Terapi Cairan

30
TERAPI CAIRAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam tubuh. Pada saat lahir, kandungan air mengisi sekitar 75% berat badan manusia, saat menginjak usia 1 bulan mencapai 65% berat badan, sedangkan saat dewasa pada pria mencapai 60% berat badan dan 50% berat badan pada wanita. Air dalam tubuh terbagi kedalam dua kelompok besar, yaitu yang berada pada ruang intraselular, serta yang berada pada ruang ektraselular. Etraselular lalu dapat dibagi kembali menjadi air yang mengisi ruang interstitial, serta plasma. 1,2 Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena. Hampir seluruh pasien yang menjalani prosedur pembedahan membutuhkan akses vena serta terapi cairan intravena. Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah diamana saluran pencernaan belum berfungsi secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi dinilai berhasil apabila pada 1

description

Anastesi-Terapi cairan

Transcript of Terapi Cairan

Page 1: Terapi Cairan

TERAPI CAIRAN

A. Latar Belakang

Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam

tubuh. Pada saat lahir, kandungan air mengisi sekitar 75% berat badan

manusia, saat menginjak usia 1 bulan mencapai 65% berat badan, sedangkan

saat dewasa pada pria mencapai 60% berat badan dan 50% berat badan pada

wanita. Air dalam tubuh terbagi kedalam dua kelompok besar, yaitu yang

berada pada ruang intraselular, serta yang berada pada ruang ektraselular.

Etraselular lalu dapat dibagi kembali menjadi air yang mengisi ruang

interstitial, serta plasma.1,2

Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan dalam

batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma

ekspander) secara intravena. Hampir seluruh pasien yang menjalani prosedur

pembedahan membutuhkan akses vena serta terapi cairan intravena. Tujuan

utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah,

selama pembedahan dan pasca bedah diamana saluran pencernaan belum

berfungsi secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal

harian. Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-

tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa

edema paru dan gagal nafas.2,3

Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang

kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai

penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan

yang mengakibatkan terjadinya translokasi cairan. Pada periode pasca bedah

kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan cairan (dehidrasi) masih

berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus. Puasa pra-bedah

selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air dan elektrolit)

sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa.2,3,4 Gejala dari defisit cairan ini

1

Page 2: Terapi Cairan

belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya adalah rasa haus,

perasaan mengantuk, dan pusing kepala.1,5

B. Komposisi dan Distribusi Cairan Tubuh

Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya

dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan adipositas karena otot

mengandung 75% air, sebaliknya jaringan adiposa hanya mengangandung 10%

air. Pada bayi Usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan

dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring

dengan pertumbuhan Seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan

berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan,

sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan.5

Air dalam tubuh dapat dibagi menjadi dua komponen dasar, yaitu

intraselular dan ekstraselular. Kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran

sel yang permiabel terhadap air. Volume cairan ekstraselular lebih tinggi pada

individu-individu muda dan juga pada pria dibandingkan pada individu dengan

usia lanjut dan wanita. Di sisi lain, volume darah berkisar antara 60 sampai 65

mL/kgBB, dan didistribusikan 15% pada sistem arteri dan 85% pada sistem

vena.3,5

Komponen utama dari cairan ektraselular adalah plasma (30 sampai 35

mL/kgBB) dan cairan interstitial (120 sampai 165 mL/kgBB) sedangkan

komponen lainnya terdiri dari cairan pleura, cairan peritonem, aqueous humor,

keringat, urin, cariar limfe, serta cairan serebrospinal.5

2

Page 3: Terapi Cairan

Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh6

Plasma merupakan komponen nonselular dari darah dan memiliki

kecenderungan untuk secara terus-menerus mencari keseimbangan dengan

cairan intestitial. Perbedaan utama antara plasma dibandingan dengan cairan

interstitial adalah konsentrasi proteinnya yang jauh lebih tinggi. Hal ini

menyebabkan plasma memiliki tekanan osmotik 20mmHg lebih tinggi dari

cairan interstitial serta cairan ekstraselular lainnya. Perbedaan ini berperan

dalam proses menjaga volume intravaskular. Cairan ekstraselular memiliki

konsentrasi natrium, klorida, dan bikarbonat yang lebih tinggi. Permibabilitas

terhadap ion dan protein sangat bervariasi pada masing-masing organ, dengan

otak sebagai organ dengan permiabilitas terendah sedangkan hepar sebagai

organ dengan permiabilitas tertinggi.3,4

3

Page 4: Terapi Cairan

Tabel 1. Komposisi Elektrolit pada Cairan Tubuh6

Elektrolit Plasma (mEq/L)Cairan Interstitial (mEq/L) Cairan Intracellular (mEq/L)

