Teknologi Pengendalian Alelopati Pada Sentra Produksi Nilam

8
Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2011 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 147 TEKNOLOGI PENGENDALIAN ALELOPATI PADA SENTRA PRODUKSI NILAM Muhamad Djazuli dan Sukamto ABSTRAK Sebuah penelitian pot mengenai teknologi pengendalian alelopati pada tanaman nilam telah dilakukan di sentra pengembangan nilam di Bogor, Jawa Barat dan Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu mulai bulan Januari sampai dengan Desember 2011. Tujuan penelitian untuk mendapatkan teknologi budidaya yang dapat menekan pengaruh toksik senyawa alelopati yang dihasilkan oleh tanaman nilam. Penelitian disusun dengan menggunakan rancangan acak kelompok, 8 perlakuan, 3 ulangan dan 5 tanaman per perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan beberapa komponen pertumbuhan tanaman khususnya tinggi dan jumlah cabang, baik pada tanah bekas nilam (TBN) di Bogor maupun tanah bukan bekas nilam (TBBN) di Curup pada umur 2 bulan setelah semai (BSS). Dari hasil pengamatan tingkat kesehatan tanaman nilam terlihat terpengaruh oleh senyawa alelopati yang dihasilkan oleh nilam secara nyata. Persentase kematian tanaman nilam di tanah TBBN Curup hampir tidak ada, sebaliknya persentase kematian pada tanah TBN Bogor pada umur 3 BSS di Bogor yang cukup tinggi. Hal tersebut telah mengindikasikan adanya efek racun dari senyawa alelopati yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman nilam. Dari 8 perlakuan yang diberikan 2 perlakuan diantaranya masing-masing aplikasi perendaman asam salisilat dan aplikasi MgSO 4 mampu menekan efek alelopati walaupun pertumbuhannya sendiri kurang optimal. Diperlukan analisis kimia lanjutan yang akan dilakukan pada umur panen untuk melihat pengaruh tanaman dan tanah yang mengandung senyawa alelopati. Kata kunci : Nilam (Pogostemon cablin Benth), pengendalian alelopati, teknik budidaya, pertumbuhan, produktivitas ABSTRACT A pot experiment on allelopathy management of patchouli was conducted at Bogor, West Java and Curup, Rejang Lebong, Bengkulu since Januari to December 2011. The research objective is to find out cultivation technology which able to reduce the toxicity effect of allelopathy compound released by patchouli plant it self. The experiment was aranged by using Randomised Block Design, consist of 8 treatments, 3 replicates, and 5 plants/treatment. Observation results showed that the application of manure improved growth components especially height and number of branch both at residue patchouli soil (RPS) of Bogor and non residue residue soil (NRPS) of Curup at 2 months after sowing (MAS). It is considered that plant health level was influenced by allelopathy compound significantly. Percentation of Plant death at RPS of Bogor was relatively high, on the contarry, almost no plant was die at NRPS of Curup at 3 MAS. Those observation results indicated that the toxicity effect of allelopathy compound influenced on growth and productivity of patchouli plants. From 8 treatments applied, the two of them namely, appication of Salicilic acid soaking and MgSO 4 were able reduced the alllelopathy effect, even their growth were not optimal conditions. Therefore, the chemical analysis on first harvest for studying the effect of allelopathy compound at plant and soil were needed. Keywords : Patchouli (Pogostemon cablin Benth). allelopathy management, cultivation technology, growth, productivity.

description

Jurnal litbang

Transcript of Teknologi Pengendalian Alelopati Pada Sentra Produksi Nilam

  • Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2011 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

