THT-Sinusitis.doc

33
BAB I ANATOMI & FISIOLOGI SINUS PARANASAL I. ANATOMI Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paransal merupakan hasil pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ( ostium ) ke dalam rongga hidung. 1) SINUS MAKSILA Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior : permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina. Dinding posterior : permukaan infratemporal maksila Dinding medial : dinding lateral rongga hidung Dinding superior : dasar orbita Dinding inferior : Prosesus alveolaris dan palatum. Dari segi klinik, yang perlu diperhatikan dari anatmomi sinus maksila adalah : 1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar ( P1&P2), molar(M1&M2) dan kadang – kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar ( M3), sehingga infeksi gigi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis. 2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. 1

Transcript of THT-Sinusitis.doc

Page 1: THT-Sinusitis.doc

BAB IANATOMI & FISIOLOGI SINUS PARANASAL

I. ANATOMI

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paransal merupakan hasil pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ( ostium ) ke dalam rongga hidung. 1)

SINUS MAKSILA

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.

Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior : permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina.Dinding posterior : permukaan infratemporal maksilaDinding medial : dinding lateral rongga hidungDinding superior : dasar orbitaDinding inferior : Prosesus alveolaris dan palatum.

Dari segi klinik, yang perlu diperhatikan dari anatmomi sinus maksila adalah :

1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar ( P1&P2), molar(M1&M2) dan kadang – kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar ( M3), sehingga infeksi gigi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.

2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus,

sehingga drainase kurang baik, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang sempit.

SINUS FRONTAL

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal dari sel – sel resesus frontal atau dari sel – sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai

1

Page 2: THT-Sinusitis.doc

berkembang pada usia 8 – 10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.

Ukuran sinus frontal adalah Tinggi = 2,8 cm. Lebar = 2,4 cm dan Dalam = 2 cm. Sinus frontal berdranase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal adalah bagian dari sinus ethmoid anterior. 1)

SINUS ETHMOID

Dari semua sinus paranasal, sinus ethmoid yang paling bervariasi dan akhir – akhir ini dianggap paling penting karena merupakan fokus infeksi bagi sinus – sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus ethmoid seperti piramid, dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5cm, tinggi 2,4 cm, lebar 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.

Sinus ethmoid berongga-rongga, yang terdiri dari sel – sel yang menyerupai sarang tawon yang terdapat di dalamnya massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantara konka media dan dinding medial orbita.

Berdasarkan letaknya sinus etmoid dibagi menjadi :1. Sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius. Sel sel

sinus etmoid anterior biasanya kecil – kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media.

2. Sins etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel – sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besdar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero superior dari perlekatan konka media.

Pada bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum yang dapat menyebabkan sinusitis maksila.

Atap dari sinus etmoid disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid. 1)

SINUS SFENOID

2

Page 3: THT-Sinusitis.doc

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7,5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tamoak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid.

Batas-batasnya adalah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna, dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons. 1)

3

Page 4: THT-Sinusitis.doc

Sumber gambar : 1)

Berbagai gambar di bawah ini juga,menjelaskan anatomi sinus dari berbagai sisi……2)

Gambar I. Diseksi dinding Lateral Hidung

4

Page 5: THT-Sinusitis.doc

Dinding lateral hidung dari manusia mempunyai struktur yang sangat kompleks. Foto di bawah ini diambil dari diseksi dari kadaver.

Dalam gambar I.1, konka ( turbinates ) inferior, medial dan superior dapat dilihat. Terdapat juga lokasi dari sinus frontal dan sphenoid. Hanya selapis tulang tipis yang memisahkan sinus dari otak.

Gambar I.1

Dalam gambar I.2, Konka medial saling bertidihan satu sama lain. Pada gambar ini struktur dari meatus medial dapat kita lihat. Procesus uncinatus struktur tipis berbentuk bulan sabit. Ini merupakan jalan masuk ke sinus maksilaris. Bula etmoid adalah sel etmoid yang terletak paling dekat dengan bagian depan meatus medial.

