TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA...

166
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR SINE, KECAMATAN SINE, KABUPATEN NGAWI (Suatu Kajian Pragmatik) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Disusun oleh Ika Yuniati C0107026 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Transcript of TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA...

Page 1: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA

JAWA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR

SINE, KECAMATAN SINE, KABUPATEN NGAWI

(Suatu Kajian Pragmatik)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

Ika Yuniati

C0107026

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Ika Yuniati

NIM : C0107026

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Tindak

Tutur Ekspresif Menolak Bahasa Jawa dalam Transaksi Jual Beli di Pasar Sine,

Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi (Suatu Kajian Pragmatik) adalah betul-betul

karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuat oleh orang lain. Hal-hal yang bukan

karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukan pada

daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang

diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta...........................

Yang membuat pernyataan

Ika Yuniati

Page 5: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

Jika saja kita terlahir sempurna, maka hidup tak kan lagi mengajari kita

apapun (Elly Lizzya).

Tak peduli seberapa sulitnya keadaan, atau sulitnya impian yang kau kejar.

Jika kau tak menyerah, pasti akan ada jalan keluar (Kawasaki-San)

Page 6: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Ibuku tersayang yang sangat luarbiasa, dengan ikhlas memberikan

seluruh kasih sayangnya padaku.

2. Adikku Ria Ferry Anto yang telah membuatku menjadi lebih dewasa.

3. Ayah, seluruh keluarga, dan semua orang yang selalu memberikan

kasih sayangnya padaku.

4. Almamaterku.

Page 7: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ataskehadirat Allah SWT karena telah

melimpahkan rahmad dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini bisa

diselesaikan dengan lancar.

Skripsi yang berjudul Tindak Tutur Ekspresif Menolak Berbahasa Jawa

dalam Transaksi Jual Beli di Pasar Sine, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi

(Suatu Kajian Pragmatik), merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sastra di Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Proses penyusunan skripsi ini terselesaikan dengan bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan beserta staf Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakartayang telah memberikan

kesempatan untuk menyusun skripsi.

2. Drs. Imam Sutarjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah telah

membimbing dan memberi kemudahan bagi penulis.

3. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis selama menjalani kuliah di Jurusan Sastra Daerah.

4. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku koordinator bidang linguistik

sekaligus sekretaris Jurusan Sastra Daerah yang selalu memberikan

semangat, bimbingan, ilmu dan kemudahan bagi penulis.

Page 8: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

5. Prof. Dr. Paina Partana, M.Hum,selaku pembimbing pertama yang telah

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan penuh

perhatian dan kesabaran.

6. Dra. Sri Mulyati, M.Hum., selaku pembimbing kedua yang dengan sabar

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra Daerah yang telah memberikan

ilmunya kepada peneliti.

8. Kepala dan staf perpustakaanpusat serta Fakultas Sastra dan Seni Rupa,

yang telah memberi kemudahan kepada penulis.

9. Kepala, dan staf di kantor Pasar Sine yang telah mengijinkan penulis

melakukan penelitian, sertamemberikan data.

10. Ibu, Adikku tersayang dan seluruh keluarga yang selalu memberikan

doa, semangat, kasih sayangdan perhatian yang luar biasa kepada

penulis.

11. Ayah dan keluarga barunya, terimakasih.

12. Seluruh Kawan di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Kalpadruma, kos

PB. 4 atas, serta Jurusan Sastra Daerah angkatan 2007. Terimakasih

telah menjadi keluarga keduaku. Menemaniku dalam menjajaki banyak

hal di kota ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih

atas semua bantuan dan dukungannya.

Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadikan

pahala dan mendapat balasan dari Allah SWT.

Page 9: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran guna menyempurnakan

skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis dan

semua pembaca.

Surakarta, April 2011

Penulis

Page 10: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................................ i

PERSETUJUAN ................................................................................................................. ii

PENGESAHAN .................................................................................................................. iii

PERNYATAAN .................................................................................................................. iv

MOTTO .............................................................................................................................. v

PERSEMBAHAN ............................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... x

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................... xv

DAFTAR TANDA .............................................................................................................. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... xvii

ABSTRAK .......................................................................................................................... xviii

BAB. I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1

B. Pembatasan Masalah ............................................................................................ 7

C. Rumusan Masalah ................................................................................................ 7

D. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 8

E. Manfaat Penelitian ............................................................................................... 8

1. Manfaat Teoretis ............................................................................................ 8

2. Manfaat Praktis .............................................................................................. 8

F. Sistematika Penulisan .......................................................................................... 9

BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................................ 10

A. Pragmatik ............................................................................................................. 10

Page 11: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

B. Tindak Tutur ........................................................................................................ 11

1. Berdasarkan Perwujudan Si Penutur ....................................................... 12

2. Berdasarkan Isi Kalimat atau Tuturannya ............................................... 14

3. Berdasarkan Modus dan Keliterannya ..................................................... 15

4. Berdasarkan Fungsi Tindak Tutur ........................................................... 17

C. Tindak Tutur Ekspresif ........................................................................................ 20

D. Tindak Tutur Ekspresif Menolak ......................................................................... 21

E. Kalimat Menolak dari sudut Pandang Komunikatif ............................................ 24

F. Prinsip Kesopanan ............................................................................................... 28

G. Prinsip Kerjasama ................................................................................................ 31

H. Peristiwa Tutur..................................................................................................... 32

BAB III. METODE PENELITIAN..................................................................................... 37

A. Jenis Penelitian .................................................................................................... 37

B. Lokasi Penelitian ................................................................................................. 38

C. Data dan Sumber Data ......................................................................................... 40

D. Populasi dan Sampel ............................................................................................ 40

E. Metode Pengumpulan Data ................................................................................ 41

F. Metode Analisis Data .......................................................................................... 42

1. Metode Kontekstual ...................................................................................... 43

2. Metode Padan ................................................................................................ 44

G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ................................................................ 46

BAB IV. ANALISIS DATA ............................................................................................... 48

A. Bentuk Penolakan ............................................................................................... 48

1. Penolakan dengan Kalimat Perintah (Imperatif) Tidak Langsung

Page 12: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

Penanda Konteks ........................................................................................... 48

2. Penolakan dengan Kalimat Berita (Deklaratif) ............................................. 53

a. Penolakan dengan Kalimat Deklaratif Langsung .............................. 54

1) Penolakan dengan Kalimat Deklaratif Langsung

Penanda Frase Negasi .................................................................. 53

2) Penolakan dengan Kalimat Deklaratif Langsung

Penanda Konteks Negasi ............................................................. 56

3) Penolakan dengan Kalimat Deklaratif Langsung

Penanda Kalimat Negasi ............................................................. 58

b. Penolakan dengan Kalimat Deklaratif Tidak Langsung .................... 60

1) Penolakan dengan kalimat deklaratif

tidak langsung penanda kalimat .................................................. 60

3. Penolakan dengan kalimat pertanyaan (interogatif) ...................................... 66

a. Penolakan dengan Kalimat Interogatif Langsung ............................. 67

1) Penolakan dengan Kalimat Interogatif Langsung

Penanda Kalimat .......................................................................... 67

2) Penolakan dengan Kalimat Interogatif Langsung

Penanda Frase .............................................................................. 73

b. Penolakan dengan Kalimat Interogatif Tidak Langsung ................... 75

1) Penolakan dengan kalimat Interogatif

Tidak Langsung Penanda Kalimat .............................................. 75

2) Penolakan dengan Kalimat Interogatif

Tidak Langsung Penanda Wacana .............................................. 83

B. Tipe Penolakan .................................................................................................... 86

Page 13: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

1. Penolakan dengan Negasi .............................................................................. 86

a. Negasi secara langsung dengan memberi informasi ................................ 86

b. Negasi dengan Alasan .............................................................................. 87

c. Negasi Secara Langsung dan Tegas ........................................................ 88

d. Negasi dengan Interogatif ........................................................................ 89

e. Negasi dengan Interogatif dan Alternatif harga lain ................................ 90

f. Negasi yang diawali dengan Kalimat Deklaratif kemudian

Dilanjutkan dengan interogatif ................................................................ 90

g. Negasi yang disertai dengan keterangan .................................................. 91

h. Negasi yang disertai dengan informasi fungsi barang ............................. 92

i. Negasi dengan kalimat interogatif secara langsung ................................. 93

j. Negasi dengan mengedepankan keegoisan ............................................. 94

2. Penolakan Tanpa Negasi ............................................................................ ... 95

a. Penolakan dengan menggunakan makna konotasi dan informasi ........... 96

b. Penolakan kalimat interogatif yang lugas ................................................ 97

c. Penolakan dengan merayu dan memerintah ............................................ 98

d. Penolakan dengan negosiasi yang datar .................................................. 99

e. Penolakan dengan menjelaskan kualitas barang ...................................... 100

f. Penolakan dengan langsung menyebutkan harga barang ........................ 101

g. Penolakan dengan interogatif .................................................................. 102

h. Penolakan dengan nada tinggi dan membandingkan ............................... 103

i. Penolakan dengan konotasi yang halus ................................................... 104

j. Penolakan dengan mengejek .................................................................... 106

k. Penolakan dengan menyatakan permintaan maaf dan

memberikan alternatif barang lain ........................................................... 106

l. Penolakan dengan menyindir dan menggunakan

kalimat interogatif .................................................................................... 108

m. Penolakan dengan merayu dan menambah kuota barang ........................ 108

n. Penolakan dengan mengeluh dan menggunakan kalimat

Interogatif ................................................................................................ 109

o. Penolakan dengan nada kaget .................................................................. 111

p. Penolakan dengan lelucon ....................................................................... 112

Page 14: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

q. Penolakan dengan ejekan ......................................................................... 113

r. Penolakan dengan keluhan dan penyesalan.................................... ......... 114

s. Penolakan dengan alasan ketidakcocokan ............................................... 115

C. Daya Pragmatik ................................................................................................... 117

1. Penerimaan Daya Pragmatik .......................................................................... 117

2. Penolakan Daya Pragmatik ............................................................................ 135

BAB V. PENUTUP ............................................................................................... ............. 152

A. Simpulan ................................................................................................ ............. 152

B. Saran ..................................................................................................... ............. 154

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... ............. 155

LAMPIRAN .......................................................................................................... ............. 158

Page 15: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA

A. Daftar Singkatan

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

FSSR : Fakultas Sastra dan Seni Rupa.

MCK : Mandi Cuci Kakus.

N- : Penawaran dengan penolakan.

O1 : Orang Pertama.

O2 : Orang kedua.

P : Penutur.

MT : Mitra tutur.

R : Daya Pragmatik menerima.

R1 : Penerimaan oleh O1.

R2 : Penerimaan oleh O2.

SBLC : Simak Bebas Libat Cakap.

SLC : Simak Libat Cakap.

SPEAKING : Setting, Participant, End, Action, Key, Instrument, Norm,

Genre.

SWT : Subhanahu Wa‟ Taala.

T1- : Tuturan penolakan O1.

T2- : Tuturan penolakan O2.

T : Daya Pragmatik menolak.

UNS : Universitas Sebelas Maret.

W- :Tanggapan tawaran dengan penolakan.

Page 16: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

Ø : Zero ialah tanda bahwa tidak terdapat respon sebuah

Tuturan.

B. Daftar Tanda

Cetak miring : Menandakan data tidak menggunakan bahasa

nasional

Cetak tebal : Menandakan data yang dianalisis

“….” : Menandakan ungkapan langsung dari penutur

Maupun mitra tutur

„.....‟ : Menandakan terjemahan

: Siklus peristiwa tutur antara O1 dan O2

: Dalam Bentuk penolakan, ini mewakili

Simbol tuturan timbal balik antara O1 dan

O2. Dalam daya Pragmatik, simbol ini

Menandakan penggunaan prinsip

Kerjasama antara O1 dan O2

: Menandakan bahwa penutur meminimalkan

Prinsip kesopanan

: Menandakan bahwa penutur

Memaksimalkan prinsip kesopanan

Page 17: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tuturan dalam transaksi jual beli di Pasar Sine .............................................. 158

Lampiran 3. Foto aktivitas jual beli di Pasar Sine .............................................................. 162

Page 18: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

ABSTRAK

Ika Yuniati. C0107026. 2011. Tindak Tutur Eksprresif Menolak

dalam Transaksi Jual Beli di Pasar Sine, Kecamatan Sine, Kabupaten

Ngawi. Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini menelaah tentang tindak tutur ekspresif menolak

berbahasa Jawa dalam transaksi jual beli di Pasar Sine. Masalah yang

diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai bentuk, tipe serta daya

pragmatik tindak tutur ekspresif menolak berbahasa Jawa dalam transaksi

jual beli di Pasar Sine. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

bentuk, tipe dan daya Pragmatik tindak tutur ekspresif menolak dalam

transaksi jual beli di Pasar Sine, kecamatan Sine, kabupaten Ngawi.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini

menggunakan data lisan berupa tuturan yang mengandung tindak tutur

ekspresif menolak bahasa Jawa. Sumber data dalam penelitian ini berasal

dari informan. Wujudnya ialah tuturan informan yang mengandung tindak

tutur ekspresif menolak bahasa Jawa. Populasi penelitian ini adalah

seluruh tuturan bahasa Jawa yang mengandung tindak tutur ekspresif

menolak bahasa Jawa. Sampel penelitian ini adalahtuturan tindak tutur

ekspresif menolak bahasa Jawa dalam transaksi jual beli di Pasar Sine,

data diambil mulai minggu ketiga bulan Januari 2011 hingga akhir bulan

Februari 2011.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak.

Teknik dasar yang dipakai ialah teknik sadap. Sedangkan teknik lanjutan

yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik

simak libat cakap (SLC), rekam dan catat. Analisisnya menggunakan

metode kontekstual dan metode padan. Metode penyajian menggunakan

metode informal dan metode penyajian formal.

Hasil analisis data dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) terdapat

20 bentuk tindak tutur ekspresif menolak yang terjadi dalam transaksi jual-

beli di Pasar Sine, 20 bentuk tersebut terbagi atas beberapa kategori, yaitu

penolakan dengan kalimat imperatif tidak langsung penanda konteks,

penolakan dengan kalimat deklaratif langsung penanda frase negasi dan

konteks negasi, penolakan dengan kalimat deklaratif tidak langsung

penanda kalimat, penolakan dengan kalimat interogatif secara langsung

penanda kalimat dan frase, penolakan dengan kalimat interogatif tidak

langsung penanda kalimat dan wacana; (2) Tipe penolakan dalam transaksi

jual beli di Pasar Sine terdapat 2 macam, yaitu 9 penolakan dengan negasi

dan 19 penolakan tanpa negasi.(3) Daya pragmatik yang ditimbulkan dari

tindak tutur ekdpresif menolak tersebut ialah adanya penerimaan dan

ketidakterimaan transaksi. Penerimaan dan ketidakterimaan tersebut

dipengaruhi oleh penggunaan prinsip kesopanan dan kerjasama.

Page 19: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ABSTRAK

Ika Yuniati. C0107026. 2011. Tindak Tutur Eksprresif Menolak

dalam Transaksi Jual Beli di Pasar Sine, Kecamatan Sine, Kabupaten

Ngawi. Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini menelaah tentang tindak tutur ekspresif menolak

berbahasa Jawa dalam transaksi jual beli di Pasar Sine. Masalah yang

diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai bentuk, tipe serta daya

pragmatik tindak tutur ekspresif menolak berbahasa Jawa dalam transaksi

jual beli di Pasar Sine. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

bentuk, tipe dan daya Pragmatik tindak tutur ekspresif menolak dalam

transaksi jual beli di Pasar Sine, kecamatan Sine, kabupaten Ngawi.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini

menggunakan data lisan berupa tuturan yang mengandung tindak tutur

ekspresif menolak bahasa Jawa. Sumber data dalam penelitian ini berasal

dari informan. Wujudnya ialah tuturan informan yang mengandung tindak

tutur ekspresif menolak bahasa Jawa. Populasi penelitian ini adalah

seluruh tuturan bahasa Jawa yang mengandung tindak tutur ekspresif

menolak bahasa Jawa. Sampel penelitian ini adalah tuturan tindak tutur

ekspresif menolak bahasa Jawa dalam transaksi jual beli di Pasar Sine,

data diambil mulai minggu ketiga bulan Januari 2011 hingga akhir bulan

Februari 2011.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak.

Teknik dasar yang dipakai ialah teknik sadap. Sedangkan teknik lanjutan

yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik

simak libat cakap (SLC), rekam dan catat. Analisisnya menggunakan

metode kontekstual dan metode padan. Metode penyajian menggunakan

metode informal dan metode penyajian formal.

Hasil analisis data dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) terdapat

20 bentuk tindak tutur ekspresif menolak yang terjadi dalam transaksi jual-

beli di Pasar Sine, 20 bentuk tersebut terbagi atas beberapa kategori, yaitu

penolakan dengan kalimat imperatif tidak langsung penanda konteks,

penolakan dengan kalimat deklaratif langsung penanda frase negasi dan

konteks negasi, penolakan dengan kalimat deklaratif tidak langsung

penanda kalimat, penolakan dengan kalimat interogatif secara langsung

penanda kalimat dan frase, penolakan dengan kalimat interogatif tidak

langsung penanda kalimat dan wacana; (2) Tipe penolakan dalam transaksi

jual beli di Pasar Sine terdapat 2 macam, yaitu 9 penolakan dengan negasi

dan 19 penolakan tanpa negasi.(3) Daya pragmatik yang ditimbulkan dari

tindak tutur ekdpresif menolak tersebut ialah adanya penerimaan dan

ketidakterimaan transaksi. Penerimaan dan ketidakterimaan tersebut

dipengaruhi oleh penggunaan prinsip kesopanan dan kerjasama.

Page 20: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang terikat konteks. Menurut George

Yule (2006: 5) pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik

dan pemakaian bentuk-bentuk itu. Belajar pragmatik, berarti belajar maksud tuturan orang

lain.

Hubungan antara bahasa dengan konteks merupakan hal yang mendasar dalam

pragmatik. Pragmatik mengkaji maksud tuturan yang terikat konteks, konteks tersebut

ialah konteks dalam semua aspek fisik atau latar belakang sosial dari tuturan yang

bersangkutan. Konteks dalam pragmatik adalah semua latar belakang pengetahuan yang

dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur (Rohmadi, 2004:24). Jadi pragmatik

memerlukan sebuah konteks untuk dapat menafsirkan maksud tindak tutur yang diujarkan

dan dapat membantu mitra tutur menafsirkan maksud tuturan. Tanpa diketahuinya suatu

konteks, maka maksud yang ditafsirkan akan menjadi samar atau tidak jelas.

Tindak tutur atau tindak ujaran (speech act) mempunyai kedudukan yang sangat

penting dalam pragmatik. Tindak tutur dalam pragmatik merupakan pengujaran kalimat

untuk menyatakan sesuatu agar suatu maksud dari pembicara diketahui oleh pendengar.

Tindak tutur terbagi menjadi delapan jenis (Wijana, 1996:36), ialah tindak tutur

langsung dan tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal,

tindak tutur langsung literal, tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung

tidak literal, dan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Sedangkan secara formal,

kalimat dibedakan menjadi kalimat berita, tanya, dan perintah.

Page 21: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Menurut Searle dalam (Wijana, 1996: 17), dalam sebuah peristiwa tutur terdapat

tiga tindak tutur, yaitu tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi. Tindak lokusi ialah tindak

tutur yang menyatakan sesuatu, atau disebut dengan the act of saying something. Tindak

ilokusi ialah sebuah tuturan yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan

sesuatu, sekaligus untuk melakukan sesuatu, atau biasa disebut the act of doing

something. Tindak perlokusi ialah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk

mempengaruhi lawan tutur, atau disebut the act of affecting someone.

Searle dalam (Tarigan 2009: 42) mengklasifikasikan tindak ilokusi antara lain,

asertif, direktif, komisif, ekspresif dan deklaratif. Sedangkan Searle dalam (Rohmadi

2004:32) mengkategorikan tindak tutur menjadi lima jenis, yaitu representatif, direktif,

komisif, ekspresif, dan deklarasi. George Yule (2006:92) menyatakan bahwa tindak tutur

dapat diklasifikasikan sebanyak lima jenis, yaitu deklaratif, representatif, ekspresif,

direktif dan komisif. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli serta melihat fungsi umum

yang ditunjukan tindak tutur, maka dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu

deklaratif, representatif/asertif, ekspresif, direktif dan komisif.

Tindak tutur ekspresif ialah jenis tindak tutur dengan menyatakan sesuatu yang

dirasakan oleh penutur (George Yule 2006:93). Verba yang menandai tindak tutur

ekspresif misalnya, mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan

belasungkawa, menolak, dst. Sedangkan menolak berarti tidak menerima (memberi,

meluluskan, mengabulkan), menampik, tidak membenarkan, mengurangi, dan menghalau.

Pada intinya menolak merupakan tindakan ekspresi penutur terhadap sesuatu yang tidak

sesuai dengan pendapat atau keinginan penutur.

Tindak tutur menolak dalam bahasa Jawa banyak terjadi dalam transaksi

perdagangan di pasar tradisional, salah satunya ialah di Pasar Sine. Pasar Sine memiliki

Page 22: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

beragam bentuk penolakan dalam proses tawar menawar. Budaya Jawa yang melekat

dalam keseharian masyarakatnya sangat mempengaruhi ragam penolakan tersebut.

Salah satu contoh tindak tutur ekspresif menolak bahasa Jawa yang terjadi di

Pasar Sine Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut:

(1) O1 : Iki pira?

‘ Ini berapa?‟

O2 : Anting kuwi pat belas ewu wae.

„Anting (tas) itu empat belas ribu saja.‟

O1 : Rolas ewu.

‘Dua belas ribu.‟

O2 : Mbok diingerke sik! iki ka nggone telulas ewu, percaya karepmu

ra percaya karepmu. ‘Digeser (harganya dinaikan) dulu! Ini dari pemiliknya tiga belas ribu, percaya atau

tidak terserah kamu.’

‘Harga (tawarannya) dinaikan dulu! Ini dari penjual asalnya tiga

belas ribu, percaya atau tidak terserah kamu.’

Konteks:

Peristiwa tutur terjadi antara O1 selaku pembeli dengan O2 selaku

penjual. Warna emosi biasa saja, cenderung santai. Maksud tuturan ialah

penawaran harga. Tidak ada keikutsertaan orang ketiga. Urutan tutur

dimulai dari O1 menggunakan ragam ngoko, kemudian dilanjutkan oleh

O2 dengan menggunakan ragam ngoko pula. Bab yang dibicarakan ialah

tawar-menawar mengenai harga tas anting. Instrumen yang digunakan

ialah bahasa Jawa. Citarasa tuturan bersifat santai dan non formal. Adegan

tutur terjadi di Pasar Sine sekitar pukul 06.00 WIB di kios penjual gerabah.

Register ialah wacana lisan secara langsung. Menggunakan ragam bahasa

ngoko.

Percakapan di atas mengandung tuturan menolak yang dilakukan oleh O2,

ditandai dengan kalimat imperatif “Mbok diingerke sik! iki ka nggone telulas ewu,

percaya karepmu ra percaya karepmu” ‘Dinaikkan dulu harganya! Ini dari

penjual aslinya tiga belas ribu, percaya atau tidak terserah kamu’. Secara teks,

kalimat di atas berarti meminta seseorang untuk menggeser sesuatu dan

menginformasikan harga suatu barang dari pedagang aslinya. Namun secara

pragmatik kalimat di atas berarti sebuah penolakan yang ditandai dengan kalimat

Page 23: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

imperatif dan dilakukan dengan kalimat panjang. Kalimat di atas memiliki arti bahwa

O2 (pembeli) diminta untuk mengganti harga tawarannya, kalimat permintaan

tersebut ditegaskan dengan argumen bahwa harga pokok barang tersebut seharga tiga

belas ribu. Kalimat imperatif tersebut merupakan penanda penolakan tidak langsung

yang dilakukan oleh O2.

Percakapan di atas menggunakan penolakan impositif secara tidak langsung.

Ketidaklangsungan penolakan ditandai dengan panjangnya kalimat yang intinya

menyiratkan maksud menolak.

Daya pragmatik/tindak perlokusi dari tuturan tersebut ialah bahwa pada

akhirnya O2 menerima tawaran O1, yaitu menjual tas antingnya seharga Rp 12.000,-

Data (1) hanya sebagian kecil dari penolakan yang terjadi dalam transaksi

perdagangan di Pasar Sine. Selain penolakan masih banyak lagi transaksi yang terjadi

dan perlu diteliti di Pasar Sine. Namun akhirnya penulis memilih tindak tutur menolak

di Pasar Sine dalam penelitian ini dikarenakan :

1. Berdasarkan penggunaan bahasa di dalam masyarakat terdapat dua kemungkinan

yaitu pemakaian bahasa sebagai sarana penyampaian informasi dan pemakaian bahasa

sebagai sarana untuk maksud-maksud tertentu. Artinya, dalam suatu tuturan terdapat

maksud tersirat yang dikaitkan dengan konteks.

2. Penelitian ini memfokuskan pada tindak tutur ekspresif menolak dalam transaksi jual

beli di Pasar Sine. Hal ini dilakukan untuk mengetahui cirikhas, tipe penolakan

beserta penanda tindak-tutur menolak yang dilakukan penjual dan pembeli di pasar

tradisional tersebut.

3. Masyarakat desa Sine merupakan bagian dari wilayah Jawa timur yang berada di

perbatasan Jawa Tengah. Sehingga komunikasi yang dipakai masih sedikit halus dan

Page 24: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

bercampur dengan beberapa dialek Jawa Timur. Penelitian ini ingin dijadikan sebagai

parameter tingkat kesopanan terhadap daya pragmatik suatu tuturan.

4. Berdasarkan penelitian terdahulu tentang tindak tutur, penelitian tindak tutur ekspresif

menolak dalam transaksi jual beli khususnya di Pasar Sine belum pernah dilakukan.

Berikut penelitian-penelitian terdahulu tentang tindak tutur ekspresif ;

Tindak Tutur Ekspresif Bahasa Jawa di Kodya Surakarta oleh Sabtutik

Handayani, 1995. Skripsi ini membicarakan bentuk, makna, fungsi, serta derajat

kesopansantunan yang meliputi tujuh domain sosial yang ada di Kodya Surakarta. Dalam

penelitian ini tindak tutur ekspresif digunakan dalam kalimat seru, pernyataan dan tanya.

Fungsi tindak tuturnya adalah untuk mengungkapkan sikap sebagai reaksi terhadap tuturan

atau tindakan seseorang. Dalam penelitian ini bentuk dan fungsi sangat dipengaruhi oleh

komponen tutur, konteks dan norma-norma budaya Jawa, seperti sopan, kerja sama dan

hormat.

Tindak Tutur Ekspresif dalam Adegan Gara-Gara pada Pertunjukan Wayang

Kulit oleh Dalang Ki. H. Anom Suroto oleh Farida Rachmawati, 2005. Skripsi ini

membahas tentang bentuk, dan maksud tuturan dalam adegan Gara-Gara pada pertunjukan

Wayang Kulit. Di dalam penelitian ini ditemukan empat kategori sintaksis sebagai penanda

lingual yang menandai bentuk tindak tutur ekspresif, yaitu berupa 7 kata, 11 frasa, 15 klausa,

dan 10 kalimat. Bentuk kata, frasa, klausa, dan kalimat tersebut berfungsi sebagai penanda

lingual dari 21 bentuk tindak tutur ekspresif dalam adegan gara-gara tersebut.

Penelitian yang berjudul “Tindak Tutur Ekspresif Menolak Bahasa Jawa dalam

Transaksi Jual Beli di Pasar Sine, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi (Suatu Tinjauan

Pragmatik)” ini dilakukan untuk mengetahui bentuk, tipe, serta daya pragmatik dalam tindak

tutur menolak di Pasar Sine Ngawi.

Page 25: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian lebih terarah dan mempermudah

penulis dalam menentukan langkah penelitian. Dalam sebuah penelitian pembatasan

masalah sangat penting dilakukan, karena akan mempengaruhi ketepatan sasaran. Oleh

karena itu, hal-hal yang tidak relevan dapat dihindarkan. Adapun penelitian ini penulis

fokuskan pada masalah bentuk tindak tutur ekspresif menolak, tipe tindak tutur ekspresif

menolak, Serta daya pragmatik dari tindak tutur ekspresif menolak bahasa Jawa dalam

transaksi jual beli di Pasar Sine.

C. Rumusan Masalah

Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimanakah bentuk tindak tutur ekspresif menolak bahasa Jawa dalam transaksi

jual beli di Pasar Sine Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi?

2. Bagaimanakah tipe tindak tutur ekspresif menolak bahasa Jawa dalam transaksi

jual beli di Pasar Sine Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi?

3. Bagaimana daya pragmatik tindak tutur ekspresif menolak bahasa Jawa dalam

ranah jual beli di Pasar Sine Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini ialah untuk

mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut:

1. Bentuk tindak tutur ekspresif menolak bahasa Jawa dalam transaksi jual beli di

Pasar Sine Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi.

2. Tipe tindak tutur ekspresif menolak bahasa Jawa dalam transaksi jual beli di Pasar

Sine Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi.

Page 26: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

3. Daya pragmatik tindak tutur ekspresif menolak bahasa Jawa dalam ranah jual beli

di Pasar Sine Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi.

E. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian tentunya harus membawa manfaat baik dari segi teoretis maupun

praktis. Begitu juga dalam penelitian ini, manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini

adalah:

1. Manfaat teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dalam

bidang kebahasaan mengenai model analisis tindak tutur ekspresif menolak berbahasa Jawa

secara pragmatik. Selain itu juga penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan

pengetahuan, khususnya mengenai penelitian tindak tutur ekspresif menolak dalam ilmu

pragmatik.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya,

materi pengajaran bahasa Jawa, dan sumbangan terhadap pengembangan dan pembinaan

bahasa Jawa.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penguraian masalah dalam

suatu penelitian dan agar cara kerja penelitian pun lebih terarah, runtut, dan jelas. Penelitian

yang sistematis banyak membantu pembaca dalam memahami hasil penelitian. Adapun

sistematika penulisan dalam penelitian ini tersusun atas lima bab. Kelima bab tersebut adalah

sebagai berikut:

Page 27: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah,

pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab ke dua adalah landasan teori. Bab ini terdiri atas kajian pustaka, berisi sejumlah

teori yang secara langsung berhubungan dengan masalah yang hendak diteliti dan dikaji

sebagai landasan atau acuan dalam penelitian ini. Antara lain pengertian Pragmatik, tindak

tutur, tindak tutur Ekspresif, Tindak tutur ekspresif menolak, maksim kesantunan, prinsip

kerjasama, dan peristiwa tutur.

Bab ke tiga adalah metodologi penelitian. Bab ini berisi jenis penelitian, lokasi

penelitian, data dan sumber data, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, metode

analisis data, metode penyajian hasil analisis.

Bab ke empat adalah analisis data. Bab ini berisi analisis dari data yang telah tersedia.

Dari analisis data yang didapatkan hasil penelitian yang menjawab

permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah bab pertama.

Bab ke lima adalah penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran.

Page 28: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pragmatik

Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa, memiliki berbagai cabang. Cabang-

cabang tersebut adalah Fonologi, Morfologi, Sintaksis, Semantik, dan Pragmatik.

Fonologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang bunyi. Morfologi

adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk morfem dan polimorfemik.

Sintaksis adalah ilmu bahasa yang mengkaji penggabungan satuan lingual berupa kata

untuk membentuk satuan kebahasaan yang lebih besar. Semantik adalah disiplin ilmu

yang menelaah makna satuan lingual baik leksikal maupun gramatikal. Sedangkan

pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari makna bahasa secara

eksternal, ataupun untuk mengetahui maksud sebuah tuturan. (Putu Wijana, 1996: 1)

Menurut Putu Wijana (1996:2), Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang

mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan

digunakan dalam komunikasi. Sehingga makna yang dikaji dalam pragmatik adalah

makna yang terikat konteks atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur.

Pragmatik dapat dimanfaatkan seorang penutur

Telaah umum mengenai bagaimana cara konteks mempengaruhi cara kita

menafsirkan kalimat disebut pragmatik. Tindak ujar adalah bagian dari pragmatik, dan

pragmatik merupakan bagian dari performansi linguistik. Pengetahuan mengenai

dunia adalah bagian dari konteks, dan pragmatik mencakup bagaimana cara pemakai

bahasa menerapkan pengetahuan dunia untuk menginterpretasikan ucapan-ucapan

(Tarigan, 2009: 31).

Page 29: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

George Yule (2006:5) mengungkapkan bahwa pragmatik adalah studi tentang

hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Diantara

tiga bagian perbedaan ini hanya pragmatik sajalah yang memungkinkan orang ke

dalam suatu analisis. Manfaat belajar bahasa melaui Pragmatik ialah bahwa seseorang

dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud

atau tujuan mereka dan jenis-jenis tindakan yang mereka perlihatkan ketika mereka

sedang bicara.

Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa

yang mempelajari tentang maksud sebuah tuturan. Sedangkan maksud dari tuturan

tersebut bisa dilihat berdasarkan konteks pembicaraan penutur dan mitra tutur.

