TERPELESET MENULIS

183
1

description

Buku Karya Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura jurusan Ilmu Komunikasi yang berisi kumpulan berbagai artikel bebas dengan berbagai tema yang menarik

Transcript of TERPELESET MENULIS

Page 1: TERPELESET MENULIS

1

Page 2: TERPELESET MENULIS

2

TERPELESET MENULIS MENCARI EKSISTENSI DIRI

Prakata : Surochiem As, S.Sos, SH, M.Si. (Kaprodi Ilmu Komunikasi UTM )

Pengantar : Teguh Hidayatul Rachmad, S.I.Kom., M.Si., M.A

Alumni Prodi komunikasi UTM Penerima Program Beasiswa Unggulan Pascasarjana Dikti

tahun 2011

Afiyah., Ainul Hurriyah., Anharudin Hafidz., Dedy Onto Laksono., Eka., M. Firmansyah R., Kamalia Mazita D.R., Muhammad Faisal Amir., Marina Tika Raya Oktavia Sibuea., Maya Adinar., Nurul., Okky Perdana Putra., A. Azis Wijaya Putra., Quryatul., Rahelmi Zulkarnain Akbar., Rendi Limantara., Rio Kurniawan., Riska Putri Trisna., Moch. Rizky Dharmawan., Silmia Nurilhutami.,

Page 3: TERPELESET MENULIS

3

Sanksi Pelanggaran

Undang – undang Nomor 19 Tahun 2002

Tentang Hak Cipta

Pasal 72

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat

(2) dipidana penjara masing – masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau

denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara

paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp.

5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau

menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak

Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1), dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling

banyak Rp. 50.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

TERPELESET MENULIS

MENCARI EKSISTENSI DIRI Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Universitas Trunojoyo Madura

Prakata : Surochiem As, S.Sos, SH, M.Si.

(Kaprodi Ilmu Komunikasi UTM )

Pengantar :

Teguh Hidayatul Rachmad, S.I.Kom., M.Si., M.A

Alumni Prodi komunikasi UTM

Penerima Program Beasiswa Unggulan Pascasarjana Dikti tahun 2011

Hak cipta dilindungi undang – undang

Dilarang memperbanyak isi buku ini, baik sebagian maupun seluruhnya, dalam

bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Jurusan Ilmu Komunikasi

Universitas Trunojoyo Madura

Page 4: TERPELESET MENULIS

4

DAFTAR ISI DAFTAR ISI .......................................................................................... 4

Prakata Kaprodi Ilmu Komunikasi UTM .............................................. 6

Pengantar ......................................................................................... 15

Sajadah Hitam, Tempat Inspirasi Menulis ........................................ 21

Artikel Populerku .............................................................................. 32

Cerita Akhir Sekolah ......................................................................... 40

Aku Terjerat Dunia Menulis .............................................................. 51

Tulisan Pertamaku ............................................................................ 59

Apa Itu Menulis ? .............................................................................. 68

My Diary ........................................................................................... 74

Membuka Jendela Dunia .................................................................. 84

Diary Versus Artikel .......................................................................... 93

Pena Terasing ................................................................................. 100

Menulis Adalah Hidupku ................................................................ 107

Kontribusi Cendekiawan Muda ...................................................... 114

Arti Penting Tulisan ........................................................................ 120

Fenomena Plagiasi Bagi Sebuah Karya Tulisan ............................... 128

Kiai, Santri dan Dunia Politik .......................................................... 139

Ketika Menulis Menjadi Sebuah Tuntutan ..................................... 144

Rekam Jejak Pengalamanku di Dalam Karya .................................. 149

Artikelku, Kepribadianku ................................................................ 159

Page 5: TERPELESET MENULIS

5

Curahan Hati ................................................................................... 165

Kisahku Dan Kitty ............................................................................ 169

Menulis dengan Tidur ..................................................................... 177

Page 6: TERPELESET MENULIS

6

Prakata Kaprodi Ilmu Komunikasi UTM

“Saatnya Berkarya, Eksis Melalui Buku”

Sejak saya di’paksa’ dan kemudian menerima untuk

menjalankan amanah sebagai Kaprodi Ilmu Komunikasi

(Oktober, 2013), ada beberapa hal yang terus mengelayut

dalam benak saya. Mau dimulai dari mana membangun ikom-

UTM? Seberapa serius masalah yang harus dihadapi Prodi

Ikom? Modal apa yang sudah dimiliki? Masih adakah semangat

dan keyakinan menjadi lebih baik itu? …. Deretan pertanyaan

itu tentu saja awalnya menjadi beban secara pribadi. Saya

masih ingat bahwa medan tugas awal ini -- seloroh Pak Muhtar

W Oetomo adalah baju ‘kekecilan’, tetapi saya anggap adalah

medan pengabdian yang lumayan -- menantang dan menjadi

pertaruhan bagi ‘reputasi’ saya, sebagaimana harapan awal

rekan-rekan dosen ikom pada saat memberi mandat itu.

Waktu sungguh terbatas dan tugas harus segera

dikerjakan. Langkah awal saya adalah mengidentifikasi

beragam masalah dan bisa menemukan road-map atas masalah

yang dihadapi ikom-UTM. Deteksi masalah itu saya lakukan

Page 7: TERPELESET MENULIS

7

melalui grup facebook warta prodi komunikasi dan … hasilnya

sungguh diluar dugaan … ikomers (begitu kami menyebut

warga ikom utm) berani untuk menyuarakan isi hatinya yang

lama terpendam. Mereka berani sharing berbagai persoalan

mulai dari pelayanan akademik, kuliah, administrasi, fasilitas,

hingga urusan akreditasi prodi. Intinya, tumplek blek masalah di

ikom, yang mereka sendiri tidak tahu mengapa demikian dan

harus seperti apa dipecahkan. Alumni juga tidak ketinggalan,

mereka penuh harap agar akreditasi ikom bisa berubah menjadi

lebih baik agar bisa memudahkan mereka meraih karier dan

profesi lebih baik. Saya masih ingat betul pada saat Bu Netty

menujukkan surat isi hati dari salah satu alumni yang terpaksa

gagal mendaftar lowongan di kementrian Jakarta gara-gara

status akreditasi, Kaprodi pertama ini sempat menitikkan air

mata dan berujar “Ayo pak, kasihan mereka, mari kita

perjuangkan harapan mereka, akreditasi ini harus

diprioritaskan”.

Sungguh, tidak sekadar masalah yang disuarakan

melalui grup media social ikom, tetapi juga prestasi, semangat,

Page 8: TERPELESET MENULIS

8

dan banyak harapan. Ya, harapan menjadi lebih baik. Tidak

sedikit diantara ikomers yang dengan spontan memberi

komentar mengenai apa yang bisa mereka bantu. Saya masih

bisa menangkap bahwa ikomers tidak rela prodi ini menjadi

biasa-biasa saja. Mereka butuh perubahan dan juga

kebanggaan. Mereka bahkan ‘rela’ untuk berpartisipasi

menjadikan prodi ini menjadi tidak biasa dan menjadi hebat.

Tentu saja, menjawab semua persoalan itu tidak bisa

dijawab dengan cara instant dan harus cermat agar tidak

kehabisan energi ditengah jalan, saya percaya sebagian itu.

Namun, saya juga berkeyakinan bahwa perlu percepatan untuk

menunjukkan bukti agar kepercayaan itu kembali pulih. Saya

berkeyakinan diatas semua masalah yang terekam melalui

jaring aspirasi itu persoalan status akreditasi dan meyakinkan

kembali ikomers bahwa kita bisa lebih baik adalah prioritas.

Jadi, garapan pertama adalah bagaimana mengubah

mindset ikomers menjadi tidak biasa dan tidak biasa biasa saja.

Dengan menjadi tidak biasa maka ikomers akan bisa unjuk

karya dan berkompetisi di level yang lebih tinggi. Dalam

konteks ini, harus ada terobosan kegiatan dan program out of

Page 9: TERPELESET MENULIS

9

the box. Perlu diperbanyak cara membangkitkan kreativitas dan

inovasi ikomers. Ya terobosan baru… menciptakan iklim

kompetisi internal alamiah dengan menghadirkan komunitas

berorientasi karya dan prestasi yang tidak biasa … saatnya

mendorong kreativitas dan inovasi ikomers unjuk karya dan

prestasi.

Selanjutnya tinggal menentukan aksi tindak lanjut.

Masalah sudah dideteksi, skala prioritas sudah dikantongi …

sekarang tinggal pilihan aksi … mau langsung gas pol atau

perseneleng normal normal saja. Orang lain boleh saja mencibir

dan memberi tanggapan atas pilihan ‘nekat’ kami. Namun, kami

telah berketetapan hati, kerja keras ini butuh percepatan. Ya,

pilihan itu adalah yang tidak bisa, segera setel gas polllll agar

ikom segera berubah … Ikom Bisa …. Ikom Eksis

Dalam rangka menggelorakan semangat untuk

menumbuhkan harapan dan keyakinan itu branding ikom

diluncurkan. Salam ikom Cie cie digemakan dan tradisikan

dalam berbagai forum … Kreatif inovatif eksis …. Menjadi nilai

utama yang harus ada dibenak para ikomers sebagai bentuk

transformasi visi misi ikom. Bendera restorasi ikom telah mulai

Page 10: TERPELESET MENULIS

10

dikibarkan, selanjutnya adalah memberi akses, fasilitasi, dan

membangkitkan partisipasi ikomers. Saya tiada henti berdiskusi

dengan rekan rekan mahasiswa himakom untuk terus

menumbuhkan harapan dan keyakinan bahwa ikom bisa hebat

… ikomers harus berubah … perubahan itu harus dilakukan

tidak langsung oleh banyak orang, tetapi oleh kelompok kecil

yang tiada henti berkeyakinan maju meraih secercah cerah.

Saya mempercayai betul bahwa diantara sedikit orang yang

tulus dan penuh keyakinan akan membawa perubahan bagi

banyak orang jika sudah nampak hasilnya. Ikomers harus

menjadi pelopor dan menjadi bagian dari yang masih sedikit itu

dan berubah mindset menjadi tangguh, tidak mudah

menyerah, tidak gampang menuntut, tidak pasrah, dan itu

modal yang kemudian membangkitkan semangat CIE CIE

(creative, innovative, exist).

Mahasiswa harus memulai berbuat sesuatu untuk

kepentingan strategis itu … Pilihan membuat karya buku bagi

saya adalah hadiah terindah menandai era kebangkitan ikom.

Awalnya saya juga harap harap cemas. Apa yang bisa mereka

hadirkan, mau menulis apa, bahkan diantara mereka juga terus

Page 11: TERPELESET MENULIS

11

mencoba mendapatkan penguatan apa bisa ya, apa bisa ya

begitu mereka terus bertanya pada awalnya. Tidak kehabisan

akal, sudahlah … Saya tantang mereka untuk menulis apa saja

… asal bisa menumbuhkan kepercayaan diri ikomers ….

Alhamdulillah kendati agak molor waktunya, tetapi akhirnya

karya itu hadir juga …

Saya tidak terlampau berekspektasi bahwa karya

mahasiswa ini akan menjadi rujukan. Bagi saya yang berpenting

meraka telah berproses, urusan hasil akhir toh nanti dengan

sendirinya akan mengiringi dan tiba masanya. Ya dari segi isi

mungkin masih jauh dari layak, tetapi bukan itu semata yang

saya nilai. Bagi saya, semangat dan keyakinan untuk eksis

dengan karya buku itu yang mahal. Ikomers-Mahasiswa ikom

lho bisa berkarya, ini buktinya mereka tidak omong doang.

Mereka bisa menunjukkan jati dirinya. Mereka kini mulai bisa

eksis dan percaya diri …dan itu semua adalah modal yang

pernah hilang dari mahasiswa ikom.

Saya juga memiliki keyakinan bahwa keterbatasan yang

ada bukanlah alasan untuk tidak berkarya. Justru ditengah

keterbatasan itu saya melihat lahirnya ikomers yang bermental

Page 12: TERPELESET MENULIS

12

pejuang. Ikomers yang memiliki karakter kuat dan tangguh yang

menjadi pembeda dengan yang lain. Bukankah banyak ahli juga

telah menulis bahwa lahirnya kreativitas dan inovasi tidak

ditentukan semata oleh kelengkapan fasilitas, tetapi lebih

banyak didorong oleh kebutuhan untuk berprestasi.

Pengalaman mahasiswa juga membuktikan bahwa kreasi itu

sering muncul pada saat deadline dan karena kepepet. Nah,

kreativitas dan inovasi sungguh lagi-lagi bukan karena

sempurna dan lengkapnya fasilitas, tetapi lebih banyak

berkaitan dengan mindset, daya dorong untuk survive dan

eksis. Kreativitas dan inovasi, mengutip Hernowo (2004) adalah

wujud kuasa illahi yang akan campur tangan kepada mahluqnya

yang mau berusaha dan berikhtiar termasuk melebihi kapasitas

apa yang dipunyai. Kreativitas adalah adalah anugerah Allah

yang tidak boleh disia-siakan dan harus dieksplorasi apapun

kondisinya untuk melahirkan karya.

Atas alasan itu saya menyambut baik usaha mahasiswa

Ikom untuk berani berekpresi, berani berproses melalui karya

pertama ini. Sungguh saya menghargai dan merasa bangga. Ini

baru karya awal semoga bisa menjadi pematik bagi lahirnya

Page 13: TERPELESET MENULIS

13

karya karya baru ikom selanjutnya. Saya percaya jika ikomers

mulai menggunakan persneleng dan gas poll maka setelah ini

akan muncul buku buku lain karya mahasiswa ikom yang hebat

dan penuh inspirasi

Kini karya pertama itu sudah hadir dihadapan pembaca,

silahkan diberikan tanggapan dan jika anda masih belum puas,

jawablah dengan karya susulan. Mari kita gelorkan terus slogan

‘ini karyaku mana karyamu’ agar iklim kompetisi di ikom dapat

tercipta dan perubahan itu segera bisa menjadi kenyataan

..amin. Semoga buku ini bisa menjadi tanda awal bahwa

mahasiswa ikom UTM ada (eksis) …mahasiswa ikom masih

memiliki harapan dan keyakinan …. Ikom UTM bisa lebih baik .

Sekali lagi saya menyampaikan terima kasih atas usaha awal

ini, lanjutkan dan teruslah berkarya dan jangan berhenti Cie Cie

Salam Cie Cie

Selalu ada Secercah Harapan dan Keyakinan untuk Menjadi

lebih baik

Page 14: TERPELESET MENULIS

14

Kampus Telang Pertengahan Februari

Sore Hari Pasca Letusan Kelud

Kaprodi Ilmu Komunikasi-UTM

Surochiem As, S.Sos, SH, M.Si.

Page 15: TERPELESET MENULIS

15

Pengantar

POINT OF VIEW FOR UNDER PRESSURE

Melihat dan membaca judul buku ini membuat teringat

akan filsuf terkenal asal Perancis Rene Descartes yang terkenal

dengan kata-katanya “cogito ergo sum” (aku berfikir maka aku

ada). Manusia dikatakan bermakna dan berguna di sekitar

masyarakat bila dia dapat berfikir. Itulah makna dibalik kata-

kata Descartes. Buku ini pun dibuat pertama kali dengan tujuan

bahwa mahasiswa dapat exist bagi masyarakat. Perwujudan

exist yang creative dan inovative salah satunya adalah

membuat hasil karya yang terpublikasikan di media, yaitu karya

tulis ataupun artikel pribadi. Semangat untuk creative,

innovative dan exist bagi mahasiswa sesuai dengan visi dari

Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Trunojoyo Madura yang

baisa dikenal dengan CIE (Creative, Inovative, and Exist).

membuat hasil karya tulis dengan membiasakan diri kita untuk

menulis apa pun merupakan bentuk nyata dari eksistensi

mahasiswa di dunia pendidikan.

Page 16: TERPELESET MENULIS

16

Menulis adalah aktivitas memindahkan pengalaman

kedalam simbol-simbol verbal. Pengalaman apa pun juga,

pengalaman empirik, pengalaman membaca, pengalaman

imajinatif, maupun pengalaman orang lain (Redi Panju, 2008:

09). Buku ini pun menceritakan berbagai pengalaman

mahasiswa ilmu komunikasi UTM, seperti; pengalaman

pertama kali menulis, kiat-kiat menulis dan pegalaman pribadi

tentang cinta, persahabatan dan cita-cita.

Banyak mahasiswa untuk memulai menulis berawal dari

under pressure. Faktor under pressure yang dimiliki oleh para

penulis dalam buku ini bermacam-macam, mulai dari tugas

sekolah, bentuk emosi, dan psikologi komunikasi. Sebagian

besar masyarakat tidak menyukai cara kerja under pressure

dikarenakan tidak memanusiakan manusia atau melanggar

human right. Pola kerja under pressure adalah membatasi

manusia untuk tidak bebas dalam melakukan aktivitas yang

diinginkannya, karena harus fokus untuk mengerjakan tugas

ataupun kerjaan yang harus diselesaikan tepat waktu.

Beberapa kritikan pola kerja under pressure yang ada di

atas telah membuat beberapa orang menjauh bahkan tidak

Page 17: TERPELESET MENULIS

17

mau dengan sistem kerja yang seperti itu, namun berbeda

dengan mahasiswa ilmu komunikasi UTM. Mereka

mengerjakan artikel pribadinya sebagai bentuk perwujudan

tugas kuliah dengan sistem under pressure yang harus

dikumpulkan tepat waktu. Seorang psikolog terkenal bernama

Sheldon Kopp dalam buku Failing Forward yang ditulis oleh

John C Maxwell mengatakan,”semua pertempuran yang

penting terjadinya di dalam diri sendiri”. Orang mengadakan

pertempuran paling berat melawan kelemahan serta

kegagalannya sendiri. Mahasiswa ilmu komunikasi UTM

pertama kali mengalami pertempuran dengan dirinya sendiri

untuk memulai proses menulis artikel pribadinya. Setiap

mahasiswa berusaha untuk melawan rasa malas dan ketidak-

mampuannya dalam menulis agar dapat berkarya dalam ranah

intelektual.

Hasil akhir yang sangat signifikan adalah mahasiswa

dapat menumbuhkan bakat, minat dan keinginan menulis yang

sudah lama ditinggalkan. Dampak yang sangat mencolok dari

penentangan sistem under pressure adalah potensi-potensi

yang ada di dalam mahasiswa tidak ter-expose keluar, sehingga

Page 18: TERPELESET MENULIS

18

bakat yang terpendam hanya berada di dalam diri mahasiswa

tanpa bisa diwujudkan dalam sebuah karya tulis yang

terdokumentasikan. Dibalik pola kerja under pressure yang

tidak disukai oleh masyarakat, ternyata menyimpan kelebihan

yang cukup significant untuk menumbuhkan potensi yang

terpendam di dalam diri seseorang. Judul buku “terpeleset

menulis, mencari eksistensi diri” yang berkorelasi dengan

faktor under pressure dengan disimbolisasikan oleh teks

“terpeleset” yang kemudian menghasilkan eksistensi diri

sebagai perwujudan mahasiswa ada di tengah-tengah

masyarakat.

Keanekaragaman pengalaman dan budaya mahasiswa

ilmu komunikasi UTM tentang konsep menulis dituangkan

dalam buku ini. Pemilihan bahasa yang ringan dan mudah

dimengerti seperti catatan harian membuat semua lapisan

masyarakat yang membacanya dapat menikmati buku ini,

sehingga menimbulkan motivasi untuk membuat karya-karya

tulis lainnya. Seperti salah satu artikel di dalam buku ini yang

dibuat oleh Anharudin Hafidz dengan judul Cerita Akhir Sekolah

(Persahabatan, Cinta, dan Cita-Cita) yang menceritakan bagaimana

Page 19: TERPELESET MENULIS

19

kisah seorang sahabat mulai dari tingkat sekolah sampai ke perguruan

tinggi yang saling berjuang untuk menantang dunia hingga ke negeri

orang. diantara perjalanan menantang dunia, para sahabat itu

mengalami berbagai pengalaman cinta dan permasalahan hidup di

dalamnya. Pemaknaan atas tulisan Anharudin Hafidz adalah cita-cita,

keinginan dan cinta tidak hanya bisa dicapai oleh seseorang hanya

dengan bermalas-malasan saja. Namun, harus disertai dengan usaha

yang maksimal tanpa mengenal lelah agar dapat tercapai cita-cita dan

keinginannya. Cinta dari persahabatan menambah kekuatan dari

semangat yang mulai menurun. Karya tulis yang mempunyai emosional

untuk selalu menumbuhkan semangat agar terus menggapai cita-cita,

berawal dari under pressure karena tugas kuliah yang diberikan

oleh dosen. Hasil yang didapat dari sistem under pressure yang

diberikan oleh dosen adalah eksistensi buku “Terpeleset

Menulis, Mencari Eksistensi Diri” yang pertama kali di ranah

akademisi Ilmu Komunikasi UTM.

Hasil karya tulis mahasiswa lainnya yang merupakan

bagian dari isi buku ini sangat layak di apresiasi, karena mereka

telah mampu memulai menulis dan menceritakan kembali

pengalaman-pengalaman saat di rumah, sekolah maupun di

Page 20: TERPELESET MENULIS

20

lingkungan masyarakat mengenai arti hidup. Beberapa kisah

mahasiswa juga ada yang bersifat secret, namun merelakannya

untuk tetap dipublikasikan agar para pembaca dapat

mengambil inti sari yang ada di dalam tulisan tersebut yang

kemudian dirubah menjadi saran untuk menjalani hidup

dengan berkarya dan terus berkarya.

Buku ini juga merupakan kritik atas ketidak berdayaan

kaum akademisi untuk melawan rasa malas dalam menulis dan

berkarya. Berkarya dalam tulisan mempunyai beberapa tujuan,

yaitu: menginformasikan, membujuk, mendidik, dan

menghibur (Elina, Zulkarnaini, dan Sumarno, 2009: 6). Semua

tujuan menulis sudah ada di dalam buku ini. Mahasiswa Ilmu

Komunikasi Universitas Trunojo Madura melalu artikel

populernya mencoba untuk menginformasikan pengalaman-

pengalamannya, membujuk pembaca buku ini agar dapat

menentukan sikap, mendidik para pembaca dengan membuka

wawasan dan pengetahuan setelah membaca buku ini, dan

mempunyai tujuan untuk menghibur para pembaca yang

sedang tidak bersemangat untuk menulis ataupun beraktivitas.

Page 21: TERPELESET MENULIS

21

Sajadah Hitam, Tempat Inspirasi Menulis Oleh : Afiyah

Aku menundukkan kepalaku di atas sajadah hitam yang

selalu menemaniku saat berkomunikasi dengan Allah SWT, dzat

maha sempurna dan pencipta . Sewaktu aku memohon kepada-

Nya, sempat teringat dalam memori ingatanku akan peristiwa

pedih yang telah menimpaku. Tanpa disengaja aku mulai

menangis dan mengadu pada-Nya. Aku menangis pada Allah

SWT, kuluapkan segalanya di hadapan ilahi Rabbi. Tidak lama

aku bangkit dari tempat shalatku, kemudian dengan penuh

semangat aku mengambil sebuah buku kosong dan segera aku

wujudkan inspirasi tangisanku melalui artikel. Semuanya akan

aku tulis pada buku yang berisi lembaran-lembaran putih ini.

Sembari kumenangis, aku mulai menulis dengan tangan

bergemetaran. Tak tahu kata pertama apa yang ingin kutulis.

Sajadah hitam yang selalu menemaniku saat berdoa

kepada Allah SWT, menjadi inspirasi aku menemukan kata yang

mengwali artikel pertamaku. Bismillahirrahmanirrahim,

Page 22: TERPELESET MENULIS

22

Akhirnya kata itulah yang mengawali artikelku. Sebelumnya aku

tak pernah menulis dengan kata yang sungguh luar biasa

maknanya ini. Sedikit aku ulas makna bismillahirrahmanirrahim

atau biasa diucapkan basmalah ini. Maknanya adalah dengan

menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Arti dari kata ini bukan hanya sekedar menyebut

nama Allah SWT tapi kita langsung bernaung dan memohon

bantuan pada-Nya. Sungguh, Maha Besar Allah SWT. dengan

segala Maha Sempurnanya.

Tidak berapa lama, aku langsung menulis tentang

kepedihan yang kualami hari ini. “Musuh dalam selimut”.

Kalimat inilah yang membuatku menangis dihadapan Allah

SWT. aku mulai menulis dengan sambil menangis. Aku tak

pernah menyangka, teman sekaligus sudah kuanggap seperti

adikku sendiri, begitu tega menusukku dari belakang. Aku

dibuatnya menangis, menangis dan terus menangis di atas

buku ini. Aku mempunyai kekasih yang sangat aku sayangi,

begitu juga dengan kekasihku. Aku juga punya teman yang

sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Aku dengan temanku

selalu berdua kemanapun kami pergi.

Page 23: TERPELESET MENULIS

23

Kekasihku memutuskan hubungan cintanya denganku karena

dia tidak mau keluargaku hancur dan citra dirinya jelek karena

berhubungan denganku, karena salah satu anggota keluargaku

pernah berkelahi atau Carok dengan orang lain. Anggota

keluargaku akhirnya mendekam di penjara. Karena itu, dia

memilih PHK (Putus Hubungan Kekasih) denganku. Kejadian ini

sebenarnya tidak bisa aku abaikan begitu saja. Karena sudah

jelas, aku begitu sangat mencintai kekasihku. Aku begitu tulus

menyayangi dia, walaupun bisa dikatakan dia hanya lulusan

Sekolah Dasar. Tapi itu tidak membuatku malu atau gengsi

tentang perasaanku ke dia.

Putus! Aku terima bila memang alasannya cukup

rasional dan masuk akal. Namun, ternyata, yang kudapatkan

bukan hanya itu. Ternyata dia diam-diam berhubungan dengan

sahabat, sekaligus sudah kuanggap sebagai adikku sendiri. Aku

membaca sebuah pesan singkat di Handphone temanku yang

banyak sekali berisi kata-kata sayang dari pacarku. Seketika itu

juga hatiku hancur, sakit bercampur benci kepada keduanya.

Mungkin itu alasan yang ke dua dan terkuat mengapa kekasihku

memilih putus denganku.

Page 24: TERPELESET MENULIS

24

Seketika itu juga aku bergegas ke kamar mandi,

mengambil wudlu, sambil menangis di dalam kamar mandi. Aku

menangis dan menangis. Hatiku begitu sakit saat membaca

pesan singkat tadi di handphone temanku. Dalam hati aku

mengatakan bahwa dia adalah musuh dalam selimut. Pantas

saja kekasihku tak pernah membalas pesan singkat dariku.

Setelah dari kamar mandi, aku bergegas mengambil mukenah

dan sajadah hitam ku kemudian shalat. Dalam shalat aku

menangis dan mengadu pada Allah SWT dan bertanya pada-

Nya, apa sebenarnya salahku?. Tapi aku mencoba untuk tegar

kembali.

Aku menuliskan betapa temanku telah menjadi musuh

dalam selimut. begitu juga dengan kekasihku, kekasih yang

menjadi dambaan hatiku dan kuingin kelak dia menjadi

suamiku, ternyata dia membuatku begini. Menusukku dari

belakang. Membuat hatiku rasanya hancur berkeping-keping,

kalau memang dia adalah jodohku, aku yakin nanti dia akan

bersatu lagi. Dalam do’aku, aku ingin dialah kelak yang menjadi

pendamping hidupku. Aku ingin di dalam buku yang kutuliskan

namaku dan namanya tidak hilang dan tidak rapuh dimakan

Page 25: TERPELESET MENULIS

25

zaman. Aku ingin jika nanti dia tahu melalui artikel ini, dia sadar

kalau aku begitu menyanyanginya.

