TERAPI CAIRAN XLIV

download TERAPI CAIRAN XLIV

of 27

description

Aaaaaaaa

Transcript of TERAPI CAIRAN XLIV

18

A. DEFINISI Terapi cairan adalah suatu tindakan untuk memelihara dan mengganti cairan yang hilang dalam menjaga homeostasis tubuh secara fisiologis. Terapi cairan dilakukan untuk mengganti volume cairan intravaskular (perfusi) atau volume cairan interstitial (dehidrasi), atau untuk memperbaiki abnormalitas elektrolit (hiperkalsemia, hipokalemia, hiper- atau hiponatremia).1

B. FISIOLOGI1. Komposisi Cairan TubuhAir (H20) merupakan komponen utama yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia. Sekitar 60% dari total berat badan orang dewasa terdiri dari air. Nilai persentase ini dapat bervariasi antara 50-70% dari total berat badan orang dewasa. Persentasi ini dapat dilihat dari persentasi total cairan dalam tubuh atau total body water (TBW). TBW ini adalah persentasi total cairan dalam tubuh dibandingkan dengan berat badan tubuh seseorang yang bergantung pada jenis kelamin, usia, serta kandungan lemak. Hal ini dapat terlihat pada tabel 1.1,2Tabel.1 Perubahan cairan tubuh total sesuai usiaUsiaKilogram Berat (%)

Bayi premature80

3 bulan70

6 bulan60

1-2 tahun59

11-16 tahun58

Dewasa58-60

Dewasa dengan obesitas40-50

Dewasa kurus70-75

Pada orang dewasa kira-kira 40% berat badannya atau 2/3 dari TBW berada di cairan intrasel atau intracellular fluid (ICF) dan sisanya 1/3 dari TBW atau 20% berada cairan ekstrasel atau extracellular fluid (ECF). Cairan ekstrasel terbagi lagi kedalam cairan intravaskular atau intravascular fluid (IVF) sebesar 5% dari TBW dan cairan interstisial atau intertitial fluid (ISF) sebesar 15%. Sebesar 1-2% dari TBW berada dalam cairan transeluler seperti cairan serebrospinal, sinovial, peritoneum, perikardium, dan intraokular.1,2

Gambar 1. Distribusi Cairan dalam Tubuh

a. Cairan IntraselCairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa, sekitar 2/3 dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 28 dari 42 liter cairan tubuh rata-rata orang dewasa dengan berat badan sekitar 70 kilogram). Sedangkan total cairan tubuh pada bayi sesuai berat badannya, sekitar setengahnya berada di dalam intraselular.3,4

b. Cairan EkstraselCairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Pada orang dewasa, cairan ini sekitar 14 liter dengan keadaan berat badan sekitar 70 kilogram.2 Cairan ekstraselular dibagi menjadi cairan interstitial, cairan intravaskular, dan cairan transeluler. Cairan yang mengelilingi sel merupakan cairan interstitial, yaitu sekitar 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk contoh dalam cairan interstitial. Cairan yang terkandung dalam pembuluh darah disebut cairan intravaskular. Contoh cairan intravaskular adalah plasma. Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 7% dari berat badan atau sekitar 5-6 liter, dengan 60% berupa plasma dan 40% berupa sel darah. Cairan transeluler berada diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, dan intraokular sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.3,4 Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan listrik, seperti : protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam-asam organik. Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+), Kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), Klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-).3,4Konsenterasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan bagian yang lainnya, tetapi meskipun konsenterasi ion pada tiap-tiap bagian berbeda, hukum netralitas listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan jumlah muatan-muatan positif. Komposisi dari elektrolit-elektrolit tubuh baik pada intarseluler maupun pada plasma terinci dalam tabel di bawah ini :3,4a. KationSodium (Na+), Kation berlebih di ruang ekstraseluler, Sodium penyeimbang cairan di ruang eesktraseluler. Sodium adalah komunikasi antara nerves dan musculus untuk membantu proses keseimbangan asam-basa dengan menukar ion hidrigen pada ion sodium di tubulus ginjal: ion hidrogen di ekresikan.. Potassium (K+) . Kation berlebih di ruang intraseluler, Menjaga keseimbangan kalium di ruang intrasel, Mengatur kontrasi (polarissasi dan repolarisasi) dari muscle dan nerves. - Sumber : Pisang, alpokad, jeruk, tomat, dan kismis., Calcium (Ca++), Membentuk garam bersama dengan fosfat, carbonat, flouride di dalam tulang dan gigi untuk membuatnya keras dan kuat, Meningkatkan fungsi syaraf dan muscle, Meningkatkan efektifitas proses pembekuan darah dengan proses pengaktifanprotrombin dan trombin.3,4b. Anion Chloride (Cl -) Kadar berlebih di ruang ekstrasel, proses keseimbangan natrium. Komponen utama dari sekresi kelenjar gaster - Sumber : garam dapur, Bicarbonat (HCO3 -). Bagian dari bicarbonat buffer sistem. Bereaksi dengan asam kuat untuk membentuk asam karbonat dan suasana garam untuk menurunkan PH. Fosfat ( H2PO4- dan HPO42-). Bagian dari fosfat buffer system, berfungsi untuk menjadi energi pad metabolisme sel bersama dengan ion kalsium meningkatkan kekuatan dan kekerasan tulang - Masuk dalam struktur genetik yaitu : DNA dan RNA.3,42. Proses Pergerakan Cairan TubuhPerpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme transport pasif dan aktif. Mekanisme transport pasif tidak membutuhkan energi sedangkan mekanisme transport aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transport pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.1Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:a. OsmosisOsmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.1Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.1b. DifusiDifusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.2c. Pompa Natrium KaliumPompa natrium kalium merupakan suatu proses transport yang memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.2

