TEORI PERKEMBANGAN AGAMA
Click here to load reader
Transcript of TEORI PERKEMBANGAN AGAMA
![Page 1: TEORI PERKEMBANGAN AGAMA](https://reader037.fdokumen.com/reader037/viewer/2022100517/5571fab9497959916992f21b/html5/thumbnails/1.jpg)
TEORI PERKEMBANGAN AGAMA
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari sebuah agama. Agama
adalah suatu ajaran atau keyakinan yang harus dipercayai. Di samping itu agama
bisa kita jadikan pedoman dan petunjuk dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
adanya agama kita bisa mengetahui dan membedakan antara hal-hal yang baik dan
yang buruk. Di sisi lain dengan agama, kita bisa tahu tentang syari’at-syari’at
(peraturan) dan tata cara dalam kehidupan sehari-hari.
Seiring dengan bergulirnya sang waktu, agama selalu mengalami
perkembangan yang signifikan. Terbukti dengan adanya salah satu kejadian,
misalnya; terjadinya perbedaan jatuhnya hai Raya Idul Fitri.
Oleh karena itu, agama muncul untuk membantu menjawab masalah-
masalah yang menjadi perhatian paling utama.
B. Definisi Agama
Pada dasarnya tidak ada istilah yang tepat untuk mendefinisikan agama
pada umumnya, tetapi dalam makalah ini akan sedikit kami paparkan definisi
agama dalam The Encyclopedia of Philosophy:
Menurut James Martineau; “Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan
yang selalu hidup, yakni kepada Jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam
semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.”
Sedangkan menurut Herbert Spencer; “Agama adalah pengakuan bahwa
segala sesuatu adalah manifestasi dari Kuasa yang melampaui pengetahuan
kita.” [1]
Mukti Ali sendiri menegaskan bahwa agama adalah “percaya pada Tuhan
Yang Maha Esa” atau definisi agama dari Argyle dan Bait-Hallami yang berkata
bahwa agama adalah “sistem kepercayaan pada kuasa Ilahi atau di atas manusia,
dan praktik pemujaan atau ritual lainnya yang diarahkan kepada kuasa
tersebut.”[2]
![Page 2: TEORI PERKEMBANGAN AGAMA](https://reader037.fdokumen.com/reader037/viewer/2022100517/5571fab9497959916992f21b/html5/thumbnails/2.jpg)
Di sisi lain Batson, Schoenrade, dan Ventis mendefinisikan agama secara
fungsional: “Agama adalah apa saja yang kita lakukan sebagai individu dalam
usaha kita mengatasi masalah-masalah yang kita hadapi karena kita sadar bahwa
kita, dan yang lain seperti kita, hidup dan bakal mati.” [3]
Menurut Freud, ‘Agama ditandai dengan dua ciri yang menonjol:
kepercayaan yang kuat pada Tuhan dalam sosok bapak dan ritus-ritus wajib yang
dijalankan secara menjelimet (rumit).” [4] Freud menyimpulkan, bahwa
kepercayaan dan praktik keagamaan berakar pada pengalaman universal kanak-
kanak. Karena pada usia dini, anak-anak menganggap orangtua, terutama bapak
sebagai orang yang mahatahu dan mahakuasa. Pada masa ini, orangtua memberi
perlindungan dan kasih sayang yang penuh untuk anak-anak mereka. Hal ini
dilakukan oleh para orangtua mereka, agar anak-anak mereka merasa tentram dan
nyaman berada di sisi orangtua mereka.
Menurut Freud, “Agama adalah ilusi.” Hal ini berarti bahwa agama adalah
hasil pemuasan keinginan dan bukan hasil pengamatan dan pemikiran.[5] Lebih
dari itu, agama adalah ilusi yamg berbahaya baik bagi individu maupun
masyarakat. Individu yang diajari dogma agama pada usia dini dan keudian
dihambat untuk berpikir kritis terhadapnya, besar kemungkunan akan didomonasi
oleh hambatan-hambatan berpikir dan akan mengendalikan impulsnya melalui
represi yang ditimbulkan oleh ketakutan.