Lembaran demi lembaran aku tuliskan tentang

kepedihaku pada dia. Dia yang telah menjadi musuh dalam

selimut. Sungguh aku tak dapat berkata apa-apa padanya. Aku

hanya bisa diam dan menuliskan perbuatan yang kurang baik di

dalam buku tulis. Air mataku yang tadinya mengalir dengan

deras dan rasanya tak ingin berhenti, sekarang begitu terasa

lega karena aku dapat meluapkan segala kesedihan hati di atas

buku ini. Aku sedikit tidak terbebani karena sudah kuungkapkan

semuanya. Aku berterima kasih kepada buku ini, karena dengan

aku menulis dapat membuat kesedihanku sedikit berkurang.

Menulis memang bukan kegemaran pribadiku. Sejak

kecil aku tidak pernah menuliskan apapun itu. Jangankan

menulis hal yang berat, hal yang kecil seperti catatan harian/

diary saja aku tidak pernah menulis. Aku lebih suka

menghitung, jalan-jalan, dan membaca saja. Tetapi karena

masalah yang kualami begitu kuat dan mendalam serta

Page 26: TERPELESET MENULIS

26

menyakitkan, akhirnya aku tuangkan dalam bentuk artikel. Aku

ingin menuangkan peristiwa sakit ini melalui buku ini.

Menulis catatan harian untuk pertama kalinya bisa

dikatakan sangat susah karena aku tidak tahu kata apa yang

harus aku tuliskan untuk pertama kalinya. Sungguh heran,

walaupun artikel yang aku tuangkan nanti merupakan peristiwa

pedih yang kualami sendiri tapi ternyata tidak semudah yang

aku bayangkan. Menulis, sangat sulit bagiku untuk

mengawalinya. Namun, tidak apa akan terus aku coba dan

lakukan. Kalau berbicara tentang ini, teringat dalam benakku

tentang inspirasi yang disampaikan oleh motivator perempuan

nomor satu se-asia yang juga pengusaha jasa keuangan dengan

penghasilan 1 juta dollar pertamanya di usia 26 tahun, Merry

Riana. Dia mengatakan,”lakukanlah yang kamu cintai dan

cintailah yang kamu lakukan”. Sungguh sangat menginspirasi

aku untuk artikel pertama.

Aku ingin menuliskan dan mengenangkan kisah

asmaraku yang begitu menyakitkan di atas buku ini. Aku ingin

menumpahkan setiap kesedihan, kepedihan, kesakitan, dan

Page 27: TERPELESET MENULIS

27

kemuakanku di atas artikel ini, hingga nantinya aku merasa lega

dan terasa ringan beban hidup yang kualami. Aku juga ingin

menulis agar otakku tidak tumpul, agar aku dapat menuliskan

peristiwa-peristiwa lain yang mungkin lebih dahsyat dari ini.

semoga sewaktu artikelku mulai lancar nanti, aku dapat

membuat cerpen bahkan dapat membuat novel yang nantinya

bisa dipublikasikan di media.

Jika aku memikirkan bagaimana awalnya aku menulis

dan memikirkan segala peraturan-peraturan dalam menulis

seperti kohesif dan koherensi, sedikit canggung dan merasa

tidak ttahu harus bagaimana. Tapi aku menulis yang pertama

ini untuk di konsumsi sendiri. Memang benar apa yang

dikatakan oleh guru dan dosenku, apabila kita mau menulis,

maka kita harus banyak-banyak membaca. Dari banyak

membaca, maka kita akan merasa nyaman dan lancar dalam

menulis.

Teringat juga dengan bacaan yang pernah aku temui,

Gus Luthfi. Seorang penulis dengan judul buku “Langkah Demi

Langkah Meraih Sukses”, yang mengatakan pada kita untuk

Page 28: TERPELESET MENULIS

28

selalu membaca setiap hari minimal 15 menit, bacaan apa saja

wajib kita konsumsi disertai dengan artikel. Dengan menulis

otak kita akan bekerja. Penyesalanku adalah mengapa aku tak

menghiraukan nasihatnya. Mengapa aku hanya mengingatnya.

Sedikit demi sedikit aku mulai merasa nyaman untuk menulis

walau yang kutulis masih berupa catatan harian. Aku yakin

dengan terus menulis, aku bisa merasakan keindahan

mendalam dan manfaat besar dari kegiatan yang satu ini.

Dengan menulis, aku mulai merasakan keindahan dan

hikmah dibalik kepedihan yang aku alami. Dan dari artikel ini,

pikiranku mulai terbuka kalau aku tak boleh terus begini. Aku

tak boleh terus terkungkung dan merasakan sakit dan sakit

yang begitu mendalam karena asmara. Aku harus katakan pada

diriku sendiri kalau aku bisa jalani hidup sendiri walau tanpa

seorang kekasih di sampingku. Teringat juga dalam benakku,

kalau mati satu pasti akan tumbuh seribu. Maksudnya,

meskipun aku putus dengan dia, aku yakin masih ada insan-

insan lain yang mempunyai hati yang lebih tulus dan menerima

aku apa adanya serta tak ada musuh dalam selimut lagi.

Page 29: TERPELESET MENULIS

29

Nikmat juga rasanya kalau aku terus menyelam dalam

artikel di atas kepedihan ini. Dan terbersit juga di benakku,

kalau kekasih sejati itu hanyalah Allah SWT. Dia tidak akan

pernah meninggalkanku selama aku mendekatkan diri pada-

Nya. Aku bersyukur juga dengan menulis, aku merasa lega dan

seperti tak ada beban pedih yang dialami. Aku bersyukur pada-

Nya yang telah menegarkan hatiku untuk menjalani hidup ini

bahkan memecahkannya lewat artikel, tanpa harus berteriak

melalui lisan kalau dia telah merebut kekasihku.

Dengan menulis yang aku awali dari asmara yang

kualami, aku yakin dapat terus menulis di diary-ku dan nantinya

dapat mengantarkanku untuk menjadi penulis terkenal. Amien.

Sempat juga terbayang dalam benakku tentang tokoh penulis

seperti Hernowo. Walau aku tidak kenal dengan beliau tapi aku

menyukainya. Menulis baginya seperti makan nasi.

Memang, aku tidak begitu tahu betul tentang karya-

karyanya tetapi namanya yang masih sangat asing di telingaku,

membuatku merasa kagum dengannya. Mungkin nanti, aku

dapat mengetahui artikel beliau, kemudian mengamati,

Page 30: TERPELESET MENULIS

30

meniru, dan memodifikasi artikelnya dan nanti artikelku berada

di samping beliau. Sungguh, senang hatiku bila artikelku nanti

sejajar dengan artikelnya.

Aku dengan kesendirianku saat ini, hanya bisa berserah

diri pada Allah SWT dan tetap terus menyebut nama-Nya dalam

hatiku. Dialah kekasih sejatiku. Peristiwa pedih yang kualami ini

merupakan langkah awal bagiku untuk berpetualang di dunia

tulis-menulis walau saat ini masih berantakan dan hanya

didokumentasikan untuk diriku sendiri. Menulis itu bagiku

seperti menyelam di dunia tinta.

“Membaca dapat memperkaya diri dengan kata-kata;

sementara itu, menulis dapat diibaratkan sebagai kegiatan

mengeluarkan “diri” dengan bantuan kata-kata. Jika kita ingin

menulis tetapi enggan membaca, kegiatan menulis yang kita

jalani akan menjadi kegiatan yang berat dan kadang-kadang

menyiksa”, itulah kutipan dari artikel Hernowo Hasyim yang

begitu mengispirasi diriku untuk terus menulis. Aku ingin

menulis dalam keadaan apapun dan di manapun. Sebab, bila

aku tak menuliskannya baik dalam catatan harianku maupun di

Page 31: TERPELESET MENULIS

31

media yang lain, maka sudah pasti aku akan kehilangan sejarah

hidupku.

Terbersit juga dalam benakku akan sebuah ucapan yang

disampaikan oleh Ali Bin Thalib, yakni Ikatlah ilmu dengan

menuliskannya. Ilmu di sini bagiku adalah sumber bacaan, bisa

dari buku, koran, majalah, atau bahkan pengalamanku sehari-

hari. Bila kita tidak menuliskan apa yang pernah kita baca, maka

hal itu akan menjadi hal yang mudah hilang. Membaca tanpa

menulis mungkin mudah dilakukan oleh setiap orang, tetapi

membaca kemudian menuliskannya yang sesuai dengan

Bahasa kita mungkin itu yang agak sulit dilakukan. Tetapi

selama kita mau terus belajar, maka membaca dan menulis

akan mudah kita lakukan. Aku percaya itu.

Page 32: TERPELESET MENULIS

32

Artikel Populerku

Oleh :

AINUL HURRIYAH

Artikel bukan sesuatu hal yang baru dalam kehidupan

dan kegiatan sehari-hari saya dalam perkuliahan atau

kehidupan sehari-hari. Banyak tugas dari kampus yang

mengharuskan kita mencari sebuah artikel tentang mata kuliah

yang bersangkutan. Namun dalam hal membuat artikel sendiri,

merupakan sesuatu hal yang baru dan mungkin tidak pernah

saya duga dan bayangkan hingga sejauh ini. Terniat di benak

saya, apa yang akan saya tulis untuk membuat sebuah artikel.

Banyak referensi dan bantuan-bantuan untuk mempermudah

saya menulis sebuah artikel, baik referensi dari sebuah buku

atau dari internet. Itupun masih membuat saya kebingungan

hingga melamun sendiri, untuk menulis artikel. Bahkan

terkadang saya malas-malasan untuk menulis dan melanjutkan

Page 33: TERPELESET MENULIS

33

tugas artikel tersebut, dikarenakan tidak ada ide yang dapat

saya tuangkan dalam artikel.

Artikel yang saya tulis, biasanya bersifat personal. Tidak

terfokus pada suatu bagian, baik pendidikan dan ilmu

pengetahuan. Dikarenakan kemampuan yang minim dalam hal

menulis artikel. Setiap menulis artikel, saya memiliki banyak

hambatan. Mulai dari malas, tidak berkonsentrasi, adanya

tugas-tugas yang harus lebih didahulukan. Artikel tersebut

sepertinya selesai dengan jangka waktu yang cukup lama,

karena situasi dan kondisi yang kurang mendukung, yang

membuat artikel tersebut sulit untuk rampung dan dapat

dikumpulkan. Artikel yang dibuat pun tidak dapat dikatakan

layak atau bagus, tanpa adanya penilaian dari yang membaca.

Judul-judul yang biasa saya gunakan untuk artikel saya,

biasanya tentang bahasa sehari-hari kita sebagai anak muda,

salah satunya mengenai komunikasi jarak jauh, yang banyak

dilakukan oleh anak muda baru-baru ini. Kurangnya inspirasi

atau masukan untuk membuat artikel merupakan hambatan

tersendiri dalam penyelesaiannya. Baik hambatan seperti

kurang adanya semangat, bad mood, sampai tidak adanya

Page 34: TERPELESET MENULIS

34

bahasan yang baik untuk dibentuk menjadi sebuah artikel. Suka

duka banyak saya alami dalam menulis sebuah artikel, suka

yang saya temui adalah dapat menghibur diri sendiri disaat

mengalami suatu masalah. Saya meluapkan segalanya, apa

yang ada di pikiran dan benak, saya tuangkan dalam artikel

tersebut, sehingga dengan menulis tersebut beban pikiran yang

ada, sedikit berkurang bahkan dapat menemukan solusi yang

bagus dalam masalah yang ada. Sedangkan dukanya adalah

benar-benar tidak bisa mengontrol emosi dan kemauan yang

ada, artikel yang sedang saya kerjakan terkadang dirobek atau

dicorat-coret, sehingga saya harus mengulanginya lagi.

Membuat yang sama persis bahkan kalau bisa lebih bagus dari

yang sudah saya hancurkan. Terkadang saya pun menyesali

tindakan yang sudah saya lakukan tersebut. Akibat adanya

masalah yang sangat besar, sehingga saya tidak bisa

mengontrol emosi, tindakan, hingga sikap saya sendiri dan

meluapkan segalanya kepada artikel yang sedang saya kerjakan

dan dalam proses finishing.

Dongkol, marah, emosi saya rasakan dan tuangkan

dalam artikel yang sedang saya tulis. Bahkan saat sedang

Page 35: TERPELESET MENULIS

35

berselisih paham dengan pacar yang membuat semakin malas

atau bahkan tidak sedikitpun menyentuh laptop untuk

melanjutkan artikel yang sedang saya kerjakan tersebut.

Namun disaat lagi semangat untuk menulis artikel tersebut

hingga tidak sadar sudah larut malam, bahkan juga tidak sadar

belum makan dikarenakan asyiknya menyelesaikan artikel.

Keinginan menulis itu timbul sejak saya masih duduk di bangku

SMP. Semuanya mengalir sejak kurangnya atau bahkan tidak

adanya aktifitas yang saya lakukan, karena saat itu masih duduk

di bangku SMP tepatnya kelas 1. Disaat senggang saya mulai

menulis, menuangkan segala hal yang ada di otak dan pikiran.

Bila inspirasi atau ide itu tidak ada, saya keluar rumah

cari makan atau sekedar beli camilan untuk menemukan ide tau

gagasan untuk menyelesaikan artikel. Saya lebih senang dan

lebih nyaman menulis artikel di dalam kamar, dengan situasi

yang sepi dan tenang tanpa gangguan sedikitpun, karena bila

ada gangguan sedikit saja, konsentrasi akan terganggu dan

biasanya akan enggan melanjutkannya, bahkan cenderung

emosi dengan orang yang membuat gangguan itu. Tantangan

tersendiri dalam menulis artikel adalah bila tidak dapat

Page 36: TERPELESET MENULIS

36

menyelesaikan artikel ini sesuai waktu yang telah saya

targetkan. Saya sendiri merasa telah gagal menulis, karena

seharusnya saya dapat bersikap profesional dalam artikel ini.

Bahkan faktor yang membuat artikel atau artikel saya tidak

dapat rampung sesuai jadwalnya, seperti kesibukan disaat

duduk di kelas 3 SMP dan tengah sibuk dengan persiapan ujian

akhir, maka artikel tersebut akan terbengkalai bahkan tidak

diperiksa sedikitpun. Terkadang saya rindu ingin menulis,

menuangkan segala ide-ide saya, namun situasi yang ada belum

memungkinkan, ada hal yang lebih penting untuk didahulukan

yaitu Ujian Akhir. Saya harus berkonsentrasi penuh terhadap

ujian yang akan saya hadapi.

Lulus SMP, saya melanjutkan pendidikan ke bangku

SMA, dan nasib artikel saya masih belum diketahui. Namun

semenjak masuk SMA, saya mulai melanjutkan lagi hobby saya

dalam menulis dan membaca. Saya mulai mencari referensi-

referensi yang lebih baru untuk menambah ide artikel.

Semenjak masuk SMA, saya memiliki semangat baru untuk

menulis kembali, meskipun saya sendiri kurang yakin dengan

artikel yang akan saya tulis kali ini, seperti nasib-nasib artikel

Page 37: TERPELESET MENULIS

37

saya sebelumnya. Inspirasi-inspirasi dalam artikel, saya

dapatkan dari sahabat-sahabat, teman dekat serta keluarga

yang memberikan support. Dengan tujuan agar nantinya hobby

tersebut dapat berkembang dan bermanfaat untuk diri saya.

Namun kepercayaan diri tersebut masih sulit saya tumbuhkan

pada diri sendiri. Terkadang bila saya tidak menemukan ide

dalam artikel, saya mencoba mencari bantuan atau referensi

dari internet, yang digunakan hanya sebagai panduan sekilas.

Tidak hanya menulis artikel, saya juga terkadang menulis

cerpen yang saya tulis sendiri. Saya ambil dari kisah nyata

dalam kehidupan sehari-hari saya. Perjalanan hidup bahkan

asmara saya sendiri, saya tulis dalam cerpen tersebut.

Alhamdulillah hasil artikel saya yang kali ini berbentuk cerpen

terpilih dan dapat diterbitkan di Mading kelas, yang saya sendiri

kurang yakin akan hasil saya. Semenjak hari itu, kepercayaan

diri saya tumbuh. Setiap ada libur sekolah, saya mulai membuat

artikel yang lebih baru lagi dengan judul-judul yang lebih trend

di zamannya. Karena hanya saat liburan sekolah waktu yang

tepat untuk menulis dengan baik dan intensitas yang sering

karena tidak adanya gangguan seperti rutinitas sekolah, tugas,

Page 38: TERPELESET MENULIS

38

dan bimbingan belajar. Terkadang saya memulai artikel saya

ditempat Hang-out dengan fasilitas Free Wi-fi dengan tujuan

dapat lebih mudah mengakses untuk menambah referensi

dalam artikel saya. Setelah dibaca-baca, saya terkadang merasa

artikel tersebut kurang terasa gregetannya, kurang menarik, itu

semua terjadi terkadang karena kekesalan saya terhadap

kekasih dan hal tersebut saya lampiaskan terhadap artikel saya,

sehingga artikel saya yang amburadul. Komunikasi jarak jauh

banyak terjadi kepada hubungan yang biasanya memiliki jarak

yang jauh (long distance relationship). Hal tersebut sangat sulit

dilakukan antara yang cowok atau cewek. Banyak hal yang

menjadi kendala, mulai dari biaya, jaringan, dan kesibukan.

Masih banyak juga yang mengatakan jika hubungan tersebut

tidak akan berumur panjang dikarenakan intensitas pertemuan

yang akan sulit dilakukan, serta komunikasi yang dilakukan

kurang lancar. Saya mendapatkan referensi ini dari pengalaman

saya dan teman-teman yang mengalami.

Tidak berhenti sampai disitu, saya terus menulis dan

menulis. Melanjutkan hobby saya yang semakin saya cintai ini.

Meskipun terkadang rasa malas itu menghinggapi saya,

Page 39: TERPELESET MENULIS

39

begitupun rasa bosan, jenuh hingga dongkol tidak ada hentinya

saya rasakan. Hingga akhirnya saya pun lulus SMA dan nasib

artikel saya pun tidak diketahui ujungnya. Tapi sebagian artikel

saya dapat terselesaikan dengan baik, meskipun artikel saya

tidak dapat dimuat dan diterbitkan. Bila tidak ada kesibukan,

terkadang saya mengoreksi kembali artikel-artikel saya

tersebut. Agar hasilnya dapat lebih baik dari sebelumnya. Saat

ini saya cenderung lebih sering menulis cerita-cerita pribadi

saya sendiri pada sebuah catatan atau diary untuk meluapkan

segalanya.

Page 40: TERPELESET MENULIS

40

Cerita Akhir Sekolah (Persahabatan, Cinta, dan Cita-Cita)

oleh : Anharudin Hafidz

Tiap dari kita pasti memiliki teman dekat atau sahabat,

dimana waktu kita banyak dihabiskan bersama. Biasanya ditiap

episode kehidupan ada sahabat yang datang dan pergi. Namun

yang namanya sahabat biasanya memiliki jangka waktu

hubungan yang lebih lama, lebih awet dari jenis hubungan lain

seperti teman biasa ataupun pacar. Bicara tentang

persahabatan yang masih awet, saya memiliki beberapa orang

sahabat sejak duduk di bangku sekolah, saat masih memakai

seragam putih abu-abu. Mereka itu, Alvan, Bagus, dan Dito,

dimana kami kemana-mana selalu bersama, sampai ke kamar

mandi pun bersama. Menjalani waktu remaja yang buat kami

begitu indah.

Persahabatan, cinta, dan cita-cita. Ketiga tema itu lah

yang mewarnai hari-hari kami, yang ketika mulai

membicarakan tema tersebut seakan waktu menjadi berlalu

Page 41: TERPELESET MENULIS

41

begitu cepat. Tentang persahabatan, Bagus dan Dito sudah saya

kenal sejak jaman kami masih memakai seragam putih biru tua,

di SMPN 2 Jember, namun saat itu belum dekat. Saya lebih dulu

dekat dengan Bagus, seorang pemuda berkacamata, dengan

kulih putih bersih dan mata sipit-nya yang sering kali membuat

orang mengira bahwa dia adalah seorang chinese. Ditambah

kemahirannya dalam bermain basket membuat cukup banyak

yang ngefans dengannya. Pertama kali memasuki dunia putih

abu-abu, di SMAN 1 Jember, secara tidak sengaja kami berada

di kelas yang sama, X.1. Duduklah kami sebangku selama

setahun. Kemudian saat naik ke kelas sebelas, saat mulai

penjurusan, saya memilih jurusan IPA, Bagus juga. Akhirnya

kami kembali sekelas. Karena sudah cocok dan belum terlalu

mengenal teman yang lainnya, kami duduk sebangku lagi.

Apalagi kami sudah menjadi satu tim yang sangat solid ketika

ada ulangan di sekolah, bekerja sama dengan sangat rapi

dengan modus yang tidak diketahui oleh guru manapun.

Dari kelas sebelas ini, cerita masa SMA kami pun mulai

berwarna. Kami menamakan diri kami Djabley, kependekan

dari Djajaran Anak Ipa Lima Euy, sebuah nama yang disepakati

Page 42: TERPELESET MENULIS

42

oleh 36 siswa di kelas. Sempat sedikit dipertanyakan oleh wali

kelas kami karena namanya nyerempet ke satu kata yang

berkonotasi kurang baik, namun setelah diberi penjelasan dan

sedikit merayu, akhirnya disetujui dan disahkan langsung oleh

wali kelas kami tercinta, Bu Anita.

Di kelas ini, saya mulai mengenal Alvan, sosok pemuda

tegap yang bila pertama kali orang melihat, pasti bisa

merasakan jiwa kepemimpinannya. Aktif di Paskibra, dan dia

dipercaya menjadi ketua kelas kami. Orangnya lurus dan tidak

neko-neko, agak sedikit kaku, namun setia sekali terhadap

wanita yang dicintainya. Alvan sendiri dekat dengan Dito,

pemuda polos dan baik hati, yang bangga dengan motor Jupiter

MX merahnya, dan menjadi fans berat pembalap moto GP yang

lekat dengan nomor 46, Valentino Rossi. Ketika kami

ditakdirkan sekelas bersama, tidak dengan begitu saja kami

menjadi dekat. Bahkan boleh dibilang kedekatan itu baru

tercipta ketika kelas tiga. Awalnya kami masih memiliki

kesibukan sendiri-sendiri, Alvan di Paskibra, Bagus di basket,

sedangkan saya dan Dito punya kesibukan sendiri walaupun

kurang suka ikut ekskul ataupun organisasi.

Page 43: TERPELESET MENULIS

43

Akhirnya kami menjadi dekat dan sering menghabiskan

waktu bersama. Jika kami punya rencana untuk pergi jalan-jalan

ke suatu tempat, rumah Bagus selalu menjadi tempat kami

bertemu. Jika kami pulang sekolah dan sedang tidak ada

pekerjaan rumah atau besoknya hari libur, kami biasanya

berkumpul di kosan Alvan. Yang menjadi menarik dari kosan

Alvan karea memiliki atap yang bisa dinaiki. Tempat kami

menggalau melihat bintang di langit malam, atau iseng

mengganggu kosan siswi perempuan di sebelah rumah. Bahkan

pernah kami ditegur ibu kos Alvan terkait hal ini.

Tidak cukup itu, kami juga memiliki sebuah tempat

rahasia yang jarang sekali dikunjungi orang, seolah tempat itu

hanya milik kami. Namanya Gumuk Kerang, yang dari tempat

itu kami bisa melihat kerlap-kerlip lampu kota Jember. Bila

diingat-ingat, entah sejak kapan kami memutuskan untuk

menjadi empat orang sahabat, tapi jika dilihat lagi kebelakang,

saya pikir ada sebuah momen yang menjadikan kami begitu

akrab. Momen itu, adalah tentang cinta. Selalu ketika kami

membicarakan mengenai hal ini, cinta, bahasannya seakan

tiada habisnya. Dari empat orang, sebenarnya masing-masing

Page 44: TERPELESET MENULIS

44

dari kami memiliki seseorang yang kami sukai secara diam-

diam. Namun hanya dua orang yang berani menyatakannya.

Lainnya beralasan tidak dibolehkan oleh orang tua, hingga tidak

diperjuangkan, walaupun disitu sebenarnya ada unsur tidak

berani mengungkapkan.

Saya masih ingat sekali, salah seorang dari kami sampai

membuat kode di plat nomor motornya, yang membentuk

sebuah tanggal, tanggal spesial mengenai dia dan orang yang

dia sukai. Momen yang menjadikan kami akrab, malah ketika

dua diantara kami yang berpacaran, akhirnya harus mengakhiri

hubungannya, karena sesuatu hal. Nah, tanpa kami sadari

momen itulah yang akhirnya mempersatukan kami, membuat

kami menjadi semakin akrab, bertambah dekat, dan mulai

mengerti mengenai arti sahabat. Tidak lama setelah momen

itu, kami sudah kembali move on, saat itu sudah memasuki

semester kedua di kelas dua belas, dan kami bertekad untuk

membayar waktu kami yang sempat hilang karena kesibukan

masing-masing, dengan membuat sisa waktu kami di bangku

SMA menjadi lebih indah dan berwarna.

Page 45: TERPELESET MENULIS

45

Kemudian kami sedikit melakukan provokasi pada

tema-teman Djabley yang waktu itu memiliki interest sendiri-

sendiri bersama gengnya, bersama kelompoknya, untuk

kembali bersatu padu. Karena kami percaya bahwa masa SMA

tidak harus melulu belajar saja, karena saat itu suasana di kelas

terlalu study oriented, tapi ada saat-saatnya kami tersenyum

dan tertawa, bersama menghabiskan waktu, melepas penat di

hati. Saat itu ada perlombaan antar kelas, yang menjadi momen

bagi kami untuk unjuk gigi diantara kelas lainnya. Untuk

perlombaan yang cukup bergengsi, yaitu sepak bola, kami harus

rela menjadi juara empat, karena memang secara kemampuan

fisik kami kalah dibanding kelas lain. Lomba lainnya adalah

lomba kebersihan kelas, dimana kami mengeluarkan segala

kreativitas untuk membuat kelas kami menjadi bersih dan

indah. Usaha kami terbayar dengan diraihnya peringkat kedua.

Puncak prestasi kami adalah saat pertandingan sepak bola

daster, saat itu kelas kami termasuk yang tidak diunggulkan,

karena saat sepak bola dilapangan rumput juga tidak cukup

bersaing. Pertandingan yang dilaksanakan di lapangan basket

sekolah itu diikuti oleh seluruh kelas dari kelas satu sampai

Page 46: TERPELESET MENULIS

46

kelas tiga, setiap tim terdiri dari tiga orang yang menggunakan

daster dan ditonton oleh seluruh warga sekolah. Saya ikut

dalam tim itu, bersama Dito dan Luqman. Teman kelas lainnya

menjadi suporter. Ketika harus menggunakan daster, saya

meminjam daster mama saya yang berwarna pink. Dan ketika

pertandingan berlangsung, terdengar teriakan riuh, saya tidak

begitu memperhatikan karena fokus pada pertandingan.

