BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Penelitian …eprints.umm.ac.id/38888/3/BAB II.pdf1. Teori...
Transcript of BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Penelitian …eprints.umm.ac.id/38888/3/BAB II.pdf1. Teori...
6
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Penelitian Terdahulu
Veronica (2015) melakukan penelitian tentang kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi. Penelitian tersebut dilakukan di KPP Pratama Senapelan
Pekanbaru. Penelitian ini menggunakan analisis linier berganda untuk analisisnya
dengan menggunakan 100 sampel dan menggunakan convenience sampling untuk
teknik pengambilan sampel. Hasil penelitian menunjukkan variabel sosialisasi
tidak memberikan pengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi,
sedangkan variabel pelayanan fiskus, pengetahuan pajak, persepsi pengetahuan
korupsi dan sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi.
Caroko dkk.(2015) dengan penelitiannya tentang motivasi membayar pajak.
Teknik pengambilan sampel menggunakan sampling insidental dengan jumlah
responden sebanyak 100. Analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan semua variabel yaitu pengetahuan perpajakan,
kualitas pelayanan pajak dan sanksi pajak berpengaruh terhadap motivasi Wajib
Pajak Orang Pribadi dalam membayar pajak.
Murti dkk.(2014) meneliti dengan tema yang sama yaitu kepatuhan Wajib
Pajak Orang pribadi di Kota Medan. Penelitian tersebut menggunakan linier
berganda. Sampel yang digunakan sebanyak 100 sampel dengan teknik perolehan
sampel menggunakan purposive sampling. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
7
semua variabel yaitu pelayanan fiskus dan pengetahuan perpajakan berpengaruh
terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
Winerungan (2013) dengan topik yang sama yaitu kepatuhan Wajib Pajak.
Sampel yang digunakan sebanyak 50 sampel dengan metode random sampling.
Analisis data yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil menunjukkan
sosialisasi, pelayanan fiskus dan sanksi perpajakan tidak berpengaruh terhadap
kepatuhan Wajib Pajak.
B. Teori dan Kajian Pustaka
1. Teori Pembelajaran Sosial
Teori pembelajaran sosial menjelaskan bahwa seseorang dapat belajar
melalui pengamatan dan pengalaman langsung yang dilakukannya (Bandura, 1977
dalam Robbins,1996)
Menurut Bandura (1997) dalam Robbins (1996), proses pembelajaran sosial
meliputi:
a. Proses perhatian (attention)
Dalam proses pembelajaran orang akan menaruh perhatian kepada
seseorang yang kemudian dijadikannya sebagai model. Model akan
dijadikannya sebagai contoh.
b. Proses penahanan
Proses penahanan ini adalah proses dimana orang akan mengingat tindakan
yang dilakukan oleh model setelah model jarang tersedia.
8
c. Proses motorik
Proses motorik yaitu proses yang mengubah dari hasil pengamatan yang
telah dilakukan seseorang menjadi perbuatan.
d. Proses penguatan
Proses penguatan adalah proses dimana individu disediakan rangsangan
untuk berperilaku sesuai dengan model.
Teori ini sesuai untuk menjelaskan perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajibannya. Wajib Pajak akan taat atau patuh melaksanakan kewajibannya,jika
melalui pengamatan yang telah dirasakan atau pengalaman langsungnya.
2. Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan atau balasan secara langsung yang digunakan untuk keperluan negara.
Widyaningsih (2011:2) menjelaskan bahwa pajak adalah iuran rakyat atau warga
negara kepada negara berdasarkan Undang-Undang sehingga dapat dipaksakan
dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Pajak yang dipungut
pemerintah kepada warga negara memang bersifat memaksa, warga negara yang
membayar pajak juga tidak mendapat balasan langsung atas pajak yang
dibayarkan. Warga negara akan merasakan pajak yang dibayarnya dengan adanya
pembangunan yang dilakukan pemerintah.
Menurut Rahman (2010:30) subjek pajak adalah orang yang dituju oleh UU
untuk dikenakan pajak. Subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang
9
diperolehnya dalam tahun pajak. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
yang dimaksud objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak, dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Adapun menurut Rahman (2010:30) objek pajak adalah sasaran
pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang.