B. Tindak Tutur

Bahasa adalah performance manusia, maksudnya bahasa merupakan realisasi

kode yang berupa bunyi ujar. Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari proses

komunikasi sebagai sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, maksud, dan

sebagainya (Paina, 2009:42).

Tindak tutur (speech act) merupakan suatu tindakan yang diungkapkan

melalui bahasa dengan disertai gerak atau sikap anggota badan untuk mendukung

penyampaian maksud. Dalam mengungkapkan perasaannya, seorang penutur dapat

memilih tuturan yang di dalamnya terkandung praanggapan (presupposition) dan

implikatur yang sifatnya khusus (Paina, 2009:42).

Sebagai tindakan yang diungkapkan melalui bahasa oleh penutur kepada

lawan tutur, tindak tutur berfungsi untuk menyatakan maksud penutur agar diterima

oleh lawan tuturnya. Dalam mengatakan sesuatu, seseorang juga melakukan tindakan.

Page 30: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

dalam pragmatik, tuturan merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi

tutur sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur.

Ada tiga klasifikasi tindak tutur :

1. Berdasarkan Perwujudan Si Penutur

Menurut Searle dalam Putu Wijana (1996:17) dan Austin dalam Henry Guntur

Tarigan (2009:100), ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang

penutur, yakni tindakan lokusi, ilokusi dan perlokusi.

a. Tindak lokusi

Menurut Tarigan (2009:100), tindak ilokusi adalah melakukan

tindakan untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut sebagai the act of

saying something. Lebih jauh tindak lokusi ialah tindak tutur yang relatif

paling mudah untuk diidentifikasikan karena pengidentifikasiannya cenderung

dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam

situasi tutur (Putu Wijana, 1996: 18). Jadi, dari perspektif pragmatik tindak

lokusi sebenarnya tidak atau kurang begitu penting peranannya untuk

memahami tindak tutur (Parker dalam Wijana, 1996:18).

b. Tindak Ilokusi

Tindak Ilokusi adalah melakukan suatu tindakan dengan mengatakan

sesuatu (Tarigan, 2009: 35). Sebagian verba yang digunakan untuk melabel

tindak ilokusi bisa digunakan secara performatif.

Menurut Putu Wijana (1996:18), tindak ilokusi disebut juga dengan the

act of doing something. Bahwa kalimat tidak hanya digunakan untuk

menginformasikan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu sejauh situasi

tuturnya juga dipertimbangkan secara seksama. Tindak ilokusi merupakan

bagian sentral untuk memahami tutur. Untuk memahami tindak tutur ilokusi,

Page 31: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

maka harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, serta kapan

dan bagaimana tuturan itu terjadi.

Berdasarkan hubungannnya dengan tujuan sosial dalam menentukan

dan memelihara serta mempertahankan rasa dan sikap hormat, maka fungsi-

fungsi ilokusi diklasifikasikan menjadi empat jenis (Tarigan, 2009: 40) ;

1. Kompetitif : tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial

2. Konvivial : tujuan ilokusi bersamaan atau bertepatan dengan

tujuan sosial

3. Kolaboratif : tujuan ilokusi tidak mengacuhkan atau biasa-biasa

terhadap tujuan sosial

4. Konfliktif : tujuan ilokusi bertabrakan atau bertentangan dengan

tujuan sosial.

c. Perlokusi

Tindak perlokusi adalah melakukan suatu tindakan dengan menyatakan

sesuatu (Tarigan, 2009: 35). Tindak perlokusi menimbulkan efek tertentu

pada pendengar dengan persuasi. Menurut Putu Wijana, tindak tutur yang

pengutaraannnya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur disebut

dengan tindak perlokusi. Tindak tutur ini disebut dengan the act of

affecting someone.

2. Berdasarkan Isi Kalimat atau Tuturannya.

Berdasarkan isi kalimat atau tuturannya, kalimat dapat dibedakan menjadi tiga

jenis :

a. Kalimat berita (Deklaratif)

Kalimat berita atau deklaratif ialah kalimat yang isinya

memberitakan sesuatu kepada pembaca atau pendengar , kalimat berita

Page 32: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

dapat berbentuk aktif maupun pasif, namun semunya bermaksud untuk

memberitakan sesuatu (Nadar, 2009: 72).

b. Kalimat tanya (interogatif)

Kalimat tanya atau interogatif ialah kalimat yang isinya

menanyakan sesuatu atau seseorang. Berdasarkan nilai komunikatifnya

kalimat tanya dibedakan menjadi kalimat interogatif informatif dan

kalimat interogatif konfirmatoris. Kalimat interogatif informatif

menuntut pendengar memberikan informasi pemboicara, sedangkan

kalimat interogatif konfirmatoris menuntut pendengar supaya

menyatakan setuju atau tidak setuju mengenai hal yang akan

diungkapkan oleh pembicara (Lapoliwa dalam Nadar, 2009:72)

c. Kalimat perintah (Imperatif)

Kalimat perintah ialah kalimat yang maknanya memberikan

perintah untuk melakukan sesuatu. Mengenai wujud pragmatik

imperatif dalam bahasa indonesia dapat berupa tuturan macam-macam

dengan menggunakan konstruksi imperatif maupun bukan imperatif

(Rahardi dalam Nadar, 2009: 73).

3. Berdasarkan Modus dan Keliterannya

Menurut Putu Wijana (1996: 29-36) secara keseluruhan tindak tutur

dibedakan menjadi delapan macam :

a. Tindak tutur langsung

Tindak tutur langsung ialah Secara formal, berdasarkan modusnya,

kalimat dibedakan menjadi kalimat berita, kalimat Tanya, dan kalimat

perintah. Bila secara konvensional, kalimat berita digunakan untuk

mengatakan sesuatu, kalimat Tanya untuk bertanya, kalimat perintah untuk

Page 33: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

menyuruh, mengajak, memohon dsb. Maka tindak tutur yang terbentuk adalah

tindak tutur langsung.

b. Tindak tutur tidak langsung

Tuturan yang diutarakan secara tidak langsung, biasanya tidak dapat

dijawab secara langsung, tetapi harus segera dilaksanakan maksud yang

terimplikasi didalamnya.

c. Tindak tutur literal

Tindak tutur literal ialah tuturan yang sesuai dengan maksud dan

modusnya. Tindak tutur literal (literal speech act)adalah tindak tutur yang

maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menysuusnnya (Putu Wijana,

1996:32)

d. Tindak tutur tidak literal

Tindak tutur tidak literal ialah tuturan yang tidak sesuai dengan maksud

dalam tulisan/tuturan. Tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah

tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan

makna kata-kata yang menyusunnya (Putu Wijana, 1996: 32)

e. Tindak tutur langsung literal

Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur

yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud

pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah,

memberitakan dengan kalimat berita, menanyakan sesuatu dengan kalimat

tanya.

f. Tindak tutur tidak langsung literal

Page 34: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act)

adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat

yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan.

g. Tindak tutur langsung tidak literal

Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech act) adalah

tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan

maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna

yang sama dengan maksud penuturnya. Maksud memerintah diungkapkan

dengan kalimat perintah, dan maksud menginformasikan dengan kalimat.

Kalimat Tanya tidak dapat digunakan untuk tindak tutur jenis ini.

h. Tindak tutur tidak langsung tidak literal

Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act)

adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat

yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan.

4. Berdasarkan Fungsi Tindak Tutur

Berdasarkan klasifikasi umum, ada lima jenis fungsi umum yang ditunjukan

tindak tutur, yaitu tindak tutur deklarasi, representatif, ekspresif, direktif dan

komisif (George Yule, 2006: 92). Sedangkan menurut Searle (1979) dalam

Tarigan (2009: 42) dan Rohmadi (2004:32) mengklasifikasikan tindak ilokusi

antara lain, asertif, direktif, komisif, ekspresif dan deklaratif.

a. Deklaratif adalah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan

(George Yule, 2006:92). Salah satu verba tindak tutur ini adalah

menyerahkan diri, memecat, membebaskan, membaptis, menamai dll

(Henry Guntur, 2009:43)

Page 35: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

b. Asertif, adalah tindak tutur yang melibatkan pembicara pada kebenaran

proposisi yang diekspresikan, misalnya menyatakan, memberitahukan,

menyarankan, membanggakan, mengeluh menuntut, melaporkan (Henry

Guntur, 2009:42)

c. Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk

menyuruh orang lain melakukan sesuatu (George Yule, 2006: 92). Verba

dari tindak tutur ini adalah memesan, memerintah, memohon, meminta,

menyarankan, menganjurkan, menasihati (Henry Guntur, 2009:43).

d. Komisif ialah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk

mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang.

Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksud oleh penutur. Tindak

tutur ini dapat berupa; janji, ancaman, penolakan, ikrar, dan dapat

ditampilkan sendiri oleh penutur atau penutur sebagai anggota kelompok

(George Yule, 2006:94). Menurut Paina (2009:47) tindak tutur Komisif

adalah tuturan yang menyatakan bahwa penutur akan melakukan suatu

tindakan yang belum dilakukan. Tindak tutur komisif memiliki fungsi

tertentu dan dapat diberi nama berdasarkan tujuan komunikasi. Yang

dimaksud fungsi tertentu adalah fungsi tuturan untuk menyatakan tindakan

yang akan dilaksanakan penutur dan belum terlaksana seperti berniat,

berjanji, bersumpah, dan bernadar.

e. Ekspresif adalah tindak tutur yang mempunyai fungsi untuk

mengekspresikan, mengungkapkan atau memberitahukan sikap psikologis

sang pembicara menuju suatu pernyataan keadaan yang diperkirakan oleh

ilokusi (Henri Guntur, 2009:42). Bentuk kata kerja tindak tutur selalu

mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa

Page 36: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

pernyataan gembira, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan dan

kesengsaraan (George Yule, 2006:93). Contoh verba tindak tutur ini adalah

berterimakasih, mengucapkan selamat, kata sambutan dll (Nadar, 2009:16).

Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa Tindak

tutur (speech act) merupakan tindakan yang diungkapkan melalui bahasa

dengan disertai dengan gerak anggota badan untuk mendukung penyampaian

maksud. Tindak tutur memiliki beberapa jenis, berdasarkan perwujudan si

penutur, berdasarkan isi kalimat, berdasarkan modus, dan berdasarkan fungsi.

C. Tindak Tutur Ekspresif

Menurut Austin, tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur behatitif (behatitives

utterance). Tindak tutur behatitif adalah reaksi-reaksi terhadap kebiasaan dan

keberuntungan orang lain dan merupakan sikap serta ekspresi seseorang terhadap

kebiasaan orang lain. Verba ekspresif biasanya muncul dalam konstruksi ‘S verba

(prep) (O) (prep) Xn (dimana ‘(prep)’ adalah preposisi fakultatif; dan Xn adalah frase

nomina abstrak atau frase gerundif), contoh meminta maaf, menaruh simpati,

mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni, mengucapkan terima kasih ( Henry

Guntur Tarigan, 1990: 117). Tindak tutur Ekspresif memiliki fungsi untuk

mengekspresikan, mengungkapkan atau memberitahukan sikap psikologi sang

pembicara menuju suatu pernyataan keadaan yang diperkirakan oleh ilokusi. Misalkan

; mengucapkan terimakasih, memaafkan, mengampuni, menyalahkan, memuji,

menyatakan belasungkawa dan sebagainya (Henry Guntur Tarigan, 2009:43).

Menurut George Yule (2006:93) tindak tutur ekspresif mencerminkan pernyataan-

pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan,

kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Nadar (2009:16) menyatakan bahwa kata

Page 37: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

kerja tindak tutur ini ialah seperti kata berterimakasih, mengucapkan selamat, dan

menyambut.

Dalam klasifikasi yang dibuat oleh Ibrahim (1993:17), tindak ilokusi

komunikatif dibagi menjadi 4 yaitu constatives, direktives, comissives, dan

anknowledgments. Tindak tutur ekpresif diartikan sebagai anknowledgements yang

berarti mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur, baik yang berupa

rutinitas maupun yang murni. Perasaan dan mengekspresikannya cocok untuk jenis

situasi tertentu. Misalnya menyampaikan salam, berterimakasih, meminta maaf, bela

sungkawa, mengucapkan selamat, dan menolak. Anknowledgement diharapakan pada

situasi tertentu, anknowledgement itu seringkali disampaikan bukan karena perasaan

yang benar-benar murni tetapi karena ingin memenuhi harapan sosial sehingga

perasaan itu perlu diekspresikan (Ibrahim, 1993:24).

Dapat ditarik kesimpulan bahwa tindak tutur ekspresif ialah tindakan yang

diungkapkan penutur berdasarkan ekspresi perasaan yang diungkapkan oleh penutur.

Tindak tutur ini mencerminkan sikap psikologi si penutur. Sehingga tindak tutur

ekspresif masuk dalam tinsak tutur yang Anknowledgement atau tidak ada parameter

ilmiah yang bisa digunakan untuk mengukur tindak tutur ekpresif.

D. Tindak Tutur Ekspresif Menolak

Menolak berarti mendorong, menyorongkan, mendesak, mencegah, tidak

menerima (memberi, meluluskan, mengabulkan) menampik, tidak membenarkan,

mengusir, menghalaukan, mengurangi, memotong (KBBI Edisi Kedua, 1996: 1065).

Tindak tutur ekspresif menolak adalah ungkapan perasaan penutur kepada mitra tutur

untuk tidak menerima sebuah tawaran atau ajakan dari mitra tutur. Dalam bahasa

Page 38: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Jawa terdapat beberapa penanda negasi, penanda tersebut ialah kata ora, ndak, nggak,

dudu, tanpa, tan, tuna, dan lir (Roni, 2001:75).

Menolak merupakan salah satu tindak tutur (Vander Veken, dalam Nadar dkk.

Volume 17:167), sehingga memahami penolakan akan menjadi lebih mudah apabila

didahului dengan pemahaman mengenai konteks tuturan. Selain itu untuk memahami

penolakan yang terkait dengan interaksi penutur dan lawan tutur serta keperluan untuk

berperilaku sopan dalam mengutarakan kesopanan berbahasa, perlu dikaji teori lain

terkait dengan teori kerjasama, strategi kesopanan berbahasa dan teori tentang kalimat

dari sudut pandang komunikatif.

Turnbul dan Saxton dalam Nadar dkk. (Volume 17: 167), menjelaskan bahwa

penolakan terhadap suatu permintaan dalam bahasa Inggris seringkali dinyatakan

dengan tuturan sebagai berikut: “sorry, I‟d love to, but I‟m working then so I don‟t

think I can make it. I could do it next week.” Dengan kata lain dalam suatu penolakan

terdapat serangkaian tindak tutur seperti minta maaf, mengucapkan simpati,

mengungkapkan alasan, mengungkapkan ketidakmampuan, dan membuat penawaran.

Nadar dkk. (volume 17: 167) mengatakan bahwa penolakan yang panjang dan bertele-

tele dimaksudkan agar pihak lawan tutur tidak sakit hati atau merasa kurang senang

terhadap penolakan yang ditujukan kepada dirinya.

Tuturan penolakan mengandung pesan yang ingin dikomunikasikan oleh

penutur kepada lawan tutur bahwa penutur tidak mampu mengikuti atau tidak dapat

menyetujui kehendak, perintah, tawaran, permintaan, usulan, ajakan, atau keinginan

lawan tutur. Dengan demikian, karena secara mendasar penolakan bersifat menentang

atau bertentangan dengan keinginan lawan tutur, penyusunannya tentulah

menggunakan strategi kesopanan tertentu. Mungkin penyusunan ungkapan yang

bersangkut paut dengan strategi kesopanan berbahasa itu menjadi penyebab mengapa

Page 39: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

penolakan dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Inggris dan Indonesia tidak selalu

tegas dan jelas mengungkapkan penolakan (Nadar, 2005:4).

Menurut George Yule (2006: 94), penolakan masuk dalam kategori tindak

tutur komisif. Namun, berdasarkan analisis pengertian serta fungsi komisif dan

ekspresif, bisa dipastikan bahwa menolak merupakan tindak tutur ekspresif. Tindak

tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa

yang disebutkan dalam tuturannya itu. Penutur dituntut dalam kondisi ketulusan untuk

melaksanakan apa yang telah dituturkannya itu (Paina, 2009:33). Sedangkan menolak

bukan salah satu tindakan yang beracu pada masa yang akan datang.

Berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur

ekspresif menolak ialah ekspresi psikologi yang diungkapkan oleh penutur dengan

maksud menolak suatu tuturan yang diungkapkan oleh mitra tutur. Penolakan tersebut

bisa secara langsung dan secara tidak langsung. Penolakan secara langsung bahasa

Jawa ditandai dengan adanya penanda negasi. sedangkan penolakan tidak secara

langsung bisa dengan menggunakan kalimat imperatif, interogatif maupun deklaratif.

Penolakan secara tidak langsung bisa dilihat dari konteks tuturan.

E. Kalimat Menolak dari Sudut Pandang Komunikatif

Dalam KBBI, kalimat ialah perkataan; ujaran utuh yang mengungkapkan

konsep pikiran dan perasaan (KBBI, Edisi ketiga, 2005: 414). Dalam mengungkapkan

perasaannya, penutur dipengaruhi oleh tujuan tuturan, termasuk tujuan menolak.

Kalimat menolak dalam berbahasa Jawa bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu

menolak dengan negasi dan menolak tanpa penanda negasi. Dalam bahasa Jawa

terdapat beberapa penanda negasi, penanda tersebut ialah kata ora, ndak, nggak, dudu,

tanpa, tan, dan tuna (Roni, 2001:75). Kata Ora, tan dan tanpa berarti ora atau tidak,

Page 40: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

dan tuna berarti rugi. Kata ndak dan nggak, berarti tidak, namun dua kata tersebut

ialah kata dalam bahasa Indonesia. Selain itu, kata mboten, ora, wegah, emoh, nyuwun

ngapunten, mboten kersa juga sering digunakan sebagai cara menolak suatu

permintaan dalam bahasa Jawa. Sedangkan kalimat penolakan tanpa negasi, ialah

kalimat yang mengisyaratkan sebuah penolakan meskipun tanpa disertai negasi.

Berdasarkan modusnya, tindak tutur dibedakan menjadi dua yaitu secara

langsung dan tak langsung. Dalam tindak tutur secara langsung, kalimat berita

(deklaratif) digunakan untuk memberitakan sesuatu, kalimat tanya (interogatif)

berfungsi untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah (imperatif) berfungsi

untuk menyampaikan perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan. Namun, karena

adanya berbagai pertimbangan, misalnya pertimbangan kesopanan berbahasa, kalimat

berita dapat dipergunakan untuk memerintah, atau kalimat tanya dipergunakan untuk

menyuruh. Dengan demikian tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur secara

tidak langsung (Nadar, 2005:100).

Tindak tutur tidak langsung cukup dominan digunakan dalam rangka

mengungkapkan maksud penutur kepada lawan tutur, termasuk dalam

mengungkapkan penolakan. Sangat perlu kiranya mempelajari secara mendalam

mengenai kalimat berita, tanya, maupun perintah. Meski sudah jelas perbedaan

kalimat dari sudut pandang komunikatif dan kalimat dari sudut pandang formal,

namun suatu kalimat yang digunakan dalam berkomunikasi tidak pernah lepas dari

sudut pandang komunikatif maupun sudut pandang formal (Nadar, 2005:100).

Nadar (2005, 102) mengungkapkan bahwa kalimat menurut nilai

komunikatifnya sama halnya dengan kalimat menurut makna serta mengacu pada

pola-pola kalimat yang lazim digunakan dalam berkomunikasi dan relevan dengan

pragmatik tentang realisasi strategi kesopanan berbahasa. Menurut Quirk dan

Page 41: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Greenbaum dalam Nadar (2005, 101) kalimat dalam bahasa inggris menurut nilai

komunikatif dibedakan menjadi empat, yaitu kalimat tanya, kalimat berita, kalimat

perintah dan kalimat seru.

Kalimat menolak dengan negasi maupun tanpa negasi memiliki beberapa tipe

penolakan. Searle (1975) mengajukan hipotesis bahwa pada hakikatnya semua tuturan

mengandung arti tindakan, dan unsur terkecil dalam komunikasi adalah tindak tutur

seperti menyatakan, menanyakan, memerintah, meminta maaf, mengucapkan

terimakasih dll (Nadar dkk. Volume 7:167). Hal tersebut sekaligus mengatakan bahwa

tindak tutur dalam kalimat menolak juga mengandung arti menyatakan, menanyakan,

memerintah, meminta maaf, mengucapkan terimakasih dll.

Contoh penolakan berbahasa Jawa berdasarkan modusnya ialah pada

penggunaan kalimat sebagai berikut:

(1) O1 : Mbakone pintenan buk?

„Tembakaunya berapa buk?’

O2 : Sekawan ewu mbak.

„ Empat ribu mbak.’

O1 : Tigangewu buk. Mboten angsal tigangewu?

‘Tiga ribu buk. Tiga ribu tidak boleh?’

O2 : Ngaturaken lepat mbak, nek niki malah angsal kalih setengah

mbak.

‘Mohon maaf mbak, kalo yang ini malah boleh duaribu limaratus

mbak.’

O1 : O, geh mpun.

„ O, ya sudah.’

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi yang ditimbulkan ialah

biasa saja. Maksud tuturan adalah O1 ingin membeli tembakau, namun

didalamnya ada proses tawar menawar yang menyiratkan penolakan. Tidak

ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai dari O1 kemudian dilanjutkan oleh O2.

Bab yang dibicarakan ialah mengenai harga tembakau. Instumen yang

digunakann ialah bahasa Jawa ragam krama. Citarasa tuturan biasa saja

bersifat informal. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di penjual tembakau.

Menggunakan register wacana lisan. Menggunakan Bahasa Jawa krama.

Page 42: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Dalam peristiwa tutur di atas terjadi tuturan penolakan yang dilakukan oleh

O1 dan O2. Dominasi penolakan dilakukan oleh O2 yang menyatakan permintaan

maaf kemudian memberikan kalimat berita tentang harga barang lain. Penolakan O2

dilakukan secara tidak langsung dan sangat halus. Penanda dalam penolakan O2 ialah

adanya kalimat berita, “ Ngaturaken lepat mbak, nek niki malah angsal kalih

setengah mbak” ‘Saya mohon maaf mbak, kalo yang ini malah boleh dua ribu

setengah mbak.’

Kalimat berita di atas tidak hanya menginformasikan sesuatu namun memiliki

tujuan yang menolak, hal tersebut berarti menggunakna alimat berdasarkan fungsi

komunikatifnya. Redaksional kalimat-kalimat semacam itu selalu tidak pasti, namun

disesuaikan dengan konteks kalimatnya.

“Sorry, I‟d love to, but I‟m working then so I don‟t think I can make it. I could

do it next week.” Biasanya digunakan sebagai cara menolak suatu permintaan dalam

bahasa Inggris (Tumbul dan Saxton, dalam Nadar dkk. Volume 17: 167). Nadar

(volume 17: 167) mengatakan bahwa penolakan yang panjang dan bertele-tele

dimaksudkan agar pihak lawan tutur tidak sakit hati atau merasa kurang senang

terhadap penolakan yang ditujukan kepada dirinya. Semakin panjang kalimat

penolakan, maka semakin menimbulkan efek kesopanan dan efek positif dalam daya

pragmatik yang ditimbulkan. Menurut Brown dan Levinson dalam (Nadar dkk.

Volume 17:169), pola umum penolakan berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris

memiliki strategi kesopanan berbahasa, misalnya membuat alasan, membuat

penawaran, membuat ungkapan permohonan maaf, dan membuat apresiasi untuk

lawan tutur.

Secara garis besar, kalimat menolak dari sudut pandang komunikatif ialah

seperti pada penggunaan kalimat tidak langsung. Yaitu menggunakan kalimat tanya

Page 43: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

bukan untuk bertanya, perintah bukan untuk memerintah dan berita bukan untuk

menginformasikan sesuatu. Kalimat seperti ini digunakan agar komunikasi antara

penutur dan lawan tutur bisa lebih lancar. Penggunaan kalimat seperti ini juga tak

lepas dari prinsip kesopanan berbahasa.

F. Prinsip Kesopanan

Di dalam peristiwa komunikasi, penutur dan lawan tutur akan bekerja sama

agar masing-masing dapat mencapai tujuan yang diinginkan melalui tuturannya. Grice

dalam (Paina, 2009:51) Peserta tutur tidak hanya menghormati prinsip-prinsip

kerjasama. Namun menurut Paina (2009:51) juga perlu melaksanakan prinsip-prinsip

kesopanan.

Maksim dalam rinsip kerjasama yang dimaksud Grice dalam (Paina 2009:51)

tersebut adalah maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan maksim pelaksanaan.

Sedangkan prinsip kesopanan dalam berbahasa Jawa meliputi : maksim kebijaksaan

sejajar dengan tindakan tepa salira ‘bijaksana, tenggang rasa’, maksim penerimaan

sejajar dengan legawa ‘menerima dengan iklas’, maksim kemurahan sejajar dengan

bawa laksana „ikhlas dalam melakukan suatu tindakan’, maksim kerendahan hati

sejajar dengan andhap asor ‘sopan santun’ dan ngajeni ‘mengasihi’, maksim simpati

sejajar dengan asih mring sasama ‘mengasihi sesama (manusia)’ (Paina, 2009:76-77).

Sebagai retorika tekstual, pragmatik membutuhkan prinsip kerjasama

(cooperative principle), namun sebagai retorika interpersonal pragmatik

membutuhkan prinsip yang lain yakni prinsip kesopanan (politeness principle) (Putu

Wijana, 1996:55). Prinsip kesopanan memiliki maksim, yakni maksim kebijaksanaan

(tact maxim), maksim penerimaan (approbation maksim), maksim kerendahan hati

Page 44: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

(modesty makxim), maksim ini , maksim kecocokan (agreement maxim), dan maksim

kesimpatian (sympathi maxim).

Maksim kebijaksanaan diungkapkan dengan tuturan impositif atau direktif dan

komisif. Dalam budaya Jawa maksim ini dapat disejajarkan dengan tindakan tepa

salira ‘bijaksana, tenggang rasa’. Tindakan tepa salira, pada prinsipnya, adalah

tindakan yang tidak akan merugikan orang lain (Paina, 2009:76-77). Maksim

penerimaan diutarakan dengan tuturan komisif dan impositif. Di dalam budaya Jawa,

maksim penerimaan dapat disejajarkan dengan tindakan legawa ‘menerima dengan

iklas, tidak bertindak iri’ (Paina, 2009:76-77). Maksim kemurahan diutarakan dalam

tuturan ekspresif dan asertif, dengan mengindahkan maksim ini, penutur harus sopan

dalam menyatakan sesuatu dan mengungkapkan pendapatnya. Di dalam budaya Jawa

maksim kemurahan dapat disejajarkan dengan tindakan bawa laksana „ikhlas dalam

melakukan suatu tindakan’ (Paina, 2009:76-77).

Maksim kerendahan hati juga diungkapkan dalam tuturan asertif dan ekspresif,

maksim ini menuntut peserta tutur untuk meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri

( Putu Wijana, 1996: 55-61; Nadar, 2009:29-31). Dalam budaya Jawa, maksim

kerendahan hati dapat disejajarkan dengan tindakan/sikap andhap asor ‘sopan

santun’. Maksim ini menekankan bahwa setiap peserta tutur harus meminimalkan

kerugian orang lain, dalam budaya Jawa disebut ngajeni ’menghormati’, dan

meminimalkan keuntungan diri sendiri, dalam budaya Jawa disebut andhap asor

’menghormat, sopan-santun’ (Paina, 2009:76-77).

Maksim kecocokan juga digunakan dalam tuturan ekspresif dan asertif, dalam

maksim ini penutur dan lawan tutur harus memaksimalkan kecocokan dan

meminimalkan ketidakcocokan. Maksim kesimpatian, maksim ini diungkapkan dalam

tuturan asertif dan ekspresif, dalam tuturan ini mengharuskan peserta tutur untuk

Page 45: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan antipati (Putu Wijana, 1996:60;

Nadar, 2009:30). Dalam budaya Jawa, maksim simpati dapat disejajarkan dengan

tindakan/sikap asih mring sasama ‘mengasihi sesama (manusia)’ (Paina, 2009:76-77).

Keinginan bahwa setiap peserta pertuturan harus menjaga perasaan lawan

tuturnya dianggap merupakan fenomena umum yang terjadi pada berbagai budaya.

Walaupun ekspresi kebahasaan untuk mengungkapkan kesopanan berbahasa tersebut

dalam satu budaya tertentu mungkin berbeda dengan tata cara mengungkapkan

kesopanan berbahasa yang berlaku dalam budaya lain. Kenutuhan masing-masing

pengguna bahasa untuk menjaga kesopanan berbahasa dan mengusahakan hubungan

yang harmnis antara penutur dan lawan tutur tidak berbeda. Perbedaannya ada pada

bagaimana kesopanan berbahasa itu direalisasikan (Nadar, 2005: 3).

Berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip

kesopanan ialah sebuah prinsip tuturan yang digunakan oleh penutur maupun mitra

tutur sebagai salah satu cara menghormati mitra tuturnya. Dalam prinsip kesopanan

terdapat beberapa maksim, yaitu maksim kerendahan hati, maksim kerjasama,

maksim kecocokan, dan maksim kebijaksanaan.

G. Prinsip Kerja Sama

Prinsip kerja sama digunakan oleh peserta tutur agar komunikasi dapat

berjalan lancar. Manfaat prinsip kerja sama ialah menjadikan setiap peserta tutur

dapat memahami apa yang diinginkan lawan tutur melalui tuturan yang dibuatnya.

Membicarakan masalah komunikasi antarpeserta tutur selalu terkait dengan

bagaimana sesungguhnya komunikasi itu dapat terlaksana (Paina, 2009: 49). Dalam

suatu interaksi peserta tutur akan bekerjasama agar jalannya pertuturan dapat berjalan

Page 46: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

lancar dan masing-masing peserta tutur akan dapat memahami apa yang diinginkan

lawan tutur melalui tuturan yang dibuatnya (Nadar, 2009:26).

Dalam komunikasi yang wajar, penutur dituntut untuk berusaha agar

tuturannya relevan dengan konteks, jelas dan mudah dipahami, padat dan ringkas, dan

selalu pada persoalan sehingga komunikasi yang berlangsung bisa berkualitas, tidak

merugikan salah satu pihak.

Menurut Grice dalam (Wijana, 1996:46) dalam rangka melaksanakan prinsip

kerjasama, setiap penutur harus mematuhi 4 maksim percakapan yakni maksim

kuantitas, kualitas, relevansi, dan maksim pelaksanaan. Putu Wijana (1996:46-50)

menjelaskan bahwa maksim kualitas berarti setiap peserta tutur memberikan

kontribusi secukupnya, sesuai yang diinginkan mitra tutur. Maksim kualitas berarti

bahwa setiap peserta percakapan wajib mengatakan hal yang sebenarnya. Maksim

relevansi berarti mengharuskan peserta tutur memberikan kontribusi yang relevan

sesuai masalah yang dibicarakan. Maksim pelaksanaan berarti mengharuskan setiap

peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak

berlebihan.

Dapat disimpulkan bahwa prinsip kerja sama ialah prinsip dalam tuturan yang

digunakan agar komunikasi antara penutur dan mitra tutur bisa berjalan lancar,

sehingga maksud penutur bisa tersampaikan pada mitra tutur.

H. Peristiwa Tutur

Dalam proses komunikasi pasti terjadi sebuah peristiwa tutur, hal ini

dikarenakan setiap komunikasi antar individu pasti saling menyampaikan informasi

berupa fikiran, gagasan, maksud dsb. Suwito (1983:33) menjelaskan bahwa peristiwa

tutur (speech act) adalah serangkaian tindak tutur yang terorganisasikan untuk

mencapai suatu tujuan. Sementara itu, Abdul Chaer (2004:47) menjelaskan bahwa

Page 47: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran

atau lebih melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan salah satu

pokok tuturan dalam waktu, tempat, dan situasi yang berbeda.

Bertolak dari kedua pendapat di atas, aspek tutur meliputi penutur dan lawan

tutur, tujuan tutur, tuturan sebagai kegiatan tindak tutur, dan tuturan sebagai produk

tindak verbal. Peristiwa tutur merupakan satu rangkaian tindak tutur dalam satu

bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur

dengan satu pokok tuturan dalam waktu, tempat dan situasi tuturan (Rohmadi,

2004:27).

Bahasa dilihat sebagai sitem yang tidak bisa lepas dari ciri-ciri penutur dan

dari nilai-nilai sosial budaya yang dipatuhi oleh penutur itu, jadi bahasa dilihat

sebagai sistem yang terbuka (Sumarsono dan Paina, 2004:8). Berdasarkan hal

tersebut, maka dalam sebuah tuturan tidak akan terlepas dari komponen tutur yang

berkaitan dengan konteks tuturan.

Poedjosoedarmo (1985) merinci sebuah komponen tutur yang diakronimkan

menjadi O, O, E, MAU BICARA. Komponen tutur tersebut pada akhirnya bisa

digunakan sebagai analisis konteks suatu tuturan. Berikut penjelasannya :

O1 adalah Orang ke-1, yaitu pribadi penutur karena sedikit banyak ujaran

memang ditentukan oleh pribadi penutur. Seorang pemalu akan memperlihatkan

kebiasaan yang berbeda dengan seorang yang pemberani. Latar belakang penutur

menyangkut jenis kelamin, daerah asal, asal golongan masyarakat, umur, profesi,

kelompok etnis, dan kepercayaan.