Namun samar-samar saya mendengar,“Mas Afdilla cantik pake

daster pink”. Setelah beberapa kali memenangkan

pertandingan, bangganya saya, berhasil mencetak dua gol

penentu kemenangan, yang ahirnya kami keluar sebagai juara

pertama, kelas kami menang. Saat itu termasuk hari paling

bahagia yang dimiliki kelas kami, Djabley. Dan sebagai

tambahan, saya juga tidak menyangka bahwa saya secantik itu

saat memakai daster.

Suatu waktu kami menonton sebuah film bersama,

Catatan Akhir Sekolah, yang mengisahkan seorang yang

membuat film dokumenter mengenai kegiatan di sekolahnya.

Film itu sangat menginspirasi kami, kebetulan saat malam lepas

pisah kami diminta menampilkan profil masing-masing kelas,

Page 47: TERPELESET MENULIS

47

dan kami menjadikan film itu sebagai acuan untuk membuat

profil kelas dalam bentuk video. Tema yang kami angkat adalah

tentang persahabatan, cinta dan cita-cita. Finally, dengan

beberapa kegilaan yang kami lakukan, kami berhasil membuat

sisa waktu kami di bangku putih abu-abu menjadi lebih indah.

Mission completed!

Tiap ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Usai lulus

dari SMA masing-masing dari kami sudah punya rencana sendiri

mengenai masa depan kami, melanjutkan studi di bangku

universitas. Tentang cita-cita, Dito memiliki mimpi untuk

menjadi seorang ahli mesin, dia melanjutkan studinya di teknik

mesin Universitas Brawijaya, di kota apel, Malang. Bagus,

mengikuti keinginan orang tuanya untuk melihat anaknya

menjadi seorang dokter. Dia melanjutkan studi di fakultas

kedokteran Universitas Jember. Alvan yang awalnya ingin

bergabung di angkatan udara Republik Indonesia, akhirnya

melanjutkan studi di fakultas ekonomi Universitas Jember.

Sedangkan saya sendiri, melanjutkan studi di manajemen bisnis

Institut Manajemen Telkom, di kota kembang, Bandung. Kami

pernah membuat janji, untuk bertemu kembali suatu saat

Page 48: TERPELESET MENULIS

48

nanti, dengan kesuksesan masing-masing. Saat itu kami

berharap, semoga ada takdirnya. Together we fly ..

Bandung, Februari 2013

Hari ini langit Dago begitu dingin. Angin pun cukup

kencang menambah dinginnya udara sampai rasanya merasuk

ke setiap sendi tubuh ini. Sembari terduduk santai di kantor,

memandang laporan rekap order katering yang sebentar lagi

selesai, juga pada setumpuk kertas berisi jadwal penyusunan

proposal thesis. Semalam ada pesan singkat masuk

ke handphone saya, “Ini aku uda duduk di dalam pesawat, di

tengah. Ya Allah, aku pengen dua tahun lagi yang duduk di

samping kanan kiriku adalah bapak, ibuku, guna naik haji

bersama.” Sebuah pesan singkat dari Alvan. Ceritanya dia

sedang dalam perjalanan untuk mewujudkan salah satu

mimpinya, pergi melihat luasnya dunia. Beberapa waktu lalu

papernya diterima dan dia diundang untuk

mempresentasikannnya, di salah satu negara di benua biru,

Italia. Saya tahu betul, betapa bahagianya dia sekarang.

Page 49: TERPELESET MENULIS

49

Beberapa waktu lalu juga ada sebuah kabar dari Dito,

“Alhamdulillah bro.. matur nuwun semangat semeru nya dan

doanya. Aku lolos sampe tahap akhir. PTPN XI” Saat turun dari

Semeru awal Januari lalu, memang saya sempat

merepotkannya dengan menumpang menginap di kosan dia di

daerah Pisang Dalam, dekat kampus UB. Paginya saya sempat

menemani dia lari pagi di Malang, ceritanya saat itu dia sedang

fokus untuk memaksimalkan persiapan tes kesehatan di PTPN

XI. Saya senang sekali saat mendengar kabar bahwa akhirnya

dia diterima,“sebentar lagi jadi punya teman pak sinder nih”,

canda saya padanya. Sedangkan Bagus, sekarang dia sedang

menyelesaikan koas dokternya di Jember sampai akhir taun

2013 ini. Dia nanti akan jadi seorang dokter favorit yang

digandrungi, karena baik, putih dan ganteng. Akhirnya, semoga

kami bisa menepati janji semasa sekolah dulu, untuk bertemu

kembali dengan kesuksesan masing masing.

Page 50: TERPELESET MENULIS

50

Page 51: TERPELESET MENULIS

51

Aku Terjerat Dunia Menulis oleh : Dedy Onto Laksono

Mungkin banyak (termasuk aku) yang ingin memulai

karier sebagai penulis, kadang tidak sadar tentang dunia yang

mereka masuki. Terjun menjadi penulis tanpa perhitungan akan

menjadikan menulis menjadi pekerjaan yang menjemukan

seperti pekerjaan kantor lainnya. Menulis menurutku, adalah

bidang pekerjaan yang fokus dalam dunia informasi, literatur

sistematis, atau suatu karya ilmiah tertentu. Namun, perlu

dipahami bahwa menulis akan berjalan dengan baik dan terasa

cukup mudah apabila kita terus berlatih serta memahami

banyak pengetahuan, aturan atau tips tentang menulis. Seperti

dalam pemahaman ku, dasar untuk memulai menulis adalah

memahami segala aspek yang berkaitan, seperti; apa saja jenis

tulisan yang ada di media, bagaimana bahasa dalam menulis,

bagaimana mencari sumber informasi atau referensi untuk

memperkaya pengetahuan dan kata-kata, seperti yang ada di

bawah ini :

Page 52: TERPELESET MENULIS

52

Tajuk. Sering juga disebut induk karangan (berasal dari

bahasa Belanda hoofd artikel), editorial atau leadaer (istilah

dari bahasa ini banyak digunakan di Negara yang pernah

dipengaruhi Inggris, misalnya : the economist sedangkan istilah

editorial umumnya dipakai oleh penerbitan Amerika). Seperti

halnya berita dan kolom, tajuk seringkali dijadikan acuan

kewibawaan sebuah media. Sedangkan, bentuk-bentuk tajuk

dapat berupa sekedar memberikan informasi, menjelaskan

atau memberikan intrepretasi mengenai sebuah kejadian,

argumentasi, sifatnya analitis, mendorong aksi, bersifat jihad,

persuasif, memuji ataupun menghibur.

Kolom, sebagai forum diskusi mempunyai tempat

terpandang dalam pers Indonesia. Ia ikut membentuk aliran

utama pemikiran intelektual yang tengah berkembang dalam

masyarakat. Kolom hanya menyoroti fakta dan datanya yang

telah dimuat berita. Sebuah kolom mungkin hanya memberikan

sebuah pandangan atau penilaian, penekanan pada segi

tertentu dan melihat kecenderungannya. Kolom juga biasanya

bercorak komis, komedis, anekdotis, atau humoris, bahkan

sarkatis atau bias satiris. Sehingga tulisan ini lebih otonom.

Page 53: TERPELESET MENULIS

53

Pojok. Berisi komentar singkat mengenai topik yang

sedang hangat. Komentar bias humor, namun punya sindiran

tajam. Opini, tulisan berupa opini berisi gagasan, ulasan, dan

kritik terhadap sebuah permasalahan yang ditulis dalam bahasa

ilmiah popular. Tulisan ini juga menyediakan solusi. Memilah

perbedaan antara fakta dan opini melahirkan jurnalisme

evaluative (berperan mengevaluasi birokrasi, para pejabat

pemerintah dan realitas sosial yang lain) serta jurnalisme

partisan (memperjuangkan kebenaran versi media

bersangkutan).

Berita, Secara sederhana, berita mengandung unsur

5W+1H (What, Why, When, Where, Who, dan How). Berita

mengandung muatan nilai dan kepentingan dari pengasuh

(manajemen, wartawan, karyawan), pendukung (pembaca,

pemasang iklan), sehingga setiap kelompok penerbitan punya

visi dan misi tertentu, meski dikemas dengan label

independent. Fungsi penebritaan bukanlah untuk

memepringatkan, menginstruksikan maupun membuat

tercengang pembacanya. Berita harus bermanfaat tidak hanya

memberitahu saja. Agar bermanfaat berita diusahakan sebagai

Page 54: TERPELESET MENULIS

54

pengetahuan umum dan alat kontrol sosial. Kemudian,

beberapa patokan yang aku pahami tentang menulis

diantaranya:

Gunakan kalimata-kalimat pendek dan mudah

dimengerti, bahasa adalah alat untuk menyampaikan cipta dan

informasi. Bahasa diperlukan untuk komunikasi. Kita perlu ingat

agar apa yang disampaikan kepada khalayak betul-betul dapat

dimengerti orang. Kalau tidak demikian, maka tidak dapat

disebut orang itu sebagai komunikatif. Kita harus berusaha

menjauhi penggunaan kata-kata teknik ilmiah, dia harus

menjelaskan terlebih dahulu apakah arti kata-kata tersebut.

Kita harus menjauhi kata-kata bahasa asing. Misalnya, aku lebih

yakin memakai kata “partisipasi” ketimbang “keikutsertaan”.

Gunakan bahasa sederhana dan jernih pengutaraannya,

Khalayak media massa, yaitu pembaca surat kabar, pendengar

radio, penonton televisi terdiri dari aneka ragam manusia

dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-

beda, dengan minat perhatian, daya tangkap, kebiasaan yang

berbeda-beda pula. Maka prinsip yang dipegang ialah; Gunakan

Page 55: TERPELESET MENULIS

55

bahasa tanpa kalimat majemuk, yang terdiri dari kata pokok

atau subjek (S), kata sebutan atau predikat (P), dan kata tujuan

atau objek (O). Misalnya, kalimat “Si Amat (S) pergi ke pasar (P)

membeli sebuah pena”. Kalimat tersebut sudah lengkap berdiri

sendiri. Karena kadang kita akan terpengaruh oleh bahasa

Belanda atau Bahasa Inggris, yaitu menulisnya dengan kalimat

yang panjang, berbentuk “compound sentence”, kalimat

majemuk dengan induknya dan anaknya yang dihubungkan

dengan kata sambung. Seperti, “Si Amat pergi ke pasar beli

sebuah pena yang mana merupakan pemborosan tenaga oleh

karena telah dikatakan kepadanya bahwa pena itu dapat juga

dibeli di took seberang rumahnya sehingga segala sesuatu lebih

mudah jadinya”. Dengan menggunakan kalimat majemuk,

pengutaraan pikiran kita mudah terpeleset menjadi berbelit-

belit dan bertele-tele. Sebaiknya, kita menjauhkan diri dari

kesukaan memakai kalimat majemuk karena bias

mengakibatkan tulisan menjadi “woolly” alias tidak terang.

Gunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan kalimat

pasif, membuat berita menjadi hidup bergaya ialah sebuah

persyaratan yang dituntut dari seorang penulis. Berita demikian

Page 56: TERPELESET MENULIS

56

lebih menarik dibaca. Aku mencoba membandingkan kalimat

yang berbunyi “Si Amat dipukul babak belur oleh si Polan”

dengan kalimat yang berbunyi, “Si Polan memukul si Amat

babak belur”. Tidaklah terasa kalimat yang kedua jauh lebih

hidup bergaya? Kecuali tentunya jika fokus hendak dijuruskan

pada si Amat yang membuat kalimat pertama dapat

dipertanggungjawabkan, maka umummnya cara menulis

dengan kalimat kedua, yaitu dalam bentuk aktif lebih disukai

dalam dunia jurnalistik. Kalimat pasif jarang dipakai, walaupun

ada kalanya dia dapat menimbulkan kesan kuat.

Gunakan bahasa padat dan kuat, kita mungkin masih

seringkali terhanyut menulis dengan mengulangi makna yang

sama dalam berbagai kata. Bahasa jurnalistik tidak

menghajatkan hal demikian karena kata-kata yang digunakan

harus efisien dan seperlunya saja. Kembang-kembang bahasa

harus dihindarkan. Bahasa jurnalistik harus hemat dengan kata-

kata.

Gunakan bahasa positif, bukan bahasa negatif, Kembali

kepada pengarang Ernest Hemingway, mengemukakan sebuah

Page 57: TERPELESET MENULIS

57

prinsip lain dalam penulisan berita. Kita bisa menulis

umpamanya kalimat berikut, “Wartawan Sondang Meliala tidak

menghendaki penataran wartawan olahraga”. Kalimat ini

secara teknis dinamakan berbentuk negatif (lihat perkataan

“tidak menghendaki”). Akan tetapi, dengan arti yang persis

sama, kita bisa pula menulis, “Wartawan Sondang Meliala

menolak penataran wartawan olahraga”, kalimat ini dinamakan

berbentuk positif (perkataan “menolak” positif sifatnya

dibandingkan dengan perkataan “tidak menghendaki”.

Ulasan di atas memberitahu kita tentang bagaimana

dasar-dasar kita memulai tulisan. Banyak sekali mengenai dasar

menulis yang perlu kita pahami. Perhatian terhadap makna

kalimat ataupun kata akan sangat diperhatikan oleh penulis

hebat untuk menghasilkan tulisan yang sungguh menarik

pembaca. Tidak diragukan lagi, kata memegang perananan

penting dalam berbahasa, sehingga kita pun mempunyai

kedudukan dalam berbagai macam aspek kehidupan kita. kita

dapat memahami manusia dengan kata-kata. kita dapat

berbicara kepada mereka dengan kata-kata. Kata-kata memang

mempunyai daya pukau untuk mengekspresikan diri, baik

Page 58: TERPELESET MENULIS

58

dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Semakin banyak

kosakata kita, semakin banyak ide yang bisa kita utarakan.

Tidak mengherankan jika ada pertalian erat antara kosakata

dan kemampuan menulis. Dunia tulisan yang menggairahkan

dibangun oleh kata-kata yang bercita rasa.

Page 59: TERPELESET MENULIS

59

Tulisan Pertamaku oleh : Eka

Pertama kali aku menulis saat aku masih berada di

sekolah Taman Kanak-kanak (TK). Dulu di TK guruku mengajari

menulis huruf alphabet, mulai dari huruf kecil hingga huruf

kapital. Selain itu guru-guru di sekolah TK ku itu sering kali

menyuruhku untuk menuliskan nama dari masing-masing

muridnya. Mulai dari nama panggilan sampai nama lengkap

kami, baik itu di papan tulis maupun di kertas yang sudah

disediakan oleh guru kami. Jadi, setiap pulang sekolah aku

selalu ingin mencoba apa yang telah guruku ajarkan di sekolah.

Tidak hanya itu, saya selalu mencoba menulis dan mengeja

nama panggilanku begitupun nama panjangku. Setelah lancar

dan bisa menghafal huruf alphabet dari A sampai Z, aku

terkadang meminta orang tua ku untuk memberikan soal atau

meminta petunjuk apa yang akan aku pelajari selanjutnya.

Misalnya dengan menuliskan nama orang tuaku dan nama

teman-temanku. Pernah sekali ibuku menyuruh ku untuk

menuliskan sebuah kalimat dengan mencontohnya dari buku,

majalah kesukaan ku yaitu majalah bobo.

Page 60: TERPELESET MENULIS

60

Dulu memang aku belum bisa membaca, hanya saja aku

lebih sering dan senang sekali jika aku melihat gambar-gambar

yang ada di majalah bobo. Dari kebiasaanku melihat gambar-

gambar di majalah tersebut, maka orang tua ku mempunyai ide

untuk memberikan tugas kepadaku untuk mengikuti tulisan-

tulisan yang ada di majalah itu, seperti halnya puisi yang ada di

halaman depan majalah bobo. Setelah terus berlatih dan sering

mendapat dukungan dari orang tua ku yang terus

mendampingi. Hingga saat aku masuk di bangku Sekoah Dasar

(SD), aku tidak merasa canggung dan takut lagi, jika ada guru

yang menyuruhku menulis di papan tulis di depan kelas. Akan

tetapi ketika aku melihat tulisan teman sekelasku yang terlihat

rapi dan bagus diantara teman kelasku yang lain, maka di

rumah aku bertekat untuk lebih rajin lagi menulis dan melatih

tanganku untuk terbiasa menulis sehingga tulisanku dapat

perlahan-lahan lebih rapi dan bagus dari pada awalnya. Tiba

saatnya ada tugas untuk merangkum sebuah wacana di buku

pedoman anak SD kelas 1, lalu aku pun berusaha untuk bisa

menulis dengan rapi dan bagus. Beberapa kali setelah aku

mencoba menulis memang masih belum sepenuhnya rapi dan

Page 61: TERPELESET MENULIS

61

bagus tetapi setidaknya aku sudah bisa melihat sedikit

perubahan pada kerapian tulisanku.

Kemudian saat kelas lima SD, guruku memberikan tugas

untuk membuat puisi, sedikit bingung memang saat aku

membuatnya dirumah. Selain orang tua ku tidak begitu pandai

membuat puisi, juga sibuk dengan pekerjaan mereka masing-

masing. Sampai akhirnya aku teringat akan pertama kali

menirukan tulisan yang ada di majalah bobo, tulisan yang sering

kali aku tirukan yaitu puisi yang ada di halaman depan majalah

bobo. Dari situlah aku akhirnya mulai membuat tulisan puisi

yang memang tidak seberapa bagus seperti buatan para

seniman. Sangat sulit mendapatkan ide dan inspirasi untuk

membuat sebuah puisi pada awalnya, namun dari mencoba

dan terus mencoba akhirnya akupun terbiasa dan

menjadikanku bisa membuat puisi maupun tulisan-tulisan yang

lain. Sehingga saat aku mengumpulkan tugas puisi yang

menjadi pekerjaan rumah ku, guruku sempat memujiku dan

memberitahuku bahwa aku punya bakat untuk menjadi

sastrawan di kelasku. Meskipun puisiku belum begitu

Page 62: TERPELESET MENULIS

62

sempurna, namun guruku setidaknya sudah memuji hasil

karyaku.

Tiba saatnya libur sekolah dan aku sering

memanfaatkannya untuk lebih sering membaca dan menulis

apa yang telah kubaca. Usai libur sekolah berlalu guruku

memberikan tugas yang sangat menarik bagiku yaitu

menuliskan pengalaman saat aku berlibur. Saat pelajaran

bahasa Indonesia berlangsung di kelas aku dan teman-teman

langsung menuliskan apa saja pengalaman yang telah kita

dapat saat kita libur panjang kemarin. Pengalaman teman-

teman ku bermacam-macam ketika mereka membacakan

tulisan pengalaman liburan mereka. Ternyata tidak hanya

pengalaman yang menyenangkan saja yang teman-temanku

tuliskan dalam cerita mereka, ada juga pengalaman lucu sampai

pengalaman yang menyedihkan. Pernah suatu waktu sekolah

ku mengadakan lomba menulis, dari menulis puisi sampai

menulis tulisan arab. Kemudian guruku memilihku untuk

mewakili kelas dengan mengikuti lomba menulis arab, awalnya

aku ragu namun guruku telah memberikan kepercayaan

kepadaku memenangkan lomba tersebut. Setelah aku

Page 63: TERPELESET MENULIS

63

menuruti dan mengikuti perlombaan tersebut aku tidak

menyangka bahwa aku akhirnya bisa memenangkan lomba

menuis dengan juara pertama di sekolahku. Aku tidak

menyangkanya mungkin dari kebiasaanku menulis dan

menirukan tulisan-tulisan yang ada dibuku sehingga aku juga

bisa dan mampu menirukan tulisan arab yang sedang

dilombakan tersebut. Sejak saat itu guruku sering memberi

kepercayaan padaku untuk menuliskan rapot adik-adik kelasku

di SD. Guru SD ku terus memberikan motivasi dengan

menyuruh kami untuk lebih sering membaca buku cerita atau

majalah yang ada cerita pendeknya. Tujuannya adalah agar

kami murid-muridnya bisa memahami apa itu alur cerita dan

pilihan kata yang terdapat di dalam cerita.

Kemudian setelah aku beranjak duduk di bangku

Sekolah Menengah Pertama (SMP), guruku memberikan tugas

untuk membuat cerita pendek dan aku lebih sering mendapat

tugas merangkum. Aku senang dan menikmati tugas

merangkum yang telah diberikan oleh guruku, karena aku

sudah terlatih untuk menulis ataupun merangkum dari buku

pedoman yang diberikan oleh sekolah. Pernah suatu saat aku

Page 64: TERPELESET MENULIS

64

diberi tugas untuk membuat cerita pendek oleh guruku, tema

cerita tersebut bebas boleh dari pengalaman pribadi maupun

dari pengalaman orang lain. Jujur saja pada awal menuliskan

cerita aku bingung karena aku sudah terbiasa dengan

menirukan tulisan-tulisan yang ada di buku cerita namun aku

belum memahami apa itu jalannya cerita yang mereka buat.

Sehingga tulisanku saat itu masih acak-acakan, maka dari itu

aku lebih sering membaca dan melihat lagi cerita-cerita pendek

yang sudah ada di buku pedoman dari sekolahku. Dari usahaku

membaca dan terus mencari untuk mengetahui, maka aku pun

lambat laun memahami dan mengerti bagaimana cara

membuat cerita pendek. Serta kita juga membutuhkan

imajinasi yang tinggi dan ide-ide kreatif sehingga cerita yang

nantinya kita buat bisa hidup tentunya lebih menarik. Cerita

yang bagus itu dari awal hingga akhir, ceritanya mengalir baik

dengan kita menggunakan alur mundur maupun campuran. Jika

ceritanya tidak nyambung maka cerita itu tidak akan menarik.

Guru bahasa indonesiaku juga sering kali mengingatkan bahwa

pilihan kata yang akan kita gunakan dalam membuat cerita juga

harus sesuai dengan cerita apa yang akan kita buat. Setelah

Page 65: TERPELESET MENULIS

65

lulus dari SMP, kemudian aku masuk ke sebuah SMK yang

tergolong favorit di kota itu dan pada saat itulah kemampuan

menulisku bertambah sejak kelas 1 hingga kelas 2 SMK. Karena,

pada saat itu aku mengikuti sebuah lomba karya tulis ilmiah

yang diadakan oleh sekolah untuk menyambut HUT RI.

Pada saat mulai membuat karya tulis ilmiah, aku sangat

bersemangat dan berharap bahwa tulisanku ini mendapatkan

juara dalam perlombaan tersebut. Setelah karyaku selesai aku

buat, aku memberikannya kepada seorang guru yang pada saat

itu menjadi juri dalam perlombaan tersebut. Setelah kuberikan,

guru tersebut mengatakan padaku bahwa pengumuman

pemenang lomba akan di beritahukan keesokan harinya. Aku

menantinya dengan harap-harap cemas dan muncul banyak

pertanyaan dalam benakku apakah karyaku tersebut masuk

juara atau tidak. Keesokan harinya aku sudah sangat tidak sabar

dengan hasil pengumuman juara lomba karya tulis ilmiah yang

aku ikuti, berharap dapat menduduki juara pertama ataupun

juara kedua. Namun, setelah pengumuman dibacakan aku

sama sekali tidak mendengar namaku disebut mulai dari juara

harapan hingga juara utama. Pada saat itu aku merasa sangat

Page 66: TERPELESET MENULIS

66

kecewa dan sangat berkecil hati atas apa yang terjadi. Akan

tetapi, tiba-tiba ada seorang guru yang menghampiriku dan

mengatakan bahwa kalah menang adalah hal yang sudah biasa

dalam perlombaan. Namun yang terpanting adalah aku sudah

berani menuangkan pendapatku dalam sebuah tulisan apalagi

sebuah karya ilmiah yang jarang pada saat itu diminati oleh

banyak siswa SMK, dan pada saat itulah semangatku kembali

dan menjadi termotivasi agar tetap meneruskan kegiatan

menulisku. Namun seiring berjalannya waktu, aku perlahan-

lahan menjadi jarang menulis apalagi setelah aku lulus dari SMK

entah karena kegiatanku yang terlalu padat atau kerena

pergaulanku dengan teman-teman baru sehingga terlalu asyik

sehingga aku tinggalkan kegiatan menulisku. Hingga kini, aku

sudah tidak pernah menulis apalagi mencurahkan segala

perasaanku lewat tulisan yang biasanya aku lakukan. Sempat

terpikir bahwa ingin sekali kembali melakukan hal dulu yang

aku tinggal namun sekarang aku menjadi kaku kekita ingin

menulis kembali.

Page 67: TERPELESET MENULIS

67

Page 68: TERPELESET MENULIS

68

Apa Itu Menulis ? oleh : M Firmansyah R

Setiap orang yang hidup pasti pernah menulis dan

belajar menulis karena dipaksa. Tidak mungkin waktu kanak-

kanak ada yang tiba-tiba berkeinginan menulis novel bahkan

membuat blog, semuanya pasti perintah “guru” taman kanak-

kanaknya. Bagi saya pribadi menulis itu merupakan hal yang

abstrak, kenapa? Menulis itu ibarat “mengupil”, ada hasrat

keinginan terpendam tapi segan untuk melakukannya, namun,

seakan-akan mendapat passion setelah berkutat didalamnya.

Itulah menulis. Berbicara tentang menulis, menurut pandangan

saya ada perbedaan antara belajar menulis sekedar coretan

(yang seperti diajarkan oleh taman kanak-kanak), dengan

belajar menulis yang membutuhkan inspirasi dan passion.

Terkait dengan pernyataan yang terakhir tadi saya pernah

pelajari ketika masih di SMA, dan tentu saja itu juga saya

menulis karena tugas bukan karena ingin jadi penulis novel,

bahkan blog. Waktu itu pun menulis masih bisa dikatakan

“menulis” bukan mengetik, karena memang pada waktu itu

menulis memang menggunakan pulpen dan bukan mengetik

Page 69: TERPELESET MENULIS

69

memakai laptop atau komputer. Jadi singkat saja, ketika itu

saya menulis kata demi kata dan waktu berganti waktu hingga

sadar bahwa menulis empat jam hanya menghasilkan selembar

kertas cerita. Dari situ saya menyimpulkan bahwa menulis itu

susah dan tidak penting.

Sudah Sembilan tahun berlalu, pemikiran tentang tidak

pentingnya menulis, dan membosankannya membaca artikel

mulai berubah. Pintu hati saya mulai terbuka terhadap kegiatan

menulis. Tapi sebentar, mulai interest sama menulis bukan

berarti saya langsung ikut audisi penulis naskah film (kalau ada),

atau langsung menulis untuk ngebuat tiga buku sekaligus. Yang

saya maksud dengan terbuka dan mulai menyukai menulis

dimulai dulu dari saya menyukai membaca novel, biografi, dan

artikel. Terutama biografi tokoh dunia, saya tertarik dengan

buku yang berbau masa lalu dan sedikit misteri yang belum

terpecahkan (bukan horror). Yang saya sukai adalah biografi

mengenai Hitler dan yahudi, karena sampai sekarang efek-

efeknya masih terasa. Membaca buku seperti itu saya jalani

semasa saya masih SMA. Selain membaca buku itu bermanfaat,

saya juga beranggapan cowok baca buku sambil ditemani

Page 70: TERPELESET MENULIS

70

segelas kopi itu keren. Namanya juga SMA status kelabilannya

masih dipertanyakan.

