this is it !.docx

42
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan perawatan endodontik sangat dipengaruhi oleh eliminasi bakteri. Sedangkan Biomekanikal Preparasi seringkali terbatas pada debridemen saluran akar. Hal ini disebabkan karena pada infeksi endodontik, bakteri dan produknya tidak hanya terdapat pada ruang pulpa namun juga pada saluran akar 1 dan pada gigi sulung adanya morfologi yang bengkok dan resorpsi akar. 2 Aplikasi medikamen intrakanal merupakan salah satu hal yang perlu dilakukan untuk mengeliminasi bakteri pada saluran akar. Menurut Silva et al, penggunaan medikamen intrakanal dapat mengurangi dan mengontrol inflamasi periapikal pada pulpa, mempercepat proses penyembuhan dan mengontrol nyeri pasca perawatan. 3 Selain itu, Maekawa et al menunjukkan bahwa hanya medikamen intrakanal yang dapat 1

Transcript of this is it !.docx

Page 1: this is it !.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keberhasilan perawatan endodontik sangat dipengaruhi oleh eliminasi

bakteri. Sedangkan Biomekanikal Preparasi seringkali terbatas pada debridemen

saluran akar. Hal ini disebabkan karena pada infeksi endodontik, bakteri dan

produknya tidak hanya terdapat pada ruang pulpa namun juga pada saluran akar1 dan

pada gigi sulung adanya morfologi yang bengkok dan resorpsi akar.2

Aplikasi medikamen intrakanal merupakan salah satu hal yang perlu

dilakukan untuk mengeliminasi bakteri pada saluran akar. Menurut Silva et al,

penggunaan medikamen intrakanal dapat mengurangi dan mengontrol inflamasi

periapikal pada pulpa, mempercepat proses penyembuhan dan mengontrol nyeri

pasca perawatan.3 Selain itu, Maekawa et al menunjukkan bahwa hanya medikamen

intrakanal yang dapat mengurangi jumlah endotoksin yang ada pada saluran akar

tanpa penggunaan larutan irigasi.4

Pada kasus dengan pulpa yang masih vital, aplikasi medikamen intrakanal

harus dilakukan. Pemilihan agen bergantung pada karakteristik biologisnya,

diantaranya : tidak bersifat iritan, pemeliharaan vitalitas pulpa, kontrol intensitas dan

durasi, proses inflamasi dan infeksi dan potensi penyembuhannya.3

Agen antimikroba yang paling umum digunakan adalah kalsium hidroksida

(Ca(OH)2), sodium hipoklorit (NaOCl) dan klorheksidin. Sebuah penelitian

menunjukkan bahwa sodium hipoklorit dan klorheksidin memiliki antimicrobial

1

Page 2: this is it !.docx

agent yang hampir sama.5 Sedangkan jika dibandingkan dengan kalsium hidroksida,

klorheksidin menunjukkan hasil yang lebih baik, namun kemampuan pemutusan

jaringannya tidak baik.6

Baker et al menunjukkan bahwa kalsium hidroksida tidak dapat

mengeliminasi bakteri E. faecalis7 sebagai bakteri yang paling banyak ditemukan

pada infeksi saluran akar sekunder. Namun C. Estrela at al menegaskan bahwa E.

faecalis telah resisten terhadap kalsium hidroksida pada pH 11.1 tapi tidak pada pH

11.5. dan peran positif kalsium hidroksida sebagai tissue healing tidak dapat

diabaikan.5

Lele GS et al pada penelitiannya menyimpulkan bahwa efektivitas antibakteri

formokresol sebagai medikamen intrakanal pada gigi sulung menunjukkan hasil yang

signifikan.2 Walaupun demikian formokresol mengandung formaldehida yang

bersifat toksik. Sehingga penggunaannya dalam kedokteran gigi masih diragukan.

Lebah menghasilkan produk seperti royal jelly, pollen, venom dan propolis.8

Propolis atau lem lebah adalah nama generik yang diberikan untuk bahan resin yang

dikumpulkan oleh madu dari berbagai macam jenis tumbuhan, terutama bagian

kuncup dan daun dari tumbuhan tersebut. Berdasarkan analisis dengan menggunakan

metode Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) yang dikutip dari Sabir

terhadap propolis yang dihimpun oleh lebah yang berasal dari tumbuhan poplar

menunjukkan bahwa propolis mengandung berbagai macam senyawa, yaitu ; asam

amino, asam alifatik dan esternya, asam aromatik dan esternya, aldehid, khalkon,

dihidrokhalkon, flavanon, hidrokarbon, keton dan terpenoid. Hasil yang hampir sama

juga diperoleh oleh Merucci yang menemukan senyawa alkohol, aledhida, asam

2

Page 3: this is it !.docx

alifatik dan esternya, asam amino, asam aromatik dan esternya, flavanon, keton dan

glukosa dalam propolis.9

Beberapa penelitian membuktikan bahwa propolis memiliki efek anti bakteri

terhadap bakteri jenis Streptococcus8,10 dan Compylobacter11, anti infalamasi12 dan

anti fungi terutama terhadap spesies candida albicans.13 Selain terhadap

Streptococcus dan Compylobacter, penelitian propolis sebagai medikamen intrakanal

dalam menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis telah dilakukan oleh

beberapa peneliti. Oncag et al yang dikutip dari artikel oleh Parolia et al

membandingkan proplis dengan medikamen intrakanal lain yang umumnya

digunakan dan memperlihatkan hasil yang baik terhadap bakteri Enterococcus

faecalis. Begitupun dengan Awawdeh et al yang menyimpulkan bahwa propolis

efektif mengeliminasi bakteri Enterococcus faecalis secara ex vivo dibandingkan

dengan kalsium hidroksida.13 Namun demikian, perbandingan efektivitas ekstrak

propolis dan medikamen intrakanal lain terhadap bakteri-bakteri pada abses

periapikal belum diketahui.

