Teori belajar sosial
Click here to load reader
-
Upload
tamami-kece -
Category
Documents
-
view
63 -
download
1
Transcript of Teori belajar sosial
1
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pesatnya perkembangan globalisasi yang terjadi saat ini sangat
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, khususnya gaya hidup sebagian
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan semakin bergesernya nilai-nilai lama
menjadi nilai-nilai baru. Menghadapi tantangan ini, sebagian masyarakat yang
sangat peduli terhadap perubahan tersebut tidak ingin ketinggalan dan akan
berusaha mengimbangi perubahan tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah
dengan belajar. Masyarakat perlu belajar tentang pertumbuhan dan perkembangan
manusia agar dapat mengaplikasikan dirinya dengan baik di dalam kehidupan.
Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan
perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas
tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,
pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan kemampuan lainnya. Salah satu
psikolog yang terkenal dengan teori pembelajaran adalah Albert Bandura. Ia lahir
Mondare pada tanggal 4 Desember 1925. Bandura merupakan seorang psikologi
yang sangat berkontribusi terhadap pembentukan perilaku anak melalui
pembelajaran dalam tradisi behavioris dan teori pembelajarannya.
Teori Bandura yang sangat terkenal adalah Teori Pembelajaran Sosial
(Social Learning Theory) yang menekankan pada komponen kognitif dari pikiran,
pemahaman, dan evaluasi. Dan berdasarkan teori inilah, kami membuat makalah
ini sebagai pembelajaran bagaimana teori belajar sosial itu dan
pengimplikasiaannya dalam pendidikan.
2
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah dalam makalah ini
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana berprinsip dalam belajar sosial ?
2. Apa saja komponen dalam Belajar sosial ?
3. Bagaimana hakekat belajar yang kompleks ?
3. Tujuan Pembahasan
Dalam makalah ini, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui prinsip dalam belajar sosial
2. Mengetahui komponen-komponen belajar sosial
3. Mengetahui hakekat belajar yang kompleks.
3
B. PEMBAHASAN
Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial ini dikembangkan oleh Bandura yang merupakan
perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional. Teori belajar sosial ini
menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan kepada seseorang
tidak random, lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang
itu melalui perilakunya. Suatu perspektif belajar sosial menganalisis hubungan
kontinyu antara variable-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi, dan perilaku
terbuka dan tertutup seseorang. Perspektif- perspektif ini menyediakan
interpretasi-interpretasi tentang bagaimana terjadi belajar sosial dan bagaimana
kita mengatur perilaku kita sendiri.1
Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami masalah-masalah
dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuanya adalah untuk
menguasai pemahamn dan kecakapan dalam memecahkan masalah-masalah sosial
seperti masalah keluarga, masalah persahabatan, masalah kelompok, dan masalah-
masalah lain yang bersifat kemasyarakatan.
Selain itu, belajar sosial juga bertujuan untuk mengatur dorongan nafsu pribadi
demi kepentingan bersama dan memberi peluang pada orang lain atau kelompok
lain untuk memenuhi kebutuhanya secara berimbang dan proporsional. Bidang-
bidang studi yang termasuk bahan pelajaran sosial antara lain pelajaran agama dan
PMP. 2
Menurut teori belajar sosial, yang terpenting ialah kemampuan sesorang untuk
mengabstraksikan informasi dari perilaku orang lain, mengambil keputusan
mengenai perilaku mana yang akan ditiru, dan kemudian melakukan perilaku-
perilaku yang telah dipilih.
1 Abdul Hadis. 2006. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Hal. 73
2 Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal. 122
4
Ada tiga pokok bahasan yang akan diketengahkan, yaitu prinsip belajar,
komponen belajar dan hakekat belajar.
