TIDAK TUTUR

28
TINDAK TUTUR DAN JENIS – JENISNYA 1 0leh: Nurhayati (S 840809023), Sutri (S 84080932), dan Umi Faizah (S 84080936) 2 ABSTRAK Tindak tutur merupakan hal penting dalam kajian pragmatik. Mengujarkan sebuah tuturan tertentu dapat dipandang sebagai melakukan tindakan (mempengaruhi, menyuruh), di samping memang mengucapkan atau mengujarkan tuturan itu. Kegiatan melakukan tindakan mengujarkan tuturan itulah yang merupakan tindak tutur atau tindak ujar. Atas dasar sejumlah kriteria, ada beberapa jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur konstatif, performatif, lokusi, ilokusi, perlokusi, representatif, direktif, ekspresif atau evaluatif, komisif, deklarasi atau establisif atau isbati, langsung, tidak langsung, langsung harfiah, langsung tidak harfiah, tidak langsung harfiah, dan tidak langsung tidak harfiah. Pendahuluan Kajian pragmatik merupakan kajian penggunaan bahasa untuk berkomunikasi antara penutur dan mitra tutur sesuai konteks dan situasi pemakaiannya. 1 Makalah ini disusun sebagai salah satu persyaratn akademik dalam menempuh perkuliahan dan kelulusan mata kuliah Pragmatik dan Keterampilan Berbahasa yang diampu oleh dr. Budhi Setiawan, M. Pd. 2 Penulis adalah mahasiswa Program Studi S2 Pendidikan Bahasa Indoinesia Reguler, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret , Angkatan 1009. 1

Transcript of TIDAK TUTUR

Page 1: TIDAK TUTUR

TINDAK TUTUR DAN JENIS – JENISNYA1

0leh: Nurhayati (S 840809023), Sutri (S 84080932), dan Umi Faizah (S 84080936)2

ABSTRAK

Tindak tutur merupakan hal penting dalam kajian pragmatik. Mengujarkan sebuah tuturan tertentu dapat dipandang sebagai melakukan tindakan (mempengaruhi, menyuruh), di samping memang mengucapkan atau mengujarkan tuturan itu. Kegiatan melakukan tindakan mengujarkan tuturan itulah yang merupakan tindak tutur atau tindak ujar. Atas dasar sejumlah kriteria, ada beberapa jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur konstatif, performatif, lokusi, ilokusi, perlokusi, representatif, direktif, ekspresif atau evaluatif, komisif, deklarasi atau establisif atau isbati, langsung, tidak langsung, langsung harfiah, langsung tidak harfiah, tidak langsung harfiah, dan tidak langsung tidak harfiah.

Pendahuluan

Kajian pragmatik merupakan kajian penggunaan bahasa untuk

berkomunikasi antara penutur dan mitra tutur sesuai konteks dan situasi

pemakaiannya.

Dalam kajian pragmatik dikenal adanya tindak tutur. Tindak

tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik pragmatik lain seperti

praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama,

prinsip kesantunan. Kajian pragmatik yang tidak mendasarkan

analisisnya pada tindak tutur bukanlah kajian pragmatik dalam arti

yang sebenarnya. Tanpa memperhitungkan tindak tutur, kajian

pragmatik masih berada di persimpangan, tindak tutur juga mempunyai

jenis-jenis dalam tuturannya.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini meliputi (1)

1 Makalah ini disusun sebagai salah satu persyaratn akademik dalam menempuh perkuliahan dan kelulusan mata kuliah Pragmatik dan Keterampilan Berbahasa yang diampu oleh dr. Budhi Setiawan, M. Pd.2 Penulis adalah mahasiswa Program Studi S2 Pendidikan Bahasa Indoinesia Reguler, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret , Angkatan 1009.

1

Page 2: TIDAK TUTUR

apakah pengertian tindak tutur itu? (2) apa sajakah jenis-jenis tindak

tutur itu?

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah (1)

mendeskripsikan pengertian tindak tutur (2) mendeskripsikan jenis-

jenis tindak tutur.

Tindak Tutur dan Jenis-jenis Tindak Tutur

1. Pengertian Tindak Tutur

Atas dasar pengertian pragmatik yang diajukan Levinson

(1983 : 1-53), Leech (1983 : 5), Parker (1986 : 11), dan Mey (1994 : 5)

dapat dikemukakan bahwa satuan analisis pragmatik berbeda dari

satuan analisis sintaksis, dan berbeda pula dari satuan analisis semantik.

