Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinanrepository.iainkediri.ac.id/62/1/KONSEPI AQURAN- M...

188
KONSEPSI AL-QUR’AN Tafsir Maw}du>’i> Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan M. Zaenal Arifin IAIN KEDIRI PRESS 2019

Transcript of Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinanrepository.iainkediri.ac.id/62/1/KONSEPI AQURAN- M...

KONSEPSI AL-QUR’ANTafsir Maw}du>’i>

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan

M. Zaenal Arifin

IAIN KEDIRI PRESS 2019

© 2019, M. Zainal Arifin

All right reserved

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian

atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit

Penulis: M. Zainal ArifinLayout: AuraDesain Cover: Audina

Cetakan: I September 2019

Diterbitkan oleh:

IAIN Kediri PressJl. Sunan Ampel 07 Ngronggo Kediri Jawa Timur 64127Telp. (0354) 689282, Fax (0354) 686564

Percetakan:

Nadi offset

Jl.Nakulo No.19A Pugeran Maguwoharjo Depok Sleman YogyakartaTelp. 0274-4333626 / 081578626131

ISBN : 978-602-8167-xx-x

Sanksi Pelanggaran Pasal 72

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

KONSEPSI AL-QUR’AN Tafsir Maw}du>’i>Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan iii

ii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia

gh = غ r = ر ‘ = ا

f = ف z = ز b = ب

q = ق s = س t = ت

k = ك sh = ش th = ث

l = ل {s = ص j = ج

m = م {d = ض {h = ح

n = ن {t = ط kh = خ

w = و {z = ظ d = د

h = ه ‘ = ع dh = ذ

y = ى

Bunyi madd: a> ( آ )

i> ( اي )

u> ( او )

Bunyi diptong: ay ( أي )

Aw ( أو )

PENGANTAR PENULIS

PEDOMAN TRANSLITERASI

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan v

Berkat rahmat Allah SWT. dan dengan mengucapkan syukur kepada-Nya, penulisan buku yang berjudul “Konsepsi Al-Qur’an: Tafsir Mawd}u>’i tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan” telah dapat diselesaikan. Sholawat dan salam penulis haturkan kepada Rasulullah SAW. Nabi akhir zaman yang menjadi uswah h}asanah bagi seluruh umat manusia.

Buku ini merupakan kumpulan dari beberapa penelitian yang pernah penulis lakukan dalam bidang tafsir yang menggunakan metode mawd}u>’i> atau tematik.

Dengan selesainya penulisan buku ini, penulis meng-ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga karya sederhana ini dapat terbit, khususnya kepada Bapak Dr. Nur Chamid, MM. selaku Rektor IAIN Kediri dan Bapak Dr. Muhamad Yasin, M.Pd. selaku Kepala LPPM IAIN Kediri.

Penulis selalu berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapa saja yang membaca buku ini dan menjadikan

PENGANTAR PENULIS

vi Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

referensi dalam dunia pendidikan, khususnya para maha-siswa. Buku ini tentunya masih banyak kekurangan. Tiada gading yang tak retak. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak untuk menyempurnakan buku ini.

Akhirnya kepada Allah jua kita memohon taufik dan

hidayah-Nya serta pahala yang berlipat untuk kita sekalian.

Amin.

Kediri, Pebruari 2019

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan vii

DAFTAR ISI

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................... IIIPENGANTAR PENULIS ................................................................vDAfTAR ISI .................................................................................vII

BAGIAN PERTAMAMETODE TAFSIR AL-QUR’AN ....................................................1A. Objek Penelitian dalam Studi al-Qur’an dan Tafsir ....2B. Metodologi dan Karakteristik Tafsir Al-Qur’an ...........5

BAGIAN KEDUAKHUSYUK DALAM AL-QUR’AN .............................................. 13A. Pengertian Khusyuk .......................................................... 13B. Term-term Khusyuk dalam al-Qur’an .......................... 15C. Istilah-istilah yang identik dengan Khushu >’ ................... 42D. Ragam Khusyuk dalam Al-Qur’an ................................. 58E. Dampak Khusyuk dalam al-Qur’an ............................... 73f. Perumpamaan Khusyuk dalam al-Qur’an. ................ 91G. Kesimpulan ........................................................................... 93

viii Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

BAGIAN KETIGASYUKUR DALAM AL-QUR’AN ................................................. 95A. Pengertian Syukur ....................................................................... 95B. Syukur yang ditunjuk dengan term h}amd ....................106C. Jenis-jenis Syukur dalam al-Qur’an ............................110D. Kemampuan Manusia Bersyukur ................................115E. Waktu dan Tempat Bersyukur ....................................124f. Upaya-upaya Syukur ........................................................127G. Kesimpulan .........................................................................130

BAGIAN KEEMPATKEPEMIMPINAN DALAM AL-QUR’AN ................................133A. Pengertian Kepemimpinan ..................................................134B. Term-term Kepemimpinan dalam al-Qur’an ...........136C. Karakteristik Pemimpin Ideal .....................................145D. Nabi Muhammad saw. adalah Teladan Terbaik ......157E. Hampir Semua Teori Kepemimpinan Ada pada

Nabi Muhammad saw. .....................................................163f. Kesimpulan ........................................................................167

KONSEPSI AL-QUR’ANTAfSIR MAW}DU>’I> TENTANG KHUSyUK, SyUKUR, DAN KEPEMIMPINAN ............................................................171

DAfTAR PUSTAKA ..................................................................173BIODATA PENULIS ..................................................................179

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 1

Sejarah mencatat, penafsiran al-Qur’an telah tumbuh dan berkembang sejak masa-masa awal pertumbuhan dan perkembangan Islam. Hal ini didukung oleh adanya fakta sejarah yang menyebutkan bahwa Nabi pernah melakukannya. Pada saat sahabat belum paham tentang maksud dan kandungan salah satu isi kitab suci al-Qur’an, mereka menanyakannya langsung kepada Nabi. Sepeninggal Nabi, kegiatan penafsiran al-Qur’an tidak berhenti, malah semakin meningkat. Munculnya persoalan-persoalan baru seiring dengan dinamika masyarakat yang progresif mendorong umat Islam generasi awal mencurahkan perhatian yang besar dalam menjawab problematika umat. Perhatian utama mereka tertuju pada al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam, maka upaya-upaya penafsiran terus dilakukan. 1

1 Ibid., 40-41.

BAGIAN PERTAMAMETODE TAFSIR AL-QUR’AN

2 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Tafsir merupakan langkah untuk memahami al-Qur’an dengan cara menjelaskan hal-hal yang masih samar yang dikandung dalam al-Qur’an sehingga dengan mudah dapat dimengerti, dan dapat dikeluarkan hukum yang terkandung di dalamnya untuk diterapkan dalam kehidupan sebagai suatu ketentuan hukum.2

Secara historis setiap penafsiran menggunakan satu metode atau lebih dalam menafsirkan al-Qur’an. Pilihan metode-metode itu tergantung kepada kecenderungan dan sudut pandang mufassir, serta latar belakang keilmuan dan aspek-aspek lain yang melingkupinya. Secara tegas dapat pula dikatakan, metode-metode tafsir tertentu telah digunakan secara aplikatif oleh para penafsir itu untuk kebutuhan penafsiran yang dimaksud, hanya saja metode-metode itu tidak disebutkan dan dibahas secara eksplisit. Setelah ilmu pengetahuan Islam berkembang secara pesat, metode ini dikaji sehingga melahirkan metodologi tafsir. 3

A. Objek Penelitian dalam Studi al-Qur’an dan Tafsir

Di kalangan sarjana Islam dan Barat, studi al-Qur’an memperoleh perhatian yang intens, baik dalam konteks

2 Alfatih Surya Dilaga, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta : Teras, 2005), 27.

3 M.Yusron, et.al., Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Yogyakarta : Teras, 2006), 49-75. Perkembangan tafsir al-Qur’an sejak masa Nabi saw, sahabat Nabi r.a., sampai dengan zaman kini, dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori; metodologis (manhaj) dan karakteristik/corak (lawn/naz’ah/ittijah). Secara metodologis, aktifitas penafsiran dapat ditinjau dari sisi sumber penafsirannya, cara penjelasannya, cara menentukan sasaran dan susunan ayat-ayat yang ditafsirkannya, serta keluasan tafsirnya. Sedang karakteristik penafsiran dapat ditelusuri dari sisi kecenderungan penafsir dalam menyajikan karya penafsirannya. Lihat Saqiyah Musafa’ah, et. al., Studi al-Qur’an (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 381-412.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 3

sebagai kitab suci agama Islam maupun sebagai teks. Keduanya terus mengembangkan studi al-Qur’an yang bersifat dialektis, dialogis, dan kritis, meskipun terkadang satu sama lain saling bersikap apatis dan prejudices. Salah satu alasan kemungkinan munculnya perbedaan sikap di antara kalangan sarjana Islam dan Barat adalah tujuan orientasi studi tiap-tiap kelompok. Sebagai orang luar (outsider), sarjana Barat umumnya mengkaji dan memahami al-Qur’an dalam kerangka epistemologis yang dikaji secara ilmiah kritis. Sedangkan di kalangan sarjana Islam, kerangka yang dikembangkan dalam studi al-Qur’an cenderung mengarah pada penanaman dan pengaruh logos al-Qur’an serta peristiwa keimanan (event of faith) daripada melihat al-Qur’an sebagai peristiwa pengetahuan (event of logos).4

Studi al-Qur’an dan tafsir selalu mengalami perkem-bangan seiring dengan perkembangan ilmu yang dipandang sebagai ilmu bantu bagi ilmu-ilmu al-Qur’an, seperti linguistik, hermeneutika, sosiologi, antropologi , dan lain-lain. Hal ini terkait dengan objek penelitian dalam kajian al-Qur’an itu sendiri. Secara garis besar, genre dan objek penelitian al-Qur’an dapat dibagi dalam empat bagian.5

Pertama, Penelitian yang menempatkan teks al-Qur’an sebagai objek kajian. Dalam hal ini, teks al-Qur’an diteliti dan dianalisis dengan pendekatan tertentu, sehingga peneliti dapat menemukan sesuatu yang diharapkan dari penelitiannya. Sesuatu yang dimaksud di sini bisa saja berupa konsep tertentu yang bersumber dari teks al-Qur’an dan bisa juga berupa gambaran-gambaran tertentu tentang teks itu sendiri. Tujuan kajian semacam ini bisa saja beragam,

4 Marzuki Wahid, Studi al-Qur’an Kontemporer Perspektif Islam dan Barat (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 5.

5 M. Mansyur, et. al., Metodologi Living Qur’an dan Hadis (Yogyakarta: Teras, 2007), xi.

4 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

tergantung pada kepentingan dan keahlian masing-masing pengkaji. Sebagian penelitian misalnya menguak wawasan al-Qur’an tentang konseps tertentu, yang pada akhirnya konsepsi Qur’a>ni> yang dipahami melalui penelitian tersebut diharapkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam upaya mengatasi problem kehidupan tertentu atau bahkan dengan tujuan mendapatkan keridhaan Ilahi dan kebahagiaan, baik di dunia maupun akhirat. Kajian ini biasanya dilakukan oleh sarjana-sarjana muslim dan disebut dengan istilah tafsir mawd}u>’i> atau tematik.6

Kedua, Penelitian yang menempatkan hal-hal di luar teks al-Qur’an, namun berkaitan erat dengan kemunculannya sebagai obyek kajian. Seperti kajian tentang asba>b al-nuzu>l, sejarah penulisan dan pengkodifikasian teks, muna>sabah al-Qur’a>n, i’ja>z al-Qur’a>n, dan lain-lain. Kajian ini, sebagaimana kajian teks konvensional, telah mendapatkan perhatian dari ulama-ulama Islam periode klasik.7

Ketiga, Penelitian yang menjadikan pemahaman terhadap teks al-Qur’an sebagai obyek penelitian. Sejak masa Nabi hingga sekarang al-Qur’an dipahami dan ditafsirkan oleh umat Islam, baik secara keseluruhan maupun hanya bagian-bagian tertentu dari al-Qur’an, baik secara mush}afi> maupun nuzuliy. Hasil penafsiran ini kemudian dijadikan

6 Misalnya M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2000), 3-564. Lihat Hasyim Muhammad, Tafsir Tematis Al-Qur’an dan Masyarakat (Yogyakarta: Teras, 2007), 1-189.Lihat Muhammad Abdel Halem, Understanding Quran: Themes and Style (London: I.B. Tauris & Co Ltd., 1999), 1-280. Lihat Waryono Abdul Ghafur, Hidup Bersama Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Rihlah, 2007), 1-353.

7 Misalnya Muh}ammad ibn ‘Abd Allah al-Zarkashi >, al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n Vol. 1,2,3, dan 4 (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2007. Manna >’ al-Qat }t}a>n, Maba>hi>th fi> ‘Ulu>m al-Qur’a >n (Beirut: Manshu>ra >t al-‘As}r al-H}adi>th, 1973), 1-390.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 5

obyek pembahasan. Sejumlah pertanyaan terkait dengan metode dan hasil penafsiran sudah pasti berupaya dijawab oleh penelitian semacam ini. Selain itu peneliti juga dapat menganalisa faktor-faktor apa yang mempengaruhi penafsiran seseorang dan hubungannya dengan semangat zaman.8

Keempat, Penelitian yang memberikan perhatian pada respons masyarakat terhadap teks al-Qur’an dan hasil penafsiran seseorang. Termasuk dalam pengertian respons masyarakat adalah penerimaan mereka terhadap teks tertentu dan hasil penafsiran tertentu. Penerimaan terhadap al-Qur’an dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari, seperti tradisi bacaan surat atau ayat tertentu pada acara seremonial sosial keagamaan tertentu. Sementara itu, penerimaan dari hasil penafsiran terjelma dalam dilembagakannya bentuk penafsiran tertentu dalam masyarakat, baik dalam skala besar maupun kecil. Teks al-Qur’an yang hidup di masyarakat itulah yang disebut dengan the living Qur’an. Sementara pelembagaan hasil penafsiran tertentu dalam masyarakat dapat disebut dengan the living tafsir. Penelitian semacam ini kiranya merupakan bentuk penelitian yang menggabungkan antara cabang ilmu al-Qur’an dengan cabang ilmu sosial, seperti sosiologi dan antropologi.9

B. Metodologi dan Karakteristik Tafsir Al-Qur’an

Perkembangan tafsir al-Qur’an sejak masa Nabi saw, sahabat Nabi r.a., sampai zaman kini, dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu: metodologis (manhaj), dan

8 Misalnya, M. Mansyur, et. al., Studi Kitab Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2004), 1-170. Lihat M. Yusron, et. al., Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: Teras, 2006), 1-133.

9 M. Mansyur, et. al., Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, xiv.

6 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

karakteristik/corak (lawn). Secara metodologis, aktifitas penafsiran dapat ditinjau dari sumber penafsirannya, cara penjelasannya, cara menentukan sasaran dan susunan ayat-ayat yang ditafsirkannya, serta keluasan penafsirannya. Sedang karakteristik penafsiran dapat ditelusuri dari sisi kecenderungan penafsir dalam menyajikan karya penafsirannya.10

Metode Tafsir al Qur’an bila ditinjau dari segi sumber penafsirannya, ada tiga macam: 1. Metode Tafsi>r al Ma’thu >r/bi al-Riwa>yah/bi al-

Manqu >l, yaitu tata cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang didasarkan atas sumber penafsiran al-Qur’an, al-H}adi>th, dari riwayat sahabat dan tabi’in.11

2. Metode Tafsi>r bi al-Ra’yi>/bi al-Dira>yah/bi al-Ma’qu>l, ialah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang didasarkan atas sumber ijtihad dan pemikiran mufasir terhadap tuntunan kaidah bahasa Arab dan kesusastraannya, teori ilmu pengetahuan setelah dia menguasai sumber-sumber tadi.12

3. Metode Tafsi>r bi al-Iqtira>ni> (perpaduan antara bi al-Manqu >l dan bi al-Ma’qu>l), adalah cara menafsirkan al-Qur’an yang didasarkan atas perpaduan antara sumber tafsir riwayah yang kuat dan dan s}ah}i>h} dengan sumber hasil ijtihad pikiran yang sehat.13

10 Saqiyah Musafa’ah, et. al., Studi Al-Qur’an, 380. Lihat M. Ridlwan Nasir, Memahami al-Qur’an Perspektif Baru Metodologi Tafsir Muqarin (Surabaya: Indra Media, 2003), 13-19.

11 Husayn al-Dhahabiy, Al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, Vol. 1 (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1976), 152.

12 Ibid., 253.13 Saqiyah Musafa’ah, et. al., Studi Al-Qur’an, 381.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 7

Metode Tafsir al-Qur’an bila ditinjau dari segi cara penjelasannya terhadap tafsiran ayat-ayat al-Qur’an, maka metode tafsir ada dua macam: 1. Metode Baya>ni>/Metode Deskripsi, ialah penafsiran

dengan cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an hanya dengan memberikan keterangan secara deskripsi tanpa membandingkan riwayat/pendapat dan tanpa menilai (tarji>h}) antar sumber.

2. Metode tafsi>r Muqa>rin/komperasi, yaitu membandingkan ayat dengan ayat yang berbicara dalam masalah yang sama, ayat dengan hadis (isi dan matan), antara pendapat mufasir dengan mufasir lain dengan menonjolkan segi-segi perbedaan.14

Metode Tafsir bila ditinjau dari segi keluasan penjelasan tafsirannya, maka ada dua macam: 1. Metode Tafsir Ijma>li>, adalah penafsiran dengan cara

menafsirkan ayat al-Qur’an hanya secara global saja yakni tidak mendalam dan tidak pula panjang lebar, sehinnga bagi orang awam akan lebih mudah untuk memahami,

2. Metode Tafsir Tafs}ili>, ialah penafsiran dengan cara menafsirkan ayat al-Qur’an hanya secara mendetail/rinci, dengan uraian-uraian yang panjang lebar, sehingga cukup jelas dan terang yang banyak disenangi oleh para cerdik pandai.15

Metode Tafsir bila ditinjau dari segi sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan, maka metode penafsiran al-Qur’an ada tiga macam: 1. Metode Tafsir Tah}li>li>, adalah menafsirkan ayat-

ayat al-Qur’an dengan cara urut dan tertib

14 Ibid., 182.15 Ibid.

8 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

dengan uraian ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf, dari awal surat al-Fa>tih}ah hingga akhir surat al-Na>s.

2. Metode Tafsir Mawd}u>’i>, ialah suatu penafsiran dengan cara mengumpulkan ayat mengenai satu judul/topik tertentu, dengan memperhatikan masa turunnya dan asba>b al-nuzu>l ayat, serta dengan mempelajari ayat-ayat tersebut secara cermat dan mendalam, dengan memperhatikan hubungan ayat yang satu dengan ayat yang lain di dalam menunjuk pada suatu permasalahan, kemudian menyimpulkan masalah yang dibahas dari dilalah ayat-ayat yang ditafsirkan secara terpadu.

Al-Farmawi> dalam bukunya al-Bida>yah fi al-Tafsi>r al-Mawd}u>’i> mengemukakan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam penafsiran dengan metode ini. Langkah-langkah tersebut adalah: pertama, memilih atau menetapkan masalah yang akan dibahas secara tematik. Kedua, melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan.16 Ketiga, menyusun runtutan ayat sesuai dengan urutan pewahyuannya serta pemahaman tentang asba>b al-nuzu>l-nya.17 Keempat, memahami korelasi ayat-ayat tersebut 16 Untuk menentukan topik bahasan dan menghimpun ayat-ayat yang

terkait dengan tema tersebut, bagi para pembahas pemula dianjurkan melihat kitab al-Mu’jam al-Mufahra>sh li al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m karya Muh}ammad Fu’a >d ‘Abd al-Ba >qi>.

17 Agak sulit melacak dan mengidentifikasi secara pasti ayat-ayat makkiyyah dan ayat-ayat Mada>niyyah karena urutan tertib ayat tidak mengikuti kronologi waktu turunnya ayat, tetapi berdasarkan petunjuk Nabi saw. (tawqifi). Lagi pula Mushaf Uthmani yang menjadi acuan standar semula disusun mengikuti petunjuk Nabi. Koleksi mushaf para sahabat yang di antaranya ada yang ditulis berdasarkan kronologi turunnya ayat, semuanya sudah dibakar setelah tim penyusun al-Qur’an dibentuk Uthman menyelesaikan tugasnya. Jadi pembakaran mushaf para sahabat bisa juga berarti sebagai kerugian intelektual, karena dengan demikian

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 9

dalam surahnya masing-masing.18 Kelima, menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (out line). Keenam, melengkapi dengan hadits-hadits yang relevan. Ketujuh, mempelajari ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang ‘a>mm dengan yang kha>s}s}, yang mut}laq dengan yang muqayyad atau yang secara lahiriyah tampak bertentangan, sehingga dapat bertemu dalam satu muara.19

Penafsiran dengan metode tematik ini menarik karena beberapa hal, yaitu:

Pertama, metode mawd}u>’i> mencoba memahami ayat-ayat al-Qur’an sebagai satu kesatuan, tidak secara parsial ayat per-ayat, sehingga memungkinkan kita memperoleh pemahaman mengenai konsep al-Qur’an secara utuh. Dengan metode mawd}u>’i> ini mengharuskan seseorang untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an secara proporsional, sehingga menempatkan suatu ayat pada tempatnya tanpa

sulit melacak kronologi ayat berdasasrkan waktu turunnya, padahal hal itu diperlukan, terutama dalam melakukan kritis tentang ayat-ayat nasikh dan mansukh, ayat-ayat ‘amm dank has, dan ayat-ayat mutlaq dan muqayyad. Yang dapat dilacak dan diidentifikasi ialah surah-surah makkiyyah dan surah-surah mada>niyyah. Inipun masih diperselisihkan di kalangan ulama tafsir. LihatM.Quraish Shihab, et. al., Sejarah dan ‘Ulu >mul Qur’a >n (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), 65. Referensi yang dapat digunakan untuk melacak ayat berdasarkan kronologi turunnya surah-surah dalam al-Qur’an antara lain kitab al-Tafsi>r al-Hadi>th karya Muhammad Izzah Darwazah.

18 Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya dalam surahnya masing-masing dibutuhkan dalam upaya mengetahui perkembangan petunjuk al-Qur’an menyangkut persoalan yang dibahas dan bagi mereka yang bermaksud menguraikan satu kisah atau kejadian, maka runtutan yang dibutuhkan adalah runtutan kronologis peristiwa. Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1994), 115.

19 Abdul Hay al-Farmawi>, al-Bida>yah fi > al-Tafsi>r al-Mawd}u>’i>, 23.

10 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

memaksakan pra-konsepsi tertentu kepada ayat-ayat tertentu dari al-Qur’an. Dengan demikian, pemahaman ayat-ayat al-Qur’an model ini akan berbeda secara diametral dengan model pemahaman tradisional yang cenderung parsial, sehingga bisa menegaskan kesan pertentangan antar ayat yang demikian dominan dalam penafsiran tradisional.

Kedua, metode mawd}u>’i> bisa bersifat praktis dan bisa langsung bermanfaat bagi masyarakat karena kita bisa memilih tema-tema tertentu untuk dikaji. Seseorang bisa mengkaji problem tertentu yang terjadi di masyarakat dengan merujuk pada konsep al-Qur’an melalui metode ini. Cara ini bukan saja bisa lebih mengantarkan pada pemahaman yang lebih obyektif mengenai pandangan al-Qur’an atas masalah tertentu dalam masyarakat, namun juga lebih efisien karena mengesampingkan pembahasan terhadap ayat-ayat yang tidak relevan dengan obyek yang dikaji.

Di antara kitab-kitab tafsir yang menggunakan pendekatan ini adalah al-Insa>n fi> al-Qur’a>n dan al-Mar’ah fi> al-Qur’a>n karya Mah}mu>d ‘Abba >s al-Aqqa>d, al-Riba> fi> al-Qur’a>n karya Abu> al-A’la > al-Mawdu>di>, al-‘Aqi>dah min al-Qur’a>n karya Muh}ammad Abu > Zahrah, Mah}mu>d Shaltut dalam al-Was}aya> al-‘Ashr. awasan al-Qur’an karya Quraish Shihab atau Ensiklopedi al-Qur’an karya Dawam Raharjo.

3. Metode Tafsir Nuzu>li>, yaitu menafsirkan ayat-ayat al Qur’an dengan cara urut dan tertib sesuai dengan urutan turunnya ayat al Qur’an.

Para mufasir yang mempunyai kecenderungan tersendiri dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an itu akan menimbulkan aliran-aliran tafsir al-Qur’an. Di antaranya

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 11

ialah Tafsi>r lughawi>/adabi>, al-fiqhi>, s}u>fi>, i’tiqa>di>, falsafi>, as}ri>/‘ilmi>, ijma>’i>.20

1. Tafsir lughawi>/adabi> ialah tafsir yang menitik beratkan pada unsur bahasa, yaitu meliputi segi i’rab dan harakat bacaannya, pembentukan kata, susunan kalimat, kesusateraan.

2. Tafsir al fiqhi > adalah tafsir al-Qur’an yang beraliran hukum/fikih yang titik sentralnya pada bidang hukum.

3. Tafsir s}u>fi> yaitu tafsir al-Qur’an yang beraliran tasawuf, kajiannya menitik beratkan pada unsur-unsur kejiwaan.

4. Tafsir i’tiqa>di> adalah tafsir al-Qur’an yang beraliran aqidah, baik Dari golongan mu’tazilah maupun syi’ah, dengan dititik sentralkan pada bidang aqidah.

5. Tafsir falsafi> ialah tafsir al-Qur’an yang beraliran filsafat yang menitik beratkan pada bidang filsafat dengan menggunakan jalan dan pemikiran filsafat.

6. Tafsir ‘ilmi>/as}ri> yakni tafsir al Qur’an yang beraliran modern/ilmiah, titik sentralnya pada bidang ilmu pengetahuan umum, untuk menjelaskan makna ayat-ayat al Qur’an, terutama berkisar pada masalah alam (fisika) atau ayat-ayat kauniyah.

7. Tafsir ijma’i>. ialah tafsir yang menitik beratkan pada unsur sosial masyarakat.

20 Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Tafakur, 2009), 199-205.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 13

A. Pengertian Khusyuk

Secara bahasa atau etimologi, term khushu >’ yang berakar dari huruf kha-sha-‘a dapat berarti tenang atau tunduk (al-Khud}u>’).1 Khusyuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai penuh konsentrasi, bersungguh-sungguh, dan penuh kerendahan hati.2 Kata khushu >’ dalam al-Mu’jam al-Was}i>t} yang berasal dari kata kha-sha-‘a mempunyai

1 Ahmad Munawir Warson, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 341. Namun menurut Ibn Faris tunduk digunakan untuk anggota badan, sedangkan khusyuk digunakan pada suara, pandangan, wajah, dan hati. Lihat Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), VI: 471. Lihat Al-Ra >ghib al-Isfaha>ni>, Mu’jam Mufrada>t al-Fa>z} al-Qur’a>n (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmi >yah, 2004), 167.

2 Umi Chulsum dan Windi Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Surabaya: Kashiko, 2006), 378.

BAGIAN KEDUAKHUSYUK DALAM AL-QUR’AN

14 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

beberapa arti: tunduk, rendah atau perlahan,3 diam atau tak bergerak.4

Menurut istilah atau terminologi, khusyuk artinya: kelembutan hati, ketenangan sanubari yang berfungsi menghindari keinginan keji yang berpangkal dari memperturutkan hawa nafsu hewani, serta kepasrahan di hadapan Ilahi yang dapat melenyapkan keangkuhan, kesombongan dan sikap tinggi hati.5 Bisyri Mustofa menjelaskan bahwa khusyuk adalah yakin akan bertemu dengan Allah dan dan akan kembali kepada-Nya.6 Ibn Kathi>r menjelaskan bahwa khusyuk adalah ketenagan hati dan keengganannya mengarah kepada kedurhakaan.7 Misa Abdu berpendapat bahwa khusyuk menurut istilah adalah keadaan jiwa yang tenang dan tawadhu’ (rendah hati), yang kemudian pengaruh khusyuk di hati tadi akan menjadi tampak pada

3 Biasanva digunakan untuk suara, sebagaimana firman Allah SWT:ن فل تسمع إل همسا يومئذ يتبعون الداعي ل عوج له وخشعت الصوات للرح

“Dan (khusyu’) merendahlah semua suara kepada Rabb Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar melainkan bisikan saja.” (QS. al-T}a>ha> (20): 108).

4 Allah SWT berfirman:فإذا أنزلنا عليها الاء اهتزت وربت إن الذي أحياها ومن آياته أنك ترى الرض خاشعة

يي الوتى إنه على كل شيء قدير ل “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, kamu lihat bumi itu diam tak

bergerak, dan apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur.” (QS. Fus}s}ilat (41): 39)

5 Shu>q D}ayf, et.al. Mu’jam al-Wasi>t} (Kairo: Maktabah al-Shuru>q al-Dawli>yah, 2008), 244. Lihat Al-Ra>ghib al-Isfaha>ni>, Mu’jam Mufrada>t al-Fa>z} al-Qur’a>n, 331.

6 Bisyri Mustofa, al-Ibri>z Lima’rifah Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z (Kudus: Menara Kudus, t.t.), 14.

7 Muh}ammad ‘Ali> al-Sabu >ni>, Mukhtas}ar Ibn Kathi>r (Beirut: Da>r al-Fikr, t.t.), I: 61.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 15

anggota tubuh lainnya.8 Dikatakan pula bahwa khusyuk adalah kelemah-lembutan, ketenangan, ketundukan, dan kerendahan hati. Jika hati mempunyai rasa takut, niscaya seluruh anggota badan akan ikut menjadi khusyuk.9

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang khusyuk tersebut adalah mereka yang menekan kehendak nafsunya dan membiasakan dirinya menerima dan merasa tenang menghadapi ketentuan Allah serta selalu mengharapkan kesudahan yang baik. Mereka adalah orang yang mempersiapkan dirinya untuk menerima dan mengamalkan kebajikan.

B. Term-term Khusyuk dalam al-Qur’an

Terminologi khushu >’ dengan segala kata jadiannya dalam al-Qur’an pada dasarnya dapat dikelompokkan menurut bentuk kata, urutan mush}af, tertib nuzu>l, dan istilah-istilah yang identik dengan khushu >’10 Macam-macam terminologi khushu >’ tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Term Khushu>’ Menurut Bentuknya

Term khushu >’ adalah bentuk mas}dar dari kata -خشع-خيشعkhasha’a-yakhsha’u-khushu) خشوعا >’an). Secara keseluruhan

8 Misa Abdu, Menjernihkan Batin dengan Shalat Khusyu’, terj. Jujuk Najibah Ardianingsih (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), 19.

9 Syaikh Nada Abu Muhammad, Se-khusyuk Shalat Nabi, terj. Jokowi Ahmad (Klaten: Inas Media, 2007), 30.

10 Sistematika pengklasifikasian ini peneliti kutip dari sebuah penelitian yang berjudul Konsep Shifa >’ dalam Al-Qur’an. Lihat Aswadi, Konsep Shifa >’ dalam Al-Qur’an: Kajian Tafsir Mafa>tih} al-Ghaib Karya Fakhruddin al-Ra>zi (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2012), 59.

16 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

term khushu >’ dengan berbagai bentuk perubahannya11 disebut oleh al-Qur’an sebanyak tujuh belas kali dalam berbagai surah dan ayat. Hal ini didasarkan pada hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahras li> al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m.12

Secara berurutan, bentuk-bentuk khushu >’ dengan berbagai ishtiqa>q-nya dalam al-Qur’an13 adalah sebagai berikut: a. Bentuk fi’l ma>d}i dengan menggunakan kata خشعت

(khasha’at) disebut sekali dalam QS T }a>ha> (20): 108يومئذ يتبعون الداعي ل عوج له وخشعت الصوات للرحن فل تسمع إل همسا Pada hari itu mereka mengikuti (panggilan) penyeru (malaikat) tanpa berbelok-belok (membantah); dan semua suara tunduk merendah kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, sehingga yang kamu dengar hanyalah bisik-bisik.14

b. Bentuk fi’l mud}a>ri’ dengan menggunakan kata تشع (takhsha’a) disebut sekali dalam QS al-H }adi>d (57): 16أل يأن للذين امنوا أن تشع قلوبهم لذكر اهلل وما نزل من الق ول يكونوا منهم وكثري قلوبهم فقست المد عليهم فطال قبل من الكتب أوتوا كالذين

فسقون

11 Ulama Ilmu S}araf menggunakan istilah ishtiqa>q, yaitu mengeluarkan satu bentuk kata dari kata yang lain karena adanya persesuaian arti melalui perubahan lafaz}}. Lihat Mus}t}afa > al-Ghalayayni, Ja>mi’ al-Duru>s al-‘Arabi >yah (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmi >yah, 2007), 156-157.

12 Muh}ammad Fu’a >d ‘Abd al-Ba >qi>, al-Mu’ja>m al-Mufahras li> al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m (Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), 296.

13 Urutan bentuk khushu >’ dengan berbagai ishtiqa>q-nya yang dimaksud di sini yakni sesuai dengan tata urutan yang digunakan oleh Muhammad Fu’a >d ‘Abd al-Ba >qi>. Lihat Muhammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba >qi>, al-Mu’ja>m al-Mufahrash li al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m (Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), 296-297.

14 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VI, 194.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 17

Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.15

c. Bentuk ism mas}dar dengan menggunakan kata خشوعا (khushu >’an) disebut sekali dalam QS al-Isra>’ (17): 109

وخيرون لألذقان يبكون ويزيدهم خشوعا Dan mereka menyungkurkan16 wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.17

d. Bentuk ism fa>’il diulang 14 kali dalam al-Qur’an, yaitu:1) Menggunakan kata خاشعا (kha>shi’an) disebut sekali

dalam QS al-H }ashr (59): 21وتلك اهلل خشية من متصدعا خاشعا لرأيته جبل على القران هذا أنزلنا لو

المثال نضربها للناس لعلهم يتفكرون Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berfikir.18

2) Menggunakan kata خاشعون (kha>shi’u>n) disebut sekali dalam QS al-Mu’minu >n (23): 2

الذين هم ف صلتهم خاشعون

15 Ibid., Jilid IX, 680.16 Menyungkurkan artinya menjatuhkan wajah sambil mencium

tanah. Lihat Umi Chulsum dan Windi Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 635.

17 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid V (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), 555.

18 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Jilid X, 73.

18 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya.19

3) Menggunakan kata خشعي (khashi’i >n) disebut lima kali dalam al-Qur’an, yaitu:a) QS al-Baqarah (2): 45

لوة وإنها لكبرية إل على الشعي ب والص واستعينوا بالصDan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.20

b) QS Ali> Imra>n (3): 199إليهم خشعي أنزل وما إليكم أنزل وما باهلل يؤمن لن الكتب أهل من وإن هلل ليشتون بايت اهلل ثنا قليل أولئك لم أجرهم عند ربهم إن اهلل سريع

الساب Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah, dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu, dan yang diturunkan kepada mereka, karena mereka berendah hati kepada Allah, dan mereka tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga murah. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sungguh Allah sangat cepat perhitungan-Nya.21

c) QS al-Anbiya>’ (21): 90فاستجبنا له ووهبنا له ييى وأصلحنا له زوجه إنهم كانوا يسرعون ف الريت

ويدعوننا رغبا ورهبا وكانوا لنا خشعي Maka Kami kabulkan (do’a)nya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya (dapat mengandung). Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami.22

19 Ibid., Jilid VI, 470.20 Ibid., Jilid I, 92.21 Ibid., Jilid II, 103.22 Ibid., Jilid VI, 321.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 19

d) QS al-Ah}za>b (33): 35إن السلمي والسلمت والؤمني والؤمنت والقنتي والقنتت والصدقي والصدقت ائمي والص والتصدقت والتصدقي والشعت والشعي والصبت والصبين أعد والذاكرت كثريا اهلل والذاكرين والفظت فروجهم والفظي ائمت والص

اهلل لم مغفرة وأجرا عظيما Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.23

e) QS al-Shu>ra > (42): 45الذين وقال خفي طرف من ينظرون الذل من عليها خشعي يعرضون وترهم م يوم القيامة أل إن الظلمي ف روا أنفسهم وأهليه امنوا إن السرين الذين خس

عذاب مقيم Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam Keadaan tunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari Kiamat.” Ingatlah, sesungguhnya orang- orang zalim itu berada dalam azab yang kekal.24

4) Menggunakan kata عا -disebut sekali dalam QS. Al خشQamar (54): 7

عا أبصارهم خيرجون من الجداث كأنهم جراد منتشر خش

23 Ibid., Jilid VIII, 6.24 Ibid., Jilid IX, 70.

20 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Pandangan mereka tertunduk, ketika mereka keluar dari kuburan, seakan-akan mereka belalang yang beterbangan.25

5) Menggunakan kata خاشعة disebut lima kali dalam al-Qur’an, yaitu:a) QS Fus}s}ilat (41): 39

ومن ايته أنك ترى الرض خاشعة فإذا أنزلنا عليها الاء اهتزت وربت إن الذي ي الوتى إنه على كل شيء قدير أحياها ل

Dan sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya, engkau melihat bumi itu kering dan tandus, tetapi apabila Kami turunkan hujan di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya (Allah) yang menghidupkannya, pasti dapat menghidupkan yang mati; Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.26

b) QS al-Qalam (68): 43جود وهم سالون خاشعة أبصارهم ترهقهم ذلة وقد كانوا يدعون إل الس

Pandangan mereka tertunduk ke bawah, diliputi kehinaan. Dan sungguh mereka dahulu (di dunia) mereka telah diseru untuk bersujud pada waktu mereka sehat (tetapi mereka tidak melakukan).27

c) QS al-Ma’a>rij (70): 44خاشعة أبصارهم ترهقهم ذلة ذلك اليوم الذي كانوا يوعدون

Pandangan mereka tertunduk ke bawah diliputi kehinaan. Itulah hari yang diancamkan kepada mereka.28

d) QS al-Na>zi’a>t (79): 9أبصارها خاشعة

Pandangannya tunduk.29

e) QS al-Gha>shiyah (88): 225 Ibid., 262.26 Ibid., Jilid VIII, 623.27 Ibid., Jilid X, 282.28 Ibid., 346.29 Ibid., 528.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 21

وجوه يومئذ خاشعة Pada hari itu banyak wajah yang tertunduk terhina.30

6) Menggunakan kata خشعت (kha>shi’a>t) disebut sekali dalam QS al-Ah}za>b (33): 35

إن السلمي والسلمت والؤمني والؤمنت والقنتي والقنتت والصدقي والصدقت ائمي والص والتصدقت والتصدقي والشعت والشعي والصبت والصبين أعد والذاكرت كثريا اهلل والذاكرين والفظت فروجهم والفظي ائمت والص

اهلل لم مغفرة وأجرا عظيما Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.31

Berdasarkan uraian di atas, tampak dengan jelas bahwa bentuk term khusu>’ dengan berbagai kejadiannya menggunakan satu bentuk fi’l ma>d}i, satu fi’l mud}a>ri’, satu ism mas}dar dan 14 bentuk ism fa>’il.

