Terapi Cairan Pada Lansia

19
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis. B. TUJUAN 1. Menyelesaikan tugas dari mata kuliah perawatan komunitas 2. Menjelaskan terapi cairan pada lansia 3. Menjelaskan terapi medik yang bisa diberikan pada lansia C. MASALAH 1. Apa saja jenis terapi cairan pada lansia 1

Transcript of Terapi Cairan Pada Lansia

Page 1: Terapi Cairan Pada Lansia

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh

adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan

meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang

lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang

telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya

kemunduran sejalan dengan waktu.

Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah

melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa tua.

Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua

berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.

B. TUJUAN

1. Menyelesaikan tugas dari mata kuliah perawatan komunitas

2. Menjelaskan terapi cairan pada lansia

3. Menjelaskan terapi medik yang bisa diberikan pada lansia

C. MASALAH

1. Apa saja jenis terapi cairan pada lansia

2. Apa saja masalah terapi cairan yang diberikan pada lansia

3. Apa saja tujuan dari pemberian terapi cairan

1

Page 2: Terapi Cairan Pada Lansia

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi terapi cairan

Terapi cairan adalah suatu tindakan pemberian air dan elektrolit dengan atau

tanpa zat gizi kepada pasien-pasien yang mengalami dehidrasi dan tidak bisa dipenuhi

oleh asupan oral biasa melalui minum atau makanan. Pada pasien-pasien yang

mengalami syok karena perdarahan juga membutuhkan terapi cairan untuk

menyelamatkan jiwanya. Untuk dehidrasi ringan, umumnya digunakan terapi cairan

oral (lewat mulut). Sedangkan pada dehidrasi sedang sampai berat, atau asupan oral

tidak memungkinkan, misal jika ada muntah-muntah atau pasien tidak sadar, biasanya

diberikan cairan melaui infus.

 Terapi cairan melalui infus dikerjakan mulai dari Rumah Sakit yang paling

canggih sampai kunjungan rumah (home visit) yang diberikan oleh Paramedis s/d

Dokter ahli. Ini merupakan bagian manajemen pasien dan salah satu tindakan yang

paling banyak dilakukan  untuk “menolong” pasien.Tindakan yang dilakukan dengan

pemberian cairan untuk mengatasi syok dan menggantikan volume cairan yang hilang

akibat perdarahan atau dehidrasi. bertujuan Untuk menggantikan volume cairan tubuh

yang hilang sebelumnya, menggantikan cairan hilang yang sedang berlangsung dan

mencukupi kebutuhan cairan sehari.

Indikasinya antara lain:

a.       Kehilangan cairan tubuh akut

b.      Kehilangan darah

c.       Anoreksia

d.      Kelainan saluran cerna

B. Tujuan pemberian terapi cairan dijabarkan sebagai berikut :

a.   Teknik Pemberian

Prioritas utama dalam menggantikan volume cairan yang hilang adalah melalui rute

enteral / fisiologis misalnya minum atau melalui NGT. Untuk pemberian terapi cairan

dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena di punggung tangan, sekitar daerah

pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah cubiti. Pada anak kecil dan bayi sering

2

Page 3: Terapi Cairan Pada Lansia

digunakan daerah punggung kaki, depan mata kaki dalam atau kepala. Pemberian

terapi cairan pada bayi baru lahir dapat dilakukan melalui vena umbilikalis.

Penggunaan jarum anti-karat atau kateter plastik anti trombogenik pada vena perifer

biasanya perlu diganti setiap 1-3 hari untuk menghindari infeksi dan macetnya tetesan.

Pemberian cairan infus lebih dari 3 hari sebaiknya menggunakan kateter besar dan

panjang yang ditusukkan pada vena femoralis, vena cubiti, vena subclavia, vena

jugularis eksterna atau interna yang ujungnya sedekat mungkin dengan atrium kanan

atau di vena cava inferior atau superior.