O2 adalah Orang ke-2, yaitu lawan tutur orang ke-1. Faktor penting yang

menentukan bentuk tuturan yang akan dipilih penutur ialah orang ke dua, yaitu orang

yang diajak bicara oleh penutur. Akan diperhatikan oleh penutur antara lain penilaian

Page 48: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

terhadap derajat tingkat sosial O2 dan tingkat keakraban hubungan antara keduanya.

Anggapan terhadap keakraban antara O1 dan O2 akan menentukan corak bahasa yang

dituturkan.

E adalah warna emosi (O1), yaitu suasana emosi O1 ketika hendak bertutur.

Warna emosi O1 akan sangat mempengaruhi bentuk tuturan, misalnya seorang

penutur yang gugup akan mengeluarkan tuturan yang tidak teratur, kurang jelas, dan

kurang beraturan.

M adalah maksud dan tujuan percakapan. Maksud dan kehendak O1 juga akan

sangat menentukan bentuk tuturan. Misalnya, orang yang ingin meminjam uang

kepada seseorang akan cenderung menggunakan wacana dengan struktur yang

berbelit-belit.

A adanya O3 dan barang-barang lain di sekitar adegan percakapan. Sebuah

tuturan dapat berganti bentuk karena hadirnya orang tertentu ketika adegan tutur

berlangsung. Misalnya, karena keikutsertaan O3 yang berasal dari luar pulau Jawa,

O1 dan O2 yang semula menggunakan bahasa Jawa kemudian beralih menggunakan

bahasa Indonesia.

U adalah urutan tutur. Orang pertama (O1) yang memulai suatu percakapan

akan lebih bebas menentukan bentuk percakapannya daripada lawan tuturnya.

Misalnya, apabila O1 menggunakan bahasa Indonesia, O2 akan menjawabnya dengan

bahasa Indonesia pula. Demikian juga, apabila O1 menggunakan bahasa Jawa halus,

O2 juga akan menanggapi dengan bahasa Jawa halus, kecuali jika dalam situasi

percakapan tersebut status sosial O2 lebih tinggi daripada O1.

B adalah bab yang dibicarakan; pokok pembicaraan. Pokok pembicaraan juga

akan mempengaruhi warna suasana bicara. Beberapa orang yang sedang

membicarakan masalah ilmiah, seperti sejarah atau psikologi, dan mereka berasal dari

Page 49: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

berbagai daerah di Inonesia, mereka akan menggunakan bahasa Indonesia. Demikian

juga, misalnya percakapan mengenai kepercayaan, agama, atau bab-bab lain yang

serius sifatnya, bahasa yang digunakan biasanya akan berbentuk bahasa formal.

I adalah instrumen atau sarana tutur. Sarana tutur yang dapat berupa telegram,

telepon, telepon genggam (handphone), chatting, SMS, juga akan mempengaruhi

bentuk tuturan. Biasanya bahasa yang dipergunakan harus ringkas, langsung pada

pokok permasalahannya.

C adalah cita rasa tutur. Seperti komponen tutur yang lain, cita rasa bahasa

juga mempengaruhi bentuk tutur yang digunakan. Kapan akan menggunakan ragam

bahasa santai, ragam bahasa formal, atau ragam bahasa indah, tentu bergantung pada

berbagai faktor. Suasana perkawinan yang megah tentu diisi berbagai pidato yang

indah juga. Sebaliknya, ragam bahasa indah atau formal tentu tidak akan digunakan

dalam situasi yang serba tergesa-gesa atau pada saat penutur diburu waktu.

A adalah adegan tutur, yaitu faktor-faktor yang terkait dengan tempat, waktu,

dan peristiwa tutur. Bentuk percakapan yang dilakukan di masjid, gereja, kelenteng,

atau tempat ibadah lain akan berbeda dengan percakapan yang dilakukan di pasar.

R adalah register, yaitu bentuk wacana atau genre tutur. Bentuk wacana

seperti pidato tentu akan dilakukan sesuai dengan kelaziman yang berlaku. Misalnya,

dimulai dengan sapaan, salam, pembukaan, isi pidato, dan penutup.

A adalah aturan atau norma kebahasaan lain. Aturan kebahasaan atau norma

akan mempengaruhi bentuk tuturan. Ada sejumlah norma yang harus dipenuhi,

misalnya kejelasan dalam bicara. Di samping itu, terdapat aturan yang berisi anjuran

untuk tidak menanyakan gaji, umur, dal lain-lain yang bersifat pribadi. Keberadaan

aturan dan norma itu ikut menentukan bentuk ujaran.

Page 50: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa peristiwa

tutur ialah suatu serangkaian tuturan yang dilakukan oleh penutur dan mitra tutur

dengan membicarakan satu topik yang sama dan memiliki satu tujuan yang sama.

Page 51: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode merupakan cara yang digunakan untuk memecahkan suatu

permasalahan. Menurut Kridalaksana (2008:153) Metode merupakan cara mendekati,

mengamati, menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena. Dalam pmetode

penelitian ini akan dijelaskan mengenai beberapa hal, yaitu: (a) Jenis penelitian, (b)

Lokasi Penelitian, (c) Data Penelitian, (d) Populasi dan Sampel, (e) Metode

Pengumpulan Data, (f) Metode Analisis Data, dan (g) Metode Penyajian Hasil

Analisis Data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode deskriptif dapat

diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga,

masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak

atau sebagaimana adanya (Hadari Nawawi, 1991: 63).

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan pada latar ilmiah

atau pada konteks dari suatu keutuhan (Entity). Metodologi kualitatif adalah sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Jenis penelitian yang

dilakukan berdasarkan fakta di atau fenomena yang benar-benar terjadi di lapangan.

Sedangkan pendekatan yang digunakan ialah pendekatan pragmatik.

Penelitian deskriptif kualitatif ialah penelitian dengan memecahan masalah

yang diselidiki secara utuh, dengan mendeskripsikan fakta-fakta dan fenomena-

fenomena di lapangan.

Page 52: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pasar Sine, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi.

Tepatnya di jalan raya Sine-Ngrambe, kecamatan Sine, kabupaten Ngawi.

Pasar Sine merupakan pasar kecamatan yang berdiri pada tahun 1963. Pasar

peninggalan Belanda ini awalnya dibangun untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga

kaum pribumi. Pasar ini digunakan sebagai wadah transaksi serta penjualan barang-

barang hasil bumi masyarakat sekitar.

Pasar Sine merupakan pasar resmi dibawah naungan dinas pemerintah daerah

dan pasar kabupaten Ngawi. Pengelolaan pasar ini dibiayai oleh negara yang berasal

dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Perbelanjaan Negara). Pegawai-pegawai pasar

digaji oleh negara. Pendapatan dari pasar ini masuk kedalam kas daerah dan menjadi

masukan untuk APBN.

Pasar Sine memiliki luas wilayah sekitar 2 Ha. Dari tahun 1963 hingga

sekarang luas wilayahnya tak banyak berubah. Tingginya aktivitas pasar membuat

pasar Sine semakin ramai, namun perluasan wilayah tak jua dilakukan. Wilayah

tersebut dibagi menjadi beberapa kapling. Kapling wilayah tersebut ialah 35 Kios, 22

los genteng, 157 los seng, 21 los darurat, 2 MCK (Mandi Cuci Kakus), jalan untuk

pejalan kaki, serta kantor pasar.

Pasar Sine terletak diposisi yang cukup strategis. Letaknya berada di jalan

utama kota Sine. Tepatnya berada di jalan raya Sine Ngrambe. Selain itu, posisi pasar

Sine juga berada di sebelah timur perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Posisi

daerah perbatasan ini membuat pasar Sine ramai dikunjungi penduduk wilayah Jawa

Timur maupun Jawa Tengah.

Page 53: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Pasar Sine aktif pada hari pasaran yaitu Wage dan Legi. Dalam waktu satu

minggu, pasar Sine bisa aktif selama dua sampai tiga kali. Aktivitas di pasar Sine

dimulai pada pukul dua hingga sepuluh pagi. Berbagai aktivitas penjualan dimulai

dari dini hari.

Pedagang besar dari perkotaan membeli hasil panen penduduk sekitar. Selain

membeli, beberapa pedagang dari kota besar menjual barang dagangan mereka

kepada penjual dasaran pasar untuk dijual ke konsumen secara langsung.

Penjual dan pembeli yang datang ke pasar ini berasal dari beberapa wilayah di

Jawa Timur maupun Jawa Tengah. Berdasarkan data pasar, beberapa pedagang yang

terdaftar ada yang berasal dari wilayah Gondang dan Sragen. Variasi pengunjung

pasar tersebut sangat memungkinkan terjadinya variasi penolakan dalam proses

transaksi jual beli di pasar Sine.

C. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan data lisan. Data lisan tersebut berupa

tuturan yang mengandung tindak tutur Ekspresif menolak bahasa Jawa.

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari informan. Wujudnya ialah

tuturan informan yang mengandung tindak tutur ekspresif menolak bahasa Jawa.

Informan yang dimaksud ialah yang memenuhi kriteria informan dalam suatu

penelitian.

Kriteria informan tersebut ialah:

1. Pengunjung pasar Sine

2. Berdomisili di wilayah sekitar kecamatan Sine

3. Sehat Jasmani dan rohani

4. Memiliki alat ucap dan alat dengar yang normal

Page 54: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

5. Bisa menggunakan bahasa Jawa dengan baik

D. Populasi dan Sampel

Populasi ialah objek penelitian. Populasi pada umumnya ialah keseluruhan

individu dari segi-segi tertentu bahasa (Edi Subroto, 1992: 32). Populasi penelitian ini

adalah seluruh tuturan bahasa Jawa yang mengandung tindak tutur ekspresif menolak

bahasa Jawa dalam transaksi jual beli di Pasar Sine, kecamatan Sine, kabupaten

Ngawi.

Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek

penelitian langsung, yang mewakili atau dianggap mewakili populasi secara

keseluruhan (Edi Subroto, 1992: 32). Pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik proporsive sampling, yaitu untuk memperoleh data sesuai

dengan kebutuhan dalam penelitian ini. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah

Tindak tutur ekspresif menolak bahasa Jawa dalam transaksi jual beli di Pasar Sine

mulai minggu ketiga bulan Januari 2011 hingga akhir bulan Februari 2011.

Pengambilan sampel dilakukan setiap pasar Sine dibuka, pada hari-hari Jawa yaitu

wage

dan legi selama lima jam mulai dari pukul 06.00 – 10.00 WIB. Pengambilan sampel

dilakukan dibeberapa pedagang yang ada di pasar Sine, yaitu: 1 transaksi di penjual

tas, 1 transaksi di penjual perkakas dapur, 6 transaksi di penjual sayuran, 2 transaksi

di penjual ikan, 1 transaksi di penjual sendal, 2 transaksi di penjual baju, 1 transaksi di

penjual kelapa, 2 transaksi di penjual buah-buahan, 1 transaksi di penjual tembakau,

dan 1 transaksi di penjual bibit sayuran.

E. Metode Pengumpulan Data

Page 55: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak. Teknik

dasar yang dipakai ialah teknik sadap. Sedangkan teknik lanjutan yang digunakan

adalah teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik simak libat cakap (SLC), rekam

dan catat.

SBLC adalah teknik untuk memperoleh data dengan peneliti hanya berperan

sebagai pengamat pemakaian bahasa pada tuturan informan. Peneliti tidak ikut dalam

pembicaraan, peneliti hanya sebagai penyimak.

SLC adalah teknik memperoleh data dengan menyadap, dan peneliti turur

berpartisipasi dalam percakapan. Dalam SLC, peneliti bertindak sebagai alatnya,

peneliti dilibatkan langsung dalam membentuk dan memunculkan calon data.

Teknik selanjutnya ialah teknik rekam, teknik ini dilakukan bersamaan ketika

peneliti melakukan teknik SBLC atau SLC. Teknik lanjut yang keempat ialah, teknik

catat. Teknik catat dilakukan juga pada saat yang bersamaan ketika peneliti

melakukan salah satu dari ketiga teknik sebelumnya. teknik catat digunakan untuk

memperkuat keabsahan dalam pengelompokan data. Setelah beberapa teknik

dilakukan, selanjutnya dilakukan klasifikasi data.

Alat penelitian ini terdiri dari primer dan alat sekunder. Alat utama dalam

penelitian ini adalah peneliti yang langsung terjun kelapangan untuk melihat dan

mengumpulkan data atau tuturan informan yang mengandung tindak tutur Ekspresif

menolak bahasa Jawa di pasar Sine, kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi.

Alat bantu dalam penelitian ini berupa alat tulis, yaitu Bolpoin, buku tulis,

penghapus, tipe x, dll. Sedangkan alat bantu lainnya berupa handphone dan MP

(Media Player) 3 untuk merekam, kamera digital untuk mendokumentasikan kegiatan,

laptop untuk menulis dan menganalisis data.

Page 56: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

F. Metode Analisis Data

Analisis data digunakan agar peneliti menangani secara langsung masalah

yang terkandung didalam data (Sudaryanto, 1993:6). Metode yang digunakan untuk

menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode kontekstual dan padan.

Penggunaan metode kontekstual berdasarkan pada pendapat poedjosudarmo yang

menyatakan bahwa penelitian sosiolinguistik dan pragmatik pada dasarnya adalah

penelitian yang bersifat kontekstual.

1. Metode kontekstual

Ialah metode analisis yang diterapkan pada data dengan mendasar,

memperhitungkan, dan mengaitkan konteks. Perlu ditegaskan bahwa lingkungan

fisik tuturan dapat disebut co-text (koteks). Sedangkan lingkungan sosial tuturan

disebut context (konteks). Konteks adalah segala latar belakang pengetahuan

yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur (I dewa Putu Wijana,

1996:11).

Dalam analisis pemakaian tindak tutur akan diperhatikan masalah

konteks. Konteks linguistik ini disebut pula koteks; konteks sosial adalah relasi

sosial dan latar (setting) yang melengkapi hubungan peserta tutur (Nadar,

2009: 6-7). Metode kontekstual merupakan metode analisis data dengan cara

mendeskripsikan. Dalam metode ini tidak ada teknik yang sistematis, namun

dalam analisisnya metode kontekstual menggunakan analisis kontekstual

berdasarkan akronim O, O, E, MAU BICARA. Metode kontekstual digunakan

untuk menganalisis bentuk, serta dijadikan sebagai acuan penentu tipe dan

daya pragmatik tindak tutur ekspresif menolak bahasa Jawa di Pasar sine.

Berikut contoh analisis penggunaan metode ini :

(3) O1 : Parute niki telu, sepuluh ewu nggih?

„Parutnya ini tiga sepuluh ribu ya?‟

Page 57: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

O2 : Ora entuk, iki rega pas.

„Tidak boleh, ini harga pas.‟

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur yang antara O1 selaku pembeli dengan O2

selaku penjual. Peristiwa tutur tersebut terjadi di Pasar Sine, terjadi

antara penjual pecah belah dengan pembeli. Warna emosi yang terjadi

dalam dialog di atas ialah biasa saja, cenderung ke sebuah penekanan

penawaran harga. Maksud tindak tutur di atas ialah penawaran harga

oleh O1 yang kemudian ditolak oleh O2. Urutan bicara dimulai dari O1

yang menawar harga dengan sedikit tekanan, menggunakan pertanyaan

yang sifatnya penegasan, kemudian dijawab atau dilanjutkan oleh O2.

O1 menggunakan ragam ngoko halus, kemudian direspon oleh O2

dengan ragam ngoko. Citarasa bahasa tersebut hanya sebatas penjual

dan pembeli, sehingga tidak ada yang istimewa. Register yang dipakai

adalah wacana lisan. Norma kebahasaan yang dipakai adalah ragam

ngoko karena kedua orang tersebut tidak saling kenal, hanya

menjalankan fungsinya sebagai pembeli dan penjual saja.

2. Metode padan

Metode padan ialah metode yang digunakan untuk menganalisis data

dengan alat penentu yang berasal dari luar. Terlepas dan tidak menjadi bagian

dari bahasa (language) yang bersangkutan (sudaryanto, 1993:13). Dalam

metode padan ini digunakan teknik dasar dan teknik lanjutan.

Teknik dasarnya ialah teknik pilah unsur penentu (PUP) yang

menggunakan alat berupa daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh

penelitinya (Sudaryanto, 1993: 21). Penggunaan metode ini didasarkan pendapat

Sudaryanto (1993:21) yang menyatakan bahwa sesuai dengan jenis penentu

yang akan dipisah-pisahkan atau dibagi menjadi berbagai unsur itu maka daya

pilah itu dapat disebut sebagai daya pilah referensial, daya pilah ortografis dan

daya pilah pragmatis.

Teknik PUP ini digunakan untuk menentukan tipe serta daya

pragmatik. Penggunaan teknik PUP untuk menentukan tipe dan daya

pragmatik didasarkan pada sifat dari teknik PUP pada daya pilah pragmatis.

Analisis data teknik PUP daya pilah pragmatis ini didasarkan pada salah satu

contoh pengaplikasian teknik PUP dengan daya pilah sebagai pembeda reaksi

dan kadar keterdengarannya. Teknik PUP dengan daya pilah sebagai pembeda

Page 58: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

reaksi dan kadar keterdengarannya mengacu pada beberapa hal, yaitu reaksi,

kadar keterdengaran, dan satuan lingual :

a. Dalam hal reaksi :

1. Bertindak menuruti atau menentang apa yang diucapkan

2. Berkata dengan isi yang informatif

3. Tergerak emosinya

4. Diam tetapi menyimak

b. Dalam hal kadar keterdengarannya:

1. Terdengar keras bertekanan atau biasa

2. Terdengar melengking tinggi atau biasa

3. Terdengar cepat atau biasa

c. Berdasarkan satuan lingual dibedakan menjadi

1. Kalimat perintah

2. Kalimat tanya

3. Kalimat afektif

4. Kalimat berita

5. Kalimat seru, dll

Berikut contoh analisis dengan teknik ini

(4) O1 : Jrembake pira?

„Jrembak (nama sayuran) nya berapa?‟

O2 : Rongewu lima.

„Duaribu, lima.‟

O1 : La leh adol pira?

„La jualnya berapa?‟

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dengan O2. Warna emosi tuturan di

atas awalnya biasa saja namun endingnya agak tinggi. Maksud tintak

tutur di atas ialah menolak harga sayur “jrembak”. Tidak ada orang

ketiga dalam tuturan di atas. Urutan tutur diawali dari O1 yang

menanyakan harga “jrembak”, kemudian diikuti oleh O2 yang

merespon pertanyaan O1 dan diakhiri oleh O1 yang menolak harga

“jrembak”. Bab yang dibahas dalam tuturan ini adalah mengenai harga

sayur-sayuran terutama harga “jrembak”. Tuturan di atas tidak

menggunakan instrumen, melainkan dituturkan secara langsung.

Citarasa yang digunakan ialah ragam bahasa santai. Adegan tutur ini

Page 59: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

dilakukan di Pasar Sine saat pagi hari. Register yang digunakan adalah

bahasa lisan. Tuturan ini menggunakan ragam ngoko.

Tindak tutur di atas merupakan tindak tutur menolak ekspresif.

Penanda penolakan ialah dengan kalimat sindiran “La leh adol pira?” „La

jualannya berapa?‟. Sindiran ini dibuat dalam bentuk sebuah pertanyaan.

Tuturan pertanyaan ini dilakukan secara biasa dan tidak terlalu keras.

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa tipe penolakan pada

tindak tutur di atas ialah menolak tanpa negasi/impositif. Daya pragmatik yang

dihasilkan dari tuturan di atas ialah setelah melakukan penawaran, P

meninggalkan tempat penjualan sayuran tersebut.

G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian analisis data pada penelitian ini adalah metode deskriptif,

formal dan informal. Istilah diskriptif itu menyarankan bahwa penelitian yang

dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta-fakta yang ada atau fenomena-

fenomena secara empiris hidup pada penutur-penuturnya (Sudaryanto, 1993: 62).

Penelitian ini cocok menggunakan penyajian hasil analisis data metode deskriptif

karena penelitian ini berdasarkan fakta-fakta yang hidup pada penuturnya.

Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa,

walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya (Sudaryanto, 1993, 145). Dengan

kata lain metode ini menggunakan kata-kata sederhana agar mudah dipahami.

Analisis metode informal dalam penelitian ini agar dapat mempermudah pemahaman

terhadap setiap hasil penelitian.

Metode penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-

lambang. Khusus mengenai penggunaan tanda dan lambang dalam metode penyajian

Page 60: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

formal itu, dapat disebut teknik dasar yang diikuti beberapa teknik lanjutan

(Sudaryanto, 1993, 145).

Page 61: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

BAB IV

ANALISIS DATA

Deskripsi hasil penelitian ini merupakan pembahasan tentang tindak

tutur ekspresif menolak. Secara lebih rinci, mengulas tentang bentuk tindak

tutur, tipe tindak tutur, serta daya pragmatik dari tindak tutur menolak

tersebut.

A. Bentuk Penolakan

Berdasarkan bentuknya, kalimat penolakan diklasifikasikan menjadi

tiga jenis. Menolak dengan kalimat perintah (Imperatif), menolak dengan

kalimat berita (Deklaratif), dan menolak dengan kalimat pertanyaan

(Interogatif).

Kalimat menolak tersebut kemudian dibedakan lagi menjadi dua yaitu

menolak dengan secara langsung dan tidak langsung. Penandanya dibedakan

berdasarkan bentuk lingual, yaitu penanda penolakan berupa kalimat/klausa,

frasa, kata, konteks, maupun wacana.

Berikut hasil penelitian mengenai bentuk kalimat penolakan dalam

transaksi jual beli di Pasar Sine:

Page 62: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

1. Penolakan dengan Kalimat Perintah (Imperatif) Tidak Langsung

Penanda Konteks

Penolakan dengan kalimat imperatif tidak langsung penanda

konteks berarti bahwa penanda tuturan penolakan tersebut hanya dapat

dipahami dari konteks tuturannya.

Berikut tuturan yang menggunakan penanda konteks:

(5) O1 : Pira mbak tase?

‘Berapa mbak, tasnya?’

O2 : Selangkung niku.

‘Dua puluh lima itu.’

O1 : Nembelas ewu.

‘Enambelas ribu.’

O2 : Kula pas kalih dasa. Mpun ngaten!

„Saya pas dua puluh. Sudah gitu! „

Niki mawon ngga mpun, pitulas setengah. Sing niki

rolikur setengah, mpun niki!.

„Ini saja, tujuhbelas setengah. Yang ini duapuluh dua

setengah.‟

O1 : Pitulas ewu mbak.

‘Tujuhbelas ribu mbak.’

O2 : Gak entuk niku, niki dedegan e nanggung nek.

‘Itu tidak boleh, ini harganya nanggung.’

Konteks:

Peristiwa tutur terjadi antara O1 selaku pembeli dengan O2

selaku penjual. Warna emosi dengan nada tinggi, dan ada

sedikit penekanan dari O2. Maksud tuturan adalah O1 ingin

membeli sebuah tas, namun dalam prosesnya terjadi tawar

menawar harga. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur

dimulai dari tuturan O1 yang menanyakan harga tas,

kemudian dilanjutkan oleh O2. Bab yang dibicarakan ialah

mengenai harga tas. Instrumen menggunakan bahasa Jawa

ragam ngoko. Citarasa tuturan bersifat non formal. Adegan

tutur terjadi dipasar Sine sekitar pukul 09.00 WIB di kios

penjual tas. Register menggunakan wacana lisan secara

langsung. Memakai ragam bahasa Jawa ngoko.

Dalam peristiwa tutur di atas terjadi tuturan penolakan yang

dilakukan oleh O2. Penolakan tersebut dilakukan dengan

menggunakan dua tipe kalimat, yaitu deklaratif untuk menerangkan

Page 63: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

dibagian depan, kemudian imperatif diakhir kalimat. Secara

keseluruhan, kalimat mengisyaratkan sebuah perintah kepada O1

untuk membeli tas dengan harga yang ditawarkan O2.

Penolakan tersebut ditandai dengan kalimat yang

mengisyaratkan sebuah perintah, “Kula pas kalih dasa. Mpun

ngaten!” „Saya pas dua puluh ribu. Sudah gitu saja!‟. Meski

tidak menggunakan kata iya, ataupun tidak, namun pernyataan

tersebut merupakan wujud penolakan tidak langsung yang

dilakukan oleh O2 terhadap tawaran harga tas O1. Wujud

penolakan dengan nada yang tinggi, dan seolah menyatakan sebuah

perintah untuk menyetujui harga tas yang ditawarkan oleh O2.

Penolakan di atas bisa dibentuk pola sebagai berikut:

N-

T1-

O1 O2

T2-

W-

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah

penawaran dengan penolakan, W- adalah tanggapan tawaran

dengan penolakan. T1- adalah tuturan penolakan O1, T2- adalah

tuturan penolakan O2.

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Dalam tuturan

tersebut, O1 memulai penawaran penolakan yaitu menolak harga

tas senilai dua puluh lima ribu rupiah dengan harga enam belas

ribu rupiah. Disimbolkan dengan N- yang mengarah ke O2.

Page 64: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Tawaran penolakan O1 kemudian ditanggapai penolakan pula oleh

O2 dengan mengatakan bahwa harga tas di pas menjadi dua puluh

ribu rupiah. Disimbolkan dengan W- mengarah ke O1.

Siklus peristiwa tutur di atas adalah adanya penawaran

menolak dari O1 menuju O2 yang kemudian ditanggapi dengan

penolakan tawaran oleh O2. Karena adanya penolakan tuturan

tersebut maka, O2 menyatakan sebuah tuturan (T2-) dan ditanggapi

oleh O1 dengan penolakan pula (T1-) dan akhirnya terjadi

penolakan pembelian dari O1 yaitu dengan adanya tanda T1-.

(6) O1 : kangkunge pinten mbah?

‘Kangkungnya berapa mbah?’

O2 : Sewunan.

‘Seribuan.’

O1 : Cilik-cilik no.

„Kecil-kecil.‟

Larangmen, golek liyane yo mbak.

„Mahal sekali, cari yang lainnya dulu yuk mbak!‟

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dengan O2. Warna emosi

ada sedikit kekecewaan karena harga. Maksud tuturan ialah

O1 ingin membeli sayuran namun dia kecewa dengan harga

yang terlalu mahal. Ada orang ketiga, namun orang (O3)

ketiga pasif. O3 tersebut adalah anak O1 yang mengikuti

O1 belanja, dalam peristiwa tutur ini O3 disebutkan hanya

ketika O1 ingin beranjak dari kios penjual sayuran tersebut.

Urutan tutur dimulai dari O1 yang menanyakan harga

kangkung kemudian dilanjutkan oleh O2. Bab yang

dibicarakan mengenai harga kangkung. Instrumen yang

digunakan bahasa Jawa ragam krama (O1) dan ngoko (O2).

Citarasa tuturan tidak formal. Register yang digunakan

ialah wacan lisan secara langsung. Menggunakan ragam

bahasa Jawa ngoko dan krama.

Pada peristiwa tutur di atas terjadi tuturan penolakan yang

dilakukan oleh O1. Adegan penolakan dilakukan secara tidak

langsung dengan menggunakan kalimat deklaratif pada awal

Page 65: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

kalimat, namun yang lebih mencirikan kalimat penolakan ialah

pada kalimat imperatif. Ditandai dengan kalimat berikut : “Cilik-

cilik no. Larangmen, golek liyane yo mbak” „kecil-kecil no.

Mahal sekali, cari lainnya yuk mbak!‟. Penolakan kalimat

tersebut berarti bahwa O1 menolak tawaran harga kangkung yang

ditawarkan oleh O2. Harga seribu menurut O1 terlalu mahal

terlebih jika melihat ikatan kangkung yang dijual terlalu kecil,

berdasarkan hal tersebut akhirnya O1 mengajak anaknya pergi

meninggalkan kios tersebut tanpa menawar harga kangkung.

Dalam penolakan tersebut ada kalimat yang dilesapkan,

yaitu mengenai kangkung. Tuturan yang kemungkinan dilesapkan

terdapat pada tuturan O1 dan O2. Sehingga kalimat lengkapnya

ialah

O1 : kangkunge pinten mbah?

‘Kangkungnya berapa mbah?’

O2 : Sewunan, (kangkunge).

‘Seribuan.’

O1 : Cilik-cilik no, (kangkunge).

„Kecil-kecil.‟

Larangmen, golek liyane yo mbak.

„Mahal sekali, cari yang lainnya dulu yuk mbak!‟

Penolakan di atas bisa dibentuk pola sebagai berikut :

T1-

O1 O2

Ø

Keterangan:

Page 66: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. T1- adalah

tuturan penolakan O1 dan Ø adalah tuturan yang tidak ditanggapi

(Zero).

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Dalam tuturan

tersebut, tuturan penolakan terjadi sangat singkat. Penolakan

dilakukan oleh O1 (T1-) dengan memberi pernyataan bahwa

kangkung tersebut sangat kecil dan mahal, lalu tanpa menunggu

respon O2, O1 langsung meninggalkan tempat kios sayuran

tersebut.

Siklus peristiwa tutur di atas tanpa disertai adanya N atau

W, karena memang tidak ada peristiwa tawar-menawar. Dalam

peristiwa tutur di atas terdapat penolakan yang dilesapkan pada O2

sehingga disimbolkan dengan Ø. Penolakan yang dilesapkan oleh

O2 mempengaruhi tanda dalam siklus tuturan. Sehingga, hal

tersebut ditanggapi dengan penolakan oleh O1. Kemudian simbol

yang ditimbulkan adalah T1-, yang berarti bahwa tuturan di atas

berakhir dengan sebuah penolakan.

2. Penolakan dengan Kalimat Berita (Deklaratif)

Kalimat berita atau deklaratif ialah kalimat yang isinya

memberitakan sesuatu kepada pembaca atau pendengar , kalimat berita

dapat berbentuk aktif maupun pasif.

Tindak tutur menolak dalam transaksi jual beli di pasar Sine yang

menggunakan kalimat deklaratif adalah sebagai berikut:

a. Penolakan dengan kalimat deklaratif langsung

Page 67: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Menolak dengan kalimat deklaratif secara langsung adalah

menolak dengan menggunakan kalimat berita (deklaratif) dan

dilakukan secara langsung. Penolakan tersebut disertai penanda negasi

bahasa Jawa.

1) Penolakan dengan kalimat deklaratif secara langsung

penanda frase negasi

Menolak menggunakan kalimat berita secara langsung

dengan penanda frase negasi berarti bahwa penanda penolakan

tersebut berbentuk frase negasi. Dalam bahasa Jawa, negasi

ditandai dengan adanya kata ora, mboten, gak, lir dll.

Berikut tuturan penolakan yang menggunakan penanda frase:

(7) O1 : Gerihe pintenan buk?

‘Gereh (harganya) berapa buk?’

O2 : Telusetengah.

‘Tiga setengah.’

O1 : Mboten angsal kurang buk?

„Tidak boleh kurang buk?’

O2 : Gak entuk.

„Tidak boleh.‟

Konteks:

Peristiwa tutur di atas terjadi antara O1 selaku pembeli

dengan O2 selaku penjual. Emosi yang timbul biasa saja.

Maksud tuturan ialah, O1 ingin membeli gerih. Tidak ada

O3. Urutan tutur dimulai dari O1 kemudian dilanjutkan

oleh O2. Bab yang dibicarakan ialah mengenai harga

gerih/ikan asin. Instrumen yang digunakan ialah bahasa

Jawa krama oleh O1 dan ngoko oleh O2. Citarasa tuturan

ialah santai. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine sekitar pukul

09.00 WIB di kios penjual ikan asin. Register yang

digunakan ialah wacana lisan secara langsung. Bahasa yang

digunakan ialah menggunakan ragam ngoko dan krama.

Dalam peristiwa tutur di atas, terjadi tuturan penolakan

yang dilakukan oleh O2. Penolakan oleh O2 dilakukan secara

Page 68: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

langsung dengan menggunakan frase negasi deklaratif “Gak

entuk” „Tidak boleh‟. Frase tersebut secara jelas dan tegas

menerangkan bahwa tawaran O1 tentang harga ikan asin ditolak.

Penolakan di atas dapat di polakan sebagai berikut:

N-

T1-

O1 O2

T2-

Ø

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah

penawaran dengan menolak yang dilakukan oleh O1, T1- adalah

penolakan yang dilakukan oleh O1, T2- berarti penerimaan dari O2.

Sedangkan Ø (Zero) berarti tuturan yang tidak direspon.

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Di dalam

peristiwa tutur tersebut terjadi beberapa tawar-menawar. Tuturan

diawali dengan sebuah penawaran menolak (N-) yang dilakukan

oleh O1. Kemudian tawaran tersebut tidak direspon dengan

tawaran lagi oleh O2 (O). Melainkan hanya sebuah pernyataan

yang menyatakan ketegasan bahwa ikan asin tersebut tidak boleh

ditawar. Dalam tuturan tersebut O1 melakukan penolakan (T1-)

kemudian penolakan ditanggapi pula dengan sebuah penolakan

oleh O2 (T2-).