1. Prinsip Belajar
Teori ini berusaha menjelaskan hal belajar dalam situasi alami. Berbeda
dengan situasi laboratorium, lingkungan sosial menyediakan bermacam-
macam kesempatan untuk memperoleh keterampilan dan kecakapan
dengan jalan mengamati pola-pola tingkah laku beserta akibat-akibatnya
atau konsekuensi-konsekuensinya.
a. Hakekat proses belajar
1. Teori Behavioristik
Pada umumnya teori behavioristik memandang belajar itu sebagai
suatu hubungan antara stimulus dan respons. Menurut Bandura
teori ini mengandung tiga kelemahan:
a. Penelitian terbatas dalam laboratorium dan tidak bisa
menjelaskan dalam situasi alami.
b. Teori ini tidak mampu menjelaskan tentang respon-respon
baru.
c. Teori ini hanya menangani direct learning, belajar langsung,
yaitu orang melakukan sesuatu dan mengalami akibatnya.
2. Teori Sosialisasi Anak
Penjelasan yang dikemukakan oleh teori behavioristik terbatas
pada hubungan S – R (stimulus – Response) saja. Sebaliknya, teori
belajar sosil beranggapan bahwa hubungan antar pribadi antara
anak dengan orang dewasa mengakibatkan anak meniru perilaku-
perilku sosial; melalui interaksi sosial anak melakukan identifikasi
dengan orang tuanya, dengan kekusaan, dengan perasaan iri dan
sebagainya. Belajar bertingkah laku sesuai dengan peranan jenis
5
kelamin misalnya, bukan hanya sebatas identifikasi anak dengan
orang tuanya yang sejenis kelamin saja tetapi lebih dari itu.
Kecualoi itu, menurut hasil penelitian Bandura, peniruan peranan
tersebut tidak hanya terbatas pada satu orang tua saja.
Hasil-hasil penelitihan yang terdahulu mengenai observation
learning itu juga menunjukkan bahwa hubungan antar orang tua
dengan anak buakanlah satu-satunya persyaratan bagi peniruan.
Demikian juga perasaan takut terhadap seorang penyerang
bukanlah pula persyaratan bagi peniruan tingkah laku agresif.
Sebaliknya, dalam situasi alami, si penyerang menunjukkan bahwa
dominasi dengan jalan kekuatan fisik dan verbal akan membawa
seseorang ke:
1. Memiliki sumber-sumber materi
2. Mengubah peranan-peranan agar sesuai dengan keinginannya,
dan
3. Menguasai orang lain.
b. Hubungan antara Individu dengan Lingkungan
Menurut teori belajar sosial, tingkah laku dan lingkungan itu
keduanya dapat dimodifikasi; keduanya tidak dapat disebut sebagai
salah satu perubah tingkah laku. “Buku tidak berpengaruh terhadap
orang terkecuali ada orang yang menuliskan nya dan ada pula yang
memilih dan membacanya. Hadiah dan hukuman tidak banyak
maknanya kecuali diikuti oleh lahirnya perilaku-perilaku yang
diharapkan”.
Diperolehnya tingkah laku yang kompleks karena adanya
hubungan dua arah antara lingkungan dan individu, pengaruh
lingkungan terhadap tingkah laku diantarai oleh berbagai macam
faktor pribadi yang bersifat internal seperti pemilihan kejadian yang
6
akan diamati dan bagaimana kejadian itu dipersepsi dan
dipertimbangkan. Jadi, menurut Bandura ada hubungan tiga arah yang
saling mengunci yaitu: tingkah laku, lingkungan, dan peristiwa-
peristiwa batiniah yang mepengaruhi persepsi dan tindakan. (lihat
gambar dibawah ini)
Hubungan antara ketiga faktor tersebut disebut reciprocal
determinism, determinisme timbal-balik. Istilah determinisme disini
tidak berarti bahwa individu itu ditentukan oleh “sebab” yang sudah ada
sebelumnya, tetapin bahwa akibat-akibat yang timbul disebabkan oleh
peristiwa yang terjadi.