5

Page 6: THT-Sinusitis.doc

Gambar I.2

Dalam gambar I.3, Prosesus unsinatus telah bergeser. Pada gambar ini pintu masuk sinus maksilaris dapat dilihat. Sebagai tambahan, pembukaan dari suinus frontal juga dapat dilihat. Garis biru pada gambar menunjukkan area melekatnya prosesus unsinatus.

Gambar I.3Gambar II. Axial CT ScanCT scan atau CAT scans dapat memberikan gambaran yang lebih mendetail dari sinus. Beberapa gambaran CT scans memberikan gambaran sinus lapis demi lapis. Gambar di bawah adalah gambaran dari Axial CT Scans. Sinus etmoid dan spenoid dapat terlihat. Tulang yang memisahkan sinus etmoid dari orbita adalah lebih tipis daripada kulit telur. Sinus sphenoid mempunyai letak yang lebih dalam pada kepala, dan jarang menyebabkan penjalaran infeksi ke otak.

6

Page 7: THT-Sinusitis.doc

Gambar II

Gambar III. Coronal CT ScansCoronal CT Scans juga merupakan pemeriksaan rutin. Scans ini mengorientasikan garis yang hampir tegak lurus dengan palatum.

Gambar III.1Banyak struktur penting yang dapat dilihat. Baik konka inferior maupun medial dapat dilihat. Prosesus unsinatus dapat dilihat ( sama dengan gambar I ). Septum nasi memisahkan rongga hidung.

Gambar III.1

Gambar III.2Tambahan struktur lain dapat dilihat. Potongan ini berlokasi di belakan gambar III.1. Sinus maksilaris lebih besar. Konka inferior, medial dan superior dapat terlihat lebih luas. Sel etmoid juga dapat dilihat.

7

Page 8: THT-Sinusitis.doc

Gambar III.2

II. FUNGSI SINUS PARANASAL

Sampai pada saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apapun, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.Beberapa teori mengatakan bahwa fungsi sinus paranasal, antara lain :

1. Pengatur kondisi udara Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembapan udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung.

2. Sebagai penahan suhuSebagai buffer panas dan untuk melindungi orbita dan fosa cerebri dari suhu rongga hidung yang berubah – ubah.

3. Membantu keseimbangan KepalaSinus memabntu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini tidak berguna.

4. Membantu resonansi suaraSinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang

8

Page 9: THT-Sinusitis.doc

berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonantor yang efektif. Lagipula tidak ada koreksi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan – hewan tingkat rendah.

5. Peredam perubahan tekanan udaraFungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin dan membuang ingus.

6. Membantu produksi mukus.Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis. ….1)

BAB IIDEFENISI & PATOFISIOLOGI

DEFINISISinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai

anataomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid.

Bila mengenai bebrapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. …1)

9

Page 10: THT-Sinusitis.doc

PATOFISIOLOGI

Untuk memahami penyakit sinus, harus mempunyai sejumlah pengetahuan konsep patofisiologi dasar. Patofisiologi dasar penyakit sinus ini suatu gangguan mukosa di dan sekitar ostium di regio meatus medius. Bila fungsi silia terganggu atau lapisan lendir yang tidak berfungsi normal dan faktor – faktor pertahanan lokal hospes berkurang. Hal – hal yang terjadi di hidung, biasa juga terjadi pada sinus – sinus. Sehingga bakteri di hidung dapat masuk melalui ostium dan berkembangbiak di dalam sinus – sinus. ….. 3)

BAB IIIETIOLOGI & FAKTOR PREDISPOSISI

1. Sebab – sebab lokalRhinitis non virus dapat mencakup kelainan – kelainan karena bakteri dan jamur. Sebab lokal sinusitis supurativa mencakup patologi septum nasi. Edema yang terjadi sekunder akibat infeksi traktus respiratorius atas serta menimbulkan obstruksi ostium sinus dan memungkinkan bakteri, baik flora setempat atau bakteri lain, masuk dan mengkomplikasi infeksi traktus respiratorius dapat menjadi predisposisi sinusitis supurativa. Diatesis alergika, barotrauma, polip nasi, benda – benda asing seperti tampon, rinolith, material yang terinfeksi seperti air terinfeksi yang berkontak selama berenang atau menyelam menyebabkan gangguan intranasal lokal yang lazim, yang menjadi faktor predisposisi bagi berkembangnya sinusitis bakterialis.

