Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

24
BAB I PENDAHULUAN Tonsilitis adalah penyakit yang umum. Hamper semua anak mengalami setidaknya satu episode tonsillitis. Di Amerika Serikat, antara 2,5% hingga 10,9% dari anak-anak dapat didefinisikan sebagai carier. Prevalensi rata-rata carier dari anak sekolah untuk kelompok A Streptococcus, penyebab dari radang amandel, adalah 15,9% dalam satu penelitian. Pada anak sekolah usia 5-18 tahun di Amerika Serikat Streptococcus beta hemmoliticus group A (SBHGA) didapatkan sebanyak 20-40%. Walaupun tonsilofaringitis akut dapat disebabkan oleh berbagai bakteri, namun SBHGA mendapat perhatian yang lebih besar karena dapat menyebabkan komplikasi yang serius, diantaranya demam rematik, penyakit jantung rematik, penyakit sendi rematik, dan glomerulonefritis 1 . Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) ada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8% 2 . Insidensi tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang yang dilaporkan oleh Aritmoyo (1978) sebanyak 23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15 tahun. Sedangkan Udaya (1999) di RSUP Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 menemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh kunjungan 2 . 1

Transcript of Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

Page 1: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

BAB I

PENDAHULUAN

Tonsilitis adalah penyakit yang umum. Hamper semua anak mengalami setidaknya satu

episode tonsillitis. Di Amerika Serikat, antara 2,5% hingga 10,9% dari anak-anak dapat

didefinisikan sebagai carier. Prevalensi rata-rata carier dari anak sekolah untuk kelompok A

Streptococcus, penyebab dari radang amandel, adalah 15,9% dalam satu penelitian. Pada anak

sekolah usia 5-18 tahun di Amerika Serikat Streptococcus beta hemmoliticus group A (SBHGA)

didapatkan sebanyak 20-40%. Walaupun tonsilofaringitis akut dapat disebabkan oleh berbagai

bakteri, namun SBHGA mendapat perhatian yang lebih besar karena dapat menyebabkan

komplikasi yang serius, diantaranya demam rematik, penyakit jantung rematik, penyakit sendi

rematik, dan glomerulonefritis 1.

Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) ada tahun 1994-

1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%2.

Insidensi tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang yang dilaporkan oleh Aritmoyo

(1978) sebanyak 23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15 tahun. Sedangkan Udaya (1999)

di RSUP Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 menemukan 1024

pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh kunjungan 2 .

1

Page 2: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Tonsil

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga

mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil

pangkal lidah), tonsil Tuba Eusthacius (lateral band dinding faring/ Gerlach`s tonsil). Penyebaran

infeksi melalui udara (air bone droplet), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur,

terutama anak-anak3.

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil

pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior

(otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil

mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi

seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil

terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:

Lateral– m. konstriktor faring superior

Medial - ruang oropharynx

Anterior – m. palatoglosus

Posterior – m. palatofaringeus

Superior – palatum mole

Inferior – tonsil lingual

Tonsil palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di kedua

sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsil palatina lebih

padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan di

permukaan medial terdapat kripte. Kripta tonsil berbentuk saluran tidak sama panjang dan masuk

ke bagian dalam jaringan tonsil. Umumnya berjumlah 8-20 buah dan kebanyakan terjadi

penyatuan beberapa kripta. Permukaan kripta ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel

permukaan medial tonsil. Saluran kripta ke arah luar biasanya bertambah luas; hal ini

2

Page 3: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

membuktikan asalnya dari sisa perkembangan kantong brakial II. Secara klinik kripta dapat

merupakan sumber infeksi, baik lokal maupun umum karena dapat terisi sisa makanan, epitel

yang terlepas, kuman. Permukaan lateral tonsil yang tersembunyi ditutupi oleh suatu membran

jaringan ikat disebut kapsul; walaupun para ahli anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi

para pakar klinik menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian

tonsil 4,5.

Gambar Anatomi Tonsila Palatina4,5

Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a. maksilaris

eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden, a. maksilaris

interna dengan cabangnya yaitu a. palatina desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a.

lingualis dorsal, dan a. faringeal asenden. Arteri tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m.

konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina

asenden, mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri

faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor

superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika

anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau lesser

palatine artery memberi vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk

anastomosis dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang

bergabung dengan pleksus dari faring4,5.