B. RUMUSAN MASALAH

Keberhasilan perawatan endodontik sangat dipengaruhi oleh eliminasi bakteri

dan aplikasi medikamen intrakanal merupakan hal perlu dilakukan mengeliminasi

bakteri pada saluran akar. Efek antibakteri kalsium hidroksida yang kurang baik dan

formokresol yang cenderung bersifat toksik, mengharuskan ditemukannya

medikamen intrakanal yang memiliki efek antibakteri yang baik namun bersifat

alamiah.

3

Page 4: this is it !.docx

Propolis dipercaya memiliki efek antibakteri, anti inflamasi dan antifungi.

Walaupun penelitian propolis sebagai medikamen intrakanal telah dilakukan, namun

hanya spesifik terhadap bakteri Enterococcus Faecalis sehingga berdasarkan hal

tersebut, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu apakah ekstrak propolis lebih

efektif dibandingkan kalsium hidroksida dan formokresol terhadap bakteri pada

abses periapikal ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ekstrak

propolis lebih efektif dibandingkan kalsium hidroksida dan formokresol terhadap

bakteri pada abses periapikal.

D. HIPOTESIS

Hipotesis yang diajukan adalah ekstrak propolis lebih efektif dibandingkan

kalsium hidroksida dan formokresol pada abses periapikal.

E. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah menambah khasanah ilmu

pengetahuan khususnya dalam perawatan endodontik pada anak dengan

menggunakan material medikamen intrakanal yang bersifat alamiah.

4

Page 5: this is it !.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PROPOLIS

Kata propolis berasal dari bahasa Yunani, yaitu pro yang berarti pertahanan

dan polis berarti kota. Sehingga propolis bermakna pertahanan kota (sarang lebah).

Propolis atau lem lebah adalah nama generik yang diberikan untuk bahan resin yang

dikumpulkan oleh lebah madu dari berbagai macam jenis tumbuhan, terutama dari

bagian kuncup dan daun tumbuhan tersebut. Lebah kemudian mencampur bahan

resin ini dengan enzim yang disekresikan dari kelenjar mandibula lebah, meskipun

demikian komponen yang terdapat dalam propolis tidak mengalami perubahan.9,15

Oleh karena itu, kandungan dan senyawa kimia yang teradpat pada propolis beberda-

beda menurut letak geografisnya.16

Lebah menggunakan propolis sebagai : (1) memperkuat sarang lebah, (2)

bahan pelapis untuk melindungi sarangnya dari faktor penggangu dari luar, misalnya

serangga, kumbang atau tikus, (3) meratakan dinding sarang lebah, (4) bahan pengisi

lubang atau celah dan perekat pada sarang lebah, (5) melindungi sel sarang tempat

ratu lebah menetaskan telurnya sehingga larva lebih terlindungi dari penyakit dan (6)

antibakteri.9

Propolis diketahui memiliki beberapa efek farmakologis yang penting, antara

lain sifat antibakteri baik terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. Sifat

antibakteri dari propolis ini bukan semata-mata disebabkan karena senyawa tunggal,

namun karena efek sinergis dari beberapa senyawa yang terdapat pada propolis yang

5

Page 6: this is it !.docx

bersifat antibakteri yakni : flavonoid, asam ferulat, ester asam fenol, asam sinamat

dan berbagai ester asam kafeat.9

Gambar 2.1. Propolis (Sumber : Finstrom MS, Spivak M. Propolis and bee health : the natural history and significance of resin use by honey bees. Apidologie 2010;41:295-311)

Mekanisme propolis dalam menghambat pertumbuhan bakteri belum

sepenuhnya diketahui, namun demikian Simuth et al. melaporkan adanya beberapa

komponen yang terdapat pada propolis mampu mengabsorbsi sinar ultraviolet

sehingga menghambat kerja enzim polymerase RNA bakteri untuk melekat pada

DNA sehingga replikasi DNA tidak terjadi. Selain itu komponen tersebut juga

mengahambat kerja dari enzim endonuklease restriksi sehingga transkripisi tidak

terjadi pada RNA dan hal ini mengakibatkan pembelahan sel bakteri tidak terjadi

karena terganggunya sintesis protein. Mekanisme lain dikemukakan oleh Takaisi-

Kikuni dan Schilcer yang pada penelitiannya mendapatkan bahwa ekstrak etanol

propolis bersifat antibakteri terhadap bakteri Streptococcus agalactiae melalui

beberapa mekansime, yakni dengan mencegah pembelahan sel bakteri dengan cara

menghamabat replikasi DNA sehingga menyebabkan terbentuknya Streptococcus

6

Page 7: this is it !.docx

pseudo-multicellular. Selain itu ekstrak etanol propolis juga menyebabkan terjadinya