    147

    TEKNOLOGI PENGENDALIAN ALELOPATI PADA SENTRA PRODUKSI NILAM

    Muhamad Djazuli dan Sukamto

    ABSTRAK Sebuah penelitian pot mengenai teknologi pengendalian alelopati pada tanaman

    nilam telah dilakukan di sentra pengembangan nilam di Bogor, Jawa Barat dan Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu mulai bulan Januari sampai dengan Desember 2011. Tujuan penelitian untuk mendapatkan teknologi budidaya yang dapat menekan pengaruh toksik senyawa alelopati yang dihasilkan oleh tanaman nilam. Penelitian disusun dengan menggunakan rancangan acak kelompok, 8 perlakuan, 3 ulangan dan 5 tanaman per perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan beberapa komponen pertumbuhan tanaman khususnya tinggi dan jumlah cabang, baik pada tanah bekas nilam (TBN) di Bogor maupun tanah bukan bekas nilam (TBBN) di Curup pada umur 2 bulan setelah semai (BSS). Dari hasil pengamatan tingkat kesehatan tanaman nilam terlihat terpengaruh oleh senyawa alelopati yang dihasilkan oleh nilam secara nyata. Persentase kematian tanaman nilam di tanah TBBN Curup hampir tidak ada, sebaliknya persentase kematian pada tanah TBN Bogor pada umur 3 BSS di Bogor yang cukup tinggi. Hal tersebut telah mengindikasikan adanya efek racun dari senyawa alelopati yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman nilam. Dari 8 perlakuan yang diberikan 2 perlakuan diantaranya masing-masing aplikasi perendaman asam salisilat dan aplikasi MgSO4 mampu menekan efek alelopati walaupun pertumbuhannya sendiri kurang optimal. Diperlukan analisis kimia lanjutan yang akan dilakukan pada umur panen untuk melihat pengaruh tanaman dan tanah yang mengandung senyawa alelopati.

    Kata kunci : Nilam (Pogostemon cablin Benth), pengendalian alelopati, teknik budidaya,

    pertumbuhan, produktivitas

    ABSTRACT

    A pot experiment on allelopathy management of patchouli was conducted at Bogor, West Java and Curup, Rejang Lebong, Bengkulu since Januari to December 2011. The research objective is to find out cultivation technology which able to reduce the toxicity effect of allelopathy compound released by patchouli plant it self. The experiment was aranged by using Randomised Block Design, consist of 8 treatments, 3 replicates, and 5 plants/treatment. Observation results showed that the application of manure improved growth components especially height and number of branch both at residue patchouli soil (RPS) of Bogor and non residue residue soil (NRPS) of Curup at 2 months after sowing (MAS). It is considered that plant health level was influenced by allelopathy compound significantly. Percentation of Plant death at RPS of Bogor was relatively high, on the contarry, almost no plant was die at NRPS of Curup at 3 MAS. Those observation results indicated that the toxicity effect of allelopathy compound influenced on growth and productivity of patchouli plants. From 8 treatments applied, the two of them namely, appication of Salicilic acid soaking and MgSO4 were able reduced the alllelopathy effect, even their growth were not optimal conditions. Therefore, the chemical analysis on first harvest for studying the effect of allelopathy compound at plant and soil were needed.

    Keywords : Patchouli (Pogostemon cablin Benth). allelopathy management, cultivation

    technology, growth, productivity.

  • Sukamto dan M. Djazuli

    148

    PENDAHULUAN

    Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman atsiri yang cukup penting peranannya di Indonesia, baik sebagai sumber devisa negara maupun pendapatan petani. Sekitar 90% ekspor minyak nilam dunia berasal dari Indonesia (Anon., 1987). Areal penanaman nilam di Indonesia berkisar 9.212 ha yang tersebar di daerah Sumatra dan Jawa. Produktivitas tanaman nilam masih tergolong rendah dan beragam antar sentra produksi dengan kisaran antara 5 sampai 20 ton daun segar/ha (Ano, 1987). Kisaran produksi nasional tersebut jauh di bawah potensi hasil nilam yang mampu menghasilkan daun nilam segar sebesar 52 ton/ha (Tasma dan Wahid, 1988).

