Teori Pertanggungjawabanghghgh

19
Teori Pertanggungjawaban 1. Pengertian Pertanggungjawaban Secara etimologi pertanggungjawaban berasal dari kata “tanggung jawab”. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan tanggung jawab sebagai “keadaan wajib menanggung segala sesuatunya”. 1 Ada beberapa derivasi dari kata tanggung jawab, seperti: tanggung jawab, mempertanggung jawabkan, penanggung jawab, dan pertanggungjawaban. Bertanggung jawab dalam fungsinya sebagai kata kerja berarti kewajiban memikul tanggung jawab. Sebagai kata sifat berarti kesediaan untuk memikul tanggung jawab. Mempertanggungjawabkan adalah kata kerja yang bermakna memberikan jawaban dan menanggung segala akibat yang timbul dalam masalah yang dijawab tersebut. Penanggung jawab adalah kata benda yang berarti orang yang memikul tanggung jawab untuk suatu tugas, pekerjaan atau jabatan.sedangkan pertanggungjawaban bermakna perbuatan 1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 999

description

hghghg

Transcript of Teori Pertanggungjawabanghghgh

Page 1: Teori Pertanggungjawabanghghgh

Teori Pertanggungjawaban

1. Pengertian Pertanggungjawaban

Secara etimologi pertanggungjawaban berasal dari kata “tanggung jawab”. Kamus

Besar Bahasa Indonesia mengartikan tanggung jawab sebagai “keadaan wajib

menanggung segala sesuatunya”.1 Ada beberapa derivasi dari kata tanggung jawab,

seperti: tanggung jawab, mempertanggung jawabkan, penanggung jawab, dan

pertanggungjawaban. Bertanggung jawab dalam fungsinya sebagai kata kerja berarti

kewajiban memikul tanggung jawab. Sebagai kata sifat berarti kesediaan untuk

memikul tanggung jawab. Mempertanggungjawabkan adalah kata kerja yang

bermakna memberikan jawaban dan menanggung segala akibat yang timbul dalam

masalah yang dijawab tersebut. Penanggung jawab adalah kata benda yang berarti

orang yang memikul tanggung jawab untuk suatu tugas, pekerjaan atau

jabatan.sedangkan pertanggungjawaban bermakna perbuatan bertanggung jawab atau

sesuatu yang dipertanggungjawabkan.2

Kamus Hukum Black Laws Dictionary mencantumkantiga kata yang

diasosiasikan pada istilah Indonesia “pertanggungjawabaan”, yaitu: responsibility,

liability, accountability. Ketiga kata itu dijelaskan sebagai berikut:

Accountable, adj. responsible, answerable

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 9992 Ibid,

Page 2: Teori Pertanggungjawabanghghgh

(The company was held accountable for the employees negligence

perusahaan tersebut bertanggung jawab terhadap kelalaian pegawai itu -

accountability, noun3).

Liability (noun) 1. The quality of the stateof being legally obligated or

accountable; legal responsibility to another or to society, onforceable by eint

remedy or criminal punishment liability for injures law by negligence - also

termed legal liability.4

(liability (kata benda) 1. Kualitas atau keadaan yang secara hukum diwajibkan

atau bertanggung jawab; pertanggungjawaban hukum terhadap orang lain atau

terhadap masyarakat, dapat dipaksakan oleh pegawai sipil atau hukum

criminal.

Responsibility (noun), 1. Liability 2. Criminal law, a personal mental ritness

to answer in court for his or her action. 3 criminal law brief – also termed (in

sense 2 & 3). Criminal responsibility – responsible – adjective.5

(Responsibility (kata benda) 1. Liability 2. Hukum pidana, kemampuan mental

untuk menjawab di pengadilan karena tindakan-tindakannya. 3. Hukum

pidana. Kesalahan- juga diistilahkan (dalam pengertian 2 & 3)

pertanggungjawaban pidana.