Kewajiban Wajib Pajak diantaranya adalah :
a. Kewajiban untuk mendaftarkan diri.
Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri ke kantor pajak untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
b. Kewajiban untuk menghitung, memotong, memungut, melaporkan dan
membayar pajak yang terutang.
c. Kewajiban untuk menunjukkan ataupun meminjamkan dokumen-
dokumen yang diminta oleh petugas pemeriksa ketika diadakan
pemeriksaan. Wajib pajak juga wajib untuk memenuhi panggilan
pemeriksaan.
d. Kewajiban memberikan data yang diminta terkait perpajakan yang
sesuai dengan peraturan perpajakan.
Wajib Pajak dalam pelaksanaan kewajibannya diberikan beberapa hak
yaitu :
a. Hak atas kelebihan bayar pajak.
b. Hak kerahasiaan bagi Wajib Pajak.
10
c. Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran.
d. Hak untuk penundaan pelaporan SPT tahunan.
e. Hak untuk pengurangan PPh pasal 25 .
f. Hak untuk pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.
g. Hak untuk pembebasan pajak.
h. Hak pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
i. Hak untuk mendapatkan pajak ditanggung pemerintah.
j. Hak untuk mendapat insentif perpajakan.
3. Sosialisasi Perpajakan
Sosialisasi perpajakan merupakan kegiatan untuk lebih memberdayakan
Wajib Pajak melalui pengertian, informasi, dan pembinaan yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak supaya Wajib Pajak lebih memahami segala hal
mengenai perpajakan yang sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang
berlaku (Purba,2016). Menurut (Purba, 2016) sosialisasi pajak dilakukan dalam
rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman Wajib Pajak tentang
peraturan perpajakan . Kegiatan sosialisasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan sosialisasi langsung dan sosialisasi tidak langsung (Herryanto dan
Toly,2013). Bentuk sosilisasi langsung diantaranya dalam bentuk seminar
sedangkan sosialisasi tidak langsung dapat melalui siaran televisi dan radio.
Menurut Winerungan (2013) strategi sosialisasi perpajakan meliputi:
a. Publikasi (publication).
b. Kegiatan (event) misalnya kegiatan olahraga.
c. Pemberitaan (news).
11
d. Keterlibatan komunitas.
e. Pencantuman identitas.
f. Pendekatan pribadi.
4. Pelayanan
Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan
segala kebutuhan yang diperlukan seseorang). Jadi, pelayanan fiskus diartikan
sebagai cara yang dilakukan petugas pajak dalam membantu, mengurus, atau
menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang yang dalam hal ini
adalah Wajib Pajak (Jatmiko, 2006). Untuk mengetahui bagaimana pelayanan
terbaik yang seharusnya dilakukan oleh fiskus kepada Wajib Pajak, diperlukan
juga pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai Fiskus (Veronica, 2015).
Pelayanan yang baik akan meningkatkan kepuasan Wajib Pajak.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2016
tentang standar pelayanan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Kantor Pelayanan
menetapkan sebagai berikut:
Standar pelayanan yang diselenggarakan di Tempat Pelayanan Terpadu
(TPT):
a. Standar pengelolaan pelayanan meliputi:
1) Pengaturan ruang lingkup pelayanan
Pengaturan yang dimaksud adalah pelayanan yang dilakukan di
loket TPT, Help Desk dan Layanan Mandiri
2) Pengaturan jam pelayanan
Ketentuan dalam jam pelayanan dijabarkan sebagai berikut:
12
a) Jam pelayanan di TPT pukul 08.00 - 16.00 waktu setempat
b) Setiap petugas di TPT wajib melayani Wajib Pajak pada jam
pelayanan
c) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan jam pelayanan dan
waktu pengambilan nomor antrean selain yang dimaksud
dalam poin I
d) Pemberian layanan di TPT tetap dilaksanakan pada jam
istirahat
e) Dalam hal pelayanan pada hari Jumat, Kepala KPP dapat
mengatur jam istirahat sesuai dengan situasi dan kondisi di unit
kerjanya; dan/atau
f) Dalam hal pelayanan pada hari keagamaan, Kepala Kantor
Wilayah DJP dapat mengatur jam pelayanan sesuai dengan
situasi dan kondisi di wilayah kerjanya
3) Pengaturan sistem antrean meliputi:
a) Sistem antrean di TPT dibagi menjadi:
1) Antrean pelayanan di Help Desk.
