Tersumbatnya saluran nasolakrimal

9

Click here to load reader

Transcript of Tersumbatnya saluran nasolakrimal

Page 1: Tersumbatnya saluran nasolakrimal

Tersumbatnya saluran nasolakrimal (mata)

1.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimal

Sistem lakrimal mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi/ sekresi

dan ekskresi air mata untuk membasahi kornea dan konjungtiva. Sistem sekresi terdiri atas

kelenjar lakrimal yang menghasilkan komponen cairan dari air mata dan 3 kelenjar lainnya

(kelenjar meibom, zeis dan moll) untuk menghasilkan komponen lipid dari air mata. Sistem

ekskresi terdiri dari pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus

nasolakrimal. 1, 2, 3

Glandula lakrimalis terbagi menjadi 2 bagian yaitu glandula lakrimalis utama/ pars

orbitalis dan glandula lakrimalis aksesori/ pars palpebralis. Keduanya saling berhubungan

pada ujung lateral aponeurosis m. levator palpebra superioris. Glandula ini terletak di atas

bola mata, di bagian anterior dan superior orbita, posterior terhadap septum orbita. Kira-kira

12 duktus keluar dari permukaan bawah kelenjar dan bermuara pada bagian lateral fornix

superior konjungtiva.1, 2, 3

Glandula lakrimalis pars orbita berbentuk seperti kenari, terletak di dalam fossa lakrimalis

di segmen anterio-superio-temporal dari orbita dan dipisahkan dari bagian palpebra oleh

kornu lateralis dari m. levator palpebra. Adapun glandula utama ini memproduksi 95%

komponen air dari air mata dengan duktus ekskretorius yang bermuara ke forniks superior.

Glandula lakrimalis pars palpebralis atau disebut glandula lakrimal aksesori/tambahan terdiri

dari glandula Krause dan Wolfring yang identik dengan glandula lakrimal utama namun tidak

mempunyai sistem duktus. Glandula ini terletak di dalam substansia propia konjungtiva

palpebra, tepat di atas segmen temporal dari fornix konjungtiva superior dan memproduksi

5% komponen air dari air mata.1, 2, 3

Vaskularisasi glandula lakrimal berasal dari arteri lakrimalis. Vena yang mengalir dari

kelenjar bergabung dengan vena oftalmika. Drainase limfe menyatu dengan pembuluh limfe

konjungtiva lalu mengalir ke dalam limfonodus pra-aurikula. Sedangkan inervasi glandula

lakrimalis adalah melalui n. lakrimalis (sensoris), n. petrosus superfisialis magna

(sekretorius) dan n. simpatis yang menyertai arteria lakrimalis dan n. lakrimalis.1,3

Page 2: Tersumbatnya saluran nasolakrimal

Refleks sekresi air mata dapat berupa refleks sekresi dasar ataupun sekresi terkait stimulasi.

Pada saat mengedipkan mata (blinking), air mata akan diproduksi dan terbentuk lapisan air

mata (musin-air mata-lipid) kemudian diratakan oleh palpebra. Sekresi dasar ini dimediasi

oleh nucleus lacrimalis N. Facialis sebagai saraf sekretomotoris parasimpatis. Sekresi lain

disebabkan oleh stimulasi kornea dan konjungtiva berupa pecahnya lapisan air mata (tear

break up) dan pembentukan titik kering (dry spot). Ini berada di bawah kendali sistem

parasimpatis. Stimulasi ini terjadi ketika terdapat benda asing/ corpus allienum pada mata.

Setelah disekresi, air mata akan mengalir membasahi kornea dan konjungtiva

kemudian berkumpul di dalam lakuna lakrimalis melalui pungtum lakrimal superior dan

inferior. Kanalikuli lakrimalis berjalan ke medial dan bermuara ke dalam sakus lakrimalis,

yang terletak di dalam fossa lakrimalis di belakang ligamentum palpebra medial dan

merupakan ujung atas yang buntu dari duktus nasolakrimalis.3, 7

Duktus nasolakrimalis memiliki panjang lebih kurang 13 mm dan keluar dari ujung bawah

sakus lakrimalis. Duktus berjalan ke bawah, belakang dan lateral di dalam kanalis osseosa

dan bermuara ke dalam meatus nasi inferior. Muara ini dilindungi oleh plika lakrimalis. Air

mata diarahkan ke dalam pungtum oleh isapan kapiler, gaya berat dan berkedip. Kekuatan

dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat, berkedip dan kerja memompa dari otot

Horner meneruskan aliran air mata ke bawah melalui duktus nasolakrimalis kemudian masuk

ke rongga hidung melalui meatus nasi inferior.1, 3, 5, 7

Air mata membentuk suatu lapisan tipis setebal 7-10 µm yang menutupi epitel kornea dan

konjungtiva. Fungsi air mata untuk membuat permukaan kornea halus dan licin optik dengan

meniadakan ketidakteraturan permukaan epitel, membasahi dan melindungi permukaan epitel

kornea dan konjungtiva, menghambat pertumbuhan mikroorganisme serta memberi substansi

nutrisi yang diperlukan kornea. Film air mata terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan superfisial,

lapisan akuos tengah dan lapisan musin. Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 µL pada

setiap mata. Albumin merupakan 60% dari protein total dalam air mata, sisanya globulin dan

lisozim. Terdapat IgA, IgG dan IgE. PH rata-rata air mata adalah 7,35. Dalam keadaan

normal cairan air mata adalah isotonik dan dengan tekanan osmotik kira-kira ekivalen dengan

