Terapi Cairan

22
TERAPI CAIRAN Alan David Kaye Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah untuk menyediakan cairan parenteral yang cukup untuk menjaga keseimbangan volume intravaskular dan preload jantung, kapasitas oksigen, status koagulasi, keseimbangan asam dan basa, dan keseimbangan elektrolit. Sebagai tambahan pada pembedahan (seperti perdarahan, evaporasi, third spacing), beberapa kondisi dan perubahan yang muncul saat sebelum pembedahan, terapi cairan bisa menjadi suatu tantangan, termasuk status volume cairan sebelum operasi, penyakit sekarang, dan efek obat anestesi pada keadaan yang fisiologis. Semua faktor ini harus diperhatikan saat merencanakan terapi cairan kepada pasien selama masa perioperatif. Fisiologi Cairan dan Elektrolit Air merupakan komponen utama dari semua cairan di dalam tubuh. 1 Jumlah total air mewakili kurang lebih 60% dari berat badan pada orang dewasa rata-rata. Pada manusia dengan berat badan 70 kilogram ke atas, jumlah total air kurang lebih 600 ml/kg, atau 40 L. Persentase air dalam tubuh bervariasi dengan usia, jenis kelamin, dan jaringan lemak. Jumlah total air dapat dibagi menjadi dua komponen dasar, yaitu intraselular dan ekstraselular. Tiap kompartemen dipisahkan oleh membrane semi-permeable. Pada orang dewasa, cairan intraselular mewakili dua per tiga jumlah total air, dan cairan ekstraselular mewakili satu per tiga bagian. Komponen utama dari kompartemen ekstraselular yaitu volume darah (60-65 ml/kg) dan volume cairan interstisial (120-165 ml/kg). Volume plasma, komponen 1

description

Fluid Management - Basic of Anesthesia 6th Ed

Transcript of Terapi Cairan

Page 1: Terapi Cairan

TERAPI CAIRAN

Alan David Kaye

Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah untuk menyediakan cairan parenteral yang cukup untuk menjaga keseimbangan volume intravaskular dan preload jantung, kapasitas oksigen, status koagulasi, keseimbangan asam dan basa, dan keseimbangan elektrolit. Sebagai tambahan pada pembedahan (seperti perdarahan, evaporasi, third spacing), beberapa kondisi dan perubahan yang muncul saat sebelum pembedahan, terapi cairan bisa menjadi suatu tantangan, termasuk status volume cairan sebelum operasi, penyakit sekarang, dan efek obat anestesi pada keadaan yang fisiologis. Semua faktor ini harus diperhatikan saat merencanakan terapi cairan kepada pasien selama masa perioperatif.

Fisiologi Cairan dan Elektrolit

Air merupakan komponen utama dari semua cairan di dalam tubuh.1

Jumlah total air mewakili kurang lebih 60% dari berat badan pada orang dewasa rata-rata. Pada manusia dengan berat badan 70 kilogram ke atas, jumlah total air kurang lebih 600 ml/kg, atau 40 L. Persentase air dalam tubuh bervariasi dengan usia, jenis kelamin, dan jaringan lemak. Jumlah total air dapat dibagi menjadi dua komponen dasar, yaitu intraselular dan ekstraselular. Tiap kompartemen dipisahkan oleh membrane semi-permeable. Pada orang dewasa, cairan intraselular mewakili dua per tiga jumlah total air, dan cairan ekstraselular mewakili satu per tiga bagian. Komponen utama dari kompartemen ekstraselular yaitu volume darah (60-65 ml/kg) dan volume cairan interstisial (120-165 ml/kg). Volume plasma, komponen darah yang tidak memiliki sel, merupakan fraksi volume darah berdasarkan hematokrit. Volume plasma pada orang dewasa adalah 30-35 ml/kg. Volume darah didistribusikan sebanyak 15% pada sistem pembuluh darah arteri dan 85% pada sistem pembuluh darah vena. Plasma secara berlanjut mencari keseimbangan dengan cairan interstisial. Perbedaan utama antara plasma dan cairan interstisial adalah konsentrasi protein lebih tinggi di dalam plasma, yang mengakibatkan tekanan onkotik plasma 20 mmHg lebih tinggi daripada tekanan onkotik interstisial. Perbedaan tekanan ini membantu menjaga volume intravaskular. Kehilangan cairan harian tersusun di tabel 23-1. Keseimbangan elektrolit juga dipengaruhi oleh masuknya cairan parenteral. Komposisi elektrolit yang normal di dalam kompartemen tubuh tercatat dalam tabel 23-2. Beberapa pasien yang akan dioperasi dengan gangguan elektrolit berhubungan dengan hilangnya cairan pada sistem gastrointestinal. Kebutuhan cairan harian pada orang dewasa termasuk asupan harian air sebanyak 1,5-2,5 L , natrium 50-100 mEq, dan kalium 40-80 mEq via enteral maupun parenteral. 2

1

Page 2: Terapi Cairan

Tabel 23-1 Jumlah Harian Air yang Hilang

SumberJumlah Air yang Hilang (ml)

Aktivitas Normal dan SuhuAktivitas Normal dan Suhu

TinggiUrin 1400 1200

Keringat 100 1400Feses 100 100

Insensible losses

700 600

Total 2300 3300Diadaptasi dari Rhoades RA, Tanner GA, Medical Physiology. Boston, Little, Brown, 1995.