3. Asupan Dan Kehilangan Cairan serta Elektrolit pada Keadaan NormalPada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata-rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.1Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yangdilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 liter tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.2Tabel.2 Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasaFLUIDGAINSFLUIDLOSES

OxidativeMetabolism300 mlKidneys1200-1500 ml

Skin500-600 ml

Oral fluids1100-1400 mlLungs400 ml

Solid foods800-1000 mlGI tract100-200 ml

TOTAL2200-2700 mlTOTAL2200-2700

C. PERUBAHAN CAIRAN TUBUH1. Perubahan volume cairan tubuha. EdemaEdema menunjukkan adanya cairan berlebihan di jaringan tubuh. Edema dapat terjadi pada kompartemen cairan ekstrasel maupun intrasel.51. Edema intraselDua kondisi yang dapat memudahkan terjadinya edema intrasel adalah depresi sistem metabolisme jaringan dan tidak adanya nutrisi sel yang adekuat. 52. Edema ekstraselEdema ekstrasel terjadi bila ada akumulasi cairan yang berlebihan dalam ruang ekstrasel yang dapat disebabkan kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang interstitial dengan melintasi kapiler dan kegagalan sistem limfatik untuk mengembalikan cairan dari interstitial ke dalam darah. Kondisi yang dapat menyebabkan edema ekstrasel contohnya gagal ginjal, gagal jantung, sindrom nefrotik, dan lain-lain.5b. DehidrasiDehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh karena hilangnya cairan akibat asupan air tidak adekuat, patologis, atau keduanya. Dehidrasi terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada jumlah yang masuk, dan kehilangan cairan ini juga disertai dengan hilangnya elektrolit. Berdasarkan perbandingan jumlah natrium dengan jumlah air yang hilang, dehidrasi dibagi menjadi:61. Dehidrasi isotonik (80%) terjadi kehilangan air sebanding dengan jumlah natrium yang hilang dan biasanya tidak mengakibatkan cairan ekstrasel berpindah ke ruang intraseluler. Kadar Natrium dalam darah 135-145 mmol/L.2. Dehidrasi hipotonik terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak daripada air. Ditandai dengan kadar Na serum 145 mmol/L, karenanya terjadi pergeseran air dari ruang ekstravaskuler ke intravaskuler.