3

Page 4: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

Aliran getah bening dari daerah tonsil menuju ke rangkaian getah bening servikal

profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah m. sternokleidomastoideus. Selanjutnya

ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktuli torasikus. Infeksi dapat menuju ke semua bagian

tubuh melalui perjalanan aliran getah bening. Inervasi tonsil bagian atas berasal dari serabut saraf

V melalui ganglion sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf glossofaringeus (N. IX)4.

Susunan kripte tubuler di bagian dalam menjadi salah satu karakteristik tonsila palatina.

Tonsila palatina memiliki 10 – 30 kripte dan luas permukaan 300 cm2. Masing-masing kripte

tidak hanya bercabang tapi juga saling anastomosis. Bersama dengan variasi bentuk dan ukuran

folikel limfoid menyebabkan keragaman bentuk tonsil. Kripte berisi sel degenerasi dan debris

selular. Epitel kripte adalah modifikasi epitel skuamosa berstratifikasi yang menutupi bagian luar

tonsil dan orofaring. Derajat retikulasi (jumlah limfosit intraepitel) epitel sangat bervariasi.

Retikulasi epitel kripte berperan penting dalam inisiasi imun respon pada tonsila palatina. Pada

kripte antigen lumen diambil oleh sel khusus dari retikulasi epitel skuamosa yang menyerupai

membran sel intestinal peyer’s patches, atau yang dikenal sel M4.

Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya

membawanya ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 – 10

tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T sangat berkurang di semua

kompartemen tonsil4.

Struktur histologi tonsil sesuai dengan fungsinya sebagai organ imunologi. Tonsil

merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limposit

yang sudah disentisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu:

1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif

2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitasi sel limfosit T dengan antigen spesifik 6.

Definisi Tonsilitis Kronis

Tonsillitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga

mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine, tonsil lingual ( tonsil pangkal lidah ), tonsil

tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlanch’s tonsil ). Penyebaran infeksi melalui

udara ( air borne droplets ), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada

anak.

4

Page 5: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak

mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu pendek

kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan dan serangan

yang berulang setiap enam minggu hingga 3 – 4 bulan. Seringnya serangan merupakan faktor

prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal

Faktor Predisposisi Tonsilitis Kronis

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari

rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan

pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut

tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negatif 3.

Klasifikasi ukuran Tonsil Palatina

Gambar 2. Klasifikasi Ukuran Tonsil

Patologi

Tonsil sebagai sumber infeksi (focal infection) merupakan keadaan patologis akibat

inflamasi kronis dan akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi organ lain. Hal ini dapat

terjadi karena kripta tonsil dapat menyimpan bakteri atau produknya yang dapat menyebar ke

bagian tubuh lainnya 4.

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan

limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut

5

Page 6: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini diisi oleh

detritus. Proses ini berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan

perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan

pembesaran kelenjar limfe submandibula 3.

Tonsila palatina yang terpapar infeksi bakteri dan virus dapat merupakan sumber

autoantibodi terhadap sejumlah sistem organ sehingga tonsil memainkan peranan penting

terhadap patogenitas penyakit autoimun.. Tonsilitis fokal oleh virus atau bakteri dapat

menghasilkan berbagai antigen yang mirip dengan bagian lain tubuh yang dapat memacu

imunitas seluler (cell-mediated) maupun imunitas humoral sehingga terjadi komplek imun

terhadap bagian lain tubuh seperti kulit, mesangium ginjal dan mungkin sendi kostoklavikula.

Struktur tonsil dengan banyak tampaknya merupakan pintu gerbang bagi antigen asing dan

merangsang respon imun pada tonsil 3.