Beranjak menua, keinginan menulis pun mencuat.

Menulis sebuah artikel maupun sekedar cerpen di blog menjadi

keinginan yang terpendam. Maklum, akhir-akhir ini banyak

bermunculan bloger yang terkenal dengan tulisannya, sebut

saja Raditya Dika yang populer dengan “kambing jantan”nya,

sampai-sampai dibuat buku hingga menembus kancah

perfilman indonesia. Dari situ mulai sering membaca buku

novel semi humor yang ringan, saya juga mulai “memaksa” diri

untuk membaca artikel yang berbau politik dan agak berat. Itu

juga saya lakukan karena sudah menjadi agent of change atau

bahasa mainstreamnya mahasiswa. Tidak lucu mahasiswa

hanya plongah-plongoh kalau ada yang nanyain soal politik.

Namun keinginan saya masih tetap pada tempatnya, yaitu

menulis di sebuah blog.

Manusia tetaplah manusia, keinginan sudah diubun-

ubun namun actionnya nol. Dari keinginan menjadi bloger

lama-lama mulai terlupakan, dari segi teknis sampai non teknis

Page 71: TERPELESET MENULIS

71

menghalangi, dari gaptek sampai dinding malas yang tebal

membuat tak satupun tulisan dan blog tercipta. Belum lagi rasa

takut salah dan ditertawakan bila salah dalam penulisan

maupun model penggarapannya. Akhirya saya pun hanya

mampu menulis status di sosial media seperti; twitter. Menulis

status panjang lebar sampai kolom status penuh itu kegiatan

yang sangat menghibur. Menulis kata-kata indah yang

bermakna dan menginspirasi agar dapat dilihat para penghuni

timeline twitter. Lebih-lebih ada yang nge-retwett, senengnya

nggak ketulungan.

Dari setiap pemikiran tentang menulis dan keinginan

itu, saya seakan mendapat batu untuk berloncat. Dari ranah

Madura tempat saya mengabdi sebagai mahasiswa di kampus

negeri yang tengah merangkak menjadi kampus yang patut

diperhitungkan, Universitas Trunojoyo Madura. Segelintir

masukan para dosen yang bertugas memberi rangsangan

kepada keinginan saya yang mati suri. Teori-teori dan

pemahaman yang di berikan pada saat kuliah membuat

keinginan untuk mulai mengayuh muncul. Terlebih ucapan

salah satu dosen yang juga menjabat sebagai kaprodi. Beliau

Page 72: TERPELESET MENULIS

72

berkata “menulis itu seperti belajar bersepeda, jangan

memikirkan tentang teori bagaimana mengayuh sepeda, atau

bagaimana menjaga keseimbangan, tapi injak pedal sepeda dan

kayuh!!”. Apa yang dikatakan beliau sesuai dengan apa yang

saya pikirkan selama ini, sehingga menjadi penerang bagi

tulisanku.

Pemikiran dari masa ke masa telah berbeda, bagi saya

sekarang menulis itu unidentified, tak tahu kapan hasrat itu

muncul dan tak tahu kapan otak kita akan sadar untuk

melakukannya. Saya yakin kalian juga merasakan hal yang

sama, bingung memikirkan tentang teori, tentang ketakutan

bila menulis, dan ragu. Sampai saya menulis ini saya masih

memikirkan tentang abstraknya menulis, sulitnya memutuskan

dan memulai untuk menulis. Namun, setelah mencoba untuk

menulis dan mendapatkan passion didalamnya yakinlah

dreams come true. Di tangan yang tepat, pena bisa lebih tajam

daripada sebuah pedang (kutipan film white house down ;

2012). Waktu terbuang sia-sia selama kalian takut untuk

melakukan, bayangkan bila waktu yang sia-sia tersebut kalian

pergunakan untuk action, pastinya masa sekarang akan

Page 73: TERPELESET MENULIS

73

berbeda dengan apa yang terjadi pada anda sekarang. Mungkin

selanjutnya saya akan memulai untuk mengayuh, blogger

Indonesia masih cukup ruang untuk diisi satu orang lagi.

Page 74: TERPELESET MENULIS

74

My Diary oleh : Kamalia Mazita D.R

Aku pertama kali menulis ketika duduk di bangku SMP,

waktu itu aku meminta ibuku membelikanku sebuah buku

catatan kecil yang biasa disebut diary dan aku beri nama

“Snoopy”. Sejak itu aku mulai menulis. Aku menulis diary ketika

mau tidur, dan aku simpan di bawah bantal agar tidak ada orang

lain yang mengambilnya, aku menulis semua hal yang aku lihat,

semua hal yang aku dengar, dan semua hal yang aku rasakan.

Seperti tentang saat aku senang bermain dengan temanku, saat

aku kesal karena bertengkar dengan temanku. Kegiatan itu

terus berlangsung sampai aku SMA, namun yang aku tulis

tidaklah sama dengan yang aku tulis waktu SMP. Semenjak SMA

aku menulis mulai tentang keseharianku bersama teman-

teman, cerita tentang perasaanku, rasa kekagumanku terhadap

sosok anak laki-laki yang berubah menjadi perasaan suka,

karena aku baru mengenal cinta waktu SMA. Suatu hari pacarku

memberiku kata-kata romantis lalu aku menulisnya di diary

Page 75: TERPELESET MENULIS

75

“ Kadang orang yang kita cintai adalah orang

yang paling menyakiti kita, dan kadang pula teman yang

main bersama kita adalah cinta yang kita tidak sadari,

apabila kita mencintai seseorang jangan lepaskan dia,

jangan percaya bahwa melepaskan selalu berarti kita

benar-benar mencintai melainkan berjuanglah demi

cinta kita, itulah cinta sejati, cinta yang agung adalah

ketika kita menitihkan air mata dan masih perduli

terhadapnya, masih menunggu dengan setia ketika dia

tidak memperdulikan kita. Ketika dia mencintai orang

lain dan kita masih tersenyum sembari berkata kuturut

bahagia untukmu, akan tiba saatnya dimana kita harus

berhenti mencintai seseorang bukan karena orang itu

berhenti mencintai kita melainkan karena kita

menyadari bahwa orang itu akan lebih berbahagia

apabila kita melepasnya, cinta karena terpaksa bagai

pasir dalam genggaman semakin di tekan akan semakin

sulit dipertahankan”

Selain itu, dia juga mengirimkanku puisi, dan aku tulis di

snoopyku sebagai berikut :

Page 76: TERPELESET MENULIS

76

“ Ku terpaku menatap langit biru

Ku goreskan imaji dalam angan

Selintas wajah gadis pujaan

Tersenyum manis tersipu malu

Jalan tak selalu maju

Karna hidup takkan jemu

Hanya cinta setia pada satu jiwa

Membawa ini jadi selamanya

Biarlah rasa biarlah cinta

Memelukmu dan meyelimutimu

Satu cinta satu jiwa

Aku dabn kamu saling menyatu”

Ini merupakn puisi pertama yang aku dapatkan selama

hidup, dan selalu aku baca setiap hari, meskipun sudah tidak

ada hubungan dengan orang yang membuat puisi tersebut.

Karena aku sedikit bangga menjadi objek dalam membuat puisi

meskipun itu hanya sebuah puisi gombal dari cinta monyet

waktu dulu.

Aku termasuk tipikal orang yang pendiam, tidak suka

bercerita kepada teman lebih leluasa bercerita dalam diary,

Page 77: TERPELESET MENULIS

77

karena menurutku bercerita kepada orang lain tidak akan

menyelesaikan masalah, tidak leluasa dalam bercerita yang ada

hanya pendapat. Karena kebanyakan pendapat hanya akan

menambah masalah. Hal itulah yang membuatku hanya

menuangkan masalah yang saya hadapi dalam tulisan.

Suatu hari ketika aku sudah tidak tahan dengan keadaan

keluarga yang tidak harmonis karena masalah saudaraku yang

tesangkut kasus narkoba, yang sedang di kejar-kejar polisi, aku

bercerita tentang masalah yang aku rasakan pada saat itu

dengan teman, tapi yang ada mereka hanya membuka aib

keluargaku kepada teman yang lain. Sejak saat itu aku

merasakan kecewa dan tidak mudah percaya kepada orang lain.

Awalnya aku pikir menulis itu sangat membosankan karena

tidak ada yang mendengarkan aku bercerita hanya tertuang

dalam sebuah abjad yang tidak bisa menjawab serta memberi

tanggapan dengan apa yang aku ceritakan, tetapi sejak kejadian

itu aku lebih suka menulis dari pada harus bercerita kepada

orang lain. Sejak saat itu pula aku mulai mengoleksi binder

untuk menuliskan semua masalah yang aku rasakan saat itu.

Page 78: TERPELESET MENULIS

78

Karena kesukaanku dalam menulis dan seringnya aku

menulis sampai-sampai di sekolah ketika pelajaran menulis aku

mendapatkan nilai tertinggi dan aku juga pernah

memenangkan lomba karya tulis ilmiah antar SMA, dan aku

mulai merasakan hikmah yang aku dapatkan dari kegemaranku

dalam menulis. Mungkin karena terlalu seringnya saya menulis

tulisan tanganku mirip dengan ketikan dalam microsoft word.

Bukan satu atau dua orang yang berpendapat seperti itu.

Meskipun tulisanku bagus, tapi aku tidak pernah sombong.

Kejadian yang membuat aku bangga ketika sebagian

teman-teman kelasku mengcopy semua catatanku dengan

alasan karena tulisanku bagus dan lebih enak dibaca apalagi

buat belajar. Padahal hal itu justru membuat teman-teman

malas untuk menulis, tapi aku tidak bisa menolak semua itu

karena bermanfaat bagi mereka agar lebih giat belajar.

Mungkin dengan hal itu aku bisa lebih bermanfaat bagi orang

lain. Meskipun aku gemar menulis tapi kadang untuk melihat

bulpen dan buku rasa malas itu tetap ada bahkan kadang malas

sampai-sampai untuk menulis pun aku enggan karena sangat

malasnya untuk menulis hari itu. Tapi aku sadar malas itu tidak

Page 79: TERPELESET MENULIS

79

untuk dibiarkan, tetapi menulis sudah menjadi hobiku sejak

waktu itu.

Namun dengan seiring berjalannya waktu dan seiring

berkembangnya tekhnologi aku memulai menulis dengan

menggunakan handphone atau laptop, dan memang rasanya

sungguh sangat berbeda. Lebih asyik menulis di buku memang,

memakai pensil. Karena kegiatan menulis sudah aku tinggalkan,

jadi sekarang tulisanku menjadi jelek, dan aku mulai malas

menulis dengan menggunakan tangan. Aku sempat berpikir

bahwa menulis atau curhat kepada diary adalah hal yang

kekanak-kanakan, namun pikiranku itu salah. Justru menulis

adalah “seni”. Ketika menulis di buku itu beda di bandingkan

menulis di alat elektronik, karena dengan menulis di buku

pikiranku mengalir, tetapi tidak jika menulis di alat elektronik.

Ketika aku kuliah, aku melihat teman-temanku sudah

tidak ada yang menulis di diary lagi. Hal itulah yang membuatku

bertambah untuk malas menulis, sekarang sudah jamannya

internet, facebook, twitter. Akupun beralih menulis cerita di

facebook, mulai dari cerita pendek yang aku karang dan kisah

kehidupanku. Aku tidak malu bila semua orang di dunia maya

Page 80: TERPELESET MENULIS

80

bisa melihat dan membaca tulisanku, karena bagiku menulis

adalah hal yang tidak bisa aku hindari. Anak-anak remaja dan

orang tua semua tersihir oleh media sosial. Ungkapan perasaan

langsung saja di tulis di status, tidak perlu di tulis di buku harian.

Trend menulis di diary pun perlahan-lahan menghilang dan

digantikan oleh budaya blog dan media sosial

Ternyata menulis buku harian banyak manfaatnya.

Selain melatih kita untuk menulis lebih baik dan tentunya juga

dapat menghilangkan masalah yang ada dikepala. Buku diary

adalah tempat menyimpan memori seperti halnya sebuah blog,

tetapi buku diary lebih privasi. Semua memori kita dapat

tersimpan dengan baik, dan kemudian hari kita dapat

mengambil hikmah dari apa yeng telah kita lalui, dan dengan

menulis buku diary kita bisa belajar dari masa lalu agar tidak

salah untuk yang kedua kalinya. Mengekpresikan rasa marah,

harapan, ketakutan kecemburuan dalam bentuk tulisan juga

dapat mencegah dan mengubur emosi dalam-dalam. Buku

harian juga adalah tempat yang bisa aku datangi kapanpun dan

dimanapun tanpa harus merasa tidak enak karena buku tidak

mempunyai perasaan. Buku harian juga teman yang selalu ada

Page 81: TERPELESET MENULIS

81

di smpingku tanpa harus sibuk dengan urusannya, bahkan dia

tidak sibuk dengan pacar barunya karena dia hanya benda mati

yang tidak memerlukan itu semua. Buku harian juga dapat

menyimpan rahasiaku tanpa bocor sedikitpun kecuali buku itu

dibaca oleh orang lain.

Meskipun aku sering menulis dalam buku harian bukan

berarti aku kurang update dalam jejaring sosial. Seiring dengan

berjalannya waktu aku sering memposting cerita dalam social

network atau facebook tapi semua tulisanku dalam facebook

hanya sebuah cerita pendek atau pengalaman yang biasa tidak

terlalu privasi. Biasanya kalau memposting cerita dalam

facebook aku menandai ke teman-teman agar mereka bisa

membaca hasil karyaku dan memberikan komentarnya agar

aku bisa memperbaiki. Jika itu kurang baik atau masih ada

sesuatu yang kurang, komentar dari para pembaca itu sangat

diperlukan agar aku bisa merevisi tulisan yang di-posting dan

juga membuat aku tidak mudah puas dengan apa yang aku

buat. Selain cerpen aku juga sering memposting kata-kata

motivator yang biasa aku dapat dari pengalaman pribadi tapi

Page 82: TERPELESET MENULIS

82

kadang jika ada kata-kata motivator di twitter yang bagus aku

copas dalam homepage di facebook.

Sampai sekarang Diaryku tetap ada, aku simpan,

sewaktu-waktu aku tertawa sendiri ketika membacanya.

Karena menurutku waktu jaman SMP-SMA aku sangat alay,

menurut orang-orang alay itu adalah proses menuju

kedewasaan, dan ternyata itu benar. Diary merupakan curahan

hatiku tentang suatu masalah dan kejadian yang dialami pada

hari itu. Catatan harian ini merupakan ungkapan yang jujur

tentang suatu keadaan bersifat pribadi dan tidak boleh orang

lain membacanya. Sifat rahasia dari diary itu aku simpan

dengan hati-hati bahkan aku kunci rapat-rapat. Diary terasa

sangan personal, karena kadang juga mengandung banyak

rahasia pribadi yang tidak boleh orang lain tahu. Diary erat

kaitannya dngan orang jadul seperti saya.

“Buat aku diary tidak akan tergantikan oleh

media sosial atau blog, ada hal-hal yang biar menjadi

rahasia pribadi tidak boleh diketahui orang lain.

meskipun aku tidak lagi menulis diary. Namun tulisan

untuk konsumsi sendiripun kadang saya lakukan tentu

Page 83: TERPELESET MENULIS

83

saja tidak menggunakan buku melainkan menggunakan

laptop biarlah diary menjadi cerita usang yang indah

untuk dikenal.”

Page 84: TERPELESET MENULIS

84

Membuka Jendela Dunia oleh : Muhammad Faisal Amir

“As a general rule the most successful man in life is the

man who has the best information”. / “Aturan utama untuk

menjadi orang yang paling sukses dalam kehidupan adalah

orang yang kaya akan sebuah informasi dan pengetahuan”.

Benjamin Disraeli (1804 - 1881). Saya terpaku dengan kata-kata

filusuf dari bapak Benjamin Disraeli diatas bahwasannya, kiat

untuk menjadi orang yang sukses di dunia adalah kita harus

memperkaya diri kita dengan informasi dan pengetahuan yang

luas atau dengan kata lain “Orang yang menguasai Informasi

akan menguasai Dunia” (New York Times). Saya memang setuju

akan hal tersebut. Setiap hari kita secara langsung atau tidak

langsung memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan yang

masuk lewat panca indra kita, baik melalui media elektronik,

media cetak, perbincangan antar teman, ataupun melihat dan

mengamati sebuah peristiwa. Hal-hal tersebut merupakan

bukti nyata bahwa kita selalu diperkaya akan informasi.

Page 85: TERPELESET MENULIS

85

Saya sangat menyukai cerita history, baik sejarah negara

Indonesia, maupun sejarah dunia. (Fir’aun, Adolf Hitler,

Mussolini, Soekarno, Alexander Graham Bell, Francis Drake,

Oda Nobunaga, Mahatma Gandhi, Albert Einstein, dsb.) adalah

tokoh-tokoh sejarah yang hebat serta mampu mempengaruhi

dan merubah pandangan dunia. Setiap negara, provinsi, kota,

maupun kecamatan mempunyai cerita bersejarah tersendiri.

Bahkan, setiap orang mempunyai biografi dan cerita tersendiri,

sama halnya dengan menulis. Dalam hal menulis, baik menulis

karya ilmiah ataupun karangan bebas semua orang dapat

menulis. Karena di dalam benak diri tiap individu, mereka

memiliki cerita tersendiri. Guru, Petani, Dokter, Pejabat,

Pengusaha, Ibu rumah tangga, Buruh, dsb dapat menulis. Tidak

ada batasan stratifikasi sosial dalam hal menulis selama tulisan

tersebut mendidik, memberikan informasi dan pengetahuan

yang dapat berguna bagi orang lain.

Saya ingin sekali melihat dunia, menjelajahi dunia, dan

mempelajari sejarah yang terkait di setiap negara yang ada di

dunia. Tak heran, sebuah buku memiliki julukan “buku adalah

cakrawala dunia”. Dengan membaca sebuah buku, kita seolah-

Page 86: TERPELESET MENULIS

86

olah membaca informasi yang ada di dunia ini. Apabila di dunia

ini sudah tidak ada lagi orang yang berminat di bidang tulis-

menulis. Lalu, siapa yang akan menceritakan sejarah yang

mampu merubah dunia kepada generasi muda kita?. Mereka

sepatutnya berhak mengetahui cerita bersejarah dibalik dunia

ini. Semua orang berhak menulis, sehingga dunia ini selalu

dipenuhi oleh ilmu pengetahuan, cerita, dan sejarah tanpa

henti. Selanjutnya, kita dapat melihat cakrawala dunia menurut

pandangan orang yang berbeda-beda.

Di negara maju, contohnya Negara Jepang. N.E.E.T yang

merupakan kepanjangan dari Not in Education, Employment,

nor Training (Tidak sedang dalam menjalani Pendidikan,

Pekerjaan, maupun Pelatihan) dengan kata lain Pengangguran.

Adalah aib bagi negara mereka. Para pengangguran disana

diperlakukan dengan tidak menyenangkan. Seperti; tidak

dihormati, menjadi bahan perbincangan dan dijauhi serta

dibenci oleh masyarakat sekitar atau lebih tepatnya “sampah

masyarakat / negara”. Mereka beranggapan bahwa N.E.E.T

adalah orang yang malas, dan tidak mau berusaha. Sedangkan,

“Label” negara mereka adalah Negara yang Maju. Tak heran,

Page 87: TERPELESET MENULIS

87

istilah atau julukan N.E.E.T sangat melekat bagi para

Pengangguran disana. “Mengapa mereka menjadi

pengangguran? Mengapa mereka tidak memiliki pendidikan

atau pekerjaan?”. Banyak sekali pertanyaan dan jawaban yang

terlontar, Apakah hal tersebut masalah pribadi, keluarga

ataupun masalah ekonomi. Hal yang kemudian terjadi kepada

para pengangguran disana akhirnya memberikan saya sebuah

ide. Kenapa para pengangguran disana tidak membuat dan

menulis sebuah buku saja?. Jika seseorang pengangguran

disana memiliki hobi di bidang teknologi, maka ia bisa menulis

“Tips & Trik merawat Komputer”, atau “Menjaga Printer Agar

Tidak Rusak”. Jika ada yang memiliki hobi berkebun, maka ia

bisa menulis “Merawat Sunflower”, atau “Menanam Tomat

Segar”. Sesuai hobi dan kesukaan mereka masing-masing.

Dengan demikian, mereka memiliki pekerjaan sebagai penulis

buku daripada harus dijauhi masyarakat sekitar.

Menurut saya, menulis adalah sebuah kegiatan tulis

yang dimana seseorang mencurahkan isi pikirannya ke dalam

sebuah tulisan. Sama halnya dengan pencipta lagu. Mereka,

mencurahkan isi hatinya melalui nada dan lirik yang

Page 88: TERPELESET MENULIS

88

diciptakannya. Sama juga dengan halnya seorang seniman.

Mereka mencurahkan isi hatinya melalui lukisan dan aksi

teatrikal. Bingung? Ragu? Bimbang? dengan apa yang kita

tulis?, sebenarnya sifat-sifat tersebut tidak ada, melainkan

rekonstruksi pesan dari pikiran atau otak kita sendiri.

Di dunia ini terdapat dua energy, yaitu; energi positif

dan negatif. Bisa dibilang dalam sebuah kompas yaitu arah

utara dan selatan yang sangat berlawanan. Tinggal bagaimana

kita mengarahkan diri masing-masing? menuju utara atau

menuju selatan? energi positif atau negatif?. Dalam contoh

sehari-hari, mungkin ada orang yang semasa hidupnya merasa

sering gagal. Seperti selalu gagal dalam mencari sebuah

pekerjaan atau istilah N.E.E.T tadi. Bisa jadi, orang-orang

seperti mereka dikelilingi oleh energi negatif atau keputus-

asaan. Mereka bertanya-tanya dalam benak angan dan pikiran

mereka, “Kenapa saya selalu gagal? kenapa saya tidak bisa

mendapatkan pekerjaan? Apa yang harus saya lakukan demi

mendapatkan sebuah pekerjaan?” dan berbagai pertanyaan

lain yang terlontar dalam isi pikirannya. Pertanyaan-pertanyaan

tak terjawab tersebut menjadi pukulan bagi mereka dan

Page 89: TERPELESET MENULIS

89

bersarang di otak sebagai energi negatif yang kemudian

merasakan trauma dan “Keputus-asaan” yang mendalam,

sehingga menjadi pengangguran.

Banyaknya energi negatif yang masuk kedalam otak pun

masih dapat dirubah dengan energi positif selama kita

mempunyai sikap optimis, dan kita wajib mempunyai sikap itu.

Orang-orang yang memiliki sikap optimis merasa bahwa

mereka selalu bisa dalam segala hal dan selalu memandang

masa depan tanpa menoleh kebelakang serta melihat

kegagalan masa lalu. Dalam kamus mereka tidak ada kata “tidak

bisa” melainkan “saya harus bisa!”. Meskipun mereka sering

gagal, namun tidak mudah menyerah. Pertanyaan-pertanyaan

yang bersarang di otaknya bisa dijawab di lain hari ketika

mereka sudah menjadi seseorang yang sukses.

Saya terkesan dengan cerita Pak Herman, guru semasa

saya sekolah di SMK. Beliau, menceritakan tentang kisah Bapak

Honda yang memiliki perusahaan Bermotor merk Honda.

Dahulu, awal bapak Honda sebelum sukses memiliki

perusahaan motor yang besar. Bapak Honda kesusahan akan

Page 90: TERPELESET MENULIS

90

mengenalkan atau mempresentasikan produknya kepada

perusahaan-perusahaan terkenal. Bapak Honda sering ditolak

oleh perusahaan, produk motor asli buatan negaranya sendiri

pun ditolak mentah-mentah oleh perusahaan-perusahaan yang

ternama. Namun, bapak Honda tidak pernah menyerah. Sudah

beribu-ribu kali bapak Honda mengetuk pintu perusahaan, dan

sudah beribu-ribu kali dia ditolak demi mensukseskan

produknya. Setelah sekian lama dia mengetuk pintu demi pintu

perusahaan. Akhirnya, terdapat sebuah perusahaan yang

mampu menerima dan mewujudkan impiannya. Mimpinya pun

terkabul, Perusahaan Motor Merk Honda kini sukses besar. Tak

hanya, di negaranya Jepang. Namun juga di seluruh dunia

termasuk di Negara Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang

merasa pernah menolak Produk Bapak Honda pun merasa

menyesal. Tetapi, apa boleh buat. “nasi sudah menjadi bubur”

mereka tidak pernah menyangka bahwa produk bapak Honda

akan sukses besar serta segalanya berada diluar perhitungan

mereka. Cerita ini menanamkan kesan di dalam benak pikiran

kita, bahwa kita semua harus memiliki sikap optimis. Sebanyak

apapun keputus-asaan yang menggerogoti otak kita, selama

Page 91: TERPELESET MENULIS

91

kita optimis, kita masih mempunyai sebuah harapan untuk bisa

melakukan apa yang ingin kita lakukan.

“Apa sih manfaatnya menulis ? Apa sih untungnya

menulis bagi kita ?”. Banyak sekali manfaat serta untungnya

dalam hal menulis. Untungnya tidak hanya dirasakan sang

penulis, namun pembacanya pun juga mendapatkan ilmu yang

diceritakan oleh sang penulis. Jadi, sang penulis disini menjadi

“storyteller (pendongeng)” sebuah cerita di dalam karya-karya

tulisnya. “Ilmu tidaklah hanya untuk dipendam sendiri, namun

juga wajib dibagikan kepada orang lain”.

Setiap orang punya alasan tersendiri di bidang tulis-

menulis. Ada yang menulis karena hobi atau cinta, ada yang

menulis karena memang pekerjaannya sebagai penulis buku,

ada yang menulis karena sebagai curhatan hati. Semua orang

bebas dan berhak untuk menulis, tanpa memandang kelas

sosial. Umur, pekerjaan, usia, ataupun jenis kelamin semuanya

memiliki hak yang sama untuk menulis. Selama isinya dapat

bermanfaat kepada orang lain, kenapa tidak ?. Dengan

demikian, dunia ini tidak akan pernah kehilangan “warnanya”.

Page 92: TERPELESET MENULIS

92

Sehingga, kita dapat memandang sebuah“cerita dan cakrawala

dunia” yang begitu luas.

Page 93: TERPELESET MENULIS

93

Diary Versus Artikel oleh : Marina Tika Raya Oktavia Sibuea

Dimulai dari kebisaaan dan kegemaran saya, merekam

dalam ingatan tentang kejadian apa saja yang sepanjang hari

telah saya lewati dan menuangkannya melalui tulisan yang

sejak kecil saya buat seperti Diary. Saya merasa, dengan

menuangkan segala pengalaman, baik itu pengalaman pahit

maupun sukacita, membuat merasa lebih lega dan bisa

melepaskan segala kepenatan pikiran. Menulis juga membantu

ingatan saya menjadi lebih kuat, karena kebisaaan mengamati

tiap kejadian sekecil apapun di sekitar lingkungan. Dari sinilah

kebisaaan menulis saya mulai terasah.

Kebisaaan menulis Diary semakin saya tinggalkan

seiring beranjak dewasa. Saya beralih menyukai Novel, bacaan

yang mampu membangkitkan imajinasi mengenai keadaan

atau kejadian yang dibaca. Hal ini semakin saya dalami, dengan

mencoba menulis novel karya sendiri,s ebagai novel pertama.