Tabel 3. Derajat dehidrasi berdasarkan persentase kehilangan air dari berat badanDehidrasi dewasaAnak

Ringan4%BB5%BB

Sedang 6%BB10%BB

Berat8%BB15%BB

Tujuan pada penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti cairan yang hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga keseimbangan hemodinamik kembali tercapai. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari.62. Perubahan konsentrasia. HiponatremiaKadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (Syndorem Issuficiency ADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).7b. HipernatremiaBila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan.7c. HipokalemiaJika kadar kalium < 3 mEq/L disebut dengan hipokalemia. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (segmen QRS melebar, depresi segmen ST, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat; 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.73. Perubahan komposisia. Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu.7b. Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.7c. Asidosis metabolik (pH27 mEq/L)Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.7

D. TUJUAN TERAPI CAIRANTujuan terapi cairan yaitu, untuk:81. Untuk mengganti kekurangan air dan elektrolit 2. Untuk memenuhi kebutuhan3. Untuk mengatasi syok 4. Untuk mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikanHal ini penting karena cairan harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran darah yang adekuat ke organ-organ vital dan ke jaringan.

E. INDIKASI TERAPI CAIRANCairan tubuh berhubungan dengan fungsi kardiovaskular yang sangat penting untuk oksigenasi jaringan. Oksigen yang tidak cukup dapat menyebabkan hipoksia atau bahkan anosia.Terdapat tiga indikasi utama dalam memulai terapi cairan, yaitu:9a) Ketidakmampuan untuk makan dan minum cukup cairan sehingga asupan enteral tidak mencukupi.b) Perlu koreksi keseimbangan cairan, jumlah, dan komposisi elektrolit.c) Perlu nutrisi intravena karena usus tidak berfungsi.Selain tiga indikasi di atas, beberapa hal lain yang juga harus diperhatikan adalah:9a) Jalur untuk memberikan obat-obatan yang diperlukan.b) Pemberian darah atau komponen yang diperlukan.