Term khushu >’ dengan segala kata jadiannya di atas, dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 1 Term Khushu>’ Menurut Bentuknya

No BentukTerm Jumlah Surah No

TMNoTN Ayat Mk Md

1 2 3 4 5 6 7 81 خشعت 1 T}a>ha> 20 45 108 Mk -

30 Ibid., 641.31 Ibid., Jilid VIII, 6.

22 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

2 تشع 1 Al-H}adi>d 57 98 16 - Md3 خشوعا 1 al-Isra>’ 17 50 109 Mk -4 خاشعا 1 al-H}ashr 59 101 21 - Md5 خاشعون 1 al-Mu’minu >n 23 74 2 Mk -6 خشعي 1 al-Baqarah 2 92 45 - Md7 خشعي 1 Ali> Imra>n 3 94 199 - Md8 خشعي 1 al-Anbiya>’ 21 73 90 Mk -9 خشعي 1 al-Ah}za>b 33 95 35 - Md

10 خشعي 1 al-Shu>ra> 42 62 45 Mk -11 عا خش 1 al-Qamar 54 37 7 Mk -12 خاشعة 1 Fus}s}ilat 41 61 39 Mk -13 خاشعة 1 al-Qalam 68 2 43 Mk -14 خاشعة 1 al-Ma’a>rij 70 79 44 Mk -15 خاشعة 1 al-Na >zi’a>t 79 81 9 Mk -16 خاشعة 1 al-Gha >shiyah 88 68 2 Mk -17 خشعت 1 al-Ah}za>b 33 95 35 - Md

Jumlah 17 kata 16 surah ------ 16 11 6

Keterangan Singkatan:No. TM = Nomor Tertib Mus}h}af, yakni urutan surah dalam

al-Qur’an yang dimulai dari surah al-Fa>tih}ah dan berakhir dengan surah al-Na >s.

No. TN = Nomor Tertib Nuzu>l, yakni urutan surah dalam al-Qur’an yang dimulai dari surah al-‘Alaq dan berakhir dengan surah al-Nas }r.32

Mk = Makki>yah atau ayat-ayat yang termasuk kategori makki>yah, yaitu ayat-ayat yang turun sebelum hijrah.

32 Urutan surah-surah dalam al-Qur’an berdasarkan tertib Mushaf maupun Nuzul-nya dapat dilihat dalam kitab karya Muhammad ‘Azzah Darwazah, al-Tafsi>r al-H}adi>th: al-Suwar Murattabat H}asb al-Nuzu>l (Kairo: Isa> al-Ba >bi> al-H}alabiy, t.t.), 14-15

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 23

Md = Madani>yah atau ayat-ayat al-Qur’an yang termasuk kategori madani>yah, yaitu ayat-ayat yang turun sesudah hijrah.33

Tabel di atas menunjukkan bahwa term yang seakar dengan khushu >’ diulang sebanyak 17 kali yang bertempat di 16 surah dan 17 ayat. Sebelas termasuk kategori makki>yah dan enam termasuk madani>yah. Sedang terminologi khushu >’ dengan segala ishtiqa>q-nya tampak menggunakan empat bentuk kata jadian: Pertama, menggunakan bentuk fi’l ma>d}i satu kali dalam al-Qur’an, yaitu menggunakan kata خشعت (khasha’at) sebagaimana terdapat dalam QS T}a>ha> (20): 108, tergolong makki>yah. Kedua, menggunakan bentuk fi’l mud}a>ri’ juga sekali dalam al-Qur’an, yaitu menggunakan kata sebagaimana terdapat dalam QS al-H}adi>d (takhsha’a) تشع(57): 16, tergolong ayat madani>yah. Ketiga, menggunakan fi’l mas}dar sekali dalam al-Qur’an, yaitu menggunakan خشوعا (khushu >’an), sebagaimana terdapat dalam QS al-Isra>’ (17): 109, tergolong ayat makki>yah. Ketiga, menggunakan ism fa>’il, yang diulang empat belas kali dalam al-Qur’an, yaitu: a) menggunakan kata خاشعا (kha>shi’an), sebagaimana terdapat dalam QS al-H}ashr (59): 21, tergolong ayat madani>yah, b) menggunakan kata خاشعون (kha>shi’u >n), sebagaimana terdapat dalam QS al-Mu’minu >n (23): 2, tergolong ayat makki>yah, c) menggunakan kata خشعي (khashi’i>n), sebagaimana terdapat dalam QS al-Baqarah (2): 45, tergolong ayat madani>yah, QS Ali> Imra>n (3): 199, tergolong ayat madani>yah, QS al-Anbiya>’ (21): 90, tergolong ayat makki>yah, QS al-Ah}za>b (33): 35, tergolong ayat madani>yah, QS al-Shu>ra> (42): 45, tergolong ayat makki>yah, d) menggunakan kata عا ,(khushsha’an) خش

33 Kelompok makkiyah maupun madaniyahnya ayat-ayat al-Qur’an tersebut dapat dilihat pada kitab al-Mu’ja >m al-Mufahrash li al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m karya Muhammad Fu’a >d ‘Abd al-Ba >qi

24 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Qamar (54): 7, tergolong ayat makki>yah, e) menggunakan kata خاشعة (kha>shi’ah), sebagaimana terdapat dalam QS Fus}s}ilat (41): 39, QS al-Qalam (68): 43, QS al-Ma’a>rij (70): 44, QS al-Na >zi’a>t (79): 9, QS al-Gha >shiyah (88): 2, kelima ayat tersebut tergolong makki>yah, dan f) menggunakan kata خشعت (kha>shi’a>tin), sebagaimana terdapat dalam QS al-Ah}za>b (33): 35, tergolong ayat madani>yah.

Pengungkapan ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung term khushu >’ dengan segala kata jadiannya berdasarkan urutan pola dan bentuknya dapat disajikan sebagai berikut:

Tabel 2 Ayat-ayat Khushu>’ Berdasarkan Urutan Bentuknya

No Bentuk dan Macamnya Konversi Ayat al-Qur’an Kedudukan

1 2 3 4 5

1 fi’l ma>d}i خشعت QS T}a>ha> (20): 108

يومئذ يتبعون الداعي ل عوج له فل للرحن الصوات وخشعت

تسمع إل همسا Makki>yah

2 fi’l mud }a>ri’ تشع QS al-H }adi>d (57): 16

تشع أن امنوا للذين يأن أل من نزل وما اهلل لذكر قلوبهم أوتوا كالذين يكونوا ول الق عليهم فطال قبل من الكتب المد فقست قلوبهم وكثري منهم

فسقون

Madani>yah

3 ism mas}dar خشوعا QS al-Isra>’ (17): 109

ويزيدهم يبكون لألذقان وخيرون خشوعا

Makki>yah

4 ism fa>’il خاشعا QS al-H }ashr (59): 21

جبل على القران هذا أنزلنا لو لرأيته خاشعا متصدعا من خشية للناس نضربها المثال وتلك اهلل

لعلهم يتفكرون

Madani>yah

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 25

خاشعونQS al-Mu’minu >n (23): 2

الذين هم ف صلتهم خاشعون Makki>yah

خشعيQS al-Baqarah (2): 45

وإنها لوة والص ب بالص واستعينوا لكبرية إل على الشعي

Madani>yah

QS Ali > Imra>n (3): 199

وإن من أهل الكتب لن يؤمن باهلل إليهم أنزل وما إليكم أنزل وما اهلل بايت ليشتون هلل خشعي ثنا قليل أولئك لم أجرهم عند

ربهم إن اهلل سريع الساب

Madani>yah

QS al-Anbiya>’ (21): 90

ييى له ووهبنا له فاستجبنا كانوا إنهم زوجه له وأصلحنا ويدعوننا الريت ف يسرعون

رغبا ورهبا وكانوا لنا خشعي

Makki>yah

QS al-Ah}za>b (33): 35

والؤمني والسلمت السلمي إن والقنتت والقنتي والؤمنت والصبين والصدقت والصدقي والشعت والشعي والصبت ائمي والتصدقي والتصدقت والصفروجهم والفظي ائمت والصكثريا اهلل والذاكرين والفظت مغفرة لم اهلل أعد والذاكرت

وأجرا عظيما

Madani>yah

QS al-Shu>ra > (42): 45

خشعي عليها يعرضون وترهم من الذل ينظرون من طرف خفي السرين إن امنوا الذين وقال م وأهليه أنفسهم روا خس الذين ف الظلمي إن أل القيامة يوم

عذاب مقيم

Makki>yah

عا خش QS. Al-Qamar (54): 7

من خيرجون أبصارهم عا خشالجداث كأنهم جراد منتشر

Makki>yah

26 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

خاشعةQS Fus}s}ilat (41): 39

الرض ترى أنك ايته ومن الاء عليها أنزلنا فإذا خاشعة أحياها الذي إن وربت اهتزت شيء كل على إنه الوتى ي ل

قدير

Makki>yah

QS al-Qalam (68): 43

ذلة ترهقهم أبصارهم خاشعة جود الس إل يدعون كانوا وقد

وهم سالونMakki>yah

QS al-Ma’a>rij (70): 44

خاشعة أبصارهم ترهقهم ذلة ذلك اليوم الذي كانوا يوعدون

Makki>yah

QS al-Na >zi’a>t (79): 9

أبصارها خاشعة Makki>yah

QS al-Gha>shiyah (88): 2

وجوه يومئذ خاشعة Makki>yah

خشعت QS al-Ah}za>b (33): 35

والؤمني والسلمت السلمي إن والقنتت والقنتي والؤمنت والصبين والصدقت والصدقي والشعت والشعي والصبت ائمي والتصدقي والتصدقت والصفروجهم والفظي ائمت والصكثريا اهلل والذاكرين والفظت مغفرة لم اهلل أعد والذاكرت

وأجرا عظيما

Madani>yah

2. Term Khushu>’ Berdasarkan Urutan Mush }af

Untuk memudahkan cara kerja dalam pencarian makna kata khushu >’ dengan segala permasalahannya dalam kitab tafsir al-Muni>r, maka dapat disajikan dalam tabel berdasarkan urutan mush}af. Upaya ini dilakukan karena kitab tafsir pada umumnya juga menggunakan urutan mush}af dalam pembahasannya, terutama kajian mengenai

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 27

asbab nuzu>l dan muna>sabah (hubungan) ayat-ayat sebelum maupun sesudahnya. Tabel yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Tabel 3 Term Khushu>’ Berdasarkan Urutan Mush }af

No BentukTerm Jumlah Surah No

TMNoTN Ayat Mk Md

1 2 3 4 5 6 7 81 خشعي 1 al-Baqarah 2 92 45 - Md2 خشعي 1 Ali> Imra>n 3 94 199 - Md3 خشوعا 1 al-Isra>’ 17 50 109 Mk -4 خشعت 1 T}a>ha> 20 45 108 Mk -5 خشعي 1 al-Anbiya>’ 21 73 90 Mk -6 خاشعون 1 al-Mu’minu >n 23 74 2 Mk -7 خشعي 1 al-Ah}za>b 33 95 35 - Md8 خشعت 1 al-Ah}za>b 33 95 35 - Md9 خاشعة 1 Fus}s}ilat 41 61 39 Mk -

10 خشعي 1 al-Shu>ra> 42 62 45 Mk -11 عا خش 1 al-Qamar 54 37 7 Mk -12 تشع 1 Al-H}adi>d 57 98 16 - Md13 خاشعا 1 al-H}ashr 59 101 21 - Md14 خاشعة 1 al-Qalam 68 2 43 Mk -15 خاشعة 1 al-Ma’a>rij 70 79 44 Mk -16 خاشعة 1 al-Na >zi’a>t 79 81 9 Mk -17 خاشعة 1 al-Gha >shiyah 88 68 2 Mk -

Jumlah 17 kata 16 surah ------ 16 11 6

Berdasarkan urutan surah-surah dalam mus}h}af sebagaiman terlihat pada tabel di atas, maka tampak dengan jelas bahwa urutan surah yang mengandung term yang seakar dengan khushu >’ adalah:

Pertama, QS al-Baqarah (2): 45, yaitu surah ke 2 berdasar urutan mush}af atau nomor 92 adalah berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat madani>yah.

28 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Kedua, QS Ali> Imra>n (3): 199, yaitu surah ke 3 berdasar urutan mush}af atau 94 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat madani>yah.

Ketiga, QS al-Isra>’ (17): 109, yaitu surah ke 17 berdasar urutan mush}af atau 50 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah.

Keempat, QS T}a>ha> (20): 108, yaitu surah ke 20 berdasar urutan mush}af atau 45 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah.

Kelima, QS al-Anbiya>’ (21): 90, yaitu surah ke 21 berdasar urutan mush}af atau 73 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah.

Keenam, QS al-Mu’minu >n (23): 2, yaitu surah ke 23 berdasar urutan mush}af atau 74 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah.

Ketujuh, QS al-Ah}za>b (33): 35, yaitu surah ke 33 berdasar urutan mush}af atau 95 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat madani>yah.

Kedelapan, QS Al-Ahzab (33): 35, yaitu surah ke 33 berdasar urutan mush}af atau 95 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat madani>yah.

Kesembilan, QS Fus}s}ilat (41): 39, yaitu surah ke 41 berdasar urutan mus}haf atau 61 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah.

Kesepuluh, QS al-Shu>ra > (42): 39, yaitu surah ke 42 berdasar urutan mus}haf atau 62 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah.

Kesebelas, QS al-Qamar (54): 7, yaitu surah ke 54 berdasar urutan mus}haf atau 37 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah,

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 29

Keduabelas, QS al-H}adi>d (57): 16, yaitu surah ke 57 berdasar urutan mus}haf atau 98 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat madani>yah.

Ketigabelas, QS al-H}ashr (59): 21, yaitu surah ke 59 berdasar urutan mus}haf atau 101 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat madani>yah.

Keempatbelas, QS al-Qalam (68): 43, yaitu surah ke 68 berdasar urutan mus}haf atau 43 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah.

Kelimabelas, QS al-Ma’a>rij (70): 44, yaitu surah ke 70 berdasar urutan mus}haf atau 79 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah.

Keenambelas, QS al-Na >zi’a>t (79): 9, yaitu surah ke 79 berdasar urutan mus}haf atau 81 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah.

Ketujuhbelas, QS al-Gha >shiyah (88): 2, yaitu surah ke 88 berdasar urutan mus}haf atau 68 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah.

Pengungkapan al-Qur’an yang mengandung term khushu >’ dengan segala bentuknya sesuai dengan urutan surah dapat dipaparkan sebagai berikut:

Tabel 4 Ayat-ayat khushu >’ Berdasarkan Urutan Mus }h}af

No Konversi Kedu-dukan Ayat al-Qur’an dan Terjemahnya

1al-Baqarah (2/92): 45

Mad

ani>y

ah لوة وإنها لكبرية إل على الشعي ب والص واستعينوا بالصDan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.

30 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

2Ali> Imra>n (3/94): 199

Mad

ani>y

ah

وإن من أهل الكتب لن يؤمن باهلل وما أنزل إليكم وما أنزل إليهم أجرهم أولئك لم قليل ثنا اهلل بايت خشعي هلل ليشتون

عند ربهم إن اهلل سريع الساب Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah, dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu, dan yang diturunkan kepada mereka, karena mereka berendah hati kepada Allah, dan mereka tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga murah. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sungguh Allah sangat cepat perhitungan-Nya.

3al-Isra>’ (17/50): 109 M

ak-

ki>ya

h وخيرون لألذقان يبكون ويزيدهم خشوعاDan mereka menyungkurkan34 wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.

4T}a>ha> (20/45): 108 M

akki

>yah

يومئذ يتبعون الداعي ل عوج له وخشعت الصوات للرحن فل تسمع إل همسا

Pada hari itu mereka mengikuti (panggilan) penyeru (malaikat) tanpa berbelok-belok (memban tah); dan semua suara tunduk merendah kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, sehingga yang kamu dengar hanyalah bisik-bisik.

5al-Anbiya>’ (21/73): 90 M

akki

>yah

كانوا إنهم زوجه له وأصلحنا ييى له ووهبنا له فاستجبنا يسرعون ف الريت ويدعوننا رغبا ورهبا وكانوا لنا خشعي

Maka Kami kabulkan (do’a)nya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya (dapat mengandung). Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami.

34

34 Menyungkurkan artinya menjatuhkan wajah sambil mencium tanah. Lihat Umi Chulsum dan Windi Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 635.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 31

6al-Mu’minu >n (23/74) 2 M

ak-

ki>ya

h الذين هم ف صلتهم خاشعون (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya.

7al-Ah}za>b (33/95): 35

Mad

ani>y

ah

والقنتت والقنتي والؤمنت والؤمني والسلمت السلمي إن والصدقي والصدقت والصبين والصبت والشعي والشعت والفظي ائمت والص ائمي والص والتصدقت والتصدقي فروجهم والفظت والذاكرين اهلل كثريا والذاكرت أعد اهلل لم

مغفرة وأجرا عظيما Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

32 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

8al-Ah}za>b (33/95): 35

Mad

ani>y

ah

والقنتت والقنتي والؤمنت والؤمني والسلمت السلمي إن والصدقي والصدقت والصبين والصبت والشعي والشعت والفظي ائمت والص ائمي والص والتصدقت والتصدقي فروجهم والفظت والذاكرين اهلل كثريا والذاكرت أعد اهلل لم

مغفرة وأجرا عظيما Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

9Fus}s}ilat (41/61): 39 M

akki

>yah

ومن ايته أنك ترى الرض خاشعة فإذا أنزلنا عليها الاء اهتزت ي الوتى إنه على كل شيء قدير وربت إن الذي أحياها ل

Dan sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya, engkau melihat bumi itu kering dan tandus, tetapi apabila Kami turunkan hujan di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya (Allah) yang menghidupkannya, pasti dapat menghidupkan yang mati; Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 33

10al-Shu>ra> (42/62): 45 M

akki

>yah

وترهم يعرضون عليها خشعي من الذل ينظرون من طرف خفي م يوم روا أنفسهم وأهليه وقال الذين امنوا إن السرين الذين خس

القيامة أل إن الظلمي ف عذاب مقيم Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam Keadaan tunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari Kiamat.” Ingatlah, sesungguhnya orang- orang zalim itu berada dalam azab yang kekal.

11 al-Qamar (54/37): 7 M

ak-

ki>ya

h

عا أبصارهم خيرجون من الجداث أنهم جراد منتشر خشPandangan mereka tertunduk, ketika mereka keluar dari kuburan, seakan-akan mereka belalang yang beterbangan.

12Al-H}adi>d (57/98): 16

Mad

ani>y

ah

أل يأن للذين امنوا أن تشع قلوبهم لذكر اهلل وما نزل من الق ول يكونوا كالذين أوتوا الكتب من قبل فطال عليهم المد فقست

قلوبهم وكثري منهم فسقون Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.

13al-H}ashr (59/101): 21

Mad

ani>y

ah

لو أنزلنا هذا القران على جبل لرأيته خاشعا متصدعا من خشية اهلل وتلك المثال نضربها للناس لعلهم يتفكرون

Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berfikir.

34 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

14 al-Qalam (68/2): 43

Mak

ki>ya

h

جود الس إل يدعون كانوا وقد ذلة ترهقهم أبصارهم خاشعة وهم سالون

Pandangan mereka tertunduk ke bawah, diliputi kehinaan. Dan sungguh mereka dahulu (di dunia) mereka telah diseru untuk bersujud pada waktu mereka sehat (tetapi mereka tidak melakukan).

15al-Ma’a>rij (70/79): 44 M

ak-

ki>ya

hخاشعة أبصارهم ترهقهم ذلة ذلك اليوم الذي كانوا يوعدون

Pandangan mereka tertunduk ke bawah diliputi kehinaan. Itulah hari yang diancamkan kepada mereka.

16 al-Na >zi’a>t (79/81): 9 M

ak-

ki>ya

h أبصارها خاشعة Pandangannya tunduk.

17al-Gha>shiyah (88/68): 2 M

ak-

ki>ya

h وجوه يومئذ خاشعة Pada hari itu banyak wajah yang tertunduk terhina.

Komposisi ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung term khushu >’ berdasarkan tertib mus}h}af dan makki>yah–madani>yah-nya sebagaimana telah dipaparkan di atas, dapat ditegaskan bahwa yang menduduki komposisi pertama dan kedua adalah QS al-Baqarah (2): 45 dan QS Ali> Imra>n (3): 199 yang tergolong ayat-ayat madani>yah, komposisi empat ayat berikutnya adalah termasuk kategori makki>yah, komposisi dua ayat berikutnya adalah tergolong madani>yah, komposisi tiga ayat berikutnya adalah makki>yah, komposisi tiga ayat berikutnya adalah madani>yah, dan komposisi empat ayat yang terakhir adalah makki>yah.

Oleh karena itu, kajian al-Qur’an secara tematik yang didasarkan pada urutan mushaf terutama yang tekait dengan khushu’, sekalipun dapat memudahkan dalam pencarian sumber dalam kitab-kitab tafsir pada umumnya, namun pendekatan tersebut belum menggambarkan secara tegas tentang adanya peristiwa maupun kejadian secara

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 35

kronologis. Untuk itu kajian tentang khushu’ dengan segala permasalahannya berdasarkan urutan secara kronologis atau yang dikenal dengan istilah tertib nuzu>l menjadi sangat penting untuk disajikan.

3. Term Khushu>’ Berdasarkan Tertib Nuzu >l

Berikut ini penulis sajikan pengungkapan term khushu >’ berdasarkan tertib nuzu>l atau berdasarkan urutan kronologisnya.

Tabel 5 Term Khushu>’ Berdasarkan Tertib Nuzu >l

No BentukTerm Jumlah Surah No

TMNoTN Ayat Mk Md

1 2 3 4 5 6 7 81 خاشعة 1 al-Qalam 68 2 43 Mk -2 عا خش 1 al-Qamar 54 37 7 Mk -3 خشعت 1 T}a>ha> 20 45 108 Mk -4 خشوعا 1 al-Isra>’ 17 50 109 Mk -5 خاشعة 1 Fus}s}ilat 41 61 39 Mk -6 خشعي 1 al-Shu>ra> 42 62 45 Mk -7 خاشعة 1 al-Gha >shiyah 88 68 2 Mk -8 خشعي 1 al-Anbiya>’ 21 73 90 Mk -9 خاشعون 1 al-Mu’minu >n 23 74 2 Mk -

10 خاشعة 1 al-Ma’a>rij 70 79 44 Mk -11 خاشعة 1 al-Na >zi’a>t 79 81 9 Mk -12 خشعي 1 al-Baqarah 2 92 45 - Md13 خشعي 1 Ali> Imra>n 3 94 199 - Md14 خشعي 1 al-Ah}za>b 33 95 35 - Md15 خشعت 1 al-Ah}za>b 33 95 35 - Md16 تشع 1 Al-H}adi>d 57 98 16 - Md17 خاشعا 1 al-H}ashr 59 101 21 - Md

36 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Jumlah 17 kata 16 surah ------

--- 16 11 6

Dalam urutan surah-surah dalam al-Qur’an secara kronologis sebagaimana terlihat dalam tabel di atas, tampak dengan jelas bahwa urutan surah yang mengandung term yang seakar dengan khushu >’ adalah:

Pertama QS al-Qalam (68/2): 43 sebagai surah ke 68 berdasar urutan mus}h}af atau surah ke 2 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah. Kedua QS al-Qamar (54/37): 7 sebagai surah ke 54 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 37 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah. Ketiga QS T}a>ha (20/45): 108 sebagai surah ke 20 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 45 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah. Keempat QS al-Isra>’ (17/50): 109 sebagai surah ke 17 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 50 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah. Kelima QS Fus}s}ilat (41/61): 39 sebagai surah ke 41 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 61 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah. Keenam QS al-Shu>ra > (42/62): 45 sebagai surah ke 42 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 62 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah. Ketujuh QS al-Gha >shiyah (88/68): 2 sebagai surah ke 88 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 68 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah. Kedelapan QS al-Gha >shiyah (21/73): 90 sebagai surah ke 21 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 73 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 37

Kesembilan QS al-Mu’minu >n (23/74): 2 sebagai surah ke 23 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 74 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah. Kesepuluh QS al-Ma’a>rij (70/79): 44 sebagai surah ke 70 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 79 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah. Kesebelas QS al-Na >zi’a>t (79/81): 9 sebagai surah ke 79 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 81 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat makki>yah. Keduabelas QS al-Baqarah (2/92): 45 sebagai surah ke 2 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 92 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat madani>yah. Ketigabelas QS Ali> Imra>n (3/94): 199 sebagai surah ke 3 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 94 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat madani>yah. Keempatbelas QS al-Ah}za>b (33/95): 35 sebagai surah ke 33 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 95 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat madani>yah. Kelimabelas QS al-Ah}za>b (33/95): 35 sebagai surah ke 33 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 95 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat madani>yah. Keenambelas QS al-Ah}za>b (33/95): 35 sebagai surah ke 33 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 95 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat madani>yah. Ketujuhbelas QS Al-H}adi>d (57/98): 16 sebagai surah ke 57 berdasarkan urutan mus}h}af atau surah ke 98 berdasar tertib nuzu>l yang tergolong ayat madani>yah.

Lebih kongkritnya, ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung term khushu >’ berdasarkan tertib nuzulnya dapat dipaparkan sebagai berikut:

Tabel 6

38 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Ayat-ayat khushu >’ Berdasarkan Urutan Nuzul

No Konversi Kedu-dukan Ayat al-Qur’an dan Terjemahnya

1al-Qalam (68/2): 43 M

akki

>yah

جود الس إل يدعون كانوا وقد ذلة ترهقهم أبصارهم خاشعة وهم سالون

Pandangan mereka tertunduk ke bawah, diliputi kehinaan. Dan sungguh mereka dahulu (di dunia) mereka telah diseru untuk bersujud pada waktu mereka sehat (tetapi mereka tidak melakukan).

2

al-Qamar (54/37): 7 M

akki

>yah عا أبصارهم خيرجون من الجداث أنهم جراد منتشر خش

Pandangan mereka tertunduk, ketika mereka keluar dari kuburan, seakan-akan mereka belalang yang beterbangan.

3T}a>ha> (20/45): 108 M

akki

>yah

يومئذ يتبعون الداعي ل عوج له وخشعت الصوات للرحن فل تسمع إل همسا

Pada hari itu mereka mengikuti (panggilan) penyeru (malaikat) tanpa berbelok-belok (mem-bantah); dan semua suara tunduk meren dah kepada Tuhan Yang Maha Penga sih, sehingga yang kamu dengar hanyalah bisik-bisik.

4al-Isra>’ (17/50): 109 M

ak-

ki>ya

h وخيرون لألذقان يبكون ويزيدهم خشوعاDan mereka menyungkurkan35 wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.

5Fus}s}ilat (41/61): 39 M

akki

>yah

ومن ايته أنك ترى الرض خاشعة فإذا أنزلنا عليها الاء اهتزت ي الوتى إنه على كل شيء قدير وربت إن الذي أحياها ل

Dan sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya, engkau melihat bumi itu kering dan tandus, tetapi apabila Kami turunkan hujan di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya (Allah) yang menghidupkannya, pasti dapat menghidupkan yang mati; Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

35 Menyungkurkan artinya menjatuhkan wajah sambil mencium tanah. Lihat Umi Chulsum dan Windi Novia, Kamus Besar Bahasa

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 39

6al-Shu>ra> (42/62): 45 M

akki

>yah

وترهم يعرضون عليها خشعي من الذل ينظرون من طرف خفي م يوم روا أنفسهم وأهليه وقال الذين امنوا إن السرين الذين خس

القيامة أل إن الظلمي ف عذاب مقيم Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam Keadaan tunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari Kiamat.” Ingatlah, sesungguhnya orang- orang zalim itu berada dalam azab yang kekal.

7

al-Gha>shi-yah (88/68): 2

Mak

ki>ya

h وجوه يومئذ خاشعة Pada hari itu banyak wajah yang

.tertunduk terhina

8

al-Anbiya>’ (21/73): 90 M

akki

>yah

كانوا إنهم زوجه له وأصلحنا ييى له ووهبنا له فاستجبنا يسرعون ف الريت ويدعوننا رغبا ورهبا وكانوا لنا خشعي

Maka Kami kabulkan (do’a)nya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya (dapat mengandung). Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami.

9

al-Mu’mi-nu>n (23/74) 2

Mak

ki>ya

h الذين هم ف صلتهم خاشعون (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya.

Indonesia, 635.

40 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

10

al-Ma’a>rij (70/79): 44 M

akki

>yah خاشعة أبصارهم ترهقهم ذلة ذلك اليوم الذي كانوا يوعدون

Pandangan mereka tertunduk ke bawah diliputi kehinaan. Itulah hari yang diancamkan kepada mereka.

11

al-Na>zi’a>t (79/81): 9 M

akki

>yah

أبصارها خاشعة Pandangannya tunduk.

12

al-Baqarah (2/92): 45 M

adan

i>yah لوة وإنها لكبرية إل على الشعي ب والص واستعينوا بالص

Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.

13

Ali> Imra>n (3/94): 199 M

adan

i>yah

وإن من أهل الكتب لن يؤمن باهلل وما أنزل إليكم وما أنزل إليهم أجرهم أولئك لم قليل ثنا اهلل بايت خشعي هلل ليشتون

عند ربهم إن اهلل سريع الساب Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah, dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu, dan yang diturunkan kepada mereka, karena mereka berendah hati kepada Allah, dan mereka tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga murah. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sungguh Allah sangat cepat perhitungan-Nya.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 41

14al-Ah}za>b (33/95): 35

Mad

ani>y

ah

والقنتت والقنتي والؤمنت والؤمني والسلمت السلمي إن والصدقي والصدقت والصبين والصبت والشعي والشعت والفظي ائمت والص ائمي والص والتصدقت والتصدقي فروجهم والفظت والذاكرين اهلل كثريا والذاكرت أعد اهلل لم

مغفرة وأجرا عظيما Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

15al-Ah}za>b (33/95): 35

Mad

ani>y

ah

والقنتت والقنتي والؤمنت والؤمني والسلمت السلمي إن والصدقي والصدقت والصبين والصبت والشعي والشعت والفظي ائمت والص ائمي والص والتصدقت والتصدقي فروجهم والفظت والذاكرين اهلل كثريا والذاكرت أعد اهلل لم

مغفرة وأجرا عظيما Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

42 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

16Al-H}adi>d (57/98): 16

Mad

ani>y

ah

أل يأن للذين امنوا أن تشع قلوبهم لذكر اهلل وما نزل من الق ول يكونوا كالذين أوتوا الكتب من قبل فطال عليهم المد فقست

قلوبهم وكثري منهم فسقون Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.

17al-H}ashr (59/ 101): 21

Mad

ani>y

ah

لو أنزلنا هذا القران على جبل لرأيته خاشعا متصدعا من خشية اهلل وتلك المثال نضربها للناس لعلهم يتفكرون

Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berfikir.

C. Istilah-istilah yang identik dengan Khushu>’

Secara bahasa atau etimologi, term khushu >’ yang berakar dari huruf kha-sha-‘a dapat berarti tenang atau tunduk (al-khud}u>’).36 Khusyuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai penuh konsentrasi, bersungguh-sungguh,

36 Ahmad Munawir Warson, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 341. Namun menurut Ibn Faris tunduk digunakan untuk anggota badan, sedangkan khusyuk digunakan pada suara, pandangan, wajah, dan hati. Lihat Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), VI: 471. Lihat Al-Ra >ghib al-Isfaha>ni>, Mu’jam Mufrada>t al-Fa>z} al-Qur’a>n (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmi >yah, 2004), 167.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 43

dan penuh kerendahan hati.37 Kata khushu >’ dalam al-Mu’jam al-Was}i>t} yang berasal dari kata kha-sha-‘a mempunyai beberapa arti: tunduk, rendah atau perlahan,38 diam atau tak bergerak.39

Menurut istilah atau terminologi, khusyuk artinya: kelembutan hati, ketenangan sanubari yang berfungsi menghindari keinginan keji yang berpangkal dari memperturutkan hawa nafsu hewani, serta kepasrahan di hadapan ilahi yang dapat melenyapkan keangkuhan, kesombongan dan sikap tinggi hati.40 Bisyri Mustofa menjelaskan bahwa khusyuk adalah yakin akan bertemu dengan Allah dan akan kembali kepada-Nya.41 Ibn Kathi >r menjelaskan bahwa khusyuk adalah ketenangan hati dan keengganannya mengarah kepada kedurhakaan.42 Misa Abdu berpendapat bahwa khusyuk menurut istilah adalah keadaan

37 Umi Chulsum dan Windi Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Surabaya: Kashiko, 2006), 378.

38 Biasanva digunakan untuk suara, sebagaimana firman Allah SWT:ن فل تسمع إل همسا يومئذ يتبعون الداعي ل عوج له وخشعت الصوات للرح

“Dan (khusyu’) merendahlah semua suara kepada Rabb Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar melainkan bisikan saja.” (QS. al-T}a>ha> (20): 108).

39 Allah SWT berfirman:فإذا أنزلنا عليها الاء اهتزت وربت إن الذي أحياها ومن آياته أنك ترى الرض خاشعة

يي الوتى إنه على كل شيء قدير ل “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, kamu lihat bumi itu diam tak

bergerak, dan apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur.” (QS. Fus}s}ilat (41): 39)

40 Shu>q D}ayf, et.al. Mu’jam al-Wasi>t} (Kairo: Maktabah al-Shuru>q al-Dawli>yah, 2008), 244. Lihat Al-Ra>ghib al-Isfaha>ni>, Mu’jam Mufrada>t al-Fa>z} al-Qur’a>n, 331.

41 Bisyri Mustofa, al-Ibri>z Lima’rifah Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z (Kudus: Menara Kudus, t.t.), 14.

42 Muh}ammad ‘Ali> al-Sabu >ni>, Mukhtas}ar Ibn Kathi>r (Beirut: Da>r al-Fikr, t.t.), I: 61.

44 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

jiwa yang tenang dan tawa>d}u’ (rendah hati), yang kemudian pengaruh khusyuk di hati tadi akan menjadi tampak pada anggota tubuh lainnya.43 Dikatakan pula bahwa khusyuk adalah kelemah-lembutan, ketenangan, ketundukan, dan kerendahan hati. Jika hati mempunyai rasa takut, niscaya seluruh anggota badan akan ikut menjadi khusyuk.44

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa makna dasar dari khusyuk adalah tenang, tunduk, penuh konsentrasi, bersungguh-sungguh, penuh kerendahan hati, rendah atau perlahan, diam atau tak bergerak. Sedang makna relasionalnya ketika dikaitkan dengan keadaan jiwa, maka yang dimaksud adalah kelembutan hati, ketenangan sanubari yang berfungsi menghindari keinginan keji yang berpangkal dari memperturutkan hawa nafsu hewani, serta kepasrahan di hadapan Ilahi yang dapat melenyapkan keangkuhan, kesombongan dan sikap tinggi hati yang kemudian pengaruh khusyuk di hati tadi akan menjadi tampak pada anggota tubuh lainnya.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang khusyuk tersebut adalah mereka yang menekan kehendak nafsunya dan membiasakan dirinya menerima dan merasa tenang menghadapi ketentuan Allah serta selalu mengharapkan kesudahan yang baik. Mereka adalah orang yang mempersiapkan dirinya untuk menerima dan mengamalkan kebajikan.

Dalam al-Qur’an banyak dijumpai istilah-istilah yang semakna dengan khusyu>’, antara lain:

43 Misa Abdu, Menjernihkan Batin dengan Shalat Khusyu’, terj. Jujuk Najibah Ardianingsih (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), 19.