Tonsilektomi sering dilakukan pada tonsilitis kronik atau rekuren karena tonsil tersebut

telah dekompensata dari segi imunologis. Pemeriksaan radioautografi elektron pada limfosit

tonsil 20 penderita tonsilitis kronik dekompensata, menunjukkan di jaringan limfoid tonsil terjadi

proliferasi limfosit T dan B dengan differensiasi jelek. Proses ini ditunjukkan dengan kuatnya

inkorporasi 3H+-thymidine berbagai tipe limfosit yang berbeda. Tingginya inkorporasi prekursor

radioaktif pada limfosit B menunjukkan terjadinya diferensiasi menetap pada populasi limfosit

ini. Esensinya bahwa limfosit B menunjukkan menetapnya produksi maksimal substrat protein

aktif yang memperantarai imunitas humoral pada tonsilitis kronik 3.

Gejala dan tanda

Gejala tonsilits kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi 1) gejala lokal, yang

bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2)

gejala sistemis, berupa rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri

otot dan persendian, 3) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis

kronis), udem atau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik dan kecil

(tonsilitis fibrotik kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe

regional 7.

6

Page 7: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

Terapi

Terapi tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut yang baik, obat

kumur, obat hisap dan tonsilektomi jika terapi konservatif tidak memberikan hasil. Pengobatan

tonsilitis kronis dengan menggunakan antibiotik oral perlu diberikan selama sekurangnya 10

hari. Antibiotik yang dapat diberikan adalah golongan penisilin atau sulfonamida, namun bila

terdapat alergi penisilin dapat diberikan eritromisis atau klindamisin.

Komplikasi

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rinitis

kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara

hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis,

iridosiklitis, dermatitis, pruritus, utrikaria dan furunkulosis 3.

Tonsilektomi

Tonsilektomi merupakan prosedur yang paling sering dilakukan dalam sejarah operasi.

Kontroversi mengenai tonsilektomi dilaporkan lebih banyak bila dibandingkan dengan prosedur

operasi manapun. Konsensus umum yang beredar sekarang menyatakan bahwa tonsilektomi

telah dilakukan dalam jumlah yang tidak tepat (seharusnya). Pada dekade terakhir, tonsilektomi

tidak hanya dilakukan untuk tonsilitis berulang, namun juga untuk berbagai kondisi yang lebih

luas termasuk kesulitan makan, kegagalan penambahan berat badan, overbite, tounge thrust,

halitosis, mendengkur, gangguan bicara dan enuresis 8.

Tonsilektomi merupakan terapi pembedahan berupa tindakan pengangkatan jaringan

tonsil (tonsila palatina) yang merupakan salah satu organ imun dari fossa tonsilaris, dimana

tonsil merupakan massa jaringan berbentuk bulat kecil, terutama jaringan limfoid.

The American Academy of Otolaringology – Head and Neck Surgery Clinical Indicator

Compendium tahun 1995 menetapkan:

1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang

adekuat.

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan

pertumbuhan orofasial

7

Page 8: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

3. Sumbatan jalan nafas yang beupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep

apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara,dan cor pulmonale.

4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang

dengan pengobatan.

5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan

6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptococcus β hemolitikus.

7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan

8. Otitis media efusa/ otitis media supuratif 3.

8

Page 9: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : An. N

Umur : 7 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : -

Alamat : Dompu

II. Anamnesis

Keluhan utama

Nyeri menelan disertai amandel membesar

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke Poli THT RSUP NTB pada 16 April 2011 mengeluh nyeri menelan

amandel terasa membesar dan kambuh-kambuhan sejak usia 3 tahun. Keluhan pasien

sering kambuh dalam 6 bulan terakhir. Dalam 1 bulan terakhir dapat kambuh 3 kali. Bila

kambuh terasa nyeri tenggorokan, susah menelan, disertai demam dan batuk pilek.

Keluhan terasa setelah mengkonsumsi minuman dingin, makanan pedas dan berminyak.

Keluhan juga dapat timbul apabila pasien merasa kelelahan. Riwayat mengorok (+).

Riwayat menggosok gigi (+). Saat ini pasien tidak mengalami batuk dan pilek. Pasien

juga tidak mengeluhkan demam.

9

Page 10: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengalami keluhan yang sama sejak usia 3 tahun. Riwayat infeksi telinga (-).

Riwayat keluar cairan dari telinga (-). Pasien tidak memiliki riwayat penyakit DM,

hipertensi, dan asma.

Riwayat penyakit keluarga

Keluarga pasien tidak memiliki keluhan seperti keluhan pasien. Adanya riwayat penyakit

DM, hipertensi, dan asma pada anggota keluarga pasien disangkal.