Page 69: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

Siklus peristiwa tutur di atas adalah adanya penawaran

berupa penolakan oleh O1 (N-). Kemudian penawaran tidak

direspon oleh O2 (Ø). Sehingga, terjadi tuturan penolakan oleh O2

(T2-), kemudian hal tersebut direspon pula oleh O1 dengan

penolakan (T1-). Alhasil, dalam tuturan di atas tidak terjadi

penerimaan.

2) Penolakan dengan kalimat deklaratif secara langsung penanda

konteks negasi

Penolakan yang ditandai dengan penanda konteks

langsung berarti bahwa penanda tuturan penolakan tersebut

hanya bisa dilihat pada konteks tuturannya, dan penolakan

dilakukan secara langsung.

Berikut tuturan yang menggunakan penanda konteks:

(8) O1 : Petene telung puluh ditambahi seprapat bu.

‘Petainya tiga puluh ditambahi seperempat buk.’

O2 : Gak oleh, ya wis sakmono, lawong gur arep

kanggo oleh-oleh. Pokoke ya sakmono, ya

mboyak.

„Tidak boleh, ya sudah segitu. Hanya untuk oleh-

oleh kok. Pokoknya ya segitu, ya terserah.‟

O1 : Oalah-alah bu.

‘Oalah bu.’

O2 : Mboyak, ya pokoke sak mono kui.

„Terserah, ya pokonya segitu.’

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi sedikit

keras, disertai beberapa kata dengan nada tinggi. Maksud

tuturan ialah O1 selaku penjual pete, menjual barang

dagangannya kepada O2 selaku pembeli. Dalam proses

transaksi, O2 menawar harga pete senilai tiga puluh ribu

rupiah, namun O1 tidak menyetujuinya dan ia meminta petenya

dihargai tiga puluh dua ribu rupiah. Tidak ada orang ketiga.

Urutan tutur dimulai oleh O1 selaku penjual kemudian

Page 70: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

dilanjutkan oleh O2 selaku pembeli. Bab yang dibicarakan

ialah mengenai harga pete. Instrumen yang digunakan adalah

bahasa Jawa ragam ngoko. Citarasa tuturan sedikit tegang,

karena pembeli menawar dengan nada tinggi. Adegan tutur

terjadi di Pasar Sine di kios penjual sayur-sayuan. Register

yang digunakan ialah wacana lisan secara langsung.

Menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko.

Dalam peristiwa tutur di atas terjadi penolakan secara langsung

yang dilakukan oleh O2. Penolakan secara langsung tersebut

menggunakan penanda konteks berupa kalimat deklaratif “Gak

oleh, yo wis sak mono, lawong gur arep kanggo oleh-oleh.

Pokoke yo sakmono, yo mboyak” „Tidak boleh, ya sudah segitu.

Hanya untuk oleh-oleh kok. Pokoknya ya segitu, ya terserah‟.

Kalimat deklaratif tersebut sudah secara jelas menerangkan bahwa

O2 menolak harga pete yang ditawarkan oleh O1 dengan ditandai

pada kata „tidak boleh‟ dan kalimat keterangan dibelakangnya

yang secara implisit berarti pula sebuah penegasan penolakan

kalimat penolakan yang dilakukan sebelumnya.

Penolakan di atas dapat dibuat pola sebagai berikut:

N-

T1+

O1 O2

T2-

W-

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah

penawaran dengan penolakan, W- adalah tanggapan tawaran

dengan penolakan, T1+ adalah tuturan penerimaan O1, T2- adalah

tuturan penolakan O2.

Penjelasan:

Page 71: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Dalam peristiwa

tutur tersebut O1 menolak permintaan tawaran oleh O2 (N-), dan

sebaliknya O2 juga menolak penolakan O1 (W-).

Siklus peristiwa tutur di atas adalah adanya penawaran

berupa penolakan oleh O1 (N-). Kemudian penawaran direspon

oleh O2 dengan penolakan juga (W-). Namun karena ada sedikit

pemaksaan oleh O2 , akhirnya O1 melakukan penerimaan harga.

Sehingga simbolnya menjadi, penolakan O2 (T2-) ditanggapi

positif oleh O1 (T1+). Alhasil, terjadi penerimaan dalam peristiwa

tutur di atas.

3) Penolakan dengan kalimat deklaratif secara langsung penanda

kalimat negasi

Penolakan kalimat deklaratif secara langsung dengan

penanda kalimat berarti bahwa penanda dalam penolakan

tersebut berupa kalimat.

(9) O1 : Timun rongewu setengah Bu.

„ Timun duaribu setengah buk.’

O2 : Ndadak nggo setengah barang.

„Kenapa harus memakai setengah.’

O1 : La ndhek mben geh sementen.

‘La dulu juga segitu.’

O2 : Rasah nggo setengah ya, la terong pira?

‘Tidak perlu memakai setengah ya, la terong berapa?’

O1 : Terong tigasetengah bu.

‘Terong tiga setengah bu.’

O2 : Gak lorosetengah?

‘Tidak duasetengah?’

O1 : Mboten angsal, terong awis bu.

„Tidak boleh, terong mahal bu.‟

Konteks:

Page 72: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi yang

ditimbulkan biasa saja. Maksud tuturan ialah transaksi jual beli

sayuran dalam transaksi tersebut terdapat tawar menawar termasuk

penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai dari O1

selaku penjual dengan menawarkan barang dagangannya,

kemudian dilanjutkan oleh O2 selaku pembeli menawar. Bab yang

dibicarakan ialah mengenai harga sayuran, yaitu mentimun dan

terong. Instrumen yang digunakan ialah bahasa Jawa ragam ngoko

dan krama. Citarasa tuturan biasa saja, tidak bersifat formal.

Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di tempat penjualan sayuran.

Register yang digunakan ialah wacana lisan. Ragam yang

digunakan adalah ragam ngoko oleh O1 dan ragam krama oleh O2.

Dalam peristiwa tutur di atas terjadi tuturan penolakan yang

dilakukan oleh dilakukan oleh O2 selaku penjual. Penolakan ini dilakukan

secara langsung. Penolakan ditandai dengan kalimat deklaratif “Mboten

angsal, terong awis bu” „Tidak boleh, terong mahal bu‟. Kalimat

penolakan dilakukan secara tegas dan lugas dengan dibubuhi kalimat

keterangan bahwa harga terong memang sedang mahal sehingga tawaran

O1 yang meminta menurunkan harga terong Rp 500,- tidak disetujui.

Penolakan di atas dapat di polakan sebagai berikut:

N-

T1+

O1 O2

T2-

W-

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah tawaran

menolak dari O1, W- ialah respon tawaran penolakan yang ditanggapi

dengan penolakan juga oleh O2. T2- adalah penolakan dari O2, T1+ adalah

penerimaan tawaran oleh O1.

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Di dalam peristiwa tutur

tersebut terjadi beberapa tawar-menawar. Tuturan diawali dengan sebuah

Page 73: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

penawaran menolak (N-) yang dilakukan oleh O1. Kemudian tawaran

tersebut direspon oleh O2 dengan penolakan (W-).

Siklus peristiwa tutur di atas adalah adanya penawaran berupa

penolakan oleh O1 (N-). Kemudian penawaran direspon oleh O2 dengan

sebuah penolakan (W-). Dalam tuturan tersebut O2 tetap melakukan

penolakan (T2-), maka karena sesuatu hal, O1 menerima tawaran harga O2

dan terjadi transaksi jual beli. Sehingga simbol tuturan O1 menjadi (T1+).

b. Menolak dengan kalimat deklaratif tidak langsung

Menolak dengan kalimat deklaratif secara tidak langsung berarti

bahwa penolakan tersebut dilakukan secara tidak langsung, yang berarti

bahwa kalimat deklaratif yang digunakan untuk menolak tidak

mengunakan penanda negasi.

1) Penolakan dengan kalimat deklaratif tidak langsung penanda

kalimat

Penolakan kalimat deklaratif secara tidak langsung dengan

penanda kalimat berarti bahwa penanda dalam penolakan tersebut

berupa kalimat.

Berikut tuturan yang menggunakan penanda kalimat dalam

tuturan penolakan tersebut:

(10) O1 : Niki pinten?

‘Ini berapa?’

O2 : Pitulas.

‘Tujuhbelas.’

O1 : Pitulas?

‘Tujuhbelas?’

Kalih pak, sedasa.

‘Dua pak, sepuluh.’

O2 : Iki anu mbak, awet bianget, nganggo serampat kok.‟

Page 74: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

„Ini (anu) mbak, sangat awet karena ini menggunakan

serampat.‟

O1 : Kalih lo pak, sedasa.

‘Dua lo pak, sepuluh.’

O2 : Telung puluh mbak.

‘Tiga puluh mbak.’

O1 : Kalih dasa pak.

‘Dua puluh pak.’

O2 : Apik mbak iki.

‘Apik mbak ini.’

O1 : Penglaris lah.

„Penglaris lah.’

O2 : Nggih, ngko nek gak percaya neng lor enek siji nggone

bojoku

‘Iya, nanti jika tidak percaya di sebelah utara masih ada

satu, milik istriku.’

O1 : Sedasa pak, mboten pareng ta?

‘Sepuluh pak, tidak boleh?’

Konteks:

Peristiwa tutur di atas terjadi antara dengan O1 selaku pembeli

dengan O2 selaku penjual. Warna emosi biasa saja. Maksud

tuturan ialah O1 ingin membeli barang dengan disertai tawar-

menawar dan terjadi penolakan harga. Tidak ada O3. Urutan tutur

dimulai dari O1 selaku pembeli yang menanyakan harga sandal,

lalu dijawab O2 selaku penjual, kemudian terjadilah transaksi

tawar-menawar tersebut. Bab yang dibicarakan ialah tawar-

menawar harga sandal. Instrumen yang digunakan ialah bahasa

Jawa ragam ngoko oleh O2 dan Krama oleh O1. Citarasa dalam

tuturan tersebut santai. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine pada

sekitar pukul 10.00 WIB di kios penjaul sandal dan sepatu.

Register menggunakan wacana lisan secara langsung.

Dalam peristiwa tutur di atas beberapa tuturan penolakan.

Penolakan yang paling dominan ialah penolakan yang dilakukan oleh O2,

meskipun penolakan diawali oleh O1. Penolakan yang dilakukan oleh O2

dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan alibi berupa kalimat

berita, “Iki anu mbak, awet bianget nganggo serampat kok „ini sangat

awet mbak, ini memakai serampat” dan “Apik mbak iki „bagus mbak

ini”. Kalimat berita yang pertama ialah mengatakan bahwa sendalnya

Page 75: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

sangat awet sehingga seharusnya dihargai lebih dari sepuluh ribu rupiah.

Sama halnya dengan pada kalimat berita kedua yang mengatakan bahwa

sendal tersebut sangat bagus, sehingga tidak layak jika hanya ditawar

seharga sepuluh ribu.

Penolakan di atas dapat dibuat pola sebagai berikut:

N-

T1-

O1 O2

T2-

W-

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah penawaran

dengan menolak, W adalah tanggapan tawaran dengan menolak. T1- adalah

tuturan penolakan O1, T2- adalah tuturan penolakan O2.

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Peristiwa tutur

berlangsung sangat panjang, di dalamnya terjadi beberapa tawar-menawar.

Dalam tuturan tersebut diawali sebuah penawaran menolak (N-) yang

dilakukan oleh O1. Kemudian tawaran tersebut direspon oleh O2 dengan

sebuah penolakan pula (W-).

Siklus peristiwa tutur di atas adalah adanya penawaran berupa

penolakan oleh O1 (N-). Kemudian penawaran direspon oleh O2 dengan

penolakan juga (W-). Sehingaga respon tuturan O1 dan O2 juga sebuah

penolakan, ditandai dengan adanya (T1-) dan (T2-).

(11) O1 : Mbakone pintenan buk?

„ Tembakaunya berapa buk?’

O2 : Sekawan ewu mbak.

„Empat ribu mbak.’

Page 76: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

O1 : Tigangewu buk. Mboten angsal tigangewu?

‘Tiga ribu buk. Tiga ribu tidak boleh?’

O2 : Ngaturaken lepat mbak, nek niki malah angsal kalih

setengah mbak.

„Mohon maaf mbak, kalo yang ini malah boleh duaribu

limaratus mbak.‟

O1 : O, geh mpun.

„ O, ya sudah.’

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi yang

ditimbulkan ialah biasa saja. Maksud tuturan adalah O1 ingin

membeli tembakau, namun didalamnya ada proses tawar menawar

yang menyiratkan penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur

dimulai dari O1 kemudian dilanjutkan oleh O2. Bab yang

dibicarakan ialah mengenai harga tembakau. Instumen yang

digunakann ialah bahasa Jawa ragam krama. Citarasa tuturan biasa

saja bersifat informal. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di penjual

tembakau. Menggunakan register wacana lisan. Menggunakan

Bahasa Jawa krama.

Dalam peristiwa tutur di atas terjadi tuturan penolakan yang

dilakukan oleh O1 dan O2. Dominasi penolakan dilakukan oleh O2 yang

menyatakan permintaan maaf kemudian memberikan kalimat berita

tentang harga barang lain. Penolakan O2 dilakukan secara tidak langsung

dan sangat halus. Penanda dalam penolakan O2 ialah adanya kalimat

berita, “Ngaturaken lepat mbak, nek niki malah angsal kalih setengah

mbak” „Saya mohon maaf mbak, kalo yang ini malah boleh dua ribu

setengah mbak.‟

Penolakan di atas dapat di polakan sebagai berikut:

N-

T1+

O1 O2

T2-

Page 77: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

W-

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah penawaran

dengan menggunakan penolakan, W- adalah tanggapan tawaran dengan

menolak juga. T2- adalah tuturan penolakan O2, T1+ adalah penerimaan

harga oleh O1 .

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Dalam peristiwa tutur

terjadi beberapa tawar-menawar. Dalam tuturan tersebut diawali sebuah

penawaran menolak (N-) yang dilakukan oleh O1. Kemudian tawaran

tersebut direspon oleh O2 dengan sebuah penolakan pula(W-).

Siklus peristiwa tutur di atas adalah adanya penawaran berupa

penolakan oleh O1 (N-). Kemudian penawaran direspon oleh O2 dengan

penolakan juga (W-). Penolakan O1 direspon oleh O2 dengan sebuah

penolakan pula, namun dengan bahasa yang sangat halus (T2-). Sehingga

O1 kembali merespon penolakan O2 dengan sebuah penerimaan (T1+).

(12) O1 : klambine iki pira regane?

‘Berapa harganya?’

O2 : Telung puluh ewu.

‘Tiga puluh ribu.’

O1 : Ora enek sing ireng marai. Sik, sik ndelok liyane, ndelok

liyane.

„Tidak ada yang warna hitam, bentar, lihat yang

lainnya dulu.‟

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi yang

ditimbulkan biasa saja. Maksud tuturan ialah O1 ingin membeli baju, namun karena harga yang tidak sesuai, akhirnya ia

meninggalkan tempat penjual dagangan tersebut. Tidak ada orang

ketiga. Urutan tutur dimulai dari O1 selaku pembeli kemudian

dilanjutkan oleh O2 selaku penjual. Bab yang dibicarakan ialah

mengenai pakaian. Instrumen yang digunakan ialah bahasa Jawa

Page 78: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

ragam ngoko. Citarasa tuturan biasa saja, dalam keadaan tidak

formal. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine pada penjual pakaian.

Register yang digunakan ialah wacana lisan ragam ngoko. Ragam

bahasa yang digunakan ialah ragam ngoko.

Dalam peristiwa tutur di atas terjadi penolakan. Penolakan

dilakukan oleh O1 selaku pembeli. Penolakan dilakukan secara tidak

langsung. Penanda penolakan ialah dengan menggunakan kalimat berita

“Ora enek sing ireng marai. Sik, sik ndelok-liyane, delok liyane” „Tidak

ada yang warna hitam. Bentar, bentar, lihat lihat yang lain‟. Kalimat

berita tersebut mengatakan bahwa barang yang dicari oleh O1 tidak ada,

sehingga dia mengatakan akan melihat pakain di tempat yang lain.Kalimat

tersebut mengisyaratkan sebuah penolakan oleh O1.

Dalam penolakan tuturan di atas terdapat kata “klambi” yang

dilesapkan oleh O2. Apabila pelesapan dimunculkan akan menjadi satu

tuturan sebagai berikut:

O1 : klambine iki pira regane?

‘Berapa harganya?’

O2 : Telung puluh ewu (klambine).

‘Tiga puluh ribu.’

O1 : Ora enek sing ireng marai. Sik, sik ndelok liyane, ndelok

liyane

„Tidak ada yang warna hitam, bentar, lihat yang

lainnya dulu.‟

Penolakan di atas dapat di polakan sebagai berikut:

T1-

O1 O2

Ø

Keterangan:

Page 79: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. T1- adalah penolakan

yang dilakukan oleh O1, sedangkan Ø berarti tidak ada respon.

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Dalam peristiwa tutur di

atas tidak terjadi tawar menawar, yang ada hanya tuturan penolakan dari

O1 kemudian tidak direspon oleh O2.

Dalam tuturan di atas ada kalimat yang dilesapkan oleh O2,

sehingga terdapat penanda Ø dalam pola tuturan. Karena adanya Ø

tersebut maka O1 menanggapinya dengan sebuah penolakan pula (T1-).

3. Penolakan dengan Kalimat Pertanyaan (Interogatif)

Kalimat tanya atau interogatif ialah kalimat yang isinya

menanyakan sesuatu atau seseorang. Berdasarkan nilai komunikatifnya

kalimat tanya dibedakan menjadi kalimat interogatif informatif dan

kalimat interogatif konfirmatoris. Kalimat interogatif informatif menuntut

pendengar memberikan informasi pembicara, sedangkan kalimat

interogatif konfirmatoris menuntut pendengar supaya menyatakan setuju

atau tidak setuju mengenai hal yang akan diungkapkan oleh pembicara.

Tindak tutur menolak dalam transaksi jual beli di pasar Sine yang

menggunakan kalimat interogatif adalah sebagai berikut:

a. Penolakan dengan kalimat interogatif langsung

Penolakan dengan kalimat pertanyaan langsung ini berarti

bahwa tuturan menolak tersebut dengan menggunakan kalimat

pertanyaan secara langsung. Penolakan disertai penanda negasi

bahasa Jawa.

Page 80: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

1) Penolakan dengan kalimat interogatif langsung penanda

kalimat

Penolakan kalimat interogatif secara langsung dengan

penanda kalimat berarti bahwa penanda dalam penolakan

tersebut berupa kalimat.

Berikut tuturan yang menggunakan penanda kalimat dalam

tuturan penolakan tersebut:

(13) O1 : Mangga mbak salake mbak, dijijal sik ya entuk.

‘Silahkan mbak, salaknya mbak, dicoba dulu juga

Boleh.’

O2 : Pinten buk?

‘Berapa buk?’

O1 : Mangewu.

‘Limaribu.’

O2 : Sekilo?

‘Satu kilo?’

O1 : La jeruk saiki pitungewu ra gedhe.

‘La, jeruk sekarang tujuhribu tidak dapat (jeruk)

yang besar.’

O2 : Sekawan ewu mboten angsal?

„Empat ribu tidak boleh?‟

O1 : Tambahi mangatus ndang.

‘Ditambahi limaratus ya.’

Ndang sekilo apa rong kilo?

‘Silahkan, satu kilo atau dua kilo?’

O2 : Sekawan ewu buk.

‘Empat ribu buk.’

O1 : Nggeh. Rong kilo?

‘Iya. Dua kilo?’

O2 : Sekilo mawon.

‘Satu kilo saja.’

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 sebagai penjual dengan O2

sebagai pembeli. Warna emosi yang digunakan biasa, namun

terkadang ada sedikit penekanan tuturan oleh O1. Maksud

tuturan di atas ialah O1 menawarkan dagangannya, namun

dalam prosesnya terjadi penolakan-penolakan penawaran

harga. Tidak ada orang ketiga dalam tuturan di atas. Urutan

tutur dimulai dari O1 yang menawarkan dagangannya

kemudian O2 menanggapi, dan selajutnya terjadi peristiwa

Page 81: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

tutur antara O1 dan O2. Bab yang dibicarakan ialah mengenai

harga salak. Instrumen yang digunakan ialah bahasa Jawa

Ngoko yang dipakai oleh O1, sedangkan O2 menggunakna

bahasa Jawa krama lugu dan merupakan percakapan langsung.

Citarasa tuturan di atas ialah biasa saja dengan memakai ragam

bahasa non formal. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine, pada

sekitar pukul 09.00 WIB, peristiwa tutur tersebut terjadi di

pedagang sayur-sayuran dan buah-buahan. Register dalam

tuturan di atas menggunakan wacana lisan. Bahasa yang

digunakan ialah ragam Ngoko oleh O1 dan Krama lugu oleh

O2.

Pada peristiwa tutur di atas terjadi tindak tutur ekspresif

menolak. Tindak tutur ekspresi menolak dilakukan oleh O2.

Penolakan yang dilakukan O2 ditandai dengan kalimat pernyataan

interogatif “Sekawan ewu mboten angsal?” „Empat ribu tidak

boleh?‟ Maksud pernyataan tersebut ialah, O2 melakukan

penolakan secara langsung. yaitu menolak harga Salak yang senilai

Rp 5000,- kemudian ditawar menjadi Rp 4000,- Tipe penolakan ini

menggunakan interogatif konfirmatoris, yaitu O2 meminta

konfirmasi persetujuan dari O1 mengenai harga salak yang ditawar

menjadi empat ribu rupiah.

Penolakan di atas dapat di polakan sebagai berikut:

N-

T1+

O1 O2

T2+

W-

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah

penawaran menolak yang dilakukan oleh O1. W- adalan respon

penawaran menolak yang dilakukan oleh O2. T1+ adalah

penerimaan yang dilakukan oleh O1. T2+ adalah penerimaan yang

dilakukan oleh O2.

Page 82: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Di dalam

peristiwa tutur tersebut terjadi beberapa tawar-menawar. Tuturan

diawali dengan sebuah penawaran menolak (N-) yang dilakukan

oleh O1. Kemudian tawaran tersebut direspon oleh O2 dengan

tawaran penolakan juga (W-).

Siklus peristiwa tutur di atas adalah adanya penawaran

berupa penolakan oleh O1 (N-). Kemudian penawaran direspon

oleh O2 dengan penolakan juga (W-). Adanya beberapa transaksi

membuat O1 dan O2 akhirnya saling menerima penawaran harga

(T1+ dan T2+).

(14) O1 : Timune pira yu?

‘mentimunnya berapa buk?’

O2 : Patangewu setengah.

‘Empat ribu setengah.’

O1 : Gak rongewu? gur nggo lalap.

„Tidak dua ribu? Hanya untuk lalap.‟

O2 : La patangewu ko bakule.

‘Ini empat ribu dari penjualnya.’

O1 : Rongewu, tuku rong kilo.

‘Dua ribu beli dua kilo.’

Nyo tak tambahi neknu.

‘Ini saya tambah, jika begitu.’

O2 : Tambahi sewu ngkas.

‘Ditambahi seribu lagi.’

Konteks :

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi biasa saja.

Maksud tuturan ialah transaksi jual beli mentimun yang dilakukan

oleh O1 selaku pembeli dengan O2 selaku penjual. Namun dalam

transaksi tersebut terjadi tawar menawar yang di dalamnya terdapat

sebuah penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai

dari O1 yang menanyakan harga mentimun kemudian dilanjutkan

oleh O2. Bab yang dibicarakan ialah mengenai harga mentimun.

Instrumen yang digunakan adalah bahasa Jawa ngoko. Citarasa

Page 83: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

tuturan biasa saja, tidak bersifat formal. Adegan tutur terjadi di

Pasar Sine di bagian Stand penjual sayuran. Register yang

digunakan ialah wacana lisan. Ragam bahasa yang digunakan ialah

ragam bahasa Jawa ngoko.

Dalam peristiwa tutur di atas terjadi tuturan penolakan yang

dilakukan oleh O1. Penolakan diawali oleh O1 yang tidak

menerima harga mentimun senilai empat ribu, kemudian ditawar

dua ribu lima ratus. Penolakan tersebut dilakukan secara langsung

dengan menggunakan kalimat interogatif konfirmatoris kemudian

ditambahi kalimat deklaratif sebagi pendukung. “Gak rongewu?

gur nggo lalap” „ tidak dua ribu? hanya untuk lalap‟.

Penolakan interogatif konfirmatoris sangat jelas terlihat dari

kalimat “gak rongewu?” „tidak dua ribu?‟, yang artinya

menanyatakan persetujuan harga timun senilai dua ribu rupiah dan

meminta jawaban boleh atau tidak penawaran tersebut.

Penolakan di atas dapat di polakan sebagai berikut:

N-

T1+

O1 O2

T2-

W-

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah

tawaran menolak dari O1, W- ialah respon tawaran penolakan yang

ditanggapi dengan peolakan juga oleh O2. T2- adalah penolakan

yang dilakukan oleh O2, T1+ berarti penerimaan dari O1.

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Di dalam

peristiwa tutur tersebut terjadi beberapa tawar-menawar. Tuturan

Page 84: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

diawali dengan sebuah penawaran menolak (N-) yang dilakukan

oleh O1. Kemudian tawaran tersebut direspon oleh O2 dengan

penolakan (W-). Pada akhirnya, karena dalam proses tawar-

menawar terjadi kecocokan, O1 menerima tawar menawar tersebut

(R1).

Siklus peristiwa tutur di atas adalah adanya penawaran

berupa penolakan oleh O1 (N-). Kemudian penawaran direspon

oleh O2 dengan sebuah penolakanm(W-). O2 masih menolak harga

tawaran O1 (T2-), namun karena adanya kecocokan, akhirnya O1

menerima proses transaksi dan simbolnya berubah menjadi (T2+).

(15) O1 : Salake murah, limangewu.

„Salaknya murah, lima ribu.’

O2 : Mboten kurang? Patangewu wis ta dhe.

„Tidak kurang? Empat ribu saja lah buk.‟

O2 : ya wis, pirang kilo?

„Ya sudah, berapa kilo?’

Konteks:

Peristiwa tutur di atas terjadi antara O1 dan O2. Warna

emosi biasa saja. Maksud tuturan ialah O1 menawarkan

dagangan salaknya, kemudian O2 menawar harga salak.

Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai oleh O1

selaku penjual kemudian dilanjutkan oleh O2 selaku

pembeli. Bab yang dibicarakan adalah tetang harga salak.

Instrumen yang digunakan antar keduanya ialah

menggunakan ragam jawa Ngoko. Citarasa tuturan ialah

biasa saja menggunakan ragam informal. Adegan tutur

terjadi di Pasar Sine pada penjual buah-buahan. Register

bahasa menggunakan wacana lisan. Bahasa yang digunakan

ialah bahasa jawa ngoko.

Pada peristiwa tutur di atas terjadi adegan penolakan yang

dilakukan oleh O2 selaku pembeli. Penolakan tersebut dilakukan

secara langsung. Penolakan ditandai dengan adanya kalimat tanya

“Mboten kurang? Patangewu wis ta dhe” „tidak boleh kurang?

Page 85: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Empat ribu saja buk‟. Penolakan yang diawali dengan kalimat

tanya tersebut termasuk penolakan secara langsung karena

dibelakang kalimat tanya ada pernyataan yang sedikit memaksa O1

untuk memberikan salaknya seharga empat ribu rupiah.

Penolakan di atas dapat dipolakan sebagai berikut:

N-

T1+

O1 O2

T2+

W+

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah

tawaran menolak dari O1, W+ ialah respon tawaran penolakan

yang ditanggapi dengan penerimaan oleh O2. T1+ adalah

penerimaan yang dilakukan oleh O1, T2+ berarti penerimaan dari

O2.

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Di dalam

peristiwa tutur tersebut terjadi beberapa tawar-menawar. Tuturan

diawali dengan sebuah penawaran menolak (N-) yang dilakukan

oleh O1. Kemudian tawaran tersebut direspon oleh O2 dengan

penerimaan (T2+).

Siklus peristiwa tutur di atas adalah adanya penawaran

berupa penolakan oleh O1 (N-). Kemudian penawaran direspon

oleh O2 dengan sebuah penerimaan (W+). Setelah tawaran O1

diterima, kemudian adanya kecocokan harga dan penerimaan harga

Page 86: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

oleh O2 (T2+), dan ditanggapi dengan penerimaan oleh O1 (T1+).

Sehingga pola tutran berubah menjadi +.

2) Penolakan dengan kalimat interogatif secara langsung

penanda frase.

Penolakan dengan kalimat interogatif secara langsung

penanda frase berarti bahwa penolakan tersebut berbentuk frase

interogatif secara tidak langsung.

Berikut tuturan penolakan yang menggunakan penanda frase:

(16) O1 : Pira nek gorden? Gur tekok sik.

„Berapa kalau (harga) gorden? Hanya tanya dahulu’

O2 : Telung plong, Kae?

„ Tiga tempat, itu?’

Telung puluh niku.

„Tiga puluh itu.’

O1 : Gak kurang?

„Tidak kurang?‟

O2 : Mpun kula pres niku.

„Sudah saya mepetkan itu.’

Konteks :

Peristiwa tutur di atas terjadi antara O1 dengan O2. Warna

emosi biasa saja. Maksud tuturan ialah penawaran harga

gorden, namun dalam prosesnya terjadi beberapa tuturan

penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai

oleh O1 selaku pembeli dan dilanjutkan oleh O2 selaku

penjual. Bab yang dibicarakan mengenai harga gorden.

Instrumen yang digunakan oleh keduanya ialah bahasa

Jawa ngoko. Citarasa tuturan di atas biasa saja, tidak

formal. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di penjual

pakaian. Register yang digunakan ialah wacana lisan.

Bahasa yang digunakan ialah ragam ngoko.

Page 87: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Dalam peristiwa tutur di atas terjadi penolakan-penolakan

yang dilakukan oleh O1. Penolakan O1 dilakukan secara langsung

dan ditandai dengan frase interogatif konfirmatoris “Gak

kurang?” „tidak kurang?‟. Frase tersebut merupakan penolakan

yang menggunakan pertanyaan konfirmatoris. Sekaligus kalimat

yang menegaskan bahwa O1 menolak harga gorden yang diminta

O2.

Penolakan di atas dapat dipolakan sebagai berikut:

N-

T2+

O1 O2

T2-

W-

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah

tawaran menolak dari O1, W- ialah respon tawaran penolakan yang

ditanggapi dengan penolakan oleh O2. T2- adalah penolakan yang

dilakukan oleh O2, T1+ berarti penerimaan dari O1.

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Di dalam

peristiwa tutur tersebut terjadi beberapa tawar-menawar. Tuturan

diawali dengan sebuah penawaran menolak (N-) yang dilakukan

oleh O1. Kemudian tawaran tersebut direspon oleh O2 dengan

tawaran lagi berupa penolakan (W-).

Siklus peristiwa tutur di atas adalah adanya penawaran

berupa penolakan oleh O1 (N-). Kemudian penawaran direspon

Page 88: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

oleh O2 dengan penolakan juga (W-). O2 melakukan tuturan

penolakan O1 (T2-), alhasil karena alasan tertentu, O1 menerima

transaksi tersebut (T2+).

b. Penolakan dengan kalimat interogatif tidak langsung

Penolakan dengan menggunakan kalimat pertanyaan secara tidak

langsung berarti bahwa penolakan tersebut menggunakan kalimat

pertanyaan yang panjang namun mengimplisitkan sebuah penolakan.

Penolakan tersebut tidak disertai penanda negasi bahasa Jawa.

1) Penolakan dengan kalimat interogatif tidak langsung penanda

kalimat

Penolakan kalimat interogatif tidak langsung dengan

penanda kalimat berarti bahwa penanda dalam penolakan tersebut

berupa kalimat.

Berikut tuturan yang menggunakan penanda kalimat dalam

tuturan penolakan tersebut:

(17) O1 : Kambile pintenan pak?

‘Kelapanya berapa pak?’

O2 : Dua-dua.

O1 : elek-elek no, dedegne wis ya? „Jelek-jelek , di tegakkan saja ya?‟

Ini jelek-jelek, di pas kan saja ya?

O2 : ya, jimuk pira?

‘Ya, ambil berapa?’

Konteks :

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

biasa saja. Maksud tuturan ialah O1 ingin membeli kelapa,

namun karena tidak sesuai dengan harga yang ditawarkan

oleh penjual (O2), maka O1 menolak harga yang

Page 89: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

ditawarkan tersebut. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur

dimulai dari O1 selaku pembeli kemudian dilanjutkan oleh

O2 selaku penjual. Bab yang dibicarakan ialah mengenai

harga kelapa. Instrumen yang digunakan bahasa Jawa

ngoko. Citarasa dalam tuturan di atas ialah biasa saja

menggunakan tuturan informal. Adegan tutur terjadi di

Pasar Sine pada penjaul kelapa. Regsiter yang digunakan

ialah wacana lisan. Menggunakan bahasa jawa ngoko.