Sungguh menantang untuk menulis karya sendiri. Tantangan

Page 94: TERPELESET MENULIS

94

yang berbeda jika di bandingkan dengan saat menulis diary.

Novel adalah suatu karya yang nantinya juga dapat di baca

orang banyak dan khalayak. Sedangkan dahulu saya menulis

diary, seperti “rahasia kecil” dari pengalaman hidup.

Semakin hari saya menerima banyak pengetahuan dan

pengalaman. Suatu hari dari hasil pembelajaran (saya lupa

tepatnya kapan) kami mendapatkan tugas untuk menulis

artikel. Pertama, saya merasa bingung, artikel itu apa?. Seperti

apa artikel ini?. Ternyata saat guru menjelaskan artikel saya

menerima pengertian sangat berbeda dengan pengalaman

menulis yang saya pelajari selama ini. Dalam menulis artikel

saya temukan berbagai aturan, tata, dan etika penulisan, yang

sebelumnya sangat berbeda dengan tulisan-tulisan yang sudah

dibuat. Jika dalam penulisan diary, saya terbiasa terbuka, maka

dalam artikel harus tahu aturan tentang ruang publik. Jika

kejadian itu kontra dengan kepribadian saya (sedang marah

dengan seseorang), maka bisa saja dengan seenaknya

menuliskan kata-kata kasar yang sebenarnya tidak patut di

ucapkan, karena tulisan ini hanya di ketahui saya sendiri.

Berbeda dengan artikel, baik tulisan itu akan di cantumkan di

Page 95: TERPELESET MENULIS

95

majalah maupun di Koran tentunya akan menjadi tidak sopan

dan tidak masuk akal. Jika tata penulisan di diary kita samakan

dengan penulisan dalam artikel. Maka melalui mata kuliah

Teknik Mencari dan Menulis Berita (TMMB) dan Penulisan

Artikel Populer (PAP), saya semakin mengerti tata penulisan

dan itu semakin memperkaya \dalam karya tulis. Hal ini juga

menunjukkan bahwa tiap model tulisan yang kita tulis tidak

dapat di sama ratakan karena semua memiliki aturan dan

dibutuhkan penulisan sesuai konteks. Konteks di sini menurut

saya menjadi sangat penting dalam menulis berita, artikel

maupun jenis karya tulis lain. Bayangkan saja bagaimana jika

artikel di Harian Tempo kita terapkan sama dengan penulisan

artikel di majalah Gadis, tentu hal ini akan sangat bertolak

belakang, dan mungkin bahkan maksud yang disampaikan

penulis tidak sampai kepada konsumen karena gaya penulisan

yang terlalu kaku. Karena itu sasaran konsumen yang kita tuju

sangat menentukan gaya bahasa yang akan kita tuliskan,

sehingga mampu di baca dan diterima oleh publik.

I. Pengetahuan Konteks Perihal Topik,Tema, dan

Penjudulan

Page 96: TERPELESET MENULIS

96

Struktur dasar organisasi tulis menulis, dalam konteks

penulisan ini merujuk pada cara kita menentukn topik,

tema dan judul tulisan (Catatan: struktur adalah cara

menyusun atau membangun sesuatu-WW). Topik atau

pokok masalah adalah pokok pembicaraan. Topik

tersedia secara melimpah di sekitar kita, seperti

persoalan sosial-budaya, teknik, keuangan, dan musik.

Menentukan topik, berarti kita harus memilih hal atau

gagasan apa yang akan di utamakan dan menjadi

bahasan pokok dalam artikel kita. Itulah sebabnya

dalam memilih topik perlu dipertimbangkan beberapa

hal yang benar-benar menguntungkan dari sudut

penulis. Perhatikanlah hal-hal berikut ini (lihat:

Brook,1979; Sabarti,1988; Wahyu, 2003; E.Zainal 2003).

Topik tersebut bermanfaat dan layak di bahas.

Bermanfaat, berarti bahasan tentang topik itu

akan memberikan sumbangan pada ilmu atau

profesi kita. Layak di bahas, berarti topik itu

memang memerlukan pembahasan yang sesuai

dengan bidang yang kita tekuni. Topik-topik

Page 97: TERPELESET MENULIS

97

yang tidak bermanfaat dan tidak layak untuk di

bahas, sebagai contoh,”kecenderungan kawin-

cerai para selebritas kita”. ”Aktivitas sehari-hari

para istri kepala daerah”, atau “jumlah sepatu

dan jenis pakaian dalam yang di koleksi artis

dangdut kita”.

Topik tersebut harus topik yang paling menarik

menurut kita. Topik yang menarik perhatian kita

otomatis akan meningkatkan kegairahan kita

dalam mengembangkan tulisan. Bayangkan

bagaimana kegairahan kita tatkala menulis topik

“Penggusuran pedagang kaki lima tanpa upaya

relokasi”. Mencari topik yang menarik, dapat

pula kita lakukan dengan memperhatikan

headline surat kabar atau berita-berita terkini

yang di sajikan surat kabar: masalah aktual apa

yang sedang di angkat surat kabar itu;

Topik tersebut cukup kita kenal dengan baik

(berada di sekitar kita). Berada di sekitar kita

Page 98: TERPELESET MENULIS

98

berarti di sekitar pengalaman atau pengetahuan

kita. Hindarilah topik yang jauh dari diri kita,

karena akan menyulitkan kita dalam

mengarangnya (terutama dalam hal data dan

informasi). Agar dapat menulis dengan baik, kita

perlu memiliki pengetahuan yang baik mengenai

topik itu. Untuk menulis tentang “Bahaya obat-

obatan bagi remaja”, sebelumnya kita mesti

memahami seluk-beluk obat-obatan tersebut.

Akan tetapi, pemahaman itu bukan berarti harus

bersifat empirik.

Topik jangan selalu baru. Baru, sekalipun relatif,

mengakibatkan bahan pendukung (data dan

informasi) sulit di cari. Artinya, data dan fakta

objektif tidak kita miliki. Kita jadinya akan

berkutat di seputar subjektivitas belaka, angan-

angan dan bahkan impian. Dengan demikian,

topik kita hendaknya memiliki sumber acuan

yang akan memberikan informasi mengenai

pokok masalah yang akan kita tulis.

Page 99: TERPELESET MENULIS

99

Bayangkanlah, bagaimana kita akan

mengembangkan topik “Perjalanan rahasia

George W.Bush ke Irak dalam rangka

memperingati hari thanksgiving”, sementara

perjalanan baru berlangsung dua hari lalu?

Page 100: TERPELESET MENULIS

100

Pena Terasing oleh : Maya Adinar

Keterasingan membuat saya merasa terbelenggu oleh

kehidupan. Kadang terasa tidak adil ketika hidup saya yang

stabil dan nyaman dirombak oleh takdir yang mengharuskan

saya menjalani kehidupan – kehidupan baru yang asing. Namun

setidaknya saya dapat memulai dan memberanikan diri untuk

melanjutkan kemahiran goresan pena sehingga kini dapat

membantu dan menunjang kehidupan serta untuk masa depan

cerah. Saya awali goresan pena dengan pengalaman terasing

dari kehidupan yang tidak pernah terduga. Barito Selatan,

tepatnya daerah Buntok Kalimantan Tengah. Sebuah kota kecil

diujung kabupaten menjadi saksi jatuhnya tinta pertama yang

termuat di majalah “MAMETA” (Majalah Menengah Pertama).

Sebuah majalah bulanan sederhana yang di peruntukkan untuk

siswa – siswi menengah pertama di daerah itu.

Mutasi ayah yang membuat keluarga kami

meninggalkan hiruk pikuk masyarakat berkebudayaan Jawa

Page 101: TERPELESET MENULIS

101

Timur dengan aksen khas kota Gresik dan berpindah ke tempat

sepi dan berbalik seratus delapan puluh derajat. Meninggalkan

semua kehidupan rutin, Kerabat, kampung halaman, dan

pondok tercinta merupakan sesuatu yang berat. Terlebih lagi

kondisi saya yang masih dalam tataran Sekolah Menengah

Pertama, kelas dua semester ke dua membuat situasi dan

kesanggupan dalam beradaptasi jauh berkurang. Pertama

menginjakkan kaki di bumi ber-rawa itu, tersurat perbedaan

yang signifikan dalam bermasyarakat dan berkebudayaannya.

Mulai dari agama, tiga agama mayoritas yang tersorot adalah

Islam, Nasrani dan Kahayanan. Penduduk asli kota Buntok

mayoritas beragama Nasrani, masyarakat pendatang baik

berasal dari Jawa maupun dari kabupaten lainnya mayoritas

beragama Islam. Sedangkan masyarakat dari pedesaan adalah

beragama Kahayanan.

Rumah dan bangunan serta jembatan yang semuanya

berdiri diatas rawa – rawa membuat keadaan semakin khas.

Gerakan dan derik antar kayu yang bergerak ketika terinjak

menjadi bagian dari alunan tiap detik waktu yang terlewat.

Ketika ada suara babi yang riuh di pekarangan tetangga, maka

Page 102: TERPELESET MENULIS

102

akan jadi pertanda bahwa sebentar lagi si empunya akan

menyelenggarakan pesta. Banyak kenangan tentang proses

belajar mengajar yang telah mengakar dari tahun ke tahun.

Seluruh kota adalah sebagian besar berawa membuat hujan

menjadi kendala sekaligus anugrah bagi seluruh siswa – siswi.

Ketika sungai barito meluap dan rawa penuh air, sekolahan

beserta akses menuju ruang belajar banjir. Terlebih lagi ketika

hujan badai dan petir melanda, tak kenal siang maupun malam.

Tidak ada hiburan, Water boom, Mall, pusat

perbelanjaan Modern, maupun obyek wisata. Hanya ada sungai

yang terbentang luas menjadi salah satu tempat hiburan

masyarakat. Sungai Barito akan menjadi pantai pasir putih

ketika air sungai surut. Sebaliknya, akan menjadi kolam raksasa

yang sanggup menenggelamkan orang dewasa ketika air

pasang. Pasar yang terbagi menjadi dua area, yakni area basah,

berdiri diatas sungai ketika mulai pasang, berisikan sayur mayur

dengan harga dua kali lipat serta ikan, ayam, bebek maupun

udang sungai yang seukuran paha orang dewasa. Di tengah

kota terdapat pasar modern yang berisi dagangan kering.

Page 103: TERPELESET MENULIS

103

Keadaan yang asing membuat saya tertertekan.

Terlebih lagi ketika pertama pindah saya sekeluarga

dihadapkan oleh musim ulat bulu. Ditiap jengkal serambi

rumah, mobil, maupun jendela terdapat ratusan bahkan ribuan

ulat bulu yang menyebar merata. Hal ini membuat saya semakit

stress. Seorang guru matematika yang melihat potensi saya

membimbing dalam menulis. Beliau mengharuskan saya

menulis kegiatan dan kejadian yang telah terlewat dalam

sebuah buku. Perlahan tapi pasti, kebudayaan asing, kehidupan

asing, situasi asing, gambaran kehidupan asing, mlai dari yang

biasa sampai ter-ekstrem saya tuliskan.

Bermula dari nilai matematika saya yang turun sangat

drastis jika dibandingkan bulan awal masuk ke sekolahan baru

itu. Guru matematika itu secara privat menawarkan saya untuk

les matematika. Namun, sampai tiga bulan selanjutnya, masih

belum ada perkembangan yang signifikan. Akhirnya beliau

mengharuskan saya menulis minimal tiga ratus kata dalam

buku diary, tentang semua yang saya rasakan. Lambat laun saya

merasa menemukan cara mengusir keterasingan terhadap

Page 104: TERPELESET MENULIS

104

lingkungan baru tempat hidup saya. Puluhan buku diary masih

tersimpan rapi dalam lemari kamar saya.

Hinga suatu ketika, guru matematika memberikan

sebuah majalah kepada saya, beliau berpesan agar mulai

menulis untuk menunjukkan diri saya yang sebenarnya. Dengan

keadaan saya yang menggunakan jilbab ditengah 900 siswa

SMPN 1 Dusun Selatan/ Buntok, namun tetap survive apa

adanya itu, beliau ingin murid–murid didiknya yang mempunyai

keinginan untuk berjilbab dapat berani melakukannya. Awalnya

saya tidak tertarik dengan dunia tulis – menulis. Yang ada

dipikiran saya, akan sangat banyak aturan dalam penyampaian

perasaan serta maksud yang ada diotak saya. Akan banyak

editing–editing yang merusak kata demi kata yang ingin saya

pergunakan. Banyak hal yang akan terbuang karena tidak layak

muat dalam majalah itu, dan saya takut merasa kecewa.

Sampai ketika terjadi banjir bandang dilingkungan itu.

Membuat inspirasi saya dalam menulis hilang sewaktu banjir

bandang menelan rumah guru matematika itu dan akhirnya

meninggalkan kami. Keinginan terakhirnya adalah ketika saya

Page 105: TERPELESET MENULIS

105

dengan memakai jilbab menjadi sebuah cerita mengalahkan

ratusan cemooh orang – orang disekitar saya dan keteguhan

menjadi satu – satunya siswi berjilbab di kompleks pelajar

termuat di majalah khusus tingkatan SMP. Keinginan guru

matematika itu saya wujudkan dalam bentuk puisi dan termuat

di majalah seperti yang diinginkannya.

Kini, saya melanjutkan perjuangan dalam menuntut

ilmu sesuai dengan objek yang saya minati, yakni Program Studi

Ilmu Komunikasi di luar pulau Jawa kembali. Cara–cara adaptasi

dengan menggunakan “Pena Terasing” yang telah diajarkan

almarhumah guru matematika yang sangat membantu saya

dalam berbagai hal. Sering tugas luar kota yang mengharuskan

saya luwes dengan kebudayaan dan keterbatasan kota – kota

tersebut membuat tulisan makin beraneka ragam. Banyak

makna kehidupan yang dapat menggantikan guru matematika

mendampingi saya dalam menggoreskan pena dimasa kini serta

masa mendatang.

Ketika saya mulai menekuni bidang fotografi sebagai

hobi sekaligus mengasah kemampuan dan kemahiran

Page 106: TERPELESET MENULIS

106

mengambil gambar, saya selalu mencari makna–makna

kehidupan yang terselip di tiap foto yang diambil. Semakin

banyak foto terkumpul, semakin banyak pula imaji yang

tercipta. Mengungkapkan realita yang sebenarnya adalah suatu

kebanggaan tersendiri bagi saya. Sederet kisah dan

pengungkapan realita versi saya selalu menuai kritik dan

koreksi dari pihak – pihak disekitar. Hal ini membuat saya lebih

senang terus berkarya dan mencurahkan segala yang dirasa,

dilihat serta dijalani kedalam folder pribadi yang hanya orang-

orang tertentu saja yang bisa membacanya. Kini, menulis

adalah salah satu kewajiban agar jiwa dan hati saya terasa

tenang.

Page 107: TERPELESET MENULIS

107

Menulis Adalah Hidupku oleh : Nurul

Saat kecil, aku melihat salah seorang keluargaku sedang

asik menulis. Dialah ayahku, beliau terlihat begitu sangat

berkonsentrasi dan berhati-hati. Aku tidak mengerti, apa yang

sebenarnya sedang ayahku tulis. Sehingga membuat kening

ayahku mengkerut. Bertambah tahun bertambah pula usiaku.

Saat itu usiaku adalah lima tahun, dan tiba saatnya aku

bersekolah. Aku begitu sangat antusias saat aku tahu bahwa

aku akan bersekolah di Taman kanak-kanak. Saat itu aku

melihat banyak sekali macam macam permainan didalam

sekolahku. Itukah yang dinamakan dengan sekolah? mengapa

aku begitu sangat antusias untuk bersekolah?. Ternyata aku

sangat ingin bersekolah, karena aku melihat begitu asyiknya

bila melihat orang-orang disekitarku menulis sehingga

membuatku sangat ingin sekali mengetahui cara menulis. Hal

itu timbul karena rasa penasaranku ketika aku melihat orang-

orang disekitarku, seperti; ayahku yang waktu itu sangat serius

sekali dan terlihat asik sekali menuliskan sesuatu. Bel berbunyi,

tanda jam kelas dimulai. Aku tidak tahu apakah yang akan

Page 108: TERPELESET MENULIS

108

kulakukan, teman-temanku dan guruku. Guruku mengambil

sepotong kapur lalu menggoreskannya keatas papan. Tulisan

itu sangatlah indah dimataku, tulisan itu menggambar eloknya

lambaian tangan guruku. Itu kah sebuah tulisan? “Rasa

penasaranku bertambah”. Aku terus memandangi tulisan itu,

meski tidak ku mengerti baca dan artinya. Itu membuatku

benar-benar semakin ingin belajar menulis. Waktu pun belum

berjalan, guruku mengajariku satu per satu abjad dan angka.

Menulis tidak semudah yang aku kira, satu per satu aku

diajarkan menulis huruf, a, b, c, d, hingga z. Sulit bagiku untuk

menirukan tulisan huruf “a” yang guruku sedang contohkan

padaku. Walaupun sulit aku terus berusaha, “kamu pasti bisa

nak!” itulah kata ibuku. Aku terus bersemangat dan terus

berusaha. Hari-haripun mulai berlalu, aku masih saja berada

diatas kesulitanku. Suatu ketika, akhirnya akupun dapat

menulliskan huruf-huruf dan abjad-abjad itu dengan baik

walaupun tidak sebagus tulisan guru TK ku.

Kini aku telah memasuki sekolah dasar. Didalamnya

tidak ada lagi mainan. Jangankan bermacam-macam, satu

macampun tidak ada. Tidak ada lagi nyanyian-nyanyian serta

Page 109: TERPELESET MENULIS

109

permainan. Semuanya berubah. Suasana, tempat, teman, juga

gurunya. Hari pertama aku sekolah dasar. Aku berangkat

dengan langkah kaki yang semangat sambil bernyanyi disetiap

langkahku. Setibanya disekolah aku berkenalan dengan teman-

teman baruku. Semakin hari aku semakin terbiasa dengan

lingkungan sekolahku. Aku juga semakin senang untuk

bersekolah. Hingga suatu hari tepatnya saat aku duduk di kelas

dua Sekolah Dasar. Saat itu aku lelah selesai melalui hari liburan

kenaikan kelas. Hari kedua adalah hari dimana ada pelajaran

bahasa Indonesia. Guru sastraku memulai pengajarannya

dengan bercerita saat mempergunakan waktu liburannya.

Setelah selesai bercerita, kemudian guruku menyuruh saya dan

teman-teman untuk menuliskan kisah liburan yang dilakukan.

Sontak aku kaget ditambah bingung. Aku bertanya pada diriku

sendiri apa yang harus aku lakukan. Aku bingung harus memulai

cerita ini dari mana. Aku terus berpikir dan tidak tahu

bagaimana cara mengawalinya. Dengan keteguhan hati yang

besar aku terus mengerjakannya. Bel tanda pelajaran

berakhirpun berbunyi, tetapi aku belum juga menuntaskan

pekerjaanku. Setibanya dirumah, aku bercerita pada kakakku

Page 110: TERPELESET MENULIS

110

mengenai tugas dari guru sastraku. Tentu saja ia ingin

membantu dan akhirnya tugaskupun terselesaikan.

Hari menjelang pagi itulah saatnya aku pergi kesekolah.

Guru sastraku menyuruh aku dan teman-temanku untuk

membacakan cerita yang sudah kami tulis didepan kelas. Aku

membacanya dengan penuh keseriusan dan guruku berkata,

“liburan yang menyenangkan”. Membuat suatu karangan

ataupun membuat suatu tulisan tidaklah semudah yang aku

kira. Kegiatan semacam itu terus ada disetiap pelajaran

disekolahku. Sekolah Dasar, sekolah Menengah Pertama,

kegiatan itu selalu ada. Aku selalu mengalami kesulitan yang

sama yaitu tidak tahu cara mengawali sebuah cerita dan cara

mengarang alur yang akan aku ceritakan. “oh Tuhan, ternyata

menulis itu sangat sulit, aku tidak berbakat untuk menulis.”

Keputus asaanku semakin kuat. Hari-hari bersekolahku terus

berlalu. Tetapi aku terus menjalaninya dengan penuh

semangat.

Kini aku telah beranjak remaja. Aku beropini bahwa

berhitung lebih menyenangkan dan lebih mengasikkan,

Page 111: TERPELESET MENULIS

111

daripada harus menulis ataupun mengarang. Opiniku tentang

hal itu adalah menulis sangat membosankan memberiku titik

kejenuhan dalam belajar dan benar-benar tidak

menyenangkan. Kesulitan akan hal itu selalu ada saat pelajaran

Bahasa Indonesia, memulai materinya dengan pengalaman

atau bercerita. Aku tidak suka sekali menulis. Saat harus

menulis sesuatu, aku merasakan hal bagaikan jatuh dari atas

pohon dan aku ingin teriakkan kata “menulis itu menakutkan”.

Namun, suatu ketika aku mengenal suatu materi yaitu

puisi. Guruku menggambarkan suatu puisi padaku tentang cara

menuliskannya, cara membuatnya dan cara membacanya.

Pembuatan puisi bagiku adalah sesuatu yang sangat mudah

untuk dimengerti. Tidak perlu bingung untuk mengawalinya

karena semuanya sudah tertata rapi dalam ingatan. Puisi

pertama yang aku buat adalah suatu puisi yang menjelaskan

bahwa aku kini tidak takut untuk menulis. Puisi itulah yang

mengawali aku suka menulis seperti halnya orang lain. Satu per

satu waktu terus kujalani. Menulis bukanlah suatu kendala lagi

bagiku.

Page 112: TERPELESET MENULIS

112

Hari pertama masuk sekolah, kini aku telah berada di

Sekolah Menengah Atas. Menulis bukanlah hal yang menjadi

kendala lagi. Menulis memang bukanlah hobi untukku. Namun

menulis akan tetap ada dalam setiap perjalanan hidupku.

Tugas-tugas sekolahku mulai menumpuk. Mulai dari

matematika, IPA, IPS, Bahasa Asing. Semua itu tidak

membuatku enggan untuk belajar menulis. Hasil tulisanku

memang jauh sekali dari kata sempurna, sebab itu aku terus

berusaha. Dari semua yang selalu aku kerjakan menulis selalu

membantu aku, saat aku menulis aku dapat merasakan

ketenangan hati. Tidak aku buat dalam bentuk diari, tidak juga

dalam bentuk puisi maupun cerpen. Namun aku selalu

mengemas ceritaku dalam bentuk tulisan yang aku tulis dalam

secarik kertas yang kemudian aku terbangkan impiannya agar

Tuhan dapat membaca isi hatiku. Menulis juga aku gunakan

untuk mencatat waktu luangku. Namun aku gunakan di sosial

media yang ada, sebagai tempatku mengarang. Dengan

maksud agar siapa saja yang membaca tulisanku dapat

memahami, mengerti, dan dapat merasakannya juga. Serta

Page 113: TERPELESET MENULIS

113

dapat menjadi gambaran ataupun tujuan yang sama bersama

impian yang berbeda.

Kini menulis adalah suatu kebiasaan yang

berdampingan dalam jalan hidupku. Bukan cita-cita bukan juga

suatu hobi namun merupakan kebiasaanku. Jika dulu aku

pernah berkata menulis itu membosankan, menjenuhkan,

bahkan menakutkan, sekarang aku akan katakan dan

beritahukan pada semuanya bahwa menulislah berkaryalah

dengan goresan bolpoin yang ada ditanganmu. Apakah kita bisa

lari dari yang namanya menulis?. Jawabannya tentu tidak,

disetiap kehidupan kita mengandung berbagai macam cerita

dan kegiatan dan saat itulah sebuah tulisan pasti ada

mendampingi hidup kita. Percayalah menulis tidak akan

merugikan dirimu sedikitpun, namun akan memberikan

ketenangan hati dan jiwa. Ketenangan yang tak dapat kamu

temukan. Jadi, ayo menulislah mulai dari sekarang bersamaku

dan jangan pernah ada kata “menyerah” dan “menyesal”.

Page 114: TERPELESET MENULIS

114

Kontribusi Cendekiawan Muda oleh : Okky Perdana Putra

Istilah cendikiawan yang sudah umum dan sering kita

dengar, yang dilihat sebagai suatu hal yang sangat bagus dalam

asumsi kita. Cendikiawan atau orang yang mempunyai jiwa

intelektual yang luas dengan pemikiran-pemikiran ilmiah yang

menjadi keinginan dan sesuatu hal yang menggebu-gebu serta

diidam-idamkan. Banyak terdapat jiwa-jiwa berintelektual

tinggi di zaman yang modern seperti sekarang ini, tapi masih

sedikit sekali cendikiawan berintelek tinggi yang benar-benar

berguna bagi masyarakat, yang benar-benar berkontribusi

nyata kepada masyarakat. Apa gunannya memiliki intelektual

tinggi tetapi tidak dapat disalurkan dengan baik kepada

masyarakat. Bahkan ada yang tidak tersalurkan sama sekali

atau hanya untuk kepentingan diri sendiri. Begitu miris-nya dan

egoisnya jiwa-jiwa ini.

Banyak para intelek yang sombong dan bangga

terhadap dirinya sendiri atas ilmu yang mereka miliki. Mereka

merasa dengan hasil besar membawa kemakmuran,

Page 115: TERPELESET MENULIS

115

kemakmuran apa?. Untuk dirinya sendiri, bukannya kemajuan

yang didapat, tetapi kemerosotan moral yang terjadi. Makanya

masih banyak disana sini kesenjangan yang terjadi. Hal ini

menunjukan masih sedikitnya kepekaan sosial dan juga

menunjukan pentingnya kontribusi terhadap masyarakat yang

secara otomatis memajukan bangsa dan negara tercinta ini.

Kontribusi sendiri tidak terbatas dengan hal-hal ini-itu, tetapi

memikirkan sesuatu hal yang baru, produktif dan dapat

dinikmati serta berguna bagi masyarakat adalah suatu hal yang

kontribusi, apapun itu! Besar ataupun kecil, dan sederhana

maupun megah. Jadi tedapat banyak sekali peluang yang bisa

dilakukan untuk berkontribusi kepada masyarakat, walaupun

bukan seorang cendikiawan sekalipun.

Bentuk-bentuk kontribusi sendiri yang abstrak karena

setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda untuk menjadi

sesuatu yang berguna bagi orang lain. Kontribusi tidak harus

mengadakan suatu kegiatan, tetapi dengan berpartisipasi

dalam kegiatan-kegiatan masyarakat pun adalah kontribusi.

Jadi dengan kontribusi, menentukan pandangan dan peran kita

dalam masyarakat. Walaupun seorang itu tidak berintelektual

Page 116: TERPELESET MENULIS

116

luas, tetapi ia berpartisipasi dan berkontribusi ke dalam

masyarakat, akan lebih dipandang baik oleh masyarakat

daripada seorang yang berintelektual luas tetapi hanya

berdiam diri, tidak menggunakan jiwa dan kelebihannya

kepada masyarakat.