disorganisasi dari sitoplasma, membran sitoplasmik serta dinding sel yang

kesemuanya mengakibatkan bakteriolisis parsial dan penghambatan sintesis protein,

sehingga dikatakan bahwa mekanisme antibakteri propolis terhadap bakteri sangat

kompleks dan tidak dapat dianalogikan dengan cara kerja antibiotika klasik.9

1. Komposisi propolis

Propolis sebagian besar disusun oleh tumbuhan resin dan eksudat yang

dikumpulkan oleh lebah. Komponen yang terdapat pada propolis bergantung pada

letak geografis dan tumbuhan yang dikumpulkan oleh lebah itu sendiri. Secara

umum, propolis terdiri dari campuran resin dan getha 39-53%, polifenol1,2-17%,

polisakarida 2-3%, lilin (wax) 19-35% dan bahan lain 8-12%. Menurut Kaal (1991),

komposisi propolis meliputi resin dan balsam ± 50%, pollen ± 5%, lilin (wax) ± 30%,

minyak esensial ± 10% dan senyawa organik dan mineral ± 5 %. Penelitian terhadap

propolis yang berasal dari 15 daerah yang berbeda di Rusia menunjukkan hasil yang

hampir sama, yaitu resin 50-55%, lilin (wax) maksimal 30%, minyak esensial ± 8-

10% dan bahan padat ± 5%.10 Walaupun propolis memiliki komposisi yang berbeda-

beda, tapi propolis tetap menunjukkan aktifitas biologi khususnya efek antibakteri.16

2. Aktifitas biologi propolis

a. Anti-bakteri

Efek antibakteri propolis merupkan aktifitas biologis yang paling penting

pada propolis. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa propolis memiliki efek

antibakteri baik gram positif maupun gram negatif.15

7

Page 8: this is it !.docx

b. Anti-fungi

Martins et al pada penelitiannya menunjukkan bahwa ekstrak etanol propolis

20% mampu mengahambat seluruh C. albicans yang diperoleh dari pasien positif

HIV yang mengalami oral candidiasis. Walaupun tidak ada perbedaan yang

signifikan dibandingkan dengan nistatin, namun jika dibandingkan dengan antifungsi

lain (klotrimazol, ekonazol dan flukonazol) ekstrak etanol propolis 20%

memperlihatkan hasil yang signifikan.13

c. Anti-inflamasi

Aktifitas anti-inflamasi telah ditunjukkan oleh Almeida dan Menezes. Proplis

menghambat aktifitas mieloperoxidase, NADPH-oxidase ornithine decarboxilase,

tirosine-protein-kinase, dan hyaluronidase dari sel mast babi . Aktifitas anti-

inflamasi ini terjadi akibat adanya flavonoids dan cinnamic acid derivatives yang

terdapat pada propolis, termasuk acacetin, quercetin, dan naringenin caffeic acid

phenyl ester (CAPE) dan caffeic acid (CA). 15

B. MEDIKAMEN INTRAKANAL

Walaupun instrumentasi yang tepat pada saluran akar yang terinfeksi dapat

mengurangi jumlah bakteri, tapi diketahui bahwa instrumentasi saja tidak dapat

membersihkan seluruh permukaan internal saluran akar. Bakteri dapat ditemukan

pada dinding saluran akar, dalam tubulus dentinalis dan percabangan saluran akar.

Sehingga irigasi dan medikamen intrakanal dibutuhkan untuk membunuh sisa

mikroorganisme. 17

Medikamen intrakanal bertujuan untuk ; (1) sebagai agen antimikroba pada

pulpa dan periapikal, (2) penetralan sisa-sisa debris pada saluran akar, (3) kontrol

8

Page 9: this is it !.docx

dan pencegahan nyeri pasca perawatan, (4) kontrol eksudat dan (5) kontrol inflamasi

pada resorpsi akar. 17

1. Kalsium hidroksida

Kalsium hidroksida awalnya diperkenalkan oleh Hermann pada tahun 1920

sebagai pulp capping agent. Namun dewasa ini, kalsium hidroksida telah digunakan

secara luas dalam perawatan endodontik.18 Selain efek antibakteri, kalsium

hidrokasida juga bersifat anti-inflamasi dan kemampuan osteogenic karena kadar

alkali yang tinggi sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang ditemukan

pada infeksi endodontik.19

a. Mekanisme antibakteri kalsium hidroksida

Mekansime antibakteri kalsium hidroksida secara langsung berhubungan

dengan pHnya yang dipengaruhi oleh konsentrasi dan laju pelepasan hydroxyl ion

OH. Penguraian kalsium hidroksida dipengaruhi oleh penggunaan vehicle.