Dalam peristiwa tutur di atas terjadi tuturan penolakan yang

dilakukan oleh O1. Tuturan penolakan harga dilakukan secara

tidak langsung dan ditandai dengan adanya kalimat deklaratif dan

interogatif “elek-elek no, dedegne wis ya?” „ Jelek-jelek, dipas

saja ya?‟. Kalimat yang diungkapkan oleh O1 bermaksud sebuah

penolakan harga yang awalnya diminta senilai dua-dua yang berarti

dua ribu rua ratus rupiah, kemudian ditolak dan ditawar dengan

harga pas yaitu senilai dua ribu rupiah. Nada yang digunakan

dalam penolakan tersebut sangat tinggi, kemudian seolah

menyatakan sebuah kalimat perintah yang sebenarnya ialah kalimat

pertanyaan.

Penolakan di atas dapat dipolakan sebagai berikut:

N-

T1-

O1 O2

T2+

W+

Keterangan: O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah

tawaran menolak dari O1, W+ ialah respon tawaran penolakan

yang ditanggapi dengan penerimaan oleh O2. T1+ adalah

penerimaan oleh O1, T2+ berarti penerimaan oleh O2.

Page 90: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Di dalam

peristiwa tutur tersebut terjadi beberapa tawar-menawar. Tuturan

diawali dengan sebuah penawaran menolak (N-) yang dilakukan

oleh O1. Tawaran direspon O2 dengan penerimaan (W+).

Siklus peristiwa tutur di atas adalah adanya penawaran

berupa penolakan oleh O1 (N-). Kemudian penawaran direspon

oleh O2 dengan sebuah penerimaan (W+). Setelah O2 menerima

harga tawaran (T2+), O1 menyetujui untuk membeli barang

tersebut (T1+).

(18) O1 : Jrembake pira?

‘Jrembak (nama sayuran) berapa?’

O2 : Rongewu lima.

‘Dua ribu lima.’

O1 : La leh adol pira?

„Lah jualnya berapa?‟

O2 : Ya rongewu, la neng kene payu rongewu.

‘Ya dua ribu, la disini bisa laku dua ribu.’

Konteks:

Peristiwa tutur tersebut terjadi antara O1 dan O2. Warna

emosi yang terjadi biasa saja. Maksud tuturan ialah O1

yang ingin membeli sayuran jrembak kepada O2 dan terjadi

proses tawar penawar, termasuk penolakan. Tidak ada

orang ketiga. Urutan tutur diawali dari O1 selaku pembeli

yang membeli sayuran jrembak, kemudian dilanjutkan oleh

O2 dan seterusnya. Bab yang dibicarakan mengenai

sayuran jrembak. Instrumen yang digunakan bahasa Jawa

ragam ngoko. Citarasa tuturan biasa saja, tidak bersifat

formal. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di kios penjual

sayuran. Register yang digunakan bahasa Jawa lisan secara

langsung. Menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko.

Pada peristiwa tutur di atas terjadi satu tuturan penolakan

yang dilakukan oleh O1. Penolakan tersebut dilakukan secara tidak

Page 91: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

langsung dengan menggunakan kalimat interogatif “La leh adol

pira?” „La jualnya berapa?‟. Kalimat tersebut secara harfiah

berisi sebuah pertanyaan tentang harga jual jrembak. Namun dalam

konteks di atas, kalimat tersebut berarti sebuah penolakan dari O1

dengan sedikit menyindir, yang berarti jika harga jrembak dua ribu

dapat lima, lalu si pembeli nanti menjualnya lagi dengan harga

berapa. Menurut O1 harga dua ribu termasuk sangat mahal untuk

sayuran sekelas jrembak, seharusnya bisa kurang dari harga itu

sehingga O1 bisa menjualnya lagi dengan harga yang tidak terlalu

mahal namun juga mendapatkan untung.

Penolakan di atas dapat di polakan sebagai berikut:

N-

O

O1 O2

T2-

W-

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah

tawaran menolak dari O1, W- adalah respon penolakan dari

tawaran penolakan yang dilakukan oleh O1.O berarti penolakan

yang tidak mendapatkan respon. T2- adalah penolakan tuturan oleh

O2.

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Di dalam

peristiwa tutur tersebut terjadi beberapa tawar-menawar. Tuturan

diawali dengan sebuah penawaran menolak (N-) yang dilakukan

oleh O1. Tawaran tersebut ditanggapi oleh O2 dengan penolakan

(W-), kemudian O1 menyataka tuturan penolakan dan

Page 92: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

meninggalkan kios jualan sebagai sikap petegas penolakan

tersebut. O2 tidak menanggapi lagi penolakan O1 karena setelah

melakukan tuturan penolakan, O2 langsung meninggalkan kios

sayuran tersebut.

Siklus pola penolakan tersebut diawali dari tawaran

penolakan O1 (N-). Kemudian direspon oleh O2 dengan penolakan

juga (W-). Tuturan penolakan O2 dipertegas dengan adanya T2- .

Adanya tuturan penolakan O2, menyebabkan O1 tidak melakukan

tuturan (O). Alhasil, dalam tuturan di atas tidak terjadi penerimaan

oleh O1.

(19) O1 : Iki sak mene iki pira iki?

‘Ini segini berapa ini?’

O2 : Iki akeh sayang. Patang puluh lima.

‘Ini banyak sayang, empat puluh.’

O1 : Haduh.

„Haduh.‟

O2 : Ya seket neknu, haaaa.

‘Ya kalo begitu lima puluh, haaa.’

O1 : Iki tunggal ibu iki? ‘Ini satu ibu?’

‘Ini satu induk?’

O2 : Geh tunggal ibu.

„Iya satu induk.’

O1 : Semene mbane regane, sepuluh ewu ra oleh iki? Segini banget harganya, sepuluh ribu tidak boleh ini?

„Harganya mahal sekali. Sepuluh ribu boleh tidak?‟

O2 : Hah, sepuluh ewu? Bah, Bah, Bah, bah.

„Apa, sepuluh ribu? Bah, bah, bah, bah.’

Konteks :

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi biasa saja,

kadang diselingi sedikit kata-kata yang humor. Maksud tuturan

ialah adanya transaksi jual beli bibit cabai oleh, namun dalam

transaksi tersebut ada beberapa penawaran dan penolakan. Tidak

ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai dari O1 selaku pembeli

kemudian dilanjutkan oleh O2 selaku penjual. Bab yang

dibicarakan mengenai bibit cabe. Instrumen yang digunakan ialah

bahasa Jawa ngoko. Citarasa tuturan santai, kadang diselingi

Page 93: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

humor. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine bagian kios penjual bibit

tanaman. Regsiter yang digunakan ialah wacana lisan secara

langsung. Menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko.

Dalam peristiwa tutur di atas terdapat beberapa penolakan yang

dilakukan oleh O1. Kalimat yang paling mengisyaratkan sebuah penolakan

ialah kalimat pernyataan interogatif konfirmatoris yang ditandai dengan

kalimat “Semene mbane regane, sepuluh ewu ra oleh iki?” „Harganya

segini banyak, Sepuluh ribu boleh tidak?‟. Kalimat tersebut sudah

mencirikan sebuah penolakan harga bibit cabe yang ditawar dari harga

empat puluh lima ribu rupiah menjadi sepuluh ribu rupiah. Kalimat

interogatif tersebut hanya membutuhkan jawaban berupa persetujuan dari

O2 mengenai harga bibit cabai yang ditawar oleh O1.

Penolakan di atas dapat di polakan sebagai berikut:

N-

T1-

O1 O2

T2-

W-

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah tawaran

menolak dari O1, W- adalah respon penolakan dari tawaran menolak yang

dilakukan oleh O1. T1- adalah tuturan penolakan O1, T2- adalah tuturan

penolakan O2.

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Di dalam peristiwa tutur

tersebut terjadi beberapa tawar-menawar. Tuturan diawali dengan sebuah

penawaran menolak (N-) yang dilakukan oleh O1. Tawaran tersebut

Page 94: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

ditanggapi oleh O2 dengan penolakan juga (W-). O1 dan O2 melakukan

tuturan penolakan lagi.

Siklus pola penolakan tersebut diawali dari tawaran penolakan O1

(N-). Kemudian direspon oleh O2 dengan penolakan (W-). Karena adanya

tawar-menawar penolakan oleh kedua penutur, maka tuturan yang

dihasilkan baik O1 maupun O2 juga berupa penolakan yang ditandai

dengan penulisan simbol (T1- dan T2-).

(20) O1 : Gerihe pira?

‘Ikan asin berapa?’

O2 : Iki telungewu, nek saleme pitungewu.

„Ini tiga ribu, kalo salem tujuh ribu.’

O1 : Malahan? La leh adol pira?

„Malahan? La jualnya nanti berapa?‟

O2 : Aku pa ngga akeh ta? Gerih larang tenan.

‘Aku apa membawa banyak? Ikan asin ini mahal

beneran.’

Konteks

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dengan O2. Warna emosi

biasa saja. Maksud tuturan ialah O1 selaku pembeli ingin

membeli ikan asin kepada O2 selaku penjual, namun dalam

proses transaksi terjadi tawar menawar termasuk

penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai

dari O1 dengan menanyakan harga ikan asin, kemudian

dilanjutkan O2. Bab yang dibicarakan ialah seputar harga

ikan asin. Instrumen yang digunakan bahasa Jawa ngoko.

Citarasa tuturan biasa saja, tidak formal. Adegan tutur

terjadi di Pasar Sine di kios penjual ikan asin. Register yang

digunakan ialah wacana lisan secara langsung.

Menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko.

Dalam peristiwa tutur di atas terdapat penolakan yang

dilakukan oleh O1. Penolakan menggunakan kalimat pernyataan

interogatif yang ditandai dengan kalimat “Malahan? La leh adol

pira?” „ Malahan? La jualnya nanti berapa?‟. Kalimat tersebut

sudah mencirikan sebuah penolakan harga ikan asin yang dianggap

Page 95: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

O1 terlalu mahal sehingga dia bingung harus menjualnya kembali

dengan harga berapa.

Penolakan di atas dapat di polakan sebagai berikut:

N-

T1-

O1 O2

T2-

W-

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah

tawaran menolak dari O1, W- adalah respon penolakan dari

tawaran menolak yang dilakukan oleh O1. T1- adalah tuturan

penolakan O1, T2- adalah penolakan oleh O2.

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Di dalam

peristiwa tutur tersebut terjadi beberapa tawar-menawar. Tuturan

diawali dengan sebuah penawaran menolak (N-) yang dilakukan

oleh O1. Tawaran tersebut ditanggapi oleh O2 dengan penolakan

juga (W-). O1 dan O2 melakukan tuturan penolakan lagi.

Siklus pola penolakan tersebut diawali dari tawaran

penolakan O1 (N-). Kemudian direspon oleh O2 dengan penolakan

(W-). Karena adanya tawar-menawar penolakan oleh kedua

penutur, maka tuturan yang dihasilkan baik O1 maupun O2 juga

Page 96: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

berupa penolakan yang ditandai dengan penulisan simbol (T1- dan

T2-).

2) Penolakan dengan kalimat interogatif tidak langsung penanda

wacana

Penolakan kalimat interogatif tidak langsung penanda

wacana berarti bahwa penanda dalam penolakan tersebut berupa

wacana. Wacana tersebut bisa berupa wacana tekstual maupun

kontekstual.

Berikut tuturan yang mengandung penanda wacana:

(21) O1 : Slebor pira?

„Slebor berapa?’

O2 : Tiga ribu saiki.

‘Tiga ribu sekarang.’

O1 : Gak kurang?

‘Tidak kurang?’

O2 : Rongewu mbak ya.

„Dua ribu mbak ya.’

O1 : Longi limangatus ya.

„Dikurangi lima ratus ya.’

O2 : Ngene ki nem ewu setengah ya.

‘Segini enam ribu setengah ya.’

O1 : Nem ewu ya.

‘Enam ribu ya.’

O2 : Lah iki bayar pira naknu. Nak nem ewu gogloh gak iki

ngko?

„Lah ini dibayar berapa kalo begitu. Jika enam ribu, ini nanti

rusak tidak?‟

„Lah ini dibayar berapa. Jika enam ribu, ini nanti rugi

tidak?‟ O1 : Gak, gak gogloh.

„Tidak, tidak rusak.’

‘Tidak, tidak rugi.’

Konteks:

Page 97: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi biasa saja.

Maksud tuturan ialah O1 selaku pembeli ingin membeli sayuran

slebor, namun dalam transaksi tersebut ada beberapa tuturan

penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai dari O1

yang menanyakan harga slebor kemudian dilanjutkan oleh O2. Bab

yang dibicarakan mengenai harga sayuran slebor. Instrumen yang

digunakan ialah bahasa Jawa ragam ngoko. Citarasa yang

ditimbulkan biasa saja. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di kios

penjual sayuran. Register yang digunakan wacana lisan secara

langsung. Menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko.

Pada peristiwa tutur di atas terdapat tuturan penolakan yang

dilakukan oleh O2. Penolakan selanjutnya dilakukan secara tidak

langsung, ditandai dengan wacana interogatif. Wacana interogatif tersebut

menggunakan sebuah kalimat pertanyaan yang tidak membutuhkan

jawaban “Lah iki bayar pira naknu. Nak nem ewu gogloh gak iki

ngko?” „Lah ini dibayar berapa kalo begitu. Jika enam ribu, ini nanti

rugi tidak?‟. Wacana interogatif terdiri dari dua klausa. Klausa pertama

menyatakan sebuah kalimat berita, dan kalimat yang kedua menyatakan

sebuah pertanyaan.

Kata “gogloh” sebenarnya memiliki arti rusak, namun dalam hal

ini arti “gogloh” ialah rugi. Pada kalimat tersebut menyatakan keluhan

O2, yang menyatakan jika harga slebor hanya enam ribu rupiah, dia rugi

atau tidak. Pernyataan yang menanyakan rugi atau tidak tersebut ada pada

kata “gogloh ogak iki engko”. „rugi atau tidak ini nanti?‟. secara tidak

langsung, keluhan O2 tersebut mengisyaratkan bahwa O2 menolak harga

slebor yang hanya enam ribu rupiah.

Penolakan di atas dapat dipolakan sebagai berikut:

N-

T1+

Page 98: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

O1 O2

T2+

W-

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah orang kedua. N- adalah tawaran

menolak dari O1, W- ialah respon tawaran penolakan yang ditanggapi

dengan penolakan juga oleh O2. T1+ adalah penerimaan yang dilakukan

oleh O1, T2+ berarti penerimaan dari O2.

Penjelasan:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Di dalam peristiwa tutur

tersebut terjadi beberapa tawar-menawar. Tuturan diawali dengan sebuah

penawaran menolak (N-) yang dilakukan oleh O1. Kemudian tawaran

tersebut direspon oleh O2 dengan penolakan (W-).

Siklus peristiwa tutur di atas adalah adanya penawaran berupa

penolakan oleh O1 (N-). Kemudian penawaran direspon oleh O2 dengan

penolakan juga (W-). Dalam proses tawar menawar ada beberapa

kesepakatan. Maka, O1 dan O2 akhirnya melakukan penerimaan transaksi

tersebut dan tuturan menjadi (T1+ dan T2+).

Page 99: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

B. Tipe Penolakan

Tipe merupakan hal yang dapat membedakan penolakan di daerah satu

dengan daerah lainnya. Dalam penelitian ini, tipe penolakan selain digunakan

untuk mengetahui cirikhas penolakan di Pasar Sine, juga sebagai cara agar tipe

penolakan bisa diklasifikasikan lebih jelas dan terperinci.

Secara umum tipe penolakan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

penolakan yang dilakukan dengan (1) negasi dan (2) penolakan tanpa penanda

negasi. Penanda negasi tersebut antara lain kata ora, ndak, nggak, dudu, tanpa,

tan, tuna, dan lir. Berdasarkan dua klasifikasi tersebut masih bisa dipilah lagi tipe

penolakannya.

Berikut klasifikasi tipe penolakan yang peneliti temukan dalam penelitian ini:

1. Penolakan dengan Negasi

Penolakan dengan negasi berarti penolakan dengan disertai

penanda kata sangkalan. Sedangkan penanda negasi/kata sangkalan

tersebut dalam bahasa Jawa antara lain berupa kata ora, dudu, tanpa,

tan, tuna, dan lir.

a. Negasi secara langsung dengan memberi informasi

(22) O1 : Parute niki telu, sepuluh ewu nggeh?

‘Parut ini tiga sepuluh ribu ya?’

O2 : Ora entuk, iki rega pas.

„Tidak boleh, ini harga pas.‟

Konteks:

Page 100: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

Terjadi peristiwa tutur antara penjual perkakas dapur (O2)

dengan pembeli (O1). Warna emosi bisa saja. Maksud

tuturan adalah menwar harga parut. Tidak ada orang ketiga.

Urutan tutur dimulai dari O1 kemudian dilanjutkan oleh

O2. Bab yang dibicarakan adalah mengenai harga parut.

Instrumen yang digunakan, bahasa Jawa krama (O1) dan

bahasa Jawa ngoko (O2). Citarasa tuturan biasa saja.

Adegan tutur terjadi di pasar Sine tempat penjualan

perkakas dapur. Tuturan menggunakan wacana lisan.

Kalimat penolakan dalam tuturan di atas termasuk

penolakan dengan menggunakan negasi, ditandai dengan kata “ora

entuk” „tidak boleh‟. Penolakan dilakukan oleh O2 selaku

penjual. Selain menggunakan negasi, penjual juga memberikan

informasi bahwa harga tersebut sudah termasuk harga pas,

sehingga tidak bisa ditawar lagi. Informasi tambahan tersebut

berguna sebagai penegasan bahwa barang yang akan dibeli benar-

benar tidak bisa ditawar lagi.

b. Negasi dengan alasan

(23) O1 : Pira mbak tase?

„ Berapa mbak, tasnya?’

O2 : Selangkung niku.

‘Dua puluh lima itu.’

O1 : Nembelas ewu.

‘Enambelas ribu.’

O2 : Kula pas kalih dasa. Mpun ngaten!

„Saya pas dua puluh. Sudah gitu!’

Niki mawon nggo mpun, pitulas setengah. Sing niki

rolikur setengah, mpun niki.

‘Ini saja, tujuhbelas setengah. Yang ini duapuluh

dua setengah.’

O1 : Pitulas ewu mbak.

‘Tujuhbelas ribu mbak.’

O2 : Gak entuk niku, niki dedegan e nanggung nek.

„Itu tidak boleh, ini harganya nanggung.‟

Konteks:

Peristiwa tutur terjadi antara P selaku pembeli (O1) dengan

MT selaku penjual (O2). Warna emosi biasa saja, namun

ada sedikit penekanan dari MT. Maksud tuturan adalah O1

Page 101: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

ingin membeli sebuah tas, namun dalam prosesnya terjadi

tawar menawar harga. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur

dimulai dari tuturan O1 yang menanyakan harga tas,

kemudian dilanjutkan oleh O2. Bab yang dibicarakan ialah

mengenai harga tas. Instrumen menggunakan bahasa Jawa

ragam ngoko. Citarasa tuturan bersifat non formal. Adegan

tutur terjadi dipasar Sine sekitar pukul 09.00 WIB di kios

penjual tas. Register menggunakan wacana lisan secara

langsung. Memakai ragam bahasa Jawa ngoko.

Kalimat penolakan dalam tuturan di atas termasuk

penolakan yang menggunakan negasi, ditandai dengan kata “Gak

entuk” „Tidak boleh‟. Penolakan dilakukan oleh O2 selaku

penjual. Selain menggunakan negasi, penjual juga mengutarakan

alasan penolakan tersebut, yaitu karena harga yang ditawar oleh O1

terlalu nanggung, atau memiliki maksud bahwa harga tawarannya

terlalu rendah.

c. Negasi secara langsung dan tegas

(24) O1 : Gerihe pintenan buk

„Gerih (harganya) berapa buk?’

O2 : Telusetengah.

‘Tiga setengah.’

O1 : Mboten angsal kurang buk?

„Tidak boleh kurang buk?’

O2 : Gak entuk.

„Tidak boleh.‟

Konteks

Peristiwa tutur di atas terjadi antara P selaku pembeli (O1)

dengan MT selaku penjual (O2). Emosi yang timbul biasa

saja. Maksud tuturan ialah, O1 ingin membeli gerih. Tidak

ada O3. Urutan tutur dimulai dari O1 kemudian dilanjutkan

oleh O2. Bab yang dibicarakan ialah mengenai harga

gerih/ikan asin. Instrumen yang digunakan ialah bahasa

Jawa krama oleh O1 dan ngoko oleh O2. Citarasa tuturan

ialah santai. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine sekitar pukul

09.00 WIB di kios penjual ikan asin. Register yang

digunakan ialah wacana lisan secara langsung. Bahasa yang

digunakan ialah menggunakan ragam ngoko dan krama.

Page 102: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

Kalimat penolakan dalam tuturan di atas termasuk dalam

penolakan dengan negasi, ditandai pada kata gak entuk.

Penolakan dilakukan oleh O2 selaku penjual. Penolakan dilakukan

secara lugas, tanpa diberi argumen lainnya.

d. Negasi dengan interogatif

(25) O1 : Pira nek gorden? Gur tekok sik.

‘Berapa kalau (harga) gorden? Hanya ingin tanya

dulu.’

O2 : Telung plong, Kae?

„Tiga tempat, itu?’

Telung puluh niku.

„Tiga puluh itu.’

O1 : Gak kurang?

„Tidak kurang?‟ O2 : Mpun kula pres niku.

„ Sudah saya mepetkan itu.’

Konteks :

Peristiwa tutur di atas terjadi antara O1 dengan O2. Warna

emosi biasa saja. Maksud tuturan ialah penawaran harga

gorden, namun dalam prosesnya terjadi beberapa tuturan

penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai

oleh O1 selaku pembeli dan dilanjutkan oleh O2 selaku

penjual. Bab yang dibicarakan mengenai harga gorden.

Instrumen yang digunakan oleh keduanya ialah bahasa jawa

ngoko. Citarasa tuturan di atas biasa saja, tidak formal.

Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di penjual pakaian.

Register yang digunakan ialah wacana lisan. Bahasa yang

digunakan ialah ragam ngoko.

Kalimat penolakan dalam tuturan di atas termasuk kalimat

penolakan dengan negasi, ditandai dengan kalimat “gak kurang?”

Penolakan dilakukan oleh O1 selaku pembeli. Penolakan tidak

bersifat mutlak, karena disertai sebuah tanda tanya untuk

memastikan bahwa harga gorden yang ditawarkan oleh O2 boleh

dikurangi atau tidak. Hal tersebut mengartikan bahwa penolakan

masih dalam tahap negosiasi.

Page 103: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

e. Negasi dengan interogatif, dan alternatif harga lain

(26) O1 : Salake murah, limangewu.

„ Salaknya murah, lima ribu.’

O2 : Mboten kurang? Patangewu wis o dhe.

„Tidak kurang? Empat ribu saja lah buk.‟

Konteks :

Peristiwa tutur di atas terjadi antara O1 dan O2. Warna

emosi biasa saja. Maksud tuturan ialah O1 menawarkan

dagangan salaknya, kemudian O2 menawar harga salak.

Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai oleh O1

selaku penjual kemudian dilanjutkan oleh O2 selaku

pembeli. Bab yang dibicarakan adalah tetang harga

salak. Instrumen yang digunakan antar keduanya ialah

menggunakan ragam jawa Ngoko. Citarasa tuturan ialah

biasa saja menggunakan ragam informal. Adegan tutur

terjadi di Pasar Sine pada penjual buah-buahan.

Register bahasa menggunakan wacana lisan. Bahasa

yang digunakan ialah bahasa jawa ngoko.

Kalimat penolakan dalam tuturan di atas termasuk

kalimat penolakan dengan negasi, yang ditandai dengan

kalimat interogatif “mboten kurang?”. Kata “mboten”

merupakan salah satu penanda negasi yang berarti tidak, namun

dalam bahasa Jawa Krama. Penolakan dilakukan oleh O2

selaku pembeli, selain penolakan dengan negasi “Mboten”, O2

juga menegaskan harga salak yang dia inginkan yaitu senilai

empat ribu.

f. Negasi yang diawali kalimat deklaratif dilanjutkan dengan

kalimat interogatif.

(27) O1 : Mbakone pintenan buk?

„Tembakaunya berapa buk?’

O2 : Sekawan ewu mbak.

„Empat ribu mbak.’

Page 104: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

O1 : Tigangewu buk. Mboten angsal tigangewu?

Tiga ribu buk. Tiga ribu tidak boleh?

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

yang ditimbulkan ialah biasa saja. Maksud tuturan adalah

O1 ingin membeli tembakau, namun didalamnya ada proses

tawar menawar yang menyiratkan penolakan. Tidak ada

orang ketiga. Urutan tutur dimulai dari O1 kemudian

dilanjutkan oleh O2. Bab yang dibicarakan ialah mengenai

harga tembakau. Instumen yang digunakann ialah bahasa

Jawa ragam krama. Citarasa tuturan biasa saja bersifat

informal. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di penjual

tembakau. Menggunakan register wacana lisan.

Menggunakan Bahasa Jawa krama.

Kalimat penolakan dalam tuturan di atas termasuk kalimat

penolakan dengan negasi, yang ditandai dengan kalimat interogatif

“mboten kurang?”. Kata “mboten” merupakan salah satu

penanda negasi yang berarti tidak, namun dalam bahasa Jawa

Krama. Penolakan dilakukan oleh O1 selaku pembeli, penolakan

dengan negasi tersebut diawali dengan penawaran harga tembakau

senilai tiga ribu, baru kemudian ditanyakan kesediaan O2

menerima tawaran O1 tersebut atau tidak.

g. Negasi yang disertai dengan keterangan

(28) O1 : Terong tiga setengah bu.

„Terong tiga setengah bu.’

O2 : Gak loro setengah?

„Tidak duasetengah?’

O1 : Mboten angsal, terong awis bu.

„Tidak boleh, terong mahal bu.‟

Konteks

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi yang ditimbulkan biasa saja. Maksud tuturan ialah transaksi

jual beli sayuran dalam transaksi tersebut terdapat tawar

menawar termasuk penolakan. Tidak ada orang ketiga.

Urutan tutur dimulai dari O1 selaku penjual dengan

menawarkan barang dagangannya, kemudian dilanjutkan

Page 105: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

oleh O2 selaku pembeli. Bab yang dibicarakan ialah

mengenai harga sayuran, yaitu timun dan terong. Instrumen

yang digunakan ialah bahasa jawa ragam ngoko dan krama.

Citarasa tuturan biasa saja, tidak bersifat formal. Adegan

tutur terjadi di Pasar Sine di tempat penjualan sayuran.

Register yang digunakan ialah wacana lisan. Ragam yang

digunakan adalah ragam ngoko oleh O1 dan ragam krama

oleh O2.

Penolakan-penolakan dalam tuturan di atas termasuk

kalimat penolakan dengan negasi, yang ditandai dengan kalimat

interogatif “Mboten angsal, terong awis Bu” „Tidak boleh,

terong mahal bu‟. Kata “mboten” merupakan salah satu penanda

negasi yang berarti tidak dalam bahasa Jawa Krama. Penolakan

dilakukan oleh penjual, dikarenakan harga terong sedang mahal

sehingga tidak boleh ditawar seharga dua ribu lima ratus saja.

h. Negasi yang disertai dengan informasi fungsi barang

(29) O1 : Timune pira yu?

‘Timunnya berapa buk?’

O2 : Patangewu setengah.

‘Empat ribu setengah.’

O1 : Gak rongewu? gur nggo lalap.

„Tidak dua ribu? Hanya untuk lalap.‟

Konteks

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

biasa saja. Maksud tuturan ialah transaksi jual beli

mentimun yang dilakukan oleh O1 selaku pembeli

dengan O2 selaku penjual. Namun dalam transaksi

tersebut terjadi tawar menawar yang di dalamnya

terdapat sebuah penolakan. Tidak ada orang ketiga.

Urutan tutur dimulai dari O1 yang menanyakan harga

mentimun kemudian dilanjutkan oleh O2. Bab yang

dibicarakan ialah mengenai harga mentimun. Instrumen

yang digunakan adalah bahasa Jawa ngoko. Citarasa

tuturan biasa saja, tidak bersifat formal. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di bagian Stand penjual sayuran.

Register yang digunakan ialah wacana lisan. Ragam

bahasa yang digunakan ialah ragam bahasa Jawa ngoko.

Page 106: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk kalimat

penolakan dengan negasi, yang ditandai dengan kalimat

interogatif “Gak rongewu? gur nggo lalap” „tidak dua ribu?

Hanya untuk lalap‟. Kata “Gak” „ora‟ merupakan salah satu

penanda negasi yang berarti tidak. Meskipun hanyalah

keterangan yang berfungsi sebagai diawal kalimat, namun

sebenarnya adalah kalimat keterangan untuk memperjelas

penolakan secara tidak langsung yang dilakukan oleh O1.

Kemudian penolakan dipertegas dengan keterangan fungsi

barang yang sebenarnya sepele. Ditandai dengan kata “mung”

„hanya‟.

i. Negasi dengan kalimat interogatif secara langsung

(30) O1 : Slebor pira?

‘Slebor berapa?’

O2 : Tiga ribu saiki.‟

‘Tiga ribu sekarang.’

O1 : Gak kurang?

„Tidak kurang?‟

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

biasa saja. Maksud tuturan ialah O1 selaku pembeli ingin

membeli sayuran slebor, namun dalam transaksi tersebut

ada beberapa tuturan penolakan. Tidak ada orang ketiga.

Urutan tutur dimulai dari O1 yang menanyakan harga

slebor kemudian dilanjutkan oleh O2. Bab yang dibicarakan

mengenai harga sayuran slebor. Instrumen yang digunakan

ialah bahasa Jawa ragam ngoko. Citarasa yang ditimbulkan

biasa saja. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di kios penjual

sayuran. Register yang digunakan wacana lisan secara

langsung. Menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk kalimat

penolakan dengan negasi, yang ditandai dengan kalimat interogatif

“Gak kurang?” „tidak kurang?‟. Kata “Gak” „tidak‟

Page 107: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

merupakan salah satu penanda negasi yang berarti tidak. Kalimat

penolakan dengan negasi “gak” digunakan dalam bentuk kalimat

tanya dan dilakukan secara tidak langsung.

j. Negasi dengan mengedepankan keegoisan

(31) O1 : Petene telung puluh ditambahi seprapat bu

‘Tiga puluh ditambahi seperempat bu.’

O2 : Gak oleh, ya wis sak mono, lawong gur

arep kanggo oleh-oleh. Pokoke ya

sakmono, ya mboyak.

„Tidak boleh. Ya sudah segitu. Hanya

untuk oleh-oleh kok. Pokoknya ya segitu,

ya terserah.‟

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna

emosi sedikit keras, disertai beberapa kata dengan

nada tinggi. Maksud tuturan ialah O1 selaku penjual

pete, menjual barang dagangannya kepada O2

selaku pembeli. Dalam proses transaksi, O2

menawar harga pete senilai tiga puluh ribu rupiah,

namun O1 tidak menyetujuinya dan ia meminta

petenya dihargai tiga puluh dua ribu rupiah. Tidak

ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai oleh O1

selaku penjual kemudian dilanjutkan oleh O2 selaku

pembeli. Bab yang dibicarakan ialah mengenai

harga pete. Instrumen yang digunakan adalah

bahasa Jawa ragam ngoko. Citarasa tuturan sedikit

tegang, karena pembeli menawar dengan nada

tinggi. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di kios

penjual sayur-sayuan. Register yang digunakan

ialah wacana lisan secara langsung. Menggunakan

ragam bahasa Jawa ngoko.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk kalimat

penolakan dengan negasi, yang ditandai dengan kalimat

interogatif “Gak oleh” „tidak boleh‟. Kata “Gak” „tidak‟

merupakan salah satu penanda negasi yang berarti tidak.

Kalimat penolakan dengan negasi gak dinyatakan secara

tegas dan lugas yang menandakan bahwa O2 menolak

Page 108: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

harga petai dinaikan lagi. Penolakan dengan kata gak

dilakukan secara langsung.

Penolakan juga disertai dengan penegasan yang

berarti ketidakpedulian yang ditandai dengan kata

“Mboyak” „Terserah‟. Kata ini biasanya digunakan ketika

dalam suatu perdebatan tidak ditemukan pada titik temu,

sehingga untuk tetap mempertahankan argumen biasanya

seorang penutur mengatakan kata “mboyak”. Kata

“mboyak” merupakan wujud keegoisan seseorang ketika

argumennya mulai terbantah. Dalam hal ini ialah keegoisan

pembeli yang sedikit memaksa membeli pete dengan harga

murah.

2. Penolakan tanpa negasi

Penolakan tanpa negasi berarti penolakan tersebut tanpa

disertai penanda negasi.

Berikut contoh penolakan yang tidak menggunakan negasi:

a. Penolakan dengan menggunakan makna konotasi, dan

informasi.

(32) O1 : Iki pira?

„ini berapa?’

O2 : Anting kuwi pat belas ewu wae.

„Tas itu empat belas ribu saja.’

O1 : Rolas ewu.

„Dua belas ribu.’

O2 : Mbok diingerke sek! iki ko nggone telulas ewu,

percaya karepmu ra percaya karepmu. „Digeser (harganya dinaikan) dulu! Ini dari pemiliknya

tigabelas ribu, percaya atau tidak terserah kamu.‟

„Harga (tawarannya) dinaikan dulu! Ini dari

penjual asalnya tigabelas ribu, percaya atau

tidak terserah kamu.‟

Konteks :

Page 109: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Terjadi peristiwa tutur antara penjual barang pecah belah

(O2) dengan pembeli (O1). Warna emosi yang terjadi biasa

saja. Maksud tuturan ialah Tuturan terjadi di pasar Sine.

Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai dari penjual

kemudian ditanggapi oleh pembeli. Bab yang dibicarakan

ialah mengenai harga anting (tas). Instrumen yang

digunakan ialah bahasa Jawa lisan dengan ragam ngoko.

Citarasa tuturan biasa saja, tidak formal. Adegan tutur

terjadi di pasar Sine di stand penjualan pecah belah.

Register menggunakan wacana lisan secara langsung.

Norma yang digunakan ialah ragam Jawa ngoko.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi dikarenakan dalam tuturannya tidak ditemukan penanda

negasi. Penolakan menggunakan kalimat imperatif.

Tuturan penolakan menggunakan istilah kiasan, bukan

dialek namun sudah biasa digunakan oleh pengunjung Pasar Sine.

Istilah kiasan yang dimaksud ialah penggunaan kata “mbok

diingerke sek” „harganya (ditawar) dinaikkan dulu!‟. secara

harfiah, makna kalimat tesebut ialah menggeser suatu benda,

namun secara pragmatik berarti menggeser/menawar dengan harga

tinggi barang dagangan yang ditawarkan. kiasan tersebut termasuk

penanda sebuah penolakan, juga ditandai dengan kalimat

keterangan di belakang kalimat imperatif yang berfungsi

menegaskan, dan menggunakan nada yang sedikit tinggi.

Selain kata kiasan, penolakan tersebut juga ditegaskan

dengan informasi mengenai harga barang dari penjual aslinya. Hal

tersebut ditandai pada kalimat “iki ko nggone telulas ewu, percaya

karepmu ra percaya karepmu” „dari penjual aslinya tiga belas

ribu, percaya atau tidak terserah kamu‟. Kalimat ini berfungsi

Page 110: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

sebagai penegasan penolakan yang dilakukan oleh O2, bahwa

harga barang dari penjual asalnya senilai Rp. 13.000, sehingga

sangat tidak lazim jika ditawar hanya dengan harga Rp. 12.000.

b. Penolakan kalimat interogatif yang lugas

(33) O1 : Pinten buk?

‘Berapa buk?’

O2 : Mangewu.

‘Limaribu.’

O1 : Sekilo?

‘Satu kilo?’

O2 : La jeruk saiki pitungewu ra gedhe.

‘La, jeruk sekarang tujuh ribu tidak dapat (jeruk)

yang besar.’

O1 : Sekawan ewu mboten angsal?

„Empat ribu tidak boleh?‟

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 sebagai pembeli dengan

O2 sebagai penjual. Warna emosi yang digunakan biasa,

namun terkadang ada sedikit penekanan tuturan oleh O2.

Maksud tuturan di atas ialah O2 menawarkan dagangannya,

namun dalam prosesnya terjadi penolakan-penolakan

penawaran harga. Tidak ada orang ketiga dalam tuturan di

atas. Urutan tutur dimulai dari O2 yang menawarkan

dagangannya kemudian O1 menanggapi, dan selajutnya

terjadi peristiwa tutur antara O2 dan O1. Bab yang

dibicarakan ialah mengenai harga salak. Instrumen yang

digunakan ialah bahasa Jawa Ngoko yang dipakai oleh O2,

sedangkan O1 menggunakna bahasa Jawa krama lugu dan

merupakan percakapan langsung. Citarasa tuturan di atas

ialah biasa saja dengan memakai ragam bahasa non formal.

Adegan tutur terjadi di Pasar Sine, pada sekitar pukul 09.00

WIB, peristiwa tutur tersebut terjadi di pedagang sayur-

sayuran dan buah-buahan. Register dalam tuturan di atas

menggunakan wacana lisan. Bahasa yang digunakan ialah

ragam Ngoko oleh O2 dan Krama lugu oleh O1.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi dikarenakan dalam tuturannya tidak ditemukan penanda

negasi. Penolakan menggunakan kalimat interogatif yang lugas.

Page 111: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Penolakan tersebut ditandai pada kalimat “Sekawan ewu mboten

angsal?” „Empat ribu tidak boleh?‟.

Secara harfiah, kalimat tersebut berarti sebuah pertanyaan,

namun secara pragmatik memiliki makna penolakan harga jeruk

yang awalnya lima ribu rupiah ditawar menjadi empat ribu rupiah.

c. Penolakan dengan merayu dan memerintah

(34) O1 : Pinten buk?

‘Berapa buk?’

O2 : Mangewu.

‘Limaribu.’

O1 : Sekilo?

‘Satu kilo?’

O2 : La jeruk saiki pitungewu ra gedhe.‟

‘La, jeruk sekarang tujuh ribu tidak dapat (jeruk)

yang besar.’

O1 : Sekawan ewu mboten angsal?

Empat ribu tidak boleh?

O2 : Tambahi mangatus ndang.

„Ditambahi limaratus ya.‟

O2 : Ndang sekilo apa rong kilo?

‘Silahkan, satu kilo atau dua kilo?’

O1 : Sekawan ewu buk.

‘Empat ribu buk.’

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 sebagai pembeli dengan

O2 sebagai penjual. Warna emosi yang digunakan biasa,

namun terkadang ada sedikit penekanan tuturan oleh O2.

Maksud tuturan di atas ialah O2 menawarkan dagangannya,

namun dalam prosesnya terjadi penolakan-penolakan

penawaran harga. Tidak ada orang ketiga dalam tuturan di

atas. Urutan tutur dimulai dari O2 yang menawarkan

dagangannya kemudian O1 menanggapi, dan selajutnya

terjadi peristiwa tutur antara O2 dan O1. Bab yang

dibicarakan ialah mengenai harga salak. Instrumen yang

digunakan ialah bahasa Jawa Ngoko yang dipakai oleh O2,

sedangkan O1 menggunakna bahasa Jawa krama lugu dan

merupakan percakapan langsung. Citarasa tuturan di atas ialah biasa saja dengan memakai ragam bahasa non formal.

Adegan tutur terjadi di Pasar Sine, pada sekitar pukul 09.00

WIB, peristiwa tutur tersebut terjadi di pedagang sayur-

sayuran dan buah-buahan. Register dalam tuturan di atas

Page 112: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

menggunakan wacana lisan. Bahasa yang digunakan ialah

ragam Ngoko oleh O2 dan Krama lugu oleh O1.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi dikarenakan dalam tuturannya tidak ditemukan penanda

negasi dengan menggunakan kalimat imperatif. Kalimat imperatif

tersebut mengartikan bahwa O2 menolak penawaran harga yang

dilakukan oleh O1, kemudian memerintah O1 untuk menambah

harga salak senilai lima ratus rupiah dengan nada rendah dan

sedikit merayu. Ditandai dengan kalimat “Tambahi mangatus

ndang” ‘Ditambahi lima ratus ya’.

d. Penolakan dengan negosiasi yang datar

(35) O1 : Sandale niki pinten?

„Ini berapa?’

O2 : Pitulas

‘Tujuh belas’

O1 : Pitulas?

‘Tujuh belas?’

Kalih pak, sedasa.

‘Dua pak, sepuluh.’

O2 : Iki anu mbak, awet bianget, nganggo serampat

kok.

„Ini (anu) mbak, sangat awet karena ini

menggunakan serampat.‟

O1 : Kalih lo pak, sedasa.

‘Dua lo pak, sepuluh.’

Konteks:

Peristiwa tutur di atas terjadi antara dengan O1 selaku

pembeli dengan O2 selaku penjual. Warna emosi biasa saja.

Maksud tuturan ialah O1 ingin membeli barang dengan

disertai tawar-menawar dan terjadi penolakan harga.

Tidak ada O3. Urutan tutur dimulai dari O1 selaku pembeli

yang menanyakan harga sandal, lalu dijawab O2 selaku

penjual, kemudian terjadilah transaksi tawar-menawar

tersebut. Bab yang dibicarakan ialah tawar-menawar harga

sandal. Instrumen yang digunakan ialah bahasa Jawa ragam

ngoko oleh O2 dan Krama oleh O1. Citarasa dalam tuturan

tersebut santai. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine pada

Page 113: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

sekitar pukul 10.00 WIB di kios penjual sandal dan sepatu.

Register menggunakan wacana lisan secara langsung.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi dikarenakan dalam tuturannya tidak ditemukan penanda

negasi. Penolakan yang dilakukan O2 dilakukan seperti penolakan

pada umumnya. Tanpa penekanan ataupun basa-basi kata. Kata

“kalih pak, sedasa” „Kalih pak, sedasa‟, mengartikan sebuah

negosiasi bahwa O2 menginginkan harga sendal dengan nilai

sepuluh ribu, bukan lima belas ribu. Namun negosiasi yang

dilakukan oleh O2 sangat datar, tanpa sebuah penekanan nada.

e. Penolakan dengan menjelaskan kualitas barang

(36) O1 : Sandale niki pinten?

„Sendal ini berapa?’

O2 : Pitulas.

‘Tujuhbelas.’

O1 : Pitulas?

‘Tujuh belas?’

Kalih pak, sedasa.

‘Dua pak, sepuluh.’

O2 : Iki anu mbak, awet bianget, nganggo serampat

kok.

„Ini (anu) mbak, sangat awet karena ini

menggunakan serampat.‟

Konteks:

Peristiwa tutur di atas terjadi antara dengan O1 selaku

pembeli dengan O2 selaku penjual. Warna emosi biasa saja.

Maksud tuturan ialah O1 ingin membeli barang dengan

disertai tawar-menawar dan terjadi penolakan harga.

Tidak ada O3. Urutan tutur dimulai dari O1 selaku pembeli

yang menanyakan harga sandal, lalu dijawab O2 selaku

penjual, kemudian terjadilah transaksi tawar-menawar

tersebut. Bab yang dibicarakan ialah tawar-menawar harga sandal. Instrumen yang digunakan ialah bahasa Jawa ragam

ngoko oleh O2 dan Krama oleh O1. Citarasa dalam tuturan

tersebut santai. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine pada

sekitar pukul 10.00 WIB di kios penjaul sandal dan sepatu.

Register menggunakan wacana lisan secara langsung.

Page 114: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi dikarenakan dalam tuturannya tidak ditemukan penanda

negasi. Penolakan yang dilakukan O2 adalah tipe penolakan yang

menggunakan alibi untuk menolak penawaran O1. Alibi yang

digunakan terlalu panjang dengan mengatakan bahwa sendal

tersebut sangat awet sehingga seolah tidak layak jika hanya

dihargai dengan sepuluh ribu.

f. Penolakan dengan langsung menyebutkan harga barang

(37) O1 : Sandale niki pinten?

„Sendalnya ini berapa?’

O2 : Pitulas.

‘Tujuh belas.’

O1 : Pitulas?

‘Tujuh belas?’

Kalih pak, sedasa.

‘Dua pak, sepuluh.’

O2 : Iki anu mbak, awet bianget, nganggo serampat

Kok.

‘Ini (anu) mbak, sangat awet karena ini

menggunakan serampat.’

O1 : Kalih lo pak, sedasa.

‘Dua lo pak, sepuluh.’

O2 : Telung puluh mbak.

„Tiga puluh mbak.‟

Konteks:

Peristiwa tutur di atas terjadi antara dengan O1 selaku

pembeli dengan O2 selaku penjual. Warna emosi biasa saja.

Maksud tuturan ialah O1 ingin membeli barang dengan

disertai tawar-menawar dan terjadi penolakan harga. Tidak

ada O3. Urutan tutur dimulai dari O1 selaku pembeli yang

menanyakan harga sandal, lalu dijawab O2 selaku penjual,

kemudian terjadilah transaksi tawar-menawar tersebut. Bab

yang dibicarakan ialah tawar-menawar harga sandal. Instrumen yang digunakan ialah bahasa Jawa ragam ngoko

oleh O2 dan Krama oleh O1. Citarasa dalam tuturan

tersebut santai. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine pada

sekitar pukul 10.00 WIB di kios penjaul sandal dan sepatu.

Register menggunakan wacana lisan secara langsung.

Page 115: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi, karena tidak ditemukan penanda negasi. Penolakan

dilakukan secara lugas, kelugasan penolakan ditandai dengan

respon O2 dalam menjawab pernyataan O1 yaitu hanya menjawab

“Telung puluh mbak” „Tiga puluh mbak‟. Hal tersebut sudah

mengartikan bahwa O2 menolak tawaran harga sendal oleh O1

senilai sepuluh ribu.

g. Penolakan dengan interogatif

(38) O1 : Sandale niki pinten?

‘Sendalnya ini berapa?’

O2 : Pitulas.

‘Tujuh belas’

O1 : Pitulas?

‘Tujuhbelas?’

Kalih pak, sedasa.

‘Dua pak, sepuluh.’

O2 : Iki anu mbak, awet bianget, nganggo serampat

Kok.

‘Ini (anu) mbak, sangat awet karena ini

menggunakan serampat.’

O1 : Kalih lo pak, sedasa.

‘Dua lo pak, sepuluh.’

O2 : Telung puluh mbak.

‘Tiga puluh mbak.’

O1 : Kalih dasa pak.

‘Dua puluh pak.’

O2 : Apik mbak iki.

‘Apik mbak ini.’

O1 : Penglaris lah.

„Penglaris lah.’

O2 : Nggih, ngko nek gak percaya neng lor enek siji

nggone bojoku.

‘Iya, nanti jika tidak percaya di sebelah utara masih

ada satu, milik istriku.’

O1 : Sedasa pak, mboten pareng ta?

„ Sepuluh pak, tidak boleh?‟

Konteks:

Peristiwa tutur di atas terjadi antara dengan O1 selaku

pembeli dengan O2 selaku penjual. Warna emosi biasa saja.

Page 116: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

Maksud tuturan ialah O1 ingin membeli barang dengan

disertai tawar-menawar dan terjadi penolakan harga. Tidak

ada O3. Urutan tutur dimulai dari O1 selaku pembeli yang

menanyakan harga sandal, lalu dijawab O2 selaku penjual,

kemudian terjadilah transaksi tawar-menawar tersebut. Bab

yang dibicarakan ialah tawar-menawar harga sandal.

Instrumen yang digunakan ialah bahasa Jawa ragam ngoko

oleh O2 dan Krama oleh O1. Citarasa dalam tuturan

tersebut santai. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine pada

sekitar pukul 10.00 WIB di kios penjaul sandal dan sepatu.

Register menggunakan wacana lisan secara langsung.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi dikarenakan dalam tuturannya tidak ditemukan penanda

negasi. Penolakan O2 diawali dengan kata keterangan “sedasa

pak” „sepuluh pak‟, setelah itu baru dibubuhi kalimat tanya

“mboten pareng ta?” „tidak boleh ta?‟. Kalimat tanya berfungsi

untuk menanyakan kesediaan O1 sebagai penjual sandal mengenai

harga sandal yang akan dibeli oleh O2.

h. Penolakan dengan nada tinggi dan membandingkan

(39) O1 : Pira mbak tase?

„Berapa mbak, tasnya?’

O2 : Selangkung niku.

‘Dua puluh lima itu.’

O1 : Nembelas ewu.

‘Enambelas ribu.’

O2 : Kula pas kalih dasa. Mpun ngaten!

„Saya pas dua puluh. Sudah gitu!‟

Niki mawon nggo mpun, pitulas setengah. Sing

niki rolikur setengah, mpun niki.

„Ini saja, tujuh belas setengah. Yang ini

duapuluh dua setengah.‟

Konteks:

Peristiwa tutur terjadi antara O1 selaku pembeli dengan O2 selaku penjual. Warna emosi biasa saja, namun ada sedikit

penekanan dari MT. Maksud tuturan adalah O1 ingin

membeli sebuah tas, namun dalam prosesnya terjadi tawar

menawar harga. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur

dimulai dari tuturan O1 yang menanyakan harga tas,

Page 117: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

kemudian dilanjutkan oleh O2. Bab yang dibicarakan ialah

mengenai harga tas. Instrumen menggunakan bahasa Jawa

ragam ngoko. Citarasa tuturan bersifat non formal. Adegan

tutur terjadi dipasar Sine sekitar pukul 09.00 WIB di kios

penjual tas. Register menggunakan wacana lisan secara

langsung. Memakai ragam bahasa Jawa ngoko.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi karena dalam tuturannya tidak ditemukan penanda negasi.

Penolakan dilakukan oleh O2, sebagai penjual O2 menegaskan

bahwa harga tas yang ditawar oleh O1 ialah senilai dua puluh ribu

rupiah. Penolakan yang dilakukan oleh O2 diawali dengan

keterangan bahwa harga tas senilai dua puluh ribu rupiah,

kemudian ditegaskan dengan kalimat “mpun ngaten!” „sudah

segitu!‟ bernada tinggi. Nada tinggi yang disampaikan oleh O2

menandakan sebuah ketegasannya sebagai penjual, hal tersebut

juga bermakna bahwa keterangan O2 adalah keputusan final.

Meskipun keputusan O2 seolah telah mutlak, O2 memberi

alternatif tas lain yang memiliki harga seperti yang diminta O1

namun dengan kualitas yang berbeda. Hal tersebut ditandai dengan

kalimat “Niki mawon nggo mpun, pitulas setengah. Sing niki

rolikur setengah, mpun niki.” „Ini saja, tujuh belas setengah.

Yang ini duapuluh dua setengah.‟ Alternatif kualitas tas yang

dikatakan O2 juga bermakna penolakan yang halus.

i. Penolakan dengan konotasi yang halus

(40) O1 : Pira nek gorden? Gur tekok sik.

‘Berapa kalau (harga) gorden? Hanya ingin tanya

dulu.’

O2 : Telung plong, Kae?

„Tiga tempat, itu?’

Page 118: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

Telung puluh niku.

„Tiga puluh itu.’

O1 : Gak kurang?

„Tidak kurang?’

O2 : Mpun kula pres niku.

„Sudah saya mepetkan itu.‟

Konteks :

Peristiwa tutur di atas terjadi antara O1 dengan O2. Warna

emosi biasa saja. Maksud tuturan ialah penawaran harga

gorden, namun dalam prosesnya terjadi beberapa tuturan

penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai

oleh O1 selaku pembeli dan dilanjutkan oleh O2 selaku

penjual. Bab yang dibicarakan mengenai harga gorden.

Instrumen yang digunakan oleh keduanya ialah bahasa

Jawa ngoko. Citarasa tuturan di atas biasa saja, tidak

formal. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di penjual

pakaian. Register yang digunakan ialah wacana lisan.

Bahasa yang digunakan ialah ragam ngoko.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi dikarenakan dalam tuturannya tidak ditemukan penanda

negasi. Penolakan yang dilakukan O2 menggunakan kalimat

deklaratif yang sangat halus dan menggunakan kalimat konotasi

“mpun kula pres niku” „sudah saya mepetkan itu‟. Pernyataan

tersebut mengasumsikan bahwa harga gorden yang sudah

dimepetkan pada harga minimal, sehingga tidak bisa ditawar lagi.

Hal tersebut berarti bahwa tawaran O1 ditolak oleh O2.

Penolakan menggunakan kalimat yang di dalamnya terdapat kata

kiasan, yaitu menggunakan kata pres. Penggunaan kalimat konotasi

tersebut dilakukan dengan menggunakan bahasa jawa krama.

j. Penolakan dengan mengejek

(41) O1 : Kambile pintenan pak?

‘Kelapanya berapa pak?’

O2 : Dua-dua.

O1 : elek-elek no, dedegne wis ya!

Page 119: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

„Jelek-jelek , di tegakkan saja ya!‟

„Ini jelek-jelek, di pas kan saja ya!‟

Konteks :

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

biasa saja. Maksud tuturan ialah O1 ingin membeli kelapa,

namun karena tidak sesuai dengan harga yang ditawarkan

oleh penjual (O2), maka O1 menolak harga yang

ditawarkan tersebut. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur

dimulai dari O1 selaku pembeli kemudian dilanjutkan oleh

O2 selaku penjual. Bab yang dibicarakan ialah mengenai

harga kelapa. Instrumen yang digunakan bahasa jawa

ngoko. Citarasa dalam tuturan di atas ialah biasa saja

menggunakan tuturan informal. Adegan tutur terjadi di

Pasar Sine pada penjaul kelapa. Regsiter yang digunakan

ialah wacana lisan. Menggunakan bahasa jawa ngoko.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi, karena tidak ditemukan penanda negasi. Penolakan yang

dilakukan O1 menggunakan kalimat imperatif “elek-elek no,

dedegne wis ya!” „jelek-jelek, di pas saja ya!‟. kalimat tersebut

termasuk sebuah penolakan yang didahului dengan menjelekan

harga barang, baru menyatakan harga yang diinginkan. Hal seperti

ini biasanya dilakukan dengan tujuan agar lawan tutur mau

mengurangi harga barang yang akan di beli penutur.

k. Penolakan dengan menyatakan permintaan maaf dan

memberi alternatif barang lain

(42) O1 : Mbakone pintenan buk?

„ Tembakaunya berapa buk?’

O2 : Sekawan ewu mbak.

‘Empat ribu mbak’

O1 : Tigangewu buk. Mboten angsal tigangewu?

‘Tiga ribu buk. Tiga ribu tidak boleh?’

O2 : Ngaturaken lepat mbak, nek niki malah angsal

kalih setengah mbak.

„Mohon maaf mbak, kalo yang ini malah boleh

dua ribu limaratus mbak.‟

Page 120: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

yang ditimbulkan ialah biasa saja. Maksud tuturan adalah

O1 ingin membeli tembakau, namun didalamnya ada proses

tawar menawar yang menyiratkan penolakan. Tidak ada

orang ketiga. Urutan tutur dimulai dari O1 kemudian

dilanjutkan oleh O2. Bab yang dibicarakan ialah mengenai

harga tembakau. Instumen yang digunakann ialah bahasa

Jawa ragam krama. Citarasa tuturan biasa saja bersifat

informal. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di penjual

tembakau. Menggunakan register wacana lisan.

Menggunakan Bahasa Jawa krama.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi karena dalam tuturannya tidak ditemukan penanda negasi.

Penolakan yang dilakukan O2 menggunakan kalimat deklaratif

“Ngaturaken lepat mbak, nek niki malah angsal kalih setengah

mbak” „mohon maaf mbak, jika yang ini boleh dua setengah‟.

Kalimat diawali dengan permintaan maaf yang berarti menolak

tawaran harga tembakau oleh O1. Permintaan maaf diungkapkan

dengan sangat halus, yaitu menggunakan bahasa Jawa krama. Hal

ini bertujuan untuk menghormati pembeli. Setelah menyatakan

permintaan maaf, kemudian O2 memberikan rekomendasi barang

lain. Barang yang direkomendasikan tersebut ialah barang yang

sama, namun memiliki kualitas yang berbeda.

l. Penolakan dengan menyindir menggunakan kalimat

interogatif

(43) O1 : Timun rongewu setengah Bu.

„Mentimun duaribu setengah buk.’

O2 : Ndadak nggo setengah barang?

„ Harus menggunakan setengah juga?‟

Page 121: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

yang ditimbulkan biasa saja. Maksud tuturan ialah transaksi

jual beli sayuran dalam transaksi tersebut terdapat tawar

menawar termasuk penolakan. Tidak ada orang ketiga.

Urutan tutur dimulai dari O1 selaku penjual dengan

menawarkan barang dagangannya, kemudian dilanjutkan

oleh O2 selaku pembeli menawar. Bab yang dibicarakan

ialah mengenai harga sayuran, yaitu mentimun dan terong.

Instrumen yang digunakan ialah bahasa Jawa ragam ngoko

dan krama. Citarasa tuturan biasa saja, tidak bersifat

formal. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di tempat

penjualan sayuran. Register yang digunakan ialah wacana

lisan. Ragam yang digunakan adalah ragam ngoko oleh O1

dan ragam krama oleh O2.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi dikarenakan dalam tuturannya tidak ditemukan penanda

negasi. Penolakan dilakukan dengan menggunakan kalimat

interogatif yang bermakna menyindir. Ditandai dengan kalimat

“ndadak nggo setengah barang?”, „harus menggunakan

setengah juga?‟. Kalimat tanya tersebut bermakna penolakan yang

mengisyaratkan sindiran bahwa harga timun yang ditawarkan

terlalu mahal sehingga ‘kenapa harus memakai setengah?’.

Penolakan menggunakan kalimat interogatif yang secara pragmatik

tidak membutuhkan suatu jawaban.

m. Penolakan dengan merayu dengan menambah kuota barang

(44 ) O1 : Timune pira yu?

‘mentimunnya berapa buk?’

O2 : Patangewu setengah. ‘Empat ribu setengah.’

O1 : Gak rongewu? gor nggo lalap.

‘Tidak dua ribu? Hanya untuk lalapan.’

O2 : La patangewu ko bakule.

‘Ini empat ribu dari penjualnya.’

Page 122: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

O1 : Rongewu, tuku rong kilo.

„Dua ribu beli dua kilo.‟

Nyo tak tambahi neknu.

„Ini saya tambah, jika begitu.‟

Konteks :

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

biasa saja. Maksud tuturan ialah transaksi jual beli

mentimun yang dilakukan oleh O1 selaku pembeli dengan

O2 selaku penjual. Namun dalam transaksi tersebut terjadi

tawar menawar yang di dalamnya terdapat sebuah

penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai

dari O1 yang menanyakan harga mentimun kemudian

dilanjutkan oleh O2. Bab yang dibicarakan ialah mengenai

harga mentimun. Instrumen yang digunakan adalah bahasa

Jawa ngoko. Citarasa tuturan biasa saja, tidak bersifat

formal. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di bagian Stand

penjual sayuran. Register yang digunakan ialah wacana

lisan. Ragam bahasa yang digunakan ialah ragam bahasa

Jawa ngoko.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi dikarenakan dalam tuturannya tidak ditemukan penanda

negasi. Penolakan dilakukan dengan menggunakan kalimat

deklaratif. Tipe penolakan tersebut ialah merayu dengan

menambah kuota barang. Jika harga barang diturunkan, O2 akan

membeli timun dua kilo. Ditandai dengan kalimat “Rongewu tuku

rong kilo” „dua ribu beli dua kilo‟.

n. Penolakan dengan mengeluh, dan menggunakan kalimat

interogatif.

(45) O1 : Slebor pira?

„ Slebor berapa?’

O2 : Tiga ribu saiki.

‘Tiga ribu sekarang.’

O1 : Gak kurang?

‘Tidak kurang?’

O2 : Rongewu mbak ya.

„Dua ribu mbak ya.’

O1 : Longi limangatus ya.

„Dikurangi lima ratus ya.’

Page 123: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

O2 : Ngene ki nem ewu setengah ya.

‘Segini enam ribu setengah ya.’

O1 : Nem ewu ya.

‘Enam ribu ya.’

O2 : Lah iki bayar pira naknu. Nak nem ewu gogloh

gak iki ngko?

„Lah ini dibayar berapa kalo begitu. Jika enam ribu, ini

nanti rusak tidak?‟

„Lah ini dibayar berapa. Jika enam ribu, ini

nanti rugi tidak?‟

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

biasa saja. Maksud tuturan ialah O1 selaku pembeli ingin

membeli sayuran slebor, namun dalam transaksi tersebut

ada beberapa tuturan penolakan. Tidak ada orang ketiga.

Urutan tutur dimulai dari O1 yang menanyakan harga

slebor kemudian dilanjutkan oleh O2. Bab yang dibicarakan

mengenai harga sayuran slebor. Instrumen yang digunakan

ialah bahasa Jawa ragam ngoko. Citarasa yang ditimbulkan

biasa saja. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di kios penjual

sayuran. Register yang digunakan wacana lisan secara

langsung. Menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi dikarenakan dalam tuturannya tidak ditemukan penanda

negasi. Penolakan yang dilakukan menggunakan kalimat deklaratif

dan interogatif yang menandakan suatu keluhan. Hal tersebut

ditandai dengan kalimat “Lah iki bayar pira naknu. Nak nem ewu

gogloh gak iki ngko ?” „lah ini dibayar berapa. Jika enam ribu,

ini nanti rugi tidak?‟. Kalimat tersebut merupakan kalimat

pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Kalimat tersebut

sesungguhnya dilontarkan pedagang kepada dirinya sendiri,

pedagang mengeluhkan harga sayuran slebor yang hanya enam

ribu dan mengkhawatirkan kerugian yang akan diterimanya nanti.

Page 124: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

o. Penolakan dengan nada kaget

(46) O1 : Gerih pira?

‘Ikan asin berapa?’

O2 : Iki telungewu, nek saleme pitungewu.

„Ini tiga ribu, kalo salem tujuh ribu.’

O1 : Malahan? La leh adol pira?

„Malahan? La jualnya nanti berapa?‟

O2 : Aku pa nggo akeh ta? Gerih larang tenan.

‘Aku apa membawa banyak? Ikan asin ini mahal

beneran.’

Konteks

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dengan O2. Warna emosi

biasa saja. Maksud tuturan ialah O1 selaku pembeli ingin

membeli ikan asin kepada O2 selaku penjual, namun dalam

proses transaksi terjadi tawar menawar termasuk

penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai

dari O1 dengan menanyakan harga ikan asin, kemudian

dilanjutkan O2. Bab yang dibicarakan ialah seputar harga

ikan asin. Instrumen yang digunakan bahasa Jawa ngoko.

Citarasa tuturan biasa saja, tidak formal. Adegan tutur

terjadi di Pasar Sine di kios penjual ikan asin. Register yang

digunakan ialah wacana lisan secara langsung.

Menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi dikarenakan dalam tuturannya tidak ditemukan penanda

negasi. Penolakan yang dilakukan menggunakan kalimat

interogatif yang awalnya menyatakan suatu kekagetan. Kekagetan

tersebut kemudian ditambahi dengan pertanyaan yang sebenarnya

tidak membutuhkan jawaban. Hal tersebut ditandai dengan kalimat

“malahan? La leh adol pira?” „malahan?. La jualnya berapa?‟.

Pernyataan diawal kalimat menyatakan sebuah kekagetan bahwa

harga ikan asin yang akan O1 beli harganya mahal. Kemudian

kalimat kedua menyatakan pertanyaan yang sebenarnya tidak

membutuhkan jawaban. Kalimat tersebut sebenarnya menolak

Page 125: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

harga ikan asin yang terlalu mahal sehingga O1 bingung harus

menjual kembali ikan asin tersebut seharga berapa.

p. Penolakan dengan lelucon

(47) O1 : Iki bibit lomboke sak mene iki pira iki?

‘Ini bibit cabenya segini berapa ini?’

O2 : Iki akeh sayang. Patang puluh lima.

‘Ini banyak sayang, empat puluh.’

O1 : Haduh.

„Haduh.’

O2 : Ya seket neknu, haaaa.

„Ya kalo begitu lima puluh, haaa.‟

Konteks :

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

biasa saja, kadang diselingi sedikit kata-kata yang humor.

Maksud tuturan ialah adanya transaksi jual beli bibit cabai

oleh, namun dalam transaksi tersebut ada beberapa

penawaran dan penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan

tutur dimulai dari O1 selaku pembeli kemudian dilanjutkan

oleh O2 selaku penjual. Bab yang dibicarakan mengenai

bibit cabe. Instrumen yang digunakan ialah bahasa Jawa

ngoko. Citarasa tuturan santai, kadang diselingi humor.

Adegan tutur terjadi di Pasar Sine bagian kios penjual bibit

tanaman. Regsiter yang digunakan ialah wacana lisan

secara langsung. Menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi dikarenakan dalam tuturannya tidak ditemukan penanda

negasi. Penolakan yang digunakan dengan kalimat imperatif yang

sebenarnya sebuah lelucon. Penanda hal tersebut ialah pada

kalimat “Ya seket neknu, haaaa” „ya kalau begitu lima puluh,

haaa‟. Kalimat tersebut mengisyarakatkan sebuah penolakan

dengan humor, buktinya ketika pembeli mengeluhkan harga bibit

yang terlalu mahal, penjual malah menaikkan harga bibit tanaman

tersebut kemudian diakhiri dengan tawa. Dalam dunia

perdagangan, hal ini tidak lazim jika penjual menaikkan harga

Page 126: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

tawaran lagi ketika pembeli telah mengeluhkan harga barang

tersebut.

q. Penolakan dengan ejekan

(48) O1 : Iki tunggal ibu iki? ‘Ini satu ibu?’

‘Ini satu induk?’

O2 : Geh tunggal ibu.

„Iya satu induk.’

O1 : Semene mbane regane, sepuluh ewu ra oleh iki? ‘Segini banget harganya, sepuluh ribu tidak boleh ini?’

‘Harganya mahal. Sepuluh ribu boleh tidak?’

O2 : Hah, sepuluh ewu? Bah, Bah, Bah, bah.

„Apa, sepuluh ribu? Bah, bah, bah, bah.‟

Konteks :

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

biasa saja, kadang diselingi sedikit kata-kata yang humor.

Maksud tuturan ialah adanya transaksi jual beli bibit cabai

oleh, namun dalam transaksi tersebut ada beberapa

penawaran dan penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan

tutur dimulai dari O1 selaku pembeli kemudian dilanjutkan

oleh O2 selaku penjual. Bab yang dibicarakan mengenai

bibit cabe. Instrumen yang digunakan ialah bahasa Jawa

ngoko. Citarasa tuturan santai, kadang diselingi humor.