44 Syaikh Nada Abu Muhammad, Se-khusyuk Shalat Nabi, terj. Jokowi Ahmad (Klaten: Inas Media, 2007), 30.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 45

1. Tad}arru’

Secara bahasa tad {arru’ memiliki arti tunduk, patuh, dan merendahkan diri.45 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tadaruk diartikan kerendahan hati, kesahajaan, kesederhanaan.46 Dalam al-Qur’an term tad}arru’ dengan berbagai perubahannya terdapat pada delapan tempat47, antara lain firman Allah SWT.:

ادعوا ربكم تضرعا وخفية إنه ل يب العتدينBerdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.48

Ayat ini menuntun manusia agar beribadah dan berdoa kepada Allah SWT., guna mendapatkan kebajikan duniawi dan ukhrawi yang semuanya di bawah kendali-Nya. Berdoalah kepada Tuhan yang selalu membimbing dan berbuat baik kepada kamu, serta beribadahlah secara tulus sambil mengakui keesaan-Nya, dengan berendah diri menampakkan kebutuhan yang sangat mendesak, serta dengan membiasakan, yakni memperlembut suara kamu seperti halnya orang yang merahasikan sesuatu. Siapa yang enggan berdoa atau mengabaikan tuntunan ini, maka dia telah melampaui batas, dan sesungguhnya Allah tidak

45 Ahmad Munawir Warson, Al-Munawir, 820. Lihat Shu>q D}ayf, et.al. Mu’jam al-Wasi>t}, 559.

46 Umi Chulsum dan Windi Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 638.

47 QS. al-An’a>m (6): 42, 43, 63; QS. al-Mu’minu>n (23): 76; QS. al-A’ra>f (7): 55, 94, 205; QS. al-Gha >shiyah (88): 6. Lihat Muhammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba >qi>, al-Mu’jam al-Mufahrash li al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m (Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), 533.

48 QS. Al-A’raf (7): 55. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya (Semarang: Toha Putra, 1989), 230.

46 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

menyukai, yakni tidak melimpahkan rahmat kepada orang-orang yang melampaui batas.49

Ayat ini mencakup syarat dan adab berdoa kepada Allah SWT. yaitu khusyuk, dan ikhlas bermohon kepada Yang Maha Esa dengan suara yang tidak keras, sehingga memekakkan telinga, serta tidak pula bertele-tele sehingga terasa dibuat-buat.

2. Khud}u>’

Kata khud}u>’ yang berasal dari kata kerja khad}a’a terdiri dari tiga huruf, yaitu kha’, d}at dan ‘ain, rangkaiannya mengandung makna tunduk dan merendahkan diri.50 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia khuduk diartikan dengan rendah hati.51 Term khud}u>’ beserta kata jadian atau ishtiqa>q-nya muncul dalam al-Qur’an hanya dua kali. 52

Pertama, firman Allah SWT:ماء آية فظلت أعناقهم لا خاضعي إن نشأ ننزل عليهم من الس

49 Muh}ammad bin Jari>r bin Yazi>d bin Kha>lid bin Kathi>r Abu > Ja’far al-T}abari>, “Ja>mi’ al-Baya>n fi> Tafsi>r al-Qur’a >n”, Maktabah Sha >milah, al-Is}da>r al-Tha>ni> 2.11 (“CD-ROM”, Maktabah Sha >milah, t.t.), 157.

50 Ahmad Munawir Warson, Al-Munawir, 347. Lihat Shu>q D}ayf, et.al. Mu’jam al-Wasi>t}, 250. Lihat Al-Ra>ghib al-Isfaha>ni>, Mu’jam Mufrada>t al-Fa>z} al-Qur’a>n, 168.

51 Umi Chulsum dan Windi Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 378.

52 Muhammad Fu’a >d ‘Abd al-Ba >qi>, al-Mu’jam al-Mufahrash li al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m , 298.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 47

Jika Kami kehendaki niscaya Kami menurunkan kepada mereka mu’jizat dari langit, maka senantiasa kuduk-kuduk53 mereka tunduk kepadanya.54

Pada ayat ini diterangkan bahwa jika Allah hendak memaksa mereka supaya beriman, hal itu amat mudah bagi-Nya. Namun demikian, Allah hendak memberlakukan sunnah-Nya kepada kaum Quraisy bahwa beriman itu bukanlah dengan paksaan dan kekerasan, tetapi dengan kesadaran dan kemauan sendiri. Memaksa orang agar beriman bertentangan dengan ayat al-Qur’an55 dan sunnah Allah. Demikianlah Allah menurunkan al-Qur’an kepada Muhammad sebagai mukjizat. Kemukjizatan akan tetap berlaku sepanjang masa sampai hari Kiamat sesuai dengan risalah yang dibawa Muhammad untuk seluruh umat manusia di segala zaman dan tempat. Mukjizat-mukjizat yang diberikan kepada para nabi sebelum Muhammad hanya berlaku untuk masa dan tempat Nabi itu menyebarkan risalahnya. Sesudah itu, mukjizat-mukjizat itu hanya menjadi berita yang ditulis di dalam sejarah dan tidak dapat disaksikan lagi oleh generasi yang datang kemudian. Berbeda dengan al-Qur’an, sampai saat ini dengan semakin bertambahnya pengetahuan manusia, dan semakin maju teknologi mereka, akan semakin bertambah jelas kebenaran al-Qur’an. Isyarat-isyarat ilmiah yang disebutkan di dalam al-Qur’an secara ringkas, yang mungkin belum dapat dipahami

53 Kuduk adalah tengkuk atau bagian leher sebelah belakang. Lihat Umi Chulsum dan Windi Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 400. Kata a’naq adalah bentuk jamak dari ‘unuq yaitu leher. Yang dimaksud adalah totalitas diri mereka. Kata leher digunakan menunjuk makna itu, karena ketundukan kepala yang menandakan ketaatan adalah dengan menggerakkan leher. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishba>h (Jakarta: Lentera Hati, 2006), X: 9.

54 QS. Al-Shu’ara>’ (26): 4. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 572.

55 QS. Al-Baqarah (2): 256.

48 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

pada masa-masa sebelumnya, semakin terungkap, sehingga umat Islam bertambah yakin akan kebenaran al-Qur’an. Berkaitan dengan itu memang al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan Allah untuk menuntun manusia ke jalan yang benar, sehingga mereka beriman dan menganut agama Islam.56

Kedua, firman Allah SWT.يا نساء النب لست كأحد من النساء إن اتقيت فل تضعن بالقول فيطمع الذي

ف قلبه مرض وقلن قول معروفاWahai istri-istri Nabi!, Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemahlembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.57

Pada ayat ini, Allah memperingatkan kepada istri-istri Nabi saw bahwa mereka dengan julukan “ummaha>t al-mu’mini>n” sama sekali tidak dipersamakan dengan perempuan mukminat yang mana pun dalam segi keutamaan dan kehormatan, jika mereka betul-betul bertakwa. Tidak ada seorang perempuan pun yang dapat menyerupai kedudukan apalagi melebihi keutamaan mereka karena suami mereka adalah “sayyi>d al-anbiya>’ wa al- mursali>n”.

Oleh karena itu, jika mengadakan pembicaraan dengan orang lain, maka mereka dilarang merendahkan suara yang dapat menimbulkan perasaan kurang baik terhadap kesucian dan kehormatan mereka, terutama jika yang dihadapi itu orang-orang fasik atau munafik yang itikad

56 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), VII: 64. Lihat ‘Ima>d al-Di>n Abu > al-Fida>’ Isma>’i>l bin ‘Amr bin Kathi >r, “Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m”, Maktabah Sha>milah, al-Is}da>r al-Tha>ni> 2.11 (“CD-ROM”, Maktabah Sha >milah, t.t.), 367.

57 QS. Al-Ah}za>b (33): 32. Lihat Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , VIII: 3.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 49

baiknya diragukan.58 Istri-istri Nabi saw itu, setelah beliau wafat tidak boleh dinikahi oleh siapa pun,59 sesuai dengan firman Allah:

وما كان لكم أن تؤذوا رسول اهلل ول أن تنكحوا أزواجه من بعده أبدا إن ذلكم كان عند اهلل عظيما

Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelah (Nabi wafat). Sungguh, yang demikian itu sangat besar (dosanya) di sisi Allah.60

3. al-Ikhba>t

Secara etimologis اإلخبات (al-ikhb>at) berarti tanah datar yang luas.61 Oleh karena itu, Muja >hid mengartikan kata al-mukhbiti>n sebagai orang-orang yang tenang, sedang al-Z}aha>k mengartikan kata al-mukhbiti>n sebagai orang-orang yang merendahkan diri.62 M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata al-mukhbiti>n (الخبتي) terambil dari kata al-khabt yaitu dataran rendah yang siap diolah guna berbagai (البت)manfaat. Patron kata yang digunakan ayat ini bermakna orang yang berjalan di dataran rendah. Kata tersebut secara majazi bermakna orang yang rendah hati, tidak angkuh,

58 Muh}ammad bin Jari>r bin Yazi>d bin Kha>lid bin Kathi>r Abu > Ja’far al-T}abari>, “Ja>mi’ al-Baya>n fi> Tafsi>r al-Qur’a >n”, Maktabah Sha >milah, al-Is}da>r al-Tha>ni> 2.11, 422.

59 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , VIII: 4.60 QS. Al-Ah}za>b (33): 53. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan

Tafsirnya, 677.61 Muhammad Dawud, Mu’jam al-Furu>q al-Dala>liyah (Kairo: Da>r

Ghari>b, 2008), 222. Lihat Shawqi D}ayf, dkk., al-Mu’jam al-Wasi>t} (Kairo: Maktabah al-Shuru>q al-Dawliyah, 2008), 221.

62 Muh}ammad ‘Ali> al-S}abu >ni>, Mukhtas}ar Tafsi>r Ibn Kathi>r (Bayru>t: Da>r al-Fikr, t.th), V. III, 543.

50 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

tulus, tidak pamrih, serta selalu siap melakukan hal-hal yang bermanfaat.63

Bila dilihat dalam Al- Qur’an, kata al-ikhb>at (اإلخبات) mempunyai tiga arti antara lain :1. al-Ikhb>at yang berarti padam, ditegaskan dalam al-Qur’an:

د لم أولياء من دونه ونشرهم يوم ومن يهد اهلل فهو الهتد ومن يضلل فلن تالقيامة على وجوههم عميا وبكما وصما مأواهم جهنم كلما خبت زدناهم سعريا64Dan Barangsiapa yang ditunjuki Allah, Dialah yang mendapat petunjuk dan Barangsiapa yang Dia sesatkan Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Dia. dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam Keadaan buta, bisu dan pekak. tempat kediaman mereka adalah neraka Jahannam. tiap-tiap kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah lagi bagi mereka nyalanya.65

Allah swt menerangkan dalam ayat ini bahwa Dialah yang menguasai dan menentukan segala sesuatu. Dia yang memberi petunjuk dan taufik kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Orang yang tidak menerima petunjuk dan taufik-Nya, adalah orang yang sesat dan tidak akan memperoleh penolong selain Allah.

Orang-orang sesat itu akan dikumpulkan Allah pada hari kiamat di suatu tempat untuk dihisab. Mereka dibangkitkan dari kubur dalam keadaan buta, bisu, tuli, sebagaimana mereka dahulu di dunia tidak melihat dan mendengarkan kebenaran yang disampaikan.

Nabi saw bersabda:

63 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 8, 204.

64 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya, vol.5 (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), 546.

65 Ibid.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 51

عن أنس ابن مالك رضي اهلل عنه أن رجل قال يا نب اهلل كيف يشر الكافر على وجهه؟ قال أليس الذي أمشاه على الرجلي ف الدنيا قادرا على أن يشيه

على وجهه يوم القيامة )رواه البخاري(Dari Anas bin Malik r.a. bahwasanya ada seorang laki-laki bertanya: “Ya> Nabiyyalla>h bagaimana orang kafir digiring dengan wajahnya?” Nabi menjawab, “Bukankah Dia yang menjalankan orang kafir dengan kedua kakinya di dunia, tentu berkuasa pula menjalankan dia dengan wajahnya di hari qiya>mah”. (Riwayat al-Bukha >ri>)66

Setelah selesai dihisab, mereka dimasukkan ke dalam neraka Jahanam dan dibakar dengan api yang menyala-nyala karena setiap akan padam, nyala api itu ditambah lagi. Setiap kulit dan tubuh menjadi hangus, dan daging-daging mereka menjadi musnah, Allah menggantinya kembali dengan kulit, daging, dan tubuh yang baru, sehingga mereka kembali merasakan azab yang tidak putus-putusnya.67

2. al-Ikhb>at yang berarti merendahkan diri, sebagaimana firman Allah:إن الذين امنوا وعملوا الصلحت وأخبتوا إل ربهم أولئك أصحب النة هم فيها

خلدون68 Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dan merendahkan diri kepada Tuhan, mereka itu penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.69

Ayat ini menjelaskan mengenai nasib orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Mereka selalu berserah diri kepada Allah dengan patuh dan taat kepada-Nya dan

66 Abu > ‘Abd Alla >h Muh}ammad bin Isma>’i>l bin Ibra>hi>m bin al-Mughi>rah bin Bardizbah al-Bukha >ri>, S}ah}i>h} Bukha >ri>, vol.8 (Beirut: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>th al-‘Arabi>, t.t. ), 136.

67 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya, vol.5, 549.68 QS. Hu>d (11): 23. Ibid., vol.4, 399.69 Ibid.

52 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

kepada Rasul-Nya, mengerjakan berbagai kebajikan di dunia, melaksanakan ketaatan pada Allah dengan tulus ikhlas dan meninggalkan segala yang mungkar. Mereka itu adalah penghuni-penghuni surga yang tidak akan keluar lagi darinya, dan mereka tidak akan mati, bahkan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.70

3. al-Ikhb>at yang berarti tunduk dan patuh, sebagaimana firman Allah:النعام, بهيمة من رزقهم ما على اهلل اسم ليذكروا منسكا جعلنا أمة ولكل

ر الخبتي71 فإلكم إله واحد فله أسلموا, وبش“Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserahdirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”72

Allah telah menetapkan syariat bagi tiap-tiap manusia termasuk di dalamnya syariat kurban. Seseorang yang berkurban berarti ia telah menumpahkan darah binatang untuk mendekatkan dirinya kepada Allah dan ingin mencari keridaan Allah. Allah memerintahkan kepada orang-orang yang berkurban itu agar mereka menyebut dan mengagungkan nama Allah waktu menyembelih binatang kurban itu, dan agar mereka menyukuri nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka. Di antara nikmat Allah itu adalah berupa binatang ternak, seperti unta, lembu, kambing dan sebagainya yang merupakan rezeki dan makanan yang halal bagi mereka.

70 Ibid., 402.71 QS. Al-Hajj (22): 34. Ibid., vol. 6, , 402.72 Ibid.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 53

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa orang-orang yang beriman dilarang mengagungkan nama apapun selain dari nama Allah. Nabi Muhammad datang sebagai nabi terakhir yang membawa risalah bagi seluruh umat manusia, maka agama yang benar dan harus diikuti oleh seluruh umat manusia hanyalah agama Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad. Firman Allah:

إن الدين عند اهلل اإلسلم وما اختلف الذين أوتوا الكتب Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab.73

Lebih jelas lagi siapapun yang mencari atau berpegang pada agama selain Islam, maka tidak akan diterima Allah dan termasuk orang yang rugi. Firman Allah:

ومن يبتغ غري اإلسلم دينا فلن يقبل منه, وهو ف اآلخرة من السرين “Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.”74

Pada akhir ayat ditegaskan bahwa Allah yang berhak disembah itu adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan kepercayaan tauhid itu telah dianut pula oleh orang-orang dahulu, karena itu patuh dan taat hanya kepada Allah, mengikuti semua perintah-perintah-Nya, menjauhi semua larangan-Nya dan melakukan semua pekerjaan semata-mata karena-Nya dan untuk mencari keridaan-Nya.Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar menyampaikan berita gembira kepada orang-orang yang tunduk, patuh, taat, bertobat dan merendahkan

73 Ibid., Jilid I, 470.74 QS. Ali Imran (3): 85. Kemenag RI, Al Hidayah Al-Qur’an Tafsir Per

Kata (Banten: Kalim, 2010), 62.

54 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

dirinya kepada-Nya bahwa bagi mereka disediakan pahala yang berlipat ganda, berupa surga di akhirat nanti.75

4. al-Ikhb>at yang berarti menerima (pasrah), sebagaimana firman Allah: وليعلم الذين أوتوا العلم أنه الق من ربك فيؤمنوا به فتخبت له قلوبهم وإن

اهلل لاد الذين آمنوا إل صراط مستقيمDan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwa (al-Qur’an) itu benar dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepadanya. Dan sungguh Allah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.”76

Pada ayat sebelumnya77 Allah menjelaskan tentang berbagai usaha setan-setan beserta pengikut-pengikutnya untuk memperdayakan manusia dengan menambah pengertian yang salah dalam ayat-ayat al-Qur’an dan dalam agama Islam. Perbuatan mereka itu menjadi cobaan bagi manusia, terutama bagi orang-orang yang beriman, orang-orang yang ingkar dan sesat hatinya serta orang-orang munafik. Godaan setan itu menambahkan sesat dan menimbulkan penyakit dalam hatinya, sehingga kekafiran dan kemunafikan mereka bertambah.

Sedang orang-orang yang kuat imannya tidak akan tertipu oleh setan, sebab setiap godaan setan yang datang kepadanya akan menambah kuat imannya. Sebaliknya orang-orang yang sesat hatinya dan ada penyakit di dalamnya akan jauh menyimpang dari jalan yang benar. Mereka tidak dapat lagi mengharap keridaan Allah dan tidak akan lepas dari siksaan Allah.78

75 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya, vol. 6, 405.76 QS. Al-Hajj (22): 54. Ibid., 430. 77 QS. Al-Hajj (22): 53.78 Ibid., 435.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 55

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah melakukan yang demikian itu agar orang-orang yang berilmu pengetahuan mengetahui dan merenungkan segala macam hukum yang telah ditetapkan Allah, pokok-pokok sunnatullah, segala macam subhat dan penafsiran ayat-ayat dengan cara yang salah yang dibuat oleh setan dan pengikut-pengikutnya. Dengan pengetahuan dan pengalaman itu diharapkan iman mereka bertambah, meyakini bahwa Allah menjamin keaslian al-Qur’an dari campur tangan manusia di dalamnya dan dari penafsiran yang salah.

Karena itu hendaklah orang-orang yang beriman yang telah dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, antara iman dan kufur menundukkan dan menyerahkan diri kepada Allah. Di samping itu membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan sungguh-sungguh, melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya, menghentikan segala larangan-Nya, baik yang berhubungan dengan ibadah, muamalat, budi pekerti, hukum dan tata cara bergaul dalam kehidupan masyarakat.79

4. Khusyuk yang ditunjuk dengan term Tasli>m

Ditinjau dari segi bahasa tasli>m artinya tunduk dan patuh.80 Term tasli>m beserta kata jadian atau ishtiqa>q-nya muncul dalam al-Qur’an sebanyak seratus tiga puluh sembilan kali.81 Sebagian contoh ayat al-Qur’an yang berbicara mengenai sikap tunduk dan patuh adalah firman Allah SWT.

79 Ibid., 436.80 Shu>q D}ayf, et.al. Mu’jam al-Wasi>t}, 463.Lihat Ahmad Munawir

Warson, Al-Munawir, 656. Lihat Al-Ra>ghib al-Isfaha>ni>, Mu’jam Mufrada>t al-Fa>z} al-Qur’a>n, 270.

81 Tidak semua term ini terkait dengan persoalan sikap tunduk dan patuh. Lihat Muhammad Fu’a >d ‘Abd al-Ba >qi>, al-Mu’jam al-Mufahrash li al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m, 451-454.

56 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

ولا رأى الؤمنون الحزاب قالوا هذا ما وعدنا اهلل ورسوله وصدق اهلل ورسوله وما زادهم إل إيانا وتسليما

“Dan tatkala orang-orang mu’min melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan”.82

Pada ayat ini, Allah menerangkan sikap dan tindakan kaum Muslimin dalam menghadapi perang Ahzab. Mereka bekerja dan berjuang semata-mata karena Allah dan mengikuti perintah Nabi, bukan karena kepentingan diri sendiri. Seluruh harta bahkan jiwa raga mereka serahkan kepada Nabi untuk kepentingan perjuangan. Mereka berjuang dengan tabah dan sabar. Semakin besar bahaya mengancam, semakin kuat iman dan ketabahan mereka. Ketika mereka melihat keadaan tentara sekutu yang jumlahnya sangat besar dan akan menyerbu mereka, sedang jumlah mereka hanya sedikit, mereka berkata, “inilah yang telah dijanjikan Allah dan Rasul Nya kepada kita, berupa ujian dan cobaan, sebagai pendahuluan dari kemenangan yang akan datang. Oleh karena itu, kita harus tabah dan sabar dalam menghadapinya.”83

Pada ayat yang lain diterangkan syarat-syarat kebahagiaan dan kemenagan yang akan diperoleh orang-orang yang beriman. Allah berfirman:

تهم البأساء أم حسبتم أن تدخلوا النة ولا يأتكم مثل الذين خلوا من قبلكم مسراء وزلزلوا حتى يقول الرسول والذين آمنوا معه متى نصر اهلل أل إن نصر والض

اهلل قريب “Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang

82 QS. Al-Ah}za>b (33): 22. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 670.

83 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , VII:6 40.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 57

dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.84

Dalam firman-Nya lagi:أحسب الناس أن يتكوا أن يقولوا آمنا وهم ل يفتنون

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?”85

Diriwayatkan oleh Ibn Kathir bahwa pada waktu menggali parit sebelum tentara sekutu datang, Rasulullah saw. pernah menyampaikan bahwa Jibril mengatakan kepadanya bahwa kerajaan Persia dan Romawi akan takluk di bawah kekuasaan kaum Muslimin. Mendengar kabar berita itu, kaum Muslimin sangat senang karena mereka percaya bahwa itu adalah janji Allah.86

Tatkala datang tentara sekutu mengepung, mereka meng anggap bahwa kedatangan tentara sekutu itu adalah ujian dan cobaan bagi mereka sebelum memperoleh keme-nagan dan sebelum mereka menaklukkan Persia dan Romawi, sehingga mereka mengucapkan, “Benar apa yang dijanjikan oleh Allah itu dengan meluaskan agama Islam ke seluruh penjuru dunia di kemudian hari, dan benar pula apa yang diisyaratkan Allah untuk mencapai kemenangan dan kebahagiaan itu, yaitu bertawakal dan sabar dalam menerima cobaan dan halangan.87

84 QS. Al-Baqarah (2): 214. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 51.

85 QS. Al-Ankabut (29): 2. Ibid. 628.86 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , VII:6 41.87 Ibid.

58 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

‘Ima >d al-Di>n Abu > al-Fida>’ Isma>’i>l bin ‘Amr bin Kathi>r menerangkan bahwa tatkala orang-orang beriman melihat golongan-golongan musuh datang, berkatalah mereka: “Inilah yang telah dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai ujian yang berat, yang akan berakhir dengan kemenangan yang cepat, dan benarlah Allah dan Rasul-Nya dalam janji-Nya”. Demikian keadaan orang-orang yang beriman itu menghadapi ujian Allah bahkan akan menambah mantap iman dalam dada mereka dan penyerahan diri mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa.88

Ibn ‘Abba >s menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Tasli>ma>n pada ayat tersebut adalah tunduk atau patuh terhadap perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya.89

Dari penjelasan term-term khusyuk di atas maka sekilas dapat diketahui bahwa dalam al-Qur’an terdapat berbagai lafaz yang menunjuk kepada arti tunduk, patuh, dan rendah hati.

Penelitian ini berjudul “Konteks Khusyuk dalam al-Qur’an” tinjauan tafsir tematik, maka peneliti akan lebih menekankan tentang penjelasan term-term khusyuk yang tersebar di berbagai ayat atau surat dalam al-Qur’an al-Karim.

D. Ragam Khusyuk dalam Al-Qur’an

Berdasarkan informasi ayat-ayat tentang khusyuk di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ragam khusyuk dalam al-Qur’an terdapat berbagai macam, yaitu:

88 Muh}ammad bin Jari>r bin Yazi>d bin Kha>lid bin Kathi>r Abu > Ja’far al-T}abari>, “Ja>mi’ al-Baya>n fi> Tafsi>r al-Qur’a >n”, Maktabah Sha >milah, al-Is }da>r al-Tha>ni> 2.11, 420.

89 Abu > T}a>hir Muh}ammad bin Ya’qu>b, “Tanwi>r al-Miqba >s min Tafsi>r Ibn ‘Abba >s”, Maktabah Sha >milah, al-Is }da>r al-Tha>ni> 2.11, 420.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 59

1. al-Khushu>’ bi al-Bas }ar (Khusyuk dengan Pandangan)

Allah SWT berfirman:جود فل يستطيعون . يوم يكشف عن ساق ويدعون إل الس

جود وهم سالون. خاشعة أبصارهم ترهقهم ذلة وقد كانوا يدعون إل الس “(Ingatlah) pada hari ketika betis disingkapkan dan mereka diseru untuk bersujud; maka mereka tidak mampu. Pandangan mereka tertunduk ke bawah, diliputi kehinaan.

Dan sungguh, dahulu (di dunia) mereka telah diseru untuk bersujud pada waktu mereka sehat (tetapi mereka tidak melakukan)”.90

Ayat ini menyatakan kepada orang-orang kafir Mekah bahwa jika mereka mempunyai penjamin kebenaran perka-taan mereka bahwa mereka pasti akan masuk surga seperti orang-orang mukmin masuk surga, maka cobalah datangkan saksi atau penjamin itu pada hari Kiamat. Pada hari itu, semua orang dalam keadaan ketakutan dan sedang berusaha lari dari ketakutan itu. Pada hari itu mereka diminta sujud untuk menguji keimanan mereka padahal mereka tidak sanggup lagi sujud, karena persendian tulang-tulang mereka telah lemah, karena azab telah meliputi mereka dari atas dan bawah, serta dari samping kanan dan kiri. Hari yang seperti itu pasti datang dan huru-hara yang dimaksudkan itu pasti terjadi. Pada saat itu, tiada satu pun tempat berlindung kecuali Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.91

Abu> Sa’i>d al-Khudri> r.a. berkata, saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda:

90 QS. al-Qolam (68): 42-43. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 964.

91 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , X: 282.

60 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

»يكشف ربنا عن ساقه، فيسجد له كل مؤمن ومؤمنة، ويبقى من كان يسجد ف الدنيا رياء ومسعة، فيذهب ليسجد فيعود ظهره طبقا واحدا«92

Allah akan menyingkapkan betisnya (bukti kebesaran-Nya), sehingga bersujudlah kepada-Nya tiap mukmin lelaki maupun perempuan, sedang orang yang dahulu ketika di dunia bersujud karena riya’, maka ia berusaha untuk sujud tetapi tidak dapat, karena punggungnya bagaikan pelat yang bulat lurus

Dalam ayat ini juga diterangkan bahwa orang-orang kafir pada hari Kiamat berada dalam keadaan tidak berdaya sedikit pun. Tidak ada yang memberi mereka pertolongan dan mereka dalam keadaan hina-dina. Mereka hanya dalam keadaan penuh penyesalan, tetapi semua itu tidak berguna lagi. Ketika hidup di dunia dahulu, mereka dalam keadaan sehat, berkecukupan, berkuasa, dan berpangkat, tetapi mereka tidak mau shalat, sujud dan menyembah Allah, serta menyerahkan diri kepada kepada-Nya. Setelah di akhirat, di waktu penyesalan itu tiba, mereka memanggil Tuhan, ingin mengerjakannya untuk menghambakan diri kepada-Nya, akan tetapi mereka tidak sanggup mengerjakannya lagi. Hal itu karena di samping tulang-tulang mereka telah lemah, pintu taubat juga telah ditutup. Hanya orang-orang beriman sajalah yang dapat bersujud di akhirat ketika Allah menampakkan diri-Nya kepada mereka.

Al-Alu >si> menegaskan bahwa tunduk dengan pandangan merupakan dampak yang nyata dari perasaan hina yang timbul dari dalam hati orang-orang kafir ketika di hari Kiamat nanti.93

92 al-T}abari>, “Ja>mi’ al-Baya>n fi> Tafsi >r al-Qur’a >n”, Maktabah Sha>milah, 566.

93 Abu > Thana>’ Shiha>b al-Di>n al-Sayyid Mah}mu>d Afandi al-Alu >si> al-Baghdadi>, “Ru>h} al-Ma’a>ni> fi> Tafsi>r al-Qur’a >n al-‘Az}i>m wa Sab’il Matha >ni>, Maktabah Sha >milah, al-Is }da>r al-Tha>ni> 2.11, 566.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 61

Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman: فذرهم خيوضوا ويلعبوا حتى يلقوا يومهم الذي يوعدون . يوم خيرجون من الجداث سراعا كأنهم إل نصب يوفضون . خاشعة أبصارهم ترهقهم ذلة ذلك

اليوم الذي كانوا يوعدون“Maka biarkanlah mereka tenggelam (dalam kebatilan) dan bermain-main sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka. (yaitu) pada hari mereka ke luar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia). Dalam keadaan mereka menekurkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan. Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka”.94 QS. al-Ma’arij (70): 42-44.

Ayat ini merupakan peringatan keras kepada kaum musyrikin yang selalu menentang dan mengingkari seruan Nabi Muhammad. Berbagai macam cara telah dilakukan untuk menyadarkan, namun mereka tetap ingkar. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk membiarkan orang-orang musyrik itu mengingkari seruannya, agar mereka tenggelam dalam kesesatan dan lalai oleh kesenangan hidup yang mereka nikmati. Mereka pasti mati dan kemudian dibangkitkan pada hari Kiamat. Pada hari itu, barulah mereka mengetahui kebenaran risalah yang telah disampaikan Nabi saw. kepada mereka, yaitu mereka diminta mempertanggungjawabkan semua perbuatan mereka di dunia. Pada hari Kiamat itu, mereka dihidupkan kembali dan dibangkitkan dari kubur. Mereka datang dengan tergesa-gesa untuk memenuhi panggilan yang memanggil mereka waktu itu dengan harapan panggilan itu berisi sesuatu yang menyenangkan. Mereka datang tergesa-

94 Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 976. Firman Allah SWT. yang lain adalah QS. al-Na >zi’a>t (79): 9.

62 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

gesa sebagaimana ketika mereka datang untuk menyembah berhala mereka dulu waktu di dunia.95

Pada hari yang dijanjikan itu, orang-orang musyrik berlarian dengan kepala tertunduk menuju pengadilan Allah. Itulah hari yang pernah diperingatkan Allah kepada mereka. Hari itu adalah hari yang penuh penderitaan dan kesengsaraan. Pada hari itu tidak ada sesuatu pun yang dapat member pertolongan selain Allah. Al-Alu >si> menegaskan bahwa pandangan tertunduk merupakan realitas yang tampak karena perasaan hina yang meliputi dalam hati orang-orang kafir ketika di hari Kiamat.96

2. al-Khushu>’ bi al-S}awt (Khusyuk dengan Suara)

Dalam QS. Toha (20): 108 Allah SWT berfiman:ن فل تسمع إل همسا يومئذ يتبعون الداعي ل عوج له وخشعت الصوات للرح“Pada hari itu mereka mengikuti penyeru dengan tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada al-Rahman, maka engkau tidak mendengar kecuali bisikan”.97

Ayat ini masih melanjutkan uraian dan peringatannya tentang Kiamat. Di sini dinyatakan bahwa pada hari itu, yakni hancurnya gunung-gunung dan datangnya Kiamat serta bangkitnya semua manusia dari kuburnya, mereka semua dengan sungguh-sungguh lagi pasrah mengikuti suara penyeru yang mengajak mereka berkumpul di padang Mahsyar. Mereka menuju ke sana dengan tidak berbelok-belok dan ketika itu juga merendahkan semua suara karena takut atau mengharap kepada al-Rahman Tuhan Yang Maha

95 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , X: 348.96 Abu > Thana>’ Shiha>b al-Di>n al-Sayyid Mah}mu>d Afandi al-Alu >si> al-

Baghdadi>, “Ru>h} al-Ma’a>ni> fi> Tafsi>r al-Qur’a >n al-‘Az}i>m wa Sab’il Matha >ni>, Maktabah Sha >milah, al-Is }da>r al-Tha>ni> 2.11, 570.

97 Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 489.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 63

Pemurah, maka engkau siapa pun engkau tidak mendengar ketika itu kecuali bisikan saja.

Penyeru pada ayat ini dipahami oleh banyak mufassir dalam arti malaikat Israfil, dan ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah rasul masing-masing umat, sedang kata la ‘iwaj atau tidak bengkok atau tidak berbelok-belok dapat dipahami sebagai penjelasan tentang keadaan penyeru dan dapat juga keadaan yang diseru. Bila sebagai keadaan penyeru dan yang dipahami penyerunya adalah malaikat, maka ia dapat berarti tiada kebengkokan dalam ajakannya dan dia memperdengarkan ajakannya kepada semua pihak. Sedang bila dipahami sebagai penjelasan tentang penyeru yang dalam hal ini adalah rasul, maka ia dapat dipahami sebagai sindiran kepada kaum musyrikin yang selalu menuduh rasul mereka mengajak kepada penyimpangan ajaran leluhur yang benar. Di sana seakan-akan dinyatakan, kini kalian harus mengikuti ajakan rasul, karena kalian tidak dapat lagi berkata bagaimana ketika di dunia bahwa ada kebengkokan dan penyimpangan dalam ajakannya.98

Sedang jika kata tersebut dipahami sebagai penjelasan tentang keadaan yang diseru, maka berarti bahwa tiada kebengkokan dalam memenuhi keadaan penyeru (siapa pun dia), sehingga semua yang diajak tidak dapat mengelak sama sekali. Pendapat lain menyatakan bahwa semua makhluk ketika itu menuju ke arah yang diperintahkan oleh penyeru itu. Mereka berjalan lurus, tidak membelok ke kanan atau ke kiri karena bumi seluruhnya telah datar,99 atau (dan ini yang lebih baik) karena ketika itu mereka tidak punya lagi kemampuan, semua telah pasrah dan tunduk kepada

98 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishba>h (Jakarta: Lentera Hati, 2006), VIII: 368.

99 Ibid.

64 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Allah sebagaimana diisyaratkan oleh firman-Nya: “dan merendahlah semua suara kepada al-Rahman”. Kerendahan suara itu menunjukkan kepatuhan, sebaliknya suara gaduh saat pemanggilan mengandung makna protes dan ke-engganan taat.100

Hams adalah suara yang sangat halus. Ada juga yang memahaminya dengan arti gerak kedua bibir tanpa suara. Ada lagi yang mengartikannya suara kaki.101 Semua itu menggambarkan bahwa suasana ketika itu sangat mencekam.

3. al-Khushu>’ bi al-Wajh (Khusyuk dengan wajah)

Dalam Q.S. Al-Isra’(17): 107-109 Allah SWT berfirman:قل آمنوا به أو ل تؤمنوا إن الذين أوتوا العلم من قبله إذا يتلى عليهم خيرون دا. ويقولون سبحان ربنا إن كان وعد ربنا لفعول . وخيرون لألذقان لألذقان سج

يبكون ويزيدهم خشوعا“Katakanlah: “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. Dan mereka berkata: “Maha suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk”.102

Pada ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menyatakan dengan tegas kepada kaum musyrikin yang ingkar kepada kebenaran al-Qur’an itu, bahwa sekiranya mereka beriman maka keimanan mereka itu tidaklah memperkaya perbendaharaan rahmat-Nya. Demikian pula sebaliknya, sekiranya mereka tetap ingkar,

100 Muh}ammad bin Jari>r bin Yazi>d bin Kha>lid bin Kathi>r Abu > Ja’far al-T}abari>, “Ja >mi’ al-Baya>n fi> Tafsi>r al-Qur’a >n”, Maktabah Sha >milah, 319.

101 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishba>h , 369. 102 Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 489.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 65

tidak mau beriman kepada al-Qur’an, keingkaran dan penolakan mereka itu tidaklah mengurangi keagungan Allah SWT.

Pernyataan Rasul saw ini merupakan celaan dan kecaman kepada kaum musyrikin, serta mengandung penghinaan kepada mereka. Bagaimanapun sikap mereka terhadap al-Qur’an, tidak patut dipedulikan. Kebenaran al-Qur’an tidak bergantung kepada sikap orang-orang yang ingkar itu. Tidak mengherankan kalau mereka menolak kebenaran al-Qur’an, karena mereka memang orang Jahiliyah. Tetapi orang-orang baik dan terpelajar di antara mereka tentu beriman dan tunduk sepenuhnya bila mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an dibacakan. Seperti Zaid bin Amru bin Nufail dan Waraqah bin Nufail yang telah membacakan kitab-kitab suci yang terdahulu sebelum al-Qur’an diturunkan, dan mereka mengetahui kelak pada waktunya akan lahir seorang rasul akhir zaman. Mereka bersujud dan bersyukur kepada Allah SWT yang telah memenuhi janji-Nya, yaitu mengutus Nabi Muhammad saw sebagai rasul terakhir.103

Dengan turunnya ayat ini, Nabi Muhammad saw merasa terhibur hatinya, karena keimanan orang-orang yang terpelajar lebih berarti dari keimanan orang-orang jahil, meskipun keimanan orang-orang jahil itu tetap diharapkan.

Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa orang-orang yang telah diberi ilmu itu mengucapkan tasbih, yaitu lafal Subh}a>nallah (Maha Suci Allah), sewaktu sujud tanda syukur kepada Allah SWT. mereka menyucikan Tuhan dari sifat-sifat yang tidak patut bagi-Nya, seperti menyalahi janji-Nya kepada umat manusia untuk mengutus seorang rasul. Mereka juga mengatakan bahwa sebenarnya janji Allah itu telah datang dan menjadi kenyataan.

103 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , V: 559.

66 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Ayat ini menunjukkan kebaikan membaca tasbih dalam sujud. ‘Aisyah r.a. berkata, “adalah Rasul saw banyak membaca dalam sujud dan rukuknya: “Subh}a>naka Allahumma Rabbana> nusabbih}u bih }amdika Allahumma igfirli>”104

Kemudian Allah menambahkan SWT menambahkan dalam ayat ini sifat-sifat yang terpuji pada orang-orang yang diberi ilmu itu. Mereka menelungkupkan muka,105 bersujud kepada Allah sambil menangis disebabkan bermacam-macam perasaan yang menghentak dada mereka, seperti perasaan takut kepada Allah, dan perasaan syukur atas kelahiran rasul yang dijanjikan. Pengaruh ajaran-ajaran al-Qur’an meresap ke dalam jiwa mereka ketika mendengar ayat-ayat al-Qur’an yang dibacakan, serta menambah kekhu syukan, dan kerendahan hati mereka. Dengan demi-kian, mereka merasakan betapa kecilnya manusia di sisi Allah SWT. demikianlah sifat orang berilmu yang telah mencapai derajat yang mulia. Hatinya menjadi tunduk dan matanya mencucurkan air mata ketika al-Qur’an dibacakan kepadanya.

Mencucurkan air mata ketika mendengar atau membaca al-Qur’an sangat terpuji dalam pandangan Islam, sebagaimana sabda Rasul saw. yang maksudnya “Bacalah al-Qur’an dan menangislah, jika kamu tidak bisa menangis, maka usahakanlah sekuat-kuatnya agar kamu dapat menangis”. HR. al-Tirmidhi> dari Sa’d bin Abi> Waqa>s}.106

Pada ayat-ayat di atas, ditemukan pengulangan kata mereka menyungkur. Al-Biqa’i menilai bahwa ketersungkuran

104 Ibid.105 Muh}ammad bin Jari>r bin Yazi>d bin Kha>lid bin Kathi>r Abu > Ja’far al-T}

abari>, “Ja >mi’ al-Baya>n fi> Tafsi>r al-Qur’a >n”, Maktabah Sha >milah, 293.106 Iqra’u > al-Qur’a>n wabku>, wa idha> lam tabku> fa taba>kaw (Rawa >h al-

Tirmidhi> ‘an sa’d bin Abi> waqa>s}). Lihat Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , V: 560.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 67

tersebut terjadi dua kali, bahkan berulang-ulang kali, karena berulangnya al-Qur’an yang mereka baca atau dengar. Ada juga yang berpendapat bahwa ketersungkuran pertama untuk menggambarkan sujud mereka dan yang kedua disebabkan karena kerasnya tangis, atau yang pertama ketika mendengar atau membaca al-Qur’an, dan yang kedua dalam kondisi dan situasi yang lain. Tabataba’i memahami ketersungkuran pertama berkaitan dengan badan, dan yang kedua berkaitan dengan hati, dan dengan demikian ayat-ayat di atas menggambarkan ketundukan dan kepatuhan sekaligus kekhusyukan kepada Allah SWT.107

Kekhusyukan dengan wajah digambarkan oleh Allah SWT pada ayat lain, yaitu QS. al-Gha >shiyah (88): 1-3

هل أتاك حديث الغاشية . وجوه يومئذ خاشعة . عاملة ناصبة .“Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?. Banyak muka pada hari itu tunduk terhina. Bekerja keras lagi kepayahan”

Pada ayat ini Allah SWT menyindir penduduk neraka de ngan mengatakan, “Sudahkah sampai kepada kamu berita tentang hari Kiamat.” Kemudian Allah menjelaskan bahwa manusia ketika itu terbagi dua, yaitu golongan orang kafir dan golongan orang mukmin. Golongan orang kafir ketika melihat kedahsyatan yang terjadi ketika itu, menjadi tertunduk dan merasa terhina.108 Allah berfirman:

عنا فارجعنا رمون ناكسو رءوسهم عند ربهم ربنا أبصرنا ومس ولو ترى إذ النعمل صالا إنا موقنون

“Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), “Ya Tuhan kami,

107 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishba>h , VII: 564.108 Muh}ammad bin Jari>r bin Yazi>d bin Kha>lid bin Kathi>r Abu > Ja’far al-T}

abari>, “Ja >mi’ al-Baya>n fi> Tafsi>r al-Qur’a >n”, Maktabah Sha >milah, 592.

68 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan. Sungguh, kami adalah orang-orang yang yakin.” 109

Dan firman Allah SWTوتراهم يعرضون عليها خاشعي من الذل ينظرون من طرف خفي وقال الذين الي آمنوا إن الاسرين الذين خسروا أنفسهم وأهليهم يوم القيامة أل إن الظ

ف عذاب مقيم“Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tertunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari Kiamat. “Ingatlah, sesungguhnya orang-orang zalim itu berada dalam azab yang kekal.”110

Allah menerangkan bahwa orang-orang kafir itu di semasa hidup di dunia bekerja dengan rajin dan sungguh. Akan tetapi, perbuatan mereka itu tidak diterima karena mereka tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, yang merupakan syarat utama untuk diterimanya perbuatan dan mendapat ganjaran.

Dari beberapa ayat al-Qur’an di atas, yang menjelaskan tentang ragam khusyuk dalam al-Qur’an, maka dapat diketahui bahwa jika ditinjau dari konteks tempat kejadian atau peristiwanya merupakan sebagian dari proses rang-kaian peristiwa yang akan dialami oleh orang-orang kafir atau orang-orang yang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya di hari Kiamat nanti.

Sebagian dari bukti kekuasaan Allah yang dapat membangkitkan manusia di hari kiamat dijelaskan dalam QS. Fussilat (41): 39.

109 QS. Al-Sajdah (32): 12. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 661.

110 Q.S. al-Syu>ra (42): 45. Ibid. 790.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 69

ومن آياته أنك ترى الرض خاشعة فإذا أنزلنا عليها الاء اهتزت وربت إن الذي يي الوتى إنه على كل شيء قدير أحياها ل

“Dan sebagian dari tanda-tanda (kebesaran-Nya), engkau melihat bumi itu kering dan tandus, tetapi apabila Kami turunkan hujan di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya (Allah) yang menghidupkannya pasti dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Ayat ini menerangkan bahwa di antara bukti-bukti kekuasaan Allah membangkitkan manusia di hari Kiamat nanti ialah bumi yang tandus dan mati, tidak ditumbuhi tumbuh-tumbuhan sedikit pun. Akan tetapi, apabila Dia menyirami tanah itu dengan air hujan dengan mengalirkan air kepadanya, maka bumi itu berubah menjadi hijau, karena tanahnya menjadi subur dan ditumbuhi tanam-tanaman.

Allah berfirman:وترى الرض هامدة فإذا أنزلنا عليها الاء اهتزت وربت وأنبتت من كل زوج

بهيج“Dan kamu lihat bumin ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan tumbuhan yang indah.” 111

Ayat ini berkaitan dengan tumbuhnya tumbuh-tumbuhan dengan adanya anugerah berupa air yang diturunkan dalam bentuk hujan. Pesan yang mirip, juga dapat ditemui pada akhir ayat tersebut yang berbunyi “dan engkau melihat bumi kering kerontang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya dia bergerak dan mengembang dan menumbuhkan berbagai jenis tanaman yang indah.” Kata bergerak dan mengembang dikaitkan dengan gerakan butiran tanah saat biji tumbuhan

111 QS. Al-Hajj (22): 5 Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 512.

70 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

berkecambah dan akarnya berkembang dan tumbuh hingga menjadi pohon dewasa.112

Allah yang telah menghidupkan bumi yang mati itu dengan menyiramkan air, dan menghidupkan tumbuh-tumbuhan, sehingga bumi itu menghijau, kuasa pula menghidupkan manusia yang telah mati, dan kuasa membangkitkannya dari kubur. Semuanya itu tidak ada yang sukar bagi-Nya. Semuanya mudah bagi-Nya. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

4. al-Khushu>’ bi al-Qalb (Khusyuk dengan Hati)

Pada ayat-ayat di atas dijelaskan keadaan orang-orang munafik di hari kemudian yang tidak mendapatkan cahaya Ilahi dan merasa sangat kecewa yang ditampakkan melalui sikap ketundukan mereka kepada Allah SWT yang didasari dengan sifat takut dan hina. Maka pada ayat-ayat berikut ini dijelaskan teguran yang ditujukan kepada orang-orang mukmin yang menunda-nunda tunduk melaksanakan perintah Allah, tunduk hatinya dan memperthatikan ajaran-ajaran serta petunjuk al-Qur’an al-Karim.

Allah SWT berfirman: أل يأن للذين آمنوا أن تشع قلوبهم لذكر اهلل وما نزل من الق ول يكونوا منهم وكثري قلوبهم فقست المد عليهم فطال قبل من الكتاب أوتوا كالذين لعلكم اآليات لكم بينا قد موتها بعد الرض اعلموا أن اهلل ييي فاسقون .

تعقلون“Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum ini, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras.

112 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , VIII: 626.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 71

Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik. Ketahuilah bahwa Allah yang menghidupkan bumi setelah matinya (kering). Sungguh, telah Kami jelaskan kepadamu tanda-tanda (kebesaran Kami) agar kamu mengerti.” 113

Diriwayatkan dari Ibn Mas’ud bahwa ketika sahabat Rasulullah sampai di Madinah dan merasakan kehidupan yang menyenangkan setelah mereka menderita dan mengalami kehidupan yang sangat sulit sebelumnya. Mereka mengabaikan sebagian dari kewajibannya, lalai melaksanakan ajaran-ajaran agamanya, maka turunlah ayat ini, menegur dan mengingatkan mereka tentang keadaan itu.114

Pada ayat ini Allah menegur dan memperingatkan orang-orang mukmin tentang keadaan mereka yang lalai dan terlena. Belum datangkah waktunya bagi orang-orang mukmin untuk mempunyai hati yang lembut,115 senantiasa mengingat Allah, suka mendengar dan memahami ajaran-ajaran agama mereka, taat dan patuh mengikuti petunjuk-petunjuk kebenaran yang telah diturunkan, yang terbentang di dalam al-Qur’an.

Selanjutnya orang-orang mukmin diperingatkan agar jangan sekali-kali meniru-niru orang Yahudi dan Nasrani yang telah diberikan kitab Taurat dan Injil. Sekalipun telah lama dan memakan waktu agak panjang, mereka belum juga mengikuti dan memahami ajaran nabi-nabi mereka, sehingga hati mereka menjadi keras dan membatu, tidak dapat lagi menerima nasihat, tidak membekas pada diri mereka

113 QS. Al-H}adi>d (57): 16:-17. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 902-903.

114 Abu > al-H}asa>n ‘Ali> bin Ah}mad al-Wa>h}idi > al-Naysa>bu >ri>, Asba>b al-Nuzu>l (Beirut: Da>r al-Fikr, 1991), 272.

115 Abu > T}a>hir Muh}ammad bin Ya’qu>b, “Tanwi>r al-Miqba >s min Tafsi>r Ibn ‘Abba >s”, Maktabah Sha >milah, 539.

72 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

ancaman-ancaman yang ditujukan kepadanya. Mereka mengubah kitab yang ada di tangan mereka dan ajaran-ajaran kitab mereka dilempar jauh-jauh. Pendeta dan pastur mereka jadikan tuhan selain Allah, membikin agama tanpa alasan. Kebanyakan mereka menjadi fasik, meninggalkan ajaran-ajaran mereka yang asli.116 Sejalan dengan ayat ini Allah SWT berfirman:

فبما نقضهم ميثاقهم لعناهم وجعلنا قلوبهم قاسية يرفون الكلم عن مواضعه لع على خائنة منهم إل قليل منهم فاعف ونسوا حظا ما ذكروا به ول تزال تط

سني عنهم واصفح إن اهلل يب ال“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.117

Pada ayat selanjutnya Allah SWT menerangkan bahwa Dia yang menghidupkan bumi sesudah mati. Allah melembutkan hati yang keras, member petunjuk manusia yang sesat, menghilangkan kesukaran dengan penjelasan dan petunjuk al-Qur’an dengan nasihat dan pengajaran yang dapat melembutkan batu yang keras yakni hati yang kotor, sebagaimana menghidupkan dan menyuburkan tanah gersang membatu dengan hujan lebat. Demikianlah Allah telah menjelaskan agar manusia itu dapat memikirkan dan mempergunakan akalnya dengan sebaik-baiknya.

116 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , IX: 682.117 QS. Al-Ma>’idah (5): 13. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan

Tafsirnya, 160.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 73

E. Dampak Khusyuk dalam al-Qur’an

1. Terkabulnya Doa Orang-orang yang Khusyuk.

Allah SWT berfiman:

له فاستجبنا الوارثي . وأنت خري فردا تذرني ل ربه رب نادى إذ وزكريا ووهبنا له ييى وأصلحنا له زوجه إنهم كانوا يسارعون ف الريات ويدعوننا

رغبا ورهبا وكانوا لنا خاشعي“Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik. Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas.118 Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.”119

Pada ayat ini Allah mengarahkan perhatian Nabi Muhammad saw dan umatnya kepada kisah Nabi Zakaria. Karena ia tidak mempunyai anak. Maka ia merasa kesepian

118 Ungkapan ragaban wa rahaban terdiri dari dua kata, yaitu ragaban dan rahaban. Yang pertama (ragaban) merupakan bentuk mas}dar dari kata ragiba-yargabu, yang artinya menginginkan dan menyayangi. Dengan demikian ragaban dapat diartikan sebagai keinginan dan kesenangan. Sedang kedua (rahaban) merupakan bentuk mas}dar dari kata kerja rahiba-yarhabu, yang artinya takut. Dengan demikian, rahiban diartikan sebagai ketakutan, yaitu takut pada sesuatu yang diagungkan, sehingga muncul ketundukan dan kepatuhan. Dari kata ini muncul istilah rahib, yaitu seseorang yang menekuni kehidupan beragama, dan selalu tunduk dan patuh ajaran-ajaran agama. Ungkapan ragaban wa rahaban pada ayat ini dipergunakan untuk menunjukkan ketekunan Nabi Zakaria dan berdoa dengan penuh harap akan rahmat Allah dan haus kasih sayang.

119 QS. al-Anbiya>’(21): 89-90. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 160.

74 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

dan tidak mempunyai seorang keturunan pun yang akan menggantikan dan melanjutkan perjuangannya bila ia telah meninggal dunia. Sebab itu ia berdoa kepada Allah agar Dia tidak membiarkannya hidup tanpa keturunan.

Pada ayat ini disebutkan ucapan Nabi Zakaria setelah ia mengucapkan doanya itu. Lalu ia berkata, “Dan Engkau adalah ahli waris yang baik” Maksudnya ialah bahwa apabila Allah menghendaki tidak akan menganugerahkan keturunan kepadanya, maka ia pun rela tidak berkecil hati, karena ia yakin bahwa Allah SWT akan tetap memelihara agamanya, dan tidak akan menyia-nyiakan agamanya dan Allah tentu akan memilih orang yang paling tepat sebagai pengganti Zakaria setelah wafatnya.120

Ayat selanjutnya dijelaskan bahwa Allah telah memperkenankan doa Nabi Zakaria itu, dan mengaruniakan kepadanya seorang putra bernama Yahya. Untuk itu Allah telah menganugerahkan kesehatan yang baik kepada istri Zakaria, sehingga memungkinkan untuk mengandung, padahal sebelum itu ia adalah perempuan yang mandul.

Pada ayat selanjutnya Allah menjelaskan apa alasan-Nya untuk mengabulkan permohonan Zakaria itu, ialah karena mereka semua senantiasa bersegera dalam berbuat kebajikan, terutama dalam memelihara keturunan dengan sebaik-baiknya. Selain itu juga, karena senantiasa berdoa kepada Allah dengan hati yang harap-harap cemas, harap akan ampunan Tuhan dan cemas terhadap kemurkaan dan siksaan Allah. Dan alasan ketiga ialah karena mereka selalu

120 Kisah ini telah dibahas lebih luas dalam surah Ali> Imra>n dan Surah Maryam.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 75

khusyuk dan tawadu’121 kepada-Nya, dan tidak pernah sombong atau takabur dan mengingkari karunia-Nya.122

Jadi, sifat-sifat yang mulia itulah yang menyebabkan mereka memperoleh karunia dari Allah SWT.

2. Kesuksesan Orang-orang yang Berbuat Khusyuk

Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:قد أفلح الؤمنون . الذين هم ف صلتهم خاشعون

“Sesungguhnya beruntunglah123 orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam sholatnya”.124

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa sungguh bahagia dan beruntung orang-orang yang beriman, dan , sebaliknya sangat merugi orang-orang kafir yang tidak beriman, karena walaupun mereka menurut perhitungan, banyak mengerjakan amal kebajikan, akan tetapi semua amalnya itu akan sia-sia saja di akhirat nanti, karena tidak berlandaskan iman kepada-Nya.

121 Al-Alu >si> menjelaskan bahwa yang dimaksud khusyuk di sini adalah متضرعي خمبتي <artinya merendahkan diri kepada Allah SWT. Lihat Abu أي Thana>’ Shiha>b al-Di>n al-Sayyid Mah}mu>d Afandi al-Alu >si> al-Baghdadi>, “Ru>h} al-Ma’a>ni> fi> Tafsi>r al-Qur’a >n al-‘Az}i>m wa Sab’il Matha >ni>, Maktabah Sha >milah, 329.

122 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , VI: 323.123 Aflah} artinya sukses bisa mencapai yang diinginkan. Kata aflah}

a terambil dari kata fa’, lam dan ha’, artinya membelah, dari sini petani disebut al-falla>h}, karena dia mencangkul untuk membelah tanah untuk ditanami benih, benih ini akan tumbuh dan memberi hasil yang sangat diharapkan. Dari sini maka memperoleh apa yang diharapkan juga dinamai al-fala>h}. Layak diperhatikan penamaan al-Fallah pada petani dan kaitannya dengan kesuksesan, memberi kesan bahwa sesuatu perbuatan baik, membutuhkan proses dan waktu yang panjang dan juga usaha keras sampai tiba waktu menuai hasil. Tanap usaha keras dan waktu yang panjang, kesuksesan sulit dicapai.

124 QS. al-Mu’minu >n (23): 1-2. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 526.

76 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa kebahagiaan itu ada yang bersifat duniawi dan ukhrawi. Kebahagiaan duniawi menurutnya adalah memperoleh hal-hal yang menjadikan hidup di dunia ini nyaman, antara lain berupa kelanggengan hidup, kekayaan dan kemuliaan. Sedang ukhrawi terdiri dari empat hal, yaitu wujud yang langgeng tanpa kepunahan, kekayaan tanpa kebutuhan, kemuliaan tanpa kehinaan, dan ilmu tanpa ketidaktahuan.125

Ayat selanjutnya Allah menjelaskan sifat orang mukmin yang beruntung, yaitu mereka yang benar-benar khusyuk dalam mengerjakan salatnya126, pikirannya selalu mengingat Allah, dan memusatkan semua pikiran dan panca inderanya untuk bermunajat kepada-Nya. Dia menyadari dan merasakan bahwa orang yang sholat itu benar-benar sedang berhadapan dengan Tuhannya, oleh karena itu seluruh anggota tubuh dan jiwanya dipenuhi kekhusyukan, kekhidmatan dan keikhlasan, diselingi dengan rasa takut dan diselubungi dengan penuh harapan kepada Tuhannya.

Untuk memenuhi kekhusyukan dalam salat, harus memperhatikan tiga perkara,127 yaitu: a. Paham apa yang dibaca, supaya apa yang diucapkan

lidahnya dapat dipahami dan dimengerti, sesuai dengan firman Allah:

أفل يتدبرون القرآن أم على قلوب أقفالا “Maka tidakkah mereka menghayati al-Qur’an ataukah hati mereka sudah terkunci?”128

125 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, IX: 146.126 Secara bahasa salat berarti doa dan secara istilah adalah ibadah

yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang di mulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam. Lihat Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001), 53.

127 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , VI: 472.128 QS. Muh}ammad (47): 24. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan

Tafsirnya, 833.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 77

b. Ingat kepada Allah, sesuai dengan firman-Nya:لة لذكري وأقم الص

“Dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku.”129

c. Salat berarti munajat kepada Allah, pikiran dan perasaan orang yang salat harus selalu mengingat dan jangan lengah atau lalai. Para ulama berpendapat bahwa salat yang tidak khusyuk sama dengan tubuh tidak bernyawa. Akan tetapi ketiadaan khusyuk dalam salat tidak membatalkan salat, dan tidak wajib diulang kembali.

Misa Abdu menjelaskan bahwa faktor-faktor yang membantu seseorang untuk khusyuk dalam mengerjakan shalat,130 antara lain adalah:1. Hati yang ikhlas karena Allah SWT Yang dimaksud dengan ikhlas di sini adalah jika seseorang

menegakkan shalat dengan tujuan hanya karena Allah SWT dan mengingat akhirat. Dengan begitu maka akan muncul khusyuk pada anggota tubuhnya, sehingga dia menjadi tenang dan hatinya hadir ketika shalat.

2. Ma’rifat kepada Allah, hatinya mengagungkan Allah SWT dan takut kepada-NYa.

Seorang hamba semakin mengetahui Allah SWT, ayat-ayat-Nya, dan hukum-hukum-Nya maka ia akan semakin banyak rasa takut kepada-Nya, dan bertambah kekhusyukannya.

3. Mengetahui bahwa shalat itu merupakan pertemuan antara dirinya dengan Allah SWT dan bermunajat kepada-Nya.

Seorang mukmin ketika shalat, hendaknya dia mengetahui bahwa dengan shalat, ia akan bertemu dengan 129 QS. T{a>ha> (20): 14. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan

Tafsirnya, 477.130 Misa Abdu, Menjernihkan Batin dengan Shalat Khusyu’, 63-96.

78 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Tuhannya. Shalat merupakan bentuk komunikasi antara seorang hamba dengan penciptanya. Dengan shalat, seseorang dapat bermunajat bersama Tuhannya dengan menggunakan kalimat-kalimat yang baik yang dapat menembus tirai-tirai yang tinggi supaya kalimat tadi sampai kepada penciptanya tanpa perantara. Itulah salah satu etika yang sangat luhur ketika berhadapan dengan Tuhannya, ketika memuji kepada-Nya, mengadukan keluhan-keluhannya dan mencari kesuksesan. Di samping itu, shalat juga merupakan bentuk janji yang hakiki bagi seseorang untuk tidak melakukan perbuatan dosa dan kemungkaran. Sebaiknya seorang hamba ketika menghadap Tuhannya dengan hati yang penuh rasa cinta kepada-Nya, rasa takut, mengagungkan dan tunduk kepada-Nya. Selanjutnya ia curahkan hatinya hanya untuk Allah SWT ketika berhadapan dengan-Nya. Yang dimaksud mencurahkan hatinya ketika shalat adalah memusatkan perhatiannya hanya kepada Allah, tidak memikirkan selain Allah SWT. Itulah yang dinamakan munajat yang paling sempurnya kepada Allah SWT dan ikhlas kepada-Nya.

4. Konsentrasi hati dan anggota tubuh dari memikirkan selain Allah

Memikirkan sesuatu selain Allah ketika shalat akan menghilangkan kekhusyukan seseorang. Seorang muslim ketika shalat jangan sampai lupa hadir di hadapan Allah SWT., karena setan itu selalu ingin mengambil kesempatan dari kelalaiannya ketika shalat. Kemudian setan mencuri sedapat mungkin dengan menggoda orang yang shalat sehingga ia tidak khusyuk dan terhalang untuk dekat dengan Allah SWT. Pada celah-celah ini, di kala seorang hamba lalai maka iblis akan masuk. Karena iblis pernah

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 79

bersumpah kepada Allah SWT untuk selalu menggoda hamba-Nya yang mukmin yaitu mereka yang berada di jalan yang benar, jalan kebaikan dan ketika mereka shalat. Iblis itu merupakan pencuri yang lihai, ia selalu bersama manusia yang maksiat kepada Allah, orang-orang yang meninggalkan perintah-Nya, meninggalkan shalat shalat yaitu dengan cara menggodanya dan menjadikan seseorang ragu. Tempat tujuannya yang pertama adalah menggoda orang-orang yang taat kepada perintah Allah SWT dan orang-orang yang shalat serta orang-orang yang berada di jalan yang lurus. Oleh sebab itu, wajib bagi orang yang shalat untuk melawan tipu daya iblis yang merupakan bentuk dari permusuhan. Karenanya, ia harus khusyuk ketika shalat, yaitu tidak memikirkan sesuatu selain Allah.

5. Tuma’ninah (tenang) dan tidak tergesa-gesa dalam shalat. Khusyuk dalam salat tidak dapat dihasilkan jika dilakukan

dengan tergesa-gesa. Tetapi khusyuk akan diperoleh jika shalat dilaksanakan dengan tuma’ninah. Di antara dalil al-Qur’an yang menunjukkan tuma’niah dalam shalat adalah jika Allah menyebutkan kata al-s}ala>h, maka disertai dengan kata al-Iqa>mah, yaitu menegakkan shalat dengan penuh kesungguhan, tuma’ninah, dan khusyuk, sebagaimana firman Allah SWT.

لة كانت على الؤمني كتابا موقوتا لة إن الص فإذا اطمأننتم فأقيموا الصMaka jika kalian tenang, tegakkanlah shalat, sesungguhnya shalat bagi orang-orang mukmin itu merupakan ketetapan yang sudah ditentukan waktunya. Q.S. al-Nisa’(4): 103.

6. Shalat pada waktunya Shalat pada awal waktu merupakan ibadah yang

diperintahkan oleh Allah kepada hamba-Nya. Ia menjadi perantara seseorang untuk memperoleh

80 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

kebahagiaannya, dan rasa nyaman setelah ia lelah dan sibuk dengan urusan dunianya. Kemudian ia bermunajat kepada Tuhannya sehingga memperoleh solusi dalam memecahkan kesulitan-kesulitan pada dirinya, kemudian ia menampakkan rasa takut dan kelalaiannya di hadapan keagungan Allah SWT. karena lalai dalam shalat merupakan tanda tertolaknya amalan seseorang. Ketika mushalli mendengarkan suara azan maka seakan-akan hatinya hadir di tengah gemuruhnya panggilan pada hari kiamat. Sehinggabatin dan zahirnya segera memenuhi panggilan tersebut dan meninggalkan dunia serta kemewahannya. Karena ketika ia mendengar kalimat Allahu Akbar ia beriman bahwa Allah Maha Besar dibandingkan dari dunia dan seisinya dan Allah Maha Besar dari segala sesuatu yang dimilikinya. Karenanya, ia segera meninggalkan pekerjaannya dan cepat-cepat melaksanakan panggilan Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang segera memenuhi panggilan Tuhannya dengan melakukan shalat, maka kelak pada hari kiamat termasuk orang-orang yang dipanggil dengan cara halus. Di antara ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang pentingnya waktu shalat adalah firman Allah SWT.

لة كانت على الؤمني كتابا موقوتا إن الص“Sesungguhnya shalat bagi orang-orang mukmin itu merupakan ketetapan yang sudah ditentukan waktunya bagi mereka.”

7. Mencapai kekhusyukan dengan berjama’ah Shalat jama’ah akan membantu seseorang khusyuk dalam

shalat, bertambahnya pahala dan mendapatkan pahala shalat berjama’ah.

Syaikh Nada Abu Ahmad menjelaskan bahwa penunjang kekhusyukan shalat yang tidak boleh dilalaikan seseorang ada

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 81

lima, yaitu: mengingat mati, membayangkan kekhusyukan para salaf ketika shalat, mempersiapkan tempat shalat, mengetahui keutamaan shalat, dan berdoa semoga Allah mempermudah.131

Sebagian ulama menyatakan bahwa khusyuk yang dimaksud ayat di atas adalah rasa takut jangan sampai salat yang dilakukan tertolak. Rasa takut ini antara lain ditandai dengan ketundukan mata ke tempat sujud. Rasa takut itu bercampur dengan kesigapan dan kerendahan hati. Ibn Kathir menjelaskan bahwa khusyuk dalam salat baru terlaksana bagi seorang yang mengkonsentrasikan jiwanya bagi salat itu dan mengabaikan segala sesuatu selain yang berkaitan dengan salat.132 Dalam al-Mishba >h}, mengutip pendapat Imam al-Ra>zi bahwa apabila seorang sedang melaksanakan salat, maka terbukalah tabir antara dia dengan Tuhan, tetapi begitu dia menoleh, tabir itupun tertutup.133

Ulama-ulama fikih berbeda pendapat tentang khusyuk dalam salat, apakah hukumnya wajib atau sunnah. Mayoritas ulama tidak mewajibkannya, namun ulama-ulama tasawuf mewajibkannya. Para ulama fikih tidak memasukkan kekhusyukan pada bahasan rukun, atau syarat salat, karena mereka menyadari bahwa khusyuk lebih banyak berkaitan dengan kalbu, sedang mereka pada dasarnya hanya mengarahkan pandangan ke sisi lahiriah manusia. Khusyuk adalah kondisi kejiwaan yang tidak dapat terjangkau hakikatnya oleh pandangan manusia termasuk para ahli fikih itu.

Sebenarnya para ulama fikih pun secara tidak langsung telah menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengarah

131 Syaikh Nada Abu Ahmad, Sekhusyuk Shalat Nabi, 64-80. 132 Muh}ammad bin Jari>r bin Yazi>d bin Kha>lid bin Kathi>r Abu > Ja’far al-T}

abari>, “Ja >mi’ al-Baya>n fi> Tafsi>r al-Qur’a >n”, Maktabah Sha >milah, 342. 133 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishba>h}, 147.

82 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

kepada keharusan khusyuk dalam salat, tetapi dalam bahasa fikih dan keterbatasannya dalam hal-hal yang bersifat lahiriah. Hal ini antara lain dapat dilihat dalam penekanan para fuqaha>’ tentang perlunya memelihara gerak di luar gerak salat, sehingga tidak melampaui batas tertentu, misalnya tiga kali gerak yang besar. Mereka juga menekankan bahwa khusuk tergambar pada sikap antara lain tidak menoleh, menguap, atau membunyikan jari-jari tangan, tidak juga memandang ke atas, tetapi ke depan atau ke tempat sujud.134

Di sisi lain perlu dicatat bahwa khusyuk yang merupakan upaya menghadirkan kebesaran Allah dalam benak pada hakikatnya bertingkat-tingkat. Para ulama fikih ketika menetapkan sunnahnya khusyuk, melihat pada khsusyuk yang peringkatnya tinggi, dan ketika mereka menetapkan larangan banyak bergerak dalam salat, maka pad hakikatnya maka mereka menetapkan bentuk khusyuk dalam peringkat minimal.

Banyak orang yang menduga bahwa khusyuk dalam salat menjadikan seseorang larut dalam rasa dan ingatan kepada Allah SWT, tidak mengingat selain-Nya dan tidak merasakan sesuatu yang berhubungan dengan-Nya. Dalam konteks ini, sering kali contoh yang dikemukakan adalah kasus Sayyidina> ‘Ali> Zainal ‘A>bidi>n, yang digelar al-Sajja >d, cucu Sayyidina> ‘Ali> bin Abi> T}a>lib dan Fatimah al-Zahra>’ ra. putri Rasul saw. Dalam sebuah riwayat dikemukakan bahwa al-Sajjad menderita penyakit di kakinya yang mengharuskan pembedahan. Maka kepada para dokter disarankan agar melakukan pembedahan itu pada saat beliau salat, karena pada saat itulah ingatan dan perasaan beliau terpaku pada kebesaran Allah SWT, tidak kepada sesuatu lainnya. Beliau

134 Ibid. 148.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 83

tidak akan merasakan sakit pembedahan itu, karena sedang berada dalam puncak kenikmatan menghadap Allah SWT.135

Contoh ini banyak dikemukakan oleh para sufi, tetapi ulama fikih mengetengahkan hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Nabi saw sendiri pun dalam salatnya tidak selalu larut dalam kebesaran Allah. Bukankah beliau dalam salat mendengar tangisan bayi, sehingga mempercepat salatnya? HR. Imam Bukha >ri melalui Abu > Qata >dah. Bukankah suatu ketika beliau sujud sedemikian lama, sehingga para sahabat yang mengikuti beliau menduga ada perubahan dalam tata cara salat, tetapi ternyata beliau menjelaskan bahwa “cucu saya sedang menunggang punggung saya, dan saya enggan mengangkat kepala sebelum dia puas.”.136 Bukankah kedua kasus tersebut menunjukkan bahwa paling tidak, sekali-kali ketika salat Rasul saw pun tidak sepenuhnya larut dalam ingatan Allah SWT.?

Kewajiban salat dan khusyuk yang ditetapkan Allah dapat diibaratkan dengan kehadiran pada pameran lukisan. Banyak yang diundang untuk menikmati keindahan lukisan, dan bermacam-macam sikap mereka. Ada yang hadir tanpa mengerti sedikit pun, apaligi menikmati lukisan, ada juga yang tidak mengerti, tetapi berusaha mempelajari dan bertanya, ada lagi yang mengerti dan menikmatinya dan ada pula yang demikian paham dan menikmati, sehingga terpukau dan terpaku, tidak menyadari apa yang terjadi di sekelilingnya, dia tidak mendengar sapaan orang kepadanya, bahkan tidak merasakan senggolan orang sekitarnya, dia benar-benar larut dalam kenikmatan.

Pengundang akan bergembira jika yang diundang datang walau tidak mengerti tentang lukisannya, pengundang

135 Ibid.136 Ibid.

84 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

bergembira karena yang diundang menghormati undangan-nya. Tetapi tentu pengundang akan lebih bergembira jika yang diundang mau belajar dan bertanya, apa lagi jika yang diundang menikmati, bahkan larut dalam menikmati luki-sannya. Yang perlu diingat adalah jangan tidak menghadiri undangan itu dengan alasan apapun, karena itu berarti yang diundang melecehkan pengundang.

Begitulah lebih kurang ihwal salat dan khusyuk dalam pandangan ulama fikih.

Tentu saja kekusyukan yang disebut ayat ini bukanlah kekusyukan pada peringkatnya yang rendah, karena yang dibicarakan oleh ayat ini adalah al-Mu’minu>n yaitu orang-orang yang telah mantap imannya.

Dalam ayat yang lain Allah berfirman:لة وإنها لكبرية إل على الاشعي ب والص واستعينوا بالص

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk”.137

Pada ayat ini Allah menjelaskan agar senantiasa memohon pertolongan kepada Allah dengan kesabaran dan salat untuk meraih segala kesuksesan. Yang dimaksud dengan sabar di sini ialah sikap dan perilaku sebagi berikut: (1) Tabah menghadapi kenyataan yang terjadi, tidak panic, tetapi tetap mampu mengendalikan emosi, (2) Dengan tenang menerima kenyataan dan memikirkan mengapa hal itu terjadi, apa sebabnya dan bagaimana cara mengatasinya dengan sebaik-baiknya, (3) Dengan tenang dan penuh perhitungan serta tawakal melakukan perbaikan dengan menghindari sebab-

137 QS. Al-Baqarah (2): 45. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 16.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 85

sebab kegagalan dan melakukan antisipasi secara lebih tepat berdasar pengalaman.138

Bersikap sabar berarti mengikuti perintah-perintah Allah dan menjauhi diri dari larangan-larangan-Nya, dengan cara mengekang syahwat dan hawa nafsu dari semua perbuatan yang terlarang. Melakukan salat dapat mencegah kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, dan dengan salat itu pula kita selalu ingat Allah, sehingga hal itu akan menghalangi kita dari perbuatan-perbuatan jelek, baik diketahui orang lain, maupun tidak. Salat adalah ibadah yang sangat utama di mana kita dapat bermunajat kepada Allah lima kali setiap hari.

Melakukan salat dirasakan berat dan sukar, kecuali oleh orang-orang yang khusyuk, yaitu orang yang benar-benar beriman dan taat kepada Allah, dan melakukan perintah-perintah-Nya dengan ikhlas karena mengharapkan rida-Nya semata, serta memelihara diri dari azab-Nya.

Syaikh Jalal Muhammad Syafi’i dalam karyanya al-I’ja>z al-Haraki fi> al-S}ala>h, menjelaskan bahwa shalat merupakan salah satu ibadah yang paling mulia dan paling dicintai Allah SWT. Posisinya dalam agama Islam telah digambarkan oleh Rasulullah saw dalam salah satu sabdanya, “Shalat adalah tiang agama.” Begitu penting kedudukan shalat sehingga Allah menyampaikannya kepada Nabi saw tanpa melalui perantara malaikat Jibril, yaitu pada malam Isra’ Mi’raj. Segala perintah Allah pasti memiliki khasiat dan manfaat bagi kehidupan manusia di dunia ini dan kehidupan akhirat. Inilah yang diungkap oleh syaikh Jalal Muhammad Syafi’i seorang ulama Timur Tengah yang mencoba mengupas

138 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , I:99.