Riwayat alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, minuman, atau obat-obatan

Riwayat pengobatan

Pasien merupakan rujukan dari RS. Dompu dengan diagnosis Tonsilitis Kronis dan Pro.

Tonsilektomi.

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital

a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg

b. Nadi : 80 x/menit

c. Pernapasan : 20 x/menit

d. Suhu : Teraba normal

10

Page 11: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

Status Lokalis

Telinga

Bagian Telinga Telinga Kanan Tellinga Kiri

Aurikula

- Deformitas

- Edema

- Hiperemis

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Daerah Preaurikula

- Hiperemis

- Edema

- Fistula

- Nyeri tekan tragus

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Daerah retroaurikula

- Hiperemis

- Edema

- Fistula

- Nyeri tekan

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Meatus Akustikus Eksterna

- Serumen

- Edema

- Hiperemis

- Furunkel

(+)

(-)

(-)

(-)

(+)

(-)

(-)

(-)

11

Page 12: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

- Otorea

Membran Timpani

- Intak

- Refleks cahaya

(-)

(+)

(+)

(-)

(+)

(+)

Gambar :

Hidung

Rinoskopi Anterior Cavum Nasi Dextra Cavum Nasi Sinistra

Mukosa

- Edema

- Hiperemi

(-)

(-)

(-)

(-)

Septum

- Deviasi

- Deformitas

- Hematoma

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Konka Media dan Inferior

- Hipertrofi

- Edema

(-)

(-)

(-)

(-)

12

Page 13: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

- Pucat (-) (-)

Meatus Medius dan Inferior

- Sekret serous

- Polip

(-)

(-)

(-)

(-)

Gambar :

Tenggorokan

Bagian Keterangan

Mukosa bukal Warna merah muda, hiperemi (-), massa (-)

Mukosa gusi Warna merah muda, hiperemi (-), massa (-)

Palatum Mole dan Palatum

durum

Hiperemi (-), edema (-), fistula (-)

Mukosa faring Hiperemi (-), edema (-), granula (-), ulkus (-)

Tonsil Hiperemi (-), Kripte melebar (+), detritus (-), granula (-).

Ukuran T3-T3

13

Page 14: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

Gambar

Pembesaran KGB : (-)

IV. Diagnosis

Tonsilitis Kronis

V. Diagnosis Banding

Adeno Tonsilitis Kronis

VI. Pemeriksaan Penunjang

1. Swab Tenggorokan

2. Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap, BT-CT, dan Gol. Darah untuk persiapan

operasi

VII. Penatalaksanaan

1. Analgesic dan anti-inflamasi : Asam mefenamat 3x1 jika perlu

2. Vitamin, untuk menjaga kondisi tubuh

3. Pro Tonsilektomi

VIII. KIE

14

Page 15: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

1. Memberikan KIE kepada pasien bahwa penyakit yang diderita pasien adalah peyakit

tonsilitis kronis

2. Anjurkan untuk menjaga hygene mulut

3. Kumur dengan air hangat atau antiseptik

4. Untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan kekambuhan maka dianjurkan pada pasien

untuk dilakukan Tonsilektomi

15

Page 16: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

BAB IV

PEMBAHASAN

Laporan kasus ini merupakan hasil observasi dan pengelolaan pada pasien dengan

tonsilitis kronis yang berobat di Poli THT RSUP NTB. Berdasarkan hasil anamnesa didapatkan

bahwa pasien datang dengan keluhan nyeri menelan dan pembesaran amandel sejak usia 3 tahun.