C. Jalur masuk Untuk Terapi Cairan

1. Enteral : Oral Atau Lewat Pipa Nasogastric

2. Parenteral : Lewat Jalur Pembuluh Darah Vena

3. Intraoseous : Pada Pasien Balita

D. Jenis – Jenis Larutan Intravena

Larutan elektrolit dianggap isotonik jika kandungan elektrolit totalnya (anion

ditambah kation) kira – kira 310 mEq/L. larutan dianggap hipotonik jika kandungan

elektrolit totalnya kurang dari 250 mEq/L dan hipertonik jika kandungan elektrolit

totalnya melebihi 375 mEq/L. 

        1.   Cairan Isotonis

      Cairan yang diklasifikasikan isotonik mempunyai osmolalitas total yang

mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah merah mengkerut

membengkak. Komposisi cairan ini mungkin atau mungkin juga tidak mendekati

komposisi CES.

Larutan dektrosa 5% dalam air mempunyai osmolalitas serum sebesar 252 mOsm/L.

Sekali diberikan glukosa dengan cepat dimetabolisasi, dan larutan yang pada awalnya

merupakan larutan isotonis kemudian berubah menjadi cairan hipotonik.

Dektrosa 5% dalam air terutama dipergunakan untuk mensuplai air dan untuk

memperbaiki osmolalitas serumyang meningkat.

Salin normal (0,9% natrium klorida) selain normal sering digunakan untuk mengatasi

kekurangan volume ekstraseluler .meskipun disebut sebgai ‘normal,’ selain normal

hanya mengandung natrium dan klorida dan tidak merangsang CES secara nyata

3

Page 4: Terapi Cairan Pada Lansia

larutan riger mengandung kalium dan kasium selain natrium klorida. Larutan riger

lactate juga mengandung prekursor bikarbonat.

    2.   Cairan Hipotonik

    Salah satu tujuan dari larutan hipotonik adalah untuk mengantikan cairan seluler,

karena larutan ini bersifat hipotois dibandingkan dengan plasma. Tujuan lainya adalah

untuk menyediyakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh .infus larutan hipotonik

yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya deplesi cairan intravaskuler,

penurunan tekanan darah, edema seluler, dan kerusakan sel. Larutan ini menghasikan

tekanan osmotik yang kurang dari cairan ekstraseseluler

    3.   Cairan Hipertonik

     Jika dekstrosa 5% ditambahkan pada salin normal atau larutan Ringer, osmolalitas

totalnya melebihi osmolalitas CES. Dekstrosa dengan konsentrasi yang lebih tinggi

seperti dekstrosa 50% dalam air, diberikan untuk membantu memenuhi kebutuhan

kalori. Laruta salin juga tersedia dalam konsentrasi yang lebih tinggi daripada CES.

Larutan – larutan ini menarik air dari kompartemen intraseluler ke kompartemen

ekstraseluler dan menyebabkan sel – sel mengkerut. Jika diberikan dengancepat atau

dalam jumlah besar, mereka mungkin menyebabkan kelebihan volume ekstraseluler

dan mencetuskan kelebihan cairan sirkulator dan dehidrasi.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERHATIKAN  DALAM PEMBERIAN

TERAPI CAIRAN INTRAVENA

Dari Sisi  Pasien

Dari sisi pasien yang perlu diperhatikan adalah penyakit dasar pasien, status hidrasi

dan hemodinamik,  pasien dengan komplikasi  penyakit tertentu,  dan kekuatan

jantung. Kesemua faktor ini merupakan hal yang harus diketahui dokter. 

Dari Sisi  Cairan

      1.      Kandungan  elektrolit cairan

a.       Elektrolit yang umum dikandung dalam larutan infus adalah Na+, K+, Cl-, Ca++,

laktat atau asetat. Jadi, dalam pemberian infus, yang diperhitungkan bukan hanya air

melainkan juga kandungan elektrolit ini apakah kurang, cukup, pas atau terlalu

banyak.

4

Page 5: Terapi Cairan Pada Lansia

b.      Pengetahuan dokter dan paramedis tentang isi dan komposisi larutan infus

sangatlah penting agar bisa memilih produk sesuai dengan indikasi masing-masing.