c. Hasil Belajar
Hubungan tiga arah antara faktor lingkungan, faktor internal
(pribadi) dan tingkah laku menegaskan bahwa proses-proses kognitif
dan faktor-faktor pribadi lainnya mempengaruhi tingkah laku. Didalam
teori belajar sosial, belajar dan performance (tingkah laku) itu
dibedakan. Seseorang memperoleh kesan-kesan simbolik dari tingkah
7
laku; kesan-kesan ini mungkin terwujud dalam tingkah laku atau
mungkin pula tidak. Setelah mengamati macam tingkah laku tertentu
yang dapat menyebabkan dilakukan tingkah laku tingkah laku yang
baru itu, meskipun dia tidak melakukannya.
Kesan-kesan simbolik yang diperoleh seseorang disimpan dalam
bentuk kode-kode; fungsinya adalah memberikan petunjuk dan
bimbingan dalam bertingkah laku diwaktu-waktu yang akan datang.
Sebagai contoh misalnya, seorang anak melihat temannya yang lebih
besar berkelahi; teman-temannya sekelas mengagumi dan memujinya;
anak tersebut lalu mengambil kesimpulan bahwa berkelahi itu
dibenarkan bahkan dipuji. Dari pengamatan itupun sang anak mendapat
dua hal:
1. Serangkaian tingkah laku (perkelahian, dan
2. Kecendrungan untuk melakukan ( berkelahi) pada suatu waktu
kelak dibelakang hari.
Kode-kode tingkah laku yang diperoleh dari pengamatan itu adalah
kode-kode simbolik yang dinamakan sistem representasional. Sistem ini
ada dua macam: visual dan verbal. Termasuk dalam sistem visual ini
adalah gambaran-gambaran yang amat jelas dari stimuli fisik yang
sudah tidak ada seperti aktifitas-aktifitas (sepak bola), tempat-tempat
( kota Yogyakarta), dan benda-benda (Tugu Monas di Jakarta).
Sedangkan yang termasuk didalam sistem verbal ialah peristiwa-
peristiwa (seperti prosedur menyusun kalimat sempurna), simbol-
simbol bahasa, angka-angka, notasi musik, dan sebagainya. Menurut
bandura, pentingnya kode-kode simbolik baik visual maupun verbal
ialah karena hal itu dapat mewadahi banyak pengetahuan untuk
disimpan didalam ingatan.
8
2. Komponen Belajar
Dalam situasi wajar, individu belajar memperoleh tingkah laku baru
dengan jalan mengamati model dan melalui akibat dari tindakanya sendiri. Proses
kognitif si belajar mengabstrak informasi dari berbagai tingkah laku amatan yang
dilaksanakan dalam banyak latar keadaan. Informasi ini disimpan di dalam
memori dan di waktu kemudian mungkin diunjuk kerjakan oleh si belajar. Unsur-
unsur yang hadir dalam setiap belajar ialah tingkah laku yang dilaksanakan oleh
model, faktor lingkungan yang menyumbang bagi terjadinya belajar memperoleh
tingkah laku amatan, dan proses internal individu. Maka dari itu, komponen-
komponen belajar itu ialah:
1. Model tingkah laku
2. Konsekuensi dari tingkah laku yang dijadikan model
3. Proses internal si belajar
Akan tetapi, tingkah laku itu ditampilakan dan diamati dalam berbagai
latar dan kondisi yang berbeda-beda. Tidak setiap tingkah laku menghasilkan
belajar. Agar bisa terjadi belajar, tingkah laku yang dijadikan model, pengamatan,
dan proses kognitif si belajar, tingkah laku yang dijadikan model, pengamatan,
dan proses kognitif si belajar harus memenuhi persyaratan tertentu. model tingkah
laku. Peranan pokok tingkah laku yang dijadikan model ialah menyampaikan
informasi kepada si pengamat. Peranan ini dicontohkan dalam tiga cara. Satu ialah
tingkah laku model berfungsi sebagai pembangkit tingkah laku sosial, dan ini
memulakan terjadinya tingkah laku serupa pada orang lain. Sebagai contoh, orang
Amerika yang menonoton teater di negeri Inggris terbangkit untuk ikut berdiri
bersama-sama dengan para penonton lainya jika orkes memainkan lagu
pembukaan sebelum layar di angkat. Meskipun bagi orang Amerika, yang dipilih
ialah lagu My Country ‘Tis of Thee’, bagi orang Inggris ialah God Save the
Queen. Tingkah laku imitatif perhatian penghormatan dibangkitkan oleh model.