C. Kebenaran Datangnya Agama
Agama sesungguhnya tidak mudah diberikan definisi atau dilukiskan,
karena agama mengambil beberapa bentuk yang bermacam-macam diantara suku-
suku dan bangsa bangsa di dunia. Watak agama adalah suatu subyek yang luas
dan kompleks yang hanya dapat ditinjau dari pandangan yang bermacam-macam
dan membingungkan. Akibatnya, terdapatlah keanekaragaman teori tentang watak
agama seperti teori antropologi, sosiologi, psikologi, naturalis dan teori kealaman.
Sebagai akibat dari keadaan tersebut, tak ada suatu definisi tentang agama yang
dapat diterima secara universal.Kesulitan memahami realitas agama salah satunya
direspon oleh The Encyclopedia of Philosophy dengan memberikan daftar
komponen-komponen agama. Menurut Encyclopedia itu, agama mempunyai ciri-
![Page 3: TEORI PERKEMBANGAN AGAMA](https://reader037.fdokumen.com/reader037/viewer/2022100517/5571fab9497959916992f21b/html5/thumbnails/3.jpg)
ciri khas (characteristic features of religion) sebagai berikut : 1. Kepercayaan
kepada wujud supranatural (Tuhan). 2. Pembedaan antara yang sakral dan yang
profan.3. Tindakan ritual yang berpusat pada obyek sakral.4. Tuntunan moral
yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan.5. Perasaan yang khas agama (takjub,
misteri, harap, cemas, merasa berdosa, memuja) yang cenderung muncul di
tempat sakral atau diwaktu menjalankan ritual, dan kesemuanya itu dihubungkan
dengan gagasan Ketuhanan.6. Sembahyang atau doa dan bentuk-bentuk
komunikasi lainnya dengan Tuhan.7. Konsep hidup di dunia dan apa yang harus
dilakukan dihubungkan dengan Tuhan.8. Kelompok sosial seagama, seiman atau
seaspirasi. Bicara soal agama, bagaimana pun juga, tidak bisa tidak kita harus
terlebih dahulu memahami definisi agama. Dalam bahasa Arab agama disebut
‘Din’ yang secara bahasa berarti ketaatan, perilaku, hukum dan peraturan dsb.
Dalam istilah, Din berarti keyakinan kepada Sang Pencipta manusia dan alam
semesta serta ajaran-ajaran amaliah yang sesusai dengan keyakinan ini. Atas dasar
ini orang yang tidak meyakini adanya Sang Pencipta dan menganggap segala
fenomena alam ini sebagai kejadian spontan atau semata-mata terjadi karena
interaksi alam natural disebut sebagai orang yang tak beragama (ateis). Sebaliknya
orang yang menyakini adanya Sang Pencipta alam semesta disebut sebagai orang
yang beragama. Sekalipun keyakinannya atas ritual-ritual agamanya mengalami
penyimpangan dan khurafat. Maka dari itu, agama terbagi menjadi hak dan
batil.Din juga dapat didefinisikan sebagai peraturan Allah yang membawa orang-
orang berakal kearah kebahagiaan dunia dan akhirat, yang mencakup masalah
aqidah dan amal. Ia adalah suatu sistem yang mencakup peraturan-peraturan yang
menyeluruh, serta merupakan “undang-undang” yang lengkap dalam semua
urusan hidup manusia untuk kita terima dan mengamalkannya secara total.
Agama adalah tata-tertib yang mengatur hubungan antara makhluk dengan
Kahlik-Nya. Ia mengandung petunuk-petunjuk hidup manusia duniawi dan
ukhrawi. Sebagian orang memberi penilaian benar atau tidaknya sebuah agama,
sengat tergantung pada kehadiran Kitab Sucinya, kenabian, kelengkapan Syari`at,
serta ketaatan penganutnya terhadap Khalik yang dianutnya. Masalahnya, karena
hal agama adalah hak asasi yang paling mendasar dan manusia bebas memilih.