Perbedaan itu menjadikan analisis pada ketiga bidang itu jelas dan tidak

tumpang tindih. Satuan analisis sintaksis itu berupa kalimat. Makna

kata dan makna kalimat adalah satuan analisis semantik. Sementara itu,

satuan analisis pragmatik adalah tindak tutur. Penyebutan satuan

analisis ketiga bidang itu harus konsisten. Jika berada di dalam kajian

pragmatis, tindak tuturlah yang selalu disebut. Di dalam kajian

sintaksis kalimatlah yang selalu menjadi pusat perhatian. Di pihak lain,

makna menjadi sasaran analisis semantik.

Tindak tutur atau tindak ujar atau dalam bahasa Inggrisnya

speech act merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik.

Karena sifatnya yang sentral itulah, tindak tutur bersifat pokok dalam

pragmatik. Pentingnya dan sentralnya itu tampak dalam perannya bagi

analisis topik pragmatik lain. Tindak tutur merupakan dasar bagi

analisis topik-topik pragmatik lain seperti praanggapan, perikutan,

implikatur percakapan, prinsip kerjasama, prinsip kesantunan. Kajian

pragmatik yang tidak mendasarkan analisisnya pada tindak tutur

bukanlah kajian pragmatik dalam arti yang sebenarnya. Tanpa

memperhitungkan tindak tutur, kajian pragmatik masih berada di

persimpangan.

2

Page 3: TIDAK TUTUR

Alasan ditampilkannya istilah tindak tutur bahwa dalam

mengucapkan suatu ekspresi. pembicara tidak semata-mata

mengucapkan elkspresi itu. Dalam pengucapan ekspresi itu ia juga

'menindakkan' sesuatu, (Purwo 1990 : 19). Dengan mengacu kepada

pendapat Austin (1962), Gunarwan (1994 : 43) menyatakan bahwa

mengujarkan sebuan tuturan dapat dilihat sebagai melakukan tindakan

(act), di samping memang mengucapkan (mengujarkan) tuturan itu.

Demikianlah, aktivitas mengujarkan atau menuturkan tuturan dengan

maksud tertentu itu merupakan tindak tutur atau tindak ujar (speech

act).

Tuturan, "Maaf, kami tidak jadi memesan barang itu"

merupakan hasil tindak tutur. Penutur tuturan itu tidak semata-mata

mengujarkan tuturan itu. Ketika mengucapkan tuturan itu penutur

menindakkan sesuatu. Tindakan yang dilakukannya itu adalah

memohon maaf. Tindakan memohon maaf paralel dengan tindakan

fisik lain seperti memukul atau menggelengkan kepala. Ketiga tindakan

itu, memohon maaf, memukul, dan menggelangkan kepala juga

diproduksi dengan menyerempakkan interaksi otak dan fisik. Interaksi

otak pada ketiga tindakan itu sama. Akan tetapi, berbeda interaksi fisik

pada ketiga tindakan itu. Alat ucap (part of speech) adalah organ tubuh

yang berinteraksi ketika melakukan tindakan memohon maaf itu.

Sementara organ fisik, yang berinteraksi ketika melakukan tindakan

memukul dan menggelengkan kepala adalah tangan dan kepala.

Suatu tindak tutur tidaklah semata-mata merupakan representasi

langsung elemen makna unsur-unsurnya (Sperber & Wilson 1989).

Berkenaan dengan bermacam-macam maksud yang mungkin

dikomunikasi, Leech (1983) berpendapat bahwa sebuah tindak tutur

hendaknya mempertimbangkan aspek situasi tutur yang mencakupi :

(1) penutur dan mitra tutur, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tuturan, (4)

tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan (5) tuturan

sebagai produk tindak verbal.

3

Page 4: TIDAK TUTUR

2. Konstatif dan Performatif

Di dalam bukunya How to Do Things with Words Austin

(1962) membedakan tuturan yang bermodus deklaratif menjadi dua,

yaitu konstatif dan performatif. Tuturan konstatif adalah tuturan yang

menyatakan sesuatu yang kebenarannya dapat diuji benar atau salah

dengan menggunakan pengetahuan tentang dunia (Gunarwan

1994 :43). Tuturan, "Kampus baru IKIP Semarang ada di Kelurahan

Sekaran Gunungpati Semarang" merupakan contoh tuturan itu yaitu

apakah benar bahwa kampus baru IKIP Semarang ada di Kelurahan

Sekaran Gunungpati Semarang dapat ditolak atau diterima berdasarkan

pengetahuan yang dimiliki. Jika diterima hal itu, tuturan itu benar;

demikian sebaliknya. Tuturan-tuturan berikut ini juga merupakan

tuturan konstatif.