NaCl 0,9%. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295-309 mosm/L.1

Page 3: Tersumbatnya saluran nasolakrimal

1.2 Obstruksi Ductus Nasolakrimalis Kongenital

Obstruksi sistem drainase saluran lakrimal kongenital yang biasanya disebabkan oleh blok

membran dari katup Hasner yang menutupi bagian akhir dari saluran nasolakrimal dapat

terjadi pada 50% bayi baru lahir. Sebagian besar obstruksi terbuka spontan dalam 4-6 minggu

setelah kelahiran. Suatu obstruksi menjadi terbukti secara klinis hanya pada 2 % - 6% bayi

cukup bulan pada usia 3-4 minggu. Pada kasus tersebut, sepertiganya melibatkan kelainan

bilateral. Rata-rata 90% dari obstruksi duktus nasolakrimal simptomatik berakhir pada tahun

pertama kehidupan.8

Berbagai cara penanganan tersedia, dan bisa dibagi menjadi penanganan konservatif (non-

bedah) dan bedah. Penanganan konservatif termasuk observasi, massage kantung lakrimal,

dan antibiotik topical. 8

Jika obstruksi tidak juga hilang dengan cara konservatif maka tindakan yang lebih

invasive mungkin diperlukan. Biasanya berupa probing dari duktus nasolakrimal untuk

membuka membran yang menutup duktus nasolakrimal pada saluran keluar duktus di hidung,

1.3 Diagnosis

Gejala pada anak dengan obstruksi duktus nasolakrimal biasanya berupa epiphora

dan konjungtivitis kronis atau rekuren, tapi dakriosistitis sangat jarang.

Bayi dengan obstruksi duktus nasolakrimal biasanya memiliki akumulasi mukus pada

mata atau kelopak mata. Pengeluaran air mata biasanya ada namun tidak diikuti oleh mata

merah, kecuali jika ada konjungtivitis atau dakriosistitis. Tekanan pada kantung lakrimal

dapat menimbulkan regurgitasi mukus dan air mata dari pungtum.

Tahapan pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan adanya gangguan pada

sistem ekskresi air mata adalah sebagai berikut :

1. Uji regurgitasi. Pada pemeriksaan ini dilakukan penekanan pada pangkal hidung

di daerah sakus lakrimalis sehingga akan didapatkan dua hasil kemungkinan

yaitu ada atau tidaknya cairan yang keluar dari pungtum lakrimalis. Hasil uji

dikatakan positif jika terdapat cairan yang keluar dimana menunjukkan adanya

bendungan atau penimbunan cairan dalam sakus.

2. Irigasi melalui pungtum dan kanalikuli lakrimal, bila cairan mencapai rongga

hidung, maka sistem ekskresi berfungsi baik (tes Anel)

Page 4: Tersumbatnya saluran nasolakrimal

3. Probing yaitu memasukkan probe Bowman melalui jalur anatomi sistem

lakrimal. Tindakan probing didahului oleh dilatasi pungtum dan dilatator.

4. Uji sondase horisontal. Uji ini penting dan dilakukan hanya pada arah horisontal.

Tujuan pemeriksaan ini untuk membedakan letak sumbatan pada daerah pra

sakus atau pasca sakus lakrimalis yaitu berdasarkan tahanan yang didapat. Suatu

tahanan lunak (soft stop) menunjukkan sumbatan pada kanalikulus sedangkan

suatu tahanan keras (hard stop) menunjukkan hambatan pada duktus

nasolakrimalis. Pada umumnya sondase yang diteruskan ke arah vertikal pada

orang dewasa dengan tujuan membuka aliran nasolakrimalis dianggap suatu

kontra indikasi.

5. Uji yang memerlukan penggunaan zat pewarna yaitu uji Jones 1 dan uji Jones 2.

Pengujian ini agak rumit sehingga jarang dilakukan.

6. Dakriosistografi (DCG) yaitu suatu pemeriksaan imaging dengan menggunakan

media kontras. Cara ini relatif mahal dan memerlukan keterampilan ahli radiologi

untuk mendapatkan foto yang baik.

7. Skintilografi yaitu suatu pemeriksaan dengan menggunakan tracer radioaktif

Technetium.

1.4 Penatalaksaan

Penatalaksaan pada anak dengan obstruksi duktus nasolakrimal tergantung pada usia anak

dan gejala, dan beberapa aspek masih bersifat kontroversial. Jika ada keluhan epiphora

namun tanpa adanya bukti infeksi, pasien dapat diobati secara konservatif, dengan harapan

terjadinya resolusi spontan. Orang tua diinstruksikan untuk melakukan massage pada kantung

lakrimalis, dengan menekannya dengan lembut kearah bawah beberapa kali dalam sehari.