2. Faktor – faktor predisposisi regionalMungkin faktor regional terlazim yang mempredisposisi untuk berkembangnya sinusitis, secara khusus sinusitis maksilaris, meliputi gigi geligi yang buruk, karies gigi atau abses apikal. Gigi – gigi premolar atau molar atas yang tersering karena gigi geligi

10

Page 11: THT-Sinusitis.doc

tersebut di dekat sinusitis maksilaris. Faktor regional lain yang dapat mempredisposisi ke sinusitis rekuren adalah obstruksi nasofaring. Sebagai contoh, tumor – tumor ganas, radiasi kobalt disertai radionekrosis atau hipertrofi adenoid dapat mempredisposisi seseorang ke perkembangan sinusitis bakterialis rekuren. Dengan perluasan regional, tumor – tumor palatinum juga mempredisposisi perekembangannya.

3. Faktor – faktor sistemikMencakup keadaan umum yang lemah seperti malnutrisi, diabetes yang tidak terkontrol, terapi steroid jangka lama, diskrasia darah, kemoterapi dan keadaan deplesi metabolime lainnya. ……3)

BAB IV

11

Page 12: THT-Sinusitis.doc

KLASIFIKASI & GEJALA KLINIS

KLASIFIKASI : …3)

I. Sinusitis supurativa akutaSecara kasar, sinusitis supurativa akuta merupakan suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlangsung dari 1 hari – 3 minggu.

II. Sinusitis supurativa sub akutaSinusitis supurativa subakuta merupakan infeksi sinus yang berlangsung dari 3 minggu – 3 bulan. Perubahan epitel di dalam sinus biasanya reversibel pada fase akut dan subakut. Biasanya perubahan tak reversibel timbul setelah 3 bulan sinusitis subakuta, yang berlanjut ke fase berikutnya atau kronika.

III. Sinusitis supurativa kronikaFase kronika dimulai sekitar 3 bulan dan berlangsung sampai waktu yang tidak terbatas. Jadi bila infeksi sinus menetap lebih dari 3 bulan, maka keadaan tersebut akan dikenal sebagai sinusitis supurativa kronika.

Tabel di bawah dapat menjadi petunjuk untuk membedakan sinusitis akut dan kronik, berdasarkan gejalanya : … 3)

GEJALA AKUT KRONIKNyeri +4 -Obstruksi hidung

+4 +2

Sekret hidung +4 +2Gejala - gejala +4 -

GEJALA SUBYEKTIF

Gejala subyektif sangat bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :

Gejala Hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan sekret pasca nasal ( post nasal drip )

Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok. Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena

tersumbatnya tuba Eustachius. Nyeri

Sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau mungkin tidak. Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena. Pada sinus

12

Page 13: THT-Sinusitis.doc

yang letaknya lebih dalam, seperti sinus etmoid posterior dan sfenoid, nyeri terasa jauh di dalam kepala tak jelas letaknya, atau disebarkan ke perifer kepala di daerah yang tidak ada hubunganya dengan lokasi sinus.

Secara anatomik, apeks gigi – gigi depan atas ( kecuali gigi incisivus ) dipisahkan dari lumen sinus hanya oleh lapisan tipis tulang atau mungkin tanpa tulang hanya oleh mukosa. Karenanya, sinusitis maksilaris sering menimbulkan nyeri – nyeri yang hebat pada gigi – gigi ini.

Sakit kepalaMerupakan salah satu tanda yang paling umum dan paling

penting pada sinusitis. Pada sinusitis frontal sakit kepala dapat dinyatakan sebagai nyeri yang sangat tajam, menusuk – nusuk melalui mata, atau nyeri dan rasa berat yang biasanya menetap.

Gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

Gejala saluran nafas berupa batuk dan kadang – kadang terdapat komplikasi di paru, berupa bronkitis atau asma bronkial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis.

