Teori Dasar Lokomotor Farkol

7
III. TEORI DASAR Obat-obatan stimulan susunan saraf pusat adalah obat-obatan yang dapat bereaksi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap sususnan saraf pusat. Efek perangsangan susunan saraf pusat baik oleh obat yang berasal dari alam ataupun sintettik dapat diperlihatkan pada hewan dan manusia. Perangsangan SSP oleh obat pada umumnya melalui dua mekanisme yaitu mengadakan blockade system penghambatan dan meninggika perangsangan sinaps. (Sunaryo, 1995) Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek yang sangat luas. Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktivitas SSP secara spesifik atau secara umum. Beberapa kelompok obat memperlihatkan selektivitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik yang khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu dan pusat nyeri tanpa pengaruh jelas terhadap pusat lain. Sebaliknya anestetik umum dan hipnotik sedatif merupakan penghambat SSP yang bersifat umum sehingga takar lajak yang berat selalu disertai koma. Pembagian obat dalam kelompok yang merangsang dan kelompok yang menghambat SSP tidak tepat, karena psokofarmaka misalnya menghambat fungsi bagian SSP tertentu dan merangsang bagian SSP yang lain. Obat yang mempengaruhi susunan saraf pusat (SSP) dapat bersifat merangsang atau mendepresi. Berdasarkan kegunaan terapeutiknya, obat SSP dapat dibagi dalam tiga golongan : 1. Depresi SSP umum

description

praktikum farmakologi

Transcript of Teori Dasar Lokomotor Farkol

III. TEORI DASAR

Obat-obatan stimulan susunan saraf pusat adalah obat-obatan yang dapat bereaksi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap sususnan saraf pusat. Efek perangsangan susunan saraf pusat baik oleh obat yang berasal dari alam ataupun sintettik dapat diperlihatkan pada hewan dan manusia. Perangsangan SSP oleh obat pada umumnya melalui dua mekanisme yaitu mengadakan blockade system penghambatan dan meninggika perangsangan sinaps. (Sunaryo, 1995)

Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek yang sangat luas. Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktivitas SSP secara spesifik atau secara umum. Beberapa kelompok obat memperlihatkan selektivitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik yang khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu dan pusat nyeri tanpa pengaruh jelas terhadap pusat lain. Sebaliknya anestetik umum dan hipnotik sedatif merupakan penghambat SSP yang bersifat umum sehingga takar lajak yang berat selalu disertai koma. Pembagian obat dalam kelompok yang merangsang dan kelompok yang menghambat SSP tidak tepat, karena psokofarmaka misalnya menghambat fungsi bagian SSP tertentu dan merangsang bagian SSP yang lain. Obat yang mempengaruhi susunan saraf pusat (SSP) dapat bersifat merangsang atau mendepresi. Berdasarkan kegunaan terapeutiknya, obat SSP dapat dibagi dalam tiga golongan :

1. Depresi SSP umum

Obat-obat ini menimbulkan efeknya dengan mendepresi secara tak selektif struktur sinaptik, termasuk jaringan prasinaptik, termasuk jaringan prasinaptik dan prasinaptik. Obat-obat ini menstabilkan membran neuron dengan mendepresi struktur pascasinaptik, disertai dengan pengurangan jumlah transmiter kimia yang dilepaskan oleh neuron prasinaptik.

2. Perangsang DDP umum

Obat-obat ini melakukan kerjanya secara tak selektif dengan salah satu mekanisme berikut: merintangi hambatan pascasinaptik atau mengeksitasi neuron secara langsung. Eksitasi neuron secara langsung dapat dicapai dengan mendepolarisasi sel prasinaptik, meningkatkan pelepasan prasinaptik akan transmiter, melemahkan kerja transmiter, melabilkan membran neuron atau menurunkan waktu pulih sinaptik.

3. Obat-obat SSP selektif

Obat golongan ini dapat berupa depresan atau perangsang. Kerja melalui berbagai mekanisme, dan mencakup obat antikejang, pelemas otot yang bekerja sentral, analgetika dan sedativa (Tjay, 2007).Neurotransmitter dan obat-obatan yang mempunyai titik tangkap pada reseptor neuronal sinaptik, dapat meningkatkan atau menurunkan permeabilitas chanel ion dan merangsang atau menghambat messenger sitoplasmik. Obat-obat golongan antidepresan juga mempunyai titik tangkap pada neurotransmitter dengan cara menghambat reuptake (Tuti, 1996).

Barbiturat (Fenobarbital) sejak lama digunakan sebagai hipnotika dan sedativa, tetapi penggunaannya dalam tehun-tahun terakhit sangat menurun karena adanya obat-obat dari kelompok benzodiazepin yang lebih aman. Yang merupakan pengecualian adalah fenobarbital, yang memiliki sifat antikonvulsif dan tiopental yang masih banyak digunakan sebagai anestetikum i.v. (Mutchler, 1991).Obat barbiturat merupakan satu kumpulan obat yang seringkali dipreskripsikan oleh doctor untuk menciptakan rasa tenang dan membuat penderita merasa mengantuk agar mudah tidur. Sebanyak lebih kurang 2500 terbitan asid barbiturik telah dapat disintesiskan, tetapi hanya lebih kurang 15 sahaja yang berguna untuk tujuan pengubatan. Dosis terapeutik yang kecil dapat menenangkan perasaan resah, dan untuk dosis yang lebih besar dapat membantu sesorang untuk tidur selam 20 hingga 60 menit. Namun, apabila dosis ditingkatkan lagi, maka akan terjadi koma dan kemudian pernafasan akan terhenti (Mansjoer, 1999).

Kafein Khasiat : kafein berkhasiat menstimulasi SSP, dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi dipertingg,prestasi otak dan suasana jiwa diperbaiki. Kerjanya terhadap kulit otak lebih ringan dan singkat daripada amfetamin. Kafein juga berefek inotrop positif terhadap jantung, vasodilatasi perifer dan diuresis.

Efek samping : bila diminum lebih dari 10 cangkir kopi dapat berupa debar jantung, gangguan lambung, tangan gemetar, gelisah, ingatan berkurang dan sukar tidur.

Dosis : pada rasa letih 1-3dd 100-200 mg, sebagai adjuvans bersama analgetik 50 mg sekali, bersama ergotamin pada migrain 100 mg(Depkes RI,1979).V. PROSEDUR

Alat dan bahan untuk percobaan, larutan gom, dan larutan obat disiapkan. Tiga hewan percobaan (mencit) dipilih secara acak. Kemudian masing-masing hewan ditimbang dan diberi tanda pengenalnya. Hewan percobaan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok obat uji 1, dan kelompok obat uji 2. Kelompok kontrol diberi larutan gom arab 2%, kelompok 2 diberi obat uji kafein, dan kelompok 3 diberi obat uji fenobarbital secara oral dengan sonde oral. Setelah 30 menit, mencit dimasukkan ke dalam alat roda putar. Aktivitas mencit dicatat selama 30 menit dengan interval 5 menit. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variansi dan kebermaknaan perbedaan lama waktu tidak bergerak antara kelompok kontrol dan kelompok obat uji. Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel dan dibuat grafiknya.

DAFTAR PUSTAKADepkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ke 3. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta.Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aescullapius. Jakarta.

Mutchler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Penerbit ITB. Bandung.

Sunaryo, 1995. Perangsang Susunan Saraf Pusat, dalam Farmakologi Dan Terapi. Editor Sulistia G. Ganiswara. Edisi Keempat. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tjay, T. H., dan Rahardja Kirana. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Tuti, Pahria. 1996. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: EGC.