Tabel 23-2 Komposisi Elektrolit Normal dalam Kompartemen Tubuh

Elektrolit Plasma (mEq/L) Cairan Intraselular(mEq/L)

Cairan Ekstraselular(mEq/L)

Natrium 142 10 140Kalium 4 150 4.5Magnesium 2 40 2Kalsium 5 1 5Klorida 103 103 117Bikarbonat 25 7 28

Diadaptasi dari Rhoades RA, Tanner GA, Medical Physiology. Boston, Little, Brown, 1995.

Tabel 23-3 Volume dan Komposisi Cairan Gastrointestinal

Sumber Cairan

Volume 24 Jam (mL)

Na+

(mEq/L)K+ (mEq/L) Cl-

(mEq/L)HCO3-

(mEq/L)Saliva 500-2000 2-10 20-30 8-18 30Lambung 1000-2000 6-100 10-20 100-130 0Pankreas 300-800 135-145 5-10 70-90 95-120Empedu 300-600 135-145 5-10 90-130 30-40Jejunum 2000-4000 120-140 5-10 90-140 30-40Ileum 1000-2000 80-150 2-8 45-140 30Kolon - 60 30 40 -

Keseimbangan Cairan Perioperatif

Perubahan fisiologis yang dapat terjadi pada fase perioperatif yaitu terjadi perubahan keseimbangan cairan. Dahulu, puasa sebelum operasi (preoperative fasting / NPO) menghasilkan defisit NPO sesuai dengan kebutuhan cairan rumatan dikalikan dengan berapa lama pasien telah puasa cairan. Meski demikian, insensible water loss (IWL) dan urine selama masa perioperatif ini tidak dapat berpengaruh langsung terhadap penurunan volume darah.3 Meskipun pasien telah

2

Page 3: Terapi Cairan

berpuasa selama beberapa jam, durasi puasa pre-operatif dari cairan yang dianjurkan hanya selama dua jam. Trauma bedah dan inflamasi dapat mengakibatkan cairan ekstraselular mengalami sekuestrasi ke ruangan ketiga dan terjadi ketidakseimbangan kompartemen interstisial maupun plasma. Pada tahun 2008, Chappell dkk mempertanyakan adanya ruangan ketiga dan menganggap perpindahan cairan terjadi dari pembuluh darah ke ruangan interstisial.4 Pasien yang menjalani operasi besar membutuhkan pengganti cairan parenteral diluar dari hilangnya darah selama operasi, dan ahli anestesi memiliki tugas utama dalam mengakses dan memberikan terapi cairan yang sesuai.

Tabel 23-4 Perubahan Selama Masa Perioperatif dalam Keseimbangan Cairan

Keadaan Dampak Potensial Besarnya DampakPuasa pre-operatif Kehilangan melalui

insensible dan urin menyebabkan hipovolemia

Bergantung pada durasi puasa; dapat tidak terjadi penurunan volume darah

Vasodilatasi akibat anestesi umum atau regional

Menurunnya preload akibat venodilatasi

Bergantung pada individu dan obat anestesi yang diberikan

Kehilangan cairan insensible dari paparan selama pembedahan

Hipovolemia Bergantung pada tipe dan durasi paparan

Perpindahan cairan akibat trauma bedah dan inflamasi

Akumulasi cairan pada ruang ketiga dan/atau peningkatan volume cairan interstisial

Bergantung pada trauma dan jumlah cairan yang diberikan

Perdarahan Berkurangnya volume darah, penurunan volume interstisial

Bergantung pada jumlah perdarahan

Larutan Pengganti Cairan

Ada banyak macam kristaloid dan koloid yang sesuai untuk pembedahan pada orang dewasa dan pasien obstetri (tabel 23-5). Karena tujuan dari pemberian cairan termasuk menyediakan kapasitas pembawa oksigen yang adekuat dan faktor koagulasi, beberapa pasien mungkin membutuhkan transfusi darah, yang dijelaskan pada Bab 24.