Keluhan pasien sering kambuh sejak 1bulan yang lalu. Keluhan pasien sering kambuh dalam 6

bulan terakhir. Dalam 1 bulan terakhir dapat kambuh 3 kali. Bila kambuh terasa nyeri

tenggorokan, susah menelan, disertai demam dan batuk pilek. Keluhan terasa setelah

mengkonsumsi minuman dingin, makanan pedas dan berminyak. Keluhan juga dapat timbul

apabila pasien merasa kelelahan. Riwayat mengorok (+). Riwayat menggosok gigi (+). Saat ini

pasien tidak mengalami batuk dan pilek. Pasien juga tidak mengeluhkan demam.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, tidak didapatkan kelainan pada telinga kiri maupun

telinga kanan pasien, begitu pula dengan pemeriksaan rinoskopi anterior, tidak didapatkan

adanya kelainan pada hidung kiri maupun kanan pasien. pada pemeriksaan tenggorok, didapatkan

adanya pembesaran tonsil berukuran T3-T3, dimana tonsil memenuhi ronga orofaring sebanyak

50%-75% dari arkus anterior. Pada permukaan tonsil didapatkan ada pelebaran kripte, tidak

ditemukan hiperemis pada permukaan tonsil, hal ini menandakan telah terjadi inflamasi kronis

pada tonsil tersebut.

Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik yang didapatkan, mendekatkan

kepada diagnosis tonsilitis kronis. Dari anamnesis didapatkan kemungkinan yang menjadi fakor

predisposisi terjadinya tonsilitis pada pasien ini adalah rangsangan dari jenis makanan tertentu,

kelelahan fisik.

16

Page 17: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

Pada kasus ini, diusulkan untuk tonsilektomi karena pada pasien tersebut terdapat

indikasi tonsilektomi, yakni serangan tonsilitis lebih dari tiga kali dalam setahun, walaupun telah

diterapi secara adekuat. Selain itu, pada pasien juga diberikan obat-pbatan simtomatik untuk

mengurangi keluhan yang timbul serta vitamin untuk menjaga daya tahan tubuhnya.

17

Page 18: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

DAFTAR PUSTAKA

1. Shah, K. Udayan. 2009. Tonsolitis and Peritonsilar abcess. Available from :

http://emedicine.medscape,com/article-overview. Accessed at : April 16th 2011

2. Farokah. 2005. Laporan Penelitian : Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar

Siswa Kelas II Sekolah dasar di Kota Semarang. Available from :

http://eprints.undip.ac.id/12393/1/2005FK3602.pdf (Diakses pada 7 April 2011)

3. Rusmardjono & Soepardi, 2007. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Hal. 223-224. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI.

4. Amarudin,Tolkha dan Christanto, Anton. 2007. Kajian Manfaat Tonsilektomi. CDK THT

vol. 34 no. 2/155 Tahun 2007. Hal.61-68. Available from :

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_155_THT.pdf (Diakses pada 7 April 2011)

5. Ballantyne J, Groves J. Acute infection of the pharynx and tonsil. Scott Brown’s

Otolaryngology. 5th ed. Butterworth. London, Sydney. Durban Toronto: 1987. 76 – 98.

6. Wanri. 2007. Tonsilektomi. Departemen Telinga, Hidung dan Tenggorok Fakultas

Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang 2007. Available

from :http://klikharry.files.wordpress.com/2007/09/tonsilektomi.pdf (diakses pada 7 April

2011)

7. Mawson SR. Disease of the tonsil and adenoid. In: The Disease of the Ear, Nose and Throat.

London: Butterworth 1977; 3: 123 – 170.

8. Hermani, Bambang. 2004. Tonsilektomi pada anak dan dewasa. Available from:

http://buk.depkes.go.id/index.php?

18

Page 19: Lapsus THT 2 Tonsil It Is Kronis

option=com_docman&task=doc_download&gid=266&Itemid=53. Accessed at April 20th

2011.

Anonim. 2011. Classification of Tonsil Size. Available from:

http://www.meddean.luc.edu/Lumen/MedEd/elective/ent/lecture2/img027.JPG

Amarudin,Tolkha dan Christanto, Anton. 2007. Kajian Manfaat Tonsilektomi. CDK THT vol. 34

no. 2/155 Tahun 2007. Hal.61-68. Available from :

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_155_THT.pdf (Diakses pada 7 April 2011)

Rahmawan. 2009. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada Anak.

Bagian/SMF Ilmu Penyakit THT FK Unlam – RSUD Ulin Banjarmasin. Available from:

Wanri. 2007. Tonsilektomi. Departemen Telinga, Hidung dan Tenggorok Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya Palembang 2007. Available from :

http://klikharry.files.wordpress.com/2007/09/tonsilektomi.pdf (diakses pada 7 April

2011)

19