"Semarang ibu kota Jawa Tengah."

"Kualalumpur ibu kota Malaysia."

"Kota Sumedang ada di Jawa Barat."

Tuturan yang pengutaraannya digunakan untuk melakukan

sesuatu yang dinamakan tuturan performatif (Wijana 1996 : 23). Lebih

tegas lagi Gunarwan (1994 : 43) mengemukakan bahwa tuturan

performatif itu adalah tuturan yang merupakan tindakan melakukan

sesuatu dengan membuat tuturan itu. Tuturan, "Saya mohon maaf atas

keterlambatan saya ini!" merupakan contoh tuturan performatif.

Berhadapan dengan tuturan performatif, tidak dapat dikatakan bahwa

tuturan itu salah satu benar. Terhadap tuturan performatif dapat

dinyatakan sahih atau tidak. Berikut ini juga merupakan contoh-contoh

tuturan performatif.

"Saya berjanji akan melaksanakan tugas dengan sebaik-

baiknya."

"Saya namai daerah ini Banyuwangi."

"Saya berani bertaruh bahwa Clinton akan terpilih kembali."

Kesahihan tuturan performatif bergantung kepada pemenuhan

persyaratan kesahihan atau felicity conditions. Austin (1962 : 26-36)

4

Page 5: TIDAK TUTUR

mengemukakan adanya empat syarat kesahihan, yaitu : (1) harus ada

prosedur konvensional yang mempunyai efek konvensional dan

prosedur itu harus mencakupi pengujaran kata-kata tertentu oleh orang-

orang tertentu pada peristiwa tertentu, (2) orang-orang dan peristiwa

tertentu di dalam kasus tertentu harus yang berkelayakan atau yang

patut melaksanakan prosedur itu, (3) prosedur itu harus dilaksanakan

oleh para peserta secara benar, dan (4) prosedur itu harus dilaksanakan

oleh para peserta secara lengkap.

Selanjutnya, secara lebih operasional Searle (dalam Gunarwan

1994 : 47-48) merinci syarat kesahihan untuk tindak tutur 'berjanji'

menjadi lima, yaitu : (1) penutur mestilah bermaksud memenuhi apa

yang ia janjikan. (2) penutur harus berkeyakinan bahwa lawan tutur

percaya bahwa tindakan yang dijanjikan menguntungkan pendengar,

(3) penutur harus berkeyakinan bahwa ia mampu memenuhi janji itu,

(4) penutur mestilah memprediksi tindakan yang akan dilakukan pada

masa yang akan datang, dan (5) penutur harus mampu memprediksi

tindakan yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Sebuah tuturan berjanji

sahih apabila syarat-syarat kesahihan yang berjumlah lima itu

terpenuhi. Apabila syarat-syarat kesahihan itu tidak terpenuhi secara

lengkap, kesahihan tuturan berjanji itu kurang.

3. Lokusi, llokusi, dan Perlokusi

Berkenaan dengan tuturan, ada tiga jenis tindakan yang

hendaknya mendapatkan perhatian, yaitu : (1 ) tindak lokusioner

(locutionary act), (2) tindak ilokusioner (ilocutionary act), dan (3)

tindak perlokusioner (perlocutionary act) (Austin 1962: 94, Searle 1969

: 23-24). Secara ringkas Gunarwan (1994: 45) menyebut ketiga jenis

tindakan itu dengan istilah lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

a. Lokusi

Lokusi atau lengkapnya tindak lokusi adalah tindak tutur

yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu. Lokasi semata -

mata merupakan tindak tutur atau tindak bertutur, yaitu tindak

mengucapkan sesuatu dengan kata dan makna kalimat sesuai

5

Page 6: TIDAK TUTUR

dengan makna kata itu di dalam kamus dan makna kalimat itu

menurut kaidah sintaksisnya (Gunarwan 1994 : 45). Di dalam

tindak lokusi tidak dipermasalahkan maksud atau fungsi tuturan.

Pertanyaan yang diajukan berkenaan dengan lokusi ini adalah

apakah makna tuturan yang diucapkan itu. Tuturan, "Udara panas"

yang mengacu kepada makna udara 'hawa' dan panas 'hangat

sekali', lawan dingin (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa 1993 :

1095 dan 720) tanpa dimaksudkan untuk meminta kipas angin

dijalankan atau jendela dibuka merupakan tuturan lokusi. Dengan

kondisi tanpa mengaitkan maksud tertentu, tuturan-tuturan berikut

ini merupakan tuturan lokusi.