    Minyak nilam merupakan salah satu industri yang perlu dikembangkan mengingat Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam pengadaan bahan bakunya dan teknologi pengolahannya yang cukup sederhana sehingga mudah dikembangkan. Selain itu pengembangan industri minyak nilam akan menimbulkan efek berganda berupa peningkatan kesejahteraan petani nilam mengingat mayoritas perkebunan nilam yang ada adalah perkebunan rakyat.

    Rendahnya produktivitas nilam di Indonesia terutama disebabkan dengan rendahnya tingkat kesuburan, kekeringan dan serangan organisme pengganggu terutama penyakit. Pada tahun 2009 telah dilaporkan bahwa adanya penurunan produktivitas lahan dan tanaman nilam di sentra produksi nilam di Kabupaten Curup, Propinsi Bengkulu milik PT. Agri Atsiri, Jakarta akibat penanaman dan budidaya nilam secara menetap dan terus menerus selama 3 tahun (komunikasi pribadi). Tingginya tingkat kesuburan lahan akibat pemupukan dosis tinggi dan tidak adanya gejala serangan OPT pada pertanaman nilam tesebut telah mengindikasikan adanya senyawa yang bersifat toksik atau yang lebih dikenal dengan senyawa alelopati pada lahan pertanaman nilam tersebut yang dapat menghambat pertumbuhan nilam.

    Informasi tentang alelopati di Indonesia khususnya pada komoditas perkebunan masih sangat terbatas. Wiroatmodjo (1992) telah melaporkan adanya senyawa alelopati pada tanaman jahe. Selanjutnya pada tahun 1999 telah dilaporkan adanya indikasi munculnya senyawa alelopati pada tanaman nilam yang bersifat auto toksik atau meracuni tanaman nilam itu sendiri (Djazuli dan Moko, 1999). Lebih lanjut Djazuli (2002) melaporkan pula bahwa tanaman nilam yang ditumbuhkan pada lahan bekas pertanaman nilam (TBN), mempunyai produktivitas yang lebih rendah secara nyata jika dibandingkan dengan tanaman nilam yang ditumbuhkan pada tanah bukan bekas pertanaman nilam (TBBN) . Lebih lanjut dilaporkan pula bahwa tanah yang disiram dengan air rembesan pot akar tanaman nilam juga akan menghambat pertumbuhan dan produksi nilam. Hasil pengamatan tersebut mengindikasikan bahwa akar nilam mengeluarkan senyawa asam-asam organik yang bersifat toksik dari proses alelopati yang bisa menghambat pertumbuhan nilam itu sendiri.

    Senyawa alelopati yang bersifat racun tersebut dapat terjadi di tanah melalui beberapa cara: eksudasi atau ekrsesi dari akar, volatilasi dari daun yang berupa gas melalui stomata, larut atau leaching dari daun segar melalui air hujan atau embun, larut dari serasah yang telah terdekomposisi, dan transformassi dari mikroorganisme tanah. Pada umumnya konsentrasi senyawa alelopati yang berasal dari leaching daun segar jauh lebih rendah dibandingkan yang berasal dari serasah yang telah terdekomposisi (Http://hasanuzzaman. weebly.com/allelopathy.pdf. 5Juni2011).

    Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya (Rice, 1984; Einhellig, 1995). Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, namun menurut Einhellig (1995) proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan

  • Teknologi pengendalian alelopati pada sentra produksi nilam

    149

    berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran.

