Tension Pneumothorax 1

download Tension Pneumothorax 1

of 19

description

vd

Transcript of Tension Pneumothorax 1

BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUSFAKULTAS KEDOKTERANOKTOBER 2015UNIVERSITAS HASANUDDIN

TENSION PNEUMOTHORAX

DISUSUN OLEH:Delvina TandiariC111 11 140PEMBIMBING:dr. Billy JonatanSUPERVISOR:dr. Muhammad Nuralim Mallapasi, Sp.B, Sp.BTKV

BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2015LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:Nama: Delvina TandiariNim: C111 11 140Judul Laporan Kasus: Tension PneumothoraxUniversitas: Universitas HasanuddinTelah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

Makassar, Oktober 2015Mengetahui,Dokter Muda Pembimbing

Delvina Tandiari dr. Billy Jonatan

Supervisor

dr. Muhammad Nuralim Mallapasi, Sp.B, Sp.BTKVBAB 1LAPORAN KASUSTENSION PNEUMOTHORAX

I. ABSTRAKPneomothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pneumothorax dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumothorax spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumothorax traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik.(1) Tension pneumothorax adalah jenis pneumothorax traumatik non iatrogenik yang terjadi karena bertambahnya udara dalam ruang pleura secara progresif, biasanya karena laserasi paru-paru yang memungkinkan udara untuk masuk ke dalam rongga pleura tetapi tidak dapat keluar atau tertahan didalam rongga pleura.(2)Dilaporkan seorang laki-laki berusia 15 tahun masuk UGD RS Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan sesak napas yang dialami 3 jam sebelum masuk rumah sakit akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien mengendarai sepeda motor dengan kecepatan sedang dan bertabrakan dengan pengendara motor dari arah berlawanan. Sehingga dada pasien terbentur stang motor dengan keras.Tidak ada riwayat pingsan. Tidak ada riwayat mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisis thoraks tampak pengembangan hemithoraks kanan tertinggal dibandingkan hemithoraks kiri, sela iga tidak melebar, terdapat penggunaan otot bantu nafas, palpasi vocal fremitus hemithoraks kanan lebih redup daripada hemithoraks kiri, terdapat emfisema subkutis. Perkusi pada hemithoraks kanan hipersonor. Auskultasi bunyi pernapasan hemithoraks kanan menurun dibanding hemithoraks kiri. Pada pemeriksaan penunjang foto thoraks AP memberikan gambaran tidak tampaknya corakan bronchovascular pada hemithorax dextra disertai dan kolaps paru yang mendesak trachea dan jantung ke arah yang sehat, kesan adalah tension pneumothorax dextraBerdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang maka pasien ini didiagnosis sebagai tension pneumothorax dextra dan direncanakan untuk pemasangan chest tube dan water sealed drainage (WSD).Kata kunci: tension pneumothorax, chest tube dan water sealed drainage (WSD)

II. PENDAHULUANPneumothorax merupakan keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas.Menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (2), (3):1. Pneumothorax spontanYaitu setiap pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumothorax tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:a. Pneumothorax spontan primer, yaitu pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. b. Pneumothorax spontan sekunder, yaitu pneumothorax yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.2. Pneumothorax traumatikYaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumothorax tipe ini diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.b. Pneumothorax traumatik iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumothorax jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :1) Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental2) Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Berikut dilaporkan satu kasus tension pneumothorax yang dilakukan tindakan pemasangan chest tube dan water sealed drainage (WSD).

III. PRESENTASI KASUS

A. Identitas PasienNama: Tn. AJenis Kelamin: Laki-LakiUmur: 15 tahunAlamat: Jl. MalinoNo. Rekam Medik: 724868Tgl. Masuk RS: 6 September 2015

B. AnamnesisKeluhan Utama: Sesak nafasAnamnesis Terpimpin: Dialami sejak 3 jam sebelum masuk UGD RS Wahidin Sudirohusodo akibat kecelakaan lalu lintas. Sesak napas dirasakan semakin memberat dalam 1 jam terakhir. Sesak napas dirasakan terus menerus dan tidak dipengaruhi oleh aktifitas. Sesak napas juga disertai nyeri dada. Nyeri dada dirasakan seperti rasa panas dan tertusuk-tusuk Tidak ada riwayat pingsan. Tidak ada riwayat mual dan muntah dan tidak ada riwayat kesadaran menurun. Pasien dirawat di RS Bhayangkara sebelum akhirnya dirujuk ke RS Wahisin Sudirohusodo tanpa dilakukan pemasangan chest tubeMekanisme trauma: Pasien mengalami kecelakaan saat mengendarai motor dan bertabrakan dengan pengendara motor dengan kecepatan sedang dari arah berlawanan. Sehingga dada pasien terbentur keras dengan stang motor.

C. Pemeriksaan FisisPrimary SurveyAirway: ClearBreathing: Pernapasan : 30 x/menit

Thoraks Inspeksi: Pergerakan hemithoraks kanan tertinggal dibandingkan hemithoraks kiri, terdapat penggunaan otot bantu pernafasan, sela iga tidak melebar, terlihat gelembung di permukaan kulit Palpasi: Ada nyeri tekan dan krepitasi pada hemithorax kanan, tidak ada massa tumor, taktil fremitus hemithoraks kanan kesan melemah dibanding hemithoraks kiri. Perkusi: Hipersonor pada hemithoraks kanan setinggi ICS I- ICS IV, batas sonor ke pekak pada ICS V hemithoraks kiri. Auskultasi:Bunyi pernafasan hemithoraks kanan melemah dibanding hemithoraks kiri, bunyi pernafasan tipe vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing.

Circulation:Tekanan Darah 70/50 mmHgNadi 104 x / menitLemah angkatDisability:GCS 14 (E3M6V5) pupil isokor 2,5mm/2,5mm, refleks cahaya +/+Esposure: Suhu 37,7oC (axilla)Secondary SurveyRegio orbita dextra Inspeksi: Tampak hematoma periorbita Palpasi: Nyeri tekan adaRegio supraclavicula dextra Inspeksi: Tampak ekskoriasi ukuran 10x5cm, tampak hematoma Palpasi: Nyeri tekan ada, krepitasi tidak adaRegio infraclavicular bilateral Inspeksi: Tampak udem Palpasi: Teraba emfisema subkutis

D. Foto Klinis

E. Pemeriksaan Penunjang

Foto Thoraks AP tanggal 5 September 2015

Ekspertise : Tidak tampak corakan bronchovascular pada hemithorax kanan Tampak parenkim paru kolaps Tampak organ trakea dan jantung terdorong ke arah yang sehat Tampak bayangan radiolusen pada soft tissueKesan : Tension pneumothorax dextra disertai kolaps paruEmfisema subkutisLaboratorium 6 September 2015

PemeriksaanHasilNilai normal

WBC16,74.0 - 10.0

RBC4,384.00 - 6.00

HGB12,912.0 - 16.0

HCT3937.0 - 48.0

PLT33150 400

MCV8880-97

MCH2927-32

MCHC3332-36

SGOT89< 38

SGPT52< 41

GDS13280-180

Natrium136136 145

Kalium4,63.5 - 5.1

Klorida11197 111

Ureum2610 50

Kreatinin0,65< 1,3

CT74 10

BT3001 7

PT12,310 14

APTT26,822 30

Kesan: Leukositosis, peningkatan enzim transaminase

F. Diagnosa UtamaTension pneumothorax dextra

G. Diagnosa SekunderEmfisema subkutis

H. PenatalaksanaanRencana pemasangan chest tube dan water sealed drainage (WSD) dekstra dilanjutkan multiple insision

I. Follow upPasien setuju untuk dilakukan pemasangan chest tube dan water sealed drainage. Setelah dilakukan pemasangan chest tube dan water sealed drainage terlihat bubble dan undulasi pada botol drain. Saat ini keadaan pasien jauh lebih baik, sesak nafas dan nyeri dada mulai berkurang.

BAB IITINJAUAN PUSTAKATENSION PNEUMOTHORAX

I.DEFINISITension pneumothorax adalah bertambahnya udara dalam ruang pleura secara progresif, biasanya karena laserasi paru-paru yang memungkinkan udara untuk masuk ke dalam rongga pleura tetapi tidak dapat keluar atau tertahan di dalam rongga pleura, keadaan ini disebut dengan fenomena ventil (oneway-valve). (4) Tension pneumothorax banyak terjadi pada pasien trauma fisik dada, cedera ledakan, atau sebagai komplikasi dari perawatan medis. Tension Pneumothorax merupakan keadaan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan (Manjoer, 2000). Peningkatan progresif tekanan dalam rongga pleura yang mendorong mediastinum ke hemithorax yang berlawanan, dan menghalangi aliran balik vena ke jantung. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan peredaran darah dan dapat menyebabkan traumatic arrest. (1)II. EPIDEMIOLOGIDiperkirakan terdapat 20.000 kasus pneumothorax traumatik setiap tahunnya di Amerika Serikat. Insidensi umum dari tension pneumothorax pada Unit Gawat Darurat (UGD) tidak diketahui. Literatir-literatur medis hanya menyediakan gambaran singkat mengenai frekuensi terjadinya tension pnemothorax. Sejak tahun 2000, insidensi yang dilaporkan kepada Australian Incident Monitoring Study (AIMS), 17 pasien yang diduga menderita pneumothorax, dan 4 diantaranya didiagnosis sebagai tension pneumothorax. Pada tinjauan yang lebih lanjut, angka kematian prajurit militer dari trauma dada menunjukan hingga 5% dari korban pertempuran dengan adanya trauma dada mempunyai tension pneumothorax pada saat waktu kematiannya(3). Sedangkan di Indonesia, dilaporkan oleh Instalasi Gawat Darurat (IGD) Persahabatan Jakarta pada tahun 2010, sebesar 253 penderita pneumothorax dan angka ini merupakan 5,5 % kunjungan dari seluruh kasus respirasi yang datang.(4) Insidensinya pria lebih banyak terkena dibanding wanita dengan perbandingan 6:1. Pada pria, resiko pneumothorax spontan akan meningkat pada perokok berat dibanding non perokok. Pneumothorax spontan sering terjadi pada usia muda, dengan insidensi puncak pada dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun). Sementara itu, pneumothorax traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung pada dinding dada. Pneumothorax iatrogenik merupakan tipe pneumothorax yang sangat sering terjadi.(4) III. ETIOLOGITension pneumothorax terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkat dan melebihi tekanan atmosfir. Etiologi tension pneumothorax yang paling sering terjadi adalah karena trauma atau berhubungan dengan iatrogenik yaitu, sebagai berikut: (5), (6) Traumaa. Trauma tajam (misalnya luka tusuk, luka tembak) terutama trauma yang melukai paru-paru b. Trauma tumpul yang dapat menyebabkan patah tulang rusuk, menyebabkan peningkatan tekanan intratoraks dan pecahnya bronkial. Barotrauma paruMerupakan suatu kerusakan jaringan dan sekuelenya yang terjadi akibat perbedaan antara tekanan udara (tekan barometrik) di dalam rongga udara fisiologis dalam tubuh dengan tekanan di sekitarnya. Barotrauma paling sering terjadi pada penerbangan dan penyelaman dengan scuba. Pneumothorax iatrogenikPenyebab utama pneumothorax iatrogenik adalah aspirasi jarum transtorakal dimana kedalaman dan ukuran lesi berperan penting dalam terjadinya pneumothorax. Penyebab utama kedua pneumothorax iatrogenik adalah pemasangan kateter vena sentral. Penyebab lainnya yaitu, thoracosintesis, penggunaan ventilasi mekanis, transpleural dan biopsi paru transbronkial, resusitasi cardiopulmonar serta akupunktur toraks.

IV. PATOFISIOLOGITension pneumotoraks terjadi ketika udara dalam rongga pleura memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada udara dalam paru sebelahnya. Udara memasuki rongga pleura dari tempat ruptur pleura yang bekerja seperti katup satu arah dimana udara hanya dapat memasuki rongga pleura pada saat inspirasi tetapi tidak bisa keluar lagi karena tempat ruptur tersebut akan menutup pada saat ekspirasi. (8)Pada saat inspirasi akan terdapat lebih banyak udara lagi yang masuk dan tekanan udara mulai melampaui tekanan barometrik. Peningkatan tekanan udara ini akan mendorong paru sehingga terjadi atelektasis kompresi. Udara juga menekan mediastinum sehingga terjadi kompresi serta pergeseran jantung dan pembuluh darah besar. Udara tidak bisa keluar dan tekanan yang semakin meningkat akibat penumpukan udara ini menyebabkan kolaps paru. Ketika udara terus menumpuk keadaan ini akan mendorong jantung, trakea, esofagus dan pembuluh darah besar berpindah ke sisi yang sehat sehingga terjadi penekanan pada jantung serta paru ke sisi kontralateral yang sehat.(8),(10) Keadaan ini akan akan menyebabkan paru mengalami kolaps total dan disebut sebagai tension pneumothorax. Tekanan di dalam rongga pleura, pada keadaan tension pneumothorax, akan semakin meningkat karena penderita akan memaksakan diri untuk inspirasi.(3)Jika lebih banyak udara yang memasuki ruang pleura pada saat inspirasi di bandingkan dengan yang keluar pada saat ekspirasi akan tercipta efek bola katup dan tekanan pleura terus meningkat sekalipun paru sudah kolaps total dan akhirnya tekanan ini menjadi demikian tinggi sehingga mendiastinum terdorong ke sisi berlawanan dan paru sebelah juga terkompresi dan dapat menyebabkan hipoksia yang berat dapat timbul dan ketika tekanan pleura meninggi dan kedua paru tertekan, aliran darah yang melalui sirkulasi sentral akan menurun secara signifikan yang mengakibatkan hipotensi arterial dan syok. (6) Pada kasus ini terjadi tension pneumothorax akibat kecelakaan yangjuga menyebabkan terjadinya emfisema subkutis. Emfisiema subkutis adalah emfisiema intertisial yang ditandai dengan adanya udara dalam jaringan subkutan, biasanya disebabkan oleh cedera intratoraks, dan pada kebanyakan kasus disertai dengan pneumothoraks dan pneumomediastinum. Robekan ini akan berhubungan dengan bronchus. Pelebaran dari alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli yang kemudian membentuk suatu bula dimana bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi emfisema. Pada emfisiema subkutis, udara menyebar dari alveoli yang ruptur masuk ke interstitium dan sepanjang pembuluh darah paru, masuk ke mediastinum dan berlanjut ke jaringan lunak pada leher dan kepala. (9)

V. DIAGNOSISPenegakan diagnosis tension pneumothorax berdasarkan anamnesa, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun dikarenakan tension pneumothorax merupakan suatu keadaan mengancam nyawa maka pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma. Standar pemeriksaan diagnostik (foto xray) hanya bisa dilakukan bila pasien stabil dikarenakan penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi yang terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa. (10)Pada primary survey diharapkan diagnosis tension pneumothorax dapat ditegakkan disertai dengan melihat klinis tension pneumothorax dimana tanda-tanda klasik tension pneumothorax yaitu nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi, hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit. Serta didapatkan tingkat kesadaran menurun, trakea bergeser menuju ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah vena jugularis dan sianosis pada manifestasi lanjut tension pneumothorax.(1)A. Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik torak didapatkan: (3), (5)1.Inspeksi :a.Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi dinding dada)b.Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggalc.Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat2.Palpasi :a.Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebarb.Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehatc.Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit3.Perkusi :a.Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetarb.Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi4.Auskultasi :a.Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilangb.Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

B.Pemeriksaan Penunjang1.Foto Rntgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus pneumothorax antara lain: (8)a. Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.b. Paru yang mengalami kolaps akan tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.c. Jantung dan trakea terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumothorax ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.d. Pada pneumothorax perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut:(5)1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang. 3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma2.Analisa Gas DarahAnalisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. 3.CT-scan thoraxCT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumothorax, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumothorax spontan primer dan sekunder. 4.USGPneumotoraks dapat juga didiagnosis oleh USG. Udara di rongga pleura ditampilkan pantulan gelombang yang sangat tajam. Tidak seperti udara intrapulmoner, pantulan gelombang tidak bergerak saat respirasi.

VI. PENATALAKSANAANPrinsip terapi dari tension pneumothrax ini adalah menjaga jalan nafas agar tetap terbuka, menjaga kualitas ventilasi, oksigenasi, menghilangkan penyebab traumanya dan menghilangkan udara di ruang pleura, dan mengontrol ventilasi. Tension pnumothorax membutuhkan dekompresi yang segera. Dekompresi ini dapat dilakukan dengan memasukkan jarum ke ruang intercostal ke dua pada garis midclavicular pada sisi dada yang terkena. Terapi definitifnya biasanya membutuhkan insersi chest tube ke dalam ruang pleural melalui ruang intercostal ke lima dibagian depan di garis midclavicular.(8) Tindakan dekompresi yaitu membuat hubungan rongga pleura dengan udara luar, ada beberapa cara yaitu menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk ke rongga pleura, sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut (needle thoracositesis) dan membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil, yaitu dengan :a. Jarum infus set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk ke rongga pleura.b. Abbocath : Jarum Abbocath no. 14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah itu mandrin dicabut1.Needle decompressionTension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan penaggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothoraks sederhana. Prinsip dasar dekompresi jarum adalah untuk memasukan kateter ke dalam rongga pleura, sehingga menyediakan jalur bagi udara untuk keluar dan mengurangi tekanan yang terus bertambah. Meskipun prosedur ini bukan tatalaksana definitif untuk tension pneumothorax, dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan mengembalikan fungsi kardiopulmoner.(9)2.Pemasangan chest tube dan water sealed drainage (4)Water Seal Drainage (WSD) adalah suatu sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura (rongga pleura) (4)Tujuan : a. Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut b. Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.Pemasangan chest tube dan water sealed drainage :1.Pasien dalam keadaan posisi duduk (+ 45 ). 2.Dilakukan desinfeksi dan penutupan lapangan operasi dengan doek steril.3.Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi pada daerah kulit sampai pleura.4.Tempat yang akan dipasang drain adalah :Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (Buelau). Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada anak- anak karena letak diafragma tinggi. Linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi)5.Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit.6.Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan side 0.1.7.Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung, jaringan bawah kulit dibebaskan sampai pleura, dengan secara pelan pleura ditembus hingga terdengar suara hisapan, berarti pleura parietalis sudah terbuka.Catatan : pada hematothoraks akan segera menyemprot darah keluar, pada pneumothoraks, udara yang keluar . 8.Drain dengan trocarnya dimasukkan melalui lobang kulit tersebut kearah cranial lateral. Bila memakai drain tanpa trocar, maka ujung drain dijepit dengan klem tumpul, untuk memudahkan mengarahkan drain.9.Harus diperiksa terlebih dahulu, apakah pada drain sudah cukup dibuat atau terdapat lobang-lobang samping yang panjangnya kira-kira dari jarak apex sampai lobang kulit, duapertinganya. 10.Drain kemudian didorong masuk sambil diputar sedikit kearah lateral sampai ujungnya kira-kira ada dibawah apex paru (Bulleau). 11.Setelah drain pada posisi, maka diikat dengan benang pengikat berputar ganda, diakhiri dengan simpul hidup12.Bila dipakai drainage menurut Monaldi, maka drain didorong ke bawah dan lateral sampai ujungnya kira-kira dipertengahan ronga toraks.13.Sebelum pipa drainage dihubungkan dengan sistem botol penampung, maka harus diklem dahulu.14.Pipa drainage ini kemudian dihubungkan dengan sistem botol penampung, yang akan menjamin terjadinya kembali tekanan negatif pada rongga intrapleural, di samping juga akan menampung sekrit yang keluar dari rongga toraks.Setelah dilakukan pemasangan WSD, evaluasi bubble yang keluar, bila ada expiratory bubble. Evaluasi pengembangan paru, bila kebocoran terus berlangsung dan tidak ada perbaikan selama 2 x 24 jam, pertimbangan untuk tindakan torakotomi untuk menutup lubang fistel3.Torakotomi Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumothorax kemudian dijahit. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak.(10)Pada penderita ini, penatalaksanaan pneumothorax dilakukan tindakan pemasangan chest tube dan WSD; untuk penatalaksanan emfisema subkutis dilakukan multipel insisi. Multiple insisi dilakukan untuk mengeluarkan udara yang terperangkap dari jaringan subkutis. Insisi dilakukan pada area kulit yang berisi udara dimana pada pemeriksaan fisik teraba adanya gelembung- gelembung udara seperti kertas tissue. Tatalaksana emfisiema subkutis biasanya bersifat jinak, sehingga tidak membutuhkan penanganan karena dalam 3 atau 4 hari bahkan sampai seminggu pembengkakan akan berkurang secara menyeluruh karena udara diserap secara spontan dan terjadi penyembuhan. Pada kasus emfisiema subkutis yang berat, kateter dapat dipasangkan di jaringan subkutan untuk mengeluarkan udara. Irisan kecil atau lubang kecil dapat dibuat di permukaan kulit untuk mengeluarkan udara. Penanganan emfisiema subkutis tidak hanya dengan istirahat total, tetapi juga dengan penggunaan obat-obatan penghilang rasa nyeri, serta pemberian sejumlah oksigen. Dengan pemberian sejumlah oksigen dapat membantu tubuh untuk mempercepat penyerapan udara di lapisan subkutan. Monitor dan observasi ulang juga merupakan hal penting dalam tatalaksana emfisiema subkutis.(11)Pada kasus tension pneumothorax, tidak ada pengobatan non-invasif yang dapat dilakukan untuk menangani kondisi yang mengancam nyawa ini. Pneumothorax adalah kondisi yang mengancam jiwa yang membutuhkan penanganan segera. Jika diagnosis tension pneumothorax sudah dicurigai, jangan menunda penanganan meskipun diagnosis belum ditegakkan.(10)Pada kasus tension pneumothorax dilakukan dekompresi jarum tanpa ragu. Hal-hal tersebut seharusnya dilakukan sebelum pasien mencapai rumah sakit untuk pengobatan lebih lanjut. Setelah melakukan dekompresi jarum, mulailah persiapan untuk melakukan torakostomi tube. Kemudian lakukan penilaian ulang pada pasien, perhatikan ABCs (Airway, breathing, cirvulation) pasien. Lakukan penilaian ulang foto toraks untuk menilai ekspansi paru, posisi dari torakostomi dan untuk memperbaiki adanya deviasi mediastinum. Selanjutnya, pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan. (1)

BAB IIIKESIMPULAN

Suatu pneumothorax merupakan salah satu kegawatdaruratan pada cedera dada. Keadaan ini terjadi akibat kerusakan yang menyebabkan udara masuk kedalam rongga pleura dan udara tersebut tidak dapat keluar, keadaan ini disebut dengan fenomena ventil. Akibat udara yang terjebak didalam rongga pleura ssehingga menyebabkan tekanan intrapleura meningkat akibatnya terjadi kolaps pada paru-paru, hingga menggeser mediastinum ke bagian paru-paru kontralateral, penekanan pada aliran vena balik sehingga terjadi hipoksia. Pneumothorax juga terjadi disebabkan adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan dengan bronchus. Pelebaran dari alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli yang kemudian membentuk suatu bula di dekat suatu daerah proses non spesifik atau granulomatous fibrosis adalah salah satu sebab yang sering terjadi pneumothorax, dimana bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi emfisema.Diharapkan dengan laporan kasus ini, kasus-kasus pneumothorax akibat traumatik dengan komplikasi emfisema subkutis dapat didiagnosa dengan tepat melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang agar penanganan yang tepat dapat segera diberikan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut, sehingga memberikan prognosis yang lebih baik. Tujuan utama terapi pneumothorax adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi, dengan berbagai cara seperti torakosentesis, pemasangan chest tube dan water sealed drainage.

DAFTAR PUSTAKA

1. Britten S; Palmer SH; Snow TM. Needle thoracocentesis in tension pneumothorax: insufficient cannula length and potential failure. Injury. 32(10):749-52, 20012. Albarran J, Tagney J. Chest Pain: Advanced Assesment and Management Skills - Google Buku. Page 58-60. Akses : Okt 10, 2015.3. Cahnine JM et al. Massive spontaneous subcutaneous emphysema. Acute management with infraclavicular Blow Holes. 2010. Division of Cardiothoracic Surgery, University of Pittsburgh Medical Center. Chest (Impact Factor: 7.48). 4. Gil Z Shlamovitz, MD, Ryland P Byrd, Jr, MD. Tube Thoracostomy. Updated: Apr 28, 2014 Overview 5. Barton ED, Rhee P, Huton KC, Rosen P. The pathophysiology of tension pneumothorax in ventilated swine.J Emerg Med.2010 ; 15: 14753. 6. LeighSmith S, Harris T. Tension pneumothoraxtime for a rethink?. Emerg Med J. 2005 Jan. 22(1):816.7. Loannidis G, Lazaridis G, et al. .Barotrauma and pneumothorax. J Thorac Dis. 2015 Feb; 7(Suppl 1): S38S43.8. Kuhajda I, Zarogoulidis K, Kougioumtzi I, et al. Tube thoracostomy; chest tube implantation and follow up. 2009. J Thorac Dis 2014; 6: S470-9.9. Boskovic T, Stojanovic M, Stanic J, et al. Pneumothorax after transbronchial needle biopsy. 2009. J Thorac Dis 2014; 6: S427-34.10. Brohi K. The diagnosis and management of tension pneumothorax. London. 2010. Available from: http://www.trauma.org. 11. Sherif HM, Ott DA. The use of subcutaneous drains to manage subcutaneous emphysema. Tex Heart Inst J 1999; 26: 129 13119