Kutipan dari kamus hokum Black Laws Dictionary di atas menunjukkan bahwa

kata accountability dipakai untuk pertanggungjawaban secara umum atau

3 Bryiam A. Gardner (ed). Blacks Laws Dictionary...... hlm. 194 Ibid, hlm. 9255 Ibid, hlm. 1314

Page 3: Teori Pertanggungjawabanghghgh

pertanggungjawaban dengan makna yang luas. Liability digunakan untuk

pertanggungjawaban dalam bidang hokum (secara umum). Dengan kata lain liability

merujuk pada makna pertanggungjawaban hokum. Sedang responsibility lebih sering

digunakan untuk pertanggungjawaban hukum pidana. Karena itu, Webster

mengartikan accountability sebagai “the atate of being accountable, responsible, or

liable” (keadaan bertanggung jawab dalam makna accountable, responsible, atau

liable).

Bila dibandingkan dengan pengertian tanggung jawab dalam bahasa Indonesia,

terlihat bahwa kosakata Indonesia hanya mengenal satu istilah dasar saja yaitu,

tanggung jawab. Untuk membedakannya dengan berbagai variasi makna tanggung

jawab itu diasosiasikan, bila diasosiasikan dengan hokum dapat dipakai istilah

tanggung jawab/ pertanggungjawaban hokum/ diasosiasikan dengan politik dipakai

istilah tanggung jawab tanggung jawab/ pertanggungjawaban politik. Sehingga dalam

khazanah bahas Indonesia akan dijumpai istilah pertanggungjawaban politik,

pertanggung jawaban moral, pertanggung jawaban sosial, dan sebagainya.

Bentuk-bentuk Pertanggungjawaban Pemerintah

Pertanggungjawaban pemerintah dapat dilihat dari berbagai segi. Misalnya dari

segi moral,sosial , agama, hokum, politik dan sebagainya. Dilihat dari tema tulisan

ini, yang terpenting dari semua itu adalah pertanggungjawaban dari segi politik atau

pertanggungjawaban hukum. Kedua bentuk pertanggungjawaban ini dianggap

penting karena ketiganya mempunyai ukuran-ukuran yang dapat dilihat dan

Page 4: Teori Pertanggungjawabanghghgh

dilaksanakan pada tataran praktis. Serta membawa akibat-akibat berupa perubahan

dalam lapangan hak dan kewajiban dari pemerintah sebagai penyelenggara

pemerintahan.

a. Pertanggungjawaban Politik

Gagasan pertanggungjawaban politik dapat dilacak pada sistem pemerintahan

dalam demokrasi parlementer, sebab, pertanggungjawaban politik dan sistem

pemerintahan parlementer merupakan dua hal yang berkaitan satu samalain. Pada

sistem parlementer, parlemen dipandang sebagai penjelmaan dari kedaulatan rakyat.

Karena itu, pada prinsipnya parlemen merupakan pemegang kekuasaan tertinggi

dalam negara. Di negara Inggris, misalnya, dijumpai istilah “the supremacy of

parlement”. Demikian besarnya kekuasaan parleman di Inggris sehingga pernah

dikatakan bahwa “parlemen Inggris dapat melakukan apa saja kecuali mengubah pria

menjadi wanita atau sebaliknya”. Parlemen merupakan sebuah lembaga politik.

Sebagai penjelmaan kehendak rakyat parlemen mengontrol pelaksanaan

pemerintahan. Parlemen berwenangmenilai adakah kebijakan-kebijakan yang

dijalankan pemerintah sesuai dengan kehendak rakyat atau tidak. Penilaian itu

didasarkan atas laporan pertanggungjawaban yang disampaikan pemerintah. Karena

itu yang dinilai oleh parlemen sebagai pemegang kedaulatan yang mereka wakili.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa yang dinilai adalah persoalan kebijakan.

Sehubungan dengan ini dapat dikutip pendapat yang dikemukakan Miriam Budiardjo

yang mengistilahkan pertanggungjawaban politik dengan accountability. Menurutnya

Page 5: Teori Pertanggungjawabanghghgh

accountability adalah pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk

memerintah kepada mereka yang diberi mandat itu. Dalam teori politik tradisional

rakyatlah yang memberi mandat kepada pihak lain untuk memerintah dan pemerintah

bertanggung jawab kepada rakyat. Budiardjo melanjutkan, “accountability´dapat

ditafsirkan secara luas sebagai pertanggung jawaban politik”.6

Selanjutnya, apa yang menjadi substansi dari pertanggung jawaban politik itu?

Mengingat pendapat Budiardjo di atas, berarti pertanggungjawaban politik adalah

pertanggung jawaban tentang bagaimana kekuasaan pemerintah diselenggarakan.