    Rohman (2001) menyebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia (alelopati) tersebut dapat mempengaruhi tumbuhan yang lain melalui penyerapan unsur hara, penghambatan pembelahan sel, pertumbuhan, proses fotosintesis, proses respirasi, sintesis protein, dan proses-proses metabolisme yang lain. Lebih lanjut, Rohman (2001) menjelaskan tentang pengaruh alelopati terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut: senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan menurunkan kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan, beberapa alelopat menghambat pembelahan sel-sel akar tumbuhan dapat menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan, memberikan pengaruh menghambat respirasi akar, memberikan pengaruh menghambat sintesis protein, dan beberapa senyawa alelopati dapat menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan dan dapat menghambat aktivitas enzim

    Terdapat interaksi yang cukup kuat antara keberadaan mikroba tanah dengan efektivitas senyawa alelopati yang dihasilkan oleh tanaman. Telah dilaporkan bahwa senyawa alelopati yang dihasilkan oleh tanaman Alliaria petolata L. bersifat racun bagi endo dan ektomikoriza (Wolfe et al 2008). Dari hasil pengujian yang lain dilaporkan bahwa pengaruh senyawa alelopati dalam proses penghambatan pertumbuhan tanaman lain terlihat lebih kuat pada tanah yang telah disterilkan dibandingkan dengan tanah yang mengandung mikroba tanah. Dari hasil percobaan tersebut Lankau (2009) menyimpulkan bahwa dalam tanah yang tidak disterilasi tersebut mengandung kelompok mikroba tanah yang mampu menghasilkan enzim yang dapat mengurangi tingkat toksisitas senyawa alelopati. Namun demikian belum dilaporkan jenis dan enzim mikroba yang dapat menekan tingkat toksisitas alelopati.

    Dari beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa aplikasi kapur, karbon aktif, asam salisilat, pupuk MgSO4-7H2O, mikroba tanah dan pergiliran tanaman dengan tanaman aromatik seperti mentha, selasih, sage, dan oregano berpotensi menekan pengaruh negatif senyawa alelopati, sekaligus memperbaiki produktivitas lahan dan tanaman (Djazuli, 2011).

    Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan teknik budidaya yang dapat menekan efek negatif senyawa alelopati terhadap produktivitas lahan dan pertumbuhan tanaman nilam pada budidaya menetap.

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian pot dilaksanakan di sentra pengembangan nilam di Desa Simpang Soak, Kecamatan Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Propinsi Bengkulu dan di Kebun Percobaan Cimanggu, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor mulai bulan Januari sampai dengan Desember 2011.

    Bahan tanaman yang digunakan adalah varietas Sidikalang. Bahan pembantu yang diantaranya antara lain Zeolit, dolomit, pupuk kandang, asam salisilat (SA), arang sekam, MgSO4, dan mikoriza. Urea, SP 36 dan KCl, kantong plastik, ATK. Alat-alat lapang diantaranya cangkul, koret, polibag, timbangan, karung, dan lainnya.

  • Sukamto dan M. Djazuli

    150

    Tabel 1. Status hara pada lahan penelitian di Bogor dan Curup sebelum tanam

    Jenis analisis

    Tanah bekas nilam (TBN)

    Bogor

    Tanah bukan bekas nilam

    (TBBN) Curup

    pH H20 5.50 6,21 pH KCl 4.92 5,16 N Total (%) 0.22 0,44 P2O5 Bray I (ppm) 9,14 2,47 Ca (mg/100 g) 4,70 10,13 Mg (mg/100 g) 0,60 0,94 K (mg/100 g) 0,34 0,56 KTK (mg/100 g) 14,85 16,64 Tekstur - Pasir - Debu - Liat

    19,54 22,22 58,24

    24,88 49,08 26,04

    Penelitian terdiri dari 8 perlakuan. Tanah yang digunakan berasal dari lahan yang

    berasal dari pertanaman nilam Jawa yang dilakukan secara menetap dan terus menerus (TBN) di Bogor dan lahan bukaan baru bukan bekas pertanaman nilam (TBBN) di Curup Bengkulu. Ada 8 kombinasi perlakuan pemberian pembenah tanah dan pemupukan dari masing-masing lokasi (Tabel 2).

