Terapi Cairan Pada Lansia
-
Upload
nonny-wulandari-non -
Category
Documents
-
view
468 -
download
36
Transcript of Terapi Cairan Pada Lansia
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh
adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan
meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang
lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang
telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya
kemunduran sejalan dengan waktu.
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa tua.
Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua
berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
B. TUJUAN
1. Menyelesaikan tugas dari mata kuliah perawatan komunitas
2. Menjelaskan terapi cairan pada lansia
3. Menjelaskan terapi medik yang bisa diberikan pada lansia
C. MASALAH
1. Apa saja jenis terapi cairan pada lansia
2. Apa saja masalah terapi cairan yang diberikan pada lansia
3. Apa saja tujuan dari pemberian terapi cairan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi terapi cairan
Terapi cairan adalah suatu tindakan pemberian air dan elektrolit dengan atau
tanpa zat gizi kepada pasien-pasien yang mengalami dehidrasi dan tidak bisa dipenuhi
oleh asupan oral biasa melalui minum atau makanan. Pada pasien-pasien yang
mengalami syok karena perdarahan juga membutuhkan terapi cairan untuk
menyelamatkan jiwanya. Untuk dehidrasi ringan, umumnya digunakan terapi cairan
oral (lewat mulut). Sedangkan pada dehidrasi sedang sampai berat, atau asupan oral
tidak memungkinkan, misal jika ada muntah-muntah atau pasien tidak sadar, biasanya
diberikan cairan melaui infus.
Terapi cairan melalui infus dikerjakan mulai dari Rumah Sakit yang paling
canggih sampai kunjungan rumah (home visit) yang diberikan oleh Paramedis s/d
Dokter ahli. Ini merupakan bagian manajemen pasien dan salah satu tindakan yang
paling banyak dilakukan untuk “menolong” pasien.Tindakan yang dilakukan dengan
pemberian cairan untuk mengatasi syok dan menggantikan volume cairan yang hilang
akibat perdarahan atau dehidrasi. bertujuan Untuk menggantikan volume cairan tubuh
yang hilang sebelumnya, menggantikan cairan hilang yang sedang berlangsung dan
mencukupi kebutuhan cairan sehari.
Indikasinya antara lain:
a. Kehilangan cairan tubuh akut
b. Kehilangan darah
c. Anoreksia
d. Kelainan saluran cerna
B. Tujuan pemberian terapi cairan dijabarkan sebagai berikut :
a. Teknik Pemberian
Prioritas utama dalam menggantikan volume cairan yang hilang adalah melalui rute
enteral / fisiologis misalnya minum atau melalui NGT. Untuk pemberian terapi cairan
dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena di punggung tangan, sekitar daerah
pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah cubiti. Pada anak kecil dan bayi sering
2
digunakan daerah punggung kaki, depan mata kaki dalam atau kepala. Pemberian
terapi cairan pada bayi baru lahir dapat dilakukan melalui vena umbilikalis.
Penggunaan jarum anti-karat atau kateter plastik anti trombogenik pada vena perifer
biasanya perlu diganti setiap 1-3 hari untuk menghindari infeksi dan macetnya tetesan.
Pemberian cairan infus lebih dari 3 hari sebaiknya menggunakan kateter besar dan
panjang yang ditusukkan pada vena femoralis, vena cubiti, vena subclavia, vena
jugularis eksterna atau interna yang ujungnya sedekat mungkin dengan atrium kanan
atau di vena cava inferior atau superior.
C. Jalur masuk Untuk Terapi Cairan
1. Enteral : Oral Atau Lewat Pipa Nasogastric
2. Parenteral : Lewat Jalur Pembuluh Darah Vena
3. Intraoseous : Pada Pasien Balita
D. Jenis – Jenis Larutan Intravena
Larutan elektrolit dianggap isotonik jika kandungan elektrolit totalnya (anion
ditambah kation) kira – kira 310 mEq/L. larutan dianggap hipotonik jika kandungan
elektrolit totalnya kurang dari 250 mEq/L dan hipertonik jika kandungan elektrolit
totalnya melebihi 375 mEq/L.