Bagaimana kekuasaan pemerintah diselenggarakan berarti mempersoalkan kebijakan

pemerintah. Bagir Manan menyatakan:7

“……… dalam sistem parlementer pemerintah mempertanggungjawabkan segala tindakan penyelenggaraan pemerintahan. Pertanggungjawaban ini tidak berkaitan dengan suatu pelanggaran, tetapi berkaitan dengan kebijakan (beleid)”.

Yang dimaksud dengan kebijakan (beleid) dirumuskan secara tegas oleh

Budiardjo sebagai8

”suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan itu”.

Berkenaan dengan pelaksanaan dari beleid (kebijakan) itu Budiardjo menyatakan

“pada prinsipnya pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai

kekuasaan untuk melaksanakannya.9

6 Miriam Budiarjo, 1998, Menggapai Kedaulatan Rakyat, Mizan, Bandung, hlm. 1077 Bagir Manan, 1999, Lembaga Kepresidenan, Gema Media, Yogyakarta, hlm. 1118 Miriam Budiarjo, 1989, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta.9 Ibid.

Page 6: Teori Pertanggungjawabanghghgh

Dalam perkembangan, praktik tampaknya tidak lagi membatasi

pertanggungjawabanpolitik pada persoalan-persoalan kebijakan pemerintah. Di

Inggris, misalnya sampai pada abad ke-18 dikenal adanya lembaga Impeachment.

Impeachement dalam pengertian ini adalah:10

“A criminal proceeding against a public officer, before a quasi political court, instituted by a written accusation called article of impeachement” (suatu proses kriminal terhadap pejabat negara, di hadapan semi peradilan politik yang dilembagakan melalui ketentuan tertulis yang disebut “article of impeachement”)

Pada waktu itu para menteri mempertanggungjawabkan secara hokum tindakan-

tindakan dalam bidang pemerintahan melalui impeachement (pemdakwaan) yang

dilakukan olej majelis rendah (House of Commons) di hadapan majelis tinggi (House

of Lords). Setelah abad ke-18, impeachement ini tidak pernah lagi digunakan di

Inggris karena dipandang tidak lagi diperlukan dan dianggap ketinggalan zaman.

Salah satu sebab ditinggalkannya impeachement adalaha karena berkembangnya

sistem pertanggungjawaban menteri kepada parlemen (sistem parlementer).11

Sejarah ketatanegaraan Indonesia pertama kali mengenal sistem parlementer ini

padapenghujung tahun 1945, melalui maklumat pemerintah tanggal 14 November

1945. Dalam maklumat tersebut ditegaskan bahwa “yang terpenting dalam

perubahan-perubahan susunan kabinet baru itu ialah bahwa tanggung jawab adalah di

tangan menteri. Dengan maklumat tersebut dibentuklah Kabinet Sjahrir. Maklumat

ini telah mengubah sistem pertanggungjawaban pemerintahan. Semula, berdasarkan

10 Bagir Manan, 1987, Konvensi Ketatanegaraan, Armico, Bandung, hlm. 49

11 Ibid.

Page 7: Teori Pertanggungjawabanghghgh

UUD 1945 tidak dikenal sistem pertanggung jawaban menteri kepada badan

perwakilan, yang dikenal adalah pertanggungjawaban Presiden. Tapi dengan

keluarnya maklumat tersebut, dikenal lembaga perdana menteri, yang sejak saat itu

bertanggung jawab kepada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat

(BPKNIP) yang bertindak atas nama KNIP sebagai Badan Perwakilan Sementara.

Perubahan dalam sistem ketatanegaraan ini tidak didasarkan pada perubahan

ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945. Atas UUD yang sama telah dilahirkan praktik

ketatanegaraan yang berbeda. Pembenaran terhadap hal ini, menurut Ismail Suny

dapat disandarkan pada konvensi ketatanegaraan. Sehubungan dengan itu Suny

menulis:12

“….. perubahan itu sesungguhnya dengan konvensi ketatanegaraan yang melengkapi hokum konstitusi. Dalam hal ini, mungkin karena tidak ada suatu ketentuan yang mengharuskan pertanggungjawaban eksekutif kepada parlemen dan teks UUD 1945 tidak melarang praktik sedemikian itu.”