3

Page 4: Terapi Cairan

Tabel 23-5 Komposisi dari Larutan Pengganti

Cairan Na+ (mEq/L) K+

(mEq/L)Glukosa (g/L)

Osm pH Lainnya

Albumin 5% 145 ± 15 <2.5 0 330 7.4 TOK= 32-35 mmHg

Plasmanate 145 ± 15 <2.0 7.4 COP= 20 mmHg

10% Dekstran 40

0 0 0 255 4.0

HES 450/0.7 154 0 0 310 5.9NaCl 0.9% 154 0 0 308 6.0RL 130 4 0 273 6.5 Laktat=

28 mEq/LDekstrosa 5% 0 0 50 252 4.5D5LR 130 4 50 525 5.0D5 0.45% NaCl

77 0 50 406 4.0

Normosol-R 140 5 0 294 6.6 Mg = 3, asetat = 27, glukonat = 23 mEq/L

TOK, tekanan onkotik koloid; D5LR, dekstrosa 5% dalam RL; D5 0.45% NaCl, dekstrosa 5% dalam NaCl 0.45%; Osm, osmolaritas.

a) Kristaloid

Kristaloid adalah larutan yang mengandung air dan elektrolit. Kristaloid dibagi menjadi empat macam, yaitu larutan yang balanced, isotonis, hipertonis, dan hipotonis. Larutan kristaloid didistribusikan ke intravaskular dan kompartemen interstisial; namun sebanyak sepertiga kristaloid yang diberikan tetap berada dalam intravaskular.

- Larutan garam seimbang (balanced salt solutions)

Larutan garam seimbang memiliki komposisi elektrolit yang mirip dengan cairan ekstraselular(contohnya Ringer Lactate, Plasma-Lyte, Normosol). Dibandingkan dengan kadar natrium, larutan ini bersifat hipotonis. Larutan buffer terdapat di dalam cairan tersebut (misalnya laktat dalam Ringer Lactate), yang dimetabolisme in vivo untuk membentuk bikarbonat. Dibandingkan dengan NaCl 0.9%, larutan ini mengandung sedikit elektrolit.

4

Page 5: Terapi Cairan

- Normal saline

Normal saline (NaCl 0,9%) bersifat sedikit hipertonis dan mengandung klorida lebih banyak dari cairan ekstraselular. Ketika digunakan dalam jumlah besar, hiperkloremia ringan (non-anion gap) asidosis metabolic muncul, meskipun dengan gambaran klinis terbatas. Larutan normal saline tidak mengandung buffer atau elektrolit lain. Normal saline lebih banyak dipilih daripada Ringer Lactate (dimana mengandung konsentrasi natrium yang lebih hipotonis) dimana terjadi kasus cedera otak, alkalosis metabolik hipokloremia, atau hiponatremia. Banyak pasien dengan hiperkalemia, termasuk pasien dengan gagal ginjal, secara rutin diberikan normal saline karena tidak mengandung kalium. Karena normal saline hampir bersifat isotonis, normal saline juga merupakan larutan ideal untuk dilusi PRBC (packed red blood cells). Plasma-Lyte juga dapat dipakai sebagai dilusi PRBC, tapi RL tidak dapat digunakan karena mengandung kalsium.

- Solusi garam hipertonis (hypertonic salt solutions)

Solusi garam hipertonis jarang digunakan, konsentrasi natrium bervariasi antara 250-1200 mEq/L. Semakin tinggi kadar natrium, semakin sedikit volume total yang dibutuhkan untuk resusitasi. Perbedaan ini menunjukkan perpindahan akibat tekanan air dari ruang intraselular ke ruang ekstraselular. Volume air yang dikeluarkan dapat mengurangi edema. Efek ini dapat bermanfaat pada pasien dengan edema jaringan (contoh pembedahan usus yang lama, luka bakar, cedera otak). Meski demikian, waktu paruh intravaskular dari larutan hipertonis tidak lebih lama dari cairan isotonis dengan kadar natrium yang sama. Pada banyak penelitian, penambahan volume plasma yang berkelanjutan hanya dapat dicapai bila cairan koloid yang dipakai dalam resusitasi. Osmolalitas dari solusi ini dapat menyebabkan hemolisis pada saat diberikan. 5

- Dekstrosa 5%

Dekstrosa 5% berfungsi seperti air, karena dekstrosa dimetabolisme oleh tubuh. Cairan ini iso-osmotik dan tidak menyebabkan hemolisis pada saat diberikan intravena. Dekstroa 5% dapat digunakan untuk memperbaiki hipernatremia namun paling sering digunakan untuk mencegah hipoglikemia pada pasien diabetes yang memakai insulin, atau pada pasien sebelum pembedahan yang diberikan dekstrosa konsentrasi tinggi melalui nutrisi parenteral.