1. Cairan Isotonis
Cairan yang diklasifikasikan isotonik mempunyai osmolalitas total yang
mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah merah mengkerut
membengkak. Komposisi cairan ini mungkin atau mungkin juga tidak mendekati
komposisi CES.
Larutan dektrosa 5% dalam air mempunyai osmolalitas serum sebesar 252 mOsm/L.
Sekali diberikan glukosa dengan cepat dimetabolisasi, dan larutan yang pada awalnya
merupakan larutan isotonis kemudian berubah menjadi cairan hipotonik.
Dektrosa 5% dalam air terutama dipergunakan untuk mensuplai air dan untuk
memperbaiki osmolalitas serumyang meningkat.
Salin normal (0,9% natrium klorida) selain normal sering digunakan untuk mengatasi
kekurangan volume ekstraseluler .meskipun disebut sebgai ‘normal,’ selain normal
hanya mengandung natrium dan klorida dan tidak merangsang CES secara nyata
3
larutan riger mengandung kalium dan kasium selain natrium klorida. Larutan riger
lactate juga mengandung prekursor bikarbonat.
2. Cairan Hipotonik
Salah satu tujuan dari larutan hipotonik adalah untuk mengantikan cairan seluler,
karena larutan ini bersifat hipotois dibandingkan dengan plasma. Tujuan lainya adalah
untuk menyediyakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh .infus larutan hipotonik
yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya deplesi cairan intravaskuler,
penurunan tekanan darah, edema seluler, dan kerusakan sel. Larutan ini menghasikan
tekanan osmotik yang kurang dari cairan ekstraseseluler
3. Cairan Hipertonik
Jika dekstrosa 5% ditambahkan pada salin normal atau larutan Ringer, osmolalitas
totalnya melebihi osmolalitas CES. Dekstrosa dengan konsentrasi yang lebih tinggi
seperti dekstrosa 50% dalam air, diberikan untuk membantu memenuhi kebutuhan
kalori. Laruta salin juga tersedia dalam konsentrasi yang lebih tinggi daripada CES.
Larutan – larutan ini menarik air dari kompartemen intraseluler ke kompartemen
ekstraseluler dan menyebabkan sel – sel mengkerut. Jika diberikan dengancepat atau
dalam jumlah besar, mereka mungkin menyebabkan kelebihan volume ekstraseluler
dan mencetuskan kelebihan cairan sirkulator dan dehidrasi.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERHATIKAN DALAM PEMBERIAN
TERAPI CAIRAN INTRAVENA
Dari Sisi Pasien
Dari sisi pasien yang perlu diperhatikan adalah penyakit dasar pasien, status hidrasi
dan hemodinamik, pasien dengan komplikasi penyakit tertentu, dan kekuatan
jantung. Kesemua faktor ini merupakan hal yang harus diketahui dokter.
Dari Sisi Cairan
1. Kandungan elektrolit cairan
a. Elektrolit yang umum dikandung dalam larutan infus adalah Na+, K+, Cl-, Ca++,
laktat atau asetat. Jadi, dalam pemberian infus, yang diperhitungkan bukan hanya air
melainkan juga kandungan elektrolit ini apakah kurang, cukup, pas atau terlalu
banyak.
4
b. Pengetahuan dokter dan paramedis tentang isi dan komposisi larutan infus
sangatlah penting agar bisa memilih produk sesuai dengan indikasi masing-masing.
2. Osmolaritas cairan
a. Yang dimaksud dengan osmolaritas adalah jumlah total mmol elektrolit dalam
kandungan infus. Untuk pemberian infus ke dalam vena tepi maksimal osmolaritas
yang dianjurkan adalah kurang dari 900 mOsmol/L untuk mencegah risiko flebitis
(peradangan vena)
b. Jika osmolaritas cairan melebihi 900 mOsmol/L maka infus harus diberikan
melalui vena sentral.