Sistem parlementer ini dilanjutkan dalam konstitusi RIS 1949 dan diteruskan

dalam UUDS 1950. Sejarah ketatanegaraan Indonesia juga mencatat banyak kabinet

yang jatuh dalam periode diterapkannya UUDS 1950.

b. Pertanggungjawaban Hukum

Untuk menelaah pertanggungjawaban hukum pemerintah pertama-tama dapat

dikemukakan bahwa pada garis besarnya tindakan pemerintah dapat dikelompokkan

menjadi dua golongan besar yaitu:13

12 13 Bahsan Mustafa, 2001, Sistem Hukum Administrasi Indonesia, Ritra Aditya Bahkti, Bandung, hlm. 60

Page 8: Teori Pertanggungjawabanghghgh

1. Tindakan membentuk undang-undang dan peraturan, yang merupakan

tindakan dalam bidang politik (taakstelling). Ini merupakan lapangan

pekerjaa elite politik pemerintah.

2. Tindakan melaksanakan undang-undang dan peraturan yang merupakan

tugas teknik (verwezenlijking). Ini merupakan lapangan pekerjaan dari

aparat pemerintah.

Pada uraian dibawah akan dibahas dua bentuk utama pekerjaan pemerintah

tersebut, dimulai dari yang kedua.

Tindakan yang dilakukan aparat pemerintah secara teoritis pertama-tama dapat

dibedakan antara tindakan biasa atau tindakan hukum. Tindakan biasa, atau sering

juga disebut tindakan materiil adalah tindakan yang tidak dimaksudkan tidak

menimbulkan akibat hukum, meskipun mungkin saja menimbulkan akibat hukum.

Tindakan hukum selanjutnya dapat dibedakan lagi menjadi tindakan hukum intern

(yang ditujukan kedalam lingkup organisasi pemerintah) dan tindakan hukum ekstern

( yang ditujukan keluar). Tindakan hukum ekstern dibagi dua lagi, yaitu yang bersifat

sepihak dan bersifat dua pihak. Dua pihak, maksudnya lahirnya akibat hukum yang

dikehendaki menghajatkan keterlibatan dua pihak walaupun tindakan itu diatur dalam

lapangan hukum publik. Bersifat sepihak apabila lahirnya akibat hukum yang

dikehendaki semata-mata tergantung pada satu pihak saja, dalam hal ini adalah

pemerintah. Tindakan yang bersifat sepihak dibedakan lagi menjadi tindakan hukum

yang bersifat umum dan yang bersifat individual. Bersifat umum maksudnya tindakan

Page 9: Teori Pertanggungjawabanghghgh

tersebut ditujukan kepada umum. Sedang bersifat individual maksudnya tindakan itu

ditujukan pada individu atau kelompok individu tertentu. Yang ditujukan secara

individual tersebut berisi persoalan konkret ataupun persoalan yang masih abstrak.

Perbedaan berbagai tindakan pemerintah tersebut menimbulkan perbedaan

pertanggungjawaban. Perbuata materiil dapat menimbulkan tanggungjawab hukum,

hukum perdata. Demikian pula halnya dengan tindakan hukum ekstern yang bersifat

perdata tentunya menimbulkan tanggung jawab hukum perdata pada pemerintah.

Sedang tindakan hukum publik yang bersifat sepihak ditujukan secara individual dan

mengatur hak yang konkret dapat digugat menurut hukum positif Indonesia melalui

pengadilan administrasi. Dengan kata lain, tindakan pemerintah dengan kriteria

seperti terakhir ini menimbulkan tanggungjawab hukum administrasi.

Tindakan elit pemerintahan seperti diatas mencakup bidang pembuatan

peraturan dan uu. Pembuatan undang-undang dan peraturan merupakan lapangan

politik dari pekerjaan pemerintah. Lapangan politik ini diatur oleh hukum tata negara.

Sehubungan dengan inilah dikenal pertanggungjawaban dalam hukum tata negara.

Pertanggungjawaban dalam bidang hukum tata negara dalam beberapa konstitusi

negara-negara di dunia merupakan alasan untuk melakukan impeachment terhadap

pemerintah. Konstitusi Jerman misalnya, dalam artikel 61 ayat (1) menyatakan:

“The bundestag or the bundesrat may impeach the federal constitutional court for wilful violation of this basic law or any other federal statute.”