Pemutusan ion disebabkan oleh kalsium hidroksida menjadi solubilized dan

diresorpsi atau diabsorpsi pada laju yang berbeda pada jaringan periapikal dan

saluran akar.18

Ketika digunakan sebagai medikamen intrakanal pada perawatan endodontik,

uap yang terdapat pada saluran akar mengaktivasi kalsium hidroksida kemudian pH

pada saluran akar meningkat hingga 12+ dalam beberapa menit. Rata-rata waktu

perawatan sekitar 1-4 minggu.18

Ca(OH)2 + H2O Ca+2 + OH

pH dentin pada gigi yang dirawat dengan kalsium hidroksida menunjukkan

peningkatan secara signifikan antara 2 sampai 24 jam dan turun setelah 7 hari. Tapi

9

Page 10: this is it !.docx

jika dibandingkan dengan aqueous suspension kalsium hidroksida pH dapat bertahan

hingga 2 minggu. Hal ini disebabkan karena pelepasn ion yang lebih besar dari

kalsium hidroksida.18

b. Keuntungan dan kerugian kalsium hidroksida

Efek antibakteri pada kalsium hidroksida dihubungkan dengan : 6

1) pH yang tinggi (11-12.5)

2) Interaksi penguraian ion hidroksil yang sangat tinggi yang membunuh

sel bakteri dengan merusak membran sitoplasma, denaturasi protein

dan merusak DNA4.

3) Kemampuannya dalam mengabsorpsi karbon dioksida dengan

menghancurkan bakteri capnophillic, yang diandalkan bakteri untuk

asupan nutrisinya dari thriving4.

4) Sifat fisisnya yang mencegah pertumbuhan bakteri baik pada mahkota

maupun akar.

Walaupun demikian, kalsium hidroksida menunjukkan tidak dapat

mengeliminasi E. faecalis dan tentunya beberapa mikroorganisme yang terdapat

dalam tubulus dentinalis oleh karena : 6

1) Membutuhkan kontak langsung dengan bakteri dalam sifat

antibakterinya.

2) Cenderung menetralkan sistem buffer dentin.

3) Kemampuannya (pH yang tinggi) telah resisten terhdap beberapa

bakteri tertentu.

10

Page 11: this is it !.docx

4) Difusi dan daya larut yang rendah

2. Formokresol

Formokresol telah dikenal sejak satu abad yang lalu dan digunakan sebagai

material pulpotomi di Amerika Utara. Pengunaan formokresol sebagai medikamen

intrakanal pada gigi sulung memperlihatkan tingkat kesuksesan berkisar 55-98%

dalam jangka waktu 1-8 bulan.20 Lele et al juga memperlihatkan hasil yang sama

bahwa formokresol secara signifikan dapat mengurangi jumlah bakteri pada saluran

akar baik aerob maupun anaeorob.2 Walaupun demikian formokresol mengandung

formaldehida yang bersifat toksik. Sehingga penggunaannya dalam kedokteran gigi

masih diragukan.

C. ABSES PERIAPIKAL

Abses merupakan kumpulan pus yang terlokalisasi dalam kavitas dan

dibentuk oleh disintegrasi jaringan. Gangguan pada pulpa atau jaringan periapikal

dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi. Gangguan utama pada jaringan tersebut

dapat dibagi menjadi gangguan hidup dan tidak hidup. Gangguan hidup berupa

mikroorgansime dan virus. Sedangkan gangguan yang tidak hidup dapat berupa

gangguan mekanik, termal dan kimia. Lesi dengan derajat ringan hingga sedang

dengan durasi yang singkat menyebabkan kerusakan jaringan yang bersifat reversible

dan recovery. Sedangkan lesi berat biasanya menyebabkan perubahan irreversible

pada pulpa dan perkembangan lesi.21

Mikroorganisme yang diidentifikasi pada lesi periapaikal (abses) hampir

sama dengan bakteri yang diisolasi dan diidentifikasi dari saluran akar. Hanya

beberapa bakteri yang diisolasi dari saluran akar yang dapat menghasilkan atau

11

Page 12: this is it !.docx

menyebabkan abses pada biakan murni. Sebuah penelitian terakhir menyatakan

bahwa Fusobacterium nucleatum, Peptostreptococcus anaerobius dan Veillonella

parvula, tapi tidak ada dari (black-pigmented bacillus) BPB yang dapat

memproduksi abses pada kultur murni dengan tikus sebagai model. Pada biakan

campuran dengan F. nucleatum, BPB Prevotella intermedia dan Prophyromonas

gingivalis secara signifikan bersifat abscessogenic dibandingkan dengan

F.nucleatum pada biakan murni. Hal ini mendukung konsep hubungan sinergis

antara bakteri pada infeksi endodontik.22

Hasil yang cukup berbeda diperoleh Pazelli et al yang menyatakan bahwa

dari 31 sampel saluran akar gigi desidui dengan pulpa nekrose dan lesi periapikal,

prevalensi mikroorganisme anaerob ditemukan pada 30 saluran akar ( 96.8%) dan

BPB pada 11 kasus (35%). Sedangkan mikroorganisme aerob hanya ditemukan pada

29 saluran akar (93.5) dengan streptococci yang terdapat pada 30 saluran akar

(96.8%). Streptococcus mutans ditemukan hanya pada 15 aluran akar (48.4%).22

12

Page 13: this is it !.docx

Anti-bakteri Anti-fungi Anti-inflamasi

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

Keterangan :