Adegan tutur terjadi di Pasar Sine bagian kios penjual bibit

tanaman. Regsiter yang digunakan ialah wacana lisan

secara langsung. Menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi dikarenakan dalam tuturannya tidak ditemukan penanda

negasi. Penolakan menggunakan kalimat interogatif yang

mengekspresikan kekagetan dan setelah itu menyatakan sebuah

ejekan. Penanda hal tersebut terdapat pada kalimat “Hah, sepuluh

ewu? Bah, Bah, Bah, bah” „Hah, sepuluh ribu? Bah, bah, bah‟.

Awal pernyataan O2 mengisyarakatkan sebuah kekagetan, ketika

harga bibit senilai Rp. 40.000,00 kemudian ditawar hanya dengan

harga Rp. 10.0000, kemudian kekagetan O2 diekspresikan dengan

Page 127: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

kalimat tanya dan kata „bah, bah, bah‟ yang seolah menghina

tawaran O1.

r. Penolakan dengan keluhan dan penyesalan

(49) O1 : Petene telung puluh ditambahi seprapat bu.

‘Petainya tiga puluh ditambahi seperempat bu.’

O2 : Gak oleh. Yo wis sak mono, lawong gur arep

kanggo oleh-oleh. Pokoke yo sakmono, yo mboyak.

‘Tidak boleh, ya sudah segitu. Hanya untuk oleh-

oleh kok. Pokoknya ya segitu, ya terserah.’

O1 : Oalah-alah bu.

„Oalah bu.‟

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

sedikit keras, disertai beberapa kata dengan nada tinggi.

Maksud tuturan ialah O1 selaku penjual pete, menjual

barang dagangannya kepada O2 selaku pembeli. Dalam

proses transaksi, O2 menawar harga pete senilai tiga puluh

ribu rupiah, namun O1 tidak menyetujuinya dan ia meminta

petenya dihargai tiga puluh dua ribu rupiah. Tidak ada

orang ketiga. Urutan tutur dimulai oleh O1 selaku penjual

kemudian dilanjutkan oleh O2 selaku pembeli. Bab yang

dibicarakan ialah mengenai harga pete. Instrumen yang

digunakan adalah bahasa Jawa ragam ngoko. Citarasa

tuturan sedikit tegang, karena pembeli menawar dengan

nada tinggi. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di kios

penjual sayur-sayuan. Register yang digunakan ialah

wacana lisan secara langsung. Menggunakan ragam bahasa

Jawa ngoko.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk penolakan tanpa

negasi dikarenakan dalam tuturannya tidak ditemukan penanda

negasi. Penolakan tersebut berisi tentang keluhan O1 yang

sebenarnya mengisyaratkan penolakan harga petai yang sudah

dibayar oleh O1. Penolakan tersebut terlihat seperti meminta belas

kasihan dan pasrah. Hal tersebut dikarenakan O2 ngotot untuk

membeli petai O1 dengan harga murah.

Page 128: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

s. Penolakan dengan alasan ketidakcocokan

(50) O1 : klambine iki pira regane?

‘Berapa harganya?’

O2 : Telung puluh ewu.

„ Tiga puluh ribu.’

O1 : Ora enek sing ireng marai. Sik, sik ndelok liyane,

ndelok liyane.

„Tidak ada yang warna hitam, bentar, lihat yang

lainnya dulu.‟

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

yang ditimbulkan biasa saja. Maksud tuturan ialah O1 ingin

membeli baju, namun karena harga yang tidak sesuai,

akhirnya ia meninggalkan tempat penjual dagangan

tersebut. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai dari

O1 selaku pembeli kemudian dilanjutkan oleh O2 selaku

penjual. Bab yang dibicarakan ialah mengenai pakaian.

Instrumen yang digunakan ialah bahasa Jawa ragam ngoko.

Citarasa tuturan biasa saja, dalam keadaan tidak formal.

Adegan tutur terjadi di Pasar Sine pada penjual pakaian.

Register yang digunakan ialah wacana lisan ragam ngoko.

Ragam bahasa yang digunakan ialah ragam ngoko.

Penolakan dalam tuturan di atas termasuk kalimat

penolakan tanpa negasi, meskipun didalamnya terdapat penanda

negasi. hal ini terjadi karena penanda negasi “ora” „tidak‟

posisinya dalam kalimat tersebut bukan untuk menolak secara

langsung harga pakaian yang ditawarkan oleh O1. Namun kata

“ora” hanya berkedudukan sebagai kata keterangan mengenai

ketidaksetujuan O2 mengenai harga pakaian. Kata ora digunakan

sebagai bentuk penolakan tidak langsung yang berarti

ketidakcocokan O1 karena tidak ada pakaian dengan warna yang ia

cari. Hal tersebut ditandai pada kalimat “Ora enek sing ireng

marai. Sik, sik ndelok liyane, delok liyane” „tidak ada yang

warna hitam. Bentar, lihat yang lainnya dulu.‟

Page 129: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

Ketidakcocokan tersebut akhirnya berdampak pada

keinginan O2 untuk mencari-cari baju di tempat lain yang ditandai

dengan pernyataan “Sik, sik ndelok liyane, delok liyane”

„Bentar, bentar, lihat yang lainnya dulu‟, kalimat tersebut

merupakan kalimat penegasan penolakan O1.

Page 130: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

C. Daya Pragmatik

Tindak perlokusi (daya pragmatis) adalah daya pengaruh atau efek dari

sebuah tuturan yang muncul dalam diri orang yang mendengarkan. Apabila antar

peserta tutur dapat saling memahami maksud tuturan, dapat dikatakan bahwa daya

pragmatis tuturan berhasil, jika tidak maka sebaliknya. Berhasil atau tidaknya

daya pragmatik dipengaruhi pada penggunaan prinsip kesopanan maupun

kerjasama yang dilakukan olehpenutur dan mitra tutur.

Berikut daya pragmatik yang terjadi dalam tindak tutur ekspresif menolak

dalam transaksi jual beli di Pasar Sine, Ngawi:

1. Penerimaan pada daya Pragmatik

(51) O1 : Mangga mbak salake mbak, dijijal sik ya entuk.

‘Silahkan mbak, salaknya mbak, dicoba dulu juga

boleh.’

O2 : Pinten buk?

‘Berapa buk?’

O1 : Mangewu.

‘Lima ribu.’

O2 : Sekilo?

‘Satu kilo?’

O1 : La jeruk saiki pitungewu ra gedhe

‘La, jeruk sekarang tujuh ribu tidak dapat (jeruk)

yang besar.’

O2 : Sekawan ewu mboten angsal?

„Empat ribu tidak boleh?‟

O1 : Tambahi mangatus ndang.

„Ditambahi limaratus ya.‟

O2 : Ndang sekilo apa rong kilo?

‘Silahkan, satu kilo atau dua kilo?’

O1 : Sekawan ewu buk.

‘Empat ribu buk.’

O2 : Nggeh. Rong kilo? ‘Iya. Dua kilo?’

O1 : Sekilo mawon.

‘Satu kilo saja.’

Page 131: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

Konteks:

Peristiwa tutur terjadi antara (O1) selaku penjual dengan (O1)

selaku pembeli. Warna emosi biasa saja, namun ada sedikit

penekanan dari MT. Maksud tuturan adalah O1 ingin membeli

salak, namun dalam prosesnya terjadi tawar menawar harga.

Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai dari tuturan O1

yang menawarkan dagangan salaknya, kemudian dilanjutkan

oleh O2. Bab yang dibicarakan ialah mengenai harga salak.

Instrumen menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Citarasa

tuturan bersifat non formal. Adegan tutur terjadi dipasar Sine

sekitar pukul 09.00 WIB di kios penjual buah-buahan. Register

menggunakan wacana lisan secara langsung. Memakai ragam

bahasa Jawa ngoko.

Pada peristiwa tutur di atas terjadi tindak tutur ekspresif

menolak. Tindak tutur ekspresif menolak yang dilakukan oleh O2

menggunakan maksim kerendahan hati. Maksim ini ditandai

dengan bahasa Jawa krama yang digunakan oleh O2 dalam

bertransaksi, meskipun O1 selalu menanggapi dengan bahasa

ngoko. Hal ini dilakukan, karena secara umur O2 lebih muda

dibandingkan dengan O1.

Meski beberapa tindak tutur menyatakan sebuah penolakan,

namun daya pragmatik yang ditimbulkan ialah O2 menerima

tawaran O1 untuk membeli buah salak. Respon positif ini memiliki

kaitan erat dengan penggunaan maksim kerendahan hati oleh O2.

Penggunaan maksim kerendahan hati tersebut berdampak pada

respon O1 yang juga sedikit lembut, meskipun menggunakan

bahasa Jawa Ngoko. Kelembutan respon oleh O1 tersebut yang

akhirnya membuat O2 menerima harga salak meski awalnya ada

beberapa penolakan.

Page 132: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

R

O1 O2

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur, berarti

memaksimalkan prinsip kesopanan. Berarti meminimalkan

prinsip kesopanan. Berarti bahwa penggunaan prinsip

kerjasama oleh O1 dan O2. R adalah penerimaan pada daya

pragmatik.

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas berarti bahwa O1

memaksimalkan maksim kesopanan, yaitu kerendahan hati.

terbukti dari tuturan O1 yang selalu menggunakan bahasa krama.

O2 tidak menggunakna maksim kesopanan, terlihat dari respon

tuturan O2 yang selalu menggunakan bahasa ngoko. Namun

keduanya sama-sama memaksimakan prinsip kerjasama, sehingga

daya pragmatik yang akhirnya dihasilkan ialah penerimaan

pembelian buah jeruk oleh O2.

(52) O1 : Salake murah, limangewu.

„ Salaknya murah, lima ribu.’

O2 : Mboten kurang? Patangewu wis ta dhe.

„ Tidak kurang? Empat ribu saja lah dhe.‟

O2 : ya wis, pirang kilo?

„Ya sudah, berapa kilo?’

Konteks:

Peristiwa tutur di atas terjadi antara O1 dan O2. Warna

emosi biasa saja. Maksud tuturan ialah O1 menawarkan

dagangan salaknya, kemudian O2 menawar harga salak.

Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai oleh O1

selaku penjual kemudian dilanjutkan oleh O2 selaku

Page 133: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

pembeli. Bab yang dibicarakan adalah tetang harga salak.

Instrumen yang digunakan antar keduanya ialah

menggunakan ragam jawa Ngoko. Citarasa tuturan ialah

biasa saja menggunakan ragam informal. Adegan tutur

terjadi di Pasar Sine pada penjual buah-buahan. Register

bahasa menggunakan wacana lisan. Bahasa yang digunakan

ialah bahasa jawa ngoko.

Peristiwa tutur di atas tidak menggunakan maksim

kerendahan hati. Namun karena adanya maksim kecocokan,

sehingga dalam satu kali penawaran langsung ada penerimaan

harga. Hal tersebut juga disebabkan karena adanya kedekatan

secara personal antara O1 dan O2 sebelumnya. hal tersebut

ditandai pada kalimat “Mboten kurang? Patangewu wis ta dhe”

„tidak kurang? Empat ribu saja lah buk‟. Kalimat tersebut

seolah mengisyaratkan bahwa ada kedekatan antara O1 dan O2,

ditandai dengan sapaan O1 kepada O2 dengan kata dhe, yang

berarti saudara perempuan.

Patokan harga dengan penawaran yang dilakukan O1 juga

tidak terlalu jauh, yaitu dari harga lima ribu menjadi empat ribu, ini

merupakan penawaran yang masuk akal. Dengan adanya

kombinasi prinsip kesopanan tersebut, daya pragmatik yang

dihasilkan ialah O1 menerima harga salak dan membeli salak

tersebut sebanyak satu kilogram.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

R

O1 O2

Page 134: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur, berarti

memaksimalkan prinsip kesopanan. Berarti meminimalkan

prinsip kesopanan. Berarti bahwa penggunaan prinsip

kerjasama oleh O1. R adalah penerimaan pada daya pragmatik.

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas berarti bahwa O1

memaksimalkan maksim kesopanan, yaitu kerendahan hati.

terbukti dari tuturan O1 yang selalu menggunakan bahasa krama.

O2 tidak menggunakan maksim kesopanan, terlihat dari respon

tuturan O2 yang selalu menggunakan bahasa ngoko. O1

memaksimalkan prinsip kerjasama, sehingga daya pragmatik yang

akhirnya dihasilkan ialah penerimaan pembelian buah jeruk oleh

O2.

(53) O1 : Kambile pintenan pak?

‘Kelapanya berapa pak?’

O2 : Dua-dua.

O1 : elek-elek no, dedegne wis ya! „Jelek-jelek , di tegakkan saja ya!‟

„Ini jelek-jelek, di pas kan saja ya!‟

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

biasa saja. Maksud tuturan ialah O1 ingin membeli kelapa,

namun karena tidak sesuai dengan harga yang ditawarkan

oleh penjual (O2), maka O1 menolak harga yang

ditawarkan tersebut. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur

dimulai dari O1 selaku pembeli kemudian dilanjutkan oleh

O2 selaku penjual. Bab yang dibicarakan ialah mengenai

harga kelapa. Instrumen yang digunakan bahasa jawa ngoko. Citarasa dalam tuturan di atas ialah biasa saja

menggunakan tuturan informal. Adegan tutur terjadi di

Pasar Sine pada penjaul kelapa. Regsiter yang digunakan

ialah wacana lisan. Menggunakan bahasa jawa ngoko.

Page 135: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

Pada peristiwa tutur di atas, O1 dan O2 tidak menggunakan

prinsip kesopanan berupa maksim kerendahan hati, maupun

kesimpatian. Keduanya hanya menggunakan bahasa Jawa ngoko

dalam bertransaksi, bahkan bahasa yang digunakan pun sangat

singkat.

Dalam transaksi tersebut O1 menawar harga kelapa dari

dua-dua atau dua ribu dua ratus menjadi hanya dua ribu yang

ditandai pada kalimat “dedegne wis ya!” „ditegakkan saja ya.‟

penawaran tersebut cukup logis, yaitu beda harga kelapa yang

dipatok dengan ditawar hanya dua ratus rupiah. Daya pragmatik

dari peristiwa tutur tersebut ialah penerimaan tawaran dan akhirnya

O1 membeli kelapa O2.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

R

O1 O2

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur, Berarti

meminimalkan prinsip kesopanan. Berarti bahwa

penggunaan prinsip kerjasama oleh O1 dan O2. R adalah

penerimaan pada daya pragmatik.

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas berarti bahwa O1

meminimalkan maksim kesopanan. O2 juga tidak menggunakan

maksim kesopanan, terlihat dari respon tuturan. Hal tersebut

Page 136: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

terlihat dari tuturan O1 dan O2 yang selalu menggunakan ragam

ngoko. Namun keduanya sama-sama memaksimakan prinsip

kerjasama, sehingga daya pragmatik yang akhirnya dihasilkan ialah

penerimaan pembelian kelapa oleh O1.

(54) O1 : Mbakone pintenan buk?

„Tembakaunya berapa buk?’

O2 : Sekawan ewu mbak.

‘Empat ribu mbak.’

O1 : Tigangewu buk. Mboten angsal tigangewu?‟

„Tiga ribu buk. Tiga ribu tidak boleh?‟

O2 : Ngaturaken lepat mbak, nek niki malah angsal kalih

setengah mbak.‟

„Mohon maaf mbak, kalo yang ini malah boleh duaribu

limaratus mbak.‟

O1 : O, geh mpun.

„O, ya sudah.’

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

yang ditimbulkan ialah biasa saja. Maksud tuturan adalah

O1 ingin membeli tembakau, namun didalamnya ada proses

tawar menawar yang menyiratkan penolakan. Tidak ada

orang ketiga. Urutan tutur dimulai dari O1 kemudian

dilanjutkan oleh O2. Bab yang dibicarakan ialah mengenai

harga tembakau. Instumen yang digunakann ialah bahasa

Jawa ragam krama. Citarasa tuturan biasa saja bersifat

informal. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di penjual

tembakau. Menggunakan register wacana lisan.

Menggunakan Bahasa Jawa krama.

Pada peristiwa tutur di atas O1 dan O2 menggunakan

maksim kerendahan hati ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa

krama oleh keduanya. Dalam peristiwa tutur di atas O1 menawar

harga tembakau senilai tiga ribu, beda seribu dari harga aslinya.

Namun akhirnya tawaran O1 ditolak oleh O2, dan O2 memberikan

penjelasan mengenai kualitas tembakaunya kemudian memberikan

rekomendasi harga tembakau yang lain. Pada akhirnya O1

Page 137: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

menerima harga sembakau yang ditawarkan oleh O2, yaitu seharga

empat ribu rupiah, ditandai dengan kata o geh buk, „o geh buk‟.

Dalam perjalanannya dalam peristiwa tutur di atas selalu

menggunakan bahasa Jawa krama hingga diakhir transaksi. Bahkan

O2 sempat menyatakan permintaan maaf kepada O1 saat O1

menawar harga tembakau, hal tersebut ditandai dengan kalimat

“Ngaturaken lepat mbak, nek niki malah angsal kalih setengah

mbak” „Mohon maaf mbak, kalo yang ini malah boleh duaribu

limaratus mbak.‟ hal tersebut merupakan sebuah tanda

penggunaan prinsip kesopanan yang sangat tinggi dalam peristiwa

tutur di atas. Meskipun O2 usianya jauh lebih tua dari pada O1,

namun sebagai penjual, dia tetap menggunakan maksim

kerendahan hati dan simpati pada setiap pembeli. Daya pragmatik

dari peristiwa tutur di atas ialah O1 menerima harga tembakau dan

terjadi peristiwa jual beli tembakau sebanyak satu ons.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

R

O1 O2

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur, Berarti

memaksimalkan prinsip kesopanan. Berarti bahwa

penggunaan prinsip kerjasama oleh O1 dan O2. R adalah penerimaan pada daya pragmatik.

Page 138: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas berarti bahwa O1 dan O2

sama-sama memaksimalkan prinsip kesopanan, yaitu kerendahan

hati. hal tersebut terlihat dari tuturan O1 dan O2 yang selalu

menggunakan ragam krama. Selain menggunakan prinsip

kesopanan, kedua penutur tersebut juga memaksimakan prinsip

kerjasama, sehingga daya pragmatik yang akhirnya dihasilkan ialah

penerimaan pembelian tembakau oleh O1.

(55) O1 : Timun rongewu setengah Bu.

‘Mentimun duaribu setengah buk.’

O2 : Ndadak ngga setengah barang?‟

‘Kenapa harus memakai setengah?’

O1 : La ndhek mben geh sementen.‟

‘La dulu juga segitu.’

O2 : Rasah ngga setengah ya, la terong pira?

‘Tidak perlu memakai setengah ya, la terong

berapa?’

O1 : Terong tigasetengah bu.

‘Terong tiga setengah bu.’

O2 : Gak lorosetengah ?

‘Tidak dua setengah ?’

O1 : ‘Mboten angsal, terong awis bu.

„Tidak boleh, terong mahal bu.’

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

yang ditimbulkan biasa saja. Maksud tuturan ialah transaksi

jual beli sayuran dalam transaksi tersebut terdapat tawar

menawar termasuk penolakan. Tidak ada orang ketiga.

Urutan tutur dimulai dari O1 selaku penjual dengan

menawarkan barang dagangannya, kemudian dilanjutkan

oleh O2 selaku pembeli. Bab yang dibicarakan ialah

mengenai harga sayuran, yaitu timun dan terong. Instrumen

yang digunakan ialah bahasa jawa ragam ngoko dan krama.

Citarasa tuturan biasa saja, tidak bersifat formal. Adegan

tutur terjadi di Pasar Sine di tempat penjualan sayuran.

Register yang digunakan ialah wacana lisan. Ragam yang

digunakan adalah ragam ngoko oleh O1 dan ragam krama

oleh O2.

Page 139: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

Dalam peristiwa tutur di atas O1 menggunakan maksim

kerendahan hati terbukti dengan penggunaan bahasa Jawa krama,

O2 menggunakan bahasa Jawa ngoko. Dalam tuturannya terjadi

beberapa tuturan penolakan oleh O1 maupun O2. Selain

menggunakan maksim kerendahan hati, dalam peristiwa tutur di

atas juga menggunakan maksim kecocokan, maksim ini juga

dilakukan oleh O1. Penggunaan maksim kecocokan ini terbukti,

ketika O2 menolak harga barang dengan sedikit keluhan, O1 tetap

menjawabnya dengan ramah dan menggunakan bahasa Jawa

krama. Hal tersebut terdapat pada tuturan “Ndadak ngga setengah

barang” „Kenapa harus memakai setengah?‟. Kalimat tuturan

tersebut seolah sebuah keluhan dari O2, yang menyesalkan harga

timun dengan harga dua ribu lima ratus rupiah. Meski dengan nada

yang kurang mengenakan, namun O1 tetap menjawab dengan nada

rendah dan menggunakan bahasa krama “La ndhek mben geh

sementen” „La dulu juga segitu.’

Maksim kecocokan kembali digunakan O1 ketika O2

menanyakan harga terong, “Rasah ngga setengah ya, la terong

pira?” „Tidak perlu memakai setengah ya, la terong berapa?.‟

Kemudian O1 menjawab dengan sopan “Terong tigasetengah bu”

„Terong tiga setengah bu.‟ Jawaban O1 tersebut seolah

menegaskan bahwa O1 tetap berusaha menjaga maksim

kecocokan, dan kerendahan hati meskipun respon O2 terkadang

kurang baik. Maksim kecocokan sangat terlihat, bahwa O2

Page 140: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

mengalihkan tema pertanyaan barang dagangan, dari timun ke

terong namun O1 tetap melayani pertanyaan tersebut.

Daya pragmatik yang dihasilkan ialah O2 membeli timun

dan terong O1. Hal ini juga bisa disebabkan karena intensitas

penggunaan maksim dalam prinsip kesopanan yang dilakukan oleh

O1. Sebagai seorang pedagang, O1 sangat menghormati

pembelinya dengan cara melayaninya dengan baik, meskipun

bentuk pelayanan tersebut hanya sekedar menjawab pertanyaan

pembeli.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

R

O1 O2

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur, Berarti

memaksimalkan prinsip kesopanan, berarti meminimalkan

prinsip kesopanan . Berarti bahwa penggunaan prinsip

kerjasama oleh O1 dan O2. R adalah penerimaan pada daya

pragmatik.

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas berarti bahwa O1

memaksimalkan penggunaan prinsip kesopanan, terutama dalam

maksim kerendahan hati. hal tersebut terbukti dengan tuturan O1

yang selalu menggunakan bahasa Jawa krama. O2 meminimalkan

maksim prinsip kesopanan, terlihat dari tuturan O2 yang

menggunakan bahasa Jawa ngoko. Keduanya memaksimakan

Page 141: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

prinsip kerjasama, sehingga daya pragmatik yang akhirnya

dihasilkan ialah penerimaan pembelian mentimun oleh O2.

(56) O1 : Timune pira yu?

‘Timunnya berapa buk?’

O2 : Patangewu setengah.

‘Empat ribu setengah.’

O1 : Gak rongewu? gur nggo lalap.

‘Tidak dua ribu? Hanya untuk lalapan.‟

O2 : La patangewu ka bakule.

‘Ini empat ribu dari penjualnya.’

O1 : Rongewu, tuku rung kilo.

‘Dua ribu beli dua kilo.’

Nyo tak tambahi neknu.

‘Ini saya tambah, jika begitu.’

O2 : Tambahi sewu ngkas!

‘Ditambahi seribu lagi!’

Konteks :

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

biasa saja. Maksud tuturan ialah transaksi jual beli

mentimun yang dilakukan oleh O1 selaku pembeli dengan

O2 selaku penjual. Namun dalam transaksi tersebut terjadi

tawar menawar yang di dalamnya terdapat sebuah

penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai

dari O1 yang menanyakan harga mentimun kemudian

dilanjutkan oleh O2. Bab yang dibicarakan ialah mengenai

harga mentimun. Instrumen yang digunakan adalah bahasa

Jawa ngoko. Citarasa tuturan biasa saja, tidak bersifat

formal. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di bagian Stand

penjual sayuran. Register yang digunakan ialah wacana

lisan. Ragam bahasa yang digunakan ialah ragam bahasa

Jawa ngoko.

Dalam peristiwa tutur di atas, O1 dan O2 menggunakan

bahasa Jawa ngoko. Keduanya tidak menggunakan maksim

kerendahan hati. Namun O1 dan O2 memaksimalkan maksim

kecocokan. Dari setiap tuturan terlihat bahwa keduanya memiliki

keakraban, meskipun hanya menggunakan bahasa Jawa ngoko.

Selain adanya keakraban, penawaran oleh O2 juga dilakukan

Page 142: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

dengan cara yang wajar, yaitu beda harga tawaran hanya senilai

Rp. 500,00. Sehingga daya pragmatik yang dihasilkan ialah O2

membeli mentimun sejumlah dua kilogram.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

R

O1 O2

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur. berarti

meminimalkan prinsip kesopanan . Berarti bahwa

penggunaan prinsip kerjasama oleh O1dan O2. R adalah

penerimaan pada daya pragmatik.

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas berarti bahwa O1

meminimalkan prinsip kesopanan. Keduanya menggunakan ragam

bahasa Jawa ngoko. Namun, keduanya memaksimakan prinsip

kerjasama, sehingga daya pragmatik yang akhirnya dihasilkan ialah

penerimaan pembelian mentimun oleh O2.

(57) O1 : Slebor pira?

‘Slebor berapa?’

O2 : Tiga ribu saiki.

‘Tiga ribu sekarang.’

O1 : Gak kurang?’

‘Tidak kurang?’

O2 : Rongewu mbak ya.

„Dua ribu mbak ya.’

O1 : Longi limangatus ya.

„Dikurangi lima ratus ya.’

O2 : Ngene ki nem ewu setengah ya.

„ Segini enam ribu setengah ya.’

O1 : Nem ewu ya.

Page 143: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

‘Enam ribu ya.’

O2 : Lah iki bayar pira naknu. Nak nem ewu gogloh

gak iki ngko?. ‘Lah ini dibayar berapa kalo begitu. Jika enam ribu, ini nanti

rusak tidak?’

‘Lah ini dibayar berapa. Jika enam ribu, ini nanti

rugi tidak?’

O1 : Gak, gak gogloh. „ Tidak, tidak rusak.’

‘Tidak, tidak rugi.’

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

biasa saja. Maksud tuturan ialah O1 selaku pembeli ingin

membeli sayuran slebor, namun dalam transaksi tersebut

ada beberapa tuturan penolakan. Tidak ada orang ketiga.

Urutan tutur dimulai dari O1 yang menanyakan harga

slebor kemudian dilanjutkan oleh O2. Bab yang dibicarakan

mengenai harga sayuran slebor. Instrumen yang digunakan

ialah bahasa Jawa ragam ngoko. Citarasa yang ditimbulkan

biasa saja. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di kios penjual

sayuran. Register yang digunakan wacana lisan secara

langsung. Menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko.

Dalam peristiwa tutur di atas, O1 dan O2 tidak

menggunakan maksim kerendahan hati, karena keduanya

menggunakan bahasa jawa ngoko. O1 dan O2 juga tidak

menggunakan maksim kesimpatian maupun maksim kemurahan.

Dalam peristiwa tutur tersebut, O1 menawar slebor kemudian O2

merespon dengan mengiyakan tawaran tersebut sembari meminta

harga tawaran O1 ditambah. Dalam peristiwa tutur di atas, daya

pragmatik yang dihasilkan ialah O1 membeli slebor O2. Hal ini

terjadi karena keduanya menggunakan maksim kecocokan. Terlihat

ketika O1 menawar harga slebor, O2 merespon dengan

memberikan penawaran harga dari tiga ribu menjadi dua ribu,

kemudian O1 menawar seribu lima ratus, dan selanjutnya O2

Page 144: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

mengiyakan tawaran O1. Dari hal tersebut terlihat bahwa keduanya

menggunakan maksim kecocokan. Sehingga O1 mengiyakan untuk

membeli slebor.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

R

O1 O2

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur. Berarti

meminimalkan prinsip kesopanan . Berarti bahwa

penggunaan prinsip kerjasama oleh O1 dan O2. R adalah

penerimaan pada daya pragmatik.

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas berarti bahwa O1

meminimalkan prinsip kesopanna. Keduanya menggunakan ragam

bahasa Jawa ngoko. Namun, keduanya memaksimakan prinsip

kerjasama, sehingga daya pragmatik yang akhirnya dihasilkan ialah

penerimaan pembelian slebor oleh O1.

(58) O1 : Gerih pira?

‘Ikan asin berapa?’

O2 : Iki telungewu, nek saleme pitungewu.‟

„Ini tiga ribu, kalo salem tujuh ribu.’

O1 : Malahan? La leh adol pira?

‘Malahan? La jualnya nanti berapa?’

O2 : Aku pa ngga akeh ta? Gerih larang tenan.

‘Aku apa membawa banyak? Ikan asin ini mahal beneran.’

Konteks :

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dengan O2. Warna emosi biasa

saja. Maksud tuturan ialah O1 selaku pembeli ingin membeli ikan

asin kepada O2 selaku penjual, namun dalam proses transaksi

terjadi tawar menawar termasuk penolakan. Tidak ada orang

Page 145: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

ketiga. Urutan tutur dimulai dari O1 dengan menanyakan harga

ikan asin, kemudian dilanjutkan O2. Bab yang dibicarakan ialah

seputar harga ikan asin. Instrumen yang digunakan bahasa Jawa

ngoko. Citarasa tuturan biasa saja, tidak formal. Adegan tutur

terjadi di Pasar Sine di kios penjual ikan asin. Register yang

digunakan ialah wacana lisan secara langsung. Menggunakan

ragam bahasa Jawa Ngoko.

Dalam peristiwa tutur di atas O1 dan O2 tidak terlalu

menggunakan maksim kerendahan hati. Namun mereka menggunakan

maksim kecocokan. Maksim kecocokan yang digunakan terlihat pada

tuturan “Aku pa ngga akeh ta? Gereh larang tenan” „Aku apa

membawa banyak? Ikan asin ini mahal beneran‟ yang dilakukan oleh

O2. Tuturan tersebut dilatar belakangi atas keluhan O1 tentang mahalnya

harga ikan salem, sehingga O1 bingung harus menjualnya kembali dengan

harga berapa. Selanjutnya, pernyataan O2 tersebut seolah rasa simpati atas

mahalnya harga ikan salem sekaligus curahan hati O2 sebagai penjual

yang juga terkena imbas akan mahalnya harga ikan salem. Adanya curahan

hati O2 tersebut seolah karena adanya maksim kecocokan antara O1 dan

O2, sehingga O2 mengutarakan curahan hatinya tersebut.

Daya pragmatik yang dihasilkan ialah, O2 tidak membeli ikan

salem. Namun O1 membeli ikan jenis lain. Hal ini bisa saja dikarenakan

kesungkanan O1 karena telah terlalu lama berbincang mengenai harga ikan

salem dengan O2.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

R

O1 O2

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur. berarti meminimalkan

prinsip kesopanan . Berarti bahwa penggunaan prinsip

kerjasama oleh O1 dan O2. R adalah penerimaan pada daya pragmatik.

Page 146: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas berarti bahwa O1 dan O2

meminimalkan prinsip kesopanna. Keduanya menggunakan ragam bahasa

Jawa ngoko. Namun, keduanya memaksimakan prinsip kerjasama,

sehingga daya pragmatik yang akhirnya dihasilkan ialah penerimaan

pembelian ikan oleh O1, meskipun O1 membeli jenis ikan lain.

(59) O1 : Petene telung puluh ditambahi seprapat bu.

‘Petainya tiga puluh ditambahi seperempat bu.’

O2 : Gak oleh, ya wis sakmono, lawong gur arep

kanggo oleh-oleh. Pokoke ya sakmono, ya

mboyak.

„Tidak boleh, ya sudah segitu. Hanya untuk oleh-

oleh kok. Pokoknya ya segitu, ya terserah.‟

O1 : Oalah-alah bu.

„Oalah bu.‟

O2 : Mboyak, ya pokoke sakmono kui.

„Terserah, ya pokonya segitu.’

Konteks :

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

sedikit keras, disertai beberapa kata dengan nada tinggi.

Maksud tuturan ialah O1 selaku penjual pete, menjual

barang dagangannya kepada O2 selaku pembeli. Dalam

proses transaksi, O2 menawar harga pete senilai tiga puluh

ribu rupiah, namun O1 tidak menyetujuinya dan ia meminta

petenya dihargai tiga puluh dua ribu rupiah. Tidak ada

orang ketiga. Urutan tutur dimulai oleh O1 selaku penjual

kemudian dilanjutkan oleh O2 selaku pembeli. Bab yang

dibicarakan ialah mengenai harga pete. Instrumen yang

digunakan adalah bahasa Jawa ragam ngoko. Citarasa

tuturan sedikit tegang, karena pembeli menawar dengan

nada tinggi. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di kios

penjual sayur-sayuan. Register yang digunakan ialah

wacana lisan secara langsung. Menggunakan ragam bahasa

Jawa ngoko.

Dalam peristiwa tutur di atas tidak terlalu memaksimalkan

maksim kesopanan. O1 dan O2 hanya menggunakan ragam ngoko.