5

Page 6: Terapi Cairan

b) Koloid

Koloid terdiri dari substansi-substansi molekul besar (large-molecular weight) yang menetap di ruang intravaskular lebih lama dari kristaloid. Biasanya pemberian awal koloid sama dengan volume plasma. Sebagai contoh, waktu paruh dari albumin dalam sirkulasi normalnya 16 jam, meski dalam kondisi patofisiologis hanya selama 2-3 jam.6 Koloid sintesis, albumin yang diproses, dan fraksi protein memiliki resiko infeksi yang minimal atau tidak ada. Cairan-cairan tersebut lebih mahal daripada kristaloid, namun lebih murah dan resikonya lebih kecil daripada produk darah.

- Albumin 5%

Albumin 5% atau fraksi protein plasma (contoh Plasmanate) memiliki tekanan osmotic koloid sekitar 20 mmHg (mendekati tekanan osmotic koloid normal). Metode persiapan menghilangkan virus dan bakteri. Albumin memiliki efek yang minimal terhadap koagulasi. 7

- Dekstran

Dekstran adalah polimer glukosa larut dalam air yang disintesis dari sukrosa oleh bakteri tertentu. Berat molekul rata-rata dari dekstran 40 adalah sekitar 40,000 dalton (40 kDa), dan massa molekul rata-rata dekstran 70 adalah sekitar 70,000 dalton (70 kDa). Larutan koloid 6% dekstran 70 diberikan untuk indikasi yang sama seperti pada pemberian albumin 5%. Dekstran 40 digunakan pada pembedahan vascular untuk mencegah trombosis namun jarang digunakan sebagai penambah volume. Kedua cairan dekstran tersebut akan didegradasi secara enzimatis menjadi glukosa. Efek samping termasuk anafilaksis atau reaksi anafilaktik pada kurang lebih 1 dalam 3300 pemberian, peningkatan waktu perdarahan akibat penurunan daya ikat trombosit (pada dosis 20 ml/kg/24 jam), pembentukan rouleaux (misalnya gangguan cross-matching darah), dan edema paru non kardiogenik diduga sebagai efek toksik langsung pada kapiler paru setelah absorpsi intravaskular. 8,9

- HES (Hydroxyethyl Starch)

Hydroxyethyl starch (HES) adalah koloid sintesis yang merupakan modifikasi dari polisakarida alamiah.10,11 Seperti dekstran, HES memiliki karakter sesuai dengan konsentrasinya dan berat molekul rata-rata. Larutan HES 6% bersifat isotonis. Berat molekul rata-rata bisa rendah (<70 kDa), sedang (130-270 kDa), atau tinggi (>450 kDa). Dua karakteristik lain dari HES yang penting: substitusi molar dan rasio C2 – C6. Substitusi molar berarti jumlah residu hidroksietil tiap 10 subunit glukosa. Preparat HES

6

Page 7: Terapi Cairan

dengan 7 residu hidroksietil tiap 10 subunit glukosa (dengan rasio 0.7) disebut hetastarches. Secara umum, semakin besar berat molekul dan substitusi molar, efek volumenya lebih lama, tetapi dengan efek samping lebih banyak. Rasio C2 – C6 menjelaskan mengenai pola substitusi hidroksietil pada atom karbon spesifik yang terdapat pada subunit glukosa HES. Preparat HES dengan rasio C2 – C6 yang tinggi lebih resisten terhadap enzim amylase, dan durasi kerjanya lebih lama tanpa disertai peningkatan efek samping. Preparat HES dideskripsikan berdasarkan konsentrasinya, berat molekul rata-rata, dan substitusi molar. Sebagai contoh, produk pertama dari HES yang tersedia di USA, yaitu Hespan, adalah HES 6% 450/0.7. Dua preparat lainnya termasuk Hextend (HES 6% 670/0.7) dan Voluven (HES 6% 130/0.4). Durasi pengembangan volume dari HES bervariasi dari dua hingga lima jam, bergantung pada preparat HES.

Insiden dari efek samping HES bervariasi menurut preparatnya, termasuk gangguan koagulasi, toksisitas terhadap ginjal, dan cadangannya pada jaringan. HES berinteraksi dengan faktor Von-Willebrand, faktor VIII, dan fungsi trombosit. Larutan HES yang memiliki berat molekul yang lebih besar memiliki efek hemostatik yang merugikan dibandingkan dengan berat molekul yang lebih kecil. Pelarut yang dipakai bisa memiliki dampak tertentu, seperti Hespan (terlarut dalam saline) menyebabkan perubahan tromboelastografik daripada Hextend (terlarut dalam larutan balanced salt).12 Efek HES terhadap fungsi ginjal masih kontroversi, dengan laporan terbanyak bahwa toksisitas ginjal terhadap HES dapat muncul bila digunakan preparat HES yang sudah lama dan memiliki berat molekul besar.11 Tanda primer dari penyimpanan HES di jaringan adalah pruritus, yang terdapat pada 22% pasien. 10