Variabel yang tidak diteliti

Variabel yang diteliti

13

Keberhasilan perawatan endodontik

Eliminasi bakteri

Medikamen IntrakanalLarutan IrigasiKlorheksidin

Sodium hipoklorit Kalsium hidroksida

Formokresol

Propolis

Page 14: this is it !.docx

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian ini dilakukan

dengan membandingkan efek antibakteri ekstrak propolis dan medikamen intrakanal

(kalsium hidroksida dan formokresol) terhadap bakteri-bakteri yang diperoleh dari

intrapulpa akar gigi pasien endodontik pada Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak

(IKGA) RSGMP Tamalanrea Universitas Hasanuddin dan selanjutnya sampel

dibawa ke laboratorium untuk dievaluasi.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL

Variabel sebab pada penelitian ini adalah ekstrak propolis, formokresol dan

kalsium hidroksida dengan skala pengukuran nominal dan variabel akibat adalah

bakteri abses periapikal dengan skala pengukuran rasio.23

C. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Bagian IKGA RSGMP Tamalanrea, Laboratorium

Fitokimia Fak. Farmasi dan Laboratorium Mikrobiologi Fak. Kedokteran Universitas

Hasanuddin pada Bulan Februari – Juni 2012.

D. DEFINISI OPERASIONAL

1. Medikamen intrakanal adalah obat-obatan yang diaplikasikan untuk mengurangi

bakteri pada saluran akar.

2. Ekstrak propolis adalah propolis yang diekstraksi dengan pelarut etanol 96%.

14

Page 15: this is it !.docx

3. Bakteri pada abses periapikal adalah bakteri yang diisolasi dari pulpa gigi anak

yang menderita abses periapikal.

E. BESAR SAMPEL

Untuk menentukan besar sampel (replikasi) yang dibutuhkan digunakan

rumus sebagai berikut :

Dimana t = banyaknya kelompok perlakuan r = jumlah replikasi

Sehingga pada penelitian ini jumlah replikasi yang dibutuhkan adalah :

(4-1)(r-1) ≥ 15

(r-1) ≥ 15/3

r ≥ 6

F. DATA

Jenis data pada penelitian ini adalah data primer, dianalisis dengan

menggunakan Uji One Way ANOVA melalui software SPSS 16 dan kemudian

disajikan dalam bentuk tabel.

G. ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini diantaranya diagnostik set,

cawan petri, tabung reaksi, blank disc, labu erlenmeyer, micropipet dan timbangan.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah propolis, kalsium hidroksida, formokresol,

ethanol 96% sebagai pelarut propolis pada saat proses ekstraksi, DMSO (Dimetil

Sulfoksida) sebagai pelarut ekstrak propolis dan aquades steril.

15

(t-1)(r-1)≥ 15

Page 16: this is it !.docx

H. KRITERIA PENILAIAN

Aktifitas antibakteri diukur dengan menentukan jumlah terkecil dari agen

yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme berdasarkan

tingkat kekeruhan yang terjadi pada tabung reaksi, nilainya disebut minimum

inhibitory concentration (MIC). Sedangkan untuk membandingkan efktivitas dari

masing-masing sampel digunakan metode difusi agar. Pengukuran diameter dari

zona ihibisi pertumbuhan bakteri yang terjadi disekeliling silinder dilakukan dengan

menggunakan jangka sorong. Zona inhibisi adalah jarak terdekat (mm) dari tepi luar

silinder hingga mulai terjadinya pertumbuhan bakteri.25

I. PROSEDUR KERJA

1. Estraksi propolis

Ekstraksi propolis dilakukan secara refluks dengan proses sebagai berikut.

Propolis ditimbang (120 gr) selanjutnya ditambahkan 96% etanol sebagai pelarut dan

dimasukkan kedalam mesin berpengaduk elektrik selama tiga jam dengan suhu 60 °C

dan kemudian didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Setelah itu dilakukan

penyaringan dengan corong dan kertas saring untuk memisahkan filtrat dan ampas

kedalam labu erlenmeyer dan kemudian didiamkan kembali selama 48 jam agar

kandungan etanolnya menguap sehingga diperoleh ekstrak dengan konsistensi yang

kental.26

2. Pengumpulan sampel bakteri

Bakteri diperoleh dengan menggunakan paper point steril pada kunjungan

pertama yaitu pada saat pembukaan saluran akar. Pertama-tama, paper point steril

dimasukkan kedalam saluran akar untuk menghilangkan kelebihan saline solution.

16

Page 17: this is it !.docx

Kultur diperoleh dengan memasukkan paper point steril kedalam saluran akar dan

didiamkan beberapa menit untuk menyerap eksudat. Sementara itu, tabung reaksi

yang mengandung thioglycollate disiapkan (tabung reaksi ditutup dengan kapas).

paper point kemudian dipindahkan kedalam tabung reaksi dan kembali ditutup untuk

selanjutnya diberi label.