![Page 4: TEORI PERKEMBANGAN AGAMA](https://reader037.fdokumen.com/reader037/viewer/2022100517/5571fab9497959916992f21b/html5/thumbnails/4.jpg)
Perlu kami ingatkan bahwa pengertian agama di sini adalah cara hidup
yang bermoral. Cara hidup yang disukai Allah. Cara yang dipilihNya dan yang
paling tepat bagi semua jenis manusia. Cara hidup yang terbebas dari takhayul-
takhayul dan mitos-mitos, dan sepenuhnya di bawah bimbingan Al-Qur’an.
Agama menciptakan lingkungan moral yang sangat aman dan nyaman.
Sikap anarkis yang menyebabkan kerusakan pada bangsan dan negara terhenti
sama sekali karena rasa takut kepada Allah. Orang tidak lagi melakukan tindakan
yang merugikan ataupun berbuat kerusuhan. Orang-orang yang memegang nilai-
nilai moral siap bangkit bagi bangsa dan negaranya serta tidak hendak berhenti
untuk berkorban. Orang-orang semacam ini selalu berusaha untuk kesejahteraan
dan keamanan negaranya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita menyaksikan
berbagai ragam agama dan kepercayaan hidup menusia. Tetapi, bagaimanapun
ragam dan jumlahnya, dia dapat kita golongkan kedalam dua kelompok, yaitu:
1. Agama yang lahir atas dasar wahyu (agama wahyu)
2. Agama yang lahir atas dasar budaya manusia.
Agama wahyu ialah agama yang dalam ajarannya diatur menurut wahyu
Allah, malalui Nabi dan dengan Kitab Suci yang diterimanya dari Allah.
Sementara Agama atau kepercayaan budaya, ia lahir atas hasil perkembangan
zaman, seirama dengan tingkat berfikir dan kebutuhan manusia. Bentuk agama
atau kepercayaan budaya yang demikian kebudayaanlah yang melahirkannya.
Sementara pendapat lain menyebutkan bahwa semua agama adalah hasil budaya
manusia. Masalahnya, pendapat akhir ini terpengaruh pada teori bahwa kehadiran
manusia yang berbudaya dan beragama, juga adalah hasil perkembangan evolusi
alam, dimana manusia hari ini adalah hasil rentetan panjang dari perkembangan
mansuia purba yang terpaut oleh fase demi fase.
Dari sini kita dapat beralih kepada kesimpulan bahwa agama wahyu yang
kita maksud adalah agama samawi dan tentunya dari potongan ayat diatas dengan
jelas menyatakan hanyalah Islam agama yang diridhoi oleh-Nya. Dus, Islam
bukan hanya agama spiritual atau mengurusi masalah-masalah akidah saja,
malainkan juga merupakan agama yanag bisa memberikan inspirasi pada
pemeluknya untuk menyusun konsep tentang kenegaraan, pedoman berperilaku
yang luhur, sebagai titian mengarungi kehidupan dan sebagai undang-undang
![Page 5: TEORI PERKEMBANGAN AGAMA](https://reader037.fdokumen.com/reader037/viewer/2022100517/5571fab9497959916992f21b/html5/thumbnails/5.jpg)
dalam bermasyarakat. Apabila makna hakiki akidah benar-benar tertanam pada
kalbu seseorang dan telah memancarkan nur hidayah keTuhanan maka ia
merupakan sumber bagi setiap kebajikan. Dan apabila sinar cahaya ibadah
menyinari seseorang dan telah mampu memberikan suatu perasaan halus pada
indranya maka hal itu sudah memasuki pendidikan dan pengajaran perliku
sesorang, menjunjung tinggi norma dan nilai kemasyarakatan yang penuh dengan
kebajikan dan berorientasi pada kemajuan, dan mempunyai beban moral untuk
mengajak kepada masyarakat sekitarnya untuk selalu beribadah kepada Allah
secara ikhlas.