Maksim kecocokan juga tidak terlihat dalam setiap tuturan O1

Page 147: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

maupun O2. Tidak adanya maksim kecocokan terlihat dalam

tuturan di bawah ini:

O1 : Oalah-alah bu.

‘Oalah bu.’

O2 : Mboyak, ya pokoke sakmono kui.

„Terserah, ya pokoknya segitu.’

Tuturan di atas menyatakan bahwa O1 mengeluh dengan

harga tawaran yang diiminta oleh O2, kemudian O2 tetap memaksa

O1 untuk menjual barang dagangannya dengan harga yang diminta

oleh O2.

Daya pragmatik yang dihasilkan ialah, O2 membeli petai

O1 seharga Rp. 30.000. padahal harga yang diminta O1 ialah Rp.

35.000. O1 menerima uang dari O2 dengan keterpaksaan dan

menyesal karena sebelumnya, O1 menerima dengan mudah uang

O2 sebelum transaksi berlangsung.

Meski tidak menggunakan prinsip kesopanan, namun daya

pragmatik peristiwa tutur di atas ialah berupa penerimaan. Hal ini

dikarenakan O2 memaksakan harga petai dengan sangat ngotot.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

R

O1 O2

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur. berarti

meminimalkan prinsip kesopanan . Berarti bahwa

penggunaan prinsip kerjasama oleh O1 dan O2. R adalah

penerimaan pada daya pragmatik.

Page 148: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas berarti bahwa O1 dan O2

meminimalkan prinsip kesopanan. Keduanya menggunakan ragam

bahasa Jawa ngoko. Namun, keduanya memaksimakan prinsip

kerjasama, sehingga daya pragmatik yang akhirnya dihasilkan ialah

penerimaan pembelian petai oleh O2, meski dengan sedikit

terpaksa.

b. Penolakan pada Daya Pragmatik

(60) O1 : Niki pinten?

‘Ini berapa?’

O2 : Pitulas.

‘Tujuhbelas.’

O1 : Pitulas?

‘Tujuhbelas?’

Kalih pak, sedasa.

‘Dua pak, sepuluh.’

O2 : Iki anu mbak, awet bianget, nganggo serampat kok.

‘Ini (anu) mbak, sangat awet karena ini

menggunakan serampat.’

O1 : Kalih lo pak, sedasa.

‘Dua lo pak, sepuluh.’

O2 : Telung puluh mbak.

‘Tiga puluh mbak.’

O1 : Kalihdasa pak.

‘Dua puluh pak.’

O2 : Apik mbak iki.

‘Apik mbak ini.’

O1 : Penglaris lah.

„Penglaris lah.’

Nggeh, ngko nek gak percaya neng lor enek siji

nggone bojoku.

‘Iya, nanti jika tidak percaya di sebelah utara masih

ada satu, milik istriku.’

O2 : Sedasa pak, mboten pareng ta?

„ Sepuluh pak, tidak boleh?’

Konteks:

Peristiwa tutur di atas terjadi antara O1 dengan O2. Warna

emosi non formal, dengan disertai sedikit percakapan

Page 149: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

ringan. Maksud tuturan ialah O1 ingin membeli barang dan

dalam prosesnya terjadi tawar-menawar bahkan penolakan

harga. Tidak ada O3. Urutan tutur dimulai dari O1 selaku

pembeli yang menanyakan harga sandal, lalu dijawab O2

selaku penjual, kemudian terjadilah transaksi tawar-

menawar tersebut. Bab yang dibicarakan ialah tawar-

menawar harga sandal. Instrumen yang digunakan ialah

bahasa Jawa ragam ngoko oleh O2 dan Krama oleh O1.

Citarasa dalam tuturan tersebut santai. Adegan tutur terjadi

di Pasar Sine pada sekitar pukul 10.00 WIB di kios penjaul

sandal dan sepatu. Register menggunakan wacana lisan

secara langsung.

Pada peristiwa tutur di atas terjadi tindak tutur ekspresif

menolak. Tindak tutur ekspresif menolak yang dilakukan oleh O1

menggunakan maksim kerendahan hati. Maksim ini ditandai

dengan bahasa Jawa krama yang sering digunakan oleh O1 dalam

bertransaksi, meskipun O2 menggunakan bahasa ngoko. Hal ini

dilakukan O1 karena secara umur ia lebih muda dibandingkan

dengan O2.

Meski O1 telah menggunakan maksim kerendahan hati, namun

daya pragmatik yang ditimbulkan ialah sebuah penolakan harga.

Hal ini bisa disebabkan karena penggunaan maksim kecocokan

yang tidak berhasil. Ketidakberhasilan penggunaan maksim

kecocokan tersebut menyebabkan penolakan pembelian sendal.

Penggunaan maskim yang kurang tepat terlihat pada proses tawar

menawar yang terlalu panjang, namun O1 tetep pada prinsipnya

yaitu menawar dengan harga sepuluh ribu, sedangkan O2 juga

tetap pada pendapatnya bahwa sendal akan dijual dengan harga

lima belas ribu rupiah, hal ini menyebabkan tidak ada titik temu

dari kedua belah pihak.

Page 150: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

Selain tidak adanya maksim kecocokan, kegagalan daya

pragmatik ini juga disebabkan karena tidak digunakannya maksim

kesimpatian. Hal tersebut terlihat dalam tuturan, ketika O1 sering

menawar dengan bahasa yang halus dan seolah bersahabat,O2

hanya menjawabnya dengan kalimat yang singkat. Seperti pada

tuturan ini :

O1 : Kalih lo pak, sedasa .

‘Dua lo pak, sepuluh.’

O2 : Telung puluh mbak.

‘Tiga puluh mbak.’

Dalam tuturan tersebut, O1 menawar dengan nada yang

rendah dan kalimat yang halus, namun O2 hanya menjawab dengan

kalimat singkat yaitu menjawab harga sendal tersebut senilai tiga

puluh.

Respon terakhir dari peristiwa tutur tersebut ialah O2 tidak

menjawab pertanyaan terakhir O1 yang tetap menawar sendal

seharga sepuluh ribu rupiah, kemudian O1 meninggalkan kios

sendal begitu saja. Daya pragmatik yang ditimbulkan ialah tidak

ada kecocokan dari kedua belah pihak, hingga akhirnya O1 tidak

membeli sendal O2.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

T

O1 O2

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur. berarti

meminimalkan prinsip kesopanan . berarti memaksimalkan

prinsip kesopanan. Berarti bahwa O1 maupun O2

Page 151: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

tidak menggunakan prinsip kerjasama. T adalah daya pragmatik

yang berujung pada penolakan transaksi.

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas berarti bahwa O1

memaksimalkan prinsip kesopanan, terlebih pada maksim

kerendahan hati. O1 selalu menggunakan bahasa Jawa ragam

krama dalam tuturannya. O2 meminimalkan prinsip kesopanan.

Terlihat dari tuturan O2 dalam menanggapi O1 yang selalu

menggunakan bahasa Jawa ngoko. Keduanya meminimalkan

prinsip kerjasama, sehingga daya pragmatik yang akhirnya

dihasilkan ialah penolakan transaksi.

(61) O1 : Pira mbak tase?

„Berapa mbak, tasnya?’

O2 : Selangkung niku.

‘Dua puluh lima itu.’

O1 : Nembelas ewu.

‘Enambelas ribu.’

O2 : Kula pas kalih dasa. Mpun ngaten!

„ Saya pas dua puluh. Sudah gitu!’

Niki mawon ngga mpun, pitulas setengah. Sing niki rolikur

setengah, mpun niki.

‘Ini saja, tujuhbelas setengah. Yang ini duapuluh dua

setengah.’

O1 : Pitulas ewu mbak.

‘Tujuhbelas ribu mbak.’

O2 : Gak entuk niku, niki dedegan e nanggung nek.

‘Itu tidak boleh, ini harganya nanggung.‟

Konteks:

Peristiwa tutur terjadi antara O1 selaku pembeli dengan O2

selaku penjual. Warna emosi biasa saja, namun ada sedikit

penekanan dari MT. Maksud tuturan adalah O1 ingin membeli

sebuah tas, namun dalam prosesnya terjadi tawar menawar

harga. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai dari tuturan

O1 yang menanyakan harga tas, kemudian dilanjutkan oleh O2.

Bab yang dibicarakan ialah mengenai harga tas. Instrumen

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Citarasa tuturan

Page 152: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

bersifat non formal. Adegan tutur terjadi dipasar Sine sekitar

pukul 09.00 WIB di kios penjual tas. Register menggunakan

wacana lisan secara langsung. Memakai ragam bahasa Jawa

ngoko.

Pada peristiwa tutur di atas menggunakan percampuran

bahasa Jawa krama dan ngoko. Pada awal tuturan, O2

menggunakan maksim kerendahan hati dengan berbahasa Jawa

krama. Namun diakhir tuturan O2 tidak menggunakan lagi maksim

kerendahan hati.

Dalam tuturan di atas juga tidak menggunakan maksim

kecocokan maupun kesimpatian. Terbukti pada kalimat terakhir O2

menjawab pertanyaan O1 dengan nada yang sedikit tinggi dan

diungkapkan secara langsung. Hal tersebut ditandai pada tuturan

“Gak entuk niku, niki dedegan e nanggung nek” „Itu tidak

boleh, ini harganya nanggung.‟ Kata tidak boleh, berarti sebuah

ketegasan namun sedikit kurang sopan karena diungkapkan secara

langsung.

Pada proses tawar menawar tidak ada titik temu sehingga

dampaknya O1 meninggalkan tempat jualan O2 karena harga yang

tidak sesuai. Daya pragmatik yang dihasilkan dari peristiwa tutur di

atas ialah ketidakcocokan dan akhirnya tidak ada proses jual beli.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

T

O1 O2

Page 153: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur. berarti

meminimalkan prinsip kesopanan . berarti memaksimalkan

prinsip kesopanan. Berarti bahwa O1 maupun O2

tidak menggunakan prinsip kerjasama. T adalah daya pragmatik

yang berujung pada penolakan transaksi.

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas berarti bahwa O2

memaksimalkan prinsip kesopanan, terlebih pada maksim

kerendahan hati. O2 menggunakan bahasa Jawa ragam krama

dalam tuturannya. O1 meminimalkan prinsip kesopanan. Terlihat

dari tuturan O1 yang menggunakan bahasa Jawa ngoko. Keduanya

meminimalkan prinsip kerjasama, sehingga daya pragmatik yang

akhirnya dihasilkan ialah penolakan transaksi.

(62) O1 : Gerihe pintenan buk?

„ Gereh (harganya) berapa buk?’

O2 : Telusetengah.

„ Tiga setengah.’

O1 : Mboten angsal kurang buk?

„Tidak boleh kurang buk?’

O2 : Gak entuk.

„ Tidak boleh.‟

Konteks:

Peristiwa tutur di atas terjadi antara O1 selaku pembeli dengan

O2 selaku penjual. Emosi yang timbul biasa saja. Maksud

tuturan ialah, O1 ingin membeli gerih. Tidak ada O3. Urutan

tutur dimulai dari O1 kemudian dilanjutkan oleh O2. Bab yang

dibicarakan ialah mengenai harga gerih/ikan asin. Instrumen

yang digunakan ialah bahasa Jawa krama oleh O1 dan ngoko

oleh O2. Citarasa tuturan ialah santai. Adegan tutur terjadi di

Pasar Sine sekitar pukul 09.00 WIB di kios penjual ikan asin.

Register yang digunakan ialah wacana lisan secara langsung.

Bahasa yang digunakan ialah menggunakan ragam ngoko dan

krama.

Dalam peristiwa tutur di atas, O1 menggunakan maksim

kerendahan hati dengan berbahasa Jawa krama, namun tidak

Page 154: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

diimbangi oleh O2 dengan memakai bahasa Jawa ngoko. Selain

ketidakberimbangan penggunaan maksim kerendahan hati, tidak

adanya maksim simpati juga turut mempengaruhi peristiwa tutur

tersebut.

Peristiwa tutur di atas juga tidak menggunakan maksim

kecocokan. Terlihat pada respon O2 yang menjawab pertanyaan

O1 dengan sangat singkat yaitu dengan kata “Gak entuk” „tidak

boleh‟. Kata “gak entuk” mengakhiri peristiwa tutur di atas. O1

meninggalkan tempat jualan O2 tanpa terjadi peristiwa jual beli.

Dari hal tersebut terlihat penggunaan maksim kesopanan sangat

minim dalam peristiwa tutur di atas. O2 sebagai penjual tidak

merespon dengan baik kehadiran O1. O1 baru menanyakan harga

ikan asin dan belum sempat menawar, namun ia langsung

meninggalkan tempat penjualan ikan tersebut karena respon O2

yang sangat dingin. Akhirnya, daya pragmatik dari peristiwa tutur

di atas ialah tidak terjadi proses jual beli antara O1`dan O2.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

T

O1 O2

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur. berarti

meminimalkan prinsip kesopanan . berarti memaksimalkan

prinsip kesopanan. Berarti bahwa O1 maupun O2

tidak menggunakan prinsip kerjasama. T adalah daya pragmatik

yang berujung pada penolakan transaksi.

Penjelasan:

Page 155: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

141

Dalam peristiwa tutur di atas berarti bahwa O1

memaksimalkan prinsip kesopanan, terlebih pada maksim

kerendahan hati. O1 selalu menggunakan bahasa Jawa ragam

krama dalam tuturannya. O2 meminimalkan prinsip kesopanan.

Terlihat dari tuturan O2 dalam menanggapi O1 yang selalu

menggunakan bahasa Jawa ngoko. Keduanya meminimalkan

prinsip kerjasama, sehingga daya pragmatik yang akhirnya

dihasilkan ialah penolakan transaksi.

(63) O1 : Pira nek gorden? Gur tekok sik.

„ Berapa kalau (harga) gorden? Hanya ingin tanya dulu.’

O2 : Telung plong, Kae?

„ Tiga tempat, itu?’

Telung puluh niku.

„Tiga puluh itu.’

O1 : Gak kurang?

„ Tidak kurang?’

O2 : Mpun kula pres niku.

„Sudah saya mepetkan itu.’

Konteks :

Peristiwa tutur di atas terjadi antara O1 dengan O2. Warna

emosi biasa saja. Maksud tuturan ialah penawaran harga

gorden, namun dalam prosesnya terjadi beberapa tuturan

penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai

oleh O1 selaku pembeli dan dilanjutkan oleh O2 selaku

penjual. Bab yang dibicarakan mengenai harga gorden.

Instrumen yang digunakan oleh keduanya ialah bahasa jawa

ngoko. Citarasa tuturan di atas biasa saja, tidak formal.

Adegan tutur terjadi di Pasar Sine di penjual pakaian.

Register yang digunakan ialah wacana lisan. Bahasa yang

digunakan ialah ragam ngoko.

Pada peristiwa tutur di atas tidak O2 menggunakan maksim

rendah hati karena menggunakan bahasa Jawa krama, sedangkan

O1 tidak menggunakan maksim tersebut. Tidak penggunaan

maksim kesimpatian dalam peristiwa tutur di atas. Buktinya harga

Page 156: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

142

gorden benar-benar tidak bisa ditawar. Namun dalam peristiwa

tutur tersebut menggunakan maksim kecocokan, hal tersebut sangat

terlihat dari kedekatan pembicaraan antara O1 dan O2. Bisa terlihat

dari pernyataan O2 yang secara implisit menyatakan bahwa ia

sudah mengetahui seluk beluk rumah O1 sehingga O2 mengetahui

kebutuhan O1. Ditandai pada kata “Telung plong, Kae?” „Tiga

tempat, itu?‟. Kalimat ini disampaikan oleh O2, hal tersebut

menandakan bahwa sudah mengetahui secara persis keadaan

rumah O1. Selain adanya maksim kerendahan hati oleh O2, dan

adanya maksim kecocokan, dalam peristiwa tutur tersebut O2 juga

pandai merayu dengan menggunakan kalimat tanggapan yang

halus dan sesekali melontarkan senyuman.

Kombinasi maksim kesopanan tersebut yang akhirnya

membuat O1 membeli gorden O2 meski pembelian tidak dilakukan

secara langsung. Daya pragmatik dari tindak tutur ini adalah

adanya peristiwa jual beli yang dilakukan antara O1 dan O2.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

T

O1 O2

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur. berarti

meminimalkan prinsip kesopanan . berarti memaksimalkan

prinsip kesopanan. Berarti bahwa O1 maupun O2

tidak menggunakan prinsip kerjasama. T adalah daya pragmatik

yang berujung pada penolakan transaksi.

Page 157: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

143

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas berarti bahwa O2

memaksimalkan prinsip kesopanan, terlebih pada maksim

kerendahan hati. O2 selalu menggunakan bahasa Jawa ragam

krama dalam tuturannya. O1 meminimalkan prinsip kesopanan.

Terlihat dari tuturan O1 dalam menanggapi O2 yang selalu

menggunakan bahasa Jawa ngoko. Keduanya meminimalkan

prinsip kerjasama, sehingga daya pragmatik yang akhirnya

dihasilkan ialah penolakan transaksi.

(64) O1 : Klambine pira regane?

‘Bajunya berapa harganya?’

O2 : Telung puluh ewu.

‘Tiga puluh ribu.’

O1 : Ora enek sing ireng marai. Sik, sik ndelok liyane, ndelok

liyane.

‘Tidak ada yang warna hitam, bentar, lihat yang lainnya

dulu.’

Konteks

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi

yang ditimbulkan biasa saja. Maksud tuturan ialah O1 ingin

membeli baju, namun karena harga yang tidak sesuai,

akhirnya ia meninggalkan tempat penjual dagangan

tersebut. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai dari

O1 selaku pembeli kemudian dilanjutkan oleh O2 selaku

penjual. Bab yang dibicarakan ialah mengenai pakaian.

Instrumen yang digunakan ialah bahasa Jawa ragam ngoko.

Citarasa tuturan biasa saja, dalam keadaan tidak formal.

Adegan tutur terjadi di Pasar Sine pada penjual pakaian.

Register yang digunakan ialah wacana lisan ragam ngoko.

Ragam bahasa yang digunakan ialah ragam ngoko.

Dalam peristiwa tutur di atas O1 dan O2 tidak

menggunakan prinsip kesopanan dan kerjasama. Setiap pertanyaan

sangat singkat dan jawabannya pun demikian, tanpa ada basa-basi

Page 158: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

144

dalam tuturan. Tuturan terlalu lugas, dan seperti kurang bersahabat.

Seperti ketika O1` menanyakan harga barang hanya dengan kata

“Pira regane?” „berapa harganya?‟, karena singkatnya

pertanyaan, jawaban dari O2 pun juga singkat yaitu dengan kata

“Telung puluh ewu” „tiga puluh ribu‟. Setelah adanya jawaban

dari O2 tersebut, O1 seolah menolak dengan alasan tidak ada

warna hitam, lalu pergi meninggalkan tempat dagangan O1

tersebut. Daya pragmatik peristiwa tutur di atas ialah, O1 tidak

membeli barang dagangan O2. Hal ini bisa dikarenakan keduanya

tidak menggunakan prinsip kesopanan dan kurangnya kerjasama

diantara keduanya.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

T

O1 O2

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur. berarti

meminimalkan prinsip kesopanan . Berarti bahwa

O1 maupun O2 tidak menggunakan prinsip kerjasama. T adalah

daya pragmatik yang berujung pada penolakan transaksi.

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas menunjukan bahwa O1 dan

O2 meminimalkan prinsip kesopanan dalam tuturan. Selain itu,

kedua penutur tersebut juga meminimalkan prinsip kerjasama.

Page 159: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

145

Sehingga daya pragmatik yang akhirnya dihasilkan ialah penolakan

transaksi.

(65) O1 : Jrembake pira?

‘Jrembak (nama sayuran) berapa?’

O2 : Rongewu lima.

‘Dua ribu lima.’

O1 : La leh adol pira?

„Lah jualnya berapa?‟

O2 : Ya rongewu, la neng kene payu rong ewu.

‘Ya dua ribu, la disini bisa laku dua ribu.’

Konteks:

Peristiwa tutur tersebut terjadi antara O1 dan O2. Warna

emosi yang terjadi biasa saja. Maksud tuturan ialah O1

yang ingin membeli sayuran jrembak kepada O2 namun

dalam prosesnya terjadi tawar penawar, termasuk

penolakan. Tidak ada orang ketiga. Urutan tutur diawali

dari O1 selaku pembeli yang mmebeli sayuran jrembak,

kemudian dilanjutkan oleh O2 dan seterusnya. Bab yang

dibicarakan mengenai sayuran jrembak. Instrumen yang

digunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Citarasa tuturan biasa

saja, tidak bersifat formal. Adegan tutur terjadi di Pasar

Sine di kios penjual sayuran. Register yang digunakan

bahasa Jawa lisan secara langsung. Menggunakan ragam

bahasa Jawa ngoko.

Dalam peristiwa tutur di atas O1 dan O2 tidak

menggunakan maksim kerendahan hati dan kecocokan. Kedua

penutur menggunakan ragam ngoko. Penggunaan maksim

kecocokan sangat minim. Terlihat ketika O1 mengeluhkan harga

jrembak, O2 tetap tidak mau menurunkan harga. Alhasil, daya

pragmatik yang ditimbulkan ialah, O1 tidak membeli jrembak.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

T

O1 O2

Page 160: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

146

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur. berarti

meminimalkan prinsip kesopanan . Berarti bahwa

O1 maupun O2 tidak menggunakan prinsip kerjasama. T adalah

daya pragmatik yang berujung pada penolakan transaksi.

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas menunjukan bahwa O1 dan

O2 meminimalkan prinsip kesopanan dalam tuturan. Terlihat dari

tuturan keduanya yang menggunakan bahasa Jawa ngoko. Selain

itu, kedua penutur tersebut juga meminimalkan prinsip kerjasama.

Sehingga daya pragmatik yang akhirnya dihasilkan ialah penolakan

transaksi.

(66) O1 : kangkunge pinten mbah?

‘Kangkungnya berapa mbah?’

O2 : Sewunan.

‘Seribuan.’

O1 : Cilik-cilik no.

„Kecil-kecil no.‟

Larangmen, golek liyane yo mbak.

„Mahal sekali, cari yang lainnya dulu yuk mbak.‟

Konteks:

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dengan O2. Warna emosi ada

sedikit kekecewaan karena harga. Maksud tuturan ialah O1 ingin

membeli sayuran namun dia kecewa dengan harga yang terlalu

mahal. Ada orang ketiga, namun orang (O3) ketiga pasif. O3

tersebut adalah anak O1 yang mengikuti O1 belanja, dalam

peristiwa tutur ini O3 disebutkan hanya ketika O1 ingin beranjak

dari kios penjual sayuran tersebut. Urutan tutur dimulai dari O1

yang menanyakan harga kangkung kemudian dilanjutkan oleh O2.

Bab yang dibicarakan mengenai harga kangkung. Instrumen yang

digunakan bahasa Jawa ragam Krama (O1) dan ngoko (O2).

Citarasa tuturan tidak formal. Register yang digunakan ialah

wacana lisan secara langsung. Menggunakan ragam bahasa Jawa

ngoko dan krama.

Page 161: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

147

Peristiwa tutur di atas terlalu singkat. Meski O1 menggunakan

maksim kerendahan hati dengan bahasa Jawa krama namun hal ini belum

terlalu mempengaruhi daya pragmatik. Hal tersebut dikarenakan

maksimkerendahan hati O1 hanya digunakan di awal tuturan, pada tuturan

selanjutnya O1 menggunakan bahasa Jawa ngoko, dan tidak lagi

mengindahkan maksim kerendah hatian. Hal tersebut terlihat pada tuturan

O1 “Cilik-cilik no” ‘Kecil-kecil‟ dan “Larangmen, golek liyane yo

mbak” „Mahal sekali, cari yang lainnya dulu yuk mbak.‟

Tuturan O1 ini mengatakan sebuah keluhan sekaligus sebagai

isyarat bahwa ia ingin mengakhiri transaksi dengan meninggalkan tempat

jualan O2. Penolakan pada daya pragmatik tersebut dikarenakan O1 dan

O2 tidak menggunakan prinsip kesopanan secara konsisiten. Pengakhiran

tuturan oleh O1 secara cepat juga menjadi indikator penolakan daya

pragmatik dalam peristiwa tutur di atas.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

T

O1 O2

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur. berarti meminimalkan

prinsip kesopanan . Berarti bahwa O1 maupun O2 tidak

menggunakan prinsip kerjasama. T adalah daya pragmatik yang berujung

pada penolakan transaksi.

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas menunjukan bahwa O1 dan O2

meminimalkan prinsip kesopanan dalam tuturan. Meski sebelumya O1

menggunakan ragam bahasa Jawa krama, namun dalam tuturan

selanjutnya menggunakan ragam ngoko. Sehingga O1 meminimalkan

Page 162: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

148

prinsip kesopanan. Kedua penutur tersebut juga meminimalkan prinsip

kerjasama. Sehingga daya pragmatik yang akhirnya dihasilkan ialah

penolakan transaksi.

(67) O1 : Iki sak mene iki pira iki?

‘Ini segini berapa ini?’

O2 : Iki akeh sayang. Patang puluh lima.

‘Ini banyak sayang, empat puluh .’

O1 : Haduh.

„Haduh.’

O2 : Ya seket neknu, haaaa.

„Ya kalo begitu lima puluh, haaa.’

O1 : Iki tunggal ibu iki?

‘Ini satu ibu?’

‘Ini satu induk?’

O2 : Geh tunggal ibu.

„Iya satu induk.’

O1 : Semene mbane regane, sepuluh ewu ra oleh iki? ‘Segini banget harganya, sepuluh ribu tidak boleh ini?’

‘Harganya mahal. Sepuluh ribu boleh tidak?’

O2 : Hah, sepuluh ewu? Bah, Bah, Bah, bah.

„Apa, sepuluh ribu? Bah, bah, bah, bah.’

Konteks :

Terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Warna emosi biasa saja,

kadang diselingi sedikit kata-kata yang humor. Maksud tuturan

ialah adanya transaksi jual beli bibit cabai oleh, namun dalam

transaksi tersebut ada beberapa penawaran dan penolakan. Tidak

ada orang ketiga. Urutan tutur dimulai dari O1 selaku pembeli

kemudian dilanjutkan oleh O2 selaku penjual. Bab yang

dibicarakan mengenai bibit cabe. Instrumen yang digunakan ialah

bahasa Jawa ngoko. Citarasa tuturan santai, kadang diselingi

humor. Adegan tutur terjadi di Pasar Sine bagian kios penjual bibit

tanaman. Regsiter yang digunakan ialah wacana lisan secara

langsung. Menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko.

Dalam peristiwa tutur di atas, O1 dan O2 tidak menggunakan

maksim kerendah hatian. Keduanya menggunakan ragam ngoko, dan

kadang diselingi dengan humor. Meski keduanya kadang menggunakan

sedikit humor, namun dalam peristiwa tutur tersebut tidak menggunakan

maksim kecocokan. Tidak adanya maksim kecocokan disebabkan karen

penawaran harga yang dilakukan oleh O1 selaku pembeli sangat tidak

Page 163: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

149

masuk akal. O1 menawar harga bibit cabai seharga Rp. 40.000 menjadi

hanya Rp. 10.000. melihat fakta tersebut kemudian O2 menanggapi

dengan lelucon yang seolah menyepelekan O1 dengan pernyataan “Hah,

sepuluh ewu? Bah, Bah, Bah, ba” „Hah, sepuluh ribu? Bah, bah, bah,

bah.‟ Hal tersebut mengisyaratkan bahwa O2 selaku penjual memang

tidak berusaha menggunakan maksim kesopanan kepada O1. Dikarenakan

O1 terlalu tidak masuk akal dalam melakukan penawaran. Alhasil, daya

pragmatik peristiwa tutur tersebut adalah penolakan transaksi jual beli oleh

O1.

Berikut pola yang dihasilkan dari daya Pragmatik di atas:

T

O1 O2

Keterangan:

O1 adalah orang pertama, O2 adalah mitra tutur. berarti meminimalkan

prinsip kesopanan . Berarti bahwa O1 maupun O2 tidak

menggunakan prinsip kerjasama. T adalah daya pragmatik yang berujung

pada penolakan transaksi.

Penjelasan:

Dalam peristiwa tutur di atas menunjukan bahwa O1 dan O2

meminimalkan prinsip kesopanan dalam tuturan. Selain itu, kedua penutur

tersebut juga meminimalkan prinsip kerjasama. Sehingga daya pragmatik

yang akhirnya dihasilkan ialah penolakan transaksi.

Page 164: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

150

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada Bab IV, dapat dikemukakan simpulan

sebagai berikut :

1. Bentuk tindak tutur ekspresif menolak dalam transaksi jual beli di Pasar Sine

Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi adalah (1) Penolakan dengan kalimat imperatif

tidak langsung penanda konteks. (2) Penolakan dengan kalimat deklaratif. Penolakan

dengan kalimat deklaratif dibagi lagi menjadi dua, yaitu (a) Penolakan dengan kalimat

deklaratif secara langsung penanda konteks negasi, penolakan dengan kalimat

deklaratif penanda frase negasi dan penolakan dengan kalimat deklaratif penanda

kalimat negasi. (b) Penolakan dengan kalimat deklaratif tidak langsung penanda

kalimat. (3) Penolakan dengan kalimat interogatif. Penolakan dengan kalimat

interogatif dibagi menjadi dua, yaitu (a) Penolakan dengan kalimat interogatif secara

langsung penanda kalimat, dan penolakan dengan kalimat interogatif secara langsung

penanda frase. (b) Penolakan interogatif secara tidak langsung penanda kalimat, (c)

penolakan interogatif secara tidak langsung penanda wacana.

2. Tipe penolakan dalam transaksi jual beli di Pasar Sine, kecamatan Sine, Kabupaten

Ngawi dibagi menjadi dua, yaitu penolakan dengan negasi dan penolakan tanpa

negasi. (1) Penolakan dengan negasi diklasifikasikan menjadi 9 jenis, yaitu (a) negasi

secara langsung dengan memberi informasi, (b) negasi dengan memberi alasan, (c)

negasi secara langsung dan tegas, (d) negasi dengan interogatif, (e) negasi dengan

interogatif dan memberi alternatif harga lain, (f) negasi yang diawali kalimat

Page 165: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

151

deklaratif dilanjutkan dengan kalimat interogatif, (g) negasi yang disertai dengan

keterangan, (h) negasi yang ditambahi dengan informasi fungsi barang, (i) negasi

dengan kalimat interogatif secara langsung, dan (j) negasi dengan dialek. (2)

penolakan tanpa negasi, diklasifikasikan menjadi 19 jenis, yaitu (a) penolakan dengan

menggunakan konotasi dan memberikan informasi, (b) penolakan dengan

menggunakna kalimat interogatif yang lugas, (c) penolakan dengan merayu dan

memerintah, (d) penolakan dengan negosiasi yang datar, (e) penolakan dengan

menjelaskan kualitas barang, (f) penolakan dengan langsung menyebutkan harga

barang, (g) penolakan dengan menggunakan nada tinggi dan membandingkan, (h)

penolakan dengan konotasi yang halus, (i) penolakan dengan mengejek, (j) penolakan

dengan menyatakan permintaan maaf dan memberi alternatif pilihan barang lain, (k)

penolakan dengan menyindir menggunakan kalimat interogatif, (l) penolakan dengan

merayu dan menambah kuota barang, (m) penolakan dengan mengeluh dan

menggunakan kalimat interogatif, (n) penolakan dengan nada kaget, (o) penolakan

dengan lelucon, (p) penolakan dengan ejekan, (q) penolakan dengan keluhan dan

penyesalan, (r) penolakan dengan interogatif, dan (s) penolakan dengan alasan

ketidakcocokan.

3. Daya Pragmatik yang dihasilkan dalam tindak tutur ekspresif menolak dalam

transaksi jual beli di Pasar Sine, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi ialah daya

pragmatik penolakan transaksi dan daya pragmatik penerimaan transaksi. Hasil daya

pragmatik tersebut dipengaruhi oleh penggunaan prinsip kesopanan dan prinsip

kerjasama oleh O1 maupun O2.

Page 166: TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA JAWA …/Tindak... · TINDAK TUTUR EKSPRESIF MENOLAK BAHASA ... A. Bentuk Penolakan ... 2. Penolakan Daya Pragmatik ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

152

B. Saran

Saran-saran yang dapat dikemukakan setelah melakukan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Penelitian mengenai tindak tutur ekspresif menolak bahasa Jawa dalam transaksi

jual beli di Pasar Sine, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi merupakan salah satu

penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kajian pragmatik. Maka perlu

diadakan penelitian dengan objek dan kajian yang berbeda.

2. Penelitian mengenai tindak tutur ekspresif menolak bahasa Jawa dalam transaksi

jual beli di Pasar Sine, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi mengangkat

permasalahan dengan pendekatan pragmatik. Sehingga masih banyak pendekatan

lain untuk mengkaji permasalahan tersebut, misalnya pendekatan sosiolinguistik

ataupun sosiopragmatik.

3. Penelitian mengenai tindak tutur ekspresif menolak bahasa Jawa dalam transaksi

jual beli di Pasar Sine, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi hanya menggunakan

penolakan sebagian kajiannya. Masih banyak jenis tindak tutur ekspresif yang

bisa diaplikasikan untuk meneliti tuturan di Pasar Sine.