    Tabel 2. Perlakuan pemberian pembenah tanah dan pemupukan

    No. Perlakuan

    1 Kontrol

    2 0,1 kg Zeolit/pot

    3 0,1 kg Dolomit/pot

    4 1 kg Pupuk kandang/pot

    5 30 g mikoriza/pot 6* Perendaman benih dlm 0,5 ml SA/1 air 7 0,1 kg arang sekam 8 0,1 kg MgSO4

    *SA = Salisilic acid

    Persemaian benih nilam dilakukan langsung kedalam pot perlakuan dengan menanam satu setek pucuk nilam pada setiap pot yang diberi tutup gelas plastik untuk menjaga kelembaban tanah.

    Semua perlakuan diberikan pupuk dasar 9g urea, 5g SP 36 dan 10g KCl/pot. Sebelum perlakuan pemupukan dan aplikasi pembenah tanah dilakukan pengambilan contoh tanah untuk analisis kesuburan yang dilakukan di Lab Balittro Bogor.

    Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan. Ukuran pot adalah 20 kg tanah kering angin. Setiap unit perlakuan terdiri dari 5 pot. Total populasi masing-masing lokasi adalah 120 tan (pot)

    Parameter yang diamati adalah komponen pertumbuhan yang meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang, yang dilakukan dengan interval 1 bulan. Parameter produksi atau hasil dilakukan pada umur 6 setelah semai (BSS) dan 9 BSS. Pengamatan tingkat kesehatan dan serangan penyakit diamati secara periodik yang diikuti dengan pengendaliannya disesuaikan dengan jenis OPT yang menyerang. Pengambilan contoh tanah dilakukan sebelum perlakuan. Pengambilan contoh tanaman dilakukan pada saat

  • Teknologi pengendalian alelopati pada sentra produksi nilam

    151

    panen pertama (6 BSS) dan panen kedua (9 BSS) untuk analisis kadar hara dan kandungan senyawa alelopati di jaringan tanaman nilam.

    Data akan dianalisis secara statistik. Apabila uji Anova nyata, maka akan diteruskan dengan uji lanjut DMRT/BNJ 5%.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pertumbuhan tanaman nilam Secara visual terlihat bahwa secara umum pertumbuhan tanaman nilam yang

    ditanam pada tanah TBBN Curup, Bengkulu lebih baik dibanding dengan nilam yang ditanam di tanah TBN Cimanggu Bogor. Lebih tingginya pH tanah dan kadar hara makro khususnya N, K, Ca, Mg, dan KTK pada tanah Curup serta kemungkinan adanya senyawa alelopati pada tanah bekas pertanaman nilam Jawa di Bogor menyebabkan pertumbuhan tanaman nilam di Curup menjadi lebih baik dibandingkan di Bogor (Gambar 2). Adanya perlakuan pemupukan dan pengapuran sebelumnya pada tanah di Curup juga ikut menyebabkan lebih tingginya tingkat kesuburan dibanding tanah bekas nilam Jawa di Bogor.

    Dari hasil pengamatan terhadap beberapa komponen pertumbuhan khususnya tinggi dan jumlah cabang tanaman nilam pada umur 2 bulan setelah semai (BSS) yang dibudidayakan dengan menggunakan tanah yang berasal dari lahan bekas pertanaman nilam Jawa yang dilakukan secara menetap dan terus menerus (TBN) terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada media tanam yang berasal dari tanah dari lahan bukaan baru bukan bekas pertanaman nilam (TBBN) (Gambar 1, 2).

    Gambar 1. Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan nilam pada media tanam yang berasal dari lahan pertanaman nilam (TBN) di Bogor umur 2 BSS

  • Sukamto dan M. Djazuli

    152

    Gambar 2. Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan pada media tanam yang

    berasal dari lahan pertanaman bukan bekas nilam (TBBN) di Curup umur 2 BSS

    Tinggi tanaman nilam pada umur 2 BSS pada tanah Bogor mempunyai kisaran rata-

    rata antara 10.49 15.18cm, dan jumlah cabang adalah 1.44 2.35. (Gambar 3). Sedangkan kisaran tinggi dan jumlah cabang nilam pada tanah Curup pada umur 2 BSS masing-masing adalah antara 8,67 - 19.00cm, dan 2,33-5,67 buah cabang (Gambar 3).