     2.      Osmolaritas  cairan

a.       Yang dimaksud dengan osmolaritas adalah jumlah total mmol elektrolit dalam

kandungan infus. Untuk pemberian infus ke dalam vena tepi maksimal osmolaritas

yang dianjurkan adalah kurang dari 900 mOsmol/L untuk mencegah risiko flebitis

(peradangan vena)

b.      Jika osmolaritas cairan melebihi 900 mOsmol/L maka infus harus diberikan

melalui vena sentral.

     3.      Kandungan  lain cairan

a.       Seperti disebutkan sebelum nya, selain elektrolit beberapa produk infus juga

mengandung zat-zat gizi yang mudah diserap ke dalam sel, antara lain: glukosa,

maltosa, fruktosa, silitol, sorbitol, asam amino, trigliserida.

b.      Pasien yang dirawat lebih lama juga membutuhkan unsur-unsur lain seperti Mg+

+, Zn++ dan trace element lainnya.

      4.      Sterilitas cairan infus.

Parameter kualitas untuk sediaan cairan infus yang harus dipenuhi adalah steril, bebas

partikel dan bebas pirogen disamping pemenuhan persyaratan yang lain.  Pada

sterilisasi cairan intravena yang menggunakan metoda sterilisasi uap panas, ada dua

pendekatan yang banyak digunakan, yaitu overkill dan non-overkill (bioburden-

based).

a.       Overkill: Pendekatan Overkill dilakukan untuk membunuh semua mikroba,

dengan prosedur sterilisasi akhir pada suhu tinggi yaitu 121oC selama 15 menit.

Metoda ini sudah dikenal lebih dari satu abad yang lalu. Dengan cara ini, hanya cairan

infus yang mengandung elektrolit tidak akan mengalami perubahan. Namun cara ini

sangat berisiko dilakukan pada cairan infus yang mengandung nutrisi seperti

karbohidrat dan  asam amino karena bisa jadi nutrisi tersebut pecah dan pecahannya

menjadi racun. Misalnya saja larutan glukosa konsentrasi tinggi. Pada pemanasan

tinggi, cairan ini akan menghasilkan produk dekomposisi yang dinamakan 5-HMF

atau 5-Hidroksimetil furfural yang pada kadar tertentu berpotensi menimbulkan

gangguan hati. Selain  suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, lama penyimpanan juga

berbanding lurus dengan peningkatan kadar 5-HMF ini.

5

Page 6: Terapi Cairan Pada Lansia

b.      Non-overkill (bioburden-based) :sesuai dengan perkembangan kedokteran yang

membutuhkan jenis cairan yang lebih beragam contohnya cairan infus yang

mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino serta obat-obatan yang

berasal dari bioteknologi, maka berkembang juga teknologi sterilisasi yang lebih

mutakhir yaitu metoda Non-Overkill atau disebut juga Bioburden, dimana pemanasan

akhir yang digunakan tidak lagi harus mencapai 121 derajat, sehingga produk-produk

yang dihasilkan dengan metoda ini selain dijamin steril, bebas pirogen, bebas partikel

namun kandungannya tetap stabil serta tidak terurai yang diakibatkan pemanasan yang

terlampau tinggi. Dengan demikian infus tetap bermanfaat dan aman untuk diberikan.

Cairan infus yang dihasilkan oleh Otsuka Jepang termasuk PT Otsuka Indonesia

mempergunakan pendekatan metoda Bioburden melalui proses dan teknologi sebagai

berikut :

     A.    Bahan baku (Material)

1.      Penyediaan air demineralisata (deionized water), dengan system Reverse

Osmosis  yang memenuhi syarat,  dan penyediaan air untuk injeksi (water for

injection) melalui unit distilasi bertahap (multi stage distillation unit) pada suhu 121-

140 oC yg bebas pirogen.

2.      Bahan baku dengan beban mikroba dan endotoksin (pirogen) tidak melebihi

batas yang dipersyaratkan

F. Komplikasi Lokal

    1.   Infiltrasi

Pergeseran jarum dan infiltrasi lokal dari larutan ke dalam jaringan subkutan bukanlah

hal yang jarang terjadi. Infiltrasi ditunjukkan dengan edema disekitar tempat

penusukan, ketidaknyamanan, dan rasa dingin di areainfiltrasi, dan penurunan

kecepatan aliran yang nyata. Jika larutan yang dipergunakan bersifat mengiritasi,

kerusakan jaringan dapat terjadi.