Pemuda-pemudi adalah salah satu harapan bangsa,

disaat itulah semangat masih menggebu-gebu, waktu masih

lapang, pikiran masih jernih, dan banyak hal yang bisa dilakukan

di masa ini. Orang yang berkecukupan saja ilmunya bisa

menjadi sosok yang besar karena langkah awalnya dengan

berani berkontribusi. Sekarang banyak cendikiawan yang

berintelektual luas, hanya saja mereka tidak ada keberanian

untuk terjun ke masyarakat. Banyak cendikiawan yang

berintelek luas juga memiliki keberanian tetapi dia egois,

mementingkan diri sendiri. Bahkan ada yang rela membodohi

orang lain ataupun masyarakat hanya untuk kepentingan dan

keinginan dirinya sendiri. Itulah kebanyakan jiwa intelektual

Indonesia. Penyalahgunaan ilmu sekarang ini banyak sekali

terjadi. Intelektual yang seharusnya memajukan bangsa dan

negara Indonesia, tetapi banyak intelek yang menggunakannya

Page 117: TERPELESET MENULIS

117

untuk kepentingan dirinya sendiri. Korupsi, jual beli hukum, dan

sebagainya sangat sering kita dengar di negara ini, sampai

panas telinga ini mendengar isu-isu yang tidak kunjung tuntas

penyelesaiannya. Hukum sudah tidak tegak lagi. Moral sudah

tak berarti lagi. Semua itu hanya karena egoisme kepentingan

diri sendiri. Disinilah masyarakat berharap besar kepada

munculnya sosok cendikiawan muda yang intelektual, prestasi,

dan kontribusi, yang diimbangi dengan spiritual.

Maka dari itu, jiwa-jiwa intelektual perlu digugah

kembali. Menjadikan cendikiawan dengan intelektual yang

dimilikinya dapat tersalurkan dan teraplikasikan dengan baik

kepada masyarakat. Karena masyarakat tidak bisa menunggu,

tetapi hadirlah para cendikiawan muda yang berpengaruh

tanpa egoisme, yang intelektual, prestasi, kontribusi, spiritual,

yang benar-benar berguna bagi masyarakat. Dengan jiwa-jiwa

seperti inilah yang akan membawa kemajuan masyarakat,

bangsa, dan negara. Para cendikiawan muda, kalau bukan kita

siapa lagi. Cendikiawan muda yang berakhlak mulia adalah

harapan utama masyarakat Indonesia, yang memajukan dan

patut menjadi contoh bagi masyarakat dan generasi-generasi

Page 118: TERPELESET MENULIS

118

penerus. Jiwa yang membawa kepada perubahan juga menjadi

salah satu harapan masyarakat dan bangsa ini untuk menjadi

yang lebih baik dan produktif. Orang berpengaruh sangat

dibutuhkan sekarang ini untuk mengelola dan memajukan

masyarakat, karena sumber daya manusia di Indonesia belum

mencukupi untuk mengolah kekayaan sumber daya alam yang

ada. Maka dari itu masyarakat membutuhkan sosok

pembimbing untuk menuntunnya menuju hal-hal yang lebih

baik dan produktif. Salah satu sosok pembimbing yang menjadi

orang berpengaruh adalah para cendikiawan yang berani

berkontribusi secara nyata kepada masyarakat.

Salah satu modal untuk merangkul hati masyarakat

adalah dengan akhlak mulia yang harus dimiliki oleh para

cendikiawan, yang menjadi landasan kepercayaan masyarakat

akan para cendikiawan. Dengan kepercayaan, cendikiawan

akan mudah mengelola masyarakat untuk melangkah lebih

maju dari sebelumnya. Untuk menjadi sosok seorang yang

berakhlak mulia adalah dimulai dari diri sendiri. Karena ia harus

konsekuen antara keyakinan, pembicaraan, dan perbuatannya.

ia harus mampu memimpin dirinya sendiri, selalu introspeksi

Page 119: TERPELESET MENULIS

119

diri, hingga benar-benar mampu menunjukan bahwa dirinya

pribadi yang baik, disukai dan dipercaya masyarakat. Sehingga

ia siap untuk memimpin orang lain. Masyarakat akan

mempunyai respect positif terhadap orang-orang yang seperti

ini.

Dengan para cendikiawan yang berkontributif secara

nyata diharapkan mengangkat derajat Sumber Daya Manusia

(SDM), mampu membimbing dan memajukan masyarakat.

Tidak peduli seberapa besar hasil dan pengaruh cendikiawan

terhadap kemajuan masyarakat yang dikelolanya, tetapi

melalui proses yang mereka hadapi, dan keberanian mereka

berkontribusi sudah menjadi hal yang sangat besar untuk

mewujudkan kejayaan masyarakat Indonesia.

Page 120: TERPELESET MENULIS

120

Arti Penting Tulisan oleh : A. Azis Wijaya Putra

Menulis adalah sesuatu yang sederhana dan biasa

dilakukan hampir semua orang di dunia. Menulis surat, menulis

nota, menulis cerpen, bahkan yang hanya sekedar mencoret.

Namun tidak semua orang bisa menulis dengan pemaknaan-

pemaknaan agar bisa dinikmati oleh yang membaca tulisan

tersebut. Menulis dengan pemaknaan-pemaknaan tertentu

memang bukanlah hal yang mudah. Perlu konsentrasi dan

feeling yang tajam untuk menghasilkan tulisan yang benar-

benar bagus. Tidak hanya pada penulisan cerpen, poin-poin di

atas juga wajib ada pada setiap penulisan suatu karya tulis.

Tidak semua orang memiliki konsentrasi dan feeling yang sama

dalam kegiatan menulis. Itulah yang menyebabkan adanya

sudut pandang yang berbeda antara penulis satu dengan

penulis yang lainnya. Namun bukannya sudut pandang itu

menjadikan satu tulisan menjadi tidak bagus, justru adanya

sudut pandang yang berbeda-beda itulah yang menjadikan

dunia menulis tidak stagnan dan selalu menarik.

Page 121: TERPELESET MENULIS

121

Orang tua saya keduanya berkecimpung di dunia

pendidikan menengah sejak mereka belum mengenal satu

sama lain. Ayah seorang guru honorer sebuah Sekolah

Menengah Pertama swasta, dan ibu sebagai staf tata usaha di

sekolah yang sama. Mungkin jika dibayangkan sekilas, dunia

mereka tidak jauh dari dunia menulis. Menulis ujian, data siswa,

rapot, atau bahkan ijazah para siswanya. Tapi kegiatan menulis

hanya sebatas itu, dan itupun karena kewajiban mereka dalam

pekerjaan. Semenjak kecil saya tidak mempunyai bakat untuk

menceritakan sesuatu kepada orang banyak, baik lisan,

maupun tulisan. Saya hanya senang bercerita secara lisan

kepada ibu saya, atau nenek. Karena itu, saya tidak terbiasa

untuk menuliskan sesuatu yang berarti. Jangankan untuk

menulis suatu penggambaran, pada saat pertama belajar

menggoreskan pensil di secarik kertas pada saat duduk di

Taman Kanak-kanak, saya adalah salah satu anak yang paling

akhir untuk menyelesaikan tugas menulis dari guru. Tidak

hanya saat itu, hal serupa seringkali terjadi hingga tahun

terakhir di Taman Kanak-kanak.

Page 122: TERPELESET MENULIS

122

Hingga SD, pada tahun pertama, dapat dikatakan saya

adalah anak yang mempunyai kelebihan verbal di kelas, namun

mempunyai kekurangan pada pengolahan pena. Kelebihan

disini dalam arti selalu banyak bicara sendiri dengan teman

dibanding memperhatikan guru. Oleh sebab itu, di tahun-tahun

pertama memakai seragam putih merah, prestasi saya tidak

terlihat oleh kedua orang tua. Setelah tahun ketiga, ibu lebih

banyak waktu dirumah, dan dari situlah kemampuan saya

dalam mengolah pena mengalami perkembangan. Kesukaan

akan tulisan mulai muncul, karena pekerjaan-pekerjaan rumah

yang diberikan guru. Tetapi dibanding saya harus menghitung

serta menghafal perkalian dan pembagian, lebih baik saya

menulis untuk mata pelajaran yang lain.

Kebiasaan-kebiasaan itu terus berkembang hingga

tahun terakhir saya berseragam putih biru. Lebih suka

menuliskan sepuluh sampai dua puluh huruf, daripada

menuliskan satu sampai sepuluh angka pada selembar kertas

yang ada di depan saya. Kebiasaan itu membuat saya sedikit

demi sedikit mulai bercerita kesana kemari di lembaran kertas

usang sisa pembuatan soal untuk anak didik ayah. Apalagi

Page 123: TERPELESET MENULIS

123

ketika pertama kali ayah membelikan perangkat digital

berpentium 1 di tahun terakhir Sekolah Dasar. Semuanya

seolah ingin dituangkan pada sebuah tampilan lembar

Microsoft Word ’98. Entah itu tentang cinta monyet pribadi,

tentang cerita seram karangan orang kampung, atau bahkan

hanya sekedar membuat susunan-susunan beberapa kata yang

tidak memiliki maksud dan tujuan yang jelas dengan bentuk

variasi-variasi bentuk dan warna huruf yang lebay. Semua itu

menurut saya sebuah awal ketertarikan pada produk pena dari

pada produk bibir.

Pertama kali melakukan kegiatan menulis dengan

pemaknaan-pemaknaan tertentu, karena ada tugas untuk

menulis satu artikel pada waktu sekolah di tingkat pertama di

bangku SMP. Bisa dikatakan semua itu berjalan dengan

keterpaksaan karena jika tidak mengerjakan tugas, maka tidak

akan mendapatkan nilai. Untuk pertama kali menulis, yang bisa

dikatakan benar-benar menulis, tulisan saya bisa dikatakan

semrawut dan tidak ada fokus pada suatu obyek. Pada saat itu

saya sedikit tidak peduli, yang penting sudah mengerjakan

sesuai dengan ketentuan fisik tulisan yang diberikan oleh guru.

Page 124: TERPELESET MENULIS

124

Pada saat berseragam putih biru itulah saya mulai terbiasa

untuk menulis artikel, cerpen maupun dialog-dialog drama,

dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Sering menulis

karena tugas juga banyak, walaupun kualitasnya masih belum

bisa dikatakan tulisan bagus. Namun menurut wali kelas,

dibandingkan dengan tulisan pada waktu pertama kali menulis,

itu sangat jauh sekali perkembangan positifnya.

Waktu itu siswa SMP di kota saya seakan diberikan

fasilitas menulis dengan adanya majalah-majalah remaja

maupun anak-anak yang mau menampung karya tulis siswa-

siswi tersebut. Dari trend itu pula saya mulai tertarik dengan

menulis artikel-artikel ringan, walaupun jumlah yang

diterbitkan majalah tidak sebanyak jumlah jari tangan kanan.

Tetapi menurut saya, disitulah letak motivasi, walaupun jika

misalnya seorang sastrawan bahasa Indonesia mengoreksi

tulisan yang saya buat, mungkin tidak akan terima dengan

bahasa-bahasa yang digunakan karena sangat amburadul-nya

tulisan itu.

Pada waktu saya duduk di bangku sekolah menengah

kejuruan, saya kurang sering menulis, karena ada hal lain yang

Page 125: TERPELESET MENULIS

125

menurut saya menarik. Saya sekolah di jurusan yang

mendukung kesukaan pada dunia digital. Dari sekolah kejuruan

tersebut, saya jadi lebih tertarik dengan hal-hal yang berbau

teknis komputer dan pekerjaan yang berhubungan dengan

lapangan dan aplikasi secara langsung. Saya hanya menulis

ketika benar-benar senggang dan itupun tidak sebanyak pada

waktu berada di bangku Sekolah Menengah Pertama. Hingga

waktu kuliah kualitas tulisan saya tidak banyak berubah. Tetap

seperti itu, dan tanpa tahu lagi apa yang kurang dari tulisan

saya. Hanya jika ada tugas menulis, saya menulis saja, dan sekali

lagi tidak ada koreksi tentang tulisan.

Namun lama-kelamaan, karena tugas menulis di bangku

perkuliahan tidak seperti pada bangku Sekolah Menengah

Kejuruan, saya terbiasa untuk menulis lagi. Apalagi pada

konsentrasi ilmu yang saya ambil, terdapat beberapa mata

kuliah yang orientasinya memang untuk menulis seperti Teknik

Membaca dan Menulis Berita, Produksi Media Cetak, Produksi

Media Radio, Public Speaking, serta yang saat ini saya jalani

yaitu Penulisan Artikel Populer. Hernowo, seorang sastrawan

dan penulis terkenal mengutip suatu pertanyaan dari khalifah

Page 126: TERPELESET MENULIS

126

Islam, Ali bin Abi Thalib, yang menyatakan bahwa ikatlah ilmu

dengan menuliskannya. Dengan menuliskan sesuatu, kita akan

mengingat apa yang kita tulis, apakah itu sebuah ilmu yang

sudah ada, ataupun sebuah ilmu bagi diri kita sendiri yang

dapat memotivasi diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita.

Dari situ saya mengambil poin penting tentang menulis.

Tulisan yang bagus bukan karena kita mempelajari teori-teori

yang ada tentang menulis, tetapi bagaimana kita berlatih

menulis, dengan melatih konsentrasi kita pada apa yang akan

kita tulis dan melatih ketajaman feeling kita dalam menulis.

Menulis bukan soal bagaimana kita menyusun sebuah kata

hingga secara tata bahasa benar dan bernilai sastra, tetapi

bagaimana luasnya pikiran dan hati kita dapat tertuang dalam

secarik benda tipis berwarna putih dengan tinta hitam yang

membuatnya menjadi sangat jelas. Apa yang kita pikirkan tidak

hanya tertuang setetes, atau dua tetes, tapi sebanyak-

banyaknya, sebebas-bebasnya, apa saja yang ada dalam pikiran

dan hati kita. Dengan begitu sebuah tulisan akan memiliki nilai

secara sendirinya, tanpa seseorang memaksa untuk

Page 127: TERPELESET MENULIS

127

memasukkan hasil goresan penanya pada kotak nilai sastra

yang amat luas penjabarannya.

Page 128: TERPELESET MENULIS

128

Fenomena Plagiasi Bagi Sebuah Karya Tulisan oleh : Quryatul

Plagiasi, satu kata yang cukup menggemparkan pikiran

dan perasaanku. Sungguh, aku begitu takut dengan kata-kata

ini untuk mulai menulis. Plagiasi, satu kata yang kata dosenku

adalah tindakan kriminal dalam menulis membuatku seakan tak

ingin menulis. Aku merasa sedikit bingung untuk menulis, baik

menulis di media cetak maupun on line. Nanti aku akan di

penjara oleh pihak-pihak yang mengatur tulisan orang kalau

ketahuan mem-plagiasi. Cukup antik bagiku bila harus

memplagiasi tulisan orang karena dikatakan tidak kreatif.

Namun, jauh dalam benakku; jika aku memplagiasi tulisan

orang, mungkin aku menjadi orang malas dan pada akhirnya

menjadi bodoh. Sungguh aku tak ingin menjadi seperti itu.

Plagiasi, plagiasi lagi. Di benakku saat ini dipenuhi dengan kata

yang satu ini. Gara-gara kata ini juga membuatku cukup anti

untuk mulai menulis.

Sebenarnya aku ingin menulis di sebuah buku dengan

sampul yang berwarna biru. Ingin kutuangkan kata demi kata di

Page 129: TERPELESET MENULIS

129

buku yang bersampul biru tentang pengalaman dan kejadian-

kejadian yang akan kutemui nanti. Berbicara tentang sampul

biru memang telihat biasa saja, namun bagiku ini cukup unik.

Sederhana memang mengapa aku nanti menulis pengalamanku

di buku yang bersampul biru, jawabannya adalah karena aku

sangat suka dengan warna ini. Kata orang warna ini

menunjukkan warna angan-angan yang tinggi. Pemaknaan

terhadap makna tergantung dari kita sendiri yang

mengartikannya. Yang pernah aku tahu, warna biru

menunjukkan kalau kita bercita-cita tinggi. Kembali lagi ke

plagiasi. dosen yang mengampu suatu mata kuliah memintaku

dan teman-teman yang lain untuk menulis. Menulis tentang

pengalaman pertamaku menulis. Dalam beberapa menit,

memori ingatanku tentang masa lalu mulai kuingat. Masa di

mana aku mulai pertama menulis. Ketika itu aku sedang

menyendiri dan kesepian di dalam kamar tempat aku tinggal.

Aku tinggal di rumah dosen. Tempat aku tinggal sementara

karena sedang kuliah di Kampus yang paling megah di wilayah

Madura, Universitas Trunojoyo Madura. Waktu itu, aku tidak

punya Handphone (HP), tidak ada hiburan dan aktivitas apapun

Page 130: TERPELESET MENULIS

130

yang kulakukan selain tidur. Karena bosan tidur, akhirnya aku

coba-coba menulis sejarah hidupku mulai dari kecil sampai

Sekolah Menengah Atas (SMA). “Ternyata sangat sulit”,

gumamku dalam hati. Mungkin ini karena aku tak pernah

menulis walau hanya sekedar catatan harian.

Selang beberapa menit, aku mulai mengambil dan

membaca sebuah buku dengan judul Emotional and Spiritual

Quation yang ditulis Ary Ginanjar. Sungguh, bagiku, bahasa dan

kosa kata yang digunakan senada dengan suara hati manusia.

Sangat menyentuh dan begitu sederhana sehingga mudah

dipahami dan sangat membangun. Kata-katanya begitu indah.

Kira-kira tiga puluh menit kemudian, aku tutup buku itu dan aku

mulai mencatat ulang apa yang aku baca tadi dengan

menggunakan bahasaku sendiri. Walau masih agak sulit karena

aku sudah jarang mencatat namun tetap aku paksakan. Aku

yakin aku bisa lancar menulis jika aku berlatih untuk menulis

minimal lima menit setiap harinya. Aku dengan lancarnya

mencatat ulang apa yang aku baca dari buku Ary Ginanjar. Aku

yang mencatat dengan bahasaku sendiri membuatku ingin

menulis sesuatu hal lain yang menjadi langkah awalku untuk

Page 131: TERPELESET MENULIS

131

menulis, yakni mulai dari sederhana saja dulu; apa yang

kulakukan hari itu.

Aku mulai menuliskan aktivitas-aktivitasku saat itu.

Mulai dari bangun tidur ketika ayam belum berkokok sampai

aku bosan dengan aktivitas tidurku. Aku menuliskan aktivitas-

aktivitas seperti sholat tahajjud saat bangun tidur pada dini

hari, shalat witir, mengaji, membaca buku karya Ary Ginanjar

karena buku unik yang aku punya saat itu adalah buku ini,

kemudian tidur lima belas menit, lalu kudengar suara adzan

shubuh berkumandang, kemudian bergegas ke masjid, mengaji

lagi, membereskan tempat tidur dan melakukan aktivitas di

dapur dan halaman, mandi, shalat dhuha, mengaji, sampai tak

ada aktivitas apa-apa lagi selain tidur karena waktu itu kuliah

sedang libur. Setelah menulis tentang aktivitas-aktivitas

harianku lalu aku menulis sedikit demi sedikit peristiwa-

peristiwa unik yang kualami. Setelah aku menulis cukup banyak

tentang peristiwa-peristiwa yang kualami lalu aku tutup

bukuku. Aku sedikit lega karena dengan menulis kisah-kisah

hidupku yang kecil nantinya dapat menjadi catatan yang bisa

kubaca di waktu senggang. Membaca ulang setiap kisah

Page 132: TERPELESET MENULIS

132

hidupku, dapat menjadikanku senang karena aku dapat melalui

berbagai peristiwa, peristiwa sulit sekalipun.

Kembali memori ingatanku pada kata plagiasi. Aku

sedikit enggan untuk menulis bila teringat dengan kata yang

satu ini. Walaupun aku menulis sesuatu hal yang kurang

menarik, hal yang kecil, dan tidak terlalu berguna tapi

setidaknya aku tidak memplagiasi tulisan orang lain. Dalam

tulis-menulis aku memang tak begitu mahir, tetapi aku yakin

dengan hanya menulis dari sesuatu hal kecil seperti; menulis

kegiatan harian yang tentunya tidak memplagiasi tulisan orang

lain, aku yakin dapat menghindarkan diriku dari kata enggan

untuk menulis karena takut dengan kata plagiasi. Mendengar

kata plagiasi, rasanya aku tak ingin memulai untuk menulis yang

berat-berat atau yang berkaitan dengan teori yang cukup berat.

Aku sedikit takut untuk memulainya. Menulis sedikit demi

sedikit akan aku tuangkan dalam buku harianku baik itu hanya

berupa pengalaman atau tulisan-tulisan yang teori dan

konsepnya ringan dalam kehidupan sehari-hari sampai yang tak

berteori sekalipun akan kutulis. Plagiasi, aku harap tak akan

menemuinya. Walaupun aku harus melihat tulisan orang lain,

Page 133: TERPELESET MENULIS

133

akan aku tuliskan kalau tulisan itu merupakan kutipan dari

tulisan orang lain. Aku tak ingin melihat dan meniru bila suatu

tulisan orang lain itu berada di luar potensiku. Sedikit rumit

memang bagiku bila aku mengawali sebuah peristiwa yang

ingin kutulis apalagi kalau dibenakku sudah teracuni kata

plagiasi. Plagiasi yang mengartikan kalau kita Copas (copy

paste) tulisan orang membuatku merasa seperti terjepit di

pintu emas. Mengapa di pintu emas? Tulisan yang akan kutulis

nanti merupakan hal yang bagus, tetapi sayang sudah ada yang

menulis. Kalau sudah ada yang menulis, kalau ditulis ulang,

plagiasi namanya.

Plagiasi memang bukan merupakan karakter tulisanku.

Aku menulis tentang apa yang aku tahu. Aku menulis apa yang

ada di benakku. Tulisan apapun itu. Terlebih bila tulisan itu

tulisan ringan. Bila tulisan itu berhubungan dengan teori apalagi

sulit aku mengerti, maka aku tak lupa mencatat ulang dengan

mengatakan kalau itu tulisan kutipan. Pikiranku buntu pada

tulisan apa yang akan aku tulis. Aku mulai terus menggali

potensiku akan pengetahuan-pengetahuan yang aku punya.

Aku menulis dari sesuatu hal yang tak berbobot sampai puisi.

Page 134: TERPELESET MENULIS

134

Bila berkata tentang puisi, bisa dikatakan aku bisa merangkai

puisi dan pernah menjuarai lomba menulis puisi. Teringat lagi

dalam benakku tentang pengalaman pertamaku menulis. Saat

aku sedih dan merasa kesepian. Aku mulai menulis dari

pengalaman sehari-hariku sampai aku menulis tentang

kepelikan dan kepahitan hidup yang kualami. Terkadang aku

menangis dalam tulisanku. Aku merasa tidak kuat jalani hidup,

tetapi aku serahkan semuanya kepada Allah SWT. Aku yakin

dengan pertolongan dan kasih sayang-Nya aku dapat melewati

masa-masa sulit dan kelak memenangkannya. Aku menulis dari

hal yang kecil dalam hidupku sampai peristiwa-peristiwa yang

mungkin tidak dialami oleh gadis seusiaku. Aku tetap tegar

jalani hidup ini. Selama aku yakin Allah SWT akan

memberikanku jalan terindahnya kelak, aku tak akan mencoba

mengeluh. Aku yakin dengan tulisan-tulisan yang aku

dokumentasikan untuk diriku sendiri, aku akan tersenyum

bangga bila kelak aku telah keluar dari kepelikan ini. Aku yakin

pula, dengan tulisan-tulisan ini dapat menginspirasi diriku

sendiri dan kelak bisa menginspirasi orang-orang yang mungkin

akan mengalami apa yang aku alami sekarang. Buntu, saat

Page 135: TERPELESET MENULIS

135

pikiranku mulai aku kembalikan pada kata plagiasi, aku tak

dapat menemukan kata-kata yang dapat aku tuangkan.

Mungkin, memang karena aku bukan tipikal orang yang

memplagiasi tulisan orang, maka pikiranku tak kan melayang

jauh menerAwang tinggi tentang plagiasi.

Lalu, aku coba memulai mengingat lagi dan menulis dari

awal tentang mengapa aku menulis pada kali pertama. Saat itu

aku sendiri berada di dalam kamar, tak melakukan kegiatan

apapun selain tidur. Maka dengan iseng-iseng, aku membaca

buku, mencatat, dan mulai menulis hal-hal yang lain. Sekarang

aku sudah mulai mengingat kembali saat kali pertama aku

menulis. Aku menulis tentang kesedihan diriku saat berulang

tahun. Saat itu, usiaku genap 19 tahun. Aku tak punya

handphone dan tak punya apa-apa. Sangat pelik diriku saat itu.

Aku menangis sendirian di dalam kamar, tanpa ditemani oleh

siapapun. Tak ada yang mengucapkan ulang tahun padaku.

Cukup sedih memang, tetapi apa mau di kata, waktu itu aku

memang tidak punya apa-apa. Karena yang kupunya hanyalah

buku dan pulpen, akhirnya aku menulis hari ulang tahunku ini

yang berbeda 180 derajat dari tahun sebelumnya. Tahun

Page 136: TERPELESET MENULIS

136

sebelumnya, aku bersama teman-teman SMA-ku dan

kekasihku, merayakan ulang tahunku di sekolah. Sungguh indah

waktu itu. Tetapi sekarang tidak lagi.

Aku menulis waktu itu karena tidak mendapat kado

spesial dari orang yang aku sayang, tetapi aku tetap bersyukur

karena Allah SWT yang selalu menyayangiku tetap

memberikanku hati yang tegar, kuat, dan tetap jalani hidup ini.

Aku bersyukur pada-Nya atas kenikmatan hidup yang telah

diberikan. Aku bersyukur dengan hidup yang kualami dulu dan

sekarang. Aku bersyukur karena mungkin tak akan kutemui lagi

kelak. Dengan hidup yang kualami sekarang dapat

menjadikanku pribadi yang memperjuangkan hidup yang sulit.

Saat diriku menulis tentang hari ultahku yang tak meriah, aku

merasa dan berpikir itu sudah kado terindah dari Allah SWT

untukku karena aku dapat menuliskannya. Dengan menulis,

jiwaku yang tegar, semakin terasah ketegaranku. Pikiran dan

perasaanku tidak sunyi waktu aku menuliskan hari ultah yang

tak meriah. Aku bersyukur yang banyak pada Allah SWT karena

dengan tulisan ditulis dapat menghibur jiwaku yang kelam,

sedih, merana, dan galau. Teringat pula pada buku motivasi

Page 137: TERPELESET MENULIS

137

yang ditulis oleh Ary Ginanjar, bahwa selama kita yakin dan

percaya akan pertolongan Allah SWT, maka hidup ini akan

terasa damai dan tenang walaupun hidup dalam keadaan

susah. Tetapi kita harus tetap berpikir dan bercita-cita besar

serta berusaha sekuat mungkin untuk meraihnya. Aku

bersyukur dengan aku menulis, jiwaku tidak terasa hampa.

Apalagi dengan menulis, aku berkomunikasi dengan diriku

sendiri dan berkomunikasi dengan Allah SWT. Tuhan Pencipta

alam. Aku bersyukur pula dengan membaca buku motivasi Ary

Ginanjar dapat menjadikan tegar dan kuat jalani hidup yang

berliku ini. Aku mau setiap momen dan peristiwa yang

menimpaku dapat kutuliskan. Tulisanku adalah sejarah hidupku

dalam mengarungi hidup yang seperti lautan ini. Kita tidak akan

sampai pada tujuan kalau tidak ada petunjuk dari Allah SWT.

Dengan aku menuliskan setiap kisah dan perjuangan hidup

yang aku tempuh dapat menjadi sejarah hidupku dan semoga

kelak dapat aku baca kembali dan dapat kuceritakan pada

orang-orang di sekitarku saat aku sukses nanti.

Menulis bagiku adalah modal awal dalam mengawali,

memperjuangkan, dan memenangkan hidup yang penuh

Page 138: TERPELESET MENULIS

138

warna. Menulis bagiku ibarat mengikat kuda yang liar. Pada

saat kita membaca sesuatu, tentunya otak kita menyerap

puluhan bahkan ribuan informasi setiap harinya. Bila kita

membaca suatu sumber bacaan, kita akan mudah lupa apabila

tidak disertai dengan menulis. Setelah membaca lalu

menuliskannya, maka informasi yang kita dapat bisa kita

lontarkan kembali dalam sebuah tulisan.

Page 139: TERPELESET MENULIS

139

Kiai, Santri dan Dunia Politik oleh : Rahelmi Zulkarnain Akbar

Manusia modern di zaman sekarang telah banyak

perubahan dalam mengamati suatu partai politik yang akan

mereka pilih. Beda pada zaman dahulu , dimana para

masyarakat memilih partai politik dikarenakan dibawah

kepemimpinan seorang muslim yang taat beragama. Namun di

era reformasi ini pandangan tersebut telah terkikis. Hal

tersebut dapat dikatakan religius muslim di Indonesia tidak

berdampak besar terhadap politik kepartaian. Masyarakat lebih

memandang nasionalisme yang dimiliki oleh suatu partai politik

daripada partai yang dianggap taat agama namun tidak

membawa perubahan atas negeri ini. Pesantren yang

terpolitisasi membuat posisi ulama menjadikan terdelegitimasi

di mata umat muslim. Pesan kultural dan kebangsaan yang coba

dibangun oleh ulama’ melalui pesantren semakin terkooptasi

oleh berbagai kepentingan politik praktis.Ulama terseret pada

pusaran konflik tersebut sehingga memudarkan kharismatiknya

sebagai filter sosial kemasyarakatan. Konflik antarulama

Page 140: TERPELESET MENULIS

140

tersebut tidaklah dilakukan oleh satu atau dua aktor ulama,

namun melainkan terjadi secara berjejaring antar pesantren.

Hal ini dikarenakan hubungan yang terjadi antara kiai dan santri

dibangun dalam pola patron klien dan bersifat irasional.

Kesetiaan dibangun atas dasar ikatan emosional, psikologis dan

kadangkala imbas hutang budi yang bersifat ekonomis dari

santri pada kiai. Maka, ketika santri tersebut menjadi kiai dan

mendirikan pesantren di tempat tinggalnya. Secara tidak

langsung santri yang telah menjadi kiai tersebut menjaga

hubungan baik dengan kiai gurunya termasuk dalam berpolitik.

Kemudian, manakala kiai sepuh terseret dalam arus konflik

politis, maka kiai juniornya terpanggil untuk membela sang

guru dalam konflik politis tersebut. Istilah politik berasal dari bahasa Belanda politek dan

bahasa Inggris politics yang masing-masing bersumber dari

bahasa yunani yaitu politika atau yang berhubungan dengan

negara dan polites atau disebut dengan warga negara. Politik

juga merupakan suatu proses pembentukan dan pembagian

kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud proses

pembuatan keputusan khususnya dalam suatu negara. Santri

Page 141: TERPELESET MENULIS

141

merupakan sebutan bagi murid yang mengikuti pendidikan

agama disebuah pondok pesantren. Pondok pesantren

merupakan sekolah pendidikan yang prestasi ajarannya lebih

banyak menuju kepada ajaran-ajaran agama islam. Santri juga

diidentikkan dengan kata sasantri yang berasal dari bahasa

sansekerta yang artinya pelajaran agama atau juga cantrik yang

artinya berdiam diri bersama guru dalam sebuah asrama demi

memperdalam ilmu agama dalam beberapa waktu lamanya.

Pada zaman reformasi ini telah banyak para politikus dari

berbagai kalangan maupun status. Tidak jarang para DPR

(Dewan Perwakilan Rakyat) kita tidak lebih pintar daripada

seorang rakyat biasa. Indonesia termasuk negara dengan

jumlah penduduk beragama islam terbesar didunia. Namun,

Indonesia masih sangat kurang dengan keadaan para petinggi

negara yang tidak memiliki kepribadian dalam berbagai aspek.

Didalam politik di Indonesia sangat marak dengan

adanya para kiai, tokoh ulama dan pesantren yang sering

menjadi sasaran dalam membangun basis dukungan politik.

Dalam perspektif pemerintah, kiai cukup memiliki kekuasaan

untuk mempengaruhi tindakan sosial dan politik dalam

Page 142: TERPELESET MENULIS

142

masyarakat. Sebagai contoh adanya pemilihan politik di

Madura para kiai sangat berperan penting dalam pemilihannya.

Oleh sebab itu legitimasi keagamaan tersebut digunakan untuk

melegalkan segala tindakan para elit politik dalam mencapai

tujuan mereka. Banyak pula asumsi negatif masyarakat kepada

kiai yang terjun dalam dunia politik. Mereka beranggapan

bahwa parpol yang berada dalam naungan lingkup kiai hanya

menginginkan suara daripada kualitas diri. Namun, tak jarang

juga masyarakat yang hanya mengikuti permainan para elit

politik tersebut. Fenomena seperti diatas merupakan budaya

yang tidak pernah berubah dari waktu ke waktu. Moralitas para

pejabat tak pernah kita perhatikan. Tak banyak pula para

pejabat–pejabat kita yang kehilangan akhlak dan moralnya

sebagai teladan bagi masyarakat. Dengan adanya femonema

seperti diatas setidaknya budaya tersebut dapat dirubah

menjadi budaya yang bisa menjadi tauladan. Para santri

maupun kiai tidak hanya eksis dengan legitimasi yang mereka

miliki. Namun, mereka juga dapat membawa perubahan

terhadap peradaban yang mulai terkikis oleh adanya kebebasan

globalisasi saat ini.

Page 143: TERPELESET MENULIS

143

Page 144: TERPELESET MENULIS

144

Ketika Menulis Menjadi Sebuah Tuntutan oleh : Rendi Limantara

Pada awalnya menulis memang sudah menjadi tuntutan

bagi setiap orang. Baik itu menulis untuk kepentingan belajar,

kepentingan tugas atau mungkin menulis sebagai wadah untuk

menuangkan curahan dan imajinasi. Namun, pada jaman

sekarang khususnya para pelajar, mayoritas mereka menulis

bukan karena ingin menciptakan sebuah karya, akan tetapi

menulis bagi mereka adalah sebuah tuntutan dimana mereka

harus menulis karena adanya tugas dari guru atau paksaan

orang tua. Seperti saya contohnya, bagi saya menulis

merupakan tuntutan yang harus saya penuhi dan jalani. Saya

menulispun kalau tidak karena adanya tugas sekolah tidak akan

menulis. Saya juga memiliki pengalaman dimana saat saya

masih Sekolah Dasar. Guru saya menyuruh muridnya untuk

membuat cerita minimal setengah halaman. Jikalau tidak

membuat atau masih belum mencapai setengah halaman maka

tidak boleh pulang.

Page 145: TERPELESET MENULIS

145

Saya awalnya membenci mata pekajaran Bahasa

Indonesia karena pasti tugasnya kalau tidak membuat puisi,

pantun, cerita dan saya tidak menyukai mata pelajaran itu. Saya

membuat cerita pada kelas tersebut dan kebingungan sejenak,

diam termenung sampai ada teman yang sudah selesai duluan

langsung gugup sampai berkeringat karena takut tidak bisa

pulang. Sampai teman sebangku sudah sampai setengah

halaman, saya juga masih belum menulis apa-apa. Frustasi dulu

sampai-sampai mau menangis karena takut tidak bisa pulang.

Saya memiliki ide untuk membuat cerita bebas yaitu menulis

cerita serial kartun “Doraemon”yang kemaren pagi saya lihat.

Saya terpaksa menulis daripada saya tidak pulang. Pada saat

saya kumpulkan guru saya bertanya “loh, kenapa kok ceritanya

tentang doraemon? Masa tidak ada cerita lagi?” lalu saya

menjawab “Saya bingung bu mau kasih cerita apa. Daripada

saya tidak pulang, saya tulis aja cerita Doraemon bu” lalu guru

saya hanya bisa tertawa dan akhirnya saya bisa pulang.

Saya juga ada pengalaman menulis yang lain, yaitu pada

saat kelas satu SMP mendapatkan tugas dari mata pelajaran

Bahasa Indonesia membuat karangan cerita dengan tema “

Page 146: TERPELESET MENULIS

146

rumah ”, begitu mendapatkan tugas yang luar biasa susahnya.

Saya jadi malas sekali untuk mengerjakannya. Saya mencoba

bertanya pada kakak bagaimana membuat karangan cerita

yang bagus dengan tema ‘rumah’, maksud saya bertanya pada

kakak seperti itu dengan harapan agar dia yang

mengerjakannya. Dia yang berpikir tentang isi cerita tadi dan

saya hanya mendengarkan serta menuliskannya saja. Namun,

harapan itu sirna ketika kakak mengerti tujuan awal mengapa

saya menanyakan tentang karangan cerita yang agak berbelit-

belit. Meminta bantuan pada kakak gagal, kemudian mencoba

untuk bertanya pada mama tentang membuat karangan cerita

yang bagus. Akan tetapi sebelum saya bertanya dan membahas

tentang karangan cerita, mama saya langsung berkata, “ini

buku cerpen, kamu baca dan coba kamu buat cerita kamu, kali

saja bisa dapat inspirasi dari situ, mama mengerti apa maksud

kamu mau tanya ke mama”, lalu saya hanya bisa terdiam

sejenak dan berkata “iya ma, makasih”. Akhirnya saya baca-

baca dan tetap tidak mendapatkan ispirasi padahal tugas

karangan ini harus di kumpulkan besok. Pada akhirnya saya

frustasi dan membaca buku tentang humor. Dari membaca

Page 147: TERPELESET MENULIS

147

buku humor tadi saya terhibur dan dapat mengurangi rasa

frustasi dari tugas mengarang. Malahan dari buku humor itu

saya mendapat inspirasi dan mencoba merangkai karangan.

Dari kata hingga menjadi sebuah kalimat, berkali-kali

menghapus tulisan, berkali-kali termenung untuk melanjutkan

karangan saat daya imajinasi berkurang. Pada akhirnya tugas

mengarangpun telah selesai saya rampungkan. Sekalipun

banyak kalimat-kalimat yang bisa dikatakan tidak sesuai

standart EYD (Ejaan yang Disempurnakan).

Keesokan harinya tugas ini dikumpulkan dan dibacakan

di depan kelas, dengan percaya diri saya membacakan karya

karangan cerita saya. Pada awalnya saya membaca karangan itu

tertawa-tertawa sendiri dan teman-teman tidak ada yang

tertawa, tetapi saya tetap percaya diri sekalipun tidak ada yang

tertawa, padahal saya rasa cerita yang dibuat adalah cerita

humor. Akan tetapi kepercayaan diri saya berakhir dengan baik,

akhirnya ada yang tertawa sekalipun tidak lebih dari lima orang.

Bagi saya paling tidak ada yang tertawa, jadi ceritanya bisa di

sebut cerita humor. Pengalaman-pengalaman tersebut saya

jadi bisa memiliki memory tersendiri dari pengalaman itu.

Page 148: TERPELESET MENULIS

148

Jikalau saya mendapat tugas menulis lagi di kelas saya jadi

tertawa sendiri saat mengingat kenangan itu. Dulu saya bisa

dikatakan susah sekali bila di suruh menulis dan sampai-sampai

orang tua saya marah akibat malasnya saya. Sealin itu juga dari

pengalaman-pengalaman yang ada, baik itu pengalaman yang

buruk atau bagus yang anda alami pengalaman itu bisa

dijadikan motivasi jika kita lagi malas atau sedang tidak ada

imajinasi untuk menulis. Menulis bukan merupakan hal sulit

untuk di lakukan pada jaman sekarang, bahkan sering kali

sekarang menulis pada kalangan anak-anak yang masih kecil,

remaja dan dewasa bahkan yang sudah tua menulis adalah

sebuah hobi bagi mereka. Menulis salain bisa meyalurkan

imajinasi menulis juga bisa menyalurkan sebuah emosi, saat

sedih, saat bahagia atau saat marah.

Page 149: TERPELESET MENULIS

149

Rekam Jejak Pengalamanku di Dalam Karya oleh : Rio Kurniawan

Pepatah terdahulu berkata ‘’ membaca adalah jendela

dunia’’. Logika pikirnya ketika ada jendela pastilah disitu

terdapat pintu. Membaca dan menulis adalah hal yang tidak

bisa terpisahkan seperti dua sisi pada uang koin emas. Dengan

membaca kita bisa membuka jendela dunia, namun dengan

menulis kita akan membuka pintu dunia. Dengan kata lain kita

membaca akan melihat sesuatu yang baru, dan ketika menulis

kita akan memiliki sesuatu yang baru. Bermula dari seorang

bocah yang masih duduk dibangku sekolah dasar. Memiliki cita-

cita yang tinggi merupakan bekal untuknya menempuh dunia

nyata ini. Anak lelaki yang akrab disapa ‘’Awang’’ selalu terlihat

senang ketika pelajaran bahasa dan sejarah disekolahnya. Dari

dua pelajaran ini dia dapat membaca, menulis, dan mengetahui

sejarah dunia luar. Awang banyak memiliki teman yang sangat

dekat secara emosional dengannya. Saat waktunya longgar,

Awang selalu menulis sesuatu yang terkadang hanya sekedar

iseng. Kesukaanya untuk menulis telah muncul sejak dini,

Page 150: TERPELESET MENULIS

150

sampai pada suatu saat dia diminta oleh salah satu guru untuk

mengikuti lomba ‘’menulis cerpen’’ tingkat Sekolah Dasar.

Tetapi berhubung dia masih belum menguasai ilmu seutuhnya

dalam menulis, dia tidak ingin mencoba dan memutuskan ingin

berlatih terlebih dahulu dengan cara menulis dibuku hariannya.

Dengan metode seperti itu, dia berharap akan berkembang dan

sambil meminta petunjuk kepada guru dan orangtua terutama

ayah, yang selalu ingin anaknya mendapatkan ranking satu

dikelas.

Beranjak pada kelas lima, suatu ketika sang ayah

bertanya kepada Awang,’’ mas, kamu bercita-cita ingin menjadi

apa? Dia menjawab,, aku ingin menjadi pilot yah’’. Lalu sang

ayah memberi nasehat kepadanya. ‘’Kamu ingin menjadi pilot,

tapi sering sekali menulis. Jika ingin menjadi pilot harus suka

berhitung dan pintar pelajaran matematika. Setelah mendapat

sedikit nasehat itu, Awang mulai berusaha menyukai

matematika. Meski pada realita yang ada selama enam tahun

dibangku sekolah dasar, bocah yang bernama lengkap Rio

Kurniawan ini tidak pernah suka pada pelajaran matematika

dan dia hanya mampu memberikan prestasi ranking dua

Page 151: TERPELESET MENULIS

151

sebanyak enam kali kepada ayahnya. Harapan sang ayah pun

pupus dan hilang. Masa pendidikan Seklah Dasar akhirnya usai.

Sebelum masuk Sekolah Menengah Pertama, Awang mulai

mengenal musik yang dikenalkan oleh sang ayah. Lalu Awang

mulai tertarik dengan salah satu nada pada setiap lagu yang

ayahnya berikan. Nada itu berasal dari alat musik bernama

‘’drum’’. Sang ayahpun langsung memberikan pendidikan non

formal kepada Awang. Berupa kursus musik yang ada dikota

Surabaya. Berawal dari lembaga ternama inilah dia mulai

belajar apa itu musik dan bagaimana berprestasi dengan musik.

Pada saat musik telah mendarah daging di dalam dirinya. Dia

lambat laun sudah mulai menghilangkan kebiasaan menulisnya,

karena pada saat SMP, dia lebih sering mengisi waktunya

dengan berkumpul bersama teman – temannya dan belatih.

Terlebih ketika Awang mulai memiliki sebuah grup band

pertamanya. Dia setiap minggunya ada agenda untuk berlatih

bersama grup bandnya yang baru berdiri dari SMP 1 Kamal ‘’

Peoples Pie’’.

Nama ini dipilih karena kelima anak SMP 1 Kamal

berasal dari komplek perumahan yang sama yaitu ‘’perumnas

Page 152: TERPELESET MENULIS

152

kamal’’. Awang dan anggotanya sangat berkomitmen dalam hal

ini, demi nama baik sekolah dan prestasi yang akan diperoleh.

Dengan dibimbing oleh salah satu guru kesenian, mereka

sedikit demi sedikit telah kompak dan berhasil membuat

sebuah lagu untuk awal dari band ini. Tiga tahun masa SMP

hampir tidak pernah digunakan oleh Awang untuk menulis, bisa

dibilang masa–masa ini adalah sangat sulit untuknya. Tetapi dia

tidak pernah lupa belajar demi akademiknya disekolah dan

lebih sering membaca. Karena terbatasnya waktu dan

kesempatan untuk menulis. Tiga tahunpun telah usai,

memasuki masa SMA. Band yang dia bangun dari SMP, akhirnya

kandas ketika pasca lulus dari SMP. Kelima anggota peoples pie

berpisah karena mereka harus melanjutkan pendidikan SMA

yang berbeda kota. Awang dan kedua temannya berada di

SMA2 Bangkalan, dan kedua temannya lagi berada di kota

Surabaya. Awal sekolahnya di Smada Bangkalan, Awang

memiliki banyak teman baru dan sangat unik. Pada masa SMA

Awang mulai merasakan cinta kepada lawan jenisnya. Dia

menjalani hubungan dengan seorang gadis manis asal kota

Surabaya yang umurnya selisih dua tahun dari Awang. Tiga

Page 153: TERPELESET MENULIS

153

belas bulan mereka berpasangan dan harus berpisah karena

faktor yang tidak seharusnya terjadi.

Mulai dari pengalaman yang sempat membuat Awang

sedih ini, memutuskan untuk kembali bermain musik. Saat itu

juga dia mencoba membuat grup dengan dua orang personel

baru dari sekolahnya. Band kali ini sangat berbeda karena

didasari oleh organisasi internal sekolah yakni ‘’Sanggar Seni

Smada’’. Band yang disebut Smada Big Band sering mengikuti

perlombaan dalam skala regional maupun nasional. Dengan

prestasi yang cukup membanggakan. Setalah dua tahun

sekolah di Smada Bangkalan. Awang akhirnya merindukan

bakat yang ada dalam dirinya yaitu menulis, tidak berpikir lama

dia langsung menuliskan perjalanan kisahnya dengan gadis

manis kota pahlawan itu. Untuk mengawali kebiasaan

menulisnnya yang sudah lama dia tinggalkan karena

kecintaannya kepada musik.

Pada saat itu sangat terasa aneh baginya, menulis kisah

cinta yang sangat berarti itu. Sedikit demi sedikit susunan huruf

menjadi kata dan barisan kalimat menjadi beberapa paragraph

Page 154: TERPELESET MENULIS

154

memenuhi lembaran putihnya. Akhirnya selesailah tulisan

Awang, dengan judul ‘’agama jalan yang terakhir’’ yang

berisikan kisah manis dan pahit masa dia menjalin hubungan

romantis dengan wanita berasal dari kota Surabaya. Ada

beberapa nilai sosial didalamnya tentang bagaimana kita

menjalankan cinta terhadap seseorang dengan penuh rasa

sabar, serta niat dan etikat dalam hal segala kebaikan. Tidak

lupa menyertakan nilai – nilai Islam didalam hubungan yang

akan kita jalani. Setelah Awang kehilanagn rasa senangnya dari

menulis, kini dia mendapatkan kembali rasa itu. Tetapi tetap

saja selama tiga tahun di SMA, dia hanya menyempatkan diri

untuk menulis. Karena dia harus fokus pada band yang dia

bangun dan impian untuk melanjutkan pendidikan di

perguruan tinggi ternama Jakarta, yang berkonsentrasi dalam

bidang seni musik. Tempat itu adalah Institut Kesenian Jakarta.

Takdir berkata lain, setelah dia lulus SMA dengan nilai

yang memuaskan. Dia tidak mendapatkan restu oleh

orangtuanya untuk melanjutkan sekolah ke ibukota Jakarta.

Alhasil dengan berjalannya waktu Rio Kurniawan memutuskan

untuk kuliah di Universitas Trunojoyo Madura. Dia memilih ilmu

Page 155: TERPELESET MENULIS

155

komunikasi sebagai jalan untuk menggapai impian – impian

besarnya. Dia memiliki impian untuk menjadi musisi ternama

nanti, namun rasanya impian itu seakan hilang terbawa

gelombang ombak pantai. Ketika orang tuanya melarang dia

untuk pergi ke Jakarta. Tetapi Awang tidak putus asa sampai

disini, dia percaya bahwa esok kelak akan menjadi terkenal

meskipun bukan dari musik. Namun dari maha karyanya yang

lain dengan berlandaskan ilmu komunikasi. Pada masa

perkuliahan, dia mulai belajar dengan serius.

Awang sudah sedikit vakum dengan dunia musik, band

pada saat SMA sudah terpisah. Karena anggota personel

melanjutkan kuliah di beberapa kota berbeda. Namun sesekali

Awang tetap eksis didalam kampus untuk acara internal, karena

dia juga masuk dalam anggota UKMF Viper–C. Saat masa

perkuliahan berjalan sekitar satu tahun, tepatnya ketika Awang

masih berada di semester tiga. Saat itulah dia sangat

merasakan perlunya keahlian menulis, ketika itu banyak

beberapa mata kuliah yang menuntut para mahasiswa untuk

‘’menulis’’. Seperti saat ujian mata kuliah TMMB dan produksi

media cetak. Prakteknya ketika mahasiswa diajarkan

Page 156: TERPELESET MENULIS

156

bagaimana menjadi seorang wartawan atau jurnalis. Memiliki

tugas membuat berita, dengan mengacu pada unsur 5W 1H.

Apa yang terjadi, kapan kejadiannya, dimana itu terjadi, siapa

yang ada dalam kejadian itu, mengapa kejadian itu terjadi,

bagaimana kejadian itu. Demikianlah rumus menulis berita

yang dia dapatkan ketika teori didalam kelas. Namun, ketika

langsung terjun dilapangan, pada saat ujian praktek di kota

gudeg Jogjakarta, teori yang dapat diaplikasikan hanya

mencapai beberapa persen saja. Banyak faktor lain yang

mempengaruhi ketika menulis berita, seperti; latarbelakang

wartawan dan media yang menjadi dasar dari sudut pandang

sebuah berita diberikan untuk publik. Selanjutnya ketika satu

tahun berlalu, saat semester lima Awang mempelajari konsep

dasar dari sebuah penelitian. Yang langsung dibimbing oleh

salah satu dosen dalam matakuliah MPS (Metode Penelitian

Sosial). Pada saat itu Awang mempelajarinya dengan serius.

Agar kemampuan menulisnya menjadi terus berkembang.

Banyak pengetahuan baru yang didapat dari dosen pengampu

matakuliah tersebut, terkait dengan sebuah penelitian.

Beberapa bulan ketika semester enam, Awang mendapat

Page 157: TERPELESET MENULIS

157

pembelajaran yang lebih berharga lagi. Yakni ketika dia harus

pergi KKN dan mengabdikan dirinya untuk masyarakat selama

kurang lebih satu bulan di desa yang dingin dan hijau berada

pada dataran tinggi pulau Madura. Saat itulah Awang,

mengaplikasikan ilmu yang dia dapat untuk ‘’menulis’’. Alhasil

saat KKN, dia mampu menulis sedikit kisah cerita dengan judul

‘’26 hari dikaki bukit hijau’’. Kisah ini melukiskan tentang enam

belas mahasiswa yang awalnya tidak saling mengenal, memiliki

kepentingan berbeda, dan saling bersaing. Namun akhirnya

mereka menjadi suatu keluarga kecil nan bahagia, yang tidak

akan pernah mereka lupakan sampai akhir nanti. Semua

kenangan yang telah terjadi diantara mereka, akan memiliki

cerita yang berbeda.

Namun saat ini, Rio telah mendapatkan pengalaman

berharga dalam menulis. Rio menganggap menulis bagaikan

menyiram tanaman. Selama persediaan airnya terus terpenuhi

maka jangan khawatir untuk menyiram diberbagai lahan yang

sangat luas. Dari hal inilah Rio sangat merasakan pentingnya

membaca. Ketika kita menulis dengan berdasarkan pada

pengalaman, pasti akan terasa mudah dan senang untuk

Page 158: TERPELESET MENULIS

158

menulis. Seperti karya yang telah sebelumnya Rio buat dengan

judul “agama jalan terakhir, sepuluh tangkai cinta putih,

menunggu dibalik keraton kuno, dan terakhir tulisan tentang

menulis ini”. Lalu akan datang lagi satu karya berjudul cintamu

dimalam natal. Semua karya tulis ini dibuat hanya sekedar ‘’uji

coba’’. Namun dari hal yang dirasa tidak penting, disitulah

adanya tahapan untuk mencapai impian. Bagaimana saat

pertama kali menulis, jenuh dan bosan, hingga menjadi senang.

Seakan menyiram tanaman pada lahan yang sangat luas.

Terlebih saat ini dia sedang menghadapi proposal skipsi yang

harus diseleseikannya pada akhir tahun 2013. Segala bentuk

revisi dari dosen akan menjadi stimulus yang sangat berharga

dan harus dapat menjadi yang lebih baik lagi.

Page 159: TERPELESET MENULIS

159

Artikelku, Kepribadianku oleh : Riska Putri Trisna

Pengalaman pertama saya menulis artikel awalnya

memang sangat sulit karena masih pemula dan dan tidak

terbiasa dengan menulis artikel. Kesulitannya mulai dari

bingung, kehabisan kata-kata karena minimnya pengetahuan.

Saya menyadari hal ini karena kurangnya membaca. Dari

pengalaman dalam mempelajari tentang menulis artikel,

pertama kali saya mencoba menulis artikel rasanya sangat sulit.

Namun saya tidak menyerah dan berusaha menyajikan sebuah

artikel di blog saya ini, paling tidak satu artikel setiap

minggunya. Dalam menulis artikel itu pun saya kebingungan

sampai harus googling dulu untuk menemukan bahan yang

akan saya buat menjadi sebuah artikel. Apabila sudah

kehabisan ide dan bosan, maka yang saya lakukan sebagai jeda

dalam melanjutkan menulis yaitu mematikan laptop sambil

melakukan aktivitas yang lain seperti mendengarkan musik

Page 160: TERPELESET MENULIS

160

atau menonton televisi untuk membangkitkan semangat

kembali. Tulisan dilanjutkan apabila mood sudah mulai baik.