Gejala di saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak. 1,3)

GEJALA OBYEKTIF

Pembengkakan dan udemJika sinus yang berbatasan dengan kulit( frontal, maksila dan

etmoid anterior ) terkena secara akut, dapat terjadi pembengkakan dan udem kulit yang ringan akibat periositis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada penebalan ringan atau seperti meraba beludru. Pembengkakan ini lebih sering ditemui di sinus frontal. ….4)

Sekret nasalPus di dalam rongga hidung dapat berarti empiema dalam sinus.

Pus di meatus medius biasanya merupakan tanda terkenanya sinusitis frontal, sinus etmoidal anterior atau sinus maksilaris karena sinus – sinus ini bermuara ke dalam meatus medius. Jika pus terlihat di fisura olfaktorius ( antara septum dan konka media ), sel – sel etmoid posterior atau sfenoid lah yang mungkin terkena, karena sel – sel ini yang berdrainase ke dalam meatus superior di atas konka media. …4)

13

Page 14: THT-Sinusitis.doc

Gejala Klinis, berdasarkan letak Sinus : …..5)

SINUSITIS MAKSILARIS

1. Demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas.2. Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi terasa nyeri pada gerakan

kepala mendadak, misalnya sewaktu naik / turun tangga.3. Nyeri pipi yang khas, tumpul dan menusuk, serta nyeri pada

perkusi dan palpasi.4. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang

berbau busuk.5. Batuk iritatif non produktif seringkali ada.

SINUSITIS ETMOIDALIS

1. Nyeri tekan di antara kedua mata, dan di atas jembatan hidung, drainase dan sumbatan hidung.

2. Pada anak, dinding lateral labirin etmoidalis ( lamina papirasae ) seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita.

SINUSITIS FRONTALIS

1. Nyeri di sekitar alis mata, biasa pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan – lahan mereda menjelang malam.

2. Dahi terasa nyeri bila disentuh, dan mungkin terdapat pembengkakan supraorbita.

3. Tanda patognomonik : nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi.

SINUSITIS SFENOIDALIS

1. Nyeri kepala yang mengarah ke verteks kranium.2. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis, dan

oleh karena itu gejalanya satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.

14

Page 15: THT-Sinusitis.doc

BAB VDIAGNOSA

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :1. Anamnese ( Gejala klinis ).2. Pemeriksaan fisik.3. Pemeriksaan Penunjang

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. RONTGENOGRAM SINUSFoto rontgen sinus dibuat untuk membantu konfirmasi

diagnostik sinusitis supurativa ( bakterialis ). Manifestasi foto rontgen proses patologi ini di dalam mukosa dan sub mukosa sinus akan terlihat sebagai peningkatan radiosensitas. “Penebalan” “membrana sinus” ini terjadi pada rinitis alergika dan reaksi vasomotor, dan kita tidak boleh mengobati hanya berdasarkan hasil foto rontgen saja.

Karena normalnya terdapat udara dalam sinus, jika terjadi infeksi bakteri, maka perubahan patologi akan menyebabkan penebalan atau penebalan membrana sinus sehingga tampak pada foto rontgen, disertai sekresi di dalam sinus. Foto rontgen sinus berguna untuk mengkonfirmasi diagnosis sinusitis

15

Page 16: THT-Sinusitis.doc

supurativa akuta atau kronika, tetapi informasi utama didapat dari mendengarkan, melihat dan merasakan. …3)

2. TRANSILUMINASIMemberikan informasi obyektif atas kondisi sinus maksila

dan frontal, tetapi tidak untuk sinus lainnya.Pada transiluminasi sinus maksila, dalam kamar yang gelap suatu sumber cahaya diletakkan dalam mulut pasien, dengan mata pasien terbuka. Jika sinus normal, ada 3 hal yang harus diperhatikan :

Refleks pupil merah Bayangan sinar bulan sabit yang sesuai dengn posisi

kelopak mata bawah Sensasi sinar dalam mata jika mata ditutup.

Jika refleks pupil merah dan bayangan sinar bulan sabit tidak ada, antrum mungkin terkena. Perhatikan kedua sisi sekaligus, dan tentukan sisi yang mana bila 1 sisi yang terkena.