Kristaloid versus Koloid

Ada banyak kontroversi mengenai penggunaan kristaloid dan koloid dalam terapi cairan, yang menjadi perdebatan kristaloid dengan koloid. Pendukung cairan koloid menunjukkan bahwa resusitasi menggunakan larutan kristaloid mengakibatkan dilusi protein plasma, disertai pengurangan tekanan onkotik plasma yang mengakibatkan masuknya cairan dari intravaskular ke kompartemen interstisial, dan mendukung terjadinya edema saluran gastrointestinal. Pemberian koloid setelah perdarahan akut (1 mL larutan koloid untuk tiap milliliter darah) dapat terjadi peningkatan tekanan pengisian yang cepat, peningkatan tekanan darah arterial, dan denyut jantung. 13

Pendukung cairan kristaloid berpendapat bahwa secara normal albumin masuk ke kompartemen interstisial paru secara bebas dan kemudian diangkut ke

7

Page 8: Terapi Cairan

sistem limfa untuk kembali ke dalam sirkulasi sistemik. Albumin tambahan dapat meningkatkan albumin yang diambil oleh kelenjar limfa. Larutan kristaloid yang isotonis merupakan larutan yang efektif untuk resusitasi tanpa adanya tambahan dari koloid. Argumen pemberian kristaloid versus koloid lainnya adalah resiko potensial akibat penggunaan HES dan harga HES yang lebih mahal daripada kristaloid. Ada banyak studi klinis mengenai kristaloid versus koloid pada beberapa tahun ini. Studi percobaan acak terbesar terhadap resusitasi cairan dengan saline versus albumin pada suatu populasi unit perawatan intensif dengan melibatkan 7000 pasien, menunjukkan tidak ada perbedaan outcome yang besar. 14

Namun pada kelompok pasien dengan cedera otak akibat trauma memiliki peningkatan angka mortalitas pada grup yang diberi resusitasi cairan dengan albumin. Meskipun mekanisme biologi masih belum jelas, akan lebih bijaksana untuk meminimalisir penggunaan albumin dan koloid lainnya pada populasi pasien ini. Pada akhirnya, terdapat kontroversi lain mengenai koloid yang paling superior, sebuah debat koloid versus koloid.

Strategi Cairan Perioperatif

Pendekatan tradisional terhadap manajemen cairan perioperatif sudah berkembang sejak lebih dari 40 tahun yang lalu. Pendekatan ini dibuat untuk terapi awal. Pemilihan cairan dan kecepatan pemberian cairan harus disesuaikan untuk mencapai hasil yang fisiologis, menggunakan observasi yang seksama terhadap respon pasien sebagai dasar modifikasi berikutnya.

Cairan Rumatan Rutin

Cairan rumatan rutin dijelaskan untuk pasien pasca operasi dengan berat badan 25 kg dan 90 kg (tabel 23-6). Contoh ini didasarkan pada teori 4-2-1 (lihat tabel 23-4).

Tabel 23-6 Perhitungan Kebutuhan Cairan Rumatan dengan Cara 4-2-1

Contoh 1: pasien 25 kg, cairan rumatan: 65 ml/jamBerat Badan Kecepatan cairan

(mL/kg)Kategori Berat Badan (kg)

Cairan (mL/jam)

0-10 4 10 4011-20 2 10 2021+ 1 5 5Total - 25 65

Contoh 1: pasien 90 kg, cairan rumatan: 130 mL/jamBerat Badan Kecepatan cairan

(mL/kg)Kategori Berat Badan (kg)

Cairan (mL/jam)

0-10 4 10 4011-20 2 10 2021+ 1 70 70Total - 90 130

8

Page 9: Terapi Cairan

Cairan Intraoperatif Rutin

Kunci pada pendekatan tradisional termasuk penggantian defisit preoperative, cairan rumatan, cairan third space, kehilangan insensible, dan perdarahan (tabel 23-7). Kebutuhan total cairan memiliki komposisi dari compensatory intravaskular volume expansion (CVE), penggantian defisit, cairan rumatan, penggantian yang hilang (contoh perdarahan), dan substitusi untuk redistribusi cairan (contoh cairan third space):

Kecepatan cairan = CVE + defisit + pemberian rumatan + Loss + Third Space

Tabel 23-7 Perhitungan Cairan untuk Operasi Intra-abdominal Hipotesis dengan Kristaloid