(4) "Saya lapar."

(5) "Mereka gembira sekali."

(6) "Kami kedinginan."

b. Ilokusi

llokusi atau tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu

(Austin 1962 : 99-100, Asim Gunarwan 1994 : 46). Berbeda dari

lokusi, tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung

maksud dan fungsi atau daya tuturan. Pertanyaan yang diajukan

berkenaan dengan tindak ilokusi adalah, "Untuk apakah tuturan itu

dilakukan?" dan bukan "Apakah makna tuturan yang diucapkan

itu?" Tuturan, "Udara panas" yang dimaksudkan untuk meminta

agar jendela atau pintu dibuka merupakan tuturan ilokusi.

Alasannya adalah tuturan itu mengandung-suatu maksud, yaitu

meminta jendela atau pintu dibuka. Adanya maksud yang dapat

diidentifikasi dengan bertanya untuk apakah tuturan itu diujarkan

merupakan indikator bahwa tuturan itu ilokusi.

Tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi. Hal itu terjadi

karena tindak ilokusi itu berkaitan dengan siapa bertutur kepada

siapa, kapan dan di mana tindak tutur itu dilakukan. Tindak ilokusi,

"Udara panas' yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya sangat

mungkin dimaksudkan untuk meminta dibukakan bajunya. Akan

6

Page 7: TIDAK TUTUR

tetapi, hal itu tidak mungkin dimaksudkan oleh seseorang kepada

temannya atau oleh seorang dosen kepada mahasiswanya.

Demikianlah, tindak ilokusi ini merupakan bagian yang penting

untuk memahami tindak tutur.

Guna memudahkan identifikasi, ada beberapa verba yang

menandai tindak tutur ilokusi. Beberapa verba itu antara lain

melaporkan, mengusulkan, mengakui, mengucapkan selamat,

berjanji, mendesak, dsb. (Leech 1983).

Dengan maksud masing-masing memohon maaf, nasihat

supaya waspada, dan minta diambilkan garam; tuturan secara

berturut-turut berikut ini merupakan tindak ilokusi.

(10) "Jalan macet."

(11) "Di pasar ini banyak pencopet."

(12) "Sayur ini enak meskipun kurang asin."

c. Perlokusi

Tuturan yang diucapkan seorang penutur sering memiliki

efek atau daya pengaruh (perlocutionary force). Efek yang

dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu itulah yang oleh Austin

(1962 : 101) dinamakan tindak perlokusi. Efek atau daya tuturan itu

dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja, dapat pula secara

tidak sengaja. Tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk

mempengaruhi mitra tutur inilah yang merupakan tindak perlokusi.

Tuturan, "Sebentar lagi harga gabah turun." yang

disampaikan kepada petani yang masih menyimpan banyak gabah

merupakan tindak perlokusi. Hal itu terjadi karena tuturan itu

memiliki daya mempengaruhi petani itu, yaitu petani itu menjadi

ketakutan mengalami kerugian jika gabahnya tidak segera dijual.

Jika disampaikan kepada petani yang sudah kehabisan gabah,

tuturan itu juga merupakan tindak perlokusi. Hal itu terjadi karena

tuturan itu tetap memiliki efek atau daya pengaruh. Hanya saja daya

pengaruhnya tidak sama dengan daya pengaruh terhadap mitra tutur

yang kedua (petani yang kehabisan gabah) adalah bahwa petani itu

7

Page 8: TIDAK TUTUR

menjadi senang karena akan dapat membeli gabah dengan harga

yang murah.

Ada beberapa verba yang dapat menandai tindak perlokusi.

Beberapa verba itu antara lain membujuk, menipu, mendorong,

membuatjengkel, menakut-nakuti, menyenangkan, melegakan,

mempermalukan, menarik perhatian, dsb. (Leech 1983).

Dengan daya pengaruh yang masing-masing berupa

menakut-nakuti, mendorong, dan melegakan tiga tuturan berikut

merupakan tindak perlokusi.

(13) "Ada hantu!"

(14) "Sikat saja”

(15) "Dia selamat, Bu.”