2) Antrean pelayanan di Loket TPT, meliputi:
a) Antrean untuk penerimaan surat/permohonan; dan
b) Antrean untuk Nomor Pokok Wajib Pajak/Pengusaha
Kena Pajak.
II. Petugas TPT harus memberikan layanan kepada Wajib Pajak
dan/ atau masyarakat sampai dengan antrean terakhir.
13
4) Mekanisme pelayanan saat terjadinya gangguan teknis dan atau
keadaan darurat.
I. Terjadi gangguan teknis maka:
1) Petugas TPT memberitahukan secara lisan kepada Wajib
Pajak dan/atau masyarakat yang datang ke TPT dan membuat
pengumuman tertulis tentang pemberitahuan adanya
Gangguan Teknis
2) Petugas TPT menerima setiap permohonan yang memenuhi
syarat ketentuan dan memproses permohonan tersebut secara
manual serta menerbitkan bukti penerimaan yang
penomorannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku;
dan
3) Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) dalam bentuk elektronik (e-SPT) dan/atau
membutuhkan layanan elektronik lainnya, maka SPT dan
layanan tersebut diproses setelah sistem aplikasi berfungsi
kembali.
II Terjadi keadaan darurat maka:
1) petugas TPT memberitahukan secara lisan atau membuat
pengumuman secara tertulis tentang terjadinya keadaan
darurat
14
2) KPP dapat mencari tempat lain atau baru sebagai alternatif
untuk tempat pelayanan baru dan segera membuat
pengumuman resmi mengenai perpindahan alamat tersebut
b. Standar sumber daya manusia meliputi:
1) Pengaturan jumlah petugas
Petugas yang melaksanakan pelayanan di TPT terdiri dari:
I). Petugas Inti yang meliputi: koordinator harian, petugas help
desk dan petugas loket TPT
II).Pendukung yang meliputi: pengarah layanan, resepsionis,
petugas keamanan atau satpam dan petugas kebersihan
2) Persyaratan petugas
Petugas pelayanan harus memenuhi syarat yaitu tingkat pendidikan,
usia, jabatan dan kompetensi.
3) Alokasi jumlah petugas
Jumlah petugas yang dialokasikan tiap KPP berbeda tergantung
kebutuhan KPP tersebut.
4) Standar berpakaian dan berperilaku
Standar berpakaian dan berperilaku diatur sendiri dalam peraturan
lain.
c. Standar fasilitas meliputi:
1) Standar pengaturan fasilitas di area TPT
2) Standar fasilitas yang tersedia di area TPT
Area TPT terdiri dari:
15
a) Area tunggu yaitu area atau tempat wajib pajak dan masyarakat
menunggu layanan
b) Area layanan mandiri adalah tempat dimana wajib pajak
memperoleh layanan secara mandiri
c) Area help desk yaitu tempat dimana dapat memperoleh informasi
atau konsultasi
d) Area loket TPT yaitu tempat Wajib Pajak menyampaikan surat atau
permohonan perpajakan
e) Area lainnya yaitu tempat selain area atau tempat tunggu, area
layanan, area help desk dan loket TPT.
Area TPT harus selalu dalam keadaan bersih dan rapi. Petugas dan
wajib pajak harus senantiasa menjaga kebersihan di area TPT. Fasilitas
TPT juga harus dijaga akan kebersihannya agar tetap berfungsi dengan
baik.
d. Standar pengawasan meliputi:
1) Penanggung jawab kegiatan
2) Aspek pelayanan yang diawasi
3) Tata cara pengawasan
4) Sanksi
Upaya perbaikan pelayanan dilakukan dengan modernisasi sistem
adminstrasi perpajakan agar pelayanan menjadi cepat dan efisien. Menurut
Fauziati dan Syahri (2016) efektivitas adalah suatu pengukuran seberapa jauh
target (kualitas, kuantitas dan waktu) yang telah ditetapkan dapat tercapai.
