbuka atau tertutup.

c. Refleks stapedius. Pada telinga normal, refleks stapedius muncul pada

rangsangan 70-80 dB di atas ambang dengar. (Soepardi,2007)

Pada lesi di koklea, ambang rangsang refleks stapedius menurun, sedangkan

pada lesi di retrokoklea, ambang itu naik. (Soepardi,2007)

Audiometri hambatan telah dianggap semakin penting artinya dalam

rangkaian pemeriksaan audiologi. Timpanometri merupakan alat pengukur tak

Page 13: timpanometri refrat

13

langsung dari kelenturan (gerakan) membrana timpani dan sistem osikular dalam

berbagai kondisi tekanan positif, normal, atau negatif. Energi akustik tinggi

dihantarkan pada telinga melalui suatu tabung tersumbat; sebagian diabsorpsi dan

sisanya dipantulkan kembali ke kanalis dan dikumpulkan oleh saluran kedua dari

tabung tersebut. Bila telinga terisi cairan, atau bila gendang telinga menebal, atau

sistem osikular menjadi kaku, maka energi yang dipantulkan akan lebih besar

dari telinga normal. Dengan demikian jumlah energi yang dipantulkan makin

setara dengan energi insiden. Hubungan ini digunakan sebagai sarana pengukur

kelenturan.(Adams,1997)

Gambar 6. Timpanometer(Grason,2010)

Timpanometer adalah alat yang digunakan dalam pemeriksaan timpanometri.

Pada dasarnya alat pengukur impedans terdiri dari 4 bagian yang semuanya

dihubungkan ke liang telinga tengah oleh sebuah alat kedap suara, sebagai

berikut:

A. Oscilator : Alat yang menghasilkan/memproduksi bunyi/nada bolak-balik

(biasanya 220 Hz), suara yang dihasilkan tersebut masuk ke earphone dan

diteruskan ke liang telinga.

B. Sebuah mikrofon dan meter pencatat sound pressure level dalam liang telinga.

C. Sebuah pompa udara dan manometer yang dikalibrasi dalam milimeter air (-

600 mmH2O s.d +1.200 mmH2O). Suatu mekanisme untuk mengubah dan

mengukur tekanan udara dalam liang telinga

Page 14: timpanometri refrat

14

D. Compliancemeter : untuk menilai bunyi yang diteruskan melalui

mikrofon.(Khoriyatul,2010 dan Hidayat,2009)

Gambar 7.Skema Alat yang Digunakan untuk Pemeriksaan

Timpanometri(Hidayat,2009)

Energi akustik tinggi dihantarkan pada telinga melalui suatu tabung

bersumbat, sebagian diabsorbsi dan sisanya dipantulkan kembali ke kanalis dan

dikumpulkan oleh saluran dari kedua tabung tersebut.(Khoriyatul,2009)

Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran

timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negatif di telinga

tengah) merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran

konduktif.(Soepardi,2007)

V. CARA PEMERIKSAAN

“Probe”, setelah dipasangi “tip” yang sesuai, dimasukkan ke dalam liang

telinga sedemikian rupa sehingga tertutup dengan ketat. Mula-mula ke dalam

liang telinga yang tertutup cepat diberikan tekanan 200 mmH2O melalui

Page 15: timpanometri refrat

15

manometer. Membrana timpani dan untaian tulang-tulang pendengaran akan

mengalami tekanan dan terjadi kekakuan sedemikian rupa sehingga tak ada

energi bunyi yang dapat diserap melalui jalur ini ke dalam koklea. Dengan kata

lain, jumlah energi bunyi yang dipantulkan kembali ke dalam liang telinga luar

akan bertambah.(Sedjawidada,1978)

Tekanan kemudian diturunkan sampai titik di mana energi bunyi diserap

dalam jumlah tertinggi; keadaan ini menyatakan membran timpani dan untaian

tulang pendengaran dalam “compliance” yang maksimal. Pada saat “compliance

maksimal” ini dicapai, tekanan udara dalam rongga telinga tengah sama dengan

tekanan udara dalam liang telinga luar. Jadi tekanan dalam rongga telinga tengah

diukur secara tak langsung.(Sedjawidada,1978)