    2.   Flebitis

Flebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia

maupun mekanik. Hal ini dikarakteristik dengan adanya daerah yang memerah dan

hangat di sekitar daerah penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak di

daerah penusukan atau sepanjang vena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan

6

Page 7: Terapi Cairan Pada Lansia

(terutama pH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan pemasangan

jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan.

    3.   Tromboflebitis

Tromboflebitis mengacu pada adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena. Hal

ini dikarateristik dengan adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan

pembengkakan di sekitar tempat penusukan atau sepanjang vena, imobilisasi

ekstremitas karena rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang

tersendat, demam, malaise, dan leukositosis. Perawat termasuk menghentikan IV,

memberikan kompres hangat, meninggikan ekstremitas, dan memulai jalur IV di

ekstremitas yang berlawanan.

    4.   Hemotoma

Hemotoma terjadi sebagai akibat dari kebocoran darah ke jaringan di sekitar tempat

penusukan. Hal ini dapat disebabkan karena pecahnya dinding vena yang berlawanan

selama penusukan vena, jarum bergeser keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai

yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda –

tanda dan gejala dari hematoma termasuk ekimosis, pembengkakan segera pada

tempat penusuka, dan kebocoran darah pada tempat penusukan.

    5.   Bekuan (clotting)

Bekuan pada jarum merupakan komplikasi lokal yang lain. Hal ini disebabkan karena

selang IV yang tertekuk, kecepatan aliran yang terlalu lambat, kantong IV yang

kosong, atau tidak memberikan alairan setelah pemberian obat atau larutan intermiten.

Tanda dan gejalanya adalah penurunan kecepatan aliran dan aliran darah kembali ke

selang IV.

Jika terjadi bekuan, jalur IV harus dihentikan. Perawatan terdiri dari tidak mengirigasi

atau melakukan pemijatan pada selang, tidak mengembalikan aliran dengan

meningkatkan kecepatan atau menggantung larutan lebih tinggi, dan tidak melakukan

aspirasi bekuan dari kanul. Pada beberapa kasus urokinase (Abbokinase) disuntukkan

ke dalam kateter untuk membersihkan bekuan yang diakibatkan oleh fibrin atau

bekuan darah.

G. Kebutuhan cairan pada lansia

Manusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang setelah melakukan aktivitas.

Air sangat besar artinya bagi tubuh kita, karena air membantu menjalankan fungsi tubuh,

mencegah timbulnya berbagai penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal, dll.

7

Page 8: Terapi Cairan Pada Lansia

Air juga sebagai pelumas bagi fungsi tulang dan sendi. Manfaat lain dari minum air putih

adalah mencegah sembelit karena untuk mengolah makanan dalam usus sangat dibutuhkan

air, tentu saja tanpa air yang cukup kerja usus tidak dapat maksimal dan timbullah sembelit.

Air mineral atau air putih lebih baik daripada kopi, teh kental, softdrink, alkohol, es,

maupun sirup dan dianjurkan minimal kita minum air putih 1.5 sampai dengan 2 liter/hari.

Minuman seperti kopi, teh kental, softdrink, alkohol, es, maupun sirup bahkan tidak baik

untuk kesehatan dan harus dihindari terutama bagi para lansia yang mempunyai penyakit-

penyakit tertentu seperti kencing manis, darah tinggi, obesitas, dan jantung.

Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan Pada Lansia

1. Berat badan (lemak tubuh) cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, sedangkan sel-

sel lemak mengandung sedikit air, sehingga komposisi air dalam tubuh lansia kurang dari

manusia dewasa yang lebih muda atau anak-anak dan bayi.

2. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya usia. Terjadi penurunan kemampuan untuk

memekatkan urine, mengakibatkan kehilangan air yang lebih tinggi.