Komponen Pengganti Cairan (mL)Waktu Kompensasi Defisit Rumatan Perdarahan* Third

SpaceJam Sekarang†

Kumulatif‡

Preinduksi 350 220 110 0 0 680 680I-Sǁ - 220 110 0 0 330 1010Jam pertama¶

220 110 300 350 980 1990

Jam kedua¶

220 110 300 350 980 2970

Jam ketiga¶

220 110 150 350 830 3800

Jam keempat ¶

0 110 0 200 310 4110

Dengan asumsi:- Berat pasien = 70 kg, hemoglobin awal 15 g/dl

- Ekspansi volume yang dikompensasi 5 ml/kg

- Cairan rumatan (dengan teori 4-2-1) = 110 ml/jam

- Defisit preoperative = kecepatan rumatan x 10 jam puasa

- Penggantian cairan kristaloid untuk perdarahan 250 ml = EBL x 3 = 750 ml

- Third space fluid loss = 5 mg/kg/jam untuk tiga jam pertama, 3 mg/kg/jam untuk jam berikutnya

- Pasien secara hemodinamik tampak stabil, dengan jumlah urin yang cukup

* menunjukkan penggantian cairan karena perdarahan†Cairan total yang diberikan selama jam tertentu‡Total akhir sejak awal kasusǁ Induksi sampai masuknya pembedahan intraabdominal (diasumsikan 1 jam)¶ Waktu operasiEBL, estimated blood loss; I-S, induksi sampai masuknya pembedahan intraabdominal (diasumsikan 1 jam); NPO, nil per os (puasa).

9

Page 10: Terapi Cairan

Kompensasi Ekspansi Volume Intravaskular Volume intravaskular biasanya harus disuplementasi untuk

mengkompensasi venodilatasi dan depresi jantung akibat tindakan anestesi. Peningkatan preload jantung dengan pemberian cairan intravaskular dengan keuntungan mekanisme Starling sering dapat mengembalikan volume sekuncup ke jumlah normal. Setelah operasi, venodilatasi dan depresi miokard berkurang secara cepat ketika pemberian anestesi dihentikan. Pasien yang memiliki gangguan respon jantung atau respon ginjal dapat terjadi hipervolemi akut. CVE dengan 5-7 mL/kgBB larutan balanced salt harus muncul sebelum atau bersamaan dengan onset dari anestesi.

Defisit Cairan

Defisit cairan adalah kebutuhan cairan rumatan dikalikan berapa jam sejak asupan terakhir (defisit NPO) ditambah hilangnya cairan lainnya yang belum digantikan (seperti muntah, diare). Ketika terjadi hipovolemia, cairan pengganti harus diberikan untuk menjaga tekanan arteri rerata (Mean Arterial Pressure), denyut jantung, dan tekanan pengisian hingga mendekati nilai normal sebelum dimulai induksi.

Cairan rumatan harus dapat memenuhi kebutuhan basal air dan elektrolit. Stimulasi saat pembedahan dapat mempengaruhi kadar katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Perubahan ini cenderung menurunkan sekresi dari insulin atau mengganggu penurunan kadar glukosa, sehingga dapat terjadi hiperglikemia. Jika larutan yang mengandung dekstrosa 5% diberikan secara parenteral selama operasi, akan terjadi hiperglikemia berat. Maka dari itu, cairan untuk mempertahankan volume darah tidak boleh mengandung dekstrosa.

Kehilangan cairan ke luar sel (contohnya darah, ascites) harus digantikan untuk menjaga volume darah tetap normal dan komposisi volume cairan ekstraselularyang normal. Perdarahan dapat digantikan dengan 3 ml larutan balanced salt atau NaCl 0.9% untuk tiap ml darah yang keluar.

Keluarnya elektrolit melalui saluran pencernaan bergantung pada lokasinya (lihat tabel 23-3). Hampir seluruh kehilangan cairan gastrointestinal berpindah pada saat pembedahan memasuki lumen usus dan perlu dipertimbangkan sebagai bagian dari deficit cairan. Evaporasi yang terjadi pada organ yang terpapar saat operasi terdiri dari air, sedangkan elektrolit menetap sehingga tubuh membutuhkan air lebih banyak.

Trauma pembedahan dan inflamasi dapat menyebabkan sekuestrasi cairan ekstraselularke ruang ketiga (third space) atau ruang interstisial. Hal ini dapat diatasi dengan penggantian cairan dengan kristaloid dengan kecepatan yang sesuai

10

Page 11: Terapi Cairan

dengan insisi bedah dan paparan (contohnya 4-6 ml/kgBB/jam untuk reseksi usus).

Manajemen Cairan Liberal versus Restriktif

Pada operasi paru, resiko terjadinya edema paru post pneumonektomi berubungan dengan jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh. Maka dari itu strategi pemberian cairan ‘kering’ atau ‘konservatif cairan’ dipakai pada pasien yang akan dilakukan pembedahan paru.+16 Pada pasien yang akan dilakukan reseksi hepar menggunakan pendekatan ‘low central venous pressure’.