4. Representatif, Direktif, Ekpresif, Komisif, dan Deklarasi

Tindak tutur yang tak terhitung jumlahnya itu oleh Searle

(1969) dikategorisasi menjadi lima jenis. Kelima jenis tindak tutur itu

adalah representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi. Istilah

deklarasi ("declaration") yang berkategori nomina tidak paralel dengan

keempat jenis tindak tutur lainnya, yaitu representatif, direktif,

ekspresif, dan komisif yang semuanya berkategori adjektiva. Alasan

yang dikemukakannya adalah bahwa istilah deklaratif (declarative)

telah digunakan sebagai istilah modus tuturan bersama dengan

interogatif dan imperatif. Jika jenis tindak tutur itu dinamai deklaratif,

terjadi penggunaan satu istilah untuk dua konsep yang dapat

membingungkan.

a. Tindak Tutur Representatif

Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat

penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkannya. Jenis tindak

tutur ini kadang-kadang disebut juga tindak tutur asertif. Termasuk ke

dalam jenis tindak tutur ini adalah tutu ran-tutu ran menyatakan,

menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan,

memberikan, kesaksian, dan berspekulasi. Tuturan, "Pemain itu tidak

berhasil melepaskan diri dari tekanan lawan" termasuk tuturan

8

Page 9: TIDAK TUTUR

representatif. Alasannya adalah tuturan itu mengikat penuturnya akan

kebenaran isi tuturan itu. Penutur bertanggung jawab bahwa memang

benar pemain itu tidak dapat melepaskan diri dari tekanan lawan.

Kebenaran tuturan itu dapat diperoleh dari kenyataan di lapangan

bahwa memang pemain itu tidak berhasil di dalam meraih angka,

bahkan sering melakukan kesalahan sendiri.

Tuturan-tuturan berikut ini juga merupakan tindak tutur

representatif.

(16) "Sebentar lagi hujan."

(17) "Yang telah melunasi PBB baru 345 orang."

(18) "Di desa inilah pahlawan itu dilahirkan."

b. Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur direktif, kadang-kadang disebut juga tindak tutur

impisiotif, adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar

rnitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan didalam tuturan itu.

Tuturan-tuturan memaksa mengajak, meminta, menyuruh, menagih.

mendesak, memohon, menyarankan, memerintah. memberikan aba-

aba, menantang. termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif ini.

Tuturan, "Ambilkan buku itu!" adalah tuturan direktif. Hal itu terjadi

karena memang tuturan itu dimaksudkan penuturnya agar rnitra tutur

melakukan tindakan mengambilkan buku baginya. Indikator bahwa

tuturan itu direktif adalah adanya suatu tindakan yang harus dilakukan

oleh mitra tutur setelah mendengar tuturan itu. Berikut ini merupakan

contoh tindak tutur yang berjenis direktif lain.

(19) "Tolong belikan rokok di warung itu!"

(20) "Anda lebih baik pulang sekarang."

(21) "Tunjukkan bahwa Anda bukan generasi pengecut!"

c. Tindak Tutur Ekspresif atau Evaluatif

Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan

penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang

disebutkan di dalam tuturan itu. Fraser (1978) menyebut tindak tutur

eksriresif dengan istilah evaluatif. Tuturan-tuturan memuji,

9

Page 10: TIDAK TUTUR

mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan,

mengucapkan selamat, mengkritik, mengeluh, menyalahkan,

mengucapkan selamat, menyanjung termasuk dalam jenis tindak tutur

ekspresif ini. Tuturan, "Sudan belajar keras, hasilnya tetap jelek ya,

Bu" termasuk tindak tutur ekspresif mengeluh. Termasuk tindak tutur

ekspresif tuturan itu karena tuturan itu dapat diartikan sebagai evaluasi

tentang hal yang disebutkannya yaitu usaha belajar keras yang tetap

tidak mengubah hasil. Isi tuturan itu berupa keluhan karena itu tindakan

yang memproduksinya termasuk tindak tutur ekspresif mengeluh.

Tuturan-tuturan berikut ini merupakan contoh lain tindak tutur

ekspresif.

(22) "Jawabanmu bagus sekali."

(23) "Terima kasih atas kebaikan Bapak."