    Dari ke delapan perlakuan yang diberikan, aplikasi pupuk kandang baik di Curup maupun di Bogor memberikan tinggi tanaman dan jumlah cabang tertinggi dibandingkan perlakukan lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa, perlakuan pemberian pupuk kandang (perlakuan 4) sangat dibutuhkan untuk memperbaiki kesuburan tanah baik fisik maupun kimianya.

    Pemberian pupuk kandang berpengaruh positif terhadap sifat fisika tanah antara lain terhadap peningkatan porositas tanah. Porositas tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah yang terisi oleh udara dan air. Pori pori tanah dapat dibedakan menjadi pori mikro, pori meso dan pori makro. Pori-pori mikro sering dikenal sebagai pori kapiler, pori meso dikenal sebagai pori drainase lambat, dan pori makro merupakan pori drainase cepat. Pori dalam tanah menentukan kandungan air dan udara dalam tanah serta menentukan perbandingan tata udara dan tata air yang baik. Penambahan bahan organik berupa pupuk kandang akan meningkatkan pori yang berukuran menengah dan menurunkan pori makro. Dengan demikian akan meningkatkan kemampuan menahan air (Stevenson, 1982).

    Dari hasil pengamatan komponen pertumbuhan tanaman nilam yang ditanam di Bogor pada umur 3 BSS mempunyai kisaran tinggi tanaman pada umur 3 BSS adalah 13.35 24.40 cm, dengan jumlah daun antara 20.47 42.13 dan jumlah cabang 2.93 7.33 (Gambar 5). Seperti halnya pada pengamatan umur 2 BSS, komponen pertumbuhan tertinggi juga diperoleh pada perlakuan pupuk kandang (perlakuan 4).

    Kesehatan tanaman nilam

    Hasil pengamatan terhadap persentase tumbuh dan kesehatan tanaman nilam menunjukkan bahwa. tanaman nilam yang ditanam pada tanah asal lahan bukaan baru mempunyai derajat kesehatan tanaman yang lebih baik dan persentase hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang di tanam pada tanah bekas nilam Hal ini diduga adanya pengaruh negatif dari senyawa alelopati yang bersifat toksik yang dihasilkan oleh tanaman nilam yang dibudidayakan sebelumnya dalam waktu yang cukup lama. Keadaan tersebut sesuai dengan penemuan sebelumnya bahwa tanaman nilam menghasilkan suatu senyawa alelopati yang menghambat pertumbuhan tanaman dan menyebabkan kematian tanaman (Djazuli, 2002).

  • Teknologi pengendalian alelopati pada sentra produksi nilam

    153

    Gambar 3. Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman nilam umur 3 BSS

    yang di budidayakan dengan media tanam yang berasal dari lahan pertanaman nilam (TBN) Bogor

    Dari hasil pengamatan tingkat kematian tanaman terlihat bahwa walaupun sudah

    diberikan upaya pengendalian OPT, jumlah tanaman yang mati pada tanah bekas nilam di Bogor cukup tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan tingkat kematian tanaman nilam di Curup yang hampir seluruhnya mampu tumbuh dengan baik (Tabel 3)

    Dari Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa walaupun pertumbuhannya kurang optimal, aplikasi perendaman SA (perlakuan 6) pada benih nilam sebelum tanam dan aplikasi MgSO4 (perlakuan 8) pada umur 3 BSS masih mampu menekan kerusakan dan kematian tanaman nilam pada tanah bekas nilam di Bogor.

    Tabel 3. Persentase kematian tanaman nilam di Bogor dan di Curup pada umur 3 BSS.