3. Prosedur laboratorium

a. Penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM)

Penentuan KHM setiap variabel terhadap bakteri yang telah diperoleh dari

saluran akar dilakukan dengan proses sebagai berikut :

1) Ekstrak propolis, formokresol dan kalsium hidroksida dibuat dalam

beberapa konsentrasi yaitu 0.2%; 1.0% 2.0%; 4.1% dan 8.3%.

2) Untuk konsentrasi 0.2 %, setiap sampel ditimbang seberat 0,01 gr dan

dilarutkan dengan DMSO untuk propolis dan aquades steril untuk

kalsium hidroksida dan formokresol dalam lumping hingga mencapai

volume 5 ml kemudian dimasukkan kedalam labu ukur. Begitupun

dengan konsentrasi lainnya.

3) Masing-masing sampel dimasukkan kedalam botol yang berbeda,

kemudian ditutup dengan kapas dan aluminium foil.

4) Buat medium kemudian masukkan kedalam tabung reaksi sebanyak

2.5 ml dan ditambahkan dengan 2.5 ml dari sampel dan bakteri yang

sebanyak 0.02 ml bakteri yang disesuaikan dengan 0.5 Standar Mc

Farland.

5) Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37℃.

17

Page 18: this is it !.docx

b. Perbandingan efek antibakteri

Prosedur perbandingan efek antibakteri sampel adalah sebagai berikut :

1) Buat medium dalam labu Erlenmeyer.

2) Medium dimasukkan kedalam cawan petri steril dan dibiarkan hingga

mengeras.

3) Blank disc dimasukkan kedalam masing-masing sampel dan kemudian

diletakkan diatas medium agar pada cawan petri.

4) Cawan petri dimasukkan kedalam inkubator selama 24 jam pada

temperatur 37℃.

18

Page 19: this is it !.docx

BAB V

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian mengenai perbandingan efektifitas ekstrak

propolis, kalsium hidroksida dan formokresol terhadap bakteri pada abses periapikal.

Bakteri yang terdapat di dalam petri merupakan hasil perkembangbiakkan dari

bakteri saluran akar yang diambil dari eksudat saluran akar pada saat pembukaan

pertama. Adapun bahan terdiri atas berbagai macam konsentrasi, yang dimulai dari

konsentrasi 0.2%, 1%, 2%, 4,1% dan 8.3%. Penelitian ini menggunakan campuran

kalsium hidroksida dan formokresol dengan perbandingan 1:1 sebagai kontrol

positif. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Unhas dan

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unhas pada bulan Februari – Juni

2012.

Tujuan dari penelitian ini untuk melihat sejauh mana ekstrak propolis dapat

menghambat bakteri pada abses periapikal dibandingkan kalsium hidroksida dan

formokresol, sehingga penelitian ini akan melihat perbedaan luas zona inhibisi yang

dihasilkan oleh ketiga material eksperimen ini, yang akan diimbangi dengan kontrol

positif (kalsium hidroksida+formokresol). Penelitian ini menggunakan desain postest

only control group design, sehingga pengukuran luas zona hanya dilakukan satu kali

setelah pemberian obat-obatan. Selanjutnya, hasil penelitian akan dibandingkan

untuk melihat sejauh mana efektifitas masing-masing bahan terhadap koloni bakteri.

Hasil penelitian diolah dengan menggunakan program SPSS 16.0 dan dianalisis

dengan uji beda, serta ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:

19

Page 20: this is it !.docx

Tabel 5.1. Distribusi jenis bahan dan konsentrasi sampel penelitian

Jenis Bahan Konsentrasi Frekuensi (n) Persen (%)

Ekstrak propolis

0.2% 2 6.21% 2 6.22% 2 6.2

4.1% 2 6.28.3% 2 6.2

Formokresol

0.2% 2 6.21% 2 6.22% 2 6.2

4.1% 2 6.28.3% 2 6.2

Kalsium Hidroksida 2% 2 6.2

4.1% 2 6.28.3% 2 6.2

Kontrol positif(kalsium hidroksida + formokresol 1:1) 6 18.8

Jumlah 32 100

Distribusi karakteristik sampel penelitian dapat terlihat pada tabel 5.1. Pada

penelitian ini, dari 32 jumlah secara keseluruhan terbagi atas 10 ekstrak propolis, 10

kalsium hidroksida, 6 formokresol, dan 6 kontrol positif. Adapun dari masing-masing

bahan terbagi atas beberapa konsentrasi dan pada tiap konsentrasi, terdiri atas dua

petri. Pada ekstrak propolis dan formokresol, terdapat lima jenis konsentrasi, yaitu

0.2%, 1%, 2%, 4.1%, dan 8.3%. Sedangkan, pada kalsium hidroksida hanya tiga

jenis konsentrasi, yaitu 2%, 4.1%, dan 8.3%. Pembagian konsentrasi ini bergantung

pada daya hambat minimal masing-masing bahan.