Tekanan dalam liang telinga luar kemudian diturunkan lagi sampai -400

mmH2O. Dengan demikian akan terjadi lagi kekakuan dari membrana timpani

dan untaian tulang-tulang pendengaran, sehingga tak ada bunyi yang diserap, dan

energi bunyi yang dipantulkan akan meningkat lagi.(Sedjawidada,1978)

Timpanometri merupakan salah satu dari 3 pengukuran imitans yang banyak

digunakan dalam menilai fungsi telinga tengah secara klinis, di samping imitans

statik dan ambang refleks akustik.(Hidayat,2009)

Cara Kerja Impedans Meter

Cara kerja timpanometri adalah alat pemeriksaan (probe) yang dimasukkan ke

dalam liang telinga memancarkan sebuah nada dengan frekuensi 220 Hz. Alat

lainnya mendeteksi respon dari membran timpani terhadap nada

tersebut.(Hidayat,2009)

Secara bersamaan, probe yang menutupi liang telinga menghadirkan berbagai

jenis tekanan udara. Pertama positif, kemudian negatif ke dalam liang telinga.

Jumlah energi yang dipancarkan berhubungan langsung dengan compliance.

Compliance menunjukkan jumlah mobilitas di telinga tengah. Sebagai contoh,

lebih banyak energi yang kembali ke alat pemeriksaan, lebih sedikit energi yang

Page 16: timpanometri refrat

16

diterima oleh membran timpani. Hal ini menggambarkan suatu compliance yang

rendah. Compliance yang rendah menunjukkan kekakuan atau obstruksi pada

telinga tengah. Data-data yang didapat membentuk sebuah gambar 2 dimensi

pengukuran mobilitas membran timpani. Pada telinga normal, kurva yang timbul

menyerupai gambaran lonceng.(Hidayat,2009)

Penghantaran bunyi melalui telinga tengah akan maksimal bila tekanan udara

sama pada kedua sisi membran timpani. Pada telinga yang normal, penghantaran

maksimum terjadi pada atau mendekati tekanan atmosfir. Itulah sebabnya ketika

tekanan udara di dalam liang telinga sama dengan tekanan udara di dalam kavum

timpani, imitans dari sistem getaran telinga tengah normal akan berada pada

puncak optimal dan aliran energi yang melalui sistem ini akan maksimal.

Tekanan telinga tengah dinilai dengan bermacam-macam tekanan pada liang

telinga yang ditutup probe sampai sound pressure level (SPL) berada pada titik

minimum. Hal ini menggambarkan penghantaran bunyi yang maksimum melalui

telinga tengah. Tetapi bila tekanan udara dalam salah satu liang telinga lebih dari

(tekanan positif) atau kurang dari (tekanan negatif) tekanan dalam kavum

timpani, imitans sistem akan berubah dan aliran energi berkurang. Dalam sistem

yang normal, begitu tekanan udara berubah sedikit di bawah atau di atas dari

tekanan udara yang memproduksi imitans maksimum, aliran energi akan

menurun dengan cepat sampai nilai minimum.(Hidayat,2009)

Pada tekanan yang bervariasi di atas atau di bawah titik maksimum, SPL nada

pemeriksaan di dalam liang telinga bertambah, menggambarkan sebuah

penurunan dalam penghantaran bunyi yang melalui telinga

tengah.(Hidayat,2009)

VI. INTERPRETASI

Timpanogram adalah suatu penyajian berbentuk grafik dari kelenturan relative

sistem timpanoosikular sementara tekanan udara liang telinga diubah-ubah.