3. Terdapat penurunan asam lambung, yang dapat mempengaruhi individu untuk mentoleransi

makanan-makanan tertentu. Lansia terutama rentan terhadap konstipasi karena penurunan

pergerakan usus. Masukan cairan yang terbatas, pantangan diet, dan penurunan aktivitas fisik

dapat menunjang perkembangan konstipasi. Penggunaan laksatif yang berlebihan atau tidak

tepat dapat mengarah pada masalah diare.

4. Lansia mempunyai pusat haus yang kurang sensitif dan mungkin mempunyai masalah dalam

mendapatkan cairan (misalnya gangguan dalam berjalan) atau mengungkapkan keinginan

untuk minum (misalnya penderita stroke).

Kekurangan Cairan Pada Lansia

Masalah cairan yang lebih sering dialami lansia adalah kekurangan cairan tubuh, hal ini

berhubungan dengan berbagai perubahan-perubahan yang dialami lansia, diantaranya adalah

peningkatan jumlah lemak pada lansia, penurunan fungsi ginjal untuk memekatkan urin dan

penurunan rasa haus.

Tanda-tanda utama kekurangan cairan pada lansia antara lain :

Terjadi peningkatan suhu tubuh

Dapat terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman pernafasan (normal : 14 – 20

x/menit)

Peningkatan frekwensi denyut nadi (normal : 60-100 x/mnt), nadi lemah, halus.

Tekanan darah menurun.

Terjadi penurunan jumlah urine

Jika terjadi kekurangan cairan juga akan nampak perubahan fisik pada lansia, antara lain :

Kulit kering dan agak kemerahan.

8

Page 9: Terapi Cairan Pada Lansia

Lidah kering dan kasar.

Mata cekung.

Penurunan berat badan yang terjadi secara tiba-tiba atau drastis.

Turgor kulit menurun.

Selain perubahan yang nampak pada fisik, akibat kekurangan cairan yang dialami oleh

seorang lansia bisa mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

Penurunan kesadaran

Gelisah

Lemah

Pusing

Tidak nafsu makan

Mual dan muntah

Kehausan (pada lansia kurang signifikan)

Kelebihan Cairan Pada Lansia

Selain masalah kekurangan cairan, seorang lanjut usia juga bisa mengalami kelebihan cairan,

hal ini bisa berakibat buruk bagi kesehatannya.

Berbeda atau berlawanan dengan kekurangan cairan, tanda-tanda kelebihan cairan pada lansia

antara lain :

Terjadi penurunan suhu tubuh.

Dapat terjadi sesak nafas.

Denyut nadi teraba kuat dan frekuensinya meningkat.

Tekanan darah meningkat.

Peningkatan jumlah urine (jika ginjal masih baik).

Juga akan nampak pada perubahan fisik pada lansia, antara lain :

Turgor kulit meningkat

Edema

Peningkatan berat badan secara tiba-tiba

Kulit lembab

Selain perubahan yang nampak pada fisik, akibat kelebihan cairan yang dialami oleh seorang

lansia bisa mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

Pusing

Anoreksia / tidak nafsu makan

Mual muntah

PEMANTAUAN STATUS CAIRAN PADA LANSIA

1. Tanda-tanda kekurangan cairan

9

Page 10: Terapi Cairan Pada Lansia

Tanda – tanda vital

a. Terjadi peningkatan suhu tubuh

b. Dapat terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman

pernafasan (normal : 14 – 20 x/mnt)

c. Peningkatan frek. denyut nadi (normal : 60-100 x/mnt), nadi lemah,

halus

d. Tekanan darah menurun

Pemeriksaan Fisik :

a. Kulit kering dan agak kemerahan

b. Lidah kering dan kasar

c. Mata cekung

d. Penurunan BB yang terjadi scr tiba2/drastic

e. Turgor kulit menurun (Lansia kurang akurat)

Perilaku :

a. Penurunan kesadaran

b. Gelisah

c. Lemah

d. Pusing

e. Tidak nafsu makan

f. Mual dan muntah

g. Kehausan (pada lansia kurang signifikan)