(22) "Gagasanmu itu baik jika disampaikan dalam yang

mudah dimengerti."

d. Tindak Tutur Komisif

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat

penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam

tuturannya. Berjanji, bersumpah, mengancam, menyatakan

kesanggupan, berkaul, menawarkan merupakan tuturan yang termasuk

ke dalam jenis tindak tutur komisif ini. Tuturan, "Saya berjanji akan

melaksanakan tugas ini dengan sebaik-baiknya", adalah tindak tutur

komisif berjanji. Alasannya adalah tuturan itu mengikat penuturnya

untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dinyatakan

penuturnya yang membawa konsekuensi bagi dirinya untuk

memnuhinya. Karena berisi janji yang secara eksplisit dinyatakan

tindak tutur itu termasuk tindak tutur komisif berjanji. Tuturan-tuturan

berikut juga merupakan tindak tutur komisif berjanji, bersumpah, dan

mengancam.

(25) "Besok saya akan datang ke rumah Bapak."

(26) "Saya bersumpah bahwa saya akan melaksanakan tugas

ini dengan sebaik-baiknya.

10

Page 11: TIDAK TUTUR

(27) "Jika tidak kamu kembalikan besok, aku tidak akan

memberikan pinjaman buku lagi kepadamu."

e. Tindak Tutur Deklarasi atau Isbati

Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang dimaksudkan

penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan) yang baru. Untuk

memperoleh istilah yang paralel, Fraser (1978) menyebut jenis tindak

tutur ini dengan istilah estabilishive atau isbati. Tuturan-tuturan dengan

maksud mengesahkan, memutuskan, membatalkan, melarang,

mengizinkan, mengabulkan, mengangkat, menggolongkan,

mengampuni, memaalkan termasuk ke dalam tindak tutur deklarasi.

Tuturan-tuturan berikut masing-masing merupakan contoh tindak tutur

deklarasi membatalkan, melarang, dan mengizinkan.

(28) "Saya tidak jadi datang ke rumahmu besok."

(29) "Jangan datang lagi ke kantornya!"

(30) "Ayah mengizinkan kamu kuliah di Ul."

5. Langsung, Tidak Langsung, Harfiah, dan Tidak Harfiah

Sebuah tuturan yang bermodus deklaratif dapat mengandung

arti yang sebenarnya dan berfungsi untuk menyampaikan informasi

secara langsung. Misalnya :

(31) "Lantai teras kotor."

Jika diujarkan oleh seorang ibu kepada anaknya, atau oleh

seorang majikan kepada pembantunya, tuturan itu dapat merupakan

pengungkapan secara tidak langsung. Hal itu terjadi karena maksud

yang diekspresi dengan tuturan deklaratif itu berupa maksud perintah.

Demikianlah, dapat dibedakan dua jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur

langsung dan tindak tutur tidak langsung.

Penggunaan tuturan secara konvensional menandai

kelangsungan suatu tindak tutur. Tuturan deklaratif, tuturan interogatif,

dan tuturan imperatif secara konvensional masing-masing diujarkan

untuk menyatakan suatu informasi, menanyakan sesuatu, dan

memerintahkan mitra tutur melakukan sesuatu. Kesesuaian antara

modus tuturan dan fungsinya secara-konvensional inilah yang

11

Page 12: TIDAK TUTUR

merupakan tindak tutur langsung. Sebaliknya, jika tuturan deklaratif

digunakan untuk bertanya atau memerintah atau tuturan yang bermodus

lain yang digunakan secara tidak konvensional tuturan itu merupakan

tindak tutur tidak langsung.

Ketiga tuturan berikut merupakan tindak tutur langsung karena

memang digunakan secara konvensional. Tuturan dimaksudkan sebagai

perintah supaya pintu dibuka, menanyakan isi bungkusan, dan (34)

menginformasi saat itu.

(32) "Tolong, buka pintu!"

(33) "Itu bungkusan apa, Bu?"

(34) "Sekarang pukul 12.00."

Penggunaan kedua tuturan beriktu yang secara tidak

konvensional merupakan tindak tutur tidak langsung.

(35) "Sudah jam sembilan."

(36) "Tempatnya jauh sekali."

Tuturan-tuturan (35) dan (36) merupakan tuturan deklaratif

yang masing-masing dimaksudkan untuk meminta tamu mengakhiri

kunjungannya di pondokan putri dan untuk melarang seorang anak ikut

dengan pembicara.

Derajat kelangsungan tindak tutur itu diukur berdasarkan jarak

tempuh dan kejelasan pragmatisnya (Gunarwan 1994: 50). Jarak

tempuh tindak tutur merupakan rentangan sebuah tuturan dari titik

ilokusi (di benak penutur) ke titik tujuan ilokusi (di benak mitra tutur).

