Terapi Cairan
-
Upload
monazzt-asshagab -
Category
Documents
-
view
41 -
download
1
description
Transcript of Terapi Cairan
TERAPI CAIRAN
A. Latar Belakang
Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam
tubuh. Pada saat lahir, kandungan air mengisi sekitar 75% berat badan
manusia, saat menginjak usia 1 bulan mencapai 65% berat badan, sedangkan
saat dewasa pada pria mencapai 60% berat badan dan 50% berat badan pada
wanita. Air dalam tubuh terbagi kedalam dua kelompok besar, yaitu yang
berada pada ruang intraselular, serta yang berada pada ruang ektraselular.
Etraselular lalu dapat dibagi kembali menjadi air yang mengisi ruang
interstitial, serta plasma.1,2
Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan dalam
batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma
ekspander) secara intravena. Hampir seluruh pasien yang menjalani prosedur
pembedahan membutuhkan akses vena serta terapi cairan intravena. Tujuan
utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah,
selama pembedahan dan pasca bedah diamana saluran pencernaan belum
berfungsi secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal
harian. Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-
tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa
edema paru dan gagal nafas.2,3
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang
kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai
penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan
yang mengakibatkan terjadinya translokasi cairan. Pada periode pasca bedah
kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan cairan (dehidrasi) masih
berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus. Puasa pra-bedah
selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air dan elektrolit)
sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa.2,3,4 Gejala dari defisit cairan ini
1
belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya adalah rasa haus,
perasaan mengantuk, dan pusing kepala.1,5
B. Komposisi dan Distribusi Cairan Tubuh
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya
dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan adipositas karena otot
mengandung 75% air, sebaliknya jaringan adiposa hanya mengangandung 10%
air. Pada bayi Usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan
dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring
dengan pertumbuhan Seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan
berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan,
sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan.5
Air dalam tubuh dapat dibagi menjadi dua komponen dasar, yaitu
intraselular dan ekstraselular. Kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran
sel yang permiabel terhadap air. Volume cairan ekstraselular lebih tinggi pada
individu-individu muda dan juga pada pria dibandingkan pada individu dengan
usia lanjut dan wanita. Di sisi lain, volume darah berkisar antara 60 sampai 65
mL/kgBB, dan didistribusikan 15% pada sistem arteri dan 85% pada sistem
vena.3,5
Komponen utama dari cairan ektraselular adalah plasma (30 sampai 35
mL/kgBB) dan cairan interstitial (120 sampai 165 mL/kgBB) sedangkan
komponen lainnya terdiri dari cairan pleura, cairan peritonem, aqueous humor,
keringat, urin, cariar limfe, serta cairan serebrospinal.5
2
Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh6
Plasma merupakan komponen nonselular dari darah dan memiliki
kecenderungan untuk secara terus-menerus mencari keseimbangan dengan
cairan intestitial. Perbedaan utama antara plasma dibandingan dengan cairan
interstitial adalah konsentrasi proteinnya yang jauh lebih tinggi. Hal ini
menyebabkan plasma memiliki tekanan osmotik 20mmHg lebih tinggi dari
cairan interstitial serta cairan ekstraselular lainnya. Perbedaan ini berperan
dalam proses menjaga volume intravaskular. Cairan ekstraselular memiliki
konsentrasi natrium, klorida, dan bikarbonat yang lebih tinggi. Permibabilitas
terhadap ion dan protein sangat bervariasi pada masing-masing organ, dengan
otak sebagai organ dengan permiabilitas terendah sedangkan hepar sebagai
organ dengan permiabilitas tertinggi.3,4
3
Tabel 1. Komposisi Elektrolit pada Cairan Tubuh6
Elektrolit Plasma (mEq/L)Cairan Interstitial (mEq/L) Cairan Intracellular (mEq/L)
Na+ 142 145 10
K+ 4 4 159
Mg2+ 2 2 40
Ca2+ 5 3 1
Cl- 103 117 10
HCO3- 25 27 7
C. Proses Pergerakkan Cairan
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak
membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan
energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan
mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan
ATP. 5,7
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung
secara:
1. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah
menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh
membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik
cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah
4
membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat
terlarut misalnya protein.5,7
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+5 mOsm/L. Larutan
dengan tekanan
osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%,
Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut
hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik. 7,8
2. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan
akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah.
Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi
melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan
konsentrasi dan tekanan hidrostatik.5,7,8
3. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang
memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat
bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa
natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel. 5,7,8
D. Terapi Cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau
koloid (plasma ekspander) secara intravena.5,8
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa
sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat
pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang
pindah ke rongga ketiga. 5,8
5
Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan
akut cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk
memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka
bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus
Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak
20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L
dalam 10 menit. 5,8
Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan
nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari
dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat
pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan
pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. 5,8
Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :
Table 2. Rumus Holiday Segar
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan
kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja.
Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-
EN, dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan
rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi
6
cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel
sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik. 5,8
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan
karena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat
menimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional
RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus
KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. 5,8
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga,
ke ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar
kecilnya pembedahan, yaitu :
6-8 ml/kg untuk bedah besar
4-6 ml/kg untuk bedah sedang
2-4 ml/kg untuk bedah kecil
Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif2,9,10
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan
pemberian cairan perioperatif, yaitu :
1. Kebutuhan Normal Cairan Dan Elektrolit Harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari
dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+=
1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang
hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat
kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water
losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih
banyak dibandingkan elektrolit).
2. Defisit Cairan Dan Elektrolit Pra Bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada
penderita bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal
yang seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare,
7
diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan trauma),
kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi,
demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah
ini harus segera diganti sebelum dilakukan pembedahan.
3. Kehilangan Cairan Saat Pembedahan
a. Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap
darah (suction pump).
Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah
pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm)
mengandung 10 ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy
pads) dapat menyerap darah100-10 ml.
Dalam praktek jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa
ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan
keadaan klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan
pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit berulang- ulang (serial).
Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio
plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan
penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan
pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup,
meja operasi dan lantai kamar bedah.
Derajat Perdarahan
DERAJAT I II III IV
BLOOD LOSS (ml)
<750 750 - 1500 1500 - 2000 > 2000
BLOOD LOSS (% EBV)
< 15% 15 – 30 % 30 – 40 % > 40%
NADI (x/mnt) < 100 > 100 > 120 weak > 140
TD 118/72 110 / 80 70- 90/50 -60 Sistol <
8
50/60
CRT N + + +
RESPIRASI 14 - 20 20 – 30 30 - 40 > 40
DIURESIS (ml/hr)
>30 20 - 30 10 – 20 0 – 10
MENTAL STATUS
N/gelisah gelisah/anxiety somnolen somnolen/
coma
FLUID THERAPY
Crystalloid/RL 2,5 L or
Colloid 1 L
Crystalloid/RL+ Colloid 1 L
Crystalloid +
blood/RL 1L + Colloid 0,5 L + Blood 1-
1,5 L or PRC 0,5-
0,75 L
Crystalloid +
Blood/RL 1L + Colloid 1 L + Blood 2 L
or PRC 1 L+Colloid 1
L
Menifestasi klinis syok hipovolemik
Agitasi
Akral dingin
Penurunan konsentrasi
Penurunan kesadaran
Penurunan atau tidak ada keluaran urine
Lemah
Warna kulit pucat
Napas cepat
Berkeringat
b. Kehilangan Cairan Lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang
lebih menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya
evaporasi dan translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat
penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan
9
luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan
atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi
secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler.
Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat
mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan
perpindahan cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus.
Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler
meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan
cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan
dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan
fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.
4. Gangguan Fungsi Ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate)
menurun.
Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh
meningkatnya kadar aldosteron.
Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan
terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes
(collecting tubules) meningkat.
Ginjal tidak mampu mengekskresikan ³free water´ atau untuk
menghasilkan urin Hipotonis
1. Terapi Cairan Pra Bedah2,5,10
Tujuan utama terapi cairan pra bedah adalah untuk menyediakan
jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskuler
yang adekuat agar sistem kardiovaskuler dalam keadaan optimal. Penilaian
status cairan ini didapat dari :
Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing
terakhir, jumlah dan warnya.
10
Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda obyektif
dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit,
abdomen, mata dan mukosa.
Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit,
hemoglobin dan protein.
Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang
terjadi.
Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya
meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara
serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB
(1500 ml air).
Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat
dan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi,
terjadi pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan
dan elektrolit biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15
% BB atau lebih.
Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan, pada
dewasa 2 ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat badan
lebih dari 20 kg. Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2
ml/kg untuk 10 kgBB II, dan ditambah 1 ml/kg untuk berat badan sisanya.
Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda
rehidrasi tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.
2. Terapi Cairan selama Pembedahanf2,5,10
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan
kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan
(perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan
tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
11
a) Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya
bedah mata (ekstrasi, katarak) diberikan cairan rumatan saja selama
pembedahan.
b) Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat
diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar
ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan.
c) Pembedahan dengan trauma sedang – berat diberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk
pembedahannya.
Kebutuhan cairan tambahan berdasar derajat trauma :
Perubahan Cairan
Contoh Operasi Rata – Rata (Kristaloid)
Kecil Perbaikan Tendon 0 – 2 ml/kg/hr
Timpanoplasti
Sedang Histerektomi 2 – 4 ml/kg/hr
Hernia Inguinal
Besar Peritonitis 4 – 8 ml/kg/hr
Laparatomi dengan memotong usus
Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk
trauma pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan
berat 6 ml/kgBB/jam.
Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur
pembedahan dan perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah
perdarahan yang terjadi selama pembedahan sering mengalami kesulitan,
dikarenakan adanya perdarahan yang sulit diukur/tersembunyi yang
terdapat di dalam luka operasi, kain kasa, kain operasi dan lain-lain.
12
Dalam hal ini cara yang biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah
perdarahan dengan mengukur jumlah darah di dalam botol suction
ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan kain operasi. Satu
lembar duk dapat menampung 100 – 150 ml darah, sedangkan untuk kain
kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana selisih 1
gram dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan
dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara
serial.
Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat
diberikan kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena
anemia. Pada keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi
sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun
hematokrit pada level aman, yaitu Hb 7 – 10 g/dl atau Hct 21 – 30%. 20
– 25% pada individu sehat atau anemia kronis.
d) Penggantian darah yang hilang
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated
Blood Volume = taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala
hipotensi, takikardi dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi
tubuh ini akan menurun pada seseorang yang akan mengalami pembiusan
(anestesi) karena depresi komponen vasoaktif. Perkiraan volume darah:
Usia Volume Darah
NeonatusPrematur 90 ml/kgBB
Full term 85 ml/kgBB
Bayi 80 ml/kgBB
DewasaLaki-laki 75 ml/kgBB
Wanita 65 ml/kgBB
Volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan
kristaloid 2 – 3x jumlah perdarahan), koloid (jumlahnya sama dengan
13
perkiraan jumlah perdarahan), pemberian transfusi darah tetap harus
menjadi bahan pertimbangan berdasarkan:
Keadaan umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum
pembedahan
Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi
Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum.
Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)
Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan
hematokrit.
Usia penderita
3. Terapi Cairan Paska Bedah2,5,10
Terapi cairan paska bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah
ini:
a) Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.
Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal
sekitar ± 50 ml/kgBB/24jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak
dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari
sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat
stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang
cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3
hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan
keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian
karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi
kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50%
kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan
pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam
14
isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum
dan makan.
b) Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap
kenaikan 1°C suhu tubuh
Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau
muntah.
Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi
dan humidifikasi.
c) Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama
pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10
gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut
oksigen.
d) Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil,
jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
E. Jenis Cairan
1. Cairan Kristaloid2,9,10
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES =
CEF). Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan
koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk
mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di
ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
15
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling
banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan
susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang
terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati
menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah
NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis
hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar
bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid
akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan
koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di
ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah
sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul
edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan
dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl
0,9Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat
menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial
2. Cairan Koloid2,9,10
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid
16
terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas
osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu
paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering
digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a) Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C
selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi
protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa
globulin dan beta globulin.
b) Koloid sintetis:
1) Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan
Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000
diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh
dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume
expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi
Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro
karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu
Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi
platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan
fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran
melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
17
2) Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 –
1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan
onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang
normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan
sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum
amilase ( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch
(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume
plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung
selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander
yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu
koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi
cairan pada penderita gawat.
3) Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Table 3. Keuntungan dan kerugian cairan kristaloid dan koloid
Kristaloid Koloid
Keuntungan - Tidak mahal- Aliran urin lancar
(meningkatkan volume intravaskular)
- Pilihan cairan pertama u/ resusitasi perdarahan &
- Mempertahankan cairan intravaskular lebih baik (1/3 cairan bertahan selama 24 jam)
- Meningkatkan tekanan onkotik plasma
- Membutuhkan volume yang
18
trauma- - Mengembalikan kehilangan
pada ruang cairan ke-3
lebih sedikit- Mengurangi kejadian edema
perifer- - Dapat menurunkan tekanan
intrakranial
Kerugian - Mengencerkan tekanan osmotik koloid
- Menginduksi edema perifer
- Insidensi terjadinya edema pulmonal lebih tinggi
- Membutuhkan volume yg lebih besar
- Efeknya sementara
- Mahal
- Menginduksi koagulopati (dextran & helastarch)
- Jika tdpt kerusakan kapiler, dpt berpotensi tjd perpindhn cairan ke interstitial
- Mengencerkan faktor pembekuan dan trombosit
- Berpotensi menghambat tubulus renalis dan sel retikuloendotelial di hepar
- Kemungkinan adanya reaksi anafilaksis (dextran)
F. Kesimpulan
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan
tubuh didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya
dalam metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.
Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama
pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan
dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi
pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif
dan postoperatif.
Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau
mengembalikan volume dan komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi
cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta
19
cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk terapi cairan
adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.
Daftar Pustaka
1. Heitz U, Horne MM. Fluid, Electrolyte and Acid Base Balance. 5th ed.
Missouri : Elsevier-mosby; 2005.p3-227
2. Kaswiyan U. Terapi Cairan Perioperatif. Bagian Anestesiologi dan
Reanimasi. Fakultas Kedokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.
3. Adelmen, R.D, Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi
Cairan. In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu
Kesehatan Anak Nelson ed 15, jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266
4. Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian
Farmakologi Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran
5. Leksana E. Terapi Cairan dan Elektrolit. Smf/Bagian Anestesi dan Terapi
Intensif FK Undip: Semarang; 2004: 1-60.
6. Miller RD. Anesthesia 7th ed. Churchill Livingstone Philadelphia. 2009
7. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania:
W.B.saunders company; 1997: 375-393
8. Mayer H, Follin SA. Fluid and Electrolyte Made Incredibly Easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.
9. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of Clinical Anesthesia. 5th
ed. Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.
10. Sunatrio S. Resusitasi cairan. Jakarta: Media aesculapius;2000:1-58.
20