Efek kedua dari model ialah memperkuat atau memperlemah kemampuan
menahan diri terhadap perfomansi tingkah laku tertentu. Efek inhibisi terjadi
9
kalau individu menahan diri dari melakukan tingkah laku yang dimodel setelah
melihat konsekuensi negatife karena melakukan kegiatan itu. Hukum yang
diterapkan terhadap model secara umum bisa mencapai fungsi ini. Sebaliknya
efek disinhibisi melemahkan sikap menahan diri si belajar untuk mengunjukan
tingkah laku tertentu. Memodel kekerasan yang dibela memberikan keabsahan
bagi penggunaan kekerasan sebagai cara untuk memecahkan masalah. Contohnya
ialah penyalahgunaan verbal dan fisik oleh tokoh otoritas untuk mencegah para
perusuh. Kalau orang dihadapakan berulang kali kepada model seperti itu maka
hal itu akan menyebabkan melemahnya sikap menahan diri orang itu untuk
menggunakan cara cara kekerasan dalam memecahkan masalah. Pengaruh ketiga
dari memodel ialah untuk menyampaikan pola perilaku yang baru. Banyak sekali
tingkah laku manusia, mulai dari lambaian salam yang pertama kali pada bayi
sampai repertori kognitif, motor, dan afektif yang kompleks, diperoleh dari model.
Jenis yang ketiga, yaitu model lambang ialah perwujudan tingkah laku dalam
gambar. Dalam masyarakat dewasa ini, media massa merupakan sumber yang
penuh dengan sumber model tingkah laku. Dari ketiga jenis model tersebut, model
yang terbanyak dihadapi dalam masyarakat Amerika ialah model melalui media
massa. Orang memperoleh informasi tentang latar sosial yang luas di luar
lingkunganya sehari-hari dari televisi. Namun, televisi itu bukan kehidupan yang
sebenarnya. Banyak sekali orang tak bermoral dan penjahat yang di perankan
demi jalan cerita menyajikan gambaran yang diputarbalikan mengenai antar
hubungan orang. Ciri model. Suatu factor penting dalam proses belajar ialah
seberapa kuat model itu menarik perhatian si belajar. Beberapa model lebih efektif
ketimbang lainya dalam menarik perhatian si belajar. Contohnya ialah rekan dan
teman sebaya yang teratur. Demikian juga, model-model pribadinya menawan dan
terhormat cenderung diperhatikan. Ciri-ciri seorang model paling berpengaruh
apabila konsekuensi dari tingkah laku tidak di ketahui. Dalam situasi semacam
itu, kemungkinanya ialah pengamat akan memperhatikan perilaku dari model
yang terhormat. Bila hasil dari tingkah laku diragukan, usaha berbuat sama seperti
model yang terhormat mengandung risiko kecil saja bagi pengamat, sebab model-
model seperti itu mempunyai kemungkinan akan berhasil. Secara umum, model-
10
model yang martabatnya tinggi, berkewenangan, dan mempunuyai kekuasaan
lebih efektif ketimbang model yang rendah martabatnya dalam membangkitkan
tingkah laku imitatife.
Penguatan sendiri. Penguatan langsung dan pengganti keduanya
mengandung konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh lingkungan.