Transiluminasi sinus frontal memberikan diagnosis yang memuaskan pada orang dewasa dengan sinus frontal yang sudah berkembang baik. 4)

3. CAIRAN RADIOOPAKPada banyak kasus, cairan radioopak yang disuntikkan ke

dalam sinus mempunyai nilai nyata dalam diagnosis. Untuk sinus maksila dan sfenoid, cairan ini mempunyai arti yang besar. Dengan adanya cairan itu rongga sinus tampak jelas tergambar, sehingga penebalan mukosa dan adanya polip dapat diketahui, dan ketidaksamaan ukuran dan bentuk dapat tergambar dengan tepat. Mukosa yang sakit tampak sebagai daerah yang tidak terisi, diantara massa minyak dan tepi tulang. Pemeriksaan ini juga berguna dalam mendeteksi tulang dan sinus sfenoid ke dalam ala mayor os sfenoid. Materi radioopak dapat disuntikkan langsung melalui kanulasi sinus…4)

4. METODE PERTUKARANMetode ini merupakan satu – satunya cara sehingga obat

dapat masuk ke dalam sel etmoid. Agar metode ini efektif :

Ostium harus dicapai oleh cairan yang dipertukarkan Ostium harus terbuka dan mempunyai hubungan yang

normal nterhadap sinus. Harus ada tekanan negatif yang ditimbulkan di ostium.

Tekniknya adalah :

16

Page 17: THT-Sinusitis.doc

a. kepala pasien diturunkan ke posterior, sehingga dagu dan kanalis auditorius eksterna berada dalam 1 garis vertikal.

b. Saat kepala dalam posisi ini dan saat pasien tidak dalam keadaan menelan kavum nasi pada satu sisi diisi dengan 2-3 ml cairan radioopak yang dipertukarkan.

c. Dengan memiringkan kepala ke sisi homolateral akan meningkatkan kemungkinan cairan menutupi ostium sinus .

d. Saat pasien menaikkan palatum mole nya dengan mengucapkan huruf “K”secara berulang ulang, tekanan – 180 mmHg diberikan secara hilang timbul di nares pada sisi yang diisi, dan pada sisi lainnya ditutup dengan ibu jari.

e. Setelah prosedur ini, pasien kembali ditegakkan, dan gambar rontgen diambil dalam 24 dan 72 jam untuk memastikan waktu pengosongan. Pada keadaan normal, sinus harus kosong setelah 96 jam. ….4)

5. IRIGASI DAGNOSTIKPada banyak kasus, diagnosis pasti akan adanya pus tidak

dapat diketahui tanpa irigasi diagnostik. Hal ini dilakukan dengan cara sama seperti untuk terapi, melalui ostium alami atau melalui pungsi. Bahan untuk kultur dan usapan dapat diambil dari cairan pada saat pencucian.4)

DIAGNOSA BANDING1. Infeksi traktus respiratorius atas ( rinitis virus )2. Rinitis alergika ( musiman dan / atau sepanjang tahun )3. Obstruksi saluran pernafasan hidung, yang mungkin

mencakup tumor – tumor benigna atau maligna hidung dan maksila ( rahang atas ). 3)

17

Page 18: THT-Sinusitis.doc

BAB VIPENATALAKSANAAN

I. MEDIKAMENTOSA1. Antibiotika, antara lain :

Penisilin-G Ampisilin Amoksisilin EritromisinTerapi antibiotika harus diteruskan hingga 1 minggu setelah gejala terkontrol. Lama terapi rata – rata 10 hari.

2. AnalgesikPenting untuk mengontrol nyeri, dan pelembapan dapat

bermanfaat di waktu tidur.

II. BEDAH1. Bedah minor IRIGASI SINUS FRONTAL

Irigasi sinus frontal jarang diperlukan, tetapi dapat dilakukan melalui kanalis nasofrontalis, kecuali beberapa kasus yang kanalisnya tertutup oleh bula atau konka media yang membesar. Pemahaman mengenai anatomi yang rumit di regio infundibulum dan kanalis nasofrontalis dapat membantu tindakan irigasi sinus.

Teknik :Mula – mula bagian konka media dianalgesi topikal.