86 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

manfaat shalat bagi kesehatan tubuh manusia secara komprehensif.139

M. Shodiq Mustika dalam bukunya “Pelatihan Salat SMART Untuk Kecerdasan dan Kesuksesan Hidup” menjelas-kan bahwa belum cukup hanya melakukan shalat secara khusyuk, lebih dari itu dituntut pula untuk melibatkan akal. Alasannya shalat itu bukan hanya ibadah spiritual yang menghajatkan kehadiran hati, melainkan juga aktivitas fisik mental yang memerlukan kehadiran akal.140 Inilah shalat yang smart.

Secara garis besarnya, sudut pandang shalat smart ini meliputi lima bagian: 1) S-Siagakan pelaku shalat, 2) M-Mantapkan wujud shalat, 3) A-Arungi makna shalat, 4) R-Rengkuh ruh shalat, 5) T-Tebarkan hikmah shalat.Inisial (huruf awal) setiap bagian itu, bila dirangkai terbentuklah kata SMART yang bermakna cerdas.141

Barang siapa yang tidak mempersiapkan shalat sebelum waktunya tiba, maka dia tidak menghargai shalat. Pemantapan wujud shalat itu sudah di mulai sejak penyiagaan fisik dan mental pelaku shalat, bentuknya tidak hanya ekspresi verbal, tetapi juga emosional. Selain tata ucap (tata vokal) bacaan shalat, tata simak bacaan shalat pun memperlihatkan kehebatan shalat dalam mencerdaskan pelakunya. Ruh adalah bagian yang terasa keberadaannya, tetapi tidak dapat dilihat karena tersembunyi dalam batin. Sebagian ulama, berpendapat bahwa ruh shalat yang terpenting adalah khusyuk, sebagian ulama lain berpandangan bahwa ikhlaslah ruh shalat yang

139 Syaikh Jalal Muhammad Syafi’i, The Power of Shalat, terj. Romli Syarqoqiwain (Bandung: MQ Publishing, 2006).

140 M. Shodiq Mustika, Pelatihan Salat S.M.A.R.T Untuk Kecerdasan dan Kesuksesan Hidup (Jakarta: PT Mizan Publika, 2007), 383.

141 Ibid.384.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 87

utama. Dalam konsep S.M.A.R.T, khusyuk diartikan sebagai fokus pada tujuan shalat (yaitu ingat akan sifat-sifat Allah). Banyak yang berpandangan, ikhlas adalah semata-mata untuk Allah, akan tetapi dalam konsep S.M.A.R.T., ikhlas diartikan sebagai karena Allah (yaitu karena keyakinan yang benar, baik, dan bermaslahat), dengan demikian tidak hanya mengejar pahala ukhrawi, keuntungan duniawi pun dapat dijadikan motivasi tambahan, selama masih dalam koridor keyakinan yang benar, baik, dan bermanfaat. Konsep S.M.A.R.T. tidak mengabaikan sifat khusyuk dan ikhlas, namun konsep ini berpandangan bahwa ruh shalat yang utama adalah mengembangkan kebaikan seluas-luasnya menuju kejayaan spiritual-eksistensial, kejayaan personal, dan kejayaan publik. Dalam konsep ini, ruh shalat dipandang sebagai salah satu aktivitas ibadah batiniah yang dinamis, bukan sifat atau keadaan yang statis. Kejayaan spiritual-eksistensial bukanlah hak ekslusif para ulama, kita semua dapat berjaya dibidang spiritual-eksistensial. Tiga jalan untuk meraih kejayaan ini, yaitu: jaga kemurnian maksud karena Allah, tanamkan rasa segan kepada Allah, dan taruh rasa percaya kepada Allah. Untuk meraih kejayaan personal, masing-masing hendaknya mengedankan positif thinking, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang suci dan baik. dengan mengembangkan sifat dasar yang positif ini. Seseorang dapat berjaya di ranah pribadi dengan tiga jalan: tanamkan rasa puas akan masa lalu, nikmati kebahagiaan masa kini, berani sambut masa depan. Bila diperhatikan bacaan shalat yang tergolong rukun shalat, tampaklah bahwa sebenarnya manusia diminta memprioritaskan kepentingan orang banyak atau orang lain di atas kepentingan pribadi. Dengan menaruh perhatian besar pada kepentingan publik, maka menjadi sempurnalah kejayaan manusia. Untuk itu

88 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

manusia dapat memanfaatkan tiga jalan, yaitu: kembangkan sikap saling menghargai, prioritaskan kepuasan hati orang banyak, prioritaskan kepuasan hati orang lain. Sembilan jalan tersebut akan lebih efektif ditempuh melalui shalat dari pada melalu bentuk-bentuk ibadah lain. Dengan shalatlah semua jenis kejayaan itu bisa diraih dengan mudah. Dengan demikian masuk akallah bila dinyatakan bahwa shalat merupakan kunci surga dunia-akhirat. Tujuan shalat adalah ingat akan sifat Allah, tujuan ini tercapai bila di luar shalat manusia ingat akan sifat-Nya itu, seolah-olah ia berada di dalam shalat. Di segala kegiatan, yang santai ataupun serius, ia dapat mengingat sifat-Nya. Ingat akan sifat Allah itulah inti kecerdasan spiritual. Inilah yang terutama menjadikan shalat seseorang dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Saat bercakap-cakap dengan media telepon atau handphone, misalnya, ingat akan sifat Allah akan mencegah seseorang dari melecehkan orang lain, berkata bohong, menyebarkan fitnah dan sebagainya. Bagian “Tebarkan hikmah shalat” inilah yang memperlihatkan bahwa kecerdasan seseorang yang meningkat seusai shalat dapat dimanfaatkan untuk menebarkan keselamatan ke segala arah. Dengan menebar keselamatan, menjadi tegaklah jalan hidup seseorang. Dengan demikian, berfungsilah shalat sebagai penolong manusia. Menebar keselamatan tidak hanya bisa dilakukan melalui doa dan amal, akan tetapi juga melalui penyebaran ilmu.142

3. Ampunan dan Pahala Bagi Pelaku Khusyuk.

Bagi orang-orang yang khusyuk, baik dalam melakukan ibadah salat maupun ibadah yang lain, tidaklah dirasakan berat, sebab pada saat-saat tersebut mereka tekun dan

142 Ibid. 384-394.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 89

tenggelam dalam bermunajat kepada Allah, sehingga mereka tidak lagi merasakan dan mengingat sesuatu yang lain, baik berupa kesukaran maupun penderitaan yang mereka alami sebelumnya.

Ini disebabkan karena ketekunannya dalam melakukan ibadah kepada Allah merupakan sesuatu yang amat menye-nagkan baginya. Di samping itu mereka penuh pengha-rapan menanti-nanti pahala dari Allah atas ibadah tersebut, sehingga berbagai kesukaran dalam melaksanakannya dapat diatasi dengan mudah. Hal ini tidak mengherankan, sebab orang yang mengetahui hakikat dari apa yang dicarinya niscaya ringan baginya untuk mengorbankan apa saja untuk memperolehnya.

Orang yakin bahwa Allah akan memberikan ganti yang lebih besar dari apa yang telah diberikannya niscaya ia merasa ringan untuk memberikan kepada orang lain apa saja yang dimilikinya.

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an al-Karim:أنزل إليهم خاشعي وما إليكم أنزل وما يؤمن باهلل لن أهل الكتاب وإن من هلل ل يشتون بآيات اهلل ثنا قليل أولئك لم أجرهم عند ربهم إن اهلل سريع

الساب“Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya. 143

Jabir bin ‘Abdillah, Anas, Ibnu ‘Abba >s, Qata >dah dan al-H}asan berkata bahwa ayat ini diturunkan tentang al-Najashi,

143 QS. Ali Imran (3): 199. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 111.

90 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

raja bangsa Habsyi yang telah masuk Islam ketika meninggal. Malaikat Jibril memberitahu Nabi saw, maka Nabi berkata kepada sahabatnya, “Marilah kita (salat gaib) untuk al-Najashi itu.” Sebagian sahabat dengan penuh keheranan bertanya, “Kenapa kami disuruh salat untuk orang kafir di negeri Habsyi?” Maka turunlah ayat ini.144

Tidaklah semua Ahli Kitab itu menyimpang dari ajaran Allah, berkhianat, mengingkari kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, tetapi ada sebagian dari mereka seperti al-Najashi, Abdullah bin Slalam dan lain-lain, mempunyai sejarah gemilang dalam hidupnya. Mereka benar-benar beriman kepada Allah, percaya kepada al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi-nabi, mereka taat dan rendah diri kepada Allah, tidak menukar ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, maksudnya tidak menyembunyikan apa yang mereka ketahui tentang kedatangan Nabi Muhammad saw sebagai Rasul. Mereka adalah Ahli Kitab yang baik dan lurus, baik ia Yahudi maupun Nasrani. Mereka kan memperoleh pahala di sisi Tuhan sebagaimana yang telah dijanjikan dengan firman Allah SWT

أولئك يؤتون أجرهم مرتي با صبوا“Mereka itu diberi pahala dua kali (karena beriman kepada Taurat dan al-Qur’an) disebabkan kebesaran mereka.”145

144 Abu > al-H}asa>n ‘Ali> bin Ah}mad al-Wa>h}idi > al-Naysa>bu >ri>, Asba>b al-Nuzu>l , 93.

145 QS. Al-Qasas (28): 45. Lihat Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, 618.Senada dengan ayat ini QS. Al-Ahzab (33): 35.

ادقات ادقي والص إن السلمي والسلمات والؤمني والؤمنات والقانتي والقانتات والصائمي والص والتصدقات والتصدقي والاشعات والاشعي ابرات والص ابرين والصائمات والافظي فروجهم والافظات والذاكرين اهلل كثريا والذاكرات أعد اهلل والص

لم مغفرة وأجرا عظيما

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 91

Sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya karena segala sesuatunya diketahui-Nya dengan jelas, baik pahala yang akan diberikan-Nya maupun orang yang berhak menerimanya.

f. Perumpamaan Khusyuk dalam al-Qur’an.

Al-Qur’an diturunkan untuk manusia, karena hanya manusialah yang mempunyai akal, dengan akalnya, manusia dapat memikirkan hal-hal yang terkandung di dalamnya, dan melaksanakannya.

Allah SWT berfirman:

وتلك اهلل خشية من متصدعا خاشعا لرأيته جبل على القرآن هذا أنزلنا لو المثال نضربها للناس لعلهم يتفكرون

“Sekiranya Kami turunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berfikir.” 146

Dalam ayat ini diterangkan bahwa seandainya gunung-gunung itu diberi akal, pikiran, dan perasaan seperti yang telah dianugerahkan kepada manusia, kemudian diturunkan al-Qur’an kepadanya, tentulah gunung-gunung itu tunduk kepada Allah, bahkan hancul lebur karena takut kepada-Nya. Akan tetapi al-Qur’an bukan untuk gunung, melainkan untuk manusia.147

Sungguh indah metafora ini, membandingkan manusia yang kecil dan lemah dengan gunung yang begitu besar, tinggi, dan keras. Dikatakan bahwa gunung akan tunduk dihadapan wahyu, dan akan hancur karena rasa takut.

146 QS. Al-Ah}za>b (59) 21.147 Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , X:78.

92 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Ayat ini merupakan suatu peringatan kepada manusia yang tidak mau menggunakan akal, pikiran, dan perasaan yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka. Mereka lebih banyak terpengaruh oleh hawa nafsu dan kesenangan hidup di dunia, sehingga hal itu menutup akal dan pikiran mereka. Karena takut kehilangan pengaruh dan kedudukan, maka mereka tidak akan mau mengikuti kebenaran.

Betapa tingginya nilai al-Qur’an, sehingga tidak semua makhluk Allah dapat memahami dengan baik maksud dan tujuannya. Untuk memahaminya harus memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain: ilmu yang memadai, menggunakan akal pikiran, membersihkan hati nuraninya, dan niat yang setulus-tulusnya.

Keadaan sebagian manusia diterangkan dalam firman Allah:

ثم قست قلوبكم من بعد ذلك فهي كالجارة أو أشد قسوة وإن من الجارة قق فيخرج منه الاء وإن منها لا يهبط من ر منه النهار وإن منها لا يش لا يتفج

خشية اهلل وما اهلل بغافل عما تعملون“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar darinya. Ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air darinya. Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” 148

Ayat sama pula dengan firman Allah:عت به الرض أو كلم به الوتى ولو أن قرآنا سريت به البال أو قط

“Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan itu gunung-gunung dapat diguncangkan, atau bumi jadi terbelah, atau orang yang sudah mati dapat berbicara, (itulah al-Qur’an).” 149

148 QS. Al-Baqarah (2): 74.149 QS. Al-Ra’d (13): 31

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 93

Jadi perumpamaan-perumpamaan yang terdapat dalam al-Qur’an itu harus dapat menjadi pelajaran bagi orang yang mau mempergunakan akal, pikiran, dan perasaannya. Dengan demikian, mereka dapat melaksanakan petunjuk-petunjuk al-Qur’an dengan sebaik-baiknya.

G. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya yakni tentang konteks khusyuk dalam al-Qur’an, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:1. Secara bahasa atau etimologi, term khushu >’ yang berakar

dari huruf kha-sha-‘a dapat berarti tenang atau tunduk (al-Khud}u>’). Khusyuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai penuh konsentrasi, bersungguh-sungguh, dan penuh kerendahan hati. Menurut istilah atau terminologi, khusyuk artinya: kelembutan hati, ketenangan sanubari yang berfungsi menghindari keinginan keji yang berpangkal dari memperturutkan hawa nafsu hewani, serta kepasrahan di hadapan Ilahi yang dapat melenyapkan keangkuhan, kesombongan dan sikap tinggi hati.

2. Dalam al-Qur’an al-Karim banyak dijumpai istilah-istilah yang berhubungan dengan Khusyuk, antara lain: a) Khusyuk yang ditunjuk dengan term Tad}arru’ yang memiliki arti tunduk, patuh, dan merendahkan diri; b) Khusyuk yang ditunjuk dengan term Khud}u>’ yang memiliki arti tunduk dan merendahkan diri; c) Khusyuk yang ditunjuk dengan term Tasli>m yang mempunyai arti tunduk dan patuh.

3. Berdasarkan informasi ayat-ayat tentang khusyuk di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ragam khusyuk dalam al-Qur’an terdapat berbagai macam, yaitu:

94 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

a) al-Khushu>’ bi al-Bas}ar (Khusyuk dengan Pandangan) b) al-Khushu>’ bi al-S}awt (Khusyuk dengan Suara) c) al-Khushu’ bi al-Wajh (Khusyuk dengan wajah) d) al-Khushu; bi al-Qalb (Khusyuk dengan Hati).

4. Setelah mengetahui hakikat khusyuk dalam al-Qur’an, maka dapat diketahui pula dampak positif bagi pelakunya, antara lain: a) Terkabulnya Doa Orang-orang yang Khusyuk, b) Kesuksesan Orang-orang yang Berbuat Khusyuk, c) Ampunan dan Pahala Bagi Orang-orang yang Khusyuk.

5. Bervariasinya pengertian khusyu’ dalam Al-Qur’an, menunjukkan bahwa konteks khusyuk tidak hanya berlaku dalam satu konteks ibadah sholat saja, akan tetapi bisa meluas kepada berbagai aspek ibadah. Dengan demikian khusyuk adalah sifat yg melekat pada diri seseorang kapan dan dimana saja.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 95

A. Pengertian Syukur

Lafal shukr mempunyai bermacam-macam pengertian, di antaranya adalah pengertian secara khusus dan pengertian secara umum.Secara etimologi, term shukr yang berakar dari huruf sha-ka-ra dapat berarti berterima kasih, memuji, dan sebagainya.1 Shukr dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah SWT. dan (2) menyatakan lega , senang, dan sebagainya.2 Shukr pada dasarnya digunakan untuk mengakui dengan tulus dan penuh penghormatan akan nikmat yang dianugerahkan oleh oleh yang disyukuri itu, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan.3

1 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 734.

2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), 878.

3 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an al-Karim (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), 18. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah. Vol. 1

BAGIAN KETIGASYUKUR DALAM AL-QUR’AN

96 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Al-Raghib al-Isfahani, salah seorang yang dikenal sebagai pakar bahasa al-Qur’an berpendapat, bahwa kata shukr yang berasal dari kata sha-ka-ra mempunyai arti membuka, ia merupakan lawan kata dari kata ka-fa-ra yang berarti menutup, sehingga kata shukr mengandung arti gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkan ke permukaan.

Makna tersebut dapat diperkuat dengan beberapa ayat al-Qur’an yang memperhadapkan kata shukr dengan kata kufr, misalnya Q.S. Ibrahim (14): 7

لئن شكر مت لزيدنكم ولئن كفرمت ان عذابى لشديذArtinya: “Jika kamu bersyukur pasti akan Ku-tambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufr, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih”.4

Hakikat shukr adalah menampakkan nikmat, dan hakikat kufr adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat antara lain menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya,5 juga menyebut –nyebut nikmat dan pemberinya dengan indah:

وأما بنعمة ربك فحدثArtinya: “Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebutnya”. (Q.S. al-Duha (93): 11)

Dengan demikian dapat dipahami, bahwa hakikat shukr mencakup tiga sisi: pertama, shukr dengan hati, yaitu kepuasan batin atas anugerah; kedua, shukr dengan

(Ciputat: Lentera Hati, 2000), 26.4 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: CV.

Toha Putra, 1989), 14. Ayat-ayat yang senada dengan ayat di atas, dapat dilihat dalam Q.S. al-Naml (27): 40; Q.S. Luqma>n (31): 12; Q.S. al-Baqarah (2): 152; Q.S. al-Insa >n (76): 3.

5 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2000), 216.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 97

lidah, yaitu mengakui anugerah dan memuji pemberinya; dan ketiga, shukr dengan perbuatan, yaitu dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.

Apabila dilihat dari segi bentuknya, term-term shukr dalam al-Qur’an muncul dalam enam kata jadian (istih}qa>q), yaitu: fi’l ma>d}i> (kata kerja yang menunjuk waktu lampau), fi’l mud}a>ri’ (kata kerja yang menunjuk waktu kemudian atau akan datang), fi’l amr (kata kerja yang mengandung perintah); mas}dar (infinitif); ism fa>’il (kata benda yang mengandung arti pelaku) dan bentuk al-muba>laghah (bentuk kata benda jadian yang menunjuk penekanan, penegasan atau pergandaan sifat dari obyek yang disifati).

Term shukr dalam bentuk kata kerja lampau (ma>d}i) dari satu segi, mengandung makna bahwa obyek yang ditunjuk adalah orang-orang yang telah berbuat shukr, baik umat terdahulu (sebelum datangnya Muhammad SAW.) maupun yang hidup di zaman turunnya al-Qur’an. Dalam kaitan ini, misalnya Q.S. al-An’a>m (27): 40 menceritakan ucapan Nabi Sulaiman a.s.mengenai shukr:

ومن شكر فإنا يشكر لنفسه ومن كفر فإن ربى غنى كريمArtinya: “Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa yang ingkar, sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”.6

Dalam Q.S. al-Qamar (54): 35 secara khusus menceritakan selamatnya keluarga Luth dari bencana sebagai suatu kenikmatan dari Tuhan, karena keluarga Luth termasuk orang-orang yang telah bersyukur kepada Allah SWT.:

...... كذلك جنزى من شكر

6 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, 27.

98 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Artinya : ”Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”.7

Sedang dalam Q.S. al-Nisa>’ (4) 147 dijelaskan mengenai pemberian pahala yang besar terhadap orang-orang yang bersyukur kepada Allah SWT.

Shukr terhadap nikmat-nikmat-Nya, baik nikmat material maupun immaterial, adalah bentuk shukr lain yang diungkap dengan kata kerja madi. Dalam Q.S. Ibra>hi>m (14): 7 dtegaskan bahwa orang-orang yang mensyukuri nikmat Tuhan niscaya Dia akan menambah nikmat tersebut dan bagi orang-orang yang tidak mensyukuri nikmat-Nya sesungguhnya azab-Nya sangat pedih.

Dibanding dengan term shukr dalam bentuk kata kerja lampau, term-term dalam bentuk fi’l mud}a>ri’ tidak membawa informasi mengenai arti shukr dan jenis shukr yang beragam. Jenis shukr yang banyak diungkap oleh term ini adalah shukr terhadap nikmat-nikmat Tuhan. Misalnya Q.S. al-Naml (27): 9:

.... وقا ل رب أوزعنى أن أشكر نعمتك التى أنعمت على .....“Dan dia berdo’a: ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku”.

Secara khusus ayat tersebut menceritakan permohonan Nabi Sulaiman a.s. kepada Allah SWT. agar senantiasa menjadi orang-orang yang selalu mensyukuri nikmat-Nya

Dalam ayat-ayat lain, dijelaskan bahwa Allah SWT. Telah memberikan kenikmatan kepada manusia berupa lautan, selain menghasilkan ikan, juga dapat dilewati kapal-kapal, serta manfaat-nanfaat lainnya, agar mereka bersyukur kepada Allah SWT.:

7 Ibid., 54.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 99

وما يستوى البحران هذا عذب فرات سائغ شرابه وهذا ملح اجاج ومن كل تأكلون لما طريا وتستخرجون حلية تلبسونها وترى الفلك فيه مواخر لتبتغوا

من فضله ولعلكم تشكرون Artinya: “Dan tidada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur.”8

Sehubungan dengan pemakaian kata kerja mud}a>ri’ dalam mengungkap syukur, terdapat dua ayat yang secara eksplisit menjelaskan permohonan kepada Tuhan agar menjadi orang-orang yang bersyukur kepada Allah SWT. Misalnya Q.S. al-Naml (27): 19 yang secara khusus menceritakan mengenai permohonan Nabi Sulaiman a.s. kepada Tuhan agar tetap mensyukuri nikmat-Nya yang telah dianugerahkan kepadanya dan kedua orang tuanya.9

Hal lain yang patut dicatat adalah, bahwa meskipun ada bukti-bukti dari ayat-ayat al-Qur’an dan sesuai dengan realita yang ada, namun banyak manusia yang tidak mau bersyukur kepada Allah SWT. Misalnya Q.S. al-A’ra>f (7): 10 menjelaskan mengenai penempatan manusia di bumi dan sekaligus penyediaan sumber penghidupannya, namun sedikit sekali dari mereka yang bersyukur:

ولقد مكنكم فى الرض وجعلنا لكم فيها معايش قليل ما تشكرون

8 Q.S. Fa>t}ir (35): 12. Ayat-ayat yang senada dengan ayat tersebut, dapat dilihat dalam Q.S. al-Nah}}l (16): 14, 79; al-H}}ajj (22): 24; al-Qasas ((28): 73; al-Ru>m (30): 46; al-Ja>tsiyah (45): 12; al-Naml (27): 40; al-A’ra>f (7): 57; Ibra>hi>m (14): 37; al-Baqarah (2): 52, 56, 185; Ali> Imra>n (3): 126; al-Ma>’idah (6): 6, 89.

9 Ayat yang senada dengan ayat di atas, dapat dilihat dalam Q.S. al-Ah}qa>f (46): 15.

100 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur”.10

Dalam Q.S. al-Mu’minu >n (23): 78 ditegaskan bahwa Allah-lah yang telah menciptakan pendengaran, penglihatan dan hati manusia, tetapi sedikit dari mereka yang bersyukur:

وهو الذى أنشأ لكم السمع وال بصار والفئدة قليل ماتشكرونArtinya: “Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur”.11

Selain ayat-ayat yang sudah diuraikan di atas, dari sekian banyak perulangan term shukr dalam bentuk mud}a>ri’ tiga kali diantaranya muncul dalam bentuk pertanyaan yang mengandung keheranan (al-ta’ajjub). Ayat-ayat tersebut mempertanyakan, mengapa sampai manusia menjadi tidak syukur, padahal banyak sekali bukti-bukti yang secara gamblang merujuk eksistensi dan kekuasaan Allah SWT. Misalnya Q.S. Ya>si>n (36): 33 –35 dijelaskan mengenai salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah SWT., yaitu Allah telah menghidupkan bumi dengan cara bisa ditanami tumbuh-tumbuhan, dan dapat dijadikan sebagai sumber mata air sehingga manusia dapat makan, minum dan keperluan lainnya dari semua itu, tetapi mengapa mereka masih tetap tidak mau bersyukur kepada Allah SWT.?12Dengan kata lain, al-Qur’an ingin menegaskan bahwa, sebenarnya tidak ada

10 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, 222.11 Ibid., 535. Ayat-ayat yang senada dengan ayat tersebut, dapat

dilihat dalam Q.S. al-Sajdah (32): 9; al-Mulk (67): 23; al-Baqarah (2): 243; Yu>nus (10): 60; Yu>suf (12): 38.

12 Ayat-ayat yang senada dengan ayat di atas, dapat dilihat dalam Q.S. Ya>si>n (36): 73; al-Wa>qi’ah (56): 70.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 101

alasan yang dapat dibenarkan bagi manusia untuk tidak mensyukuri nikmat-Nya.

Term shukr dalam bentuk kata kerja amr (perintah), muncul sebanyak tujuh kali dalam al-Qur’an. Semuanya menjelaskan perintah Tuhan kepada hamba-Nya untuk bersyukur kepada-Nya. Misalnya Q.S. Luqma>n (31): 12

ولقد اتينا لقمان الكمة ان اشكر هللArtinya: “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: Bersyukurlah kepada Allah.”13

Secara khusus, ayat tersebut menceritakan salah seorang yang bernama Luqman, yang telah diberi hikmah oleh Allah SWT. Yaitu perintah shukr kepada-Nya. Para mufassirin berpendapat, meskipun dari segi redaksional ada kalimat Kami katakan kepadanya, tetapi maksudnya adalah Kami anugerahkan kepadanya shukr,14sedang dalam ayat empat belas ditegaskan mengenai perintah Allah SWT. kepada manusia agar bersyukur kepada-Nya:

ووصينا اإلانسان بوا لديه حلته امه وهنا على وهن وفصاله فى عامي ان شكر ل ولوالديك الالصري

Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapak-Ku, hanya kepada-Kulah kembalimu”.15

13 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, 654.14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Volume 11 (Jakarta: Lentera

Hati, 2004), 122.15 Q.S. Luqma>n (31): 14. Ayat-ayat yang senada dengan ayat tersebut,

dapat dilihat dalam Q.S. al-Baqarah (2): 152, 172; al-Nah}l (16): 114; al-Ankabu >t (29): 17; Saba’ (34): 15.

102 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Term shukr dalam bentuk masd}ar,16perbedaannya dengan kata kerja biasa (fi’l) adalah bahwa pada mas }dar, kejadian atau peristiwa itu tidak diikat dengan waktu tertentu. Sedang pada fi’l adalah kejadian tersebut dikaitkan dengan salah satu dari tiga waktu: lampau, kini, dan akan datang. Dengan kata lain, masd}ar adalah perubahan kata kerja menjadi kata benda (abstrak) setelah ditelanjangi dari unsur waktu. Term shukr dalam bentuk mas}dar (kata benda abstrak) muncul dalam al-Qur’an sebanya tiga kali.17Satu kali dengan kata shukran dan dua kali dengan kata shuku>r. Dalam Q.S. Saba’ (34): 13 dikemukakan:

إعملوا أ ل داود شكراArtinya: “Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah)”.

Secara khusus ayat tersebut menceritakan sebagian dari anugerah Allah SWT. yang telah diberikan kepada Nabi Sulaiman a.s. dan selanjutnya Tuhan memerintahkan keluarga Daud untuk beramal, maksudnya mendekatkan diri kepada Allah SWT.18sebagai tanda bersyukur kepada-Nya.

Adapun term shukur yang hanya muncul dua kali, yaitu: وهو الذى جعل الليل والنهار خلفة لن أرا د ان يذكر او أرا د شكورا

“Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur”. {Q.S. al-Furqa>n (25): 62

إ نا نطعمكم لوجه اهلل ل نريد منكم جزاء ول شكورا“Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak

16 Meskipun mas}dar termasuk kategori ism (kata benda), namun ia tetap mengandung arti kata kerja yang menunjuk kepada peristiwa. Lihat al-Hammam Khalid bin ‘Abd Allah al-Azhari, Sharh} al-Tasri>h ‘Ala> al-Tawd}I>h} ‘Ala> Al-Fiyyah Ibn Ma >lik, II (Mesir: ‘Isa> al-Ba >bi> al-H}alabi >, t.t.), 61.

17 M. Fu’ad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam, 490.18 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. II, 358.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 103

menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih” {Q.S. al-Insa >n (25): 9

Dalam Q.S. al-Furqa>n (25): 62 dijelaskan mengenai ciptaan Allah SWT. berupa silih bergantinya waktu siang dan malam hari, yang dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi orang-orang yang ingin bersyukur. Sedang dalam Q.S. al-Insa>n (76): 9 menceritakan ucapan para al-Abra>r, yang telah memberi makan kepada orang-orang yang membutuhkan, bahkan untuk mengharapkan balasan maupun ucapan terima kasih dari orang yang dibantunya, namun semata-mata mengharapkan keridhaan Allah SWT. Maksudnya tidak mengharapkan balasan yang berkaitan dengan hiasan duniawi dan tidak pula berupa ucapan atau tindakan sebagai tanda shukr dari orang yang dibantu tersebut.19

Dalam bentuk ism al-fa>’il, term shukr muncul sebanyak dua puluh empat kali.20Bentuk ism al-fa>’il sebenarnya menunjukkan tiga hal sekaligus, yaitu adanya peristiwa, terjadinya peristiwa, dan pelaku dari peristiwa itu sendiri.21 Dengan demikian, suatu pekerjaan atau peristiwa yang diungkapkan dengan bentuk ism al-fa>’il mengandung ungkapan yang lebih lengkap dibanding jika diungkap dalam bentuk lain.

Dalam kaitan ini, terdapat satu kaidah tafsi>r yang mengatakan bahwa kata benda dalam bentuk ism al-fa>’il menunjuk kepada sesuatu yang bersifat tetap dan

19 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. XIV, 660.20 Dari perulangan itu, sebanyak 14 (empat belas) kali muncul dalam

bentuk tunggal, yaitu dengan term sha>kir dan shaku>r. Term terakhir adalah bentuk muba>laghah, dari kata sha>kir. Sedangkan selebihnya (sepuluh kali) muncul dalam bentuk plural, yaitu term sha>kiru>n dan sha>kiri>n Lihat M. Fu’a >d Abd al-Ba >qi>, al-Mu’jam, 490-491.

21 Abd Allah al-Azhari, Sharh} al-Tasri>h ‘Ala> al-Tawd}I>h} ‘Ala> Al-Fiyyah Ibn Ma >lik, II, 62.

104 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

permanen.22Kalau berangkat dari kaidah ini, maka dapat dikatakan, bahwa shukr yang diungkap dalam bentuk ism ism al-fa>’il adalah shukr yang sudah mendarah daging pada diri pelakunya.

Meskipun kaidah tersebut belum begitu benar untuk diterapkan pada semua bentuk ism al-fa>’il dalam al-Qur’an, namun secara umum, kaidah itu sebenarnya dapat diterima. Dalam hal shukr, khususnya kita dapat melihat bahwa umumnya orang-orang yang bersyukur yang dirujuk dengan bentuk ism al-fa>’il, memperlihatkan bahwa kesyukuran telah menyatu dan mendarah daging pada diri mereka. Ayat-ayat berikut ini dapat dikemukakan sebagai contoh:

ومن تطوع خريا فان اهلل شاكر عليم“Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri” { Q.S. al-Baqarah (2): 158

وكان اهلل شاكرا عليما“Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui”. Q.S. al-Nisa >’ (4): 147

Bahkan term shukr dalam bentuk ism al-fa>’il yang muncul dengan bentuk muba>laghah, yaitu dengn kata shakur, lebih mempertegas lagi kesyukuran orang-orang yang shukr itu.

Dalam al-Qur’an, kata shukr, ditemukan sebanyak sepuluh kali23, tiga di antaranya adalah sifat Allah dan sisanya menjadi sifat manusia. Misalnya Q.S. Fat }ir (35): 30

...... إنه غفور شكور

22 Manna’ al-Qattan, Maba>hits fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Mekkah: Manshu>ra>t al-‘As}r al-Hadi>th, 1973), 206.

23 M. Fu’ad ‘Abd. Al-Baqi, al-Mu’jam, 490 – 491.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 105

“Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”.24

Menurut pakar-pakar bahasa, tumbuhan yang tumbuh walau dengan sedikit air, atau binatang yang gemuk walau dengan sedikit rumput, keduanya dinamai shakur. Dari sini mereka berpendapat, bahwa Allah yang bersifat antara lain berarti: Dia yang mengembangkan walau sedikit dari amalan hamba-hamba-Nya, dan melipatgandakannya.25

Ada juga hamba-hamba-Nya yang shakir, walau tifak banyak, “Hanya sedikit hamba-hambaKu yang shukr” (Q.S. Saba’ (34): 13).26Tentu saja berbeda makna dan kapasitas shukr manusia dengan sifat yang disandang Allah itu. Manusia yang bersyukur kepada makhluk/manusia lain, adalah dia yang memuji kebaikan, serta membalasnya dengan sesuatu yang lebih baik atau lebih banyak dari apa yang telah dilakukan oleh yang disyukurinya itu.27

Ditinjau dari segi kandungannya, term-term shukr dalam bentuk ism al-fa>’il mempunyai makna yang sangat bervariasi, yaitu: (1) Allah adalah dha>t Yang Maha Menysukuri (Q.S al-Baqarah/ 2: 158; Q.S. al-Nisa>’/4: 147; Q.S. Fa>t}ir/35: 30, 34; Q.S. al-Shu>ra >/42: 23, 24; al-Tagha>bun (64): 17; Tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. bagi yang bersyukur Q.S. Ibra>hi>m/ 14: 5; Q.S. Luqma>n/ 31: 31; Q.S. Saba’/ 34: 19; al-Shu>ra >/ 42: 33; Perintah bersyukur kepada Allah SWT. Q.S. al-Anbiya>’/ 21: 80; al-A’ra>f/7: 144; al-Z}umar/39: 60; Balasan bagi orang-orang yang bersyukur Q.S. Ali> Imra>n/ 3: 63, 144; Sedikit dari

24 Senada dengan ayat-ayat di atas, Q.S. al-Fa>t}ir (35): 34; al-Shu>ra (42): 23; al-Tagha>bun (64): 17.

25 Al-Zamakhshari, al-Kashshaf Jilid II (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), 30826 Senada dengan ayat di atas, Q.S. Ibra>hi>m (14): 5; Luqma>n (31): 31;

Saba’ (34): 19 al-Shu>ra (42): 33; al-Isra’ (17): 3.27 M. Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi (Jakarta: Lentera Hati,

2000), 176.

106 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

hamba Allah yang bersyukur Q.S al-Insa >n/ 76: 3; Q.S. Saba’/ 34: 13; al-A’ra>f/7: 17; Orang-orang yang berjanji bersyukur Q.S.Yu>nus/ 10: 22; al-A’ra>f/ 7: 189; al-An’am/63, 53; Tauladan yang baik mengenai bersyukur Q.S. al-Nah}l/ 16: 121; Q.S. al-Anbiya>’/ 21: 80; Q.S. al-Isra>’/ 17: 3)

Dari uraian di atas, terlihat bahwa term-term shukr dalam bentuk ism al-fa>’il membawa informasi yang sangat beragam mengenai masalah shukr.

Term-term shukr berikut ishtiqaqnya, seperti dike mu-kakan secara sepintas di atas, akan menjadi dasar rujukan utama dalam mengkaji masalah-masalah yang berkaitan dengan shukr dalam al-Qur’an.

B. Syukur yang ditunjuk dengan term h}amd

Term hamd beserta kata jadian (ishtiqaq)nya muncul dalam al-Qur’an sebanyak enam puluh delapan kali.28Secara etimologi, term hamd yang berakar dari huruf h}a-mi-da dapat berarti berterima kasih, memuji, dan sebagainya29.atau maknanya menunjuk kepada “antonim tercela”, dari sini nabi terakhir dinamai Muhammad, karena tidak ada sifat tercela yang beliau sandang.30

Fakh al-Din al-Raziy, membedakan antara shukr dengan h}amd (pujian). Shukr digunakan dalam konteks nikmat yang diperoleh, sedangkan h}amd digunakan baik untuk nikmat yang diperoleh oleh seseorang maupun nikmat yang diperoleh oleh orang lain. Karena itu, jika kita mengucapkan “Allah al-H}ami>d”, maka ini adalah pujian kepada-Nya. Baik saat kita menerima nikmat maupun orang lain yang

28 M. Fu’ad ‘Abd. Al-Baqi, al-Mu’jam, 276 – 277.29 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, 294.30 M. Qurasih Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi, 261.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 107

menerimanya. Sedangkan bila kita menysukuri-Nya, maka itu karena kita merasakan adanya anugerah yang kita peroleh.31

M. Quraish Shihab, menegaskan bahwa meskipun kata h}amd sering kali diterjemahkan dengan “pujian” atau maknanya dianggap mirip atau persis sama dengan “shukr”, namun pada hakikatnya dari segi bahasa kedua kata tersebut mempunyai makna yang berbeda. H}amd (pujian) disampaikan secara lisan kepada yang bersangkutan, walaupun ia tidak memberi apapun, baik kepada si pemuji maupun kepada yang lain. Sedang shukr pada dasarnya digunakan untuk mengakui dengan tulus dan penuh penghormatan akan nikmat yang dianugerahkan oleh yang disyukuri itu, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan.32

Ada tiga unsur dalam perbuatan yang harus dipenuhi oleh pelaku sihingga dia mendapat pujian, yaitu indah (baik), dilakukan secara sadar, dan tidak terpaksa/dipaksa.33Kata pujian dalam surat al-Fatihah misalnya, ditujukan kepada Allah SWT, berarti bahwa Dia yang menciptakan segala sesuatu dan segala sesuatu diciptakan dengan baik serta atas dasar ikhtiar dan kehendak-Nya tanpa paksaan. Kalau demikian, maka segala perbuatan-Nya terpuji dan segala yang terpuji merupakan perbuatan-Nya juga, sehingga wajar Dia menyandang sifat “al-H}ami>d” (Yang Maha Terpuji) dan wajar juga kita mengucapkan al-H}amdulillah, segala puji hanya tertuju kepada Allah. Jika kita memuji seseorang, karena kebaikan atau kecantikannya, maka pujian tersebut pada hakikatnya harus dikembalikan kepada Allah SWT, sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Dia

31 Fakhr al-Din al-Raziy, al-Tafsir al-Kabir, Jilid I (Mesir: Mathba’ah al-Mishriyyah, 1938), 20.

32 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an al-Karim (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), 18.