Pemberian cairan perioperatif yang berlebihan dapat menyebabkan edema saluran pencernaan, yang berkontribusi untuk menjadi ileus. Pada kenyataannya, restriksi cairan perioperatif dapat meningkatkan pemulihan pasien pasca operasi gastrointestinal mayor elektif.17 Ada beberapa pendekatan terhadap restriksi cairan:

- Penggantian kehilangan darah berdasarkan ‘ml per ml’ dengan koloid

- Tidak diperlukan penggantian cairan yang keluar ke ruang interstisial/third space ataupun urin selama operasi

- Tidak diperlukan loading cairan sebelum analgesia epidural sebelum anestesi umum

- Pemberian bolus cairan koloid bila ada tanda hipovolemia

- Restriksi cairan pasca operasi disertai pemberian diuretik untuk meningkatkan berat badan diatas batas tertentu, misalnya 1 kg.

Regimen cairan yang digunakan pada restriksi cairan dapat dilihat pada tabel 23-8. Namun definisi regimen cairan ‘liberal’ dan ‘restriktif’ tidak memiliki standar tertentu, dan kepentingan manajemen terapi cairan bergantung pada stress akibat prosedur pembedahan. Sebagai contoh, pemberian cairan secara liberal dapat diberikan pada pasien yang menjalani operasi rawat jalan (resiko mual dan muntah pasca operasi dapat dikurangi), tetapi manajemen cairan lebih bijaksana dapat dibenarkan pada pasien yang menjalani operasi besar abdomen atau operasi paru. 4

Tabel 23-8 Perhitungan Cairan untuk Operasi Intra-abdominal Hipotesis dengan Restriksi Cairan

Waktu Defisit Rumatan Perdarahan* Third Space

Jam Sekarang†

Kumulatif‡

Preinduksi 500 110 0 0 610 610I-Sǁ 0 110 0 0 110 720Jam pertama¶

0 110 100 0 210 930

Jam kedua¶ 0 110 100 0 210 1240Jam ketiga¶ 0 110 50 0 160 1400

11

Page 12: Terapi Cairan

Jam keempat¶

0 110 0 0 110 1510 (termasuk 250 ml koloid

Dengan asumsi:- Berat pasien = 70 kg, hemoglobin awal 15 g/dl

- Ekspansi volume yang dikompensasi 5 ml/kg

- Cairan rumatan (dengan teori 4-2-1) = 110 ml/jam

- Defisit preoperative = penggantian dengan kristaloid 500 ml

- Penggantian cairan kristaloid untuk perdarahan 250 ml = EBL = 250 ml

- Third space fluid loss = tidak diganti

- Pasien secara hemodinamik tampak stabil, dengan jumlah urin yang cukup* menunjukkan penggantian cairan karena perdarahan†Cairan total yang diberikan selama jam tertentu‡Total akhir sejak awal kasusǁ Induksi sampai masuknya pembedahan intraabdominal (diasumsikan 1 jam)¶ Waktu operasiEBL, estimated blood loss; I-S, induksi sampai masuknya pembedahan intraabdominal (diasumsikan 1 jam); NPO, nil per os (puasa).

Pengawasan Terapi Cairan Secara Adekuat

Strategi apapun yang digunakan untuk terapi cairan, ahli anestesi harus siap sedia untuk mengatur komposisi dan jumlah cairan yang akan diberikan ke pasien. Evaluasi terhadap status volume intravaskular merupakan suatu tantangan terutama bila tidak tersedia alat monitor invasif. Obat-obat anestesi dapat menyebabkan hipotensi dan bisa menyamarkan tanda hipovolemia seperti takikardi. Kurangnya produksi urin intraoperatif tidak selalu menandakan hipovolemia. Apabila perdarahan selama operasi dapat diabaikan, pemeriksaan hemoglobin serial dapat diperiksa. Dengan arterial line, analisis perubahan respirasi selama ventilasi tekanan positif (contoh variasi tekanan sistolik) dapat berguna untuk memperkirakan respon cairan.18 Pada akhirnya, penggunaan monitor untuk mengukur central venous pressure, pulmonary artery pressure, curah jantung, atau ekokardiografi transesofagus dapat digunakan untuk mengakses status volume dan sebagai penuntun pada terapi cairan perioperatif.

Sebagai ringkasan, manajemen terapi cairan dapat mempengaruhi angka mortalitas dan morbiditas intraoperatif dan post operatif. Penyediaan cairan intravaskular yang cukup dibutuhkan untuk perfusi organ vital yang adekuat. Meskipun pertimbangan kuantitatif penting, kapasitas pembawa oksigen, faktor koagulasi, dan elektrolit dan keseimbangan asam basa juga merupakan hal yang penting. Jawaban pasti mengenai jumlah cairan yang akan diberikan, dan solusi terbaik (kristaloid versus koloid) untuk resusitasi dan rumatan belum tersedia saat ini; penilaian secara klinis masih menjadi acuan untuk memberikan manajemen cairan yang optimal.