16
Pelayanan sistem adminstrasi perpajakan yang diberikan kepada Wajib Pajak
adalah sistem yang berbasis online. Sistem ini akan memberikan kemudahan
kepada Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya. Menurut
Widayati dan Nurlis (2010) hal-hal yang mengindikasikan efektivitas sistem
adminstrasi perpajakan adalah:
1. Adanya sistem pelaporan melalui e-SPT dan e-filing. Wajib pajak dapat
melaporkan pajak secara lebih mudah dan cepat. Aplikasi e-SPT adalah
aplikasi buatan Dirjen Pajak untuk memudahkan Wajib Pajak dalam
pelaporan SPT, sedangkan e-filing merupakan cara penyampaian SPT
secara elektronik yang dilakukan secara online pada website Dirjen
Pajak.
2. Pembayaran melalui e-banking yang memudahkan Wajib Pajak dapat
melakukan pembayaran dimana saja dan kapan saja.
3. Penyampaian SPT melalui drop box yang dapat dilakukan di berbagai
tempat, tidak harus di KPP tempat Wajib Pajak terdaftar
4. Peraturan perpajakan dapat diakses secara lebih cepat melalui internet,
tanpa harus menunggu adanya pemberitahuan dari KPP.
5. Pendaftaran NPWP yang dapat dilakukan secara online.
5. Sanksi Perpajakan
Sanksi merupakan cara yang dilakukan pemerintah agar Wajib Pajak tidak
melakukan pelanggaran atau kecurangan dalam membayar pajak (Caroko dkk,
2015). Bisa juga sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif). Tujuan
pencegahan agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan yang berlaku.
17
Pengenaan sanksi pajak kepada Wajib Pajak dapat meningkatkan kepatuhan
Wajib Pajak itu sendiri. Menurut Mardiasmo (2009) sanksi pajak ada 2 macam
yaitu :
a. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi adalah pengenaan denda, bunga atau
kenaikan atas ketidakpatuhan yang dilakukan Wajib Pajak dalam
menjalankan kewajiban administrasi perpajakan. Sanksi administrasi
bukan sebagai penghukum. Sanksi bertujuan mengingatkan Wajib
Pajak agar lebih teliti dan berhati-hati dalam menjalankan
kewajibannya. Sanksi administrasi di bagi menjadi 3,yaitu :
1) Sanksi Administrasi berupa denda
2) Sanksi administrasi berupa bunga
3) Sanksi administrasi berupa kenaikan.
b. Sanksi Pidana
Bidang perpajakan, mengenal istilah kealpaan, yaitu tidak
sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban
perpajakan sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara. Tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak
mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.
Sanksi pajak yang berlaku tetap ada pengecualian jika:
1) Wajib Pajak orang pribadi telah meninggal dunia
18
2) Wajib Pajak orang pribadi sudah tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas
3) Bentuk usaha tetap tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia
4) Wajib Pajak badan tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum
di bubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
5) Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi
6) Wajib Pajak terkena bencana atau musibah, yang ketentuannya diatur
sendiri.
7) Wajib Pajak lain di atur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
6. Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Mangoting dan Sadjiarto (2013) kepatuhan pajak adalah keadaan
atau kondisi saat Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan dan melaksanakan
hak perpajakannya yang sesuai dengan undang-undang perpajakan. Kepatuhan
Wajib Pajak diartikan sebagai memasukkan dan melaporkan informasi yang
diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang dan membayarnya
pada waktunya tanpa tindakan pemaksaan. Menurut Faizin dkk.(2016) kepatuhan
Wajib Pajak secara terminologi berarti taat, patuh dan disiplin terhadap perintah
atau aturan, dapat dikatakan Wajib Pajak patuh jika Wajib Pajak tersebut taat atau
disiplin dalam memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai
dengan undang-udang yang berlaku. Dikatakan patuh juga apabila tidak
melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan.