33 M. Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi, 262.

108 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Yang Maha Kuasa itu. Jika kita memuji seseorang karena kekayaannya, maka terlebih dahulu harus kita puji Allah yang menganugerahkan kepadanya kekayaan.

Dari enam puluh delapan kata h}amd yang terulang dalam al-Qur’an, lima puluh lima kali di antaranya berbicara mengenai, bahwa segala pujian itu hanya milik Allah. Misalnya Q.S. al-Fatihah (1): 2

المد هلل رب العالي“Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”.

Ibn Jabir berkata, maksud dari “al-H}amdulillah” adalah al-shukr lillah kha>lisan du>na sa>iru ma> yu’badu min du>nihi wa du>na kullu ma> bara’a min khalqihi,34maksudnya shukr yang ikhlas hanya kepada Allah SWT. tidak kepada lain-lain dari makhluk-Nya. Senada dengan ayat tersebut, Q.S. al-An’am (6): 1

المد هلل الذى خلق السموات واآلرض“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi”.35

Kemudian terulang sebanyak tujuh belas kali, berbicara mengenai sifat Allah, yaitu “al-H}ami>d” artinya yang Maha Terpuji. Sepuluh kali dirangkaikan dengan sifat “Ghaniy”. Misalnya Q.S. al-Hajj (22): 64

له ما فى السموات وما ف الرض وإن اهلل لو ا لغنى الميد“Kepunyaan Allahlah segala yang ada dilangit dan segala yang ada di bumi. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.36

34 M. Ali al-S}abu>ni>y, Mukhtas}ar Tafsi>r Ibn Kathi>r, Jilid. I (Beirut: Dar al-Fikr,t.t.), 20.

35 Ayat-ayat yang senada dengan ayat di atas yaitu : Q.S. al-An’am (6): 45; Q.S. al-A’raf (7): 43; Q.S. Yunus (10): 10; Q.S. Ibrahim (14): 39; Q.S. al-Hijr (15): 98, dan sebagainya.

36 Senada dengan ayat di atas, yakni Q.S. al-Baqarah (2): 267; Q.S. Ibrahim (14): 8; Q.S. Luqman (31): 12, 27; Q.S. Fatir (35): 15 dan

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 109

Perangkaian sifat “H}ami>d” dengan “Ghaniy” mengisyarat-kan bahwa pujian kepada Allah SWT. sama sekali tidak dibutuhkan oleh-Nya. Perangkaian sifat H}amd dengan al-‘Azi>z, sebanyak tiga kali, diantaranya Q.S. Saba’ (34): 6

ويهدى إل صراط العزيزالميد“Dan menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”37

Satu kali dengan kata “H}ami>d”,38 “H}aki>m”,39dan “Waliy”.40Hanya sekali yang tidak menjadi sifat Allah, tetapi sifat jalan Allah, yaitu firman Allah SWT.

وهدوا إل الطيب من القول وهدواإل صراط الميد“Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki pula kepada jalan (Allah) yang terpuji (Q.S. al-Hajj (22): 24)

Sedangkan kelima ayat sisanya, secara khusus tertuju kepada rasul terakhir, yaitu Nabi Muhammad Saw., seperti Q.S. al-Fath (48): 2941

حممد رسول اهللArtinya: “Muhammad itu adalah utusan Allah”

sebagainya.37 Ayat-ayat al-Qur’an yang sama dengan ayat di atas adalah: Q.S.

Ibra>hi>m (14): 1dan Q.S. al Buru >j (85): 8.38 Q.S. Hud (11): 7339 Q.S. Fussilat (41): 4240 Q.S. al-Shura (42): 28.41 Ayat-ayat yang senada dengan ayat di atas yaitu Q.S. al-Saff (61): 6;

Q.S. Ali Imran (3): 144; Q.S. al-Ahzab (33): 40 dan Q.S. Muhammad (47): 2.

110 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

C. Jenis-jenis Syukur dalam al-Qur’an

1. Syukur dengan Hati

Shukr dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Shukr dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Shukr ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih saying Ilahi sehingga terlontar dari lidahnya pujian kepada-Nya. Qarun yang mengingkari keberhasilannya atas bantuan atas bantuan Ilahi, dan menegaskan bahwa itu diperolehnya semata-mata karena kemampuannya, dinilai oleh al-Qur’an sebagai kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya.42

Seseorang yang bersyukur dengan hatinya, saat ditimpa malapetaka pun, boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi. Dari sini shukr seperti makna yang dikemukakan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutif di atas, diartikan oleh orang yang bersyukur dengan “untung” (merasa lega, karena yang dialami lebih ringan dari yang dapat terjadi). Dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukurnya kepada Allah SWT.

Sujud shukr adalah perwujudan dari kesyukuran dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat yang dianugerahkan Allah. Bahkan sujud shukr dapat dilakukan saat melihat penderitaan orang lain dengan membandingkan keadaannya dengan keadaan orang yang

42 Baca kisahnya dalam surat al-Qasas (28): 76 – 82)

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 111

sujud. (Tentu saja sujud tersebut tidak dilakukan dihadapan si penderita itu).

Sujud shukr dilakukan dengan meletakkan semua anggota sujud di lantai yakni dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung jari kaki), seperti melakukan sujud dalam shalat. Hanya saja sujud shukr cukup dengn sekali sujud, bukan dua kali sebagaimana dalam shalat. Karena sujud ini bukan mayoritas ulama berpendapat bahwa sujud sah walaupun dilakukan tanpa berwudu, karena sujud dapat dilakukan sewaktu-waktu dan secara spontanitas.43Namun tentunya sangat baik bila melakukan sujud disertai dengn wudu.

2. Syukur dengan Lidah

Shukr dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya.44Al-Qur’an, seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar pujian kepada Allah SWT. disampaikan dengan redaksi “al-h}amdulillah”.

H}amd (pujian) disampaikan secara lisan kepada kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun kepada si pemuji maupun kepada yang lain. Kata “al” pada “al-h}amdulillah” oleh pakar-pakar bahasa disebut al-lil istighraq, yakni mengandung arti “keseluruhan”, sehingga kata “al-h}amdu” yang ditujukan kepada Allah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah Allah SWT. bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.45

43 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001), 105.

44 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2000), 220.

45 ‘Ali al-Sabuni, Mukhtasar Ibn Kathir, 21.

112 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Jika kita mengembalikan segala puji kepada Allah, maka itu berarti pada saat kita memuji seseorang karena kebaikan atau kecantikannya, maka pujian tersebut pada akhirnya harus dikembalikan kepada Allah SWT., sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah. Di sisi lain kalau pada akhirnya ada perbuatan atau ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai kurang baik, maka harus disaari bahwa penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti ada sesuatu yang luput dari jangkauan pandangan sehingga penilaiannya menjadi demikian. Kesimpulannya, shukr dengan lidah adalah “al-h}amdulillah” (segala puji bagi Allah).

3. Syukur dengan Perbuatan

Nabi Daud a.s. beserta putranya Nabi Sulaiman a.s. memperoleh aneka nikmat yang tiada taranya. Kepada mereka sekeluarga Allah berpesan,

إعملوا ال داود شكرا“Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai tanda shukr” 46

Yang dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya.47Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah. Ambillah sebagai contoh lautan yan diciptakan oleh Allah SWT. ditemukan dalam al-Qur’an penjelasan tetang tujuan penciptaannya melalui firman-Nya:

46 Q.S. Saba’ (340: 13.47 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. 11, 358.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 113

تلبسونها منه حلية وتستخرجوا منه لما طريا لتأكلوا وهوالذى سخرالبحر وترى الفلك مواخر فيه ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون

“Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untuk kamu) agar kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan (agar) kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur” 48

Ayat ini menjelaskan tujuan penciptaan laut, sehingga mensyukuri nikmat laut, menuntut dari yang bersyukur untuk mencari ikan-ikannya, mutiara dan hiasan yang lain, serta menuntut pula untuk menciptakan kapal-kapal yang dapat mengarunginya, bahkan aneka pemanfaatan yang dicakup oleh kalimat “mencari karunia-Nya”.

Dalam konteks inilah terutama realisasi dari janji Allah, لئن شكرمت لزيدنكم

“Apabila kamu bersyukur, maka pasti akan Kutambah (nikmat-Ku)” 49

Betapa anugerah Tuhan tidak akan bertambah, kalau setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap hembusan angin yang tertiup di udara, setiap tetes hujan yang tercurah dari langit dipelihara dan dimanfaatkan oleh manusia.

Di sisi lain, lanjutan ayat di atas menjelaskan bahwa “kalau kamu kufr (tidak mensyukuri nikmat atau menutupinya tidak menampakkan nikmatnya yang masih terpendam diperut bumi, di dasar laut atau di angkasa), maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih.”

Suatu hal yan menarik untuk disimak dari redaksi ayat ini adalah kesyukuran diperhadapkan dengan janji yang

48 Q.S al-Nahl [16]: 14.49 Q.S. Ibrahim (14): 7

114 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

pasti lagi tegas dan bersumber dari-Nya langsung (Q.S. Ibrahim (14): 7).

Tetapi akibat kekufuran hanya isyarat tentang siksa, itu pun tidak ditegaskan bahwa ia pasti akan menimpa yang tidak bersyukur (Q.S. Ibrahim [14]: 7).

Siksa yang dimaksud antara lain adalah rasa lapat, cemas, dan takut.

مكان كل من رغدا رزقها يأتيها مطمئنة أمنة كانت قرية مثل اهلل وضرب فكفرت بأنعم اهلل فاذا قها اهلل لباس الوع والوف با كانوا يصنعون

“Allah telah membuat satu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya dating kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi (penduduknya) kufr (tidak bersyukur atau bekerja untuk menampakkan) nikmat-nikmat Allah (yang terpendam). Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka mengenakan pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan oleh perbuatan (ulah) yang selalu mereka lakukan” 50

Pengalaman pahit yang dilukiskan Allah ini, telah terjadi terhadap sekian banyak masyarakat bangsa, antara lain, kaum Saba’-satu suku bangsa yang hidup di Yaman dan yang pernah dipimpin oleh seorang Ratu yang amat bijaksana, yaitu Ratu Balqis. Surat Saba’ (34): 15 – 19 menguraikan kisah mereka, yakni satu masyarakat yang terjalin persatuan dan kesatuannya, melimpah ruah rezekinya dan subur tanah airnya. Negeri mererkalah yang dilukiskan oleh al-Qur’an dengan “baldatun tayyibatun wa Rabbun Ghafu >r”. Mereka pulalah yang diperintahkan dalam ayat-ayat tersebut untuk bersyukur, tetapi mereka berpaling dan enggan sehingga akhirnya mereka berserak-serakan, tanahnya berubah menjadi gersang, transportasi antar kota-kotanya yang tadinya lancar menjadi terputus, yang tinggal hanya

50 Q.S. al-Nahl [16]: 112.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 115

kenangan dan bibir orang saja.51Demikian uraian dalam al-Qur’an. Dalam konteks keadaan mereka, Allah berfirman,

ذلك جزينهم با كفروا وهل جنازى الالكفور“Demikianlah Kami memberi balasan kepda mereka disebabkan kekufuran (keengganan bersyukur) mereka. Kami tidak menjatuhkan siksa yang demikian kecuali kepada orang-orang yang kufr “ 52

Itulah sebagian dari makna firman Allah yang sangat popular:

لئن شكرمت لزيدنكم ولئن كفرمت ان عذابى لشديدArtinya: “Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih” (Q.S. Ibrahim [14]: 7)

D. Kemampuan Manusia Bersyukur

Pada hakikatnya manusia tidak mampu untuk mensyukuri Allah SWT. secara sempurna, baik dalam bentuk kalimat-kalimat pujian apalagi dalam bentuk perbuatan. Karena itu ditemukan dua ayat dalam al-Qur’an yang menunjukkan betapa orang-orang yang dekat kepada-Nya sekalipun, tetapi bermohon agar dibimbing, diilhami dan diberi kemampuan untuk dapat mensyukuri nikmat-Nya.

وقال رب اوزعنى أن أشكر نعمتك التى أنعمت على وعلى ولدى وأن أعمل صالا ترضه

“Dia berdo’a, Wahai Tuhanku, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu bapakku, dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridai”53

51 M. Quraish Shihab, Wawasan, 223.52 Q.S. Saba’ [34]: 17.53 Q.S. al-Naml [27]: 19

116 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

أعمل وأن ولدى وعلى على أنعمت التى نعمتك أشكر أن اوزعنى رب قال صالا ترضه

“Ia berdo’a “Wahai Tuhanku, tujukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepda ibu bapakku, dan suapay aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridai 54

Nabi SAW. Juga berdo’a dan mengajarkan do’a itu untuk dipanjatkan untuk umatnya,55

اللهم اعنى على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك رواه ابوداود والنسائى“Wahai Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur untuk-Mu, dan beribadah dengan baik bagi-Mu”.

Permohonan tersebut sangat dibutuhkan, paling tidak disebabkan oleh dua hal56: pertama, manusia tidak mampu mengetahui bagaimana cara yang sebaik-baiknya untuk memuji Allah, dan karena itu pula Allah mewahyukan kepada manusia pilihannya kalimat yang sewajarnya mereka ucapkan. Tidak kurang dari lima kali ditemukan dalam al-Qur’an perintah Allah yang berbunyai “wa qul al-h}amdulillah” (katakanlah, “al-hamdulillah”).

Mengapa manusia tidak mampu untuk memuji-Nya? Ini disebabkan karena pujian yang benar menuntut pengetahuan yang benar pula tentang siapa yang dipuji. Tetapi karena pengetahuan manusia tidak mungkin menjangkau hakikat Allah SWT., maka tidak mungkin pula ia akan mampu memuja dan memuji-Nya dengan benar sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya.

سبحانك لنص ثناء عليك أنت كماأثنيت على نفسك

54 Q.S. al-Ahqaf [46]: 15.55 M. Quraish Shihab, Wawasan, 224.56 Ibid.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 117

“Maha suci Engkau, kami tidak mampu melukiskan pujian untuk-Mu, karena itu (pujian) kami sebagaimana pujian-Mu terhadap diri-Mu “.

Atas dasar ini, maka sering kali pujian yang sering dipersembahkan kepada Allah, didahului oleh kata “subh}ana” atau yang seakar dengan kata itu. Perhatikanlah firman-Nya dalam surat al-Shura ayat lima:

واللئكة يسبحون حبمد ربهم“para malaikat bertasbih sambil memuji tuhan mereka. Atau dalam surat” 57

يسبح الرعد حبمدهArtinya: “Guntur bertasbih sambil memuji-Nya”,

Bahkan manusia pun di dalam salat mendahulukan “tasbi>h}” (pensucian Tuhan dari segala kekuranganny) atas “h}amd” (pujian), karena khawatir jangan sampai pujian yang diucapkan itu tak sesuai dengan keagungan-Nya.”Subh}a>na Rabbiyal ‘Az}i>mi wa bih}amdih” ketika ruku’ dan “subh}a>na Rabbiyal a’la> wabih}amdih” dalam sujud.

Alasan kedua, mengapa kita memohon petunjuk-Nya untuk bersyukur adalah karena syetan selalu menggoda manusia yang targetnya antara lain adalah mengalihkan mereka dari bersyukur kepada Allah. Surat al-A’raf, ayat 17 menguraikan sumpah syetan dihadapan Allah untuk menggoda dan merayu manusia dari arah depan, belakang, kiri dan kanan mereka sehingga akhirnya seperti ucapan syetan yang diabadikan dalam al-Qur’an “Engkau wahai Allah- (wahai Allah)- tidak menemukan mereka bersyukur”.

Sedikitnya makhluk Allah yang pandai bersyukur ditegaskan berkali-kali oleh al-Qur’an, secara langsung oleh Allah sendiri seperti firman-Nya:

57 Q.S. al-Ra’d (13): 13.

118 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

ان اهلل لذو فضل على الناس ولكن اكثرالناس ليشكرون“Sesungguhnya Allah membpunyai karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur” 58

Dalam ayat lain disebutkan: اعملوا ال داود شكراوقليل من عباى الشكور

“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur”59

Hakikat yang sama diakui pula oleh hamba-hamba pilihan-Nya seperti yang diabadikan al-Qur’an dari ucapan Nabi Yusuf a.s.,

أكثرالناس ل يشكرونArtinya: “Kebanyakan manusia tidak bersyukur”60

Hakikat di atas tercermin juga dari penggunaan kata shukr sebagai sifat dari hamba Allah. Hanya dua orang dari mereka yang disebut oleh al-Qur’an sebagai hamba Allah yang telah membudaya dalam dirinya sifat shukr, yaitu: Nabi Nuh a.s. yang dinyatakan-Nya sebagai “innahu ka>na ‘abdan shaku>ra” (sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur). (Q.S. al-Isra’ [17]: 3), dan Nabi Ibrahim a.s. dengan firman-Nya, “sha>kiran li> ‘an’umih” (yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah) (Q.S. al-Nahl [16]: 121).

Al-Qur’an menggaris bawahi bahwa biasanya kebanyakan manusia hanya berjanji untuk bersyukur saat mereka menghadapi kesulitan. Al-Qur’an menjelaskan sikap sementara orang yang menghadapi gelombang yang dahsyat di laut:

دعوااهلل خملصي له الدين لئن أجنيتنا من هذه لنكونن من الشكرين

58 Q.S. al-Baqarah [2]: 243.59 Q.S. Saba’ [34}: 13.60 Q.S. Yusuf [12]: 38.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 119

“Maka mereka berdo’a kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepda-Nya semata-mata . (mereka berkata, “sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bencana ini, maka pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur” 61

Demikian juga dalam surat al-An’am (6): 63. قل من ننجيكم من ظلمت الب والبحر تدعونه تضرعا وخفية لئن اجننا من هذه

لنكونن من الشكرين“Katakanlah siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencaran di darat dan di laut, yang kamu berdo’a kepada-Nya dengan berendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan)” sesungguhnya, jika dia menyelamatkan kami dari (bencana)ini, tentulah kami menjadi bagian orang-orang yang bersyukur” (Q.S. al-An’am [6}: 63).

Pada dasarnya segala nikmat yang diperoleh manusia harus disyukurinya. Nikmat diartikan oleh sementara ulama sebagai “segala sesuatu yang berlebih dari modal kita”. Adakah manusia memiliki sesuatu? Sebagai modal? Jawabannya, “tidak” bukankah hidupnya sendiri adalah anugerah dari Allah?

هل أتى على النسان حي من الدهر ل يكن شئـامذكورا“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang ia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” 62

Nikmat Allah demikian berlimpah ruah, sehingga al-Qur’an menyatakan,

وان تعدوانعمة اهلل لحتصوها“Seandainya kamu (akan) menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya” (Q.S. Ibrahim [14]: 34).

61 Q.S. Yunus [10]: 22.62 Q.S. al-Insan [76]: 1.

120 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

M. Quraish Shihab, dalam dalam tafsirnya63terhadap al-Fatihah mengemukakan bahwa “al-hamdulillah”dalam surat al-Fatihah menggambarkan segala anugerah Tuhan yang dapat dinikmati oleh makhluk, khususunya manusia. Itulah sebabnya- tulisnya lebih lanjut-empat surat lain yang juga dimulai dengan al-hamdulillah masing-masing menggambarkan kelompok nikmat Tuhan, sekaligus merupakan perincian dari kandungan nikmat yang dicakup oleh kalimat al-hamdulillah dalam surat al-Fatihah itu. Karena al-Fatihah adalah induk al-Qur’an dan kandungan ayat-ayatnya dirinci oleh ayat-ayat lain.

Keempat surat lain yang dimaksud adalah:1. Al-An’am (surat ke-6) yang dimulai dengan,

المد هلل الذى خلق السوت والرض وجعل الظلمت والنور“Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang”.

Ayat ini mengisyaratkan nikmat wujud di dunia ini, dengan segala potensi yang dianugerahkan Allah baik di darat, laut, maupun udara, serta gelap dan terang.

2. al-Al-Kahf (surat ke – 18) yang dimulai dengan,المد هلل الذى انزل على عبده الكتب ول جيعل له عوجا

“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya al-Kitab (al-Qur’an), dan tidak membuat kebengkokan (kekurangan) di dalamnya.

Di sini diisyaratkan nikmat-nikmat pemeliharaan Tuhan yang dianugerahkannya secara aktual di dunia ini. Disebut pula nikmat-Nya yang terbesar yaitu kehadiran Al-Qur’an di tengah-tengah umat manusia, untuk “mewakili” nikmat-nikmat pemeliharan lainnya.

3. Saba’ (surat ke – 34), yang dimulai dengan,

63 M. Quraish Shihab, Tafsri al-Qur’an, 10.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 121

المد هلل الذى له ما فى السموت وما فى الرض وله المد فى الخرة وهو الكيم البري

“Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan bagi-Nya pula segala puji di akhirat. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”.

Ayat ini mengisyaratkan nikmat Tuhan di akhirat kelak, yakni kehiupan baru setelah mengalami kematian di dunia, di mana dengan kehadirannya di sana manusia dapat memperoleh kenikmatan abadi.

4. Fathir (surat ke – 35), yang dimulai dengan,المد هلل فاطر السموت والرض جاعل اللئكة رسل اول اجنحة مثنى وثلث

وربع“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan untuk mengurus berbagai macam urusan (di dunia dan di akhirat), yang mempunyai sayap masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat”.

Ayat ini adalah isyarat tentang nikmat-nikmat abadi yang akan dianugerahkan Allah kelak setelah mengalami hudup baru di akhirat.

Setiap rincian yang terdapat dalam keempat kelompok nikmat yang dicakup oleh keempat surat di atas, menuntut shukr hamba-Nya baik dalam bentuk ucapan “al-hamdulillah”, maupun pengakuan secara tulus dari lubuk hati, serta mengamalkan perbuatan yang diridai-Nya.

Di atas dikemukakan secara global nikmat-nikmat-Nya yang mengharuskan adanya shukr. Dalam beberapa ayat lainnya disebut sekian banyak nikmat secara eksplisit, antara lain:1. Kehidupan dan kematian

كيف تكفرون باهلل وكنتم امواتا فاحياكم ثم ييتكم ثم يييكم

122 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

“Bagaimana kamu mengkufuri (tidak mensyukuri nikmat) Allah, padahal tadinya kamu tiada, lalu kamu dihidupkan, kemudian kamu dimatikan, lalu dihudupkan kembali”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 185)

2. Hidayah Allahولتكبوااهلل على ما هدكم ولعلكم تشكرون

“Hendaknya kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 185.

3. Pengampunan-Nya, antara lain dalam firman-Nya.ثم عفونا عنكم من بعد ذلك لعلكم تشكرون

“Kemudian setelah itu Kami maafkan kesalahanmu agar kamu bersyukur “ (Q.S. al-Baqarah [2]: 52)

4. Pancaindera dan akalوالبصر السمع لكم شيئاوجعل لتعلمون امهتكم بطون من اخرجكم واهلل

والفئدة لعلكم تشكرون“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati, supaya kamu bersyukur” (Q.S. al-Nahl [16]: 78)

5. Rizkiورزقكم من الطيبت لعلكم تشكرون

“Dan diberinya kamu rizki yang baik-baik agar kamu bersyukur” (Q.S al-Anfal [8]: 26).

6. Sarana dan prasaranaوهو الذى سخر البخر لتأكلوامنه لما طريا

وتستخرجوامنه حلية تلبسونها وترى الفلكمواخر فيه ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون

“Dan Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daging (ikan) yang segar darinya, dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 123

yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayat padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur” (Q.S. al-Nahl [16]: 14)

7. Kemerdekaanواذ قال موسى لقومه يا قوم اذكروا نعمة اهلل عليكم إذ جعل فيكم أنبياء وجعلكم

ملوكا “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikannya kamu orang-orang yang merdeka (bebas dari penindasan Fir’aun)” (Q.S. al-Maidah [5]: 20).

Masih banyak lagi nikmat-nikmat lain yang secara eksplisit disebut oleh al-Qur’an.

Dalam surat al-Rahman (surat ke – 55), al-Qur’an membicarakan aneka nikmat Allah dalam kehidupan dunia ini dan kehidupan akhirat kelak. Hampir pada setiap dua nikmat yang disebutkan, al-Qur’an mengulangi satu pertanyaan dengan redaksi yang sama yaitu,

فبأى ألء ربكما تكذبان“Maka nikmat Tuhan-Mu yang manakah yang kamu ingkari?”

Pertanyaan tersebut terulang sebanyak tiga puluh satu kali.64Sementara ulama menganalisis jumlah itu dan mengelompokkannya untuk sampai pada satu kesimpulan.

Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat Tuhan dalam kehidupan di dunia ini, antara lain nikmat pengajaran al-Qur’an, pengajaran berekspresi, langit, bumi, matahari, lautan, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya.

Tujuh pertanyaan berkaitan dengan ancaman siksa neraka di akhirat nanti. Perlu diingat bahwa ancaman adalah

64 M. Quraish Shihab, Wawasan, 231.

124 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

bagian dari pemeliharaan dan pendidikan, serta merupakan salah satu nikmat Tuhan.

Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat Tuhan yang diperoleh dalam surga pertama.

Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat-Nya pada surga kedua.

Dari hasil pengelompokan demikian, para ulama menyusun semacam “rumus”, yaitu siapa yang mampu mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang disebutkan dalam rangkaian delapan pertanyaan pertama-shukr seperti makna yang dikemukakan di atas-maka ia akan selamat dari ketujuh pintu neraka yang disebut dalam ancaman dalam tujuh pertanyaan berikutnya. Sekaligus dia dapat memilih pintu-pintu mana saja dari kedelapan pintu surga, baik surga pertama maupun surga kedua, baik surga (kenikmatan duniawi) maupun kenikmatan ukhrawi.

E. Waktu dan Tempat Bersyukur

الخرة فى المد وله الرض فى وما السموت مافى له الذى هلل المد وهوالكيم البري

“Segala puji bagi Allah yang memelihara apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi, dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dialah yang maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui” 65

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Swt. harus disyukuri baik dalam kehidupan dunia sekarang maupun di akhirat kelak. Salah satu ucapan syukur di akhirat adalah dari mereka yang masuk surga yang berkata,

المد هلل الذى هدنالذا وما كنا لنهتدى لول أن هدنااهلل “Segala puji bagi Allah – yang memberi petunjuk bagi kami (masuk ke surga ini). Kami tidak memperoleh petunjuk ini,

65 QS saba’ (34):1

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 125

seandainya Allah tidak memberikan kami petunjuk” (QS Al-A’raf (7):43).

Demikian terlihat bahwa syukur dilakukan kapan dan dimana saja di dunia dan di akhirat. Dalam konteks syukur dalam kehidupan dunia ini, Al-Quran menegaskan bahwa Allah Swt. menjadikan malam silih berganti dengan siang, agar manusia dapat menggunakan waktu tersebut untuk merenung dan bersyukur, “Dia yang menjadikan malam dan siang silih berganti, bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur (qs Al-Furqan (25): 62). Dalam surat Ar-Rum (30): 17-18 Allah memerintahkan,

فسبحن اهلل حي متسون وحي تصبحون وله المد فىالسموت والرض وعشيا وحي تظهرون

“Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari, dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi, dan diwaktu Kmu berada pada petang hari dan ketika kamu berada di waktu zuhur”

Segala aktifitas manusia siang dan malam hendaknya merupakan manisfestasi dari syukurnya. Shukr dengan lidah dituntut saat seseorang merasakan adanya nikmat Ilahi. Itu sebabnya Nabi Saw. Tidak jemu-jemunya mengucapkan, “al-h}amdulillah” pada setiap situasi dan kondisi.66

Saat bangun tidur beliau mengucapkan:المد هلل الذى أحيانا بعد ما أماتنا وإليه النشور

“Segala puji bagi Allah yang telah menghudupkan (membangunkan) kami, setelah mematikan (menidurkan) kami dan kepada-Nya lah (kelak) kebngkitan”.

Atau membaca, المد هلل الذى رد إل روحى وعافنى فى بدنى وأذن ل بذكره

66 M. Quraish Shihab, Wawasan, 232.

126 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

“Segala puji bagi Allah yang mengembalikan kepdaku ruhku, memberi ‘afiyat kepada badanku, dan mengizinkan aku mengingat-Nya”.

Ketika bangun untuk bertahajud beliau membaca :السموات والرض ومن فيهن ولك المد لك ملك قيم أنت أللهم لك المد

السموات والرض ومن فيهن“Wahai Allah, bagi-Mu segala pujian. Engkau adalah pengatur langit dan bumi dan segala isinya. Bagimu segala puji, Engkau adalah pemilik kerajaan langit dan bumi dan segala isinya”.

Ketika berpakaian beliau membaca,المد هلل الذى كسانى هذا ورزقنيه من غري حول منى ولقوة

”segala puji bagi Allah yang menyandangiku dengan ( pakaian) ini, menganugerahkannya kepadaku tanpa kemampuan dan kekuatan (dari diriku)”.

Sesudah makan beliau mengucapkan:المد هلل الذى أطعمنا وسقانا وجعلنا مسلمي

“segala puji bagi Allah yang memberi kami makan dan memberi kami minum dan menjadikan kami (kaum) muslim”.

Ketika akan tidur beliau berdo’a:بامسك اللهم أحيا وأموت اللهم لك المد أنت قيم السموات والرض

“Dengan namamu ya Allah aku hidup dan mati. Wahai Allah, bagi-Mu segala puji, Engkau pemelihara langit dan bumi”.

Demikian seterusnya pada setiap saat, dalam berbagai situasi dan kondisi. Apabila seseorang sering mengucapkan “al-h}amdulillah” maka dari saat ke saat dia akan selalu merasa berada dalam curahan rahmat dan kasih sayang Tuhan. Dia akan merasa bahwa Tuhan tidak membiarkannya sendiri. Jika kesadaran ini telah berbekas dalam jiwanya,

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 127

maka seandainya pada suatu saat ia mendapat cobaan atau merasakan kepahitan, diapun akan mengucapkan,

المد هلل الذى ليمد على مكروه سواه“segala puji bagi Allah, tiada yang dipuja dan dipuji walau cobaan menimpa, kecuali Dia semata”.

Kalimat semacam ini terlontar, karena ketika itu dia sadar bahwa seandainya apa yang dirasakan itu benar-benar merupakan malapetaka, namun limpahan karunianya sudah sedemikian banyak, sehingga cobaan dan malapetaka itu tidak lagi berarti dibandingkan dengan besar dan banyaknya karunia selama ini. Di samping itu akan terlintas pula dalam pikirannya, bahwa pasti ada hikmah di belakang cobaan itu, karena semua perbuatan Tuhan senantiasa mulya lagi terpuji.

f. Upaya-upaya Syukur

Al-Qur’an juga berbicara menyangkut siapa dan bagaimana uapaya yang harus dilakukan sehingga wajar disyukuri. Dua kali kata mashkur dalam arti yang disyukuri terulang dalam al-Qur’an.67Pertama adalah,

من كان يريد العاجلة عجلنا له فيها مانشاء لن نريد ثم جعلنا له جهنم يصلها مذموما مدحورا ومن أراد الخرة وسعى لا سعيها وهو مؤمن فألئك كان سعيهم

مشكورا كل ند هؤلء وهؤلء من عطاء ربك وما كان عطاء ربك حمظورا“Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia ini apa yang Kami kehendaki bagi orang-orang yang Kami kehendaki, dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah Mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang

67 M. Fua’ad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam, 489.

128 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

yang usaha disyukuri (dibalas dengan baik). Kepada masing-masing golongan baik yang ini (menghendaki dunia saja) maupun yang itu (yang menghendaki akhirat melalui usaha duniawi), Kami berikan bantuan dari kemurahan Kami. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi” (Q.S. al-Isra’ [17]: 18 – 20).

Kedua adalah:إن هذا كان لكم جزاء وكان سعيكم مشكورا

“Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri” (Q.S. al-Insan [76]: 22).

Isyarat “ini” dalam ayat di atas adalah berbagai kenikmatan surgawi yang dijelaskan oleh ayat-ayat sebelumnya, dari ayat 12 sampai dengan ayat 22 surat 76 (al-Insan).

Surat al-Isra’ ayat 17 – 20 berbicara tentang dua macam usaha yang lahir dari dua macam visi manusia. Ada yang visinya terbatas pada “kehidupan sekarang”, yakni selama hidup di dunia ini, tidak memandang jauh ke depan. “Kehidupan sekarang” diartikan detik dan jam atau hari dekat hidupnya, boleh jadi juga “sekarang” berarti “masa hidupnya di dunia yang mengantarkannya bervisi hanya puluhan tahun. Ayat di atas menjanjikan bahwa jika mereka berusaha akan memperoleh sukses sesuai dengan usahanya; itu pun bila dikehendaki Allah. Tetapi setelah itu mereka akan merasa jenuh dan mandek, karena keterbatasan visi tidak lagi mendorongnya untuk berkreasi. Nah, ketika itulah lahir rutinitas yang pada akhirnya melahirkan kehancuran. Hakikat ini bisa terjadi pada tingkat perorangan atau masyarakat.

Kejenuhan dengan segala dampak negatif yang dialamai oleh anggota masyarakat bahkan masyarakat secara umum di dunia yang menganut paham sekularisme-setelah mereka

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 129

mencapai sukses duniawi-merupakan bukti nyata dari kebenaran hakikat yang diungkapkan al-Qur’an di atas. Tetapi jika pandangan kita jauh ke depan, visi seseorang atau masyarakat melampau kehidupan dunianya, maka ia tidak akan pernah berhenti –bagai seorang yang menggantungkan cita-citanya melampaui ketinggian bintang. Ketika itu dia akan terus berusaha dan berkreasi, sehingga tidak pernah merasakan kejenuhan, karena dibalik satu sukses masih dapat diraih suskses berikutnya. Memang Allah menjanjikan untuk terus menerus dan sementara menambah petunjuk-Nya bagi mereka yang telah mendapat petunjuk.

ويزيد اهلل الذين اهتدواهدىArtinya:

“Dan Allah sementara menambah petunjuk-Nya bagi orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S. Maryam [19]: 76).

Orang yang demikian itulah yang semua usahanya disyukuri Allah. Mereka yang disyukuri itu akan memperoleh surga sebagaimana dilukiskan oleh kata “mashku>r” pada ayat ke dua yang menggunakan kata ini, yakni suat al-Insan ayat 22.

M. Quraish Shihab, dalam tafsirnya68mengemukakan bahwa kata “mashku>r” yang terdapat pada kedua ayat di atas terambil dari kata “shakara”.seperti yang telah diuraikan pada bagian awal bahwa pakar-pakar bahasa mengungkapkan bahwa tumbuhan yang tumbuh walau dengan sedikit air, atau binatang gemuk walau dengan sedikit rumput, keduanya dinamai shaku>r. Dari sini kemudian mereka berkata bahwa Allah bila mensyukuri sesuatu maka itu antara lain berarti Dia mengembangkan walau yang sedikit dari amalan

68 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. 14, 665. Lihat juga Vol. 7, 439.

130 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

hamba-hamba-Nya, dan melipatgandakannya. Usaha yang disyukuri adalah usaha yang melahirkan hasil melebihi nilai upaya serta melipatgandakannya. Pelipatgandaan itu dapat mencapai 700 bahkan lebih dan tanpa batas, sebagaimana firman Allah SWT.

مثل الذين ينفقون أموالم فى سبيل اهلل كمثل حبة أنبتت سبع سنابل سنبلة مائة حبة واهلل يضاعف لن يشأ واهلل واسع عليم

“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalan Allah, adalah serupa dengan sebuah biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai itu berisi seratus biji. Allah terus menerus melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” 69

G. Kesimpulan

Dari semua kajian tentang masalah yang telah diuraikan di atas, ada beberapa kesimpulan yang sangat urgen, yaitu:1. Secara etimologi, term shukr yang berakar dari huruf

sha-ka-ra dapat berarti berterima kasih, memuji, dan sebagainya. Shukr dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah SWT. dan (2) menyatakan lega , senang, dan sebagainya. Shukr pada dasarnya digunakan untuk mengakui dengan tulus dan penuh penghormatan akan nikmat yang dianugerahkan oleh oleh yang disyukuri itu, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan.