Kemudian kanul perak yang melengkung pada ujung distalnya dengan sudut + 1350, dimasukkan diantara sepertiga depan konka media dan dinding lateral hidung. Ujung kanul dijaga agar tetap menyusuri permukaan luar konka, dan harus dapat dimasukkan ke depan dan ke atas melalui hiatus ke dalam infundibulum. Dengan demikian siap untuk memasuki kanalis nasofrontal, bahkan sampai ke ostium frontal. Setelah masuk

18

Page 19: THT-Sinusitis.doc

ke meatus medius, kanul harus dapat masuk ke infundibulum dan kanal sejauh 6-8 cm untuk mencapai sinus frontal.

Selanjutnya kanal disambung dengan tabung suntik dan sinus diirigasi perlahan – lahan dengan NaCl atau larutan asam borat.

IRIGASI SINUS MAKSILA DENGAN PUNGSI MELALUI MEATUS INFERIOR

Jika irigasi melalui ostium asli sulit atau ada iritasi jaringan yang berlebihan, dapat dibuat jalan lain. Paling mudah melaui meatus inferior. Digunakan trokar lurus atau bengkok.

Teknik :Mukosa dinding nasoantral pada meatus inferior dianastesi dengan larutan kokain 5%. Trokar dimasukkan di bawah konka inferior di sebelah posterior dinding depan antrum dengan arah ke atas dan luar, sedikit di atas dasar hidung, untuk menghindari dinding yang tebal di daerah ini. Pada beberapa kasus terutama jika ada kista maksila, atau pada bayi dan anak, dasar antrum sangat tinggi sehingga tidak mungkin memasukkan trokar di bawah konka inferior. Pada keadaan ini pungsi dilakukan di bawah konka media melaui bagian membranosa dinding nasoantral.

Bahaya irigasi antrum secara pungsi terutama karena kesalahan teknik. Trokar harus mempunyai ujung yang sangat tajam untuk menghindari pendorongan lapisan membran di depannya sesudah tulang ditembus. Kedua, penggunaan

19

Page 20: THT-Sinusitis.doc

tekanan yang berlebihan pada saat irigasi cairan harus dihindari.

Setelah dinding nasoantral ditembus, trokar diangkat, kanul tetap pada posisi. Tabung suntik diletakkan pada kanul dan NaCl atau larutan lain digunakan untuk irigasi.

Irigasi melaui saluran buatan ini dapat diulangi tiap 3 atau 4 hari selama dianggap perlu.

IRIGASI SINUS ETMOID

Seringkali hal ini tidak memungkinkan, kecuali pada kasus yang sel anteriornya mengalirkan sekret ke kanalis nasofrontal. Bula etmoid, salah satu sel anterior, tidak mengalirkan sekretnya ke kanalis nasofrontal, tetapi langsung ke meatus medius, dan ostiumnya terletak di dinding atas tengah dekat pangkal konka media.

Teknik : Irigasi ostium sel anterior ke dalam kanalis nasofrontal sama dengan pada sinus frontal. Sonde dimasukkan ke dalam kanal. Ostiumnya dibilas oleh cairan irigasi yang terkumpul di kanal dibersihkan, sehingga memudahkan drainase sel.

IRIGASI SINUS SFENOID DENGAN PUNGSI

20

Page 21: THT-Sinusitis.doc

Pungsi dinding anterior dapat dilakukan jika ostium asli tidak dapat dicapai.

Setelah anestesi lokal, spekulum kilian panjang dimasukkan antara septum dan konka media untuk memisahkan keduanya. Dinding depan sinus sfenoid sekarang dapat tampak. Trokar sfenoid dimasukkan ke arah belakang dan ke atas sehingga mencapai dinding sfenoid. Tangkai trokar ini dinaikkan ke atas. Dinding tersebut ditembus dengan mendorong trokar ke belakang. Lubang kemudian diperlebar dengan cunam atau jika perlu dengan kikir. …..4)

2. Bedah MayorSINUS MAKSILARIS Pembuatan Jendela NasoantralTindakan membuat jendela nasoantral biasanya

diindikasikan untuk penderita rinosinusitis berulang dan sinusitis supurativa kronika atau persisten dengan atau tanpa perubahan polipoid atau hipertrofi. Jendela nasoantral ditujukan untuk memungkinkan atau mempermudah drainase dari sinus maksilaris ke dalam hidung. Jendela ini dibuat di dalam hidung di bawah konka nasalis inferior di meatus inferior. Jendela nasoantral juga memberikan jalan pada waktu pembedahan untuk mengangkat mukosa yang sakit.