Page 17: timpanometri refrat

17

Kelenturan maksimal diperoleh pada tekanan udara normal, dan berkurang jika

tekanan udara ditingkatkan atau diturunkan. Individu dengan pendengaran

normal atau dengan gangguan sensoneural akan memperlihatkan sistem timpani-

osikular yang normal.(Adams,1997)

Liden (1969) dan Jerger (1970) mengembangkan suatu klasifikasi

timpanogram. Tipe-tipe klasifikasi yang diilustrasikan adalah sebagai

berikut(Adams,1997):

1. Tipe A

terdapat pada fungsi telinga tengah yang normal.

mempunyai bentuk khas, dengan puncak imitans berada pada titik

0 daPa dan penurunan imitans yang tajam dari titik 0 ke arah

negatif atau positif. Kelenturan maksimal terjadi pada atau dekat

tekanan udara sekitar, memberi kesan tekanan udara telinga tengah

yang normal.

Gambar 8.Timpanogram Normal(Hidayat,2009)

2. Tipe As.

Terdapat pada otosklerosis dan keadaan membran timpani yang

berparut.

Page 18: timpanometri refrat

18

Timpanogram kelihatan seperti tipe A (normal), di mana puncak

berada atau dekat titik 0 daPa, tapi dengan ketinggian puncak yang

secara signifikan berkurang. Huruf s di belakang A berarti

stiffness atau shallowness.

Kelenturan maksimal terjadi pada atau dekat tekanan udara sekitar,

tapi kelenturan lebih rendah daripada tipe A. Fiksasi atau kekauan

sistem osikular seringkali dihubungkan dengan tipe As.

Gambar 9.Timpanogram Tipe As(Hidayat,2009)

3. Tipe Ad.

Terdapat pada keadaan membran timpani yang flaksid atau

diskontinuitas (kadang-kadang sebagian) dari tulang-tulang

pendengaran.

Timpanogram kelihatan seperti tipe A (normal), tetapi dengan

puncak lebih tinggi secara signifikan dibandingkan normal. Huruf

d di belakang A berarti deep atau discontinuity.

Kelenturan maksimum yang sangat tinggi terjadi pada tekanan

udara sekitar, dengan peningkatan kelenturan yang amat cepat saat

Page 19: timpanometri refrat

19

tekanan diturunkan mencapai tekanan udara sekitar normal. Tipe

Ad dikaitkan dengan diskontinuitas sitem osikular atau suatu

membrana timpani mono metrik.

Gambar 10.Timpanogram Tipe Ad(Hidayat,2009)

4. Tipe B

Timpanogram tidak memiliki puncak melainkan pola cenderung

mendatar, atau sedikit membulat yang paling sering dikaitkan

dengan cairan di telinga tengah (kavum timpani), misalnya pada

otitis media efusi. ECV dalam batas normal, terdapat sedikit atau

tidak ada mobilitas pada telinga tengah. Bila tidak ada puncak

tetapi ECV > normal, ini menunjukkan adanya perforasi pada

membran timpani.

Page 20: timpanometri refrat

20

Gambar 11.Timpanogram Tipe B(Hidayat,2009)

5. Tipe C

Terdapat pada keadaan membran timpani yang retraksi dan

malfungsi dari tuba Eustachius.

Tekanan telinga tengah dengan puncaknya di wilayah tekanan

negatif di luar -150 mm H2O indikatif ventilasi telinga tengah

miskin karena tabung estachius disfungsi. Pola timpanometrik,

dalam kombinasi dengan pola audiogram, ijin diferensiasi antara

dan klasifikasi gangguan telinga tengah.

Page 21: timpanometri refrat

21

Gambar 12.Timpanogram Tipe C(Hidayat,2009)

Suatu timpanogram berbentuk huruf W dihubungkan dengan parut atrofik pada

membrana timpani atau dapat pula suatu adhesi telinga tengah, namun biasanya

membutuhkan nada dengan frekuensi yang lebih tinggi sebelum dapat

didemonstrasikan.(Snow,2002 dan Hidayat,2009)

Page 22: timpanometri refrat

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997. p. 30,46

2. Sedjawidada R. Uraian Singkat Audiologi. Bagian Ilmu Penyakit Telinga,

Hidung, dan Tenggorokan. Fakultas Kedokteran Unhas. Makassar. Hal 1-

4,13-16.