3. Kandungan lain cairan
a. Seperti disebutkan sebelum nya, selain elektrolit beberapa produk infus juga
mengandung zat-zat gizi yang mudah diserap ke dalam sel, antara lain: glukosa,
maltosa, fruktosa, silitol, sorbitol, asam amino, trigliserida.
b. Pasien yang dirawat lebih lama juga membutuhkan unsur-unsur lain seperti Mg+
+, Zn++ dan trace element lainnya.
4. Sterilitas cairan infus.
Parameter kualitas untuk sediaan cairan infus yang harus dipenuhi adalah steril, bebas
partikel dan bebas pirogen disamping pemenuhan persyaratan yang lain. Pada
sterilisasi cairan intravena yang menggunakan metoda sterilisasi uap panas, ada dua
pendekatan yang banyak digunakan, yaitu overkill dan non-overkill (bioburden-
based).
a. Overkill: Pendekatan Overkill dilakukan untuk membunuh semua mikroba,
dengan prosedur sterilisasi akhir pada suhu tinggi yaitu 121oC selama 15 menit.
Metoda ini sudah dikenal lebih dari satu abad yang lalu. Dengan cara ini, hanya cairan
infus yang mengandung elektrolit tidak akan mengalami perubahan. Namun cara ini
sangat berisiko dilakukan pada cairan infus yang mengandung nutrisi seperti
karbohidrat dan asam amino karena bisa jadi nutrisi tersebut pecah dan pecahannya
menjadi racun. Misalnya saja larutan glukosa konsentrasi tinggi. Pada pemanasan
tinggi, cairan ini akan menghasilkan produk dekomposisi yang dinamakan 5-HMF
atau 5-Hidroksimetil furfural yang pada kadar tertentu berpotensi menimbulkan
gangguan hati. Selain suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, lama penyimpanan juga
berbanding lurus dengan peningkatan kadar 5-HMF ini.
5
b. Non-overkill (bioburden-based) :sesuai dengan perkembangan kedokteran yang
membutuhkan jenis cairan yang lebih beragam contohnya cairan infus yang
mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino serta obat-obatan yang
berasal dari bioteknologi, maka berkembang juga teknologi sterilisasi yang lebih
mutakhir yaitu metoda Non-Overkill atau disebut juga Bioburden, dimana pemanasan
akhir yang digunakan tidak lagi harus mencapai 121 derajat, sehingga produk-produk
yang dihasilkan dengan metoda ini selain dijamin steril, bebas pirogen, bebas partikel
namun kandungannya tetap stabil serta tidak terurai yang diakibatkan pemanasan yang
terlampau tinggi. Dengan demikian infus tetap bermanfaat dan aman untuk diberikan.
Cairan infus yang dihasilkan oleh Otsuka Jepang termasuk PT Otsuka Indonesia
mempergunakan pendekatan metoda Bioburden melalui proses dan teknologi sebagai
berikut :
A. Bahan baku (Material)
1. Penyediaan air demineralisata (deionized water), dengan system Reverse
Osmosis yang memenuhi syarat, dan penyediaan air untuk injeksi (water for
injection) melalui unit distilasi bertahap (multi stage distillation unit) pada suhu 121-
140 oC yg bebas pirogen.
2. Bahan baku dengan beban mikroba dan endotoksin (pirogen) tidak melebihi
batas yang dipersyaratkan
F. Komplikasi Lokal
1. Infiltrasi
Pergeseran jarum dan infiltrasi lokal dari larutan ke dalam jaringan subkutan bukanlah
hal yang jarang terjadi. Infiltrasi ditunjukkan dengan edema disekitar tempat
penusukan, ketidaknyamanan, dan rasa dingin di areainfiltrasi, dan penurunan
kecepatan aliran yang nyata. Jika larutan yang dipergunakan bersifat mengiritasi,
kerusakan jaringan dapat terjadi.
