TENS
-
Upload
drestu-physio -
Category
Documents
-
view
295 -
download
19
description
Transcript of TENS
APLIKASI TENS
Tens merupakan suatu cara penggunaan energy listrik untuk merangsang system
saraf melalui permukaan kulit. Dalam hubungannya dengan modulasi nyeri, mekanisme
tens adalah sebagai berikut : (Johnson M, 2002).
a. Mekanisme Periferal
Stimulasi listrik yang diaplikasikan pada serabut saraf akan menghasilkan
impuls saraf yang berjalan dengan 2 arah disebanjang akson saraf yang
bersangkutan, peristiwa ini dikenal sebagai aktivasi antidromik (lihat gambar).
Impuls saraf yang dihasilkan oleh tens yang berjalan menjauh dari arah system
saraf pusat akan menabrak dan menghilangkan atau menurunkan impuls aferen
yang datang dari jaringan rusak. Pada keadaan jaringan rusak aktivasi bisa terjadi
pada serabut saraf berdiameter besar dan tens tipe konvensional juga akan
mengaktivasi serabut saraf yang berdiameter besar dan menghasilkan impuls
antidromik yang berdampak analgesia. Blockade tens terhadap transmisi saraf tepi
pada subyek sehat telah didemonstrasikan oleh WALSH dkk (1998). Mereka
mendapatkan data bahwa tens dengan frekuensi 110pps meningkatkan puncak
latensi negative secara signifikan dengan kata lain terjadi perlambatan transmisi
saraf peripheral. Nardone dan Schieppati (1989) melaporkan adanya peningkatan
somatosensori evoked potensial (SEPS) pada subyek sehat selama diberikan tens,
ini menunjukan bahwa tens konvensional dapat menimbulkan a`busy line effect
pada serabut afferent berdiameter besar.
Kontribusi blockade peripheral untuk menghasilkan efek analgesia lebih besar
dihasilkan oleh intens tens. Perjalanan impuls pada serabut a delta yang dihasilkan
oleh intens tens akan menabrak impuls nociceptive yang berjalan di a delta yang
sama. Ignelzi dan Nyquist (1976) mendemonstrasikan terjadinya penurunan
kecepatan hantaran dan amplitude baik pada a alfa, a beta maupun a delta sewaktu
stimulasi listrik (dengan intensitas yang mampu mengaktifasi a delta) diaplikasikan
pada saraf seekor kucing, dimana perubahan paling besar terjadi pada afferent a
delta. Penelitian Levin dan Hui Chan (1993) menunjukan bahwa subyek sehat
manusia tidak terlalu toleran terhadap aktivasi langsung afferent adelta oleh tens
dan untuk itu mereka menganjurkan agar intens tens hanya diberikan dalam waktu
yang singkat sewaktu digunakan dalam praktek klinik.
Gambar : efek impuls antidromik
Adanya impuls antidromik juga mengakibatkan terlepasnya materi P dari neuron
sensoris yang berujung terjadinya vasodilatasi arteriole dan ini merupakan dasar
bagi proses trpleresponses. Adanya tripleresponses dan penekanan
b. Mekanisme segmental
TENS konvensional menghasilkan efek anagesia terutama melalui mekanisme
segmental, yaitu dengan jalan mengaktifkan serabut A beta yang selanjutnya akan
menginhibisi neuron nosiseptif di kornu dorsalis medulla spinalis. Ini mengacu
pada teori gerbang kontrol (Gate Control Theory) yang dikemukakan oleh Melzack
dan Wall (1965) yang menyatakan bahwa gerbang terdiri dari sel internunsial yang
bersifat inhibisi yang dikenal sebagai substansia gelatinosadan yang terletak di
kornu posterior dan sel T yang merelai informasi dari pusat yang lebih tinggi.
Tingkat aktivitas Sel T ditentukan oleh keseimbangan asupan dari serabut
berdiameter besar A beta dan A alfa seta serabut berdiameter kecil A Delta dan
serabut C. Asupan dri serabut saraf berdiameter kecil akan mengaktivasi sel T yang
kemudian dirasakan sebagai keluhan nyeri . jika serabut berdiameter teraktivasi, hal
ini juga akan mengaktifkan sel T namun pada saat yang bersamaan impuls tersebut
juga dapat memicu sel SG yang berdampak pada penurunan asupan terhadap sel T
baik yang berasal dari serabut berdiameter besar maupun kecil dengan kata lain
asupan impuls dari serabut berdiameter besar akan menutup gerbang dan akan
membloking transmisi impuls dari serabut aferen nosiseptor sehingga nyeri
berkurang atau menghilang. pada penetian
Gambar : mekanisme segmental
yang dilakukan oleh Sjolund, (1985), Woolf Mitchel dan Barrett, (1980)Woolf,
Thomspson dan King (1988) terhadap binatang percobaan menunjukkan bahwa
aktivasi pada serabut aferen bermielin tebal / berdiameter beasr mampu
menginhibisi refleks nosiseptif meskipun telah dilakukan transeksi spinal terhadap
jalanan inhibisi desenderen yang datangnya dari otak. Garrison dan Foreman (1994)
menunjukkan bahwa TENS secara bermakna mengurangi aktivitas sel nosiseptor di
kornu dorsalis saat TENS diaplikasikan pada area somatik. Ini semua menunjukkan
bahwa analgesia yang dihasilkan oleh TENS Konvensional terjadi di medulla
spinalisdalam bentuk inhibisi pre dan post sinapsis ( Garrison dan Foreman, 1996).
Penelitian menggunakan reseptor antagonis opioid berupa nalakson tidak
berhasil mengurangi efek analgesia yang ditimbulkan oleh TENS frekuensi tinggi
(High Frequency TENS) ini menunjukkan bahwa pada pebggunann TENS frekuensi
tinggi juga menghasilkan transmiter non opioid yang juga dapat bekerja sebagai
inhibitor sinapsis ( Thopson 1989 ). Studi yang dilakukan oleh Duggan dan Foong
(1985) terhadap binatang percobaan membuktikan bahwa transmiter inhibitor
gamma aminobutyric acid (GABA) ikut berperan dalam inhibisi nyeri. Observasi
klinis yang menunjukkan bahwa TENS menghasilkan analgesia yang terjadi dengan
cepat tetapi tidak bertahan lama adalah sejalan dengan model inhibisi sinapsis di
tingkat segmental.
Beberapa peneliti menemukan bahwa Intens TENS menginduksi terjadinya
aktivitas serabut saraf A delta yang berujung pada depresi dalam waktu yang relatif
lama (Long Term Depression/LTD) yaitu sampai 2 jam terhadap aktivitas sel
nosiseptor sentral. TENS frekuensi rendah ( 1 pps, 0,1 ms ) yang menstimulasi A
delta juga menunjukkan mampu menghasilkan LTD terhadap binatang percobaan
dan tidak dipengaruhi oleh Bikukullin ) ( Bicuculline) yang merupakan antagonis
GABA. Pengaruh TENS tersebut menghilang sewaktu diberikan asam D-2-amino-
phosphono-valeric yang merupakan receptor antagonis terhadap N-methyl-D-
aspatate ( NMDA ) berpendapat bahwa pemberian TENS dengan frekuendi tinggi )
200 pps ) dapat menghasilkan LTD dalam sel nosiseptifr sentral. Uraian di atas
menjadi acuan dalam aplikasi klinis TENS berupa pemakaian TENS konvensional
pada awal terapi dengan dosis kuat tetapi tetap nyaman ( strong but cofortable )
kemidian disusl dengan aplikasi Intens TENS guna menghasilkan analgesia pasca
stimulasi yang lebih lama ( Sandkuhler, 2000 ).
c. Mekanisme Ekstrasegmental
TENS yang menginduksi aktivitas aferen yang berdiameter kecil juga
menghasilkan analgesia tingkat ekstrasegmental melalui aktivasi struktur yang
membentuk jalanan inhibisi desenderen seperti periquaductal grey (PAG), nucleus
raphe magnus dan nucleus raphe gigantocellularis. Antinosepsi yang dihasilkan
oleh stimulus A delta binatang percobaan mengalami penurunan saat dilakukan
transeksi spinal, hal ini menunjukkan adanya peran struktur ekstrasegmental
( Chung dkk, 1984, Woolf, Mitchel dan Barrett, 1980 ). Kontraksi otot fasik yang
dihasilkan oleh AL-TENS akan membangkitkan aktivitas aferen motorik kecil
( ergoreseptor ) yang berujung pada aktivitas jalanan inhibisi nyeri desendern.
Sjolund (1988) membuktikan bahwa antinosepsi yang dihasilkan oleh aktivasi
aferen motorik kecil lebih besar dibandingkan aktivasi aferen kulit yang
ditimbulkan oleh TENS frekuensi rendah (2 burst per second). Pendapat ini
didukung oleh Duranti, Pantaleodan Bellini (1988).
Dalam hubungannya dengan endorphin AL-TENS lebih berkorelasi dengan
mediator endorphin dibandingkan dengan TENS konvesional. Sjolund, Terenius,
dan Eriksson (1977) melaporkan bahwa AL-TENS meningkatkan level endorphin
pada cairan serebrospinal pada 9 pasien yang menderita nyeri kronik dan analgesia
yang terjadi dapat diturunkan dengan pemberian nalakson (Sjolund dan Eriksson,
1979). Namun nalaksn ternyata gagal mengubah kualitas analgesia pada pasien
nyeri yang diberi TENS konvensional (Abram, reyolds, dan Cusick 1981, Harisson
dkk, 1986, Woolf dkk, 1978). Hal ini dinyatakan oleh Facchinetti dkk (1986)
bahwa TENS konvensional dapat meningkatkan plasma beta endorphin dan beta
lipotropin pada subjek sehat adalah sesuatu yang
Gambar : mekanisme ekstrasegmental
tidak terbukti (Johnson dkk 1992) hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa beta
endorphin mempunyai ukuran yang besar sehingga tidak mungkin dapat melintas
melalui blood brain barrier.
1. PRINSIP – PRINSIP SIMULASI ELEKTRIS PENGURANGAN NYERI
Di rumah sakit banyak dijumpai peralatan maupun meode stimulasi
elektris guna mengatasi nyeri. Secara umum prinsip dasarnya adalah sama dan yang
berbeda hanyalah parameter dan metode aplikasi.
a. Indikasi stimulasi elektris
1) Trauma musculoskeletal baik akut maupun kronik
2) Nyeri kepala
3) Nyeri pasca operasi
4) Nyeri pasca melahirkan
5) Nyeri miofasial
6) Nyeri visceral
7) Nyeri yang berhubungan dengan sindroma deprivasi sensorik :
- Neuralgia
- Kausalgia
- Nyeri phantom
8) Sindroma komprei neurovaskuler
9) Nyeri psikogenik
Sedangkan Johnson Mark (2001) mengemukakan tentang penggunaan TENS
dalam berbagai kondisi yaitu :
Efek analgetik
a. Pada kondisi akut
1) Nyeri pasca operasi
2) Nyeri sewaktu melahirkan
3) Dismenorrhea
4) Nyeri musculoskeletal
5) Nyeri akibat patah tulang
b. Nyeri yang berhubungan penanganan kasus gigi
c. Nyeri pada kodisi kronik
1) Nyeri bawah punggung
2) Arthritis
3) Nyeri punting dan nyeri phantom
4) Neuralgia pasca herpetic
5) Neuralgia trigeminal
d. Injury saraf tepi
e. Angina pectoris
f. Nyeri fasial
g. Nyeri tulang akibat proses metastase
b. Kontraindikasi stimulasi listrik (Rennie S, 1988, Johnson M, 2001)
Arus TENS, Interferensi dan diadinamik tidak direkomendasikan pada kondisi
sebagai berikut :
1) Penyakit vaskuler (arteri maupun vena)
2) Adanya kecenderungan pendarahan (pada area yang diterapi)
3) Keganasan (pada daerah/ area yang diterapi)
4) Pasien beralat pacu jantung (meski penelitian terbatas menunjukkan bahwa
stimulasi listrik tidak mempengaruhi alat pacu jantung)
5) Kehamilan (bila terapi diberikan pada daerah abdomen atau panggul)
6) Luka terbuka yang sangat lebar
7) Kondisi infeksi
8) Pasien yang mengalami hambatan komunikasi (terlalu tua, gangguan bicara,
kofusi mental)
9) Kondisi dermatologi (pada area yang diterapi)
10) Hilangnya sensasi sentuh dan tusuk (pada area yang diterapi)
TENS (Transcutaneus Electrical Stimulation)
Secara umum karakteristik keluaran arus dari TENS standar adalah sebagai berikut :
Gambar :karakteristik TENS
Spesifikasi (Johnson M,2001) – Konvensional
1) Target arus : mengaktivasi saraf berdiameter besar
2) Serabut yang teraktivasi: A beta, mekanoreseptor
3) Sensasi yang timbul : parestesia yang kuat sedikit kontraksi
4) Karakteristik : frekuensi tinggi, intensitas rendah pola kontinyu
Durasi = 100 – 200 mikrodetik
Frekuensi = 10 – 100 pps
5) Posisi elektrode : pada titik nyeri dermatom
6) Profil analgetik : terasa < 30 menit setelah dinyalakan dan
menghilang < 30 menit
setelah alat dipadamkan
7) Durasi terapi : secara terus menerus saat nyeri terjadi
8) Mekanisme analgetik : tingkat segmental
Gambar : mekanisme pengaruh Konvensional TENS terhadap jaringan tubuh
AL TENS (Acupuncture – like TENS)
1) Target arus : aktivasi motorik untuk menimbulkan kontraksi otot-otot
fasik yang berakhir pada aktivasi saraf berdiameter kecil non noksius
2) Serabut yang teraktivasi: G III, A delta ergoseptor
3) Sensasi yang timbul : kontraksi otot fasik yang kuat tetapi sedikit nyaman
4) Karakteristik : frekuensi rendah, intensitas tinggi
Durasi = 100 – 200 mikrodetik
Frekuensi s/d 100 pps Pola Burst
5) Posisi elektrode : pada motor point atau nyeri myotom
6) Profil analgetik : terasa > 30 menit setelah dinyalakan dan baru
hilang > 1 jam setelah mesin dipadamkan
7) Durasi terapi : 30 menit setiap kali terapi
8) Mekanisme analgetik : ektrasegmental/ supraspinal ataupun segmental
Gambar : proses aktivasi jaringan oleh AL-TENS dan Intens TENS
Intense TENS
1) Target arus : mengaktivasi serbut saraf berdiameter
2) Jaringan yang teraktivasi: nosiseptor
3) Sensasi yang timbul : intensitas tertinggi yang masih tertoleranpasien dengan
sedikit kontraksi otot
4) Fisika dasar : frekuensi tinggi – 200 pps
Durasi > 1000 mikrodetik
Intensitas tertinggi yang masih tertolerir
Pola arus kontinyu
5) Penempatan elektrode : pada daerah nyeri atau di sebelah proksimal titik nyeri
pada
cabang utama saraf yang bersangkutan
6) Profil analgetik : > 30 menit setelah terapi dimulai, pengaruh
analgetik bisa
bertahan > 1 jam, bisa terjadi hipoastesia
7) Durasi terapi : 30 menit setiap kali terapi
8) Mekanisme analgetik : peripheral, ektrasegmental serta segmental
Kebermanfaatan TENS terhadap seorang pasien dapat dinilai dengan indicator sbb :
(1) berkurangnya neri selama 3 jam atau lebih sesudah penggunaan TENS , (2)
berkurangnya penggunaan obat analgetika, (3) perbaikan pola tidur (4) kemajuan
fungsional (peningkatan ROM , kekuatan dan ketahanan) (Fried) T dkk, 1984).
2. Teknik terapi dengan menggunakan TENS
Aplikasi klinis TENS sangat variabel oleh karena peredaan dalam pendekatan
maupun sudut pandang khususnya dalam hubungannya dengan teknik aplikasi yang
paling efektif serta parameter-parameter yang mempengaruhi. Di bawah ini akan dibahas
bebeapa teknik aplikasi dan parameternya.
Prosedur pemilihan dan penggunaan TENS (Rennie,1991)
1) Jelaskan kepada pasien tentang :
Nama terapi
Mengapa terapi tersebut terpilih?
Apa yang diarapkan sebelum, selama, dan sesudah terapi?
Apa yang harus dan tidak boleh dilakukan saat dan seusai terapi?
Efek terapi?
2) Mesin TENS jenis apa yang digunakan?
3) Electrode
Ukuran dan bentuk ( biasanya ukurannya sama besar )
Bagaimanan cara pemasangannya ? ( tergantung berapa lama akan diaplikasikan,
serta ketersediaan )
4) Jeli
Jika digunakan, usap rata pada seluruh permukaan electrode.
Hindarkan adanya gelembung, jangan terlalu tipis ataupun tebal.
Jangan menggunakan jeli untuk ultrasonic
5) Polaritas
Polaritas tak dibedakan jika menggunakan arus bipasik (bila komponene memenuhi
muatan listrik nol/ZNC)
Jika pasien mengeluh karenan iritasi rubah polaritas, gunakan tombiol pengatur yang
ada jika arus yang digunakan adalah arus monopasik.
6) Bentuk Pulsa
Ketahui bentuk pulsa yang ada, bipasik atau monopasik
Bentuk pulsa bias rectangular atau triangular.
7) Durasi Pulsa dan Frekuensi
Pilihlah bentuk konvensional, akupuntur, atau Intens TENS.
Tergantung dari alat, serta tujuan dan acuan terapi yang digunakan.
8) Modulasi atau “Burst”.
Tergantung pada alat yang digunakan serta tujuan terapi
Biasanya digunakan untuk mencegah terjadinya akomodasi.
9) Pemeriksaan Pasien
Ada tidaknya kontraindikasi bagi pemberian TENS.
Sensari relative harus normal, maka perlu memeriksa tajam tumpul.
Letak atau daerah yang dekeluhkan nyeri oleh pasien.
10) Persiapan Pasien
Bersihkan kulit pasien dengan menggunakan air dan sabun.
Jangan gunakan alcohol. Tutup kulit yang terbuka dengan vaselin.
Pastikan posisi unit TENS off.hubungkan unit dengan pasien.
Electrode tidak boleh terlalu dekat/bersentuhan antara satu dengan lainnya.
Jarak haris 11/2 inchi.
Jelaskan program terapi pada pasien.
Hidupkan salah satu saluran sampai penderita merasakan adanya rangsangan berupa
tingling, kemudian naikkan intensitasnya sampai terjadi getaran yang kuat tapi tetap
nyaman, sensasi yang dirasakan tidak boleh menimbulkan rasa nyeri atau kontraksi otot
kecuali menggunakan Intens TENS atau AL-TENS. Jika menggunakan dua saluran,
hidupkan saliran kedua sampai penderita merasakan rangsangan, keluaran dari kedua
saluran harus dirasakan sama besar oleh pasien yang bersangkutan.
Setelah 5 menitterapi berjalan, periksalah pasien untuk mengetahui apa yang dia
kerjakan dan apa yang dia rasakan. Jika pasien tidak lagi merasakan arus, maka intensitas
harus dinaikkan. Pertimbangkanlah untuk menggunakan burst atau bentuk modulasi.
Atau, ubah durasi dan frekuensi pulsa tetap pada parameter yang telah ditentukan. Waktu
terapi antara 10 menit sampai beberapa jam. Di rumah sakit, antara 10 menit sampai 1
jam.
11) Pada akhir terapi :
Turunkan intensitas dan padamkan unit
Lepaskan electrode
Periksalah daerah yang diterapi, apakah terdapat warna kemerahan sebagai tanda
iritasi.
EVIDANCE BASE
TENS dengan frekuensi 4 sampai 8 Hz, dengan waktu 30 menit dan dilakukan seminggu 2 kali dan intensitas dinaikan sampai pasien merasa tidak nyaman, kemudian dikurangi sampai setoleransi pasien memiliki hasil pengurangan nyeri yang signifikan dibanding massage pada LBP (Ronald Melzack, dkk, 1983).
Penggunaan TENS dengan arus 200 mikro second, frekuensi 100 Hz memiliki hasil yang signifikan dalam pengurangan nyeri dibanding dengan kelompok kontrol yang tidak diberi TENS pada pasien OA (David Beckwee1, Willem De Hertogh, dkk, 2012)