20

Page 21: this is it !.docx

Tabel 5.2. Perbedaan luas zona inhibisi berdasarkan jenis bahan

Jenis Bahan Konsentrasi Luas zona inhibisi p-valueMean ± SD

Ekstrak propolis

0.2% 9.25 ± 0.353

0.002*1% 10.00 ± 0.002% 10.25 ± 0.353

4.1% 12.50 ± 0.7078.3% 12.00 ± 0.00

Formokresol

0.2% 10.00 ± 2.822

0.009*1% 10.25 ± 2.4742% 12.75 ± 3.182

4.1% 19.75 ± 0.3538.3% 22.00 ± 1.414

Kalsium Hidroksida 2% 7.50 ± 0.00

0.192**4.1% 8.00 ± 0.008.3% 7.75 ± 0.353

Kontrol positif(kalsium hidroksida + formokresol, 1:1) 22.167 ± 3.71

Total 13.65 ± 5.96*One Way Anova test: p<0.05; significant; **One Way Anova test: p>0.05; not significant

Tabel 5.2 memperlihatkan luas zona inhibisi masing-masing jenis bahan

sekaligus memperlihatkan perbedaan yang diperoleh dari hasil uji analisis statistik.

Pada tabel 5.2, terlihat terjadi peningkatan luas zona inhibisi seiring dengan

peningkatan konsentrasi pada formokresol (Gambar 5.3). Namun pada jenis bahan

ekstrak propolis dan kalsium hidroksida didapatkan konsentrasi yang paling efektif

adalah pada 4.1%, sebab terjadi penurunan pada konsentrasi 8.3% (Gambar 5.2 dan

Gambar 5.4). Kontrol positif yang merupakan gabungan dari kalsium hidroksida dan

formokresol (1:1), memiliki luas zona inhibisi mencapai 22.167. Berdasarkan hasil

uji statistik ANOVA satu arah, diperoleh nilai p<0.05 pada jenis bahan ekstrak

propolis dan formokresol, artinya terdapat perbedaan luas zona inhibisi yang

signifikan paling tidak diantara dua kelompok konsentrasi ekstrak propolis dan

formokresol. Adapun, didapatkan nilai p>0.05 untuk jenis bahan kalsium hidroksida

21

Page 22: this is it !.docx

yang berarti tidak terdapat perbedaan luas zona inhibisi yang signifikan diantara

kelompok konsentrasi kalsium hidroksida.

Tabel 5.3. Perbedaan luas zona inhibisi berdasarkan konsentrasi hambatminimum

Jenis bahan dan konsentrasi daya hambat minimal

Luas zona inhibisi (mm)Mean ± SD p-value

Ekstrak propolis 0.2% 9.25 ± 0.3530.411**Formokresol 0.2% 10.00 ± 2.822

Kalsium hidroksida 2% 7.50 ± 0.00Total 13.65 ± 5.96

**One Way Anova test: p>0.05; not significant

Konsentrasi hambat minimum untuk ekstrak propolis dan formokresol

sebesar 0.2%, sedangkan konsentrasi hambat minimum untuk kalsium hidroksida

adalah 2%. Dengan demikian, pada tabel 3 ini konsentrasi daya hambat minimal

untuk masing-masing jenis bahan dibandingkan. Berdasarkan luas zona inhibisi

masing-masing bahan, kalsium hidroksida berada diurutan terakhir dengan luas

hanya 7.5 mm. Adapun, formokresol berada pada urutan pertama dengan luas yang

mencapai 10 mm, sedangkan ekstrak propolis memiliki luas zona inhibisi mencapai

9.25 mm. Akan tetapi, berdasarkan hasil uji statistik analysis of variance (anova)

satu arah, diperoleh nilai p>0.05 (p:0.411). Hal ini berarti bahwa walaupun terdapat

perbedaan luas zona inhibisi pada masing-masing bahan, namun perbedaan tersebut

tidak signifikan.

22

Page 23: this is it !.docx

Gambar 5.1. Hasil ji luas zona inhibisi ekstrak propolis pada konsentrasi 0.2%, 1%, 2%, 4.1%, 8.3% dan kontrol positif pada bagian tengah.

Gambar 5.2. Hasil ji luas zona inhibisi formokresol pada konsentrasi 0.2%, 1%, 2%, 4.1%, 8.3% dan kontrol positif pada bagian tengah.

23

Page 24: this is it !.docx

Gambar 5.3. Hasil ji luas zona inhibisi kalsium hidroksida pada 2%, 4.1%, 8.3% dan kontrol positif pada bagian tengah.

Tabel 5.4. Perbedaan luas zona inhibisi berdasarkan konsentrasi paling efektifJenis bahan dan konsentrasi daya hambat paling efektif

Luas zona inhibisi (mm)Mean ± SD p-value

Ekstrak propolis 4.1% 12.50 ± 0.707

0.001*Formokresol 8.3% 22.00 ± 1.414Kalsium hidroksida 4.1% 8.00 ± 0.00Kontrol positif 22.167 ± 3.71Total 13.65 ± 5.96

*One Way Anova test: p<0.05; significant

Berdasarkan tabel 5.2, diperoleh konsentrasi yang paling efektif untuk ekstrak

propolis dan kalsium hidroksida adalah 4.1%, sedangkan pada formokresol adalah

8.3%. Tabel 5.4 memperlihatkan hasil uji statistik ANOVA satu arah dan diperoleh

p<0.05, artinya terdapat perbedaan luas zona inhibisi yang signifikan antara ekstrak

propolis 4.1%, formokresol 8.3%, kalsium hidroksida 4.1% dan kontrol positif.

Akhirnya, dari tabel 4, diketahui bahwa formokresol 8.3% memiliki efektifitas yang

24

Page 25: this is it !.docx

paling tinggi (luas zona inhibisi: 22 mm), selanjutnya ekstrak propolis 4.1% (luas

zona inhibisi: 12.5 mm), dan yang memiliki efektifitas yang paling rendah adalah

kalsium hidroksida 8.3% (luas zona inhibisi 8 mm). Dari tabel 4 juga diperoleh

bahwa gabungan kalsium hidroksida dan formokresol menghasilkan zona inhibisi

yang cukup besar (luas zona inhibisi: 22.167 mm).

25

Page 26: this is it !.docx

BAB VI

PEMBAHASAN

Bakteri memiliki peran yang sangat penting terhadap terjadinya lesi

periapikal. Sehingga eliminasi atau reduksi mikroorgansime pada saluran akar

merupakan hal penting yang perlu dilakukan dalam tahap perawatannya.

Biomekanikal Preparasi dan larutan irigasi saja dianggap tidak mampu

mengeliminasi seluruh bakteri yang ada pada saluran akar.4 Oleh karena itu¸ aplikasi

medikamen intrakanal merupakan hal yang perlu dilakukan pada perawatan lesi

perapikal.

Bakteri diperoleh dari pasien anak yang menderita abses periapikal di

RSGMP Halimah Dg. Sikati. Konsentrasi hambat minimum ekstrak propolis

terhadap bakteri pada abses periapikal mulai pada konsentrasi 0.2% setelah inkubasi

selama 24 jam dengan suhu 37℃. Berbeda dengan hasil yang diperoleh Fathoni et

al11 bahwa propolis mulai dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi

1 %. Perbedaan ini mungkin diakibatkan oleh perbedaan komposisi kimiawi yang

sangat bergantung pada jenis tumbuhan dan letak geografis propolis tersebut.16

Formokresol mulai mampu menghambat perumbuhan bakteri pada lesi periapikal

pada konsentrasi terendah yaitu 0.2%. Sedangkan kalsium hidroksida mulai mampu

menghambat pertumbuhan bakteri pada lesi periapikal pada konsentrasi 2% setelah

inkubasi selama 24 jam dengan suhu 37℃.

26

Page 27: this is it !.docx

Efek antibakteri propolis memperlihatkan hasil yang baik dibanding kalsium

hidroksida. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Awawdeh et al13 pada tahun 2009

dengan menggunakan non-setting kalsium hidroksida dalam jangka waktu yang

pendek namun hanya spesifik terhadap bakteri E. Faecalis. Selanjutnya pada tahun

ini Jahromi et al27 juga memperlihatkan hasil yang sama bahwa propolis memiliki

potensi antibakteri yang lebih besar dibandingkan kalsium hidroksida juga pada

bakteri E. Faecalis.

Diameter zona inhibisi ekstrak propolis memperlihatkan hasil yang lebih

kecil dibanding formokresol. Hal ini mengindikasikan bahwa propolis memiliki efek

antibakteri yang lebih rendah dalam menghambat bakteri pada lesi periapikal.

Rendahnya diameter zona inhibisi ekstrak propolis mungkin disebabkan oleh jangka

waktu yang terlalu lama antara ekstraksi dan penentuan efek antibakteri sehingga

menyebabkan berkurangnya efek antibakteri ekstrak propolis itu sendiri. Cara

penyimpanan ekstrak propolis yang kurang baik juga mungkin mempengaruhi efek

antibakteri ekstrak propolis.

Walaupun ekstrak propolis memiliki efek antibakteri yang lebih rendah,

namun propolis dapat menjadi agen antibakteri baru yang bersifat natural dengan

alasan ; Pertama, propolis terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri lesi

periapikal dan dengan kompleksitas dan efek sinergi kandungan pada propolis

membuat bakteri sulit untuk berkembangbiak. Kedua, propolis relatif tidak bersifat

toksik.12

27

Page 28: this is it !.docx

BAB VII

PENUTUP

A. SIMPULAN

Propolis merupakan agen antibakteri yang mampu mengahambat

pertumbuhan bakteri pada lesi periapikal. Diameter zona inhibisi terluas berturut-

turut adalah formokresol, ekstrak propolis kemudian kalsium hidroksida. Hal ini

mengindikasikan bahwa ekstrak propolis memiliki efek antibakteri yang lebih baik

dibanding kalsium hidroksida namun lebih rendah dibanding formokresol.

Walaupun demikian, propolis dapat dijadikan sebagai alternatif agen antibakteri baru

dalam aplikasi medikamen intrakanal pada perawatan endodontik yang bersifat

alamiah.

B. SARAN

1. Mengingat bahwa propolis memiliki efek antibakteri yang cukup baik,

maka disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut secara in-vivo

dengan jumlah sampel yang lebih besar.

2. Untuk meminimalkan perbedaan hasil efek antibakteri propolis, maka perlu

ditelusuri lebih lanjut mengenai metode ekstraksi dan pengaruh hasil

ekstraksi terhadap efek antibakteri propolis

28