F. JENIS CAIRANTerapi cairan intravena terdiri dari cairan kristaloid, koloid, atau campuran dari keduanya. Perdebatan masih terjadi sampai saat ini yang membandingkan antara risk and benefit dari penggunaan cairan kristaloid dan koloid. Awal mulanya, semasa perang dunia kedua, fractionated albumin dari sapi adalah jenis koloid yang digunakan pertama kali untuk resusitasi. Setelah itu, dengan berkembangnya teknologi, koloid buatan (synthetic), seperti gelatin dan HES, tersedia sebagai salah satu alternatif dari albumin dengan keunggulan risiko infeksi akibat penggunaan produk darah manusia yang minimal, perbaikan reologi darah dan peredarah mikrovaskuler, serta modulasi agregasi neutrofil.8Pada tahun 1998 terdapat sebuah tinjauan sistematik yang dikeluarkan menyebutkan bahwa penggunaan dari human albumin meningkatkan angka mortalitas. Dalam tinjauan tersebut disebutkan 1 dari setiap 17 pasien yang diterapi dengan human albumin meninggal dunia. Oleh karena tinjauan ini, perdebatan antara penggunaan kristaloid dan koloid semakin meningkat, khususnya pada penggunaan di ICU (intensive care unit). Berdasarkan sebuah studi multisenter yang dilakukan di 391 ICU di 25 negara menunjukkan bahwa mayoritas terapi cairan yang digunakan di dalam ICU adalah terapi koloid (48%), sedangkan untuk penggunaan kristaloid dan produk darah hanya 33% dan 28%.8Cairan yang mengandung HES menunjukkan dapat menurunkan respons inflamasi, meringankan disfungsi barrier endotel dan kebocoran vaskuler, serta mempertahankan fungsi barrier usus. Selain daripada itu, beberapa studi kecil juga menunjukkan penggunaan cairan HES dapat memperbaiki mikrosirkulasi pada pasien sepsis lebih baik dan mencapai hemodinamik yang stabil secara lebih cepat jika dibandingkan dengan cairan kristaloid. Akan tetapi, HES dikaitkan memiliki dampak yang sangat besar terhadap gangguan dari fungsi ginjal.8,9Pada sebuah studi besar terbaru disebutkan bahwa penggunaan produk yang mengandung HES pada pasien dengan penyakit kritis dikaitkan dengan peningkatan gagal ginjal dan mortalitas. Oleh karena itu, EMA (European Medicine Agency) PRAC (Pharmacovigilance Risk Assessment Committee) mengeluarkan sebuah warning pada Oktober 2013 bahwa HES tidak lagi direkomendasikan untuk digunakan pada pasien dengan sepsis atau luka bakar atau penyakit kritis karena dikaitkan dengan peningkatan risiko gagal ginjal dan mortalitas. Akan tetapi, HES masih dapat digunakan sebagai terapi hipovolemia lainnya.9Cairan elektrolit yang ideal sampai saat ini belum dapat ditentukan, akan tetapi untuk resusitasi perlu dipertimbangkan cairan dengan kandungan klorida yang sebanding dengan plasma. Dalam beberapa studi menyebutkan bahwa dalam resusitasi, penggunaan regimen restriksi klorida (penggunaan dengan cairan dengan muatan ion klorida yang lebih kecil) di nilai lebih bermanfaat secara klinis. Akan tetapi kontroversi berikutnya adalah resusitasi volume besar dengan menggunakan cairan kristaloid seimbang juga mampu menimbulkan asidosis metabolik ringan yang disebabkan oleh hemodilusi dari asam lemah. Tantangan lain dari penggunaan kristaloid seimbang adalah cairan tersebut mengandung konsentrasi kalsium yang rendah dan elektrolit tambahan lainnya yang secara teoritis dapat meningkatkan risiko presipitasi dan endapan pada penggunaan bersamaan dengan produk darah jika dibandingkan dengan normal saline. Jadi, secara umum, terapi cairan merupakan dasar utama dari intervensi awal terapi resusitasi pada pasien yang mendapatkan perawatan di rumah sakit, khususnya pasien dengan penyakit kritis. Pemilihan terapi cairan yang tepat sebaiknya disesuaikan dengan kondisi pasien yang bervariasi dan sebaiknya bersifat individual. Penilaian parameter hemodinamik fungsional juga perlu diperhatikan, khususnya dalam resusitasi pasien dengan penyakit kritis, selain daripada parameter generik seperti tekanan darah dan urine output. Kontroversi terkait risk and benefit antara koloid dan kristaloid masih belum dapat diselesaikan oleh karena regimen terapi cairan yang berbeda pada setiap kondisi pasien dan memiliki variabel variasi yang sangat besar.81. Cairan KristaloidCairan kristaloid merupakan cairan yang memiliki berat molekul yang rendah, dengan atau tanpa glukosa. Cairan ini memiliki komposisi yang mirip dengan cairan ekstraseluler. Cairan kristaloid apabila diberikan dengan jumlah yang cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di intravaskuler sekitar 20-30 menit.Cairan kristaloid terdiri dari:8a. Cairan HipotonikCairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena itu penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler seperti pada dehidrasi kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan hipernatremi yang disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini tidak dapat digunakan sebagai cairan resusitasi pada kegawatan. Contohnya dextrosa 5%.b. Cairan IsotonikCairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi intravaskuler yang adekuat dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup efektif sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukanpun relatif lebih pendek dibanding dengan cairan koloid.c. Cairan HipertonikCairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama. Oleh karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam ekstra seluler. Peristiwa ini dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan natrium hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain memvasodilatasi pembuluh darah paru dan sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah cairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%.Beberapa contoh cairan kristaloid :8,9a. Ringer Laktat (RL)Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat pada larutan ini dimetabolisme di dalam hati dan sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2 dan H2O (80% dikatalisis oleh enzim piruvat dehidrogenase) atau glukosa (20% dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3.Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan pada dehidrasi berat karena diare murni dan demam berdarah dengue. Pada keadaan syok, dehidrasi atau DSS pemberiannya bisa diguyur.b. Ringer AsetatCairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat mengoreksi keadaan asidosis metabolik dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir di dalam otot, sedangkan laktat di dalam hati. Laju metabolisme asetat 250 400 mEq/jam, sedangkan laktat 100 mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dengan cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil ko-A., reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase dan mengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti pemakaian Ringer Laktat.c. Glukosa 5%, 10% dan 20%Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter.9 Glukosa 5% digunakan pada keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa 10% dan 20% digunakan pada keadaan hipoglikemi , gagal ginjal akut dengan anuria dan gagal ginjal akut dengan oliguria .d. NaCl 0,9%Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L Klorida, yang digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai awal untuk penatalaksanaan hipovolemia yang disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik. Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal dan luka bakar. Pada anak dan bayi sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengan cairan lain, seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa 5 %.2. Cairan KoloidCairan koloid memiliki berat molekul yang tinggi dengan aktifitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama, yaitu waktu paruh 3-6 jam di dalam ruang intravaskuler. Cairan koloid lebih mahal dari pada cairan kristaloid, selain itu dapat menyebabkan komplikasi, sehingga penggunaannya terbatas. Cairan koloid dapat digunakan dalam keadaan pasien dengan kehilangan banyak cairan, sebagai contoh pada pasien syok hemoragik, hipoalbumin, dan kehilangan protein yang banyak (misalnya pada pasien yang mengalami luka bakar).8Berdasarkan pembuatannya terdapat dua jenis larutan koloid, yaitu koloid alami dan koloid sintesis. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia (5% dan 25%). Koloid sintesis yaitu dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 70.000. Pemberian dextran (Dextran 40) lebih dari 20ml/kgbb/ hari dapat menyebabkan waktu perdarahan memanjang dan gagal ginjal. Koloidsintesis yang lainnya yaitu Hetastarch (hydroxyethyl starch/HES). Berat molekul rata-rata 450.000. HES lebih murah daripada albumin, selainitu HES bersifat non antigenik dan reaksi anafilaksis jarang terjadi.Jenis-jenis cairan koloid adalah :8,9a. Albumin.1. Albumin endogen.Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan dihasilkan di hati dengan BM antara 66.000 sampai dengan 69.000, terdiri dari 584 asam amino. Albumin merupakan protein serum utama dan berperan 80% terhadap tekanan onkotik plasma. Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan tekanan onkotik plasmanya 1/3nya.2. Albumin eksogen.Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin, albumin eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan albumin eksogen yang dimurnikan (Purified protein fraction) dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan.Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah yang diberikan.Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik plasma. Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi. Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan depresi fungsi miokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang dibuat dari fraksi protein yang dimurnikan. Hal ini karena factor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan disamping itu harganya pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid. Larutan ini digunakan pada sindroma nefrotik dan dengue syok sindromb. HES (Hidroxy Ethyl Starch)Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini mengandung partikel dengan BM beragam dan merupakan campuran yang sangat heterogen. Tersedia dalam bentuk larutan 6% dalam garam fisiologis. Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310 mosm/l. HES dibentuk dari hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa.Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES merupakan volume ekspander yang cukup efektif. Efek intarvaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam. Pengikatan cairan intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan oleh karena tekanan onkotiknya yang lebih tinggi. Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme pembekuan darah. Hal ini terjadi bila dosisnya melebihi 20 ml/ kgBB/ hari.c. DextranCampuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang dikembang biakkan di media sucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton.Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70. dextran 70 mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000). sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalamgaram fisiologis. Dextran ini lebih lambat dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume ekspander dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran 40. Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam garam fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat menembus membran kapiler dan masuk ke ruang intersisial dan sebagian lagi melalui sistim limfatik kembali ke intravaskuler. Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan menghasilkan perubahan hemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan ini digunakan pad penyakit sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi antara lain payah ginjal akut, reaksi anafilaktik dan gangguan pembekuan darah.d. GelatinCairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang dewasa dan pada bencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:1.Modified Fluid Gelatin (MFG)2. Urea Bridged Gelatin (UBG)Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini punya efek volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering terjadi adalah reaksi anafilaksis.1. Cairan KombinasiContoh cairan kombinasi antara lain:8,9a. KaEn 1 B (GZ 3 : 1)Larutan yang mengandung Natrium 38,5 mEq/L, Klorida 38,5 mEq/L. Dextrose 37,5 gr/L. Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan pada penyakit bronkopneumonia, status asmatikus dan bronkiolitis.b. Cairan 2aLarutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan 1 : 1 yang terdiri dari dextrosa monohidrat 55gr/L, dextrosa anhidrat 50 gr/L, Natrium 150 mmol/L dan klorida 150 mmol/L. Cairan ini digunakan pada diare dengan komplikasi dan bronkopneumoni dengan komplikasi. Sedangkan campuran glukosa 10% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan 1:1 digunakan pada bronkopneumoni dengan dehidrasi oleh karena intake kurang.c. Cairan G:B - 4:1Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan Natrium Bikarbonat 1,5 % yang merupakan campuran dari 500 cc Glukosa 5% dan 25 cc Natriun Bikarbonat 8,4%. Cairan ini digunakan pada neonatus yang sakit.