Terjadi penurunan jumlah urin

2. Tanda-tanda kelebihan cairan

Tanda –tanda vital

a. Terjadi penurunan suhu tubuh

b. Dapat terjadi sesak nafas

c. Denyut nadi teraba kuat dan frekuensinya meningkat

d. Tekanan darah meningkat

Pemeriksaan fisik :

a. Turgor kulit meningkat (lansia kurang akurat)

b. Edema

c. Peningkatan BB secara tiba-tiba

d. Kulit lembab

Perilaku :

10

Page 11: Terapi Cairan Pada Lansia

a. Pusing

b. Anoreksia / tidak nafsu makan

c. mual muntah

Peningkatan jumlah urin (jika ginjal masih baik)

H. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan Pada Lansia

1. Berat badan ( lemak tubuh ) cenderung meningkat dengan bertambahnya usia,

sedangkan sel-sel lemak mengandung sedikit air, sehingga komposisi air dalam tubuh

lansia kurang dari manusia dewasa yang lebih muda atau anak-anak dan bayi.

2. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya usia. Terjadi penurunan kemampuan

untuk memekatkan urine, mengakibatkan kehilangan air yang lebih tinggi.

3. Terdapat penurunan asam lambung, yang dapat mempengaruhi individu untuk

mentoleransi makanan-makanan tertentu. Lansia terutama rentan terhadap konstipasi

karena penurunan pergerakan usus. Masukan cairan yang terbatas, pantangan diet, dan

penurunan aktivitas fisik dapat menunjang perkembangan konstipasi. Penggunaan

laksatif yang berlebihan atau tidak tepat dapat mengarah pada masalah diare.

4. Lansia mempunyai pusat haus yang kurang sensitif dan mungkin mempunyai masalah

dalam mendapatkan cairan ( gangguan dalam berjalan ) atau mengungkapkan

keinginan untuk minum (misalnya penderita stroke).

I. Kekurangan Cairan Pada Lansia

Masalah cairan yang lebih sering dialami lansia adalah kekurangan cairan tubuh, hal

ini berhubungan dengan berbagai perubahan-perubahan yang dialami lansia, diantaranya

adalah peningkatan jumlah lemak pada lansia, penurunan fungsi ginjal untuk

memekatkan urin dan penurunan rasa haus. Tanda-tanda utama kekurangan cairan pada

lansia antara lain :

1. Terjadi peningkatan suhu tubuh

11

Page 12: Terapi Cairan Pada Lansia

2. Dapat terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman pernafasan ( normal :

14 – 20 x/menit )

3. Peningkatan frekwensi denyut nadi ( normal : 60-100 x/menit ), nadi lemah, halus.

4. Tekanan darah menurun

5. Terjadi penurunan jumlah urine.

Jika terjadi kekurangan cairan juga akan nampak perubahan fisik pada lansia, antara

lain :

1. Kulit kering dan agak kemerahan

2. Lidah kering dan kasar

3. Mata cekung

4. Penurunan berat badan yang terjadi secara tiba-tiba atau drastic

5. Turgor kulit menurun

Selain perubahan yang nampak pada fisik, akibat kekurangan cairan yang dialami

oleh seorang lansia bisa mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

1. Penurunan kesadaran

2. Gelisah

3. Lemah

4. Pusing

5. Tidak nafsu makan

6. Mual dan muntah

7. Kehausan

J. Pemantauan Status Cairan Pada Lansia

Tanda-Tanda Kekurangan Cairan

a. Tanda – Tanda Vital

1) Terjadi peningkatan suhu tubuh

2) Dapat terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman pernafasan ( normal

14 – 20 x/mnt )

3) Peningkatan frek. denyut nadi (normal : 60-100 x/mnt), nadi lemah, halus

12

Page 13: Terapi Cairan Pada Lansia

4) Tekanan darah menurun

b. Pemeriksaan Fisik

1) Kulit kering dan agak kemerahan

2) Lidah kering dan kasar

3) Mata cekung

4) Penurunan BB yang terjadi scr tiba2/drastic

5) Turgor kulit menurun (Lansia kurang akurat)

c. Perilaku

1) Penurunan kesadaran

2) Gelisah

3) Lemah

4) Pusing

5) Tidak nafsu makan

6) Mual dan muntah

7) Kehausan (pada lansia kurang signifikan)

13