2. Flebitis
Flebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia
maupun mekanik. Hal ini dikarakteristik dengan adanya daerah yang memerah dan
hangat di sekitar daerah penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak di
daerah penusukan atau sepanjang vena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan
6
(terutama pH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan pemasangan
jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan.
3. Tromboflebitis
Tromboflebitis mengacu pada adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena. Hal
ini dikarateristik dengan adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan
pembengkakan di sekitar tempat penusukan atau sepanjang vena, imobilisasi
ekstremitas karena rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang
tersendat, demam, malaise, dan leukositosis. Perawat termasuk menghentikan IV,
memberikan kompres hangat, meninggikan ekstremitas, dan memulai jalur IV di
ekstremitas yang berlawanan.
4. Hemotoma
Hemotoma terjadi sebagai akibat dari kebocoran darah ke jaringan di sekitar tempat
penusukan. Hal ini dapat disebabkan karena pecahnya dinding vena yang berlawanan
selama penusukan vena, jarum bergeser keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai
yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda –
tanda dan gejala dari hematoma termasuk ekimosis, pembengkakan segera pada
tempat penusuka, dan kebocoran darah pada tempat penusukan.
5. Bekuan (clotting)
Bekuan pada jarum merupakan komplikasi lokal yang lain. Hal ini disebabkan karena
selang IV yang tertekuk, kecepatan aliran yang terlalu lambat, kantong IV yang
kosong, atau tidak memberikan alairan setelah pemberian obat atau larutan intermiten.
Tanda dan gejalanya adalah penurunan kecepatan aliran dan aliran darah kembali ke
selang IV.
Jika terjadi bekuan, jalur IV harus dihentikan. Perawatan terdiri dari tidak mengirigasi
atau melakukan pemijatan pada selang, tidak mengembalikan aliran dengan
meningkatkan kecepatan atau menggantung larutan lebih tinggi, dan tidak melakukan
aspirasi bekuan dari kanul. Pada beberapa kasus urokinase (Abbokinase) disuntukkan
ke dalam kateter untuk membersihkan bekuan yang diakibatkan oleh fibrin atau
bekuan darah.
G. Kebutuhan cairan pada lansia
Manusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang setelah melakukan aktivitas.
Air sangat besar artinya bagi tubuh kita, karena air membantu menjalankan fungsi tubuh,
mencegah timbulnya berbagai penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal, dll.
7
Air juga sebagai pelumas bagi fungsi tulang dan sendi. Manfaat lain dari minum air putih
adalah mencegah sembelit karena untuk mengolah makanan dalam usus sangat dibutuhkan
air, tentu saja tanpa air yang cukup kerja usus tidak dapat maksimal dan timbullah sembelit.
Air mineral atau air putih lebih baik daripada kopi, teh kental, softdrink, alkohol, es,
maupun sirup dan dianjurkan minimal kita minum air putih 1.5 sampai dengan 2 liter/hari.
Minuman seperti kopi, teh kental, softdrink, alkohol, es, maupun sirup bahkan tidak baik
untuk kesehatan dan harus dihindari terutama bagi para lansia yang mempunyai penyakit-
penyakit tertentu seperti kencing manis, darah tinggi, obesitas, dan jantung.
Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan Pada Lansia
1. Berat badan (lemak tubuh) cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, sedangkan sel-
sel lemak mengandung sedikit air, sehingga komposisi air dalam tubuh lansia kurang dari
manusia dewasa yang lebih muda atau anak-anak dan bayi.
2. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya usia. Terjadi penurunan kemampuan untuk
memekatkan urine, mengakibatkan kehilangan air yang lebih tinggi.