2. Meskipun kata h}amd sering kali diterjemahkan dengan “pujian” atau maknanya dianggap mirip atau persis sama dengan “shukr”, namun pada hakikatnya dari segi bahasa kedua kata tersebut mempunyai makna yang berbeda. H}amd (pujian) disampaikan secara lisan kepada yang

69 Q.S. al-Baqarah (2): 261.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 131

bersangkutan, walaupun ia tidak memberi apapun, baik kepada si pemuji maupun kepada yang lain. Sedang shukr pada dasarnya digunakan untuk mengakui dengan tulus dan penuh penghormatan akan nikmat yang dianugerahkan oleh yang disyukuri itu, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan

3. Mayoritas ulama mengatakan bahwa shukr itu ada tiga macam, yaitu: shukr dengan hati, shukr dengan lisan dan shukr dengan perbuatan. Shukr dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Shukr dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Shukr dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya, dan shukr dengan perbutan adalah menggunakan nikmat-nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kita sesuai dengan perintah-Nya.

4. Allah bila mensyukuri sesuatu maka itu antara lain berarti Dia mengembangkan walau yang sedikit dari amalan hamba-hamba-Nya, dan melipatgandakannya. Usaha yang disyukuri adalah usaha yang melahirkan hasil melebihi nilai upaya serta melipatgandakannya. Pelipatgandaan itu dapat mencapai 700 bahkan lebih dan tanpa batas

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 133

Salah satu hal yang terkait dengan sosial masyarakat adalah kepemimpinan. Pada dasarnya al-Qur’an banyak menyebutkan istilah kepemimpinan, baik secara eksplisit maupun implisit, karena istilah kepemimpinan merupakan istilah dalam manajemen organisasi. Dalam manajemen, kepemimpinan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya sesuatu organisasi. Memang benar organisasi akan berhasil manakala sistem pemodalan berjalan lancar, struktur organisasinya rapi dan berjalan, dan tenaga terampilnya tersedia, tetapi kepemimpinan memegang peranan penting dalam suatu organisasi. Suatu organisasi akan berhasil apabila kepemimpinan dipegang oleh orang yang baik dan jujur. Sebaliknya apabila dipegang oleh orang yang dhalim dan berjiwa penghianat, maka kehancuran yang layak ditunggunya. Dengan kata lain kepemimpinan merupakan faktor yang menjadi penentu pada efektivitas dan efisiensi kegiatan organisasi.

BAGIAN KEEMPATKEPEMIMPINAN DALAM AL-QUR’AN

134 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Sebutan kepemimpinan muncul ketika seorang memiliki kemampuan dan mengarahkan perilaku orang lain, kepribadian khas, memiliki kecapan dan sifat-sifat khusus, yang tidak dimiliki oleh orang lain. Apabila ciri-ciri tersebut dikaitkan pada mobilisasi massa, maka lahirlah istilah pemimpin massa. Jika dikaitkan dengan organisasi kedinasan pemerintah, maka dinamakan jabatan pimpinan. Jika dikaitkan dengan administrasi maka dinamakan administrator, begitu juga muncul istilah Mursyid, untuk organisasi tarekat, Kyai untuk pengasuh pondok pesantren dan Imam bagi pimpinan sholat. Di bidang pemerintahan dan negara, pemimpin banyak menggunakan istilah yang bermacam-macam, di antaranya: Ima>mah (untuk kalangan Shi’i), Khali>fah (untuk kalangan Sunni), juga Raja di dalam suatu kerajaan dan istilah Presiden di dalam negara Republik, dan lain sebagainya.

A. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan kegiatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam sejarah kehidupan manusia tentunya sangat banyak pengalaman kepemimpinan yang dapat dipelajari, kemudian dianalisis supaya mendapatkan pelajaran yang berharga dalam mewujudkan kepemimpinan yang efektif dan diridhoi Allah SWT. Hal ini sesuai dengan konsep yang ada di dalam al-Qur’an yang di dalamnya banyak dimuat kisah-kisah umat masa lalu sebagai pelajaran bagi umat yang akan datang.

Secara etimologis, kepemimpinan berasal dari kata pimpin dengan mendapat awalan me, yang berarti menuntun, menunjukkan jalan, dan membimbing.1 Perkataan lain yang

1 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 135

disamakan artinya adalah mengetuai, mengepalai, memandu dan melatih. Dalam bentuk kegiatan, maka si pelaku disebut pemimpin. Dengan kata lain pemimpin adalah orang yang memimpin, mengetuai atau mengepalai. Sedangkan istilah kepemimpinan menunjukkan pada semua aspek kepemimpinan.

Kepemimpinan ditafsirkan sebagai hubungan yang erat antara seseorang dan kelompok manusia karena adanya kepentingan bersama; hubungan itu ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari manusia yang seseorang itu. Manusia atau orang ini biasanya disebut yang memimpin atau pemimpin, sedangkan kelompok manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.2

Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi, antara lain: pertama, kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan (follower). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada. Kedua, seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang dengan kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Ketiga, kepe-mimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri, sikap bertanggungjawab yang tulus, pengetahuan, kebe-ranian bertindak sesuai dengan keyakinan, kepercayaan kepada diri sendiri dan orang lain serta kemampuan untuk meyakinkan orang lain dalam membangun organisasi.

Balai Pustaka, 1997), 769. 2 Ibid.

136 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

B. Term-term Kepemimpinan dalam al-Qur’an

Dalam al-Qur’an banyak dijumpai istilah-istilah yang berhubungan dengan kepemimpinan, seperti:

1. Kepemimpinan yang ditunjuk dengan Term Khali>fah

Ditinjau dari segi bahasa, term khali>fah akar katanya terdiri dari tiga huruf, yaitu kha’, lam dan fa’. Makna yang terkandung di dalamnya ada tiga macam yaitu mengganti kedu dukan, belakangan dan perubahan.3 Akar kata ter-sebut ditemukan dalam al-Qur’an berupa dua bentuk kata kerja, dengan makna yang berbeda. Bentuk kata kerja yang pertama adalah “khalafa-yakhlifu” dipergunakan untuk arti “mengganti”, dan bentuk kata kerja yang kedua ialah “istakhlafa-yastakhlifu”, dipergunakan untuk arti “menjadikan”.4

Pengertian mengganti di sini dapat merujuk kepada pengertian generasi atau kedudukan kepepimpinan, tetapi ada satu hal yang perlu dicermati bahwa konsep yang ada kata kerja khalafa di samping bermakna pergantian generasi dan pergantian kedudukan kepemimpinan, juga berkonotasi fungsional, artinya seseorang yang diangkat sebagai pemimpin dan penguasa di muka bumi mengemban fungsi dan tugas-tugas tertentu.

Bentuk jamak dari kata khali>fah ialah khala>if dan khulafa>’. Term khala>if dipergunakan untuk membicarakan dalam kaitan dengan manusia pada umumnya dan orang

3 Abu al-Fad}i>l Jamal al-Di>n Muhammad bin Makram bin Manz}u>r, Lisa>n al-Lisa>n Vol I (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), 360. Lihat Ibra>hi>m Ani>s, al-Mu’jam al-Wasi>t Vol. I (Mesir: t.p., t.t.), 251. Lihat juga Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir (Surabaya: Pustak Progressif, 1997), 361.

4 Ibid, 362.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 137

mu’min pada khususnya. Sedangkan khulafa>’ dipergunakan dengan pembicaraan yang tertuju kepada orang-orang kafir.5

Salah satu ayat al-Qur’an yang menjelaskan masalah Khali>fah adalah yang surat al-Baqarah ayat 306:

وإذ قال ربك للمالئكة إن جاعل يف األرض خليفة قالوا اجتعل فيها من يفسد ال ما أعلم إن قال لك ونقدس حبمدك نسبح وحنن الدماء ويسفك فيها

تعلمون .Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Englau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertashbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”7

Perlu dicatat, bahwa kata khalifah pada mulanya berarti yang menggantikan atau yang datang sesudah siapa yang datang sebelumnya. Atas dasar ini, ada yang memahami kata khalifah di sini dalam arti yang menggantikan Allah dalam menegakkan kehendak-Nya dan menerapkan ketetapan-ketetapan-Nya, tetapi bukan karena Allah tidak mampu atau menjadikan manusia berkedudukan sebagai Tuhan. Tidak ! Allah bermaksud dengan pengangkatan itu untuk menguji manusia dan memberinya penghormatan. Ada lagi yang memahaminya dalam arti menggantikan makhluk lain dalam menghuni bumi ini.8

5 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol. 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2000), 139.

6 Lihat juga pada S}a>d: 26; al-An’a>m: 165; Yu>nus: 14, 73; Fa>t}ir: 39; al-A’ra >f: 69, 74; al-Naml: 62.

7 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: CV Toha Putra, 1989), 13.

8 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Vol. 1, 140.

138 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Ayat ini menunjukkan bahwa kekhalifahan terdiri dari wewenang yang dianugerahkan Allah SWT. makhluk yang diserahi tugas, yakni Adam as. dan anak cucunya, serta wilayah tempat bertugas, yakni bumi yang terhampar ini.

Jika demikian, kekhalifahan mengharuskan makhlukyang diserahi tugas itu melaksanakan tugasnya sesuai dengan petunjuk Allah yang memberinya tugas dan wewenang. Kebijakan yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya adalah pelanggaran terhadap makna dan tugas kekhalifahan.

2. Kepemimpinan yang ditunjuk dengan Term Ulu> al-Amr

Pendapat ulama berbeda-beda tentang makna kata uli> al-amr, dari segi bahasa, uli> adalah bentuk jamak dari waliy yang berarti pemilik atau yang mengurus dan menguasai.9 Bentuk jamak dari kata tersebut menunjukkan bahwa banyak dari kata tersebut menunjukkan bahwa mereka itu banyak, sedang kata al-amr adalah perintah atau urusan. Dengan demikian, uli> al-amr adalah orang-orang yang berwenang mengurus urusan kaum muslimin. Mereka adalah orang-orang yang diandalkan dalam menangani persoalan-persoalan kemasyarakatan. Siapakah mereka? Ada yang berpendapat bahwa mereka adalah para penguasa/pemerintah. Ada juga yang menyatakan bahwa mereka adalah ulama, dan pendapat ketiga menyatakan bahwa mereka adalah yang mewakili masyarakat dalam berbagai kelompok dan profesinya.10

9 Abu al-Fad}i>l Jamal al-Di>n Muhammad bin Makram bin Manz}u>r, Lisa>n al-Lisa>n Vol. I , 761. Lihat Ibra>hi>m Ani>s, al-Mu’jam al-Wasi>t Vol. II, 1057. Lihat juga Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir , 1582.

10 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol 2., 461.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 139

Perlu dicatatat bahwa kata al-amr berbentuk ma’rifah atau definite. Ini menjadikan banyak ulama membatasi wewenang pemilik kekuasaan itu hanya pada persoalan-persoalan kemasyarakatan, bukan persoalan akidah atau keagamaan murni. Selanjutnya, karena Allah memerintahkan ummat Islam taat kepada mereka, maka ini berarti bahwa ketaatan tersebut bersumber dari ajaran agama, karena perintah Allah adalah perintah agama. Di sisi lain, bentuk jamak dari kata uli> dipahami oleh sementara ulama dalam arti mereka adalah kelompok tertentu, yaitu suatu badan atau lembaga yang berwenang menetapkan dan membatalkan sesuatu, misalnya dalam hal pengangkatan kepala negara, pembentukan undang-undang dan hukum, atau yang dinamai dengan ahl al-h}all wa al-‘aqd. Mereka terdiri dari pemuka-pemuka masyarakat, para ulama, petani, buruh, wartawan, dan kalangan profesi lainnya serta angkatan senjata.

Dalam al-Qur’an hanya ada satu ayat yang berbicara mengenai Ulu> al-Amr yaitu surat al-Nisa’ ayat 59:

تنازعتم فأن منكم المر واول الرسول وأطيعوا اهلل أطيعوا أمنوا الذين يايها ف شيئ فردوه إل اهلل والرسول إن كنتم تؤمنون باهلل واليوم الخر ذلك خري

وأحسن تأويل“Hai orang-orang yang beriman, ta’atillah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”11

Menurut M. Quraish Shihab, bentuk jamak itu tidak mutlak dipahami dalam arti badan atau lembaga yang beranggotakan sekian banyak orang, tetapi bisa saja mereka

11 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, 128.

140 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

terdiri dari orang-perorang, yang masing-masing memiliki wewenang yang sah untuk memerintahkan dalam bidang masing-masing. Misalnya seroang polisi lalu lintas yang mendapat tugas dan pelimpahan wewenang dari atasannya untuk mengatur lalu lintas. Ketika menjalankan tugas tersebut, ia berfungsi sebagai salah seorang uli al-amr. Wewenang yang diperoleh, baik sebagai badan maupun perorangan, bisa bersumber dari masyarakat yang akan diatur urusan mereka, misalnya melalui pemilihan umum, dan juga melalui pemerintah yang sah, yang menunjuk kelompok orang atau orang tertentu untuk menangani satu urusan.12

3. Kepemimpinan yang ditunjuk dengan Term Ima>m,

Kata Ima >m berakar dari huruf hamzah dan mim, kedua huruf tersebut mempunyai banyak arti, di antaranya ialah pokok tempat kembali, jama’ah, waktu dan maksud.13

Sebagian ulama mendefinisikan kata Ima>m sebagai setiap orang yang dapat diikuti dan ditampilkan ke depan dalam berbagai permasalahan, misalnya Rasulullah itu adalah imamnya para imam, khalifah itu adalah imamnya rakyat.

Kata Ima>m memiliki makna yang sama dengan khalifah, hanya bedanya Imam digunakan untuk keteladanan, karena diambil dari kata yang mengandung arti “depan” yang berbeda dengan “khali >fah” yang terambil dari kata yang mengandung arti “belakang”. Ini berarti bahwa informasi tentang sifat-sifat terpuji dari seorang khalifah dapat

12 Ibid.13 Abu al-Fad}i>l Jamal al-Di>n Muhammad bin Makram bin Manz}u>r,

Lisa>n al-Lisa>n Vol. I , 44. Lihat Ibra>hi>m Ani>s, al-Mu’jam al-Wasi>t Vol. I, 27. Lihat juga Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir , 40.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 141

diproleh dengan menelusuri ayat-ayat yang menggunakan kata Imam.14

Salah satu term Ima>m dalam al-Qur’an adalah terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 12415:

وإذ ابتلى إبراهيم ربه بكلمت فأمتهن قال إني جاعلك للناس إماما قال ومن ذرييت قال لينال عهدي الظلمي

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman:”Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”.Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”.16

Imam adalah pemimpin atau teladan, dan Nabi Ibrahim telah ditetapkan Allah menjadi pemimpin dan teladan, baik dalam kedudukannya sebagai rasul, maupun bukan. Mendengar anugerah Ilahi itu, Nabi Ibrahim berkata, “Saya juga mohon juga Engkau jadikan pemimpin dan teladan-teladan dari keturunanku”. Allah berfirman, “janji-Ku (ini) tidak mendapatkan orang-orang yang zalim”. Ayat ini bukan saja mengisyaratkan bahwa ada dari keturunan Nabi Ibrahim as. yang berlaku aniaya, seperti halnya sementara orang Yahudi dan Nasrani, tetapi juga menegaskan bahwa

14 Dalam al-Qur’an, kata Imam terulang sebanyak tujuh kali dengan makna yang berbeda-beda. Namun, kesemuanya bertumpu pada arti “sesuatu yang dituju dan atau diteladani” arti-arti tersebut adalah: Pertama, Pemimpin dalam kebajikan, yaitu pada surat al-Baqarah ayat 124 dan al-Furqan ayat 74., Kedua: Kitab amalan manusia, yaitu pada surat al-Isra’ ayat 71, Ketiga: al-Lauwh al-Mahfuz, yaitu surat Yasin ayat 12, Keempat: Taurat, yaitu pada surat Hud ayat 17 dan surat al-Ahqaf ayat 12,dan Kelima: Jalan yang jelas, yaitu pada surat al-Hijr ayat 79. Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2001), 163.

15 Lihat juga pada Surat al-Furqa>n: 74; al-Isra>’: 71; Ya>sin: 12; Hu>d: 17; al-Ahqaf: 12; al-H}ijr: 79.

16 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, 32.

142 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

kepemimpinan dan keteladanan bersumber dari Allah dan bukanlah anugerah yang berdasar garis keturunan, kekerabatan atau hubungan darah.17

Nabi Musa as. adalah nabi dan rasul, sedangkan Harun as. adalah nabi yang membantu beliau. Kitab Taurat turun kepda Musa dan Nabi Musa yang berdo’a kepada Allah agar mengangkat Harun untuk membantunya.18 Kendati demikian, risalah kenabian di kalangan Bani Israil tidak berlanjut pada keturunan Nabi Musa, tetapi pada keturunan Harun as.

Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa kepemimpinan dan keteladanan harus berdasarkan kepada keimanan dan ketakwaan, pengetahuan, dan keberhasilan dalam aneka ujian. Karena itu kepemimpinan tidak akan dapat dianugerahkan oleh Allah kepada orang-orang yang zalim, yakni yang berlaku aniaya.

Apa yang digariskan oleh ayat ini, merupakan salah satu perbedaan yang menunjukkan cirri pandangan Islam tentang kepemimpinan dengan pandangan-pandangan yang lain. Islam menilai bahwa kepemimpinan bukan hanya sekedar kontrak social, yang melahirkan perjanjian dari pemimpin untuk melayani yang dipimpin sesuai dengan kesepakatan bersama, serta janji ketaatan dari yang dipimpin kepada pemimpin, tetapi juga dalam pandanga ayat ini, harus terjalin hubungan harmonis antara yang diberi wewenang memimpin dengan Tuhan, yaitu berupa janji untuk menjalankan kepemimpinan sesuai dengan nilai-niali yang diamanatkan-Nya. Dari sini, dipahami bahwa

17 Muh}ammad ‘Ali> al-S}a>bu >niy, al-Tafsi>r al-Wa>d}ih al-Muyassar (Beirut: al-Ufuq, 2002), 49.

18 Q.S. Toha (20): 29-30.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 143

ketaatan kepada pemimpin tidak dibenarkan jika ketaatan itu bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi.19

4. Kepemimpinan yang ditunjuk dengan Term Ma>lik

Kata malik terdiri dari tiga huruf, yaitu mi>m, la >m dan ka>f, yang rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan keshahihan. Dari akar kata tersebut terbentuk kata kerja malaka-yamliku artinya kewenangan untuk memiliki sesuatu. Jadi term al-Malik bermakna seseorang yang mempunyai kewenangan untuk memerintahkan susuatu dan melarang sesuatu dalam kaitan dengan sebuah pemerintahan.20 Malik yang biasa diterjemahkan raja adalah yang menguasai dan menangani perintah dan larangan, anugerah dan pencabutan dan karena itu biasanya kerajaan terarah kepada manusia, tidak kepada barang yang sifatnya tidak dapat menerima perintah dan larangan.21 Salah satu kata ma>lik dalam al-Qur’an adalah terdapat dalam surat Yusuf ayat 43:22

وسبع سنبلت يأكلهن سبع عجاف بقرات مسان أرى سبع إني اللك وقال خضر وأخر يبست يايها الل افتوني ف رءياي إن كنتم للرءيا تعبون

“Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh yang kurus-kurus, dan tujuh bulir-bulir hijau dan yang lain kering-kering.” Hai orang-orang yang terkemuka!

19 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol.I1, 573.

20 Abu al-Fad}i>l Jamal al-Di>n Muhammad bin Makram bin Manz}u>r, Lisa>n al-Lisa>n Vol. II , 573. Lihat Ibra>hi>m Ani>s, al-Mu’jam al-Wasi>t Vol. II, 886.

21 M. Quraish Shihab, Menyingkap Tabi Ilahi: Asma al-Husna dalam Perspektif al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2000), 28.

22 Ayat lain yang menjelaskan tentang term ma>lik yaitu: Yu>suf: 43, 50, 54, 72, 76; al-Kahfi: 79; Toha: 14; al-Mu’minu >n: 116; al-H}asyr: 23; al-Jumu’ah: 1; al-Na >s: 2; al-Fa>tih}ah: 4; Ali<-Imra>n: 26; al-Zukhruf: 77.

144 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Terangkanlah kepadaku tentang takwil mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkan mimpi.”

Kata ma>lik atau raja pada ayat ini dijadikan oleh sebagai salah satu bukti kemu’jizatan al-Qur’an dari segi pemberitaan ghaib, atau lebih tepat sebagai bukti ketelitian al-Qur’an dalam memilih kata-katanya. Gelar yang diberikan oleh orang Mesir, demikian juga al-Qur’an, untuk kepala negara Mesir adalah Fir’aun seperti kepala negara Mesir pada masa Musa as. Tetapi di sini gelar tersebut adalah Raja karena penguasa tertinggi ketika itu bukan orang Mesir antara 1900 SM sampai 1522 SM, atau antara Dinasti XIII sampai XVIII. Kata Heksos konon adalah gelar yang diberikan kepada mereka oleh penduduk Mesir asli sebagai penghinaan yang maknanya adalah penggembala atau penggembala babi. Banyak sejarawan menduga bahwa Yusuf as. hidup pada masa Dinasti XVII atau sekitar 1720 SM. Mereka tidak menggunakan bahasa mesir asli, tetapi bahasa suku mereka yaitu Kaldea yang mirip dengan bahasa Aramiya dan bahasa Arab. Daerah pemukiman mereka berdekatan dengan pemukiman nabi-nabi Ibrahim, Isma’il, Ishaq dan Ya’qub as. Karena itu Heksos dan rajanya mengenal, paling tidak sedikit, tentang ajaran ketuhanan.23

Boleh jadi juga penggunaaan kata malik atau raja di sini di samping hal yang di sebut di atas, untuk mengisyaratkan bahwa kepala negara Mesir pada masa Nabi Yusuf as. Itu tidak berlaku sewenang-wenang. Ini antara lain terbukti dengan upayanya melakukan penyelidikan atas kasus Yusuf, memberi kebebasan beragama kepada masyarakatnya, bahkan memberi jabatan penting kepada yang berlainan agama dengannya, bahkan mengangkat Yusuf as. sebagai

23 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol 6., 467.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 145

menteri al-‘Aziz, yang bertanggungjawab antara lain perebendaharaan negara dan logistik.24

Dari tinjauan term-term kepemimpinan dalam al-Qur’an di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan Islam itu adalah kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan yang diridhoi Allah SWT. Jadi dalam hal ini sangat jelas orientasi dan tujuan yang hendak dicapai oleh kepemimpinan Islam yaitu keridhoan Allah SWT.

C. Karakteristik Pemimpin Ideal

Rasulullah Muhammad saw. merupakan teladan yang paling ideal untuk diikuti oleh seluruh umat manusia. Beliau adalah sosok manusia yang paripurna dan menjadi samudera tanpa batas walaupun diselami lautannya sepanjang zaman. Allah SWT. menegaskan tentang hal ini dalam surat al-Ahzab ayat 21:

لقد كان لكم ف رسول اهلل أسوة حسنة لن كان يرجوا اهلل واليوم الخر وذكر اهلل كثريا

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”25

Terlebih lagi dalam masalah kepemimpinan, dalil di atas telah menjadi argumen yang sangat kuat sebagai pendukung berbagai asumsi dan tesis dari pemikir-pemikir Islam yang menyatakan model kepemimpinan yang telah dipraktikkan oleh Nabi adalah sebuah metodologi yang paling efektif dan paling berhasil dalam mencapai tujuan dan target yang ingin dicapainya.

24 Bey Arifin, Rangkaian Cerita dalam al-Qur’an (Bandung: al-Ma’arif, 1996), 124.

25 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, 670.

146 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Adapun karakteristik pemimpin yang ideal menurut al-Qur’an adalah:

1. Memiliki Sifat Amanah

Kepemimpinan adalah amanah luhur yang harus diemban oleh seorang yang benar-benar mampu menjalankannya. Bahwa seorang pemimpin haruslah credible, capable, acceptable, dan accountable. Pemimpin harus dapat dipercaya dan dapat diterima oleh orang-orang yang dipimpinnya.

Lebih dari itu, seorang pemimpin haruslah sosok pribadi yang bertanggung jawab. Karena bagaimanapun juga, kepemimpinan adalah tanggung jawab, bukan kehormatan. Dengan demikian, kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawabannya tidak saja di dunia yang fana ini, tetapi juga di akhirat yang baka kelak.

Salah satu ayat al-Qur’an yang menjelaskan masalah kepemimpinan yang harus amanah adalah surat al-Nisa’ ayat 58:

إن اهلل يأمركم أن تؤدوا المنت إل أهلها وإذا حكمتم بي الناس أن حتكموا بالعدل إن اهلل نعما يعظكم به إن اهلل كان مسيعا بصريا

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepda yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hokum di antar manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesunguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar Lagi Maha Melihat.”26

Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya atau bila diminta oleh pemiliknya. Amanah adalah lawan

26 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, 128.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 147

kata dari khianat. Ia tidak diberikan kecuali kepda orang yang dinilai oleh pemberinya dapat memelihara dengan baik apa yang diberikannya itu.

Agama mengajarkan bahwa amanah atau kepercayaan adalah asas keimanan. Selalanjutnya, amanah yang merupakan lawan khianat adalah sendi utama disinteraksi. Amanah tersebut membutuhkan kepercayaan dan kepercayaan itu melahirkan ketenangan batin yang selanjutnya melahirkan keyakinan.

Dan bentuk jamak kata amanah yang digunakan pada ayat tersebut mengisyaratkan bahwa amanah itu bukan sekedar sesuatu yang bersifat material, tetapi juga non material dan bermacam-macam. Semuanya diperintahkan Allah agar ditunaikan.

Amanah yang berada dalam pundak manusia mencakup empat aspek; Pertama, antara manusia dengan Allah, seperti aneka ibadah, misalnya nazar. Kedua, antara manusia dengan manusia lainnya, seperti titipan, rahasia, dan lain-lain. Ketiga, antara manusia dengan lingkungannya, antara lain menyangkut pemeliharaannya agar dapat juga dinikmati oleh generasi mendatang. Dan Keempat, amanah manusia dengan dirinya sendiri, misalnya menyangkut kesehatannya.27

Demikian juga dalam hal kepemimpinan, keempat aspek sifat amanah tersebut harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang telah diberi kepercayaan oleh orang-orang yang telah dipimpinnya.

Dalam ayat lain, yaitu surat al-Mu’minun ayat 8 Allah berfirman:

والذين هم لمنتهم وعهدهم راعون

27 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol 2., 458.

148 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

“Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janjinya,28

Kata ama>na>tihim adalah bentuk jamak dari ama>nah. Ia adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan bila tiba saatnya atau diminta oleh pemiliknya ia dikembalikan oleh sipenerima dengan baik serta lapang dada. Kata ama>nah terambil dari akar kata amina artinya percaya atau aman. Ini karena amanah disampaikan oleh pemiliknya atas dasar kepercayaannya kepada penerima bahwa apa yang diserahkannya itu akan terpelihara dan aman di tangan penerima, dan hal ini juga dapat diterapkan dalam masalah kepemimpinan.

2. Memiliki Sifat Adil

Al-Quran memandang kepemimpinan sebagai perjanjian Ilahi yang melahirkan tanggung jawab menentang keza-liman dan menegakkan keadilan. Allah telah berfirman, da-lam surat al-Baqarah ayat 12429:

قال إني جاعلك للناس إماما قال ومن ذرييت قال لينال عهدي الظلميAllah berfirman:”Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”.Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”.30

Demikian terlihat bahwa kepemimpinan dalam pandangan ayat di atas bukan sekadar kontrak sosial, tetapi juga menjadi kontrak atau perjanjian antara Allah dan sang pemimpin untuk menegakkan keadilan.

28 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, 526. dan ayat-ayat lain yang menjelaskan tentang sifat amanah dapat dilihat pada al-Baqarah: 283; al-Ma’a>rij: 32, 35; Ali Imran: 75, 76.

29 Lihat juga pada Surat al-Furqa>n: 74; al-Isra>’: 71; Ya>sin: 12; Hu>d: 17; al-Ahqaf: 12; al-H}ijr: 79.

30 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, 32.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 149

Bahkan Al-Quran menegaskan bahwa alam raya ini ditegakkan atas dasar keadilan:

والسماء رفعها ووضع امليزانDan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan) 31

Dengan demikian dalam Al-Quran dapat ditemukan pembicaraan tentang keadilan, dari tauhid sampai keyakinan mengenai hari kebangkitan, dari nubuwwah (kenabian) hingga kepemimpinan, dan dari individu hingga masyarakat. Keadilan adalah syarat bagi terciptanya kesempurnaan pribadi, standar kesejahteraan masyarakat, dan sekaligus jalan terdekat menuju kebahagiaan ukhrawi.

Paling tidak ada empat makna keadilan yang dike-mukakan oleh para pakar agama, yaitu:32

Pertama, adil dalam arti “sama” , kita dapat berkata bahwa pemimpin itu adil, karena yang kita maksud adalah bahwa dia memperlakukan sama atau tidak membedakan seseorang dengan yang lain. Tetapi harus digarisbawahi bahwa persamaan yang dimaksud adalah persamaan dalam hak. Dalam surat Al-Nisa’ (4): 58 dinyatakan bahwa:

وإذا حكمتم بي الناس أن حتكموا بالعدل“apabila menetapkan hukum di antar manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”33

Kata “adil” dalam ayat ini -bila diartikan “sama”- hanya mencakup sikap dan perlakuan hakim pada saat proses pengambilan keputusan. Ayat ini menuntun sang hakim untuk menempatkan pihak-pihak yang bersengketa di dalam posisi yang sama, misalnya ihwal tempat duduk, penyebutan

31 Q.S. al-Rahman (55): 732 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2000),

114.33 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, 128.

150 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

nama (dengan atau tanpa embel-embel penghormatan), keceriaan wajah, kesungguhan mendengarkan, dan memikirkan ucapan mereka, dan sebagainya yang termasuk dalam proses pengambilan keputusan. Apabila persamaan dimaksud mencakup keharusan mempersamakan apa yang mereka terima dari keputusan, maka ketika itu persamaan tersebut menjadi wujud nyata kezaliman.

Al-Quran mengisahkan dua orang berperkara yang datang kepada Nabi Daud a.s. untuk mencari keadilan. Orang pertama memiliki sembilan puluh sembilan ekor kambing betina, sedangkan orang kedua hanya memiliki seekor. Pemilik kambing yang banyak mendesak agar diberi pula yang seekor itu agar genap seratus. Nabi Daud tidak memutuskan perkara ini dengan membagi kambing-kambing itu dengan jumlah yang sama, melainkan menyatakan bahwa pemilik sembilan puluh sembilan kambing itu telah berlaku aniaya atas permintaannya itu34

Kedua, adil dalam arti “seimbang”, keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu,selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian.Dengan terhimpunnya syarat ini, kelompok itu dapat bertahan dan berjalan memenuhi tujuan kehadirannya.

Wahai manusia, apakah yang memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah? Yang menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu, dan mengadilkan kamu (menjadikan susunan tubuhmu seimbang)35

34 Q.S. Sad (38): 2335 QS Al-Infithar [82]: 6-7

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 151

Seandainya ada salah satu anggota tubuh manusia ber-lebih atau berkurang dari kadar atau syarat yang seha rus-nya, maka pasti tidak akan terjadi kesetimbangan (keadilan).

Keadilan dalam pengertian ini menimbulkan keyakinan bahwa Allah Yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui menciptakan dan mengelola segala sesuatu dengan ukuran, kadar, dan waktu tertentu guna mencapai tujuan. Keyakinan ini nantinya mengantarkan kepada pengertian Keadilan Ilahi.

Ketiga, adil adalah “perhatian terhadap hak-hak indi-vidu dan memberikan hak-hak itu kepada setiap pemilik-nya”, pengertian inilah yang didefinisikan dengan “menem-patkan sesuatu pada tempatnya” atau “memberi pihak lain haknya melalui jalan yang terdekat”. Lawannya adalah “kezaliman”, dalam arti pelanggaran terhadap hak-hak pihak lain. Dengan demikian menyirami tumbuhan adalah keadilan dan menyirami duri adalah lawannya. Sungguh merusak permainan (catur), jika menempatkan gajah di tempat raja, demikian ungkapan seorang sastrawan yang arif. Pengertian keadilan seperti ini, melahirkan keadilan sosial.

Keempat, adil yang dinisbatkan kepada Ilahi, adil di sini berarti “memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk itu.”

Semua wujud tidak memiliki hak atas Allah. Keadilan Ilahi pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. KeadilanNya mengandung konsekuensi bahwa rahmat Allah SWT. tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat meraihnya.

Sering dinyatakan bahwa ketika A mengambil hak dari B, maka pada saat itu juga B mengambil hak dari A. Kaidah

152 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

ini tidak berlaku untuk Allah Swt., karena Dia memiliki hak atas semua yang ada, sedangkan semua yang ada tidak memiliki sesuatu di sisi-Nya.

Dalam pengertian inilah harus dipahami kandungan firman-Nya yang menunjukkan Allah Swt. sebagai qa>iman bi al-lqist} (yang menegakkan keadilan) (QS Ali ‘Imram [3]: 18), atau ayat lain yang mengandung arti keadilan-Nya seperti: “Dan Tuhanmu tidak berlaku aniaya kepada hamba-hamba-Nya” (QS Fushshilat [41]: 46).

3. Memiliki Sifat Musyawarah

Seorang pemimpin haruslah menampilkan pribadi yang terbuka terhadap dinamika internal umatnya. Kritik yang konstruktif dan democrat karena seorang pemimpin yang berwawasan sempit lambat laun akan menjilma menjadi dictator, karena tidak ada kontrol yang menjadi penyeimbang terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkannya.

Oleh karena itu seorang pemimpin harus menempuh jalan musyawarah dalam menyelesaikan segala permasalahan dengan orang-orang yang dipimpinnya, bahkan al-Qur’an secara tegas telah menjelaskan tentang pentingnya bersmusyawarah.

Ada tiga ayat al-Qur’an yang akar katanya menunjukkan musyawarah:

Pertama, dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 233: فإن أرادا فصال عن تراض منهما وتشاور فل جناح عليهما

“Apabila keduanya (suami istri) ingin menyapih anak mereka (sebelum dua tahun) atas dasar kerelaan dan permusyawarahan antar mereka, maka tidak ada dosa atas keduanya”

Ayat ini mebicarakan bagaimana seharusnya hubungan suami istri saat mengambil keputusan yang berkaitan dengan

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 153

rumah tangga dan anak-anak, seperti menyapih anak. Pada ayat di atas, al-Qur’an memberi petunjuk agar persoalan itu (dan juga persoalan-persoalan rumah tangga lainnya) di musyawarahkan antara suami istri.

Kedua, dalam surat Ali Imran ayat 159:فبما رحة من اهلل لنت لم ولو كنت فظا غليظ القلب لنفضوا من حولك فا عف عنهم واستغفر لم وشاورهم ف المر فإذا عزمت فتوكل على اهلل إن اهلل

يب التوكلي“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kasar dan berhati keras, niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan (tertentu). Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekat, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepda-Nya.”

Ayat ini dari segi redaksional ditujukan kepda Nabi Muhammad saw. agar memusyawarahkan persoalan-persoalan tertentu dengan sahabat atau anggota masyarakatnya. Tetapi, seperti yang akan dijelaskan lebih jauh, ayat ini juga merupakan petunjuk kepada setiap muslim khususnya kepada setiap pemimpin, agar bermusyawarah dengan anggota-anggotanya.

Ketiga, dalam surat al-Syura ayat 38:والذين اس استجابوا لربهم وأقام الص ينفقون

“Orang-orang yang mematuhi seruan Tuhan mereka, melaksanakan sholat (dengan sempurnya), serta urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antar mereka, dan mereka menafkahkan sebagian rezeqi yang Kami anugerahkan kepada mereka”.

Ayat ketiga ini turun sebagai pujian kepada kelompok muslim Madinah (Anshor) yang bersedia membela Nabi saw.

154 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

dan menyepakati hal tersebut melalui musyawarah yang mereka laksanakan di rumah Abu Ayub al-Anshari. Namun demikian, ayat ini juga berlaku umum, mencakup setiap kelompok yang melakukan musyawarah.

Dari ketiga ayat di atas saja, maka sepintas dapat diduga bahwa al-Qur’an tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap persoalan musyawarah namun dugaan tersebut akan sirna, jika menyadari cara al-Qur’an memberi petunjuk serta menggali lebih jauh kandungan ayat-ayat tersebut.

Memang banyak persoalan yang dapat diambil jawabannya dari ketiga ayat musyawarah tersebut. Namun, tidak sedikit dari jawaban tersebut merupakan pemahaman para sahabat Nabi atau ulama. Meskipun ada juga yang merupakan petunjuk umum yang bersumber dari sunnah Nabi saw. tetapi petunjuk-petunjuk tersebut masih dapat dikembangkan atau tidak sepenuhnya mengikat.

Barbagai masalah yang dibahas para ulama mengenai musyawarah antara lain:

Pertama, orang yang diminta bermusyawarahKedua, dalam hal-hal apa saja musyawarah dilaksanakanKetiga, dengan siapa sebaiknya musyawarah dilakukan.Sebelum menguraikan sekilas tentang hal-hal tersebut,

terlebih dahulu perlu dikemukakan petunjuk yang diisyaratkan al-Qur’an mengenai beberapa sikap yang harus dilakukan seseorang untuk mensukseskan musyawarah. Petunjuk-petunjuk tersebut secara tersurat ditemukan dalam surat Ali Imran ayat 159 yang terjemahannya telah dikutip di atas.

Pada ayat itu disebutkan tiga sikap yang secara berurutan diperintahkan kepada Muhammad saw untuk beliau lakukan sebelum datangnya perintah bermusyawarah. Penyebutan tiga sikap tersebut menurut hemat penulis

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 155

walaupun dikemukakan sesuai dengan kontek turunnya ayat serta mempunyai makna tersendiri berkaitan dengan sikap atau pandangan para sahabat sebagaimana akan diutarakan kemudian namun dari segi pelaksanaan dan esensi musyawarah agaknya sifat-sifat tersebut sengaja dikemukakan agar ketiganya menghiasi diri Nabi dan orang yang melakukan musyawarah. Setelah itu disebutkan satu lagi sikap yang harus dilakukan setelah musyawarah, yakni kebulatan tekad untuk melaksanakan apa yang telah ditetapkan dalam musyawarah. Sikap-sikap tersebut sebagian terbaca pada ayat Ali Imaran di atas.

Pertama, adalah sikap lemah lembut. Seseorang melakukan musyawarah, apalagi sebagai pemimpin, harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, mitra musyawarah akan bertebaran pergi.

Kedua, memberi maaf dan membuka lembaran baru. Dalam ayat di atas disebutkan sebagai fa’fu ‘anhum (maafkan mereka). Maaf, secara harfiyah, berarti menghapus. Memaafkan adalah menghapus bekas luka di hati akibat perlakuan pihak lain yang dinilai tidak wajar. Ini perlu, karena tiada musyawarah tanpa pihak lain, sedangkan kecerahan pikiran hanya hadir bersamaan dengan sirnanya kekeruhan hati.

Di sisi lain, orang yang bermusyawarah harus menyiapkan mental untuk selalu bersedia memberi maaf. Karena mungkin saja ketika bermusyawarah terjadi perbedaan pendapat, atau keluar kalimat-kalimat yang menyinggung pihak lain. Dan bila hal itu masuk ke dalam hati, akan mengeruhkan pikiran, bahkan boleh jadi akan mengubah musyawarah menjadi pertengkaran. Itulah kandungan pesan fa’fu ‘anhum.

Kemudian orang yang melakukan musyawarah harus menyadari bahwa kecerahan atau ketajaman analisis saja,

156 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

tidaklah cukup. William James, filosof Amerika kenamaan, mene gaskan “akal memang mengagumkan. Ia mampu mem-batalkan suatu argumen dengan argumen lain. Ini akan dapat mengantarkan kita kepada keraguan yang mengguncangkan etika dan nilai-nilai hidup kita”.36

Nah, jika demikian, kita masih membutuhkan sesuatu di samping akal. Ada yang menamainya indera keenam sebagaimana filosofis dan psikolog menamainya, atau bisikan hati, seperti kebanyakan orang menamainya, atau ilham, hidayah, dan firasat menurut nama yang diberikan agamawan.

Tidak jelas cara kerja sesuatu itu, karena datangnya sekejap, sekedar untuk mencampakkan informasi yang diduga kebetulan oleh sebagian orang, dan kepergiannya pun tanpa izin orang yang dikunjungi.

Biasanya sesuatu itu mengunjungi orang-orang yang jiwanya dihiasi kesucian, karena Allah tidak akan mem beri hidayah kepda orang yang berlaku aniaya37, kafir38, ber-gelimang dosa dan fasik39, melampau batas lagi pendusta40, pengkhianat41 dan pembohong42.

Jika demikian, untuk mencapai hasil yang terbaik ketika musyawarah, hubungan dengan Tuhan pun harus harmoni. Itulah sebabnya, hal ketiga yang harus mengiringi musyawarah adalah permohonan maghfiroh dan ampunan Ilahi, sebagaimana ditegaskan oleh surat Ali Imran ayat 159 di atas wa istaghfir lahum.

36 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2000), 474.

37 Q.S. Al-Baqarah (2): 258.38 Q.S. Al-Baqarah (2): 264.39 Q.S. Al-Ma’idah (5): 10840 Q.S. Al-Mu’min (40): 2841 Q.S. Yusuf (12): 5242 Q.S. Al-Zumar (39): 3

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 157

Pesan terakhir Ilahi di dalam konteks musyawarah adalah setelah musyawarah usai, yaitu

فإذا عزمت فتوكل على اهلل إن اهلل يب التوكليKemudian apabila engkau telah membulatkan tekat,

bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepda-Nya.”

D. Nabi Muhammad saw. adalah Teladan Terbaik

Pada pembahasan sebelumnya sudah disinggung bahwa Rasulullah Muhammad saw. merupakan teladan yang paling ideal untuk diikuti oleh seluruh umat manusia. Beliau adalah sosok manusia yang paripurna dan menjadi samudera tanpa batas walaupun diselami lautannya sepanjang zaman, dan Allah SWT. juga telah menegaskan tentang hal tersebut dalam surat al-Ahzab ayat 21 yang sudah disebutkan pula pada pembahasan sebelumnya. Dan selanjutnya penulis akan menguraikan sekilas tentang keteladanan beliau dalam mempimpin umatnya, yang penulis klasifikasikan menjadi dua periode, yaitu:

1. Periode Mekkah

Nabi Muhammad saw. terlahir dari suku bangsa Quraish yang terbagi menjadi beberapa kabilah yang terkenal yaitu Jumuh, Sahm, Ady, Mahzum, Taim, Zuhrah, Qushay, Bin Qilab dan lain-lain. Salah satu suku dari kabilah yang tersebut terakhir yaitu suku Abdi Manaf bin Qushay, Bani Hasyim (salah satu dari empat orang putra-putra Qushay) adalah keluarga yang telah memperoleh anugerah besar untuk melahirkan Nabi Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim.

Jadi jika di pandang dari sudut pandang genetis tentunya Nabi Muhammad dipilih dari garis keturunan pemimpin-

158 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

pemimpin besar semenanjung jazirah Arabia kuno, dari keluarga yang terpandang dan terhormat.43

Jiwa kepemimpan Nabi Muhammad terdidik sejak usianya masih sangat belia fikirannya merekam dengan baik, gaya kepemimpinan sang kakek tercinta Abdul Muthalib dalam memimpin bangsa Quraish, dan Abdul muthalib adalah pemimpin yang sangat disegani dan dihormati.

Selanjutnya setelah kakeknya wafat, nabi diserahkan kepada pamandanya Abu Thalib, dan di sinilah jiwa kepemimpinan Nabi ditempa habis-habisan, di mulai dari belajar menggembala kambing, belajar menjalankan amanah dengan memabantu pamandanya berdagang hingga beliau mencetak sejarah yang sangat menakjubkan dalam menengahi perselisihan orang-orang Quraish saat renovasi Ka’bah. Nabi berhasil memberikan rasa puas kepada seluruh suku dengan keputusannya yang sangat kompromistis mengenai hak peletakan batu al-Hajar al-Aswad dan selanjutnya beliau memperoleh julukan al-Amin, karena keberhasilannya.

Hamdani Bakran mengatakan mengatakan, hikmah besar yang dapat diambil dari perkawinan pertama Nabi saw. adalah bahwa usia 25 tahun bagi laki-laki merupakan puncak atau akhir masa remaja, yang akan memasuki masa dewasa, merupakan awal pencarian jati diri. Oleh karena itu, bagi seorang lelaki, usia ini ideal untuk melakukan pernikahan. Karena, dengan pernikahan itu seorang lelaki telah menyelamatkan dan menyucikan jiwanya dari kehancuran. Hubungan sebadan antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan perkawinan merupakan penyucian jiwa biologis. Apabila seorang lelaki akan melakukan awal

43 Aunur Rohim Fakih, Kepemimpinan Islam (Yogyakarta: UII Press, 2001), 23.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 159

proses pencarian diri, maka yang harus dilakukan adalah menikah. Dengan pernikahan itu ia mulai dituntut untuk mengembangkan potensi kepemimpinannya, yaitu bersikap tegas dan bertanggungjawab untuk kali pertama terhadap orang di luar dirinya, yakni istri yang dicintainya.44

Jika kita sedikit menganalisis maka dapat kita simpulkan bahwa karkter kepemimpinan Nabi adalah gabungan dari factor Hereditas (bakat) dan ditempa oleh lingkungan disekitarnya. Nabi saw. sangat menonjol di tengah-tengah kaumnya karena tutur bahasanya yang sangat lemah lembut, akhlaknya yang benar-benar terpuji, jujur, sangat pemurah, tidak pernah mengingkari janjinya dan sangat merakyat.

Setelah masa kenabian, dakwah dilaksanakan oleh Nabi setelah turunnya firman Allah swt. yang diabadikan dalam surat al-Mudaththir ayat 1-7, Allah menegaskan:

يايهاالدثر )( قم فأنذر )( وربك فكب )( وثيابك فطهر )( والرجز فاهجر )( ول متنن تستكثر )( ولربك فاصب )(

“Hari orang-orang yang berselimut, bangunlah lalu berilah peringatan, dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi printah) Rabbmu, bersabarlah.”45

Setelah turunnya wahyu ini, selanjutnya Nabi bangkit ke medan jihad yang sangat berar dan tidak pernah beristirahat lagi selama dua puluh lima tahun dan mengemban amanah yang maha berat untuk menyampaikan risalah Allah swt.

Selanjutnya Nabi mulai memimpin masyarakat Islam walaupun dalam jumlah komunitas yang sangat kecil.

44 Hamdani Bakaran adz-Dzakiey, Prophetic Intelligence: Mengembangkan Potensi Robani melalui Peningkatan Kesehatan Rohani (Yogyakarta: Pustaka al-Furqan, 2006), 212.

45 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, 992.

160 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Gang guan dan tekanan dari orang-orang Quraisy tidak menyurutkan tekad dan langkah beliau. Tidak sedikit siksaan diterima oleh para sahabat, dan Nabipun tidak lepas dari terror yang dilancarkan oleh Abu Jahal dan kawan-kawan. Dalam hal jasa besar telah ditunjukkkan oleh pamandanya Abu Thalib dalam melindungi dakwah beliau. Kemudian bergabunglah Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin al-Khaththab ke dalam barisan Islam yang memberikan suntikan darah segar bagi perjuangan Nabi.

Selanjutnya Nabi mengalami masa-masa yang sangat berat dengan terjadinya pemboikotan menyeluruh dan tahun berduka dengan wafatnya dua orang yang paling beliau cintai, yaitu pamannya Abu Thalib dan istri tercinta Siti Khadijah. Namun hal ini tidak menyurutkan langakah beliau karena iman kepada Allah yang membaja. Pada fase ini kemampuan manajerial Nabi sebagai seorang pemimpin benar-benar diuji. Pada bulan syawal tahun kesepuluh dari nubuwah, Nabi pergi ke Thaif yang berjarak kurang lebih enam mil dari Makkah beserta pembantu beliau Zaid bin Harithah untuk meluaskan syiar Islam. Namun ternyata di sinipun ajakan untuk beriman kepada Allah dan mengakui Muhammad sebagai utusan Allah belum mendapatkan hasil, bahkan beliau dianiaya dengan sangat keji. Saat tiba di Qamul Munazil, Allah mengutus Jibril yang meminta pendapat beliau untuk meratakan Akhsyabaini, yaitu gunung Qubais dan gunung di seberangnya Qalaiqalan. Namun sekali lagi beliau membuktikan kebesaran jiwa seorang pemimpin yang sangat mencintai umat manusia, sungguh pribadi yang sangat menawan dan sangat langka untuk bisa kita temukan di dalam literature kepemimpinan dunia.

Para sejarahwan membagi periode dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. ke dalam beberapa

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 161

tahapan. Dakwah tahap pertama dilakukan secara diam-diam (sirriyyah) di lingkungan keluarganya sendiri dan sanak famili terdekatl dakwah dengan ini berlangsung kira-kira selama tiga sampai empat tahun.

Strategi dakwah46 seperti ini dilakukan karena Nabi Muhammad saw. sangat paham dengan karakter masyarakat Quraisy. Mereka bersedia berperang dan mati untuk mempertahankan kepercayaan mereka. Mereka akan menghukum atau menyerang orang-orang yang mencela keyakinan dan sesembahan mereka. Karena itulah Nabi Muhammad saw. memilih dakwah secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari ancaman dari bangsa Quraisy yang dapat menggagalkan misi dakwah beliau.

Pada tahapan berikutnya, Nabi Muhammad saw. melakukan dakwah secara terbuka (jahriyyah). Meskipun demikian, dakwah ini belum memperoleh hasil yang menggembirakan. Dakwah secara luas mulai dilakukan di periode Madinah. Setelah kekuatan muslim mulai disegani di Jazirah Arab, dakwah Islam semakin dapat diterima.47

2. Periode Madinah

Periode Madinah adalah tonggak dimulainya kepemim-pinan Islam secara formal, yang ditandai dengan dikeluar-kannya berbagai resolusi, perjanjian perdamaian dan lain-lain sebagai bukti telah diakuinya eksistensinya dan kebera-daan Islam pada saat itu. Di Madinah, Nabi Muhammad saw. terus menyiarkan Islam kepada penduduk Madinah yang belum beriman. Beliau juga mengajak orang-orang Yahudi

46 Berasal dari bahasa Arab da’wah yang berarti seruan atau panggilan. Orang yang melaksanakan dakwah ini disebut da’i.

47 Muhammad Syafi’I Antonio, Muhammad saw. The Super Leader Super Manager (Jakarta: Tazkia Multimedia & ProLM Centre, 2007), 131.

162 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

dan Nashrani untuk beriman kepdanya. Beberapa di antara mereka ada yang masuk Islam, namun sebagian besar orang-orang Yahudi tetap menganut agamanya.

Dakwah Islam juga disampaikan kepada kabilah-kabilah di sekitar Madinah. Dalam waktu singkat, jumlah orang yang masuk Islam meningkat pesat. Lama kelamaan kaum muslim Madinah menjadi kelompok mayoritas dan memegang kekuasaan politik Madinah.

Pada periode Madinah ini Nabi Muhammad saw. mulai mengajarkan ritual-ritual keamaan seperti sholat dan puasa. Di samping itu beberap aturan-aturan social kemasyarakatan juga mulai diperkenalkan. Di periode Madinah inilah ajaran-ajaran Islam semakin disempurnakan. Meskipun demikian, sempurnanya ajaran Islam yang diturunkan Allah baru ditetapkan ketika beliau sedang wukuf di Arafah dengan turunnya wahyu terakhir sebagaimana terekam dalam surat al-Ma’idah (5) ayat 3:

اليوم اكملت لكم دينكم وامتمت عليكم نعميت ورضيت لكم السلم دينا“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-Ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”48

Wahyu ini menyatakan bahwa pada hari itu Allah menyempurnakan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dengan demikian secara tidak langsung Allah menyatakan bahwa tugas kerasulan beliau sudah hampir selesai.49

Fungsi kenabian dan kerasulan yang diemban Nabi Muhammad menuntutnya untuk memiliki sifat-sifat yang mulia agar apa yang disampaikannya dapat diterima dan

48 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, 157.49 Muh}ammad Ali> al-S}a>bu >ni, Mukhtasar Tafsir Ibn Kathir Vol. I (Beirut:

Dar al-Fikr, t.t.), 478

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 163

diikuti oleh umat mansuia. Bukan hanya mereka yang sezaman dengnnya tetapi juga oleh umat-umat sesudah mereka karena ajaran yang dibawanya melintasi ruang dan waktu melebihi batas-batas negara Madinah yang dipimpinya dan era kerasulannya.

Ada banyak sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad saw. sebagai seorang pemimpin dakwah. Sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut: disiplin wahyu, memberikan teladan, komunikasi yang efektif, dekat dengan umatnya, dan pengkaderan serta pendelegasian wewenang.50

E. Hampir Semua Teori Kepemimpinan Ada pada Nabi Muhammad saw.

Berbagai teori-teori kepemimpinan yang dikemukakan oleh para Ilmuwan ditemukan pada pribadi dan kepe mim-pinan Nabi Muhammad saw. Salah satu terori dikemukakan oleh Kets de Vries yang menyimpulkan dari penelitian klinisnya terhadap para pemimpin bahwa sebanyak prosen-tase tertentu dari para pemimpin itu mengembangkan kepemimpinan mereka karena dipengaruhi oleh trauma pada masa kecil mereka.51

Nabi Muhammad saw. mengalami masa-masa sulit di waktu kecilnya. Di usia dini beliau sudah menjadi yatim piatu. Pada kanak-kanak itu pula beliau harus menggembala ternak penduduk Makkah. Di awal usia remaja beliau sudah mulai belajar berdagang dengan mengikuti pamannya Abu Thalib berdagang ke daerah-daerah sekitar Jazirah Arab.

Beberapa teori kepemimpinan lainnya juga dapat ditemukan pada diri Nabi Muhmmad saw. Misalnya, empat

50 Muhammad Syafi’I Antonio, Muhammad saw. The Super Leader Super Manager, 138.

51 Ibid., 19.

164 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

fungsi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Stephen Covey. Konsep ini menekankan bahwa seorang pemimpin harus memiliki empat fungsi kepemimpinan, yakni sebagai perintis (pathfinding), penyelaras (aligning), pemberdaya (empowering), dan panutan (modeling).52

Fungsi perintis (pathfinding) mengungkap bagaimana upaya sang pemimpin memahami dan memenuhi kebutuhan utama para stakeholder-nya misi dan nilai-niali dianutnya serta yang berkaitan dengan visi dan strategi yaitu kemana perusahaan akan dibawa dan bagaimana caranya agar sampai ke sana.

Fungsi ini ditemukan pada diri Nabi Muhammad saw. karena beliau melakukan berbagai langkah dalam mengajak umat manusia ke jalan yang benar. Nabi Muhammad saw. telah berhasil membangun suatu tatanan sosial yang modern, dengan mengenalkan nilai-nilai kesetaraan universal, semangat kemajemukan, dan multi kulturalisme, rule of law dan sebagainya system social yang diakui terlalu modern disbanding zamannya itu dirintis oleh Nabi Muhammad saw. dan dirintis oleh khalifah sesudahnya.

Fungsi penyelaras (aligning) berkaitan dengan bagai-mana pemimpin menyelaraskan keseluruhan system dalam organisasi perusahaan agar mampu bekerja dan saling sinergis. Sang pemimpin harus memahami betul apa saja bagian-bagian dalam system organisasi perusahaan. Kemu-dian, ia menyelarskan bagian-bagian tersebut agar sesuai dengan stratergi untuk mencapai visi yang telah digariskan.

Nabi Muhammad saw. mampu menyelaraskan berbagai strategi untuk mencapai tujuannya dalam menyiapkan ajaran Islam dan membangun tatatan sosial yang baik dan

52 Covey, Stephen R. the 8th Habit From Effektiveness to Greatness (London: Simon & Schuster UK Ltd.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 165

modern. Ketika banyak para sahabat yang menolak kesedian beliau untuk melakukan perjanjian perdamaian hudaibiyah yang dipandang menguntungkan pihak musyrikin, beliau tetap bersikukuh dengan kesepakatan itu. Terbukti pada akhirnya perjanjian tersebut berbalik menguntungkan kaum muslim dan pihak musyrikin memintah agar perjanjian itu dihentikan. Beliau juga dapat membangun system hukum yang kuat hubungan diplomasi dengan suku-suku dan kerajaan di sekitar Madinah, dan sistem pertahanan yang kuat sehingga menjelang beliau wafat, Madinah tumbuh menjadi negara baru yang cukup berpengaruh pada waktu itu.

Fungsi pemberdayaan (empowering) berhubungan dengan upaya pemimpin untuk menumbuhkan lingkungan agar setiap orang dalam organisasi perusahaan mampu melakukan yang terbaik dan selalu mempunyai komitmen yang kuat (committed). Seorang pemimpin harus memahami sifat pekerjaan atau tugas yang diembannya. Ia juga harus mengerti dan mendelegasikan seberapa seberapa besar tanggungjawab dan otoritas yang harus dimiliki oleh setiap karyawan yang dipimpinnya. Siapa mengerjakan apa. Untuk alasan apa mereka mengerjakan tersebut. Bagaimana caranya. Dukungan sumber daya apa saja yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dan bagaimana akuntabilitasnya.

Sejarah kenabian (Si>rah Nabawiyyah) menceritakan kecakapan Muhammad saw. dalam mensinergikan berbagai potensi yang dimiliki oleh para pengikutnya dalam suatu tujuan. Sebagai contoh, dalam mengatur strategi dalam perang Uhud, beliau menempatkan pasukan pemanah di punggung bukit untuk melindungi pasukan infantry muslim. Beliau juga dengan bijak mempersaudarakan antara kaum

166 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Muhajirin dan Anshar ketika mulai membangun masyarakat Madinah. Beliau mengangkat para pejabat sebagai Ami>r (kepala daerah) atau hakim berdasarkan kompetensi dan good track record yang mereka miliki. Tidak heran, dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, sekitar sepuluh tahun, beliau telah mampu mendirikan dasar-dasar tatanan sosial masyarakat modern. Pemimpin dunia lainnya mungkin butuh waktu yang lebih lama untuk mencapai hal semacam ini.

Fungsi panutan (modeling) mengungkap bagaimana agar pemimpin dapat menjadi panutan para karyawannya. Bagaimana dia bertanggungjawab atas tutur kata, sikap, prilaku, dan keputusan-keputusan yang diambilnya. Sejauh mana dia melakukan apa yang dikatakannya.

Nabi Muhammad saw. dikenal sangat kuat berpegang pada keputusan yang telah disepakati. Menjelang perang Uhud, suara-suara yang menginginkan agar kaum Muslim menyambut pasukan Musyrik di luar Madinah lebih banyak daripada yang ingin bertahan di pinggiran Madinah. Rasulullah saw. pada awalnya pun memilih pendapat yang kedua. Tetapi karena mengikuti prosedur suara terbanyak, akhirnya diambil keputusan untuk mengosongkan pasukan Makkah di luar Madinah. Belakangan para sahabat menyadari bahwa mereka terlalu memaksakan kehendak mereka terhadap Nabi Muhammad saw. dan meminta beliau untuk memutuskan apa yang menurut beliau dan Allah merupaka jalan terbaik.

Beliau juga merupakan seseorang yang melaksanakan apa yang beliau katakana. Beliau juga membenci orang yang mengatakan sesuatu tetapi tidak melaksanakan apa yang dikatakannya itu.53

53 Lihat Q.S. al-Saff (61): 3.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 167

Rasulullah saw. menjadi panutan dalam melaksanakan nasihat dan saran-sarannya demikian juga dalam menjadi pribadi yang mulia. Beliau adalah seorang yang sangat dermawan kepada siapapun yang datang dan meminta pertolongan jauh sebelumnya mengatakan, “Tangan di atas lebih mulia dari tangan di bawah”54 dan masih banyak lagi bukti-bukti kepemimpinan yang baik sebagaimana yang baik sebagaimana yang dikemukakan oleh para penemu teori kepemimpinan dan manajemen modern terdapat pada diri Nabi Muhammad saw. tentu saja kepemimpinan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. tidak harus menunggu pembenaran dari teori-teori kepemimpinan dan manajemen modern karena apa yang contohkan telah terbukti berhasil. Sebagai gambaran bahwa pada diri Nabi Muhammad saw. ditemukan berbagai karakter pemimpin yang dirumuskan oleh para penemu teori leadership, berikut beberapa teori kepemimpinan dan aplikasinya pada kepemimpinan Rasulullah saw.

f. Kesimpulan

Dari semua kajian tentang masalah yang telah diuraikan di atas, ada beberapa kesimpulan yang sangat urgen, yaitu:1. Dari tinjauan term-term kepemimpinan dalam al-Qur’an

di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan Islam itu adalah kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan yang diridhoi Allah SWT. Jadi dalam hal ini sangat jelas orientasi dan tujuan yang hendak dicapai oleh kepemimpinan Islam yaitu keridhoan Allah SWT.

2. Rasulullah Muhammad saw. merupakan pemimpin teladan yang paling ideal untuk diikuti oleh seluruh umat

54 Sahih Muslim dari Abi Umamah Shuda bin ‘Ajlan r.a no. 2386.

168 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

manusia. Beliau adalah sosok manusia yang paripurna dan menjadi samudera tanpa batas walaupun diselami lautannya sepanjang zaman. Allah SWT. menegaskan tentang hal ini dalam surat al-Ahzab ayat 21: لقد كان لكم ف رسول اهلل أسوة حسنة لن كان يرجوا اهلل واليوم الخر

وذكر اهلل كثريا“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”55

3. Adapun karakteristik pemimpin yang ideal menurut al-Qur’an antara lain adalah: Pertama, Memiliki Sifat Ama-nah, artinya Pemimpin harus dapat dipercaya dan dapat diterima oleh orang-orang yang dipimpinnya; Kedua, Memiliki sifat Adil, artinya apapun yang lakukan oleh seorang pimpinan kepada orang-orang yang dipimpinnya harus memiliki nilai keadilan; dan Ketiga Memiliki sifat Musyawarah, artinya segala keputusan yang dibuat oleh seorang pemimpin haruslah melalui mekanisme musyawarah bersama-sama dengan orang-orang yang dipimpinnya.

4. banyak sekali bukti-bukti kepemimpinan yang baik, sebagaimana yang dikemukakan oleh para penemu teori kepemimpinan dan manajemen modern terdapat pada diri Nabi Muhammad saw. tentu saja kepemimpinan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. tidak harus menunggu pembenaran dari teori-teori kepemimpinan dan manajemen modern karena apa yang contohkan telah terbukti berhasil. Sebagai gambaran bahwa pada diri Nabi Muhammad saw. ditemukan berbagai karakter pemimpin yang dirumuskan oleh para penemu teori leadership,

55 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, 670.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 169

berikut beberapa teori kepemimpinan dan aplikasinya pada kepemimpinan Rasulullah saw.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 171

Tafsir merupakan langkah untuk memahami al-Qur’an dengan cara menjelaskan hal-hal yang masih samar yang dikandung dalam al-Qur’an sehingga dengan mudah dapat dimengerti, dan dapat dikeluarkan hukum yang terkandung di dalamnya untuk diterapkan dalam kehidupan sebagai suatu ketentuan hukum.

Metode tafsir mawd}u>’i> ialah suatu penafsiran dengan cara mengumpulkan ayat mengenai satu judul/topik tertentu, dengan memperhatikan masa turunnya dan asba>b al-nuzu>l ayat, serta dengan mempelajari ayat-ayat tersebut secara cermat dan mendalam, dengan memperhatikan hubungan ayat yang satu dengan ayat yang lain di dalam menunjuk pada suatu permasalahan, kemudian menyimpulkan masalah yang dibahas dari dilalah ayat-ayat yang ditafsirkan secara terpadu.

Bagaimana al-Qur’an menjelaskan tentang khusyuk? Bagaimana pula al-Qur’an memberikan pemahaman tentang

KONSEPSI AL-QUR’ANTafsir Maw}du>’i> Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan

172 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

syukur? Dan apa yang dibicarakan al-Qur’an tentang kepemimpinan? Buku ini mengungkapkan secara detail topik-topik tersebut dengan menggunakan metode Tafsir Mawd}u>’i>. Selamat membaca.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 173

al-T}abari>, Muh}ammad bin Jari>r bin Yazi>d bin Kha>lid bin Kathi >r Abu > Ja’far. “Ja>mi’ al-Baya>n fi> Tafsi>r al-Qur’a >n”. Maktabah Sha>milah. al-Is}da>r al- Tha>ni> 2.11.“CD-ROM”, Maktabah Sha >milah, t.t.

Al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub, 2004.

Abu Ahmad, Syaikh Nada. Sekhusyuk Sholat Nabi, Terj. Jokowi Ahmad. Klaten: Inas Media, 2007.

Abdu, Misa. Menjernihkan Batin dengan Shalat Khusyu’, terj. Jujuk Najibah Ardianingsih. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003.

Alu >si>. “Ru>h} al-Ma’a>ni> fi> Tafsi>r al-Qur’a >n al-‘Az}i>m wa Sab’il Matha >ni>. Maktabah Sha >milah. al-Is }da>r al-Tha>ni> 2.11.

DAFTAR PUSTAKA

174 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Al-Awaisyah, Ahmad bin Muhammad al-Hawwasy Husain. Sholat Khusyuk seperti Nabi saw., Terj. Syahri. Surabaya: CV Fitrah Mandiri Sejahtera, 2006.

Ash Shiddieqy, Muhammad. Ilmu-ilmu al-Qur’an. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002.

‘Abd al-Ba>qi>, Muhammad Fu’a>d. al-Mu’ja>m al-Mufahrash li al-Fa>z} al-Qur’a>n al- Kari>m. Beirut: Da>r al-Fikr, 1994.

Al-Ans}a>ri>, Jama>l al-Di>n Muh}ammad Ibn Makram Ibn Manz}u>r. Lisa>n al-Lisa>n. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993.

Al-Ba >qi>, Muh}ammad Fu’a >d ‘Abd. al-Mu’jam al-Mufahrash li al-Fa>z} al- Qur’a>n al-Kari>m. Beirut: Da>r al-Fikr, 1994.

---------. Mu’jam al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m. Beirut: Da>r al-Shuru>q, t.t.

Al-Farmawi, ‘Abd al-Hayy. Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdu’i. Kairo: Maktabah Jumhuriyyah, 1976.

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir al-Maraghi. Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Arabi, 1985.

Al-Sabuni, Muhammad ‘Ali. Mukhtasar Tafsir Ibn Kathir. Beirut: Dar al- Fikr, t.t.

---------.al-Tafsi>r al-Wa>d}ih al-Muyassar. Beirut: al-Ufuq, 2002.

Al-Wahidi, Abu al-Hasan ‘Ali bin Ahmad. Asbab al-Nuzul. Beirut: Dar al- Fikr, 1991.

Abu al-Fad}i>l Jamal al-Di>n Muhammad bin Makram bin Manz}u>r. Lisa>n al- Lisa>n .Beiru: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993.

Ani>s, Ibra>hi>m. al-Mu’jam al-Wasi>t . Mesir: t.p., t.t.

Arifin, Bey. Rangkaian Cerita dalam al-Qur’an. Bandung: al-Ma’arif, 1996.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 175

adz-Dzakiey, Hamdani Bakaran. Prophetic Intelligence: Mengembangkan Potensi Robani melalui Peningkatan Kesehatan Rohani Yogyakarta: Pustaka al-Furqan, 2006.

al-Naysa>bu >ri>, Abu > al-H}asa>n ‘Ali> bin Ah}mad al-Wa>h}idi >. Asba>b al-Nuzu>l . Beirut: Da>r al-Fikr, 1991.

Antonio, Muhammad Syafi’i. Muhammad saw. The Super Leader Super Manager. Jakarta: Tazkia Multimedia & ProLM Centre, 2007.

D}ayf, et.al. Shu>q. Mu’jam al-Wasi>t}. Kairo: Maktabah al-Shuru>q al-Dawli>yah, 2008.

Departemen Agama Republik Indonesia. al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV Toha Putra, 1989.

Fakih, Ainur Rohim. Kepemimpinan Islam. Yogyakarta: UII Press, 2001.

Ilyas, Hamim. Studi Kitab Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2004.

Izzan, Ahmad. Metodologi Ilmu Tafsir. Bandung: Tafakur, 2009.

Kementerian Agama. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Lentera Abadi, 2010.

Mustofa, Bisyri. al-Ibri>z Lima’rifah Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z. Kudus: Menara Kudus, t.t..

Muhammad, Syaikh Nada Abu. Se-khusyuk Shalat Nabi, terj. Jokowi Ahmad. Klaten: Inas Media, 2007.

Mustika, M. Shodiq. Pelatihan Salat S.M.A.R.T Untuk Kecerdasan dan Kesuksesan Hidup. Jakarta: PT Mizan Publika, 2007.

Ma’luf. Lois, al-Munjid fi al-Lugah wa A’lam. Beirut: Dar al-Mshruq, 1986.

176 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Novia, Umi Chulsum dan Windi. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Kashiko, 2006.

Nasr, Sayyed Hossein. Ensiklopedi Tematis, terj. Rahman Astuti. Bandung: Mizan, 2003.

Syafi’i, Syaikh Jalal Muhammad. The Power of Shalat, terj. Romli Syarqoqiwain. Bandung: MQ Publishing, 2006.

Shihab, M. Quraish Shihab. Tafsir al-Qur’an al-Karim Atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu. Bandung Pustaka Hidayah, 1997.

----------.Asma al-Husna dalam Perspektif al-Qur’an al-Karim. Ciputat: Lentera Hati, 2000.

----------. Tafsir al-Misbah. Ciputat: Lentera Hati, 2001.

----------. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan, 2001.

----------. Wawasan al-Qur’an. Bandung: Mizan, 2000.

Kathi >r, ‘Ima >d al-Di>n Abu> al-Fida>’ Isma>’i>l bin ‘Amr bin. “Tafsi >r al-Qur’a >n al-‘Az}i>m”. Maktabah Sha >milah. al-Is }da>r al-Tha>ni> 2.11. “CD-ROM”, Maktabah Sha >milah, t.t.

Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STAIN Kediri. Empirisma Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam, Vol. 17 No.1 Januari 2008. Kediri: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri, 2008.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1997.

Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001.

Rida, Muhammad Rashid. Tafsir al-Qur’an al-Hakim. Kairo: Dar al-Manar, 1373 H.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 177

Syaltut, Mahmud. al-Islam Aqidah wa al-Syari’ah. Beurut: Dar al-Qolam, 1966.

Stephen R., Covey. the 8th Habit From Effektiveness to Greatness (London: Simon & Schuster UK Ltd.

Warson, Ahmad Munawir. Al-Munawir Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

Ya’qu>b, Abu > T}a>hir Muh}ammad bin. “Tanwi>r al-Miqba >s min Tafsi>r Ibn ‘Abba>s”, Maktabah Sha >milah. al-Is }da>r al-Tha>ni> 2.11.

al-Baghdadi>, Abu > Thana>’ Shiha>b al-Di>n al-Sayyid Mah}mu>d Afandi al-

Zein, Achyar. Konsep Khusyu’ dalam al-Qur’an. Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia. Diakses tanggal 15 Pebruari 2012.

Tentang Khusyuk, Syukur, dan Kepemimpinan 179

BIODATA PENULIS

Penulis M. Zaenal Arifin lahir di Grobogan, 25 Agustus 1974. Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Al-Mu’ayyad, MTs Al-Mua’ayyad dan MA Al-Mu’ayyad Mangkuyudan Surakarta. Setelah menamatkan pendidikan Madrasah Aliyah tahun 1994, melanjutkan studi ke Pondok Pesantren Al-Ishlah Bandarkidul Kediri

serta kuliah di STAIN Kediri mengambil Program Studi Tafsir Hadits lulus tahun 1998 dan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag). Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan Tesis di bidang tafsir dan memperoleh gelar Magister Hukum Islam (MHI) dari Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya. Sejak tahun 2000 sampai sekarang sebagai dosen tetap di STAIN Kediri dengan matakuliah Ulumul Qur’an dan Tafsir. Pada Tahun 2013 pernah mengikuti program pendidikan kader mufassir angkatan ke IX di Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) Jakarta.

180 Konsepsi Al-Qur’an Tafsir Maw}du>’i>

Penelitian yang pernah dilakukan antara lain Konsep Syukur dalam al-Qur’an (Kajian Tafsir Tematik) Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STAIN Kediri 2005, Kepemimpinan dalam al-Qur’an, Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STAIN Kediri 2008, Konsepsi Khusyuk dalam al-Qur’an, Lembaga Penelitian, Penerbitan dan Pengabdian pada Masyarakat (LP3M) STAIN Kediri 2012, Pemikiran ‘Ali> al-S}a>bu>ni> tentang Kaidah-kaidah Tafsir dan Implementasinya dalam Penafsiran al-Qur’an, Lembaga Penelitian, Penerbitan dan Pengabdian pada Masyarakat (LP3M) STAIN Kediri 2013, Studi Living Qur’an: Pembacaan ayat-ayat al-Qur`an pada prosesi isi qubur dalam kitab Majmu>’ al-A’ma>l karya Syamsuddin di kota Bangkok Thailand 2015.

Karya tulis yang telah dihasilkan antara lain Hakikat Qira’ah al-Qur’an (Jurnal Empirisma STAIN Kediri Volume 14 No.1 Januari 2005), Eksistensi Munasabah dalam Penafsiran al-Qur’an (Jurnal Universum STAIN Kediri Volume 1 No. 1 Juli 2007), Metode Jadal dalam al-Qur’an (Jurnal Universum STAIN Kediri Vol. 2 No. 1 Januari 2008), Kritik Tekstualitas al-Qur’an: Telaah atas Pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd, (Jurnal Empirisma STAIN Kediri Volume 18 No.1 Januari 2009), Kepemimpinan dalam al-Qur’an (Jurnal Realita STAIN Kediri Vol. 7 No.1 Januari 2009), Pemikiran Muhammad Ali al-Sabuni Tentang Kaidah Tafsir dan Implementasinya dalam Kitab Rawa’ al-Bayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an (Jurnal Empirisma Vol. 22, No. 2 Juli 2013). Deradikalisasi Penafsiran Al-Qur’an (Jurnal Empirisma STAIN Kediri Vol. 24 No. 1 Januari 2015.