d. Cairan DGCairan ini terdiri dari Natriun 61 mEq/L, Kalium 18mEq/L serta Laktat 27 mEq/L dan Klorida 52 mEq/L serta Dextrosa 25 g/L.9 Cairan ini digunakan pada diare dengan komplikasi.e. Cairan Natrium Bicarbonat (Meylon)Cairan ini mengandung natrium 25 mEq/25ml dan bicarbonat 25 mEq/25ml. Cairan ini digunakan pada keadaan asidosis akibat defisit bicarbonat.9 Sediaan dalam bentuk flakon sebanyak 25 ml dengan konsentrasi 8,4% ( 84 mg/ml)f. Cairan RLDCairan yang terdiri dari I bagian Ringer laktat dan 1 bagian Glikosa 5% yang bisa digunakan pada demam berdarah dengue.

Tabel 4. Perbedaan cairan kristaloid dan koloid

G. EVALUASI RESUSITASI CAIRAN DAN PERFUSI ORGANPada evaluasi resusitasi cairan dan perfusi organ dapat dilakukan pengamatan pada tanda-tanda sebagai berikut :9a. UmumTanda-tanda dan gejala perfusi yang tidak memadai dapat digunakan untuk respon penderita. Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda bahwa perfusi kembali normal. Namun pengamatan tersebut hanya melihat adanya peningkatan perfusi, tetapi kuantitasnya sukar ditentukan.b. Jumlah produksi urinProduksi urin dapat digunakan sebagai pemantau aliran darah ginjal. Pemantauan ginjal yang memadai adalah sekitar 0,5 ml/kg/jam pada dewasa, anak-anak sebanyak 1 ml/kg/jam dan 2 ml/kg/jam untuk bayi dibawah umur 1 tahun. Bila produksi urin berkurang atau berat jenis urin naik maka menandakan adanya resusitasi yang tidak cukup. c. Keseimbangan Asam basaAsidosis metabolik dapat menjadi tanda perfusi jaringan yang kurang karena adanya metabolisme anaerobik yang diawali dengan tanda takipnea dan alkalosis pernafasan. d. Respon kepada resusitasi cairan awalPola respon dibagi menjadi tiga kelompok : respon cepat, respon sementara dan respon minimum atau tidak ada pada pemberian cairan. Perbedaan respon dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 5. Perbedaan Respon Terapi CairanRespon cepatRespon sementaraTanpa respon

Tanda vital Kembali normalPerbaikan sementara, tensi dan nadi kembali turunTetap abnormal

Dugaan kehilangan darahMinimal (10-20 %)Sedang (20-40%)Berat (>40%)

Kebutuhan kristaloidSedikitBanyakBanyak

Kebutuhan darahSedikitSedangBanyak

Persiapan darahType spesific dan crossmatchType spesificEmergensi

OperasiMungkinSangat mungkinPasti

Kehadiran dini ahli bedahKonsultasi dan evaluasiPenentuan penderita perlu operasi segera atau tidakOperasi segera

DAFTAR PUSTAKA

1. Irawan M.A. Cairan tubuh, elektrolit, dan mineral. Sport Science Brief. 2007.www.pssplab.com. Diunduh tanggal 11 April 2015.2. Peter G. Total Body Water Percentage. 2011.www.rcn.org.uk. Diuntuh tanggal 11 April 2015.3. Cairan Elektrolit dan non elektrolit tubuh. (Diunduh dari) http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._KESEHATAN_&_REKREASI/PRODI._KEPERAWATAN/197011022000121-HAMIDIE_RONALD_DANIEL_RAY/Bahan_Kuliah/CAIRAN_TUBUH.pdf . (Diiunduh pada tanggal Selasa,26 Mei 2015).4. Sherwood Luralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Jakarta; EGC. 2012. Edisi 6. Hal 580-585.5. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. In: Hartanto H, Novrianti A, Rachman LY, Wulandari N, editors. Jakarta: EGC; 2012. Hal. 318-319. 6. Leksana E. Strategi terapi cairan pada dehidrasi. CDK vol. 42 no. 1. 2015. Hal 70-72.7. Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan. In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed 15, jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266.8. Juffrie, M. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Penyakit Saluran Cerna Penyakit Saluran Cerna. Sari Pediatri, 2004; 1:529. Putri L, Muhammad LP. Komposisi Cairan Tubuh. http://www.staff.ui.ac.id/system/files/users/kuntarti/publication/fluidbalance.pdf.com. Diunduh tanggal 11 April 2015.

1