Caldwell-LucBiasanya tindakan Caldwell Luc diindikasikan untuk kasus

yang gagal membaik dengan operasi pembuatan jendela nasoantral. Tindakan ini mempunyai morbiditas yang sedikit lebih tinggi terutama dalam parestesi atau nyeri intermiten berulang bila dinding depan sinus maksilaris diangkat. Dibuat suatu insisi di lipatan bukogingival di bawah bibir di atas gusi. Jendela nasoantral juga dicakup sebagai bagian operasiini. Pengangkatan jaringan konka nasalis normal yang agresif dari dinding lateral hidung harus dihindarkan karena dapat menyebabkan perubahan atrofi serius yang dapat membuat pasien tersebut merasa tidak puas.

Keuntungan tindakan Caldwell-Luc terhadap tindakan jendela nasoantral meliputi pencapaian dan visualisasi yng lebih baik. Operasi Caldwell-Luc terutama diindikasikan untuk pasien dengan problem sinus maksilaris uninasal ( antrum

21

Page 22: THT-Sinusitis.doc

opak ) yang tidak berespon dengan irigasi sinus. Kemungkinan tumor harus disingkirkan, dan tindakan tersebut mempermudah pemaparan yang adekuat dan biopsi. 3)

SINUS ETMOIDALIS

22

Page 23: THT-Sinusitis.doc

Biasanya suatu etmoidektomi dilakukan pada kasus – kasus polip nasalis berulang disertai sinusitis etmoidalis. Biasanya etmoid terlibat karena pada sebagian kasus, polip berasal dari labirintus etmoidalis. Biasanya dianjurkan pendekatan intranasal oleh ahli yang berpengalaman, dan angka komplikasinya rendah ( kurang dari 3% ), walaupun dapat timbul kebutaan dan kebocoran cairan serebrospinalis. Komplikasi terseringnya perdarahan. Tindakan ini digunakan untuk menyingkirkan sumbatan polipoid bagi pernafasan dan menyelenggarakan drainase adekuat bagi sinus –sinus etmoidalis. Etmoidektomi intranasal dapat pula dilakukan sebelum pembedahan sinus frontalis.

Pendekatan etmoid mungkin diperlukan bagi pasien yang disangka menderita keganasan atau sebagai tindakan drainase atau dekompresi untuk pasien etmoiditis supurativa akuta disertai komplikasi orbit yang mengancam jiwa. Insisi dibuat di regio alis mata, yang biasanya menyembuh dengan baik dan jarang dapat terlihat bekasnya. 3)

23

Page 24: THT-Sinusitis.doc

PEMBEDAHAN SINUS FRONTALIS

Biasanya pembedahan sinus frontalis lebih jarang dilakukan dibandingkan pembedahan sinus maksilaris atau etmoidalis. Pembedahan dilakukan dengan alasan yang sama seperti pembedahan sinus etmoidalis atau maksilaris. Biasanya pasien diperiksa untuk evaluasi penyakit supurativa di sinus frontalis. Pembedahan sinus frontalis dilakukan dengan alasan utama adanya infeksi persisten berulang, terutama disertai nyeri dan / atau pembengkakan berulang di atas sinus frontalis pada pasien yang sebelumnya menderita penyakit sinusitis frontalis.

Biasanya pendekatan intranasal dirancang untuk membentuk drainase dengan mengeluarkan penyakit di regio duktus sinus frontalis di meatus medius dn mengangkat obstruksi patologis apapun.

Mungkin terdapat 2 alasan utama pembedahan sinus frontalis eksterna1. Sinusitis frontalis akut yang tidak menyembuh2. Timbulnya Komplikasi yang mengancam jiwa.