3. Terdapat penurunan asam lambung, yang dapat mempengaruhi individu untuk mentoleransi
makanan-makanan tertentu. Lansia terutama rentan terhadap konstipasi karena penurunan
pergerakan usus. Masukan cairan yang terbatas, pantangan diet, dan penurunan aktivitas fisik
dapat menunjang perkembangan konstipasi. Penggunaan laksatif yang berlebihan atau tidak
tepat dapat mengarah pada masalah diare.
4. Lansia mempunyai pusat haus yang kurang sensitif dan mungkin mempunyai masalah dalam
mendapatkan cairan (misalnya gangguan dalam berjalan) atau mengungkapkan keinginan
untuk minum (misalnya penderita stroke).
Kekurangan Cairan Pada Lansia
Masalah cairan yang lebih sering dialami lansia adalah kekurangan cairan tubuh, hal ini
berhubungan dengan berbagai perubahan-perubahan yang dialami lansia, diantaranya adalah
peningkatan jumlah lemak pada lansia, penurunan fungsi ginjal untuk memekatkan urin dan
penurunan rasa haus.
Tanda-tanda utama kekurangan cairan pada lansia antara lain :
Terjadi peningkatan suhu tubuh
Dapat terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman pernafasan (normal : 14 – 20
x/menit)
Peningkatan frekwensi denyut nadi (normal : 60-100 x/mnt), nadi lemah, halus.
Tekanan darah menurun.
Terjadi penurunan jumlah urine
Jika terjadi kekurangan cairan juga akan nampak perubahan fisik pada lansia, antara lain :
Kulit kering dan agak kemerahan.
8
Lidah kering dan kasar.
Mata cekung.
Penurunan berat badan yang terjadi secara tiba-tiba atau drastis.
Turgor kulit menurun.
Selain perubahan yang nampak pada fisik, akibat kekurangan cairan yang dialami oleh
seorang lansia bisa mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
Penurunan kesadaran
Gelisah
Lemah
Pusing
Tidak nafsu makan
Mual dan muntah
Kehausan (pada lansia kurang signifikan)
Kelebihan Cairan Pada Lansia
Selain masalah kekurangan cairan, seorang lanjut usia juga bisa mengalami kelebihan cairan,
hal ini bisa berakibat buruk bagi kesehatannya.
Berbeda atau berlawanan dengan kekurangan cairan, tanda-tanda kelebihan cairan pada lansia
antara lain :
Terjadi penurunan suhu tubuh.
Dapat terjadi sesak nafas.
Denyut nadi teraba kuat dan frekuensinya meningkat.
Tekanan darah meningkat.
Peningkatan jumlah urine (jika ginjal masih baik).
Juga akan nampak pada perubahan fisik pada lansia, antara lain :
Turgor kulit meningkat
Edema
Peningkatan berat badan secara tiba-tiba
Kulit lembab
Selain perubahan yang nampak pada fisik, akibat kelebihan cairan yang dialami oleh seorang
lansia bisa mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
Pusing
Anoreksia / tidak nafsu makan
Mual muntah
PEMANTAUAN STATUS CAIRAN PADA LANSIA
1. Tanda-tanda kekurangan cairan
9
Tanda – tanda vital
a. Terjadi peningkatan suhu tubuh
b. Dapat terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman
pernafasan (normal : 14 – 20 x/mnt)
c. Peningkatan frek. denyut nadi (normal : 60-100 x/mnt), nadi lemah,
halus
d. Tekanan darah menurun
Pemeriksaan Fisik :
a. Kulit kering dan agak kemerahan
b. Lidah kering dan kasar
c. Mata cekung
d. Penurunan BB yang terjadi scr tiba2/drastic
e. Turgor kulit menurun (Lansia kurang akurat)
Perilaku :
a. Penurunan kesadaran
b. Gelisah
c. Lemah
d. Pusing
e. Tidak nafsu makan
f. Mual dan muntah
g. Kehausan (pada lansia kurang signifikan)
Terjadi penurunan jumlah urin
2. Tanda-tanda kelebihan cairan
Tanda –tanda vital
a. Terjadi penurunan suhu tubuh
b. Dapat terjadi sesak nafas
c. Denyut nadi teraba kuat dan frekuensinya meningkat
d. Tekanan darah meningkat
Pemeriksaan fisik :
a. Turgor kulit meningkat (lansia kurang akurat)
b. Edema
c. Peningkatan BB secara tiba-tiba
d. Kulit lembab
Perilaku :
10
a. Pusing
b. Anoreksia / tidak nafsu makan
c. mual muntah
Peningkatan jumlah urin (jika ginjal masih baik)
H. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan Pada Lansia
1. Berat badan ( lemak tubuh ) cenderung meningkat dengan bertambahnya usia,
sedangkan sel-sel lemak mengandung sedikit air, sehingga komposisi air dalam tubuh
lansia kurang dari manusia dewasa yang lebih muda atau anak-anak dan bayi.
2. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya usia. Terjadi penurunan kemampuan
untuk memekatkan urine, mengakibatkan kehilangan air yang lebih tinggi.
3. Terdapat penurunan asam lambung, yang dapat mempengaruhi individu untuk
mentoleransi makanan-makanan tertentu. Lansia terutama rentan terhadap konstipasi
karena penurunan pergerakan usus. Masukan cairan yang terbatas, pantangan diet, dan
penurunan aktivitas fisik dapat menunjang perkembangan konstipasi. Penggunaan
laksatif yang berlebihan atau tidak tepat dapat mengarah pada masalah diare.
4. Lansia mempunyai pusat haus yang kurang sensitif dan mungkin mempunyai masalah
dalam mendapatkan cairan ( gangguan dalam berjalan ) atau mengungkapkan
keinginan untuk minum (misalnya penderita stroke).
I. Kekurangan Cairan Pada Lansia
Masalah cairan yang lebih sering dialami lansia adalah kekurangan cairan tubuh, hal
ini berhubungan dengan berbagai perubahan-perubahan yang dialami lansia, diantaranya
adalah peningkatan jumlah lemak pada lansia, penurunan fungsi ginjal untuk
memekatkan urin dan penurunan rasa haus. Tanda-tanda utama kekurangan cairan pada
lansia antara lain :
1. Terjadi peningkatan suhu tubuh
11
2. Dapat terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman pernafasan ( normal :
14 – 20 x/menit )
3. Peningkatan frekwensi denyut nadi ( normal : 60-100 x/menit ), nadi lemah, halus.
4. Tekanan darah menurun
5. Terjadi penurunan jumlah urine.
Jika terjadi kekurangan cairan juga akan nampak perubahan fisik pada lansia, antara
lain :
1. Kulit kering dan agak kemerahan
2. Lidah kering dan kasar
3. Mata cekung
4. Penurunan berat badan yang terjadi secara tiba-tiba atau drastic
5. Turgor kulit menurun
Selain perubahan yang nampak pada fisik, akibat kekurangan cairan yang dialami
oleh seorang lansia bisa mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
1. Penurunan kesadaran
2. Gelisah
3. Lemah
4. Pusing
5. Tidak nafsu makan
6. Mual dan muntah
7. Kehausan
J. Pemantauan Status Cairan Pada Lansia
Tanda-Tanda Kekurangan Cairan
a. Tanda – Tanda Vital
1) Terjadi peningkatan suhu tubuh
2) Dapat terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman pernafasan ( normal
14 – 20 x/mnt )
3) Peningkatan frek. denyut nadi (normal : 60-100 x/mnt), nadi lemah, halus
12
4) Tekanan darah menurun
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit kering dan agak kemerahan
2) Lidah kering dan kasar
3) Mata cekung
4) Penurunan BB yang terjadi scr tiba2/drastic
5) Turgor kulit menurun (Lansia kurang akurat)
c. Perilaku
1) Penurunan kesadaran
2) Gelisah
3) Lemah
4) Pusing
5) Tidak nafsu makan
6) Mual dan muntah
7) Kehausan (pada lansia kurang signifikan)
13