Jarak tempuh paling pendek berupa garis lurus yang menghubungkan

kedua titik itu seperti pada tuturan yang bermodus imperatif dan itu

terjadi pada tindak tutur langsung. Jika garis yang menghubungkan

kedua titik itu tidak lurus, melengkung bahkan melengkung sekali yang

menyebabkan jarak tempuhnya sangat panjang, tuturan itu merupakan

tindak tutur tidak langsung. Kriteria kejelasan pragmatis berupa

ketransparan maksud atau daya ilokusi. Makin transparan maksud

sebuah tuturan, makin langsunglah tuturan itu; demikian sebaliknya.

12

Page 13: TIDAK TUTUR

Selain itu, tindak tutur juga dapat dibedakan menjadi tindak

tutur harfiah (literalspeech act) dan tindak tutur tidak harfiah

(nonliteral speech act). Tindak tutur harfiah adalah tindak tutur yang

maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Tuturan

imperatif, "Makan hati!", yang diujarkan seorang ibu kepada anaknya

yang sedang makan dan di atas meja tersedia rendah hati, merupakan

tindak ujar harfiah. Tindak tutur tidak harfiah adalah tindak tutur yang

maksudnya tidak sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya.

Tuturan, "Orang itu tinggi hati.", yang diucapkan penutur kepada

seseorang yang tidak mudah mau bergaul, merupakan tindak tutur tidak

harfiah.

Jika dua tindak tutur yang pertama langsung dan tidak langsung

digabungkan dengan dua jenis tindak tutur yang kedua harfiah dan

tindak tutur harfiah, diperolehlah empat macam tindak tutur interseksi.

Keempat macam tindak tutur interseksi itu adalah : (1) tindak tutur

langsung harfiah, (2) tindak tutur langsung tidak harfiah, (3) tindak

tutur tidak langsung harfiah, dan (4) tindak tutur tidak langsung tidak

harfiah.

Tuturan (37) berikut ini, yang diucapkan oleh seorang petugas

pemeriksa keamanan kepada seseorang yang menjalani pemeriksaan,

merupakan tindak tutur langsung harfiah.

(37) "angkat tangan!"

Sebaliknya, tuturan (38) berikut, yang diucapkan oleh '

seseorang kepada temannya yang tidak mau menyerah di dalam

mengerjakan teka-teki, merupakan tindak tutur langsung tidak harfiah.

(38) "sudahlah, angkat tangan saja!"

Tuturan (39) dan (40) berikut, yang masing-masing diujarkan

oleh seorang dokter yang hendak memeriksa kelenjar di ketiak

pasiennya dan oleh penutur yang mengajak temannya menyerah dalam

menyelesaikan pekerjaan yang sulit, masing-masing merupakan tindak

tutur tidak langsung harfiah dan tindak tutur tidak langsung tidak

harfiah.

13

Page 14: TIDAK TUTUR

(39) "Bagaimana kalau Bapak angkat tangan sebentar?"

(40) "Untuk menghemat waktu kita lebih baik angkat tangan

saja."

Asim Gunarwan (1994 : 51) memberikan contoh yang amat

bagus untuk keemp'at macam tindak tutur interseksi tersebut. Secara

berurutan keempat contoh itu adalah seperti berikut ini.

(41) "Buka mulut!"

(42) "Tutup mulut!"

(43) "Bagaimana kalau mulutnya dibuka?"

(44) "Untuk menjaga rahasia, lebih baik kita semua menutup

mulut kita masing-masing

Catatan kondisi tuturan itu adalah bahwa tuturan (41) diucapkan

seorang dokter gigi kepada pasiennya, tuturan (42) diucapkan

seseorang yang jengkel kepada kawan bicaranya yang berbicara terus-

menerus, tuturan (43) diucapkan oleh dokter gigi kepada pasien anak-

anak agar anak itu tidak takut, dan tuturan (44) diucapkan oleh penutur

kepada orang yang diseganinya agar ia tidak membuka rahasia.

6. Vernakuler dan Seremonial

Atas dasar sudut pandang kelayakan pelakunya, Fraser (1974)

mengemukakan dua jenis tindak tutur lagi, yaitu vernakuler dan

seremonial. Tindak tutur vernakuler adalah tindak tutur yang dapat

dilakukan oleh setiap_anggota masyarakat tutur. Verba meminta,

mengucapkan terima kasih, memuji menandai tindak tutur vernakuler.

Tuturan (45) dan (46) berikut ini, yang masing-masing dituturkan oleh

seorang petani dan oleh seorang mahasiswa, merupakan tindak tutur

vernakuler.