Sebaliknya, penguatan diri sendiri tidak terikat pada konsekuensi-konsekuensi
yang diberikan masyarakat. Lagipula, penguatan itu harus secara sadar diusahakan
untuk dikembangkan oleh individu. Kemudian konsekuensi simbolik, termasuk
reaksi sosial berupa persetujuan dan penolakan, berfungsi menguatkan atau
menghukum. Berikutnya adalah pengaturan kesepakatan sosial, dan pada
akhirnya, individu menjadi mampu menciptakan konsekuensi yang dihasilkan diri
sendiri. Secara umum, individu menetapkan standar performansi bagi dirinya
sendiri dan cenderung merenspons terhadap tingkah lakunya dengan cara
menyenangakan dirinya jika performansinya cocok dengan standar tadi atau
melebihinya. Sama halnya, individu merenspon dengan cara mengecam dirinya
sendiri jika performansinya tidak memenuhi standar tersebut. Proses Kognitif si
belajar. Dalam teori belajar sosial, proses kognitif memainkan peranan sentral.
Kemampuan si belajar untuk mengkode dan menyimpan pengalaman
persinggahan dalam bentuk lambang lambang dan untuk memperoleh gambaran
mengenai konsekuensi-konsekuensi yang bakal terjadi dalam fikiran merupakan
hal hal esensial bagi memperoleh dan mengubah tingkah laku. Ada empat proses
komponen yang berpengaruh pada belajar dan unjuk perbuatan orang. Proses-
proses itu ialah atensi, retensi, produksi motorik, dan motivasi. Mekanisme
perhatian (atensi) dan retensi mengatur pemerolehan tindakan individu yang dapat
diamati. Performansi kemudian dari tindakan ini oleh si pengamat dibimbing oleh
motivasi dan mekanisme produksi motorik. Hubungan antara model tingkah laku,
proses kognitif si belajar, dan belajar dan unjuk perbuatan.
Proses Atensi. Hal penting mengenai atensi si belajar ialah bahwa tingkah
laku baru tidak bisa diperoleh kecuali jika tingkah laku itu di perhatikan dan
depersepsi secara cermat. Akan tetapi, proses memperhatikan itu dipengaruhi oleh
11
berbagai factor, ciri-ciri tingkah laku yang mempengaruhi atensi ialah
kompleksitasnya dan relevansinya. Sebagai contoh, uraian verbal yang berurutan
dan panjang terlalu rumit bagi anak kecil untuk memperosesnya. Namun, anak-
anak itu mampu memperoses model yang disajikan secara visual yang dibarengi
dengan pengulangan verbal yang sering kali. Contohnya ialah pelaku pelaku
binatang
Proses Retensi. Proses ini bertanggung jawab untuk pengkodean tingkah
laku secara -simbolik menjadi kode-kode visual dan verbal dan menyimpan kode-
kode itu di dalam ingatan. Arti penting dalam proses ini ialah bahwa si belajar
tidak akan bisa memperoleh manfaaat dari tingkah laku yang diamati ketika model
tidak hadir kecuali jika tingkah laku itu dikode dan disimpan dan digunakan di
waktu di kemudian. Tentu saja proses retensi di pengaruhi oleh perkembangan si
belajar, kemampuan merepresentasi tingkah laku dalam bentuk label dan
menghasilkan pengisyarat verbal dan visual meningkatkan retensi.
12
Proses Reproduksi Motorik, setelah pengamat memperoleh sandi simbolik,
unjuk perbuatan dari tingkah laku yang diperoleh bergantung pada proses
reproduksi motorik meliputi pemilihan dan organisasi respons pada tingkat
kognitif, yang diikuti oleh pelaksanaanya, seperti halnya proses retensi,
reproduksi motorik dipengaruhi oleh tingkat perkembangan individu.
Proses Motivasi. Tiga proses yang bertindak selaku pemotivasi ialah
penguatan langsung (eksternal), penguatan pengganti, dan penguatan diri sendiri.