D. Hakikat Teori Evolusi Darwin Tentang Perang Terhadap Agama
Di jaman ini, sejumlah kalangan berpandangan bahwa teori evolusi yang
dirumuskan oleh Charles Darwin tidaklah bertentangan dengan agama. Ada juga
yang sebenarnya tidak meyakini teori evolusi tersebut akan tetapi masih juga ikut
andil dalam mengajarkan dan menyebarluaskannya. Hal ini tidak akan terjadi
seandainya mereka benar-benar memahami teori tersebut. Ini adalah akibat
ketidakmampuan dalam memahami dogma utama Darwinisme, termasuk
pandangan paling berbahaya dari teori tersebut yang diindoktrinasikan kepada
masyarakat. Oleh karenanya, bagi mereka yang beriman akan adanya Allah
sebagai satu-satunya Pencipta makhluk hidup, namun pada saat yang sama
berpandangan bahwa “Allah menciptakan beragam makhluk hidup melalui proses
evolusi,” hendaklah mempelajari kembali dogma dasar teori tersebut. Tulisan ini
ditujukan kepada mereka yang mengaku beriman akan tetapi salah dalam
memahami teori evolusi. Di sini diuraikan sejumlah penjelasan ilmiah dan logis
yang penting yang menunjukkan mengapa teori evolusi tidak sesuai dengan Islam
dan fakta adanya penciptaan.
Dogma dasar Darwinisme menyatakan bahwa makhluk hidup muncul
menjadi ada dengan sendirinya secara spontan sebagai akibat peristiwa kebetulan.
Pandangan ini sama sekali bertentangan dengan keyakinan terhadap adanya
penciptaan alam oleh Allah. Kesalahan terbesar dari mereka yang meyakini bahwa
teori evolusi tidak bertentangan dengan fakta penciptaan adalah anggapan bahwa
teori evolusi adalah sekedar pernyataan bahwa makhluk hidup muncul menjadi
![Page 6: TEORI PERKEMBANGAN AGAMA](https://reader037.fdokumen.com/reader037/viewer/2022100517/5571fab9497959916992f21b/html5/thumbnails/6.jpg)
ada melalui proses evolusi dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Oleh karenanya,
mereka mengatakan: “Bukankah tidak ada salahnya jika Allah menciptakan
semua makhluk hidup melalui proses evolusi dari bentuk yang satu ke bentuk
yang lain; apa salahnya menolak hal ini?” Akan tetapi, sebenarnya terdapat hal
yang sangat mendasar yang telah diabaikan: perbedaan mendasar antara para
pendukung evolusi (=evolusionis) dan pendukung penciptaan (=kreasionis).
Teori evolusi, sebagaimana yang diketahui, mengklaim bahwa senyawa-
senyawa kimia inorganik dengan sendirinya datang bersama-sama pada suatu
tempat dan waktu secara kebetulan dan sebagai akibat dari fenomena alam yang
terjadi secara acak. Mula-mula senyawa-senyawa ini membentuk molekul
pembentuk kehidupan, seterusnya terjadi rentetan peristiwa yang pada akhirnya
membentuk kehidupan. Oleh sebab itu, pada intinya anggapan ini menerima
waktu, materi tak hidup dan unsur kebetulan sebagai kekuatan yang memiliki
daya cipta. Orang biasa yang sempat membaca dan mengerti literatur teori
evolusi, paham bahwa inilah yang menjadi dasar klaim kaum evolusionis. Tidak
mengherankan jika Pierre Paul Grassé, seorang ilmuwan evolusionis, mengakui
evolusi sebagai teori yang tidak masuk akal. Dia mengatakan apa arti dari konsep
“kebetulan” bagi para evolusionis:
[Konsep] kebetulan’ seolah telah menjadi sumber keyakinan [yang sangat
dipercayai] di bawah kedok ateisme. Konsep yang tidak diberi nama ini secara
diam-diam telah disembah.[6]
Akan tetapi pernyataan bahwa kehidupan adalah produk samping yang
terjadi secara kebetulan dari senyawa yang terbentuk melalui proses yang
melibatkan waktu, materi dan peristiwa kebetulan, adalah pernyataan yang tidak
masuk akal dan tidak dapat diterima oleh mereka yang beriman akan adanya Allah
sebagai satu-satunya Pencipta seluruh makhluk hidup. Kaum mukmin sudah
sepatutnya merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan masyarakat dari
kepercayaan yang salah dan menyesatkan ini; serta mengingatkan akan
bahayanya.