19
Kepatuhan Wajib Pajak merupakan rasa bersalah dan rasa malu dari setiap
persepsi Wajib Pajak atas kewajaran dan keadilan yang mereka tanggung, dan
pengaruh kepuasan dari pemerintah (Ardiyansyah dkk.,2016). Kepatuhan Wajib
Pajak menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut
sistem Self Assessment di mana dalam prosesnya pemerintah memberikan
kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memotong,
membayar dan melapor kewajibannya (Tryana, 2013). Sistem self assessment
dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini dikarenakan Wajib
Pajak melakukan kewajibannya sendiri.
Tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi akan memberikan dampak
positif bagi penerimaan pajak. Semakin tinggi tingkat kepatuhan Wajib Pajak,
maka semakin besar pula penerimaan pajak. Penerimaan pajak yang besar akan
memudahkan pemerintah untuk melakukan pembangunan nasional. Pembangunan
nasional yang dilakukan akan dirasakan kembali oleh rakyat.
C. Perumusan Hipotesis
1. Sosialisasi terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Winerungan (2013) menjelaskan bahwa sosialisasi yang diberikan kepada
warga negara atau masyarakat dimaksudkan untuk memberikan pengertian dan
pemahaman akan pentingnya membayar pajak. Sosialisasi akan menjadikan
masyarakat paham tentang manfaat membayar pajak serta sanksi jika tidak
membayar pajak, sehingga dengan demikian sosialisasi dapat berpengaruh untuk
menambah jumlah Wajib Pajak dan dapat menimbulkan kepatuhan dari Wajib
Pajak. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat pada akhirnya
20
menjadi masyarakat yang taat dan patuh dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya yang sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku (Purba 2016).
Purba (2016) dan Faizin (2016) dalam penelitiannya menyatakan penyuluhan atau
sosialisasi berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan
uraian tersebut maka peneliti membuat hipotesis sebagai berikut:
H1: Sosialisasi berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
2. Pelayanan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pelayanan merupakan cara membantu, mengurus segala kebutuhan
seseorang. Pelayanan yang baik ditunjukkan dengan adanya rasa kepuasan oleh
Wajib Pajak. Pelayanan akan mendorong atau meningkatkan kepatuhan Wajib
Pajak dalam melaksanakan kewajibannya (Purba, 2016). Kualitas pelayanan yang
diberikan Kantor Pelayanan Pajak yang sudah baik maka hal tersebut dapat
memberikan persepsi positif terhadap pajak yang diharapkan dapat meningkatkan
motivasi Wajib Pajak dalam membayar pajak (Caroko dkk,2015). Kualitas
petugas fiskus juga akan mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak. Pelayanan yang
diberikan oleh fiskus selama proses perpajakan berkaitan dengan sikap Wajib
Pajak (Murti dkk.,2014). Jika pelayanan yang diberikan sudah baik dan maksimal
maka Wajib Pajak akan merasa terbantu dan puas akan pelayanan yang diberikan,
hal ini akan berdampak pada kepatuhan Wajib Pajak. Menurut Veronica (2015)
pelayanan fiskus yang baik dan maksimal akan memberikan kenyamanan bagi
Wajib Pajak. Ardiyansyah dkk.(2016) menyatakan pelayanan berpengaruh
terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti
membuat hipotesis sebagai berikut:
21
H2: Pelayanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
3 Sanksi
Wajib Pajak akan mematuhi kewajibannya apabila memandang sanksi pajak
akan merugikannya. Pratiwi (2016) dan Warouw (2015) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa sanksi berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Adanya sanksi tersebut akan mendorong meningkatnya kepatuhan perpajakan.
Sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak (Fuadi
dan Mangoting,2013). Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti membuat
hipotesis sebagai berikut:
H3: Sanksi berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
4. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pengembangan hipotesis, variabel-variabel yang berhubungan
dengan kepatuhan wajib pajak maka dapat digambarkan dalam suatu model
seperti berikut:
Pelayanan
(X2)
Sosialisasi
(X1)
Sanksi
(X3)
Kepatuhan Wajib
Pajak
(Y)