Antisipasi akan terjadinya penguatan untuk suatu tingkah laku tertentu
memotivasi pengamat untuk berunjuk perbuatan.
Kekompleksan proses yang terjadi dalam belajar dengan observasi
menunujukan bahwa semata-mata hanya memberikan model, betapa
terkemukanya model itu, tidak dengan sendirinya akan membuahkan tingkah laku
yang sama pada si pengamat. Dalam mengupas situasi belajar mana pun, perlu
dipertimbangkan adanya empat proses tersebut. Demikian juga, mengingat bahwa
banyak dari sub-subproses dalam belajar melalui pengamatan itu berubah akibat
kematangan dan atau pengalaman, maka tingkat perkembangan si belajar
merupakan factor penting dalam belajar. Keterampilan-keterampilan yang dimiliki
si belajar dalam observasi selektif, pengkodean memori, koordinasi system
sensorimotor dan system idiomotor, demikian pun kapabilitas untuk mengenai
konsekuensi-konsekuensi yang bakal terjadi bagi tingkah laku imitatif, semuanya
itu merupakan factor yang penting.3
3. Hakekat Belajar yang Kompleks
Diperolehnya keterampilan dan kecakapan tidak hanya bergantung pada
perhatian, retensi, produksi motorik dan motivasi saja, tetapi juga pada
perasaan berhasil (sense of self-efficacy) dan sistem pengaturan diri (self-
regulatory system).
a. Perasaan berhasil
3 Margaret E. bell Gredler. 1995. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali pers. Hal 380-394
13
Perasaan berhasil adalah keyakinan untuk berhasil melakukan
suatu perbuatan yang diharapkan untuk memperoleh suatu hasil
tertentu. Karena itu, keberhasilan itu mengandung perasaan menguasai.
Sebagai contoh: sesorang yang mempunyai perasaan berhasil yang
kuat yakin bahwa ia dapat memperoleh skor yang tinggi pada ujian
masuk sekolah yang dipilihnya.
Perasaan berhasil itu mempengaruhi tingkah laku dalam tiga hal:
a. Pilihan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan.
b. Kualitas tindak perbuatan seseorang, dan
c. Kegigihan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sukar.
Kecuali itu, perasaan berhasil juga membantu seseorang tabah
menghadapi kegagalan. Mereka yang tidak mempunya sifat berhasil
mengalami defisiensi atau kekurangan pribadi dan selalu menganggap
bahwa kesukaran-kesukaran yang mungkin itu terjadi sangat luar
biasa.
Perasaan berhasil itu mengundang penilaian diri sendiri. Contoh:
orang laki-laki beranggapan bahwa dirinya mampu melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh golongan pria
maupun golongan wanita. Sebaliknya, orang perempuan beranggapan
bahwa mereka hanya dapat berhasil dengan baik melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang biasanya hanya dilakukan oleh para wanita
saja.
b. Sistem Pengaturan Diri
1. Struktur kognitif yang menyediakan rujukan bagi tingkah laku
dan hasilnya.
2. Subproses-subproses kognitif yang mempersepsi, menilai dan
mengatur tingkah laku.
14
Jadi sistem pengaturan diri itu berupa standar-standar bagi
tingkah laku seseorang dan kemampuan mengamati diri sendiri,
menilai diri sendiri dan merespon diri sendiri. Respons itu itu
dapat berupa hadiah bagi tingkah laku yang dinilai positif dan
dapat diterima, bisa pula berujud reaksi-reaksi negatif terhadap
tingkah laku yang tidak sesuai dengan standar.
Unsur-unsur yang sangat penting bagi lebih berhasilnya
pelaksanaan usaha adalah penentuan tujuan dan penilaian diri
sendiri. Sebagai contoh: misalnya, konser peanis dan konser
artis. Setelah standar-standar penilaian ditentukan, banyak
waktu dibutuhkan untuk memperbaiki penampilan demi
tercapainya titik kepuasan diri.