Pernyataan tentang “adanya kebetulan” yang dikemukakan teori evolusi
dibantah oleh ilmu pengetahuan. Fakta lain yang patut mendapat perhatian khusus
dalam hal ini adalah bahwa berbagai penemuan ilmiah ternyata malah sama sekali
![Page 7: TEORI PERKEMBANGAN AGAMA](https://reader037.fdokumen.com/reader037/viewer/2022100517/5571fab9497959916992f21b/html5/thumbnails/7.jpg)
bertentangan dengan klaim-klaim kaum evolusionis yang mengatakan bahwa
“kehidupan muncul sebagai akibat dari serentetan peristiwa kebetulan dan
fenomena alamiah.” Ini dikarenakan dalam kehidupan terdapat banyak sekali
contoh adanya rancangan (design) yang disengaja dengan bentuk yang sangat
rumit dan telah sempurna. Bahkan sel pembentuk suatu makhluk hidup memiliki
rancangan yang sangat menakjubkan yang dengan telak mematahkan konsep
“kebetulan.”
Perancangan dan perencanaan yang luar biasa dalam kehidupan ini sudah
pasti merupakan tanda-tanda penciptaan Allah yang khas dan tak tertandingi, serta
ilmu dan kekuasaan-Nya yang Tak Terhingga. Usaha para evolusionis untuk
menjelaskan asal-usul kehidupan dengan menggunakan konsep kebetulan telah
dibantah oleh ilmu pengetahuan abad 20. Bahkan kini, di abad 21, mereka telah
mengalami kekalahan telak. (Silahkan baca buku Blunders of Evolutionists, karya
Harun Yahya, terbitan Vural Publishing). Jadi, alasan mengapa mereka tetap saja
menolak adanya penciptaan oleh Allah kendatipun telah melihat fakta ini adalah
adanya keyakinan buta terhadap atheisme.Allah tidak menciptakan makhluk hidup
melalui proses evolusi.
Oleh karena fakta yang menunjukkan adanya penciptaan atau rancangan
yang disengaja pada kehidupan adalah nyata, satu-satunya pertanyaan yang masih
tersisa adalah “melalui proses yang bagaimanakah makhluk hidup diciptakan.” Di
sinilah letak kesalahpamahaman yang terjadi di kalangan sejumlah kaum mukmin.
Logika keliru yang mengatakan bahwa “Makhluk hidup mungkin saja diciptakan
melalui proses evolusi dari satu bentuk ke bentuk lain” sebenarnya masih
berkaitan dengan bagaimana proses terjadinya penciptaan makhluk hidup
berlangsung.
Sungguh, jika Allah menghendaki, Dia bisa saja menciptakan makhluk
hidup melalui proses evolusi yang berawal dari sebuah ketiadaan sebagaimana
pernyataan di atas. Dan oleh karena ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa
makhluk hidup berevolusi dari satu bentuk ke bentuk yang lain, kita bisa
mengatakan bahwa, “Allah menciptakan kehidupan melalui proses evolusi.”