Tekanan hidrostatik karena massage mungkin akan memaksa pembukaan ujung dari duktus.

Massage juga akan meminimalisir penumpukan materi mukopurulen yang akan menurunkan

resiko dakriosistitis. Jika terdapat cairan mukopurulen bersamaan dengan ephipora, maka

cairan antibiotik tetes dapat diberikan sebelum melakukan massage.9

Tujuan dari probing adalah untuk membuka membran pada akhir distal dari duktus

nasolakrimal. Pungtum akan dilebarkan, dan cairan fluoresen akan diirigasikan kedalam

kanalikulus untuk menilai patensi dari sistem dan untuk membersihkan kantung dari mukus.

Suction catheter dimasukkan untuk menilai nostril. Jika cairan fluoresen didapatkan pada

hidung, maka saluran dianggap paten. Jika cairan refluks dari pungtum yang berlawanan

Page 5: Tersumbatnya saluran nasolakrimal

maka mungkin terdapat obstruksi duktus nasolakrimalis, terutama jika ada mukus yang

bercampur dengan cairan tersebut.9

Jika probing tidak berhasil maka dapat dilakukan pengulangan prosedur setelah dilakukan

pematahan konka inferior. Jika probing yang dikombinasi dengan pematahan konka inferior

tidak menghasilkan perbaikan, maka dapat dilakukan intubasi silikon. Jika probing dan

intubasi silikon tidak berhasil maka dapat dilakukan dacryocystorhinostomi.9

Menurut Panduan Manajemen Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia

(PERDAMI) penatalaksanaan obstruksi duktus nasolakrimal kongenital adalah sebagai

berikut : 11

Pelayanan Kesehatan Mata Primer (PEC)

Bila bayi dibawah 3 bulan, beri tetes antibiotik topikal selama 5-7 hari.

Pengasuh dan/atau orang tuanya diberitahu cara melakukan massage pada sakus lakrimal

Bila bayi sudah berumur diatas 3 bulan dan mata masih berair dan ada secret, rujuk ke SEC

Pelayanan Kesehatan Mata Sekunder (SEC)

Bila bayi sudah berumur diatas 3 bulan, lakukan irigasi dari pungtum lakrimal

superior/inferior agar membran Hassner terbuka. Beri tete antibiotika dengan steroid selama

3-5 hari.

Bila setelah dilakukan 3 kali tindakan diatas berturut-turut tiap 2 minggu tetapi masih berair

dan banyak sekret, lakukan probing dalam narkose.

Bila tes Anel masih menunjukkan regurgitasi, lakukan pematahan konka inferior.

Bila setelah dilakukan tindakan diatas mata masih berair dan banyak sekret, rujuk ke TEC

Pelayanan Kesehatan Mata Tertier (TEC)

Bila sakus belum dilatasi, lakukan probing pematahan konka inferior.

Bila sakus sudah dilatasi akan tetapi sekret masih banyak, lakukan dacryocystorhinostomi

(DCR)

Page 6: Tersumbatnya saluran nasolakrimal

Bila terdapat kelainan pada kanalikulus atau mukosa hidung tidak dapat dijahit dengan

dinding sakus sewaktu dilakukan operasi, pasang silikon lakrimal tube.

Sesudah operasi beri antibiotik oral, antibiotik dengan steroid tetes mata, analgetika, dan

dekongestan tetes hidung. Antikoagulan diberikan jika perlu.

Silikon tube diangkat 2-3 bulan sesudah operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Asbury T, Eva PR, Vaughan DG. Oftalmologi umum. Alih bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika; 2000. p.21, 91-8.

2. Newell FW. Ophtalmology Principles and Concepts. 5th Edition. London: Mosby Company; 1982. p.224, 227, 230

3. Snell RS. Anatomi klinik. Alih bahasa : Sugiharto L. Edisi 6. Jakarta : EGC; 2006. p.768.4. Grueb M, Mielke J, Rohrbach J, Schlote T. Pocket Atlas of Ophtalmology. USA :

Thieme; 2006. p.3.5. Kanski JJ. Clinical Opthalmology. 3rd edition. London: Butler and Tamer; 1994. p.68-9.6. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi pertama. Yogyakarta: Bagian Ilmu

Penyakit Mata FKUGM. 20077. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2006. p.2, 105-68. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Basic and Clinical Science Course :

Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. Section 7. United Stated of America : American Academy of Ophtalmology: 2009-2010.p 266-67.

9. Nguyen, Leon K. Linberg, John V. The Lacrimal System in Surgery of the Eyelid, Orbit, and Lacrimal System. Volume 3: American Academy of Ophtalmology; 1995. p.265-67.

10. Sastrosatomo H, Irwan D, Simangunsong L. Penanganan Gangguan Sistem Ekskresi Lakrimal. Cermin Dunia Kedokteran. 1993. p.87: 41

11. Gondhowiarjo, Tjahjono D. Simanjuntak, Gilbert WS. Editor. Panduan Manajemen Klinis PERDAMI : PP PERDAMI. 2006. p. 79-80