Perkembangan sistem pengaturan diri
Reaksi self-evaluative merupakan faktor yang penting
dalam perkembangan sistem pengaturan diri. Orang
mengabstrakstikan standar-standar yang berasal dari tingkah
laku berbagai model yang sama yang terdapat dalam
lingkungan yang bermacam-macam. Orang tua, guru, teman
sejawat dan kawan sebaya berfungsi sebagai sumber-sumber
informasi untuk pengaturan tingkah laku sendiri.
15
Penting juga adalah reinforcement-reinforcement yang
datangnya dari lingkungan yang membantu penilaian dan self-
reinforcement yang dipilih oleh seseorang. Termasuk disini
adalah hadiah-hadiah bagi perbuatan yang baik dan hasil yang
gemilang serta sangsi-sangsi bagi perbuatan yang tidak
sepantasnya. Contoh hadiah misalnya: beasiswa dan
penghargaan-penghargaan lain bagi prestasi akademik yang
gemilang piala-piala dan hadiah uang bagi pemenang-
pemenang lomba olah raga. Sedangkan contoh sangsi-sangsi
misalnya: sangsi terhadap perbuatan penipuan dan perbuatan-
perbuatan curang lainnya.
Perkembangan perilaku tercela
Determinisme timbal balik dapat juga menyebabkan
terlepasnya kecakapan self-evaluasi, dan hasilnya berupa
perkembangan tingkah laku tercela dan aktifitas-aktifitas yang
16
tidak berperi kemanusiaan. Teori-teori yang terdahulu beranggapan
bahwa dalam diri manusia terdapat kaidah-kaidah moral yang
membimbing tingkah laku susila. Tetapi teori-teori tersebut
mengalami kesulitan-kesulitan ketika berusaha menjelaskan
perilaku yang tidak manusiawi yang dilakukan oleh orang-orang
yang penuh kasih sayang.
Menurut teori belajar sosial, perbuatan semacam itu
dilakukan melalui proses-proses yang melepaskan tingkah laku dari
reaksi self-evaluatif.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Teori belajar sosial ini dikembangkan oleh Bandura yang merupakan
perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional. Teori belajar sosial ini
menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan kepada seseorang
tidak random, lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang
itu melalui perilakunya. Suatu perspektif belajar sosial menganalisis hubungan
kontinyu antara variable-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi, dan perilaku
17
terbuka dan tertutup seseorang. Perspektif- perspektif ini menyediakan
interpretasi-interpretasi tentang bagaimana terjadi belajar sosial dan bagaimana
kita mengatur perilaku kita sendiri.
Teori ini berusaha menjelaskan hal belajar dalam situasi alami. Berbeda
dengan situasi laboratorium, lingkungan sosial menyediakan bermacam-macam
kesempatan untuk memperoleh keterampilan dan kecakapan dengan jalan
mengamati pola-pola tingkah laku beserta akibat-akibatnya atau konsekuensi-
konsekuensinya.
Dalam situasi wajar, individu belajar memperoleh tingkah laku baru
dengan jalan mengamati model dan melalui akibat dari tindakanya sendiri. Proses
kognitif si belajar mengabstrak informasi dari berbagai tingkah laku amatan yang
dilaksanakan dalam banyak latar keadaan. Informasi ini disimpan di dalam
memori dan di waktu kemudian mungkin diunjuk kerjakan oleh si belajar. Unsur-
unsur yang hadir dalam setiap belajar ialah tingkah laku yang dilaksanakan oleh
model, faktor lingkungan yang menyumbang bagi terjadinya belajar memperoleh
tingkah laku amatan, dan proses internal individu.
Diperolehnya keterampilan dan kecakapan tidak hanya bergantung pada
perhatian, retensi, produksi motorik dan motivasi saja, tetapi juga pada perasaan
berhasil (sense of self-efficacy) dan sistem pengaturan diri (self-regulatory
system).