Misalnya, jika terdapat bukti bahwa reptil berevolusi menjadi burung, maka dapat
kita katakan,”Allah merubah reptil menjadi burung dengan perintah-Nya “Kun
![Page 8: TEORI PERKEMBANGAN AGAMA](https://reader037.fdokumen.com/reader037/viewer/2022100517/5571fab9497959916992f21b/html5/thumbnails/8.jpg)
(Jadilah)!”. Sehingga pada akhirnya kedua makhluk hidup ini masing-masing
memililiki tubuh yang dipenuhi oleh contoh-contoh rancangan yang sempurna
yang tidak dapat dijelaskan dengan konsep kebetulan. Perubahan rancangan ini
dari satu bentuk ke bentuk yang lain - jika hal ini memang benar-benar terjadi -
akan sudah barang tentu bukti lain yang menunjukkan penciptaan.
Akan tetapi, yang terjadi ternyata bukan yang demikian. Bukti-bukti
ilmiah (terutama catatan fosil dan anatomi perbandingan) justru menunjukkan hal
yang sebaliknya: tidak dijumpai satu pun bukti di bumi yang menunjukkan proses
evolusi pernah terjadi. Catatan fosil dengan jelas menunjukkan bahwa spesies
makhluk hidup yang berbeda tidak muncul di muka bumi dengan cara saling
berevolusi dari satu spesies ke spesies yang lain. Tidak ada perubahan bentuk
sedikit demi sedikit dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang lain
dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya, spesies makhluk hidup yang berbeda
satu sama lain muncul secara serentak dan tiba-tiba dalam bentuknya yang telah
sempurna tanpa didahului oleh nenek moyang yang mirip dengan bentuk-bentuk
mereka. Burung bukanlah hasil evolusi dari reptil, dan ikan tidak berevolusi
menjadi hewan darat. Tiap-tiap filum makhluk hidup diciptakan masing-masing
secara terpisah dengan ciri-cirinya yang khas. Bahkan para evolusionis yang
paling terkemuka sekalipun telah terpaksa menerima kenyataan tersebut dan
mengakui bahwa hal ini membuktikan adanya fakta penciptaan. Misalnya,
seorang ahli palaentologi yang juga seorang evolusionis, Mark Czarnecki
mengaku sebagaimana berikut:
Masalah utama yang menjadi kendala dalam pembuktian teori evolusi
adalah catatan fosil; yakni sisa-sisa peninggalan spesies punah yang terawetkan
dalam lapisan-lapisan geologis Bumi. Catatan [fosil] ini belum pernah
menunjukkan bukti-bukti adanya bentuk-bentuk transisi antara yang diramalkan
Darwin - sebaliknya spesies [makhluk hidup] muncul dan punah secara tiba-tiba,
dan keanehan ini telah memperkuat argumentasi kreasionis [=mereka yang
mendukung penciptaan] yang mengatakan bahwa tiap spesies diciptakan oleh
Tuhan.[7]
Khususnya selama lima puluh tahun terakhir, perkembangan di berbagai
bidang ilmu pengetahuan seperti palaentologi, mikrobiologi, genetika dan anatomi
![Page 9: TEORI PERKEMBANGAN AGAMA](https://reader037.fdokumen.com/reader037/viewer/2022100517/5571fab9497959916992f21b/html5/thumbnails/9.jpg)
perbandingan, dan berbagai penemuan menunjukkan bahwa teori evolusi tidak lah
benar. Sebaliknya makhluk hidup muncul di muka bumi secara tiba-tiba dalam
bentuknya yang telah beraneka ragam dan sempurna. Oleh karena itu, tidak ada
alasan untuk mengatakan bahwa Allah menggunakan proses evolusi dalam
penciptaan. Allah telah menciptakan setiap makhluk hidup masing-masing secara
khusus dan terpisah, dan pada saat yang sama, dengan perintah-Nya “Kun
(Jadilah)!” Dan ini adalah sebuah fakta yang nyata dan pasti.