(45) "Saya berterima kasih atas kesempatan ini."'

(46) "Bagaimana kalau saya tidak ikut berdjskusi?"

Sementara itu, tindak tutur seremonial adalah tindak tutur yang

dilakukan oleh seorang yang berkelayakan untuk hal yang

dituturkannya. Tindak menikahkan orang, memutuskan perkara,

membuka sidang DPR/MPR, memulai upacara ritual adalah tindak

14

Page 15: TIDAK TUTUR

tutur seremonial. Tuturan (47) dan (48) berikut, yang masing-masing

merupakan tindak menikahkan orang dan membuka sidang DPR/MPR,

adalah tindak tutur seremonial.

(47) "Dengan ini, Saudara saya nikahkan dengan Saudara Rohana,

putri Bapak Supomo."

(48) "Masa persidangan kedua tahun 1997 dengan ini saya

nyatakan dibuka."

Tindak tutur seremonial ini oleh Bach dan Harnish (1979)

disebut tindak tutur conventional (konvensional) yang merupakan

lawan dari tindak tutur nonkonvensional.

SIMPULAN

Tindak tutur atau tindak ujar (speech act) merupakan entitas yang

bersifat sentral dalam pragmatik. Karena sifatnya yang sentral itulah,

tindak tutur bersifat pokok dalam pragmatik. Pentingnya dan sentralnya itu

tampak dalam perannya bagi analisis topik pragmatik lain. Tindak tutur

merupakan dasar bagi analisis topik-topik pragmatik lain seperti

praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama, prinsip

kesantunan. Kajian pragmatik yang tidak mendasarkan analisisnya pada

tindak tutur bukanlah kajian pragmatik dalam arti yang sebenarnya. Tanpa

memperhitungkan tindak tutur, kajian pragmatik masih berada di

persimpangan.

Tindak tutur merupakan hal penting dalam kajian pragmatik.

Mengujarkan sebuah tuturan tertentu dapat dipandang sebagai melakukan

tindakan (mempengaruhi, menyuruh), di samping memang mengucapkan

atau mengujarkan tuturan itu. Kegiatan melakukan tindakan mengujarkan

tuturan itulah yang merupakan tindak tutur atau tindak ujar. Atas dasar

sejumlah kriteria, ada beberapa jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur

konstatif, performatif, lokusi, ilokusi, perlokusi, representatif, direktif,

ekspresif atau evaluatif, komisif, deklarasi atau establisif atau isbati,

langsung, tidak langsung, langsung harfiah, langsung tidak harfiah, tidak

langsung harfiah, dan tidak langsung tidak harfiah.

15

Page 16: TIDAK TUTUR

DAFTAR PUSTAKA

Austin, J.I. 1962. How to Do Things with Words. New york: Oxford University Press.

Mey, Jakop. 1984. Pragmatics: An Introduction. Oxfords and Cambridge USA.

Fraser, Bruce. 1978. “Acquiring Social Competence in a Second Language” dalam REALC Journal Volume No. 2 Desember 1978.

Gunarwan, Asim. 1994. “Pragmatik: Pandangan Mata Burung” dalam Soenjono Dardjowidjojo (ed). Mengiring Rekan Sejati: Festschnft Buat Pak Ton. Jakarta: Unika Atma Jaya. Hal 37-60.

Harnish, R. M. 1991. “Logical from and Implicature” dalam David (ed.) Pragmatics A Reader. New York. Oxford university Press. Hal 316-364.

Leech, Geoffrey. 1983. Principles of Pragmatics. London: Longman.

Levinson, Stephen C. 1983. Pragmatics. London: longman.

Parker, Frank. 1986. Linguistics. London. Taylor dan Francis Ltd.

Purwo, Bambang Kaswanti. 1984. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: balai Pustaka.

Searle, John R. 1969. Speech Acts: An Essay in the Philosophy of Language. Cambridge: Cambridge University Press.

Sperber and Daire Wilson. 1989. Relevence: Comunication and Cognition. Oxfords Basil Blackwell.

Wijayana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.

16

Page 17: TIDAK TUTUR

TINDAK TUTUR DAN JENIS – JENISNYA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah PragmatikDosen Pengampu: Dr. Budhi Setiawan, M.Pd.

Oleh:

NURHAYATI S 840809023

SUTRI S 84080932

UMI FAIZAH S 84080936

PENDIIKAN BAHASA INDONESIA ( KELAS REGULER)

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

17

Page 18: TIDAK TUTUR

2010

18