12

Page 13: Terapi Cairan

Pertanyaan Hari Ini

1. Bagaimana distribusi total body water (TBW) normal pada orang dewasa? Berapa perbandingan plasma dengan cairan interstisial yang normal?

2. Bagaimana caranya larutan dekstrosa 5% didistribusikan ke dalam TBW?3. Apa resiko dari pemberian dekstran intravena?4. Hal apa yang paling penting dari HES dengan memperhatikan durasi kerja

dan efek sampingnya?5. Apa perbedaan dari strategi pemberian cairan secara liberal dan restriktif?

Keadaan pasien yang bagaimana yang dapat mendapatkan keuntungan dari pemberian cairan secara restriktif?

Penghormatan

Penerbit dan editor mengucapkan terima kasih kepada dr. Alicia G. Kalamas untuk kontribusinya terhadap topik ini.

13

Page 14: Terapi Cairan

DAFTAR PUSTAKA

1. Rhoades RA, Tanner GA: Medical Physiology, Boston, 1995, Little, Brown, pp 448–449.

2. Powell-Tuck J, Gosling P, Lobo DN, et al: British Consensus Guidelines on Intravenous Fluid Therapy for Adult Surgical Patients (GIFTASUP), 2008. Retrieved February 28, 2010 from http://www.ics.ac.uk/intensive_care_professional/standards_and_guidelines/british_consensus_guidelines_on_intravenous_fluid_therapy_for_adult_surgical_patients__giftasup__2008.

3. Jacob M, Chappell D, Conzen P, et al: Blood volume is normal after preoperative overnight fasting, Acta Anaesthesiol Scand 52:522–529, 2008.

4. Chappell D, Jacob M, Hofmann-Kiefer K, et al: A rational approach to perioperative fluid management, Anesthesiology 109:723–740, 2008.

5. Rocha e Silva M, Velasco IT, Portirio MF: Hypertonic saline resuscitation: Saturated salt-dextran solutions are equally effective, but induce hemolysis in dogs, Crit Care Med 18:203, 1990.

6. Tuullis JL: Albumin. Background and uses, JAMA 237:355, 1977.7. Boldt J: Use of albumin: An update, Br J Anaesth 104:276–284, 2010.8. Ibister JP, Fisher MM: Adverse effects of plasma volume expanders, Anaesth

Intensive Care 8:145, 1980.9. Mangar D, Gerson JI, Constantine RM, et al: Pulmonary edema and

coagulopathy due to Hyskon (32% dextran-70) administration, Anesth Analg 68:686–687, 1989.

10. Bailey AG, McNaull PP, Jooste E, et al: Perioperative crystalloid and colloid fluid management in children: Where are we and how did we get here? Anesth Analg 10:375–390, 2010.

11. Westphal M, James MF, Kozek-Langenecker S, et al: Hydroxyethyl starches: Different products—different effects, Anesthesiology 111:187–202, 2009.

12. Martin G, Bennett-Guerrero E, Wakeling H, et al: A prospective, randomized comparison of thromboelastographic coagulation profile in patients receiving lactated Ringer’s solution, 6% hetastarch in a balanced-saline vehicle, or 6% hetastarch in saline during major surgery, J Cardiothorac Vasc Anesth 16:441–446, 2002.

13. McIlroy DR, Kharasch ED: Acute intravaskular volume expansion with rapidly administered crystalloid or colloid in the setting of moderate hypovolemia, Anesth Analg 96:1572–1577, 2003.

14. SAFE Study Investigators: Finfer S, Bellomo R, Boyce N, et al: A comparison of albumin and saline for fluid resuscitation in the intensive care unit, N Engl J Med 350:2247–2256, 2004.

15. SAFE Study Investigators: Myburgh J, Cooper DJ, Finfer S, et al: Saline or albumin for fluid resuscitation in patients with traumatic brain injury, N Engl J Med 357:874–884, 2007.

14

Page 15: Terapi Cairan

16. Holte K, Sharrock NE, Kehlet H: Pathophysiology and clinical implications of perioperative fluid excess, Br J Anaesth 89:622–632, 2002.

17. Joshi GP: Intraoperative fluid restriction improves outcome after major elective gastrointestinal surgery, Anesth Analg 101:601–605, 2005.

18. Magder S: Clinical usefulness of respiratory variations in arterial pressure, Am J Respir Crit Care Med 169:151–155, 2004.

15