Na+ 142 145 10

K+ 4 4 159

Mg2+ 2 2 40

Ca2+ 5 3 1

Cl- 103 117 10

HCO3- 25 27 7

C. Proses Pergerakkan Cairan

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan

mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak

membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan

energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan

mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan

ATP. 5,7

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung

secara:

1. Osmosis

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran

semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah

menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh

membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik

cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah

4

Page 5: Terapi Cairan

membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat

terlarut misalnya protein.5,7

Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+5 mOsm/L. Larutan

dengan tekanan

osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%,

Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut

hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik. 7,8

2. Difusi

Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan

akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah.

Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi

melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan

konsentrasi dan tekanan hidrostatik.5,7,8

3. Pompa Natrium Kalium

Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang

memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat

bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa

natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel. 5,7,8

D. Terapi Cairan

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh

dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau

koloid (plasma ekspander) secara intravena.5,8

Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa

sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat

pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang

pindah ke rongga ketiga. 5,8

5

Page 6: Terapi Cairan

Terapi cairan resusitasi

Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan

akut cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk

memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka

bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus

Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak

20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L

dalam 10 menit. 5,8

Terapi rumatan

Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan

nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari

dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.

Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat

pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan

pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. 5,8

Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :

Table 2. Rumus Holiday Segar

Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan

kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja.

Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-

EN, dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan

rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi

6

Page 7: Terapi Cairan

cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel

sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik. 5,8

Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan

karena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat

menimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional

RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus

KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. 5,8

Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga,

ke ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar

kecilnya pembedahan, yaitu :

6-8 ml/kg untuk bedah besar

4-6 ml/kg untuk bedah sedang

2-4 ml/kg untuk bedah kecil

Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif2,9,10

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan

pemberian cairan perioperatif, yaitu :

1. Kebutuhan Normal Cairan Dan Elektrolit Harian

Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari

dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+=

1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang

hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat

kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water

losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih

banyak dibandingkan elektrolit).

2. Defisit Cairan Dan Elektrolit Pra Bedah

Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada

penderita bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal

yang seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare,

7

Page 8: Terapi Cairan

diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan trauma),

kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi,

demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah

ini harus segera diganti sebelum dilakukan pembedahan.

3. Kehilangan Cairan Saat Pembedahan

a. Perdarahan

Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :

Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap

darah (suction pump).

Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah

pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm)

mengandung 10 ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy

pads) dapat menyerap darah100-10 ml.

Dalam praktek jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa

ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan

keadaan klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan

pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit berulang- ulang (serial).

Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio

plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan

penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan

pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup,

meja operasi dan lantai kamar bedah.

Derajat Perdarahan

DERAJAT I II III IV

BLOOD LOSS (ml)

<750 750 - 1500 1500 - 2000 > 2000

BLOOD LOSS (% EBV)

< 15% 15 – 30 % 30 – 40 % > 40%

NADI (x/mnt) < 100 > 100 > 120 weak > 140

TD 118/72 110 / 80 70- 90/50 -60 Sistol <

8

Page 9: Terapi Cairan

50/60

CRT N + + +

RESPIRASI 14 - 20 20 – 30 30 - 40 > 40

DIURESIS (ml/hr)

>30 20 - 30 10 – 20 0 – 10

MENTAL STATUS

N/gelisah gelisah/anxiety somnolen somnolen/

coma

FLUID THERAPY

Crystalloid/RL 2,5 L or

Colloid 1 L

Crystalloid/RL+ Colloid 1 L

Crystalloid +

blood/RL 1L + Colloid 0,5 L + Blood 1-

1,5 L or PRC 0,5-

0,75 L

Crystalloid +

Blood/RL 1L + Colloid 1 L + Blood 2 L

or PRC 1 L+Colloid 1

L

Menifestasi klinis syok hipovolemik

Agitasi

Akral dingin

Penurunan konsentrasi

Penurunan kesadaran

Penurunan atau tidak ada keluaran urine

Lemah

Warna kulit pucat

Napas cepat

Berkeringat

b. Kehilangan Cairan Lainnya

Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang

lebih menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya

evaporasi dan translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat

penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan

9

Page 10: Terapi Cairan

luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan

atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi

secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler.

Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat

mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan

perpindahan cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus.

Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler

meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan

cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan

dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan

fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.

4. Gangguan Fungsi Ginjal

Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:

Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate)

menurun.

Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh

meningkatnya kadar aldosteron.

Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan

terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes

(collecting tubules) meningkat.

Ginjal tidak mampu mengekskresikan ³free water´ atau untuk

menghasilkan urin Hipotonis

1. Terapi Cairan Pra Bedah2,5,10

Tujuan utama terapi cairan pra bedah adalah untuk menyediakan

jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskuler

yang adekuat agar sistem kardiovaskuler dalam keadaan optimal. Penilaian

status cairan ini didapat dari :

Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing

terakhir, jumlah dan warnya.

10

Page 11: Terapi Cairan

Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda obyektif

dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit,

abdomen, mata dan mukosa.

Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit,

hemoglobin dan protein.

Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang

terjadi.

Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya

meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara

serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB

(1500 ml air).

Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat

dan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.

Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi,

terjadi pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan

dan elektrolit biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15

% BB atau lebih.

Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan, pada

dewasa 2 ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat badan

lebih dari 20 kg. Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2

ml/kg untuk 10 kgBB II, dan ditambah 1 ml/kg untuk berat badan sisanya.

Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda

rehidrasi tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.

2. Terapi Cairan selama Pembedahanf2,5,10

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan

kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan

(perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan

tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.

11

Page 12: Terapi Cairan

a) Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya

bedah mata (ekstrasi, katarak) diberikan cairan rumatan saja selama

pembedahan.

b) Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat

diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar

ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan.

c) Pembedahan dengan trauma sedang – berat diberikan cairan sebanyak 2

ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk

pembedahannya.

Kebutuhan cairan tambahan berdasar derajat trauma :

Perubahan Cairan

Contoh Operasi Rata – Rata (Kristaloid)

Kecil Perbaikan Tendon 0 – 2 ml/kg/hr

Timpanoplasti

Sedang Histerektomi 2 – 4 ml/kg/hr

Hernia Inguinal

Besar Peritonitis 4 – 8 ml/kg/hr

Laparatomi dengan memotong usus

Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk

trauma pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan

berat 6 ml/kgBB/jam.

Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur

pembedahan dan perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah

perdarahan yang terjadi selama pembedahan sering mengalami kesulitan,

dikarenakan adanya perdarahan yang sulit diukur/tersembunyi yang

terdapat di dalam luka operasi, kain kasa, kain operasi dan lain-lain.

12

Page 13: Terapi Cairan

Dalam hal ini cara yang biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah

perdarahan dengan mengukur jumlah darah di dalam botol suction

ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan kain operasi. Satu

lembar duk dapat menampung 100 – 150 ml darah, sedangkan untuk kain

kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana selisih 1

gram dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan

dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara

serial.

Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat

diberikan kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena

anemia. Pada keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi

sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun

hematokrit pada level aman, yaitu Hb 7 – 10 g/dl atau Hct 21 – 30%. 20

– 25% pada individu sehat atau anemia kronis.

d) Penggantian darah yang hilang

Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated

Blood Volume = taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala

hipotensi, takikardi dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi

tubuh ini akan menurun pada seseorang yang akan mengalami pembiusan

(anestesi) karena depresi komponen vasoaktif. Perkiraan volume darah:

Usia Volume Darah

NeonatusPrematur 90 ml/kgBB

Full term 85 ml/kgBB

Bayi 80 ml/kgBB

DewasaLaki-laki 75 ml/kgBB

Wanita 65 ml/kgBB

Volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan

kristaloid 2 – 3x jumlah perdarahan), koloid (jumlahnya sama dengan

13

Page 14: Terapi Cairan

perkiraan jumlah perdarahan), pemberian transfusi darah tetap harus

menjadi bahan pertimbangan berdasarkan:

Keadaan umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum

pembedahan

Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi

Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum.

Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)

Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan

Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan

hematokrit.

Usia penderita

3. Terapi Cairan Paska Bedah2,5,10

Terapi cairan paska bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah

ini:

a) Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.

Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal

sekitar ± 50 ml/kgBB/24jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak

dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari

sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat

stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang

cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3

hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan

keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian

karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi

kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50%

kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan

pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam

14

Page 15: Terapi Cairan

isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum

dan makan.

b) Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:

Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap

kenaikan 1°C suhu tubuh

Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau

muntah.

Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi

dan humidifikasi.

c) Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama

pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10

gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut

oksigen.

d) Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan.

Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi

tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil,

jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

E. Jenis Cairan

1. Cairan Kristaloid2,9,10

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES =

CEF). Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan

koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk

mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di

ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.

15

Page 16: Terapi Cairan

Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling

banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan

susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang

terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati

menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah

NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis

hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar

bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid

akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan

koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di

ruang interstitiel.

Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah

sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul

edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan

dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl

0,9Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat

menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial

2. Cairan Koloid2,9,10

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut

“plasma substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid

16

Page 17: Terapi Cairan

terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas

osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu

paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering

digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok

hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia

berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).

Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:

a) Koloid alami:

Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan

2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C

selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi

protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa

globulin dan beta globulin.

b) Koloid sintetis:

1) Dextran

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan

Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000

diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh

dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume

expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi

Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro

karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu

Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi

platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan

fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran

melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu

perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat

menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan

memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

17

Page 18: Terapi Cairan

2) Hydroxylethyl Starch (Heta starch)

Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 –

1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan

onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang

normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan

sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat

menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum

amilase ( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch

(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume

plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung

selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander

yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu

koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi

cairan pada penderita gawat.

3) Gelatin

Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat

molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.

Ada 3 macam gelatin, yaitu:

- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)

- Urea linked gelatin

- Oxypoly gelatin

Table 3. Keuntungan dan kerugian cairan kristaloid dan koloid

Kristaloid Koloid

Keuntungan - Tidak mahal- Aliran urin lancar

(meningkatkan volume intravaskular)

- Pilihan cairan pertama u/ resusitasi perdarahan &

- Mempertahankan cairan intravaskular lebih baik (1/3 cairan bertahan selama 24 jam)

- Meningkatkan tekanan onkotik plasma

- Membutuhkan volume yang

18

Page 19: Terapi Cairan

trauma- - Mengembalikan kehilangan

pada ruang cairan ke-3

lebih sedikit- Mengurangi kejadian edema

perifer- - Dapat menurunkan tekanan

intrakranial

Kerugian - Mengencerkan tekanan osmotik koloid

- Menginduksi edema perifer

- Insidensi terjadinya edema pulmonal lebih tinggi

- Membutuhkan volume yg lebih besar

- Efeknya sementara

- Mahal

- Menginduksi koagulopati (dextran & helastarch)

- Jika tdpt kerusakan kapiler, dpt berpotensi tjd perpindhn cairan ke interstitial

- Mengencerkan faktor pembekuan dan trombosit

- Berpotensi menghambat tubulus renalis dan sel retikuloendotelial di hepar

- Kemungkinan adanya reaksi anafilaksis (dextran)

F. Kesimpulan

Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan

tubuh didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya

dalam metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.

Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama

pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan

dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi

pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif

dan postoperatif.

Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau

mengembalikan volume dan komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi

cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta

19

Page 20: Terapi Cairan

cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk terapi cairan

adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.

Daftar Pustaka

1. Heitz U, Horne MM. Fluid, Electrolyte and Acid Base Balance. 5th ed.

Missouri : Elsevier-mosby; 2005.p3-227

2. Kaswiyan U. Terapi Cairan Perioperatif. Bagian Anestesiologi dan

Reanimasi. Fakultas Kedokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.

3. Adelmen, R.D, Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi

Cairan. In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu

Kesehatan Anak Nelson ed 15, jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266

4. Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian

Farmakologi Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Padjadjaran

5. Leksana E. Terapi Cairan dan Elektrolit. Smf/Bagian Anestesi dan Terapi

Intensif FK Undip: Semarang; 2004: 1-60.

6. Miller RD. Anesthesia 7th ed. Churchill Livingstone Philadelphia. 2009

7. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania:

W.B.saunders company; 1997: 375-393

8. Mayer H, Follin SA. Fluid and Electrolyte Made Incredibly Easy. 2nd ed.

Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.

9. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of Clinical Anesthesia. 5th

ed. Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.

10. Sunatrio S. Resusitasi cairan. Jakarta: Media aesculapius;2000:1-58.

20