Sungguh sangat penting bagi orang-orang yang beriman untuk senantiasa waspada
dan berhati-hati terhadap sistem ideologi yang ditujukan untuk melawan Allah
dan din-Nya. Selama 150 tahun, teori evolusi atau Darwinisme telah menjadi dalil
serta landasan berpijak bagi semua ideologi anti agama yang telah menyebabkan
tragedi bagi kemanusiaan seperti fasisme, komunisme dan imperialisme; serta
melegitimasi berbagai tindak kedzaliman tak berperikemanusiaan oleh mereka
yang mengadopsi berbagai filsafat ini. Oleh karenanya, tidak sepatutnya
kenyataan dan tujuan yang sesungguhnya dari teori ini diabaikan begitu saja. Bagi
setiap orang yang mengaku muslim, ia memiliki tanggung jawab utama dalam
membuktikan kebohongan setiap ideologi anti agama yang menolak keberadaan
Allah dengan perjuangan pemikiran dalam rangka menghancurkan kebatilan dan
menyelamatkan masyarakat dari bahayanya
E. Kesimpulan
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari sebuah agama. Agama
adalah suatu ajaran atau keyakinan yang harus dipercayai. Di samping itu agama
bisa kita jadikan pedoman dan petunjuk dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
adanya agama kita bisa mengetahui dan membedakan antara hal-hal yang baik dan
yang buruk. Di sisi lain dengan agama, kita bisa tahu tentang syari’at-syari’at
(peraturan) dan tata cara dalam kehidupan sehari-hari.
Seiring dengan bergulirnya sang waktu, agama selalu mengalami
perkembangan yang signifikan. Terbukti dengan adanya salah satu kejadian,
misalnya; terjadinya perbedaan jatuhnya hari Raya Idul Fitri.
Oleh karena itu, agama muncul untuk membantu menjawab masalah-masalah
yang menjadi perhatian paling utama
![Page 10: TEORI PERKEMBANGAN AGAMA](https://reader037.fdokumen.com/reader037/viewer/2022100517/5571fab9497959916992f21b/html5/thumbnails/10.jpg)
Sungguh sangat penting bagi orang-orang yang beriman untuk senantiasa waspada
dan berhati-hati terhadap sistem ideologi yang ditujukan untuk melawan Allah
dan din-Nya. Selama 150 tahun, teori evolusi atau Darwinisme telah menjadi dalil
serta landasan berpijak bagi semua ideologi anti agama yang telah menyebabkan
tragedi bagi kemanusiaan seperti fasisme, komunisme dan imperialisme; serta
melegitimasi berbagai tindak kedzaliman tak berperikemanusiaan oleh mereka
yang mengadopsi berbagai filsafat ini. Oleh karenanya, tidak sepatutnya
kenyataan dan tujuan yang sesungguhnya dari teori ini diabaikan begitu saja. Bagi
setiap orang yang mengaku muslim, ia memiliki tanggung jawab utama dalam
membuktikan kebohongan setiap ideologi anti agama yang menolak keberadaan
Allah dengan perjuangan pemikiran dalam rangka menghancurkan kebatilan dan
menyelamatkan masyarakat dari bahayanya
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat Jalaludin. 2003. Psikologi Agama Sebuah Pengantar. Bandung: PT
Mizan Pustaka
Syah Muhibbin, M.Ed. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan
Baru.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
© Harun Yahya Internasional 2006. www.harun yahya.com. Artikel Hakikat Teori
Evolusi Darwin: Perang Terhadap Agama
[1] Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama, hlm 50.
[2] Ibid,hlm 33-34.
[3] Op.cit,hlm 35.
[4] Ibid, hlm 172.
[5] Ibid, hlm 173.
[6] Pierre Paul Grassé, Evolution of Living Organisms, New York, Academic
Press, 1977, p.107
[7] Mark Czarnecki, “The Revival of the Creationist Crusade”, MacLean’s, 19
Januari 1981, hal. 56