    No. Perlakuan Tanah bekas nilam (TBN)

    Bogor

    Tanah bukan bekas nilam

    (TBBN) Curup

    1 Kontrol 26,7

    0,0

    2 0,1 kg Zeolit/pot 20,0 0,0

    3 0,1 kg Dolomit/pot 46,7 0,0

    4 1 kg Pupuk kandang/pot 46,7

    0,0

    5 30 g mikoriza/pot 26,7 0,0 6* Perendaman benih dlm 0,5 ml SA/1 air 0,0 0,0 7 0,1 kg arang sekam 13,3 0,0 8 0,1 kg MgSO4 0,0 0,0

  • Sukamto dan M. Djazuli

    154

    KESIMPULAN

    1. Penggunaan pupuk kandang dapat meningkakan beberapa kompenen pertumbuhan nilam pada umur 2 BSS.

    2. Persentase tanaman nilam yang mati yang ditanam pada di tanah bekas tanaman nilam (TBN) pada umur 3 BSS cukup tinggi dan berbeda nyata dibanding nilam yang ada pada tanah bukan bekas tanaman nilam (BBN) di Curup, Bengkulu yang tidak ada yang mati.

    3. Adanya indikasi pengaruh senyawa toksik yang berupa senyawa alelopati yang ada pada tanah bekas tanaman nilam (TBM) perlu dikaji lebih lanjut dianalisis secara kimia pada periode pertumbuhan selanjutnya

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 1987. Profil komoditi minyak nilam (Potchouli oil). Pusat Pengembangan Pemasaran Hasil Pertanian. BPEN Departemen Perdagangan. Jakarta

    Buchholtz, KP. 1971. The influence of allelopathy on mineral nutrition. In Biochemical Interaction Among Plants. Nat. Acad. Sci. Washington DC.

    Djazuli, M. dan H. Moko. 1999. Studi alelopati pada tanaman nilam. Laporan Penelitian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat TA 1999. (unpublished).

    Djazuli, M., 2002. Alelopati pada tanaman nilam (Pogostemon cablin L.). Jurnal Ilmiah Pertanian. Gakuryoku. VIII (2):163-172.

    Djazuli, M. 2011. Alelopati Pada Beberapa Tanaman Perkebunan dan teknik pengendalian serta prospek pemanfaatannya. Review Penelitian Tanaman Industri Perspektif. Vol 10 Nomor 1. Hal 45-51

    Einhellig, F.A. 1995. Mechanism of action of Allelochemical in allelopathy. ACS symposium series. Vol 582. hapter 7. American Chemical Society. Pp 96-116.

    http://www.hasanuzzaman.weebly.com/allelopathy.pdf.5Juni2011

    Lankau, R. 2009. Soil microbial communities alter allelopathic competition between Alliria petiolata and native species. Biol. Invasion. Springer Scence Busines Media B.V. 10 pages

    Rice, E L. (1984), Allelopathy, (first edition, november 1974 by the same editor) (Second ed.), Academic Press, pp. 422 p, ISBN 978-0-12-587058-0

    Rohman, F. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: Universitas Negeri Malang.

    Stevenson, F.J. 1982. Nitrogen in soils. American. Society of Agronomy. No22. 940 p.

    Tasma, M. Tasma, I.M. dan P. Wahid, 1988. Pengaruh mulsa dan pemupukan terhadap

    pertumbuhan dan hasil nilam.

    Wiroatmojo, j. 1992. Alelopati pada tanaman jahe. Bulletin Agronomi. XX (3): 1-6.

    Wolfe, B.E. V.L. Rodgers, K.A. Stinson, and A. Pringle. 2008. The invasive plant Alliaria (garlic mustard) inhibits ectomycorrhizal fungi in the introduced range. J. Ecol. 96:777-783

    http://www.hasanuzzaman.weebly.com/allelopathy.pdf.5Juni2011http://en.wikipedia.org/wiki/International_Standard_Book_Numberhttp://en.wikipedia.org/wiki/Special:BookSources/978-0-12-587058-0