3. Grimes T, et al. Audiologi: Ballenger J.J. In: Penyakit Telinga, Hidung,

Tenggorokan, Kepala, Leher. Binarupa Aksara. Grogol, Jakarta. Indonesia.

1997. p. 273-280.

4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta; Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p 15-18,27

5. Haris. Anatomi makhluk hidup [online] 2009 November 20th

[cited 2010

November 4th

]. Available from URL:

http://anatomimakhlukhidup.blogspot.com/

6. Ismail K. Pendengaran [online] 2008 [cited on 27 Januari 2010]. Available

from URL : http://kumpulanfakta.blogspot.com/search?q=pendengaran

7. Bauman R, Dutton S. Human Anatomy and Physiology. Whittier Publications

Inc. Lido Beach New York. 1996. p. 187-190.

8. Nursecerdas. Anatomi Fisiologi Telinga [online] 2009 February 5th

[cited

2010 November 4th

]. Available from URL:

http://nursecerdas.wordpress.com/2009/02/05/217/

9. Netter. Atlas of Netter [online] 2010 [cited on 2010 November 6th

]. Available

from URL: http://www.netterimages.com/image/265.htm

10. Faiz, O. & Moffat, D. At a Glance Anatomi. Erlangga Medical Series. Jakarta.

2004. p. 153

11. Netter. Atlas of Netter [online] 2010 [cited on 2010 November 6th

]. Available

from URL: http://www.netterimages.com/image/439.htm .

Page 23: timpanometri refrat

23

12. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology Eleventh

Edition.Mississippi; Elsevier Saunders; 2006. p. 652

13. Pitnariah. Fisiologi Pendengaran (Penentuan Tinggi Nada dan Penentuan

Keras Suara [online] 2010 [cited 2010 November 10th

].Available from URL:

http://abhique.blogspot.com/2009_07_01_archive.html

14. Jusuf AA. Diktat Kuliah Sistem Pendengaran. Bagian Histologi Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2003. p. 3.

15. Ayon. Anatomi Fisiologi Telinga [online] March 5th

2010 [cited on November

10th

2010]. Available from URL:

http://ayoncrayon.blogspot.com/2010/03/anatomi-fisiologi-telinga.html

16. Berne RM, Levy BM, Stanton BA. Physiology Fifth Edition. Mosby.

Virginia. 2004. p.133.

17. McWilliams T., Bass J. Earsn [online] 2010 [cited 2010 November 12th

].

Available from URL:

http://asweknowit.net/MIDDLE_SCH/DWA%205%20ears.htm

18. Hidayat, B. Hubungan Antara Gambaran Timpanometri dengan Letak dan

Stadium Tumor pada Penderita Karsinoma Nasofaring di Departemen THT-

KL RSUP H. Adam Malik Medan [online] 2009 [cited 2010 November 4th

].

Available from URL:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6424/1/09E01722.pdf

19. Cummings CW, Flint PW, Harker LA, et al. Cummings Otolaryngology

Head & Neck Surgery Fourth Edition.

20. Snow JB. Diagnostic Audiology, Hearing Aids, and Habilitation Options. In:

Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. BC

Decker. Hamilton. London. 2002. p. 3-4

21. Grason-Stadler.GSI TympStar Version 2 Middle-Ear Analyzer [online] 2010

[cited 2010 November 4th

]. Available from URL:

http://www.msrwest.com/gsi/tstar.pdf

Page 24: timpanometri refrat

24

22. Khoriyatul. Timpanometri [online] 2010 [cited on November 9th

2010].

Available from URL: http://khoriyatulj.multiply.com/journal

23. Sedjawidada R., Manukbua A.,Mangape D. Audiometri Impedans. Himpunan

Naskah Lokakarya Audiologi, Ujungpandang. Bagian THT FK-UH.1978.

Page 25: timpanometri refrat

25

DAFTAR

LAMPIRAN: