TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …
Transcript of TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
235 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
9
TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS
PESANTREN MADURA (STUDI KASUS PESANTREN MAMBAUL
ULUM BATA-BATA PAMEKASAN DAN PESANTREN
AL-AMIEN PRENDUAN SUMENEP)
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
Sekolah Tinggi Al-Falah Pamekasan
Perlu diungkap tentang pandangan ulama dan pengasuh
pondok pesantren Madura terhadap teror atas nama jihad yang
dilakukan oleh pribadi atau kelompok Muslim di Tanah Air.
Selain dapat menjawab tuduhan, bahwa pesantren mendorong
ideologi terorisme, penelitian ini juga dapat mengungkap
apakah civitas pesantren mendukung, menolak, atau tidak
mendukung dan tidak menolak aksi-aksi teror atas nama jihad
yang dilakukan teroris Muslim Indonesia. Ada dua masalah
yang hendak dijawab melalui penelitian ini. Pertama,
bagaimana pandangan civitas pesantren Madura terhadap
jihad dan terorisme dan hubungan antara keduanya? Kedua,
bagaimana pandangan civitas pesantren Madura terhadap
faktor-faktor pendorong aksi teror atas nama jihad yang
dilakukan oleh kelompok-kelompok Muslim Indonesia?
Selanjutnya, keterlibatan segelintir alumni pesantren membuat
pihak Barat dan petinggi negeri ini ‚pernah‛ mencurigai
pesantren sebagai ladang subur penyemaian bibit-bibit
terorisme. Sempat muncul ide untuk mengawasi pesantren,
majelis dakwah, kegiatan Ramadhan, pria berjenggot, pria
bersorban, perempuan bercadar, dan orang-orang yang masuk
masjid di malam hari. Bahkan, negara adikuasa menawarkan
sejumlah dana yang dapat digunakan untuk melakukan
penyelidikan terhadap materi yang diajarkan di Pesantren.
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
236 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Akhirnya kitab kuning dijadikan biang kerok dari tuduhan atau
mungkin propaganda itu. Karena dari kitab kuninglah
pemahaman santri dapat terkonstruk. Referensi dasar yang
telah dikaji ratusan tahun lamanya ini tiba-tiba dicurigai
memberikan andil besar bagi pandangan dan pemikiran para
pelaku bom tersebut. Hal itu jelas menimbulkan reaksi dari
banyak kalangan, khususnya para kiai yang berjuang di dunia
pesantren.
Data penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam,
polling, dan dokumentasi. Sebagai informannya adalah para
kiai, ustadz/ustadzah, dan santri Pesantren Mambaul Ulum
Bata-Bata Pamekasan dan Pesantren Al-Amien Prenduan
Sumenep. Polling dilakukan kepada santri Pesantren Mambaul
Ulum Bata-Bata Pamekasan dan Pesantren Al-Amien
Prenduan Sumenep. Sampel yang diambil dari masing-masing
pesantren adalah 200 santri, dengan rincian 100 santri putra
dan 100 santri putri. Dokumentasi digunakan dalam rangka
memperoleh data tertulis, seperti kitab kuning dan buku yang
dijadikan bahan referensi civitas pesantren mengenai jihad atau
terorisme. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara
mendalam dengan tiga tahap: reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan.
Pendahuluan
Dalam tinjauan sejarah teror di Indonesia bukan sesuatu
yang baru. Pada 30 November 1957 terjadi aksi terorisme di
Kompleks Perguruan Cikini, Jakarta. Sasarannya adalah
Presiden Soekarno. Bom itu meledak setelah Presiden
meninggalkan gedung. Ledakan lain terjadi pada Oktober 1976
di Masjid Nurul Iman Padang yang dilakukan oleh Sudirman
Timsar Zubil, salah satu tokoh kelompok komando Jihad.
Timsar divonis hukuman mati. Ledakan di masjid terjadi lagi
pada 19 April 1999, yakni di Masjid Istiqlal Jakarta. Angkatan
Mujahidin Islam Indonesia (AMIN) pimpinan Edy Ranto
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
237 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
menjadi tersangka pelaku (Abimanyu, 2005: 82). Tiga peristiwa
pengeboman di atas bermotif politik, sehingga tidak direspons
secara “heboh”. Kehebohan peristiwa pengeboman baru setelah
pasca tragedi WTC 11 September 2001 dan peristiwa Legian Bali
12 Oktober 2002. Menanggapi peristiwa tersebut pemerintah AS
menabuh genderang Global War on Terrorism (GWOT), dengan
memberi dua opsi: You are either with us or with terrorist.
Sedangkan pemerintah Indonesia menerbitkan Perpu No. 1
tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
yang kemudian ditetapkan sebagai UU No. 15 tahun 2003.
Pemerintah memandang terorisme sebagai kejahatan lintas
negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas sehingga
mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun
internasional, dan sebab itu sangat mendesak untuk diberantas.
Bukan itu saja, negara adikuasa sempat menawarkan
sejumlah dana yang dapat digunakan untuk melakukan
penyelidikan terhadap materi yang diajarkan di pesantren.
Akhirnya kitab kuning dijadikan biang kerok dari tuduhan atau
propaganda itu. Karena dari kitab kuninglah pemahaman santri
dapat terkonstruk. Refensi dasar yang telah dikaji ratusan
lamanya tiba-tiba dicurigai memberikan andil besar bagi
pandangan dan pemikiran para pelaku bom tersbut. Praktis saja
hal ini menimbulkan reaksi dari banyak kalangan, khususnya
para kiai yang sejak lama berjuang di dunia pesantren (Majalah
Aula, Oktober 2009).
Segelintir alumni yang menjadi teroris dijadikan sebagai
basis argumentasi pemerintah untuk mengaitkan teorisme
dengan pesantren. Tulisan Sidney Jones (2002), Al-Qaeda in
Southeast Asia: the Case of the ‚Ngruki Network‛ in Indonesia, dan
tulisan Dr. Zachary Abuza (2003), Al-Qaeda in Southeast Asia:
Exploring the Lingkages, kemudian menjadi rujukan “ilmiah”
argumentasi itu. Jones dan Abuza sama-sama menyimpulkan
adanya jaringan pesantren dengan Jaringan Islamiyah (JI) dan
Al-Qaeda. Abuza menulis:
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
238 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
‚These jihadis returned to Southeast Asia and established a small
network of madrasas, which espoused Wahhabism. The JI directly
owned a number of madrasas, Islamic boarding schools, and was
affiliated with a number of others. The most important madrasa is
the AI-Mukmin School in Solo, Indonesia, but they also include
the AI-Tarbiyah Luqmanul Hakiem School in Johor, Malaysia, the
KMM's Sekolah Menengah Arab Darul Anuar in Kota Baru
Malaysia, Pesentren Hidayatullah in Balikpapan, Kalimantan,
and Pesentren Darul Aman, in Gombara, Ujung Pandang, and
the AI-Islam School (Lamongan, pen.). These schools became the
centers of recruiting, indoctrination and operations for the JI.‛
Secara historis, institusi pendidikan Islam tertua di
nusantara ini sama sekali tidak memiliki budaya anarki apalagi
teror. Konsep jihad tentu saja menjadi kajian di pondok
pesantren. Pembahasan jihad banyak dijumpai di dalam kitab-
kitab kuning, seperti: tasfir Al-Qur’an, hadits, fiqih dan juga
tasawuf. Jihad merupakan salah satu identitas yang melekat
pada diri umat Islam. Banyak teks keislaman yang
mengintrodusir jihad fi sabilillah. Surat al-Hujurat ayat 15,
misalnya, menegaskan bahwa orang-orang mukmin adalah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan
harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Hadits riwayat Abdullah
bin Mas’ud juga menempatkan jihad sebagai amal ibadah paling
utama ketiga setelah shalat tepat waktu dan berbuat baik
kepada kedua orang tua.
Ayat dan hadits tersebut mengingatkan betapa vitalnya
jihad bagi kaum muslim baik secara individual maupun
komunal. Ada kecenderungan, bahwa setiap kali mendengar
kata jihad yang terlintas banyak orang adalah perang di jalan
Allah. Jihad dan perang seolah dua kosa kata yang tak
terpisahkan. Di mana ada jihad di situ ada perang. Sejumlah
pemerhati Islam memahaminya sebagai gerakan perlawanan,
pembebasan dan teror atas nama Islam. H.A.R. Gibb (Esposito,
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
239 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
2003) telah mengkonotasikan jihad sebagai holy war (perang
suci) atas nama Tuhan.
It was thus not timidity, but prudence, but counseled restraint –
that same prudence which is shown in the lawbooks by the previso
that the jihad, the Holy War, may not be lawfully be undertaken
unless there is a reasonable prospect of its success.
Relatif sama dengan Gibb, John Esposito (2003) juga
mengkonotasikan jihad sebagai perang suci atas nama Tuhan.
Esposito menyodorkan contoh-contoh jihad perang yang
dilakukan oleh kaum Muslim di Afghanistan, Kashmir,
Chechnya, Philipina Selatan, Bosnia, Kosovo, dan masih banyak
lainnya. Sementara itu, Spencer (2002) sampai pada kesimpulan
bahwa jihad perang dan teror adalah ekspresi dan sublimasi
pemahaman mendalam umat Muslim terhadap teks-teks
keislamannya. Hal semacam ini oleh Hossen Nasr (1994) disebut
sebagai kesalahpahaman para ahli dan pengamat Barat
terhadap jihad.
Dalam pembacaan Gamal al-Banna (2006), jihad perang
terjadi akibat rancunya pemahaman terhadap jihad dan qital
(perang), lantaran keduanya diletakkan dalam satu bingkai
pemahaman. Justru tak jarang perang dikedepankan daripada
jihad, atau bahkan menganggap jihad adalah perang. “Ini jelas
kesalahan fatal,” tegas Gamal. Memang diakui, bahwa ada jihad
yang mesti disertai dengan perang. Namun, banyak jihad yang
dilakukan tanpa menggunakan perang, seperti jihad melawan
hawa nafsu.
Kerancuan itu semakin akut tatkala pemerhati Barat
menggunakan istilah terorist dengan jihadis secara tumpang
tindih. Di tambah pernyataan beberapa teroris Muslim
mengindikasikan bahwa aksi mereka merupakan jihad fi
sabilillah melawan pihak-pihak yang dianggap telah dan sedang
menindas kaum Muslim di mana saja, bukan hanya di
Indonesia, penguasa sah yang dianggap thaghut, serta mereka
yang dikategorikan sebagai sekutu Amerika dan keluar dari
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
240 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
ajaran Islam. Hal ini antara lain terlihat dari pernyataan
Syaifudin Zuhri bin Jaelani, “Terus kenapa di Indonesia? Akhi,
yang membantai saudara-saudara kita adalah Amerika, Australia,”
(Metro TV, 2009). Ali Ghufron, salah satu terpidana mati Bom
Bali I juga mengatakan hal serupa:
‚Teroris ada yang terpuji, ada yang terkutuk. Teroris terkutuk ya
Amerika itu. Kalau kami, menurut Al-Qur’an dan sunnah,
teroris yang terpuji.”1
Imam Samudra mengatakan:
“Islam itu balance (seimbang). Islam itu yang paling
adil.Apa adil itu? Adil adalah wad’u syaiin ala makanihi,
menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya.
Artinya seimbang: tidak lebih tidak kurang; tidak naik tidak
turun. Tetapi pas.Kalau mereka berbuat seperti itu ya kita
balas seperti itu.Kalau mereka memukul ya kita pukul
juga.”2
Noam Chomsky (2003) dalam buku Power and Terror: Post-
9/11 Talks and Interviews menjelaskan bahwa sesungguhnya ada
kejahatan teror yang jauh lebih besar daripada tragedi WTC.
Dan teror itu dilakukan oleh AS yang kini melantik dirinya
sendiri sebagai “panglima” pemberantasan terorisme di muka
bumi. Tidak berlebihan apabila Al-Qaeda, sebagaimana dikutip
oleh Bernard Lewis (2004), mengajukan beberapa tuntutan
kepada AS, antara lain: 1). Hentikan penindasan, kebohongan,
kebejatan dan penyimpangan; 2). Hentikan dukungan terhadap
Israel di Palestina, terhadap India di Kashmir, terhadap
pemerintah Manila di Philipina selatan; 3). Bawa pulang barang
milikmu dari tanah kami; 4). Jangan ikut campur urusan politik
dan pendidikan kami; dan 5). Bangunlah hubungan dengan
umat Muslim atas dasar kepentingan dan keuntungan yang
1 Lihat: Youtube, Bali 12 Oktober Untold Story.
2 Lihat: Youtube, Bali 12 Oktober Untold Story.
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
241 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
sama, bukan kebijakan penaklukan, perampasan, dan
pendudukan.
Uraian di atas menegaskan tiga hal penting. Pertama, aksi
teror merupakan kejahatan kemanusian yang tidak dapat
dibenarkan oleh akal sehat dan harus diberantas. Kedua, pemicu
utama aksi teror adalah perlakuan Amerika terhadap negara-
negara muslim yang melukai hati umat muslim dunia. Ketiga,
selama perangai buruk Amerika tidak berubah, aksi teror tidak
akan berakhir dan justru akan terus tumbuh.
Penelitian Saiful Mujani dkk (2005) mengenai sikap dan
perilaku Islamis Indonesia terhadap Amerika Serikat, antara
lain, mengungkap beberapa temuan sebagai berikut:
Tabel 1
Sikap Islamis Indonesia terhadap Amerika Serikat
No Perihal Jawaban
1 Serangan AS terhadap
Afghanistan dan Irak
adalah serangan
terhadap Islam
Setuju
(41%)
Tidak
Setuju
(38%)
Tidak
Tahu
(21%)
2 Tindakan anti-AS
harus didukung oleh
umat Islam Indonesia
Setuju 44% Tidak
Setuju 31%
Tidak
Tahu
25%
3 AS banyak melakukan
pelanggaran HAM di
negara-negara lain
Setuju 58% Tidak
Setuju 22%
Tidak
Tahu
20%
4 Kampanye anti-
Terorisme AS adalah
untuk:
Menyerang
Islam
(37%)
Mencegah
Teror
(30%)
Tidak
Tahu
31%
5 Bom Bali sebagai
perlawanan umat
Islam terhadap musuh
Setuju 17% Tidak
Setuju 59%
Tidak
Tahu
31%
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
242 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Amerika dipandang telah menindas kaum Muslim secara
langsung maupun tidak langsung. Kampanye anti-terorisme
lebih bertujuan menyerang umat Islam ketimbang mencegah
terorisme. Meski sebagian besar Islamis tidak setuju terhadap
aksi-aksi pemboman yang dimaksudkan untuk melawan musuh
umat Islam, masih ada sebagian kecil Islamis yang memandang
bahwa apa yang dilakukan oleh Imam Samudra dan kawan-
kawannya merupakan sebuah hasil ijtihad yang posisinya setara
dengan hasil ijtihad lainnya. Hasil ijtihad tidak boleh dianulir
dengan ijtihad lainnya. Aksi semacam itu dapat disetujui dan
merupakan shock terapy bagi Amerika (Mujani, 2005).
Kendati tidak menyetujui aksi teror sebagaimana sebagian
kecil Islamis, ada sebagian sivitas pesantren yang menolak aksi
teror di satu sisi, namun mengagumi pelaku teror di sisi lain.
R.K.H. M. Thohir Zain, Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata,
mengutarakan kekagumannya terhadap keimanan dan
keteguhan hati Imam Samudra dan kawan-kawan terhadap
ajaran Islam, meskipun dia tidak sepakat dengan aksi mereka.
Palaku bom Bali I dipandang sebagai sosok yang berani
mengorbankan jiwa dan raga demi Islam.
Yang patut diajungi jempol dari mereka adalah keyakinan
mereka yang sangat bulat terhadap apa yang mereka pahami
selama ini dari kedua sumber tersebut (Al-Qur’an dan hadits),
sampai-sampai mereka melahirkan tindakan luar biasa dalam
mengorbankan jiwa raganya untuk agama. Kalau dilihat secara
fikih jelas mereka menyalahi aturan perang. Tapi semoga saja
kuatnya kayakinan mereka mudah-mudahan mendapatkan
perhargaan yang spesial dari Allah sebagai Syuhada.3
Sebagai komunitas yang mengkaji, memahami, menghayati
dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan
pentingnya moral religius sebagai pedoman perilaku sehari-hari
(Dhofier, 1982: 3), civitas pesantren tentu memiliki perspektif
3 Wawancara dengan R.K.H. M. Thohir Zain, Pesantren Mambaul
Ulum Bata-Bata, 2013.
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
243 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
sendiri terhadap teror atas nama jihad. Sayangnya, perspektif
civitas pesantren tampaknya luput dari perhatian banyak pihak.
Kajian-kajian sebelumnya lebih menekankan pada jaringan
terorisme (Jones, 2002; Abuza, 2003; Abimanyu, 2005), teknik,
aplikasi, dan kronologi teorisme nasional maupun internasional
(Suradji, 2005), dampak kepercayaan masyarakat terhadap
pesantren Ngruki (Tholchah, 2007), jihad dan terorisme dalam
perspektif hukum Islam (Salenda, 2009), terorisme dalam sudut
pandang filsafat bahasa (Hendropriyono, 2009), dan kondisi
kejiwaan teroris atau mantan teroris Muslim (Sarwono, 2012).
Selain alasan-alasan di atas, kajian perspektif civitas
pesantren Madura terhadap teror atas nama jihad ini penting
beberapa hal. Pertama, bagi masyarakat etnik Madura, pesantren
merupakan center of solidarity (Mansurnoor, 1990: 385-7),
terutama karena kharisma dan pengaruh kiai sebagai pengasuh
dan pemilik pesantren. Para Kiai Madura merupakan lapisan
masyarakat atas yang sangat mirip dengan sebuah kasta yang
terjalin menjadi satu melalui pertalian darah dan pernikahan
(Bruinessen, 1999: 327).
Kedua, masyarakat Muslim Madura merupakan basis
Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) yang berpaham Ahlussunnah
Wal Jamaah yang mengedepankan prinsip tasamuh, tawasuth,
tawazun, dan i’tidal. Begitu kentalnya ideologi dan kultur NU di
Madura, sampai-sampai muncul anekdot bahwa “orang
Madura tidak beragama Islam, tapi beragama NU.”
Ketiga, secara kebudayaan, Madura bukan “ekor” atau
variasi kebudayaan Jawa sebagaimana anggapan yang sejak
lama dipegang banyak pihak (Soebahar, 1999: 10). Demikian
juga, Islam Madura berbeda dengan Islam Jawa yang dikenal
mengandung unsur-unsur sinkretik.
Dari deskripsi di atas, perlu diungkap tentang pandangan
civitas pesantren Madura terhadap teror atas nama jihad yang
dilakukan oleh pribadi atau kelompok Muslim di Tanah Air.
Selain dapat menjawab tuduhan, bahwa pesantren mendorong
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
244 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
ideologi terorisme, kajian ini juga dapat mengungkap apakah
civitas pesantren mendukung, menolak, atau tidak mendukung
dan tidak menolak aksi-aksi teror atas nama jihad yang
dilakukan teroris Muslim Indonesia.
Profil Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata
Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata didirikan oleh R.KH.
Abd Majid bin Abd Hamid bin R.KH. Itsbat pada tahun 1943.
Kepemimpinan R.K.H. Abd Majid berlangsung selama 14 tahun
terhitung mulai tahun 1943 sampai dengan 1957. Dia Wafat
pada tanggal 6 Syawal 1364 H/ 1957 M dengan jumlah santri
yang telah mencapai 700 orang.
Selama kepemimpinan R.KH. Ahmad Mahfudz, Pesantren
Mambaul Ulum Bata-Bata mengalami perkembangan cukup
pesat, baik jumlah santri maupun pola pengelolaan dan
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dia mendirikan
Madarasah Ibtidaiyah (MI) pada tahun 1962, Madrasah
Tsanawiyah (MTS) pada tahun 1970, Madarasah Aliyah (MA)
pada tahun 1977 atas prakarsa R.KH. Abd. Hamid.
Kepemimpinan R.KH. Ahmad Mahfudz Zayyadi berlangsung
selama sekitar 26 tahun (1959-1986). Dia wafat pada hari Rabu
tanggal 12 Ramadlan 1407 H/1986 M.
Kepemimpinan berikutnya (1987–sekarang) dilanjutkan
oleh R.KH. Abd Hamid Mahfudz Zayyadi. Sebelum menjadi
pengasuh, dia menimba ilmu di Pesantren Sidogiri, Pasuruan,
dan kemudian melanjutkan ke Mekah selama 12 tahun dibawah
asuhan para ulama besar, antara lain: Sayyid Muhammad Amin
Quthbi, Sayyid Alawi Al-Maliki, Sayyid Muhammad Hasan Al-
Yamani, Sayyid Hasan Al-Masysyath, Syeikh Yasin bin Isa Al-
Padangi, Syeikh Abdullah al-Lahji dan Syeikh Ismail bin Zain
al-Yamani.
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
245 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
1. Keadaan Santri dan Alumni
Santri Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata berasal dari
seluruh penjuru Tanah Air, dari ras yang berbeda dan latar
belakang ekonomi yang bereda pula. Mereka menyatu dalam
tempat, peraturan, kultur dan pola hidup yang sama. Yang satu
menghormati yang lainnya walaupun strata ekonomi dan ras
mereka berbeda, karena mereka yakin bahwa tujuan utama
mereka adalah mendapatkan pemahaman tentang ilmu agama
dan ilmu pengetahuan lainnya. Berikut ini adalah rekapitulasi
jumlah santri sampai tahun 2012, yang dikutip dari Bagian
Kesiswaan Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata:
Tabel 3
Rekapitulasi Santri Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata
No Tahun Jumlah
Putera Puteri
1 2007 1035 955
2 2008 1431 1317
3 2009 1913 1438
4 2010 2475 1579
5 2011 3105 1689
6 2012 3457 2242
Ahmad Rofiq, salah satu Pengurus Pesantren Mambaul
Ulum Bata-Bata, menjelaskan bahwa guna menerapkan teori-
teori yang telah didapat di bangku sekolah maka lulusan MA
diutus ke daerah-daerah untuk membantu lembaga binaan
dalam mengelola pendidikan di daerah tersebut. Setiap tahun,
melalui Dewan Taudhifiyah, Pesantren Mambaul Ulum Bata-
Bata mengutus sekitar 500 santri ke berbagai daerah di
Indonesia, antara lain: Pamekasan, Sumenep, Sampang,
Bangkalan, Surabaya, Probolinggo, Bondowoso, Jember,
Banyuwangi, Lumajang, Kalimantan, Bandung, dan Jakarta.
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
246 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Pendelegasian itu diharapkan agar Pesantren Mambaul Ulum
Bata-Bata berperan aktif dalam pendidikan Islam di pelosok
desa di Indonesia.4
Alumni Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata mulai dari
pengasuh pertama hingga pengasuh yang sekarang sudah
tersebar diberbagai wilayah yang ada di Indonesia. Banyak dari
mereka yang menempatkan diri sesuai dengan tugas dan
fungsinya: sebagai penerus perjuangan Rasulullah saw. dan
meneruskan cita-cita luhur Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata.
Untuk mengkoordinasi dan mengakomodasi seluruh alumni
yang mencapai dua puluh ribuan orang, maka pada tahun 2005
dibentuklah sebuah organisai khusus untuk alumni, yaitu
Ikatan Alumni Bata-Bata (IKABA). Berikut ini gambaran sekilas
tentang data alumni Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata:
Tabel 4
Data alumni Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata
No Uraian Prosentase Jumlah
Total
1 Alumni yang berdakwah 17, 33%
24.578
Orang
2 Alumni sebagai pegawai 5 %
3 Alumni sebagai dosen 5,27%
4 Alumni sebagai birokrat 8,4%
5 Alumni penasehat
hukum/pengacara 3%
6 Alumni yang bergerak
disektor usaha 36%
7 Alumni sebagai mahasiswa 23%
8 Alumni TKI 2%
Sumber: Dokumentasi Pesantren Mambaul Ulum Bata-bata
4 Wawancara dengan Ahmad Rofiq, salah satu Pengurus Pesantren
Mambaul Ulum Bata-Bata, 17/12/2013.
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
247 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
2. Aktivitas Pendidikan Pesantren
a. Program Pembelajaran Kitab Kuning
Pembelajaran kitab ini bersifat turun temurun dan
tidak mengalami perubahan. Pembelajaran materi ini
diasuh langsung oleh Pengasuh Pesantren Mambaul Ulum
Bata-Bata, KH.R. Abd. Hamid AM. Kajian ini diikuti oleh
seluruh santri dari semua tingkatan dan jenjang
pendidikan. Akan tetapi, saat ini untuk sementara waktu
diganti oleh putranya R.H. Tohir Zain. Materi pembelajaran
tersebut adalah kitab Tafsir al-Jalalain dilakukan sebelum
maghrib, selanjutnya kitab Alifiyah ibn Malik yang
membahas grammatical Bahasa Arab dan Jami’ al-Shaghir
yang berisi tentang hadits. Pembelajaran kedua kitab
kuning itu dilaksanakan setelah shalat maghrib.
Pembelajaran kitab kuning yang juga diikuti oleh santri
yang berdasarkan jenjang tingkat MI, MTS, dan MA. kajian
kitab kuning juga dilakukan pada liburan Ramadhan. Hal
ini bertujuan untuk memberikan pendidikan yang lebih
intensif bagi sebagian santri yang tidak pulang dari
pesantren atau santri-santri dari pesantren lain yang
menginginkan pendalaman pada berbagai bidang yang
dikelola oleh Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata.
b. Program Pendidikan Asrama
Selain kegiatan belajar yang dilaksanakan secara umum
di mushallah Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, juga ada
kegiatan yang dilaksanakan di daerah atau asrama santri.
Kajian tersebut terdiri yaitu: Kajian Tindak Lanjut Ilmu
Nahwu, Halaqah Tadarus Kitabiyah, dan Bina Tajwid dan
Tartil.
Profil Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan
Pada tanggal 10 November 1952 yang bertepatan dengan 09
Dzulhijjah 1371 H. KH. Djauhari meresmikan Pesantren dengan
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
248 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
nama Pondok Tegal. Pondok Tegal kemudian berkembang
tanpa putus hingga saat ini dan menjadi Pesantren Al-Amin
seperti yang kita kenal sekarang ini. Tanggal peresmiannya
disepakati sebagai tanggal berdirinya Pesantren Al-Amien
Prenduan.
Awal-awal berdirinya, pengajarannya lebih ditekankan
pada penanaman akidah, akhlak tasawuf, Nahwu dan Shorrof.
Pada tahun 1958 Departemen Agama membuka Madrasah
Wajib Belajar (MWB) secara resmi dengan masa belajar 8 tahun.
KH. Djauhari sangat tertarik dengan sistem madrasah ini,
karena selain pelajaran agama dan umum juga diajarkan
pelajaran keterampilan dan kerajinan tangan. Maka pada
pertengahan tahun 1959 dia membuka MWB di Pondok Tegal.
Selain mengembangkan Pondok Tegal pada tahun 1973
juga dibuka Pondok Putri I di atas tanah milik kiai Abdul Kafi
dan istrinya Nyai Siddiqoh, keponakan KH. Djauhari yang
memang dikader secara khusus olehnya. Pendirian Pondok
Putri I ini sendiri diawali oleh datangnya beberapa remaja putri
Prenduan kepada Nyai Siddiqoh untuk mondok dan belajar
secara khusus kepada dia. Kedatangan remaja putri lainnya pun
berulang di beberapa waktu setelahnya. Hal inilah yang
mendorong dia untuk membangun lokasi khusus untuk
penginapan dan pemondokan mereka. Sehingga sejak tahun
1986 secara resmi Pondok Putri I berdiri dan sejak itu dikenal
dengan Pondok Putri Al-Amien I atau Mitri I. Beberapa
pengembangan pun dilakukan untuk memajukan Pondok Putri
I sebagaimana halnya Pondok Tegal.
Pengembangan pertama yang dilakukan adalah Pendirian
Ma’had Tahfidh Al-Qur’an (MTA). Pendirian MTA ini didasari
pada obsesi lama untuk mencetak generasi Hafadzah Al-Qur’an
yang mampu menjawab tantangan zaman dan tuntutan umat.
Maka pada tahun 1990 pendirian MTA dimulai dengan
membuka kembali program Jamaah Tahfidz di kalangan santri
senior TMI. Kemudian pada pertengahan bulan Sya’ban 1411 /
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
249 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Februari 1991 KH. Muhammad Idris Jauhari bersama KH. Ainul
Had dan KH. Zainullah Rais berkeliling ke beberapa Ma’had
Tahfidzil Qur’an di Jawa Timur, Yogyakarta hingga ke Jawa
Tengah untuk studi banding dan mencari pola serta sistem yang
paling representatif bagi Ma’had Tahfidzil Qur’an Al-Amien.
Setelah 18 tahun berjuang mengembangkan Al-Amien
Prenduan, pada tanggal 15 Ramadhan 1428 KH. Moh. Tidjani
Djauhari, MA. wafat dan meninggalkan amanah pengembangan
Al-Amien Prenduan kepada KH. Muhammad Idris Jauhari, kiai-
kiai, dan guru-guru lainnya. KH. Muhammad Idris Jauhari
kemudian wafat pada hari Kamis, 08 Sya’ban 1433 H/28 Juni
2012 Pukul 06.55 WIB pada usia ke-60. Kepemimpinan
kemudian diserahkan kepada adiknya, yaitu KH. Maktum
Jauhari, MA.
Aktivitas Pendidikan Pesantren Al-Amien Prenduan
Pesantren Al-Amien Prenduan sampai saat ini telah
memiliki 12 macam model lembaga pendidikan formal dari
tingkat TK (Taman Kanak-kanak) sampai Perguruan Tinggi
(PT). Kedua belas lembaga pendidikan formal tersebut tersebar
pada 8 ma’ahid atau sentra pendidikan, (4 lokasi khusus putra).
Selain TK, MI, MTs, dan MA yang mengikuti standar nasional
pendidikan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag), ada
beberapa lembaga pendidikan di lingkungan Pesantren Al-
Amien Prenduan adalah sebagai berikut:
a. SMP Tahfidh
Lembaga pendidikan SMP Tahfidh sebenarnya
merupakan bentuk formal kegiatan pendidikan yang
terbentuk dari obsesi awal pendirian Ma’had Tahfidh Al-
Qur’an (MTA) di Pesantren Al-Amien Prenduan. Sekolah
formal yang ada di MTA ini berbentuk SMP dan SMA
dengan model dan sistem serta kurikulum pendidikan
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
250 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
sesuai dengan apa yang dikembangkan oleh Kemdikbud,
tetapi dikembangkan dan dikolaborasikan sesuai dengan
kondisi MTA Al-Amien Prenduan.
b. SMA Tahfidh
SMA Tahfidh merupakan jenjang studi kelanjutan dari
SMP Tahfidh di atas. Dengan demikian, sistem dan
kurikulum pendidikan di lembaga ini sama-sama mengacu
pada kurikulum yang telah ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional (DIKNAS) yang dikembangkan dalam
bentuk dan orientasi pendidikan yang juga sama.
c. MAK Tahfidh
Lembaga MAK Tahfidh adalah merupakan bentuk
formal lain sekolah tingkat menengah yang ada di MTA
(Ma’had Tahfidh Al-Qur’an) selain SMA Tahfidh di atas.
d. Madrasah Diniyah Awwaliyah
Madrasah Diniyah (MD) Awwaliyah merupakan salah
satu bagian dari lembaga pendidikan keagamaan yang ada
di lingkungan Pondok Tegal Al-Amien Prenduan, yaitu
Mathlabul Ulum Diniyah (MUD). MUD ini adalah lembaga
pendidikan tertua yang berada di lingkungan Pondok
Pesantren Al-Amien Prenduan.
e. Madrasah Diniyah Wustha
Madrasah Diniyah (MD) Wustha merupakan
kelanjutan studi dari MD Awwaliyah bagi santri putra.
Sedangkan kelanjutan studi dari TIBDA (khusus putri)
masih belum ada. Ketiga lembaga ini, yaitu MD
Awwaliyah, Wustha, dan TIBDA merupakan bagian dari
MUD sebagaimana disebutkan di atas. Ketiga lembaga ini,
kegiatan pendidikannya hanya berlangsung pada sore hari
dimulai jam 15.30–17.00 WIB. Lembaga-lembaga ini
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
251 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
memiliki orientasi dan spesifikasi khusus untuk
pendalaman ilmu-ilmu keislaman (keagamaan).
f. TMI (Tarbiyatul Mu’allimien Al-Islamiyah)
TMI adalah lembaga pendidikan lanjutan tingkat
pertama dan menengah yang berbasis, berbentuk dan
berjiwa pondok pesantren. TMI menggunakan kurikulum
pendidikan yang disusun sendiri dan murni berbasis nilai-
nilai pesantren sebagai dasar pengembangan
kelembagaannya.
g. Ma’had ‘Aly (Pesantren Tinggi)
Ma’had ‘Aly sebenarnya merupakan salah satu program
pendidikan dari IDIA. Program PTA (Pesantren Tinggi Al-
Amien) ini bisa dikatakan sebagai program intensif khusus,
yaitu bagi mahasiswa intensif yang memiliki dasar
pengetahuan Bahasa Arab yang cukup luas dan lulus ujian
masuk. Program kepesantrenannya untuk pagi hari
mengacu pada kurikulum Timur Tengah, sedangkan sore
harinya mereka mengikuti program kuliah S1.
h. IDIA (Institut Dirasat Islamiyah Al-Amien) Prenduan
IDIA (Institut Dirasat Islamiyah Al-Amien) Prenduan
merupakan pendidikan tinggi yang dikelola oleh Pondok
Pesantren Al-Amien Prenduan dengan berbasis tafaqquh fi
al-din (memperdalam agama), dan berorientasi pada
mundhir al-qawm (perekat umat). Selain IDIA, juga
mempunyai banyak program pendidikan sebagai program
tambahan, untuk menunjang proses perkuliahan di
kampus, mulai dari program plus,5 program intensif (full
5 Program yang secara khusus disediakan untuk alumni TMI Al-
Amien Prenduan atau sederajat dengan kualifikasi penguasaan Bahasa
Arab dan Inggris aktif.
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
252 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
day education program),6 program regular,7 program ekslusif,8
dan program D2 (PGSD/PGMI).
Yang tidak kalah pentingnya dikemukakan di sini
adalah bahwa Pesantren Al-Amien merupakan lembaga
pendidikan yang menekankan pembinaan bahasa sejak
dini, sehingga diharapkan semua alumni yang sudah lulus
dari lembaga ini mampu berbicara dengan bahasa Arab
atau Inggris dengan baik. Untuk itu, bahasa pengantar yang
digunakan sehari-hari oleh seluruh mahasiswa tanpa
terkecuali, baik di kelas maupun di luar kelas adalah bahasa
Arab dan Inggris. Bagi mahasiswa baru yang belum bisa
berbicara dengan bahasa Arab atau Inggris diberi
kesempatan untuk mempergunakan bahasa Indonesia
hanya selama tiga bulan pertama saja. Selebihnya mereka
harus dapat menggunakan bahasa Arab atau Inggris.
Islam Melarang Terorisme
Terorisme adalah setiap tindakan atau ancaman kekerasan
yang dapat mengganggu keamanan orang banyak baik jiwa,
harta, maupun fasilitas, baik yang dilakukan oleh individu
maupun kelompok dalam rangka mencapai tujuan politik
6 Program khusus untuk para alumni SLTA dan sederajat, yang
berkenan untuk belajar (menjadi santri) sekaligus kuliah.Mahasiswa
program ini diwajibkan untuk mukim (tinggal) di dalam komplek kampus
IDIA, serta mengikuti program-program pondok mahasiswa yang
dikelolah oleh pimpinan IDIA ataupun kegiatan-kegiatan yang dikelolah
oleh BEM IDIA Prenduan.
7 Program perkuliahan bagi mahasiswa tamatan SLTA yang
berkehendak mengikuti program perkuliahan an sich, dan tidak berkenan
mukim di dalam komplek kampus IDIA Prenduan.
8 Program perkuliahan bagi anggota FORSIKA P-3M (Forum
Silaturrahim Kiai-kiai Pengasuh Pondok, Madrasah, Masjid dan Musalla
Forum Silaturrahim Kiai-kiai Pengasuh Pondok, Madrasah, Masjid dan
Musalla) yang tamat SLTA yang berkehendak mengikuti program
perkuliahan.
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
253 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
maupun sosial. Islam tidak mengajarkan kekerasan, dan
kekerasan itu sendiri bukan bagian integral dari Islam.
Sebaliknya, Islam mewajibkan kepada semua umat Muslim
untuk menciptakan perdamaian di dalam masyarakat. Berdasar
pengertian ini, dapat ditegaskan bahwa terorisme bertentangan
dengan nilai-nilai dasar Islam. Seorang Muslim adalah orang
yang tunduk pada kehendak Allah dan menciptakan
perdamaian. Islam berarti menciptakan perdamaian. Sedangkan
Muslim berarti orang yang menciptakan perdamaian melalui
aksi dan perbuatannya (Singh, 2003: 31).
Allah Swt. berfirman:
‚Dan hamba-hamba yang baik dari Tuhan Yang Maha
Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi
dengan renah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung kedamaian‛.9
Nabi Muhammad saw. bersabda:
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar bahwa Rasul pernah
mengatakan bahwa ‚seorang Muslim yang benar adalah orang
yang orang lain mendapatkan rasa aman dari lidah dan
tangannya, dan seorang mujahid yang sempurna adalah orang
yang menghentikan semua kajahatannya yang dilarah oleh
Allah‛.10
Hamzah Haz (2005: 9) menegaskan bahwa Islam menyeru
kepada umatnya untuk senantiasa berlaku adil dan salah satu
inti dari ajaran luhur Islam. Dengan keyakinan terhadap ajaran
Islam itulah, dia menolak mengaitkan terorisme dengan ajaran
Islam dan kaum Muslimin. Menurutnya, bagaimana mungkin
ajaran luhur yang membawa misi rahmat bagi alam semesta ini
menaburkan teror di muka buni ini?
9 QS. Al-Furqan/25: 63.
10 H.R. Bukhari.
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
254 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Islam melarang umatnya melakukan segala bentuk teror,
apalagi sampai menghilangkan nyawa seseorang dengan tanpa
alasan yang dibenarkan (haq). Seseorang menghilangan nyawa
orang lain dengan tanpa dasar yang dibenarkan oleh syariat,
maka dia sama dengan membunuh seluruh manusia di muka
bumi. Ini membuktikan bahwa Islam sangat menghargai nyawa
manusia, dan karenanya tidak membenarkan segala aksi yang
dapat menghilangkan nyawa manusia secara sewenang-
wenang.
‚Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) kecuali dengan suatu (sebab) yang benar.‛11
‚Sesungguhnya barang siapa yang membunuh seorang manusia,
bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan
karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia
telah membunuh manusia seluruhnya‛.12
Civitas Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata dan Pesantren
Al-Amien Prenduan menolak aksi terorisme. Ketika santri
ditanya “Apakah setuju atau tidak setuju terhadap jihad dengan
mengebom kedutaan besar negara asing atau rumah ibadah
agama lain?” Sebanyak 90-91% santri menjawab tidak setuju,
dan “hanya” 8-10% menjawab setuju. Santri juga tidak setuju
terhadap aksi bom bunuh diri atas nama jihad fi sabilillah.
11 Q.S. al-An’am/6:151.
12 Q.S. al-Maidah/5:32.
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
255 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
0
20
40
60
80
100
Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu
10
90
0 8
91
1
Mambaul Ulum P.Al-Amin
0
20
40
60
80
100
Setuju Tidak Setuju
15
85
10
90
Mambaul Ulum P.Al-Amin
Grafik 4
Jihad dengan Aksi Pemboman Kedutaan Besar dan
Hotel Asing (%)
Grafik 5
Model Jihad Amrozi dkk. (%)
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
256 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
0
50
100
Iya Tidak
15
85
7
93
Mambaul Ulum P.Al-Amin
Grafik 6
Bangga atau Tidak Bangga terhadap Amrozi dkk. (%)
Sebagian besar santri mengaku pernah mendengar atau
membaca berita tentang Amrozi, Imam Samudra dkk.,
namun 85-90% mereka tidak setuju terhadap model jihad
mereka, dan hanya 10-15% yang menyetujuinya. Demikian
halnya, 85-90% santri tidak bangga kepada mereka, dan
hanya 10-15% yang bangga. Santri yakin betul bahwa
tindakan perusakan atau pemboman fasilitas umum dilarang
di dalam ajaran Islam, lebih-lebih pemboman rumah ibadah.
Para pelakunya tidak perlu dibanggakan. Bangga terhadap
mereka sama dengan bangga terhadap kezaliman dan
kemunkaran.
Hal serupa ditegaskan R.KH. M. Thohir Zain, dari
Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Menurutnya, sangat
keliru melakukan pengeboman di sejumlah tempat seperti
hotel, masjid, atau kedutaan asing. Para ulama mazhab telah
sepakat bahwa orang yang boleh diperangi hanya kafir harbi
(orang kafir yang menentang dan memusuhi umat Islam),
bukan kafir dhimmi (orang kafir yang berdamai dengan umat
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
257 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Islam). Selain itu, perang hanya dapat dimulai jika berada di
dar al-harb (negara kafir). Jika salah satu syarat ini tidak
terpenuhi, maka jihad dalam arti perang tidak dibenarkan.
Dengan geram dia menyatakan:
“Aksi pengeboman di sejumlah tempat itu sangat tidak dapat
dibenarkan apalagi korbannya juga orang Islam. Semua aksi-aksi
teror itu dapat dikategorikan sebagai tindakan memerangi Allah
dan rasul-Nya yang harus diberi hukuman setimpal”.13
Islam melarang perusakan tempat ibadah, dalam suasana
perang sekali pun. Semua tempat ibadah, gereja, sinagog,
masjid dan semacamnya, harus dijaga oleh umat Islam.
“...Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian
manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah
dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-
rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di
dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah
pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha
perkasa”.14
Tinginya perhatian Islam terhadap keamanan, kedamaian,
dan kenyamanan, Islam melarang menimbulkan kecemasan dan
rasa tidak nyaman pada orang lain, walaupun sekedar untuk
bercanda, dalam sebuah riwayat Amir bin Rabiah, suatu ketika
ada seseoang yang mengambil sandal orang lain dengan
maksud bercanda. Setelah peristiwa itu dilaporkan kepada
Rasulullah, beliau bersabda, “Jangan membuat seorang Muslim
cemas, sebab membuat seorang Muslim cemas adalah sebuah
kezaliman yang luar biasa”15
13 Wawancara dengan R.KH. M. Thohir Zain, dari Pesantren
Mambaul Ulum Bata-Bata, 17/12/2013.
14 Q.S. Al-Hajj/22: 40.
15 H.R. Tabrani.
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
258 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Teroris Muslim Merusak Citra Islam
Bangsa Indonesia dikenal bangsa yang ramah, santun,
lemah lembut, dan bersahabat. Namun, citra itu hilang seketika
setelah peristiwa radikalisme dan terorisme. Stigma seperti itu
harus dipikul oleh umat Muslim pasca ledakan bom Bali 12
Oktober 2002 dan rangkaian bom dan aksi teror lainnya yang
terjadi di sejumlah tempat. Hamzah Haz (2005: 8), Wakil
Presiden RI 2001-2004, menjelaskan bahwa multiplier effect dari
isu terorisme yang menempatkan Islam sebagai tertuduh juga
telah menempatkan Indonesia sebagai negara dengan
penduduk Muslim terbesar untuk diwaspadai serta menjadi
perhatian Amerika dan sekutunya. Indonesia dituduh sebagai
salah satu sarang teroris. Gelombang radikalisme dan
ekstrimisme seakan tumbuh bersamaan dengan dibukanya
keran demokrasi. Ini telah melahirkan pandangan keagamaan
yang menolak keragaman, kesetaraan, dan kedamaian.
Pengalaman di dunia Islam lainnya, pandangan yang dilahirkan
kalangan ekstremis berakhir dengan pemasungan atas
kebebasan berpikir, bahkan seringkali berakhir dengan tindak
kekerasan (Misrawi, 2010: 103-4).
Konsekuensinya, agama rahmatan lil alamin yang dibawa
Nabi Muhammad pada 610 M. terkena imbas akibat rangkaian
teror di Tanah Air. Menurut Machasin (2012: 211), bahkan
terorisme telah memberi cap yang tidak baik bagi umat Islam.
Seakan-akan penggunaan kekerasan untuk menakut-nakuti
orang dalam rangka mencapai tujuan tertentu merupakan satu
hal yang lekat dengan Islam. Dalam hal ini, John L. Esposito
menyatakan:
“Meskipun terorisme global tidak memiliki lokasi dan sumber
tunggal, pada saat ini ia telah terasosiasi dengan Islam dan jihad‛
(Esposito, 2003: 189).
‚Kemanapun seseorang menoleh, citra dan kata-kata Osama bin
Laden tampaknya merupakan perwujudan jihad. Dia berdiri di
depan kita dengan Al-Qur’an di satu tangan dan senapan
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
259 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Kalashnikov pada tangan lainnya, dikeliling oleh para
pengikutnya yang setia. Meskipun demikian, Osama bin Laden
adalah gejala dari sebuah fenomena yang lebih luas. Walaupun
dia menghilang dari pandangan, tidak akan menghapuskan
bahaya terorisme Islam global‛ (Esposito, 2003: 85).
R.KH. M. Thohir Zain, dari Pesantren Mambaul Ulum Bata-
Bata, mengaku prihatin dan jengkel terjadap aksi-aksi terorisme
atas nama jihad. Dia memandang aksi-aksi terorisme bukannya
mengangkat martabat agama Islam, melainkan semakin
membuka peluang bagi negara Barat untuk melakukan
pembalasan dan memberi sanksi yang lebih besar mudarat-nya
bagi umat Islam, khususnya umat Islam Indonesia. Dia
menambahkan:
‛Aksi-aksi terorisme yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia
tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan kerusakan sarana fisik,
tetapi juga rusaknya citra bangsa dan umat Islam Indonesia‛.16
Dr. Musleh Wahid, M.Pd.I., seorang ustadz di Pesantren Al-
Amien Prenduan, mengatakan:
“Mereka yang tidak menyukai Islam semakin keras
menyuarakan kebencian dan stigmatisasi bahwa Islam adalah
agama teroris. Lebih dari itu, mereka yang tidak memahami
Islam di Indonesia dengan mudah menuduh lembaga-lembaga
pendidikan Islam, khususnya pesantren dan madrasah sebagai
sarang teroris. Beberapa pelaku yang terbukti terlibat baik
langsung maupun tidak langsung dalam aksi-aksi terorisme
memang pernah belajar di pesantren tertentu. Dengan alasan
itulah, muncul kesimpulan yang bias bahwa pesantren adalah
sarang teroris. Kesimpulan semacam ini jelas menunjukkan
kurangnya pemahaman tentang Islam Indonesia dan lebih jauh
16 Wawancara dengan R.KH. M. Thohir Zain, dari Pesantren
Mambaul Ulum Bata-Bata, 17/12/2013.
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
260 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
lagi melukai perasaan seluruh umat Islam terutama kalangan
pesantren”.17
Dr. Musleh Wahid, M.Pd.I. menambahkan, terorisme dan
segala bentuk kekerasan bukan wajah Islam Indonesia. Sejak
awal, Islam Indonesia hadir dengan cara damai dan tersebar
dengan damai pula. Belum tercatat dalam sejarah Islam
Indonesia bahwa ada orang yang memeluk Islam karena
todongan senjata. Penduduk nusantara yang sebelumnya telah
menganut agama Hindu, Budha, animisme, dinanisme, dan
keyakinan-keyakinan lokal lainnya menerima Islam secara suka
rela. Satu-satunya kekerasan yang dilakukan oleh umat Islam
Indonesia adalah pada saat mereka mempertahankan Tanah Air
ini dari kolonialisme Belanda dan Jepang. Itulah perang
membela harkat dan martabat diri sebagai manusia yang tidak
boleh dijajah oleh siapa pun.18
Dosen Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien (IDIA) ini
merasa heran dan sedih terhadap aksi-aksi teror yang terus
menghantui negeri ini sejak millinium ke-21. Menurutnya, aksi
teror itu sama sekali bukan jihad.
“Teror adalah teror. Jangan dicampur aduk dengan jihad.
Jika aksi teror itu diklaim atau diyakini sebagai jihad, itu jelas
pandangan yang keliru. Para teroris itu meyakini bahwa
perbuatan mereka adalah untuk menegakkan agama Allah,
agama Islam. Itu keyakinan keliru. Mereka tidak sadar bahwa
perbuatan mereka justru melanggar syariat Islam. Mereka justru
merusak image Islam sebagai agama rahmatanlil alamin. Pihak
Barat yang sejak dulu benci pada Islam sangat senang terhadap
perbuatan mereka. Barat memiliki amunisi untuk mengatakan
bahwa Islam adalah agama kekerasan dan agama teror, persis
17 Wawancara dengan Dr. Musleh Wahid, M.Pd.I., seorang ustadz di
Pesantren Al-Amien Prenduan, 30/11/2013.
18 Wawancara dengan Dr. Musleh Wahid, M.Pd.I., seorang ustadz di
Pesantren Al-Amien Prenduan, 30/11/2013.
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
261 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
seperti kampanye-kampanye mereka sebelumnya bahwa Islam
disebarkan dengan pedang”.19
Bagi KH. Hasan Mutawakkil Alallah, Ketua PWNU Jawa
Timur, umat Islam dirugikan dengan aksi teror yang dilakukan
oleh segelintir orang yang mengatasnamakan Islam. Sebaliknya,
aksi teror itu akan dijadikan legitimasi untuk menyudutkan
agama dan umat Islam.
“Umat Islam merasa dirugikan dengan adanya aksi
pengeboman yang mengatasnamakan agama. Sebab, hal itu
akan membuka kesempatan kepada orang-orang yang tidak
suka untuk mengambinghitamkan Islam. Islam akhirnya
diidentikkan dengan agama kekerasan”.20
Terlihat jelas bahwa civitas pesantren memandang
terorisme sebagai perbuatan yang kontraproduktif terhadap
pengembangan Islam Indonesia yang damai, santun, dan
humanis. Teror dan segala macam kekerasan jelas bertentangan
dengan nilai-nilai Islam dan budaya luhur bangsa Indonesia.
Panji-panji Islam tidak akan bisa dikibarkan dengan terorisme.
Justru sebaliknya, terorisme telah dan akan terus mencabik-
cabik bendera agung agama Islam, karena Islam yang damai,
santun, dan humanis berubah menjadi Islam yang brutal,
angkuh, dan anarkis.
Kesimpulan
Uraian di atas dapat disimpulkan dengan sekema sebagai
berikut:
1. Civitas Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata Pamekasan
dan Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep memahami
jihad fi sabilillah dalam arti luas dan sempit. Jihad dalam arti
19 Wawancara dengan Dr. Musleh Wahid, M.Pd.I., seorang ustadz di
Pesantren Al-Amien Prenduan, 30/11/2013.
20 Pernyataan KH. Hasan Mutawakkil Alallah, Ketua PWNU Jawa
Timur yang dimuat dalam Majalah Aula, Oktober 2009: 20.
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
262 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
luas dimaknai sebagai segala usaha sungguh-sungguh
untuk melakukan dan meraih yang terbaik dalam bidang
ekonomi, politik, pendidikan, dan lain sebagainya.
Sementara itu, jihad dalam arti sempit adalah perang
melawan orang kafir yang memerangi negara atau umat
Muslim. Jihad yang berkonotasi perang ini bersifat defensif
dan bukan ofensif. Negara atau umat Muslim hanya dapat
berperang jika dijajah atau diserang oleh pihak lain, dan
bukan sebaliknya. Civitas pesantren menolak keras
terorisme dan segala bentuk kekerasan lainnya. Mereka
meyakini bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin
yang tidak mengumbar kekerasan. Kekerasan hanya boleh
dilakukan dalam keadaan terpaksa. Sebanyak 90% santri
menolak aksi-aksi pemboman tempat-tempat umum,
tempat pihak asing, dan apalagi rumah ibadah. Civitas
pesantren tidak setuju terhadap jihad model Amrozi, Imam
Samudra, dan teroris Muslim lainnya. Mereka juga tidak
merasa bangga terhadap teroris-teroris itu karena diyakini
telah menyelewengkan ajaran Islam. Islam melarang keras
berbuat kerusakan di muka bumi dan juga melarang
membunuh siapa pun kecuali dengan alasan yang haq, yaitu
alasan syar’i yang ditetapkan penguasa Muslim.
Khusus dalam konteks Indonesia, civitas pesantren
memandang terorisme sebagai perbuatan yang
kontraproduktif terhadap pengembangan Islam Indonesia
yang damai, santun, dan humanis. Teror dan segala macam
kekerasan jelas bertentangan dengan nilai-nilai agung
agama Islam dan budaya luhur bangsa Indonesia. Panji-
panji Islam tidak akan bisa dikibarkan dengan terorisme.
Justru sebaliknya, terorisme telah dan akan terus mencabik-
cabik bendera agung agama Islam, karena Islam yang
damai, santun, dan humanis berubah menjadi Islam yang
brutal, angkuh, dan anarkis.
2. Sivitas Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata Pamekasan dan
Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep mengajukan
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
263 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
beberapa faktor penting pendorong terjadinya aksi-aksi
teror oleh individu atau kelompok Muslim Indonesia, yaitu:
a. Penindasan yang dilakukan oleh Amerika, Isarel, dan
sekutunya terhadap negara-negara mayoritas
berpenduduk Muslim, seperti Irak, Afghanistan, dan
Palestina. Sebanyak 72,5% santri menyebut Amerika
dan 25% menyebut Israel sebagai negara yang
memusuhi negara atau umat Muslim. Permusuhan dan
penjajahan yang dilakukan oleh Amerika dkk.
dianggap sebagai permusuhan dam penjajahan
terhadap seluruh umat Muslim. Ini berangkat dari
keyakinan bahwa seorang Muslim merupakan saudara
dari Muslim lainnya, al-Islam akh al-Muslim. Spirit
ukhuwah Islamiyah inilah yang mendorong sejumlah
individu atau kelompok Muslim untuk melancarkan
aksi-aksi terornya sebagai wujud pembalasan dan
perlawanan terhadap Amerika dkk;
b. Ideologi fundamentalisme, radikalisme, dan
ekstremisme yang terus merambah berbagai dunia
Muslim, tak terkecuali negara Indonesia. Ciri yang
paling menonjol dari ideologi tersebut adalah sikap
eksklusif; menolak sistem demokrasi; formalisasi
syari’at Islam; keyakinan terhadap kebenaran tunggal
pada kelompoknya (truth claim); cenderung
mengafirkan kelompok lain; dan menghalkan
perusakan tempat-tempat yang didalamnya diyakini
terdapat orang kafir dan sekaligus menghalalkan
pembunuhan terhadap siapa saja yang dianggap
murtad. Ideologi yang sama sekali tidak memiliki akar
sejarah dalam kultur Muslim Indonesia ini yang
mengilhami aksi-aksi teror di Indonesia.
c. Propaganda Barat melalui media massa. Media Barat
tidak menyuguhkan informasi yang obyektif dan
faktual. Setiap terjadi aksi terjadi aksi teror, Islam dan
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
264 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
Muslim selalu menjadi pihak tertuduh. Jika terbukti
pelakunya adalah orang Muslim, maka hal itu akan di-
blow up dan didramatisasi sedemikian rupa untuk
memojokkan Islam sebagai agama teroris. Sebaliknya,
jika terbukti pelakunya adalah non-Muslim (baca:
Kristen), Media Barat tidak menyebutnya sebagai
teroris melainkan hanya “pembunuh” biasa, dengan
tanpa mengaikan si pembunuh dengan agama Kristen.
Media massa Indonesia terkadang juga berlebihan
dalam menginformasikan terorisme, antara lain,
hampir selalu mengaitkannya dengan Islam dan
mengulang-ulangi informasi yang sama. Akibatnya,
citra agama Islam dan umat Muslim semakin jatuh. Hal
semacam ini semakin memperkuat kebencian teroris
terhadap Barat, merangsang mereka untuk terus
melancarkan aksi-aksinya, dan sekaligus mendorong
lahirnya teroris-teroris baru.
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil
265 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018
DAFTAR PUSTAKA
Buku, Majalah, dan Jurnal
Al-Qur’an Al-Karim.
Hadits Nabi.
Noam Chomsky (2003), Power and Terror: Post-9/11 Talks and
Interviews.
Majalah Aula, Edisi Oktober 2009.
Sidney Jones (2002), Al-Qaeda in Southeast Asia: the Case of the
‚Ngruki Network‛ in Indonesia.
Dr. Zachary Abuza (2003), Al-Qaeda in Southeast Asia: Exploring
the Lingkages.
Wawancara Tokoh
Wawancara dengan R.KH. M. Thohir Zain, dari Pesantren
Mambaul Ulum Bata-Bata, 17/12/2013.
Wawancara dengan Dr. Musleh Wahid, M.Pd.I., seorang ustadz
di Pesantren Al-Amien Prenduan, 30/11/2013.
Wawancara dengan Ahmad Rofiq, salah satu Pengurus
Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, 17/12/2013.
Pernyataan KH. Hasan Mutawakkil Alallah, Ketua PWNU Jawa
Timur yang dimuat dalam Majalah Aula, Oktober 2009: 20.
Media Online
Youtube, Bali 12 Oktober Untold Story.
Youtube, Bali 12 Oktober Untold Story.
Metro TV, 2009.
Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,
266 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018