Page 10: Teori Pertanggungjawabanghghgh

(bundestag atau bundesrat dapat mendakwa Presiden federal dihadapan mahkamah konstitusi federal karena pelanggaran yang sengaja terhadap undang-undang dasar ini ataupun uu federal dalam bidang hukum apapun

Ketentuan konstitusi Jerman diatas dengan tegas menyatakan bahwa elemen

pelanggaran yang dijadikan dasar untuk impeachment meliputi bidang hukum tata

negara terdapat pada kata-kata (of this basic law or any other federal statute.)

Selain pertanggungjawaban hukum tata negara pemerintah dapat pula didakwa

atau pelanggaran hukum pidana sehingga dikenal pertanggungjawaban hukum pidana

dari pemerintah. Pemerintah dapat didakwa dan diberhentikan dari jabatannya apabila

dalam proses yang bersifat quasi peradilan yang digelar untuk itu terbukti melakukan

tindak pidana. Konstitusi-konstitusi modern biasanya mengatur tentang

pertanggungjawaban pidana pemerintah ini. Konstitusi AS misalnya, dalam artikel II

seksi 4 menyatakan:

“The President, vice President, and all civil officer of the United States, shall be removed from office on impeachment for an conviction of treason, bribery, or other high crimes and misdamenours”

(Presiden, wakil Presiden dan semua pejabat negara Amerika Serikat akan diberhentikan dari jabatannya karena melakukan tindak pidana penghianatan terhadap negara, tindak pidana penyuapan atau kejahatan tingkat tinggi lainnya dan pelanggaran kesusilaan)

Atas dasar ketentuan ini dapat dinyatakan bahwa di Amerika Serikat

pertanggungjawaban hukum pemerintah hanya sebatas pertanggungjawaban hukum

pidana (ditambah masalah pelanggaran kesusilaan).

Page 11: Teori Pertanggungjawabanghghgh

Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Persoalan pertanggungjawaban hukum

pemerintah ini diatur dalam Pasal 7A UUD 1945 amandemen. Pasal 7A tersebut

menyatakan:

“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”

Kutipan diatas menunjukkan bahwa pertanggungjawaban hukum pemerintah

menurut UUD 1945 hasil amandemen adalah pertanggungjawaban hukum pidana.

Andaipun frase”.... apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden

dan/atau Wakil Presiden” dipandang sebagai indikasi turut sertanya pertimbngan

hukum tatanegara dalam masalah ketentuan pemberhentian Presiden, namun itu tidak

dapat dipandang sebagai pertanggungjawaban hukum dari Presiden. Sebab apabila

dipandang sebagai pertanggungjawaban hukum tentu rumusannya harus senapas

dengan frase yang mendahuluinya: “....baik apabila terbukti melakukan pelanggaran

hukum berupa...., dan seterusnya”. Frase “tidak lagi memenuhi syarat” tersebut

tampaknya harus ditafsirkan sebagai perubahan dalam kemampuan Presiden (seperti

sakit, cacatdan sebagainya ) yang tidak berkaitan dengan pertanggungjawaban hukum

yang harus dipikul oleh Presiden.

Satu hal yang harus diingat dalam pertanggungjawaban ini adalah adanya

proses yang bersifat peradilan. Artinya, dalam pembuktian tentang terjadi atau

tidaknya unsur yang didakwakan tersebut terdapat penilaian hukum. Dengan

Page 12: Teori Pertanggungjawabanghghgh

pembuktian menurut tata cara pengadilan. Karena itu harus jelas unsur objektifnya

seperti elemen perbuatan, elemen akibat hukum, elemen melawan hukum

(onrechtmatigheid), serta unsur-unsur subjektif (dader) seperti elemen kesalahan,

pemberat, peringan. Selain itu harus ada yang bertindak sebagai penuntut dan ada

yang bertindak sebagai pemutus. Proses penilaian hukum inilah yang disebut proses

peradilan tata negara menurut tradisi impeachment seperti di AS dan beberapa negara

lainnya.

Inilah yang membedakan pertanggungjawaban hukum yang disampaikan dalam

rangka pengawasan hukum dengan pertanggungjawaban politik yang diberikan dalam

rangka pengawasan politik. Sebab, pengawasan hukum ditujukan untuk mengetahui

apakah wewenang sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,

sementara pengawasan politik digunakan untuk mengukur segi-segi kemanfaatan.