Di masa dewasa sejak ada jejaring sosial, salah satunya

adalah Facebook, saya memilih untuk menulis beberapa

kontemplasi pribadi di Facebook, bukan di blog. Meskipun saya

memiliki beberapa jejaring sosial, namun pengalaman

membuktikan bahwa saya tidak pernah bisa aktif menulis aktif

di jejaring sosial, terutama di blog. Mungkin karena saya tidak

tahu bagaimana caranya mempromosikan sebuah blog agar

banyak yang mau membacanya, maka saya merasa tulisan

saya di blog tidak pernah terapresiasi oleh siapapun, sedangkan

di Facebook teman-teman saya adalah audience-nya. Satu lagi

beda blog dengan Facebook adalah adanya section Photo

Album di Facebook. Saya gemar memfoto dan difoto serta

memamerkannya seperti teman-teman yang lain, sehingga

tiap kali saya upload sebuah album, saya selalu ingin

melengkapi album tersebut dengan penjelasan aktivitas yang

terkait saat itu. Tadinya berbentuk komentar atau liputan,

lama-lama saya cenderung membuatnya dalam bentuk cerita.

Tujuannya adalah untuk memperpendek penjelasan saya dan

Page 161: TERPELESET MENULIS

161

sekaligus menuangkan perasaan yang saya alami di dalamnya.

Dengan menggunakan bahasa alay jatuhnya jadi lebih

dramatis, dan saya ternyata menikmatinya. Mungkin disitulah

awalnya saya mulai suka menulis.

Dalam pengalaman saya, karena status saya sebagai

siswa, salah satu cara untuk menghindar dari sifat pemalas

adalah dengan mengambil waktu luang untuk mencorat-coret

kertas putih di saat bosan waktu belajar malam. Beruntung

saya adalah seorang siswa dengan tugas sekolah yang tidak

cukup padat. Karena saya tidak mengikuti dan tidak aktif dalam

organisasi maupun ekstra kurikuler, sehingga mempunyai

waktu luang yang panjang yang saya ambil sedikit demi sedikit

waktu untuk kebutuhan menulis ini. Disamping itu, profesi saya

saat itu sebagai siswa SMA seringkali mengharuskan fokus

untuk belajar menghadapi ujian nasional. Saya selalu

menyempatkan diri diantara waktu luang saya di luar jam

belajar untuk menulis, sejak dari pulang bimbingan belajar

sambil ngumpul bersama teman di kafe yang ada wifinya,

alasannya agar mudah koneksi jaringan internet sebagi

mempermudah mencari bahan dalam menulis. Sampai di

Page 162: TERPELESET MENULIS

162

kamar begadang hingga tengah malam. Tidak ada kiat khusus

dalam menyikapi masalah ini. Yang pasti usahakan selalu fokus

dalam belajar pelajaran di sekolah dan jadwal les tidak

berantakan, serta proses menulis berjalan lancar. Setiap kali

saya sudah ada ide untuk menulis, saya menulis di note agar

tidak lupa pada waktu menulis dalam waktu luang, meskipun

ide yang saya dapatkan tidak berada di rumah. Saya pergi di

pagi hari di jam yang sama karena harus tetap masuk

kesekolah. Namun sesampainya di sekolah, saya tidak

melanjutkan proses tulis menulis, akan tetapi saya ke

perpustakaan sekolah. Saya selalu berada disana setiap hari

selama mencari bahan dan menambah wawasan. Sejak pagi

sampai sore untuk menulis, kemudian dijemput oleh ayah untuk

pulang di waktu seperti biasa. Bagi saya, suasana di

perpustakaan sangat kondusif dalam proses pencarian ide atau

bahan untuk menulis.

Tempat yang ternyaman menurut saya saat itu adalah

perpustakaan di sekolah, karena lokasinya tidak sempit,

kalaupun banyak yang datang dari siswa. Suasana tetap

terjaga dan terkendali sehingga tidak terkesan sesak, dan tidak

Page 163: TERPELESET MENULIS

163

ada suara berisik yang mengganggu konsentrasi saya,

menenangkan pikiran dan menumbuhkan semangat untuk

menulis. Dari pengalaman saya di bidang menulis yang sangat

minim ini, menurut saya modal yang perlu dimiliki penulis

adalah ketrampilan menulis dan kemampuan memperhatikan.

Ketrampilan menulis bisa diperoleh dari seringnya menulis.

Practice makes better! Silahkan kalau ingin mengambil kursus

menulis atau tidak, tapi yang pasti sering-seringlah menulis.

Saya sendiri belum pernah kursus menulis, tapi saya tidak

menyerah pada sulitnya membuat karya tulis meskipun

berawal dari iseng-iseng. Kemampuan memperhatikan tidak

ada kursusnya. Disini menurut saya sangat penting bagi penulis

untuk mengasah sensitivitas hati dan pikiran. Caranya adalah

dengan menangkap “makna” pada setiap kejadian dalam

kehidupan. Sebuah karya akan dianggap “dalam” dan tidak

“dangkal” adalah pada saat karya itu menyentuh satu sisi di

kehidupan. Sebagai latihan, cobalah mencermati lirik lagu yang

mendapat penghargaan atau mencari sisi kemanusiaan dari

sebuah film action, komedi, animasi dan drama yang masuk

nominasi Oscar.

Page 164: TERPELESET MENULIS

164

Kalau sudah bisa menangkap esensinya, mulailah

mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya

menjadi pendengar yang baik bagi teman-teman, mencari sisi-

sisi kemanusiaan dari berita-berita di televisi dan koran, atau

mencermati pengalaman hidup kita sendiri atas suatu nilai

hidup yang saat ini kita tahu. Mungkin dari situ kita akan

menemukan bagaimana diri kita menjadi lebih mengerti atau

lebih bijaksana dalam memandang sesuatu. Setelah sekian

lama belajar dan berusaha menulis artikel saya mulai mengerti

kiat kiat dalam membuat sebuah artikel, dan saya mulai berpikir

ternyata hal yang sepele di sekitar kita bisa di jadikan bahan

untuk menulis sebuah artikel yang bermanfaat.

Page 165: TERPELESET MENULIS

165

Curahan Hati oleh : Moch. Rizky Dharmawan

Ketika beranjak dewasa rasa akan menulis karya tulis

mulai terbentuk dengan sedikit paksaan dan tuntutan akan

tugas. Kulakukan tugas itu sendiri dengan berat hati. Meskipun

aku tahu itu bukan keinginan dalam hati dan tidak mengubah

pendirian aku suka akan hal dalam menulis. Itu terbukti dari

komentar pedas yang aku dapat, "le awakmu iso ora gawe

cerito tulis? Kebacut le hasil tulisanmu elek tenan iki (kamu bisa

tidak membuat cerita tulis? Keterlaluan kamu hasilnya jelek

beneran ini)". Memang mengecewakan kalau mendengar

komentar seperti itu. Itulah sedikit catatan aku dan mungkin

bisa jadi pengalaman pertama saat menulis karya tulis. Menulis

bagi aku bukan cerminan dari diri aku. Memang menyedihkan

melihat seperti itu di saat aku harus melihat ke arah belakang.

Aku adalah Moch. Rizky Dharmawan, bisa dipanggil

Dhar, itu panggilan dari seseorang cewek yang lama aku kenal.

Aku anak pertama dari pasangan suami istri; Tuan Besar Yitno

Page 166: TERPELESET MENULIS

166

dan Nyonya besar Nurhayati Boru Capah. Aku lahir dari dua

bersaudara, adik ku bernama Rizka Damayanti biasanya

dipanggil Yanti. Sekarang masih berumur dua puluh satu tahun.

Ayahku bekerja sebagai karyawan pabrik swasta dan ibuku

bekerja sebagai guru. Mungkin aku sangat beruntung memiliki

keluarga seperti mereka, karena mereka sangat sabar mendidik

aku sampai sekarang ini. Meskipun terkadang aku selalu

membuatnya jengkel karena ulah nakalku. Namun untuk saat

ini aku berkeinginan untuk merubah semua tingkah lakuku. Aku

ingin membahagiakannya seperti mereka yang sudah

membahagiakan ku. “Bagi aku Sesuatu yang bisa melindungi

kita dari gelap, hujan, dan menawarkan kenyamanan” Raditya

Dika.

Berbicara soal curhat (curahan hati), aku sendiri bukan

tipe orang yang dengan mudah curhat sama orang lain. Banyak

yang bilang kalau aku termasuk orang yang tertutup dan itu

memang benar adanya. Tetapi ada juga yang berani-beraninya

bilang kalau aku itu kurang gaul, gaptek (gagap teknologi) atau

apalah aku juga tidak tahu kata mereka, dan itu ada benernya

juga. Aku lebih nyaman nongkrong di tempat sepi atau tidak

Page 167: TERPELESET MENULIS

167

terlalu ramai. Kalaupun aku punya masalah, aku sendiri

biasanya cerita sama pada diriku sendiri. Memang itu yang

sering aku lakukan pada keseharianku. Mungkin dari kalian

yang membaca tulisanku ini merasakan hal yang sama kan.

Semuanya berjalan dengan sendirinya dan tidak ada hal dari

luar yang mempengaruhi kita. Tapi bukan berarti aku tidak

punya sahabat yang bisa aku percaya untuk menjadi tempat

curhat aku. Pasti ada, tapi masalahnya aku masih suka memilah

mana yang pantas aku ceritakan buat sahabat. Memang aku

masih merasakan kalau emotional attachment (keterikatan

emosi) dengan orang lain cenderung kurang dibandingkan

dengan orang-orang normal pada umumnya.

Mungkin aku lebih cenderung cool, tetapi itu memang

style (gaya) keseharianku dan boleh dikatakan lebih baik diam

kalau tidak ada yang diomongin. Menurut aku seperti itu, bisa

dibilang sebagai personality type (tipe kepribadian) dan bukan

sebagai personality disorder (Gangguan kepribadian). Misalnya

kalau saat ada acara kumpul-kumpul bersama teman dan

sahabat cuma berbicara seperlunya kalau dirasa perlu bicara.

Apalagi soal berbicara diri sendiri ditulisanku ini, tidak semudah

Page 168: TERPELESET MENULIS

168

apa yang kalian saat menulis cerpen di buku tulis. Menurutku,

butuh kepercayaan diri yang tinggi dan mungkin suasananya

seketika berubah sewaktu kita nyaman untuk menulis. Itu yang

coba aku cari-cari ketika menulis.

Page 169: TERPELESET MENULIS

169

Kisahku Dan Kitty oleh : Silmia Nurilhutami

Saat aku duduk dibangku SMP, aku tinggal dirumah yang

bersebelahan dengan rumah saudara-saudara dari ayahku.

Waktu itu aku senang sekali bermain dengan tanteku yang saat

itu masih duduk dibangku SMA. Tanteku suka sekali menulis

dibuku yang menurutku buku itu lucu dan sangat menarik, ada

gemboknya pula. “te, itu buku apa sih?” tanya aku, Jawab tante

“oh ini namanya buku diary”. Keesokan harinya aku rela tidak

membeli snack waktu disekolah, uangnya aku tabung untuk

membeli buku diary seperti punya tante. Selama semingu itulah

yang aku lakukan disekolah. Setelah aku rasa uangku cukup

untuk membeli buku diary, aku pergi ke toko buku

menggunakan sepeda miniku. Sesampai disana aku melihat

buku diary seperti punya tante tapi harganya sangat mahal. Aku

memilih buku diary kecil dan sederhana yang harganya sesuai

dengan isi dompetku.

Menulis buku diary adalah suatu pengalaman yang aneh

bagiku, karena aku belum pernah menulis secara kreatif

Page 170: TERPELESET MENULIS

170

sebelumnya. Namun, hal itu tidak menurunkan semangatku

untuk menulis, yang terpenting adalah aku perlu mengeluarkan

uneg-uneg yang membebani otakku kedalam diary ini. Setiap

kali aku tertekan, di rumah bosan tanpa kegiatan. Aku lebih

memilih untuk diam dan merenung, meluapkan isi hatiku

kedalam tulisan, karena aku merasa lebih aman menulis pada

diary dari pada harus bercerita kepada seseorang yang tidak

menjamin kerahasiaannya dan aku takkan membiarkan

seorangpun membaca isi diaryku. Alasan pertama yang

mendorongku untuk menulis diary adalah karena aku tak

memiliki seorang teman yang bisa diajak untuk bertukar

pendapat dan dapat dipercaya atau biasa disebut sahabat

sejati. Aku ingin diary ini menjadi sahabatku, oleh sebab itu aku

memanggilnya dengan nama “kitty”.

Awal masuk SMP tulisan pada diary ku sangat

menyedihkan. Pada saat itu aku banyak dimusuhi oleh kakak

kelasku, pastinya yang tidak suka denganku yaitu perempuan

karena kekasih mereka banyak yang memberikan perhatian

kepadaku. Aku sering di datangi dikelasku dan dimaki-maki,

sampai sampai ban sepedaku di tusuk menggunakan paku.

Page 171: TERPELESET MENULIS

171

Setiap hari seperti itu dan terkadang keranjang sepedaku sering

dirusak. Aku tidak tahan bersekolah dengan situasi yang setiap

harinya membuat aku down. Aku ingin sekali pindah sekolah

saat itu, tapi aku tidak tega untuk menyusahkan orang tuaku.

Aku mencoba bersabar dan berdo’a, hanya dengan menulis aku

bisa meluapkan rasa kesal, jengkel dan amarahku. Menginjak

kelas tiga SMP, aku mulai jarang membuka kitty, mulai malas

menulis karena tidak ada cerita yang membuatku bersemangat

untuk ditulis. Aku mulai lega karena tidak ada lagi kakak kelas

yang memusuhiku. Prestasi ku mulai meningkat karena tidak

ada lagi yang membuat beban fikiranku. Aku fokus belajar, UAS

sudah mendekati dan Kitty pun mulai terabaikan. Aku lulus SMP

dengan nilai yang cukup bagus, tapi aku tidak berminat untuk

masuk ke SMA Negeri. Aku langsung daftar di SMA Swasta

favorit di kotaku. Suasana yang berbeda dari waktu SMP, masa-

masa SMA adalah masa yang indah menurutku. Ternyata benar

persepsi banyak orang tentang kehidupan masa SMA. Begitu

banyak kebahagiaan yang aku dapatkan.

Kitty pun aku buka kembali dan mulai menulis lagi kisah

kehidupanku yang penuh warna. Disitulah aku mulai mengenal

Page 172: TERPELESET MENULIS

172

“CINTA”, yang tak lain adalah kakak kelasku sendiri. Kebetulan

kita satu ruangan tapi dia kelas pagi dan aku kelas sore. Dia

mengetahuiku saat aku menunggu kelas pagi usai, dari situlah

dia mengaggumiku dan sering mengirim surat untuku yang

diletakan dikolom mejaku. Suatu saat dia meninggalkan buku

puisinya dikolom mejaku dan disitu ada nama dan nomor

Handphone nya, entah itu sengaja atau tidak. Aku membawa

buku itu pulang karena aku sangat menyukai puisi, sesampai

dirumah aku membaca puisi-puisinya. Indah sekali tulisan

puisinya, dan aku ingin tahu seperti apa orang-nya. Aku

memberanikan diri untuk menelponnya, dan itulah awal

kedekatan kita.

Hari berganti hari kita semakin dekat dan aku semakin

salah tingkah karena aku tidak pernah merasakan yang seperti

ini. Setiap hari dia mengantarkanku pulang dan selalu

memberikan bunga mawar merah kepadaku. Bunga itu aku

letakkan di vas bunga kamarku, setelah mengering aku taruh di

dalam kitty dan di vas bunga aku ganti dengan mawar yang

masih segar. Bunga itu masih aku simpan sampai sekarang,

kering dan warnanya coklat kehitaman. Kitty pun selalu aku

Page 173: TERPELESET MENULIS

173

tulis dengan cerita yang sangat membahagiakan. Mungkin

kalau kitty manusia dia bisa merasakan kegembiraan yang aku

rasakan. Puisi-puisi dari bukunya ada yang sebagian aku

pindahkan ke kitty. Aku menulis prinsipku pada kitty, yaitu :

Cinta mengajarkan kita untuk hidup berdua.. Bukan untuk mendua. Cinta mengajarkan kita secara utuh.. Bukan untuk selingkuh. Cinta mengajarkan kita untuk saling berbagi.. Bukan untuk saling menyakiti.

Kedekatan kita mulai menjauh sehari sebelum hari ulang

tahunku, entah mengapa dia seperti itu. Bukan kado atau

kejutan yang aku harapkan tetapi kedatanganya hadir di acara

bertambahnya usiaku. Aku pasrah jika dia menjauh dariku, dan

aku pun menulis kata mutiara pada kitty yang aku kutip dari

google, yaitu :

“Ada saatnya seseorang berhenti mengharapkan apa yang dia inginkan, bukan karena dia telah mendapatkan yang lain,, tapi karena dia sadar, orang yang dia inginkan tidak mengharapkannya!”

Aku bersyukur mempunyai kitty walaupun hanya sekedar buku

diary tapi sangat bermakna buat aku. Aku sangat berhati-hati

Page 174: TERPELESET MENULIS

174

menaruh kitty karena aku mempunyai dua adik yang sangat

aktif. Aku tidak takut buku itu dibaca oleh adikku karena pada

saat itu adikku masih belum lancar membaca, yang aku

takutkan kitty akan dicoret-coret dan dirobek-robek olehnya.

Aku mulai malas menulis semenjak membuat akun

facebook, semua yang aku rasakan, alami, aku update di

facebook. Namun, aku tidak seleluasa menulis pada kitty

karena aku takut statusku menyinggung perasaan orang lain.

Komentar-komentar distatusku banyak yang menyimpang, aku

sangat kesal melihatnya, aku putuskan untuk menutup akun

facebook tersebut dan kembali bercerita pada sahabatku

“kitty”. Kitty lah yang mengerti aku tanpa mengeluh. Siapapun

yang ingin jadi penulis ia bukan hanya harus menguasai teori

tekhnik menulis yang baik. Lebih dari itu, ia mesti mampu

mengusir segala pikiran negatif yang menghambat energinya

untuk menulis. Menulis tentang trauma, menuliskan hal-hal

yang sangat pribadi akan membantu melepaskan beban dan

keresahan yang ada di hati. Menulis hal pribadi membantu

menggali sisi paling intim dan emosional seseorang. Semakin

dalam akan semakin membantu menjernihkan pikiran dan

Page 175: TERPELESET MENULIS

175

bahkan menyelesaikan masalah. Karena itu menulis catatan

pribadi menjadi sangat penting dilakukan bagi siapa saja.

Terutama bagi mereka yang sering berada pada situasi

bertekanan tinggi.

Tidak usah terlalu memikirkan tata bahasa, ejaan, atau

struktur kalimat. Tulis saja se-alami mungkin. Ini akan sangat

membantu meringankan beban yang dialami. Akibatnya pikiran

akan lebih sehat. Badanpun ikut sehat. Maka yakinilah sedalam-

dalamnya bahwa menulis menyehatkan dan buktikanlah.

Menurut saya menulis buku diary itu bebas mengekspesikan

diri melalui tulisan tanpa ada rasa takut disalahkan dan dikecam

orang lain. Melegakan hati, membuat pikiran fresh jika

mendapatkan sebuah masalah. Menulis juga melatih otak

kanan untuk bekerja.

Page 176: TERPELESET MENULIS

176

Page 177: TERPELESET MENULIS

177

Menulis dengan Tidur oleh : Tubagus Satria Wibisana

Pukul 01.00 WIB dini hari, mata masih terbuka bukanlah

hal yang langka bagiku. Malam ini terdengar suara hujan

dengan riuhnya. Beberapa jam yang lalu aku tertidur.

Tertidurku adalah berfikirku akan sebuah persembahan

terutama untuk orang tuaku. Tertidurku biasa saya sebut

sebagai lamunanku. Aku seorang mahasiswa yang mempunyai

banyak inpirasi dalam otakku. Imajinasiku tergolong tinggi. Aku

suka menggambar. Tapi malam ini, media gambar ku sulap jadi

media menulis. Sebenarnya cukup buat aku tertawa, bukan

jiwaku mengutarakan unek-unek otak dengan menulis. Kamar

tidur itu persinggahan paling hangat terutama menghangatkan

otak di tengah dingin hujan bagiku. Awal mula tertidurku

berasal dari umur. Usiaku bertambah setelah melewati jam

00.00 tadi, tengah malam ini bukan hanya pergantian hari saja,

namun termasuk sejarah. Bertambahnya usiaku membuat

pikiran terkocak melesat mengikuti detik-detik jam yang

terdengar bersahutan dengan hujan. Memejamkan mata

seolah bermimpi. Bukan tak ada niat untuk masuk ke dalam

Page 178: TERPELESET MENULIS

178

dunia fana, Tampak alur-alur perjalanan yang aku inginkan dan

tak ku inginkan. Menitih tujuan yang benar-benar ku tuju

sebagai hasil akhir. Mendadak nadi terasa berdenyut kencang,

mengernyitkan alis mata dan seolah baru terbangun,

kutumpahkan pemikiranku dalam coretan. Bukan sekedar

sandi-sandi atau coretan bentuk gambar, tapi susunan kata

yang menyerupai daftar menu makanan dengan harga murah

dan mahal. Bias-bias lamunanku memperlihatkan fatamorgana

di dinding kamar dengan pesona keindahannya.

ku mulai tulisannku dengan menceritakan kembabli

aktvitas rutinku. Menunjukkan Pukul 06.00, bangun dari tidur

yang benar-benar tidur. Kesiangan, matahari sudah secerah

anggapan mimpiku. Bergegas ku sapa ayah dan ibu, di rumah

sederhana hidup dengan sedikit anggota keluarga membuat

aktivitasku tidak jauh dari pengaruh kedua orang tua. Jadwal

kuliah jelas terpasang di dinding tepat di bawah jam dinding.

Tertidurku yang bias semalam menimbulkan semangat baru,

kuputuskan berangkat menuju kampus lebih awal dari jadwal

kuliah saja.

Page 179: TERPELESET MENULIS

179

Pukul 10.00 WIB, tidak biasanya sedikit istimewalah

pandanganku hari ini. Berhenti di depan kampus, duduk di

warung kecil ditemani secangkir kopi. Menikmati setapak demi

setapak yang terlihat mata, tampak dengan anggunnya gedung-

gedung yang berjajar kokoh dalam satu gerbang universitas

tempatku melukis masa depan. Cita-cita masa kecil kembali

terlintas, lagi-lagi aku tertidur (baca: melamun). Ku ambil

perlengkapan menulis seperti seorang jurnalis. Mencoba

terbiasa untuk menumpahkan pemikiran dalam kertas. Seorang

pilot, tertawa geli melihat saat ini aku tidak berada dalam

sekolah penerbangan sesuai cita-citaku. Entah alasan apa aku

mengingkan menjadi seorang pilot. Kuanggap saja hanya

imajinasi masa kecil untuk melegakan hati. Pemikiran itu

standart tinggi untuk masa depan yang cerah, namun nyata nya

di usia ku kepala dua aku seorang mahasiswa biasa dengan

mimpi yang baru.

Nada BBM meramaikan handphone, memang sedikit ku

abaikan. Tak lama terdengar suara nyaring menyebut namaku

dari seberang jalan. Tersontak aku merespon cepat panggilan

seorang yang sebaya denganku. Kelas, ruang belajar yang

Page 180: TERPELESET MENULIS

180

selama ini masih menjadi tempat pusat ilmu. Aku menyukai

suasana kelas dengan warna-warni kelakuan teman-temanku.

Ku anggap pendukung meraih kesuksesan yang bagaikan

pemandu sorak di lingkup kompetisi. Jam kuliah berakhir, tidak

terdengar bel berbunyi selayaknya Sekolah Dasar. Kantin,

tujuan kedua saat berada dikampus, maklum manusiawi

setelah kegiatan ion tubuh berkurang. Hiruk pikuk melepas

penat tampak dari wajah-wajah kerumunan mahasiswa. Hari ini

masih peringatan hari bertambahnya usiaku. Tak sedikit ucapan

yang ku terima, hingga acara makan-makan mendadak pun

terjadi sebut saja traktiran. Berbaik hati membagi rezeki apa

salahnya, pikirku. Tak ada sesuatu yang lebih indah daripada

berbagi.

Menjelang sore, sesampai di rumah menyempatkan diri

untuk beristirahat. Tidur merupakan salah satu cara melupakan

rutinitas sejenak. Suara ibu bagai alarm pribadi yang selalu

membangunkan ku. Membasuh diri dan duduk di ruang

kesayangan keluarga. Hampir setiap hari cerita bersama

keluarga menjadi agenda yang tak terlewatkan. Gelak tawa

ayah dan ibu sudah menjadi matahari yang menuntut aku

Page 181: TERPELESET MENULIS

181

secara tidak langsung untuk memintaku hidup sukses. Mungkin

itu salah satu tujuan terbesarku, melihat kedua oaring tua

bangga. Pukul 20.00 WIB, tugas-tugas kuliah menanti di kamar

tidurku. Berfikir positif, lelah penat pasti ada dihantui tugas

yang berjibun tapi ini jalan menuju mimpi yang baru. Tugas

kuliah selesai, ku ulangi tertidurku dengan bermimpi. Kali ini

aku berniat memikirkan rencana susunan atau semacam jadwal

apalah untuk mengatur waktu berusaha lebih cepat meraih

kesuksesan. Tersadar, aku menulis lagi, inilah yang ku sebut

“tertidur dengan menulis” melayangkan pikiran berisi mimpi

sama hal nya lamunanku dan menuangkannya dalam tulisan.

Aku mulai terbiasa, iya aku sengaja melatih jari-jari

menuangkan pemikiran. Bukan bermaksud membelokkan hobi

ku yang pada dasarnya menuangkan dalam gambar, secara

realita saat ini aku berada dalam lingkup yang memang

seharusnya aku beradaptasi dengan jurusan yang ku ambil

dalam perkuliahan “Ilmu Komunikasi”.

Berkuliah di jurusan ilmu komunikasi memberi

tantangan baru untuk belajar “menulis”. Dalam belajar menulis,

aku mempelajari dari pendapat-pendapat para ahli. Menulis

Page 182: TERPELESET MENULIS

182

dapat dijadikan kegiatan untuk mengungkapkan perasaan

seperti pendapat menurut D.H. Lawrence ,” Saya suka menulis

waktu saya merasa kesal; itu seperti bersin yang melegakan.”

Lalu dengan menulis dapat memudahkan untuk membantu

dalam memahami suatu hal menurut C. Day Lewis, “Kita tidak

menulis untuk dipahami; tetapi untuk memahami.” Susunan-

susunan huruf yang kita tulis memiliki arti yang luar biasa

semacam kata-kata mutiara, “Kadang-kadang, kata yang

paling sederhana adalah yang paling indah.

Ada beberapa tips menulis yang aku petik dalam

pengalaman menulis. Pertama, menciptakan ide dan

menemukan inti dari cerita, lebih mudah berisi pengalaman diri

sendiri atau lingkungan terdekat, jika jauh dari pengalaman

pribadi maka penulis lebih banyak mempunyai tugas. Kedua,

tentukan judul yang bersifat menarik, mudah dan membuat

orang penasaran karena pandangan pertama pembaca adalah

ada pada judul kemudian turun kesinopsis. Ketiga, kembangkan

inti cerita menjadi storyline, buat cerita menjadi senyata

mungkin, jangan hanya menyebut adegan cerita tapi

gambarkan juga suasananya sehingga pembaca dapat masuk ke

Page 183: TERPELESET MENULIS

183

dalam cerita. Lalu buat paragraf yang memfokuskan pada inti

cerita sesuai alur yang ditentukan. Dalam menulis, penulis

harus dapat mendalami cerita kalau perlu mendatangi lokasi

atau pemeran yang menjadi sumber ide untuk lebih mudah

mencurahkan ke dalam tulisan.