Operasi sinus frontalis eksterna juga diindikasikan untuk pasien yang menderita nyeri dan mukopiokel atau penyakit supurativa berulang di sinus frontalis. Insisi eksterna

24

Page 25: THT-Sinusitis.doc

dilakukan di alis dan biasanya dikombinasi dengan pembedahan intranasal dalam usaha membentuk suatu duktus nasofrontalis normal, sehingga sekarang infeksi berulang mempunyai tempat drainase melaui duktus nasofrontalis ke dalam hidung.

Operasi flap osteoplastik jarang diperlukan. Tindakan tersebut diindikasikan untuk mengobliterasi sinus frontalis bila sinus frontalis sangat kecil. Pada sinus frontalis yang besar, lebih disukai kombinasi pendekatan eksterna dan intranasal disertai pembentukan siinus frontalis yang normal. 3)

PEMBEDAHAN SINUS SFENOIDALIS

Dilakukan dengan prinsip yang sama seperti pada sinus – sinus yang lain. Pembedahan diindikasikan untuk membuang penyakit, menjamin drainse dan untuk biopsi. Pasien – pasien yang menderita nyeri ( verteks dan / atau retroorbital ), keterlibatan sinus kavernosus dan paralisis saraf otak ( III, IV dan VI ) atau ancaman komplikasi SSP lainnya harus menjalani rontgenografi sinus dan pembedahan sinus sfenoidalis bila diindikasikan.

Pendekatan transnasal dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau umum. Tingkat penyakit akan menentukan apakah sinus tersebut didrainase dengan anestesi lokal.

Pendekatan transpetal dapat dilakukan, terutama bila terdapat abnormalitas septum. Septum ini dapat digunakan untuk diteruskan ke bagian posterior hidung ke dalam sinus sfenoidalis dan dengan cara tersebut dapat dilakukan tindakan definitif. 3)

25

Page 26: THT-Sinusitis.doc

BAB VIIKOMPLIKASI

KOMPLIKASI …6)

1. Komplikasi IntrakranialSinus frontal, etmoid dan sfenoid dipisahkan dari rongga

intracranial oleh selapis tulang. Jika infeksi melewati tulang tersebut maka mungkin juga akan menginfeksi jaringan dan cairan di otak, yang menyebabkan “meningitis”. Untuk masalah ini dibutuhkan pengobatan yang cepat dan adekuat.

Gambar pasien dengan komplikasi intracranial

2. Komplikasi pada OrbitalSinus frontal, maksila, etmoid dan sfenoid dapat terjadi

pada bagian bawah, atas, diantara atau di belakang mata. Pada kenyataan ini, infeksi pada sinus mungkin akan menjalar ke orbita, menyebabkan kebutaan.

26

Page 27: THT-Sinusitis.doc

3. Komplikasi vascularArteri carotis dan sinus kavernosus adalah 2 struktur

pembuluh darah besar yang mengelilingi sinus sfenoid. Infeksi yang terjadi pada pembuluh darah ini mungkin mempunyai peranan penting yang menyebabkan aneurisma.

4. AsthmaBanyak penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi pada

sinus dapat menimbulkan terjadinya asma.

5. Kehilangan penciuman dan perasaBisa sementara, tapi bisa juga permanen.

6. Osteomyelitis.Dapat terjadi sekunder terhadap pungsi sinus maksilaris

( antral ) atau pungsi sinus maupun selama sinusitis supurativa akuta.

27

Page 28: THT-Sinusitis.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Sopeardi Arsyad Efianty : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan: edisi 5, FK-UI Jakarta 2000, Bab V : Halaman 115 – 118, 123

2. www.nlm.nih.gov.com3. D. Thane R. Cody, dkk : Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan,

Cetakan ke – 5, penerbit EGC Jakarta 1993 ; Halaman 239 – 234, 237-238

4. Bailanger Jhon Jacob : Penyakit Telinga Hidung tenggorokan Kepala dan Leher, Jilid 13. Edisi 13, Jakarta 1994. Halaman 239, 241-243-253

5. Adam S. George L. Boies : Buku ajar penyakit THT, edisi 6, EGC Jakarta 1994 : Halaman 241 – 246, 248, 250, 255

6. www.american-rhinologic.org.com

28